Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
KAJIAN HUBUNGAN PANJANG BERAT DAN FAKTOR KONDISI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN BELANAK (Mugil cephalus) YANG TERTANGKAP DI SUNGAI MATANG GURU, KECAMATAN MADAT, KABUPATEN ACEH TIMUR STUDY OF LONG-WEIGHT RELATIONSHIP AND CONDITION FACTOR OF Oreochromis niloticus AND Mugil cephalus IN MATANG GURU RIVER, MADAT SUBDISTRICT, EAST ACEH DISTRICT 1
Zainal Muttaqin1,Irma Dewiyanti1, Dwinna Aliza2 Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan; 2Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Darussalam, Banda Aceh. *Email korespendensi:
[email protected]
ABSTRACT This research examines the length weight relationship and condition factor of tilapia and mugil fish caught in Matang Guru River, East Aceh District, Aceh. The purpose of this research was to know the relationship and condition factor for both types of fish caught in Matang Guru river, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. Fish obtained was tilapia (Oreocromis niloticus) and mugil (Mugil cephalus) fish. Sampling was done in March to April 2015, by using nets. The results showed that tilapia and mugil fish growth pattern has a negative allometric (long multiplication faster compared to value added weights). In addition, the relative weight condition factor showed the figures above 100 (categorized as good waters). Keyword : long-weight relationship, condition factor, allometric
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan nila dan ikan belanak yang tertangkap di Sungai Matang Guru, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan panjang berat dan faktor kondisi kedua jenis ikan yang tertangkap di Sungai Matang Guru, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. Ikan yang didapat yaitu ikan nila (Oreocromis niloticus) dan ikan belanak (Mugil cephalus). Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April 2015, dengan menggunakan jaring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila dan ikan belanak memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot). Selain itu, faktor kondisi berat relatif menunjukkan angka di atas 100 (dikategorikan perairan yang baik). Kata kunci: hubungan panjang berat, faktor kondisi, Allometrik PENDAHULUAN Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi kekayaan alam yang cukup besar terutama di sektor perikanan. Sektor perikanan 397
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
telah menjadi salah satu sektor andalan Provinsi Aceh, lebih kurang 55% penduduk Aceh bergantung kepada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pengembangan sektor perikanan harus menjadi salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Aceh khususnya Aceh Timur sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi secara umum di kawasan ini. Namun sayangnya kondisi perekonomian sebagai besar nelayan Aceh khususnya dan Indonesia umumnya masih sangat memprihatinkan (Muchlisin, 2010). Dalam biologi perikanan, hubungan panjang–berat ikan merupakan salah satu informasi pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya yang berukuran layak tangkap (Merta, 1993). Kajian hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data hasil penangkapan dan pola pertumbuhan ikan. Khususnya di Aceh, belum banyak penelitian yang dilakukan tentang hubungan panjang berat ikan yang hidup di perairan Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang berat dan faktor kondisi kedua jenis ikan yang tertangkap di Sungai Matang Guru, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. METODE PENELITIAN Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April Tahun 2015 di Sungai Matang Guru, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. Pengambilan ikan koleksi dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring non-selektif sebanyak 3 unit yang diletakkan secara melintang di setiap stasiun yang telah ditentukan. Selain itu penangkapan ikan juga dilakukan dengan menggunakan jala dengan melihat kondisi perairan yang diperkirakan terdapat banyak ikan sebagai tambahan jumlah koleksi ikan. Setelah itu ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam cool box yang telah diberikan es batu untuk menurunkan suhu agar kondisi ikan tetap segar. Ikan yang terkoleksi dipisahkan menurut jenisnya dan setiap jenis ikan yang ditangkap berjumlah 30 ekor. Ikan langsung diukur pada hari ikan tersebut tertangkap. Pengukuran panjang ikan diukur panjang total (dari ujung mulut sampai ujung ekor ikan), sedangkan untuk berat ikan diukur berat ikan secara utuh menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram. Pengambilan data ikan dilakukan sampai jumlah ikan mencapai 30 individu untuk setiap jenis ikan sampel. Ikan yang dipilih yaitu ikan nila (Oreocromis niloticus) dan ikan belanak (Mugil cephalus), karena ikan-ikan tersebut paling banyak tertangkap oleh nelayan yang mencari ikan di Sungai Matang Guru. Analisa Data Hubungan panjang berat dapat dianalisis menggunakan persamaan Linear Allometric Model (LAM) sebagai berikut. w = e0,56(aLb) Dimana W adalah berat ikan (gram), L adalah panjang ikan (mm), a adalah intercept linear, b adalah koefisien regression, e adalah residual varian dari LAM dan 0,56 adalah faktor data koreksi. Nilai b dari hasil perhitungan ini dapat mencerminkan pola pertumbuhan ikan. Jika nilai b=3, maka pola pertumbuhan bersifat Isometric atau pertambahan bobot setara dengan pertumbuhan panjang ikan dan jika nilai b≠3, 398
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
maka pola pertumbuhannya bersifat allometric. Pola pertumbuhan allometric terbagi menjadi dua, yaitu alometrik positif dan alometrik negatif. Jika nilai b di bawah 3 disebut alometrik negatif (pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot), dan bila nilai b di atas 3 disebut alometrik positif (pertambahan bobot lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang). Faktor Kondisi Faktor kondisi dihitung adalah faktor kondisi berat relatif (Wr) dengan menggunakan rumus (Rypel dan Richter, 2008) sebagai berikut: Wr = (W/Ws) x 100 Dimana Wr adalah berat relatif, W adalah berat ikan sampel dan Ws adalah berat ikan yang diprediksi berdasarkan perhitungan model LAM. Koefisien K (faktor kondisi Fulton) dihitung berdasarkan Okgerman (2005) menggunakan rumus sebagai berikut. K= WL-3 x 100 Dimana K adalah faktor kondisi Fulton, W adalah berat ikan (g), L adalah panjang ikan (cm), dan-3 adalah koefisien panjang atau faktor koreksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat (gram)
Hasil Hubungan panjang berat ikan nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila yang tertangkap sebanyak 30 ekor pada bulan April 2015 dengan memiliki bobot tubuh rata-rata 93,67 gram dan panjang total 18 cm. Berdasarkan hasil data analisis hubungan panjang berat dapat dilihat pada Gambar 1 dimana nilai b sebesar 1,302, menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan nila adalah alometrik negatif, artinya pertumbuhan panjang lebih cepat berbanding dengan pertambahan bobot tubuh. 3.4 3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0
y = 1.3024x - 3.0305 R² = 0.4086 Series1 Linear (Series1) 4.2
4.4
4.6
4.8
Panjang (cm) Gambar 1. Hubungan panjang berat ikan nila (Oreochomis niloticus) Hasil analisis regresi dan grafik hubungan panjang berat memiliki persamaan regresi y= 1,302x – 3.030 dengan koefisien determinasi adalah R2= 0,408. Artinya 40,8% pertambahan bobot tubuh ikan terjadi karena pertambahan panjang tubuh ikan, sedangkan 59,2% pertambahan bobot ikan disebabkan oleh faktor lain seperti 399
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
Panjang (cm)
faktor lingkungan dan umur. Gambar 2 memperlihatkan pola pertumbuhan ikan nila dengan pola pertumbuhan yang mirip antara hasil observasi dengan hasil prediksi. 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10
prediksi pengukuran Linear (pengukuran) 70
90
110
130
Berat (gram) Gambar 2. Perbandingan hubungan panjang berat hasil observasi dan prediksi ikan nila (Orechromis niloticus). Hubungan panjang berat ikan belanak (Mugil cephalus) Ikan belanak (Mugil cephalus) yang tertangkap berjumlah 30 ekor dengan panjang rata-rata 22 cm dan berat rata-rata 125 gram. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang berat memiliki pola pertumbuhan yaitu allometrik negatif dengan nilai b sebesar 2,030. Hasil dari analisis data bisa dilihat pada Gambar 3.
Panjang (cm)
5.5
y = 2.0306x - 1.4589 R² = 0.9821
5 prediksi 4.5 Linear (prediksi)
4 2.8
3
3.2
3.4
Berat (gram) Gambar 3. Hubungan panjang berat ikan belanak (Mugil cephalus) di sungai Matang Guru, Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur. Hasil analisis regresi dan grafik hubungan panjang berat memiliki persamaan regresi y= 2,030x – 1,458 dengan koefisien determinasi adalah R2 = 0,982. Artinya 98,2% pertambahan bobot tubuh ikan terjadi karena pertambahan panjang tubuh ikan, sedangkan 1,8% pertambahan bobot ikan disebabkan oleh faktor lain seperti faktor lingkungan dan umur. Gambar 4 memperlihatkan pola pertumbuhan ikan belanak dengan pola pertumbuhan yang sama antara hasil observasi dengan hasil prediksi.
400
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
210
Berat (gram)
190 prediksi
170 150
pengukuran
130 110
Linear (pengukuran)
90 70 50 15
20
25
30
Panjang (cm)
Gambar 4. Perbandingan hubungan panjang berat hasil observasi dan prediksi ikan belanak Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi pola pertumbuhan ikan dan faktor kondisi ikan belanak dan ikan nila memiliki pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif dimana nilai b pada ikan belanak 2,03 dan pada ikan nila 1,30 yang artinya pola pertumbuhan panjang tidak secepat pertambahan berat (Effendie, 1997). Hubungan panjang berat kedua jenis ikan yang diteliti disajikan pada (Gambar 2 dan 4). Hasil penelitian juga menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) berkisar 0,408 sampai 0,982 secara berurutan. Ikan nila memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Hasil perhitungan panjang dan berat tubuh ikan nila dan dengan menggunakan rumus didapatkan hasil ikan nila dengan nilai b = 1,30. Hasil yang sama juga didapatkan pada ikan nila di perairan Sulawesi Selatan dengan nilai b adalah 2,43 (Kusmini et al., 2014). Artinya pertambahan panjang lebih cepat berbanding pertambahan bobot tubuh. Ikan belanak memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif. Hasil yang sama dijumpai pada ikan Mugil dussumieri (Sulistiono et al., 2001) dan Rhinomugil corsula famili yang sama Mugilidae. Hasil perhitungan panjang dan berat tubuh ikan belanak dengan nilai b= 2,03. Hasil yang sama juga didapatkan pada ikan belanak di Kuala Gigieng, Aceh Besar dengan nilai b adalah 2,81 (Mulfizar et al., 2012). Ikan belanak (Mugil dussumetri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur juga memiliki allometric negative (Sulistiono et al., 2001). Pola pertumbuhan ikan belanak di perairan Aceh dapat disimpulkan sama dengan ikan belanak yang sama di perairan Jawa Timur artinya pola pertumbuhan ikan bersifat alometrik negatif. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese, 2006). Dalam penelitian ini ditemukan nilai b relatif kecil dan hasil pengukuran arus menunjukkan kondisi perairan relatif tenang sehingga bertolak belakang dengan Shukor et al. (2008), yang menyebutkan bahwa ikan yang hidup di perairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang besar. Fenomena 401
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
ini mungkin disebabkan oleh tingkah laku ikan, ini sesuai dengan pernyataan Muchlisin (2010) yang menyebutkan bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif (ikan pelagis) menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif (kebanyakan ikan demersal). Mungkin hal ini terkait dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan nilai Determinasi (R), ikan nila 0,408 dan ikan belanak 0,982. Jika nilai Determinasi (R) semakin tinggi menunjukkan hubungan yang erat (Walpole, 1995) antara pertambahan berat dengan pertambahan panjang ikan begitu juga sebaliknya. Pada penelitian ini ikan nila memiliki nilai korelasi terendah dibandingkan dengan ikan belanak yang hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin panjang total tubuh ikan maka berat total tubuh ikan juga akan bertambah, sesuai dengan pernyataan (Walpole, 1995) jika nilai R mendekati angka 1 maka semakin erat hubungan antara kedua varian tersebut. Laju pertumbuhan akan mengalami peningkatan dengan meningkatnya jumlah makanan yang dimakan. Pertumbuhan sangat erat kaitannya dengan pakan, karena nutrien dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berasal dari pakan (Pratiwi et al., 2011). Lebih lanjut disebutkan bahwa pertumbuhan akan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah energi yang tersedia sudah digunakan untuk metabolisme standar, pencernaan dan beraktivitas. Nilai faktor kondisi dihitung berdasarkan rata-rata dari berat relatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kondisi dari kedua jenis ikan yang tertangkap di Sungai Matang Guru, Aceh Timur ini adalah ikan belanak dengan nilai 100,19. Ikan nila dengan nilai 100,84. Menurut Anderson dan Neuman (1996) jika nilainya berada di bawah angka 100 maka populasi ikan di daerah tersebut dalam kondisi yang buruk, sebaliknya jika nilainya berada di atas 100 maka populasi ikan di perairan tersebut masih dalam kondisi yang sangat baik dan populasi kedua jenis ikan tersebut dikategorikan perairan yang baik, sedangkan ikan belanak yang didapatkan adalah 100,19 dan ikan nila didapatkan 100,84; hal ini mengindikasikan bahwa populasi ikan belanak dan ikan nila cocok untuk perairan ini sesuai dengan pernyataan (Muchlisin, 2010) jika faktor kondisi berada pada kisaran 100 maka perairan masih dalam keadaan seimbang. Parameter kulitas air merupakan media utama dalam pemeliharaan ikan. Jika kualitas air media sesuai dengan kebutuhan dan nilai toleransi ikan yang menempatinya maka ikan tersebut dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik. Hasil pengukuran kualitas air pada perairan sungai Matang Guru diketahui bahwa faktor fisika dan kimia air seperti suhu berkisar 24,6-25°C dan pH berkisar 7,45-7,89. Hasil dari penelitian ini dikuatkan oleh Gusrina (2008) kisaran suhu untuk ikan yang hidup di daerah tropis berkisar antara 25–32°C, jadi untuk kisaran suhu untuk ikan nila dan ikan belanak masih bisa ditoleransi oleh kedua ikan tersebut dengan kata lain perairan ini cocok untuk kedua ikan ini. Sedangkan untuk nilai pH berkisar antara yang ideal adalah 7,20 sedangkan pada penelitian ini nilai pH didapatkan adalah 7,45-7,89; nilai pH tersebut masih bisa ditoleransi oleh ikan tersebut. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah hubungan panjang berat dari kedua jenis ikan yang tertangkap di Sungai Guru, Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur yaitu 402
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah Volume 1, Nomor 3: 397-403 November 2016 ISSN. 2527-6395
ikan belanak dan nila memiliki pola pertumbuhan Alometrik negatif sedangkan untuk faktor kondisi dari ikan belanak dan ikan nila yang tertangkap berada di atas 100. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perairan di Sungai Matang Guru Kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur relatif baik untuk ikan belanak dan baik untuk ikan nila. DAFTAR PUSTAKA Anderson, R.O. Newmann R.M. 1996. Lengthweight and associated structural indices, IN. Fisheries techniques, 2nd edition. B. R. Murphy and D.W. Willis (eds). American Fischeries Society. Bethesda. Mariland. 447-481 p. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Froese, R. 2006. Cube law,condition factor and weight–length relationships : history, metaanalysis and recommendations. J.Appl.Ichthyol., 22: 241–253. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Kusmini, I,I., Gustiano R., Putri, P.F. 2014. Hubungan Panjang Berat Ikan nila Lokal, Best F5 dan F6 Di Pangkep, Sulawesi Selatan pada umur 60 hari pemeliharaan. Berita Biologi, 13(2) 121-126. Merta, I.G.S. 1993. Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru BLEEKER, 1853 dari perairan Selat Bali. Jur. Pen. Per. Laut, 73: 35 - 44. Muchlisin, Z.A. 2010. Diversity of freswater fishes in Aceh Province, Indonesia with emphasis on several biological aspects of the Depik (Rasbora tawarensis) an endemic Species in Lake Laut Tawar. Disertasi Ph.D Universiti Sains Malaysia, Penang. Mulfizar, M., Muchlisin Z.A., Dewiyanti I. 2012. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik, 1(1): 1-9. Okgerman, H. 2005. Seasonal Variation of The Lenght Weight and Condition Factor of Rudd (Scardinius erythrophthalamus L) in Spanca Lake.International Journal of Zoological Research. 1(1) : 6-10. Pratiwi, Rostika R., Dhahihay Y. 2011. Pengaruh tingkat pemberian pakan terhadap laju pertumbuhan dan deposisi logam berat pada ikan nilem di KJA Waduk Ir. H Djuanda. Jurnal Akuatika, 2(2). Rypel A.L. dan Richter T.J. 2008. Emperical percentile standard Weight equation fot the Blacktail Redhorse. North American Journal of Fisheries management, 28: 18431846. Shukor, M.Y., Samat A., Ahmad A.K., Ruziaton J. 2008. Comparative analysis of length-weight relationship of Rasbora sumatrana in relation to the physicochemical characteristic in different geographical areas in peninsular Malaysia. Malaysian Applied Biology, 37(1): 21-29. Sulistiono, Arwani M., Aziz K.A. 2001. Pertumbuhan ikan belanak Mugil dussumieri di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 1(2): 3947. Walpole, R, E. 1995. Pengantar Statiska. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
403