RIAU ELEPHANT CONSERVATION PROGRAM l Edisi : Januari - Maret 2006
EDISI Januari - Maret 2007
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo DARI REDAKSI
Susunan Redaksi Penanggungjawab Dudi Rufendi Redaksi Nursamsu Sri Mariati Dani Rahadian Arif Budiman Suhandri Syamsidar M. Yudi Agusrin Bulletin intern WWF Indonesia Riau Elephant Conservation Program
Alamat Redaksi: Perkantoran Grand Sudirman B.1 Jl. Dt. Setia Maharaja - Pekanbaru Telp/Fax: (0761) 855006 E-mail:
[email protected] Website: http://www.wwf.or.id/ tessonilo
DAFTAR ISI l Patroli Pengamanan Hutan Tesso Nilo l Konflik Manusia-Gajah di Awal Tahun 2007 l Tim Flying Squad Punya Anggota Baru l Bersama Menanggulangi Perambahan dan Pembalakan Liar di Tesso Nilo l Illegal Loging: Tetap Terlarang Meski Banyak Penikmatnya l Musyawarah Besar Forum Masyarakat Tesso Nilo l Radio Komunitas Memberi Warna Lain Kehidupan Masyarakat Pangkalan Gondai
S
alam Lestari,
Pembaca yang terhormat, Ini adalah edisi perdana Buletin Suara Tesso Nilo pada tahun 2007. Kami berharap bahwa buletin ini bisa menjadi salah satu sumber informasi upaya-upaya konservasi khususnya di Tesso Nilo yang tetap dinanti oleh pembaca sekalian. Kita semua tentu berharap bahwa upaya-upaya konservasi dan perlindungan Tesso Nilo hendaknya tahun ini akan lebih mendapat titik terang dan perkembangan yang lebih berarti. Sungguh sangat disesalkan bahwa awal tahun 2007 kembali dibuka dengan lembaran konflik antara manusia dan gajah, tepatnya dipertengahan Februari yang merenggut satu korban manusia. Ironisnya kejadian ini terjadi di salah satu desa yang berdekatan dengan kawasan usulan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo. Hutan Tesso Nilo memiliki sejarah panjang untuk diusulkan menjadi kawasan konservasi gajah, namun hingga kini mimpi mewujudkan usul ini belum dapat terealisasi penuh. Kawasan yang telah ditunjuk menjadi Taman Nasional dan usulan perluasannya tetap menjadi ajang perambahan dan pembalakan liar. Kegiatan seperti ini tentu saja semakin mempersempit ruang gerak gajah dan satwa liar lainnya yang hidup di hutan Tesso Nilo tersebut. Dilain pihak, gajah atau pun satwa liar lainnya hampir tak menemukan ruang karena semakin terdesak dengan aktifitas manusia sehingga memungkinkan terjadinya konflik dengan manusia. Kita semua tentu berharap bahwa tahun 2007 konflik-konflik semacam ini dapat ditekan seminimal mungkin, semoga. Pada edisi kali ini, tim redaksi juga menyajikan upaya penanggulangan perambahan, pembalakan dan kebakaran hutan bersama yang dilakukan oleh stakeholder di Tesso Nilo yang tergabung dalam Tim Tesso Nilo. Menanggulangi perambahan dan pembalakan liar di Tesso Nilo telah menjadi agenda bersama baik di tingkat daerah maupun pusat. Komunikasi yang intensif untuk mengatasi permasalahan ini mendapat sambutan baik dalam wujud rencana aksi jangka pendek bersama PHKA dan WWF. Ditingkat daerah hal ini pun disambut baik, mulai Maret 2007, stakeholder terkait di Tesso Nilo telah bersepakat untuk melakukan patroli rutin untuk antisipasi pencegahan terjadinya perambahan dan pembalakan liar yang lebih luas di Tesso Nilo. Semoga upaya ini memberikan hasil nyata terhadap upaya perlindungan Tesso Nilo, tentunya dengan tindak lanjut oleh pemegang otoritas terkait. Pembaca yang budiman, upaya pemberantasan pembalakan liar telah menjadi agenda nasional. Di Provinsi Riau sendiri, kita bisa sama-sama melihat bahwa adanya semangat untuk menuntaskan pembalakan liar tersebut. Semoga semangat ini dapat diwujudkan sehingga kegiatan yang telah memporakporandakan lingkungan dan ekonomi ini dapat dituntaskan. Pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi adalah hal penting yang harus diperhatikan. Dalam edisi kali ini tim menyajikan informasi kiprah Forum Masyarakat Tesso Nilo yang melangsungkan Musyawarah Besar nya pada awal tahun ini, berdirinya Radio Komunitas (Rakom) di salah satu desa disekitar Tesso Nilo yang diharapkan dapat menjadi media komunikasi rakyat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hutan Tesso Nilo. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca dan tak lupa kritik dan sarannya kami harapkan demi perbaikan buletin ini. Wassalam ww, Dudi Rufendi
l Pendidikan dan Pelatihan SAR Rimba Gunung se-Sumatera
2
Program Manager
EDISI Januari - Maret 2007
LAPORAN UTAMA
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Patroli Pengamanan Hutan Tesso Nilo
Tim Tesso Nilo memberikan penyuluhan kepada para pembalak liar yang ditemukan sedang melakukan aktifitas di dalam hutan Tesso Nilo Foto : WWF-Tesso Nilo Program
Siak Raya Timber, Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo, dan Forum Masyarakat Tesso Nilo. Tugas Pokok dari tim ini (untuk singkatnya disebut Tim Tesso nilo) adalah melakukan patroli pengamanan hutan, pemeriksaan di “check point”, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan serta melaporkan kasus perambahan, illegal logging dan kebakaran yang terjadi di Tesso Nilo kepada pihak terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya tim melakukan beberapa hal sesuai standar prosedur yang ditetapkan yaitu: a. Melakukan pendataan kepada setiap individu atau kelompok perambah dan illegal Loging yang ditemukan.
M
araknya aktifitas perambahan, pembalakan liar baik dalam Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan usulan perluasannya telah menjadi keprihatinan beberapa stakeholder terkait baik di daerah maupun pusat. Di tingkat daerah sendiri, sebagai realisasi komitmen stakeholder terkait dalam mencegah dan menghentikan perambahan, pembalakan liar dan kebakaran hutan dan lahan di Tesso Nilo telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanggulangan Perambahan, Illegal Logging dan Kebakaran Hutan dan Lahan di Tesso Nilo. Sepuluh institusi terkait pada tanggal 1 Maret 2007 telah menandatangani nota Kesepakatan Bersama untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan tersebut diatas. Kesepuluh institusi tersebut adalah; WWF Indonesia-Program Konservasi Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Balai Konservasi
Tim Tesso Nilo memberikan sosialisasi peraturan terkait Foto : WWF-Tesso Nilo Program
Sumber Daya Alam Riau, Dinas Kehutanan Pelalawan, PT. RAPP, PT. Nanjak Makmur, PT. Hutani Sola Lestari, PT.
b. Memberikan penjelasan kepada setiap perambah dan penebang liar baik secara individu maupun kelom-
3
EDISI Januari - Maret 2007
LAPORAN UTAMA
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
pok tentang status areal yang digunakan dan kayu yang ditebang. c. Memberikan peringatan secara lisan kepada perambah dan penebang liar untuk tidak merambah dan melakukan penebangan dan pembakaran pada hutan dan lahan d. Memberikan peringatan tertulis kepada perambah dan penebang liar yang tetap melakukan perambahan, penebangan dan pembakaran yang sebelumnya sudah mendapat informasi dan penyuluhan. Pelaksanaan kegiatan dimaksud direncanakan dilaksanakan dua kali dalam sebulan dimana satu kali patroli dilakukan dalam waktu masing-masing selama 5 (lima) hari. Dalam pelaksanaan patroli pengamanan hutan ini, masing-masing institusi akan mengirimkan perwakilannya didampingi dengan petugas kepolisian. Untuk patroli dalam Taman Nasional Tesso Nilo, tim dikoordinir oleh Balai Taman Nasional Tesso Nilo sedangkan untuk kawasan usulan perluasan taman nasional, tim dikoordinir oleh Dinas Kehutanan Pelalawan. Sejak ditandatanganinya kesepakatan bersama tersebut hingga akhir April 2007, tim telah dua kali melakukan patroli pengamanan di kawasan usulan perluasan taman nasional. Dua kali kegiatan patroli ini dilakukan di kawasan usulan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo. Tim menemukan titik-titik detil perambahan baru dalam kawasan tersebut dan mengidentifikasikan pemilik kawasan yang dirambah tersebut lewat beberapa pekerja lapangan yang ditemui di lokasi. Pada setiap pekerja yang ditemui di lapangan, tim menanyakan perizinan mereka dalam melakukan kegiatan di kawasan hutan tersebut. Dari temuan yang didapat selama patroli, pelaku yang ditemui di lapangan tidak dapat menunjukkan surat-surat yang diminta oleh tim dan pada umumnya mengaku sebagai pekerja saja. Pada
4
Sebuah camp pekerja pembibitan sawit dalam hutan Tesso Nilo , Foto : Samsul Komar/ WWF-Tesso Nilo Program
para pekerja lapangan yang ditemui ini tim kemudian memberikan penyuluhan bahwa kegiatan yang mereka lakukan menyalahi aturan karena dilakukan dikawasan didalam hutan negara. Patroli pertama dilaksanakan pada tanggal 20 sampai 24 Maret 2007. Tim melaksanakan patroli di kawasan usulan perluasan Tesso Nilo di sepanjang koridor Ukui-Gondai PT. RAPP dan lokasi perambahan terbesar dijantung hutan Tesso Nilo yaitu “pemukiman illegal Toro”. Namun karena medan yang berat pada saat itu, tim tidak dapat melanjutkan pendataan di lokasi Toro ini sampai ke pelosok-pelosok perambahan yang ada disekitarnya. Dalam patroli ini tim menemukan beberapa perambah yang tengah melakukan aktifitas perambahan bahkan beberapa lokasi ada yang sudah ditanami dengan sawit. Dari keterangan yang didapat di lapangan, para perambah memiliki lahan dengan luas yang bervariasi dari 2 ha hingga 20 ha. Mulai tanggal 10 hingga 14 April 2007, Tim Tesso Nilo melaksanakan patroli yang kedua. Tim berangkat menuju lokasi mengikuti jalan koridor PT. RAPP (koridor Gondai-Ukui) setelah mendapat pengarahan dari Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan yang dis-
ampaikan oleh Kasubdin Pengamanan Hutan, Wan Piramli. Pada patroli kali ini, tim menemukan beberapa perambah didukung dengan modal besar hal ini terbukti dengan temuan tim yang mengidentifikasikan bahwa lahan yang akan digarap ada yang berkisar hingga 2000 ha. Tim memulai patroli disepanjang perjalanan di koridor Ukui, tim mengamati perambahan, illegal Loging dan pembakaran hutan dan Lahan. Di hari pertama patroli ini, tim menemukan kebakaran lahan yang indikasinya dibakar dengan sengaja pada titik koordinat N. 00º 00´ 164” dan E. 101º 48´ 329” tepatnya di KM 69 koridor Gondai-Ukui. Tim berupaya memadamkan api yang menyala namun tim tidak bisa memadamkannya karena keterbatasan sarana dan prasarana. Diperkirakan luas lahan yang terbakar ± 2 Ha dengan kondisi semak belukar. Pada hari itu juga tim menemukan beberapa temuan lain di HPH PT. Siak Raya Timber seperti: camp pekerja dalam keadaan kosong, tempat pembibitan sawit yang berumur ± 6 bulan, dan bekas dan tanda-tanda amukan gajah di lokasi pembibitan sawit tersebut. Karena tidak menemukan pelaku dilapangan tim melanjutkan patroli
EDISI Januari - Maret 2007
LAPORAN UTAMA
BULETIN WWF disekitar kawasan tersebut dan menemukan satu Camp pekerja lagi yang melakukan penanaman sawit. Jumlah pekerja pada lokasi lahan ini sebanyak 9 (sembilan) orang. Kepada para pekerja tersebut tim memberikan penyuluhan tentang status lahan yang mereka garap berada pada kawasan hutan. Para pekerja mengakui bahwa mereka hanya sebagai pekerja lapangan yang bekerja kepada seorang pemilik lahan yang tinggal di Pekanbaru. Kepada para pekerja ini, tim meminta mereka membuat Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa lahan yang mereka kerjakan tersebut milik seseorang. Tim juga meminta pekerja untuk tidak melanjutkan kegiatan tersebut karena tidak jelas perizinannya. Pada hari kedua, Tim Tesso Nilo melakukan patroli di sepanjang koridor PT. RAPP sektor Gondai-Ukui. Tim memulai patroli ke lokasi perambahan Bukit Horas, disini tim menemukan seorang pengawas lapangan di kawasan yang sudah ditanami sawit. Pengawas ini mengaku dipercayai oleh pemilik lahan yang beralamat di Jakarta untuk mengawasi lahan tersebut. Tim meminta kepada pengawas tersebut untuk membuat surat pernyataan bahwa lahan tersebut milik seseorang dimaksud dan meminta kepada pengawas tersebut untuk menghentikan kegiatan di lokasi itu. Pada hari kedua patroli ini, tim juga menemukan satu kelompok illegal logging yang terdiri dari empat orang. Tim langsung melakukan interogasi keempat pelaku dan mengamankan satu unit chainsaw. Pelaku kemudian membuat Surat Pernyataan tidak mengolah, menebang dan bekerja di dalam kawasan hutan Tesso Nilo lagi setelah mendapat penjelasan dari tim. Pada hari Kamis tanggal 12 April 2007, hari ketiga tim melakukan patroli masih di HPH PT. Siak Raya Tim-
Suara Tesso Nilo ber, tim menemukan beberapa bukaan oleh perambah yang tidak teridentifikasi. Tim juga menemukan seorang pekerja yang tengah melakukan penebangan hutan, tim menghentikan pekerja dan langsung melakukan interogasi. Dari pekerja ini, tim dibawa ke camp mereka. Disini tim bertemu pekerja lainnya dan mendapatkan informasi bahwa ada 6 (enam) orang pekerja dan 6 (enam) unit chainsaw mereka gunakan untuk melakukan pembukaan lahan atas suruhan seseorang yang berasal dari Kabupaten Langkat. Tim memberikan penjelasan kepada para pekerja bahwa lahan yang sedang mereka kerjakan tidak mempunyai ijin dan meminta agar menghentikan kegiatan pembukaan lahan. Disekitar kawasan ini ketika tim melanjutkan patroli, tim juga menemukan satu camp yang khusus menyediakan kebutuhan logistik. Di camp ini terdapat 3 (tiga) orang pekerja yang bekerja untuk seorang pemiliki lahan yang diakui tinggal di Pekanbaru. Dari pekerja ini juga diperoleh keterangan bahwa rencana luas lahan yang akan dibuka adalah seluas 2000 ha sementara yang sudah terbuka se-
luas ± 500 ha. Dari beberapa informasi yang didapat oleh tim patroli, lahan ini dibeli pemilik lahan dari salah seorang oknum tokoh masyarakat. Sesuai dengan prosedur, kepada para pekerja tim memberikan penyuluhan dan meminta mereka membuat surat pernyataan untuk tidak melanjutkan kegiatan mereka di Tesso Nilo. Dari dua kali patroli tim telah menemukan beberapa data akurat tentang perambahan dan pembalakan liar di Tesso Nilo. Dengan kapasitas dan prosedur yang telah ditetapkan, tim telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Kegiatan patroli ini sangat mendukung upaya untuk menjaga kelestarian hutan Tesso Nilo yang dicanangkan menjadi kawasan konservasi gajah. Namun tentunya hasil-hasil yang didapat dari kegiatan ini dapat ditindak lanjuti sehingga perambahan, pembalakan liar di Tesso Nilo dapat dihentikan. Penegakan hukum terhadap kasus jual beli lahan di kawasan hutan ini dapat dilaksanakan sehingga menjadi bagian dari langkah konkrit terhadap perlindungan kawasan ini dan Tesso Nilo yang menyimpan kekayaan hayati terbesar pun terhindar dari kehancuran (Syamsidar, Samsul Komar)
Sebuah hamparan pembibitan sawit dalam hutan Tesso Nilo , Foto : Samsul Komar/ WWF-Tesso Nilo Program
5
Mitigasi Konflik Gajah - Manusia
BULETIN WWF
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
Konflik ManusiaGajah di Awal Tahun 2007
tubuh Sohari telah kaku dengan posisi tertelungkup dijalan desa. Kejadian ini segera dilaporkan kepada aparat desa. Ketika mendapat informasi mengenai kejadian ini dari salah seorang tokoh masyarakat Desa Pangkalan Gondai, WWF segera berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Pelalawan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau untuk turun langsung ke tempat kejadian perkara. Sesampainya di desa tersebut, tim segera berkoordinasi dengan aparat desa, namun aparat desa tengah mengantarkan jenazah Sohari ke Puskesmas Langgam untuk di visum bersama dengan tim Polres Pelalawan yang telah lebih dulu turun ke lokasi kejadian. Tim kemudian mengumpulkan informasi terkait dengan kejadian konflik ini di lapangan.
Pengusiran Gajah di Desa Pangkalan Gondai
Tim berpatroli mencari keberadaan gajah liar Foto : Samsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
A
wal tahun 2007 tepatnya tanggal 19 Februari kembali dibuka dengan konflik gajah-manusia. Kali ini seorang pekerja sawmill bernama Sohari alias Jon di desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan menjadi korban. Malam itu sekitar pukul 11, dua orang pekerja sawmill yaitu Sohari dan Nasution tengah berjalan kaki
6
menuju sawmill dari pasar desa tersebut yang berjarak sekitar 1 km. Ditengah perjalanan, kedua orang tersebut tiba-tiba berhadapan dengan seekor gajah liar. Kontan saja kedua nya lari kocar-kacir, Nasution berlari kearah desa sedangkan Sohari berlari kearah sawmill. Tak ada yang tahu dengan pasti detil kejadian malam itu, yang pasti pagi harinya Nasution menemukan
Lewat proses konsultasi dengan BKSDA Riau, Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTNTN) dan Dinas Kehutanan Pelalawan diputuskan bahwa untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat setempat harus dilakukan pengusiran gajah liar tersebut. Tim pengusiran pun segera ditunjuk yang terdiri dari BKSDA Riau Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Pusat Latihan Gajah-Minas,tim BKSDA dari Lampung dan WWF. Untuk kelancaran tugas ini tim juga berkoordinasi pada pemerintah setempat. Pada tanggal 7 Maret 2007, tim pengusiran berangkat menuju desa Pangkalan Gondai. Tim ini dibantu oleh tiga ekor gajah terlatih (Seng Ngarun, Bangkin, Kampar) dari Pusat Latihan Gajah-Minas bersama dengan sembilan orang pelatih gajah dan satu orang para medis.
Mitigasi Konflik Gajah-Manusia
BULETIN WWF Seluruh anggota tim tiba di desa Pangkalan Gondai pada sore hari. Kemudian tim berdiskusi dengan aparat desa dan wakil masyarakat setempat sehingga koordinasi antara tim dan masyarakat dapat terjalin dengan baik dalam melaksanakan misi pengusiran gajah liar ini. Pada keesokan harinya, tim belum mendapatkan informasi jelas tentang keberadaan gajah sehingga tim menyebarkan sepuluh orang anggota tim dengan berkendaraan tiga unit mobil masuk ke titik-titik yang diidentifikasi ada tandatanda keberadaan gajah liar. Pada siang harinya tim bersepakat untuk menuju suatu lokasi untuk melakukan pengusiran karena berdasarkan hasil survei tim pagi itu menemukan jejak kaki gajah yang masih baru. Perlengkapan pengusiran pun segera dipersiapkan seperti meriam paralon dan karbitnya dan dibawa bersama dengan tiga ekor gajah terlatih tersebut. Sepuluh orang anggota tim segera menunggangi tiga ekor gajah tersebut menelusuri jejak-jejak yang masih baru itu. Telah hampir tiga jam tim mengikuti jejak gajah liar namun tim tidak bertemu secara langsung gajah liat tersebut. Dari jejak yang ditemukan, tim mengidentifikasi ada dua ekor gajah liar terdiri dari satu gajah dewasa dan satu remaja. Namun pencarian di hari pertama ini harus berakhir seiring dengan redupnya cahaya matahari ditambah lagi medan yang dilewati cukup berat. Tim pun memutuskan untuk melanjutkan pencarian esok hari. Pada hari kedua, tim dibagi menjadi tiga kelompok untuk melakukan survey keberadaan gajah di sekitar daerah tersebut; satu tim survei ke arah survei hari sebelumnya, satu tim ke arah barat Desa Gondai, dan satu tim kearah Timur. Sementar
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo tim survei mencari tanda-tanda keberadaan gajah, anggota tim yang lain memandikan dan mencari makan gajah. Siang harinya semua anggota tim berkumpul kembali dan melakukan diskusi terhadap hasil survei tim survei. Tim kemudian memutuskan untuk melakukan pengusiran dari arah Timur desa dengan memotong jalur lintas pengusiran pada hari sebelumnya. Tim mulai bergerak dengan menunggangi gajah pada pukul 14.00 melewati perkebunan akasia
menuju hutan larangan desa. Setelah lebih dari tiga jam tim mengitari kawasan ini tim memutuskan untuk menghentikan pencarian untuk sementara. Pada hari tersebut, tim hanya menemukan jejak gajah yang sudah lama, tidak ada tanda atau jejak yang baru. Gajah yang diperkiraan melewati hutan ini pada hari sebelumnya ternyata telah berbelok arah lebih ketimur lagi sehingga tim tidak bertemu dengan gajah liar. Pada hari ketiga tepatnya tanggal 10 Maret 2007, tim mendapat-
Tim harus melewati rintangan berat ketika mencari keberadaan gajah liar Samsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
Foto
:
7
Mitigasi Konflik Gajah - Manusia
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Salah satu gajah latih yang terperosok kedalam lumpur hidup ketika melacak keberadaan gajah liar Foto : Samsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
kan informasi dari masyarakat akan tanda-tanda keberadaan gajah liar. Tim survei segera berangkat pagi itu juga menuju lokasi yang dimaksud. Setelah beberapa jam mencari tanda-tanda keberadaan gajah tersebut, tim survei kembali ke desa dan berkoordinasi dengan anggota tim lainnya. Berdasarkan informasi ini, tim pada pukul 14:30 berangkat menuju lokasi yang telah disurvei oleh tim sebelumnya. Kali ini tim harus melewati perkebunan sawit sampai ke desa tetangga, Desa Penarikan. Dalam pencarian kali ini tim harus melewati rawa dan anak sungai sehingga pergerakan tim menjadi lambat. Tim sempat terjebak di parit yang tergenang dalam karena mengikuti jejak gajah liar. Hampir satu jam, tim terjebak disini karena terjalnya pinggiran parit sehingga menyulitkan tim untuk dapat keluar dari parit tersebut. Satu jam berselang setelah tim berhasil lolos dari parit tersebut, tim kembali terjebak. Kali ini dua gajah yaitu Bangkin dan Kampar terperosok ke dalam lumpur hidup, hampir satu jam kedua gajah terbenam dalam lumpur tersebut. Sehingga anggota
8
EDISI Januari - Maret 2007
tim harus membantu sedemikian rupa agar gajah dapat keluar dari kubangan tersebut. Setelah berbagai upaya dilakukan akhirnya kedua gajah bisa keluar dari kubangan lumpur tersebut. Semua pun merasa lega ketika akhirnya gajah dapat keluar dari kubangan tersebut, tim pun memberi pujian semangat kepada gajah-gajah tersebut. Setelah beristirahat sejenak, baru saja bergerak sekitar 100 meter dari kubangan lumpur, tim langsung dikejutkan oleh serangan satu ekor gajah jantan liar. Dengan formasi tim yang belum dalam keadaan siap, tim cukup kerepotan menghadapi serangan tersebut. Setelah situasi bisa dikendalikan dan formasi diatur kembali maka tim bisa mengusir mundur gajah jantan tersebut. Gajah liar tersebut kemudian digiring beberapa ratus meter menuju hutan terdekat. Saat itu waktu sudah menunjukkan 18:30, kondisi sekitar pun sudah gelap, penggiringan tidak mungkin dilanjutkan. Demi keselamatan seluruh anggota tim baik personil maupun gajah terlatih tersebut, tim memutuskan untuk menyudahi penggi-
ringan senja itu. Pada hari keempat, pagi hari nya tim melakukan pemeriksaan terakhir di sekitar desa Pangkalan Gondai tersebut. Dari tanda-tanda yang didapat dilapangan tim berkesimpulan bahwa, gajah-gajah liar yang dilaporkan masuk ke desa tersebut telah meninggalkan desa itu. Jejak-jejak gajah liar tersebut menunjukkan bahwa kelompok gajah liar tersebut mengarah kembali ke habitatnya di Tesso Nilo. Dengan keyakinan kesimpulan ini, tim berkoordinasi dengan pihak terkait desa untuk undur diri dari tugas mereka dalam melakukan pengusiran gajah liar di desa tersebut. Siang harinya, tim pun meninggalkan lokasi tersebut. Konflik gajah-manusia yang terjadi di Desa Pangkalan Gondai ini merupakan cerminan hilangnya habitat asli gajah tersebut di hutan Tesso Nilo. Kawasan usulan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo yang berjarak tidak jauh dari desa tersebut kini dalam kondisi porak poranda. Hutan tidak lagi tegak, telah tergantinkan dengan pondok-pondok dan tanah tandus ditumbuhi ilalang. Di beberapa bagiannya ada yang sudah ditanami sawit, karet, dan tanaman muda. Dahulu, ketika hutan masih ada konflik seperti ini jarang terjadi. Ketika gajah masuk kampung, masyarakat dapat dengan mudah mengusir gajah kembali ke habitatnya, ”Dulu kami usir-usir saja, mau gajah itu menjauh, sekarang entahlah mereka tak mau pergi” kata beberapa masyarakat desa. Kemana gajah akan bersembunyi itu merupakan akar permasalahannya, dulu hutan terdekat masih banyak sehingga ketika diusir mereka masih memiliki tempat untuk dituju, namun sekarang ketika mereka bergerak, dalam lintasan mereka, mereka tak lagi menemukan hutan tetapi bukaan hutan gersang. (Syamsidar, Samsuardi)
EDISI Januari - Maret 2007
Mitigasi Konflik Gajah - Manusia
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Tim Flying Squad Punya Anggota Baru Lisa, gajah Flying Squad dan bayinya Nella , Foto : Syamsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
M
ulai tanggal 23 Februari, tim Flying Squad (pengusir gajah liar) punya anggota baru karena Lisa, salah satu gajah betina Flying Squad telah melahirkan. Lisa dan bayinya dalam keadaan sehat. Pada hari Jumat pagi itu, perawat Lisa bernama Agus Supriyanto yang sedang bertugas untuk memindahkan Lisa dari tempatnya diikat malam sebelumnya, terkejut melihat Lisa tidak sendiri lagi ditempat tersebut. Lisa sudah bersama seekor gajah kecil yang lucu, yaitu anaknya. Tempat gajah Lisa melahirkan berjarak 1,5 km dari camp Flying Squad WWF-BKSDA Riau. Melihat situasi ini, perawat gajah tersebut segera berteriak kegirangan kepada tiga orang perawat yang lain
yang berada disekitar lokasi. Ketika pertama kali dilihat, bayi Lisa sepertinya telah mau menyusui kepada ibunya, hal ini sungguh membuat para perawat gajah gembira. Namun ketika diperhatikan lebih seksama, ternyata Lisa tidak mengeluarkan air susu. Hal ini menimbulkan kepanikan diantara para perawat gajah. Perawat Lisa (Iwan dan Agus) mencoba melakukan beberapa usaha untuk mengatasi keadaan ini. Para perawat gajah pun merasa lega ketika akhirnya usaha mereka berhasil. Nela dengan semangat mulai menyusu kepada induknya. Demi keamanan, Tim Flying Squad memindahkan Lisa dan bayinya yang berjenis kelamin betina
tersebut dengan berjalan kaki ke area yang lebih dekat dengan camp Flying Squad dengan cara menuntun Lisa perlahan. Dihari pertama sekitar jam 17:30 wib Lisa mulai dipindahkan dengan berjalan kaki sekitar 300 meter ke arah camp. Pada malam itu, semua anggota tim tidur di lokasi tersebut menjaga Lisa dan anaknya untuk berjagajaga bila ada serangan dari binatang buas. Di hari kedua, Lisa dan bayinya diperiksa oleh Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Hayani Suprahman yang juga merupakan seorang dokter hewan. Dari observasi ini, induk dan bayi gajah ini disimpulkan dalam keadaan sehat. Pada hari yang sama, kedua gajah ini kembali
9
Mitigasi Konflik Gajah-Manusia
BULETIN WWF
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
dipindahkan secara perlahan kearah camp Flying Squad. Akhirnya menjelang petang, kedua gajah ini sampai di camp. Kedatangan keduanya disambut sukacita oleh guyuran hujan. Lisa diyakini dikawini oleh seekor gajah jantan sekitar bulan April tahun 2005 di dekat sebuah sungai kecil tempat dimana biasanya gajah-gajah Flying Squad mandi. Seorang perawat gajah sempat menjadi saksi momen tersebut. Menurut catatan tim Flying Squad, gajah liar tersebut sering sekali datang ke perkampungan atau perkebunan masyarakat terdekat, dan tim telah sering kali pula mencoba mengusirnya kembali ke hutan. Dengan momen ini, tim akhirnya menyadari bahwa gajah jantan terse-
Makanan tambahan diberikan untuk pemulihan kondisi Lisa pasca melahirkan, Foto : Syamsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
but ternyata punya ketertarikan lain yaitu jatuh hati pada Lisa, salah satu gajah betina Flying Squad. Pada 27 Februari lalu, ketika Menteri Kehutanan berada di Pekanbaru dalam suatu kunjungan kerja, pihak WWF berkesempatan menyampaikan informasi ini. Menanggapi hal ini, kemudian Menteri memberi nama NELLA yang diambil dari kata Nilo dari nama salah satu sungai di kawasan hutan Tesso Nilo. Nella, bayi salah satu gajah Flying Squad ketika berumur dua hari Foto : Syamsuardi/ WWF-Tesso Nilo Program
10
Pengelolaan Kawasan Konservasi
BULETIN WWF
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
Bersama Menanggulangi Perambahan dan Pembalakan Liar di Tesso Nilo
Audiensi Manajemen WWF Indonesia dengan Gubernur Riau, H.M. Rusli Zainal. Foto : WWF Prog. Tesso Nilo
M
akin meningkatnya tekanan terhadap hutan alam dan makin menyempitnya habitat gajah Sumatera di Propinsi Riau telah memicu terjadinya konflik berkepanjangan antara gajah dan manusia. Berbagai upaya untuk menanggulangi konflik telah dilakukan oleh berbagai pihak namun upaya tersebut relatif belum efektif karena belum amannya habitat gajah Sumatera di Riau dari aktifitas konversi yang menjadi akar masalah terjadinya konflik. Dalam upaya mencari solusi bagi masalah tersebut Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia, bekerjasama dengan mitra lainnya berupaya untuk merealisasikan perluasan Taman nasional Tesso Nilo dan menanggulangi perambahan di areal usulan perluasannya. Status Taman Nasional diyakini akan memberikan kepastian hukum dan peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan dalam melindungi hutan yang masih tersisa di Tesso Nilo yang akan dikelola sebagai kawasan konservasi gajah. Upaya menghentikan perambahan harus dilaksanakan sesegera mungkin, untuk menghindari makin parahnya kerusakan yang ditimbulkan baik di dalam taman nasional maupun areal usulan perluasannya. Untuk mewujudkan aksi nyata penanggulangan perambahan dan upaya perluasan Taman Nasional Tesso Nilo, WWF Indonesia telah menginisiasi beberapa pertemuan terkait baik di tingkat daerah maupun nasional. Balai Taman Nasional Tesso Nilo sebagai pemegang otoritas kawasan yang secara
resmi baru berdiri pada akhir tahun 2006 juga terus bergiat untuk mencari upaya dan dukungan untuk menanggulangi perambahan dan mempercepat perluasan Taman Nasional Tesso Nilo. Pada tanggal 8 Januari 2007, Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo Drh. Hayani Suprahman Msc memberikan presentasi terkait permasalahan perambahan di Tesso Nilo pada pejabat terkait di Dirjen PHKA ( Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam). Dari presentasi yang disampaikan oleh Kepala Balain TNTN tersebut terlihat peningkatan jumlah perambah baik dalam TNTN maupun kawasan usulan perluasan TNTN. Sementara upaya yang komprehensif untuk menangani perambahan ini belum tampak dilapangan. Dalam kesempatan ini, Kepala Balai TNTN juga menyampaikan beberapa rekomendasi aksi jangka pendek untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain: Menghentikan perambahan & kebakaran hutan, Memperluas Taman Nasional Tesso Nilo, Upaya memperjelas status pengelolaan Hutan Produksi di sekitar Tesso Nilo. Dari rangkaian pertemuan dengan pejabat-pejabat terkait di Departemen Kehutanan, para pejabat terkait memahami kondisi kritis yang terjadi di TNTN dan mendukung rencana aksi yang akan dilakukan. Dephut melalui Dirjen PHKA setuju menetapkan situasi emergency terhadap kondisi permasalahan di Tesso Nilo, dan akan mengeluarkan dokumen Rencana aksi bersama yang akan ditandatangani antara
11
Pengelolaan Kawasan Konservasi
BULETIN WWF WWF & Dephut. Rencana aksi Perluasan TNTN dan Penanggulangan Perambahan ini disusun untuk jangka waktu tiga bulan ( Januari-Maret 2007). Beberapa poin dalam rencana aksi ini antara lain; koordinasi internal di Dephut dalam rangka mendapatkan dukungan Menteri Dalam Negeri dan Pemda Riau untuk mengeluarkan perambah dari dalam taman nasional dan usulan perluasannya, koordinasi proses administrasi percepatan perluasan taman nasional, koordinasi kerjasama operasi pengamanan kawasan bersama KSDA, Dishut, Pemda beserta dukungan Polri, menindak lanjuti proses penegakan hukum terhadap oknum pemodal perambah, menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan teknis pencegahan gangguan gajah (parit, pagar listrik, tata ruang desa dan model pertanian dalam mencegah gangguan gajah). Sebagai salah satu realisasi sosialisasi rencana aksi ini, pada tanggal 31 Januari 2007 dilakukan audiensi dengan Gubernur Riau bertempat di kantor Gubernur Riau mengenai permasalahan di Tesso Nilo. Pada kesempatan ini Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Drh. Hayani Suprahman, MSc menyampaikan aktifitas perambahan yang semakin meningkat baik di dalam taman nasional maupun kawasan usulan perluasan dan pentingnya perluasan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi gajah. Audiensi ini juga dihadiri oleh pejabat terkait di provinsi Riau antara lain: Ketua DPRD Prov. Riau: Drh. H. Chaidir, MM, PLT Kepala Dinas Kehutanan Prov Riau: Ir. Sudirno, MM, dan Kepala Bapedalda Prov Riau: Drs. Chairul Zainal, MM. Tesso Nilo sebagai pusat konservasi gajah harus dikelola dengan baik, mengurangi illegal pendatang dan perlu pendataan secara komprehensif. Pada kesempatan ini juga disampaikan bahwa WWF dan Ditjen PHKA telah menyusun rencana aksi bersama terkait perambahan dan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo. Menanggapi kondisi yang terjadi di Tesso Nilo, Gubernur Riau, H. Rusli Zainal sangat prihatin untuk itu dia meminta adanya penganggaran dan program yang konkrit terhadap masalah TNTN, dan meminta Dinas kehutanan Prov Riau segera lakukan penanganan perambahan bila memang menjadi kewenangan provinsi. Untuk rencana aksi yang disusun, Gubernur Riau menambahkan agar rencana tersebut dapat sesegera mungkin menghentikan perambahan, selain itu dia juga menekankan perlunya penegakan hukum pada masalah perambahan tersebut. Sebagai tindak lanjut dari audiensi dengan Gubernur Riau ini, Balai Taman Nasional
12
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo Tesso, Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan juga WWF kemudian bersama-sama menyusun rencana aksi satu tahun pemerintah provinsi Riau untuk mengatasi perambahan di Tesso Nilo. Rangkaian pertemuan terkait pun terus dilakukan. Pada tanggal 1 Maret 2007 manajemen WWF Indonesia melakukan pertemuan dengan Menteri Kehutanan untuk membicarakan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo. Pada kesempatan ini juga disampaikan perkembangan rencana aksi jangka pendek (3 bulan) bersama WWF-PHKA dan adanya rencana aksi (1 tahun) serupa dari pemerintah provinsi Riau. Dalam kesempatan ini Menteri menyambut baik dan mendukung upaya WWF dan meminta rencana aksi tersebut tetap dikoordinasikan dengan Dirjen terkait. Menteri juga berharap bahwa rencana aksi yang sudah disusun tepat sasaran sehingga hasilnya dapat terlihat pada akhir tahun 2008. Sementara itu rangkaian pertemuan di tingkat daerah baik dengan pemkab Pelalawan maupun perusahaan yang beroperasi di sekitar Tesso Nilo pun terus berlanjut dengan satu tujuan yaitu adanya aksi bersama menghentikan perambahan di Tesso Nilo dan mempercepat proses perluasan Taman Nasional tersebut. Pertemuanpertemuan tersebut diantaranya menghasilkan suatu kesepakatan bersama PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PERAMBAHAN HUTAN, ILLEGAL LOGGING, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KAWASAN TESSO NILO. Kesepakatan ini ditandatangani pada 1 Maret 2007 oleh DINAS KEHUTANAN KABUPATEN PELALAWAN, BALAI TAMAN NASIONAL TESSO NILO, BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM RIAU, PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RIAUPULP), PT. NANJAK MAKMUR, PT. SIAK RAYA TIMBER, PT. HUTANI SOLA LESTARI, PROGRAM KONSERVASI RIAU-WWF INDONESIA, FORUM MASYARAKAT TESSO NILO DAN YAYASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO. Semangat kebersamaan untuk menanggulangi perambahan dan mempercepat perluasan Taman Nasional Tesso Nilo telah sama-sama menjadi komitmen bersama para pemangku kepentingan di Tesso Nilo. Dua isu ini pun telah menjadi agenda daerah dan nasional untuk segera ditindak lanjuti. Kita berharap semangat dan komitmen ini akan terealisasi dalam waktu dekat sehingga hutan Tesso Nilo dapat dikelola dengan baik dan dapat memberikan solusi bagi permasalahan konflik manusia dan gajah di Riau. (Syamsidar)
Pemberantasan Kejahatan Kehutanan
BULETIN WWF
B
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
Illegal Logging: Tetap Terlarang Meski Banyak Penikmatnya
unyi keriuhan mesin gergaji terdengar dari kejauhan di suatu hutan. Sementara deruman alat berat ekskavator tak kalah berisik membelah keheningan rimba yang tiba-tiba kehilangan suara alamnya. Pagi itu pohon-pohon rebah dan hutan itu makin benderang saja dengan sinar matahari yang menusuk dari segala sisi. Ouch, betapa hutan di negeri ini telah terpolusi dengan botol - kaleng minyak dan pelumas yang berserakan di sudut-sudut rimba. Pohon-pohonpun bertumbangan seperti meregang nyawa setiap detiknya. Ketika pembalakan liar (illegal logging) marak di negeri ini, sepertinya penegak hukum telah raib entah kemana. Pembalakan liar melibatkan mulai dari perseorangan dengan modal kerja sederhana hingga korporasi dengan investasi global tak terbatas. Mereka lah yang meluluhlantakkan hutan rimba negeri ini dan menjual kayukayu dengan sesuka hati mereka sendiri. Malaysia dan Cina menikmati perdagangan liar produk hutan ini, melewati jalurjalur yang sudah dikawal oleh para oknum penegak hukum. Kerjasama erat antara jajaran pembalak dan oknum aparat berjalan baik selama bertahuntahun, meski sekarang tampak mendingin. Pembalakan liar bukanlah perkara baru. Ia telah ada sejak abad ke-18 sewaktu birokrasi bergaji kecil di Perancis menerima sogok untuk praktek menebang dan menjual kayu secara ilegal (Williams, 2003). Sementara di New England, Amerika Utara, antara 1722 dan 1776 direcoki
dengan penebangan liar oleh para pekerja hutan. Memang, mulai dasawarsa 1990-an hingga kini pembalakan liar menjadi isu sentral yang dibicarakan di kancah kebijakan hutan global. Pembalakan liar menghancurkan hutan, merusak habitat satwa liar, memicu perubahan iklim, merugikan masyarakat dan menghilangkan pendapatan negara hingga sekitar 15 miliar dolar AS per tahun. Sebuah laporan Bank Dunia memaparkan praktek lengkap kegiatan haram di sektor kehutanan mulai dari pencurian kayu hingga penggelapan pajak dan biaya serta ketidaktaatan pada undang-undang lingkungan dan perburuhan. Laporan itu juga menekankan kegagalan hukum dan penegakannya yang seharusnya dicapai untuk meningkatkan tata kelola kehutanan dan menjamin masyarakat mis-
kin tergantung pada hutan tidak dihukum secara semena-mena. Aktivitas haram kehutanan sejatinya cukup luas cakupan pelanggarannya mulai dari penindasan hak penduduk asli dan hak kepemilikan publik atau pribadi; peraturan pemanfaatan hutan serta kesepakatan kontrak lainnya; peraturan transportasi dan perdagangan; peraturan kayu olahan termasuk penggunaan kayu panenan ilegal; serta peraturan keuangan, akuntansi dan perpajakan. Tentunya, aparat penegak hukum harus melek dan piawai mengendus bau busuk praktek kejahatan hutan ini, pun perangkat hukum yang tegas. Pemberantasan illegal logging di Indonesia diatur dalam UU Kehutanan Nomor 41/1999 dimana pasal 50 ayat (3) huruf (f) melarang ”menerima, membeli atau menjual, menerima
13
Pemberantasan Kejahatan Kehutanan
BULETIN WWF tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.” Selain itu, juga diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2005 Tanggal 18 Maret 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Keputusan Gubernur Riau (Nomor Kpts.472/X/2005 pada 21 Oktober 2005 Tentang Pembentukan tim pemberantasan penebangan kayu secara illegal dan peredarannya di seluruh wilayah Propinsi Riau). Aturan spesifik juga disiapkan. Saat ini Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Pembalakan Liar sedang ditinjau publik sebelum disetujui DPR. Betapapun UU Pemberantasan Pembalakan Liar nantinya begitu lengkap dan jelas menjerat para pelaku, namun jika aparat hukum tidak memiliki nurani keadilan, tentu saja produk hukum itu bagaikan membuang garam ke laut. Sudah saatnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar diperkuat, mengingat selama ini para tersangka sering bebas atau mendapat keringanan hukum. Bahkan masih banyak cukong kayu ilegal kelas kakap berkeliaran dengan bebas, tanpa bisa disentuh dewi keadilan. Sudah menjadi rahasia umum kalau elit politik beserta kelompok kepentingannya diuntungkan dengan dana yang didapat dari praktek balak liar, langsung atau tidak langsung. Ancaman pidana korupsi dan pencucian uang bisa diterapkan kepada para pembalak liar, terutama para cukong dan bekingnya.
14
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
Menolong Si Miskin Menurut data Bank Dunia, ada sekitar 1,2 miliar orang yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan hutan, kebanyakan mereka berasal dari kelompok termiskin. Serentan-rentannya suatu pihak, maka yang paling rawan posisinya dalam pembalakan liar adalah masyarakat tempatan. Ketika para cukong dan perusahaan mendapat keuntungan besar dari praktek haram ini, maka penduduk tempatan hanya mendapat seupil uang. Padahal mereka kelompok yang rawan dibidik konflik sosio-ekonomi, dikriminalisasi oleh penerapan hukum yang tidak adil dan menderita dampak kerusakan hutan dan lingkungan pasca pembalakan liar. Sudah menjadi kredo “ada gula ada semut”, para penduduk miskin sering didanai oleh cukong-cukong kayu berduit untuk membalak liar demi kepentingan segelintir pebisnis haram itu. Ketika terjadi kegiatan penegakan hukum, maka orang-orang berekonomi lemah
inilah yang diminta pertanggungjawabannya. Kasus pembakaran hutan dan lahan yang merupakan lanjutan dari illegal logging sering dituduh dilakukan penduduk oleh pihak pengusaha dan penguasa. Penduduk tempatan harus dilindungi dari jeratan keterlibatan dalam jaringan pembalak liar yang jelas-jelas mengeksploitasi tenaga dan menghancurkan ekologi tempat mereka biasa mencari nafkah. Pihak LSM dan pemangku kepentingan terkait, dibantu dengan kebijakan pemerintah, seharusnya membangun kapasitas masyarakat kecil untuk aktif melestarikan hutan seraya mendapatkan insentif dalam upaya pelestarian itu. Keberpihakan perangkat hukum kehutanan yang hanya berbasis pada keuntungan korporasi sudah seharusnya diakhiri. Perang terhadap pembalakan liar harus dimulai dari segala penjuru, tidak hanya monopoli pihak kepolisian, tapi juga pihakpihak yang selama ini mendapat keuntungan dari praktek melawan hukum itu. Aparat penegak hukum, DPR, DPRD, pemerintah, kepolisian, TNI, perusahaan, media, partai politik dan LSM/ ormas sudah saatnya bahumembahu memerangi kejahatan kehutanan yang merugikan negara maupun komunitas dunia tersebut. Mudah-mudahan Indonesia, termasuk Riau, tidak lagi kehilangan hutan alamnya akibat illegal logging dalam berbagai versi dan oleh berbagai pelaku. Kalau tidak, tentu suara satwa liar dan konserto alam hanya akan jadi cerita nina bobo kepada anak cucu kelak. Pembalakan liar pun berandil bagi pemanasan global dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau Nusantara.(Afdhal Mahyuddin)
Pemberdayaan Masyarakat
BULETIN WWF
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo
Musyawarah Besar Forum Masyarakat Tesso Nilo
berkesempatan membuka acara tersebut. Dalam kata sambutannya, ia mengatakan sangat menghargai adanya kelompok masyarakat disekitar kawasan hutan Tesso Nilo yang bertekad bulat untuk mempertahankan dan memelihara keberadaan kawasan tersebut. ”Kami menilai komitmen forum Tesso Nilo yang menekankan keseimbangan ekosistem dalam visinya dan bahkan menjadi tujuan musyawarah ini yaitu mewujudkan kelestarian Taman Nasional Tesso Nilo adaPeserta Musyawarah Besar Forum Masyarakat Tesso Nilo, Foto : Forum Masyarakat lah sangat relevan dan sangat Tesso Nilo mendasar dan kami sangat iga tahun sudah berlalu sejak rah dan fasilitator. Selain bebe- mendukung hal tersebut”. Kita Forum Masyarakat Tesso Nilo rapa undangan lain dari pihak menyadari tidak kecil hambatan dibentuk untuk pertama kali- terkait antara lain: BKSDA Riau, dan masalah dan juga tantangan nya pada Januari 2004. Dalam Balai Taman Nasional Tesso Nilo, yang kita hadapi. Dari masalah usianya yang masih dini tersebut WWF dan beberapa LSM. Tujuan yang mendesak yang perlu kita Forum yang menaungi 22 desa Musyawarah Besar FMTN: carikan jalan keluarnya adalah : yang ada disekitar hutan Tesso m Melihat pencapaian kegiatan 1. Perambahan hutan. Masalah Forum periode 2004-2007 Nilo ini telah mampu menjadi perambahan dapat mengansuatu organisasi yang memiliki m Menyusun rencana program cam ekosistem kawasan kerja Forum periode 2007standar prosedur administrasi Tesso Nilo karena perambah2010 sendiri. Beberapa program kerja an menyebabkan perubahan yang digariskan pada saat pem- m Melakukan pemilihan dan bentang alam dan sumber penetapan pengurus Forum bentukan forum ini telah dilakpemicu kebakaran hutan. periode 2007-2010 sanakan antara lain penguatMenurut laporan WWF sampai Dengan tema “Melalui an organisasi, pengembangan April 2006 luas perambahan di Musyawarah Besar Anggota ekonomi dan lainnya. Tesso Nilo 18.162 ha dengan Musyawarah besar yang ber- Forum Masyarakat Tesso Nilo, Kita jumlah KK tercatat 2.345 KK. langsung selama tiga hari dari wujudkan Partisipasi Perlindungan Dari jumlah ini seluas 7.000 tanggal 12 hingga 13 Februari & Kelestarian Taman Nasional ha dan 370 KK berada di 2007 di Pekanbaru ini dihadiri Tesso Nilo menuju Masyarakat kawasan Taman Nasional. oleh 80 peserta yang terdiri yang Sejahtera 2. Masalah berikutnya adalah Pada kesempatan pembukaan dari utusan desa anggota forum kebakaran hutan dan lahan. Tesso Nilo, Badan pengawas musyawarah besar ini kepala Penyebab kebakaran hutan forum Tesso Nilo, Badan peng- Balai Taman Nasional Tesso dan lahan adalah akibat urus forum Tesso Nilo, penga- Nilo, Hayani Suprahman yang perambahan. Kami berharap
T
15
EDISI Januari - Maret 2007
Pemberdayaan Masyarakat
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Diskusi kelompok, Foto : Forum Masyarakat Tesso Nilo
dari forum dapat memecahkan masalah ini dan kelompok-kelompok masyarakat peduli api perlu dikembangkan disekitar kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. 3. Pencurian kayu (Illegal Loging) dan pencurian sumber daya alam hayati lainnya sangat menggangu ekosistem dan ini merupakan pintu gerbang untuk perambahan dan kami berharap perlu adanya penegakan hukum terhadap pelakunya dan kami berharap dari forum ini akan lahir program untuk menjaga kawasan Tesso Nilo dan kami tidak sanggup sendiri makanya kami sangat mengharapkan dukungan dari forum masyarakat Tesso Nilo ini. Selama tiga hari tersebut untuk dapat mencapai tujuan kegiatan, peserta musyawarah dibagi dalam 3 komisi yaitu : Komisi I membahas tentang pedoman umum pedoman khusus, Komisi II membahas tentang program dan komisi III membahas tentang struktur organisasi dan pemilihan pengurus baru. Komisi II menghasilkan beberapa rekomendasi program kerja FMTN dalam upaya peningkatan kinerja pengurus forum yang terpilih nantinya antara lain: 1. Pengembangan ekonomi a. Perikanan : keramba dan kolam b. Usaha madu dan lilin c. Pemasaran karet d. Lembaga keuangan mikro
16
e. Radio komunikasi f. Peternakan, sapi, kerbau dan kambing. g. Perkebunan, karet dan sawit. h. Simpan pinjam. Komisi ini juga menyarankan bahwa penentuan lokasi tempat dilaksanakannya programprogram tersebut diatas harus didahului dengan penilaian kebutuhan untuk kemudian dimusyawarahkan bersama masyarakat desa.
2. Komunikasi multi pihak a. Menjalin hubungan dengan berbagai pihak dalam bidang ekonomi, peningkatan kapasitas dan aturan perundang-undangan, penyelesaian konflik, dan bidang pendidikan. b. Penyelesaian masalah-masalah terkait tata batas, serangan gajah dan pencaplokan tanah ulayat. 3. Perlindungan Sumber daya alam m Perlindungan Taman Nasional seiring dengan implementasi program pemberdayaan masyarakat m Pemetaan tapal batas Taman Nasional dilakukan oleh pemerintahan terkait bersama dengan masyarakat dan perlunya percepatan tapal batas yang jelas di lapangan m Implementasi penanganan konflik gajah manusia antara lain membuat parit pengaman di batas taman nasional dan menambah im flying squad untuk daerah daerah yang membutuhkan m Upaya mengurangi dan menghentikan perambahan di kawasan Tesso Nilo 4. Peningkatan Kapasitas Organisasi: a. Model pelaksanaan kegiatan Forum dilakukan melalui koordinator di tingkat kecamatan dan desa b. Pelatihan pelatihan untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi pengurus
Pemberdayaan Masyarakat
BULETIN WWF
EDISI Januari - Maret 2007
Suara Tesso Nilo per satu. Hasilnya kedua calon memperoleh suara yang sama dimana masing-masingnya memperoleh 31 suara sementara satu suara dianggap gugur karena tidak memenuhi kriteria. Menyikapi hasil ini, panitia dan peserta pemilih memutuskan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Pada awal penghitungan suara pada putaran pemungutan kedua ini, perolehan suara oleh kedua calon tersebut tetap
Peserta Musyawarah Besar Forum Masyarakat Tesso Nilo, Foto : Forum Masyarakat Tesso Nilo
c. Peningkatan pengorganisasian masyarakat bagi koordinator di tingkat kecamatan dan desa. d. Pelatihan pengorganisasian bagi koordinator di tingkat kecamatan dan desa e. Upaya untuk menambah sumber pendanaan dan membangun sumber pendapatan secara mandiri.
Sesuai dengan tata cara pemilihan pengurus baru yang disusun oleh komisi III maka pada hari ke tiga Mubes ini dilaksanakanlah pemilihan pengurus Forum Masyarakat Tesso Nilo yang baru. Pada kesempatan ini peserta pemilih berjumlah 63 orang yang merupakan perwakilan dari 22 desa anggota forum masyarakat Tesso Nilo dari 4 kabupaten mengajukan dua calon ketua.Calon ini merupakan perwakilan dari Kabupaten Kampar dan Pelalawan, sementara Kabupaten Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi tidak mengajukan calon. Dengan mekanisme pemilihan yang telah disepakati bersama para pemilih memberikan hak suaranya untuk menentukan pilihannya. Calon yang mendapat suara terbanyak akan menduduki posisi Ketua FMTN sedangkan suara berikutnya akan menjadi Sekretaris FMTN. Dua calon tersebut adalah Radaimon dari Kabupaten Kampar dan T. Effendi dari Kabupaten Pelalawan. Perolehan suara untuk kedua calon ini sangat ketat ketika panitia pemilihan melakukan penghitungan kertas suara satu
Diskusi kelompok, Foto : Forum Masyarakat Tesso Nilo
berlangsung ketat, jumlah suara saling susul menyusul. Namun akhirnya perolehan suara dimenangkan oleh Radaimon dengan jumlah suara 34 dari 63 pemilih. Dengan didapatnya hasil ini, Radaimon secara syah ditunjuk menjadi Ketua FMTN periode 2007-2010 dan T. Effendi menjadi Sekretaris FMTN. Dengan formasi badan pengurus Forum Masyarakat Tesso Nilo yang baru ini diharapkan Forum Tesso Nilo dapat berperan lebih aktif untuk menyuarakan isu konservasi khususnya disekitar kawasan hutan Tesso Nilo. Upayaupaya konservasi oleh pemangku kepentingan terkait disekitar Tesso Nilo diharapkan dapat lebih terintegrasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar. Sehingga diharapkan ekonomi masyarakat sekitar hutan Tesso Nilo dapat ditingkatkan dan hutan Tesso Nilo tetap memberikan fungsi ekologinya secara maksimal kepada kehidupan.(Syamsidar)
17
EDISI Januari - Maret 2007
Konservasi Harimau Sumatera
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Radio Komunitas Memberi Warna Lain Kehidupan Masyarakat Pangkalan Gondai Muatiara Gondai FM 107,7 radio warga Gondai yang cinta damai...... di pancarluaskan dari sekitar balai desa Pangkalan Gondai inilah radio komunitas Mutiara Gondai FM.... Radionya warga Gondai yang cinta damai.... Demikianlah jingle radio komunitas warga Gondai malam itu berkumandang untuk pertama kalinya di desa Pangkalan Gondai. Pendirian radio komunitas di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan ini didasari oleh kebutuhan akan pentingnya sarana komunikasi dan informasi yang selama ini dirasa kurang oleh sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu WWF dan Forum Masyarakat Tesso Nilo beserta masyarakat setempat mencoba mewujudkan berdirinya stasiun radio ini. Dalam upaya mewujudkan berdirinya stasiun radio komunitas di Desa Pangkalan Gondai ini, WWF dan Forum melibatkan lembaga Combine dari Jogyakarta sebagai salah satu lembaga yang ahli dibidang Radio Komunitas atau disingkat rakom dalam proses pembentukannya. Hal ini dirasa perlu dan penting karena prinsip rakom sendiri bukan seperti radio swasta yang profit oriented (berorientasi ekonomi), namun radio yang dibangun dari, oleh dan untuk masyarakat. Karena prinsip-prinsip dan cara kerjanya berbeda maka diperlukan suatu kesepakatan dan komitmen masyarakat dalam menjalankan rakom ini. Dalam menunjang berdiri dan beroperasinya rakom di Desa Gondai dibentuklah susunan kepengurusan yang terdiri dari Dewan Penyiaran Komunitas (DKP) dan Badan Penyelenggara Penyiaran Komunitas (BPPK). Dewan Penyiaran Komunitas ini merupakan kelembagaan yang mencerminkan kepemilikan komunitas, pengaturan secara umum dan berfungsi sebagai lembaga konsultatif dan melakukan pengawasan terhadap jalannya kegiatan rakom dan mutu siaran yang dihasilkan. Keanggotaan DKP terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan kepala desa. Sedangkan Badan Penyelenggara Penyiaran Komunitas (BPPK) bertanggung jawab dalam pelaksana harian radio komunitas dan mendengar masukan serta pengawasan dari Dewan Penyiaran. BPPK secara kelembagaan bertanggung jawab kepada DKP. Keanggotaan BPPK berasal dari pemuda-pemuda desa yang merasa terpanggil dan perduli dengan perkembangan dan kemajuan desanya. Sejak berdirinya rakom di Desa Pangkalan Gondai hingga hari ini terdapat perkembangan di tingkat masyarakat khususnya yang menjadi ciri khas dalam pengorganisasian rakyat yaitu: n Partisipatif; Keterlibatan warga dalam semangat keswadayaan. m Bantuan kepala desa berupa genset untuk membantu beroperasinya radio sehingga tidak tergantung pada genset milik salah seorang warga yang tinggal didekat lokasi studio radio tersebut. Hingga saat ini desa Pangkalan Gondai memang belum tersentuh jaringan listrik PLN m Perbaikan dan renovasi bangunan yang menjadi studio dilakukan bersama-sama tanpa imbalan apa pun
18
m Penentuan lokasi studio berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat m Beberapa warga menyumbangkan CD atau kaset lagulagu yang mereka miliki ke pengurus rakom, selain meminta agar lagu-lagu itu diputarkan mereka juga ingin berpartisipasi untuk melengkapi koleksi lagu rakom tersebut. n Pemecahan masalah bersama; m Masalah dana untuk operasional bahan bakar genset ditanggulangi dengan pembuatan kartu permintaan lagu (request card) senilai Rp.500 per lembar m Pembuatan jingle rakom sebagai identitas diri dilakukan secara bersama dan disesuaikan dengan konteks lokal n Kebutuhan informasi tingkat lokal; m Studio rakom menjadi pusat tempat berkumpulnya warga dan berbagi informasi disekitar wilayah tempat tinggal mereka m Dimanfaatkannya rakom tersebut untuk penyampaian informasi kepada warga seperti halnya pertemuan pembentukan kepengurusan panitia pembangunan mesjid raya Pangkalan Gondai yang diadakan usai shalat Jumat pada akhir bulan Maret lalu. Pertemuan itu disiarkan secara langsung oleh rakom sehingga seluruh warga setempat dan desa sekitarnya mengetahui secara langsung proses dan hasil pertemuan tersebut.
Hadirnya rakom ini telah membawa beberapa kemajuan positif ditengah warga masyarakat karena keterbatasan media komunikasi sedikitnya telah dapat diatasi. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa pengalaman menarik selama beroperasinya rakom tersebut. Salah satunya adalah tersampaikannya berita penting dimana ada seorang ibu yang tinggal di desa tersebut yang tengah sakit keras meminta sang suami yang sedang bekerja mencari ikan di kuala Nilo untuk segera pulang. Sungguh suatu keberuntungan, pada malam disiarkannya berita tersebut, sang suami tengah mendengarkan radio. Berbekal informasi dari radio tersebut, sang suami pun segera pulang untuk menemui istrinya. WWF dan Forum Masyarakat Tesso Nilo berharap dengan peran rakom ini dapat menjadi salah satu solusi untuk memudahkan informasi ke semua warga, hal ini mengingat jarak desa yang jauh dari ibukota kabupaten dan luasnya desa. Diharapkan dengan informasi dan komunikasi yang cepat maka masyarakat bisa merespon sesuatu yang terjadi dengan cepat. Tentunya diharapkan pula rakom ini bisa menjadi media komunikasi masyarakat dalam menghadapi masalah gangguan gajah atau kebakaran hutan. Desa Pangkalan Gondai yang berdekatan dengan usulan perluasan Taman Nasional Tesso Nilo memang rentan dengan masalah konflik gajah dan kebakaran hutan karena perambahan yang terus meningkat dikawasan usulan perluasan taman nasional tersebut. (Adi Purwoko)
EDISI Januari - Maret 2007
Konservasi Harimau Sumatera
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo
Pendidikan dan Latihan SAR Rimba Gunung se-Sumatera Tim Harimau WWF Dibekali Dengan Ilmu Pengetahuan dan Ketrampilan Baru
Wakil Gubernur Riau, H. Wan Abu Bakar bersalaman dengan panitia dan peserta diklat setelah upacara pembukaan yang berlangsung di halaman kantor Bupati Indragiri Hulu Foto : Panitia
P
endidikan dan Latihan SAR Rimba Gunung se Sumatera yang berlangsung dari tanggal 20 sampai 30 Maret 2007 di Taman Nasional Bukit Tigapuluh dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Riau, H. Wan Abu Bakar. Kegiatan ini bertujuan memberi pengetahuan tentang teknik hidup di alam terbuka khususnya penguasaan materi navigasi darat untuk medan rimba gunung dan pengetahuan SAR dan ESAR ( Explore, Search and Rescue). Kegiatan yang didukung oleh kerjasama multi pihak: WWF, Pemda Riau, Basarnas (Badan SAR Nasional), Paskhas AU, Brimobda Riau, Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh (BTNBT), Chevron dan RSUD diikuti oleh 45 peserta. WWF mengirimkan sepuluh orang anggota tim konservasi harimau, sementara peserta yang lain berasal dari BRIMOB, pecinta alam
dari seluruh Sumatra dan instansi pemerintah. Dalam pidato pembukaannya Wakil Gubernur Riau mengatakan menyambut baik terlaksananya kegiatan ini. Sudah saatnya Riau memiliki potensipotensi anak muda yang dapat siap siaga dilibatkan dalam kegiatan SAR mengingat seringnya terjadi bencana alam akhir-akhir ini, baik yang terjadi di daerah sendiri maupun provinsi tetangga. Selain itu ia menambahkan kegiatan di Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan ajang untuk memperkenalkan potensi taman nasional tersebut ke publik yang lebih luas. Dukungan WWF dalam kegiatan ini dilatarbelakangi adanya kebutuhan akan pengetahuan dan keterampilan menyangkut keselamatan bagi para pekerja lapangan. Dalam melaku-
kan studi dan patroli perlindungan harimau, para anggota tim WWF di lapangan seringkali harus berhadapan dengan kerasnya alam yang tentunya membawa resiko bagi keselamatan dari anggota tim. Sementara itu, upaya mencari pertolongan tidak dapat serta merta dilakukan karena jarak lokasi kegiatan yang jauh dari aktifitas manusia. Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk keluar dari hutan guna mendapatkan bantuan pertolongan dimaksud. Dalam pengambilan data untuk penelitian harimau di lanskap Tesso Nilo-Bukit Tigapuluh, Tim Riset Harimau WWF ketika melakukan survei pemasangan maupun pemeriksaan perangkap kamera (camera trap), atau kegiatan terkait lainnya, harus tinggal berhari-hari di dalam hutan: jauh dari akses komunikasi dan aktifitas manusia lainnya. Demikian juga Tim Perlindungan Harimau dalam melakukan patroli pengamanan harimau dari segala ancaman yang ada dalam kawasan hutan. Tim dengan berbekal tenda dan perlengkapan lapangan secukupnya harus berpindah dari satu titik penelitian atau survei yang telah ditentukan ke titik berikutnya. Dari pengalaman selama ini, dengan bekal pengetahuan lapangan yang telah diberikan dapat dikatakan bahwa tim dapat mengatasi masalah yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. Namun untuk mengantisipasi resiko yang mungkin saja dihadapi dan meningkatkan kapasitas anggota tim harimau WWF maka dirasa perlu menambah pengetahuan dan ketrampilan menghadapi situasi darurat di lapangan. Untuk mewujudkan pelatihan terse-
19
Konservasi Harimau Sumatera
EDISI Januari - Maret 2007
BULETIN WWF
Suara Tesso Nilo Medical First Responder(MFR), navigasi darat, SAR, ESAR, Evakuasi vertikal, penyelamatan diri, komunikasi lapangan. Selain materi teknis, peserta juga mendapat tambahan pengetahuan mengenai sosiologi suku pedalaman, ekologi satwa, hutan hujan tropis, dan pengenalan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Instruktur yang memberikan materi berasal antara lain dari ASARNAS, WANADRI, PASKHAS.
tengah menghadapi situasi pencarian dan penyelamatan korban. Namun ini tidaklah menjadi kendala, para peserta pelatihan kelihatan menikmati kegiatan praktek lapangan ini. Skenario SAR juga disimulasikan pada praktek lapangan ini. Peserta yang telah dibagi menjadi 9 unit harus menyelamatkan 3 orang korban. Semua prosedurprosedur standar SAR dijalankan sesuai dengan teori yang telah diberikan.
Latihan dan praktek lapangan langsung Foto : Sunarto/WWF -Tesso Nilo Program
but, WWF mendukung inisiatif pecinta alam yang tergabung dalam JEC (Jungle Explorer Community) untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan pelatihan dan SAR Rimba Gunung se-Sumatra. Dengan semangat yang tinggi, anak-anak muda yang tergabung dalam JEC sebagai panitia inti kegiatan ini berupaya melakukan kegiatan ini dalam skala yang lebih besar karena besarnya manfaat yang akan didapat peserta pelatihan. Oleh karena itu JEC berusaha merangkul dukungan dari berbagai pihak. Betapa menggembirakan, dukungan pun mengalir menambah semangat untuk mewujudkannya menjadi Pelatihan SAR Rimba Gunung se Sumatera yang pertama. Adapun materi yang didapat dalam 10 hari pelatihan ini antara lain : peralatan dan pengenalan lapangan,
20
Materi pelatihan yang diberikan pada kesempatan kali ini telah memenuhi standarisasi oleh karena itu BASARNAS akan memberikan kartu keanggotaan SAR bagi para peserta yang lulus atau memenuhi semua persyaratan dalam pelatihan ini. Dengan kepemilikan kartu tersebut, seseorang dengan resmi dapat terlibat dalam sebuah operasi SAR. Dari hari ke 5 dan seterusnya pelatihan ini difokuskan pada praktek lapangan. Kondisi sekitar Camp Granit TNBT yang berbukit-bukit memberikan situasi alamiah untuk pelaksanaan kegiatan lapangan ini. Pada kegiatan lapangan ini peserta latihan yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil diharuskan membuat camp, memasak dan menyediakan kebutuhan lainnya sendiri. Situasi memang benarbenar diciptakan seolah-olah peserta
Tentu saja harapannya bahwa pelatihan ini akan benar-benar bermanfaat bagi para peserta baik untuk keperluannya dalam melaksanakan tugas di lapangan ataupun turut membantu bila terjadi bencana di sekitar. Bagi tim WWF, kegiatan ini sangat bermanfaat karena telah membekali setiap peserta dengan pengetahuan dan keterampilan untuk keselamatan dan menambah semangat dalam melanjutkan pekerjaan yang telah digeluti selama ini. Kolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan ini telah menciptakan nuansa baru bagi para stakeholder terkait. Bila selama ini kerjasama antar pihak yang terkait belum terjalin, kita berharap kegiatan ini telah menjadi simpul pemula dan kolaborasi semacam ini dapat terus berlanjut. (Sunarto, Syamsidar)