PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MELALUI PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Pesantren Cintawana Kabupaten Tasikmalaya) Rina Nurlatifah e-mail:
[email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan untuk mengetahui proses interaksi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based learning (PBL) melalui pendekatan Scientific. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode eksperimen. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan teknik lembar observasi. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes tertulis dalam bentuk tes kemampuan pemecahan masalah yang dilaksanakan setelah seluruh proses pembelajaran selesai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP Pesantren Cintawana Kabupaten Tasikmalaya yang berjumlah 4 kelas. Sampel diambil secara acak menurut kelas sebanyak 2 kelas yaitu kelas VII D dengan jumlah 36 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VII A dengan jumlah 37 orang sebagai kelas kontrol. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh simpulan bahwa ada pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan proses interaksi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific prosesnya cukup baik. Kata Kunci: Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui Pendekatan Scientific, Pemecahan Masalah Matematik, Proses Interaksi.
1
2
ABSTRACT This research aims to know the positive of using Problem Based Learning (PBL) model through a scientific approach to mathematical problem-solving ability of students and to know the process of learning interaction by using Problem Based Learning (PBL) model through a scientific approach. The method that is used in this research is an experimental method. Technique of the data collection that is used in this research is test of students mathematics problem solving ability and the observation sheet. The instrument that is used in this research is writing test of problem solving ability conducted at the end of the lesson. The population in this research is all of students at the seventh grade of SMP Pesantren Cintawana Tasikmalaya. Sample in this research is done by using random sampling based on the selected class which are 36 students off class VII D as an experimental class using Problem Based Learning (PBL) model through a scientific approach and 37 students off class VII A as the control class using direct instructional model. The technique of analysing the data that is used is test of two averages differences. Based on the research result of the data analysis it can be concluded that there is a positive influence of using Problem Based Learning (PBL) model in students mathematics problem solving ability. The process of learning interactions by using Problem Based Learning (PBL) model through a scientific approach is a enough good process. Keyword : Learning Model of Problem Based Learning (PBL) through the Scientific Approach, Mathematical Problem Solving. PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmuilmu yang lain dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan hasil survei PISA atau Program Penaksiran untuk Pelajar Internasional) yang di koordinasikan oleh TIMSS atau Jurusan Matematik Internasional dan Pelajaran Ilmiah pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik di Indonesia pada mata pelajaran matematika hanya mampu sampai level menengah, sedangkan negara-negara lain terutama Cina hampir 50% peserta didiknya sudah mampu mencapai level lebih maju dari negara lain. Pada survei tersebut salah satu indikator kognitif yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah. Survei juga dilakukan oleh Suryadi, dkk (dalam Suherman, Erman, et.al., 2003:89) tentang Ukuran situasi MIPA di Bandung yang disponsori oleh JICA, antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh guru maupun peserta didik di semua tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai SMA. Akan
3
tetapi, hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi peserta
didik dalam
mempelajarinya maupun bagi guru
dalam
mengajarkannya. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik akan mempengaruhi kualitas belajar peserta didik yang akan berdampak pada prestasi belajar peserta didik di sekolah. Pada umumnya proses pembelajaran yang masih sering dipakai saat ini adalah dengan menerapkan pembelajaran biasa, dimana aktivitas pembelajaran di kelas yang selama ini dilakukan oleh guru yang tidak lain merupakan penyampaian informasi dengan lebih mengaktifkan guru, sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan menyalin. Kemudian diharapkan peserta didik bisa berpikir secara ilmiah yaitu mampu berpikir kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Namun pada kenyataannya peserta didik belum mampu berpikir secara ilmiah dimana khusus dalam soal pemecahan masalah matematik peserta didik masih sulit mengerjakan soal–soal matematik non rutin atau pemecahan masalah matematik. Upaya yang dapat dilakukan untuk menyikapi hal ini salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan pada peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Sebagaimana yang diungkapkan Rusman (2011:229) “Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah”. Kemudian Menurut Wee, Kek (Amir,M. Taufiq, 2009:32) “Keunggulan PBL terletak pada perancangan masalahnya. Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu pemelajar untuk menjalankan pembelajaran dengan baik”. Melalui model pembelajaran PBL peserta didik akan terbiasa mengerjakan soal-soal pemecahan masalah matematik. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) akan lebih baik jika didukung oleh pendekatan yang tepat, hal ini diperlukan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Salah satu pendekatan yang mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah pendekatan Scientific. Melalui pendekatan Scientific peserta didik akan mampu menghubungkan permasalahan
4
matematik dalam kehidupan sehari-hari dengan berfikir secara ilmiah dimana pendekatan Scientific ini sudah diterapkan di beberapa sekolah. Menurut Sardiman (2012:1) “Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran”. Di sinilah saat munculnya gambaran seorang guru, dimana guru dibutuhkan untuk membimbing, memberi bekal yang berguna. Guru tidak cukup hanya mengetahui bahan ilmu pengetahuan yang akan dijabarkan dan diajarkan pada peserta didik, tetapi juga harus mengetahui dasar filosofis dan didaktisnya, sehingga mampu memberikan motivasi di dalam proses interaksi dengan peserta didik. Banyak penelitian yang sudah dilakukan terhadap model pembelajaran ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Syawal, Annisa Nasrul (2013), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dengan judul implementasi pembelajaran berbasis web (Web-Based Learning) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMA (penelitian terhadap siswa kelas XI IPA SMAN 1 Lembang). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis web (Web-based learning) pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematisnya lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Yulianingsih, Rini (2013), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dengan judul penerapan model Problem Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA (penelitian terhadap siswa kelas X SMA Negeri 15 Kota Bandung). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa melalui Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffolding dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Kemudian Penelitian lain yang dilakukan oleh Riswanti, Yesi (2012), Universitas Siliwangi (UNSIL) Tasikmalaya dengan judul pengaruh penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik (penelitian terhadap peserta didik kelas VII MTs Negeri Sukamanah). Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui model pembelajaran kontekstual terdapat pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific terhadap
5
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, serta untuk mengetahui proses interaksi pembelajaran terhadap penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan populasi seluruh peserta didik kelas VII SMP Pesantren Cintawana Kabupaten Tasikamalaya. Sampel diambil secara acak (random) sebanyak dua kelas yaitu kelas VII D dengan jumlah 36 orang sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific dan kelas VII A dengan jumlah 37 orang sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran langsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik dengan instrumen yang digunakan adalah tes tertulis dalam bentuk tes kemampuan pemecahan masalah matematik. Tes kemampuan pemecahan masalah ini dilaksanakan setelah seluruh proses pembelajaran selesai. Banyaknya soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang digunakan sebanyak 4 soal uraian dengan skor maksimal adalah 40 dan teknik lembar observasi diisi oleh observer yang digunakan untuk mengetahui interaksi pembelajaran peserta didik di kelas eksperimen terhadap model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific. Teknik analisis data yang digunakan untuk skor tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah dengan menggunakan uji perbedaan dua ratarata. Sementara untuk mengetahui proses interaksi pembelajaran dengan menghitung rata-rata skor subjek yang disesuaikan dengan penentuan kategori interval untuk interaksi didasarkan pada pendapat Riduwan (2013:95) dengan kriteriumnya sebagai berikut. 0
20%
Sangat lemah
40%
Lemah
60%
Cukup
80%
Kuat
100%
Sangat kuat
6
Sehingga diperoleh skor kategori interval sebagai berikut. 13
0
26
Sangat Kurang baik
Kurang baik
39 Cukup baik
52 Baik
65 Sangat baik
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas eksperimen maka diperoleh rata-rata skor 31,14 dengan skor maksimal idealnya 40. Skor terbesar yang diperoleh peserta didik adalah 40 sedangkan skor tekecilnya adalah 13. Sedangkan skor akhir tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas kontrol diperoleh rata-rata skor 26,84 dengan skor maksimal idealnya 40. Skor terbesarnya adalah 40 dan skor tekecilnya adalah 9. Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific sebesar 31,14 lebih besar dari ratarata kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung sebesar 26,84. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dan pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 5,64. Dengan taraf nyata ∝ = 1% diperoleh = 5,64 <
= 11,34 sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Uji normalitas pada kelas kontol menghasilkan nilai chi kuadrat 4,33. Dengan ∝ = 1% diperoleh
= 4,33 <
= 11,34 maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung= 1,15. Dengan db1 = 35, db 2 = 36, dan taraf nyata ∝= 1% diperoleh Fhitung = 1,15 < F0,01(35/36) = 2,25 sehingga kedua varians homogen. Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh thitung = 2,60. Ternyata pada α = 1% thitung = 2,60 > t(0,99)(71) = 2,38, artinya bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung. Tahapan-tahapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) meliputi apersepsi, pengelompokkan, pengorganisasian peserta didik untuk belajar, eksplorasi
7
dan pemecahan masalah, mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi, refleksi kemudian penerapan pendekatan Scientific yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific dilaksanakan oleh peneliti dengan persiapan mulai dari membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat bahan ajar, LAPD, membuat tugas individu, serta membuat soal tes kemampuan pemecahan masalah yang berkaitan dengan segiempat dan segitiga. Soal-soal yang dibuat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Tahapan-tahapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific yang pertama mengajukan permasalahan yang diberikan pada peserta didik dengan materi segiempat dan segitiga dalam bentuk bahan ajar dan peserta didik mengamati bahan ajar tersebut, kemudian beberapa peserta didik bertanya ketika ada kesulitan. Kedua mengelompokkan peserta didik dengan masing-masing kelompok 4 orang dan diberikan Lembar Aktivitas Peserta Didik, kemudian yang ketiga mengorganisasikan peserta didik untuk belajar dengan kelompok yang sudah dibentuk untuk memahami suatu permasalahan yang disajikan dalam LAPD. Keempat mengeksplorasi suatu permasalahan dan mencoba memecahkannya setiap kelompok dengan
menggunakan
langkah
pemecahan
masalah
menurut
Polya,
kelima
mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi tiap kelompok dan mempresentasikan hasil diskusi tersebut di depan kelas salah satu kelompok yang ditunjuk, dan keenam peserta didik diberikan refleksi dengan menyimpulkan materi dan LAPD mengenai segiempat dan segitiga yang sudah dikerjakan. Proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific peneliti selalu mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan kehidupan sehari-hari sebagai suatu konteks bagi peserta didik. Begitu juga dalam bahan ajar serta soal-soal yang lain dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik bisa belajar aktif dan terampil dalam memecahkan permasalahan serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang baru. Hal ini sesuai dengan teori Bruner. Menurut Bruner (Russeffendi, E. T., 2006:155) “Dalam belajar matematika siswa harus menemukan sendiri. Menemukan disini terutama adalah menemukan lagi (discovery), bukan menemukan yang sama sekali baru (invention)”. Oleh karena itu, belajar akan lebih bermakna jika pengetahuan yang didapatkan peserta didik berdasarkan hasil penemuannya. PBL dalam pembelajaran
8
matematika terdapat proses pemecahan masalah yang mampu memahami pengetahuan dan konsep penyelesaian soal-soal matematik dalam langkah-langkah Polya. Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung dimana fase-fasenya meliputi fase persiapan, fase demonstrasi, fase pelatihan terbimbing, fase umpan balik serta fase latihan dan penerapan konsep. Pada fase pertama melakukan persiapan untuk menjelaskan materi segiempat dan segitiga, dimulai dari menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan, mengingatkan materi yang telah dipelajari peserta didik pada pertemuan sebelumnya yang berkaitan dengan segiempat dan segitiga sebagai upaya untuk mempersiapkan peserta didik untuk belajar. Fase kedua demonstrasi yaitu memberikan penjelasan materi segiempat dan segitiga secara langsung kepada peserta didik. Kemudian fase ketiga pelatihan terbimbing, peneliti memberikan latihan soal mengenai segitiga dan segiempat kepada peserta didik dengan bimbingan dari peneliti dan dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya fase keempat umpan balik yaitu memberikan kesimpulan dari pembelajaran yang disampaikan dan pada fase kelima yaitu menerapkan konsep yang sudah disampaikan dimana peserta didik diberi LAPD untuk dikerjakan secara mandiri. Salah satu hal yang berubah dalam kurikulum 2013 adalah pola penilaian raport peserta didik tidak lagi menggunakan angka, melainkan melalui penilaian otentik dalam bentuk deskriptif. Pola penilaian semacam ini diyakini dapat menilai secara utuh seluruh kompetensi peserta didik yang meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk melihat rata-rata dari data hasil aspek penilaian sikap pada kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan, dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Data Hasil Aspek Penilaian Sikap Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pertemuan Ke-
Eksperimen Nilai Predikat Konversi
Kontrol Nilai Predikat Konversi
1
2.48
B
2.32
C
2
2.78
B
2.8
B
3
2.78
B
3
B
4
2.95
B
3.16
B
5
2.8
B
2.94
B
6
3.01
B
3.1
B
Rata-rata
2.8
B
2.89
B
9
Untuk melihat rata-rata dari data hasil aspek penilaian keterampilan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan, dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Data Hasil Aspek Penilaian Keterampilan Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pertemuan Ke-
Eksperimen Nilai Predikat Konversi
Kontrol Nilai Predikat Konversi
1
2.22
C
1.93
C-
2
2.41
C+
2.25
C-
3
2.68
B-
2.32
C
4
2.87
B-
2.59
C+
5
3.01
B
2.61
C+
6
3.10
B
2.92
B-
Rata-rata
2.8
B-
2.44
C+
Untuk melihat rata-rata dari data hasil aspek penilaian pengetahuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan, dapat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Data Hasil Aspek Penilaian Pengetahuan Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pengetahuan
Eksperimen Nilai Predikat Konversi 3.11
B+
Kontrol Nilai Predikat Konversi 2.68
B
Untuk melihat proses interaksi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific dilaksanakan melalui lembar observasi. Observasi dilakukan oleh observer tiap pertemuannya. Penilaian yang digunakan adalah kesesuaian dengan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific. Jumlah pernyataan yang akan dicantumkan pada lembar observasi yaitu 13 pernyataan. proses interaksi pembelajaran pada pertemuan ke-1 dan ke-2 total skornya sama yaitu 34 dengan kriteria baik (CB), dimana pada interaksi belajar-mengajarnya sudah berjalan sesuai dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific, akan tetapi pada pertemuan ke-3 dan ke-4 proses interaksi belajar mengajarnya menurun dengan total skornya yaitu 29 dan 28, dengan kriteria adalah cukup (CB). Ini disebabkan pada interaksi kegiatan inti sebagian peserta didik malu untuk bertanya mengenai kesulitan yang dihadapi dalam memecahkan permasalahan
10
yang tertera dalam LAPD dan ketika ditunjuk salah satu kelompok masih enggan untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian pada pertemuan ke-5 dan ke-6 proses interaksi belajar mengajarnya kembali baik dengan total skor 41 dan 40 kriterianya adalah Baik (B). Sehingga diperoleh rata-rata interaksi pada kegiatan pendahuluan adalah 2,67, pada kegiatan inti adalah 2,52, dan pada kegiatan penutup adalah 2,89 dengan rata-rata keseluruhannya adalah 34,33. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific dapat menciptakan proses interaksi cukup baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat diperoleh simpulan yaitu ada pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific terhadap kemampuan
pemecahan
masalah
matematik
peserta
didik.
Proses
interaksi
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific prosesnya cukup baik.
Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian, bagi yang ingin melaksanakan penelitian yang relevan, yaitu menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific, peneliti menyarankan untuk menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan Scientific pada kemampuan-kemampuan matematik lainnya seperti pemahaman matematik, koneksi matematik, penalaran matematik dan sebagainya dengan materi yang berbeda.
11
DAFTAR PUSTAKA Amir, M. Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Djamarah, Bahri Syaiful. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Riduwan. (2013). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Riswanti, Yesi. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Skripsi UNSIL. Tasikmalaya. Tidak Diterbitkan. Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Russeffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sardiman. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suherman, Erman, et. al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. Syawal, Annisa Nasrul. (2013) . Implementasi Pembelajaran Berbasis Web (Web-Based Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA. [online]. Tersedia: http: //digilib.upi.edu. [12 Desember 2013]. Tim LPMP Jawa Barat. (2013). Sosialisasi Kurikulum 2013. Jawa Barat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yulianingsih, Rini. (2013). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. (Skripsi) FMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.