Segenap Dewan Pengurus dan Staf Karyawan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR), Mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir Bathin
Edisi September 2011
KHAZANAH
Akar Kejahatan Internal Korporasi
Satukan tangan, satukan hati Panjatkan do’a pada ilahi Mohon ampun di hari fitri Jalin indahnya silahturahmi
Menimbang Prospek Bisnis Franchise INTERVIEW
Naif Ali Dahbul: “Bankir Asing
Wajib Ikut Uji Kompetensi”
Pendaftaran Perorangan bagi Bankir Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) membuka pendaftaran perorangan bagi bankir calon peserta Uji Kompetensi Manajemen Risiko (UKMR). Tujuannya, memberi kesempatan kepada para bankir untuk memperoleh sertifikat manajemen risiko tanpa menunggu pendaftaran kolektif melalui bank tempatnya bekerja. Pendaftaran ini berlaku untuk semua tingkat UKMR yang akan diikuti. Formulir dan informasi lebih lengkap dapat dilihat di website BSMR, http://www.bsmr.org
LENSA LENSA 1: “In House Training IRPA: Penerapan Enterprise Risk Management di Perum Pegadaian”. Pada tanggal 18-20 Mei 2011, telah dipilih Perum Pegadaian sebagai tanggal pelaksanaan In House Training berjudul “Penerapan Enterprise Risk Management Bagi Perum Pegadaian”. Dalam pelatihan ini IRPA telah ditunjuk sebagai pelaksana dan fasilitatornya. Peserta pelatihan terdiri atas jajaran manager dan assistant manager Perum Pegadaian yang berjumlah 30 orang peserta. Nampak dalam photo: Dewi Hanggraeni (tengah-Kompartemen Akademisi IRPA) berfoto bersama para peserta In House Training. LENSA 2: “Workshop LPPI: Praktek Pengelolaan Kredit Mikro dan Manajemen Risikonya”. Gayatri Rawit Angreni (Ketua Dewan Sertifikasi BSMR) dan Krisna Wijaya (Anggota Dewan Penasihat BSMR) telah diundang oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) sebagai pembicara pada Workshop Sharing Experience “Praktek Pengelolaan Kredit Mikro dan Manajemen Risikonya”. Workshop berlangsung tanggal 30 Mei 2011 dan diikuti oleh 78 orang peserta dengan tujuan membahas bagaimana mengembangkan portofolio kredit mikro di Bank dan menerapkan manajemen risiko kredit mikro. Nampak dalam photo (ki-ka): Krisna Wijaya, Saifuddien Hasan (Direktur I LPPI, sebagai moderator), Gayatri Rawit Angreni.
JADW JA WAL AL BAR ARU UJ UJI KO UJI OMP MPET ETEEN NSI SI M MAN AN NAJ AJEM EMEN EMEN EN RISSIKO IKO 20 IK 2011 11 Haa i & Taangg Har ngg ggal al U UKM MR Sabbtu S btu tu, u 244 Septe t mbe te m r 20011 11 Sabbtu, 088 Ok O tober 201 0 1* 01 1* Sabtu, 22 Okktob ober e 201 er 0111 011 Sabtu Sab tu, 05 No Novem veember vem be 2011 20011 11* 1 Sab S Sa abbtu, tuu, u, 19 19 No Novem vem eem mbe beer 20 2 11
Sab abtu tu, 17 tu tu, 17 De Dese ssem em mbber eer 20 20111
Tin inngka g t UKMR R
Kot Ko otta UKMR
I–V I – III I I–V I–V I – IIII I – III I–V I–V I – III IIII I–V I – IIIII I – IIIIII
Jakart Jak ar a Sur Su urrabaaya Jaka Jak a arta ak Jakkart a a Makas ass as s ar ss Meedan Med ed n ed Jaak Jak akart artaa Jakart Jak Jaka ar a Surab aba baya Jak Ja akaart ak rta rt Surab Sur aba abaya b ba Meeeddan Med M dan
Batass PPen Bat endaf ndaftar taran ta an & Pemb P mbbaya yyaaran raan 022 Septem Sep epptem em mbe bber eer 20011 11 166 Sep Se tem mber er 220011 11 30 Sep 30 S tem Se mber ber e 2011 20 1 20 14 Oktoberr 2011 2 288 Okt Oktoobeer 2011
255 N Noovemb Nov mber ber 2011 011
BIAYA KEPESERTAAN UJI KOMPETENSI MANAJEMEN RESIKO (UKMR) TINGKA TIN GKA KAT
Tin T in ng ngka gk gka ka kat Tin Ti Tin ng gka kat k Tin T in ng gka gk ka katt Tin T iin ng gk gka kat kat Tin T ing in gka kat
I III IIIII IIII IV V V
PESER PES ERT ER TA BARU AR RU U Rp Rp. p. 2. 2 000 0.00 000 000 00 Rp 3. Rp. Rp 3.000 000 000 0.0 .00 000 00 Rp Rp Rp. p. 4. 4 000 00 0.00 0 0 Rp Rp. R p 5.5 5. 5 50 50 .000 500 0 Rp 6. Rp Rp. 6 500.00 0 0
PESE PES SERTA MENG E ULANG Rp Rp p. 1..500 50 00.00 00 0.00 00 Rp p. 2..00 000 0 00 0 0.00 .0 000 Rp R Rp. p 3.000 3.000 00 00 0 0 0.0 .000 .00 .0 Rp Rp. R p.. 4. p 45 500 00.00 00 Rp Rp p. 5. 5.500.00 00
LENSA3: “Workshop IRPA: Miliki Portofolio Kredit Yang Produktif: Strategi dan Teknis Pembiayaan Kredit Konsumen dan UKM”. Pada tanggal 15-16 Juni 2011, bertempat di Hotel Akmani, Jakarta, Indonesian Risk Profesional Association (IRPA) menyelenggarakan workshop bulanan yang ditujukan bagi kalangan perbankan dan lembaga keuangan dengan mengambil tema “Miliki Portofolio Kredit Yang Produktif: Strategi dan Teknis Pembiayaan Kredit Konsumen dan UKM”. Nampak dalam photo: Krisna Wijaya (Anggota Dewan Penasihat BSMR) sedang memberikan ilmu dan pengalamannya kepada para peserta workshop. LENSA 4: “Buka Puasa Bersama”. BSMR mengadakan buka puasa bersama di Hotel Mulia, Jakarta, pada hari Rabu tanggal 24 Agustus 2011, yang dihadiri oleh Pengurus BSMR dan Pengurus Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), antara lain : Ibu Gayatri Rawit Angreni (Ketua Dewan Sertifikasi BSMR), Bpk. Rudjito (Ketua Dewan Kode Etik BSMR), Bpk. Gandung Troy S. (Ketua Harian BSMR), Bpk. Alan Yazid (Sekretaris Dewan Kode Etik BSMR), Bpk. Adjat Daradjat (Ketua BNSP), Bpk. Sumarna F. Abdurrahman (Wakil Ketua BNSP) dan Ibu Nurmaningsih (Ketua Komisi Harmonisasi dan Kelembagaan BNSP). LENSA 5: “BSMR Terima Sertifikasi dari BNSP”. BSMR beserta 10 Lembaga Sertifikasi Profesi lainnya yang ada di Indonesia menerima Surat Keputusan Lisensi dan Sertifikat Lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yang diberikan langsung oleh Bpk. Mulyanto, Ketua Komisi Pengendalian BNSP bertempat di Gedung BNSP Jakarta pada Jumat, 9 September 2011.
LENSA 1
LENSA 2
LENSA 3
LENSA 4
LENSA 5
DARI REDAKSI
SUSUNAN REDAKSI BULETIN BSMR Penasehat: Gayatri Rawit Angreni Pelindung: Gandung Troy Sulistyantoro Penanggung Jawab/ Pemimpin Redaksi: Rahardjo S. Unggul Redaktur Pelaksana: Julianda Dewan Redaksi: Naif Ali Dahbul Sirkulasi: Dian Kusumowardani, Dewi Diah Handayani, Restu Rahayu Dewi, Taufan Iskandar Muda, Mailina, Saeful, Jellysi, Wulan, Agung, Bowo, Hans, Yohanes, Halimah ALAMAT REDAKSI Gandaria Office 8 Lantai 2 Unit D Jl. Sultan Iskandar Muda Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12240 Telepon: (021) 2903 6680 Faksimili: (021) 2903 6681 Email:
[email protected] Website: www.bsmr.org Redaksi menerima kiriman naskah tulisan, saran pendapat dan foto. Redaksi berhak mengedit naskah tulisan tanpa mengubah maknannya.
Pembaca setia Buletin BSMR, saat membaca Buletin B ini, i bangsa Indonesia baru sebulan lalu merayakan Hari s Kemerdekaan yang ke-66 K pada tanggal 17 Agustus 2011. p Masih di bulan yang sama, M umat muslim di seluruh dunia u baru saja melaksanakan puasa b Ramadhan dan baru saja R merayakan Hari Raya Lebaran m atau Idul Fitri 1432 H. a Untuk itu, kami segenap redaksi Buletin BSMR mengucapkan, “Dirgahayu Republik Indonesia ke-66 untuk seluruh bangsa Indonesia!” Sedangkan kepada umat muslim di Tanah Air, kami mengucapkan, “Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1432 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin. Pembaca yang terhormat, lima tahun belakangan ini bisnis franchise atau waralaba di Tanah Air mengalami booming. Maklumlah, sistem bisnis ini memungkinkan usaha berkembang lebih cepat dengan menggunakan modal orang lain. Potensi keberhasilan usaha lebih besar ketimbang seseorang membangun usaha dari nol. Namun, seperti bisnis lainnya, usaha waralaba pun bisa tutup atau gagal karena faktor-faktor tertentu, misalnya lokasi usaha yang tidak cocok atau pengelolaan yang melenceng dari SOP. Intinya, tawaran waralaba tidak selalu menjanjikan keberhasilan yang pasti. Nah, oleh sebab itulah pada liputan utama Buletin BSMR kali ini, kami menurunkan tulisan tentang bisnis waralaba, resiko yang bakal dihadapi pebisnis ini dan bagaimana mengelola risiko yang terjadi. Risiko kegagalan tak hanya terjadi pada bisnis waralaba. Paralayang, cabang olahraga dirgantara yang mengasyikkan ini juga terbilang olahraga berisiko tinggi. Tapi sebenarnya, asal kita melakukan dengan prosedur dan tata cara yang benar, maka risiko yang akan terjadi pun akan sangat minimal. Ulasan risiko kegiatan yang memacu adrenalin ini kami sajikan pada rubrik LifeStyle. Sementara di rubrik Wawancara dan Seputar Sertifikasi, Buletin BSMR kali ini memaparkan soal para bankir asing yang ikut uji kompetensi manajemen risiko yang diadakan BSMR baru-baru ini. Dalam peraturan Bank Indonesia memang disebut, semua bankir asing yang bekerja di bank yang ada di Indonesia, wajib mendapatkan sertifikat manajemen risiko yang bisa mereka dapat lewat uji kompetensi manajemen risiko di Indonesia. Akhirnya, selamat membaca, semoga apa yang kami sajikan kali ini bermanfaat buat pembaca sekalian. #
SEPTEMBER 2011
1
DAFTAR ISI KHAZANAH 16 Akar Kejahatan Internal Korporasi
1
Dari Redaksi
SAJIAN UTAMA 3 Menimbang Prospek Bisnis Franchise
6 8 10
Sembilan Cara Mengelola Risiko Franchise Sembilan Kesalahan Menjalankan Bisnis Franchise Jangan Sampai Layu Sebelum Berkembang
LIFESTYE 12 Terbang Aman dengan Paralayang
2
SEPTEMBER 2011
INTERVIEW 18 Naif Ali Dahbul (Anggota Dewan Sertifikasi BSMR): “Bankir Asing Wajib Ikut Uji Kompetensi” SWARA 22 “Jadi Lebih Mudah dengan Soal Studi Kasus” 23 “Optimistis Lulus Meski Persiapan Mepet” 23 “Soal Berbahasa Indonesia, Tricky Banget!” 24 “Ketegangan Sirna Saat Mengerjakan Soal” SEPUTAR SERTIFIKASI 25 Menguji Bankir Asing Lewat Sertifikasi
SAJIAN UTAMA
Menimbang Prospek Bisnis Franchise Berdasarkan survei, tingkat keberhasilan bisnis franchise alias waralaba relatif tinggi dan bahkan bisa mencapai 85%. Namun, menjadi franchisee (pembeli waralaba) atau membangun bisnis dengan membeli franchise tidak ubahnya seperti menjalankan bisnis sendiri. Risiko gagal tetap ada. Bagaimana mengantisipasinya? Oleh: M.Yudhistira
S
enyum selalu tersungging di bibir Tohar Ota. Maklum, omset bisnis franchise (waralaba) Rumah Makan Padang Sederhana (RMPS) Bintaro milik lelaki kelahiran Jakarta 24 Maret 1974 ini terus beranjak naik. Semangat pantang menyerah, nampaknya yang membuat dirinya tak jera berbisnis waralaba. Padahal, sebelumnya ia sempat gagal total ketika memegang waralaba Bakmi Japos. Pameran Franchise & Business Opportunity: bisnis yang sedang booming. Dari kegagalannya beberapa tahun silam, ia mengaku menimba banyak pun disukai banyak orang Jakarta yang pelajaran. Antara lain, penting memilih supersibuk. Dari sini ia memutuskan franchisor (pemberi waralaba/pewaralaba/ mengambil waralaba RMPS Bintaro tahun pemilik merek) yang peduli terhadap 2007 silam. Lokasi gerai resto Padangnya perkembangan mitranya. Tidak sebaliknya, ini di Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ketika omset sedang tidak bagus, franchisor Pilihannya terhadap RMPS Bintaro tetap meminta fee 6% di muka. pun bukan sembarangan. Maklum, brand Cukup lama setelah kegagalannya rumah makan Padang memang banyak. itu, Tohar mengaku mencermati berbagai “Awareness-nya di masyarakat sudah ada. jenis waralaba. Ia menyimpulkan, rumah Lalu, menu serta rasanya juga bagus,” ujar makan Padang lebih mapan dan tak Tohar. lekang dimakan zaman. Menu dan rasanya Selain itu, “Franchisor memberi
SEPTEMBER 2011
3
SAJIAN UTAMA Kerja sama yang baik ini memang membuahkan hasil manis. Sarjana manajemen perbankan dari STIE Perbanas, Jakarta, ini berhasil meraup keuntungan pada bulan ke-4 sekitar 40%. “Dan, ini terus stabil hingga sekarang,“ cerita Tohar. Tak mengherankan, 9 bulan kemudian ia memutuskan membuka cabang baru di Jl. Petamburan, Jakarta, bersebelahan dengan Hotel Santika. Tohar mengaku total dana yang ia investasikan di dua gerai RMPS Bintaro ini sekitar Rp4 miliar, 40% dari pinjaman bank dan 60% dari kantongnya sendiri. Cerita sebaliknya terjadi pada diri Budi Utoyo. Tahun 2004 silam, dengan investasi Rp150 juta Budi membeli jaringan franchise lokal di bidang makanan donat, lalu membuka gerainya di Yogyakarta.”Pada waktu itu saya tidak mengerti bagaimana franchise, tetapi saya tahu pemilik franchise itu cukup ulet dan punya outlet di beberapa tempat. Makanya, saya ambil franchise itu tanpa berhitung dan tanya banyak Outlet franchise Rumah Makan Padang Sederhana: ada keterbukaan manajemen dari si franchisor. hal,” katanya mengenang. Ketika itu dia membayar franchise kebebasan kepada kami selaku mitranya fee Rp50 juta, dan total investasi Rp150 untuk ikut di bidang operasional,” ujarnya juta –termasuk untuk membeli berbagai lagi. perlengkapan. Franchisor sempat Dari sini, ia melihat adanya keterbukaan mengatakan dalam empat bulan bisa balik manajemen sang franchisor RMPS Bintaro. modal. Ia juga merasakan kepedulian franchisor Apa yang terjadi?”Boro-boro balik yang secara rutin mengontrol restoran. modal, saya tekor terus. Merugi tapi Bahkan, pemilik merek kerap terjun terus menggaji karyawan. Belum sempat langsung. Ia bahkan mau memeriksa dapur, menikmati hasil. Kalau dihitung kerugian kamar mandi, dan kerapian karyawan, selama empat tahun, saya keluar uang ungkapnya. Hal lain yang juga disukainya, Rp250 jutaan,” katanya seraya menjelaskan jika ada komplain terhadap suatu masalah, gerai donut itu sudah ditutupnya. tanggapan franchisor cukup cepat. Meski begitu, Budi tak merasa dendam
4
SEPTEMBER 2011
dan menyesal, dan justru memandang hal itu sebagai proses belajar franchise. Dari situ saya mengerti, kalau mau mengambil franchise, jangan tanya pada franchisor. Tanyalah franchisee (pembeli waralaba/ terwaralaba) yang sudah buka. Cari yang unik, tidak gampang ditiru. Cari yang sudah punya SOP dan petunjuk teknis bagus. “Waktu itu saya tidak perhatikan, asal ambil saja,” ujar Budi yang kini menjadi franchisor usaha spa Leha-Leha.
investasinya pun lebih terukur. Wajar, bila kelebihan-kelebihan tersebut menggoda pemilik usaha untuk mewaralabakan usaha mereka. Keunggulan itu juga memikat masyarakat untuk berbondong-bondong membeli hak waralaba. Apalagi, kini mereka tak harus memodali usaha sepenuhnya dari kocek sendiri. Sejumlah bank kini bersedia membiayai usaha dengan pola franchise ini. Tak pelak, tawaran franchise subur bermunculan. Kemungkinan, jumlah franchise lokal saja mencapai ratusan
RISIKO GAGAL Dalam lima tahun belakangan ini, bisnis franchise alias waralaba nampaknya sedang booming. Franchise telah menjadi alternatif pilihan investasi untuk memulai entrepreneurship atau kewirausahaan. Berdasarkan survei, tingkat keberhasilan bisnis franchise alias waralaba relatif tinggi dan bahkan bisa mencapai 85%. Sistem franchise yang benar memang memiliki sejumlah keuntungan. Bagi franchisor, sistem ini memungkinkan usaha berkembang lebih cepat dengan menggunakan modal orang lain. Alhasil, si pemilik Bisnis franchise: Risiko gagal tetap ada. franchise tak perlu keluar uang banyak, walau tetap menikmati bagian dari usaha waralaba. Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) tersebut dari pembayaran royalti. mengaku, sampai medio 2011 memiliki Bagi franchisee atau si pembeli hak 75 anggota. Di luar ini, banyak franchisor waralaba, ia bisa memiliki usaha yang belum atau tidak menjadi anggota AFI. mempunyai sistem yang telah mapan serta “Ada kelompok orang yang suka brand yang sudah dikenal masyarakat. memburu franchise baru. Mungkin Dengan demikian, potensi keberhasilan pola kerja sama bisnis yang diburunya usaha tersebut lebih besar ketimbang ia masih belum masuk kategori franchise, mulai membangun usaha dari nol. Lantaran konsepnya masih business opportunity (BO), tidak berangkat dari nol dan tinggal konsep bisnis model franchise yang masih menduplikasi sistem usaha yang sudah prematur, tapi jika dikembangkan sedikit jadi, periode serta tingkat pengembalian lagi akan menjadi franchise. Bisa juga
SEPTEMBER 2011
5
SAJIAN UTAMA bentuk kemitraan lain yang punya potensi dikembangkan menjadi franchise,” terang Ketua AFI Anang Sukandar. Tak mengherankan bila di lapangan ditemui kenyataan, beberapa franchise atau BO telah gulung tikar atau gagal berkembang. Padahal, ketika ditawarkan, si pemilik merek optimistis menjanjikan prospek bisnis yang menarik, simulasi pengembalian investasi yang cukup singkat, serta bantuan kepada pembeli merek jika mengalami kendala dalam
Sembilan Cara Mengelola Risiko Franchise
S
eperti bisnis lainnya, franchise pun memiliki risiko untuk mengalami kebangkrutan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk memulai usaha franchise, antara lain: 1.Mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai franchise tersebut. Minta keterangan yang selengkap-lengkapnya dari perusahaan franchise yang bersangkutan dalam bentuk brosur, pamflet, dan video mengenai perkembangan usaha tersebut. Kemudian kunjungi dua atau lebih lokasi lain dari franchise tersebut, dan tanyakan informasi mengenai reaksi dan produk atau jasa yang ditawarkan tersebut dengan pemilik franchise yang lainnya. Kata Kuncinya: Tanyakan pada pemilik franchise tersebut apakah ia akan membuka franchise tersebut di tempat lain lagi. 2.Pelajari dokumen perusahaan. Investor perlu meneliti mengenai profil franchise yang bersangkutan (selama 3 tahun atau lebih) dan perusahaan tersebut harus dapat menyediakan dokumen lengkap, yang disebut Offering
6
SEPTEMBER 2011
mengembangkan bisnisnya. “Saya sering menjumpai calon investor atau investor franchise di Indonesia yang beranggapan bahwa franchise bisa memberikan jaminan bisnis pasti akan berjalan sukses,” ujar konsultan dan pengamat franchise Bije Widjajanto. Anggapan tersebut akhirnya hanya mengakibatkan kekecewaan apabila asumsi mereka tidak terjadi. Menjadi franchisee, sambung pendiri BenWarG Consulting ini, atau membangun bisnis
Prospectus (OP), The Disclosure Document atau The Franchise Offering Circular. Dokumendokumen ini dapat memberikan informasi yang luas mengenai latar belakang dari franchise. Perusahaan yang berbobot tentunya memiliki para pekerja yang berpengalaman dan kualitas yang baik, terutama untuk mengatasi kebangkrutan. Hal ini dapat dilihat pula dari laporan keuangan perusahaan tersebut, bagaimana tingkat pertumbuhan profitnya, dan lain sebagainya. 3.Diskusikan dengan pihak profesional lainnya. Lengkapi seluruh dokumen yang ada mengenai franchise tersebut, termasuk kontrak franchise, dan semua berkas tersebut ditunjukkan kepada pihak akuntan, pengacara, dan konsultan bisnis lainnya untuk menganalisa aspek keuangan dan hukum dan franchise tersebut. 4.Pelajari mengenai policy yang berlaku dan perlindungan teritori. Anda perlu mengetahui policy yang berlaku mengenai pelaksanaan franchise, termasuk nomor kode franchise yang dipublikasikan berdasarkan area geografis. Apabila franchise berdasarkan dua teritori negara yang berbeda, maka perlu dilihat hukum dan ketentuan mana yang berlaku untuk dijalankan. 5.Perhatikan besar biaya yang harus dibayarkan. Pelajari rincian biaya yang harus dikeluarkan untuk membuka franchise, mulai dari biaya pembukaan, biaya inventori,
dengen membeli franchise tidak ubahnya seperti menjalankan bisnis sendiri. Risiko gagal bisnis tetap ada, apa pun bentuk bisnis yang dijalankan. “Kemungkinan bisnis franchise ini gagal tetap ada, walaupun relatif jauh lebih kecil ketimbang memulai bisnis sendiri dari nol. Hal ini perlu disadari dan dipahami oleh semua orang yang akan memulai bisnis dengan sistem franchise. Semua keunggulan dan manfaat yang diberikan oleh sistem franchise pada dasarnya akan
lisensi, asuransi, dan biaya promosi untuk masa awal pembukaan outlet. Investor perlu mengantisipasi adanya pengeluaran tahunan seperti biaya royalti dan biaya untuk memasarkan franchise tersebut. Cari tahu berapa besar porsi untuk biaya iklan untuk outlet khusus, dan berapa besar porsi biaya yang akan digunakan untuk pengiklanan outlet secara global. Kata Kunci: Tanyakan mengenai biaya yang tidak terdaftar. 6. Kapan akan mencapai posisi break even point (BEP). Berdasarkan investasi yang dilakukan dan analisis mengenai BEP pada dokumen yang tersedia, berapa lama perusahaan tersebut dapat mencapai posisi BEP. Cari tahu mengenai strategi keuangan untuk mencapai poin tersebut dan cari tahu pula mengenai besarnya keuntungan yang dapat diharapkan per tahunnya. 7. Bagaimana cara menyelesaikan konflik yang terjadi. Cari tahu apakah perusahaan menetapkan cara-cara penyelesaian yang terjadi dalam franchise tersebut. Apakah perusahaan memiliki strategi penyelesaian konflik tertentu. Cari tahu juga mengenai kontrak kerja yang akan berlangsung, dan poin-poin yang akan membuat kontrak diakhiri. Pelajari juga mengenai risiko yang akan diterima oleh investor apabila kontrak kerja diakhiri, dan apabila kontrak kerja sudah habis apakah akan diperbaharui.
memangkas potensi kerugian investor,” tegas penulis buku “Franchise: Cara Aman Memulai Bisnis” ini. Jadi, Anda tetap harus bersikap jeli dan hati-hati dalam memilih tawaran franchise. Dan seperti bisnis lainnya, outlet (gerai) franchise Anda pun bisa tutup atau gagal karena faktor-faktor tertentu, misalnya lokasi usaha yang tidak cocok atau pengelolaan yang melenceng dari SOP. Intinya, tawaran franchise tidak selalu menjanjikan keberhasilan yang pasti. #
8. Apakah pengiklanan akan membawa keuntungan bagi investor? Investor diwajibkan untuk membayar biaya pengiklanan franchise, dan sebelumnya investor perlu mencari tahu keuntungan yang akan didapat pada outlet franchise melalui iklan tersebut. Investor perlu juga mencari tahu beberapa hal mengenai berapa biaya maksimal untuk membuat iklan, apakah diijinkan untuk membuat iklan secara pribadi, dan apakah investor menerima komisi atas keuntungan franchise. 9. Latar belakang gagalnya outlet franchise yang lain. Sebelum memulai investasi, cari tahu berapa banyak outlet yang gagal. Banyaknya outlet yang gagal dapat menunjukkan adanya masalah sistemik. Berhati-hatilah pada beberapa investor franchise yang menjadikan outlet franchise yang gagal menjadi perusahaan milik sendiri. Apabila kita membeli outlet yang masih berjalan, pastikan berapa banyak karyawan yang menjalankan servis, dan alasan bagi karyawan lain yang berhenti. Kata Kunci: Siapkan wawancara dengan beberapa karyawan yang sudah berhenti kerja dari outlet tersebut atau karyawan yang pernah bergabung dengan franchise tersebut. Pastikan bahwa perusahaan franchise yang bersangkutan telah menjalankan dukungan dan pelayanan baik yang telah dijanjikan. # (Diolah dari beberapa sumber).
SEPTEMBER 2011
7
SAJIAN UTAMA
9 Kesalahan Menjalankan Bisnis Franchise Memiliki merek dagang yang polular, produk yang tenar, dan manajemen yang handal, bukan jaminan bisnis akan sukses ketika dijadikan franchise. Ini karena sejumlah kesalahan yang kerap dilakukan para franchisor. Apa saja kesalahan itu? Oleh: Mahatma Alif
M
unculnya beragam penawaran investasi dalam bentuk bisnis franchise, memudahkan para pemula untuk mulai terjun ke dalam dunia usaha. Dengan berinvestasi pada sebuah franchise, para pemula dapat menjalankan usaha dengan pendampingan dari para franchisor (pemberi waralaba). Kondisi inilah yang membuat berbagai peluang bisnis franchise saat ini makin marak, sehingga para franchisor baru maupun lama saling berlomba menawarkan beragam investasi franchise kepada masyarakat luas yang ingin memulai berbisnis. Meskipun begitu, sebagai pemula yang ingin menekuni bisnis franchise, sebaiknya Anda tidak asal memilih investasi bisnis yang ditawarkan. Tak jarang perusahaanperusahaan yang menyelenggarakan kemitraan membuat beberapa kesalahan dalam menjalankan bisnisnya. Dan akibatnya banyak bisnis franchise yang tumbang ditengah jalan sebelum mencapai kesuksesannya. Karena itu, untuk mengantisipasi resiko bisnis yang mungkin muncul dari kesalahan para franchisor, mari kita pelajari bersama 9 kesalahan dalam menjalankan bisnis franchise yang perlu kita hindari:
8
SEPTEMBER 2011
Pertama, tidak memiliki dana yang cukup besar untuk mendukung perkembangan bisnis franchise. Pada kenyataannya tidak semua franchisor memiliki dana segar untuk mengembangkan bisnis mereka. Sehingga pengelolaan dan pertumbuhan bisnis harus terhambat karena kurangnya dana segar, dan pada akhirnya bisnis tersebut hanya akan tenggelam di tengah persaingan bisnis franchise lainnya. Kedua, memilih partner bisnis yang salah. Kesalahan yang sering dilakukan para franchisor adalah tidak selektif dalam memilih partner bisnis atau calon franchisee (pembeli waralaba). Sehingga banyak investor yang sama sekali belum mengerti tentang bisnis, dan belum memiliki pengalaman di dunia franchise bergabung dengan sebuah kemitraan. Akibatnya, fokus franchisor untuk mengembangkan bisnisnya hanya akan terpecah, dan waktunya hanya tersita untuk mendampingi para mitranya. Ketiga, pertumbuhan yang terlalu cepat. Tidak selamanya pertumbuhan bisnis yang terlalu cepat memberikan kesuksesan bagi pelaku usahanya. Bila persiapan kita belum matang dan dukungan manajemen belum bisa maksimal, maka pertumbuhan jumlah franchisee yang semakin besar hanya akan mempersulit posisi Anda sebagai
franchisor. Karena masing-masing franchisee membutuhkan pendampingan dan pengontrolan rutin dari franchisor-nya. Keempat, belum memiliki cukup pengalaman di bisnis kemitraan. Tidak hanya calon franchisee saja yang masih belum berpengalaman di bisnis franchise, banyak franchisor baru yang menawarkan kerja sama kemitraan dengan sistem cobacoba. Sehingga kemitraan yang ditawarkan belum siap bersaing dengan franchisor lain dan tidak dapat bertahan lama ma di d tengah persaingan yang ada. Kelima, pemberian bekal training ng Sumber Daya Manusia (SDM) dan Standard Operating Proceduree SOP yang belum matang. Paraa calon franchisee membutuhkan an pelatihan SDM dan SOP yang benarbenar matang sebelum mereka ka menjalankan bisnisnya. Namun un pada kenyataannya sampai saat aat ini masih banyak franchisor yang belum memberikan bekal tersebut secara optimall kepada para franchisee, sehingga kualitas produk yang ditawarkan antar mitra terkadang tidak sama. Dan berpengaruh erpengaruh h kurang bagus terhadap citra franchise yang ditawarkan.bisnis franchise. Keenam, menawarkan konsep yang belum terbukti. Kebanyakan franchisor terdorong menyelenggarakan kemitraan untuk mengembangkan bisnisnya dengan waktu yang relatif singkat. Motivasi inilah yang sering membuat franchisor melakukan kesalahan, karena mereka hanya fokus mengembangkan bisnisnya tanpa memikirkan konsep bisnis dengan matang. Sehingga ROI (Return of Investment) yang dijanjikan masih belum bisa dibuktikan oleh para mitranya. Ketujuh, franchisee tidak memiliki dukungan dana operasional yang besar. Kebanyakan franchisee hanya memiliki
dana sebesar investasi yang diminta para franchisor, selebihnya mereka menggantungkan segala kebutuhan bisnisnya dari dukungan para franchisor. Pastinya pola seperti ini menjadi salah satu kesalahan besar para pelaku bisnis franchise, karena bagaimanapun juga franchisee memerlukan cadangan dana untuk memenuhi segala kebutuhan operasional bisnisnya. Kedelapan, komunikasi yang tidak efektif aantara franchisor dan franchisee. Meskipun franc franchisor sudah fra mempercayakan bisnisnya m untuk dijalankan u para mitra, namun p ssebagai pemilik brand wajib memonitori w perkembangan bisnis mitra p e mereka. mere r Biasanya komunikasi Bias sa franchisor fran nchisorr dan n franchisee rutin dilakukan dilaku ukan pada aawal perjanjian kerja franchisor dan franchisee sama, setelah itu fr berkomunikasi kembali. Terutama jarang g berkomun ni bagi p para ara mitra yyang a memiliki lokasi cukup franchisor-nya, sehingga cuku up jauh darii fra masing-masing pihak tidak mengetahui masi sing-masing g pih perkembangan informasi terbaru dari bisnis yang dijalankannya. Kesembilan, tidak memiliki support system di tiap wilayah. Pada dasarnya tidak semua franchisor memiliki support system (seperti pemegang master franchise) di tiap-tiap daerah. Jadi para franchisee yang berlokasi cukup jauh dengan franchisor-nya sering tidak terkontrol dan kesulitan dalam mendapatkan support bisnis. Tidaklah heran bila banyak franchisee yang memutuskan kerja sama di tengah perjalanan, karena mereka tidak mendapatkan bantuan dari franchisor ketika mengalami kendala dalam menjalankan kemitraan. #
SEPTEMBER 2011
9
SAJIAN UTAMA
Jangan Sampai Layu Sebelum Berkembang Salah satu alasan terjun ke bisnis franchise adalah harapan lebih gampangnya mengelola dan mencapai balik modal. Tetapi franchise juga bukan bisnis anti gagal. Lakukan pertimbangan dahulu sebelum memulai bisnis franchise. Oleh: Putri Rinjani
B
agi Anda yang punya uang dan ingin menginvestasikannya dalam bentuk usaha, tidak ada salahnya membeli usaha franchise. Anda tidak dituntut punya banyak pengalaman atau mengerti seluk beluk bisnisnya. Sebab, franchisor akan membimbing Anda. Tidak perlu takut meskipun tetap harus hati-hati. Saat ini, usaha franchise menjadi alternatif paling gress untuk memulai usaha. Tidak sedikit mereka yang menuai sukses dengan berinvestasi di usaha franchise. Bahkan, salah satu alasan terjun ke bisnis franchise adalah harapan lebih gampangnya mengelola dan mencapai balik modal. Kalau perlu, seperti banyak dijanjikan franchisor sudah bisa untung dalam hitungan bulan. Namun, satu hal yang perlu dicamkan para calon investor (franchisee) tidak ada usaha yang menjanjikan 100% keberhasilan. Franchise juga bukan bisnis anti gagal. Setidaknya, ada beberapa alasan umum kenapa waralaba gagal. Dari sisi franchisor, kegagalan bisa berasal dari produk yang tidak tepat; salah konsep
10
SEPTEMBER 2011
bisnis; tidak memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung waralaba mereka. Sementara dari sisi franchisee, kegagalan biasanya disebabkan oleh rendahnya kewirausahaan dari dirinya; lebih banyak berpangku tangan, padahal, bisnis franchise juga membutuhkan keterlibatan pemilik modal. Maka itu, International Franchise Association (AFI) memberikan sejumlah fakta sebagai peringatan kepada calon franchisee untuk menjadi pertimbangan. Pertama, risiko kehilangan uang. Para franchisee umumnya harus membayarkan franchise fee sebagai persyaratan utama membeli franchise. Franchise fee bersifat non-refundable. Artinya tidak dapat ditarik atau diambil kembali setelah dibayarkan kepada franchisor. Maka, franchisee harus siap menghadapi risiko kehilangan sejumlah uang yang sudah dibayarkannya itu jika ternyata hak waralaba yang dibelinya gagal di tengah jalan, bahkan sebelum sempat beroperasi. Kedua, siap mengalami kerugian. Tidak penting berapa besar dana yang Anda miliki untuk diinvestasikan, tetapi seberapa besar kerugian yang bisa Anda tanggung jika bisnis waralaba Anda mengalami
Bisnis franchise: banyak yang tumbang di tengah jalan.
kerugian. Bisa jadi, Anda dituntut untuk mengucurkan dana tambahan untuk menghasilkan profit di masa yang akan datang. Tersediakah dana tambahan tersebut kapan saja dibutuhkan, entah dari kocek sendiri atau pinjaman yang sifatnya stand by? Adakah sumber penghasilan lain yang Anda miliki sementara usaha waralaba yang Anda jalankan menyedot dana Anda untuk menghasilkan cash flow positif? Ketiga, siap diatur secara ketat oleh franchisor. Tidak sedikit franchisor yang
menentukan secara sepihak, misalnya lokasi usaha, teritori yang diperbolehkan, bentuk desain outlet, produk-produk atau jasa yang boleh dijual, resep dan bahan baku serta cara Anda mengelola usaha. Keempat, tidak diperkenankan memperpanjang perjanjian waralaba. Anda perlu menghitung risiko, apakah ketentuan tersebut masih menguntungkan buat anda atau tidak. Biasanya, franchise agreement berakhir dalam 5, 10, 15 atau 20 tahun. Bisa jadi, Anda tidak memiliki opsi untuk perpanjangan persetujuan waralaba setelah masa kontrak berakhir. Kelima, konsumsi menurun. Semua produk memiliki lifecircle. Tidak selamanya produk yang ditawarkan diminati oleh konsumen. Ada kalanya mengalami penurunan bahkan ditinggalkan konsumen. Anda juga harus siap-siap menghadapi produk yang Anda tawarkan ternyata sudah banyak dijumpai di pasar atau ketinggalan jaman. Atau pasarnya sudah terlalu jenuh oleh kompetisi sehingga konsumsinya menurun. Keenam, praktek tidak fair. Anda harus hati-hati terhadap praktek “hard sale,” atau hanya mencari untung sepihak dari franchisor. Telisik kemampuan dan nama baik franchisor dalam memberikan dukungan jangka panjang yang kontinyu. Franchisor yang baik akan membantu dan memberikan dukungan pada Anda. #
SEPTEMBER 2011
11
LIFESTYLE
Terbang Aman dengan Paralayang Salah satu cabang olahraga dirgantara ini terbilang olahraga berisiko tinggi. Tapi, asal kita melakukan dengan prosedur dan tata cara yang benar, maka risiko yang akan terjadi pun akan sangat minimal.
C
uaca kawasan Puncak, Bogor di Minggu pagi itu terlihat cerah. Tak mau berlama-lama menunggu untuk terbang karena cuaca diramalkan bakal berubah berawan menjelang siang hari, Ratri (22) segera mengenakan flight suit, harness dan helm. Flight suit Ratri lalu disambungkan dengan flight suit milik instruktur paralayang David Agustinus Teak. Sebagai penerbang pemula, mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta ini memang diharuskan terbang tandem (berdua) bersama master tandem. Maklumlah, buat mereka yang ingin bisa terbang solo paralayang dan mendapatkan
12
SEPPTEMBER 2011 SEPTEMBER
lisensi terbang yang dikeluarkan Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan terlebih dahulu dari organisasi olahraga dirgantara ini. Maka, terbang tandem untuk pemula seperti Ratri adalah pilihan tepat. “Mbak Ratri musti santai, relax, nggak usah takut,” kata instruktur yang akrab disapa Opa David berkali-kali kepada Ratri yang nampak nervous. Setelah memeriksa ikatan tali harness ke tali parasut dan ikatan flight suit, mereka berdua berjalan pelan-pelan ke lokasi take off. Parasut selebar sekitar 10 meter itu dibentangkan di landasan pacu, dan dipegangi oleh beberapa orang,
Kemudian setelah ada aba-aba siap, keduanya berjalan sambil sedikit berlari menuju ujung landasan. Dan whoosh… parasut terbentang dan mereka berdua telah melayang di udara. Melayang di udara dengan hembusan udara dingin, benar-benar menyegarkan dan sebuah pengalaman yang tak terlupakan! Olah raga paralayang adalah salah satu cabang olahraga terbang bebas. Paralayang dapat diartikan sebagai sebuah parasut yang dapat diterbangkan dan dapat mengangkat badan penerbang. Parasut atau pesawat ini lepas landas dan mendarat menggunakan kaki penerbang. Olah raga paralayang lepas landas dari sebuah lereng bukit atau gunung dengan memanfaatkan angin. Angin yang dipergunakan sebagai sumber daya angkat yang menyebabkan parasut ini melayang tinggi di angkasa terdiri dari dua macam yaitu, angin naik yang menabrak lereng (dynamic lift) dan angin naik yang disebabkan karena thermal (thermal lift). Dengan memanfaatkan kedua sumber itu maka penerbang dapat terbang sangat tinggi dan mencapai jarak yang jauh. Yang menarik adalah bahwa semua yang dilakukan itu tanpa menggunakan mesin, hanya semata-mata memanfaatkan angin. Peralatan paralayang sangat ringan, berat seluruh perlengkapannya (parasut, seat harness, parasut cadangan, helm) sekitar 10 -5 kg. Peralatan paralayang juga sangat praktis karena dapat dimasukkan ke dalam ransel yang dapat digendong di punggung. Harganya? Asal tahu saja, harga peralatan komplit yang gres olah raga paralayang adalah sekitar 2.0003.000 dollar AS. Sedang harga second hand
berkisar 500 – 1.500 dollar AS. Selain harga peralatannya yang terbilang mahal, olah raga alam bebas yang satu ini juga berisiko tinggi. Benarkah? “Banyak yang masih menganggap bahwa olah raga paralayang itu berbahaya. Kita tahu, semua olah raga mempunyai resiko, itu pasti. Naik sepeda di jalan raya pun bisa kena risiko, tertabrak kendaraan,” jawab Opa David santai. Di dalam melakukan olah raga, terutama olah raga alam bebas, sambung Opa David, risiko yang mungkin akan terjadi sangat tergantung dari bagaimana cara para pelaku itu melakukan kegiatannya. Demikian pula di dalam olah raga paralayang, jika kita melakukan dengan prosedur dan tata cara yang benar, maka risiko yang akan terjadi pun akan sangat minimal. Taati Rambu-Rambu Walau olah raga ini memiliki risiko tinggi --dan tergolong olah raga mahal-namun ada standar keselamatan yang disiapkan sehingga risikonya pun dapat dicegah. Itu pun kalau para atlit atau penggemar paralayang memperhatikan dan mentaati rambu tentang standar keselamatan, ”Jika Anda baru bisa berjalan, maka Anda jangan berlari. Dalam peningkatan kemampuan seorang penerbang paralayang harus dilakukan setahap demi setahap,” ujar Opa David mencoba berfilosofi. Olah raga paralayang memang mirip dengan olah raga terjun payung. Duaduanya sama-sama menggunakan parasut, namun sebenarnya filosofi dua olah raga dirgantara ini sangat jauh berbeda. Bagi
011 SEPTEMBER 20 2011
13
LIFESTYLE peterjun payung, parasut yang digunakan lebih berfungsi sebagai alat penyelamat peterjun agar mendarat empuk saat menapaki bumi setelah jatuh bebas atau free fall. Sedang bagi penerbang paralayang, parasut yang digunakan meski pun tak bermesin namun mampu membawa penerbangnya terbang tinggi dan jauh. Cara mengembangkan parasutnya pun berbeda, peterjun payung melompat dulu dari pesawat terbang baru mencabut
parasutnya, sedang penerbang paralayang mengembangkan parasutnya ketika masih menginjak tanah di sebuah lereng bukit. “Gampang kok caranya, yang penting tekniknya benar,” celetuk Opa David. Menurutnya, siapa saja boleh ikut terbang, laki-laki atau perempuan. Umur tak menjadi masalah asal berkisar 14 sampai dengan 60 tahun. Biasanya remaja yang belum berusia 18 harus berbekal ijin orang tua. Sehat jasmani dan rohani,
Mau Aman? Pahami Prosedurnya!
A
da tiga hal pokok yang harus dipahami oleh setiap penerbang paralayang agar dapat terbang dengan aman, yaitu: cuaca (angin dan awan), penggunaan perlengkapan, dan tingkat kemampuan penerbang. Cuaca menjadi faktor terpenting dalam olahraga pemacu adrenalin ini. Bila cuaca cerah dengan hembusan angin yang ideal dari arah depan lereng, penerbang dapat segera mengangkasa dengan parasutnya. Namun, cerita akan berbeda bila tiba-tiba cuaca berubah. Dalam cuaca tak menentu seperti sekarang ini, misalnya pada musim hujan, diperlukan kesabaran ekstra bagi para penerbang paralayang. Jika cuaca lagi tak bersahabat, bisa berjam-jam mereka harus menunggu cuaca ideal. Bahkan kadang-kadang setelah seharian menunggu, terpaksa pulang kembali ke rumah dengan log book terbang yang kosong karena gagal terbang. Sedikit rasa kecewa. Tetapi itu tak menjadi soal, karena masih ada hari esok! Para penerbang paralayang memang
14
SEPPTEMBER 2011 SEPTEMBER
mempunyai prinsip lebih baik tidak terbang hari ini, dari pada memaksakan terbang hari ini, tetapi esok tak dapat terbang lagi! Untuk dapat lepas landas, seorang penerbang paralayang memerlukan sebuah lereng bukit yang rata dengan kemiringan sekitar 20 - 30 derajat, atau jika tak ada lereng, ditarik dengan mesin Winch di lapangan terbuka pun bisa. Kecepatan angin ideal yang dibutuhkan sekitar 10-20 km jam. Seorang penerbang paralayang harus tahu, arah angin harus datang dari depan lereng. Kalau kecepatannya terlalu pelan, paling-paling hanya terbang meluncur. Tetapi kalau terlalu kencang pun parasut tak bisa maju, malah-malah mundur karena terbawa angin. Memeriksa peralatan sebelum terbang, sangat diajurkan. Periksalah, apakah lembaran kain parasut, tali-tali serta harness-nya sudah oke. Parasut sobek, tali kusut, atau karabiner bermasalah, nyawa menjadi taruhannya. Masalah yang kecil di darat, bisa menjadi petaka sesaat
tidak sedang mengidap penyakit jantung, epilepsy, atau ketidakmampuan fisik lainya. Berat tubuh minimal 50 kg, jika kurang dari 50 kg biasanya perlu beban tambahan. Untuk menjadi seorang penerbang paralayang tak harus menjadi seorang atlet yang kuat secara fisik. Namun pada awal latihan, memang diperlukan tenaga ekstra untuk naik dan turun bukit. “Bagaimana akan menikmati terbang kalau kondisi badan tidak fit?” papar Opa.#
setelah melayang di udara. Karenanya, pemeriksaan sebelum terbang atau pre flight check ini harus selalu dilakukan setiap saat oleh penerbang. Setelah parasut mengembang sempurna dan yakin tak ada yang kusut, penerbang meneruskan larinya ke arah bibir lereng. Dengan adanya gerak maju dan adanya hembusan angin yang menghantam lereng, parasut kemudian terangkat dan membawa penerbangnya meluncur ke angkasa. Kecepatan angin dan kemampuan mengendalikan parasut, merupakan kombinasi yang sangat menentukan apakah penerbang akan tetap terus melayang atau harus siap-siap mendarat. Terdapat dua sumber angin naik yang dapat dimanfaatkan penerbang paralayang agar dapat terbang tinggi dan jauh yaitu naikan dinamik (dynamic lift) dan naikan thermal (thermal lift). Naikan dinamik adalah angin yang naik karena menabrak lereng bukit, semakin kencang angin yang datang semakin besar pula kekuatan angin naiknya. Sedang naikan thermal adalah angin naik
atau gelembung udara naik karenanya adanya pemanasan permukaan bumi oleh matahari. Sumber-sumber ini biasanya dijumpai di permukaan yang kering seperti ladang, lapangan, jalanan, dan perumahan, karena permukaan bumi ini gampang terpanaskan. Tanpa dua sumber ini tak mungkin seorang penerbang paralayang dapat bertahan lama terbang di angkasa bebas. Penerbang paralayang harus dapat membaca medan terbangnya yang berupa perbukitan. Saat ada angin naik, di sisi lainnya terdapat angin putar atau yang biasa disebut rotor atau turbulensi. Di situlah penerbang harus waspada jangan sampai ditelan rotor atau angin putar itu. Melayang memang asyik, bumi yang indah jadi lebih indah saat dilihat dari ketinggian. Tetapi keasyikkan ini tentu saja tak membuat lupa bahwa penerbang pun harus mendarat di tempat yang aman setelah terbang berjam-jam. Lapangan terbuka yang bebas dari pepohonan tinggi dan rintangan lainnya merupakan lokasi pendaratan paling aman. (Agus/dari berbagai sumber)
011 SEPTEMBER 20 2011
15
KHAZANAH
Akar Kejahatan Internal Korporasi Oleh: Drs. Deddy Jacobus, CCSA Senior Partner JPM Advisories
erkuaknya kasus penyelewengan uang nasabah dengan kerugian mencapai sekitar Rp 17 miliar oleh staf kunci di sebuah bank (Citibank) yang notabene diakui sebagai salah satu bank terbaik di dunia kembali mengingkatkan kita akan rentannya keamanan dana a pihak ketiga di lembaga-lembaga ga keuangan seperti bank, asuransi, manajer investasi, dan dana pensiun. Terlepas dari adanya janji dari bank untuk mengembalikan seluruh dana yang telah diselewengkan, peristiwa ini mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi kita karena kerap berulang dari waktu ke waktu dan dengan angka kerugian dalam jumlah yang fantastis. Peristiwa ini menggarisbawahi betapa pentingnya lingkungan internal/lingkungan pengendalian yang sehat. Lingkungan internal yang dimaksud mencakup komitmen, integritas, kompetensi, dan standar praktik Sumber Daya Manusia (SDM). Komitmen adalah keseriusan dan kesungguhan pimpinan entitas dan unitunit kerja terhadap pengembangan dan efektivitas sistem pengendalian internal. Komitmen juga berarti upaya terbaik para pimpinan untuk menjadi contoh dalam menegakkan kebijakan dan sistem pengendalian internal yang telah ditetapkan. Ketika pimpinan tidak memberikan komitmen ini secara konsisten, maka mereka sedang memberikan pesan yang sangat jelas kepada staf dan bawahan mereka
T
16
SEPTEMBER 2011
bahwa pimpinan mereka tidak bah memandang serius kebijakan dan me prosedur pengendalian internal. pro Dalam kenyataan, ketidakseriusan ini akan ke mewujud dalam bentuk m pembiaran. Dan umumnya p pembiaran yang satu akan membawa kepada pembiaran berikutnya. Pembiaran terhadap pelanggaran prosedur untuk sejumlah transaksi bernilai kecil akan membawa kepada pelanggaran prosedur untuk transaksi dalam skala besar. Dan pembiaran ini, dalam berbagai kasus bisa berlangsung bertahuntahun! Integritas adalah keselarasan antara kata dan tindakan, antara kebijakan dan pelaksanaannya, antara yang dijanjikan dan yang diwujudkan. Ini merujuk pada nilai internal yang menjunjung kejujuran dan kewajaran dalam melakukan aktivitas bisnis. Integritas dalam perspektif pengendalian internal dan manajemen risiko adalah upaya untuk mewujudkan target-target bisnis tanpa menghalalkan segala cara apalagi dengan mengorbankan pihak ketiga yang mempercayakan dana mereka untuk kita kelola. Integritas dalam konteks lembagalembaga keuangan adalah dihormatinya prinsip pengelolaan yang prudent. Prudent tidak berarti tidak berani mengambil keputusan. Ia juga tidak berarti proses pengambilan keputusan dengan prosedur yang panjang, berbelit, dan rumit. Bisnis menuntut diambilnya keputusan yang cepat tetapi tidak berarti gegabah. Keputusan yang
lamban membuat bisnis Anda tertinggal dari pesaing. Tetapi keputusan yang gegabah akan membuat bisnis Anda menerjang bahaya pada tikungan berikutnya. Dan ketika revenue menjadi panglima di atas prinsip pengelolaan yang prudent, maka alasan utama untuk berbisnis di lembaga keuangan sudah berakhir. Bisnis Anda tidak siap untuk survive di industri ini. Kompetensi adalah tentang menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat. Kompetensi adalah segalanya bagi berjalannya sistem pengendalian internal yasng efektif. Ini mencakup kompetensi di seluruh aspek kegiatan perusahaan termasuk kompetensi mereka yang menjalankan fungsi assurance seperti fungsi ngsi kepatuhan, fungsi manajemen men risiko dan fungsi internal audit. Tanpa kompetensi yang g memadai, tim mereka tidak akan mampu mengenali secara cara memadai potensi risiko fraud, mendeteksi secara dini ketika pelanggaran prosedur terjadi, menangkap dan melaporkan laporkan kejahatan internal yang sedang muncul, dan menangkap sinyal bencana yaeng tengah menanti. Seringkali fungsi-fungsi ini hanya dipandang sebagai cost-center yang tidak perlu dan cukup diisi dengan orang-orang buangan, yang tidak memiliki kompetensi yang memadai. Tidak heran kejahatan yang berlangsung selama bertahun-tahun tidak dengan segera dapat dideteksi hingga akhirnya bencana yang merugikan perusahaan dan pihak ketiga terjadi. Ini benar dalam kasus Baring Bank (di Singapura, 1995), Enron Corp (di Amerika, 2001), Societe Generale (di Perancis, 2007) dan Citibank (di Indonesia, 2011). Terakhir, standar praktik Sumber Daya Manusia (SDM). Di kalangan komunitas teknologi informasi (TI) ada ungkapan ‘garbage in, garbage out’ atau biasa disingkat GIGO untuk menggambarkan bahwa informasi yang salah yang
dimasukkan ke dalam sistem pasti akan menghasilkan olahan yang salah meskipun sistemnya andal. Menggunakan analogi yang sama, betapapun baiknya sistem pengendalian internal suatu perusahaan, jika standar praktik SDM-nya, mulai dari filosofi pengelolaan SDM, standar perekrutan, pengembangan karir dan kompetensi, reward and punishment, dan seterusnya. Terkait dengan filosofi manajemen SDM, seringkali tanpa disadari, manajemen mengirimkan filosofi yang berbahaya kepada karyawan bahwa, misalnya, perusahaan memandang kecantikan sebagai aset yang lebih berharga dan atas integritas dan nilai berada di a etika. Dan bahwa aset tersebut perlu dimanfaatkan dalam memenangkan dimanfaat membangun kedekatan dengan dan mem pelanggan atau nasabah; bahwa pelang manajemen tidak akan mendisiplin manaje pelanggaran prosedur yang mereka pelang lakukan sepanjang mereka la mendatangkan revenu yang besar bagi perusahaan; dan seterusnya. sete Terkait dengan judul tulisan ini, Terk maka dapat disimpulkan bahwa akar kejahatan internal korporasi seringkali tidak terletak pada lemah atau buruknya sistem manajemen risiko dan pengendalian internal semata melainkan lebih pada tidak adanya komitmen, integritas, kompetensi dan standar praktik SDM yang dibutuhkan untuk mencegah munculnya kejahatan internal sejak awal. Aspek-aspek ini adalah GIGO-nya sistem manajemen risiko dan pengendalian internal perusahaan. Selain ‘garbage in, garbage out’, GIGO di sini juga bisa dibaca sebagai ‘gold in, gold out.’ Benang merahnya, dari aspek komitmen, integritas, kompetensi, dan standar praktik SDM sebagaimana diuraikan di atas, mengerucut pada satu kata ini: PEOPLE. Benar kata seseorang, “Good system will fail if it is run by poor people; but poor system will somehow work well if it is run by good people.” (sumber: www.arm-asia.org)
SEPTEMBER 2011
17
INTERVIEW
Naif Ali Dahbul
Anggota Dewan Sertifikasi BSMR
“Bankir Asing Wajib Uji Kompetensi”
P
ersaingan yang berlangsung di industri perbankan semakin ketat. Ini tidak hanya berlangsung di antara bank lokal, tapi juga antarbank lokal ”melawan” bank asing. Inilah yang membuat otoritas moneter khawatir para bankir akan mengabaikan prinsip kehati-hatian. Untuk meminimalisasi risiko akibat persaingan tersebut, Bank Indonesia sejak dua tahun lalu telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/25/PBI/2005. Dalam beleid tersebut, BI mewajibkan pengelola bank umum—lokal maupun asing—memiliki sertifikat kompetensi manajemen risiko. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, para bankir harus melalui berbagai ujian yang diselenggarakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Lantas, sejauh apa proses sertifikasi tersebut? Bagaimana dampaknya terhadap pengelolaan risiko perbankan saat ini? Buletin BSMR berkesempatan mewawancarai Naif Ali Dahbul, Anggota Dewan Sertifikasi BSMR, terkait hal tersebut. Berikut petikan perbincangan dengan pria yang pada tahun 2003-2004 pernah ditugaskan sebagai Anggota Tim Penyusunan Implementasi Manajemen Resiko pada Perbankan Indonesia. Dalam Uji Kompetensi Level IV & V hari ini, terlihat banyak bankir asing dan bankir lokal yang bekerja di bank asing mengikuti ujian ini. Wajibkah mereka mengikuti Uji Kompetensi ini? Sesuai dengan Peraturan Bank
18
SEPTEMBER 2011
Indonesia yang dituangkan dalam Peraturan BI No.7/25/PBI/2005, seluruh bankir yang bekerja di Indonesia, baik lokal maupun asing diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi untuk mendapat sertifikat kompetensi manajemen risiko, sesuai dengan tingkatan atau jabatan yang dipegangnya, dari mulai tingkat atau level satu sampai level lima. Jadi, Uji Kompetensi ini sifatnya wajib. Dalam Uji Kompetensi kali ini, tercatat sekitar 120 orang, ada yang bankir asing, bankir lokal yang bekerja di bank asing dan bankir lokal lainnya. Prosentasenya, 60% lokal dan 40% asing. Kalau prosentase, seharusnya memang banyak bankir asing karena secara ketentuan manajemen menghendaki atau mendorong mereka lebih maju. Sehingga ketika ada pergantian personil akan lebih mudah. Mereka sudah menyiapkan orang untuk level IV atau V, sehingga kalau ada pergantian dan sebagainya akan lebih mudah bagi bank itu bermanuver. Bagi bankir asing, bukankah mereka sudah ikut Uji Kompetensi semacam ini di negara asal? Apakah bila mereka bekerja di Indonesia, juga harus mengikuti ujian ini lagi? Jangan salah, tidak semua negara asing itu memiliki program sertifikasi karena tidak diwajibkan oleh otoritas pengawas. Tapi itu diwajibkan oleh banknya masingmasing. Seperti kita ini (BSMR), kita bekerja sama dengan GARP (Global Association Risk Professional) yang diakui secara
internasional. Justru sebaliknya, kalau mereka ikut tes disini, lalu mereka pulang ke Negara asal, mereka sudah punya sertifikat yang berlaku internasional, berlaku juga di mana dia tinggal. Dari pengalaman Anda menguji para bankir asing ini, adakah kendala bagi mereka mengikuti Uji Kompetensi yang diadakan BSMR? Kalau kendala bahasa, rasanya tidak karena kami memberi mereka dua pilihan bahasa: Inggris dan Indonesia. Dalam satu soal, ada pilihan bahasa Indonesia dan Inggris. Bahkan untuk level V sudah kita tentukan, sehingga mereka tidak perlu memilih bahasa. Bagaimana cara menghindari ‘kebocoran’ ujian? Seperti ujian pada umumnya. Soalnya juga sudah didesain sedemikian rupa. Sehingga, meskipun dalam satu ruangan, masing-masing peserta tidak bisa call a friend. Dan sistem ini tidak
memungkinkan adanya bocoran atau joki. Apa yang membedakan peserta di level I,II,III dengan level IV-V saat ini? Satu, dari tingkat kesulitan. Kemudian, kualifikasi dari pesertanya, lalu juga jabatan peserta itu sendiri. Artinya, beberapa dari peserta jabatannya sedikit di bawah direksi bank. Kalau level IV-V itu boleh dikatakan sudah direktur bank besar. Jadi, semakin tinggi level uji kompetensi, semakin mendekati manajemen puncak. Setelah mereka lulus ujian, cap kompeten ada pada mereka. Nah, bagaimana penerapan kompetensi itu nantinya? Di dalam penerapannya, misalnya di level IV dan V, kita membuat studi kasus dari kasus-kasus yang riil terjadi di perbankan. Kemudian kita olah dan muncul sebagai pertanyaan pilihan berganda. Hal ini bisa memberikan pemahaman uji yang komprehensif dari suatu fungsi bank dalam suatu manajemen risiko. Jadi, dalam soal ada masalah syariah dan masalah-masalah perbankan lain yang komprehensif. Di level V misalnya, ada 5-6 kasus. Jadi kasus-kasus itu kita bikin kompleks. Kompleksitas kasus itulah yang menentukan level dan sebagainya. Di level IV contohnya, kompleksitasnya menengah. Kasus-kasus ini bisa terjadi di Indonesia dan luar Indonesia. Tapi sebenarnya kasus bank itu universal, cuma tinggal masalah local content atau local regulation saja yang membedakan. Masalah kredit perumahan misalnya, d Indonesia atau Amerika sama persoalannya. Cuma regulasinya saja yang berbeda. Selain untuk mengikuti PBI, apa
SEPTEMBER 2011
19
INTERVIEW benefit bagi bankir mengikuti ujian sertifikasi ini? Yang pasti, jenjang karirnya akan meningkat. Sebab, sertifikat itu bisa menjadi bargaining power bagi bankir untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Apalagi, jika dia lulus dengan nilai bagus. Jadi, sertifikat ini sama seperti ijazah. Namun, tentu saja perjalanan karir itu juga tergantung dari banyak faktor, di antaranya pengalaman dan integritas sang bankir. Meski pintar, kalau motivasinya rendah, tentu performance-nya tidak akan meningkat. Ada usulan, dalam soal ujian, kasus derivatif dan statistik sebaiknya dikurangi karena belum banyak kasus itu di Indonesia. Komentar Anda? Memang betul, kasus itu belum banyak terjadi di Indonesia, tapi hal itu tetap harus dipahami seorang bankir. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu ada tekanan market yang besar karena kasus di Amerika. Nah, kita harus bisa memahami kasus itu seperti apa, efeknya ke negara kita bagaimana, bagaimana pengaruhnya terhadap kredit perumahan dan sebagainya. Dengan begitu para bankir bisa antisipasi, oh di sana ada kasus seperti itu, kita bisa antisipasi. Bagaimana dengan soal statistik? Di level ini memang tidak memberikan (soal) statistik, karena di level IV-V sudah di level pembuat kebijakan, sudah mendekati atau di level puncak, tak mengurusi itu (statistik). Di level I-III soal seperti memang masih ada, di level IV-V sama sekali tidak ada karena di level ini tidak mulai dari perhitungan-perhitungan yang canggih, tapi bagaimana perhitungan-perhitungan kebijakan dari seorang CEO atau complain director atau seorang division head yang akan mempengaruhi jalannya perusahaan bank yang bersangkutan. Hingga kini, berapa jumlah bankir yang sudah mengikuti Uji Kompetensi? Uji Kompetensi ini terdiri dari lima
20
SEPTEMBER 2011
tingkat. Untuk tingkat pertama yang sudah berlangsung sejak 2005, telah diikuti 16.339 bankir. Dari jumlah tersebut, yang lulus sekitar 12.702 orang atau setara dengan 77,74%. Sedangkan untuk ujian tingkat dua, jumlah pesertanya baru 3.412 orang. Karena, ujian ini baru kami mulai tahun lalu. Untuk tingkat dua ini, hanya sekitar 65,59% peserta yang lulus. Mungkin, itu karena ujian tingkat dua ini lebih sulit ketimbang ujian tingkat satu. Lantas, ujian tingkat tiga yang baru dilakukan tahun ini, diikuti 423 orang dengan jumlah peserta lulus sebesar 57,45%. Sedangkan untuk tingkat empat dan lima baru akan dibuka tahun 2008. Sampai akhir tahun 2010, kami menargetkan peserta sertifikasi ini mencapai 60 ribu bankir. Bagaimana jika ada bankir yang tidak lulus? Saat ini tak ada aturan yang membatasi seorang bankir dalam mengikuti ujian. Yang penting, dia bisa lulus dan mendapat sertifikat. Tapi, mungkin, ada kebijakan dari bank tempat dia bekerja. Misalnya, jika tidak lulus dia harus bayar biayanya sendiri. Seperti apa kriteria tingkatan ujian yang harus diambil para bankir? Pada 5 Agustus 2010, yakni saat aturan PBI No. 7/25/PBI/2005 berlaku, seluruh pengelola bank—mulai dari komisaris, direktur, hingga para pejabat yang terkait dengan manajemen risiko, seperti unit kepatuhan, auditor internal, supporting risk taking unit, core risk taking unit, dan risk management unit—harus sudah memiliki sertifikat yang dimaksud. Sertifikat itu harus sesuai dengan aset bank yang bersangkutan, apakah bank beraset di bawah Rp 1 triliun hingga lebih dari Rp 10 triliun. Sebab, semakin besar banknya, maka tingkat kompleksitasnya semakin tinggi. Tentu saja level yang dipersyaratkan juga akan semakin tinggi. Misalnya, kepala divisi di Bank BRI, dia harus memiliki
sertifikat manajemen risiko tingkat empat. Tapi, kalau kepala divisi manajemen risiko di sebuah BPD yang asetnya di bawah Rp 10 triliun, tidak harus sampai level empat, cukup sampai tingkat dua saja. Bagaimana sanksi terhadap bankir yang tidak lulus ujian sertifikasi pada 2011? Kalau itu terserah kebijakan banknya. Yang jelas, pada Agustus 2011, pengelola bank harus sudah sesuai dengan yang disyaratkan PBI. Jika tidak, banknya akan mendapat sanksi dari BI. Apa ada sanksi buat bank yang masih mempekerjakan bankir tersebut? Sebetulnya ada sanksi administratif berupa denda uang. Bagi bank, jumlah denda tersebut nilainya tidak seberapa. Namun, tingkat kesehatan bank tersebut akan diturunkan oleh BI. Sanksi terakhir itulah yang akan memberatkan. Tapi, BI sebenarnya tidak menginginkan ada bank yang terkena sanksi. Makanya, BSMR harus bisa memenuhi dan melaksanakan sertifikasi ini seoptimal mungkin. Apakah seluruh bank sudah mengirim pejabatnya mengikuti ujian inI? Semua bank sudah mengirimkan pejabatnya ke BSMR. Hanya saja jumlah peserta dari masing-masing bank berbeda. Kemarin, kami baru memberikan award kepada Bank Mandiri sebagai bank yang mengirimkan peserta paling banyak. Bank mana yang karyawannya paling banyak lulus ujian? Bank Mandiri tingkat kelulusan karyawannya mencapai 72%. Kalau BCA tinggi sekali, sementara BRI dan Danamon untuk level dua, tingkat kelulusan karyawannya mencapai 65%. Apakah sudah ada dampak signifikan terhadap kinerja bank yang pejabatnya sudah memiliki sertifikat ini? Laporan secara resmi belum ada. Masih terlalu dini untuk mendeteksi hal tersebut. Tapi dalam jangka panjang, kami yakin akan ada perubahan.#
NAIF ALI DAHBUL lahir di Pekalongan pada tanggal 10 Januari 1963, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (1987) dan Master of Business Administration Monash University Australia (1994). Beliau memulai berkarir sebagai Staf Pimpinan di Kanca Brebes (1987-1988), Staf I Divisi Administrasi Kredit Kantor Pusat BRI (1988-1992), Staf II Divisi Pendidikan dan Latihan Kantor Pusat BRI (1992-1994), Staf Madya Divisi Korporasi Kantor Pusat BRI (1994-1996), dan Kepala Bagian Divisi Korporasi Kantor Pusat BRI (1996-2000). Selanjutnya, Beliau ditugaskan sebagai Anggota Tim Tenaga Ahli pada Bank Danamon (1998-1999), Ketua Tim Counter Part BRI Bidang Kredit dengan Deutche Bank dalam rangka Rekapitulasi BRI (1998-2000), Kepala Bagian Divisi Restrukturisasi Kantor Pusat BRI (20002001), Wakil Kepala Divisi Administrasi Kredit Kantor Pusat BRI (2001-2005), Ditugaskan sebagai Anggota Tim Penyusunan Implementasi Manajemen Resiko pada Perbankan Indonesia (2003-2004), Anggota Tim Go Public BRI (2004), Ditugaskan sebagai Anggota Tim Penyusunan Credit Biro pada Bank Indonesia (2004-2005), Anggota Dewan Sertifikasi Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (BSMR) (2004-sekarang), Wakil Kepala Wilayah Kantor Wilayah BRI Jakarta (2005-2007) dan Direktur Keuangan PTPN II (2007-sekarang).
SEPTEMBER 2011
21
SWARA Peserta Uji Kompetensi Manajemen Risiko yang diselenggarakan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) baru-baru ini ternyata sangat berwarna. Ada yang berasal dari Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bank Swasta, hingga Bank Pembangunan Daerah (BPD). Posisinya juga sangat beragam. Mulai dari staf di divisi manajemen risiko, karyawan bagian marketing, hingga komisaris. Lantas, apa saja pendapat para peserta terkait acara Uji Kompetensi oleh BSMR? Berikut suara dari beberapa peserta yang berhasil diwawancarai redaksi Buletin BSMR:
Suardi Salam Pemimpin Divisi Perencanaan & Pengembangan BPD Bengkulu
“Jadi Lebih Mudah dengan Soal Studi Kasus”
I
ni kali keempat saya mengikuti Uji Kompetensi. Bersama beberepa teman lain di BPD Bengkulu, kami mengikuti uji kompetensi level IV ini di Jakarta. Pada level I,II dan III sebelumnya, kami juga mengukuti ujian ini di Jakarta. Bagaimana perasaan saya setelah
22
SEPTEMBER 2011
mengikuti Uji Kompetensi di level IV ini? Saya pribadi merasa biasa-biasa saja karena sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Meski soal-soal di level IV ini tidak “terlalu sulit” dibanding level I,II, III yang lebih teoritis dan hapalan, toh saya tetap mempersiapkan ujian ini sebaik mungkin. Bagaimanapun saya mungkin akan berhadapan dengan risiko-risiko yang terjadi di bank saya. Beruntunglah, dari semua soal yang diberikan, saya bisa mengerjakan semua karena di level ini lebih kepada studi kasus, di mana studi kasus itu relevan dengan pekerjaan saya sehari-hari. Memang, sampai sejauh ini di pengalaman nyata belum menemui kasus yang dimaksud. Tapi dari kasus yang terjadi, kita dituntut mengelola risiko itu sebaik mungkin. Bagi saya, Uji Kompetensi seperti yang diadakan oleh BSMR ini tetap penting bagi pekerja bank seperti saya. Sebab, dengan mengikuti Uji Kompetensi ini kita tahu bagaimana mengelola suatu risiko tempat kita bekerja sehari-hari. Juga penting untuk mengetahui soal regulasi, ketentuan modal yang berkaitan dengan manajemen risiko, karena kita bekerja di lembaga yang regulated, sehingga mengelola risiko sudah menjadi kewajiban. Sejauh ini, Uji Kompetensi yang diadakan BSMR sudah cukup baik. Dan saya berharap bisa lulus di uji kompetensi manajemen risiko level IV ini. #
Relia Novita Kepala Bagian Auditor Internal Bank Aceh
“Optimistis Lulus Meski Persiapan Mepet”
seperti saya, memang penting karena pekerja bank juga punya risiko dalam menjalankan operasional perusahaan bank. Jadi, dengan Uji Kompetensi seperti ini, nantinya kita dihadapkan dengan risiko yang sebenarnya. Bagaimana kita menangani risiko itu, disitulah letak kompetensi kita. Secara pelaksanaan, Uji Kompetensi yang diadakan BSMR ini sudah cukup bagus. Meski saya dengar ada pro kontra soal pelaksanaan Uji Kompetensi yang diadakan oleh BSMR ini, tapi hal itu tidak terpengaruh terhadap saya dan temanteman lain. Buktinya, kami tetap dikirim ke Jakarta untuk mengikuti Uji Kompetensi yang digelar oleh BSMR ini. #
Ari Lastina Head of Privilege Banking PT Bank UOB Indonesia Tbk
A
lhamdulillah, saya bisa mengerjakan semua soal di Uji Kompetensi level IV kali ini. Padahal, bersama temanteman lain di Bank Aceh, saya hanya punya persiapan yang mepet untuk mengikuti tes ini di Jakarta. Menurut saya, soal-soal yang diuji pada level IV ini tidak terlalu sulit, makanya saya bilang bisa mengerjakan soal-soal tadi. Mengapa mudah? Karena pada level ini kita lebih banyak mengerjakan soal-soal studi kasus, bukan hapalan seperti pada level I,II, III sebelumnya. Studi kasus itu kebetulan banyak berhubungan dengan pekerjaan saya sehari-hari di bagian auditor Bank Aceh. Soal-soal ini lebih kepemahaman kita menangani suatu kasus yang menjadi risiko di suatu bank. Uji Kompetensi buat pekerja bank
“Soal Berbahasa Indonesia, Tricky Banget!”
S
aya merasa, saya bakal lulus. Kenapa? Karena dari soal-soal yang kita kerjakan tadi, tidak jauh dengan pekerjaan yang saya jalani sehari-hari. Teori pada studi kasus dan praktik, saling berkaitan, masih relevan. Makanya, saya bilang saya yakin bakal lulus karena soalnya terbilang mudah saya kerjakan. Sebagai manusia normal, rasa degdegan pasti ada ketika mau memulai mengerjakan soal-soal tadi. Bagaimanapun saya mewakili nama manajemen di bank tempat saya bekerja. Beruntung, rasa degdegan tadi berangsur hilang seiring saya bisa mengerjakan soal-soal Uji Kompetensi level IV kali ini. Hampir tak ada kendala berarti dalam
SEPTEMBER 2011
23
SWARA karena semua pelaksanaannya terbilang baik. Apakah saya akan ikut Uji Kompetensi lagi di level V? Mudah-mudahan, kalau saya bisa sudah menjabat direktur nanti. Doakan, ya! #
Abdul Afiv Domestic Remittance Bank of Tokyo
“Ketegangan Sirna Saat Mengerjakan Soal”
T ujian hari ini. Sedikit kendala justru pada soal-soal berbahasa Indonesia karena ada penggunaan kata-kata yang masih ada sedikit tricky. Padahal kan tujuan tes ini untuk kita bisa memahami soal kasus. Karena di dalam soal berbahasa Indonesia ada kata-kata atau kalimat yang artinya bisa sama atau bisa beda sama sekali. Jadi, kita harus hati-hati memahaminya. Ini maksudnya apa, maunya kemana, karena itu tricky banget. Karena dalam studi kasus kan kita harus melihat kasus itu seperti apa, dan sebagainya. Nah, dengan bahasa Indonesia, bisa jadi pemahamannya berbeda. Meski begitu, secara pelaksanaan, Uji Kompetensi oleh BSMR ini patut diapreasi
24
SEPTEMBER 2011
erus terang, menghadapi Uji Kompetensi di level IV ini saya merasa lumayan tegang. Sebagai pekerja di bank asing saya dituntut harus lulus Uji Kompetensi ini karena Bank Indonesia (BI) mengharuskan semua bank asing yang beroperasi di Indonesia wajib mengirimkan personilnya untuk Uji Kompetensi ini. Apalagi peraturan BI tentang Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum sudah berlaku efektif sejak 3 Agustus 2011 ini. Itulah, salah satu alasan ketegangan saya. Alhamdulillah, ketegangan itu perlahan sirna ketika saya bisa mengerjakan soalsoal tadi di dalam (ruangan). Kali ini soalsoal lebih banyak ke studi kasus yang sedikit banyak relevan dengan pekerjaan saya sehari-hari. Makanya saya bersyukur bisa mengikuti Uji Kompetensi level IV kali ini karena persiapan yang saya lakukan juga tidak banyak, hanya membaca buku-buku yang relevan dan mencari masukan dari temanteman kolega lain yang pernah ikut Uji Kompetensi yang digelar BSMR ini. Saya berharap, saya bisa lulus Uji Kompetensi kali ini. Semoga! #
SEKITAR SERTIFIKASI
Menguji Bankir Asing Lewat Sertifikasi Selain bankir lokal, para bankir asing yang bekerja pada bank di Indonesia juga diwajibkan untuk mempunyai sertifikasi manajemen risiko. Tujuannya, supaya para bankir asing tadi mengerti persoalan lokal yang ada di Indonesia, dan itu ada dalam soal Uji Kompetensi yang diadakan BSMR.
J
am belum juga menunjukkan pukul 08.00 pagi, tapi beberapa orang sudah bergegas menuju lantai 6 Gedung Niaga Arena PRJ Kemayoran, Jakarta. Bagi para peserta Uji Kompetensi yang menunaikan ibadah puasa, puasa Ramadhan 1432 H kali ini nampaknya tak menghalangi mereka untuk bersegera menyambangi gedung di kawasan bekas bandara di Jakarta tempo dulu tersebut. Padahal, Uji Kompetensi level 4 dan 5 yang diadakan oleh Badan Serifikasi Manajemen Risiko (BSMR) sendiri baru dimulai sekitar pukul 10.00. Di sudut lain, beberapa peserta mencoba berusaha rileks dan melepaskan ketegangan dengan berbincang-bincang bersama para koleganya. Dari percakapan yang terdengar memakai bahasa Inggris, bisa ditebak mereka adalah sebagian para bankir asing yang bekerja di Indonesia serta para bankir lokal yang bekerja di bank asing. Mengapa para bankir asing ini wajib mengikuti uji kompetensi manajemen risiko yang diadakan BSMR? Menurut Naif Ali Dahbul, Anggota Dewan Sertifikasi BSMR, tak ada perkecualian, semua bankir lokal dan bankir asing yang bekerja pada bank di Indonesia diwajibkan mempunyai sertifikat manajemen risiko. “Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/25/PBI/2005 dan beberapa peraturan BI lainnya, BI
mewajibkan pengelola bank umum—lokal maupun asing—memiliki sertifikat kompetensi manajemen risiko. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, para bankir harus melalui berbagai ujian yang diselenggarakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR),” jelas Naif sembari menjelaskan bahwa tidak semua negara asal bankir asing tersebut mewajibkan sertifikasi seperti yang dilakukan otoritas moneter Indonesia (Bank Indonesia). “Tapi biasanya diwajibkan oleh banknya masing-masing,” imbuhnya. Ucapan naif juga diamini Ketua Dewan Sertifikasi BSMR, Gayatri Rawit Angreni. “Sertifikasi yang kami laksanakan ini adalah standarisasi untuk bankir di Indonesia, jadi
SEPTEMBER 2011
25
SEKITAR SERTIFIKASI semua sama bankir lokal maupun asing,” papar Gayatri. Dia mengakui, sebagian besar bankir asing telah mempunyai sertifikat manajemen resiko dari Global Association of Risk Professional (GARP) yang menjadi partner kerjasama BSMR dalam penyelenggaraan program ujian ini. “Tapi kami juga menginginkan bankir asing mengerti persoalan lokal yang ada di Indonesia, dan itu ada di dalam soal ujian,” jelasnya.
Dia menambahkan, soal-soal ujian juga bermuatan persoalan yang bernuansa lokal dan dikaitkan dengan peraturanperaturan lokal setempat, selain persoalan internasional. “Jadi di bankir asing yang bekerja di bank di Indonesia juga harus memenuhi program sertifikasi dari BSMR. Malah peserta dari bank asing memiliki tingkat kelulusan yang cukup bagus, walaupun mereka harus menguasai muatan lokal yang dibuat BI,” katanya lagi. Menurutnya, keuntungan untuk bankir
Pentingnya Manajemen Risiko anajemen risiko penting dilakukan, tidak hanya di perbankan dan sektor keuangan, namun telah menjadi suatu kebutuhan di kalangan pengusaha dalam mengembangkan berbagai macam bisnisnya. Perbankan telah mulai melaksanakan manajemen risiko secara sistematis dan terpadu sejak adanya krisis moneter dan krisis multi dimensi tahun 1997 dan 1998. Risiko kredit saat itu sangat dominan dan membayangi hingga mengakibatkan rekapitalisasi perbankan nasional oleh Pemerintah. Sejak saat itu Bank Indonesia melakukan berbagai inisiatif dengan program API (Arsitektur Perbankan Indonesia), salah satunya adalah membenahi kelembagaan dan sumber daya manusia para bankirnya sehingga memiliki kompetensi manajemen risiko yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, perbankan akan mengajak pihak lain yang terkait dengan bisnisnya, terutama para nasabah untuk melakukan manajemen risiko. Dengan demikian debitur yang meminjam kepada bank, yang terdiri atas para pengusaha, didorong agar menerapkan manajemen risiko untuk mengendalikan bisnisnya. Bila hal tersebut dilaksanakan maka profil risiko perusahaan akan berbeda dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen risiko dengan baik. Manfaat yang diperoleh debitur adalah akan menikmati harga fasilitas kredit yang lebih baik, karena memiliki profil risiko yang lebih baik(risk-based pricing). Untuk
M
26
SEPTEMBER 2011
itu diperlukan suatu sharing pengalaman dan kompetensi diantara perbankan, yang memberikan fasilitas kredit dengan para pengusaha yang mendapatkan kredit, sehingga tercapai suatu sinergi dan pemahaman tentang manajemen risiko yang lebih baik. Ketentuan dan pelaksanaan manajemen risiko di perbankan diwajibkan oleh Bank Indonesia, sehingga lebih sistematis dan terencana. Untuk sektor riil, nampaknya perlu ada dorongan untuk melaksanakan manajemen risiko, karena di Indonesia umumnya masih dalam tataran kepatuhan, belum merupakan kebutuhan. Bila telah dilaksanakan dan diwajibkan, maka lambat laun akan tercipta kultur manajemen risiko yang baik, yang mampu mendukung pelaksanaan manajemen risiko di seluruh jajaran perusahaan. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan pengendalian risiko di sektor riil dan perbankan. Selain risiko kredit, bank juga dihadapkan pada risiko reputasi. Umumnya risiko ini adalah dampak dari berbagai risiko lain yang gagal dikelola dengan baik, misalnya kegagalan manajemen risiko likuiditas, risiko hukum, risiko keuangan, risiko kepatuhan, dan lain-lain yang akhirnya berdampak pada risiko reputasi perusahaan. Risiko keuangan yang tidak dimitigasi dan diantisipasi dengan baik akan menimbulkan risiko reputasi terutama di mata para stakeholders. Cara pengendalian risiko reputasi yang terbaik adalah dengan melakukan program antisipasi/preventive action dan program
lokal yang mempunyai sertifikat BSMR adalah dapat dijadikan modal jika mereka mau bekerja di luar negeri. “Karena kita bekerjasama dengan GARP, maka bagi bankir yang mau bekerja di luar negeri sertifikatnya bisa di-convert menjadi sertifikat GARP,” ujarnya. Apa benefit lainnya bagi bankir yang mengikuti sertifikasi ini? Menurut Gayatri, yang pasti, jenjang karirnya akan meningkat. Sebab, sertifikat itu bisa menjadi bargaining power bagi bankir pemeliharaan reputasi. Risiko reputasi adalah suatu risiko yang abstrak dan berbentuk intangible asset bagi perusahaan. Penanganan risiko reputasi sebaiknya secara preventive karena biaya penyelesaian risiko ini sangatlah besar dan akibatnya dapat merusak serta membunuh perusahaan Contoh tandatanda reputasi yang telah terkena adalah apabila nama perusahaan yang tercemar telah dimuat di sebuah headline surat kabar atau media masa lainnya. Sebelum risiko terjadi secara keseluruhan dan bersamaan, perusahaan perlu melakukan suatu analisis simulasi dengan metode “what if analysis”. Bila parameter yang dominan mempengaruhi terjadinya risiko, n maka dibuat suatu analisis dengan metode stress test. Risiko dihitung berdasarkan kerugian yang akan ditimbulkannya, a, apakah akan menggerogoti cadangan pembentukan risiko kredit, dit, pasar dan operasional, ataukah sampai ampai menghapuskan keuntungan dan yang paling parah adalah bila dampak risiko telah mengurangi modal hingga menghabiskan modal perusahaan. Hal ini disebut dengan timbulnya unexpected risk, yang antara lain disebabkan karena catastrophic risk sehingga perusahaan gagal. Tidak jarang perusahaan yang demikian dinyatakan berstatus bankcruptcy. Dalam rangka memonitor indeks kepuasan nasabah, seringkali terdapat perbedaan dalam scoring antara penilaian nasabah/konsumen dan dari pemerintah serta dari industri. Sebagai contoh adalah saat terjadi kasus sebuah perusahaan yang gagal
untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Apalagi, jika dia lulus dengan nilai bagus. Jadi, sertifikat ini sama seperti ijazah. Namun, tentu saja perjalanan karir itu juga tergantung dari banyak faktor, di antaranya pengalaman dan integritas sang bankir. Meski pintar, kalau motivasinya rendah, tentu performance-nya tidak akan meningkat, Alat Pencegah Krisis Persaingan yang berlangsung di mempertahankan reputasinya, maka saat itu seluruh perusahaan yang sejenis terkena dampaknya yaitu mendapatkan reputasi yang jelek walaupun yang lain tidak melakukan hal yang tercela seperti yang dialami oleh salah satu perusahaan tersebut (terkena efek sistemik). Upaya yang dapat dilakukan antara lain adalah melakukan manajemen risiko reputasi dengan cara manajemen stakeholders yang paling berpengaruh dalam pengendalian risiko reputasi. Misalnya p y mass media yang paling berpengaruh, berpengaruh yang vokal, yang memiliki dan oplaag besar. Bila perlu distribusi da diadakan semacam diskusi terbuka se yang dialami, mengenai permasalahan pe dan diusahakan terdapat third par party endorsement. Pada saat yang tepat harus ada penjelasan tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya, peru kejujuran akan dihargai oleh publik kejuju dibandingkan dengan penghindaran diband dan pengabaian kelemahan pen perusahaan. Kelemahan yang ada agar dibuat upaya-upaya perbaikan dan program pencegahan. Hal ini akan lebih berarti lagi bila ada semacam testimoni dari pihak ketiga/ konsumen mengenai manfaat program perbaikan perusahaan yang telah dirasakan. Bila masih terdapat permasalahan hukum dan reputasi, disarankan agar perusahaan menjalin kerjasama dan meminta dukungan dari asosiasi industri yang terkait. Alternatifnya adalah melalui legal advocacy dari asosiasi tersebut. Asosiasi dapat berperan serta untuk mendampingi perusahaan yang sedang bermasalah dan ikut mencarikan jalan keluar.# (Diolah dari berbagai sumber)
SEPTEMBER 2011
27
SEKITAR SERTIFIKASI
industri perbankan semakin ketat. Ini tidak hanya berlangsung di antara bank lokal, tapi juga antarbank lokal ”melawan” bank asing. Inilah yang membuat otoritas moneter khawatir para bankir akan mengabaikan prinsip kehati-hatian. Untuk meminimalisasi risiko akibat persaingan tersebut, Bank Indonesia sejak dua tahun lalu telah menurunkan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Dalam beleid tersebut, BI mewajibkan pengelola bank umum— lokal maupun asing—memiliki sertifikat kompetensi manajemen risiko. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, para bankir harus melalui berbagai ujian yang diselenggarakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Sesuai dengan Peraturan bank Indonesia (PBI) No. 7/25/PBI/2005, No.8/9/ PBI/2006, No.11/19/PBI/2009 dan No.12/7/ PBI/2010, seluruh pengelola bank—mulai dari komisaris, direktur, hingga para pejabat yang terkait dengan manajemen risiko, seperti unit kepatuhan, auditor internal, supporting risk taking unit, core risk taking unit, dan risk management unit—harus sudah memiliki sertifikat yang dimaksud. Sertifikat itu harus sesuai dengan aset bank yang bersangkutan, apakah bank beraset di bawah Rp 1 triliun hingga lebih
28
SEPTEMBER 2011
dari Rp 10 triliun. Sebab, semakin besar banknya, maka tingkat kompleksitasnya semakin tinggi. Tentu saja level yang dipersyaratkan juga akan semakin tinggi. Misalnya, kepala divisi di Bank BRI, dia harus memiliki sertifikat manajemen risiko tingkat empat. Tapi, kalau kepala divisi manajemen risiko di sebuah BPD yang asetnya di bawah Rp 10 triliun, tidak harus sampai level empat, cukup sampai tingkat dua saja. Gayatri juga mengatakan, pengelolaan manajemen resiko pada perbankan diperlukan untuk mencegah terulangnya krisis ekonomi yang penanggulangannya cukup mahal. “Jadi para bankir nantinya jangan melihat dari sisi sanksi yang akan diberikan jika dia tidak mempunyai sertifikat manajemen risiko, tapi lihat benefit-nya, dengan manajemen resiko diharapkan segala resiko yang dihadapi bankir bisa dikendalikan walaupun tidak bisa 100 persen,” jelasnya. Dengan adanya program sertifikasi, para bankir diharapkan dapat menjadi pengendali sehingga pengelolaan resiko menjadi sustainable. “Kita tidak ingin krisis perbankan terulang kembali akibat bankir tidak dapat mengendalikan resiko, dan biayanya bagi pemerintah sangat mahal untuk recovery,” imbuhnya. #