UJI KEAWETAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri)
Oleh: Andri Kurniawan NIM. 100 500 074
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
UJI KETAHANAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri)
Oleh: Andri Kurniawan NIM. 100 500 074
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
UJI KETAHANAN KAYU KARET (Hevea braziliensis) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DENGAN MENGGUNAKAN RENDAMAN KAYU ULIN (Eusideroxylon zwageri)
Oleh: Andri Kurniawan NIM. 100 500 074
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Kehutanan pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Uji Ketahanan Kayu Karet (Hevea braziliensis) Terhadap Serangan Rayap Tanah dengan Menggunakan Rendaman Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Nama
: Andri Kurniawan
NIM
: 100 500 074
Program Studi
: Teknologi Hasil Hutan
Jurusan
: Teknologi Pertanian
Pembimbing
Dr. Ir. F. Dwi Joko Priyono, MP NIP.195810171988031001
Penguji II,
Penguji I,
Ir. Yusdiansyah, MP NIP.195912161989031002
Ir. Sumiati NIP: 195908081999032002
Menyetujui,
Mengesahkan,
Ketua Program Studi Teknologi HasilHutan,
Ketua JurusanTeknologi HasilHutan,
Ir. H. Syafi’i. MP NIP. 196806101995121001
Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP NIP. 197008301997031001
Lulus ujian pada tanggal :...............................................
ABSTRAK
ANDRI KURNIAWAN. Uji Ketahanan Kayu Karet (Hevea braziliensis) Terhadap Serangan Rayap Tanah dengan Menggunakan Rendaman Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) (dibimbing oleh Dwi Joko Priyono). Latar belakang penelitian adalah karena belum maksimalnya pemanfaatan kayu karet sebagai bahan industri, dimana dari keseluruhan pohon kayu karet selama ini hanya getah (lateks) yang dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Sementara itu masalah yang dihadapi kayu karet adalah mudah terserang jamur dan organisme perusak kayu lainnya. Tujuan penelitian adalah mencoba mengetahui sejauh mana kemampuan air rendaman kayu ulin sebagai bahan anti rayap (termisida) alami yang diterapkan pada kayu karet dalam mencegah serangan rayap tanah. Bahan penelitian berupa potongan bagian teras kayu karet kering tanur dalam ukuran 2x2x10cm sebanyak 30 buah contoh uji, terbagi dalam perlakuan rendaman ulin, perlakuan rendaman bahan pengawet merk Akonafos 480 (bahan aktif Klorpirifos) dan contoh uji sebagai kontrol masing-masing 10 buah. Perendaman contoh uji dalam bahan pengawet dilakukan selama 48 jam yang kemudian diumpankan pada rayap tanah dalam jampot sesuai SNI 01-7207-2006 Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Kayu Seksi Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda selama kurang lebih 2 (dua) bulan. Hasil penelitian membuktikan bahwa air rendaman kayu ulin dan pengawet Akonafos mampu terserap dalam kayu ulin dengan penetrasi sebesar 33,12% dan 28,75%, retensi Akonafos dalam kayu karet adalah sebesar 17,02 kg/m? Dengan standar SNI 01-7207-2006 membuktikan bahwa berdasarkan pengurangan berat kayu akibat serangan rayap, maka kayu karet berpengawet alami masuk dalam katagori tahan dan kemampuan bertahan hidup pada rayap hanya mampu selama (1), (5-8) dan (10-15) hari masing-masing untuk perlakuan Akonafos, air rendaman ulin dan kontrol. Dengan hasil tersebut diharapkan kayu karet dapat dipertimbangkan sebagai bahan baku dalam industri kayu. Kata kunci: air rendaman kayu ulin, kayu karet, pengawetan kayu, rayap.
RIWAYAT HIDUP
Andri Kurniawan lahir pada tanggal 15 Desember 1991 di desa Bangun Sari, Kecamatan Linggang Bigung. Kabupaten Kutai Barat. Merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sukro dan Ibu Robiatun. Tahun 1997 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 002 Bangun Sari dan memperoleh ijazah pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 004 Sendawar
Linggang Bigung dan memperoleh ijazah pada tahun
2007, dan selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Ave Bungen Tana di Bigung baru Pada tahun 2009 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada perusahaan Kedap Sayak Dua (KSD) yang berbasis industri perkebunan kelapa sawit dan mendapat ijazah pada tahun 2010. Pada tahun 2010 melanjutkan studi pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Pada bulan Maret sampai Mei 2013 mengikuti program Praktek Kerja Lapang (PKL) perusahaan industri kayu lapis PT. Idec Abadi Wood Industries,Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara)
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium Rekayasa Kayu Seksi Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian. selama dua bulan, yaitu dari bulan Mei – Juni 2013. Karya Ilmiah ini merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan untuk mendapat sebutan Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Ibu serta adik-adik tercinta atas segala dukungan baik moril maupun materi. 2. Bapak Dr. F. Dwi Joko Priyono, selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis mulai dari persiapan penelitian hingga penyusunan karya ilmiah ini selesai. 3. Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 4. Bapak Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian. 5. Bapak Ir. Syafi’i, MP, selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 6. Kepala Laboratorium Rekayasa Kayu, Bapak Ir. Yusdiansyah, MP. 7. Bapak Ir. Taman Alex, MP, selaku penguji. 8. Seluruh teknisi dan staf pengajar yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 9. Feni Rahmawati beserta keluarga yang telah memberi dukungan do’a serta motivasi kepada penulis. 10. Agus Pujiono dan Junaidi yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini, serta teman-teman angkatan 2010 yang selalu memberi dukungan dan motivasai.
Akhir kata, penulis mohon maaf karena walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, namun penulis sadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Meski demikian penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Penulis, Kampus Sei Keledang, 27 Juni 2013
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………………… v DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. vii DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. viii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. ix I.
PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………… 3 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K.
III.
METODE PENELITIAN………………………………………………….. 15 A. B. C. D.
IV.
Pengawetan kayu…………………………………………………… 3 Bahan Pengawet ……………………………………………………. 4 Sifat Bahan Pengawet………………………………………………. 5 Manfaat Pengawet…………………………………………………… 5 Metode Rendaman Dingin………………………………………….. 7 Zat ekstraktif………………………………………………………….. 7 Organisme Perusak Kayu…………………………………………… 8 Rayap Tanah…………………………………………………………... 9 Risalah Kayu Karet…………………………………………………… 10 Absorbsi……………………………………………………………….. 13 Retensi…………………………………………………………………. 13
Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………. 15 Alat dan Bahan……………………………………………………….. 15 Prosedur Penelitian………………………………………………….. 17 Pengolahan Data…………………………………………………….. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………. 22 A. Hasil…………………………………………………………………… 22 B. Pembahasan…………………………………………………………. 25
V.
KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 27 A. Kesimpulan…………………………………………………………… 27 B. Saran………………………………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 28 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Klasifikasi SNI……………………………………………………… 21 2. Kerapatan dan Kadar Air Kayu Karet……………
22
3. Absorbsi Pengawet pada Kayu Karet…………………………… 22 4. Retensi Pengawet pada Kayu Karet…………………………….. 23 5. Jenis Rayap Tanah……………….………………………………. 23 6. Ketahanan Hidup Rayap pada Jam Pot………………………... 24 7. Hasil Penurunan…………………………………………………… 24
Lampiran 1.
Pengukuran Dimensi dan Berat Awal Contoh Uji……………… 30
2.
Pengukuran Contoh Uji Kering Tanur…………………………… 30
3.
Penghitungan Jumlah Kadar Air…………………………………. 31
4.
Kerapatan Contoh Uji……………………………………………. 31
5.
Pengukuran Contoh Uji Setelah Perendaman Pengawet……. 32
6.
Absorbsi……………………………………………………………. 32
7.
Penimbangan Berat sebelum dan sesudah Diumpankan……. 33
8.
Penghitungan Kosentrasi………………………………………… 33
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Grafik Nilai Penyerapan Bahan Pengawet (absorbsi dalam kg/m?) …….. 22
Lampiran 9. Foto Hasil Liputan Penelitian ………………………………………………
34
a. Pemotongan Kayu Karet…………………………………………………. 34 b. Pembuatan Sampel………………………………………………………. 34 c. Pengukuran Sampel……………………………………………………… 34 d. Penimbangan Sampel……………………………………………………. 35 e. Pendinginan Setelah Pengovenan………………………………………. 35 f. Pendidihan Serbuk Ulin………………………………………………….. 35 g. Penyaringan Pengawet Alami…………………………………………… 36 h. Pengawet Kimia………………………………………………………….
36
i. Pengukuran Dosis Pengawet Kimia……………………………………
36
j. Pelarutan Pengawet Kimia……………………………………………..
37
k. Perendaman Pada Pengawet Alami……………………………………
37
l. Pemberian Pemberat Saat Perendamaan……………………………
37
m. Perendaman Pengawet Kimia…………………………………………..
38
n. Pemotongan Sampel…………………………………………………….
38
o. Pengawet Kimia Setelah Pemberian Pewarna ……………………….
38
p. Sampel Siap Uji…………………………………………………………... 39 q. Aktivitas Rayap Dalam Jam Pot………………………………………….. 39 r. Penyusunan Jam Pot…………………………………………………….
39
s. Susunan Jam Pot…………………………………………………………. 40 t. Pengamatan Aktivitas Rayap……………………………………………. 40 u. Pengamatan Aktivitas Rayap…………………………………………….. 40
BAB I PENDAHULUAN Kayu telah dikenal sejak lama sebagai sumber kekayaan alam yang mempunyai peran penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Disamping memiliki keunggulan kayu juga memiliki kelemahan yaitu dapat rusak karena faktor tertentu, diantaranya faktor biologis, fisik mekanik maupun kimia. Tetapi dari keempat faktor tersebut yang paling banyak menimbulkan kerusakan adalah faktor biologis, kerusakan akibat bakteri, serangga, jamur dan binatang laut (marine borer). Suatu usaha yang dikembangkan untuk memperpanjang masa pakai kayu atau memperbaiki kayu-kayu bangunan dan berbagai produk kayu lainnya yang digunakan pada konstruksi memperlakukan kayu tersebut dengan bahan kimia (melalui proses pengawetan). Adapun alasan manusia melakukan pengawetan terhadap kayu, karena kayu yang memiliki kelas awet tinggi sangat sedikit selain itu harganya juga cukup mahal. Sebaliknya kayu yang memiliki kelas awet rendah cukup banyak dan cara pengerjaannya lebih mudah. Pengawetan
dalam
kayu
sangat
diperlukan
pada
manfaatnya.
Pengawetan kayu dapat diartikan sebagai suatu cara memberi bahan pengawet kedalam kayu untuk mengetahui jumlah bahan pengawet yang masuk kedalam kayu yang dinyatakan dalam berat persatuan volume (kg/m 3) yang disebut retensi dan dalamnya bahan pengawet masuk kedalam kayu yang disebut penetrasi. Menurut Sutrisno (1992), bahan pengawet yang dicapai dipengaruhi oleh type bahan pengawet, jenis kayu yang diawetkan, cara pengawetan, dan keadaan kayu yang akan diawetkan.
2
Keefektifan suatu bahan pengawet kayu tergantung pada daya racunnya terhadap faktor perusak kayu. Apabila suatu bahan pengawet dengan konsentrasi tertentu dapat mematikan faktor perusak kayu, maka bahan pengawet dengan konsentrasi tersebut dapat dikatakan efektif. Konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dapat mempengaruhi retensi, sehingga pada konsentrasi yang berbeda retensi dan penetrasi bahan pengawetnya akan berbeda pula. Hal ini menyebabkan daya tahan kayu akan berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Yosesof (1997) dalam proses pengawetan yang paling banyak digunakan adalah proses perendaman dingin, hal ini dikarenakan peralatanya sederhana, penetrasinya lebih besar dan biaya relatif murah. Adapun proses perendaman dingin ini kayu-kayu dimasukan kedalam tangki-tangki yang berisi larutan bahan pengawet pada beberapa konsentrasi yang diinginkan dan kayu tersebut dibiarkan terendam dalam beberapa hari. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang larut dalam air rendaman kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) sebagai bahan pengawet alami yang diterapkan pada kayu karet (Hevea braziliensis) bila dibandingkan dengan pengawet kimia yang telah dikenal di pasaran umum.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawetan Kayu Pengawetan kayu adalah cara memberikan bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa pakai kayu dan untuk memperbesar sifat keawetan kayu sehingga memiliki daya tahan yang lama. Menurut Dumanauw (1990), pengawetan kayu berarti memasukkan bahan kimia yang beracun dalam kayu sebagai pelindung terhadap organisme perusak kayu yang datang dari luar seperti serangan jamur dan binatang laut lainnya. Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Nilai suatu jenis kayu akan ditentukan oleh keawetannya karena bagaimanapun kuatnya kayu itu penggunaannya tidak akan berarti jika keawetannya rendah. Kayu dikatakan awet apabila umur pakainya panjang, artinya mampu menahan berbagai macam serangan mahluk hidup perusak kayu seperti jamur, serangga, dan binatang laut penggerek kayu (Hunt dan Garrat, 1967). Tujuan utama dari pengawetan kayu adalah untuk memperpanjang penggunaan umur pemakaian, dengan demikian mengurangi biaya akhir dari produk itu dan menghindari penggantian yang terlalu sering dalam konstruksi yang permanen dan semi permanen. Contoh yang menonjol dari tambah permanennya konstruksi adalah dengan jalan pengawetan, hal ini ditunjukkan oleh produk-produk yang dibiarkan terkena serangan yang sangat berat dari faktor perusak kayu (Dumanauw, 1990). Pengingkatan umur pakai kayu dengan menggunakan bahan pengawet yang cocok mempunyai pengaruh lain yang nyata dalam bidang kayu, yaitu dimungkinkannya penggunaan banyak jenis kayu yang sebelumnya dianggap
4
kurang baik atau terutama karena jenis-jenis kayu tersebut secara alami kurang awet dan hanya memberikan suatu umur pakai yang pendek jika tanpa diawetkan. B. Bahan Pengawet Kayu Bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang apabila diterapkan secara baik pada kayu akan membuat kayu itu tahan terhadap serangan cendawan, serangga, atau cacing-cacing kapal. Efek perlindungannya adalah menjadikan kayu itu beracun terhadap organisme yang menyerangnya. Bahanbahan pengawet ini dapat berupa senyawa-senyawa kimia murni atau campuran dari senyawa-senyawa dan mempunyai sifat, keefektifan, harga dan kecocokan penggunaan yang berbeda-beda (Hunt dan Garrat, 1967). Duljapar (1996) menjelaskan bahwa bahan pengawet kayu dibagi menjadi tiga golongan yaitu 1. Bahan pengawet berupa minyak Bahan pengawet ini biasanya hasil sampingan dari industri petroleum. Termasuk dalam jenis ini antara lain kreosot, karbolieum, dan kloronatalin. Bahan pengawet kayu kreosot merupakan hasil destilasi dari proses karbonasi batu bara pada suhu tinggi antara 180oC-360oC. 2. Bahan pengawet larutan dalam minyak Bahan pengawet yang pemakaiannya dilarutkan dalam minyak, umumnya memiliki daya racun yang tinggi terhadap organisme perusak kayu. 3. Bahan pengawet larut dalam air Bahan pengawet ini paling banyak digunakan untuk mengawetkan kayu, dan karena pelarutnya air, maka jenis bahan pengawet ini mempunyai kelebihan antara lain harganya murah, tidak berbau, tidak mudah terbakar
5
dan bersih dalam pemakaiannya. Bahan pengawet ini tidak cocok untuk tujuan penggunaan di tempat basah karena mudah luntur atau tercuci. 4.
Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal.
C. Sifat Bahan Pengawet Suatu hal yang umum diketahui ialah bahwa jenis bahan pengawet yang dipakai mungkin mempunyai pengaruh yang nyata pada kemudahan dan kesempurnaan dalam impregnasi kayu. Dalam kondisi perlakuan yang sama peresapan dan absorbsi yang lebih baik biasanya diperoleh dengan garamgaram larut air dari pada dengan bahan pengawet minyak dan kreosot murni umumnya memberikan hasil yang lebih baik dari pada campuran-campuran kreosot. Selanjutnya dalam campuran-campuran kreosot ini ketahanan terhadap peresapan ternyata naik jika bagian ter, batu bara atau petroleum dinaikkan. Keragaman absorbsi dan peresapan yang diperoleh dengan berbagai tipe bahan pengawet mungkin sebagian besar ditentukan oleh perbedaan viskositas cairan, meskipun kenyataan bahwa larutan dalam air diserap oleh dinding sel, sedangkan minyak pengawet tidak dapat membantu menerangkan kelebihan peresapan yang diperoleh dengan klorida seng dan bahan-bahan pengawet larut air lainnya (Alex, 2002).
6
D. Manfaat Pengawetan Dengan jalan melaksanakan pengawetan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain: 1.
Jenis kayu kurang awet yang tadinya tidak atau kurang dipakai menjadi dapat dipergunakan dengan baik, hal mana berarti penggunaan sumber alam secara efisien.
2. Karena kayu yang diawetkan itu berumur lebih panjang dibandingkan dengan yang tidak diawetkan, maka hal ini berarti penghematan yang baik sekali. 3. Dapat menggantikan jenis kayu yang bernilai ekspor seperti jati untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga dengan demikian mampu membantu usaha negara untuk mempertinggi penghasilan devisa dalam pembangunan. 4. Dengan berdirinya industri pengawetan kayu sedikit banyak berarti pula bertambahnya kesempatan kerja untuk rakyat, sehingga dapat membantu memecahkan masalah pengangguran. Pengawetan ini terasa lebih penting lagi karena dikuatirkan bahwa produksi jenis kayu yang awet dalam waktu mendatang tidak dapat memenuhi kebutuhan lagi. Pada waktu memilih bahan pengawet kayu perlu diperhatikan beberapa hal dibawah ini : a)
Tempat kayu itu akan dipakai
b)
Mahluk perusak kayu yang terdapat ditempat tersebut
c)
Syarat-syarat kesehatan
Bahan pengawet yang mengandung garam arsen biasanya digunakan untuk kayu dengan resiko serangga-serangga yang hebat. Kayu yang akan digunakan
7
ditempat yang lembab dengan resiko serangga perusak kayu yang hebat perlu dipilih bahan pengawet yang tidak luntur dan cukup beracun bagi jamur. Kayu yang akan digunakan untuk mebel dapat diawetkan dengan bahan pegawet larut air yang tidak merubah warna kayu (Alex, 2002).
E. Metode Rendaman Dingin Yoesof (1997) perendaman dingin dapat dilakukan dengan cara memasukkan kayu kedalam larutan bahan pengawet dan dibiarkan terendam selama beberapa hari dan biasanya pada suhu kamar. Sedangkan menurut Forbes (1961) yang diikuti oleh Suyatman (1980), peresapan bahan pengawet akan berlangsung secara lambat setelah hari-hari berikutnya. Makin lama kayu terendam dalam bahan pengawet semakin besar penembusan yang diperoleh sehingga hasilnya akan sama dengan yang diperoleh proses tekanan. Dumanauw
(1990)
menambahkan
bahwa
waktu
pengawetan
perendaman harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung, oleh karena itu kayu harus diberi pemberat yang berguna untuk sirkulasi masuknya bahan pengawet. F. Zat Ekstraktif Secara umum zat ekstraktif kayu mudah larut dalam pelarut seperti ether, alcohol, benzene dan air. Banyaknya kandungan zat ekstraktif dalam setiapkayu bervariasi antara
3-10% dari berat kayu kering tanur termasuk didalamnya
adalah minyak, resin, lilin, tanin, gula,pati, dan warna lainya, (Dumanauw, 1992). Simatupang (1988), mengemukakan bahwa keawetan kayu terhadap serangan serangga pada awalnya diduga disebabkan oleh kekerasan kayu itu
8
sendiri. Namun setelah terbukti keawetan kayu yang demikian adalah peran dari pada zat ekstraktif yang mampu mempertahankan bentuk kayu tersebut. Anonim (1976), menyatakan bahwa zat ekstraktif dapat menambah kekebalan kayu. Diantaranya adanya keseimbangan, artinya dapat melawan pengaruh luar seperti iklim, serangga jamur dan cacing laut yang dapat mempengaruhi sifat-sifat kayu.
G. Organisme Perusak Kayu Organisme perusak kayu adalah mahluk hidup yang dalam aktifitasnya merugikan dan merusak kayu dimana kayu merupakan tempat tinggal dan tempat memperoleh makanan dari zat-zat kayu yang ditempatinya. Dumanauw (1990) faktor-faktor penyebab perusak kayu digolongkan menjadi: 1. Faktor non biologis yang terdiri dari: a. Faktor fisik b.
Faktor mekanis
c. Faktor kimia. 2. Faktor biologis yang terdiri dari: a. Jamur Jamur perusak kayu terbagi dua yaitu jamur pewarna dan jamur perusak.jamur pewarna tidak hidup dari zat-zat dalam sel kayu tetapi merombak komponen kayu, jamur ini merugika kerena warna kayu menjadi kotor kehitam-hitaman sehingga menurunkan kualitas kayu. Sedangkan jamur perusak kayu hidup dalam komponen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa, dan ingin merombak kayu tersebut secara
9
biokimia dengan bantuan enzim, kerena perombakan inilah sifat-sifat kayu berubah dan cenderung rusak. b. Serangga Serangga perusak kayu dapat di bagi menjadi: 1) Rayap tanah 2) Rayap kayu kering 3) Rayap kayu basah 4) Bubuk kayu kering 5) Bubuk kayu basah 6) Binatang atau penggerek kayu (Marine Borer)
H. Rayap Tanah Rayap adalah serangga pemakan selulosa yang termasuk ke dalam Ordo Blatodea, tubuhnya berukuran kecil sampai sedang, hidup dalam kelompok sosial dengan sistem kasta. Dalam setiap koloni rayap, umumnya terdapat tiga kasta, yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (Borror et al., 1992). Menurut Supriana (1994), kasta pekerja umumnya berjumlah paling banyak dalam koloni dan berfungsi sebagai pencari dan pemberi makan bagi seluruh anggota reproduktif (raja atau ratu) yang berfungsi untuk berkembang biak, dan kasta prajurit berfungsi untuk menjaga koloni dari serangan musuh, seperti semut. Makanan dari kasta pekerja disampaikan kepada kasta prajurit dan kasta reproduktif melalui anus atau mulut. Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:
10
1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut. 2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap. 3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan. 5. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya. Rayap tanah merupakan rayap yang masuk ke dalam kayu melalui tanah atau lorong-lorong pelindung yang dibangunnya. Untuk hidupnya diperlukan kelembaban tertentu secara tetap. Oleh karena itu, untuk mendapatkan persediaan air, rayap selalu berhubungan dengan tanah dan membuat sarang di dalam tanah (Nandika et al., 2003). Menurut Tarumingkeng (2001), rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan proses-proses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Rayap tanah sangat ganas dan dapat menyerang obyek-obyek berjarak 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Jenis rayap ini biasannya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya bantalan rel kereta api ataupun tiang listrik. Meskipun demikian rayap ini juga menyerang kayu yang tidak berhubungan dengan tanah melalui terowongan yang dibuat dari dalam tanah.
11
I.
Risalah Kayu Karet
Tanaman karet (Hevea braziliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Padahal jauh sebelum tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli di berbagai tempat seperti di Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah
yang
mirip
lateks
juga
dapat
diperoleh
dari
tanaman
Castillaelastica (family moraceae) (Wikipedia, 2010). Secara umum tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis yang mencakup luasan antara 15° LU- 10°LS. Tanaman karet tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan per tahun diatas 2.000 mm optimal antara 2.500 – 4000 mm, temperatur 26 – 28°C dan sangat cocok ditempat yang mempunyai ketinggian tidak lebih dari 700 m dpl. Pada akhir abad ke 19 tanaman ini telah terintroduksikan ke wilayah Asia Tenggara dan Afrika Barat, dapat tumbuh dengan baik sebagai karet alam. Kedua kawasan tersebut ternyata saat ini merupakan daerah penyebaran yang sangat penting. Di Indonesia kayu karet banyak ditemukan pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk diambil getahnya (Dwi, 2009). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaatkan lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Nazarudin, dkk, 1992, Wikipedia, 2010). Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Data statistik Ditjenbun (1998) menunjukkan bahwa luas tanaman karet yang perlu diremajakan sampai tahun 1997 sekitar 400.000 hektar atau 11 persen dari total luas areal karet di Indonesia. Di samping itu, saat ini teknologi
12
pengolahan kayu karet telah berkembang pesat sehingga prospek pemanfaatan kayu karet dapat e l bih luas. Ditinjau dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat II yang berarti setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh, Sedangkan untuk kelas awetnya, kayu karet tergolong kelas awet V atau setara dengan kayu ramin (Oey Djoen Seng, 1951dalam Boerhendhy, dkk, 2003), namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang lebih intensif dari kayu ramin, terutama setelah digergaji (Budiman, 1987, Boerhendhy, dkk, 2003). Dengan berkembangnya teknologi pengawetan saat ini, maka masalah serangan jamur biru (blue stain) dan serangga penggerek, serta kapang seperti Aspergillus sp. Dan Penicillium sp. tidak lagi menjadi kendala dalam pemanfaatan kayu karet. Sifat dasar lainnya yang menonjol dari kayu karet, kayunya mudah digergaji dan permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. Sifat yang khas dari kayu karet adalah warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Selain warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, kayu karet sangat mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel (Budiman, 1987), Ditinjau dari sifat fisik,
13
mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan
bahan
baku
kayu
karet
pada
perkebunan
karet,
dan
berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhir-akhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan (Boerhendhy, dkk, 2003). Ditinjau dari sifat fisik, mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan bahan baku kayu karet pada perkebunan karet, dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhirakhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan (Boerhendhy, dkk, 2003). J. Absorbsi Absorbsi adalah jumlah larutan yang terserap dalam kayu setelah proses pengawetan selesai atau selisih berat kayu sebelum dan sesudah diawetkan yang dinyatakan dalam liter atau gram. Absorbsi sangat tergantung dari jenis kayu, perlakuan dan jenis larutan serta pelarut bahan pengawet digunakan (Hunt dan Garrat, 1986). K. Retensi Retensi adalah jumlah bahan pengawet yang masuk dan terkandung di dalam kayu yang dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (kg/m 3). Retensi dapat diketahui dengan cara menghitung berdasarkan selisih berat kayu sebelum dan sesudah diawetkan dibagi dengan volume kayu dan dikalikan dengan konsentrasi larutan yang digunakan untuk mengawetkan kayu.
14
Hunt dan Garrat (1986) menyebutkan bahwa retensi bahan pengawet merupakan faktor penting sebagai indikator keberhasilan pengawetan karena besarnya retensi dapat mempengaruhi keefektifan sistem pengawetan dalam memperpanjang umur penggunaan kayu yang diawetkan. Selanjutnya dikatakan bahwa
besarnya
retensi
dapat
ditingkatkan
dengan
menambah
atau
memperbesar konsentrasi bahan pengawet. Dengan kata lain hubungan retensi dan konsentrasi bahan pengawet adalah linier. Menurut Nicholas (1973) retensi bahan pengawet yang tinggi sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan keberadaan bahan pengawet didalam kayu, akan tetapi retensi yang berlebihan akan menyebabkan kayu mudah rapuh.
15
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat
1.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu kurang lebih dua bulan sejak Juli – Agustus 2013, terdiri atas kegiatan persiapan penelitian, pelaksanaan, pengolahan data dan pembuatan laporan karya ilmiah yang masing-masing kegiatan dilakukan selama 2 (dua) minggu.
2.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Rekayasa Kayu
seksi
Pengawetan dan Pengeringan Kayu Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
B. Alat dan Bahan 1. Alat a. Gergaji tangan b. Gergaji bundar c. Gelas ukur d. Mikrokaliper e. Timbangan elektrik f.
Toples (jam pot)
g. Pemberat h. Pengaduk i.
Aluminium foil
16
j.
Oven
k. Amplas l.
Kertas bergaris (Dotgrit)
m. Ember/bak n. Kaca pembesar (loupe)
2. Bahan Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kayu Karet sebagai contoh uji yang berukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm sebanyak 30 sampel dengan rincian: 1) 10 sampel untuk pengawet kimia ( merk dagang Akonafos) 2) 10 sampel untuk pengawet alami (rendaman ulin) 3) 10 sampel untuk kontrol Contoh uji diambil dari sekitar lingkungan kampus Politani, yaitu di depan asrama putri. b. Bahan pengawet alami berupa serbuk kayu ulin yang diperoleh dari mebel kayu Rapak Dalam, kemudian direbus sampai mendidih setelah itu didiamkan selama 4 hari. Untuk merendam 10 sampel diperlukan air sebanyak satu liter dan serbuk sebanyak 300gr. c. Bahan pengawet kimia memakai termisida merk Akonafos dengan bahan aktif Klorpirifos 480gr/l dilarutkan dalam air sesuai dosis yaitu 612 ml/liter air
17
C. Prosedur Penelitian 1.
Pembuatan contoh uji a. Contoh uji diambil dari kayu Karet (bagian teras)
yang dipotong-
potong menjadi ukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm sebanyak 30 sampel menggunakan alat gergaji bundar. b. Setelah sampel membentuk ukuran 2 cm x 2 cm x 10 cm, sampel diamplas untuk mendapatkan hasil yang baik dan halus. c. Pemberian tanda pada sampel dilakukan supaya dalam pengukuran berikutnya tidak tertukar. 2.
Penentuan nilai kadar air dan kerapatan contoh uji a. Pengukuran
volume
dan
penimbangan
berat
kayu
sampel
menggunakan alat mikrokaliper dan timbangan elektrik. b. Sampel dioven selama 24 jam untuk mendapatkan sampel kering tanur, untuk memastikan apakah kayu telah kering tanur maka dilakukan pengovenan kembali selama sembilan jam dan diukur kembali volume serta penimbangan beratnya. c.
Penghitungan nilai kadar air dihitung berdasarkan
penimbangan
berat awal dan berat kering tanur. d. Penghitungan kerapatan kayu karet dihitung berdasaekan pengukuran volume dan berat kering tanur contoh uji. 3.
Pembuatan dan proses perendaman pengawet alami a. Untuk pengawet alami hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan bahan utama yaitu serbuk ulin dan air. b.
Menimbang serbuk ulin dengan takaran 300 gr dan air sebanyak 1 ltr.
18
c. Serbuk dimasukan kedalam air ketika air telah mendidih, dalam waktu 5-10 menit didihan air berserta serbuk diangkat dan didiamkan selama 4 hari. d. Rendaman serbuk ulin disaring sebelum dilakukan perendaman sampel. 4.
Pembuatan dan proses perendaman pada pengawet kimia a.
Pengawet kimia (Akonafos) menggunakan dosis 12 ml
dilarutkan
dalam air satu liter. b. Pemberian zat pewarna hanya pada larutan pengawet kimia karena pada pengawet alami telah mempunyai warna tersendiri yaitu merah kegelap-gelapan. c. Pewarna yang dimaksud adalah bubuk pewarna Rhodamine B. 5.
Perendaman contoh uji a. Sampel direndam selama empat hari dalam larutan yang telah disiapkan, diberi pemberat agar sampel dapat tenggelam sepenuhnya lalu sampel kontrol dibiarkan dalam keadaan kering udara. b. Setelah perendaman selesai, sampel diangkat dan ditiriskan sampai beberapa menit serta dibersihkan dengan kain lalu ditimbang dan diukur volumenya.
6.
Penentuan perhitungan absorbsi dan retensi. a. Untuk mengetahui besarnya nilai absorbsi bahan pengawet dari perlakuan ini dicari berdasarkan berat contoh uji sebelum dan sesudah merendam. b. Retensi dihitung pada pengawet kimia namun tidak dihitung pada pengawet alami
19
7.
Prosedur pelaksanaan pengujian ketahanan rayap a. Menyiapkan alat dan media untuk proses pengujian. b. Memasukan pasir lembab 100 gr kedalam setiap jam pot. c. Contoh uji dimasukan kedalam jam pot, diletakkan dengan cara berdiri pada dasar jam pot dan disederhanakan sedemikian rupa sehingga salah satu ujung contoh uji menyentuh dinding dasar jampot. d. Selanjutnya kedalam setiap jampot dimasukan rayap tanah yang sehat dan aktif sebanyak 100 ekor. e. Setelah itu jam pot ditutup dengan aluminium voil dan diberi lubanglubang kecil supaya udara tetap bisa masuk kedalam jam pot. f.
Kemudian contoh uji tersebut ditimbang terlebih dahulu sebelum sampel uji disimpan di tempat gelap selama kurang lebih 6 minggu.
g. Rayap yang digunakan adalah rayap tanah yang diambil dari lokasi Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Setiap satu minggu sekali aktivitas rayap dalam jampot diamati dan masing-masing jampot ditimbang. h. Contoh uji untuk kontrol penelitian
10 sampel kayu karet tanpa
pengawet diuji ketahanannya terhadap rayap tanah dengan cara yang sama. 8. Klarifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap. Klarifikasi ketahanan kayu terhadap rayap dihitung berdasarkan penurunan berat dimana selama waktu pengujian setiap minggu dilakukan pengamatan dan ditimbang beratnya.
20
D. Pengolahan Data
1.
Untuk menghitung kadar air kayu digunakan rumus: (ASTM D-143, 2008) Keterangan: Ka : Kadar air (%) Ba : Berat awal (gr) Bkt : Berat kering tanur (gr)
2. Kerapatan dihitung menggunakan rumus: (ASTM D-143, 2008) Keterangan: K : kerapatan (gr/cm?) Bkt: berat kering tanur (gr) Vb : volume basah (mm? ) 3. Untuk mengetahui besarnya nilai absorbsi bahan pengawet dari perlakuan ini dicari berdasarkan berat contoh uji sebelum dan sesudah merendam yang ditulis dengan rumus : (Hunt dan Garrat, 1976) Keterangan: Ab : Absorbsi (gr) Ba : Berat kayu sesudah diawetkan (gr) Bo : Berat kayu sebelum diawetkan (gr) 4. Retensi dihitung dengan rumus sebagai berikut: (Hunt dan Garrat, 1976) Keterangan: R = Retensi (kg/m?) Ab = absorbsi (gr)
21
V = Volume (m?) K = kosentrasi (%) 5. Penurunan berat untuk menentukan klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap. Hasil dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:
(Anonim, 2006) Keterangan: P
: Penurunan berat
W1 : Berat kayu sebelum diumpankan (gr). W2 : Berat kayu setelah diumpankan (gr) 6. Hasil dari perhitungan data 10 sampel dihitung rata-rata menggunakan rumus:
Keterangan: S = rata-rata N = jumlah data keseluruhan 10 = jumlah sampel Selanjutnya hasil rata-rata penurunan berat dipakai sebagai dasar penentuan klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah sesuai SNI 01-7207-2006, dengan melihat parameter klasifikasi Tabel berikut: Tabel 1: Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Serangan Rayap (SNI 017207-2006). Kelas I
Ketahanan Sangat tahan
Penurunan berat (%) < 3,52
II
Tahan
3,52 - 7,50
III
Sedang
7,30 – 10,96
IV
Buruk
10,96 – 18,94
V
Sangat buruk
18,94 - 31,89
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
1. Berat Jenis, Kadar Air dan Penyusutan Kayu Karet Kayu karet yang diteliti memiliki berat jenis, kadar air dan penyusutan sebagaimana Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kerapatan dan Kadar Air Kayu Karet Jenis sampel Sampel pengawet alami Sampel pengawet kimia Rataan
Kerapatan (gr/cm? ) 0,50 0,56 0,53
Kadar Air (%) 60,6 55,8 58,2
2. Absorbsi dan Retensi Bahan Pengawet Nilai absorbsi pada kayu karet diuraikan pada Tabel 3 berikut Tabel 3. Absorbsi Pengawet pada Kayu Karet Jenis pengawet
Ba (gr)
Bo (gr)
Ab (gr)
Pengawet alami
43,77
27,22
16,55
Pengawet kimia
41,50
27,31
14,19
Keterangan: Ab = absorbsi, Ba = berat kayu sesudah diawetkan, Bo = berat kayu sebelum diawetkan.
Gambar 1. Absorbsi Kayu Karet
23
Kemudian untuk mengetahui jumlah bahan pengawet kimia yang terpapar pada kayu dilakukan perhitungan retensi dalam (%). 1. Kosentrasi Pengawet Kimia Kosentrasi pengawet kimia sebesar 0,576 %, hasil ini merupakan hasil perhitungan dari dosis yang tertera pada kemasan Akonafos (sebesar 12 ml untuk satu liter air), dengan konsentrasi bahan aktif Chlorpirifos sebesar 480 gram/liter. Rincian perhitungan konsentrasi tercantum dalam Lampiran 1 (satu) untuk konsentrasi pada pengawet alami tidak dihitung dalam penelitian ini karena tidak dilakukan ekstraksi terhadap hasil rendaman kayu ulin yang dibuat. 2. Retensi Nilai retensi pengawet kimia pada kayu karet diuraikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Retensi Pengawet pada Kayu Karet Pengawet
Kosentrasi (%)
Volume (mm?)
Absorbsi (gr)
Retensi (gr/cm? )
Pengawet kimia
0,576
49157,781
14,19
O,17
3. Identifikasi rayap Rayap yang digunakan dalam penelitian ini adalah rayap jenis Macrotermes gilvus (Hagen) sesuai data identifikasi sebagai Tabel 5 berikut: Tabel 5. Jenis Rayap Tanah. Parameter identifikasi Macrotermes gilvus (Hagen) Warna kepala prajurit Panjang kepala prajurit besar Panjang kepala prajurit kecil
Nilai yang diperoleh Coklat merah 5.1 mm 3.0 mm
Nilai menurut Tarumingkeng (2006) Coklat merah 4.8 – 5.5 mm 3,0 – 3,4
24
4. Ketahanan Contoh Uji Terhadap Serangan Rayap Tanah Rayap yang diletakkan pada jam pot memiliki kemampuan bertahan hidup yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuannya.
Lebih jelasnya
ketahanan hidup rayap dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Ketahanan Hidup Rayap pada Jam Pot. Perlakuan
Pengawet kimia
Pengawet alami
Kontrol
Ketahanan hidup (hari)
1
5–8
10 – 15
Disamping data ketahanan hidup rayap sesuai perlakuan pengawetan kayu pada jam pot, penurunan berat jam pot beserta isinya juga dapat dilihat sebagaimana Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Hasil Penurunan Berat Sebelum dan Sesudah Diumpankan (%) Jenis pengawet
Berat sebelum
Berat setelah
Penurunan berat
diumpankan
diumpankan
(%)
Pengawet alami
281,6
271,8
3,4
Pengawet kimia
285,5
272,9
4,41
Kontrol
277,5
264,8
4,71
Hasil pengamatan di atas menunjukkan bahwa berdasar nilai penurunan berat setelah diumpankan, menurut Klasifikasi Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Rayap (SNI 01- 7207-2006) maka perlakuan yang dilakukan dengan menggunakan pengawet kimia dan kontrol menghasilkan kelas klasifikasi II dengan tingkat ketahahanan berada pada klasifikasi “Tahan” karena nilai penurunan berat berada pada nilai 3,5 - 7,50 %. Sedang untuk perlakuan pengawet alami menghasilkan tingkat ketahahan “Sangat Tahan” (kelas I) karena berada pada nilai < 3,5%.
25
B. Pembahasan
1. Ekstraktif dari Rendaman Serbuk Kayu Ulin Perubahan warna air rendaman menjadi kecoklatan membuktikan adanya ekstraktif yang telah larut dalam air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dumanauw (1992) yang menyatakan bahwa zat ekstraktif mudah larut dalam pelarut seperti air dengan nilai bervariasi antara 3-10% dari berat kayu kering tanur. Zat ekstraktif tersebut termasuk didalamnya adalah minyak, resin, lilin, tanin, gula, pati, dan warna lainya. Zat ekstraktif yang bersifat racun bagi jamur dan rayap, dan sebetulnya semua kayu memiliki zat tersebut. Hanya saja, jumlah kandungannya berbeda di setiap jenis dan dapat saja habis tercuci oleh bahan pelarut umum seperti air hujan, metanol, air panas, air dingin, alkohol dan sebagainya (Nandika, 2005). Zat ekstraktif kayu ulin yang bersifat racun bagi rayap disebut dengan Eusiderin (C22H26O6), sedangkan zat ekstraktif yang bersifat sama juga dapat diperoleh dari ekstraksi kayu Pterocarpus indicus dan Dalbergia latifolia yang masing-masing disebut dengan Angolensian dan Latifolin (Mayangsari, 2008). 2.
Penyerapan (Absorbsi) Bahan Pengawet Penyerapan pengawet pada kayu karet diketahui tingkat penyerapan pengawet alami lebih tinggi dibanding pengawet kimia didalam penghitungan absorbsi, Diduga air sebagai cairan murni lebih mudah penyerapannya dibanding penyerapan kimia, karena kimia mengandung bahan yang sulit untuk terserap pada dinding-dinding sel pada kayu, Hal ini sesuai dengan
26
Alex (2002) yang menyatakan bahwa keragaman absorbsi dan peresapan yang diperoleh dengan berbagai tipe bahan pengawet sebagian besar ditentukan oleh perbedaan viskositas cairan. 3. Retensi Pengawet
yang
diketahui
nilai
kosentrasinya
dapat
dilakukan
penghitungan retensi. Pada pengawet alami tidak diketahui nilai retensinya dikarenakan nilai kosentrasinya tidak dihitung. 4. Persentase Pengujian Ketahanan Kayu Terhadap Rayap Dari hasil penelitian diketahui bahwa rayap tidak mampu hidup sampai 6 minggu sesuai SNI 01-7207-2006 dan hanya bertahan paling lama 2 minggu untuk sampel kontrol. Hal tersebut menyebabkan hasil ketahanan kayu terhadap serangan rayap menjadi tidak maksimal. Diduga kematian rayap disebabkan karena rayap tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarumingkeng (2001) bahwa rayap tanah merupakan serangga sosial yang hanya dapat hidup jika berada di dalam koloninya, karena di dalam koloninya terdapat bahan-bahan dan prosesproses yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Rendaman serbuk kayu ulin selama 4 hari mampu dipakai sebagai bahan untuk menahan serangan rayap sesuai SNI 01-7207-2006, yang mampu mempercepat kematian rayap dibanding dengan kontrolnya.
2. Serbuk ulin dan bahan kimia dengan menggunakan metode absorbsi berdasarkan hasil pengujian dari nilai rata-rata pengawet alami 16,55 g sedangkan untuk pengawet kimia nilai rata-rata penyerapannya 14,19 g.
B. Saran
1.
Dalam rendaman kayu ulin masih banyak terdapat zat selain ekstraktif yang tercampur sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut untuk memisahkan ekstraktif secara tersendiri dan kemudian dicoba digunakan sebagai bahan penahan serangan rayap.
2.
Dalam proses pengujian organisme perusak kayu sebaiknya terlebih dahulu diamati tentang cara hidupnya sehingga dapat digunakan sebagai media perusak yang baik.
28
DAFTAR PUSTAKA
Alex, T, 2002 Keterawetan Kayu Anggrung, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Anonim, 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia Departemen Pertanian Direktorat Jendral Kehutanan. Anonim, 1977. Jenis-jenis Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional – LIPI, Bogor. Anonim, 1978. Peraturan Pengawetan dan Kering Kayu Bangunan. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. ASTM Standards. 2008. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. D-143-94 (Reapproved 1998). Vol 04.10: Wood. Section 4: Construction. W est Conshohocken, PA, United States. Boerhendy et al, 2003. Industri Perkayuan. Budiman,1987. Pemanfaatan Pengawetan Kayu Ramin. Duljapar, 1996. Pengawetan Kayu, Penebar Swadaya. Dumanauw, 1990. Mengenal Kayu Cetakan Pertama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Dumanuw , 1992. Mengenal Kayu PT Gramedia, Jakarta. Hunt, G. M and G.A. Garrat,1967. Wood Preservation, Mc Graw Hill Book Co, New York. Inward , 2007. Analisis Morfologi, http://repository.ipb.ac.id.pdf, 29 Juli 2013. Kasmudjo, 2012. Mebel Dan Kerajinan, Penerbit Cakrawala Media, Yogyakarta. Mayangsari, R, 2008. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Kopo (Eugenia Cymosa Lamk.) Terhadap Rayap Tanah Coptotermes Curvignathus Holmgren. Skripsi Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nandika, 2003. Hidup Rayap Dalam Kelompok Sosial dengan Sistem Kasta, http://repository.ipb.ac.id.pdf, 29 Juli 2013.
29
Nicholas, 1987. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu Dan Pencegahannya Dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. Airlangga University Press. Surabaya. Sukardjo, 1990. Kimia Anorganik Rineka Cipta. Supriana, 1994. Mengenali Cara Hidup Rayap Tanah. Suranto, 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Yogyakarta. Sutrisno et al, 1992. Teknologi Hasil Hutan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Universitas Padjajaran. Tarumingkeng, 2001. Identifikasi Rayap Tanah. Tambunan, 1989. Sifat Khas Rayap, http://repository.ipb.ac.id.pdf, Diunduh 29
Juli 2013. Wikipedia, 2010. Castilaelastica (family moraceae), www.Wikipedia.com, Diunduh 29 juli 2013.
30
Lampiran 1. Dimensi dan Berat Awal Contoh Uji N
Tebal (mm)
Lebar (mm)
Panjang (mm)
Volume (mm)
Berat awal (gr)
O
alami
kimia
Alami
kimia
alami
Kimia
Alami
Kimia
Alami
Kimia
1
21,05
21,76
22,20
21,33
101,66
101,47
47506,735
47096,367
42,3690
41,9601
2
20,60
21,54
22,54
21,00
102,61
102,66
47644,286
46437,224
42,3101
41,8131
3
22,06
22,00
22,17
21,96
101,43
102,45
49606,39
49442,501
44,1350
41,3155
4
21,40
21,34
22,57
22,66
102,14
102,45
49333,416
49782,955
45,3188
45,5669
5
21,91
21,02
22,42
20,97
101,55
102,05
49883,614
44982,558
43,3171
39,6313
6
21,23
22,41
22,73
21,68
102,16
102,58
49298,115
49838,37
41,1316
43,4923
7
22,25
21,41
22,03
22,23
100,15
101,83
49090,275
48465,408
43,1182
42,2383
8
21,80
20,87
22,14
21,40
102,72
103,05
49578,013
46023,985
41,8866
41,6844
9
22,74
21,58
21,74
20,90
100,43
102,15
49649,338
46071,897
42,5478
41,9960
10
22,73
22,42
21,42
21,90
102,67
101,57
49987,621
49870,667
46,0071
45,9557
Jumlah
491577,81
478011,932
432,1413
425,6536
Rata – rata
49157,781
47801,1932
43,21413
42,56536
Lampiran 2. Contoh Uji Kering Tanur Tebal (mm)
Lebar (mm)
Panjang (mm)
Volume (mm? )
Berat kering tanur (gr)
N o
alami
kimia
alami
kimia
alami
kimia
Alami
Kimia
alami
1
19,78
20,60
21,34
20,84
102,35
101,04
43093,26
43376,876
27,9170
27,4418
2
20,43
20,45
21,05
20,17
101,57
101,92
436803,1
42039,605
27,8792
26,8090
3
21,47
20,55
20,93
21,19
100,93
102,32
45354,621
44555,704
27,9982
27,3587
4
20,81
20,69
21,57
21,46
101,50
102,64
45560,478
45572,92
28,9126
29,0336
5
21,05
20,46
21,21
20,01
101,46
101,14
45298,897
41407,181
28,6176
25,5405
6
20,22
21,44
21,62
20,66
101,79
102,02
44498,15
45189,8
27,0641
27,6581
7
21,24
20,91
21,34
21,25
100,06
101,70
45352,356
45189,124
27,4788
27,6996
8
20,97
20,30
21,46
20,36
102,59
102,85
46167,162
42508,728
28,0340
26,0817
9
21,57
20,41
20,96
20,09
100,40
101,41
45391,563
41581,842
28,0916
26,3865
10
21,58
21,34
20,74
21,48
101,94
100,56
45625,204
46095,051
20,2592
29,1212
Jumlah
843144,791
437516,831
272,2523
273,1307
Rata – rata
84314,4791
43751,6831
27,22523
27,31307
Kimia
31
Lampiran 3. Jumlah Kadar Air No
Ba/gr
Bkt/gr
Ka(%)
Alami
kimia
Alami
Kimia
Alami
Kimia
1
42,3690
41,9601
27,9170
27,4418
51,76774
52,90579
2
42,3101
41,8131
27,8792
26,8090
51,76225
55,96665
3
44,1350
41,3155
27,9982
27,3587
57,63513
51,01412
4
45,3188
45,5669
28,9126
29,0336
56,74412
56,9454
5
43,3171
39,6313
28,6176
25,5405
51,36254
55,17042
6
41,1316
43,4923
27,0641
27,6581
51,97845
57,24977
7
43,1182
42,2383
27,4788
27,6996
56,91442
52,48704
8
41,8866
41,6844
28,0340
26,0817
49,41357
59,8224
9
42,5478
41,9960
28,0916
26,3865
51,46093
59,15714
10
46,0071
45,9557
20,2592
29,1212
127,09238
57,8084
Jumlah
606,13153
558,52713
Rata – rata
60,613153
55,852713
Lampiran 4. Kerapatan Contoh Uji No
Bkt (gr)
Vb (mm)
K (gr/cm?)
Alami
Kimia
Alami
kimia
Alami
Kimia
1
27,9170
27,4418
47,5067
47,0963
0,58
0,58
2
27,8792
26,8090
47,6442
46,4372
0,58
0,57
3
27,9982
27,3587
49,6063
494425
0,56
0,55
4
28,9126
29,0336
49,3334
49,7829
0,58
0,58
5
28,6176
25,5405
49,8836
44,9825
0,57
0,56
6
27,0641
27,6581
49,2981
49,8383
0,54
0,55
7
27,4788
27,6996
49,0902
48,4654
0,54
0,57
8
28,0340
26,0817
49,5780
46,0239
O,55
0,56
9
28,0916
26,3865
49,6403
46,0718
0,15
0,57
10
20,2592
29,1212
49,9876
49,8706
0,40
0,58
Jumlah
5.05
5,67
Rata – rata
0,505
0,567
32
Lampiran 5. Pengukuran Dimensi dan Berat Setelah Perendaman Pengawet
1
Alami 21,05
Kimia 21,62
Alami 22,36
kimia 21,34
Alami 102,23
Kimia 101,23
Alami 48117,412
Kimia 46704,566
Berat setelah perendaman (gr) Alami Kimia 44,2030 41,9922
2
20,61
21,56
22,79
20,80
102,72
102,14
48427,779
45804,479
43,2396
39,3382
3
22,12
21,58
22,26
21,94
101,58
102,55
50017,098
48553,856
43,6323
42,3941
4
21,47
21,16
22,61
22,52
101,78
102,82
49407,747
48996,115
44,8766
43,4282
5
21,88
20,95
22,39
20,90
101,84
101,32
49890,723
44363,469
44,7164
39,6221
6
21,21
22,37
22,85
21,50
102,19
102,31
49526,23
49206,506
42,7468
42,2475
7
22,22
21,33
22,12
22,33
100,27
101,97
49283,347
48568,199
42,2682
43,8461
8
21,75
20,83
22,13
21,32
102,95
102,86
49552,666
45679,673
42,9053
38,9208
9
22,60
21,21
21,70
20,75
100,67
101,68
49370,581
44750,131
44,5718
39,1761
10
22,60
22,42
21,47
21,89
102,17f
101,43
49575,132
49779.187
44,5981
44,0569
Tebal (mm) NO
Lebar (mm)
Panjang (mm)
Volume (mm? )
Lampiran 6. Absorbsi No
Bo/gr
Ba/gr
Ab/gr
1
Alami 27,9170
Kimia 27,4418
Alami 44,2030
Kimia 41,9922
Alami 16,286
Kimia 14,5504
2
27,8792
26,8090
43,2396
39,3382
15,3604
12,5292
3
27,9982
27,3587
43,6323
42,3941
15,6341
15,0354
4
28,9126
29,0336
44,8766
43,4282
15,964
14,3916
5
28,6176
25,5405
44,7164
39,6221
16,0988
14,0816
6
27,0641
27,6581
42,7468
42,2475
15,6827
14,5894
7
27,4788
27,6996
42,2682
43,8461
14,7894
16,1465
8
28,0340
26,0817
42,9053
38,9208
14,8713
12,8391
9
28,0916
26,3865
44,5718
39,1761
16,4802
12,7896
10
20,2592
29,1212
44,5981
44,0569
24,3389
14,9357
16,55
14,19
Rata – rata
33
Lampiran 7. Penimbangan Berat Sebelum Dan Sesudah Diumpankan NO
Berat sebelum diumpankan
Berat setelah diumpankan
alami
Kimia
Kontrol
alami
Kimia
Kontrol
1
282
281
285
272
268
269
2
283
290
283
272
278
266
3
275
279
271
270
272
265
4
283
278
277
275
271
267
5
289
288
280
272
275
264
6
282
298
272
273
277
264
7
282
293
273
271
279
263
8
280
280
283
272
268
264
9
282
282
282
271
270
264
10
278
285
273
270
271
262
Rata-rata
281,6
285,5
277,9
271,8
272,9
264,8
Lampiran 8. Penghitungan Kosentrasi
0,12 X 0,48 X 100 = 0, 00576 x 100 = 0,576
34
Lampiran 9 a-u Foto Hasil Liputan Penelitian
Lampiran 9.a. Pemotongan Kayu Karet
Lampiran 9 b. Pembuatan Sampel
Lampiran 9 c. Pengukuran Sampel
35
Lampiran 9 d. Penimbangan Sampel
Lampiran 9 e. Pendinginan Setelah Pengovenan
Lampiran 9 f. Setelah Pendidihan Serbuk Ulin
36
Lampiran 9 g. Penyaringan Pengawet Alami
Lampiran 9 h. Pengawet Kimia
Lampiran 9 i. Pengukuran Dosis Pengawet Kimia
37
Lampiran 9 j. Pelarutan Pengawet Kimia
Lampiran 9 k. Perendaman pada Pengawet Alami
Lampiran 9 l. Pemberian pemberat
38
Lampiran 9 m. Perendaman Pengawet Kimia
Lampiran 9 n. Pemotongan Sampel
Lampiran 9 o. Pengawet Kimia setelah Pemberian Pewarna
39
Lampiran 9 p. Sampel Siap Uji
Lampiran 9 q. Aktivitas Rayap Dalam Jam Pot
Lampiran 9 r. Penyusunan Jam Pot
40
Lampiran 9 s. Susunan Jam Pot
Lampiran 9 t. Pengamatan Aktivitas Rayap
Lampiran 9 u. Pengamatan Aktivitas Rayap