1
POTENSI FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA TERHADAP KAYU NANGKA, ANGSANA, DAN PETAI DARI SERANGAN RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren
DINDA NURMAWAN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
RINGKASAN Dinda Nurmawan. E24062361. Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Dibimbing oleh Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana, S.Hut., M.Si Penggunaan kayu bagi sebagian besar masyarakat masih sangat umum digunakan sebagai bahan bangunan dan industri. Namun, saat ini pemanfaatan kayu selain untuk bangunan dan industri digunakan pula sebagai Wood Solid Packaging. Kebutuhan kayu yang semakin tinggi tersebut tidak diimbangi dengan pasokan kayu yang berasal dari hutan alam yang semakin berkurang. Hal tersebut membuat peluang besar bagi potensi pengembangan kayu rakyat yang umumnya ditanami jenis kayu fast growing species dan kayu buah-buahan untuk memenuhi bahan baku industri. Kayu rakyat tersebut sebagian besar memiliki tingkat kekuatan dan keawetan kayu yang rendah sehingga perlu dilakukan suatu metode pengawetan yang aplikatif yaitu fumigasi. Fumigsi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan pengendalian hama yang berlaku secara internasional untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM#15. Penggunaan fumigasi biasanya menggunakan bahan kimia metil bromida sebagai fumigan. Namun, efek dari bahan fumigan ini yaitu dapat merusak lapisan ozon sehingga penggunaannya sangat dibatasi. Alternatif bahan lain pengganti dari metil bromida adalah amonia. Penelitian ini menggunakan kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Petai (Parkia speciosa). Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh fumigasi dengan bahan aktif amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren kepada tiga jenis kayu berkeawetan rendah yaitu Nangka, Angsana, dan Petai. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kayu nangka memiliki nilai mortalitas terendah dengan menggunakan volume amonia 2 liter dengan jarak lubang satu, tiga, dan lima cm yaitu sebesar 60%, 41,67%, dan 40%. Pada kayu angsana nilai mortalitas terendah menggunakan volume amonia sebesar 2 liter dengan jarak lubang satu, tiga, dan lima cm yaitu sebesar 91,67%, 56,67%, dan 36,67%. Nilai mortalitas kayu petai pada umumnya sama dengan kayu nangka dan angsana yaitu menggunakan volume amonia 2 liter menghasilkan nilai mortalitas terendah pada jarak lubang satu, tiga, dan lima cm yaitu sebesar 88,33%, 76,67%, dan 85%. Nilai mortalitas hasil pengujian bernilai 100 % dengan menggunakan volume amonia sebesar enam, delapan, dan sepuluh liter pada setiap jenis kayu dan jarak lubang. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar volume amonia yang digunakan nilai mortalitasnya pun semakin tinggi. Penggunaan volume amonia yang semakin besar akan menyebabkan ruang fumigasi lebih cepat menjadi jenuh serta uapnya akan berpenetrasi lebih baik ke dalam kayu. Hal tersebut dapat meningkatkan tingkat kematian rayap tanah yang berada dalam kayu. Volume amonia yang paling efektif pada pengujian ini adalah dengan menggunakan volume 6 liter selama 4 hari dalam ruang fumigasi berukuran (2 x 1 x 1) m3, karena mampu berpenetrasi ke dalam jarak lubang sedalam lima cm dan mematikan seluruh rayap.
Kata Kunci : keawetan kayu, fumigasi, rayap tanah, mortalitas
1
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren” adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Maret 2011
Dinda Nurmawan NIM E24062361
1
POTENSI FUMIGASI BERBAHAN AKTIF AMONIA TERHADAP KAYU NANGKA, ANGSANA, DAN PETAI DARI SERANGAN RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren
DINDA NURMAWAN E24062361
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
1
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
Nama Mahasiswa
: Dinda Nurmawan
Nomor Pokok
: E24062361
Program Studi
: Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing,
Ketua
Anggota
Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si NIP. 19740422 200501 2 001
Arinana, S.Hut, M.Si NIP. 19740101 200604 2 014
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP : 19660212 199103 1 002 Tanggal lulus :
1
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ini yang berjudul ”Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren”. Karya ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Potensi besar kayu rakyat untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan pada umumnya merupakan jenis-jenis kayu fast growing species dan kayu buahbuahan. Saat ini kayu-kayu tersebut selain untuk menunjang industri perkayuan juga digunakan sebagai Solid Wood Packaging) dan penggunannya pun sangat tinggi. Di sisi lain kayu jenis ini memiliki sifat keawetan alami yang rendah terhadap serangan rayap. Rayap tanah merupakan salah satu faktor perusak kayu utama yang menyerang kayu tersebut. Untuk menjaga agar kayu tersebut tidak mudah diserang oleh faktor perusak kayu, maka diperlukan suatu metode yang dapat mematikan faktor perusak kayu sekaligus menjaga kayu agar tidak mudah diserang kembali oleh faktor perusak kayu tersebut. Salah satu metode tersebut adalah dengan menggunakan teknik fumigasi. Teknik ini dapat langsung mematikan faktor perusak kayu dalam hal ini rayap tanah karena mengandung uap yang bersifat toksik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari teknik fumigasi amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini.
Bogor , Maret 2011
Penulis
1
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Dinda Nurmawan, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dalam keluarga pasangan S Dermawan dan Oche Filmawati. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Kosgoro Bogor dan sempat kuliah di Akademi Kimia Analisis Bogor selama satu tahun. Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menempuh Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan, yaitu Kepala Divisi Teknologi Peningkatan Mutu Kayu HIMASILTAN IPB tahun 2008-2009, serta berbagai kepanitiaan kegiatan FOREST dan FORTEKS serta menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Pengeringan Kayu tahun 2010 yang diasuh oleh Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis mendapat kesempatan melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Paparti Pertama, Sukabumi, Jawa Barat. Penulis pernah melaksanakan PKM-K yang dibiayai DIKTI dengan judul penelitian “Agroforestri Tanaman Sengon Laut pada Lahan Tanaman Pangan” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, di bawah bimbingan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si dan Arinana, S.Hut., M.Si.
1
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul ”Potensi Fumigasi Berbahan Aktif Amonia terhadap Kayu Nangka, Angsana, dan Petai dari Serangan Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1. Ayah, Ibu, kakak, dan adikku tercinta atas segala dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 2. Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si dan Ibu Arinana, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Iin Ichwandi, MSc F. Trop., Bapak Ir. Siswoyo, M.S., dan Ibu Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.S. selaku dosen penguji. 4. Mbak Esti, Mbak Lastri, dan Pak Kadiman selaku laboran di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor. 5. Ibu Siti Fatimah dan Bapak Anhari selaku laboran di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSDHB-IPB). 6. Seluruh dosen, staff dan laboran Departemen Hasil Hutan yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis. 7. Anindita Kusumaningrum atas kasih sayang serta saran yang selalu menemani penulis selama mengerjakan karya ini. 8. Teman-teman satu bimbingan : Ammar, Mukhlas, Jayus, Pepy, dan Yoki. Terimakasih atas segala bantuan, kebersamaan dan nasehat-nasehatnya kepada penulis selama menjalani penelitian dan penyusunan skripsi. 9. Teman-teman program studi hasil hutan angkatan 40, 41, 42, 43, terutama Galang, Rama, Mey, Anjar, Ari, Zulhijah, Dian Mutmainnah, Yennova Sari dan semua mahasiswa THH yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas
1
dukungan, semangat dan kerjasamanya selama menempuh kuliah di Fakultas Kehutanan IPB. 10. Agung Gunawan, Suryo Arimurti, Teguh Pradityo, Candra, Adnan, Tubagus LM, Ahmad Jamhari, Rakhmat Muslim, Rakhmat Hidayat, Ka Salim, Ka Ejeng, Ka Dameng, Ka Gita M Adly dan Arifin teman satu perjuangan selama di Kost Putra Domino dan Sawah. Terima kasih atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini, dengan segala pahit manisnya persahabatan yang kita alami. 11. Noel Gallagher, Liam Gallagher, Gem archer, Andy Bell, Alan White yang telah memberikan inspirasi dan motivasi melalui karya lagunya. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2011
Penulis
1
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2 1.3 Manfaat .................................................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Alami ....................................................................................... 3 2.2 Fumigasi .................................................................................................... 5 2.3 Amonia ...................................................................................................... 6 2.4 Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus) ............................................... 7 2.5 Jenis Kayu yang Digunakan ..................................................................... 8 2.5.1 Nangka (Artocarpus heterophyllus) ................................................ 8 2.5.2 Angsana (Pterocarpus indicus) ....................................................... 10 2.5.3 Petai (Parkia speciosa) ................................................................... 11 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 13 3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 13 3.3 Pengujian Keawetan Alami Kayu Skala Laboratorium ............................ 13 3.4 Pengujian Metode Fumigasi...................................................................... 15 3.4.1 Persiapan Contoh Uji Kayu.............................................................. 15 3.4.2 Aplikasi Fumigasi ............................................................................ 16 3.5 Analisis Data ............................................................................................. 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami ........................................................................................ 19 4.2 Metode Fumigasi....................................................................................... 20 4.2.1 Pengaruh Jenis Kayu terhadap Mortalitas Rayap Tanah ................. 20 4.2.2 Pengaruh Volume Amonia terhadap Mortalitas Rayap Tanah ........ 23
1
4.2.3 Pengaruh Jarak Lubang terhadap Mortalitas Rayap Tanah.............. 24 4.3 Interaksi .................................................................................................... 25 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 26 5.2 Saran.......................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27 LAMPIRAN ........................................................................................................ 30
1
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat Kabupaten Bogor ...... 2
4
Tingkat ketahanan kayu ................................................................................ 15
1
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
C. curvignathus kasta prajurit .....................................................................
7
2.
C. curvignathus kasta pekerja ......................................................................
8
3.
C. curvignathus kasta reproduktif ................................................................
8
4.
Uji keawetan alami skala laboratorium ........................................................ 14
5.
Pembuatan sampel uji fumigasi ................................................................... 16
6.
Ruang fumigasi ............................................................................................ 17
7.
Persentase penurunan berat kayu nangka, angsana, dan petai pada uji keawetan alami ............................................................................................. 19
8.
Mortalitas rayap C. curvignathus pada uji laboratorium ............................. 20
9.
Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu nangka ....... 21
10. Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu angsana ...... 21 11. Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu petai ........... 22 12. Rayap tanah yang menempel pada lakban ................................................... 22 13. Mortalitas rayap dengan perbedaan volume ................................................ 23 14. Persentase mortalitas rayap terhadap jarak lubang ...................................... 24
1
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Hasil Pengujian Keawetan Alami Skala Laboratorium .............................. 31 2. Hasil Pengujian Fumigasi Amonia ............................................................. 32 3. Analisis Data ................................................................................................ 35
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan untuk bahan baku industri pada saat ini cenderung semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam dirasakan tidak mencukupi, sehingga memberikan peluang yang besar bagi pengembangan kayu rakyat. Menurut Surjokusumo (2005) potensi besar bahan baku yang dimiliki oleh kayu rakyat pada umumnya merupakan jenis-jenis kayu fast growing species dan kayu buah-buahan. Kayu-kayu tipe jenis ini memiliki masa tebang yang pendek sehingga memiliki keuntungan tersendiri terhadap industri pengolahan kayu yaitu jumlahnya yang berpotensi menutupi kebutuhan bahan baku industri kayu. Selain itu, perkembangan industri dalam berbagai bidang telah maju dengan pesat. Hal ini ditandai dengan banyak kegiatan ekspor produk ke berbagai negara. Ekspor produk membutuhkan Solid Wood Packaging sebagai kemasannya. Oleh karena itu kayu rakyat yang digunakan saat ini selain untuk menunjang industri perkayuan juga digunakan sebagai Solid Wood Packaging. Penggunaan Solid Wood Packaging di Indonesia untuk keperluan perdagangan domestik atau internasional saat ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena produk barang yang di ekspor dan impor kebanyakan dikemas menggunakan kemasan yang berbahan kayu. Di sisi lain kayu yang biasa digunakan sebagai kemasan kayu ini memiliki sifat keawetan yang rendah sehingga mudah untuk diserang oleh faktor perusak kayu terutama oleh rayap, namun serangan rayap dapat dibasmi dengan tindakan pengawetan kayu, salah satunya yaitu dengan menggunakan teknik fumigasi (Surjokusumo 2005). Fumigasi adalah eradikasi hama dengan menggunakan gas fumigan dalam kondisi ruangan yang kedap udara. Teknik fumigasi merupakan salah satu perlakuan yang dipersyaratkan pada ISPM-15 (International Standard for Phytosanitary Measure). Teknik fumigasi ini memiliki tingkat keefektifan tinggi dalam mengatasi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) karena pada teknik fumigasi ini menggunakan bahan kimia sebagai fumigannya (Priyono 2005). Bahan kimia yang biasa digunakan pada fumigasi ini adalah metil bromide
21
(CH3Br). Fumigan ini memiliki kelebihan yaitu penetrasi sangat baik, waktu fumigasi singkat, daya racun tinggi, dan tidak berbau. Di sisi lain penggunaan metil bromide saat ini semakin dibatasi karena efeknya yang dapat menimbukan kerusakan lapisan ozon. Penggunaan metil bromide telah dilarang untuk perlakuan-perlakuan eradikasi hama di luar kepentingan karantina dan praperkapalan (Arinana et al. 2008). Perlakuan eradikasi hama pada gudang-gudang pangan, komoditas pertanian lain, gudang benih, perlakuan tanah, dan lain-lain harus menggunakan bahan-bahan yang tidak bersifat merusak ozon. Fumigan yang potensial tersebut salah satunya adalah amonia. Namun demikian informasi efikasi penggunaan amonia terhadap serangga perusak kayu yang hidup di dalam kayu dalam hal ini terkait dengan kemampuan penetrasi ke dalam pori-pori kayu masih terbatas. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk memperkuat rekomendasi penggunaan amonia untuk perlakuan eradikasi serangga perusak kayu. Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai pengujian fumigasi amonia terhadap kayu berkeawetan rendah. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fumigasi dengan bahan aktif amonia terhadap persentase mortalitas rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren kepada tiga jenis kayu yaitu Nangka, Angsana, dan Petai. 1.3 Manfaat Memberikan informasi kepada industri menengah ke bawah dan masyarakat pada umumnya tentang metode pengawetan yang aplikatif untuk meningkatkan kualitas kayu rakyat.
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keawetan Alami Menurut Martawijaya (2000) dalam Barly (2007) keawetan merupakan salah satu sifat dasar kayu yang penting. Nilai suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh
keawetannya,
karena
bagaimanapun
kuatnya
suatu
jenis
kayu,
penggunaannya akan kurang berarti jika keawetannya rendah. Selain bergantung kepada jenis kayunya, keawetan kayu bergantung kepada jenis organisme perusak kayu yang menyerangnya. Sesuatu yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap suatu organisme, belum tentu tahan terhadap organisme lain. Di samping itu, sebagian besar kayu tidak tahan terhadap suhu udara yang berubah-ubah, kelembaban, dan air. Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Di hutan Indonesia ada sekitar 4.000 jenis kayu, namun dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya dan baru 120 jenis yang sudah diperdagangkan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa dari jumlah 3233 yang dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hasil Hutan, 80 – 85% termasuk kelas awet III, IV, dan V (Martawijaya 1981 dalam Barly dan Martawijaya 2000). Keawetan alami dapat diperbaiki dengan pengawetan sehingga umurnya dapat meningkat beberapa kali lipat. Untuk kayu perumahan minimal dapat mencapai 20 tahun dengan catatan persyaratan standar yang ditentukan terpenuhi (Abdurrohim 2007). Pada tiap tahap pengolahan sampai pemakaian, kayu dihadapkan pada beragam jenis organisme perusak kayu yang siap mengancam, seperti bakteri, jamur, rayap kayu kering, rayap tanah, bubuk kayu kering, dan binatang penggerek kayu (Wilkinson 2005 dalam Barly 2007). Dalam keadaan basah kayu dapat diserang jamur, serangga bubuk kayu basah, dan rayap tanah jika disimpan terlalu lama. Dalam keadaan kering, kayu dapat diserang rayap kayu kering, rayap tanah, dan bubuk kayu kering. Kayu yang dipasang di laut dapat diserang binatang
41
laut penggerek kayu (marine borer). Perubahan yang terjadi tidak hanya menurunkan kualitas tetapi kuantitas juga karena ada yang benar-benar memakan habis kayu (Tarumingkeng 2001 dalam Barly 2007). Keterawetan kayu adalah kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu. Sifat keterawetan jenis kayu tertentu diteliti dengan proses pengawetan, bahan pengawet, dan kadar air kayu tertentu. Ini akibat keterawetan dipengaruhi oleh jenis kayu, kadar air kayu yang diawetkan, proses pengawetan, dan bahan pengawet yang digunakan (Abdurrohim dan Martawijaya 1996 dalam Abdurrohim 2007). Tabel 1 menampilkan kelas awet dan keterawetan kayu-kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor. Tabel 1 Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat dari Kabupaten Bogor No Jenis Kayu 1 Agathis (Agathis sp) 2 Akasia (Acacia auriculiformis) 3 Balsa (Ochroma bicolor) 4 Durian (Durio sp) 5 Gmelina (Gmelina arborea) 6 Jabon (Anthocephalus cadamba) 7 Jati (Tectona grandis) 8 Jengkol (Pithecelobium jiringa) 9 Jeunjing (Paraserianthes falcataria) 10 Kapuk (Ceiba petandra) 11 Karet (Hevea brassiliensis) 12 Kecapi (Sandoricum koetjape ) 13 Kelapa (Cocos nucifera) 14 Kemiri (Aleurites moluccana) 15 Kenari (Canarium sp) 16 Lamtoro (Leucaena leucocephala) 17 Leda (Eucalyptus deglupta) 18 Mahoni (Swietenia macrophylla) 19 Mangga (Mangifera indica) 20 Mangium (Acacia mangium) 21 Manii (Maesopsis eminii) 22 Menteng (Baccauera racemosa) 23 Mindi (Melia azedarach) 24 Nangka (Artocarpus heterophyllus) 25 Petai (Parkia speciosa) 26 Puspa (Schima wallichii) 27 Rambutan (Nephelium lappaceum) 28 Rasamala (Altingia excelsa) 29 Sentang (Azadirachta excelsa) 30 Sungkai (Peronema canescens) 31 Surian (Toona sureni) 32 Tusam (Pinus merkusii) Sumber: Wahyudi et al.2007
Kelas Awet IV III – IV V IV – V IV – V V II IV IV – V IV – V IV – V IV IV V III V IV III – IV IV III IV IV IV – V II IV IV – V II II – III IV III IV – V IV
Keterawetan Sedang sukar Mudah Sukar Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Mudah Mudah Mudah Sedang Sukar Sukar Sukar Sukar Sedang Mudah Sukar Sangat Sukar Mudah Mudah Sukar Sedang Sukar Mudah Sedang Mudah
15
2.2 Fumigasi Metode fumigasi adalah metode tradisional untuk menggelapkan dan memperkaya warna kayu. Pada awalnya proses fuming menggunakan amonia ini dikembangkan oleh Gustav Stickley (Rose 2007). Proses fuming ini merupakan salah satu proses finishing kayu yang bertujuan untuk memberikan warna dan merubah pigmen kayu akibat reaksi kimia antara tannin dan amonia. Namun metode ini selain digunakan untuk proses pewarnaan dapat juga digunakan untuk pengawetan kayu. Fumigasi adalah tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan fumigan ke dalam ruang yang kedap udara pada suhu dan tekanan tertentu (Priyono 2005). Fumigan yang digunakan dalam fumigasi merupakan pestisida yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk uap dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pada proses fumigasi ini fumigan akan menghasilkan uap yang akan berada di dalam ruangan kedap udara yang dipersiapkan. Uap fumigan tersebut akan masuk ke dalam rongga kayu sehingga kayu tersebut akan dipenuhi uap fumigan. Uap tersebut akan menjadi bahan untuk mencegah faktor perusak kayu untuk merusak kayu (Arinana et al. 2008). Teknik fumigasi ini
memiliki beberapa kelebihan yaitu efektif
mengendalikan hama pada seluruh stadia, bekerja dengan cepat, menekan kerusakan komoditi, mempunyai penetrasi yang baik, dan tidak meninggalkan residu (Priyono 2005). Secara teknis proses fumigasi dilakukan pada tangki atau suatu tempat yang terlapisi sehingga kedap terhadap udara. Contoh kayu yang akan difumigasi harus ditumpuk dengan rapi sehingga sirkulasi udara atau gas dapat berlangsung dengan baik (Dresdner 2005). Fumigasi merupakan cara yang umum digunakan untuk perlakuan eradikasi hama. Penggunaan teknik ini dikenal secara luas untuk keperluan eradikasi hama gudang, hama kayu, perlakuan pra perkapalan (preshipment) dan karantina. Pada saat ini, kepentingan perlakuan fumigasi untuk pengendalian hama kayu mengalami peningkatan yang cukup berarti seiring dengan ditetapkannya berbagai peraturan yang berlaku secara internasional. Sebagai contoh FAO-Interim Commision for Phytosanitary Measure (ICPM) telah mengesahkan suatu standar (International Standard for
16
Phytosanitary Measure/ISPM) untuk kemasan kayu atau lebih dikenal dengan ISPM # 15 (Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade) pada bulan Maret 2002. ISPM # 15 mengatur keseragaman penanganan kemasan kayu (harmonized regulation), dan menghindari timbulnya aturan yang unilateral sehingga menghambat proses perdagangan internasional, serta aspek merugikan penggunaan kemasan kayu khususnya terkait dengan penyebaran organisme hama (serangga perusak kayu) antar daerah atau negara (Nugroho 2005). 2.3 Amonia Amonia merupakan senyawa yang memiliki rumus kimia NH3 dan memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam air disebut pula Amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Amonia memiliki titik didih pada suhu (-33 °C) dan titik leleh (-77,7 °C), sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi (Anonim 2007). Amonia memiliki berat molekul 17,03, tekanan uap 400 mmHg (-45,4 °C), kelarutan dalam air 31 g/100 g (25 °C), berat jenis 0,682 (-33,4 °C), berat jenis uap 0,6, dan memilik suhu kritis 133 °C. Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2008). Amonia dapat diubah menjadi nitrit dan nitrat, oleh bakteri yang terdapat dalam tanah sehingga amonia bertindak sebagai penyubur tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk urea, sebagai bahan peledak, dan digunakan pula dalam bidang farmasi (Harwood et al. 2007). Reaktivitas amonia stabil pada suhu kamar, tetapi dapat meledak oleh panas akibat kebakaran dan larut dalam air. Amonia membutuhkan kehati-hatian dalam penanganan dan penyimpanannya. Dalam penyimpanannya amonia harus diletakkan pada tempat dingin, kering, berventilasi, dan jauh dari keramaian agar uapnya tidak terhirup oleh manusia. Hindarkan pula dari asam, oksidator, halida, etoksi, logam alkali dan kalium klorat.
17
2.4 Rayap Tanah (C. curvignatus) Kondisi iklim dan tanah termasuk banyaknya ragam jenis tumbuhan di Indonesia sangat mendukung kehidupan rayap. Oleh karena itu, lebih dari 80% daratan Indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis rayap (Nandika et al. 2003). Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Komunitas tersebut bertambah efisien dengan adanya spesialisasi (kasta) di mana masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda dalam kehidupannya. Menurut Nandika et al. (2003) terdapat tiga kasta dalam komunitas rayap ini yaitu kasta prajurit, pekerja, dan reproduktif. A. Kasta Prajurit Kasta prajurit (Gambar 1) dapat dengan mudah dikenali dari bentuk kepalanya yang besar dan mengalami penebalan serta berwarna coklat. Peranan kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar, khususnya semut dan vertebrata predator. Kasta ini menyerang musuhnya dengan mandible yang dapat mengiris dan menjepit.
Gambar 1 Kasta Prajurit (Nandika et al. 2003). B. Kasta Pekerja Kasta pekerja merupakan anggota yang sangat penting dalam koloni rayap. Tidak kurang dari 80-90% populasi dalam koloni rayap merupakan individuindividu kasta pekerja. Kasta pekerja (Gambar 2) umumnya berwarna pucat dengan kutikula hanya sedikit mengalami penebalan sehingga tampak menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta
18
pekerja mempunyai tugas yaitu memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya.
Gambar 2 Kasta Pekerja (Nandika et al. 2003). C. Kasta Reproduktif Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual; (ratu) yang tugasnya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina. Kasta ini memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan kasta yang lain hal ini dikarenakan tugas dari kasta reproduktif itu sendiri. Peningkatan tubuh ini terjadi melalui penggelembungan abdomen karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh. Pembesaran tubuh ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas.
Gambar 3 Kasta Ratu (Nandika et al. 2003).
2.5 Jenis Kayu yang Digunakan 2.5.1 Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nangka memiliki nama botani A. heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun (Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa),
19
anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan nama lainnya. Verheij dan Coronel (1992), mengklasifikasikan Nangka sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliophyta
Ordo
: Rosales
Famili
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Species
: Artocarpus heterophyllus
Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20 – 30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Daun tunggal, tersebar, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik hingga jorong (memanjang). Ukuran daun 5 – 25 cm x 3,5 – 12 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilangka, India, dan Eropa (Verheij dan Coronel 1992). Menurut Burgess (1989) dalam Isrianto (1997), Kayu nangka memiliki struktur anatomi antara lain porinya tersebar secara tata baur, 30 – 80% berpori soliter dan sisanya bergabung secara radial. Porinya berbentuk bulat sampai oval dengan jumlah pori sekitar 7 – 8 per mm2. Diameter tangensial rata-rata adalah 200 – 360 mikron dan tidak ada tilosis namun sering kali ada endapan (deposit). Jumlah parenkim kayu cukup sampai banyak dengan bentuk selubung sampai aliform dan kadang-kadang bergabung serta berisi resin berwarna terang sampai oranye. Jari-jari berukuran sedang sampai cukup lebar (50 – 150 mikron) dan jumlahnya antara 4 – 6 per mm2, heteroseluler, tidak ada silika. Kemudian sel serabut mempunyai dinding yang tipis sampai cukup tipis. Saluran radial terdapat pada jari-jari dan kadang terlihat titik-titik coklat pada bidang tangensial (Pandit dan Kurniawan 2008). Menurut Isrianto (1997), kayu Nangka memiliki berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55 dengan berat jenis rata-rata 0,61 sehingga masuk dalam kelas kuat II. Kayu yang masuk dalam kelas kuat II – III
1 10
baik digunakan untuk tujuan struktural. Kayu nangka dapat digunakan untuk pembuatan meubel, konstruksi bangunan pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas, dan alat musik. Heyne (1987), menjelaskan bahwa kayu nangka di Pulau Jawa banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung, dan bahan untuk meubeul. Kayu nangka mempunyai serat halus sampai agak kasar. Warna kayu nangka mengalami perubahan warna dari kuning muda pada waktu kayu gubal menjadi kuning sitrun pada kayu teras. Kandungan bagian teras Nangka termasuk besar, semakin besar persentase bagian teras maka kayu tersebut memiliki keawetan alami yang semakin baik (Isrianto 1997). 2.5.2 Angsana (Pterocarpus indicus) Angsana (Pterocarpus indicus Will) memiliki nama lain yaitu P. wallichii Wight & Arn; P zollingeri Miq.; P papuanus F. V. Mueller, P Vidalinus Rolfe. termasuk ke dalam famili Fabaceae (Papilionoideae). Penyebaran alami kayu angsana yaitu di Asia Tenggara – Pasifik, mulai Birma Selatan menuju Asia Tenggara sampai Filipina dan kepulauan Pasifik, dibudidayakan luas di daerah tropis. Sebaran pohon yang luas ditemukan di hutan primer dan beberapa hutan sekunder dataran rendah, umumnya di sepanjang sungai pasang surut dan pantai berbatu (Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan 2002). Pohon Angsana memiliki tinggi 10 – 45 m dengan panjang batang bebas cabang 2 – 16 m, dan diameter batang dapat mencapai 150 cm. Pohon ini merupakan pohon jenis pionir yang tumbuh baik di daerah terbuka. Tumbuh pada berbagai macam tipe tanah kecuali pada tanah liat yang berat. Biasanya ditemukan sampai ketinggian 800 m dpl, namun masih bertahan hidup sampai 1.300 m dpl. Angsana sering menjadi tanaman hias di taman dan sepanjang jalan. Populasinya berkurang
akibat
eksploitasi
berlebihan,
kadangkala
penebangan
liar
menyebabkan hilangnya habitat (Martawijaya et al. 2005). Kayu teras pada pohon angsana sangat bervariasi dari kuning jerami, coklat karat muda sampai coklat kerat tua, merah muda, salem, dan merah darah. Kayu gubal pohon angsana berwarna putih, jerami muda, kuning, atau coklat muda. Tekstur kayu agak halus sampai kasar. Pori-pori pada kayu ini berbentuk bundar dan hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar namun sebagian kecil berpasangan dan bergabung 2 – 4 dalam arah radial dengan diameter yang
1 11
sangat bervariasi yaitu dalam lingkar tumbuh 200 – 300 mikron dan di luar lingkar tumbuh 50 – 200 mikron. Sel parenkim termasuk tipe paratrakeal, di samping itu terdapat, parenkim apotrakeal berbentuk pita-pita memanjang yang berkumpul pada akhir lingkaran tumbuh. Jari-jari pada kayu angsana ± 50 mikron dan sangat rendah seta membentuk susunan yang bertingkat. Panjang seratnya sebesar 1.327 mikron dengan diameter 24 mikron dan tebal dinding 3,6 mikron serta diameter lumen sebesar 16,8 mikron (Martawijaya et al.2005). Semua jenis Pterocarpus menghasilkan kayu bernilai tinggi. Menurut Heyne (1987) bahwa kayu Angsana termasuk kayu agak keras yang memiliki kelas awet I/II, kelas kuat I/III dan BJ antara 0,4 – 0,9 sehingga dapat digunakan untuk mebel halus, ukiran, kayu lapis, meja, badan kapal, lantai, lemari dan alat musik. Selain itu getah Angsana dapat digunakan sebagai cat ayaman dan cat kayu. Soerianegara dan Lemmens (1994) mengatakan bahwa kayu pohon Angsana mengandung selulosa sebanyak 49%, 24% lignin, 11% pentosan, dan 0,3% silika sehingga kayu Angsana dapat digunakan sebagai bahan baku pulp. Angsana
merupakan
jenis
pengikat
nitrogen.
Pohon
Angsana
ini
direkomendasikan sebagai salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam sistem agroforestri, yang dapat digunakan sebagai penaung kopi dan tanaman lain. Selain itu kulit batang Angsana ini berkhasiat sebagai obat sariawan, obat mencret dan obat bisul sedangankan daun Angsana dapat digunakan sebagai obat infeksi kulit akibat jamur (Heyne 1987). 2.5.3 Petai (Parkia speciosa) Petai (P. speciosa) adalah salah satu tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia, dan Semenanjung Thailand. Mempunyai nama lain P. timoriana (DC) Merr. Pohon petai dapat mencapai tinggi 50 meter dengan diameter 5 m serta permukaan kulit batang halus berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganda dua (bipinnate). Tanaman ini sering ditanam dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl namun tumbuh optimal pada ketinggian 500 – 1.000 m dpl (Abdurrohim et al. 2004). Perbanyakan P. speciosa biasanya dilakukan dengan mengecambahkan bijinya. Namun perbanyakan dengan cara stem batang dan okulasi juga dapat dilakukan. Pada teknik okulasi, penggunaan P. speciosa sebagai batang bawah
121
memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan P. speciosa. Pohon Petai berguna pula sebagai pohon pelindung pada perkebunanperkebunan kopi atau perkebunan tanaman hias, meskipun pertumbuhannya agak lambat. Selain itu, pohon dengan perakaran kuat dan dapat menyuburkan tanah ini juga cocok ditanam untuk memulihkan kembali lahan-lahan kritis, khususnya dalam pengembangan program hutan rakyat (Anonim 2010). Kayu petai mempunyai warna putih kekuning-kuningan pada kayu teras serta kayu gubal hampir berwarna putih sehingga sukar untuk dibedakan. Corak kayu polos dengan tekstur agak kasar, arah serat agak berpadu, mengkilap, dan memiliki tingkat kekerasan yang lunak. Selain itu kayu petai memiliki lingkar tumbuh agak keras, ditandai oleh adanya lapisan-lapisan kayu yang berbeda kepadatannya dan berbeda ketebalan dinding seratnya, memiliki pembuluh baur dengan komposisi 68% soliter lainnya berganda radial 2 – 3 sel dan beberapa bergerombol. Besarnya ukuran pembuluh tersebut adalah 246 ± 12 mikron dengan frekuensi 2 ± 1 per mm2, bidang perforasi sederhana, memiliki noktah antar pembuluh selang-seling dengan bentuk poligonal yang berukuran 9 – 12 mikron, noktah antar jari-jari serupa dengan noktah antar pembuluh dan tidak dijumpai tilosis dan endapan lain. Kayu petai juga memiliki parenkim selubung dengan bentuk sayap yang sebagian kecil konfluen dengan parenkim aksial 2 – 4 sel per utas. Jari-jari kayu petai homoseluler dengan lebar 1 – 3 seri panjangnya sampai 687 mikron, rata-rata 387 ± 48 mikron. Serat kayu memiliki noktah sederhana dengan panjang 1.455 ± 51 mikron dengan diameter 27,6 ± 1,8 mikron dan tebal dinding 3,3 ± mikron. Saluran interseluler dan silika tidak dijumpai (Abdurrohim et al. 2004). Menurut Oey Djoen Seng (1990) kayu petai memiliki berat jenis minimum sebesar 0,35 dan maksimum sebesar 0,53 dengan rata-rata sebesar 0,45 serta termasuk ke dalam kelas awet V dan kelas kuat III – V. Dilihat dari kelas awet dan kelas kuatnya maka kayu petai ini tidak cocok untuk kayu konstruksi dengan pembebanan yang besar. Kayu petai dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara, kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan beton, peti, krat, korek api, usungan, sumpit makan, pelampung jala, pulp, dan kertas serta kayu energi (Abdurrohim et al. 2004).
1
III.
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2010 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan dan Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu Nangka, Angsana, dan Petai yang diperoleh dari industri penggergajian kayu di daerah Cinangneng, Bogor. Proses fumigasi dilakukan dengan menggunakan larutan amonia dan rayap tanah C. curvignathus. Alat yang digunakan dalam persiapan bahan baku dan pembuatan contoh uji yaitu gergaji (circular saw) untuk memotong contoh uji menjadi dua bagian yang sama panjang serta membuat contoh uji yang ukurannya lebih kecil, kaliper untuk mengukur lebar dan tebal contoh uji, mesin bor untuk melubangi contoh uji, oven untuk mengeringkan contoh uji, desikator untuk menstabilkan kadar air contoh uji setelah proses pengeringan, amplas untuk meratakan permukaan contoh uji, kayu reng dan terpal plastik untuk membuat ruang fumigasi, lakban untuk merekatkan contoh uji, timbangan, dan peralatan pengaman (sarung tangan, dan masker) untuk keselamatan dalam melakukan penelitian. 3.3 Pengujian Keawetan Alami Kayu Skala Laboratorium Pengujian keawetan alami dilakukan dengan mengikuti standar American Society for Testing and Materials (ASTM) – D 3345-2008, yaitu perihal pengujian efikasi kayu dan bahan berselulosa terhadap serangan rayap tanah. Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 0,6) cm3, diambil dari kayu gubalnya saja, tanpa cacat dan sudah dihaluskan. Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103 ± 2) ºC hingga mencapai kadar air 12 – 18%. Banyaknya ulangan adalah 3 kali ulangan untuk masing-masing jenis kayu. Contoh uji diletakkan di bagian dasar dari botol uji, kemudian diisi dengan pasir steril sebanyak 200 g. Air destilata sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam
1 14
botol uji dan dibiarkan satu malam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol 220 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 200 ekor rayap kasta pekerja dan 20 ekor rayap kasta prajurit. Pada setiap botol, bagian mulut botol ditutup dengan alumunium foil dan diberi lubang kecil-kecil sebagai ruang agar udara dapat masuk (Gambar 4). Botol-botol uji disimpan pada ruangan yang gelap selama 4 minggu. Pengujian kontrol dilakukan dengan memasukkan pasir steril sebanyak 200 g ke dalam botol uji. Setelah itu sebanyak 20 ml air destilata dan 220 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 200 ekor rayap kasta pekerja dan 20 ekor rayap kasta prajurit dimasukkan ke dalam botol uji. Pengujian kontrol dilakukan selama 1 hari dan dilihat banyaknya rayap yang masih hidup. Apabila rayap tanah dapat bertahan hidup maka lingkungan tersebut dapat digunakan untuk pengujian uji keawetan alami kayu.
Gambar 4 Uji keawetan alami skala laboratorium Parameter yang diukur adalah : 1. Persentase penurunan berat contoh uji yang dihitung dengan persamaan berikut:
Dimana :
W1
=
Berat kering tanur contoh uji sebelum pengumpanan
W2
=
Berat kering tanur contoh uji setelah pengumpanan
Setelah diketahui nilai penurunan beratnya, data tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah yang terdapat dalam SNI 01.7207-2006 yang tertuang dalam Tabel 2.
1 15
Tabel 2 Tingkat ketahanan kayu No 1 2 3 4 5
Kelas Awet I II III IV V
Ketahanan
Penurunan Berat (%)
Sangat Tahan Tahan Sedang Buruk Sangat Buruk
< 3,52 3,52 – 7,50 7,50 – 10,96 10,96 – 18,94 18,94 – 31,89
SNI 01.7207-2006
2. Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus yang dihitung pada saat pembongkaran dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
N1 = Jumlah rayap total sebelum pengumpanan N2 = Jumlah rayap hidup setelah pengumpanan
3.4 Pengujian Metode Fumigasi 3.4.1 Persiapan Contoh Uji Kayu Contoh uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah berukuran (10 x 10 x 50) cm3 yang dipotong menjadi 2 bagian sama panjang. Untuk pengujian kemampuan penetrasi gas fumigan, pada salah satu sisi potongan kayu dibor dengan kedalaman 20 cm dan diameter lubang bor 0,5 cm dengan jarak dari permukaan atas adalah 1 cm, 3 cm, dan 5 cm. Jarak dari permukaan atas dalam penelitian ini sebagai perlakuan. Selanjutnya sebanyak 20 ekor rayap tanah C. curvignathus yang terdiri dari 18 ekor kasta pekerja dan 2 ekor kasta prajurit dimasukkan ke dalam lubang uji dan balok kayu disatukan lagi dengan menggunakan lem dan dilakban menggunakan isolasi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Teknik peletakan serangga uji pada kayu tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
161
Gambar 5 Pembuatan sampel uji fumigasi. 3.4.2 Aplikasi Fumigasi Contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam ruang pengujian fumigasi kedap udara berbentuk kotak bujur sangkar dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m (Gambar 6) yang terbuat dari rangka kayu yang ditutup rapat pada enam sisinya dengan plastik transparan. Larutan amonia disiapkan pada tempat khusus yang terpisah dengan contoh uji dan dimasukkan ke dalam ruang fumigasi setelah contoh uji kayu telah siap di dalamnya. Volume larutan amonia yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 ℓ. Kemudian dilakukan penutupan ruang fumigasi. Lama pemaparan dilakukan selama 4 hari. Untuk perlakuan kontrol, contoh uji kayu yang didalamnya telah dimasukkan rayap tanah C. curvignathus dengan jarak lubang dari permukaan 5 cm diletakkan di luar ruang pengujian sehingga tidak terpapar oleh gas fumigan.
171
Gambar 6 Ruang fumigasi. Parameter yang diukur adalah persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus yang dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana : N1 = Jumlah rayap total sebelum pemaparan N2 = Jumlah rayap hidup setelah pemaparan 3.5 Analisis Data Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 3 faktor, yaitu: faktor A (jenis kayu), faktor B (jarak lubang) dan faktor C (volume amonia) dengan masing-masing menggunakan 3 kali ulangan. Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih. Istilah faktorial lebih mengacu pada bagaimana perlakuanperlakuan yang akan diteliti disusun, tetapi tidak menyatakan bagaimana perlakuan-perlakuan tersebut ditempatkan pada unit-unit percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1 18
dimana : Yijkl µ αi βj γk (αβ)ij (αγ)ik (βγ)jk (αβγ)ijk εijkl
= Nilai pengamatan pada pengaruh utama jenis kayu taraf ke-i, jarak lubang taraf ke-j, volume amonia ke-k dan ulangan ke-l (l = 1,2,3) = Rataan umum = Pengaruh utama jenis kayu ke-i (i = 1, 2, 3) = Pengaruh utama jarak lubang ke-j (j = 1, 2, 3) = Pengaruh utama volume amonia ke-k (k = 1, 2, 3, 4, 5) = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan jarak lubang ke-j = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i dengan volume amonia ke-j = Interaksi pengaruh utama jarak lubang ke-i dengan volume amonia ke-j = Interaksi pengaruh utama jenis kayu ke-i, jarak lubang ke-j dan volume amonia ke-j = Pengaruh acak yang menyebar normal
Percobaan menggunakan model faktorial memiliki keuntungan yaitu mampu mendeteksi respon dari taraf masing-masing faktor (pengaruh utama) serta interaksi antar dua faktor (pengaruh sederhana). Dengan demikian, ada tidaknya pengaruh interaksi dapat dideteksi dari perilaku respon suatu faktor pada berbagai kondisi faktor yang lain. Jika respon suatu faktor berubah pola dari kondisi tertentu ke kondisi yang lain untuk faktor yang lain, maka kedua faktor dikatakan berinteraksi. Sedangkan jika pola respon dari suatu faktor tidak berubah pada berbagai kondisi faktor yang lain dikatakan kedua faktor tidak berinteraksi (Mattjik & Sumertajaya 2002).
1
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keawetan Alami Persentase kehilangan berat contoh uji kayu setelah diumpankan pada rayap tanah selama 4 minggu dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kayu nangka memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu angsana dan kayu petai. Hal tersebut nampak pada nilai kehilangan berat terbesar terdapat pada kayu Angsana yaitu sebesar 22,08% dan yang terkecil terdapat pada nangka sebesar 17,14%.
Gambar 7 Persentase penurunan berat kayu nangka, angsana, dan petai pada uji keawetan alami. Berdasarkan nilai persentase kehilangan berat, kayu nangka termasuk ke dalam kelas awet IV dengan ketahanan yang buruk, sedangkan kayu angsana dan petai termasuk ke dalam kelas awet V dengan ketahanan yang sangat buruk. Besar kecilnya nilai kehilangan berat pada kayu dapat terlihat dari intensitas serangan rayap tanah yang terjadi dan kondisi kayu saat terjadinya serangan. Serangan rayap dapat menentukan kelas keawetan kayu. Semakin tinggi intensitas serta banyaknya bagian kayu yang diserang oleh rayap maka semakin besar pula nilai persentase kehilangan berat yang terjadi dan kayu tersebut semakin tidak tahan terhadap serangan rayap. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Menurut Isrianto (1997) kayu nangka memiliki kelas awet II – III dan menurut Heyne (1987) kayu angsana memiliki kelas awet I – II. Terjadi perbedaan
1 20
nilai keawetan alami kayu hasil pengujian dengan literatur. Pada pengujian kayu nangka dan angsana nilai keawetan alaminya lebih rendah dibandingkan dengan literatur. Hal ini diduga karena perbedaan kondisi contoh uji terutama dalam hal umur contoh uji sehingga kadar ekstraktifnya pun berbeda. Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya. Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Dilihat dari nilai mortalitas rayapnya kayu nangka memiliki nilai mortalitas terbesar yaitu 100% sedangkan kayu angsana dan kayu petai sebesar 92,73% dan 88,79%. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Persentase mortalitas rayap C. curvignathus pada uji laboratorium. Nilai persentase mortalitas pada ketiga jenis kayu ini tergolong tinggi. Namun, berdasarkan data kontrol diperoleh nilai persentase mortalitas adalah sebesar 0%. Hal ini mengindikasikan bahwa prosedur pengujian telah dilaksanakan dengan benar. Tingginya nilai persentase mortalitas ini lebih disebabkan oleh keberagaman faktor-faktor lingkungan yang sulit untuk dikontrol. 4.2
Metode Fumigasi
4.2.1 Pengaruh Jenis Kayu terhadap Mortalitas Rayap Tanah Hasil pengujian persentase mortalitas rayap pada setiap jenis kayu dapat dilihat pada Gambar 9, 10, dan 11.
1 21
Gambar 9 Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu nangka. Kayu nangka menghasilkan nilai persentase mortalitas rayap terendah pada perlakuan volume amonia 2 liter dan jarak lubang 5 cm (40%), sedangkan mortalitas rayap tertinggi untuk adalah pada perlakuan volume amonia 6 – 10 liter untuk tiap jarak lubang (100%). Serupa dengan kayu nangka, kayu angsana menghasilkan nilai mortalitas rayap yang terendah pada perlakuan volume 2 liter dengan jarak 5 cm (36,76%) dan tertinggi pada perlakuan 6 – 10 liter untuk tiap jarak lubang (100%).
Gambar 10 Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu angsana. Kayu petai umumnya menunjukkan gejala yang sama dengan kayu nangka dan angsana yaitu nilai mortalitas rayap terkecil terdapat pada volume amonia 2 liter dan nilai mortalitas terbesar pada volume amonia enam, delapan, dan sepuluh liter. Namun, dilihat dari jarak lubangnya nilai mortalitas rayap terkecil ada pada jarak lubang 3 cm bukan pada jarak lubang 5 cm yaitu sebesar 76,67%. Persentase mortalitas rayap tanah pada kayu petai disajikan pada Gambar 11.
1 22
Gambar 11 Mortalitas rayap C. curvignathus metode fumigasi pada kayu petai. Tingginya nilai persentase mortalitas pada jarak lubang 5 cm dapat disebabkan karena pada perlakuan tersebut terdapat contoh uji yang tidak rata permukaan kayunya sehingga pada saat direkatkan kembali dengan lakban terdapat bagian yang tidak tertutup secara sempurna. Bagian ini dijadikan tempat berkumpul rayap. Namun, rayap tersebut menempel pada bagian dalam lakban dan mati. Hal ini menyebabkan nilai mortalitas tinggi (85%). Rayap yang menempel pada lakban disajikan pada Gambar 12.
Rayap
Gambar 12 Rayap tanah yang menempel pada lakban. Analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis kayu memberikan pengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Hal ini diduga karena tiap jenis kayu memiliki berat jenis yang berbeda. Nangka memiliki nilai berat jenis sekitar 0,61 (Abdurrohim et al. 2004), angsana sekitar 0,5 (Martawijaya et al. 2005), dan petai 0,35 – 0,53 (Oey Djoen Seng 1990). Semakin besar nilai berat jenis kayu maka nilai mortalitas akan semakin kecil. Berat jenis kayu berhubungan langsung
1 23
dengan porositas atau proporsi volume rongga kosong (Haygreen et al. 2003). Semakin besar nilai berat jenis kayu maka volume rongga semakin kecil, sehingga uap amonia akan semakin sulit untuk masuk jauh ke dalam kayu. Kematian rayap tanah C. curvignathus yang berada di dalam kayu menunjukkan bahwa uap amonia mampu masuk ke dalam kayu melalui pori-pori yang terdapat di dalam kayu. Rendahnya daya penetrasi uap amonia akibat persentase rongga yang kecil membuat rayap yang berada dalam kayu kurang terkena dampak uap amonia. Menurut Haygreen et al. (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan berbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena itu kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan gas ke dalam kayu. Karakteristik kayu tersebut dapat menyebabkan fumigan mampu menjangkau organisme sasaran sekalipun di dalam kayu. 4.2.2 Pengaruh Volume Amonia terhadap Mortalitas Rayap Tanah Semakin banyak volume amonia yang digunakan maka semakin banyak pula kadar amonia (uap) yang dihasilkan. Pada fumigasi menggunakan volume 2 liter terdapat rayap yang masih hidup sehingga tingkat mortalitas menunjukan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan volume amonia yang lebih besar. Pada Gambar 13 menunjukan bahwa pada volume amonia 6, 8, dan 10 liter memiliki tingkat mortalitas terbesar (100%).
Gambar 13 Mortalitas rayap dengan perbedaan volume. Analisis sidik ragam menunjukan bahwa volume amonia memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap tanah. Hal tersebut diduga karena
1 24
semakin besar volume amonia yang digunakan menyebabkan uap yang dihasilkan fumigan kadarnya lebih banyak pada ruang fumigasi yang kedap udara, sehingga penetrasi ke dalam kayu lebih baik. Kondisi uap amonia yang jenuh menyebabkan rayap C. curvignathus tidak dapat bertahan hidup lama. 4.2.3 Pengaruh Jarak Lubang terhadap Mortalitas Rayap Tanah Hasil pengujian pengaruh jarak lubang pada kayu menunjukkan bahwa semakin dalam jarak lubang yang digunakan maka akan cenderung menurunkan nilai mortalitas rayap. Hal tersebut terlihat pada Gambar 14. Jarak lubang 1 cm menghasilkan nilai mortalitas rayap tanah terbesar yaitu sebesar 94,78% dan jarak 5 cm menghasilkan nilai mortalitas terkecil yaitu sebesar 75,09%.
Gambar 14 Persentase mortalitas rayap terhadap jarak lubang. Proses kematian rayap dimulai dari rayap yang menghirup gas toksik sehingga merusak sistm syaraf rayap C. curvignathus sehingga rayap terpapar oleh uap tersebut dan akan mengalami masa eksitasi, yaitu bergerak cepat secara tidak beraturan, kemudian akan mengalami kelumpuhan (paralisis) dan akhirnya mengalami kematian (Tarumingkeng 1992 dalam Arinana et al. 2008). Analisis sidik ragam menunjukan bahwa jarak lubang memiliki nilai berbeda nyata terhadap mortalitas rayap. Perbedaan nilai mortalitas yang menurun seiring dengan semakin bertambahnya jarak lubang disebabkan karena kemampuan uap amonia untuk masuk ke bagian kayu yang lebih dalam akan semakin sulit. Apabila jaraknya lebih dekat maka penetrasi uap amonia akan
1 25
berjalan dengan mudah sehingga akan membunuh sasaran dalam hal ini adalah rayap C. curvignathus. Penambahan jarak lubang harus diikuti dengan penambahan volume amonia agar tercapai persentase mortalitas rayap yang maksimal (100%). 4.3 Interaksi Analisis sidik ragam menunjukan bahwa jenis kayu, volume amonia, dan jarak lubang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai mortalitas rayap. Selain pada tiap faktor, interaksi yang dihasilkan ketiga faktor tersebut memiliki nilai yang berbeda nyata sehingga perlu ada uji lanjut. Hasil uji Duncan menunjukan bahwa ketiga faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi. Setiap jenis kayu memiliki karakteristik masingmasing yang dapat dilihat dengan perbedaan struktur dan kerapatan. Oleh karena itu, setiap jenis kayu akan menghasilkan perlakuan fumigasi yang berbeda untuk mencapai nilai mortalitas 100%. Kayu Nangka, Angsana, dan Petai menunjukan hasil perlakuan fumigasi yang serupa. Nilai mortalitas 100% pada ketiga jenis kayu ini dicapai pada perlakuan fumigasi dengan volume 6 liter selama 4 hari dalam ruang fumigasi yang berukuran (2 x 1 x 1) m3.
1
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Mortalitas rayap C. curvignathus pada perlakuan fumigasi pada kayu Nangka, Angsana, dan Petai lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol. 2. Perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas rayap tanah. 3. Semakin tinggi kerapatan suatu kayu maka semakin kecil nilai mortalitas rayap. 4. Perlakuan fumigasi dengan bahan aktif amonia sebanyak 6 liter pada kayu Nangka, Angsana, dan Petai dapat mencapai nilai persentase mortalitas sebesar 100% pada kedalaman 5 cm dalam ruang fumigasi berukuran (2 x 1 x 1) m3.
5.2 SARAN Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai: 1. Efek residu fumigasi berbahan aktif amonia terhadap keawetan kayu. 2. Efek yang ditimbulkan dari fumigasi terhadap bagian tubuh rayap yang terserang serta perilakunya.
1
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2007. Selamat datang di Situs Indonesia. http://indonesianforest.com/frameset.php (diakses tanggal 31 Mei 2010).
Anonim. 2008. http://id.Wikipedia.org/wiki Amonia (diakses tanggal 10 Januari 2011). Anonim.
2010. Parkia speciosa http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?docsid=937 tanggal 5 Desember 2010).
Hassk. (diakses
Abdurrohim S. 2007. Keterawetan Kayu Kurang Dikenal. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor 25 Oktober 2007. Hal: 103 – 112. Abdurrohim S, Mandang YI, Sutisna U. 2004. Atlas Kayu Indonesia. Jilid III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Arinana, Rismayadi Y, Dewi M. 2008. Efikasi Fumigan Alumunium Phosphida terhadap Rayap Kayu Kering (Coptotermes cynocephalus) Isoptera: Kalotermitidae. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Palangkaraya 8 – 10 Agustus 2008. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 2008. Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and Other Cellulosic Material for Resistance to Termites. ASTM D 3345 – 08. Barly. 2007. Penyempurnaan Sifat Bahan Baku Kayu Bangunan dan Mebel. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor 25 Oktober 2007. Hal: 67 – 80. Barly, Martawijaya A. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu terhadap Impregnasi Dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol 18. Hal: 69 – 78. Direktorat Perbenihan Tanaman Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih. Bandung: Indonesia Forest Seed Project. Dresdner
M. 2005. http://www.woodworkersjournal.com/ezine/archive/40/qandacfm#2 (diakses tanggal 15 Desember 2010).
1 28
Harwood WS, Herring FG, Madura JD, Petrucci RH. 2007. General Chemistry Principles and Modern applications, ninth edition. Pearson Education International. Haygreen JG, Smulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science An Introduction. USA: The Lowa State University Press. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta: Penelitian dan Pengembangan Kehutanan departemen Kehutanan. Badan litbang Kehutanan Jakarta. Isrianto. 1997. Kajian Anatomi dan Kajian Fisik Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Martawijaya A, Iding K, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. IPB Press.Bogor. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press. Nugroho N. 2005. Peningkatan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Melalui Rekayasa Bahan Baku dan Aplikasi Pengeringan serta Pengawetan. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005. Oey DS. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Nomor : Cetakan 13 Soewarsono P.H., penerjemah; Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan; Terjemahan dari: Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance for Practical Use. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Priyono JA. 2005. Meningkatkan Mutu Kemasan Kayu Melalui Aplikasi Fumigasi. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005. Rose
J.
2007. Ammonia Fuming : Frequently Asked Question. http://www.servtech.com/html (diakses tanggal 15 Desember 2010).
1 29
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. SNI 01.7207-2006. Soerianegara, Lemmens RHMJ. 1994. Plant Resources of South-East Asia no 5 (1). Bogor: Prosea Foundation. Surjokusumo SM. 2005. Karakteristik Mutu Bahan Baku Kemasan di Indonesia. Laporan Seminar Nasional Peningkatan dan Pengawasan Mutu Kemasan Kayu Indonesia Dalam Rangka Penerapan ISPM#15. Jakarta 23 Juni 2005. Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Prosea : Plant Resources of South-East Asia 2 Edible Fruits and Nuts. Coronel [editor]. Bogor. Wahyudi I, Febrianto F, Karlinasari L, Suryana J, Nawawi DS, Nurhayati. 2007. Kajian Potensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan. Wistara IN, Rachmansyah R, Denes F, Young RA. 2002. Ketahanan 10 Jenis Kayu Tropis Plasma CF4 terhadap Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Jurnal Teknologi Hasil Hutan Volume XV No.2.
1
LAMPIRAN
31 Lampiran 1 Hasil Pengujian Keawetan Alami Skala Laboratorium A. Penurunan Berat Jenis Kayu
Nangka
Angsana
Petai
Sebelum Pengumpanan
Setelah Pengumpanan
Berat awal (g)
BKT (g)
Kadar Air (%)
BKT (gram)
1
2,244
1,923
16,693
2
2,485
2,119
3 Rata-rata
2,490
Penurunan Berat (%)
Kelas
1,596
17,005
IV
17,272
1,736
18,075
IV
2,147
15,976
1,796
16,348
IV
2,406
2,063
16,647
1,709
17,143
IV
1
1,786
1,549
15,300
1,220
21,240
V
2
2,441
2,072
17,809
1,630
21,332
V
3 Rata-rata
1,958
1,632
19,975
1,243
23,836
V
2,062
1,751
17,695
1,364
22,083
V
1
2,367
2,057
15,070
1,660
19,300
V
2
2,563
2,217
15,607
1,741
21,470
V
3 Rata-rata
2,727
2,350
16,043
1,883
19,872
V
2,552
2,208
15,573
1,761
20,229
V
Ulangan
B. Mortalitas Rayap Jenis Kayu
Nangka
Angsana
Petai
Ulangan
Jumlah Rayap Sebelum Pengumpanan Pekerja Prajurit Total
Jumlah Rayap Setelah Pengumpanan Pekerja Prajurit Total
Mortalitas (%)
1
200
20
220
0
0
0
100
2
200
20
220
0
0
0
100
3 Rata-rata
200
20
220
0
0
0
100
200
20
220
0
0
0
100
1
200
20
220
25
0
25
88,64
2
200
20
220
18
0
18
91,82
3 Rata-rata
200
20
220
5
0
5
97,73
200
20
220
16
0
16
92,73
1
200
20
220
0
0
0
100
2
200
20
220
55
4
59
73,18
3 Rata-rata
200
20
220
15
0
15
93,18
200
20
220
23,33
1,33
24,67
88,79
32 Lampiran 2 Hasil Pengujian Fumigasi Amonia Jenis Kayu
Volume Amonia Kontrol
Jarak Lubang 5 cm
1 cm
2 Liter
3 cm
5 cm
Nangka (Artocarpus heterophyllus)
1 cm
4 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
6 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
8 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
10 Liter
3 cm
5 cm
Ulangan 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
Jumlah Rayap Sebelum Pemaparan Prajurit Pekerja Total 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Jumlah Rayap Setelah Pemaparan Prajurit Pekerja Total 1 1 1 1 1 1 0 0,67 0 0 1 0,33 1 1 2 1,33 1 0 1 0,67 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 13 10 11,67 2 7 13 7,33 11 10 13 11,33 12 10 10 10,67 2 1 1 1,33 8 6 6 6,67 8 9 9 8,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 14 11 12,67 3 8 13 8,00 11 10 14 11,67 13 11 12 12,00 3 1 2 2 8 6 6 6,67 9 10 10 9,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mortalitas 35,00 30,00 45,00 36,67 85,00 60,00 35,00 60,00 45,00 50,00 30,00 41,67 35,00 45,00 40,00 40,00 85,00 95,00 90,00 90,00 60,00 70,00 70,00 66,67 55,00 50,00 50,00 51,67 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
33 Jenis Kayu
Volume Amonia Kontrol
Jarak Lubang 5 cm
1 cm
3 cm
5 cm 2 Liter
Angsana (Pterocarpus indicus)
1 cm
3 cm
5 cm 4 Liter 1 cm
3 cm
5 cm 6 Liter 1 cm
3 cm
5 cm 8 Liter 1 cm
3 cm
5 cm 10 Liter
Jenis
Volume
Jarak
Ulangan
Jumlah Rayap Sebelum Pemaparan Prajurit Pekerja Total
Jumlah Rayap Setelah Pemaparan Prajurit Pekerja Total
Mortalitas
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 13 14 14 1 1 3 1,67 7 10 9 8,67 11 12 15 12,67
16 14 16 15,33 1 1 3 1,67 7 10 9 8,67 11 12 15 12,67
20,00 30,00 20,00 23,33 95,00 95,00 85,00 91,67 65,00 50,00 55,00 56,67 45,00 40,00 25,00 36,67
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0,33 3 5 4 4 7 7 9 7,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0,33 3 5 4 4 7 7 9 7,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10000 100,00 95,00 98,33 85,00 75,00 80,00 80,00 65,00 65,00 55,00 61,67 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ulangan
Jumlah Rayap Sebelum
Jumlah Rayap Setelah
Mortalitas
34 Kayu
Amonia
Lubang
Kontrol
5 cm
1 cm
2 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
Petai (Parkia speciosa)
4 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
6 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
8 Liter
3 cm
5 cm
1 cm
10 Liter
3 cm
5 cm
Pemaparan Prajurit Pekerja Total
Pemaparan Prajurit Pekerja Total
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0
13 10 11 11,33 3 3 1 2,33 3 2 9
14 11 12 12,33 3 3 1 2,33 3 2 9
30,00 45,00 40,00 38,33 85,00 85,00 95,00 88,33 85,00 90,00 55,00
Rata-rata
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0 0 0 2 0,67 0 0 0 0 0 1 0 0,33 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4,67 2 1 4 2,33 2 1 1 1,33 2 2 3 2,33 2 4 4 3,33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4,67 2 1 6 3,00 2 1 1 1,33 2 3 3 2,67 3 5 5 4,33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
76,67 90,00 95,00 70,00 85,00 90,00 95,00 95,00 93,33 90,00 85,00 85,00 86,67 85,00 75,00 75,00 78,33 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
35 Lampiran 3 Analisis Data The SAS System
11:55 Sunday, December 1, 2002
3
The ANOVA Procedure Class Level Information Class
Levels
Values
ul
3
1 2 3
jenis
3
A1 N1 P1
jarak
3
J1 J3 J5
volume
6
V0 V10 V2 V4 V6 V8
Number of Observations Read Number of Observations Used The SAS System
162 162 11:55 Sunday, December 1, 2002 4
The ANOVA Procedure Dependent Variable: mortalitas Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
53
118061.8827
2227.5827
55.73
<.0001
Error
108
4316.6667
39.9691
Corrected Total
161
122378.5494
R-Square
Coeff Var
Root MSE
mortalitas Mean
0.964727
7.979607
6.322115
79.22840
Source
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr > F
jenis jarak volume jenis*jarak jenis*volume jarak*volume jenis*jarak*volume
2 2 5 4 10 10 20
2465.12346 2455.86420 99419.29012 678.39506 5977.46914 5114.50617 1951.23457
1232.56173 1227.93210 19883.85802 169.59877 597.74691 511.45062 97.56173
30.84 30.72 497.48 4.24 14.96 12.80 2.44
<.0001 <.0001 <.0001 0.0031 <.0001 <.0001 0.0018
The SAS System
11:55 Sunday, December 1, 2002 5
36
Level of jenis
Level of jarak
The ANOVA Procedure Level of ----------mortalitas--------volume N Mean Std Dev
A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 N1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1 P1
J1 J1 J1 J1 J1 J1 J3 J3 J3 J3 J3 J3 J5 J5 J5 J5 J5 J5 J1 J1 J1 J1 J1 J1 J3 J3 J3 J3 J3 J3 J5 J5 J5 J5 J5 J5 J1 J1 J1 J1 J1 J1 J3 J3 J3 J3 J3 J3 J5 J5 J5 J5 J5 J5
V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8 V0 V10 V2 V4 V6 V8
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
23.333333 100.000000 91.666667 98.333333 100.000000 100.000000 23.333333 100.000000 56.666667 80.000000 100.000000 100.000000 23.333333 100.000000 36.666667 61.666667 100.000000 100.000000 36.666667 100.000000 60.000000 90.000000 100.000000 100.000000 36.666667 100.000000 41.666667 66.666667 100.000000 100.000000 36.666667 100.000000 40.000000 51.666667 100.000000 100.000000 38.333333 100.000000 88.333333 93.333333 100.000000 100.000000 38.333333 100.000000 76.666667 86.666667 100.000000 100.000000 38.333333 100.000000 85.000000 78.333333 100.000000 100.000000
5.7735027 0.0000000 5.7735027 2.8867513 0.0000000 0.0000000 5.7735027 0.0000000 7.6376262 5.0000000 0.0000000 0.0000000 5.7735027 0.0000000 10.4083300 5.7735027 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 25.0000000 5.0000000 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 10.4083300 5.7735027 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 5.0000000 2.8867513 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 5.7735027 2.8867513 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 18.9296945 2.8867513 0.0000000 0.0000000 7.6376262 0.0000000 13.2287566 5.7735027 0.0000000 0.0000000