SIFAT ANTIRAYAP ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren
EVIE NIHAYAH
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Antirayap Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014
Evie Nihayah NIM E24090027
ABSTRAK EVIE NIHAYAH. Sifat Antirayap Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII. Mindi, M. azedarach, merupakan salah satu anggota famili Meliaceae yang diketahui memiliki sifat insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar zat ekstraktif daun mindi dan menguji aktivitas antirayap ekstrak terhadap rayap tanah C. curvignathus Holmgren, serta menganalisis senyawa kimia ekstrak secara kuantitatif dengan Pyr-GC-MS. Ekstraksi daun mindi menggunakan metode fraksinasi bertingkat dan didapat empat jenis fraksi yaitu fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat, dan residu. Setiap fraksi dibuat pada konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% untuk uji rayap. Hasil penelitian menunjukkan kadar ekstraktif daun mindi sebesar 10.53%. Fraksi etil eter memiliki aktivitas antirayap tertinggi berdasarkan mortalitas dan kehilangan berat. Pada konsentrasi 8% dan 10% fraksi etil eter menghasilkan mortalitas hingga 100% dengan kehilangan berat sebesar 5.37% dan 0.63%. Berdasarkan analisis pirolisis GC-MS, ekstrak daun terlarut etil eter mengandung lima senyawa dengan konsentrasi relatif tertinggi yaitu asam sinamat, asam benzoat, asam benzen propanoat, asam palmitat dan phytol. Kata kunci: antirayap, Coptotermes curvignathus, daun mindi, zat ekstraktif ABSTRACT EVIE NIHAYAH. Antitermite Properties of the Extractives Substances of Chinaberry Leaves (Melia azedarach Linn.) againts Subterranean Termites Coptotermes curvignathus Holmgren. Supervised by WASRIN SYAFII. Chinaberry, M. azedarach, is one of the species of Meliaceae family recognized having insecticide properties. The objective of this research was to determine extractive substances percentage of chinaberry, and to test the antitermite activities against subterranean termites C. curvignathus Holmgren, as well as to analyze chemical substances extract quantitatively through Pyr-GC-MS. The extraction of chinaberry leaves used multilevel fractionation method where in there are four types of fractions obtained, namely n-hexane, ethyl ether, ethyl acetate, and the residue. Each fraction was made at concentration of 2%, 4%, 6%, 8%, and 10% for the termites test. The result showed the percentage of chinaberry leaves extractives was 10.53%. Ethyl ether fraction had the highest termite activity at all concentrations based on mortality and weight loss. At concentration of 8% and 10%, ethyl ether fraction resulted in mortality of up to 100% with a weight loss of 0.63% and 5.37%. Based on the analysis of GC-MS pyrolysis, leaves extract which was soluble in ethyl ether contained five compounds with the highest concentration, namely cinnamic acid, benzoic acid, benzenepropanoic acid, palmitic acid, and phytol. Keywords: antitermite, chinaberry leaves, Coptotermes curvignathus, extractives substances
SIFAT ANTIRAYAP ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren
EVIE NIHAYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Sifat Antirayap Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren Nama : Evie Nihayah NIM : E24090027
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Wasrin Syafii, Magr Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil disusun dan diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai November 2013 ini berjudul Sifat Antirayap Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr atas bimbingan, kritik, saran, serta dukungannya dalam penyelesaian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan teknisi Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Rayap, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor atas izin dan bantuannya selama pelaksanaan penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada IPB yang telah memberikan beasiswa BBM, PPA dan KEB kepada penulis selama menjalani masa studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Emak dan keluarga atas doa dan kasih sayangnya, serta Izza Firdausi H, Romi Irka P, Sari Dewi WL, dan teman-teman lainnya atas bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014 Evie Nihayah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Persiapan bahan baku
3
Ekstraksi
3
Fraksinasi bertingkat
4
Pembuatan larutan ekstrak dan aplikasinya pada kertas selulosa
5
Pengujian ekstrak terhadap rayap tanah
5
Analisis Komponen Kimia
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kadar Zat Ekstraktif Daun Mindi (M. azedarach Linn.)
6
Mortalitas Rayap Tanah C. curvignathus Holmgren
7
Kehilangan Berat Kertas Selulosa
9
Analisis Fraksi Teraktif Ekstrak Daun Mindi SIMPULAN DAN SARAN
11 12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 Kadar zat ekstraktif daun mindi M. azedarach Linn. dengan beberapa pelarut 2 Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus H. setelah pengumpanan selama 21 hari 3 Persentase kehilangan berat kertas selulosa terhadap rayap C. curvignathus H. setelah pengumpanan selama 21 hari 4 Senyawa dominan dalam ekstrak etil eter daun mindi dan bioaktivitasnya
6 7 9 11
DAFTAR GAMBAR 1 Skema proses fraksinasi bertingkat serbuk daun mindi 2 Pengumpanan rayap 3 Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus H. berdasarkan fraksi terlarut ekstrak daun mindi pada konsentrasi yang berbeda 4 Persentase kehilangan berat kertas selulosa terhadap rayap tanah C. curvignathus H. berdasarkan fraksi terlarut ekstrak daun mindi pada konsentrasi yang berbeda 5 Kerusakan kertas selulosa akibat serangan rayap tanah C. curvignathus
4 5 9
10 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil pengujian Pyr-GCMS ekstrak etil eter daun mindi
16
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan kayu terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan manusia. Namun hal ini tidak didukung dengan produksi kayu yang memadai setiap tahunnya. Semakin berkurangnya luas hutan alam dan pengelolaan hutan tidak lestari mengakibatkan produktivitas hutan menurun baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan hasil analisis tutupan hutan antara tahun 2000-2009, FWI (2011) melaporkan bahwa hutan Indonesia mengalami deforestasi sekitar 15.15 juta Ha. Kemenhut (2012) mencatat pada tahun 2000 luas areal IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam) seluas 39.16 juta Ha dan semakin berkurang pada tahun 2011 yaitu seluas 23.41 juta Ha. BPS (2012) melaporkan bahwa produktivitas hutan alam menurun dari tahun 1992 yaitu sebesar 0.61 m3/Ha/tahun dan pada tahun 2011 sebesar 0.32 m3/Ha/tahun. Kemenhut (2012) juga melaporkan bahwa produksi kayu bulat dari hutan alam mengalami penurunan dari tahun 2004 hingga tahun 2011 yaitu dari 8.15 juta m3 menjadi 6.37 juta m3. Untuk memenuhi kekurangan pasokan bahan baku kayu, maka pemerintah Indonesia menggalakkan pembangunan hutan tanaman industri (HTI). Perkembangan IUPHHK-HT (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman) berkembang pesat. Tahun 1995 tercatat hanya 9 unit dengan luas areal kerja 1.13 juta Ha dan melonjak menjadi 249 unit pada tahun 2011 dengan luas areal kerja 10.04 juta Ha (Kemenhut 2012). HTI juga menyumbang produksi kayu nasional terbesar rentang tahun 2004-2008 yaitu sebesar 74.53 juta m3, sedangkan hutan alam hanya menghasilkan kayu sebesar 25.86 juta m3 (Kemenhut 2009). Kayu yang dihasilkan dari HTI biasanya merupakan jenis fast growing species (FGS) atau jenis cepat tumbuh misalnya mangium, pinus, gmelina, eukaliptus, sengon, dan jabon. Jenis-jenis kayu tersebut memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan kayu dari hutan alam, seperti kekuatan dan keawetan alami kayu. Kayu dengan kelas awet rendah mudah terserang organisme perusak kayu salah satunya adalah rayap tanah Coptotermes curvignathus. Rayap ini memiliki tingkat penyerangan yang sangat ganas terhadap material kayu atau bahan berselulosa lainnya (Nandika et al. 2003). Serangan rayap dapat menyebabkan kerugian ekonomis baik pada lahan perkebunan dan pertanian juga pada bangunan. Priadi dan Hardiansyah (2008) melaporkan bahwa kerugian akibat serangan rayap tanah pada 71 bangunan sekolah dasar di Bogor Barat mencapai Rp 227.479.000. Serangan rayap juga menyebabkan masa pakai kayu menjadi pendek bahkan sangat pendek. Salah satu cara untuk meningkatkan masa pakai kayu adalah dengan pengawetan kayu. Bahan pengawet yang digunakan dapat berupa bahan nabati ataupun bahan sintetis. Penggunaan bahan sintetis anorganik sering menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan karena sukar terurai di alam (nonbiodegradable). Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif tersebut adalah dengan penggunaan bahan pengawet dari bahan nabati/ alami. Bahan pengawet alami bersifat renewable (dapat diperbaharui), ramah lingkungan, dan biodegradable (dapat terurai), serta mampu membunuh hama
2 secara spesifik juga tidak berbahaya bagi spesies non-target (Jacobson 1975). Sumber bahan pengawet alami dapat diperoleh dari zat ekstraktif tumbuhan. Menurut Syofuna et al. (2012) zat ekstraktif dari kayu teras Milicia excelsa, Albizia coriaria, dan Markhamia butea dapat meningkatkan ketahanan kayu Pinus caribea dan Antiaris toxicaria terhadap serangan rayap Macrotermes bellicosus sebesar 50% dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Syafii (2000a) membuktikan bahwa ekstrak aseton kayu damar laut (Hopea spp.) dapat menghambat perkembangan rayap Cryptotermes cynocephalus. Syafii (2000b) juga menunjukkan bahwa latifolin dan neoflavanoid yang diisolasi dari kayu sonokeling (Dalbergia latifolia) mempunyai sifat bioaktif terhadap C. curvignathus. Tumbuhan dari famili Meliaceae diketahui memiliki bermacam-macam senyawa yang bersifat insektisida, antifeedant, pengatur, dan pembatas pertumbuhan (Nathan et al. 2005). Mindi (Melia azedarach) merupakan salah satu anggota famili Meliacea yang berpotensi sebagai bahan pengawet nabati. Senyawa turunan meliacarpin dari ekstrak daun mindi bersifat antiserangga kuat pada larva Spodoptera littoralis (Bohnenstengel et al. 1999). Penelitian Nathan dan Sehoon (2006) melaporkan bahwa ekstrak biji dan daun mindi dengan pelarut metanol memiliki bioaktivitas tinggi pada larva Hyblaea puera Cramer, serangga perontok daun jati. Beberapa komponen kimia pada daun mindi dari turunan glikosida juga diketahui memiliki aktivitas antioksidan (Salib et al. 2008). Aplikasi aktivitas bioaktif ekstrak daun mindi belum banyak dilakukan di Indonesia khususnya terhadap rayap tanah C. curvignathus. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi zat ekstraktif daun mindi dalam menghambat aktivitas rayap tanah.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar zat ekstraktif daun mindi (M. azedarach Linn.) dan menguji aktivitas antirayap ekstrak daun mindi terhadap rayap tanah C. curvignathus Holmgren, serta menganalisis senyawa kimia ekstrak yang memiliki aktivitas antirayap tertinggi secara kuantitatif dengan Pyrolisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr GC-MS).
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi baru mengenai potensi daun mindi sebagai antirayap dalam rangka mencari sumber alternatif bahan kimia ramah lingkungan juga pemanfaatan mindi secara optimal.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga November 2013 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Rayap Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dari pohon mindi (M. azedarach Linn.) berumur enam tahun yang berasal dari desa Cibeureum, Bogor. Pelarut yang digunakan adalah aseton, n-heksan, etil eter, etil asetat, dan aquades. Bahan lain yang digunakan ialah alumunium foil, kertas selulosa, kain hitam, tisu, net plastik, kertas saring, dental semen, dan pasir. Untuk pengujian sifat antirayap digunakan rayap tanah C. curvignathus Holmgren.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, willey mill, saringan ukuran 40-60 mesh, stoples kaca, pengaduk, labu erlenmeyer, rotary vacuum evaporator, labu evaporator, corong pemisah (funnel separator), timbangan elektrik, gelas piala, gelas ukur, cawan petri, oven, cup plastik, dan bak plastik serta alat uji Pyr-GCMS QP2010 Shimadzu.
Prosedur Penelitian Metode yang digunakan meliputi persiapan bahan baku, proses ekstraksi, fraksinasi bertingkat, pembuatan larutan ekstrak dan aplikasinya pada kertas selulosa, pengujian terhadap rayap serta analisis komponen kimia. Persiapan bahan baku Daun mindi dipisahkan dari ranting dan dirajang kasar kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 40 °C hingga kadar air 6-10%. Daun selanjutnya digiling menggunakan willey mill dan disaring menggunakan saringan 40-60 mesh. Serbuk yang didapat dikeringudarakan hingga mencapai kadar air kesetimbangan ± 15%. Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan melarutkan serbuk daun mindi sebanyak 2000 g kering udara dengan pelarut aseton dalam stoples besar hingga terendam dengan perbandingan volume serbuk dengan pelarut adalah 1:3. Larutan tersebut diaduk menggunakan pengaduk spatula dan didiamkan selama 48 jam. Larutan ekstraksi kemudian disaring menggunakan kertas saring. Perendaman dan penyaringan
4 dilakukan hingga diperoleh larutan yang bening. Selanjutnya larutan ekstrak disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Larutan ekstrak aseton kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu maksimum 40 °C hingga diperoleh larutan tersisa sebanyak 1 liter. Untuk mengetahui kadar ekstrak diambil 10 mL larutan ekstrak dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Pengeringan dengan oven dilakukan pada suhu 40 °C sampai ekstrak mengeras, setelah dingin ekstrak padat ditimbang sebagai berat kering tanur ekstrak aseton. Kadar ekstrak dihitung berdasarkan rumus : Kadar ekstrak =
Berat kering tanur ekstrak Berat kering tanur serbuk
x 100%
Fraksinasi bertingkat Fraksinasi bertingkat dilakukan dengan menggunakan pelarut berturut-turut sebagai berikut, n-heksan, etil eter, dan etil asetat. Secara skematik fraksinasi bertingkat dapat dilihat pada Gambar 1. Sisa ekstrak aseton sebanyak 990 mL dievaporasikan hingga diperoleh volume sebanyak 100 mL. Ekstrak pekat tersebut dimasukkan ke dalam corong pemisah dan ditambahkan air destilata sebanyak 20 mL serta pelarut n-heksan 75 mL. Larutan ini kemudian dikocok dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara residu dengan fraksi terlarut n-heksan. Fraksi nheksan yang diperoleh dipisahkan dari residu dan disimpan rapat dalam botol. Fraksinasi n-heksan dilakukan hingga larutan berwarna bening.
Serbuk daun mindi 40-60 mesh METODE Ekstrak aseton Fraksi terlarut n-heksana
Residu
Fraksi terlarut etil etera
Fraksi terlarut etil asetata a
Residu
Residua
Fraksi yang digunakan untuk uji rayap.
Gambar 1 Skema proses fraksinasi bertingkat serbuk daun mindi Residu yang tertinggal dalam corong pemisah kemudian ditambahkan dengan pelarut etil eter sebanyak 75 mL. Larutan selanjutnya dikocok dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara residu dengan fraksi terlarut etil eter. Fraksi etil eter dipisahkan dan disimpan dalam botol yang tertutup rapat.
5 Fraksinasi dilakukan hingga larutan berwarna bening. Langkah terakhir dari fraksinasi bertingkat ini adalah fraksinasi menggunakan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi etil eter ditambahkan dengan pelarut etil asetat sebanyak 75 mL. Langkah fraksinasi selanjutnya sama seperti langkah fraksinasi dengan pelarut etil eter maupun n-heksan hingga diperoleh residu akhir. Larutan hasil fraksinasi kemudian diuapkan pada suhu 40-60 °C sehingga diperoleh ekstrak padat. Penentuan kadar ekstrak setiap fraksi dihitung berdasarkan persentase bobot kering tiap ekstrak terhadap bobot kering serbuk. Pembuatan larutan ekstrak dan aplikasinya pada kertas selulosa Larutan ekstrak dibuat dari setiap fraksi terlarut (fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat, dan fraksi residu) dengan tingkat konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10% dan dilarutkan dengan pelarut aseton. Penentuan konsentrasi larutan ekstrak berdasarkan pada perbandingan antara berat padatan ekstrak dengan berat kering tanur kertas selulosa untuk pengujian rayap. Larutan ekstrak kemudian diteteskan pada kertas selulosa yang telah diketahui berat kering tanurnya. Untuk kontrol kering, kertas selulosa tidak diberi ekstrak sedangkan untuk kontrol aseton kertas selulosa hanya ditetesi dengan aseton. Setiap fraksi terlarut dibuat masingmasing tiga kali ulangan. Sebelum uji rayap, kertas selulosa yang telah diberi ekstrak dikeringudarakan terlebih dahulu ± selama 1 minggu. Pengujian ekstrak terhadap rayap tanah Pengujian ekstrak terhadap rayap menggunakan metode cellulose pads yang telah dimodifikasi, mengacu pada penelitian Ohmura et al. (2000). Kertas selulosa ditempatkan pada cup plastik yang telah diberi pasir dan dibiarkan hingga mencapai kadar air kesetimbangan. Sebanyak 45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit yang sehat dan masih aktif diumpankan dalam cup plastik (Gambar 2), kemudian cup plastik dimasukkan ke dalam bak uji yang beralas pasir dan tisu yang telah ditetesi dengan air aquades untuk menjaga kelembaban. Bak uji ditutup dengan kain hitam dan disimpan di tempat yang gelap selama 21 hari. Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap 3 hari sekali dan rayap yang mati diambil dari botol uji. Tutup cup yang telah dilubangi Cup plastik Rayap
Kertas selulosa
Net plastik
Dental semen
Pasir
Gambar 2 Pengumpanan rayap Untuk penentuan mortalitas rayap digunakan rumus : Ki =
Mi x 100% Mo
Keterangan: Ki = persentase kematian rayap pada contoh uji ke-i Mi = jumlah rayap mati pada contoh uji ke-i Mo = jumlah rayap awal pada contoh uji ke-i
6 Parameter lain yang digunakan untuk pengujian pengaruh ekstrak terhadap rayap adalah persentase kehilangan berat kertas selulosa. A=
B0-B1 B0
x 100%
Keterangan: A = persentase kehilangan berat (%) B0 = berat kertas selulosa sebelum pengumpanan (g) B1 = berat kertas selulosa setelah pengumpanan (g)
Analisis Senyawa Kimia Analisis senyawa kimia menggunakan alat Pyr GC-MS (Pyrolysis Gas Cromatography-Mass Spectroscopy) QP2010 Shimadzu. Alat ini bekerja pada suhu pirolisis 400 °C selama 1 jam, suhu pyrolizer dan transfer tube 280 °C, sedangkan suhu detector relatif dan suhu injeksi sebesar 280 °C. Untuk suhu awal kolom 50 °C dengan peningkatan 15 °C per menit. Analisis senyawa kimia dilakukan pada fraksi teraktif ekstrak daun mindi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Zat Ekstraktif Daun Mindi (M. azedarach Linn.) Kadar ekstraktif dengan pelarut aseton yang diperoleh dari 2000 g serbuk daun mindi sebesar 10.53% atau 210.6 g berdasarkan berat kering tanurnya (Tabel 1). Kadar zat ekstraktif daun mindi lebih tinggi dibandingkan dengan zat ekstraktif kayu teras (0.74%) dan kulit kayu mindi (7.54%) (Hadiyanto 2013, Putra 2013). Adanya klorofil atau zat hijau daun yang terlarut dalam pelarut organik memberikan kontribusi pada persentase zat ekstraktif. Harborne (1987) menyatakan bahwa sebagian besar klorofil yang terdistribusi pada daun dapat larut dalam pelarut etanol, aseton, metanol, eter, dan kloroform. Tabel 1 Kadar zat ekstraktif daun mindi (M. azedarach Linn.) dengan beberapa pelarut Jenis fraksi Bobot (g) Kadar ekstraktif (%) n-heksan 134 6.70 Etil eter 56 2.80 Etil asetat 1.6 0.08 Residu 19 0.95 Ekstrak aseton 210.6 10.53 Pelarut yang digunakan dalam fraksinansi bertingkat didasarkan pada polaritas larutan. Dimulai dari pelarut yang kurang polar kemudian pelarut yang lebih polar. Berdasarkan Tabel 1, kadar ekstraktif tertinggi didapat dari fraksi
7 terlarut n-heksan (6.70%) dan terendah etil asetat (0.08%). Hal ini menunjukkan bahwa zat ekstraktif daun mindi bersifat non polar. Fengel dan Wegener (1985) menyatakan bahwa besarnya kadar dan komposisi zat ekstraktif setiap jenis kayu berbeda-beda. Ekstraktif daun Andrographis lineata, Aristolochia braceolata, dan Eclipta prostrata fraksi terlarut aseton berturut-turut sebesar 0.014%, 0.017%, dan 0.024% dengan metode sokhletasi selama 8 jam (Elango et al. 2012). Penelitian Tarmadi et al. (2007), kadar ekstraktif daun bintaro fraksi n-heksan, etil asetat, aseton, dan metanol adalah 5.36%, 7.03%, 3.14%, dan 10.55% dengan metode fraksinasi bertingkat. Selain jenis kayu yang berbeda, perbedaan kadar ekstraktif dapat dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang digunakan, lama perendaman dalam pelarut, jenis pelarut yang digunakan, kelarutan komponen dalam pelarut, dan ukuran partikel sampel (Harborne 1987). Terlihat dari Tabel 1 bahwa jenis pelarut mempengaruhi kadar ekstraktif yang didapat. Namun besarnya kadar zat ekstraktif bukan merupakan faktor utama penentu keefektifan suatu ekstrak. Keefektifan suatu ekstrak sebagai antirayap tergantung pada toksisitas, bioaktivitas komponen yang terkandung, dan kerentanan rayap terhadap ekstrak (Osbrink dan Lax 2001).
Mortalitas Rayap Tanah C. curvignathus Holmgren Hasil pengujian terhadap mortalitas rayap menunjukkan bahwa fraksi teraktif ekstrak daun mindi adalah fraksi etil eter. Berdasarkan Tabel 2, pada konsentrasi 8% dan 10% fraksi etil eter mampu membunuh rayap hingga 100%. Sedangkan untuk fraksi n-heksan dan etil asetat hanya mampu membunuh rayap 100% pada konsentrasi 10%. Fraksi etil eter memiliki nilai mortalitas yang tinggi pada semua konsentrasi. Pada konsentrasi ekstrak 2%, mortalitas rayap cukup tinggi yaitu 80.67%. Guswenrivo et al. (2005) juga melaporkan bahwa ekstrak daun sirih terlarut etil eter memilki nilai mortalitas yang tinggi terhadap rayap. Demikian juga dengan penelitian Yanti et al. (2012), ekstrak kulit kayu Acacia auriculiformis dengan pelarut etil eter memiliki aktivitas antirayap yang tinggi. Tabel 2
Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus H. setelah pengumpanan selama 21 hari Konsentrasi ekstrak (%) Jenis fraksi 2 4 6 8 10 Mortalitas (%)a n-heksan 66.67 74 76.67 92 100 Etil eter 80.67 87.33 94.67 100 100 Etil asetat 60.67 73.33 78.67 97.33 100 Residu 64.67 61.33 64 78.67 85.33 Kontrol aseton 14.67 14.67 14.67 14.67 14.67 Kontrol 14 14 14 14 14 a
Rataan dari tiga ulangan.
Mortalitas setiap fraksi dengan berbagai tingkat konsentrasi menghasilkan nilai yang beragam. Hal ini diduga karena senyawa yang terlarut dan bersifat toksik juga berbeda-beda. Pelarut n-heksan dapat melarutkan senyawa terpenoid,
8 lemak, lilin, dan volatil oil, sedangkan pelarut etil asetat dapat melarutkan alkaloid, aglikon, flavanoid, dan glikosida. Pelarut etil eter juga dapat melarutkan alkaloid serta aglikon (Houghton dan Raman 1998), dan asam lemak seperti lemak minyak, lilin, resin, sterol, asam resin (Fengel dan Wegener 1985). Menurut Sjostrom (1995) terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa fenol berfungsi melindungi kayu dari kerusakan secara mikrobiologi dan serangan serangga. Golongan monoterpen, eugenol diketahui memiliki aktivitas antirayap (Cornelius et al. 1997). Asam lemak dan sterol dari buah alpukat memiliki aktivitas antioksidan (Plaza et al. 2009), sedangkan asam oleat dan linoleat juga berpotensi sebagai antibakteri (Orhan et al. 2011). Alkaloid dari daun dan biji mindi dapat menghambat perkembangan larva dan penetasan telur Haemonchus contortus yang merupakan hama pada kambing dan domba (Maciel et al. 2006). Alkaloid juga mampu merusak sistem syaraf dan menyebabkan kematian rayap (Shahid 2003). Senyawa bioaktif ini selain dapat menyebabkan kerusakan syaraf pada rayap juga dapat merusak fungsi sel (integritas membran sel) sehingga akan menghambat proses pergantian kulit rayap (ekdisis) (Sastrodiharjo 1999 dalam Sari 2002). Faktor lain yang dapat menyebabkan kematian rayap diduga karena senyawa bioaktif membunuh protozoa yang bersimbion dalam saluran pencernaan rayap. Protozoa menghasilkan enzim selulase untuk merombak selulosa menjadi gula-gula sederhana sebagai sumber energi rayap. Kematian protozoa menyebabkan aktivitas enzim selulase terganggu, sehingga rayap tidak memperoleh sumber makanan dan energi (Arif et al. 2006). Adanya sifat trofalaksis, necrophagy (memakan bangkai sesamanya), dan kanibalisme (memakan rayap lemah atau sakit) juga merupakan faktor penyebab kematian rayap. Trofalaksis adalah perilaku menjilat, mencium, dan menggosokkan anggota tubuh antar rayap untuk menyalurkan makanan, feromon, dan protozoa flagellata (Nandika et al. 2003). Perilaku rayap ini dapat memberikan efek domino dimana rayap yang masih sehat dapat terkontaminasi dengan zat ekstraktif yang terkandung dalam makanan atau tubuh rayap sakit sehingga menyebabkan kematian. Adanya mortalitas pada kontrol diduga karena pengaruh kondisi lingkungan. Ketidakmampuan rayap untuk bertahan dan menyesuaikan dengan suhu dan kelembaban lingkungan baru serta keterbatasan pilihan makanan merupakan faktor yang mengakibatkan kematian rayap (Anisah 2001). Nilai mortalitas rayap dan konsentrasi ekstrak memberikan korelasi yang positif. Berdasarkan Gambar 3 dapat terlihat bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak diikuti dengan peningkatan nilai mortalitas rayap. Semakin banyak ekstrak yang ditambah, maka semakin banyak racun yang terpapar sehingga menyebabkan peningkatan nilai mortalitas rayap.
9
Mortalitas rayap (%)
120 100 80 2%
60
4% 40
6%
20
8%
0
10% n-heksan Etil eter Etil asetat
Residu
Kontrol aseton
Kontrol
Fraksi terlarut
Gambar 3 Persentase mortalitas rayap tanah C. curvignathus H. berdasarkan fraksi terlarut ekstrak daun mindi pada konsentrasi yang berbeda
Kehilangan Berat Kertas Selulosa Kadar toksisitas suatu ekstraktif dapat diukur dari nilai kehilangan berat. Semakin toksik suatu ekstrak maka rayap cenderung akan menghindari dan mengurangi konsumsi sumber makanan (kertas selulosa) yang telah diberi ekstrak. Oleh karena itu persentase kehilangan berat berbanding terbalik dengan toksisitas ekstrak. Kehilangan berat kertas selulosa akibat aktivitas makan rayap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Persentase kehilangan berat kertas selulosa terhadap rayap tanah C. curvignathus H. setelah pengumpanan selama 21 hari Jenis fraksi Konsentrasi ekstrak (%) 2 4 6 8 10 a Kehilangan berat (%) n-heksan 23.63 21.45 13.44 3.43 3.22 Etil eter 11.63 7.99 5.73 5.37 0.63 Etil asetat 26.04 14.77 12.07 5.61 1.15 Residu 24.6 24.64 22.63 14.22 14.17 Kontrol aseton 35.21 35.21 35.21 35.21 35.21 Kontrol 42.17 42.17 42.17 42.17 42.17
a
Rataan dari tiga ulangan.
Persentase kehilangan berat tertinggi diperoleh dari fraksi residu (14.17%24.64%) hampir pada seluruh konsentrasi, sedangkan kehilangan berat terendah diperoleh dari fraksi etil eter (0.63%-11.63%). Meskipun nilai kehilangan berat cukup beragam pada setiap konsentrasi, namun nilai kehilangan berat cenderung menurun sejalan dengan penambahan konsentrasi ekstrak, sehingga korelasi antara persentase kehilangan berat kertas dengan peningkatan konsentrasi ekstrak berbanding terbalik. Korelasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Kehilangan berat (%)
10 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2% 4% 6% 8% 10% n-heksan Etil eter Etil asetat Residu
Kontrol aseton
Kontrol
Fraksi terlarut
Gambar 4 Persentase kehilangan berat kertas selulosa terhadap rayap tanah C. curvignathus H. berdasarkan fraksi terlarut ekstrak daun mindi pada konsentrasi yang berbeda Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin banyak racun yang terpapar menyebabkan rayap cenderung menolak mengkonsumsi kertas selulosa sehingga menyebabkan tingginya kematian rayap. Sifat antifeedant (penghambat aktivitas makan) zat ekstraktif daun mindi dapat diduga dari kehilangan berat kertas kontrol yang lebih tinggi (35.21-42.17%) dibandingkan dengan kertas yang diberi ekstrak. Cara kerja senyawa bioaktif tersebut dengan bertindak sebagai stomach poison atau racun perut. Bila senyawa tersebut masuk ke organ pencernaan dan diserap oleh dinding saluran pencernaan maka dapat mengakibatkan kematian serangga (Kementan 2011). 2%
4%
6%
8%
10%
n-heksan Etil eter Etil asetat Residu Kontrol Kontrol aseton
Gambar 5 Kerusakan kertas selulosa akibat serangan rayap tanah C. curvignathus Kerusakan pada kertas selulosa dapat dilihat secara visual pada Gambar 5. Kertas selulosa kontrol, baik kontrol aseton maupun kontrol tanpa ekstrak, memperlihatkan kerusakan terbanyak, sedangkan pada kertas selulosa yang diberi ekstrak, semakin tinggi konsentrasi maka kerusakan kertas semakin menurun. Falah et al. (2005) menyatakan bahwa penurunan kehilangan berat kertas akibat
11 peningkatan konsentrasi ekstrak memberikan peningkatan ketahanan kertas terhadap serangan rayap. Berdasarkan pada mortalitas rayap dan kehilangan berat kertas selulosa maka fraksi etil eter merupakan fraksi teraktif karena memiliki mortalitas tertinggi dan kehilangan berat terendah. Fraksi teraktif berikutnya ialah fraksi etil asetat, n-heksan, dan residu.
Analisis Fraksi Teraktif Ekstrak Daun Mindi Hasil analisis senyawa ekstraktif daun mindi berdasarkan uji Pyr-GCMS dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis senyawa kimia hanya dilakukan terhadap fraksi teraktif yaitu fraksi etil eter. Dari fraksi etil eter terdeteksi 32 jenis senyawa kimia dominan dengan berbagai konsentrasi (Lampiran 1). Namun hanya beberapa senyawa saja yang ditelaah bioaktivitasnya berdasarkan konsentrasi relatif tertinggi. Tabel 4 Senyawa dominan dalam ekstrak etil eter daun mindi dan bioaktivitasnya Konsentrasi relatif (%)
Bioaktivitas
Nama senyawa
Nama IUPAC
Asam sinamat
2-propenoic acid, 3phenyl-(CAS) Cinnamic acid
8.54
Antioksidan, insect repellent (Sharma 2011), antimikroba (Jitareanu et al. 2013)
Asam benzoat
Benzoic acid (CAS) Retardex
2.82
Antibakteri (Trusheva et al. 2010)
Asam benzen propanoat
Benzenepropanoic acid, silver (1+) salt (CAS)
9.07
Antioksidan (Akpuaka et al. 2013)
Asam palmitat
Hexadecanoic acid (CAS) Palmitic acid
4.98
Antioksidan, pestisida, antimikroba (Akpuaka et al. 2013), antiptozoa dan antibakteri (Arellanes et al. 2013)
Phytol
2-hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-tetramethyl (CAS) phytol
4.01
Antimikroba dan antibakteri (Sudha et al. 2013)
Studi pustaka menunjukkan bahwa asam sinamat (cinnamic acid) dan turunannya diketahui memiliki sifat antioksidan dan penolak serangga (insect repellent) (Sharma 2011). Beberapa turunan asam sinamat (p-coumaric acid, ferulic acid dan caffeic acid) memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan (Jitareanu et al. 2013). Penelitian Trusheva et al. (2010), turunan asam benzoat
12 (benzoic acid) yaitu ρ-hydroxybenzoic acid mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (antibakteri), sedangkan berdasarkan penelitian Pundir dan Jain (2011) asam benzoat merupakan senyawa aktif dalam melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Senyawa asam benzen propanoat (benzenepropanoic acid) memiliki aktivitas antioksidan. Asam palmitat (palmitic acid) memiliki aktivitas antioksidan, pestisida, antimikroba (Akpuaka et al. 2013), antiprotozoa dan antibakteri (Arellanes et al. 2013, Putra 2010). Penelitian Choi et al. (2013) juga menunjukkan bahwa asam palmitat berfungsi melawan patogen. Senyawa phytol merupakan salah satu unsur dari diterpenoid (Wang et al. 2004) yang memiliki aktivitas antijamur (Akpuaka et al. 2013), antimikroba dan antibakteri (Sudha et al. 2013). Sifat-sifat bioaktif tersebut diduga membunuh protozoa yang bersimbion dalam usus belakang rayap dan menyebabkan suplai makanan rayap terganggu atau bersifat toksik yang mampu membunuh rayap. Selain itu adanya sifat repellent dari senyawa bioaktif mampu menjauhkan rayap dari sumber makanan atau menjadikan rayap tidak menyukai sumber makanan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar zat ekstraktif daun mindi (M. Azedarach Linn.) dengan pelarut aseton diperoleh sebesar 10.53%. Sedangkan kadar ekstrak terlarut n-heksan, etil eter, etil asetat, dan residu berturut-turut sebesar 6.70%, 2.80%, 0.08%, dan 0.95%. Fraksi etil eter pada semua konsentrasi memiliki sifat antirayap yang tinggi dalam menghambat aktivitas rayap C. curvignathus Holmgren berdasarkan nilai mortalitas tertinggi dan nilai kehilangan berat yang rendah. Pada konsentrasi 8% dan 10% fraksi etil eter menghasilkan mortalitas hingga 100% dengan kehilangan berat sebesar 5.37% dan 0.63%. Fraksi teraktif berikutnya ialah fraksi etil asetat, n-heksan, dan residu. Berdasarkan analisis pirolisis GC-MS, ekstrak daun terlarut etil eter mengandung lima senyawa dengan konsentrasi tertinggi yaitu asam sinamat, asam benzoat, asam benzen propanoat, asam palmitat, dan phytol. Senyawa-senyawa tersebut memiliki berbagai aktivitas bioaktif seperti antioksidan, antimikroba, antibakteri, pestisida, insect repellent, dan antijamur yang berperan dalam menghambat aktivitas rayap. Adanya beberapa sifat bioaktif ini dapat dijadikan pertimbangan penggunaan ekstrak daun mindi terlarut etil eter sebagai bahan pengawet alami.
Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan berkaitan dengan aplikasi ekstraktif daun mindi pada pengendalian rayap tanah skala lapang juga pengujian sifat antirayap pada jenis rayap lainnya. Selain itu, isolasi senyawa bioaktif sebagai bahan utama pengawet perlu dilakukan.
13
DAFTAR PUSTAKA Akpuaka A, Ekwenchi MM, Dashak DA, Dildan A. 2013. Biological activities of characterized isolates of n-hexane of Azadirachta indica A. Juss (neem) leaves. Nat Sci. 11(5). Anisah LN. 2001. Zat ekstraktif kayu tanjung (Mimusops elengi Linn.) dan kayu sawo kecik (Manikara kauki Dubard) serta pengaruhnya terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arellanes AJ, Herrera JL, Nicolas RR, Garrido JC, Tapia A, Mulia LY. 2013. Antiprotozoal and antimicrobacterial activities of Persea americana seeds. J Altern Complement Med. 13: 1-5. Arif A, Usman N, Samma F. 2006. Sifat anti rayap dari ekstrak ijuk aren (Arenga pinata). J Perennial. 3(1): 15-18. Bohnenstengel FI, Wray V, Witte l, Srivasta Rp, Proksch P. 1999. Insecticidal meliacarpins (C-seco limonoids) from Melia azedarach. Phytochemistry. 50: 877-982. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi kayu bulat oleh perusahaan hak pengusahaan hutan menurut jenis kayu, 2004-2011 [internet]. [diunduh 2014 Januari 16]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/ view.php?tabel =1&daftar=1&id_subyek=60¬ab=3. Choi JS, Park NH, Hwang SY, Shon JH, Kwak I, Cho IS. 2013. The antibacterial activity of various saturated and unsaturated fatty acid against several oral pathogens. J Environ Biology. 34: 673-676. Cornelius ML, Grace JK., Yates JR III. 1997. Toxicity of monoterpenoids and other natural products to the formosan subterranean termite (Isoptera: Rhinotermitidae). J Econ Entomol. 87: 705–708. Elango G, Rahuman AA, Kamaraj C, Bagavan A, Zahir AA, Santhoshkumar T, Marimuthu S, Velayutham K, Jayaseelan C, Kirthi V et al. 2012. Efficacy of medicinal plant extracts against formosan subterranean termite, Coptotermes formosanus. Ind Crops Prod. 36: 524-530. Falah S, Katayama T, Mulyaningrum. 2005. Termiticidal activities of extractives from bark of some tropical hardwoods. Di dalam: Dwianto W, editor. Proceeding of the 6th International Wood Science Symposium; 2005 Agustus 29-31; Bali, Indonesia. hlm 323-328. Fengel D, Wegener G. 1985. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. First Edition. Berlin [DE]: Walter de Gruyter. [FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret keadaan hutan Indonesia periode tahun 2000-2009 [internet]. [diunduh 2014 Januari 16]. Tersedia pada: http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2013/02/PHKI_2000-2009_FWI_lowres.pdf. Guswenrivo I, Kartika T, Prianto AH, Tarmadi D, Yusuf S. 2005. Pemanfaatan bahan aktif dari daun sirih (Piper betel Linn) sebagai bahan anti rayap. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia VIII; 2005 September 3-5; Tenggarong, Indonesia. Tenggarong (ID): Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. hlm C-16 – C-20.
14 Hadiyanto IF. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kayu teras mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook Natural Extract. London (GB): Chapman & Hall. Jacobson, M., 1975. Insecticides from Plants: A Review of the Literature, Agricultural Handbook 461. Volume-138. Washington DC (US): Department of Agriculture. Jitareanu A, Tataringa G, Zbancioc AM, Tuchilus C, Balan M, Stanescu U. 2013. Cinnamic acid derivates and 4-aminotipyrine amides-synthesis evaluation of biological properties. Res J Chem Sci. 3(3): 9-13. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. Jakarta (ID): Kemenhut. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta (ID): Kemenhut. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida [internet]. [diunduh 2014 Januari 20]. Tersedia pada: http://ppvt.setjen.pertanian.go.id/ppvtpp/downlot.php?file=Pembinaan_Peng gunaan_Pestisida.pdf. Maciel MV, Morais SM, Bevilaqua CML, Camurca-Vasconcelos ALF, Costa CTC, Castro CMS. 2006. Ovicidal and larvacidal activity of Melia azedarach extract on Haemonchus contortus. Vet Parasitol. 140 : 98-104. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta [ID]: Penerbit Universitas Muhammadiyah. Nathan SS, Kalaivani K, Murugan K, Chung PG. 2005. The toxicity and physiological effect of neem limonoids on Cnaphalocrocis medinalis (Guene´e) the rice leaffolder. Pest Biochem Physiol. 81: 113–122. Nathan SS, Sehoon K. 2006. Effects of Melia azedarach L. Extract on the teak defoliator Hyblaea puera Cramer (lepidoptera: Hyblaeidae). Crop Prot. 25: 287-291. Ohmura W, Doi S, Aoyama M, Ohara S. 2000. Antifeedant activity of flavonoids and related compounds against the subterranean termite Coptotermes formosanus Shiraki. J. Wood Sci. 46: 149–153. Orhan I, Ozcelik B, Sener B. 2011. Evaluation of antibacterial, antifungal, antiviral, and antioxidant potentials of some edible oils and their fatty acid profiles. Turk J Biol. 35: 251-258. Osbrink WL, Lax AR. 2001. Effect of tolerance to insecticides on substrate penetration by formosan subterranean termites (Isoptera: Rhinotermitidae). J Econ Entomol. 95 (5): 989-1000. Plaza L, Sanchez-Moreno C, de Pascual-Teresa S, de Ancos B, Cano MP. 2009. Fatty acid, sterol and antioxidant activity in minimally processed avocado during refrigerated storage. J Agric Food Chem. 57(8): 3204-3209. Priadi T, Herdiansyah R. 2008. Biodeteriorasi pada Bangunan Sekolah di Kota Bogor. Di dalam: Herianto, Luhan G, Mahali, Gustaf JF, Junaedi A, Cipta E, editor. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia XI;
15 2008 Agustus 8-10; Palangka Raya, Indonesia. Palangka Raya (ID): Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. hlm 316-324. Pundir RK, Jain P. 2011. Evaluation of five chemical food preservatives for their antibacterial isolates from bakery products and mango pickles. JCPR. 3(1): 24-31. Putra KN. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis (Garcinia Mangostana L.) serta kandungan senyawa aktifnya. J Teknol. dan Industri Pangan. 21(1). Putra RI. 2013. Sifat anti rayap zat ekstraktif kulit mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap serangan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salib JY, Michael HN, El-Nogoumy SI. 2008. New lactoyl glycoside quercetin from Melia azedarach leaves. Chem Nat Compound. 44(1). Sari RK. 2002. Isolasi dan identifikasi komponen bioaktif dari damar mata kucing (Shorea javanica K.et.V) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shahid M. 2003. Principle of insect pest management. Higher Education Commission Islamabad, Pak. 30: 161-166. Sharma P. 2011. Cinnamic acid derivates: a new chapter of various pharmacological activities. JCPR. 3(2): 403-423. Sjostrom E. 1995. Wood Chemistry, Fundamentals and Applications. Second Edition. New York (US): Academic Press. Sudha T, Chidambarampillai S, Mohan VR. 2013. GC-MS analysis of bioactive component of aerial parts of Kirganella reticulata Poir (Euphorbiceae). JCCPS. 3(2): 113-122. Syafii W. 2000a. Zat ekstraktif kayu damar laut (Hopea spp.) dan pengaruhya terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Jurnal Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. 12(2) : 1-8. Syafii W. 2000b. Antitermitic compound from the heartwood of sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb.). Indones J Trop Agric. 9(3). Syofuna A, Banana AY, Nakabonge G. 2012. Efficiency of natural wood extractive as wood preservative against termites attack. Maderas, Cienciay Tecnologia. 14(2): 155-163. Tarmadi D, Prianto Ah, Guswenrivo I, Kartika T, Yusuf S. 2007. Pengaruh ekstrak bintaro (Carbera odollam Gaertn) dan kecubung (Brugmansia candida Pers) terhadap rayap tanah Coptotermes sp. J Trop Wood Sci Tech. 5(1): 38-42. Trusheva B, todorov I, Ninova M, Najdenski H, Daneshmand A, Bankova V. 2010. Antibacterial mono- and sesquiterpene esters of benzoic acid from Iranian propolis. Chem Cent J. 48. Wang L, Jian S, Nan P, Zhong Y. 2004. Chemical composition of the essential oil of Elephantopus scaber from southern China. Z Naturforsch. 59c: 327-329. Yanti H, Syafii W, Darma IGKT. 2012. Bioaktivitas zat ektraktif kulit Acacia auculiformis A. Cunn. Ex Benth terhadap rayap tanah Coptermes curvignathus Holmgren. J Tengkawang. 2(2): 82-93.
16 Lampiran 1 Hasil pengujian Pyr GC-MS ekstrak etil eter daun mindi
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 27 Juli 1991 sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Dawam dan Zulaekhah. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Temanggung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI), diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai staf divisi kelompok minat Kimia Hasil Hutan pada periode 2010-2011 dan sebagai bendahara umum pada periode 2011-2012. Selain itu penulis juga aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan sebagai bendahara departemen sosial dan lingkungan serta aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) menjabat sebagai ketua umum periode 2011-2012. Pada tahun 2012 penulis menjadi asisten praktikum biologi dasar Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal dan Taman Nasional Pangandaran Jawa Barat, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada tahun 2012, serta praktik kerja lapang (PKL) di PT. Solar Park Indonesia Wonosobo pada tahun 2013. Selama pendidikan penulis pernah mendapatkan beasiswa BBM, PPA, KEB dari IPB dan juga beasiswa Tanabe Foundation dari Departemen Hasil Hutan. Dalam penyelesaian pendidikan sarjana di IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul Sifat Antirayap Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.) terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dibawah bimbingan Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr.