Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu Jenis Bambang Lanang
Kajian Persyaratan tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Teknik Pengendalian hama dan Penyakit Teknik Pengendalian Gulma dan Kebakaran Jenis Kayu bawang
Kajian Persyaratan tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Teknik Pengendalian hama dan Penyakit Jenis Tembesu
Kajian Persyaratan tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Jenis Sungkai
Kajian Persyaratan tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 1
Program Judul RPI
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu Koordinator RPI : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu Sub Judul Kegiatan : Kajian Persyaratan tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Jenis Bambang Lanang Pelaksana Kegiatan : Ir. Abdul Hakim Lukman, MSi. Armelia Prima Yuna, S. Hut. Kusdi Mulyadi, S. Hut.
ABSTRAK Kegiatan penelitian budidaya bambang lanang telah dilaksanakan di Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagaralam. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan membuat plot-plot ujicoba. Perlakuanperlakuan yang diujicobakan adalah penyiapan lahan total, jalur dan cemplongan; pemupukan dengan pupuk kandang, pupuk SP 36; dan jarak tanam 3x6, 4x6, dan 5x6 m. Hasil percobaan menunjukkan pertumbuhan tanaman bambang lanang umur 9 bulan setelah tanam pada plot tebas total lebih baik dibanding pertumbuhan tanaman pada plot tebas jalur dan cemplongan. Aplikasi campuran pupuk kandang dan pupuk SP 36 memberikan hasil pertumbuhan tinggi dan diameter lebih baik dari kontrol. Aplikasi pupuk kandang tidak memberikan pertumbuhan yang berbeda dengan perlakuan pupuk SP 36. Kata kunci :
Bambang lanang, persyaratan lingkungan, produktivitas.
tempat
tumbuh,
manipulasi
A. Latar Belakang Bambang lanang (Michelia champaca Linn.) merupakan salah satu jenis tanaman unggulan lokal di Sumatera Selatan yang sudah mulai dikembangkan di lahan milik masyarakat. Jenis ini banyak ditemukan di Kabupaten Lahat, Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Jenis ini biasanya ditanam melalui pola campuran dengan tanaman perkebunan seperti kopi, kakao dan karet; dan kayunya telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat setempat. Upaya peningkatan produktivitas dan kualitas produk hasil hutan dapat dilakukan dengan memadukan teknologi penggunaan bibit unggul lewat program pemuliaan dan praktek silvikultur yang tepat. Praktek silvikultur yang tepat antara lain meliputi kegiatan persiapan lahan yang baik, waktu penanaman yang tepat, pemupukan dengan macam dan dosis yang tepat, jarak tanam yang cocok, pemeliharaan tanaman yang bagus dan kontinyu, pemangkasan cabang dan Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 2
penjarangan serta upaya pengendalian kehilangan produk akibat hama, penyakit dan sebab-sebab lainnya. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan produktivitas hutan tanaman kayu pertukangan jenis bambang lanang melalui teknik manipulasi lingkungan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2012 adalah terpeliharanya plot ujicoba penyiapan lahan dan jarak tanam yang dibangun tahun 2011, tersedianya data dan informasi pertumbuhan tanaman pada plot ujicoba, dan terbangunnya plot ujicoba aplikasi arang di KHDTK Kemampo, Kabupaten Banyuasin. C. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode ekperimental dengan membuat plot-plot ujicoba. Pada tahun 2011 telah dibangun plot ujicoba teknik penyiapan lahan, pemupukan dan jarak tanam di Kabupaten Lahat, dan pada tahun 2012 telah dibangun plot ujicoba aplikasi arang sebagai soil conditioner pada dua jarak tanam berbeda. Pada plot ujicoba yang telah dibangun dilakukan pemeliharaan dan pengumpulan data pertumbuhan tanaman. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji lanjut BNJ. D. Hasil yang dicapai 1. Pertumbuhan tanaman bambang lanang umur 9 bulan setelah tanam pada plot ujicoba tebas total lebih baik dibandingkan dengan pada plot tebas jalur maupun cemplongan. Rata-rata tinggi dan diameter batang bambang lanang pada plot tebas total berturut-turut 87,5 cm dan 13,4 mm; tebas jalur 59,8 cm dan 7,4 mm; dan cemplongan 40,9 cm dan 5,4 m. Pertambahan tinggi bambang lanang dalam 6 bulan pertama pada plot ujicoba tebas total, tebas jalur dan cemplongan berturut-turut sebesar 42,7 cm, 15,8 cm, dan 4,5 cm. Sedangkan pertambahan diameternya berturut-turut 8,1 mm, 2,6 mm, dan1,2 mm. 2. Aplikasi pupuk kandang dan SP 36 pada plot tebas total berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi (P=0,0395), dan diameter batang bambang lanang (P=0,0189). Aplikasi pupuk kandang (1 kg) dan SP 36 (100 g) menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman (61,1 cm) dan diameter (11,8 mm) lebih baik dibanding dengan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pada plot kontrol (25,9 cm dan 4,7 mm). Aplikasi kombinasi pupuk kandang (1 kg) dan SP 36 (100 g) pada plot tebas total menghasilkan pertumbuhan diameter batang tanaman bambang lanang lebih baik dibanding dengan hanya menggunakan pupuk kandang saja maupun pupuk SP 36 saja.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 3
3. Aplikasi pupuk kandang dan SP 36 pada plot tebas jalur maupun cemplongan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter batang bambang lanang pada umur 9 bulan setelah tanam. E. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan a.
b.
c.
Penyiapan lahan cara tebas total menghasilkan pertumbuhan tanaman bambang pada umur 9 bulan yang lebih baik dibanding dengan cara tebas jalur dan cemplongan. Aplikasi campuran pupuk kandang 1 kg per lubang tanam dan pupuk SP 36 100 g, menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter lebih baik dari kontrol. Aplikasi pupuk kandang dan SP 36 secara tunggal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bambang lanang umur 9 bulan.
2. Rekomendasi Penanaman bambang lanang lebih baik menggunakan cara penyiapan lahan tebas total dan aplikasi campuran pupuk kandang dan SP 36.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 4
Foto Kegiatan.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 5
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Teknik Pengendalian hama dan Penyakit Jenis Bambang Lanang : Ir. Asmaliyah, MSc. Andika Imanullah, S.Si Nesti Andriani
ABSTRAK Bambang Lanang (Michelia champaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan, yang potensial untuk dikembangkan dalam bentuk hutan tanaman atau hutan rakyat. Namun, pembangunan hutan tanaman sering kali terkendala oleh adanya serangan hama dan penyakit. Untuk mengantisipasi timbul dan berkembangnya gangguan hama dan penyakit ini, khususnya pada tanaman Bambang Lanang maka diperlukan kegiatan pencegahan dan pengendalian. Oleh karena mulai tahun 2012 sampai 2014, kegiatan akan dikonsentrasikan kepada kegiatan pengendalian. Tindakan pengendalian yang paling sesuai untuk tanaman adalah menerapkan strategi Pengendalian Hama.Terpadu. Strategi PHT ini sudah dimulai pada saat dimulainya proses produksi sampai pemanenan dan diprioritaskan pada teknik pengendalian yang ramah lingkungan, misalnya secara silvikultur dan secara biologi/hayati. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan teknik pengendalian yang efektif, aman dan kompatibel dipadukan dengan teknik pengendalian lainnya. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Lahat
Kata Kunci: Bambang Lanang, hama, penyakit, pembukaan lahan, silvikultur, biologi A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk mengantisipasi agar serangan hama dan penyakit tidak sampai menyebabkan kerugian secara ekonomi, diperlukan tindakan pengendalian. Kegiatan pengendalian akan berhasil apabila jenis pengganggunya telah diketahui. Hasil penelitian sebelumnya pada beberapa lokasi pertanaman Bambang Lanang, telah ditemukan beberapa jenis serangga dan patogen yang berpotensi sebagai hama dan penyakit pada tanaman Bambang Lanang. Oleh karena itu tindakan pengendalian sudah perlu dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka dukungan penelitian masih sangat diperlukan karena informasi mengenai cara pengendalian terhadap hama dan penyakit pada tanaman Bambang Lanang belum ada laporannya. Oleh karena itu mulai tahun 2012 ini, kegiatan penelitian teknik budidaya bambang lanang aspek pengendalian hama dan penyakit berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan yang Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 6
mengarah ke tindakan pengendalian. Data dan informasi ini sangat diperlukan sebagai dasar untuk merancang suatu model Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang efektif, aman dan cocok satu sama lain. Program pengendalian hama terpadu ini sudah dimulai sejak proses produksi dimulai, misalnya dengan memilih benih yang berkualitas, yang terbebas dari serangan hama dan penyakit, pemnbukaan lahan, mengatur jarak tanam yang efektif dalam menekan serangan hama dan penyakit, membuat pola campuran dan sebagainya. Cara pengendaliannya diprioritaskan menggunakan cara pengendalian yang lebih ramah lingkungan seperti misalnya menggunanakan insektisida nabati dan insektisida mikroba. B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik PHT yang efektif, aman dan cocok satu sama lain sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pengendalian dalam rangka pengelolaan hutan tanaman bambang lanang. Sasaran dari kegiatan penelitian adalah diperolehnya cara-cara pengendalian yang efektif, efisien dan aman, sehingga dapat dimasukkan dalam strategi pengendalian hama terpadu. C. Metode Penelitian 1. Kajian Efektivitas Berbagai Cara Pembukaan Lahan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit Kegiatan ini dilakukan pada plot silvikultur tanaman bambang lanang di Desa Sumber Karya, Kec. Gumai Ulu, Kab. Lahat, Prov. Sumse. Plot tanaman bambang lanang terdiri dari 3 petak utama dengan masing-masing petak mempunyai luasan lebih kurang 1 ha. Peubah yang diamati adalah jenis hama dan penyakit yang menyerang, luas serangan dan intensitas serangan, gejala yang tampak atau kerusakan yang terjadi pada tanaman bambang lanang yang terserang hama atau dan penyakit. Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 2 bulan dari pengamatan pertama dan seterusnya. Petak I
: Pembukaan lahan dilakukan secara total, tanaman bambang lanang dibangun dengan jarak tanam 3 x 6 m, aplikasi pupuk dasar terdiri dari 4 level, yaitu pupuk SP36 100 gr (A1), pupuk organik (pupuk kandang) 1 kg (A2), pupuk kandang 100 gr + SP36 1 kg (A3) dan tanpa pupuk (A0).
Petak II
: Pembukaan lahan dilakukan secara tebas jalur, jarak tanam dibuat dalam 3 taraf, yaitu 3 x 6 m; 4 x 6 m dan 5 x 6 m, aplikasi pupuk dasar terdiri dari 2 level, yaitu pupuk kandang 1 kg (B1) dan SP36 100 gr (B2). : Pembukaan lahan dilakukan secara cemplongan, jarak tanam 3 x 6 m, aplikasi pupuk dasar terdiri dari 5 level, yaitu pupuk kandang 1 kg (C1); pupuk kandang 3 kg (C2); pupuk SP36 50 gr (C3); pupuk SP36 100 gr (C4) dan tanpa pupuk (C0)
Petak III
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 7
2.
Kajian Efektivitas Berbagai Pola Tanam Terhadap Serangan Hama dan Penyakit
Kegiatan ini dilakukan di lahan masyarakat, dengan cara membuat petakpetak berukuran 20 x 20 m, sebanyak 3-5 petak pada setiap lokasi pertanaman bambang lanang dengan berbagai pola tanam. Banyaknya petak yang dibuat pada setiap plot tergantung dari luasan areal tanaman bambang lanang yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Peubah yang diamati adalah jenis hama dan penyakit yang menyerang, luas serangan dan intensitas serangan serta gejala yang tampak atau kerusakan yang terjadi pada tanaman akibat serangan hama dan penyakit. 3.
Penelitian Efektivitas Beberapa Biopestisida Terhadap Serangan Hama dan Penyakit
Kegiatan ini dilakukan di lahan masyarakat, dengan cara membuat petakpetak berukuran 10 x 20 m sebanyak 3 buah pada setiap blok. Perlakuan yang diterapkan adalah insektisida mikroba (bahan aktif cendawan), insektisida nabati (bahan aktif tanaman mimba) dan kontrol (tanpa perlakuan). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Peubah yang diamati adalah jenis hama dan penyakit yang menyerang, luas serangan dan intensitas serangan serta gejala yang tampak pada tanaman yang terserang. Untuk mengetahui luas serangan (P) dan intensitas serangan hama dan penyakit (I) dilakukan dengan cara sebagai berikut. Untuk klasifikasi tingkat kerusakan tanaman menggunakan kriteria unterstenhofer (1963). Analisa data dilakukan secara deskriptif
P=
Jumlah tanaman yang terserang dalam suatu petak ukur Jumlah seluruh tanaman dalam suatu petak ukur
X 100 %
I=
Jumlah daun yang terserang dalam satu pohon Jumlah seluruh daun dalam satu pohon
X 100 %
D. HASIL YANG DICAPAI 1.
Kajian Efektivitas Berbagai Cara Pembukaan Lahan Terhadap Serangan Hama dan Penyakit Persentase Serangan
80 60 40 20 0
G. agamemnon
A0 A1 A2 A3 B1 B2 C0 C1 C2 C3 C4 A
B
C
Pembukaan lahan
Gambar 1. Grafik persentase serangan hama pada tanaman bambang lanang umur 10 bulan dengan berbagai teknik pembukaan lahan pada bulan Oktober 2012 (A= Tebas total; B= Tebas jalur; C= Cempongan)
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 8
Intensitas Serangan
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
G. agamemnon ulat pelipat daun Ulat pemakan daging daun Ulat perusak daun Kutu Planococcus sp.
A0
A1
A2
A3
B1
A
B2
C0
C1
B
C2
C3
C4
C
Pembukaan lahan
Gambar 2. Grafik intensitas serangan hama pada tanaman bambang lanang umur 10 bulan dengan berbagai teknik pembukaan lahan pada bulan Oktober 2012
Persentase serangan
Gambar 1 menunjukkan bahwa besaran persentase serangan hama pada teknik pembukaan lahan secara total cenderung paling tinggi, khususnya serangan ulat G. agamemnon dan ulat perusak daun, dibandingkan teknik pembukaan lahan lainnya, tetapi besaran intensitas serangan hama (Gambar 2) pada pembukaan lahan secara total cenderung paling rendah dibandingkan teknik pembukaan lahan lainnya untuk semua jenis serangan. Perlakuan pemberian pupuk dasar tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Colletotrichum sp Cercospora sp. Curvularia sp.
A0
A1
A2 A
A3
B1
B2
C0
B
C1
C2
C3
C4
C
Pembukaan lahan
Gambar 3. Grafik persentase serangan penyakit pada tanaman bambang lanang umur 10 bulan dengan berbagai teknik pembukaan lahan pada bulan Oktober 2012 Gambar 3 menunjukkan bahwa besaran persentase serangan penyakit pada tanaman bambang lanang dengan teknik pembukaan lahan secara tebas total cenderung paling tinggi dibandingkan teknik pembukaan lahan lainnya, Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 9
Intensitas serangan
khususnya serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. dan Cercospora sp. Namun besaran intensitas serangan penyakit (Gambar 4) menunjukkan bahwa dengan teknik pembukaan lahan secara tebas total cenderung paling rendah dibandingkan teknik pembukaan lahan lainnya untuk semua serangan penyakit. Pemberian pupuk dasar tidak memberikan pengaruh yang nyata. 60 50 40 30 20 10 0
Colletotrichum sp Cercospora sp. Curvularia sp.
A0
A1
A2
A3
B1
A
B2
C0
C1
B
C2
C3
C4
C
Pembukaan lahan
Gambar 4. Grafik intensitas serangan penyakit pada tanaman bambang lanang umur 10 bulan dengan berbagai pembukaan lahan pada bulan Oktober 2012 2.
Kajian Efektivitas Berbagai Pola Tanam Terhadap Serangan Hama dan Penyakit Tabel 1. Persentase dan intensitas serangan hama dan penyakit pada berbagai pola tanam
Jenis serangan
Aulexis sp Ulat daun Kepik Cercospora sp. Cephaleuros sp. Embun jelaga Fusarium sp. Curvularia sp.
Monokultur PS (%) IS (%)
Pola tanam Agro 2-3 Agro 4-5 PS %) IS (%) PS IS (%) (%) 3,333,3 8,6-30
13,3100 12-100
4,1218,8
10-100
5-26
3-11,87
2,5-10
-
12,81
-
7,530,8 1,6
10-50
16,09100
65-100
10-25
3,33100
5-5,42
16,733,3
28-100
8-20
5,2133,3
2,5716,7
1,67-10
14,3730 7,513,3 1,89-5
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0 0
48,6100 8,45100 0
15-30
20-100
5,7140 0
16,7-60
26,8100 27,5450 2,96,67 10 10
13,340 10-20 1,673,3 2,5
Agro ≥ 6 PS IS (%) (%)
14,5615 50-100
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
-
Page 10
Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman bambang lanang yang ditanam dengan pola tanam agroforestry cenderung lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, khususnya agroforestry yang mempunyai keragaman jenis ≥ 4 jenis tanaman 3.
Penelitian Efektivitas Beberapa Biopestisida Terhadap Serangan Hama dan Penyakit
Hasil pengamatan kegiatan penelitian pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan insektisida nabati mimba dan insektisida mikroba Bactospeine setelah perlakuan penyemprotan belum ada, karena pengamatan baru akan dilakukan pada bulan Januari 2013. Data awal sebelum kegiatan penyemprotan dilakukan pada bulan Oktober 2012 dapat dlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data awal persentase serangan dan intensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman bambang lanang sebelum aplikasi penyemprotan Jenis hama Perlakuan Bactospeine Mimba Kontrol
A PS 55,33 26,40 43,07
B IS 3,21 3,8 7,07
PS 13,69 10,36 12,28
E Bactospeine Mimba Kontrol
67,28 42,52 57,19
C IS PS 0,43 21,04 0,40 30,41 0,33 12,11 Jenis penyakit
F 5,81 8,59 10,93
74,95 77,69 67,45
D IS 1,22 6,81 1,94
PS 65,25 38,34 43,16
G 14,07 18,10 14,34
15,34 8,77 8,51
IS 3,24 4,36 4,26 H
1,73 3,71 12,25
1,75 0 1,67
1,75 0 7,06
Ket: A= G. agamemnon; B= Ulat pelipat daun; C= Ulat pemakan daging daun; D= Ulat perusak daun; E= Colletotrichum sp.; F= Cercospora sp.; G= Curvularia sp.; H= Daun keriting/mengkerut
E. KESIMPULAN 1.
2. 3.
Intensitas serangan atau tingkat kerusakan tanaman bambang lanang akibat serangan hama dan penyakit dengan teknik pembukaan lahan secara tebas total cenderung paling rendah dibandingkan teknik pembukaan lahan secara tebas jalur dan cemplongan Pemberian pupuk dasar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap serangan hama dan penyakit Tanaman bambang lanang yang ditanam dengan pola agroforestry cenderung lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 11
Foto Kegiatan.
Ulat Graphium agamemnon
kutu Planococcus sp.
Bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 12
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Teknik Pengendalian Gulma dan Kebakaran Jenis Bambang Lanang : Andika Imanullah, S.Si Ir. Asmaliyah, MSc. Nesti Andriani
ABSTRAK Tersedianya bahan baku yang baik maka diperlukan beberapa jenis kayu yang mutunya baik dan terjamin, salah satunya jenis Bambang Lanang. Bambang Lanang (Michelia champaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan, manfaatnya sebagai bahan bangunan. Untuk menjaga kesinambungan penyediaan bahan baku industri berupa kayu diperlukan pemeliharaan tanaman dari serangan hama, penyakit serta tumbuhan pengganggu atau gulma. Gulma didefinisikan sebagai tanaman yang tidak dikehendaki oleh para penanam, karena tumbuhnya salah tempat, tidak dikehendaki dan merugikan. Mengingat gulma memiliki sifat-sifat khusus dan keberadaannya menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka harus dilakukan usaha-usaha pengendalian yang teratur dan terencana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis gulma termasuk sebaran dan lingkungannya, serta mengetahui teknik pengendalian gulma yang efisien dan efektif. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini yaitu jenis Jenis patikan (Borreria laevis) yang tumbuh dominan di seluruh plot perlakuan, Gulma jenis Melastoma malabatrichum dengan status potensi D pada perlakuan mulsa organik dan total herbisida ada sebelum perlakuan ditemukan dan setelah diberi perlakuan mulsa organik dan total herbisida tidak ditemukan, Proses suksesi pada plot perlakuan tebas jalur berlangsung cepat, terlihat dari jumlah jenis 13 jenis setelah dilakukan perlakuan naik menjadi 15 jenis, Jumlah jenis gulma pada plot perlakuan total herbisida mengalami penurunan dibandingkan dengan plot perlakuan lainnya
A. Latar Belakang Bambang Lanang (Michelia champaca L.) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan unggulan lokal di Sumatera Selatan, manfaatnya sebagai bahan bangunan. Pertumbuhannya cepat dan kayunya berkualitas kelas kuat II (Adelina, 2008). Jenis ini telah lama digunakan sebagai bahan bangunan oleh masyarakat setempat karena kayunya yang kuat dan awet (Winarno, 2008). Untuk menjaga kesinambungan penyediaan bahan baku industri berupa kayu yang diperlukan dalam jangka panjang, pada pengembangan hutan tanaman dibutuhkan bibit Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 13
tanaman yang baik dan pemeliharaan tanaman dari serangan hama, penyakit serta tumbuhan pengganggu atau gulma. Salah satu gangguan yang mengganggu pertumbuhan tanaman pokok kehutanan selain hama dan penyakit adalah gulma. Gulma menyebabkan kehilangan hasil yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh penghalang utama bagi produksi, yaitu hama dan penyakit (Muzik, 1972). Donal (1986) mengemukakan gulma menyebabkan terjadinya persaingan dikarenakan faktor yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan bersama. Oleh karenanya gulma harus dikendalikan. Menurut Moenandir (1990), gulma tidak harus dihilangkan secara mutlak, cukup dikendalikan saja. Dalam merencanakan pengendalian gulma, perlu diperhatikan terlebih dahulu a) species gulma, b) cara perkembangbiakan gulma dan cara penyebaran gulma tersebut. Kegiatan pengendalian yang selama ini dilakukan belum efektif dan dari segi teknis maupun efisien dari segi biaya/ ekonomi. Oleh karena itu pengendalian gulma harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Mengacu pada hal-hal tersebut diatas, tahun 2012 dilakukan kegiatan “Teknik Pengendalian Gulma pada Jenis Bambang Lanang ”. B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis gulma termasuk sebaran dan lingkungannya. dan mengetahui teknik pengendalian gulma yang efisien dan efektif. Sasaran penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi jenis-jenis dan dominansi gulma serta teknik pengendalian gulma plot penanaman jenis Bambang Lanang. C. Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada plot tegakan Bambang Lanang di Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan. Metode yang digunakan yaitu : (1). inventarisasi dan eksplorasi gulma. hasil pengamatan pada petak contoh yang dibuat dilokasi penelitian, kemudian dihitung kerapatan jenis, frekuensi, dominansi, dan Indeks Nilai Penting (INP). (2) Kajian efisiensi dan efektivitas teknik pengendalian gulma Plot uji coba dibuat pada pertanaman Bambang Lanang di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan secara mekanis dan kimia. Ada 4 perlakuan yaitu :Tebas total, tebas jalur, mulsa, penyemprotan herbisida. Setiap perlakuan di ulang sebanyak 3 (tiga ) kali , setiap ulangan terdiri dari 25 (dua puluhlima) tanaman. Frekuensi pengendalian gulma dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun. Data dianalisis menggunakan uji sidik ragam dengan menggunakan uji sintesa F.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 14
D. Hasil yang dicapai 1. Inventarisasi jenis-jenis Gulma dan jumlah jenis gulma pada plot perlakuan Hasil identifikasi tumbuhan bawah tanaman bambang lanang secara umum terdapat 26 jenis tumbuhan, terdiri dari 21 jenis sudah teridentifikasi dan 5 jenis tidak teridentifikasi, 2 jenis merupakan anakan pohon, 19 jenis mempunyai status potensi dimana 3 jenis status potensi D, 7 jenis status potensi C, dan 9 jenis status potensi B. Plot Perlakuan tebas total, terdapat 12 jenis, 9 jenis teridentifikasi dan 3 jenis tidak teridentifikasi. 2 jenis status potensi D, 3 jenis status potensi C, 4 jenis status potensi B. Jenis yang dominan sebelum dilakukan perlakuan patikan Borreria laevis. Setelah perlakuan jenis terdapat 11 jenis, 10 jenis teridentifikasi dan 1 jenis tidak teridentifikasi. 2 jenis status potensi D, 3 jenis status potensi C, 5 jenis status potensi B. Jenis yang dominan sebelum dilakukan perlakuan yaitu jenis rumput kemeleti Paspalum conjugatum. Perlakuan tebas jalur, jenis tumbuhan bawah yang ditemukan sebelum dilakukan perlakuan terdapat 13 jenis, 10 jenis teridentifikasi dan 3 jenis tidak teridentifikasi. 2 jenis status potensi D, 3 jenis status potensi C, 5 jenis status potensi B. Setelah perlakuan jenis terdapat 13 jenis, 12 jenis teridentifikasi dan 1 jenis tidak teridentifikasi. 1 jenis status potensi D, 4 jenis status potensi C, 8 jenis status potensi B. Jenis yang dominan sebelum dilakukan perlakuan dan 3 bulan setelah perlakuan yaitu jenis patikan Borreria laevis. Perlakuan mulsa organik, jenis tumbuhan bawah yang ditemukan sebelum dilakukan perlakuan terdapat 8 jenis, 6 jenis teridentifikasi dan 2 jenis tidak teridentifikasi. 2 jenis status potensi D, 1 jenis status potensi C, 5 jenis status potensi B. Setelah perlakuan jenis terdapat 8 jenis, 8 jenis teridentifikasi. 2 jenis status potensi C, 5 jenis status potensi B. Jenis yang dominan sebelum dilakukan perlakuan dan 3 bulan setelah perlakuan yaitu jenis patikan Borreria laevis. Perlakuan total herbisida, jenis tumbuhan bawah yang ditemukan sebelum dilakukan perlakuan terdapat 8 jenis. 2 jenis status potensi D, 1 jenis status potensi C, 5 jenis status potensi B. Setelah perlakuan terdapat 6 jenis teridentifikasi. Dengan 5 status potensi B dan 1 jenis anakan. Jenis yang dominan sebelum dilakukan perlakuan dan 3 bulan setelah perlakuan yaitu jenis patikan Borreria laevis. Gulma jenis Melastoma malabatrichum dengan status potensi D yang merugikan tanaman, di plot perlakuan total mulsa organik sebelum dilakukan pemeliharaan nilai INP masing-masing 20,83 % tiga bulan setelah dilakukan pemeliharaan dilihat ternyata tidak ditemukan lagi jenis tersebut. Mulsa organik diambil dari sisa-sisa tumbuhan seperti ranting dan daun yang disebarkan ke permukaan tanaman bambang lanang mengakibatkan permukaan tanah tertutupi oleh sisa-sisa tumbuhan sehingga dapat menghalangi pertumbuhan gulma
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 15
khususnya jenis Melastoma malabatrichum. Juga di plot perlakuan total herbisida, gulma jenis Melastoma malabatrichum terdapat pada keadaan sebelum dilakukan perlakuan dengan nilai INP 4,47 % setelah dilakuan perlakuan jenis ini tidak dijumpai lagi. Perlakuan total herbisida menggunakan herbisida dengan bahan aktif Isopropilamina glifosat + metil metsulfuron. Pada perlakuan tebas total dan tebas jalur masih terdapat gulma dengan status potensi D namun nilainya sudah jauh berkurang. Gulma dengan status potensi C ditemukan hampir diseluruh plot perlakuan kecuali plot perlakuan herbisida di 3 bulan setelah pengamatan tidak ditemukan lagi. Gulma dengan status potensi B terdapat diseluruh plot perlakuan. Jumlah jenis pada plot perlakuan tebas jalur lebih tinggi dibandingkan dengan plot perlakuan lainnya saat 3 bulan setelah perlakuan. Proses suksesi pada plot perlakuan tebas jalur berlangsung cepat, karena penebasan jalur membuka lantai hutan yang menyebabkan sinar matahari langsung menyebabkan percepatan pertumbuhan gulma. Sebelum diilakukan perlakuan jumlah jenis pada perlakuan tebas jalur 13 jenis setelah dilakukan perlakuan naik menjadi 15 jenis. Jumlah jenis gulma pada plot perlakuan total herbisida mengalami penurunan dibandingkan dengan plot perlakuan lainnya, 8 jenis gulma sebelum dilakuan perlakuan menjadi 6 jenis gulma setelah perlakuan. Sarianti (2012) menjelaskan herbisida purna-tumbuh hanya dapat mematikan gulma yang telah tumbuh dan memiliki organ yang sempurna seperti akar, cabang dan daun. herbisida pra-tumbuh mematikan biji gulma yang belum berkecambah. dengan memadukan kedua jenis ini diharapkan dapat mengendalikan gulma baik yang masih benih maupun gulma yang sudah tumbuh. Jenis patikan (Borreria laevis) yang tumbuh dominan di seluruh plot perlakuan. kehadirannya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman bambang lanang. Dari pengamatan kami jenis ini menyebabkan jenis lain terdesak pertumbuhannya dapat dilihat dari nilai INP lebih besar dari pada jenis lain. Jenis ini bukanlah gulma pengganggu jenis ini tidak merugikan dan status potensinya B. Dari hasil pengamatan kami jenis patikan tidak terlalu bersaing ketat dengan tanaman pokok juga pada jenis gulma lain jenis dominansinya lebih tinggi. Dari keadaan di atas maka ada kemungkinan jenis patikan (Borreria laevis) dapat dijadikan sebagai tanaman penutup tanah (cover crop). 2.
Uji Teknik pengendalian gulma. Karena pengamatan pertumbuhan hanya dilakukan sebanyak 2 (dua) kali maka belum bisa di ambil kesimpulan bahwa tindakan pengendalian terhadap gulma atau tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan bambang lanang belum mempengaruhi pertumbuhan (baik tinggi maupun diameter batang).
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 16
E. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi jenis Jenis patikan (Borreria laevis) yang tumbuh dominan di seluruh plot perlakuan. 2. Gulma jenis Melastoma malabatrichum dengan status potensi D pada perlakuan mulsa organik dan total herbisida ada sebelum perlakuan ditemukan dan setelah diberi perlakuan mulsa organik dan total herbisida tidak ditemukan. 3. Proses suksesi pada plot perlakuan tebas jalur berlangsung cepat, terlihat dari jumlah jenis 13 jenis setelah dilakukan perlakuan naik menjadi 15 jenis. 4. Jumlah jenis gulma pada plot perlakuan total herbisida mengalami penurunan dibandingkan dengan plot perlakuan lainnya
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 17
Foto Kegiatan.
Salah satu plot bambang lanang
Penghitungan gulma
salah satu jenis gulma yang mendominasi
Perlakuan Mulsa Organik
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Mulsa organik setelah 3 bulan perlakuan
Page 18
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan
Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Kajian Persyaratan Tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Jenis Kayu Bawang : Sri Utami, SP, M.Si Armelia Prima Yuna, S.Hut Teten Rahman S
Abstrak Kayu bawang merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, karena kualitas kayunya memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Jenis ini cukup potensial untuk dikembangkan tidak hanya di lokasi asalnya saja, tetapi juga di lokasi pengembangannya yang baru. Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh aplikasi pupuk lanjutan, cover crop dan teknik pemangkasan terhadap pertumbuhan kayu bawang, serta mengkaji pengaruh media dan penggunaan hormon/zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek kayu bawang. Kegiatan penelitian dilakukan pada plot uji silvikultur kayu bawang di KHDTK Kemampo Kab. Banyuasin dan persemaian modern di Desa Sukomoro Kab. Banyuasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 400 gram/tanaman merupakan dosis pupuk majemuk lengkap lambat urai yang paling efektif terhadap pertambahan diameter (50,3 mm) dan tinggi (343,53 cm). Selain itu aplikasi cover crop memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kayu bawang dengan pertambahan diameter dan tinggi kayu bawang masing-masing sebesar 15,68 mm dan 116,34 cm. Hasil penelitian pembiakan vegetatif menunjukkan bahwa jenis perlakuan yang memberikan hasil terbaik terhadap stek kayu bawang yaitu media campuran (cocopeat dan arang sekam) dan hormon Rootone F (naphthalene acetamide) dengan rata-rata persen hidup 100%, persen stek bertunas 96,67%, dan persen stek berakar 80%. Kata kunci : cover crop, kayu bawang, pupuk, stek
A. Latar Belakang Kayu bawang merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, karena kualitas kayunya memenuhi kualitas sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Di Kabupaten Bengkulu Utara, kayu bawang telah dibudidayakan oleh masyarakat sejak jaman penjajahan Jepang. Selain di Kabupaten Bengkulu Utara, kayu bawang juga telah banyak dikembangkan di Kabupaten Bengkulu Tengah, Kepahiang dan Rejang Lebong. Melihat potensi kayu dan pemanfaatan yang cukup besar serta pertumbuhannya yang cukup baik
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 19
(adaptif), maka jenis ini cukup potensial untuk dikembangkan tidak hanya di lokasi asalnya saja, tetapi juga di lokasi pengembangannya yang baru, baik pada kabupaten lain di Bengkulu maupun di luar Provinsi Bengkulu dengan berbagai variasi bentang alam. Di sisi lain, data dan informasi terkait potensi bahan perbanyakan (sumber benih) yang berkualitas, teknik pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tegakan masih terbatas, sehingga menjadi salah satu penghambat dalam upaya pengembangan jenis ini. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh aplikasi pupuk lanjutan, cover crop dan teknik pemangkasan terhadap pertumbuhan kayu bawang, serta mengkaji pengaruh media dan penggunaan hormon/zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek kayu bawang. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian tahun 2012 adalah: a. Tersedianya data dan informasi pertumbuhan kayu bawang respon perlakuan pemupukan dan cover crop b. Tersedianya data dan informasi teknik pemeliharaan (aplikasi pupuk lanjutan, cover crop, penyiangan, dan pemangkasan) kayu bawang c. Tersedianya data dan informasi teknik pembiakan vegetatif dengan stek. C.Metode Penelitian 1. Pemeliharaan Plot Ujicoba Kayu bawang di KHDTK Kemampo Kab. Banyuasin Pemeliharaan yang dilakukan, meliputi pendangiran, pembersihan gulma, pemeliharaan cover crop, pemupukan lanjutan, serta pemangkasan.Tebas jalur dan semprot secara rutin dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pemangkasan dilakukan pada batang pokok yang mempunyai percabangan banyak. Pupuk lanjutan yang diaplikasikan yaitu pupuk majemuk lengkap lambat urai dosis 0, 200, 400, dan 600 gram/tanaman sebanyak dua kali dalam setahun. 2. Pengukuran dan Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan pada plot perlakuan pupuk dan cover crop, setiap 3 bulan sekali. Parameter yang diamati pertambahan tinggi dan diameter kayu bawang, sebelum dan setelah aplikasi pupuk dan cover crop. Selain itu, juga dilakukan analisis jaringan tanaman kayu bawang pada plot ujicoba yang telah diberikan perlakuan pemupukan. 3. Pembiakan Vegetatif dengan Stek Kegiatan ini dilakukan di Persemaian Modern di Desa Sukomoro Kab. Banyuasin. Bahan stek yang digunakan berasal dari anakan/cabutan alam kayu
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 20
bawang dan tegakan kayu bawang yang berumur >1 tahun. Perlakuan yang diujikan terdiri atas media tanam (cocopeat dan campuran (cocopeat dan arang sekam = 2 : 1)) dan zat pengatur tumbuh (tanpa ZPT, hormon Rootone F (naphthalene acetamide) dan hormon IAA). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 kali ulangan dan jumlah treeplot sebanyak 10 stek kayu bawang. Parameter yang diamati adalah persentase hidup, persen stek bertunas, persen stek berakar, dan panjangnya akar. D. Hasil yang Dicapai 1. Pertumbuhan Kayu bawang Respon Aplikasi Pupuk Lanjutan Berdasarkan analisis statistik menunjukkan aplikasi pupuk majemuk lengkap lambat urai memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kayu bawang (Tabel 1). Dosis 400 gram/tanaman merupakan dosis yang paling efektif terhadap pertambahan diameter (50,3 mm/10 bulan) dan tinggi (343,53 cm). Sedangkan hasil analisis jaringan tanaman masih dalam tahap penyelesaian. Tabel 1. Rata-rata pertumbuhan kayu bawang respon aplikasi pupuk lanjutan Dosis Pupuk (gram/tanaman) 0 200 400 600
Riap diameter (mm)
Riap tinggi (cm)
48,11 a 47,67 a 50,30 b 49,87 b
326,77 a 338,00 b 343,53 b 346,59 b
Tabel 2 menyajikan bahwa jarak tanam memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kayu bawang. Pada jarak tanam 3 x 3m pertambahan tinggi lebih besar dibandingkan jarak tanam (yang lebar) 4 x 5m, sedangkan pertambahan diameternya lebih kecil. Sebaliknya pada jarak tanam 4 x 5m, diameter tegakan kayu bawang lebih besar tetapi tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan pada jarak tanam 3 x 3m atau 4 x 3m. Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan kayu bawang pada berbagai jarak tanam Jarak tanam (m) Riap diameter (mm) Riap tinggi (cm) 3x3 47,97 a 345,29 a 4x3 48,14 a 345,93 a 4x5 50,83 b 325,68 b
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 21
2. Pertumbuhan Kayu bawang Respon Aplikasi Cover Crop Aplikasi cover crop memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kayu bawang (Tabel 3). Pertambahan diameter dan tinggi kayu bawang lebih besar pada perlakuan cover crop masing-masing sebesar 15,68 mm dan 116,34 cm, dibandingkan pada plot yang tidak ditanami cover crop. Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan kayu bawang respon aplikasi cover crop Aplikasi Cover crop Riap diameter (mm) Riap tinggi (cm) Aplikasi 15,68 a 116,34 a Tidak 9,99 b 110,66 b 3. Stek Pucuk Kayu bawang Jenis perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik terhadap stek kayu bawang asal anakan alam yaitu media campuran (cocopeat dan arang sekam) dan hormon Rootone F (naphthalene acetamide) dengan rata-rata persen hidup 100%, persen stek bertunas 96,67%, dan persen stek berakar 80%. Sedangkan data stek dengan materi tegakan kayu bawang berumur >1 tahun masih dalam proses pengamatan Tabel 4. Rata-rata pertumbuhan stek kayu bawang asal anakan alam Media Hormon Persen Persen Persen Hidup Panjang akar Berakar Bertunas (%) (cm) (%) (%) Campuran Rootone F 80 96,67 100 7,34 (Cocopeat IAA 43,33 43,33 43,33 16,36 & Arang Tanpa 90 93,33 90 10,39 sekam) hormon Cocopeat Rootone F 76,67 90 90 6,67 IAA 40 40 43,33 4,71 Tanpa 86,67 86,67 90 7,58 hormon E. Kesimpulan 1. Dosis 400 gram/tanaman merupakan dosis pupuk majemuk lengkap lambat urai yang paling efektif terhadap pertambahan diameter (50,3 mm) dan tinggi (343,53 cm). 2. Aplikasi cover crop memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kayu bawang dengan pertambahan diameter dan tinggi kayu bawang masingmasing sebesar 15,68 mm dan 116,34 cm. 3. Jenis perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik terhadap stek kayu bawang yaitu media campuran (cocopeat dan arang sekam) dan hormon Rootone F (naphthalene acetamide) dengan rata-rata persen hidup 100%, persen stek bertunas 96,67%, dan persen stek berakar 80%. Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 22
Lampiran.
gA
Pengukuran kayu bawang
Aplikasi cover crop
Pembiakan vegetatif
Penyemprotan herbisida
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 23
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Teknik Pengendalian Hama dan Penyakit Jenis Kayu Bawang : Sri Utami, SP, M.Si Ir. Asmaliyah, MSc. Maman Suparman
Abstrak Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, yang tersebar hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya jenis kayu bawang yaitu serangan hama dan penyakit. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dinamika populasi serangan hama dan penyakit pada pertanaman kayu bawang, serta mengkaji dan menentukan teknik pencegahan dan pengendalian yang efektif dan efisien. Penelitian dilaksanakan pada beberapa lokasi tegakan kayu bawang di Provinsi Bengkulu dan plot uji silvikultur di KHDTK Kemampo Kab. Banyuasin, serta di Laboratorium Perlindungan Hutan Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kumbang penggerek (Xystrocera globosa) merupakan hama yang paling potensial (dibandingkan hama lainnya) yang menyerang kayu bawang dengan persentase dan intensitas serangan sebesar 11% dan 21% pada tanaman berumur 1,5 tahun. Sedangkan penyakit bercak daun, mati pucuk dan busuk akar merupakan penyakit penting yang menyerang tegakan kayu bawang berbagai umur dengan tingkat serangan yang tergolong sedang. Pengendalian secara fisik mekanik mampu menekan serangan busuk akar, sedangkan pengendalian dengan pestisida berbahan aktif fipronil mampu menekan serangan kumbang penggerek.
Kata kunci : hama, kayu bawang, pengendalian, penyakit A. Latar Belakang Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan salah satu jenis andalan lokal di Provinsi Bengkulu, yang tersebar hampir di seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu. Kayunya termasuk dalam kelas kuat III dan kelas awet IV dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu pertukangan, terutama sebagai bahan bangunan dan meubellair. Selain dari potensi
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 24
pemanfaatannya yang cukup luas, jenis ini memiliki potensi pertumbuhan yang cukup baik. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya jenis kayu bawang yaitu serangan hama dan penyakit. Dampak yang ditimbulkan akibat serangan hama dan penyakit adalah terhambatnya pertumbuhan tanaman, penurunan kualitas kayu, penurunan produksi, dan serangan berat dapat mengakibatkan timbulnya kerugian secara ekonomi. Oleh karena itu pengetahuan mengenai jenis dan tingkat serangan hama dan penyakit mutlak diperlukan sebagai bekal dan panduan dalam tindakan pencegahan dan pengendalian yang efektif dan efisien. Berpijak pada hal tersebut maka tindakan monitoring hama dan penyakit perlu dilakukan untuk mengetahui dinamika populasi serta menentukan teknik pencegahan dan pengendalian yang tepat. B. Tujuan dan Sasaran Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mengkaji dinamika populasi serangan hama dan penyakit pada pertanaman kayu bawang, serta mengkaji dan menentukan teknik pencegahan dan pengendalian yang efektif dan efisien. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian tahun 2012 adalah: a. Diketahuinya dinamika populasi hama dan penyakit yang potensial pada tanaman kayu bawang, dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya hama dan penyakit tersebut. b. Diketahuinya pengaruh teknik silvikultur terhadap serangan hama, penyakit dan gulma. c. Diketahuinya teknik pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kayu bawang. C. Metode Penelitian 1. Monitoring hama dan penyakit Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor populasi hama dan perkembangan penyakit potensial pada tanaman kayu bawang yang terdapat di KHDTK Kemampo, Kab. Banyuasin dan beberapa lokasi di Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengamati jenis hama dan penyakit, serta perkembangan populasi hama dan penyakit. 2. Penghitungan persentase serangan dan tingkat kerusakan tanaman Persentase serangan hama dan penyakit (P) dihitung dengan cara menghitung jumlah pohon yang terserang dalam suatu petak ukur, dibagi jumlah pohon yang terdapat dalam suatu petak ukur di kali 100 %. 3. Uji efikasi ekstrak pestisida nabati skala in vitro dan in vivo
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 25
a. Uji Efikasi Ekstrak Skala Laboratorium Serangga hama yang digunakan diantaranya adalah rayap yang menyerang tanaman kayu bawang. Jenis ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak mindi dan minyak nyamplung, dengan 3 taraf konsentrasi yaitu 2,5%; 5%; 7,5%; serta kontrol. Serangga uji yang digunakan per taraf konsentrasi sebanyak 15 ekor, dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati yaitu persentase kematian serangga hama. b. Uji Efikasi Ekstrak Skala Lapangan Kegiatan dilakukan dengan menyemprotkan ekstrak biopestisida dan pestisida kimia pada tanaman yang terserang hama dan penyakit. Konsentrasi yang digunakan terdiri dari 3 taraf konsentrasi. D. Hasil yang Dicapai 1. Serangan Hama dan Penyakit Jenis serangan hama yang dijumpai pada tegakan kayu bawang berbagai umur di berbagai lokasi di Provinsi Bengkulu yaitu rayap Cryptotermes, babi, ulat kantong (Pteroma plagiophleps), semut (Polyrachis sp.) dan kumbang penggerek (Xystrocera globosa) seperti tersaji pada Tabel 1. Diantara beberapa hama tersebut, kumbang penggerek merupakan hama yang paling potensial menyerang tegakan kayu bawang dengan persentase dan intensitas serangan masing-masing sebesar 6,36% dan 2,48%. Sedangkan penyakit yang ditemukan diantaranya mati pucuk (disebabkan jamur Phytophthora sp.), bercak daun (Fusarium sp.) dan bercak hitam (Meliola sp.). Serangan yang paling berat yaitu bercak daun dengan persentase dan intensitas serangan masing-masing sebesar 28,70% dan 7,17% akan tetapi penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit mati pucuk justru yang mematikan tanaman walaupun persentase serangannya rendah tetapi penyakit ini bisa mengakibatkan akar busuk, dan daun tanaman mengering bahkan gundul. Tabel 1. Rata-rata persentase dan intensitas serangan hama dan penyakit pada tegakan Kayu bawang di Provinsi Bengkulu Serang Jenis Hama dan Penyakit an Rayap Babi Ulat Sem Kumban Mati Berca Berca kanto ut g pucuk k daun k ng pengger hitam ek PS (%) 2,62 3,27 0,94 1,10 6,36 5,56 28,70 7,67 IS (%) 0,52 1,63 0,24 0,35 2,48 4,32 7,17 3,70
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 26
Tabel 2. Rata-rata persentase dan intensitas serangan hama dan penyakit pada tegakan Kayu bawang di KHDTK Kemampo, Kab. Banyuasin Plot Kumbang Penggerek Kutu Kebul (Jarak PS I PS PS IS IS II IS PS I PS PS IS IS IS tanam) II III I III II III I II III 1 11 3,68 0,49 21 1,32 0,59 0 0,37 0 0 7,5 0 (4x3) 2 0 0,35 0 0 0,27 0 0 3,01 0 0 2,25 0 (4x5) 3 0,46 0,92 0 0,1 0,7 0 0 2,09 0 0 0,31 0 (3x3) Bercak Daun Busuk Akar 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (4x3) 2 0 2,66 0 0 1,15 0 0,18 0 0 0,1 0 0 (4x5) 3 0 9,93 3,16 0 13,53 0,67 0,18 0 0 0,1 0 0 (3x3) Seperti halnya di Provinsi Bengkulu, serangan hama dan penyakit juga dijumpai menyerang tegakan kayu bawang yang berumur 1,5 tahun di KHDTK Kemampo. Jenis serangan hama yang dijumpai yaitu kumbang penggerek dan kutu kebul, sedangkan jenis serangan penyakit yaitu bercak daun (disebabkan Meliola sp.) dan busuk akar (disebabkan Fusarium sp.). Tingkat serangan kumbang penggerek lebih tinggi dibandingkan dengan kutu kebul, pada awal pengamatan (sebelum dilakukan pengendalian) besarnya persentase dan intensitas serangannya sebesar 11% dan 21%. Serangan busuk akar lebih rendah dibandingkan bercak daun, hanya beberapa tanaman saja yang terserang. 2. Pengendalian Hama dan Penyakit a. Pengendalian secara fisik mekanik. Teknik ini digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk akar. Pengendalian yang dilakukan dengan cara menebang pohon yang terserang kemudian membongkar akarnya. Bagian lainnya dieradikasi dengan cara membakar dan ditimbun tanah. Cara ini cukup efektif menekan penyebaran inokulum jamur. b. Pengendalian dengan pestisida (minyak nyamplung dan insektisida kimia berbahan aktif fipronil 50 gram/liter). Dengan penyemprotan sebanyak 3 kali penyemprotan dengan dosis awal 4cc/liter air, dosis selanjutnya 8 cc/liter air terbukti mampu menekan serangan kumbang penggerek (Tabel 1). Sedangkan pengendalian secara in vitro, masih dilakukan pengamatan.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 27
E. Kesimpulan Kumbang penggerek (Xystrocera globosa) merupakan hama yang paling potensial (dibandingkan hama lainnya) yang menyerang kayu bawang dengan persentase dan intensitas serangan sebesar 11% dan 21% pada tanaman berumur 1,5 tahun. Penyakit bercak daun, mati pucuk dan busuk akar merupakan penyakit penting yang menyerang tegakan kayu bawang berbagai umur dengan tingkat serangan yang tergolong sedang. Pengendalian secara fisik mekanik mampu menekan serangan busuk akar, sedangkan pengendalian dengan pestisida berbahan aktif fipronil mampu menekan serangan kumbang penggerek. Foto Kegiatan.
Gejala serangan penggerek
Pembongkaran akar (busuk akar)
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Gejala serangan mati pucuk
Penyemprotan pestisida
Page 28
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Kajian Persyaratan Tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Jenis Tembesu : Drs. Agus Sofyan, M.Sc Ir. A.H.Lukman,M.Si Nasrun, S.Hut Syaiful Islam
ABSTRAK Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan salah satu jenis unggulan Sumatera Selatan karena memiliki potensi pemanfaatan yang cukup luas dan potensi pertumbuhan yang cukup baik. Upaya peningkatan produktivitas hutan tanaman tembesu dapat dilakukan dengan melalui penerapan teknik silvikultur intensif, yang merupakan upaya budidaya yang memadukan penggunaan bibit unggul, manipulasi lingkungan, dan pengendalian hama terpadu. Tujuan akhir penelitian ini untuk memperoleh teknologi peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi hutan tanaman tembesu yang mendukung industri perkayuan dan perekonomian rakyat, sementara tujuan pada tahun 2011 adalah diperolehnya peningkatan riap pertumbuhan tembesu.. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya data dan informasi pertumbuhan tembesu umur empat tahun pada plot uji pemangkasan dan penjarangan danterpeliharanya plot ujicoba. Metoda yang digunakan adalah percobaan lapangan (eksperimen) dalam bentuk plot ujicoba pemangkasan dan penjarangan. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran peubah tinggi, diameter dan cabang pada plot uji. Data diolah dan dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa pemangkasan dengan intensitas 50% pada umur 3 tahun memberikan pertumbuhan diameter terbaik. Pola penjarangan untu walang pada tanaman tembesu umur 3 tahun dengan jarak tanam 3 m x 2m, setelah satu tahun perlakuan (umur 4 tahun) memberikan hasil pertumbuhan diameter batang terbaik dibanding pola tebang baris dan kontrol. Kata kunci : hutan tanaman, peningkatan produktifitas, tembesu, pemangkasan, penjarangan
A. Latar Belakang Ekploitasi hutan alam produksi di Indonesia yang dilaksanakan secara kurang bijaksana selama lebih dari 30 tahun menyebabkan rusaknya hutan alam. Salah satu indikatornya adalah menurunnya produktifitas hutan. Produksi kayu
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 29
yang berasal dari hutan alam yang selama ini diandalkan sebagai penghasil devisa, sudah tidak lagi mampu memenuhi pasokan kebutuhan kayu bagi perindustrian kayu di dalam negeri. Sementara produksi kayu dari hutan tanaman, khususnya Hutan Tanaman Industri yang semula diharapkan dapat memasok kekurangan kayu pertukangan dari hutan alam tidak terealisir. Pembangunan hutan tanaman merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan akan kayu yang terus meningkat. Jenis–jenis yang dikembangkan adalah jenis lokal komersial karena mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya: telah dikenal masyarakat dan tempat tumbuh yang sesuai. Pembangunan hutan tanaman harus diarahkan pada upaya peningkatan produktifitas yang tinggi. Tembesu (Fagraea fragrans), merupakan salah satu jenis lokal komersial yang mempunyai prospek sangat baik untuk dikembangkan. Peningkatan produktifitas (riap) hutan tanaman tembesu dapat dilakukan melalui praktek/penerapan teknik silvikultur yang tepat dengan disertai penggunaan benih/bibit yang unggul secara genetis. Penelitian terdiri atas beberapa perlakuan yaitu pemengkasan dan penjarangan (dalam rancangan yang terpisah). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. Untuk tahun 2012 selain pengamatan dan pengukuran pertumbuhan tanaman pada perlakuan pemangkasan dan penjarangan, telah dilakukan pula percobaan perangsangan terbentuknya trubusan atau sprouting melalui perlakuan pelukaan dengan teresan dan pemotongan batang utama. Dari dari uji coba ini diharapkan akan diperoleh materi-materi (berupa klon) tanaman yang dapat meningkatkan riap pertumbuhan dalam pembangunan hutan tanaman tembesu malalui program-program pemuliaan (uji klon). B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian adalah meningkatkan produktifitas (riap) dalam pembangunan hutan tanaman tembesu, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan serta nilai ekonomi hutan tanaman tembesu yang dapat mendukung industri perkayuan dan perekonomian rakyat. Adapun sasarannya adalah tersedianya paket Teknologi Budidaya tembesu dengan produktifitas optimal. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2012 adalah : 1. Diperolehnya data dan informasi pertumbuhan dan peningkatan pertumbuhan (riap) tanaman tembesu dengan perlakuan pemangkasan dan penjarangan. 2. Diperolehnya informasi mengenani teknik perangsangan pembentukan trubusan/sprouting tunas tembesu melalui perlakuan teresan pohon tua (5 > tahun).
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 30
C. Luaran Luaran dari kegiatan penelitian ini pada tahun 2012 adalah : 1. Paket teknik pemangkasan dan penjarangan tanaman tembesu yang dapat meningkatkan pertumbuhan secara optimal. D. Metodologi Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental design (uji coba) dengan perlakuan berupa pemangkasan dan penjarangan dalam plot uji yang terpisah. Untuk perlakuan pemangkasan dilakukan dalam 4 taraf dengan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas taraf yaitu (P0, P1, P2, P3) dengan masing-masing unit perlakuan sebanyak 64 tanaman dengan pengulangan atau replikasi 4 blok. P0 = Tanpa pemangkasan P1 = Pemangkasan 40 % dari tinggi total P2 = Pemangkasan 50 % dari tinggi total P3 = Pemangkasan 60 % dari tinggi total Pada uji coba dengan perlakuan penjarangan, juga digunakan rancangan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model penjarangan pola untu walang (P1), penjarangan baris (P2) dan tanpa penjarangan (Kontrol=P0). Terdiri atas 4 blok dengan setiap unit pengamatan terdiri atas 64 tanaman (32 tanaman setelah penjarangan). Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi dan diameter tanaman. Pertumbuhan tanaman pada setiap periode pengukuran akan dihitung melalui selisih antara data pengukuran awal dengan data pengukuran akhir. Percobaan perangsangan terbentuknya trubusan/sprouting dilakukan pada 20 tanaman yang telah dipilih berdasarkan sifat fenotipenya. E. Hasil 1. Pemeliharaan Tanaman Kegiatan pemeliharaan meliputi pembersihan gulma/penyiangan, penyemprotan herbisida, pemangkasan dan pembuatan sekat bakar di sekeliling plot selebar 6 m 2. Perangsangan pembentukan trubusan (sprouting) Peningkatan riap pertumbuhan tanaman tembesu, selain dapat dilakukan dengan penerapan teknik silvikultur dan manipulasi lingkungan, dapat juga dilakukan dengan penggunaan bibit atau bahan tanaman yang secara genetik mempunyai pertumbuhan unggul. Guna diperoleh bibit tanaman yang unggul (berbatang bagus dengan pertumbuhan cepat), maka telah dilakukan upaya pembuatan bahan secara vegetatif yaitu dengan perlakuan teresan dan pemotongan batang utama pada pohon-pohon induk yang berbatang bagus Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 31
dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Pada pembuatan trubusan denga cara teresan tahap I, ternyata tidak muncul/tumbuh trubusan atau tunas. Berbeda dengan cara teresan, dengan pemotongan batang utama telah dihasilkan trubusan dalam jumlah yang sangat banyak. Dari hasil trubusan tersebut, kemudian dilakukan pembibitan dengan teknik stek dengan hasil 87,5 % berhasil bertunas dan berakar. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pemanfaatan bahan vegetatif (klon) tanaman tembesu relatif mudah dilakukan, dengan demikian upaya peningkatan riap dalam pembangunan hutan tanaman tembesu relatif mudah dilakukan khususnya dengan penggunaan materi klon yang berasal dari program pemuliaan. 3. Peningkatan riap Hasil penerapan teknik silvikultur intensif (pemeliharaan, pemangkasan serta penjarangan) memberikan hasil yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Peningkatan pertumbuhan tanaman tembesu dari pola penanaman dan pengelolaan tanaman secara ektensif oleh masyarakat dibanding pola penanaman dengan pengelolaan intensif oleh BPK Palembang, untuk pertumbuhan diameter meningkat rata-rata sebesar 42,6 cm yaitu dari rerata sebesar 5,47 cm menjadi rerata sebesar 7,80 cm pada umur 3 tahun. Pada pertumbuhan tinggi tidak berbeda nyata. Peningkatan riap pertumbuhan juga diperoleh pada perlakuan pemangkasan (umur 3 tahun) yaitu dengan intensitas pemangkasan 50 %, yaitu sebesar 23,81 % (dengan rerata pertumbuhan (diameter) sebesar 6,3 cm pada perlakuan kontrol menjadi sebesar 7,80 cm dengan perlakuan pemangkasan 50 %. Sementara pada perlakuan penjarangan dengan pola penjarangan untu walang juga diperoleh peningkatan riap pertumbuhan (pertambahan diameter selama 1 tahun, pada umur 3 tahun ke 4 tahun) yang signifikan yaitu sebesar 39,70 % dibanding perlakuan kontrol (tanpa penjarangan) pada pertanaman dengan jarak tanam 3x2 m, dengan rerata pertambahan diameter masing-masing sebesar 1,46 cm (kontrol, tanpa penjarangan) dan sebesar 2,04 cm pada perlakuan penjarangan dengan pola untu walang atau berseling. Sementara penjarangan dengan pola penjarangan baris rerata pertumbuhannya tidak berbeda nyata dengan pola untu walang dan kontrol. F. Pengamatan fenology (pembungaan) Hasil pengamatan terhadap fenologi (pembungaan dan pembuahan) tanaman tembesu pada plot penelitian yang berlokasi di KHDTK Benakat, menunjukkan bahwa pada umur 4 tahun, beberapa tanaman tembesu (< 5%) sudah mulai memasuki fase pertumbuhan generatif, hal ini ditandai dengan adanya pohon-pohon yang mulai menghasilkan bunga pada bulan Juni dan berbuah mulai bulan Oktober. Dari beberapa pohon yang sudah berbuah telah dikoleksi benihnya, untuk dilakukan pengujian viabilitas benihnya. Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 32
Foto Kegiatan.
Plot pemangkasan
Plot tanpa pemangkasan
Pembuatan Trubusan
Plot Trubusan
Trubusan
Tanaman tembesu umur 4 yang mulai berbuah
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 33
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. : Paket Teknik Silvikultur Intensif Jenis penghasil kayu : Kajian Persyaratan Tumbuh dan Teknik Manipulasi Lingkungan Jenis Sungkai : Sahwalita, S.Hut, MP Tubagus Angga, SP Joni Muara
ABSTRAK Pembangunan Hutan Tanaman secara umum bertujuan untuk menjaga hutan tetap lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sungkai (Peronema canescens Jack.) merupakan salah satu jenis tanaman lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai pengisi hutan tanaman kayu pertukangan. Penanaman sungkai dapat dilakukan dengan pola monokultur dan campuran (agroforestri). Namun, pengembangan jenis ini masih terbatas karena produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan belum diterapkannya praktik silvikultur intensif pada penanaman jenis tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh teknik silvikultur intensif dalam rangka peningkatan riap kayu pertukangan jenis sungkai. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 meliputi teknik pembibitan (intensitas naungan); teknik silvikultur (pupuk lanjutan dan pemakaian cover crop); pembuatn plot uji klon seluas 2 Ha. Metodologi yang digunakan meliputi percobaan lapangan (experiment). Analisis data dilakukan dengan uji statistik. Hasil yang diperoleh intensitas naungan yang memberikan pertumbuhan terbaik pada bibit sungkai adalah 55%, penggunaan pupuk lanjutan pada tanaman sungkai berumur 2 tahun yang memberikan pertumbuhan terbaik tinggi dan diameter adalah pupuk majemuk dengan kandungan P 5 dan 15 gr/batang yaitu 249,71 cm dan 36,16 mm, pemakaian cover crop (campuran CM dan CP) selama 6 bulan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sungkai tinggi 6,55% dan diameter 7,67% dan dibangun plot uji klon tanaman sungkai seluas 2 Ha.
Kata kunci: bibit, produktivitas, sungkai, teknik silvikultur intensif, uji klon A. Latar Belakang Pembangunan kehutanan bukan hanya menjaga hutan untuk tetap lestari, namun juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan visi kementerian kehutanan yaitu pembangunan hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Hal tersebut tercantum di dalam 8 (delapan) program prioritas kementerian kehutaan pada tahun 2009-2014 (Anonim, 2010). Tantangan utama dalam pembangunan hutan tanaman adalah peningkatan produktivitas dan peningkatan nilai ekonomi kehutanan, tantangan ini tertuang
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 34
dalam Roadmap Penelitian dan Pembangunan Kehutanan 2010-2025 (Badan Litbang Kehutanan, 2010). Target akhir peningkatan produktivitas hutan tanaman khususnya penghasil kayu pertukangan untuk jenis sungkai daur menengah adalah 30 m3/ha/tahun, namun target RPI tersebut perlu dikaji kembali mengingat saat ini produktivitas kayu sungkai baru mencapai 10-12 m3/ha/tahun dan peningkatan riap melebihi 100% sulit untuk dicapai. Walaupun demikian, upaya peningkatan riap dan nilai ekonomi hutan tanaman terus dilakukan dengan program riset terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu melalui silvikultur intensif secara bertahap. Silvikultur intensif merupakan teknik silvikultur yang memadukan tiga elemen utama silvikultur yaitu 1. spesies target yang telah dimuliakan, 2. manipulasi lingkungan, 3. pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. B. Tujuan Tujuan kegiatan penelitian teknik silvikultur jenis sungkai pada tahun 2012 adalah untuk memperoleh teknik silvikultur intensif tanaman penghasil kayu pertukangan jenis sungkai dalam rangka untuk meningkatkan riap. C. Hipotesis 1. Teknik pembibitan yang tepat (intensitas naungan) akan menghasilkan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang banyak pada waktu singkat. 2. Aplikasi teknik silvikultur intensif melalui teknik manipulasi lingkungan (pengaturan jarak tanam, pupuk lanjutan dan cover crop) akan mampu meningkatkan riap tanaman sungkai. 3. Pembangunan plot uji klon akan mampu meningkatkan riap tanaman dan kualitas kayu sungkai. D. Luaran Luaran kegiatan penelitian Budidaya Jenis Sungkai tahun 2012 adalah : a. Tersedianya data dan informasi teknik pembibitan sungkai b. Tersedianya data dan informasi teknik pemeliharaan sungkai c. Terpeliharannya plot penanaman sungkai perlakuan silvikultur dan kebun pangkasan d. Terbangunnya plot uji klon seluas 2 Ha E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian teknik pembibitan dan teknik silvikultur di lapangan dilaksanakan di KHDTK Kemampo. Kegiatan laboratorium dilaksanakan di laboratorium Balai Penelitian Kehutanan Palembang.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 35
2. Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Budidaya Jenis Sungkai tahun 2012 adalah sprayer, mistar, kaliper, gunting stek, tanah, sungkup bibit, naungan bibit, GPS, cangkul, parang dan alat tulis kantor. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan adalah kebun koleksi klon, bibit sungkai, hormon pertumbuhan, pupuk, polybag, ember, kantong plastik, herbisida. 3. Prosedur Kerja a. Pembibitan tanaman sungkai di persemaian Kegiatan penelitian yang dilakukan di persemaian dan metodologi yang digunakan terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Metodologi kegiatan penelitian pembibitan sungkai tahun 2012 No 1
Kegiatan penelitian 2
1
Pembiakan vegetatif (stek) Dimaksudkan untuk mengetahui strategi aplikasi pembuatan stek sungkai yang efektif dan efisien sungkai dalam produksi massal setek sungkai Naungan - Setek dipilih dari pohon induk yang berpenampilan bagus Intensitas cahaya dipilih yaitu : 55%; 65%; 75% dan 100% - Tinggi setek berkisar antara 15-20 cm atau terdapat 2 nodus - Setek diberi hormon pertumbuhan dan dilakukan penanaman dalam media - Rancangan penelitian adalah RAK, 3 ulangan dan 20 setek setiap taraf perlakuan - Pengamatan setek dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan setek. - Parameter yang diamati adalah persen hidup, tinggi tunas, diameter tunas.
1.1
Metodologi 3
b. Penelitian penanaman sungkai di lapangan Beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan pada di lapangan dan metodologi yang digunakan terdapat pada Tabel 2.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 36
Tabel 2. Metodologi penelitian pemeliharaan tanaman sungkai tahun 2012 No 1 1.
2.
3.
Kegiatan penelitian Metodologi 2 3 Aplikasi pupuk pupuk - Pupuk lanjutan yang digunakan adalah 4 jenis lanjutan (SP36, NPK, Green Farm dan Suburin) - Pupuk diberikan setiap 6 (enam) bulan - Perlakuan pemupukan yang diaplikasikan sesuai tahun sebelumnya (jenis dan dosis), yaitu : - NP1 = NPK 50 gr - NP2 = NPK 100gr - NP3 = NPK 150 gr - SP1 = SP36 50 gr - SP2 = SP36 100gr - SP3 = SP 36 150 gr - GF1 = Green Farm 200 gr - GF2 = Green Farm 400gr - GF3 = Green Farm 600 gr - SB1 = Suburin 50 gr - SB2 = Suburin 100 gr - SB2 = Suburin 150 gr - Rancangan yang digunakan adalah RAK, 3 blok dan 25 tanaman setiap taraf perlakuan - Parameter yang diamati adalah persentase hidup tanaman, pertumbuhan tinggi dan diameter. Uji pemakaian cover crop - Cover crop yang digunakan 2 jenis yaitu CM dan PJ, dengan perbandingan CM : PJ : SP 36 = 3kg : 2 kg : 1 kg. - Perlakuan : - C0 = Tanpa Cover crop - C1 = Penanaman cover crop - Parameter yang diamati : persen hidup, pertumbuhan, serangan hama dan penyakit, gulma dan frekeunsi pemeliharaan. Uji klon - Jumlah pohon induk 100 pohon - Asal dari 8 kabupaten, yaitu: Musi Banyuasin, Muara Enim, Sarolangun, Bungo, Kampar, Kuantan singgigi, Indragiri Hulu dan Lahat. - Rancangan penelitian yang digunakan adalah Model desain IBD (Incompletely Block Design), 4 ulangan dan treeplot 5 tanaman - Jarak tanam 3 x 3, sehingga luasan 1.8 Ha - Parameter yang diamati: persen hidup, pertumbuhan tinggi dan diameter, potensi hama dan penyakit.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 37
F. Hasil Yang Telah Dicapai Hasil yang telah dicapai pada tahun 2010-2011, sebagai berikut: 1.
Jumlah pohon induk yang dapat dijadikan sumber materi uji klon adalah 151 pohon yang tersebar di 8 (delapan) Kabupaten, yaitu: Musi Banyuasin, Banyuasin, Muara Enim, Sarolangun, Bungo, Kampar, Kuantan Singigi (Kuansing) dan Indra Giri Hulu. 2. Persyaratan tumbuh sungkai adalah pada ketinggian 26-108 meter dpl, sifat fisik tanah: Pasir berlempung (LS), Lempung berpasir (SL), Lempung (L), Lempung berdebu (SIL), Lempung liat berpasir (SCL), Lempung berliat (CL), Lempung liat berdebu (SiCL) dan Liat (C), Sifat kimia tanah: pH 3,474,65 (sangat masam-masam), C-Organik 0,43-3,38 (sangat rendah-tinggi), N Tot 0,08-076 (sangat rendah-tinggi), P tersedia 3,50-28,95 (sangat rendahsangat tinggi), K-dd 0,06-0,45 (sangat rendah-sedang), Na 0,11-0,44 (rendahsedang), Ca 0,25-2,11 (sangat rendah-rendah), Mg 0,04-0,60 (sangat rendahrendah) dan KTK 4,70-22,75 (sangat rendah-sedang). 3. Peta sebaran pohon induk sungkai yang meliputi 3 (tiga) provinsi : Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. 4. Riap volume tanaman sungkai pada berbagai pola tanam, jarak tanam dan teknik pemeliharaan berkisar antara 10 - 19.01m3/ha/th 5. Penanganan benih, berat benih per 1.000 benih adalah 4,248 gr, lebih berat dibandingkan penelitian sebelumnya dengan demikian diharapkan jumlah benih bernas akan lebih banyak. 6. Daya kecambah sebesar 13,24% lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya. Kecepatan dan waktu berkecambah antara 0,011-0,018% KN/ et mal dan 4 bulan. 7. Penyapihan sungkai sebaiknya dilakukan pada saat semai berdaun 4 (empat) pasang dengan persen hidup: 97% dan pertumbuhan tinggi 22,41 cm pada umur 3 bulan. 8. Media simpan stek yang digunakan sebaiknya adalah media cocopeat dengan waktu simpan 2 minggu untuk mendukung penyediaan bibit melalui stek dengan pertumbuhan tinggi tunas: 13,52cm dan persen hidup: 90%. 9. Komposisi media stek (tanah 60% + pakis 20% + kompos 20%) merupakan media terbaik dengan pertumbuhan tinggi 34,09 cm dan diameter 5,36 dan persen 100%. 10. Pemupukan di persemaian dengan pupuk akar memberikan pertumbuhan terbaik adalah menggunakan pupuk majemuk lengkap lambat urai sebanyak 2 gr/polybag. Pemupukan melalui daun adalah menggunakan pupuk majemuk dengan konsentrasi 6 gr/liter dan frekuensi pemberian setiap 2 minggu. 11. Dibangun kebun perbanyakan seluas 0,4 Ha dengan jumlah sebanyak 1.589 tanaman dari 151 klon, sebagai materi uji klon pada tahun 2012.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 38
13. Uji tinggi pangkasan yang dilakukan pada kebun perbanyakan menunjukkan tinggi pangkasan 20-40 cm dapat digunakan dengan nilai rata-rata pertumbuhan tinggi tunas 326,15-344,10 cm dan diameter 32,70-33,51mm. 14. Dibangun plot uji silvikultur jenis sungkai seluas 2,5 Ha dengan jumlah sebanyak 2.761 pohon. 15. Perlakuan jamur mikoriza arbuskular Acaulospora sp. mampu meningkatkan diameter terbaik pada sungkai umur 3 bulan di persemaian. 16. Perlakuan pemupukan NPK dosis 1 gr, baik dengan perlakuan inokulasi Mycofer dan Glomus manihotis mampu meningkatkan tinggi terbaik pada sungkai umur 3 bulan di persemaian. 17. Ditemukan 2 (dua) jenis jamur mikoriza arbuskular di bawah tegakan Sungkai, yaitu Glomus sp. dan Acaulospora sp. 18. Aplikasi pupuk dasar skala operasional adalah 100gr/tanaman dengan kandungan P sebesar 5%. 19. Aplikasi mulsa skala operasional menggunakan seresah karena efektif menekan gulma, memberikan iklim mikro untuk perkembangan mikro organism, menambah kesuburan tanah dan mudah diperoleh dengan harga lebih murah dibandingkan mulsa lain. G. Hasil tahun 2011 1. Pembibitan tanaman sungkai a. Uji naungan bibit di persemaian Intensitas naungan pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui kebutuhann bibit terhadap cahaya dan kelembaban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas naungan pada bibit, maka pertumbuhan semakin menurun. Pertumbuhan tinggi dan diameter tertinggi pada intensitas naungan 55%, yaitu 17,813 cm dan 4,931 mm, sedangkan terendah pada intensitas naungan 75%, yaitu 13,036 cm dan 4,523 mm. Berdasarkan pertumbuhan bibit, intensitas naungan yang terbaik adalah 55% karena memiliki pertumbuhan tinggi dan diameter tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. 2. Penelitian teknik silvikultur sungkai a. Uji pupuk lanjutan Hasil analisis keragaman menunjukkan pertumbuhan diameter tanaman sungkai berbeda tidak nyata pada semua perlakuan. Pertumbuhan diameter tertinggi pada perlakuan 2 (PML 100 gr) dengan kandungan unsur P sebesar 15 gr. Kandungan hara pupuk majemuk selain unsur P juga terdapat unsur N dan K serta unsur-unsur mikro, walaupun kandungan P lebih rendah masih mampu mendukung pertumbuhan. Selain kandungan pupuk yang lengkap (makro dan mikro) akan memberikan suplai unsur hara secara maksimal yang akan mengatasi masalah defisiensi unsur hara yang dapat menjadi faktor pembatas bagi penyerapan unsur hara lainnya. Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 39
Hasil analisis keragaman menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman sungkai berbeda tidak nyata pada semua perlakuan pemupukan. Pertumbuhan tinggi tanaman sungkai terbaik pada perlakuan 7 dengan kandungan P sebesar 5gr. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya untuk pertumbuhan tinggi tanaman sungkai bukan hanya memerlukan unsur P, tetapi juga perlu unsur hara yang lain. Penambahan unsur Nitrogen (N) untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman disebabkan ketersediaannya pada areal penanaman rendah berkisar 0,1–0,14 %. Unsur Nitrogen (N) diperlukan untuk pertumbuhan tinggi karena unsur tersebut berperan dalam pembentukan klorofil yang dibutuhkan pada proses fotosintesis yang mempengaruhi terhadap fotosintat yang dihasilkan. b.Uji penggunaan cover crop Hasil analisis keragaman menunjukkan pengaruh penggunaan cover crop berbeda sangat nyata terhadap kontrol (tanpa cover crop), baik pertumbuhan tinggi maupun diameter. Adapun rerata tinggi dan diameter tanaman menggunakan cover crop adalah 403,08 cm dan 77,25 mm, sedangkan tanaman tanpa cover crop adalah 378,27 cm dan 71,75 mm. Adanya berbedaan tinggi antara tanaman dengan cover crop dengan kontrol mencapai 24,81 cm dan diameter 5,5 mm pada umur tanaman 2 tahun menunjukkan bahwa cover crop sangat mendukung pertumbuhan awal tanaman sungkai. 3. Pembangunan plot uji klon Pembangunan plot uji klon dilaksanakan pada bulan Desember 2012. Penanaman dilakukan pada awal bulan desember menunggu hujan merata dan kondisi lahan benar-benar basah. Diharapkan mengurangi resiko kematian tanaman, sehingga mengurangi penyulaman. H. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Pada kegiatan penelitian tahun 2012 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Teknik pembibitan tanaman sungkai dengan menggunakan berbagai intensitas naungan pada bibit di persemaian memberikan pertumbuhan terbaik pada intensitas naungan 55%. 1. Penggunaan pupuk lanjutan pada tanaman sungkai berumur 2 tahun yang memberikan pertumbuhan terbaik tinggi dan diameter adalah pupuk majemuk dengan kandungan P 5 dan 15 gr/batang yaitu 249,71 cm dan 36,16 mm. 2. Pemakaian cover crop (campuran CM dan CP) selama 6 bulan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sungkai tinggi 6,55% dan diameter 7,67%.
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 40
3. Pembangunan plot uji klon tanaman sungkai seluas 2 Ha dengan jumlah 100 klon. B. Saran Penelitian perlu dilanjutkan ini untuk memperoleh data teknik silvikultur yang terintegrasi dalam mendukung peningkatan produktifitas tegakan sungkai sebagai hutan tanaman. Foto
Sungkup bibit sungkai
Bibit di persemaian
Tanaman sungkai menggunakan pupuk lanjutan setelah pupuk dasar
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 41
Tanaman tanpa cover crop
Tanaman menggunakan cover crop
Pengeceran bibit sesuai nomor di lapangan
Tanaman sungkai
Paket Silvikultur Intensif Jenis Penghasil Kayu
Page 42