LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 Juni 2008
Yulia Kartika
ABSTRAKSI YULIA KARTIKA NIM 1040 22000 825 PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA BETAWI ( 2004 2007). Setu Babakan dapat dikatakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena Pelestarian dan Pengembangan yang dilakukan untuk kebudayaan Betawi baik dari segi social masyarakat, keagamaan dan kesenian yang sangat menonjol adalah dalam bidang kesenian seperti : adanya pertunjukkan–pertunjukkan seni musik, teater, dan tari yang masing–masing mendapatkan pengaruh dari Negara lain seperti : Cina, Arab, Eropa, dan sebagainya. Mengadakan juga pelatihan – pelatihan, lomba atau festival kesenian Betawi baik musik, teater, dan tari. Dalam bidang keagamaan dengan, menyelenggarakan perayaan–perayaan hari besar Islam seperti : maulud, Isra Mi’raj, dan adanya sarana peribadatan Islam seperti masjid Baitul Ma’mur dan mushollah PBB ( Perkampungan Budaya Betawi ), adanya kegiatan di bulam Ramadhan dan juga pekan lebaran dan sebagainya. Dalam bidang social masyarakat, masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara mewariskan adat istiadat Betawi dengan ikut melestarikan budaya Betawi dengan membangun rumah–rumah tradisional Betawi serta lingkungan asri Betawi dengan penanaman pepohonan yang bermanfaat yang kita jumpai apabila kita kita melihat film–film documenter Betawi tanaman–tanaman langka yang jarang kita lihat di kota–kota besar serta menjadi cerita–cerita orang–orang zaman dahulu. Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah yang memang berfungsi sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, penelitian, Pelestarian dan Pengembangan, serta pariwisata dan bertujuan membina dan melindungi secara sungguh–sungguh dan terus menerus menata kehidupan serta nilai–nilai seni budaya Betawi, menciptakan dan menumbuh kembangkan nilai–nilai seni budaya Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi. Yang memiliki beraneka ragam kebudayaan mulai dari peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian hidup, dan system ekonomi, kemasyarakatan, makanan, bahasa, kesenian, pengetahuan dan religi yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya. Setu Babakan dikatakan berhasil dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi walaupun masih kurang disana sini misalnya fasilitas–fasilitas, keberhasilannya dapat dilihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan seperti pelatihanpelatihan, pertunjukkan, festival, lomba, parade dan sebagainya. Perkampungan Budaya betawi Setu Babakan juga sudah banyak dikalangan masyarakat mancanegara yang berkunjung kesana khususnya pada hari libur sabtu dan minggu bahkan pada hari besar Nasional. Walaupun demikian Tim Pengelola Setu Babakan tetap terus berusaha. Apabila terdengar kabar–kabar yang kurang enak itu karena para pengunjungnya yang kurang mengerti, memahami serta menghormati tempat ini dan yang menjadi tugas kita bersama untuk menjaga dari hal –hal tersebut.
KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi ( 2004 – 2007). Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik serta tanggapan yang konstruktif dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1. Bpk. Dr Abd. Choir selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora yang juga selaku pembimbing skripsi, dan beliaulah yang telah memberikan banyak bimbingan kepada penulis, terutama masalah–masalah yang
sangat
substansial dan esensial dalam penulisan skripsi ini. Serta Staf jajarannya di Fakultas Adab dan Humaniora yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini hinga selesai. 2. Drs. Nurhasan, selaku Dosen mata kuliah seminar skripsi sehingga saya dapat mengadakan seminar skripsi dan dapat menyusun proposal skripsi dan akan berlanjut kembali. 3. Bapak ( Kostaman Martadijaya .alm.), Ibu ( Barkah Taufik Miftah Balweel ), Uwa ( Mak’sum ), Kakak ( Vera dan Rohmani ), Adik ( Firyal ) dan teman– teman
SPI
angkatan
2004
juga
teman–teman
(Guru-guru
TPA
BAITURRAHMAN dan Guru –guru Bimbingan Belajar QUANTUM SMART ) yang telah membantu dan memberikan motivasi yang sangat besar peranannya dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga selesai. 4. Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan khususnya Bpk. Indra Sutisna Sebagai Ketuanya dan masyarakatnyayang telah mengizinkan menjadi objek penelitian dalam skripsi ini serta meluangkan waktunya dalam wawancara. Mudah–mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama menjalani pendidikan mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Akhir kata semoga skripsi ini sedikitnya dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran untuk perkembangan dan pendidikan.
Jakarta, 4 Juni 2008
Yulia Kartika
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. iii BAB.1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah ……………………………………………….. . 1 1.2 Pembatasan dan Perumusan …………………………………………….. 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………. 2 1.4 Lingkup Permasalahan …………………………………………………
3
1.5 Arti Penting Penelitian ………………………………………………….. 4 1.6 Tinjauan Terdahulu ……………………………………………………... 4 1.7 Landasan Teori …………………………………………………………. 5 1.8 Metode Penelitian ……………………………………………………… 8 1.9 Sistematika Penulisan …………………………………………………... 8 BAB.2 MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA. 2.1 Asal Kata Betawi ……………………………………………………… 11 2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi ………………………………………… 12 2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi ……………………………… 23 2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi ………………………………………. 26 2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup ………………………………….. 26 2.4b Mata Pencaharian dan Sistem Ekonomi ……………………………
36
2.4c Sistem Kemasyarakatan ……………………………………………
37
2.4d Sistem Bahasa ………………………………………………………
41
2.4e Kesenian ……………………………………………………………
46
2.4f Sistem Pengetahuan …………………………………………………
57
2.4g Sistem Religi ………………………………………………………
58
BAB.3 PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI. 3.1 Latar belakang dan Sejarah Pembangunan PBB Setu Babakan ……
61
3.2 Keadaan masyarakat PBB Setu Babakan ……………………………
66
3.3 Keadaan Lingkungan Sekitar PBB Setu Babakan…………………… 69 3.4 Keadaan Lingkungan Luar PBB Setu Babakan …………………….
74
BAB.4 PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM
MELESTARIKAN
DAN
MENGEMBANGKAN
BUDAYA
BETAWI (2004-2007). 4.1 Peran Pelestarian. 4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan ………………………………… 78 4.1b Bidang Keagamaan ……………………………………………… 79 4.1c Bidang Kesenian ………………………………………………… 80 4.2 Peran Pengembangan 4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan ………………………………
81
4.2b Bidang Keagamaan ……………………………………………… 82 4.2c Bidang Kesenian ………………………………………………… 83 BAB. 5 PENUTUP 5.1Kesimpulan………………………………………………………………90 5.2 Saran ………………………………………………………………....... 91
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….95 LAMPIRAN
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Udara yang sejuk dan suasana yang asri ala perkampungan Betawi tempo dulu sudah jarang sekali kita lihat sekarang di tengah-tengah kota Jakarta yang panas dan identik dengan macet membuat polusi udara dan panas akibat kemajuan zaman. Tetapi lain soal, jika kita melihat di pinggir kota Jakarta ada suatu perkampungan Betawi bernama Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang asri dan sedikit tradisional dimana masyarakatnya masih memegang tradisi dan adat istiadat Betawi seperti perkawinan, selametan, nginjek tanah dan lain sebagainya. Yang sengaja dibuat untuk dibuat untuk melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi dari bidang social masyarakat, keagaman, dan keseniannya. Setelah kita melewati pintu gerbang utama “Bang Pitung” kita dapat melihat rumah tradisional Betawi walaupun ada sedikit perubahan dari rymah tersebut, banyak pepohonan di latar rumah yang ditata rapi. Dan seringnya terdengar lagu tradisional serta pertunjukan tradisional dan tarian khas Betawi apalagi bila kesana pada hari libur sabtu dan minggu disana ramai sekali dikunjungi baik wisatawan atau peneliti, serta kelengkapan sarana penunjang seperti museum, tempat ibadah, serta tempat pertunjukkan yang menambah betah pengunjung yang menikmati kuliner Betawi di depan Setu Mangga Bolong dan Setu Babakan sambil menaiki perahu, bersepeda air, dayung dan memancing.
Jadi jika kita membahas tentang Kebudayaan, Pengembangan serta Pelestarian budaya Betawi pantaslah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dijadikan objek dalam penulisannya yang dapat menumbuhkan pemahaman, kecintaan serta keingintahuan di segala bidang semua kalangan. Oleh karena itu saya mengambil tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini sebagai objek dari penulisan skripsi ini yang berjudul “ Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004 – 2007”1. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah. Permasalahan pokoknya ialah kebudayaan Betawi dengan studi kasus Setu Babakan tahun 2004 – 2007. Kajian mengenai penelitian ini difokuskan terhadap permasalahannya di bidang Antropologi untuk itu pelacakan atas peristiwa-peristiwa serta penjabaran permasalahan tersebut, akan di pandu melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut : 1. Bagaimanakah asal-usul Betawi? 2. Bagaimanakah latar belakang dan keadaan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan? 3. Sejauh mana upaya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan Budaya Betawi dan Mengembangkan Budaya Betawi? 1.3 Tujuan dan Manfat Penelitian. 1. Sebagai syarat kelulusan dan memperoleh Gelar Sarjana. 2. Agar lebih dapat memahami Kebudayaan Betawi. 3. Dapat memberikan informasi kepada Sang Pembaca. 1
Observasi lapangan PBB setu babakan.
4. Dapat sedikit Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi melalui penulisan ini. 5. Untuk Perkampungan Budaya Betawi dapat membantu memperkenalkan lebih dalam kepada masyarakat luas khususnya para Mahasiswa/I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1.4 Lingkup Permasalahan. Penelitian ini berupaya mereskontruksi Peran Perkkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007, untuk itu haruslah di pahami terlebih dahulu kondisi kedaerahan tempat dimana kebudayaan itu dilestarikan dan dikembangkan, tinjauan terhadap kondisi-kondisi yang relevan dengan pokok permasalahan, ialah mengenai letak geografis, sejarah, keadaan masyarakat dan lingkungan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Wilayah ini pendudukanya berlatar belakang etnis Betawi. Mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan Bangsa. Hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu dan mayoritas penduduknya agama Islam. Kebudayaannya bersifat campur aduk seperti dialek Betawi, kesenian yaitu gambang kromong berasal dari seni musik Tiongkok, rebana dari tradisi musik Arab, Keroncong Tugudengan latar belakang Portugis–Arab, Tanjidor berlatar belakang ke-Belanda-an. Mengenai kebudayaan Betawi yang mencakup beberapa hal seperti dibahas sebelumnya ada di sini seperti : museum, foto-foto jawara seperti Bang Pitung, Nyai Dasima, Pameran roti buaya dan benda-benda tradisional lainnya seperti lampu, bangku, meja dan sebagainya. Sebelum masuk kesana harus melewati pintu gerbang
Bang Pitung, dan akan melewati lingkungan pemukiman penduduk yang bermayoritas Betawi asli sebagian campuran dan perkebunan rakyat. Banyak jajanan tradisional dan pertunjukkan seni Betawi seperti qasidah, marawis, keroncong, gambang kromong, lenong, gambus, sampai tari khas Betawi yang diadakan di sebuah panggung yang luasnya 60 persegi panjang. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut menjadikan tempat ini sebagai pelestarian kebudayaan Betawi dan sebagai sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut. 1.5 Arti Penting Penelitian. Pembahasan tentang skripsi ini menarik untuk ditulis mengingat penelitian tentang Betawi jarang dilakukan jadi juga agar mengangkat dan melestarikan kebudayaan Betawi jadi melalui tulisan ini orang dapat mengetahui sedikit banyak tentang kebudayan Betawi dan tempat bernama Setu Babakan. Kebudayaan Betawi mempunyai ciri khas tersendiri karena kaumnya berketurunan campuran aneka suku dan bangsa jadi kaya akan kebudayaan seperti Tiongkok, Belanda, Arab, dan sebagainya sehingga sangat menarik dibicarakan dan ditulis. Diharapkan tulisan ini menjadi suatu pemahaman umum mengenai kebudayaan Betawi khususnya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 1.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu. Penelitian tentang Betawi telah dilakukan oleh para sarjana dan para peneliti yang lain. Akan tetapi kebanyakan mereka lebih menitikberatkan pada sejarah dan proses Islamisasinya. Adapun studi yang lebih menitikberatkan aspek-aspek antropologi yaitu Ridwan Saidi dalam karyanya profil orang Betawi : asal muasal, kebudayaan, dan
adapt istiadatnya. Beliau menggambarkan kebudayaan orang Betawi yang sangat merinci beserta asal usul dan kebudayaannya. Dengan argumentasi ilmiah buku ini membantah habis anggapan Lance Castle, dan para Epigonnya. Bahwa orang Betawi itu adalah bukan keturunan budak, juga buku ini menguraikan panjang lebar tentang kebudayaan dan adat istiadat Betawi.2 Di dalam buku ini dujelaskan secara menyeluruh kampung-kampung Betawi zaman dahulu oleh karena itu kebudayaan masing-masing itu sedikit berbeda walau masih banyak kesamaannya karena satu suku yaitu Betawi sehingga terlalu banyak penjelasannya sedangkan saya mencoba menyempitkan penjelasan mengenai peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam upaya melestarikan dan mengembanghkan lebih dalam kebudayaan Betawi. 1.7 Landasan Teori. Skripsi ini membahas apakah kebudayaan Betawi itu, mengapa penulis mengambil tempat Perkampungan Budaya Betawi itu, mengapa penulis mengambil tempat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sebagai onjek dalam penulisan kebudayaan, dan kebudayaan Betawi apa sajakah yang ada di Setu Babakan dengann batasan tahun ini 2004-2007.
2
Ridwan Saidi, Profil orang Betawi: asal muasal, kebudayan, dan adapt istiadatnya : PT. Gunara Kata: Jakarta: 1987.
Kebudayaan Betawi. Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta dari kata budhayah merupakan bentuk jamak dari budhi yang artinya akal dan daya berarti kekuatan atau kemampuan. Menurut Kroeber kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan serta perilaku yang ditimbulkannya. Sedangkan kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dari bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan melayunya, kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia” yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda. Sifat campur aduk dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil dari perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian misalnya, orang Betawi memiliki seni gambang kromong yang berasal dari seni Tiongkok, tetapi juga ada rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, keroncong tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yangn berlatar belakang ke-Belanda-an. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu. Dalam kebudayaan Betawi banyak kebudayan seperti upacara keagaman, adat. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah Perkampungan budaya Betawi dimana seluruh bangunan dan jajanannya bergaya Betawi.
Selain sebagai sarana rekreasi tempat ini juga menampilkan arsitektur Betawi. Rumah-rumah yang dibangun di daerah ini menggunakan konsep ala Betawi tempo dulu namun menggunakan bahan modern. Meskipun begitu tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi mereka yang ingin mengetahui budaya Betawi lebih lanjut karena di tempat ini juga dilaksanakan pementasan budaya Betawi setiap sabtu dan minggu. Peran Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Betawi 2004-2007. Setu Babakan seluas 289 ha. Terdapat Setu (danau) Manga Bolong dan Setu Babakan. Setu Babakan
ini merupakan tempat yang menarik keberadaannya
dimanfaatkan oleh pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Disepanjang tepi danau berjejer warung-wurung yang menyediakan makanan. Selain itu juga banyak yang memancing dan berperahu mengelilingi danau. Kawasan ini telah diresmikan pemda DKI. Setiap hari dipadati pengunjung terutama pada hari sabtu dan minggu dan hari-hari besar lainnya. Untuk dapat masuk ke Perkampungan Budaya Batawi Setu Babakan kita ha rus melewati pintu gerbang Bang Pitung. Selanjutnya pengunjung akan melewati lingkungan pemukiman penduduk yang mayoritas Betawi asli dan perkebunan rakyat. Rumah-rumah Betawi tampak di mana-mana dengan ciri khasnya yaitu teras yang luas dengan bentuk atap yang unik. Ini juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Di sana terdapat sebuah bangunan panggung yang luasnya 60 meter persegi yang dijadikan tempat pertunjukkan seni budaya Betawi. Panggung ini berada di halaman luas dan teduh oleh kerindangan pepohonan. Dan sejumlah bangku berjejer mengelilingi panggung menikmati berbagai tontonan kesenian Betawi mulai dari
qasidah, marawis, keroncong, gambang kromong, gambus, sampai tari Betawi. Di sisi kiri kanan terdapat sepasang ondel-ondel. Tempat ini dikunjungi berbagai macam wisatawan asing seperti India, Pakistan, Belanda, Australia, Thailand, dan Jepang. Begitu juga keadaan masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan masih sangat kental pada tradisi Betawi dalam kehidupan sehari-hari. Penulis membatasi kurun waktu penulisan dari tahun 2004 sampai 2007 karena keterbatasan sumber dan pada tahun 2004 baru dimulainya pelestarian dan pengembangan budaya Betawi khususnya pada bidang kesenian. 1.8 Metode Penelitian. Tujuan studi ini adalah mencapai penulisan sejarah, maka upaya mereskontruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah dan pendekatan ilmu antropologi pengumlulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali dengan mendatangi objek, melakukan pengambilan gambar mengenai benda-benda, serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan disana melakukan wawancara kepada Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, mengerti hal-hal kebudayaan Betawi, Mengamati lingkungan masyarakat tinggal. Ini semua menjadi data primer. Sedangkan data skundar terdiri dari buku-buku, media cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumbkan data skundar terdiri dari buku-buku, media cetak, Koran, majalah, jurnal dan sumber-sumber yang berkaitan dengan hal tersebut. 1.9 Sistematika Penulisan. Skripsi ini mempunyai tiga bagian: pengantar, hasil penelitian dan kesimpulan yang akan dijabarkan seperti:
BAB I : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1.4 Lingkup Permasalahan. 1.5 Arti Penting Penelitian. 1.6 Tinjauan Terdahulu. 1.7 Landasan Teori. 1.8 Metode Penelitian. 1.9 Sistematika Penulisan. BAB II : MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA. 2.1 Asal Kata Betawi. 2.2 Asal Usul Masyarakat Betawi. 2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi. 2.4 Kebudayaan Masyarakat Betawi. 2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup. 2.4b Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi. 2.4c Sistem Kemasyarakatan. 2.4d Sistem Bahasa. 2.4e Kesenian. 2.4f Sistem Pengetahuan. 2.4g Religi.
BAB III : PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI. 3.1 Latar Belakang dan Sejarah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 3.2 Keadaan Masyarakat Setu Babakan. 3.3 Keadaan Lingkungan Sekitar Setu Babakan. 3.4 Keadaan Lingkungan diluar Setu Babakan BAB IV : PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA BETAWI 2004-2007. 4.1 Peran Pelestarian. 4.1a Bidang Sosial Kemasyarakatan. 4.1b Bidang Keagamaan. 4.1c Bidang Kesenian. 4.2 Peran Pengembangan. 4.2a Bidang Sosial Kemasyarakatan. 4.2b Bidang Keagamaan. 4.2c Bidang Kesenian. BAB V : PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. 5.2 Saran. DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN-LAMPIRAN.
BAB II MASYARAKAT BETAWI DAN PERKEMBANGANNYA. 2.1 Asal kata Betawi. Hingga kini tidak ada yang mengetahui persis asal muasal lahirnya kota Betawi. Padahal, kata Betawi apalagi di Ibu kota Jakarta sudah sangat terkenal bahkan telah menjadi nama sebuah suku-bangsa ang disebut-sebut sebagai golongan penduduk asli kota Jakarta, sebuah kota yang lahir dari sebuah codetan sungai. Banyak versi tentang asal muasal lahirnya kata Betawi seperti: Versi pertama menyebutkan bahwa nama Betawi berasal dari plesetan nama Batavia. Nama Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh JP Coen untuk kota yang harus dia bangun pada awal kekuasaan VOC di Jakarta (abad ke-19). BETAWI = BATAVIA Kata Betawi susah diucapkan oleh penduduk local saat itu, meleset kata Batavia menjadi Betawi. Versi kedua menyebutkan bahwa kata Betawi muncul secara tiba-tiba ketika terjadi peperangan antara serdadu kumpeni belanda dengan bala tentara Mataram. Ketika itu memang kerajaan Mataram sangat benci dengan kehadiran kumpeni Belanda yang memaksa untuk diberi izin mendirikan sebuah kantor perwakilan VOCPersekutuan Dagang Hindia Timur. Akhirnya VOC berhasil mendirikan kantor di kota Batavia. Tak hanya sebab VOC juga ikut membangun benteng pertahanan untuk menghadapi serangan bala tentara Mataram yang dikenal sangat gigih dalam berperang. Dalam sebuah penyerbuan bala tentara Mataram ke Batavia, konon pihak kumpeni Belanda yang bertahan di benteng mulai kehabisan peluru dan benteng
Belanda hampir dapat direbut oleh bala Tentara Mataram yang pantang menyerah itu, tiba-tiba saja pihak kumpeni Belanda mengisi meriam-meriamnya dengan kotoran manusia dan menembakkannya kearah pasukan Mataram. Karena kesaktian serdadu Mataram akan luntur jika dikenai kotoran manusia dank arena baunya yang begitu menusuk hidung maka bala tentara Mataram yang tidak tahan bau itu pun ambil langkah seribu sambil berteriak “Mambet tahi” (Bau Tahi). Dari teriakn itulah kemudian lahir nama Betawi. Kisah ini menjadi terkenal dan terdapat dalam dongeng-dongeng tradisional Jawa seperti Babad Tanah Jawi dan Kitab Serat Baron Sakender disebutkan bahwa kota Batavia yang dapat di bagi menjadi dua yakni kata Yahi dan kota intan . kata Betawi dari Batavia sedangkan Batavia saendiri berasal dari kata “Batavieren”. Dan, Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen sendiri sebenarnya juga tidak menyukai nama “Batavia” bagi kota yang berhasil direbutnya dari sebelumnya bernama kota Jayakarta atau Jacatra. Coen lebih menyukai kota itu dinamakan “ Niew Hoorn” mirip dengan kota kelahiran Jan Piterszoon Coen di kota Hoorn, Negeri Belanda. 2.2 Asal Usul Betawi. Mengenai asal usul Betawi ada dua pendapat mengenainya pertama pendapat yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi adalah berasal dari budak dan pendapat lain yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi sudahlama ada, sebelum kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Pendapat bahwa masyarakat Betawi berasal dari budak biasa disebut dengan dengan mazhab kali besar, karena studi tentang masyarakat Betawi tempo dulu dari segi geografis diidentikkan dengan kawasan kali besar.
Bertitik tolak dari runtuhnya kraton Jayakarta yang diserbu oleh pasukan Jan Piterszoon Coen3 pada tahun 1619 pertikaian memuncak menjadi peperangan dan pasukan Jayakarta yang dibantu oleh Inggris mengalami kekalahan. Sebelum pasukan Belanda menyerang, pangeran Jayakarta telah dipangil ke Banten sebagai tahanan karena kebijaksanaannya yang dianggap merugikan Banten. Dengan demikian terjadi kekosongan kepemimpinan dan dengan mudah kota itu direbut oleh Coen pada tanggal 30 Mei 1619. kraton Jayakarta yang yang didirikan di tepi Kali Besar itu dibumihanguskan, para pengikut Pangeran Jayakarta melarikan diri ke Banten atau mengungsi kedaerah pedalaman. Mereka itu diperkirakan terpencar antara lain di daerah Jatinegara Kaum. Coen membangun kota baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia. Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai penjuru Nusantara, juga dari luar, seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar (India). Selain itu kedatangan orangorang mendapat sambutan yang baik oleh VOC. Orang Cina ini tidak hanya berfungsi sebagai pedagang tetapi juga sebagai petani penggarap tanah di wilayah onmelanden (daerah pedalaman sekitar Batavia).4 Pendatang lain yang diperbolehkan menetap di Batavia adalah orang-orang Moor (India Selatan), orang Melayu dan orang Bali. Mereka ini menjadi bagian penduduk Batavia yang merdeka atau bukan budak. Sedangkan para budak yang statusnya telah dimerdekakan dinamakan mardjikers. Cirri khas kelompok mardjikers adalah bahasa yang dipergunakan. Mereka ini menggunakan bahasa Portugis 3
Riwan Saidi, Profil Orang Betawi, Kebudayaan dan AdatIstiadatnya, (Jakarta: PT. Gunara Kata, 1997). Cet ke-1,h3 4 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta : Loggos, 2002). Cet ke-1,h.11-13.
berdialek Asia dan beragama Kristen. Setelah Malaka jatuh ketangan VOC pada tahun 1641 banyak orang yang mengaku keturunan Portugis berdatangan ke Batavia. Mulanya mereka diberi tempat di dalam kota dan disediakan gereja. Tidak lama kemudian mereka pindah ke daerah Cilincing, jauh di luar tembok kota. Dan sejak tahun 1673, didirikan perkampungan khusus bagi keturunan Portugis serta dibangun gereja yang kini dikenal dengan nama Gereja Tugu.5 Pendapat lain yang tidak setuju dengan pendapat bahwa penduduk Betawi dari budak. Hal ini disebabkan karena di daerah Condet, Jakarta Timur, pernah ditemukan kapak genggam dari zaman neolitikum. Ini petunjuk bahwa kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di Jakarta. Seorang geoarkeologis, Dr Tony Djubiantono, dari Balai Arkeologi Bandung mengatakan pada zaman es, Sumatera, Kalimantan dan Jawa yang menyatu pecah menjadi tiga. Arus imigrasi manusia di zaman ini bergerak dari barat ke timur. Maka berdasarkan temuan Rr. Tony ini dapat disimpulkan bahwa manusia protoBetawi adalah imigran yang datang dari darat, ngerancah dan sekitarnya pada zaman purba jadi sebelum masa paleolitikum seelah geografi zaman es baik manusia Pithecantropus Erectus yang di Ngerancah maupun sebagian Sangiran adalah manusia Nusa Jawa, termasuk Nusa Kalapa. Pada tahun 130 berdirilah Kerajaan pertama di Jawa, Kerajaan yang didirikan oleh Aki Tirem, seorang Kepala Kampung di daerah Kali Tirem di Tanjung Priok ini bernama Salakanagara atau kerajaan Holotan, raja dari Kerajaan ini adalah menantu
5
Muhadjir, Bahasa Betawi Sejarah dan Perkembangannya. ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000) edisi pertama,h.45.
Aki Tirem yang berasal dari India, yaitu Dewawarman, Salaka dalam bahasa berarti perak. Keberadaan kerajaan ini disebut oleh sumber Tiongkok, bahwa pada tahun 132 raja Ye Tian bernama Tiou Pien adalah Dewawarman. Sebelum berdirinya kerajaan Tarumanegara pada abad ke-4, kerajaan Holotan telah beberapa kali mengirim utusan ke Cina. Holotan disini bisa diartikan dari kata olot, yaitu tua.6 Letak Kerajaan Salakanagara terdapat di daerah Condet sekarang, Condet memenuhi persyaratan sebagai pusat kerajaan, karena letaknya jauh dari pantai, berada di tepi sungai dan di Condet terdapat nama-nama tempat yang mempunyai makna sejarah, seperti Bale Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah tempat persinggahan raja-raja, dan Batu Ampar adalah batu besar yang paling tidak berukuran 3x4 meter yang permukaannya datar dan merupakan tempat untuk meletakkan sesaji. Juga terdapat makam kuno yang dikeramatkan penduduk, yaitu makam keramat Gerowak dan makam Ki Balung Tunggal. Makam Gerowak diperkirakan adalah seorang resi dan Ki Balung Tunggal adalah seorang pemimpin pasukan kerajaan. Menurut tinjauan arkeologis, tidaklah diragukan lagi bahwa Condet telah dihuni orang sejak 3500 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari penggalian yang dilakukanpada tahun 1970. yang berhasil menemukan gigi geledek atau kapak batu yang berasal dari zaman neolitikum, kurang lebih 3000-4000 tahun yang lalu.7 Ditemukan prasasti tugu yang berasal dari abad ke-5 di daerah Simpang Tiga Kramat Tunggak, Tanjung Priok dari zaman Tarumanegara itu disebut tugu oleh
6 7
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, (Jakarta: PT. Gria Media Prima, 2002), Cet ke-1.h.4. Ridwan Saidi, Babad tanah Betawi h.6-7.
orang-orang berbahasa Creol (bahasa orang-orang Portugis pada abad ke-16.C.D Grijn menemukan unsure bahasa creol dalam bahasa Melayu yang digunakan abad ke-17). Sedangkan orang Betawi menyebutnya tunggak. Karena sebagian masyarakat menganggapnya keramat maka kampong itu di beri nama Kramat Tungak. Tugu ini berisi perintah raja Purnawarman untuk menggali sungai Gomati. Penggalian itu dilaksanakan oleh penduduk secara besar-besaran. Hal ini membuktikan bahwa kerajaan Tarumanegara mempunyai rakyat dalam jumlah besar, tetapi tidak diketahui berapa populasinya. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan bahwa kerajaan ini berpenduduk, dan mereka yang berdiam di Kalapa adalah merupakan bagian dari populasi Tarumanagara. Pusat Kerajaan Tarumanagara oleh sebagian pakar diperkirakan terdapat di wilayah
pedalaman
Bogor,
tetapi
ada
pula
yang
menganggap
pusat
KerajaanTarumanagara terdapat di tepi Kali Citarum. Terlepas dari kontroversi ini maka dengan ditemukannya prasasti tugu, dapat disimpulkan bahwa control politik Tarumanagara juga meliputi daerah aliran sungai Citarum, Marunda, Ancol, Angke, dan Kalimati. Keseluruhan daerah ini disebut Kalapa. Kalapa adalah nama paling purba dari kawasan yang kemudian disebut Jakarta.8 Runtuhnya Kerajaan Tarumanagara terjadi pada abad ke-7 pada saat itu Kerajaan Sunda Pajajaran belum berkuasa, karena kerajaan ini berkuasa pada abad 10 ke 12 M. menurut Prof. Slamet Mulyana. Maka tenggang abad ke-7 sampai abad ke12 terjadi kekosongan kekuasaan politik di kalapa. Dalam masa vacuum inilah muncul kekuasaan Budha Sriwijaya sebagai periode interregnum di kalapa. Pada abad 8
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, h.6.
ke-12 kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan kantor untuk mengutip cukai dipelabuhan daerah Cimanuk, Tangerang, dan Kalapa. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional telah berfungsi. Kemudian pelabuhan yang paling ramai dikunjungi dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain di bawah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran. Dari berbagai keterangan di atas, muncul pertanyaan, siapakah orang Kalapa itu? Yaitu orang yang berasal dari tanah Jawa. Berbahasa sansekerta, dan pada masa kekuasaan Kerajaan Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Bercampur baur, saling menikah dan membentuk komunitas baru dengan imigran yang dating dari Kalimantan pada periode masa peralihan pemerintahan. 9 Dari kedua pendapat tentang asal usul masyarakat Betawi tersebut, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa masyarakat Betawi bukan keturunan budak, melainkan suku bangsa ini telah mendiami daerah Nusa Kalapa paling sedikit sejak masa Neolitikum atau 3500 tahun yang lalu. Selain itu terdapat sumber-sumber local seperti peta Cielayang yang dibuat oleh pangeran Panembang pada masa Prabu Siliwangi (1482-1521) dari peta itu terungkap bahwa daerah yang kemudian dinamakan Jakarta itu sesungguhnya oleh leluhur Betawi dulu dinamakan Nusa Kalapa.10sedangkan pendapat bahwa penduduk Betawi keturunan budak hanya mengendalikan sumber-sumber colonial yang dimulai tahun 1619, pada saat VOC menaklukkan Kraton Jayakarta. Mengenai awal masuknya Islam di Nusa Kalapa di mulai dengan berdirinya Pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang. Pesantren ini didirikan pada tahun 1491,
9
Ridwan Saidi, Profil Orang betawi.h.8. Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi,h.vi.
10
oleh Syeikh Hasanuddin. Kemudian Islam menyebar dengan cepat di Nusa Kalapa, hal ini disebabkan oleh beberapa factor , antara lain: 1. keterlibatan putra Prabu Siliwangi dalam penyebaran Islam. 2. Adanya resi yang bersikap akomodatif terhadap Islam. 3. akulturasi antara ritual agama leluhur dengan ibadah Islam. Contohnya, upacara bebersih sebelum memasuki tempat suci, yang diidentikkan dengan berwudhu. Puwasa, yang berlangsung selama 40 hari. Hari ke-40 dinamakan lebaran atau penutupan puasa. 4. penyebaran Islam di Nusa Kalapa menggunakan jalan damai. 11 Masuk dan berkembangnya Islam di Jakarta terlepas dari kondisi dan situasi politik, social budaya, social ekonomi daerah pesisir utara Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya pada abad ke-15 sampai abad ke-16. sedangkan tokoh utama yang menyebarkan Islam di Jakarta ada dua pendapat. Pendapat pertama atau teori lama adalah Prof. R.A. Hosein Djajadinigrat yang sejak tahun 1913 menggemukakan bahwa tokoh sejarah yang memasukkan dan mengembangkan Islam pertama adalah Falatehan berdasarkan sumber Portugis yang diidentikkan dengan tokoh Syarif Hidayatullah. Sedangkan menurut Purwaka Caruban Nagari yang ditemukan tahun 1970 di daerah Cirebon oleh Pangeran Soelaiman Soryaningrat, Fatahillah atau Falatehan adalah seorang tokoh yang diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah untuk menyerang Kalapa. Penamaan Sunda Kalapa diberikan oleh orang-orang Eropa, sebab Selat Sunda merupakan patokan penting bagi pelaut-pelaut Eropa untuk masuk ke Java 11
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi h.110.
Mayor (Jawa). Sedangkan naskah kuno Sunda menyebutkan pelabuhan ini Kalapa saja. Mengenai proses Islamisasi tersebut pelabuhan Sunda Kalapa tertutup bagi orang Islam karena penguasa setempat khawatir akan pengaruh mereka yang ketika itu sudah kuat terutama di Cirebon. Kehadiran masjid selama sekitar satu abad sampai Jakarta di bumi hanguskan oleh JP. Coen, diduga telah memberi andil bagi proses Islamisasi Jayakarta, seperti umumnya fungsi masjid kota-kota pelabuhan Jawa. Ketika Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam diperkirakan mundur ke pedalaman. Mereka mendirikan masjid-masjid seperti: Masjid Assalafiyah pada tahun 1620, bersamaan waktunya dengan usaha pertama Mataram Islam semasa Sultan Agung untuk merebut Batavia antara tahun 1627-1629 sementara Mataram melakukan serangan dari dua jurusan, yaitu dari darat dan laut, yang keduanya gagal. Orang-orang Islam sangat berperan khususnya orang Moor. Dalam konteks pembentukan etnis Betawi. Tampaknya Islamlah yang pertama kali tumbuh sebagai pelekat cultural mereka untuk kemudian di susul dengan penggunaan bahasa Melayu. Mereka menyebutnya orang “Selam”. Istilah orang Betawi sebagai identitas baru popular ketika Husni Thamrin mendirikan organisasi pada 1 Januari 1923 dengan nama “Perkoempulan Kaoem Betawi”. Sekarang lebih merata digunakan oleh penduduk asli yang beragama Islam sedangkan penduduk asli yang beragama Kristen secara turun-temurun, biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti orang Tugu atau orang Depok. Salah satu identitas orang Betawi adalah beragama Islam, bahkan ada perkataan “Bukan orang Betawi kalau tidak Islam”. Ini menunjukkan bahwa Islam
sangat melekat pada masyarakat Betawi. Sebagian tata cara adat istiadatnyapun berlandaskan agama Islam. Upacara adat istiadat pada masyarakat Betawi sudah ada sejak dahulu dan upacara adat itu sudah mendarah daging sehingga terasa ganjil jika orang Betawi tidak melaksanakan upacara itu dalam hidupnya. Pada upacara itu terkandung ajaran agar manusia harus senantiasa bersyukur, berbuat saling menolong. Manusia yang tidak bersyukur berarti manusia sombong dan sifat seperti itu dibenci Tuhan. Upacara-upacara itu antara lain akekah, sunatan, khatam qur’an dan sebagainya agar lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu. Akekah (qiqah) dalam bahasa Betawi disebut akeke, yaitu upacara selametan untuk anak yang baru dilahirkan dengan memotong kambing. Dilaksanakan paling cepat seminggu setelah kelahiran bayi, dalam upacara ini ada kegiatan memotong rambut, yaitu memotong atau mencukur rambut si bayi dan sebagai tanda peresmian nama kepada si bayi, nama inipun harus diputuskan setelah mendapat nasihat dari Kiyai atau orang tua yang dihormati. Para tetanga yang mengetahui acara ini biasanya dating menjenguk dan mereka akan nyempal, yaitu menyelipkan uang di bawah pundak si bayi, ini maksudnya untuk membantu meringankan biaya pengurusan si bayi. Akekah ini dilaksanakan sesudah shalat Dzuhur, tapi umumnya sesudah shalat Isya agar tetangga hadir semua. Upacara di mulai dangan tahlilan di lanjutkan dengan pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW dari kitab syarafal anam, adau addibai. Ketika pembacaan maulid sampai sarakal (asyrakal), bayi dibawa keruang mauled intuk di cukur. Tradisi Betawi, menyatakan bahwa rambut yang dicukur dikumpulkan dan di timbang, penimbangan dihitung dengan ukuran gram. Jumlah timbangan
misalnya 5 gram, maka ayah si bayi akan membeli emas sebanyak 5 gram atau uang seharga 5 gram emas itu disumbangkan kepada yatim piatu dan orang miskin12. Khitan disebut juga sunat. Secara harfiah artinya sama dengan sunnah dalam bahasa Arab. Sunnat bagi orang Betawi adalah upacara memotong ujung kulit penis anak lelaki. Anak-anak biasanya disunat usia 9 sampai 12 tahun. Menurut ajaran Islam, bila anak lelaki memasuki aqil balig ia harus disunnat. Jika anak lelaki sudah aqil balig belum disunat, maka shalatnya tidak sah. Jaman dulu jika seorang anak lelaki disunat, nyak atau babenya memusyawarahkan pelaksanaan upacara sunat, yang dibicarakannya antara lain: 1) Menentukan hari dan tanggal pelaksanaan sunat. Pada umumnya orang Betawi melaksanakan sunat pada bulan mauled atau bulan Syawal (sesudah lebaran).zaman sekarang biasanya dilaksanakan pada waktu libur sekolah. 2) Dukun sunat disebut bengkong. Setiap bengkong punya kekhasan sendiri-sendiri. Kalau tangan bengkong memang jodoh, anak yang disunat akan cepat sembuhnya. Kalau tangannya tidak cocok akan lama sembuhnya. Biasanya bengkong yang berpengalaman akan lebih diutamakan. Kalau kedua hal diatas sudah diputuskan, paling lambat 15 hari segera dilaksanakan sunat. Untuk menghadapi sunat si anak dilarang melompat-lompat atau berlari-lari. Kalau aktivitas itu dilaksanakan, saat disunat banyak mengeluarkan
12
Ridwan Saidi et al., Ragam Budaya Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta, 2002)h.75-77
darah. Dulu pada hari pelaksanaan sunatan, yang harus dilakukan si penganten sunat adalah sebagai berikut: a. Pukul 05:30 sampai 06:00 WIB berendam atau mandi di kali. Ini tujuannya sebagai pengganti bius dan membuat kebal alat kelamin si anak. Darahpun tidak akan terlalu banyak keluar. b. Pukul 06:00WIB bengkong datang. c. Selasai khitan diadakan selamatan atau tahlilan. Hidangan utama khitanan biasanya nasi kuning. Khatam qur’an disebut juga tamat qur’an. Anak yang sudah khatam qur’an biasanya akan memberitahukan orang tuanya. Kemudian orang tuanya mengundang tetangga dan yatim piatu. Tempat diadakannya di masjid atau mushollah tempat si anak mengaji dan tempat ini pula diadakan upacara pelepasan. Pelepasan ini dengan: a. Sambutan pelepasan yang disampaikan oleh guru mengaji. b. Pembacan shalawat dustur. c. Pelapasan menuju rumahnya dari pengajian diiringi rebana ketimpring. Sampai dirumah disambut dengan: a. Pemasangan petasan. b. Seluruh pengiring masuk c. Si anak duduk di tempat yang sudah disediakan d. Pembawa acara membuka acara, pembacaan surah Al-Fatihah lalu pembawa acara menjelaskan maksud acara ini. e. Lalu pembacaan 13 surah terakhir dari juz ke-30. Selesai pembacaan 13 surah dilanjutkan dengan do’a khatam qur’an. Diteruskan dengan tahlilan
atau merowahan dan dengan pembacaan maulid Nabi Al-Barzanji. Kemudian orang tua si anak menyampaikan ucapan tasyakur dengan memberikan santunan kepada anak yatim piatu.13 Agama Islam dengan sefala system keyakinan, nilai-nilai dan kaidahkaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi. Orang Betawi termasuk orang yang taat beribadah. Dengan kata lain agama merupakan salah satu unsur penting yang mengikat dan memberinya cirri tersendiri sebagai suku bangsa. Sehingga dalam bertindak dan melaksanakan upacara adapt, orang Betawi senantiasas mangacu pada nilai dan norma budaya (Islam), meski pada beberapa segmen masih campur aduk dangan unsur animisme maupun hindu/budha. Memang pada dasawarsa terakhir ini terdapat kecendrungan sangat kuat menghapus segala macam unsur budaya non-Islam pada pelaksanaan upacara adat. 2.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Betawi. Istilah-istilah ini menunjukkan kemampuan bahasa Betawi untuk menyebut hubungan kekeluargaan sampai beberapa generasi. Garis keturunan adalah Patrilineal. 1. sebutan Buyut adalah Cucu dari cucu sedang Ccu adalah anak dari cucu. 2. Anak adalah putra/putrid sedang Bapak-Enyak adalah Bapak-Ibu. 3. Sebutan Bapak–Enyak adalah Bapak-Ibu sedang Engkong-Nyai/ Jidd-jiddah adalah Kakek-Nenek.
13
Ridwan Saidi, et al., Ragam Budaya Betawi,h.78-86
4. sebutan Kumpi-kumpi untuk Bapak Ibu dari Engkong sedangkan Buyut-buyut Bapak Ibu dari Kumpi. 5. Udek-udek disebut Bapak Ibu dari buyut namun Encang dan Encing adalah Paman atau mamang dan bibi. 6. Abang adalah saudara kandung laki-laki yang lebih tua dan Empo saudara kandung perempuan yang lebih tua. 7. Ade adalah saudara yang lebih muda, laki-laki dan perempuan sedang Uwa Kakak dari Ayah dan Ibu. 8. Eneng adalah Panggilan anak perempuan dan Entong Panggilan untuk anak laki-laki. 9. Ama adalah pangilan anak kepada Ayah sedangkan Emang adalah saudara laki-laki dari Ayah atau Ibu. 10. Bibi adalah saudara perempuan dari pihak Ayah dan Ibu dan Aca-Alo adalah Kakak laki-laki lebih tua dan saudara sepupu dari pihak Ayah atau Ibu. Keterangan: 1. Nyak atau Mak adalah panggilan orang Betawi terhadap seorang Ibu.Anak perempuan atau laki-laki, serta para menantu memanggil Nyak, kepada Ibu sendiri atau kepada Ibu mertua. 2. Abah atau Babe dikapai untuk memanggil Ayah. Kata Abah berasal dari bahasa Arab. “Babe” adalah pangilan oleh anak kepada Ayahnya. Para menantu juga memanggil Babe kepada mertua laki-laki. Kadang-kadang disingkat “Be”.
3. Engkong dan Kumpe: Engkong artinya Kakek, orang Betawi biasa menyebut Kakek dengan kata “Engkong”. Kata ini berasal dari bahasa Cina “kumpe” adalah panggilan untuk Buyut, baik laki-laki atau perempuan. Kata Engkong sangat popular di kalangan orang Betawi. 4. Nyaik (Nyai) adalah kata yang dipakai oleh orang Betawi untuk menyebut Nenek atau Ibu dari si Ibu, tetapi kata “Nyai” ini juga bisa dipergunakan oleh orang-orang di kampong untuk menyebut wanita yang sudah tua dan dihormati di dalam bahasa Betawi juga dikenal istilah “Nyai”, untuk menyebut atau menunjukkan seorang wanita yang menjadi gundik Belanda (dipelihara tanpa dinikahi) contohnya “Nyai Dasima”. 5. Mpok adalah istilah untuk memanggil Kakak perempuan atau wanita yang lebih tua dari yang bersangkutan. 6. Abang adalah sebutan orang Betawi kepada Kakak laki-laki, dan juga untuk memanggil orang yang lebih tua dari yang bersangkutan. Kadang-kadang disingkat menjadi”Bang” untuk menyebut teman atau orang lain. 7. Ntong dan Neng adalah panggilan untuk anak laki-laki dan perempuan yang disebut oleh seorang Ayah dan Ibu kepada anaknya dan Aye atau gue adalah kata saya untuk orang Betawi. 8. Ncang adalah saudara Ayah dan Ibu dan Ncing adalah saudara perempuan Ayah dan Ibu (keduanya tua dan Muda). 9. Ponakan adalah anak dari saudara laki-laki dan perempuan. Dan Misan adalah anak dari saudara sepupu Ayah dan Ibu.
10. Kakek dipanggil “Baba atau Jidd” (bahasa Arab untuk kaum agamis), Ngkong dan Nya Tua/Nyai/Jiddah”Nenek”. 14 2.3 Kebudayaan Masyarakat Betawi. Dalam buku Solosomardjan dan solelaiman Soemardi, setangkai Bunga Sosiologi dirumuskan: kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Adapun yang berkaitan dengan unsur kebudayaan masyarakat 15adalah: 1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat rumah tangga, makanan, senjata, alat produksi, sarana transportasi). 2. Mata pencaharian hidup (pertanian, peternakan, system produksi, distribusi). 3. Sistem kemasyarakatan (organisasi politik, system hokum, perkawinan). 4. Bahasa (lisan dan tulisan). 5. Kesenian (seni rupa, seni musik, seni gerak, dan seni suara). 6. Sistem pengetahuan. 7. Sistem kepercayaan (religi).16 Untuk lebih jelasya di bawah ini akan diuraikan hal-hal yang termasuk dalam kebudayaan masyarakat Betawi. 2.4a Peralatan dan Perlengkapan Hidup. 2.4a1 Pakaian. 1 Pakaian khas Betawi. I. Untuk laki-laki. 14
Drs. Muhammad Zafar Iqbal. M.A. : Islam di Jakarta, Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi, Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2002. 15 Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi. (Jakarta: Yayasan Badan Penerbit FEUI, 1964) Cet ke-1,h.13. 16 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press,1987).h. 158.
A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: celana panjang komprang (longgar), kaki celana lebar hingga betis, baju biasa, dan kadang bersarung di pinggang. B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung, baju panjang, dan peci hitam. 2. Untuk Wanita. A. Dipakai pada saat bekerja di sawah: kain hingga ke betis, baju biasa, dan tudung (topi lebar). B. Dipakai pada saat sembahyang: sarung dan mukena. II. Pakaian Resmi. 1. Untuk laki-laki. A. Pakaian sadariyah, yang terdiri dari baju koko sadariyah atau juga disebut baju gunting CIna, terompah, dan berpeci hitam atau merah. B. Pakaian ujung serong, biasa dipakai oleh Demang, dengan jas berkerah dan celana pentolan berhias rantai kuku macan. C. Pakaian Abang Jakarta, biasa dipakai oleh pemuda atau remaja, dengan jas berkerah model baju CIna “lokoan”, tutup kepala “liskol”, hiasan kuku macan, arloji gantung, piso raut, dan sepatu pantopel. 2. Untuk Wanita. A. Busana kebaya lengan panjang dan kain yang dipakai sampai ke mata kaki, alas kaki atau selop serta kerudung. III. Pakaian Pengantin. 1. Untuk laki-laki. A. Dipakai pada saat akad nikah: baju luar berupa jubah haji panjang, baju dalam kemeja putih, dengan bagian bawah memakai sarung, dan alas kaki berupa selop
atau sepatu pantopel, serta memakai topi terbus berwarna merah atau kofiah (topi putih) yang dilipat dengan sorban. 2. Untuk Wanita. A. Untuk pakaian kebesaran: baju kurung bertaburkan benang emas dan perak dan berkancing ampok, kain songket, ikat pinggang berpending emas atau perak, memakai syangko (penutup muka berbentuk rumbai-rumbai), mahkota berkembang goyang sebagai penutup kepala, serta selop mancung. B. Untuk pakaian bukan kebesaran: sama dengan diatas hanya biasanya pengantin tidak memakai syangko. IV. Pakaian Pengantin Sunat. Pengantin sunat mengenakan baju jubah panjang bewrwarna putih, merah, atau kuning, dengan pakaian dalam nerwarna putih biasa, ikat pinggang besar, kembang berlingkar dileher, terbus putih yang dilibat dengan sorban di kepala, dan sepatu pantopel serta kaus kaki panjang berwarna putih. V. Pakaian Jago Betawi. A. Pakaian tempo dulu celana panjang berwarna kuning atau krem, jas tutup berwarna putih, bersarung serang, peci hitam atau daster, kaki berterompah, dan golok diselipkan di pinggang tertutup jas. B. Zaman sekarang: celana pengsi warna apa saja, baju gunting Cina yang warnanya disesuaikan dengan warna celana, sarung diselempangkan atau disampingkan duntuk shalat atau menangkis serangan musuh, ikat pinggang besar dan kulit, peci hitam, terompah dari kulit, dan golok disisipkan di luar pada ikat pinggang.
Selain berbagai ragam pakaian, masyarakat Betawi mengenal pula bverbagai perhiasan sebagai perlengkapan pakaiannya ini seringkali dipakai untuk kegiatan resmi atau untuk kegiatan adapt. Seperti: Tusuk kembang paku, Kembang Kelapa, kembang goyang, kembang gede atau burung Hong, Sunting telinga, Kerabu (hiasan telinga), Sigar atau Crown, Kalung Tebar, gelang listring, cincin yang dipakai pada jari manis kiri atau kanan. 2.4a2 Perumahan. 1. Bagian Luar Rumah. Pada umumnya pemilikan lahan bersifat individual, pembatasan kepemilikan lahan cukup dengan menanam sejenis pohon seperti jaran, petai cina, dan jarak, secang, dan sebagainya. Khusus mengenai pepohonan pembatasan kebun, dipilih yang mudah tumbuh dan awet, akan tetapi bukan jenis pohon yang menghasilkan buah-buahan yang bisa dimakan. Hal ini untuk menghindari terjadinya sengketa mengenai buah-buahan dengan pemilik kebun disebelahnya. Halaman rumah tidak dibatasi pagar, untuk prifacy dibuat longkan, yaitu pagar yang disebut jaro, terbuat dari bahan bamboo atau kayu, sehingga pandangan di luar tidak tembus ke dalam rumah. Rumah-rumah tradisional Betawi dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angina maupun orientasi tertentu dalam peletakkannya. Selain itu letak WC ditempatkan di bagian rumah yang menjarak ke atas sungai, atau dengan cara membuat gubuk-gubuk di atas empang untuk WC atau tempat buang air. 2. Tata Ruang Dalam.
Rumah Gudang, Bapang, dan Kebaya berdenah empat persegi panjang, Rumah Joglo berdenah bujur sangkar sedang Tata letak ruang ke tiga jenis rumah tersebut di atas memiliki cirinya masing-masing: rumah Joglo dan Bapang bertata ruang hamper serupa. Yaitu rumah yang memiliki tiga kelompok ruamg: depan, tengah, belakang. Sedang pada rumah Gudang, denah rumah terkesan terbagi ke dalam dua kelompok ruang: depan dan tengah. “ruang belakang” dari rumah gudang nampaknya secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah. Namun demikian tetap dapat disimpulkan, bahwa untuk rumah gudangpun sebenarnya juga terdapat tiga kelompok atau bagian rumah seperti yang terdapat pada rumah Joglo maupun Bapang, yaitu ruang depan, tengah, belakang. Ruang depan pada ketiga jenis rumah ini sering pula disebut serambi depan karena terbuka. Dahulu ruang depan ini berisi balai-balai sedangkan juga disebut ruang dalam rumah, dan merupakan bagian pokok dari rumah Betyawi yang berisikan kamar tidur, makan dan pendaringan. Sedangkan ruang belakang merupakan suatu tempat untuk memasak dan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan kayu nakar. Pengertian kamar tidur di dalam ruang tengah tidak selalu berarti suatu kamar tertutup yang dibatasi empat dinding. Selain kamar tidur tertutup demikian yang sejenis rumah tradisional Betawi yang ada, pada ruang tengah tersebut terdapat kamar tidur terbuka yang bercampur dengan ruang makan. Dengan demikian dapat disimpulkan pada arsitektur rumah tradisional Betawi terdapat dua konsep ruang yaitu bersifat kongkrit dan abstrak. Di bagian ruang tengah, kamar tidur terdepan biasanya dipergunakan bagi anak gadis yang punya rumah. Kamar tidur ini biasanya langsung berbatasan dengan
depan rumah tempat menerima tamu dan terdapat jendel;a yang memungkinkan terjadinya hubungan komunikasi dan pandangan antara kamar tidur dan ruang depan (serambi). Terdapat jendela bujang yang membentuk celah-celah pandangan yang tidak terlalu frontal. Dengan demikian maka si gadis memiliki kesempatan untuk bercakap-cakap dari kamarnya dengan anak laki-lakinya di ruang depan dengan di batasi dinding atau jendela kamarnya bahkan sampai larut malam. Sementara itu bagi anak laki-laki yang punya rumah, tidak ada kamar tidur khusus seperti yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya tidur dib alai-balai yang diperuntukkan bagi anak perempuan. Anak laki-laki biasanya tidur dib alai-balai di serambi depan. Masjid adalah suatu tempat dimana banyak pemuda dari suatu pemukiman Betawi memilihnya untuk tidur disamping sebagai tempat ibadah. Anak laki-laki dianggap dapat dan biasa tidur dimana saja. Selain kamar tidur di bagian tengah terdapat suatu ruang (abstrak) yang disebut pendaringan. Terletak di bagian belakang dari bagian tengah. Fungsinya, berhubungan dengan aktifitas di dapur yang terletak di ruang belakang rumah. Yang biasanya untuk menyimpan barang-barang keluarga, benih, padi dan beras. pada rumah tradisional Betawi tidak jelas ada tidaknya pedefinisian fungsi ruang berdasarkan jenis kelamin dari pemakainya. Letak dari ruang-ruang nampaknya tidak secara ketat ditentukan harus di bagian kiri atau kanan. Contohnya: peletakan kamar tidur.17
17
Ismet B. Harun, Hisman Kartakusumah, Rachmat Ruchiat, Umar Soediarso, Rumah Tradisional Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 1991)h.25,28.
2.4a3 Alat Rumah tangga. Masakan adalah hal yang teramat pokok dalam kehidupan keluarga Betawi, oleh karena itu, ruang dapur orang Betawi itu luas, minimal 20 meter persegi. Dan tidak sedikit memiliki alat-alat rumah tangga. Di ruang dapur ada perapian yaitu bata yang sumber energinya adalah kayu bakar, dan anglo yang sumber energinya adalah arang, di zaman modern ada kompor minyak, kemudian kompor gas. Orang Betawi memasak sambil jejodok, bangku kecil untuk duduk. Kemudian ada semprong dan kipas. Alat-alat rumah tangga yang ada selain penggorengan yaitu sodet, tessy, garpu, kuali, panic, kukusan, dandang, sendok sayur, lumping, penggilingan, cobek, dan ulekannya, panggangan, tanggok, citakan kue. Di ruang dapur mesti ada meja dapur, gerobak, tempayan, pendaringan dan sebagainya. 2.4a4 Makanan Khas. Makanan tradisional Betawi dapat di golongkan pada seni, dapat juga suatu tradisi dan adat istiadat.kue Cina dan dodol sajian pada hari lebaran masyarakat Betawi yang mwmiliki rasa gurih, manis dan legit. Yang terkenal adalah dodol Depok. Makanan pada bulan puasa untuk berbuka dan juga sahur yaitu sambel terbang yaitu kentang goring iris di campur udang kering dan cabai merah. Masakan daging sebit yaitu daging sapi rebus “dicubit” halus-halus dan di goring garing. Semua gorengan Betawi seperti daging sebit, tahu, tempe, ayam dan sebagainya sebelum digoreng harus diaduk dengan cairan asam-garam dan jika menggoreng bawang minyaknya harus kering.
Emping goreng mempunyai kedudukan istimewa disbanding kerupuk udang. Kerupuk merah untuk gado-gado. Masakan Betawi seperti: tangkar, semur, pindang bandeeng, opor ayam, dan sayur asem Betawi isinya; papaya muda, biji dan daun melinjo, serta jagung muda dan tetelan daging sapi berikut uratnya. Dicampur dengan bumbu kemiri. Masakan Betawi tidak pedas yang pedas sambalnya dari cebai rawit dan cabai merah. Sambel kering yang di perasi cairan buah limo dan buah gandaria. Tetapi jika sambel encer cabai merah saja dan sedikit cuka. Rasa manis dari semur. Daging pengaruh Arab. Mie bihun, loki sawi dan kue basah (hunkwee) pengaruh Cina. Kue kering misalnya: nastar dan kue lapis adalah pengaruh Belanda. Keunggulan seni masak kue tolak ukurnya ada pada kue lapis. Jika terlalu manis “genye” maka akan menjatuhkan poin si pembuatnya. Orang Betawi suka ngupi yang kental di cangkir dan tidak terlalu banyak, ngupi untuk orang tua dan untuk orang yang sudah bekerja. Orang Betawi ngete yang bening, gulanya manis jambu tehnya digodok di campur jeruk purut. Bila tehnya kental disebut “nyahi” teh untuk orang muda. 18 Prilaku makan. Waktu makan dalam tradisi Betawi dibagi tiga yaitu: nyarap, makan siang, makan besar. 1. Nyarap. Dilakukan pagi hari dan sendirian tidak mesti nasi tapi bisa juga umbi-umbian dan singkong rebus, ngeteh atau ngopi. Nasinya nasi uduk dan ketan urap. Nyarap sambil jongkok di depan perapian dapur untuk 18
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi.h. 166-168.
menghangatkan tubuh yang disebut gegeni. Waktunya 05:00 sampai dengan 07:00 pagi setelah shalat shubuh. 2. Makan siang atau madang. Dilakukan sendirian antara pukul 12:30 sampai dengan 13:30 setelah shalat Dzuhur di mejamakan atau sambil melakukan sesuatu nonton TV atau mendengarkan radio hidangannya seperti: nasi, laku pauk, dan sayur mayur. 3. Makan basar (malam). Dimana seluruh keluarga berkumpul bersama di meja makan atau di bale dilakukan setelah shalat Isya. Hidangannya biasanya nasi, lauk pauk dan bagi yang mampu ditambah kolak atau setup serta pencuci mulut buah-buahan seperti jeruk dan mangga. Cara Makan. Alat makannya piring dan centangan (tempat untuk cuci tangan), sendok sayur. Makan dengan tangan kanan. Kuah sayur di sendokkan ke dalam piring sendiri setelah itu baru kuah itu diseruput dengan mengangkat bibir piring ke dekat mulut. Pantangan Makan. 1. Di waktu makan piring tidak boleh di tampa karena dapat mempersulit kedatangan rezeki. 2. tidak nyiplak yaitu mengunyah makanan seraya menimbulkan bunyi-bunyian mulut. 3. tidak
boleh
seperti kucing
mencium-cium
menyantapnya. 4. nyeruput kuah sayur langsung dari tempat sayur. 5. makan tidak boleh di ambang pintu.
dulu
makanan
sebelum
6. makan tidak boleh sambil berdiri. 7. makan tidak boleh sambil berbicara. 8. dilarang buang angina di meja makan. 9. tidak boleh sekenyang-kenyangnya sehingga kemelekaran. 10. tidak boleh nyanteng (melihat orang makan). 11. tidak boleh celamitan (minta makanan orang lain). 12. tidak boleh mindo (makan diantara waktu-waktu makan orang Betawi) bila dilakukan disebut gembul atau jaga rasmi19.
2.4a5 Senjata. Senjata orang Betawi dan termasuk benda pusaka adalah piso raut, piso punta, pisotongkat, golok tua, kuku macan kiong buntet, cunrik. (keris kecil pegangan orang perempuan , dipakai untuk tusuk konde), bamboo buta, rotan buta, jumparing, (anak panah yang peluncurannya menggunakan sumpit bamboo). Mata tumbak dan cukin (sehelai kain putih yang ukurannya lebih besar dari saputangan dan lebih kecil dari selendang). 2.4a7 Alat Transportasi. Pada dasawarsa pertama dan kedua abad XX. Alat0alat transportasi hanya kereta di tarik oleh kuda, seperti: 1. Delman : berasal dari bahasa Belanda deelman. Dalen berarti membagi tempat duduk dalam delman terbagidua kiri dan kanan. 19
HRidwan Saidi, Warisan Budaya Betawi,h. 98-100.
2. Sado : berasal dari bahasa Perancis dos a dos yang artinya saling membelakangi tempat duduknya dua didepan menghadap kedepan dan dua dibelakang menghadap ke depan. 3. Kaharpet : bentuknya seperti delman tapi rodanya lebih tinggi dan tidak mempunyai pintu belakang. Ini hanya dimiliki oleh pejabat colonial. 4. Landaulaet : kendaraan mewah beratap kanvas dan bisa dilipat ke belakang. 5. Ebro : kereta roda empat yang paling popular sejenis andong. 6. Pelangki : berasal dari kata palangkijn atau tandu penutup. Karosernya berbentuk persegi panjang dan memakai daun pintu. 7. Trem : kendaraan yang di jalankan dengan uap dalam kaleng dijalankan mulai tahun 1881 lalu kemudian sepeda, bajaj yang merupakan alat transportasi dari India, bemo dan oplet yang kemudian menjadi beragam sampai sekarang.20 2.4b Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi. Sistem perekonomian masyarakat Betawi adalah pada hasil pertanian yamg menghasilkan buah-buahan, sayur-sayuran dan perdagangankeliling secara kecilkecilan. Barang-barang yang didagangkan terutama hasil pertanian, makanan khas Betawi dan lain-lain. Pada beberapa daerah, penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, pedagang,peternak, pengusaha dan industri dalam tingkatan perekonomian kota. Alat tukar menukar dilakukan dengan perantara uang. System produksi dan distribusi pada mulanya menggunakan system tradisional, 20
yang
dikerjakan
oleh
tenagamanusia
dan
Tanu. Trh. Ketoprak Betawi, (Jakarta: PT. Intisari, 2001), cet-1,h.116-120.
menggunakan
alat-
alatsederhana. Kemudian dengan perkembangan waktu, system produksi dan distribusi tradisional sedikit demi sedikit dikerjakan dengan cara yang modern dan tenaga manusia diperlukan sebagai pengoprasi alat-alat produksi dan distribusi tersebut. 2.4c Sistem Kemasyarakatan. System kemasyarakatan meliputi organisasi politik, system hukum, dan system perkawinan. Sebelum kedatangan orang Melayu pada abad ke-10, Jakarta masih berbentuk kerajaan, yang dipimpin oleh seorang raja. Raja disini berkuasa penuh dan berada pada puncak piramida dalam struktur kenegaraan, dan di bawahnya terdapat pangeran-pangeran. Di dalam masyarakat terdapat resi-resi yang mempunyai otoritas kenegaraan. Struktur bawah ditempati oleh san hulun atau kawula atau rakyat. Diantara struktur elit dan bawah tidak terdapat lembaga intermedier (penengah). Maka elit langsung berhubungan dengan rakyat. Sifat kekuasaan pada masa ini bukanlah kekuasaan yang bersifat teokratis, tetapi legalitas keagamaan sering sulit di pisahkan dengan kekuasaan. Terdapat juga kepemimpinan Jago adalah seorang yang pandai berkelahi dan bersifat mengayomi masyarakat. Setelah kedatangan orang Melayu, khususnya setelah Islam masuk dan berkembang di Jakarta, kepemimpinan Islam mulai berpengaruh. Hal ini disebabkan banyaknya orang Betawi yang pergi menunaikan ibadah haji. Salah satu yang terkenal adalah Syeikh Junaid Al-Batawi. Kepemimpinan Islam ini sangat mendominasi di daerah Jakarta terutama pada saat kekuasaan Pajajaran mulai memudar dan kekuasaan kraton Jayakarta tidak mengakar dalam masyarakat.
Sedangkan aiatem hukum lebih ditekankan pada hukum dalam hal warisan. Pada awalnya dan secara adat anak laki-laki mendapat prioritas pertama warisan.atas tanah, dan anak perempuan hanya berdasarkan kebijaksanaan dari ayahnya. Serta tidak mendapatkan hak warisan secara mutlak. Tetapi hal sekarang hal tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap tidak adil dan adanya unsur hukum Islam yang mengatur tentang warisan. Orang Betawi banyak yang mewarisi hukum tidak tertulis, seperti hukum adat. Setelah kedatangan VOC, kekuasaan politik dan hukum berada dan dikendalikan oleh VOC dengan system yang mereka bawa dari Negara asalnya Belanda, serta mengikuti aturan hukum yang berlaku pada waktu itu. Dalam masyarakat Betawi sejak abad ke-18 pemerintah colonial Belanda membangun struktur kepemimpinan formal yaitu adanya seorang kumendan dibantu dua belah ajidan, dan ajidan membawahi bek yang memimpin kampong. Bek jauh lebih di kenal oleh masyarakat dari pada ajidan, apalagi kumendan. Hal ini disebabkan fungsi bek yang langsung berhubungan dengan masyarakat Betawi. Masyarakat keturunan Arab dan Cina di Jakarta masing-masing mempunyai pemimpin formalnya sendiri yaitu Mayor yang di Bantu oleh Kapten. Para pemimpin formal ini, Baik untuk orang Betawi mupun untuk keturunan Arab dan Cina, diangkat secara resmi oleh pemerintah colonial dengan besluit. Bek pada umumnya disegani, karena orang yang diangkat sebagai bek memiliki kemampuan yang handal dalam ilmu bela diri, dalam bahasa Betawi disebut maen pukulan. Banyak bek yang dapat dihormati di lingkungannya, bahkan di luar lingkungannya, karena tingginya ilmu bela diri yang dimiliki dan reputasinya sebagai jagoan, misalnya bek Mat Ali dari kampong Duku dari era pasca kemerdekaan.
Demang tidak kenal dalam skruktur formal administrasi komunikasi Betawi yang dibentuk pemerintah jajahan. Demang dikenal dalam struktur social sebagian masyarakat Betawi di Mester. Kumendan berada di dalam kerucut tertinggi piramida struktur formal kepemimpinan dalam komunitas Betawi, sebagaimana ajidan, kumendan tidak mendapatkan social acceptability sebagai pemimpin orang Betawi. Yang disegani dan ditakuti kepemimpinannya adalah guru dan mualim. Sedangkan pemimpin Betawi yang disegani (saja) adalah jagoan. Hubungan mualim dan jagoan tidak konfrontatif, bahkan ada hubungan fungsional antara keduanya. Jagoan membaca do’a-do’a tertentu dalam rangka peningkatan kemampuannya maen pukulan. Senjata-senjata jagoan seperti golok: baik itu golok ujung turunan atau golok betok, atau piso raut biasanya diberi wifik pada bilah logam senjata tersebut. Yang mengajarkan wifik adalah mualim. Karena itu banyak jagoan yang mengerjakan rukun Islam yang ke lima pergi haji ke Mekkah. Jagoan-jagoan Betawi baik yang alim maupun yang Bengal bahkan seringkali untuk mengenangnya dijadikan nama jalan seperti jalan Haji Kontong di Cawang, jalan Haji Harun di Petukangan dan sebagainya. Mempunyai sikap yang jelas yaitu anti dan menentang penjajahan Belanda atau asing. Dalam hal ini mereka berjuang bahu membahu dengan para mualim terutama pada masa revolusi phisik, 1045-1049, golongan mualim dan jagoan bekerja sama dengan baik menentang Belanda di front klender-Bekasi terkenal duet K.H. Nur Ali dengan Haji Darip. Para mualim memberikan do’a-do’a serta mengijazah jagoan yang pergi menuju front tempur. Seperti apapun bengalnya jagoan, niscaya mereka menghormati mualim. Mualim dan jagoan merupakan tombak kembar kepemimpinan non formal
masyarakat Betawi, terutama pada masa revolusi phisik, namun dengan makin kompleksnya struktur masyarakat Jakarta, figure jagoan tidak lagi menonjol, tapi figur mualim masih tetap diakui masyarakat. Karena itu tidaklah keliru anggapan orang bahwa masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang Islam. Kenyataan bahwa dalam masyarakat Betawi ada komunitas enclek yang beragama lain tidak mengiringi citra keislaman masyarakat Betawi.21 Mengenai system perkawinan orang Betawi sebisa mungkin menikah dengan orang Betawi pula yaitu anggota keluarga jauh, tata cara perkawinan adat Betawi banyak mendapat pengaruh budaya Arab, Cina, Eropa dan budaya tradisional Betawi itu sendiri. Adapun yang dilakukan berhubungan dengan pernikahan adalah : Ngedelengin (yaitu masa pendekatan dan penelaahan terhadap seorang gadis), Ngelamar, Bawe Tande Putus, sebelum terjadinya akad nikah dilakukan dahulu : Masa piare, Acare mandiin calon pengantin, Acare tangas atau Acare kum, Acare ngerik, dan Acare malam pacar, Malam ngerondeng di rumah calon pengantin lakilaki. Dalam pelaksanaan akad nikah terdiri dari : seruhan yang di bawa oleh pihak pengantin laki-laki seperti : sirih nanas lamaran dan hiasan, mahar, miniature masjid, yang didalamnya berisi uang belanja, sepasang roti buaya, sie yaitu, kotak kayu persegi empat dengan ukuran bergaya Cina yang diisi sayur=mayor mentah dan beberapa butir telur asin yang sudah matang, jung atau perahu Cina yang isinya berbagai jenis buah-buahan hadiah pelengkap dapat berupa seperangkat bahan pakaian wanita, selop, alat kecantikan, kue pengantin, kekudang yaitu sesuatu barang 21
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi,h.18.
atau makanan atau apa saja yang sangat disayangi oleh calon pengantin perempuan sejak kecil sampai dewasa. Lalu Acare buka p[alang pintu, Adu jago atau silat dan balas pantun, maulidan dan khataman. Kemudian baru Acara akad nikah. Dan setelah itu acara: malam mangkat, malam penghabisan atau malam tanggapan atau malam ramai, selanjutnya acara: Malam negor, pulang tige ari, dan pesta di rumah pengantin laki-laki. Setelah selesai barulah ada acara sungkeman dan minta mantu.22 2.4d Sistem Bahasa. Dalam masa cosmopolitan ini masyarakat semakin banyak beraneka ragam bersuku-suku agar suku Betawi yang telah lama mendiami Jakarta tidak tersingkirkan diperlukan pelestarian salah satunya adalah berkomunikasi melalui bahasa. Masyarakat Betawi melestarikan bahasa dengan cara memakai atau menggunakan bahasa Betawi dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam keluarga sendiri dan kepada masyarakat luas pada umumnya. Dalam tradisi lisan, Betawi mengenal bentuk ngerancang, ngerahul dan sohibul hikayat. Tradisi ini dimulai akhir abad ke-19. misi utamanya adalah menghibur rakyat dan sarana transpormasi nilai-nilai bagi masyarakat, setidaknya nilai sejarah. Cerita-cerita seperti Si Pitung, Si Ayub dari Teluk Naga, atau Angkri dari Kampung Angke dilestarikan peranannya dalam masyarakat lewatadisi lisan ini. Topografi atau hal-hal yang berkaitan dengan alam. Terdapat istilah-istilah dalam topografi Betawi. Seperti bulak (areal tanah yang berlumpur), pulo (areal tanah yang agak tinggidan digenangi air), serengseng (areal tanah sisa areal sawah, situ (danau
22
Siti Nur Azijah, PerubahanPelaksanaan Khataman dalam Adat Perkawinan Betawi, (Universitas Negri Jakarta: 2004).
kecil), bojong (tanah pojok), ceger (tanah tandus), angke (tempat yang airnya sangat dalam) dan sebagainya. Berdasarkan daftar kosakata Swadeshi seorang peneliti Amerika yang bersuamikan orang Indonesia, Kay I Kranegara menyimpulkan hasil perhitungannya bahwa 93% kosakata dasar bahasa Betawi sama dengan kosakata bahasa Indonesia jadi secara linguistic bahasa Betawi adalah bahasa Melayu. Dengan cirri khasnya seperti: 1. Ciri Tata Ucap. a) Banyak mengucapkan kata-kata dengan vocal akhir e, seperti : ape, ane, selain itu bahasa Betawi tidak mengenal kata rangkap atau diftong ai, au, seperti: pantai = pante, cerai = cere. b) Dalam bahasa Betawi konsonan (h) diucapkan tanpa (h). contoh: darah = dare, merah = mere, dan sebagainya asal bahasa Arab sering hamper tidak kita kenal karena mengenakan kaidah tersebut : Dule = Abdullah, Fatimah = Time 2. Ciri Morfologis (Pembentukan Kata). a) Awalan ber- berciri khas. Hamper dalam semua bentuk dasar tidak boleh muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk be-seperti: berbisik menjadi bisik-bisik, berjalan menjadi jalan saja tidak memakai ber-. b) Akhiran-in : dalam bahasa Betawi hanya terdapat satu akhiran saja yaitu-in seperti: ngambilin, umpetin. c) Akhiran-an: bisa menyatakan “ lebih” bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti: cepetan dan akhiran-an juga sering hadir pada kata-kata
yang dalam bahasa Indonesia tanpa akhiran seperti: nggak bakalan = tidak akan. d) Bentuk kata ulang : contoh: gegares = makan, bebenah = memberes-bereskan. e) Awalan maen dan keje: seperti terdapat dalam maen pukul, yang berarti melakukan pekerjaan secara semaunya sendiri. Juga terdapat dalam awalan keje atau kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam keje ketawa = membuat ketawa. 3. Ciri Sintaksis. a) Ciri yang bersifat kalimat seperti: partikel kalimat: si (h), dong, deh, kek, dan sebagainya. Contoh: “lu ude nggak kenal langgar sih (kau tidak lagi mengenal musholla). b) Frase milik yang dinyatakan dengan kata punya di antara dua kata benda yang memiliki dan yang dimiliki, Seperti: Amat punya rumah = rumah Amat. c) Urutan kata benda dengan kata ini dan itu yang berurutan terbalik dengan bahasa Indonesia seperti: ini rumah itu anak, masing-masing untuk anak itu dan rumah itu. 4. Kosakata. a) Ciri bahasa Betawi modern ditandai oleh berkembangnya, atau tidak konsistennya pemakaian vocal akhir e. sementara bahasa Betawi konvensional masih tetap mempertahankan ucapan e hampir pada setiap kata yang dalam bahasa Indonesia berakhir dengan a. perbedaan Betawi konvensional dan modern menurut Wallance 1979 yaitu: Tanya (Bahasa Indonesia), Tanye’ (Konvensional), Tanya’ (modern).
b) Ciri Variasi Geografis (Wilayah): Bahasa Betawi dapat di bagi lagi menurut perbedan dialek. Pada garis besarnya perbedaannya di bagi menjadi dua kelompok besar. Bahasa Betawi tengahan dan pinggiran, sejajar dengan sejarah kedudukannya, perbedaan geografis, perbedaan antara bahasa Betawi tengahan dan pinggiran memiliki cirri yang menonjol, khususnya cirri tata ucap seperti: a. Ciri bahasa Betawi dialek tengahan. Diucapkan dengan a atau ah. Jadi (s) aye di ucapkan sayah, gue menjadi guah. b. Konsonan h yang terdapat dalam akhir kata, di dialeg pinggiran tetap sama seperti dalam bahasa Indonesia: seperti: payah. Maka kata-kata itu dalam dialeg pinggiran diucapkan sama seperti bahasa Indonesia. c. Ucapan konsonan bersuara: b d dan g. dalam dialeg tengahan kata-kata semacam itu diucapkan menjadi tidak bersuara. Contoh: Betawi pinggiran = Bedug, urug, mulud, dan Betawi tengahan = beduk, uruk, (bulan) mulut. d. Ciri kosakata yang paling menonjol adalah munculnya kata yang berarti ora = tidak (pinggiran), sedangkan di tengahan tidak dipakai. Juga bocah, lanang, kulan (pinggiran).23 Dalam pelestarian bahasa Betawi, menurut survey Litbang Media Group pada hari kamis 18 Februari 2008 menyatakan: A. Masyarakat yang menggunakan bahasa daerah dalam percakapan dikeluarganya sebanyak 58 %. 23
Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, h. 60-72.
B. Yang hanya menggunakan bahasa daerah sebanyak 13 %. C. Tang menggunakan bahasa daerahnya dengan bahasa Indonesia 46%. D. Yang hanya menggunakan bahasa Indonesia sebanyak 41%. E. Percakapan antara orang tua dengan anaknya dalam satu keluarga sebanyak 62%. Jadi masalahnya, rasa tanggung jawab mempertahankan ke-Betawi-an dalam berbahasa dan berbudaya orang Betawi kurang sekali. Jika ciri khas adat istiadat budaya sendiri ditinggalkan, bagaimana mungkin untuk melestarikannya. Keberadaan kebudayaan Betawi yang bermacam-macam menjadi asset wisata bangsa banyak kesenian Indonesia yang diwakili Betawi pentas keliling dunia dan mendapat sambutan yang luar biasa di mancanegara. Sementara di Tanah Airnya sendiri seolah kurang mendapat tempat. Dan mengalami kendala selain besarnya pengaruh globalisasi, generasi muda Betawi juga sangat sedikit yang mau mempelajari sekaligus meneruskan kesenian tradisi mereka ini menjadi tanggung jawab bersama. Menggunakan satu bahasa apapun adalah hak pribadi seseorang. Tetapi, bahasa menunjukkan bangsa, bahasa dan budaya menunjukkan jati diri kita. Melestarikan adat dan budaya juga salah satu bentuk kecintaan terhadap Negara atau daerah kita sendiri. Kepunahan bahasa adalah juga kepunahan sejarah peradaban. Jika satu kaum berhenti menggunakan suatu bahasa maka kaum tersebut kehilangan beberapa kemempuan natural dan bahasa mereka. Jika bahasa Betawi lenyap, maka satu babak sejarah Betawi juga akan hilang untuk melestarikan bahasa Betawi tersebut dengan cara :
1. Bangga menjadi orang Betawi dan tidak segan bertutur dalam bahasa betawi. 2. Dalam keluarga masyarakat Betawi orang tua tidak segan menggunakan bahasa Betawi kepada anak-anaknya dalam percakapan sehari-hari dan juga memperkenalkan budaya betawi. 3. Adanya pertunjukkan kesenian Betawi seperti lenong yang menggambarkan kehidupan serta bahasa orang Betawi dalam acara-acara seperti khitanan dan pernikahan. 4. Adanya tuntutan agar Pemda DKI membuat semacam peraturan daerah agar gedung-gedung di Jakarta (atau minimal pintu gerbangnya) dibangun dengan arsitektur Betawi untuk melestarikan kebudayan Betawi atau setidak-tidaknya menunjukkan cirri khas Betawi contohnya: Sumatra Barat, dimanapun orang minang kita lpasti dengan mudah menemukan warung masakan Padang dengan rumah bagonjongnya. 5. Adanya tokoh-tokoh Betawi seperti: Mandra, Po Nori, Omas, Mastur dan sebagainya yang menggunakan bahasa Betawi orang akan melihat mereka di televisi. 6. Sekarang sudah ada program berita televise seperti “kicir-kicir” di JAK TV yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa pengantarnya. 2.4c Kesenian. A. Kesenian Musik. 1. ganbang Kromong adalah perpaduan musik Cina dan local. Unsur pribumi terdiri dari alat-alat perkusi: gambang, kromong, gendang, kecrek, dan gong. Unsure Cina terdiri dari alat-alat perkusi: ningnong
dan alat musik gesek seperti konghyan, tehyan, dan sukong dipakai dalam pesta perkawinan. Lagunya seperti: balo-balo, kramat kerem. 2. Tanjidor, ini dipengaruhi Portugal. Orang Betawi memakai Tanjidor berkembang sejak abad ke-19 di pinggir Batavia. Alat-alatnya adalah alat tiup seperti piston, trombone, dan clarinet, bass, dan dilengkapi dengan alat-alat seperti tambur atau gendering, dan musik ini dipakai untuk mengiringi pawai atau mengarak pengantin, dan sunatan. Membawakan lagu-lagu mars dan walsa, dan kemudian juga membawakan “lagu-lagu dalem” (Betawi Lama). Lagu pop Melayu juga masuk ke dalam tanjidor. Kadang-kadang instrument seperti tehyang atau rebab, kendang dan gong ditambah. 3. Keroncong Tugu ini dipengaruhi Portugis. Sekarang mungkin tinggal lagu “Maresco” saja yang benar-benar Portugis. Keroncong ini terdapat di kampong Tugu, kecamatan Cilincing. Tanjung Priok, Jakarta Utara, dan dibawakan secara turun temurun oleh keturunan Portugis, alatnya adalah biole, gitar, ukulele, benyo, tringle, dan juga rebana. Dahulu ini dimainkan sambil duduk-duduk di sungai Ciliwung, dan berpindah dari rumah ke rumah pada hari natal dan hari besar lainnya. 4. Musik Samrah: samrah berarti berkumpul santai dalam bahasa Arab. Musik ini dimainkan dalam upacara Maulud Nabi Muhammad SAW. Hamper 100 thun yang lalu muncul di Batavia, dan dimainkan dalam upacara “maulud”
di “malam angkt” dalam rangkaian upacara
perkawinan adat Betawi. Musik ini juga dinamakan Tonil Samrah. Dalam samrah dibawakan lagu-lagu seperti “lenggang-lenggang kangkung”. Kostum yang dipakai oleh para pemain adalah: peci, jas, dan kain plekat, baju sadaria, dan celana batik lagu-lagu Melayu lama yang dibawakan adalah: Dodoi si dodoi, Hitam Manis dan lain-lain. Lagu Melayu baru adalah: Bimbang dan Ragu, Keagungan Tuhan, dan sebagainya. Peralatan yang digunakan adalah: harmonium, biola, gitar, ketipung, dan rebana. Beberpa macam tari yang dibawakan dalam seni musik samrah adalah: joget modern, tari lenggang, tari kaparinjo, tari mak inang, dan tari serampang, tariini diiringi oleh “gambus”, untuk perkenalan antara muda-mudi, dan kini hamper telah hilang. 5. Orkes Melayu adalah sejenis musik dan nyanyian yang berasal dari dunia Melayu, baik irama dan lagunya di Jakarta dikenal sebagai orkes Melayu Jakarta, irama dan gaya lagu yang dipngaruhi India, dimusik dangdut. 6. Rebana adalah musik yang mendapat pengaruh dari Arab. Kesenian ini biasanya diadakan dalam upacara perkawinan dan mauludan. Ada beberapa kesenian ewbana di wilayah Betawi tersebar secara merata. Kata “rebana” berasal dari kata “Robanna” berarti “Tuhan Kami” rebana Betawi terdiri dari beberapa jenis seperti: rebana ketimpring biasanya terdiri dari tigabuah rebana adatiga pasang kerincing yang sama. Ada yang disebut rebana tiga, empat dan lima,rebana lima ditaruh di tengah yang berfungsi sebagai pembawa atau melodinya),
ngarak (rebana ketimpring yang dipakai untuk mengarak-arak pengantin pria menuju ke rumah mempelai wanita), biang (besar atau salun adalah musik Islam Betawi yang instrumennya terdiri dari tiga atau lima buah rebana yang dinamakan: biang (90)cm, gedung (60)cm, ketug I dan II (20)cm. lagu-lagu berirama cepat disebut “Lagu Melayu” tidak mungkin untuk mengiringi tari. Lagu yang lebih lambat disebut “Lagu Arab”, biasanya dipakai untuk mengiringi tarian blenggo, maulud (jenis rebana ini terdapat di daerah Pejaten, Pasar Minggu, instrumennya terdiri dari 2,4,8, atau 16 rebana dengan ukuran garis tengah kira-kira 40 cm. pukulan rebana ini diiringi dengan syairsyair yang dipetik dari karya-karya Abdullah Alhadad. Rebana ini dipakai untuk acara-acara kelahiran, perkawinan, khitanan, syairsyairnya biasa disebut berjanzi, diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Al Barzanji, berasal dari Hadramaut), hadroh (ukurannya lebih besar dari rebana ketimpring: disebut rebana gedug. Garis tengahnya adalah 30 cm, dan terdiri dari 3 atau 4 buah rebana. Syairsyairnya dari kitab Diwan Hadroh), Qasidah (syair-syair qasidah didasari pada shalawat kepada Nabi SAW serta ayat-ayat Al-qur’an, kebanyakan wanita, terdiri dari 9 orang 3rebana kecil dan 3 rebana besar, 2markis dan 1 solis), Salun ( Terdiri dari alat-alat gendang rebana bertingkat-tingkat ukuran dan bunyinya berbeda pula, sedangkan bentuknya hampir sama dengan rebana maulud), Dor ( pada bagian pegangan jari terdapat lobang-lobang kecil, untuk mengiringi
lagu-lagu yalil, berasal dari Timur Tengah, seperti Shikah dan resdu. Rebana ini juga disebut rebana lagu ), Burdah ( garis tengah rebana ini adalah 50 cm. penamaannya dari nama groupnya, yaitu Burdah Fiqah Ba’mar. dipimpin oleh Sayid Abdullah Ba’mar). 7. Marawis Alatnya perkusi rebana atau kendang ukuran kecil yang garis tengahnya 10 cm, tinggi 17 cm, dan kedua kendangnya tertutup, inilah yang disebut marawis, paling sedikit dipakai 4 buah. Kedua, perkusi besar tingginya 50 cm, garis tengah 10 cm yang disebut hajir dengan kedua kendangnya tertutup. Ketiga, adalah papan tepok atau tumbuk yang terdiri dari 2 buah. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamburin atau simbal. Lagu-lagu yang dibawakan biasanya berirama gambus atau padang pasir. Lagu yang dinyanyikan diiringi oleh jenis pukulan tertentu. Yaitu : zapin,sarah, dan zahefah untuk mengiringi lagu gembira dan sedih pada saat di panggungdan untuk lagu berbalas pantun. B. Tarian Betawi. 1. Tarian samrah juga disebut musik samrah. Dilakukan oleh laki-laki. Pakaiannya adalah jas tutup putih, kain dan selendang tari ini diiringi oleh “gambus”. Ini untuk perkenalan antara muda-mudi, dan kini hampir telah hilang. 2. tarian cokek: yang dimaksud “ cokek” adalah penari wanita yang berpakaian khusus seperti wanita Cina, pakai celana panjang dari sutra, baju model cina, dan selendang. Penari wanita dan jenis tarian
tersebut dinamakan “cokek” karena diambil dari nama celana panjang yang dipakainya. Penari wanita menari di atas panggung sambil menyanyi, kemudian diikuti oleh para penonton pria yang ingin turut menari dan biasanya setelah selesai menari mereka membayar. Tarian ini langka. Sampai sekarang masih sangat digemari oleh masyarakat Betawi keturunan Cina. Cokek adalah tarian pergaulan dalam upacara-upacara yang diiringi orkes gambang dengan penari-penari, dan tarian ini juga disebut wayang cokek. Para penari memakai baju kuning dan celana panjang dari sutra berwarna, dan kebaya. 3. Tari Blenggo: hanya untuk laki-laki dengan pakaian hitam (seperti dalam pencak silat). Musik yang dipakai adalah rebana biang. Tarian ini hanya dilakukan pada lagu-lagu rebana biang yang agak perlahan, misalnya lagu-lagu: Shallu alla madinil iman, tari blenggo tidak boleh dilakukan di masjid. Tarian ini terdapat di daerah Ciganjur pada saat ini. Gerak ini diambil darigerak pencak silat. Kini ada dua macam tari blenggo, satu blenggo yang diiringi oleh orkes rebana biang disebut blenggo rebana, dan blenggo ajeng yang memakai gamelan ajeng. Lagu-lagu yang dimainkan oleh rebana blenggo adalah: Kangaji, Anak Ayam, Sanggreh, biasanya dalam bahasa Sunda, dari daerah pegunungan. Blenggo ajeng dilantunkan setelah nyapun. Yaitu menaburi kedua mempelai dengan beras kuning, uang dan vunggabunga, diiringi lagu khusus semacam kidung. Siapa yang berminat, dengan mendahulukan kaulan, dipersilahkan menari.
4. Tari doger adalah sejenis tarian yang berasal dari Jawa Barat dengan musik pengiring bunyi-bunyian gendang, rebana dan kenong. Dalam tarian ini laki-laki dan perempuan bercampur. 5. Tarian uncul adalah sebagian dari pertunjukkan Betawi ujungan, atau gitikan atau sabetan, berupa keterampilan pukul-memukul dan tangkis-menangkis dengan rotan. Ditambah dengan musik dan tarian yang khas di dalamnya, yaitu tarian uncul (perlawanan kepada lawan di arena ujungan yang diselenggarakan pada pesta panen). Musik yang dipakai dinamakan sampyong, semacam gambang terbuat dari bamboo atau kayu, biasanya 4 bilah, ditambah kentongan bamboo atau tanduk kerbau, suaranya monoton dan menimbulkan semangat bertanding yang menggelora. Pemain berpakaian celana dan kaos oblong hitam. 6. Tarian pencak silat: Di kalangan Betawi berkembang banyak tari bersifat gerak-gerak pencak silat, seperti tari blenggo, tari uncul dan sebagainya namun, yang khusus adalah tari pencak silat. Orkes pengiring di masing-masingwilayah Betawi tidak sama. Ada yang memakai gambang kromong, orkes samrah, rebana biang, dan ada pula yang memakai pengiring gendang pencak silat Betawi. 7. Tari zapin: diiringi dengan orkes gambus yang ditambah dengan 3 marwas semacam gendang kecil bertutup 2. tari ini dibawakan oleh pria berpasangan pada pesta khitanan dan pernikahan yang dimeriahkan dengan orkes gambus.
C. Kesenian Teater Betawi. 1. Topeng Betawi: terdiri dari 3 bagian yaitu merupakan teater rakyat Betawi yang terdiri atas: musik, tari, lawak, dan lakon. Musik lakon terdiri dari gendang besar, kulanter, rebana, kromong berpencon tiga, kecrek kempu dan gong. Lakon yang sangat dikenal adalah Anemer kodok, dan Dulsalem. Topeng biasanya dipertunjukkan pada acara khitanan, perkawinan, kaulan, dan ditutup dengan lakon keluarga jantuk. Alat-alat yang dipergunakan adalah rebab, kromong tiga, gendang, kecrek, dan gong. Topeng adalah mirip dengan gambang kromong. 2. Lenong Betawi merupakan teater Betawi yang membawanya ceritacerita kepahlawanan dan criminal. Dalam cerita selalu muncul seorang pembela rakyat kecil. Jumlah pemain lenong tidak terbatas, dan pakaiannya pun biasa saja. Musik yang dipakai adalah “gambang kromong”. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu Cina Betawi adalah surilang, jail-jali, dan sebagainya. Untuk Betawi pinggiran lagu-lagu bahasa Betawi ora dipakai. Bentuk panggung disebut “Pentas Tapal Kuda”. Lenong dipakai pada upacara perkawinan dan sunatan. Lenong terdapat di seluruh wilayah kebudayaan Betawi dalam lenong jugadi pakai cerita seribu satu malam, sejarah kepahlawanan serta dongeng-dongeng rakyat disebut lenong dines sedangkan lenong yang lebih memakai cerita-cerita tentang
kehidupan sehari-hari dan pahlawan-pahlawan local adalah lenong preman. 3. Der Muluk: terdapat di Batavia sekitar tahun 1930-an dan kini hamper talah sirna. Pertunjukkan ini adalah semacam komedi bangsawan, dengan unsur-unsur nyanyian, tarian, cerita dan lakon. Musik yang dipakai adalah orkes harmonium, gitar, samyan, biola, gendang, dan tambur. Cerita-cerita tersebut hikayat, seperti Ahmad Mahmud, dan Indra Bangsawan. 4. Ubrung (telah punah): lakonnya pendek dan disebut banyolan, yang mengutamakan tawa penonton. Kesenian ini untuk acara khitanan, perkawinan, serta dalam pertunjukkan keliling. Biasanya diadakan di tempat-tempat perekotaan, pasar, dan halaman stasiun kereta api, alat yang dipakai adalah sebuah gendang, kulantor, rebana biang, dan trompet. 5. Buleng: bentuk cerita yang dibacakan secara kiasan dalam bentuk prosa atau terkadang bentuk lirik. Cerita dongeng seperti Ciung Wanara, adalah dongeng bersumber Sunda. Biasanya cerita dari bahasa Melayu tinggi campur Sunda. 6. Sarkawi adalah jenis drama atau sandiwara dari dunia arab. Ceritanya bernafaskan Islam dan diiringi dengan musik gambang, rebab, kenong dan gendang dengan nyanyian syair-syair Arab. D. Kesenian Pertunjukkan Betawi.
1. Wayang
Senggol kini telah hilang,
merupakan pementasan
perkelahian diatas panggung seperti perang. Terkadang disajikan cerita-cerita komedi seperti: Saiful mulk dan lainnya dipentaskan diatas tanah. 2. Wayang Kulit Betawi: diiringi gamelan logam dan bamboo. Menggunakan kelir atau kere, instrumennya: gendang, terompet, dua buah saron, keromong, kedemung, kecrek, kempol, dan gong. Di arena, dengan pantas sejajar dengan penontondi atas tanah di bawah tarub, kisahnya: Mahabarata dan sebagainya. 3. Wayang golek Betawi serupa dengan Sunda, tetapi dengan dialek Betawi. Ceritanya seperti: bandung naga sewu, terdapat di daerah Jakarta Timur. 4. Belantek merupakan pertunjukkan yang dimainkan oleh para pemudayang masih belajar topeng atau lenong. Peralatan pun tidak menentu, ada yang memakai rebana biang, dan ada yang memakai gamelan sederhana. 5. Rancak adalah lisan yang dibawakan dalam bentuk pantun oleh 2 orang yang bersahutan, dengan iringan musik gambang kromong, yang disubut gambang rancak. Cerita-ceritanya dari daratan Cina, cerita dongeng, bangsawan, dan roman. Menurut permintaan si pengundang. Dalam satu kali pertunjukkan bisa dibawa beberapa cerita.
6. Gemblokan adalah pertunjukkan yang menggunakan boneka yang dibuat mulai dari batas pinggul ke atas dengan ukuran sebesar orang. Dari kain dan diisi dengan kapuk, ijuk atau serabut kelapa. Bagian muka dibuat dari kayu atau karton tebal membentuk mimic muka yang lucu. Boneka itu diikat dengan kain ikat di perut pemainnya. Badan boneka didoyongkan ke depan, tangannya diletakkan di pinggang pemain dan dibikin serupa bahwa boneka mengendong pemain. Kadang-kadang disertai dengan monyet-monyetan yang dimainkan oleh anak-anak berumur 7-8 tahun. Anak yang berperan monyet, dia memakai pakaian seperti monyet lengkap dengan ekor. Permainan ini disertai dengan rombongan musik dengan gendang kecil, terompet, bede atau tanduk kerbau. Gemblokan dipakai dalam arak-arakan pada perayaan HUT RI. 7. Sahibul Hikayat adalah sastra lisan yang dibawakan oleh tukang cerita. Kesenian ini dipentaskan di kampong-kampung semalam suntuk, dan kini diradio-radio secara bersambung ceritanya berasal dari Persia seperti seribu satu malam dan Nurlaila. 8. Ondel-ondel menggambarkan pengaruh Hindu (dari Cina yaitu barong). Ada kepercayaan ia berkekuatan magis untuk mengusir roh jahat dan menyembuhkan penyakit. Karena itulah diberikan sesaji. Ia menampilkan leluhur atau nenek moyang menjaga anak cucu dan penduduk
suatu
desa,
dan
menjadi
dayang
sebuah
desa,
menyelamatkan desa itu dari roh-roh halus dan jahat. Tingginya
ondel-ondel rata-rata adalah 2,5 m dengan tengah 80 cm.dibuat dari anyaman bambu yang mudah dipikul dari dalamnya. Bagian muka berupa topeng dengan rambut terbuat dari ijuk. Bagian muka laki-laki dibuat berwarna merah, dan perempuan berwarna putih. Ini dipakai dalam upacara khitanan, arak-arakan dan HUT RI Jakarta, dan perayaan lainnya yang selalu berpasangan laki-laki dan perempuan diiringi dengan musik gendang pencak silat Betawi. 2.4f Sistem Pengetahuan. Pengetahuan disini meliputi banyak hal, seperti gejala alam, flora, fauna, tingkah laku manusia, ruang dan waktu. Masyarakat Betawi sebelum kedatangan Islam mempunyai hal-hal yang bersifat mistik dan mempercayai “dukun” contohnya: sebelum panen terlebih dahulu melakukan ritual tertentu agar terhindar dari kesulitan dan tetap mendapatkan hasil yang lebih baik. Dengan melibatkan “Dukun”. Setelah kedatangan Islam unsure-unsur mistik atau kepercayaan Betawi mulai berganti dengan unsur-unsur Islam, tetapi tidak menghilangkan kepercayaan Betawi itu sendiri.
24
misalnya lagi, dengan mempercayai magic baik putih atau hitam, seperti:
1. mengantongi batu koral bila ingin BAB di jalan. 2. mengurung anak di kurungan ayam di waktu maghrib bila ia terkena penyakit kotok ayam. 3. Menabur beras mulai dari halaman rumah sampai ujung jalan bila hendak berpergian supaya tidak tersesat ke perkampungan jin.
24
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, h.91.
4.
mempunyai penangkal pellet seperti: daun kelor, kulhu nyungsang, Alkautsar yang dibaca dngan menyisakan kalimat “tar”.
5. ayat kursi yang fungsinya mengamankan diri dari segala gangguan makhluk halus atau manusia jahat. 6. “kaget-kaget”, makan nasi ame garem” di baca berulang-ulang jika terkejut. Dan sebagainya.25 Pengetahuan dan konsepsi tentang ruang dan waktu bagi orang Betawi yaitu dalam satu minggu terdapat lima hari saja. Dalam kalender yang dianut di Nusa Jawa, termasuk Betawi, hari-haridalam seminggu itu adalah: hari minggu, senayan, rebo, kemis, juma’at. Hari selasa dan sabtu yang tidak terdapat dalam system kalender Betawi, karena dianggap pantangan untuk melaksanakan sesuatu yang bertujuanbaik, misalnya mendirikan rumah, meminang, berpergian jauh, pergantian hari menurut orang Betawi dimulai ketika matahari mulai condong ke barat. Terhadap pendidikan mulanya timbul melalui pendidikan agama, yang dilakukan oleh guru-guru pengajian di surau untuk anak-anak umat Islam, sedangkan pendidikan umum diperuntukkan bagi anak-anak pegawai VOC. Di dalam benteng kemudian menjadi sekolah umum dan diadakan pula di luar benteng.26 2.4g Sistem Religi. Pada zaman neolitikum, penduduk Jakarta telah mempunyai pola kehidupan tertentu. Initerbukti pada penemuan barang purba di daerah Cililitan berupa gendering dan lampu perunggu sebagai alat upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang, serta
25 26
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, h.146-150. Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, h. 91.
gelang dan anting-antingperunggu di daerah Pasar Minggu. Semua ini merupakan kegiatan agama yang teratur dalam kehidupan animisme dan dinamisme. Kemudian sekitar abad ke-3 datang para pedagang dari India Selatandan Benggala untuk berdagang. Kereka ini kemudian membawa fungsionaris agama, yaitu brahmana dan menimbulkan percampuran kebudayaan serta kepercayaan Indonesia dan Hindu. Yang menjadi dasar utama bagi perkembangan kebudayaan Indonesia berikutnya, ini disebabkan persamaan unsur-unsur adat Betawi dan Islam. Corak keagamaan Betawi dimasa penjajah adalah tradisionalis. 27 Seperti penyerangan bala tentara Islam Demak di bawah pimpinan Falatehan pada tanggal 22 JUni 1527 menghancurkan pasukan Protugis, membakar Sunda Kalapa dan juga membakar masjid-masjid laludiatasnya dibangun kota baru yang diberi nama Jayakarta. Inilah yang kemudian menjadi acuan hari lahir kota Jakarta dan setelah pembakaran itu. Para penduduk pergi ke Banten tempat Pangeran Jayakarta dikubur di Jatinegara Kaum di Pulo Gadung dan mendirikan masjid yang memiliki nilai sejarah, seperti: Masjid As-Shalafah di kelurahan Jatinegara kaum Jakarta Timur (1968). Orang Betawi yang dikenal sebagai pemeluk Islam digolongkan berdasarkan patuh tidaknya menjalankan perintah agama. Golongan pertama disebut mualim, ialah orang-orang yang taat pada ajaran agama dalam arti mereka menjalankan prinsip-prinsip dasar agama Islam dengan baik dan teratur. Golongan kedua adalah orang biasa, mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu
27
Alwi Shihab, “Saat Jendral Coen di Hancurkan” Republika (Jakarta), 11 Mei 2003.
taat menjalankan prinsip-prinsip agama Islam. Pada umumnya Betawi menganut mazhab Syafi’I yang juga dominan dianut oleh daerah-daerah lain di Indonesia. 28
28
A. Heuken. SJ, Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta. (Jakarta: Cipta Loka Caraka … ),h. 163.
BAB III PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN SEBAGAI PENDUKUNG MASYARAKAT BETAWI.
3.1 Latar Belakang dan Sejarah Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia di samping sebagai pusat kegiatan pemerintah, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya dari berbagai penjuru dunia yang merupakan suatu wadah berinteraksinya dari berbagai aspek social budaya masyarakat, baik yang bersifat local maupun nasional, sehingga dengan demikian Kota Jakarta menempatkan kedudukan yang sangat potensial dan strategis baik dalam kala nasional, regional maupun internasional. Akibat dari pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk serta terbatasnya lahan di Jakarta, menyebabkan beban tugas di sekitar kebudayaan akan menjadi sangat kompleks dan dikhawatirkan lambat laun akan memusnahkan adapt istiadat tradisional budaya warganya terutama masyarakat Betawi sebagai inti warga Jakarta. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu penanganan yang ekstra hati-hati dalam merumuskan konsep pembangunan budaya daerah yang meliputi pembinaan, pengembangan nilai luhur budaya bangsa khususnya bagi generasi muda sebagai pewaris dan penerus estafet pembangunan. Pembangunan budaya daerah pada hakekatnya adalah meningkatkan harkat martabat yang luhur masyarakat Betawi dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan
Terhadap Allah SWT. Sehingga tidak hanya mampu melahirkan sikap prilaku warga kota Jakarta yang bercita rasa halus tetapi juga dapat menghayati akan masalah pembangunan dan berbagai sendi kehidupan masyarakat. Berbangsa dan bernegara guna memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa sebagai benteng modal Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menciptakan hal tersebut tidaklah semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah Daerah dan warga masyarakat Jakarta yang dalam hal ini adalah masyarakat Betawi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu membangun suatu system pembinaan, pengembangan
dan
pelestarian
budaya
khususnya
budaya
Betawi
secara
berkesinambungan pada suatu lingkungan yang tertata sesuai dengan karakteristik budayanya dalam rangka memperkokoh khasanah budaya bangsa Indonesia, dari lima lokasi yang disurvey untuk menetapkan suatu system tersebut antara lain Marunda Jakarta Utara, Kemayoran Jakarta Pusat, Condet Jakarta Timur, Serengseng Jakarta Barat, dan Serengseng Sawah Jakarta Selatan, maka lokasi di Kelurahan Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena lingkungannya masih sesuai dan masih kental dengan karakteristik kehidupan masyarakat Betawi, keasrian adat Betawi, dan tradisi Betawi. Pada tahun 200 oleh Gubernur kemudian keluarlah surat keputusan NO.29 pada bulan Agustus 2000 dan pada bulan Oktober akhir setelah 3 bulan rampung dibuka tahap awal pada 20 Januari 2001 ditetapkan prasasti bangunan awal sudah dapat digunakan sebagai tempat-tempat rekreasi dan peristirahatan lalu dikuatkan lagi peraturan daerah tanggal 10 Maret 2005 di dalamnya terdapat peraturan daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 3 didalamnya terdapat perubahan luas wilayah dari 162 ha menjadi 289 ha.29 Kelurahan Serengseng Sawah (dahulu kawasan tersebut biasa disebut Serengseng saja. Tanpa kata Sawah. Orang Belanda VOC menyebutnya Sringsing mungkin karena disitu banyak dibuka persawahan, maka kemudian disebut Serengseng Sawah atau, mungkin juga untuk membadakannya dengan Serengseng Jakarta Barat yang sekarang menjadi nama Kelurahan di wilayah kecamatan Kebon Jeruk Serengseng diambil dari nama semacam pandan berdaun lebar, pinggirnya berduri-duri, Pandanus Caricosus Rmph., termasuk famili Pandaneseae. Daunnya biasa dianyam dijadikan tikar atau topi kasar). Sampai meletusnya Perang Dunia II produksi tikar dan topi pandan dari Distrik kebayoran mempunyai nilai ekonomis yang cukup berarti, dapat dipasarkan ke daerah-daerah lain bahkan ke luar Pulau Jawa. Sampai tahun tujuh puluhan abad ke-20 masih banyak penduduk asli Serengseng Sawah dan sekitarnya yang membuat tikar dan topi pandan sebagai usaha sampingan. Pada tahun 1674 kawasan Serengseng Sawah tercatat sebagai milik Karim, anak seorang bekas Kapten Jawa, bernama Citragladak. Kemudian jatuh ke tangan Cornelis Chalestein, tuan tanah kaya raya antara lain memiliki tanah partikelir Depok. Di Serengseng ini mempunyai sebuah rumah peristirahatan.30
29
Wawancara kepada TIM Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan … Asal Usul Nama Tempat Di Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permusiuman: 2004. 30
Menurut suatu hikayat tentang Setu Babakan dahulu ada sepasang kekasih yang tidak disetujui hubungannya oleh orang tua sigadis karena sipemua sangat miskin. Akhirnya sipemuda memutuskan untuk merantau degan tujuan hidup lebih baik. Ia mengatakan pada si gadis. Dengan berlinang air mata si gadis mengizinkan pemuda itu pergi. Setelah setahun berlalu tidak tidak ada kabar berita tentang si pemuda sedangkan si gadis resah menanti pemuda tersebut karena ia ingin dijodohkan oleh orang tuanya. Hingga saat mendekati hari perkawinan gadis itu tetap mengharapkan sipemuda tersebut. Namun, harapan tinggal harapan. Akhirnya karena putus asa ia pergi ke danau (Setu) Babakan dengan perasaan hancur ia menceburkan dirinya k eke sungai, para siluman penghuni danau itu menaruh belas kasihan pada gadis itu. Maka ia tidak meniggal terbenam danau itu, tetapi menjelma menjadi buaya putih. Hingga kini buaya putih itu masih setia menjelma menjadi buaya putih.31hikayat tersebut belum tebukti kebenaranya tetapi sebagian masyarakat Setu Babakan mempercayai adanya legenda tersebut. Batas fisik kawasan ini adalah: Sebelah Utara: Jalan Muhammad Kahfi II sampai dengan jalan Desa Putra (jalan H.Pangkat). Sebelah Timur: Jalan Desa Putra (jalan H. Pangkat), jalan Pratama, jalan Wika, jalan Mangga Bolong Timur dan jalan Lapangan Merah. Sebelah Selatan: Batas Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dengan Kota Depok.
31
…, Cerita Rakyat Betawi: Pemerintah Profinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permusiuman: 2004.
Daerah ini membentuk Kelurahan tersendiri sebagai bagian penataan Perkampungan Budaya Betawi yang ditetapkan oleh Keputusan Gubernur. Tujuan penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah: 1) Membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus-menerus menata kehidupan serta nilai-nilai Budaya Betawi. 2) Menciptakan dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi. 3) Menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi. 4) Mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik senigga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi. Sasaran penataan Perkampungan Budaya Betawi sebagai berikut: 1) Tumbh dan berkembangnya kesadaran masyarakat penduduk setempat akan pentingnya lingkungan kehidupan komunitas berbudaya Betawi sehingga upaya untuk mempertahankan kelestarian keberadaan Perkampungan Budaya Betawi. 2) Terbina dan terlindunginya lingkungan Perkampungan yang memiliki system nilai, system norma, dan system kegiatan Budaya Betawi. 3) Dimanfaatkannya potensi lingkungan baik fisik maupun non fisik guna kepentingan penigkatan kesejahteraan social. 4) Terkendalinya pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.
Fungsi penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, pendidikan dan perkampungan serta sebagai pariwisata.32 3.2 Keadaan Masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Kelurahan Serengseng Sawah Jakarta Selatan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 20.000 jiwa dan kepala keluarga sebanyak 5000 dari jumlah 10.000 kepala keluarga di Serengseng Sawah dan dengan jumlah penduduk kurang lebih 48.000jiwa. Dalam Kelurahan SerengsengSawah terdapat 19 RW dan 156 RT sedangkan dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang menjadi bagian dari Serengseng Sawah terdiri dari 5 RW dan 50 RT. Di dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan bukan saja terdapat masyarakat asli Betawi saja tetapi juga terdapat
masyarakat
dari
suku
bangsa
lain
misalnya
Jawa,
Sunda
dan
sebagainya.kurang lebih 65% orang Betawi disana. Dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terdapat kurang lebih 100 rumah tradisional Betawi dari berbagai tipe Bapang, Kebaya, dan Joglo sesuai dengan luas tanah yang dimiliki oleh penduduk masing-masing. Selain Pemerintah Daerah yang membangun rumah-rumah tersebut rakyat juga ikut serta berswadaya membantu mendirikan rumah-rumah tersebut. Sector-sektor yang dominant dalam perekonomian PBB adalah bertani, bercocok tanam, berdagang,buruh, dan industri rumahan. Namun, seiring zaman ada
32
www.jakarta.go.id/hukum//data/produk hukum/2005/perda%20200503%Penetapan%20Perkampungan%20Budaya%20 Betawi”SuratKeputusanPemda DKI”
juga bergerak dalam pemerintahan, jasa, dan pekerjaan-pekerjaan professional seperti: Dokter, Profesor, dan sebagainya. Dalam alat-alat produksi masyarakat mengembangkan usaha industri rumahan seperti souvenir (gantungan kunci, ondel-ondel), makanan (kuetalam, dodol, kerak telor) dan minuman khas Betawi (bir pletok, jus belimbing) yang masih sedikit ada dalam masyarakat. Hubungan gotong-royong antar warga Betawi terlihat dalam pesta-pesta dan hajatan, bantuan tetangga sangat ditunggu dan diharapkan, para tetangga secara suka rela membantu dengan moral dan materi bahkan, dengan masyarakat yang non-Islam baik Kristen, Hindu, dan sebagainya yang tinggal di dalam Perkampungan tersebut mereka hidup rukun dan damai karena tidak semua masyarakat yang tinggal di sana memeluk Agama Islam. Dalam kebudayaan Betawi erat kaitannya dengan Islam baik dalam kesenian, upacara adapt bahkan kehidupan sehari-hari maka Ulama, Dewan Guru sangat berperan selain Pemerintah. Sedangkan Jago sudah tidak berperan lagi seperti pada zaman colonial menurut Bapak Indra Sutisna selaku penduduk asli PBB dan selaku Tim Pengelolahnya “masyarakat Betawi di sini sudah tidak mengandalkan golok tetapi otak”. Warga Betawi menganggap disamping pendidikan formal, pendidikan agama juga penting. Mengenai hukum adat sudah tidak digunakan lagi dalam masyarakat Betawi misalnya dengan penentuan ahli waris tersebut sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap tidak adil dan adanya unsur hukum Islam yang mengatur warisan, perempuan mendapatkan hak waris sesuai aturan hukum Islam.
Sebagai masyarakat di PBB ikut berperan melestarikan tradisi mereka. Mereka juga memperhatikan saling menolong dan gotong royongserta kerja bakti untuk membersihkan daerahnya, membangun jalan dan membersihkan saluransaluran air sebelum hujan, dan juga berpartisipasi dalam perayaan-perayaan seperti Tahun Baru Islam, dan Masehi, Isra Mi’raj, Maulud Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Qur’an. HARDIKNAS, dan Hari Kemerdekaan RI. Pada masyarakat Betawi di PBB dalam kesehariannya mereka menggunakan bahasa Betawi. Namun, dalam acara-acara formal agar masyarakat luar suku mengerti dan sebagai Bangsa Indonesia mereka menggunakan bahasa Indonesia. Dalam masyarakat PBB tidak semuanya suku Betawi maka makananyapun beragam sesuai dengan suku mereka bahkan sudah bercampur baur. Namun, makanan khas Betawi masih ada dalam upacara-upacara adat seperti: dodol pada saat lebaran dan sebagainya. Dahulu pada masyarakat Setu Babakan masih memakai pakaian khas Betawi seperti pakaian bekerja, pakaian jago dan sebagainya namun, seiring zaman dan kebutuhan serta situasi yang berbeda ini telah berubah sudah menjadi modern seperti pakaian saat bekerja disesuaikan dengan pekerjaannya, kecuali pakaian resmi, pernikahan, sunatan dan pencak silat masih digunakan sampai sekarang. Alat rumah tangga pada zaman sekarang sudah semakin bertambah seperti kompor gas, alat-alat elektronik sudah banyak dipakai selain alat-alat rumah tangga tradisional lainnya. Begitu juga alat transportasi sudah banyak yang memiliki dan menggunakan kendaraan beroda empat dan dua.
Dalam system perkawinan adat Betawi masih menggunakan system pengetahuan seperti: penentuan hari baik misalnya pada bulan haji dan upacara tersebut dilakukan pada tempat tinggal masing-masing. Tentang pengetahuan hal-hal mistik terdapat di Setu Babakan seperti: percayanya mereka tentang keberadaan legenda Setu Babakan dan tempat-tempat angker juga orang-orang pintar “paranormal”.33 3.3 Keadaan Lingkungan diluar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Dalam lingkungan sekitar Setu Babakan seluas kurang lebih 289 ha. Dapat dengan mudah dijumpai aktifitas keseharian masyarakat Betawi seperti latihan pukul (silat Betawi) ngederes, akekah, injek tanah, ngarak pengantin sunat, memancing, menjala, budidaya ikan tawar, bertani, berdagang, sampai pada kegiatan memasak atau membuat makanan khas Betawi seperti: sayur asem, sayur lodeh, soto mie, soto babat, ikan pecak, bir pletok, jus belimbing, kerak telor, laksa, toge goring, dodol, tape, uli, geplak, wajik. Di wilayah ini terdapat fasilitas homestay sebanyak kurang lebih 100 rumah adat sebagai penelitian dan juga tempat tinggal seperti: 1) Runah Bapang yang memiliki denah segi empat, memanjang dari depan ke belakang. Atapnya berbentuk pelana, tetapi terdapat pula rumah gudang yang beratap pelana maupun perisai, tersusun dari kerangka kuda-kuda yang perisai ditambah satu elemen struktur atap, yaitu jure. Struktur kuda-kuda yang terdapat pada rumah gudang pada umumnya bersistem agak kompleks karena sudah mulai terdapatnya batang tekan miring (2 buah) yang saling 33
Ibid wawancara Kepada Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
bertemu pada sebuah batang tarik tegak yang ada pada rumah Betawi lazim disebut ander. System seperti ini tidak dikenal pada rumah-rumah tradisional lainnya di Indonesia.sehingga dapat dipastikan bangunan-bangunan yang dibangun Balanda di Jakarta dahulu telah memperkenalkan system tersebut pada penduduk setempat, yang kemudian menerapkannya pada yang kemudian dikenal sebagai rumah gudang. Selain itu, pada bagian depan rumah gudang terdapat sepenggal atap miring yang disebut juga topi atau dak atau markis, yang berfungsi menahan cahaya matahari atau tampias hujan pada ruang depan yang selalu terbuka itu. Dak ini ditopang oleh sektor-sektor baik yang terbuat dari kayu atau besi. 2) Rumah Joglo yang dapat dipastikan merupakan hasil pengaruh langsung dari arsitektur atau kebudayaan Jawa pada arsitektur rumah Betawi. Pada rumah Joglo dari atap disusun oleh system struktur kuda-kuda. Berbeda pada rumah gudang, system kuda-kuda pada rumah Joglo Betawi adalah kuda-kuda Timur yang tidak mengenal batang-batang diagonal seperti yang terdapat pada system kuda-kuda barat yang diperkenalkan oleh Belanda. Pada umumnya, rumah joglo Betawi memiliki bentuk denah bujur sangkar. Tetapi perlu dicatat, dari seluruh bentuk bujur sangkar itu, bagian yang sebenarnya membentuk rumah Joglo adalah suatu bagian empat persegi panjang yang salah satu garis panjangnya terdapat dari kiri ke kanan ruang depan. Dengan demikian sepenggal bagian depan dari ruang depan sebenarnya diatasi oleh terusan (Sunda: Sorondoy) dari atap joglo yang ada. Sehingga sepenggal
ruang depan yang di atapi sorondoy dan bagian utama rumah yang diatapi secara keseluruhan menghasilkan denah berbentuk bujur sangkar. 3) Rumah Bapang: pada prinsipnya, atap rumah Bapang adalah juga berbentuk pelana. Tetapi berada dengan atap rumah gudang, bentuk pelana rumah Bapang adalah tidak penuh. Kedua sisi luar dari atap rumah Bapang sebenarnya dibentuk oleh terusan dari atap pelana tadi yang terletak di bagian tengahnya. Dengan demikian, maka yang berstruktur kuda-kuda adalah bagian atap pelana yang berada di tengah ini. Dalam hal ini, system struktur atap yang dipakai adalah system kuda-kuda timur. Walaupun secara garis besar struktur dan bentuk rumah tradisional Betawi dapat dibagi menurut ke 3 jenis seperti diuraikan diatas, secara keseluruhan rumah Betawi adalah berstruktur rangka kayu, di seluruh wilayah penamaan dari komponen struktur tanah yang diberi lantai tegel atau semen. Di daerah pesisir, seperti di Marunda, terdapat juga rumah panggung tetapi jumlah rumah “Depok” tampak lebih banyak. Detail dan ragam hias, disamping sebagai ungkapan arsitektur ragam hias juga menunjukkan adanya pengaruh dari berbagai kebudayaan yang pernah berhubungan dengan Betawi. Struktur atau konstruksi seperti sekor, siku penanggap, tiang. Atau hubungan antara tiang dengan batu kosta, sering dijumpai memiliki detail atap mendapat sentuhan-sentuhan dekoratip. Konstruksi Tou-Kang yang diadaptasi dari arsitektur Cina untuk siku penanggap seperti yang disinggung didepan, bukan saja merupakan suatu prinsip konstruksi tetapi juga merupakan suatu sentuhan dekorasi. Tiang-tiang bangunan jarang
dibiarkan berbentuk “polos” bujur sangkar menurut irisannya, tetapi dibiarkan sentuhan akhir pada sudutnya: demikian juga detail-detail ujung bawah maupun atas dari tiang, selalu diberi penyelesaian berfungsi secara structural juga bersifat dekoratip. Atau contoh lain adalah sekor besi cor, yang merupakan hal yang diperkenalkan adalah arsitektur Belanda dan Eropa dilihat dari segi penggunaan bahannya. Bentuknya tidak semata-mata fungsional tetapi juga bersifat dekoratip. Dalam hal ini bentuk dekoratip sekor besi ini cendrung mengadaptasi bentuk-bentuk yang juga berkembang di Eropa (art-deco, art-aouveau, dan sebagainya). Namun, penggunaan ungkapan-ungkapan arsitektural dengan ragam hias banyak lagi terdapat pada unsur-unsur bangunan yang bersifat non-struktural seperti pada lijstplank, pintu langkan, (pagar pada rumah), jendela, garde, (bentuk relung yang menghubungkan ruang depan dengan ruang tengah), pada unsur-unsur non-struktural ini jauh lebih bervariasi, yang antara lain menunjukkan banyaknya pengaruh luar yang berbekas pada penciptaanya. Khusus mengenai garde yang berfungsi sebagai penghubung di ruang tengah dan sisir gantung yang menggantung di ruang depan, keberadaan dan pemasangannya bersifatberdiri sendiri. Sehingga dapat disebut sebagai elemen estetis yang utuh. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa pembuatan keduaunsur ini bersifat tersendiri dari pendirian banguana, dan diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya. Berdasarkan pola visual yang ditampilkannya jenis-jenis ragam hias yang seringkali ditemukan pada rumah Betawi memiliki pucuk rebung, cempaka, dan gigi baling. Dari pola dan penggunaannya dapat disimpulkan adanya pengaruh Cina, Arab, Eropa.
Terdapat pepohonan buah seperti: kecapi, blimbing, rambutan, sawo, melinjo, papaya, pisang, jambu, nangka, namnam. Selain itu, tanaman holtikulyura yaitu bibit tanaman buah langka khas Betawi dan tanaman hias juga menjadi obyek yang tidak kalah menariknya disana seperti: buni, jambu, dukuh, menteng, mengkudu, gandaria, gohok, kweni, sawo, durian, buah nona, srikaya, rukem, melinjo, miana, lidah buaya, brahma, kemuning, puring, kecapi, jengkol, pucung dan sebagainya. Terdapat 2 buah setu, mangga bolong dan babakan. Pada hari-hari besar dan hari sabtu, minggu banyak diadakan pertunjukkan-pertunjukkan tradisional Betawi baik musik, teater, dan tari. Terdapat aneka makanan khas tradisional Betawi yang diperjualbelikan di Setu Babakan. Dan tersedianya fasilitas-fasilitas, seperti: 1) Pintu gerbang utama Bang Pitung menuju Perkampungan Budaya Betawi. 2) Wisma Betawi yang berfungsi sebagai penginapan atau homestay dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. 3) Gallery yang berfungsi sebagai gedung untuk memamerkan hasil industri rumah tangga, prototife alat musik, pakaian adat. 4) Masjid At-Taubah terletak di RW 08 sekitar kurang lebih 300 M. sebelah utarakantor pengelola atau pusat kegiatan. 5) Panggung teater terbuka. 6) Mushollah PBB sebagai fasilitas atau ibadah pengunjung di pusat kegiatan yaitu panggung terbuka wisata budaya dibangun bulan November-Desember. 7) Plaza. 8) Gedung pengelola yang berfungsi sebagai kantor dan pusat informasi.
9) Sepeda air. 10) Masjid Baitul Ma’mur dengan luas kurang lebih 1900M terletak di RW 07 Kelurahan Serengseng Sawah, kurang lebih 1 km sebelah Tenggara dari kantor pengelola. Masjid ini merupakan masjid termegah di Jakarta Selatan dengan arsitektur tradisional Betawi. 11) Balai Pertemuan. 12) Museum. 3.4 Keadaan di Sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Tidak jauh berbeda dengan lingkungan dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, lingkungan di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang terletak di Serengseng Sawah Kotamadya Jakarta Selatan, dalam satu kecamatan Jagakarsa dapat dilihat dalam tiga bagian yaitu: social masyarakat, keagamaan, dan kesenian. Dibawah ini akan dijelaskan dalam tiga segi tersebut: 1. Sosial Masyarakat. Masyarakat di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan bukan saja hanya suku Betawi asli saja yang tinggal di sana tetapi dari berbagai suku seperti: Jawa, Sunda, Bali Madura, dan sebagainya. Masyarakat Betawi di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan menurut persebaran wilayahnya dikelompokkan kedalam Betawi Pinggiran dan Betawi Udik.
Ada dua tipe Betawi Udik yaitu: mereka yang tinggal di sebelah Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi, dan Bogor yang sangat dipengaruhi oleh Kebudayaan Sunda. Dalam Masyarakat Betawi umumnya berasal dari kelas ekonomi bawah
misalnya:
Pertanian,
Pedagang,
Buruh,
Industri Rumahan,
Pemerintahan. Namun, Masyarakat tersebut juga ingin meningkatkan kelas mereka dalam masyarakat ada banyak orang Betawi disana yang menjadi Profesor, Dokter, Doktor, Bekerja di Pemerintahan, bahkan pada orang yang masih muda sudah ada yang menjadi Sarjana. Dalam bidang Pendidikan Masyarakat lebih superior dalam bidang keagamaan sejak dulu. Mereka lebih menyekolahkan anaknya ke Pesantren sebagai pendidikan formal mereka meskipun sudah ada yang menjadi Sarjana. Hubungan antara masyarakat dalam dan sekitar Perkampungan Budaya
Betawi
Setu
Babakan
rukun,
mereka
menyambut
baik
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan karena juga ikut Melestarikan dan Mengembangkan Budaya mereka. Kerukunan itu tercemin dalam kehidupan mereka sehari-hari dalam segala golongan tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki, perempuan, seperti: 1. Arisan antar RT dan Rw serta arisan didalam suatu RT dan RW. 2. Adanya sikap saling membantu baik do’a dan usaha pada kehidupan sehari-hari, seperti: pada acara sunatan, Perkawinan, Kerja Bakti serta Prosesi Budaya betawi lainnya
2. Keagamaan. Mayoritas masyarakat Betawi di disekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah Islam Namun, karena dalam masyarakat sekitar disana hidup berbagai suku maka agama mereka pun bermacam-macam ada Kristen, Hindu, Budha tetapi mereka hidup rukun saling menghormati kepada minoritas non-Muslim. Karena masyarakat Betawi disekitar Perkampungan Budaya Betawi adalah Islam dalam kehidupan sehari-hari agama Islam memegang peranan yang sangat penting dan menentukan dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. Yang memang sebenarnya dalam unsur Budaya Betawi tersebut kental sekali dengan agama Islam. Meskipun demikian unsure-unsur mistik masih sangat kental karena itu sudah ada lama sejak zaman nenek moyang. Hubungan antara masyarakat dalam dan sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sangat baik seperti: 1. Adanya Majelis Ta’lim diberbagai golongan Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, Anakanak, dewasa dan kecil. Dalam waktu dan hari yang berbeda.majelis Ta’lim di setiap RT, RW, Masjid dan Mushollah dan sebagainya. 2. Adanya Perayaan Hari-Hari Besar Islam seperti: Maulid, Isra Mi’raj, Idul Fitri dan Idul Adha dalam setiap Majelis Talim, Masjid dan di Mushollah. 3. Masih diselenggarakannya acara Prosesi Budaya Betawi seperti Injek Tanah, Nuju Bulan, Khatam Qur’an dan sebagainya dalam setiap keluarga. 4. Kesenian. Dalam masyarakat Betawi di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan masih menggunakan Kebudayaan Betawi. Disamping Bahasa dan
Perkawinan dalam Masyarakat Betawi. Namun, yang berbeda dengan masyarakat didalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah mengenai rumah tradisional Betawi mereka sudah lebih modern arsitekturnya serta alat-alat rumah tangga. Hubungan antara masyarakat dalam dan sekitar Perkampungan Budaya Betawi rukun ditandai dengan: 1. Adanya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan seni Islam seperti: qasidah, marawis, tetimpring, dan sebagainya. 2. Ikut dalam sanggar-sanggar Budaya Betawi misalnya: tari ondel-ondel, tari topeng, dan sebagainya. 3. Ikut dalam pelatihan-pelatihan silat Betawi yakni “Beksi”.
BAB IV PERAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN DALAM MELESTARIKAN DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA BETAWI 2004-2007.
4.1 Peran Pelestarian. 4.1a Bidang Sosial Masyarakat. Dalam Melestarikan dan Mengembangkan budaya Betawi dengan cara mensosialisasikannya. Seluruh masyarakat PBB berminat menjaga pelestarian Budaya tersebut yang timbul dalam diri mereka sendiri dan juga masyarakat iktu membantu materi seperti: 1. Pelestarian dua buah Setu alam: Babakan dan Mangga Bolong dalam wisata air yang berupaya meningkatkan daya tarik dari aspek wisata selain sebagai waduk. 2. Melestarikan alam Setu Babakan dengan menanaminya pohon-pohon seperti buah-buahan di sekitar lingkungan yang tentunya berciri khas kebetawian seperti: kecapi, belimbing, rambutan, sawo, melinjo, papaya, pisang, jambu, nangka, namnam, dan juga Holtikultura. Yang menjadikan udara sejuk dan asri. 3. Melestarikan makanan-makanan khas tradisional Betawi seperti: sayur asem, sayur lodeh, soto babat, soto Betawi, ikan pecak, bir pletok, dan sebagainya dengan cara membuatnya. Adanya aktivitas keseharian masyarakat Betawi yang menonjolkan ciri masyarakat seperti: ddialeg bahasa, sikap saling membantu serta
adanya aktivitas bercocok tanam, menjala, memancing ikan, budidaya ikan air tawar dan sebagainya. 34 4.1b Bidang Keagamaan. 1. Puasa di Perkampungan Budaya Betawi yang diadakan pada bulan Ramadhan atau Oktober, seperti: buka puasa bersama. 2. Pekan lebaran di Perkampungan Budaya Betawi pada bulan Syawal atau Oktober, seperti: open house kepada para Ulama dan tokoh Betawi, Atraksi seni budaya Betawi. 3. Perayaan hari besar Islam, Seperti: maulidan, isra mi’raj, puasa, lebaran, dan sebagainya. 4. Atraksi profesi budaya, seperti: sunatan, akekah, hatam qur’an, nujuh bulan, injek tanah, ngederes, yang diadakan setiap bulan Juli. 5. Banyak terdapatnya Majelis Ta’lim di hampir setiap RT baik BapakBapak, Ibu-Ibu dan remaja yang dibuka pada masyarakat di luar PBB Setu Babakan. 6. Adanya pengajian pada acara-acara seperti: arisan, pernikahan, sunatan, dan pada hampir setiap aktivitas masyarakat Betawi di PBB Setu Babakan. 35
34 35
Observasi ke Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Wawancara Kepada Tim Pengelola Perkampungan Budaya Betawi “Bapak Indra Sutisna”.
4.1c Bidang Kesenian. Dalam bidang kesenian sangat menonjol karena Setu Babakan juga merupakan tempat wisata hal ini menjadi agenda rutin mulai tahun 2004-sekarang. Namun, yang dibahas dalam hal ini sampai dengan tahun 2007 karena pada tahuntahun sebelumnya pembangunan masih berjalan. Dalam bidang kesenian ini juga terdapat kendala-kendala seperti tidak adanya pertunjukkan yang ingin diadakan karena sebab kepunahan dan juga tidak hanya pendanaan. 1. Bulan Februari tanggal 15,22,29 tahun 2004 mengadakan: 1. Gebyar budaya Betawi dari sanggar Setu Babakan. 2. Lenong dari Sanggar Naga Putih. 3. Marawis dari sanggar Ar-Riyadh. 4. Irama gambus oleh sanggar Aromania. 5. Tanjidor oleh sanggar Fajar Ihya. 6. Ondel-ondel sanggar Beringin sakti. 2. Bulan Maret tanggal 7,14,21,28, tahun 2004: 1. Samrah Tonil oleh sanggar Firman Muntaco. 2. Rebana Biang oleh sanggar Sinar Pustaka. 3. Topeng Betawi oleh sanggar Kinang Putra. 4. Ketimpring oleh sanggar Sirih Dare. 5. Rebana qasidah oleh sanggar Ukhuwah Islamiyah. 6. Lenong oleh sanggar Mustika Jaya. 7. Marawis oleh sanggar Arrahmah.
3. Bulan April 4,10,11,18,25 tahun 2004: 1. Keroncong Betawi oleh sanggar Aluran Jakarta. 4. Mengadakan pergelaran kesenian rutin pada bulan Januari sampai dengan September dan bulan November sampai dengan Desember 2005 oleh masing-masing sanggar seperti: Musik Samrah, Lenong, Musik Gambus, Rebana Biang, Marawis, Keroncong Betawi, Samrah Tonil, Aneka Seni Betawi, Topeng Betawi, Qasidah Modern Dan Tradisional, Parade Aneka Tarian Betawi dalam rangka HARDIKNAS, Blantek, Pergelaran Kesenian Betawi. 5. Pergelaran Kesenian Topeng Betawi pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September, November, dan Desember seperti: Topeng, Gambus, Keroncong Betawi, Samrah, Topeng Betawi, Wayang Kulit Betawi, Gambang Kromong, Lenong, Topeng Belantek, Aneka Seni Betawi, Orkes Gambus, Qasidah, Marawis, Tarian Betawi.Betawi. 6. Tahun 2007 mengadakan pergelaran seperti: Topeng, Gambus, Lenong, Samrah, Wayang Kulit Betawi, Qasidah Modern, Blantek, Aneka Seni Betawi yang diadakan pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember. 4.2 Peran Pengembangan. 4.2a Bidang social Masyarakat. 1. Mengembangkan wisata air Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong dengan adanya olah raga air kano atau dayung, sepeda air, pemancingan dan perahu bebek untuk anak-anak.
2. Manfaatkan buah-buahan yang ditanam dengan adanya wisata agro dengan menjual buah-buahan dan Holtikultura, dan juga sebagai sarana bisnis masyarakat. 3. Mengembangkan
makanan-makanan
khas
tradisional
Betawi
dengan
memasarkannya, membuat festival jajanan khas Betawi, dan lomba masakan Betawi (mayoritas beranggotakan para wanita). 4. Mengembangkan ciri masyarakat Betawi, seperti: mengadakan upacara pernikahan pada setiap masyarakat dengan adat Betawi serta upacara-upacara lainnya, sikap saling membantu yang terlihat pada saat pelaksanaan pesta, bantuan dari tetangga baik materi maupun jasa sangat diperlukan, pada kesehariannya masyarakat Betawi menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa pengantar dengan masyarakat luas atau antar masyarakat dilingkungan Setu Babakanatau dengan pertunjukkan seperti lenongyang menggunakan bahasa Betawi.36 4.2b Bidang Keagamaan. Selain mempertunjukkan seni budaya yang bernafaskan Islam dalam rangka menyambut hari besar Islam, seperti: qasidah, marawis, hadroh, maulud, samrah,ngarak, dan sebagainya. Namun, memadukan juga dalam kegiatankegiatannya sebagaimana fungsinya, seperti: A. Samrah untuk acara maulud di malam mangkat dalam acara perkawinan adat Betawi.
36
Observasi ke PBB Setu Babakan
B. Rebana ngarak untuk perkawinan adat Betawi, ngarak pengantin sunat dan sebagainya. C. Untuk hadroh, qasidah, dan marawis dipakai dalam pertunjukkan dalam rangka perayaan hari besar Islam seperti Isra Mi’raj, maulid, Muharram, dan sebagainya. D. Adanya Tausiyah dan sujud syukur dalam acara pergantian tahun atau malam tahun baru Masehi. E. Dalam menyambut bulan Ramadhan mengadakan pergelaran seperti Orkes Gambus, Parade Rebana Qasidah, dan Parade Marawis pada tahun 2006. F. Dalam menyambut lebaran mengadakan pecan lebaran seperti Marawis, Lenong Tari Betawi, Gambang Kromong pada tahun 2006. G. Kegiatan Pekan Lebaran pada tanggal 06-09 November 2005 seperti: 1. Hari ke-1: Orkes Gambus, Wayang Kulit Betawi dan Topeng Betawi. 2. Hari ke-2: Ondel-ondel, Gambang Kromong, Plus Lawak. 3. Hari ke-3: Tanjidor dan Topeng Betawi. 4. Hari ke-4: Aneka Tari Betawi dan Gambang Kromong Plus Lawak. 4.2c Bidang Kesenian. PBB Setu Babakan mengadakan pengembangan bidang kesenian tanpa keluar dari kesenian asli. Seperti: 1. Pelatihan seni tari, musik, teater tradisional bagi anak-anak dan remaja setiap hari minggu, senin, kamis, jum’at. 2. Latihan silat Betawi (Beksi) setiap malam jum’at.
3. Mengadakan lomba-lomba dalam gebyar budaya Betawi dalam bulan Juni, seperti: lomba membuat nasi uduk, lomba mewarnai, marawis, qasidah, lomba cerpen. 4. Lomba mewarnai gambar, membuat lampion, membuat kembang kelapa dalam festival Setu Babakan dalam bulan Agustus. 5. Kegiatan pelatihan gambang kromong dalam 3 kelompok: A. Remaja dan dewasa pada hari jum’at dan minggu pukul 19:30-22:30 WIB. B. Anak-anak hari minggu pukul 08:00–10:00 WIB. C. Ibu-Ibu dan kelompok masyarakat pada hari senin, kamis, dan sabtu pukul 13:00–16:00 WIB. 6. Mengadakan pelatihan tari Betawi pada hari minggu pukul 10:0014;00 WIB dan jum’at pukul 14:30-17:00 WIB. 7. Mengadakan parade-parade seperti: Tarian Betawi, Marawis, Qasidah di setiap tahun. 8. Mengadakan festival-festival dan atraksi Budaya Betawi seperti: Prosesi Penganten sunat, Pernikahan, demonstrasi makanan dan minuman khas Betawi dan sebagainya. 9. Diskusi Budaya Betawi tingkat Jakarta Selatan tanggal 14 Juni 2005. 10. Gebyar Budaya Betawi tingkat Jakarta Selatan tanggal 18,19,21, dan 22 Juni 2005. 11. Mengadakan pengembangan Budaya di setiap tahun seperti: JIpeng (Tanji dan Topeng), Jinong (Tanji dan Lenong), Gambang Kromong
Plus Lawak, Olah raga silat Betawi, Gambus Marawis, dan sebagainya37. Keberhasilan yang dicapai selain yang dijelaskan yakni seperti adanya setiap rumah di Perkampungan Budaya Betawi itu yang dijadikan homestay. Pengunjung boleh menginap di rumah-rumah penduduk. Dengan demikian, para wisatawan bisa menyaksikan dari dekat budaya masyarakat Betawi. Semua orang yang belajar seni betawi disini bisa tidur di rumah khas Betawi yang ada di Setu, makan masakan khas Betawi, membeli cendra mata dari rumahpenduduk di Setu, menyaksikan upacara adapt dan sebagainya. Itu diminati sekitar 1500 orang yang berkunjung selain adanya pertunjukkan dan pergelaran serta festival dan pawai. Kendala-kendala serta usaha yang dicapai PBB Setu Babakan.seperti: 1. Menurut (LPBB) Lembaga Perkampungan Budaya Betawi menilai sejauh ini belum ada Perkampungan di kawasan tersebut karena untuk memajukan kawasan tersebut diperlukan anggaran tetapi setiap anggaran yang diusulkan PemerintahProvinsi (Pemprov) DKI Jakarta selalu terbentur ditingkat DPRD DKI.dan masyarakat merasa sedikit kecewa dengan kebijakan Pemprov DKI dalam pembangunan kawasan Pembangunan dikawasan ini tidak mengalami kemajuan yang cukup berarti. Untuk itu Walikoto Jakarta Pusat melakukan kajian-kajian strategis dengan mengundang para pakar serta mengadakan kegiatan seminar yang diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan serta 37
Laporan Agenda Tahunan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
ide terbaik guna memajukan satu-satunya kawasan yang dijadikan kawasan Perkampungan Budaya Betawi oleh Pemprov DKI tersebut. 2. Menurut Walikota Jakarta Selatan Drs. H.A. Dadang Kofrawi, guna melestarikan
dan
mempertahankan
Setu
Babakan
menjadi
“Perkampungan Budaya Betawi” agar tidak punah, dan menjadi perumahan ,mewah. Rencananya disana akan dibangun sebanyak 300 rumah di Perkampungan Budaya Betawi dan saatini sudah ada 75 bangunan rumah lagi dibangun oleh masyarakat Betawi. Dan 25 bangunan lagi dibangun oleh masyarakat Betawi. Bantuan anggaran akan diberikan kepada warga yang tidak mampu membangun rumah khas Betawi. Walikota Jakarta Selatan berharap ada pengusaha yang mau membantu atau memperkenalkan lokasi Setu Babakan sebagai objek wisata unggulan untuk dikembangkan pengusaha wisata yang harus membantu memperkenalkan kepada turis mancanegara dan domestic, agar lokasi objek wisata itu diminati. 3. Masyarakat pemilik tanah harus membangun rumah sesuai dengan program Dinas Perumahan DKI Jakarta yang harus berwawasan khas Betawi. 4. Setu Babakan danau alami seluas 18ha yang diharapkan menjadi objek Pariwisata dibiarkan tak dikeruk sehinga mengalami pendangkalan akibat endapan Lumpur karena belum adanya badan otorita yang menangani pengelolaan.
5. Sejauh ini, baru 0,8% dari 165 hektare lahan Perkampungan Wisata yang sudah selesai dibangun. Sementara, sisanya masih tak tergarap. 6. Kepunahan terhadap pertunjukkan Betawi seperti tidak adanya orang yang mengadakan pertunjukkan seni betawi. 7. Adanya sebagian masyarakat yang menyalahgunakan tempat tersebut sebagai tempat melakukan amoral. Karena PBB Setu Babakan adalah tempat yang baru sekitar beberapa tahun di buat oleh Pemda DKI maka masih banyak kekurangan disana sini untuk melestarikan dan mengembangkan Budaya betawi sebagaimana yang telah disebutkan untuk itu cara memecahkan masalah tersebut seperti: 1. Pendanaan. Saat ini pemeliharaan sehari-hari PBB Setu Babakan ditandatangani oleh TIM Pengelola. Tetapi, TIM itu hanya bertugas melakukan pemeliharaan harian, dan tidak berwenang menetapkan program. Dinas-dinas yang terkait dalam penetapan kebijakan pengembangan Perkampungan Budaya Betawi itu sangat banyak, lebih dari 20 unit kerja. Soal taman, ditandatangani Dinas Pertamanan. Rumah adat, ditandatangani Dinas Perumahan. Pembinaan pedagang dodol dan bir pletok
misalnya,
ditandatangani
Dinas
Perindustrian.
Betapa
panjangnya jalur birokrasi yang harus ditempuh untuk menetapkan satu keputusan. Tak cukup dengan rumitnya koordinasi anatar Dina situ kerumitan itu masih ditambah dengan lemahnya koordinasi antara Pemda DKI dan Pemda Kota Madya Jakarta Selatan. Kondisi
memprihatinkan di PBB tidak lepas dari Pengelolaan PBB yang melibatkan lintas sektoral unit Pemda DKI semua unit tersebut diangap
dapat
menghambat
kinerja
Pengembangan
PBB.
Proseduradministrasi dan birokrasinya akan lebih rumit sebaiknya pengelolan PBB diserahkan kepada badan pengelola PBB sendiri langsung diserahkan dibawah pengawasan Walikota Jakarta Selatan supaya optimal dikembalikan Walikota pengawasan ditingkat wilayah lebih muda khususnya untuk pengembangan potensi dan promosinya karena mereka yang lebih tahu kondisi PBB Setu Babakan. Sampai sekarang TIM Pengelola berusaha untuk mengatasi hal tersebut. 2. Membantu masyarakat untuk mengatasi halo rang yang sedang kelulitan uang dan ingin menjual rumahnya. Rumah tersebut dibeli dan dijadikan bangunan rumah tradisional Betawi dan apabila ada yang ingin membeli rumah atau membuatnya harus bertradisional Betawi ini untuk melestarikan Budaya Betawi. 3. Kepunahan. Maksudnya kepunahan pertunjukkan seni Betawi karena tidak adanya orang yang mempertunjukkan seni tersebut seperti: Der muluk, Ubrug, dan Wayang Senggol. Disitu peran PBB Setu Babakan dalam melestarikan dan mengembangkan Budaya Betawi yaitu dengan adanya sanggar-sanggar seni Betawi dengan segala usia dewasa dan anak-anak. Waktunya biasanya pada hari Sabtu.
4. Adanya tindakan pelarangan dan penanganan secara hokum untuk menjaga halhal yang tidak diinginkan untuk menjaga PBB Setu Babakan sampai sekarang usahausaha untuk pengendalian tersebut masih dilakukan.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan. Berdasarkan seluruh hasil penelitian, dan uraian di atas, penulis berusaha menyajikan beberapa kesimpulan mengenai: 1. Mengenai asal usul Betawi ada dua pendapat mengenai pertama pendapat yang menyatakan bahwa masyarakat Betawi adalah berasal dari budak atau biasa disebut mazhab kali besar dan pendapat lain yang lebih kuat disertai bukti-bukti yang ada seperti yang telah dijabarkandalam penelitian ini adalah bahwa masyarakat Betawi sudah lama ada, sebelum kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Sedangkan nama “Betawi” adalah nama Melayu dari “Batavia” salah satu nama suku di Belanda atau suku bangsa Jerman yang bermukim di tepi sungai yang kini di huni orang Belanda. Kata ini dipakai sejak tahun 1621 sampai tahun 1942 yang kemudian berubah menjadi “Jakarta” dan juga merupakan nama sebuah kapal layer VOC yang dibuat pada tahun 29 Oktober 1628 yang di nahkodai oleh Kapten Adrian Jakobz. 2. Mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku bangsa. Hasil perkawinan etnis di masa lalu yang memiliki kebudayaan yang bersifat campur aduk, seperti: peralatan dan perlengkapan hidup, system ekonomi, mata pencaharian,
Ilmu pengetahuan, religi. Dari pencampuran antar etnis dan menjadi kebudayaan yang berciri khas Betawi yang harus di lestarikan dan dikembangkan. Untuk itu perlu sebuah tempat untuk mewujudkannya salah satunya di Setu Babakan sebagai Cagar Budaya Betawi yang mempunyai tujuan membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus-menerus menata kehidupan serta nilai-nilai seni budaya Betawi sesuai dengan akar Budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi. Selain itu Setu Babakan berfungsi sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, penelitian, pelestarian, pengembangan, pariwisata yang memiliki fasilitas penunjang. 3.
Peran dalam melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi Setu Babakan melakukannya melalui bidang: social masyarakat, keagamaan, dan kesenian, sebagaimana yang akan dibahas dalam penelitian ini.
5.2 Saran. Dalam hal ini merasa perlu memberikan saran kepada pihak Setu Babakan, teman-teman Mahasiswa/I, Pemerintah Daerah dan Masyarakat Luas yaitu: 1. Mencantumkan alamat situs internet kedalam brosur segala aktivitas, pertunjukkan, serta sejarah mengenai Setu Babakan agar setiap orang yang membaca dapat mengetahuinya.
2. Hendaknya memperhatikan sarana perpustakaan sebagaimana yang telah dilampirkan dalam surat penetapan PBB Setu Babakan agar peneliti memperoleh kemudahan dalam mencari sumber-sumber. 3. Agar menambah fasilitas-fasilitas lain yang mendukung seperti fasilitas pendidikan. 4. Untuk Pemerintah Daerah agar lebih memahami akan kebutuhan dari PBB Setu Babakan salah satunya dalam segi pendanaan. 5. Untuk
masyarakat
Betawi agar
ikut
serta melestarikan dan
mengembangkan Kebudayaan Betawi khususnya yang bersuku Betawi dan masyarakat suku lain pada umumnya bukan hanya masyarakat di dalam Setu Babakan saja. 6. Bagi Mahasiswa/I agar lebih banyak memahami bangsa sendiri dengan mengadakan penelitian dalam bidang kebudayaan Bangsa Indonesia pada umumnya dan kebudayaan Betawi khususnya sebagai pelestarian Budaya. 7. Bukan pelestarian Budaya saja tetapi pengembangannya juga harus dilakukan tanpa harus meniggalkan unsur kebudayaan asli melalui pertunjukkan yang diadakan sebagai penarik masyarakat luas. Dalam melestarikan dan mengembangkan budaya betawi tersebut tidak semulus jalan tol banyak sekali aral melintangyang dapat memicu kita semua agar memperoleh hasil yang maksimal, dan apabila hal tersebut sudah tercapai maka hal tersebut menjadi sangat indah karena dapat melampauinya. Contoh kecil saja tentang pembuatan skripsi ini, penulis dengan susah payah
menulis,membuat skripsi ini dengan menarik dan berusaha agar pembaca dapat
mengenal sedikit
banyaknya tentang
budaya Betawi dengan
mengumpulkan referensi dari berbagai sumber, melakukan penelitian dan wawancara agar memperoleh hasil yang maksimal dan tentu saja untuk syarat kelulusan penulis, apabila telah berasil maka penulis akan merasa lega telah berusaha dan kini telah selesai dengan baik apabila hasilnya memuaskan maka itu adalah bonus atas pekerjaannya jika tidak dia akan bersyukur telah mengatasi rintangan tersebut dan akan memicu penulis agar terus menggali ilmu tersebut. Begitu juga dengan TIM Pengelola dengan usia yang masih dapat dikatakan muda Tempat PBB Setu Babakan ini, Tim Pengelola berusaha secara maksimal agar PBB Setu Babakan dapat dikenal masyarakat luas dan itu sudah dapat dikatakan berhasil karena Setu Babakan sudah banyak di kenal oleh masyarakat luas luar dan dalam Indonesia. Bagaimana dengan kendalakendala yang dihadapinya? Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut seperti Kepunahan pertunjukkan seni dan pendanan menjadi tugas kita bersama bukan saja TIM Pengelola tetapi seluruh masyarakat Indonesia khususnya yang bersuku Betawi. Selain Tim Pengelola yang berusaha dengan terus mengadakan pementasan seni walaupun dengan dana yang minim, kita dapat membantu dengan menyumbangkan keahlian kita mengadakan pertunjukan seni budayaBetawi, bila tidak bisa kita ikut belajar di sanggar Seni BUdaya Betawi dengan belajar kita jadi bisa dan nantinya dapat mempertunjukannya di PBB Setu Babakan, mengadakan penelitian dan meyebarluaskan PBB Setu
Babakan dalam masyarakat luas agar lebih banyak dikenal lagi dan tentunya kepada masyarakat kalangan atas agar dapat membantu dari segi pendanaan menyisihkan sebagian uangnya agar dapat dipakai untuk melestarikan dan mengembangkan Budaya Betawi di PBB Setu Babakan menjadi Donatur. Bila hal tersebut dapat dijalankan maka pastinya PBB Setu Babakan akan dapat bertahan dan dan berjalan sebagaimana fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA. A. Sumber Primer. Dokumentasi Observasi Lapangan: Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Wawancara Kepada TIM Pengelola Perkamppungan Budaya Betawi Setu Babakan:p Bk. Indra Sutisna: Jum’at, 16 Mei 2008: 10:30 WIB. B. Sumber Skunder. A. Heuken SJ …... Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta: Jakarta: Cipta LokaCaraka. Abdul Azis 2002: Islam dan Masyarakat Betawi: Jakarta: Logos, Cet ke-1 Alwi Shahab 11 Mei 2003: Saat Jendral Coen dihancurkan: Jakarta: Republika. Berita Jakarta com :: Pemkodya Jak Sel Terus Kembangkan Perkampungan Betawi Setu Babakan Budi Kurniawan ……: Kamus Ilmiah Populer Indonesia: Jakarta: Jawara Cik Hasan Bisri 1998: Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi: Jakarta: Logos Dudung Abdurrahman M.Hum ……: Metode Penelitian Sejarah: Jakarta: Logos Emot Rahmat Taendiftia, Syamsudin Mustafa, Atmanani R 1996: Seni Budaya Betawi, Gado-Gado Betawi, Masyarakat Betawi dan Ragam Budayanya: Jakarta: PT. Grasindo Cet ke-1 Gita Widya Laksmini dan Noor Cholis 2007: Esai Sosio Kultural: Jakarta: Banana: edisi pertama H.M. Husni, Ridwan Saidi 2000: Warisan Budaya Betawi: Jakarta: LSIP dan Pemda DKI Jakarta: cet ke-1 Drs. Hussein Wijaya 1976: Seni-Budaya Betawi Pralokakarya Penggalian dan Pengembangannya: Jakarta: Pustaka Jaya: cetakan pertama http:griya.com http://www.sinarharapan.co.id/berita10307119/jab06.html http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta12003111/17/brk,20031117 ,id.html Ikhtisar Kesenian Betawi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta. Ismet B. Harun, Hisman Kartakusumah, Rachmat Ruchiat, Umar Soediarso
1991: Rumah Tradisional Betawi: Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta jakartaku_ Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Koentjoronigrat 1990: Pengantar Ilmu Sosiologi: Jakarta: Rineka Cipta Koentjoronigrat 1990: Sejarah Teori Antropologi: Jakarta: UI Press. Muhadjir 2000: Bahasa Betawi Sejarah dan Perkembangannya: Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: Edisi Pertama Musium Sejarah Jakarta: Musium Fatahillah Selasa, 27 Mei 2008. Drs. Muhammad Zafar Iqbal.M.A. 2002: Islam di Jakarta, tudi Sejarah Islam dan Budaya Betawi: Jakarta: Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Nasiboe Sulaiha Cucu dkk. Pengantin Betawi: Jakarta Dinas Kebudayaan DKI Ridwan Saidi ……: Babad Tanah Betawi: Jakarta: PT.Griya Media Prima, Cet ke-1 Ridwan Saidi 1987: Profil Orang Betawi, Asal muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya: Jakarta: PT. Gunara Kata Setu Babakan-Perkampungan Budaya Betawi<<Jakarta Kota Gue Siti Nur Ajizah 2004: Perubahan Pelaksanaan Khataman dalam Adat Perkawinan Betawi: Jakarta: Universitas Negri Jakarta Soelaiman Soemardi ……: Pengantar Sosiologi: Jakarta: Yayasan Badan Penerbit FEUI, Cet ke-1 Soerjono Soekanto 1987: Sosiologi Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali Press Taman Mini Indonesia Indah 25 Mei 2008: Anjungan Betawi: Minggu TanuTrh 2001: Ketoprak Betawi: Jakarta: PT. Intisari, Cet ke-1 Uka Tjandrasasmita 2001: Sejarah Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia Tahun 1750: Pemerintah Profinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Dinas Museum dan Pemugaran Wedinggku.comPerkawinan adat Pengantin Betawi www.KCDJ.ORGATAUKINGSCLUBDJAKARTA@YAHOOGROU PS.COM www.jakarta.go.id/hukum//data/produkhukum/2005/perda%20200503%20Penetapan%20Perkampungan%20BUdaya%20Betawi
………… 2004: Asal Usul Nama Tempat di Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permusiuman. …………. 2004: Cerita Rakyat Betawi: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta: Dinas Kebudayan dan Permusiuman.
NAMA
: Indra Sutisna.
JABATAN
: Ketua TIM Pengelola PBB Setu Babakan.
UMUR
: 30 Tahun. PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana latar belakang dan sejarah terbentuknya Setu Babakan menjadi Perkampungan Budaya Betawi ? Apakah masyarakat mempercayai tentang hikayat Setu Babakan ?Setu Babakan telah ada sejak kurang lebih 20.000tahun yang lalu. Namun, agar terciptanya pembinaan, Pengembangan dan Pelestarian Budaya khususnya Betawi secara berkesinambungan pada suatu lingkunngan yang tertata sesuai dengan karakteristik budayanya dalam rangka memperkokoh khasanah Budaya Bangsa Indonesia, dari lima lokasi yang telah disurvey untuk menetapkan suatu system tersebut antara lain Marunda di Jakarta Utara, Kemayoran di Jakarta Pusat, Condet di Jakarta Timur, Serengseng Sawah di Jakarta Selatan, Serengseng di Jakarta Barat. Maka Serengseng Sawah di Jakarta Selatan Kecamatan Jagakarsa, ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya Betawikarena lingkungannya masih sesuai dan masih kental dengan karakter kehidupan masyarakat Betawi, keseharian adat Betawi dan tradisi Betawi. Pada tahun 2000 oleh Gubernur kemudian Surat Keputusan no 29 pada bulan Agustus dan pada bulan Oktober 2001 akhir setelah tiga bulan rampung dibuka tahap awal, sudah bisa datang dan beristirahat, lalu dikuatkan lagi peraturan daerah tanggal 10 Maret 162ha menjadi 289ha. 2. Fasilitas apa saja yang tersedia di dalam Setu Babakan ?
A. Pintu gerbang utama masuk Bang Pitung menuju Perkampungan Budaya Betawi. B. Wisma Betawi yang berfungsi sebagai penginapan atau homestay dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. C. Gallery yang berfungsi sebagai gedung untuk memamerkan hasil industri rumah tangga, prototife alat musik, pakaian adapt. D. Masjid At-Taubah terletak di RW 08 sekitar kurang lebih 300M sebelah utara kantor pengelola atau pusat kegiatan. E. Teater terbuka F. Mushollah PBB sebagai fasilitas atau ibadah pengunjung di pusat kegiatan yaitu panggung terbuka sebagai wisata budaya dibangun bulan November-Desember 2005. G. Plaza. H. Gedung pengelola yang berfungsi sebagai kantor dan pusat informasi. I. Sepeda air. J. Masjid Baitul Ma’mur dengan luas kurang lebih 1900 M terletak di RW 07 Kelurahan Serengseng Sawah, kurang lebih 1 km sebelah Tenggara dari kantor pengelola. Masjid ini merupakan masjid termegah di Jakarta Selatan dengan arsitektur tradisional Betawi. K. Balai pertemuan. L. Museum.
3. Apakah ada sarana perpustakaan di dalam Setu Babakan ? sebenarnya masih banyak sekali sarana yang belum tersedia disini seperti perpustakaan ini semua karena kurangnya dana yang disediakan oleh Pemda meski demikian kami tetap berusaha untuk menambah sarana-sarana tersebut. 4. Peralatan dan perlengkapan hidup. A. Berapa banyakkah rumah tradisional Betawi yang dimiliki oleh PBB Setu Babakan sebagai cagar Budaya ? kurang lebih 100 buah rumah adat Betawi yang didanai oleh Pemda dan selebihnya swadaya dari masyarakat. B. Pada rumah adat Betawi memiliki tiga tipe Gudang, Bapang, Joglo, apakah tiga tipe itu ada dalam PBB Setu Babakan ? semua ada didalam Setu Babakan ini tetapi tergantung luas tanah yang dimiliki oleh masing-masing warga. C. Terdiri dari beberapa
kepala keluarga ? PBB Setu Babakan di
Kelurahan Serengseng Sawah Jakarta Selatan memiliki jumlah penduduk kurang lebih 20.000 jiwa dan kepala keluarga sebanyak 5000 dari jumlah 10.000 kepala keluarga di Serengseng Sawah dan dengan jumlah penduduk kurang lebih 48.000 jiwa. Dalam Kelurahan Serengseng Sawah terdapat 19 RW dan 156 RT sedangkan dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang menjadi bagian dari Serengseng Sawah terdiri dari 5 RW dan 50 RT. Di dalam PBB Setu Babakan bukan saja terdapat terdapat masyarakat Betawi asli saja
tetapi juga terdapat masyarakat dari suku Bangsa lain misalnya Jawa, Sunda, dan sebagainya. Kurang lebih 65% orang Betawi di sana. D. Apakah dalam kesetiaphariannya masyarakat menggunakan pakaian khas Betawi ataukah hanya dalam upacara adapt saja ? dahulu pada masyarakat Setu Babakan masih memakai pakaian khas Betawi seperti pakaian bekerja pakaian jago dan sebagainya. Namun, seiring zaman dan kebutuhan dan situasi yang berbeda ini telah berubahsudah menjadi modern seperti pakaian saat bekerja disesuaikan dengan pekerjaannya, kevuali pakaian resmi, pernikahan, sunatan, dan pencak silat masih dipakai sampai sekarang. E. Apakah dalam masyarakat Betawi di Setu Babakan mengkonsumsi makanan khas Betawi ataukah hanya dalam upacara-upacara adat saja makanan itu di makan ? dalam masyarakat Setu Babakan tidak semuanya suku Betawi maka makanannyapun beragamsesuai dengan suku mereka bahkan terkadang campuran. Namun, makanan khas Betawi masih ada dalam upacara-upacara Budaya Betawi seperti: dodol, pada saat lebaran dan sebagainya. F. Apakah mata pencaharian hidup masyarakat Betawi di PBB Setu Babakan? Bagaimanakah system ekonomi PBB Setu Babakan ? dan apakah alat-alat produksinya ? sector-sektor yang dominant dalam perekonomian di PBB Setu Babakan adalah Bertani, bercocok tanam, berdagang, buruh, dan industri rumahan. Namun, seiring zaman ada juga bergerak dalam pemerintahan, jasa, dan pekerjaan-pekerjaan
professional seperti: Dokter, Doktor, Profesor, dan sebagainya. Dalam alat-alat produksi masyarakat mengembangkan usaha industri rumahan seperti souvenir (gantungan kunci, ondel-ondel), makanan (kue talam, dodol, kerak telor) dan minuman khas Betawi (bir pletok, jus belimbing) yang masih sedikit ada dalam masyarakat. 5. Bagaimanakah system kemasyarakatan di PBB Setu Babakan ? A. Baik darisegi organisasi politik ? B. Pada system kepemimpinan tradisional Betawi apakah masih dipegang oleh Jago dan Ulama sebagaimana pada system masyarakat zaman colonial ? C. Apakah system hukum adat masih dipakai pada masyarakat Betawi ? misalnya pada system hukum waris apakah anak perempuan hanya mendapatkan warisan berdasarkan kebijakan dari Ayahnya atau tidak ? jawaban A,B,C dalam kebudayaan Betawi erat kaitannya dengan Islam baik dalam segi kesenian, upacara adapt bahkan kehidupan sehari-hari maka Ulama, Dewan Guru sangat berperan selain pemerintah. Sedangkan Jago sudah tidak berperan lagi seperti pada zaman colonial menurut Bapak Indra Sutisna selaku penduduk asli PBB Setu Babakan dan selaku TIM Pengelolanya “masyarakat Betawi disini sudah tidak mengandalkan golok tetapi otak”. Warga Betawi menganggap disamping pendidikan formal, pendidikan agama juga penting. Mengenai hukum adat sudah tidak digunakan lagi karena diangap tidak
adil dan adanya unsur hukum Islam yang mengatur warisan, perempuan mendapat hak waris sesuai aturan hukum Islam. D. Selain dipertunjukkan apakah system perkawinan adat Betawi masih dilakukan pada masyarakat di Setu Babakan ? dan apakah penetapan hari untuk perkawinan adat Betawi masih dipakai (pemilihan hari baik). Apakah Pemerintah daerah di PBB Setu Babakan ikut terlibat dalam acara Perkawinan Betawi masyarakat ? dalam system perkawinan adat Betawi masih menggunakan system pengetahuan seperti: penentuan hari baik misalnya pada bulan haji dan upacara tersebut dilakukan pada tempat tinggal masing-masing. E. Apakah Bahasa Betawi dipakai baik dalam acaraformal, nonformal maupun dalam kehidupan masyarakat Betawi di PBB Setu Babakan ? pada masyarakat betawi di PBB Setu Babakan dalam kesehariannya mereka menggunakan bahasa Betawi. Namun, dalam acara-acara formal agar masyarakat mengerti dan sebagai Bangsa Indonesia mereka menggunakan bahasa Indonesia. 6. Mengenai system pengetahuan apakah masyarakat masih mempercayai halhal yang berbau mistik ? contohnya dalam hal ? tentang pengetahuan hal-hal mistik di Setu Babakan seperti: percayanya mereka tentang keberadaan legenda Setu Babakan dan tempat-tempat angker juga orang-orang pintar “dukun”. 7. Apakah semua masyarakat di PBB Setu Babakan beragama Islam ? jika tidak bagaimanakan hubungan antar agama apakah terjalin dengan baik ?contohnya
hubungan gotong-royong antar warga Betawi terlihat dalam pesta-pesta dan hajatan, bantam tetangga sangat ditunggu dan diharapkan, para tetangga secara suka rela membantu dengan moral dan materi bahkan, dengan masyarakat yang yang non-Islambaik Kristen, Hindu, dan sebagainya yang tinggal di dalam PBB tersebut mereka hidup rukun dan damai karena tidak semua masyarakat yang tinggal disana memeluk agama Islam. Sebagai PBB Setu Babakan upaya apakah yang dilakukan dalam Melestarikan dan Mengembangkan budaya Betawi dari segi: social masyarakat, keagamaan, kesenian ? bidang keagamaan puasa di PBB yang diadakan pada bulan Ramadhan atau Oktober, seperti: buka puasa bersama, Pekan Lebaran di PBB pada bulan Syawal atau November, seperti: open house kepada para Ulama dan Tokoh Betawi, Atraksi seni budaya Betawi. Perayaan Hari Besar Islam, seperti: mauled isra mi’raj, puasa, lebaran, dan sebagainya, atraksi prosesi budaya, seperti: sunatan, akekah, hatam qur’an, nuju bulan, injek tanah, ngederes, yang diadakan setiap bulan Juli, banyak terdapatnya Najelis Ta’lim di hampeir setiap RT baik Bapak-Bapak, Ibu-Ibu dan Remaja yang dibuka pada masyarakat diluar PBB Setu Babakan. Adanya pengajian pada acara-acara arisan, pernikahan, sunatan, dan pada hamper setiap aktivitas masyarakat Betawi di PBB Setu Babakan dalam Melestarikan dan Mengembangkan budaya Betawi dengan cara mensosialisasikannya. Seluruh masyarakat PBB berniat menjaga pelestarian Budaya tersebut yang timbul dalam diri mereka sendiri dan juga masyarakat ikut membantu materi dalam bidang kesenian sangat menonjol sekali karena PBB Setu Babakan juga merupakan tempat wisata hal ini menjadi agenda rutin mulai tahun 2004-sekarang.