PENGE EMBANG GAN TEK KNIK FU UMIGASII AMONIIA UNTU UK P PEWARN NAAN AL LAMI BEBERAPA A JENIS K KAYU
DANANG G PRIHA ADI MUH HTAR
DEPARTEMEN HASIL D H HU UTAN FAKUL LTAS KE EHUTAN NAN IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR 2008 8
PENGEMBANGAN TEKNIK FUMIGASI AMONIA UNTUK PEWARNAAN ALAMI BEBERAPA JENIS KAYU
DANANG PRIHADI MUHTAR E24103064
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DANANG PRIHADI MUHTAR. Pengembangan teknik fumigasi amonia untuk pewarnaan alami beberapa jenis kayu. Dibimbing oleh WAYAN DARMAWAN. Sebagian besar kayu tropis Indonesia memiliki tingkat kecerahan yang tinggi dan cenderung berwarna putih. Kayu gelap seperti Sonokeling, Eboni, Jati dan Ulin merupakan jenis kayu yang bercorak menarik namun sudah semakin langka keberadaanya. Untuk itu diperlukan cara untuk memodifikasi penampilan kayu yang ada sesuai dengan yang kita inginkan dengan cepat, mudah dan murah. Finishing adalah salah satu proses penting dalam produksi meubel dan furnitur. Proses ini berperan penting karena sangat menentukan hasil akhir dari suatu proses pengerjaan kayu dan sangat signifikan dalam menentukan harga jual suatu produk kayu. Menurut Kramer (1989), modifikasi penampilan atau warna kayu dapat dilakukan melalui tiga macam metode dasar yaitu: staining, dyeing dan fuming. Staining merupakan metode yang paling umum untuk mengubah warna kayu karena merupakan cara yang paling mudah namun berimplikasi pada tertutupnya penampilan asli kayu dan corak serat kayu yang indah akibat masuknya pigmen yang mengisi pori kayu dan kadang menutup keindahan kayu. Teknik Fumigasi dilakukan dengan cara menempatkan contoh uji kering udara berukuran 12,5 x 7,8 x 1 cm, dari jenis Akasia, White Oak, Nangka, Pasang dan Mahoni ke dalam ruang kedap berukuran 93,7 x 50,5 x 70 cm sebanyak 3 contoh uji setiap jenisnya. Tahap selanjutnya adalah proses fumigasi dengan memasukkan larutan amonia konsentrasi 25% pada volume satu, dua, dan tiga liter ke dalam ruangan tersebut. Pengamatan terhadap perubahan warna kayu dilakukan pada selang waktu 2, 6, 12, 24, dan 48 jam dari waktu reaksi menggunakan kamera digital semi profesional. Data citra kayu diolah dengan bantuan pencitra digital dan Adobe Photoshop CS sehingga dihasilkan indeks warna dasar RGB untuk setiap jenis kayu. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali dengan volume larutan amonia yang ditingkatkan mulai satu liter, dua liter, dan terakhir tiga liter. Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap kayu Nangka, Pasang, Mahoni, White Oak dan Akasia, perubahan warna hanya terlihat jelas pada kayu Nangka, Mahoni dan Pasang. Kayu White Oak dan Akasia tidak terjadi pergeseran warna yang mencolok. Kayu Nangka berubah warna dari kuning cerah menjadi berwarna cokelat tua, Kayu Pasang dari merah tua menjadi cokelat kehitaman, kayu Mahoni dari merah menjadi cokelat tua kemerahan, sedangkan pada kayu Akasia dan White Oak tidak terjadi perubahan warna secara nyata. Volume larutan amonia dua liter memberikan kontribusi perubahan yang paling signifikan tehadap rata-rata pergeseran indeks nilai RGB untuk semua jenis kayu. Hal ini menunjukkan banyaknya volume amonia yang menguap dalam ruangan berada pada kondisi optimal sehingga reaksi dengan tanin kayu dapat berlangsung dengan baik.
Kata kunci: amonia, fumigasi, finishing kayu, kayu berwarna cerah.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Teknik Fumigasi Amonia Untuk Pewarnaan Alami Beberapa Jenis Kayu adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Danang Prihadi Muhtar NRP E24103064
Judul Penelitian
:
Nama Mahasiswa NIM
: :
Pengembangan Teknik Fumigasi Amonia Untuk Pewarnaan Alami Beberapa Jenis Kayu. Danang Prihadi M E 24103064
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 131 956 689
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP : 131 578 788
Tanggal Lulus:
i
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Sang Maha Tunggal Allah SWT atas nikmat karunia, dan kesempatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr.Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc yang telah membimbing dan memberikan bantuan, arahan, dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai. 2. Ibu, Ayah, nenek, adik-adikku, sahabat di Semarang: Petak, Radek, Kentung, Anjas, Arief Aryo, Widha, Anas, untuk Lina atas kasih sayang, semangat, doa, dan dukungan baik spiritual maupun material. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Harjanto, MS dan Ibu Lin Nuriah Ginoga, M.Si selaku Dosen Penguji yang memberikan tuntunan moral dan nasehat yang bijaksana. 4. Bapak Dr. Daniel W. Korompis selaku dirut PT. KCUN Demak, Bapak Hely, Bapak Martin, Bapak Vincent, Bapak Para Staff
Keamanan PT. KCUN
tempat PKL penulis dan pengambilan contoh kayu White Oak. Stefano yang meminjamkan kamera Powershoot G7, Gia TEP 40 yang sangat membantu dalam pembuatan Program Citra RGB Kayu, Dedi untuk kamera nikon D50. 5. Nucifera dan Ela rekan satu bimbingan, tidak lupa juga Eka, Welly, Yudha, P Man, Alkaf, Agung, Wina, Otot, Erte, Guruh, Karyo, Cecep, Rekan Wisma Delapan: Fuad, Drajat, Khafid, Nawawi, Ervian, Angga, Faisal, Wawan Trimulya, Endro yang membantu di laboratorium, Mita 42 atas bantuanya membawa generator, teman-teman MNH’40, BDH’40 dan KSH’40, keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Bogor, Maret 2008
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 7 Agustus 1985 dari pasangan Danu Ermaya (ayah) dan Hastjarjani (ibu) sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain di Sekolah Dasar Negeri Bendan Sampangan Semarang tahun 1991-1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 19 Semarang tahun 1997-2000 dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Semarang tahun 2000-2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Tahun 2004 penulis mengambil Sub-Program Studi Pengolahan Hasil Hutan dan pada tahun 2005 memilih Laboratorium Kayu Solid sebagai bidang keahlian. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli - Agustus 2006 di Getas, Baturraden, Cilacap, dan Pulau Nusakambangan. Kemudian pada bulan Februari – April 2007 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Karya Cipta Unggul Nusantara, Demak, Jawa Tengah. Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis yaitu International Forestry Student Association Local Committe IPB (IFSA LC IPB) pada tahun 2004 – 2005 dan Himpunan Profesi Departemen Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2005 – 2006. Penulis selama kuliah juga menjalani pekerjaan sebagai karyawan Part Time pada salah satu kafe Di Bogor, terakhir penulis
terpilih untuk
mengikuti program magang kewirausahaan CoOP yang diselenggarakan oleh Kementrian Usaha Kecil dan Menengah bekerjasama dengan Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB (KJK IPB).
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................. iii DAFTAR TABEL ..................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 2 1.3 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Fuming ................................................................................ 4 2.2 Peranan Tanin Dalam Fumigasi Amonia....................................... 6 2.3 Jenis kayu ....................................................................................... 8 2.3.1 White Oak .............................................................................. 8 2.3.1.1 Deskripsi Umum ...................................................... 8 2.3.1.2 Karakteristik dan Sifat Kayu .................................... 9 2.3.2 Mahoni ................................................................................... 9 2.3.2.1 Deskripsi Umum ........................................................ 9 2.3.2.1 Karakteristik dan Sifat Kayu ..................................... 10 2.3.3 Pasang .................................................................................... 11 2.3.3.1 Deskripsi Umum ........................................................ 11 2.3.3.2 Karakteristik dan Sifat Kayu ..................................... 12 2.3.4 Akasia mangium .................................................................... 13 2.3.4.1 Deskripsi Umum ........................................................ 13 2.3.4.2 Karakteristik dan Sifat Kayu ..................................... 14 2.3.5 Nangka ................................................................................... 15 2.3.5.1 Deskripsi Umum ........................................................ 15 2.3.5.2 Karakteristik dan Sifat Kayu ..................................... 16
iv
2.4 Pengolahan Citra (Image Processing)........................................... 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 20 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 20 3.3 Proses Fumigasi Kayu ..................................................................... 21 3.4 Pengolahan Citra Digital ................................................................. 23 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan yang Terjadi Pada Kayu Yang Diuji .............................. .25 4.1.1 Kayu Akasia Mangium .......................................................... .25 4.1.2 Kayu Mahoni .......................................................................... .30 4.1.3 Kayu Pasang ............................................................................ .33 4.1.4 Kayu Nangka........................................................................... .35 4.1.5 Kayu White Oak...................................................................... .41 4.2 Pengaruh Fumigasi Terhadap Indeks Warna Kayu Yang Diuji ..... .44 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 49 5.2 Saran................................................................................................ 50 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 51 LAMPIRAN ................................................................................................. 54
v
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Mahoni .... 11 2. Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Pasang ..... 13 3. Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Akasia ..... 15 4. Penentuan model warna dan deskripsinya .............................................. 19
vi
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1 Struktur kimia ” flavonoids” ................................................................... 7 2 Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra .......................................... 18 3 Posisi kayu dalam ruangan fumigasi. ...................................................... 22 4
Lay Out pengambilan data kayu.............................................................. 24
5
Perkembangan warna pada volume 1 liter untuk kayu Akasia ............. 26
6
Perkembangan warna pada volume 2 liter untuk kayu Akasia ............. 27
7
Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu Akasia ............. 27
8
Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu Akasia................................... 28
9
Perkembangan warna pada volume 1 liter untuk kayu Mahoni ............ 30
10 Perkembangan warna pada volume 2 liter untuk kayu Mahoni ............ 31 11 Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu Mahoni ............ 31 12 Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu Mahoni ................................ 32 13 Perkembangan warna pada volume 1 liter untuk kayu Pasang ............. 34 14 Perkembangan warna pada volume 2 liter untuk kayu Pasang ............. 34 15 Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu Pasang ............. 35 16 Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu Pasang ................................. 36 17 Perkembangan warna pada volume 1 liter untuk kayu Nangka ............ 37 18 Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu Nangka ............ 38 19 Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu Nangka ............ 39
vii
20 Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu Nangka ................................ 38 21 Perkembangan warna pada volume 1 liter untuk kayu White oak ........ 42 22 Perkembangan warna pada volume 2 liter untuk kayu White oak ........ 42 23 Perkembangan warna pada volume 3 liter untuk kayu White oak ........ 43 24 Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu White oak............................. 44 25 Diagram selisih indeks warna merah (R) pada masing-masing kayu ..... 45 26 Diagram selisih indeks warna hijau (G) pada masing-masing kayu ....... 46 27 Diagram selisih indeks warna biru (B) pada masing-masing kayu ......... 47
viii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1 Nilai rata-rata perubahan warna kayu dan selisih antara nilai awal dan akhir perubahan warna ............................................................................ 55 2 Nilai indeks warna RGB pada masing-masing kayu yang diuji ........... 57
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu proses penting dalam produksi meubel dan furnitur adalah finishing. Proses ini berperan penting karena sangat menentukan hasil akhir dari suatu proses pengerjaan kayu dan sangat signifikan dalam menentukan harga jual suatu produk kayu. Pada dasarnya finishing adalah usaha untuk memodifikasi penampilan kayu sedemikian rupa sehingga sesuai dengan hasil yang kita inginkan. Kramer (1989) menyatakan bahwa modifikasi penampilan atau warna kayu dapat dilakukan melalui tiga macam metode dasar yaitu: staining, dyeing dan fuming. Staining merupakan metode yang paling umum untuk mengubah warna kayu karena mudah dalam aplikasinya, namun berimplikasi pada tertutupnya penampilan asli kayu dan bentuk serat kayu yang indah akibat masuknya pigmen kedalam pori kayu yang pada akhirnya mengurangi estetika atau keindahan kayu. Penambahan pigmen pada permukaan kayu yang difinishing telah dilakukan selama berabad-abad untuk mengubah warna kayu. Dyeing adalah suatu proses kimia pewarna
yang mengkombinasikan
bahan
dengan mordants (komponen pereaksi) untuk merubah penampilan
serat kayu. Bahan logam (mordant) yang berbentuk oksida akibat reaksi dengan air akan bereaksi dengan tanin dalam kayu. Kelemahan metode ini adalah kurang ramah lingkungan karena menggunakan bahan logam yang cukup berbahaya. Fuming pada intinya adalah menempatkan kayu pada suasana amonia dan suhu yang tinggi agar terjadi reaksi antar kayu dan amonia sehingga kayu berubah warna. Contoh penerapan di Amerika adalah mengubah warna kayu scaymore menjadi abu-abu mutiara. Proses ini dapat juga digunakan untuk mewarnai kayu white oak menjadi berwarna cokelat gelap dengan metode yang sama (Rodel, 1997). Aplikasi metode fuming sudah lazim diterapkan untuk kayu-kayu Amerika dan Eropa. Sebagian besar konsumen Amerika dan Eropa cenderung menyukai warna gelap untuk furnitur dan perabot rumah sehingga terbuka
2
peluang bagi industri perkayuan di Indonesia untuk melirik peluang ekspor di negara-negara tersebut. Permasalahan yang muncul adalah pada umumnya kayu tropis Indonesia memiliki tingkat kecerahan yang tinggi dan cenderung berwarna putih dan pucat. Kayu gelap seperti Ulin, Sonokeling, Eboni dan Jati merupakan jenis kayu yang banyak diminati konsumen namun berharga mahal dan langka. Untuk itu, diperlukan cara untuk memodifikasi penampilan kayu yang ada sesuai dengan yang kita inginkan dengan cepat, mudah dan murah. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan adalah
metode fumigasi
amonia untuk pewarnaan alami kayu. Untuk itu perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui potensi pengaplikasian teknik dan metode fuming pada kayu-kayu tropis Indonesia terutama kayu yang memiliki kadar tanin tinggi agar dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu gelap yang harganya cukup mahal dan langka. Melalui penelitian ini metode fumigasi amonia dicobakan pada beberapa jenis kayu Indonesia yaitu kayu Pasang, Mahoni, Nangka, Akasia dan jenis kayu impor yaitu White Oak. Jenis kayu White Oak ini umum digunakan untuk fumigasi amonia di Eropa dan Amerika. Larutan amonia yang digunakan adalah amonia cair konsentrasi 25% yang dijual secara komersial di pasaran. Dengan pertimbangan bahwa banyak faktor yang berpengaruh terhadap hasil fumigasi, maka pada penelitian ini cakupan penelitian dibatasi pada faktor volume larutan amonia dan lamanya waktu reaksi.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumigasi terhadap perubahan warna yang diterapkan pada kayu Pasang, Mahoni, Nangka, Akasia dan White oak dan efektifitas pewarnaannya melalui perbedaan perlakuan volume larutan amonia dan lama waktu reaksi.
3
1.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Perbedaan jenis kayu akan memberikan hasil akhir dan pewarnaan yang berbeda. 2. Semakin tinggi volume larutan amonia dan semakin lama waktu reaksi akan semakin meningkatkan efektifitas pewarnaan.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang cara aplikasi, teknik fumigasi amonia dan efekifitas pewarnaanya pada kayu Akasia, White Oak, Nangka, Pasang dan Mahoni, dan dapat dijadikan sebagai salah satu metode pewarnaan alami kayu untuk diterapkan pada industri pengerjaan kayu di Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Fuming Metoda fumigasi amonia (fuming) adalah suatu metode tradisional untuk
menggelapkan dan memperkaya warna kayu Oak. Pada awalnya metode ini ditemukan dengan tidak sengaja dari hasil pengamatan terhadap perubahan warna yang terjadi pada balok penyusun kandang kuda yang terbuat dari kayu Oak, kayu tersebut menjadi berwarna lebih gelap karena berinteraksi dengan amonia dari urin kuda.
Proses fuming menggunakan amonia dikembangkan oleh Gustav
Stickley (Rose, 1997). Reaksi yang terjadi pada proses fuming ialah suatu reaksi antara amonia dengan tanin pada kayu dan secara permanen mengubah pigmen kayu. Hal ini menimbulkan warna yang menarik dan tidak akan menutup serat kayu. Metode pewarnaan menggunakan teknik fumigasi amonia (fuming) merupakan salah satu metode dalam proses finishing kayu yang mudah dan hampir selalu berhasil, dan apabila suatu percobaan gagal maka percobaan dapat diulang lagi. Selain itu, perubahan warna pada kayu dapat bertahan selama ratusan tahun karena pada proses ini perubahan terjadi pada pigmen kayu itu sendiri dan tidak perlu khawatir akan terjadi pengelupasan maupun pelunturan (fading) seperti yang terjadi pada proses pewarnaan (staining atau dyeing). Metode pewarnaan kayu dengan teknik staining dan dyeing tidak mengubah struktur kimia maupun komposisi pigmen alami kayu tersebut namun hanya menutupi permukaan alami kayu dengan pigmen baru (Bavaro dan Mossman, 1996). Amonia menghasilkan gas yang akan tetap berada dalam ruangan kedap udara yang dipersiapkan. Dengan perbandingan satu mangkuk amonia akan mampu mewarnai satu meja atau kursi, maka satu galon amonia akan mampu mewarnai satu ruangan penuh furnitur dan dapat dipergunakan berulang-ulang selama konsentrasi gas masih cukup.
Semakin lama furnitur berada dalam
ruangan fuming maka warna kayu akan semakin gelap. Faktor lain yang berpengaruh besar dalam proses ini adalah temperatur yang digunakan karena akan mempengaruhi warna kayu. Semakin tinggi suhu ruangan maka semakin merah warna kayu yang dihasilkan, semakin rendah suhu
5
maka akan menghasilkan warna cokelat kehijauan. Ruangan kedap dapat dibuat dari plastik berkualitas tinggi dengan salah satu bagian plastik berwarna tansparan agar memudahkan pengamatan. Perlakuan pemanasan dapat diberikan (dapat menggunakan lampu) dan hindari memasukkan lampu dalam ruangan kedap karena amonia menyebabkan korosi pada aluminum. Suhu pewarnaan efektif berkisar antara 80 sampai 820C karena pada suhu ini reaksi akan berlangsung cepat (Dredsner, 2005). Hasil percobaan fumigasi pada beberapa jenis kayu di Eropa menunjukkan bahwa kayu Ash, Red Oak dan Maple tidak mengalami perubahan warna yang berarti. Kayu Walnut berubah dengan baik tergantung pada komposisi kayu gubal dan terasnya mirip White Oak namun lebih gelap. Kayu Mesquite berubah menjadi berwarna merah kehitaman dan hampir hitam. White Oak merupakan kayu yang paling sering diberi perlakuan fumigasi amonia dengan perubahan warna yang indah yang tidak dapat diduplikat dengan perlakuan staining. Kayu Cherry berubah menjadi berwarna merah gelap merata sampai gelap kehitaman. Perubahan yang cepat terjadi antara 30 menit sampai 4 jam tergantung tingkat warna yang diinginkan. Kayu Mahoni berubah menjadi warna oranye gelap dengan perubahan yang cukup cepat antara 1 sampai 6 jam (Perry, 2005). Proses fuming sebenarnya bukan merupakan pekerjaan yang sulit, namun membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian. Bahan harus diletakkan ke dalam suatu ruangan kedap udara dengan amonia cair (ammonium hidroksida), pada konsentrasi 26% yang sudah diletakkan di dalamnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah warna kayu Oak sangat tergantung pada tingkat kepekatan kompartemen, secara teori 48 jam merupakan waktu yang cukup. Apabila proses fuming tidak cukup praktis akibat bahan terlalu besar untuk ukuran kompartemen, dapat digunakan cara lain yaitu dengan menempelkan amonia kuat langsung ke permukaan bahan dengan bantuan kuas atau spon dengan syarat bahan tersebut belum mengalami perlakuan staining dan perlakuan lainya yang mempunyai efek menutupi pori kayu karena akan menghalangi reaksi yang diinginkan (Dredsner, 2005).
6
Beberapa bagian dari bahan yang difumigasi akan lebih gelap dari yang lain tergantung dari kandungan tanin dalam kayu yang tersisa. Keberadaan kayu gubal menyebabkan sebagian kayu tidak mengalami perubahan oleh amonia, dan juga terdapat perbedaan warna yang terlihat apabila potongan kayu tidak berasal dari kayu yang sama. Hal ini dikarenakan kandungan asam tanin yang berbeda pada tiap-tiap pohon (Dredsner, 2005).
2.2 Peranan Tanin dalam fumigasi amonia Tumbuhan
menghasilkan
bermacam-macam
komponen
sekunder,
termasuk didalamnya ialah alkaloid, terpenes, dan fenolik. Meskipun komponenkomponen ini
tidak berperan dalam metabolisme primer seperti biosintesis,
biodegradasi, dan kegiatan konversi energi lainya dan pengaruh pada perubahan dan penyesuaian hormon termasuk sifat racun, dan dapat berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari penyakit dan herbivora dan penyakit. Bate-Smith dan Swain (1968) mendefinisikan tanin sebagai komponen fenolik larut air yang memiliki
berat molekul antara 500 sampai 3000, dan memiliki sifat khusus
seperti kemampuan menyerap alkaloids, gelatin dan protein lainya. (Haslam, 1990) memiliki definisi lain dengan sebutan polyphenol untuk padanan kata tanin untuk lebih menjelaskan multiplisitas karakter dari komponen phenolik dari komponen ini. Dia menegaskan bahwa tanin kompleks tidak hanya mengandung protein dan alkaloid tetapi juga beberapa poliskarida. Asam tanin (Tannic acid) merupakan nama komersial untuk tanin. Tanin merupakan polifenol dengan tingkat basa tinggi (pH sekitar 10) karena struktur phenolik penyusunnya. Tannic acid merupakan bahan baku pembuatan stain (pewarna). Asam tanin terdapat secara alami pada kayu Oak, Walnut dan Mahoni, dan dapat diaplikasikan pada kayu yang memiliki kadar tanin rendah. Reaksi yang membutuhkan tanin (fumigasi amonia) dapat dilakukan pada kayu yang berkadar tanin rendah dengan cara melapisi permukaan kayu dengan tanin yang dijual di pasaran. Perubahan warna pada proses fuming disebabkan oleh reaksi antara tanin terkondensasi terutama Flavonoids yang memiliki stuktur (5 – OH) bebas dengan amonia NH3, jenis tanin ini antara lain Robinetin, Kaempferol, Quercetin, Morin.
7
Dari struktur tanin ini (R Robinetin, Kaempferol, K Quercetin, Morin), po osisi 3 selalu terrglikolisasi oleh glukkosa, galak ktosa, ramnnosa, xilossa-glukosa, atau ramnosa-gglukosa. Paada posisi 5 kadang g-kadang teglikolisas t i oleh glu ukosa sedangkann pada posiisi 7 hampirr tidak pern nah terglikoolisasi (Hem mingway, 1988). 1 Pada peneelitian perubbahan warna pada emp pat bagian kayu k teras pada kayu Acacia mearensii dengan peerlakuan fum ming tidak terjadi peruubahan warrna sama sekali. k menuunjukan adaanya kanduungan (3–OH) bebas dalam d Dari hasill analisis kimia jumlah beesar di kayuu teras dan sedikit s sekaali kandungaan (5–OH) bebas (Mab bry et al., 1970 dalam d Carroodus., 1971)). Penelitian lainn menunjukkkan lebih detil jenis tanin t yang diketahui antara a lain Bustin, Fustin, Fisetin F Dann Mollisaca acidin, sem muanya menngandung 3-OH 3 bebas (Rooux and Paaulus (19600), dalam Carrodus. C 1 1971). Taniin terkondeensasi (condensees tans) merrupakan pollimer dari Flavanoids F seperti tersaaji pada Gaambar 1
yang
komponeen-komponeen
utaman nya
Kateekin
(flavaan
3-ol)
dan
Leucoantoosianidin (fl flavan -3, 4-diol) (Fengel, 1993). Tanin T dapat berubah strruktur menjadi polimer yang y lebih panjang akibat prooses kondeensasi sehingga menghasillkan endapaan yang berrwarna merrah yang disebut phlobbaphene ataau zat penyamakk merah (Juudoamijojo,, 1974). Gaambar 1 menunjukkan m n struktur kimia k flavanoidss dimana secara umum m ikatan teerjadi pada cabang 2, 3 dan 4 gugus g benzena.
Gambar 1 Struktur kimia k Flavonnoids.
K 2.3 Jenis Kayu Daalam penelittian ini dilihhat beberap pa sifat-sifatt kayu yang merupakan n sifat khusus yaang dimilikii kayu denggan jenis teertentu yangg meliputi nnama takson nomi, famili, pennyebaran jeenis secara alami, ciri umum kayuu yang dappat diidentiffikasi,
8
sifat dan karakteristik pengerjaan kayu. Berikut ini beberapa sifat dan ciri umum kayu-kayu yang digunakan dalam penelitian.
2.3.1
White Oak
2.3.1.1 Deskripsi Umum Secara taksonomi kayu Oak termasuk dalam genus Quercus dalam famili fagaceae. Famili ini pada awalnya hidup di daerah pegunungan tropis kemudian terjadi migrasi dan mengalami divesifikasi menjadi species seperti sekarang pada periode akhir Cretaceous sekitar 60 juta tahun yang lalu (Johnson et al, 2002). Di seluruh dunia terdapat sekitar 400 jenis Oak dan dibagi dalam 3 kelompok spesies yaitu Red Oak, White Oak dan grup antara keduanya (Tucker, 1980; Nixon, 1997 dalam Paul S Johnson, Stephen R Shifley Dan Robert Rogers, 2002). Nama
botani Ouercus Alba., family dari fagaceae, tumbuh alami di
Amerika Utara bagian Timur dari Selatan Quebec sampai daerah Barat Minessota dan kearah Selatan Florida Utara ke Timur sampai Texas. Penyebaran kayu secara geografis berada di daerah Amerika bagian Utara, jenisnya antara lain White Oak (Q. alba), Chestnut Oak (Q. prinus), Chingkapin Oak (Q. muehlenbergii), Swamp Chestnut Oak (Q. michauxii), Swamp White Oak (Q. bicolor), Bur Oak (Q. macrocarpa), Post Oak (Q. stellata), California White Oak (Q. lobata), dan Oregon White Oak (Q. garryana). Dari semua jenis White Oak, Q. alba merupakan jenis yang utama dan yang paling penting dengan produksi venir dan kayu gergajian. Pohon ini dapat tumbuh hingga mencapai 30 meter dan diameter 90-120 cm, mampu hidup hingga mencapai lebih dari 500 tahun, kayu gubal berwarna putih hingga cokelat muda dengan kepekatan yang berbeda-beda.
Kayu teras berwarna kuning muda
kecokelatan hingga cokelat gelap. Varasi warna kayu jenis ini harus diperhatikan namun dapat dibedakan dengan jelas dengan Red Oak yang memiliki serat terbuka dengan jari-jari yang lebih panjang dibandingkan Red Oak, kadang
berbulu dan memuntir. Papan
tangensial menampilkan corak menyerupai lidah api hasil dari lingkaran tumbuh, sedangkan potongan radial memiliki pola mirip garis belang harimau dengan tekstur kayu medium sampai kasar (Keeler,1900).
9
2.3.1.2 Karakteristik Kayu Kayu ini sukar kering dan membutuhkan perlakuan tambahan. Cacat pengeringan yang umum terjadi yaitu pecah permukaan. Kayu gubal menjadi abuabu, dan honeycomb. Jadwal pengeringan yang digunakan dengan parameter upland T4 - C2 (4/4); T3 - C1 (8/4) US, lowland T2 - C1 (4/4) US. Kestabilan dimensi dari kayu yang sudah dikeringkan cukup baik, dengan T/R rasio 1.60. Keawetan alami kayu White Oak cukup tinggi terhadap serangan hama jenis kumbang Ambrosia, Forest Longhorn dan kumbang Butsrespid. Resistensi terhadap impregnasi bahan pengawet cukup tinggi. Kayu gubal memiliki resistensi yang sedang. Kayu teras yang memiliki keawetan tinggi sering digunakan pada outdoor tanpa perlakuan pengawetan. Ketahanan terhadap abrasi pada kayu ini sangat tinggi sehingga sangat cocok digunakan untuk lantai. Tanin dalam kayu ini bereaksi dengan besi dan logam sehingga menghasilkan warna biru kehitaman. Kayu ini menyebabkan korosi pada logam karena sifat asamnya sehingga logam harus di galvanisasi terlebih dahulu. Daya abrasi kayu ini terhadap alat pemotong bersifat moderat, ketahanan terhadap pemotongan cukup moderat, pemotongan cross cutting cukup memberikan hasil yang memuaskan. Kayu Oak memiliki MOE dan MOR dengan tingkat medium, dengan stiffness yang rendah serta wear resistance yang sangat baik. Kayu dari pohon yang tumbuh lambat (jenis Appalachian) lebih mudah dikerjakan dibandingkan kayu dari pohon yang tumbuh lebih cepat yaitu jenis dari Selatan (Axelrod, 1983 diacu dalam Paul S Johnson, Stephen R Shifley dan Robert Rogers, 2002).
2.3.2 Mahoni 2.3.2.1 Deskripsi Umum Nama
botani Mahoni adalah Swietenia macrophylla Blume, famili
Meliaceae meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil), sedangkan di negara lain
American Mahagoni, Baywood (Inggris); Acajou Amerique (Perancis);
mahagony, Broadleaf Mahagoni (USA).
10
Daerah penyebaran di seluruh Jawa dengan ciri tinggi pohon mencapai 35 meter, diameter sampai 125 cm bentuk silindris, tidak berbanir tajuk membulat. Kayu teras berwarna cokelat muda sampai cokelat tua kemerahan lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus arah serat berpadu, kadang bergelombang. Permukaan kayu licin dan terdapat
variasi gambar yang
disebabkan oleh arah serat yang tidak teratur dan lingkaran tumbuh (Martawijaya, 1995).
2.3.2.2 Karakteristik Kayu Kayu Mahoni memiliki pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter 100-200 mikron, frekuensi 30-65 per mm2, berisi deposit dengan bidang perforasi yang sederhana. Parenkim terminal merupakan pita-pita panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh, jari-jari miltiserat, lebar 30-50 mikron, heteroselular, panjang serat 1.362 mikron dengan diameter 27 mikron, tebal dinding 3,4 mikron dan diameter rongga sel 10,2 mikron. Berat jenis kayu Swietenia macrophylla 0,61 (0,53-0,67), kelas kuat II, kelas awet III dan Swietenia mahagoni 0,64(0,56-0,72), kelas kuat II, kelas awet III dengan penyusutan sampai kering udara untuk Swietenia macrophylla 0,9% (radial) dan 1,3 (tangensial) sedangkan untuk kering tanur 3,3% (radial) dan 5,7 (tangensial). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20% untuk kayu-kayu tropis. .Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavanoid, stilbena, tanin dan antosianin merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Begitu juga Uprichard (1993) yang menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras. Tabel 1 menampilkan beberapa karakteristik dan sifat kimia yang dimiliki oleh kayu Mahoni yang menampilkan besar prosentase kadar selulosa, lignin, pentosan dan komponen lainya temasuk kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut.
11
Tabel 1 Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Mahoni Karakteristik Kimia
Prosentase
Selulosa
46,8%
Lignin
26,9%
Pentosan
16,4%
Abu
0,6%
Silika
0,1%
Kelarutan dalam benzena
2,4%
Kelarutan dalam Air dingin
0,4%
Kelarutan dalam Air panas
4,5%
Kelarutan dalam NaOH 1%
18,9%
Sumber: Martawijaya et al. (1995)
Kayu Mahoni memiliki daya tahan terutama terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus, sukar diawetkan. Kayu Mahoni dapat dikeringkan dengan baik tanpa cacat yang berarti, pengeringan alami pada ketebalan 2,5 cm dan 5 cm masing-masing memerlukan 40 dan 80 hari. Untuk pengeringan dalam Dry Kiln disarankan menggunakan bagan
pengeringan
moderat
pada
suhu
430C -760C dengan kelembaban nisbi 75%-33%. Kayu Mahoni mudah dikerjakan meskipun dalam proses pembubutan kadang timbul bulu-bulu halus dan serat yang patah (Martawijaya,1995).
2.3.3 Pasang 2.3.3.1 Deskripsi Umum Kayu Pasang memiliki nama botanis Querqus sundaica sering disebut juga Lithocarpus sundaicus. Termasuk dalam famili fagaceae antara lain Lithocarpus elegans, Lithocarpus sundaicus, Quercus lineata. Nama daerah Hoting, Karamajo, Kecing, Merpening, Turi-Turi, Pasang, Wrakas, Pampaning, di Negara lain disebut Sunda Oak, Spike. Daerah penyebaran di seluruh Jawa, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat , Bengkulu, Kalimantan Timur. Tinggi pohon mencapai 30 m, panjang batang bebas cabang 10-20 m, diameter sampai 100 cm, berbanir dengan tinggi mencapai 4 m, kulit luar kelabu,
12
beralur dangkal, tidak mengelupas, tebal 1-3 mm. Kayu teras berwarna putih kecokelatan, cokelat kelabu, coklat sampai merah coklat, kadang dengan pewarnan kuning. Kayu gubal berwarna lebih muda dan tidak dapat dibedakan jelas dengan kayu teras, kesan raba licin, mengkilap, pada bidang radial nampak jari-jari (Martawijaya,1995).
2.3.3.2 Karakteristik Kayu Berat jenis dan kelas kuat kayu Q. lineata 1,00(0,94-1,10) kelas kuat I, kelas awet II, L. Sundaicus 0 ,58(0,50-0,69) kelas kuat III kelas awet III dengan penyusutan berat sampai kering udara untuk L.elegans 1,9% (radial) dan 5,6 (tangensial) sedangkan untuk L. sundaicus 2,6 % (radial) dan 8,7% (tangensial). Pori hampir sepenuhnya soliter, berkelompok radial atau miring, berdiameter 200300 mikron, kadang ada tilosis. Jari-jari ada dua macam, sangat halus dan sangat lebar. Jari-jari yang sangat halus tidak dapat dilihat dengan mata telanjang dengan jari-jari yang lebar tingginya 10-20 mm dengan lebar 0,1 – 0,4 mm, frekuensi 2-5 buah per cm. Tabel 2 pada Halaman 13 menunjukkan prosentase komponen kimia penyusun kayu Pasang yaitu selulosa, lignin, pentosan dan besar kelarutan terhadap pelarut.
Tabel 2 Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Pasang. Karakteristik Kimia
Prosentase
Selulosa
56,7%
Lignin
27,2%
Pentosan
15,0%
Abu
0,7%
Silika
0,3%
Kelarutan dalam benzena
0,7%
Kelarutan dalam Air dingin
1,3%
Kelarutan dalam Air panas
4,6%
Kelarutan dalam NaOH 1%
15,0%
Sumber: Martawijaya et al. (1995)
13
Kayu Pasang termasuk dalam kelas awet I – IV dengan keterawetan sedang. Pengeringan secara umum agak lambat, mudah pecah ujung dan retak permukaan, juga mudah mencekung. Di bagian dekat mata kayu selalu pecah, pengeringan alami pada tebal 2 cm dan 3 cm dari kadar air 40% sampai kering udara memerlukan waktu 102 dan 220 hari. Kayu agak keras, sukar digergaji dan diserut tetapi mudah dibelah (Martawijaya,1995).
2.3.4 Akasia mangium 2.3.4.1 Deskripsi Umum Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada mulanya dikembangkan eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur yaitu Sabah dan Serawak, karena menunjukan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman (Jamaludin Malik, Adi Santoso dan Osly Rachman, 2000).Kayu Acacia mangium Willd. merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) termasuk dalam famili Leguminosae, sub famili Mimisoidae dengan diameter pohon dapat mencapai lebih dari 90 cm, dan tingginya mencapai 30 meter (National Research Council, 1983. Dalam fauzi, 2000). Warna kayu teras dan gubal dapat dilihat dengan jelas. Bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecokelatan, hampir mendekati kayu Jati, kadang-kadang menyerupai warna kayu Jati Gambol. Arah serat lurus sampai berpadu (Ginoga et al, 1998 dalam Malik J et al, 2000). Pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter pori 100-200 mikron, frekuensi 30-65 per mm2, berisi deposit, bidang perforasi sederhana. Parenkim terminal merupakan pita-pita panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh, jari-jari miltiserat, lebar 30-50 mikron, heteroselular, panjang serat 930 950 mikron dengan diameter 27 mikron, tebal dinding 2,3 - 3,19 mikron dan diameter lumen 16-16,2 mikron (Pasaribu dan Roliadi, 1990 dalam Jamaludin Malik, Adi Santoso dan Osly Rachman, 2000).
14
2.3.4.2 Karakteristik Kayu Berat jenis kayu Acacia mangium pada usia antara 4-10 tahun berkisar antara 0,7-0,9 dilihat pada kondisi kayu basah, sedang pada kondisi kering udara antara 0,47-0,52 dan kondisi kering tanur antara 0,38 -0,42. Kayu Akasia temasuk dalam kelas kuat II kelas awet III. Menurut klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (Deptan, 1976), kayu Mangium termasuk kelompok sedang (40-44%) dalam hal kandungan selulosa, kadar lignin sedang (18-32%), kadar pentosan, silika dan abu termasuk rendah serta zat ekstraktif yang termasuk tinggi. Siagian et al (1999) menjelaskan sifat kimia kayu Acacia mangium pada usia pohon 6 tahun terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Prosentase komponen penyusun utama dan sifat kimia kayu Akasia Karakteristik
Kimia
Selulosa Lignin
Prosentase 40-68% 19.7-25%
Pentosan
16,4%
Abu
0,6%
Silika
0,1%
Kelarutan dalam benzena
-
Kelarutan dalam Air dingin
-
Kelarutan dalam Air panas
0.9-9.8%
Kelarutan dalam NaOH 1%
11.4-14.8%
Sumber: Alloysius (1989); Jegatheswaran (1988); peh et al. (1982); and Khoo et al. (1991)
Dalam pengujian oleh Ginoga (1998), sifat pemesinan kayu Mangium termasuk kelas I – II (baik - sangat baik). Dalam proses penggergajian juga menunjukan hasil yang baik, dengan teknik penggergajian konvensional pada dolok dengan rata-rata diameter 22,4 cm dan panjang 257,5 cm. Rachman dan Balfas (1993), memperoleh rendemen pengergajian sebesar 39,60%. Kayu Mangium termasuk jenis kayu yang mudah dikeringkan tanpa cacat yang berarti. Pengeringan papan Quarter Sawn dan Flat Sawn dari kadar air awal masingmasing 112% dan 99% ke kadar air 9% membutuhkan waktu masing-masing 10 dan 16 hari. Pecah ujung jarang terjadi dan tidak melengkung. Kelemahan satu-
15
satunya adalah kolaps pada kayu teras yang biasanya tejadi pada awal pengeringan (Silitonga, 1987).
2.3.5 Nangka 2.3.5.1 Deskripsi Umum Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) termasuk ke dalam family Moraceae. Jenis ini dibudidayakan di seluruh Asia yang beriklim tropis dan banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan
bahan baku meubel
(Murwetianto, 2003). Kayu ini memiliki serat agak kasar dan berwarna kuning sitrun mengkilat. Warna kuning tersebut disebabkan oleh adanya kandungan Morine. Zat termasuk ini dapat diekstrak dengan air mendidih atau alkohol. Morine dapat digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Pohon Nangka dengan nama botani Artocarpus heterophyllus termasuk ordo Urticales famili Moraceae. Bailey (1962), dalam Isrianto (1997) mengemukakan klasifikasi nangka sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae
Genus, sp
: Artocarpus heterophyllus Lamk
2.3.5.2 Karakteristik Kayu Menurut Verheij dan Coronel (1997), kayu Nangka tergolong ke dalam kayu setengah keras, tahan terhadap serangan rayap, tahan terhadap pembusukan jamur dan bakteri, mudah dikerjakan dan akan mengkilap bila disemir. Walaupun tidak sekuat kayu Jati, kayu Nangka dianggap lebih unggul daripada kayu Jati untuk pembuatan mebel, konstruksi bangunan, pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas dan alat musik.
16
2.4 Pengolahan Citra (Image Processing) Pengolahan Citra adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad, 2005). Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual buatan atau vision system (computer vision) adalah suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image) untuk membuat model nyata dari sistem visual (Ahmad, 2005). Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB). Permukaan suatu benda yang terlihat sebenarnya hanya memantulkan cahaya yang jatuh pada benda tersebut, itulah sebabnya mata kita tidak dapat melihat sesuatu benda, apapun warnanya, bila ditempatkan dalam ruangan yang gelap sekali (Ahmad, 2005). Selain memantulkan, benda juga dapat memancarkan sinar sendiri agar dapat terlihat oleh mata, dan itulah cara kerja monitor. Dengan cara mengalirkan sejumlah energi ke titik-titik penyusun layar monitor, maka akan tampak sesuatu benda ke layar monitor. Monitor dan kartu grafik komputer menggunakan model warna RGB (Red, Green dan Blue), yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna
melalui kombinasi ketiga warna pokoknya, yaitu
merah, hijau dan biru untuk mempresentasikan suatu warna. Dalam hal ini warna didefinisikan dengan jumlah relatif dari intensitas ketiga warna pokok tadi yang diperlukan untuk membentuk suatu warna. Kekuatan intensitas tiap komponen warna tadi dapat berkisar dari 0% sampai 100% dimana kekuatan intensitas dengan nilai nol (0%) untuk ketiga warna pokok tadi berati ketiadaan suatu warna maupun kecerahan pada suatu piksel sehingga tapak sebagai titik hitam pada monitor. Demikian sebaliknya jika nilai intensitas penuh (100%) untuk ketiga
17
warna pokok berarti semua komponen warna akan saling menetralkan pada suatu piksel sehingga tampak suatu titik putih pada monitor. Dengan demikian, warna merah yang murni akan muncul bila komponen warna merahnya bernilai penuh, sedangkan dua komponen lainya bernilai nol. Sama halnya dengan keadaan munculnya wana hijau murni dan biru murni. Gabungan untuk berbagai nilai komponen penyusunnya di luar keadaan tadi akan menghasilkan warna campuran yang dalam kehidupan sehari-hari sering kita nilai secara kualitatif seperti kuning kemerahan, hijau muda, kuning kehijauan dan sebagainya (Ahmad, 2005). Citra masukan diperoleh melalui suatu kamera yang di dalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital. Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matrik sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang direkam maupun yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap. Alat masukan citra yang digunakan adalah kamera CCD (Charge Coupled Device) atau juga bisa menggunakan kamera digital, dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan keluaran berupa citra analog sehingga dibutuhkan proses digitasi dengan menggunakan alat digitasi. Tahapan proses pengolahan data dapat dilihat secara singkat pada Gambar 4 yang menunjukan elemen-elemen sistim pengolahan citra.
Citra Masukan
Sensor
Pengubah Analog
Monitor Peraga
Komputer Digital
Bingkai Penyimpanan
Gambar 4. Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra (Arymurthy dan Suryana, 1992).
18
Perangkat pengolahan citra terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga komputer baik yang multiguna atau dari jenis khusus yang dirancang untuk Image Processing digital. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari pixel ke pixel yang bersifat paralel. Sistem perangkat keras terdiri dari sub sistem yaitu subsistem komputer, masukan video, keluaran video, kontrol interaktif, penyimpan citra, dan perangkat khusus pengolah citra. Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY(K) (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Ahmad, 2005). Tabel 4 memperlihatkan beberapa model warna yang penting dan deskripsi serta pemakaiannya.
Tabel 4. Model warna dan deskripsinya Model Warna RGB
Deskripsi Merah, Hijau dan Biru (warna pokok). Sebuah model warna pokok aditif yang digunakan pada sistem display.
CMY(K)
Cyan, Magenta, Kuning (dan Hitam). Sebuah model warna subtraktif yang digunakan pada mesin printer.
YcbCr
Luminase (Y) dan dua komponen kromasiti (Cb dan Cr). Digunakan dalam siaran gelombang televisi.
HSI
Hue, Saturasi, dan Intensity. Berdasarkan pada persepsi manusia terhadap warna.
Sumber : Ahmad.U. (2005)
Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan
19
normalisasi terhadap ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi penting dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan
tiap komponen
warna pokok yang telah
dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai untuk setiap komponen warna dapat dibandingkan satu sama lainya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang berbeda. Model warna RGB dapat dinormalisasi dengan rumus sebagai berikut: Indeks warna merah (I red )
=
R ........................................................(1) R+G+ B
Indeks warna hijau
(I green ) =
G .........................................................(2) R+G+B
Indeks warna biru
(I blue ) =
B ..........................................................(3) R+G+ B
Nilai R, G dan B masing-masing berupa besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau dan biru. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besaranya apabila ketiga komponen warna yang telah dinormalkan ini, katakanlah masing-masing menjadi indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b), mempunyai nilai yang sama (1/3) maka objek tidak berwarna. Bila r lebih besar daripada g dan b maka objek berwarna merah, dan seterusnya. Warna merah murni akan mempunyai nilai r sama dengan satu, sementara dua indeks lainya bernilai nol dan seterusnya.
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan
penelitan fumigasi
serta
pengolahan data
dilakukan di
Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan Agustus - Oktober 2007.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Contoh uji yang digunakan berasal dari 5 jenis, 4 jenis merupakan kayu lokal Indonesia dan termasuk dalam kayu rakyat antara lain: kayu Pasang (Lithocarpus sundaica), kayu Mahoni (Swietenia macrophylla), kayu Mangium (Acacia mangium), kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus), serta jenis kayu impor yaitu kayu White Oak (Quercus alba) yang dikenal umum di Amerika dan Eropa untuk proses fumigasi amonia. Contoh uji dibuat berukuran 12,5 x 7,8 x 1 cm untuk panjang, lebar, dan tebalnya. Ukuran
diseragamkan untuk semua
contoh uji dengan tiga contoh uji pada tiap jenis kayu. Kadar air kayu yang digunakan adalah kadar air kering udara. Total contoh uji yang dibuat sebanyak 45 buah dengan perincian 9 buah contoh uji untuk satu jenis kayu. Beberapa macam peralatan dan bahan yang digunakan antara lain: 1. Ruangan kedap udara yang terbuat dari bahan logam berpintu kaca dengan alas berbahan aluminium dengan busa sebagai pembatas antara aluminium dengan kaca. Ruangan fumigasi berukuran 93,7 x 50,5 x 70 cm dengan bohlam (2 x 100) watt sebagai pemanas dan penerang. 2. Amonia (Ammonium hidroksida 25%) volume 1, 2, dan 3 liter, dalam cawan penampung. 3. Peralatan keselamatan (masker, kacamata renang dan sarung tangan) dan Termometer air raksa. 4. Kamera digital Cannon Powershoot G7 semi profesional. 5. Seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB, aplikasi Adobe Photoshop CS2 dan aplikasi Microsoft Office 2007.
21
6. Alat pencatat, Timbangan Digital, Kaliper, Kalkulator, dan Moisture Meter.
3.3 Proses fumigasi kayu Proses ini merupakan proses utama dalam fumigasi amonia, kayu akan direaksikan dengan uap amonia di dalam suatu ruangan tetutup selama kurang lebih 48 jam. Langkah-langkah proses fumigasi amonia yang telah dilakukan dijelaskan secara sistematis pada uraian kegiatan dibawah ini: 1. Persiapan Contoh Uji. 2. Pemanasan boks kedap udara untuk fumigasi amonia dilakukan dengan menempatkan lampu bohlam sebanyak 2 buah dengan masing-masing berdaya 100 watt. Selain itu bohlam juga berfungsi sebagai penerang ruangan. 3. Menempatkan
tiga contoh uji
untuk setiap jenis kayu ke dalam
ruangan/boks dengan penataan bercelah antar kayu. Hal ini dimaksudkan agar gas dapat bereaksi merata ke seluruh pemukaan kayu. Langkah selanjutnya melakukan pengambilan data gambar awal (Kontrol). 4. Meletakkan cawan tempat amonia sesuai dengan volume yang dikehendaki di dasar ruangan. 5. Memeriksa kembali secara keseluruhan posisi kayu yang telah ditata agar stabil dan terjangkau oleh gas seperti pada Gambar 5, kemudian mengenakan sarung tangan untuk memasukan larutan
Ammonium
yang berisi
hidroksida teknis 25% sebanyak 1 liter ke dalam ruangan
fumigasi.
Gambar 5 Posisi kayu dalam ruangan fumigasi.
22
6. Melakukan pengamatan objek secara berkala pada 2, 6, 12, 24, dan 48 jam setelah fumigasi dimulai untuk kemudian melakukan pengambilan data foto kondisi warna kayu pada jam-jam. 7. Setelah waktu 48 jam tercapai, dilakukan pengambilan data citra kayu, dengan menggunakan masker, penutup boks fumigasi mulai dibuka dan cawan amonia sisa dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam ember berisi air untuk dinetralkan. 8. Membiarkan beberapa saat sampai kadar amonia dalam ruangan turun, potongan contoh uji diangkat satu per satu. 9. Melakukan pengamatan hasil yang diperoleh dan pencatatan. 10. Mengulang metode yang sama dengan
meningkatkan volume amonia
menjadi dua dan tiga liter. 11. Mengolah data menggunakan pencitra warna RGB dan menentukan nilai perubahan pada warna utama. Pengambilan data kayu dilakukan dengan membidikkan kamera pada ruangan fumigasi dimana contoh kayu yang diuji telah disusun secara teratur dan rapi. Citra atau gambar kayu diambil satu persatu menurut jenis kayunya sehingga diperoleh data warna kayu pada setiap jenis kayu, volume amonia dan periode waktu fumigasi. Pengambilan gambar mengunakan kamera semi profesional yang berkemampuan memfokuskan gambar secara manual sehingga tepat pada bidang objek yang melewati bidang kaca karena sulit untuk memfokuskan kamera pada kayu apabila menggunakan kamera digital biasa. Gambar 6 pada halaman 24 menunjukkan Lay Out pengambilan data kayu yang dilakukan. Kamera ditempatkan tepat didepan pintu kaca. Pengambilan citra kayu dilakukan tanpa menggunakan bantuan cahaya blitz/flash karena terdapat bohlam sebagai penerangan dalam ruangan kayu.
23
Tampak atas Lampu bohlam Pintu kaca
Ruang kedap Larutan amonia
Kamera digital
kayu Lampu bohlam
Gambar 6 Lay Out pengambilan data kayu.
3.4 Pengolahan citra digital Hasil pengambilan kayu yang dilakukan dengan kamera digital seperti tersaji pada gambar 5 akan didigitasi oleh bingkai penangkap citra dengan beresolusi 3648 x 2736 pixel. Hasil perekaman dan digitasi terlebih dahulu disimpan dalam memori eksternal kamera yang mempunyai kapasitas 4000 mega
byte, kemudian dengan menggunakan kabel data akan dipindahkan ke dalam memori hardisk untuk analisa citra lebih lanjut. Program pengolahan citra kayu yang digunakan merupakan program yang menggunakan bahasa pemrograman
Visual Basic 6.0. Selanjutnya citra diubah dari format JPEG ke format BMP dengan menggunakan Adobe menjadi 1000 x 667 pixel.
photoshop CS2, ukuran
pixel gambar diubah
Pengecilan ukuran ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pengolahan data. Data diolah menggunakan pencitra warna RGB untuk menentukan nilai perubahan pada warna utama. Program pengolahan citra secara langsung menentukan besar indeks normalisasi pada setiap komponen warna sehingga dapat langsung diperoleh data RGB pada masing-masing kayu dan volume amonia. Selanjutnya melakukan pengamatan hasil, pencatatan dan pengolahan data menggunakan Microsoft Office Excel 2007. Foto yang diperoleh dari masing-masing kayu yang diuji akan diolah untuk mendapatkan nilai RGB dalam
24
bentuk indeks yang diperoleh dari hasil normalisasi nilai pada setiap komponen warna. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besarannya. Bila ketiga komponen warna yang telah dinormalkan ini, dengan perumpamaan masing-masing menjadi indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b), mempunyai nilai yang sama (1/3) atau 0.33 indeks poin maka objek tidak berwarna. Bila r lebih besar daripada g dan b maka objek berwarna merah, dan seterusnya.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Perubahan yang terjadi pada kayu yang diuji Pokok pembahasan ini selain menjelaskan
hasil yang diperoleh pada
pengolahan indeks pada setiap kayu yang diuji akan disajikan pula gambar hasil yang menunjukkan
penggelapan warna yang terjadi pada setiap periode
pengambilan data warna kayu yang diuji. Pembahasan ditekankan pada besarnya perubahan warna yang terjadi pada tiap-tiap volume yang digunakan. Hal ini dikarenakan setiap kayu kadang memiliki warna awal yang berbeda meskipun pada jenis kayu yang sama dan memiliki kecepatan perubahan warna yang berbeda pula.
4.1.1
Kayu Akasia mangium Hasil yang diperoleh pada kayu Akasia mangium menunjukkan bahwa
secara umum tidak terjadi perubahan warna yang berarti atau mengalami perubahan tetapi tidak mencolok setelah akhir periode fumigasi. Warna awal kayu cokelat terang pada Gambar 8 dan Gambar 9, dan warna cokelat muda kemerahan pada Gambar 7 masih tetap terlihat jelas dan tidak mengalami penggelapan warna yang diinginkan. Gambar 7 menunjukkan perbedaan warna yang sangat kecil antara warna awal dan warna akhir kayu setelah 48 jam fumigasi. Apabila pengamatan dilakukan hanya pada perkembangan warna hasil fumigasi, akan sangat sulit membedakan pergeseran warna yang terjadi. Warna kayu cenderung tetap cokelat muda kemerahan dengan sedikit peningkatan warna cokelat pada akhir periode fumigasi seperti diperlihatkan pada keterangan waktu yang membandingkan warna pada waktu 0, 2, 6, 12, 24, 48 jam setelah fumigasi. Kondisi ini terjadi juga pada volume larutan sebanyak dua liter.
26
0 jam j
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam m
Gambaar 7 Perkem mbangan waarna hasil fu umigasi amonia volum me 1 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Akasiia. Gaambar 7 diatas menunnjukkan peru ubahan warrna yang terrjadi pada setiap s periode fuumigasi yanng dilakukann. Nampak k pada Gam mbar 7 voluume amoniaa satu liter tidakk memberikan penggelapan warnaa yang beraarti hingga waktu reak ksi 48 jam. Warnna kayu tidaak mengalam mi perubah han yang siggnifikan padda setiap peeriode pengambillan citra kaayu. Dengann demikian dapat disim mpulkan Lam ma waktu reaksi r fumigasi amonia a yanng diterapkaan tidak terrlalu berpenngaruh terhhadap perub bahan warna padda kayu Akaasia. Haasil pada Gaambar 8 meemperlihatk kan bahwa lamanya l waaktu reaksi tidak mempengaaruhi perubbahan warnaa secara sig gnifikan. Haasil yang sam ma juga nampak pada Gam mbar 9 bahw wa pada voolume amonia tiga liiter tidak teerjadi perbeedaan warna yanng berarti antar a waktu reaksi. Waarna kayu awal a yang bberwarna co okelat muda tidakk mengalam mi perubahaan. Gaambar 8 dibbawah ini apabila kitta bandingkkan perubahhan warna yang terjadi padda waktu reaaksi 0 jam dan warna kayu yang diperoleh d paada waktu reaksi r 48 jam meengindikasikan bahwa peningkataan volume amonia a untuuk meningk katkan reaksi dann perubahann warna juuga belum menunjukka m an penggelaapan warna yang berarti.
27
0 jam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
Gambar 8 Perkembangan warna hasil fumigasi amonia volume 2 liter pada berbagai waktu reaksi untuk kayu Akasia.
0 jam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
Gambar 9 Perkembangan warna hasil fumigasi amonia volume 3 liter pada berbagai waktu reaksi untuk kayu Akasia.
Penambahan volume amonia menjadi tiga liter ternyata tetap tidak menyebabkan perubahan warna secara nyata. Pengamatan terhadap Gambar 7, 8, 9 terindikasikan bahwa
penambahan volume amonia tidak mengakibatkan
pewarnaan pada kayu Akasia secara signifikan. Kondisi ini menunjukan kayu Akasia kurang reaktif terhadap fumigasi amonia dan tidak
dianjurkan untuk
metode fumigasi amonia. Kondisi yang ada pada Gambar 7, 8, dan 9 dapat dijelaskan secara kuantitatif melalui grafik perubahan RGB yang terdiri dari warna merah (R), hijau (G) dan biru (B) yang menunjukkan kecenderungan perubahan warna selama
28
proses berlangsung yang hasilnya disajikan pada Gambar 10. Indeks warna RGB pada Gambar 10 mengindikasikan perkembangan perubahan warna yang terjadi secara keseluruhan baik pada volume amonia satu liter (R1, G1, B1), dua liter (R2, G2, B2) dan tiga liter (R3, G3, B3) serta pada periode 0, 2, 6, 12, 24 dan 48 jam dari kayu Akasia. Titik awal menunjukkan nilai yang hampir sama untuk ketiga volume amonia yang digunakan
yang menunjukkan kayu belum
mengalami proses fumigasi. Pada jam berikutnya terjadi pergeseran nilai secara khas untuk ketiga nilai warna ini.
Indeks warna RGB
0.700 0.600
Indeks (R) Indeks (G) Indeks (B)
0.500
Vol 1 liter Vol 2 liter Vol 3 liter
0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 kontrol
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
WAKTU REAKSI Gambar 10 Pergeseran nilai Indeks warna RGB kayu Akasia berdasarkan waktu reaksi dan volume amonia.
Pada Gambar 10 nampak bahwa terjadi kecenderungan pengelompokan pada warna dasar yang sama. Warna merah (R) pada R1, R2 dan R3 berada pada posisi teratas diantara ketiga kelompok garis,
sedangkan dibawahnya adalah
kelompok warna hijau (G) dan yang paling bawah adalah kelompok warna biru (B). Hasil pada Gambar 9 juga menunjukkan pergeseran nilai indeks warna kayu Akasia pada setiap volume amonia selama periode waktu fumigasi dengan besar nilai perubahan warnanya secara detil disajikan dalam Lampiran 1 dan 2. Pergeseran warna utama antara awal dan akhir periode fumigasi tidak terlalu besar. Perubahan justru terjadi pada periode 6 jam dan 12 jam. Hal ini diduga disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya yang diterima
oleh kamera
29
karena peengambilan data awal dan pengaambilan gam mbar pada periode terrsebut dilakukan pada siangg hari, sedanngkan peng gambilan gaambar pada periode waaktu 6 jam dan 12 jam dilaakukan padda sore dan n malam hari. h Damppaknya dom minasi warna yanng dipancarrkan oleh bohlam b mem mpengaruhii indeks waarna kayu yang diuji. Denngan menillai hasil yaang ditunju ukkan pada analisis kkualitatif melalui gambar yang y dihasiilkan dan analisis
kuantitatif k melalui inddeks nilai yang
disajikan, dapat disiimpulkan bahwa b kayu u Akasia tidak cocok untuk fum migasi karena tiddak adanya perubahann warna yan ng berarti. Kondisi inni diduga teerjadi karena kanndungan zaat ekstraktif Mangium terutama t tannin, memilliki struktur yang kurang reaaktif terhadaap amonia.
4.1.2 Kaayu Mahon ni Kaayu Mahonni secara umum u meng galami pennggelapan w warna mesk kipun tidak menncolok darri warna kemerahan k terang meenjadi merrah kecokelatan. Perubahann ini terlihatt lebih jelass pada peng ggunaan am monia pada vvolume du ua dan tiga liter (Gambar ( 122 dan 13). Gambar 11 menunjukkkan perubaahan yang teerjadi pada kayuu Mahoni seetelah difum migasi deng gan volume satu liter laarutan selam ma 48 jam. Perubbahan warnna yang terjadi tidak teerlalu signiffikan namunn warna meenjadi sedikit lebbih gelap paada periodee 24 dan 48 jam. j
0 jaam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam m
Gambaar 11 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 1 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk k kayu Mahooni.
30
Haasil fumigassi pada voluume dua liteer amonia yang y disajikkan pada Gaambar 12. Gambbar tersebuut memperrlihatkan perubahan p warna yanng lebih nyata dibandinggkan volum me satu liter (gambarr 11).
H ini dituunjukan deengan Hal
terbentuknnya warna yang semaakin gelap mulai padda periode 2 jam fum migasi dengan waarna sedikitt lebih cokeelat, kemudiian menjadii lebih gelapp pada periode 6 jam sampaai periode akhir a fumigaasi (48 jam)).
0 jaam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam m
Gambaar 12 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 2 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Mahooni.
Paada kayu Mahoni M peenambahan volume amonia saampai tiga liter perubahann warna yanng cenderuung mirip dengan d voluume dua litter. Penggeelapan warna terlihat secaraa jelas padda selang waktu w 6 jam m setelah fu fumigasi dim mulai dingan peruubahan waarna kayu yang hingga akkhir periodde fumigassi. Perband diperlihatkkan dari ketiga k gam mbar yang disajikan menunjukk m kan penamb bahan volume am monia untukk kayu mahhoni pada peenelitian inii hanya efekktif pada vo olume satu liter, sedangkann pada volum me dua liteer tidak meenunjukkan perubahan yang berarti.
31
0 jam m
2 jam j
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam m
Gambaar 13 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 3 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Mahooni.
Nilai kuantitaatif perubahaan warna yaang terjadi pada p Gambbar 11, 12 dan 13 dinyatakann dalam beentuk nilai indeks warrna RGB dan d hasilnyaa disajikan pada Gambar 14. Perubaahan indekks warna merah m (R), hijau (G)) dan biru u (B) menunjukkkan besar perubahan warna pad da kayu
M Mahoni denngan besar nilai
masing-m masing kayu secara detill disajikan dalam d Lamppiran 1 dan 2.
0.60 00 Indekks (R) Indekks (G) Indekks (B)
Indeks Warna RGB
0.50 00 0.40 00
Vol 1 1 liter Vol 2 2 liter Vol 3 3 liter
0.30 00 0.20 00 0.10 00 0.00 00 kontrol
2 jam
6 jam
12 2 jam
24 jaam
48 jam
W WAKTU RE EAKSI Gaambar 14 Peergeseran niilai Indeks warna w RGB B kayu Mahooni berdasaarkan waaktu reaksi dan volumee amonia.
32
Hasil pada Gambar 14 menunjukkan tren pergeseran indeks warna yang sama
dengan kayu Akasia pada pembahasan sebelumnya. Penurunan indeks
warna merah terbesar terlihat pada pemakaian amonia sebanyak dua liter. Pada volume ini juga terjadi peningkatan indeks warna hijau tertinggi. Pada periode fumigasi 6 jam dan 12 jam pada Gambar 14 garis perubahan cenderung melengkung yang menyebabkan nilai indeks justru mengalami penurunan pada warna biru dan kenaikan pada warna merah apabila dibandingkan dengan nilai indeks pada periode waktu dua jam
fumigasi. Pada periode ini kayu justru
semakin cerah dibandingkan sebelumnya. Penyinaran yang praktis hanya mengandalkan lampu bohlam pada malam hari diduga menyebabkan nilai indeks yang tidak stabil selama periode ini. Hasil pada Gambar 14 menunjukkan terjadinya penurunan indeks warna merah secara umum pada semua volume larutan. Warna merah pada volume dua liter mengalami penurunan terbesar dibandingkan volume satu dan tiga liter. Indeks warna hijau pada G1, G2 dan G3 berada pada kisaran yang hampir sama pada ketiga volume yaitu 0.335 dan nilai tersebut cenderung stabil pada kisaran nilai 0.310 - 0.320 dan tidak menunjukkan pergeseran warna yang berarti. Hasil pada Gambar 14
menunjukkan arah pergeseran indeks warna hijau yang
cenderung menurun selama periode 48 jam dengan nilai terbesar terjadi pada volume dua liter dan terendah pada volume satu liter. Indeks nilai warna biru pada B1, B2 dan B3 berada pada kisaran 0.150 0.155 dengan tren perubahan warna yang hampir sama dan tidak menunjukkan perubahan drastis pada ketiga komponen warnanya dimana kenaikan terendah diperoleh pada volume satu liter dan kenaikan tertinggi diperoleh pada volume dua liter.
4.1.3
Kayu Pasang Hasil fumigasi pada kayu ini secara umum menghasilkan warna kayu
yang cenderung gelap dengan dominasi warna merah. Perubahan warna akibat fumigasi amonia
mengubah warna kayu menjadi semakin merah gelap, seperti
ditunjukkan pada Gambar 15, 16 dan 17. Gambar 15 menujukkan perubahan warna yang terjadi akibat fumigasi amonia pada volume satu liter selama 48 jam.
33
Haasil pada Gambar G 15 menunjukk kan perubahhan warna yang kecill dari awal hinggga akhir periode p fum migasi, meskipun terlihhat perubahhan warna yang dimulai paada periode dua jam setelah fumig gasi dimulaii.
0 jam
2 jaam
6 jam
12 jam
24 jam m
48 jaam
Gambaar 15 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 1 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk k kayu Pasanng. .
0 jam
2 jam m
6 jaam
12 jam
2 jam 24
48 jam m
Gambarr 16 Perkeembangan warna w hasil fumigasi am monia volum me 2 liter paada berbaagai waktu reaksi r untuk k kayu Pasaang. Penurunan keecerahan warna w kayu terlihat t jelaas pada pennggunaan am monia bar 16 menuunjukkan baahwa kayu mulai m sebanyak dua liter paada kayu Pasang. Gamb menjadi seemakin gelaap mulai 2 jam j pertamaa namun tiddak menunjuukkan perub bahan
34
warna yaang berarti hingga akhir a perio ode fumigaasi. Hal inni menunju ukkan perubahann warna yanng terjadi pada p kayu Pasang terj rjadi dengann lambat namun menunjukkkan penggeelapan warnna yang cuku up baik di akhir a periodde fumigasi. Peningkatan volume v am monia untuk k melihat besarnya b peerubahan in ndeks warna kayyu tidak memberikan hasil h yang siignifikan. Warna W kayu akhir setelah 48 jam pada penggunaaan volume amonia
tiga liter hampir h sam ma
apabilaa kita
s dan duua liter padda akhir peeriode bandingkaan dengan penggunaann amonia satu fumigasi. Hal ini meenunjukkann bahwa peenggunaan amonia a sebbanyak satu u liter katkan dalam wakktu 48 jam akan mempperlihatkan hasil cukupp bagus tanppa meningk volume amonia a yaang digunaakan. Hasill pada
G Gambar 177 menunju ukkan
penggelappan warna terjadi deengan baik setelah 24 jam difu fumigasi deengan menghasillkan warna kayu cokellat gelap.
0 jam m
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam m
48 jam j
mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 3 liter pad da Gambaar 17 Perkem berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Pasanng.
Secara kuantiitatif, besarrnya perubahan yang terjadi padda kayu Paasang setelah difumigasi daapat dinyataakan dengaan indeks RGB. R Besarrnya nilai in ndeks p Lampiran 1 dann 2. Selanju utnya RGB terssebut secaraa lengkap disajikan pada Gambar 18 1 menyajikkan perkem mbangan yaang terjadi pada nilai rata-rata in ndeks warna dassar pembenttuk citra kayyu berdasark kan periodee waktu fum migasi.
35
Indeks Warna RGB
0.600 Indekks (R) Indekks (G) Indekks (B)
0.500 0.400
Vol 1 1 liter Vol 2 2 liter Vol 3 3 liter
0.300 0.200 0.100 0.000 kontrol
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam m
48 jam
W WAKTU R EAKSI Gaambar 18 P Pergeseran nilai n Indekss warna RGB B kayu Pasang berdasaarkan w waktu reakssi dan volum me amonia. . Haasil pada Gambar G 18 memperlih hatkan bahw wa reaksi pperubahan warna w pada semuua volume larutan l amoonia terjadi dengan d cepaat setelah duua jam fum migasi. Nilai indeeks warna hijau h cenderrung stabil dan hampiir sama padda ketiga vo olume amonia yaang digunaakan. Indeks warna hijjau berada pada kisarran yang haampir sama padaa ketiga vollume yaitu 0.335 0 dan nilai n tersebuut cenderungg stabil dan tidak menunjukkkan pergeseeran warna yang berartti hingga periode waktuu 48 jam. Nilai indeks warna w biru berada b padaa kisaran niilai 0.185, 0.174 dan 0.185 0 poin indeks masing--masing unntuk volumee amonia 1,2 1 dan 3 liter. Ken naikan indeks waarna biru yaang signifikkan terjadi untuk u menggimbangi penurunan in ndeks warna merrah yang cuukup berarti setelah 2 jaam.
4.1.4 Kaayu Nangkaa Kaayu Nangka yang meemiliki waarna alami cerah kekkuningan seetelah difumigasi amonia
memperllihatkan haasil adanyaa perubahaan warna yang
d dari pergesseran warnaa dari kuninng cerah meenjadi signifikann. Hal ini ditunjukkan cokelat geelap secara jelas j pada setiap s perio ode pengambbilan citra kkayu. Gamb bar 19 memperlihhatkan terjadinya peruubahan warrna menjaddi semakin gelap yang g jelas
36
pada voluume amoniaa satu liter, yang men ngindikasikaan bahwa kkayu ini berrubah warna denngan sangat baik dan ceepat.
0 jam j
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
Gambaar 19 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 1 liter pad da berbaggai waktu reeaksi untuk k kayu Nanggka. Perubahan waarna kuningg cerah meenjadi kecookelatan daari kayu Naangka pada voluume amonia satu liter mulai terjadi setelah kayu di fuumigasi selaama 2 jam. Gam mbar 19 mennunjukkan bahwa b tidak k terjadi perrubahan warrna yang beerarti. Hal ini mengindikasi m ikan bahwaa pewarnaan n optimum pada kayuu nangka deengan volume am monia satu liter l terjadi setelah 24 jam j di fumiigasi. Penambahan volume amonia a meenjadi duaa liter,
tternyata
tidak
memberikkan perbedaaan yang mencolok dari d segi kecepatan k pperubahan warna w kayu. Pada volume am monia dua liter l perubaahan yang teerjadi dimullai sejak dua jam pertama kayu k difum migasi
kem mudian
tam mpak semaakin gelap sampai 24 4 jam
periode fuumigasi. (G Gambar 20)) Kayu Nan ngka yang terfumigasii amonia 2 liter selama 488 jam sedikkit lebih geelap diband dingkan denngan kayu N Nangka seetelah difumigasi amonia voolume satu liter l pada peeriode 48 jaam.
37
0 jam j
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 2 liter pad da Gambaar 20 Perkem berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Nangkka. Meeningkatnyaa volume laarutan yang g digunakann dari 2 literr menjadi 3 liter, tidak mennunjukan hasil yang signifikan s (Gambar ( 21). Hasil ppada Gambaar 21 memperlihhatkan hasil warna kayu k yang diperoleh pada perccobaan fum migasi dengan voolume larutaan amonia sebanyak s 3 liter, hamppir sama denngan gambaar 19. Nampak pada p Gambbar 19, 20 dan 21, baahwa perubbahan warnna kayu Naangka telihat denngan jelas setelah 6 jaam fumigassi. Perbedaaan hanya ppada periodee dua jam setelaah difumigaasi kayu bellum menunjjukkan perrubahan warrna yang beerarti. Warna akkhir setelah 48 menjaddi warna cokelat yangg sedikit lebih gelap. Kayu berubah maksimal m settelah 24 jam m difumigaasi.
0 jam j
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
mbangan warna w hasil fumigasi fu am monia volum me 3 liter pad da Gambaar 21 Perkem berbaggai waktu reeaksi untuk kayu Nangka.
38
Haasil pada Gaambar 22 menggamba m arkan nilai kuantitatif k pperubahan warna w yang terjaadi pada kaayu Nangkaa secara kesseluruhan. Hal ini tidaak terlihat secara s kuantitatiff pada Gam mbar 19, 20 dan 21 kareena menganndalkan kejelian mata untuk u membedakkan perubahhan warna yang y terjadii. Citra kayyu pada Gam mbar 19, 20 0 dan 21 yang disajikan d tiddak mempeerlihatkan secara jelaas besarnya nilai perub bahan warna antaar perlakuann volume daan lamanyaa periode fum migasi.
0.600 Indekks (R) Indeks (G) Indeks (B)
Indeks Warna RGB
0.500 0.400
Vol 1 liter Vol 2 liter Vol 3 liter
0.300 0.200 0.100 0.000 kontrol
2 jam
6 6 jam
12 jjam
24 jam m
48 jam
WA AKTU REA AKSI Gambarr 22 Pergesseran nilai Indeks I warnna RGB kayyu Nangka berdassarkan wakttu reaksi daan volume aamonia.
GB) pada kayu Naangka mem miliki Nilai indekss warna dasar (RG kelengkunngan lebih tinggi dibaandingkan dengan d nilaai indeks w warna kayu--kayu sebelumnyya. Gambarr 22 menunnjukkan perb bedaan inddeks warna ddasar pembentuk citra kayuu secara jelaas. Nilai kuuantatif ini dapat mennunjukkan pperbedaan warna w pada tiap volume dan d lamanya periode fumigasi. Gambar G
222 menunju ukkan
perubahann yang terjadi pada kayyu Nangka dengan inddeks warna dasar yang sama di awal fuumigasi. Tettapi menunj njukkan perg geseran inddeks warna yyang lebih besar apabila diibandingkann dengan inndeks warn na pada kayyu-kayu sebbelumnya. Hasil pada Gam mbar 22 meemperlihatkkan penurun nan nilai inndeks warnna merah yang signifikann pada setiaap volume amonia. a Ind deks warna hijau menggalami ken naikan
39
yang cepat
dengan nilai tertinggi pada volume tiga liter amonia, sedangkan
indeks warna biru mengalami penurunan yang kecil dan merata pada semua volume larutan yang digunakan. Hasil pada Gambar 22 menunjukkan
pola pergeseran warna yang
menyempit di tengah atau cenderung meruncing dilihat pada pola perubahan indeks warna merah (R) dan biru (B). Nilai indeks warna hijau cenderung konstan dan tidak mengalami perubahan yang berarti pada setiap volume amonia yang digunakan. Hal ini menunjukkan selisih nilai awal dan akhir yang besar atau menunjukkan perubahan indeks warna yang besar selama fumigasi. Indeks warna juga menunjukkan pola penggembungan pada selang waktu 6 dan 12 jam setelah kayu difumigasi yang menyerupai pola pada indeks warna yang disajikan pada kayu lainya yang menegaskan pengaruh pencahayaan digunakan.
dari bohlam yang
Perubahan indeks warna yang terjadi pada ketiga warna dasar
pembentuknya dengan warna kuning cerah sebagai warna awal sebelum fumigasi dengan nilai indeks merah antara 0.520 – 0.530, nilai indeks hijau awal sebesar 0.350 - 0.360 dan nilai indeks biru sebesar 0.110-0.112. Perubahan yang terjadi pada warna hijau dari ketiga volume yang diterapkan, menunjukkan tren pergeseran yang hampir sama. Artinya, perbedaan volume terlihat hampir tidak berpengaruh nyata pada perubahan warna hijau pada kayu Nangka yang diuji. Hasil pada Gambar 22 juga menunjukkan arah pergeseran indeks warna hijau yang turun pada ketiga volume amonia yang diterapkan. Penurunan terbesar justru diperoleh pada volume amonia dua liter. Kenaikan indeks warna biru pada kayu Nangka nampak signifikan dimana nilai tertinggi diperoleh pada volume amonia tiga liter dengan kenaikan mencapai 0.1 poin dan kenaikan terendah terjadi pada volume amonia satu liter. Perubahan warna yang diperoleh menunjukkan besarnya penggelapan warna yang terjadi pada kayu Nangka sangat signifikan. Kayu mengalami perubahan warna dengan jelas, hal ini ditunjang dengan indeks perubahan warna yang menunjukkan pola pergeseran warna yang cenderung meruncing dengan selisih nilai indeks awal dan akhir yang besar. Diduga keberadaan zat ekstraktif yang tinggi pada kayu Nangka dan zat pewarna dalam kayu terasnya mampu meningkatkan reaktifitas kayu Nangka terhadap amonia.
40
4.1.5 Kaayu White Oak Kayu White Oak O pada percobaan p fumigasi fu yaang dilakukaan, secara umum u tidak mem mberikan hasil yang memuaskan m n. Penggelappan warna akibat fum migasi amonia seelama 48 jaam tidak terrlihat dengaan jelas. Hassil pada Gaambar 23, 24 4 dan 25 menujuukkan perubbahan warnna yang terjjadi akibat fumigasi am monia sebaanyak satu, dua dan tiga
liter selam ma 48 jam m. Hasil paada masing--masing gaambar
d dari perkembanngan warna hasil memperlihhatkan reakksi perubahan warna dilihat fumigasi amonia a tidaak tampak secara s nyata. Perubahaan indeks w warna yang kecil dari awal hingga akhhir periode mengindik kasikan bahhwa selam ma periode waktu w fumigasi tidak t ada peerubahan waarna yang berarti. Gaambar 23 menyajikan m n perubahan n warna yanng terjadi ppada kayu White W Oak denggan volume larutan am monia seban nyak satu liiter dalam pproses fum migasi. Analisis kualitatif k tiddak menunjjukkan peerubahan waarna kayu yang diinginkan secara siggnifikan seejak awal kayu difumigasi. Kaayu tidak memperlih hatkan penggelappan warna dan d tetap menunjukka m an warna yang y cerah sampai 48 8 jam periode fuumigasi dilaakukan.
0 jam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam m
48 jam
Gambaar 23 Perkem mbangan warna w hasil fumigasi f am monia volum me 1 liter paada berbaggai waktu reeaksi untuk k kayu White Oak.
41
0 jam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
Gambar 24 Perkembangan warna hasil fumigasi amonia volume 2 liter pada berbagai waktu reaksi untuk kayu White Oak. Analisis terhadap Gambar 24 menunjukkan peningkatan volume larutan amonia menjadi dua liter pada percobaan kedua ternyata tidak menyebabkan reaksi perubahan warna pada kayu yang diuji, bahkan kayu terlihat hampir tidak berubah warna. Secara kualitatif tidak ada reaksi perubahan warna dilihat dari perkembangan warna hasil fumigasi amonia selama periode waktu fumigasi. Penambahan volume yang dilakukan pada perlakuan kedua juga tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada citra kayu. Warna kayu cenderung sama
dengan warna kuning cerah sampai kecokelatan pada keseluruhan
permukaan kayu.
0 jam
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
Gambar 25 Perkembangan warna hasil fumigasi amonia volume 3 liter pada berbagai waktu reaksi untuk kayu White Oak.
42
Peningkatan volume larutan amonia menjadi tiga liter yang dilakukan pada percobaan ketiga memperlihatkan hasil citra kayu yang sama dengan dengan percobaan yang telah dilakukan pada volume satu dan dua liter. Hasil penilaian secara kualitatif pada contoh kayu White Oak secara umum dapat disimpulkan bahwa perlakuan fumigasi amonia yang diterapkan pada semua volume larutan yang digunakan pada percobaan ini tidak dapat mengubah warna alami kayu White Oak yang digunakan. Kondisi ini diduga disebabkan oleh penggunaan contoh uji tidak sesuai untuk fumigasi mengingat kayu Oak sudah sejak lama diketahui merupakan kayu utama untuk proses fumigasi amonia dan seharusnya kayu ini mengalami perubahan indeks RGB secara keseluruhan yang signifikan. Diduga kayu yang digunakan cenderung berusia muda dengan komposisi kayu gubal yang banyak, sehingga tidak mengalami perubahan warna yang berarti. Bavaro dan Mossman (1996) menegaskan bahwa beberapa bagian dari bahan yang akan difumigasi akan lebih gelap dari yang lain, hal ini tergantung dari kandungan tanin dalam kayu yang tersisa, keberadaan kayu gubal
juga
menyebabkan sebagian kayu tidak mengalami perubahan oleh amonia, dan juga terdapat perbedaan warna yang terlihat apabila potongan kayu tidak berasal dari kayu yang sama, dikarenakan kandungan Tannic acid yang berbeda pada tiaptiap pohon. Secara kuantitatif perubahan indeks kayu selama proses fumigasi berlangsung dan disajikan pada Gambar 26. Hasil pada gambar 26 menunjukkan pergeseran warna dasar kayu White Oak pada setiap volume larutan amonia yang digunakan.
43
0.600 Indekks (R) Indekks (G) Indekks (B)
Indeks Warna RGB
0.500 0.400
Vol 1 1 liter Vol 2 2 liter Vol 3 3 liter
0.300 0.200 0.100 0.000 kontrol
2 jam
6 6 jam
12 jaam
24 jam m
48 jam
WA AKTU REA AKSI Gambar 26 2 Pergeseran nilai Ind deks warna RGB kayu White Oak k berdasaarkan waktu u reaksi dan volume am monia. Gam mbar 26 meenunjukkan bahwa peerubahan niilai RGB yang terjadi pada ketiga warrna dasar peembentuknyya sangat kecil. k Hal inni sesuai deengan hasil yang terlihat pada gambaar
23, 244, dan 25 pada pembbahasan seebelumnya yang
menunjukkkan tidak addanya perubbahan warn na yang terjaadi pada kayyu White Oak. Keelompok waarna merahh (R) yang berada terratas dari kketiga kelom mpok warna yanng disajikann pada gam mbar 26 terllihat tidak mengalami m perubahan yang signifikann mulai darii awal sam mpai akhir fumigasi f (48 jam). Nillai indeks akan stabil padaa periode 24 dan 48 jaam setelah fumigasi f karena pengam mbilan citraa foto berada paada tingkat pencahayaaan yang saama dengann waktu aw wal pengam mbilan citra kayu. Gaambar 26 juga menunnjukkan perrubahan yaang terjadi pada kelom mpok warna hijaau (G), dann biru (B) dengan d karakteristik inndeks yangg sedikit berrbeda dengan inndeks warnna merah. Selisih S nilai indeks yanng sangat kkecil antara awal sampai akkhir menunnjukkan perrubahan waarna yang sangat s keciil selama proses p fumigasi.
44
4.2.
Efektifitas fumigasi terhadap kayu yang diuji Perubahan yang terjadi pada perlakuan fumigasi akan berbeda pada setiap
kayu yang diuji.
Penyebabnya adalah perbedaan komposisi kimia kayu,
kandungan tanin, jenis kayu, usia dan letak contoh uji pada kayu yang diambil. Pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa setiap jenis kayu memiliki reaksi yang berbeda terhadap amonia. Untuk itu perlu diketahui kayu apa yang paling baik untuk difumigasi dan seberapa besar perubahan warna yang terjadi pada kayu tersebut. Pokok pembahasan pada bagian ini secara umum akan menyajikan pengaruh pelakuan fumigasi dan efektifitasnya terhadap perubahan indeks warna yang terjadi serta membandingkan perubahan tersebut untuk semua jenis kayu yang diteliti. Gambar 27 menyajikan hasil yang menggambarkan
secara kuantitatif
besarnya perubahan indeks warna merah (R) pada semua kayu yang diujikan. Nilai perubahan ini diperoleh dari selisih antara nilai indeks RGB pada akhir periode fumigasi dan nilai indeks awal kayu atau indeks RGB kayu tersebut sebelum difumigasi.
Besar Perubahan Indeks Warna
0.060 Keterangan : 0.040
1 = Akasia 2 = White Oak 3 = Pasang 4 = Mahoni 5 = Nangka
0.020 0.000 1
2
3
‐0.020
4
5
= vol 1 liter = vol 2 liter = vol 3 liter
‐0.040 ‐0.060 ‐0.080 ‐0.100
Jenis Kayu
Gambar 27 Diagram selisih indeks warna merah (R) pada masing-masing kayu.
45
Kecenderungan perubahan kayu menjadi semakin gelap dengan terjadinya penurunan indeks nilai warna
merah (R).
diperlihatkan Gambar 27
menunjukkan penurunan nilai indeks merah pada hampir seluruh kayu yang diuji dengan nilai yang berbeda pada setiap jenis kayu dan volume larutan amonia yang digunakan. Penurunan indeks nilai terbesar terjadi pada kayu Nangka diikuti oleh kayu Pasang dan Mahoni, sedangkan penurunan terkecil pada kayu Oak dan Akasia. Penurunan indeks nilai yang signifikan terlihat pada perlakuan dengan volume dua dan tiga liter sedangkan pada kayu White Oak penurunan signifikan hanya terjadi pada volume dua liter saja. Pada volume satu liter rata-rata semua contoh uji tidak mengalami pergeseran warna
yang berarti
justru
terjadi
kenaikan pada kayu akasia, dan White Oak. Parameter indeks nilai warna merah (R) menunjukkan fumigasi amonia sangat efektif diterapkan pada kayu Nangka diikuti oleh kayu Pasang dan Mahoni. Kayu Akasia dan White Oak menunjukkan respon yang kurang terhadap pengaruh amonia. Gambar 28 menunjukkan kecenderungan
yang sama
dengan indeks
warna merah dalam menentukan perubahan warna kayu menjadi semakin gelap. Penurunan nilai indeks warna hijau (G) terbesar menunjukkan tingkat efektifitas perubahan warna tertinggi pada perlakuan fumigasi amonia. Hasil pada Gambar 28 menunjukkan adanya penurunan nilai indeks pada hampir seluruh kayu yang diuji.
46
Besar Perubahan Indeks Warna
0.010 Keterangan : 0.005 0.000 ‐0.005
1
2
3
4
5
1 = Akasia 2 = White Oak 3 = Pasang 4 = Mahoni 5 = Nangka
‐0.010 = vol 1 liter = vol 2 liter = vol 3 liter
‐0.015 ‐0.020 ‐0.025 ‐0.030 ‐0.035 ‐0.040
Jenis Kayu
Gambar 28 Diagram selisih indeks warna hijau (G) pada masing-masing kayu.
Diagram perbandingan perubahan nilai hijau (G) pada Gambar 28 memperlihatkan penurunan atau pergeseran kayu.
indeks warna untuk semua jenis
Kayu Nangka mengalami penurunan nilai indeks warna terbesar dan
sangat signifikan dibandingkan kayu jenis lainya untuk semua volume larutan. Penurunan tertinggi ini terjadi pada volume dua liter amonia dengan penurunan nilai sebesar 0.038 poin, penurunan terbesar kedua terjadi pada kayu Mahoni dengan sebesar 0.019 poin. Jenis kayu lainya turun dengan kisaran dibawah 0.015 poin indeks RGB bahkan untuk kayu White Oak dan Pasang justru mengalami kenaikan kecil dengan kisaran nilai dibawah 0.005 poin indeks. Lampiran 1 dan 2 memperlihatkan besar perubahan indeks nilai hijau (G) pada setiap jenis kayu dan volume larutan amonia. Parameter indeks nilai warna hijau (G) menunjukan fumigasi amonia sangat efektif diterapkan pada kayu Nangka diikuti oleh kayu Mahoni dan Akasia. Kayu Pasang dan White Oak menunjukkan respon yang kurang terhadap pengaruh amonia. Hasil
pada Gambar 29 menggambarkan
perubahan indeks warna biru (B) dari seluruh kayu yang diuji.
47
Besar Perubahan Indeks Warna
0.120 Keterangan : 0.100
1 = Akasia 2 = White Oak 3 = Pasang 4 = Mahoni 5 = Nangka
0.080 0.060
= vol 1 liter = vol 2 liter = vol 3 liter
0.040 0.020 0.000 1
2
3
4
5
‐0.020 ‐0.040
Jenis Kayu
Gambar 29 Diagram selisih indeks warna biru (B) pada masing-masing kayu.
Pengamatan
terhadap
hasil
yang
disajikan
menunjukkan
bahwa
peningkatan nilai indeks warna biru (B) akan mengindikasikan warna alami kayu yang difumigasi menjadi semakin gelap. Perubahan nilai indeks RGB untuk warna biru (B) pada Gambar 29 memperlihatkan bahwa kayu Nangka memiliki respon perubahan yang paling baik di antara semua kayu yang diuji. Kayu Mahoni dan Pasang juga memperlihatkan kenaikan yang cukup besar, sedangkan kayu Akasia dan White Oak mengalami kenaikan yang kecil dan merupakan kayu yang mengalami penurunan nilai indeks RGB untuk warna biru. Perbedaan volume secara umum memberikan pengaruh pada pergerakan nilai indeks RGB. Larutan amonia volume dua liter memberikan kenaikan nilai indeks RGB untuk warna biru yang merata
dan signifikan
dibandingkan volume satu dan tiga liter. Parameter indeks nilai warna biru (B) dapat mengindikasikan bahwa fumigasi amonia efektif diterapkan pada kayu Nangka diikuti oleh kayu Pasang dan Mahoni. White Oak dan kayu Akasia menunjukkan respon yang kurang terhadap fumigasi amonia. Hasil analisis RGB yang disajikan menunjukkan bahwa penggunaan
Ammonium Hidroksida teknis dengan konsentrasi 25% pada ruangan berukuran
48
93,7 x 50,5 x 70 cm dengan volume 0.234 m3 paling baik pada volume dua liter. Hal ini diindikasikan dengan pergeseran indeks nilai RGB yang tinggi pada hampir semua jenis kayu yang diuji. Pada volume dua liter volume amonia yang menguap di ruangan berada pada titik optimal. Pada volume satu liter, gas amonia yang menguap di ruangan masih kurang dan sebaliknya pada volume tiga liter gas amonia yang menguap di ruangan terlalu jenuh atau RH (Relative
Humidity) yang terlalu tinggi sehingga tidak bereaksi baik dengan kayu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan data-data hasil pengamatan yang dilakukan terhadap contoh uji yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan berikut: 1. Pengaruh proses fumigasi amonia (fuming) terhadap perubahan warna hanya terlihat jelas pada kayu Nangka, Mahoni dan Pasang sedangkan warna kayu White Oak dan Akasia tidak mengalami penggelapan yang mencolok. 2. Semakin lama waktu fumigasi, perubahan warna pada kayu yang bereaksi terhadap amonia akan semakin baik. Kayu Nangka, Mahoni dan Pasang berubah warna menjadi semakin gelap di akhir periode fumigasi. 3. Kayu Nangka mengalami perubahan warna dari kuning cerah menjadi berwarna cokelat tua setelah 48 jam, pada kayu Pasang dari merah tua menjadi cokelat kehitaman, pada kayu
Mahoni dari merah menjadi
cokelat tua kemerahan, sedangkan kayu Akasia dan White Oak tidak mengalami perubahan warna yang mencolok. 4. Kayu Nangka mengalami pergeseran warna paling tinggi dan perubahan warna paling cepat dibandingkan jenis kayu lainya diikuti kayu Mahoni dan Pasang. 5. Volume amonia dua liter memberikan kontribusi perubahan yang paling signifikan tehadap rata-rata pergeseran indeks nilai RGB untuk semua jenis kayu pada penelitian ini.
50
5.2 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang didapat adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian fumigasi menggunakan amonia dengan konsentrasi yang lebih tinggi untuk mengetahui reaksi perubahan warna yang terjadi. 2. Sebaiknya dalam pengambilan data citra kayu dilakukan dalam kondisi pencahayaan yang sama atau pada selang waktu minimal 24 jam setelah fumigasi dimulai. 3. Aplikasikan fumigasi amonia pada kayu jenis lain terutama kayu rakyat yang sekarang banyak dipakai untuk industri permebelan atau kayu berkadar ekstraktif dan tanin tinggi seperti Tingi, Ketapang, Gambir, Rhizopora dan Bruguiera.
DAFTAR PUSTAKA
Alloysius D. 1989. Pulp and paper properties of 4-year old Acacia mangium. B.S. For. Project Report, Faculty of Forestry, Unversiti Pertanian Malaysia, Serdang. Achmadi S.S. 1990. Kimia Kayu. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Ahmad U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Awang K and David Taylor, eds. 1993. Acacia Mangium Growing And Utilization. MPTS Monograph Series no. 3 .Bangkok, Thailand: Winrock International and FAO Bate-Smith EC. & Swain. 1962. T.flavanoids compound, pp.705-809 dalam Comparative Biochemistry vol 3A (mason and Florkin,eds), Academic Press Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Bavaro JJ and Mossman, T. L. 1996. The Furniture Of Gustav Stickley. Linden Publishing Co., Fresno, pp. 84-87. Carrodus BB. 1971. Carbon dioxide and the formation Of heartwood. Division of Forest Products, C.S.I.R.O., Melbourne, Australia . hal 939-943. http://www.blackwellsynergy.com/doi/abs/10.1111/j.14698137.1971.tb02 594 .x.pdf Diakses tanggal [13 Februari 2007]. Dresdner M. 2005. http://www.woodworkersjournal.com/ezine/archive/40/ qanda cfm#2. [diakses tanggal 12 desember 2006]. Fengel D. Dan G. Wegener. 1993. Kayu : Kimia dan Ultrastruktur Reaksi-Reaksi (terjemahan H Sastroamidjojo). Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Ginoga B, 1998. Mutu dolok, berat jenis dan kekuatan lamina kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dan kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.) Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(2): 72 -79 Haslam E. 1989. Polyphenolics: From Structure To Molecular Recognition and Phsiological Function. Cambridge university press.
52
Isrianto. 1997. Kajian Struktur Anatomi dan Kajian Fisik Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Johnson PS, Stephen RS, Robert R. 2002. The Ecology And Silviculture Of Oaks. CABI Publishing, New York. Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Keeler, HL. (1900). Our Native Trees and How to Identify Them. New York:CharlesScriber'sSons,328332. http://en.wikipedia.org/wiki/Quercus_ alba#_ref-Keeler_0. Diakses tanggal [30 januari 2008]. Kramer JT. 1989. The Colorization Of Wood. Traditional Wood Conservator, Missouri.
http://www.kramers.org/color.htm.
[diakses
tanggal
12
desember 2006]. Latifah S. 2000. Keragaan pertumbuhan Acacia mangium Willd. Pada Lahan Bekas Tambang Timah (Studi Kasus Di Areal Kerja PT. Timah Tbk). Tesis Magister Sains Pada Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tidak Diterbitkan. Malik J, A Santoso, O Rachman, 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian Magium Dan Tusam. Pusat Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Pekebunan, Bogor. Martawijaya et al. 1995. Atlas Kayu Indonesia jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Murwetianto B. 2003. Perubahan Sifat Keasaman Kayu Nangka (Artocarpus Heterophyllus), Manii (Maesopsos Eminii) dan Sengon (Paraserianthes Falcataria) Selama Proses Pengeringan [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Perry,Scott.2005.http://www.woodworking.org/cgibin/ubboard/Ultimate.cgi?actio n =intro &BypassCookie=true.[ diakses tanggal 12 desember 2006]. Rachman, O. dan J. Balfas, 1990. Karakteristik Penggergajian dan Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu HTI. Prosiding diskusi sifat dan kegunaan kayu HTI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Rodel, K. 1997. Fuming With Ammonia. Fine Wood Working. No 126, pp.46 - 49
53
Rose
J.
1997.
Ammonia
Fuming
:
Frequently
Asked
Question.
http://www.servtech.com/html, [15 januari 2007] Siagian, R.M., S. Darmawan, & Saepuloh, 1999. Komposisi Kimia Kayu Mangium (Acacia mangium willd.) Dari Beberapa Tingkat Umur Hasil Tanam Rotasi Pertama. Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(4): 57 -66 Silitonga T. 1993. Acacia mangium: Profil pohon gulma sedang berubah status.
Prosiding Diskusi Sifat Dan Kegunaan Jenis Kayu HTI: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Tsoumis G. 1991. Science And Technology Of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York : Van Nostrand Reinhold. Uprichard JM. 1993. Wood Extractives. Di dalam J.C.F Walker, B.G. Butterfield, J.M. harris, T.A.G. Langrish and J.M. Uprichard. Primary Wood Processing: Principles and Practices. London : Chapman And Hall. Verheij EWM dan Coronel, RE. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara dan Buah-Buah yang Dapat Dimanfaatkan. Jakarta: Prosea.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Nilai rata-rata perubahan warna kayu dan selisih antara nilai RGB awal dan RGB akhir. jenis value kayu konsentrasi kontrol 2 jam 6 jam 12 jam 24 jam 48 jam selisih 0.511 0.579 0.574 0.547 0.524 0.044 R1 0.480 0.328 0.318 0.320 0.330 0.324 -0.011 G1 0.335 1 0.161 0.102 0.106 0.127 0.152 -0.033 B1 0.185 0.502 0.528 0.512 0.504 0.488 -0.003 R2 0.491 0.330 0.326 0.332 0.325 0.330 -0.005 akasia M G2 0.335 2 0.168 0.145 0.156 0.170 0.181 0.007 B2 0.174 0.485 0.473 0.527 0.491 0.494 0.016 R3 0.478 0.339 0.336 0.333 0.325 0.324 -0.013 G3 0.337 3 0.177 0.190 0.141 0.184 0.182 -0.002 B3 0.185 0.501 0.536 0.538 0.475 0.498 0.012 R1 0.486 0.337 0.335 0.335 0.339 0.337 0.000 G1 0.336 1 0.156 0.122 0.122 0.179 0.160 -0.012 B1 0.172 0.480 0.515 0.500 0.463 0.466 -0.039 R2 0.504 W. Oak 0.341 0.337 0.342 0.343 0.338 0.002 G2 0.336 2 0.179 0.148 0.159 0.194 0.196 0.036 B2 0.160 0.464 0.452 0.482 0.462 0.464 -0.009 R3 0.472 0.339 0.355 0.342 0.332 0.330 -0.008 G3 0.338 3 0.197 0.210 0.176 0.206 0.206 0.017 B3 0.189 0.504 0.524 0.504 0.469 0.482 -0.030 R1 0.511 0.308 0.310 0.315 0.320 0.320 0.004 G1 0.316 1 0.178 0.156 0.172 0.201 0.188 0.026 B1 0.162 0.502 0.510 0.491 0.491 0.455 -0.064 R2 0.520 0.295 0.304 0.310 0.312 0.312 -0.007 Pasang G2 0.319 2 0.202 0.186 0.199 0.197 0.233 0.071 B2 0.161 0.484 0.480 0.492 0.447 0.468 -0.044 R3 0.512 0.307 0.308 0.308 0.317 0.308 -0.008 G3 0.316 3 0.210 0.212 0.200 0.236 0.224 0.052 B3 0.172 0.523 0.528 0.543 0.541 0.505 0.507 -0.016 R1 0.322 0.311 0.306 0.305 0.309 0.313 -0.009 G1 1 0.155 0.161 0.152 0.154 0.186 0.180 0.025 B1 0.548 0.544 0.515 0.485 0.471 -0.052 R2 0.522 Mahoni 0.283 0.289 0.298 0.294 0.303 -0.019 G2 0.321 2 0.169 0.166 0.187 0.221 0.227 0.071 B2 0.156 0.520 0.522 0.530 0.487 0.486 -0.044 R3 0.530 0.305 0.305 0.294 0.295 0.301 -0.018 G3 0.319 3 0.175 0.173 0.177 0.218 0.213 0.063 B3 0.151
56
jenis kayu
konsentrasi
1 Nangka
2 3
value R1 G1 B1 R2 G2 B2 R3 G3 B3
kontrol 0.530 0.358 0.111 0.528 0.359 0.113 0.530 0.353 0.117
2 jam 0.563 0.349 0.088 0.556 0.345 0.099 0.534 0.352 0.114
6 jam 0.571 0.330 0.099 0.548 0.323 0.129 0.503 0.334 0.163
12 jam 0.548 0.327 0.125 0.513 0.330 0.158 0.518 0.334 0.149
24 jam 0.513 0.326 0.161 0.481 0.328 0.191 0.474 0.321 0.205
48 jam 0.511 0.324 0.165 0.470 0.321 0.209 0.456 0.326 0.218
selisih -0.019 -0.034 0.054 -0.058 -0.038 0.096 -0.074 -0.027 0.101
Lampiran 2 Nilai indeks warna RGB pada masing-masing kayu yang diuji. No
Nama
Kode kayu
konsentrasi
rata-rata
kontrol
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
1
akasia M
A1K1
1
1
0.579
0.319
0.301
0.395
0.315
0.291
0.494
0.299
0.207
0.517
0.296
0.187
0.405
0.315
0.28
0.634
0.306
0.26
2
akasia M
A2K1
1
2
0.483
0.31
0.267
0.437
0.311
0.252
0.468
0.306
0.225
0.466
0.306
0.228
0.426
0.309
0.266
0.508
0.306
0.246
3
akasia M
A3K1
1
3
0.397
0.317
0.286
0.462
0.299
0.239
0.536
0.289
0.175
0.500
0.297
0.203
0.423
0.306
0.272
0.450
0.300
0.250
4
akasia M
A1K2
2
1
0.504
0.335
0.16
0.502
0.33
0.168
0.518
0.332
0.149
0.512
0.331
0.157
0.526
0.318
0.156
0.494
0.326
0.179
5
akasia M
A2K2
2
2
0.538
0.340
0.122
0.545
0.344
0.11
0.559
0.332
0.109
0.538
0.336
0.126
0.563
0.324
0.113
0.548
0.330
0.121
6
akasia M
A3K2
2
3
0.430
0.330
0.241
0.458
0.315
0.227
0.508
0.314
0.178
0.486
0.329
0.185
0.424
0.334
0.242
0.421
0.335
0.244
7
akasia M
A1K3
3
1
0.420
0.337
0.243
0.443
0.343
0.214
0.421
0.339
0.24
0.497
0.336
0.168
0.443
0.326
0.231
0.435
0.329
0.237
8
akasia M
A2K3
3
2
0.492
0.337
0.17
0.502
0.337
0.162
0.482
0.337
0.18
0.528
0.331
0.141
0.500
0.328
0.172
0.512
0.324
0.164
9
akasia M
A3K3
3
3
0.521
0.338
0.141
0.509
0.336
0.155
0.516
0.333
0.151
0.556
0.331
0.113
0.530
0.321
0.150
0.534
0.320
0.146
10
W. Oak
O1K1
1
1
0.526
0.311
0.264
0.436
0.314
0.250
0.453
0.314
0.234
0.454
0.312
0.234
0.418
0.313
0.269
0.535
0.311
0.254
11
W. Oak
O2K1
1
2
0.505
0.316
0.278
0.419
0.313
0.268
0.5
0.306
0.194
0.498
0.303
0.199
0.374
0.321
0.304
0.516
0.314
0.271
12
W. Oak
O3K1
1
3
0.517
0.31
0.274
0.439
0.312
0.249
0.446
0.314
0.239
0.453
0.314
0.234
0.422
0.313
0.265
0.534
0.310
0.256
13
W. Oak
O1K2
2
1
0.549
0.334
0.117
0.511
0.347
0.142
0.546
0.342
0.112
0.525
0.345
0.13
0.500
0.341
0.159
0.514
0.338
0.148
14
W. Oak
O2K2
2
2
0.515
0.342
0.143
0.488
0.346
0.166
0.525
0.344
0.131
0.512
0.345
0.143
0.512
0.345
0.143
0.501
0.341
0.157
15
W. Oak
O3K2
2
3
0.449
0.331
0.219
0.441
0.329
0.23
0.473
0.326
0.201
0.462
0.335
0.203
0.378
0.342
0.281
0.382
0.335
0.283
16
W. Oak
O1K3
3
1
0.526
0.342
0.132
0.519
0.341
0.14
0.504
0.341
0.155
0.512
0.344
0.144
0.517
0.331
0.151
0.529
0.327
0.144
17
W. Oak
O2K3
3
2
0.486
0.337
0.177
0.481
0.339
0.179
0.466
0.336
0.198
0.493
0.341
0.166
0.468
0.334
0.198
0.483
0.335
0.182
18
W. Oak
O3K3
3
3
0.405
0.336
0.259
0.391
0.338
0.272
0.387
0.387
0.276
0.442
0.34
0.218
0.400
0.330
0.270
0.379
0.329
0.292
19
Pasang
P1K1
1
1
0.486
0.286
0.228
0.249
0.282
0.241
0.485
0.283
0.231
0.472
0.284
0.244
0.453
0.287
0.26
0.463
0.289
0.248
20
Pasang
P2K1
1
2
0.565
0.294
0.241
0.471
0.276
0.253
0.527
0.273
0.200
0.480
0.286
0.235
0.426
0.295
0.279
0.554
0.290
0.256
21
Pasang
P3K1
1
3
0.493
0.279
0.228
0.478
0.276
0.245
0.470
0.284
0.246
0.470
0.284
0.247
0.439
0.288
0.273
0.438
0.291
0.271
22
Pasang
P1K2
2
1
0.567
0.318
0.115
0.538
0.292
0.169
0.548
0.291
0.161
0.499
0.314
0.188
0.503
0.308
0.189
0.492
0.310
0.198
23
Pasang
P2K2
2
2
0.523
0.322
0.155
0.498
0.305
0.196
0.498
0.316
0.186
0.495
0.312
0.193
0.476
0.311
0.213
0.462
0.314
0.224
24
Pasang
P3K2
2
3
0.469
0.317
0.214
0.47
0.289
0.241
0.485
0.304
0.211
0.480
0.303
0.217
0.495
0.317
0.188
0.412
0.312
0.276
25
Pasang
P1K3
3
1
0.525
0.315
0.16
0.506
0.311
0.183
0.491
0.310
0.310
0.497
0.314
0.189
0.454
0.314
0.232
0.481
0.311
0.208
57
Lampiran 2. Lanjutan. No
26
Nama
Pasang
Kode kayu
P2K3
konsentrasi
3
rata-rata
2
kontrol
2 jam
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
R
G
B
0.465
0.314
0.221
0.42
0.305
0.275
0.427
0.31
0.263
0.455
0.308
0.237
0.423
0.303
0.273
0.415
0.311
0.275
27
Pasang
P3K3
3
3
0.547
0.319
0.134
0.525
0.304
0.172
0.523
0.305
0.172
0.523
0.302
0.175
0.464
0.335
0.335
0.512
0.301
0.188
28
Mahoni
M1K1
1
1
0.593
0.292
0.215
0.498
0.281
0.221
0.513
0.276
0.212
0.511
0.275
0.214
0.474
0.279
0.246
0.577
0.283
0.24
29
Mahoni
M2K1
1
2
0.390
0.314
0.295
0.452
0.282
0.266
0.557
0.259
0.184
0.546
0.261
0.193
0.450
0.272
0.278
0.472
0.28
0.248
30
Mahoni
M3K1
1
3
0.538
0.302
0.26
0.46
0.284
0.256
0.584
0.254
0.162
0.531
0.265
0.204
0.459
0.268
0.273
0.572
0.277
0.252
31
Mahoni
M1K2
2
1
0.523
0.325
0.152
0.523
0.306
0.171
0.545
0.295
0.159
0.509
0.304
0.187
0.490
0.304
0.205
0.474
0.302
0.224
32
Mahoni
M2K2
2
2
0.524
0.323
0.153
0.568
0.276
0.156
0.567
0.268
0.165
0.513
0.289
0.198
0.480
0.288
0.232
0.464
0.300
0.236
33
Mahoni
M3K2
2
3
0.520
0.316
0.164
0.554
0.268
0.179
0.521
0.305
0.174
0.522
0.301
0.176
0.485
0.290
0.225
0.474
0.306
0.221
34
Mahoni
M1K3
3
1
0.496
0.313
0.191
0.494
0.292
0.214
0.511
0.289
0.200
0.498
0.285
0.217
0.435
0.296
0.27
0.441
0.301
0.258
35
Mahoni
M2K3
3
2
0.563
0.327
0.109
0.546
0.309
0.145
0.549
0.311
0.140
0.557
0.291
0.152
0.536
0.285
0.179
0.531
0.291
0.178
36
Mahoni
M3K3
3
3
0.530
0.318
0.152
0.519
0.315
0.166
0.506
0.314
0.18
0.534
0.305
0.161
0.49
0.305
0.205
0.485
0.312
0.204
37
Nangka
N1K1
1
1
0.580
0.328
0.191
0.513
0.319
0.168
0.521
0.300
0.179
0.498
0.297
0.205
0.463
0.296
0.241
0.561
0.294
0.245
38
Nangka
N2K1
1
2
0.557
0.332
0.211
0.513
0.325
0.162
0.503
0.306
0.191
0.491
0.301
0.209
0.453
0.299
0.247
0.548
0.297
0.255
39
Nangka
N3K1
1
3
0.394
0.353
0.254
0.490
0.335
0.176
0.538
0.299
0.163
0.529
0.295
0.176
0.418
0.308
0.275
0.456
0.293
0.252
40
Nangka
N1K2
2
1
0.536
0.365
0.099
0.562
0.355
0.084
0.573
0.314
0.114
0.52
0.324
0.156
0.494
0.323
0.184
0.485
0.313
0.203
41
Nangka
N2K2
2
2
0.575
0.358
0.067
0.59
0.348
0.061
0.58
0.319
0.101
0.544
0.333
0.123
0.536
0.334
0.130
0.527
0.328
0.145
42
Nangka
N3K2
2
3
0.474
0.354
0.173
0.516
0.333
0.151
0.492
0.336
0.171
0.474
0.332
0.194
0.413
0.328
0.258
0.398
0.323
0.279
43
Nangka
N1K3
3
1
0.479
0.356
0.165
0.502
0.363
0.135
0.45
0.335
0.215
0.486
0.338
0.177
0.416
0.323
0.260
0.393
0.327
0.280
44
Nangka
N2K3
3
2
0.571
0.348
0.081
0.568
0.345
0.087
0.545
0.335
0.12
0.544
0.332
0.124
0.525
0.317
0.158
0.503
0.323
0.173
45
Nangka
N3K3
3
3
0.541
0.354
0.105
0.533
0.348
0.120
0.515
0.331
0.154
0.524
0.331
0.145
0.481
0.324
0.196
0.472
0.327
0.201
58