SEMINAR PERPAJAKAN PENGUKUHAN DAN PENGAWASAN
PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)
Kelompok 6:
1. 2. 3. 4. 5.
Dela Farhana (10) Indra Ahmad Wijaya (17) Risca Dessyanty (24) Tesalonika Broery A (28) Wahyu Hidayat (29)
KELAS X-B DIPLOMA IV KEUANGAN SPESIALISASI AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
DAFTAR ISI Halaman Judul
..........................................................................................................................
i
Daftar Isi
..........................................................................................................................
ii
PENDAHULUAN ................................................................................................................
1
A.
Latar Belakang ..........................................................................................................
1
B.
Identifikasi Permasalahan ........................................................................................
1
C.
Tujuan Penulisan ......................................................................................................
2
D.
Metodologi ...............................................................................................................
2
LANDASAN TEORI.............................................................................................................
3
A.
Dasar Hukum ............................................................................................................
3
B.
Pengertian ................................................................................................................
3
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK .......................................................................
4
A.
Tata Cara Pelaporan dan Pengukuhan PKP .............................................................
5
B.
Pengukuhan PKP .....................................................................................................
5
C.
Verifikasi PKP............................................................................................................
6
D.
Verifikasi PK Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak .........................................
7
E.
Sanksi PKP yang Tidak Melaksanakan Ketentuan ...................................................
9
PENGAWASAN ATAS PENGUSAHA KENA PAJAK .............................................................
11
A.
Pelaksanaan Pengawasan PKP ................................................................................
11
B.
Program Pendukung Pengawasan PKP ...................................................................
12
PENGUSAHA KENA PAJAK DI INGGRIS ............................................................................
21
A.
Umum.......................................................................................................................
21
B.
Pengawasan / Inspeksi ............................................................................................
23
CURRENT ISSUE DAN STUDI KASUS .................................................................................
25
A.
Current Issue ............................................................................................................
25
B.
Studi Kasus ...............................................................................................................
25
DAFTAR REFERENSI .........................................................................................................................
28
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
Pengusaha Kena Pajak ii
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan salah satu aset pemasukkan bagi negara dan tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan negara berasal dari sektor pajak. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ’surplus’nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Soemitro, 1974). Penerimaan dari sektor pajak sangat mendukung terlaksananya pembangunan di berbagai sektor sebagai wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pemahaman akan peraturan perpajakan menjadi sangat penting bagi para wajib pajak agar bisa menghitung kewajiban pajaknya dengan tepat serta mengerti bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya yang terkait dengan pajak. Apalagi dengan sistem self assesment seperti yang diterapkan di Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:197/PMK.03/2013, wajib pajak badan yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki omzet lebih dari 4,8 miliyar pertahun wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), namun bagi wajib pajak badan yang memiliki omzet dibawah 4,8 milyar diperbolehkan tidak memiliki Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) sendiri merupakan identitas bagi setiap wajib pajak badan yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan undang - undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengusaha Kena pajak (PKP) adalah pengusaha yang diwajibkan memungut, menyetor, dan melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengusaha Kena pajak (PKP) sendiri adalah orang pribadi atau badan hukum atau usaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang - undang PPN (Pasal 3A UU PPN). Perusahaan merupakan salah satu bentuk badan hukum yang berkewajiban membayar pajak, dimana dalam usahanya lebih berorientasi pada keuntungan perusahaan demi kelangsungan perusahaan tersebut. Keuntungan perusahaan dapat diperoleh apabila harga jual lebih tinggi dari biaya output, baik biaya oprasional atau non oprasional. Semua aktivitas perusahaan, baik penjualan produk maupun pembelian bahan baku harus dilaporkan setiap bulan, dalam bentuk Laporan Keuangan yang menjadi sumber informasi terkait bagi perusahaan. Laporan Keuangan juga merupakan alat komunikasi antara wajib pajak dan fiskus, dari sinilah wajib pajak dapat menghitung berapa pajak terutangnya. Laporan Keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan aturan perpajakan yang digunakan untuk keperluan penghitungan pajak. Jenis pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan meliputi PPh 21,PPh 22, PPh 23, PPh pasal 4 ayat 2, PPh 25 dan PPN. Sistem self assessment yang dianut di Indonesia mewajibkan wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya, termasuk kewajiban menentukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhutang. Maka dari itu, data Laporan Keuangan harus disajikan dengan benar dan valid sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Pengusaha Kena Pajak 1
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan ditulis sebagai berikut: 1. Bagaimana pengukuhan Pengusaha Kena Pajak? 2. Bagaimana pengawasan Pengusaha Kena Pajak? 3. Bagaimana perbandingan dengan Pengusaha Kena Pajak di Inggris? 4. Apa current issue mengenai Pengusaha Kena Pajak?
C. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN Maksud dan tujuan penulisan makalah ini selain dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Seminar Perpajakan, juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis terkait Pengusaha Kena Pajak.
D. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kapustakaan, dimana bahan yang diolah dari berbagai sumber baik berupa peraturan perpajakan maupun literaturliteratur perpajakan online.
Pengusaha Kena Pajak 2
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/ PMK.03/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/ PMK.03/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/ PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta Perubahan data dan Pemindahan WP
B. Pengertian 1.
Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. 2.
Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1983 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 3.
Pengusaha Kecil Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pengusaha Kena Pajak 3
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB III PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK Pada dasarnya, Pengusaha Kena Pajak mencakup pengusaha orang pribadi dan badan. Sebuah badan otomatis dikenai kewajiban menjadi Pengusaha Kena Pajak apabila menyerahkan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak, tanpa memandang omzet (peredaran bruto) pertahun. Untuk itulah, ketika sebuah badan melakukan pendaftaran memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka ia juga akan dikukuhkan sebagai PKP dan memperoleh Nomor Pengukuhan PKP (NPPKP) apabila usahanya mencakup seperti yang disebutkan di atas. Lain halnya dengan orang pribadi. Ketika orang pribadi melakukan usaha dimana terdapat penyerahan BKP dan atau JKP, seharusnya, orang pribadi tersebut juga otomatis akan menjadi PKP. Hanya saja, kantor pajak akan memantau peredaran usaha berdasarkan SPT masa yang dilaporkan. Bila dalam satu tahun tidak melebihi batasan omzet sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, maka status PKP dapat dicabut dan beralih kepada Pengusaha Kecil, dimana kewajiban untuk memungut dan menyetor PPN akan hilang. Namun demikian, apabila tahun berikutnya omzetnya sudah melebihi batas pengusaha kecil, orang pribadi tersebut wajib melakukan permohonan pengukuhan PKP lagi. Adapun batasan omzet pengusaha kecil yang di atur dengan Peraturan Menteri Keuangan bersama dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya adalah sebagai berikut : Perubahan Batasan Omzet Pengusaha Kecil Dasar Hukum Batasan Omzet Bruto
Mulai Berlaku
PMK-197/PMK.03/2013
Rp 4.800.000.000,-
1 Januari 2014
PMK-68/PMK.03/2010
Rp 600.000.000,-
1 Januari 2004
a. Penyerahan BKP tidak lebih dari Rp 360 juta, atau b. Penyerahan JKP tidak lebih dari Rp 180 juta. a. Penyerahan BKP tidak lebih dari Rp 240 juta, atau b. Penyerahan JKP tidak lebih dari Rp 120 juta. a. Penyerahan BKP tidak lebih dari Rp 120 juta, atau b. Penyerahan JKP tidak lebih dari Rp 60 juta. a. Penyerahan BKP tidak lebih dari Rp 60 juta, atau b. Penyerahan JKP tidak lebih dari Rp 30 juta. a. Penyerahan BKP atau JKP tidak lebih dari Rp 60 juta, atau b. Menggunakan modal usaha tidak lebih dari Rp 10 juta.
1 Januari 2001
KMK-571/ KMK.03/2003 KMK-552/KMK.04/2000
KMK-648/KMK.04/1994
KMK-1288/KMK.04/1991
KMK-303/KMK.04/1989
KMK-430/KMK.04/1984
1 Januari 1995
1 Januari 1992
1 April 1989
1 Juli 1984
Pengusaha Kena Pajak 4
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
A. Tata Cara Pelaporan dan Pengukuhan PKP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat dengan melampirkan: Untuk WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang dibutuhkan adalah KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing. Sedangkan untuk WP Badan, persyaratannya yakni : Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT (Bentuk Usaha Tetap); KTP bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing sebagai penanggung jawab; NPWP pimpinan/penanggung jawab Badan. Untuk WP Orang pribadi dan WP Badan yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, persyaratan tambahan yang diminta antara lain SIUP dan keterangan domisili dari pengelola gedung/kelurahan. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ini harus melalui pembuktian alamat dari WP tersebut.
B. Pengukuhan PKP Pengusaha yang dikenai PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP. Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan. Pengusaha kecil yang memlilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya. Fungsi Pengukuhan PKP Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPn BM. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan KPP dapat melakukan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh PKP. Pencabutan Pengukuhan PKP PKP pindah alamat; WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi; PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP. Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan
Pengusaha Kena Pajak 5
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
C. Verifikasi PKP Tujuan Verifikasi di antaranya adalah untuk mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan, mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak, dan pencabutan pengukuhan PKP, baik secara jabatan maupun atas dasar permohonan PKP. Pengukuhan PKP Secara Jabatan Verifikasi dalam rangka mengukuhkan PKP secara jabatan dilakukan terhadap WP orang pribadi sebagai Pengusaha, dan/atau WP orang pribadi dan badan sebagai Pengusaha, sesuai hasil kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan secara massal, yang berdasarkan data dan informasi menunjukkan telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak. Termasuk hasil kegiatan ekstensifikasi adalah hasil kegiatan sensus pajak nasional. Verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP secara jabatan ini dilakukan untuk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP. Dengan demikian terdapat dua kegiatan yang dicakup dalam Verifikasi untuk mengukuhkan PKP secara jabatan ini yaitu pengujian pemenuhan persyaratan subjektif dan pengujian pemenuhan persyaratan objektif. Pengujian pemenuhan persyaratan subjektif meliputi: pengujian atas kelengkapan dokumen terkait dengan identitas Pengusaha, antara lain KTP Pengusaha, KTP Pengurus, akta pendirian, dan surat keterangan domisili; dan pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan kebenaran keberadaan Pengusaha yang bersangkutan di alamat tersebut, antara lain peta lokasi kegiatan usaha, dan foto tempat kegiatan usaha. Sementara itu, pemenuhan persyaratan objektif meliputi kegiatan sebagai berikut; pengujian atas kelengkapan dokumen izin kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku, misalnya surat izin usaha perdagangan dan surat izin usaha jasa konstruksi; dan pengujian terhadap kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dengan kegiatan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan daftar harta di tempat kegiatan usaha. Pengukuhan PKP Berdasarkan Permohonan Verifikasi dalam rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak dilakukan terhadap WP orang pribadi sebagai Pengusaha, termasuk WP orang pribadi pengusaha tertentu atau WP badan sebagai Pengusaha yang mengajukan permohonan untuk dikukuhkan sebagai PKP. Verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP atas permohonan ini dilakukan untuk menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP. Dengan demikian terdapat dua kegiatan yang dicakup dalam Verifikasi untuk mengukuhkan PKP secara jabatan ini yaitu pengujian pemenuhan persyaratan subjektif dan pengujian pemenuhan persyaratan objektif sebagaimana diuraikan di atas. Pencabutan Pengukuhan PKP Verifikasi dalam rangka mencabut pengukuhan PKP secara jabatan atau berdasarkan permohonan PKP terhadap: (1) PKP orang pribadi yang telah meninggal dunia; (2) PKP telah dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
Pengusaha Kena Pajak 6
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
(3) PKP yang pindah alamat tempat tinggal, tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lainnya; (4) PKP yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya untuk 1 (satu) tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk pengusaha kecil dan tidak memilih untuk menjadi PKP; (5) PKP selain perseroan terbatas dengan status tidak aktif (non efektif) dan secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; (6) Pengusaha Kena Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember; (7) PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN yang pajak keluaran dan pajak masukannya nihil untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember; atau (8) PKP bentuk usaha tetap (BUT) yang telah menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan juga dapat dilaksanakan setelah Dirjen Pajak melakukan Verifikasi atas hasil sensus pajak nasional, hasil konfirmasi lapangan setelah pengukuhan PKP, atau hasil kegiatan lain yang dilaksanakan oleh Dirjen Pajak. Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP dilakukan untuk tertib administrasi dan/atau menguji pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak.
D. Hak dan Kewajiban Pengusaha Kena Pajak a. Hak-hak pengusaha kena pajak. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan. Sesuai dengan mekanisme PPN, pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai Hak untuk melakukan Kompensasi Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut, dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Hak untuk melakukan Restitusi Kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada setiap Masa Pajak oleh: (1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; (2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; (3) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
Pengusaha Kena Pajak 7
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
(4) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; (5) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau (6) Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi. Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e, yang mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya. b. Kewajiban PKP Pelaporan Usaha Kewajiban pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menyerahkan BKP dan atau JKP dan atau, mengekspor BKP adalah melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKPberdasarkan pasal 3A ayat (1) UU PPN Jo. Pasal 2 ayat (2) UU KUP. Karena kewajiban melaporkan usaha merupakan kewajiban PKP, kewajiban ini timbul bersamaan dengan timbulnya status PKP menurut undang-undang. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang Untuk menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PKP wajib menyetorkan : (1) PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Yang disetor adalah selisih pajak masukan dan pajak keluaran, bila pajak masukan lebih kecil daripada pajak keluaran. (2) PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan BKP yang tergolong mewah (3) PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh DJP dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP PPN dan PPnBM yang terutang disetorkan oleh PKP ke Bank Persepsi/ kantor pos paling lama akhir bulan berikutnya sebelum penyampaian SPT masa PPN. Untuk PPN yang terutang dalam surat ketetapan, mengikuti aturan dalam KUP, sedangkan untuk PPN atas impor, dilunasi pada saat pembayaran bea masuk. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. Pembuatan Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur pada: (1) saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; (2) saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
Pengusaha Kena Pajak 8
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
(3) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau (4) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan. Di dalam mekanisme perdagangan, dikenal istilah nota retur untuk barang yang dikembalikan kepada supplier. PPN mengakomodir masalah tersebut dengan dasar hukum pasal 5A UU PPN; “Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.” Pembukuan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah Wajib Pajak (WP) Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah). Dari isi UU KUP di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa batasan omzet pengusaha kecil untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah sebesar Rp 4.8 Milyar sama dengan batasan melakukan pembukuan, dengan demikian PKP wajib melakukan pembukuan. Manfaat lainnya adalah apabila ada pemriksaan dari kantor pajak, terutama terkait restitusi PPN maka akan memudahkan penghitungan pajak terutang.
E.
Sanksi PKP yang Tidak Melaksanakan Ketentuan PKP yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar Bila menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. PKP yang dengan sengaja : Tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau menyalahgunakan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
Pengusaha Kena Pajak 9
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenai pidana 2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana di atas. PKP yang tidak membuat Faktur Pajak PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.
Pengusaha Kena Pajak 10
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB IV PENGAWASAN ATAS PENGUSAHA KENA PAJAK A. Pelaksanaan Pengawasan PKP Pengawasan kepatuhan atas PKP merupakan bagian dari pengawasan kepatuhan Wajib Pajak. DJP melakukan pengawasan kepatuhan PKP melalui unit instansi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lebih tepatnya oleh Account Representative (AR) pada seksi Pengawasan dan Konsultasi. Account Representative (AR) pajak adalah aparat pajak yang berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah melaksanakan sistem administrasi modern dan bertugas untuk memberikan pelayanan, pengawasan dan pengarahan secara langsung kepada sejumlah wajib pajak tertentu yang telah ditugaskan kepada Account Representative (AR) tersebut. Setiap Account Representative (AR) secara langsung melayani beberapa wajib pajak yang harus diawasi dan diarahkan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 98/KOM.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang Telah Mengimplementasikan Organisasi Modern pada pasal 2 disebutkan bahwa tugas AR adalah : 1. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak. 2. Bimbingan/himbauan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib pajak. 3. Penyusunan profil Wajib Pajak. 4. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi. 5. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pengawasan kepatuhan PKP sebagai Wajib Pajak dilakukan secara terus menerus dan intensif. AR dapat melakukan penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan PKP serta melakukan konfirmasi dan verifikasi atas pemenuhan kriteria PKP. Pengawasan kepatuhan atas PKP secara rutin dilakukan melalui aplikasi SIDJP yang telah dikembangkan dengan adanya menu Aplikasi Administrasi Pengawasan PKP yang dapat langsung diakses oleh petugas yang memiliki otorisasi yaitu Account Representative (AR). Pengawasan kepatuhan PKP juga dilaksanakan dengan mengacu pada kegiatan atau program khusus yang dilaksanakan oleh DJP secara nasional. Unit instansi lain yang melakukan pengawasan PKP secara tidak langsung adalah Kantor Wilayah DJP yang merupakan unit pemantau pelaksanaan pengawasan PKP dan program-program terkait pengawasan PKP. Dalam program Registrasi Ulang PKP misalnya, Kepala Kantor Wilayah memiliki tugas: a. Memantau pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 dan memastikan bahwa hasil Verifikasi memenuhi tujuan yang diharapkan. b. Memantau tindak lanjut atas kesimpulan yang tertuang dalam laporan hasil Verifikasi. c. Membuat laporan rekapitulasi hasil Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Tahun 2012 kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Peraturan Perpajakan I setiap bulan dan menyampaikannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. d. Memberikan persetujuan atas Berita acara verifikasi pembatalan surat Pencabutan Pengukuhan PKP berdasarkan hasil pelaksanaan verifikasi kembali.
Pengusaha Kena Pajak 11
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
B. Program Pendukung Pengawasan PKP 1.
Program Registrasi Ulang PKP
Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak. Registrasi Ulang PKP adalah program utama terkait penertiban PKP yang telah selesai dilaksanakan pada 31 Desember 2012 dan output dari program ini telah dijadikan sumber data untuk pelaksanaan program selanjutnya terkait PKP antara lain E-Nofa (Elektronik nomor faktur) dan E-Faktur (Elektronik Faktur Pajak). Latar belakang diadakannya program Registrasi Ulang ini adalah semakin meningkatnya transaksi bisnis di Indonesia yang tentu saja dilakukan oleh pihak-pihak yang sebagian besar merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) namun ternyata secara administratif tingkat kepatuhan atas peraturan perpajakan PKP masih rendah, hal tersebut menjadi indikasi tidak tepatnya pertimbangan atas pengukuhan PKP sehingga perlu ada penegasan kembali bahwa PKP terdaftar telah memenuhi kriteria pengukuhan PKP. Penertiban administrasi atas data PKP pun perlu dilakukan oleh DJP agar data dan informasi yang didapatkan terkait PKP menjadi valid dan dapat diandalkan. Pada intinya kegiatan yang dilakukan dalam program registrasi ulang PKP adalah pencabutan secara jabatan atas pengukuhan PKP yang telah terdaftar berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh petugas. Definisi verifikasi secara umum adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/ mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Maka yang dimaksud dengan verifikasi pada program ini adalah verifikasi yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak benar-benar tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Berikut lebih jelas beberapa pasal dalam PER(dengan perubahan dalam PER-20/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-05/PJ/2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak) yang merupakan dasar tatacara pelaksanaan program Registrasi Ulang PKP oleh DJP. Pasal 2 (1) Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak terdaftar. (2) Jangka waktu pelaksanaan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dimulai sejak Februari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012. (3) Registrasi Ulang Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak terdaftar. Pasal 3 (1) Dalam rangka Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. (2) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Verifikasi. (3) Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Pengusaha Kena Pajak 12
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
(4) Verifikasi yang dilakukan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak benar-benar tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pasal 4 (1) Persyaratan subjektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha. (2) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. (3) Persyaratan objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dipenuhi apabila Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud. Pasal 5 (1) Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak yang telah dipusatkan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai di tempat lain; b. Pengusaha Kena Pajak yang pindah alamat ke wilayah kerja kantor Direktorat Jenderal Pajak lainnya; atau c. Pengusaha Kena Pajak yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak. (2) Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu: a. Pengusaha Kena Pajak dengan status tidak aktif (Non Efektif); b. Pengusaha Kena Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; c. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; d. Pengusaha Kena Pajak, yang pada Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2011 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang pada bagian periode tersebut tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang Pajak Keluaran dan Pajak Masukannya nihil; e. Pengusaha Kena Pajak yang tidak ditemukan pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional; atau f. Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya. (3) Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, yaitu:
Pengusaha Kena Pajak 13
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
a. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan kunjungan (visit) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; b. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan pemeriksaan PPN dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; atau c. Pengusaha Kena Pajak yang tidak dilakukan konfirmasi lapangan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak dan perubahannya. (4) Dikecualikan dari Pengusaha Kena Pajak yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Pengusaha Kena Pajak yang ditemukan keberadaannya dan diyakini kegiatan usahanya pada waktu pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Pasal 6 Pasal 6 PER-05/PJ/2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dalam ayat (3) menyebutkan bahwa apabila berdasarkan laporan hasil Verifikasi diketahui bahwa Pengusaha Kena Pajak termasuk dalam kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) maka kepada Pengusaha Kena Pajak tersebut diterbitkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pasal 8 Pasal 8 ayat (1) dan (2) PER-05/PJ/2012 memungkinkan pembatalan atas pencabutan pengukuhan PKP yang telah dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah yang merupakan unit vertical KPP terkait. Bunyi kedua ayat tersebut adalah: (1) Dalam hal kemudian diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak-nya ternyata memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dibatalkan. (2) Untuk membatalkan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan Verifikasi kembali. Saat ini program Registrasi ulang PKP telah selesai dilaksanakan, tepatnya pada 31 Desember 2012. Dengan berakhirnya program ini dapat diyakini bahwa PKP yang saat ini terdaftar adalah PKP yang memenuhi kriteria Objektif dan Subjektif untuk dikukuhkan sebagai PKP. Data hasil registrasi ulang PKP kemudian digunakan sebagai dasar pelaksanaan program E-Nofa (Elektronik Nomor Faktur) yang saat ini masih dilaksanakan serta program E-Faktur (Elektronik Faktur Pajak) yang saat ini baru digunakan oleh 45 WP besar dan sedang dipersiapkan untuk diterapkan secara nasional pada tahun 2016. 2.
Elektronik Nomor Faktur (E-Nofa)
Dasar pelaksanaan penomoran faktur pajak dengan nomor seri faktur yang ditetapkan oleh DJP adalah PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Definisi menurut peraturan ini, Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri
Pengusaha Kena Pajak 14
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penetapan Nomor Seri Faktur Pajak oleh DJP dapat mempermudah pelaksanaan pengawasan atas kepatuhan perpajakan PKP. DJP dapat mudah melakukan pengawasan dengan melacak transaksi terkait PKP dengan melihat penggunaan nomor seri faktur pajak dan juga konfirmasi kebenaran faktur, karena data konfirmasi faktur berada pada internal DJP. Sistem ini pun dapat menurunkan tingkat terjadinya faktur pajak fiktif karena nomor seri faktur bersifat unik dan tidak didapatkan dengan mudah serta sulit disalahgunakan oleh Wajib Pajak. Peraturan yang berlaku saat ini terkait faktur pajak adalah PER -17/PJ/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Ketentuan terkait pemberian Nomor Seri Faktur Pajak oleh DJP di dalam Perdirjen tersebut antara lain: Pasal 7 (1) PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu : a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status; dan c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pasal 8 (1) PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (2) Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus: a. diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh PKP; dan b. disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menunjukkan asli kartu identitas sesuai dengan identitas yang tercantum dalam surat permohonan. (3) Dalam hal surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ditandatangani oleh selain PKP, maka surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa. (4) Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut: a. PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Pengusaha Kena Pajak 15
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau b. PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012. (5) Dalam hal PKP memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Kantor Pelayanan Pajak: a. menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP; dan b. mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. (6) Dalam hal PKP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Lampiran IC yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (7) Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. (8) PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (7) dapat mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat. (9) Dalam hal PKP tidak menerima Password sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b karena kesalahan penulisan alamat email pada Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus melakukan update email. (10) Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menyampaikan surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi sebagaimana diatur dalam Lampiran ID yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan fotokopi bukti penerimaan surat dari Kantor Pelayanan Pajak atas surat permohonan Kode Aktivasi dan Password. (11) Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat permohonan diterima. (12) PKP harus melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara elektronik (Akun Pengusaha Kena Pajak) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode Aktivasi, melalui: a. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IE yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; atau
Pengusaha Kena Pajak 16
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
b. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (13) Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk PKP yang telah memperoleh Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli 2014. Definisi : Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau Kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan kode aktivasi. Password adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat elektronik (email). Pasal 9 (1) PKP dapat melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui: a. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan; dan/atau b. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (2) Tata cara permintaan Nomor Seri Faktur Pajak: a. melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dilakukan dengan menggunakan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IF yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. b. melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak: 1) untuk PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik; dan 2) mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (3) Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut: a. telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; b. telah melakukan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; dan c. telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak. (4) PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak. (5) Atas surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IG-1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP. (6) Atas permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan memenuhi
Pengusaha Kena Pajak 17
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), PKP akan menerima surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dalam bentuk elektronik sebagaimana diatur dalam Lampiran IG-2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP. (7) Dalam hal Surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan jelas, PKP dapat: a. meminta surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak; atau b. melakukan cetak ulang surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Pasal 9A (1) Direktorat Jenderal Pajak memberikan sertifikat elektronik kepada PKP yang berfungsi sebagai otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa: a. layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan b. penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik. (2) Sertifikat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada PKP setelah PKP mengajukan permintaan sertifikat elektronik dan menyetujui syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (3) Pengajuan permintaan sertifikat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015, melalui: a. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Sertifikat Elektronik sebagaimana diatur dalam Lampiran IH yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; atau b. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (4) Pemberian sertifikat elektronik dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut DJP telah menggunakan aplikasi tersendiri untuk pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yaitu E-Nofa (Elektronik Nomor Faktur) yang otorisasi dan pelaksanaan atas pemberian nomor faktur dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak. 3.
Elektronik Faktur Pajak (E-Faktur Pajak)
Pasal 9 A ayat (2) huruf b , pada PER-17/PJ/2014 telah menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak memberikan sertifikat elektronik kepada PKP yang berfungsi sebagai otentifikasi pengguna layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa penggunaan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik. Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa DJP tengah secara nyata mempersiapkan prosedur dan sistematisasi yang
Pengusaha Kena Pajak 18
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
terintegrasi atas layanan perpajakan elektronik yang diantaranya adalah faktur pajak elektronik atau E-Faktur Pajak. Faktur pajak berbentuk elektronik atau E-Faktur, adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. e-Faktur Pajak merupakan bagian dari rangkaian pembenahan sistem perpajakan terkait PPN. Sebelumnya DJP melaksanakan pembenahan sistem PPN melalui program registrasi ulang PKP, pengembangan aplikasi pengawasan PKP, penomoran faktur pajak secara elektronik (e-NoFa). Peluncuran e-Faktur diatur dalam Per Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Latar Belakang ditetapkannya E-Faktur Pajak adalah :
Manfaat E-Faktur Pajak bagi PKP maupun DJP :
Pengusaha Kena Pajak 19
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
Pasal 10 dan 11 PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Memuat ketentuan tentang bentuk dan pelaporan E-Faktur Pajak. Pasal 10 (1) Bentuk e-Faktur adalah berupa dokumen elektronik Faktur Pajak, yang merupakan hasil keluaran (output) dari aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. (2) e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy). Pasal 11 (1) e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. (2) Pelaporan e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. (3) Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuate-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak. Pemberlakuan E-Faktur Pajak kepada Pengusahan Kena Pajak (PKP) tertentu di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya di Jakarta mulai 1 Juli 2014. 1 Juli 2015 e-Faktur Pajak akan diberlakukan untuk seluruh PKP di Kantor Pelayanan Pajak Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan pemberlakukan e-Faktur Pajak secara nasional akan dimulai pada 1 Juli 2016.
Pengusaha Kena Pajak 20
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB V PENGUSAHA KENA PAJAK DI INGGRIS A. Umum Dalam sistem VAT di Inggris, "Taxable Person" adalah setiap badan atau individu yang diharuskanterdaftaruntuk kepentingan VAT. Istilah tersebut termasuk setiap entitas atau individu yang melakukan penyerahanbarang atau jasakena pajak, akuisisi intra-Communityatau Distance Salesdi Inggris untuk kepentingan usahannya. HM Revenue and Customs (DJP-nya Inggris) telah memperkenalkan pelayanan pendaftaran online untuk pendaftaran VAT dan untuk memberitahukan kalau ada perubahan data (seperti perubahan alamat). Ketika sudah mendaftar, entitas tersebut akan menerima VAT Registration Certificate yang menetapkan: Nomor VAT Kapan harus membayar dan melaporkan VAT Tanggal pendaftaran efektif (tanggal dimana entitas tersebut melewati threshold atau tanggal yang diminta oleh entitas jika mendaftar secara sukarela). Saat pendaftaraan VAT adalah saat entitas tersebut melewati ambang batas (threshold) VAT atau mengetahui akan melewati batas tersebut. a. VAT responsibilities Kewajiban entitas yang sudah terdaftar VAT adalah sebagai berikut: Menagih/memungut VAT dengan Jumlah yang tepat kepada pelanggan Membayar VAT yang terutang Melakukan pelaporan VAT Menjaga pencatatan (record) VAT b. Threshold Ambang batas (threshold) pendaftaran VAT adalah GBP81,000; batas ini pada umumnya meningkat setiap tahun. Batas pendaftaran VAT ini hanya berlaku untuk bisnis yang didirikan di Inggris. Ambang batas pendaftaran menjadi nol untuk bisnis (perusahaan atau individu)yangtidak didirikan di Inggris. Akibatnya, setiap perusahaan atau individu yang yang tidak didirikan atau berada di Inggris (non-established business) melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak di Inggris diharuskan untuk mendaftar. Gambaran untuk threshold tersebut adalah sebagai berikut: Circumstance
Threshold
VAT registration
More than £81,000
Registration for distance selling into the UK
More than £70,000
Registration for bringing goods into the UK from the EU
More than £81,000
Pengusaha Kena Pajak 21
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
Circumstance Completing simplified EC Sales List
Threshold £72,500 or less and supplies to EU countries of £11,000 or less
c. Compulsory Registration Sebuah entitas diwajibkan untuk mendaftar VAT jika: Omset kena pajak untuk VAT melebihi batas yang ditetapkan (£81,000) dalam batas waktu 12 bulan. Entitas menerima barang di dalam wilayah Inggris dari Uni Eropa (EU) yang bernilai lebih dari (£81,000) Entitas diperkirakan akan melampaui batas threshold VAT dalam waktu 30 hari mendatang. d. Exemption from registration(Pembebasan dari Kewajiban Pendaftaran) Taxable Person yang omset seluruhnya berasal dari penyerahan dengan tarif nol (zerorated) dapat meminta pembebasan dari pendaftaran. e. Voluntarily Registration (Pendaftaran Sukarela) Sebuah entitas(perusahaan atau individu) dapat mendaftar untuk VATsecara sukarela jika omset kena pajak ada di bawah ambang batas (threshold) pendaftaran PPN. Sebuah entitas juga dapat mendaftar untuk VAT secara sukarela sebelum entitas tersebut membuat/menyerahkan barang atau jasa kena pajak. Dalam hal ini, entitas perlu untuk menunjukkan kepada otoritas VAT (HRMC) bahwa entitas tersebut itu memiliki niat untuk membuat/melakukanpenyerahan barang/jasa kena pajak. f. Pembelian sebelum Pendaftaran VAT Terdapat batas waktu mundur untuk mengakui pajak masukan yang sudah dibayarkan ketika belum terdaftar dalam VAT. Dari tanggal pendaftaran VAT, waktu mundur tersebut adalah: 4 (empat) tahun untuk barang-barang yang masih dimiliki 6 (enam) bulan untuk jasa (services) g. VAT Group Badan hukum yang berada di bawah "common control"dan didirikan atau memiliki establishmentyang tetap di UK diperbolehkan untuk mendaftar sebagai “VAT Group”. “VAT Goup” diperlakukan sebagai Single Taxable Person. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam VAT Group tersebut memiliki nomor VAT tunggal yang samadan hanya menyerahkan satu laporan VAT. Tidak ada VAT yang dikenakan atas transaksi-transaksi yang terjadi diantara para anggota VAT Group tersebut. h. Non-established businesses (NEB) Sebuah "Non-established business" adalah entitas yang tidak memiliki tempat (establishment)yang tetap di Inggris. NEB harus mendaftar untuk PPN jika dia membuat taxable Supplies berikut di Inggris, terlepas dari berapa nilai penyerahan tersebut:
Pengusaha Kena Pajak 22
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
• Barang (Goods) berada di Inggris pada saat terjadinya penyerahan • Jasa dimana Reverse Charge tidak berlaku i. Reverse Charge Jika NEB yang tidak terdaftar untuk VAT melakukan penyerahan jasa (services) kepada entitas kena pajak di Inggris, entitas kena pajak di Inggris tersebutdiharuskan untuk memperhitungkan VAT atas transaksi yang terjadi. Ini berarti bahwa entitas kena pajak di Inggris tersebut memungut VAT dari dirinya sendiri. VATyang dihitung dan dipungut sendiri dapat dibebankan sebagai pajak masukan. j. Tax Representatives Sebuah NEB dapat memilih untuk menunjuk agen atauperwakilan pajak untuk bertindak atas namanya dalam kaitannya dengan masalah VAT di Inggris. k. Deregistration Perusahaan atau individu yang tidak lagi memenuhi persyaratan untuk menjadi VAT registered harus dihapus dalam sistem VAT. Entitas juga dapat meminta untuk di-deregistration jika omset kena pajak berada di bawah ambang batas (threshold) atau jika omset kena pajak seluruhnya berasal dari penyerahan dengan tarif nol (zero-rated). Namun, deregistration dalam keadaan ini tidak wajib. l. Denda (Penalties) Denda diberikan kepada entitas yang terlambat mendaftar untuk VAT. Denda ini dihitung sebagai persentase dari VAT yang terutang (pajak keluaran dikurangi pajak masukan) untuk "periode yang relevan." Periode yang Relevan ini dimulai pada tanggal entitas tersebut harus terdaftar dan berakhir pada tanggal dimana HMRC menerbitkan surat tagihan. Jika kewajiban untuk mendaftar VAT muncul sebelum tanggal 1 April 2010, tingkat denda yang berlaku tergantung pada panjang dari periode relevan. Jika periode relevan ini kurang dari sembilan bulan, tingkat dendanya adalah 5% dari VAT yang terutang. Jika periode relevan tersebut antara 9 sampai 18 bulan, tingkat denda meningkat menjadi 10% dari VAT terutang. Untuk entitas yang terlambat mendaftar lebih dari 18 bulan, dendanya adalah 15% dari VAT terutang. Hukuman minimum adalah GBP50. Jika kewajiban untuk mendaftarkan muncul sesudah tanggal 1 April 2010, denda yang berlaku dari 30% (untuk sebagian besar) sampai 100% (sehubungan dengan tindakan yang disengaja dan tersembunyi) dari VAT terutang.
B. Pengawasan / Inspeksi Dalam melakukan pengawasan dalam pelaksanaan VAT di Inggris, HRMC melakukan berbagai kegiatan. Salah satu kegiatan utama yang dilakukan adalah melakukan Visits and Inspections. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap 4-6 tahun sekali untuk setiap entitas yang terdaftar dalam VAT. Kegiatan kunjungan dan inspeksi ini dimulai dengan memberikan pemberitahuan (notice) dalam jangka waktu 7 hari sebelum kunjungan.Notice tersebut berisi informasi-informasi apa saja yang diperlukan, berapa lama kegiatan inspeksi berlangsung dan jika diperlukan kunjungan langsung ke lokasi.
Pengusaha Kena Pajak 23
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
Seberapa seringnya ada kunjungan dan inspeksi kepada entitas tersebut tergantung dari seberapa besar dan kompleksnya bisnis entitas atau jika entitas tersebut melaporkan laporan yang telat atau salah. HMRC juga melakukan inspeksi untuk bisnis-bisnis yang tergolong berisiko tinggi (high risk) seperti: Retailer atau bisnis-bisnis dengan arus kas yang sering dan banyak Industri konstruksi dan investasi properti Bisnis-bisnis yang dibebaskan dari VAT secara parsial Bisnis-bisnis seperti badan amal Importir dan eksportir
Pengusaha Kena Pajak 24
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
BAB VI CURRENT ISSUE DAN STUDI KASUS A. Current Issue 1. E-commerce dalam perspektif PPN Salah satu tantangan PPN saat ini adalah bagaimana cara efektif untuk mengenakan pajak atas transaksi e-commerce. Potensi pajaknya sangat besar, namun seringkali luput dikenakan pajak karena sifat transaksinya yang unik. Menurut catatan International Data Corporation (IDC) yang dikutip Kompas (5/10/2012), nilai perdagangan lewat internet di Indonesia tahun 2011 mencapai 3,4 miliar dolar AS atau sekitar 30 triliun rupiah. Bahkan, menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mayoritas transaksi e-commerce tidak membayar pajak meskipun nilai transaksinya rata-rata setahun mencapai 100 triliun rupiah (Antrara News.com, 12 April 2014). Kondisi dimana transaksi e-commerce akan sulit dikenakan pajaknya, yakni pertama, pertama adalah transaksi melalui e-commerce mampu menembus batas geografis antar negara (borderless). Kedua, bentuk barang atau jasa yang diperjualbelikan dapat berformat digital seperti piranti lunak komputer, musik, majalah atau lainnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa transaksi fisik tidak diperlukan lagi dan digantikan dengan perpindahan bentuk digital saja. Ketiga, transaksi e-commerce terjadi begitu cepat di seluruh dunia dalam waktu singkat. Untuk itulah, tantangan sebenarnya dalam mengenakan pajak transaksi e-commerce adalah bagaimana membuat aturan khusus yang mampu menangkap potensi pajak atas transaksi ecommerce dengan kondisi-kondisi tadi.
2.
Pajak Pertambahan Nilai Bank Syariah Pengenaan PPN atas Produk Bank Syariah, yakni produk Murabahah, merupakan salah satu bentuk inkonsistensi aturan. Dalam SE yang diterbitkan Dirjen Pajak menyebutkan bahwa transaksi tersebut merupakan transaksi biasa yang dikenakan PPN. Namun dalam prakteknya, pendapatan bunga, yang merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan konvensional, tidak dikenakan PPN. Sedangkan margin pembiayaan murabahah, yang juga merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan (syariah) dikenakan PPN. Inkonsistensi aturan ini menyebabkan Bank Syariah harus menjual produk Murabahah lebih mahal untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dengan pembiayaan bank konvensional.
B. Studi Kasus 1.
Tanggal Pengukuhan PKP setelah tanggal penerbitan NPWP, apakah kewajiban perpajakan mengenai PPN harus dilakukan setelah pengukuhan PKP atau setelah penerbitan NPWP?
Secara umum kewajiban perpajakan mengenai PPN muncul ketika wajib pajak sudah dikukuhkan menjadi PKP. Akan tetapi yang perlu diperhatikan berdasarkan pasal 3a Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Sehingga ketika penyerahan barang/ jasa kena pajak dari wajib pajak sudah melebihi batasan yang ditetapkan sebelum tanggal pengukuhan maka kewajiban mengenai PPN secara substansial sudah wajib dilakukan.
Pengusaha Kena Pajak 25
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
Misal wajib pajak terdaftar mulai tanggal 01 Agustus 2010 sedangkan pengukuhan PKP mulai tanggal 14 Maret 2011. Jika pada tanggal 01 Nopember 2010 penyerahan BKP/ JKP sudah melebihi batasan yang ditetapkan dalam hal ini masih mengikut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 yakni sebesar Rp. 600.000,-, maka kewajiban perpajakan terkait PPN seharusnya sudah dilakukan. Mengenai bagaimana teknis pelaksanaannya, penulis belum menemukan referensi yang tepat. Yang perlu diperhatikan lagi adalah Pajak Masukan sebelum PKP dikukuhkan tidak dapat dikreditkan sesuai dengan pasal 9 ayat 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapatdiberlakukan bagi pengeluaran untuk salah satunya adalah perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2.
Faktur Pajak Fiktif
Salah satu permasalahan yang sedang berkembang adalah adanya faktur pajak fiktif. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak fiktif berdasarkan SE - 29/PJ.53/2003 antara lain adalah: a. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). b. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha dengan menggunakan nama, NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP orang pribadi atau badan lain. c. Faktur Pajak yang digunakan oleh PKP yang tidak diterbitkan oleh PKP penerbit. d. Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN,tetapi tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan atau uang atau barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak. e. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang identitasnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Faktur pajak fiktif tersebut dilaporkan oleh PKP sebagai pajak masukan sehingga mengurangi PPN yang seharusnya disetor. Sebagaimana telah disebutkan di atas, salah satu modus faktur pajak fiktif yang berkembang adalah wajib pajak yang bukan PKP menerbitkan faktur pajak untuk kemudian digunakan oleh rekanannya sebagai kredit pajak masukan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 14 Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Hal ini menjadi permasalahan yang krusial sebelum diterbitkannya PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. Sebelum diterbitkan peraturan tersebut nomor faktur pajak ditentukan oleh wajib pajak sendiri, yang menjadi kontrol hanya nomor faktur pajak yang diterbitkan harus berurut. Hal ini menjadi celah bagi wajib pajak untuk melakukan penyimpangan. Setelah terbit PER-24/PJ/2012 maka nomor faktur pajak bukan merupakan domain wajib pajak. Nomor faktur pajak diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehingga kontrol semakin baik. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut maka faktur pajak fiktif akan lebih cepat terdeteksi.
Pengusaha Kena Pajak 26
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
3.
Status PKP bagi Wajib Pajak Rekanan Bendaharawan Pemerintah
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Dalam peraturan yang sama disebutkan pula batasan transaksi yang dipungut PPN oleh pemungut PPN adalah sebesar Rp. 1.000.000,- sehingga dapat dikatakan bahwa jika transaksi antara bendaharawan dan rekanan di atas Rp. 1.000.000,- pemungut PPN harus memungut PPN sedangkan jika transaksi Rp. 1.000.000,- ke bawah PPN dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Dari penjelasan tersebut di atas apakah kemudian mengharuskan rekanan yang bertransakasi dengan bendaharawan pemerintah merupakan PKP? Dan apakah ketika bendaharawan pemerintah bertransaksi dengan non PKP maka harus memungut PPN. Penulis belum menemukan peraturan yang secara tegas mengharuskan rekanan dari bendaharawan pemerintah harus PKP. Seperti yang kita ketahui, PPN menerapkan asas keadilan. Dari penjelasan di atas, menurut analisis penulis bahwa transaksi di bawah Rp. 1.000.000,- PPN dipungut oleh PKP rekananan Pemerintah. Jika rekanan tersebut bukan merupakan PKP menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 maka rekanan tidak boleh memungut PPN. Bahkan jika rekanan memaksa memungut PPN maka terancam hukuman pidana karena Bukan PKP tidak boleh menerbitkan faktur pajak. Jika kemudian, transaksi di atas Rp. 1.000.000,- yang dilakukan bendaharawan dengan non PKP harus dipungut PPN maka hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan. Dalam lampiran KEP DIREKTUR JENDERAL PAJAK Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan disebutkan bahwa Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan PPN BM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP. Dari kalimat tersebut juga mengindikasikan bahwa bendaharawan dapat bertransaksi dengan wajib pajak non PKP. Tapi yang perlu kita pahami, bahwa belaanja yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah merupakan belanja yang dikeluarkan dari uang APBN/APBD. Oleh sebab itu, hendaklah ada usaha maksimal agar belanja tersebut juga berperan dalam penerimaan. Untuk itu penulis menyarankan agar transaksi yang dilakukan oleh bendahrawan hendaknya dilakukan dengan rekanan yang berstatus PKP. Selain itu penulis juga menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak memperjelas peraturan mengenai transaksi bendaharawan pemerintah dengan rekanan.
Pengusaha Kena Pajak 27
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
DAFTAR REFERENSI KMK No.98/KOM.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang Telah Mengimplementasikan Organisasi Modern PER-05/PJ/2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak PER-20/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-05/PJ/2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak PER -17/PJ/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan,Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/ PMK.03/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran, Pemberian, dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/ PMK.03/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/ PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan PKP, Penghapusan NPWP dan Pencabutan PKP, serta Perubahan data dan Pemindahan WP Direktorat Jenderal Pajak. Seri KUP- Verifikasi Dalam Rangka Pengukuhan PKP. 2012 Direktorat Jenderal Pajak. Booklet KUP Materi sosialisasi E-faktur Pajak . 2014. Direktorat Jenderal pajak. jakarta Ernst and Young. 2014. Worldwide VAT, GST andSales Tax Guide 2014
Pengusaha Kena Pajak 28
TUGAS MAKALAH SEMINAR PERPAJAKAN
HRMC. 2014. VAT Registration. https://www.gov.uk/vat-registration(diakses tanggal 02 November 2014) HRMC. 2014. Annual Reportand Accounts 2013-14 http://id.wikipedia.org/wiki/Pengusaha_kena_pajak http://social-pajak.blogspot.com/2008/04/hak-hak-dan-kewajiban-kewajiban.html http://ortax.org Budi, Chandra. Menyasar Pajak Transaksi e-Commerce. Kemenkeu. Sadmoko, Yustinus. Pajak Pertambahan Nilai Berganda pada Bank Syariah. Ortax.
Pengusaha Kena Pajak 29