Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
Dampak Pelaksanaan Sistem Kompensasi Berbasis Kinerja Terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya
Shiomy Suci W.R Departemen Ilmu Administrasi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract This study aimed to answer research questions about the impacts of pay for performance system in a form of Tambahan Penghasilan Pegawai and Uang Kinerja as an effort to create a reward and punishment system which is more measured also to develop the employee performance. This research used qualitative method with descriptive research type to compared the state before and after pay for performance system implemented. This research showed that pay for performance system in the form of Tambahan Penghasilan Pegawai and Uang Kinerja affected to the motivation and spirit improvement of the Civil Servants. However, the motivation and spirit improvement was not followed by the optimal improvement on organizational performance. Meanwhile on the aspect of discipline, wealth, and service improvement, the result of this research showed that Tambahan Penghasilan Pegawai and Uang Kinerja affected well. Keywords: Pay for Performance, Impact, Civil Servants Performance
faktor birokrasi dan pemerintahan yang tidak efisien, maraknya tindak korupsi, dan lemahnya infrastruktur.
Pendahuluan Upaya perbaikan kinerja SDM aparatur publik merupakan salah satu isu penting dalam rangka menunjang pencapaian Good and Clean Governance serta peningkatan kinerja birokrasi dalam daya saing global. Menurut survei Global Competitiveness Report edisi tahun 2012-2013 yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Saat ini Indonesia berada pada peringkat ke50 dari 144 negara, atau mengalami penurunan secara berturut-turut dibanding tahun 2011 (peringkat 46) dan 2010 (peringkat 4). (Hermana Budi, 2012) Tabel I.1 The Global Competitiveness Index 2012– 2013 rankings Overall index Country Switzerland Japan Australia Iceland Panama Indonesia
rank
score
1 10 20 30 40 50
5.72 5.40 5.12 4.74 4.49 4.40
Basic requirements Scor Rank e 2 6.22 29 5.30 12 5.75 30 5.27 50 4.83 58 4.74
Efficiency enhancers rank 5 11 13 36 50 58
score 5.48 5.27 5.20 4.54 4.36 4.20
Sumber. Diolah dari Global Competitiveness Report 2012-2013 Rendahnya daya saing Indonesia pada tingkat global seperti yang dijelaskan pada tabel di atas, tentu berpengaruh pada tingkat investasi di tanah air. Masih berdasarkan hasil survei yang sama, dijelaskan tiga faktor utama yang menghambat peningkatan daya saing dan masuknya investor ke Indonesia antara lain
Birokrasi yang tidak efisien berkaitan dengan pengelolaan SDM aparatur yang buruk, dilihat dari sisi kuantitas, jumlah PNS di Indonesia cukup besar. Hingga tahun 2013 jumlahnya mencapai angka 4.467.982 orang. Bila dipandang dari segi normatif, semakin besar jumlah PNS seharusnya dapat memberikan pelayanan yang semakin efisien serta lebih mengakomodir kepentingan masyarakat. Namun realitasnya, pelayanan yang diberikan berbanding terbalik dengan besarnya jumlah PNS di Indonesia. Hal tersebut juga diperburuk dengan maraknya berbagai pemberitaan mengenai korupsi yang dilakukan oleh PNS. Salah satu pemicu maraknya tindak korupsi disinyalir disebabkan oleh buruknya sistem kompensasi pegawai negeri. Berbagai pemberitaan tersebut menunjukkan bahwa kualitas PNS di Indonesia berada pada level yang mengkhawatirkan. Bila berkaca pada realitas permasalahan yang terjadi, revitalisasi manajemen sektor publik khususnya dalam pengelolaan PNS sangat dibutuhkan untuk mengawal perbaikan kinerja, demi mewujudkan aparatur yang profesional dan akuntabel sesuai dengan Undang – Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian. Manajemen PNS yang efektif mencakup keseluruhan proses manajerial pembinaan PNS mulai dari perencanaan kebutuhan pegawai negeri, pengadaan, penempatan, kompensasi, pengembangan karir dan pelatihan, hingga pemberhentian pegawai. Dari keseluruhan proses – proses tersebut, sistem kompensasi dinilai mempunyai
1
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
peran penting dalam usaha peningkatan kinerja pegawai negeri. Berdasarkan kajian yang dilakukan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapennas) pada tahun 2004, sistem kompensasi PNS yang diterapkan belum mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dan prestasi kerja individual (Daryanto, Arif: 2007) Di samping itu sistem yang saat ini digunakan tidak mengkorelasikan kinerja pegawainya dengan besaran gaji yang diterimanya. “Equal pay for equal work” belum sepenuhnya diterapkan di dalam birokrasi, Prinsip reward and punishment berbasis kinerja juga belum terlaksana secara maksimal baik di pusat maupun daerah. Padahal Dalam Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999 secara eksplisit telah disebutkan bahwa sistem kompensasi pegawai negeri harus berbasis kinerja. Merujuk pada undang – undang tersebut, sistem kompensasi berbasis kinerja dianggap sebagai jalan keluar dari permasalahan kualitas kinerja PNS, yang merupakan aplikasi dari teori motivasi. Motivasi dalam bentuk insentif dianggap sebagai salah faktor yang efektif untuk meningkatkan kinerja pegawai. Sistem kompensasi berbasis kinerja sebenarnya bukan merupakan suatu hal yang baru, karena telah diterapkan di berbagai organisasi privat baik di dalam maupun luar negeri. Prinsip pemberian kompensasi berbasis kinerja di sektor publik merupakan suatu terobosan baru, dan mulai diterapkan di beberapa organisasi publik seperti Pemerintah Kota dan Kementerian di Indonesia dalam beberapa tahun lalu. Pemerintah Provinsi Gorontalo merupakan salah satu pioner pelaksana kebijakan tersebut, yang mulai diterapkan tahun 2004 berupa Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) sesuai dengan ketentuan Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo No. 2 tahun 2007. Pemerintah Kota Surabaya sendiri, sejak Oktober 2010 menerapkan kebijakan pemberian kompensasi berbasis kinerja mengadopsi best practice dari Pemkot Gorontalo. Tambahan kompensasi tersebut diberikan berupa TPP (Tunjangan Prestasi Pegawai) bagi PNS yang terbagi atas TPP Beban Kerja dan Uang Kinerja, ditujukan untuk memacu peningkatan kinerja pegawai khususnya di lingkungan Pemkot Surabaya beserta seluruh SKPD. Kebijakan ini mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 63 ayat 2, pada penjelasan bahwa tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja dan kelangkaan profesi. Peraturan mengenai pemberian TPP di Kota Surabaya dengan merujuk pada Peraturan Daerah No. 12 tahun 2008 tentang Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dan diatur dalam Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/430/436.1.2/2010 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi PNS Daerah tertanggal 1 Oktober 2010. Kemudian
diperbaharui menjadi Peraturan Walikota Surabaya Nomor 83 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja pada Belanja Langsung sebagai pengganti Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2011 dan Peraturan Walikota Nomor 82 Tahun 2012. Sementara peraturan mengenai pemberian Uang Kinerja merujuk pada Peraturan Walikota No. 83 Tahun 2012 yang kemudian diperbaharui menjadi Peraturan Walikota No. 24 Tahun 2013, dan diperbaharui kembali menjadi Peraturan Walikota No. 60 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja pada Belanja Langsung. TPP terbagi atas tunjangan berdasarkan beban kerja, tunjangan bagi pengelola keuangan dan tunjangan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya yang meliputi uang makan, uang air, dan uang penunjang operasional. Jumlah besaran tambahan penghasilan yang diterima oleh pegawai dihitung dengan mempertimbangan aspek kehadiran dan besaran bobot jabatan masing – masing pegawai. Sementara bagi Uang Kinerja, penilaiannya dilakukan melalui aplikasi e-performance. Dalam pelaksanaannya, pemberian tambahan penghasilan pegawai mendapat berbagai reaksi di kalangan publik, karena dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan. Pemberian tunjangan sendiri diberikan kepada seluruh PNS di lingkungan kota Surabaya, hanya besarannya saja yang berbeda – beda. Hal ini yang menimbulkan polemik, seiring dengan pemberian tunjangan Pemkot juga harus dapat meningkatkan kinerjanya sebagai bentuk pertangggung jawaban. Kekhawatiran publik tersebut dinilai beralasan, dikarenakan masih ada SKPD yang belum menunjukkan adanya peningkatan kinerja pasca pemberian TPP yakni Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Surabaya yang dinilai paling buruk di lingkungan SKPD Pemkot Surabaya. Hal ini dipicu oleh rendahnya serapan anggaran di sepanjang tahun 2012 yang disebabkan banyaknya proyek yang tidak berjalan. DCKTR hanya berhasil menyerap anggaran tahun 2012 sebanyak 8,91% dari keseluruhan total target 87,96% anggarannya. Sementara untuk tahun 2013, DCKTR berhasil menyerap 45%. Melihat berbagai pemaparan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana dampak pelaksanaan sistem kompensasi berbasis kinerja terhadap peningkatan kinerja PNS khususnya di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah maupun badan terkait dalam mengoptimalkan kinerja PNS melalui sistem kompensasi berbasis kinerja. Penelitian ini menggunakan teori sistem kompensasi berbasis kinerja (pay for performance) dan teori dampak sebagai grounded theory untuk menjelaskan dampak pelaksanaan sistem kompensasi berbasis kinerja terhadap peningkatan kinerja PNS khususnya di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. Teori kompensasi berbasis kinerja dipetakan
2
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
dari elaborasi beberapa teori yang relevan dengan penelitian, sementara indikator dampak yang digunakan dengan mengacu pada indikator penelitian yang digunakan oleh KPK dalam evaluasi sistem kompensasi berbasis kinerja di Provinsi Gorontalo dan Pekanbaru.
Metode Penelitian Untuk mendapatkan data dan informasi yang empirik, maka dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti dengan rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit yang kemudian akan menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik dan cara kuantifikasi lainnya(Moleong, 2005: 6). Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif adalah sifat masalah yang diteliti, karena begitu kompleks maka peneliti ingin memperoleh gambaran fenomena secara holistik dan dapat dijelaskan secara rinci untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Jalan Jimerto 8, Taman Surya No. 1 Surabaya serta di Bagian Bina Program Pemerintah Kota Surabaya yang beralamat di Jl. Jimerto No. 25-27 Surabaya. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini antara lain karena Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya merupakan salah satu SKPD yang turut melaksanakan kebijakan TPP dan Uk, disamping memegang peranan penting dalam menjawab fenomena yang menjadi masalah penelitian. Sementara untuk Bina Program Pemkot Surabaya dipilih karena merupakan salah satu instansi yang berwenang sebagai Tim penyusun kebijakan TPP dan UK. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi sementara data sekunder diperoleh dari berbagai sumber data lain, seperti dokumen perencanaan, data statistik, data online, dan lain- lain. Informan ditentukan secara purposive dan dikembangkan dengan metode snowball dimana informan yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini, kemudian mereka diminta utuk merekomendasikan atau menunjuk informan lain yang juga mengetahui informasi yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan observasi pada saat yang bersamaan sebagai teknik utama pengumpulan data. Sementara untuk data pendukung, maka dilakukan analisis dokumen. Data yang dimaksudkan yaitu data dalam bentuk dokumen LAKIP, data kehadiran pegawai, data rincian anggaran, surat kabar, dan dokumen lain yang relevan dengan penelitian. Setelah data diperoleh, maka tahap selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode analisis kualitatif yang mengacu pada siklus penelitian interaktif dari Miles dan Huberman.Data yang terkumpul dipisah dan dikategorikan dalam bentuk narasi dan tabel sehingga mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan, kemudian data diuraikan dalam bentuk uraian kualitatif dan dianalisis secara kualitatif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992).
Hasil dan Pembahasan Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian Kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan sekaligus kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, memiliki luas wilayah sebesar 374,36 km2 dengan jumlah penduduk yang mencapai angka 3 juta jiwa. Hal ini menjadikan Surabaya memegang peranan yang besar sebagai pusat bisnis, perdagangan, industri, pendidikan di kawasan Indonesia Timur, serta berpotensi sebagai tempat persinggahan dan permukiman bagi kaum pendatang. Seiring dengan meningkatnya angka pertumbuhan bisnis, dan industri menyebabkan tuntutan masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur fisik yang lebih berkualitas. Konsekuensinya, pembangunan fisik kota pun semakin meningkat. Fenomena tersebut menjadi suatu perhatian tersendiri dalam upaya pengendalian dan penataan ruang kota agar sistem pemanfaatan lahan sejalan dengan perencanaan kota yang berwawasan lingkungan. Pengendalian dan penataan ruang kota tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang merupakan lembaga teknis daerah yang bergerak dalam bidang pengendalian dan penataan infrastruktur di Kota Surabaya, beralamatkan di Jl. Jimerto 8 Taman Surya No. 1 Surabaya. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang merupakan hasil merger dari 2 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Bangunan dan Dinas Tata Kota dan Permukiman. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya merupakan salah satu SKPD yang menerapkan Tambahan Penghasilan Pegawai dan Uang Kinerja, namun sayangnya belum dapat menunjukkan kinerja yang maksimal pasca diterapkannya kebijakan tersebut. Pelaksanaan Tambahan Penghasilan Pegawai dan Uang Kinerja di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Tambahan Penghasilan Pegawai
3
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
TPP merupakan suatu kebijakan yang diambil Pemerintah Kota Surabaya dalam melakukan inovasi di bidang remunerasi pegawai, dari yang semula berupa honorarium, menjadi suatu program pemberian tambahan penghasilan yang lebih terukur sesuai dengan sistem reward and punishment yang mengacu pada kinerja masing – masing pegawai. DCKTR merupakan salah satu instansi yang turut menerapkan kebijakan TPP dan UK, dimana sistem tersebut mengacu pada teori pay for performance. Pay for performance menurut (Haznain, dkk: 2012), yang mengatakan bahwa sistem kompensasi berbasis kinerja merupakan suatu model penetapan kompensasi di mana besaran gaji final yang diperuntukkan bagi seorang karyawan dalam suatu organisasi terpacu pada pengukuran kinerja, dengan memperhatikan beberapa kriteria penilaian. Dengan sistem tersebut, maka besaran kompensasi yang diterima oleh satu pegawai dengan pegawai lain tidak sama meskipun pegawai tersebut berada pada level jabatan/ golongan yang setara, hal tersebut dikarenakan sistem ini tidak semata – mata mengacu kepada golongan/ jabatan struktural yang disandang oleh seorang pegawai melainkan lebih berfokus pada kinerja yang telah dicapai oleh pegawai. Penilaian kinerja dalam TPP dan UK dilakukan dengan mempertimbangkan besaran bobot jabatan pegawai yang diperoleh melalui suatu grading point disesuaikan dengan tupoksi yang dimilikinya. Grading point sendiri dilaksanakan oleh tim Manajemen Kinerja Terpadu. Sementara mengenai aspek disiplin pegawai yang dinilai melalui aplikasi kehadiran “Garbis”. Analisis jabatan dilakukan dengan mengacu pada hasil kesepakatan analisis jabatan oleh Tim Manajemen Kinerja Terpadu dan disesuaikan pada kebutuhan – kebutuhan organisasi. Mekanismenya diawali dengan pengumpulan data yang dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan DCKTR berupa usulan kepada pihak Tim Manajemen Kinerja Terpadu, selanjutnya data tersebut diolah dan dibahas bersama, hingga akhirnya disempurnakan menjadi sebuah ketentuan dalam bentuk SK Kepala Dinas. Secara umum pelaksanaan TPP di DCKTR sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, peneliti masih menemukan adanya kesalahan dalam sistem absensi seperti adanya ID yang ditolak. Hal ini perlu menjadi suatu koreksi mengingat absensi pegawai merupakan salah satu aspek yang menjadi poin penilaian dalam pemberian tambahan penghasilan pegawai. Setelah melihat berbagai pemaparan yang telah dijabarkan, maka untuk lebih mengetahui mengenai analisis hubungan teori pay for performance dalam pelaksanaan Tunjangan Prestasi Pegawai (TPP) disajikan dalam tabel berikut:
Tabel I.2 Hubungan Teori Pay for Performance dengan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Teori
Analisis
Kesimpulan
1.
No
Teori Haznain, pay for performance merupakan suatu model penetapan kompensasi di mana besaran gaji yang diperuntukkan bagi karyawan dalam suatu organisasi mengacu pada pengukuran kinerja dengan memperhatikan berbagai kriteria penilaian.
Pelaksanaan TPP di DCKTR yang mengacu pada kinerja pegawai memperkuat teori pay for performance, sehingga proses pemberian reward and punishment kepada pegawai menjadi lebih efektif, adil, dan terukur.
2.
Teori Dow Job Analysis element, proses analisis jabatan berhubungan erat dengan penetapan gaji karena digunakan sebagai acuan dalam penetapan gaji maupun dalam proses manajemen kinerja.
3.
Teori Dow Performance Measurement element, penilaian kinerja perlu dilakukan organisasi untuk dapat mengidentifikasi perilaku pegawai. sistem penilaian sendiri harus dapat bersifat komprehensif, obyektif, dan tidak memihak, terukur, serta sesuai dengan misi organisasi.
TPP merupakan manajemen kompensasi yang sifatnya lebih terukur sesuai dengan sistem reward and punishment dalam pay for performance. Penilaiannya dilakukan dengan berfokus pada kinerja masing – masing pegawai, melalui penentuan besaran bobot jabatan pekerjaan pegawai serta dengan memperhatikan aspek kedisiplinan. DCKTR melakukan analisis jabatan dengan cara mensinkronkan hasil kesepakatan analisis jabatan yang disusun oleh Tim Manajemen Kinerja terpadu, berbentuk SK Kepala Dinas dan menyesuaikannya dengan pertimbangan Kepala Dinas maupun Kepala Bidang yang membawahi seorang pegawai tersebut sesuai dengan kebutuhan organisasi. DCKTR melakukan Pengukuran kinerja dengan memperhatikan aspek - aspek antara lain terdiri atas analisis beban kerja dan kehadiran pegawai. Hal tersebut sesuai dengan kriteria BARS (Behaviourally anchored rating scales) yang menggunakan kriteria spesifik yang diidentifikasi berdasarkan job analisis dan job deskripsi sebagai basis untuk mengukur performance pegawai.
Analisis jabatan yang dilakukan dalam pelaksanaan TPP di DCKTR mendukung teori job analysis sehingga spesifikasi tugas menjadi lebih jelas dan memudahkan digunakan sebagai acuan dalam penilaian kinerja.
Proses penilaian kinerja yang dilakukan dalam pelaksanaan TPP di DCKTR mengacu pada beban kerja pegawai. Hal ini mendukung teori performance measurement, sehingga penilaian yang dilakukan dapat lebih terukur dan komprehensif.
Sumber. Diolah dari hasil analisis data 2014 Uang Kinerja Uang Kinerja merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemberian Tambahan Prestasi Pegawai (TPP) sejalan dengan TPP Beban Kerja. Uang kinerja sendiri diberikan kepada pegawai dalam jangka waktu
4
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
3 bulan sekali, di mana penilaiannya dilakukan melalui aplikasi e-performance. Besaran uang kinerja yang diterima oleh tiap – tiap pegawai berbeda disesuaikan dengan besaran bobot jabatan/ beban kerja yang ditanggung oleh pegawai yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya, pegawai melakukan pengisian aktivitas kegiatan harian sesuai dengan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemberian Uang Kinerja, antara lain untuk meningkatkan motivasi pegawai agar dapat berkinerja lebih, di mana dengan peningkatan kinerja pegawai ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Analisis tersebut mendukung teori yang dikemukakan (Trevor: 2010), bahwa kompensasi strategis merupakan salah satu cara yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi. Mekanisme analisis jabatan yang dilakukan dalam pemberian Uang Kinerja, sama dengan analisis jabatan yang dilakukan pada pemberian TPP Beban Kerja. Namun terdapat sedikit perbedaan dalam analisis jabatan dalam Uang Kinerja, di mana hasil analisis jabatan tersebut dijabarkan secara lebih luas menjadi rincian aktivitas harian pegawai beserta poin masing – masing kegiatan tersebut. Uraian aktivitas harian berisi rincian kegiatan pekerjaan pegawai, sesuai dengan posisi yang dijabat dalam jabatan staff. Sementara dalam proses penilaian kinerja, terdapat beberapa aspek yang dinilai antara lain meliputi aspek kualitas, kuantitas, efisiensi waktu dan biaya. Selanjutnya terdapat pula tes kompetensi yang dilakukan secara saling – silang antar seluruh pegawai. Mengenai aspek tes kompetemnsi pegawai, kategori yang dinilai terdiri atas: Motivasi berprestasi, Integritas, Komitmen, Disiplin dan tanggung jawab, Kerjasama, Kepemimpinan, Kreatifitas dan Inisiatif. Sejalan dengan pemberian TPP, uang kinerja juga dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip pay for performance. Di mana penetapan besaran gaji bagi pegawai dilakukan dengan merujuk pada aspek individu (person) dan kinerja (performance). Dalam hal ini peneliti menemukan bahwa pelaksanaan UK sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan Peraturan Walikota sebagai acuan pelaksanaannya. Untuk lebih memahami analisis hubungan teori pay for performance dalam pelaksanaan Uang Kinerja disajikan dalam tabel berikut: Tabel I.3 Hubungan Teori Pay for Performance dengan Uang Kinerja No.
Teori
Analisis
Kesimpulan
1.
Teori Pay for Performance, suatu model penetapan kompensasi di mana besaran gaji yang diperuntukkan bagi karyawan dalam suatu organisasi mengacu pada pengukuran kinerja dengan memperhatikan berbagai kriteria penilaian.
Uang Kinerja diberikan kepada pegawai dalam jangka waktu 3 bulan sekali, di mana penilaiannya dilakukan melalui aplikasi eperformance. Besaran uang kinerja yang diterima oleh tiap – tiap pegawai berbeda disesuaikan dengan besaran bobot jabatan/ beban kerja yang ditanggung oleh pegawai yang bersangkutan.
Pelaksanaan pemberian Uang Kinerja di DCKTR telah mendukung teori pay for performance dengan memperhatikan aspek person dan performance sebagai imstrumen penilaiannya.
2.
Teori Dow element Job Analysis , proses analisis jabatan berhubungan erat dengan penetapan gaji karena digunakan sebagai acuan dalam penetapan gaji maupun dalam proses manajemen kinerja.
Analisis jabatan yang dilakukan dalam pemberian Uang Kinerja di DCKTR memperkuat teori job analysis yang dikemukakan Dow.
3.
Teori Dow element Performance Measurement, penilaian kinerja dilakukan organisasi untuk mengidentifikasi perilaku pegawai. sistem penilaian harus bersifat komprehensif, obyektif, terukur, serta sesuai dengan misi organisasi.
Mekanisme analisis jabatan yang dilakukan oleh DCKTR dalam UK guna menentukan posisi pegawai pada jabatan jabatan staff, sama dengan analisis yang dilakukan dalam TPP beban kerja. Yang membedakan adalah, dalam analisis jabatan UK hasil analisis jabatan tersebut dijabarkan secara lebih luas menjadi rincian aktivitas harian pegawai beserta poin masing – masing kegiatan. Penilaian kinerja sudah dilakukan dengan mempertimbangkan aspek capaian kinerja pegawai dalam aplikasi eperformance yang digunakan sebagai dasar pemberian reward. Hal tersebut sudah sesuai dengan metode BARS yang menggunakan identifikasi job analysis dan job description dalam penilaian kinerja pegawai.
Penilaian kinerja yang dilakukan dalam pemberian Uang Kinerja di DCKTR memperkuat teori performance measurement yang dikemukakan Dow
Sumber. Hasil analisis data 2014 Dampak Pelaksanaan sistem Tambahan Penghasilan Pegawai dan Uang Kinerja di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Pelaksanaan sistem kompensasi berbasis kinerja berupa pemberian tambahan penghasilan pegawai dan uang kinerja membawa dampak langsung
5
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
dan tidak langsung kepada pihak – pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaannya. Dalam penelitian ini dampak yang diukur yaitu dampak kepada pihak yang secara langsung terlibat sebagai sasaran program. Untuk menilai apakah intervensi dari pelaksanaan TPP dan UK di DCKTR telah menghasilkan perubahan – perubahan yang diharapkan. Antara lain terdiri atas dampak terhadap Kinerja Pegawai, Kinerja Organisasi secara keseluruhan sebagai keluaran atas kinerja pegawai, dampak terhadap Kesejahteraan, Kedisiplinan Pegawai, Serta Peningkatan layanan publik yang diberikan pihak DCKTR kepada masyarakat. Analisis dampak dilakukan dengan metode before and after approach yaitu membandingkan kondisi sebelum dan sesudah adanya intervensi kebijakan dilaksanakan (Cook and Campbell: 1979). Secara umum pelaksanaan TPP dan UK telah berdampak positif terhadap peningkatan motivasi PNS dalam melaksanakan tupoksi mereka guna memenuhi beban kerja dan mencapai target – target yang telah ditetapkan oleh organisasi, namun meskipun demikian belum ditemukan adanya dampak secara optimal terhadap peningkatan kinerja organisasi DCKTR secara keseluruhan. Hal tersebut didukung oleh data mengenai masih banyaknya jumlah proyek yang tidak berhasil diselesaikan sepanjang tahun 2013. Dampak Pelaksanaan TPP dan UK dalam aspek kedisiplinan, secara umum semua informan berpendapat bahwa dengan adanya kebijakan pemberian TPP berdampak pada peningkatan disiplin kerja pegawai DCKTR. Pegawai merasa terikat untuk mematuhi kedisiplinan, karena pelanggaran disiplin akan berimplikasi pada pemotongan besaran tunjangan yang akan mereka terima. Hal tersebut juga didukung dengan berkurangnya jumlah pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai seperti keterlambatan masuk kerja, pulang mendahului, serta mangkir. Akhirnya, melalui sistem tersebut terbentuklah disiplin pegawai. Di samping itu, dampak lain yang juga muncul yaitu pegawai menjadi lebih pandai dalam mengatur waktu pekerjaan karena pekerjaan yang mereka kerjakan terkait dengan target – target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendapat tersebut juga didukung oleh data sekunder berupa rekap absensi pegawai DCKTR periode 2012- 2014 yang ditampilkan dalam tabel berikut ini, Tabel I.4 Rekap Absensi Pegawai DCKTR Periode 2012 - 2014 No.
Kategori
2012
2013
2014
1
Sakit
118
65
23
2
Izin
219
218
72
3
Dinas Luar
70
76
9
4
Diklat
2
8
12
5
18
23
2
6
Cuti Melahirkan Cuti Dengan Alasan Penting
8
12
1
7
Cuti Tahunan
20
17
5
8
Terlambat Handkey
272
108
-
9
Pulang Cepat
33
3
-
10
ID Ditolak
2
12
1
Total 762 542 125 Sumber. Diolah Dari Data Rekap Absensi DCKTR Sementara mengenai aspek kinerja, dengan adanya syarat penilaian kinerja yang relatif ketat dan terukur serta jumlah besaran tambahan penghasilan yang cukup besar, temuan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini relatif mampu meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam organisasi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kinerja pegawai yang berdampak pada pencapaian target – target organisasi DCKTR serta realiasi anggaran pada periode 2012 – 2013 yang telah melebihi angka 75%. Namun peningkatan motivasi dan kinerja pegawai tersebut tidak diiringi oleh peningkatan kinerja organisasi secara optimal, dibuktikan dalam bidang pembangunan proyek masih mengalami banyak kendala sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai. Pada aspek kesejahteraan pegawai, secara umum informan menyatakan bahwa dengan adanya TPP membawa dampak positif terhadap kesejahteraan pegawai di DCKTR khususnya dalam aspek finansial. Berbeda dengan pemberian tunjangan sebelumnya yang berupa honorarium, jumlah besaran penghasilan dalam TPP beban kerja dan UK didasarkan pada penilaian yang mengacu pada beban kerja masing – masing pegawai dalam jabatan staff diluar jabatan struktural. Dengan demikian pegawai merasa lebih adil, karena TPP dianggap dapat menghapuskan kesenjangan besaran tunjangan antar unit kerja maupun bidang lain dalam organisasi. Disamping itu jumlah besaran tunjangan yang diterima oleh setiap pegawai relatif cukup besar, untuk TPP yang diterimakan setiap bulan berkisar antara (minimal Rp.1.837.500.- untuk poin jabatan 525, hingga maksimal Rp. 10.675.000.untuk poin jabatan 3050) sehingga dengan adanya tambahan penghasilan tersebut pegawai dapat lebih terbantu secara ekonomi dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Terkait dengan kualitas layanan, terdapat peningkatan kualitas layanan yang diberikan oleh pihak DCKTR kepada masyarakat. hal tersebut diperkuat dengan adanya penambahan jumlah target penanganan berkas perizinan yang dikerjakan oleh pihak DCKTR, begitu pula dengan lama pengerjaan berkas dari yang semula dapat mencapai 2 minggu menjadi 5 hari. Disamping itu, peningkatan kualitas layanan juga ditunjukkan dengan adanya inovasi yang dilakukan oleh DCKTR, melalui layanan mobil keliling serta Surabaya Single Windows yaitu layanan perijinan yang menggunakan sistem elektronik sehingga dapat diakses masyarakat secara online. Disamping itu pelaksanaan TPP juga berdampak pada adanya peningkatan layanan yang ditunjukkan dengan sudah tidak lagi tindak
6
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
pungutan liar (pungli) dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Hal tersebut di dukung oleh hasil kajian KPK yang mengatakan bahwa Kebijakan untuk memberikan tambahan penghasilan bagi PNS daerah dengan landasan hukum yang jelas dapat menjadikan salah satu alternatif solusi untuk mencegah terjadinya korupsi sebagai akibat desakan pemenuhan kebutuhan hidup primer (corruption by need). Secara umum peningkatan kinerja pegawai selama kurun waktu pelaksanaan TPP dan UK antara lain digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Indikator Kinerja
1.
Pemberia n tunjangan
Sebelum TPP & UK
Setelah TPP & UK
Tunjangan diberikan berupa honorarium yang ditetapkan berdasarkan proyek tertentu, sehingga tidak semua bidang mendapat honorarium. Besaran jumlah tunjangan yang diberikan berbeda – beda karena tidak mempunyai tolak ukur yang jelas. Target capaian kinerja belum ditetapkan secara jelas, hanya mengacu pada target – target bidang/ proyek bukan pada capaian individu.
TPP dan UK diberikan kepada seluruh pegawai aktif dalam SKPD, besaran tunjangan telah ditetapkan melalui tolak ukur yang jelas.
2.
Penetapa n target kinerja
3.
Proses Penilaian kinerja
Belum ada indikator penilaian kinerja yang terukur bagi tiap – tiap pegawai.
Sudah ada indikator penilaian kinerja secara terukur dan komprehensif melalui aplikasi penilaian kinerja e-performance.
4.
Beban kerja pegawai
Beban kerja tidak digunakan sebagai dasar acuan dalam pemberian tambahan penghasilan.
Beban kerja digunakan sebagai dasar acuan dalam pemberian tambahan penghasilan. Serta dilakukan evaluasi secara berkala mengenai penambahan beban kerja disesuaikan dengan kinerja capaian pegawai. Kedisiplinan menjadi aspek yang diukur dalam pemberian besaran tunjangan. Tindak pelanggaran disiplin berimplikasi pada pemotongan skor, yang berdampak pada pemotongan jumlah tunjangan yang diterima. Hal ini berdampak pada peningkatan disiplin pegawai, yang
5.
Kedisipli nan pegawai
Kedisiplinan bukan menjadi salah satu aspek yang digunakan dalam penentuan besaran tunjangan maupun honorarium yang diberikan kepada pegawai. Hal ini menyebabkan banyaknya tindak pelanggaran disiplin yang dilakukan
Sudah ada target capaian kinerja individu secara jelas dalam bentuk uraian aktivitas pegawai.
ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah pelanggaran disiplin.
Terjadi peningkatan aspek kesejahteraan pegawai terutama dalam segi finansial pasca pelaksanaan TPP dan UK di DCKTR karena tunjangan diberikan kepada keseluruhan PNS aktif dan didasarkan pada suatu aspek penilaian yang terukur. Hal ini turut memperkuat aspek keadilan dalam pemberian tunjangan serta mengurangi kecemburuan antar PNS akibat besaran honorarium yang berbeda – beda. Terjadi peningkatan layanan publik yang diberikan kepada masyarakat oleh pihak DCKTR, pasca diberlakukannya TPP dan UK. Disamping itu juga diperkuat dengan adanya penambahan jumlah target penanganan berkas perizinan yang dikerjakan oleh pihak DCKTR, begitu pula dengan lama pengerjaan berkas dari yang semula dapat mencapai 2 minggu menjadi 5 hari. Lebih lanjut, peningkatan kualitas layanan turut pula ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya pungutan tambahan di luar biaya resmi.
6.
Kesejahte raan pegawai
Belum ada ukuran yang jelas dalam pengukuran kesejahteraan pegawai. disamping itu pemberian honorarium yang tidak didasarkan pada aspek penilaian terukur menyebabkan perbedaan besaran tunjangan yang diterima pegawai. yang berimplikasi pada kecemburuan antar PNS yang menjabat di tempat “basah” dan “kering”
7.
Layanan yang diberikan
Pelayanan dilakukan dengan memakan waktu yang cukup lama, 2 minggu untuk pengerjaan 1 berkas perizinan. Disamping itu belum ada inovasi pelayanan yang dilakukan guna memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan.
Tabel I.5 Pelaksanaan TPP dan UK di DCKTR (Before & After Comparison) N o
seperti keterlambatan masukkerja, pulang mendahului sebelum waktu yang ditetapkan, serta mangkir/ keluar saat jam dinas.
Sumber. Hasil analisis data 2014
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penyajian data dan analisis data yang telah dijelaskan, maka kesimpulan dari penelitian ini yaitu, Pelaksanaan TPP dan UK yang dilaksanakan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya dengan mengacu pada sistem penilaian kinerja eperformance telah dilaksanakan dengan cukup baik. Hal tersebut berdampak positif terhadap peningkatan motivasi PNS dalam melaksanakan tupoksi mereka guna memenuhi beban kerja dan mencapai target – target yang telah ditetapkan oleh organisasi, namun meskipun demikian belum ditemukan adanya dampak
7
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
secara optimal terhadap peningkatan kinerja organisasi DCKTR secara keseluruhan. Hal tersebut didukung oleh data mengenai masih banyaknya jumlah proyek yang tidak berhasil diselesaikan sepanjang tahun 2013. Pada aspek kedisiplinan pegawai, kebijakan pemberian TPP dan UK berdampak pada peningkatan disiplin kerja pegawai DCKTR. Pegawai merasa terikat untuk mematuhi kedisiplinan, karena pelanggaran disiplin akan berimplikasi pada pemotongan besaran tunjangan yang akan mereka terima. Hal tersebut juga didukung dengan berkurangnya jumlah pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai seperti keterlambatan masuk kerja, pulang mendahului, serta mangkir. Sementara pada aspek kinerja, dengan adanya syarat penilaian kinerja yang relatif ketat dan terukur serta jumlah besaran tambahan penghasilan yang cukup besar, temuan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini relatif mampu meningkatkan motivasi dan semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam organisasi. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kinerja pegawai yang berdampak pada pencapaian target – target organisasi DCKTR serta realiasi anggaran pada periode 2012 – 2013 yang telah melebihi angka 75%. Namun peningkatan motivasi dan kinerja pegawai tersebut tidak diiringi oleh peningkatan kinerja organisasi secara optimal, dibuktikan dalam bidang pembangunan proyek masih mengalami banyak kendala sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai. Dalam hal ini TPP bukan satu – satunya faktor penentu guna menggambarkan kinerja pegawai. Pada aspek kesejahteraan pegawai, pelaksanaan TPP dan UK membawa dampak positif terhadap kesejahteraan pegawai di DCKTR khususnya dalam aspek finansial. Berbeda dengan pemberian tunjangan sebelumnya yang berupa honorarium, jumlah besaran penghasilan dalam TPP beban kerja dan UK didasarkan pada penilaian yang mengacu pada beban kerja masing – masing pegawai dalam jabatan staff diluar jabatan struktural. Dengan demikian pegawai merasa lebih adil, karena TPP dianggap dapat menghapuskan kesenjangan besaran tunjangan antar unit kerja maupun bidang lain dalam organisasi. Disamping itu jumlah besaran tunjangan yang diterima oleh setiap pegawai relatif cukup besar, untuk TPP yang diterimakan setiap bulan berkisar antara (minimal Rp.1.837.500.- untuk poin jabatan 525, hingga maksimal Rp. 10.675.000.untuk poin jabatan 3050) sehingga dengan adanya tambahan penghasilan tersebut pegawai dapat lebih terbantu secara ekonomi dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Selanjutnya pada aspek peningkatan pelayanan publik, terdapat peningkatan kualitas layanan yang diberikan oleh pihak DCKTR kepada masyarakat. hal tersebut diperkuat dengan adanya penambahan jumlah target penanganan berkas perizinan yang dikerjakan oleh pihak DCKTR, begitu pula dengan lama pengerjaan berkas dari yang semula dapat mencapai 2 minggu menjadi 5 hari. Disamping itu, peningkatan
kualitas layanan juga ditunjukkan dengan adanya inovasi yang dilakukan oleh DCKTR, melalui layanan mobil keliling serta Surabaya Single Windows yaitu layanan perijinan yang menggunakan sistem elektronik sehingga dapat diakses masyarakat secara online. Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini antara lain: 1. Disarankan kepada Tim Penyusun Manajemen Kinerja untuk menambahkan aspek indikator pencapaian target kinerja dalam sistem TPP sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh tiap – tiap SKPD. 2. Disarankan kepada Kepala DCKTR untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem secara berkala yang dilakukan oleh pihak DCKTR, dikarenakan absensi otomatik pegawai melalui hand key merupakan salah satu aspek penilaian yang digunakan dalam penentuan besaran tambahan penghasilan yang akan diterima oleh pegawai. 3. Disarankan kepada Kepala DCKTR untuk menambah adanya suatu standar peraturan atau acuan khusus tertulis yang digunakan selain hasil analisis jabatan untuk menghindari terjadinya bias dalam penempatan posisi jabatan staff pegawai, serta dalam hal aprroval aktifitas pegawai. 4. Disarankan kepada Kepala Bidang Pemukiman untuk melakukan peningkatan kompetensi dan kapasitas manajer proyek dalam mengelola SDM pelaksana sesuai bidang serta tugas dan fungsi pokok melalui training, dalam hal ini yang berkaitan dengan bidang permukiman. 5. Disarankan kepada Tim Penyusun Manajemen Kinerja Terpadu untuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala atas pelaksanaan TPP dan UK, yang dilakukan oleh evaluator yang kredibel (dapat bekerjasama dengan akademisi). Daftar Pustaka: Daryanto, Arif. 2007. Merit Sistem dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS tanpa nomor vol. 1. Pusat Pengkajian dan Penelitian BKN Hasnain, Zahid. Dkk. 2012. Performance-related Pay in the Public Sector - A Review of Theory and Evidence. Policy Report Working Paper 6043. World Bank. Indarto, W. D. 2004.Sistem Penggajian, Insentif Pegawai Negeri Sipil dan Reformasi Birokrasi. Bunga Rampai Hasil Penelitian 2004. Departemen Keuangan Indonesia Kadarisman, M. 2012. Manajemen Kompensasi. Depok: Raja Grafindo Persada. Jasin, Mohammad. 2007. Meningkatkan Kinerja PNS Melalui Perbaikan Penghasilan. Hasil
8
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 2, Nomor 1, Januari 2014
Penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK: Jakarta Lin, Hsien-Mi. 2008. “The Main Principles of Performance Related Pay. To What Extent Is It Applicable in Public Sector Organization. Journal of American Academy of Business. Vol. 10. US Mathis, Robert L, dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat Moleong. Lexy, J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pemkot Surabaya. 2012. Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 83 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja pada Belanja Langsung. Surabaya Sembiring, Masama. 2012. Budaya dan Kinerja Organisasi (Perspektif Organisasi Pemerintah). Bandung: Fokus Media Anonimous. 2012. “TPP PNS Bisa Masuk Kategori Tak Wajar”. Berita online melalui http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita& act=view&id=32d01b2d07212f057c02804362 e5a16d&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc 14862c diakses pada 03 Jun. 13
9