Edisi I • 19 - 29 Maret 2008
www.d-web-television.tk
SURAT PEMBACA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
kata yang sangat indah bila diresapi dengan hati yang suci. Terkadang memang permohonan maaf memunculkan pro kontra. Namun, terlepas pro dan kontra tersebut, sebuah permohonan maaf harusnya disikapi tanpa motivasi politis atau kepentingan lainnya. Saya merasakan suatu sentuhan perikemanusiaan dan kasih-sayang yang membenarkan anggapan, kebesaran suatu bangsa dapat diukur melalui bagaimana mayoritas memperlakukan minoritas. Terkesan betapa agung, mulia, bahkan indah suatu keberanian dan ketulusan untuk memohon maaf, apalagi yang disampaikan seorang kepala negara atas nama pemerintah negara dan bangsa. Kasus kejahatan masa lalu tidak hanya terjadi di Aceh. Di Indonesia, ada jutaan korban malapetaka yang diwarnai dengan perlumuran darah. Sebut saja kasus G30S yang layak disebut The Lost Generation, Lampung, Tanjung Priok dan lainnya. Namun, saya sungguh tidak tahu apakah kita bisa memaafkan semua kasus itu. Seharusnya, dari hati nurasi adalah kata ‘Ya’. Jika ada yang masih mengganjal, silahkan hukum yang berbicara. Namun sebagai manusia, kita harusnya tidah perlu lagi memperkeruh masalah. Saya sangat sedih jika tragedi Takengon akan mengusik indahnya perdamaian yang sudah kita rasakan. Harusnya kita bisa menunjukkan pemaafan itu dengan hubungan yang selarasa di keseharian.
ARUS BAWAH
K
ETIKA media ini sampai di tangan pembaca, mungkin akan muncul pertanyaan, namanya kok Sipil?. Nama ini bisa jadi memunculkan berbagai interpretasi, seakan-akan media ini bukan untuk mereka yang nonsipil. ‘Sipil’ dalam pengertian bahasa Indonesia memang mengandung multimakna. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sipil berkenaan dengan penduduk, warga atau rakyat yang bukan militer. Misal dalam kalimat, “Bupati terpilih adalah dari warga sipil.” Itu bermakna, bahwa bupati tersebut pastilah bukan militer. Dalam kamus Bahasa Indonesia. ‘warga’ atau ‘penduduk’ punya arti yang cukup luas, yakni setiap warga negara Indonesia ataupun asing yang memegang izin tinggal di sebuah wilayah. Namun jika kita merujuk pada nomenklatur tentang “Pencatatan Penduduk” seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999, sesungguhnya tidak tepat kalau dikatakan bahwa kata “sipil” sama dengan ‘penduduk’. ‘Pencatatan Penduduk’ artinya data-data sebagai penduduk yang dicatatkan. Sedangkan “Pencatatan Sipil” adalah status sipilnya yang dicatatkan, misalnya karena perubahan pada diri seseorang, kelahiran, perkawinan dan sebagainya. Catatan sipil merupakan tanda pergeseran dari satu sifat ke sifat lainnya. Dengan adanya perubahan sifat itu, sehingga dari sana akan lahir status hak yang disebut hak sipil. Contohnya, untuk suatu proses kelahiran, dari yang tadinya tidak ada menjadi ada. Setelah lahir, tentu akan diiringi dengan kehadiran hakhaknya. Demikian juga sebuah proses perkawinan, dari yang semula lajang menjadi berstatus kawin. Hal ini tentu membawa imbas pada hak hukum lainnya. Apapun makanya, namun ‘Sipil’ dalam arti yang kami gunakan adalah suara arus bawah. Selama ini sipil kerap dikelompokkan pada sebuah komunitas marjinal. Sipil identik dengan korban dan objek kebijakan. Kelompok sipil kurang mendapat perhatian untuk tampil ke depan. Untuk itulah kami hadir membawa nama Sipil. Karena kami sesungguhnya hadir untuk menyuarakan aspirasi arus bawah.
2
Fazry Ahbanniati Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh
Maaf itu Sangatlah Indah Konflik masa lalu adalah sejarah yang tak terlupakan bagi rakyat Aceh. Sejak masa kolonial Belanda, Jepang, masa kemerdekaan hingga munculnya konflik Gerakan Aceh Merdeka, Aceh telah lama tergeletak dalam ketidakmenentuan. Kita sangat bersyukur, setelah munculnya kepemimpinan pemerintahan yang sekarang, Aceh mulai bangkit. Ekonomi – walaupun belum pulih – tapi sudah menunjukkan tanda-tanda perubahan. Kita berharap ke depan Gubernur Irwandi lebih mampu membawa Aceh ke suasana yang lebih baik. Sayangnya, di tengah perjuangan Aceh untuk bangkit kembali, ternyata konflik masa lalu masih juga kerap dibawa-bawa. Betapa teririsnya hati ini ketika melihat lima orang pemuda Aceh Tengah tewas terpanggang menyusul pembakaran kantor Komiter Peralihan Aceh di Takengon. Mereka adalah mantan kombatan yang dulu pernah berjuang untuk penegakan demokrasi di Aceh. Tidak jelas pelakunya, tapi banyak yang yakin kalau kasus pembunuhan
tersebut masih terkait dengan konflik masa lalu. Padahal rekonsiliasi dan maaf memaafkan sudah berlangsung di wilayah itu. Setidaknya ini menunjukkan bahwa maaf-memaafkan terkadang hanya sebatas slogan saja di negeri ini. Ketika muncul pemicu yang kuat, perseteruan masa lalu terkadang bisa dibangkitkan kembali. Sungguh memalukan! Seharusnya kita belajar dari sikap para tokoh dunia yang bergitu tulus untuk meminta maaf dari kesalahan masa lalu Lihat seperti yang dilakukan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, yang dengan resmi menyampaikan pidato permohonan maaf atas perlakuan buruk terhadap kaum Aborigin pada masa lalu. Kevin Rudd yang belum lama terpilih sebagai PM Australia menggantikan John Howard menyatakan, “To the mothers and fathers, to the brothers and sisters we say sorry. And for the indignity and degradation on a proud people and proud culture we say sorry.” (Kepada para ibu dan ayah, para saudara Anda semua, kami memohon maaf. Dan atas pelecehan dan pelanggaran hak asasi masyarakat sebuah kebudayaan terhormat, kami memohon maaf) Permohonan maaf adalah sebuah
Taktik jitu dan Handal dari GAM Akhirnya pihak GAM dalam menjalankan perjuangan politiknya langsung di arena atau gelanggang Aceh dan di gelanggangnya pemerintahan. Salah satu langkah politik gemilang yang dijalankan oleh pihak GAM adalah dengan tampilnya partai politik GAM yang kalau disebut panjangnya adalah Gerakan Aceh Mandiri. Pemakaian kata ‘Mandiri’ berarti akan memusatkan dan mengkristalkan perjuangan politik yang dilancarkan di Aceh. Saya sangat menyokong penuh taktik dan strategi politik yang dijalankan oleh pihak GAM di Aceh dan di luar Aceh, terutama dalam hal perjuangan dalam bidang politik dengan melalui jalur partai politik untuk menuju kearah Mandiri atau kearah yang lebih baik. Untuk itu saya mengucapkan selamat kepada Partai GAM dibawah pimpinan Wali Teungku Hasan Muhammad di Tiro dalam memperjuangkan kebaikan bagi Aceh. Ahmad Sudirman http://www.dataphone.se/~ahmad
[email protected]
REDAKSI: GEDUNG IMPACT, JALAN T ISKANDAR NO: 50, LAMBHUK, ULEE KARENG, BANDA ACEH 23118. TELP. 0651-28541, FAX. 0651 – 28542 PENERBIT: PERKUMPULAN IMPACT ACEH PIMPINAN UMUM: RAMADHANA LUBIS, PEMIMPIN REDAKSI : AHMAD MX REDAKTUR PELAKSANA: NASHRUN ISKANDAR REDAKTUR: QAHAR MUZAKAR, DAVI ABDA, REPORTER: ACUN, JUNAEDI, MELYAN, TAHARA, SIRKULASI: MUSLIM BIRGA, KAMAL, IKLAN: ARDHY, MEDIA OMBUDSMAN: N MARZUKI ILLUSTRATOR: KOMARUDDIN DESAIN: MAHA STUDIO, DEWAN PENASEHAT: A MEURAXA , REKENING BANK: a/n PERKUMPULAN IMPACT BANDA ACEH.
www.d-web-television.tk
DAFTAR ISI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
3
Demo Kenaikan Harga – Seratusan mahasiswa Jakarta beberapa waktu lalu menggelar demo di DPR RI dan di halaman Istana Presiden, menuntut penurunan harga bahan makanan. Mereka melakukan aksi sambil tidur di jalan raya tidak jauh dari Kantor Presiden. Inflasi yang meningkat serta pengangguran yang terus bertambah salah satu faktor naiknya harga bahan makanan. Rakyat menuntut pemerintah membuat kebijakan sehingga harga bahan makanan bisa lebih terjangkau
LAPORAN UTAMA
Memberi Pisang sekaligus Monyet
Dari 173 daerah hasil pemekaran, hanya lima persen yang berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selebihnya, tidak lebih sekedar ajang rebutan kekuasaan para elit lokal. Masih perlukah mendukung ALA dan ABAS?
WISATA
Peraturan Presiden (PP) tentang pengalihan tugas BRR ke Pemerintah Aceh sedang digodok. Hati-hati, sebab lewat peraturan tersebut, BRR ingin lepas tanggung jawab.
REKONSTRUKSI
Partai Lokal Bakal Berjaya
4
Yang Berubah dan yang Bergeser Setelah mengubah nama dan lambang partai, GAM melakukan lompatan besar. Malik Mahmud turun tangan langsung menengahi konflik di organisasi itu. Benarkah GAM kembali bersatu?
5
14
Tamasya di Ladang Perang
Pemilu 2009 bakal dikuasi partai-partai lokal. Partai nasional kemungkinan hanya bisa bersuara di wilayah Aceh bagian Tengah.
8
Kawasan hutan yang dulu tempat gerilya pasukan GAM kini di-jadikan taman wisata politik untuk mereka yang ingin tahu sejarah Aceh. Untuk sementara konsumennya lebih banyak orang asing.
12
NANGGROE Pelabuhan Bebas Masih Angan-angan Buruknya manajemen pengelolaan Kawasan Sabang, membuat pembangunan pelabuhan bebas di sana menjadi terbengkalai. Pihak Dublin Port dua kali mengancam memutus kerjasama.
10
POLITIK
DAERAH Bercerai untuk Berkuasa www.d-web-television.tk
FIGUR Seleksi Berbiaya Mahal Sistem seleksi menjaring pejabat eselon II ala Pemerintah Aceh cukup efektif untuk mendapatkan pejabat berkualitas. Tapi butuh biaya hingga Rp 1 miliar.
18
Umar Pradana Ditakuti Karena Parang
LINGKUNGAN
Ibarat siang dengan malam. Begitulah perbedaan antara sosok asli Umar Pradana dengan perannya sebagai Haji Uma dalam film lawak Aceh “Eumpang Breuh”. Dalam dunia nyata, Umar masih amat muda. Usianya 34 tahun. Dia selalu tampil necis, berwibawa.
16
Musim Bagi-Bagi Lahan pun Tiba
22
LAPORAN UTAMA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
Pemilu 2009 bakal dikuasi partai-partai lokal. Partai nasional kemungkinan hanya bisa bersuara di wilayah Aceh bagian Tengah. Partai lokal manakah yang paling banyak mendapat dukungan warga Aceh?
4
Partai Lokal Bakal Berjaya P ROSES verifikasi partai lokal masih berlangsung di Aceh. Verifikasi ini kemungkinan, baru akan menyelesaikan tugas itu pertengahan tahun ini. Meski demikian, pesta demokrasi di Aceh sudah terasa sejak sekarang. Masing-masing partai lokal terus menyusun kekuatan. Mereka membuka cabang-cabang di daerah, mendekati ulama, tokoh masyarakat, serta mengatur strategi untuk mendapatkan dukungan. Lihat saja aksi yang dilakukan Ghazali Abas Adan, pendiri sekaligus ketua Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS). Sepanjang Februari lalu ia berkeliling Aceh melakukan konsolidasi partai. Di beberapa kabupaten, Ghazali melantik pengurus PAAS dan mendekati tokoh-tokoh di tingkat lokal. Mantan politisi PPP ini termasuk yang paling getol ingin membesarkan partai lokal yang dipimpinnya. Selain terjun ke daerah, Ghazali juga sering hadir dalam seminar dan diskusi membahas soal parlok. Seperti juga Ghazali, tokoh partai lokal lainnya tidak mau ketinggalan. Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Sentral Informasi Rakyat Aceh (SIRA), Partai Gabthat dan Partai GAM ikut ambil bagian. Malah yang disebut terakhir baru saja membuat kejutan dengan mengubah lambang dan mempertegas nama partainya. Nama ‘GAM’ pada partai itu yang dulu tidak mengandung makna jelas, kini dipertegas menjadi: Partai Gerakan Aceh
Mandiri. Tidak sulit bagi Partai GAM membuka cabang di daerah-daerah, karena anggotanya memang ada di seluruh Aceh. Tokoh-tokoh KPA yang ada di daerah, menurut Humas Partai GAM Fahmi Mada, sebagian besar bergabung dalam partai ini. “ Kalaupun ada yang tidak bergabung sebagai pengurus, tapi mereka tetap memberi dukungan kami,” kata Fahmi. Saat ini Partai GAM telah ada di seluruh wilayah Aceh. Partai lain pun punya agenda tersendiri. Partai SIRA maupun PRA — mengandalkan jaringan mahasiswa yang sudah terbentuk sejak lima tahun lalu — gigih melakukan penggalangan massa. Mereka mengaku siap menghadapi Pemilu yang berlangsung Agustus tahun depan. “Soal persiapan, kita sama sekali tidak pernah meragukan kemampuan kita,” kata Taufik Abda, ketua Partai SIRA. Partai lokal Aceh yang telah terdaftar di Departemen Hukum dan HAM sebanyak 14 partai. Jumlah ini memang di luar dugaan. Semula, diperkirakan partai lokal yang berkiprah di Aceh hanya sekitar lima partai. Namun ternyata jumlahnya membludak. Ini yang membuat Departemen Hukum dan HAM harus mengerahkan tim yang banyak guna melakukan verifikasi total. Proses verifikasi tidak hanya di pusat kota, bahkan hingga ke kabupaten dan kecamatan. Gegap gempita partai lokal di Aceh
www.d-web-television.tk
sepertinya mengalahkan kesaktian partai nasional. Keriuhan itu kian menguat karena sejumlah politisi partai nasional juga ikut mendirikan partai lokal. Sebut saja Farhan Hamid, politisi PAN yang mendirikan Partai Bersatu Aceh (PBA). Langkah anggota DPR RI ini sempat memunculkan perdebatan di kalangan Partai PAN. Malah ada usulan agar ia dipecat dari PAN dan direcall dari senayan. Tapi Farhan bergeming. Sampai saat ini ia masih aktif sebagai anggota PAN dan juga tetap sebagai Ketua PBA. Dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) memang tidak ada larangan bagi politisi untuk menjadi anggota Partai lokal dan partai nasional sekaligus. Farhan memutuskan ikut bermain dalam partai lokal karena ia yakin dalam Pemilu 2009 nanti, partai lokal bakal mendominasi suara di Aceh. Tidak hanya Farhan yang memiliki firasat itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meraih suara cukup signifikan pada Pemilu 2004, juga sudah ancang-ancang mau menggandeng partai lokal. Saat berkunjung ke Banda Aceh 10 Februari lalu, Presiden PKS, Tifatul Sembiring mengaku kalau mereka tengah melirik partai lokal untuk diajak berkoalisi. “Konsolidasi partai untuk koalisi itu kita jelas ada, kita akan mempelajari itu semua. Kita tidak tiba-tiba berkonsolidasi atau berkoalisi kan kita pelajari dulu,” katanya. Salah satu yang ingin digandeng
LAPORAN UTAMA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
adalah Partai GAM. Beberapa waktu lalu disebutkan bahwa tokoh PKS telah melakukan pertemuan dengan tokoh GAM untuk berdiskusi soal mas depan politik Aceh. “Dalam pertemuan itu, semua kemungkinan telah kita bicarakan, “ tambah Tifatul. Langkah lebih maju justru dilakukan para politik Partai Bintang Reformasi (PBR) di Aceh. Tanpa banyak yang tahu, para politisi PBR sudah mempersiapkan sebuah partai lokal yang menjadi lokomotif mereka dalam Pemilu mendatang. Namanya Partai Daulat Aceh (PDA). Walau tidak terlihat sebagai pemain di permukaan, Muchlis Mucktar, anggota DPR Aceh dari wakil PBR, ada di belakangnya. Semua fakta ini membuktikan bahwa geliat partai lokal tidak akan terbendung pada Pemilu nanti. Lalu, dari semua partai lokal yang ada, partai manakah yang menjadi favorit pemilik suara di Aceh? Dengan pergerakan politik yang sangat dinamis, pertanyaan ini tentu tidak mudah untuk dijawab. Namun SIPIL mencoba melakukan survei secara acak di beberapa daerah. Dari penelitian ringan itu, kami kemudian melakukan pengecekan ulang dengan para politisi, peneliti dan akademisi. Setidaknya kami mencoba melakukan kajian terhadap empat partai lokal yang kemungkinan bakal meraih suara signifikan di Aceh. Partai GAM tampaknya paling berpeluang mendapatkan dukungan lebih banyak. Secara organisasi, mereka memang cukup solid dibanding partai lainnya. Pengurus partai itu juga orangorang yang cukup terkenal. Di kabupaten dan kota, Partai GAM dikendalikan mantan eks kombatan yang cukup disegani. Saat berdiri tahun lalu, partai ini sempat menuai kontroversi. Pasalnya, mereka menggunakan nama GAM (tanpa makna yang jelas) sebagai nama partai. Bendera bulan sabit — simbol perlawanan terhadap NKRI – menjadi bendera partai. Keberadaan Ketuanya, Malik Mahmud, juga mengundang perdebatan karena ianya bukan warga Indonesia. Sebulan menjelang verifikasi, elit GAM melakukan perombakan. Singkatan GAM pada partai itu dipertegas dengan sebutan Gerakan Aceh Mandiri. Bendera partainya pun diganti. Tetap mencirikan bendera perlawanan GAM, namun sedikit dimodifikasi dengan menghilangkan dok. Gabthat
gambar bulan sabit. Pengaruh yang kuat dari pengurus GAM di daerah membuat partai ini diperkirakan masih mampu menebar pesona di kalangan pemilih dewasa. Apalagi setidaknya ada 10 kepala daerah yang berasal dari tokoh-tokoh GAM. Sudah tentu mereka berkepentingan agar ada suara parlemen yang mendukung pemerintahan mereka. Partai lokal yang patut diperhitungkan adalah Partai SIRA. Partai yang dimotori anak muda ini paling gigi melakukan penggalangan massa. Mereka juga punya pengikuti tradisional. Kemampuan aktivis SIRA dalam memobilisasi massa tidak perlu diragukan lagi. Jika Partai GAM cukup kuat di Pantai Timur, Partai SIRA juga punya pengikut cukup banyak di wilayah pesisir barat. Tadinya ada anggapan bahwa konsituen SIRA berimpit dengan konsituen GAM. Namun Ketua Majelis SIRA membantah anggapan ini. “ Banyak warga Aceh yang tidak mendukung GAM, tapi mendukung SIRA. Demikian sebaliknya,”
sebut Muhammad Nazar , ketua majelis di partai itu. Bahwa jika nanti terjadi pertarungan seru merebut massa antara Partai GAM dan Partai SIRA, Nazar tidak menampik anggapan itu. Keduanya diketahui samasama memiliki banyak pengikut, terutama di wilayah pesisir timur. Jangan pula meremehkan keberadaan Partai Rakyat Aceh (PRA). Ini adalah partai yang dimotori anak-anak muda mantan aktivis mahasiswa. Mereka mengklaim mendapat dukungan dari masyarakat petani, nelayan dan para pemilih muda. PRA diperkirakan cukup mendapat dukungan kuat di wilayah pantai barat. *** Pengamat politik Universitas Malikulsaleh, Teuku Kemal Fasya juga ikut mengamini bahwa Partai GAM, Partai SIRA dan PRA akan mendapat dukungan cukup besar dari publik Aceh. “Ketiganya memiliki basis konstituen massa tradisional yang akan mem back-up mereka,” kata Kemal. Selain itu, jaringan ketiga partai itu sudah terbentuk jauh sebelum proses perdamaian Aceh. Partai GAM jelas didukung oleh rakyat yang dulunya mendukung perjuangan mereka. Masyarakat pendukung kampanye referendum di masa lalu, adalah target pemilih bagi Partai SIRA. Sedangkan PRA didukung kaum muda yang dulunya berbasis pada Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat Aceh (SMUR). “Mereka berhasil menarik kepercataan karena memuat kepentingan lokal yang lebih baik dalam bingkai nasional, “ tambah Kemal. Sejarah masa termasuk salah satu faktor utamanya. Jika kita ingin memetakan posisi partai lokal empat besar, siapakah partai berikutnya? Ini yang mengundang perdebatan. Kemal memperkirakan posisi itu ditempati Partai Geuneurasi Aceh Beusaboh Tha‘at dan Taqwa (Gabthat). Soalnya, beberapa pengurus Gabthat adalah mantan gerilyawan GAM yang cukup disegani.
www.d-web-television.tk
5
Kelemahannya, Gabthat sebagai tidak memiliki sejarah organisasi masa lalu. Lagi pula, pengurus partai ini sangat kental dengan nuansa ‘Pidie’. Seakanakan Gabthat adalah partainya orang Pidie. “Mereka kurang memiliki segmentasi basis massa lintas kabupaten/kota,” ujar Kemal. Namun karena faktor adanya tokoh GAM di dalamnya, sehingga partai ini patut diperhitungkan. Selain Gabthat, Partai Daulat Aceh (PDA) agaknya pantas diperhitungkan. Masuknya politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) dalam partai ini membuat posisi mereka sangat solid. Asal tahu saja, saat pemilu lalu PBR berada pada jajaran lima besar peraih suara terbanyak dengan delapan kursi di DPR Aceh. Kantong-kantong suara mereka berasal dari dukungan para ulama dayah dan santri. Pengurus PDA yang sekarang pun mulai merangkul kembali para pendukung tersebut. Kuatnya dukungan ulama dan santri, bukan tidak mungkin membuat PDA akan menjadi partai lokal yang paling diperhitungkan di masa depan. Salah satu kelebihan partai ini, mereka memiliki pengaruh merata di seluruh Aceh. Bandingkan dengan Partai GAM atau SIRA yang dominan di wilayah pesisir timur dan sebagian di wilayah pantai barat. Dari 13 partai lokal yang tengah menjalani proses verifikasi, agaknya lima partai ini yang bakal mencuri perhatian rakyat Aceh. Namun bukan berarti partai nasional tidak akan mampu bertarung di Aceh. Golkar diperkirakan tetap akan meraih simpati lebih banyak di Aceh bagian tengah. Secara tradisional, Aceh bagian tengah memang merupakan basis partai nasional ini. Dalam Pilkada Gubernur tahun 2005 lalu, indikasi ini terlihat jelas. Semua wilayah Aceh bagian tengah dimenangkan oleh kandidat Golkar. Namun karena jumlah pemilih di wilayah tengah relatif kecil, maka sudah tentu untuk Aceh, Partai lokal tampaknya bakal memimpin. junaedi, irman
LAPORAN UTAMA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
6
Qahar
Kantor Partai GAM sebelum perubahan
Yang Berubah dan yang Bergeser Setelah mengubah nama dan lambang partai, GAM melakukan lompatan besar. Malik Mahmud turun tangan langsung menengahi konflik di organisasi itu. Benarkah GAM kembali bersatu?
I
SU terjadinya perpecahan di tubuh GAM sudah menjadi rahasia umum sejak lama. Perpecahan itu pertama kali terjadi ketika pencalonan gubernur Aceh pada Pilkada 2006. Elit GAM senior ngotot mengusulkan Humam Hamid dan Zaini Abdullah, sementara suara arus bawah mengusung Irwandi dan Nazar. Sehingga terciptalah dua kubu GAM. Setelah Irwandi terpilih, konsolidasi akhirnya kembali dilakukan para tokoh GAM. Dalam sebuah kenduri di Bireuen, selisih pendapat saat pencalonan gubernur itu berhasil dicairkan kembali. Irwandi yang naik sebagai gubernur Aceh merasa puas, sebab elit GAM akhirnya memberikan dukungan kepadanya. Belakangan perselisihan politik kembali menghangat di organisasi ini saat deklarasi Partai GAM pada Juli 2007. Ternyata kehadiran partai itu tidak hanya memunculkan kontroversi di kalangan Pemerintah Indonesia, perbedaan pendapat juga mencuat di tubuh GAM. Tak heran, beberapa tokoh GAM yang punya nama, seperti Sofyan Dawood, dipecat dari jabatannya sebagai juru bicara GAM karena perbedaan pendapat itu.
Salah satu faktor perpecahan itu adalah pemakaian nama ‘GAM’ lengkap dengan bendera bulan sabit – bendera perjuangan GAM di masa konflik – sebagai citra partai lokal yang mereka bentuk. Sofyan Dawood dan beberapa rekannya adalah penentang pemakaian simbol itu. “Itukan simbol milik rakyat. Kok digunakan untuk partai,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan wartawan. Tidak hanya Sofyan Dawood, beberapa pentolan GAM lainnya menolak jika simbol perjuangan masa lalu itu dijadikan lambang partai. Irwandi Yusuf termasuk yang menentang penggunakan simbol. Makanya, ketika daftar nama pengurus GAM disusun, nama Irwandi, Munawarliza dan Sofyan Dawood, serta beberapa tokoh GAM penting lainnya tidak tercantum di dalam. Padahal selama proses damai, mereka ini adalah pentolan utamanya. Saat pertama kali Partai GAM dideklarasikan, memang banyak muncul kontroversi. Sebut saja penempatan Malik Mahmud, tokoh GAM Swedia yang berwarganegara Singapura, sebagai ketua partai. Padahal dalam hukum Indonesia tegas disebutkan, pemimpin maupun anggota partai politik haruslah warga negara Indonesia. Sehingga, jauh hari banyak yang memperkirakan bahwa Partai GAM tidak akan mungkin lulus dalam verifikasi yang dilakukan Departemen Hukum dan HAM. Malah Menteri Hukum dan HAM Andi Matalata sejak awal menyatakan menolak kehadiran partai ini dalam pemilu nanti. Dihadang ditingkat pemerintah, digunjingkan pula di tingkat bawah, itulah nasib Partai GAM saat itu. Dari Jakarta, serangan tak henti-hentinya diarahkan kepada mereka karena dianggap ingin membangkitkan konflik masa lalu dan merusak perdamaian. Di kalangan anggota GAM sendiri, tidak sedikit yang menolak kehadiran Partai GAM Perpecahan tidak hanya terjadi di tingkat elit GAM di Banda Aceh. Para tokoh GAM di tingkat wilayah juga banyak yang menolak memberi dukungan untuk partai itu. Beberapa tokoh GAM di Pidie malah membentuk partai tersendiri, itulah Partai Gabthat. Mencuat pula isu bahwa sejumlah anggota GAM yang tidak sejalan dengan Partai GAM, akan membentuk partai lokal lainnya yang menjadi aspirasi mereka. “ Nama partai sudah disiapkan, termasuk lambang dan anggaran rumah tangganya,” ujar seorang tokoh GAM di Banda Aceh. Langkah pembentukan partai itu sengaja dilakukan untuk mengantisipasti manakala Partai GAM tidak lolos verifikasi. Tapi, sebulan menjelang verifikasi dilakukan, lombatan besar dilakukan pengurus Partai GAM. Secepatnya mereka merubah nama partai menjadi ‘Partai Gerakan Aceh Mandiri’. Tetap disingkat dengan nama ‘GAM” namun karena sudah ada makna yang jelas, sehingga nama partai ini tidak memunculkan debat lagi. Perombakan dilakukan di sana-sini, termasuk tidak lagi menggunakan bendera bulan sabit yang dipertentangkan itu. Susunan pengurus juga diubah. Posisi Malik Mahmud sebagai ketua partai digantikan oleh Muzakir Manaf, mantan penglima perang GAM. Perubahan tersebut merupakan ama-
www.d-web-television.tk
nah dari Malik Mahmud sendiri. Tokoh GAM yang dipanggil ‘Mantroe Malik ’ ini memang sengaja berada di Aceh menjelang verifikasi partai lokal berjalan. Ia melakukan konsolidasi penuh di jajaran tokoh GAM di daerah. Tidak hanya melakukan perubahan dalam kepartaian, Malik Mahmud juga terjun langsung melakukan konsolidasi dengan sejumlah orang yang selama ini menolak Partai GAM, termasuk pertemuan khusus dengan Irwandi. Alhasil, perubahan besar pun terjadi. Kubu yang tadinya menentang partai GAM, setelah adanya perubahan di partai itu, kini mulai memberikan dukungan. Isu bahwa GAM terbelah, perlahan-lahan mulai termentahkan. “Tidak ada perpecahan dalam tubuh GAM. Kami semua tetap bersatu,” kata Ibrahim KBS, juru bicara (KPA) Komiter Peralihan Aceh. KPA adalah wadah organisasi berkumpulan mantan anggota GAM. Banyak analisa yang muncul terkait dengan perubahan yang dilakukan Partai GAM itu. Anggota DPR RI Nasir Djamil menilai, perubahan yang dilakukan GAM tersebut adalah strategis politik yang sangat jitu . “Mereka sengaja membuat kontroversi diawal, tapi diakhir mereka melakukan perubahan drastis, sehingga terlihat ada lompatan politik yang tidak diduga banyak orang,” katanya. Dalam pandangan Nasir, semua langkah-langkah itu adalah permainan politik yang sudah dirancang sebelumnya. Padahal, menurut salah seorang pengurus Partai GAM, perubahan nama dan bendera itu sama sekali tidak terkait dengan strategi politik. “Perubahan itu murni karena kita khawatir tidak lolos dalam verifikasi. Agar bisa ikut pemilu, mau tidak mau kita harus mengalah,” katanya. Sumber itu terkekeh-kekeh ketika mendengar banyak analisis bahwa GAM sengaja memainkan lakon politik yang tidak konvensional. Para pentolan GAM tampaknya menyadari, kalau mereka terus bersikukuh dengan konsep partai seperti semula, mereka akan menghadapi risiko politik yang cukup berat: tidak bisa ikut Pilkada 2009. Padahal jauh hari GAM berharap bisa menguasai kursi mayoritas di parlemen Aceh. Departemen Hukum dan HAM sudah dua kali mengirimkan surat kepada pengurus partai itu tentang sulitnya melakukan verifikasi terhadap Partai GAM. Surat pertama kurang ditanggapi. Namun saat menerima surat kedua, apalagi jadwal verifikasi sudah dekat, tidak ada pilihan lain, GAM terpaksa mengalah. “ Kita akhirnya mengubah nama dan bendera demi untuk melanggengkan perdamaian,” kata Adnan Beuransyah, salah seorang pendiri partai tersebut. Ia berharap, dengan perubahan ini tidak ada lagi suara-suara miring yang mengatakan bahwa GAM tidak mendukung perdamaian di Aceh. Kalau saja para tokoh GAM itu tidak ambil bagian dalam Pemilu nanti, tentulah amat disayangkan. Betapa tidak, kekuatan dukungan massa untuk mereka sudah terbukti cukup besar. Pada Pilkada gubernur lalu misalnya, meski mereka terbelah, toh, kedua figur yang mereka calonkan menduduki posisi dua besar dari tujuh kandidat yang bersaing. Irwandi – Nazar memperoleh 34,3 persen suara,
LAPORAN UTAMA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
7
Malik Mahmud
Kampanye Golkar di Aceh sedangkan 18,5 persen. Jika kedua kekuatan ini digabungkan, berarti dua kandidat yang didukung GAM ini bisa meraih 50 persen suara di Aceh. Asumsi ini tidak bermaksud menafikan dukungan PPP yang diberikan kepada pasangan Humam Hamid – Zaini Abdullah. Tapi mesti pula disimak bahwa perolehan suara untuk pasangan HumamZaini paling banyak berasal dari Pidie. Di sana adalah basis pergerakan GAM. Catatan yang lebih penting lagi, pada waktu itu kekuatan GAM di tingkat akar rumput dan SIRA menyatu. Pada pemilu mendatang kondisinya berbeda. Boleh saja GAM mengaku sudah bersatu. Tapi itu bukan jaminan mereka kembali berjaya seperti pada Pilkada lalu. Soalnya, suara pendukung mereka ikut terbelah tiga seiring dengan terbentuknya dua partai, yakni Partai GAM dan Partai SIRA. Belum lagi Partai Gabthat yang diklaim juga dimotori oleh tokoh GAM Pidie. Dibanding Partai GAM, Partai SIRA justru lebih solid. Mereka tidak mengalami perpecahan berarti. Meski saat kongres lalu sempat terjadi perdebatan panjang di kalangan anggotanya, namun tidak pernah tersiar kabar bahwa SIRA terbelah menjadi lebih dari satu partai.
Di daerah, para aktivis SIRA juga masih utuh terjun ke dalam satu partai. Kondisi ini memudahkan mereka untuk melakukan konsolidasi ke bawah. Di antara Partai SIRA dan Partai GAM, entah partai mana yang paling mendapat dukungan nantinya. Keduanya sama-sama menjadikan wilayah pantai Timur sebagai lumbung suara. Maklum, jumlah pemilih di wilayah ini lebih banyak dibanding pesisir barat maupun Aceh wilayah tengah. Dari 2,4 juta pemilih di Aceh, 50 persen berada di pesisir timur, 20 persen di wilayan tengah barat dan 30 persen di wilayah pantai barat. Yang cukup mengherankan adalah, di tengah hiruk pikuk gaung partai lokal itu, partai nasional seakan kehilangan pendukung. Dari semua partai yang ada, hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih aktif melakukan pendekatan kepada masyarakat di Aceh. Mereka menggelar agenda-agenda agama. Beberapa waktu lalu misalnya, Presiden PKS berkunjung ke Aceh untuk menghadiri pertemuan dengan konsituensi. Acara itu mereka sebut dengan nama ‘Dekat’. Sementara PPP seakan tenggelam. Dalam analisa kalangan akademisi, suara PPP akan mengalami penurunan dalam
Pilkada mendatang. Pendukung mereka banyak beralih memilih partai lokal yang lebih banyak menonjolkan isu Islam dan ke-daerah-an. “Isu nasional kurang menjual lagi pada pemilu mendatang. Siapa yang bisa menonjolkan isu ke daerahan, pasti dia akan yang dilirik pemilih di Aceh,” kata Teuku Kemal Fasya, pengamat politik dari Universitas Malikulsaleh, Lhoseumawe. Untuk Partai Golkar, meski bakal tetap menguasai wilayah Aceh bagian tengah, namun mereka bukan tidak punya saingan di sana. Partai lokal memang kurang bergema di Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Aceh Singkil. Lagi pula,tidak satupun partai lokal Aceh yang berharap akan menangguk banyak suara di daerah ini. Secara tradisional, lima kebupaten ini adalah milik Golkar. Tapi Golkar bakal punya saingan. Lawan potensial mereka adalah partaipartai baru, salah satunya Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang dipimpin Wiranto. Terbukti, beberapa waktu lalu, Wiranto telah melakukan penggalangan massa di wilayah itu. Ia berhasil merekrut tokoh masyarakat lokal untuk bergabung ke dalam Hanura. Yang jelas, Pilkada 2009 nanti, akan menghadirkan fenomena sendiri di Aceh. Akan banyak terjadi perubahan di sanasini. Terutama perubahan dari segi kekuatan pemilih. Setelah sukses menghadirkan calon independen dalam Pilkada – yang kemudian ditiru secara nasional – Aceh pun akan menjadi pijakan dalam menghadirkan partai lokal. Semoga Aceh tetap menjadi simbol perubahan untuk demokrasi. Junaedi, Acun, amd
Daftar Partai Lokal di Aceh No
Nama Partai Lokal
Ketua
Sekjen
Keterangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Partai Rakyat Aceh (PRA) Partai Darussalam Partai Pemersatu Muslim Aceh (PPMA) Partai Gerakan Aceh Mandiri (GAM) Partai Gabthat Partai Serambi Persada Nusantara Serikat (PSPNS) Partai Aliansi Rakyat Aceh Peduli Perempuan (PARA) Partai Aceh Meudaulat Partai lokal Aceh (PLA) Partai Aceh Aman Seujahtera (PAAS) Partai Bersatu Aceh (PBA) Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) Partai Nahdhatul Ummah Partai Daulat Aceh (PDA)
Ridwan H.Mukhtar Heri Iskandar Tgk.AddyFaisal Rusydi Muzakkir Manaf Ahmad Tajuddin Muhammad Sahlan Hj.Zulhafah Luthfi Shahbuddin Hasan H.M.Munir Azis Ghazali Abbas Adan Farhan Hamid, MS M. Taufik Abda H. M Usman Banta Nurkhalis
Thamren Ananda Firman Kamal Abdul Madfid Idham Jahja Teuku Muad Teuku Zulfahmi Algadi Fuadi Nurjannah Muhammad Junaidi Muchni Poetra H.Nusri Hamid Mhd. Saleh Dawan Gayo) Tgk.Farmadi, ZA Tgk. Muliadi
Memenuhi Syarat Verifikasi Tahap I Memenuhi Syarat Verifikasi Tahap I Memenuhi Syarat Verifikasi Tahap I Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Telah Mendaftar Departeman Hukum Dan HAM Provinsi NAD
www.d-web-television.tk
REKONSTRUKSI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
8
Demo BRR di Banda Aceh
Memberi Pisang sekaligus Monyet Peraturan Presiden (PP) tentang pengalihan tugas BRR ke Pemerintah Aceh sedang digodok. Hati-hati, sebab lewat peraturan tersebut, BRR ingin lepas tanggung jawab.
S
ATU tahun menjelang berakhirnya masa tugas Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), proses transisi, perlahan-lahan mulai berlangsung mulai di Pemerintahan Aceh. Tanpa banyak yang tahu, Gubernur Irwandi – dengan dibantu lembaga UNDP dan Multi Donor Fund — telah membentuk tim yang nantinya akan menjadi motor untuk meneruskan kerja rehab rekon di wilayah ini setelah masa tugas BRR berakhir pada April 2009. Tim ini diberi nama Aceh Government Transition Program (AGTP). Kehadiran AGTP merupakan jawaban Irwandi atas kekhawatiran banyak pihak bahwa Pemerintah Aceh tidak akan mampu melanjutkan tugas yang dijalankan BRR selama ini. Dengan kehadiran tim AGTP setidaknya kekhawatiran itu terjawab sudah. Keanggotaan AGTP adalah tenaga-tenaga muda profesional dari dalam dan luar negeri. Ada tujuh bidang yang menjadi fokus kerja tim ini, yakni bidang komunikasi, community development, go-vernment, ekonomi, human resources, legal dan tentu saja bidang anti korupsi. Untuk semua bidang itu, AGTP dan Pemerintah Aceh mendapat dukungan dari United Nation Development Program (UNDP) dan Multi Donor Fund (MDF). Persiapan ini setidaknya menjadi bukti bahwa Pemerintah Aceh telah mengantisipasi sejak awal beban yang akan mereka pikul nanti. Tindakan ini sangat bijak ketimbang yang diper-
lihatkan BRR selama ini. Dengan dana yang sangat besar ditambah gaji karyawan yang sangat memuaskan, kinerja BRR tidak jua bisa memuaskan banyak pihak. Yang dikhawatirkan adalah, bagaimana jika nanti BRR hanya meninggalkan sejumlah persoalan kepada Pemerintah Aceh tanpa menyelesaikannya sejak awal? Sehingga ketika muncul masalah di kemudian hari, Pemerintah Aceh yang terpaksa menanggung beban. Seda ngkan pejabat BRR yang telah mengakhiri masa tugas, tinggal duduk santai menikmati tabungan yang menggelembung. Pembahasan soal proses transisi dari BRR ke Pemerintah Aceh ini sebenarnya sudah dilangsungkan sejak dua bulan lalu. Baik pihak BRR maupun tim Pemerintah Aceh turut pula merancang aturan main soal pengalihan beban itu. Nantinya pengalihan tanggungjawab ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (PP). Pemerintah Aceh berharap, apapun materi PP tersebut, yang jelas harus berpihak kepada rakyat Aceh. “Pokoknya kebijakan-kebijakan yang diterapkan untuk Aceh harus benar-benar menguntungkan rakyat,” kata Hamid Zein SH, Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Aceh. Itu sebabnya, tambah Hamid, Pemerintah Aceh sengaja membentuk tim khusus untuk mengawal dan memantau proses pembuatan PP tersebut. Tim bentukan Pemda Aceh, selain dari Biro Hukum juga ada yang berasal
www.d-web-television.tk
dari kalangan akademisi. Termasuk di antaranya Prof Mawardi Ismail, guru besar fakultas hukum Unsyiah, dan Hasballah M Saad, mantan Menteri Hukum dan HAM. Mereka ini yang kemudian bersama-sama menjalin kekuatan agar kelak pemerintah Aceh jangan sampai terjebak dalam proses transisi nanti. “Sebelum BRR menyerahkan semua tanggungjawabnya kepada Pemerintah Aceh, mereka harus mempertanggungjawabkan dulu apa yang sudah mereka kerjakan selama ini,” kata Hasballah. Sejak berdiri April 2005 hingga 2007, BRR setidaknya telah membelanjakan dana sebesar Rp 21 triliun. Untuk tahun ini dana mereka bertambah sebesar Rp 7 triliun yang bersumber dari anggaran DIPA. Dengan dana sebesar itu, sebenarnya rakyat berharap BRR bisa menghasilkan kerja memuaskan. Nyatanya, kondisi di lapangan ibarat jauh api dari panggang. Aksi protes terhadap BRR tak pernah berhenti mengalir. Di Singkil misalnya, ribuan orang menyegel kantor BRR setempat karena tidak juga menyelesaikan pembangunan rumah korban tsunami. Di Banda Aceh, Aceh Barat dan Aceh Selatan, aksi demo juga muncul bertubi-tubi. Tuduhan bahwa “BRR tidak becus dalam bekerja” atau “BRR mengisap darah korban tsunami” tak henti-hentinya diteriakkan para pengunjuk rasa. Pembangunan rumah korban tsunami memang salah satu program BRR yang kacau balau. Sebagian besar rumah yang dibangun lembaga itu dibawah standard yang ditentukan. Bahkan tidak sedikit rumah yang rusak sebelum ditempati. Ada lagi rumah yang dibangun dengan menggunakan asbes, material beracun yang bisa mematikan penghuninya. “Bahkan ada penelitian bahwa jumlah rumah yang mereka bangun tidak sesuai dengan yang dilaporkan. Penelitian independen menemukan bukti adanya rumah fiktif,” kata Akhiruddin Mahyuddin, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK). Saat ini, kata Akhiruddin, lembaganya masih menelusuri data-data tentang rumah fiktif itu. Dari rentetan konflik di atas, setidaknya bisa dipahami bahwa BRR memang syarat masalah. Dalam Peraturan Presiden soal transisi nanti, BRR berharap semua masalah itu menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh. Deputi Keuangan dan Perencanaan BRR Amin Subekti mengistilahkan, “ Kami tidak hanya memberi pisang, tapi kami sekaligus memberi monyet kepada Pemerintah Aceh.” Dengan kata lain, setelah pengalihan tanggungjawab kepada Pemerintah Aceh, pejabat BRR tidak memiliki beban apaapa lagi soal masalah hukumnya. Jika ada gugatan, itu menjadi urusan Pemerintah Aceh. “Tidak ada lagi sangkut paut hukum dengan pihak BRR,” kata Amin dalam sebuah pertemuan di Pendopo dengan Tim pemerintah Aceh. Asset BRR yang diserahkan kepada Pemerintah Aceh, pun akan dinilai oleh BRR sendiri. Pihak BRR akan melaporkan
REKONSTRUKSI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
kualitas aset tersebut serta nilai dan biaya perawatannya. Laporan itu akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh selaku penanggungjawab proses rehab rekon berikutnya. Karuan, keinginan BRR ini ditampik oleh tim Pemerintah Aceh. Mereka ingin, sebelum penyerahan asset berlangsung, harus ada audit independen yang menilai asset tersebut. “Di mana logikanya, BRR yang mengerjakan, mereka pula yang menilai kualitas kerja. Pastilah mereka memberi penilaian bagus untuk kinerja mereka,” kata seorang anggota Tim Pemerintah Aceh. Itu sebabnya, pihak Pemerintah Aceh tetap menuntut ada audit independen terhadap semua asset itu sebelum dilakukan serah terima. Audit itu sangat penting, agar nantinya Pemerintah Aceh tidak jadi tukang ‘cuci piring’ oleh pesta yang sudah dinikmati BRR. “ Pemerintah Aceh harus meminta laporan awal tentang program yang sudah dijalankan BRR. Jika ada persoalan, harus digali lebih dalam sehingga Peme-rintah Aceh bisa mengantisipasinya dengan baik. BRR harus dievaluasi secara menye-luruh,” kata Akhiruddin. Evaluasi terhadap tugas BRR ini sebenarnya telah beberapa kali dilakukan oleh para stake holder. Yang paling gres adalah evaluasi yang dilangsungkan di Garuda Plaza, Medan, beberapa pekan lalu. Banyak sekali yang bisa dijadikan gambaran tentang buruknya kinerja BRR ini, termasuk digambarkan koordinasi yang buruk dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Program yang dijalankan banyak yang tumpang tindih. Kantor regional/ distrik yang ada di daerah juga tidak bisa berfungsi secara optimal. BRR juga belum mampu memberi penguatan bagi Pemerintah di seluruh Aceh. Tim asistensi yang difasilitas BRR untuk seluruh pemerintahan kabupaten/kota tidak memiliki konsep yang jelas. Sampai sekarang keberadaan tim asistensi ini terus menjadi sorotan. Hal-hal mendasar lainnya yang menjadi sorotan adalah masih lemahnya need asesment (kebutuhan mendasar), data tak akurat terutama tentang pembangunan perumahan yang sudah dan sedang dikerjakan, masih lemah-nya perencanaan mulai dari tingkat deputi sampai ke satuan kerja. Hal lain, tumpang tindih program karena le-mahnya koordinasi di tingkat badan pelaksana, tender proyek dan perintah lapangan yang terlambat, kualitas output rendah, dan tidak tepatnya sasaran program teru-tama pember-dayaan ekonomi. Cara kerja staf BRR juga amat tidak transparan. Mereka kerap menjalankan tugas tanpa koordinasi jelas, karena selama ini memang belum pernah dilakukan audit terhadap sistem manajemennya. Tak mengherankan, dengan jumlah karyawan yang demikian gemuk, tapi kinerja sangat buruk. Sebelum pengalihan tugas tiba, tim transisi yang dibentuk Pemerintah Aceh harus bisa membongkar semua kelemahan BRR ini, sehingga mereka nantinya tidak melakukan kesalahan yang sama. Nini
Kok, Beli Pistol Lebih Penting dari Rumah
Hasballah M Saad
T
UGAS utama BRR adalah membantu para korban tsunami. Membangun rumah dan infrastruktur adalah yang utama. Jika pun ada program yang tidak terkait dengan tsunami, setidaknya harus sudah tercantum dalam blue print (cetak biru/pedoman pelaksanaan). Masalahnya, program BRR yang sudah tercatat dalam blue print, justru banyak yang tidak terlaksana sesuai rencana. Untuk proyek pembangunan rumah misalnya, BRR sudah terbukti gagal. Seharusnya sampai penghujung 2007 semua rumah bantuan sudah selesai dibangun. Nyatanya korban tsunami masih banyak yang tinggal di barak.
Sampai akhir tahun lalu, terdapat 3.989 kepala keluarga masih menghuni rumah sementara. Program prioritas lainnya, seperti pembangunan asrama mahasiswa, seakan dilupakan begitu saja. “Padahal asrama itu dulu hancur karena tsunami. Sudah selayaknya dibangun kembali,” kata Hasballah M Saad, tokoh masyarakat Aceh yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM. Program penggantian ternak rakyat yang mati karena tsunami, juga kurang mendapat perhatian. Padahal masalah ini jelas-jelas tercatat dalam blue print. Laporan dari Dinas Peternakan menyebutkan, dari 1.900.000 ekor ternak yang seharusnya diganti, ternyata hanya 36.000 yang mampu direalisasikan. Rehab tambak nelayan juga masih rendah, baru seluas 18.631 ha dari yang direncanakan 36.597 ha. Rehab hutan bakau lebih sedikit lagi, baru terealisir 10 persen atau sekitar 16.775 ha, dari yang diren-canakan 164.640 ha. Untuk pele-baran dan pengaspalan ruas jalan tengah (NAD), baru terlaksana sepanjang 191 km dari 341 km yang direncanakan dalam blue print. Lintas timur lebih pendek lagi cuma 80 km dari 257 Km yang direncanakan, tapi untuk lintas barat sudah terlampui dari 441 Km
www.d-web-television.tk
menjadi 702 Km. Jika dikorek lebih dalam lagi, ternyata banyak sekali dana BRR yang digunakan bukan untuk kegiatan yang tercantum dalam blue print. Dalam sebuah per-temuan di Hotel Sultan 11 Maret lalu, terung-kap kalau BRR ada membelanjakan uangnya untuk pembelian alat-alat militer. Yang dibeli antara lain amunisi sebanyak 19.769 butir, suku cadang dan ban pesawat 2.299 unit, alat utama militer 985 unit, senjata 295 unit, senapan dan pistol 56 unit, alat berat militer 483 unit, dan lainnya. Agar tidak mengundang protes, BRR cepat-cepat mengajukan tawaran ingin merevisi blue print yang sudah dicanangkan pada 2005 itu. Ini adalah strategi agar program ‘hancur-hancuran’ yang mereka laksa-nakan di Aceh tidak dianggap sebu-ah kelemahan. Dalam rancangan blue print revisi itu, untuk kegiatan rehab rumah korban tsunami, BRR mencantumkan targetnya 67.890 unit dari yang terdapat dalam rencana induk sebelumnya mencapai 155.838 unit. Kalangan LSM sudah menyatakan seruan untuk menolak revisi blue print ini. Tapi pejabat BRR tampaknya akan melakukan segala upaya, agar kelak mereka bisa hidup tenang setelah pengalihan aset selesai. Nini
9
NANGGROE
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
10
Pelabuhan Sabang pada tempo dulu
Pelabuhan Bebas Masih Angan-angan
K
ERAN untuk menghidupkan kembali kawasan pelabuhan bebas Sabang telah dibuka Pemerintah Indonesia sejak 22 Januari 2000. Pemerintah Aceh menyambut peluang itu dengan tangan terbuka. Agar pembangunan berjalan lancar, Pemerintah Aceh membentuk Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS). Kini, setelah tujuh tahun badan pengelola itu dibentuk, prestasi apa yang telah mereka capai untuk Sabang? Berhasilkah upaya untuk membangkitkan kembali kejayaan pelabuhan bebas itu? Jawabnya: sudah pasti Tidak! Jangankan membangun Sabang, justru sebaliknya, manajemen BPKS terus terlibat perselisihan dengan Walikota Sabang. Menurut aturan yang berlaku, seharusnya BPKS dan pemerintah Sabang seiring sejalan dalam membangun wilayah itu. BPKS bertanggungjawab untuk urusan teknis, sedangkan pemerintah Sabang untuk urusan administrasi. Jangankan bekerjasama, sebaliknya, keduanya malah saling gontok-gontokan. Walikota Sabang kerap menuding manajemen BPKS berjalan sendiri tanpa melibatkan mereka. Tidak mau kalah, manajemen BPKS menuding Walikota selalu menghalang-halangi langkah mereka. Dampaknya, rakyat yang menjadi korban. Kejayaan Sabang di masa lalu yang diharapkan bangkit kembali, nyatanya hanya di angan-angan. Saat ini Sabang termasuk salah satu basis kemiskinan di
Buruknya manajemen pengelolaan Kawasan Sabang, membuat pembangunan pelabuhan bebas di sana menjadi terbengkalai. Pihak Dublin Port dua kali mengancam memutus kerjasama.
Aceh. Selama bertahun-tahun, memang BPKS berjalan sendirian tanpa koordinasi dengan pemerintah. Padahal BPKS sendiri harus bertanggungjawab kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS). Ketua DKS adalah Gubernur Aceh, sedangkan anggota DKS adalah Walikota Sabang dan Bupati Aceh Besar. Keterlibatan Bupati Aceh Besar disini tidak lain karena masuknya Pulau Aceh ke dalam kawasan pelabuhan bebas Sabang. Pulau Aceh adalah bagian dari wilayah Kabupaten Aceh Besar. Langkah BPKS yang mengambil jalan sendiri, misalnya terlihat ketika mereka membeli tanah untuk pengembangan kawasan Sabang. Pembelian itu sama sekali tidak pernah dikoordinasikan dengan pihak Pemerintah. Padahal secara hukum, BPKS harus meminta izin terlebih dulu. Selanjutnya, dibentuk panitia pembebasan lahan. Ada pula pembangunan proyek yang tidak memiliki Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan). Seperti misalnya reklamasi pantai untuk wisata. Pihak Bappedalda Aceh mengaku belum pernah memberikan izin Amdal untuk proyek tersebut, namun anehnya BPKS tetap meneruskan proyek. Pihak BPKS harusnya melakukan kerjasama dan berkoordinasi dengan Dublin Port, perusahaan pelabuhan asal Irlandia yang jadi mitra kerja pemerintah untuk pengembangan pelabuhan Sabang. Sangat disayangkan, kerjasama itu justru
www.d-web-television.tk
tak terjalin dengan baik. Padahal Dublin Port sudah berjanji akan menanamkan investasi untuk membangun pelabuhan bertaraf internasional di Sabang. Banyak proyek yang berjalan di Sabang tanpa dibicarakan lebih dulu dengan pihak Dublin Port. Sesuai perjanjian kerjasama antara BPKS dan Dublin Port, kedua pihak harus selalu berkoordinasi untuk merancang bangun tata pelabuhan Sabang. “Nyatanya, banyak kegiatan proyek di pelabuhan yang sama sekali tidak berkoordinasi dengan pihak Dublin Port,” kata Walikota Sabang, Munawarliza Zein. Saat ini ada ada sejumlah pembangunan tiang pancang di teluk Sabang yang membutuhkan dana cukup besar. “Padahal belum tentu pembangunan tiang pancang itu sesuai dengan desain yang disepakati dengan Dublin Port,” tambahnya. Nota kesepahaman antara Dublin Port dan BPKS untuk membangun pelabuhan bebas Sabang ditandatangani pada Mei 2006 di Dublin, Irlandia. Dalam poin kerjasama itu, Pelabuhan Sabang akan dibangun setara dengan pelabuhan internasional lainnya di dunia. Panjang pelabuhan yang kini hanya 180 meter, akan ditambah menjadi 2,5 km dengan jumlah crane 25 unit. Kedalaman pelabuhan akan ditingkatkan, dari 10 meter menjadi 22 meter. Sehingga memberi kesempatan kepada kapal berkapasitas 14.000 twentyfoot equivalent units
NANGGROE
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
(teus) untuk merapat. Bandingkan saja dengan pelabuhan sekarang yang hanya mampu melayani kapal dengan kapasitas maksimal 4.000 teus. Jika mulus sesuai rencana, pengembangan pelabuhan Sabang akan menelan biaya Rp 3,88 triliun. Sebagai pemegang saham mayoritas, BPKS akan menggelontorkan dana sebesar Rp 2 triliun yang berasal dari APBN dan APBA. Dublin Port nantinya akan menjadi pemegang 49 persen saham di perusahaan itu, sisanya milik BPKS. Dublin Port tertarik mengembangkan pelabuhan Sabang karena melihat lokasinya sangat strategis. Berada di mulut Selat Malaka, dimana 40 persen kapal dunia melintasi perairan itu. “Jika semua fasilitas tersedia di Sabang, saya yakin kapal internasional akan singgah di sini,” kata Kepala BPKS Teuku Syaiful Achmad. Jika semua rencana berhasil, tambah Syaiful, Pemerintah akan mendapatkan penghasilan Rp 7 triliun per tahun. “Pada tahun 2018 akan break event point,” katanya yakin. Tapi rencana tinggal rencana. Sejak kesepakatan ditandatangani, pihak BPKS dan Dublin Port ternyata hanya sesekali melakukan komunikasi. BPKS kerap berjalan sendiri, sementara Dublin Port sering merasa diabaikan. Syaiful dituding selalu menjalankan kebijakan tanpa pernah berkoordinasi. Ini yang membuat manajemen Dublin Port tersinggung. Mereka menuntut adanya perbaikan manajemen di BPKS. Tuntutan ini pun diabaikan. Tak dapat disangkal, April tahun lalu Dublin Port melayangkan surat yang menyatakan pembatalan perjanjian kerjasama itu. Pemerintah Aceh telak terpukul. Mereka terpaksa mengutus Penasehat DKS Prof Ibrahim Abdulah ke Dublin, untuk menjelaskan duduk persoalannya. “Saya sampai memelas meminta agar mereka tidak memutuskan kerjasama itu,” kata Ibrahim. Benar saja, berkat pendekatan itu, sikap manajemen Dublin Port pun melunak. Tapi mereka tetap menuntut agar manajemen BPKS diperbaiki. Bukan sekali itu saja Dublin Port mau mundur dari kerjasama tersebut. Sebelumnya mereka juga pernah menyampaikan pernyataan serupa, tapi kemudian membatalkanya setelah ada pendekatan dari Pemerintah Aceh. Apakah BPKS berubah setelah ancaman itu? Ternyata tidak. Sebaliknya, pertentangan antara DKS dan BPKS terus meningkat. Keduanya saling mencurigai. DKS — dari Gubernur Irwandi, Walikota Sabang Munawirliza Zein, dan Bupati Aceh Besar Prof Bukhari Daud — berada di satu sisi, melawan Syaiful di sisi lain. Malah sempat menyeruak kabar kalau DKS akan mengganti kedudukan Syaiful. Gubernur Aceh selaku ketua DKS, pada September 2007, telah melayangkan surat kepada DPR Aceh untuk meminta pertimbangan soal penggantian Syaiful selaku Kepala BPKS. Tapi, tidak ada jawaban dari parlemen. Gubernur sebenarnya dapat saja merombak manajemen BPKS, tanpa persetujuan parlemen. Suara dari parlemen di sini hanya sebatas pertimbangan belaka. Namun Irwandi tampaknya tak mau bertindak gegabah. Kabarnya, Syaiful mendapat dukungan dari beberapa petinggi GAM. Meski demikian, cara-cara halus untuk membuka borok di tubuh BPKS
11
Teluk Sabang saat ini perlahan-lahan telah dilakukan Irwandi. Misalnya, 14 Februari lalu Irwandi selaku Ketua DKS memanggil Syaiful untuk memaparkan sejumlah program dan rencana kerjanya kepada DKS. Dalam pemaparan itu, selain Irwandi, hadir pula Walikota Sabang, Bupati Aceh Besar dan Ketua Dewan Penasehat DKS Prof Ibrahim Abdullah. Syaiful yang datang bersama beberapa deputinya, menjadi bulan-bulanan pertanyaan dari para peserta. Dari pertemuan itu pula terungkap kalau Syaiful pernah menghalang-halangi upaya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit manajemen BPKS. Masalah pengelolaan keuangan memang salah satu momok di tubuh manajemen BPKS. Kerap sekali lembaga itu membuat laporan keuangan tanpa
meminta persetujuan lebih dulu dari DKS. “Padahal sesuai UU No 37 tahun 2000 pasal 14, laporan keuangan BPKS harus mendapat pengesahan dari DKS,” kata Munawarliza Zein. Kritikan dari Ketua Tim Penasehat DKS Prof Ibrahim Abdullah tidak kalah kerasnya. Ia menuding Syaiful kerap menjalankan kebijakannya sendiri tanpa melakukan koordinasi. “Manajemen BPKS sangat buruk karena adanya sosok one man show,” katanya. Guru besar Fakultas Ekonomi Unsyiah ini sempat bergurau dengan menyatakan bahwa tidak ada yang salah pada manajemen BPKS. “Ya, tentu tidak ada yang salah dalam manajemen mereka, sebab manajemennya sendiri tidak ada. Bagaimana kita mengatakan salah,” ujarnya yang disambut senyum anggota
DKS lainnya. Syaiful tak pernah merasa bersalah dalam setiap kebijakan yang diambilnya. “Langkah yang sama ambil juga ada dasar hukumnya. Tidak ada langkah yang sembarangan,” tegasnya. Soal ada tuduhan bahwa ia one man show, Syaiful tidak mau membantah. “Mau dibilang one man show, terserah sajalah. Yang jelas saya harus berani.” Beberapa hari setelah pertemuan, Ketua DKS Gubernur Irwandi, serta dua anggota DKS lainnya, Munawarliza dan Bukhari kembali melakukan rapat tertutup di ruang gubernur. Beredar kabar, salah satu agenda mereka adalah mencari figur tepat untuk mengganti posisi Syaiful. Belum ada bocoran ke publik tentang sosok yang akan menjadi pilihan DKS. Nini
Duh, Sabang Terus Merugi Nih
M
IMPINYA, Kawasan pelabuhan Bebas Sabang akan menjadi salah satu pusat bisnis terkemuka di Asia. Selain pelabuhan internasional yang dilengkapi peralatan canggih, nantinya kawasan ini juga dilengkapi dengan lapangan golf, pelabuhan udara internasional, taman wisata, industri perikanan dan pusat perdagangan. Investor yang ingin menanamkan modalnya akan diberi fasiltas bebas pajak. Dengan semua sistem ini, kelak Sabang akan mampu menyaingi pelabuhan Singapura. Nama pelabuhan ini pun bakal diganti menjadi Sabang Hub International Port (SHIP). Kapal yang berlabuh di sana berasal dari berbagai negara. Mereka bisa bongkar muat dan menggunakan fasilitas yang ada. “Dari semua fasilitas ini, setidaknya Pemerintah akan mampu men-
dapatkan keuntungan Rp 7 triliun per tahun,” kata T Syaiful Achmad, Ketua Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS). Keuntungan itu termasuk dari sektor industri perikanan, wisata dan sektor lainnya. Untuk mencapai target tersebut, pembangunan fasilitas Sabang harus sudah selesai dalam tiga tahuh mendatang. Syaiful tidak hanya meminta dana dari APBN, ia juga mengharap agar dana dari APB Aceh juga ada yang diperuntukkan bagi proyek tersebut. Sampai saat ini Sabang masih bergan-tung dana dari Jakarta. Untuk tahun 2007, dana yang mengalir untuk BPKS sebanyak Rp 215 miliar.. Dari jumlah itu, 88,03 persen telah terserap
www.d-web-television.tk
untuk berbagai proyek, termasuk pem-bangunan jalan, peralatan, pemukiman, pembangunan kantor dan biaya opera-sional lainnya. Pada anggaran 2008 ini, BPKS berharap bisa mendapat dana sekitar Rp 1 triliun. Masalahnya, rencana pembangunan Sabang masih tidak jelas sehingga alokasi dana tersebut masih membingungkan. Dalam hal pemasukan, Pelabuhan Sabang belum bisa diandalkan ber-buat banyak. Ratarata setiap tahun BPKS hanya mendapat masukan seki-tar Rp 320 juta dari bea dan jasa pelabuhan. Dibanding biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan, jumlah itu tentu tidak seberapa. Itu berarti, sampai saat ini Sabang harus terus disubsidi. Harapan untuk menjadikan Sabang berjaya kembali, agaknya masih lama.
WISATA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
12
Marjuni Ibrahim di lokasi wisata gerilya
FOTO-FOTO REPRO: REUTERS
Tamasya di Ladang Perang Kawasan hutan yang dulu tempat gerilya pasukan GAM, kini dijadikan taman wisata politik untuk mereka yang ingin tahu sejarah Aceh. Untuk sementara konsumennya lebih banyak orang asing.
D
ENGAN penuh semangat Marjuni Ibrahim membimbing enam turis asing itu menelusuri hutan penuh semak belukar itu dengan berjalan kaki. Sesekali ia berhenti dan kemudian berbicara kepada para turis tersebut. “ Di sini dulu terjadi pertempuran hebat antara pasukan kami dengan pasukan TNI. Kontak senjata hampir satu jam lamanya,” ujarnya. Walau dengan napas sedikit terengah-engah, para turis itu menyimak dengan serius kata demi kata yang disampaikan Marjuni. Ada satu dua pertanyaan dari mereka, dan semua dijawab dengan lugas oleh Marjuni. Setelah puas mendapat informasi seputar tempat tersebut, rombongan kembali melanjutkan perjalan ke kawasan lebih pedalaman. Marjuni berada di depan sebagai penunjuk jalan. Sekitar satu kilometer dari tempat pertama tadi,
pemuda kekar itu kembali menghentikan langkahnya. Ia angkat bicara lagi. “ Ini tempat kami bersembunyi dulu. Di sini kami pernah rapat dan mengatur strategi perang,” katanya sambil menunjuk tanah berumput datar di kawasan pedalaman Hutan Lhoong, Aceh Besar itu. Kali ini cerita yang keluar dari mulut pemuda berusia 28 tahun ini agak panjang. Ia bertutur tentang satu persatu teman-temannya yang ikut bertempur bersama rombongan mereka. Marjuni mengisahkan bagaimana mereka memasak dan tidur bergantian. “ Sekali seming-gu, seorang dari kami turun ke desa untuk mendapatkan persediaan makanan,” kenangnya. Tidak hanya kisah perang yang menjadi bahan cerita Marjuni kepada para turis itu. Dia juga menunjukkan tempattempat indah di kawasan tersebut. Ter-
www.d-web-television.tk
masuk sebuah sungai dengan air terjun yang belum banyak diketahui orang. “Dari sungai ini kami mendapatkan air minum,” katanya. Jika situasi benarbenar aman, Marjuni dan temannya bisa mandi dan menikmati deburan air yang sangat dingin. “Tapi itu hanya sesekali. Kami sendiri jarang mandi. Takut kalau tiba-tiba ada serangan mendadak,” ujarnya seraya tertawa. Marjuni adalah mantan anggota pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Aceh Rayeuk. Ia bergabung dengan kelompok ini sejak usia 20 tahun. Semasa darurat militer meradang, ia dan teman-temannya mengamankan diri di hutan. Mereka tidak mungkin lagi tinggal di desa karena ada ratusan pasukan TNI yang siaga di sana. Di hutan itulah mereka mengatur strategi perang. Marjuni dan rekannya baru bisa hidup tenang setelah gong perdamaian berkumandang dari Helsinki 15 Agustus 2005. Sepekan kemudian mereka turun gunung dan sejak itu kembali menghabiskan hidup sehari-hari dengan keluarga. Di masa damai ini, Marjani sempat bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji Rp 50 ribu per hari. Sampai pada suatu ketika, ia mendapat kabar dari teman-temannya bahwa ada seorang warga negara asing yang tertarik ingin mengembangkan bisnis perjalanan wisata ke hutan-hutan yang pernah dijadikan sebagai pusat gerilya para anggota GAM. Kegiatan ini bukan hanya sekedar wisata, tapi juga upaya untuk mengenang sejarah konflik Aceh. Adalah Mendel Pols yang berinisiatif mengembangkan kegiatan ini. Pria asal Belanda yang beristrikan wanita Aceh ini mendapat inspirasi dari wisata gerilya yang sukses dikembangkan Pemerintah Vietnam di kawasan hutan Cu Chi, tempat persembunyian pasukan Vietkong dimasa lalu. Bisnis tour gerilya termasuk yang banyak diminati turis asing jika berkunjung ke Vietnam. Kegiatan yang sama juga berjalan sukses di Irlandia Utara. Mantan tentara pemberontak IRA (Irlandi Republic Army) berhasil menyulap pusat Kota Belfast sebagai bisnis wisata untuk orang asing yang tertarik mempelajari sejarah konflik di negara itu. Modalnya hanya lukisan yang ditempel di dinding-dinding rumah penduduk. Lukisan itu memang ditata sedemikian rupa sehingga bisa bercerita tentang rentetan kasus yang melanda Irlandia Utara semasa konflik antara gerilyawan IRA melawan pasukan Inggris. Pemandangan itulah yang kemudian dipertontonkan kepada turis asing. Wisatawan yang tertarik belajar konflik Irlandia lewat lukisan itu dikutip bayaran 9 pound atau sekitar Rp 170 ribu per orang. Kegiatan yang disebut dengan nama Gerilya Tour itu dipandu seorang mantan gerilyawan IRA. Aceh yang juga sarat dengan syarat konflik sangat berpotensial untuk mengembangkan kegiatan wisata politik itu kepada para turis. Bahkan lebih menarik lagi, sebab banyak sekali hutan Aceh yang pernah digunakan sebagai tempat persembunyian gerilyawan GAM. Potensi inilah yang menarik perhatian Mendels Pols untuk dikembangkan.
WISATA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
13
Wisata untuk berbagi sejarah, bukan mengulangi masa lalu.
Impian Mandel semakin terbuka lebar setelah Gubernur Aceh Irwandi memberi dukungan penuh untuk kegiatan tersebut. Malah Irwandi berharap kelak wisata gerilya bisa menjadi salah satu daya tarik Aceh untuk dijual ke turis mancanegara. Kepada beberapa tamu asing yang berkunjung ke Aceh, Irwandi mulai gigih mempromosikan kegiatan wisata ini. Mendengar rencana pemerintah tersebut, Marjuni menyambut dengan antusias. Berkat peranan seorang rekan, ia pun berkenalan dengan Mendel. Setelah mendapat pelatihan komunikasi selama beberapa hari, kegiatan gerilya tour pun langsung berjalan. Tak sulit untuk mencari konsumen, sebab cukup banyak warga asing yang bekerja di Banda Aceh yang tertarik dengan kegiatan wisata tersebut. Lagi pula mereka ingin sekali melihat lokasi hutan tempat gerilyawan GAM dulu bersembunyi. Untuk sementara Mendel memprioritaskan kegiatan ini untuk orang asing. Agaknya ia sangat hati-hati sekali karena khawatir kegiatan ini bisa membuat pemerintah Indonesia dan TNI tersinggung. “Untuk turis lokal, tunggu dulu. Kita lihat perkembangannya nanti,” ujarnya kepada SIPIL. Saat tour perdana yang berlangsung pertengahan Februari lalu, sedikitnya ada delapan turis asing yang ikut menjelajah hutan pedalaman di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Marjuni yang mengenal betul kawasan itu bertindak sebagai pemandu. Mereka berjalan kaki mulai dari pinggiran Desa Lhoong hingga ke pedalaman hutan di kawasan itu. Di tempat-tempat tertentu Marjuni berhenti dan menceritakan kejadiankejadian yang mereka alami di lokasi itu. Dari hasil perjalanan itu setidaknya para turis asing tersebut bisa mempelajari kehidupan gerilyawan GAM semasa konflik. Baik ketika terjadi kontak senjata, maupun saat mereka harus berpindahpindah tempat. “Di hutan ini banyak sekali binatang buas. Kami pernah kepergok dengan harimau dan beruang. Dengan gajah, ya, hampir setiap hari,” katanya. Tapi binatang itu sama sekali tidak mengganggu. “Karena kita tidak bermaksud jahat kepada mereka, mereka pun tidak pernah mengganggu kita,” tambahnya.
Pemuda yang hanya tamatan sekolah menengah atas ini juga bercerita saat-saat menegangkan ketika bencana tsunami melanda Aceh. “Kami melihat ombak itu dari atas gunung. Suaranya saja sudah menakutkan,” imbuhnya. Bersama rekanrekanya mereka sempat mendengar lolongan kepedihan dari penduduk desa. Desa Lhoong tempat di mana Marjuni dan rekan-rekannya tinggal, termasuk daerah yang paling parah dilanda bencana. Mereka sempat membantu penduduk yang menyelamatkan diri ke hutan untuk menghindari gelombang pasang. Bencana tsunami itu memang salah satu bencana yang terhebat di dunia. Sedikitnya 170 ribu penduduk Aceh menjadi korban. Marjuni sendiri kehilangan kedua orang tua dan seorang adiknya. Selama beberapa hari setelah bencana itu mereka sempat turun ke desa membantu penduduk yang menjadi korban. Tapi itu tidak berlangsung lama sebab pasukan TNI kembali datang ke desa
mereka untuk melakukan pemburuan terhadap anggota GAM. Apaboleh buat, Marjuni dan rekan-rekannya terpaksa naik lagi ke atas. Selama penanganan bencana berlangsung, para gerilyawan GAM itu tidak pernah melakukan serangan kepada pasukan TNI. Gerilya tour itu memakan waktu sekitar lima jam. Tidak jelas berapa biaya yang harus dibayar para turis asing itu untuk kegiatan tersebut. Yang pasti, kalau saja banyak wisatawan yang tertarik ikut menelusuri jejak gerilya anggota GAM di hutan, sudah tentu Marjani akan mendapat rejeki yang lumayang. Setidaknya ia mendapat penghasilan yang lebih baik ketimbang sebagai buruh bangunan di perumahan yang dibangun BRR. Tour wisata gerilya tidak hanya ada di kawsan hutan Aceh Besar. Kegiatan yang sama bisa pula dikembangkan di kawasan hutan Pidie, Aceh Utara, Birueun dan Aceh Timur. Empat wilayah ini memang merupakan daerah paling rawan semasa konflik. Sudah pasti yang menjadi pamandu wisatanya adalah para anggota GAM setempat. Bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Aceh, Aceh Explorer berencana melatih sejumlah mantan kombatan GAM dari berbagai wilayah untuk bisa tampil sebagai pemandu wisata gerilya. Langkah ini sangat didukung oleh Gubernur Aceh. Para turis asing yang pernah mengikuti gerilya tour itu mengaku puas dengan perjalanan yang mereka lalui. Walau melewati hutan belantara dan membutuhkan waktu berjam-jam dengan jalan kaki, tapi mereka merasa mendapatkan kepuasan tersendiri. “Selain memahami sejarah konflik Aceh, mereka bisa melihat pemandangan indah di hutan belantara yang belum tersentuh banyak orang. “ Sangat sulit dibayangkan, bahwa di lokasi itu beberapa tahun yang lalu
www.d-web-television.tk
mereka hidup di sini dengan memundak senjata dan sesekali bertempur melawan pasukan TNI,” kata Hugo Lamers, seorang pekerja NGO internasional yang bertugas di Aceh. Selama ini, pria asal Belanda ini mengaku hanya mendengar kisah perjuangan GAM lewat cerita dari mulut ke mulut. “Dengan mengikuti gerilya tour ini, setidaknya saya bisa mendapatkan bayangan kondisi yang terjadi di masa lalu,” tambahnya. Salah satu yang paling mengesankan bagi Lamer adalah ketika Marjuni mengajak mereka menyaksikan sebuah lokasi di mana pernah terjadi kontak tembak antara pasukan GAM dengan pasukan TNI. Di lokasi itu, Marjuni mengaku kehilangan cukup banyak teman karena gugur dalam pertempuran. “Bagi kami sebagai wisatawan, perjalanan itu adalah sebuah perjalanan wisata yang menyenangkan. Padahal bagi mereka, semua pengalaman itu adalah cerita yang mengiris jiwa,” kata Lamers. Konflik Aceh adalah sebuah sejarah panjang yang semua orang tidak ingin mengulangnya kembali. Namun sebagai sebuah perjalanan politik yang luar biasa, sangat tidak pantas melupakan sejarah tersebut begitu saja. Langkah Mendel mengusung wisata gerilya, bukan hanya sekedar upaya untuk mengingat sejarah penting di masa lalu. Lebih dari itu, kegiatan ini akan melahirkan ciri khas sendiri bagi Aceh. Untuk Indonesia, hanya Aceh yang memiliki paket wisata politik seperti ini. Yang penting, bagaimana meramu paket wisata ini menjadi sebuah pendidikan politik yang baik untuk anak bangsa ke depan. Tentu saja etika perlu diperhatikan, sehingga promosi wisata ini tidak untuk membangga-banggakan satu kelompok dan tidak membuat pihak lain menjadi tersinggung. Reuter/nini
DAERAH
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
14
Demo para pendukung ALA di Jakarta
Bercerai untuk Berkuasa Dari 173 daerah hasil pemekaran, hanya lima persen yang berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selebihnya, tidak lebih sekedar ajang rebutan kekuasaan para elit lokal. Masih perlukah mendukung ALA dan ABAS?
S
EMANGAT membentuk provinsi baru di Aceh terus menggema. Sejumlah tokoh masyarakat berada di belakangnya. Mereka adalah elit-elit yang berkuasa di daerah itu. Sebut saja Tagor Abubakar, Bupati Bener Meriah yang menjadi salah satu motor pembentukan provinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Dia didukung Armen Desky, mantan bupati Aceh Tenggara dan Makmur Syahputra, Bupati Aceh Singkil. Mereka inilah tokoh di balik aksi sejumlah massa ke Jakarta beberapa waktu lalu. Tidak hanya para kepala daerah, beberapa anggota parlemen lokal juga turut bermain di belakang aksi ALA. Yang paling getol terlihat adalah Syukur Kobat, ketua DPRD Aceh Tengah yang juga salah seorang tokoh Golkar di daerah itu. Syukur adalah mantan pemimpin kelompok Pembela Tanah Air (Peta), yang gagal tampil sebagai Bupati Aceh pada pilkada tahun lalu. Dari Aceh Tenggara, tercatat pula nama Ketua DPRD Aceh Tenggara, Umuruddin Desky. Tidak mau kalah dengan ALA, dari wilayah pantai barat Aceh juga menggema seruan pembentukan provinsi baru yang mereka namakan Provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS). Adalah Tjut Agam,
Wakil Ketua DPRD Aceh Barat yang menjadi motornya. Pensiunan Korps Pasukan Khusus (Koppassus) berpangkat letnan kolonel ini bahkan pernah turut melakukan aksi di Kantor DPR RI Senayan Jakarta dan di Kantor Gubernur Banda Aceh. Gerakan ABAS dan ALA mulai hangat mencuat sejak lima tiga tahun terakhir. Namun aksi tuntutan ini timbul tenggelam bagai pasang surut. Gejolak dukungan atas pemekaran ini sempat terhenti sejak akhir tahun lalu. Salah satu faktornya, karena tokoh utama pemekaran itu, Armen Desky, tersingkir dalam Pilkada di Aceh Tenggara. Armen Desky selama ini memang dikenal sebagai penyandang dana untuk aksi-aksi pemekaran Aceh. Walau gerakan pemekaran ini terhenti selama enam bulan, namun Armen Desky tetap melakukan lobi-lobi agar pemekaran Aceh tetap menjadi isu yang dibicarakan di Jakarta. Lobi-lobi di tingkat elit terus ia lakukan. Armen adalah tokoh Golkar Aceh Tenggara yang juga punya pengaruh di tingkat pusat. Apalagi istrinya, Marliah Amin adalah anggota DPR RI dari fraksi Golkar. Upaya Armen rupanya cukup mem-
www.d-web-television.tk
bawa hasil. Terbukti, pertengahan Januari lalu DPR RI memutuskan bahwa UU pemekaran Aceh menjadi salah satu agenda yang akan mereka bahas. Bukan sebagai usulan daerah melainkan berdasarkan hak inisiatif DPR. Begitu kabar pemekaran mencuat dari Gedung Senayan, elit daerah pendukung pemekaran itu langsung mengerahkan massa untuk melakukan aksi di mana-mana. Spanduk dan poster ALA dan ABAS mereka pasang di berbagai sudut kota. Aksi pendukung ALA lebih meriah lagi, karena diselingi dengan pawai, pameran dan sebagainya. Ada pula seminar yang mereka gelar di Medan. Tentu saja suara mendukung pemekaran Aceh kian menggema di forum seminar itu, ya, karena pelaksana dan pembicaranya adalah mereka para pendukung ALA dan ABAS. Namun tidak semua aksi ALA ini mendapat dukungan warga. Lihat saja aksi pengumpulan sejuta tandatangan yang digelar di Kota Subulussalam pada 24 Februari lalu. Bukannya berhasil mendapat simpati warga, malah panitia acara tersebut malu bukan kepalang. Jangankan satujuta tandatangan, satu tandatangan pun tidak ada. Padahal acara itu digelar
DAERAH
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
tidak jauh dari pusat keramaian. Panitia acara Ali Hazmi Tomy dan Ketua Panitia Pembentukan Provinsi (KP3) ALA, Rahmad Salam sampai malu melihat kegagalan itu. Mereka berdalih bahwa penolakan warga itu semata-mata karena adanya hambatan dari pihak kepolisian. Gagal mendapatkan dukungan di Aceh Singkil, bukan berarti aksi para pengusung pemekaran itu berhenti. Dalam sebuah acara di Takengon, mereka mengundang para kepala desa berkumpul membahas demo di Jakarta. Ada yang setuju, tapi tidak sedikit pula yang menolak. Beberapa kepala desa sempat menanyakan soal biaya untuk aksi itu. Tapi tidak ada jawaban pasti. Belakangan, ada kepala desa yang mengutip uang dari warganya dengan alasan untuk ongkos ke Jakarta. Protes sempat muncul dari warga. Namun elit di Aceh Tengah dengan rapi berhasil meredamnya. Aksi pendukung pemekaran tersebut di Jakarta tidak bisa dikatakan berhasil. Soalnya, isu pemekaran kini mulai diredam para anggota DPR RI. Dalam rapat komisi Pemerintahanan yang berlangsung 3 Maret lalu, muncul suarasuara yang menentang ide tersebut. Unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) termasuk yang bersuara keras. “Kami tidak mau ikut rapat tersebut sebelum ada evaluasi tentang perkembangan daerah pemekaran yang telah berlangsung sebelumnya,” kata Laode Ida, Wakil Ketua DPD. Laode punya alasan. Dari 173 daerah administrasi baru, hanya sekitar 30 persen yang sukses. R. Situ Zuhro, peneliti dari Pusat Kajian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), malah menyimpulkan lebih rendah. “Mungkin hanya lima persen yang berhasil,” katanya. Kabupaten Tarakan (Kalimantan Timur), Kota Batu (Jawa Timur), Provinsi Banten dan Gorontalo, misalnya, termasuk yang sukses. Tapi selebihnya, yang datang justru penyesalan dari warga, sebab pemekaran justru melahirkan koruptor-koruptor baru di tingkat daerah. Abdul Fatah, Direktur Penataan Otonomi Daerah, menilai banyak pembentukan daerah administrasi bermotif politik untuk kepentingan individu. “Setelah dimekarkan, datang protes dari masyarakat dan mereka mengaku menyesal,” katanya. Ia mencontohkan adanya pengajuan uji materi atas pembentukan Kota Tual (Maluku Utara) serta Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai (Sumatera Utara). Departemen Dalam Negeri mencatat bahwa kini ada 173 daerah administrasi baru—kabupaten, kota, dan provinsi— yang dibentuk pada periode 1999-2007. Gelombang pertama dimulai 1999 dengan dibentuknya 44 kabupaten dan kota. Setelah itu, setiap tahun lahir rata-rata 15 kabupaten atau kota baru. Motivasi pemekaran itu bermacammacam. “Sebagian besar untuk mendekatkan jangkauan pelayanan sekaligus meningkatkan kesejahteraan daerah,” kata Fatah. Tapi, menurut dia, ada juga untuk kepentingan elite politik karena mereka ingin merebut kekuasaan. Pemerintah bukan tidak memahami hal ini. Itu sebabnya Presiden Yudhoyono meminta kepada DPR untuk tidak membahas isu ini. “Saya minta ada moratorium pemekaran sampai ada evaluasi yang jelas tentang masalah ini,” ujar
presiden. Seruan ini yang agaknya membuat semangat pemekaran di Gedung Senayan mulai meredup. Beberapa anggota DPR juga meminta agar para senator jangan lagi memberi janji muluk-muluk kepada masyarakat di desa. “Kami sendiri sudah meminta agar semua fraksi menghentikan sementara pembahasan usulan pemekaran daerah,” Kata Ketua Komisi II DPR RI EE Mangindaan, di Jakarta. Pendapat yang sama dilontarkan oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Hj Andi Yuliani Paris yang mengusulkan, perlu adanya ‘grand strategi‘ untuk menyikapi maraknya usulan pemekaran daerah. “Hal ini bertujuan menampung serta mengatur keinginan semua pihak, terkait pemekaran,” katanya. Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR juga bersikap agar paket 21 RUU Pemekaran daerah ditunda selama masih ada konflik di berbagai daerah. Ketua DPR RI Agung Laksono menghimbau anggotanya untuk bersabar sampai ada hasil evaluasi yang jelas soal pemekaran sebelumnya. “Setiap pemekaran harus jelas seperti apa masterplan-nya, syarat pemekaran dan kondisi ekonominya,” katanya. Pemekaran, menurutnya, harus ditunda sampai masyarakatnya satu kata terhadap pemekaran ini. Peneliti Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Alfitra Salam malah lebih keras lagi. Menurutnya, pemekaran seharusnya dihentikan total. Jumlah
provinsi di Indonesia sudah cukup, sebanyak 33 provinsi. “Kalaupun harus ada pemekaran, mungkin hanya di Kalimantan dan Papua. Tetapi untuk Pulau Sumatera masih belum layak,” katanya. Pemekaran yang selama ini terjadi, kata Alfitra, lebih banyak dijadikan sebagai ajang pembohongan rakyat. Elit menjanjikan rakyat akan hidup sejahtera dengan adanya pemekaran. Nyatanya, setelah terbentuk wilayah baru, rakyat tetap menderita sedangkan elitnya hidup berfoya-foya. “Kalaupun ada perubahan, hanyalah bangunan perkantoran yang berdiri di sejumlah sudut kota. Tapi dananya dikuras dari Pemerintah pusat,” katanya. Wakil Presiden M Jusuf Kalla lebih bijaksana lagi. Menurutnya, jika pemekaran wilayah bisa mencapai kesejahteraan maka diperbolehkan, tetapi jika tidak tak boleh ada pemekaran. “Pemerintah ingin sangat objektif, jika dengan pemekaran bisa mencapai tujuan kesejah-teraan, itu silakan saja. Tetapi kalau hanya akan memecah belah, jangan, tidak boleh (pemekaran),” kata Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar saat bertemu dengan ratusan kadernya di Indonesia Timur. Menurut Jusuf Kalla persoalan pemekaran wilayah sebenarnya bukan hanya menjadi permasalahan di Sumatera dan Papua. Jusuf Kalla menjelaskan bahwa berdasarkan undang-undang memang memungkinkan dilakukannya peme-
karan atau penggabungan suatu wilayah. Namun, tambahnya, untuk pemekaran wilayah, hanya bisa dilakukan kalau hal itu bisa mencapai tujuan yakni meraih kesejahteraan. “Tapi ini yang kadang-kadang tipis batas antara mencapai tujuannya yakni kesejahteraan dengan alasan politis,” kata Jusuf Kalla. Menurut Jusuf Kalla, soal pemekaran wilayah memang akan sangat besar ongkosnya. Biasanya dengan pemekaran maka akan banyak biaya yang digunakan untuk membangun gedung-gedung. Dalam kesempatan itu, Jusuf Kalla juga menyatakan sangat menghargai dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi dengan masyarakat di Pulau Jawa. Soalnya, di Jawa hanya satu kali ada pemekaran wilayah yakni propinsi Banten. Padahal, jika dibandingkan jumlah penduduk di Jawa besar sekali sekitar 100 juta sedangkan Papua hanya 2,3 juta. “Banten itu penduduknya 16 juta, tetapi di Jawa Timur sekitar 36 juta dan Jawa Barat lebih besar lagi, tetapi tak pernah berpikir pemekaran,” kata Jusuf Kalla. Khusus untuk Aceh, Pemerintah pusat memang sangat hati-hati menyikapi tuntutan pemekaran. Soalnya, dalam UUPA dan MoU Helsinki sudah jelas disebutkan tentang batas-batas Pemerintahan Aceh. Jika itu dilanggar, berarti Pemerintah dituding tidak konsisten dalam menjunjung perdamaian. Junaidi
M Jusuf Kalla: Jika pemekaran wilayah maka diperbolehkan, tetapi jika tidak, tak boleh ada pemekaran. Kalau hanya akan
bisa mencapai kesejahteraan
memecah belah, jangan, tidak boleh (pemekaran).
www.d-web-television.tk
15
FIGUR
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
16
Umar Pradana
Ditakuti Karena Parang I BARAT siang dengan malam. Begitulah perbedaan antara sosok asli Umar Pradana dengan perannya sebagai Haji Uma dalam film lawak Aceh “Eumpang Breuh”. Dalam dunia nyata, Umar masih amat muda. Usianya 34 tahun. Dia selalu tampil necis, berwibawa, dan lemah-lembut. Ia tidak pula berkaca mata. Tapi, ketika menjadi Haji Uma, selain tua, sikapnya benar-benar tak bersahabat. Pemarah, dan suka membesar-besarkan masalah. Kaca mata minus gagang hitam, melengkapi wajahnya hingga tampak menyeramkan. “Awalnya saya sulitan memerankan sosok Haji Uma di Eumpang Breuh 1. Harus bungeh, peu pasai bungeh teuh,” kata Umar Pradana saat ditemui SIPIL di rumahnya di Desa Alue Awe, Lhokseumawe. Lakon paling diingatnya dalam Eumpang Breuh 1 adalah ketika di-minta membacakan surat yang ditulis Bang Joni, yang diperankan Abdul Hadi. Bang Joni menyerahkan surat itu kepada Yusniar, putri semata wayangnya. Haji Uma merebut membaca surat itu. Padahal isi surat itu: “Jangan kau dengar ayahmu, ayah mu jelek sekali, lagi bodoh, lagi gila.” Setelah membaca surat itu, ia harus beradegan gila bak seorang lelaki yang ingin membunuh musuhnya. Membawa parang adalah ciri khas Haji Uma dalam serial itu. Walau tampil sebagai lelaki
tua pemarah, namun lakon Umar Pradana mendapat banyak pujian pemirsa di Aceh. Ia salah satu ikon suksesnya film serial “Eumpang Breuh” yang saat ini telah menembus episode 5. Namun, akibat peran antagonis itu, Umar Pradana pula ditakuti di dunia nyata. Sebagian besar penggemar serial “Eumpang Breuh”, selalu mengait-ngaitkannya dengan parang. “Kiban Teungku Haji, na neume parang.” Demikian basa-basi sejumlah warga saat berpapasan dengan Umar Pradana di setiap kesempatan. “Tapi tetap agak segan, menjaga jarak, dan bertutur tidak bernada marah,” kata suami Nurhasanah ini. Peran Umar Pradana dalam film Eumpang Breuh membuat membuat kehidupannya sedikit berubah. Layaknya artis film ibu kota, setiap waktu pasti ada saja warga yang ingin foto bareng dengannya. Namun, perannya sebagai Haji Uma terlanjur di cap seram, apalagi oleh anakanak. Jika ada orang tua yang ingin foto bareng, maka anak-anak mereka menjauh. “Nggak mau mak, ngak mau, adek takut,” ujar Haji Uma memperagakan. “Ketika melihat wajah saya, seperti dilihat parang,” tambahnya seraya tertawa. Umar Pradana mengaku film “Eumpang Breuli” digarap perdana pada Fe-
Foto-foto: Irman
bruari 2006. Saat itu, Abdul Hadi alias Bang Joni menemui Umar Pradana untuk mengajak pembuatan film “Eumpang Breuh”, bekerja sama dengan Ayah Do, sutradara film tersebut, dan Din Keramik selaku produser. Kebetulan saat itu, Ayah Do, pekerjaannya kameramen koresponden salah satu stasiun televisi swasta. Haji Uma ditugasi peran sosok seorang teungku haji di satu desa, yang memiliki anak gadis cantik jelita. Haji Uma kaya, tapi sederhana hidupnya. Kebun ada, ternak ada, tapi tetap tidak menampakkan kemewahan. Untuk sarana transportasi, misalnya, ia bersepada Bagi Umar Pradana, Abdul Hadi, dan Sulaiman alias Mando Gapi, dunia lawak Aceh bukan sesuatu yang baru. Ketiganya sudah mulai kompak melawak sejak tahun 1995. Saat itu, mereka terlibat mengisi acara sandiwara Aceh di Radio Kazuma, Bayu, Aceh Utara. Acara itu diberinama “Rangkang 14” Berangkat dari itu, tahun 2000, ketiganya pernah membuat sebuah kaset tape, judulnya; “Abeh Lage”. Komedian ini berkisah tentang BMA (Bayumas Mas Mulia Abadi), sebuah cerita tentang banyaknya warga Aceh kena tipu bisnis Multi Level Marketing BMA. Di komedian “Abeh Lage”, Umar Pradana memerankan Bang Kuprak. Selain sandiwara di radio, mereka juga sering tampil pada acara hiburan rakyat di lapangan terbuka, melakoni drama kehidupan dibungkus komedi. Ketiganya sempat manggung sampai ke Meulaboh, Aceh Barat. Suatu waktu, Umar Pradana: Yang paling berkesan nyan keuh watee meugantung taloe. Saya sempat muntah dua kali, lima menit linglung, pusing.
www.d-web-television.tk
diadakan parade lawak di Banda Aceh. Umar Pradana, Abdul Hadi, dan Sulaiman, membentuk group lawak “Apa Kapluk”. Mereka bersaing dengan group laak Aceh lainnya seperti “Apa Lambak”, “Apa Lahu”, dan “Baigon”. Grpoup lawak “Apa Kapluk” akhirnya tiarap karena Aceh dilanda konflik bersenjata. Sejak itu, Umar Pradana menyibukkan diri sebagai penyiar acara bahasa Aceh di Radio Kazuma, Bayu. Ia juga menjadi guru pengajian di desanya. Kebutulan, ia merupakan alumni sebuah pesantren di Kecamatan Nisam, Aceh Utara. “Pernah juga diminta berceramah, menyampaikan dakwah islamiyah,” kata Umar Pradana, yang hanya menamatkan SMP Sejak dua tahun lalu, Umar Pradana, juga mulai bekerja sebagai teknisi jaringan di CV Karya Mandiri, perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan layanan jasa internet. Keahlian itu dimiliki Umar Pradana tanpa kursus atau pelatihan khusus, tapi otodidak, belajar dari temannya. Kini, Umar Pradana mengaku tidak lagi mengalami kesulitan saat memerankan Haji Uma. Sejak melakoni peran itu, “Eumpang Breuh” episode V adalah film paling berkesan baginya. “Yang paling berkesan nyan keuh watee meugantung taloe. Saya sempat muntah dua kali, lima menit linglung, pusing,” kata Umar Pradana “Terantuk dengan sepeda sakit, tapi lebih sakit lagi saat meugantung nyan. Saat itu, dunia ini terasa gelap.” Umar Pradana mengaku amat berkeinginan menunaikan ibadah haji, meski gelar haji itu telah melekat pada dirinya karena perannya dalam “Eumpang Breuh” sebagai Haji Uma. Irman Ibra
FIGUR
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
17
Laksamana Cheng Ho
Belum Menyentuh Sejarah Aceh
S
ETELAH menjalani syuting di sejumlah negara Asia Tenggara, kegiatan pengambilan gambar film serial drama Laksamana Cheng Ho hari ini dimulai di Jakarta. “Pengambilan gambar kali ini merupakan kegiatan perdana di Indonesia, setelah sebelumnya dilakukan di China, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Nyanmar,” kata produser Sonny Mangkuto Ameh dari Jupiter Company Global Film Limited, di lokasi syuting, Studio Padang Golf Kemayoran, Jakarta Pusat. Ia a berharap serial drama ini sudah bisa ditayangkan bulan Mei atau Juni mendatang. Rencananya, syuting berlangsung selama tiga minggu efektif atau kurang lebih satu bulan. Syuting kali ini mempunyai target selesai sebanyak 12 adegan. Sembilan di antaranya tentang Laksamana Cheng Ho (diperankan Yusril Ihza Mahendra) berada di Tanah Jawa. Sutradara Lukman Tambose mengungkapkan, satu schene memperlihatkan pertemuan Cheng Ho dengan Raja- Raja di Indonesia. Laksamana Cheng Ho adalah pelaut terkenal yang diutus khusus oleh Raja China untuk berkeliling dunia membawa misi perdamaian. Cheng Ho adalah pelaut
handal yang beragama Islam. Dalam film sejarah ini, Cheng Ho diperankan oleh Yursil Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan HAM. Filn Cheng Ho akan menggambarkan perjalannya di negara-negara Asia, termasuk di Thailand, Malaysia dan Indonesia. Menurut catatan sejarah, sebelum ke tanah Jawa, Cheng Ho sempat singgah ke Kerajaan Samudera Pasai dan bertemu dengan Sultan Iskandar Muda. Ia menitipkan lonceng Cakradonya sebagai cendramata dari Kerajaan China. Lonceng itu sampai sekarang masih tersimpan di Museum Banda Aceh. Sayang, dalam film ini, perjalanan Cheng Ho di Aceh sama sekali tidak tersentuh. Sutradara lebih banyak menggambarkan perjalanan Cheng Ho saat bertemu Raja Majapahit, Raja Thailand dan Raja Malaka. Raja Majapahit diperankan oleh Saifullah Yusuf, mantan menteri Daerah Tertinggal, sedangkan Raja Malaka diperankan aktor Malaysia Supian Bin Buang dari Malaysia. Menanggapi tentang tidak disentuhnya Aceh dalam film ini, Sonny hanya tersenyum-senyum. “Mungkin nanti akan ada bagian yang kita sentuh soal Aceh,”
katanya. Tapi ia tidak bisa memastikan di serial ke berapa, karena scenario film ini masih dikerjakan. Film serial drama (sinetron) kolosal “Laksamana Cheng Ho” akan ditayangkan di enam negara yang terlibat pembuatannya dan diharapkan menjadi
Luna Maya
Mellyan
Kerap Gugup Menjadi Duta
L
UNA Maya, model yang pernah digosipkan dekan dengan vokalis band Peterpan Ariel punya tugas baru berkeliling Indonesia me-wakili UN-WFP. Meski sudah tiga tahun terlibat dalam program itu, ia mengaku masih merasa sering deg-degan menjalankan fungsi sebagai duta nasional dengan badan PBB untuk program makanan itu.
“Dulu saya melakukan monitoring, side visit, dan publikasi. Setelah jadi duta kegiatannya lebih sering. Semakin banyak orang tahu, semakin banyak yang mau berkontribusi. Tapi saya masih degdegan dan gemetaran nih karena harus berbicara sebagai duta nasional,” ujar artis yang sempat membintangi film layar lebar Pesan Dari Surga itu, seperti dilansir Antara. Saat ditemui SIPIL di rumahnya pekan lalu, perempuan yang hari itu tampil dengan anggun ini juga menceritakan usahanya memperjuangkan kegiatan terkait WFP si tengah kesibukannya sebagai artis. “Masa meluangkan dua atau tiga hari dalam sebulan demi anak kurang nutrisi tidak sempat?,” ujar model kelahiran Denpasar, 28 Agustus 1983 ini dengan yakin. Selama tampil sebagai duta WFP, Luna mengaku mendapat banyak pengalaman berharga. Salah satunya ketika datang ke Aceh dua tahun lalu saat melihat korban tsunami yang belum tertangani. “Dulu kondisinya sangat memprihatinkan,” katanya. Belakangan ia mendengar bahwa para korban itu sudah tertangangi. Tapi Luna sangat penasaran untuk melihat kondisi di Aceh saat ini. Walau belum ada agenda pasti, tapi Luna berharap suatu ketika ia akan bisa melakukan perjalanan lagi ke Aceh sebagai duta untuk PBB. “Saya ingin melihat langsung bagaimana penanganan korban tsunami,” katanya. Sin
Rahmi Aulia
Idola Lampulo
R
AHMI Aulia menoreh prestasi dari berbagai kontes yang diikutinya, di tingkat desa hingga level provinsi. Baru-baru ini Rahmi yang kerap disapa Ami, meraih juara I kontes Palang Merah Indonesia (PMI). Kontes menyanyi untuk anak-anak tingkat Provinsi.
www.d-web-television.tk
tontonan yang bisa membangun kembali semangat kebersamaan di kalangan masyarakat ASEAN. “Laksamana Cheng Ho merupakan simbol pemersatu bangsa-bangsa di Asia Tenggara pada abad 12,” kata Yusril Ihza Mahendra . Amd
Meski tahu informasi adanya PMI Idol pada detik-detik terakhir, tapi ibunya, Nelfi, tetap mendaftarkan putri kelahiran 1 Juni 1996 ini. Rahmi dan kakaknya dapat nomor urut paling akhir, 33 dan 34. “Tapi nggak disangka, dia menang juga,” tutur Nelfi seraya tersenyum. Pada PMI Idol, kemenangan seorang kontestan sangat ditentukan dukungan penggemar melalui pesan singkat (SMS). “Saya sangat senang waktu Ami menang. Bahkan dia juga dapat SMS dari Malaysia,” kata Nelfi. Suara gadis idola yang kini masih kelas enam Sekolah Dasar (SD) itu juga dapat didengar dalam album yang didendangkan bersama para finalis PMI Idol. Dalam kaset itu dia menyanyikan lagu Subhanallah dan Jasa Poma. Gadis cilik itu pernah diundang Presiden RI ke istana Bogor tahun 2007 lalu, pertemuan anak-anak berprestasi se-Indonesia. Bakat seni Rahmi ditempa sanggar seni binaan pendopo Gubernur Aceh, Cut Nyak Dhien. “Saya yang mengatur jadwal Ami,” ujar Nelfi yang mengaku tak ingin pendidikan anaknya terbengkalai. Karena itu, dia kerap menampik berbagai tawaran untuk putrinya. Misalnya ajakan Dewan Kesenian Aceh (DKA) untuk menyanyi di Malaysia. “Kami takut terganggu jadwal sekolahnya,” timpal sang ayah, Ali Bardan memberi alasan. Apa cita-cita Rahmi? “Cita-citanya sering berubah. Kadang kepingin menjadi professor ahli Kimia, sekarang mau jadi dokter,” kata Ali Bardan. Mellyan
POLITIK
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
18
Seleksi Berbiaya Mahal
Kandidat pejabat saat presentasi program di depan Gubernur dan Sekda
Sistem seleksi menjaring pejabat eselon II ala Peme-rintah Aceh, cukup efektif un tuk mendapatkan pejabat berkua-litas. Tapi butuh biaya hingga Rp 1 miliar.
S
uasana pelantikan pejabat eselon II Pemerintahan Aceh di Anjong Monmata, Banda Aceh pada 11 Maret lalu, berlangsung cukup meriah. Seakan-akan mirip dengan pelantikan kabinet di sebuah pemerintahan. Selain pejabat yang dilantik, istri dan keluarga mereka juga ikut menyemarakkan acara tersebut. Dalam sejarah pemerintahan Aceh, barangkali ini adalah sejarah pertama kalinya dilakukan pelantikan massal terhadap para pejabat di jajaran eselon II. Ada 42 pejabat tinggi di bawah level Sekretaris Daerah yang dilantik hari itu. “Mereka yang saya lantik ini adalah orang-orang yang memang terpilih berdasarkan kemampuannya. Mereka sudah melalui tahap seleksi yang tidak ringan,” ujar Irwandi kepada SIPIL. Sebanyak 42 pejabat yang dilantik itu adalah hasil penyaringan dari 279 pejabat eselon II yang ikut dalam seleksi yang berlangsung sejak Desember lalu. Cara yang dilakukan Irwandi ini memang tidak lazim terjadi di pemerintahan daerah di Indonesia. Biasanya seorang gubernur atau
kepala daerah hanya melantik pejabat baru jika mengangap pejabat lama sudah pantas untuk digantikan. Pelantikan umumnya dilakukan berdasarkan kebutuhan. Tapi yang terjadi sekarang cukup mengejutan. Irwandi melakukan rotasi secara total di tubuh pemerintahan Aceh. Semua jajaran eselon dua, mulai tingkat Asisten, Kepala Biro, Kepala Dinas dan Badan, dirombak total. “Sebanyak 42 posisi penting di Pemerintahan Aceh harus ditempati orang-orang berkualitas,” katanya. Caranya, menggunakan sistem seleksi secara ketat. Pada 10 Desember 2007, Irwandi memasang iklan satu halaman penuh di sejumlah media lokal dan nasional tentang keinginannya untuk merekrut pejabat eselon II Aceh. Syaratnya, tentu saja harus yang berstatus pegawai negeri, minimal memiliki golongan IVb, berusia tidak lebih 55 tahun atau sudah berada pada posisi eselon II. Kompetisi ini juga terbuka untuk para dosen di perguruan tinggi. Hanya saja, syaratnya harus sudah lulus program doktoral (S3). Irwandi tidak hanya mengundang pejabat dari Aceh, tapi juga dari wilayah Indonesia lainnya. “Asal mau membangun Aceh dan lolos dalam seleksi, ayo silahkan datang ke Aceh,” katanya. Benar saja, ketika masa pendaftaran dimulai, cukup banyak
www.d-web-television.tk
pejabat yang berbondong-bondong menyerahkan berkas dan data diri mereka. Tidak hanya dari Banda Aceh, tapi juga dari daerah lainnya, seperti Pidie, Simeulue, Aceh Singkil, Bireuen, Aceh Utara. Sementara dari luar propinsi, ada yang berasal dari Sumatera Utara, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat. Umumnya yang melamar itu adalah putra-putra Aceh yang lama berkarir di luar daerah. Proses seleksi pejabat ini melibatkan beberapa pakar dari berbagai perguruan tinggi nasional dan internasional sebagai tim penyeleksi. Ketua tim seleksinya adalah Lee Meng Foon MBA, seorang pakar sumber daya manusia dari Insitut Tatbiran Awam Negara (INTAN), Malaysia. Berperan sebagai konsultan adalah DR Willy McCourt (The University of Manchester, Inggris) dan Peter J Reed (West End Consulting, Inggris). Sedangkan posisi koordinator untuk semua proses seleksi ini dipimpin oleh Prof. Jasman J Ma’ruf SE MBA, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Syah Kuala, Banda Aceh. Tentu bukan hal mudah untuk melibatan para pakar tersebut dalam proses seleksi ini. Betapa tidak, untuk mendatangkan DR Willy dari Inggris, butuh biaya tidak sedikit. Belum lagi biayanya selama di Aceh. Demikian juga dengan Lee Meng Foon. Konon bayaran untuk mereka saja mencapai lebih dari Rp
100 juta. Sedangkan untuk pakar dari tingkat lokal dan nasional, mendapat bayaran antara Rp 35 juta hingga Rp 50 juta. Total biaya seluruh proses seleksi ini bahkan mencapai hampir Rp 1 miliar. Selain bayaran untuk tim penyeleksi dan anggaran biaya terbesar lainnya adalah untuk belanja iklan di media massa. Irwandi tampaknya ingin menunjukkan kepada publik nasional bahwa sistem pemerintahannya berbeda dengan daerah lain. Dalam jajaran pemerintahan, proses seleksi pejabat yang diterapkan di Aceh ini merupakan yang pertama di Indonesia. Biasanya seorang kepala daerah yang ingin mengangkat pejabat baru, cukup menimbang usulan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), mengangkat telepon dan kemudian membuat surat keputusan. Esoknya ia bisa melantik pejabat baru yang ia anggap cocok untuk posisi tersebut. Tapi Irwandi rupanya tidak ingin melakukan itu. “ Saya ingin semuanya berlangsung secara bersih. Saya hanya ingin bekerjasama dengan pejabat yang berkualitas,” katanya. Langkah ini sekaligus membantah rumor yang beredar bahwa pejabat yang duduk di posisi strategis dalam pemerintahan Aceh adalah mereka yang mendapat rekomendasi dari Komiter Peralihan Aceh (KPA) atau petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Isu itu sempat menggelinding cukup kental, sebab pemerintahan Irwandi sempat disebut-sebut berada dalam kontrol petinggi GAM. Dengan adanya sistem seleksi ini, Irwandi membantah semua rumor tersebut. “KPA sama sekali tidak ada campur tangan dalam seleksi ini. Pemerintahan Aceh yang saya pimpin pun tidak pernah dicampuri oleh KPA ataupun GAM,” katanya. Meski pemerintah tidak punya dana untuk membiayai proses seleksi itu, Irwandi tidak kehabisan akal. Ia menjalin kerjasama dengan lembaga internasional yang memang masih banyak menjalankan misi kemanusiaan di Aceh. Kebetulan tidak sedikit lembaga asing itu yang tertarik melakukan pembinaan di jajaran pemerintahan daerah. Setelah bertemu beberapa kali, akhirnya United Nation Development Programme (UNDP) yang menyatakan bersedia sebagai penyandang dana. Bukan sekali ini saja UNDP membantu pemerntah Aceh dalam menjaring pejabat potensial. November tahun lalu, mereka juga menggelontorkan dana untuk melakukan seleksi di jajaran eselon II Kabupaten Aceh Jaya. Hanya saja biayanya relatif kecil, sekitar Rp 450 juta. Gaungnya di media pun tidak terlalu besar. Sedangkan untuk seleksi pejabat di tingkat propinsi Aceh ini, dananya dua kali lipat lebih
POLITIK
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
19
Irwandi: KPA sama sekali
tidak ada campur tangan dalam
seleksi ini. Pemerintahan Aceh yang saya pimpin pun tidak pernah dicampuri KPA atau pun GAM. banyak. Irwandi memang sengaja membuat agar gaungnya menggema hingga ke tingkat nasional. Ada lima tahap seleksi yang dilangsungkan. Tahap pertama adalah seleksi administrasi atau kelengkapan dokumen. Sampai pada tahap ini, dari 279 peserta, ternyata yang lulus tinggal 236 orang. Selanjutnya peserta mengikuti empat tahap seleksi lainnya, tes menulis, wawa-cara, reasoning test (tes intelektual) dan LGD (leaderless Group Dis-cussion). Setelah melewati empat tahap seleksi ini, jumlah peserta menyusut menjad 126 orang. Atau masingmasing tinggal tiga orang nominasi untuk satu posisi dari 42 posisi yang diperebutkan. Seleksi selanjutnya adalah presentasi program. Dalam tes presentasi itu, para kandidat harus memaparkan program mereka untuk enam bulan pertama, setahun dan tahun kedua. Presentasi tersebut diselingi tanya jawab yang diajukan Gubernur, Wakil Gubernur, Setda serta pakar dari Universitas Syah Kuala, seperti Prof Maward Ibrahim, Prof Jasman Ma’ruf, Dr Qismullah dan lainnya. Dari hasil presentasi inilah gubernur kemudian memilih satu kandidat untuk masing-masing posisi.Langkah gubernur yang mene-rapkan sistem seleksi ini disambut positif banyak pihak. Kebijakan ini dianggap sangat arif untuk memilih pejabat guna menduduki jabatan strategis. Sistem ini jauh dari kolusi, nepotisme ataupun faktor kecu-rangan lainnya.
Test Leaderless group discussin (LGD) Ibarat penyusunan kabinet di sebuah pemerintahan, sebelum Irwandi memutuskan nama-nama kandidat yang terpilih, di sejumlah media massa daerah beredar isu macam-macam tentang nama-nama pejabat tersebut. Ada yang menuding Irwandi akan banyak memilih pejabat yang berasal dari Bireuen, kampung halamannya. Ada pula tuduhan bahwa KPA ikut bermain memberi masukan. Tapi semua itu tidak membuat Irwandi terusik. “Biarkah saja mereka menebak-nebak. Yang jelas, sistem yang saya terapkan ini benar-benar independen dan transparan,” katanya. Ucapan Irwandi itu memang terbukti. Setelah diumumkam, ternyata dari 42 posisi itu, hanya empat pejabat yang berasal dari Bireuen. Selebihnya, ada yang dari Aceh Selatan, Pidie, Aceh Utara dan bahkan dari wilayah Aceh bagian tengah. Inilah bukti bahwa Irwandi juga memperhatikan keterwakiland daerah lain. Hendra
Ujian Tulisan
www.d-web-television.tk
Kemana Kandidat Wanita?
A
DA satu yang sangat disesalkan Irwandi dalam proses seleksi pejabat eselon II ini. Yakni, minimnya minat wanita mengukti seleksi. Padahal jumlah pejabat wanita di Aceh sebenarnya tidak sedikit. Dari 7.000 pegawai negeri di Pemerintahan Aceh, 30 persen di antaranya wanita. Tidak sedikit dari mereka yang sudah memiliki golongan di atas IVb. Anehnya, ketika kompetisi ini berlangsung, dari 279 peserta yang mendaftarkan diri, ternyata hanya 15 orang wanita. Itupun lebih banyak didominasi dari perguruan tinggi. Jumlah itu menyusut drastis setelah dilakukan tes administrasi. Setelah diseleksi, hanya tujuh orang yang memenuhi syarat. Selebihnya gagal karena tidak memenuhi syarat standar. Irwandi sendiri sangat menyesalkan minimnya jumlah peserta wanita itu. “Ketika kompetisi ini dilakukan secara terbuka, saya tadinya berharap akan banyak wanita yang ikut serta,” katanya. Ia yakin, banyak sekali wanita Aceh yang memiliki potensi dalam memimpin. Sayangnya, minat wanita ternyata cukup rendah. “Saya sedih. Kemana semua wanita berprestasi di Aceh?” ujar Irwandi seraya menyesal. Ironisnya lagi, proses seleksi inipun justru ipimpin seorang wanita. Lee Meng Foon adalah pakar sumber daya manusia dari Malaysia yang juga peduli dengan hak-hak wanita. Toh ia pun tidak bisa ber-
kata apa-apa karena jum-lah peserta wanita memang sangat sedikit. “Padahal kalau melihat sejarah, banyak wanita Aceh yang sukses sebagai pemimpin. Aneh kenapa dalam seleksi ini wanita Aceh kok enggan berkompetisi,” katanya dengan logat Malaysia. Setelah empat tahap proses seleksi berlalu, jumlah peserta wanita kian menyusut. Dari 118 kandidat yang masuk nominasi untuk mengikuti presentasi, hanya ada tersisa lima orang kandidat wanita. Meski begitu, Irwandi semula tetap menaruh harapan kepada wanita itu untuk mampu menaklukkan kandidat pria. Tapi apa mau dikata, kemampuan kandidat wanita itu ternyata relatif sangat lemah. “Mereka kurang menguasai program,” katanya. Bahkan untuk posisi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPPA), ada dua wanita yang bersaing, yakni Ir Emmy Marwaty dan Dra Lailisma Sofyati. Sangat disayangkan, keduanya kurang meyakinkan dalam presentasi. Banyak isuisu wanita uang kurang mereka kuasai. Tak pelak akhirnya Gubernur Irwandi tidak memilih satupun dari mereka. Dari 42 posisi yang diperebutkan, ada lima posisi yang terpaksa dikosongkan karena kandidatnya tidak memenuhi syarat. Untuk mengisi posisi itu, ia terpaksa melakukan head hunting atau menunjuk langsung kandidat yang dianggap punya kemampuan. Irwandi berjanji, untuk posisi Kepala BPPA tetap akan diberikan bagi kandidat wanita. Hendra
HUKUM
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
20
Operasi Pemberantasan ladang ganja di Aceh
Dari Ganja ke Palawija Daerah ini dulu dikenal sebagai pusat tanaman ganja di Aceh. Lembaga PBB bersama Mae Fah Luang dari Thailand akan mengubahnya menjadi ladang pertanian Palawija. Mungkinkah berhasil?
J
IKA Anda bertanya tentang Lamteuba, maka yang ditanya mungkin akan curiga pada Anda. Ia pasti mengira Anda ingin butuh ganja. Wajar saja, sebab Lamteuba identik dengan sarang ganja . Bahkan daerah ini merupakan salah satu pusat pertanian ganja terbesar di Aceh. Sehingga, ketika ada pemuda yang baru datang dari Lamteuba, ada anggapan dia pastilah membawa ganja. Ketika konflik Aceh meradang, desa yang letaknya sekitar 60 km dari Banda Aceh ini termasuk daerah hitam. Acap kali kontak senjata terjadi di sini. Anehnya, bisnis ganja justru semakin subur. Berkalikali polisi melakukan penggerebekan. Puluhan hektar ladang ganja sudah dibakar, namun Lamteuba tetap tidak pernah menjauh dari bisnis ini. Pada 5 Februari lalu misalnya, Kepolisian Resort Aceh Besar menemukan 10 hektare ganja di kawasan ini. Tak seorang pun tersangka yang berhasil ditangkap. Akhir tahun lalu, malah lahan yang dibumi hanguskan aparat mencapai 25 hektare. Toh semua itu tidak membuat jera penduduk setempat. Citra ganja Lamteuba tidak pernah pudar. Konon ganja dari desa ini masuk kategori berkualitas. Dilema ini rupanya tercium oleh United Nations Office on Drugs and Crime UNODC), lembaga PBB yang fokus masalah pemberantasan obat terlarang. Direktur Eksekutif UNODC Antonio Maria Costa langsung teringat kepada sebuah yayasan terkenal di Thailand, Mae Fah
Luang Foundation namanya. Lembaga ini pernah berhasil mengubah sebuah desa pertanian ganja di Chiang Rai, Thailand Utara menjadi sebuah kawasan pertanian yang sukses. Pejabat UNODC kemudian meminta Mae Fah Luang (MFL) di Bangkok agar menjalankan program yang sama di Aceh. Kata bersambut, Yayasan Mae Fah Luang rupanya tertantang dengan tawaran itu. Setelah melakukan survei selama seminggu, Sekretaris MFL Mom Rajawongse Disnadda Diskul spontan menyatakan sanggup menjauhkan ganja dari Lamteuba. Desa Lamteuba sebenarnya tergolong subur. Letaknya tidak jauh dari kaki gunung Seulawah, sekitar 500 meter dari permukaan laut. Sayang, lahan ini justru dijadikan sebagai pusat tanaman setan. “Kita akan bantu Aceh untuk menjadikan Lamteuba menjadi daerah pertanian,” ujar Diskul dalam sebuah perbincangan di Banda Aceh. Diskul sangat optimis sebab gubernur dan Polda Aceh memberikan dukungan penuh kepada mereka. Untuk menjalankan misi itu, MFL mendatangkan belasan tenaga kerja khusus dari Thailand. Di antaranya beberapa tenaga ahli pertanian dan peternakan yang dulu terlibat kerja untuk program di Chiang Rai. Cara mereka mendekati warga sangat simpatik. Tim MFL tidak langsung berkampanye anti ganja, tapi terlibat dalam
www.d-web-television.tk
kerja sosial. Misalnya, memberi pengobatan gratis serta berkampanye hidup bersih. Kebetulan saat tim MFL tiba di Lamteuba setahun lalu, virus malaria tengah menyerang desa itu. Warga banyak terbantu oleh kerja sosial lembaga ini. Ada pula bantuan untuk orang miskin, seperti pemberian kaki palsu dan modal usaha lainnya. Tak heran, baru dua bulan bertugas, tim MFL sudah mendapat simpati warga setempat. Itulah kemudian menjadi kunci utama mereka berkampanye anti ganja. Setelah beberapa kali melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat setempat, MFL kian mendapat dukungan untuk mengubah citra Lamteuba. Warga sepakat menyerahkan semua lahan mereka untuk proyek pertanian. Tercatat 5000 hektar tanah warga siap dijadikan lahan pertanian buah. Sebanyak 800 hektar lainnya untuk persawahan. Program itu melibatkan sekitar 4000 jiwa warga setempat. MFL bekerja sama dengan Dinas Pertanian Aceh menyediakan bibit sayuran dan buah-buahan, antara lain rambutan, durian, pisang dan nangka. Berkat kerjasama dengan warga desa, dalam waktu tiga bulan setelah program berjalan, wajah Lamteuba berubah dratis. Tanah yang tadinya penuh dengan semak belukar, berubah menjadi lahan pertanian buah dan sayuran. Dari kejauhan, kaki Gunung Seulawah itu terlihat indah.
HUKUM
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
Berbagai pujian pun diberikan kepada lembaga itu. “Kerja mereka bagus. Saya angkat tabek untuk mereka,” kata Ridwan, Kepala Desa Blang Tingkem, desa dimana tim MFL berkantor. Menurut Ridwan, MLF adalah satu-satunya lembaga asing yang memberikan bantuan kepada desa mereka. “Selain MFL, tidak ada lembaga asing yang pernah memberi bantuan kepada desa kami,” tambahnya. Sebelumnya, warga Desa Blang Tingkem memang sudah pernah membuka lahan pertanian. Hanya saja, kata Ridwan, warga kesal karena banyaknya hama tikus. Perhatian pemerintah pun kurang untuk desa itu. Sekarang kondisinya berbeda. Setelah Irwandi naik sebagai gubernur, desa tersebut mulai mendapat perhatian. Ditambah lagi dengan kedatangan lembaga MFL, semangat warga untuk menanam buah dan sayur-sayuran semakin meningkat. Program pertanian di Lamteuba adalah sebuah proyek percontohan yang dijalankan Pemerintah Aceh dan dunia internasioal untuk menghilangkan ganja dari Serambi Mekkah. Setelah Lamteuba, rencananya program yang sama akan dilakukan di daerah lain yang juga dikenal sebagai lahan tanaman ganja. Pemerintah menargetkan, dalam 10 tahun ke depan, Aceh diharapkan akan bebas ganja. Badan Narkotika Nasional (BNN) sangat mendukung program ini. Pada Februari lalu, Direktur BNN, I Made Mangku Pastika, bahkan pernah berkunjung ke Lamteuba untuk melihat perubahan yang terjadi di desa itu. Ia datang bersama Gubernur Irwandi, Direktur Eksekutif UNODC, Ketua Komisi Eropa untuk Indonesia, Bupati Aceh Besar serta pejabat penting lainnya. Mereka mengaku puas melihat perubahan yang tampak. Pastika berharap, semoga program ini bisa lebih berhasil dibanding program MFL sebelumnya. “ Kalau MFL sukses merubah kawasan segi tiga emas Chiang Rai yang penuh dengan opium menjadi lahan pertanian dalam waktu 30 tahun, kita berharap program mereka bisa berjalan di Aceh dalam 10 tahun,” katanya. Selain mendukung program tersebut, Pastika juga memastikan bahwa operasi pemberantasan ganja di Aceh akan semakin digiatkan. Untuk mengubah citra Lamteuba, Program MFL sebenarnya tidak hanya terfokus pada pertanian dan persawahan. Mereka juga tertarik mengembangkan peternakan kambing di kawasan ini. Apalagi melihat banyak sekali tanah datar dengan rumput subur di desa tersebut. “Lokasi ini sangat cocok untuk peternakan kambing,” kata Diskul, Sekretaris dan juga bertindak sebagai manager program MFL untuk Aceh. Untuk memulai program tersebut, MFL akan melakukan studi banding terlebih dahulu ke Australia. Sebab mereka menilai, wilayah Lamteuba sangat cocok sebagai tempat peternakan kambing yang sama jenisnya dengan Australia. Kambing yang akan dikembangkan nanti bukan hanya untuk diambil dagingnya. “Kami ingin mengembangkan bisnis susu kambing di Aceh,” ujar Diskul. Ia sangat yakin bisnis ini akan berkembang pesat, karena susu kambing memiliki nilai giji yang sangat tinggi. MFL berharap bisnis peternakan kambing itu
21
Davi
Wajah Kemukiman Lamteuba yang akan diubah menjadi kawasan akan bisa dimulai sejak April nanti. Jika saja program ini berhasil, maka perubahan bakal terjadi di Lamteuba. Daerah yang dulu terisolir ini akan berubah menjadi kawasan pertanian yang
subur. Citra sebagai pusat pertanian ganja yang berkembang di daerah ini sejak tahun 80-an, tiba saatnya nanti akan berganti menjadi pusat buah-buahan, sayuran dan peternakan.
Program ini setidaknya membuktikan bahwa pemberdayaan ekonomi, jauh lebih efektif ketimbang hanya sekedar memberi hukuman berat kepada pelaku bisnis narkoba. Qahar/Davi
Belajar dari Segi Tiga Emas
Ibu Suri Mae Fah Luang
T
IDAK salah jika United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengundang Yayasan Mae Fah Luang (MFL) datang ke Aceh untuk menjalankan program di Lamteuba. Pasalnya, yayasan ini memang pernah berjaya melakukan program yang sama di beberapa negara. Sebelum ke Aceh, MFL pernah menjalankan program pemberantasan ganja dan opium di Thailand Utara, Kamboja,. Vietnam dan Afghanistan. Yayasan MFL didirikan pada 1969 oleh Ibu Suri Kerajaan Thailand Somdej Phra Sri Nakarindra Boromarajjonnani. Wanita yang wafat pada tahun 1995 pada usia 96 tahun ini adalah ibunda dari Bhumipol Adulyadej, raja yang memimpin Thailand saat ini.
Semasa hidupnya ibu suri ini dikenal berjiwa sosial. Ia adalah ahli pengobatan dan amat tertarik dengan pertanian. Beliau pula yang meletak-kan fondasi agar Thailand mene-rapkan sistem pendidikan modern. Ibu suri lama tinggal di Amerika mendampingi suaminya yang menempuh pendidikan bidang kedok-teran di Harvard University dan Massachusetts Institute of Techno-logy. Di sanalah, pada 1927, Bhu-mipol Adulyadej lahir. Setelah tamat kuliah pada 1928, mereka kembali ke Thailand. Pasangan ini sempat mendidikan rumah sakit di Bangkok. Sayang, setahun kemudian Pangeran Mahidol meninggal dunia karena sakit. Sejak itu, Ibu suri terpaksa membesarkan anaknya sendirian. Mereka sempat pindah ke Lausanne, Swiss. Namun pada 1935, Raja Rama VII mengundurkan diri dari kursi kerajaan dan meminta agar Bhumipol Adulyadej menggantikan posisinya sebagai raja. Padahal saat itu Bhumipol Adulyadej baru berusia 18 tahun. Namun berkat dukungan ibusuri, meski masih berusia muda, Raja Bhumipol tetap mampu meminpin Thailand dengan bijaksana. Saat anaknya memimpin kerajaan, ibu suri ini justru terjun membantu masyarakat miskin dan merawat orang sakit. Rakyat memberi julukan padanya ‘Mae Fah Luang’ yang berarti ‘wanita baik
www.d-web-television.tk
hati dari langit’. Nama itupula yang kemudian diabadikan menjadi sebuah yayan untuk membantu orang miskin. Yayasan ini mulai bekerja di kawasan Chiang Rai, sebelah utara Thailand untuk membantu ekono-mi rakyat yang dulunya sangat bergantung kepada pertanian ganja. Chiang Rai termasuk kawasan triangle gold — daerah segi tiga emas penghasil opium). Dahulu daerah ini dikuasai oleh pemberontak Khunsa. Mereka memiliki pasukan bersenjata. Jumlahnya kurang lebih 1000 pucuk senjata. Kondisi itu membuat peme-rintah Thailand gusar. Pada 1988 sebuah proyek yang diberinama Doi Tung dimulai di Chiang Rai. Pelak-sananya adalah Mae Fah Luang Fondation. Mereka memberantas semua lahan opium dan menggan-tikannya dengan tanaman kopi. Me-reka juga mendirikan pabrik kota di sana. Program tersebut berjalan sukses. Chiang Rai kini dikenal sebagai sentra kopi. Atas keberhasilan itu, UNODC menyampaikan penghargaan kepada mereka dan meminta agar program yang sama dilakukan di Myanmar. Tiga tahun berikutnya, MFL juga diminta bekerja di Afghanistan. Semua berjalan sukses. Dan kini MFL menjalankan aksinya di Lamteuba. Mampukan mereka menjadikan Aceh bebas ganja? Inilah harapan semua pihak. Terima kasih Thailand! khahar M
LINGKUNGAN
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
22
Kawasan hutan lindung yang gundul akibat perambahan
Musim Bagi-Bagi Lahan pun Tiba Pemerintah Aceh akan memberi lahan hutan gratis untuk keluarga yang tinggal di wilayah hutan. Jatah empat hektar tiap keluarga. Lahan harus ditanami dengan tumbuhan bernilai ekonomis.
I
NGIN melihat bagaimana gebrakan Irwandi dalam memimpin Aceh? Ya, kita tunggu mulai tahun ini. Pada tahun lalu Irwandi mengaku belum bisa melakukan terobosan sebab ia butuh waktu untuk menyesuaikan diri di lingkungan birokrasi. Maklum, mantan politisi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini tidak berpengalaman dalam dunia pemerintahan. Ia lebih mahir menggunakan senjata ketimbang memimpin aparat negara. Kini satu tahun telah berlalu. Tantangan untuk mengubah carut marut wajah Aceh telah menanti di depan. Hingga saat ini investasi Aceh memang belum juga membaik. Yang justru amat memprihatinkan adalah tingkat kriminal yang kian membumbung tinggi. Aksi penembakan misterius, pencurian dan kekerasan lainnya menjadi pemicu keengganan investor untuk menanamkan modal di Aceh. Yang tidak kalah mirisnya adalah tingkat pengangguran di Aceh yang cukup tinggi, sehingga kian meningkatkan jumlah penduduk miskin. Saat ini
jumlah penduduk miskin Aceh mencapai 26,5 persen dari total penduduknya. Ini menjadi bukti bahwa derasnya arus bantuan yang masuk tidak paralel dengan upaya pengentasan kemiskinan. Bantuan yang masuk ke Aceh selama ini lebih banyak untuk program konstruksi, bukan untuk pembangunan sumber daya manusianya. Jika tidak diantisipasi dengan baik, mulai 2008 ini jumlah pengangguran di Aceh berpotensi meningkat sebanyak 5.000 orang lagi. Hal ini terkait dengan mulai beranjakknya satu persatu lembaga NGO kembali ke negaranya. Dari 250 NGO yang ada di Aceh tahun lalu, kini hanya tinggal sekitar 50 NGO yang besar saja. NGO termasuk salah satu yang banyak menampung tenaga kerja di Aceh pasca tsunami. Setidaknya ada sekitar 7.000 warga Aceh yang bergabung dalam lembaga tersebut. Saat ini hanya 2.000 warga Aceh yang aktif bekerja pada NGO yang masih menjalankan programnya di Tanah Rencong. Lalu apa solusinya? Nah, gebrakan
www.d-web-television.tk
ini yang sedang digodok Irwandi. “Salah satu fokus perhatian saya adalah bagaimana untuk pemberdayaan hutan Aceh,” katanya. Sebagai daerah yang memiliki areal hutan cukup luas, Aceh memang berpotensi untuk mengembangkan areal hutan, sebab hampir 65 persen wilayah provinsi ini terdiri dari hutan. Selama pemerintahan sebelumnya, potensi hutan Aceh habis diobpok-obok kalangan pengusaha. Kawasan Hutan Lindung Leusur tak luput digerpogoti oleh oknum-oknum pengusaha dengan mengatasnamakan yayasan ini dan itu. “Hutan Aceh hancur karena terus dirusak tanpa pernah diperhatikan. Jika aksi itu dibiarkan, bencana akan terus menghantam wilayah ini,” tambah Irwandi. Sejak terpilih sebagai gubernur, Irwandi bergerak cepat menghentikan upaya pembalakan tersebut. Walau aksi illegal logging masih berlanjut sampai sekarang, namun skalanya kecil. Sedangkan perusahaan perusahaan besar yang selama ini begitu digjaya dan tak tersentuh hukum, kini hanya bisa gigit jari. Bahkan perusahaan Hutan tanaman
LINGKUNGAN
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
Industri (HTI) milik Letjen (pun) Prabowo, yaitu PT Tusam Lestari, yang memiliki konsesi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, ikut terbungkam. Memang ada rencana Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi keberadaan HTI ini. Tapi belum bisa diputuskan dalam waktu dekat. Yang jelas, hingga April ini seharusnya tidak ada aktivitas apapun di hutan. Jika terjadi penebangan kayu, sudah pasti tindakan itu ilegal. Perhatian Irwandi terhadap kelestarian hutan memang sangat tinggi. Sehingga ada anggapan, prestasi menonjol dari Irwandi dalam satu tahun kepemimpinannya di Aceh adalah soal pembersihan hutan dari tangan-tangan penjarah ini. Kampanye hutan ini sama kuatnya dengan kampanye membersihkan Aceh dari tikus-tikus korupsi. Dari hutan inipula, Irwandi akan mengayuh program besar pada 2008. Dengan mengusung konsep penghijauan Aceh atau Aceh Green, ia meluncurkan sistem Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan biaya program senilai Rp 800 miliar. Untuk tahap awal, dilakukan pembukaan lahan, menyusul kemudian penyediaan bibit dan penanaman. Lahan yang dikelola berada di sekitar pemukiman pendudukan. Lahan ini ini nantinya ditanami berbagai tumbuhan yang berpotensi menghasilkan pendapatan sebagai upaya mendongkrak taraf hidup masyarakat setempat. Program tanaman rakyat ini juga akan diikuti dengan berbagai program lainnya, termasuk penanaman kembali (reboisasi). Sektor reboisasi ini diperkirakan bakal menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Rakyat di kawasan hutan akan diberi hak untuk mengelola hutan di lingkungan mereka. Pemerintah Aceh menerapkan kebijakan fleksibel, dimana setiap kepala keluarga akan memperoleh empat hektar lahan untuk ditanami berbagai macam tumbuhan yang berguna, semisial tumbuhan yang dapat dipetik hasilnya atau bermanfaat bagi industri dan juga tanaman yang pohonnya dapat digunakan untuk sektor pembangunan. Program ini diharapkan menjadi salah satu cara mengatasi mengangguran yang terus menjadi beban pemerintah sekaligus untuk menyelamatkan hutan yang memang sudah kritis. Saat ini di Aceh terdapat lebih dari 1 juta hektare lahan rusak an lahan telantar. Dalam konsep Aceh Hijau (Aceh Green Vision), kawasan terdekat dengan hutan dan aliran sungai akan dihijaukan kembali dan tidak boleh ditebang. Sementara yang berdekatan dengan kampung masyarakat akan dialokasikan menjadi hutan tanaman rakyat, dengan alokasi yang diberikan per mukim atau per desa. Sisa tanah sisanya akan dibagi kepada masyarakat yang mungkin diupayakan dengan cara hak guna usaha (HGU). Swasta juga dapat berperan, namun wajib membiayai perkebunan masyarakat sebesar 50 persen. Pembiayaan tersebut tentu saja tidak berlaku gratis karena hasil panen ini nanti akan dijual kembali ke pihak swasta dimaksud. Ya, semacam plasma inti. Untuk mengembangkan konsep ini, Irwandi mendapat dukungan dari sejumlah lembaga internasional. Salah satunya Multi Donor Fund (MDF) yang didanai sejumlah negara Uni Eropa. MDF adalah penyokong utama program perdamaian dan rehab rekon di Aceh. Melalui Bank Dunia, MDF mulai
Gubernur Irwandi Yusuf mempresentasikan konsep Green Aceh
pertengahan tahun 2008 akan mengalokasikan dana sebesar 1,47 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp13 miliar lebih untuk mendukung kebijakan “Aceh Green” dalam proyek hutan dan lingkungan Aceh (Aceh Forest Environment
Project/AFEP). Para ahli dari MDF telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan gubernur Aceh guna membahas program ini. Dana tersebut diambil dari 21,15 persen total anggaran AFEP 2008 sebesar
23
6,965 juta dollar. Kegiatan utama AFEP adalah monitoring kawasan hutan. Selain itu ada kegiatan penyadaran, tata ruang dan pengembangan mata pencaharian. “AFEP sepenuhnya mendukung semua kebijakan Gubernur Irwandi yang bertujuan melestarikan hutan Aceh. “Ini salah satu proyek konservasi terbesar yang ada di Indonesia,” ujar Chik Rini, juru bicara Yayasan Leuser Indonesia yang menjadi mitra MDF. Program AFEP dikerjakan oleh dua institusi yakni YLI untuk Kawasan Ekosistem Leuser dan FFI untuk kawasan Ulu Masen. Proyek ini telah berlangsung sejak 2005 dan akan berakhir 2010. Bantuan dari lembaga donor untuk kegiatan di bidang konservasi diharapkan lebih ditingkatkan lagi mengingat persoalan mempertahankan agar hutan Aceh agar tetap lestari, bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi negara luar juga berkepentingan untuk mendukungnya. Irwandi mengingatkan, masyarakat sekitar hutan harus diperhatikan kesejahteraannya dan dilibatkan dalam pengamanan hutan. Ia percaya, selama rakyat masih lapar perutnya, mereka akan terus memotong kayu di hutan. Agar hutan aman, ekonomi warga di pedalaman harus jadi perhatian. Hendra
Ilegal Logging Belum Berhenti
S
EMANGAT moratorium Aceh telah berkumandang sejak awal tahun lalu. Pertanda bahwa seluruh penebangan hutan di Aceh harus dihentikan. Malah untuk perusahaan pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH), dihentikan untuk selamanya. Hanya izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berpeluang beroperasi lagi. Itupun setelah evaluasi yang akan diumumkan akhir bulan depan. Tapi di lapangan, semangat jeda tebang itu tidak berlangsung sukses. Walau tingkat penebangan kayu menurun, aksi ilegal
logging nyatanya tetap saja berlangsung. Di Aceh Taming, Aceh Timur dan Aceh Selatan, para toke kayu terus melakukan penjarahan hasil hutan. Aksi ini tidak hanya melibatkan kalangan pengusaha, juga oknumoknum di lembaga tertentu. Tak heran, walau jeda tebang telah berkumandang, persediaan kayu di kilang-kilang tetap tidak pernah berkurang. Penebangan liar itu tidak hanya terjadi di kawasan hutan biasa, tapi juga hutan lindung. Sampai akhir tahun lalu saja, Yayasan Leuser Internasional (YLI) setidaknya
Rakyat di kawasan hutan akan diberi hak untuk mengelola hutan di lingkungan mereka. Pemerintah Aceh menerapkan kebijakan fleksibel, dimana setiap kepala keluarga akan untuk ditanami berbagai macam tumbuhan yang berguna, semisial tumbuhan yang dapat dipetik hasilnya atau dan juga tanaman yang pohonnya dapat digunakan untuk sektor pembangunan.
memperoleh empat hektar lahan bagi industri
bermanfaat
www.d-web-television.tk
menemukan 2.528 kasus aktivitas ilegal di dalam dan sekitar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Provinsi Aceh. Jika terus dibiarkan, kondisi hutan di daerah yang dilindungi itu dipastikan terancam gundul. Juru bicara YLI Chik Rini di Banda Aceh menyebutkan, kasus ilegal di KEL yang meliputi 15 kabupaten tersebut adalah penebangan kayu sebanyak 1.427 kasus, diikuti perambahan 912 kasus. Ke-mudian, sawmill 66 kasus, panglong kayu 27 kasus, usaha perabot/meubel (48), kilang kayu (32), pembukaan jalan (5), perburuan satwa (19), pemeliharaan satwa (4), perdagangan satwa (2), pem-bukaan tambang (2) dan peracunan ikan 10 kasus. Adapun jenis dan jumlah kasus aktivitas ilegal di tiap-tiap kabupaten yang paling banyak terjadi di Kabupaten Aceh Selatan 436 kasus, kemudian Aceh Barat (78), Nagan Raya (194), Aceh Singkil (31), Subulussalam (221), Aceh Tenggara (341), Gayo Lues (249). Kemudian, Aceh Tengah 55 kasus, Bener Meriah (50), Aceh Utara (2), Aceh Timur (143) Aceh Tamiang (278), Langkat, Sumut (146), Deli Serdang, Sumut, (50), dan Kabupaten Karo, Sumut, (3).
Berdasarkan data temuan, diketahui bahwa in-tensitas jumlah kasus aktivitas ilegal logging tertinggi terjadi pada bulan Juni 2007, yaitu 182 kasus, bulan September dan November 150 kasus, Oktober 149 kasus dan 141 kasus ditemukan pada bulan Juli. Meskipun jumlah kasus ilegal logging tertinggi terdapat pada bulan Juni, akan tetapi jumlah produksi kayu terbanyak yang dihasilkan/dikeluarkan dari aktivitas tersebut ditemukan pada bulan Oktober, yaitu sebesar 896 ton, September 759 ton dan bulan Juni 614 ton. Total produksi kayu yang dihasilkan dari aktivitas ilegal logging yang diketahui terjadi di dalam dan sekitar KEL selama tahun 2007 adalah sebesar 5.351 ton. Pemko Subulussalam menempati rangking tertinggi untuk jumlah produksi kayu selama tahun 2007, yaitu sebesar 1.427 ton dengan jumlah kasus 177 yang berasal dari KEL dan TNGL. Kemudian Aceh Tamiang 728 ton dengan jumlah kasus 97 yang berasal dari KEL dan TNGL. Kabupaten Nagan Raya 819 ton dengan jumlah kasus 164 yang be-rasal dari KEL dan hutan lindung Beutong. Hen
BUAH BIBIR
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
William Nessen:
“Saya Datang ke Aceh untuk Bisnis, bukan Politik”
H
ARAPAN Willian Nessen untuk bisa menjalankan bisnis di Aceh, untuk sementara ini harus dikubur dalam-dalam. Bisnis ekspor impor dari Aceh yang akan dirintisnya tidak bisa berjalan karena statusnya masi dicekal pihak Imigrasi Indonesia. Saat tiba di Bandara Iskandar Muda Sabtu sidang 9 Maret lalu, mantan wartawan yang akrab dipanggil Billy ini sempat diperiksa petugas imigrasi setempat. Namun berkat adanya jaminan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Billy akhirnya dilepas dan diberi kesempatan menikmati suasana Banda Aceh selama 24 jam. William Nessen sendiri bukanlah tamu biasa untuk Aceh. Ia datang ke sini atas undangan dari Gubernur Irwandi. “ Ya, memang saya yang mengundang dia. Saya berani mengundangnya karena saya tahu dia tidak lagi dicekal,” kata Irwandi. Keduanya memang dikenal sangat akrab. Di masa konflik, saat berlakunya darurat milter di Aceh, Irwandi dan Billy kerap berduaan. Ketika berlangsungnya proses dalam di Helsinki, Nessen dan Irwandi selalu seiring sejalan. Tak heran, ketika tahu bahwa Nessen dipaksa harus meninggalkan Aceh, Irwandi merasa sangat kecewa. “Seharusnya pemerintah Indonesia paham bahwa kondisi Aceh tidak seperti dulu lagi. Aceh kini sudah aman dan tidak ada lagi konflik,” ujar Irwandi. Redanya konflik Aceh, tambah Irwandi, juga tidak lepas dari peranan William Nessen. Nama lain yang disebut Irwandi adalah Damien Kingbury, dosen ilmu politik dari Australia yang menjadi penasihat GAM dalam perundingan Helsinki.
Kedua orang asing ini, tambah Irwandi, sangat berperan dalam mendukung perdamaian di Aceh. Ketika proses perundingan berjalan buntu di Helski pada Agustus 2005, GAM ketika itu sempat mau mundur dalam menolak melanjutkan perundingan. Namun William Nessen dan Damien meminta agar GAM melanjutkan perundingan. Akhirnya perdamaian pun tercapai. “Seharusnya kedua orang itu seharusnya mendapat penghargaan dari Pemerintah karena mendukung suksesnya perdamaian antara GAM dan Pemerintah Indonesia. Tapi saya sangat sayangnya, ternyata keduanya pun masih dicekal,” sesal Irwandi. Tadinya Irwandi mengira bahwa masa cekal William Nessen sudah berakhir. Itu sebabnya ia berani mengundang Nessen datang ke Aceh. Tidak disangka, ternyata Imigrasi membuat perpanjangan masa cekal Nessen sehari setelah ia sampai ke Banda Aceh. William sampai ke Banda Aceh pada 9 Maret siang, malamnya barulah surat perpanjangan pencekalan dikirim ke Imigrasi Banda Aceh. Damien masuk dalam cacatan hitam Pemerintah Indonesia karena aktivitasnya di Timor Timur pada masa lalu. Cap sebagai ‘musuh’ Pemerintah Indonesia semakin melekat pada ahli politik Asia Tenggara ini karena ia membantu GAM dalam proses perundingan damai di Helsinki. Meski kondisi Aceh sudah damai dan Timor Timur telah lepas dari NKRI, namun status cekal Damien masih tetap berlaku. Lain dengan Damien, Wiliam Nessen memang dicekal karena kasus Aceh.
www.d-web-television.tk
24
Ketika konflik menghangat di Aceh pada awal 2003, William Nessen melakukan liputan ke daerah ini. Selama dua bulan ia tinggal di hutan bersama gerilyawan GAM. Bahkan ketika Pemerintah Indonesia memberlakukan darurat militer di Aceh, Nessen masih hidup berpindahpindah bersama pejuang GAM. Ia sempat membuat film dokumenter tentang kekejaman perang di Aceh. Padahal sudah ada larangan bahwa semua warga negara asing harus keluar dari Aceh. Panglima Komando Operasi Aceh pada waktu itu, Mayjen TNI Bambang Dharmono terpaksa turun tangan langsung untuk memaksa William Nessen keluar dari persembunyian GAM. Atase pers Kedutaan Besar Amerika Serikat sengaja datang dari Jakarta untuk ikut mengambut keluarnya Nessen dari dalam hutan itu. Dengan alasan telah melibatkan diri dalam politik internal Indonesia, akhirnya Pemerintah Indonesia menyatakan William Nessen dicekal. Pencekalan itu ternyata tidak membuat William Nessen jera datang ke Aceh. Sepekan setelah bencana tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, ia sempat masuk lagi ke Aceh dengan membawa misi kemanusiaan. Selain ke Banda Aceh, Nessen sempat beberapa hari di Meulaboh dan Medan. Dua minggu kemudian keberadaannya tercium oleh Pemerintah Indonesia. Akhirnya Nessen dijemput paksa dan dipulangkan lewat Singapura. Begitupun William Nessen tetap mengaku cinta dengan Aceh. Awal Januari 2006, ia mencoba lagi datang ke Aceh. Sayang, belum lagi mendarat di Aceh, ia sudah ditangkap di Imigrasi Bandara Polonia Medan. Mantan jurnalis yang pernah menulis untuk sejumlah media di Australia dan Amerika ini, dipulangkan hari itu juga lewat Singapura. Dua tahun setelah pencekalan itu, 9 Maret lalu pukul 12.30 WIB, kembali Nessen datang ke Banda Aceh dengan menggunakan penerbangan dari Malaysia dengan Asia Air. Ia datang bersama istrinya istrinya Shabana Mansyuri. Saat menginjakkan kaki di Bandara Iskandar Muda, Nessen sebenarnya sempat dilarang keluar dari bandara. Namun karena tidak ada bukti-bukti pencekalan, Apalagi ada jaminan dari Gubernur Irwandi, akhirnya William Nessen bisa melewati rintangan dari petugas imigrasi. Tapi hanya satu malam ia diberi kesempatan menghirup udara Banda Aceh. Ia menginap di guess house, pendopo, sebagai tamu khusus Gubernur Aceh. Esoknya, selasa 11 Maret, Nessen harus henggang secara paksa. Nessen dideportasi dengan menggunakan pesawat charter milik warga Malaysia yang kebetulan tengah digunakan ke Aceh. Pesawat tersebut akan kembali ke Malaysia dari Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar. Sebelum meninggalkan Banda Aceh, Nessen sempat memberikan penjelasan kepada wartawan tentang masalah yang dialaminya. Berikut adalah petikannya. Apa sebenarnya tujuan Anda datang ke sini? Saya datang karena saya diundang oleh Irwandi. Kami memang bersahabat dekat sejak dulu. Ia sudah cek dan memastikan bahwa saya tidak lagi diblack list oleh Imigrasi Indonesia. Saya tiba pada 9 Maret dengan menggunakan penerbangan Asia Air dari Kuala Lumpur ke Banda Aceh. Saya sempat dicekal di Imigrasi Bandara Iskandar Muda, tapi mereka tidak punya bukti yang jelas
BUAH BIBIR
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
bahwa saya masih dalam status cekal. Anehnya, malamnya baru saya terima faksimail dari Imigrasi Jakarta bahwa saya masih dalam status cekal. Kan, aneh sekali. Masak saya dicekal setelah saya tiba di Banda Aceh. Saya kira itu adalah langkah yang tidak bijaksana. Padahal saya datang ke sini bukan untuk tujuan politik. Saya ingin membangun perekonomian Aceh. Sebelum ke Banda Aceh, ke mana saja Anda selama ini, dan apakah ada kaitannya dengan Aceh? Walau saya diluar negeri, tapi saya masih sering melakukan kontak dengan Irwandi. Dan Irwandi pernah bilang kepada saya, ayo, bantu rakyat Aceh agar bisa lebih baik dari sekarang. Nah, salah satu langkah saya adalah bagaimana membantu di bidang ekonomi, khususnys ekspor impor hasil pertanian. Saya tahu Aceh banyak menghasilkan pinang dan pertanian lainnya. Selama ini mereka kirim ke toke-toke di Medan. Selanjutnya dari Medan diekspor ke India dan Bangladesh. Yang untung bukan petani Aceh, tapi eksportir yang di Medan. Saya katakan kepada Irwandi, kenapa tidak kita rintis aja ekspor dari Aceh langsung ke luar negeri. Termasuk ke India. Bagaimana respon Irwandi? Dia menyambut baik ide saya itu. Saya sudah keliling ke India, Nepal dan Bangladesh untuk mencari pasar bagi hasil pertanian Aceh. Banyak yang tertarik. Mereka memberi saya beberapa contoh pinang yang ingin mereka datangkan dari Aceh. Anda bisa lihat contoh yang saya bawa ini. ( William Nessen memperlihatkan contoh biji pinang yang dia bawa dari India ). Pihak importir India minta kepada Aceh untuk mengirimkan pinang seperti ini kepada mereka. Kalau India minta Pinang dari Aceh, maka sebaliknya Aceh bisa pula mendatangkan gula dari India. Mereka adalah salah satu produsen gula dunia. Irwandi memberitahukan kepada saya bahwa Departemen Perindustrian dan Perdagangan memberi izin kepada Pemerintah Aceh untuk mengimpor 17 ribu ton gula. Nah, inikan peluang besar kepada Aceh untuk mendatangkan gula dari India. Harga gula di sana sangat murah. Kualitasnya juga sangat bagus. ( Kembali William membuka tasnya dan menunjukkan sekantong plastik kecil gula yang dibawanya dari India). Inilah kualitas gula India. Sangat bagus. Jadi kali ini Anda datang ke Aceh murni
W
ILLIAM pernah dipenjara di Banda Aceh dalam kasus keimigrasian pada saat Aceh diberlakukan darurat militer. Ia dicekal masuk ke Indonesia sejak 2003, kemudian setiap tahun. Antara 20062007 status pencekalannya dica-
untuk bisnis? Apa tidak agenda politis lainnya? Bukanah Anda sangat dekat dengan tokoh-tokoh GAM? Masa lalu sudah selesai. Saya datang ke Aceh untuk membantu bagaimana agar ekonomi rakyat Aceh menjadi lebih baik. Tidak ada maksud politik lain. Lagi pula, Aceh kan tidak lagi terlibat dalam konflik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan saya. Tidak ada lagi alasan untuk mencekal dari tidak bisa masuk ke Aceh. Tapi kenapa Pemerirntah Indonesia seakan menganggap saya ini ancaman. Saya selalu dimata-matai. Di sinipun, di Aceh saya selalu terus dimata-matai. Saya sebenarnya ingin membantu Aceh. Saya cinta pada Aceh. Saya ingin menjajaki bisnis di Aceh. Tadinya saya berharap bisa tinggal selama dua minggu di sini untuk urusan bisnis. Tapi ternyata tidak bisa. Tapi Anda harus meninggalkan Aceh. Bagaimana tanggapan Anda? Jika Anda tanya tanggapan, saya tentu tidak ingin meninggalkan Aceh. Saya ini diundang Gubernur Aceh, Irwandi. Saya
but atau tidak diperpanjang. Namun anehnya, mulai 8 Februari 2008, Dirjen Imigrasi Depkum dan HAM mengeluarkan surat pencekalan terhadap William yang dikirim ke Imigrasi Banda Aceh dan kemudian disampaikan ke William Nessen lewat faksimail pada 9 Maret malam harinya. Wiliam pernah beristrikan seorang wanita Aceh. Tapi perkawinan mereka hanya bertahan dua tahun tahun. Saat ini ia telah menikah lagi dengan wanita asal India. Sementara Nessen harus keluar dari Banda Aceh, istrinya Shabana Mansyuri, 26 tahun, tetap tinggal di Aceh untuk meneruskan rencana bisnis jaringan ekspor impor Aceh dan India.
akan turut padanya. Kalau dia bilang bertahan saja, saya pasti akan bertahan. Tapi tampaknya Irwandi pun tidak ingin membuat masalah dengan Pemerintah Pusat di Jakarta. Ya, karena sudah diharuskan saya keluar dari Aceh, saya terpaksa keluar. Tapi suatu saat saya berharap pencekalan saya dicabut dan saya bisa kembali datang ke sini membantu rakyat Aceh. Tapi Irwandi berjanji akan membicarakan masalah saya kepada Pemerintah pusat di Jakarta. Semoga Presiden SBY akan mencabut cekal saya dalam waktu dekat. Menurut Anda, apa yang menjadi alasan pencekalan ini? Sudah pasti semua ini terkait dengan kisah masa lalu. Saya dulu pernah tinggal bersama gerilyawan GAM selama berminggu-minggu di dalam hutan. Saya melakukan liputan tentang perang. Tapi saya dituduh berpolitik. Setelah damai, saya sudah menandatangani surat yang menyatakan bahwa saya tidak akan berpolitik di Aceh. Semua sudah jelas, tapi kenapa saya masih juga dicekal. Anehnya, pencekalan ini setelah saya datang. Ya, ini semua karena disebabkan kebencian masa lalu oleh lembaga-lembaga tertentu yang memiliki kepentingan di Aceh. Lembaga-lembaga tersebut menganggap perang masih belum berlalu dari Aceh. Padahal sekarang sudah damai. Harusnya semua orang melupakan konflik masa lalu. Saya juga datang kemari bukan untuk politik. Saya datang sebagai penasehat Irwandy untuk mencari investor dari India, Amerika. Apakah Anda akan datang ke Aceh lagi suatu saat nanti? Saya senang dengan Aceh. Saya terpaksa meninggalkan Aceh hari ini karena atas perintah Irwandi, bukan karena saya takut dengan Imigrasi. Irwandi yang meminta saya supaya patuh saja. Oke, saya tinggalkan Aceh. Tapi suatu saat nanti saya berharap datang lagi kesini. Saya ingin sekali membantu rakyat Aceh untuk meningkatkan ekonominya. Kawan-kawan, do’akan saya supaya bisa kembali ke Aceh suatu hari nanti. Hen
www.d-web-television.tk
25
EKONOMI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
Hidrokarbon Raksasa di Laut Simeulue Kalau saja temuan BPPT itu terbukti, maka Aceh akan menjadi pusat pertambangan minyak terbesar dunia setelah Arab Saudi. Sejumlah perusahaan asing sudah berdatangan ke Simeulue.
M
ULANYA tim Badan Pengkajian dan penerapan Teknologi (BPPT) ingin melakukan studi pascagempa Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004. Penelitian yang dilakukan bersama Institut Geologi dan Sumber Daya Alam Jerman (BGR) ini menggunakan kapal riset Sonne untuk mengetahui mekanisme terjadinya bencana dahsyat itu dan melihat deformasi struktur geologi di daerah busur muka perairan barat Sumatra. Tidak disangka, ketika mereka meneliti di wilayah Aceh Simeulue, tim itu menemukan struktur geologi yang berasosiasi dengan keberadaan hidrokarbon. Itu adalah pertanda bahwa bumi dasar laut Simeulue diduga memilik kandungan minyak yang sangat banyak. “Ada banyak parameter yang kami temukan untuk memastikan kandungan minyak di Pulau Simeulue itu memang sangat hebat,” kata Dr Yusuf Surachman, Kepala Pusat Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT. Struktur ini memiliki sejumlah bagian dan ketebalan sedimen mencapai 5.000 meter. Dalam teori pembentukan minyak dan gas, cekungan bisa dianalogikan dengan dapur. Batuan yang mengandung karbon dapat menghasilkan minyak ketika terendapkan dan terkubur. Semakin dalam terkubur bakal semakin panas sehingga terjadi proses pematangan dari batuan induk. Memang tidak semua karbon akan dapat “dimasak” dalam dapur minyak ini.
Dari hasil analisis dan interpretasi seismik, peneliti BPPT berkesimpulan bahwa struktur jebakan geologi menyebar di cekungan Simeulue. Biasanya terumbu gamping (carbonate build up) adalah jenis struktur jebakan geologi yang diisi fluida seperti hidrokarbon, gas, atau hanya air. Di perairan barat Aceh, struktur ini terdiri dari berbagai ukuran dan terdapat pada kedalaman 500–800 meter dari dasar laut. Dasar laut perairan ini memiliki kedalaman 1.100 meter dari permukaannya. Volume batuan penyusunan tangki dihitung berdasarkan metode seismik dua dimensi (2D). Jejeran terumbu berbentuk melingkar. Yusuf menghitung volumenya minimal 107,5 miliar barel dan maksimal 320,79 miliar barel. Diakui volume ini hanya merepresentasikan ruang dalam batuan atau tangki. “Jadi, belum tentu seluruhnya diisi hidrokarbon, bisa saja cuma air,” katanya. Jika saja perkiraan peneliti BPPT itu benar, maka Aceh akan menjadi salah satu pusat produksi minyak terbesar di dunia untuk masa depan. Kandungan minyak Simeulue yang diperkirakan memiliki cadangan 107,5 miliar barel adalah jumlah yang sangat luar biasa. Cadangan hidrokarbon terbesar di dunia saat ini berada di Arab Saudi, sebanyak 264,21 miliar barel. Di lapangan Banyu Urip, Cepu, yang merupakan cadangan minyak terbesar Indonesia saat ini, cuma ada 450 juta barel. Hasil penelitian ini seharusnya tidak
www.d-web-television.tk
26
boleh dianggap sebelah mata. Selain menggunakan alat yang cukup canggih, para penelitinya juga orang-orang yang sudah berpengalaman dalam melakukan pengeboran minyak lepas pantai. Namun agar mendapatkan data lebih akurat, BPPT berupaya melakukan kerjasama dengan perusahaan geologi Jepang untuk melakukan penelitian di tempat yang sama. Perusahaan Jepang itu adalah konsorsium Integrated Ocean Drilling Program, sebuah perusahaan besar yang sarat pengalaman dalam pengeboran minyak lepas pantai. Konsorsium ini memiliki peralatan yang sangat canggih. Mereka punya kapal riset yang diberinama Chikyu. Kapal milik Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (Jamstec) ini mampu mengebor di laut sampai kedalaman 7.500 meter dari dasar samudra. “ Dengan kapal ini, BPPT ingin membuktikan soal ada-tidaknya potensi 320 miliar barel hidrokarbon di perairan barat Aceh. Beberapa waktu lalu, Yusuf Surachman dan Profesor Jana, Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, telah berangkat ke Tokyo guna membicarakan rencana kerjasama itu. Selama di Jepang, kedua ahli pertambangan itu telah bertemu dengan Profesor Asahiko Taira, salah seorang petinggi Jamstec. Sambutan hangatpun diperlihatkan perusahaan Jepang tersebut. “ Mereka setuju dengan proposal yang kami ajukan,” ujar Profesor Jana kepada wartawan di Jakarta. Selambat-lambatnya tahun depan kapal Chikyu akan melakukan pengeboran di perairan Simeulue. Selain di Aceh, kapal yang sama juga akan melakukan penelitian di perairan Selat Makassar. Namun dibanding Aceh, kandungan minyak di Makassar ini jauh lebih rendah. “Kalau saja rencana ini berjalan seperti proposal kami, paling tidak pertengahan tahun depan kita akan dapat kepastikan bagaimana kandungan minyak yang terdapat di kawasan laut Simeulue itu,” kata Jana. Pihak BPPT berupaya untuk mendapatkan kepastian itu secepat mungkin, karena mereka juga ingin menjawab banyaknya kritikan dari berbagai pihak yang meremehkan hasil penelitian tersebut. “ Ya, saya paham. Kandungan minyak Simeulue yang kami temukan memang sangat dahsyat. Wajar saja jika banyak yang kurang percaya dengan temuan ini. Untuk itulah perlu kerjasama dengan lembaga yang lebih berpengalaman seperti Jamstec,” tambah Jana. Setidaknya, untuk langkah awal, kata Jana, mereka meminta agar pemerintah melakukan pengamanan agar lokasi ini dikuasai negara, lain. Pemerintah perlu tanggap dengan seruan ini, sebab awal bulan Februari lalu, kapal survei investor asing di bidang perminyakan juga berada di lokasi itu untuk melakukan penelitian yang sama. Temuan BPPT ini tentu saja sangat mengejutkan semua pihak. Betapa tidak, kalau saja temuan itu terbukti, maka Simeulue akan menjadi salah satu pusat penghasil minyak terbesar di dunia. Tak heran jika berita tentang temuan tersebut menghiasi halaman muka sejumlah koran. Maklum, dengan minyak sebesar itu, sebagian masalah ekonomi yang selama ini melilit Indonesia bakal teratasi. Temuan itu juga menjadi menarik karena selama ini eksplorasi minyak dan gas di Indonesia berada di daerah busur
EKONOMI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
27
Dr Yusuf Surachman: Ada banyak parameter yang kami temukan untuk memastikan kandungan minyak di Pulau Simeulue itu memang
sangat hebat. Struktur ini memiliki sejumlah
sedimen mencapai 5.000 meter. bagian dan ketebalan
belakang. Artinya, daerah cekungan busur muka lainnya seperti Bengkulu, Banten, Lombok, dan Laut Sulawesi juga ada kemungkinan kaya akan hidrokarbon. Sejumlah ahli geologi dan pengeboran memang banyak yang mencibir atas klaim BPPT itu. Malah tidak sedikit yang menilai kalau temuan itu sangat mengada-ngada. Apalagi peralatan yang digunakan BPPT tergolong sudah usang. Mereka khawatir informasi yang dikeluarkan BPPT tidak ubahnya seperti kasus Busang yang meledak pada 1997. Ketika itu, perusahaan Bre-X mengklaim
menemukan cadangan emas 6.200 ton di Busang, Kalimantan. Harga saham perusahaan Kanada ini pun melambung. Nyatanya, dari hasil penyelidikan, sampel yang diambil itu palsu. Awang Harun Satyana, ahli geologi di Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), mengibaratkan BPPT baru melihat bagian luar rumah, tapi seolah sudah tahu isi di dalamnya. “Padahal mereka belum tahu barang apa yang ada di dalamnya,” katanya. Menurut Awang, banyak perusahaan tertipu oleh adanya bright spot atau tampilan data seismik yang lebih terang dari daerah sekitarnya. Pernah ada perusahaan yang mengebor di laut dalam Selat Makassar berdasarkan data semacam itu, ternyata tidak menemukan minyak atau gas. Kelemahan lain yang dilihat Awang menyangkut lintasan survei seismik yang terlalu panjang dan cara perhitungan kasar. Menurut dia, data prospek bisa diperoleh oleh survei seismik dengan jarak rapat, di bawah lima kilometer. Sementara data BPPT diperoleh dari survei dengan jarak lintasan 60 kilometer. Awang menyarankan BPPT melakukan survei lebih lanjut, antara lain penelitian tentang gaya berat dan magnetik guna mengetahui konfigurasi cekungan. Lalu survei seismik dua dimensi dengan kerapatan antara 5 sampai 10 kilometer. Setelah itu dilakukan analisis kemungkinan keberadaan hidrokarbon. “Jika dari kajian ini positif, baru dilakukan pengeboran,” ujarnya. Konsultan geologi Andang Bachtiar memperkirakan butuh waktu tiga tahun untuk membuktikan temuan itu. “Biayanya paling tidak tiga sampai lima juta dolar Amerika,” kata mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia ini. Sedangkan untuk sampai tahap eksplorasi, menurut dia, perlu waktu tujuh tahun. Mulai Berebut Lahan Kabar yang dihembuskan BPPT tentang kandungan minyak di Simeulue itu memang masih dalam penelitian. Meski demikian, sejumlah perusahaan pertambangan dunia sudah kasak kusuk
www.d-web-television.tk
ingin menguasai lokasi tersebut. Sebut saja perusahaan minyak asal Amerika Serikat, Black Gold Oil & Gas Inc yang memang sudah memiliki izin survei di wilayah Sumetara sejak beberapa tahun lalu. Pejabat tinggi di perusahaan ini telah berkali-kali mengontak BPPT untuk mengajak bekerjasama. Namun BPPT belum berani memberi respon sebab belum adanya sinyal dari pemerintah. Meski demikian, tanpa banyak yang tahu, awal Februari lalu, kapal Black Gold berbendera Panama tampak di perairan Simeulue. Tidak jelas apa yang mereka lakukan di sana. Diperkirakan kapal tersebut hanya melakukan survei awal tentang lokasi saja. Langkah cepat Black Gold ini juga diimbangi oleh Pertamina. Agar tidak kecolongan, pejabat Pertamina sudah meminta kepada pemerintah, kalau saja kandungan minyak itu benar adanya, sebaiknya izin eksplorasinya diberikan kepada mereka. “Pokoknya kita tidak mau sampai kecolongan,” kata salah seorang petinggi Pertamina. Bahkan, 14 Juni tahun lalu, Direktur Hulu Pertamina Sukusen Soemarinda sudah mengirim surat ke Direktur Jenderal Minyak dan Gas menyatakan minat. “Kami tidak mau peluang itu lari ke tangan pihak asing,” kata Arie. Pertamina juga telah sepakat bekerja sama dengan BPPT membuktikan kebenaran “berita surga” itu. Jika cekungan busur muka benarbenar menghasilkan minyak, Indonesia bakal banyak tertolong. Saat ini, produksi minyak Indonesia hanya sedikit di atas 900 ribu barel per hari. Padahal, sebelum 1998, produksi Indonesia bisa sampai 1,5 juta barel. Itu terjadi karena jumlah sumur yang masih mampu mengalirkan minyak tinggal 30-an, jauh di bawah 145 pada 1998. Dengan kebutuhan bahan bakar minyak yang terus meningkat, Indonesia memang butuh sumur-sumur minyak baru. Dan semoga saja kandungan minyak yang ada di Pulau Simeulue ini bisa menjadi titik terang bagi ekonomi Indonesia di masa depan. Apalagi harga minyak saat ini sudah mencapai di atas $100 per barel. ridwan
EKONOMI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
28
Jika proyek ini berjalan lancar, kehadiran Medco akan membawa banyak untuk Aceh. Tidak hanya memberi hasil ekonomi yang lebih banyak, Medco juga akan membuat
perubahan
Aceh keluar dari krisis listrik.
Penggalian sumur gas di Blok A, perbatasan Aceh Utara dan Aceh Timur
Penguasa Gas Aceh Masa Depan PT Medco terus melakukan eksplorasi untuk meraup gas dari Blok A di perbatasan Aceh Timur. Setelah Exxon Mobil hengkang, Medco akan menjadi penguasa gas di Aceh.
K
APASITAS produksi PT Arun terus mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. Tak lama lagi diperkirakan ladang gas di kawasan Aceh Utara yang dikelola PT ExxonMobil milik perusahaan Amerika Serikat itu bakal kering. Namun Aceh bukan berarti akan kehilangan citra sebagai daerah penghasil gas. Setelah era ExxonMobile selesai,
produksi gas Aceh akan terus berlanjut dengan keterlibatan PT Medco Energi International tbk, perusahaan tambang milik pengusaha nasional Arifin Panigoro. Medco akan mengelola lapangan gas baru yang berlokasi di Blok A Kota Binjei, perbatasan Aceh Utara dan Aceh Timur. “Jika rencana berhasil, kami akan melanjutkan upaya penambangan gas di
Hilmi Panigoro (kiri) bersama komisaris Medco
www.d-web-television.tk
Aceh,” kata Arifin Panigoro kepada pers di Jakarta belum lama ini. Pertengahan tahun lalu Medco baru saja menyelesaikan pengambilalihan secara penuh kepemilikan saham ConocoPhillips Ltd yang tadinya memegang lisensi mengelola Blok A. Penandatangan perjanjian jual beli saham ConocoPhilips itu dilakukan oleh Medco Energi bersama dua mitranya, Premier dan Japex. Semula ConocoPhillips Ltd merupakan pemegang 50 persen hak kepemilikan (working interest) atas Blok A. Belakangan perusahaan asal Amerika itu menarik diri karena lebih tertarik berinvestasi di daerah lain. Dengan pengalihan saham tersebut, komposisi kepemilikan menjadi di Blok A menjadi; Medco 41,67 persen, Premier 41,66 persen, dan Japex 16,67 persen. Biaya yang dikeluarkan Medco untuk mengambilalih saham ConocoPhilips di Blok A tersebut sebesar 36 juta dollar AS. Blok A merupakan lokasi tambang gas yang potensial untuk puluhan tahun ke depan. Areal lokasinya seluas 3.910 kilometer persegi. Beberapa lokasi malah sudah dieksplorasi, terutama pada porsi bagian tengah dari Basin Sumatera Utara. Gas dari blok A ditargetkan sudah bisa berproduksi tahun 2010. Blok A diperkirakan memiliki kandungan gas 500 Bcf (milyar kaki kubik). Jumlah ini sangat ekonomis untuk dijadikan sebagai lokasi tambang. Sejak
EKONOMI
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
tiga bulan lalu para ahli pertambangan Medco telah melakukan pengerjaaan proyek di lokasi tersebut. Sistem bagi hasil Medco dan pemerintah menggunakan asumsi 51:49. Jika proyek ini berjalan lancar, kehadiran Medco akan membawa banyak perubahan untuk Aceh. Tidak hanya memberi hasil ekonomi yang lebih banyak, Medco juga akan membuat Aceh keluar dari krisis listrik. Hasil gas dari Blok A menjadi modal utama untuk mendirikan Perusahaan Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Aceh. Untuk rencana ini, mereka telah menjalin kerjasama dengan Perusahaan Listri Negara (PLN) untuk membangun sumber listrik berkekuatan 100 MW dengan nilai investasi mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 900 miliar. Pembangunan PLTGU itu kemungkinan didelegasikan kepada anak usaha grup Medco, PTMedco Power. Medco sendiri nantinya akan tetap berkonsentrasi sebagai pengembang Blok A dan pemasok gas ke PLTG. PLTG ini nantinya merupakan pembangkitan yang dibangun swasta dan listriknya dijual ke PLN. Keberadaan sumber listrik tenaga gas di Aceh ini diharapkan bisa mengganti beberapa pembangkit listrik tenaga diesel yang biaya operasinya mahal, karena harga minyak yang mahal. Pembangunan PLTG ini diperkirakan paling cepat selesai pada 2011, seiring pengembangan Blok A. Untuk mengembangkan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Blok A, Medco menginvestasikan dana sedikitnya US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun. Dana sebesar itu sebagian akan digunakan untuk mengebor delapan hingga 10 sumur yang akan dimulai pada awal 2008. Prosuksi gas Blok A ini sudah dinantikan banyak pihak, termasuk dari Korea dan Jepang yang merupakan importer gas terbesar dari Indonesia. “Dari dalam negeri sendiri, sejumlah perusahan tambang sudah memerannya lebih dahulu,” ujar Andy, sekretaris Medco Energi di Jakarta. Medco bakal menjadi simbol untuk mengatasi krisis gas pada sejumlah perusahaan pupuk di Aceh. Banyak pihak berharap Medco akan dijual untuk kebutuhan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Kebutuhan gas bagi PT PIM memang tidak bisa ditawar lagi. Sejak awal tahun lalu perusahaan penghasil pupuk ini sudah terancam gulung tikar setelah PT Arun tidak mampu menyuplai gas untuk kebutuhan mereka. Arun lebih mementingkan mengekspor gas ke luar negeri ketimbang menjualnya kepada perusahaan di dalam negeri. Kebijakan Arun ini setidaknya sudah memakan korban dengan ditutupnya PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) dua tahun lalu. Medco tidak perlu khawatir untuk menjual hasil gasnya kepada perusahaan dalam negeri karena nilai jualnya pun tidak akan kalah dibanding ekspor. Harga jual gas Medco untuk perusahaan lokal sedikit di atas US$ 3,5 per mmbtu, tapi di bawah US$ 4 per mmbtu. Harga ini sudah cukup ideal untuk bisnis internasional. Dengan harga ideal seperti itu, sebenarnya Medco tidak perlu mencari pasar di luar negeri. Dengan menyuplai kebutuhan Aceh saja, mereka sudah untung berlipat. Blok A akan mampu memproduksi gas sebesar 125 juta kaki kubik. Sebesar 110 juta kaki kubik rencananya akan dikonsumsi pabrik pupuk PIM, sedangkan 15 juta kaki kubik dibeli PLN. Dengan demikian
krisis gas dan krisis listrik yang dialami Aceh selama ini tidak akan terjadi lagi. MedcoEnergi berminat mengelola Blok A karena tawaran pola bagi hasil 52:48 yang diberlakukan di Blok A cukup menarik bagi investor perminyakan. Pemerintah akan mendapatkan bagian 52% dan 48% untuk pengembang. Kemudian, bagian 48% tersebut dibagi di antara pemegang saham di blok tersebut. Tahun ini, Medco Energi menganggarkan belanja modal (capital expenditure/ capex) sebesar US$ 400 juta. Belanja investasi itu akan digunakan untuk menambah sumur eksplorasi menjadi 20 sumur, 100 sumur pengembangan, dan kemungkinan akuisisi blok lain. Sumber dananya berasal dari kas internal dan eksternal. Biasanya, untuk project financing dananya 30% berasal dari ekuitas dan sisanya dari pinjaman. “Dengan demikian, banyak proyek yang bisa dikerjakan,” kata Hilmi Panigoro, direktur perusahaan ini. Medco tahun ini akan mengebor 67 sumur di blok Rimau, Sumatera Selatan dan empat sumur di lapangan Jeruk, blok Sampang. Tahun ini, Medco Energi menargetkan produksi minyak menjadi 65 ribu barel per hari (bph), dari 57,04 ribu bph pada 2005. “Produksi gas ditargetkan meningkat menjadi 200 juta kubik kaki
per hari (mmbtu) dibanding tahun lalu 136,2 mmbtu,” kata Hilmi. Medco tahun lalu meraih pendapatan usaha Rp 6,1 triliun dan laba bersih Rp 734 miliar. Selain di Blok A, Medco Energi telah mengambil alih 15% keikutsertaan mengelola (participating interest) di Blok Bangkanai, perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Medco Bangkanai mengambil alih saham senilai US$ 3,75 juta itu dari Energia Bangkanai Limited. “Pengambil alihan 15% tersebut setara dengan 100% saham yang dimiliki Energia Bangkanai Limited,” kata Darmoyo Doyoatmojo, direktur perencanaan Medco, beberapa waktu lalu. Medco kini juga mengkaji rencana pembangunan kilang produksi gas alam cair (liguified natural gas/LNG) di Senoro-Toili, Sulawesi Tengah bersama PT Pertamina. Medco dan Pertamina masih bersilang pendapat tentang kemungkinan pembangunan kilang yang direncanakan dimulai tahun ini. Garap Timur Tengah Selain di Indonesia, Medco Energi juga mengincar blok minyak dan gas bumi (migas) di Timur Tengah seperti Libya, Oman, Yaman, dan Syria. Blok migas terdekat yang diminati Medco adalah ladang di Libya yang akan membuka
29
penawaran blok putaran ketiganya tahun ini. Pada 17 Maret 2006, Medco Energy menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Uni Oil Company Libanon berkaitan dengan kerja sama eksplorasi dan pengembangan produksi minyak dan gas di Libanon. Konsorsium Medco dan Uni Oil ini segera membentuk tim gabungan untuk menggarap eksplorasi minyak dan gas di Yaman, mulai pertengahan 2006. Melalui Medco Far East Limited, Medco juga memenangi tender kontrak jasa untuk mengembangkan 18 lapangan minyak di wilayah Nimr-Karim, Oman. Lapangan itu kini memproduksi 18 ribu barel minyak per hari. Penandatanganan kerja sama ini dilakukan di Oman, 20 Maret 2006. “Medco merupakan perusa-haan pertama yang dipercaya PDO untuk mengelola dan meningkatkan produksi sumur minyak yang telah ada,” kata Hilmi. Medco berharap dapat meningkatkan produksi minimal sampai dengan 36.000 barel per hari atau sekitar dua kali lipat produksi saat ini. Dari kontrak ini Medco akan memperoleh keuntungan 4% dari nilai gross dalam 10 tahun jangka waktu kontrak. ahmad
ladang gas PT Arun
K
Era Arun akan Berlalu
ETIKA ladang gas Arun ditemukan pada 1974, Aceh langsung menjadi pusat perhatian dunia internasional. Apalagi yang mengelola ladang gas itu adalah perusahaan tambang terkenal dari Amerika Serikat, Exxon Mobile. Komposisi sahamnya adalah Pertamina 55%, ExxonMobil 35%, dan JILCO (Japan Indonesia Arun NGL Co) 10%. Produksi ladang gas Arun sempat membuat Indonesia dikenal sebagai penghasil gas terbesar di dunia setelah Alzajair. Sejumlah negara maju berlomba-lomba untuk membeli gas dari Aceh. Namun Jepang dan Korea lah yang menjadi sasaran utama ekspor gas itu. Setiap tahun ratusan kapal berukuran beras hilir mudik ke Aceh Utara untuk mengangkut gas dari ladang Arun. Semula kapasitas produksi Arun hanya 1,7 juta ton LNG per train per tahun. Kemudian meningkat menjadi 3,4 juta ton per tahunnya. Seiring dengan perluasan ladang gas yang dilakukan secara intensif, jumlah karyawannya pun terus membengkak menjadi 2000 orang. Produksi Arun mencapai
www.d-web-television.tk
puncak pada 1994, karena mampu mengekspor 224 kargo gas. Produksi gas dari enam train Arun tercatat 76.000 meter kubik LNG per hari atau sekitar 12,3 juta ton. Jumlah produksipenambangan tersebut telah memberikan sumbangan sebesar 30% dari total ekspor migas Indonesia. Namun sejak sepuluh tahun terakhir, produksi ladang gas itu cenderung menurun. Konflik Aceh juga turut membuat perusahaan ini terpurukk. Bayangkan, untuk biaya pengamanan saja, pengelola harus mengeluarkan anggaran Rp 2,83 miliar per bulan. Pada tahun 2003, Arun masih sanggup mengekspor 110 kapal LNG. Namun selanjutnya jumlah itu terus berkurang. Pada 2006, turun menjadi 73 kapal. Sedangkan pada tahun lalu, perusahaan ini hanya mampu mengirim 50 kapal gas ke Jepang dan Korea. Sekarang Arun hanya mampu memproduksi rata-rata 23.400 M3/hari dan kondesat 12.000 barel/hari. Pada 2014 nanti, Exxon berencana hengkang dari wilayah itu karena nilai kandungan gas Arun tidak lagi ekonomis. ahmad
PESONA
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
FOTO DAN TEKS: ACUN
Pesona Air Terjun Lhong
D
ESIRAN air yang mengalir dari bebatuan. Sembilir angin yang berhembus di antara pepohonan. menambah keasrian objek wisata air terjun di Desa Krueng Kala, Kacamatan Lhong, Kabupaten Aceh Besar. Saban harinya, terutama pada hari Sabtu dan Minggu, objek wisata yang berlokasi sekitar 55 kilometer dari pusat Kota Banda Aceh ini kerap kali dikunjungi ratusan, bahkan ribuan masyarakat, dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Ada pula yang datang dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Selain memiliki kolam pemandian yang luas dan dalam, para pengunjung juga dapat menikmati pemandangan asri hutan di sekitar. Suguhan makanan dan minuman dari sejumlah warung yang dikelola warga setempat menambah nikmat suasana rileks anda. Bagi pengunjung yang penasaran dengan sumber aliran air terjun yang terdapat di puncak gunung, Anda dapat menelusurinya dengan mendaki sejumlah tangga yang terjal. Namun untuk hal yang satu ini hanya diperbolehkan bagi kaum lelaki saja. Sesuai yang dituliskan pengelola objek wisata di pintu tangga. “Pengkhususan jalur naik ke atas bagi laki-laki ini bertujuan untuk menghindari terjadinya berbagai hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Islam,” kata
warga setempat, Risman. Terlebih lagi kata Risman, hutan lebat dan jauh dari jangakauan mata semakin memperbesar kemungkian terjadinya maksiat. Selain pemandangan yang indah, air terjun Lhong juga menyimpan berjuta sumber daya alam yang berguna bagi manusia. Salah satunya, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dilakukan oleh PT Cola-Cola, dengan memanfaatkan arus air sebagai daya utama yang dapat mecukupi kebutuhan listrik ke seluruh desa setempat. Meskipun pada masa konflik, objek wisata ini sempat ditinggalkan dan tidak terurus, namun kini wisata air terjun Lhong mulai kembali dilirik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara serta lingkungannya pun semakin tertata rapi dan bersih. “Pada masa konflik, daerah ini termasuk kawasan yang sangat rawan bahkan menjadi zona hitam. Jadi wajar saja kalau dulu wisata air terjun Lhong ini jarang diketahui oleh masyarakat,” ujar Risman. Sementara, Anto, salah seorang pengunjung dari Banda Aceh mengatakan, wisata air terjun Lhong merupakan tempat yang sangat ia gemari, selain masih sangat alami, tempat tersebut juga mudah dijangkau. “Memang jalan Banda Aceh–Meulaboh saat ini masih dalam proses pembangunan, tapi meski demikian jarak tempuh menuju ke sini masih bisa dilalui dengan kendaraan bermotor. Hanya memakan waktu 1 jam dari Kota Banda Aceh,” kata pria hitam manis yang juga mahasiswa Unsyiah itu. Jadi bagi anda yang menyukai objek wisata alam, tidak ada salahnya untuk mencoba mengunjungi air terjun Lhong, Aceh Besar. Nikmati panorama alamnya yang natural lelah penat selama bekerja mungkin akan sirna ketika anda tiba disana. acun
www.d-web-television.tk
30
PENDIDIKAN
Edisi I 19 - 29 Maret 2008
Misi Menghilangkan Dendam Bermodal dengkul, M Rasyid mendirikan pesantren khusus untuk anak-anak korban konflik. Selain dididik ilmu agama, santrinya juga dianjurkan melupakan dendam masa lalu.
A
LUNAN ayat suci Alquran terdengar merdu dari sebuah balai pengajian. Suaranya seolah bersahut. Ketika mendekati balai itu, sejumlah anak terlihat tekun mengaji Alquran. Rupa mereka berbagai macam corak. Dari pakaian yang mereka pakai terlihat jelas kesederhanaan hidup. umumnya peci yang dikenakan anak-anak itu terlihat mulai lusuh. Tidak lagi memperlihatkan warna aslinya. Waktu mengaji telah selesai. Alquran mereka tutup. Bagaikan koor, mereka bershalawat. Lalu, dengan tertib mereka menuruni tangga balai yang terbuat dari bahan kayu itu. Beberapa bagian balai terlihat sudah melapuk. Tak jauh dari balai itu, ada juga balai lain. Atapnya terbuat dari anyaman daun rumbia. Di dalamnya terdapat puluhan remaja yang sedang mempelajari kitabkitab aqidah dan fiqh. Mereka dipandu seorang teungku. Selesai membacakan kitab, sang teungku membimbing para santri berdiskusi tentang isi kitab itu. Dayah Al-Hidayah. Begitu nama pondok pesantren tradisional di Desa Blang Teue, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe tersebut. Sebuah lembaga pendidikan agama yang kebanyakan santrinya merupakan anak-anak korban konflik. “Ayah saya meninggal pada masa konflik,” ungkap Saiful Mahri, salah seorang anak korban konflik yang kini mukim di Dayah itu. Masih segar dalam
ingatan Saiful kejadian pahit yang terjadi pada tahun 2000. Saat itu, sejumlah pria berpakaian hitam bersenjata api mencari ayahnya. Saiful tak paham apa kaitan ayahnya dengan tamu tak diundang itu. Tapi yang masih terekam dalam ingatannya adalah wajah-wajah garang tetamu bersenjata api. Katanya, di depan ibu dan saudaranya yang lain, ayahnya disiksa dengan kejam. Tak lama setelah peristiwa itu ayah Saiful meninggal dunia. Hilang pula tulang punggung ekonomi keluarga. Ibunya tak dapat berbuat banyak, biaya hidup dan pendidikan Saiful dan adiknya tak mampu ditanggung. “Saya ke sini atas pemintaan ibu karena beliau menginginkan saya untuk bisa terus belajar dan menjadi anak yang berguna bagi keluarga,” kata bocah kelahiran Matang Bugak, Kecamatan Panton Labu, Aceh Utara itu. Kini sudah dua tahun Saiful tinggal di dayah itu. Adiknya yang sekarang duduk di bangku kelas I SD juga mukim di sana. “Karena ibu tidak mampu membiayai sekolah, maka sekarang kami diantar ke dayah ini. Selain karena tidak dipungut biaya, di sini kami juga diberi berbagai pengetahun agama, seperti mendalami kitab-kitab Islam,” ujarnya. Meski demikian, di dalam dirinya tak terbesit rasa dendam untuk membalas pelaku peristiwa yang telah merenggut nyawa orang yang paling berharga dalam
M Rasyid
hidupnya. “Saya hanya memfokuskan diri untuk belajar dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan masyarakat,” ungkapnya lirih. Bersama rekannya yang lain, setiap hari Saiful tekun belajar agama. Di dayah yang dipimpin M Rasyid bermukim 120 orang santri, 74 orang di antara mereka adalah anak-anak korban koflik. Selain itu, ada juga 38 orang penduduk miskin dan delapan orang anak korban tsunami. Semua mereka ditampung di dayah yang memiliki fasilitas 30 bilik (kamar) terbuat dari papan. Hanya ada satu unit bagunan permanen, digunakan untuk tinggal santri putri. Untuk satu bilik, ditempati oleh lima sampai delapan orang santri. Kerena jumlah kamar masih sangat terbatas, kata Rasyid, para santri terpaksa harus menginap dan tinggal berdesakan. “Tapi, saya salut, mereka semua tidak pernah mengeluh dengan kondisi seperti ini,” ujar Rasyid. Yayasan yang didirikan sejak tahun
www.d-web-television.tk
31
2002 itu diprakarsai Rasyid sendiri. Tujuannya, membantu pendidikan anakanak kurang mampu di daerahnya. Pesantren yang terletak sekitar 300 meter dari bibir pantai itu juga mengajarkan para santri untuk mengahapus berbagai dendam yang merasuki jiwa mereka. Terutama terkait dampak konflik bersenjata yang membungkam Aceh hampir tiga puluh tahun. “Yayasan ini saya bangun dengan biaya pribadi dan sumbangan masyarakat desa sini,” sebutnya seraya menunjukkan beberapa bangunan yang mulai terlihat lapuk. “Sebenarnya yayasan ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tapi dalam bentuk balai kecil yang hanya digunakan untuk mengaji,” tambah Rasyid. Meski dengan fasilitas dan dana terbatas, semangat Rasyid tak pernah pupus. Sampai kini dia masih mampu mengasuh para santrinya yang berasal dari seputar Lhoksemawe dan Aceh Utara. Selain mengajarkan ilmu agama, ia juga menyekolahkan para santri ke sekolah umum. Biaya pendidikan dan transportasi semuanya ditanggung oleh dayah. Bantuan yang ada saat ini, katanya, tak sebanding dengan kebutuhan wajar untuk akomodasi dan transportasi santri untuk menuju sekolah. “Kami terpaksa menggunakannya seirit mungkin, agar dapat bertahan,” jelasnya. Katanya, Pemerintah Kota Lhokseumawe mengalokasikan sejumlah dana ke dayah itu. Jumlahnya Rp 8.000 per hari untuk seorang santri. Sedang untuk pengajar, hanya tujuh dari 13 pengajar yang ditanggung Pemkot, dengan honor sebesar Rp150.000 per bulan. “Karena gaji yang dibayar Pemkot sangat terbatas, kami terpaksa mencari tambahan sendiri,” ungkap Mahdi, salah seorang guru pesantren. Jadi, lanjut Mahdi, pengajar di situ terpaksa membagi honor dari Pemkot secara sama rata. “Sekitar Rp80 ribu per guru,” aku Mahdi. Rasyid tak ingin segala kendala menjadi hambatan baginya untuk mendidik generasi penerus Aceh itu. Bersama Istrinya, Faira, dia berupaya membuat dayah itu tetap pada misinya. Apa lagi, sudah 27 tahun mereka berumah tangga, tapi belum juga dikaruniai keturunan. “Mereka sudah saya anggap sebagai anak kandung sendiri dan kami merasa sangat bahagia dengan lingkungan rumah yang setiap harinya dihiasi kegiatan agama,” katanya. Setiap hari, Rasyid menekankan kepada santrinya, untuk menghilangkan segala rasa dendam akibat kejadian yang menimpa keluarga anak-anak korban konflik. Saiful mengaku selalu mengingat petuah gurunya itu. Segala prahara yang dilalui dalam hidup dimasa konflik berupaya dilupakannya. Sedikit pun tak terbesit rasa dendam untuk membalas peristiwa yang telah merenggut nyawa orang yang paling berharga dalam hidupnya itu. Kata-kata Teungku selalu diingatnya. “Dendam itu tidak baik,” ujar Saiful mengulang kalimat yang kerap diucapkan teungku yang dihormatinya itu. Suatu hari nanti dia ingin menjadi ulama yang dapat mengajarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat yang membutuhkan. “Saya juga akan berupaya membantu mewujudkan perekonomian keluarga agar jadi lebih baik,” kata Saiful. Balai pengajian telah sepi. Area dayah mulai senyap. Dari bilik-bilik kamar yang terbuat dari papan, para santri terdengar bersenda dengan rekannya. “Insya Allah, tak ada rasa sakit lagi, tidak juga dendam yang tersimpan di hati anak-anak kami,” ungkap Rasyid.( Acun)
www.d-web-television.tk