PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
JURNAL MASYARAKAT KEBUDAYAAN DAN POLITIK
Volume 14, Nomor 4:43-54
Pangan, Penduduk, dan Teknologi Pertanian: Sebuah Perdebatan Teoritis
Doddy S. Singgih 1 Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga
1 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Abstract
This discusses a theoretical debate of Ester Boserup, Michael Lipton, Mark Nathan Cohen, Warren C. Robinson and Parker G. Marden on the relations of food, population increase and agricultural technological changes. Since the era of Malthus (1766-1834), the theoretical debate on the three variables has been becoming a crucial debate. Nowadays, when Indonesia is in economical and monetary crises, the debate is discussed to critisize several government policies in solving the food problem. Is it appropriate, for example, that government policies do not try to shape the variables of population and agriculture?
Keywords: food, population, agricultural technology, theoretical debate, Indonesia.
2 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Sejak zamannya Malthus (1766-1834), adanya perdebatan secara ilmiah tentang keterkaitan antara variabel ketersediaan pangan, perkembangan jumlah penduduk dan perubahan teknologi pertanian telah sering dilakukan. Malthus (dalam Rusli, 1989:3-5) misalnya, terkenal dengan teori kependuduk-annya di mana ia memulai dengan dua postulatnya. Pertama, bahan pangan dibutuhkan untuk hidup manusia. Dan kedua, kebutuhan nafsu seksual antar-jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa. Atas dasar postulat itu, Malthus kemudian mengatakan bahwa jika tidak ada pengekangan, maka kecenderungan pertambahan jum-lah manusia akan lebih cepat daripada pertambahan bahan pangan. Perkembangan jumlah penduduk akan mengikuti deret ukur, sedangkan perkembangan bahan pangan akan mengikuti deret hitung. Di Indonesia, perdebatan itu telah dimulai sejak REPELITA I dicanangkan oleh pemerintahan Orde Baru pada tahun 1969-1974. Dan puncaknya, ketika Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 dan sekaligus juga berhasil mengendali-kan laju perkembangan penduduk dengan memperoleh UN Population Award pada tahun 1989. Kini, ketika Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi dan moneter yang belum berakhir, perdebatan teoritis itu layak digelar lagi. Alasannya agar kita bisa mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, terutama yang ditujukan untuk mengatasi kerawanan pangan.
Disadari atau tidak, berbagai kebijakan pemerintah untuk meng-atasi kerawanan pangan terkesan sia-sia. Hal ini
3 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
disebabkan —salah satunya— antara variabel kecepatan ketersediaan pangan dengan laju pertambahan penduduk tidak pernah diseimbangkan. Sebagaima-na diketahui, sejak rezim Orde Baru runtuh pada tahun 1998, berbagai kebijakan pengendalian laju perkembangan penduduk nyaris berhenti, karena program KB misalnya, dituduh telah melanggar HAM. Dan bahkan, program ini dituduh sebagai salah satu kejahatan yang telah dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Sementara itu, berbagai program penyediaan pangan nasional —terutama beras— juga nyaris tidak berhasil. Sejauh-jauhnya, penyedia-an pangan nasional hanya ditopang oleh daerah-daerah yang sejak lama telah dijadikan lumbung padi, sedang daerah-daerah baru nyaris tidak pernah disentuh oleh berbagai program intensifikasi dan/ atau ektensifikasi pertanian. Artikel ini akan memaparkan kembali lima teori yang menjelaskan adanya keterkaitan antara variabel ketersediaan pangan, perkembang-an jumlah penduduk dan perubah-an teknologi pertanian. Jika keter-kaitan antar ketiga variabel itu diabaikan, maka berbagai persoalan yang menghantui negara-negara yang kini tengah mengalami krisis ekonomi dan moneter —termasuk Indonesia— akan bertambah kru-sial. Dengan kata lain, berbagai kebijakan yang dibuat negara, terutama yang ditujukan untuk mengatasi kerawanan pangan seharusnya menggunakan pende-katan holistik.
Perdebatan Teoritis 4 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Berikut akan dikemukakan perde-batan lima teori (Ester Boserup, Michael Lipton, Mark Nathan Cohen, Warren C. Robinson, dan Parker G. Parker) yang menjelaskan tentang keterkaitan antara variabel ketersediaan pangan, perkembang-an jumlah penduduk dan perubahan teknologi pertanian. Jika ditelusuri dalam literatur, perdebat-an lima teori itu belum pernah diakukan oleh para pakar. Sementar itu, para pakar justru sering melakukan analisis teori. Misalnya, yang telah dilakukan oleh Poleman and Freebairn (1973), Julian Simon (1977), Mark Nathan Cohen (1977), Ester Boserup (1981), dan Geoffrey McNicall and Mead Cain (1990). Dalam artikel ini, buku-buku itu akan menjadi rujukan utama untuk melakukan perdebatan teoritis.
Ester Boserup
5 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Sejak awal penuangan pemi-kirannya, Boserup (1981) telah mengatakan bahwa kita saat ini hidup dalam sebuah periode di mana pertumbuhan penduduk dan perubahan teknologi berjalan cepat. Dalam konteks ini, para pakar melakukan studi determinan dari perubahan jumlah penduduk atau perubahan teknologi pertanian. Ada dua fenomena yang saling berhubungan dalam konteks ini, pertama, perkembangan jumlah penduduk mempengaruhi perubah-an teknologi. Dan kedua, perubahan teknologi mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk. Atas dua fenomena itu, posisi Boserup lebih condong ke fenomena pertama, yaitu perkembangan jum-lah penduduk yang mempengaruhi perubahan teknologi. Pada referensi lainnya, Boserup (dalam Simon, 1977:159) juga dikenal dengan hipotesis tekanan penduduknya di mana ia mengatakan bahwa:
“production-increasing inventions may occur independently of the prior rate of population growth, the adoption of new knowledge depends upon population push hypothesis, population growth is necessary for there to be a change in productive techniques”.
6 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Pada perspektif pemikirannya itu, Boserup mengawali analisisnya dari tinjauan sejarah kehidupan manusia, terutama dari sisi perkembangan teknologinya. Ada beberapa tahap krusial yang bisa dicatat, yaitu ketika ditemukan penggunaan api yang kemudian akan menyebabkan munculnya tata cara penyediaan pangan. Beberapa penemuan pada waktu itu memang secara kebetulan, namun setelah itu beberapa negara melakukan spekulasi dan eksperimen dengan tujuan secara khusus untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. Penggunaan api ini telah mengurangi angka mortalitas, mencegah adanya gangguan dari binatang buas dan menambah kenyamanan dalam kehidupan, terutama di daerah yang memiliki temperatur dan iklim dingin. Berkurangnya angka mortalitas ini, pada gilirannya juga telah mempercepat perkembangan jumlah penduduk. Dan boleh dikatakan, bahwa multiplikasi penduduk dunia tidak mungkin tanpa dipengaruhi oleh suksesnya perubahan teknologi ini. Pada dasarnya, interelasi antara perkembangan jumlah penduduk dengan perubahan teknologi sangat kompleks. Dalam konteks ini, sebenarnya yang dimaksud dengan teknologi oleh Boserup termasuk tata cara pengolahan lahan dan tata cara menjaga kesehatan.
Meningkatnya jumlah pendu-duk memang sangat
7 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
mungkin akan dapat membantu kehidupan manu-sia, karena dapat sebagai investasi membagi beban secara bersama-sama ( to share the burden of collective investments). Sebaliknya, meningkatnya jumlah penduduk juga akan membuat kesulitan dalam kehidupan manusia, karena akan menyebabkan menurunnya rasio antara sumber daya alam dengan manusia ( the ratio of natural resources to population decreased ). Lebih jauh daripada itu, Boserup juga menjelaskan, adanya perbeda-an-perbedaan regional akan menye-babkan perbedaan pula dalam hal penduduk dan teknologinya. Diam-bilnya contoh negara Afrika Timur dan Asia Tenggara, di mana terdapat perbedaan etnis yang juga telah mempengaruhi perbedaan teknologinya. Namun kecenderung-an dari perkembangan penduduk dunia dalam jangka panjang menyumbang semakin sempitnya perbedaan teknologi itu. Sebelum terjadinya revolusi industri, terlihat adanya korelasi positif antara jumlah dan kepadatan penduduk. Estimasi ini mungkin ada salahnya, namun untuk negara China, Jepang dan lain-lain negara yang mulai mencatat perkembangan penduduk-nya beberapa tahun yang lalu, estimasi itu ada benarnya. Estimasi itu berdasarkan pada catatan pajak, registrasi tanah pertanian atau informasi tentang jumlah angkatan bersenjata.
Perbedaan tingkat teknologi yang berkaitan dengan
8 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
perbedaan regional ini, dapat ditelusuri melalui sejumlah artefak dan trait. Carneiro misalnya, menarik perbandingan secara kuantitatif dari teknologi dan tingkat kebudayaan dalam masya-rakat kuno dan dalam masyarakat modern. Indikator-indikator dari tingkat teknologi modern telah diformulasikan oleh PBB sebagai hasil studinya pada periode tahun 1970-an, yaitu: pertama, konsumsi energi per kapita. Indikator ini menunjukkan tingkat teknologi dari produksi, konstruksi dan transpor-tasi. Kedua, jumlah nomor telepon per seribu penduduk. Indikator ini menunjukkan tingkat teknologi dari komunikasi dalam suatu negara. Ketiga, tingkat melek huruf dari penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Indikator ini menunjukkan tingkat ketrampilan dan pengetahu-an.
Michael Lipton
Secara umum, pemikiran Lipton (1990) cukup sulit dipahami. Selain karena ia memperdebatkan pemikiran-pemikiran demografis, posisi Lipton dalam konteks ini tidak jelas. Lipton mengawalinya dengan isu tentang
9 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
bagaimana menjawab dua pertanyaan ini. Pertama, bagaimana respons masyarakat pedesaan atas mening-katnya kelangkaan tanah? Dan kedua, apakah yang disebut kesejahteraan, khususnya tentang kecukupan pangan? Untuk menjawab dua pertanyaan itu, Lipton mengharuskan untuk mema-haminya melalui cara mengkorelasi-kan antara variabel pertumbuhan penduduk, respons perekonomian masyarakat pedesaan dan keterse-diaan pangan. Dan juga pengaruh dari kelembagaan sosial di pedesaan terhadap distribusi tanah, ketena-gakerjaan dan ketersediaan pangan. Kompleksitas hubungan antar-variabel itu, yang membimbing dalam perkembangan teori-teori yang mengkorelasikan antara per-tumbuhan jumlah penduduk de-ngan kegiatan produksi pertanian. Malthus dan Boserup, misalnya, juga mengembangkan teorinya dari dimensi seperti ini. Lipton dalam konteks ini, mencoba memperdebat-kan antar-teori-teori itu. Sebagai-mana diketahui, Malthus pada awal dan akhir teorinya menampilkan dua varian dari meningkatnya fertilitas sebagai respons dari bertambahnya bahan pangan. Sementara itu, Boserup telah menganalisis dampak dari mening-katnya jumlah penduduk dalam hubungannya dengan pemakaian teknologi pertanian yang bisa meningkatkan produksi pangan.
Upaya memperdebatkan ke-dua teori itulah yang dilakukan Lipton. Dan tampak, posisi Lipton sebenarnya berada di pihak Boserup. Hal ini berarti, Lipton akan pula menga nalisis peranan kelembagaan, proses-proses yang terjadi dan kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh negara. Pada akhirnya
10 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Lipton mempertajam isu tentang pertanyaan dapatkah kebijakan dengan mengubah kerangka kerja kelembagaan —sebagaimana dikembangkan oleh Boserup— mengurangi risiko atas meningkatnya fertilitas? Pada penelitian-penelitian tentang perta-nian, kebanyakan tidak ditemukan hubungan positif antara kebutuhan tenaga kerja dengan pertumbuhan penduduk pedesaan yang miskin. Ada enam proposisi yang dibahas Lipton. Pertama, Malthus pada masa awal tulisannya mengatakan, bahwa banyaknya bahan pangan, tinggi rendahnya upah atau meningkatnya kesehatan penduduk —dan pada suatu ketika juga akan menyediakan tenaga kerja— per satuan tanah secara efisien. Penurunan ketersediaan bahan pangan setiap orang —dan juga tingkat upah rata-rata— pada umumnya menurun tergantung dari bahan pangan dan tekanan penduduk akan turun lagi. Kedua, dalam tulisan berikutnya, Malthus mengubah beberapa pendiriannya tentang kependudukan. Malthus selalu menganggap kesengsaraan dapat dihindarkan tidak melalui peperangan, namun melalui peng-endalian penundaan perkawinan.
Ketiga, Boserup mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan mendatangkan teknologi baru dalam bidang peningkatan produksi pangan. Dan ini sesuai dengan proposisi yang pertama, karena memandang bertambahnya makan-an merubah stimulasi secara formal peningkatan jumlah penduduk. Keempat, faktor-faktor kelembagaan secara umum mempengaruhi secara kuat ketersediaan pangan. Dan kelima,
11 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
tidak memadainya efek yang diberikan terhadap meningkatnya ketersediaan pangan dalam jangka panjang. Terhadap kelima proposisi itu, Lipton merasa kesulitan ketika memakainya untuk menjelaskan hubungan antara ketersediaan pangan dengan jumlah penduduk. Beberapa hal yang menarik dari tulisan Lipton adalah, ia memberikan kritik tajam dengan mempertanyakan apakah dengan peledakan jumlah penduduk di dunia ini bisa di atasi dengan penyediaan pangan? Pertanyaan ini ditujukan untuk daerah-daerah yang jumlah penduduknya mening-kat tajam —yang oleh karena itu— sektor pertanian tidak mampu lagi menyediakan pangan dan akhirnya terjadi urbanisasi yang tidak terkendali.
Pandangan Boserup juga dikritik oleh Lipton, karena Boserup mengandalkan pendekatan kelem-bagaan yang dipandangnya menga-dopsi teknologi pertanian yang pada gilirannya dapat meningkatkan ketersediaan bahan pangan. Misal-nya, dengan teknologi pertanian dan penciptaan infrastruktur pertanian. Namun, meski tulisan Lipton sulit dipahami, ia berani untuk menyam-paikan pemikirannya. Dan ini berbeda dengan para pemikiran lainnya, yang umumnya tidak memperdebatkan pikiran-pikiran orang lain.
12 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Mark Nathan Cohen
Untuk mengikuti pemikiran-nya Cohen (1977), sejak awal kita harus memahami data yang bersifat arkheologis. Melalui data arkheolo-gis ini, Cohen mencoba menelusuri secara kilas-balik asal-mula mun-culnya aktivitas pertanian. Penelusuran Cohen ini berdasarkan pada catatan kebudayaan dan variabel-variabel alamiah yang diperoleh di suatu daerah, kemudi-an ditambah dengan dokumen yang dihimpun secara profesional, seperti misalnya dokumen dari Willey’s (1966, 1971), di mana Willey menerbitkan ikhtisar tentang zaman prasejarah Amerika Utara dan Selatan. Dan juga outlines yang ditulis oleh Clark’s tentang dunia prasejarah ataupun Fagan yang menulis tentang Manusia di Bumi dan beberapa tulisan selektif lainnya. Cohen dalam konteks ini, melakukan sistesis atas data itu. Tujuan yang ingin dicapai Cohen adalah, menampilkan data yang diperolehnya itu —meskipun satu sama lainnya berbeda— namun Cohen percaya bahwa dengan cara sintesis ini akan diperoleh interpretasi yang akurat. Hasil dari sintesis Cohen ini —meskipun tidak menyenangkan bagi beberapa pakar— namun Cohen percaya bahwa yang ia lakukan benar. Tidak hanya karena ditampilkannya beberapa hipotesis yang jelas, namun juga karena sangat alamiahnya data arkheologi itu.
Argumentasi —dan sebenar-nya juga merupakan asumsi
13 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Cohen— bahwa Cohen mempercayai adanya satu premis dasar, bahwa: pertama, terdapat peristiwa-peristi-wa yang menyebabkan munculnya aktivitas pertanian di beberapa daerah di dunia ini dan peristiwa-peristiwa itu menunjukkan adanya persamaan. Kedua, adanya kesama-an-kesamaan yang menyebabkan munculnya aktivitas pertanian itu tidak hanya bisa diterima, namun lebih darupada itu, terdapat faktor-faktor yang secara umum menjadi dasar munculnya aktivitas pertani-an. Dan faktor-faktor itu secara nyata ditemukan di daerah-daerah di seluruh dunia. Dalam konteks ini, tidak perlu mengabaikan variabel-variabel lokal. Dala m artikel ini, Cohen memulai penjelasannya dari sisi kebudayaan di mana 2 juta tahun lalu manusia hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan bahan pangan. Dan baru 10.000 tahun lalu, manusia mulai melakukan domestifikasi tanaman dan ternak, Homo Sapiens menerima dasar-dasar kehidupan modern kurang-lebih 50.000 tahun lalu. Setelah itu, terjadi revolusi neolitik di mana masyarakat pemburu dan pengumpul bahan pangan melakukan aktivitas pertanian subsisten.
Perubahan itu terjadi bukan karena demi mencukupi kebutuhan sendiri, namun sebagai hasil dari berubahnya seleksi tekanan-tekanan yang mengharuskan terjadinya modifikasi dari bagian-bagian kependudukan. Oleh para antropolog, penjelasan asal-mula aktivitas pertanian itu mengalami sejumlah pembiasan, karena adanya dua hal berikut. Pertama, pengaruh yang kuat dari
14 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
pemikiran Malthus. Dan kedua, pengaruh yang kuat dari pemikiran para antropolog abad ke 19, terutama yang memiliki kecenderungan mengklasifikasikan kebudayaan manusia secara tajam. Morgan (1877) misalnya, mengatakan bahwa secara alamiah kebudayaan akan berevolusi menjadi sebuah model, karena banyak yang melakukannya. Menurut Cohen, kombinasi dari dua pengaruh itulah yang menjelaskan keterkaitan antara teknologi dengan pertumbuhan penduduk. Dan teknologi dalam konteks ini, dianggap memiliki kemampuan untuk merubah daya dukung lingkungan terhadap penduduk. Perubahan teknologi yang cepat —yang ketika itu melahirkan revolusi neolitik— terjadi ketika periode perkembangan penduduk yang cepat dan adanya reorganisasi institusi sosial.
Warren C. Robinson
Tulisan Robinson (1973) membahas lebih jelas tentang revoluasi hijau dan keterkaitan antara variabel-variabel yang muncul di sekitarnya. Tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran dalam lokakarya yang diselenggara-kan di
15 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Universitas Cornel, pada bulan Juni 1971. Namun, meski tulisan ini telah lama, masih terasa gaungnya ketika digunakan untuk menganalisis program-program pe-mbangunan di negara berkembang. Melalui tulisannya tentang fertility pattern and the green revolution , Robinson mencoba menjelaskan keterkaitan secara signifikan antara teknik-teknik pertanian tradisional dengan teknik-teknik pertanian modern, yang kemudian lazim disebut revolusi hijau. Dan menurut Robinson, melalui revolusi hijau ini diharapkan dapat merubah pola pertanian di negara-negara sedang berkembang menuju negara yang lebih maju. Hal ini dikarenakan, pada negara-negara yang telah maju, pada umumnya pelaksanaan revolusi hijau akan diikuti oleh revolusi industri. Namun Robinson juga melihat, bahwa keberhasilan suatu negara melaksanakan revolusi hijau, kemungkinan juga akan dibayang-bayangi oleh pertumbuhan penduduk yang cepat.
Para pesimistis memperkira-kan, bahwa pada beberapa kasus, meningkatnya produksi pertanian akan meningkatkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari 2% menjadi 3% per tahunnya. Semen-tara itu, di sisi lain, jika meningkatnya produktivitas perta-nian tidak memberikan breathing spell pada negara, maka harus disediakan waktu untuk menekan pertumbuhan penduduk melalui program pengendalian kependuduk-an. Mengikuti pemikirannya Robin-son, tampak bahwa revolusi hijau melahirkan dilema. Pertama, revolu-si itu
16 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
akan dapat meningkatkan produksi pangan. Dan kedua, revoluasi itu juga mempercepat pertambahan jumlah penduduk. Sebagaimana dikatakan Malthus, dilema pertama itu disebut invention-pull , yaitu ditemukannya teknologi pertanian yang akan menyebabkan meningkatnya kese-jahteraan masyarakat dan akhirnya mempercepat pertumbuhan pendu-duk. Oleh Simon (1977:162), dilema itu dijelaskan lagi secara lebih mendalam melalui instrumen autonomous invention , improvement in food situation , decreased mortality and temporary increased in rate of population growth .
Parker G. Marden
17 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Berbeda dengan pemikiran Robinson, Marden (1973) memulai pembahasannya tentang revolusi hijau dari perspektif distribusi penduduk. Marden mengatakan, bahwa permasalahan kependuduk-an lebih sering berhubungkan tidak saja dengan kebutuhan pangan dan sumber daya yang tersedia, namun juga berhubungan dengan permasa-lahan ketenagakerjaan. Fenomena inilah yang oleh Marden dijelaskan melalui revolusi hijau. Pada perspektif Marden, revolusi hijau meskipun dapat meningkatkan produksi pertanian, namun dapat pula meningkatkan masalah kepen-dudukan yaitu urbanisasi dan pola pertumbuhan perkotaan. Dari apa yang dikemukakan oleh Marden, sebenarnya mirip dengan apa yang terjadi di negara-negara sedang berkembang, termasuk di Indone-sia. Fenomena-fenomena yang muncul sebagaimana diteliti oleh banyak pakar, memberikan kesimpulan bahwa revolusi hijau (misalnya, pemakaian bibit unggul padi) akan menyebabkan tergeser-nya tenaga-tenaga penuai padi yang umumnya wanita. tergesernya pe-nuai padi, akan menyebabkan berkurangnya penghasilan tambah-an bagi para petani di pedesaan yang umumnya melakukan pertani-an secara subsisten. Akhirnya, me-reka melakukan urbanisasi untuk mencari tambahan penghasilan.
Robinson sebenarnya tampak lebih rapi dalam menjelaskan feno-mena-fenomena di sekitar revolusi hijau dibanding Marden. Robinson dalam konteks ini merinci tulisannya menjadi: pertama, tentang nilai ekonomi dari
18 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
tingginya angka fertilitas, di mana dikatakan bahwa tingginya angka fertilitas pada beberapa negara yang sedang berkembang akan memberikan tekanan lebih tinggi daripada fertilitas yang rendah pada tingkat pendapatan per kapita di masa yang akan datang. Fenomena ini dapat ditunjukkan pada beberapa pengalaman negara-negara lain, yaitu: (1). terjadi increasing returns dari produksi pertanian dan kebutuhan tenaga kerja, (2). akan menyebabkan perubahan teknologi dan secara radikal akan merubah potensi-potensi ekonomi, dan (3). tidak ada alokasi dari tabungan masyarakat, karena dikonsumsi oleh banyaknya jumlah penduduk.
Kedua, tentang transisi demografi negara-negara barat, di mana disebutkan pada tulisan ini bahwa pada abad ke 19 penduduk belum begitu tinggi, namun mulai abad ke 20 penduduk meningkat dengan cepat. Dan secara historis, menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk itu terutama diawali setelah selesainya Perang Dunia II. Kemudian Robinson juga menjelaskan tentang teori ekonomi dari pembentukan keluarga, dengan mengatakan bahwa: “... the conven-tional cost of child maintenance increase as per capita income incre-ase ”. Oleh karena itu, menurut Robinson, cara memelihara anak tergantung dari posisi pendapatan orangtuanya. Sementara itu, Mar-den hanya secara selintas membahas tentang revoluasi hijau, melalui kajiannya tentang pertum-buhan perkotaan. Pertumbuhan perkotaan ini dilihat oleh Marden sebagai
19 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
konsekuensi dari mening-katnya arus urbanisasi. Dan karena kemampuan individu berbeda-beda dalam merespons kehidupan perkotaan, maka urbanisasi ini akan menyebabkan pula timbulnya masalah-masalah sosial. Meskipun diakui juga oleh Marden, bahwa terdapat perbedaan pola pertum-buhan kota dan desa di antara negara-negara yang telah berkem-bang dan negara-negara yang belum berkembang, karena memang ada perbedaan dalam teknologi perta-niannya.
Berbagai Implikasi
Apa pun yang dikemukakan secara teoritis oleh Boserup, Lipton, Cohen, Robinson dan Marden —sebagaimana telah dijelaskan pada Bab terdahulu— yang paling penting bagaimana implikasi teori itu terhadap kebijakan pembangun-an pertanian yang dilakukan oleh suatu negara. Oleh karena itu, dalam bab berikut ini akan dikemukakan bagaimana implikasi kelima teori itu dalam kebijakan pembangunan yang dibuat negara Indonesia, 20 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
terutama pada tiga periode, pertama, pada saat sebe-lum revolusi hijau. Kedua, pada saat sesudah revolusi hijau. Dan ketiga, pada saat krisis ekonomi dan moneter yang hingga kini belum berakhir. Implikasi pada tiga periode itu layak dikemukakan, karena revolusi hijau merupakan awal dari merebaknya transformasi total dalam tata cara dan organisasi produksi pangan —terutama padi— yang masih tradisional menjadi tata cara dan organisasi produksi yang modern. Ditinjau secara sosiologis dan human ecology , transformasi itu akan mengganggu mekanisme kerja pada sistem sosial petani dan menggoncangkan hubungan antara sistem sosial petani dengan ekosistem pertaniannya. Sebagai-mana diteorikan oleh Rambo (1984) misalnya, sistem sosial memiliki unsur-unsur teknologi, pola eksploi-tasi sumber daya, organisasi sosial, pengetahuan, ideologi, nilai sosial, bahasa, karakteristik biofisik, penduduk, kesehatan dan nutrisi. Sedangkan unsur-unsur ekosistem meliputi air, tanah, udara, tanaman, binatang dan iklim.
Secara teoritis dan empiris, kedua sistem itu saling melakukan pertukaran energi, materi dan informasi ( energy, material and information flow 21 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
) agar dapat mencapai titik keseimbangan yang dinamis ( steady state ). Persoalannya telah menjadi lain, karena keseim-bangan itu terganggu saat berlang-sungnya revolusi hijau, sehingga hubungan antara kedua sistem itu tidak lagi bersifat simbiosis mutua-listik. Dalam konteks ini, ada sejumlah bukti empirisnya. Perta-ma, pemakaian bibit unggul (VUTW) telah menggeser dan/atau meng-ganti posisi buruh tani penuai padi yang umumnya dilakukan para wanita di pedesaan. Kedua, keharusan petani membentuk kelompok tani seperti misalnya, P3A (Perhimpunan Petani Pemakai Air) atau HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air) telah membebani petani dalam menyiapkan sistem irigasi. Ketiga, diperkenalkannya teknik menanam yang baik telah menggeser fungsi pranata mangsa dan berbagai bentuk selamatan mulai awal, proses dan akhir pengolahan lahan. Dan kelima, digunakannya mesin penggiling padi telah menggeser posisi buruh penumbuk padi yang umumnya dilakukan oleh para wanita di pedesaan.
Sebelum revolusi hijau, peme-rintah Indonesia belum memainkan variabel sentral, yaitu 22 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
kependuduk-an dan perubahan teknologi pertanian. Pada waktu itu, kedua variabel itu bisa menjadi variabel bebas dan bisa juga menjadi variabel terikat. Namun, jika kita telusuri literatur, pada tahun 1960-an Indonesia telah melaksanakan program peningkatan produksi pangan, dengan sasaran utama: (1). usaha penyempurnaan pananaman untuk semua jenis tanaman, (2). penggunaan pupuk untuk semua jenis tanaman, (3). usaha penyem-purnaan penanaman padi, dan (4). penggunaan pupuk untuk persa-wahan. Pad a kurun waktu yang sama, Geertz (1984) mengatakan bahwa: “ The Javanese did not become impoverished because they were static, they became static because they were impovershed ”. Dengan kata lain, pemakaian teknologi pertanian ketika itu tidak karena adanya tekanan penduduk —pada waktu itu rata pertumbuhan penduduk hanya 1,5%— namun karena adanya faktor lain, misalnya faktor-faktor antropologis sebagai-mana telah dikemukakan oleh Cohen.
Sementara itu, pada saat sesudah revolusi hijau, pemakaian teknologi pertanian di Indonesia karena beberapa alasan. Pertama, perkembangan jumlah 23 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
penduduk Indonesia semakin cepat. Kedua, adanya polemik yang didasari oleh pemikirannya Bung Hatta bahwa beras dapat mempengaruhi stabili-tas ekonomi Indonesia. Dan ketiga, adanya konstelasi pembangunan di Indonesia dalam perspektif interna-sional. Karena itu konsep pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan untuk seluruh masyarakat Indonesia, mestinya diletakkan sebagai ide sentral dalam menanggapi pemikiran Boserup dkk ini. Boserup misalnya, tampak pada pemikirannya tentang adanya dua fenomena yang saling berkaitan, yaitu perkembangan jumlah penduduk akan mempengaruhi perubahan teknologi pertanian, dan perubahan teknologi pertanian akan mempengaruhi jumlah penduduk. Menanggapi kedua fenomena itu kita harus hati-hati, karena ada karakteristik demografis di Indone-sia yang tidak bisa dibaikan begitu saja. Pertama, distribusi penduduk yang tidak merata. Kedua, laju pertumbuhan penduduk masih relatif besar. Dan ketiga, konsentra-si penduduk mengelompok pada usia muda.
Ketiga karakteristik demogra-fis itu —yang dalam kenyataannya masih menggejala hingga kini— ternyata lepas dari analisis sebagai-mana dilakukan Boserup dkk. Demikian pula dengan teknologi pertanian, ternyata di 24 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Indonesia teknologi itu dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Teknologi Panca Usaha Tani misalnya —yang meliputi penggunaan bibit unggul, pemakai-an pupuk, pemberantasan hama dengan insektisida, sistem irigasi yang baik dan teknik menanam yang baik— hanya diprogram untu lingkungan masyarakat pedesaan. Dengan kata lain, variabel apa yang menjadi variabel bebas apakah tekanan penduduk (sebagaimana diteorikan oleh Malthus) atau penemuan teknologi pertanian (sebagaimana diteorikan oleh Bose-rup) masih perlu diteruskan untuk menambah wawasan akademis.
Kini, pada saat krisis ekonomi dan moneter, berbagai kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi kerawanan pangan justru tidak menggunakan landasan teoritis yang jelas. Misalnya, pemerintah tidak memainkan ketiga variabel utama sebagaimana telah diteorikan. Implikasinya di lapang-an, pemerintah selalu melakukan intervensi pasar ketika terjadi kerawanan pangan. Sementara itu, variabel-variabel yang menyebabkan kerawanan pangan —terutama yang berasal dari ke lima teori itu— sama sekali tidak dikendalikan. Hal ini berarti, kemungkinan terjadinya ketimpangan antara ketersediaan pangan dengan 25 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
meningkatnya jumlah penduduk semakin tinggi. Apa pun kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat ketersediaan pangan jelas tidak akan pernah efektif, jika jumlah konsumennya tidak diatur. Bahkan dampaknya justru akan lebih fatal, karena jumlah ketersediaan pangan sering lebih kecil daripada jumlah kebutuhan pangan. Adanya lonjak-an harga pangan misalnya, merupakan kemungkinan yang tidak akan pernah bisa ditolak jika ketiga variabel itu tidak dikendali-kan. Dan ironisnya, variabel pengendalian penduduk justru dito-lak oleh sejumlah anggota masyara-kat dan variabel pembangunan pertanian nyaris tidak digarap secara serius oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Boserup, Ester, Population and Technological 26 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Change (USA: The University of Chicago, 1981).
Cohen, Mark Nathan, The Food Crisis in Prehistor y: Over Population and The Origin of Agricultural (USA: Yale Univer-sity, 1977).
Freebairn, Donald K and Thomas T. Poleman (eds.), Food, Popula-tion and Employment: The 27 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Impact of The Green Revolution Praeger Publishers, Inc., 1973).
(USA:
Geertz, Clifford, Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia (Jakarta: Bhratara, 1984).
Lipton, Michael, “Responses to Rural Population Growth: Malthus and The Moderns,” in Geoffrey MacNicoll and Mead Cain (eds.), R ural Development and Population: Institution 28 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
and Policy (London: Oxford Univer-sity Press, Inc., 1990).
Marden, Parker G., “Population Distribution and The Green Revolution,” in Donald K. Freebairn and Thomas T. Poleman (eds.), Food, Populati-on and Employment: The Impact of The Green Revolution (USA: Praeger Publishers, Inc., 1973).
29 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
McNicoll, Geoffrey and Mead Cain (eds.), Rural Development and Population: Institutions and Policy (London: Oxford Univer-sity Press, Inc., 1990).
Rusli, Said, Pengantar Ilmu Kepen-dudukan (Jakarta: LP3ES, 1989).
Robinson, Warren C., “Fertility Pattern and The Green Revolution,” in Food, Popula-tion and Employment: The Impact of The Green 30 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
Revolution (USA: Praeger Publishers, Inc., 1973).
Simon, Julian L., The Economic of Population Growth (New Jer-sey: Princeton University Press, 1977).
Singgih, Doddy S., Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga Peta-ni: Studi Kasus di Daerah Sekitar Surabaya Industrial Estate Rungkut 31 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
(SIER) (Bogor: PPS IPB, 1994).
Korespondensi: D.S. Singgih, Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, Alamat: Jalan Dharmawangsa Dalam Surabaya, Telepon: (031) 5011744 1
32 / 33
PANGAN, PENDUDUK DAN TEKNOLOGI PERTANIAN: SEBUAH PERDEBATAN TEORITIS Written by Doddy S. Singgih Wednesday, 17 November 2010 15:13 - Last Updated Tuesday, 10 May 2011 01:58
33 / 33