RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 13/PUU-XIV/2016 Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak I. PEMOHON Edi Pramono Kuasa Hukum Aristo M.A. Pangaribuan, S.H., LL.M, Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 28 Agustus 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;
-
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan, “Dalam hal 1
suatu Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai pengusaha di bidang perdagangan eceran khusus semen, kapur, pasir, dan batu di dalam bangunan yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena dikenai kewajiban perpajakan secara berlaku surut. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (4a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: “(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak; (2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak; ... (4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib
2
Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2); (4a) Kewajiban
perpajakan
bagi
Wajib
Pajak
yang diterbitkan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.” Pasal 13 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan “(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: ... e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a)”. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 3
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pengenaan pajak pertambahan nilai tahun 2009 tidak dibenarkan karena Pemohon baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak per 2 Mei 2009 berdasarkan pengajuan sendiri dan bukan secara jabatan. Dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur pengenaan kewajiban perpajakan yang berlaku surut hanya berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak yang ditetapkan secara jabatan. 2. Tidak ada ketentuan yang pasti dalam Undang-Undang a quo terhadap kapan dimulainya kewajiban perpajakan Pengusaha Kena Pajak yang berdasarkan
kemauan
sendiri.
DJP
mendasarkan
tindakannya
pada
peraturan di bawah Undang-Undang yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan. 3. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang a quo tidak terdapat ketentuan lebih lanjut mengenai batasan seseorang untuk ditetapkan menjadi PKP secara sukarela. 4. Tidak terdapat standar yang jelas mengenai kapan seorang pengusaha dapat ditetapkan menjadi PKP atas kemauan sendiri atau PKP karena jabatan. 5. Apabila Wajib Pajak sudah memiliki NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP atas permohonan sendiri maka seharusnya Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat lagi menerbitkan NPWP dan/atau PKP secara jabatan. Hal ini dikarenakan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengukuhkan PKP secara jabatan baru muncul ketika Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk memohonkan sendiri. 6. Demi kepastian hukum, perlu adanya penambahan ayat dalam Pasal 2 Undang-Undang a quo yang mengatur mengenai perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara sukarela atau inisiatif pribadi. 7. Untuk menciptakan keadilan bagai Pengusaha Kena Pajak secara inisiatif, sudah semestinya aturan kewajiban perpajakan hanya dimulai saat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak berlaku secara surut.
4
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan konstitusional bersyarat terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 apabila dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang a quo sepanjang ditafsirkan sebagai berikut: “Direktur Jenderal Pajak tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses Pengukuhan PKP karena Jabatannya, apabila Pengusaha Wajib Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) telah melakukan pendaftaran dan pelaporan (self assessment) untuk menjadi PKP atas kemauan sendiri. Bagi Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, yang telah melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak secara sukarela sebagaimana dimaksud Pasal ini sesuai jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU ini, tidak dapat ditetapkan menjadi PKP secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak”; 3. Menyatakan Pasal 2 ayat (4a) dan Pasal 13 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya.
5