AfPlpun:¥-'
VOL.f No.2 Duemb«' 2010
RESPONTANAMANTERHADAPALUMINRJM THE RESPONSE OFCROP TOALUMINIUM M. Anang Firmansyah Staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km 5 Palanfka Raya 7311 ! Diterima 2 Agustus 2010 I Disetujui 5 Oktober2010 ABSfRACf In general, the composition of tropical uplands such as Ultisol, Oxisol, and Spodosol consists of acid soils with high Aluminum (Al) toxicity content. The occurrence ofhighAl content could be overcome by proper improvement. Any improvement can then be intended not only for plant aspects but also for soil aspects. For plant, improvement can be conducted by understanding response mechanism of sensitive plant as well as tolerant plant to the Al. The mechanism of tolerant plant to AI is divided into 2 parts: 1) external mechanism throught forcing out AI, 2) internal mechanism, through the capability of plant to neutralize plant as well as secreted organic compounds. Some organic compounds such as oxalate acid, citrate acid, nalIat acid, fenolic group, and some protein types could be produced by plant in order to overcome AI toxicity. In management improvement of acid soils, the addition of organic matter is the most proper method. In addition, it can be applied to larger area. The input of organic matter approximately 8.5 - 10 tonI hectares able to decrease Al toxicity throught chelated Al by humic substance. Key words: aluminum, toxicity, acid soil
ABSTRAK Lahan kering tropis umumnya tersusun dari tanah-tanah masam dengan toksisitas Al (Aluminium) tinggi, yaitu Ultisol, Oxisol, maupun Spodosol. TingginyaAlpada tanah-tanahmasamtidak dapat dihindarkan, sehingga perlu diupayakan perbaikan. Perbaikan dapat dilakukan pada aspek tanaman maupun tanah. Perbaikanmelaluitanaman dimulai dengan memahami mekanisme respon tanaman peka maupun toleran Al. MekanismetoleraTlsitanaman terhadap Al terbagiduamacam:1)mekanismeeksternal melalui pengusiran Al, 2) mekanisme internal yaitu kemampuan tanaman menetralkanAl. Keduamekanismetersebut terkait erat dengan senyawa organik didalam tanaman maupun yang disekresikan. Asam oxalat, asam sitrat, asam malat,beberapa jenis protein.,gugus fenolik merupakan beberapa contoh senyawa organik yang dikembangkan tanamanuntukmengatasitoksisitasAl Pada perbaikanpengelolaantanahmasam,maka penambahan bahan organik adalah cara yangmudahdandapat diaplikasika'1secara luas. Pemberian bahan organik dengan jumlah antara 8,5-10 ton/ha mampu menurunkan toksisitas Al melalui pengkhelatanAloleh senyawahumik. Kata kunci: alumini'.llll,toksisitas, tanah masam
807
~~-
-------------
~~~~~-------------
M. Anang Firmansyah: Respon Tanaman Terhadap Aluminium PENDAHULUAN Lahan kering di wilayah tropis umumnya memiliki tingkat kesuburan rendah, karena deplesi basa-basa akibat proses pencucian intensif akibat curah hujan yang tinggi. Tingginya curah hujan danjuga faktor pembentuk tanah lainnya seperti bahan induk masam, topografi, vegetasi, dan waktu menyebabkan tanah tropis terlapuk lanjut. Pelapukan terjadi secara intensif meninggalkan ion-ionAl3+ maupun oksida-oksida besi. Tingginya AP' pada tapak jerapan maupun larutan tanah menyebabkan kemasaman tanah meningkat dan konsentrasi yang dominan sehingga unsur AP' menjadi toksik. Tulisan ini membaha!>tentang respon tanaman terhadap kandungan Al, kaitan erat antara mekanisme fisiologi tanaman terhadap cekaman Al. Tujuan tulisan ini untltk mengetahui mekanisme tanaman sensitif maupun toleran Al, karakterisasi tanaman toleran Al, dan upaya pengelolaan lahan pada cekaman Al tinggi. Karakteristik Laban Kering Tropis Lahan kering tropis basah umumnya ditutupi vegetasi hutan, ekosistem ini merupakan ekosistem tertutup, artinya semua unsur hara berputar dalam suatu sistem tertutup dan sedikit sekali keluar dari ekosistem tersebut. Ekosistem ini mampu mendukung kestabilan dan kelestarian, dan merupakan bentuk ekosistem alami terbaik sebagai penyangga lahan tropis yang memiliki fragilitas lahan tinggi. Kebutuhan manusia yang makin meningkat memaksa menggunakan lahan hutan untuk memenuhi kebutuhannya, mulailah terjadi deforestasi alih fungsi hutan untuk berbagai penggunaan. Alih
808
:807 -818
fungsi hutan ke non hutan menyebabkan berubahnya bentuk ekosistem tertutup menjadi ekosistem terbuka, dimana siklus unsur hara dapat hilang dari ekosistem tersebut. Faktor pembentuk tanah dan aktivitas manusia menyebabkan fragilitaS tanah lahan kering tropis basah yang telah beralih fungsi ke non hutan akan terdegradasi cepat. Degradasi tanah menurut FAO (1977) adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa; sedangkan Arsjad (1989) menyamakan degradasi tanah dengan kerusakan tanah, yaitu hilang atau menurunnya fungsi tanah sebagai matrik tempat akar tanaman berjangkar dan air tersimpan. serta tempat unsur hara dan air ditambahkan. Tiga tipe degradasi yaitu fisik, kimia dan biologi, dalam tulisan ini diulas degradasi kimIa yang merupakan salah satu degradasi yang umum teIjadi di lahan kering yang ditandai dengan penurunan kesuburan tanah, pemasaman tanah, deplesi basa-basa dan akumulasi H dan khususnya AI pada kompleks pertukaran (LaI, 1995). Aktivitas AP+umumnya dijumpai pada tanah dengan kemasaman dibawah pH 5,5 (BoOOef al., 1979). Hubungan antara persentase kejenuhan Al pada pH tanah dinyatakan dengan persamaan Y = 516, 1 - 163,97x + 12,7y2,dengan r = 0,99**. Artinya bila pH meningkat maka persentase kejenuhan Al menurun, sedangkan bila pH menurun atau kemasaman meningkat maka persentese kejenuhan Al meningkat. 'jl Jenis tanah di lahan kering tropis cukup beragam, namun bila dikaitkan dengan toksisitas AI terdapat tiga ordo
t4flrlpun:l/
VOL.'NO.2 DeStmW 2010
yaitu Oxisol (525 juta ha), Ultisol (413 juta ha) dan Spodosol (19 juta ha). Ordo Ultisol merupakan tanah dengan toksisitas Al tertinggi dibandingkan Oxisol dengan perbandingan 7-10 : 1 (Abruna, dkk., 1975 dalam Van Wambeke, 1992). Tanah tersebut memiliki kesubUFalltanah rendah, sehingga dampak degradasi kimia menjadi sangat drastis menurunkan kapabilitas tanah, selain itu juga terjadi defisiensi N, P, Ca dan Zn. Toksisitas AI cukup jelas mempengaruhi dalam perlambatan pertumbuhan akar dan menghambat pertumbuhan tanaman, tanpa didahului perkembangan gejala sebelumnya (Gupta, 1997). Mekanisme Toksisitas Aluminium Umumnya tiga parameter untuk melihat toksisitas AI atau resistensi tanaman terhadap AI, yaitu: 1) mengetahui konsentrasi AI di ujung (tip) akar, dapat menunjukkan hubungan positif terhadap toksisitas AI; 2) induksi pembentukan cal/ase di apikal akar sebagai suatu indikator sensitif terhadap
kepekaan tanaman terhadap A1~dan 3) perpanjangan akar yang diukur secara langsung pengaruhnya terhadap Al pada pembentukan akar. Meskipun parameter sensitifitas Al terhadap tanaman telah diketahui, namun penelitian tentang mekanisme penyebab toksisitas Al terhadap tanaman yang sensitif maupun toleran AIterus dilakukan,berikut ini akan diuraikan mekanisme tersebut. Tanaman yang peka dan sedang toleransinya terhadap Alartinya tanaman yang pertumbuhannya menurun akibat adanya kandungan AI rendah dan tinggi (Osaki, dkk., 1997), Toksisitas AI terhadap tanaman terutama mempengaruhi perakaran, yaitu teIjadi penghambatan perpanjangan akar. Beberapa hasil penelitian berikut ini akan menjelaskan mekanisme toksisitas AI terhadap. penghambatan pertumbuhan akar. Berdasarkan karakteristik keberadaan AIdi lapang, Bushamuka dan Zoel (1998) melakukan percobaan pada topsoil non toksik AI, subsoil toksik AI dan subsoil dikapur. Hasilnya sangat
Tabell. Hasil Panjang Akar Lateral dalam Lapisan Topsoil 100 mm Kultivar Jagung dan Kedelai yang Toleran dan Sensitif AI Panjang Akar (cm) Spesies Kultivar Lapisan Subsoil Lapisan Subsoil Taraf Nyata Tanpa Kapur Dikapur Jagung SA-3 127,3 107,1 NS SA-6 164,3 140,7 * CMS-36 129,7 128,7 NS Tuxpeno 43,0 161,0 *** Kedelai Perry 146,5 103,0 ** PI 416937 228,2 204,2 NS Davis 69,0 152,3 "*** Essex 60,7 169,3 *** Keter3ngall
., ••.••• = taraf nyata pada peluang 0,05, 0,01, 0,001, NS = Not Significant. Smllber: Bushamuka dan 2001 (1998)
809
M. Anang Firmansyah: Respon Tanaman Terhadap Aluminium menarik, ditunjukkan dengan respon perakaran lateral tanaman kedelai dan jagung yang sensitif dan toleran Al (Tabel 1). Jagung cv SA-6 dan kedelai cv Perry sensitif terhadap toksisitas Al, menunjukkll" panjang akar ll\teral meningkat nyata ada lapisan 100mm non toksisitas Al (topsoil) dimana lapisan subsoilnya tanpa dikapur dibandingkan pada subsoil yang dikapur. Sedangkan Tuxepo, Essex dan Davis yang toleran Al malah menunjukkan penurunan panjang akar lateralnyapada subsoil yang tanpa kapur. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Al yang toksik pada subsoil akan menyebabkan peningkatan konsentrasi akar pada topsoil non toksik Al. Mekanisme ini disebut avoidance yaitumekanismeefektiftoleransi terhadap toksisitas subsoil dibawah kelembaban normal. Pengaruh Al tinggi meayebabkan terbentuknya lapi:;anyang menutupi epidermis di ujung akar tanaman. Konsentrasi Al diatas 60 11M untuk tanaman Canola (Brassica napus yar. Napus L.) menyebabkan pertumbuhan akar terhambat cukup kuat, juga mengakibatkan kerusakan sel terutama disekeliling sel-sel ujung akar (Clune dan Copeland, 1999). Ikeda dan Tadano (1993) menyebutkan terhambatnya perpanjangan akar akibat AI tinggi menyebabkan penebalan dinding sel dan akumulasi gelembung (vacuola) kecil diseputar aparatus golgi; sedangkan Kataoka, dkk., (1997) juga Sasaki ef al., (1997) menyatakan tingginya AI selain menyebabkan kerusakan dlL,penurunan viabilitas akar, 3kibat AI terikat kuat pada ujung akar, epidermis dan olller korteks, kemudian diikuti matinya sel. 810
:807-818
Menarik sekali mencari penyebab tingginyaAl di ujung akar, sebab kadar Alyang tinggi meruPakan salah satu dari parameter tanaman sensitif Al. Beberapa penelitian cukup rinci menjelaskan fenomena tersebut, baik karena pengaruh abiotik maupun biotik. Pengaruh abiotik diteliti Gottlein, dkk., (1999) membuktikan konsentrasi Al dua kali lipat lebih tinggi padajara.\ dari akar kurang dari 5 mm dibandingkan dengan jarak lebih dari 15 mm. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diduga tingginya Al akibat terikut aliran masa atau difusi saat "kar tanaman menyerap kation terutama Ca2+ dan Mg2+, sedangkan Al3. tidak penting bagi tanaman tertinggal dipermukaan akar. Pengaruh biotik terhadap tingginyaAlpada ujung akar diungkapkan oleh beberapa peneliti antara lain Horst, dkk., (1999) yang menyatakan bahwa ada korelasi positif antara pectin dan kandungan Al di zone perakaran apikal. Kandungan pectin merupakan salah satu faktor yang berperanan terhadap tingginya perbedaan akumulasi Al. Tingginya kandungan pectin dan juga clcumulasiAl tertinggi ditunjukkan pada zone perakaran apikal 1- 2 mm. Hal ini didukung oleh tingginya induksi calloseAl pada zone ini. Peneliti kedua adalah Gottlein,dkk., (1999) meneliti tanaman oak yang peka AI, temyata asam-asam organik berberat molekul rendah dari eksudat akar tidak efektif dalam menurunkan toksisitas AI atau detoksifikasi AI melalui mekanisme kompleks antara asam organik - Al. Ketidak efektifan senyawa organik tanaman peka AI dalam mengkompleks dan detoksifIkasiAl menyebabkanAl tetap dalam kondisi meracun. Menurun Tan
Aflripeuw
VOL
o' No.1 Deumber 20111
(1993) dan Hayes dan Swift (1990) bahwa senyawa organik mampu melakukan kompleks atau bahkan khelat (menjepit) ion logam sehingga dapat mengurangi kelarutan unsur meracun tersebut. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah mengapa senyawa organik tanaman yang peka Al tidak efektif dan pada tanaman toleran Al berlaku sebaliknya? Jawaban yang diajukan dan memerlukan penelitian lebih mendalam, antara lain: 1)jenis, komposisi dar.jumlah kandungan senyawa organik pada tanaman peka .dan toleran Al, 2) ketahanan senyawa organik dari kerusakan pada kondisi media tanah masam, 3) ada atau tidak adanya interaksi senyawa organik dengan mikroorganisme di rhizosfir yang menggunakan senyawa organik sebagai media berkembang biak sehingga terjadi penurunan jumlah dan komposisinya. Salah satujawaban telah diperoleh, bahwa ketidak efektifan senyawa organik salah satunya disebabkan karena jumlah yang dihasilkan tidak mampu untuk menetralkan atau mengusir Al (Sopandie dkk, 2003; Kasim, dkk., 2001). Seperti diketahui akar tanaman menghasilkan senyawa atau material organik seperti eksudat, sekresi, musilage, mucigel, dan lysate, dengan komposisi organiknya terdiri dari gula, asam amino, asam organik, asa;n lemak, sterol, agen pertumbuhan hingga enzim. Selain itu rhizosfir juga mendukung perkembangan mikroorganisme yang juga mengeluarkan karbon organik. Menurut Bolton dkk., (1993) suhu, irradiasi, kadar kelembaban tanah, status unsur hara dan tanah, serta cekaman dan lukanya akar dapat mengubah jumlah dan komposisi eksudat akar. Perubahan
komposisi eksudat ini dikuatirkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan sama sekali kemampuan senyawa organik eksudat akar dalam mengkompleks dan detoksifikasi Al. Mekanisme Tanaman Toleran Aluminium Menurut Fitter dan Hay (1991) terdapat empat mekanisme utama ketahanan tanaman terhadap ion-ion toksik, yaitu: I) penghindaran (escape) fenologis, apabila cekaman yang terjadi pada tanaman bersifat musiman, tanaman dapat menyesuaikan siklus hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sesuai saja; 2) eksklusi, tanaman dapat mengenal ion toksik dan mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengaiami toksisitas; 3) ameliorasi atau penanggulangan, tanaman barangkali mengabsorbsi ion toksik tersebut, tetapi bertindak sedemikian rupa untuk meminimumkan pengaruhnya, jenisnya meliputi pembentukan khelat, pengenccran, lokalisasi dan ekskresi; 4) tolerans~tanaman dapat mengembangkan sistem metabolisme yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, mungkin dengan molekul enzim. Namun secara khusus untuk mekanisme ketahanan tanaman terhadap cekamanAl menurut Taylor (1991 dalam kasim el al. 2001) terbagi dua kelompok, yaitu: I) mekanisme ekstemal (pengusiran AI), dapat berupa immobilisasi AI di dinding sel, selektivitas membran plasma terhadapA], induksipH didaerah rhizozfer atau apoplas akar, sekresi senyawasenyawa pengkhelat Al; 2) mekanisme internal (penetralan AI) mencakup pengkhelatanAl di sitosol,mengunmgAI dalam vakuola, sintesis protein pengikat 811
-u------------------ .... -------------M. Anang Firmansyah: Respon Tanaman Terhadap Aluminium Al, penurunan aktivitas beberapa enzim tertentu, dan induksi akumulasi protein tertentu. Mekanisme internal dan ekstemal menurut Taylor (1991 dalam Kasim ef. al., 2001) pada hakekatnya sejalan dengan mekanisme ameliorasi menurut Fitter dan Hay (1991). Mekanisme tersebut lebih umum dijumpai,beberapa hasil penelitianberikut ini akan menunjukkan hal tersebut. Ditinjau dari kondisi perakaran, tanaman toleran Al memiliki ketahanan terhadap daya rusak toksisitas Al temyata tidak sepenuhnya benar, karena akar tanaman yang toleran Aljuga mengalami
: BOl - 818
kerusakan. Namun demikian perakaran tanaman toleran Al yang rusak akibat toksisitas Al mampu melakukan regenerasi (Gambar 1). Buchholz (1982) menguji pada tanaman barley kultifar Day ton, ternyata memiliki daya regenerasi pada ujung akar setelah ujung akar tua rusak akibat toksisitas Al. Tanaman toleran Al juga terkait dengan serapan hara. Osaki ef al., (1997) menyatakan bahwa tanaman toleran AI dalam pertumbuhan dan serapan N, P, K dipicu oleh apliKaSIAl, bahkan mampu menurunkan keracunan W dan juga meningkatkan aktivitas akar dalam menyerap P. Selanjutnya
tI
/"
./
Sumber: Buchholz (1983)
Gambar I. Regenerasi ujung akar barley setelah empat hari terpapar Al. Meristem proksima (pm) membentuk sel-sel ujung akar baru setelah ujung akar tua mengalamI kerusakan.
812
Azplp~
VOL oI No.1
Desember 2010
Matsunaga ef al., (1998) juga menyatakan bahwa pada tanaman akumulator Al tampak bahwa Al malah menunjukkan kondisi positif memacu akumulasi unsur lain: P, S, di daun. Akumulator AI e" 3 g/kg menunjukkan korelasi positif antara konsentrasi pj dan P, Si di daun, dan tidak ada hubungan negatif antara AI dengan Ca, Mg, P, S dan Si di daun. Contoh tanaman ini adalah famili Cornaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Lauraceae, Mdastomataceae, Myrtaceae, Polygalaceae, Proteaceae, Rubiaceae dan Theaceae. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanaman yang toleran Ai memiliki efisiensi dalam penyerapan unsur hara lain. selain itu didapatkan bahwa tana.-nan akumulator Al ekstrem tinggi> 10 g/kg menunjukkan akumulasi Al tidak hanya pada daun tua namun juga pada daun muda. Mekanisme ekskresi atau gugur daun tua tentu saja akan mengembalikan Al yang diserap tanaman yang umumnya berasal dari sub soil menjadi naik ke top soil dan akan meningkatkan penyebaran toksisitas Al. Makmur (2003) menyatakan bahwa studi fisiologi efisiensi hara N, P, K diarahkan pada fisiologik efisiensi pada kondisi tercekam AI dan unsur hara kurang. Hasil percobaan kultur hara menunjukkan bahwa, baik pada N, P, maupun K, galur yang efisien mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam menggunakan unsur dalam pembentukan berat kering dibandingkan galur yang tidak efisien. Juga menunjukkan bahwa galur-galur yang toleran Al juga efisien N, P, K. Senyawa organik yang dihasilkan tanaman memiliki peranan penting terhadap AI. Heim, dkk." (1999) menunjukkan bahwa senyawa organik
yang efektif mengkompleks Al pada tanaman spruce (Picea abies L. Karst) yang toleran Al adalah senyawa fenolik pada permukaan akar. Selain itu juga penghambatan penyerapan AI melalui immobilisasi pada permukaan akar dan di dalam dinding sel epidermis dan korteks. Penelitian lain mengungkapkan bahwa terjadi komplek dankhelat senyawaorganik dengan Al. Zheng ef al., (1998) mengungkapkan bahwa tanaman buckwheat (Fogopyrum esculenfum Moench ev Jianxi) toleran Al berhubungan dengan mekanisme detoksifikasi internal dan eksternal, yaitu berkaitan dengan induksi sekresi (eksudat) asam oksalatAl. Mekanisme inklusi detoksifikasiAl pada symplasma sedangkan mekanisme eksklusi pada apoplasma. Penelitian yang iebih dalam tentang asam oksalat juga dilakukan Ma ef al., (1998) bahwa kemampuan asam oksalat dalam detoksifikasi AI karena membentuk kompleks dan khelatAldengan perbandingan 3 : 1. Mekanisme internal dan eksternal juga sangat jelas diperoleh dari penelitian Kasim dkk, (200 I) bahwa tanamankedelai yang toleran Al memproduksi aSar::J.sitrat dan asammalatlebih tinggi daripada genotip yang sensitif Peningkatan sintesis tersebut berkaitan dengan mekanisme detoksifikasi Al oleh kedua asam organik tersebutmelalui pembentukan kompleks Al- asam organik. Genotip yang toleran memproduksi asam sitrat lebih tinggi dan juga mensekresikan asam sitrat lebih tinggi daripada genotip sensitif(TabeI2). Hal tersebut menunjukkan tanaman berusaha mendetoksifikasikanAl baik yang ada dalam sel maupun yang masih di luar seL Mekanisme ketahanan intemal dilakukan asam sitrat dan asam mal at, ketahanan eksternal dilakukan asam sitrat saja.
813
:807-818
M.Anang Firmansyah: Respon Tanaman Terhadap Aluminium Tahel2.
Hasil Panjang Akar Lateral dalam Lapisan Topsoil 100 mm Kultiv8C Jagung dan Kedelai yang Toleran dan Sensitif Al Asam Malat Kandungan Asam Sitrat Asam Organik Toleran Peka Toleran Peka Jaringan (J.Ullollg)
0,7 mM Al 1,4 mM Al
2,441:0,05 2,851:0,07 3,341:0,10
0,0 mM Al 0,7 mM Al 1,4 mM Al
0 0,421:0,05 0,651:0,04
0,0 mlv[ Al
4,861:0,06 6,161:0,07 7,441:0,10
2,91X0,18 3,641:0,20 4,281:0,10
o
o
0,25XO,06 0,231:0,02
0,03:1::0,01 0,02:1::0,01
o o o
1,31X0,05 1,40XO,05 1,431:0,06
Sekresi (J.Ullollg)
Stunber: Kasim el al.. (2001)
Upaya Pengelolaan Lahan Kering Masam Pengelolaan lahan kering masam di lingkungan tropis umumnya dilakukan dengan perbaikan sifat tanah dan juga penggunaan tanaman yang mempunyai toleransi terhadap kondisi pH rendah atau toksik akan AI. Pengelolaan lahan untuk menurunkan tingkat kemasaman dan toksisitas Al umumnya ada beberapa cara, yaitu:pemberian kapur, pemberian batuan fosfat, penjenuhan dengan pemupukan P berat, pemberian terak baja, dan pemberian bahan organik. Dari kelima cara tersebut, maka yang dapat diaplikasikansecaraluas diskalausahatani tropis adalah pemanfaatan bahan organik. Pemberian bahan organik secara langsung mampu meningkatkan N, P, S yang terlepas dari bahan organik yang terdekomposisi, sedangkan aspek tak iangsung adalah terbentuknya senyawa organik hasil sintesis sekunder yaitu senyawa humik. Senyawa ini mampu mengkhelat N, sehingga Al dapat ditukar tanah menurun dan dapat melepaskan P yang terikat Al menjadi tersedia untuk tanaman. Tambas dan Gofar (1998) 814
menyatakan bahwa Al reaktif terhadap asam humik, adanya senyawa kompleks logW1-liat-humikmaka akan stabil hingga pengamatan 60 hari setelah aplikasibahan organik. Namun demikianjurn1ah bahan organik yang diaplikasikan cukup banyak. Young (1990 dalam Reitntje dkk., 1999) pada wilayah tropis basah memerlukan penambahan 8,5 ton.residu organik, umumnya untuk tanaman monokultur memiliki residu 3 tonlh, sehingga penambahan sebesar 5,5 toni ha masih diperlukan. Untuk tanah toksik AI sangat tinggi seperti Typic HaplohcmultGajrug denganAl-dd hingga 16 mell00 g tanah, menurut penelitian Winarso (1996) pemberian 10 ton/ha bahan organik baik berupa serasah segar dan kompos mucuna maupun jerami padi dapat menekan AI-dd menjadi 7 mel I OO g tanah. Berdasarkan nilai kisaran Al-dd hanya 3 mel I OO g tanah, maka AI-dd tanah Gajrug yang telah diberi bahan organik 10 Uha termasuk masih tinggi. Hal ini menjadikan tanah Gajrug perkecualian tanah denganAl-dd tertinggi di Indonesia. Aplikasi dosis untuk lahan kering di luar Gajrug dapat kurang dari 10 Uha. Mekanisme penurunan Al-dd
juga karena adanya pengkhelatan Al oleh senyawa hwnik. Pengelolaan tanaman yang toleran Al pada tanah masam di lahan kering tropis dapat dilakukan lebih tepat apabila mekanisme toksisitas Al dan toleran.l\l diketahui secarajelas Menurut Barcelo dkk., (1994) pengetahuan tentang mekanisme toksisitas dan toleran Al dapat digunakan untuk memperbaiki penampilan tanaman pada tanah masam, agar didapat genotipe toleran Al. Selain itu dapat digunakan dengan berbagai metode percobaan. Makmur (2003) menguji tanaman toleran Al dengan beberapa tahapan, antara lain: percobaan pada kebun percobaan, percobaan kultur hara, dan rercobaan rumah kaca. Metode uji yang cukup sederhana, cepat, non destruktif ditemukan oleh Voight dkk.,., (1997) dengan teknik pen&:,01.JIJ.aan lapisan tipis tanah masam yang ditempatkan diatas agar cair padat. T~knik ini mampu mengumpulkan data pertumbuhan akar dengan mudah, dan dapat digunakan untuk ukuran populaSI besar pada tanaman berbiji kecil. Temyata tallaman yang t0leran Al perkembangan akar lebih cepat di lapisan tanah masam daripada tanawan sensitif Al. Toleransi tanaman terhadap Al terkait erat dengan senyawa organik yang dilepaskan baik dalam mekanisme eksklusi maupun inklusi. Mengingat pentingnya senyawa organik yang dihasilkan tanaman, maka perlu mekanisme yang mengatur perihal tersebut berasal dari sifat gen tanaman bersangkutan. Menurut Poespodarsono (1998) bahwa manipulasi gen serta genotipa merupakan proses dalam memperoleh varietas tanaman yar.g diharapkan. Pemuliaan tanaman dalam
upaya memperoleh varietas yang tahan terhadap lingkungan ekstrim seperti cekaman Al tinggi merupakan upaya selanjutnya setelah mekanisme fisiologi tanaman terhadap cekaman lingkungan ekstrim diketahui. KESIMPULAN
DAN SARAN
I. Tanaman yang sensitif Al menunjukkan penghambat an pertumbuhan akar, sedangkan tanaman toleran Al tidak menampakkan hal demikian. 2. Tanaman sensitif Al ternyata menghasilkan senyawa organik yang tidak efektif mengatasi toksisitas Al, sedangkan pada tanaman toleran Al berlaku sebaliknya. 3. Tanaman toleran Al umumnya memiliki mekenisme eksternal yaitu pengusiran Al maupun mekanisme internal yaitu penetralanAl. 4. Penyerapan hara atau basa-basa tanaman toleran Al lebih tinggi dibanding tanaman sensitif Al, sehingga pertumbuhan tanaman toleran Al lebih baik dibandingkan tanaman sensitifAl. 5. Pengelolaan lahan masam yang toksik Al dapat diperbaiki dengan cara yang mudah dan luas adalah melalui penambahan bahan organik. DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, S. 1989. Konservasi tanah dan air. IPB Press. 290 h. Barcelo, 1., Ch. Poschenenrieder, M.D. Vazques, and R. Gunse. 1996. Aluminium Phytotoxicity: a Challenge for Plant Scientists. (C.R. Barruececo -editor). Fertilizer and Environment.
815
:807-818
M. Anang Finnansyah : Respon Tanaman Terhadap Aluminium Proceedings of the intemational symposium fertilizer and environment, held in Salamanca, Spain, 26-29, September, 1994. P: 405-411. Bolton, H., J.M. Frediekson, and L.F. Elliol 1993. Microbial Ecology Rhizosphere. In Soi! Microbial Ecology: Application inAgricultural and Environmental Management. F.B. Metting Jr (Editor). Marcel Dekker, Inc. P: 27-63. Bohn,
M.I., B.L. Mc Neal, and G.A. O'Condor. 1979. SoilChemistry. John Willey & Sons. New York.
Buchholz, C.H.H. 1982. LightandElectron Microscopic Investigation of the Reactions of Various Genotypes no Nutritional Disorders. (Saric, MR andRe. Loughman-Editor). GeneticAspect of Plant Nutrition. Martinus NijhoffPublishers. P: 1731. Bushamuka, VN., and R W. Zobel. 1998. Maize and Soybean Tap, Basal, and Lateral Root Responses to a Stratified Acid, Aluminum-toxic soi!. Crop Sci. 38:416-421. Clune, T.S., and L. Copeland. 1999. Effect of Aluminium on Canola Roots. PlantandSoil.216:27-33. FAO. 1977. FAO Soil Bulletin: Assessing Soil Degradation. UN. Rome. 83p. Fitter, A.H., and R.K.M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Gadjah Mada University Press. 421 h. Gottlein,A.A Heim, andE. Matzer. 1999. Mobilization of Altuninium in the Rhizosphere Soil Solution of Growing Tree RootS in an Acidic $Oil. Plant and Soil. 211:41-49. Gupta, U.S. 1997. Crop Improvement Volume 2: Stress Tolerance. Science Publishers Inc. 303p. Hayes, M.H.B., and R.S. Swift. 1990. Genesis, Isolation, Composition and Structure of Soil Humic Substance. In Soil Colloids and Their Assosiations in Aggregates. De Booth, M.F., M.H.B. Hayes, and Herbilon - Editor. P1enum Press. New York. p:245-305. Heim, A.: 1. Luster, I. Brunner, B. Frey, and E. Frossard. 1999. Effect of aluminium treatment on Norway spruce roo15: aluminium binding form, element distribution, and release of organic substance. Plant and Soil. 216: I 03-116. Horst, w.1., N. Schmohl, M. Kollmeier, B. Baluska, and M. Sivaguru. 1999. Does Aluminium Affect Root Growth of Maize throught Interaction with the Cell Wall plasma Membrane - cYt0skeleton continuum? Plant and Soil. 215:163-174. \
Ikeda,
H., and T. Tadano. 1993. Ultra~tructural Changes of the Root Tip Cell in Barley induced by a compariatively low
816 _._ ..
_-
-
._---
t'lf1n7Jun;t/
VOL.f NO.2
Dts",,""
2010
concentration of aluminum. Soi! Sci. Plant Nutr. 39(1):109-117. Kasim, N., D. Sopandie, S. Harran, dan M. Jusuf 2001. PolaAkumulasi dan SekresiAsamSitratdanAsam Malat pada Beberapa Genotipe Kedelai Toleran dan Peka Aluminium. Hayati. 8(3):58-61. Kataoka, T, H.!kura, and TM. Nakanishi. i997. A1uminumDistributionand VJabilityofplantand CulturedCell Soi! Sci. 'Plant Nutr. 43: 1.0031.007. LaI,R 1995. Sustainable Management of Soii Resources in the Humid Tropics. UnitedNationUniversity Press. 146p. Ma, lF., S. Hiradate, and H. Matsumoto. 1998. HighAluminumResitance in Buchwheat: II. Oxalic acid detixifies aluminum intemally. PlantPhysiol. 117:753-759. Makmur, A 2003. Pemuliaan Ta..'1aman Bagi Lingkungan SpesifIk. IPB Press-PPs IPB. 53 h. Masunaga, T, D. Kubota, M. Hotta, and T Wakasutki, 1998. Mineral Composition ofLeaves and Bark in A1uminum Accumulators in Tropical Rain in Indonesia. Soil Sci. Plant Nutr. 44(3):347-358. Osaki, M., T Watanabe, and T. Tadano, 1997. Beneficial effect of aluminum on growth of plants adapted to low pH soils. Soil Sci. Plant Nutr. 43(3):551-563.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar llmu Pemuliaan lanman. PAU IPB - LSI IPB. 169 haI. Reinjnjes, C., B. Haverkort, and AW Bqayer. 1992. Pertanian masa depan:PengantaruntukPertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (texjemahan). Kanisius. 270 hal. Sasaki, M., Y Yamamoto,lF. Ma, and H. Matsumoto. 1997. Early event Induced by Aluminium Stress in Elongating Cells ofWheat Root. Soi!Sci. Plant Nutr. 43(5):1.0091.014. Sopandie, D., I. Marzuki, dan M. Yusuf 2003. Aluminium Tolerance in Soybean: Protein ProfJIes and Accumulation of AI in Roots. Hayati. 10(1):30-33. Tambas, D., dan N. Gofar. 1998. Studi Pemhentukan dan Penguraian Senyawa Kompleks Logamkoloid T&nah:antara Ft: dan AI dengan Koloid Liat,Fraksihumat da.'1campurannya. J. TanahTrop. 6:119-128. Tan, K.H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Second Edition. Marcel Dekker, Inc. 362p. Van Wambeke, A 1991. Soil of the Tropics:PropertiesandAppraisal. McGraw-Hill, Inc. 343p. Voight, P.W, D.R. MaTris, and H.W Godwin. 1997. A soil-on-Agar Method to Evaluate acid-soil
817
Andy Bhermana dan Ronny YG. : Pemetaan Wilayah untuk Mendukung Pelestarian... Resistance in White Clover. Crop Sci. 37:1.493-1.496. Winarso, S. 1996. Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pengkhelatan Aluminium oleh Senyawa-senyawa Humik pada Typic Haplohumult. Tesis IPB. 130 hal.
: 818 - 831
Zheng, S.1., lF. Ma, and H. Matsumoto. 1998. HighAluminum Resistance in Buchwheat:'1. Al-induced specific secretion of oxalic acid from root tips. Plant Physiol. 1l7:745-751.
PEMETAAN WllAYAH UNfUKMENDUk"lJNG PELESTARIAN PLASMANUTFAHANGGREKWKAL (Studi .Kasus di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur, Kalimantan Tengah)
THE MAPPING OF ZONATION TO SUPPORT PRESERVATION OF GERMPLASM FOR LOCAL ORCHID (A Case Study of South Barito and East Barito Regency, Central Kalimantan) Andy Bhermana dan Ronny Yuniar Galingging Staf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Tengah Jalan G Obos KM. 5 Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Diterima I Disetujui ABSTR<\Cf Central Kalimantan has a potential biodiversity for omamental plants. Determination of conservation zone and area development for germplasm of local orchid is then required. Mainly on the basis of agroecosystem and various environmental biophysic conditions, the concept of zonation system is needed in order to determine conservation area for germplasm ofIocal orchid. The Land System approach with both ecological principles and recl1rring pattern can be used to delineate accord ing to its homogeneous environmental biophysic condition. As a result, the delineation of region can be used to make zonation concept. The
818
result ofIand suitability evaluation using Land System approach indicates that thc orchid originated from South Barito could be developed in South Barito and East Barito that cover approximately 164 .214 ha and 22.305 ha respectively. While, the orchid originated from East Barito could be developed in East Barito and South Barito that cover 164.214 ha and 22.305 ha respectively. The conservation area is centered in Sanggu, South Barito and Murutuwu East Barito. There are 13 accessions collected as result from both survey and eY.:ploration process of germpla~m of orchid. In Sanggun, 8 accessions were found. While, 5 accessions were found in Murutuwu. Key words: zonation, germplasm,