PENGARUH PENGAWETAN DENGAN WOOD INJECTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKUATAN KAYU PADA KAYU BALSA (Ochroma bicolor Rowlee) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd.)
RAHMAT MUSLIM
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Rahmat Muslim. E24060604. Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.). Di bawah bimbingan Arinana, S.Hut., M.Si dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si. Sebagai bahan bangunan, umumnya kayu memiliki masa pakai berkisar antara 5-10 tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu upaya strategis sehingga dapat meningkatkan masa pakai kayu, yaitu dengan pengembangan teknologi pengawetan kayu. Akan tetapi, kesadaran akan pentingnya kayu yang telah diawetkan seringkali datang pada saat kayu telah terpasang sebagai komponen bangunan, dan telah terjadi kerusakan oleh serangan organisme perusak kayu. Saat ini telah dikembangkan metode pengawetan kayu dengan menggunakan wood injector (injeksi). Metode injeksi ini dapat diaplikasikan pada kayu yang telah terpasang (pasca konstruksi). Prinsip kerja metode injeksi adalah mendorong bahan pengawet ke dalam kayu dengan bantuan tekanan yang dihasilkan oleh suatu injector khusus melalui satu atau lebih liang aplikasi yang disiapkan sebelumnya dan mempunyai katup (valve/pentil). Oleh karena itu dengan adanya tekanan dan liang aplikasi, perlu diketahui keterawetan dan pengaruhnya terhadap sifat fisis dan kekuatan kayu sebelum dan sesudah aplikasi. Balok uji yang digunakan adalah kayu akasia (Acacia mangium Willd.) dan balsa (Ochroma bicolor Rowlee) berukuran (8x12x100) cm3 dan (6x12x100) cm3. Proses injeksi menggunakan tekanan sebesar 170 bar dan 50 bar pada jarak injeksi 95 cm dan 50 cm. Bahan pengawet yang digunakan adalah Diffusol-CB dengan konsentrasi 2,5%. Sifat fisis yang diuji adalah kadar air dan berat jenis, sedangkan pengujian sifat mekanis berupa lentur statis, tekan sejajar serat, dan kekerasan. Standar pengujian menggunakan ASTM (American Society For Testing and Material) D-143 dan D-2395 tahun 2008. Struktur anatomi kayu secara makroskopis diteliti sebagai data penunjang. Hasil pengawetan kayu dengan menggunakan alat wood injector didapatkan bahwa rata-rata retensi dan penetrasi tertinggi pada jenis mangium yaitu sebesar 4,47 kg/m3 dan 98,62%, dan terendah pada kayu balsa yaitu sebesar 2,98 kg/m3 dan 94,22%. Dengan demikian, keterawetan kayu balsa dan akasia dengan menggunakan alat wood injector dikategorikan pada kelas mudah. Pengawetan kayu dengan menggunakan alat wood injector tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat jenis kayu, namun berpengaruh nyata terhadap kandungan air dalam kayu yaitu terjadi peningkatan kadar air kayu setelah diawetkan sebesar 3,37-13,57%. Tekanan 170 bar dan 50 bar pada saat proses injeksi berpengaruh nyata terhadap kekuatan kayu yaitu terjadi penurunan nilai baik pada MOE, MOR, tekan sejajar serat, maupun kekerasan, dan terjadi penurunan kelas kuat pada kayu balsa. Hal ini diduga karena terjadi perubahan kondisi struktur anatomi kayu akibat perlakuan tekanan, yaitu terjadi kerusakan pada dinding sel kayu. Selain itu, pengamatan struktur anatomi secara makroskopis terlihat bahwa terjadi perubahan kerapatan struktur sel jari-jari, dimana jarak antar sel jari-jari semakin rapat. Perubahan ini diduga mengakibatkan kerusakan pada sel jari-jari akibat adanya tekanan dari wood injector. Kata kunci: wood injector, pasca konstruksi, sifat fisis, kekuatan kayu, anatomi kayu, Ochroma bicolor Rowlee, Acacia mangium Willd., Diffusol-CB
DHH
Preservation Effect with Wood Injector to Physical Properties and Wood Strenght of Balsa Wood (Ochroma bicolor Rowlee) and Acacia (Acacia mangium Willd.) Rahmat Muslim. 1, Arinana.2, Istie Sekartining R 2
INTRODUCTION. Generally, as a building material wood has a servicetime between 5-10 years. In order to overcome this issue, it needs an effort to increase the service time of wood by developing the wood preservation technology. However, the awareness to the importance of wood sometime occurs when the wood has been attached as a construction component and even has been deteriorated by the wood destroying organism. Nowadays, the method of wood preservation have been developed using a wood injector. This Injection method can be applied to post-construction wood. The principle of this injection method are pushing the preservative into the wood with the help of pressure which is generated by a special injector through one or more applications hole which is equipped with a valve. Due to the pressure and application hole, the treatability and its influence before and after to physical properties and strength of wood need to be known. MATERIAL AND METHOD. The beam samples which used were Acacia (Acacia mangium Willd.) and Balsa (Ochroma bicolor Rowlee). The size of Acacia and Balsa were (8x12x100) cm3 and (6x12x100) cm3. The injection process used the pressure of 170 bar and 50 bar at the injection distance of 95 cm and 50 cm. The preservative which had been used was Difusol-CB with consentration of 2,5 %. The physical properties which tested were moisture content and specific gravity, while the mechanical properties which tested were static bending strength, compression parallel to grain, and hardness. The testing standards used ASTM (American Society for Testing and Material) D-143 and D-2395 of 2008. The macroscopic structure of wood anatomy had been researched as a supporting data. RESULTS. The result of the wood preservation used wood injector showed that 4,47 kg/m3 and 98,62% were the highest average retention and penetration for Mangium wood. On the contrary, 2,98 kg/m3 and 94,22% were the lowest average retention and penetration for Balsa wood. Therefore, the treatability of Balsa and Acacia wood used wood injector were categorized as a permeable class. The wood preservation used wood injector was not gave the significant effect to specific gravity, but it was gave the signicant effect to the moisture content of wood which was increase the post preservation’s wood moisture content of 3,37-13,57%. The pressure of 170 bar and 50 bar at the time of the injection process significantly affect the strength of wood that indicated by the decreasing value of MOE, MOR, compression parallel to grain, hardness, and the declining in the strength class of Balsa wood. It can be predicted because the condition of wood anatomy structure was changing due to the pressure treatment, in this case the deterioration of wood’s cells wall. In addition, the observation of anatomy structures macroscopicly showed that there was a density changing of the rays cell where the distance of the rays cell was getting closer. This changing was predicted causing the damage to the rays cell due to the pressure of wood injector. Key words: wood injector, post-construction, physical properties, strength of wood, anatomical structure, Ochroma bicolor Rowlee, Acacia mangium Willd., Diffusol-CB 1) 2)
.Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry IPB . Lecturer of Department of Forest Product, Faculty of Forestry IPB
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Rahmat Muslim NRP E24060604
PENGARUH PENGAWETAN DENGAN WOOD INJECTOR TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKUATAN KAYU PADA KAYU BALSA (Ochroma bicolor Rowlee) DAN AKASIA (Acacia mangium Willd.)
Karya Ilmiah Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
RAHMAT MUSLIM E24060604
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.) Nama
: Rahmat Muslim
NIM
: E24060604
Program Studi : Hasil Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Arinana, S. Hut., M. Si. NIP. 19740101 200604 2 014
Istie S. Rahayu, S.Hut., M.Si. NIP. 19740422 200501 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP: 1966 0212 199103 1 002 Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1987 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Herman (Alm) dan Naswati. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tangerang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf HIMASILTAN bagian Kimia Hasil Hutan tahun 2007-2008, UKM Bola Basket IPB, Ketua Seni dan Musik Rabuan di Fahutan, Ketua Pelaksana Seminar Umum Minyak Atsiri dalam acara Forest Product Expo (FORTEX), kepanitian KOMPAK THH 2008, dan kepanitian JOB FAIR IPB 2010. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap - Baturaden, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat serta melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kertas Leces (Persero), Jawa Timur. Pada tahun 2010 s/d sekarang penulis sedang mengembangkan usaha di bidang kehutanan yang bergerak di bidang Pertanian Terpadu (Integrated Farming). Dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.)” di bawah bimbingan Arinana, S.Hut., M.Si. dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul “Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.). Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak (Alm) dan Ibu tercinta, kakak-kakak dan adikku, serta keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan dukungan untuk penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.. 2. Arinana, S.Hut., M.Si. dan Istie Sekartining Rahayu, S.Hut., M.Si. selaku dosen pembimbing yang membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas segala doa, bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS., dan Ir. Iwan Hilwan, MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan serta nasihat kepada penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS yang selalu memberikan motivasi, bimbingan, dan semangat kepada penulis. 5. Mbak Esti, Mbak Lastri, Prof. Irvan, dan Pak Kadiman selaku laboran di Laboratoriunm Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Institut Pertanian Bogor. 6. Alvi Nadia Putri yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang serta saran kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuanganku tercinta Lukman N.H.F., Amed, James, Ammar, Abet, Ferry, Hidayat, Lemma, Dicky, dll. 8. Teman-teman Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan teman-teman THH angkatan 43: Nanas, Dhimut, Jule, Meiyana, Devil, Iedo, Mamo, dan teman-teman THH angkatan 43 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, serta teman-teman Fahutan angkatan 46, 45, 44, 42, 41, dan 40 terimakasih
atas perhatian, dukungan, kasih sayang, dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan. 9. Teman-teman kosan Semeru: Amri, Ichank cihuy, Redy, LMK, Rangga, Anom, Indra, Randy, Asenk, dan Sawargi yang selalu memberikan dukungan dan senyuman kepada penulis. 10. Ibu Susi dan Ibu Layah yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran kegiatan penelitian dan skripsi. 11. Segenap keluarga besar Departemen Hasil Hutan atas segala perhatian dan bantuannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
(Rahmat Muslim)
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengawetan dengan Wood Injector terhadap Sifat Fisis dan Kekuatan Kayu pada Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Arinana, S.Hut., M.Si dan Istie S. Rahayu, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak (Alm.) dan ibu tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna dalam industri perkayuan. Penulis juga menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................. DAFTAR GAMBAR .............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
Hal i iii iv v
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Tujuan .............................................................................................. 1.3 Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 2 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu ................................................................................ 2.2 Keterawetan Kayu ............................................................................ 2.3 Pengawetan Kayu ............................................................................. 2.4 Wood Injector .................................................................................. 2.5 Bahan Pengawet .............................................................................. 2.6 Penetrasi dan Retensi ....................................................................... 2.7 Sifat Fisis Kayu ................................................................................ 2.8 Sifat Mekanis Kayu .......................................................................... 2.8.1 Kekuatan Lentur Statis ................................................................ 2.8.2 Kekuatan Tekan .......................................................................... 2.8.3 Kekerasan.................................................................................... 2.9 Kayu Sebagai Komponen Bangunan ................................................ 2.10 Kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) ............................................ 2.11 Kayu Akasia (Acacia mangium Willd.) ............................................
3 3 5 6 7 9 10 10 11 11 11 13 13 14
BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 3.2 Bahan dan Alat.................................................................................. 3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 3.3.1 Persiapan Bahan Baku ................................................................ 3.3.2 Pengujian Sifat Fisis .................................................................... ` 3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis.............................................................. 3.3.4 Pengujian Pengawetan Kayu........................................................ 3.3.5 Pengamatan Struktur Anatomi ..................................................... 3.4 Pengolahan Data ................................................................................
15 15 16 16 16 17 18 21 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Retensi .............................................................................................. 4.2 Penetrasi ........................................................................................... 4.2 Sifat Fisis .......................................................................................... 4.2 Sifat Mekanis .................................................................................... 4.2 Pengamatan Makroskopis..................................................................
23 25 26 28 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................... 34 5.2 Saran ......................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 36 LAMPIRAN .......................................................................................... 38
DAFTAR TABEL No.
Hal
1. Kelas keterawetan kayu .....................................................................
4
2. Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor .........................................................................
5
3. Sifat fisis dan mekanis beberapa kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor .........................................................................
11
4. Kelas kuat kayu ................................................................................
12
5. Rata-rata nilai retensi .......................................................................
23
6. Rata-rata nilai penetrasi ....................................................................
25
7. Rata-rata nilai kadar air ....................................................................
26
8. Rata-rata nilai berat jenis ..................................................................
27
9. Rata-rata nilai MOE .........................................................................
28
10. Rata-rata nilai MOR .........................................................................
28
11. Rata-rata nilai tekan sejajar serat ......................................................
29
12. Rata-rata nilai kekerasan ..................................................................
30
13. Jumlah jari-jari/mm ..........................................................................
33
DAFTAR GAMBAR No.
Hal
1.
Ukuran balok uji kayu dan posisi injeksi ..........................................
19
2.
Pemotongan melintang terhadap contoh uji kayu dan bidang pengukuran penetrasi ........................................................................
20
Tipe pentil kayu yang berperan sebagai tempat masuk bahan pengawet ..........................................................................................
20
4.
Proses pengawetan kayu terhadap balok uji .......................................
20
5.
Letak pengambilan contoh uji anatomi kayu......................................
21
6.
Penampang melintang kayu balsa ......................................................
32
7.
Penampang melintang kayu akasia ....................................................
32
3.
DAFTAR LAMPIRAN No.
Hal
1.
Data hasil penelitian ..........................................................................
38
2.
Hasil analisis sidik ragam .................................................................
52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kayu dalam kehidupan sehari-hari merupakan bahan yang sangat sering digunakan untuk bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu, rangka jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, dan juga sebagai tiang. Dalam kondisi tertentu, kayu tidak dapat tergantikan dengan bahan lainnya karena sifat khas yang dimilikinya. Akan tetapi, pada kurun waktu tertentu kayu dapat rusak karena serangan organisme perusak kayu, baik oleh rayap, kumbang ataupun jamur. Sebagai bahan bangunan, umumnya kayu memiliki masa pakai berkisar antara 5–10 tahun. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu upaya strategis dalam meningkatkan masa pakai kayu, yaitu salah satunya dengan teknologi pengawetan kayu. Beberapa metode pengawetan kayu sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1950-an, diantaranya adalah perendaman (rendaman dingin dan rendaman panasdingin), pelaburan, pencelupan, penyemprotan, serta vakum tekan. Metodemetode tersebut (kecuali pelaburan dan penyemprotan) pada umumnya dapat diandalkan dan memberikan hasil yang memadai, akan tetapi kurang praktis diaplikasikan pada kayu yang sudah terpasang (pasca konstruksi). Tetapi, kesadaran akan pentingnya penggunaan kayu yang telah diawetkan seringkali datang pada saat kayu telah terpasang sebagai komponen bangunan, dan telah terjadi kerusakan oleh serangan organisme perusak kayu. Saat ini telah dikembangkan metode pengawetan kayu pasca konstruksi yaitu metode pengawetan dengan menggunakan wood injector/injeksi. Prinsip kerja metode injeksi adalah mendorong bahan pengawet ke dalam kayu dengan bantuan tekanan yang dihasilkan oleh suatu injector khusus melalui satu atau lebih liang aplikasi yang dipersiapkan sebelumnya dan mempunyai katup (valve/pentil). Katup merupakan pentil anti karat yang diletakkan pada liang aplikasi yang telah disiapkan pada kayu. Wood injector dapat diaplikasikan pada kayu-kayu terpasang (pasca konstruksi) secara praktis.
Metode pengawetan kayu dengan wood injector menggunakan tekanan tinggi. Tekanan tersebut mendorong bahan pengawet menyebar ke segala arah melalui pori-pori kayu dan rongga antar serat sehingga diharapkan bahan pengawet dapat tersebar secara merata pada kayu. Tetapi dengan adanya tekanan pada metode wood injector ini belum diketahui apakah memberikan pengaruh terhadap sifat-sifat dasar kayu yaitu sifat fisis dan kekuatan kayu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pengawetan kayu dengan menggunakan wood injector terhadap sifat fisis dan kekuatan kayu.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui keterawetan kayu dengan metode pengawetan menggunakan wood injector dengan bahan pengawet Diffusol-CB. 2. Mengetahui pengaruh metode pengawetan menggunakan wood injector dengan bahan pengawet Diffusol-CB terhadap sifat fisis dan kekuatan kayu pada kayu balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan akasia (Acacia mangium Willd.).
1.3 Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada industri pest control operator (PCO) dan masyarakat tentang metode pengawetan kayu dengan menggunakan wood injector, terutama dalam hal tekanan injeksi, jumlah liang aplikasi, dan teknis aplikasi injeksi yang efisien dan efektif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan termasuk salah satu sifat utama yang menentukan kegunaan suatu jenis kayu. Betapa pun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya akan menjadi terbatas jika keawetannya rendah. Barly (2009) menyatakan bahwa beberapa kayu tropis mempunyai keawetan alami yang tinggi, namun di Indonesia sebagian kecil saja kayu-kayu yang mempunyai keawetan yang tinggi sehingga umur pakai kayu tersebut pendek. Dari 4000 jenis kayu yang terdapat di Indonesia diperkirakan hanya 15 % sampai 20 % saja yang sifat keawetannya baik, sisanya merupakan jenis-jenis yang sifat keawetannya rendah (Martawijaya & Barly 2000). Kayu tersebut rentan terhadap serangan faktor perusak biologis. Faktor-faktor biologis utama yang merusak kayu adalah golongan serangga, jamur, bakteri dan binatang laut. Golongan serangga yang paling banyak merusak kayu adalah rayap (Nandika et al. 2003). Keawetan alami kayu ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap faktor perusak kayu (Kasmudjo 2010). Keawetan alami kayu akan bervariasi sesuai dengan variasi jumlah serta jenis zat ekstraktifnya. Hal ini menyebabkan keawetan alami kayu berbeda-beda menurut jenis kayu, dalam jenis kayu yang sama maupun pohon yang sama (Tsoumis 1991). Makin banyak zat ekstraktif dalam kayu, makin awet kayu tersebut. Menurut Nandika et al. (1996), yang dimaksud dengan keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga dan jamur. Keawetan kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi penggunaan, macam atau jenis organisme perusak, suhu dan kelembaban nisbi udara sekitarnya.
2.2 Keteraweatan Kayu Keterawetan kayu adalah kemampuan kayu untuk ditembus oleh bahan pengawet, sampai mencapai retensi dan penetrasi tertentu yang secara ekonomis menguntungkan dan efektif untuk mencegah faktor perusak kayu (Supriana 1983
dalam Kartiko 2003). Dengan mengetahui sifat keterawetan maka akan diketahui pula mudah tidaknya suatu jenis kayu diawetkan dengan proses tertentu (Barly & Martawijaya 2000). Menurut Barly & Martawijaya (2000), ada 4 faktor yang mempengaruhi keterawetan kayu, yaitu : a. Jenis kayu, karena adanya perbedaan struktur anatomi dan kerapatan serta lainnya. b. Keadaan atau kondisi kayu pada saat diawetkan, seperti kadar air dan arah penembusan. Peranan kadar air terhadap keterawetan kayu tergantung pada bahan pengawet yang digunakan dan jenis kayu tersebut. c. Metode pengawetan. Metode pengawetan dan skema pengawetan dalam metode yang sama memberikan pengaruh yang berlainan terhadap keterawetan kayu. Pengaruh sangat nyata bila proses tidak sesuai dengan sifat bahan pengawet. d. Bahan pengawet. Jenis dan konsentrasi bahan pengawet sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mengawetkan kayu, yaitu retensi dan penetrasi bahan pengawet. Hasil studi Barly & Martawijaya (2000) terhadap penentuan klasifikasi keterawetan kayu mendapatkan hubungan yang erat antara retensi dan penetrasi artinya jenis kayu yang mudah diawetkan cenderung memiliki retensi yang tinggi, sebaliknya jenis kayu yang sukar diawetkan cenderung memiliki retensi yang rendah. Pada umumnya klasifikasi keterawetan kayu dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kelas keterawetan kayu Kelas Keterawetan (Treatability) I Mudah (permeable) II Sedang (moderately resistant ) III Sukar (resistant) IV Sangat Sukar (extremely resistant) Sumber: Wahyudi et al. (2007)
Dalamnya Penetrasi (%) > 90 50-90 10-50 < 10
Hasil pengujian keawetan alami dan keterawetan beberapa kayu hutan rakyat yang berasal dari Kabupaten Bogor dan sekitarnya diperoleh hasil seperti tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2 Keawetan alami dan keterawetan kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor No. Jenis Kayu 1 Agathis (Agathis sp) 2 Akasia (Acacia auriculiformis) 3 Balsa (Ochroma bicolor) 4 Durian (Durio sp) 5 Gmelina (Gmelina arborea) 6 Jabon (Anthocephalus cadamba) 7 Jati (Tectona grandis) 8 Jengkol (Pithecelobium jiringa) 9 Jeungjing (Paraserienthes falcataria) 10 Kapuk (Ceiba pentandra) 11 Karet (Hevea brassiliensis) 12 Kecapi (Sandoricum koetjape) 13 Kelapa (Cocos nucifera) 14 Kemiri (Aleurites moluccana) 15 Kenari (Canarium commune) 16 Lamtoro (Leucaena leucocephala) 17 Leda (Eucalyptus deglupta) 18 Mahoni (Swietenia macrophylla) 19 Mangga (Mangifera indica) 20 Mangium (Acacia mangium) 21 Manii (Maesopsis eminii) 22 Menteng (Baccauera racemosa) 23 Mindi (Melia azedarach) 24 Nangka (Artocarpus integra) 25 Petai (Parkia speciosa) 26 Puspa (Schima wallichii) 27 Rambutan (Nephelium lappaceum) 28 Rasamala (Altingia excelsa) 29 Sentang (Azadirachta axcelsa) 30 Sungkai (Peronema canescens) 31 Surian (Toona sureni) 32 Tusam (Pinus merkusii) Sumber: Wahyudi et al. (2007)
Kelas Awet IV III-IV V IV-V IV-V V II IV IV-V IV-V IV-V IV IV V III V IV III-IV IV III IV IV IV-V II IV III IV II-III IV III IV-V IV
Keterawetan Sedang Sukar Mudah Sukar Sukar Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Mudah Mudah Mudah Sedang Sukar Sukar Sukar Sukar Sedang Mudah Sukar Sangat Sukar Mudah Mudah Sukar Sedang Sukar Mudah Sedang Mudah
2.3 Pengawetan Kayu Menurut Dumanauw (2001), pengawetan adalah proses memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap perusakan oleh makhlukmakhluk perusak kayu yang datang dari luar seperti rayap, jamur, dan binatang laut. Kemudian menurut Hunt dan Garrat (1986), pengawetan adalah proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan untuk melindungi kayu atau memperpanjang umur pakai kayu sehingga dapat mengurangi frekuensi
pergantian kayu pada bangunan konstruksi permanen atau bangunan semi permanen. Padlinurjaji (1980) dalam Deswita (1997) menyatakan bahwa secara garis besar tujuan pengawetan kayu adalah : a. Untuk mempertahankan mutu kayu sebagai bahan baku. b. Untuk mempertinggi mutu hasil produksi dengan meningkatnya daya tahan kayu terhadap kerusakan biologis. Menurut Nandika et al. (1996), manfaat yang dapat diraih melalui penerapan pengawetan kayu antara lain : a. Nilai guna jenis-jenis kayu kurang awet dapat meningkat secara nyata, sejalan dengan peningkatan umur pakainya. b. Biaya untuk perbaikan dan penggantian kayu dalam suatu penggunaan akan berkurang. c. Dalam jangka panjang, kelestarian hutan lebih terjamin karena konsumsi kayu per satuan waktu lebih rendah. Cara mengawetkan kayu yang sudah dikenal di Indonesia dan umum digunakan, diantaranya pelaburan, pencelupan, perendaman (rendaman dingin dan rendaman panas-dingin) yang biasa disebut sebagai metode sederhana dan metode yang lebih modern seperti vakum tekan dan metode injeksi.
2.4 Wood Injector Pengawetan kayu melalui metode injeksi atau lebih dikenal dengan wood injector merupakan metode pengawetan yang dapat diterapkan secara praktis terhadap berbagai kondisi kayu di berbagai tahap penggunaan kayu. Prinsip kerja metode injeksi adalah mendorong bahan pengawet ke dalam kayu dengan bantuan tekanan yang dihasilkan oleh suatu mesin injektor khusus melalui satu atau lebih liang aplikasi yang dipersiapkan sebelumnya dan mempunyai katup (valve). Dengan adanya katup tersebut serta adanya pori-pori dan rongga-rongga diantara serat kayu, maka bahan pengawet dapat menyebar ke berbagai arah dan tidak keluar lagi dari liang aplikasi. Pengawetan kayu dengan metode wood injector ini biasanya diaplikasikan secara permanen pada konstruksi kayu yang telah terpasang (pasca konstruksi), misalnya kusen, pintu, jendela, tiang, dan dinding kayu. Jarak penginjeksian dilakukan berkisar dari 50-95 cm dengan tekanan antara 50-170 bar (PT. Star
Group). Menurut Deswita (1997), ukuran dan jarak injeksi, serta tekanan yang diberikan mesin injektor sangat berpengaruh terhadap retensi dan penetrasi kayu. Keunggulan pengawetan kayu dengan metode injeksi dibanding metode lain adalah dapat diaplikasikan pada berbagai bentuk dan kondisi kayu, lebih praktis karena tidak memerlukan wadah atau peralatan yang banyak menggunakan ruang, pemakaian bahan pengawet sangat efisien (hemat) karena tidak meninggalkan limbah, resiko pencemaran lingkungan sangat kecil, dapat diterapkan di berbagai lokasi karena peralatannya relatif ringan dan mudah dibawa, efektivitasnya terjamin karena retensi dan penetrasi bahan pengawet sangat tinggi (Nandika et al. 1996). Menurut Kasmudjo (2010) proses pengawetan kayu dengan tekanan akan menghasilkan peresapan bahan pengawet yang lebih dalam dan banyak.
2.5 Bahan Pengawet Hunt dan Garrat (1986) menyatakan bahwa bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan kimia yang apabila diterapkan secara baik terhadap kayu akan membuat kayu tahan terhadap serangan jamur, serangan serangga, dan binatang laut. Menurut Kasmudjo (2010), terdapat beberapa persyaratan bahan pengawet yang baik agar usaha pengawetan memberikan hasil yang baik, yaitu : a. Beracun terhadap makhluk perusak kayu. b. Mudah masuk ke dalam kayu dengan daya penetrasi yang tinggi. c. Harus bersifat permanen, tidak mudah luntur atau menguap. d. Tidak berbahaya bagi manusia atau hewan. e. Bersifat netral terhadap bahan lain misalnya logam, perekat cat dan sebagainya. f. Tidak merusak kayu baik secara fisik, mekanik maupun kimia dan kayu tetap mudah difinishing dengan baik. g. Tidak mempertinggi bahaya kebakaran. h. Mudah dikerjakan, diangkut, diperoleh dan bila mungkin harganya murah. Keefektifan suatu bahan pengawet sebagian tergantung pada daya racunnya atau kemampuan menjadikan kayu itu beracun terhadap organismeorganisme perusak kayu (Hunt dan Garrat 1986). Lebih lanjut Nandika et al. (1996) menyatakan keefektifan perlakuan dengan bahan pengawet juga
dipengaruhi oleh kesempurnaan penetrasi dan berapa banyak retensinya pada kayu setelah perlakuan. Menurut Martawijaya dan Supriana (1973) dalam Deswita (1997), persenyawaan bor sebenarnya sudah lama dikenal sebagai salah satu bahan pengawet yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan kayu. Sifat-sifat dari persenyawaan bor adalah : a. Beracun terhadap jamur dan serangga, tetapi tidak berbahaya bagi manusia dan ternak. b. Dapat diaplikasikan dengan berbagai metode pengawetan. c. Tidak korosif terhadap logam dan tidak merubah warna. d. Kayu yang diawetkan tidak mudah terbakar. e. Tidak berbau. f. Kayu dapat diplitur, dicat dan direkat dengan baik. Pesenyawaan bor sebagai bahan pengawet banyak digunakan secara komersial untuk mengatasi serangan rayap, salah satunya adalah bahan pengawet Diffusol-CB. Bahan pengawet Diffusol-CB adalah bahan pengawet larut air yang berbentuk garam yang terdiri dari asam boraks, borak, tembaga, dan khromium dengan formulasi CuSO4 (32,4%), H3BO3 (21,6%), dan Na2Cr2O7 (36,0%). Bahan berbentuk pasta berwarna coklat gelap serta berbau. Senyawa tembaga yang digunakan sebagai bahan pengawet kayu larut air pada umumnya dalam bentuk sulfat. Tembaga sulfat merupakan anti hama yang baik dan sangat baik untuk melawan jamur. Kelemahan utama tembaga sulfat adalah adanya sifat korosif yang tinggi terhadap besi. Kelemahan lainnya adalah daya larutnya yang tinggi dalam air sehingga mudah tercuci kembali. Tembaga sulfat sangat cocok untuk mencegah serangan rayap apabila kayu yang diawetkan bebas dari pelunturan. Senyawa khrom digunakan secara luas sebagai campuran tambahan bahan pengawet kayu larut air. Penggunaan garam khrom dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi sifat karat (korosif) dari beberapa bahan pengawet kayu terhadap besi atau logam lain. Selain itu, penambahan khrom bertujuan untuk mengurangi sifat mudah luntur dari kebanyakan bahan pengawet garam.
2.6 Penetrasi dan Retensi Keefektifan sistem pengawetan kayu tergantung pada perlakuan kayu dan sistem pengawetannya. Hasil perlakuan berhubungan dengan penetrasi, retensi dan distribusi bahan pengawet. Penetrasi adalah dalamnya penembusan bahan pengawet yang masuk ke dalam kayu, sedangkan retensi adalah jumlah bahan pengawet yang tinggal dalam kayu yang dinyatakan dalam kg/m3 (SNI 03-5010.1-1999). Penetrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu struktur anatomi, jenis kayu, konsentrasi bahan pengawet, proses pengawetan, dan lamanya proses. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan retensi adalah banyakya larutan pengawet yang masuk ke dalam kayu. Besarnya retensi dapat dinyatakan dalam banyaknya bahan pengawet per meter kubik kayu. Efektifitas suatu cara pengawetan kayu, baru dapat ditentukan kemudian berdasarkan umur pakai kayu yang telah diawetkan, tetapi nilai penetrasi dan retensi dapat dijadikan kriteria untuk menilai kesempurnaan proses pengawetan kayu. Retensi minimum yang dibutuhkan agar kayu terlindung dari faktor perusak biologis disebut sebagai batas racun (toxic limit). Dalam praktek pengawetan, nilai retensi harus lebih tinggi dari batas racun karena konsentrasi bahan pengawet cenderung turun terutama bagi bahan pengawet yang mudah menguap (Hunt dan Garrat 1986). Keefektifan pengawetan kayu sebagian tergantung dari kesempurnaan penetrasi dan seberapa besar retensi pada kayu setelah perlakuan. Lebih lanjut salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi dan retensi bahan pengawet adalah struktur anatomi kayu, yaitu trakeida, pori, saluran dammar, dan serabut. Kecuali serabut ketiga struktur tersebut berfungsi sebagai saluran sehingga dalam pengawetan aliran bahan pengawet ditentukan oleh jumlah, ukuran serta kondisi ketiga struktur tersebut. Pori disebut juga lubang-lubang yang berukuran kecil pada penampang lintang kayu. Jaringan ini berfungsi untuk menyalurkan cairan dan sedikit hara mineral di dalam pohon dan tersusun secara vertikal. Pori atau sel pembuluh sebenarnya adalah suatu sel pembuluh yang berbentuk tabung dengan kedua dinding ujungnya terletak horizontal sampai miring (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.7 Sifat Fisis Kayu Menurut Bowyer et al. (2003), kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu, dan dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanurnya. Kadar air kayu bervariasi tergantung jenis dan lokasinya dalam batang, dan dapat berubah sesuai dengan kondisi iklim dimana kayu berada (Bowyer et al. 2003). Lebih lanjut Barly (2009) mengatakan bahwa dalam proses tekanan, kayu yang akan diawetkan disyaratkan harus dalam keadaan kering udara atau kadar air maksimum 30%. Berat jenis (BJ) kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4ºC. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula. Berat jenis tergantung oleh tebal dinding sel, kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Menurut Bowyer et al. (2003), BJ kayu bervariasi menurut jenis, antar pohon dari satu jenis yang sama, bahkan dalam satu batang pohon.
2.8 Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan beban yang berasal dari luar. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat mekanis kayu, yaitu : a. Faktor luar, terdiri dari pengawetan
kayu, kelembaban lingkungan,
pembebanan, dan cacat yang disebabkan oleh jamur dan serangga perusak kayu. b. Faktor internal, terdiri dari berat jenis kayu, kadar air, cacat mata kayu, dan penyimpangan arah serat kayu. 2.8.1 Kekuatan Lentur Statis (Static Bending Strength) Kekuatan lentur statis adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban yang bekerja tegak lurus sumbu batang di tengah-tengah balok yang disangga kedua ujungnya sehingga permukaan kayu di bagian atas mengalami tekanan, sedangkan yang di bawah sumbu netral mengalami tarikan. Balok akan mengalami pelengkungan di bagian tengahnya. Pelengkungan yang terjadi dinamakan defleksi. Dari hasil pengujian kekuatan lentur statis ini akan diperoleh nilai MOE dan MOR. MOE (Modulus of Elasticity) menunjukkan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda akan kembali ke
bentuk semula apabila beban dilepaskan, sedangkan MOR (Modulus of Rupture) adalah suatu nilai yang menunjukkan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan atau diterima oleh suatu material, dan nilai ini menunjukkan kekuatan kayu (Mardikanto et al. 2009). 2.8.2 Kekuatan Tekan Kekuatan tekan adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan/beban tekan pada penggunaan tertentu. Dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu kuat tekan tegak lurus serat dan tekan sejajar serat. Kekuatan tekan sejajar serat adalah kemampuan kayu untuk menahan beban yang terjadi pada kedua ujungnya. Nilai hasil pengujian merupakan tegangan serat maksimum yang terjadi akibat beban tekan sejajar serat, khusus untuk batang tekan pendek (Mardikanto et al. 2009). 2.8.3 Sifat Kekerasan (hardness) Sifat kekerasan kayu adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan indentasi (indentation) atau tekanan setempat atau pijitan pada permukaan kayu, atau kemampuan kayu untuk menahan kikisan (abrasi) pada permukaannya (Mardikanto et al. 2009). Beberapa sifat fisis dan mekanis kayu hutan rakyat yang telah diketahui tercamtum pada Tabel 3. Tabel 3 Sifat fisis dan mekanis beberapa kayu hutan rakyat di Kabupaten Bogor No.
Jenis Kayu
BJ
1 2 3 4 5 6 7
Agathis (Agathis sp) Balsa (Ochroma bicolor) Durian (Durio sp) Jabon (Anthocephalus cadamba) Jati (Tectona grandis) Jeungjing (Paraserianthes falcataria) Kecapi (Sandoricum koetjape)
0,48 0,15 0,57 0,42 0,67 0,33 0,29-0,59
8 9 10
Kemiri (Aleurites moluccana) Leda (Eucalyptus deglupta) Mahoni (Swietenia macrophylla)
0,31 0,57 0,61
11
Menteng (Baccauera racemosa)
0,63-0,95
12
Mindi (Melia azedarach)
13
Petai (Parkia speciosa)
0,35-0,81
14 Puspa (Schima wallichii) 15 Rasamala (Altingia excelsa) 16 Sungkai (Peronema canescens) 17 Surian (Toona sureni) 18 Tusam (Pinus merkusii) Sumber : 1) Martawijaya et al. (2005) 2) Martawijaya et al. (2005) 3) Sosef et al. (1998)
0,69 0,81 0,63 0,39 0,55
0,53
MOE (kg/cm3) 11200
Kekerasan (kg/cm3) 148
97900 68000 127700 44500
274 268 428 119
32500 89000 92000
88 50 271
Sumber 1) 3) 1) 2) 1) 2) 3) 2) 2) 1) 3)
82000
242
2) 3)
114000 92000 84000 86500 127000
346 632 258 209 388
2) 2) 1) 2) 2)
Praturan Konstruksi Kayu
Indonesia tahun
1961
(PKKI 1961)
memanfaatkan berat jenis untuk menentukan kelas kuat kayu Indonesia seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Kelas kuat kayu menurut PKKI NI 5-1961 Kelas Kuat
Berat Jenis
Tegangan Lentur Mutlak (Kg/cm2)
Tegangan Tekan Mutlak (Kg/cm2)
I
>0,9
>1100
>650
II
0,6-0,9
725-1100
425-650
III
0,4-0,6
500-725
300-425
IV
0,3-0,4
360-500
215-300
<360
<215
V <0,3 Sumber: Mardikanto et al. (2009)
2.9 Kayu Sebagai Komponen Bangunan Kualitas kayu sangat tergantung dari jenis kayu, tempat tumbuh, dan umur kayu. Selain itu kualitas kayu juga ditentukan oleh kerapatan kayu dan kekuatan kayu yang erat kaitannya dengan keberadaan cacat kayu baik jenis, ukuran maupun distribusi cacatnya (Mardikanto et al. 2009). Dalam penggunaannya, kayu dipengaruhi oleh sifat-sifatnya, yaitu sifat fisis, mekanis, anatomi, kimia maupun sifat lainnya. Sifat tersebut dipengaruhi oleh jenis kayu, umur pohon, letak kayu dalam pohon, perbedaan tempat tumbuh serta faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhannya. Sebagai bahan bangunan, maka kayu harus memenuhi syarat tertentu seperti kerapatan, kembang susut, kekuatan, dan keawetannya. Ciri kualitas kayu gergajian umumnya memuat persyaratan mutu, hasil yang dipersyaratkan, kadar air, ukuran maksimum dan minimum yang digunakan. Potongan/sortimen kayu gergajian harus memenuhi persyaratan ukuran minimum yang berlaku (seperti SNI, SII dan sebagainya). Mengacu pada standar Indonesia SKI C-bo-010 (1987) tentang “Spesifikasi Kayu Bangunan Untuk Perumahan”, maka terdapat beberapa istilah pada kayu bangunan. Kayu bangunan sendiri didefinisikan sebagai kayu olahan yang dihasilkan dari kayu bulat setelah dikonversi menjadi kayu berbentuk papan, balok, ataupun bentuk-bentuk lain sesuai dengan tujuan penggunaannya untuk bangunan. Kayu gergajian merupakan kayu hasil olahan kayu bulat melalui proses
penggergajian dengan cara menggergaji arah membujur secara teratur. Istilah kusen adalah kayu gergajian untuk bahan kusen yang ukurannya biasanya 6x12 cm; 8x12 cm; 6x15 cm; 8x15 cm, sementara balok merupakan sortimen kayu bangunan dengan tebal 6 cm atau lebih dan lebar 8 cm atau lebih.
2.10 Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) Balsa dengan nama latin Ochroma bicolor Rowlee berasal dari Famili Bombaceae. Tinggi pohon dapat mencapai 20 – 30 m dan diameter 50 - 200 cm atau lebih. Di tempat tumbuh terbaik, beberapa pohon balsa dapat mencapai ketinggian 23 m dan diameter 50 cm dalam waktu 30 bulan. Daerah penyebaran meliputi Jawa dan Sumatera. Berasal dari Amerika Latin (Amerika Tengah dan Amerika Selatan), tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi atau pada ketinggian 0 – 1000 mdpl. Warna kayu teras berwarna putih sampai putih keabu-abuan dan tidak terlihat jelas pembatas dengan kayu gubalnya. Serat kayu lurus dengan tekstur sangat halus sampai agak kasar dan merata. Kayu memiliki kilauan seperti sutera dan bagian kayu teras rata-rata 75 %, serta lingkaran tumbuh tidak terlihat jelas. Kayu balsa merupakan kayu yang bersifat diffuse-porous. Pada umumnya diameter pori besar sampai sangat besar, frekuensinya sangat sedikit atau jarang, baur, dan sebagian besar soliter. Dinding sel sangat tipis dengan rongga sel yang besar (Wahyudi dan Rahayu 2005) Kayu balsa memiliki kelas awet V, kelas kuat III – IV, memiliki sifat pengerjaan tergolong mudah dikerjakan, dan memiliki BJ kering udara minimal 0,09 dan maksimal 0,31 (Yap 1984).
2.11 Akasia (Acacia mangium Willd.) Akasia dengan nama latin Acacia mangium Willd. termasuk Famili Leguminosae. Kayu mangium adalah tanaman asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Cepat tumbuh, pohon selalu hijau, diameter dapat mencapai lebih dari 90 cm, dan tingginya mencapai 30 m. Warna kayu teras dan gubal dapat dilihat dengan jelas. Bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecokelatan, hampir mendekati kayu jati. Arah serat lurus sampai terpadu.
Pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter pori 100-200 mikron, frekuensi 30-65 per mm2, berisi deposit, bidang perforasi sederhana. Parenkim terminal merupakan pita-pita panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh, jari-jari multiserat, lebar 30-50 mikron, heteroselular, panjang serat 930950 mikron dengan diameter 27 mikron, tebal dinding 2,3-3,19 mikron dan diameter lumen 16-16,2 mikron. Kayu akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66), kelas awet II-III, kelas kuat II-III. Di Asia kayu akasia banyak digunakan untuk pulp dan kertas. Pemanfaatan lainnya meliputi bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, kayu tiang, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Pandit dan Kurniawan 2008).
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengujian sifat fisis dan anatomi dilakukan di Laboratorium Sifat-Sifat Dasar Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, sedangkan pengujian sifat mekanis dilakukan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Proses pengawetan kayu dilaksanakan di PT. Star Group Jl. Danau Sekawi Blok II/3 Pejompongan 10210, Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 – Januari 2011 .
3.2 Bahan dan Alat Kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan akasia (Acacia mangium Willd.) yang didapat di sekitar kampus, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan pengawet yang digunakan adalah bahan pengawet yang aman bagi lingkungan yaitu Diffusol-CB dengan konsentrasi 2,5 %. Pereaksi berupa curcuma, alkohol, HCl, dan asam salisilat untuk mengetahui penetrasi bahan pengawet. Alat yang digunakan untuk aplikasi adalah wood injector, yang terdiri dari dua bagian yaitu mesin injector dengan tekanan 50-170 bar dan pentil atau katup (valve). Mesin injector berfungsi untuk menginjeksikan bahan pengawet ke dalam contoh uji sedangkan pentil anti karat berfungsi untuk menyebarkan masuknya bahan pengawet ke dalam kayu. Pengujian sifat fisis menggunakan alat caliper, oven, timbangan elektrik, desikator, dan amplas. Pengujian mekanis menggunkana alat berupa mesin UTM (Universal Testing Machine) merk Instron dan Amsler. Pengamatan struktur anatomi secara makroskopis menggunkan alat berupa cutter, amplas, lup, miskroskop dan Stereoscopic Microscope With Digital Camera model DC2456H. Selain itu juga digunakan alat berupa mesin gergaji belah, mesin gergaji potong, mesin serut, mesin bor, gelas ukur, gelas piala, pengaduk, kertas saring, sprayer, pita ukur, kipas angin, dan moisture meter.
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan bahan, pengujian keterawetan kayu, pengujian sifat fisis dan mekanis kayu, serta pengamatan struktur anatomi kayu secara makroskopis sebelum dan sesudah aplikasi pengawetan kayu dengan wood injector/injeksi. 3.3.1 Persiapan Bahan Baku Log kayu balsa dan akasia yang diambil untuk contoh uji adalah bagian pangkal kayu. Log kayu bagian pangkal tersebut kemudian digergaji untuk dijadikan balok-balok dengan ukuran (8 x 12 x 100) cm3 dan (6 x 12 x 100) cm3. Balok-balok tersebut selanjutnya dibuat contoh uji sesuai sifat dan tujuan pengujian yang dilakukan. 3.3.2 Pengujian Sifat Fisis Pengujian sifat fisis terdiri dari pengujian kadar air dan berat jenis kayu. Contoh uji yang digunakan berukuran (5 x 5 x 5) cm3. Pengujian berdasarkan ASTM (American Society For Testing and Material) D-2395 tahun 2008. 1. Kadar air Sebelum dilakukan pengawetan kayu, balok uji berukuran (8 x 12 x 100) 3
cm dan (6 x 12 x 100) cm3 dikeringkan dalam kiln pengering pada suhu 60 °C selama ±5 hari sampai mencapai kadar air kering udara. Pengukuran KA dilakukan dengan menggunakan Resistance Type Moisture Meter. 2. Berat Jenis Berat jenis (BJ) kayu ditentukan pada kondisi kayu dengan kadar air kering udara. Contoh uji berukuran (5 x 5 x 5) cm3 ditimbang berat awalnya (BA) dan diukur volumenya (Vku) dengan menggunakan metode Archimedes, kemudian dimasukkan ke dalam oven 103±2 ºC sampai beratnya konstan. Setelah itu contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama 10-15 menit dan timbang kembali beratnya (BKT). BJ diperoleh dengan persamaan berikut : BJ kayu =
BKT / Vku kerapatan air
Dimana : Vku = volume contoh uji dalam kondisi kering udara BKT = berat kering tanur contoh uji
3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis Pengujian sifat mekanis yang dilakukan meliputi kekuatan lentur (bending strength), tekan sejajar serat, dan kekerasan (hardness) yang dilakukan pada kayu sebelum dan sesudah diawetkan. Pengujian berdasarkan ASTM D-143 tahun 2008. 1. Keteguhan Lentur statis Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm3 dengan panjang bentang 36 cm dan pembebanan dilakukan di tengah bentang dengan kecepatan pembebanan adalah 1,3 mm/min. Nilai MOE dan MOR diperoleh dengan persamaan :
Dimana : MOE = MOR = ∆P = L = ∆y = b = h =
MOE =
PL 3 4 ybh
MOR =
3 PmaksL 2 bh 2
3
Modulus of Elasticity (kg/cm2) Modulus of Rupture (kg/cm2) perubahan beban yang terjadi di bawah batas proporsi (kg) jarak sangga (cm) perubahan defleksi akibat beban (cm) lebar contoh uji (cm) tebal contoh uji (cm)
2. Kekuatan Tekan Sejajar Serat Contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 10) cm3. Arah pembebanan sejajar dengan arah serat dan pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan pembebanan 0,03 mm/min. Besarnya kekuatan tekan sejajar serat ditentukan dengan persamaan :
σ tk// = P maks / A Dimana: σ tk// = keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm²) P maks = beban maksimum (kg) A = luas penampang (cm²)
3. Kekerasan Contoh uji berukuran (5 x 5 x 15) cm3. Pengujian dilakukan dengan membebankan setengah bola baja masuk ke dalam permukaan kayu. Pemberian beban dilakukan dengan kecepatan pembebanan sebesar 6 mm/min. Kekerasan kayu ditentukan dengan persamaan :
H = P max / A Dimana: H = kekerasan kayu (kg/cm²) P maks = beban maksimum (kg) A = luas penampang (cm²) 3.3.4 Pengujian Pengawetan Kayu 1. Proses Pengawetan Kayu Balok uji yang digunakan berukuran (6 x 12 x 100) cm3 dan (8 x 12 x 100) cm3 yang telah mencapai kondisi kering udara (KA ±20%) dan ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengawetan (Bo). Selanjutnya dilakukan proses pengawetan kayu dengan wood injector. Tahapan proses pengawetan adalah sebagai berikut: 1. Balok uji dibor searah tegak lurus serat dengan diameter sesuai dengan ukuran pentil yaitu 0,5 cm dan kedalaman tidak melebihi setengah tebal kayu. 2. Proses pengeboran dilakukan pada jarak 50 cm dan 95 cm pada balok uji yang berbeda. Setelah pengeboran selesai, pentil dimasukkan ke dalam liang aplikasi/lubang bor tersebut. Melalui pentil bahan pengawet dimasukkan ke dalam kayu dengan menggunakan wood injector. Tekanan yang digunakan sebesar 50 bar untuk balok uji yang dibor pada jarak 50 cm dan tekanan 170 bar untuk balok uji yang dibor pada jarak 95 cm. 3. Proses pemasukkan bahan pengawet (injeksi) ke dalam balok uji dengan tekanan dan jarak injeksi yang telah ditentukan. 4. Balok uji ditimbang (B1) dan dikering udarakan selama 2 minggu.
Penginjeksian pada jarak 95 cm 6 cm 12 cm 100 cm
Penginjeksian pada jarak 50 cm 8 cm 12 cm
100 cm
Gambar 1 Ukuran balok uji kayu dan posisi injeksi dengan menggunakan mesin injektor. 2. Retensi dan Penetrasi Penentuan retensi diperoleh dengan rumus sebagai berikut : R = (B1 – B0) x K V Dimana : R = nilai retensi contoh uji (kg/m3) B1 = berat contoh uji setelah diawetkan (kg) B0 = berat contoh uji sebelum diawetkan (kg) V = volume contoh uji (m3) K = konsentrasi dari bahan pengawet (%) Pengukuran penetrasi dilakukan pada balok uji setelah dikering udarakan selama 2 minggu. Balok uji dipotong melintang di tengah-tengah kayu pada jarak 50 cm hingga ditentukan seberapa jauh penetrasi yang diperoleh . Uji penetrasi dilakukan pada posisi kedua ujung kayu dan tengah kayu (50 cm), kemudian dirata-ratakan. Penetrasi bahan pengawet dapat dilihat dengan menyemprotkan larutan pereaksi pertama yang terdiri dari 50 g curcuma dalam 500 ml alkohol, setelah kering dilakukan penyemprotan pereaksi kedua yang terdiri dari 80 ml alkohol yang dicampur 20 ml HCl yang dijenuhkan dengan asam salisilat. Permukaan yang tertembus senyawa boron akan berwarna merah orange. Pengukuran penetrasi dilakukan dengan menggunakan kertas millimeter block. Nilai penetrasi diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: Penetrasi (%) = Luas permukaan yang dimasuki bahan pengawet x 100% Luas total permukaan
Pemotongan pada jarak 50 cm
a
b
c
Pemotongan pada jarak 50 cm
a
b
c
Gambar 2 Pemotongan melintang terhadap contoh uji kayu dan (a), (b), (c) adalah bidang pengukuran penetrasi.
2 cm 0,5 cm
Gambar 3 Tipe pentil kayu yang berperan sebagai tempat masuk bahan pengawet.
Gambar 4 Proses pengawetan kayu terhadap contoh uji.
3.3.5 Pengamatan Struktur Anatomi Pengamatan struktur anatomi secara makroskopis dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan pengawetan kayu. Pengambilan contoh uji anatomi kayu diambil pada posisi dekat lubang injeksi. Setiap bagian-bagian tersebut kemudian diamati struktur anatominya. contoh uji anatomi kayu
2 cm 2 cm 2 cm
Gambar 5 Letak pengambilan contoh uji anatomi kayu pada balok uji. Pengamatan pori atau sel pembuluh dan jari-jari dilakukan pada penampang melintang contoh uji berukuran (2 x 2 x 2) cm3 dengan bantuan alat Stereoscopic Microscope With Digital Camera model DC2-456H.
3.4 Pengolahan Data Data sifat fisis dan mekanis selanjutnya dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, kemudian dilanjutkan dengan uji Anova menggunakan SAS 9.1. Data sifat anatomi yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 3 faktor, yaitu: faktor A (jenis kayu yaitu kayu akasia dan balsa), faktor B (ukuran contoh uji yaitu (6x12x100) cm3 dan (8x12x100) cm3), dan faktor C (tekanan yaitu 170 bar dan 50 bar) yang masing-masing menggunakan 3 ulangan. Model Persamaan yang digunakan adalah: = + + + +( ) +( ) +( Keterangan: Yijkl = nilai respon yang diukur µ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh variasi jenis kayu ke-i (i=1,2) βj = pengaruh variasi ukuran kayu ke-j (j=1,2)
)
+(
)
+
γk = pengaruh variasi tekanan ke-k (k=1,2) (αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu dan ukuran kayu (αγ)ik = pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu dan tekanan (βγ)jk = pengaruh interaksi antara faktor ukuran kayu dan tekanan (αβγ)ijk= pengaruh interaksi antara faktor jenis kayu, ukuran kayu, dan tekanan εijkl = galat percobaan Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Retensi Retensi bahan pengawet Diffusol-CB berkisar antara 2,98 kg/m3 sampai dengan 4,47 kg/m3. Nilai retensi terendah yaitu 2,98 kg/m3 terjadi pada kayu balsa, ukuran (8 x 12 x 100) cm3 dengan tekanan 50 bar. Nilai retensi tertinggi yaitu sebesar 4,47 kg/m3 terjadi pada kayu akasia, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Secara umum perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai retensi yang lebih tinggi dari pada tekanan 170 bar pada kayu balsa ukuran (8 x 12 x 100) cm3. Hal ini diduga karena tekanan injeksi yang lebih rendah yaitu 50 bar bahan pengawet dapat masuk dan menyebar ke seluruh bagian kayu secara merata dibanding dengan tekanan yang lebih tinggi yaitu 170 bar. Secara rinci, rata-rata nilai retensi hasil pengawetan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata retensi bahan pengawetan Diffusol-CB pada contoh uji Jenis
Ukuran (cm3) 8 x 12 x 100
Akasia 6 x 12 x 100 8 x 12 x 100 Balsa 6 x 12 x 100
Tekanan (bar) 170
Jarak injeksi (cm) 95
Retensi (kg/m3) 3,60
50 170 50 170
50 95 50 95
4,27 4,35 4,47 3,18
50
50
2,98
170 50
95 50
3,54 3,80
Nilai retensi bahan pengawet berbeda untuk setiap ukuran kayu seperti yang disebutkan oleh Hunt dan Garrat (1986) yang menyatakan bahwa variasi dalam volume kayu mempengaruhi nilai retensi. Mesin injektor dengan bantuan tekanan yang sama mampu mendorong bahan pengawet pada kayu bervolume kecil ke setiap bagian kayu secara merata tetapi belum cukup untuk memenuhi bagian-bagian pada kayu volume besar. Lebih lanjut, Deswita (1997) menyatakan bahwa retensi akan semakin kecil dengan semakin meningkatnya ukuran
ketebalan kayu. Artinya bahwa retensi pada kayu berukuran (6 x 12 x 100) cm3 lebih tinggi daripada retensi pada kayu berukuran (8 x 12 x 100) cm3. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ukuran dan tekanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai retensi, sedangkan jenis kayu berpengaruh nyata. Hal ini diduga karena perbedaan kerapatan pada kayu akasia dan balsa. Kayu akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 (Pandit dan Kurniawan 2008), sedangkan kayu balsa memiliki BJ berkisar antara 0,09-0,31 (Yap 1984). Perbedaan BJ ini menghasilkan perbedaan struktur anatomi pada keduanya. Pada balsa lebih banyak mengandung persentase rongga (78%) jika dibandingkan dengan akasia (68%). Rongga-rongga pada balsa tersebut menyebabkan bahan pengawet yang masuk melalui wood injector tidak sempat melakukan fiksasi dengan dinding sel, akibat tekanan yang diaplikasikan cukup tinggi. Nilai retensi bahan pengawet pada kayu akasia lebih tinggi dibandingkan dengan kayu balsa, diduga hal ini terjadi karena lama waktu proses injeksi pada kedua jenis kayu berbeda. Proses injeksi berhenti bila bahan pengawet telah menetes atau telah terjadi pelelehan bahan pengawet di kedua ujung balok uji. Kayu balsa bersifat porous dan memiliki diameter pori yang besar, sehingga proses injeksi berlangsung secara singkat yaitu sesaat setelah proses injeksi bahan pengawet menggunakan wood injector langsung terjadi pelelehan pada kedua ujung balok uji dan menyebabkan bahan pengawet yang masuk akibat tekanan yang diberikan tidak berikatan dengan kayu. Sementara itu, proses injeksi pada kayu akasia membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding pada kayu balsa sehingga bahan pengawet yang masuk hingga ujung kayu lebih banyak yang menempel pada kayu dan terjadi fiksasi di dalam kayu. Hasil retensi bahan pengawet Diffusol-CB yang dicapai dengan perangkat pengawetan wood injector yaitu 4,47 kg/m 3 belum memenuhi standar penggunaaan bahan pengawet Diffusol-CB untuk pengawetan perumahan dan gedung (Anonim 2008) yaitu sebesar 5-8 kg/m3 pada konsentrasi 3,5-5%.
4.2 Penetrasi Penetrasi bahan pengawet Diffusol-CB berkisar antara 94,22% sampai dengan 98,62%. Nilai penetrasi terendah yaitu sebesar 94,22% terjadi pada kayu jenis balsa, ukuran (6 x 12 x 100) cm3. Nilai penetrasi tertinggi yaitu sebesar
98,62% terjadi pada kayu jenis akasia, ukuran (8 x 12 x 100) cm3 dengan tekanan injeksi sebesar 170 bar. Secara umum, nilai penetrasi pada kayu balsa dan akasia hampir sama yaitu rata-rata di atas 90%. Hal ini diduga karena proses pengawetan dengan wood injector pada balok uji diberhentikan ketika bahan pengawet yang masuk telah sampai pada kedua ujung balok uji, sehingga diperoleh nilai penetrasi yang tinggi. Secara rinci, rata-rata nilai penetrasi hasil pengawetan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata penetrasi bahan pengawetan Diffusol-CB pada contoh uji Jenis
Ukuran (cm3) 8 x 12 x 100
Akasia 6 x 12 x 100 8 x 12 x 100 Balsa 6 x 12 x 100
(a)
Tekanan (bar)
Jarak injeksi (cm)
Penetrasi (%)
170
95
98,62
50
50
95,85
170
95
97,20
50
50
96,59
170
95
95,68
50
50
97,74
170
95
94,22
50
50
95,41
(b)
Gambar 4 Pola penetrasi yang terjadi pada contoh uji (a) kayu balsa, (b) kayu akasia. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 9) menunjukkan bahwa jenis kayu, ukuran, dan tekanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai penetrasi. Oleh karena itu dengan tekanan 50 bar saja sudah cukup efektif memberikan nilai penetrasi pada kayu akasia dan balsa. Nilai penetrasi yang dihasilkan dengan metode injeksi ini cukup tinggi di atas 90% maka baik kayu akasia maupun balsa masuk kelas keterawetan mudah .
4.3 Sifat Fisis 1. Kadar Air Rata-rata kadar air contoh uji sebelum diawetkan berkisar antara 15,17% sampai dengan 24,83%, sedangkan rata-rata kadar air contoh uji setelah diawetkan berkisar antara 23,47% sampai dengan 32,10%. Secara rinci, nilai rata-rata kadar air sebelum dan setelah diawetkan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata kadar air (%) pada setiap contoh uji Kadar Air (%) Jenis kayu
Akasia
Ukuran (cm3)
Setelah pengawetan
170 bar
50 bar
170 bar
50 bar
(8x12x100)
20,03
23,17
25,73
27,10
(6x12x100)
15,17
20,43
25,20
23,47
17,60
21,80
25,47
25,28
(8x12x100)
22,13
24,83
27,80
28,20
(6x12x100)
18,53
23,00
32,10
27,20
20,33
23,92
29,90
27,70
Rata-rata Balsa
Sebelum pengawetan
Rata-rata
Tabel 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar air rata-rata dari kayu sebelum diawetkan dengan setelah diawetkan yaitu sebesar 3,37-13,57%. Peningkatan kadar air ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan kayu. Semakin tinggi kandungan air dalam kayu maka akan semakin menurunkan kekuatan kayu (Mardikanto et al. 2009). Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 10) menunjukkan bahwa tekanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 170 bar memberikan pengaruh nyata terhadap respon kadar air. Peningkatan kadar air setelah diawetkan diduga dari penggunaan bahan pengawet Diffusol-CB yang merupakan bahan pengawet yang bersifat larut air. Kelemahan bahan pengawet larut air adalah bahan ini dapat membasahkan kembali kayu sehingga menimbulkan perubahan
baik kadar air maupun dimensi kayu. Karena itu
diperlukan pengeringan kembali setelah kayu diawetkan.
2. Berat Jenis (BJ) Rata-rata nilai BJ sebelum diawetkan adalah 0,47 untuk kayu akasia dan 0,34 untuk kayu balsa, sedangkan nilai BJ kayu setelah diawetkan berkisar antara 0,29 sampai dengan 0,54. Nilai BJ terendah yaitu sebesar 0,29 terjadi pada kayu jenis balsa setelah diawetkan, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan tekanan injeksi 170 bar. Nilai BJ tertinggi yaitu sebesar 0,54 terjadi pada kayu jenis akasia setelah diawetakan, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Secara rinci, nilai rata-rata BJ sebelum dan setelah diawetkan dengan menggunakan wood injector dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata BJ pada setiap contoh uji Jenis kayu Akasia
Balsa
3
Ukuran (cm )
BJ Sebelum pengawetan (kontrol)
(8x12x100) (6x12x100) Rata-rata (8x12x100) (6x12x100) Rata-rata
0,47
0,34
Setelah pengawetan 170 bar 50 bar 0,51 0,50 0,50 0,54 0,50 0,52 0,35 0,35 0,29 0,32 0,32 0,33
Secara umum, rata-rata BJ setelah diawetkan mengalami peningkatan kecuali pada kayu balsa ukuran (6 x 12 x 100) cm3. Peningkatan ini diduga oleh bahan pengawet yang terfiksasi di dalam kayu. Bahan pengawet Diffusol-CB merupakan bahan pengawet berupa garam sehingga menyebabkan kenaikan nilai BJ kayu apabila terfiksasi di dalam kayu. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 12) menunjukkan bahwa jenis, ukuran, dan tekanan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap BJ. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan BJ kayu yang nyata akibat proses pengawetan dengan wood injector. Nilai BJ yang diperoleh masih sesuai standar yang ada, yaitu untuk balsa berkisar 0,09 sampai 0,31 dan untuk akasia rata-rata 0,61 atau berkisar 0,43-0,66 (Pandit dan Kurniawan 2008).
4.4 Sifat Mekanis Kadar air saat pengujian sifat mekanis kayu pada contoh uji baik sebelum dan sesudah perlakuan berkisar dari 11,58% sampai 15,80%. 1. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending strength) Nilai MOE sebelum diawetkan adalah 72.202,02 kg/cm2 pada kayu akasia dan 52.987,10 kg/cm2 pada kayu balsa, sedangkan nilai MOR sebelum diawetkan adalah 580,33 kg/cm2 pada kayu akasia dan 439,74 kg/cm2 pada kayu balsa. Sementara itu, nilai MOE dan MOR setelah diawetkan berkisar antara 37.289,19 kg/cm2 – 69.212,77 kg/cm2 untuk MOE dan 282,44 kg/cm2 – 568,41 kg/cm2 untuk MOR. Nilai MOE dan MOR tertinggi setelah diawetkan yaitu sebesar 69.212,77 kg/cm2 dan 568,41 kg/cm2 diperoleh pada kayu akasia, sedangkan nilai MOE dan MOR terendah yaitu sebesar 37.289,19 kg/cm2 dan 282,44 kg/cm2 diperoleh pada kayu balsa. Rata-rata nilai MOE dan MOR secara rinci pada berbagai perlakuan, jenis kayu dan tekanan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Tabel 9 Rata-rata MOE (kg/cm2) pada setiap contoh uji MOE Jenis kayu
Akasia Balsa
Ukuran (cm3) (8x12x100) (6x12x100) (8x12x100) (6x12x100)
Sebelum pengawetan (kontrol) 72.202,02 52.987,10
Setelah pengawetan 170 bar 50 bar 69.212,77 63.495,47 57.528,47 63.957,61 44.233,34 46.288,85 37.289,19 40.244,14
Tabel 10 Rata-rata MOR (kg/cm2) pada setiap contoh uji MOR Jenis kayu
Akasia Balsa
Ukuran (cm3) (8x12x100) (6x12x100) (8x12x100) (6x12x100)
Sebelum pengawetan (kontrol) 580,33 439,74
Setelah pengawetan 170 bar 50 bar 446,72 520,11 545,44 568,41 288,65 371,24 282,44 317,31
Terjadi penurunan nilai MOE dan MOR pada contoh uji setelah diawetkan dibandingkan sebelum diawetkan. Hal ini diduga karena tekanan yag dihasilkan dari mesin injektor menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur anatomi kayu. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%
(Lampiran 14 dan 16) menunjukkan bahwa tekanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap MOE dan MOR. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa MOE dan MOR berbeda untuk setiap perlakuan tekanan, secara lengkap dapat diihat pada Lampiran 15 dan 17.
2. Keteguhan Tekan (Compression strength) Nilai tekan sejajar serat sebelum diawetkan adalah 329,83 kg/cm2 pada kayu akasia dan 208,77 kg/cm2 pada kayu balsa, sedangkan nilai tekan sejajar serat setelah diawetkan berkisar antara 152,33 kg/cm2 – 314,72 kg/cm2. Nilai tekan sejajar serat tertinggi setelah diawetkan yaitu sebesar 314,72 kg/cm2 terjadi pada kayu akasia ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar, sedangkan nilai tekan sejajar serat terendah yaitu sebesar 152,33 kg/cm2 diperoleh pada kayu balsa, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Rata-rata nilai keteguhan tekan sejajar serat secara rinci pada berbagai perlakuan, jenis kayu dan tekanan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata nilai tekan sejajar serat (kg/cm2) pada setiap contoh uji. Tekan sejajar serat Jenis kayu 3
Ukuran (cm ) Akasia
(8x12x100)
Sebelum pengawetan (kontrol) 329,83
(6x12x100) Balsa
(8x12x100)
208,77
(6x12x100)
Setelah pengawetan 170 bar
50 bar
269,03
287,50
290,07
314,72
168,74
172,29
152,43
152,33
Terjadi penurunan nilai tekan sejajar serat pada contoh uji setelah diawetkan dibandingkan sebelum diawetkan. Hal ini diduga karena tekanan yag dihasilkan dari mesin injektor menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur anatomi kayu. Secara umum, perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai yang lebih baik bila dibandingkan tekanan 170 bar. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 % (Lampiran 18) menunjukkan bahwa tekanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai tekan sejajar serat. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekuatan tekan sejajar serat berbeda untuk setiap perlakuan tekanan, secara lengkap dapat diihat pada Lampiran 19.
3. Kekerasan (Hardness) Nilai kekerasan sebelum diawetkan adalah 884,00 kg/cm2 pada kayu akasia dan 364,33 kg/cm2 pada kayu balsa, sedangkan nilai kekerasan setelah diawetkan berkisar antara 196,33 kg/cm2 – 565,56 kg/cm2. Nilai kekerasan tertinggi setelah diawetkan yaitu sebesar 565,56 kg/cm2 terjadi pada kayu akasia, ukuran (8 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar, sedangkan nilai kekerasan terendah yaitu sebesar 196,33 kg/cm2 diperoleh pada kayu balsa, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 170 bar. Rata-rata nilai kekerasan secara rinci pada berbagai perlakuan, jenis kayu dan tekanan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata nilai kekerasan (kg/cm2) pada setiap contoh uji Kekerasan Jenis kayu
Akasia Balsa
Ukuran (cm3) (8x12x100) (6x12x100) (8x12x100) (6x12x100)
Sebelum pengawetan (kontrol) 884,00 364,33
Setelah pengawetan 170 bar 50 bar 450,78 565,56 459,11 480,11 290,11 270,67 196,33
199,56
Terjadi penurunan nilai kekerasan pada contoh uji setelah diawetkan dibandingkan sebelum diawetkan. Hal ini diduga karena tekanan yang dihasilkan dari mesin injektor menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur anatomi kayu. Secara umum, perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai yang lebih baik bila dibandingkan tekanan 170 bar. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 20) menunjukkan bahwa tekanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekerasan kayu berbeda untuk setiap perlakuan tekanan, secara lengkap dapat diihat pada Lampiran 21. Hasil pengujian pengawetan dengan menggunakan wood injector terhadap kekuatan kayu secara keseluruhan menunjukkan bahwa sifat mekanis berbeda untuk setiap jenis kayu dan perlakuannya. Hal ini disebabkan perbedaan BJ kayu yang dimiliki kedua jenis kayu tersebut, yaitu akasia memiliki BJ yang lebih tinggi dibandingkan kayu balsa. Kayu akasia memiliki tingkat BJ sedang yaitu dengan rata-rata BJ sebesar 0,61, sedangkan kayu balsa termasuk tingkat BJ yang
rendah yaitu dengan rata-rata BJ sebesar 0,31. Kekuatan kayu berbanding lurus dengan berat jenis. Semakin besar berat jenis kayu maka semakin kuat kayu tersebut (Bowyer et al. 2003). Hasil selanjutnya memperlihatkan bahwa nilai sifat mekanis kayu berpengaruh terhadap setiap perlakuan yang diberikan, baik contoh uji tanpa tekanan ataupun dengan tekanan pada masing-masing kayu tersebut. Nilai sifat mekanis tertinggi pada contoh uji tanpa tekanan (kontrol), namun menurunnya nilai sifat mekanis kayu seiring dengan ditingkatkannya tekanan yang diberikan pada contoh uji. Hal ini diduga bahwa adanya pengaruh tekanan terhadap struktur anatomi kayu tersebut ketika proses pengawetan kayu berlangsung sehinggga mengakibatkan struktur anatomi mengalami perubahan ataupun kerusakan pada sel-selnya. Selanjutnya, hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kelas kuat pada balsa, yaitu yang awalnya dari kelas kuat IV menurun menjadi kelas kuat V, sedangkan pada aksia tidak terjadi perubahan kelas kuat kayu. Struktur anatomi kayu erat kaitannya dengan kekuatan kayu. Mesin injektor bertekanan tinggi dapat mengakibatkan perubahan pada struktur anatomi kayu, misalnya terjadi kerusakan pada dinding sel atau terjadi penipisan pada sel jari-jari. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), sel serabut berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanis pada batang karena mempunyai dinding yang relatif tebal. Kayu dengan sel serabut yang sangat sedikit dan dinding selnya sangat tipis akan mempunyai sifat fisik dan mekanik yang lemah sehingga tidak kuat untuk menahan beban yang berat. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa makin meningkatnya BJ kayu maka sifat mekanis kayu yang didapat makin besar dan makin tingginya tekanan yang diberikan maka nilai sifat mekanis kayu akan semakin rendah.
4.5 Pengamatan Makroskopis Sifat fisis dan mekanis kayu dipengaruhi oleh sifat anatomi kayu itu sendiri. Oleh sebab itu, dilakukan pengamatan struktur anatomi dan pengaruh metode wood injector bertekanan terhadap struktur anatomi tersebut, yang diuji secara makroskopis. Untuk mengetahui struktur anatomi dari kayu yang diteliti sebelum dan sesudah pengawetan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
Pori-pori
Jari-jari
(a) (b) (c) Gambar 5 Penampang melintang kayu balsa sebelum pengawetan dan sesudah pengawetan (perbesaran 30X). Keterangan : a = sebelum pengawetan b = sesudah pengawetan tekanan 50 bar c = sesudah pengawetan tekanan 170 bar
Pori-pori
(a)
Jari-jari
(b)
(c)
Gambar 6 Penampang melintang kayu akasia sebelum pengawetan dan sesudah pengawetan (perbesaran 30X). Keterangan : a = sebelum pengawetan b = sesudah pengawetan tekanan 50 bar c = sesudah pengawetan tekanan 170 bar
Gambar 5 dan 6 menunjukkan baik sebelum pengawetan dan sesudah pengawetan terjadi perubahan struktur anatomi dari masing-masing kayu. Wood injector dengan tekanan tinggi mendorong sel-sel pada kayu sehingga terjadi perubahan bentuk pada struktur anatominya. Hasil gambar menunjukkan bahwa terjadi pemipihan pada sel-sel serabut. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya
penyempitan pada sel jari-jari sehingga jarak antar jari-jari semakin kecil atau semakin dekat. Indikasi lain yang dapat dilihat yaitu terjadinya peningkatan jumlah jari-jari/mm pada kedua jenis kayu tersebut. Peningkatan jumlah jari-jari semakin besar seiring ditingkatkannya tekanan. Hasil perhitungan jumlah jarijari/mm disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah jari-jari/mm pada setiap perlakuan Jumlah jari-jari/mm Jenis kayu
sebelum pengawetan (kontrol)
Akasia
6
9
7
Balsa
2
5
4
Setelah pengawetan 170 bar 50 bar
Tabel 13 menunjukkan bahwa terjadi perubahan kerapatan struktur sel jarijari, dimana jarak antar jari-jari semakin rapat. Perubahan ini diduga mengakibatkan kerusakan pada sel jari-jari akibat adanya tekanan dari wood injector. Makin besar tekanan yang diberikan maka makin besar perubahan struktur anatomi yang terjadi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bedasarkan hasil penelitian tentang pengaruh metode pengawetan menggunakan wood injector dengan bahan pengawet Diffusol-CB terhadap sifat fisis, mekanis, dan struktur anatomi kayu terhadap dua jenis kayu yaitu akasia dan balsa, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Tekanan dan jarak injeksi memberikan pengaruh terhadap retensi dan penetrasi pada kayu, dimana metode pengawetan dengan wood injector memberikan kelas keterawetan mudah pada kedua jenis kayu. 2. Proses pengawetan kayu dengan wood injector tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap BJ kayu, namun berpengaruh nyata terhadap kandungan air dalam kayu yaitu terjadi peningkatan kadar air kayu setelah diawetkan. 3. Tekanan 170 bar dan 50 bar pada proses pengawetan kayu dengan wood injector berpengaruh terhadap kekuatan kayu yaitu terjadi penurunan nilai baik pada MOE dan MOR, tekan sejajar serat, maupun kekerasan. 4. Proses pengawetan kayu dengan wood injector memberikan perubahan pada sel jari-jari kayu, yaitu terjadi peningkatan dari jumlah jari-jari/mm, dimana kondisi sel jari-jari diduga tidak normal.
5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tekanan, panjang balok uji kayu, konsentrasi bahan pengawet, dan jarak injeksi optimum sehingga dihasilkan kayu yang awet dengan retensi dan penetrasi tinggi pada berbagai jenis kayu. 2. Perlu disosialisasikan kepada pest control operator (PCO) dan masyarakat bahwa sebaiknya proses mengawetkan kayu dilakukan sebelum kayu terpasang (pre-treatment), karena metode pengawetan wood injection berpotensi menurunkan kekuatan kayu sehingga apabila diaplikasikan
pada kayu yang sudah terpasang (pasca konstruksi) sangat berisiko, terutama pada kayu struktural. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap mikroskopis kayu dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) sehingga dapat diketahui secara detail kerusakan kayu dan fiksasi bahan pengawet di dalam kayu.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Manual Bahan Pengawet Diffusol-CB. Koppers-Hickson Timber Protection Malaysia. Kuala Lumpur. Malaysia. [ASTM]. American Society for Testing and Material. 2008. Annual Books of ASTM Standars. Volume 04.10. Wood. D 143 dan D 2395. Section Four. USA. Barly. 2009. Standarisasi Pengawetan Kayu dan Bambu serta Produknya. Prosiding PPI Standarisasi 2009-Jakarta, 19 November 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science : An Introduction. Iowa State Press. Ames, Iowa. Deswita P. 1997. Kehandalan Wood Injector sebagai Perangkat Mutakhir untuk Pengawetan Kayu Pasca Konstruksi. [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dumanauw JF. 2001. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hunt GM, Garrat GA. 1986. Pengawetan Kayu. Akademi Pressindo. Jakarta. Kartiko I. 2003. Studi Keterawetan serta Pengaruh Pengawetan terhadap Kayu Pilang (Acacia leucophloea Willd). [Skripsi] Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta. Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2009. Sifat Mekanis Kayu. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Martawijaya A, Barly. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu terhadap Impregnasi dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol. 14 No. 7, hal: 264 – 273. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Nandika D, Saragih A, Soenaryo. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas Kehutanan. Jakarta.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta : Muhammadiyah University Press. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. SNI
03-5010.1-1999. Pengawetan untuk Perumahan Dan Gedung. http://www.dephut.go.id/informasi/SNI/pkupg.html [diakses pada 2 Juni 2010].
Sosef MSM, Hong LT, Prawirohatmodjo S. 1998. Prosea (Plant Resources of South East Asia): Timber Trees: Less-known Timbers. Prosea. Bogor. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York : Van Nostrand Reinhold. Wahyudi I, Febrianto F, Karlinasari L, Suryana J, Nawawi DS, Nurhayati. 2007. Kajian Potensi Unit Pengawetan Kayu Forest Product Teaching Center Fakultas Kehutanan IPB dalam rangka Mendukung Unit Teaching Industry Institut Pertanian Bogor. Laporan Akhir. Tidak Diterbitkan. Wahyudi I, Rahayu IS. 2005. Characteristic of Basswood (Ochroma bicolor Rowlee) Planted Indonesia. Proceeding of 6 th International Wood Science Symposium LIPI-JSPS Core University Program In The Field Wood Science. Research and Development Unit for Biomaterials Indonesian Institute of Sciences–Indonesia. Bali. Yap KHF. 1984. Konstruksi Kayu. Bina Cipta. Bandung. .
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi niali retensi balok uji setelah proses pengawetan dengan wood injector 1. Tekanan 170 bar 2. Tekanan 50 bar Kode Kayu Kode AIb1 Kayu AIb2 AIa1
Ulangan Ulangan 1
AIb3 AIa2 AIIb1 AIa3
12 23
L P (m) (m) L P 0,12 1 (m) (m) 0,12 11 0,12 0,12 11 0,12
Volume (m3) Volume 0,01 (m3) 0,01 0,01 0,01 0,01
Konsentrasi (%) Konsentrasi 0,025 (%) 0,025 0,025 0,025 0,025
Retensi (kg/m3) Retensi 3,81 (kg/m3) 4,03 3,06 4,98 3,61
Ratarata Ratarata 4,27 3,60
11 11
0,01 0,01 0,01 0,01
0,025 0,025 0,025 0,025
3,70 4,14 4,11 3,14
4,47
3 2
0,12 0,12 4,74 3,38 3,63 0,06 0,06 0,12 0,12 4,29 5,26 3,80 0,06 0,12 5,00 3,71 0,06 0,12
1 1
0,01 0,01
0,025 0,025
5,58 4,65
4,35
AIIa3 BIb1
3 1
5,19 3,76 0,06 0,11 2,85 1,78 0,07 0,11
1 1
0,01 0,01
0,025 0,025
5,25 3,16
BIb2 BIa1 BIb3 BIa2 BIIb1 BIa3 BIIb2 BIIa1 BIIb3 BIIa2
2 1 3 2 1 3 2 1 3 2
2,97 2,73 2,82 2,98 2,00 2,88 2,11 1,67 1,97 1,84
1,83 1,73 2,07 1,69 1,05 2,01 1,05 0,81 1,07 0,86
0,07 0,07 0,07 0,07 0,06 0,07 0,06 0,06 0,06 0,06
0,12 0,11 0,12 0,11 0,11 0,12 0,11 0,11 0,11 0,11
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025 0,025
3,41 3,02 2,30 3,97 3,66 2,55 4,22 3,30 3,52 3,67
BIIa3
3
1,86
0,93
0,06
0,11
1
0,01
0,025
3,65
AIIb2 AIIa1 AIIb3 AIIa2
31 12
B1 B0 T (kg) (kg) (m) B1 B0 T 6,17 4,79 0,08 (kg) (kg) (m) 6,24 4,67 4,71 0,08 0,08 5,80 6,89 5,04 0,08 6,13 4,79 0,08 4,53 5,14 3,51 0,07 0,06 6,57
Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar 1,2,3,... = Ulangan
Lampiran 2. Rekapitulasi nilai penetrasi balok uji setelah pengawetan dengan wood injector 1. Tekanan 170 bar Kode Kayu/Ulangan AIa1
AIa2
AIa3
AIIa1
AIIa2
Ulangan Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah
L1 (mm2)
L2 (mm2)
L3 (mm2)
Penetrasi (%)
87,50 87,00 90,00 94,00 90,00 83,00 91,50 88,00 85,00
1,00 4,50 2,00 0,50 2,00 0,00 1,00 0,00 0,00
86,50 82,50 88,00 93,50 88,00 83,00 90,50 88,00 85,00
64,50 66,50 70,00 67,50 67,50
0,00 5,00 1,00 0,00 2,00
64,50 61,50 69,00 67,50 65,50
98,86 94,83 97,78 99,47 97,78 100,00 98,91 100,00 100,00 98,62 100,00 92,48 98,57 100,00 97,04
2,96 3,18 3,80 3,54
AIIa3
BIa1
BIa2
BIa3
BIIa1
BIIa2
BIIa3
Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata
68,50 65,00 61,50 64,00
1,00 3,50 3,50 0,50
67,50 61,50 58,00 63,50
98,54 94,62 94,31 99,22 97,20
Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata
78,00 78,00 78,00 77,00 79,50 79,00 77,00 80,00 77,00
0,00 0,00 12,50 0,00 0,00 16,00 0,00 0,00 2,00
78,00 78,00 65,50 77,00 79,50 63,00 77,00 80,00 75,00
60,00 66,00 66,00 61,00 61,00 66,00 56,00 60,00 63,00
6,00 0,00 0,00 0,00 0,00 13,00 12,50 0,00 0,00
54,00 66,00 66,00 61,00 61,00 53,00 43,50 60,00 63,00
100,00 100,00 83,97 100,00 100,00 79,75 100,00 100,00 97,40 95,68 90,00 100,00 100,00 100,00 100,00 80,30 77,68 100,00 100,00 94,22
2. Tekanan 50 bar Kode Kayu/Ulangan AIb1
AIb2
AIb3
AIIb1
AIIb2
AIIb3
BIb1
Ulangan
L1 (mm2)
L2 (mm2)
L3 (mm2)
Penetrasi (%) 100,00 96,74 100,00 98,21 88,89 100,00 87,71 91,14 100,00 95,85 100,00 91,04 100,00 100,00 85,82 100,00 100,00 92,48 100,00 96,59
Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata
91,50 92,00 95,00 84,00 85,50 86,00 89,50 79,00 90,50
0,00 3,00 0,00 1,50 9,50 0,00 11,00 7,00 0,00
91,50 89,00 95,00 82,50 76,00 86,00 78,50 72,00 90,50
70,00 67,00 72,00 66,50 70,50 69,50 70,00 66,50 71,00
0,00 6,00 0,00 0,00 10,00 0,00 0,00 5,00 0,00
70,00 61,00 72,00 66,50 60,50 69,50 70,00 61,50 71,00
Ujung 1
81,50
0,00
81,50
100,00
BIb2
BIb3
BIIb1
BIIb2
BIIa3
Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Ujung 1 Tengah Ujung 2 Rata-rata
69,50 86,00 80,50 80,00 75,50 85,00 79,00 78,00
0,00 0,50 3,50 0,00 2,00 6,50 0,00 4,00
69,50 85,50 77,00 80,00 73,50 78,50 79,00 74,00
59,00 62,50 61,50 61,00 65,50 62,00 65,00 63,00 63,50
18,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,00 0,00 0,00
41,00 62,50 61,50 61,00 65,50 62,00 58,00 63,00 63,50
100,00 99,42 95,65 100,00 97,35 92,35 100,00 94,87 97,74 69,49 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 89,23 100,00 100,00 95,41
Keterangan: L1 = Luas total permukaan L2 = Luas permukaan yang tidak dimasuki BP L3 = Luas permukaan yang dimasuki BP
Lampiran 3. Rekapitulasi nilai kadar air sebelum dan sesudah pengawetan dengan wood injector 1. Tekanan 170 bar Kode Kayu Ulangan AIa1 1 AIa2 2 AIa3 3 Rata-rata AIIa1 1 AIIa2 2 AIIa3 3 Rata-rata BIa1 1 BIa2 2 BIa3 3 Rata-rata BIIa1 1 BIIa2 2 BIIa3 3 Rata-rata
Sebelum perlakuan 21,30 23,50 15,30 20,03 13,70 15,40 16,40 15,17 20,00 15,80 30,60 22,13 18,60 17,40 19,60 18,53
Sesudah perlakuan 23,40 34,40 19,40 25,73 28,50 22,50 24,60 25,20 26,20 22,40 34,70 27,80 40,70 29,40 26,20 32,10
2. Tekanan 50 bar Kode Kayu
Ulangan
Sebelum perlakuan
Sesudah perlakuan
AIb1 AIb2 AIb3
1 2 3
BIIb1
1
22,80 20,70 26,00 23,17 19,60 24,10 17,60 20,43 20,90 27,80 25,80 24,83 31,30
BIIb2
2
20,20
26,60
BIIb3
3
17,50 23,00
22,40 27,23
Rata-rata AIIb1 AIIb2 AIIb3
1 2 3 Rata-rata
BIb1 BIb2 BIb3
1 2 3 Rata-rata
Rata-rata
27,60 25,50 28,20 27,10 30,40 18,80 21,20 23,470 24,80 30,20 29,60 28,20 32,70
Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar 1,2,3,... = Ulangan
Lampiran 4. Rekapitulasi nilai berat jenis sebelum dan sesudah pengawetan dengan wood injector 1. Contoh uji sebelum proses pengawetan kayu Kode Kayu
Ulangan
BKT (g)
Vol.Kayu (cm3)
BJ
AK 1 AK 3 AK 4
1 2 3
49,733 52,010 56,329
111,76 110,22 111,79
0,45 0,47 0,50
BL 2 BL 3
1 2
35,553 37,601
107,98 106,63
0,33 0,35
BL 4
3
35,118
107,71
0,33 0,34
Rata-rata
0,47
Rata-rata
2. Contoh uji setelah pengawetan kayu (Tekanan 170 bar) Kode Kayu/Ulangan AIa1 AIa2 AIa3
Ulangan 1 2 1 2 1 2
BKT (g) 51,407 52,734 46,041 67,593 52,654 53,788
Vol.Kayu (cm3) 102,46 102,63 114,62 114,46 97,26 106,37
1 2 1
57,437 59,176 57,156
109,33 109,86 113,85
Rata-rata AIIa1 AIIa2
BJ 0,50 0,51 0,40 0,59 0,54 0,51 0,51 0,53 0,54 0,50
AIIa3
2 1 2
56,930 46,567 52,993
112,12 112,47 109,65
1 2 1 2 1 2
38,860 39,032 42,479 40,919 42,175 39,439
115,99 118,08 115,60 114,92 115,11 113,79
1 2 1 2 1 2
34,041 30,021 32,059 35,653 35,603 35,537
116,18 115,26 114,78 115,79 116,10 113,92
0,51 0,41 0,48 0,50 0,34 0,33 0,37 0,36 0,37 0,35 0,35 0,29 0,26 0,28 0,31 0,31 0,31 0,29
Rata-rata BIa1 BIa2 BIa3 Rata-rata BIIa1 BIIa2 BIIa3 Rata-rata
3. Contoh uji setelah pengawetan kayu (Tekanan 50 bar) Kode Kayu/Ulangan
Ulangan
BKT (g)
Vol.Kayu (cm3)
BJ
AIb1
1
64,246
117,54
0,55
2
56,013
117,68
0,48
1
55,680
111,09
0,50
2
51,439
109,51
0,47
1
58,658
113,96
0,51
2
57,938
115,05
0,50
1
65,503
115,58
0,57
2
55,884
111,01
0,50
1
57,032
113,94
0,50
2
60,842
115,84
0,53
1
71,772
112,69
0,64
2
57,589
118,9925
0,48
AIb2 AIb3 Rata-rata AIIb1 AIIb2 AIIb3
0,50
Rata-rata BIb1 BIb2 BIb3
0,54 1
39,932
115,20
0,35
2
37,622
114,92
0,33
1
44,333
117,02
0,38
2
36,214
115,79
0,31
1
40,636
113,99
0,36
2
41,326
116,01
0,36
1
32,459
116,54
0,28
2
33,877
116,82
0,29
1
37,950
115,41
0,33
2
36,249
116,06
0,31
Rata-rata BIIb1 BIIb2
0,35
BIIb3
1
38,851
116,54
0,33
2
40,262
115,88
0,35
Rata-rata
0,32
Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar 1,2,3,... = Ulangan
Lampiran 5. Rekapitulasi nilai MOE dan MOR sebelum dan setelah pengawetan dengan wood injector
1. Nilai MOE dan MOR (Sebelum Pengawetan) Kode Kayu
Ulangan
b (cm)
h (cm)
L (cm)
Pmax (kgf)
dp/dY
MOE (kg/cm2)
MOR (kg/cm2)
AK 1
1
2,56
2,52
36
180,33519
252,3
71633,489
597,939
Ak 2
2
2,57
2,61
36
188,52502
274,4
70477,085
584,077
AK 4
3
2,56
2,60
36
179,10396
287,1
74495,483
558,968
72202,019
580,328
Rata-rata BL 1
1
2,38
2,52
36
105,83878
158,3
48488,762
378,226
BL 3
2
2,38
2,48
36
134,11231
170,1
54874,256
496,041
BL 4
3
2,40
2,51
36
124,56915
180,8
55598,281
444,959
52987,099
439,742
Rata-rata
2. Nilai MOE dan MOR (Tekanan 50 bar) Kode Kayu/Ulangan
AIb1
AIb2
AIb3
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
b (cm)
h (cm)
L (cm)
Pmax (kgf)
dp/dY
2,43 2,42 2,45 2,47 2,44 2,44 2,39 2,37 2,40 Rata-rata
2,47 2,43 2,43 2,42 2,40 2,46 2,39 2,41 2,32
36 36 36 36 36 36 36 36 36
155,64242 120,82506 159,36912 125,68816 142,55742 62,85458 155,26313 138,91984 154,00300
163,8 152,5 234,7 156,7 211,2 141,8 180,7 202,9 209,1
MOE (kg/cm2)
MOR (kg/cm2)
52175,218 51331,198 78030,235 52318,283 73491,150 45533,244 64732,678 71937,141 81910,074 63495,469
566,920 457,532 596,083 470,154 550,025 229,864 615,429 548,399 646,561 520,107
AIIb1
AIIb2
AIIb3
BIb1
BIb2
BIb3
BIIb1
BIIb2
BIIb3
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
2,53 2,46 2,49 2,44 2,48 2,43 2,49 2,40 2,43 Rata-rata 2,49 2,51 2,50 2,45 2,45 2,51 2,44 2,49 2,38 Rata-rata 2,40 2,49 2,51 2,42 2,49 2,45 2,42 2,54 2,41 Rata-rata
2,45 2,44 2,51 2,47 2,51 2,52 2,48 2,47 2,44
36 36 36 36 36 36 36 36 36
164,92078 164,94317 176,63207 177,20730 167,77444 116,85727 173,10960 154,41583 129,96229
200,3 191,5 202,2 263,7 255,5 176,6 195,4 172,7 163,2
2,49 2,53 2,52 2,39 2,50 2,46 2,48 2,53 2,41
36 36 36 36 36 36 36 36 36
115,48579 132,88033 123,33216 92,31011 132,94628 109,42451 79,27297 85,06822 69,66888
175,1 204,8 169,9 121,9 170,4 151,6 131,7 113,9 106,6
2,47 2,42 2,47 2,43 2,52 2,52 2,51 2,50 2,50
36 36 36 36 36 36 36 36 36
79,35200 82,15051 64,79370 105,12469 99,02029 109,36280 76,87417 98,76619 82,56951
106,6 105,2 85,26 161,9 147,5 152,6 143,6 139,5 119,3
63303,903 62631,861 60378,049 84162,193 76447,545 53079,258 60009,178 56037,382 53925,218 63957,443 53450,913 58885,473 49533,528 42596,964 52339,141 47416,955 41611,053 33209,374 37556,276 46288,853 34661,586 34771,050 26452,599 54719,707 43433,639 45762,444 43859,497 41326,831 37029,926 40224,142
589,997 609,392 611,676 645,434 582,173 409,767 610,397 571,795 485,093 568,414 405,574 447,513 419,497 356,918 471,683 389,790 286,992 289,943 273,291 371,244 294,450 304,210 229,414 398,896 339,502 381,864 272,841 337,974 296,632 317,309
3. Nilai MOE dan MOR (Tekanan 170 bar) Kode Kayu/Ulangan AIa1
AIa2
AIa3
AIIa1
AIIa2
AIIa3
BIa1
BIa2
BIa3
BIIa1
BIIa2
BIIa3
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar
h (cm) 2,51 2,47 2,57 2,53 2,48 2,44 2,47 2,52 2,50 2,52 2,49 2,53 2,54 2,49 2,51 2,51 2,43 2,49 Rata-rata 2,52 2,55 2,31 2,45 2,41 2,44 2,31 2,48 2,48 2,56 2,51 2,48 2,51 2,47 2,50 2,59 2,44 2,44 Rata-rata 2,59 2,45 2,53 2,53 2,52 2,52 2,52 2,53 2,49 2,52 2,42 2,49 2,50 2,53 2,49 2,51 2,46 2,54 Rata-rata 2,40 2,53 2,53 2,49 2,50 2,54 2,54 2,54 2,49 2,52 2,48 2,50 2,51 2,53 2,49 2,53 2,51 2,50 Rata-rata
b (cm)
L (cm) 36 36 36 36 36 36 36 36 36
Pmax (kgf)
dp/dY
116,65479 129,01715 131,88406 140,40984 152,10330 145,63272 132,71355 144,34722 186,61203
193,7 216,4 209,9 247,2 253,2 256,2 239,5 241,1 224,4
36 36 36 36 36 36 36 36 36
165,78645 52,97754 119,01218 172,89799 157,50086 174,29401 180,99127 203,05178 164,02733
200,7 128,8 137,6 174,5 182,6 197,5 232,2 228,0 205,2
36 36 36 36 36 36 36 36 36
91,36536 105,88457 85,04738 120,45381 103,02846 69,49792 115,30857 109,54753 105,12789
130,3 164,4 129,8 172,1 170,8 101,6 166,2 157,6 160,9
36 36 36 36 36 36 36 36 36
58,00352 74,19551 49,34723 107,52458 83,72472 70,19187 101,24028 108,36615 92,28043
84,88 96,90 72,73 159,1 136,1 110,2 159,4 157,0 169,4
b = lebar h = tebal L = panjang bentang
MOE (kg/cm2) 59732,756 60765,326 67957,718 73381,242 73819,242 74549,227 71380,079 70993,049 70336,287 69212,770 56135,339 44223,503 46222,557 57891,789 51292,419 60657,048 72041,913 61349,710 67941,971 57528,472 40224,883 47080,889 37841,666 49579,968 49995,902 31977,529 47882,516 46685,629 46831,121 44233,345 25526,178 29111,970 20748,629 44937,182 40076,734 33170,911 45831,760 45413,634 50785,711 37289,190
MOR (kg/cm2) 411,366 424,339 422,342 455,309 467,358 465,371 455,966 453,909 464,928 446,72 547,425 206,320 450,684 658,581 524,350 613,364 640,831 655,135 612,241 545,437 319,269 314,473 288,696 205,652 251,844 241,649 329,112 327,094 320,104 288,65 204,316 256,447 165,546 356,425 287,060 244,539 340,956 367,153 319,562 282,445
1,2,3,... = Ulangan
Lampiran 6. Rekapitulasi nilai tekan sejajar serat sebelum dan setelah pengawetan dengan wood injector 1. Nilai keteguhan tekan sejajar serat (Sebelum Pengawetan) Kode Kayu
Ulangan
AK 1 AK 3 AK 4
1 3 4
BL 1 BL 3 BL 4
1 3 4
b (cm)
2,52 2,55 2,53 Rata-rata 2,55 2,55 2,57 Rata-rata
h (cm)
A (cm2)
Pmaks (kgf)
2,55 2,55 2,52
6,40 6,48 6,38
1926,481 2256,757 2169,083
2,58 2,56 2,57
6,58 6,51 6,59
1427,457 1421,898 1258,134
σ tk// (kg/cm2) 300,861 348,425 340,216 329,834 217,054 218,327 190,930 208,771
2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat (Tekanan 170 bar) Kode Kayu/Ulangan AIa1
AIa2
AIa3
AIIa1
AIIa2
AIIa3
BIa1
BIa2
BIa3
BIIa1 BIIa2
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 1 2
b (cm) 2,44 2,49 2,30 2,46 2,44 2,49 2,40 2,50 2,50
h (cm) 2,31 2,42 2,05 2,44 2,47 2,49 2,39 2,49 2,37
A (cm2)
Pmaks (kgf)
5,64 6,03 4,72 6,00 6,03 6,20 5,74 6,23 5,93
1371,707 812,2241 1314,921 2092,268 1990,642 2527,908 1592,589 1305,096 1127,588
2,40 2,40 2,43 2,47 2,44 2,40 2,43 2,40 2,48
2,47 2,37 2,44 2,40 2,45 2,41 2,45 2,38 2,46
5,93 5,69 5,93 5,93 5,98 5,78 5,95 5,71 6,10
1724,425 1951,383 1559,381 2121,845 1616,653 1824,66 1995,715 1288,395 1275,193
2,48 2,44 2,45 2,51 2,46 2,42 2,49 2,48
2,46 2,45 2,47 2,46 2,47 2,38 2,44 2,48
6,10 5,98 6,05 6,17 6,08 5,76 6,08 6,15
1152,797 1245,162 1254,888 1346,006 1276,206 1356,08 768,3814 832,6079
σ tk// (kg/cm2) 243,366 134,791 278,880 348,572 330,298 407,721 277,648 209,654 190,310 269,027 290,895 343,070 263,000 357,936 270,434 315,467 335,217 225,559 209,021 290,067 188,958 208,291 207,368 217,991 210,034 235,447 126,470 135,375
2,45
2,48
6,08
849,8689
139,873
2,43 2,47 2,47 2,44 2,50
2,46 2,46 2,42 2,44 2,44
5,98 6,08 5,98 5,95 6,10
1115,662 609,6261 743,3368 928,3217 763,7972
168,739 186,634 100,330 124,358 155,926 125,213
BIIa3
3 1 2 3 Rata-rata
2,45 2,48 2,58 2,46
2,49 2,47 2,45 2,40
6,10 6,13 6,32 5,90
1192,61 934,4931 812,3682 1197,491
195,494 152,555 128,519 202,827 152,428
3. Nilai keteguhan tekan sejajar serat (Tekanan 50 bar) Kode Kayu/Ulangan
AIb1
AIb2
AIb3
AIIb1
AIIb2
AIIb3
BIb1
BIb2
BIb3
BIIb1
BIIb2
BIIb3
b (cm)
h (cm)
A (cm2)
Pmaks (kgf)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
2,52 2,53 2,55 2,48 2,38 2,33 2,58 2,52 2,54
2,56 2,51 2,53 2,46 2,61 2,55 2,51 2,47 2,41
6,45 6,35 6,45 6,10 6,21 5,94 6,48 6,22 6,12
2368,079 2301,277 1998,755 1192,171 1231,09 1463,66 1946,039 1897,556 1854,252
1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
2,55 2,56 2,45 2,55 2,49 2,58 2,50 2,54 2,42
2,45 2,46 2,50 2,55 2,56 2,49 2,56 2,52 2,45
6,25 6,30 6,13 6,50 6,37 6,42 6,40 6,40 5,93
2046,809 2057,429 1890,775 1639,418 2195,819 2208,9 1493,494 2369,087 1929,949
1 2 3 1 2 3 1 2 3 Rata-rata
2,61 2,58 2,52 2,56 2,56 2,54 2,47 2,56 2,58
2,53 2,54 2,56 2,53 2,51 2,58 2,56 2,50 2,53
6,60 6,55 6,45 6,48 6,43 6,55 6,32 6,40 6,53
1055,681 1246,529 1280,2 1292,806 836,4689 869,6562 1092,848 1070,6 1301,779
2,46 2,47 2,46 2,51 2,44 2,47 2,43 2,49
2,43 2,44 2,43 2,58 2,43 2,36 2,44 2,48
5,98 6,03 5,98 6,48 5,93 5,83 5,93 6,18
917,2047 910,8452 751,7118 1033,744 851,9025 944,5963 1031,698 1064,039
Ulangan
1 2 3 1 2 3 1 2
σ tk// (kg/cm2) 367,076 362,389 309,812 195,412 198,186 246,345 300,509 304,858 302,913 287,500 327,620 326,700 308,698 252,121 344,475 343,840 233,358 370,124 325,510 314,716 159,872 190,217 198,444 199,606 130,178 132,707 172,832 167,281 199,433 172,290 153,435 151,132 125,751 159,632 143,679 162,046 174,003 172,309
3 Rata-rata Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar 1,2,3,... = Ulangan
2,58
2,57
6,63
854,9539
128,941 152,325
b = lebar h = tebal L = panjang bentang A = luas permukaan
Lampiran 7. Rekapitulasi nilai kekerasan sebelum dan setelah pengawetan dengan wood injector 1. Nilai Kekerasan (Sebelum Pengawetan) Kode Kayu
Ulangan
T (kg)
R (kg)
A (cm2)
AK 1
1
520
320
AK 3
2
542
AK 4
3
528
H (kg/cm2) Tangensial
Radial
Rata-rata
0,5
1040
640
840
416
0,5
1084
832
958
326
0,5
1056
652
854
Rata-rata
884
BL 2
1
220
101
0,5
440
202
321
BL 3
2
236
126
0,5
472
252
362
BL 4
3
268
142
0,5
536
284
410
Rata-rata
364,3333
2. Nilai Kekerasan (Tekanan 170 bar) Kode Kayu/Ulangan
AIa1
AIa2
AIa3
AIIa1
AIIa2 AIIa3
H (kg/cm2)
Ulangan
T (kg)
R (kg)
A (cm2)
Tangensial
Radial
Rata-rata
1
254
212
0,5
508
424
466
2
304
225
0,5
608
450
529
3
268
140
0,5
536
280
408
1
497
118
0,5
994
236
615
2
176
158
0,5
352
316
334
3
342
332
0,5
684
664
674
1
240
78
0,5
480
156
318
2
115
84
0,5
230
168
199
3
317 197 Rata-rata
0,5
634
394
514
1
257
176
0,5
514
352
433
2
271
220
0,5
542
440
491
3
298
160
0,5
596
320
458
1
276
217
0,5
552
434
493
2
203
187
0,5
406
374
390
3
229
174
0,5
458
348
403
1
246
213
0,5
492
426
459
450,7778
BIa1
BIa2
BIa3
BIIa1
BIIa2
BIIa3
2
295
220
0,5
590
440
515
3
275 215 Rata-rata
0,5
550
430
490
1
176
78
0,5
352
156
254
2
89
0,5
296
178
237
3
148 128
95
0,5
256
190
223
1
227
122
0,5
454
244
349
2
210
154
0,5
420
308
364
3
153
151
0,5
306
302
304
1
176
144
0,5
352
288
320
2
174
154
0,5
348
308
328
3
122 110 Rata-rata
0,5
244
220
232
459,1111
290,1111
1
84
74
0,5
168
148
158
2
88
72
0,5
176
144
160
3
86
78
0,5
172
156
164
1
115
81
0,5
230
162
196
2
103
86
0,5
206
172
189
3
110
90
0,5
220
180
200
1
114
96
0,5
228
192
210
2
175
97
0,5
350
194
272
3
110
108
0,5
220
216
218
Rata-rata
196,3333
3. Nilai Kekerasan (Tekanan 50 bar) Kode Kayu/Ulangan AIb1
AIb2
AIb3
AIIb1
AIIb2 AIIb3
Subulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
T R (kg) (kg) 175 404 430 220 454 353 281 135 260 207 168 110 442 328 303 290 287 243 Rata-rata 265 195 243 196 258 122 280 196 283 220 342 290 204 200 405 160
A (cm²) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Tangensial 350 860 908 562 520 336 884 606 574
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
530 486 516 560 566 684 408 810
H (kg/cm²) Radial Rata-rata 808 579 440 650 706 807 270 416 414 467 220 278 656 770 580 593 486 530 565,5556 390 460 392 439 244 380 392 476 440 503 580 632 400 404 320 565
3
BIb1
BIb2
BIb3
BIIb1
BIIb2
BIIb3
Keterangan: A = Akasia B = Balsa I = (8 x 12 x 100) cm3 II = (6 x 12 x 100) cm3 a = Tekanan 170 bar b = Tekanan 50 bar 1,2,3,... = Ulangan
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
270 Rata-rata 126 108 175 193 126 136 182 122 177 Rata-rata 102 84 97 90 142 166 169 104 103 Rata-rata
192
0,5
540
384
100 102 120 124 121 126 130 161 107
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
252 216 350 386 252 272 364 244 354
200 204 240 248 242 252 260 322 214
90 66 75 70 80 79 103 86 90
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
204 168 194 180 284 332 338 208 206
180 132 150 140 160 158 206 172 180
462 480,1111 226 210 295 317 247 262 312 283 284 270,6667 192 150 172 160 222 245 272 190 193 199,5556
Lampiran 8. Analisis sidik ragam retensi balok uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
3.86403750
3.86403750
7.97
0.0123
ukuran
1
1.71200417
1.71200417
3.53
0.0786
tekanan
1
0.25420417
0.25420417
0.52
0.4796
kayu*ukuran
1
0.02733750
0.02733750
0.06
0.8154
kayu*tekanan
1
0.21093750
0.21093750
0.43
0.5190
ukuran*tekanan
1
0.00183750
0.00183750
0.00
0.9517
kayu*ukuran*tekanan
1
0.40300417
0.40300417
0.83
0.3756
Lampiran 9. Analisis sidik ragam penetrasi balok uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
10.19206667
10.19206667
1.40
0.2546
ukuran
1
7.50401667
7.50401667
1.03
0.3257
tekanan
1
0.00601667
0.00601667
0.00
0.9775
kayu*ukuran
1
3.60375000
3.60375000
0.49
0.4924
kayu*tekanan
1
16.50041667
16.50041667
2.26
0.1522
ukuran*tekanan
1
0.62726667
0.62726667
0.09
0.7732
kayu*ukuran*tekanan
1
3.43526667
3.43526667
0.47
0.5025
Lampiran 10. Analisis sidik ragam kadar air balok uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
6.3037500
6.3037500
0.29
0.6007
ukuran
1
56.1204167
56.1204167
2.54
0.1307
tekanan
1
155.5504167
155.5504167
7.03
0.0174
kayu*ukuran
1
10.8004167
10.8004167
0.49
0.4947
kayu*tekanan
1
3.0104167
3.0104167
0.14
0.7170
ukuran*tekanan
1
56.7337500
56.7337500
2.57
0.1288
kayu*ukuran*tekanan
1
1.2604167
1.2604167
0.06
0.8143
Lampiran 11. Uji Duncan kadar air balok uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for kadar air
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tekanan
A
8.733
12
170
B
3.642
12
50
Lampiran 12. Analisis sidik ragam BJ contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
0.25502500
0.25502500
546.48
<.0001
ukuran
1
0.00146944
0.00146944
3.15
0.0887
tekanan
2
0.00271667
0.00135833
2.91
0.0738
kayu*ukuran
1
0.00302500
0.00302500
6.48
0.0177
kayu*tekanan
2
0.00461667
0.00230833
4.95
0.0159
ukuran*tekanan
2
0.00257222
0.00128611
2.76
0.0837
kayu*ukuran*tekanan
2
0.00185000
0.00092500
1.98
0.1597
Lampiran 13. Uji Duncan BJ contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for BJ Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
a
0.50111
9
Akasia6
A
0.49556
9
Akasia8
B
0.34556
9
Balsa8
C
0.31444
9
Balsa6
A A
Duncan's Multiple Range Test for BJ Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
b
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
b
0.52000
6
Akasia50
0.50167
6
Akasia170
0.47333
6
Akasia0
0.33667
6
Balsa0
0.33167
6
Balsa50
0.32167
6
Balsa170
A B
A
B B
C C C C C
Lampiran 14. Analisis sidik ragam MOE contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
0.25456954
0.25456954
63.05
<.0001
ukuran
1
0.01312141
0.01312141
3.25
0.0840
tekanan
2
0.05703004
0.02851502
7.06
0.0039
kayu*ukuran
1
0.00127937
0.00127937
0.32
0.5787
kayu*tekanan
2
0.00577921
0.00288961
0.72
0.4990
ukuran*tekanan
2
0.01137203
0.00568601
1.41
0.2641
kayu*ukuran*tekanan
2
0.00203185
0.00101593
0.25
0.7796
Lampiran 15. Uji Duncan MOE contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for MOE Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
kayu
A
4.81952
18
Akasia
B
4.65134
18
Balsa
Duncan's Multiple Range Test for MOE Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tekanan
A
4.79089
12
0
B
4.71601
12
50
4.69939
12
170
B B
Lampiran 16. Analisis sidik ragam MOR contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
0.32147313
0.32147313
56.82
<.0001
ukuran
1
0.00060386
0.00060386
0.11
0.7467
tekanan
2
0.10895209
0.05447604
9.63
0.0009
kayu*ukuran
1
0.00970656
0.00970656
1.72
0.2027
kayu*tekanan
2
0.02196655
0.01098328
1.94
0.1654
ukuran*tekanan
2
0.00351194
0.00175597
0.31
0.7361
kayu*ukuran*tekanan
2
0.00499314
0.00249657
0.44
0.6484
Lampiran 17. Uji Duncan MOR contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for MOR Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
kayu
A
2.72811
18
Akasia
B
2.53912
18
Balsa
Duncan's Multiple Range Test for MOR Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
tekanan
A
2.70202
12
0
B
2.63152
12
50
C
2.56731
12
170
Lampiran 18. Analisis sidik ragam tekan sejajar serat (TSS) contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
0.49511720
0.49511720
118.50
<.0001
ukuran
1
0.00000295
0.00000295
0.00
0.9790
tekanan
2
0.06453926
0.03226963
7.72
0.0026
kayu*ukuran
1
0.00798910
0.00798910
1.91
0.1795
kayu*tekanan
2
0.00679044
0.00339522
0.81
0.4555
ukuran*tekanan
2
0.00006227
0.00003114
0.01
0.9926
kayu*ukuran*tekanan
2
0.00418239
0.00209120
0.50
0.6124
Lampiran 19. Uji Duncan TSS contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for TSS Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
kayu
A
2.47688
18
Akasia
B
2.24233
18
Balsa
Duncan's Multiple Range Test for TSS Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
2.41813
12
tekanan 0
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
B
Mean
N
tekanan
2.34129
12
50
2.31939
12
170
B B
Lampiran 20. Analisis sidik ragam kekerasan contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
kayu
1
1.02493373
1.02493373
219.82
<.0001
ukuran
1
0.03045693
0.03045693
6.53
0.0173
tekanan
2
0.41660751
0.20830376
44.67
<.0001
kayu*ukuran
1
0.01664597
0.01664597
3.57
0.0710
kayu*tekanan
2
0.01696716
0.00848358
1.82
0.1838
ukuran*tekanan
2
0.01578936
0.00789468
1.69
0.2052
kayu*ukuran*tekanan
2
0.01301570
0.00650785
1.40
0.2670
Lampiran 21. Uji Duncan kekerasan contoh uji proses pengawetan dengan wood injector Duncan's Multiple Range Test for kekerasan Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Kayu
A
2.76972
18
Akasia
B
2.43226
18
Balsa
Duncan's Multiple Range Test for kekerasan Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
ukuran
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
ukuran
A
2.63008
18
8
B
2.57191
18
6
Duncan's Multiple Range Test for kekerasan Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tekanan
A
2.75252
12
0
B
2.53702
12
50
2.51344
12
170
B B