Agustus 2014
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H Mohon Maaf Lahir & Batin Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi AMERIKA SERIKAT REBOUND, EKONOMI CINA TERAKSELERASI SEPANJANG KUARTAL KEDUA Kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) mengalami rebound pada kuartal kedua tahun ini. Ekonomi AS tumbuh sebesar 4,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, lebih baik dari perkiraan beberapa ekonom sebelumnya sebesar 3,0 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua merefleksikan pertumbuhan dalam belanja konsumen, investasi persediaan/stok swasta, ekspor, investasi tetap non hunian, pengeluaran pemerintah negara bagian dan pemerintah lokal, serta investasi tetap sektor perumahan. Situasi pasar tenaga kerja juga membaik, yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat pengangguran (per Juni 6,1%). Namun, berbagai indikator pasar tenaga kerja menunjukkan masih ada sumber daya tenaga kerja yang kurang dimanfaatkan. Pada pertengahan bulan Juli lalu, Gubernur bank sentral AS (The Fed), Janet Yellen, menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan dapat dilakukan lebih cepat jika pasar tenaga kerja terus tumbuh solid. Ia juga mengatakan bahwa, perekonomian AS terus meningkat, namun pemulihan
dinilai belum selesai. Perekonomian AS saat ini telah bergerak menuju dua sasaran utama The Fed yakni penyerapan penuh lapangan kerja, dan tingkat inflasi sekitar 2 persen. FOMC (Federal Open Market Committee) terus memantau kondisi indikator-indikator ekonomi untuk menentukan kelangsungan fed funds rate (FFR). Jika kinerja ekonomi AS mengecewakan, Yellen menegaskan bahwa arah suku bunga acuan kemungkinan lebih akomodatif dibandingkan antisipasi saat ini. Ia juga menekankan bahwa The Fed harus terus melonggarkan stimulus moneter karena pasar tenaga kerja masih menunjukkan beberapa pelemahan. Bayang-bayang risiko deflasi masih melanda zona Euro. Data terakhir pada minggu kedua bulan Juli lalu menyebutkan tingkat inflasi tahunan zona Euro untuk bulan Juni sebesar 0,5 persen, tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya. Sedangkan tingkat inflasi bulanan zona euro sebesar 0,1 persen. Tingkat inflasi tersebut masih di bawah target ECB yaitu 2 persen. Risiko deflasi masih mungkin terjadi karena kenaikan harga-harga pada laju lebih lambat dari 1 persen, yang menandakan “zona bahaya”. Kenaikan harga-harga yang kurang dari 1 persen ini telah terjadi sejak Oktober 2013 lalu. ECB tidak mengubah kebijakan suku bunga pada bulan Juli lalu, setelah pada bulan sebelumnya memangkas suku bunga hingga level terendah. Hal
Agustus 2014
tersebut mendorong kemungkinan adanya stimulus moneter jika diperlukan untuk mencegah deflasi. Di sisi lain, sektor jasa masih menjadi pendorong utama pertumbuhan di zona Euro, sedangkan sektor manufaktur juga tumbuh lebih kuat pada bulan Juli daripada perkiraan ekonom. Angka PMI komposit yang menggabungkan sektor manufaktur dan sektor jasa zona Euro untuk bulan Juli sebesar 53,8, naik dalam tiga belas bulan berturut-turut, dan angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya 52,8. Adanya pertumbuhan yang baik di sektor jasa, dengan Jerman tumbuh pada laju tercepat dalam tiga tahun terakhir, dan bahkan perusahaan-perusahaan di Prancis telah kembali ke pertumbuhan moderat. Perekonomian Cina pada kuartal kedua tahun ini, tumbuh pada laju paling tinggi dalam tiga kuartal terakhir. Pertumbuhan ekonomi Cina mencapai level 7,5 persen, lebih tinggi dibanding perkiraan beberapa analis sebelumnya yaitu 7,4 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh stimulus mini pemerintah Cina, yang meliputi pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur jalur kereta api, pembangunan rumah rakyat, pengurangan dana cadangan bank-bank yang menyalurkan kredit, serta pengurangan/ keringanan pajak untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tahunan 7,5 persen dan untuk melawan kemerosotan pada sektor properti. Di sisi lain, aktivitas sektor industri tumbuh pada laju tercepat dalam 27 bulan terakhir pada bulan Juli lalu. Sementara itu, survei industri di seluruh kawasan Asia menunjukkan kenaikan pesanan ekspor, yang mengisyaratkan kebangkitan yang telah lama ditunggu-tunggu dalam perda-
gangan global. Angka Purchase Manager’s Index (PMI) sektor manufaktur resmi untuk bulan Juli yang dirilis Markit Economics sebesar 51,7 lebih tinggi dari bulan sebelumnya 50,7. Angka PMI tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi untuk sektor manufaktur dalam 18 bulan terakhir (PMI > 50, menunjukkan ekspansi). Kegiatan ekonomi terus membaik pada bulan Juli lalu, hal ini sekaligus menguatkan pernyataan Perdana Menteri Li Keqiang bahwa pertumbuhan ekonomi Cina hingga akhir tahun bisa berada pada level ±7,5 persen, selama masih didukung oleh lapangan kerja baru dan upah yang tinggi. Dengan masih adanya kebijakan pelonggaran moneter dari pemerintah Cina, seperti peningkatan pinjaman bank, dan kontrol pada pasar properti, perekonomian Cina masih memiliki ruang untuk tumbuh lebih baik lagi. Bank sentral Jepang (BOJ/Bank of Japan), dan pemerintah Jepang kompak dalam memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2015. Pada pekan kedua bulan Juli lalu, BOJ memutuskan untuk tidak mengeluarkan stimulus baru dan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Jepang dinilai tetap dalam pemulihan meskipun ada dampak kenaikan pajak penjualan. Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, mengatakan bahwa permintaan konsumsi (rumah tangga) sebagai akibat dari kenaikan pajak penjualan masih sesuai ekspektasi. Dewan Gubernur BOJ sedikit menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun fiskal saat ini yang berakhir Maret 2015 menjadi 1 persen dari perkiraan sebelumnya 1,1 persen. Sementara itu, sepekan kemudian
pada minggu ketiga bulan Juli lalu, pemerintah Jepang memangkas angka proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 1,2 persen, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 1,4 persen. Hal ini disebabkan adanya pelemahan ekspor, meningkatnya impor, serta dampak kenaikan pajak penjualan pada April lalu yang menekan belanja konsumen dan kepercayaan bisnis. Sedangkan proyeksi tingkat inflasi Jepang tetap pada level 2 persen hingga tahun fiskal 2015 dan 2016 mendatang. Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda, menyatakan bahwa ada tanda -tanda dari perusahaan-perusahaan yang siap untuk meningkatkan investasi domestik setelah menahan pengeluaran selama periode deflasi berkepanjangan. Kuroda juga optimis pada prospek untuk ekspor, yang saat ini melemah karena faktor siklus seperti lesunya pasar negara berkembang di kawasan Asia. BOJ akan tetap mempertahankan kebijakan pelonggaran kuantitatif dan kualitatif (quantitative and qualitative easing/ QQE) untuk mencapai tingkat inflasi 2 persen secara stabil. Jika dalam prosesnya nanti timbul risiko, maka BOJ akan menyesuaikan kebijakan tanpa ragu-ragu. (*) “Ada harapan akan terjadinya kepulihan yang lebih sustainable di berbagai negara utama di dunia, walaupun di kawasan Euro belum merata, kecuali di Jerman dan Perancis. Kondisi ini akan mendorong sentimen ekonomi dunia menjadi lebih positif, dan bagi Indonesia akan memberikan ruang yang lebih longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang melemah saat ini”
2
Agustus 2014
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist KINERJA EKONOMI INDONESIA SEMESTER I 2014 Pemerintah mulai memberlakukan kembali ekspor mineral mentah olahan bagi perusahaan yang berkomitmen membangun smelter. Ekspor konsentrat yang hilang sejak Januari kemarin akan kembali aktif dan membantu memperbaiki current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan hingga akhir tahun selama paruh kedua 2014, akan ada pemasukan penerimaan sebesar 5 miliar dolar AS dari ekspor konsentrat. Pemasukan tersebut akan berpengaruh pada kinerja neraca dagang dan secara luas berdampak pada neraca transaksi berjalan. Menurut Chatib, sebelum ada ekspor mineral diperkirakan nominal defisit transaksi berjalan hingga akhir tahun akan mencapai kisaran 26 miliar-27 miliar dolar AS. Sejak Januari hingga sekarang ketika diberlakukannya Undang Undang Minerba, ekspor mineral sama sekali tidak terjadi. Alhasil, neraca dagang pun kerap mengalami defisit. Dampaknya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2014 mencapai 5,12%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Semester I tahun 2014 sebesar 5,17% dibanding dengan Semester I tahun 2013. Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada Triwulan II-2014 mencapai Rp2.480,8 triliun. Sementara pertum-
buhan ekonomi yang diukur berdasarwulan II-2014 masih didominasi oleh kan kenaikan PDB pada Triwulan IIkelompok provinsi di Pulau Jawa yang 2014 dibandingkan Triwulan I-2014 memberikan kontribusi terhadap PDB mencapai 2,47% (q-to-q) dan apabila sebesar 58,70%, kemudian diikuti oleh dibandingkan dengan triwulan yang Pulau Sumatera sebesar 23,74%, Pulau sama tahun 2013 mengalami pertumKalimantan 8,31%, Pulau Sulawesi buhan 5,12% (yoy). Dari sisi produksi, 4,84%, dan sisanya 4,41% di pulaupertumbuhan ekonomi Triwulan IIpulau lainnya. 2014 dibandingkan Triwulan II-2013 BPS juga melaporkan laju inflasi didorong oleh hampir semua faktor. pada Juli 2014 mencapai 0,93%. Pertumbuhan tertinggi dicapai Sektor Besaran inflasi Juli 0,93% disumbang Pengangkutan dan Komunikasi yang oleh bahan makanan 1,94%, makanan tumbuh sebesar 9,53%. Bila dibandjadi, minuman, rokok, dan tembakau ingkan dengan Triwulan I-2014, per1%, sandang 0,85% serta transportasi, tumbuhan tertinggi dicapai oleh Sekkomunikasi dan jasa keuangan 0,88%. tor Pengangkutan dan Komunikasi Adapun laju inflasi year on year atau sebesar 9,87%. Sedangkan pertumbuuntuk periode Juli 2013 hingga Juli han Semester I-2014 dibandingkan 2014 tercatat 4,53%. Sedangkan laju Semester I-2013 didukung oleh semua inflasi secara tahun kalender tercatat sektor, kecuali Sektor Pertambangan 2,94%. Inflasi Juli pada komponen inti dan Penggalian yang mengalami penutercatat sebesar 0,52%. Inflasi juli ini runan sebesar 0,21%. Pertumbuhan dibandingkan lima tahun lalu ada tertinggi dicapai oleh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Semester 1 2014 sebesar 9,87%. Sementara struktur PDB menurut pengeluaran Triwulan II-2014 didominasi oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 55,79%. Selain itu, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto memberikan kontribusi masingmasing sebesar 8,02% dan 31,50%. Sedangkan peranan Komponen Ekspor dan Impor masing -masing sebesar 23,19% dan 25,78%.Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada Tri-
Sektor Ekonomi
Yoy
Pertanian
3,39%
Pertambangan & Penggalian
-0,15%
Industri Pengolahan
5,04%
Perdagangan, Hotel, & Restoran
5,77%
Bangunan
6,59%
Listrik, Gas & Air Bersih
4,53%
Pengangkutan & Komunikasi
9,53%
Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
6,18%
Jasa-Jasa
5,68%
Pengeluaran
Yoy
Konsumsi Swasta
5,59%
Konsumsi Pemerintah
-0,71%
PMTB
4,53%
Ekspor Barang & Jasa
-1,04%
Dikurangi Impor Barang & Jasa
-5,02%
PDB
5,12%
Sumber: BPS
3
Agustus 2014
yang lebih tinggi sedikit, namun juga ada yang lebih rendah. Pada Juli 2010, inflasi tercatat sebesar 1,57%, sementara di 2013 sebesar 3,29% sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013. Dari 82 kota yang masuk survei BPS, semua mengalami inflasi. Inflasi tertinggi di Bengkulu sebesar 2,92%, dan terendah di Maumere 0,13%. BPS juga melansir nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2014 mengalami defisit 0,3 miliar dolar AS. Neraca perdagangan nonmigas surplus 0,3 miliar dolar AS, sedangkan neraca perdagangan migas defisit 0,6 miliar dolar AS. Dari sisi volume perdagangan, baik non migas maupun migas mengalami surplus sebesar 32,33 juta ton. Neraca sektor migas surplus 0,13 juta ton, dan neraca sektor non migas surplus 32,1 juta ton. Ekspor pada Juni 2014 mencapai 15,42 miliar dolar AS, terdiri dari ekspor migas sebesar 2,79 miliar dolar AS, dan ekspor nonmigas sebesar 12,63 miliar dolar AS. Impor pada Juni 2014 mencapai 15,72 miliar dolar AS, terdiri dari impor migas sebesar 3,39 miliar dolar AS, dan ekspor nonmigas sebesar 12,33 miliar dolar AS. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2014 atau pada semester I-2014 mengalami defisit 1,16 miliar dolar AS, terdiri dari defisit migas 6,12 miliar dolar AS, sedangkan nonmigas surplus 4,96 miliar dolar AS. Secara kumulatif, ekspor Januari-Juni 2014 mencapai 88,83 miliar dolar AS, sedangkan impor pada periode sama sebesar 89,98 miliar dolar AS. (*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan EKONOMI SUMUT DAN ACEH DI BULAN RAMADHAN Kenaikan harga sejumlah bahan makanan sepanjang Juli 2014 yang bertepatan dengan momen Ramadhan dan Lebaran menyebabkan Sumatera Utara (Sumut) mengalami inflasi sebesar 0,78%. Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data, andil bahan makanan terhadap laju inflasi di Sumut mencapai angka 0,25%, disusul kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,16% termasuk kenaikan tarif dasar listrik dengan andil sebesar 0,11%. Inflasi pada Juli memang naik dibanding Juni 2014 yang hanya sebesar 0,52%. Tingginya permintaan masyarakat sepanjang Ramadhan hingga lebaran menyebabkan seluruh kota dengan indeks harga konsumen (IHK) di Sumut mengalami inflasi, yaitu Sibolga sebesar 1,62 %, Padangsidempuan 0,95%, Medan 0,8%, dan Pematangsiantar sebesar 0,29 %. Dengan besaran inflasi pada bulan Juli tersebut maka inflasi kumulatif u ntu k Sumu t se be sar 2, 13% . Terjadinya inflasi pada bulan Juli 2014 juga menyebabkan laju inflasi year on year (yoy) masing-masing kota sebagai berikut: Sibolga 4,63%, Pematangsiantar 5,69%, Medan 3,81%, d a n Pa da n g si di m pu a n 2 , 9 8 % . Sementara itu, inflasi yoy untuk Sumut sebesar 3,97%. Menganalisis pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, mengutip data yang dir ilis ole h Me dan B isnis, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) Semester I tahun ini
hanya sebesar 5,54%. Angka tersebut meneruskan tren perlambatan ekonomi yang terjadi sejak medio tahun lalu yang tak mampu menembus angka 6%. Padahal, tahuntah un se be lumn y a pe rtum buhan ekonomi Sumut selalu di atas 6%. Perlambatan ekonomi Sumatera Utara memang sudah diduga karena masih melambatnya beberapa indikator ekonomi di propinsi ini. Meski tumbuh 5,54% pada Semester I tahun ini, namun melambat dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) yang sebesar 6,13%. Hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan kinerja sehingga mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekonomi Sumut lebih rendah jika dibandingan antar triwulan, dimana pada Triwulan II tahun ini ekonomi Sumut malah mengalami penurunan sebesar 0,31% dibandingkan Triwulan I 2014. Penurunan ekonomi ini utamanya dipicu oleh kinerja negatif dari sektor pertanian, perdagangan, pengangkutan dan komunikasi. Laju pertumbuhan Sumut per sektor e k on om i da n pe r k e l om p o k pengeluaran dapat dilihat di Tabel 2. Dari sudut penggunaannya, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara masih mengalami pertumbuhan semu dimana kenaikan pe r t u m bu h a n e kon om i h a n y a dipengaruhi sebagian besar oleh sudut Konsumsi sementara sektor lainnya hanya bertumbuh di bawahnya. Pertumbuhan sektor lainnya akan dapat berjalan dengan kenaikan yang signifikan apabila pemerintah dapat m em be rikan ke pastian dan kenyamanan berusaha pasca pileg dan pilpres yang baru dilaksanakan. Optimisme masih tersirat dengan melihat kegairahan pelaku-pelaku
4
Agustus 2014
ekonomi yang makin tinggi pada kuartal III ini. Pelambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara juga disebabkan karena tidak optimalnya kinerja perdagangan Sumatera Utara dimana performance ekspornya belum menunjukkan kinerja yang optimal. Beberapa komoditi unggulan ekspor masih menunjukkan kinerja yang negatif seperti karet. Aktivitas ekspor karet Sumut yang mencacatkan kinerja negatif sejak awal tahun menyebabkan total nilai ekspor Sumut sepanjang semester I tahun ini terus tertekan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Januari hingga Juni 2014, total nilai ekspor Sumut mencapai US$4,72 miliar atau mengalami
penurunan 1,62% dibanding periode y an g sama t ahu n lalu y an g mencatatkan nilai sebesar US$4,80 miliar. Penurunan nilai ekspor sepanjang semester I tahun ini, salah satunya, dipicu oleh anjloknya ekspor karet sejak awal tahun ini. Pemicu utama anjloknya kinerja ekspor karet itu disebabkan oleh lemahnya harga karet di pasar internasional yang tak bisa mencapai level US$2,0 per kg. Padahal, angka normal yang bisa mendatangkan untung untuk petani dan pengusaha minimal US$2,5 per kg. Karet sendiri merupakan salah satu komoditas utama yang menjadi andalan Sumut untuk mendongkrak devisa dari aktivitas ekspor, selain pendapatan dari ekspor CPO dan turunannya. Pada semester I tahun ini misalnya, Tabel 2. Laju Pertumbuhan Sumatera Utara Semester I 2014 CPO dan Nilai (ADHB) Growth k a r e t Menurut Lapangan Usaha Rp.Triliun yoy memiliki Pertanian 46,14 3,14% andil lebih Pertambangan & Penggalian 2,80 4,08% dari 58% Industri Pengolahan 46,62 5,67% terhadap Perdagangan, Hotel, & Restoran 42,39 6,42% total devisa Sumut dari Bangunan 15,07 5,38% ekspor. Listrik, Gas & Air Bersih 1,86 6,17% Sementara Pengangkutan & Komunikasi 20,92 4,72% itu, kinerja Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan 16,91 8,16% perdagangan Jasa-Jasa 25,31 7,90% A c e h PDRB 218,03 5,54% mengalam i Sumber Growth Menurut Penggunaan Pertumbuhan pertumbuhan yoy yang cukup yoy baik dimana Konsumsi Rumah Tangga 6,82% 4,29% e k s p o r Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 4,37% 0,02% impornya Konsumsi Pemerintah 4,05% 0,38% mengalam i PMTB 4,56% 0,93% peningkatan. Perubahan Stok -32,04% -0,55% Nilai ekspor Ekspor Barang & Jasa 4,83% 2,42% Provinsi Aceh pada bulan Dikurangi Impor Barang & Jasa 4,33% 1,95% Juni 2014 PDRB 5,54% 5,54%
mengalami peningkatan dibandingkan Mei 2014. Pada bulan Juni 2014, nilai ekspor sebanyak US$ 73.086.721, jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 45,59% dibandingkan Mei 2014 yang sebanyak US$ 50.200.705. Namun apabila dibandingkan nilai ekspor bulan Juni 2013 menunjukkan penurunan sebesar 21,07%, sebab nilai ekspor saat itu sebanyak US$ 92.601.175. Nilai ekspor komoditi migas pada Juni 2014 sebanyak US$ 7 3 . 0 4 8 .6 3 4 be ru pa LNG d a n condensale, sementara ekspor komoditi non migas mengalami penurunan sebesar 58,51% dengan nilai US$ 38.087. Sementara itu, nilai impor Provinsi Aceh pada bulan Juni 2 0 14 t er ca t a t se ban ya k US$ 4.157.597. Ini mengalami peningkatan sebesar 23,82% dibandingkan bulan Mei 2014 yang nilainya US$ 3.357.891. BPS Aceh juga merilis data bahwa pada Juli 2014 secara agregat di Provinsi Aceh terjadi inflasi sebesar 1,41%. Angka ini berada di atas tingkat inflasi Sumatera Utara. inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh secara umum disebabkan kenaikan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 3,97% diikuti kelompok sandang dengan inflasi sebesar 3%, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan inflasi 1,1%. Selain itu, inflasi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau yaitu sebesar 0,31%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,25%, serta kelompok kesehatan dengan inflasi sebesar 0,19%. Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi sebesar 0,04%. (*)
Sumber: BPS Sumatera Utara
5
Agustus 2014
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang FLUKTUASI HARGA KARET MENTAH DAN CPO DI SUMSEL DAN JAMBI Sampai dengan akhir bulan Juli 2014, harga komoditas pertanian unggulan di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagel) seperti karet mentah dan CPO masih fluktuatif. Harga karet mentah pada awal bulan Juli mengalami kenaikan dari Rp8.036 per Kg menjadi Rp8.358 per Kg. Memasuki minggu ketiga bulan Juli, harga karet menurun menjadi Rp7.650 per Kg. Harga ekspor CPO di Jambi terus mengalami penurunan sejak awal bulan Juli hingga Rp8.067 per kg sampai dengan pertengahan bulan Juli, meskipun sempat me n ga lam i ke na i k an m en j ad i Rp8.503 per di pertengahan Juli. Pada m i n g g u t e r a k h i r J u li , Di n a s per ke bu na n pr ov in si Jambi menetapkan, harga minyak sawit mentah di Jambi menurun menjadi Rp7.987 per kg. Di provinsi Sumsel pada minggu kedua bulan Juli, harga CPO masih di kisaran Rp8.317 per kg dan menurun menjadi Rp8.282 per kg, demikian juga dengan harga tandan buah segar (TBS) terus mengalami penurunan dari Rp1.845 per kg menjadi Rp1.813 per kg. Sebagai penghasil terbesar karet dan CPO di wilayah Sumbagsel, provinsi Sumsel dan Jambi sangat merasakan dampak dari fluktuatifnya harga karet dan CPO. Penurunan harga karet menyebabkan pemerintah provinsi Jambi selama bulan Juli menahan produksi dan mengurangi ekspor untuk mencegah penurunan harga lebih jauh. Sampai dengan Triwulan 1 2014, kontribusi nilai ekspor non migas Sumsel di dominasi
oleh komoditi karet yaitu sebesar 81,2 persen, naik dari 75,88 persen di Triwulan IV 2013, meskipun dari nilai ekspornya terjadi penurunan sebesar 6,7 persen. Kontribusi nilai ekspor CPO terhadap ekspor non migas Sumsel menempati urutan ke tiga setelah komoditi Batubara, yaitu sebesar 2,13 persen di Triwulan 1 2014, turun dari sebesar 8,9 persen di Triwulan IV 2013. Kontribusi nilai ekspor karet terhadap total nilai ekspor non migas di Provinsi Jambi pada Triwulan 1 2014 sebesar 60,79 persen, naik sebesar 10,31 persen dari 50,48 persen di Triwulan IV 2013. Kontribusi nilai ekspor CPO di Jambi yang tergolong dalam komponen nilai ekspor minyak dan lemak nabati mengalami penurunan di triwulan 1 2 0 1 4 se be sar 2 2 , 46 pe re sen dibandingkan ekspor di Triwulan IV tahun 2013. Fluktuasi harga komoditi karet dan CPO ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar global dan domestik seperti harga minyak dunia, kurs rupiah, jumlah produksi yang ditentukan oleh berbagai faktor seperti jumlah produsen (pabrik kelapa sawit), dan perawatan pasca panen (penjemuran karet yang menentukan kualitas). Komoditi CPO dan karet masih menjadi komoditi a n d a la n di wi lay ah r eg i on a l Sumbagsel. Penurunan harga CPO dan karet akan menurunkan tingkat kesejahteraan petani dan pelaku usaha di mata rantainya. Berlakunya PPN 10% untuk semua produk pertanian segar meliputi produk perkebunan kakao, kopi, kelapa sawit, getah karet dan lainnya yang dihasilkan petani mulai 22 Juli 2014 akan mempengaruhi pendapatan riil petani dan dalam jangka panjang
akan menurunkan produktivitas output sektor pertanian terkait dan daya saingnya. Kondisi ini menjadi disinsentif bagi sektor investasi untuk berkembang dan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah. Fluktuasi harga di sektor pertanian yang berdampak kepada penurunan produktivitas output dan tingkat pendapatan serta kesejahteraan pelaku usaha di sektor ini akan mem pen garuhi ru ang ge rak Perbankan. Menurunnya produktivitas sektor pertanian akan mengurangi kebutuhan untuk pembiayaan usaha, ini berarti Perbankan akan mengalami kendala dalam menyalurkan kredit. M enuru nny a pe ndapat an at au kesejahteraan di sektor pertanian, akan mengurangi peluang Perbankan untuk meningkatkan pengumpulan dana pihak ketiga. Dampak dari fluktuasi harga CPO dan karet terhadap produktivitas output serta terhadap tingkat kesejahteraan petani dan pelaku usaha di mata rantai terkait ini merupakan tantangan besar bagi pemerintah daerah Sumsel dan Jambi untuk segera menentukan langkah, mengingat kontribusi komoditi Karet dan CPO terhadap ekspor non migas di kedua provinsi ini masih dominan. Beberapa upaya dapat dilakukan pemerintah daerah seperti membuat Buffer Stock/Badan penyangga yang dapat membantu menstabilkan harga komoditi dalam jangka pendek, mengawasi mata rantai perdagangan komoditi, menyederhanakan regulasi terutama terkait dengan akses ke moda transportasi dan secepatnya merealisasi dan mempercepat program hilirisasi. Bagi perbankan dibutuhkan kreativitas dan inovasi untuk menentukan strategi dan
6
Agustus 2014
langkah untuk mempertahankan jumlah dana kredit yang dapat disalurkan dan pengumpulan dana pihak ketiga. Perbankan dapat menjadi mitra pemerintah jika dibuat Buffer Stock atau dapat menyediakan pembiayaan investasi untuk program hilirisasi.(*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung PREDIKSI PERKEMBANGAN PERBANKAN TRIWULAN III TAHUN 2014 Hasil survey Bank Indonesia tentang perkembangan kegiatan perbankan pada Triwulan III tahun 2014 yaitu: 1. Pertumbuhan kredit baru pada Tri wu lan II I lebih tinggi dibandingkan Triwulan II didukung oleh optimisme membaiknya kondisi ekonomi dan moneter. Jenis kredit baru utamanya adalah Kredit Modal Kerja (menurut penggunaan), KPR/KPA (jenis Kredit Konsumsi), dan kredit Perdagangan Besar dan Eceran (secara sektoral). Kelompok debitur korporasi masih menjadi sasaran utama. 2. DPK pada Triwulan III tahun 2014 terutama bank skala besar diprediksikan tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah penurunan pertumbuhan deposito yang cukup signifikan. Tabungan dan giro masih diprediksikan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan pertumbuhan DPK mengin di ka sika n li kui dita s perbankan akan semakin ketat. 3. BI rate diprediksikan tetap pada tingkat 7,5% namun suku bunga deposito diprediksikan akan naik yang berlanjut sejak kenaikan pada Januari 2014 ini. Kenaikan suku
bunga untuk menumbuhkan DPK sekaligus mengatasi likuiditas yang semakin ketat. Kenaikan suku bunga deposito akan mendorong kenaikan suku bunga kredit baik Kredit Modal Kerja (rata-rata 13,58% per-tahun), Kredit Investasi (rata-rata 13,40% per-tahun), maupun Kredit Konsumsi (rata-rata 15,04% per-tahun). Perkembangan kegiatan perbankan di Wilayah Bandung kurang lebih akan sama. Prospek utamanya adalah; 1. Sasaran kredit untuk korporasi tetap akan men domin asi penyaluran kredit. Permintaan kredit Perdagangan Besar dan Eceran yang menjadi subsektor u n g g u la n t e t a p pr ospe kt i f , walaupun suku bunga kredit sedikit lebih tinggi, 2. Sasaran deposan korporasi juga tetap diperebutkan oleh bank. Kenaikan pertumbuhan kredit merespon membaiknya per ekonomian, dan penurunan pertumbuhan DPK akan mengakibatkan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio/LDR akan menin gkat dan di khawat irkan mendekati rasio 92% sebagai batas atas LDR yang ditetapkan Bank I n d on e si a dan O t or i ta s J a sa Keuangan. Ancaman likuiditas perbankan masih berlangsung pada Triwulan III tahun 2014. Perebutan dana murah masih menjadi kegiatan utama bank. Data menarik selain tendensi kenaikan pertumbuhan kredit adalah meningkatnya investasi domestik dan asing pada Semester I tahun 2014. Hal ini merupakan indikasi geliat sektor riil. Harapannya, prospek bisnis dan prospek korporasi menjadi lebih baik. Untuk prospek bisnis di Wilayah
Bandung, industri Makanan yang merupakan salah satu industri unggulan menjadi sasaran terbesar kedua dari investor baik PMDN dan PMA. Pada Triwulan III tahun 2014, investasi asing diprediksikan tumbuh melambat. Jawa Barat merupakan daerah pertama tujuan utama investasi asing dan kedua untuk tujuan investasi domestik. Setelah tujuan Bekasi dan Karawang menjadi jenuh, ada prospek meluber ke wilayah lain yang menjadi area kerja BNI Wilayah Bandung yaitu Purwakarta dan kawasan Pantura. Sumber daya alam, angkatan kerja usia muda yang berpendidikan, kedekatan pasar, dan iklim investasi yang semakin baik menjadi faktor keunggulan tujuan i nv e sta si . Pe lua n g in i h a ru s dimanfaatkan baik oleh pemerintah daerah terutama dengan menyediakan infrastruktur yang memadai. Sebagai penutup, 1. P e r k e m b a n g a n p e r b a n k a n sepanjang tahun 2014 diprediksikan tetap melambat dibandingkan t ahun 2013 , walaupu n a da optimisme membaiknya kondisi perekonomian domestik pada Semester II tahun 2014 pasca penetapan presiden baru. Kenaikan suku bunga kredit menjadi penyebab perlambatan pertumbuhan kredi t. Yang kurang menguntungkan bagi perbankan, kenaikan suku bunga deposito tidak mampu menumbuhkan DPK yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, masalah likuiditas masih menjadi masalah perbankan pada Triwulan III tahun 2014. 2. Prospek subsektor atau industri unggulan Wilayah Bandung yaitu
7
Agustus 2014
Perdagangan Besar dan Eceran masih menjadi sasaran utama kredit perbankan. Sedangkan industri Makanan menjadi sasaran investor baik PMA dan PMDN. Artinya, keduanya masih menjadi unggulan yang tetap prospektif menjadi bidikan kredit perbankan hampir di semua kabupaten/kota Wilayah Bandung. Prospek tersebut menjadi potensi pertumbuhan kredit walaupun dalam tren melambat. (*)
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang PLTU BATANG NASIBMU KINI? – BERDAMPAK KETIDAKPASTIAN BERINVESTASI DI JATENG BAHKAN DI INDONESIA Pada tahun 2011 telah ditandatangani dokumen pelaksanaan dan penjaminan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Tengah 2×1000 MW di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta. PLTU di Jawa Tengah (Jateng) ini merupakan proyek yang dipersiapkan dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS/PPP). Pada saat acara penandatanganan kontrak dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI), Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Batang, Duta Besar Jepang, Dirut PT PLN (Persero), Dirut PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), CEO J-Power, CEO Itochu, CEO PT Adaro, serta undangan yang mewakili berbagai institusi terkait.
Proyek KPS PLTU Jawa Tengah ini merupakan proyek showcase KPS skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari Rp35 Triliun, sekaligus proyek KPS pertama yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Pada tahun 2006, Pemerintah telah menetapkan proyek PLTU Jawa Tengah sebagai salah satu model proyek KPS. Disamping itu, proyek ini juga merupakan salah satu proyek yang turut dimasukkan di dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI), dan juga merupakan model showcase KPS yang telah dicanangkan oleh Pemerintah pada tahun 2010. Namun, setelah perjanjian berjalan tiga tahun proyek inipun masih belum dimulai, bahkan “cenderung ditunda tanpa batas waktu”. Tentu sudah banyak biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, baik untuk survey maupun persiapan lainnya. Berbagai aktivitas bisnis dan sosial bahkan politis telah bergumul menjadi satu, dan akhirnya PT.Bhimasena Power Indonesia (BPI) selaku kontraktor pembangunan menyatakan menunda pembangunan, dengan alasan force majeure akibat sebagian kecil pemilik lahan yang tersisa tetap bersikeras dan secara tidak masuk akal menolak menjual lahannya tanpa alasan yang jelas dan wajar. Kemudian atas peristiwa ini Pemerintah Pusat telah membuat alternatif sumber pembangkit listrik lain yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) di tiga tempat dengan kapasitas 2.000 MW, yaitu di Muara Karang, Tanjung Priok, dan Muara Tawar. Meskipun demikian, alternatif ini pun membutuhkan waktu pelaksanaannya, dari tender
sampai pembangunan proyek. Belajar dari kasus mega proyek yang proses pembangunannya terkendala masalah pembebasan lahan dan masalah amdal ini, seharusnya tidak perlu terjadi jika sebelum ditanda tangani proyek telah dilakukan kajian secara mendalam dan terintegrasi yang dilandasi dengan UU serta Peraturan yang ada. Pejabat di tingkat daerah baik tingkat Kabupaten maupun Provinsi seolah bertindak hanya sebagai fasilitator, padahal mereka adalah pejabat yang berhadapan langsung dengan masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Akibatnya, tudingan miring kerap diterima oleh pejabat-pejabat daerah ini khususnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan pembebasan lahan. Walaupun memang terkadang ada “main mata” dengan kontraktor (pengusaha), namun tidak akan terjadi bila model proyek yang dilakukan transparan, dan para pemilik tanah tidak dapat menjual tanahnya diluar peraturan dan UU yang berlaku, sehingga para pengusaha tidak merugi akibat harga pembebasan lahan yang melambung karena ulah para calo tanah. Mengendalikan rakyat di desa sebenarnya tidaklah sulit, namun juga tidak gampang, jika mereka diberi pemahaman tentang manfaat serta kebutuhan akan tempat berkaryanya tidak terganggu akibat dampak Proyek PLTU tersebut. Oleh karena, itu perencanaan secara terpadu di tingkat akar rumput menjadi penting di ke depankan sebelum penandatanganan proyek di tingkat pusat. Karena, dampak dari proyek yang terbengkalai ini adalah akan menjadikan rendahnya tingkat kepercayaan investor terhadap kepastian hukum dan kepastian berivestasi tidak hanya
8
Agustus 2014
di Jateng tetapi di Indonesia. Berbagai perundingan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Daerah, Pihak Perusahaan (Proyek), PLN, dan masyarakat terkait pembebasan lahan dan pemangku kepentingan lainnya bertahun-tahun mengalami jalan buntu, dan isinya saling menyalahkan. Meski banyak hal yang menjadi topik kendala pembangunan, namun topik utamanya adalah pembesan lahan – bab ganti-untung. Dari sekitar 192 hektare lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan proyek itu, sedikitnya 29 hektare lahan masih terkendala proses pembebasan. Untuk ini, seharusnya peran pemerintah sebagai aparatur negara harus lebih tegas dalam membuat keputusan, karena sebanarnya kepentingan yang lebih besarlah yang perlu diutamakan dibanding dengan kepentingan kelompok atau segelintir orang. Jika PLTU Batang ini tidak jadi dibangun sejalan dengan akan berakhirnya pemerintahan Presiden SBY, maka akan berdampak pada terganggunya penyediaan infrastruktur energi dan ikutannya di masa depan. Setidaknya, mulai tahun 2017 Jawa diperkirakan akan kekurangan energi listrik jika tidak dibuat alternatif pembangkit yang lain. Dampak lainnya adalah, menjadikan para investor “ragu” untuk memilih Jawa Tengah sebagai tempat berinvestasi yang aman secara hukum maupun sosial, karena masalah pembebasan lahan kerap menjadi kendala utama. Ujung -ujunnya akan melambatkan percepatan pertumbuhan ekonomi Batang dan sekitarnya, serta Jateng umumnya. Oleh karenanya, pemerintah kota/ kabupaten dan provinsi harus memiliki koordinasi yang terintegrasi agar RTRW yang dibuat dapat sinkron
dengan pembangunan yang dicanangkan secara nasional (mendesain skema pembangunan baru untuk proyek-proyek yangg melibatkan tanah rakyat). Salah satu contohnya adalah berbagai kebijakan yang diambil hendaknya lebih menjadikan masyarakat sebagai investor dalam proyek, sehingga kesejahteraan mereka akan terjamin bila da proyek yang akan mengusik lahan milik mereka. Hal ini juga sekaligus menghilangkan para calo dari luar agar tidak terlibat dalam transakasi pembebasan lahan. Tentunya hal ini perlu dimusyawarahkan dan di komunikasikan dengan seluruh stakeholders yang terlibat. (*)
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Triwulan II Tahun 2014 dibandingkan dengan Triwulan I Tahun 2014 (q-toq) meningkat 2,75 persen, dan jika diperbandingkan dengan Triwulan II Tahun 2013 (y-on-y) mengalami pertumbuhan 5,94 persen serta secara kumulatif (c-to-c) pertumbuhan ekonomi Semester I Tahun 2014 mencapai 6,17 persen. Sumber pertumbuhan tertinggi (c-toc) Semester I Tahun 2014 adalah Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 2,32 persen dan Industri Pengolahan sebesar 1,65 persen (Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2014).
to q) mengalami kenaikan sebesar 7,12 persen dibandingkan Triwulan I Tahun 2014. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur mikro dan kecil secara nasional yang naik sebesar 6,17 persen, maka pertumbuhan produksi Industri Manufaktur mikro dan kecil di Jawa Timur pada Triwulan II tahun 2014 lebih tinggi 0,95 persen poin. Dibandingkan dengan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur mikro dan kecil pada Triwulan I Tahun 2014 yang tercatat sebesar 1,66 persen, maka pertumbuhan Industri Manufaktur mikro dan kecil pada Triwulan II Tahun 2014 relatif cukup tinggi yaitu sebesar 7,12 persen atau meningkat 5,46 persen poin. Sektor Industri Manufaktur mikro dan kecil yang mengalami kenaikan pertumbuhan lebih dari 5 (lima) persen pada Triwulan II tahun 2014 antara lain: Industri Minuman naik sebesar 6,35 persen; Industri Tekstil naik sebesar 7,76 persen; Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik naik sebesar 7,78 persen; Industri Pakaian Jadi Naik sebesar 7,95 persen; Industri Makanan naik sebesar 7,98 persen; Industri Kayu, Barang dari Kayu dan sejenisnya naik sebesar 8,72 persen; Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya naik sebesar 9,48 persen; Industri Pengolahan Tembakau naik sebesar 9,80 persen; Industri Barang Galian Bukan Logam naik sebesar 10,02 persen; Industri Kulit, Barang Dari Kulit dan Alas Kaki naik sebesar 10,81 persen; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan naik sebesar 17,4 persen (Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2014).
Pertumbuhan produksi Industri Manufaktur mikro dan kecil di Jawa Timur pada Triwulan II Tahun 2014 (q
Pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang di Jawa Timur pada Triwulan II Tahun 2014
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya KETERSEDIAAN ENERGI UNTUK PENGUATAN INDUSTRI DAN PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TIMUR
9
Agustus 2014
mengalami kenaikan sebesar 4,22 persen. Naiknya pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang Triwulan II tahun 2014 (q t o q ) cu ku p sign i fi kan j ik a dibandingkan dengan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang Triwulan I Tahun 2014 yang tercatat naik sebesar 1,43 pe r se n . De m i k i a n p u la j i k a pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang Triwulan II Tahun 2014 di Jawa Timur dibandingkan dengan pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang Triwulan II Tahun 2014 secara nasional yang sebesar 2,34 persen, maka pertumbuhan produksi Industri Manufaktur besar dan sedang Triwulan II tahun 2014 Jawa Timur lebih tinggi 1,88 persen poin. Sektor Industri Manufaktur besar dan sedang yang mengalami pertumbuhan produksi lebih dari 5 (lima) persen antara lain : Industri Makanan naik sebesar 7,68 persen; Industri Pengolahan Tembakau naik sebesar 8,82 persen; Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik naik sebesar 10,36 persen; Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatan naik sebesar 18,75 persen (Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2014). Keberadaan energi merupakan dasar untuk penguatan industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dan Indonesia. Ketersediaan energi saat ini dan potensi sumber energi yang ada memberikan kepercayaan bagi pemerintah dalam perencanaan kebijakan percepatan pembangunan ekonomi dan bagi investor berguna dalam perencanaan bisnis. Diversifikasi energi diperlukan untuk tidak menimbulkan ketergantungan pada bahan bakar
minyak. Jawa Timur sebagai provinsi dengan kinerja perekonomian yang baik, harus merencanakan ketersediaan energi yang cukup. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang juga mempunyai lokasi sumber energi yang cukup banyak, selain Blok Cepu di Bojonegoro juga ada sumber energi di wilayah Madura. Seperti yang telah diketahui bahwa Blok Cepu memiliki potensi cadangan minyak dan gas yang cukup besar yaitu sekitar 1.478 miliar barel minyak dan sekitar 18,4 miliar kaki kubik gas. Optimalisasi Blok Cepu terus dilakukan, seperti di Proyek Migas Banyu Urip yang produksi minyak sekitar 29.000 barel per hari dan akan ditingkatkan hingga mencapai produksi yaitu sekitar 165.000 barel per hari pada Tahun 2015. Sumber energi di Madura, p r odu ksi dila ku kan oleh PT . Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore (PHE WMO). Produksi di semester pertama Tahun 2014 mencapai sekitar 21.155 barel minyak per hari dan terus dioptimalkan. Selanjutnya, untuk produksi gas oleh PHE WMO dapat dikatakan mencapai target yaitu 118 juta kaki kubik perhari. Ketersediaan energi diharapkan mampu mendorong aktivitas sektor industri berjalan secara optimal sehingga target tingkat pertumbuhan ekonomi Tahun 2018 dan Tahun 2019 di atas 8 persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur 20142019 bisa tercapai. (*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar DIPERKIRAKAN TIGA KOMODITAS PANGAN UNGGULAN SULSEL TERUS MENINGKAT HINGGA AKHIR TAHUN Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan (Sulsel) menjelasakan bahwa keadaan dan perkembangan komoditas uggulan pada sektor pangan di Sulsel secara umum telah berkembang baik sesuai rencana sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan di Sulsel, bahkan telah di ekspor untuk menyuplai beberapa daerah sekitar Sulsel termasuk Jakarta. Khusus untuk komoditas pangan padi dan jagung, produksinya selama ini telah melebihi target pemerintah yang rata-rata mematok angka pertumbuhan 7 persen. Komoditas jagung tersebut terutama dimanfaatkan sebagai industri pakan di Sulsel dan selain itu di jual ke luar daerah sekitar Sulsel khususnya. Sedangkan untuk komoditas beras, Sulsel telah berhasil menyuplai sekitar 21 provinsi di Indonesia karena kelebihan atau surplus produksi. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel mempertegas dan memprediksi bahwa komoditas pangan Sulsel, yakni padi, jagung, dan kedelai, terus akan mengalami peningkatan dari sisi produksi selama tahun ini. Tiga komoditas pangan tersebut mengalami pertumbuhan didorong beberapa faktor, diantaranya pertambahan luasan panen, meningkatnya produktivitas, serta baiknya dukungan cuaca. BPS Sulsel menjelaskan, bahwa padi diprediksi akan mengalami peningkatan sebesar 402,96 ribu ton gabah
10
Agustus 2014
kering dengan produksi mencapai 5,44 juta ton. Berarti, hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan 8 persen jika dibandingkan tahun 2013 yang hanya 5,04 juta ton. Dijelaskan bahwa peningkatan tersebut didorong karena bertambahnya luas panen sebesar 39,74 ribu hektar atau 4,04 persen disertai peningkatan produktivitas sebesar 1,95 kuintal per hektar atau 3,81 persen dibanding tahun 2013 lalu. Sedangkan untuk komoditas jagung, tahun 2014 ini diprediksi bakal melejit produksinya sebesar 117,63 ribu ton atau 9,41 persen atau 1,37 juta ton dari tahun 2013 yang hanya 1,25 juta ton. Peningkatan ini didorong oleh meningkatnya luas panen 1,56 ribu hektar atau 0,57 persen dengan produktivitas peningkatan 4,01 kuintal per hektar. Untuk kedelai sendiri peningkatan produksinya diramalkan meningkat 61,06 ribu ton biji kering atau bertambah sebanyak 15,37 ribu ton dibanding tahun 2013 yang hanya 45,69 ribu ton biji kering. Diharapkan para pemangku kepentingan bahwa keadaan yang kondunsif seperti selama ini terus dapat terjaga dengan baik sehingga peran Sulsel sebagai lumbung komoditi pangan unggulan di Indonesia, khususnya padi, jagung, dan kedelai, akan dapat terealisasi dan produktivitasnya dapat terus semakin meningkat hingga akhir tahun 2014 ini. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar PELUANG DAN TANTANGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN BAGI EKONOMI BALI Pada KTT ASEAN ke 12 di Filipina tahun 2007 disepakati Piagam ASEAN dan menjadikan ASEAN sebagai organisasi berbadan hukum dengan fokus perhatian pada proses integrasi ekonomi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada saat itu juga ASEAN sepakat mempercepat implementasi MEA dari tahun 2020 berubah menjadi tahun 2015. Keputusan untuk mempercepat pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) ditujukan untuk memperkuat daya saing ASEAN dalam menghadapi kompetisi global, seperti dengan India dan China. Selain itu, beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah adanya potensi penurunan biaya produksi di ASEAN untuk barang konsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi dan meningkatnya kemampuan kawasan dalam menghadapi praktik ekonomi internasional dan persaingan bebas. Pada saat itu juga dirumuskan Blueprint yang memuat langkah-langkah strategis yang harus diambil setiap negara anggota. Blueprint itu memuat empat pilar utama: Pertama, ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi regional, arus barang, jasa dan investasi yang bebas, tenaga kerja yang lebih bebas, arus modal yang lebih bebas. Kedua, ASEAN sebagai kawasan berdaya saing tinggi dengan kebijakan persaingan, perlindungan konsumen, pembangunan infrastruktur, kerjasama energi, perpajakan dan e-Commerce. Ketiga,
ASEAN sebagai
dengan pembangunan ekonomi yang merata dengan pengembangan Usaha Kecil Mikro (UKM), prakarsa bagi integrasi ASEAN untuk negara-negara anggota yang masih perlu dibantu. Keempat, ASEAN sebagai integrasi dengan perekonomian dunia yang merupakan pendekatan koheren terhadap hubungan ekonomi eksternal, partisipasi yang semakin meningkat dalam jaringan suplai global. Perubahan sistem perdagangan internasional menuju liberalisasi seperti MEA memunculkan banyak peluang dan sekaligus juga tantangan dan bahkan ancaman bagi pelaku ekonomi, termasuk yang ada di daerah Bali. Dengan mengandalkan tumpuan pada dua sektor penyangga, yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta Pertanian, ekonomi Bali mulai tahun 2015 hampir pasti akan mengalami perubahan. Pada sub sektor perdagangan misalnya yang selama ini ditopang oleh perdagangan luar negeri dalam jumlah yang cukup signifikan, akan mengalami peningkatan daya saing dalam merebut pasar ASEAN dibandingkan dengan kompetitor dari China. Di lain sisi, sektor pertanian Bali yang hingga kini belum sepenuhnya dapat melayani pasar lokal, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan semakin terdesak dan sulit menjadi tuan rumah di daerah sendiri. Bagi dunia perbankan tentu harus melakukan pemetaan ulang terhadap potensi pasar, setelah MEA berlaku enam bulan lagi. (*)
kawasan
11
Agustus 2014
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PELABUHAN KABUPATEN KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Kabupaten Kotabaru merupakan kabupaten terluas di Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan luas wilayah 9.442,46 km2 atau lebih kurang seperempat luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Kotabaru terbagi menjadi 21 kecamatan dan 202 desa. Wilayah kabupaten Kotabaru juga terdiri dari 45 pulau besar dan kecil, dimana yang terbesar adalah Pulau Laut, dan diantaranya ada beberapa pulau yang dapat dikategorikan sebagai pulau besar yaitu Pulau Sebuku, Pulau Kunyit, dan Pulau Sewangi. Dalam konteks regional, nasional, dan internasional, Kotabaru memiliki keunggulan kompetitif karena posisinya yang strategis. Keunggulan tersebut yaitu berada pada pusat persilangan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan potensial menjadi alternatif gerbang transit paling efesien dalam lalu lintas pelayaran internasional di Asia Pasifik. Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di wilayah ini tersedia 1 bandar udara, yaitu Bandara Gusti Sjamsir Alam. Untuk transportasi laut tersedia 7 pelabuhan, antara lain Pelabuhan Kotabaru, Pelabuhan Gunung Batu Besar, Pelabuhan Batulicin, Pelabuhan Stagen, Pelabuhan Mekar Putih, Pelabuhan Satui, dan Pelabuhan Pagatan. Kabupaten Kotabaru juga memiliki peluang untuk membangun pelabuhan berskala internasional, karena memiliki perairan cukup dalam yang tidak dimiliki daerah lain di Kalsel.
Perairan Kotabaru merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan berada di posisi strategis dengan letak geografis persis di tengahtengah kepualaun Indonesia. Dampak pembangunan pelabuhan di antaranya, kelancaran ekspor impor, terciptanya lapangan usaha, tumbuhnya industri-industri kecil dan menengah di daerah, dan efesiensi biaya dan waktu bagi eksportir yang selama ini mengirimkan dan mendatangkan barang melalui pelabuhan di Surabaya. Dengan terbangunnya pelabuhan laut tersebut, secara otomatis akan berdampak positif pada perekonomian di daerah, apalagi jika dibarengi dengan wacana pembangunan jembatan yang menghubungkan daratan Kalimantan melalui Kabupaten Tanah Bumbu, termasuk peningkatan jalur lingkar Pulau Laut. Saat ini, pemerintah Kabupaten Kotabaru, membangun tiga pelabuhan yang representatif senilai Rp50 miliar untuk membuka daerah terisolasi dan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Tiga pelabuhan tersebut, Pelabuhan Matasirih, Pelabuhan Pulau Sebuku, dan Pelabuhan Marabatuan. Pemkab Kotabaru sudah merencanakan pembangunan tiga pelabuhan tersebut, namun karena sesuatu hal, sehingga pembangunan tersebut terjadi stagnan dan kini kembali dilanjutkan. Selain itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan juga akan melanjutkan pembangunan pelabuhan penyeberangan Pulau Sebuku-Teluk Gosong, Pulaulaut Timur. Syaratnya, pemerintah daerah harus membangun jalan akses dari permukiman menuju
pelabuhan penyeberangan dengan dana APBD Kotabaru. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, berencana membangun Pelabuhan Selaru yang merupakan pelabuhan khusus petikemas untuk mendukung program kawasan ekonomi strategis di Kotabaru. Pelabuhan petikemas baru tersebut juga akan dilengkapi dengan infrastruktur lainnya. Selaru memiliki lokasi yang strategis untuk pelabuhan peti kemas, mengingat sampai saat ini pengiriman barang dari dan keluar Kotabaru masih menggunakan pelabuhan petikemas di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu. Meskipun dekat jarak Kotabaru dengan Tanah Bumbu, arus pengiriman barang dari BatulicinKotabaru atau sebaliknya memerlukan waktu cukup lama yakni, sekitar tujuh hari. Selain menghemat waktu, dengan dibangunnya pelabuhan petikemas di Kotabaru, harga barang yang dijual di pasar-pasar harian dan pasar tradisional di Kotabaru juga bisa lebih murah. Untuk mendukung program tersebut, Pemkab Kotabaru akan melengkapi sarana infrastruktur seperti jalan menuju dan di lokasi pelabuhan dengan sarana yang memadai. Kotabaru juga bertekad menjadi satu-satunya daerah di Kalimantan yang memiliki pelabuhan internasional, seperti pelabuhan Indonesia Bulk terminal (IBT) di Lontar, Pulau Laut Barat. Dibandingkan dengan di Batulicin, Tanah Bumbu, pelabuhan di Kotabaru memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya yang tidak dimiliki oleh daerah lain adalah kondisi perairan laut yang cukup dalam, sehingga memungkinkan kapal cargo dengan
12
Agustus 2014
bobot mati 200 ribu mt bisa bersandar di Kotabaru. Hal ini berarti membangun pelabuhan di Kotabaru tidak memerlukan biaya perawatan, khususnya biaya pengerukan. Selain itu, Kotabaru sangat memungkinkan menjadi tempat transitnya barang dari luar negeri, pun sebaliknya untuk diekspor. Untuk mendukung target menjadi daerah pelabuhan, Pemkab Kotabaru kini tengah menyiapkan infrastruktur yang memadai dari Kotabaru-Lontar dengan memperbaiki dan mengembangkan ruas jalan sepanjang 125 km. (*)
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado EKSPANSI RITEL NASIONAL DAN DANA PERBANKAN DI DAERAH Jalannya perekonomian daerah di Indonesia di luar Jakarta dan sekitarnya serta Jawa Timur terutama ditopang oleh Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan. Pada beberapa tahun terakhir ini, Sektor Pertanian umumnya mengalami pertumbuhan yang rendah sehingga hanya Sektor Perdagangan yang menjadi harapan bagi perekonomian kebanyakan daerah di Indonesia. Umumnya sektor ini tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan sektor ekonomi yang ada. Namun demikian, kondisi ini bukan tanpa masalah. Ekspansi ritel nasional yang semakin masif ke daerah-daerah di satu sisi menciptakan lapangan kerja, tetapi di sisi lain menimbulkan masalah bagi bisnis ritel yang dijalankan oleh pengusaha lokal. Ekspansi ritel nasional, baik dalam ukuran menengah dan besar di daerah kerja BNI Wilayah Manado yang meliputi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara, telah
meningkat dalam lima tahun terakhir, khususnya pada ibukota provinsi. Umumnya, pengusaha kecil dan menengah tidak terlalu terusik dengan ritel nasional besar sebab lokasinya terpusat dan gerainya terbatas. Para pengusaha tersebut lebih terusik dengan rencana ekspansi ritel dengan gerai kecil berjaringan seperti Alfa Mart dan Indo Maret. Ritel seperti ini menjalankan bisnis sebagaimana dilakoni oleh toko ukuran menengah/ kecil dan warung sehingga bisa mematikan bisnis pengusaha-pengusaha tersebut. Di samping itu, belum berkembangnya industri di daerah membuat sumber pasokan ritel sebagian besar dari Jakarta dan Surabaya. Apabila ritel dijalankan oleh pengusaha daerah walaupun sumber pasokan terutama dari kedua kota tersebut, namun keuntungannya masih tertinggal di daerah, di sisi lain apabila dijalankan oleh pengusaha nasional, maka keuntungan yang diperoleh juga ikut mengalir ke luar dari daerah. Dana yang tertinggal hanya dalam bentuk gaji untuk pegawai yang jumlahnya tidak seberapa. Mata rantai perdagangan ritel yang kurang menguntungkan daerah mengakibatkan dana yang diterima masyarakat dari penjualan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan juga ikut mengalir keluar. Situasi ini semakin memburuk dengan menurunnya kemampuan produksi Sektor Pertanian. Oleh sebab itu, ketergantungan perekonomian daerah terhadap dana pemerintah, terutama dalam bentuk belanja pemerintah daerah maupun belanja pemerintah pusat di daerah, semakin meningkat. Ini jelas terlihat dengan semakin dominannya Sektor Jasa-Jasa dalam perekonomian daerah dimana lebih dari 80 persen
sektor ini berupa belanja pemerintah. Dalam konteks perbankan, kondisi di atas dapat menjelaskan mengapa dana perbankan di daerah tumbuh semakin melambat dengan semakin banyaknya ritel nasional di daerah. Untuk menutupi menipisnya dana masyarakat tersebut, maka perbankan di daerah berlomba-lomba untuk mendapat dana pemerintah. Namun demikian, dana pemerintah pada dasarnya sangat fluktuatif dan pada akhir tahun anggaran dana pemerintah yang tertinggal sangat terbatas dalam bentuk Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa). Selain itu, untuk memperoleh dana pemerintah bukanlah hal yang mudah karena sering berhadapan dengan masalah Good Corporate Governance. Ini membuat masing-masing bank di daerah harus mencari dana ekstra untuk menutupi penurunan dana. Sehubungan likuiditas di daerah sangat terbatas, maka yang terjadi adalah perpindahan dana dari bank yang kurang agresif ke bank yang agresif. Untuk meminimalkan dampak negatif dari keberadaan ritel nasional di daerah, maka pemerintah daerah perlu membatasi ruang gerak terutama dalam penentuan lokasi yang diperbolehkan untuk pendirian gerai agar tidak mengambil pasar dari usaha kecil. Di samping itu, pemerintah perlu mendorong pengembangan industri pengolahan di daerah terutama lewat penyediaan infrastruktur industri yang lebih memadai serta regulasi yang kondusif. Ini dimaksudkan agar sebagian pasokan bagi ritel berasal dari daerah sendiri sehingga dana yang diperoleh dalam perekonomian di daeah cukup signifikan berada di daerah. (*)
13
Agustus 2014
Sidik Budiono RCE Wilayah Papua PERSAINGAN SUKU BUNGA DEPOSITO DI PAPUA & PAPUA BARAT Persaingan suku bunga deposito antar bank dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kondisi likuiditas bank yang bersangkutan dan perebutan DPK. Akhir akhir ini persaingan suku bunga semakin sengit pada bank-bank umum nasional. Moody's Investors Service (2014) menyatakan bahwa persaingan deposito antar bank di Indonesia akan tetap sengit dalam 1-1.5 tahun ke depan, ada fenomena kenaikan yang signifikan dari suku bunga yang ditawarkan untuk deposito berjangka. BI Rate yang telah dinaikkan mengakibatkan bunga kredit akan relatif lebih cepat mengalami kenaikan. Sejauh ini lembaga perbankan lebih aktif menaikkan bunga deposito terkait dengan upaya meningkatkan likuiditas terutama 4 bank terbesar di Indonesia. Bank mempertahankan dana deposito tidak mudah dan menjadi tantangan utama di tengah pasokan likuiditas yang ketat, maka tak bisa dihindari kenaikan bunga deposito terjadi cukup cepat. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan, LPS (5/2014) menjelaskan bahwa perang suku bunga deposito telah melewati bunga penjaminan LPS rate. Saat ini persaingan tingkat bunga perbankan Indonesia sangat tinggi dan kenaikan tingkat bunga cukup tajam. Kenaikan bunga bank pada bank Buku III dan Buku II cukup tajam. Persaingan bunga khususnya di Buku III sangat tajam, bahkan beberapa bank sudah sampai bunga maksimum di 10,25
persen. Namun demikian, Bank Indonesia (BI) telah mengimbau agar persaingan perebutan dana nasabah dilakukan dengan hati-hati dan pengetatan moneter kemungkinan akan berlanjut sampai akhir tahun ini. Menteri Keuangan Chatib Basri (4/2014) mengatakan elastisitas BI Rate terhadap tingkat suku bunga bank berbeda-beda dan tidak sama setiap level rate. Tiap level akan berbeda karena itu impact-nya terhadap lending akan berbeda. Setiap bank mempunyai kompetisi, dan apabila bank tersebut memiliki tingkat suku bunga terlalu tinggi, maka menjadi tidak kompetitif. Untuk mempelajari sejauh mana persaingan terjadi pada 4 bank dominan yang beroperasi di Papua dan Papua Barat, Penulis melalukan Survey pada bulan Juli 2014. Tehnik wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi sejauhmana masing-masing bank akan memberikan suku bunga deposito khusus. Bank yang kami observasi adalah Bank A, Bank B, Bank C, dan Bank D (red.: initial). Pertama, kunjungan pada Bank A (bank umum) kami menanyakan tingkat bunga deposito (jatuh tempo 3 bulan) untuk dana di atas Rp. 1 miliar. Bank A memberikan bunga resmi deposito 3 bulan sebesar 6,25%, tetapi bank ini bersedia memberikan bunga khusus (special rate) pada dana di atas Rp 1 miliar pada interval 7,08,0% dan tidak ada penalty apabila dana ditarik oleh nasabah sebelum jatuh tempo. Suku bunga khusus (3 bulan) diputuskan oleh pimpinan wilayah/area Bank A. Kedua, kunjungan terhadap Bank B (bank umum) dengan pertanyaan yang sama mengenai suku bunga deposito 3
bulan. Bank B memberikan bunga resmi deposito 3 bulan sebesar 7,5%, selanjutnya bank ini bersedia memberikan bunga khusus (special rate) pada dana di atas Rp 1 miliar pada interval 7,5-8,5% dan memberikan fasilitas khusus kepada nasabah berupa tidak perlu mengantri setiap transakasi di Bank B, dan fasilitas gratis untuk ruang tunggu khusus (executive) di bandara. Bank memberikan penalty sebesar 0,5% dari nominal jika dana ditarik sebelum jatuh tempo. Penerapan suku bunga khusus pada nasabah dilakukan oleh pimpinan wilayah/area bank B. Ketiga, kunjungan terhadap Bank C (bank umum) dengan pertanyaan yang sama mengenai suku bunga deposito yang jatuh tempo 3 bulan. Bank C memberikan bunga resmi deposito 3 bulan sebesar 7,5%, selanjutnya bank ini bersedia memberikan bunga khusus (special rate) sebesar 8% (0,5% lebih tinggi dari suku bunga resmi) pada dana di atas Rp 500 juta. Bank C menerapkan penalty sebesar 25% dari pendapatan bunga berjalan, tidak ada fasilitas khusus. Keempat, kunjungan ke Bank D (bank umum) dengan pertanyaan yang sama mengenai suku bunga deposito yang jatuh tempo 3 bulan. Bank D selaku bank yang memiliki kantor pusat di daerah menetapkan suku bunga deposito resmi yang jatuh tempo 3 bulan sebasar 5,5% untuk dana di atas Rp 1 miliar. Selanjutnya, Pimpinan Bank D bisa memberikan sukubunga khusus 2% di atas suku bunga resmi menjadi 7,5%. Bank D masih bisa melakukan negosiasi suku bunga khusus (special rate) lagi terhadap nasabah menengah-besar mengenai suku bunga yang akan diterapkan.
14
Agustus 2014
Keempat bank yang telah disurvey ini masih menawarkan (negosiasi) suku bunga khusus tertentu. Salah satu bank yang memiliki kelebihan dana sekalipun juga ikut bersaing memperoleh DPK. Apakah sekedar hanya ikut bersaing saja, hal ini perlu pengkajian ekonomi mengapa perilaku bank tersebut demikian?. Bagaimanapun, nampaknya keputusan dipandang perlu oleh kebanyakan bank yang telah di-survey karena adanya persaingan kebutuhan likuiditas antar bank itu sendiri. Dari studi lapangan ini, jelas bahwa persaingan suku bunga deposito sangat ketat dan masing-masing bank bisa jadi mengorbankan pendapatan bunga margin bersih (net interest
margin) untuk turun. Namun demikian, keputusan BI untuk mempertahankan besaran BI Rate masih sejalan dengan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi 2014 di Papua dan Papua Barat. Sebagai penutup, kesimpulan dan implikasi dari persaingan suku bunga perbankan di Papua dan Papua Barat antara lain: 1. Keputusan suku bunga sebagai reaksi terhadap pergerakan inflasi, bisa jadi berdampak bervariasi karena masing-masing wilayah mengalami inflasi yang berbeda. Terutama Wilayah Timur Indonesia dengan persebaran pusat-pusat ekonomi yang luas dan infrastruktur yang kurang mendukung mengaki-
batkan biaya ekonomi lebih tinggi sehingga memicu inflasi selalu tinggi. 2. Namun demikian, dengan kondisi inflasi yang cukup tinggi di Papua & Papua Barat, pertumbuhan ekonomi (year to year) masih baik. Jadi kebijakan suku bunga yang relatif tinggi oleh Bank Indonesia masih bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Papua dan Papua Barat. 3. Persaingan suku bunga deposito antar bank umum memang cukup tinggi, Bank Indonesia perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara berhati-hati agar fundamental perekonomian makro tetap stabil. (*)
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 1 Juli – 31 Juli 2014 Indeks saham bergerak tidak seragam selama bulan Juli ini. Indeks saham di Amerika dan Eropa bergerak dalam pola downtrend sementara indeks saham Nikkei Jepang bergerak dalam arah sebaliknya. Mayoritas indeks saham kawasan regional bergerak kearah atas atau uptrend dengan pengecualian indeks saham Thailand.
INDEKS SAHAM GLOBAL Indeks saham di Amerika Serikat baik Dow Jones dan S&P bergerak relatif stabil. Riak pergerakan relatif dalam rentang yang terbatas hingga menjelang hari-hari terakhir perdaganganan di bulan Juli. Dow Jones dan S&P terkoreksi cukup dalam pada hari terakhir perdagangannya. Bahkan Dow Jones ditutup dengan penurunan sedalam -1,9% daripada penutupan indeks sebelumnya. Aksi pelepasan
saham tersebut dipicu oleh kekhawatiran terhadap ekonomi Argentina dan data pengangguran Amerika. Argentina dikabarkan mengalami gagal bayar hutang (credit default) dan D e p a r t e m e n K e t e n a g a ke r j a a n Amerika merilis bertambahnya 23.000 angka pengangguran di Amerika. Penambahan tersebut membuat jumlah pengangguran Amerika mencapai 302.000 dari sebelumnya sebanyak 273.000. Kondisi di Amerika dan suasana konflik geopolitik di Ukraina juga Gaza, Palestina turut membawa indeks saham Eropa ditutup lebih rendah daripada titik awal di bulan Juli. Investor memilih untuk melepas aset mereka dalam bentuk saham dan memilih untuk menempatkannya pada obligasi pemerintah Amerika Serikat. Aksi ini memberi pengaruh menguat-
nya mata uang Dollar Amerika dan sebaliknya melemahkan mata uang Yen Jepang. Kondisi melemahnya mata uang Yen memberikan sentimen positif bagi indeks saham Jepang dan membawa indeks Nikkei Jepang menutup bulan Juli pada titik yang lebih tinggi daripada awal perjalanannya. Melemahnya mata uang Yen merupakan kabar baik bagi Jepang karena ekonomi Jepang yang lebih banyak bersandar pada ekspor. Melemahnya Yen akan memberi dampak harga barang Jepang lebih menarik atau murah daripada penguatan Yen. Kegiatan ekspor yang membaik tentunya akan mendorong kinerja emiten -emiten Jepang sehingga indeks Nikkei menguat pada akhir bulan Juli.
15
Agustus 2014
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Mayoritas indeks saham kawasan regional bergerak menguat, seperti tidak terpengaruh sentimen negatif dari Amerika dan Eropa. Kebanyakan indeks saham regional terus melanjutkan apresiasi hingga hari terakhir perdagangan di bulan Juli. Sentimen positif ini didorong oleh data ekonomi Cina yang membaik. Cina melaporkan Leading Index yang membaik dari bulan lalu atau dari 99,46 menjadi 100,06 pada bulan Juli ini. Selain itu, sentimen konsumen di Cina juga meningkat pada bulan Juni daripada bulan sebelumnya atau menjadi 114,8 menjadi 112,6. Keyakinan akan jaminan pemerintah Cina pada ekonomi Cina
memberikan sentimen yang baik bagi indeks kawasan regional.
mite Pemilihan Umum (KPU) tanggal 22 Juli 2014.
Selain dari pengaruh sentimen positif dari kawasan regional, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempunyai katalis kenaikannya sendiri. Indonesia pada bulan Juli ini menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk Presiden (Pilpres) periode 2014 -2019 dan Pilpres ini memberikan dampak yang baik bagi IHSG yang didorong oleh ekspektasi kemenangan pada Calon Presiden yang diunggulkan para investor. Para investor mempunyai ekspektasi terhadap kemenangan Calon Presiden Joko Widodo yang sejalan dengan hasil pengumuman hasil Pilpres yang diperoleh dari Ko-
IHSG memulai pergerakan dari titik yang terendah dalam sebulan pada 4.885 menuju titik 5.089 pada hari terakhir perdagangan pada tanggal 25 Juli. Tidak ada aktivitas perdagangan pada Bursa Efek Indonesida pada sepekan terakhir bulan Juli sehubungan dengan perayaan hari Raya Idul Fitri. Dengan ditutupnya IHSG pada indeks 5.089 maka IHSG mengalami kenaikan 4,2%. IHSG mecapai titik tertinggi pada tanggal 21 Juli pada titik 5.127, sehari sebelum pengumuman pemenang Pilpres 2014 oleh KPU. Kenaikan IHSG ini seiring dengan besarnya nilai bersih dana investor asing yang
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
16
Agustus 2014
masuk dalam bursa mencapai Rp 13 triliun selama sebulan. Perbankan Saham sektor ini secara mayoritas ditutup dalam teritori positif. Pengecualian terjadi pada saham Bank Danamon (BDMN) dan Bank CIMB Niaga (BNGA) yang pada akhir bulan ditutup dengan -7,1% dan -1,5%. Sehingga dapat dikatakan berlawanan dengan arah pergerakan IHSG. Penurunan BDMN dan BNGA terlihat berlanjut setelah perusahaan mengumumkan laporan keuangan periode Semester I 2014. BDMN dan BNGA melaporkan laba bersih yang turun sebesar -11,7% dan
-8,5% dari laba bersih periode yang sama di tahun sebelumnya dari 7 bank terbesar yang terdaftar di bursa. Saham perbankan lainnya menutup bulan Juli ini dengan harga yang lebih tinggi daripada harga awal bulan dengan kenaikan yang dipimpin oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dengan kenaikan 8,0% diikuti oleh Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Central Asia (BBCA), Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) dengan kenaikan sebesar 6,6%, 5,5%, 4,3% dan 2,4%. Infrastruktur Saham sektor infrastruktur kompak menutup bulan Juli ini dalam zona
hijau. Kenaikan ini terbawa sentimen positif dari hasil Pilpres yang sesuai dengan ekspektasi investor. Kenaikan tertinggi dari sektor infrastruktur terjadi pada saham PT Indosat (ISAT) dengan apresiasi sebesar 8,7%. PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dan PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) mengikuti dengan menutup bulan Juli dengan penguatan sebesar 7,3% dan 6,9%. Kenaikan ISAT yang memimpin dipeer berkaitan dengan pernyataan Calon Presiden Joko Widodo dalam acara debat Calon Presiden yang menyatakan akan melakukan pembelian kembali (buy back) saham ISAT yang telah dijual pada pihak asing. Kemenangan Joko Widodo sebagai
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Thailand
Strait Times
Hang Seng
17
Agustus 2014
Laporan dan Rasio Keuangan Perbankan 2Q2014
Credit
Total Asset (Rp. Miliar)
(Rp. Miliar)
407,817 522,714 224,840 185,433 764,938 621,978 135,623
257,529 321,284 164,660 140,647 485,844 459,121 106,584
BNI BCA NIAGA DANAMON MANDIRI BRI BTN
2Q2014
Tier 1
BNI BCA NIAGA DANAMON MANDIRI BRI BTN
14.9% 14.7% 13.8% 17.2% 13.4% 17.3% 14.3%
CAR
DPK (%)
(Rp. Miliar)
15.7% 14.6% 9.1% 13.5% 13.3% 17.2% 24.6%
87,975 105,694 37,760 19,500 119,470 78,182 19,800
NPL Gross
16.0% 17.0% 16.1% 17.7% 16.0% 18.1% 15.0%
(%) 19.1% 101.6% 380.9% 324.9% 169.1% 11.3% 16.4%
NIM
2.2% 0.5% 3.0% 2.1% 2.2% 2.0% 5.0%
Net Int Inc. Equity Fee Based OPEX Provision Net Income EPS (Rp.) (Rp. (Rp. Miliar) (Rp. Miliar) (Rp. Miliar) (Rp. Miliar) (Rp. Miliar) (%) Miliar) 55,542 10,753 15.4% 4,803 -7294 -2204 4,936 529 70,191 15,427 24.2% 4,216 -9080 -786 7,852 645 27,870 5,113 -8.5% 1,511 -3422 -566 1,953 155 31,558 6,744 -11.7% 2,105 -4961 -1829 1,753 366 93,960 18,103 15.6% 8,533 -11242 -2841 9,585 780 84,567 24,408 17.1% 3,845 -11466 -3094 11,725 951 11619 2,676 61.4% 390 -1994 -330 539 122
CIR
6.0% 6.5% 5.2% 8.4% 5.9% 9.0% 4.5%
ROA
42.1% 46.0% 51.7% 56.1% 43.2% 40.8% 61.5%
ROE
3.3% 3.8% 2.4% 1.6% 3.5% 4.9% 1.1%
22.6% 24.6% 14.5% 9.8% 21.2% 31.0% 10.2%
Coverage Ratio 128.9% 368.0% 86.5% 118.7% 160.6% 181.6% 26.2%
LDR 82.0% 76.3% 99.3% 127.4% 87.4% 94.0% 105.2%
Cost of Fund 2.9% 2.5% 5.9% 7.2% 3.5% 4.1% 6.4%
CASA 61.0% 77.2% 45.5% 44.2% 62.2% 57.3% 44.5%
Credit Cost 1.7% 0.5% 0.7% 2.6% 1.2% 1.3% 1.3%
*) Dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Bank Closing Price
IHSG / JCI BNI
BRI
BCA
Niaga
Danamon
BTN
1-Jul-2014
4,785
9,825
10,375
11,000
1,015
4,150
1,055
4,885
2-Jul-2014
4,800
9,850
10,300
11,075
1,020
4,230
1,050
4,908
3-Jul-2014
4,745
9,650
10,175
10,975
1,015
4,165
1,050
4,889
4-Jul-2014
4,750
9,675
10,200
11,100
1,015
4,190
1,045
4,906
7-Jul-2014
4,845
9,925
10,550
11,275
1,010
4,290
1,080
4,989
8-Jul-2014
4,980
10,150
11,175
11,300
1,020
4,330
1,120
5,025
10-Jul-2014
5,175
10,475
11,675
11,475
1,025
4,310
1,200
5,098
11-Jul-2014
5,050
10,500
11,500
11,300
1,005
4,310
1,170
5,033
14-Jul-2014
5,025
10,500
11,375
11,300
1,020
4,305
1,155
5,021
15-Jul-2014
5,075
10,550
11,600
11,400
1,000
4,305
1,205
5,071
16-Jul-2014
5,150
10,600
11,400
11,650
1,015
4,290
1,215
5,114
17-Jul-2014
5,075
10,625
11,425
11,650
1,025
4,165
1,150
5,071
18-Jul-2014
5,125
10,625
11,575
11,650
1,010
4,025
1,140
5,087
21-Jul-2014
5,150
10,650
11,700
11,650
1,015
3,895
1,160
5,127
22-Jul-2014
4,985
10,475
11,425
11,675
1,000
3,930
1,065
5,084
23-Jul-2014
4,975
10,500
11,400
11,625
1,000
3,935
1,040
5,093
24-Jul-2014
5,000
10,450
11,375
11,650
1,000
3,915
1,050
5,099
25-Jul-2014
5,100
10,250
11,200
11,600
1,000
3,855
1,080
5,089
Growth
6.6%
>> Volume [Thousand] Average Transaction >> Value [Rp Million] Valuation Ratio
Mandiri
4.3%
8.0%
5.5%
-1.5%
-7.1%
2.4%
4.2%
35,083
46,215
39,504
16,702
887.650
3,561
84,554
54,425
175,688
476,882
444,769
191,693
897.698
14,422
95,555
217,144
>> PER
9.6
12.5
11.8
11.9
6.4
12.4
10.6
20.1
>> PBV
1.8
2.6
3.3
4.1
0.9
1.2
1.0
2.6
18
Agustus 2014
harga awal bulan Rp 1.825. Kenaikan tertinggi PTPP ini berkaitan dengan rekomendasi analis pada PTPP yang positif sehingga mendorong investor untuk membeli saham PTPP. Banyaknya proyek-proyek swasta yang digarap oleh PTPP daripada proyek pemerintah menjadi katalis kenaikan pendapatan PTPP di tahun ini. Analis memproyeksikan pendapatan PTPP akan meningkat sebesar 40% di akhir tahun ini. Lebih sedikitnya proyek pemerintah dinilai positif bagi analis karena proyek-proyek pemerintah
Presiden 2014 menurut KPU mendorong bagi investor untuk membeli saham ISAT. Konstruksi Saham konstruksi merupakan saham sektor yang mengalami kenaikan yang paling besar. Masing-masing emiten berhasil menutup bulan Juli ini dua digit lebih tinggi daripada harga awal bulan. PT Perumahan Pembangunan (PTPP) berhasil ditutup pada harga Rp 2.260 atau 23,8% lebih tinggi dari
sedikit banyak akan mengalami penundaan sehubungan dengan proses Pilpres. Kenaikan sektor ini diikuti oleh PT Waskita Karya (WSKT) yang menguat 20,0% disusul oleh PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Adhi Karya yang naik 19,6% dan 12,7%. Trend positif di sektor konstruksi didukung oleh pernyataan Calon Presiden Joko Widodo bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia akan diutamakan apabila terpilih nanti. Di
Kinerja Emitten BUMN Berbagai Sektor TLKM Indikator
Rp. Miliar
Penjualan Pdp. Operasional Pdp. Sebelum Pajak Pendapatan Bersih
ISAT
YoY % ∆
43,542 14,166 13,953 7,411
8.4% 4.7% 2.9% 4.0%
WIKA Indikator
Rp. Miliar
Penjualan Pdp. Operasional Pdp. Sebelum Pajak Pendapatan Bersih
n/a n/a n/a n/a
Rp. Miliar
10.8% 14.0% 7.9% 0.8%
Penjualan Pdp. Operasional Pdp. Sebelum Pajak Pendapatan Bersih
Rp. Miliar
YoY % ∆
6,427 1,393 1,588 1,156
18.3% 42.4% 33.3% 32.9%
Penjualan Pdp. Operasional Pdp. Sebelum Pajak Pendapatan Bersih
Rp. Miliar 12,885 3,559 3,609 2,826
Rp. Miliar
-4.1% -32.5% -3.6% -12.5%
4,603 346 292 147
12.8% 6.6% 9.2% 9.3%
n/a n/a n/a n/a
n/a n/a n/a n/a
Rp. Miliar
YoY % ∆
2,750 360 292 203
Rp. Miliar 502 69 144 123
WSKT
YoY % ∆
Rp. Miliar
10.2% 12.1% 8.6% 2.2%
3,181 137 150 61
YoY % ∆ 5.7% -14.0% 10.7% 7.5%
ANTM
-1.6% 61.1% 30.3% 47.9%
SMBR
YoY % ∆
YoY % ∆
PTPP
TINS
SMGR Indikator
USD. Juta
n/a n/a n/a n/a
YoY % ∆
3,193 126 158 60
PTBA Indikator
YoY % ∆
ADHI
YoY % ∆
5,853 473 531 283
Rp. Miliar
PGAS
Rp. Miliar
YoY % ∆
n/a n/a n/a n/a
n/a n/a n/a n/a
WTON
YoY % ∆ -0.4% -53.4% -11.5% 0.8%
Rp. Miliar 1,678 221 221 172
YoY % ∆ 13.5% 18.4% 20.6% 26.3%
19
Agustus 2014
sisi lain, pembangunan konstruksi infrastruktur bagi Presiden Indonesia yang baru akan diuntungkan oleh Undang-undang penyediaan lahan yang akan efektif berlaku di tahun 2015. Undang-undang inidiyakini dapat membantu pelaksanaan pembebasan lahan yang selama ini menjadi ganjalan bagi pembangunan infrastruktur Indonesia. Oleh karena itu, saham konstruksi menjadi sasaran tujuan investasi investor. Pertambangan Harga saham sektor pertambangan ditutup menguat dimana secara ratarata diatas 10%. Kenaikan tertinggi dialami oleh PT Aneka Tambang (ANTM) sebesar 15,5%. Kenaikan ANTM ini berkaitan dengan pernyataan perusahaan yang menyebutkan
bahwa ANTM membukukan kenaikan volume penjualan 27% bagi ferronikel dibandingkan setahun yang lalu. Kenaikan harga komoditas nikel dibandingkan tahun yang lalu diharapkan dapat membantu kinerja ANTM. Meskipun ANTM belum merilis laporan keuangannya untuk Semester I 2014.
menutup bulan Juli dengan harga yang lebih tinggi. Saham PT Wika Beton (WTON) ditutup dengan kenaikan tertinggi di sektornya dengan menguat 20,3%. Kenaikan tersebut diikuti oleh PT Semen Indonesia (SMGR) dan PT Semen Baturaja (SMBR) yang naik 10,0% dan 7,1%.
Kenaikan ANTM disusul oleh PT Timah (TINS) dan PT Bukit Asam (PTBA) dengan masing-masing kenaikan 10,9% dan 10,4%. Kedua saham berbasis komoditas ini melaporkan kinerja keuangannya pada akhir minggu ketiga bulan Juli dengan kenaikan laba bersih secara tahunan 47,9% dan 32,9% bagi TINS dan PTBA.
Besaran kenaikan harga saham sektor ini seiiring dengan besaran pertumbuhan laba bersih yang dibukukan emiten pada Semester I tahun ini. WTON berhasil mencatatkan laba bersih yang naik 26,3%. Sementara laba bersih SMGR meningkat 9,3% dibandingkan laba bersih setahun sebelumnya. SMBR melaporkan kenaikan laba bersih 0,8% atau naik tipis dibandingkan dengan net profit di Semester I 2013. (*)
Industri Dasar Semen Seperti saham di sektor lain, saham sektor industri dasar semen turut
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor INFRASTRUCTURE
CONSTRUCTION
MINING
CEMENT
Closing Price TLKM
PGAS
WIKA
ADHI
PTPP
WSKT
PTBA
TINS
ANTM
SMGR
SMBR
WTON
2,480
3,690
5,500
2,215
2,760
1,825
675
10,550
1,280
1,100
15,075
379
740
2-Jul-2014
2,500
3,585
5,525
2,220
2,760
1,815
675
10,750
1,315
1,090
15,075
379
740
3-Jul-2014
2,475
3,610
5,450
2,270
2,785
1,815
675
10,725
1,380
1,135
15,025
381
750
4-Jul-2014
2,525
3,635
5,425
2,320
2,910
1,870
695
10,650
1,390
1,150
15,125
375
760
7-Jul-2014
2,600
3,655
5,525
2,430
3,140
2,010
740
11,200
1,395
1,150
15,925
391
800
8-Jul-2014
2,615
3,735
5,525
2,435
3,140
2,025
755
11,125
1,415
1,140
16,200
387
800
10-Jul-2014
2,590
3,810
5,700
2,500
3,165
2,155
775
11,225
1,425
1,135
16,725
392
830
11-Jul-2014
2,575
3,795
5,650
2,465
3,120
2,080
770
10,750
1,395
1,120
16,650
411
805
14-Jul-2014
2,610
3,765
5,700
2,510
3,130
2,085
770
10,750
1,380
1,120
16,650
413
800
15-Jul-2014
2,655
3,780
5,725
2,610
3,265
2,210
805
10,750
1,400
1,130
16,925
415
815
16-Jul-2014
2,650
3,795
5,900
2,615
3,250
2,255
810
10,800
1,395
1,140
17,050
416
820
17-Jul-2014
2,645
3,800
5,875
2,595
3,190
2,265
800
10,500
1,335
1,125
16,550
405
820
18-Jul-2014
2,680
3,995
5,900
2,650
3,250
2,300
815
10,575
1,350
1,155
16,700
411
820
21-Jul-2014
2,695
4,010
6,025
2,800
3,380
2,390
850
10,950
1,335
1,165
16,975
420
880
22-Jul-2014
2,650
3,960
6,075
2,765
3,305
2,365
840
10,650
1,335
1,135
16,625
409
865
23-Jul-2014
2,610
4,000
6,100
2,710
3,180
2,365
835
10,750
1,345
1,135
16,875
409
895
24-Jul-2014
2,640
4,015
6,000
2,670
3,075
2,275
815
11,125
1,410
1,265
16,650
405
890
25-Jul-2014
2,650
4,010
5,900
2,650
3,110
2,260
810
11,650
1,420
1,270
16,575
406
890
19.6%
12.7%
23.8%
20%
10.9%
15.5%
7.1%
18.7%
Growth
6.9%
>> Volume [Thousand] Average Transaction >> Value [Rp Million] Valuation Ratio
ISAT
1-Jul-2014
8.7%
7.3%
10.4%
10.0%
93,811
1,264
20,918
31,565
37,495
24,411
33,596
2,488
18,340
22,186
9,574
18,451
29,856
244,504
4,795
120,711
80,610
118,657
52,688
22,818
27,260
25,351
26,238
156,684
7,487
25,005
>> PER
17.4
6.8
12.5
28.8
46.8
37.3
64
10.9
26.3
(11.1)
17.41
15.62
22.91
>> PBV
4.3
1.3
5.5
4.0
3.8
5.5
3.3
3.3
2.2
1.0
4.6
1.6
3.9
20