SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE, BOGOR1 2
2
2
2
Nurjanah , Purwati Ningsih , Ella Salamah dan Asadatun Abdullah
ABSTRAK Salah satu komoditas perikanan yang ada di Situ Gede adalah kijing (Pilsbryoconcha exilis). Kijing merupakan hewan avertebrata bercangkang yang dapat hidup pada dasar atau menempel pada substrat di dalam suatu perairan. Daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) mengandung protein hewani yang kaya akan asam amino esensial seperti arginin, leusin dan lisin. Pengolahan kijing lokal di Situ Gede sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimum untuk memberikan nilai tambah. Hal ini terjadi karena kurangnya data dan informasi mengenai rendemen dan kandungan gizi dari kijing lokal. Kijing umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak secara tradisional melalui metode pengukusan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik kijing lokal dari Situ Gede, Bogor yang meliputi rendemen, komposisi gizi, kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG), serta jenis dan jumlah asam amino dan menentukan pengaruh pengukusan terhadap rendemen, komposisi gizi, kandungan PLA dan PLG, serta asam amino kijing lokal. Kijing lokal memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang. Nilai penyusutan kijing lokal selama proses pengukusan sebesar 29,73 %. Komposisi kimia kijing lokal berdasarkan basis kering terdiri dari kadar air 441,71%, kadar abu 16,68%, kadar lemak 5,85%, kadar protein 48,21% dan karbohidrat 29,26%. Kandungan protein larut garam pada kijing lokal lebih tinggi daripada protein larut air. Protein daging kijing lokal terdiri dari 17 asam amino, yaitu 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial Kandungan asam amino tertinggi yaitu asam glutamat. Kijing lokal memilki kandungan taurin sebesar 0,087%. Komposisi kimia pada kijing lokal rata-rata mengalami penurunan setelah proses pengukusan. Kata kunci : Pilsbryoconcha exilis, protein, asam amino, pengukusan. PENDAHULUAN Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari perairan tawar maupun laut. Contoh perairan tawar adalah sungai, waduk, danau dan sebagaainya. Jenis perairan tawar yang banyak ditemukan di daerah Jawa Barat, khususnya Bogor adalah danau. Situ Gede merupakan salah satu danau yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Salah satu komoditas perikanan yang ada di Situ Gede adalah kerang. Kerang merupakan hewan avertebrata bercangkang yang dapat hidup pada dasar atau menempel pada substrat di dalam suatu perairan. Kerang banyak dihasilkan di daerah tropis. Volume produksi kerang di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan, pada periode tahun 2002-2006 yaitu sebesar 7 ton, 2.869 ton, 12.991 ton, 16.348 ton dan 18.896 ton (DKP 2007). Kerang yang merupakan famili Unionidae memiliki potensi ekonomis yaitu sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang murah bagi masyarakat, sumber pakan untuk ternak, industri kancing dan penghasil mutiara serta komoditas budidaya perikanan darat (Prihartini 1999). Ekstrak cair dari kijing famili Unionidae yang tergabung dengan liposome dapat dijadikan sebagai anti tumor alami dan formula imunomodulator (Liu et al. 2008) Kerang pada ekosistem perairan tawar biasa disebut kijing. Daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) mengandung asam lemak tak jenuh eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang dapat meningkatkan kecerdasan otak. Daging kijing juga mengandung protein hewani yang kaya akan asam amino esensial (arginin, leusin, dan lisin) (Suwignyo et al. 1981). Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting setelah air. Protein tersusun atas sekuen-sekuen asam amino. Susunan asam amino ini bersifat khas untuk setiap jenis protein (Winarno 1997). Asam amino adalah suatu komponen organik yang mengandung gugus amino dan karboksil. Susunan kandungan asam amino dapat menentukan kualitas protein. Apabila suatu protein mengandung semua asam amino yang penting dalam jumlah yang diperlukan tubuh, maka protein ini mempunyai mutu yang tinggi. Jika mengalami kekurangan salah satu atau lebih asam amino esensial maka protein ini termasuk mutu yang rendah (Winarno 1997). 1
Dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2010 di Sekolah Tinggi Perikanan, Desember 2010 2 Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan
2–3
336
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan Kijing umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak secara tradisional yaitu dikukus. Pengolahan panas merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengolahan ini dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia. Pengolahan juga dapat menimbulkan hal sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah perubahan yang kurang disukai dan kurang diterima. Metode pengolahan yang biasa dilakukan dalam rumah tangga adalah pengukusan (Harris dan Karmas 1989). Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai rendemen dan kandungan gizi kijing lokal di Situ Gede, Bogor agar pengolahannya dapat dimanfaatkan secara optimum untuk memberikan nilai tambah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik kijing lokal dari Situ Gede, Bogor yang meliputi rendemen, komposisi gizi, kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG), serta jenis dan jumlah asam amino, (2) menentukan pengaruh pengukusan terhadap rendemen, komposisi gizi, kandungan PLA dan PLG, serta asam amino kijing lokal. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat bedah, pisau, baskom, talenan termometer, meja kerja, mortar, kompor, panci pengukus, timbangan kue dan timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator (analisis kadar air), tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, pemanas, (analisis kadar lemak), tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein kasar), tanur dan desikator (analisis kadar abu), sentrifuse, waring blender (analisis PLG dan PLA), HPLC dan syring untuk analisis asam amino dan taurin. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang diperoleh dari perairan Situ Gede, Dramaga, Bogor, air untuk pengukusan dan bahan untuk analisis yaitu, akuades, campuran selen, H2SO4, NaOH, HCl, pelarut heksana (analisis proksimat), NaCl, akuades, kertas saring Whatman (analisis PLA dan PLG), HCl, Na-asetat, metanol, pikolotiosianat, triethylamin (analisis asam amino), air suling, pereaksi Carrez 1, pereaksi Carrez 2, buffer natrium karbonat, larutan dansil klorida dan larutan metilamin hidroklorida (analisis taurin). Penelitian dilakukan melalui beberapa bagian yang meliputi pengambilan sampel kijing di perairan Situ Gede, Dramaga, Bogor, identifikasi, penentuan ukuran dan bobot (panjang, lebar, tinggi, bobot total), rendemen tubuh (daging, jeroan, cangkang), dan pengukusan kijing pada suhu 0 80 C selama 10 menit. Selain itu dilakukan beberapa analisis kimia pada daging kijing lokal yaitu analisis proksimat (analisis kadar air, abu, lemak dan protein), analisis PLA dan PLG serta analisis asam amino dan taurin. Metode analisis asam amino dan taurin yang digunakan memiliki prinsip mengubah protein menjadi asam amino dan taurin sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu tertentu sesuai dengan karakter masingmasing dari asam amino dan taurin. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran dan Bobot Kijing Lokal Kijing yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan Situ Gede, Bogor pada kedalaman rata-rata 110 cm dan suhu perairan rata-rata 29 0C. Kijing lokal ini memilki ciri-ciri, tubuh berbentuk oval memanjang dengan bagian samping pipih dan bagian depan membulat, meruncing atau bersiku di bagian belakang, cangkang berwarna coklat kekuningan atau coklat kehijauan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data mengenai ukuran dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari perairan Situ Gede, Bogor yang terdiri atas beberapa parameter yaitu panjang, lebar, tinggi dan berat total. Data ukuran dan bobot kijing lokal dari perairan Situ Gede, Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.
337
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan Tabel 1 Ukuran dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) No.
Parameter
Satuan
Nilai
1 Panjang cm 8,23 ± 0,55 2 Lebar cm 3,62 ± 0,63 3 Tinggi cm 1,56 ± 0,43 4 Bobot total gram 18,7 ± 4,08 Catatan: contoh yang digunakan 30 ekor kijing Rendemen Kijing Lokal Data mengenai rendemen kijing segar dan kijing kukus serta penyusutan rendemen karena proses pengukusan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Rendemen yang diukur terdir atas cangkang, daging dan jeroan.
Daging 20,71%
Jeroan 27,36%
Penyusutan rendemen 29,73% Kijing kukus 70,27%
Cangkang 51,93%
Gambar 1. Rendemen kijing segar Gambar 2. Rendemen kijing kukus Kijing lokal segar yang ada pada perairan Situ Gede, Bogor memiliki nilai rendemen tertinggi pada cangkang yaitu sebesar 51,93%, rendemen daging sebesar 20,71% dan rendemen jeroan yang mengandung banyak cairan sebesar 27,36%. Nilai penyusutan rendemen kijing lokal selama proses pengukusan sebesar 29,73%. Hal ini terjadi karena selama proses pengukusan kandungan air yang terdapat pada cangkang, daging dan jeroan keluar dan terbawa uap sehingga terjadi pengurangan berat, selain itu daging kijing juga mengalami pengkerutan. Komposisi Kimia Kijing Lokal Komposisi kimia kijing lokal meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat kijing lokal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis proksimat kijing lokal Kijing segar (%) Kijing kukus (%) Jenis gizi Basis basah Basis kering Basis basah Basis kering (bb) (bk) (bb) (bk) Air 81,54 71,72 253,61 441,71 Abu 3,08 3,46 12,23 16,68 Lemak 1,08 0,89 3,15 5,85 Protein 8,90 11,52 40,74 48,21 Karbohidrat 5,40 12,41 43,88 29,26 Tabel 2 menunjukkan bahwa kijing lokal mempunyai persentase kadar air yang paling tinggi dibandingkan persentase kadar abu, protein dan lemak. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi sekitar 80%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 1997). Secara keseluruhan komposisi kimia dari kijing lokal mengalami penurunan selama proses pengukusan yang menyebabkan cairan dari dalam daging kijing merembes keluar (terjadi drip). Sebagian cairan tersebut ada yang menguap dan ada yang tertampung di wadah. Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain antara lain riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P dan asam amino (Harris dan Karmas 1989).
338
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan Komposisi PLA dan PLG Kijing Lokal Protein merupakan komponen terbesar dalam jumlahnya setelah air dan merupakan bagian yang terpenting untuk manusia. Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Protein sarkoplasma (PLA) tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan mengganggu proses pembentukan gel (Suzuki 1981). Protein larut garam merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging komoditas hasil perairan yang berfungsi untuk kontraksi otot. Protein miofibril (PLG) berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan (Suzuki 1981). Nilai PLA dan PLG kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. 3
2,54
Kadar PLA(%)
2.5 2
1,42
1.5 1 0.5 0 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 3 Histogram PLA kijing lokal segar dan kukus Kandungan protein larut air pada daging kijing segar sebesar 2,54%. Dari hasil penelitian, maka terdapat korelasi antara nilai protein larut air dan nilai protein total pada kijing lokal. Protein larut air yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total atau sebesar 28,54% dari protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut air saja tanpa mengikutsertakan protein larut garam. Penurunan kandungan PLA terjadi pada daging kijing yang telah mengalami pengukusan yaitu menjadi 1,42%. Penurunan kelarutan protein ini terjadi sebanyak 1,12%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya koagulasi dan denaturasi protein. Pada saat pengukusan, protein larut air terlepas dari daging karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh air yang menguap sehngga kandungannya dalam daging kijing menurun. Kelarutan protein tergantung dari suhu, semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi (Sikorski et al.1981). Protein larut air yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada protein larut garam atau sebesar 66,49% dari nilai PLG. 4.5 4
3,82
KadarPLG(% )
3.5 3 2.5 2
1,25
1.5 1 0.5 0 Ki j i ng Segar
Kij i ng Kukus
Gambar 4 Histogram PLG kijing lokal segar dan kukus Kandungan protein larut garam pada daging kijing segar sebesar 3,82%. Terdapat korelasi antara nilai protein larut garam dan nilai protein total pada kijing lokal. Protein larut garam yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total atau sebesar 42,92% dari protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya protein larut garam saja tanpa mengikutsertakan protein larut air. Penurunan kandungan protein larut garam terjadi pada daging kijing yang telah mengalami pengukusan yaitu menjadi 1,25%. Penurunan kelarutan protein ini terjadi sebanyak 2,57% (Hamm 1966 diacu dalam Suwandi 1990). Komposisi Asam Amino dan Taurin Kijing Lokal Hasil analisis asam amino dan taurin menunjukkan adanya 17 asam amino pada kijing lokal yang terdiri atas 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial serta adanya komponen bebas yaitu taurin. Kandungan asam amino bebas pada umumnya terdiri atas taurin, asam glutamat, glisin, lisin dan alanin yang berperan penting dalam memberikan cita rasa serta flavor pada ikan dan kekerangan (Young je et al.2005). Secara keseluruhan komposisi asam glutamat pada kijing lokal lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya yaitu sebesar 1,182%. Tingginya 339
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan asam glutamat pada kekerangan menyebabkan dagingnya beraroma gurih dan berasa manis (Nurjanah et al. 2006) Kandungan taurin kijing lokal lebih tinggi bila dibandingkan dengan udang (63 mg/100 g) (Okuzumi dan Fujii 2000). Taurin banyak dibentuk di dalam hati (Marsh dan May 2009). Taurin dapat mencegah diabetes, kerusakan hati akibat alkohol, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan menyembuhkan masalah penglihatan (Okuzumi dan Fujii 2000). Jenis dan kadar asam amino serta taurin yang terkandung pada daging kijing lokal disajikan pada Gambar 5. 1.3 1.182
1.2
1.07
K adarasamam ino(% )
1.1 1 0.9 0.8 0.658
0.7 0.6
0.504
0.531
0.532
0.5 0.4 0.3
0.374 0.298 0.262 0.213
0.41 0.357
0.357 0.297 0.233
0.298
0.517
0.367 0.286 0.303 0.22 0.22
0.2
0.615 0.499 0.325 0.292
0.352
0.448 0.422 0.401 0.323 0.286 0.201 0.095 0.087 0.077
0.1 0 din ginin onin sti e Ar Hi Tr
n n t in at sin sin rin isi rta oli an ro Li Se Gl tam Pr pa Al Ti as glu am sam s A A Jenis Asam Amino
in lin sin eusin lanin Va etion oleu a L nil M Is Fe
n tin uri Sis Ta
Gambar 5 Histogram asam amino dan taurin kijing lokal segar dan kukus Kijing segar Kijing kukus Gambar 5 menunjukkan penurunan jumlah asam amino daging kijing lokal selama proses pengukusan. Hal ini terjadi karena pada saat pemanasan komponen asam amino terdenaturasi dan terkoagulasi serta terjadi reaksi Maillard sehingga kandungannya dalam daging kijing akan berkurang. Daging kijing lokal yang diuji menghasilkan hampir semua jenis asam amino esensial kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses hidrolisis protein. Adapun tidak teridentifikasinya beberapa asam amino lainnya diduga karena kandungan asam amino tersebut sangat rendah. Rendahnya kandungan asam amino tersebut menyebabkan puncak (peak) asam amino yang terekam pada kromatogram tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh noise HPLC atau telah terjadi kerusakan asam amino pada tahap hidrolisis protein, pengeringan dan derivatisasi. Penurunan kandungan taurin terjadi pada kijing lokal yang mengalami proses pengukusan menjadi 0,077% atau 77 mg/100 g. Taurin terlepas pada saat pengukusan dari daging kijing karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya berkurang. Taurin merupakan jenis asam amino yang larut dalam air (Dragnes et al. 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Rendemen tertinggi dari kijing lokal terdapat pada cangkang yaitu sebesar 51,93%. Penyusutan rendemen kijing lokal terjadi selama proses pengukusan sebesar 29,73%. Komposisi kimia kijing lokal berdasarkan basis kering terdiri dari kadar air 441,71%, kadar abu 16,68%, kadar lemak 5,85%, kadar protein 48,21% dan karbohidrat 29,26%. Kandungan PLG lebih besar 1,5 kali lipatnya dari PLA. Protein daging kijing lokal terdiri atas 17 asam amino, yaitu 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial, sehingga daging kijing lokal dapat dikatakan sebagai profil protein sempurna (complete protein). Secara keseluruhan komposisi asam glutamat pada kijing lokal lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya yaitu 1,182%. Kandungan taurin pada kijing lokal lebih tinggi daripada udang yaitu 0,087%. Komposisi protein larut air dan protein larut garam serta asam amino dari kijing lokal mengalami penurunan selama proses pengukusan. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan gizi pada jeroan kijing lokal dan air sisa pengukusan kijing lokal agar dapat dimanfaatkan secara optimum. Selain itu perlu dilakukan metode pengolahan yang lain selain pengukusan untuk mengetahui dan membandingkan nilai susut gizi yang terjadi pada daging kijing lokal, perlu dilakukan hidrolisis basa pada analisis asam amino sehingga triptofan terukur dan uji bioavabilitas asam amino untuk mengetahui daya cernanya di dalam tubuh manusia.
340
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN INDONESIA 2010 02-03 Desember 2010, Sekolah Tinggi Perikanan DAFTAR PUSTAKA [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Sistem Informasi Data Statistik. www.simpatik.com. [28 Juni 2009]. Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Maehre H, Elvevoli EO. 2009. Impact of processing on the taurine content in processed seafood and their corresponding unprocessed raw materials. Journal of Food Science and Nutrition. No. 2. Vol 60: 143-152. Georgiev L, Penchev G, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in common carp (Cyprinus carpio) fish meat during freezing. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine. 2(2): 131-136. Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Achmadi S, penerjemah; Bandung: Penerbit ITB. Liu J, Gu B, Bian J, Hu S, Cheng X, Ke Q, Yan H. 2008. Antitumor activities of liposomeincorporated aqueous extracts of Anodonta woodiana (Lea, 1834). European Food Research and Technology. 3(227): 919-924. Marsh R, May P. 2009. Taurine. www.chm.bris.ac.uk/taurine. [28 Juni 2009]. Nurjanah, Kustiariyah, Rusyadi S. 2006. Karakteristik Gizi dan Potensi Pengembangan Kerang Pisau (Solen spp) di Perairan Kabupaten Pamekasan, Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 13: (1) 41. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors. Prihartini W.1999. Keragaman Jenis dan Ekobiologi Kerang Air Tawar Famili Unionidae (Mollusca: Bivalvia) Beberapa Situ di Kabupaten dan Kotamadya Bogor [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sikorski ZE, Pan BS, Shahidi F. 1981. Seafood Proteins. New York: Chapman & Hall. Suwandi R. 1990. Pengaruh proses penggorengan dan pengukusan terhadap sifat fisiko-kimia protein ikan mas (Cyprinus carpio L). [tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suwignyo P, Basmi J, Batu DTFL, Affandi R. 1981. Studi Biologi Kijing Taiwan (Anodonta woodiana Lea). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London: Applied Science Publisher LTD. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia. Young Je J,Jam Park P,Kyo Jung W, Kwon Kim S. 2005. Amino acid changes in fermented oyster (Crassostrea gigas) sauce with different fermentation periods. J. Food Chemistry. 91:1518.
341