PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI UMPAN HEXAFLUMURON 0.5% TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae)
NOVIANTI SRI WAHYUNI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Laboratoris Efikasi Umpan Hexaflumuron 0.5% terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Novianti Sri Wahyuni NIM E24090093
ABSTRAK NOVIANTI SRI WAHYUNI. Pengujian Laboratoris Efikasi Umpan Hexaflumuron 0,5% terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). Dibimbing oleh DODI NANDIKA. Rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae ) merupakan salah satu serangga perusak bangunan gedung yang paling banyak menimbulkan kerugian di Indonesia. Pengendalian hama tersebut pada umumnya dilakukan dengan metode perlakuan tanah (soil treatment) dan pengawetan kayu. Namun dalam aplikasi kedua metode tersebut digunakan pestisida yang berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. Sementara itu metode pengendalian rayap yang relatif lebih ramah lingkungan adalah metode pengumpanan (baiting). Salah satu bahan aktif yang digunakan sebagai umpan rayap dalam metode tersebut adalah hexaflumuron. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui efikasi dua formulasi hexaflumuron 0,5%, yaitu formulasi blok dan formulasi pelet terhadap rayap tanah C. curvignathus secara laboratoris dengan metode PSIH–IPB–1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua formulasi hexaflumuron 0,5% tersebut mampu mengeliminasi rayap C. curvignathus setelah empat minggu pemapamaran umpan. Namun ketermakanan (palatibility) formulasi pelet (49,43%) lebih tinggi daripada ketermakanan formulasi blok (8,52%) Kata kunci: hexaflumuron, rayap tanah, ketermakanan
ABSTRACT NOVIANTI SRI WAHYUNI. Laboratory Evaluation of Hexflumuron Bait Against Subterranean Termite Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae). Supervised by DODI NANDIKA. Subterranean termite Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) is the most important buildings destructing insects in Indonesia. Up to now, soil treatment and wood preservation are the most popular termite control techniques in urban areas. However, applications of both techniques could causing environmental pollution. Meanwhile termite baiting is known as more environmentally friendly termite control technique. One of the active ingredient used in the baiting system is hexaflumuron. A laboratory study was conducted to determine the efficacy of two formulations of hexaflumuron 0.5 % i.e blocks formulation and pellet formulation, against subterranean termite C. curvignathus based on PSIH-IPB-1998 standard methods. The results showed that both formulations of hexaflumuron 0.5 % is effective to eliminate the C. curvignathus. However, palatability of pellet formulation (49.43 %) is much higher than palatability of blocks formulation (8.52 %) Key word: hexaflumuron, subterranean termites, palatability
PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI UMPAN HEXAFLUMURON 0.5% TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae)
NOVIANTI SRI WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengujian Laboratoris Efikasi Hexaflumuron 0.5% terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) : Novianti Sri Wahyuni Nama NIM : E24090093
Disetujui oleh
Prof. Dr. Jr. Dodi Nandika, M. S. NIP. 195112071982031 001
''"'1-&'''~12
Tanggal Lulus
1.
r.--
2013
Darmawan M. Sc. 199103 1 002
Judul Skripsi : Pengujian Laboratoris Efikasi Hexaflumuron 0.5% terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) Nama : Novianti Sri Wahyuni NIM : E24090093
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M. S. NIP. 19511207 1982031 001
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M. Sc. NIP. 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Pengujian Laboratoris Efikasi Hexaflumuron 0.5% terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS. sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Keluarga besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, teman-teman Hasil Hutan angkatan 46, dan Rio Pria Adhihutama atas semangat dan do’a yang telah diberikan kepada penulis Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat sebagai penunjang penelitian di lapangan dan semua pihak yang bersangkutan serta masyarakat luas.
Bogor, September 2013 Novianti Sri Wahyuni
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan dan Alat
3
Prosedur Penelitian
4
Penyiapan Media Pengujian
4
Aplikasi Bahan Aktif
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Konsumsi Umpan
6
Mortalitas Rayap
8
SIMPULAN DAN SARAN
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR GAMBAR 1 Penampang memanjang (a) dan penampang melintang (b) umpan formulasi blok 2 Penampang sisi memanjang (a) dan penampang sisi melebar (b) umpan formulasi pelet 3 Rayap pekerja (a) dan rayap prajurit (b) C. curvignathus Holmgren (perbesaran 10x). 4 Bejana Pengujian 5 Umpan hexaflumuron formulasi blok (a) dan formulasi pelet (b) 6 Kehilangan berat umpan hexaflumuron setelah empat minggu pemaparan umpan hexaflumuron terhadap C. curvignathus 7 Umpan formulasi blok (a) dan pelet (b) setelah empat minggu pengumpanan 8 Mortalitas rayap C. curvignathus setelah pemaparan umpan hexaflumuron selama empat minggu 9 Kayu umpan (kontrol) yang diserang rayap Coptotermes curvighnathus
3 3 3 4 5 6 7 8 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Mortalitas rayap tanah C. curvignathus Uji analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C. curvignathus Kehilangan berat umpan hexaflumuron 0.5% Uji analisis sidik ragam kehilangan berat termitisida hexaflumuron 0.5%
12 13 14 15
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Tarumingkeng (1992) rayap adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo, yaitu ordo Isoptera dari kelas Arthropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar 2000 spesies dan di Indonesia sampai tahun 1970 telah tercatat lebih kurang 200 spesies. Menurut Nandika dkk (2003), ada sekitar 200 jenis rayap di Indonesia dan lima persen diantaranya menjadi musuh manusia. Di daerah tropis, terutama di Indonesia, rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermitidae) merupakan salah satu serangga perusak kayu yang paling banyak menimbulkan kerusakan pada kayu dan bangunan kayu. Menurut Rahmawati (1996) kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh rayap Coptotermes curvignathus di Indonesia pada tahun 2000 akan mencapai Rp 1,46 trilyun. Sementara itu, di wilayah Jabotabek, persentase perumahan yang terserang rayap mencapai 42,83% (Rudi dan Nandika 1999). Hal ini menyebabkan kerugian ekonomis yang tidak sedikit, apalagi ketersediaan jenis-jenis kayu yang awet makin langka, digantikan dengan jenis-jenis kayu yang umumnya tidak awet. Oleh karena itu metode dalam pengendalian rayap terus dikembangkan. Tarumingkeng (2007) menyatakan bahwa bahan pengawet yang dimasukkan ke dalam kayu umumnya merupakan bahan beracun (toxic material) agar jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Metode yang umum digunakan dalam pengendalian rayap adalah dengan menggunakan termitisida. Karena pertimbangan lingkungan, penggunaan termitisida untuk pengawet kayu juga makin dibatasi dengan jenis-jenis yang berdaya racun rendah. Metode alternatif yang lain dalam pengendalian rayap adalah dengan menggunakan metode pengumpanan (baiting). Dalam metode pengumpanan ini digunakan bahan aktif yang terbuat dari bahan yang disenangi rayap sehingga rayap tertarik untuk memakannya. Prinsip dasar dari metode ini adalah memanfaatkan sifat tropalaksis pada rayap, yaitu saling memberi makanan terhadap anggota rayap lain (Nandika dan Tambunan 1989) dan juga memanfaatkan sifat ketersukaan rayap terhadap bahan aktif dan rayap pekerja akan memakannya dan kemudian bahan aktif beracun yang telah dimakannya disebarkan kedalam koloni oleh rayap pekerja. Oleh karena itu, bahan aktif yang digunakan harus bekerja secara lambat (slow action) sehingga rayap pekerja rnasih sempat memberi makan pada seluruh koloninya dan bahan aktif pun akan tersebar ke seluruh koloni sehingga seluruh koloni dapat teracuni. Salah satu bahan aktif yang digunakan dalam metode baiting ini adalah bahan aktif hexaflumuron. Hexaflumuron merupakan bahan kimia golongan Benzoylphenyl Urea. Umpan rayap berbahan aktif hexaflumuron 0.5% telah mendapat registrasi dari EPA (Environment Protection Agency) Amerika Serikat pada tahun 1994 sebagai salah satu produk umpan yang ramah lingkungan. Bahan kimia ini mempunyai daya racun rendah terhadap mamalia, beraroma tidak menyengat (tidak berbau), bereaksi secara lambat dan tidak menyebabkan iritasi yang berat sehingga serangga tidak menolaknya (Su 1994). Sifat-sifat ini menyebabkan hexaflumuron dapat diformulasikan dalam bentuk umpan, dengan dosis yang rendah, yaitu 0.5% yang disenangi rayap. Rayap yang memakan umpan masih sempat membawanya ke sarang untuk disebarkan ke semua anggota
2 koloni. Semua kasta yang telah mencerna hexaflumuron tidak akan menunjukkan gejala keracunan dengan segera, setelah beberapa hari kemudian terjadi kematian. Keampuhan hexaflumuron telah diuji di Florida, Amerika Serikat dan dapat mengeliminasi 0.17 – 2.8 juta koloni Reticulitermes flavipes dan Coptotermes formosanus hingga menjadi sebesar 0 – 10% saja dengan umpan sebanyak 4 – 1500 mg (Scheffrahn dan Su 1991). Suatu penelitian telah dilakukan dalam skala laboratorium untuk mengetahui efikasi Hexaflumuron 0,5% terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keampuhan (efikasi) Hexaflumuron dalam dua macam formulasi, yaitu formulasi blok dan formulasi pelet terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermidae) yang dipelihara di laboratorium.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi yang akan bermanfaat bagi upaya pengembangan teknologi umpan rayap berbasis senyawa hexaflumuron.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Juni 2013, bertempat di Laboratorium Rayap dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat 1. Insektisida uji: a. Formulasi blok, yaitu umpan siap pakai yang terbuat dari campuran polimer dan selulosa berbentuk batang silindris (block) dengan panjang ± 3,5 cm (Gambar 1) yang diimpregnasi dengan insektisida hexaflumuron 0,5%; b. formulasi pelet, yaitu umpan rayap siap pakai yang terbuat dari campuran polimer dan selulosa berbentuk pelet dengan panjang 17 ± 0,066 mm, lebar 10 ± 0,03 mm, dan tebal 7 ± 0,064 mm (Gambar 2) yang diimpregnasi dengan insektisida hexaflumuron 0,5%.
3 0,75 cm 1,5 cm
0,75 cm 3,5 cm 2,5 cm (a) (b) Gambar 1 Penampang Memanjang (a) dan Penampang Melintang (b) umpan formulasi blok.
0,7 cm
1 cm
1,7 cm (a) (b) Gambar 2 Penampang Sisi Memanjang (a) dan Penampang Sisi Melebar (b) umpan formulasi pelet. 2. 3.
Kayu pinus solid (30 gram) sebagai kontrol. Rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren sebanyak 30000 ekor dengan komposisi 10% jenis rayap prajurit dan 90% jenis rayap pekerja yang berasal dari biakan laboratorium (umur koloni ±5 tahun) (Gambar 3).
(a)
(b)
Gambar 3 Rayap pekerja (a) dan rayap prajurit (b) C. curvignathus Holmgren (perbesaran 10x).
4.
Termitarium, yaitu bejana pengujian dari kaca yang berisi campuran 1.000 gram tanah berpasir berkadar air ±25% sesuai dengan PSIH-IPB-1998 (Gambar 4).
4
17. 5 cm Tutup Bejana Bejana Kaca
26 cm
Pasir
Wadah Plastik berisi air
Sumbu kompor
Gambar 4 Bejana Pengujian
Prosedur Penelitian 1.
Penyiapan Media Pengujian Media Pengujian adalah bejana kaca dengan berdiameter 26 cm dan tinggi 26 cm yang di bagian atasnya terdapat lubang berdiameter 17,5 cm. Berisi pasir sebanyak 6.600 cm2. Di bagian tengah dasar wadah tersebut terdapat lubang berdiameter 1,5 cm berisi sumbu kompor (panjang 10 cm) sebagai penghubung antara tanah didalam wadah dengan air yang menggenangi bagian dasar wadah. Kedalam wadah tersebut dimasukkan dua ribu ekor rayap tanah C. curvignathus (90% kasta pekerja dan 10% kasta prajurit). Wadah yang sudah berisi rayap tanah C. curvignathus disimpan didalam ruang gelap selama tiga minggu.
2.
Aplikasi Bahan Aktif Sebanyak 30 gram hexaflumuron dengan formulasi blok 0.5% dan pelet 0.5% (Gambar 5) dikering ovenkan dan ditimbang beratnya kemudian diaplikasikan ke dalam bejana pengujian (termitarium). Umpan blok dibenamkan secara vertikal ke dalam tanah di bagian tengah bejana pengujian (50% terbenam, 50% muncul di atas permukaan tanah) sedangkan umpan pelet disebarkan di atas dan di bawah permukaan tanah di dalam bejana pengujian (50% tersebar di atas permukaan tanah, 50% terbenam 1-2cm di bawah permukaan tanah). Masing-masing perlakuan mendapat lima ulangan. Disamping itu disediakan juga perlakuan kontrol berupa termitarium (dengan kayu pinus solid) tanpa aplikasi termitisida. Setelah tiga minggu timbang kembali seluruh umpan dan kayu solid tersebut. Kehilangan berat umpan hexaflumuron mengindikasikan laju konsumsi umpan oleh rayap.
5
(a)
(b)
Gambar 5 Umpan hexaflumuron formulasi blok (a) dan pelet (b) 3.
Pengumpulan data a. Kehilangan berat umpan Setelah termitarium dibongkar, umpan dibersihkan dan dikeringkan oven (BKT akhir). Selanjutnya umpan ditimbang untuk mengetahui persentasi kehilangan berat umpan dengan formula :
dimana : W1 = Berat umpan mula-mula (gram) W2 = Berat umpan setelah pengujian (gram) b. Mortalitas rayap Empat minggu setelah aplikasi umpan, seluruh media pengujian (termasuk kontrol) dibongkar dan dihitung mortalitas rayap pada masingmasing media pengujian dengan menggunakan formula :
dimana : N1 = Jumlah rayap awal N2 = Jumlah rayap yang mati pada akhir masa pemaparan
Analisis data Data yang diperoleh (mortalitas rayap dan kehilangan berat umpan) dianalisis dengan Sidik Ragam (Analysis of Variance) SPSS 16.0 dengan taraf uji
6 5% dan 1% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan pola rancangan acak lengkap (RAL).
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Umpan Hexaflumuron Konsumsi umpan hexaflumuron tertinggi terjadi pada formulasi pelet, yaitu dengan kehilangan berat mencapai 49,43% dan rata-rata konsumsi termitisida mencapai 15,63 gram , sedangkan kehilangan berat formulasi blok hanya mencapai 8,52%, dengan rata-rata konsumsi termitisida sebesar 2,75. Di pihak lain, kehilangan berat pada kontrol yaitu sebesar 16,76% dengan rata-rata konsumsi sebesar 4,45 gram (Gambar 6). 49,43 50 45 Kehilangan Berat (%)
40 35 30 25
16,12
20 8,52
15 10 5 0 Pelet
Blok
Kayu Kontrol
Formulasi
Gambar 6
Kehilangan berat umpan hexaflumuron setelah empat minggu pemaparan umpan hexaflumuron terhadap C. curvignathus.
Dari hasil analisis keragaman diketahui bahwa formulasi mempengaruhi kehilangan berat umpan. Selanjutnya, berdasarkan uji Duncan terlihat bahwa jenis formulasi blok dan formulasi pelet berbeda nyata (Lampiran 2). Kehilangan berat formulasi pelet akibat dikonsumsi oleh rayap C. curvignathus juga jauh lebih besar dari pada kehilangan berat formulasi blok (Gambar 7). Hal ini menunjukan bahwa keterpaparan (exposure) formulasi pelet terhadap rayap tanah C. curvignathus lebih efektif dibandingkan formulasi blok. Namun begitu aktivitas hexaflumuron di dalam tubuh rayap tidak dipengaruhi oleh dosis bahan aktifnya. Menurut Diba (1999) seberapapun banyaknya hexaflumuron yang dikonsumsi oleh rayap, efek racunnya tidak akan muncul sampai rayap mengalami ganti kulit.
7 Hal ini pun dibuktikan dalam penelitian Karl A H dan Michael K R (2005) yang mengungkapkan bahwa hexaflumuron kurang bergantung pada banyaknya dosis, lebih tergantung pada waktu berbeda dengan termitisida konvensional seperti organofosfat atau piretroid. Perilaku makan rayap di laboratorium berbeda dengan perilaku makan rayap pada habitat aslinya. Dalam kondisi laboratorium, rayap perlu melakukan penyesuaian terhadap keadaan lingkungannya yang baru, yang meliputi penyesuaian terhadap kelembaban, ketersediaan makanan, kondisi ekologis dan suhu termitarium. Pada tahap awal, rayap akan melakukan penyesuaian terhadap habitat ekologis buatan dalam termitarium dan hal ini membawa dampak pada aktivitas makan rayap (Diba F 1999).
(a) Gambar 7
(b)
Umpan formulasi balok (a) dan pelet (b) setelah empat minggu pengumpanan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa palatabilitas formulasi blok lebih sedikit daripada formulasi pelet. Rayap C. curvignathus lebih aktif mengkonsumsi formulasi pelet karena luas permukaan termitisida tersebut pada dosis/berat yang sama jauh lebih besar daripada luas permukaan formulasi blok. Selain itu, rayap akan memilih tipe makanan yang paling sesuai, yaitu yang banyak selulosa, mudah digigit, dan dikunyah. Dengan gigitannya yang bersifat mekanis, maka tipe makanan yang keras akan ditinggalkan bila makanan yang lebih lunak tersedia Tarumingkeng (1993). Di pihak lain, hal ini menunjukkan bahwa umpan rayap hexaflumuron dapat diterima rayap sebagai makanan (non repellent) dan menarik bagi rayap karena mengandung selulosa dan cukup lunak. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas hexaflumuron dalam tubuh rayap adalah temperatur. Menurut French (1996) aktivitas makan rayap akan menurun sejalan dengan menurunnya temperatur. Sebaliknya pada temperatur panas, aktivitas makan rayap akan semakin meningkat. Umpan rayap hexaflumuron memiliki sifat racun yang bekerja secara lambat sehingga rayap yang mengkonsumsiya tidak langsung menunjukkan gejala kematian. Menurut Su (1995) rayap yang telah mengkonsumsi hexaflumuron
8 tidak akan menunjukkan gejala kematian segera, tetapi terjadi dalam beberapa minggu kemudian, yaitu pada saat rayap akan melakukan proses ganti kulit. Namun begitu hexaflumuron merupakan umpan rayap yang ramah lingkungan. Penelitian yang dilakukan Philip A et al (2001) di kebun jeruk Florida, Amerika Serikat dimana hexaflumuron digunakan untuk mengeliminasi rayap tanah Reticulitermes spp. Hexaflumuron mampu menghindari penggantian lebih dari 200 pohon jeruk akibat serangan Reticulitermes spp, dan keadaan perkebunan tetap subur.
Mortalitas Rayap Setelah dilakukan pemberian umpan hexaflumuron selama empat minggu, rayap yang mengkonsumsi umpan hexaflumuron menunjukkan gejala kematian. Mortalitas rayap C. curvignathus yang tertinggi terjadi pada formulasi pelet yaitu sebesar 100%, sedangkan pada formulasi blok mortalitasnya adalah 96.96%. Sementara itu pada perlakuan kontrol nilai mortalitas rayap hanya mencapai 6.43% (Gambar 8). 100
96,96
100 90
Mortalitas (%)
80 70 60 50 40 30 6,43
20 10 0 Pelet
Blok
Kayu Kontrol
Formulasi
Gambar 8 Mortalitas rayap C. curvignathus setelah pemaparan umpan hexaflumuron selama empat minggu. Berdasarkan analisis sidik ragam, diketahui bahwa faktor jenis perlakuan formulasi blok maupun formulasi pelet sangat mempengaruhi mortalitas rayap C. curvignathus sehingga terdapat perbedaan mortalitas yang jelas antara bejana yang diberi perlakuan dengan menggunakan formulasi blok dan formulasi pelet dengan bejana control (Lampiran 4). Pada bejana kontrol aktifitas rayap masih dapat terlihat jelas setelah empat minggu pengumpanan (Gambar 9).
9
Gambar 9 Kayu umpan (kontrol) yang diserang rayap Coptotermes curvighnathus. Selanjutnya, berdasarkan Uji Duncan diketahui bahwa mortalitas rayap C. curvignathus akibat umpan hexaflumuron formulasi blok tidak berbeda nyata dengan umpan hexaflumuron formulasi pelet, mortalitas rayap pada formulasi blok dan formulasi pelet lebih tinggi daripada mortalitas pada perlakuan kontrol. Dengan kata lain, kedua jenis bahan pengawet ini mampu berfungsi sebagai umpan rayap (termite bait) dan memiliki efikasi yang tinggi terhadap mortalitas rayap C. curvignathus. Sejalan dengan itu penelitian Robertson dan Su (1995) menunjukkan bahwa hexaflumuron diterima rayap sebagai makanan dan mampu mengeliminasi koloni rayap tersebut. Hexaflumuron akan mempengaruhi kerja enzim, khususnya pada kerja enzim khitinase. Hexaflumuron akan menghambat pembentukan khitin rayap pada saat rayap berganti kulit, sehingga kutikula rayap tidak dapat terbentuk dengan sempurna. Akibat selanjutnya adalah integumen rayap tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai pelindung tubuh dan rayap mengalami dehidrasi, kemudian rayap akan mengalami kematian. (Su et all. 1995).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Umpan hexaflumuron baik formulasi blok maupun formulasi pelet mampu mengeliminasi koloni rayap tanah C. curvignathus selama empat minggu di laboratorium. Dalam hal ini, keampuhan termitisida formulasi blok tidak berbeda nyata dengan keampuhan termitisida formulasi pelet. 2. Ketermakanan umpan rayap formulasi pelet yaitu dengan rata-rata mencapai 49,43% dan rata-rata konsumsi umpan sebesar 15,63 gram lebih tinggi
10 terhadap ketermakanan umpan rayap formulasi blok dengan rata-rata sebesar 8,52% dan rata-rata konsumsi sebesar 2,75 gram. Dalam hal ini, palatabilitas termitisida formulasi blok oleh rayap tanah C. curvignathus lebih rendah daripada palatabilitas termitisida formulasi pelet.
Saran Uji efikasi lapangan perlu dilakukan untuk mengetahui dosis optimal formulasi blok dan formulasi pelet dalam mengeliminasi koloni rayap tanah C. curvignathus di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Diba F. 1999. Pengujian Keampuhan umpan hexaflumuron terhadap koloni rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae) secara laboratoris. [Tesis]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. French J R J. 1996. Subterranean termite, Reticulitermes spp (Isoptera : Rhinotermitidae), colony response to baiting with hexaflumuron using prototype commercial termite baiting system. Journal of Entomological Science 31 : 143 – 151. USA. Karl A, Michael K R. 2005. Effect of hexaflumuron on mortality of the Western subterranean termite (Isoptera: Rhinotermitidae) during and following exposure and movement of hexaflumuron in termite groups. Journal of Pest Management Science 61 : 517 – 531. Nandika D, Tambunan B. 1989. Deteriorasi kayu oleh faktor biologis. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Nandika D, Rudi. 1999. Termite resistancy of some Indonesian timber species hayati 6 (2) : 12-15. Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap biologi dan pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Surakarta. Philip A, N Y Su, James M C. 2001. Management of subterranean termites, Reticulitermes spp. (Isoptera: Rhinotermitidae) in a citrus orchard with hexaflumuron bait. Journal of Crop Protection 20 : 199-206. Rahmawati. 1996. Prakiraan kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia. [Skirpisi] Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Robertson dan Su N Y. 1995. Discovery of an affective slow-acting insect growth regulator for controlling subterranean termites. Journal Down To Earth 50 (1) : 1 - 7. USA. Scheffrahn R H dan N Y Su. 1991. Laboratory evaluation of two slow acting toxicants againts Formosan and Eastern subterranean termites (Isoptera : Rhinotermitidae). Journal of Econ Entomol 84 : 170-175. USA. Su N Y. 1991. Evaluation of bait-toxicants for supression of subterranean termite populations. Sociobiology 19 : 211-220. USA
11 -----------. 1994. Field evaluation of a hexaflumuron bait for population suppression of subterranean termites (Isoptera: Rhinotermidae). Journal of Economic Entomology 87 : 389 – 397. USA Su N Y, Thoms E M, Ban P MM, Scheffrahn R H. 1995. Monitoring/baiting station to detect and eliminate foragging populations of subterranean termites (Isoptera: Rhinotermitidae) near structures. Journal of Economic Entomology 88 : 932 – 936. USA Tarumingkeng R C. 1992. Insektisida : sifat, mekanisme kerja dan dampak penggunaannya. Ukrida Press : Jakarta
12 Lampiran 1 Kehilangan berat umpan hexaflumuron 0.5% Perlakuan Pelet
Blok
Kontrol
Ulangan
BKT awal (gram) 1 32,10 2 30,55 3 33,58 4 29,85 5 31,92 Rata-rata 1 33,31 2 32,46 3 31,92 4 30,51 5 32,89 Rata-rata 1 31,25 2 23,74 3 28,81 4 27,66 5 30,12 Rata-rata
BKT akhir (gram) Kehilangan berat (%) 16,06 49,96 13,63 55,39 17,76 47,10 17,52 41,33 14,88 53,39 49,43 30,65 7,99 28,62 11,82 30,41 4,73 27,82 8,83 29,86 9,22 8,52 28,04 10,25 18,22 23,26 24,79 13,95 22,18 19,81 26,11 13,31 16,12
Konsumsi Umpan (gr) 16,04 16,92 15,82 12,34 17,04 15,63 2,66 3,84 1,51 2,69 3,03 2,75 3,20 5,52 4,02 5,48 4,01 4,45
13 Lampiran 2 Uji analisis sidik ragam kehilangan berat termitisida hexaflumuron 0.5%
ANOVA Kberat Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
4433.769
2
2216.885
233.155
9
25.906
4666.924
11
kberat Subset for alpha = 0.05
perlaku an a
Duncan
N
1
2
2
5
8.5180
3
2
16.7550
1
5
Sig.
49.4320 .066
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,333.
F 85.574
Sig. .000
14 Lampiran 3 Mortalitas Rayap Tanah C. curvignathus Perlakuan
Ulangan
Pelet
1 2 3 4 5
Blok
1 2 3 4 5
Kontrol
1 2 3 4 5
Jumlah Rayap Awal 2000 2000 2000 2000 2000 Rata-rata 2000 2000 2000 2000 2000 Rata-rata 2000 2000 2000 2000 2000 Rata-rata
Jumlah Rayap Akhir
Mortalitas (%) 0 0 0 0 0
0 0 171 0 133 1796 1929 1886 1902 1844
100 100 100 100 100 100 100 100 91,45 100 93,35 96,96 10,20 3,55 5,7 4,9 7,8 6,43
15 Lampiran 4 Uji analisis sidik ragam mortalitas rayap tanah C. curvignathus
ANOVA mortalitas Sum of Squares Between Groups
Mean Square
14008.897
2
7004.449
93.228
9
10.359
14102.126
11
Within Groups Total
df
mortalitas Subset for alpha = 0.05
perlaku an a
Duncan
N
1
2
3
2
2
5
96.9600
1
5
100.0000
Sig.
6.8750
1.000
.254
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,333.
F 676.190
Sig. .000
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 November 1990 dari ayah Ade Irman dan ibu Sri Dewi Swastika. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri IPB dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi seperti Himpunan Profesi HIMASILTAN sebagai anggota Divisi Eksternal pada tahun 2011 dan anggota kelompok minat TPMK HIMASILTAN pada tahun 2012. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Sancang Timur dan Hutan Gunung Papandayan pada tahun 2011, Praktek pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2012, dan pada bulan Februari-April 2013 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di CV. Joko Joyo Jati Furniture, Jepara, Jawa Tengah. Penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitian yang diselenggarakan oleh HIMASILTAN pada rentang waktu 2010 – 2012.