8
PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH, PRODUKTIVITAS, DAN KEUNTUNGAN SISTEM TUMPANGSARI (KELAPA SAWIT + NENAS) DI LAHAN GAMBUT PROVINSI RIAU
SOIL FERTILITY MANAGEMENT, PRODUCTIVITY, AND BENEFIT OF PINEAPPLE-OIL PALM INTERCROPPING ON PEATLAND IN RIAU Nurhayati1, Suhendri Saputra1, Aris Dwi Putra1, Ida Nur Istina1, Ali Jamil2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau, Jl. Kaharudin Nasution No. 341, Km 10. Padang Marpoyan, Pekanbaru 10210 2
Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No.12, Cimanggu, Bogor 16114
Abstrak. Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau sekitar 26% dari luas lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar). Tingkat kesuburan tanah umumnya rendah dan memiliki kandungan asam-asam organik beracun, sehingga perlu dilakukan ameliorasi untuk meningkatkan produktivitas lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah pemberian amelioran selain menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, juga tidak merusak lahan gambut itu sendiri. Penelitian dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Perlakuan yang diuji meliputi (a) pemupukan menurut cara petani, (b) ameliorasi dengan Pugam, (c) ameliorasi dengan tandan kosong sawit, dan (d) ameliorasi dengan pupuk kandang. Perlakuan ditata dalam rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap produktivitas dan produksi kelapa sawit serta produksi buah nenas, dan analisis usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh terhadap produksi tanaman tumpangsari kelapa sawit+nenas di lahan gambut terdegradasi. Produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan amelioran Tankos sebesar 20.057 kg/ha/th. Hasil analisis usahatani, keuntungan terbesar diperoleh pada perlakuan Pugam sebesar Rp. 17.383.475,-. Kata kunci : Tumpangsari, sawit + nenas, ameliorasi, pemupukan, lahan gambut, analisis usahatani
Abstract. Peatlands in Riau Province reached 3.9 million hectares or about 26% of total Indonesia's peatland area (14.9 million hectares). Generally low levels of soil fertility and contains organic acids that are toxic, so needs to improve the productivity with amelioration. The purpose of this research was the ameliorant apart economically advantageous to increase the income of the people, nor damage the peat itself. The experiment was conducted in the village of Lubuk Ogong, Pelalawan, Riau. The treatment include (a) fertilization by farmers, (b) amelioration with Pugam, (c) amelioration with palm empty fruit bunches, and (d) amelioration with manure. The treatments were arranged in a randomized block design with four replications. Observations were made on the productivity and
133
Nurhayati et al.
production of oil palm and pineapple production, and analysis of farming. The results show that the amelioration effect on the growth and yield of oil palm+pineapple intercropping in degraded peatlands. The highest productivity is Tankos with 20.057kg/ha/yr. For the analysis of farming, highest profit is Pugam with Rp. 17.383.475,-. Keywords: Intercropping, palm+pineapple, amelioration, fertilizer, peat, analysis of farming
PENDAHULUAN Luas lahan gambut di Provinsi Riau mencapai 3,9 juta hektar atau sekitar 26% luas lahan gambut di Indonesia (14,9 juta hektar) (Wahyunto et al., 2005). Dalam keadaan alami (belum diganggu), tanah gambut mengalami proses dekomposisi yang menghasilkan gas CO2 secara perlahan, sehingga emisi gas CO2 relatif seimbang dengan penyerapan CO2 oleh vegetasi alami, bahkan dapat berfungsi sebagai net stock (Agus et al., 2009; Subiksa, 2012) Pengelolaan lahan gambut untuk usaha pertanian harus memperhatikan sifat fisika dan kimia tanah gambut. Kendala utama budidaya tanaman di lahan gambut adalah tingkat kemasaman tanah yang tinggi apabila dikaitkan dengan asam-asam organik beracun, rendahnya ketersediaan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman yang diusahakan, permasalahan kebakaran lahan gambut, dan pengaturan tata air (Agus et al., 2008) Mengatasi masalah kandungan asam-asam organik yang beracun di lahan gambut biasanya dilakukan drainase dan penambahan bahan amelioran. Bahan amelioran (zat pembenah tanah) adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Contoh bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos, dan abu (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999 dalam Subiksa 2011). Lahan gambut apabila dibuka dan didrainase sebagai lahan budidaya, maka proses dekomposisi bahan organik akan mengalami percepatan. Perbaikan drainase akan menyebabkan air keluar dari gambut, kemudian oksigen masuk ke dalam bahan organik dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme. Akibatnya terjadi dekomposisi bahan organik yang melepas CO2 ke udara dan gambut akan mengalami penyusutan (subsidence) (Agus and Subiksa, 2008). Pembukaaan lahan gambut untuk penanaman kelapa sawit tanpa memperhatikan teknik konservasi dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pelepasan karbon yang berdampak pada pemanasan global penyebab terjadinya perubahan iklim. Oleh karena,
134
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
pengelolaan kesuburan tanah gambut perlu dikelola dengan baik. Sistem tumpangsari nenas dengan kelapa sawit yang mampu meningkatkan sekuestrasi karbon dan menurunkan emisi GRK di lahan gambut serta meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, tumpangsari nenas dengan kelapa sawit dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi input produksi. Pemanfaatan lahan gambut diharapkan dapat menguntungkan secara ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan di satu sisi tidak merusak lahan gambut itu sendiri. Lahan gambut sendiri dikenal rapuh (fragile) sehingga memerlukan teknologi dan input yang tepat dengan dampak terhadap lahan gambut negatif yang minimal. Pengembangan lahan gambut dihadapkan pada kendala biofisik lahan dan lingkungan serta sosial ekonomi. Kesalahan dalam pengelolaan lahan gambut dapat mengakibatkan degradasi lahan, penurunan produktivitas, dan hilangnya mata pencaharian petani (Noor, 2010). Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan alami gambut, juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada tingkat petani termasuk tingkat rendah (low input) sampai sedang (medium inputs). Penelitian dan demonstrasi plot pengelolaan lahan gambut di Provinsi Riau dilakukan untuk mengembangkan model pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, pada lahan gambut dalam (kedalaman > 5m) yang ditanami kelapa sawit sebagai tanaman utama tumpangsari dengan nenas untuk meningkatkan produktivitas lahan gambut, cadangan karbon, dan pendapatan petani.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Sei Kijang, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau dari bulan Juni 2013 sampai Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di lahan gambut seluas 5,0 ha. Tanaman utama sebagai indikator adalah kelapa sawit berumur sekitar 6 (enam) tahun. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 00o20’ 59,3’’ - 00o21’ 05,8’’ LU dan 101o41’ 15,6’’ – 101o 41’ 22,9’’ BT. Penelitain menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RCBD) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Lay out perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
135
Nurhayati et al.
J A L A N
Saluran Drainage I
Pugam
Kontrol
Pukan
Tankos
II
Kontrol
Tankos
Pugam
Pukan
III
Tankos
Pukan
Kontrol
Pugam
IV
Pukan
Pugam
Tankos
Kontrol
Keterangan: I, II, III, IV adalah ulangan
Gambar 1. Layout aplikasi amelioran (pugam, tankos, dan pukan) pada demplot Indonesian Climate Change Trus Fund (ICCTF) Riau. Perlakuan yang diuji meliputi penggunaan 3 macam amelioran, yaitu : (a) pugam + pupuk anorganik, (b) kompos tankos + pupuk anorganik, (c) pukan + pupuk anorganik, dan (d) pemupukan menurut cara petani (kontrol). Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa sawit Dosis Pupuk dan Amelioran (Kg/Pohon) Perlakuan Pugam
Pukan
Tankos
Urea
SP-36
KCl
Kiserite
CuSO4
ZnSO4
Borate
Pugam
5
-
-
2
-
2.5
1.2
-
-
-
Pukan
-
10
-
2
2
2.5
1.2
0.15
0.15
0.3
Tankos
-
-
15
2
2
2.5
1.2
0.15
0.15
0.3
Kontrol
-
-
-
2
2
2.5
1.2
0.15
0.15
0.3
Penanaman tanaman nenas dilakukan pada gawangan dengan jarak tanam 1.5 m x 1.5 m. Setiap plot tanaman nenas terdiri dari 2 baris dan setiap baris terdapat sebanyak 4 tanaman (8 tanaman per plot). Penanaman tanaman nenas dilakukan dengan membuat lubang tanam menggunakan dodos sekaligus untuk menggemburkan tanah dalam lubang tanam tersebut, kemudian bibit nenas dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah dibuat dan tanah disekitar tanaman dipadatkan dengan tangan. Pemupukan tanaman nenas dilakukan satu bulan setelah tanam, hal ini dilakukan karena akar tanaman nenas sudah berkembang di dalam tanah. Pemupukan dengan cara tugal pada tiga lobang di sekitar lubang tanam dan ditutup dengan tanah. Dosis pupuk seperti pada Tabel 2 dibawah ini :
136
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
Tabel 2. Dosis amelioran dan pupuk anorganik untuk setiap perlakuan tanaman kelapa sawit Dosis Pupuk dan Amelioran (g/tanaman) Perlakuan Pugam
Pukan
Tankos
Urea
SP-36
KCl
Pugam
30
-
-
10
-
10
Pukan
-
120
-
10
10
10
Tankos
-
-
120
10
10
Kontrol
-
-
-
10
10
10 10
Pengamatan dilakukan terhadap sifat kimia tanah sebelum perlakuan, sifat amelioran, parameter produksi kelapa sawit, produksi nenas, dan analisis usahatani. Pengamatan dilakukan pada 16 plot pengamatan (4 perlakuan dan 4 ulangan). Pengamatan produksi pada setiap plot dilakukan masing-masing pada 8 tanaman sawit dan nenas sebagai tanaman sela. Lay out pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot perlakuan disajikan pada Gambar 2.
Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman Nenas
Gambar 2. Lay out Pengamatan tanaman sawit dan nenas pada setiap plot perlakuan Pengamatan produktivitas kelapa sawit dilakukan pada waktu pemanenan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Setiap tanaman dihitung jumlah dan berat TBS yang dipanen. Pengamatan produktivitas (panen) dilakukan dua minggu sekali. Sedangkan produksi nenas merupakan penjumlahan jumlah buah nenas yang dihasilkan. Untuk mempelajari dinamika elevasi muka air tanah, di Lokasi Lubuk OgongRiau, telah dilakukan pemasangan 40 piezometer di lahan. Piezometer dibuat dari pipa paralon berdiameter 2.5 inch dan panjang 200 cm. Penetapan titik-titik pengamatan elevasi muka air tanah dilakukan menyebar diseluruh lokasi penelitian dengan jarak antar piezometer sekitar 25-50 m.
137
Nurhayati et al.
Analisis Input/Output Potensi pengembangan pertanian pada lahan gambut, disamping faktor kesuburan alami gambut juga sangat ditentukan oleh tingkat manajemen usahatani yang akan diterapkan. Pengelolaan lahan gambut dengan tingkat manajemen yang berbeda akan memberikan produktivitas berbeda pula. Biasanya tingkat pengelolaan lahan gambut pada tingkat petani termasuk tingkat rendah (low inputs) sampai sedang (medium inputs). Pengumpulan data analisis output /input dilakukan wawancara petani dan penghitungan sarana produksi pendukung usaha tumpang sari sawit-nenas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani sekitar Demplot ICCTF Hasil diskusi dengan beberapa orang petani di Desa Lubuk Ogong, varietas sawit yang digunakan umumya varietas lokal, dengan harga Rp.1.000/kecambah, atau bibit leles (cabutan sendiri dari perusahaan besar sekitar). Sebagai pembanding saat itu harga bibit unggul Rp. 8.000/kecambah. Jarak tanam yang digunakan umumnya 8 m x 9 m. Dosis pupuk yang biasa diberikan petani adalah Urea, TSP, KCl, Dolomit, dan pupuk kandang dengan dosis berturut-turut 5 kg/pokok/tahun; 1 kg/pokok; 1,5 kg/pokok; 4 kg/pokok; dan 1 karung/pokok/tahun. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan piringan sebelum pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan di piringan, dengan selang pemberian pupuk satu minggu, bergantian Dolomit, Urea, TSP, dan KCl. Hasil wawancara dengan petani diperoleh produksi sawit masyarakat seperti pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Produksi kelapa sawit eksisting di Desa Lubuk Gong Kec. Bandar Sei Kijang No
Umur Tanaman kelapa Sawit
Produksi (kg/ha/th)
1
3-4 th
500
2
4-5 th
700
3
5-7 th
1000
Tanaman kelapa sawit menjadi pilihan baru dan berkembang sangat cepat baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Sumber-sumber pendapatan petani selain sawit adalah; usahatani tanaman pangan seperti palawija, sayuran serta peternakan (sapi dan unggas) dalam skala kecil sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
138
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
Hasil Analisis Tanah Awal Analisis tanah dilakukan pada setiap plot perlakuan (Gambar 1) pada kedalaman 020 cm dari permukaan tanah. Hasil analisis tanah sebelum aplikasi perlakuan amelioran dan pupuk anorganik disajikan dalam Tabel 4 Tabel 4. Hasil analisis tanah awal sebelum perlakuan amelioran dan pupuk anorganik di lokasi Demplot ICCTF Riau No.
Sifat kimia tanah dan satuan
1.
pH H2O
2.
C-organik (%)
3. 4. 5.
Hasil analisis setiap perlakuan Pugam
Tankos
Pukan
Kontrol
3,16
3,10
3,12
3,12
38,01
38,50
34,79
35,88
N-total (%)
1,37
1,80
1,31
1,42
C/N
27,7
21,4
26,6
2,53
P-tersedia (ppm)
174
185
133
234
-1
6.
Ca-tertukar (cmol(+).kg )
9,98
8,19
9,04
8,30
7.
Mg-tertukar (cmol(+).kg-1)
2,52
2,86
2,52
2,64
-1
8.
K-tertukar (cmol(+).kg )
0,34
0,38
0,33
0,47
9.
Na-tertukar (cmol(+).kg-1)
0,81
0,52
0,87
1,05
-1
10.
KTK (cmol(+).kg )
81,82
86,94
80,05
82,81
11.
KB (%)
16,68
13,75
15,74
15,05
12.
-1
Al-tertukar (cmol(+).kg )
3,22
4,11
3,77
4,17
13.
H-tertukar (cmol(+).kg-1)
4,70
5,10
4,76
4,91
Hasil analisis pH tanah di lokasi demplot berkisar 3,10-3,16. Nilai ini menunjukkan tingkat kemasaman yang tinggi. Media tumbuh dengan tingkat kemasaman demikian menjadi kendala dalam pengembangan tanaman karena terbatasnya daya penyediaan hara tanah gambut. Tingginya kemasaman tanah gambut antara lain disebabkan oleh kondisi drainase yang jelek dan hidrolisis asam-asam organik (Agus, 2008). Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus, 2008). Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5. Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup kuat (khelat) oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi ke bentuk yang tidak
139
Nurhayati et al.
dapat diserap tanaman. Kandungan unsur mikro pada tanah gambut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tanah mineral atau menambahkan pupuk mikro (Agus, 2008). Hasil Analisis Amelioran Hasil analisis amelioran yang digunakan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis beberapa amelioran di Lokasi Demplot ICCTF, Riau No.
Karakteristik dan satuan
Hasil analisis Pugam
Tankos
13,15
4,75
0,56
K2O (%)
0,08
0,45
0,49
CaO (%)
26,52
1,29
0,72
4.
MgO (%)
10,88
0,80
0,33
5.
S (%)
0,56
0,20
0,10
6.
Fe(%)
9,46
td
0,04
7.
Al (%)
6,29
td
td
8.
Cu (ppm)
1.008
17
3
1.
P-total (%)
2. 3.
Pukan
9.
Zn (ppm)
1.633
47
46
10.
B (ppm)
686
3
40
11.
Pb (ppm)
54
td
td
12.
Cd (ppm)
14
td
td
13.
Hg (ppm)
td
0,00
0,10
14.
Kadar abu (%)
97,24
19,23
6,13
15.
Kadar air (%)
3,07
70,08
70,08
Keterangan: *) Fe dan Al dalam bentuk oksida Td= tidak terukur
Pugam adalah pupuk anorganik majemuk yang mengandung 13,15% P2O5, 25,6% CaO dan 10,88 MgO. Kandungan unsur penting lainnya adalah Fe 9,46% dan Al 6,29% yang menjadi sumber kation polivalen yang dibutuhkan tanah gambut untuk meningkatkan stabilitasnya dan mengurangi degradasi gambut serta emisi gas rumah kaca. Kandungan unsur mikro Zn, Cu dan B juga cukup tinggi untuk mensuplai kebutuhan tanaman di tanah gambut. Kompos tandan kosong sawit mempunyai keunggulan antaranya kadar Ca, Mg, S dan kadar abu yang lebih tinggi, tetapi lebih rendah kandungan unsur B dibandingkan dengan pupuk kandang. Lahan gambut bersifat sangat masam karena kadar asam-asam organik sangat tinggi dari hasil pelapukan bahan organik. Sebagian dari asam-asam
140
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
organik tersebut, khususnya golongan asam fenolat, bersifat racun dan menghambat perkembangan akar tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman sangat terganggu. Ameliorasi diperlukan untuk mengatasi kendala reaksi tanah masam dan keberadaan asam organik beracun, sehingga media perakaran tanaman menjadi lebih baik (Subiksa, 2011). Hasil penelitian Maftuah 2011, menyebutkan amelioran yang direkomendasikan di lahan gambut terdegradasi adalah amelioran yang terdiri dari campuran pupuk kandang ayam, gulma pertanian in situ, purun tikus, tanah mineral dan dolomit. Jenis amelioran lain yang berpotensi untuk memperbaiki sifat-sifat kimia gambut adalah abu terbang, abu serbuk gergaji dan abu sekam. Ramadina (2003) mengatakan bahwa abu terbang mampu memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut yang ditunjukkan oleh meningkatnya pH, Ptersedia dan KB. Pada lahan gambut, peningkatan pH cukup sampai pH 5,0 karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH terlalu tinggi justru berdampak buruk karena laju dekomposisi gambut menjadi terlalu cepat (Subiksa, 2011). Produksi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan (Rankine dan Fairhurst. 2000). Hasil penelitian menunjukkan jumlah TBS/plot perbulan bervariasi setiap bulannya disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Jumlah TBS setiap bulan pada lokasi demplot ICCTF Riau
Jika dihubungkan antara produksi TBS dengan tinggi muka air tanah, tidak terlihat adanya pengaruh tinggi permukaan air tanah dengan produksi TBS. Gambar 4 menunjukkan bahwa penurunan produksi cendrung terjadi setelah dua bulan penurunan
141
Nurhayati et al.
permukaan air tanah. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama produksi kelapa sawit. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah (Balitklimat, 2007).
Gambar 4. Variasi tinggi muka air tanah dibandungkan dengan produksi TBS kelapa sawit pada lokasi demplot ICCTF Riau Pengaruh amelioran belum menyebabkan perbedaan terhadap produksi TBS, namun ada kecenderungan pemberian Tankos memberikan produksi TBS tertinggi walaupun tidak berbeda nyata (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi TBS kelapa sawit No.
Perlakuan
Total produksi (kg/ha/thn)
1. Kontrol 18.513 a 2. Pugam 19.326 a 3. Pukan 19.613 a 4 Tankos 20.057 a Keterangan: Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%.
Produksi Nenas Tanaman nenas membutuhkan tanah yang gembur dan kaya akan bahan organik, sehingga sesuai ditanam di lahan gambut. Disamping itu, tanaman nenas juga
142
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun dengan suhu optimum 32°C (Rukmana, 1996) Pada lokasi demplot, umur tanaman nenas yang masih relatif muda menyebabkan produksi buah belum maksimal. Tabel 7 memperlihatkan bahwa produksi buah yang dihasilkan oleh nenas yang diberi Pugam lebih banyak. Hal ini disebabkan keunggulan komparatif amelioran ini. Pugam memiliki kandungan P total (13,15%) yang lebih tinggi dibandingkan amelioran Tankos (4,75%) maupun Pukan (0,56%). Hasil pengamatan lapang juga memperlihatkan bahwa kecepatan munculnya buah nenas lebih cepat pada plot perlakuan Pugam. Rata-rata tanaman nenas yang diberi Pugam, buahnya 7-10 hari muncul lebih awal. Tabel 7. Pengaruh ameliorasi dan pemupukan terhadap produksi buah nenasyang ditumpangsari dengan kelapa sawit No.
Perlakuan
Produksi buah (biji)
1. Kontrol 6b 2. Pugam 11c 3. Pukan 3a 4. Tankos 8bc Keterangan : Angka-angka pada setiap parameter yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5%.
Hasil Analisis Usahatani Demplot ICCTF Berdasarkan hasil analisis usahatani kegiatan Demplot ICCTF di Riau, dari empat (4) perlakuan maka diperoleh hasil yang tertinggi pada perlakuan Pugam yaitu sebesar Rp. 17.383.475,- seperti pada Tabel 8. Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36 dan beberapa unsur mikro tidak diberikan lagi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Walaupun pendapatan tertinggi, namun ketersediannya di lapangan masih terbatas. Tabel 8. Hasil analisis usahatani di lokasi Demplot ICCTF Riau Kontrol
Pugam
Pukan
Tankos
4.709.375
4.709.375
4.709.375
4.709.375
11.632.670
10.761.350
13.824.670
19.630.045
16.342.045
15.470.725
18.534.045
19.630.045
Biaya usahatani: a. Tenaga kerja (Rp.) b. Sarana produksi (Rp.) Total (Rp.) Penerimaan: Produksi (kg) Penerimaan (Rp.) Laba (Rp.)
18.513
19.326
19.613
20.057
31.471.777
32.854.200
33.342.100
34.096.900
15.129.732
17.383.475
14.808.055
14.466.855
143
Nurhayati et al.
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi TBS kelapa sawit tertinggi dihasilkan pada amelioran Tankos yakni sebesar 20.057 kg/ha/th dan untuk nenas, produksi tertinggi pada perlakuan amelioran Pugam yakni 11 (sebelas) buah. Pada perlakuan amelioran Pugam, pupuk SP-36 dan beberapa unsur mikro tidak diberikan lagi, sehingga tingkat pendapatan lebih tinggi dibandingkan amelioran lain. DAFTAR PUSTAKA Agus, F. Dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah. 36p. Agus, F., E. Runtunuwu, T. June, E. Susanti, H. Komara,H. Syahbuddin, I.Las & M. van Noordwijk. 2009. Carbon budget in land use transitions to plantation. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29: 119−126 Allorerung, D., M. Syakir, Z. Poeloengan, Syafaruddun, W. Rumini. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 73p. Anonim. 2012. Budidaya Kelapa Sawit. Januari, 2, 2012.http://forester84.blogspot.com Balitklimat (Balai Penelitian Klimatologi. Departemen Pertanian. 2007. Pengelolaan Air untuk peningkatan ketersediaan air tanaman kelapa sawit di PTPN VIII Cimulang. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id Berrydhiya. 2012. Tanaman Penutup Tanah (Cover Crop). Januari, 3, 2013. http://berrydhiya.blogspot.com. BPS Provinsi Riau. 2012. Berita Resmi Statistik : Berita Resmi Statistik Provinsi Riau No. 58/12/14/Th. XIII, 3 Desember 2012 Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2009. Statistik Perkebunan Riau. Pekanbaru. Hartatik, W. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Gambut : Karakteristik dan pengelolaan Lahan Rawa hal 151 - 180. Maftuah, E. 2012. Ameliorasi Lahan Gambut Terdegradasi dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Tanaman Jagung Manis. ABSTRAK. Januari, 3, 2013. http://etd.ugm.ac.id Noor, M. 2010. Lahan Gambut : Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 212 Hlm. Ramadina, E.F.R. 2003. Potensi Abu Terbang (Fly Ash) Sebagai Bahan Amelioran pada Lahan Gambut dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Januari, 3, 2013. http://repository.ipb.ac.id Rankine, I. R dan T. H. Fairhurst. 2000. Buku Lapangan: Seri Tanaman Kelapa Sawit– Tanaman Menghasilkan. E. S. Sutarta dan W. Darmosarkoro (Penerjemah). Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Bogor.106 hal. Terjemahan dari: Field handbook: Oil
144
Pengelolaan Kesuburan Tanah, Produktivitas, dan Keuntungan Sistem Tumpangsari
Palm Series–MatureRitung, S. dan Wahyunto. 2003. Kandungan karbon Tanah Gambut di Pulau Sumatera. “Workshop on Wise Use and Sustainable Peatlands Management Practices 13 – 14 October 2003”. Bogor. Rukmana, R, 1996. Nenas : Budidaya dan Pascapanen. Kanisus, Yogyakarta. 60 hlm. Subiksa, I.G.M., W.Hartatik dan F. Agus. 2011. Pengelolaan Lahan Gambut Secara Berkelanjutan. Januari, 2, 2012. http://balittanah.litbang.deptan.go.id Subiksa, I.G.M. 2012. Pugam: Pupuk rendah emisi GRK untuk lahan gambut. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 3. No. 2. 2012. Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. 2005. Peta Luas Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di Pulau Sumatera, 1990 – 2002. Wetlands International Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC). Wibowo, A. 2009. Peran Lahan Gambut dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal Ttekno Hutan Tanaman Vol. 2, No. 1 April 2009. 19-28.
145