Rencana Strategik
KATA PENGANTAR
Permasalahan kesehatan dan cita-cita pemerintah mengalami pergeseran menuju kondisi yang semakin unggul. Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019, program pengawasan Obat dan Makanan diprioritaskan untuk percepatan keunggulan produk Obat dan Makanan yang diproduksi dan beredar di Indonesia, utamanya provinsi Jawa Tengah. Permintaan Obat dan Makanan yang semakin meningkat itu, menjadi peluang dalam pengembangan mutu dan kuantitas produksi. Disisi lain hal tersebut menjadi tantangan penyelenggaraan pengawasan karena mendorong masuknya produk dari luar negeri masuk ke wilayah Indonesia. Dengan berlakunya era pasar bebas, pengawasan Obat dan Makanan bergeser menjadi semakin komplek. Menyadari hal tersebut, Pengawasan Obat dan Makanandi Jawa Tengah perlu terus ditingkatkan, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Target kinerja pengawasan harus dioptimalkan untuk menjaga mutu, kemanan dan manfaat, agar produk Obat dan Makanan menjadi unggul dalam penguasaan pasar global. Terkait dengan target dimaksud, maka Balai Besar Pengawas Obat Makanan di Semarang dalam melaksanakan pengawasan dilakukan pengembanganpemberdayaan sumber daya secara optimal, melibatkan pemangku kepentingan secara tersinergi, percepatan tindak lanjut terhadap temuan ketidak sesuaian. Diharapkan langkah percepatan dapat memberikan capaian target kinerja secara produktif dan efisien. Untuk hal tersebut pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan di Jawa Tengah disusun dalam Rencana Strategis tahun 2015-2019 melalui kajian risiko secara komprehensif sehingga mampu menghasilkan keunggulan produk yang berdampak kesejahteraan sejalan dengan tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Dokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi acuan utama dalam penyusunan rencana program dan kegiatan selama lima tahun ke depan.
Semarang, Mei 2015 Kepala Balai Besar POM di Semarang
Drs. Agus Prabowo. MS,Apt. Pembina Utama Madya NIP. 195601061981031001
i
Rencana Strategik
DAFTAR ISI Halaman Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Keputusan Kepala
……………………………………………………………………... ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ……………………………………………………………………… ............................................................................................................
i ii iv v vi
Bab I
PENDAHULUAN…………………………………………….......... 1.1 KONDISIUMUM…………………………………………...... 1.1.1 Peran Balai Besar POM berdasarkan Peraturan PerundangUndangan………………………………………………..... 1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia.................. 1.1.3 Tugas dan Fungsi Balai Besar POM di Semarang…........... 1.1.4 Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Renstra Balai Besar POM di Semarang tahun 2010-2014..........................
1 1
1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN ………………………... 1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional…………………………......... 1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional………………….................. 1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs).............. 1.2.4 Globalisasi Perdagangan Bebas dan Komitmen................. 1.2.5 Perubahan Iklim.................................................................. 1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat....................... 1.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk............... 1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah................................... 1.2.9 Perkembangan Teknologi................................................... 1.2.10 Implementasi Program Fortifikasi Pangan......................... 1.2.11 Jejaring Kerja..................................................................... 1.2.12 Komitmen Dalam Pelaksanaan Reformasi......................... 1.2.13 Menipisnya Entry Barier.................................................... 1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi....... 1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat......................................... 1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi..................................................... 1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan.............................................. 1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika..................... 1.2.19 Produk Ilegal...................................................................... 1.2.20 Perkembangan Industri Farmasi......................................... 1.2.21 Pengakuan Stake Holder.................................................... 1.2.22 Kepedulian Masyarakat...................................................... 1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor.......................... 1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance………… 1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi……………. 1.2.26 Penataan Tatalaksana.......................................................... 1.2.27 Sumber Daya Manusia………............................................ 1.2.28 Sistem Teknologi Informasi............................................... 1.2.29 Penegakan Hukum..............................................................
16 16 19 20 21 23 24 24 27 27 28 29 30 37 39 40 40 40 41 41 41 42 42 42 43 43 44 44 44 45
2 6 9 10
ii
Rencana Strategik
1.2.30 Independensi dan Profesionalitas....................................... 1.2.31 Eksistensi Pengawasan Obat.............................................. 1.2.32 Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM....................
45 45 45
VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI , TUJUAN DAN .................
50
2.1 V I S I………………………………………..……………….....
50
2.2 M I SI…………………………………...………….……........... 2.2.1 Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan.... 2.2.2 Mendorong Kemandirian Pelaku Usaha............................. 2.2.3 Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM..................
50 50 51 53
2.3 BUDAYA ORGANISASI.………...………………................... 2.3.1 Profesional......................................................................... 2.3.2 Integritas............................................................................ 2.3.3 Kredibilitas......................................................................... 2.3.4 Kerja Sama Tim................................................................. 2.3.5 Inovatif............................................................................... 2.3.6 Responsif............................................................................
53 54 54 54 54 54 54
2.4 TUJUAN.……………………...………………………….......... 2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan.......... 2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar.....
54 54 54
2.5 SASARAN STRATEGIS ........………………………….......... 2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan....... 2.5.2 Meningkatnya Kemandirian Pelaku Usaha........................ 2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan...............
55 55 56 58
Bab III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI....... 3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL................ 3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR.......... 3.3 KERANGKA REGULASI........................................................... 3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN................................................
62 62 69 79 82
Bab IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN................. 4.1 TARGET KINERJA.................................................................... 4.2 KERANGKA PENDANAAN.....................................................
87 87 88
Bab V
PENUTUP.………………………………………………………......
89
Lampiran
1. Target dan Kamus Indikator Renstra Balai Besar POM di Semarang. 2. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di Semarang. 3. Matriks Kerangka Regulasi Balai Besar POM di Semarang.
Bab II
iii
Rencana Strategik
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1.1.
Kebutuhan Sumber Daya Manusia Balai Besar POM di................
8
Tabel 1.2.
Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1 Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014........................
12
Tabel 1.3.
Upaya-Upaya Pengawasan yang Dilakukan BPOM......................
17
Tabel 1.4.
Profil beban penyakit berdasar sebab th 1990-2010......................
25
Tabel 1.5.
Penguatan peran BPOM tahun 2015-2019.....................................
37
Tabel 1.6.
Jumlah Cakupan Pengawasan Sarana Produksi.............................
38
Tabel 1.7. Visi, MinJumlah Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi............................
39
Tabel 1.8.
Pemenuhan sarana-prasarana di Balai Besar POM di Semarang..
46
Tabel 1.9.
Rangkuman Analisis SWOT..........................................................
47
Tabel 2.1.
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019 ...............................
60
Tabel 2.2.
Visi, Misi, Tujuan Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan Balai Besar POM di Semarang Periode 2015 – 2019……………………
61
Tabel 3.1.
Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita)………….
63
Tabel 3.2.
Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran kegiatan, Indikator Balai Besar POM di Semarang………….......................
78
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja Balai Besar POM diSemarang….............................................................
87
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan……………..
88
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
iv
Rencana Strategik
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 1.1.
Peta Propinsi Jawa Tengah……………………………………….
5
Gambar 1.2.
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang….………......
7
Gambar 1.3.
Profil Pegawai BBPOM di Semarang berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014....................................................................
9
Gambar 1.4.
Peta Bisnis Proses Utama BPOM Sesuai Peran dan Kewenangan..
36
Gambar 1.5.
Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM
36
Gambar 1.6.
Diagram Peran dan Permasalahan Badan POM………………….
48
Gambar 3.1.
Logframe Balai Besar POM di Semarang………………………...
77
Gambar 3.2.
Ilustrasi Penguatan Kerangka Kelembagaan BPOM untuk peningkatan daya saing Obat dan Makanan.....................................
84
Kerangka Kelembagaan Pelaksanaan Mandat BPOM.....................
85
Gambar 3.3.
v
Rencana Strategik
KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG NOMOR : HK.04.95.05.15.2212 TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI SEMARANG TAHUN 2015 – 2019
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SEMARANG Menimbang:a.
Mengingat
bahwa dengan telah ditetapkannya Rencana Pembangunan JangkaMenengahNasional (RPJMN) 2015 - 2019, setiap instansi pemerintahharus menyusun Rencana Strategis Kementrian/Lembaga; b.bahwa dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemeritah agar pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisien diperlukan adanya dokumen rencana pembangunan, c. bahwa Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanantelah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan; :1.Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem PerencanaanPembangunan Nasional; 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 4. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019; 5. Peraturan Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Kepala BAPENNAS Nomor 5 Tahun 2014 TentangPedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (Renstra K/L) 2015 – 2019; 6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor. 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata KerjaOrganisasi Badan POM sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004; 7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714); 8. Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019;
vi
Rencana Strategik
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI SEMARANG TAHUN 2015-2019.
PERTAMA : Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 yang selanjutnya disebut Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 mengacu pada Renstra BadanPOM Tahun 2015-2019 yang disusun berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 dan Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L) 20152019; KEDUA : Pelaksanaan Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 dituangkan dalam Rencana Kerja (Renja) Tahunan dan digunakan sebagai dasar acuan bagi setiap Bidang dalam penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Balai Besar POM di Semarang; KETIGA :
Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 dievaluasi secara berkala pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana Strategis, bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program Badan PengawasObat dan Makanan.Hasil evaluasi digunakan sebagai dasarpenyusunan perubahan Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019.
KEEMPAT : Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud butir PERTAMA tersebut di atas, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. KELIMA
: Pada Peraturan ini mulai berlaku, Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2010-2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEENAM : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Semarang Pada Tanggal : 19 Mei 2015 KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SEMARANG
DRS. AGUS PRABOWO, MS., APT. NIP. 195601061981031001
vii
Rencana Strategik
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
KONDISI UMUM
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, Balai Besar PengawasObat dan Makanan di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode 2015-2019. Penyusunan Renstra ini berpedoman pada RPJMN periode 2015-2019. Proses penyusunan Renstra tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014, serta memperhatikan harapan pemangku kepentingan terkait. Diharapkan Renstra 2015 – 2019 ini dapat meningkatkankinerja Balai Besar POM di Semarang seperti yang dirumuskan dalam tujuan dan sasaran. 1
Rencana Strategik
1.1.1. Peran Balai BesarPOM berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan salah satu Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan makanan di wilayah Indonesia. Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM diberi tugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan makanan di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Tugas, fungsi dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden
Nomor
103
Tahun
2001.
Sesuai
amanat
ini,
Badan
POM
menyelenggarakan fungsi: (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Undang-undang dan peraturan Pemerintah lainnya yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi Badan POM antara lain (i) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; (ii) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (iii) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (iv) PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; (v) PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor; (vi) PP Nomor 21 Tahun2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika; (vii) PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; serta (viii) PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi. Dilihat dari fungsinya secara garis besarterdapat 3 (tiga) kegiatan Badan POM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum 2
Rencana Strategik
beredar (pre-market) melaluia) Perkuatan regulasi, standar, dan pedoman pengawasanObat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaianObat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium Badan POM. (2) Pengawasan Obat dan Makananyang beredar di masyarakat (post-market) melalui a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai melalui a) Public Warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat. Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Badan POM sebagai lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tugas dan fungsi Badan POM ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; pada butir 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya; pada butir3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; pada butir 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada butir 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi informasi. 3
Rencana Strategik
Terkait dengan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang, kegiatan yang diprioritaskan dalam kurun waktu 2015 – 2019 meliputi (1) Pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar (pre-market) melaluia) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini; dan b) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2) Pengawasan Obat dan Makanan beredar di masyarakat dilakukan optimalisasi melaluia) Pengambilan sampel dan pengujian dengan memperhatikan risiko kritis; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai melalui a) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan; b) Peningkatan peran dalam bimtek kepada kader keamanan pangan desa dan pasar; c) Peningkatan peran dalam bimtek tenaga penyuluh dan pengawas keamanan pangan Kabupaten/Kota; d) Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan Badan POM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat. Badan POM idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai 1.922.570 km² merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi Badan POM melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif. Negara Indonesia ini berbentuk kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai Obat dan Makanan ke Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi Badan POM untuk melakukan revitalisasi tehadap kinerjanya dalam hal pengawasanObat dan Makanan, baik produksi dalam negeri maupun impor yang beredar di masyarakat.
4
Rencana Strategik
Gambar 1.1. Peta Propinsi Jawa Tengah
Propinsi Jawa Tengah merupakan catchment area Balai Besar POM di Semarang, dengan luas wilayah 3.254.412 ha dan jumlah penduduk 33.264.339 orang (tahun 2013), mencakup 35 Kabupaten/Kota (gambar 1). Posisi Jawa Tengah berada diantara 2 (dua) propinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.Jarak tempuh terpanjang dari kota Propinsi ke kota Kabupaten adalah Kabupaten Cilacap berjarak 282 km, dengan waktu tempuh 6 jam menggunakan kendaraan roda 4, dan jarak terpendek adalah Kabupaten Demak yaitu 26 km dengan waktu tempuh kirakira 1,5 jam. Letak geografis wilayah Propinsi Jawa Tengah dimana dikelilingi lautan, pintu masuk peredaran obat dan makanan selain melalui daratan banyak yang melewati perairan, tentu merupakan permasalahan tersendiri. Untuk itu diperlukan kerjasama lintas sektor yang kuat dalam penanganan permasalahan peredaran obat dan makanan. Balai Besar POM di Semarang berkantor di Jalan Madukoro Blok AA-BB No 8 di Kota Semarang, menempati bangunan dua lantai dengan luas bangunan 3500 m² dari luas tanah 6000 m². Bangunan gedung kantor yang posisinyaberada cukup dekat dengan pantai (± berjarak 3 km dari pantai) menyebabkan sering terjadi banjir yang menggenangi gedung lantai satukarena rob air laut dan genangan semakin pada saat musim penghujan.Kondisi ini sangat mempengaruhi kinerja pegawai dalam melaksanakan tugasnya, karena akses jalan ke gedung kantor rawan tertutup genangan air.Air laut selain dapat mempercepat korosi kendaraan juga uap air laut akan menyebabkan kerusakan alat laboratorium.Kondisi tanah yang
5
Rencana Strategik
mengalami penurunan permukaan tanah, menyebabkan dilakukannya beberapa kali peninggian jalan dan halaman kantor dirasa kurang efektif dalam menanggulangi banjir karena rob dan air hujan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, Balai Besar POM di Semarang
memerlukan
dukungan
anggaran
untuk
pengadaan
lahan
dan
pembangunan gedung baru. Upaya yang telah dilakukan pada tahun 2013 yaitu pengadaan tanah di lokasi yang jauh dari pantai dan bebas banjir (di Kecamatan Banyumanik, Semarang) seluas 9845 m2 dengan nilai Rp. 23,5 M. Pada tahun 2014 telah dilakukan pembangunan talud dan pagar keliling di lokasi tersebut senilai Rp 1,2 M,pengadaanperencana DEDdan master plan untuk gedung Sub Bagian Tata Usaha, Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan serta Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen senilai Rp. 650 juta.Secara bertahap pada tahun 2015 akan dilakukan pembangunan gedung tersebut senilai Rp.12,5 M dan pengadaan Perencana DED gedung Laboratorium senilai Rp. 1,1 M. Pada tahun 2016 akan dilaksanakan pembangunan gedung Laboratorium senilai Rp. 33,5 Mdan Konsultan Pengawas senilai Rp. 750 juta. Selanjutnya pada tahun 2017 direncanakan dapat dilakukan pembangunan gudang dan pendukung lainnya senilai Rp 22 M. Diharapkan anggaran pembangunan seperti yang telah direncanakan dapat tersedia sesuai kebutuhan dandengan terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana, Balai Besar POM di Semarangdapat lebih optimal dalam pelaksanaan kegiatan, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait pengawasan Obat dan Makanan.
1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar POM di Semarang disusun berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014.Struktur organisasi Balai Besar POM di Semarang sebagai berikut:
6
Rencana Strategik
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Sub Bag Tata Usaha
Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional Kosmetik dan Produk Komplimen
Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya
Bidang Pengujian Mikrobiologi
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Seksi Pemeriksaan
Seksi Sertifikasi
Seksi Penyidikan
Seksi Layanan Informasi Konsumen
Jabatan Fungsional
Gambar1.2. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang
Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Balai Besar POM di Semarang diperlukan SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi memadahi. Untuk pemenuhan hal tersebut akan terus-menerus dilakukan peningkatan kompetensi SDM, sehingga tugas fungsi dapat dilaksanakan secara optimal. Jumlah SDM Balai Besar POM di Semarang pada awal tahun 2015 sebanyak 140 pegawai yang tersebar pada5 Bidang dengan 4 Seksi dan 1 Sub Bagian Tata Usaha sebagai pendukung kegiatan teknis. Dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan pada tahun 2015, untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang belum didukung dengan SDM yang memadahi baik dalam hal jumlah maupun proporsi Terampil dan Ahli, dimana secara keseluruhan masih ada kekurangan SDM sejumlah 31 orang. Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan jumlah 7
Rencana Strategik
pegawai, karena sejumlah pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Jumlah pegawai yang akan memasuki pensiun dari tahun 2015 sampai dengan 2019 sebanyak 20 orang dengan perincian pada tahun 2015 sebanyak 1 (satu) orang, tahun 2016 sebanyak 5 (lima) orang, tahun 2017 sebanyak 8 (delapan) orang, tahun 2018 sebanyak 5 (lima) orang dan pada tahun 2019 sebanyak 1 (satu) orang.
Adanya kekurangan pegawai yang signifikan
tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Adapun profilpegawai Balai Besar POM di Semarangpada Bidang/Seksi dan Sub Bag TU berdasarkan ABK tahun 2015dan pegawai pensiun sampai dengan tahun 2019 seperti pada tabel berikut. Tabel 1.1. Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Semarang berdasarkan Analisa Beban Kerja (ABK) Tahun 2015 Jumlah SDM pada Bidang / Seksi / Sub Bag TU (orang) Jumlah SDM Berdasarka n ABK Th 2015 Yang tersedia Th 2014 Kekurangan SDM
Bidang SerLik
Jumlah SDM
Bidang Pengujian Pangan & BB
Bidang Pengujian Mikrobiolo gi
Seksi Pemeriksa an
Seksi Penyidi kan
Seksi Sertifikasi
Seksi LIK
Sub Bag TU
40
14
11
25
14
8
8
47
167
32
14
10
27
10
8
7
32
140
12
0
4
15
31
3(th 2016) 2(th 2017) 2(th 2018)
20
2 (th 2017) Pensiun
Bidang PemDik
Bidang Pengujian Teranokoko
2 (th 2018)
1 (th 2017)
1
-2
1 (th 2015)
1(th 2017)
1 (th 2017)
1(th 2018)
0
0
1
1 (th 2016)
1(th 2016)
1 (th 2019)
1(th 2017)
Komposisi SDM Balai Besar POM di Semarang sampai dengan awal tahun 2015, Apoteker dan S2 lain 50 orang, S1 39 orang, D3 17 orang, Asisten Apoteker dan SLA lain 27 orang, SLP kebawah 7 orang. Dengan komposisi tenaga tersebut terlihat tenaga dengan pendidikan S1 dan S2 61,43%. Tenaga D3 pada bidang teknis pengujian dan pengawasan jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan beban kerja yang harus dikerjakan oleh pengawas terampil pada Balai Besar POM di Semarang. Hal tersebut diperlukan terobosan agar beban kerja yang ada dapat diselesaikan oleh tenaga yang ada.Berikut disajikan jumlah SDM berdasarkan tingkat pendidikan.
8
Rencana Strategik
Gambar 1.3. Profil Pegawai Balai Besar POM di Semarang berdasarTingkat PendidikanTahun 2015 1.1.3. Tugasdan Fungsi Balai Besar POM di Semarang Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Semarang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
Nomor
:
05018/SK/KBPOM, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), adalah sebagai berikut : a.
Tugas Melaksanakan kebijakan di Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen, Pangan, dan Bahan Berbahaya.
b. Fungsi 1). Penyusunan rencana dan program pengawasan Obat dan Makanan. 2). Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3). Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi. 4). Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi. 5). Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
9
Rencana Strategik
6). Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan. 7). Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen 8). Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan Obat dan Makanan. 9). Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan. 10). Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan bidang tugasnya.
1.1.4. Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Rencana Strategis Balai Besar POMdi SemarangTahun 2010 – 2014 Selama periode 2010 – 2014 capaian kegiatan adalah sebagai berikut : a.
Sertifikasi Untuk menjamin agar Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di
wilayah Jawa Tengah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, manfaat dan unggul, maka penerapan jaminan mutu pada sarana produksi dan distribusi harus dijaga dan ditingkatkan terus. Sebanyak 23 industri Obat yang ada telah menerapkan cara pembuatan obat yang baik (CPOB), industri Kosmetika yang aktif berproduksi36, industri Obat Tradisional yang ada sebanyak 14industri telah melakukan cara pembuatan Obat Tradisional yang baik (CPOTB), sedangkan yang masih skala usaha kecil menengah sebanyak 92 masih perlu didorong untuk penerapan CPOTB sehingga produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dengan produk dari luar. Sedangkan industri Pangan besar yang telah teregistrasi MD sebanyak 285 dan industri rumah tangga pangan (IRTP) kurang lebih 11.364 industri serta 4 industri minuman keras yang harus dijaga. Pelayanan audit dalam rangka pencantuman tulisan Halal, selama tahun 2014 dilakukan audit pada 8 industri pangan dan 140 IRTP. Terhadap sertifikat Halal yang diterbitkan MUI untuk 102 IRTP telah diterbitkan 102persetujuan pencantuman tulisan Halal dan 8 rekomendasi persetujuan pencantuman tulisan Halal pada produk dengan nomor MD. Layanan sertifikasi yang telah dilaksanakan dalam rangka menjamin kualitas produk adalah dengan sertifikasi terhadap industri Obat dan Makanan, rekomendasi halal, layanan pengujian sampel pihak ketiga, penerbitan sertifikat impor (SKI) dan ekspor (SKE) dll.Jenis layanan informasi yang dilakukan antara lain talkshow, pameran, penyuluhan, bimtek, iklan layanan masyarakat, layanan informasi,tindak 10
Rencana Strategik
lanjut pengaduan, maupun layanan sebagai narasumber. Dalam upaya untuk menjaga masuk dan beredarnya produk ke wilayah Jawa Tengah selama tahun 2014 telah diterbitkan 2228 surat keterangan impor. Sedang untuk memberikan jaminan terhadap produk yang di ekspor telah diterbitkan 1175surat keterangan ekpor. Dari rekapitulasi nilai yang dilakukan dari bulan Agustus hingga Desember 2014 nilai ekspor sebesar US$ 240.270.547 sedang impor sebesar US$ 222.773.036. Diharapkan kedepan jumlah dan nilai ekspor jauh lebih besar meninggalkan impor yang terjadi di Jawa Tengah. Selama tahun 2014 jumlah layanan kepada masyarakat sebanyak 4025, dan akanterus
ditingkatkan
setiap
tahun
baik
frekuensi
maupun
metode
penyampaiannya.Masyarakat selaku konsumen diharapkan lebih cerdas dalam memilih dan menentukan produk yang aman untuk dikonsumsi dalam rangka membentengi diri terhadap produk yang berisiko terhadap kesehatan.
b.
Pengawasan Produk Beredar, Sampling, dan Pengujian Laboratorium Pelaksanaan pembelian sampel produk beredar dan pengujian, menyesuaikan
dengan target yang telah ditetapkan. Selama tahun 2014 telah dilakukan pembelian sampel dan dilakukan uji terhadap 4003 sampel.
Rincian sampel yang diuji
adalahobat sebanyak752sampel, narkotika dan psikotropika 35sampel, obat tradisional 560sampel, suplemen kesehatan240 sampel, kosmetika 1200sampel, pangan 748sampel, garam 131 sampel dan makanan jajanan anak sekolah 295 sampel. Hasil uji terhadap sampel tersebut bervariasi untuk setiap kelompok komoditi. Dari tahun ke tahun persentase sampel tidak memenuhi persyaratan menunjukkan gambaran yang berfluktuasi.Kondisi tahun 2014 rerata sampel tidak memenuhi persyaratan mutu 17% dari sampel yang diuji. Selama 4 tahun periode renstra 2011-2014 rata-rata hasil uji memenuhi syarat untuk komoditi Obat 98,9%, Obat Tradisional 60,75%, Kosmetika 97,05% dan Pangan 68,66%. (Tabel 1.2).
11
Rencana Strategik
Tabel 1.2. Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1 Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014 Proporsi Obat yang Memenuhi Syarat (%) Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
98.94
98.96
100.02
99.04
99.12
100.08
99.14
98.73
99.59
99.24
98.86
99.62
Proporsi Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (%)
TAHUN 2010 SEBAGAI BASELINE
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
58.16
60.59
104.80
58.41
60.68
103.89
58.66
64.44
109.85
58.91
57.32
97.30
Proporsi Kosmetik yang Memenuhi Syarat (%) Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
97.52
97.37
99.85
97.77
99.09
101.35
98.02
98.33
100.32
98.27
93.42
95.06
Proporsi Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat (%) Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
98.90
97.93
99.02
99.40
95.40
95.98
99.90
96.12
96.22
100
98.75
98.75
Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat (%) Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
Target
Real
Capaian
82.47
66.03
80.07
86.22
69.18
80.24
89.97
69.74
77.51
93.72
69.72
74.39
Parameter kritis
pengawasan untuk obat tradisional adalah keberadaan
bahan kimia obat (BKO). Sampel obat tradisional yang diuji tahun 2014 ditemukan 16%mengandung BKO. Parameter kritis untuk kosmetika dan pangan adalah keberadaan bahan berbahaya. Sampel yang diuji tahun 2014 ditemukan bahan berbahaya pada kosmetika yang diuji sebesar 2,61% dan bahan berbahaya pada pangan 3,2%. Kecenderungan fluktuasi hasil uji tidak memenuhi syarat (TMS) yang bervariasi antar produk menjadi dasar penetapan target persentase produk yang memenuhi syarat (MS) pada 5 tahun kedepan. Diharapkan hasil uji produk MS terus meningkat setiap tahun seiring tumbuhnya kesadaran pelaku usaha sehingga mencerminkan semakin baik kualitas produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia.
12
Rencana Strategik
c.
Pemeriksaandan Penyidikan Pemeriksaan dilaksanakan selama tahun 2014mencakup 1713 sarana
produksi dan distribusimeliputi industri obat, industri makanan, industri obat tradisional, industri kosmetika, sarana distribusiobat dan makanan, dan sarana pelayanan obat. Dari sarana yang diperiksa masih ditemukan kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan cara yang baik untuk produksi ataupun mendistribusikan produk Obat dan Makanan. Hasil pemeriksaan tahun 2014 sebagai awal kondisi tahun 2015, hampir semua sarana yang diperiksa dilaporkan ada temuan. Hal ini disebabkan selama ini simpulan hasil pemeriksaan belum dikelompokkan dalam kajian kritikal, mayor dan minor. Diharapkan pelaksanaan pengawasan kedepan dikaji lebih cermat sehingga hasil pemeriksaan sesuai dengan paparan kondisi yang senyatanya. Capaianpemeriksaan sarana produksi Obat dan Makanan di Jawa Tengah pada tahun 2014 sebesar 250 dari 623 sarana target atau sebesar 40%.Sedangkan cakupan pengawasan sarana distribusi obat dan makanan baru mencapai 1425 sarana dari 5.300 sarana yang ada (12,7%). Sarana distribusi yang diperiksa meliputi 7 jenis sarana terdiri dari sarana distribusi obat (Apotek/PBF), obat tradisional, kosmetik, serta pangan dan bahan berbahaya. Dari ketujuh jenis sarana tersebut, Apotek dan PBF relatif sering terdapat temuan tidak memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik, sehingga masih perlu dikhawal dan didorong agar menerapkan ketentuan distribusi yang benar untuk menjamin obat yang beredar aman, manfaat dan berkualitas.Angka capaian pengawasan untuk sarana Produksi maupun Distribusi tersebut akan ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya, sehingga cakupan pengawasan dapat semakin luas dilakukan terutama untuk sarana yang memiliki dampak risiko tinggi terhadap produk TMS. Pengawasan premarket dan pos market produk Obat dan Makanandilakukan terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dari pemeriksaan selain ditemukan sarana yang belum sepenuhnya menerapkan cara yang baik ditemukan pula produk tidak memenuhi ketentuan yang dapat membahayakan
kesehatan.
Pelanggaran
ketentuan
tentang
kewenangan
pendistribusian produk obat dan makanan tanpa ijin edar (TIE) dan penggunaan bahan kimia obat (BKO) menempati urutan pertama pelanggaran. Pada tahun 2014 dilakukan ivestigasi terhadap 225 sarana terdiri dari 89 sarana produksi/distribusi Obat, 38 pangan, 23 kosmetika dan 75 sarana obat tradisional. Investigasi dilakukan 13
Rencana Strategik
melalui operasi penyidikan mandiri, operasi penertiban satuan tugas pemberantasan obat dan makanan ilegal, operasi gabungan daerah (OGD) dan operasi gabungan nasional (OGN). Hasil investigasitelah ditangani sebanyak 36 kasus tindak pidana, 21 kasus ditangani secara Pro Justitia dan 15 kasus Non Justitia. Data temuan dan pemusnahan tahun 2014dari 36kasus tindak pidana, berhasil diamankan produk yang tidak memenuhi ketentuan berupa obat tradisional, kosmetik dan pangan dengan nilai ± Rp.5,65 Milyar. Diantara temuan tersebut + Rp. 4,5 Milyar telah dimusnahkan. Capaian jumlah perkara akan terus ditingkatkan setiap tahun, diharapkan dampaknya memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dibidang produksi maupun distribusi obat dan makanan.
d.
Pengawasan Iklan dan Label Pemantauan / pengawasan iklan dan label dilakukan terhadap produk Obat,
Obat Tradisional, Suplemen Makanan, Makanan/Minuman, Kosmetika, Alat Kesehatan, PKRT dan Rokok. Pemantauan / pengawasan dilakukan melalui media cetak, media elektronik, media luar ruang dan leaflet/brosur. Pemantauan iklan yang dilakukan pada tahun 2014sebanyak2965, 1391 iklan (46,9%) tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian : 1)
Iklan Obat
: 242 iklan ( TMK 97 )
2)
Iklan Rokok
3)
Iklan Kosmetika
: 295 iklan ( TMK 37
4)
Iklan OT
: 586 iklan ( TMK 424 )
5)
Iklan Suplemen Kesehatan
: 422 iklan ( TMK 333 )
6)
Iklan Makanan/Minuman
: 393 iklan ( TMK 37 )
: 1027 iklan ( TMK 463 )
Pemantauan label tahun 2014 sebanyak 2124, diketahui 604 label (28,4%) tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian : 1)
Label Obat
: 266 ( TMK 58 )
2)
Label Rokok
: 95 ( TMK 65 )
3)
Label Kosmetika
: 1115 ( TMK 318)
4)
Label OT
: 376 ( TMK 103 )
5)
Label Suplemen Kesehatan
: 122 ( TMK 8 )
6)
Label Makanan/Minuman
: 150 ( TMK 52 )
14
Rencana Strategik
e.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Dalam konteks pengawasan Obat dan Makanan, pelayan informasi dan
komunikasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti yang penting untuk pemberdayaan konsumen. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin tinggi pula kepedulian dan kesadarannya sehingga mampu untuk melindungi dirinya sendiri dari penggunaan produk yang tidak berkualitas yang dapat merugikan. Tingginya tingkat pelanggaran di bidang Obat dan Makanan antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian baik konsumen maupun produsen. Pemberdayaan masyarakat akan berujung pada kepatuhan produsen dalam memenuhi aturan-aturan di bidang Obat dan Makanan. Masyarakat yang telah diberdayakan akan mampu “menyeleksi” produk yang memenuhi syarat sehingga produk-produk yang tidak berkualitas tidak akan laku di pasaran.
f.
Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar POM di Semarang telah menerima pengaduan/pertanyaan
mengenai Obat dan Makanandari tahun ke tahun mengalami peningkatan akibat masyarakat semakin sadar terhadap upaya perlindungan diri. Selama tahun 2014 diterima 541 pengaduan. Berdasarkan jenis komoditi, dari pertanyaan yang diterima dapat dilihat bahwa kelompok pertanyaan berkaitan dengan produk pangan 316, disusul berturut-turut tentang obat tradisional 84, Kosmetik 52 dan obat 43, sisanya berkaitan dengan suplemen makanan, napza, bahan berbahaya, Alat Kesehatan (Alkes), Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan informasi umum lainnya.
g.
Kegiatan Lintas Sektor Kegiatan Lintas Sektor dilaksanakan Balai Besar POM di Semarang guna
meningkatkan keberhasilan pengawasan Obat dan Makanan. Menyadari bahwa keamanan produk obat dan makanan yang beredar adalah tanggung jawab bersama antara Pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha, maka kegiatan bersama lintas sektor perlu terus ditingkatkan. Kegiatan lintas sektor yang dilakukan antara lain: peningkatan kompetensi penyidik, perkuatan mekanisme operasi penyidikan, pemusnahan barang bukti,pelayanan sebagai saksi ahli maupun saksi pemusnahan barang bukti, layanan konsultasi, jejaring pangan fortifikasi (PKK, puskesmas, Kelurahan,organisasi wanita, dll), pengawasan kualitas pangan jajan anak sekolah 15
Rencana Strategik
PJAS (Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah), komunikasi dengan Distributor dan
retail
pangan,
pelatihan
district
food
inspector
(Dinas
kesehatan
Kota/Kabupaten, disperindag, UMKM, puskesmas, dll), pengawasan pangan dan bahan berbahaya (perguruan tinggi, pemda), FGD kemitraan keamanan pangan tingkat propinsi (PKK, Bapeda, BKD, perguruan tinggi, dll), Food Safety Masuk Desa (FSMD). Sasaran yang akan dicapai antara lain meningkatkan koordinasi, mempererat jaringan dalam rangka dukungan dan komitmen dengan instansi di daerah maupun perguruan tinggi dan komunitas lain untuk turut serta dalam pengawasan obat dan makanansehingga produk yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, gizi dan mutu.
1.2.
POTENSI DAN PERMASALAHAN Lingkungan strategis baik nasional maupun global menghadapi tantangan
dan permasalahan yang semakin kompleks. Arus informasi dan modal berdampak pada meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam yang memicu perubahan iklim, percepatan penyebaran penyakit, dll merupakan tantangan yang harus dihadapi Badan POM. Hal tersebut menuntut peningkatan peran dan kapasitas Badan POM dalam pengawasan peredaran Obat dan Makanan. Secara umum lingkungan strategis yang dihadapi Balai Besar POM di Semarang adalah sebagai berikut :
1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan
kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
semua
komponen
BangsaIndonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satusubsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, kasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
16
Rencana Strategik
BPOM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu obat dan makanan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya sacara komprehensif oleh BPOM, yaitu :
Tabel 1.3. Upaya-Upaya Pengawasan yang dilakukan BADAN POM
No
1
Upaya terkaitjaminan keamanan, No Upaya terkait kemandirian khasiat/kemanfaatan dan mutu obat dan makanan obat dan makanan yang beredar Pengawasan, melibatkan berbagai 1 Pembinaan industri farmasi pemangku
kepentingan
yaitu
dalam
negeri
agar
mampu
pemerintah, Pemda, pelaku usaha
melakukan
dan masyarakat secara terpadu dan
dengan cara pembuatan obat
bertanggungjawab.
yang baik (CPOB) dan dapat melakukan
produksi
usahanya
sesuai
dengan
efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi 2
Pelaksanaan
regulasi
yang
baik 2
pemanfaatan
didukung dengan sumber daya yang
obat tradisional yang aman,
memadahi secara kualitas maupun
memiliki khasiat nyata yang
kuantitas, sistem manajemen mutu,
teruji secara ilmiah, bermutu
akses terhadap ahli dan referensi
tinggi, dimanfaatkan secara luas
ilmiah, kerja sama internasional,
baik untuk pengobatan sendiri
laboratorium pengujian mutu yang
oleh
kompeten,
digunakan
independen
dan
transparan. 3
Pengembangan
masyarakat dalam
maupun pelayanan
kesehatan formal.
Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan mengenai produk dan fasilitas produksi dan distribusi obat dan makanan sesuai dengan iptek dan standar nasional 17
Rencana Strategik
4
Pembinaan,
pengawasan
pengendalian
impor,
dan ekspor,
produksi dan distribusi obat dan makanan. suatu
Upaya
kesatuan
melalui
ini
merupakan
utuh,
dilakukan
penilaian
keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk, inspeksi
fasilitas
distribusi,
produksi
pengambilan
dan dan
pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, serta pemantauan label/penandaan, iklan dan promosi. 5
Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap
pelanggaran,
termasuk
pemberantasan produk palsu dan ilegal. 6
Perlindungan
masyarakat
penyalahgunaan
dari
narkotika,
psikotropika, zat adiktif sebagai upaya yang terpadu antara upaya represif,
preventif,
kuratif
dan
rehabilitatif. 7
Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahan-bahan penggunaan
dilarang bahan
atau tambahan
makanan yang tidaksesuai dengan persyaratan.
Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan kedepan harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah, sesuai dengan amanat dalam SKN. 18
Rencana Strategik
1.2.2. Jaminan KesehatanNasional (JKN) JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosialuntuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obatyang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri, karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obatpun akan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Tingginya demand obat yang akan mendorong banyak industri farmasi melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Seiring dengan penerapan JKN, akan banyak industri farmasi yang harus melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun 2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana. Dari sisi penyediaan (supply side) JKN, kapasitas dan kapabilitas laboratorium pengujian BPOM harus terus diperkuat. Begitu pula dengan pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM pengawas Obat dan Makanan (penguji, evaluator maupun inspektur), serta kuantitas SDM yang harus terus ditingkatkan sesuai dengan beban kerja.
19
Rencana Strategik
1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) padatahun2015,
banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai
pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya. Terkait goals2. End hunger, achieve food security and improved nutrition, and promote sustainable agriculture, selain ketahanan pangan, kondisi yang harus diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dalam jumlah yang cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khususmengandung angka kecukupan gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan yang telah diinspeksidan dibina BPOM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat BPOM/Standar Nasional Indonesia/ Standar Internasional. Tantangan bagi BPOM kedepan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan olahan, pengawalan mutu, manfaat dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada masyarakat. Terkait Goals 3. Ensure healty lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasukdi dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat dan vaksin yang aman, efektif dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang aman, berkhasiat dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi BPOM
ke depan adalah 20
Rencana Strategik
intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya.
1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya dibidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas / free trade area (FTA). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEANChina FTA, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, negara-negara tersebut dimungkinkan membentuk kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional, berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sebuah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Masuknya produk perdagangan bebas tersebut merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut. 21
Rencana Strategik
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Perdagangan bebas membuka peluang perdagangan Obat dan Makanan yang tinggi dengan memanfaatkan kebutuhan konsumen terhadap produk dengan harga terjangkau sehingga terdapatnya risiko beredarnya obat ilegal (tanpa ijin edar, palsu dan substandar) dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini merugikan masyarakat. Berdasarkan data BPOM, jumlah pelanggaran dibidang Obat dan Makanan yang ditemukan pada operasi gabungan Nasional 2014 sebanyak 166 kasus, temuan produk tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 5.640 item dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 10,978 M. Dari Operasi Gabungan Daerah ditemukan produk TMS sebanyak4.632 item dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 9,297 M. Hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM. Dalam pasar bebas dan era JKN, pasar farmasi nasional masih menjanjikan. Menurut data BPOM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai 217 perusahaan, sebanyak 34 diantaranya merupakan perusahaan multinasional. Tahun 2014, Indonesia Pharmaceutical Manufacturing Global (IPMG) menyatakan pasar farmasi di Indonesiabernilai sekitar USD 6,24M atau USD26 per kapita per tahun. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap tahun dan sekitar 75% total pasar obat di Indonesia didominasi perusahaan nasional. Namun ketergantungan impor bahan baku obat masih tinggi, bahkan 96% diimpor dari China, India dan Eropa. Pemerintah perlu menyiapkan strategi kemandirian produksi bahan baku dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor bahan baku pada pasar farmasi nasional. Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat Tradisional (IOT) dan 1148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005 dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.
22
Rencana Strategik
Menghadapi komunitas ASEAN, daya saing UMKM obat tradisional maupun makanan perlu dibenahi. Rendahnya kemampuan dan pengetahuan teknis untuk memenuhi persyaratan pendaftaran/standar mutu, rendahnya kesadaran dalam mendaftarkan produk, keterbatasan kemampuan akses terhadap aplikasi elektronik, keterbatasan pembiayaan penyesuaian standar dan sertifikasi internasional maupun rendahnya penguasaan teknologi pelaku UMKM obat tradisional dan makanan perlu mendapat perhatian BPOM. Perlu adanya intervensi pembinaan dan kebijakan yang berpihak kepada UMKM. Misalnya penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaftaran produk Obat Tradisional risiko rendah produksi UMKM. Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri Obat dan Makanan di Indonesia. Dengan adanya FTA, maka pemerintah harus mengembangkan kesiapan industri Obat dan Makanan untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri.
1.2.5. Perubahan Iklim Ancaman perubahan iklim dunia akan semakindirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro,industri makanan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia. Selain dari sisi pangan,perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranyavirus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain. Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Centre for Climate Change University of Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model
kerentanan penyakit infeksi akibat
perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlumendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu malaria, demam berdarah dengue (DBD) dan diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit 23
Rencana Strategik
yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti penyakit infeksi saluran pernafasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal. Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian obat baru darijenis penyakit tersebut. Selain dari obat kimia, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan varian obat herbal tradisional Indonesia dan China yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntutkerja keras dari BPOM melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.
1.2.6. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Kemajuan ekonomi Indonesia dapatdilihat dari indikator makro ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3.500 tahun 2013 dan pada tahun 2014 telah ditetapkan World Bank menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukkan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2013 mencapai 90,94%, sedangkan obat tradisional sebanyak 21,41%. Untuk mengatasi beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia, justru banyak digunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Terkait hal ini, tantangan BPOM adalah melakukan pengawasan postmarket termasuk farmakovigilans.
1.2.7. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurutsensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49% per tahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu,diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa dan populasi terbesar berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun. Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia diatas 65 tahun menunjukkan tren yang meningkat tetapi
24
Rencana Strategik
dalam jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat. Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079 juta tahun 2010 dan akan naik menjadi 29,047 juta pada tahun 2020, akan mengalami perubahan pola penyakit yaitu meningkatnya beban kronik untuk kaum lansia. Hal ini membutuhkan obat untuk penggunaan jangka panjang yang lebih berkualitas. Berikut profil penyakit di Indonesia yang kemungkinan besar mendorong perkembangan variasi obat. Tabel 1.4. Profil beban penyakit berdasar sebab tahun 1990-2010
Secara umum transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia dan sekaligus akan menambah beban kerja BPOM. Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan jangka panjang dan juga penampilan, sehingga vitamin dan suplemenkesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukaan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap obat dan makanan juga akan semakin 25
Rencana Strategik
meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen obat dan makanan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun variasinya. Bertambahnya jumlah volume produksi dan variasi obat dan makanan ini tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP oleh produsen dalam memproduksi obat dan makanan menjadi tantangan BPOM dalam melakukan pengawasan dan pembinaan. Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi inimenjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase bonus demografi Indonesia untuk menciptakan aktifitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN. Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah mencapai 80%. Penduduk ini telah mempunyai daya beli lebih tinggi ditambah dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun 2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun 2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi pola konsumsi obat dan makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia. Syarat agar bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkan dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui a). Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu obat; b). Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c). Pengendalian jumlah penduduk; d). Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional. BPOM dalam hal ini harus membuat kebijakan yang mendukung kualitas SDM Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat dan mutu obat dan makanan juga persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha sehingga bisa menjamin obat dan makanan yang sampai di masyarakat aman, bermanfaat dan bermutu. Pengawasan keamanan, manfaat dan mutu ini harus dibangun untuk menghindari dan mengurangi risiko Obat dan
26
Rencana Strategik
Makanan yang tidak memenuhi syarat dikonsumsi oleh penduduk non usia kerja yang kedepan akan menjadi penduduk usia kerja. Di samping menyiapkan pemanfaatan bonus demografi, juga harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa bonus demografi, dimana jumlah lansia meningkat.
1.2.8. Desentralisai dan Otonomi Daerah Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkruen antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless), dengan on line command (satu komando), sehingga apabila ada suatu produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti. Desentralisasi dapat menimbulkan permasalahan dibidang pengawasan obat dan makanan diantaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan obat dan makanan belum optimal. Untuk menunjang tugasdan fungsi BPOM dalam pengawasan diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik. Dengan berlakunya UUNo. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan norma, standar, pedoman dan kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan.
1.2.9. Perkembangan Teknologi Kemajuan
teknologi
produksi
di
bidang
Obat
dan
Makanan
meliputiperkembangan vaksin baru dan produk biologilain termasuk produk darah, jaringan, terapi gen, stem cell, hormon, pangan hasil rekayasa genetika, pangan iradiasi, perkembangan teknologi nano untuk produk dan kemasannya serta produk hasil inovasi lainnya. Ini adalah sebagian hasil kemajuan teknologi produksi yang diprediksi
akan
semakin
meningkat
seiring
dengan
perkembangan
ilmu 27
Rencana Strategik
pengetahuan. Kondisi ini menuntut BPOM meningkatkan kapasitas kapabilitas sebagai lembaga pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian POM selaku “diagnosis pasti” adanya risiko yang beredar di masyarakat. Kemajuan teknologi telah memungkinkan industri di bidang obat dan makanan untuk berproduksi dalam skala besar dengan cakupan yang luas. Selain itu, dengan kemajuan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang, berbagai produk itu dimungkinkan dalam waktu relatif singkat mencapai wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan Obat danMakanan, ini merupakan potesial problem, karena bila terdapat produk yang sub standar, peredarannya dapatmenjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Untuk ituantisipasi pengawasanObat danMakanan juga harus sama cepatnya. Perkembangan teknologi informasi jugadapat menjadi potensi bagi BPOM untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat. Juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi, komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Namun disisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk obat dan Makanan secara online, yang juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.
1.2.10. Implementasi Program Fortifikasi Pangan Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran industri dan pemerintah Daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting. Fortifikasipangan
merupakan
salah
satucara
dalam
menangani
permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal, pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kekurangan yodium (GAKI). Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar 29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
28
Rencana Strategik
(2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami kenaikan, yaitu berkisar 4%-23%. Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang Mutu dan Keamanan Pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasn terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui sampling dan pengujian.
1.2.11. Jejaring Kerja BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan
Makanan tidak dapat
menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu Jejaring Kemanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius Commision, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme
(PIC/S),
International Crime Police Organizatuion Interpol. Peluang kerjasama ini terbuka karena citra BPOM yang baik di internasional. Jejaring kerjasama ini perlu penguatan karena belum semuanya berjalan efektif. Sebagai contoh adanya INRASFF akan mendukung pengawasan secara cepat tanggap terhadap adanya outbreak dan risiko pada pangan. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi tantangan yaitu: (i) Upstream Notification masih belum optimal, (ii) Asesmen risiko keamanan pangan impor masih belum optimal, (iii) Tindak lanjut notifikasi di Competent Contact Point (CCP) belum cepat, dan (iv) Sistem traceability di rantai suplai pangan masih lemah. Untuk itu ke depan 29
Rencana Strategik
akan dilakukan pembentukan Local Competent Contact Point (LCCP) di lima propinsi : Medan, Lampung, Surabaya, Denpasar dan Manado, serta Pengembangan Pusat Kewaspadaan dan Respon Keamanan Pangan Nasional, yang juga akan dikembangkan untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan. Contoh lain Indonesia Risk Assesment Centre (INA-RAC). Sejak pencanangan oleh menteri Kesehatan pada 20November 2014, masih menghadapi beberapa kendala, seperti ketersediaan data nasional kajian risiko keamanan pangan yang minim dan belum terintegrasi. Tantangan kedepan adalah meningkatnya jumlah kajian risiko keamanan pangan nasional di sepanjang rantai pangan; Pembentukan poll of expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta Melaksanakan National Capacity Building untuk Risk Assesment.
1.2.12. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses
RB yang dilakukan BPOM
merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. a.
Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.
b. Penataan Tatalaksana Sebagai organisasi
penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen
untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap 30
Rencana Strategik
kesehatan
dan
secara
terus-menerus
meningkatkan
pengawasan
serta
memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan
Quality
Management
System
ISO
9001:2008,
Akreditasi
Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for Pharmaceutical
Inspectorate
(PI
0023),
OHSAS
18001:2007;
ISO
27001:2013Information Security Management System, WHO Quality System Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002): dan Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset dan pengembangan (KNAPPP02:2007). Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-goverment atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, diantaranya pendaftaran produk (pangan, obat, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
c.
Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundangundangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian
tujuan
pengawasan
Obat
dan
Makanan
dibahas
pada
KerangkaRegulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan 31
Rencana Strategik
perundangundangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat costbenefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM, perlu dilakukan regulatory impact assessment.Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota. Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum. Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.
d.
Penguatan Akuntabilitas Kerja Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B. Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun, BPOM masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen
pemerintahan
(keuangan
dan
BMN)
dalam
mewujudkan
pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi 32
Rencana Strategik
masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan keuangan BPOM dari BPK.
e.
Penguatan Pengawasan Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya pengawasan yang dilakukan BPOM, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPOM serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang. Pengawasan yang dilakukan BPOM antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM),
dan
pendayagunaan
Aparat
Pengawasan
Internal
Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan BPOM tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang mengganggu efektivitas pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.
f.
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara(ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, 33
Rencana Strategik
objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka.Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian. Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.
g.
Manajemen Perubahan Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of change sebagai rolemodel serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahanyang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB. Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.
34
Rencana Strategik
Berdasarkan kondisi obyektif capaian yang dipaparkan di atas, kapasitas BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus dilakukan penataan dan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dukungan regulasi yang dibutuhkan, terutama peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan. Kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut BPOM dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Dengan etos tersebut, BPOM diharapkan mampu menjadi katalisator yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan nasional. Untuk itu, ada tiga isustrategis dari permasalahan pokok yang dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yaitu: 1.
Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2.
Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha Obat dan Makanan, serta peningkatan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat,
3.
Penguatan kapasitas kelembagaan BPOM. Dalammelaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan
peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat danMakanan, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode 2015-2019 sebagaimana pada gambar dan tabel di bawah ini.
35
Rencana Strategik
Gambar 1.4. Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan
Gambar 1.5. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM
36
Rencana Strategik
Tabel 1.5. Penguatan Peran BPOM Tahun 2015-2019 Penguatan • Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan Sistem Makanan (NSPK) Pengawasan Obat • Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan dan Makanan • Penilaian Obat dan Makanan sesuai standar • Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai standar • Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar • Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan • Penyidikan dan penegakan hukum Kerjasama, • Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha Komunikasi, melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik Informasi dan termasuk peringatan publik Edukasi Publik • Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan • Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan Makanan yang tidak sesuai dengan standar • Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standar
1.2.13. Menipisnya Entry Barrier Globalisasi perdagangan, menyebabkan entry barrier menjadi semakin tipis, dan karena itu arus barang (termasuk didalamnya Obat dan Makanan) ke luar masuk dari dan ke berbagai negara menjadi semakin bebas, tanpa hambatan tarif maupun non tarif. Dengan demikian Obat dan Makanan yang diproduksi oleh berbagai negara memungkinkan untuk memasuki wilayah Jawa Tengah. Posisi strategis Propinsi Jawa Tengah yang berada diantara dua propinsi besar di Pulau Jawa yakni Jawa Barat dan Jawa Timur, memungkinkan mudahnya lalu lintas berbagai pruduk Obat dan Makanan antar dua Propinsi tersebut. Konsekuensinya selain akan terus meningkat jenis produk beredar di Jawa Tengah, juga jumlah serta jenis pelanggaran dibidang Obat dan Makanan akan semakin beragam. Untuk menjaga agar Obat dan Makanan yang beredar di Jawa Tengah mempunyai jaminan mutu manfaat dan keamanan sesuai standar, Balai Besar POM di Semarang harus meningkatkan kompetensinya sehingga mampu melakukan pengawasan produk, mulai produk tersebut dalam proses produksi dimanapun tempatnya, di tempat-tempat pemasukan produk ke dalam wilayah Jawa Tengah.
37
Rencana Strategik
Luas wilayah Propinsi Jawa Tengah seluruhnya 3,25 ribu hektar atau 25% dari wilayah Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang relatif tinggi yaitu 33,26 juta jiwa merupakan potensi sekaligus tantangan yang dihadapi dalam pengawasan Obat dan Makanan. Catchment areadi Propinsi Jawa Tengah yang mencakup 35 Kabupaten/Kota, dimana sarana produksi dan distribusi terutama Pangan, Obat Tradisional dan Kosmetika hampir merata pada setiap Kabupaten/Kota.Sedangkan untuk sarana produksi Obat sebagian besar berada di kota besar seperti Semarang dan Surakarta. Sarana produksi Obat Tradisional yang ada di Jawa Tengah sebanyak 122 buah meliputi Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Jawa Tengah mencapai puluhan ribu yaitu kurang lebih sekitar 12.521 buah dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pembagian peran antara pusat dan daerah maka pengawasan IRTP yang dilakukan oleh Badan POM melalui samplingberdasarkan analisis risiko. Secara terperinci jumlah cakupan sarana produksi dan distribusi seperti pada tabel berikut:
Tabel 1.6. Jumlah Cakupan Sarana Produksi Obat dan Makanan Balai Besar POM di Semarang No Jenis Sarana Produksi 1 2 3 4
5
6
Sarana Produksi Obat Sarana Produksi Obat Tradisional Sarana Produksi Kosmetika Sarana ProduksiPangan (MD) Sarana Produksi Rumah Tangga Pangan (IRTP) Industri Rokok Jumlah
Jumlah Sarana Produksi Yang Ada
Jumlah Sarana Produksi TARGET
23
23
13
15
122
122
41
56
105
105
36
35
355
355
45
87
12.521
33
90
37
173
638
225 (35,26%)
230 (36,05%)
13.299
Jumlah Sarana Produksi Diperiksa Th 2014 Th 2015
38
Rencana Strategik
Tabel 1.7. Jumlah Cakupan Sarana Distribusi Obat dan Makanan Balai Besar POM di Semarang No Jenis Sarana Distribusi 1
PBF
2 3
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Rumah Sakit
4
Jumlah Sarana Distribusi Yang Ada 334
Jumlah Sarana Distribusi Diperiksa Th 2014 Th 2015 75
90
35
15
20
208
40
40
Puskesmas
867
15
30
5
Apotek
3063
220
220
6
Toko Obat
21
5
15
7
Klinik
735
35
45
8
Obat Tradisional
431
190
220
9
Kosmetika
92
200
230
10
Pangan
499
615
520
11
Bahan Berbahaya
14
10
20
6.299
1.420 (22,54%)
1.450 (23,02%)
Jumlah
Terbukanya pasar global, perlu dimanfaatkan secara baik. Upaya untuk merebut pasar dilakukan melalui keunggulan mutu produk dikombinasi dengan harga terjangkau. Diharapkan pelaku usaha di Jawa Tengah cerdas mengelolanya sehingga mampu mendapatkan keunggulan. Langkah menuju hal tesebut dilakukan dengan pengawasan konsisten untuk menjaga jaminan mutu dan kepercayaan pelanggan.
1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi Kemajuan
teknologi,
mendorong
industri
Obat
dan
Makananakan
menerapkan dalam proses produksinya. Perkembangan demikian menuntut kemampuan pengawas untuk meningkatkan diri sehingga mampu mendeteksi kelemahan-kelemahan teknologi dalam proses produksi dan selanjutnya mampu memberikan jalan keluar dalam perbaikan sehingga perkembangan teknologi tetap
39
Rencana Strategik
memberikan peningkatan produktifitas, manfaat, mutu dan keamanan produk yang dihasilkan. Semakin majunya teknologi transportasi, mempercepat Obat dan Makanan beredar secara luas di masyarakat, tentu perkembangan demikian harus tetap dapat dilakukan pengawasan secara efektif agar produk yang siap dikonsumsi selalu dalam kondisi memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah Republik Indonesia. Kemajuan teknologi promosi di berbagai media, semakin efektif dalam mempromosikan nilai lebih dan menutup risiko suatu produk serta menggeser perilaku dan permintaan masyarakat. Kehebatan perkembangan promosi menuntut Balai Besar POM
untuk dapat mengendalikan semua model promosi sehingga
setiap promosi dapat memaparkan hal-hal yang menguntungkan bagi konsumen tanpa ada risiko tersembunyi.
1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat Global & Regional Dengan disepakatinya harmonisasi baik tingkat regional maupun global, proses pembuatanproduk harus memberlakukan standar yang sama. Keunggulan persaingan perdagangan hanya dapat dilakukan atas dasar ilmiah. Menghadapi hal tersebut agar produk yang diproduksi di Jawa Tengah dan produk yang masuk dan atau beredar memberikan perlindungan, manfaat dan daya saing yang lebih tinggi perlu dijaga dengan sistem pengawasan yang lebih baik.
1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi Krisis ekonomi menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat menjadi lemah. Dengan kemampuan yang lemah, pemenuhan kebutuhan menjadi kurang sehingga kondisi kesehatan cenderung menjadi lebih rendah dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan akan pengobatan secara mandiri juga kurang. Agar masyarakat lebih terjaga dari resiko kesehatan, maka pengawasan harus dioptimalkan.
1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan Jawa Tengah memiliki iklim yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba. Dengan penduduk yang banyak, pertumbuhan penjaja makanan berkembang dengan pesat. Kondisi demikian tentu membuat potensi pangan yang tercemar mikroba termasuk toksin yang dihasilkan serta penggunaan bahan dengan tujuan untuk 40
Rencana Strategik
pengawet cukup besar. Tentu hal tersebut harus dilakukan antisipasi secara cerdas agar masyarakat tetap terlindungi kesehatannya.
1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, cenderung terus meningkat seiring dengan upaya sistematis pihak luar untuk memperlemah tingkat ketahanan nasional. Jenis narkotika dan psikotropika yang disalahgunakan, diperkirakan tetap jenis narkotika dan psikotropika yang tidak digunakan dalam pengobatan, dan diproduksi oleh clandestine laboratory, dan diedarkan secara ilegal. Dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ini, Balai Besar POM di Semarang harus semakin proaktif dalam perannya sebagai penjuru, khususnya untuk pengawasan prekursor, bersama mitra kerja dari sektor terkait.
1.2.19 Produk Ilegal Peredaran produk ilegal dan palsu di jalur gelap, diperkirakan akan tetap marak. Hal ini terjadi karena belum menyatunya komitmen, pengawasan yang kurang efektif, meningkatnya permintaan masyarakat yang kurang didukung oleh daya beli yang memadai dan ketidak percayaan hasil pengobatan formal yang diterima. Upaya pemberantasan perlu diarahkan untuk lebih konsisten memutus mata rantai pasokan dan mendorong peningkatan layanan kesehatan formal.
1.2.20 Perkembangan IndustriFarmasi Di bidang industri farmasi, diprediksikan akan terjadi kemajuan spektakuler dalam hal penemuan obat-obat baru seiring dengan perkembangan teknologi. Kemajuan teknologi bio engineering semakin membuka peluang riset obat untuk meningkatkan penyembuhan penyakit.
Tumbuhnya sistem perdagangan global,
akan mendorong pasar ASEAN mengalami perluasan, perluasan perdagangan akan meliputi harmonisasi di bidang farmasi. Tantangan Balai Besar POM di Semarang kedepan akan terus bertambah sejalan dengan berkembangnya antara lain Obat Asli Indonesia. Jawa
Tengah
memiliki
ragam
tanaman
berkhasiat
banyak,
dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Adanya kecenderungan penggunaan Natural Product dalam perawatan dan pengobatan, merupakan peluang yang harus dimanfaatkan untuk upaya pengembangan obat asli Indonesia. 41
Rencana Strategik
Pengembangan obat asli Indonesia, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk tidak mengkonsumsi obat palsu, akibat OAI menjadi demand substitution bagi permintaan obat konvensional. Di wilayah kerja Balai Besar POM di Semarangbanyak produsen obat tradisional. Produsen tersebut dapat dikembangkan, sehingga produk yang dihasilkan semakin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari sisi mutu, ketersediaan serta pasar yang semakin luas.
1.2.21 Pengakuan Stake Holders Program pengawasan Obat dan Makanan telah berjalan dengan cukup baik dan lancar serta telah lama dikenal dengan baik oleh para stakeholders. Pelaksanaan program ini dimungkinkan karena telah ditunjang infra struktur dan struktur organisasi Balai Besar POM di Semarang yang spesifik dirancang sesuai dengan kriteria organisasi yang berfungsi sebagai organisasi pengawasan Obat dan Makanan.
1.2.22 Kepedulian Masyarakat. Dewasa ini masyarakat semakin peduli dan kritis terhadap hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Selain itu telah berkembang lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah Obat dan Makanan. Demikian pula para pelaku usaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi telah mengarah pada peningkatan profesionalisme, di samping menunjukkan kesadaran yang semakin meningkat terhadap pentingnya aspek mutu dalam memacu keunggulan daya saing.
1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor Kerjasama lintas sektor dalam penegakan hukum, seperti dengan POLRI, Bea dan Cukai telah berjalan dengan baik dalam pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula telah terjalin kerjasama teknis yang sangat erat antara lain dengan Dinas Perindag, Dinas Pertanian, Badan Bimmas, Ketahanan Pangan, Bappeda pemerintah provinsi kabupaten dan Kota. Dari hasil sosialisasi Balai Besar POM di Semarang dengan Pemerintah Daerah utamanya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, semua saling bersinergi untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sejauh ini kerjasama teknis di lapangan telah berjalan lancar. Pemerintah Kabupaten/Kota sangat antusias terhadap 42
Rencana Strategik
program keamanan pangan yang diinisiasi oleh Balai Besar POM di Semarang dan mengharapkan terus dilakukan pelatihan-pelatihan teknis untuk meningkatkan mutu produksi industri rumah tangga di bidang pangan. Secara operasional, Balai Besar POM di Semarang telah menjadi mitra kerja Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan. Fasilitas laboratorium Balai Besar POM di Semarang dapat dimanfaatkan untuk pengujian produk Obat dan Makanan yang beredar di daerah, maupun untuk memberi jaminan mutu, keamanan, dan kemanfaatan produk-produk andalan daerah untuk diekspor.
1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance Pemerintah Untuk
mewujudkan
tata
kelola
pemerintahan
yang
baik,
BPOM
melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses
RB yang dilakukan BPOM
merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Komitmen politik yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan good governance, merupakan momentum dan environment yang kondusif bagi terlaksananya praktek regulasi yang baik (good regulatory practices) di bidang Obat dan Makanan. Komitmen ini sangat mendasar bagi kelanjutan dan keberhasilan upaya perlindungan masyarakat di bidang Obat dan Makanan di Jawa Tengah.
1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. 43
Rencana Strategik
1.2.26 Penataan Tatalaksana Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008, Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005;
1.2.27
Sumber Daya Manusia Pegawai Balai Besar POM di Semarang, saat ini sejumlah 140 orang. Jika
dibanding sarana dan produk yang harus diawasi untuk menjaga konsistensi mutu produk yang diproduksi dan beredar di provinsi Jawa Tengah masih belum seimbang. Komposisi tenaga lulusan D3 dan SLA jumlahnya tidak memadai dengan beban kerja yang ada. Semangat pemanfaatan pengalaman praktek kerja sebagai bahan kajian untuk perkuatan kompetensi individual dan organisasi terbatas. Hal ini membuat kurang yakin kepada diri sendiri dalam menampilkan keunggulan kompetensi dalam membangun inovasi penyelesaian tugas pengawasan. Banyak pekerjaan yang dilaksanakan dalam tugas, namun belum masuk dalam penghitungan SKP. Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik ditingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien.
1.2.28
Sistem Teknologi Informasi Sistem teknologi informasi masih mengalami banyak masalah. Hal ini
disebabkan antara lain masih terbatasnya kemampuan pengelolaan perangkat lunak maupun ketersediaan perangkat keras. Sistem on line mestinya dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan SDM untuk mengerjakan tugas-tugas yang dikelola menggunakan program dan sistem, namun dengan keterbatasan sarana permasalahan beban kerja belum dapat diselesaikan secara optimal.
44
Rencana Strategik
1.2.29
Penegakan Hukum Perlindungan kepada masyarakat atas Obat dan Makanan yang beredar
memerlukan kedisiplinan dan ketaatan pada peraturan. Sebagai konsekuensi dalam upaya membawa masyarakat taat aturan perlu adanya penegakan hukum. Pelaksanaan penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan masih kurang memadai, hal ini dikarenakan belum menyatunya komitmen untuk bersama mentaati peraturan dan sanksi yang belum memberikan penyadaran kepada para pelakunya.
1.2.30
Independensi dan Profesionalisme Balai Besar POM di Semarang Balai Besar POM di Semarang dalam melaksanakan pengawasan Obat dan
Makanan mempunyai kemampuan profesional yang terpelihara. Temuan hasil pengawasan di lapangan maupun hasil uji laboratorium ditetapkan secara profesional dan independen. Tindak lanjut atas temuan dilapangan dilaksanakan oleh Badan POM sesuai kewenangan Tugas Fungsi yang dimiliki, sedang tindak lanjut yang kewenangannya ada pada sektor lain temuan disampaikan dengan rekomendasi tindak lanjut kepada instansi yang bersangkutan.
1.2.31
Eksistensi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Para inspektur, auditor dan penguji di Balai Besar POM di Semarang telah
diberikan pendidikan dan pelatihan sesuai bidang tugas masing-masing secara berkesinambungan dan terprogram sesuai tantangan kedepan. Dengan pembekalan tersebut kemampuan secara individual maupun team work dapat dipertanggung jawabkan.
1.2.32
Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM di Semarang Balai Besar POM di Semarang telah memiliki laboratorium pengujian Obat
dan Makanan yang terdiri laboratorium Pengujian Produk Terapetik, Napza dan Obat Tradisional, Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya, dan Laboratorium Pengujian Mikrobiologi. Laboratorium telah ditata dan dilengkapi peralatan, metoda analisa, SDM yang mampu mendeteksi permasalahan Obat dan Makanan yang beredar di Jawa Tengah. Seluruh kegiatan laboratorium telah tersertifikasi ISO 17025. Jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan, sarana-prasarana pendukung yang dimiliki Balai Besar POM di Semarang belum terpenuhi, kondisi 45
Rencana Strategik
tersebut menyebabkan masih ada pelaksanaan tugas yang belum terlaksana secara optimal. Sarana pendukung terdiri dari Peralatan Utama dan Bangunan termasuk fasilitasnya. Adanya penambahan bangunan gedung dan peralatan membawa konsekuensi meningkatnya anggaran untuk perawatan dan suku cadang untuk peralatan utama yang harus disediakan.
Tabel 1.8. Pemenuhan Sarana Prasarana Pendukung Di Balai Besar POM Semarang Tahun 2014
No
Sarana Prasarana
Standar
Kondisi yang ada
Prosentase
1
Alat Laboratorium Utama Kimia dan Mikrobiologi Sarana Pendukung (bangunan dan prasarana lainnya) Jumlah
71
61
85,15 %
187
162
86,63 %
258
223
86,43 %
2
46
Rencana Strategik
Tabel 1.9. Rangkuman Analisis SWOT Balai Besar POM di Semarang No 1 2 3 4 5
KEKUATAN Independensi dan profesionalisme Balai Besar POM di Semarang Eksistensi system pengawasan Obat dan Makanan Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM di Semarang Kompetensi SDM Balai Besar POM di Semarang Integritas pelayanan public yang diakui secara nasional
No 1 2 3 4 5 6
No 1 2
PELUANG Perkembangan Industri Farmasi Pengembangan Obat Asli Indonesia
No 1 2
3
Pengakuan Stake Holders
3
4 5
Kepedulian masyarakat Kerjasama dan networking dengan Lintas Sektor Komitmen terselenggaranya Good Government Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan/penggunaan produk Obat dan Makanan Adanya Program Nasional (JKN dan SKN)
4 5
6 7
8
6 7
8 9 10 11 12
KELEMAHAN Jumlah SDM belum memadahi Dukungan sistem Teknologi Informasi masih kurang Penegakan hukum masih lemah Unit Pelaksana Teknis terbatas hanya sampai tingkat provinsi Kelembagaan Pusat dengan Balai belum sinergi Terbatasnya sarana prasarana baik pendukung maupun utama TANTANGAN Menipisnya entry barrier Perkembangan teknologi produksi dan transporttasi Harmonisasi standar di tingkat global dan regional Dampak krisis ekonomi Ancaman keamanan pangan Penyalahgunaan psikotropika Produk ilegal
narkoba
dan
Implementasi Program Fortifikasi Pangan Ketergantungan impor bahan baku obat Produk Obat dan Makanan sangat bervariasi Munculnya (kembali) berbagai penyakit baru Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi)
Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM di Semarang telah diupayakan secara optimal untuk mencapai target kinerja. Tiga hal yang secara terus menerus menjadi perhatian dalam memberikan perlindungan masyarakat yang semakin optimal: (1) belum optimalnya pengawasanpenerapan cara yang baik pada sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, (2) belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat (postmarket) dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Dari permasalahan tersebut terdapat beberapa penyebab potensial dan strategis bagi Balai Besar POM di Semarang untuk dilakukan pembenahan di masa 47
Rencana Strategik
mendatang. Diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini (Gambar 1.6) adalah diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Belum optimalnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Belum optimalnya pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik
Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan
PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Penguatan kebijakan teknis
Pembinaan dan bimbingan kepada
pengawasan (RegulatorySystem)
pemangku kepentingan
Gambar 1.6. Diagram Permasalahan dan Peran Badan POM
48
Rencana Strategik
Berdasarkan kondisi yang terpapar di Jawa Tengah, BBPOM di Semarang perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin baik dan dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang produktif dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat Obat dan Makanan, sehingga memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan dan perekonomian masyarakat. Untuk itu perlu diperkuat peningkatan kinerja melalui: 1.
Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2.
Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik untuk mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan,
3.
Penguatan kapasitas kelembagaan Badan POM, serta meningkatkan efisiensi dan produktivitas pengelolaan sumber daya.
Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut, akan terus melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi, khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya. Dengan kemampuan terobosan dalam melakukan evaluasi, dan perbaikan melalui inovasi dan kajian risiko, diharapkan mampu mendorong percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.
49
Rencana Strategik
BAB II VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1
VI S I Dalam
menghadapi
dinamika
lingkungan
dengan
perubahannya, serta tugas dan fungsiBalai Besar Pengawas
segala
bentuk
Obat Makanan di
Semarangsebagai unit pelaksana teknis Badan POM, telah bersepakat menetapkan visi sebagai berikut: ”Obat dan MakananAmanMeningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa” Penjelasan Visi: Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makananharus melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingandilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut: Aman
: Keadaan bebas dari bahaya. Semua Obat dan Makanan harus dijamin keamanannya, agar tidak membahayakan bagi masyarakat penggunanya.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga ada kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti memiliki peluang untuk menang bagi sejumlah pemain industri yang menghadapi biaya tinggi.
2.2
MISI Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan,Balai Besar POM di
Semarangmemutuskan misi: 2.2.1. Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat Pengawasan Obat dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan 50
Rencana Strategik
hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban dalam melindungi masyarakat dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu mengawalnya. Agar kinerja pengawasan Obat dan Makanan optimal, perlu ditetapkan prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan didesain berdasarkan analisis risiko, sehingga memberikan hasil kerja produktif dan efisien dalam menggunakan anggaran dan sumber daya.
2.2.2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan. Dalam 5 (lima) tahun ke depan, paradigma pengawasan Obat dan Makanan harus diubah yang sebelumnya adalah “watchdog” control menjadi pro-active control dengan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri. Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab memenuhi standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan sehingga menjamin Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Dengan pembinaan secara berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman dan tembakau memiliki kontribusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin 2004-2012). Perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi (obat) dari tahun 2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih pesat. Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor bahan baku obat dan besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat 51
Rencana Strategik
berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan industri Obat dan Makanan secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk mendukung
peningkatan
daya
saing,
yaitu
melalui
jaminan
keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan. Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat
dalam
mendukung
pengawasan
melalui
kegiatan
Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan berbahaya dan ilegal. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi,
yaitu
dengan kebijakan
yang ditetapkan oleh
Pusat dan
diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengawasan Obat dan Makanan dilakukan terus-menerus, melalui proses pemeriksaan untuk mendorong penerapan sistem mutu secara konsisten. Tindak lanjut hasil pemeriksaan dilakukan secepatnya. Dengan
penerapan
sistem
mutu
secara
konsisten
dapat
mendorong
dihasilkan/diedarkannya produk unggul dalam hal keamanan, bermanfaat/berkhasiat dan bermutu. Dengan keunggulan produk diharapkan dapat dicapai perluasan dan pemenangan pasar. Selanjutnyacapaian tersebut dapat digunakan sebagai sarana penyerapan tenaga kerja yang sekaligus menekan terjadinya pengangguran. 52
Rencana Strategik
2.2.3. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumberdaya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaansumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntutBPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimalmungkin agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dankegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber dayayang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan olehseluruh elemen organisasi.Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintahuntuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata(techno structure), namun juga melaksanakan pemberdayaan
fungsi
pengaturan(regulating),
(empowering).Untuk
pelaksana
itu,
(executing),
diperlukan
dan
penguatan
kelembagaan/organisasi. Kelembagaantersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yangtertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilaiorganisasi.Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugaspokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yangberstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOMmenghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produkObat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi standar aman,berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampumelindungi masyarakat dengan optimal.Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetapmempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasipembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu,
maka
BPOMperlu
meningkatkankapasitas
untuk
sumber
memperkuat daya
manusia
koordinasi serta
internal saling
dan
bertukar
informasi(knowledge sharing).
2.3
BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
53
Rencana Strategik
2.3.1 Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. 2.3.2 Integritas Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan 2.3.3 Kredibilitas Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. 2.3.4 Kerjasama Tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. 2.3.5 Inovatif Mampu
melakukan
pembaruan
dan
inovasi-inovasi
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini. 2.3.6 Responsif/Cepat Tanggap Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
2.4
TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:
2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat; 2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung terciptanya iklim inovasi yang kondusif. Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas,adalah : a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan; b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan pengawasan Obat dan Makanan
54
Rencana Strategik
2.5
SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi, dengan
mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BBPOM di Semarang. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) kedepan diharapkan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Komoditas dan produk yang menjadi obyek pengawasan BPOM tergolong produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi terhadap produk yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat. Dalam konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik. Pada seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat mendeteksi secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen/masyarakat. Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi dilakukan
terpusat, dimaksudkan untuk menghindari
perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional. Ketiga, pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan. Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos POM). Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah 55
Rencana Strategik
Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai dasar penetapan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk ditarik dari peredaran. Kelima, penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses secara hukum pidana. Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsifungsi pengawasan full spectrum di bidang Obat dan Makanan yang berlaku secara internasional. Diharapkan melalui pelaksanaan pengawasan pre-market dan postmarket yang profesional dan independen akan dihasilkan produk Obat dan Makanan yang aman, dan berkhasiat/manfaat dan bermutu. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut: a. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 93,50 %; b. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 80,00 %; c. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 95,50 %; d. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 98,00 %; e. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 88,00 % ;
2.5.2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasiyang baik. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh 56
Rencana Strategik
masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Asumsinya, pelaku usaha memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara sistem manajemen risiko secara mandiri. Dalam hal ini dari sisi pemerintah, BPOM bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri. Kemandirian pelaku usaha diasumsikan akan berkontribusi pada peningkatan daya saing Obat dan Makanan. Tanpa meninggalkan tugas utama pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif, clearinghouse, dan pendampingan regulatory. Masing-masing kedeputian di BPOM mempunyai upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai dengan bidang lingkupnya. Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM belum dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (dana, program atau SDM) yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang ada di BPOM kepada lembaga/kelompok masyarakat yang memiliki program yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan, maka harus disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi. Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan untuk pertemuan 57
Rencana Strategik
koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN. Selain itu, terkait dengan subsistem pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai konsumen, kesadaran masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai berikut: a. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 % dan b. Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan dengan target sampai tahun
2019
sebesar 35 Kabupaten/Kota.
2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan Sejalan dengan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, BPOM berupaya untuk terus melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) di 8 (delapan) area perubahan. Hal ini dalam rangka menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat. Kualitas tatakelola pemerintahan adalah prasyarat tercapainya tujuan dan sasaran strategis BPOM (1 dan 2). Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi landasan untuk memantapkan penerapan prinsip-prinsip good governance
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan.
Selain
itu,
untuk
menginstitusionalisasi keterbukaan informasi publik, telah ditetapkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di BPOM. Pada tahun 2015-2019, Badan POM berupaya untuk meningkatkan hasil penilaian eksternal meliputi penilaian RB, Opini BPK dan SAKIP. Selain upaya internal, peningkatan hasil penilaian suprasistem akan terjadi dengan adanya 58
Rencana Strategik
dukungan eksternal antara lain dengan adanya (i) dukungan kebijakan pemenuhan target kuantitas dan kualitas SDM diBadan POM agar beban kerja lebih realistis, (ii) penguatan organisasi, (iii) dukungan anggaran. Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine) merupakan modal penggerak organisasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, menuntut kemampuan BPOM untuk mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin dan secara akuntabel agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi. Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/ organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem dan prosedur kerja.Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu dilakukan penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v) promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian. Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya adalah Nilai SAKIP dengan target sampai tahun 2019 memperoleh nilai A. Dari pembahasan ketiga sasaran strategis tersebut, maka ditetapkan 6 (enam) Indikator Kinerja Utama (IKU) Balai Besar POM di Semarang sebagai berikut: 1. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 93,50 %; 2. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 80,00 %; 3. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 95,50 %;
59
Rencana Strategik
4. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 98,00 %; 5. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 88,00 % ; 6. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 %
Adapun ringkasan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, sebagai berikut : Tabel 2.1.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai Besar POM di Semarangperiode 2015-2019 VISI
MISI
TUJUAN
SASARAN STRATEGIS
Obat dan
Meningkatkan sistem
Meningkatnya
Menguatnya Sistem
Makanan Aman
pengawasan Obat
jaminan produk
Pengawasan Obat dan
Meningkatkan
dan Makanan
Obat dan
Makanan
Kesehatan
berbasis risiko untuk
Makanan aman
Masyarakat dan
melindungi
Daya Saing
masyarakat
INDIKATOR KINERJA 1. Persentase obat yang memenuhi syarat;*) 2. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat;*) 3. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat;*) 4. Persentase Suplemen
Bangsa
Kesehatan yang memenuhi syarat;*) 5. Persentase makanan yang memenuhi syarat.*) Mendorong
Meningkatnya
Meningkatnya
1. Tingkat
kepuasan
kemandirian pelaku
daya saing Obat
kemandirian pelaku
usaha dalam
dan Makanan di
usaha, kemitraan
memberikan jaminan
pasar lokal dan
dengan pemangku
yang memberikan komitmen
keamanan Obat dan
global dengan
kepentingan dan
untuk pelaksanaan
Makanan serta
menjamin mutu
partisipasi masyarakat
pengawasan Obat dan
memperkuat
dan mendukung
Makanan dengan
kemitraan dengan
inovasi
memberikan alokasi
masyarakat.*) 2. Jumlah Kabupaten/Kota
pemangku
anggaran pelaksanaan
kepentingan.
regulasi Obat dan Makanan.
Meningkatkan
Meningkatnya
kapasitas
Kualitas Kapasitas
kelembagaan BPOM
Kelembagaan BPOM
1. Nilai SAKIP
*) Indikator Kinerja Utama BBPOM di Semarang
60
Rencana Strategik
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BBPOM di Semarang periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, adalah sebagai berikut : Tabel 2.2.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan Balai Besar POM di Semarang Periode 2015-2019 VISI
MISI
TUJUAN
SASARAN STRATEGIS
bat dan
Meningkatkan sistem
Meningkatnya
Menguatnya
Makanan
pengawasan Obat dan
jaminan produk
Sistem
Aman
Makanan berbasis risiko
Obat dan
Pengawasan Obat
Meningkatkan
untuk melindungi
Makanan aman
dan Makanan
Kesehatan
masyarakat
INDIKATOR KEGIATAN 1. Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis 2. Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK) 3. Persentase cakupan pengawasan
Masyarakat dan Daya
sarana produksi Obat dan
Saing Bangsa
Makanan 4. Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan 5. Jumlah Perkara di bidang Obat dan Makanan Mendorong kemandirian
Meningkatnya
Meningkatnya
pelaku usaha dalam
daya saing Obat
kemandirian
memberikan jaminan
dan Makanan di
pelaku usaha,
keamanan Obat dan
pasar lokal dan
kemitraan dengan
Makanan serta memperkuat
global dengan
pemangku
kemitraan dengan
menjamin mutu
kepentingan dan
pemangku kepentingan.
dan mendukung
partisipasi
inovasi
masyarakat.
Meningkatkan kapasitas
Meningkatnya
kelembagaan BPOM
Kualitas Kapasitas
6. Jumlah layanan informasi BB/BPOM 7. Jumlah komunitas yang diberdayakan
8. Persentase pemenuhan sarana dan prasarana sesuai standar 9. Jumlah dokumen perencanaan,
Kelembagaan
penganggaran, dan evaluasi yang
BPOM
dilaporkan tepat waktu
61
Rencana Strategik
BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1
ARAH KEBIJAKANDAN STRATEGIBADAN POM Sebagaimana visi dan misi pembangunan nasional periode 2015-2019, untuk
mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut: 1.
Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh Warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan regional),
2.
Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah),
3.
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok ekonomi masyarakat),
4.
Memperkuat kehadiran Negara dalam penegakan
hukum
yang
bebas
melakukan reformasi sistem dan
korupsi,
bermartabat
dan
terpercaya
(pemberantasan narkotika dan psikotropika), 5.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat),
6.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi),
7.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan),
8.
Melakukan revolusi karakter bangsa, dan
9.
Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-
2019, maka BPOM utamanya akan mendukung agenda nawacita ke 5 meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dengan menunjang program Indonesia Sehat melalui pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga mendukung 4 (empat) agenda prioritas pembangunan sebagaimana Tabel 3.1 berikut ini. 62
Rencana Strategik
Tabel 3.1.Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA)
Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif tersebut, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteran bagi seluruh bangsa Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan penduduk yang menjadi komponen initi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia terus mengalami peningkatan dari 71,8 tahun 2009 menjadi 73,8 pada tahun 2013. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan Revolusi Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingaIndonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus diinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif63
Rencana Strategik
inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum. Dalam Sasaran Pokok RPJMN 2015-2019, BPOM termasuk dalam 2 (dua) bidang yaitu 1) Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama - Subbidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat, dan 2) Bidang Ekonomi- Sub bidang UMKM dan Koperasi. Fokus pada pembangunan subbidang kesehatan dan SDM, tantangan ke depan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai salah satu aspek pendukung pembangunan manusia di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, pengawasan Obat dan Makanan dihadapkan pada beberapa tantangan. Beberapa permasalahan dan Isu Strategis terkait pengawasan Obat dan Makanan tercakup dalam Permasalahan dan Isu Strategis ke-5: Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, danPengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan baru mencapai 92 persen. Pada tahun 2014 industri farmasi yang memenuhi CPOB terkini baru mencapai 83,66%. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya status kesehatan ibu dan anak, meningkatnya status gizi masyarakat, meningkatnya pengendalian penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya penyehatan lingkungan, meningkatnya pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatnya perlindungan finansial, meningkatnya ketersediaan,persebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan, serta memastikan ketersediaan obat dan mutu Obat dan Makanan. Sasaran pokok tersebut antara lain tercermin dari indikator yang terkait BPOM sebagai berikut:
No 1
Indikator Persentase Obat yang memenuhi syarat
Status Awal Target 2019 92,0
94,0
87,6
90,1
Persentase Makanan yang memenuhisyarat 2 (Sumber: RPJMN 2015-2019)
64
Rencana Strategik
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, ditetapkan satu arah kebijakan pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat
yang terkait
denganBPOM adalah “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”, melalui strategi: 1.
Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
2.
Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan;
3.
Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku kepentingan;
4.
Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha;
5.
Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan
6.
Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan. Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan 1 (satu) dari 5 (lima) strategi
Pembangunan Ekonomi, subbidang UMKM dan Koperasi, yaitu dalam hal peningkatan nilai tambah produk melalui peningkatan penerapan standardisasi produk dan sertifikasi halal, keamanan pangan dan obat. Pada
Matriks
Bidang
Pembangunan
Sosial
Budaya
dan
KehidupanBeragama, terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi MenkoPembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang melibatkan BPOM yaitu: Program Lintas Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat, terdiri atas 12 Program di 11 K/L termasuk Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan melalui 3 (tiga) kegiatan dan diukur dengan ukuran 1 (satu) indikator kinerja program (IKP) dan 5 (lima) indikator kinerja kegiatan (IKK), sebagai berikut:
65
Rencana Strategik
Kode 1.2
Program/Kegiatan Program Pengawasan
Indikator Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat
Obat dan Makanan 1.2.1
1.2.2
Pengawasan
Produk
dan Bahan Berbahaya
bahan berbahaya sesuai ketentuan
Penilaian
Persentase Keputusan penilaian pangan olahan
Pangan
Olahan 1.2.3
Persentase sarana distribusi yang menyalurkan
yang diselesaikan
Surveilans
dan
Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan
Penyuluhan
pangan
Keamanan Pangan
Jumlah
Kabupaten
/
Kota
yang
sudah
menerapkan peraturan Kepala BPOM tentang IRTP Jumlah desa pangan aman yang menerima intervensi pengawasan keamanan pangan Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian Penyakit terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL, Kepemudaan dan Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan melalui 9 (sembilan) kegiatan dengan ukuran 1 (satu) IKP dan 19 IKK, sebagai berikut: Kode 3.4
Program/Kegiatan Program Pengawasan
Indikator Persentase obat yang memenuhi syarat
Obat dan Makanan 3.4.1
Inspeksi Sertifikasi
dan Obat
Tradisional, Kosmetik,
Persentase hasil inspeksi sarana produksi dan distribusi
OT,
Kosmetika
dan
Suplemen
Kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan
Suplemen Kesehatan
dan atau diverifikasi. Persentase
OT,
kosmetik,
dan
suplemen
kesehatan dan produk kuasi TMS yang dianalisis dan ditindaklanjuti Persentase berkas permohonan sertifikasi OT, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan, dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu 66
Rencana Strategik
Jumlah pelaku usaha industry obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan 3.4.2
Inspeksi
dan
Sertifikasi Pangan
Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi pangan
yang
dilakukan
dalam
rangka
tindak
lanjut
pendalaman mutu dan sertifikasi Persentase
penyelesaian
pengawasan mutu dan keamanan produk pangan Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan 3.4.3
Pengembangan Obat
Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan,
Asli Indonesia
kemanfaatan/khasiat
dan
mutu
hasil
pengembangan OAI 3.4.4
Pengawasan
Persentase label dan iklan produk tembakau
Narkotika,
yang memenuhi ketentuan
Psikotropika,
Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL
Prekursor, dan Zat Adiktif
tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang tidak memenuhi ketentuan Persentase permohonan rekomendasi Analisa Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor narkotika, psikotropika, dan precursor yang diselesaikan tepat waktu (persen)
3.4.5
Penilaian
Obat
Persentase
keputusan
penilaian
Obat
Tradisional,
Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
Suplemen Kesehatan,
yang disusun
dan Kosmetik 3.4.6
Penyusunan Standar
Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Obat
Suplemen Kesehatan yang disusun
Tradisional,
Kosmetik,
dan
Suplemen Kesehatan 3.4.7
Penyusunan Standar
Jumlah standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Pangan
Suplemen Kesehatan yang disusun
67
Rencana Strategik
3.4.8
Investigasi Awal dan
Jumlah
intervensi
ke
BB/BPOM
dalam
Penyidikan terhadap
pelaksanaan Investigasi Awal dan Penyidikan
Pelanggaran Bidang
tindak pidana di bidang obat dan makanan
Obat dan Makanan
Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
3.4.9
Riset
Keamanan,
Khasiat, dan Mutu
Meningkatnya hasil riset di bidang pengawasan Obat dan Makanan
Obat dan Makanan Program Lintas Peningkatan Perlindungan Sosial Penduduk melalui Kartu Indonesia Sehat terdiri atas Program Penguatan Pelaksanaan JKN, Program Pembinaan Upaya Kesehatan, Program PSDMK, dan Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan melalui 6 (enam) kegiatan dengan ukuran 1 (satu) IKP dan 11 IKK, sebagai berikut : Kode 4.4
Program/Kegiatan Program Pengawasan
Indikator Persentase obat yang memenuhi syarat
Obat dan Makanan 4.4.1
Pengawasan Obat dan
Jumlah
Makanan
parameter kritis
di
33
BB/Balai POM
sampel
yang
diuji
menggunakan
Persentase cakupan pengawasan sarana produksi obat dan makanan Pemenuhan target sampling produk obat di sektor publik
4.4.2
Pengawasan
Persentase peningkatan PBF yang memenuhi
Distribusi Obat
CPOB Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar yang dikomunikasikan
4.4.3
Pengawasan Produksi
Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal
Obat
yang ditindaklanjuti tepat waktu Jumlah industry farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya
68
Rencana Strategik
4.4.4
Penilaian Obat
Persentase
keputusan
penilaian
obat
yang
Laboratorium
Balai
diselesaikan 4.4.5
Penyusunan
Standar
Jumlah Standar Obat yang disusun
Obat 4.4.6
Pemeriksaan
secara
Laboratorium, Pengujian
Persentase
pemenuhan
Besar/ Balai POM yang sesuai persyaratan Good dan
Laboratorium Practices (GLP)
Penilaian Keamanan, Manfaat Obat serta
dan
dan
Mutu
Makanan
Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat waktu
Pembinaan
Laboratorium POM
Untuk mendukung agenda ke-3 membangun dari pinggiran, BPOM mengantisipasi terhadap pertumbuhan daerah baru yang berdampak pada perlunya peningkatan pengawasan obat dan makanan. Untuk itu selama 2015-2019, BPOM akan memperkuat BB/Balai POM termasuk Pos POM yang merupakan kepanjangan tangan dari BB/Balai POM. Saat ini terdapat 33 BB/BPOM dan 10 pos POM diseluruh Indonesia. Pengarusutamaan Gender melalui K/L. Terdapat 1 indikator penerapan PUG oleh BPOM, yaitu pada Isu Strategis III. a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG, dengan kegiatan Pengembangan Tenaga dan Manajemen Pengawasan Obat dan Makanan. Sasaran: Terselenggaranya pengembangan tenaga dan manajemen pengawasan Obat dan Makanan serta penyelenggaraan operasional perkantoran. Indikator: Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3.
3.2
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI SEMARANG Badan POM akan menyelenggarakan program dengan mengacu kepada
upaya mewujudkan cita-cita pembangunan melalui gerakan Revolusi Mental, serta “Meningkatnya Perlindungan Finansial, Pemerataan dan Mutu Pelayanan, serta Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat dan Sumber Daya Kesehatan,” yang terkait kewenangan BPOM. 69
Rencana Strategik
Revolusi Mental menjadi upaya mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehinga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus dinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum. Salah satu aspek untuk mendukung pembangunan manusia tersebut dilakukan melalui pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada tahun 2013 telah mencapai 92%. Ketersediaan obat dan vaksin telah cukup baik, yaitu mencapai 96,93% pada tahun 2013. Namun ketersediaan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2%. Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tinggi. Dalam upaya mencapai kemandirian pemenuhan obat dalam negeri, hampir 90% kebutuhan obat dapat diproduksi dalam negeri, meski hampir 96% bahan baku industri farmasi masih tergantung bahan baku impor. Tingkat ketergantungan ini dapat diminimalisasi dengan peningkatan kemandirian di bidang obat dengan menumbuhkan industri Bahan Baku Obat bahan sintesa dan Obat Tradisional.dalam negeri yang didukung secara serius oleh riset. Untuk menunjang upaya pencapaian kemandirian bahan baku obat tersebut, harus dilakukan penguatan jejaring antara Pemerintah-Pelaku usaha di bidang Obat-Perguruan Tinggi. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, maka salah satu arah kebijakan dan strategi pengawasan Obat dan Makanan dalam “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”, dilaksanakan melalui: 1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat. Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak 70
Rencana Strategik
risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal. Keberadaan
BB/Balai
POM
hampir
di
seluruh
wilayah
Indonesia
memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial menjadi hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko terhadap Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan oleh BB/Balai POM di daerah dalam perencanaan Pengawasan Obat danMakanan di catchment area-nya. Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong untuk meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita, anak usia sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat, hal ini dilakukan antara lain melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan mutu vaksin serta Obat Program JKN. Pada pengawasan makanan, kelompok rentan ini bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan immunocompromised, dan manula. Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi. 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan. Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan RiskManagement Program secara mandiri dan terus menerus oleh produsenObat dan Makanan. Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian tersebut. 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan
pemangku
kepentingan
dan
partisipasi
masyarakat
dalam
pengawasan Obat dan Makanan. Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan 71
Rencana Strategik
partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi. Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau. Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya memanfaatkan berbagai media sosial). 4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam mendukung
risk
based
control,
penguatan
sistemperencanaan
dan
penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas. 72
Rencana Strategik
Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern. Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjutLaporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusiObat dan Makanan), peta capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium, penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko. Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan iniperlu disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke pihak eksternal yang strategis. Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal: Eksternal: 1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan; 2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan; Internal: 1) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko; 2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai; 3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai; 73
Rencana Strategik
4) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara lebih proporsional dan akuntabel; 5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi dan kelembagaan BPOM sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya, secara kelembagaan selama ini di BPOM belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus yang menangani terkait dengan kerjasama ini. Bahwa ada Biro Kerjasama Luar Negeri, tetapi fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak terkait dengan model kerjasama yang akan dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh sebab itu, perlu segera melakukan pembenahan di level organisasi dan kelembagaan dengan membentuk satuDeputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas program kerjasama dan kemitraan ini. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut : – Tahun 2016: Mendorong penguatan kelembagaan dan Pengembangan program strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik. (Dalam hal ini Penguatan Laboratorium, Sistem IT dan Dukungan Sarana Prasarana menjadi pra syarat yang harus dipenuhi) – Tahun 2017: Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan termasuk Pelaksanaan Regulatory Impact Analysis, Penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem pemeriksaanpenyidikan dan pengujian), dan Penguatan Kapasitas dan Kapabilitas Laboratorium Pengawasan 74
Rencana Strategik
Obat dan Makanan untuk memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum. – Tahun 2018: Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional. (Dalam hal ini economic burden akibat pengawasan Obat dan Makanan yang tidak efektif akan menjadi beban pemerintah secara nasional). – Tahun 2019: Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi program (Renstra 2015-2019) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan Obat dan Makanan periode berikutnya. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode 2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut: a.
Program Teknis Pengawasan Obat dan Makanan Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b.
Program Generik
1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya. 2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM. Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas BPOM, sebagai berikut: a.
Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market); 2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat; 3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan 75
Rencana Strategik
penandaan. 4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi Pangan dan Bahan Berbahaya; 5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif; 6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya laboratorium Obat dan Makanan; 7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan; 8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain regulatory science, life science; 9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b.
Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran, Keuangan; 2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan Makanan; 3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM; 4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM; 5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan Hubungan Masyarakat. Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis BPOM periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logicmodel penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan sesuai dengan unitorganisasi di lingkungan BPOM adalah sebagai berikut:
76
Rencana Strategik
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Gambar 3.1. Log Frame Balai Besar POM di Semarang
Berdasarkan hasil Analisa paparan dan pencapaian hasil pengawasan Obat dan Makanan di Jawa Tengah dan arah kebijakan pengawasan Obat dan Makanan Nasional, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019, adalah: 1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat 2) Peningkatan
pembinaan
dan
bimbingan
dalam
rangka
mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan Makanan 3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan pemangku kepentingan
dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan
77
Rencana Strategik
4) Penguatan kompetensi SDM pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan dan perningkatan jabatan fungsional, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien. Tabel 3.2. Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran Kegiatan dan Indikator Balai Besar POM di Semarang
PROGRAM PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
SASARAN PROGRAM
KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN
Menguatnya Pengawasan Obat 1. Meningkatnya sistem dan Makanan kualitas sampling dan pengawasan Obat pengujian terhadap dan Makanan produk Obat dan Makanan yang beredar 2. Meningkatnya kualitas sarana produksi yang memenuhi standar 3. Meningkatnya kualitas sarana distribusi yang memenuhi standar 4. Meningkatnya hasil tindak lanjut penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan
INDIKATOR
PIC
1. Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis 2. Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan 3. Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK) 4. Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan 5. Jumlah Perkara di bidang Obat dan Makanan
Bid Pengujian
Bid PemDik
Bid PemDik
Bid PemDik
Bid PemDik
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kerjasama, 6. Jumlah layanan publik komunikasi, informasi BBPOM di Semarang dan edukasi 7. Jumlah komunitas yang diberdayakan
Bid Serlik
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan Balai Besar POM di Semarang
1. Pengadaan Sarana dan Prasarana yang terkait Pengawasan Obat dan Makanan 2. Penyusunan perencanaan, penganggaran keuangan dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
Sub Bag. TU
8. Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar
Bid Serlik
9. Jumlah dokumen Sub Bag. TU perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
78
Rencana Strategik
3.3
KERANGKA REGULASI Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, dibutuhkan
adanya regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan.Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas teknis, tidak hanya regulasi yang bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat adminitratif dan strategis. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan tugas pemerintahan yang tidak dapat dilakukan sendiri, dan dalam praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan banyak sektor terkait, baik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, regulasi perlu dirancang sedemikian agar sesuai dengan tugas pengawasan Obat dan Makanan. Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan masih dijumpai kendala yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan. Balai Besar/Balai POM melaksanakan pengawasan seringkali harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi instansi pemerintah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan sepertiUndang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu aspek penting yang dilihat dari berbagai segi. Dari segi kesehatan, Obat dan Makanan secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat, bahkan tidak hanya derajat kesehatan, namun menyangkut kehidupan seorang manusia. Obat dan Makanan tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap inferior dibanding faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain di bidang kesehatan, dari sisi ekonomi, Obat dan Makanan merupakan potensi yang sangat besar bagi pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri Obat dan Makanan dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada pengurangan jumlah pengangguran. Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara optimal, maka BPOM perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundangundangan yang kuat dalam lingkup pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh BPOM dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain: 1.
UU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi. Mengingat RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi merupakan inistiatif DPR, maka dalam hal ini BPOM akan 79
Rencana Strategik
melakukan koordinasi dengan Panitia Kerja DPR UU ini dibutuhkan BPOM untuk menjadi payung hukum yang tegas dalam pengawasan Obat dan Makanan termasuk penegakan hukum. 2.
Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan ini dapat berupa Peraturan baru atau revisi Peraturan Kepala BPOM atau Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang perlu disusun untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Kepala BPOM yang bersifat teknis maupun non-teknis dapat diidentifikasi oleh unit kerja baik di pusat maupun balai sebagai pelaksana dari kegiatan. Beberapa contoh peraturan ini adalah Rancangan Peraturan Kepala BPOM tentang obat kuasi; Rancangan Peraturan Kepala BPOM tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Suplemen Kesehatan;Pemutakhiran Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan.
3.
Rancangan Peraturan Pemerintah(RPP) tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan serta RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, terutama yang berkaitan dengan pengawasan makanan perlu dibuat peraturan pemerintah agar dapat dilaksanakan dengan baik. Permasalahan pangan seharusnya tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan saja, namun juga pada keamanan pangan serta pemenuhan gizi dan penyesuaian terhadap amanat UU pangan itu sendiri, yaitu pangan tidak boleh bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat Indonesia.
4.
Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah konkuren. Diharapkan NSPK ini juga mencakup pola tindak lanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan antara BPOM dengan daerah terkait, termasuk penetapan sanksi terhadap fasilitas pelayanan kefarmasian serta penetapan kewenangan instansi pemberi sanksi sebagai acuan daerah dalam menyelenggarakan pengawasan di daerah. Diharapkan teentuknya NSPK ini akan dapat menciptakan sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: (1) Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dan (2) Sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk mendukung upaya ini perlu penguatan koordinasi dengan melibatkan 80
Rencana Strategik
kementerian terkait (contoh. Kemendagri) dalam penyusunan regulasi dan pelaksanaan kegiatan di daerah, monitoring efektivitas implementasi NSPK. Hal ini bertujuan agar pengawasan Obat dan Makanan dapat berjalan lebih lancar, hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan terkait. 5.
Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP. Diharapkan dengan adanya standar kompetensi tersebut BPOM dapat meningkatkan pengawalan mutu Obat dan Makanan terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan, dll.).
6.
Dasar hukum legalisasi peran BPOM sebagai provider Uji Profisiensi dan provider Baku Pembanding untuk meningkatkan pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan).
7.
Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan Early Warning System (EWS) yang informatif, antara lain: Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans dan Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS. Upaya ini dapat membantu mempeaiki Sistem Outbreak response dan EWS yang belum optimal dan informatif sehingga didapatkan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan makanan (contoh: Obat terkontaminasi etilen glikol).
8.
Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan Makanan. Adanya Juknis/pedoman tersebut diharapkan dapat memperbaiki Sistem penyebaran informasi Obat dan Makanan yang belum terintegrasi, termasuk dengan pemanfaatan hasil MESO, Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT), dan Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS).
9.
Perlu
adanya
Peraturan
dengan
instansi
terkait
yang
mengatur
regulatoryinsentive melalui bimbingan teknis, fast track registrasi (crash program),misalnya semua laboratorium dalam lima tahun ke depan telah prakualifikasi oleh lembaga internasional. 10. Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Dalam hal ini BPOM perlu meningkatkan advokasi tentang peranan pemerintah 81
Rencana Strategik
daerah dalam pengawasan Obat dan Makanan. Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM, akan
berupaya
melakukan
percepatan
perlindungan
kepada
masyarakat.
Perlindungan dari permasalahan Obat dan Makanan dilakukan melalui pengefektifan pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Percepatan dimaksud perlu dikemas dalam sitem mutu penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan yang semakin praktis dan cepat. Penyempurnaan SOP
dan
instruksi
kerja
merupakan
hal
yang
perlu
dilakukan
secara
berkesinambungan, sehingga semua kegiatan berjalan lancar. Pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjut yang lebih cepat dapat mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Dengan demikian praktek produksi, distribusi dan pelayanan/ritel Obat dan Makanan selalu terjaga dan terpercaya. Untuk hal tersebut, perlu pedoman yang terkait dengan pedoman tata hubungan kerja, pola tindak lanjut serta instruksi kerja yang memadai.
3.4.
KERANGKA KELEMBAGAAN Untuk memperkuat peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
dalam melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif penataan kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi BPOM (organisasi induk) maupun penataan yang bersifat interorganisasi dalam bentuk koordinasi lintas instansi/lembaga maupun hubungan dengan para pemangku kepentingan.Beberapa
aspek
kelembagaan
yang
harus
diintegrasikan
dan
dikoordinasikan agar lebih efisien dan efektif adalah:
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM sesuai dengan perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019. Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organisasi induk dilakukan dengan memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, antara lain dengan: a.
Penguatan Kantor Pusat BPOM dalam fungsi dan peran sebagai policycenter (pengkaji, perumus, dan penetapan kebijakan) pengawasan Obat dan Makanan;
b.
Penguatan Pusat-Pusat sebagai center of excellence untuk memberikan 82
Rencana Strategik
dukungan kepada Kedeputian dalam hal: (1) pelaksanaan kajian strategis dan konseptual; (2) pertimbangan proses pengambilan keputusan tertentu; (3) pelaksanaan kegiatanteknis dan operasional tertentu dalam pengawasan Obat dan Makanan. National
Regulatory
Authority
(NRA)
yang
kuat
dan
mendapat
pengakuandari internasional akan meningkatkan kepercayaan negara lain terhadap produk Obat dan Makanan yang beredar dan diawasi oleh NRA tersebut.Dengan demikian, perkuatan lembaga BPOM sebagai ujung tombak perlindungan masyarakat terhadap produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu dan khasiatnya, secara tidak langsung akan mendorong daya saing produk Obat dan Makanan dalam pasar nasional dan internasional. Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan Kerjasama BPOM dalam forum internasional baik tingkat bilateral, regional dan multilateral diarahkan pada aspek: a.
Perkuatan Sistem Pengawasan produk Obat dan Makanan sesuai standar internasional.
b.
Perkuatan kapasitas laboratorium dalam rangka pengujian keamanan, mutu dan khasiat/manfaat produk Obat dan Makanan sesuai dengan perkembangan terkini.
c.
Peningkatan kemampuan SDM dalam mengawasi produk Obat dan Makanan berdasarkan standar internasional.
d.
Harmonisasi standar produk Obat dan Makanan tanpa mengabaikan kemampuan UMKM.
83
Rencana Strategik
Produk Obat dan Makanan terjamin aman, bermutu dan berkhasiat sesuai standar internasional NRA yang kuat
a. Lab yang mampu menguji setiap jenis produk Obat dan Makanan b. Kualitas SDM yang mampu mengawasi produk Obat dan Makanan sesuai standar internasional c. Sistem pengawasan Obat dan Makanan sesuai standar internasional
Daya Saing Produk Obat dan Makanan meningkat
Koordinasi yang kuat dengan Lintas Sektor dalam rangka peningkatan standar produk UMKM
Gambar 3.2. Ilustrasi penguatan kerangka kelembagaan BPOM untuk peningkatan daya saing Obat dan Makanan Penataan kelembagaan bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dilakukan dengan berpegang pada Peraturan Menteri PAN No. PER/18/M.PAN/ll/2008, Tentang Pedoman Organisasi Unit PelaksanaTeknis Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dengan langkah penataan sebagai berikut : a.
Penguatan UPT sebagai responsibility center dalam pelaksanaan fungsi BPOM di daerah untuk pelaksanaan mandat pada tingkat taktikal dan operasional, sekaligus sebagai “ujung tombak” dalam penyelenggaraan layanan teknis dan administratif yang telah didelegasikan dari BPOM;
b.
Upaya peningkatan kinerja kelembagaan UPT melalui penataan ulang kriteria dan klasifikasi UPT berdasarkan unsur pokok dan unsur penunjang;
Secara garis besar kerangka kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan dituangkan pada di bawah ini. Dalam kerangka kelembagaan tersebut tampak bahwa dalam pelaksanaan mandatnya BPOM menyelenggarakan fungsi produce, provide, manage, dan apply.
84
Rencana Strategik
Gambar 3.3. Kerangka kelembagaan pelaksanaan mandat BPOM
Fungsi produce, meliputi mandat untuk perumusan dan penetapan kebijakan (regulating), penyelenggaraan layanan publik (executing), dan pelaksanaan fasilitasi, pengembangan kapasitas, maupun kegiatan-kegiatan penguatan bagi pihak lain (empowering). Fungsi provide, merupakan menyediakan keluaran untuk dimanfaatkan langsung olehmitra atau pengguna akhir. Untuk fungsi manage, merupakan fungsi pengelolaan sumberdaya organsiasi agar dapat dicapai hasil yang optimal dalam mendukung kegiatan operasional BPOM. Sedangkan apply adalah bentuk outreach dalam penciptaan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat. 2. Penguatan lembaga-lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 3. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan. 4. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama dalam rangka penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan penegak hukum. Hal ini sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan ilegal merupakan aspek pidana yang masuk dalam sistem peradilan pidana. 5. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan BPOM untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan. 85
Rencana Strategik
6. Penyempurnaan tata laksana dengan membuat prosedur-mekanisme penanganan konflik antar unit organisasi. 7. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan berdasarkan analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan kompetensi (hard maupun soft competency) dan profesionalisme ASN, penilaian kinerja individu ASN, hingga penyusunan kebutuhan anggaran untuk biaya rutin ASN. Untuk mampu menghadapi dinamika lingkungan strategis maka peningkatan kompetensi akan dikembangkan agar ASN memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, memiliki endurance/tahan terhadap tekanan dalam pekerjaan, memiliki kemampuan komunikasi internal dan eksternal baik di dalam negeri maupun luar negeri. Penempatan ASN dalam jabatan fungsional seperti PFM maupun fungsional lainnya diharapkan dapat mendorong profesionalisme ASN. BPOM sebagai pembina jabatan fungsional PFM, ke depan akan bekerjasama dengan Kemendagri untuk mendidik PFM yang berada di Pemda.
86
Rencana Strategik
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1
TARGET KINERJA Sebagaimana sasaran strategis BBPOM di Semarang sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan, maka target sesuai dengan indikator masing-masing sasaran strategis adalah sebagai berikut. Tabel 4.1. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja Balai Besar POMdi Semarang Target Kinerja
Sasaran
Indikator
Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat. Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan Meningkatnya kinerja pengawasanObat dan Makanan
(target sampai tahun 2019 tidak kumulatif)
2015
2016
2017
2018
2019
Persentase Obat yang memenuhi syarat meningkat Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat meningkat Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat meningkat Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat meningkat Persentase Makanan yang memenuhi syarat meningkat Tingkat kepuasan masyarakat
92,0
92,0
92,5
93.0
93,5
62,0
65,0
70,0
75,0
80,0
93,5
94,0
94,5
95,0
95,5
96,0
96,5
97,0
97,5
98,0
80,0
82,0
84,0
86,0
88,0
83,5
84,0
84,5
85,0
85,5
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
35
35
35
35
35
Nilai SAKIP
A
A
A
A
A
Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
3800
3800
3800
3800
3800
Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK)
100
100
100
100
100
Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan
36,92
38,52
40,13
41,73
43,34
Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
27,35
27,83
28,30
28,77
29,25
Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan Jumlah layanan publik Balai Besar POM di Semarang Jumlah Komunitas yang diberdayakan
16
17
18
19
20
4050
4075
4100
4125
4150
21
26
31
36
41
90,00
91,00
92,00
93,00
94,00
10
9
10
9
10
Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
87
Rencana Strategik
4.2
KERANGKA PENDANAAN Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan
maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran strategis Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019 adalah sebagai berikut : Tabel 4.2. Sasaran Strategis Indikator Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di Semarang Indikator
Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat.
Alokasi Anggaran ( Miyar Rupiah) (target sampai tahun 2019 tidak kumulatif) 2015 2016 2017 2018 2019 8.059
8.865
9.752
10.727
11.800
2.825
3.108
3.418
3.760
4.136
17.237
41.059
29.744
2.727
3.000
28.122
53.032
42.915
17.214
18.936
Persentase Obat yang memenuhi syarat meningkat Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat meningkat Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat meningkat Persentase Suplemen Makanan yang memenuhi syarat meningkat Persentase Makanan yang memenuhi syarat meningkat
Tingkat kepuasan masyarakat Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan Nilai SAKIP Meningkatnya kinerja pengawasan Obat dan Makanan Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK) Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan Jumlah layanan publik BB/BPOM Jumlah Komunitas yang diberdayakan Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
88
Rencana Strategik
BABV PENUTUP
Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang mengacu pada Rencana Strategis Badan POM RI tahun 2015- 2019. Renstra ini sebagai panduan pelaksanaan tugas dan fungsi untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan pelaksanaan
Renstra
Tahun
2015-2019
sangat
ditentukan
oleh
kesiapan
kelembagaan, ketatalaksanaan SDM dan sumber pendanaan, serta komitmen semua pimpinan dan staf BBPOM di Semarang. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan, dapat dilakukan perubahan/revisi muatan,termasuk indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah tujuan yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada RPJMN 2015-2019. Renstra Tahun 2015-2019 dijadikan acuan kerja bagi unit-unit kerja di lingkungan Balai Besar POM di Semarangsesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan akuntabel serta berorientasi pada peningkatan kinerja unit kerja dan kinerja pegawai. Diharapkan hasil pelaksanaan Renstra Balai Besar POM diSemarang Tahun 2015-2019 memberi dukungan capaian target kinerja Badan POM, dan dapat memberikan kontribusi terhadap visi, misi dan program kerja Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Rencana Strategis ini merupakan langkah awal untuk melakukan pengukuran kinerja dan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Balai Besar POM di Semarang.Agar hasil kerja yang dicapai optimal, Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang 2015-2019 ini akan dikomunikasikan ke seluruh unit organisasi di lingkungan Balai Besar POM di Semarang dan sektor terkait.Dengan dirumuskannya Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang 2015-2019, semua kegiatan Balai Besar POM di Semarang dalam periode 2015-2019 diharapkan akan mengacu pada rencana strategis yang telah disepakati bersama.
89
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, SP 2 kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat 2.1 Tingkat Kepuasan Masyarakat Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan 2.2 Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM 3.1 Nilai SAKIP BPOM dari Badan POM Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Semarang
BBPOM di Semarang
83
83.50
84.00
84.50
85.00
85.50
BBPOM di Semarang
35
35
35
35
35
35
A
A
A
A
A
A
SP 3
BBPOM di Semarang
2.825
3.108
3.418
3.760
4.136
17.237
41.059
29.744
2.727
3.000
28.122
53.032
42.915
17.214
18.936
4.656
5.122
5.634
6.198
6.817
Meningkatnya kinerja pengawasan obat dan makanan di Balai Besar POM Semarang 1 2 3
Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK) Persentase cakupan pengawasan sarana Produksi Obat dan Makanan
BBPOM di Semarang
3800
3800
3800
3800
3800
3800
BBPOM di Semarang
100
100
100
100
100
100
BBPOM di Semarang
35.31
36.92
38.52
40.13
41.73
43.34
0.257
0.283
0.312
0.343
0.377
26.89
27.35
27.83
28.3
28.77
29.25
1.958
2.154
2.369
2.606
2.867
4
Persentase cakupan pengawasan sarana Distribusi Obat dan Makanan
BBPOM di Semarang
5
Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan
BBPOM di Semarang
16
16
17
18
19
20
1.187
1.306
1.437
1.580
1.738
6 7
Jumlah layanan publik BB/BPOM Jumlah Komunitas yang diberdayakan Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
BBPOM di Semarang BBPOM di Semarang
4025 15
4050 21
4075 26
4100 31
4125 36
4150 41
2.054 0.771
2.259 0.848
2.485 0.933
2.734 1.027
3.007 1.129
BBPOM di Semarang
89.50
90.00
91.00
92.00
93.00
94.00
15.629
39.290
27.799
0.587
0.646
BBPOM di Semarang
10
10
9
10
9
10
1.608
1.769
1.946
2.140
2.354
8 9
2 3 4
5
6 7 8 9
Catatan: Matriks ini akan menjadi lampiran 1 Renstra BB/BPOM Target per indikator Sasaran Strategis/Sasaran Program/Kegiatan diisi setiap tahun Alokasi Anggaran pada baris Satker BB/BPOM merupakan penjumlahan alokasi anggaran SS1 + SS2 +SS3 Alokasi anggaran pada baris Sasaran Strategis (SS) merupakan penjumlahan dari Sasaran Program yang mendukungnya a. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 1 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 1 b. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 2 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2 c. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 3 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2 Alokasi anggaran pada baris Program merupakan akumulasi anggaran kegiatan yang mendukung a. Alokasi anggaran Sasaran Program 1 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 1, 2, 3, 4, dan 5 b. Alokasi anggaran Sasaran Program 2 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 6 dan 7 c. Alokasi anggaran Sasaran Program 3 merupakan akumulasi anggaran pada indikator 8 dan 9 Alokasi anggaran diisi untuk setiap tahun pada masing-masing indikator kegiatan Alokasi anggaran pada masing-masing indikator sasaran strategis/sasaran program tidak perlu diisi Kolom baseline diisi dengan realisasi tahun 2014. Untuk indikator baru yang belum ada data sebelumnya dapat diisi dengan NA (Not Available) Penetapan target agar memperhatikan Definisi Operasional pada Lampiran 3, baseline, dan Target Nasional (tidak harus sama)
LAMPIRAN 1. TARGET DAN KAMUS INDIKATOR RENSTRA BALAI BESAR POM SEMARANG 2015-2019
NO
SASARAN STRATEGIS
1 Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan.
PROGRAM/ KEGIATAN Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
IKU/IKK 1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
3 Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
2.1.
2.2.
3.1.
DEFINISI OPERASIONAL
PEMBILANG
PENYEBUT
Baseline /2014
TARGET PRAKIRAAN MAJU
PENANGGUNG JAWAB
2015
2016
2017
2018
2019
92.00
92.00
92.00
92.50
93.00
93.50
BBPOM di SEMARANG
60.00
62.00
65.00
70.00
75.00
80.00
BBPOM di SEMARANG
Persentase obat yang a. Obat yang mendapatkan NIE dari Badan POM. memenuhi syarat b. Yang dimaksud dengan obat adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika (tidak termasuk OT) c. Obat Memenuhi Syarat (MS) ditetapkan melalui uji laboratorium. d. Kategori obat yang disampling sesuai dengan pedoman prioritas sampling. e. Jumlah produk obat TMS dihitung berdasarkan satuan bets Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji rujuk. (Untuk pengumpulan base line diambil dari data SBD tahun 2012 terkoreksi dengan survei produk beredar). Persentase produk a. Obat Tradisional yang mendapatkan NIE dari Badan POM Obat Tradisional b. Obat Tradisional yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori yang memenuhi Obat Tradisional yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji syarat dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji rujuk. Persentase produk a. Kosmetik yang mendapatkan NIE dari Badan POM. Kosmetik yang b. Kosmetik yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori kosmetik memenuhi syarat yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji rujuk.
Jumlah Produk Total Obat yang Obat yang MS pada diuji pada tahun tahun berjalan berjalan
Jumlah Obat Tradisional yang memenuhi syarat pada tahun berjalan Jumlah Kosmetik yang memenuhi syarat pada tahun berjalan
Total Obat Tradisional yang diuji pada tahun berjalan Total Kosmetik yang diuji pada tahun berjalan
93.00
93.50
94.00
94.50
95.00
95.50
BBPOM di SEMARANG
Persentase produk Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Jumlah Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat pada tahun berjalan
Total Suplemen Kesehatan yang diuji pada tahun berjalan
95.00
96.00
96.50
97.00
97.50
98.00
BBPOM di SEMARANG
Jumlah Makanan yang memenuhi syarat pada tahun berjalan
Total sampel Makanan yang diuji pada tahun berjalan
78.00
80.00
82.00
84.00
86.00
88.00
83
83.50
84.00
84.50
85.00
85.50
BBPOM di SEMARANG
35
35
35
35
35
35
BBPOM di SEMARANG
A
A
A
A
A
A
BBPOM di SEMARANG
a.Suplemen Kesehatan (SK) yang mendapatkan NIE dari Badan POM . b. Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori suplemen kesehatan yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji rujuk.
Persentase makanan a. Makanan adalah pangan olahan yang mendapatkan NIE dari Badan POM. yang memenuhi b. Makanan MS ditetapkan melalui uji laboratorium. syarat d.Kategori produk makanan yang diuji disesuaikan dengan kategori pangan.
Tingkat Kepuasan Masyarakat
a. Tingkat Kepuasan Masyarakat adalah tolok ukur untuk menilai kualitas pelayanan yang diperoleh dari hasil survei Kepuasan Masyarakat. b. Tata cara pelaksanaan survei mengacu pada pedoman yang disiapkan Inspektorat BPOM mengacu pada pedoman terkini (Saat ini PermenPAN No. 16 tahun 2004) c. Target dinyatakan dalam angka Jumlah Provinsi dan Provinsi adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia yang dipimpin oleh Gubernur Kabupaten/Kota Kabupaten/ Kota adalah pembagian wilayah administratifdi Indonesia setelah provinsi yang dipimpin yang memberikan oleh Bupati/ Kota. komitmen untuk Komitmen untuk pelaksanaan adalah perjanjian (keterikatan) Kota/ Kabupaten untuk melakukan pelaksanaan pelaksanaan pengawasan obat, kosmetik, obat tradisional, pangan dan bahan berbahaya yang sering pengawasan Obat disalahgunakan dalam pangan, baik yang dilakukan secara mandiri dan atau terpadu melalui dan Makanan dengan pengawasan/ pemeriksaan, advokasi/ penyuluhan, pembentukan tim terpadu, pertemuan dan memberikan alokasi kegiatan lainnya yang dapat memperkuat pengawasan. anggaran Alokasi anggaran adalah alokasi anggaran daeran baik yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja pelaksanaan regulasi Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan lain-lain sumber pendapatan yang sah dan tidak mengikat, yang Obat dan Makanan dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Dihitung dari hasil rekapitulasi matriks pemantauan pengalokasian anggaran Pemda untuk Pengawasan Obat dan makanan.
Nilai SAKIP BPOM
BBPOM di SEMARANG
Nilai SAKIP diukur berdasarkan hasil penilaian SAKIP yang dilakukan oleh APIP Badan POM
Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang Meningkatnya kinerja pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang
1
2
3
4
5
6
Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
Parameter kritis adalah parameter uji yang bersifat sebagai penentu terhadap jaminan keamanan, manfaat, dan mutu produk yang diuji Parameter kritis ditetapkan dalam pedoman sampling juga menjelaskan "penentu" terhadap jaminan keamanan, manfaat, dan mutu produk yang diuji Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis Pemenuhan target Diukur berdasarkan jumlah sampel yang diambil pada IFK (termasuk gudang obat KB) dibandingkan sampling produk dengan target sampel yang harus disampling di IFK (termasuk gudang obat KB) di masing-masing Obat di sektor publik balai. (Instalasi Farmasi Target sampel yang harus disampling di sarana sektor publik untuk masing-masing balai ditetapkan Kabupaten) dalam Pedoman Sampling. Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan
Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
Jumlah sampel yang diambil pada IFK
Target sampel yang harus disampling di IFK di masing-masing balai
a. Sarana produksi Obat dan Makanan adalah jumlah sarana industri Farmasi, Industri Rokok, Industri Jumlah sarana Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), produksi yang Industri Kosmetika, Industri Pangan olahan MD, dan Industri Pangan Rumah Tangga. diperiksa b. Sarana produksi yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan Sarana Produksi Obat dan Makanan. c. Cakupan pengawasan sarana produksi pertahun dihitung dari jumlah sarana produksi yang diperiksa dibandingkan dengan target jumlah sarana produksi yang diperiksa d. Untuk penetapan target sarana produksi pangan MD dan IRTP yang diperiksa mengikuti ketentuan : - untuk balai yang memiliki sarana produksi MD <51, target sarana produksi pangan MD diperiksa sebesar 100%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP - untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 51-100, target sarana produksi pangan MD diperiksa sebesar 90%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP - untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 101-150, target sarana produksi pangan MD diperiksa sebesar 80%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP - untuk balai yang memiliki sarana produksi MD >150, target sarana produksi pangan MD diperiksa sebesar 70%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP
Jumlah target sarana produksi yang terdapat di wilayah Propinsi Jateng
a. Sarana distribusi Obat dan Makanan terdiri atas : Jumlah sarana sarana distribusi Obat (PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah) dan sarana Pelayanan Kesehatan distribusi yang (Apotek, Toko Obat Berizin, Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas), klinik kecantikan, diperiksa spa, salon, pengobat tradisional, toko jamu, depot jamu, stokis MLM, Toko Modern (Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermarket), Toko Grosir, Toko Tradisional (Toko P & D dan kios), Importir (termasuk importir terdaftar bahan berbahaya), distributor dan pengecer yang memiliki SIUPB2, baik perusahaan induk maupun perusahaan cabang. b. Sarana yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan Sarana Distribusi Obat dan Makanan serta Pedoman Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya c. Jumlah Sarana distribusi yang diperiksa adalah sarana distribusi yang diperiksa dalam rangka pemeriksaan rutin
Jumlah sarana distribusi Obat dan Makanan (target) yang terdapat di wilayah Prop Jateng.
Jumlah Perkara di bidang Obat dan Makanan
a. Perkara adalah kasus yang ditindaklanjuti secara pro justitia berdasarkan hasil gelar kasus. b. Jumlah perkara yang dihitung adalah perkara yang telah diterbitkan SPDP-nya kepada Kejaksaan melalui Korwas PPNS. Diukur berdasarkan jumlah perkara yang ditangani dan telah diterbitkan SPDP
Jumlah layanan publik BB/BPOM
a. Layanan publik terdiri dari Layanan informasi dan Layanan Sertifikasi. b. Layanan Informasi diukur berdasarkan jenis dan frekuensi layanan informasi dan tindaklanjut pengaduan yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM baik penyuluhan langsung atau melalui media cetak/elektronik. c. Jenis layanan Informasi antara lain: Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi, tindaklanjut pengaduan, BB/BPOM sebagai Narasumber, d. Untuk Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi targetnya frekuensi Untuk pengaduan targetnya jumlah pengaduan e. Layanan Sertifikasi dihitung dari rekomendasi/surat hasil audit yang dikeluarkan atas permintaan pelaku usaha industri pangan MD, audit sertifikasi dalam rangka rekomendasi halal, Pemenuhan pendirian PBF, IKOT, UMOT, Kosmetik, Laporan Hasil Pengujian Pihak Ketiga, SKI/SKE yang diterbitkan. Jumlah layanan publik Balai Besar POM dihitung dari layanan informasi, pengaduan dan layanan sertifikasi dari rekapitulasi hasil pelaksanaan kegiatan (RHPK) balai.
3800
3800
3800
3800
3800
3800
BBPOM di SEMARANG
100
100
100
100
100
100
BBPOM di SEMARANG
35.31
36.92
38.52
40.13
41.73
43.34
BBPOM di SEMARANG
26.89
27.35
27.83
28.3
28.77
29.25
BBPOM di SEMARANG
16
16
17
18
19
20
BBPOM di SEMARANG
4025
4050
4075
4100
4125
4150
BBPOM di SEMARANG
7
8
9
Jumlah Komunitas yang diberdayakan
Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar
Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
a. Komunitas adalah gabungan dari kelompok orang di desa/kelurahan/pasar yang diberdayakan Program Pengawasan Obat dan Makanan. b. Satu desa/kelurahan/pasar dihitung sebagai satu komunitas c. Jenis pemberdayaan diatur dalam Pedoman/Juknis terkait. Ctt : - Target komunitas pasar dan komunitas desa kumulatif - Baseline 2013 (62); 2014 (77); 2015 (77): 2016 (108); 2017 (139) ; 2018 (170); 2019 (201) - Dihitung dari jumlah kumulatif komunitas yang diberdayakan. Target komunitas kumulatif dari tahun sebelumya. a. Standar yang dimaksud adalah standar sarana prasarana kerja dan standar alat laboratorium (sesuai GLP) b. Pemenuhan sarana dan prasarana kerja dihitung dari sarana dan prasarana kerja yang dimiliki sesuai laporan BMN dalam keadaan baik dan rusak ringan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan. c. Standar Sarana dan Prasarana kerja meliputi standar Luas bangunan, Meubelair, dan Alat Pengolah Data (APD) d. Untuk meubelair dihitung dari inventarisasi pemenuhan kursi dan meja e. Pemenuhan standar alat laboratorium dihitung dari jumlah dan jenis alat laboratorium utama sesuai Keputusan Kepala BPOM No.04.1.71.07.14.4437 Tahun 2014 tentang Standar Minimal Peralatan Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM yang telah ditetapkan untuk masingmasing balai. Untuk pemenuhan sarana prasarana kerja dari laporan BMN SATKER, hasil rekonsiliasi dengan KPKNL Untuk pemenuhan alat lab.dari laporan Balai. Pemenuhan sarana prasarana sesuai standar = {[(X1/Y1)x100) + [(X2/Y2)x100) } : 2 Dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan dan harus dilaporkan Balai, meliputi dokumen berikut : - Renstra/review renstra,*) - Perjanjian Kinerja tahun berjalan (n), - RKAKL/DIPA tahun n+1 - Laporan Kinerja tahun n-1, - Laporan triwulanan I - Laporan triwulanan II - Laporan triwulanan III - LAPTAH tahun n-1, - Laporan keuangan tahun n-1, - Laporan Keuangan Semester 1 tahun n, Ket: *) hanya menjadi target pada tahun 2015, 2017, dan 2019 Diukur berdasarkan jumlah dokumen yang dihasilkan dan dilaporkan Balai
a. Sarana dan prasarana kerja yang dimiliki (X1) b. Alat Lab utama yang dimiliki (X2)
a. Standar sarana dan prasarana kerja yang ditetapkan (Y1) b. Standar Alat Lab yang ditetapkan (Y2)
15
21
26
31
36
41
BBPOM di SEMARANG
89.50
90.00
91.00
92.00
93.00
94.00
BBPOM di SEMARANG
10
10
9
10
9
10
BBPOM di SEMARANG
Lampiran 3. MATRIKS KERANGKA REGULASI BALAI BESAR POM DI SEMARANG 2015 – 2019
N0
Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi, Eksisting, Kajian dan Penelitian
Unit Penanggungjawab
1
RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi
Regulasi pengawasan Obat dan Makanan belum lengkap. Payung hukum yang ada belum efektif untuk pengawasan Obat dan Makanan
2
Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan
3
RPP Keamanan Mutu dan Gizi Pangan dan RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
4
Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah konkuren
Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan 2. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. Direktorat Standardisasi Pangan 1. BBPOM di Semarang
5
Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP
Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh BBPOM di Semarang terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan, dll)
1. BBPOM di Semarang 2. PPOMN 3. Biro Hukum dan Humas
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang 1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. BBPOM di Semarang
Unit Terkait/Institusi 1. DPR 2. Kemenkumham 3. KemenKes 4. Kemendag 5. Kemenperin 6. Kemendagri
1. Direktorat Standardisasi Pangan 2. Biro Hukum dan Humas 3. BBPOM di Semarang 1. DPR 2. Kemenkumham 3. KemenKes
6
Dasar hukum provider Uji Profisiensi dan provider Baku Pembanding
7
8
Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil, dan gugus pulau Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan EWS yang informatif, antara lain: Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans- Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS
9
Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan Makanan
Sistem penyebaran informasi OM belum terintegrasi
10
Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah Peraturan dengan instansi/pihak terkait yang mengatur regulatory insentive
Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat berhasil tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari daerah dalam mendukung BPOM
11
Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan, dll) Belum optimalnya quality surveilance /monitoring mutu untuk daerah perbatasan, daerah terpencil, dan gugus pulau
1. PPOMN 2. Biro Hukum dan Humas
Sistem Outbreak response dan EWS belum optimal dan informatif. Diperlukan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan makanan (co. Obat terkontaminasi etilen glikol)
1. Direktorat Surveilans Penyuluhan Keamanan Pangan 2. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Direktorat Pengawasan Distribusi Obat 4. Biro Hukum dan Humas 5. BBPOM di Semarang 1. PIOM 2. Biro Hukum dan Humas 3. Biro Umum 4. BBPOM di Semarang
1. Biro Hukum dan Humas 2. Direktorat Insert dan Pengawasan Kedeputian 1,2 dan 3
BBPOM di Semarang
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN