EFEKTIFITAS PENGAWETAN KAYU DENGAN RENDAMAN DINGIN DAN FUMIGASI AMONIA PADA SEPULUH JENIS KAYU RAKYAT TERHADAP RAYAP KAYU KERING
HISKIA JONATHAN SINUHAJI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
EFEKTIFITAS PENGAWETAN KAYU DENGAN RENDAMAN DINGIN DAN FUMIGASI AMONIA PADA SEPULUH JENIS KAYU RAKYAT TERHADAP RAYAP KAYU KERING
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
HISKIA JONATHAN SINUHAJI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
DHH
Effectiveness of Cold Bath Method of Preservation and Ammonia Fumigation Method of Dry Wood Termites in Ten Species of Community Woods Hiskia J Sinuhaji1, Arinana², Istie S Rahayu²
INTRODUCTION : The availability of natural wood in wood production decreases and overall not able to meet those needs (Pandit 2010). This leads to a good quality wood was increasingly difficult to obtain and increasingly expensive. Public forests may be one solution in overcoming the shortage of wood. However, many types of timber forests unknown properties, especially properties of durability. This is particularly important given the potential for wood attacked by the threat of termites in tropical areas like Indonesia large. Therefore, needs to do research on the preservation of wood in this case the preservation of wood with a cold bath and ammonia fumigation on some types of wood folk against dry wood termites. MATERIALS AND METHODS : Samples made from ten community woods obtained from sawmills company around Bogor. The ten species of wood that are rubber wood (Hevea brasiliensis), jackfruit (Artocarpus heterophyllus), mindi (Melia azedarach), mangium (Acacia mangium Willd.), durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa Hassk.), rambutan (Nephelium sp.), angsana (Pterocarpus indicus), sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), and manii (Maesopsis eminii Engl.) The method of preservation are cold bath method and ammonia fumigation method. The concentration of cold bath method are 5%, 10%, and 15%, whereas the volume of the ammonia method are 2 l, 4 l, 6 l, 8 l, and 10 l. The concentration of preservation and volume of ammonia are the treatment. The testing procedures performed in this study consisted of two parts, namely weight loss and termite mortality. This test refers to the standard SNI 01.7207-2006, about the durability test of wood and wood products against wood destroying organisms name dry wood termites (Cryptotermes cynocephalus Light.). RESULTS : The results of this study prove that this method of curing a cold bath and ammonia fumigation real influence on the dry wood termite (C. cynocephalus) for preservation of the ten kinds of community wood. The test results are weight loss of wood in the cold bath method of preservation obtained the best results at concentrations of 5%, while for ammonia fumigation method obtained the best results on volume 8 liters. The greater the concentration of borax in a cold bath and the volume of ammonia fumigation methods used in the smaller weight loss of timber value and the greater the value of mortality to termites. Keywords: 1
ammonia, fumigation, cold bath, borax, community woods, Cryptotermes cynocephalus.
Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB ²Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB
RINGKASAN Hiskia Jonathan Sinuhaji. E24070086. Efektifitas Metode Pengawetan Rendaman Dingin dan Fumigasi Amonia terhadap Rayap Kayu Kering pada Sepuluh Jenis Kayu Rakyat. Di bawah bimbingan Arinana, S.Hut., M.Si dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si.
Ketersediaan kayu di alam semakin berkurang serta produksi kayu secara keseluruhan tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut (Pandit 2010). Hal ini menyebabkan kayu yang berkualitas baik semakin sulit diperoleh dan semakin mahal. Hutan rakyat dapat dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi kekurangan kayu. Namun, banyak jenis kayu hutan rakyat belum diketahui sifatsifatnya, terutama sifat keawetannya. Hal ini sangat penting mengingat potensi terjadinya serangan kayu oleh ancaman rayap di daerah tropis seperti Indonesia besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengawetan kayu dalam hal ini pengawetan kayu dengan rendaman dingin dan fumigasi amonia pada beberapa jenis kayu rakyat terhadap rayap kayu kering. Contoh uji berasal dari perusahaan penggergajian di sekitar Bogor. Kesepuluh jenis kayu tersebut yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis), nangka (Artocarpus heterophyllus), mindi (Melia azedarach), mangium (Acacia mangium Willd.), durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa Hassk.), rambutan (Nephelium sp.), angsana (Pterocarpus indicus), sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), dan manii (Maesopsis eminii Engl.). Metode pengawetan yang digunakan adalah rendaman dingin dan fumigasi amonia. Konsentrasi yang digunakan pada metode rendaman dingin adalah 5%, 10%, dan 15%. Sedangkan volume amonia yang digunakan adalah 2 l, 4 l, 6 l, 8 l, dan 10 l. Konsentrasi bahan pengawet dan volume amonia merupakan perlakuan. Sedangkan parameter yang digunakan adalah kehilangan berat dan mortalitas rayap. Pengujian mengacu pada standar SNI 01.7207-2006, tentang uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu, yaitu rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light.) Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengawetan rendaman dingin dan fumigasi amonia memberi pengaruh nyata terhadap kehilangan berat dan mortalitas rayap kayu kering terhadap sepuluh jenis kayu rakyat. Hasil pengujian kehilangan berat kayu pada metode pengawetan rendaman dingin diperoleh hasil optimal pada konsentrasi 5%, sedangkan untuk metode fumigasi amonia diperoleh hasil volume optimal pada volume 8 liter. Semakin besar konsentrasi boraks pada rendaman dingin dan semakin besar volume amonia pada metode fumigasi yang digunakan maka akan semakin kecil nilai kehilangan berat kayu dan semakin besar nilai mortalitas terhadap rayap.
Kata kunci :
fumigasi, amonia, rendaman dingin, boraks, kayu rakyat, Cryptotermes cynocephalus.
Judul Skripsi
: Efektifitas Pengawetan Kayu dengan Rendaman Dingin dan Fumigasi Amonia pada Sepuluh Jenis Kayu Rakyat terhadap Rayap Kayu Kering.
Nama Mahasiswa
: Hiskia Jonathan Sinuhaji
NIM
: E24070086
Menyetujui: Komisi Pembimbing,
Ketua,
Anggota,
(Arinana, S.Hut., M.Si) NIP. 19740101 200604 2 014
(Istie S Rahayu, S.Hut., M.Si.) NIP. 19740422 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP: 19660212 199103 1 002 Tanggal lulus :
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektifitas Pengawetan Kayu dengan Rendaman Dingin dan Fumigasi Amonia pada Sepuluh Jenis Kayu Rakyat terhadap Rayap Kayu Kering adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Hiskia J Sinuhaji NRP E24070086
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 10 Juli 1988, sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Drs. Kumpul Sinuhaji dan Basterian Sembiring S.Pd. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kabanjahe. Pada tahun 2007, penulis diterima di IPB jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Bidang keahlian yang dipilih adalah Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis menjadi komti kelas Tingkat Persiapan bersama (TPB) pada tahun 2007, dan menjadi ketua UKM Persekutuan Fakultas Kehutanan (PF Fahutan) pada tahun 2009. Penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai anggota. Penulis mengikuti Pekan Karya Ilmiah pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di CikiongBurangrang. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Cosma Cipta Lestari (CCS) di Kabupaten Bogor pada tahun 2011. Sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Efektifitas Pengawetan Kayu dengan Rendaman Dingin dan Fumigasi Amonia pada Sepuluh Jenis Kayu Rakyat terhadap Rayap Kayu Kering dibawah bimbingan Arinana S.Hut, M.Si dan Istie Sekartining Rahayu S.Hut, M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Ucapan terimakasih tak luput penulis sampaikan kepada: 1. Orangtua tercinta (Bapak Drs. Kumpul Sinuhaji dan Ibu Basterian Sembiring S.Pd) dan saudari-saudari tercinta Elfrida Sinuhaji, Dumaria M Sinuhaji, dan Agustina Sinuhaji atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual. 2. Arinana, S.Hut, M.Si dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu, nasehat dan motivasi kepada penulis. 3. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku ketua sidang dan Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji perwakilan Departemen Silvikultur. 4. Iftor, Singgih, dan Andri atas kerjasamanya dalam penelitian ini. 5. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 44 Departemen Hasil Hutan dan rekanrekan Komisi Kesenian IPB atas doa dan dukungannya. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Hiskia J Sinuhaji
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Efektifitas Pengawetan Kayu dengan Rendaman Dingin dan Fumigasi Amonia pada Sepuluh Jenis Kayu Rakyat terhadap Rayap Kayu Kering. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………
1
1.2 Tujuan ………………………………………………………….
2
1.3 Manfaat ………………………………………………………...
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Beberapa Jenis Kayu Rakyat ……………………………..
3
2.1.1 Durian ………………………………………………………
3
2.1.2 Mindi ……………………………………………………….
3
2.1.3 Nangka ……………………………………………………..
4
2.1.4 Mangium …………………………………………………...
4
2.1.5 Manii .……………………………………………………...
5
2.1.6 Sengon ……………………………………………………...
5
2.1.7 Angsana …………………………………………………….
6
2.1.8 Rambutan …………………………………………………..
7
2.1.9 Petai ………………………………………………………...
8
2.1.10 Karet ……………………………………………………....
8
2.2 Rayap Kayu Kering …..………………………………………...
9
2.3 Metode Pengawetan …..……………………………………......
10
2.3.1 Rendaman Dingin dengan Senyawa Boraks ……………….
10
2.3.2 Fumigasi Amonia…………………………………………...
12
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………….
15
3.2 Bahan dan Alat ……………………………………………..…..
15
3.3 Proses Rendaman Dingin .……………………………….……..
15
ii
3.4 Proses Fumigasi Amonia ..……………………………………..
16
3.5 Pengujian Ketahanan Terhadap Rayap Kayu Kering ….………
17
3.6 Analisis Data …………………………………………………...
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Metode Pengawetan Rendaman Dingin ………………………..
20
4.1.1 Persentase Kehilangan Berat Kayu .......……………………
20
4.1.2 Mortalitas Rayap…............................................…………....
23
4.2 Metode Pengawetan Fumigasi Amonia ……….....…………….
24
4.2.1 Persentase Kehilangan Berat Kayu .......……………………
24
4.2.2 Mortalitas Rayap ...................................……………………
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan …………………………………………………….
31
5.2 Saran ……………………………………………………………
31
VI. DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
32
DAFTAR TABEL
No. 1. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering berdasarkan penurunan berat ...................................................... 2. Rata-rata persentase kehilangan berat beberapa jenis kayu dengan perlakuan pengawetan rendaman dingin ...........................................
Halaman 18 21
DAFTAR GAMBAR No. 1. Ruang fumigasi dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m.............................. 2. Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus) berdasarkan SNI 01. 7207-2006.................................
Halaman 17
18
3. Persentase kehilangan berat terhadap serangan rayap kayu kering (C. cynocephalus) pada beberapa jenis kayu rakyat dengan metode rendaman dingin.................................................................................
20
4. Kondisi contoh uji kayu hasil perendaman dingin pada konsentrasi 10% dan 15%.....................................................................................
21
5. Persentase mortalitas rayap kayu kering pada beberapa jenis kayu rakyat pada metode rendaman dingin................................................
23
6. Persentase kehilangan berat terhadap serangan rayap kayu kering (C. cynocephalus) pada beberapa jenis kayu rakyat dengan metode fumigasi amonia................................................................................. 7. Persentase kehilangan berat rata-rata kayu terhadap volume amonia . ............................................................................................. 8. Persentase mortalitas rayap kayu kering pada beberapa jenis kayu rakyat pada metode fumigasi amonia.................................................
25
26 28
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Rata-rata persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pada metode rendaman dingin ...................................................................
36
2. Analisis sidik ragam kehilangan berat pada rendaman dingin..................................................................................................
37
3. Uji Duncan kehilangan berat pada rendaman dingin ........................
38
4. Rata-rata persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pada metode fumigasi amonia ...................................................................
39
5. Analisis sidik ragam kehilangan berat kayu dan mortalitas rayap pada metode fumigasi amonia ..........................................................
40
6. Uji Duncan kehilangan berat kayu terhadap jenis kayu pada metode fumigasi amonia ...................................................................
41
7. Uji Duncan kehilangan berat kayu terhadap volume amonia pada metode fumigasi amonia ...................................................................
42
8. Uji Duncan mortalitas rayap terhadap jenis kayu pada metode fumigasi amonia ................................................................................
43
9. Uji Duncan mortalitas rayap terhadap volume amonia pada metode fumigasi amonia ................................................................................
44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kayu merupak an hasil hutan yang dibutuhkan manusia untuk berbagai penggunaan bahan konstruksi maupun bahan non-konstruksi bangunan. Namun pada kenyataannya, ketersediaan kayu di alam semakin berkurang serta produksi kayu secara keseluruhan tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut (Pandit 2010). Hal ini menyebabkan kayu yang berkualitas baik semakin sulit diperoleh dan semakin mahal. Dewasa ini penggunaan kayu sebagian besar memanfaatkan kayu-kayu yang telah dikenal dan mempunyai keawetan alami tinggi. Hutan rakyat dapat dijadikan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi kekurangan kayu. Hutan rakyat Indonesia mempunyai potensi besar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktoral Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2006) dalam Wahyudi et al., ( 2007), luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat 1.272.505,61 ha Potensi hutan rakyat yang cukup besar itu diharapkan mampu mendukung pasokan bahan baku industri. Namun, banyak jenis kayu dari hutan rakyat yang memiliki keawetan kayu yang rendah. Saat ini, permintaan kayu semakin meningkat khususnya untuk produk furniture sehingga kemungkinan besar dapat diserang oleh rayap kayu kering, mengingat potensi terjadinya serangan kayu oleh ancaman rayap kayu kering di daerah tropis sangat besar.
Namun, beberapa produsen tidak terlalu
memperhatikan pengawetan kayu. Oleh sebab itu, pengawetan kayu sangat penting dilakukan guna memperpanjang masa pakai kayu. Pengawetan
kayu
merupakan usaha untuk meningkatkan ketahanan kayu terhadap agen perusak kayu. Tarumingkeng (2007) menyatakan bahwa bahan pengawet yang dimasukkan ke dalam kayu umumnya merupakan bahan beracun (toxic material) agar jasad hidup perusak kayu tidak menyerang. Penelitian pengawetan rendaman dingin dengan menggunakan bahan aktif boron telah banyak dilakukan, akan tetapi efektifitasnya terhadap rayap kayu kering sangat sedikit informasinya. Sementara itu, penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Taqiyudin (2011) menyatakan bahwa fumigan amonia
2
menghasilkan residual terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus dan menghasilkan nilai mortalitas rayap mencapai 100% pada kayu manii, durian, dan mindi pada setiap perlakuan jarak serta volume amonia. Namun pada penelitian tersebut tidak dilakukan pengujian terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian efektifitas pengawetan kayu dengan rendaman dingin dan fumigasi amonia pada beberapa jenis kayu rakyat terhadap rayap kayu kering.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas metode pengawetan rendaman dingin dan fumigasi amonia terhadap rayap kayu kering pada sepuluh jenis kayu rakyat. . 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan penggunaan bahan dan metode dalam pengawetan kayu, serta dapat memberikan rekomendasi terhadap penggunaan amonia sebagai bahan alternatif fumigan dan pengawetan kayu yang ramah lingkungan, murah, dan mudah diaplikasikan kepada masyarakat dan pemerintah khususnya badan karantina.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Beberapa Jenis Kayu Rakyat Pengertian hutan rakyat sebagaimana tercantum dalam UU Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999 dan SK Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 adalah hutan yang dimiliki rakyat dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman (Dephut 1999). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai akhir-akhir ini, kayu yang berasal dari hutan tanaman atau hutan rakyat pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk pertukangan maupun bahan bangunan. Namun, dalam pemakaiannya harus didukung oleh teknologi yang dapat memperbaiki sifat-sifat kayu, seperti pengawetan kayu.
2.1.1 Durian (Durio zibethinus) Durian termasuk dalam Family Bombacaceae. Kayu terasnya berwarna coklat kemerah-merahan, merah atau coklat merah tua, gubal agak putih, coklat kuning pucat atau kuning merah pucat dengan batas antara gubal dan teras sering tidak jelas. Umumnya tidak bercorak atau polos, mempunyai tekstur yang kasar dan merata. Arah seratnya lurus dan berpadu, permukaannya agak kusam sampai mengkilap dan agak licin sampai licin. Kayunya agak lunak sampai agak keras. Kayu ini mempunyai berat jenis (BJ) rata-rata 0,54-0,79, dengan kelas awet (IVV), dan kelas kuatnya II-III. Biasanya digunakan sebagai bangunan bawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga sederhana (termasuk lemari), lantai, dinding, sekat ruang, peti jenazah, dan bangunan kapal (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.1.2
Mindi (Melia azedarach) Mindi termasuk Family Meliaceae, tergolong cepat tumbuh dan dapat
tersebar di seluruh negara tropis dan sub tropis. Pohon ini digunakan sebagai pohon peneduh di perkebunan kopi dan teh. Kayu ini mempunyai kelas awet IV
4
dan kelas kuat III dengan BJ 0,40-0,52. Kayu ini agak ringan dan kasar, berserat lurus dan berwarna coklat hingga merah muda mengkilat dengan sedikit lembayung (Heyne 1987). Menurut Martawijaya et al., (2005), daya tahan terhadap jamur pelapuk, kayu mindi termasuk kelas II-III. Kayu mindi dapat diggunakan untuk peti teh, papan, dan bangunan di bawah atap, panil, vinir hias, dan sortimen yang berat dan mungkin baik untuk mebel.
2.1.3
Nangka (Artocarpus heterophyllus) Pohon yang termasuk kedalam Family Moraceae ini dikenal sebagai
jackfruit. Umumnya berukuran sedang sampai sekitar 20 m tingginya walaupun ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris dengan diameter dapatmencapai 1 meter. Kayunya berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah di kerjakan. Kayu nangka sering dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik (Wahyudi et al., 2007). Kayu ini mengandung zat ekstraktif yang disebut morin. Bahan ini dapat diekstrak dengan air panas atau dengan alkohol. Kayu nangka mempunyai serat halus sampai agak kasar. Warna kayu nangka mengalami perubahan warna, dari warna kuning muda pada waktu kayu gubal menjadi kuning sitrus pada kayu teras. Kayu nangka juga mempunyai berat jenis 0,55-0,71 dengan BJ rata-rata 0,61 dan termasuk kelas kuat II-III (Heyne 1987). ` 2.1.4 Mangium (Acacia mangium Willd.) Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu mangium memiliki ciri umum, yaitu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus, kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin , kayu berwarna coklat. Ciri anatomi kayunya adalah pori soliter dan berganda radial, terdiri atas 2 - 3 pori, parenkim selubung, kadang-kadang bentuk sayap pada pori berukuran
5
kecil , jari-jari sempit, pendek dan agak panjang. Sel-sel pembuluh atau porinya baur, soliter, dan berganda radial yang terdiri atas 2 - 3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. Parenkim dan jari-jari kayu bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,69 (0,49-0,84), kelas awet III dan kelas kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.1.5 Manii (Maesopsis eminii Engl.) Berdasarkan taksonomi/tatanamanya kayu manii masuk ke dalam Famili Rhamnaceae, memiliki nama daerah: Pohon paying, musizi, afrika, manii, terdapat dua subjenis yaitu eminii Engl. dan berchemoides (Pierre) N. Halle. Kayu manii
merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna
berkekuatan sedang sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu teras pada umumnya (Dephut 2002). Cirri anatomi kayunya adalah: sel pembuluh berbentuk oval, sebagian soliter tapi ada yang bergabung radial 2 - 4 sel dan sedikit mengandung tylosis. Sel jari-jarinya terdiri dari 2 macam, yaitu ada yang lebar dan ada yang sempit (namun kurang menyolok). Tipe sel parenkimnya adalah paratrakeal aliform sampai aliform bersambung (concluent) dan tidak dijumpai adanya saluran damar. Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut (56,70 %) dengan ukuran panjang 1,1 - 1,7 mm, tebal dinding sel 3,1 – 3,5 mikron, dan diameter serabut 26 – 35 mikron. Kayu ini masuk kedalam kelas kuat III, dan kelas awet III-IV, dan memiliki nilai BJ rata-rata sebesar 0,4 g/cm² (Abdurachman dan Hadjib 2006).
2.1.6
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Menurut Martawijaya et al., (2008), kayu sengon memiliki ciri umum,
yaitu: pada pohon muda teras gubal sukar dibedakan, pada pohon tua warna teras
6
putih sampai coklat kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat keputihan. Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai kasar. Arah seratnya berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna kayu putih sampai coklat muda kemerahan. Porinya soliter dan berganda radial, parenkim baur, kayunya lunak. Cirri anatomi kayunya adalah: Pembuluh/pori baur, bentuk bundar sampai bundar telur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, jumlahnya sekitar 4-7 per mm², diameter tangensial sekitar 160-340 mikron, bidang perforasi sederhana. Parenkimnya menyinggung pori sebagian (scanty) sampai selubung, kebanyakan bertipe apotrakea baur yang terdiri dari 1-3 sel membentuk garis tangensial antara jari-jari. Jari-jari kayu umumnya sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlahnya 6-12 per mm arah tangensial, komposisis selnya homoseluler. Hanya terdiri atas sel-sel baring. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,33 (0,24-0,49), kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.1.7 Angsana (Pterocarpus indicus) Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae (Leguminosae, polongpolongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood. Kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat. Dalam bentuk balok, kaso, papan dan panil kayu yang lain untuk rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain. Warna dan motif
serat
kayunya
yang
indah
kemerah-merahan,
menjadikan
kayu
sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian. Kayu angsana (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga keras-sedang, beratsedang, liat dan lenting. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan
7
yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki bahan pengawet. Kayu teras angasan berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga kemerah-merahan cokelat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah. Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun bahan warna utama. Pada umumnya kayu angsana mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun papan angsana yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008) kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,65 (0,39-0,94), memiliki kelas awet II (I-IV) dan kelas kuat II (I-IV).
2.1.8
Rambutan (Nephelium sp.) Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah hortikultura berupa
pohon dengan Family Sapindaceae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya hairy fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini buah rambutan telah menyebar luas di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin. Dalam budidaya rambutan, angin berperan dalam penyerbukan bunga. Pohon rambutan akan dapat berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 25°C yang diukur pada siang hari. Rambutan dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta sedikit mengandung pasir. Selain itu jenis ini dapat tumbuh baik pada tanah yang banyak mengandung bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat sedikit pasir. Pada dasarnya derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman perkebunan lainnyadi Indonesia yaitu antara 6-6,7 dan kalau kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu (Deptan 2000). Rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yang mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat protein, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial, vitamin, zat mineral makro, dan mikro yang menyehatkan. Di masyarakat tanaman ini juga dimanfaatkan
8
sebagai pohon pelindung di pekarangan dan sebagai tanaman hias. Rambutan dapat tumbuh subur pada daratan rendah dengan ketinggian antara 30-500 mdpl. Kayu rambutan mempunyai BJ 0,8-0,91 kelas kuat I-II dan kelas awet III (Seng 1990).
2.1.9
Petai (Parkia speciosa Hassk) Pohon petai termasuk suku Mimosaceae. Pohon ini memiliki diameter
batang sebesar 60 cm dengan warna kulit luar batang kelabu cokelat atau cokelat kehitaman. Petai merupakan tumbuhan asli yang hidup dalam hutan-hutan di Malaysia Barat (Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan dan Jawa). Pohon petai banyak ditanam di pekarangan pedesaan atau tegalan dan tumbuh baik di daratan rendah hingga ketinggian 1000 m dpl. Tanaman ini sangat menyukai tanah-tanah yang berlempung atau tanah liat dengan drainase yang baik. Warna kayunya kemerah-merahan dengan BJ 0,45 dan termasuk kedalam kelas awet IV, serta kelas kuat III-IV dengan keterawetan mudah. (Wahyudi et al., 2007).
2.1.10 Karet (Hevea brassiliensis) Kayu Karet, dan oleh dunia internasional disebut Rubber wood pada awalnya hanya tumbuh di daerah Amazon, Brazil. Kemudian pada akhir abad 18 mulai dilakukan penanaman di daerah India namun tidak berhasil. Lalu dibawa hingga ke Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Jawa. Pohon karet dibudidayakan dengan tujuan utamanya untuk diambil getahnya sebagai bahan utama karet, hingga sekarang. Pohon karet bisa tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan akan mulai diambil getahnya pada umur 5-6 tahun. Secara ekonomis kayu karet sangat efisien karena hanya akan ditebang dan dijadikan bahan baku industri furniture ketika sudah tidak menghasilkan karet. Setelah berumur 25 tahun pohon karet tidak lagi menghasilkan 'latex' sehingga sudah saatnya harus ditebang dan digantikan dengan
pohon
baru.
Kayu karet berwarna putih kekuningan, sedikit krem ketika baru saja dibelah atau dipotong. Ketika sudah mulai mengering akan berubah sedikit kecoklatan.
9
Tidak terdapat perbedaan warna yang mencolok pada kayu gubal dengan kayu teras. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat kayu teras pada rubberwood. Menurut pengalaman proses mesin kayu karet tidak menimbulkan banyak cacat pengerjaan, dan proses assembling ataupun pengeleman juga tidak menimbulkan defect/cacat yang berarti. Pemotongan kayu pada sudut hingga 30° pun tetap halus dan rata. Kayu karet banyak digunakan sebagai bahan baku furniture di dalam ruangan terutama furniture di ruang dapur. Top table kitchen set, peralatan dapur misalnya tatakan pisau, alat masak dan kursi makan sangat cocok menggunakan bahan baku kayu karet. Kerapatan kayu karet antara 435625 kg/m³ pada kadar air 12% sedangkan BJ rata-rata 0,61 (0,55-0,70). Kayu ini termasuk kedalam kelas awet V dan kelas kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.2
Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light) Di Indonesia rayap tergolong ke dalam serangga perusak kayu utama.
Binatang kecil yang tergolong ke dalam serangga sosial ini mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan mengakibatkan kerugian yang besar pula. Dalam setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (primer dan sekunder). Dalam penggolongan ini, bentuk morfologi dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Nandika et al., 2003). Menurut Nandika et al., (2006), rayap kayu kering merupakan jenis rayap yang sangat umum terdapat pada daerah-daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Filipina. Penyebaran rayap kayu kering berhubungan dengan iklim lembab. Nimfa Cryptotermes cynochephalus memiliki panjang 5-6 mm dengan warna kuning kecoklatan. Pada kasta reprodiktif muda berukuran 10 mm. Rayap kayu kering menyerang kayu yang berada dalam kondisi kering, seperti kusen pintu, jendela, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Hampir semua kayu ringan dan tidak awet diserang. Bahan-bahan lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain juga diserang (Tarumingkeng 2001).
10
Koloni rayap kayu kering berkembang sangat lambat dan maksimum anggota koloni berjumlah sangat sedikit. Jumlah anggota koloni yang berumur 4 tahunan kurang dari 1000 ekor, sedangkan koloni yang sudah tua berumur 10-15 tahun anggotanya kira-kira berjumlah 3000 ekor. Semasa hidup, rayap ini tidak memerlukan tempat yang lembab dan tidak pernah masuk ke dalam tanah. Cara penyerangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi sebab hidupnya terisolir di dalam kayu yang digunakan sebagai sarangnya. Tanda serangan rayap ini terdapat butiran-butiran halus, kecoklatan dengan ujung yang bulat disekitar kayu yang terserang. Pada bagian luar, kayu yang diserang terlihat masih utuh, padahal pada bagian dalam telah berlubang-lubang atau rusak sama sekali. Hanya kotoran berbentuk butiran halus merupakan ciri khas serangan rayap kayu kering. Rayap kayu kering menyerang kayu kelas awet rendah sampai sedang, yaitu kelas awet III sampai IV dan kayu tersebut ternaungi dengan kadar air < 12 %. Cryptotermes cynocephalus Light memiliki kepala berwarna coklat gelap kemerah-merahan. Antenanya memiliki 11 segmen. Segmen kedua lebih panjang dibandingkan segmen lainnya. Panjang kepala dengan mandible 0,870,92 mm, panjang mandible 0,50-0,57 mm, panjang labrum 0,10-0,11 mm dan lebarnya 0,16-0,17 mm (Nandika et al., 2003).
2.3 Metode Pengawetan 2.3.1
Rendaman Dingin dengan Senyawa Boraks Perlakuan rendaman dingin merupakan salah
satu
metode dalam
pengawetan. Kayu-kayu diawetkan dengan cara merendamnya ke dalam larutan bahan pengawet. Kayu yang akan diawetkan harus mengalami pengeringan terlebih dahulu supaya bahan pengawet dapat terserap lebih banyak. Penetrasi bahan pengawet pada kayu yang tidak mengalami pengeringan terlebih dahulu biasanya sangat kecil (Nandika et al. 2003). Menurut Dumanauw (2001), keuntungan dan kerugian metode rendaman dingin dalam pengawetan adalah: Keuntungan : 1. Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibanding metode pelaburan, penyemprotan, dan pencelupan.
11
2. Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama. 3. Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang. Kerugian : 1. Waktu lebih lama dibanding rendaman rendaman panas 2. Peralatan mudah terkena karat 3. Pada proses panas, apabila tidak hati-hati kayu dapat terbakar 4. Kayu basah agak sulit diawetkan.
Salah satu metode pengawetan yang tercantum dalam Standar Kehutanan Indonesia nomor C-m-001, tahun 1987, untuk mengawetkan kayu perumahan dan gedung adalah secara rendaman dingin menggunakan bahan pengawet golongan CCB (tembaga-khrom-boron) dan BCFA (boron-flour-khrom-arsen). Kedua bahan pengawet ini harganya relative
mahal, dan khusus bahan pengawet
mengandung arsen pemakaiannya banyak dipermasalahkan
karena dianggap
berbahaya, sehingga perlu dicari bahan pengawet yang harganya relatif murah, aman dan efektif terhadap organisme perusak kayu. Bahan yang dapat dikembangkan adalah senyawa boron dalam bentuk tunggal, asal kayu yang diawetkan dipasang di bawah atap tanpa kontak tanah dan tidak tersiram air sama sekali. Senyawa boron banyak beredar dan dijual bebas di pasar dengan harga relatif murah, sehingga relative aman dilakukan untuk mengawetkan kayu perumahan. Senyawa boron sangat beracun terhadap rayap kayu kering (Findlay 1967). Kamil dan Supriana (1971), menjelaskan bahwa sifat-sifat baik yang dimiliki oleh bahan pengawet persenyawaan Boron (Borax dan Asam Borat) antara lain: a. Beracun terhadap jamur pelapuk kayu b. Beracun terhadap serangga c. Dapat dipergunakan baik secara tekanan dan vacum maupun dengan cara-cara difusi
12
d. Kayu yang diawetkan dengan persenyawaan Boron tidak berbahaya bagi manusia e. Tidak korosif terhadap logam f. Dapat dicat dan dipelitur seperti halnya pada kayu yang tidak diawetkan g. Dapat direkat dengan baik h. Tidak menumbulkan warna pada kayu Boraks berbentuk Na2 B4O7 10H2O kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.
2.3.2
Fumigasi Amonia Fumigasi adalah cara perlakuan pengendalian hama (rayap, kutu buku,
tikus, kecoa, kumbang, ngenget, dan lain-lain) dengan menggunakan gas beracun. Selain tingkat penetrasi yang tinggi, keuntungan lain fumigasi adalah membunuh semua stadia kehidupan hama tanpa mengotori bahan yang difumigasi (Hendrawan 2007). Menurut Anonim (2009) fumigasi adalah proses dimana serangga dikeluarkan dari struktur kayu dengan meggunakan gas mematikan. Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia atau campuran dari bahan kimia meliputi semua bahan aktif (jika ada) yang diramu untuk menghasilkan satu fumigan. Formulasi ini dapat berada dalam bentuk padat, cair, dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki tingkat racun yang tinggi terhadap hama yang menjadi target. 2. Toksisitas yang rendah terhadap tumbuhan, manusia dan organisme lain yang bukan menjadi sasaran. 3. Tersedia di pasaran dan hemat dalam bentuk penggunaan.
13
4. Tidak memberikan bahaya kepada komoditas. 5. Tidak terbakar, tidak merusak dan tidak meledak dalam keadaan penggunaan normal. 6. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik. 7. Tidak berakibat buruk. Fumigasi harus dilakukan secara hati-hati, dengan menggunakan masker, google (pelindung mata), sarung tangan karet, dan ruang fumigasi yang kedap udara, sehingga polusi udara yang diakibatkan oleh penguapan amonia berkurang. Amonia akan menguap ke seluruh permukaan kayu, dan diserap oleh kayu, yang kemudian bereaksi dengan tanin (Eagan 2008). Proses fumigasi dilakukan di suatu ruang yang disebut “ fuming chamber “. Ruangan tersebut harus tertutup rapat, dengan amonia dan kayu. Penguapan amonia dibantu dengan pemanasan di dalam ruangan tersebut (Kramer 1989). Martawijaya dan Barly (2000) telah menguraikan 4 faktor utama yang mempengaruhi keterawetan kayu, yaitu: a. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti struktur anatomi (trakeida, pori/pembuluh, serabut, dan saluran dammar), permeabilitas, kerapatan dan sebagainya. b. Keadaan kayu pada saat dilakukan pengawetanseperti kadar air, bentuk kayu, gubal atau teras. c. Metoda pengawetan yang digunakan. d. Sifat bahan pengawet yang digunakan.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Senyawa ini berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Menurut Effendi (2003), ammonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat larut dalam air. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, ammonium fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Amonia memiliki titik didih pada suhu (-33°C) dan titik leleh (-77,7°C), sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi. Amonia memiliki berat molekul 17.03, tekanan uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31g/100g (25°C), berat jenis 0.628 (-33.4°C), berat jenis uap 0.6, dan memiliki suhu kritis 133°C.
14
Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2009).
Kontak dengan gas amonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Oleh karena itu amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah (Anonim 2009).
15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – November 2011. Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu dan Bagian Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) serta Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh jenis kayu rakyat yaitu kayu karet (Hevea brasiliensis), nangka (Artocarpus heterophyllus), mindi (Melia azedarach), mangium (Acacia mangium Willd.), durian (Durio zibethinus), petai (Parkia speciosa Hassk.), rambutan (Nephelium sp.), angsana (Pterocarpus indicus), sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen), dan manii (Maesopsis eminii Engl.) yang berasal dari industri penggergajian sekitar Kabupaten Bogor. Konsentrasi yang digunakan pada metode rendaman dingin adalah 5%, 10%, dan 15%. Sedangkan volume amonia yang digunakan adalah 2 l, 4 l, 6 l, 8 l, dan 10 l. Rayap yang digunakan dalam pengujian keawetan kayu adalah rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light) sedangkan bahan pengawet yang digunakan pada metode rendaman dingin adalah boraks dan pada metode fumigasi menggunakan bahan aktif amonia. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik, oven, desikator, cawan petri, wadah kaca, sudip, gunting, pipa paralon, lilin mainan dan alat tulis.
3.3 Proses Rendaman Dingin Bahan pengawet yang digunakan adalah senyawa boraks
dengan
konsentrasi 5 %, 10 %, dan 15%. Tahapan proses rendaman dingin adalah: 1. Contoh uji berukuran 5,0 cm x 2,5 cm x 2,5 cm dikering-udarakan hingga mencapai kadar air 14%.
16
2. Bahan pengawet boraks dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi sebesar 5%, 10%, dan 15% sebagai perlakuan. 3. Setelah contoh uji dan larutan bahan pengawet siap, maka contoh uji dimasukkan ke dalam larutan selama 2 jam. Seluruh permukaan contoh uji harus terendam oleh larutan bahan pengawet. 4. Setelah 2 jam, contoh uji diambil kemudian ditiriskan selama 2 hari sampai kering udara dengan KA 14%. 5. Setelah ditiriskan, contoh uji kemudian di oven selama 2 hari dengan suhu 60°C, lalu ditimbang (W1), selanjutnya dilakukan pengujian terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus).
3.4 Proses Fumigasi Amonia Fumigasi menggunakan larutan amonia teknis dengan konsentrasi 25% sebanyak 2 liter, 4 liter, 6 liter, 8 liter, dan 10 liter. Kayu dipaparkan dalam uap amonia selama 4 hari (96 jam). Tahapan proses fumigasi yang telah dilaksanakan adalah: 1. Contoh uji berukuran 5,0 cm x 2,5 cm x 2,5 cm dalam kondisi kering udara (KA 14%) ditata dalam ruang fumigasi dengan ukuran panjang 2 m, lebar 1 m, dan tinggi 1 m ( Gambar 1). 2. Larutan amonia sebanyak 2, 4, 6, 8, 10 liter (sebagai perlakuan) dituangkan dengan sangat hati-hati menggunakan pelindung diri (sarung tangan, kacamata/google, dan masker) ke wadah plastik. Ulangan masing-masing perlakuan adalah 3 kali ulangan. 3. Wadah plastik yang berisi amonia dimasukkan ke dalam ruang fumigasi. Masing-masing perlakuan amonia dimasukkan dalam ruang fumigasi yang berbeda secara bergantian. 4. Ruang fumigasi ditutup dengan rapat agar fumigan tidak dapat keluar dari ruang fumigasi. 5. Setelah 4 hari (96 jam), contoh uji di keluarkan dari ruang fumigasi. 6. Kayu yang telah difumigasi di oven selama 2 hari (48 jam) dengan suhu 60° C, lalu ditimbang (W1), selanjutnya dilakukan pengujian terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus).
17
Gambar 1 Ruang fumigasi dengan ukuran 2 m x 1 m x 1 m. 3.5 Pengujian Ketahanan Terhadap Rayap Kayu Kering Pengujian ketahanan terhadap rayap kayu kering
mengacu pada SNI
01.7207-2006, tentang uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Prinsip dari pengujian ini adalah memaksa rayap kayu kering untuk memakan kayu dalam jangka waktu 12 minggu. Untuk tahapan prosedur pengujian ini dilakukan beberapa perlakuan yaitu pada salah satu sisi yang terlebar pada contoh uji tersebut dipasang pipa paralon kemudian ke dalam pipa paralon tersebut dimasukkan rayap kayu kering sebanyak 50 ekor rayap pekerja yang sehat dan aktif dan ditutup dengan kapas setelah itu contoh uji tersebut disimpan di tempat gelap selama 12 minggu. Sebelum melakukan pengumpanan, berat awal (W1) contoh uji terlebih dahulu di oven pada suhu 60°C selama 2 x 24 jam lalu ditimbang, kemudian setelah pengumpanan selama 12 minggu contoh uji di oven pada suhu 60°C selama 24 jam dan ditimbang lagi untuk menentukan berat akhirnya (W2). Contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2.
18
Kapas Rayap Pipa paralon
p
lilin Contoh uji kayu 5,0 cm x 2,5 cm x 2,5 cm
Gambar 2 Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus) berdasarkan SNI 01. 7207-2007. Parameter yang diukur: a) Persentase kehilangan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan: W1 – W2 WL = ------------- X 100 % W1 dengan pengertian: WL
= penurunan berat (%);
W1
= berat kayu kering oven sebelum diumpankan (g);
W2
= berat kayu kering oven setelah diumpankan (g). Berdasarkan Standar SNI 01.7207-2006 tentang pengujian ketahan
terhadap rayap kayu kering, kelas ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering dikelompokkan ke dalam lima kelas, dengan ketentuan sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Kelas
Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering berdasarkan penurunan berat Ketahanan Penurunan berat (%)
I
Sangat tahan
II
Tahan
2.0 – 4.4
III
Sedang
4.4 – 8.2
IV
Tidak tahan
8.2 – 28.1
V
Sangat tidak tahan
Sumber : SNI 01.7207-2006.
< 2.0
> 28.1
19
b) Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: N1 - N2 M (%) = -------- x 100% N1 Keterangan : M
= Mortalitas rayap (%).
N1
= Jumlah total rayap sebelum pengumpanan (ekor).
N2
= Jumlah rayap yang mati setelah pengumpanan (ekor).
3.6 Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan menggunakan dua faktor yaitu jenis kayu dan metode pengawetan. Setiap perlakuan terdiri dari tiga kali ulangan. Metode persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + Cijk Keterangan: Yijk
Respon percobaan pada unit percobaan jenis kayu ke-i yang diberi perlakuan konsentrasi ke-j dan ulangan ke-k. µ : Rata-rata umum. Ai : Pengaruh perlakuan jenis kayu ke- i (kayu karet, nangka, mindi, mangium, durian, petai, rambutan, angsana, sengon, dan manii). Bj : Pengaruh perlakuan konsentrasi bahan pengawet ke-j ( konsentrasi boraks: 5%, 10%, 15% dan volume amonia 2 l, 4 l, 6 l, 8 l, 10 l). ABij : Pengaruh interaksi dari unit percobaan yang diberi perlakuan konsentrasi ke-i dan jenis kayu ke-j. Cijk : Galat percobaan. :
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan program MS Excel dan analisis statistik menggunakan program SPSS 16.0. Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Metode Pengawetan Rendaman Dingin 4.1.1 Persentase Kehilangan Berat Kayu Parameter yang digunakan dalam pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap kayu kering adalah persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh persentase mortalitas yang selengkapnya tersaji pada Gambar 3. Petai memiliki nilai persentase kehilangan berat tertinggi pada konsentrasi boraks 5 % (0,294%), sedangkan angsana memiliki nilai persentase terendah (0,002%), Namun pada konsentrasi boraks 10% dan 15%, seluruh jenis kayu memiliki persentase kehilangan berat yang sama yaitu 0%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada konsentrasi 10% dan 15%, seluruh individu rayap kayu kering (C. cynocephalus) mati. 2.0
Kelas ketahanan I Sangat tahan (<2,0%)
kehilangan berat (%)
1.5
1.0 5% 10% 15%
0.5 0.294 0.024 0.017 0.069
0.069 0.034 0.013 0.058 0.002 0.014
0.0
jenis kayu
Gambar 3 Persentase kehilangan berat terhadap serangan rayap kayu kering (C. cynocephalus) pada beberapa jenis kayu rakyat dengan metode rendaman dingin.
21
Berdasarkan hasil pengamatan, kayu hasil pengawetan metode rendaman dingin dengan konsentrasi bahan pengawet 10% dan 15%, terlihat bahwa bahan pengawet menutupi hampir seluruh permukaan contoh uji, sehingga rayap tidak mau memakan kayu tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kondisi contoh uji kayu hasil perendaman dingin pada konsentrasi 10% dan 15%. Jika dibandingkan dengan persentase kehilangan berat kayu kontrol (kayu pinus) maka hasilnya berbeda. Kayu pinus memiliki nilai persentase kehilangan berat terbesar yaitu sebesar 8,899%. Hal ini menunjukkan bahwa tahapan prosedur pengujian telah dilakukan dengan benar. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
Rata-rata persentase kehilangan berat beberapa jenis kayu dengan perlakuan pengawetan rendaman dingin
Jenis Kayu
Persentase Kehilangan Berat pada Konsentrasi Kontrol (0%)
Pinus Rambutan Karet Angsana Petai Nangka Durian Mangium Sengon Mindi Manii
5%
10%
15%
0,101 0,072 0,007 0,883 0,051 0,042 0,039 0,175 0,208 0,208
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8,899
Berdasarkan Tabel 1, hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis kayu diklasifikasikan ke dalam kelas ketahanan I (kehilangan berat < 2,0 %) yang
22
berarti sangat tahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendaman dingin dengan menggunakan boraks dengan konsentrasi 5 %, 10 % dan 15% terbukti mampu meningkatkan ketahanan kayu rakyat terhadap serangan rayap kayu kering. Sedangkan konsentrasi bahan pengawet optimalnya adalah 5 %, dengan dasar bahwa hanya dengan menggunakan konsentrasi bahan pengawet 5% telah mampu menahan serangan rayap kayu kering. Pada konsentrasi 5%, contoh uji kayu mengalami sedikit kehilangan berat karena dikonsumsi oleh rayap kayu kering, namun setelah 4 minggu, seluruh individu rayap mati. Hal ini diduga karena kayu telah dimasuki oleh bahan pengawet yang bersifat racun sehingga jika rayap kayu kering mengkonsumsi contoh uji tersebut, maka rayap tersebut akan mati. Sedangkan pada konsentrasi boraks 10% dan 15%, berdasarkan pengamatan, keseluruhan rayap kayu kering mati setelah pengumpanan selama 2 minggu. Hal ini sesuai dengan Findlay (1967) yang menyatakan bahwa boraks memiliki daya racun terhadap rayap kayu kering. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga dapat diserap melalui kulit. Berdasarkan hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor jenis kayu tidak memberikan pengaruh nyata tetapi konsentrasi kandungan boraks memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon kehilangan berat. Sedangkan interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil uji lanjut Duncan diperoleh bahwa persentase kehilangan berat pada konsentrasi 10% dan 15% tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya, namun berbeda nyata dengan konsentrasi 5 %. Hal ini diduga keseluruhan jenis kayu mengalami persentase penurunan kehilangan berat yang hampir seragam. Perlakuan pengawetan boraks dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% terbukti mampu meningkatkan ketahanan kayu rakyat terhadap serangan rayap kayu kering. Faktor konsentrasi boraks berpengaruh nyata terhadap persentase kehilangan berat. Hal ini diduga akibat semakin besar konsentrasi boraks, maka akan menyebabkan semakin banyak bahan aktif boraks yang berikatan dengan kayu. Dengan demikian, kayu mengandung senyawa yang beracun. Hal inilah yang mengakibatkan individu rayap kayu kering mati.
23
4.1.2 Mortalitas rayap Hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase mortalitas rayap pada metode rendaman dingin baik pada perlakuan konsentrasi 5 %, 10%, maupun 15 % adalah sebesar 100 % pada semua jenis kayu. Seluruh individu rayap mati setelah 3 bulan pengumpanan. Berdasarkan hasil pengamatan, pada kayu hasil pengawetan rendaman dingin, terlihat bahan pengawet boraks menutupi hampir seluruh permukaan kayu terutama pada perlakuan 10% dan 15%, menyebabkan rayap tidak dapat mengkonsumsi contoh uji kayu tersebut. Berdasarkan pengamatan pada perlakuan konsentrasi bahan pengawet 5%, rayap hanya mampu bertahan hidup selama 4 minggu, sedangkan pada perlakuan 10% dan 15%, berdasarkan pengamatan, rayap hanya sanggup bertahan hidup selama 2 minggu. Oleh karena itu, sebelum akhir masa pengujian (12 minggu), mortalitas rayap telah mencapai mortalitas 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Mortalitas rayap (%)
100% 80% 60% 40% 20% 0%
Jenis Kayu 5%
10%
15%
kontrol
Gambar 5 Persentase mortalitas rayap kayu kering pada beberapa jenis kayu rakyat pada metode rendaman dingin. Jika dibandingkan dengan nilai persentase mortalitas rayap kayu kering pada kayu kontrol (64%) maka nilainya lebih rendah daripada kayu yang diberi perlakuan pengawetan rendaman dingin (100%). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa metode rendaman dingin terbukti mampu menahan serangan rayap kayu kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamil dan Supriana (1971)
24
dan Findlay (1967) yang menyatakan bahwa bahan aktif boraks beracun terhadap serangan rayap kayu kering. Berdasarkan nilai persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap kayu kering, konsentrasi optimal bahan pengawet untuk menahan serangan rayap kayu kering adalah sebesar 5%.
4.2 Metode Pengawetan Fumigasi Amonia Berdasarkan hasil penelitian Taqiyudin (2011), menyatakan bahwa metode fumigasi amonia menghasilkan residu. Terbukti dengan nilai persentase mortalitas rayap tanah mencapai 100% pada kayu Manii, Durian, dan Mindi pada jarak 1, 3, 5 cm dari permukaan papan setelah 24 jam diberi perlakuan fumigasi amonia. Residu ini yang diuji efikasi skala laboratoriumnya terhadap rayap kayu kering. Parameter yang dilakukan adalah persentase kehilangan berat kayu dan persentase mortalitas rayap kayu kering 4.2.1 Persentase Kehilangan Berat Kayu Berdasarkan hasil pengujian metode pengawetan fumigasi amonia diperoleh bahwa persentase kehilangan berat terendah terdapat pada contoh uji kayu nangka yang diberi perlakuan 10 liter amonia adalah sebesar 0,959%, sedangkan untuk nilai kehilangan berat kayu terbesar pada kayu manii yang diberi perlakuan amonia 4 liter adalah sebesar 8,498%. Selengkapnya tersaji pada Gambar 6. Secara umum, dapat terlihat bahwa persentase kehilangan berat kayu kontrol (pinus) lebih besar daripada nilai persentase pada seluruh jenis kayu. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan fumigasi amonia dapat menurunkan nilai persentase kehilangan berat. Amonia dapat meningkatkan keawetan kayu terhadap serangan rayap kayu kering pada seluruh jenis kayu.
25
10 8.899
9
8.498
8
Kehilangan berat (%)
7 6
7.604
7.544 7.129
6.972
6.691
7.365
7.576
6.907
7.277
5.498
5
4.44
4.244
4 3
2.782
2.491
2.731
2.759
2.412
Kelas ketahanan II Tahan (2,0% – 4,4%) 2.155
1.668
2 1
Kelas ketahanan III Sedang (4,4% - 8,2%)
Kelas ketahanan I Sangat tahan (<2,0%)
0.959
0
Jenis kayu 2 liter
4 liter
6 liter
8 liter
10 liter
kontrol
Gambar 6 Persentase kehilangan berat terhadap serangan rayap kayu kering (C. cynocephalus) pada beberapa jenis kayu rakyat dengan metode fumigasi amonia. Gambar 7 memperlihatkan rata-rata kehilangan berat berdasarkan volume amonia. Persentase kehilangan berat tertinggi terdapat pada volume amonia 2 liter (7,056%) yang kemudian berdasarkan Tabel 1, dikategorikan ke dalam kelas ketahanan III (Sedang, 4,4%-8,2%). Sementara persentase terendah terdapat pada volume amonia 10 liter yang dikategorikan ke dalam kelas ketahanan II (Tahan, 2,0%-4,4%). Hasil ini menunjukkan bahwa, semakin meningkat volume amonia maka akan semakin meningkat pula kelas ketahanannya terhadap rayap kayu kering. Namun, untuk volume amonia yang optimal adalah 6 liter, karena dengan perlakuan volume amonia 6 liter, contoh uji kayu dikategorikan ke dalam kelas ketahanan III (Sedang, 4,4%-8,2%).
26
8
Persentase kehilangan berat (%)
7.056 7
Kelas ketahanan III Sedang (4,4% - 8,2%)
6.932
6
5.520
5
4.392
4 2.664
3 2
Kelas ketahanan II Tahan (2,0% - 4,4%) Kelas ketahanan I Sangat tahan (<2,0%)
1 0 2 liter
4liter
6 liter
8 liter
10 liter
volume amonia
Gambar 7 Persentase kehilangan berat rata-rata kayu terhadap volume amonia. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor jenis kayu dan konsentrasi volume amonia memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon persentase kehilangan berat. Namun interaksi antar kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil uji Duncan diketahui bahwa persentase kehilangan berat kayu sengon tidak berbeda nyata dengan kayu mindi, durian, rambutan , karet, petai, dan manii, namun berbeda nyata dengan kayu angsana, mangium dan nangka. Hasil uji lanjut Duncan juga menyatakan perlakuan volume amonia 2 dan 4 liter tidak berbeda, namun berbeda nyata dengan perlakuan volume amonia 6, 8 dan 10 liter. Faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap persentase kehilangan berat kayu. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan struktur anatomi kayu pada contoh uji. Perbedaan struktur anatomi ini dicirikan dengan perbedaan nilai kerapatan contoh uji kayu. Berdasarkan Pandit et al., (2008) kerapatan kayu masing-masing adalah, durian (0,54-0,79 g/cm³), mindi (0,40-0,52 g/cm³), nangka (0,61 g/cm³), mangium (0,69 g/cm³), manii (0,4 g/cm³), sengon (0,33 g/cm³), angsana (0,65 g/cm³), rambutan (0,8-0,91 g/cm³), petai (0,45 g/cm³), dan karet (0,61 g/cm³). Perbedaan ini akan mempengaruhi banyaknya bahan pengawet yang masuk (dalam hal ini amonia) serta kemudahan bahan pengawet masuk ke dalam kayu dan berikatan dengan komponen dinding sel kayu. Selain struktur anatomi, kadar
27
ekstraktifnya juga menentukan tingkat keawetan suatu jenis kayu. Pemberian perlakuan fumigasi amonia memungkinkan terjadinya ikatan antara zat ekstraktif dengan amonia yang menghasilkan suatu senyawa racun untuk rayap kayu kering. Menurut Haygreen et al., (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan terbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas masuk ke dalam kayu. Jika bahan pengawet masuk dan berikatan dengan komponen dinding sel kayu semakin besar, maka kayu akan bersifat racun terhadap organisme perusak kayu (dalam hal ini rayap kayu kering). Menurut Martawijaya dan Barly (2000) faktor utama yang mempengaruhi masuknya suatu bahan pengawet ke dalam kayu adalah jenis kayu yang ditandai dengan struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan, kondisi kayu, metode pengawetan, dan sifat bahan pengawet yang digunakan. Faktor volume amonia berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat kayu. Hal ini
diduga akibat pemberian perlakuan fumigasi amonia memungkinkan
terjadinya ikatan antara zat ekstraktif dengan amonia yang menghasilkan suatu senyawa racun untuk rayap kayu kering. Semakin banyak volume amonia yang digunakan maka senyawa racun yang ada pada kayu juga akan semakin banyak, sehingga menyebabkan individu rayap kayu kering mengalami kematian dan hasilnya mengurangi kehilangan berat pada kayu. Hal ini sesuai dengan Anonim (2009) yang menyatakan bahwa amonia pada kadar tertentu dapat meyerang eksoskleton serangga dan jika dalam waktu yang lama akan menyebabkan kematian.
4.2.2 Mortalitas Rayap Hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase mortalitas rayap kayu kering
tertinggi terdapat pada contoh uji kayu manii yang diberi perlakuan
volume amonia 10 liter dengan nilai 98,67%, sedangkan untuk persentase mortalitas terendah terdapat pada kayu karet yang diberi perlakuan volume amonia 2 liter dengan nilai 72%. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 8. Secara umum, pada seluruh jenis kayu mengalami kecenderungan peningkatan
28
persentase mortalitas seiring dengan meningkatnya volume amonia. Jika dibandingkan dengan kayu kontrol (64%), nilai mortalitas seluruh jenis kayu lebih tinggi daripada kayu kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa fumigasi amonia mampu meningkatkan keawetan kayu.
96%
100%
96% 94.67%
90.67% 92%
94.67%
98.67% 96% 91.33%
90% 81.33%
Mortalitas rayap (%)
80%
72%
70%
64%
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0 0%
Jenis kayu 2 liter
4 liter
6 liter
8 liter
10 liter
kontrol
Gambar 8 Persentase mortalitas rayap kayu kering pada beberapa jenis kayu rakyat pada metode fumigasi amonia. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor jenis kayu dan konsentrasi volume amonia memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon persentase mortalitas rayap. Namun interaksi antar kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil uji Duncan berdasarkan jenis kayu (Lampiran 8), menyatakan bahwa persentase mortalitas rayap kayu kering pada sengon tidak berbeda nyata dengan kayu mangium, durian, nangka, rambutan, petai dan angsana, namun berbeda nyata dengan manii dan kayu karet. Sedangkan persentase mortalitas rayap kering pada
29
karet berbeda nyata dengan manii. Selanjutnya, hasil uji Duncan berdasarkan volume amonia (Lampiran 9) terlihat volume amonia 4 tidak berbeda nyata terhadap volume 2 liter dan 6 liter, namun berbeda nyata terhadap volume 8 dan 10 liter. Sedangkan volume 8 liter berbeda nyata terhadap volume 10 liter. Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa volume amonia optimum adalah 6 liter karena penggunaan volume sebanyak 6 liter akan menghasilkan persentase mortalitas rayap kayu kering yang tidak berbeda nyata dengan 8 liter. Selain itu, penggunaan amonia akan lebih hemat. Faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap kayu kering. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, hal ini diduga karena terdapat perbedaan struktur anatomi kayu pada contoh uji. Perbedaan struktur anatomi ini dicirikan dengan perbedaan nilai kerapatan contoh uji kayu. Perbedaan ini akan mempengaruhi banyaknya bahan pengawet yang masuk (dalam hal ini amonia) serta kemudahan bahan pengawet masuk ke dalam kayu dan berikatan dengan komponen dinding sel kayu. Selain struktur anatomi, kadar ekstraktifnya juga menentukan tingkat keawetan suatu jenis kayu. Pemberian perlakuan fumigasi amonia memungkinkan terjadinya ikatan antara zat ekstraktif dengan amonia yang menghasilkan suatu senyawa racun untuk rayap kayu kering. Menurut Haygreen et al., (2003) kayu tersusun dari sel-sel yang telah mati sehingga pada bagian tengah sel akan terbentuk rongga, bahkan antar dinding sel pun terdapat rongga penghubung (noktah). Oleh karena kayu bersifat porus sehingga memungkinkan terjadinya aliran bahan berwujud cair apalagi gas masuk ke dalam kayu. Jika bahan pengawet masuk dan berikatan dengan komponen dinding sel kayu semakin besar, maka kayu akan bersifat racun terhadap organisme perusak kayu (dalam hal ini rayap kayu kering). Menurut Martawijaya dan Barly (2000) faktor utama yang mempengaruhi masuknya suatu bahan pengawet ke dalam kayu adalah jenis kayu yang ditandai dengan struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan, keadaan kayu, metode pengawetan, dan sifat bahan pengawet yang digunakan. Faktor volume amonia berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap kayu kering. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, hal ini diduga akibat pemberian perlakuan fumigasi amonia memungkinkan terjadinya ikatan antara zat
30
ekstraktif dengan amonia yang menghasilkan suatu senyawa racun untuk rayap kayu kering. Semakin banyak volume amonia yang digunakan maka senyawa racun yang ada pada kayu juga akan semakin banyak, sehingga menyebabkan individu rayap kayu kering mengalami kematian, yang akhirnya akan mengurangi kehilangan berat pada kayu. Hal ini sesuai dengan Anonim (2009) yang menyatakan bahwa amonia pada kadar tertentu dapat meyerang eksoskleton serangga dan jika dalam waktu yang lama akan menyebabkan kematian. Dengan demikian, berdasarkan nilai persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap kayu kering yang nilainya untuk seluruh jenis kayu lebih besar dari kayu kontrol (pinus) mengindikasikan bahwa residu amonia masih mampu meningkatkan keawetan kayu-kayu tersebut atau menahan serangan rayap kayu kering. Keefektifan residu ini dalam menahan serangan rayap kayu kering pada skala laboratorium terbukti efektif. Atau dengan kata lain, residu amonia masih bersifat racun terhadap organisme perusak kayu (setelah 48 jam).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Metode pengawetan rendaman dingin dan fumigasi amonia terbukti efektif untuk menahan serangan rayap kayu (C. cynocephalus) pada skala laboratorium terhadap sepuluh jenis kayu rakyat. 2. Semakin tinggi konsentrasi boraks pada rendaman dingin dan volume amonia pada metode fumigasi yang digunakan maka akan semakin rendah nilai persentase kehilangan berat kayu dan semakin tinggi nilai persentase mortalitas rayap. 3. Konsentrasi optimal bahan pengawet untuk metode pengawetan rendaman dingin adalah 5%, sedangkan volume larutan amonia optimal untuk metode fumigasi amonia adalah 6 liter. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai: 1. Pengujian efikasi metode rendaman dingin dan residu amonia secara lapangan (grave yard test) untuk mengetahui ketahanannya terhadap organisme perusak kayu. 2. Mekanisme efek racun yang ditimbulkan oleh bahan pengawet pada rayap kayu kering. 3. Pengujian residu amonia setelah lebih dari 48 jam diberi perlakuan fumigasi. 4. Efektifitas sisa amonia hasil fumigasi untuk penggunaan kembali dalam proses fumigasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Hadjib N. 2006. Pemanfaatan Hutan Rakyat Untuk Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan: Bogor. 2006. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Abdurohim S. 1994. Pengawetan Tiga Jenis Kayu Secara Rendaman Dingin Dengan Bahan Pengawet Boraks Dan Asam Borat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 12 No. 5 (1994) pp. 157-163. Anonim. 2009. Amonia. http://id.wikipedia.org./wiki/Amonia. (diakses tanggal 18 Oktober 2011). Anonim. 2009. Amonia. http://id.Wapedia.org. [diakses tanggal 18 oktober 2011] Anonim. 2008. Formali-boraks. http://oliveoile.wordpress.com/2008/01/07/formalin-boraks Anonim. 2009. Nangka. http://id.wikipedia.org/wiki/Nangka. (diakses tanggal 20 Oktober 2011) Bowyer JL. Haygreen JG. Shmulsky R. 2003. Forest Product and Wood Science: an Introduction. USA: The Lowa State University Press. Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41. Jakarta : Pusat Informasi Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih No. 17: Maesopsis eminii Engl. http://www.dephut.go.idINFORMASIRRLIFSP. [20 Oktober 2011] Departemen Pertanian. 2000. Kapuk Randu Balai Informasi Pertanian. Ungaran. Dumanauw JF. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius. Eagen
S. 2008. Using Amonia to Darken Wood. http://www.canadianhomeworkshop.com/index.php?ci_id=2605&la_id=1 (diakses tanggal 18 Oktober 2011)
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Findlay WPK. 1967. Timber Pest and Disease. New York: Pergamon Press. Giller J. 2006. Fumigation Handbook. Washington DC: United State Departement of Agriculture. Hendrawan. 2007. Memberantas Hama pada Data Arsip/Buku dengan Fumigasi. http://www.gratisiklan.com
33
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta: Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Isrianto. 1997. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lank). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kramer JT. 1989. The Colorization Of Wood. Traditional Wood Conservator. Missouri. http://www.kramers.org/color.htm. [2 November 2011]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1979. Kayu Indonesia. Bogor: LIPI. Mandang YI. Pandit IKN. 1997. Seri manual : Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor : Yayasan Prosea Martawijaya A. Barly. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu Terhadap Impregnasi Dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 14 No. 7. hal: 264-273. Martawijaya A. Kartajusana I. Mandang YI. Prawira SA. Kadir K. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Martawijaya A. Kartajusana I. Mandang YI. Prawira SA. Kadir K. 2008. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Nandika D. Rismayadi Y. Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press. Pandit IKN. Kurniawan D. 2008. Struktur kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Pandit IKN. 2010. Analisis Sifat Dasar Kayu Hasil Hutan Tanaman Rakyat. Proyek Penelitian Strategis Nasional Tahun II Tahun 2010. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Seng OD. 1990. Berat Jenis Kayu-kayu Indonesia dan Pengertian Berat Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor. Bogor. Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta : Badan Standar Nasional. Tambunan B. Nandika D. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Taqiyudin M. 2011. Pengaruh Residu Amonia Akibat Fumigasi Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignatus Holmgren) Pada Beberapa Jenis Kayu Rakyat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
34
Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku http://www.rudyct.com/Biologi_dan_Perilaku_rayap.htm
Rayap.
Tarumingkeng RC. 2007. Keracunan dan Pencemaran Lingkungan oleh Bahan PengawetKayu.http://tumoutu.net/dethh/8_poisonong_pollution_by_wood _preservatives.htm [diakses 18 November 2011]. Wahyudi I. Febrianto F. Karlinasari L. Suryana J. Nawawi DS. Nurhayati. 2007. KajianPotensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam Rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan. Wardani M. Hendromono S. Sulastiningsih IM. Nurwati H. Mandang YI.2001. Mindi (Melia azedarach L.). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jakarta.s Winarno B Waluyo EA. 2008. Potensi Pengembangan Hutan Rakyat dengan Jenis Tanaman Kayu Lokal. http:/Efend1.multiply.comjournalitem4.htm
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Rata-rata persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pada metode rendaman dingin. A. Rata-rata persentase kehilangan berat. Konsentrasi bahan pengawet (%) Jenis kayu
5%
10%
15%
Karet
0,024
0
0
Nangka
0,017
0
0
Mindi
0,069
0
0
Petai
0,294
0
0
Mangium
0,013
0
0
Sengon
0,058
0
0
Angsana
0,002
0
0
Durian
0,014
0
0
Manii
0,069
0
0
Rambutan
0,034
0
0
Kontrol (0%)
8,899
Pinus B. Rata-rata persentase mortalitas rayap. Konsentrasi bahan pengawet (%) Jenis kayu
5%
10%
15%
Rambutan
100%
100%
100%
Karet
100%
100%
100%
Angsana
100%
100%
100%
Petai
100%
100%
100%
Nangka
100%
100%
100%
Durian
100%
100%
100%
Mangium
100%
100%
100%
Sengon
100%
100%
100%
Mindi
100%
100%
100%
Manii
100%
100%
100%
Pinus
Kontrol (0%)
64%
37
Lampiran 2. Analisis sidik ragam kehilangan berat pada rendaman dingin
Kehilangan berat kayu pada rendaman dingin Variabel Terikat:kehilangan_berat Sumber
Jumlah Kuadrat a
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F Hitung
Sig.
Model Ketepatan
.270
29
.009
1.204
.268
Titik Potong
.035
1
.035
4.569
.037
jenis_kayu
.067
9
.007
.954
.486
kandungan_boraks
.071
2
.035
4.569
.014
jenis_kayu * kandungan_boraks
.133
18
.007
.954
.521
Eror
.465
60
.008
Total
.771
90
Total Ketepatan
.735
89
38
Lampiran 3. Uji Duncan kehilangan berat pada rendaman dingin
Uji Duncan kehilangan berat kayu Konsentrasi Boraks
Subset
N 1
10%
30
,0000
15%
30
,0000
5%
30
Sig,
2
,0595 1,000
1,000
39
Lampiran 4. Rata-rata persentase kehilangan berat dan mortalitas rayap pada metode fumigasi amonia A. Rata-rata persentase kehilangan berat. Volume Amonia Jenis kayu 2 liter
4 liter
6 liter
8 liter
10 liter
Karet
6,972
7,201
6,579
6,766
2,491
Nangka
5,498
5,100
1,709
1,158
0,959
Mindi
7,604
7,245
5,229
4,601
2,782
Petai
7,544
7,804
7,519
6,010
2,731
Mangium
6,691
5,673
2,826
2,861
2,759
Sengon
7,129
6,480
6,797
5,063
4,440
Angsana
6,907
6,342
5,191
2,434
1,668
Durian
7,365
7,285
6,259
5,028
2,412
Manii
7,576
8,498
7,136
4,403
4,244
Rambutan
7,277
7,694
5,959
5,592
2,155
Kontrol
8,899
Pinus B. Rata-rata persentase mortalitas rayap. Volume Amonia Jenis kayu 2 liter
4 liter
6 liter
8 liter
10 liter Kontrol
Karet
72
73,33 73,33333
80
81,33333
Nangka
82 82,66667 83,33333
92,66667
96
Mindi
86 79,33333 87,33333
84
88
Petai
86 91,33333
88
89,33333
94,66667
89,33333 74,66667
86
90,66667
90,66667
88 84,66667
86
88
92
94 88,66667
89,33333
94,66667
80 86,66667 88,66667
86,66667
91,33333
Manii
92,66667 95,33333 89,33333
99,33333
98,66667
Rambutan
83,33333
93,33333
96
Mangium Sengon Angsana Durian
Pinus
93,33333
84 87,33333
64
40
Lampiran 5. Analisis sidik ragam kehilangan berat kayu dan mortalitas rayap pada metode fumigasi amonia Analisis kehilangan berat kayu pada fumigasi amonia Variabel Terikat:kehilangan_berat Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F Hitung
Sig.
Model Ketepatan
654.095a
49
13.349
6.930
.000
Titik Potong
4233.930
1
4233.930
2.198E3
.000
jenis_kayu
168.960
9
18.773
9.747
.000
volume_amonia
407.046
4
101.762
52.832
.000
1.126
.316
Sumber
jenis_kayu * volume_amonia Error
78.089
36
2.169
192.614
100
1.926
Jumlah
5080.639
150
Jumlah Ketepatan
846.709
149
Analisis mortalitas pada fumigasi amonia Variabel Terikat:mortalitas_rayap Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F Hitung
Sig.
5936.000a
49
121.143
2.405
.000
1147562.667
1
jenis_kayu
3388.800
9
376.533
7.475
.000
volume_amonia
1290.133
4
322.533
6.403
.000
jenis_kayu * volume_amonia
1257.067
36
34.919
.693
.893
Error
5037.333
100
50.373
1158536.000
150
10973.333
149
Sumber Model Ketepatan Titik Potong
Jumlah Jumlah Ketepatan
1147562.667 2.278E4
.000
41
Lampiran 6. Uji Duncan kehilangan berat kayu terhadap jenis kayu pada metode fumigasi amonia Uji Duncan terhadap jenis kayu Subset
Jenis Kayu
N
Nangka
15
Mangium
15
4,1619
Angsana
15
4,5087
Mindi
15
Durian
15
5,6699
Rambutan
15
5,7355
Sengon
15
5,9815
Karet
15
6,0017
Petai
15
6,3213
Manii
15
6,3712
Sig,
1
2
3
4
2,8847
4,5087 5,4919
1,000
,495
,055
5,4919
,140
42
Lampiran 7. Uji Duncan kehilangan berat kayu terhadap volume amonia pada metode fumigasi amonia Uji Duncan terhadap volume amonia Volume Amonia
Subset
N 1
2
3
4
10 liter
30
8 liter
30
6 liter
30
4 liter
30
6,9320
2 liter
30
7,0562
Sig,
2,6642 4,3916 5,5202
1,000
1,000
1,000
,730
43
Lampiran 8. Uji Duncan mortalitas rayap terhadap jenis kayu pada metode fumigasi amonia Uji Duncan Terhadap Jenis Kayu Subset
Jenis Kayu
N
Karet
15
Mindi
15
84,9333
Mangium
15
86,2667
86,2667
Durian
15
86,6667
86,6667
Nangka
15
87,3333
87,3333
Sengon
15
87,7333
87,7333
Rambutan
15
88,8000
88,8000
Petai
15
89,8667
89,8667
89,8667
Angsana
15
92,0000
92,0000
Manii
15
Sig,
1
2
3
4
76,0000
95,0667 1,000
,104
,057
,060
44
Lampiran 9. Uji Duncan mortalitas rayap terhadap volume amonia pada metode fumigasi amonia Uji Duncan Terhadap Volume Amonia Volume Amonia
Subset
N 1
4 liter
30
84,6000
2 liter
30
85,2667
6 liter
30
85,8000
8 liter
30
10 liter
30
Sig,
2
3
85,8000 89,3333
89,3333 92,3333
,542
,057
,105