1
RUMAH TUO KAMPAI NAN PANJANG: KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA DAN PEMANFAATANNYA Dr. Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan, M.Si. dan Yoka Febriola S.Hum. Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah tradisional Suku Minangkabau yang menunjukkan tingkat kemahiran manusia masa lampau dalam seni bangunan. Rumah yang didirikan pada abad ke-16 ini masih menunjukkan keaslian dan berdiri kokoh hingga saat ini. Nilai-nilai penting yang dimiliki berupa nilai-nilai budaya yang tercermin dalam simbol-simbol menjadikan rumah ini layak menjadi cagar budaya tingkat provinsi. Kata Kunci: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, nilai-nilai budaya, cagar budaya.
Rumah Tuo Kampai Nan Panjang: Study of Cultural Values and its Utilization Abstract Rumah Tuo Kampai Nan Panjang is a traditional house of Minangkabau tribe thatshowed the building art skill level of people from the past. The housewas established in 16th century and still shown its purity, stood firm until now. The important values from this house was culture values that reflected in symbols, making this house worth to be a cultural heritage in the provincial level. Keyword: Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Minangkabau, Cultural values, cultural heritage.
Pendahuluan Di Minangkabau dikenal bentuk bangunan tradisional yaitu rumah gadang, yang merupakan hasil karya nenek moyang, dibangun sesuai tradisi yang bersifat turun-temurun dalam bentuk fisik bangunan, fungsi atau kegunaan serta konstruksi dalam pengolahan dan pemakaian bahan dan menjadi gambaran manusia masa lampau dalam memenuhi kebutuhan primer (Mutia, 2001: 18). Rumah gadang dapat dianggap sebagai cagar budaya karena merepresentasikan ide-ide, nilai-nilai, dan
kreativitas nenek moyang. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai salah satu rumah gadang yang masih memperlihatkan keasliannya yang dibangun pada awal abad 16, dari sudut pandang signifikansi budaya, bangunan ini memiliki nilai penting dalam kajian sejarah, kebudayaan, dan bidang ilmu lainnya (Izati, 2002: 12). Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menjadi perwakilan tipe rumah khas daerah Tanah Datar, yaitu tipe gajah maharam. Selain itu, Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki Keunikan dari bentuk pintu kamar yang oval, yang hanya ditemukan di
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
2 satu-satunya rumah gadang di Sumatera Barat sehingga menjadi salah satu alasan pemilihan topik ini. Adanya nilai-nilai penting, perwakilan tipe rumah gadang, dan keunikan pada bagian rumah, menjadi alasan-alasan penting dilakukannya kajian terhadap bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Nilai-nilai penting yang dimiliki oleh bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang harus dilestarikan karena nilai-nilai tersebut merupakan data arkeologi yang dapat terus dimanfaatkan. Nilai-nilai penting tersebut berupa nilai-nilai budaya yang tercermin dalam simbol-simbol tertentu, seperti simbol keyakinan, simbol teknologi lokal, simbol sosial, maupun simbol filosofis. Menurut Dradjat (1995), data arkeologi dikenal juga sebagai sumber daya budaya mati karena sifatnya yang terbatas, tidak dapat diperbaharui, tidak dapat dipindahkan, dan mudah rapuh. Keterbatasan data arkeologi menjadikan pelestarian sebagai upaya mutlak untuk mempertahankan keberadaannya dan pelestarian diatur secara legal dalam undang-undang mengenai cagar budaya. Menurut Price (1990) dalam Sulistyanto (2006), upaya pelestarian cagar budaya pada dasarnya merupakan cara untuk merepresentasi karya leluhur masa lampau agar masyarakat sekarang dapat memanfaatkannya Pemanfaatan tersebut hendaknya memiliki daya guna bagi masyarakat karena dinilai sebagai usaha untuk dapat memberikan perhatian secara berkesinambungan terhadap keberadaan benda tersebut.
Metode Penelitian Penelitian mengenai kajian pemanfaatan Bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menggunakan tahapan yang dapat diterapkan dalam jenis penelitian manajemen sumber daya budaya yang dalam hal ini terkait dengan pemanfaatan cagar budaya. Menurut Fagan (2006: 121-127), tahapan tersebut adalah: 1. Rancangan penelitian; 2. Persiapan dana penelitian dan perlengkapan lain yang menunjang penelitian; baik berupa peralatan maupun literatur; 3. Pengumpulan data; 4. Analisis; 5. Penafsiran dan penyimpulan data, serta publikasi. Seluruh tahap penelitian ini digunakan dalam proses penelitian, namun dalam ada beberapa tahapan yang menjadi fokus penelitian, yaitu pengumpulan data,
analisis, penyimpulan, serta publikasi dalam bentuk artikel ilmiah. Pada tahap pengumpulan data, digunakan data laporan dan artikel mengenai nilai-nilai cagar budaya dan kegiatan pemanfaatan yang dilakukan pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang yang dibuat oleh pengelola atau pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya setempat. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan berupa pengumpulan sumber-sumber pustaka yang berhubungan dengan kebudayaan Minangkabau, khususnya konsep bangunan, fungsi rumah gadang, serta upaya pelestarian rumah gadang. Dalam studi lapangan dilakukan deskripsi mengenai bangunan, menyangkut bagian-bagian bangunan, dan nilai-nilai cagar budaya pada bangunan. Lalu diamati juga lingkungan dan bangunan-bangunan rumah gadang lainnya untuk dilihat sebagai pengayaan data tentang rumah tradisional setempat. Pada studi lapangan, dilakukan pengambilan dan pengumpulan foto-foto bangunan dan lokasi sekitar bangunan serta pengumpulan peta objek penelitian dan denah bangunan. Oleh karena minimnya data mengenai sejarah bangunan, dilakukan wawancara untuk mendapatkan keterangan lisan dari narasumber. Tahap kedua adalah pengolahan data berupa analisis. kontekstual dan analisis khusus. Analisis khusus merupakan analisis yang menitikberatkan pada ciriciri fisik artefak, sedangkan analisis kontekstual menitikberatkan pada hubungan antar data arkeologi (Sukendar, dkk, 1999: 39-40). Dalam analisis khusus dilakukan pengamatan berdasarkan jenis-jenis atribut yang ada pada bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, yaitu: atribut bentuk yang diamati adalah bagian-bagian atau komponen bangunan, komponen tersebut dideskripsikan dari bagian kaki, tubuh, dan atap. Pada analisis atribut teknologi, diamati bahan yang digunakan dalam pembuatan bangunan. Rumah Tradisional pada umumnya dibuat dengan menggunakan kayu, begitu juga dengan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang secara umum menggunakan bahan dasar kayu dari pohon yang sudah tua. Analisis gaya dilakukan dengan mengamati berbagai macam ragam hias pada bangunan,untuk melihat pengaruhpengaruh arsitektur asing. Pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, secara umum ragam hiasnya merupakan ukiran lokal hasil kebudayaan Minangkabau. Selain analisis khusus, pada tahap ini juga dilakukan analisis kontekstual. Satuan pengamatan adalah lingkungan fisik di sekitar bangunan, hal ini untuk mengetahui nilai-nilai budaya, dan kegiatan-kegiatan
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
3 pemanfaatan pada bangunan. Analisis konstektual menjadi dasar untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan pemanfaatan yang telah dilakukan oleh masyarakat. Pada tahap penyimpulan data, data yang telah diolah dibandingkan dengan keadaan atau kondisi yang ideal menurut literatur. Pemaparan keadaan ideal menurut literatur yang sesuai dengan kondisi Bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai nilai-nilai cagar budaya bangunan, fungsi bangunan, dan kesimpulan mengenai upaya pemanfaatan cagar budaya yang sejalan dengan upaya pelestariannya.
gadang berfungsi sebagai tempat melahirkan sosok penghulu dan menjadi tempat proses pengangkatan penghulu. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang pada masa dahulunya ditempati oleh anggota kaum Suku Kampai dan rumah ini sama dengan rumah gadang lainnya yaitu sebagai tempat kedudukan kaum perempuan. Sistem matrineal yang dianut di Minangkabau menjadikan rumah ini sebagai pusat kedudukan kaum wanita keturunan Suku Kampai, namun bukan berarti kaum laki-laki tidak memiliki akses terhadap rumah gadang. Kaum laki-laki yang diwarisi sako (gelar), segala sesuatu mengenai proses pewarisan dan pengangkatannya dilakukan di rumah gadang.
Rumah Tuo Kampai Nan Panjang Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan salah satu rumah tertua di Minangkabau yang dibangun sekitar abad ke-16. Rumah ini merupakan Kampai. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah adat tradisional yang telah diwariskan secara turuntemurun pada lima generasi suku Kampai. Rumah Tuo Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan rumah kaum yaitu tempat berkumpulnya suatu kaum untuk melakukan berbagai aktivitas (Izati, 2002: 44). Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dengan ukurannya yang luas memberikan indikasi, bahwa rumah ini juga memiliki fungsi adat, yaitu sebagai tempat berlangsungnya berbagai peristiwa adat dan tempat untuk menjamu masyarakat kaum lainnya. Pengaruh sistem kekerabatan dalam konsep hunian masyarakat Minangkabau juga terlihat pada fungsi Rumah Tuo Kampai Nan Panjang.
Nilai-Nilai Budaya Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang masih memperlihatkan keasliannya hingga saat ini padahal rumah gadang lain di Nagari Balimbing yang dibangun pada masa hampir bersamaan, sudah banyak yang rusak. Bangunan ini pada awalnya difungsikan sebagai tempat melangsungkan aktivitas sehari-hari dan sebagai pusat kegiatan adat. Dahulunya rumah ini dipakai sebagai tempat musyawarah kaum adat. Adapun musyawarah yang dilakukan di rumah gadang kaum terkait permasalahan pengangkatan penghulu dan penggadaian harta pusaka. Permasalahan penggadaian harta pusaka dalam kehidupan masyarakat kaum hanya dapat dilakukan pada tiga perkara, yaitu ketika anak perempuan belum bersuami, prosesi pemakaman anggota kaum, dan rumah gadang sedang rusak. Selain itu, rumah
arsitektur bangunan-bangunan masa kini. Tiap-tiap elemen dan bagian dari bangunan tradisional memiliki fungsi konstruksi dan fungsi simbolis. Ada bagian-bagian yang memiliki makna dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki nilai-nilai budaya yang mencerminkan aspek-aspek kehidupan masyarakat nagari Balimbing. Adapun nilai-nilai cagar budaya dapat di manfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Nilai-nilai tersebut tercermin pada bentuk bangunan, pola tata ruang bangunan, dan komponen-komponen bangunan.
Bentuk Rumah Gadang Secara keseluruhan rumah gadang berbentuk perahu meskipun kemudian ada tipe-tipe tertentu. Bentuk ini sudah secara turun-temurun dihubungkan dengan peristiwa kandasnya kapal Sri Maharajo Dirajo di Minangkabau. Jika dikaitkan dengan kebudayaan, bentuk perahu dapat dimaknai sebagai simbol keyakinan, bahwasanya sebuah rumah tangga yang akan mengarungi kehidupan dengan segala rintangan dan halangan, sehingga biduk tersebut harus tangguh dan kuat agar bertahan lama. Begitu juga dengan Rumah Tuo Kampai, dengan konstruksinya masih tetap kuat dan bertahan hingga saat ini.
Tata Ruang Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Ruangan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kebutuhan kaumnya. Penataan ruangan pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terdiri atas penempatan ruang utama, kamar, dapur, dan tempat aluang. Penataan ruang masih sangat sederhana, dan disesuaikan dengan fungsinya sebagai rumah kaum. Ruang dalam
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
4 bangunan ini terdiri dari: Ruang utama merupakan ruang lepas berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh deretan-deretan tiang, dan menjadi pusat berbagai aktivitas kaum.
Deretan Kamar dan Pintu Kamar Berbentuk Oval (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Ruang Utama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Kamar terletak pada bagian belakang ruangan utama, yaitu pada lantai yang ditinggikan. Kamar berjumlah tujuh buah yang dibatasi masing-masing oleh tiang. Dinding kamar bagian dalam terbuat dari papan, sedangkan bagian luar terbuat dari tadie. Pintu kamar menghadap ke ruang utama dan berbentuk oval. Pada bagian depan pintu kamar terdapat hiasan geometris, hiasan berupa garis-garis sejajar. Pada bagian depan pintu kamar, terdapat hiasan menyerupai belah ketupat dengan beberapa tingkatan yang bagian tengahnya terdapat besi kecil. Kamar merupakan simbol bagi wanita di Minangkabau, pembagian kamar berdasarkan usia menunjukkan nilai sosial dari sebuah kamar di rumah gadang. Bentuk pintu kamar yang has hanya ditemukan di Rumah Tuo Kampai, yaitu bentuk pintu oval. Bentuk pintu seperti ini merupakan perwujudan nilai-nilai kebudayaan, yaitu simbol kehati-hatian bagi seorang wanita yang telah menikah. Jika seorang wanita telah menikah, maka ia harus selalu menjaga kehormatannya dan keluarganya. Hanya bagian kamar yang menunjukkan rumah sebagai pusat kedudukan wanita.
Dapur merupakan tempat pemenuhan kebutuhan sehari-hari suatu kaum. Penempatan dapur menunjukkan nilai-nilai sosial, yaitu mekanisme kontrol mamak terhadap perekonomian kaum dan sebagai lambang kekeluargaan. Rumah Tuo Kampai. Masyarakat Minangkabau pada masa dahulunya menggunakan tungku untuk memasak.Tungku untuk memasak pada bangunan Rumah Tuo Kampai terdiri atas susunan tiga buah batu dengan jarak yang sama pada masing-masingnya. Ketiga batu tersebut tidak dapat dipisahkan, sehingga harus dipakai bersamaan. Ini menunjukkan simbol sosial, yaitu nilai-nilai kepemimpinan antara ninik mamak, cadiak pandai, dan alim ulama, yang dikenal dengan istilah tungku tigo sajarangan. Niniak mamak sebagai pemimpin dalam urusan adat dan orang yang dituakan dalam kaum. Alim ulama adalah pemimpin dalam urusan agama dan memiliki ilmu agama yang luas dan iman sebagai penerang kehidupan. Cadiak pandai adalah pemimpin yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, serta arif dan bijaksana. Ketiga unsur kepemimpinan ini dilambangkan dari fungsi tungku tersebut, jika ada satu yang kurang maka segala sesuatunya tidak akan berjalan sesuai harapan masyarakat. Di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terdapat dua buah aluang, yang terletak di sisi kanan dan sisi kiri pintu masuk. Aluang merupakan sebuah kotak berbentuk persegi panjang sebagai tempat menyimpan benda-benda milik kaum, seperti perhiasan, pakaian adat, dan benda-benda pusaka.
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
5
Komponen Bangunan Kampai Nan Panjang
Aluang di Rumah Tuo Kampai (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Aktivitas masyarakat atau fungsi keseharian serta fungsi adat pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dapat ditelusuri melalui tinggalan-tinggalan materinya, berupa peralatan pendukung aktivitas sehari-hari dan peralatan untuk upacara adat, di antaranya ditemukan sisa-sia bangunan rangkiang, lesung, wadah makanan dan gong. Gong dahulunya difungsikan untuk sarana komunikasi dan sosial, yaitu untuk memberitahukan masyarakat mengenai suatu peristiwa yang terjadi yaitu berupa upacaraupacara adat serta berita kematian. Pada halaman depan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang ditemukan pondasi sisa-sisa bangunan rangkiang, yaitu sebagai tempat penyimpanan padi. Bangunan rangkiang berbentuk bujur sangkar yang diberi atap ijuk bergonjong. Bentuk rangkiang menyerupai bangunan rumah gadang, dan tiang penyangga sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Rangkiang memiliki pintu kecil dan tangga. Tangga rangkiang bukan tangga permanen, sehingga dapat dipindah-pindahkan. Rangkiang merupakan lambang perekonomian kaum. Selain rangkiang, pada halaman depan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang juga terdapat sebuah lesung (lesung). Lesung merupakan sebuah batu yang ditanam di dalam tanah dan bagian tengahnya dilubangi. Lesung berfungsi untuk menumbuk padi. Lesung dilengkapi dengan sebuah kayu bulat berukuran besar dan panjangyang disebut alu. Lesung dan alu yang terdapat di Minangkabau sama halnya dengan lesung dan alu yang terdapat di wilayah lainnya di Indonesia. Namun ada kekhasan dari lesung di Minangkabau, yaitu bahan pembuat dan tata cara penggunaannya. Lesung di Minangkabau terbuat dari bahan dasar batu yang bagian tengahnya dilubangi, sedangkan di wilayah Jawa terbuat dari kayu. Di Minangkabau penggunaan lesung diletakkan dengan ditanam di tanah, sedangkan di Jawa langsung digunakan.
Rumah
Tuo
Komponen Rumah Tuo Kampai Nan Panjang pada bagian kaki terdiri atas sandi, tiang, dan tangga. Sandi merupakan batu kali berbentuk pipih yang berfungsi sebagai pondasi bangunan rumah gadang. Sandi menyiratkan nilai-nilai sosial, suatu masyarakat akan selaras dan seimbang jika pondasinya, berupa rasa saling menghormati dan menghargai tercipta dengan baik. Dalam kebudayaan Minangkabau, tiang dikenal dengan nama tonggak. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki empat puluh buang tonggak. Salah satu keunikan dari tonggak-tonggak tersebut adalah adanya penamaan tonggak tuo. Tonggak tuo merupakan tonggak pertama yang didirikan dalam pendirian rumah gadang yang dibuat dari kayu pohon jua yang sudah tua dan berdaun lebat, hal ini memiliki makna, bahwa dalam sebuah rumah gadang harus ada yang dituakan sebagai tokoh panutan. Daun yang lebat bermakna sebagai simbol kesuburan, agar setiap kaum dapat berkembang dan jauh dari kepunahan. Letak tonggak tuo yang berada di bagian tengah mengandung makna atau pesan buat para pemimpin agar tidak berat sebelah dan adil dalam memutuskan berbagai perkara kaum. Tonggak tuo pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menggambarkan sosok seorang pemimpinatau orang yang dituakan. Tonggak-tonggak penyusun lainnya diibaratkan sebagai anggota-anggota kaum. Tangga terdapat pada bagian depan rumah gadang, persis di depan pintu. Tangga dibuat dari bahan yang mudah rusak sehingga diberi atap yang bagian atasnya diberi gonjong. Tiang gonjong terbuat dari empat buah kayu yang ditegakkan di atas sandi. Tangga sebagai tempat untuk naik dan turun rumah menyiratkan simbol budaya berupa mufakat, artinya dalam menyelesaikan suatu perkara harus diselesaikan dari bawah. Jumlah tangga Rumah Tuo Kampai adalah ganjil, yaitu tujuh buah, menyiratkan simbol agama dalam kehidupan, bahwasanya dalam kehidupan ini tidak ada yang genap karena genap sama dengan kesempurnaan, sedangkan ganjil dimaknai sebagai sesuatu hal yang masih belum cukup, dan belum lengkap dalam kehidupan ini. Jumlah anak tangga tujuh buah dapat juga dimaknai sebagai simbol keturunan Suku Kampai. Lebar masing-masing anak tangga juga memberikan suatu nilai sosial dalam masyarakat yaitu nilai kekerabatan. Masing-masing anak tangga memiliki jarang yang agak rapat, hal ini menggambarkankan dekatnya hubungan persaudaraan antar kaum.
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
6 Komponen bagian tubuh bangunan terdiri atas pintu, lantai dan bandua, jendela, dan dinding, Rumah Tuo Kampai Nan Panjang hanya memiliki satu pintu di bagian depan bangunan. Pintu berada di bagian tengah dan menghadap ke arah utaradan hiasan garis-garis miring seperti yang ditemukan pada jendela. Garis miring tersebut miring ke bawah mengikuti lebar daun. Lantai pada rumah gadang merupakan pembatas bagian bawah rumah dengan bagian atas bangunan. Lantai bangunan Rumah Tuo Kampai Panjang terbuat dari bambu yang dibentuk menjadi bagianbagian kecil yang kemudian disusun secara memanjang. Pada tingkatan lantai pertama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terdapat ruang lepas. Lantai kedua ditinggikan sekitar 22cm dengan papan, bagian yang ditinggikan tersebut dikenal dengan istilah bandua. Bandua atau sitindiah pada bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki nilai yang berbeda dengan bandua pada rumah gadang Koto Piliang. Bandua atau sitindiah adalah bagian yang ditinggikan dan merupakan batas antara ruang utama dengan ruang pribadi. Hal ini memberikan makna adanya bagian-bagian rumah yang tidak semua orang dapat memasukinya. Dinding bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terbuat dari bahan kayu dan bambu atau tadie. Pada bagian depan rumah sampai bagian dalam rumah dindingnya terbuat dari kayu. Bambu hanya terdapat pada bagian kiri, dan kanan bangunan. Dari bawah jendela sampai ke bagian bawah bangunan, papan dipasang secara horisontal atau memanjang. Kemudian pada bagian bawahnya dipasang secara vertikal. Antara papan horisontal dan vertikal, dipasang lagi papan secara horisontal dengan kedudukan lebih tinggi, dalam istilah di Minangkabau dikenal dengan nama bandua ayam. Pemasangan bandua ayam merupakan salah satu wujud estetika, yaitu agar dinding lebih rapat. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang memiliki jendelajendela yang terletak pada bagian depan bangunan, di antara tiang-tiang bangunan. Jendela berbentuk persegi panjang dengan hiasan melengkung pada bagian tengah. Jendela menggunakan daun jendela ganda. Bagian atas penutup jendela memiliki bentuk seperempat lingkaran, sehingga ketika jendela ditutup, bagian yang melengkung akan semakin terlihat dengan bentuk setengah lingkarannya. Pada daun jendela terdapat hiasan-hiasan pola geometris, yaitu garis-garis miring-miring, yang akan membentuk segitiga ketika daun jendela ditutup. Pada bagian bawah jendela terdapat hiasan kayukayu yang dipasang secara vertikal menyerupai pagar
dan bagian atasnya ditutup dengan sepotong kayu yang diletakkan secara horizontal. Komponen bagian atas bangunan yaitu atap, yang merupakan ciri sebuah rumah gadang. Atap bergonjong menyerupai bentuk kepala kerbau dengan jumlah gonjong bervariasi. Tanduk kerbau dalam arsitektur Minangkabau dikaitkan dengan legenda yang pernah berkembang di masyarakat Minangkabau mengenai adu kerbau antara kerbau orang Jawa dengan kerbau orang Minang. Kemenangan kerbau orang Minang, menjadikan tanduk kerbau sebagai nilai sakral bagi masyarakat Minangkabau. Hal menyiratkan nilai identitas bagi masyarakat Minangkabau. Pada bagian sebelah barat dan sebelah timur atap terdapat bidang-bidang segitiga yang bagian bawahnya diisi dengan hiasan flora dan fauna, yang merupakan nilai-nilai estetika dalam seni bangunan. Ukiran tumbuhan terdapat pada bagian papan yang lebar, yaitu ukiran pucuak rabuang (pucuk rebung)., yang memiliki nilai filosofis kehidupan, bahwa hidup seseorang harus berguna sepanjang waktu seperti tanaman bambu. Dalam hal ini setiap kehidupan dalam masyarakat harus bermanfaat sepanjang masa, di masa muda hingga masa tua. Hal ini diibaratkan layaknya tanaman bambu, ketika muda saat menjadi rebung dapat untuk dimakan, dan saat tua ketika menjadi bambu, dapat digunakan sebagai lantai rumah atau bahan bangunan.
(a)
(b)
(a) Ukiran Pucuk Rabuang Pada Sisi Atap (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013) (b) Motif Pucuk Rabuang (sumber : studiozet.blogsot.com)
Pada papan-papan kecil yang dipasang di bawah atap terdapat ukiran itiak pulang patang (itik pulang sore). Ukiran ini ditemukan pada bagian depan, belakang, dan bagian tepi pinggir atap paling bawah. Ukiran itiak pulang patang banyak terdapat pada bagian dinding dan les plang atap rumah gadang. Makna filosofis yang terkandung dalam ukiran itiak pulang patang mencerminkan pola kehidupan masyarakat Minangkabau. Penggambaran itik dalam motif ukiran Minangkabau didasarkan pada falsafah hidup orang
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
7 Minangkabau, "alam takambang jadi guru", dalam hal ini, alam adalah panutan dan teladan kehidupan bagi masyarakat Minangkabau. Aspek kehidupan yang bersumber pada alam dituangkan dalam berbagai bentuk ukiran, salah satunya itiak pulang patang. Keunikan yang dapat dilihat dari ukiran ini adalah pola bentuk motif ukiran. Pola ukiran dimulai dari tengah dengan bentuk dua ukiran yang bertolak belakang, satu ke kiri dan satu lagi ke kanan. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai sifat orang Minang yang suka merantau dan menyebar di seluruh pelosok negeri dalam mencapai tujuan hidupnya. Garis pemisah yang terletak di bagian tengah, merupakan lambang kampung halaman sebagai pusat pertemuan kembali. Dalam konteks budaya dan adat Minangkabau, banyak makna filosofis dan sosial yang terkandung dalam ukiran Itiak Pulang Patang. Menurut Syayid Sandi Sukandi, dkk (2006), ukiran itik pulang patang memiliki makna mengenai tata pergaulan dalam kehidupan, tatanan sistem pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan, keteraturan barisan itik yang pulang ke kandang di sore hari, memberikan pelajaran bagi seorang pemimpin untuk menciptakan keselarasan dan keharmonisan dalam tatanan pemerintahannya. Itik memiliki sifat selalu mengikuti itik yang berada di depannya, ini menjadi simbol, itik pertama disimbolkan sebagai mamak dan itik ke dua adalah kemenakan yang pada akhirnya akan menjadi mamak bagi itik ke tiga dan demikian selanjutnya. Antara mamak dan kemenakan terdapat hubungan yang bersinergis, karena segala pemerintahan mamak nantinya akan turun ke kemenakan.
(a)
(b)
(a)Ukiran itiak pulang patang pada les plang atap (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013) (b) motif itiak pulang patang (sumber : puakmelayu.blogspot.com)
Pada bidang segitiga di sebelah barat dan sebelah timur sisi atap, terdapat ukiran saluak laka. Motif ukiran ini menempel pada sisi dinding bagian atas. Ukiran saluak laka merupakan simbol sosial mengenai kekerabatan, bahwasanya dalam kehidupan masyarakat, kekuatan akan terjalin dari kesatuan
yang saling terikat sehingga akan terwujud kekuatan bersama dalam menghadapi bermacam masalah. Berbagai permasalahan dalam kaum selalu diselesaikan dengan musyawarah sehingga serumit apapun permasalahannya harus dicari jalan keluarnya agar masalahnya tidak berbelit-belit dan cepat selesai.
(a)
(b)
(a) Ukiran saluak laka pada bidang segitiga (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013) (b) motif saluak laka (sumber:www.palantaminag.wordpress.com)
Pada bagian puncak atap rumah gadang terdapat hiasan yang disebut gonjong. Gonjong utama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang berjumlah empat buah dan satu gonjong tambahan untuk atap penutup tangga Letak gonjong bertingkat sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya. Hiasan gonjong bagian atas berupa bunga di atas bulan, pada tingkat kedua terdapat hiasan motif daun. Tingkatan paling atas dan tingkat kedua dihubungkan dengan bulatan yang makin keatas semakin mengecil. Pada gonjong tingkat ketiga terdapat hiasan bergambarkan payung. Gonjong tingkat ketiga dan keempat dihubungkan dengan bulatan yang lebih besar. Gonjong tingkat lima atau gonjong paling bawah terdapat bulatan besar yang berfungsi untuk membalut ijuk. Setiap bentuk dan tingkatan gonjong memiliki maknanya masing-masing. Gonjong puncak terdapat gonjong berbentuk bulan sabit dan bintang, ini merupakan simbol kekuasaan Tuhan. Gonjong bagian kedua terdapat motif bunga, yang melambangkan kepemimpinan pemerintahan Minangkabau. Bulatanbulatan pada tingkat ketiga sampai bagian gonjong terbawah merupakan simbol sosial mengenai kerapatan adat, kedudukan masyarakat, dan nagari. Dalam hal ini terdapat nilai-nilai religi yaitu bahwasanya antara adat dan agama harus seiring dan tidak boleh bertentangan. Pemaparan mengenai bentuk, tata ruang, dan komponen Rumah Tuo Kampai Nan Panjang menunjukkan nilai-nilai penting yang tekandung pada bangunan tersebut. Nilai-nilai tersebut berupa nilai simbol keyakinan, simbol teknologi lokal, simbol sosial, simbol ekonomi, seni estetika, simbol identitas, dan nilai filosofis.
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
8
Pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Dalam penjabaran mengenai fungsi Rumah Tuo Kampai Nan Panjang pada abad ke-16 sampai abad 20 awal, bangunan ini difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari suatu kaum dan sebagai tempat kegiatan adat. Namun, seiring banyaknya pembangunan pada masa sekarang, fungsi tersebut mulai berubah. Dahulunya segala aktivitas kaum dilakukan secara bersama-sama di rumah gadang. Pada masa sekarang, mereka cenderung mengadakan aktivitas sehari-hari maupun aktivitas adat di rumah sendiri. Pada pertengahan abad 20, rumah gadang mulai ditinggalkan oleh kaum, rumah gadang hanya menjadi simbol semata. Tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan di rumah gadang, bahkan rumah gadang mulai mengalami kerusakan karena tidak ada lagi yang merawat. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dengan segala kekunoan dan nilai-nilai pentingnya mulai dimakan usia, kemudian pihak Badan Penelitian dan Pelestarian Purbakala Sumbar dan Riau mengambil alih perawatan rumah tersebut. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terdaftar menjadi benda cagar budaya tak bergerak dengan nomor inventaris 17/BCBTB/A/12/2012. Perawatan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sepenuhnya dilakukan di bawah naungan BP3 Batusangkar dan beberapa keturunan Suku Kampai. Kegiatan pemugaran terhadap Rumah Tuo Kampai Nan Panjang mulai dilakukan sejak tahun 1992 (Laporan Badan Purbakala: 2002). Pemugaran telah dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya. Perbedaan kepentingan dari berbagai macam elemen masyarakat akan menghasilkan berbagai kepentingan dengan sudut pandang berbeda, seperti kepentingan pendidikan, kepentingan ideologi, dan kepentingan ekonomi (Haryono, 2005: 15). Peran masyarakat sangat penting dalam menentukan jenis tindakan yang dapat mempertahankan keberlangsungan cagar budaya. Jika masyarakat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam cagar budaya, maka bentuk-bentuk pemanfaatan dapat dilakukan sesuai dengan kaidah pelestarian cagar budaya.
Panjang yaitu berupa jenis-jenis kegiatan yang berlangsung setiap saat, sedangkan kegiatan temporer, berupa jenis-jenis kegiatan yang berlangsung di waktu-waktu tertentu saja, seperti upacara-upacara adat. Pemanfaatan tetap pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan terhadap bangunan tersebut. Pemanfaatan dilakukan dengan memberikan fungsi pada ruangan–ruangan cagar budaya tersebut dengan fungsi baru pada masa kini. Memberikan fungsi baru akan menghasilkan perbedaan tata ruang dan pengaturan fungsi ruang dari fungsi asli bangunan pada masa lampau. Pemanfaatan tetap Rumah Tuo Kampai Nan Panjang yaitu sebagai museum kecil tempat memamerkan benda-benda yang dulunya digunakan dalam aktivitas sehari-hari dan aktivitas adat masyarakat Suku Kampai. Bangunan rumah di sebelah Rumah Tuo kampai Nan Panjang digunakan sebagai kantor dan tempat tinggal penjaga cagar budaya ini.
Koleksi yang dipamerkan di Rumah Tuo Kampai (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Pemanfaatan tetap Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai fungsi keseharian sudah tidak memungkinkan lagi karena bangunan semakin rapuh oleh faktor usia. Kaum-kaum Suku Kampai sudah mendirikan bangunan baru untuk mereka tempati, sehingga Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan sebagai objek wisata oleh pemilik dan dinas terkait. Setiap harinya banyak pengunjung yang bertandang untuk melihat-melihat bangunan dan untuk mengetahui sejarahnya.
Kegiatan pemanfaatan cagar budaya dikelompokkan dalam berbagai kategori menurut jenis-jenisnya. Beberapa kegiatan yang sifatnya seremonial seperti upacara kelahiran, pernikahan, dan pengangkatan penghulu, menjadi salah satu fungsi yang masih dapat dijumpai di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Kegiatan pemanfaatan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu pemanfaatan tetap dan pemanfaatan temporer. Kegiatan tetap di Rumah Tuo Kampai Nan
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
9 Begitu juga halnya pada keturunan Suku Kampai, ketika suatu pasangan telah selesai akad nikah di masjid, mereka wajib memasuki rumah gadang, karena jika tidak, secara adat pernikahan pasangan tersebut belum sah.
Foto 4.2. Pemanfaatan Wisata Sejarah (Sumber: Foto milik Arisaskowigi, 2010)
Pada masa sekarang, rumah ini setiap malam ditempati oleh seorang Bapak dan beberapa pemuda nagari. Kadang-kadang mereka memanfaatkan waktu malam untuk saling berbagi cerita dan nasehatnasehat hidup. Hampir tiap malam, para pemudapemuda tersebut menjadikan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai tempat untuk berdiskusi berbagai permasalahan kehidupan. Selain kegiatan pemanfaatan yang bersifat tetap, di Rumah Tuo kampai Nan Panjang terdapat juga kegiatan yang bersifat temporer atau berkala. Kegiatan pemanfaatan yang dilakukan untuk menghidupkan kembali fungsi adat dan penambahan jenis pemanfaatan, di antaranya; Pesta pernikahan di Minangkabau dikenal dengan nama baralek. Berbagai rangkaian kegiatan acara dilaksanakan selama beberapa hari. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang kembali difungsikan sebagai tempat melangsungkan kegiatan pernikahan. Pernikahan yang berlangsung di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang adalah pernikahan keturunan Suku Kampai. Namun mengingat kondisi bangunan yang sudah semakin rapuh, Rumah Tuo Kampai Nan Panjang bukan menjadi tempat utama berlangsungnya pesta perkawinan. Perkawinan diselenggarakan di rumah utama yang ditempati masyarakat. Pesta perkawinan yang diselenggarakan di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang adalah pesta antar keluarga, yaitu untuk menjamu para niniak mamak. Adanya ketentuan adat yang mengatur, menyebabkan pada masa-masa sekarang fungsi lama bangunan kembali muncul. Setiap upacara adat, terutama pernikahan dan batagak penghulu wajib dilaksanakan di rumah gadang (Izati, 2002: 63). Jika masyarakat suatu suku melangsungkan pesta pernikahan, segala sesuatu yang mengatur acara tersebut dirumuskan atau dilakukan pertemuan untuk merumuskan berbagai kegiatan dan keperluan menyangkut acara.
Pelaminan Minangkabau di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Pemanfaatan dengan memberikan fungsi-fungsi baru pada ruang juga ditemukan pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Pada bagian ujung ruang dipasang pelaminan Minangkabau. Pelaminan ini digunakan sebagai tempat duduk pengantin ketika prosesi upacara pernikahan di rumah ini. Selain sebagai tempat duduk pengantin, pelaminan ini digunakan sebagai objek fotografer, yaitu untuk berfoto dengan menggunakan pakaian daerah Minangkabau. Batagak penghulu merupakan upacara pengangkatan panghulu atau pemimpin kaum di Minangkabau. Peresmian pengangkatan panghulu dilaksanakan dengan upacara adat. Upacara ini disebut malewakan gala. Hari pertama adalah batagak gadang, yakni upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri para pemuka masyarakat. Penghulu yang baru menyampaikan pidato, penghulu tertua memasangkan deta dan menyisipkan sebilah keris tanda serah terima jabatan. Akhirnya penghulu baru diambil sumpahnya, dan ditutup dengan doa. Hari kedua adalah hari perjamuan, dan penghulu baru diarak ke rumah bakonya diringi bunyi-bunyian. Upacara batagak penghulu, khususnya di Nagari Balimbing, wajib dilaksanakan di rumah gadang. Menurut masyarakat Balimbing, upacara pengangkatan penghulu merupakan upacara adat yang sangat penting, karena berkaitan dengan pemerintahan dan perkembangan nagari di masa berikutnya. Di Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, upacara batagak penghulu dilakukan dengan kesepakatan warga kaum. Setiap rangkaian kegiatan upacara, selalu dimulai dari rumah gadang. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan sebagai ruang pertemuan komunitas Suku Kampai. Ketika ada suatu hal terkait rumah dan suku ini, maka
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
10 dirumuskan di sini. Keturunan suku Kampai sudah menyebar ke berbagai wilayah, sehingga untuk menjaga keutuhan mereka membuat suatu komunitas. Keberadaan komunitas Suku Kampai membuktikan tingginya rasa cinta terhadap bangunan peninggalan nenek moyang mereka. Melalui komunitas-komunitas ini mereka mengembangkan dan memanfaatkan warisan budayanya. Kesenianadalah sarana hiburan masyarakat yang dilakukan untuk mengiringi aktivas-aktivitas tertentu. Di Minangkabau, kesenian seringkali dipakai untuk mengiringi upacara-upacara atau aktivitas adat, seperti pernikahan, khitanan, dan lain-lainnya. Dari sudut pandang pariwisata, dengan memahami karakter yang spesifik dari profil demografi serta psikografi masing-masing segmen pasar pengunjung cagar budaya sebagai wisatawan yang berkunjung ke objek peninggalan sejarah, maka strategi pemasaran untuk wisatawan harus menerapkan strategi untuk berbagai segmen wisatawan (Nuryanti, 2005: 19). Salah satu strategi yang diterapkan pada untuk mengembangkan potensi wisata Rumah Tuo Kampai Nan Panjang adalah dengan kegiatan pagelaran seni, yaitu randai. Randai merupakan seni pertunjukan sederhana yang lahir dari tradisi-tradisi masyarakat dan dimainkan oleh kalangan rakyat. Randai masih tetap hidup di tengah masyarakat dan terus mengalami perkembangan.
Kegiatan Seni Randai di Nagari Balimbing (Sumber: Dokumen Pribadi, 2013)
Evaluasi Pemanfaatan Menurut Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, dijelaskan bahwa: “Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian meliputi aspek pelindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan. Pelindungan merupakan upaya mencegah dan menanggulangi cagar budaya dari kerusakan, kehancuran, dan kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnyakesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian" (Pasal 1 ayat 22-33). Berdasarkan pemahaman mengenai peraturan perundang-undangan tersebut, upaya-upaya pelindungan telah dilakukan pada Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya dan masyarakat Nagari Balimbing. Upaya penyelamatan berlangsung pada tahun 1992 melalui kegiatan pemugaran, namun data pemugaran sudah tidak dapat ditemukan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Fauzan Amril dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar, pemugaran pada tahun 1992 lebih ke penyelamatan bangunan secara umum dari kerusakan dan kerapuhan. Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 2007, dengan melakukan beberapa penggantian pada bagian penutup kolong rumah gadang. Penggantian dilakukan dengan menggunakan material yang sama dengan material aslinya, dan tanpa merubah bentuk aslinya. Melalui kegiatan pemugaran, keberadaan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dapat tetap bertahan sampai saat ini. Balai Pelestarian Cagar Budaya bersama masyarakat Suku Kampai dan Masyarakat nagari Balimbing bekerja sama untuk memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh bangunan ini. Berbagai kegiatan pemanfaatan terus dikembang untuk menggali nilai-nilai dan potensi yang ada. Misalnya potensi eksternal, dimanfaatkan untuk penelitian, obyek wisata, maupun kegiatan lainnya. Kegiatan pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sesuai dengan peraturan perundangundangan tentang Cagar Budaya, yaitu digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Meskipun bangunan cagar budaya ini berada dibawah pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya, namun masyarakat tetap memiliki akses untuk berbagai kegiatan pemanfaatan. Masyarakat Suku Kampai kembali diberi wewenang untuk menghidupkan kembali fungsi lama bangunan sebagai bentuk pemanfaatan terhadap bangunan.
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
11 Masyarakat luar tetap memiliki akses untuk mendapat pengetahuan mengenai bangunan ini, untuk berwisata sejarah, maupun sebagai objek seniman. Berdasarkan penelitian di lapangan, secara umum pemanfaatan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sudah sesuai dengan kaidah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Keikutsertaan masyarakat dalam upaya pelestarian menunjukkan tingginya harapannya masyarakat terhadap keberadaan bangunan cagar budaya ini.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai analisis nilainilai penting Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, bangunan ini memiliki nilai-nilai kebudayaan yang tercermin dalam simbol keyakinan, simbol teknologi, simbol sosial, simbol ekonomi, seni estetika, simbol identitas, dan nilai filosofis. Nilai-nilai tersebut sesuai dengan kriteria cagar budaya dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Nilai-nilai budaya tercermin dalam setiap komponen dan penataan ruang pada bangunan yang mengandung makna-makna kehidupan bagi masyarakat Minangkabau. Bentuk bangunan rumah gadang yang menyerupai perahu dengan atap bergonjong menyiratkan nilai teknologi lokal, yaitu tingginya tingkat peradaban manusia masa lampau. Mereka membangun rumah yang sarat dengan nilai-nilai budaya di dalamnya. Atap ijuk pada bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dengan usianya yang sudah ratusan tahun, masih tetap kokoh dan mampu melindungi komponen bangunan lainnya. Rumah tersebut dibangun tanpa menggunakan paku, tapi mampu menampung sejumlah orang dari masa awal berdirinya hingga saat ini. Dengan keasliannya Rumah Tuo Kampai Nan Panjang ingin menunjukkan pada kita mengenai tingkat kemahiran manusia masa lampau dalam seni bangunan. Komponen-komponen bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang secara umum memiliki nilai-nilai estetika, sosial, identitas, dan filosofis yang dapat kita jadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari sandi, tiang bangunan, tangga, dan bagian dalam bangunan menyiratkan simbol-simbol yang menjadi pedoman hidup orang Minang. Jumlah anak tangga maupun jumlah kamar yang ganjil menjadi pelajaran bagi masyarakat Balimbing, bahwa segala sesuatu yang genap adalah kesempurnaan, dan kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Dengan demikian, komponen-komponen bangunan yang berjumlah
ganjil memiliki makna bahwasanya sebagai manusia kita masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam berbagai hal. Nilai-nilai yang dimiliki oleh bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang harus terus dilestarikan. Pelestarian Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya yang semata-mata hanya untuk berupaya menyelamatkan keberadaan cagar budaya. Pelestarian awal dilakukan dengan upaya pelindungan berupa penyelamatan dan pemugaran. Pemugaran yang telah dilakukan disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan. Tidak ada perubahan yang dilakukan pada bentuk bangunan, karena pemugaran hanya mengganti komponen-komponen yang rusak dengan bahan atau material yang sama dengan yang sebelumnya. Dengan telah dilakukannya pemugaran, kalau Rumah Tuo Kampai Nan Panjang hanya dibiarkan saja tanpa ada upaya apa pun tentu bangunan ini akan mudah rusak. Dengan demikian dilakukan pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki bangunan melalui kegiatan-kegiatan tertentu. Sebagai salah satu rumah tertua di Minangkabau yang masih mampu berdiri kokoh, tentunya akan mengundang perhatian masyarakat untuk mengetahui tentang bangunan ini. Melalui upaya-upaya pemanfaatan tersebut, fungsi lama Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sebagai pusat upacara adat kembali dihidupkan. Pemanfaatannya yang dilakukan, berupa pemanfaatan untuk kepentingan sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata. Pemanfaatan tetap sebagai objek wisata bersejarah, dan sebagainya maupun pemanfaatan temporer untuk berbagai kegiatan adat disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. Seluruh kegiatan dalam rangka pelestarian sebagai cagar budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab Balai Pelestarian Cagar Budaya, namun seluruh masyarakat di wilayah nagari Balimbing ikut berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pasal-pasal dalam undang-undang dan berbagai peraturan pelaksana seperti peraturan pemerintah. Seluruh kegiatan pemanfaatan bangunan cagar budaya Rumah Tuo Kampai Nan Panjang sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang mengatur. Masyarakat memiliki akses sepenuhnya untuk memberikan memanfaatkan bangunan dengan tetap menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Rumah Tuo Kampai Nan Panjang dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu sebagai penelitian bagi berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu arkeologi, sejarah, antropologi, dan lain sebagainya. Namun pemanfaatan utama bangunan ini adalah untuk kepentingan kebudayaan. Kepentingan
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
12 kebudayaan dalam artian kepentingan untuk berbagai kegiatan adat dengan tetap memahami fungsi-fungsi sosial bangunan sebagai bangunan rumah gadang milik kaum. Dari penjabaran berbagai nilai-nilai budaya bangunan Rumh Tuo Kampai Nan Panjang serta upaya pelestarian yang disesuaikan dengan aturan-aturan tertentu, menjadi karakteristik tersendiri yang membuat Rumah Tuo Kampai Nan Panjang layak menjadi cagar budaya tingkat Provinsi. Sebagai bangunan yang termasuk dalam kategori living monument, Rumah Tuo Kampai masih digunakan menjadi pusat berbagai upacara atau kegiatan adat. Di lokasi bangunan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang yang berada, yaitu di salah satu nagari tua di Minangkabau banyak terdapat rumah gadang yang dibangun pada masa yang sama dengan Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, namun pada umumnya mengalami kerusakan dan berada diambang kehancuran. Untuk itu peran pemerintah sangat diharapkan untuk menjaga kelestarian bangunan Rumah Tuo Kampai dan bangun rumah gadang lainnya di wilayah ini. Hendaknya wacana pemerintah daerah mengenai penetapan nagari Balimbing sebagai kawasan cagar budaya segera direalisasikan sebelum keberadaan rumah-rumah gadang ini semakin rapuh karena tidak adanya upaya pelestarian dari berbagai pihak. Masyarakat nagari Balimbing memiliki kepedulian dan harapan yang tinggi terhadap kelestarian bangunan-bangunan cagar budaya di wilayah mereka, namun kepedulian dan harapan tersebut seperti tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Kesimpulan penelitian ini bukan merupakan hasil akhir, penelitian ini masih dapat dikembangkan untuk menggali ilmu pengetahuan di bidang lain. Jika penelitian ini terfokus pada nilai-nilai budaya dan pemanfaatan, mungkin di lain waktu dapat dikembangkan mengenai nilai-nilai sejarah, nilai sosial, maupun lainnya. Tidak menutup kemungkinan jika sutu saat penelitian ini dapat dikembangkan sesuai tuntutan perkembangan dalam dunia pendidikan. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Fagan, Brian M. (2006). Archaeology: A Brief Introduction. New Jersey: Pearson Prentice. Haryono, Timbul. (2005). “Pengembangan dan Pemanfaatan Aset Budaya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Buletin Cagar Budaya. Jakarta: Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 14-16. Hasan, Hasmurdi. (2004). Ragam Rumah Adat Minangkabau: Falsafah, pembangunan, dan kegunaan. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan Indonesia. Hasanadi, dkk. (2012). Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya Rumah Gadang di Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Rumah Gadang di Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar). Padang: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Nilai Budaya. Izati, Dkk. (2002). Rumah Tuo Kampai Nan Panjang: Rumah Adat Tradisonal Minangkabau. Sumatera barat: Museum Daerah Adityawarman. Mutia, Riza. Dkk. (2001). Rumah Gadang Di Pesisir Sumatera Barat. Sumatera Barat: Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman. Sukendar, Arkeologi. Nasional.
Haris. (1999). Metode Penelitian Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi
Sulistyanto, Bambang. (2006). Penerapan “Cultural Resource Management”dalam Akeologi.Jakarta:Pusat Penelitian danPengembanganArkeologi Nasional.
Daftar Acuan Direktorat Jenderal Budaya dan Pariwisata. (2010). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang: Cagar Budaya. Jakarta. Dradjat, Hari Untoro. (1995). “Manajemen Sumberdaya Budaya Mati”. Depok: Seminar Nasional Metodologi Riset Arkeologi.
Rumah Tuo..., Yoka Febriola, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia