ROLE OF SYARIAH MICROFINANCE INSTITUTION FOR STRENGTHENING MICRO,SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES (SME) Dewi Cahyani Puspitasari,S.Sos,MA Sociology Department, Faculty of Social and Political Sciences, Gadjah Mada University Email:
[email protected] or
[email protected]
ABSTRACT
The application of financial inclusive policy was expected by many parties to be a financial service which aimed to increase the access to economic development and poverty alleviation in Indonesia. Various dynamics and problems in the implementation of a financial policy demands a synergy by involving all stakeholders, either the government or private, and also syariah micro financial institution (LKMS). The existence of SME
and financial
inclusive policy gives a chance to overcome the unbanked people problem caused by the limited distribution agency of financial services. The interesting thing which was studied by the writer is the role of lkms for business agents. One of the business agents was facilitated by baitul maalwat tamwil (BMT) in the provision of financial services supported the improvement and development of business. The facilitation provided by BMT was not only given in the operational fund level, but also the funding consultation, management and marketing support. Thus, BMT has strategic role, especially in developing economy business for entrepreneurs to produce msmes through investment activities. It could be done by asking the people to save so the money might be amenable for financial savings.
0
The study was taken from case study of micro finance institution syariah profile namely BMT, which is located in DIY province. The method used in the study this was qualitative covering an interview with the technique of collecting data and also secondary data. An interview was conducted to the management activities BMT business agents and msmes. The study and analysis of secondary data covered profile categorization of BMT and msmes business agents. The agents chosen for the interview were assisted by BMT. This study also used other relevant studies on syariah financial institution especially BMT as resources. The results of this study indicated that the role of good operational funding, as well as BMT mentoring, gave positive contribution to businessmen of SME, especially in the progress and development of the business. SME Businessmen can access and leverage existing financial resources and obtain information about bussiness management of the BMT. Thus, the implementation of inclusive finance through BMT policy provides opportunities for SME businessmen who are not bankable to obtain financial services to improve their bussiness facilitations. In addition, the long term effect is the
increasing incomes and
condusive environment for businessmen, which also means reducing the poverty gap in society through the productive economic activity.
Key Word: financial inclusion, UMKM (micro, small and medium enterprises), Syariah Microfinance, BMT (Baitul Maal wat Tamwil).
I. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang telah di sahkan oleh DPR pada tanggal 11 Desember 2012. Kelahiran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dilatarbelakangi oleh dominasi lembaga-lembaga keuangan makro yang menguasai roda 1
perekonomian di Indonesia. Lembaga Keuangan Makro ini memiliki modal yang besar dan digerakkan dengan sistem yang rumit, sehingga masyarakat menengah ke bawah kesulitan mengakses dana-dana dari lembaga keuangan makro. Kendala yang dihadapi masyarakat menengah ke bawah adalah biasanya terkait sistem administrasi, produk lembaga makro yang tidak sesuai dengan pelaku usaha kecil (UMKM), anggapan berlebihan bahwa UMKM memiliki risiko tinggi dan adanya keharusan agunan (jaminan) dalam pinjaman. Sedangkan masyarakat bawah seperti petani, ibu rumah tangga, nelayan, buruh dan kelompok rentan lainnya biasanya berpendidikan rendah sehingga sulit dipaksa mengikuti standar administrasi yang rumit sebagaiamana diharuskan oleh sistem keuangan makro seperti bank-bank konvensional. Dalam perspektif sosiologi ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) atau BMT menarik jika dikaji secara lebih mendalam. Fenomena pertumbuhan institusi-institusi ekonomi yang berbasis pada nilai agama sesungguhnya bukan fenomena baru dalam ranah sosiologis seperti Max Weber yang memperkenalkan tesis tentang “etika protestan” yang menurutnya mampu membangun kultur masyarakat eropa yang mendorong lahirnya kapitalisme di Eropa. Tidak hanya dibaca dari sudut pandang nilai agama „menggerakkan‟ roda ekonomi, namun perkembangan ekonomis syariah (LKMS/BMT) juga bisa dipandang sebagai bentuk „perlawanan‟ terhadap sistem ekonomi kapitalistik yang menghegemoni dunia saat ini, sarjana Muslim seperti Umar Chapra misalkan berpandangan bahwa ekspansi sistem ekonomi kapitalistik telah menggerogoti nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan dan moralitas keagamaan sehingga mereka menawarkan konsep ekonomi Islam (syariah). Salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah adalah adanya kebijakan keuangan inklusif. Hal ini untuk menjawab akan problem mengenai sistem keuangan yang 2
masih belum optimal menjangkau semua lapisan masyarakat terutama kalangan miskin, hampir miskin dan kelompok rentan lainnya. Dengan adanya kebijakan keuangan inklusif ini diharapkan dapat memperluas lapangan kerja dan berperan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Karena itu, peneliti ingin melakukan riset pendahuluan mengenai implementasi kebijakan keuangan inklusif pada BMT sebagai lembaga keuangan syariah dalam peningkatan akses fasilitas keuangan bagi pengusaha kecil (UMKM) di Propinsi D.I Yogyakarta.
II. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola kebijakan lembaga keuangan syariah (LKS) dalam peningkatan akses fasilitas keuangan bagi pengusaha kecil (UMKM)? 2. Mekanisme apa saja yang muncul dari pola kebijakan yang ada di LKS untuk kemudahan akses fasilitas keuangan bagi pengusaha kecil (UMKM)?
III. Tujuan Penelitian 1. Memperoleh identifikasi dan analisis mengenai pola dan mekanisme lembaga keuangan syariah (LKS) dalam peningkatan akses fasilitas keuangan bagi pengusaha kecil (UMKM). 2. Memperoleh identifikasi dan analisis implikasi mekanisme kebijakan lembaga keuangan syariah (LKS) bagi kemajuan dan perkembangan usaha UMKM. IV. Metode Riset Penelitian ini menggunakan metode studi kasus tunggal sebagai perangkat eksplanatoris terhadap fokus kajian yaitu mengenai peran lembaga keuangan syariah. Unit analisis dalam penelitian ini adalah pimpinan dan pengelola atau pengurus BMT yaitu BMT 3
Beringharjo. Selain itu pengurus forum BMT yang ada di Yogyakarta. Adapun untuk pengambilan informan (unit analisis) ini menggunakan teknik purposive (bertujuan) dan snowball (bergulir) karena disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dimana peneliti melakukan pemilihan pihak atau aktor tertentu yang dipertimbangkan dapat memberikan data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan meliputi: (a) Teknik Observasi yaitu pengumpulan data di mana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang disaksikan selama penelitian. Secara khusus jenis observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam hal ini objek observasi meliputi 3 (tiga) komponen meliputi : (1) Tempat, yaitu lokasi di mana interaksi dalam situasi sosial sedang berlangsung, (2) Aktor, yaitu pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu meliputi para pemimpin, pengurus atau pengelola BMT dan Forum BMT, dan (3) Aktivitas, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor sesuai poin 2 (dua) dalam situasi sosial yang sedang berlangsung sebagai sumber data penelitian. (b) Teknik Wawancara yaitu bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan informan. Bentuk komunikasi untuk mendapatkan data dilakukan dalam bentuk tanya-jawab dan hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik informan merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Adapun jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah semiterstruktur (kategori in-depth interview) dimaksudkan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. (c) Data Sekunder yaitu melakukan kajian terhadap data, dokumen maupun laporan hasil penelitian termasuk juga media cetak maupun online yang memuat kajian tentang lembaga keuangan syariah. Tujuannya adalah untuk memberikan input terhadap temuan data lapangan melalui observasi dan wawancara. 4
Teknik analisis data dengan format penelitian atau metode studi kasus dengan fokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data sesuai konteksnya. Proses analisa data tersebut meliputi: (1) peneliti mengacu pada proposisi teori melakukan pemilihan kasus yang dicermati secara fokus dan mendalam untuk kemudian dilakukan pengembangan deskripsi kasus. Sumber data pada tahap ini diperoleh dari kegiatan observasi partisipan dan wawancara awal; (2) Pada tahap ini peneliti menentukan kategori tertentu dari pembuatan daftar identifikasi kategori untuk kemudian dijelaskan pola yang ada pada setiap kategori. Bila kemudian terdapat kesamaan akan dilakukan penjodohan pola sedangkan bila muncul kontras/perbedaan maka akan dilakukan penjelasan tandingan pola sesuai kategori yang ada; (3) Analisis peristiwa kronologis yaitu peneliti akan mengorganisasikan hasil identifikasi kategori pada proses sebelumnya untuk dicermati dari aspek waktu melalui tabulasi frekuensi peristiwa yang berbeda dan memeriksa kompleksitas diantara peristiwa yang berbeda tersebut. Dalam proses ini analisis diperoleh dari hasil observasi partisipan dan wawancara tahap kedua; (4) Pada tahap ini peneliti sudah mengintegrasikan ketiga analisis sebelumnya untuk dilihat dan disesuaikan „benang merah‟nya sehingga menghasilkan „kontruksi bangunan‟ situasi sosial atau objek penelitian. Keempat kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan di lapangan sehingga menjadi satu siklus penelitian untuk kemudian dapat disusun suatu konklusi atau kesimpulan.
5
V. Pembahasan
1. Eksistensi BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga keuangan syariah (Mughni,2007) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengatur aturan-aturan sistem perekonomian berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam konteks ini Islam dipandang sebagai sebuah keseluruhan sistem nilai yang mengatur segenap aspek kehidupan manusia, termasuk bisnis dan transaksi, dunia Islam mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem Ekonomi Syariah. Al Quran itu sendiri mengatur kegiatan bisnis bagi orang-perorang dan kegiatan ekonomi secara makro bagi seluruh umat di dunia secara eksplisit dengan banyaknya instruksi yang sangat detail tentang hal yang dibolehkan dan tidak dibolehkan dalam menjalankan praktek-praktek sosialekonomi. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip meliputi: (1) Keadilan yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak; (2) Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan; (3)Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah dapat mengetahui kondisi dananya; dan (4) Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
6
Lembaga keuangan syariah yang paling berkembang saat ini adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Djazuli dan Janwari (2002) menyatakan bahwa keberadaan BMT dapat berfungsi sebagai lembaga keuangan dan lembaha ekonomi. BMT sebagai lembaga keuangan bertugas menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dana pada masyarakat (anggota BMT). Selain itu sebagai lembaga ekonomi berhak melakukan kegiatan ekonomi seperti perdagangan, industri dan pertanian. Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Kegiatan BMT itu sendiri adalah mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif dengan mendorong kegiatan menabung dan membantu pembiayaan kegiatan usaha ekonomi anggota BMT dan masyarakat yang ada di wilayah kerjanya. Selain itu pengelolaan BMT dengan prinsip swadaya dan dimiliki langsung oleh masyarakat maka BMT secara sosial dapat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Data pada tahun 2010 (PBMT,2012) menunjukkan bahwa sekitar 3.900 BMT yang beroperasi di Indonesia. Sebagian BMT yang sebelumnya ada dalam daftar Pinbuk memang tidak aktif lagi namun banyak pula yang baru bermunculan. Total aset yang dikelola mencapai nilai Rp 5 triliun, nasabah yang dilayani sekitar 3,5 juta orang dan jumlah pekerja yang mengelola sekitar 20.000 orang. Sebagian besar dari 3,5 juta orang nasabah yang dalam praktik umumnya disebut anggota dan calon anggota adalah mereka yang bergerak di bidang usaha kecil bahkan usaha mikro atau usaha sangat kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif modern. Berdasarkan uraian data tersebut menunjukkan peran strategis dari BMT khususnya mendorong aktivitas 7
ekonomi produktif yaitu pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak bankable untuk mendorong kemajuan dan perkembangan usaha mereka. Kondisi ini secara pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah BMT (PBMT,2012) membawa perkembangan pesat dalam kinerja keuangan. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan naik drastis dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Pada saat yang bersamaan, BMT telah memberikan pembiayaan melebihi dana yang berhasil dihimpun yang dimungkinkan oleh semakin membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk bekerjasama. Dengan demikian, BMT secara factual berkembang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang dilayaninya di Indonesia.
2. Pola dan Mekanisme Kebijakan BMT Bagi Pelaku Usaha UMKM Keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan non perbankan (Djazuli dan Janwari (2002) menyatakan bahwa aturan-aturan dan mekanisme kerja di BMT dibuat dengan lentur, efisien dan efektif sehingga memudahkan nasabah untuk memanfaatkan fasilitasnya. Selain itu, kebijakan BMT hendaknya terkait dengan kepentingan mendasar dari para anggota. Pernyataan tersebut bila dikontekskan dengan hasil penelitian yaitu pada kebijakan BMT Beringharjo salah satunya dapat dilihat dari adanya program layanan jasa keuangan khususnya bagi UMKM. Keberadaan BMT Beringharjo sejak tahun 1994 secara konsisten menunjukkan keberpihakannya pada fasilitasi pelaku usaha mikro dan kecil yang ditunjukkan dari adanya brand mark Bina Dhuafa. Komitmen lembaga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi kelas bawah yang seringkali dimanfaatkan oleh para tengkulak berupaya melakukan berbagai bentuk pembiayaan dan bantuan modal dan membina para pelaku usaha mikro dengan berbagai program pembinaan rohani dan spiritual. 8
Layanan jasa dan program BMT Beringharjo terutama bagi kalangan pelaku usaha UMKM terdiri atas layanan penghimpunan dana (funding) dan layanan penyaluran dan pembiayaan (landing). Masing-masing layanan memiliki program-program khususnya, yakni: 1. Penghimpunan Dana (Funding) a. Simpanan Mudharabah Biasa Simpanan Mudharabah merupakan simpanan berdasarkan prinsip Mudharabah Al Mutlaqah. Dengan prinsip ini, simpanan mitra diperlukan sebagai investasi sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, kelebihan layanan jasa ini terletak pada fleksibelnya waktu pengambilan. 2. Simpanan Mudharabah Berjangka Simpanan Mudharabah Berjangka merupakan akad pemanfaatan uang oleh BMT atas ijin Shohibul Maal dengan kesanggupan BMT untuk memberi sebagian keuntungannya. Adapun jangka waktu simpanan ini bervariasi antara 3, 6 atau 12 bulan. 3. Simpanan Mudharabah Khusus Simpanan
Mudharabah
Khusus
merupakan
simpanan
berdasarkan
prinsip
Mudharabah Al Muqayyadah. Simpanan ini dipergunakan untuk keperluan haji, kurban, tamasya mitra dan pendidikan. 2. Penyaluran Dana Pembiayaan (Landing) a. Produk Usaha a.1. Musyarokah (MSA) Musyarokah merupakan kerjasama antara pihak pertama (BMT) sebagai pemodal dengan pihak kedua (anggota) sebagai pengelola. Pihak pertama menyertakan modalnya pada usaha pihak kedua dan pembagian hasilnya ditentukan oleh kedua pihak.
9
a.2. Mudharobah (MDA) Mudharobah berarti kerjasama antara Pihak I (BMT Beringharjo) dengan pihak kedua (anggota). Pihak I memberikan modal kepada pihak kedua sebagai pengelola usaha. Keseluruhan modalnya dari pihak I, dalam hal ini pihak II hanya bermodal skill atau keahlian. b. Produk Jual Beli/Sewa b.1. Murabahah Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal ditambah keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk atau barang yang dibeli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. b.2. Ijaroh Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan. (ownership/milkiyah) atas barang/jasa itu sendiri. Selain layanan-layanan jasa di atas, BMT Beringharjo juga konsen pada masalah pemberdayaan ekonomi kelas bawah dengan dana yang diperoleh dari dana Ziswaf (Zakat, Infaq, Shadaqah dan Waqaf). Untuk bidang Baitul Maal BMT Beringharjo mengadakan program program pemberdayaan dkaum dhuafa seperti: Qordhul Hassan, SIM (Sahabat Ikhtiar Mandiri), BINAR (Bina Mitra) dan KOMPAKHARJO (Komunitas Bapak Becak Beringharjo). Adanya beragam skema layanan jasa keuangan ditambah dengan program pendampingan menjadikan BMT dipandang memiliki kontribusi penting bagi kemajuan dan perkembangan usaha. Meski demikian, dana yang disalurkan BMT pada pelaku usaha UMKM juga melihat aspek disiplin dari pengembalian dana pertama yang digulirkan sehingga bila pelaku usaha UMKM menunjukkan track record yang baik maka bentuk 10
layanan jasa keuangan selanjutnya akan lancar. Dengan demikian terdapat timbal balik atau kerjasama antara pihak pengelola BMT dan pelaku usaha UMKM. Hal ini didasarkan pada aspek trust dan profesional sehingga manfaat secara kelembagaan dan sosial dapat dipenuhi dengan baik melalui sinergi antara pihak BMT dan pelaku usaha UMKM.
3. Relasi BMT dan Pelaku Usaha UMKM Secara umum UMKM berperan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana sektor ini yang menjadi penggerak ekonomi nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia bergerak pada sektor ini. Sektor ini juga banyak melakukan penyerapan tenaga kerja karena belum menetapkan standar pendidikan yang terlalu tinggi pada pekerja yang dibutuhkan dan sekaligus melakukan pendidikan. Secara umum UMKM memiliki 4 (empat) kelemahan (Sriyana,2010) meliputi: Pertama, finansial atau modal; Kedua, manajemen usaha yang kurang baik misalnya dalam hal manajemen keuangan yang belum memisahkan keuangan usaha dan pribadi. Ketiga, kelemahan inovasi dan teknologi yaitu UMKM dalam menjalankan usaha tidak memperhatikan perubahan teknologi. Keempat, kelemahan motivasi ataupun spiritual yaitu motivasi menjadi penting karena kaitannya dengan etos kerja sementara spiritualitas akan menjaga pikiran positif. Berangkat dari permasalahanpermasalahan tersebut BMT menjadi suatu alternatif untuk melakukan pemberdayaan pada UMKM. BMT dalam hal ini memiliki karakteristik sistem pemberdayaan yang lebih cocok dengan karakteristik UMKM. BMT melandaskan sistemnya pada syariah Islam dengan prinsip keadilan, kemitraan, transparasi dan universal. BMT menawarkan program – program pembiayaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dari UMKM. Dengan prinsip keadilan yang membagi resiko dan keuntugan secara sama bahkan ada program yang tanpa resiko, sehingga 11
menarik dan menguntungkan bagi UMKM. UMKM bisa memanfaatkan program pembiayaan modal ini tanpa harus cemas terhadap kemampuan untuk membayar kembali dan kehilangan jaminan. BMT juga memberi kepercayaan pada pihak UMKM yang mampu mempelihatkan konsistensi yang baik terhadap pembiayaan keuangannya dengan tidak menyeleksi lagi untuk pengajuan pembiayaan selanjutnya. Dengan adanya prinsip seperti ini UMKM bisa mengajukan secara berkala dan berkelanjutan untuk memperoleh tambahan modal. Peran strategis BMT bagi pelaku usaha UMKM di atas menunjukkan bahwa BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang accessable karena dapat menjangkau masyarakat yang tidak bankable sehingga secara jangka panjang dapat mengurangi dan membatasi ruang gerak dari rentenir yang kerap menjadi alternatif bagi pelaku usaha UMKM. Selain itu fungsi BMT sebagai lembaga yang berorientasi pada sosial keagamaan baik sebagai penyalur harta masyarakat berupa zakat, infaq dan shadaqah juga menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan yang tanpa menggunakan sistem bunga atau syariah.
VI. Kesimpulan
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan adanya peran dari pola dan kebijakan BMT selaku lembaga keuangan mikro syariah yang mendukung kemajuan dan perkembangan usaha UMKM. Proses penyediaan layanan jasa keuangan pada anggota BMT khususnya pelaku usaha UMKM berpegang pada aspek kedisiplinan pengembalian dana berbasis profesional sehingga tidak menghambat operasional BMT. Pihak BMT tidak hanya fokus pada mendistribusikan dana tetapi juga diikuti dengan pendampingan intensif pada komunitas yang anggotanya terdiri dari pelaku usaha UMKM. Dampak yang diperoleh pelaku usaha 12
UMKM yakni dapat memanfaatkan program ini untuk meningkatkan kinerja dalam usahanya. Bentuk kegiatan BMT pada mitra UMKM untuk kualitas usahanya berupa pelatihan manajemen, pelatihan administrasi, penggunaan teknologi dan motivasi. Aktivitas tersebut memberikan input pengetahuan manajemen usaha sampai pada aspek praktis pengembangan usaha. Adanya proses pendampingan inilah yang kemudian mengaktifkan interaksi individu dalam satu komunitas penerima dana BMT secara bersama-sama memobilisasi kapasitas dan modal yang ada untuk transformasi ekonomi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli dan Yadi Janwari.2002.Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan).Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Shalah, Muhammad, 2008, Problematika Investasi Pada Bank Islam : Solusi Ekonomi Islami, Jakarta. PT Nusantara Intikarya Pratama.
Salam, Abdul.2008.Sustainabilitas Lembaga Keuangan Mikro.Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.
Yendra,Melvi.2009.Indonesia Economic Outlook 2010.Jakarta:PT Grasindo.
Profil BMT Beringharjo,2012. Profil Perhimpunan BMT Indonesia tahun 2012. 13
Abdhul Mughni, 2007, “Keuangan Mikro Islam : Upaya Dalam Pengentasan Masalah Sosial”, Bogor. Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia.
Ketut Gedhe Mudhiarta, 2011, Perspektif dan Peran Sosiologi Ekonomi dalam Pembangunan Ekonomi Masyarakat, Jakarta. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume I. Awalil Rizki,”Eksistensi BMT dari Tahun ke Tahun, diakses pada tanggal 10 Juni 2013.
Noer Sutrisno, Lembaga Keuangan Mikro : Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, diakses tanggal 10 Juni 2013.
Sriyana, Jaka.2010.Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Diakses tanggal 10 Desember 2013.
14