RISET UNTUK KEUNGGULAN & DAYA SAING BANGSA
BUNGA RAMPAI PEMIKIRAN DEWAN RISET NASIONAL 2013
Dewan Riset Nasional
2013
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
RISET UNTUK KEUNGGULAN & DAYA SAING BANGSA BUNGA RAMPAI PEMIKIRAN DEWAN RISET NASIONAL 2013
Tim Penyusun Ketua : Iding Chaidir Anggota : Suyanto Pawiroharsono Dudi Iskandar Syarif Budiman Sunar Penyunting : Iding Chaidir Syarif Budiman Desain Sampul & Tata Letak : Syarif Budiman Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit. © 2013 Dewan Riset Nasional Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN : 978 - 979 - 9017 - 36 - 9
ii |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL Pertama-tama perkenankan kami memanjatkan Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku “Riset Untuk Keunggulan dan Daya Saing Bangsa: Bunga Rampai Pemikiran DRN” ini. Buku ini disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban DRN kepada publik tentang kegiatan dan hasil yang dicapai selama tahun 2012. Sesuai dengan Kepres Nomor 16 Tahun 2006, Anggota Dewan Riset Nasional diangkat oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi untuk setiap periode 3 tahun. Pengukuhan anggota DRN periode 20122014 dilaksanakan pada awal tahun 2012, dan hingga saat buku ini disusun, 8 Komisi yang ada di DRN telah melaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kegiatan oleh setiap Komisi teknis (Komtek) di Dewan Riset Nasional menjadi dasar pembuatan buku ini. Bahan yang diperoleh dihimpun dari makalah, pendapat dan pemikiran anggota DRN dan para narasumber yang disampaikan pada Rapat Komtek, FGD, Workshop, selama kurun waktu 2013. Topik yang dikemukakan pada umumnya berkaitan dengan isu yang berkembang secara nasional di bidang-bidang pangan dan pertanian, energi, TIK, Transportasi, Hankam, Kesehatan dan Obat, Material Maju dan Sosial Humaniora. Penerbitan buku ini dapat terwujud setelah melalui kerjasama dengan berbagai pihak terutama para Anggota DRN, Asisten Teknis Komisi Teknis dan Staf Profesional DRN. Belum semua materi dapat dikumpulkan karena pada saat buku ini disusun, kegiatan DRN tahun 2013 masih berjalan. Atas jerih payah yang telah dilakukan, kami mengucapkan terima kasih. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat sebagai referensi sekaligus pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan DRN pada periode 2013, khususnya dalam memberikan masukan bagi pem| iii
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
bangunan iptek khususnya penguatan kegiatan riset untuk keunggulan dan daya saing bangsa. Jakarta, November 2013 Ketua Dewan Riset Nasional
Prof. Dr. Andrianto Handojo
iv |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Daftar Isi KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL
iii
TINJAUAN TEKNOLOGI SMART GRID : JARINGAN LISTRIK MASA DEPAN 1 Oleh Martin Djamin
MENYOAL PERAN KONSERVASI ENERGI UNTUK KEAMANAN PASOKAN ENERGI NASIONAL Oleh Dr. Ir. Surya Darma, MBA
17
TRANSPORTASI LAUT KONTAINER DALAM PENGEMBANGAN MP3EI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR (IBT) Oleh Ir. L.Denny Siahaan Mstr, (APU)
31
STABILITAS KAPAL – SATU ASPEK PENTING KESELAMATAN KAPAL Oleh Djauhar Manfaat
45
OBAT : REALITA, NASIONALISME DAN PERGAULAN DUNIA Oleh Lucky S. Slamet
55
IPTEK UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DARI SEKTOR PERIKANAN : BANDENG SEBAGAI KOMODITAS PANGAN UNGGULAN Oleh Endhay Kusnendar
67
KESIAPAN INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM PENGEMBANGAN PLTP SKALA KECIL Oleh Dr. Ir. Ir. Agus Nurrohim
83
MEMBANGUN HUTAN ENERGI Oleh Udiansyah
103
PERMASALAHAN BBM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN ENERGI NASIONAL Oleh Widodo W. Purwanto
111
POTENSI, PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BIDANG MATERIAL MAJU Oleh Dr. Nandang Suhendra
131
|v
Dewan Riset Nasional
vi |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
TINJAUAN TEKNOLOGI SMART GRID : JARINGAN LISTRIK MASA DEPAN Martin Djamin 1 1. PENDAHULUAN Permintaan listrik saat ini sedang booming di seluruh dunia. Selain itu, dalam rangka untuk menghadapi persoalan perubahan iklim, kita perlu mengurangi emisi CO2. Dimana salah satu penyebabnya adalah penggunaan energi yang tidak efisiensi (di rumah, bangunan dan fasilitas industri) dan penggunaan sumber energi fosil yang besar-besaran serta penggunaan sumber energi terbarukan yang belum banyak. Pertumbuhan jumlah penduduk & tingkat ekonomi suatu negara akan mendorong peningkatan konsumsi energi, khususnya energi listrik. Hal ini disebabkan energi listrik digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian seperti industri, transportasi, perbankan, hingga pemerintahan. Selain itu energi listrik juga telah menjadi salah satu kebutuhan tak tergantikan bagi masyarakat saat ini. Sehingga permintaan akan suplai daya listrik menjadi semakin besar dan akan menimbulkan permasalahan baru, yakni ketersediaannya dan cara penyediaannya. Saat ini sumber energi utama yang digunakan untuk menggerakkan pembangkit-pembangkit di Indonesia masih terdiri atas sumber-sumber yang tidak terbarukan (fossil fuel). Selain masalah jumlah sumbernya yang semakin sedikit, isu lingkungan juga turut mendorong untuk segera dilakukan perubahan. Saat ini di Indonesia, kapasitas terpasang energi listrik sekitar 31.930 Mega Watt (MW) yang dihasilkan melalui 4.991 unit pembangkit listrik. Jumlah pelanggan saat ini ada sekitar 48.659.667 pelanggan, terbesar pelanggan rumah tangga sejumlah 45.152.244 pelanggan. Dari jumlah itu, pelanggan listrik prabayar sekitar 6,6, juta pelanggan. 1
Anggota Komisi Teknis Energi, Dewan Riset Nasional 2012-2014
|1
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Rasio elektrifikasi sekitar 71 %. Ini berarti masih ada 29 % dari rakyat Indonesia yang belum memiliki akses terhadap listrik. Tantangan itu bukan cuma buat PLN karena sesuai Undang-Undang Ketenagalistrikan No. 30 Tahun 2009, kewajiban penyediaan tenaga listrik juga ada di pundak pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah. Kebutuhan listrik tumbuh sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia. Ini berarti bahwa jumlah pembangkit listrik yang ada saat ini tidak akan cukup di masa depan, jika tidak seimbang dengan pembangunan pembangkit listrik baru. Dalam draft Listrik Nasional, yang disebut Rancangan UMUM Kelistrikan Nasional (RUKN) 2003-2020, pada beberapa tahun mendatang diperkirakan Indonesia akan mengalami kekurangan kapasitas pembangkit listrik nasional. Ini berarti, jika pendirian pembangkit listrik tidak seimbang, maka krisis listrik dapat terus terakumulasi di Indonesia. Oleh karena itu selain pembangunan pembangkit baru, perlu dilakukan penyeimbangan antara pasokan dan permintaan yang efisien, sehingga grid perlu menjadi lebih cerdas (smart grid). Fungsi jaringan saat ini adalah satu arah (top-down) dimana listrik terpusat, pemasok dikendalikan dan dimasukkan ke dalam grid yang didasarkan pada prediksi konsumsi dan kemudian disesuaikan dengan margin sesuai permintaan energi puncak. Sedangkan pada sistem Smart grid (grid cerdas) akan bersifat/berfungsi dua arah (bi-directional): energi listrik akan mengalir kedalam dan keluar rumah atau kantor. Permintaan dan penawaran akan berinteraksi secara cerdas dan efisien, jaringan interoperable tidak terpusat. Smart grid akan mengintegrasikan energi secara efisien bergantian dari semua pembangkit baik pembangkit listrik tidak terbarukan maupun pembangkit listrik terbarukan (terpusat terdesentralisasi (lihat Tabel 1). Jadi jaringan yang lebih cerdas (smart grid) menerapkan teknologi/ pengetahuan, alat dan teknik yang tersedia sekarang, sehingga teknologi mampu membuat jaringan bekerja jauh lebih efisien antara lain:
2|
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
• Memastikan kehandalan untuk tingkatan belum pernah mungkin. • Menjaga keterjangkauan nya. • Memperkuat daya saing global. • Sepenuhnya menampung sumber energi terbarukan dan konvensional. • Berpotensi mengurangi jejak karbon. • Memperkenalkan kemajuan dan efisiensi yang belum pernah terbayangkan.
Smart Grid menggabungkan infrastruktur kelistrikan dan Teknologi Informasi (IT) yaitu untuk mengintegrasikan dan menghubungkan semua pengguna (generator, operator, pemasar, konsumen dll) dalam rangka untuk terus mengefisienkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran melalui jaringan yang semakin kompleks. Tabel 1: Jaringan saat ini versus jaringan masa depan.
Karakteristik Jaringan Saat ini Memungkinkan parti- Konsumen seragam sipasi aktif oleh kon- dan non-partisipatif sumen dengan sistem tenaga listrik
M e n g a k o m o d a s i Didominasi oleh pusat semua pembangkit pembangkit – banyak dan opsi penyimpanan kendala ada untuk interkoneksi sumber energi terdistribusi
Smart Grid Konsumen diinformasikan, terlibat dan aktif – respon permintaan dan sumber daya energi didistribusikan Banyak sumber daya energi didistribusikan dengan plug-and-play yang fokus pada kenyamanan energi terbarukan
|3
Dewan Riset Nasional
Memungkinkan pro- Pasar grosir yang duk baru, layanan dan terbatas, tidak terinpasar tegrasi dengan baik – kesempatan terbatas bagi konsumen Menyediakan kualitas Fokus pada gangguan daya untuk ekonomi – respon lambat undigital tuk masalah kualitas daya
Mengoptimalkan aset Sedikit integrasi dari & beroperasi secara data operasional denefisien gan manajemen aset – proses silo bisnis Data akuisisi sangat luas untuk parameter jaringan – fokus pada pencegahan, meminimalkan dampak kepada konsumen Mengantisipasi dan Merespon untuk merespon terhadap mencegah kerusakan gangguan sistem lebih lanjut – fokus (memperbaiki diri) pada melindungi aset menyusul kesalahan
4|
http://www.drn.go.id/
Matang, pasar grosir yang terintegrasi dengan baik, pertumbuhan pasar listrik baru bagi konsumen Kualitas daya merupakan prioritas dengan berbagai pilihan kualitas/ harga - resulution cepat terhadap masalah
Mendeteksi secara otomatis dan merespon masalah – fokus pada pencegahan, meminimalkan dampak kepada konsumen
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Beroperasi secara Rentan terhadap tinulet terhadap seran- dakan berbahaya dari gan dan bencana alam teror dan bencana alam
Tangguh terhadap serangan dan bencana alam dengan kemampuan pemulihan yang cepat
Dengan menerapkan solusi manajemen energi terpadu pada industri, bangunan komersial atau perumahan saat ini, kita bisa menghemat hingga 30% dari konsumsi energi final dunia. Penyediaan solusi dengan smart grid memungkinkan untuk penggunaan manajemen energi dan efisiensi energi, manajemen pada sisi permintaan, distribusi yang fleksibel, integrasi energi terbarukan dan kebutuhan permintaan. Dan karena smart grid merupakan suatu perubahan besar untuk jaringan listrik, maka akan tercipta lingkungan bisnis yang baru. Selain penyedia teknologi tradisional, produsen energi dan pemasok, sistem dan operator jaringan, serta pemerintah dan regulator, smart grid juga mempertemukan pengguna akhir yang aktif, manajer fasilitas, produsen energi terbarukan skala kecil dan besar, pedagang energi, perusahaan IT integrator, penyedia Efisiensi Energi, pemasok manajemen data dll. Sistem smart grid meringankan masalah banyak jaringan listrik saat ini. Pertama, mengurangi jumlah daya pembangkit yang diperlukan, karena utilitas listrik tahu persis berapa banyak listrik yang dibutuhkan pada waktu tertentu. Tidak hanya akan menghemat uang bagi konsumen, juga mengurangi jumlah emisi udara berbahaya dari pembangkit listrik konvensional. Untuk mencapai hal ini, smart grid membutuhkan aliran dua arah komunikasi antara meter di mana energi mengalir, pusat kendali di sebuah gardu untuk mengarahkan aliran listrik ke tempat yang diperlukan, dan pembangkit listrik menyediakan listrik. Kedua, smart grid dapat mengintegrasikan sumber energi terbarukan yang dibutuhkan jaringan dengan berkomunikasi beberapa pembangkit sumber daya energi terbarukan. |5
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Smart grid juga akan mengurangi beban selama jam puncak konsumsi energi yaitu jam dimana perusahaan utilitas menghasilkan/menjual energi yang paling mahal. Penggunaan smart meter memungkinkan konsumen untuk memantau konsumsi listrik per jam, sehingga konsumen akan menjadi lebih sadar akan energi yang mereka gunakan, dan mendorong mereka untuk menghemat energi pada waktu tertentu dan menjalankan peralatan di malam hari. Smart grid , dalam teori, dapat mengurangi beban puncak dengan mendorong konsumen untuk menggunakan lebih sedikit energi pada saat jam sibuk, meratakan puncak, dan menciptakan produksi lebih bahkan energi untuk pembangkit listrik dan mengurangi biaya listrik. Smart grid dapat memecahkan banyak masalah, tetapi saat ini masih mahal untuk diimplementasikan. Perusahaan utilitas tidak hanya menginstal sistem, tetapi juga perlu melatih personil mereka sendiri atau menyewa pihak ketiga untuk menjaga dan mengelola sistem ini. Selain itu, teknologi smart grid yang berkembang pesat dan bisa menjadi lebih hemat biaya menyebabkan banyak perusahaan belum mau berinvestasi sampai teknologi diuji secara ekstensif. Sebagai contoh pengembangan smart grid di AS mungkin perlu biaya sekitar $ 1 triliun, tetapi masih belum jelas, siapa yang akan membayar dan apakah penghematan energi dan ekonomi pada akhirnya akan terjadi. Sebagian besar konsumen industri yang paling khawatir tentang biaya smart grid. Jika sistem smart grid dibangun akan mencakup rencana harga, kenaikan biaya listrik, terutama pada saat jam sibuk. Oleh karena itu agar penerapan smart grid menjadi sukses, konsumen harus diyakinkan bahwa kelak keuntungan bersih lebih besar daripada biaya dan mereka harus mengetahui serta memahami manfaat untuk konsumen. 2. TEKNOLOGI SMART GRID Teknologi Smart Grid merupakan teknologi yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, komputer dan cyber untuk melakukan pengendalian dan pegoperasian sistem tenaga listrik dalam menyalurkan energi listrik. Karena itu, Smart Grid merupakan integrasi teknologi cerdas dalam 6|
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
jaringan listrik yang rencanakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk masa sekarang maupun masa mendatang. Dengan mengimplementasikan Smart Grid dalam semua aspeknya akan memberikan keuntungan yang lebih besar karena jumlah pembangkit sumber energi terbarukan dan unit penyimpan yang terdistribusi dan terintegrasi meningkat, sehingga tentunya emisi CO2 akan menurun, efisiensi meningkat dan biaya operasional menurun, keandalan meningkat melalui optimalisasi jaringan karena memiliki kemampuan mengoreksi diri atau perbaiki diri. Dalam penerapan suatu sistem smart grid biasanya terdiri dari : a. Pengguna (Customers): • Konsumsi cerdas akan membutuhkan interface diantara manajemen distribusi dan otomatisasi bangunan. • Rumah pintar (smart homes) adalah rumah-rumah yang dilengkapi dengan sistem otomatisasi. Sistem otomatisasi rumah menyambungkan bermacam-macam alat kontrol untuk lampu penerangan, alat pengatur cahaya, pengatur suhu ruangan dan peralatan lain untuk memungkinkan penggunaan energi yang efisien, ekonomis dan meningkatkan kenyamanan. • Otomatisasi bangunan dan sistem kontrol (BACS = Building Automation and Control System) adalah otak dari bangunan. BACS memasukkan teknologi instrumentasi, kontrol dan manajemen untuk seluruh struktur bangunan, tanaman, fasilitas diluar bangunan dan peralatan lain. b. Pembangkitan Masal (Bulk Generation) • Pembangkitan yang cerdas (Smart Generation) akan meningkatkan penggunaan elektronika daya dalam rangka untuk menkontrol harmonisa, kegagalan pembangkitan yang fluktuasi dari energi terbarukan begitu juga kebutuhan peningkatan fleksibilitas pembangkit |7
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
listrik fosil karena adanya fluktuasi dari sumber energi terbarukan. c. Jaringan (Transmisi dan distribusi) • Otomatisasi substation dan proteksi adalah tulang punggung untuk operasi suatu jaringan transmisi yang aman. • Power Quality dan Power Monitoring Systems bekerja serupa dengan sistem manajeman kualitas dalam suatu perusahaan. Mereka bebas dari sistem operasi, kontrol dan manajemen dan mensupervisi seluruh aktifitas dan peralatan listrik dalam jaringan yang sama. Oleh karena itu sistem demikian dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini dan mampu menganalisa kegagalan dan mencari penyebab yang sesuai. • Sistem manajemen energi (EMS) adalah pusat kontrol untuk jaringan transmisi. Saat ini pelanggan membutuhkan arsitektur terbuka untuk membolehkan integrasi Information Technology (IT) secara mudah dan menjadi sandaran lebih baik untuk menghindari black-out. • Elektronika Daya adalah diantara aktuator dalam jaringan daya. Sistem-sistem seperti HVDC dan FACTS membolehkan kontrol dari aliran daya dan dapat membantu untuk menaikkan kapasitas. • Sistem Manajemen Distribusi (DMS) adalah pusat kontrol untuk jaringan daya. Pada suatu negara dimana outages adalah kendala yg sering terjadi, maka Outage Management System (OMS) adalah komponen yang penting dari DMS. Komponen penting lain adalah lokasi kegagalan dan meninterfacenya pada Geographic Information Systems (GIS). • Smart Meter adalah istilah umum untuk pengukuran elektronika yang menggunakan jaringan komunikasi. Advanced Metering Infrastructure (AMI) menyediakan konfigurasi pengukuran jarak jauh, tarif yang dinamis, monitoring kualitas daya dan kontrol beban. Pada sistem yang lebih maju dapat mengintegrasikan pengukuran infrastruktur dengan otomatisasi distribusi. 8|
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
d. Komunikasi • Komunikasi adalah tulang punggung dari smart grid. Hanya dengan pertukaran informasi pada level syntactic dan semantic manfaat smart grid dapat dicapai. • Keamanan dari infrastruktur yang kritis selalu menjadi isue utama. Tetapi solusi smart grid akan meningkat sangat besar dalam pertukaran data untuk kemampuan pengamatan dan juga untuk pengontrolan. Oleh karena itu keamanan dari pertukaran data ini dan komponen-komponen dibelakangnya akan mempunyai dampak yang lebih baik. 3. INFRA STRUKTUR SISTEM SMART GRID Area teknologi smart grid pada rentang keseluruhan jaringan cukup banyak, mulai dari pembangkitan, transmisi dan distribusi sampai bermacam-macam tipe pelanggan listrik. Sejumlah teknologi secara aktif dimanfaatkan dan dianggap mapan untuk pengembangan dan penerapannya. Sistem kelistrikan yang telah dioptimasi akan disebarkan pada seluruh area teknologi. Akan tetapi tidak seluruh teknologi perlu dipasang untuk meningkatkan kecerdasan jaringan. a. Daerah pantauan dan kontrol Komponen-komponen sistem daya dipantauan dan di display secara real time sepanjang sambungan dan pada daerah geografis yang besar. Sehingga dapat menolong operator untuk mengerti dan mengoptimasi tingkah laku dan kinerja dari sistem. Peralatan operasional sistem yang maju dipilih untuk menghindari blackout dan memfasilitasi pengintegrasian sumber energi terbarukan. b. Integrasi teknologi informasi dan komunikasi Infrastruktur komunikasi dapat menggunakan utilitas komunikasi jaringan pribadi (jaringan radio) atau publik operator dan jaringan (internet, |9
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
seluler, kabel atau telepon), dukungan transmisi data untuk operasi ditangguhkan dan real-time, dan selama padam. Perangkat komunikasi, komputasi, perangkat lunak sistem kontrol dan perangkat lunak perencanaan sumber daya mendukung pertukaran informasi dua arah antara stakeholder, dan memungkinkan penggunaan dan pengelolaan jaringan yang lebih efisien. c. Pengintegrasian Energi terbarukan dan pembangkit terdistribusi Pengintegrasian sumber energi terbarukan dan energi terdistribusi (distributed energy resources), meliputi skala besar pada tingkat transmisi, menengah pada tingkat distribusi dan skala kecil pada komersial atau bangunan perumahan, dapat menjadi tantangan untuk pengiriman dan pengendalian dari sumber daya ini dan untuk pengoperasian sistem kelistrikan. Sistem penyimpanan energi, baik berbasis listrik dan untuk panas (thermal), dapat meringankan permasalahan seperti penggandengan produksi dan pengiriman energi. Smart grid dapat membantu melalui otomatisasi kontrol dari pembangkitan dan permintaan untuk menjamin keseimbangan pasokan dan permintaan.
Gambar 1: Koordinasi diantara ISO (Independent System Operators)
10 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
d. Aplikasi peningkatan transmisi Ada beberapa teknologi dan aplikasi untuk sistem transmisi. Sistemsistem transmisi AC Fleksibel digunakan untuk meningkatkan pengendalian dari jaringan transmisi dan memaksimalkan kemampuan transfer daya. Penyebaran teknologi ini pada jaringan (line) dapat meningkatkan efisiensi dan menunda kebutuhan investasi tambahan. Teknologi tegangan tinggi DC (HVDC) teknologi digunakan untuk menyambungkan pembangkit litrik tenaga angin lepas pantai dan pembangkit listrik tenaga surya terpusat dengan daerah berdaya listrik besar, dengan penurunan rugi-rugi sistem dan peningkatan sistem pengendalian, sehingga memungkinkan penggunaan yang efisiensi dari sumber energi yang terletak jauh dari pusat beban. Penggunaan superkonduktor suhu tinggi (High Temperature Superconductors-HTS) secara signifikan dapat mengurangi rugi-rugi transmisi dan memungkinkan pembatas arus dengan kinerja yang lebih tinggi, meskipun ada perdebatan kesiapan pasar teknologi. e. Pengelolaan jaringan distribusi Penginderaan distribusi dan sub-stasiun dan otomatisasi dapat mengurangi waktu pemadaman dan perbaikan, menjaga tingkat tegangan dan meningkatkan pengelolaan asset. Otomatisasi distribusi maju (advanced) mengolah informasi real-time dari sensor dan meter untuk lokasi salah (fault), otomatis rekonfigurasi dari pengumpan (feeder), tegangan dan optimasi daya reaktif, atau untuk mengontrol pembangkit terdistribusi (distributed generation). f. Infrastruktur Advanced metering (AMI) Sistem advanced metering yang terdiri dari state-of-the-art elektronic/ digital hardware dan software, yang menggabungkan interval pengukuran data dengan komunikasi jarak jauh terus tersedia. Sistem ini memungkinkan pengukuran secara rinci, informasi berdasarkan waktu dan pengumpulan dan pengiriman informasi kepada berbagai pihak.
| 11
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
AMI biasanya mengacu pada sistem pengukuran keseluruhan dan pengumpulan yang mencakup meter di lokasi pelanggan, jaringan komunikasi antara pelanggan dan penyedia layanan, seperti gas, listrik, atau utilitas air, dan penerimaan data dan sistem manajemen yang membuat informasi tersedia bagi penyedia layanan Meter ini memiliki kemampuan untuk mengirimkan data yang dikumpulkan melalui jaringan yang tersedia seperti Broadband over Power Line (BPL), Power Line Communications (PLC), jaringan Frekuensi Radio Tetap (RF), dan jaringan publik (misalnya, kabel, seluler, paging). Data meter yang diterima oleh sistem host AMI dan dikirim ke Sistem Manajemen Data meter (Meter Data Management System-MDMS) yang mengelola penyimpanan data dan analisis untuk memberikan informasi dalam bentuk yang berguna untuk utilitas. AMI memungkinkan komunikasi dua arah, sehingga komunikasi dari utilitas untuk meter juga bisa terjadi. AMI akan menyediakan konsumen berbagai fungsi sebagai berikut: • Harga sinyal pelanggan jauh, yang dapat menyediakan informasi biaya waktu penggunaan. • Kemampuan untuk mengumpulkan, menyimpan dan melaporkan data konsumsi energy pelanggan untuk setiap interval waktu yang dibutuhkan atau dekat real time. • Peningkatan diagnosa energi dari profil beban yang lebih rinci. • Kemampuan untuk mengidentifikasi jarak jauh (remote) lokasi dan luas daerah listrik yang padam. • Penyambungan dan pemutusan jarak jauh • Deteksi rugi-rugi dan pencurian. • Kemampuan untuk penyedia layanan energi ritel untuk mengelola pendapatan melalui pengumpulan uang tunai yang lebih efektif dan pengelolaan utang. 12 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Gambar 2. Infrastruktur dari Advanced Metering (AMI)
Teknologi AMI menyediakan kemampuan bagi utilitas untuk mengurangi biaya operasi sistem distribusinya dengan mengotomatisasi berbagai fungsi yang saat ini dilaksanakan secara manual, termasuk membaca meter pelanggan dan menghidupkan dan mematikan daya pada meter pelanggan. Utilitas juga dapat menggunakan AMI untuk membantu pelanggan mengurangi pengunaan listrik mereka bila dalam sistem harga listrik yang mahal (peak hour). g. Infrastruktur untuk pengisian baterai mobil listrik. Infrastruktur pengisian kendaraan listrik menangani penagihan, penjadwalan dan fitur cerdas lainnya untuk pengisian pintar (jaringan-ke-kendaraan) selama permintaan energi rendah. Dalam jangka panjang, hal itu dibayangkan bahwa instalasi pengisian yang besar akan memberikan layanan sistem daya tambahan seperti cadangan kapasitas, pemotongan beban puncak dan regulasi pengisian kendaraan pada jaringan. | 13
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
h. Sistem pada sisi pelanggan. Sistem pada sisi pelanggan, yang digunakan untuk membantu mengelola konsumsi listrik di industri, tingkat pelayanan dan perumahan, termasuk sistem energi manajemen, perangkat penyimpanan energi, peralatan yang smart dan pembangkit terdistribusi. Peningkatan efisiensi energi dan pengurangan permintaan beban puncak dapat dipercepat dan dilakukan dari rumah dengan display/energy dashboard. Respon permintaan meliputi respon pelanggan pengguna manual dan otomatis, peralatan harga-responsif dan termostat yang terhubung ke suatu sistem manajemen energi atau dikendalikan dengan sinyal dari operator atau sistem utilitas.
Gambar 3: Partisipasi Pelanggan (AMI, Komunikasi dan Software)
14 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
4. PENUTUP Sistem kelistrikan di kota-kota besar Indonesia, seperti sistem Jakarta termasuk yang mempunyai beban paling beragam, mulai dari rumah tangga, iklan, perkantoran pusat perbelanjaan dan industri. Karena beban komersial dan industri meningkat, maka kebutuhan keandalan listrik yang tinggi dan kebebasan memilih jenis layanan listrik serta pertimbangan penggunaan pembangkit listrik energi terbarukan, maka secara teoritis aplikasi teknologi Smart Grid layak diterapkan di Indonesia. Tetapi sebelum penerapannya perlu dilakukan beberapa kegiatan untuk mengetahui tantangan yang harus diatasi sebelum Teknologi Smart Grid dapat diterapkan dengan tepat. Kegiatan tersebut antara lain pembuatan feasibility study yang komprehensif, pembangunan fasilitas demo yang dapat digunakan sebagai laboratorium lapangan bagi para peneliti dan perekayasa serta ilmuwan Indonesia. Sosialisasi teknologi smart grid terutama penggunaan smart metering agar dilakukan secara lebih intensif kepada para pemangku kepentingan. Agar penerapan sistem smart grid menjadi sukses, konsumen harus diyakinkan bahwa kelak keuntungan bersih akan lebih besar dari pada biaya investasi. Kebutuhan akan data yang spesifik mengenai jaringan distribusi untuk beberapa wilayah sangat diperlukan didalam mengantisipasi tumbuhnya teknologi maju yang merupakan suatu produk smart grid. Selain itu elemen teknologi Smart Grid yang mulai merambah dari Negara Maju ke Indonesia perlu dilakukan kajian yang komprehensif dari segi teknologi maupun fungsi ekonomisnya.
| 15
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Referensi 1. Technology Roadmap Smart Grids, International Energy Agency, 9 rue de la Fédération 75739 Paris Cedex 15, France, 2011. 2. Er. SEOW, Kang Seng, “Smart Grid Development for Southeast Asian Countries: Challenges & Opportunities”, National Workshop on Smart Grid, KLCC, 21 July 2011. 3. The SMART GRID: an introduction, prepared for the U.S. Department of Energy by Litos Strategic Communication under contract No. DEAC26-04NT41817, Subtask 560.01.04. 4. Smart Grid Vision Perspective of Industry NGOs. 5. Recommendations for smart grid standardization in Europe, Standards for Smart GridsExtracted from the Final report of the CEN/ CENELEC/ETSI Joint Working Group on Standards for Smart Grids
16 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
MENYOAL PERAN KONSERVASI ENERGI UNTUK KEAMANAN PASOKAN ENERGI NASIONAL Dr. Ir. Surya Darma, MBA 1 PENDAHULUAN Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Kebijakan Energi Nasional melalui Keppres No.5 Tahun 2006 meneguhkan keinginan Pemerintah untuk menurunkan peran energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan mencapai 17% pada tahun 2025. Bahkan upaya ini tidak akan berhasil tanpa adanya peran efisiensi energi. Kondisi kehidupan yang bergantung pada BBM impor yang semakin besar, harga minyak yang cenderung meningkat, subsidi yang sulit dihen-
1
Ketua Komisi Teknis Energi, Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 17
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
tikan, dan penggunaan energi yang sangat boros, serta pertumbuhan penduduk masih tinggi, akan membawa kehidupan ke berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Apabila kondisi buruk ini (doomsday) terjadi, maka akan sulit untuk memperbaikinya. Pada saat ini kondisi energi nasional mengalami masa transisi dari monopoli sentralisasi ke arah terbuka-desentralisasi. Tantangan globalisasi dan reformasi telah membentuk restrukturisasi sektor energi agar dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi. Penggunaan energi nasional meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan salah satu prasyarat penting untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Krisis energi merupakan salah satu masalah yang dihadapi negera-negara di seluruh dunia saat ini, menyebabkan berbagai negara berusaha untuk mencari sumber energi selain energi fosil yang dinyatakan lebih ramah lingkungan dan dapat mencukupi kebutuhan energinya. Ada beberapa energi alternatif yang ramah lingkungan dengan jumlah yang sangat melimpah, seperti energi matahari (solar energy), tenaga angin, tenaga air dan panas bumi. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan nasional jangka panjang di bidang energi yang dapat menjawab beberapa tantangan utama yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia dalam mewujudkan penyediaan energi yang berkelanjutan (energy sustainability). Penyediaan energi berkelanjutan meliputi antara lain: memperluas akses kepada kecukupan pasokan energi, andal dan terjangkau dengan memperhatikan seluruh sarana / prasarana yang diperlukan (energy security) dan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Untuk itu perlu dibuat suatu studi perencanaan energi jangka panjang yang dapat memberikan kepastian jaminan pasokan energi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, peran konservasi energi untuk keamanan pasokan energy nasional sangatlah diperlukan.
18 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Kondisi Konservasi Energi Nasional Pertumbuhan permintaan energi Indonesia saat ini mencapai 7% pertahun, namun secara umum penggunaan energi nasional belum begitu efisien. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kebijakan penetapan harga energi oleh Pemerintah yang masih sangat murah dan belum mencapai harga sesuai keekonomian. Akibatnya, pada tahun 2012 pemerintah telah menebus kebijakan harga energi ini dengan alokasi subsidi BBM sebesar Rp. 137,38 T (total subsidi energi adalah sebesar Rp. 224,4 T) dan pada tahun 2013 mencapai total Rp.300 T sebagaimana tercantum dalam APBN-P (RAPBN 2013: Subsidi BBM Rp 193,8 T & Subsidi Listrik Rp 78,63 T). Lebih parah lagi adalah upaya penurunan emisi karbon juga sulit untuk terpenuhi karena penggunaan energy fosil yang terus meningkat. Jika kita lihat lebih jauh lagi adalah bahwa masalah ketersediaan energi menjadi momok yang semakin menakutkan. Lebih parah lagi adalah interupsi dalam ketersediaan energi membawa dampak langsung pada aktifitas ekonomi, terutama dalam jangka pendek, sebagai mana terlihat dalam tahun 2013 ini dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap berbagai mata uang asing, terutama terhadap Dollar Amerika Serikat. Banyak studi yang menunjukkan hubungan negatif antara harga dan aktifitas ekonomi. Karena itu, sampai saat ini pemerintah belum secara tegas melakukan upaya penyesuai harga energy menuju harga sesuai dengan keekonomian. Salah satunya adalah adanya kenaikan harga energi akan menyebabkan naiknya biaya produksi. Pada tahun 2010, pangsa konsumsi energi di sektor transportasi adalah sebesar 30,6%, dengan penggunaan jenis energi minyak (BBM) 99%, sedangkan pertumbuhan rata-rata pemakaian energi di sector transportasi dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 6,6% per tahun. Angka ini merupakan pertumbuhan tertinggi dibanding konsumsi energi di sektor lain. Padahal, potensi konservasi energi di sektor energi memiliki peran paling besar dibadingkan sektor lain, yaitu mencapai 35%. Dari total potensi ini, peran rumah tangga berkontribusi sebesar 30%, sektor komersial sebesar 25%, dan sektor industri hanya sebesar 18%. | 19
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Memperhatikan usulan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disampaikan Dewan Energi Nasional kepada DPR pada tahun ini, terlihat bahwa konservasi energi kurang mendapatkan porsi perhatian yang khusus. Hal ini tercermin dari tidak adanya program konservasi energi, khususnya konservasi energi di sektor transportasi yang tidak tercantum secara eksplisit dalam KEN. Bahkan terlihat bahwa program pemanfaatan energi di sektor transportasi, masih terbatas hanya pada program diversifikasi energi. Aspek Politik dan Ekonomi Konservasi Energi Permasalahan-permasalahan yang menjadi sorotan para politisi di DPR, pada umumnya mencakup hal-hal seperti berikut ini : 1. Permasalahan penyediaan dan krisis energi Para politisi memiliki kesamaan pemahaman bahwa tingkat elektrifikasi Indonesia masih belum merata, dan masih berada dibawah 75%. Ini berarti masih ada sebanyak 25% penduduk Indonesia yang belum tersentuh dengan kelistrikan padahal era saat ini adalah era informasi dan era teknologi yang hamper seluruhnya bersentuhan dengan penggunaan energy dan lsistrik. Para politisi juga memandang hal yang sama dengan berbagai pihak bahwa ketergantungan Indonesia pada BBM yang masih besar, menyebabkan munculnya kekhawatiran aakan keamanan pasokan energi disebabkan karena kemampuan pasokan BBM dari sumber dalam negeri sementara ini juga semakin terbatas. Akibatnya, kelangkaan BBM bersubsidi terjadi dimana-mana. Penyebabnya adalah disparitas antara harga BBM bersubsidi & BBM non-subsidi cukup tinggi. Dilain pihak produksi gas yang lumayan besar, tetapi pasokannya masih export oriented, sehinga terjadi defisit pasokan domestik gas untuk industri. Produksi dan cadangan terbukti minyak semakin menurun terus menerus. Walaupun cadangan terbukti gas kita empat kali lipat cadangan minyak, tetapi program konversi minyak ke gas tidak berjalan mulus. Hal 20 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
ini sangat memprihatinkan dalam pengelolaan energi dan ketahanan energi nasional. 2. Permasalahan infrastruktur energi Terhambatnya proyek pipanisasi gas menyebabkan pasokan gas yang dimiliki oleh beberapa perusahaan pengembang gas tidak dapat memanfaatkannya secara optimal mengingat terbatasnya sarana transportasi gas untuk penyaluran. Akibatnya, kebutuhan gas baik untuk pembangkit listrik milik PLN maupun kebutuhan gas kota tidak dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, beberapa upaya yang direncanakan oleh pemerintah termasuk dengan rencana pembangunan Floating Storage Refinery Unit (FSRU) adalah untuk mengatasi masalah kurangnya fasilitas kilang tersebut. Akan tetapi, realisasinya sampai saat ini masih agak tersendat-sendat. Selain itu, fasilitas kilang minyak yang dimiliki Pertamina diyakini sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan penyediaan BBM dalam negri yang terus meningkat. Selain kondisi Kilang minyak bumi dalam negeri yang sudah tua, dan untuk menggantinya atau menambah kemapuannya belum ada kecendrungan untuk membangun kilang dan atau menambah kilang baru dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pengilangan minyak didalam negri untuk ketahanan energi nasional. Untuk kebutuhan penyediaan gas bagi transportasi, infrastruktur SPBG masih sangat terbatas. Di kota besar seperti Jakarta saja masih sangat sulit mendapatkan SPBG, apalagi kalau memasuki wilayah kota-kota kecil dan wilayah lainnya di luar Jawa. 3. Adanya Persepsi KELIRU tentang energi di Indonesia Persepsi keliru tentang energi Indonesia diperlihatkan oleh didikan yang terkesan mencekoki masyarakat bahwa Indonesia adalah negara yang kaya minyak. Pada hal, semua persepsi itu keliru dan tidak benar karena ternyata potensi cadangan migas kitas hanya 3% dibandingkan dengan cadangan migas dunia. Dilain pihak, pertumbuhan penduduka kita saat ini | 21
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
sudah menjadi penduduk nomor 4 terbesar didunia. Persepsi lain yang juga keliru adalah konsekuensi dari kita sebagai negara kaya minyak, maka harga BBM harus murah sekali, tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya APBN untuk subsidi harga BBM. Dilain pihak, untuk mendapatkan tambahan cadangan migas nasional, diperlukan adanya tambahan investasi pada sektor yang penuh resiko. Karena itu, kita perlu menciptakan situasi yang kondusif bagi penanaman modal. Kita sangat keliru ketika kita berfikir bahwa investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik. Hal yang juga keliru adalah bahwa peningkatan kemampuan Nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan (campur tangan) Pemerintah. 4. Perspektif Legislatif Sesungguhnya pada saat ini sudah terjalin persepsi yang sangat baik dikalangan legislatif bahwa pengelolaan energi harus dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah governance yang baik dan keteknikan yang baik. Hal ini bias terwujud jika, harga energi diarahkan sesuai dengan keeonomian dan jika perlu adanya subsidi, maka harus dilakukan secara proporsional dan tepat sasaran. Paradigma subsidi energi harus diubah dari Subsidi BBM ke Subsidi Renewable Energy. DPR akan mengontrol Subsidi Energi dalam APBN dengan penghematan anggaran ditujukan untuk pembangungan infrastruktur energi Untuk ini, terlihat ketika Raker Komisi VII dengan Menteri ESDM 17/9/2012 yang menyetujui kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) 2013 sebesar 15% melalui penyesuaian secara bertahap untuk kategori pelanggan 1.300 kwh ke atas. Selain itu, parlemen juga setuju untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil melalui pengawasan terhadap kuota BBM bersubsidi dan pengembangan energi alternatif, serta mengusulkan penyesuaian harga BBM bersubsidi secara konsisten melaksanakan Program 22 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Pengendalian BBM bersubsidi. Untuk memberikan datya tarik bagi pengembangan energi terbarukan, DPR juga bersepkata untuk mendorong diterapkan skema harga ekonomis untuk pengembangan energi terbarukan terutama bagi Geothermal, Mikrohidro, Nuklir, Tenaga Surya dll. Sehingga dengan demikian, pengembangan energi terbarukan lebih optimal berdasarkan karateristik lokal. Insentif Dan Disinsentif Dalam Upaya Penerapan Sektor Energi Dalam pengembangan energi, ada tiga insentif fiskal yang bisa dimanfaatkan, yaitu Insentif Fiskal di Bidang Pajak Penghasilan, Insentif Fiskal di Bidang Pajak Pertambahan Nilai, dan Insentif Fiskal di Bidang Bea Masuk. 1. Insentif fiskal di bidang Pajak Penghasilan meliputi : •Pengurangan Pajak Penghasilan (Investment Allowance) • Pembebasan Pajak Penghasilan (Tax Holiday) 2. Insentif fiskal di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Masuk: •Pembebasan PPN •PPN terutang tidak dipungut sebagian atau keseluruhan •Pembebasan Bea masuk Bentuk Fasilitas PPh Badan (Investment Allowance) terdiri dari (1) Pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah penanaman modal, (2) Penyusutan dan amortisasi dipercepat, (3) Pengurangan tarif PPh atas dividen luar negeri dari 20% menjadi 10%, (4) Perpanjangan jangka waktu kompensasi kerugian dari 5 tahun menjadi paling lama 10 tahun. Wajib Pajak yang berhak mendapat fasilitas Pengurangan PPh Badan (Investment Allowance) yaitu (1) WP Dalam Negeri berbentuk Perusahaan Terbatas atau Koperasi; (2) Melakukan penanaman modal baru/perluasan usaha pada: bidang usaha tertentu (Lampiran I PP 52/2011), atau bidang usaha tertentu dan daerah tertentu (Lampiran II PP 52/2011). | 23
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Bidang Usaha Tertentu untuk Bidang Energi, antara lain: • Gasifikasi batubara di lokasi penambangan • Pengusahaan tenaga panas bumi meliputi pencarian, pengeboran, dan pengubahan tenaga panas bumi menjadi tenaga listrik • Industri pemurnian dan pengolahan gas alam yang mencakup usaha pemurnian dan pengolahan gas bumi menjadi LNG dan LPG • Pembangkitan tenaga listrik meliputi pengubahan tenaga energi baru dan energi terbarukan • Pengadaan gas alam dan buatan meliputi regasifikasi LNG menggunakan FSRU, CBM Non PSC, shale gas, tight gas sand dan methane hydrate • Pertambangan batu bara untuk energiy liquification Bentuk Fasilitas Pembebasan PPh Badan (Tax Holiday) terdiri dari (1) Pembebasan PPh badan dalam jangka waktu tertentu; dan/atau (2) Pengurangan PPh badan dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Wajib Pajak yang berhak mendapat fasilitas Pembebasan PPh Badan (Tax Holiday) yakni Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang : • memiliki keterkaitan yang luas, • memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, • memperkenalkan teknologi baru, dan • memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
24 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Fasilitas PPN dan PPn BM serta Kebijakan Bea Masuk dan PPh 22 impor : • PPN DTP atas impor barang untuk keperluan eksplorasi Migas dan Panas Bumi (PMK No.242/PMK.011/2008) • PPN DTP atas penyerahan Bahan Bakar Nabati dalam negeri TA 2009 (PMK No. 156/PMK.011/2009) • Pembebasan PPN atas impor BKP strategis berupa mesin dan peralatan tidak termasuk suku cadang untuk kegiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan (PMK No.21/PMK.011/2010) • Sedang disusun insentif PPnBM atas kendaraan bermotor program LCGC dan ramah lingkungan lainnya • Pembebasan Bea Masuk atas impor barang untuk keperluan eksplorasi migas dan panas bumi (PMK No.177/PMK.011/2007) • Pembebasan Bea Masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal dalam kegiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan (PMK 21/PMK.011/2010 jo. PMK 176/PMK.011/2009) • Pembebasan Bea Masuk atas impor barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam kegiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan (PMK 21/PMK.011/2010 jo. PMK 154/PMK.011/2008) • Pengecualian PPh Pasal 22 impor untuk impor barang mesin dan peralatan dalam kegaiatan pemanfaatan sumber energi terbarukan (PMK 21/PMK.011/2010)
| 25
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Diskusi dan Masukan Untuk Efisiensi Energi Secara umum, aturan dan kebijakan tertulis untuk konservasi energi sudah cukup memadai, akan tetapi masih merupakan peraturan dan kebijakan belum banyak dapat diimplementasikan karena tantangannya adalah bagaimana perspektif ini tidak luntur ketika masuk pada tahap implemntasi. Kebijakan konservasi energi yang dibuat pemerintah sudah banyak, namun belum berjalan secara efektif. Penyebab utama adalah kebijakan harga energi yang ditetapkan pemerintah yang masih sangat murah, sehingga mendorong pengguna energi untuk menggunakannya secara boros, tanpa adanya upaya efisiensi. Selain itu, penerapan program konservasi energi memerlukan investasi yang besar, sementara disisi lain, pengguna energi masih berpikir tentang bagaimana memenuhi kebutuhan energinya. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan kebijakan dalam implementasi, maka harus ada kebijakan yang bersifat lokal yang bisa memecahkan masalah nyata (crash program yang bersifat site spesific) Kita menyadari adanya kekurangan, yaitu antara kebijakan dan praktek tidak sejalan (khususnya di bidang energi). Sebut saja, pandangan DPR secara individu seringkali berbeda dengan pandangan DPR secara kolektif. Disadari bahwa permasalahan utama bidang energi adalah subsidi dan infrastruktur. Untuk itu perlu dipikirkan adanya solusi terbaik dua masalah tersebut dalam rangka memenuhi program ketahanan energy nasional. Masih banyak hal ynag perlu disinkronkan antara program yang dituangkan dalam KEN oleh DEN dan program DRN (buku putih, infrastruktur, ARN dan sebagainya) dalam mendukung secara penuh KEN. Untuk keperluan ini dierlukan juga adanya dukungan semua pihak atas pemikiran green economy (yang dilontarkan oleh beberapa anggota DPR), dimana didalmnya termasuk juga energi bersih, dimana perlu ada keberpihakan 26 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
subsidi pada renewable energy. Untuk mendukung program konservasi energi, perlu diterapkan reward and punishment melalui program keharusan bagi industri besar melaksanakan Cogen dan akan dikenakan pajak yang tinggi jika tidak melaksanakannya. Tidak dilaksanakannya Cogen juga disebabkan karena harga energy yang murah. Harga energy yang murah juga menyebabkan Indonesia saat ini kebanjiran mobil-mobil yang boros energi, padahal biasanya untuk mengimpor mobil seharusnya sangat selektif. Untuk itu, perlu adanya aturan perpajakan yang ketat agar konsumsi energi (BBM) tidak mengalami pertumbuhan yang tinggi. Bahkan jika perlu, diberikan suatu ruang tentang insentif untuk green car dan disinsentif bagi mobil yang boros energi. Seharusnya dalam implemntasi program konservasi energi, Indonesia dapat meniru program yang dilaksanakan negara-negara lain yang telah sukses menerapakan program konservasi energi. Misalnya, Korea Selatan, telah menerapkan kebijakan mendapatkan insentif bagi industry yang menerapkan high efficiency energy. Jadi industri produsennya juga akan mendapat insentif. Di Indonesia, malah sebaliknya komoditas penyumbang/pemberi masukan pada APBN yang besar malah tidak mudah dalam mendapatkan insentif. Contoh, dalam APBN, biodisel telah memberikan pemasukan yang besar ( Rp. 30 triliun), padahal untuk pengembangan dan pemanfaatan biodisel diperlukan subsidi hanya sebesar Rp.1.5 triliun. Namun pencairan Rp.1,5 triliun ini sangat susah. Hal ini karena dalam perpajakan dan UU APBN tidak dikenal pemasukan dan pengeluaran yang sejenis. Agar program konservasi energi, khususnya program konservasi energi di sektor transportasi dapat berjalan, maka berikut ini adalah ctatatan dari Direktorat Konservasi Energi – DJEBTKE Kementerian ESDM untuk menjadi konsen semua pemangku kepentingan, antara lain: • Konservasi energi perlu diterapkan di semua sisi pengelolaan energi mulai dari penyediaan, distribusi, sampai ke sisi konsumen; • Konservasi Energi di sektor transportasi meliputi efisiensi kendaraan & efisiensi sistem transportasi | 27
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
• Konservasi energi di sektor transportasi melibatkan banyak institusi, • Keberhasilan konservasi sangat ditentukan oleh sinergi yang baik antara legislator, pemerintah, swasta dan masyarakat; • Diperlukan kejelasan kewenangan masing-masing institusi dalam program konservasi energi di sektor transportasi; • Diperlukan koordinasi serta arah yang sama dalam mengembangkan sektor transportasi; • Diperlukan wadah “Forum Energi dan Transportasi” • Diperlukan edukasi kepada masyarakat agar mempunyai pemahaman yang sama dan kepedulian yang tinggi terhadap pentingnya konservasi energi. • Sesuai dengan perannya, riset diharapkan mampu mengurai permasalahan yang menjadi barier dan memberikan solusi terbaik terkait konservasi energi di sektor transportasi Kesimpulan : 1. Transportasi merupakan sektor pemakai energi dengan pertumbuhan pemakaian energi terbesar (rata-rata dalam 10 tahun: 6,6 % per tahun) di antara sektor-sektor lainnya. 2. 99% (sembilan puluh sembilan persen) energi yang dikonsumsi di sektor transportasi adalah BBM. 3. Subsidi energi, khususnya BBM diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kendaraa dan jika dibiarkan terus, secara makro akan mengganggu APBN Indonesia. 4. Diantara regulasi tentang konservasi energi, belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang konservasi energi di sektor transportasi. 5. Program pemanfaatan energi di sektor transportasi masih terfokus pada diversifikasi energi (belum sampai pada tahap konservasi en28 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
ergi/program konservasi energi masih sangat rendah sekali) 6. Konservasi energi di sektor transportasi mempunyai potensi terbesar di antara potensi konservasi di sektor lain. (Potensi konservasi sektor transportasi sebesar 35%) 7. Masalah program konservasi energi, khususnya konservasi energi di sektor transportasi belum tercantum secara eksplisit dalam draft KEN. 8. Insentif kebijakan fiskal yang ditawarkan masih belum menyentuh pada program konservasi energi, apalagi konservasi energi di sektor transportasi. 9. Masih sering ditemukan kesenjangan antara regulasi (tertulis) dengan implementasinya. Regulasi sulit diimplementasikan karena kurang memperhatikan kondisi lokal atau ada muatan politis. 10. Penyusunan kebijakan konservasi energi harus memperhatikan semua sisi pengelolaan energi mulai dari penyediaan, distribusi, sampai dengan konsumen. Keberhasilan program konservasi sangat ditentukan juga oleh sinergi yang baik antara legislator, pemerintah, swasta dan masyarakat Rekomendasi Komtek Energi DRN Mengacu pada hasil diskusi dan masukan dari berbagai pihak dalam workshop tentang konservasi energi, maka Komisi Teknis Energi DRN merekomendasikan pada Kementerian Riset dan Teknologi untuk bisa mengusulkan kepada Kementerian terkait bebrapa hal berikut ini : 1. Perlu adanya Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang konservasi energi untuk sektor transportasi. 2. Program dan kegiatan konservasi energi, khususnya konservasi energi di sektor transportasi untuk dimasukkan dalam Kebijakan Energi | 29
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Nasional yang saat ini sedang disusun oleh Dewan Energi Nasional. 3. Perlu diberikannya insentif fiskal bagi industri yang menjalankan program konservasi energi dan pengguna yang memanfaatkan peralatan hemat energi (misalnya mobil hemat energi). 4. Perlu adanya pengalihan subsidi dari subsidi harga (yang selama ini diterapkan) kepada subsidi sasaran yang selektif. 5. Perlu adanya standar dan labeling terhadap hasil produksi otomotif agar memperhatikan konservasi energi. Referensi : Direktorat Konservasi Energi – DJEBTKE, 2012: Program dan Kebijakan Konservasi Energi Nasional – Status Kekinian dan Rencana Jangka Panjang”, Fokus Group Discussion – Komtek Energi, DRN Rustam Effendi, 2012: “Insentif dan disinsentif dalam upaya penerapan sektor energy”, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, FGD Komtek Energi 2012, DRN. Satya Widya Yudha, 2012: “Aspek Politik dan Ekonomi Konservasi energi – Perspektif DPR – RI”, Anggota Komis VII DPR RI, FGD Komtek Energi 2012, DRN. DEN, 2013: Draft Kebijakan Energi Nasional, 2013, Republik Indonesia
30 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
TRANSPORTASI LAUT KONTAINER DALAM PENGEMBANGAN MP3EI DI INDONESIA BAGIAN TIMUR (IBT) Ir. L.Denny Siahaan Mstr, (APU) 1 Abstract Potential demand of sea transport for containers will grow rapidly along with the development of the processing industry in the development region of the integrated economic and regional strategies, or Economic Corridor in the Master Plan of Accelaration and Expansion of Indoneisa Economic Development (MP3EI) in Eastern Indonesia. There were changes in the function of the port into a multipurpose port serving conventional and container freight. The problem that arises is the pier and container handling facility requires adjustment unless neither special container port Makassar and Bitung, nor the limited land development for land side facilities. Geometric conditions of the road connecting the port to the hinterland and have not been planned for container services. Collector and feeder ports require adjustments and revitalization to cope with demand of load wheels and multi-pack.
Keywords : Economic Potential, Demand Containers, Sea Transport andPorts. Abstrak Potensi permintaan transportasi laut kontainer akan berkembang pesat seiring dengan
perkembangan industri pengolahan dalam wilayah pengembangan Ekonomi Terpadu dan strategi regional, atau Koridor Ekonomi dalam MP3EI di IBT. Terjadi perubahan fungsi pelabuhan menjadi pelabuhan multiguna melayani angkutan konvensional dan kontainer. Permasalahan yang muncul adalah dermaga dan fasilitas bongkar muat memerlukan penyesuaian kecuali pelabuhan khusus kontainer Makassar dan Bitung, begitupula terhadap keterbatasan lahan pengembangan fasilitas sisi darat. Kondisi geometrik jalan penghubung ke pelabuhan dan hinterland belum direncanakan untuk pelayanan kontainer. Pelabuhan pengumpul dan pengumpan memerlukan revitalisasi dan penyesuaian terhadap permintaan muatan roda dan multikemas.
Kata kunci: Potensi Ekonomi, Permintaan Kontainer, Transportasi aut 1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Transportasi, Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 31
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
dan kepelabuhanan. I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan, terdiri atas 17.508 pulau, 2/3 wilayah lautdan beberapa kelompok atau gugus pulau utama. Indonesia Bagian Barat (IBT)berkembanglebih maju dibanding IBB [1]. Berdasarkan aspek kewilayahan, posisi Pulau Sulawesi berpeluang memiliki interaksi transportasi yang cukup strategis dan didominasi wilayah daratan. Kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku didominansi wilayah lautan.Pulau Papua memiliki wilayah daratan dan lautan yang seimbang. Dataran rendah terdapat di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Dataran tinggiterdapat di Pulau Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara. Keseimbanganantara dataran tinggi dan rendah terdapat di Papua. Kerawanan bencana alam seperti gempa tektonik dan letusan gunung berapi, sertawilayah hutan di atas 30% terdapat di Pulau Papua dan Kepulauan Maluku dengan kondisi kerawanan tinggi.Daerah kerawanan bencana sedangterdapat di Pulau Sulawesi.Dilihat dari besaran penggunaan lahan, maka dominan wilayah terbangun sekitar 70% berada di Pulau Sulawesi. Wilayah yang penggunaan lahannya beragam terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara. Potensi sumber daya alam pertambangan berada di Pulau Papua dan Maluku. Kondisi wilayah IBT yang luas dengan keberadaan potensinya, berpeluang besar meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional terutama disektor pertanian, perkebunan dan pertambangan.Terdapat beberapa pelabuhan di KTI yang memiliki peran dan fungsi sebagai pusat distribusi barang logistik secara nasional dan memilikibeberapa jenis barang industrilainnya yang berpotensi untuk diantarpulaukan [2]. II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam kerangka program MP3EI [3,4] yaitu master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya di IBT, pemerintah memberikan perlakuan khusus pada pembangunan pusat-pusat 32 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
distribusi di luar Jawa, terutama kepada dunia usaha yang bersedia membiayai pembangunan sarana pendukung dan infrastruktur. Perlakuan khusus meliputi kebijakan perpajakan dan kepabeanan, peraturan ketenagakerjaan, dan perijinan sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Kemajuan teknologi transportasi mengikuti perkembangan ekonomi dan perdagangan, sebaliknya perkembangan perdagangan dipengaruhi oleh teknologi sistem transportasi. Transportasi berperan memperluas daerah cakupan distribusi barang atau jasa, mendukung distribusi input industri yang efisien dan memungkinkan terjadinya pola spesialisasi kegiatan produksi, sehingga menciptakan konsentrasi aktivitas produksi di suatu tempat tertentu, dan pada akhirnya dapat menimbulkan “Economics of Scale” dan “Aglomeration Economics”, [2]. Sistem transportasi peti kemas merupakan gabungan antara berbagai moda angkutan yang dilakukan dengan menggunakan kontainer, bertujuan untuk memudahkan alih muat barang dengan menyederhanakan sistem bongkar muat, sehingga efektif dan efisien [5]. Keterpaduan sistem transportasi kontainer dengan moda transportasi lainnya, memungkinkan dilakukan dengan gabungan antara kendaraan jalan, kereta api dengan kapal laut/ferry dan atau gabungan dengan pesawat udara, kapal laut dan kereta api [6,7]. Permintaan kontainer dipelabuhan berbeda-beda, khususnya ketersediaan dan jumlah permintaan barang dimasing-masing wilayah dan hinterland pelabuhan. Untuk mendapatkan model permintaan kontainer di masing-masing pelabuhan, ditetapkan variabel yang akan dinilai adalah PDRB sebagai variabel bebas (X) dan variabel dependen (Y) adalah volume B/M peti kemas [8,9]. Variabel pertanian peternakan, kehutanan dan perikanan (X1),pertambangan dan penggalian (X2),industri pengolahan/manufacturing industries (X3). X4 adalah listrik, gas dan air bersih, X5 adalah konstruksi, X6 adalah perdagangan, hotel dan restoran, X7 adalah pengangkutan dan komunikasi, X8 adalahkeuangan, real estate dan jasa perusahaan, dan X9 adalah jasa-jasa, serta X10 adalah | 33
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
jumlah penduduk. dimana: Y = f (X1, X2, X3, X4, . . . . . . . .s/d . . . . . . . X10,) III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Komoditi Muatan Kontainer Karakteristik dan jenis barang komoditi yang diantarpulaukan antara IBT dengan IBB adalah Jenis komoditi bahan pangan, sandang, dan bangunan, serta bahan baku dan hasil industrilainnya, ke wilayah IBT pada pelabuhan utama di pulau Sulawesi, Nusatenggara, Maluku dan Papua,seperti Kota Makassar, Ambon, Sorong dan Jayapura, umumnya berasal dari Tanjung Perak Surabaya dan Tangjung Priuk Jakarta.
Gambar 1 Komoditi Bahan Bangunan dan tekstil muatan kontainer
34 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Gambar 2 Koridor Ekonomi Pulau Sulawesi, Nusatenggara dan Papua-Maluku
Untuk menghindari terjadinya daerah kantong(enclave)dari pusat-pusat pertumbuhan tersebut, Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong dan mengupayakan terjadinya keterkaitan (linkage) semaksimal mungkin dengan pembangunan ekonomi di sekitar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diharapkan dapat berkembang disetiap koridor ekonomi sesuai potensi wilayah yang bersangkutan. Probabilitas permintaan angkutan kontainer domestik sebagai output atau outcome dengan program percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) diperlihatkan pada tabel 1.
| 35
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Tabel 1. Infrastruktur Transportasi Kontainer
Keterangan:
Terbatas dari pelabuhan ke PKN (Ibu Kota Provinsi)seperti Bitung-Manado, pantoloan-Palu, Tenau-Kupang) Akses Hinterland terbatas (Port to Port) belum didukung oleh kelas jalan (MST, Geometri, Konstruksi dan Lebar Jalan)
Akses hinterland meliputi PKN dan PKW-EKdidukung konstruksi/ kelas jalan antar provinsi (terisolasi).
36 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 2. Kesesuaian Komoditi vs Angkutan Kontainer Komoditi
Bahan Pangan Bahan Sandang Bahan Bangunan
Jenis Kontainer
Keterangan
A
B
C
D
√
-
-
√
√
-
-
-
√
√
√
-
√
√
-
Bahan √ Industri Keterangan : A : TunneltypeContainer C : Last Rack Container
Supply dari Sulawesi Umumnya dari Jawa Umumnya dari Pulau jawa dan sebagian dari Sulawesi Selatan
B : Open Top Steel Cont. D : Reefer Container
1. Komoditi Bahan Pangan:Beras, jagung, kedelai, daging sapi/ayam, tepung terigu, telur, susu, produk perikanan, gula pasir, dsb. 2. Bahan Sandang: Tekstil dan produk tekstil, dsb. 3. Bahan Bangunan:Semen, industri baja/beton, rangka bangunan dsb. 4. Bahan Industri: Pupuk, minyak goreng, industri baja, kendaraan bermotor, peralatan listrik dan rumah tangga, pulp dan kertas, mesin-mesin dan listrik, ban, bahan jadi/rotan, keramik, meubel, dsb.
b. Lalulintas Transportasi Kontainer Penerapan teknologi peti kemas di KTI sudah menjalar pada pelabuhan-pelabuhan utama dan pengumpul seperti Makassar, Bitung, Ambon, Ternate, Pantoloan, Kupang, Sorong, Manokwari Jayapura dan Merauke. Perkembangan kapasitas kapal peti kemas mengalami kenaikan tiap tahunnya dan pada tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan dengan kapal barang sebagaimana pada gambar 3. Kapal barang sendiri mengalami perkembangan yang berfluktuasi dan jika dibandingkan volume | 37
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
tahun 2004 dan tahun 2009 mengalami penurunan. Untuk kapal lainnya cenderung mengalami penurunan tiap tahun.
Gambar 3 Kapasitas Ruang Kapal di Pelabuhan IBT ( GT)
Jumlah kunjungan kapal barang lebih banyak dibanding kapal peti kemas, disisi lain volume muatan kapal peti kemas lebih banyak. Hal ini terlihat pada semua pelabuhan, kecuali Pelabuhan Kupang. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pola penanganan barang di KTI lebih berorientasi pada penggunaan kapal petikemas. Frekuensi kunjungan kapal terbanyak di Pelabuhan Makassar, yakni sebesar 68 kapal tiap bulan atau berkisar 2-3 kapal per hari, disusul pada pelabuhan Pantoloan sebanyak 23 kapal per bulan, dan terendah adalah Pelabuhan Ambon sebanyak 6 kapal per bulan seperti pada gambar 4.
38 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Gambar 4 Frekwensi Kunjungan Kapal
Penanganan barang di pelabuhan KTI menurut kemasan barang, Jenis General Cargo mengalami penurunan pertumbuhan rata-rata -5,62% per tahun, kontainer sebanyak 17,22% per tahun dan jenis barang lainnya sebesar 3,23% per tahun. Jenis barang kontainer mengalami perkembangan tertinggi terjadi tahun 2000, yakni mencapai 39,39%, tahun 2005-2006 mengalami penurunan hingga -1,87% sebagaimana pada tabel 3. Tabel 3 Perkembangan Arus Barang Menurut Kemasan di KTI No
Tahun
Satuan
1 2 3 4 5 6
2000 2001 2002 2003 2004 2005
T/M3 T/M3 T/M3 T/M3 T/M3 T/M3
Jenis Barang G e n e r a l Kontainer B a r a n g Cargo Lainnya 6,985,323 3,764,379 61,897,316 5,642,101 4,751,878 80,619,697 5,357,972 6,279,013 76,768,580 4,857,266 7,801,355 66,845,092 4,615,050 8,757,690 65,046,982 3,937,855 9,514,280 70,196,611
Jumlah
72,647,018 90,729,547 87,662,643 85,503,713 79,446,773 83,648,746
| 39
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
7 2006 T/M3 3,087,970 9,336,737 61,328,170 8 2007 T/M3 2,515,668 10,390,043 61,121,668 9 2008 T/M3 2,316,024 11,814,624 73,478,796 10 2009 T/M3 1,220,170 14,014,331 83,448,894 Pertumbuhan rata-rata (5.62) 17.22 3.23 (%/tahun) Sumber : Pelindo IV, Tahun 2011
73,180,575 74,599,681 87,609,444 98,683,395 3.27
Pergerakan angkutan kontainer di wilayah KTI, umumnya berasal dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya serta dari Makassar (baik komoditi surplus Sul-Sel maupun barang-barang transit dari Pulau Jawa). Pelabuhan penerima, umumnya Pelabuhan Tenau, Bitung, Ambon, Sorong dan Jayapura Papua dan umumnya sistem port to port. Kecuali untuk wilayah Bitung peredaran kontainer dari pelabuhan Bitung sudah terjangkau sampai kota Manado) dengan tingkat kapasitas dan goemetrik/konstruksi jalan masih sangat terbatas. Pergerakan kontainer dari Tanjung Priok, Tanjung Perak atau dari Makassar hanya sampai di Kontainer Yard masing-masing pelabuhan seperti Ambon, Sorong, Jayapura, Pantoloan, dan Tenau.Hal ini, disebabkan terbatasnya kapasitas, konstruksi dan Goemetrik jalan. Gambaran pola pergerakan peti kemas seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 Jaringan Trayek Angkutan Kontainer
40 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Model permintaan kontainer memperlihatkan bahwa, faktor penduduk berpengaruh kuat terhadap kegiatan perdagangan peti kemas. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan berpengaruh pada pelabuhan Makassar dan Sorong. Indikasi seperti ini menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan berorientasi supply dan melayani kebutuhan barang industrialisasi di wilayah IBT. Sektor-sektor dengan variabel pengaruh sangat kuat terkait dengan perdagangan melalui peti kemas di IBT adalah pertambangan dan penggalian (X2), listrik, gas dan air bersih (X4), konstruksi (X5), pengangkutan dan komunikasi (X7), jasa-jasa (X9), dan jumlah penduduk (X10). Y (KTI) = - 201690,1 + 1,156 X1 + 1,241 X2 + 3,134 X3 +
42,673 X4 + 3,206 X5 + 1,939 X6 + 3,310 X7 +
4,982 X8 + 1,916 X9 + 14,343 X10
Variabel yang memiliki pengaruh kuat memperlihatkan bahwa wilayah IBT sebagai wilayah sedang berkembang, didominasi pergerakan barang kontainer non pertanian. Pertambangan dan lainnya merupakan sektor unggulan wilayah IBT. Pada tahun 2032, diperidiksi bahwa sektor yang memiliki nilai kontribusi tertinggi adalah sektor jasa-jasa dan perdagangan, hotel dan restoran. Kondisi ini mengindikasikan pergeseran kontribusi sektor terhadap PDRB, dimana pada tahun 2012 sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor dominan, kemudian sektor Pertambangan dan Penggalian.
Gambar 6 Proyeksi Permintaan Kontainer di IBT | 41
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
IV. KESIMPULAN Terjadi perubahan fungsi pelabuhan angkutan konvensional menjadi angkutan kontainer. Sebagian besar dermaga dan fasilitas bongkar muat belum direncanakan untuk melayani kontainer, kecuali pelabuhan khusus kontainer Makassar dan Bitung. Keterbatasan luas lahan untuk pengembangan fasilitas sisi darat, kondisi geometrik jalan penghubung ke hinterland belum direncanakan memerlukan peningkatan fungsi dan perkuatan konstruksi jalan. Komoditi belum terkonsentrasi pada suatu wilayah dan pelabuhan, tidak seimbang muatan antara pelabuhan asal dan tujuan sehingga berdampak pada biaya transportasi logistik. Mayoritas pelabuhan-pelabuhan pengumpul dan pengumpan memerlukan revitalisasi penyesuaian terhadap permintaan muatan roda dan multikemas. Kedalaman kolam pelabuhan belum mampu melayani kapal kontainer Generasi III (kapasitas 2.000 – 3.000 TEUs). Konseptual prarancangan kapal, tipologi kapal multiguna (penumpang, gencar, muatan roda), ukuran ruang kapal hendaknya disesuaikan dengan permintaan, menggunakan teknologi kemasan barang dalam bentuk kontainer dan disesuaikan dengan kondisi Alam dan fasilitas pelabuhan serta layak teknis. DAFTAR RUJUKAN [1] Ralahalu, K. A., Jinca, M.Y., Antonius, S. Siahaan, L.D., 2013. Development of Indonesia Archipelago Transportation, Brilliant International, Surabaya. [2] Jinca, M. Yamin, 2011. Transportasi Laut Indonesia (Analisis Sistem dan Studi Kasus), Brillian Internasional, Surabaya. [3] Peraturan Presiden RI Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Accelaration Expansion Economic of Indonesia (MP3EI). [4] Peraturan Presiden RI Nomor: 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pembangungan Sistem Logistik Nasional. 42 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
[5] L. Denny Siahaan, dkk., 2013. Container Sea Transportation Demand In Eastern Indonesia, International Refereed Journal of Engineering and Science (IRJES) ISSN (Online) 2319-183X, (Print) 2319-1821 Volume 2, Issue 9 (September 2013), PP.19-26 [6] Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 49 Tahun 2005 tentang Sistranas. Departemen Perhubungan. [7] Peraturan Pemerintah RI Nomor: 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multi Moda, Kementerian Perhubungan. [8] Balitbang Kemenhub, (2010). Studi Lokasi Pelabuhan Utama dan pengumpul di KTI dalam Perspektif Logistik. [9] Balitbang Kemenhub, (2011). Studi Pengembangan Angkutan Kontainer Domestik untuk Logistik KTI.
| 43
Dewan Riset Nasional
44 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
STABILITAS KAPAL – SATU ASPEK PENTING KESELAMATAN KAPAL Djauhar Manfaat 1,2 1. Pendahuluan Keselamatan kapal adalah hal yang sangat esensial, karena hal ini menyangkut tidak hanya keselamatan kapal itu sendiri, tetapi juga keselamatan dari banyak hal yang lain, terutama keselamatan jiwa yang ada dalam kapal.Namun demikian, sayangnya, kecelakaan kapal masih sering terjadi hingga saat ini, termasuk yang banyak terjadi di Indonesia.Badanbadan investigasi keselamatan transportasi di negara-negara, termasuk Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), telah melakukan upaya-upaya investigasi yang diperlukan terhadap penyebab-penyebab kecelakaan kapal.Lebih dari pada itu, untuk meningkatkan kualitas investigasi, beberapa negara bahkan telah menyelenggarakan program-program kerjasama, dalam bentuk penyelenggaraan workshops, trainings, courses, dan lain-lain tentang keselamatan transportasi laut. Terdapat banyak penyebab terjadinya kecelakaan kapal, yang meliputi malfungsi perlengkapan keselamatan kapal, sistem olah gerak kapal (ship maneuvering) yang tidak baik, perlengkapan keselamatan kapal yang kurang ergonomis, kurangnya pelatihan Anak Buah Kapal (ABK), kelelahan fisik ABK, kurangnya profesionalisme ABK, sistem perawatan kapal yang tidak baik, dan permasalahan-permasalahan teknis dalam operasional kapal [1]. Salah satu permasalahan teknis ini yang sering menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan kapal adalah stabilitas kapal yang tidak memadai. Oleh karena itu, untuk tujuan keselamatan kapal, stabilitas sebuah kapal harus ditentukan dengan tepat,baik dalam tahap desain maupun pada saat kapal akan berlayar. 1 2
Anggota Komisi Teknis Teknologi Transportasi, Dewan Riset Nasional 2012-2014 Guru Besar Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Surabaya e-mail:
[email protected]
| 45
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Terdapat banyak metode perhitungan dan analisis stabilitas kapal yang telah dikembangkan.Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode Krylov yang diuraikan dalam [2].Metode ini meliputi langkah-langkah rinci perhitungan nilai-nilai lengan stabilitas statis (umumnya dikenal sebagai angka GZ) pada berbagai sudut oleng. Oleh karenanya, metode ini menghasilkan hasil-hasil perhitungan yang akurat. Metode lain adalah yang dikembangkan oleh Barnhart and Thewlis [3].Metode ini lebih sederhana dari pada metode Krylov. Metode ini hanya memerlukan data ukuran utama kapal dan koefisien-koefisien bentuk badan kapal sebagai input untuk perhitungan nilai-nilai GZ yang membuat hasil-hasil perhitungannya kurang akurat jika dibandingkan dengan hasil-hasil perhitungan dengan metode Krylov. Manfaat et al. [4] juga telah mengembangkan metode alternatif perhitungan nilai-nilai GZ. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung dan menganalisis stabilitas kapal dengan cepat dengan menggunakan sarat kapal sebagai data input awal. Metode ini juga telah diimplementasikan dalam sebuah sistem komputer. Sistem ini dapat menghasilkan hasil-hasil analisis stabilitas kapal yang tidak banyak berbeda dengan data yang normalnya ditulis dalam sebuah Final Stability Booklet; sebuah dokumen kapal yang memberikan informasi tentang stabilitas sebuah kapal. Dalam Stability Booklet hasil-hasil perhitungan stabilitas ketika kapal tiba di pelabuhan dan pada saat kapal sebelum berlayar, dengan variasi pembebanan muatan, ditulis.Keuntungan dari penggunaan sistem ini dibandingkan dengan Stability Booklet adalah bahwa sistem ini dapat digunakan untuk berbagai tipe kapal dan dalam kondisi normal maupun krusial.Dengan sistem ini, Syahbandar dapat memperoleh informasi tentang kondisi stabilitas kapal, apakah stabil atau labil secara cepat, sehingga Syahbandar dapat membuat sebuah keputusan cepat tentang apakah kapal dapat berlayar atau tidak. Dengan mengingat bahwa stabilitas kapal adalah satu aspek penting keselamatan kapal, maka dalam artikel ini sebuah kajian singkat tentang teori stabilitas kapal diuraikan. 46 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
2. Stabilitas Kapal Stabilitas kapal dapat didefinisikan sebagai kemampuan kapal untuk kembali ke keadaan tegak (even keel) dari keadaan oleng ketika gaya-gaya eksternal yang bekerja pada kapal yang menyebabkan kapal oleng dihilangkan [5]. Contoh gaya-gaya eksternal meliputi ombak, arus, angin, tumbukan dengan dermaga, kapal lain atau kandas [6]. Ketika sebuah kapal dalam keadaan tegak, maka garis-garis kerja dari gaya berat kapal dan gaya apung atau displacement kapal serta garis tengah atau centre line kapal akan berimpit, dan dapat dikatakan disini bahwa kapal dalam keadaan seimbang atau diam [6]. Sebaliknya, ketika kapal dalam keadaan oleng, jika tidak ada muatan yang bergeser atau tidak ada muatan cair, maka titik berat kapal (G) tidak akan bergeser. Dalam situasi seperti ini, titik pusat gaya apung (B) akan bergeser, dan sebagai akibatnya akan terdapat sepasang gaya, yaitu gaya berat dan gaya apung, yang besarnya sama dan mempunyai jarak tertentu yang membentuk sebuah momen kopel. Momen kopel ini disebut dengan momen penegak (righting moment) yang akan mengembalikan kedudukan kapal ke keadaan tegak [6]. Terdapat tiga keadaan stabilitas dari sebuah kapal, yaitu stabil, netral dan labil. Ketiga keadaan ini akan diuraikan secara singkat dibawah ini. 2.1. Keadaan stabil Kapal dalam keadaan stabil dijelaskan melalui Gambar 1. Dalam gambar ini, garis kerja gaya berat kapal yang melalui titik G berada disebelah kiri dari garis kerja gaya apung atau displacement yang besarnya adalah YV (Y=gamma= massa jenis air dimana kapal mengapung, dan V = displacement volume kapal), dan titik pusat gaya apung B0 bergeser ke titik BO. Momen kopel (righting moment) yang dibentuk oleh kedua gaya ini akan memutar badan kapal kembali ke keadaan tegak. Dalam keadaan ini, dikatakan bahwa kapal dalam keadaan stabil.
| 47
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
WL atau Water Line atau garis air adalah sarat kapal dalam keadaan tegak, sedangkan WL1 adalah sarat kapal dalam keadaan oleng. O adalah sudut oleng kapal. Titik M adalah titik Metacentre; titik perpotongan antara garis kerjagaya apung YV yang melalui titik B0 dan yang melalui titik BO dan tegak lurus WL1.
Gambar 1. Sebuah kapal dalam keadaan stabil [6].
2.2. Keadaan Netral Kapal dalam keadaan netral dijelaskan melalui Gambar 2. Dalam gambar ini, garis kerja gaya berat kapal yang melalui titik G berimpit dengan garis kerja gaya apung atau displacement (YV), dan titik pusat gaya apung B0 sedikit bergeser ke titik BO. Oleh karenanya, tidak terdapat momen kopel (righting moment) yang dibentuk oleh kedua gaya ini. Hal ini berarti bahwa badan kapal tidak akan kembali ke keadaan tegak, tetapi kapal akan tetap pada kedudukan dalam keadaan oleng yang terakhir. Dalam keadaan ini, dikatakan bahwa kapal dalam keadaan netral.
Gambar 2. Sebuah kapal dalam keadaan netral [6]. 48 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
2.3. Keadaan Labil Kapal dalam keadaan labil dijelaskan melalui Gambar 3. Dalam gambar ini, garis kerja gaya berat kapal yang melalui titik G berada disebelah kanan dari garis kerja gaya apung atau displacement (YV), dan titik pusat gaya apung B0 sedikit bergeser ke titik BO. Oleh karenanya, momen kopel (righting moment) yang dibentuk oleh kedua gaya ini akan semakin memutar badan kapal kearah yang sama dengan arah oleng kapal, sehingga membuat kedudukan badan kapal semakin oleng.Dalam keadaan ini, dikatakan bahwa kapal dalam keadaan labil.
Gambar 3. Sebuah kapal dalam keadaan labil [6].
3. Kurva Stabilitas Untuk menganalisis stabilitas sebuah kapal secara keseluruhan, sebuah kurva stabilitas dibuat.Kurva stabilitas statis menunjukkan besarnya lengan stabilitas statis (GZ) pada tiap-tiap sudut oleng (O) [7].Gambar 4 menunjukkan contoh sebuah kurva stabilitas statis dengan sumbu horizontal merepresentasikan sudut oleng (O), sedangkan sumbu vertikal merepresentasikan besarnya GZ. Pada kurva tersebut tinggi MG juga digambarkan dimana letaknya adalah pada O = 1 radian = 1 rad = 57,3°. Disamping itu, pada sudut-sudut oleng (O) awal, kurva GZ cenderung menyinggung garis miring yang menghubungkan titik pusat sumbu koordinat dan titik ujung tinggi MG.
| 49
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Gambar 4. Contoh sebuah kurva stabilitas statis [7].
Berikut ini adalah penjelasan dari gambar kurva stabilitas dalam Gambar 4 : • Pada sudut oleng (O) = 0º besarnya GZ adalah 0 (nol) dan MG > 0. Hal ini berarti bahwa kapal pada kondisi tegak dan oleh karenanya berada dalam keseimbangan stabil. • Semakin besar sudut oleng(O), maka semakin besar GZ hingga mencapai puncaknya pada sudut oleng tertentu. Setelah itu, besar GZ akan semakin mengecil. • Besarnya GZ yang semakin mengecil akan mencapai titik dimana GZ akan bernilai 0 (nol) kembali. Hal ini berarti bahwa pada sudut oleng tersebut kapal akanmengalamicapsize(terguling). Selanjutnya, jika letak titik M berada di atas titik G, maka dikatakan bahwa kapal berada dalam keseimbangan stabilpada posisi tegak (lihat Gambar 5a). Namun, jika letak titik M berada di bawah titik G, maka dikatakan bahwa kapal berada dalam keseimbangan labil pada posisi oleng (lihat Gambar 5b).Sementara itu, contoh kurva stabilitas statis untuk keadaan dimana letak titik M berada di bawah titik G (MG < 0) ditunjukkandalam Gambar 6.
50 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
(a)
(b)
Gambar 5. Sebuah kapal dalam keseimbangan: (a) stabil dan (b) labil [7].
Dapat diamati dalam Gambar 6 bahwa karena besar MG < 0, maka pada sudut-sudut oleng (O) awal besar GZ bernilai negatif, tetapi seiring dengan bertambah besarnya O, besar GZ secara bertahap berubah dari negatif menjadi positif hingga mencapai puncaknya pada sudut oleng tertentu. Kemudian, besar GZ ini akan semakin mengecil hingga bernilai 0 (kapal mengalami capsize).
Gambar 6. Contoh sebuah kurva stabilitas statis dengan nilai (MG < 0)[7].
| 51
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
4. Kriteria Stabilitas Ketika mendesain sebuah kapal, perhitungan dan analisis stabilitas kapal tersebut harus dilakukan.Stabilitas kapal dari hasil perhitungan ini harus memenuhi kriteria stabilitas yang ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO).Kriteria stabilitasinidigambarkandengan kurva stabilitas statis yang ditunjukkan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Contoh kurva stabilitas statis yang menjelaskan kriteria stabilitas menurut IMO [7].
Kriteria stabilitas menurut IMO (dengan acuan Gambar 7). Luas gambar di bawah kurva lengan penegak atau lengan stabilitas statis GZ : • Tidak boleh kurang dari 0.055 meter.radian sampai sudut oleng O = 30°. • Tidak kurang dari 0.09 meter.radian sampai sudut oleng O = 40° atau sudut air masuk Of jika sudut ini kurang dari 40°. • Luas gambar di bawah kurva lengan penegak GZ antara sudut oleng 30° dan 40° atau sudut air masuk Of jika sudut ini kurang dari 40°, tidak boleh kurang dari 0.03 meter.radian. • Lengan penegak GZ harus paling sedikit 0.2 meter pada sudut oleng 30° atau lebih. • Lengan penegak maksimum sebaiknya terjadi pada sudut oleng tidak kurang dari 25°. 52 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
• Tinggi Metacenter awal GM0atau MG tidak boleh kurang dari 0.15 meter. Kriteria stabilitas diatas adalah kriteria umum. Disamping itu, masih terdapat kriteria angin kencang dan kriteria kapal berbelok [7]. Demikian pula, untuk kapal penumpang, terdapatkriteria sekoci penyelamat yang siap diturunkan dan kriteria lain untuk jenis kapal tertentu [7]. Referensi [1] Untung, S., (2012), “Investigator of Marine Transport Accidents”, Training Material, In-house Training on Knowledge and Update of Investigation of Marine Transport Accidents, the National Transportation Safety Committee (NTSC) of Indonesia, Mataram, Indonesia, 7-8 November. [2] Semyonov-Tyan-Shansky, V., (2004), “Statics and Dynamics of the Ship: Theory of Buoyancy, Stability and Launching”, International Law Taxation, United States. [3] Barnhart, R. E. and Thewlis, A. M., (1956),“Computation of righting arms from principal dimensions and coefficients”, in George C. Manning, “The Theory and Technique of Ship Design, Appendix I, The Technology Press of the Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts, USA. [4] Manfaat, D., Arifin, M. and Hasanudin, (2013), “An Alternative Approach to Analyzing the Stability of a Ship Using Ship Draughts as the Initial Input Data”, Proceeding of Pacific 2013- International Maritime Conference, Sydney, Australia, 7-9 October. [5] Rawson, K. J. and Tupper, E. C., (2001), “Basic Ship Theory”, Volume 2: Ship Dynamic and Design, Longman Group Limited, Jordan Hill, Oxford, UK. [6] Panunggal, P. E., Manfaat, D., Nasirudin, A., Hasanudin dan Zubaydi, A.(2006). Teori Bangunan Kapal I, Handout Kuliah, Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS. [7] Panunggal, P. E. (2011). Teknik Analisis Konstruksi dan Stabilitas | 53
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Kapal, Bahan Pelatihan, Pelatihan tentang Keselamatan Transportasi Kapal, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kementerian Perhubungan RI, Surabaya, Nopember.
54 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
OBAT : REALITA, NASIONALISME DAN PERGAULAN DUNIA Lucky S. Slamet 1 I. PENDAHULUAN Posisi Indonesia secara geopolitik dan geostrategi, kepemilikan kekayaan sumber daya alam serta populasi urutan ke empat di dunia banyak mengundang berbagai negara lain untuk melakukan berbagai kepentingannya di Indonesia. Hal ini semakin gencar terjadi pada era globalisasi dimana terjadi liberalisme perdagangan, yang pada satu sisi memberikan peluang Indonesia untuk berperan di kancah global, tetapi pada sisi lain dapat timbul berbagai dampaknya, termasuk dampak terhadap bidang kesehatan dan obat. Dekade terakhir telah membuktikan beberapa contoh dampak globalisasi dibidang kesehatan seperti, penyebaran penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dari RRC ke Kanada dalam waktu singkat, penyebaran virus polio dari India ke bagian utara Minesota, Amerika Serikat dan terjadinya outbreak penyakit Meningitis pada jemaah haji. Di bidang obat, menipisnya entry barrier suatu wilayah negara pada era globalisasi, misalnya Indonesia, akan meningkatkan pemasukan obat ke wilayah Indonesia yang memberi beberapa konsekuensi antara lain, meningkatnya peredaran obat ilegal / tidak memenuhi syarat khasiat, keamanan dan mutu, termasuk obat palsu, penawaran obat ilegal secara on-line melalui kecanggihan teknologi internet , serta berkurangnya daya saing obat produksi Indonesia, karena membanjirnya produk impor dan maraknya. Dampak globalisasi ini harus diwaspadai Indonesia secara strategik agar dapat melakukan perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia secara menyeluruh dari paparan penyakit global dan sekaligus juga dari serbuan obat impor ilegal termasuk obat palsu yang berisiko terhadap kesehatan. 1
Anggota Komisi Teknis Teknologi Kesehatan dan Obat, Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 55
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Indonesia telah mengatur bidang Kesehatan dan obat sesuai Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Undang-undang ini mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dimana setiap orang mempunyai hak yang sama dalam akses kesehatan, termasuk antara lain dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Kondisi ini merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan sumber daya manusia yang sehat dan sekaligus berkualitas. Selain itu, negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan akses obat yang aman, berkhasiat dan bermutu, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, disamping perlu mengupayakan peningkatan kemampuan industri obat dalam negeri untuk dapat bersaing dengan industri luar negeri. II. TANTANGAN BIDANG OBAT DI INDONESIA Letak geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan yang dibagi dalam 33 propinsi dengan 429 kabupaten/kota memberikan tantangan dan konsekuensi yang cukup berat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan serta ketersediaan dan akses obat yang merata untuk cakupan area yang sangat luas, utamanya dalam penanggulangan penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Indonesia. Tantangan khusus juga dihadapi dalam pelaksanaan pengawalan agar obat terjamin khasiat, keamanan dan mutunya saat dipergunakan oleh masyarakat. Di sisi lain, seiring dengan peningkatan taraf ekonomi dan perubahan gaya hidup (life style), tuntutan masyarakat terus meningkat, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih canggih, dengan jenis obat yang lebih baik dan beragam. Walaupun pada saat ini lebih dari 90 % obat yang beredar telah diproduksi di Indonesia dengan kecenderungan pangsa pasar farmasi yang meningkat dari tahun ke tahun (gambar 1), tetapi beberapa hal khusus seperti ketergantungan akan bahan baku impor dan adanya ketentuan yang diatur oleh WTO (World Trade Organ56 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
ization) antara lain IPR (Intelectual Property Right), menjadi salah satu kendala terhadap produktivitas pengembangan obat di Indonesia. Gambar 1 . Perkiraan Pasar Farmasi Indonesia 2010-2020
Sumber : Bussiness Monitor Q3 2011
Industri Farmasi di Indonesia umumnya merupakan produsen formulasi obat dari bahan baku obat yang di impor terutama dari RRC, India dan beberapa negara Eropa. Pola ini umumnya dilakukan baik oleh Industri Farmasi Nasional, maupun Industri Farmasi Multi Nasional yang berdomisili di Indonesia. Kegiatan Reseach and Development (R&D) bidang obat di Industri Farmasi sangat terbatas dengan dukungan pembiayaan rata-rata dibawah 2 % dari total penjualan. Riset yang dilakukan umumnya terbatas pada pengembangan formula produk dan belum banyak terkait dengan pengembangan bahan baku obat dan obat baru. Menyadari bahwa kondisi ini dapat menyebabkan antara lain produk obat Indonesia tidak akan mampu bersaing dengan produk industri farmasi pada segmen pasar obat paten/obat inovatif, maka beberapa Industri Farmasi domestik telah berupaya untuk melakukan pengembangan obat di Indonesia, utamanya dengan memanfaatkan bahan alam Indonesia. Pengembangan obat herbal ini didukung oleh Kebijakan Obat Tradisional Nasional sebagai panduan pengembangan (i)Jamu, warisan budaya | 57
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
bangsa Indonesia sebagai produk “brand Indonesia”, (ii)Obat Herbal Terstandar, produk dengan simplisia terstandar dan penelitian sampai tahap uji non klinik, dan (iii)Fitofarmaka, produk dengan bahan terstandar dan penelitian sampai tahap uji klinik lengkap. Beberapa tanaman/ tumbuhan obat Indonesia yang diyakini mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan antara lain kumis kucing (Orthosiphon stamineus), lidah buaya (Aloe vera), temu ireng (Curcuma aeruginosa), jambu biji (Psidium guajava), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllantus urinada Linn), kunir (Cucuma domestika), mengkudu (Morinda citrifolia), brotowali (Tinospora cordfolia) dan cabe jawa (Piper retrofractum). Terkait dengan status pengembangan tanaman/tumbuhan obat Indonesia, sejak tahun 2003 sudah ditetapkan sekitar sembilan tanaman obat “siap” menjadi fitofarmaka, tetapi sampai saat ini baru terdapat lima jenis tanaman yang dipasarkan sebagai produk fitofarma yaitu produk antidiare non spesifik, pengurang nyeri sendi ringan, suplemen peningkat sistem imun, antihipertensi, peningkat stamina (khusus pria). Kenyataan ini mengindikasikan perlunya upaya lebih dinamis dalam pengembangan obat herbal yang dapat dipasarkan sebagai fitofarmaka. Pengembangan obat baru lain yang sudah dilakukan di Indonesia adalah pengembangan vaksin, walaupun masih berupa vaksin dari komponen tunggal atau kombinasi antigen yang sudah dikenal dan dipasarkan sebelumnya. Melihat kecenderungan peluang produk obat dimasa depan secara global, pengembangan vaksin baru dan produk biofarmasi, termasuk bioteknologi, merupakan riset pengembangan obat yang harus diprioritaskan di Indonesia dengan lebih terstruktur agar produk obat Indonesia yang dihasilkan riset tersebut dalam waktu dekat dapat ikut berperan pada segmen pasar obat inovatif, baik di pasar dalam negeri maupun pasar global.
58 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
III. STRATEGI PENGEMBANGAN OBAT DAN VAKSIN INOVASI DI INDONESIA Dari berbagai sumber, dapat diketahui bahwa penelitian dan pengembangan bidang kesehatan dan obat di Indonesia diprioritaskan antara lain untuk pengembangan obat yang bersumber bahan alam serta pengembangan vaksin, sera dan biofarmasi. Agar pelaksanaannya lebih efisien dan produktif maka diperlukan beberapa hal antara lain (i) penetapan arah Kebijakan dan Strategi Nasional penelitian pengembangan bidang obat dan vaksin serta (ii) adanya kemitraan secara nasional ataupun secara global dalam pelaksanaan penelitian. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Penelitian Pengembangan bidang Obat dan Vaksin telah dituangkan antara lain dalam Agenda Riset Nasional 2010-2014, khususnya Agenda Teknologi Kesehatan dan Obat. Dari tujuh tema riset prioritas dalam agenda tersebut, tiga tema riset prioritas terkait dengan pengembangan obat dan vaksin yaitu (i) Pengembangan Bahan Baku Obat, (ii) Pengembangan Obat Tradisional, termasuk pemanfaatan jamu dalam pelayanan kesehatan (saintifikasi jamu), dan Penerapan Bioteknologi dan Biologi Molekuler (Biotek Kesehatan). Sebagai contoh, dalam tema riset peningkatan sarana kesehatan obat, salah satu topik dalam sub tema penerapan bioteknologi dan biologi molekuler adalah pengembangan kandidat vaksin potensial untuk pengendalian penyakit menular (Malaria, TB, Dengue, HIV, SARS, Avian Flu/H5N1) dengan target ketersediaan kandidat vaksin untuk penyakit tersebut pada akhir tahun 2014. Pada tahun 2025 capaian yang diharapkan adalah kemandirian Indonesia untuk produksi vaksin-vaksin tersebut, baik untuk penggunaan di Indonesia, maupun untuk penggunaan global. Arah kebijakan dan Strategi Nasional untuk topik riset bidang kesehatan dan obat ini perlu dipertajam dalam Agenda Riset Nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke tiga 2015-2019, antara lain dengan menetapkan target yang lebih spesifik yaitu tersedianya produk obat herbal dan vaksin hasil inovasi Indonesia yang dapat dipasarkan. Dalam pembahasan topik riset bidang kesehatan dan obat, dari lima tema | 59
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
riset yang diusulkan, tiga tema terkait bidang obat dan vaksin yaitu (i) pengembangan vaksin dan produk obat berbasis biofarmasi (ii)Pengembangan obat herbal dan bahan baku obat berbasis keragaman hayati (iii) pengembangan obat dan alat kesehatan terkait pencegahan penyakit menular penyebab utama kematian. Terkait kemitraan nasional atau global dalam pelaksanaan pengembangan obat berbasis bahan alam serta vaksin, sera dan produk biofarmasi lain, hal ini hendaknya melibatkan berbagai unsur dari kelompok Akademia, Bisnis dan Pemerintah (ABG : Academia, Bussiness, Government). Salah satu contoh pola kerja sama ABG antara lain dalam pengembangan Vaksin Avian Influenza yang dilakukan oleh PT Biofarma sebagaimana Gambar 2. Mekanisme kerja sama ini melibatkan dukungan Pemerintah karena menjadikan pengembangan Vaksin Avian Influenza sebagai proyek nasional, dimana PT Biofarma diharapkan membuat vaksin Avian Influenza, dari sumber seed vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Seed Vaksin H5N1 UNAIR, Seed vaksin H5N1 KemKes, Seed Vaksin H1N1 KemKes). Pada saat seed vaksin Indonesia dikembangkan, PT. Biofarma melakukan peningkatan kapasitas dari aspek pengembangan formula, produksi dan pengujian, bekerja sama dengan pihak global seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO – World Health Organization) dan NIBSC (National Institute of Biological Standardization Centre). Walaupun mekanisme kerja sama ini telah dilaksanakan sampai tahap tertentu dan menghasilkan luaran yang cukup menjanjikan, tetapi finalisasi proyek nasional ini masih belum sesuai harapan karena terkendala masalah non teknis.
60 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Gambar 2. Contoh Kerja sama Akademia, Bisnis dan Pemerintah (ABG) WHO
NIBSC Pandemic H1N1 Seed Swine Flu Via Seasonal Flu A-California Down Stream: Sudah Up-Stream : dlm Proses Licensing BPOM RISET SENDIRI Seed H1N1 (Seas Flu) NIBSC
HIBAH Capacity Building, dg BIKEN
BIO FARMA
VAKSIN
PROYEK AI KEMKES Seed Vaksin H5N1 UNAIR
SEED VAKSIN
UNAIR
Seed Vaksin H1N1 DEPKES Seed Vaksin H5N1 DEPKES Seed Virus mana yg akan dipilih? - BENEFIT SHARING - SKEMA MTA
LITBANGKES
Sumber : Presentasi drs Iskandar, Dirut PT BioFarma pada rapat ITAGI 4 Agustus 2009
IV. PERKUATAN ASPEK REGULATORI PENDUKUNG Pengembangan obat dan vaksin di Indonesia tidak lepas dari peran aspek regulatori yang kondusif yang dapat mendukung akselerasi pelaksanaan riset terkait. Ada tiga faktor yang harus diperhitungkan sebagaimana Gambar 3, yaitu (i) Kebijakan bidang Kesehatan dan Sistem Kesehatan Nasional, (ii) Pengaturan dan Pengawasan produk Obat berbasis IPTEK, dan (iii) Kebijakan bidang industri, utamanya untuk industri farmasi (obat, bahan baku obat dan vaksin)
| 61
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Gambar 3. Tiga Faktor Kritis Pengembangan Bidang Obat dan Vaksin di Indonesia
Kebijakan kesehatan & Sistem Kesehatan
Pengaturan dan Pengawasan Prod – Distr Produk Farmasi
Kebijakan Bidang Industri, utamanya untuk Industri Farmasi
- Sistem Pembi-
ayaan Kesehatan
- Kebijakan Obat
Nasional - Ketersediaan & Keterjangkauan obat - Hak dan kewajiban Konsumen
- keseimbangan Peran (ekonomi, Teknologi & sosial) - Iklim investasi - R&D dan insentif ekonomi
- Jaminan khasiat, Keamanan, mutu -Standar dan Persyaratan (GMP,GLP, GCP, GDP) -Teknologi tinggi -Harmonisasi regional/ global
Sumber : Presentasi Ka Badan POM juni 2012 pada RTD (Round Table Discussion) Kebijakan pengembangan Industri Obat di Indonesia
1)Kebijakan bidang Kesehatan dan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Pengembangan obat dan vaksin telah tercakup dalam salah satu arah Kebijakan Pemerintah di bidang Kesehatan, antara lain, Kebijakan Obat Nasional, Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Demikian pula dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004, dimana dari enam subsistem yang ditetapkan, salah satu subsistem yang ditetapkan adalah tentang obat dan perbekalan kesehatan. Pada kenyataannya, arah kebijakan bidang kesehatan dan subsistem SKN tentang obat dan perbekalan kesehatan yang telah ditetapkan tersebut belum optimal dalam mendukung percepatan pengembangan obat dan vaksin inovasi Indonesia, baik dari pola inovasi riset, ketersediaan, akses maupun keterjangkauannya untuk masyarakat. Untuk itu perlu ada prioritas Pemerintah dengan mengedepankan tiga hal yaitu, (i) keberpihakan terhadap kepentingan nasional (kemandirian 62 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
dan daya saing) dimana obat dan vaksin harus diperlakukan sebagai kebutuhan pokok kehidupan ; (ii) fokus pada pengembangan beberapa produk unggulan yang jelas potensinya untuk kesehatan masyarakat dan dapat dipasarkan serta (iii) kerja sama dengan konsep ABG, utamanya karena adanya keterbatasan sumber daya Pemerintah. 2) Pengaturan dan Pengawasan Obat berbasis IPTEK Pendekatan berbasis IPTEK sesuai standar internasional dalam pengaturan dan pengawasan obat diperlukan dalam menjawab tantangan permasalahan bidang obat yang semakin kompleks untuk menjamin ketersediaan obat yang berkhasiat, aman dan bermutu, serta sekaligus juga untuk menggali bukti-bukti ilmiah yang dapat mendukung pengembangan obat dan vaksin inovasi Indonesia. Untuk itu, strategi operasional aspek regulatori pengembangan obat dan vaksin inovasi Indonesia, sebagaimana Gambar 4, adalah (i) pengembangan persyaratan pengembangan produk (pelaksanaan uji non klinik dan uji klinik); (ii) pengembangan persyaratan khasiat dan keamanan produk (data uji non klinik dan klinik); (iii) pengembangan persyaratan mutu (data mutu bahan aktif dan penunjang, uji stabilitas, validasi metoda analisa dan proses); (iv) n pemangku pengembangan persyaratan laboratorium (GLP – Good Laboratory Practices), dan persyaratan produksi (CPOB – Cara Pembuatan Obat yang Baik / GMP- Good Manufacturing Practices) ; (v) kajian berkala melibatkakepentingan (analisa kesenjangan, CAPA – Corrective Action and Preventive Action dan tindak lanjutnya); dan (vi) pembinaan regulatori (peningkatan kapasitas/kompetensi, forum kamunikasi dan jejaring kerja).
| 63
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Gambar 4. Strategi Operasional aspek regulatori Pengembangan Obat dan Vaksin inovasi di Indonesia
Sumber : Presentasi Ka Badan POM juni 2012 pada RTD (Round Table Discussion) Kebijakan pengembangan Industri Obat di Indonesia
3) Kebijakan bidang industri, utamanya untuk Industri Farmasi Mengingat produk obat dan vaksin merupakan komoditi yang memiliki peran dan fungsi khusus dari aspek ekonomi, teknologi dan sosial, maka Pemerintah perlu melakukan pengawalan atas keseimbangan ketiga aspek tersebut untuk kepentingan masyarakat luas. Walaupun Industri Farmasi di Indonesia memiliki potensi dan peluang yang besar dalam penguasaan pasar dalam negeri dan bahkan di ASEAN, namun kinerja untuk pengembangan obat dan vaksin inovasi Indonesia masih sangat terbatas. Dari berbagai sumber dapat diketahui bahwa kondisi ini tidak bisa dipisahkan dari kendala biaya besar yang harus dikeluarkan sedangkan potensi tingkat kegagalan pelaksanaan pengembangan tinggi. Disamping itu, Pemerintah belum memiliki kebijakan khusus arah pengemban64 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
gan Industri Farmasi di Indonesia dalam bentuk Rencana Strategik dan juga Peta Jalannya. Untuk itu, dalam menyeimbangkan aspek ekonomi, teknologi dan sosial tersebut, Pemerintah perlu menumbuhkan dan menjaga pertumbuhan iklim investasi, mendorong pelaksanaan R&D dengan pemberian insentif ekonomi tertentu. Sebaliknya, pihak Industri Farmasi harus menunjukan itikadnya dengan mencakup R&D yang terstruktur dalam rencana kerjanya. V. PENUTUP Kegiatan Reseach and Development (R&D) bidang obat dan vaksin di Indonesia sangat terbatas dengan dukungan pembiayaan rata - rata dibawah 2 % dari total penjualan . Tanggung jawab pengembangan obat dan vaksin inovasi terletak pada kerja sama yang erat antara Akademia, Pelaku Usaha / Bisnis dan Pemerintah (ABG) dengan tujuan utama melindungi kepentingan nasional dari ancaman dominasi produk asing, dan juga meningkatkan kemandirian dalam rangka mendukung kelangsungan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Ketersediaan produk obat dan vaksin inovasi Indonesia yang berkhasiat, aman, bermutu serta terjangkau, perlu dilakukan dengan strategi khusus sepanjang life cycle produk antara lain pemenuhan persyaratan sesuai standar internasional, mulai pada saat produk dalam tahap penelitian sampai dengan tahap pemasaran. Hal ini tidak hanya memberikan dampak terhadap perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan daya saing produk nasional yang mampu bersaing di pasar domestik maupun global.
| 65
Dewan Riset Nasional
66 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
IPTEK UNTUK PENYEDIAAN PANGAN DARI SEKTOR PERIKANAN : BANDENG SEBAGAI KOMODITAS PANGAN UNGGULAN Endhay Kusnendar 1
Kebijakan Pembangunan Perikanan Pada Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 Undang-undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan disebutkan bahwa produk perikanan merupakan sumber pangan bagi manusia. Hal ini sesuai dengan penjelasan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Dalam hal penyediaan pangan dari sektor perikanan maka arah kebijakan pembangunan perikanan adalah mengendalikan perikanan tangkap dan meningkatkan produksi perikanan budidaya. Produksi perikanan melalui kegiatan perikanan tangkap sudah sepatutnya harus dikendalikan/dibatasi karena stok ikan di banyak wilayah penangkapan di perairan laut Indonesia sudah dalam kondisi kritis akibat over fishing. Di beberapa wilayah masih dimungkinkan untuk dilakukan penangkan ikan, namun harus dilakukan pengaturan; sedangkan di beberapa wilayah yang sudah kritis harus dilakukan konservasi sumberdaya ikan. Berbeda dengan produksi perikanan budidaya yang dapat ditingkatkan “setinggi-setingginya” karena merupakan sumberdaya yang renewable. Ketersediaan lahan budidaya yang sangat luas, SDM yang terampil, sarana dan prasarana yang tersedia dan dukungan Iptek dimungkinan untuk mendukung kebijakan ini. Untuk itu, produk perikanan budidaya merupakan sumber pangan dari sektor perikanan pada masa kini dan yang akan datang. Di awal bekerjanya Kabinet Indonesia Bersatu II, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan beber1
Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian, Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 67
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
apa komoditas unggulan perikanan dalam rangka untuk mengakselerasi produksi perikanan Indonesia pada posisi yang lebih baik sebagai negara akuakultur di dunia, yang diharapkan pula dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan serta devisa negara. Sampai dengan tahun 2011, Indonesia menempati posisi ke 4 sebagai negara penghasil produk akuakultur di dunia setelah China, India dan Vietnam. Ikan bandeng merupakan salah satu diantara 10 komoditas unggulan yang ditetapkan. Tentunya ada beberapa alasan penting dengan penetapan ikan bandeng sebagai komoditas unggulan, antara lain adalah (1) Indonesia mempunyai tambak yang cukup luas (lebih dari 450 ribu Ha), yang sebagian besar merupakan tambak tradisional untuk budidaya bandeng, (2) Usaha budidaya tambak, khususnya budidaya bandeng sudah dikenal dan dilakukan masyarakat sejak abad XII, sehingga teknologi budidaya bandeng sudah dikuasai oleh masyarakat, (3) Ikan bandeng dapat dipelihara dan tumbuh dengan baik di tambak tradisional dengan hanya bergantung dari pakan alami, (4) Resiko kegagalan akibat penyakit rendah karena ikan bandeng tahan terhadap penyakit, (5) Tersedianya benih (nener) dalam jumlah cukup dengan suplai yang kontiyu melalui produksi pembenihan, memungkinkan usaha budidaya bandeng dilakukan sepanjang tahun, (6) Ikan bandeng merupakan ikan yang cukup dikenal oleh masyarakat Asia, khususnya Asia Tenggara sebagai ikan konsumsi yang cukup populer di antara ikan konsumsi lainnya, bahkan ikan bandeng merupakan komoditas ekspor yang cukup penting. Oleh karena itu, ikan bandeng relatif mudah diserap oleh pasar, dan (7) Produk olahan bandeng yang beragam dapat memenuhi kebutuhan beragam konsumen. Usaha budidaya bandeng mempunyai peran yang cukup penting bagi sektor perikanan, karena tidak saja merupakan usaha yang menguntungkan bagi masyarakat tetapi juga dapat menjadi sumber devisa negara. Sebagai komoditas budidaya unggulan nasional, maka bandeng telah memberikan kontribusi terbesar ketiga setelah udang dan rumput. Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah menetap68 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
kan ikan bandeng sebagai komoditas unggulan diantara 10 komoditas perikanan budidaya, telah memacu peningkatan produksi bandeng yang cukup signikan. Selama lima tahun terakhir, produksi bandeng meningkat rata-rata 17,15 % per tahun (Ditjen Perikanan Budidaya, 2013). Namun demikian, peningkatan produksi bandeng di tanah air ini masih belum mampu melampaui produksi bandeng yang dicapai oleh Filipina, yang merupakan produsen terbesar bandeng di dunia. Data statistik FAO menunjukkan bahwa produksi bandeng Filipina tahun 2009 adalah 347.588 ton, diikuti oleh Indonesia sebanyak 328.287,5 ton dan Taiwan sebanyak 40.821 ton. Padalah Indonesia mempunyai lahan tambak lebih luas dari Filipina, dan juga merupakan produsen terbesar benih bandeng (nener) di dunia. Namun demikian bila dilihat dari capaian produksi bandeng nasional pada tahun 2012 sebesar 518.939 ton atau sekitar 101,08 % dari target 513.400 ton, tampaknya produksi bandeng Indonesia sudah menyamai atau bahkan melampaui produksi bandeng Filipina. Dalam upaya memacu peningkatan produksi dan daya saing, pemerintah juga menetapkan bandeng selain komoditas udang, rumput laut dan ikan patin sebagai komoditas untuk program industrialisasi perikanan. Kebijakan program industrialisasi bandeng ini diarahkan untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing produk, sehingga Indonesia akan mampu meningkatkan ekspor bandeng, khususnya dalam bentuk olahan. Pengembangan budidaya bandeng melalui program industrialisasi dilakukan dengan pendekatan sistem kawasan (cluster). Di setiap kawasan dilakukan demonstration farm (demfarm) dengan menerapkan teknologi yang lebih maju, seperti yang dilakukan pada industrialisasi budidaya udang. Dengan menerapkan demfarm pada kawasan, diharapkan target produksi bandeng 600 ribu ton pada tahun 2013 dapat tercapai. Bandeng dan Sejarah Budidaya Tambak Ikan bandeng, dengan nama latin Chanos chanos, termasuk dalam famili Chanidae, dan merupakan satu-satunya spesies yang masih | 69
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
ada dalam famili ini. Ikan bandeng cenderung hidup bergerombol di sekitar pantai dan pulau-pulau berkoral. Perkawinan dan pemijahan ikan bandeng terjadi di laut. Ikan bandeng yang baru menetas akan hidup di laut selama 2–3 minggu, lalu benih bandeng yang oleh pembudidaya tambak di Indonesia disebut dengan nama nener bermigrasi ke daerah hutan bakau yang berair payau dan kadang-kadang benih bermigrasi ke danau berair asin. Bandeng akan kembali lagi ke laut jika sudah dewasa dan akan berkembang biak. Di dunia internasional, ikan bandeng dikenal dengan nama milkfish karena kekhasan warna tubuhnya yang putih susu mengkilat. Sedangkan beberapa nama lokal untuk bandeng di Indonesia, antara lain adalah bolu di Sulawesi, muloh di Kalimantan, agam di Sumatera dan bandang di Maluku. Penyebaran ikan bandeng cukup luas, hidup di pantai mulai dari Jepang sampai ke Australia, dari pantai timur Afrika dan Madagaskar sampai ke berbagai pulau di Samudera Pasifik. Ikan bandeng tumbuh dan berkembang baik di daerah tropis hingga sub-tropis, meliputi daerah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, mulai dari Laut Merah ke timur Afrika, Teluk Aden, India, Srilanka, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Indonesia, Taiwan, Jepang bagian selatan, Kepulauan Pasifik, Australia, Selandia Baru dan pantai barat Amerika (Villaluz et al., 1982). Mungkin banyak masyarakat, termasuk insan perikanan belum mengetahui tentang sejak kapan budidaya tambak, khususnya budidaya bandeng dilakukan di tanah air. Menurut sejarahnya, awal mulanya budidaya ikan bandeng di Indonesia adalah berasal dari daerah Jawa Timur, yaitu sejak era kerajaan Majapahit, yang dilakukan oleh para narapidana yang dibuang ke daerah pantai. Mereka membuat petakan dari batu-batuan dan tanah untuk menampung air laut pada saat pasang. Petakan tersebut tidak memiliki pintu dan tidak memiliki saluran air yang permanen yang selanjutnya dinamakan tambak. Benih ikan bandeng yang dinamakan nener masuk dengan sendirinya bersamaan dengan air pasang, 70 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
kemudian setelah besar ditangkap untuk dikonsumsi sendiri dan konon bandeng yang besar diberikan kepada raja sebagai upeti. Selanjutnya usaha budidaya bandeng berkembang di sepanjang pantai utara Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Maluku serta ke negara tetangga (Kusnendar dan Sudjiharno, 1980). Sampai saat ini budidaya bandeng berkembang dengan baik di Indonesia, Filipina dan Taiwan, serta menjadikan ketiga negara ini sebagai produsen bandeng terbesar di dunia. Dilihat dari sejarahnya, sudah sepantasnya Indonesia mempunyai tambak tradisional terluas di dunia . Sampai saat ini tercatat lebih dari 450 ribu Ha tambak yang ada di Indonesia, yang lebih dari 75 persennya merupakan tambak tradisional. Pertambakan tradisional di Indonesia diicirikan dengan bentuk petakan yang tidak beraturan dan ukuran yang bervariasi antara 1 – 10 Ha, bahkan ada yang menyerupai danau kecil. Distribusi luas lahan pertambakan sebagian besar terdapat di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Lampung. Yang paling menarik dalam budidaya bandeng ini adalah para petambak tradisional melakukan kegiatan usaha budidaya bandeng berdasarkan “teknologi” yang diwariskan secara turun temurun sejak beberapa abad yang lalu. Di antara komoditas budidaya tambak (seperti udang dan rumput laut), sampai saat ini ikan bandeng masih merupakan komoditas utama budidaya untuk sebagian besar pembudidya tambak, khususnya untuk tambak-tambak tradisional. Hal ini disebabkan resiko kegagalan relatif kecil dibandingkan dengan budidaya udang, karena ikan bandeng mudah dibudidayakan, tahan penyakit dan toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan. Hal yang spesifik dengan ikan bandeng adalah sifatnya yang euryhaline dengan toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas (0-50 ppt). Oleh karena itu, ikan bandeng dapat dipelihara mulai di peraiaran tawar sampai dengan laut. Keberhasilan dan keberlanjutan usaha budidaya bandeng di sawah tambak di Lamongan dan budidaya bandeng di beberapa waduk/bendungan, seperti waduk Jatiluhur, bend| 71
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
ungan Sutami Karangkates Malang dan Ranu Grati Pasuruan merupakan salah satu bukti keunggulan bandeng sebagai komoditas budidaya di semua ekosistem. Dengan sifat unggul bandeng ini maka ikan bandeng merupakan salah satu komoditas budidaya yang cocok untuk perubahan iklim. Sifat unggul yang lain dari ikan bandeng adalah tahan terhadap penyakit. Sejak awal perkembangan usaha budidaya bandeng di Indonesia, sampai saat ini belum pernah terjadi kasus kematian massal yang disebabkan oleh penyakit. Bahkan bandeng dijadikan sebagai komoditas untuk revitalisasi budidaya tambak pada saat terjadi kegagalan usaha budidaya udang yang disebabkan oleh penyakit, khususnya pada budidaya udang windu yang sampai saat ini belum mampu diatasi sepenuhnya. Dengan perkembangan teknologi, usaha budidaya bandeng di tanah air tidak hanya dilakukan secara tradisional tetapi juga dilakukan dengan teknologi yang lebih maju (tradisional plus, semi-intensif dan intensif) dan polikultur dengan komoditas lain (udang, rumput laut dan ikan nila). Walaupun sekarang ini nener dari alam sulit didapat, namun keberhasilan dalam memproduksi massal di pembenihan (hatchery) sejak akhir tahun 1980-an telah mampu mengatasi kendala dalam penyediaan benih. Usaha pembenihan bandeng secara komersial tidak hanya dilakukan oleh pembenihan skala besar, tetapi sejak tahun 2000an berkembang pula usaha pembenihan bandeng skala rumah tangga, khsususnya di Bali Utara dan Situbondo. Benih bandeng pun tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga diekspor ke negara tetangga, khususnya ke Filipina. Dalam upaya peningkatan produksi bandeng di Indonesia, tentunya suatu hal yang dilematis bahwa Indonesia mengekspor benih bandeng (nener) ke Filipina, yang merupakan negara pesaing Indonesia dalam produksi bandeng, bahkan Filipina unggul dalam ekspor bandeng konsumsi. Namun disisi lain, kelebihan produksi benih bandeng (pada musim tertentu) tidak mampu diserap oleh petambak di Indonesia dan 72 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
harga jual benih bandeng ke Filipina lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual di dalam negeri. Benih bandeng yang diekspor pun pada umumnya merupakan benih berkualitas premium, sedangkan yang dijual untuk petambak Indonesia pada umumnya adalah sisanya. Hal ini tentunya akan sulit untuk dilakukan pelarangan ekspor (seperti yang pernah dilakukan) karena akan merugikan produsen benih bandeng, khususnya pembenih skala rumah tangga. Namun demikian, kiranya perlu dilakukan pengaturan agar pembenih bandeng tidak dirugikan dan Indonesia menjadi yang terbaik dalam produksi dan ekspor bandeng. Produk Olahan Bandeng yang Bergizi dan Bernilai Tambah Tinggi Ikan bandeng, walaupun dagingnya banyak mengandung duri dan kadang-kadang berbau lumpur, namun ikan ini disukai oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia dan Filipina karena rasanya gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Disamping mempunyai cita rasa yang enak, bandeng kaya akan kandungan asam lemak dan omega-3 (DHA dan EPA) serta asam amino. Mengenai kandungan gizi ini, ada hal menarik baru-baru ini yang disampaikan oleh media baik media elektronika maupun media cetak, bahwa ikan bandeng ditenggarai memiliki kandungan gizi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan ikan salmon, khususnya dalam kandungan asam lemak omega-3. Pernyataan ini telah dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fridman (1998 dalam Dahuri, 2002) dan Balitkanta (2001) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ni menunjukkan bahwa bandeng merupakan ikan bernilai gizi tinggi yang merupakan pilihan terbaik sebagai ikan konsumsi, yang tidak kalah dengan ikan salmon maupun ikan laut lainnya yang sudah mempunyai pasar di banyak negara. Lebih dari 18 negara, termasuk Indonesia merupakan tujuan ekspor ikan salmon dari Norwegia. Sementara ini pasar ikan bandeng Indonesia masih sebagian besar di dalam negeri, bahkan untuk ekspor | 73
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
bandeng ini Indonesia belum mampu menyaingi Filipina. Harga ikan salmon fillet di Indonesia, bila berasal dari hasil tangkapan di laut mencapai Rp. 350.000/kg, dan dari hasil budidaya di KJA lebih dari Rp 250 ribu/ kg. Sedangkan harga ikan bandeng utuh, apabila produksi sedang berlimpah hanya mencapai Rp 12 ribu/kg. Namun demikian, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, menjadikan ikan bandeng sebagai komoditas pangan unggulan bergizi yang ekonomis dari sektor perikanan yang penting bagi pertumbuhan, kecerdasan dan kesehatan masyarakat. Khusus di Jawa dan Sulawesi Selatan, bandeng menjadi komoditas yang memiliki tingkat pilihan konsumsi paling tinggi. Tabel 1. Kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut Jenis Ikan Bandeng hasil produksi KJA di laut Bandeng hasil produksi tambak Sardines Mackerel Salmon Pilchards Herring Haddock Cod Tuna
Omega-3 (g/100 g edible portion) 9,18*) 5,45*) 3,90 3,60 2,60 2,50 2,30 0,35 0,30 0,20
Sumber: Fridman (1998 dalam Dahuri, 2002); *) Balitkanta (2001)
Keunggulan ikan salmon dari ikan bandeng dalam hal ekspor, tentunya tidak terlepas dari selera konsumen di luar negeri dan kemampuan kita dalam mempromosikan ikan bandeng ke luar negeri. Seperti yang telah dijelaskan bahwa kelemahan ikan bandeng untuk dapat memenuhi “selera” konsumen secara luas, terlebih untuk konsumen luar negeri adalah bandeng mempunyai banyak duri dan kadang-kadang ber74 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
bau lumpur. Sebenarnya jika bandeng dipelihara di KJA laut atau dipelihara di tambak yang cukup dalam dengan persiapan tambak yang cukup baik maka akan dihasilkan ikan bandeng yang tidak berbau lumpur. Namun masalahnya adalah ikan bandeng lebih banyak dipelihara oleh masyarakat di tambak-tambak tradisional yang dangkal. Sedangkan budidaya bandeng di KJA laut memerlukan investasi yang besar karena dilakukan dengan teknologi budidaya intensif dengan sepenuhnya dilakukan pemberian pakan. Oleh karena itu budidaya bandeng intensif di Indonesia baru dilakukan di tempat-tempat tertentu saja dan oleh suatu perusahaan, seperti yang dilakukan di Kepulauan Seribu dan Sulawesi Selatan. Masyarakatpun dapat menghilangkan bau lumpur pada ikan bandeng dengan cara “diberok”, yaitu memelihara ikan di air mengalir selama 7 – 14 hari atau merendam ikan yang sudah mati dengan larutan asam tertentu. Namun demikian, dalam jumlah banyak tentunya cara ini tidak praktis. Untuk mengatasi duri pada ikan bandeng maka telah dikembangkan teknik olahan duri lunak dengan menggunakan alat pemasak pressure cooker atau di masyarakat dikenal dengan nama “presto”, sehingga seluruh bagian bandeng dapat dikonsumsi tanpa terganggu dengan duri. Ikan bandeng yang diolah dengan cara ini dinamakan bandeng presto atau bandeng duri lunak. Teknik pengolahan bandeng selanjutnya berkembang dengan teknik cabut duri. Olahan bandeng dengan teknik cabut duri dikenal di masyarakat dengan nama bandeng tandur (tanpa duri) atau batari (bandeng tanpa duri). Untuk memenuhi selera konsumen, sekarang ini selain bandeng presto dan bandeng tandur, telah berkembang produk-produk olahan bandeng lainnya yang dapat disimpan relatif lama, seperti bandeng asap dan bandeng krispi sebagai makanan yang lezat bergizi dan bernilai tambah. Produk-produk olahan bandeng ini tidak saja untuk memenuhi konsumen dalam negeri, tetapi ada beberapa diantaranya yang dikirim ke luar negeri. Sebagai contoh adalah bandeng asap Sidoarjo yang terkenal karena kekhasan cita rasanya. Bandeng asap Sidoarjo mempunyai cita | 75
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
rasa yang enak, yaitu rasanya manis gurih, tidak terlalu asin, wangi asap, berwarna kuning coklat keemasan, memiliki aroma yang segar dengan lemak yang tebal pada bagian perut dan dengan daging yang berwarna putih, kenyal, lembut dan tidak beraroma lumpur. Produksi bandeng asap Sidoarjo tidak hanya untuk memenuhi konsumen di Sidoarjo dan kota terdekat tetapi juga untuk memenuhi konsumen di berbagai kota di Indonesia, atau dikirim kepada konsumen di beberapa negara tetangga seperti Australia, Singapura, Malaysia, bahkan sampai ke Hongkong, Jepang dan Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa alur bandeng asap Sidoarjo telah mengikuti perjalanan manusia sampai ke kerabatnya. Karena kekhasannya cita rasanya, yang dipengaruhi oleh faktor alam (ikan bandeng tidak berbau lumpur dari tambak di wilayah Sidoarjo) dan faktor manusia (seperti cara pengolahannya), kini bandeng asap Sidoarjo sedang dalam proses untuk mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM. Produk yang mendapatkan sertifikat IG akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dari produk yang sama tanpa sertifikat IG, seperti 20 produk yang telah mendapatkan sertifikat IG (Lada Muntok, Kopi Kintamani Bali, Kopi Arabika Gayo dan lain-lain). Status dan Pengembangan Teknologi Teknologi budidaya bandeng selalu berkembang dari masa ke masa. Di awal perkembangannnya, usaha budidaya bandeng dilakukan secara tradisional di tambak-tambak tradisional, hampir tidak ada bedanya dengan teknologi yang diwarisinya dari generasi sebelumnya. Pembesaran bandeng dengan teknologi tradisional ini mengandalkan benih bandeng (nener) dari tangkapan di alam. Para pembudidaya membuat perangkap pada saat air pasang masuk ke dalam tambak melalui saluran atau pintu tambak. Benih bandeng tersebut terperangkap di dalam tambak dan tidak dapat keluar lagi, serta dipelihara sampai ukuran konsumsi. Luas tambak yang digunakan rata-rata lebih dari 5 Ha. Bandeng bergantung dari pakan alami (klekap, lumut, plankton) yang tersedia di dalam 76 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
tambak, baik melalui pemupukan maupun tanpa pemupukan. Perkembangan selanjutnya, nener diperoleh dari hasil penangkapan di perairan pantai, untuk kemudian dibesarkan di tambak. Produksi bandeng dari tambak tradisional rata-rata 400 kg/Ha/musim tanam. Sekarang ini usaha pembesaran bandeng dengan menggunakan benih dari alam jarang dilakukan karena benih alam semakin sulit didapat. Kalaupun ada, benih didapat dari perairan pantai Indonesia bagian timur. Namun demikian, sejalan dengan perkembangan teknologi, pada akhir tahun 1980-an telah berhasil dilakukan produksi massal benih bandeng di pembenihan (hatchery), bahkan pada awal tahun 2000-an kemudian berkembang usaha pembenihan bandeng skala rumah tangga (backyard hatchery), seperti yang banyak terdapat di Bali Utara dan Situbondo. Sejak keberhasilan produksi benih ini, para pembudidaya mulai menggunakan benih hatchery untuk usaha pembesarannya. Pada pertengahan tahun 1970-an, pembudidaya bandeng ada yang sudah mulai menggunakan sistem pendereran benih (nursery) sebelum dilakukan pemeliharaan di petak pembesaran, yaitu dengan melakukan peneneran dan pengglondongan. Kegiatan peneneran dan pengglondongan ini dilakukan di petakan yang besar bersama dengan petak untuk pembesarannya. Saat ini sudah banyak pembudidaya yang melakukan budidaya bandeng dengan cara segmentasi, yaitu kegiatan peneneran dan pengglondongan dilkukan terpisah dari kegiatan pembesaran. Namun metode budidaya yang digunakan masih sama, yaitu metode tradisional sehingga dapat disebut sebagai budidaya bandeng secara tradisional plus. Sejalan dengan perkembangan budidaya tambak udang secara intensif, yang mulai dilakukan pada pertengahan tahun 1980-an maka beberapa tahun kemudian budidaya bandeng intensif pun mulai dilakukan oleh pembudidaya. Namun dalam perkembangannya, usaha budidaya udang intensif terus bertambah setiap tahunnya, bahkan sekarang ini dikembangkan usaha budidaya udang dengan teknologi super intensif; | 77
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
sedangkan budidaya bandeng intensif sampai saat ini masih belum banyak dilakukan pembudidaya. Produksi bandeng yang didapatkan dari budidaya intensif dapat mencapai 8 – ton/Ha/tahun. Sama seperti halnya budidaya bandeng intensif di tambak maka budiaya bandeng di laut di karamba jaring apung (KJA) tidak mengalami perkembangan yang menggembirakan karena terbatas pada pengusaha tertentu saja. Namun demikian budidaya bandeng di KJA laut mempunyai prospek yang cukup baik apabila pasar bandeng ekspor meningkat karena ikan bandeng yang dibudidayakan di laut mempunyai keunggulan dalam kandungan nutrisi dan juga tidak berbau lumpur. Budidaya bandeng intensif dapat dikatakan tidak berkembang di Indonesia karena pembudidaya menganggap produktivitas dan keuntungannya masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan budidaya udang intensif. Disamping itu budidaya bandeng intensif membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi, seperti untuk pakan, kincir air dan listrik, serta harga jual bandeng jauh lebih rendah dibandingkan harga jual udang (Rp 14 – 18 ribu/kg vs Rp 50 – 80 ribu/kg). Dengan teknologi budidaya intensif maka produksi udang windu dapat mencapai 6 ton/ Ha/musim tanam, dan udang vaname dapat mencapai 25 ton/Ha/musim tanam. Selain masalah produktivitas dan keuntungan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan budidaya udang serta biaya operasional yang tinggi maka tambak tradisonal bandeng yang pada umumnya berukuran luas (> 5 Ha) dengan bentuk tidak beraturan dan dangkal hampir tidak memungkinkan untuk dilakukan budidaya bandeng intensif. Namun demikian, budidaya bandeng merupakan usaha yang berkelanjutan karena resiko kegagalan jauh lebih kecil dibandingkan dengan usaha budidaya udang, sehingga masih banyak pembudidaya yang melakukan budidaya bandeng, yang memang merupakan “warisan” dari generasi sebelumnya. 78 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Dengan menggunakan tambak tradisional, sesungguhnya produktivitas dan keuntungan dari usaha budidaya bandeng masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi yang lebih maju, yaitu budidaya bandeng dengan sistem modular/progresif dan polikultur. Budidaya bandeng dengan sistem modular ini pertama kali dikembangkan di Filipina pada tahun 1954, yang kemudian diadopsi oleh pembudidaya di Indonesia di awal tahun 1970-an, walaupun belum sepenuhnya menerapkan teknologi ini. Cara kerja budidaya bandeng dengan sistem modular cukup kompleks. Akan tetapi jika para pembudidaya bandeng sudah menguasainya maka produktivitas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya bandeng sistem tradisional. Teknologi budidaya tambak yang lebih maju, yang saat ini paling banyak digunakan oleh pembudidaya adalah polikultur. Teknologi polikultur dapat diterapkan di tambak tradisional tanpa harus memodifikasi bentuk dan ukuran tambak tradisional yang sudah ada. Dalam polikultur ini, bandeng merupakan spesies utama dan udang (windu atau vaname) merupakan species kedua. Sekarang ini berkembang polikultur bandeng, tidak hanya dengan udang tetapi dengan rumput laut dan atau ikan nila. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya bandeng dengan sistem polikultur ini hampir dua kali lipat dibandingkan dengan budidaya bandeng sistem monokultur. Walaupun sudah dikembangkan beberapa teknologi pada budidaya bandeng, mulai teknologi tradisional plus, sistem modular, polikultur sampai dengan teknologi intensif, namun inovasi teknologi dan riset tetap terus dilakukan. Sebagai misal adalah inovasi untuk budidaya bandeng sistem tradisional plus dan polikultur dengan pemberian pakan tambahan berupa pellet dan penggunaan benih bermutu. Sampai saat masih banyak pembudidaya yang melakukan pemeliharaan bandeng yang bergantung dari pakan alami yang ditumbuhkan melalui pemupukan. Hasil kegiatan Iptekmas (Iptek untuk masyarakat) Badan Litbang Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012 dan 2013 menunjukkan bahwa penggunaan benih terseleksi dan pakan tambahan pada budidaya bandeng | 79
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
sistem tradisional plus dapat memperpendek masa pemeliharaan dari 6 bulan menjadi 4 bulan untuk mencapai ukuran yang sama pada budidaya bandeng sistem tradidional plus yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Dalam usaha budidaya ikan, benih bermutu dan pakan serta pengelolaan lingkungan merupakan faktor penetu keberhasilan budidaya. Oleh karena itu, selain tersedianya teknologi yang efisien maka untuk peningkatan produktivitas dan keuntungan usaha budidaya bandeng diperlukan riset untuk menghasilkan induk unggul dan benih bandeng bermutu serta pakan ekonomis berkualitas. Sampai saat ini benih bandeng bermutu masih diperoleh dengan cara/teknik penyeleksian benih, belum diperoleh dari hasil pemuliaan (rekayasa genetika). Penyeleksian benih dilakukan berdasarkan performansi benih, antara lain ukuran panjang, kelincahan dan respon benih. Riset untuk menghasilkan induk bandeng unggul baru dilakukan beberapa tahun ini oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan melalui selective breeding, sehingga masih memerlukan beberapa tahun lagi untuk dapat dihasilkan induk unggul. Memang diperlukan waktu yang cukup panjang, karena untuk membesarkan benih bandeng menjadi induk diperlukan waktu sekitar tiga tahun. Harga pakan yang cenderung meningkat setiap tahunnya, terlebih lagi pada saat kurs US $ meningkat, akan memberatkan pembudidaya ikan dalam melakukan usahanya. Selama ini bahan baku pakan komersial, khususnya tepung ikan didapatkan dari impor. Oleh karena itu peningkatan harga bahan baku pakan akan meningkatkan harga pakan komersial. Untuk itu diperlukan riset formulasi pakan bandeng berbasis bahan baku lokal. Beberapa lokasi di Indonesia memiliki potensi bahan baku pakan yang melimpah dengan tersediaan sepanjang tahun, sehingga merupakan potensi bagi pengembangan pakan berbasis bahan baku lokal untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam usaha budidaya. Untuk komoditas ikan air tawar, pengembangan pakan mandiri berbasis bahan baku lokal telah membantu para pembudidaya ikan untuk mendapatkan pakan dengan harga yang lebih rendah tetapi mempunyai kualitas yang sama dengan pakan komersial. Disamping itu perlu dilakukan riset pen80 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
ingkatan efisiensi pakan komersial untuk bandeng, sehingga pembudidaya bandeng dapat menggunakan pakan komersial dengan efisiensi yang lebih baik. Daftar Pustaka Dahuri, R. 2002. Kebijakan dan program pembangunan kelautan dan prikanan dalam rangka pemulihan ekonomi menuju Indonesia yang maju dan makmur. Bahan Kuliah Umum PS SPL-IPB, Bogor, 9 Februari 2002. Departemen Kelautan dan Perikanan - RI, Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2013. Statistik Perikanan Budidaya. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta FAO. 2011. The State of World Fisheries and Aquaculture 2009. Food and Agricultural Organization of the United Nations, Rome. Kusnendar, E.dan Sudjiharno. 1980. Teknik Budidaya Udang. Dalam : Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Villaluz, A.C., Villaver, W.R., and Slade, R.J. 1982. Milkfish fry and fingerling industry of the Philippines: Methods and Practices. Aquaculture Development,South East Asia Fisheries Development Center. Technical Report No.9.
| 81
Dewan Riset Nasional
82 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
KESIAPAN INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM PENGEMBANGAN PLTP SKALA KECIL Dr. Ir. Agus Nurrohim 1, 2 ABSTRAK Panasbumi Skala Kecil mempunyai potensi yang sangat besar untuk mensubstitusi PLTD di Indonesia. Untuk mempersiapkan itu, BPPT mengembangkan PLTP tipe condensing turbine kapasitas 3 MW dengan melibatkan industri-industri manufaktur guna memproduksi komponen utamanya. Pengembangan PLTP ini telah menghasilkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 63%. Angka ini 22,6% lebih tinggi jika dibandingkan TKDN yang diperhitungkan oleh Kementerian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW. Untuk komponen jasa baik jasa pengembangan PLTP, maupun jasa terkait dengan produksi komponen utama sebagian besar telah bisa dilakukan di dalam negeri dengan TKDN antara 85% - 100%. Hanya jasa produksi SAGS yang mempunyai TKDN 33%. Sementara untuk komponen utama (barang), hanya steam turbine yang mempunyai TKDN diatas 60%. Bahkan untuk TKDN generator dan instumentasi & kontrol hanya mempunyai TKDN 6% dan 7%. Selain 3 komponen tersebut, TKDN berkisar antara 15% sampai 35%.
Kata kunci: Skala Kecil, Condensing Turbine,TKDN, Jasa, Komponen Utama (Barang) 1. Pendahuluan Panasbumi merupakan salah satu sumber daya energi terbarukan yang potensinya cukup melimpah di Indonesia. Potensi panasbumi (cadangan dan sumber daya) Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, yaitu sebesar 28.617 MW per Desember 2012. Walaupun sumberdaya panas bumi di Indonesia memiliki potensi yang besar, ironisnya baru sebesar 1.341 MW atau sekitar 4% dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan. Dari kapasitas yang telah ada tersebut, hanya tiga lokasi yang berkapasitas kecil yaitu PLTP Sibayak, Sumatera Utara dengan kapasitas terpasang 1 2
Asisten Komisi Teknis Energi, Dewan Riset Nasional 2012-2014 Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi – BPPT email:
[email protected],
[email protected]
| 83
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
12 MW (PT. Pertamina), PLTP Mataloko, NTT (4 MW) (PT. PLN), dan PLTP Ulumbu di Maluku (5 MW) (PT. PLN). Pada daerah-daerah tertentu, pemanfaatan energi panas bumi (PLTP) skala kecil sangat cocok untuk menggantikan PLTD. Berdasarkan pendataan yang dilakukan di 4 provinsi (NTB, NTT, Maluku, dan Maluku Utara), dimana daerah ini banyak potensi panasbumi, terdapat lebih dari 200 unit PLTD yang mempunyai kapasitas pembangkitan < 5 MW, dengan kapasitas total lebih dari 214 MW. Selain itu, pemanfaatan PLTP Skala Kecil dapat mendorong program percepatan 10.000 MW tahap kedua, dimana dalam program tersebut disebutkan bahwa sampai dengan 2014 terdapat 43 proyek pembangkit listrik panas bumi (PLTP) dengan kapasitas 3.967 MW yang harus siap dikembangkan Dalam pengembangan PLTP Skala Kecil (3 MW) tipe condensing turbine oleh BPPT, dilakukan melalui tahapan penyusunan engineering design sistem pembangkit dan seluruh komponen-komponennya, dimana seluruh proses EPC sampai dengan manufaktur komponen pembangkit dilakukan oleh industri dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, telah melibatkan beberapa industri, antara lain PT Rekayasa Industri untuk pekerjaan engineering design, PT Nusantara Turbin dan Propulsi untuk manufaktur turbin, PT Pindad manufaktur generator, PT. Boma Bisma Indra (BBI) untuk komponen-komponen separator, condenser, jet ejector dan komponen pendukungnya. Dengan dikembangkannya PLTP ini diharapkan bisa mendorong industri dalam negeri dan memberikan multiplier effect dalam pengembangan industri komponen pada UKM, karena tiap-tiap jenis industri diatas merupakan klaster industri yang didukung oleh industri-industri kecil dan menengah. Mengingat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) menjadi isu penting dalam pengembangan industri nasional ke depan. Dalam tulisan ini disampaikan analisa yang menyajikan seberapa besar kemampuan industri dalam negeri dalam menudukung program pengembangan PLTP Skala Kecil di Indonesia, berdasarkan data pengembangan 84 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
PLTP 3 MW tipe Condensing Turbine. 2. Teknologi PLTP Tipe Condensing Turbine PLTP condensing turbine yang saat ini sedang dikembangkan oleh BPPT mempunyai kapasitas 3 MW. Teknologi dan kapasitas ini dipilih karena mempunyai efisiensi yang relatif tinggi, dan dengan kapasitas kecil diharapkan nantinya bisa diterapkan di lokasi-lokasi terpencil untuk menggantikan PLTD. Pengembangan teknologi ini dilakukan melalui proses reverse engineering dan modifikasi terhadap desain turbinnya. Pilot plant PLTP 3 MW ini telah dibangun di lapangan panas bumi Kamojang Jawa Barat melalui kerjasama dengan PT. Pertamina Geothermal Energy, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Skema diagram PLTP condensing turbine ditunjukkan pada Gambar 1. Fluida yang dihasilkan dari sumur produksi dialirkan ke dalam separator untuk memisahkan uap dan air. Uap tersebut dialirkan untuk menggerakkan turbin yang dikopel dengan generator untuk membangkitkan listrik. Uap yang keluar turbin dikondensasikan melalui condenser dengan sistem pendingin cooling tower. Uap yang dikondensasikan di tampung di dalam hot pond, kemudian diinjeksikan kembali ke reservoir.
Gambar 1: Skema Diagram PLTP Condensing Turbine
| 85
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
3. Kebijakan TKDN dan Bea Masuk Komponen Kelistrikan Dalam rangka mendorong kemampuan industri dan meningkatkan daya saing, serta guna mendukung kemandirian infrastruktur ketenagalistrikan, pemerintah menetapkan kebijakan penggunaan Kandungan Dalam Negeri (KDN). Kebijakan yang mendasari adanya Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), khususnya TKDN yang terkait dengan kelistrikan diantaranya adalah: • Peraturan Presiden No. 54/2010 sebagai revisi dari Keputusan Presiden No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Dalam Perpres ini disebutkan bahwa Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi wajib memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam pengadaan barang/jasa. Dalam penggunaanya dilakukan sesuai dengan besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa ditunjukkan dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). • Instruksi Presiden No. 2/2009 tentang Penggunaan Produksi Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Dalam inpres disebutkan bahwa dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah agar memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional serta penggunaan penyedia barang dan jasa. • Peraturan Menteri Perindustrian No. 15/2011 dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2011 (sebagai revisi dari Peraturan Menteri Perindustrian No. 49/2009 dan perubahannya No. 102/2009 dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 11 / 2006) tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri. • Peraturan Menteri Perindustrian No. 48/M-IND/PER/4/2010 sebagai pengganti Peraturan Menteri Perindustrian 4/2009 tentang pedoman penggunaan produksi dalam negeri untuk pembangunan infra86 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
struktur ketenagalistrikan. • Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.011/2011 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 110/ PMK010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas barang Impor. Dalam PMK ini, pemerintah membebaskan 182 pos tarif bea masuk untuk kelompok bahan baku dan barang modal sebagai revisi PMK nomor 241/ PMK.011/2010. Pembebasan bea masuk ini hanya berlaku hingga 31 Desember 2011, sehingga terhitung pada 1 Januari 2012, tarif bea masuk dikembalikan seperti semula 5%. Sementara regulasi-regulasi yang terkait dengan masalah impor khusus untuk bidang kelistrikan, antara lain : • Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.011/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/ PMK.011/2008 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum. PMK ini dimaksudkan untuk menunjang perkembangan usaha industri pembangkit listrik dan menjamin tersedianya tanaga listrik bagi masyarakat. • Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK.011/2010 tentang Pemberian Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan. PMK ini dimaksudkan untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing di bidang pemenfaatan sumber energi terbarukan, dan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi tidak terbarukan, serta untuk menjamin tersedianya pasokan listrik yang berkelanjutan. • Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.011/2010 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan Guna Pembuatan Boiler dan/atau Transformator untuk Pembangkit Tenaga Listrik untuk Tahun Anggaran 2011. PMK ini dikeluarkan dalam rang| 87
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
ka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa guna kepentingan umum dan meningkatkan daya saing industri pembuatan boiler dan/ atau transformator untuk pembangkit tenaga listrik di dalam negeri. Adapun yang terkait dengan pengembangan panasbumi, pemerintah juga memberi beberapa keringanan atas bea masuk, antara lain diatur dalam : • Peraturan Menteri Keuangan No. 120/PMK.010/2006 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor untuk Kegiatan Usaha Panas Bumi. PMK ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan usaha di bidang panas bumi di dalam negeri. • Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.011/2010 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Migas serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2010. PMK ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi nasional minyak dan gas bumi serta panas bumi. Kebijakan TKDN Panasbumi Terkait dengan TKDN Panasbumi, Menteri Perindustrian menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 48/M-IND/PER/4/2010 tentang pedoman penggunaan produksi dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai pengganti Peraturan Menteri Perindustrian No. 4/2009. Besarnya minimum Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk PLTP diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian tersebut disebutkan sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
88 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 1. Minimum TKDN untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP Barang Jasa Barang dan Jasa
s.d. 10 MW 21.00% 82.30% 40.45%
Skala Pembangkit Listrik 10 - 60 MW 60 – 100 MW 15.70% 16.00% 74.10% 60.10% 33.24% 29.21%
> 110 MW 16.30% 58.40% 28.95%
Perhitungan TKDN pada PLTP meliputi perhitungan TKDN pada: a. Komponen utama terdiri dari steam turbine, generator, steam above ground system (SAGS), electrical, instrument and control, balance of plant, dan civil and steel structure. Setiap komponen utama dihitung berdasarkan komponen barang dan jasa terkait dengan barang tersebut. b. Jasa terdiri dari jasa konsultan, jasa EPC, jasa pengujian dan sertifikasi, jasa pelatihan, dan atau jasa pendukung. 4. Perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) PLTP 3 MW 4.1. Kluster Industri Komponen PLTP 3 MW Sesuai dengan dasar perhitungan TKDN, salah satu cara untuk mengetahui kemampuan industri dalam bidang ini adalah dengan mengelompokkan perusahaan-perusahan yang berkompetensi dalam bidang industri manufaktur komponen utama pembangkit listrik tenaga panas bumi sesuai dengan jenis usahanya. Pengelompokan atau klaster industri memberikan informasi mengenai komponen-komponen utama dalam PLTP yang sudah atau belum dapat diproduksi oleh industri nasional. Sehingga nantinya dapat menarik minat investor-investor untuk ikut berkompetensi didalam kegiatan pengembangan PLTP. Pengembangan PLTP melibatkan industri | 89
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
komponen-komponen utama berupa Turbin Uap, Generator, Steam Above Ground System (SAGS), Electrical, Instrument and Control, Balance Of Plant, dan Civil and Steel Structure. Dalam klasterisasi, masing-masing komponen utama tersebut ada yang berdiri sendiri seperti turbin uap dan generator, ada juga yang terdiri atas komponen yang merupakan turunan dari peralatan utama PLTP, antara lain, separator, condenser, jet ejector, separator vaccum pump, after condenser dan cooling tower. Selanjutnya untuk memudahkan analisis komponen dalam negeri yang dimanufaktur oleh perusahaan komponen utama dan komponen pendukungnya, maka dibuat pohon industri yang berisi anak perusahaan (perusahaan turunan) yang memproduksi komponen-komponen tersebut. A. Kluster Industri Turbin Salah satu investor nasional yang mengembangkan industri turbin untuk skala kecil adalah PT. Nusantara Turbin Propulsi (PT. NTP). Dalam proyek PLTP 3 MW, turbin dimanufaktur oleh PT. NTP dengan metode reverse engineering. Dalam mengembangkan teknologi ini, PT. NTP melibatkan tidak kurang 10 industri industri kecil dan menengah untuk memproduksi komponen-komponen turbin (komponen rotor dan stator) dengan mengutamakan local content. B. Kluster Industri Generator Salah satu industri dalam negeri yang mengembangkan industri generator untuk PLTP skala kecil adalah PT. PINDAD. Komponen-komponen generator dibuat oleh PT. PINDAD beserta industri mitra pendukungnya, antara lain PT. Cokro, PT. Saksama Cipta Daya, dan PT. Trafindo.
90 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
C. Kluster Industri Separator, Condenser dan Jet Ejector Industri nasional yang mampu mendukung pengembangan PLTP Skala kecil untuk kluster separator, condenser dan jet ejector, serta komponen pendukungnya adalah PT. Boma Bisma Indra (BBI). Jenis-jenis komponen dan komponen pendukungnya yang dibuat oleh PT. BBI, antara lain: Separator Demister, Condenser, Jet Ejector, Separator Vacum Pump, dan After Condenser. D. Kluster Industri Cooling Tower dan Pompa Industri dalam negeri yang mengembangkan cooling tower untuk PLTP skala kecil 3 MW ini adalah PT. HAMON INDONESIA. Selain komponen-komponen utama sebagaimana disebutkan, satu komponen penting yang perlu diperhatikan adalah pompa. Jenis komponen ini telah dapat diproduksi dalam negeri, salah satunya adalah PT. Torishima Guna Engineering. 4.2. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) PLTP 3 MW Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pengembangan PLTP 3 MW banyak melibatkan industri. Hampir semua komponen utama maupun peralatan dalam pengembangan PLTP skala kecil tersebut dibuat oleh beberapa perusahaan dalam negeri. Meskipun demikian tidak semua komponen, perangkat lunak (software) dan jasa pembuatannya dikerjakan oleh peralatan atau personil dari dalam negeri. Oleh karena itu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai TKDN dari PLTP skala kecil ini dilakukan pendataan dari masing-masing komponen menyangkut pembuatan barang serta jasa yang digunakan. Seperti telah disebutkan diatas, TKDN diperhitungkan berdasarkan barang dan jasa produk yang digunakan. Berdasarkan data-data dari hasil survei dari setiap perusahaan yang memproduksi komponen utama, komponen pendukung serta jasa dari masing-masing perusahaan dicantumkan pada Tabel 2. | 91
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Tabel 2. TKDN Komponen Utama PLTP 3 MW Jasa Barang A. Steam Turbine (Bobot = 0.218) 1 Personil 6.00 1 Rotor Part dan Komponen 2 Alat Kerja dan Peralatan 8.30 2 Stator Part dan Komponen Konstruksi dan Fabrikasi 3 5.30 3 Control Part dan Acessories (Tenaga Kerja Langsung) 4 Lisence/Desain 20.00 Sub Total 39.60 Sub Total Total Steam Turbine B. Generator (Bobot = 0.117) 1 Personil 5.00 1 Mencanical Part 2 Alat Kerja dan Peralatan 22.00 2 Electrical Part Konstruksi dan Fabrikasi 3 24.50 (Tenaga Kerja Langsung) 4 Lisence/Desain 2.00 Sub Total 53.50 Sub Total Total Generator C. Steam Above Gathering System (SAGS) (Bobot = 0.180) 1 Personil 0.60 1 Pressure Part 2 Alat Kerja dan Peralatan 5.30 2 Non Pressure Part Konstruksi (Tenaga Kerja 3 0.60 Langsung) Sub Total 6.50 Sub Total Total SAGS D. Electrical (Bobot = 0.111) 1 Personil 20.00 1 Material Terpakai & Peralatan Sub Total 20.00 Sub Total Total Electrical E. Instrument & Control (Bobot = 0.073) 1 Personil 40.00 1 Material Terpakai & Peralatan Sub Total 40.00 Sub Total Total Instrument & Control F. Balance of Plant (Bobot = 0.200) 1 Material Terpakai & Peralatan Sub Total Sub Total Total Balance of Plant G. Piping (Bobot = 0.030) 1 Personil 3.00 1 Pressure Part 2 Alat Kerja dan Peralatan 7.80 2 Non Pressure Part Konstruksi (Tenaga Kerja 3 7.00 Langsung) Sub Total 17.80 Sub Total Total Piping H. Civil & Structure (Bobot = 0.071) 1 Material Terpakai & Peralatan Sub Total Sub Total Total Civil & Structure
92 |
12.80 28.00 40.80 80.40 2.00 0.60
2.60 56.10 8.20 10.20 18.40 24.90 28.30 28.30 48.30 4.20 4.20 44.20 15.40 15.40 15.40 10.90 9.00 19.90 37.70 98.00 98.00 98.00
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Dari Tabel 2 diatas beberapa komponen utama PLTP dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Steam Turbine Jasa yang terdiri dari personil, alat kerja dan peralatan dan konstruksi dan fabrikasi yang mempunyai bobot 40% dari seluruh produksi steam turbine mempunyai TKDN hampir 100%, hal ini menunjukkan bahwa dalam memproduksi steam turbine sudah menggunakan tenaga kerja dari dalam negeri. Selanjutnya perincian untuk barang pada steam turbine, sebagian rotor part dan komponen telah dapat diproduksi dalam negeri, sedangkan komponen stator part telah 100% dapat diproduksi dalam negeri. Namun untuk bagian kontrol dan aksesoris seluruhnya masih dihasilkan dari luar negeri. b. Generator Untuk komponen generator, semua perincian jasa baik berupa personil, alat kerja dan peralatan maupun konstruksi dan fabrikasi, seluruhnya sudah dikerjaan oleh personil dalam negeri. Sehingga dengan bobot 0,535, TKDN dari jasa generator menghasilkan porsi 53,5%. Sementara untuk perincian barang baik material terpakai dan peralatan, masih banyak komponen yang diproduksi luar negeri. Untuk mechanical part, hanya bearing house yang 100% sudah dapat diproduksi dalam negeri. Sedangkan untuk electrical part hanya komponen AVR dengan komponen dalam negeri sebesar 40%. c. SAGS (Steam Above Gathering System) Untuk peralatan Steam Above Gathering System, komponen jasa mempunyai bobot sebesar 0,47. Dari bobot ini, 70% berasal dari konstruksi (tenaga kerja langsung), 23% untuk alat kerja, peralatan dan 7% dari personil. Dari komponen ini, hanya alat kerja dan peralatan yang mempunyai KDN sekitar 50%. Sementara untuk konstruksi dan personil hanya mempunyai KDN 10%. Sehingga dari komponen jasa SAS ini hanya mempunyai TKDN sebesar 6,50%. Selanjutnya untuk barang dengan bobot | 93
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
penilaian sebesar 0.78 dan dengan KDN yang bervariasi untuk pressure part dan non pressure part (separator, rock muffler, steel structure, dan foundation mempunyai KDN rata 65%). Sementara sisanya hanya mempunyai KDN sekitar 20%. Sehingga dari komponen dalam negeri untuk barang SAGS menghasilkan TKDN sebesar 18.40%. Secara total TKDN untuk SAGS adalah sebesar 24,90%. d. Elelctrical Untuk elektrikal, komponen jasa yang terdiri dari electrical engineer, dan commisioning & testing engineer yang mempunyai bobot 20%, seluruhnya dihasilkan komponen dalam negeri. Sehingga untuk jasa electrical ini menghasilkan TKDN 20%. Sementara untuk komponen barang, transformer yang mempunyai bobot 0,184, 60% mempunyai kandungan dalam negeri. Adapun untuk protection system yang mempunyai bobot 0,10, masih tergantung pada luar negeri (kandungan luar negerinya 90%). Untuk switching station dengan bobot 0,120 hanya mempunyai kandungan dalam negeri 20%. Sisanya sebanyak 8 komponen mempunyai kandungan dalam negeri antara 30% sampai dengan 60%. Sehingga untuk komponen barang electrical ini, dengan bobot 80% hanya mempunyai TKDN sebesar 28,30%. e. Balance of Plant (BOP) Untuk BOP yang hanya disumbangkan oleh komponen barang yang terdiri dari material terpakai dan peralatan, KDN terbesar disumbangkan oleh Circulating Cooling Water System yaitu sebesar 51%. Sementara untuk Cooling Tower, Condenser, Gas Extraction System dan Tanks material dan peralatannya 100% masih berasal dari luar negeri. f. Piping, Civil, Instrumentation & Control Untuk komponen piping, Civil, Instrumentation & Control seluruh jasanya 100% berasal dari kandungan dalam negeri. Dari komponen barang (material terpakai dan peralatan), untuk piping hanya pipe support yang 100% berasal dari KDN, sementara untuk insulation, piping, valves 94 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
& fitting antara 80%-90% masih berupa KLN. Untuk material terpakai dan peralatan civil dan steel structure hampir 100% berupa KDN. Adapun untuk Instrumentation & Control hanya control panel yang dihasilkan dari kandungan dalam negeri dengan porsi 60%. Sisanya sebanyak 11 komponen sebagian besar berasal dari KLN (hanya 0%-20% kandungan dalam negerinya). Secara keseluruhan perhitungan TKDN PLTP 3 MW untuk barang (komponen utama) dapat dirangkum seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Besaran TKDN Barang (Komponen Utama) PLTP 3 MW Uraian KDN (%) KLN (%) I Steam Turbine 80.4% 19.6% II Generator 56.1% 43.9% III SAGS 24.9% 75.1% IV Electrical 48.3% 51.7% V Instrument & Control 44.2% 55.8% VI Balance of Plant 15.4% 84.6% VII Piping 37.7% 63.3% VIII Civil & Steel Structure 98.0% 2.0% Total Bobot TKDN Barang PLTP (%)
Bobot TKDN (%) 0.218 17.5% 0.117 6.6% 0.180 4.5% 0.111 5.4% 0.073 3.2% 0.200 3.1% 0.030 1.1% 0.071 7.0% 1.000 48.3%
TKDN Komponen Jasa Selanjutnya, untuk mengetahui peranan jasa, baik jasa konsultan, EPC, pemeriksaan dan pendukungnya, maka dari setiap perusahaan terkait juga didata peranan jasa dari dalam negeri maupun luar negeri. Perhitungan TKDN PLTP 3 MW untuk jasa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
| 95
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Tabel 4. Besaran TKDN Jasa untuk PLTP 3 MW
Uraian I II
III
IV
KDN (%) 85.5% 97.2%
KLN Bobot TKDN (%) (%) 14.5% 0.030 2.6% 2.8% 0.800 77.7%
Jasa Konsultan Jasa Kontruksi Terintegrasi (EPC) Jasa Pemer100.0% 0.0% iksanaan, Pengujian dan Sertifikasi Jasa Penduku100.0% 0.0% ng Total Bobot TKDN Jasa PLTP 3 MW (%)
0.070
7.0%
0.100 10.0% 1.000 97.3%
Selanjutnya untuk mengetahui peranan TKDN keseluruhan dari peralatan, barang serta jasa yang digunakan dalam pengembangan PLTP 3 MW, dilakukan analisis perhitungan kumulatif antara barang (komponen utama) dan jasa yang terkait dengan pengembangan PLTP 3 MW tersebut. Dari pendataan dan perhitungan tersebut TKDN pengembangan PLTP 3 MW untuk gabungan barang dan jasa dapat dilihat pada Tabel 5.
96 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 5. Besaran TKDN Gabungan Barang dan Jasa untuk PLTP 3 MW
Uraian
KDN KLN Bobot (%) (%) I Barang (Kompo- 48.3% 52.8% 0.70 nen Utama) PLTP II Jasa PLTP 97.3% 2.7% 0.30 Total Bobot 1.000 TKDN Barang dan Jasa PLTP 5 MW - 10 MW (%)
TKDN (%) 33.8% 29.2% 63.0%
4.3. Perbandingan TKDN PLTP 3 MW Dengan TKDN Kemenperin Skala < 10 MW Jika hasil perhitungan TKDN yang diperoleh diatas dibandingkan dengan besaran TKDN dari Permen Perindustrian No. 4 Tahun 2009, maka diperoleh hasil bahwa TKDN dari PLTP 3 MW lebih tinggi dari TKDN yang diperhitungkan oleh Kementerian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW. Untuk perbandingan TKDN barang yang berupa komponen steam turbine, generator, SAGS, electrical, instrument and control, BOP, dan civil and steel structure, nilai TKDN PLTP 3 MW menunjukkan lebih dari dua kali lebih tinggi dibanding TKDN yang diperhitungkan oleh Kementerian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW. TKDN PLTP 3 MW (48,3%), sementara TKDN Kemenperin untuk PLTP < 10 MW menunjukkan 20,9 % (lihat pada Tabel 6). Untuk perbandingan jasa yang berupa jasa konsultan, jasa EPC, jasa pengujian dan sertifikasi, jasa pelatihan, dan atau jasa pendukung, nilai TKDN dari PLTP 3 MW 15% lebih tinggi dibanding TKDN yang diperhitungkan oleh Kementrian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW (lihat Tabel 7). Secara keseluruhan, untuk TKDN gabungan barang dan jasa, nilai TKDN dari PLTP 3 MW (63%) menunjukkan angka 22,6% lebih tinggi dibanding TKDN yang diperhitungkan oleh Kementrian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW (40,45%) (lihat Tabel 8). | 97
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Perbedaan yang siginifikan antara hasil perhitungan BPPT dengan yang ditetapkan Kementerian Perindustrian kemungkinan disebabkan adanya jangkauan kapasitas yang cukup lebar yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Sementara untuk perhitungan BPPT sudah mengacu pada kapasitas secara spesifik sebesar 3 MW. Tabel 6. Perbandingan TKDN Barang PLTP 3 MW dengan TKDN Kemenperin Skala < 10 MW
URAIAN I Steam Turbine II Generator III SAGS IV Electrical V Instrument & Control VI Balance of Plant VII Piping VIII Civil & Steel Structure TKDN Barang PLTP (%)
98 |
TKDN (%) TKDN (%) PLTP 3 MW Kemenperin 17.5% 0.0% 6.6% 6.6% 4.5% 4.4% 5.4% 2.3% 3.2% 0.7% 3.1% 1.8% 1.1% 0.9% 7.0% 4.3% 48.3% 20.9%
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 7. Perbandingan TKDN Jasa PLTP 3 MW dengan TKDN Kemenperin Skala < 10 MW
URAIAN I II III IV
Jasa Konsultan Jasa Konstruksi Terintegrasi (EPC) Jasa pemeriksaan, Pengujian dan Sertifikasi Jasa Pendukung TKDN Jasa PLTP (%)
TKDN (%) TKDN (%) PLTP 3 MW Kemenperin 2.6% 77.7%
1.3% 72.2%
7.0%
0.6%
10.0% 97.3%
8.2% 82.3%
Tabel 8. Perbandingan TKDN Barang dan Jasa PLTP 3 MW dengan TKDN Kemenperin Skala < 10 MW URAIAN I Barang PLTP II Jasa PLTP TKDN Barang dan Jasa PLTP (%)
TKDN (%) PLTP 3 MW 33.8% 29.2% 63.0%
TKDN (%) Kemenperin 14.6% 25.8% 40.45%
5. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis atas data yang diinventarisir terkait dengan pengembangan PLTP 3 MW BPPT, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari sisi kebijakan, penerapan TKDN bidang kelistrikan khususnya untuk penyediaan listrik yang berasal dari energi baru dan terbarukan belum sepenuhnya lancar. Karena di satu sisi pemerintah mendorong penggunaan produksi dalam negeri, tetapi disisi lain pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi yang memberi kelongga| 99
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
ran terkait impor barang atau komponen listrik guna mempercepat penyediaan listrik. 2. 2.TKDN dari PLTP 3 MW lebih tinggi dari TKDN yang diperhitungkan oleh Kementerian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW, dengan angka perbedaan sebesar 22,6%. 3. 3.Perbedaan TKDN PLTP 3 MW dan TKDN yang diperhitungkan oleh Kementerian Perindustrian untuk PLTP kapasitas < 10 MW untuk komponen Barang dan Jasa, masing-masing ditemukan sebesar : • 27,4% untuk TKDN barang (perbedaan siginifikan ditemukan pada TKDN steam turbine, 17%, Electrical, 3,1%, dan Civil & Steel Structure, 2,7%) • 15% untuk TKDN Jasa (perbedaan terbesar pada Jasa pemeriksaan, Pengujian dan Sertifikasi, 6,4%, dan Jasa EPC 5,5%) 4. Peluang untuk meningkatkan TKDN PLTP 3 MW masih sangat terbuka melalui peningkatan pengunaan material dan peralatan produksi barang komponen utama. Karena untuk TKDN dari komponen personil, peralatan kerja, konstruksi dan fabrikasi terkait dengan fabrikasi barang tersebut sudah hampir mencapai 100%. Daftar Pustaka 1. Bapekki, Kajian Kebijakan Insentif Fiskal Dalam Rangka Meningkatkan Usaha Ketenagalistrikan, Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan dan Kerjasama Internasional, Departemen Keuangan RI bekerja sama dengan Center for Energy and Power Studies, PT. PLN (Persero) 2005. 2. Deperindag, Strategi Industri Nasional, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2000. 3. ECFA, Pre-Feasibility Study for Geothermal Power Development Pro100 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
jects in Scattered Islands of East Indonesia, Study Report, Engineering and Consulting Firms Association, Japan, 2008. 4. Iskan, D., Pengembangan Panas Bumi dalam Program Peningkatan Elektrifikasi Nasional, Musyawarah Nasional Asosiasi Panas Bumi Indonesia, 2011. 5. Kemenperin, Peraturan Menteri Perindustrian No. 48/M-IND/ PER/4/2010 tentang Pedoman Penggunaan Produksi Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, 2010. 6. Oktaufik, MAM., Pengembangan PLTP Skala Kecil di BPPT (Program Prioritas Nasional 2010-2014), Workshop Potensi dan Prospek Pengembangan PLTP Skala Kecil, BPPT, 30 September 2013. 7. PTKKE, Draft Program Manual Pengambangan PLTP Skala Kecil, Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi – BPPT, Januari 2013. 8. TKKE, Studi Keekonomian, TKDN dan CDM PLTP Skala Kecil di Indonesia, Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi – BPPT, 2011. 9. Pusdatin, Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2010, Pusat Data dan Informasi, Kementerian ESDM, 2010. 10. Saefulhak, Y., Regulasi dalam Pengembangan Panasbumi di Indonesia, Workshop Potensi dan Prospek Pengembangan PLTP Skala Kecil, BPPT, 30 September 2013
| 101
Dewan Riset Nasional
102 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
MEMBANGUN HUTAN ENERGI Udiansyah 1 Data Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa luas lahan kritis dan sangat kritis di dalam kawasan hutan ada 8,1 juta hektar pada tahun 2000. Luasnya ini terus meningkat menjadi 19,5 juta hektar pada tahun 2007 (Lihat Tabel Lahan Kritis di Indonesia). Dalam kurun waktu 8 tahun terjadi penambahan 11,4 juta hektar lahan kritis. Lahan kritis bertambah 1,4 juta hektar dalam setiap tahun. Usaha merehabilitasi lahan kritis sudah dilakukan. Namun, hasilnya belum memuaskan. Buktinya, fakta empiris di atas. Salah satu upaya rehabilitasi adalah program penanaman satu milyar pohon. Target tersebut terlampaui hingga 170% pada tahun 2010. Dengan asumsi jarak tanam 3 x 3 meter, maka lebih 1,5 juta hektar lahan ditanami. Seandainya, program penanaman tersebut difokuskan pada lahan kritis di dalam kawasan hutan dan berhasil tumbuh, maka dalam kurang lebih 10 tahun masalah lahan kritis dapat teratasi secara signifikan. Akan tetapi, dengan banyaknya konflik status lahan dengan masyarakat dan kemisikinan masyarakat itu sendiri, maka rehabilitasi lahan dengan cara konvensional, yaitu program penanaman secara massal dan seremonial sangat tidak efektif. Oleh karena itu diperlukan cara rehabilitasi yang di luar kebiasaan. Faktor penyebab kegagalan rehabilitasi hutan lainnya pada lahan kritis ini antara lain: setelah ditanam ditinggal (tidak ada pemeliharaan setelah penanaman); areal penanaman terkadang rentan terhadap kebakaran; dan lahan miskin hara tanah sehingga sulit untuk tumbuh berkembang. Sayangnya juga, banyaknya realisasi rehabilitasi hutan itu berada pada areal Hutan Tanaman untuk industri kertas , yang memang 1
Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian, Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 103
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
mau tidak mau mereka harus menanam seluas yang mereka tebang jika mereka ingin ketersediaan bahan terjamin. Luasan penanaman pada areal hutan tanaman ini sangat signifikan. Krisis Energi Walaupun Pemerintah yakin target rasio elektrifikasi 2013 sebesar 77,8 persen akan bisa terlampaui, namun masalah pemadaman listrik masih sering terjadi. Pada tabel berikut ini menyajikan data lahan kritis per provinsi pada tahun 2007 yang bersumber dari Kementerian Kehutanan Tahun 2009.
104 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 1. Lahan Kritis Per Provinsi Tahun 2007
| 105
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Bahkan di daerah penghasil sumber energi (batubara) tidak terkecuali, masalah byar pet ini masih sering terjadi. Demikian pula BBM, harga sudah dinaikkan, tetapi antrean panjang masih terjadi di beberapa SPBU pada waktu tertentu terutama untuk jenis solar. Logika akal sehat, jika harga BBM di masyarakat naik seharusnya subsidi berkurang, ternyata malah sebaliknya. Tahun 2014 APBN malah masih menganggarkan Rp. 210,7 trilliun untuk subsidi BBM. Angka tersebut lebih besar dari subsidi BBM tahun 2013. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa harga BBM di pasar dunia semakin mahal karena cadangan semakin berkurang lantaran biaya eksploitasi menjadi semakin tinggi dari waktu ke waktu. Bulan Juni dan Juli 2013 telah diimpor BBM masing-masing sebanyak 29,6 juta dan 34,2 juta barrel dengan harga yang berbeda juga yaitu 95,8 dan 104,7 USD per barrel. Dalam kondisi yang normal, SDA langka dan tidak dapat diperbaharui sepatutnya tidak dieksploitasi secara terus menerus dan apalagi disubsidi. Sebaliknya, akan sangat bijaksana, jika SDA yang melimpah dan dapat diperbaharui, namun usaha dan teknologinya belum berkembang yang disubsidi. Agar usaha di sektor ini menjadi bergairah. Misalnya, teknologi biodisel dari sawit. Salah satu alternatif yang dapat mengatasi krisis energi dan permasalahan lahan kritis dengan melakukan cara rehabilitasi di luar kebiasaan adalah membangun hutan energi. Hutan energi yang dimaksudkan disini adalah menanam sawit di lahan kritis di dalam kawasan hutan yang didedikasikan untuk kebutuhan energi. Hutan sebagai sumber energi sebenarnya bukan hal yang baru. Ketika hutan tanaman industri dicanangkan pada tahun 80-an, ada tiga peruntukkannya, yaitu: kayu pertukangan, pulp/kertas, dan kayu energi. Bahkan, masyarakat sudah familiar dengan kayu sebagai sumber energi, untuk keperluan masak-memasak mereka. Usaha penanaman kelapa sawit di lahan yang sangat kritis telah berhasil dan menghasilkan buah di areal pertambangan PT Adaro Indonesia. Sehingga, sangat diyakini 106 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
rehabilitasi lahan kritis dengan sawit ini akan berhasil. Anggapan yang Keliru Sawit merupakan sumber energi masa depan yang sangat potensial. CPO sawit dapat dijadikan minyak goreng curah (PPO) dan Biodisel. Penggunaan rasio solar dan PPO sebesar 50 : 50 telah berhasil dilakukan oleh BPPT dan PLN. Sering kita dengar bahwa penggunaan biodisel mahal, sehingga menggunakan biodisel sebagai sumber energi tidak menguntungkan. Ternyata, anggapan itu keliru. Hal itu hanya benar kalau CPO dibeli dengan harga bebas di pasar internasional. Dr. Adiarso (2013) menganalisis biaya produksi biodisel hanya Rp. 4.340,- per liter. Angka ini pun sudah memperhitungkan margin pengembalian modal Perkebunan Kelapa Sawit sebesar Rp. 400 per kg sawit dan biodisel sebesar Rp. 300,- per liter. Dengan catatan, produksi dari hulu ke hilir dikuasai. Kebun kelapa sawit, Pabrik CPO, dan Pabrik biodisel milik sendiri. Adanya pabrik biodisel ini akan sangat membantu petani. Biodisel masih dapat menerima sawit yang kadar Asam lemak bebas (PPA) hingga 11%. Biasanya industri CPO akan menolak sawit masyarakat yang kadar PPA di atas 5% akibat terlalu lama antre di pabrik CPO. Pada musim panen raya, produksi sawit melimpah. Tentu, pabrik CPO lebih mengutamakan sawit yang berasal dari kebun mereka sendiri. Sawit dari kebun masyarakat menjadi terabaikan. Kondisi seperti inilah yang dapat menjadikan sawit yang berasal dari masyarakat kandungan PPAnya meningkat. Peningkatan kandungan PPA ini beresiko sawit masyarakat menjadi turun harganya bahkan tidak akan dibeli. Satu hektar kebun sawit dapat menghasilkan 13,85 ton tandan buah segar atau setara 3,6 ton CPO. Jika, 25% saja dari jumlah luas lahan kritis di dalam kawasan hutan sekarang berhasil direhabilitasi menjadi hutan energi atau sekitar 5 juta hektar, maka akan dapat menghasilkan hampir 21 Milyar liter CPO per tahun. | 107
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Dengan asumsi impor BBM 30 juta barrel per bulan dan 50% diantaranya dapat disubstitusi CPO, harga per barrel 100 US dolar, maka hutan energi akan dapat menghemat devisa sebesar Rp. 180 trilliun per tahun. Jika dibandingkan dengan harga BBM solar industri Rp. 10.300,per liter dengan biaya produksi CPO yang dikuasai dari hulu hingga hilir Rp. 4.340 per liter, maka ada keuntungan industri biodisel kurang lebih sebesar devisa yang dapat dihemat. Dalam kondisi di atas, hutan energi masih ada kelebihan produksi 18 milyar liter CPO per tahun. Lapangan kerja akan tercipta. Jika saja dua hektar hutan energi diperlukan satu orang tenaga kerja, maka tersedia 2,5 juta lapangan kerja atau 10 juta jiwa dengan satu keluarga terdiri dari empat jiwa. Keadaan ini dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat di dalam kawasan hutan. Saat ini jumlah masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan berjumlah 48,8 juta orang dan 21% diantaranya tergolong miskin. Pada keadaan tertentu supply BBM langka, harga solar di masyarakat pesisir yang terpencil bisa mencapai lebih sepuluh ribu rupiah. Jika tidak minyak tanah tersedia, tidak jarang mereka melakukan pengoplosan dengan minyak. Sudah barang tentu mengoplos dengan biodisel akan menghasilkan yang lebih baik, terutama pemanfaatan energi yang terbarukan. Dengan kalkulasi dan argumentasi di atas seyogyanya hutan energi sudah menjadi prioritas dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi dan bisa jika mau. Subsidi BBM yang sangat besar dapat dialokasikan sebagian untuk membangun hutan energi di daerah-daerah yang mempunyai areal lahan kritis dan daerah sering terjadi kelangkaan yang signifikan. Selain dapat memecahkan permasalahan lahan kritis, krisis energi, penghematan devisa, penyediaan lapangan kerja, dan pemberdayaan masyarakat, hutan energi juga dapat menjadi program penurunan emisi dalam rangka memenuhi komitmen Pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26%. 108 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Kendala yang akan dihadapi adalah kebijakan dimana kawasan hutan tidak boleh ditanami komoditas utama bukan jenis tanaman kehutanan. Pernah ada Peraturan Menteri Kehutanan yang menyebutkan bahwa kelapa sawit merupakan jenis tanaman kehutanan namun dibatalkan. Kondisi ini adalah kritis dimana sangat sulit berhasil jika rehabilitasi dengan tanaman kehutanan. Pengalaman yang ada dimana penanaman sawit tumbuh dan menghasilkan buah di lahan kritis hendaknya menjadi pertimbangan untuk tidak mempertahankan ego sektoral. Adalah sangat bijak jika di lahan kritis dengan kondisi tertentu penanaman sawit untuk tujuan kebutuhan energi perlu diujicoba dan perangkat kebijakan untuk itu perlu disiapkan.
| 109
Dewan Riset Nasional
110 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
PERMASALAHAN BBM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN ENERGI NASIONAL Widodo W. Purwanto 1, 2 ABSTRAK Di penghujung tahun 2013 masalah defisit neraca perdangan Indonesia meningkat cukup tajam, disebabkan oleh defisit sektor minyak bumi seiring dengan meningkatkan permintaan minyak dan produk minyak impor tanpa diiringi dengan penambahan produksi minyak mentah dan BBM dalam negeri. Makalah ini membahas permasalahan BBM nasional dan keterkaitannya dengan ketahanan energi. Pertama dibahas tentang neraca minyak dan BBM nasional berserta projeksinya ke depan oleh penulis dan beberapa organisasi internasional serta kondisi kilang minyak dan analisis alternatif pengurangan konsumsi BBM melalui BBN, BBG dan konservasi. Selanjutnya untuk mengukur ketahanan energi Indonesia dilakukan analisis keterkaitan permasalahan BBM dengan ketahanan energi nasional dan dibandingkan dengan negara lain referensi dari organisasi dan jurnal saintifik internasional. Akhirnya disarankan langkah penting apa saja yang harus segera dilaksanakan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor minyak bumi tersebut.
1. Pendahuluan Sejak produksi minyak dunia menurun dan permasalahan geo-politik meningkat maka isu ketahanan energi terutama minyak bumi telah mendapat perhatian yang besar dari seluruh dunia. Indonesia sebagai salah satu negara emerging economy dan negara ke empat terbesar jumlah penduduknya, telah berkembang pesat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 6 % sejak 2010 dan meningkatnya kelas menengah yang masih boros energi terutama yang berasal dari fosil. Sebagai akibat permintaan energi dalam negeri meningkat pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan sekitar 7-9 %.
1 2
Anggota Komisi Teknis Energi, Dewan Riset Nasional 2012-2014 Guru Besar Departemen Teknik Kimia, Universitas Indonesia
| 111
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Indonesia diberkahi dengan cadangan gas dan batubara yang cukup namun cadangan minyak yang sangat terbatas dan laju produksi minyak yang semakin menurun tanpa adanya penambahan cadangan minyak. Untuk sektor transpotasi, walaupun telah menggunakan biodiesel namun sebagaian besar masih tergantung pada BBM. Disatu sisi terjadi peningkan permintaan BBM yang tinggi yang disebabkan oleh meningkatnya taraf hidup masyarakat dan didorong oleh kenaikan kepemilikan kendaraan bemotor dan disisi lainnyasaat ini total konsumsi BBM 1,4 juta barrel/hari, sedangkan produksi minyak nasional berkisar hanya 840.000 bph. Pemerintah terpaksa harus mengimpor minyak mentah dan BBM sekitar 750.000 bph. Jika kondisi di atas terus berjalan akan mengancam ketahanan energi nasional terutama minyak bumi yang sangat tergantung impor BBM dari negara lain terutama Singapura. Makalah ini akan membahas permasalahan BBM nasional terutama ketergantungan akan minyak impor yang semakin tinggi dan menganalisis implikasinya terhadap ketahanan energi Indonesia serta dibandingkan dengan negara lain. Dibagian akhir makalah ini akan disarankan langkah selanjutnya untuk mengurangi ketergantungan akan impor minyak tersebut. 2. Kondisi BBM Nasional dan Permasalahannya Defisit perdagangan sektor migas sampai bulan september 2013 mencapai sebesar 9,74 milyar dollar AS atau setara dengan 4,4 persen dari PDB dimana nilai impor 33,67 milyar dolar AS dan nilai ekspor 23,85 milyar dolar AS (BPS). Kenyataan ini memberatkan bagi neraca perdagangan kita.Defisit sektor migas dipercayamenekan nilai rupiah hingga Rp 11.264 per dolar AS.
Ketergantungan Impor Minyak Pada tahun 2012 produksi minyak mentah 874 ribu barel per hari (bph) minyak bagian negara sebesar 586 ribu barel per hari. Kebutuhan konsumsi BBM sebesar 1,4 juta bph sehingga masih dibutuhkan impor sebe112 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
sar 802 ribu bph terdiri 265 ribu bph minyak dan 537 ribu bph BBM. Berdasarkan hasil hasil proyeksi Pengkajian Energi UI (INOSYD model) pada tahun 2012 defisit minyak mencapai 40 persen (konsumsi BBM dikurangi impor minyak mentah dan BBM). Apabila tidak ada penambahan produksi minyak yang signifikan maka pada tahun 2030 ketergantungan pada impor minyak mencapai 85 persen dan pada tahun 2050 hampir mencapai 100 persen (Gambar 1).
(a)
(b) Gambar 1. Proyeksi produksi, konsumsi (a) dan net expor/impor minyak (b) | 113
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Perkiraan senada juga dikemukakan oleh International Energy Agency (IEA) dalam laporan “Southest Asia Energy Outlook” 2013. Pada tahun 2035 ASEAN diperkirakan akan memerlukan impor minyak mencapai 240 milyar USD atau setara dengan lebih 5 juta bph setara dengan 76 persen dari konsumsi, kawasan ini rawan terhadap gejolak harga minyak internasional dan akan membutuhkan invesasi infrastruktur energi sebesar 1,7 trilyun USD. Peningkatan ketergantungan akan impor minyak akan menyebabkan perekominian biaya tinggi dan menyebabkan ASEAN lebih rentan terhadap adanya gangguan eksternal. Impor minyak akan mencapai 4 persen dari PDB. Konsumsi Indonesia dan Thailand meningkat tiga kali pada tahun 2035 dibanding tahun 2011.Untuk gas bumi ASEAN masih net eksporter tahun 2011 sebesar - 42 persen menjadi – 10 persen pada tahun 2035, disebabkanterutama Indonesia dan Malaysia. Sedangkan Indonesia masih akan tetap menjadi eksporter batubara penting di dunia dengan produksi lebih dari 530 juta ton dan net export sekitar 400 juta ton pada tahun 2035 setara sekitar 70 persen dari produksi total (Gambar 2). Pada laporan IEA tersebut negara-negara ASEAN disarankan untuk mengurangi ekspor gas bumi dan batubara dan mengalihkanya untuk mendukung berkembangnya permintaan domestik yang cepat. Batubara muncul sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik dan industri karena ketersediaan dan keterjangkauan, akan tetapi ada kebutuhan mendesak untuk menggunakan teknologi batubara yang lebih efisien dan bersih.
114 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
(a)
(b) Gambar 2. Produksi dan permintaan serta (a) net impor/ekspor (b) minyak dan gas bumi ASEAN (IEA, 2013)
Kilang Minyak Kapasitas kilang minyak Indonesia belum beranjak sejak 1995, hal ini disebabkan oleh keengganan pemerintah untuk membangun kilang baru, walaupun saat defisit BBM sudah mencapai lebih dari 55 persen. Kapasitas kilang Indonesia sebesar 1031 ribu bph yang terdiri dari 6 kilang dengan produksi BBM sekitar 900 bph pada tahun 2012. Diantara negara | 115
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Asia dan Pasific pemilik kilang terbesar kapasitas kilang Indonesia berada diatas Australia dan dibawah Taiwan (Tabel 1). Tabel 1. Kapasitas kilang Asia dan Pasific (ribu bph)
Sumber : OPEC, 2013
Tabel 2. Produksi kilang Asia dan Pasific (ribu bph)
Sumber : OPEC, 2013
116 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Tabel 3 Konsumsi BBM Asia Pasific (ribu bph)
Source: OPEC, 2013
Net impor BBM untuk beberapa negara Asia Pasific dapat dibandingkan berdasarkan data dari Tabel 2 dan Tabel 3 sepertiditampilkan pada Gambar 3.
Source: OPEC, 2013 dan diolah Gambar 3. Perbandingan net impor BBM beberapa negara Asiadan Pasific
Dari Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa Indonesia mengalami ketergantungan impor BBM yang meningkat tajam dibanding negara lain, dari 5 persen tahun 2008 menjadi 56 persen tahun 2012, hampir sama dengan Australia. Sementara untuk Cina defisit BBM mengalami perbaikan | 117
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
menjadi 6 persen pada tahun 2012, sedangkan India terjadi peningkatan impor BBM yang tidak terlalu besar dan mempertahankannyakurang dari 5 persen.Jepang, mengalami peningkatan ketergantungan impor BBM dari 13 persentahun 2008 menjadi 26 persen pada tahun 2012 dengan ditutupnya beberapa kilang minyaknya. Sementara Korea Selatan tetap mempertahankan surplus BBM dan diekspor BBM mencapai 19% dari produksinya pada tahun 2012. Salah satu alternatif mengurangi defisit BBM adalah membangun kilang minyak baru, minimum 2 kilang yang diperlukan untuk mengurangi ketergantungan BBM impor, namun demikian jika tidak disertai dengan peningkatan produksi minyak dalam negeri maka pembangunan kilang baru akan menambah defisit minyak mentah. Alternatif pembangunan kilang baru masih lebih baik dibanding impor BBM karena rantai nilai minyak dari kilang berada di Indonesia bukan di Singapura. Hal serupa juga dilakukan oleh Cina, India dan Korea Selatan. Apabila kondisi konsumsi dan produksi BBM nasional tidak segera diatasi dengan meningkatkan produksi minyak, membangun kilang dan menekan komsumsi BBM maka ketergantungan impor BBM semakin meningkat terus dan akan berakibat pada defisit neraca perdagangan Indonesia serta mengancam ketahanan energi nasional. 3. Bahan Bakar Alternatif dan Efisiensi Energi Transportasi merupakan sektorpengguna energi yang paling rentan terhadap harga minyak. Mengingat sektor ini sangat penting bagi ekonomi secara kesuluruhan maka sangat penting untuk mengimplementasikan kebijakan bahan bakar alternatif (BBN dan BBG) dalam rangka mengurangi ketergantungan akan BBM.
BBN Berbagai kebijakan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) telah dilakukan pemerintah sejak tahun 2006 melalui Peraturan Presiden No.6 tahun 2006 dimana pemerintah mentargetkan penggunaan BBN 5% pada 118 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
tahun 2025 dari total pasokan energi nasional. Kemudian pada tahun 2008 KESDM mengeluarkan Peraturan Menteri No. 38 tahun 2008 tentang mandat BBN dengan target penggunaan BBN 20% di sektor transportasi pada tahun 2025.Realisasi dari target kebijakan diatas masih sangat rendah. Kontribusi biodiesel dalam total konsumsi solar sekitar 0,06 persen tahun 2006 menjadi sekitar 4 persen tahun 2012 (USTD, 2013). Konsumsi biodiesel tahun 2012 sekitar 670 juta liter dan diharapkan mencapai 800 juta liter tahun 2013 atau setengah dari target subsidi BBN tahun 2013. Secara umum pengembangan energi terbarukan sektor transportasi di dunia masih tertinggal dibanding sektor listrik. Pengembangan BBN global belum menggembirakan dan kontribusi BBN pada permintaan bahan bakar untuk sektor transportasi masih sangat kecil, hanya sekitar 3 persen (IRENA, 2013), dan masih didominasi oleh BBM. Hanya ada satu negara yang berhasil mencapai 22 persen penetrasi BBN di sektor transportasi yaitu Brazil. Dengan kondisi tersebut ketergantungan sektor transportasi pada BBM masih sangat tinggi (97 persen). Reaksi spontan dari pemerintah untuk mensiasati defisit neraca perdagangan yang disebabkan impor minyak adalah kebijakan pemerintah memperbesar kandungan biodiesel dalam solar dengan tujuan mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor. Pemerintah mewajibkan Pertamina mencampur minyak nabati, Fatty Acid Methyl Ester (FAME), ke dalam solar dari sebelumnya hanya sekitar 5% menjadi 10%. Penambahan ini hanya akan menghemat solar sekitar 1,5 juta kL saja, dan belum bisa mengatasi defisit minyak Indonesia. Selain BBN untuk bahan bakar cair juga dapat berasal dari gas dan batubara yang disebut GTL dan CTL, namun masih relatif kecil produksinya CTL di Cina dan Afrika Selatan dan GTL di Qatar dan Afrika Selatan.
| 119
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
BBG Penggunaan BBG dalam sektor transpotasi merupakan salah satu alternatif untuk mensubstitusi BBM yang keberadaannya semakin terbatas. Indonesia sejak lama merencanakan BBG namun perkembangan sampai saat ini masih memprihatinkan dan jalan di tempat, jumlah SPBG dan NGV sangat terbatas. Beberapa kebijakan telah ada namun implementasinya masih jauh dari memuaskan karena beberapa permasalahan klasik yaitu terbatasnya pasokan gas yang disebabkan karena harga gas yang kurang berpihak pada produsen. Disamping itu infrastruktur BBG yang mahal harus ada intervensi dari pemerintah serta harga BBM yang masih disubsidi juga menghambat penggunaan BBG. Dikarena BBG berbeda fase dibanding BBN dan BBM maka susbtitusi BBM menjadi BBG memerlukan infrastruktur logistik yang berbeda demikian juga dengan kendaraan bermotornya. Negara dengan presentasi NGV lebih dari 5% NGV total dunia adalah Italy, Cina, India, Brazil, Argentina, Pakistan dan Iran. Sedangkan negara dengan persentasi NGV lebih dari 10% dari total kendaraan yang ada adalah Argentina, Bangladesh, Bolivia, Pakistan, Iran dan Armenia (NGV Global). Efisiensi Energi Kebijakan konservasi dan efisiensi energi salah satu cari mengendalikan konsumi energi dan akan mempengaruhi pada ketahanan energi nasional. telah menjadi prioritas pemerintah terutama sektor rumah tangga/ komersial dan industri. Namun demikian konservasi energi sektor transportasi belum banyak disentuh. Ketidak efisienan penggunakan BBM terutama disebabkan kurangnya infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan sertanya terbatasnya transportasi masal yang menyebabkan terjadinya kemacetan serta menajemen lalu lintas yang belum membaik serta harga BBM yang masih disubsidi.
120 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Secara umum terjadi perbaikan intensitas energi Indonesia pada tahun 2030 sekitar 50 juta BTU/kapita dengan GDP sekitar 12000 $/kapita (lihat Gambar 4), namun dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor maka konsumsi BBM juga semakin meningkat walaupun efisiensi kendaraan lebih baik. Kondisi saat inisangat sulit untuk dapat mengurani konsusmi BBM sektor transportasi dimana kepemilikan kendaraan per 1000 penduduk masih rendah, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat maka kepemilikan kendaraan akan semakin besar pula. Gambar 5 memperlihatkan kepemilikan kendaraan baru akan konstan pada GDP per kapita sekitar 12000 $/kapita dengan 270 s/d 700 kendaraan tiap 1000 penduduk. Apalagi dengan adanya kebijakan LCGC maka bukan menghemat malah akan menambah jumlah kendaraan dengan karena harga kendaraan yang murah yang pada akhirnya akan menambah konsumsi BBM.
Gambar 4. Per capita energiy consumption vs. Per capita GDP
| 121
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Gambar 5. Stocks kendaraan per 1,000 populasi vs. GDP per kapita periode 2010– 2035 (ADB, 2013)
4. Mengukur Ketahanan Energi Nasional Presiden SBY dalam salah satu rapat koordinasi bidang energi mengatakan bahwa “Indonesia akan mencapai ketahanan energi pada tahun 2018” dikarenakan adanya proyek-proyek migas di Natuna, Masela, dan Cepu yang akan selesai pada tahun 2018. Pernyataan Presiden tersebut menarik untuk disimak, apa yang dimaksud ketahanan energi?. Apa indikator yang yang digunakan sehingga ketahanan energi Indonesia akan tercapai pada tahun 2018. Scott R. Littlefield dalam makalahnya di jurnal Energy Policy tahun 2013 mengatakan bahwasering kali terjadi ketidak-tepatan penggunaan bahasa dan manipulasi dalam proses pembuatan kebijakan energi oleh para 122 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
politikus terutama tentang ketidakpastian pemahaman ketahanan energi, kemandirian energi dan keberlanjutan energi, yang disebabkan adanya perbedaan kepentingan politik dan ekonomi dimana para politisi akan memanfaatkannya untuk mempengaruhi pendapat publik. Definisi sederhana ketahanan energi adalah adanya ketersediaan sumber energi dengan harga yang terjangkau, terutama untuk minyak bumi, namun demikian saat inipengertian ketahanan energi meliputi banyak aspek yaitu ketahanan energi jangka panjang terutama investasi tepat waktu untuk memenuhi energi sesuai perkembangan ekonomi dan persyaratan lingkungan. Di sisi lain, ketahanan energi jangka pendek berfokus pada kemampuan sistem energi untuk bereaksi secara cepat terhadap perubahan mendadak dalam sistem keseimbangan permintaan dan pasokan energi.Demikian juga dengan keberagaman sumber energi, efisiensi dan kerjasama internasional. Gambar 6 menunjukkan ranking ekonomi Asia berdasarkan index energy self-sufficiency dimana nilai 1 menunjukkan seluruh kebutuhan energi primer suatu negara dapat dipenuhi oleh sumber energi domestik, sedangkan nilai 0 mengindikasikan ketergantungan sepenuhnya kebutuhan energi suatu negara berasal dari impor. Index ini dihitung berdasarkan proyeksi kebutuhan energi primer mix sampai tahun 2035.
| 123
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Gambar 6. Self-sufficiency index (ADB, 2013) 124 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
Indonesia di posisi yang cukup baik walupun masih dibawah Australia dan Brunei Darrusalam dan diatas negara-negara ASEAN lainnya. Negara-negara dengan index terendah seperti Singapura, Korea Selatan, Hangkong dan Taiwan. Sovacool et al. (2011) melakukan studi ketahanan energi beberapa negara Asia dan Pasifik berdasarkan 20 indikator yang meliputi suplai energi, keterjangkauan, efisiensi dan inovasi, lingkungan, dan pemerintah. Studi ini menganalisis kemajuan suatu negara selama periode 19902010. Gambar 7 memperlihatkan bahwa kinerja tertinggi dari energy security index adalah Jepang, Brunei Darussalam dan AS. Sedangkan yag terendah adalah Vietnam, India dan Myanmar. Untuk ASEAN posisi Indonesia berada dibawah Brunei, Singapura, Malaysia dan Thailand serta lebih baik dari Laos, Philippines dan Vietnam. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa energy security index hampir konstan dan mengalami penurunan.
Gambar 7. Energy security index (Sovacool et al. 2011, ADB, 2013) | 125
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Studi yang sama khususnya untuk Indonesia dilakukan oleh Prambudia dan Nakano (2012). Indikator yang digunakan adalah ketersediaan, keterjangkauan, efisiensi, dan akseptabilitas dengan tiga skenario kebijakan yaitu business as usual (BAU), peningkatan produksi energi (PROD) dan penghapusan subsidi (SUB). Hasil studi memperlihatkan bahwa skenario kebijakan energi yang diusulkan dapat menimbukan konflik antar kebijakan dan harus ada kompromi (trade-off) dari skenario tersebut. Meningkatkan produksi energiakan meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan efisiensi tetapi menurunkan tingkat akseptabilitas. Penghapusan subsidi energi akan memperbaiki kinerja ketersediaan, efisiensi, dan akseptabilitas tetapi menurunkan dimensi keterjangkauan. Secara keseluruhan skenario BAU dan PROD akan menyebabkan kinerja ketahanan energi yang semakin menurun, sedangkan kebijakan penghapusan subsidi (SUB) mampu mempertahankan kinerja ketahanan energi sampai tahun 2030 (Gambar 8).
Gambar 8. Kinerja ketahanan energi Indonesia 2010-2030 (Prambudi dan Nakano, 2012)
126 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
5. Langkah Penting Selanjutnya Rekomendasi untuk kebijakan energi dalam rangka mengurangi ketergantungan impor minyak dan meningkatkan ketahanan energi nasional adalah: • Ketahanan energi nasional harus tercermin melalui harga energi nasional. Saat ini harga energi domestik terutama BBM dan listrik belum mendukung hal tersebut karena masih terus disubsidi walaupun Indonesia sudah menjadi negara net oil importer. Jika harga energi terlalu rendah maka tidak mencerminkan nilai keuntungan eksternal dan biaya energi serta tidak memberikan insentif bagi pengembanngan energi terbarukan seperti BBN. Kebijakan harga energi yang rasional merupakan prasyarat multlak dalam membangun sistem energi yang efisien, bersih dan berkelanjutan. • Perlu melakukan aksi nyata dalam rangka meningkatkan bauran BBN dalam solar untuk sektor transportasi. Untuk menjamin pasokan BBN dalam negeri Pemerintah dapat menugaskan BUMN dalam hal ini PTPN untuk mengalokasikan perkebunan kelapa sawit untuk biodiesel dan mengintegrasikan dengan kilang biodiesel. Dalam pengembangan infrastrukur BBG dan Pemerintah mewajibkanpenggunaan BBG terutama untuk moda transportasi umum seperti bus dan taksi. Disamping itu harus ada intervensi nyata dari pemerintah untuk pengembangan infrastruktur gas yang tidak bisa hanya diserahkan ke pihak swasta. Dengan meningkatkan bauran energi baru dan gas bumi yang ketersediaan domestik lebih banyak akan meningkatkan ketahanan energi nasional. • Dari sisi produksi minyak, segera mewajibkan aplikasi teknologi EOR untuk sumur minyak tua & pencarian cadangan minyak baru dengan teknologi deepwater guna meningkatkan produksi minyak dalam negeri. Brazil tidak hanya berhasil melakukan deversifikasi dengan bioetanol pada sektor transportasi tetapi juga berhasil meningkatkan cadangan minyak terbukti dengan teknologi deepwa| 127
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
ter sehingga cadangan minyaknya setara dengan Timur tengah. • Segera membangun kilang minyak baru untuk mengurangi ketergantungan impor BBMdan pengembangan kilang GTL dan CTL. Pengembangan kilang baru ini sangat mendesak dikarenakan saat ini defisit BBM telah mencapai 56% dari produksi kilang nasional sehingga Indonesia tidak selalu tergantung dari Singapura. Strategi ini telah berhasil dilakukan oleh negara-negara dengan konsumsi BBM besar seperti Cina, India, Jepang dan Korea Selatan yang mampu menurunkan ketergantungan akan impor BBM, bahkan Korea Selatan surplus produksi BBM. • Segera memperbaiki dan memperluas jangkauan fasiltas infrastruktur pasokan bahan bakar serta meningkatkan cadangan BBM strategis yang handal dan mampu mengamankan pasokan BBM jika terjadi gangguan mendadak. Cadangan BBM yang hanya 21 hari bahkan ada yang kurang dari nilai tersebut terutama di Jakarta sangat rentan terhadap ganguan. • Melaksanakan penghematan energi di sektor transportasi sebagai pengguna terbesar BBM. Ini bisa dilakukan melalui perbaikan infrastruktur jalan raya dan penggunaan moda transpotasi masal. Disamping itu juga perlu dilakukan pendekatan ke pabrikan kendaraan untuk memproduksi kendaraan hemat energi dan kendaraan berbahan bakar BBG. Referensi 1. IEA, Sootheast Asia Energy Outlook,World Energy Outlook Special Report, 2013 2. ADB, Asian Development Outlook 2013: Asia’s Energy Challenge, 2013, Manila 3. ADB, Energy Outlook for Asia and Pasific, 2013 128 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
4. OPEC, Annual Statistic Bulletin, 2013 5. USTD, GAIN Report, Indonesia Biofuels Annual, 2013 6. IRENA, Road transport. The cost of renewabel solutions, 2013 7. PEUI, INOSYD Model, 2013 8. Yudha Prambudia and Masaru Nakano. Integrated Simulation Model for Energy Security Evaluation,Energies 5 (2012) 5086-5110 9. Scott R.Littlefield, Security, independence,andsustainability:ImpreciselanguageandthemanipulationofenergypolicyintheUnitedStates, Energy Policy52(2013)779–788. 10. Benjamin K. Sovacool, Ishani Mukherjee, Ira Martina Drupady, Anthony L. D’Agostino.Evaluating energy security performance from 1990 to 2010 for eighteen countries, Energy 36 (2011) 5846-5853.
| 129
Dewan Riset Nasional
130 |
http://www.drn.go.id/
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BIDANG MATERIAL MAJU Dr. Nandang Suhendra 1 1. KONDISI UMUM Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara melarang ekspor bahan baku mentah pada tahun 2014, perlu diantisipasi dengan proses nilai tambah produk nasional. Untuk mengimplementasikan amanah yang terkandung dalam undang-undang tersebut, maka diterbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral yaitu perlunya pengendalian ekspor bijih (raw material atau ore) mineral melalui penetapan Tata Niaga Ekspor Mineral dan pengenaan Bea Keluar untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi Negara. Selanjutnya dalam rangka percepatan peningkatan nilai tambah mineral telh diterbitkan pula InPres Nomor 3 Tahun 2013 tanggal 13 Februari 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri. Perlunya percepatan nilai tambah di sektor ini dikarenakan terjadi kegiatan eksploitasi massif mineral yang dengan laju peningkatan yang sangat tinggi oleh pihak asing dan sebagian lagi diekspor oleh industri local atas sumber daya mineral nasional, sementara itu dalam waktu yang bersamaan dari Januari hingga November 2011 telah terjadi pembelanjaan bahan baku dalam bentuk impornya senilai US$ 117,99 miliar, meningkat sebesar 33,58 % dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peran rekayasa teknologi pengolahan mineral dan material dalam rangka peningkatan nilai tambah sumberdaya mineral Nasional untuk subsitusi material Import sangat kritis untuk segera dilaksanakan, untuk penyediaan bahan baku industri. 1
Asisten Komisi Teknis Teknologi Material Maju Dewan Riset Nasional 2012-2014
| 131
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Pada tahun 2009 total produksi aluminium nasional mencapai 375 ribu ton dengan cakupan produk berupa aluminium ingot aloy, aluminium sheet , dan aluminium foil. Sementara konsumsi aluminium dalam negri 535,093 ton sehingga terjadi defisit 29,92% atau setara 160,092 ton di banding dengan negara lain. Konsumen aluminium nasional terbilang kecil rata-rata konsmsi aluminium dunia adalah 5kg perkapital bahkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat ,Kanada ,Jepang, Italia. konsumsi aluminium 17 kg perkapital sementara indonesia hanya 1kg. Defisit konsumsi aluminium dalam negeri menjadikan besar akibat sejumlah besar konsumsi aluminium yang dihasilkan oleh industri domestik di ekspor luar negeri. Nilai ekspor indonesia cukupbesar mencapai US $ juta ditahun 2008 . Besarnya ekspor aluminium ini cukup mengganggu kepentingan dalam negeri karena pasokan bahan baku aluminium di indonesia lokal menjadi sangat berkurang padahal kebutuhan aluminium dalam negeri terus meningkat seiring perkembangan industri pemakaiannya seperti sektor kontruksi, komponen otomotif dan lain–lain. Kementerian ESDM mencanangkan lima jenis logam strategis yaitu besi, aluminium, nikel, tembaga dan seng. Kondisi penambangan dalam negeri akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan permintaan bijih besi dunia. Di sisi lain, industri besi baja hulu yang belum memiliki manufaktur pemurnian bijih besi menjadi konsentrat bijih besi, membuat manufaktur hilir tergantung pada bahan baku impor. Dengan kata lain, Indonesia kehilangan kesempatan membuka lapangan kerja, dan margin keuntungan terhadap nilai rantai industri hilir karena tidak adanya industri pengolahan bijih besi dan pasir besi yang dibutuhkan untuk membangun rantai produksi industri baja di Indonesia. Saat ini, Indonesia tercatat sebagai penyimpan cadangan bauksit terbesar nomor tujuh di dunia sekaligus menjadi produsen bauksit nomor empat di dunia. Besarnya cadangan bauksit Indonesia diperkirakan mencapai 24 juta ton. hingga saat ini, mayoritas hasil tambang bauksit diekspor sebagai bahan baku mentah. Sebagai bahan baku pembuatan aluminium, kebutuhan akan industri pengolahan bauksit menjadi alumina perlu secara serius dikembangkan di In132 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
donesia. Selain untuk menjalankan mandat UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengenai upaya optimalisasi nilai tambah bahan baku mineral, harga jual alumina yang bias mencapai 10 kali harga jual bauksit. Logam lainnya yang dikategorikan strategis adalah nikel. Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen nikel dunia yang bersama-sama menyumbang lebih dari 60 persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia, oleh karena itu industri pertambangan dan pengolahan nikel sangat layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Meskipun Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami di dunia (sekitar 28 persen dari produksi karet duniadi tahun 2010), sedikit di belakang Thailand (sekitar 30 persen), namun karet yang diproduksi untuk keperluan rekayasa polimer sintesis di industri belum termanfaatkan secara optimal. Semantara itu, di masa depan, permintaan akan karet alami dan karet sintetik masih cukup signifikan, karena didorong oleh pertumbuhan industri otomotif yang tentunya memerlukan ban yang berbahan baku karet sintetik dan karet alami. Harga karet sintetik yang terbuat dari minyak bumi akan sangat berfluktuasi terhadap perubahan harga minyak dunia. Demikian pula dengan harga karet alami yang akan tergantung pada harga minyak dunia oleh karena karet alami dan karet sintetik adalah barang yang saling melengkapi (complementary goods). Terlebih dengan penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi untuk pengolahan kedua jenis karet tersebut, maka tentunya harga karet alami dan karet sintetik sangat tergantung dengan kondisi harga minyak dunia. Dengan semakin meningkatnya industri otomotif di kawasan Asia, dan kawasan lain di dunia diharapkan hal ini juga meningkatkan permintaan akan karet alami. Dalam produksi karet mentah dari perkebunan, Sumatera adalah produsen terbesar di Indonesia dan masih memiliki peluang peningkatan produktivitas. Koridor Ekonomi Sumatera menghasilkan sekitar 65 persen dari produksi karet nasional. | 133
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
Adanya kebutuhan sel surya terpasang 2572 MWp pada Tahun 2025 Perpres No. 5 Tahun 2006 menargetkan bahwa pada tahun 2025 tercapai elastisitas energi kurang dari 1 (satu) dan energi mix primer yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar terhadap sumber energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi. Sel surya merupakan pembangkit energi listrik yang ramah lingkungan, memiliki potensi dalam penyediaan listrik untuk rumah tangga dan penerangan jalan raya. Indonesia, sebagai negara tropis dengan intensitas pencahayaan matahari 0,4 – 0,6 kW/m2 dan 2000-an jam setahun (rata-rata 1300 kWh/m2 per tahun), berpotensi besar untuk mandiri dalam bidang energi. Saat ini, teknologi sel surya masih dikuasai oleh negara-negara subtropis. Intensitas penyinaran matahari yang lebih rendah mendorong mereka untuk meningkatkan efisiensi sel surya hingga melebihi 20%. Pemasangan sel surya sebagai pembangkit energy listrik menjadi strategis dikarenakan posisinya dalam jalur lintasan matahari yang sepanjang tahun mendapatkan cahaya matahari dengan intensitas tinggi. Pengembangan industri sel surya nasional berbasiskan silicon kristal sangat memungkinkan dikarenakan bahan baku untuk silicon Kristal dari pasir kuarsa maupun batuan kuarsit sangat melimpah. Industri pengolahan pasir silica dapat memberikan efek ganda bagi perkembangan industri nasional, karena setiap mata rantai proses pemurnian dan pengubahan ukuran butiran silica, dapat dimanfaatkan oleh aneka industri dengan jumlah yang cukup besar. Teknologi material polimer sangat berkembang dengan meluasnya aplikasi bahan polimer baik pada produk komoditas maupun pada produk enjinering seperti aplikasi engine dan struktur kinerja tinggi. Hal ini seiring tuntutan produk yang memerlukan bahan ringan sehingga semakin banyak material logam atau material konvensional lainnya yang digantikan oleh material polimer (plastik). Meskipun demikian realita tingkat 134 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
konsumsi plastik di Indonesia perkapita pertahun baru mencapai 10 kg, yang sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand yang mencapai 40 kg/kapita/tahun. Kondisi ini memicu pertumbuhan industri plastik Nasional yang dituntut untuk lebih inovatif dan kompetitif. Pengembangan klaster industri petrokimia dilaksanakan untuk memperkuat struktur dan jaringan industri petrokimia hulu hingga industri plastik hilir (Peraturan Menperin Np. 14/M-IND/PER/1/2010) Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan klaster industri petrokimia yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, papan dan pangan. Produk-produk petrokimia merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku bagi industri hilirnya (industri tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, kulit imitasi, dan lain-lain). Dalam rangka peningkatan penyelenggaraan perlindungan konsumen dan upaya menciptakan persaingan usaha yang sehat, salah satu upaya pemerintah adalah memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib bagi produk dalam maupun luar negeri. Bagi industri dalam negeri pemberlakukan SNI ini merupakan tantangan untuk industri yang bersangkutan guna meningkatkan kualitas produknya, sedang bagi industri luar negeri merupakan seleksi dimana hanya produk yang berkualitas yang dapat masuk ke Indonesia. Pemerintah harus berperan serta dan memberikan dukungan baik sarana maupun prasarana untuk menerapkan standar produk, sehingga banyak industri nasional memberlakukan SNI Wajib pada produknya, yang kemudian dilanjutkan dengan memberlakukan SNI Sukarela. Pengawasan produk bersertifikat standar dilakukan oleh seluruh instansi maupun institusi terkait dari hulu hingga hilir.
| 135
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
2. POTENSI DAN PERMASALAHAN BIDANG MATERIAL MAJU Potensi dan permasalahan bidang material maju dapat diuraikan menurut butir-butir sebagai berikut: 1. Adanya kebutuhan substitusi material bahan baku industri dan peningkatan nilai tambah SDA (peningkatan TKDN) Kebutuhan bahan baku industri, baik untuk kegiatan produksi industri nasional maupun global dibeberapa sektor terus meningkat. Peran penciptaan atau inovasi material sebagai bahan baku industri dalam rangka peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang bersumber dari alam yang telah diolah sangat besar. Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini adalah lemahnya infrastruktur sebagai penunjang bagi terwujudnya industri yang dapat mengolah sumber daya alam menjadi material sebagai bahan baku maupun produk jadi industri. 2. Kebutuhan pengembangan material baru ramah lingkungan Tidak dapat dipungkiri bahwa trend teknologi masa depan adalah teknologi ramah lingkungan (Green and Clean) demikian juga teknologi perkembangan material polimer, yang selama ini banyak disorot sebagai material yang merusak lingkungan, maka tantangan ke depan adalah dengan rekayasa teknologi material polimer yang ramah lingkungan dalam arti, secara proses efisien di energi dan juga aman dan tidak merusak lingkungan. Polimer merupakan material yang sarat dengan teknologi rekayasa, dimana dapat didesain sesuai dengan kebutuhan, misalnya yang mudah terurai atau yang harus tahan untuk jangka waktu tertentu. 3. Kebutuhan akan standarisasi produk Di sektor industri bahan baku plastik dan produk plastik terdapat 79 SNI dimana 30 SNI relevansi dengan CAFTA (2 SNI di antaranya wajib) dan 49 SNI lainnya tidak terkorelasi. Sementara itu produk plastik sangat beragam dan semakin potensi dalam menggantikan material lain di dalam berbagai aplikasi. Pemerintah sendiri masih terus meningkatkan program SNI ini, akan tetapi institusi pemberi sertifikasi produk plastik masih ter136 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
batas jumlahnya antara lain Balai Bahan dan Barang Teknik, DKI Jakarta, Balai Pengujian Mutu Barang Ekspor dan Impor, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), Balai Besar Kulit dan Plastik, Balai Besar Kimia dan Kemasan dengan ruang lingkup yang juga masih sangat terbatas. Jumlah ruang lingkup yang terakreditasi dengan jumlah produk plastik yang ada sangatlah tidak sebanding. 4. Kebijakan pemerintah terkait pengawalan produk teknologi kearah komersialisasi masih kurang Komersialisasi Teknologi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memfasilitasi penyediaan teknologi inovasi, pemanfaatan sumberdaya penelitian yang dimiliki, baik bersifat fisik maupun non fisik dengan orientasi bisnis, tetapi seraya tetap memperhatikan dan mengutamakan kebutuhan masyarakat dalam mendukung percepatan proses alih teknologi. Kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan pengawalan produk teknologi kearah komersialisasi masih perlu ditingkatkan. 5. Keterbatasan sarana dan prasarana serta dukungan pendanaan terhadap kegiatan R&D Keterbatasan sarana dan prasarana serta dukungan pendanaan terhadap penelitian dan pengembangan dapat menghambat pertumbuhan kinerja sumber daya manusia serta terhambatnya peningkatan produktivitas iptek. 6. Transfer teknologi ke industri sulit dilakukan Transfer teknologi sulit dilakukan dikarenakan hasil litbangyasa bidang teknologi material khususnya belum sampai pada tahapan yang siap untuk diimplementasikan di industri 7. Kebijakan pemerintah tentang TKDN dalam implementasinya belum didukung oleh kebijakan lain yang terkait Terlalu banyak kepentingan yang terjadi dalam implementasi semangat peningkatan nilai tambah dalam negeri, terutama bagi pelaku yang ber| 137
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
hubungan langsung dengan kegiatan eksport sumberdaya alam dalam bentuk mineral yang belum diolah dan kegiatan import produk-produk berupa barang maupun material untuk keperluan produksi manufaktur dan perakitan yang ada di dalam negeri. 8. Pengalaman problem solving di industri material masih rendah Pertumbuhan industri nasional dibagian hilir tidak disertai dengan penguatan industri disektor hulunya; sebagai konsekuensi dari hal diatas, untuk pemenuhan bahan baku produk industri masih mengandalkan pada sektor import. Lambatnya pertumbuhan industri hulu nasional disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya biaya investasi bagi pendirian industri hulu sangat besar; energi sebagai sumber tenaga bagi proses produksi juga sangat tinggi; regulasi dan kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan industri hulu nasional masih belum kuat; sehingga persentasi jumlah industri hulu dari keseluruhan industri yang ada di Indonesia masih sangat rendah; dan hampir sebagian besar industri hulu yang bergerak di Indonesia dimiliki oleh perusahaan asing. Dengan demikian kegiatan problem solving industri hulu, yang sangat erat terkait dengan pembuatan material sebagai prekursor dan intermediate products sangat terbatas. 9. Harapan industri bagi hasil riset dibidang Teknologi Material Fakta telah menunjukan bahwa hasil penelitian dan teknologi peneliti maupun perekayasa nasional sangat jarang dimanfaatkan oleh industri nasional. Alasan utamanya adalah hasil riset dan teknologi yang ditawarkan belum dapat memberikan jaminan terhadap konsistensi kualitas maupun kuantitas serta keberhasilan produksi dalam skala industri. Alasan lainnya tentu masih banyak lagi. Inti dari permasalahan ini adalah belum adanya jaminan dari pemerintah bagi industri yang memanfaatkan hasil riset dan teknologi putra bangsa; sementara itu, industri harus mengejar target profit dengan nilai tertentu. 138 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
3. ARAH KEBIJAKAN Berdasarkan kondisi, potensi, dan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang material maju, maka arah kebijakan dan strategi pembangunan bidang material maju yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kajian, intermediasi dan solusi teknologi pada Teknologi Material Kajian, intermediasi dan solusi teknologi pada Teknologi Material diarahkan untuk mendukung 6 bidang fokus pembangunan iptek, seperti ketahanan pangan, energi, teknologi informasi dan komunikasi, teknologi dan management transportasi, teknologi pertahanan dan keamanan, serta teknologi kesehatan dan obat. Hal ini selaras dengan arahan pembangunan iptek nasional yang tertuang pada dokumen RPJPN 2005–2025 dan RPJMN 2010-2014 khususnya dalam Kerangka Pembangunan Iptek di mana tertera butir–butir Fokus Pembangunan di antaranya mengenai pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial Kemasyarakatan. Arah kebijakan dan strategi ini dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumberdaya iptek untuk menghasilkan produktivitas keperekayasaan teknologi yang berdaya guna bagi sektor produksi nasional. Seiring dengan terus berkembangnya kebutuhan manusia di berbagai kehidupan meliputi sektor kesehatan, makanan, obat-obatan, lingkungan, transportasi, pertahanan, energi, dan teknologi informasi, maka fungsi suatu produk industri perlu untuk ditingkatkan. Untuk itu peningkatan fungsi produk industri tidak terlepas dari pemrosesan material sebagai bahan baku produk. Bangsa Indonesia memiliki banyak potensi dalam berbagai bidang. Potensi demografi dengan tersedianya sumber daya manusia yang tinggi, dan potensi sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan dalam jumlah melimpah. Sampai dengan tahun 2010, Indo| 139
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
nesia masih merupakan salah satu produsen dengan berbagai komoditas penting seperti kelapa sawit, kakao, timah, nikel, bauksit, dll. Walaupun segala potensi tersebut tersedia dalam jumlah yang besar, namun apabila tidak dikembangkan dengan baik tentu tidak akan menghasilkan apa-apa. Program industri hulu dan hilir yang berarti membenahi dari atas sampai bawah dikhususkan pada bidang material maju. Perekonomian Indonesia yang masih terfokus untuk mengumpulkan hasil alam, tidak optimalnya peningkatan nilai tambah produk, serta tidak meratanya laju pembangunan menjadi beberapa tantangan yang harus dibenahi kedepannya. Rekayasa bahan baku material industri telah menuju pada teknologi nano. Oleh karena itu, pemahaman dan pemanfaatan teknologi nano menjadi penting. Material yang dihasilkan dalam skala nanometer memiliki sifat yang berbeda dibandingkan dengan material yang sama namun dihasilkan dalam skala yang lebih besar. Pada industri tekstil misalnya dihasilkan smart textile yang pengembangannya menghasilkan bahan tekstil anti nyamuk dan tekstil proteksi pada sinar UV. Penelitian lain pada bidang energi menghasilakan sel surya (solar cell), baterai, dan sel bahan bakar (fuel cell). Pelaksanaan kajian, intermediasi dan solusi teknologi ini dilakukan melalui penelitian, pengembangan dan penerapan bahan baku industri berbasis material seperti logam, polimer, keramik dan material maju strategis lainnya. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan kemampuan kompetensi SDM, peningkatan fasilitas sarana dan prasarana laboratorium material. Melalui usaha ini diharapkan masalah-masalah terkait bidang material di industri dapat diatasi dan akan mendorong tumbuhnya industri baru berbasis material hasil kajian sendiri. Melalui arah kebijakan ini diharapkan dapat dihasilkannya teknologi material untuk peningkatan produktivitas industri, melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi material di industri, yaitu: polimer, logam, dan keramik;
140 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
2. Penerapan hasil Teknologi Material untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian Dalam RPJPN 2005-2015 disebutkan bahwa usaha pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan lokal, serta memperhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Perlu penguatan pada lembaga pemerintah yang mempunyai peran sebagai intermediasi teknologi, technology clearing house, pengkaji teknologi, audit dan solusi teknologi, untuk melaksanakan tugas dalam melakukan pengkajian dan penerapan teknologi material (yang merupakan salah satu bidang fokus dari 7 bidang fokus agenda riset nasional (ARN) untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa. Untuk mencapai strategi tersebut, diperlukan peningkatkan kreativitas dan produktivitas keperekayasaan teknologi material untuk memenuhi kebutuhan teknologi di sektor produksi dan meningkatkan daya saing produk-produk nasional dan budaya inovasi. Arah kebijakan tersebut didukung juga dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung untuk mendukung proses transfer dari ide-prototip lab-prototip industri-produk komersial (penguatan sistem inovasi nasional). Peran teknologi material terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh industri-industri barang jadi sangat penting; Penguasaan teknologi material harus didasari pada kemampuan dalam mengolah bahan dasar alam dari sumber daya mineral atau hayati, menjadi bahan precursor, intermediate & bahan-bahan berupa produk industri yang sudah jadi. Lemahnya daya saing produk industri dalam negeri terhadap produk import diakibatkan sebagian besar oleh ketidakmandirian industri nasional terhadap penyediaan bahan baku. Dan ketidak mandirian bahan baku tersebut merupakan implikasi dari kurangnya perhatian kita terhadap pentingnya penguasaan dan penerapan teknologi material yang mana sumber ma| 141
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
terial tersebut dapat diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya alam yang melimpah di negeri ini. Oleh karenanya arah kebijakan bidang teknologi material dalam rangka peningkatan daya saing dan kemandirian disektor industri harus menuju pada pemanfaatan sumberdaya alam dengan seefisien mungkin, dan peningkatan nilai tambah yang setinggi-tinggi dalam bentuk bahan baku, intermediate dan produk jadi; sehingga dihasilkan produk nasional dengan kualitas material yang berdaya saing tinggi dengan penyediaannya dapat dilakukan secara mandiri. Melalui arah kebijakan ini diharapkan dapat tercapainya pengembangan teknologi material untuk peningkatan nilai tambah di industri, dengan indikator kinerja berupa tersedianya teknologi material : logam, keramik dan polimer. 3. Mendorong terciptanya kemitraan dengan industri dan litbangrap Program bidang teknologi material diarahkan pada peningkatan nilai tambah dan kemandirian industri nasional, oleh karena itu kerjasama dengan lembaga penelitian dan penerapan lainnya serta industri merupakan hal yang sangat penting bagi peningkatan sinergi untuk pencapaian hasil dan tujuan pemanfaatan teknologi material untuk industri. Lebih jauh lagi yang perlu ditekankan disini adalah bahwa syarat mutlak yang perlu ada dalam pembangunan kemitraan antara industri dengan peneliti maupun perekayasa dalam pengembangan produk-produk nya adalah “prospek profit yang baik dan menguntungkan bagi perkembangan industri yang menjadi mitranya”. Karenanya, kegiatan penelitian dan perekayasaan bidang material harus mampu menciptakan kegiatan yang selain dapat dikembangkan di industri juga dapat memberikan impak bagi masyarakat banyak, termasuk didalamnya penciptaan lapangan kerja. 4. Rekomendasi standarisasi teknologi material Perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN maupun ASEAN-China telah berdampak terhadap banjirnya produk impor dari negara-negara tersebut. Hal ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat antara produk industri dalam negeri dengan produk impor. Banjirnya produk 142 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
impor yang dijual di dalam negeri dengan harga murah dan mutu yang rendah banyak kita jumpai di pasar. Produk tersebut diantaranya seperti elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT) dan lain-lain. Kondisi ini tentu mengakibatkan berkurangnya daya saing produk dalam negeri. Untuk mengatasi menurunnya bea masuk impor sebagai dampak dari perdagangan bebas tersebut, pemerintah melakukan upaya untuk menghambat lajunya impor melalui pemberlakuan SNI secara wajib. Sampai saat ini, pemerintah telah memberlakukan SNI secara wajib baru 73 SNI. Dari produk-produk yang diberlakukan wajib tersebut industri yang telah memperoleh SPPT SNI sebanyak 2.984 perusahaan, yang terdiri dari 1.966 perusahaan dalam negeri dan 1.018 perusahaan luar negeri. Berdasarkan perbandingan antara nilai impor dan jumlah SNI yang diberlakukan secara wajib, masih dirasakan kurang memadai.Untuk menghambat laju produk impor dan terkait permasalahan tersebut, perlu didorong akselerasi pemberlakuan SNI persyaratan penuh dan SNI sebagai parameter (peraturan teknis) untuk 400 produk yang nilai impornya tinggi yang meliputi elektronika (62 produk), furnitur (6 produk), logam (8 produk), kimia dasar (5 produk), kimia hilir (16 produk), makanan (7 produk), mainan (15 produk) Tekstil dan Produk Tekstil (438 produk), otomotif (15 produk) dan maritim (2 produk). Agar standarisasi produk tidak kontra produktif, maka perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan standarisasi teknologi material dalam industri nasional. Peningkatan kemampuan teknologi akan mendorong peningkatan peringkat daya saing dari industri tersebut. Sementara peringkat daya saing itu sendiri dipengaruhi 12 faktor, antara lain kesiapan teknologi dan kemampuan inovasi. 5. Mengembangkan core business SDM untuk mendukung program prioritas teknologi material Rakornas Kementerian Riset dan Teknologi yang diselenggaran pada Bulan Agustus 2013, telah melahirkan pencanangan program prioritas bidang material maju, yaitu: material untuk energi, kesehatan, lingkungan, dan konstruksi (masonry) yang mana sebagian besar materialnya | 143
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
diperoleh melalui proses pengolahan sumber daya mineral dan hayati dengan peningkatan nilai tambah yang tinggi. Urgensi penetapan program prioritas litbangyasa material pada bidang-bidang diatas adalah bahwa: (1) mengingat sumber energi berbasis fosil telah semakin menipis, maka perlu dicari sumber energi baru terbarukan dengan rantai nilainya, maka material untuk menunjang penyediaan energy (crystalline silicon) termasuk penyimpanannya (lithium-Ion battery) perlu diprioritaskan penelitian dan pengembangannya. (2) Kesehatan, akan menjadi kebutuhan manusia modern kedepan yang meliputi kebutuhan makanan dan obat-obatan, dengan potensi herbal nasional yang sangat besar. Prioritas litbang bidang material akan menuju pada peningkatan niliai tambah mineral menjadi biomaterial untuk substitusi tulang, material implant, bio-sensor dan material untuk alat kesehatan; (3) Lingkungan sudah menjadi trend untuk menuju penerapan teknologi ramah lingkungan (green technology), prioritas pengembangan material ada pada membrane untuk aplikasi kesehatan lingkungan dan kemasan yang dapat tereduksi secara alami (biogdegradable). (4) peningkatan pembangunan infrastruktur baik untuk pembangunan gedung-gedung, jembatan, jalan raya dan sarana transportasi lainnya, memerlukan bahan baku konstruksi yang sangat besar, maka litbang material untuk konstruksi yang berbais logam (special steel), keramik dan polimer menjadi prioritas bidang material; semua material untuk ke empat bidang dapat diperoleh melalui pengolahan sumber daya alam yang tersedia secara melimpah di tanah air ini. 6. Peningkatkan sarana dan prasarana laboratorium Perkembangan teknologi material begitu cepat bahkan saat ini tingkat ketelitian fabrikasi material sudah sangat tinggi hingga mencapai level mikro/nanometer. Dengan mikro/nanoteknologi material dapat didesain dan disusun dalam orde atom-per-atom atau molekul-per-molekul sehingga sifat-sifat dan performansinya menjadi lebih efektif, efisien dan berdaya guna lebih baik. Rekayasa material maju seperti ini perlu didukung 144 |
Riset Untuk Keunggulan & Daya Saing Bangsa : Bunga Rampai Pemikiran Dewan Riset Nasional 2013
oleh sarana dan prasarana laboraturium yang memadai dan mumpuni sehingga produk teknologi material benar-benar terstandarisasi, dimanfaatkan oleh publik serta analisanya diakui pada tingkat internasional. Laboraturium teknologi material ini mengemban misi untuk melakukan pengembangan, perekayasaan dan penyebarluasan iptek & mengupayakan penggunaannya pada publik. Meningkatkan kemampuan dan kualitas perekayasa/peneliti yang profesional serta berkepribadian. Memberikan jasa pelayanan untuk perekayasaan dan pengembangan terkait teknologi material, serta bidang-bidang kajian yang terkait untuk bisa memberikan solusi penyelesaian masalah yang ada di stakeholders. Hingga saat ini keberadaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Unit Kerja yang terkait dengan kerekayasaan material masih sangat jauh dari yang diharapkan sehingga menjadi salah satu kendala dalam mendukung kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu peningkatan sarana dan prasarana laboratorium menjadi kebutuhan yang sangat mendasar bagi institusi kerekayasaan dikarenakan tuntutan inovasi, kebaharuan (novelty), dan standarisasi dalam setiap produk yang dihasilkannya. 4. SASARAN STRATEGIS BIDANG MATERIAL MAJU Berbagai kebijakan yang diuraikan pada bagian sebelumnya ditujukan untuk mencapai sasaran strategis pembangunan bidang material maju sebagau berikut: 1. Dihasilkannya teknologi material untuk peningkatan produktivitas industri, melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi material di industri, dengan target 4 (empat) industri pengguna, yaitu industri komponder, barang jadi karet, logam, dan keramik; 2. Diterapkannya inovasi teknologi material, meliputi : a. penyediaan teknologi pemrosesan bahan nabati menjadi produk plastik, dengan target satu rekomendasi material plastik ramah lingkungan; | 145
Dewan Riset Nasional
http://www.drn.go.id/
b. penyediaan teknologi keramik yang diolah secara khusus untuk aplikasi pada industri dengan target 5 (lima) rekomendasi teknologi pembuatan keramik konvensional yang dapat diterapkan di industri. 3. Tercapainya pengembangan teknologi material untuk peningkatan nilai tambah di industri, dengan indikator kinerja berupa tersedianya teknologi material dalam bentuk rekomendasi teknologi material industri untuk peningkatan nilai tambah SDA, dengan target 3 (tiga) rekomendasi bahan baku industri: (1) logam, (2) polimer, dan (3) keramik. 4. Tercapainya pengembangan produk teknologi material yang terstandardisasi dan dimanfaatkan oleh publik melalui penyediaan layanan sertifikasi produk bagi industri, dengan target 3 (tiga) ruang lingkup sertifikasi produk industri; diperolehnya konsep penguatan industri baja, keramik, dan polimer sebanyak 1 (satu) rekomendasi kajian teknologi material yang termanfaatkan. 5. Tercapainya penerapan teknologi material untuk peningkatan ekspor dan/atau subtitusi impor melalui pemanfaatan teknologi material industri dengan target satu industri terinkubasi, satu rekomendasi teknologi bio-degradable, dan dua rekomendasi teknologi biomaterial untuk alat kesehatan. 6. Dikuasainya teknologi material berkinerja tinggi untuk mendukung industri dengan indikator kinerja terkuasainya teknologi material berkinerja tinggi dengan target 5(lima) rekomendasi teknologi pembuatan bahan baku yang dapat pada: biomaterial, komposit, baja, material sensor, material penyimpan dan konversi energi.
146 |