Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering JEANETTE KUMAUNANG DAN BAMBANG HELIYANTO Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 Diterima 6 September 2010 / Direvisi 25 Oktober 2010 / Disetujui 20 November 2010
ABSTRAK Penelitian ini akan dirakit kelapa Dalam komposit dengan produktivitas di atas 3 ton kopra/ha/tahun spesifik lahan kering iklim kering yang tahan terhadap hama dan penyakit utama kelapa. Seleksi aksesi penyusun varietas komposit spesifik untuk lahan kering iklim kering melalui tiga karakter, yaitu (1) produksi di atas 3 ton kopra/ha/tahun, (2) ketahanan terhadap hama dan penyakit dan (3) kandungan biokimia untuk ketahanan terhadap kekeringan. Kegiatan seleksi dilakukan pada populasi kelapa Dalam unggul lokal dari daerah lahan kering iklim kering di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Pengamatan dilakukan pada setiap populasi terpilih menurut Stantech COGENT pada karakter produksi, ketahanan hama dan penyakit dan biokimia daun. Hasil yang diperoleh, yaitu 4 genotip kelapa Dalam spesifik lahan kering produktivitasnya antara 3.4 ton kopra/ha/tahun sampai 4.4 ton kopra/ha/tahun. Setelah dilakukan seleksi pohon induk terpilih produksinya meningkat menjadi 3.7 ton kopra/ha/ tahun sampai 4.8 ton kopra/ha/tahun dengan presentase kenaikan hasil antara 4.4% sampai 12.91%. Tidak terdapat serangan penyakit di lapangan dan tingkat serangan hama Oryctes yang dominan di tiga lokasi menunjukkan tingkat serangan yang rendah antara 0.08 – 0.10.
Kata kunci : Kelapa, seleksi, varietas komposit, lahan kering, produktivitas.
ABSTRACT
Selection of Coconut Genotypes for Composite Vvarieties Specific to the Dry Land Coconut superior composite has several advantages compared to coconut in general, because in addition to high productivity, also has a high genetic variability inherited from his elders with different genetic composition. Coconut composite varieties assembly directed to specific locations for dry land. In this study will be assembled coconut productivity in the composite with over 3 tons of copra/ha/year specific dry climate that are resistant to major pests and diseases of coconut. Improving of composite varieties specific to the dry land. First activity is selection of coconut accession with productivity levels above 3 tons copra/ha/year at two provinces namely Central Sulawesi and East Nusa Tenggara. Observation was done at each location based on Stantech COGENT for production chararter, major pest and diseases tolerance and leaf biochemistry. Four genotypes of coconut were successfully selected in a specific dry land with productivity of 3.4 tons of copra/ha/year to 4.4 tons of copra/ha/year. After selection of mother palms, productivity were increased to 3.7 tons of copra/ha/year up to 4.8 tons of copra/ha/year with the percentage increase for production about 4.4% to 12.91%. There was no
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
119
Jeanette Kumaunang dan Bambang Heliyanto
palms were infected by bud rot and nut fall diseases for four genotypes. There was low level infected palms by pests namely Oryctes rhinoceros about 0.08 – 0.10.
Keywords : Coconut, composite varieties, dry land, productivity.
PENDAHULUAN Kelapa dapat tumbuh pada agroekosistem lahan kering iklim basah (LKIB), yaitu daerah yang memiliki curah hujan di atas 2500 mm/tahun dan lahan kering iklim kering (LKIK), yaitu daerah yang memi-liki curah hujan dibawah 2000 mm/tahun. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan, meskipun kelapa dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang bervariasi baik iklim, tanah, ketinggian tempat, maupun letak geografis dan topografi, pengembangan kelapa terkendala oleh serangan hama/penyakit. Tingkat serangan hama/penyakit dan kerugian yang ditimbulkan sangat bervariasi. Karena itu, lebih dari 90% petani pada umumnya memilih kelapa Dalam dengan pertimbangan, walaupun potensi produksinya lebih rendah dari kelapa Hibrida tetapi kelapa Dalam relatif tahan terhadap penyakit Busuk Pucuk dan Gugur Buah yang disebabkan oleh Phytopthora sp. Disamping itu kelapa Dalam tidak memerlukan pemeliharaan intensif untuk mencapai tingkat produksi yang menguntungkan, tahan terhadap cekaman lingkungan terutama kekeringan (Rethinam et al., 2002; Hosang dan Lolong, 1998; Akuba, 1998). Balitka berupaya memperbaiki potensi produksi kelapa Dalam melalui seleksi dan varietas komposit (Kumaunang, 2004). Kelapa Dalam unggul komposit memiliki beberapa keunggulan dibanding kelapa Dalam pada umumnya, karena selain produktivitasnya tinggi, juga mempunyai variabilitas genetik
120
tinggi yang diwariskan dari kedua tetua dengan komposisi genetik berbeda. Keunggulan lainnya dari kelapa Dalam komposit adalah tetuanya berasal dari populasi menyerbuk silang alami secara acak sehingga generasi pertama persilangan alami dari populasi tersebut stabil secara genetik atau berada dalam keseimbangan genetik (genetic equilibrium) mengikuti Hukum Hardy-Weinberg (Carpena et al., 1993). Ini berarti bahwa frekuensi genotipe populasi tanaman tidak akan berubah dari generasi ke generasi. Implikasinya petani dapat menggunakan buah kelapa generasi F2, F3, F4 dan seterusnya sebagai benih/ bahan tanaman tanpa terjadi penurunan kekekaran. Untuk mendapatkan benih kelapa Dalam komposit digunakan metode persilangan alami sehingga biaya produksi benih menjadi rendah dan terjangkau oleh petani. Kelapa Dalam Unggul Komposit yang sedang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) diharapkan dapat menjawab kebutuhan petani akan bibit kelapa Dalam yang unggul dan tahan terhadap penyakit Gugur Buah dan Busuk Pucuk, karena ternyata penyakit tersebut bisa juga menyerang kelapa Dalam (Runtunuwu et al., 1999). Selain itu kelapa Dalam komposit yang akan dirakit diharapkan dapat memenuhi kebutuhan petani untuk mendapatkan produksi kelapa di atas rata-rata 1 ton kopra/ha/tahun (Kumaunang, 2004). Upaya awal BALITKA dengan melakukan evaluasi terhadap beberapa populasi kelapa di lahan kering iklim
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
kering dan telah berhasil melepas lima varietas kelapa, yaitu kelapa Dalam Palu (DPU), kelapa Dalam Sikka (DSK), kelapa Dalam Bojong Bulat (DBB), kelapa Dalam Molowahu (DMU) dan kelapa Dalam Kramat (DKT) dengan potensi produksi 2.5 sampai 3 ton kopra/ha/ tahun. Kelapa Dalam unggul banyak tersebar di lahan kering iklim kering diharapkan melalui seleksi ketat di tingkat individu tanaman dapat diperoleh genotipe-genotipe kelapa Dalam calon tetua untuk perakitan kelapa dalam komposit yang berproduksi di atas 3 ton kopra/ha/tahun yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi tiga kali lipat dari pendapatan sebelumnya dan dapat berlangsung terus sampai batas maksimal kelapa dapat berproduksi. Untuk itu diperlukan seleksi individu yang berpotensi untuk lahan kering iklim kering. Penampilan suatu sifat merupakan hasil kerjasama antara faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dan lingkungan (Falconer dan Mc Kay, 1996). Daya hasil suatu kultivar/genotip tanaman terhadap kondisi lingkungan adalah merupakan interaksi antara kultivar/genotip dengan lingkungan ataupun kultivar/genotip dengan musim. Faktor lingkungan seperti ketersediaan air, curah hujan, suhu, lamanya penyinaran dan kelembaban dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa. Upaya untuk menyeleksi tanaman kelapa yang tahan kekeringan dapat dilakukan dengan melihat respon tanaman yang toleran dengan melihat kandungan senyawa biokimia seperti asam absisic (ABA), prolin, kadar lilin epikutikular, total gula, glisin-betain, lipid, protein,
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
dehydrin, dan pati (Yamada dan Fokutoku, 1983; Bray, 1988; Rajagopal et al., 2005; Repellin et al., 1997; Sinaga, 2007). Finlay dan Wilkinson (1963) mengemukakan bahwa genotip suatu tanaman yang memiliki stabilitas genotip tinggi berarti daya hasilnya tetap atau hampir tetap, walaupun ditanam pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di dua provinsi, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Sulawesi Tengah, yang mewakili ekosistim lahan kering iklim kering dengan bulan kering sebanyak 4 – 5 bulan, dan lahan kering iklim kering dengan bulan kering > 5 bulan (bulan kering adalah bulan dengan curah hujan < 130 mm/bulan). Di setiap provinsi dipilih dua lokasi berbeda berdasarkan informasi dari Dinas Perkebunan. Pengamatan dilakukan setiap pohon terpilih untuk setiap varietas. Pengamatan dilakukan terhadap karakterkarakter : 1. Produksi: Jumlah tandan, jumlah buah (dihitung jumlah buah pada tiga tandan berbeda), berat daging buah segar (g) menurut Stantech COGENT (Santos et al., 1996) dan minimum standar deskripsi kelapa (IPGRI-COGENT Manual, 2007). 2. Ketahanan lapang terhadap hama dan penyakit - Pengamatan penyakit diarahkan pada penyakit Gugur Buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora sp. Pengamatan penyakit
121
Jeanette Kumaunang dan Bambang Heliyanto
yang dilakukan di lapangan adalah: Kejadian penyakit, keparahan penyakit dan luas serangan penyakit. - Pengamatan untuk hama Oryctes rhinoceros dilakukan sebagai berikut : Pada setiap populasi tanaman dilakukan pengamatan pada 15 pohon yang dipilih secara acak. Pengamatan dilakukan dengan mengitung jumlah guntingan pada pelepah daun yang terserang. Hasil ini dapat dihitung prosentase kehilangan hasil untuk menduga kehilangan produksi kelapa 3. Biokimia daun Pengamatan dilakukan pada pohon induk kelapa terpilih dengan mengambil contoh daun sebanyak 5 contoh dan kelapa Dalam Kosinggolan (dari lahan kering iklim basah) sebagai kontrol. Setiap contoh tersusun oleh pinak daun yang diambil dari 3 pohon secara acak sederhana dari pohon-pohon di tengah areal pertanaman. Pinak daun diambil dari kedua sisi nomor 14. Jumlah pinak daun masing-masing 5 helai setiap sisi. Pinak daun dimasukkan dalam plastik dan disimpan dalam lemari pendingan sebelum dilakukan analisis di laboratorium Kimia Fakultas MIPA, Universitas Sam Ratulangi. Peubah yang diamati yaitu: Kadar lilin epikutikular : Dilakukan dengan metode gravimetri (Galeano, 1986 dalam Akuba et al., 1998). Contoh daun tanaman produktif diambil dari daun no 14. Kadar lemak daun (lipid): Kadar lemak daun diekstrak menggunakan heksana. Kadar lemak hasil ekstrak ditentukan secara gravimetri. Daun yang telah dikeringkan digiling dan
122
diambil contoh seberat 5 gram untuk diekstrak lemaknya. Kadar prolin : Kadar prolin diana-lisis berdasarkan metode Singh (1973). Kadar glisinbetain : kadar glisin-betain ditetapkan berdasarkan metode Stumf (1984) yang dimodifikasi. Kadar ABA : kadar ABA dianalisis menggunakan metode Sivaci et al., (2008) yang dimodifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karkater Produksi Penelitian ini dilaksanakan di dua provinsi, yaitu Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengamatan pada Provinsi Sulawesi Tengah dilakukan pada populasi kelapa Dalam di Pakuli/Bangga di Kabupaten Donggala dan di Pontoloan RW 04 di Kabupaten Kota, dan untuk Provinsi NTT pada populasi kelapa Dalam di Bloro Kabupaten Maumere dan di Adonara Kabupaten Flores Timur. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sifat produksi dari pohon terpilih diperoleh data seperti Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari tanaman terpilih pada populasi kelapa di Desa Pakuli/ bangga, dan Desa Pontolan RW 04 di Sulteng serta di Desa Bloro dan Adonara barat NTT, rata-rata dapat menghasilkan kopra berturut-turut 29.56 kg/pohon/ tahun, 25.80 kg/pohon/tahun, 31.38 kg/ pohon/tahun dan 33.91 kg/pohon/ tahun. Jika dari setiap tanaman terpilih diambil buahnya kemudian ditanam pada jarak 9 m x 9 m x 9 m segitiga (143 pohon/ha) dengan 130 tanaman mencapai umur produksi maka estimasi produksi kopra/ha/tahun tanaman terpilih dari Desa Pakuli/bangga, dan Desa
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Tabel 1. Table 1.
No.
1. 2. 3. 4.
Jumlah tanaman terpilih, jumlah tandan, jumlah buah, berat daging, dan estimasi produksi empat populasi kelapa Dalam di Sulteng dan NTT. Number of selected palms, Number of bunch, Number of fruit, Meat weight and Yield estimated of four Tall coconut population at Central Sulawesi and East Nusa Tenggara.
Lokasi Location
Jumlah Tanaman terpilih Number of selected palms
Jumlah tandan buah/ pohon Number of bunch per palms
Jumlah buah/ tandan (butir) Number of fruit per bunch
55
13.42
52
Populasi Kelapa Dalam Pakuli/ Bangga, Populasi Kelapa Dalam Pontoloan Populasi kelapa Dalam Bloro Populasi Kelapa Dalam Adonara
Berat daging basah/ butir (g) Meat weightper nut (g)
8.09
Jumlah buah/ Pohon/ tahun (butir) Number of fruits per palms per year 108.57
544.67
59.13
29.56
13.35
7.92
105.73
488.08
51.60
25.80
68
13.93
8.80
122.58
512.09
62.77
31.38
85
13.88
9.45
131.62
515.29
67.82
33.91
Pontolan RW 04 di Sulteng serta di Desa Bloro dan Adonara barat, berturut-turut 3843 kg, 3354 kg, 4079 kg, dan 4408 kg kopra/ha/tahun. Kalau seleksi diarahkan berdasarkan berat daging buah/butir yang beratnya > 500g/butir maka dari 55 tanaman terpilih di Desa Pakuli/bangga, dan Desa Pontolan RW 04 di Sulteng serta di Desa Bloro dan Adonara barat di NTT diperoleh berturut-turut 45 pohon, 27 pohon, 43 pohon dan 48 pohon. Apabila dari pohon-pohon tersebut diambil buahnya kemudian ditanam maka tanaman asal Pakuli/Bangga, dan desa Pontolan RW 04 di Sulteng serta di Desa Bloro dan Adonara Barat di NTT diperkirakan dapat menghasilkan berturut-turut 4012 kg, 3787 kg, 4433 kg dan 4859 kg kopra/ ha/tahun dengan persentase kenaikan hasil berturut-turut 4.40%, 12.91%, 8.68%, dan 10.23%.
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
Estimasi produksi/phn/thn (kg) Yield estimated per palms per year (Kg) Daging Kopra basah Copra Meat weight
Ketahanan terhadap hama dan penyakit Penelitian ini dilaksanakan di dua provinsi, yaitu Sulawesi Tengah serta Nusa Tenggara Timur mewakili lahan kering iklim kering. Berdasarkan hasil obervasi setiap lokasi terdapat serangan hama seperti tertera pada Tabel 2. Tingkat serangan hama Oryctes yang dominan di enam lokasi telah dianalisis dan menunjukkan tingkat serangan yang rendah antara 0.08 – 0.10 yang jika dihubungkan dengan penurunan produksi dan jumlah guntingan dapat diprediksi penurunan produksi di bawah 10%. Serangan hama Oryctes rhinoceros dikenali dari bekas gigitan kumbang yang menyebabkan daun kelihatan memiliki guntingan geometrik berbentuk V. Kumbang dewasa biasanya terbang ke tajuk kelapa pada malam hari, dan masuk melalui salah satu ketiak pada bagian atas tajuk. Setelah kumbang menggerek ke batang tanaman, kumbang akan memakan pelepah daun muda yang
123
Jeanette Kumaunang dan Bambang Heliyanto
sedang berkembang, dan bekas gigitan kumbang akan menyebabkan daun sepertin tergunting dan akan semakin jelas terlihat setelah pelepah daun terbuka (Singh dan Arancon, 2007; Kalshoven, 1981 dalam Alouw et al., 2008). Peningkatan populasi hama Oryctes rhinoceros dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti ketersediaan tempat berkembang biaknya. Kotoran hewan, sampah organik dan batang kelapa lapuk serta sisa-sisa batang tebu merupakan sumber bahan organik dan tempat berkembang biak yang disukai oleh Oryctes rhinoceros. Hal ini menyebabkan ledakan populasi sering terjadi di perkebunan kelapa yang kotor atau yang terletak di sekitar tempat-tempat yang mengandung banyak tempat perkembangbiakannya seperti kandang hewan (Alouw et al., 2008). Pengamatan secara visual di lapangan memperlihatkan tidak adanya serangan penyakit Busuk Pucuk dan Gugur Buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora. Tabel 2. Table 2.
Jenis hama yang terdeteksi di lokasi pengamatan populasi kelapa di Nusa tenggara Timur dan Sulawesi Tengah. Pest types detected at coconut populatian in East Nusa Tenggara and Central Sulawesi.
Populasi/Genotip kelapa Population/Coconut Genotypes Dalam Bloro Dalam Adonara Dalam Pakuli Bangga Dalam Pontoloan
Jenis hama Pest types Oryctes Oryctes Oryctes
Karakter Biokimia Daun Upaya untuk menyeleksi tanaman kelapa yang tahan kekeringan dapat dilakukan dengan melihat respon tanaman yang toleran dengan melihat kandungan senyawa biokimia seperti
124
asam absisic (ABA), prolin, kadar lilin epikutikular, total gula, glisin-betain, lipid, dan protein (Repellin et al., 1997; Rajagopal et al., 2005; Sinaga, 2007). Pengamatan terhadap daun lebih ditujukan pada analisis kandungan prolin, ABA, Wax, Lipid, Protein, stomata dan klorofil yang diharapkan dapat menggambarkan keadaan pertanaman kelapa di lahan kering iklim kering untuk melihat ketahanannya terhadap kondisi cekaman air. Berdasarkan hasil analisis diperoleh adanya perbedaan yang signifikan untuk karakter-karakter kandungan prolin, ABA, Wax, Protein, Lipid dan Indeks stomata. Hasil analisis kandungan prolin berbeda antar populasi kelapa Dalam. Kandungan prolin tertinggi pada kelapa Dalam Bloro asal Provinsi NTT dan terendah pada kelapa Dalam Kasinggolan asal Sulut. Prolin biasanya terakumulasi dalam jumlah besar sebagai respon tanaman terhadap cekaman lingkungan (Nedjimi et al., 2006). Analisis terhadap kandungan
Rata-rata Guntingan Means of cutting 0,08 0,08 0,10
ABA, Lipid, Wax dan stomata berbeda antara lahan kering iklim kering (NTT dan Sulteng) dengan lahan kering iklim basah (Sulut). Perbedaan nyata pada kandungan ABA dimana tertinggi ditunjukkan oleh aksesi kelapa Bloro NTT, yaitu 1146.86 ng/g dan terendah pada
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Tabel 3. Kandungan Prolin, ABA, Glysin Betain, Wax, Lipid, Protein dan Index Stomata empat aksesi kelapa. Table 3. Prolin, Glysin-betain, ABA, wax, protein, lipid content, and Stomata Index of four coconut accessions. Aksesi Accessions Pakuli Bangga/Sulteng Pontoloan/ Sulteng Bloro/NTT Adonara/NTT Kasinggolan/Sulut (Kontrol)
prolin (µ g/g) 79.83 a 101.26 ab 127.76 bc 96.87 ab 77.77 a
Glisinbetain 37,46 a 25,44 a 27,39 a 42,21 a 46,14 a
ABA (ng/g) 981,15 b 981,89 b 1146,85 b 985,32 b 682,63 a
Wax (mg/cm3) 4,38 b 1,77 a 1,59 a 3,31 ab 6,09 b
Protein (ppm) 544,90 a 839,23 b 832,90 b 883,00 b 882,70 b
Lipid (%) 2,15 a 2,75 ab 4,77 c 3,27 b 4,44 c
Indeks Stomata 0,54 b 0,55 b 0,39 a 0,51 b 0,68 c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% BNT Note : Numbers followed by the same letter are not significant difference at 5% level
aksesi kelapa kasinggolan Sulut 682,63 ng/g. ABA meningkat dengan segera ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan sebagai respon terhadap kondisi cekaman kekeringan (Sinaga, 2007). Kandungan Wax terlihat rendah pada daerah lahan kering, yaitu kandungan Wax tertinggi ditunjukkan aksesi kelapa Dalam Kasinggolan asal Sulut, yaitu 6,09% dan terendah ditunjukkan oleh aksesi kelapa Dalam Bloro asal NTT 1,59%. Kandungan lipid pada tiga daerah di Sulteng dan NTT lebih rendah dibandingkan dengan kelapa Dalam Bloro asal NTT dan kelapa Dalam Kasinggolan asal Sulut. Menurut Junior et al., 2008 lipid merupakan unsur esensial dari membran selular yang memainkan fungsi penting dalam penyusunan struktur dan proses metabolisme. Cekaman air dan beberapa jenis cekaman lainnya dapat merubah komposisi membran lipid. Akibatnya aktivitas metabolik selular juga mengalami perubahan. Kandungan lipid berkurang pada tanaman kelapa yang mengalami cekaman kekeringan. Daerah Sulawesi tengah dan NTT merupakan lahan kering iklim kering yang dapat menyebabkan kandungan lipid dalam tanaman khususnya kelapa berkurang. Stomata
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
berfungsi terutama untuk transpirasi, masuknya CO2, keluarnya O2, respirasi selama proses fotosintesis. Indeks stomata merupakan hasil perhitungan jumlah stomata dibagi total jumlah stomata ditambah dengan sel epidermis. Indeks stomata tertinggi ditunjukkan oleh aksesi kelapa asal lahan basah, yaitu kasinggolan 0.68 dan terendah pada kelapa asal Desa Bloro NTT. Akumulasi prolin dan ABA di lahan kering cukup tinggi dibandingkan di lahan basah (0,39) sebagai reaksi atas iklim kering dan rendahnya curah hujan, tetapi tidak mempengaruhi produksi kelapa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil kopra 31.38 kg/pohon/tahun untuk kelapa Bloro dan 32.05 kg kg/pohon/ tahun atau bisa menghasilkan 4,079 ton kopra/ha/tahun dan 4,166 kopra/ha/ tahun. Apabila seleksi dari keempat genotipe kelapa yang telah diuraikan di atas untuk digunakan dalam perakitan kelapa Dalam Komposit spesifik lahan kering iklim kering diharapkan potensi produksinya dapat dicapai antara 3.5 sampai 4 ton kopra/ha/tahun melebihi produksi rata-rata nasional 1 ton/ha/ tahun dan populasi kelapa Dalam yang telah dilepas antara 2.5 sampai
125
Jeanette Kumaunang dan Bambang Heliyanto
3 ton kopra/ha/tahun. Keempat populasi terseleksi juga tidak menunjukkan adanya penyakit utama kelapa walaupun ada serangan ringan hama Oryctes yang dapat dikendalikan dengan kultur teknis melalui pembersihan lahan yang teratur di tingkat petani.
KESIMPULAN Produksi empat tetua kelapa Dalam Komposit untuk lahan kering iklim kering asal Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur berkisar antara 3.4 sampai 4.4 ton kopra/ha/tahun. Seleksi tetua untuk empat tetua kelapa Dalam Komposit lahan Kering Iklim Kering diperoleh masing-masing untuk populasi Pakuli 45 pohon, Pontoloan 27 pohon, Bloro 43 pohon dan Adonara 48 pohon dengan peningkatan produksi berkisar 3.7 sampai 4.8 ton kopra/ha/tahun. Keempat genotipe terpilih ini memiliki kandungan prolin dan ABA yang tinggi sebagai salah satu cara mengatasi iklim kering dengan tidak mempengaruhi produksinya. Keempat tetua kelapa Dalam Komposit tidak terserang penyakit utama kelapa hanya ada serangan ringan hama Oryctes sp.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional R.I melalui DIPA T.A. Tahun 2009 yang telah membiayai penelitian ini.
126
DAFTAR PUSTAKA Akuba RH, Bari NL, Rumokoi MMM, Taulu DB dan Miftahorrahman. 1998. Respons fisiologis beberapa kultivar kelapa terhadap kekeringan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Alouw JC, Hosang MLA, Lolong AA, dan Warokka JS. 2008. Hama Oryctes rhinoceros : Ekobiologi dan Pengendaliannya. Prosiding Seminar Regional PHT Kelapa Manado 27 Nopember 2008. Hal. 147-121. Bray EA. 1988 Drought- and ABAInduced Changes in Polypetide and mRNA Accumulation in Tomato Leaves. Plant Physiol 88 : 1201 - 1214. Carpena AL, Espino RRC, Rosario TL and Laude RP. 1993. Genetics at population level. SEAMEO Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEAMEOSEARCA) UPLB. Los Banos Philippines. Falconer DS and Mackay TFC. 1996. Introduction to quantitative genetics. Longman Group Ltd. 464p. Finlay KW, and Wilkinson GN. 1963. The analysis of adaptation in a plant breeding programme. Aust. J. Agric. Res. 14:742-754. Hallauer AR and Miranda JBFO. 1982. Quantitative genetics in maize breeding. The Iowa State University Press. 468p. Hosang MLA dan Lolong AA. 1998. Pengendalian hama dan penyakit kelapa terpadu. Prosiding KNK IV. Lampung. PUSLITBANGTRI Bogor.
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Seleksi Tetua Kelapa Dalam Komposit Spesifik Lahan Kering Iklim Kering
Junior RRM, Oliveira MSC, Baccache MA, De Paula FM. 2008. Effects of Water Deficit and Rehydration on the Polar Lipid and Membranes Resistance Leaves of Phaseolus vulgaris L. Cv. Pérola. Vol.51, n. 2 : pp.361-367, ISSN 1516-8913 Brazil. Kumaunang J. 2004. Kelapa Dalam Unggul Komposit. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Laporan teknis intern. 32pp Nedjimi B, Daoud Y, Touati M. 2006. Growth, water relations, proline and ion content of in vitro cultured Atriplex halimus subsp. Schweinfurthii as affected by CaCl2. International Journal of the Faculty of Agriculture and Biology, Warsaw Agricultural University, Poland. Communications in Biometry and Crop Science Vol. 1, No. 2, 2006, pp. 79–89 Novarianto H dan Tampake H. 2008. Pengembangan Kelapa Dalam di Sulawesi Sulawesi Utara. Disajikan pada Seminar Kelapa, 17 Januari 2008 di Manado, Sulawesi Utara. Rajagopal V, Kasturi Bai KV and Kumar N. 2005. Breeding For Drought tolerance in coconut: Status and Potential. Pp 282-301. In Batugal P.,V. Ramanatha Rao and J. Oliver (Eds.). Coconut Genetic Resources. IPGRI-APO Repellin A, Pham Thi AT, Tashakorie A, Sahsah Y, Daniel C and ZuilyFodil Y. 1997. Leaf membrane lipids and drought tolerance in young coconut palms (Cocos nucifera L.). European Journal of Agronomy 6:25-33. Rethinam P, Rognon F dan Batugal P. 2002. Farmer’s perception of high yielding coconut varieties. Proceedings of the XXXIX Cocotech
Buletin Palma No. 39, Desember 2010
Meeting, 1 – 5 July 2002, Pattaya, Thailand. p170-188. Runtunuwu S, Sinaga MS dan Hartana A. 1999. Seleksi Ketahanan Tanaman Kelapa terhadap Penyakit Gugur Buah Phytophthora. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan. Jurusan HPT IPB. Bogor. Santos GA, Batugal PA, Othman A, Baudouin L and Labouisse JP. 1996. Manual on standardized research techniques in coconut breeding. IPGRI-COGENT. 46p. Sinaga S. 2007. Asam absisat Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. http://www.pustakadeptan.go.id /publikasi/ip014081.pdf (20 Agustus 2009). Singh TN, Paleg LG and Aspinall D. 1973. Stress metabolism. I. Nitrogen metabolism and growth in the barley plant during water stress. Aust. J. Biol. Sci., 26: 45-56. Sivaci A, Elmas E, Gumus F. 2008. Changes in Abscisic Acid Of Some Aquatic Plants Exposed to Cadmium and Salinity. International Journal Of Botany, Volume:4/ Issue:1/Page No:104-108. Stumpf D. 1984. Quantitation and purification of quaternary ammonium compounds from halophyte Tissue. Plant Physiol. 75, 273-274. Yamada Y and Fokutoku Y. 1983. Effect of Water Stress on Soybean Metabolism. SEAMEO Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEAMEOSEARCA) UPLB. Los Banos Philippines.
127