MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016 Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Muwazah
PENELANTARAN RUMAH TANGGA ( Kajian Hukum dan Gender ) Nurbaity Prastyananda Fakultas Hukum Universitas Muhammmadiyah Yogyakarta Email:
[email protected]
Abstract: This paper examines the neglect of household in the perspective of law and gender. The argument, which was developed in this study is that neglect of household as one form of domestic violence, which legally regulated clearly and firmly in the Law of the Republic of Indonesia Number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. Sociologically, neglect of household, related to the construction of gender in the context of patriarchal society, which results in gender inequality with the victims were women and children. Keywords: domestic violence, The negligence of household, law and gender Abstrak: Paper ini mengkaji tentang penelantaran rumah tangga dalam perspektif hukum dan gender. Argumentasi yang dibangun dalam kajian ini adalah, penelantaran rumah tangga sebagai salah satu bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang secara yuridis diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Secara sosiologis, penelantaran rumah tangga, juga tidak lepas dari konstruksi gender yang dibangun oleh masyarakat patriarkhis, yang mengakibatkan ketimpangan gender dengan korbannya adalah perempuan dan anak. Kata kunci: KDRT, Penelantaran Rumah Tangga, hukum dan gender meningkat
1. PENDAHULUAN Penelantara
ke
tahun
dan
menimbulkan dampak yang cukup serius
merupakan isu baru, karena fakta penelantaran
terhadap korban yang sebagian besar adalah
rumah tangga, sering terjadi dalam realitas
perempuan dan anak. Sebagai penegasan,
masyarakat di sekitar kita. Misalnya, suami
berbagai bentuk KDRT yang selama ini terjadi
yang tidak memberikan nafkah pada isteri,
dalam
orang tua yang membiarkan anaknya terlantar,
kekerasan secara fisik, psikologi dan seksual,
kurang gizi, anak yang ditinggalkan oleh orang
serta
tuanya dan masih banyak kasus mengenai hal
Menurut Pasal 1 Undang-undang PKDRT yang
ini. Secara yuridis, penelantaran rumah tangga,
dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah
masuk dalam wilayah Kekerasan Dalam
Tangga (KDRT) adalah, setiap perbuatan
Rumah Tangga atau biasa disebut dengan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang
istilah KDRT, yang diatur dalam Undang-
berakibat
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
dan/ atau penelantaran rumah tangga terutama
Rumah Tangga, atau dikenal dengan UU
ancaman
PKDRT. Secara lebih luas, kasus KDRT dus
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
penelantaran
secara melawan hukum dalam lingkungan
rumah
tangga,
tahun
bukan
74 |
rumah
dari
tangga,
semakin
realitas
masyarakat,
penelantaran
dalam
timbulnya
untuk
antara rumah
kesengsaraan
melakukan
lain: tangga.
atau
perbuatan,
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
rumah
tangga
(Pasal
1
Undang-undang
bentuk KDRT juga berakibat sama buruknya
PKDRT). Artinya, KDRT, tidak hanya dalam
dengan bentuk kekerasan lainnya. Misalnya,
bentuk fisik, seksual dan psikologis, namun
jika seorang suami menelantarkan istri dan
juga dalam bentuk penelantaran rumah tangga.
anaknya maka dampak yang ditimbulkan dari
Pasal 1 tersebut dipertegas oleh Pasal 5
penelantaran ini sangat merugikan pihak istri,
UU PKDRT, yang berbunyi: “ Setiap orang
karena istri tidak bekerja dan secara otomatis
dilarang melakukan kekerasan dalam rumah
tidak akan mendapatkan uang untuk dapat
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah
memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sisi lain,
tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b.
kasus tentang penelantaran rumah tangga ini,
kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d.
sangatlah banyak, bahkan lebih banyak jika
penelantaran rumah tangga”. Penelantaran
dibandingkan
rumah tangga sebagai salah satu bentuk
lainnya.
dengan
bentuk
kekerasan
kekerasan dalam rumah tangga, menurut Pasal 9
adalah
“
Setiap
orang
dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang
2. PEMBAHASAN 2.1. Penelantaran Rumah Tangga: Sebagai bentuk KDRT
berlaku baginya atau karena persetujuan atau
Untuk mengetahui penelantaran rumah
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
tangga sebagai salah satu bentuk Kekerasan
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
dalam Rumah Tangga (KDRT), terlebih dahulu
tersebut. Penelantaran sebagaimana dimaksud
harus
pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang
Kekerasan Rumah Dalam Rumah Tangga itu
yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
sendiri.
dengan cara membatasi dan/atau melarang
Rumah Dalam Rumah Tangga atau biasa
untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
dikenal dengan istilah KDRT adalah tindakan
rumah sehingga korban berada di bawah
atau sikap yang dilakukan dengan tujuan
kendali orang tersebut” (Pasal 9 Ayat 1 dan 2
tertentu sehingga dapat merugikan perempuan,
UU
tersebut
baik secara fisik maupun secara psikis (Hendra
menunjukan bahwa, penelantara dalam rumah
Akhdhiat, 2011). Menurut Elli Hasbianto,
tangga merupakan bentuk KDRT.
KDRT adalah suatu bentuk penganiayaan
PKDRT).
Kedua
pasal
dijelaskan Menurut
mengenai
difinisi
Herkutanto,
dari
kekerasan
Penelantaran rumah tangga sebagai
(abuse) baik secara fisk dan psikologis yang
salah satu bentuk KDRT, yang sudah tertuang
merupakan suaru cara pengontrolan terhadap
secara tegas dan jelas dalam Undang-undang
pasangan dalam kehidupan rumah tangga
PKDRT, ternyata masih dianggap sebelah mata
(Hendra
oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi karena,
dikemukakan
masyarakat masih memahami bahwa kekerasan
beberapa unsur, antara lain: 1). Tindakan atau
identik dengan fisik dan/atau seksual. Padahal
sikap; 2). Tujuan tertentu; 3) merugikan
penelantara rumah tangga sebagai salah satu
perempuan; 4) fisik dan psikologis. Sedangkan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
Akhdhiat, oleh
2011).
Difinisi
Herkutanto,
yang
memiliki
| 75
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
difinisi dari Elli Hasbianto, memiliki unsur-
perampasan kemerdekaan secara melawan
unsur, antara lain: 1). Penganiayaan (abuse); 2)
hukum dalam lingkup rumah tangga.
secara fisik dan psikologis; 3) pengontrolan
Difinisi yang terdapat dalam UU
terhadap pasangan; 4) dalam rumah tangga.
PKDRT tersebut mengacu pada pengertian
Persamaan dari kedua difinisi tersebut terletak
kekerasan terhadap perempuan yang ada dalam
pada bentuk kekerasan yang dilakukan yaitu
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap
secara
Perempuan (PBB, 1993). Pasal 1 Deklarasi
fisik
dan
psikologis.
Sedangkan
perbedaannya terletak pada siapa pelaku dan
tersebut berbunyi:
korban. Menurut Hertanto, pelaku KDRT
“ Kekerasan terhadap perempuan
adalah
adalah setiap tindakan berdasarkan
laki-laki
dan
korbannya
adalah
perempuan, sedangkan menurut Elli, pelaku
perbedaan
dan korban bisa laki-laki (suami) dan juga bisa
based violence) yang berakibat atau
istri (perempuan). Perbedaan lainnya adalah
mungkin berakibat kesengsaraan atau
Elli menjelaskan secara implisit mengenai
penderitaan perempuan secara fisik,
lingkup rumah tangga dan Herkutanto, tidak
seksual
menjelaskan secara implisit mengenai ruang
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan
lingkup dilakukannya kekerasan.
atau perampasan kemerdekaan secara
Menurut
Undang-undang
jenis
atau
kelamin
psikologis,
(gender-
termasuk
Republik
sewenang-wenang, baik yang terjadi di
Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
depan umum atau dalam kehidupan
Penghapusan
pribadi”.
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga, yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan
Pasal 2,berbunyi:
terhadap seseorang terutama perempuan, yang
“ Kekerasan terhadap perempuan
berakibat
atau
harus dipahami mencakup, tetapi tidak
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
hanya terbatas pada: tindak kekerasan
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
secara fisik, seksual dan psikologis
ancaman
yang terjadi di dalam keluarga dan di
timbulnya
untuk
kesengsaraan
melakukan
perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
masyarakat,
secara melawan hukum dalam lingkup rumah
penyalahgunaan
tangga. Difinisi ini lebih luas, dibandingkan
perempuan
dengan kedua difinisi di atas, yaitu mengenai
yang berhubungan dengan mas kawin,
akibat yang ditimbulkan dari KDRT meliputi
perkosaan dalam perkawinan (marital
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
rape),
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
perempuan
rumah
kekejaman tradisional lain terhadap
tangga
melakukan
termasuk
perbuatan,
ancaman
untuk
pemaksaan,
atau
termasuk
seksual
kanak-kanak,
pengrusakan
perempuan,
pemukulan,
dan
alat
atas kekerasa
kelamin
praktik-praktik
kekerasan
diluar
hubungan suami istri dan kekerasan
76 |
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
yang berhubungan dengan eksploitasi
PKDRT). Lebih lanjut, setiap orang dilarang
perempuan,
melakukan kekerasan dalam rumah tangga
perkosaan,
penyalahgunaan seksual, pelecehan
terhadap
dan ancaman seksual di tempat kerja,
tangganya, dengan cara, (a) kekerasan fisik,
dalam lembaga-lembaga pendidikan
yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
dan
perdagangan
jatuh sakit, atau luka berat. (b) Kekerasan
perempuan, dan pelacuran paksa.
psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan
Serta
ketakutan,
sebagainya,
termasuk
kekerasan
yang
orang
dalam
hilangnya
rasa
lingkup
percaya
rumah
diri,
dilakukan dan dibenarkan oleh negara
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
di manapun terjadinya”.
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. (c) Kekerasan seksual,
Berdasarkan
difinisi
maka,
yaitu pemaksaan hubungan seksual yang
ruang lingkup kekerasan terhadap perempuan
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
terjadi dalam rumah tangga (keluarga), di
lingkup rumah tangga tersebut ataupun dengan
masyarakat luas (tempat publik) serta yang di
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
wilayah negara. Landasan hukum perumusan
tujuan tertentu. (d) Penelantaran rumah tangga,
ini adalah Konvensi Penghapusan Segala
yaitu
bentuk
ketergantungan
Diskriminasi
tersebut
terhadap
Perempuan
perbuatan
yang ekonomi
mengakibatkan dengan
cara
(1979) dan dikuatkan oleh Rekomendasi
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
Umum
the
yang layak di dalam atau luar rumah sehingga
Elimination of all Discrimination Againts
korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Women) Nomor. 19 tahun 1992 tentang
(Pasal 5 s.d 9 UU PKDRT).
CEDAW
kekerasan
(Convention
terhadap
on
sebagai
Merujuk pada ketentuan di atas, maka
kekerasan berbasis gender dan merupakan
bisa dipahami bahwa penelantaran rumah
suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
tangga merupakan salah satu bentuk KDRT.
Sebagai
perempuan
yang
Secara lebih rinci, dalam Pasal 9 ayat (1) UU
dilakukan dalam lingkup Rumah Tangga, maka
PKDRT berbunyi:“ Setiap orang dilarang
mereka yang termasuk anggota dalam rumah
menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangga, bukan hanya keluarga inti (suami, istri,
tangganya, padahal menurut hukum yang
dan anak) namun juga termasuk orang-orang
berlaku baginya atau karena persetujuan atau
yang mempunyai hubungan keluarga dengan
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
keluarga
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
perkawinan
inti
bentuk
karena
(mertua,
kekerasan
hubungan menantu,
darah,
ipar,
dan
tersebut” Lebih lanjut Pasal 9 Ayat (2) UU
besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
PKDRT
tidak terkecuali orang setiap yang bekerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
membantu rumah tangga dan menetap dalam
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
rumah tangga bersangkutan ( Pasal 2 UU
ketergantungan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
berbunyi:“
ekonomi
Penelantaran
dengan
cara
| 77
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
lebih banyak dibandingkan dengan kasus
yang layak di dalam atau di luar rumah
penelantaran
sehingga korban berada di bawah kendali
Penelantaran rumah tangga dimana korbannya
orang tersebut”. Bunyi kedua ayat tersebut
adalah PRT, misalnya: PRT tidak dibayar, PRT
bisa dimaknai, bahwa: 1) setiap orang. Artinya,
tidak dikasih makan dan lain-lain. Kasus-kasus
baik
2)
penelantaran PRT, akhir-akhir ini sering
menelantarkan. Artinya, tidak memberikan
mencuat di permukaan, dan di informasikan ke
nafkah,
membiarkan
media massa. Melihat berbagai kasus yang ada,
termasuk membatasi dan/atau melarang untuk
pelaku dan korban penelantaran rumah tangga
bekerja yang layak di dalam atau di luar
memiliki hubungan yang tidak seimbang
rumah; 3) rumah tangga. Artinya, baik pelaku
dimana korbannya adalah mereka yang tidak
maupun korban adalah orang-orang yang ada
memiliki posisi tawar dalam rumah tangga
dalam lingkup rumah tangga , yaitu keluarga
tersebut. Hal ini seakan menjadi sesuai yang
inti (suami, istri, dan anak), termasuk orang-
bersifat alamiah, karena dikonstruksi oleh
orang yang mempunyai hubungan keluarga
kultur patriarkhis dimana dominasi hubungan
dengan keluarga inti karena hubungan darah,
dikuasai oleh kaum laki-laki.
laki-laki
maupun
tidak
perkawinan
perempuan;
memelihara,
(mertua,
menantu,
ipar,
dan
rumah
Bentuk-bentuk
tangga
lainnya.
penelantaran
dalam
besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
rumah tangga sangatlah beragam, yaitu bisa
dan mereka yang bekerja membantu rumah
dilakukan oleh orang tua terhadap anak, bisa
tangga dan menetap dalam rumah tangga
dilakukan oleh suami terhadap isteri dan bisa
bersangkutan.
juga dilakukan oleh anak terhadap anggota keluarga lainnya dalam rumah tangga yang
2.2. Pelaku,
Korban
dan
Bentuk
menjadi
tanggungjawabnya.
Sebagaimana
telah dikemukakan pada sub point pembahasan
Penelantaran Ruman Tangga. Pelaku penelantaran rumah tangga
di atas yang mengacu pada Pasal 9 ayat (1 dan
sebagian besar adalah Laki-laki dan/atau suami
2) UU PKDRT, maka yang dimaksud dengan
dan orang tua (bapak), namun penelantaran
menelantarkan
juga bisa dilakukan oleh perempuan dan/atau
nafkah,
Ibu sebagai orang tua. Sedangkan korban
termasuk membatasi dan/atau melarang untuk
penelantaran rumah tangga sebagian besar
bekerja yang layak di dalam atau di luar
adalah perempuan (istri) dan anak. Hal tersebut
rumah. Sedangkan rumah tangga adalah baik
tidak
bahwa
pelaku maupun korban adalah orang-orang
penelantaran rumah tangga dilakukan oleh
yang ada dalam lingkup rumah tangga , yaitu
suami-istri dan/atau istri terhadap Pekerja
keluarga inti (suami, istri, dan anak), termasuk
Rumah
orang-orang
menutup
Tangga
kemungkinan
(PRT).
Berbagai
kasus
adalah
tidak
tidak
memberikan
memelihara,
membiarkan
yang
mempunyai
hubungan
penelantaran rumah tangga yang dilakukan
keluarga dengan keluarga inti karena hubungan
oleh suami terhadap istri, jumlahnya memang
darah, perkawinan (mertua, menantu, ipar, dan
78 |
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
memenuhi
dan mereka yang bekerja membantu rumah
mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa
tangga dan menetap dalam rumah tangga
persetujuan
bersangkutan. Merujuk pada kriteria tersebut,
memanipulasi harta benda korban. Sedangkan,
maka
dalam
penelantaran rumah tangga dikatakan ringan,
rumah tangga tidak hanya tidak memberikan
yaitu tindakan yang berupa upaya-upaya
nafkah,
memelihara,
sengaja yang menjadikan korban tergantung
membiarkan termasuk membatasi dan/atau
atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
melarang untuk bekerja yang layak di dalam
terpenuhi
atau di luar rumah, oleh orang yang memiliki
perempuan yang bekerja ketika menikah keluar
tanggungjawab dalam rumah tangga.
dari pekerjaannya, sehingga istri memiliki
bentuk-bentuk namun
penelantaran
juga
tidak
Secara lebih rinci, bentuk penelantaran rumah tangga sebagaimana dalam Pasal 9 UU
hak
dan
korban,
menelantarkannya;
merampas
kebutuhan
dan
dasarnya.
atau
Misalnya,
ketergantungan ekonomi yang besar terhadap suami.
PKDRT, antara lain: 1) tidak memberikan
Kedua,
bentuk-bentuk
penelantaran
nafkah pada orang yang seharunya menjadi
dalam rumah tangga di lihat dari pelaku dan
menjadi tanggung-jawabnya dalam sebuah
korban, antara lain:
rumah tangga. Misalnya, tidak memberikan nafkah pada istri, pada anak; 2) tidak memelihara
orang-orang
seharusnya
Pelantaran model ini dilakukan oleh
menjadi tanggungjawabnya. Misalnya, anak,
suami terhadap istrinya, dimana istri tidak
orang
3)
diberi nafkah, dibiarkan dan ditinggal pergi,
membiarkan termasuk membatasi dan/atau
istri dilarang bekerja, isteri dieksploitasi
melarang untuk bekerja yang layak di dalam
atau disuruh bekerja dan lain-lain. Berbagai
atau di luar rumah. Misalnya, melarang dan
sebab
membatasi istri untuk bekerja di luar rumah.
melakukan penelantaran terhadap istrinya,
Bentuk-bentuk penelantaran dalam rumah
antara
tangga, juga bisa dibagi dalam berbagai
pemabuk, suami berjudi dan suami tidak
kriteria, antara lain:
bertanggungjawab.
tua,
saudara
yang
a. Penelantaran istri oleh suami.
dan
lain-lain;
yang lain:
mengakibatkan suami
selingkuh,
suami suami
Pertama, di lihat dari berat dan
Contoh kasus penelantaran istri
ringannya objek yang dikenakan pada korban,
oleh suami, yaitu: Putusan Mahkamah
ada penelantaran rumah tangga berat dan ada
Agung Nomor 307 K/Pid.Sus/2010 Tahun
yang
tangga
2012, merupakan putusan Kasasi atas
yang
perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga
mengekploitasi secara ekonomi, memanipulasi
(KDRT) dalam bentuk penelataran rumah
dan mengen-dalikan korban lewat sarana
tangga. Terdakwa adalah seorang Pegawai
ekonomi. Misalnya, memaksa korban bekerja;
Negeri Sipil menikah dengan korban pada
melarang
tahun 1978 dan dikaruniai 5 orang anak.
ringan.
dikatakan
Penelantara
berat,
korban
adalah
bekerja
rumah tindakan
namun
tidak
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 79
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Pada tahun 1997 tedakwa meninggalkan
b. Penelantaran orang tua terhadap anak.
rumah dan menikah dengan perempuan
Penelantara orang tua terhadap
lain. Selama meninggalkan istri dan anak
anak, bisa dilakukan oleh bapak dan/atau
Terdakwa tidak pernah memberikan nafkah
ibunya. Pasal 1 Ayat ( 6) Undang-Undang
lahir maupun batin.
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Penelantaran rumah tangga, yang
Tentang Perubahan atas Undang-Undang
dilakukan oleh suami terhadap istrinya,
Nomor
meskipun dalam realitasnya banyak terjadi
Perlindungan Anak atau biasa disebut
dari yang ringan sampai yang berat, namun
dengan istilah UU PA, menyebutkan bahwa
tidak pernah dianggab sebagai hal yang
anak terlantar adalah anak yang tidak
serius. Penelantaran rumah tangga bentuk
terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik
ini, misalnya: suami hanya memberikan
fisik, mental, spiritual maupun sosial.
sebagian kecil uang belanja pada istrinya,
Misalnya, anak dibiarkan kekuarangan gizi,
dan hal tersebut tidak dianggap sebagai
anak tidak dirawat dengan baik, bahkan
masalah, baik oleh suami, oleh istri maupun
berbagai kasus yang terjadi, anak ditinggal
oleh
terjadi
pergi begitu saja oleh orang tuanya, dan ada
karena, dalam masyarakat dikenal dengan
juga anak yang disuruh bekerja oleh orang
istilah ‘duwit lanang, duwit wedhok (uang
tuanya,, bahkan dijual untuk mendapatkan
laki-laki, uang perempuan) artinya uang
sejumlah uang dan lain-lain. Menurut
yang diperuntukkan bagi suami dan uang
Ledia, bentuk-bentuk penelantaran anak
bagian istri. Biasanya, uang untuk suami
sesungguhnya sangat banyak dan memiliki
adalah
kebutuhan
beragam alasan mulai dari ekonomi, sosial,
sekunder dan tertier, sedangkan uang
hingga pada kasus terakhir yang sedang
bagian istri untuk pemenuhan kebutuhan
ramai diberitakan karena penyalahgunaan
sehari-hari. Uang yang diberikan kepada
narkoba.
istri dengan jumlah terbatas memaksa istri
manusia, anak yang ditinggalkan atau
untuk mengantur dengan sangat cermat
dibuang, anak jalanan, anak yang diasuh
pengeluaran
orang
masyarakat.
untuk
Hal
tersebut
pemenuhan
keluarga,
dan
seringkali
23
Tahun
"Anak
tua
2002
korban
tetapi
tidak
Tentang
perdagangan
mendapatkan
mengorbankan kebutuhan pribadinya. Hal
perawatan atau pengasuhan yang layak
ini
bentuk
sudah masuk kategori penelantaran, hanya
penelantaran rumah tangga, karena jika
saja banyak yang tidak terekspos atau
suami melakukan hal demikian, maka isteri
terlewat
akan menjadi korban dan menanggung
masyarakat masih enggan terlibat aktif
semua kekurangan dalam rumah tangganya.
karena khawatir dianggap ikut campur
sebenarnya
merupakan
urusan
dari
orang
penanggulangan
lain,"
kata
sebab
legislator
perempuan di komisi urusan agama, sosial, pemberdayaan
80 |
perempuan
dan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
perlindungan anak ini (Nurherwati (Ketua
rumah
tangga.
Misalnya,
penelantaran
Sub Komisi Pemulihan).
terhadap Pekerja Rumah Tangga yang sering
terjadi
bekerja di rumahnya ( PRT disuruh bekerja
disharmoni
dalam
tanpa batas waktu, PRT diupah rendah,
yang
tidak diberi makan dan tempat tinggal yang
moralitasnya buruk dan tidak memiliki
layak dan lain-lain), penelantara terhadap
tanggungjawab. Menurut situs resmi Dinas
orang tua dan mertua dari suami isteri yang
Sosial Yogyakarta kriteria orangtua yang
menetap di rumah anaknya, penelantaran
menelantarkan anak, antara lain: yatim
terhadap orang-orang yang mempunyai
piatu atau tidak dipelihara, ditinggalkan
hubungan keluarga dengan keluarga inti
oleh orangtuanya pada orang lain, di tempat
karena hubungan darah, perkawinan, selain
umum, rumah sakit, dan sebagainya, tidak
mertua dan orang tua, misalnya menantu,
pernah atau tidak cukup memberi ASI
ipar, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
dan/atau
susu
yang menetap dalam rumah tangga tersebut.
memberi
makanan
Penyebab adalah,
yang
kemiskinan,
keluarga,
dan/atau
orang
tua
tambahan/pengganti, pokok
yang
tidak Menurut pasal 9 (2) Undang-undang
mencukupi, menitipkan atau me-ninggalkan anak
sendirian
sehingga
menimbulkan
PKDRT, penelantaran rumah tangga berlaku
ketelantaran, apabila sakit tidak mempunyai
bagi
akses kesehatan, anak dieksploitasi untuk
ketergantungan
bekerja
tidak
membatasi dan / atau melarang untuk bekerja
disekolahkan dan lain-lain. Contoh kasus
yang layak didalam atau di luar rumah
penelantaran orang tua terhadap anak,
sehingga korban berada dibawah kendali orang
pernah menghebohkan masyarakat, yaitu
tersebut. Artinya, penelantaran rumah tangga
penelantaran lima (5) orang anak di
terjadi
Cibubur oleh orangtua kandung. Salah satu
tanggungjawabnya terhadap orang lain, secara
anak, AD yang baru berusia 8 tahun bahkan
ekonomi, namun juga terjadi jika orang
tidak
tersebut dibatasi atau dilarang bekerja sehingga
mencari
diizinkan
nafkah,
masuk
anak
rumah
selama
setiap
orang
yang
mengakibatkan
ekonomi
jika
dengan
seseorang
cara
melalaikan
sebulan dan makan dari uluran belas kasih
berada
para
ditimbulkan dari penelantaran rumah tangga,
tetangga.
di
bawah
kendali.
Akibat
yang
(www.liputan6.com/tag/penelantaran-
membawa dampak yang sama dengan bentuk
anak).
kekerasan lainnya, khususnya jika dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang memiliki
c. Penelantaran terhadap anggota keluarga
ketergantungan
secara
ekonomi,
akan
lainnya dalam rumah tangga yang menjadi
menimbulkan hal yang sangat merugikan istri.
tanggungjawabnya.
Oleh karena itu, penelantaran rumah tangga
Penelantaran ini bisa dilakukan
ini, juga sering disebut dengan kekerasan
oleh suami dan/atau istri dalam lingkup
ekonomi. Kekerasan ekonomi adalah suatu
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 81
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di
dari pekerjaannya. Perempuan diharapkan
dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan
lebih fokus mengurusi urusan rumah tangga,
uang dan barang, termasuk membiarkan istri
mempersiapkan
kehamilan,
yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara
memberikan
hingga
suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi
pengasuhan pertama bagi anak-anak. Kondisi
keluarga.
tidak
tersebut menjadi alasan bagi laki-laki untuk
memberikan gajinya pada istri karena istrinya
bertanggungjawab terhadap kehidupan dan
berpenghasilan,
keberlangsungan ekonomi keluarga. Banyak
Sebagian
suami
suami
juga
menyembunyikan
ASI
kelahiran,
2
tahun,
dan
gajinya, mengambil harta istri, tidak memberi
sekali
uang belanja yang mencukupi, atau tidak
pekerjaan publiknya dan menyerahkan dirinya
memberi uang belanja sama sekali, menuntut
untuk keluarga. Namun, ada banyak kasus
istri memperoleh penghasilan lebih banyak,
suami yang seharusnya menjalankan tanggung
serta
untuk
jawab-nya untuk memenuhi seluruh kebutuhan
mengembangkan karir dalam pekerjaannya.
keluarga, ternyata tidak dilakukan. Inilah
(worldhealth-
sebenarnya yang disebut dengan penelantaran
tidak
mengijinkan
istri
bokepzz.blogspot.
perempuan
yang
meninggalkan
rumah tangga atau kekerasan ekonomi.
com/.../pengertian-kek...). Jika dicermati bunyi Pasal 9 Undangundang PKDRT sebagaimana di atas, maka
2.3. Faktor penyebab penelantaran rumah
kekerasan ekonomi tidak hanya terbatas pada
tangga
penelantaran ekonomi an sich, namun bisa
Beranjak dari berbagai kasus yang
dibagi dalam kekerasan ekonomi berat dan
terjadi, akar masalah dari penelantaran rumah
ringan.
tangga, sebernarnya adalah pola relasi sosial
Kekerasan
ekonomi
berat
pada
dasarnya adalah tindakan yang mengekploitasi
yang
secara ekonomi, memanipulasi dan mengen-
masyarakat, yang dalam perspektif gender
dalikan
ekonomi.
disebabkan oleh kultur patriarkhi. Pola ini
Misalnya: memaksa korban bekerja; melarang
diproduksi dan mereproduksi hubungan antara
korban bekerja namun tidak memenuhi haknya
suami istri, bahkan antara orang tua dan anak
dan
tanpa
serta antara majikan dan PRT dalam realitas
sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
hubungan di lingkup rumah tangga. Kekuasaan
merampas dan atau memanipulasi harta benda
rumah tangga, dimana suami dan/atau bapak
korban.
yang
sebagai satu-satunya orang yang berkuasa dan
dikategorikan ringan, yaitu tindakan yang
menguasai rumah tangga secara dominan maka
berupa upaya sengaja yang menjadikan korban
akan
tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi
termasuk penelantaran rumah tangga. Hal
atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
tersebut sebenarnya tidak bisa digeneralisir,
Secara
namun
korban
lewat
menelantarkannya;
Kekerasan
empiris,
sarana
mengambil
Ekonomi
seringkali
kita
jumpai
perempuan yang bekerja ketika menikah keluar
82 |
timpang
terjadi
dalam
berbagai
kondisi
hierarkhi
bentuk
tersebut
secara
sosial
kekerasan,
empiiris
menjadi salah satu bahkan yang paling
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
dominan dalam memproduksi KDRT dus penelantaran rumah tangga.
moralitas
Kedua,
yang
buruk.
Moralitas yang buruk juga menjadi penyebab
Berdasarkan realitas yang ada, secara
dari
adanya
penelantaran
rumah
tangga.
lebih rinci faktor-faktor yang menyebabkan
Moralitas adalah pola-pola, kaidah tingka laku,
penelantaran rumah tangga, antara lain:
budi bahasa yang dipandang baik dan luhur
Pertama, kultur patriarkhi. Kultur
dalam suatu masyarakat tertentu (Ensiklopedia
patriarkhi membentuk perbedaan perilaku,
Indonesia, 1983), h 2288). Moralitas adalah
status dan otoritas laki-laki dan perempuan di
kualitas perbuatan manusia, yang benar atau
masyarakat kemudian menjadi hirarki gender.
salah, dan yang baik atau buruk dari perbuatan
Perbedaan
dan
manusia (W. Poespoprodjo L. PH, 1988,
awal
102). Moralitas adalah keseluruhan norma-
pembentukan budaya patriarkhi. Masya-rakat
norma, nilai-nilai dan sikap moral seseorang
memandang
antara
atau masyarakat (Franz Magnis Suseno, et.all,
keduanya merupakan status yang tidak setara,
1993,h. 9). Berdasarkan konsep tersebut, maka
perempuan yang tidak memiliki otot dipercayai
bisa dikemukakan bahwa moralitas yang
sebagai
meletakkan
buruk, yang digambarkan dengan sikap dan
Laki-laki
perilaku yang buruk pula, mengakibatkan
biologis
perempuan
dianggap
pada
laki-laki sebagai
perbedaan
alasan
perempuan
antara
biologis
masyarakat posisi lemah.
dianggap memiliki fisik kuat. Tetapi kekuatan
terjadinya penelantara rumah tangga.
fisik itu bukanlah sebuah factor penting dalam
Ketiga, kurangnya pemahaman tentang
hubungan antara laki-laki dan perempuan.
hukum. Minimnya pemahaman masyarakat
Walby
partiarkhi
tentang hukum, menjadi salah satu penyebab
merupakan sistem terstruktur dan praktek
hukum tidak efektif dilaksanakan. Keberadaan
social yang menempatkan kaum laki-laki
Undang-undang
sebagai pihak yang mendominasi, melakukan
Perlindungan Anak, yang secara komprehensif
operasi dan mengeksploitasi kaum perempuan
sudah
(Walby, 1998, h. 20). Kuatnya cengkeraman
mengenai sanksi bagi pelaku penelantaran
patriarkhi ini menyebabkan perempuan lebih
rumah tangga, tidak efektif membawa dampak
banyak berada pada posisi marginal dan sub
pada berkurangnya kasus-kasus tersebut. Hal
ordinat dalam budaya kerja maskulin, karena
ini sekali lagi disebabkan oleh kurangnya
posisi ini dibentuk oleh ideologi patriarkhi
pemahaman mengenai hukum yang berlaku.
yang meneguhkan perempuan sebagai mahluk
Oleh karena itu, sosialisasi mengenai kedua
lemah, dimana pendapat tersebut telah menjadi
undang-undang
ideologi
penting untuk segera direalisasikan dalam
mengatakan
umum
bahwa
yang
tidak
hanya
mempengaruhi masyarakat awam tetapi juga
mengatur
PKDRT, secara
tersebut
Undang-undang jelas
dan
menjadi
tegas
agenda
seluruh lapisan masyarakat.
menjadi cara pandang negara dalam melihat dan menempatkan perempuan.
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 83
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
2.4. Akibat penelantaran Rumah Tangga Penelantaran Rumah Tangga, sebagai
ekonomi.
Kedua, korban
penelantaran
Secara
rumah
ekonomi
tangga
akan
salah satu bentuk KDRT memiliki akibat yang
mengalami kondisi ekonomi yang buruk.
tidak jauh berbeda dengan bentuk KDRT
Misalnya: kelaparan, tidak memiliki tempat
lainnya, karena biasanya penelantaran rumah
tinggal, tidak mendapatkan pemenuhan atas
tangga juga disebabkan oleh bentuk kekerasan
kebutuhan sehari-hari dan lain-lain, termasuk
lainnya.
pemenuhan gizi yang baik bagi seorang anak
Contoh:
seorang
suami
yang
berselingkuh atau memiliki Wanita Idaman
yang ditelantarkan oleh orang tuanya.
Lain ( WIL), terkadang juga menelantarkan
fisik.
Ketiga,
Akibat
fisik
yang
istri bahkan anak-anaknya ( tidak memberi
ditimbulkan
nafkah, tidak memperhatikan dan lain-lain),
misalnya:
sehingga
mengalami
Kematian sebagai akibat penelantaran rumah
kekerasan psikologis, sekaligus penelantaran
tangga sangat mungkin terjadi, sebagai efek
rumah tangga. Kondisi tersebut bisa saja
dari rasa tertekan dan rasa lapar dari yang
mengakibatkan istri dan anak-anak menjadi
dialami oleh korban. Misalnya, jika orang tua
stres, trauma dan tertekan secara psikologis,
menelantarkan anak sehingga anak mengalami
bahkan anak-anak bisa saja mengalami tumbuh
sakit akibat dari rasa tertekan dan lapar maka
kembang yang buruk baik secara fisik maupun
hal tersebut bisa saja mengakibatkan kematian
psikologis. Berbagai kasus penelantaran rumah
bagi sang anak.
tangga
mengakibatkan
menunjukan
istri
bahwa,
akibat
oleh
kekerasan
sakit
dan
bentuk
bahkan
ini,
kematian.
yang
Beranjak dari akibat yang ditimbulkan
ditimbulkan dari penelantaran rumah tangga
oleh penelantaran rumah tangga tersebut, bisa
terhadap korban, antara lain:
dikemukakan
psikologis.
Pertama,
Secara
tangga,
bahwa
sama
penelantaran
dengan
bentuk
rumah
kekerasan
psikologis, korban penelantaran rumah tangga
lainnya, tidak hanya mengakibatkan kondisi
akan
psikologis,
ekonomi dan sosial yang buruk, namun juga
misalnya: tertekan, gangguan perkembangan,
kondisi psikologis yang tidak baik, bahkan bisa
stres, trauma, minder atau tidak percaya diri
saja mengalami akibat fisik yang berupa sakit
dan lain-lain. Seorang anak yang ditelantarkan
dan bahkan kematian bagi korban. Misalnya,
oleh orang tuannya, akan mengalami gangguan
jika seorang ayah atau ibu (orang tua)
tumbuh kembang pada anak tersebut, bahkan
membiarkan seorang anak dalam keadaan tidak
akan mengalami krisis kepercayaan diri.
dirawat khususnya ketika mengalami sakit dan
Sedangkan, jika seorang istri ditelantarkan oleh
seorang suami atau sebaliknya membiarkan
suami atau orang tua yang seharusnya menjadi
suatu keadaan yang sedemikian rupa dimana
tanggungjawab anaknya ditelantarkan, maka
salah satunya sangat memerlukan pertolongan
mereka
atau
mengalami
juga
akan
gangguan
mengalami
tekanan
psikologis (sedih, kecewa, stres dan lain-lain).
perawatan
memberikan
dan
uang
pemeliharaan
untuk
membeli
(tidak obat
sehingga kondisi sakitnya semakin meradang),
84 |
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
sehingga
mengakibatkan
bagi
diberi nafkah dan kehidupan. Akan tetapi,
korban. Begitu juga, jika seorang suami yang
KUHP tidak sepenuhnya dapat menangani
ketergantungan
kasus-kasus yang terjadi dalam rumah tangga.
pada
kematian minuman
keras
(beralkohol), hobby main judi (terkecuali
Artinya,
kelainan jiwa) sehingga tidak memperdulikan
melaporkan kekerasan yang terjadi setelah
nafkah hidup istri dan anak-anaknya baik
mengalami luka parah atau bahkan telah
jasmani
meninggal. Perbuatan pidana tersebut biasanya
maupun
rohani,
sehingga
mengakibatkan istri dan anak-anak terlantar.
korban
baru
atau
Penganiayaan
yang
Menyebabkan Matinya Korban (Pasal 351 ayat (3)
Perspektif Hukum.
keluarganya
dituntut berdasarkan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan
2.5. Penelantaran Rumah Tangga dalam
atau
KUHP).
Kasus
tersebut
“hanya”
Membahas penelantaran rumah tangga
digolongkan pada perbuatan pidana biasa,
dalam perspektif hukum, berarti membahas
bukan merupakan delik khusus yaitu kekerasan
dari sisi yuridis, yaitu membahas mengenai
dalam rumah tangga (Soeroso, 2010,h. 89).
payung hukum yang mengatur mengenai isu tersebut,
serta
sanksi
pelaku
rumah tangga masuk kategori, Strafbaar feit
penelantaran rumah tangga. Sebagaimana yang
atau delict dengan pengertian perbuatan yang
sudah dipaparkan sebelumnya, penelantaran
dilarang oleh peraturan hukum pidana dan
dalam rumah tangga digolongkan sebagai salah
tentu saja dikenakan sanksi pidana bagi siapa
satu bentuk tindak kekerasan dalam rumah
saja yang melanggarnya (Pasal 5 huruf d
tangga
Undang-Undang
(domestic
terhadap
Menurut hukum pidana penelantaran
violence).
Penelantaran
Penghapusan
Kekerasan
rumah tangga sudah diatur secara jelas dan
Dalam Rumah Tangga). Kategori Peristiwa
tegas
Pidana
dalam
Undang-undang
Republik
ada
yang
disebut
komisionis,
Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Omisionis,
Penghapusan
Rumah
Kimosionis adalah terjadinya delik karena
Tangga atau biasa disebut dengan UU PKDRT.
melanggar larangan, sedangkan Omisionis
Kekerasan
Lahirnya salah
satu
UU
tonggak
Dalam
PKDRT
bagi
komisionis
peromisionim.
adalah terjadinya delik karena seseorang
upaya
melalaikan suruhan/tidak berbuat. Komisionis
perlindungan terhadap korban kekerasan yang
peromisionis yaitu tindak pidana yang pada
terjadi dalam lingkup rumah tangga, termasuk
umumnya dilaksanakan dengan perbuatan, tapi
penelantaran rumah tangga, khususnya kaum
mungkin terjadi pula bila tidak berbuat. Bila
perempuan dan anak sebagai kelompok yang
dikaitkan dengan ketiga kategori tersebut
rentan menjadi korban kekerasan. Sebelum
tindakan penelantaran dalam keluarga dapat
lahirnya UU PKDRT, Kitab Undang-undang
digolongkan pada kategori omisionis, karena
Hukum Pidana (KUHP) sebenarnya telah
memberikan kehidupan kepada orang yang
mengatur
dan
berada di bawah kendalinya adalah merupakan
kesusilaan serta penelantaran orang yang wajib
perintah undang-undang, sehingga bila tidak
mengenai
sejarah
merupakan
dan
penganiayaan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 85
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
memberikan kepada
sumber
kehidupan
tersebut
yang
menjadi
orang-orang
Bunyi Pasal 9 Ayat (1) tersebut, bisa diinterprestasikan
bahwa:
pertama,
frasa
tanggungjawabnya berarti telah melalaikan
Penelantaran bermakna melalaikan kewajiban
suruhan / tidak berbuat. Upaya hukum secara
dalam
perdata dan pidana dapat dilakukan terkait
melalaikan kewajiban suami, istri, anak dan
dengan tindakan penelantaran ini, secara
terhadap orang yang ada di dalam rumah
perdata karena ada hak-hak keperdataan yang
tangga; kedua, menurut hukum yang berlaku ia
dilanggar, secara pidana karena telah terjadi
wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
tindak pidana berupa tindak kekerasan dalam
pemeliharaan
rumah tangga dalam wujud penelantaran.
kewajiban tersebut harus melihat pada hak dan
lingkup
rumah
kepada
tangga,
orang
artinya
itu
maka
Pengaturan penelantaran rumah tangga
kewajiban suami, istri, anak dan orang yang
dalam Pasal 9 Ayat (1) dan (2) Undang-
ada di dalamnya sebagaimana diatur dalam
Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
peraturan perundang-undangan diantara-nya,
Penghapusan
Rumah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
Tangga, sebagaimana tertera di bawah ini,
Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 77
yaitu:
Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang
Kekerasan
(1) Setiap
Dalam
orang
menelantarkan
dilarang
orang
dalam
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan
Atas
Undang-Undang
lingkup rumah tangganya, padahal
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
menurut
Anak;
hukum
yang
berlaku
ketiga,
karena
persetujuan
atau
baginya atau karena persetujuan
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
atau
wajib
perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu,
memberikan kehidupan, perawatan,
apabila ada perjanjian atau persetujuan yang
atau pemeliharaan kepada orang
harus dipenuhinya. Artinya, mereka yang
tersebut.
mengikatkan diri dalam persetujuan atau
perjanjian
ia
perjanjian untuk melakukan pemeliharaan (2)
Penelantaran dimaksud
pada
sebagaimana ayat
(1)
juga
terhadap
orang-orang
sesuai
dengan
perjanjiannya, maka wajib memenuhi isi
berlaku bagi setiap orang yang
perjanjian
mengakibatkan
memelihara orang tersebut sesuai dengan
ketergantungan
tersebut
untuk
merawat Ayat
dan
ekonomi dengan cara membatasi
persetujuannya.Sedangkan
(2),
dan/atau melarang untuk bekerja
menyangkut Hak Asasi Manusia karena setiap
yang layak di dalam atau di luar
orang berhak untuk mengaktualisasikan diri
rumah sehingga korban berada di
dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan
bawah kendali orang tersebut.
bebas untuk mencari pekerjaan dalam hal memenuhi kebutuhan hidup sepanjang tidak melanggar norma hukum dan noram agama.
86 |
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Sehingga
jika
seorang
suami
atau
istri
perceraian
ke
melakukan pengekangan hidup sedemikian
kewajiban
dalam
rupa sebagaimana ditentukan dalam ayat 2,
menelantarkan salah satu pihak, termasuk juga
maka termasuk penelantaran rumah tangga.
meninggalkan salah satu pihak selama 2 tahun
Selain KUHP, sebelum lahirnya UU PKDRT
sebenarnya
ada
berturut-turut
Pengadilan.
Melalaikan
konteks
tanpa
ijin.
ini
adalah
Bagi
suami,
Peraturan
penelantaran terhadap istri juga dilakukan jika
perundangan lainnya yang juga mengatur
melanggar taklik-talak yang dibacakan ketika
mengenai penelantaran rumah tangga, antara
akad nikah.
lain: 1) Undang-undang Republik Indonesia
Secara lebih jelas, penelantaran rumah
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
tangga dalam konteks ini juga sering disebut
Kompilasi
dengan istilah kekerasan ekonomi dimana
Hukum
Islam,
jika
korban
penelantaran adalah suami dan/atau istri; dan
terjadi
2) Undang-undang Republik Undang-Undang
tanggungjawabnya
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
ekonomi dan/atau tidak diberi nafkah untuk
Tentang
Undang-Undang
hidup dan kehidupannya, padahal seharusnya
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
menjadi tanggung-jawabnya menurut hukum
Anak, jika korban penelantaran adalah anak.
yang berlaku. Penelantaran rumah tangga
Akan tetapi, Undang-undang Perkawinan dan
dalam konteks ini, biasanya terjadi pada istri
Kompilasi Hukum Islam, merupakan peraturan
yang oleh suami tidak diberi hak nafkah
perundangan bidang keperdataan. Artinya,
selama dalam perkawinannya. Pasal 34 Ayat
penelantaran
dalam
(1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
konteks Undang-undang Perkawinan yang
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berbunyi:
dilakukan oleh suami dan/atau istri, bukan
“Suami
merupakan wilayah hukum pidana, namun
memberikan segala sesuatu keperluan hidup
merupakan wilayah hukum privat (perdata).
berumahtangga
Oleh
suami
kemampuannya.” Hal tersebut dipertegas oleh
menelantarkan istrinya, maka si istri bisa
ketentuan Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4)
mengajukan gugat cerai ke Penagdilan Agama.
Kompilasi
Pasal
berbunyi:
Perubahan
rumah
karena
116
itu,
Atas
tangga,
jika
Kompilasi
yang
seorang
Hukum
Islam
jika
wajib
orang
yang
ditelantarkan
melindungi
Hukum
menjadi
isterinya
sesuai
Islam
secara
dan
dengan
(KHI),
yang
mempertegas bahwa, “ Perceraian dapat
” suami wajib melindungi istrinya dan
terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
memberikan segala sesuatu keperluan
salah satu pihak mninggalkan pihak lain
hidup berumah tangga sesuai dengan
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin
kemampuannya.
pihak lain dan Suami menlanggar taklik
penghasilannya, suami menanggung: a.
talak”. Arti kedua pasal tersebut adalah, jika
nafkah, kiswah dan tempat kediaman
suami atau istri melalaikan kewajibannya,
bagi istri. b. biaya rumah tangga, biaya
maka
perawatan dan biaya pengobatan bagi
mereka
bisa
mengajukan
gugatan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
Sesuai
dengan
| 87
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
istri dan anak. c. biaya pendidikan bagi
keduanya, namun anak terlantar adalah anak
anak”.
yang karena suatu sebab tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik rohani,
Kedua pasal tersebut, bisa dimaknai
jasmani, maupun sosial. Anak terlantar juga
bahwa seorang suami secara hukum wajib
bisa dimaknai, ketika hak - hak anak untuk
memberikan nafkah kepada orang dalam
tumbuh kembang secara wajar, hak anak untuk
lingkup rumah tangganya, yakni istri dan
memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk
anaknya,
kemampuannya,
memperoleh sarana kesehatan yang memadai
dan/atau penghasilannya. Sehingga, jika suami
tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak
tidak melakukan kewajibannya, maka si suami
mengertian
dapat dianggap melakukan penelantaran rumah
mampuan, atau karena ketidak sengajaan,
tangga.
bahkan karena kesengajaan dari para orang tua.
sesuai
dengan
orangtua,
karena
ketidak
Penelantaran rumah tangga, juga bisa
Tanggung jawab orang tua terhadap anak
dilakukan oleh orang tua terhadap anak-
adalah kewajiban yang tidak dapat diabaikan
anaknya. Jika penelantaran rumah tangga
begitu saja demi terwujudnya kesejahteraan
dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya,
anak secara jasmani, rohani maupun sosial.
maka yang berlaku adalah Undang-Undang
Penelantaran
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
penyiksaan secara pasif, yaitu segala keadaan
Tentang
Undang-Undang
perhatian yang kurang memadai baik fisik,
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
sosial maupun emosinya. Seorang anak yang
Anak atau biasa disebut dengan istilah UU PA.
ditelantarkan bisa mengalami kekurangan gizi
Pasal 26 ayat (1) UU PA berbunyi:“ Orang tua
(malnutrisi), lemas, kotor ataupun pakaian
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
tidak layak. Bahkan berbagai kasus yang
a.mengasuh,
dan
terjadi, anak ditinggal seorang diri atau dengan
melindungi anak; b. Menumbuh-kembangkan
saudara kandungnya tanpa pengawasan orang
anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
yang dewasa. Anak yang terlantar pun bisa
minatnya;
terjadinya
meninggal karena kelaparan. Penelantaran
perkawinan pada usia anak-anak”. Artinya,
anak tidak hanya merugikan si anak saja, tetapi
orang tua wajib bertanggungjawab untuk
orang tua juga harus menanggung resiko atas
mengasuh,
memelihara,
perbuatannya yaitu hukuman sesuai Undang-
melindungi
anaknya,
Perubahan
Atas
memelihara,
dan
c.
mendidik,
mencegah
mendidik dan
jika
dan tidak
melaksanakan kewajibannya maka orang tua bisa
melakukan
anak
termasuk
undang Perlindungan Anak. Korban
penelantaran
anak,
dus
penelantaran
penelantaran rumah tangga seringkali kurang
terhadap anak mereka, atau dalam konteks ini
memperoleh perhatian publik secara serius
adalah penelantaran rumah tangga. Seorang
dibandingkan dengan bentuk kekerasan lainnya
anak dikatakan terlantar bukan karena dia
(fisik, seksual), karena penderitaan yang
sudah tidak memiliki salah satu orang tua atau
dialami korban dianggap tidak sedramatis
88 |
dikatakan
terhadap
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
sebagaimana layaknya korban kekerasan fisik
atau membujuk anak untuk melakukan
maupun seksual. Penelantaran rumah tangga
atau membiarkan dilakukan perbuatan
sering diidentikkan dengan kekerasan kasat
cabul dipidana dengan pidana 15
mata, karena tidak terlihat secara nyata,
tahun paling sedikit 3 tahun dan denda
padahal akibat dari kekerasan model ini akan
paling banyak Rp. 300. 000. 000,- dan
membawa dampak yang permanen terhadap
paling sedikit Rp. 60. 000. 000 ,-:
korban, khususnya jika penelantaran dilakukan terhadap anak. (Waluyadi, 2009). Anak yang
Pasal 83:
menjadi korban penelantaran rumah tangga
Setiap orang yang memperdagangkan,
menjadi tidak bisa berkembang secara mandiri
menjual dan menculik anak untuk diri
karena ketakutan dalam jiwanya, akalnya pun
sendiri ataupun untuk orang lain,
tidak bisa secara maksimal dikembangkan.
dipidana
Kalau hal ini sampai terjadi maka masa depan
paling singkat 3 tahun dan / atau
bangsa pun akan suram, tidak hanya masa
denda paling sedikit Rp. 60.000.000,-
depan si anak sendiri. Oleh karena itu,
dan paling banyak Rp. 300.000.000,-
dengan
pidana
penjara
perlindungan terhadap korban penelantaran anak menurut Undang-undang Perlindungan
Pasal 89:
anak akan terkena sanksi pidana. Pasal-pasal
dalam
Setiap orang yang mengeksploitasi
Undang-undang
ekonomi dan seksual anak dengan
Perlindungan Anak yang mengatur mengenai
maksud untuk menguntungkan diri
sanksi pidana penelantaran anak, antara lain:
sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
Pasal 77 UU :
tahun dan / atau denda paling sedikit
Setiap orang yang dengan sengaja
Rp. 200.000.000,-
melakukan tindakan diskriminasi dan mengakibatkan
Berdasarkan ketentuan dari pasal-pasal
anak menjadi sakit atau penderitaan
tersebut di atas, maka tindakan Penelantaran
baik fisik, mental, maupun sosial dapat
anak merupakan bagian dari tindak pidana,
dipidana dengan pidan penjara paling
karena merupakan kejahatan yang merebut
lama 5 tahun dan/atau denda paling
hak–hak orang-orang yang berada dibawah
banyak Rp.100.000.000,-
tanggungjawabnya, baik dalam segi fisik,
penelantaran
yang
ekonomi, Pasal 82:
sosial,
emosional
dan
lain
sebagainya yang seharusnya dilindungi dan
Setiap orang yang dengan sengaja
diberikan
dalam
melakukan kekerasan atau ancaman
jawaban
pidana
kekerasan, memaksa, melakukan tipu
(penelantaran) bukanlah pertanggung jawaban
muslihat,
pidana terhadap kerugian/penderitaan korban
serangkaian
kebohongan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
keluarga.). oleh
Pertanggung
pelaku
kejahatan
| 89
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
secara langsung dan konkret, tetapi lebih
juta rupiah), setiap orang yang : a.
merupakan pertanggung jawaban pidana yang
menelantarkan
bersifat pribadi/individual (Waluyadi, 2009).
lingkup rumah tangganya sebagaimana
Pemberian perlindungan terhadap anak korban
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); b.
kekerasan dan penelantaran, khususnya yang
menelantarkan orang lain sebagaimana
berupa pemenuhan ganti rugi, kompensasi, dan
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)”.
/
atau
restitusi
seharusnya
orang
lain
dalam
memperoleh
perhatian dari si pembuat kebijakan. Mengenai
Pasal 9 UU PKDRT berbunyi:
kompensasi dan restitusi, stephen schafer,
“(1)
dalam bukunya ” the victim and his criminal”
menelantarkan orang dalam lingkup
mengemukakan 5 (lima) sistem pemberian
rumah tangganya, padahal menurut
kompensasi
korban
hukum yang berlaku baginya atau
kejahatan, yaitu: 1) ganti rugi yang bersifat
karena persetujuan atau perjanjian ia
perdata, diberikan melalui proses hukum
wajib
perdata, terpisah dengan proses hukum pidana;
perawatan, atau pemeliharaan terhadap
2) kompensasi yang bersifat kepidanaan,
orang
diberikan melalui proses pidana.; 3) Restitusi
sebagaimana dimaksud ayat (1) juga
yang bersifat perdata dan bercampur dengan
berlaku
sifat pidana, diberikan melalui proses pidana;
mengakibatkan ketergantungan ekonomi
4)
perdata,
dengan cara membatasi dan / atau
diberikan melalui proses pidana didukung oleh
melarang untuk bekerja yang layak
sumber penghasilan negara; 5) Kompen-sasi
didalam atau di luar rumah sehingga
yang bersifat netral diberikan melalui prosedur
korban berada dibawah kendali orang
khusus (Schafer, Stephen, 1968).
tersebut”.
dan
Kom-pensasi
Menurut
restitusi
yang
kepada
bersifat
Undang-undang
PKDRT,
Setiap
orang
memberikan
tersebut.
bagi
(2)
setiap
dilarang
kehidupan,
Penelantaran
orang
yang
Pasal 2 UU PKDRT Ayat (1), berbunyi:
perlindungan anak korban kekerasan maupun
“ lingkup rumah tangga dalam Undang
penelantaran juga tidak berbeda dengan yang
– Undang ini meliputi: a) suami, istri,
ditetapkan
Undang-undang
dan anak; b) orang – orang yang
Perlindungan anak, namun Undang-undang
mempunyai hubungan keluarga dengan
KDRT
orang sebagaimana dimaksud pada
dalam
dalam
merumuskan
perlindungan
terhadap korban lebih konkret dan tegas.
huruf
Misalnya sebagaimana yang terdapat dalam
perkawinan,
Pasal 49 Undang-undang Nomor 23 Tahun
dan perwalian, yang menetap dalam
2004 Tentang PKDRT, berbunyi:
rumah tangga; dan/ atau dan c) orang
90 |
a,
karena
hubungan
persusuan,
darah,
pengasuhan,
“dipidana dengan pidana penjara paling
yang bekerja membantu rumah tangga
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
dan menetap dalam rumah tangga
banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas
tersebut”.
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Jika ketiga pasal tersebut dirangkai,
Pertama,suami adalah seorang kepala
maka akan memiliki makna: jika seseorang
rumah
menelantarkan orang lain ( tidak merawat,
melindungi istri dan memberikan segala
tidak memelihara dan tidak memberikan
sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai
kehidupan) yang ada dalam lingkup rumah
kemampuannya termasuk memberikan tempat
tangganya ( suami, istri, anak, mertua, orang
tinggal dan segala biaya terkait menafkahi istri.
tua, adik, kakak, Pembantu Rumah Tangga
(Pasal 34 Undang-undang Perkawinan jo. Pasal
(PRT} dan lain-lain yang memiliki hubungan
80 ayat (2) dan (4) butir a dan b Kompilasi
keluarga), maka pidana penjara paling lama 3
Hukum Islam). Bunyi dari Pasal 34 Angka (1)
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
UU Perkawinan dan Pasal 80 Angka (2):
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
”Suami
Selanjutnya, Pasal 50 Undang-undang Penghapusan
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga (PKDRT) berbunyi:
tangga
yang
wajib
memiliki
melindungi
kewajiban
istrinya
dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga
sesuai
dengan
kemampuannya” . Pengaturan pasal tersebut
“ Selain pidana sebagaimana dimaksud
bertujuan untuk memberikan perlindungan dan
dalam
kesejahteraan
Bab
ini,
hakim
dapat
bagi
dalam
perempuan fakta
dan
tingginya
anak
menjatuhkan pidana tambahan berupa
mengingat
kasus
:a. pembatasan gerak pelaku baik yang
penelantaran rumah tangga yang dialami istri/
bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
anak akibat suami sebagai kepala keluarga
korban dalam jarak dan waktu tertentu,
tidak menjalankan kewajibannya. Kedua, suami selaku orang tua juga
maupun pembatasan hak-hak tertentu pelaku
memiliki kewajiban terhadap anak yaitu
mengikuti program konseling di bawah
memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya
pengawasa lembaga tertentu” .
termasuk memberikan biaya pendidikan dan
dari
pelaku;
b.
penetapan
perawatan bagi anak yang berlaku terus sampai Pasal ini bisa dimaknai, bahwa pelaku KDRT
dengan si anak menikah atau mandiri, bahkan
dus penelantaran rumah tangga selain diberi
jika keadaan perkawinan suami dan istri putus
sanksi pidana sebagaimana Pasal 45 Undang-
sekalipun
undang PKDRT, juga dikenai sanksi tambahan
Perkawinan).
yang
berupa
pembatasan
gerak
maupun
(Pasal
Ketiga,
34
perbuatan
Undang-undang suami
yang
pembatasan hak tertentu bahkan mewajibkan
meninggalkan istri dan anak tanpa kabar berita
pelaku untuk mengikuti program konseling,
dan
dengan tujuan untuk menjauhkan pelaku dari
pelanggaran atas kewajiban suami terhadap
korban.
istri dan melanggar kewajiban suami sebagai Berdasarkan
pemaparan
di
nafkah
lahir
batin merupakan
suatu
atas,
orang tua terhadap anak berdasarkan UU
kronologi hukum dalam kasus penelan-taran
Perkawinan dan KHI (ketentuan KHI akan
rumah tangga, adalah sebagai berikut:
berlaku apabila suami beragama Islam).
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 91
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Keempat, .berdasarkan Pasal 49 UU
mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau
Penghapusan KDRT, apabila suami dinyatakan
kepastian status hukum istri
bersalah dengan suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka suami
2.6. Penelantaran Rumah Tangga dalam
dapatdipidana dengan penjara paling lama tiga
kajian gender
tahun atau denda paling banyak Rp. 15 juta.
Mengkaji
mengenai
penelantaran
Kelima, tindakan penelantaran suami
rumah tangga, tidak bisa lepas dari kajian
tersebut juga dapat menjadi alasan perceraian
gender. Argumentasinya adalah, penelan-taran
apabila telah berlangsung setidaknya 2 (dua)
rumah tangga merupakan salah satu bentuk
tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
yang sah (Pasal 45 UU Perkawinan jo. Pasal
sedangkan KDRT merupakan salah satu
80 ayat (4) butir b dan c KHI, Pasal 19 huruf
bentuk kekerasan terhadap kaum perempuan,
b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
dan kekerasan terhadap kaum perempuan
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
merupakan bagian dari kekerasan berbasis
Tahun 1974 tentang Perka-winan dan Pasal116
gender ( gender based violence). Ilustrasi yang
huruf b KHI). Dengan demikian, istri dapat
tepat untuk menjelaskan penelantaran rumah
mengajukan
tangga dalam konteks ini, adalah sebagaimana
gugat
apabila
cerai
terhadap
diinginkan,
suami dengan
bagan berikut ini. Bagan I
Kekerasan Berbasis Gender
KDRT Kekerasan thd Prm
Penelantaran Rumah Tangga
Bagan di atas menunjukan bahwa, penelantaran
merupakan
bahwa: kekerasan berbasis gender merupakan
bagian dari kekerasan terhadap perempuan,
perwujudan ketimpangan historis dari pola
kekerasan
merupakan
hubungan kekuasaan antara laki-laki dan
bagaian dari KDRT dan KDRT merupakan
perempuan yang mengakibatkan dominasi dan
bagian dari Kekerasan berbasis Gender (KBG).
diskriminasi terhadap perempuan oleh kaum
92 |
Rumah
terhaap
Tangga
Menurut Deklarasi CEDAW 1993,
perempuan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
laki-laki dan hambatan kemajuan bagi mereka.
perempuan, perkosaan, penyalahgunaan
Pernyataan ini sangat jelas memperlihatkan
seksual, pelecehan dan ancaman seksual
adanya
di
ketimpangan
melembaga
gender
dalam
ruang
yang
telah
tempat
kerja,
dalam
lembaga-
kehidupan
lembaga pendidikan dan sebagainya,
masyarakat melalui penempatan posisi laki-
perdagangan perempuan, dan pelacuran
laki sebagai pemegang otoritas dalam segala
paksa. Serta termasuk kekerasan yang
relasi antar manusia baik dalam ruang publik
dilakukan dan dibenarkan oleh negara
maupun domestik. Pasal 1 dari Deklarasi
di manapun terjadinya”.
CEDAW menyatakan: “Kekerasan berbasis gender adalah
Berangkat dari difinisi di atas, ruang
setiap tindakan berdasarkan perbedaan
lingkup kekerasan berbasis gender dapat
jenis kelamin (gender-based violence)
dikategorikan dalam ranah domestik maupun
yang berakibat atau mungkin berakibat
publik. Kekerasan di ranah publik (public
kesengsaraan
violence),
atau
penderitaan
yaitu
kekerasan
yang
dialami
perempuan secara fisik, seksual atau
perempuan di luar rumah atau di masyarakat
psikologis, termasuk ancaman tindakan
pada umumnya. Sedangkan kekerasan dalam
tertentu, pemaksaan atau perampasan
ranah domestik (domestic violence) yaitu
kemerdekaan secara sewenang-wenang,
kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah
baik yang terjadi di depan umum atau
tangga. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan
dalam kehidupan pribadi”.
berbasis gender sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 UDHR (Universal Declaration
Pasal 2 berbunyi:
of
Human
Right)
,
meliputi:
pertama,
“ Kekerasan terhadap perempuan harus
kekerasan fisik, seksual dan psikologis dalam
dipahami mencakup, tetapi tidak hanya
keluarga
terbatas pada: tindak kekerasan secara
berhubungan dengan mas kawin, pemerkosaan
fisik, seksual dan psikologis yang terjadi
dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin,
di dalam keluarga dan di masyarakat,
dan ekploitasi; kedua, kekerasan fisik seksual
termasuk pemukulan, penyalah-gunaan
dan psiologis yang terjadi dalam masyarakat
seksual atas perempuan kanak-kanak,
luas, termasuk pemerkosaan, penyalahgunaan,
kekerasa yang berhubungan dengan mas
pelecehan dan ancaman seksual ditempat kerja
kawin, perkosaan dalam perkawinan
dan
(marital
perempuan
rape),
pengrusakan
alat
termasuk
lembaga dan
kekerasan
pendidikan, pelacuran
yang
perdagangan paksa; ketiga,
kelamin perempuan dan praktik-praktik
kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang
kekejaman tradisional lain terhadap
dibenarkan oleh negara. Menurut Louise Gandhi kekerasan
perempuan, kekerasan diluar hubungan suami
istri
berhubungan
dan
kekerasan
dengan
yang
eksploitasi
berbasis
gender
melibatkan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
adalah
laki-laki
kekerasan dan
yang
perempuan,
| 93
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
korbannya pada umumnya perempuan; timbul
pemanis sajian berita (Hermawan, 2002, h.7).
karena hubungan kekuasaan yang timpang
Penggunaan istilah Kekerasan Berbasis Gender
antara laki-laki dan perempuan dan; yang
(KBG) atau Gender Based Violence (GBV)
berkembang
subordinasi
dimaksudkan
patriarkhis.
alami kekerasan dan memberikan kesan bahwa
Kekerasan berbasis gender identik dengan
untuk menunjukkan kekerasan perlu merujuk
kekerasan terhadap perem-puan. Para feminis
persoalan gender yang menyebabkan dan
berargumentasi, bahwa
dalam masyarakat
mendukung terjadinya kekerasan. KBG sendiri
dengan kultur patriarkhi, menyebabkan adanya
seringkali disebut juga sebagai kekerasan
ketimpangan relasi gender antara laki-laki dan
terhadap perempuan, karena sebagaian besar
perempuan, dimana 95% kekerasan yang
kasus,
sering terjadi, korbannya adalah perempuan.
perempuan
Hal tersebut dipertegas oleh John Galtung
ketidakseimbangan
bahwa, dalam realitasnya kekerasan bentuk
perempuan jika dibandingkan kaum lelaki serta
apapun pasti melibatkan dua relasi yang tidak
konstruksi peran yang mengejawantah dalam
seimbang, yaitu ada pihak yang kuat seba-gai
budaya patriarkal yang meletakkan perempuan
pelaku dan yang lemah sebagai korban.
pada posisi lebih rendah.
perempuan
karena dalam
status
masyarakat
Iwan Hermawan, juga mengelom-
untuk
KBG
Fakih
menggambarkan
dititikberatkan sebagai
korban
posisi
(1999)
pada tawar
menegaskan
sifat
obyek akibat kaum
bahwa
pokan kekerasan berbasis gender, yang dibagi
kekerasan berbasis gender adalah kekerasan
dalam kategori, antara lain: pertama, Keekeran
terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan
Dalam Rumah Tangga, atau KDRT, yaitu
oleh bias gender atau disebut sebagai gender-
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap
related violence. Pada dasarnya kekerasan
istri baik fisik, ekonomi dan psikologis;
berbasis
perbedaan
dan
ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam
perempuan; kekerasan yang dilakukan oleh
masyarakat. Dia mengkategorikan beberapa
anggota keluarga laki-laki terhadap anggota
kekerasan gender, yaitu kekerasan terhadap
keluarga perempuan; kedua, kekerasan dan
perempuan
pelecehan di tempat kerja. Biasanya sering
perkawinan, pemukulan dan serangan fisik
terjadi pada pekerja perempuan. Misalnya,
seperti penyiksaan terhadap anak-anak, bentuk
colekan iseng pada organ seksual perempuan;
penyiksaan yang mengarah kepada organ alat
pembicaraan yang mengarah pada pornografi,
kelamin, kekerasan dalam bentuk pelacuran,
ajakan tidak senonoh. Pelaku biasanya atasan
kekerasan dalam bentuk ponografi, kekerasan
dan teman kerja laki-laki ; ketiga, kekerasan
dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam
dan pelecehan di tempat keramaian. Mencolek,
keluarga berencana dan kekerasa terselubung.
rayuan gombal dan ; keempat, kekerasan
Kekerasan berbasis gender dan kekerasan
Media.
misalnya
terhadap perempuan terjadi tidak terpisahkan
pampangan gambar seksi perempuan sebagai
dari beragam konstruksi sosial-budaya yang
94 |
perlakuan
Kekerasan
anak
ini
laki-laki
terjadi
gender
termasuk
disebabkan
pemerkosaan
oleh
dalam
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
tidak adil gender atau bias gender. Setiap
kekerasan berbasis gender tidak hanya bisa
elemen masyarakat, baik individual maupun
diselesaikan melalui pendekatan legal-formal
institusional,
dalam
belaka. Seseorang menjadi pelaku kekerasan
membangun konstruksi bias gender tersebut.
berbasis gender tidak hanya didorong oleh
Konstruksi bias gender itu lahir dari suatu
motivasi jahat dalam dirinya saja; namun juga
ideologi atau cara pandang sosial-budaya
mendapat legitimasi dari berbagai pandangan
patriarkhal, yang meman-dang relasi gender
sosial-budaya patriarkhal, termasuk atas nama
yang tidak adil dan tidak setara, utamanya
ajaran agama. Misal-nya, seorang suami
antara laki-laki dan perempuan sebagai sesuatu
terlibat dalam tindakan kekerasan dalam rumah
yang valid dan legitimate. Sebagai hasilnya,
tangga, bukan berarti hanya karena dirinya
bisa kita lihat beberapa hal nyata dalam
memang “jahat,” namun, bisa saja karena
keseharian hidup kita: kita memandang lumrah
pemahamannya bahwa melakukan keke-rasan
saat perempuan-perempuan ibu rumah tangga
terhadap istri adalah hal legitimate, termasuk
yang lingkup pekerjaannya “mengurus anak,
menurut ajaran agamanya. Sebaliknya, jika
suami dan rumah” diposisikan sangat marjinal
seorang istri biasa meren-dahkan suaminya
dari berbagai partisipasi dan akses terhadap
yang tidak beruntung dari segi pendapatan
pembuatan keputusan, bahkan dalam rumah
finansial, bukan hanya karena “jahat,” namun,
tangganya sendiri; saat mereka mengalami
karena menurut pandangan sosial-budayanya,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
sang suami wajib menjadi kepala rumah
oleh suaminya pun, kita masih menganggapnya
tangga, menjadi pencari nafkah utama.
memiliki
andil
sah, karena dalam ideologi patrairkhisme suami punya hak melakukan itu.
dikemukakan
Ideologi patriarkhal juga mem-bangun nilai-nilai
sosial-budaya
tangga
bahwa,
sebagai
penelantaran
bentuk
KDRT
rumah
sekaligus
kesejatian
merupakan kekerasan berbasis gender terjadi
sebagai laki-laki (masculinity) dan sebagai
karena pola relasi gender yang timpang antara
perempuan (femininity). Kekerasan berbasis
dua jenis kelamin dalam suatu masyarakat,
gender,
terhadap
yang dikonstruksi oleh idiologi patriarkhi.
sosial.
Budaya ini menyakini bahwa laki-laki adalah
Kekerasan berbasis gender tidak akan terjadi
superior yang diberi kekuasaan yang tidak
dalam suatu domain sosial-budaya yang bersih
terbatas, dan perempuan inferior, sehingga
dari ideologi patriarkhisme dan ketidakadilan
terjadi pembenaran terhadap laki-laki dapat
gender. Pandangan bahwa kekerasan berbasis
menguasai dan mengontrol perempuan. Lebih
gender merupakan kejahatan sosial memberi
lanjut, ideologi gender hasil konstruksi budaya
banyak
sebagai
patriarkhi, meng-akibatkan pemahaman bahwa
suatu
setelah menikah istri adalah milik suami,
perspektif sosial-budaya tertentu, perspektif
sehingga membuat prilaku suami menguasai
patrirkhal
istri.
khususnya
perempuan
kejahatan
kekerasan
merupakan
konsekuensi. sosial yang
yang
terkait
Berdasarkan pemaparan di atas, bisa
kejahatan
Pertama, dipengaruhi
berketidakadilan
gender,
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 95
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
penelantaran rumah tangga terjadi karena laki-
3. KESIMPULAN Penelantaran rumah tangga termasuk
laki (suami) dan perempuan ( istri) tidak dalam
salah satu bentuk Kekerasan Dalam Rumah
posisi yang setara; masyarakat meng-anggap
Tangga, yang diatur dalam Undang-undang
bahwa laki-laki harus kuat dan berani;
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
dianggap oleh masyarakat sebagai wilayah
Tentang
Dalam
privat (keluarga), dimana masyarakat tidak
Rumah Tangga. Secara yuridis, tindakan
boleh ikut campur akan masalah tersebut,
penelantaran rumah tangga merupakan bagian
karena persoalan pribadi terhadap relasi suami
dari
merupakan
istri. Oleh karena itu, yang harus dilakukan
kejahatan yang merebut hak–hak orang-orang
dalam hal ini adalah, membangun kesadaran
yang berada dibawah tanggungjawabnya, baik
bahwa persoalan KDRT dus penelantaran
dalam segi fisik, ekonomi, sosial, emosio-nal
rumah tangga adalah persoalan sosial bukan
dan
seharusnya
individual dan merupakan pelanggaran hukum
dilindungi dan diberikan dalam keluarga.
yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Selain
Pertanggung jawaban pidana oleh pelaku
itu; yang lebih penting adalah memberikan
kejahatan
per-
pemahaman pada masyarakat tentang pola
terhadap
relasi gender yang harmonis antara laki-laki
Peng-hapusan
tindak
lain
Kekerasan
pidana,
karena
sebagainya
yang
(penelantaran)
tanggungjawaban
bukanlah
pidana
kerugian/penderitaan korban secara langsung dan
konkret,
tetapi
lebih
dan perempuan.
merupakan
pertanggung jawaban pidana yang bersifat
REFERENSI
pribadi atau individual. Dalam perspektif
Akhdhiat, Hendra, 2011. Psikologi Hukum.
gender, penelantaran rumah tangga atau juga sering disebut dengan kekerasan ekonomi terjadi karena pola relasi gender dalam isntitusi keluarga
yang
timpang
karena
budaya
Bandung: Penerbit CV Pustaka Setia Ensiklopedia Indonesia, 1983, Jilid IV, Jakarta: Ichtiar Baru – Van Houve Fakih, Mansur (1999) Analisis Gender dan
patriarkhi yang mengeja-wantah dalam realitas
Transformasi
masyarakat.
Pustaka Pelajar,
Penelantaran rumah tangga kurang mendapat
perhatian
dibandingkan
dengan
dari
masyarakat
bentuk
kekerasan
Yogyakarta:
Sosial,
Hermawan, Iwan, 2002, “Kedudukan dan Nilai Perempuan”
,
Makalah
Seminar,
Bandung,
lainnya. Hal tersebut terjadi karena, selama ini
Poespoprodjo, W. 1988, Filsafat Moral;
masyarakat selalu mengidentikan kekerasan
Kesusialaan Dalam Teori dan Praktek,
dengan
Cet. II; Bandung: Komadja Karya
hal yang bersifat
fisik,
dimana
penelantaran rumah tangga memang tidak
Soeroso, Moerti, Hadiarti, 2010, Kekerasan
menimbulkan dampak yang terlihat nyata bagi
Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif
si korban, sebagaimana kekerasan fisik. Di sisi
Yuridis-Viktimologis,
lain, sama dengan bentuk kekerasan lainnya,
Grafika
96 |
Jakarta:
Sinar
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
Schafer,Stephen,1968, The Victim and His Criminal,New York:Randam House. Suseno, Franz Magnis et.all., 1993, Etika Sosial; Buku Panduan Mahasiswa PBI-
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2004
Tentang
Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
PBVI (Cet. III; Jakarta: Gramedia.
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Waluyadi, 2009, Hukum Perlindungan Anak,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
CV. Mandar Maju, 2009 Walby, Sylvia. 1990. Theorizing Patriarchy. London: Wiley-Blackwell.
Tentang Perlindungan Anak Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang
No, 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; Peraturan Perundangan:
Kompilasi Hukum Islam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Penelantaran Rumah Tangga … (Nurbaity Prastyananda)
| 97