PROSES DISEMINASI TEKNOLOGI EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP: 081377736102 Email:
[email protected]
ABSTRAK Adopsi terhadap suatu teknologi pertanian oleh petani sangat ditentukan oleh kebutuhan dan kemampuan petani menerapkan teknologi tersebut di lapangan. Sehingga teknologi yang akan diadopsi adalah teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan biofisik dan sosial budaya setempat. Pemupukan merupakan teknologi dasar yang harus diterapkan secara tepat untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi, namun penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap lahan sawah dan pemborosan biaya usahatani padi. Suatu kajian tentang efisiensi penggunaan pupuk anorganik telah dilakukan di Kelurahan Kemumu, Kecamatan Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara pada MT. I (Januari s/d April) tahun 2012. Penelitian bertujuan untuk mengetahui: (1) efisiensi penggunaan pupuk anorganik, (2) tingkat keuntungan usahatani padi, dan (3) minat petani terhadap penggunaan dosis pupuk rekomendasi spesifik lokasi. Pengkajian dilakukan melalui demonstrasi plot yang kemudian hasilnya disosialisasikan kepada petani. Data yang dikumpulkan meliputi keragaan teknologi pemupukan di tingkat petani, biaya input dan output usahatani padi, dan minat petani menerapkan teknologi pemupukan spesifik lokasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan analisis tabel. Dari hasil kajian diketahui bahwa efisiensi penggunaan pupuk anorganik di Kelurahan Kemumu dapat menurunkan biaya pupuk sebesar Rp. 413.180/ha/musim tanam, meningkatkan hasil 0,5 ton/ha dengan dengan nilai RC ratio 2,59. Minat petani mengadopsi dosis pupuk rekomendasi berbeda sangat nyata untuk dosis pupuk SP-36, sedangkan minat mengadopsi dosis pupuk Urea dan KCl tidak berbeda nyata. Kata kunci: padi sawah, diseminasi, rekomendasi pemupukan.
PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas padi sawah di Provinsi Bengkulu dihadapkan pada masalah rendahnya produktivitas disebabkan oleh rendahnya penerapan inovasi teknologi di tingkat petani pada berbagai daerah sentra produksi. Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa luas panen padi di Propinsi Bengkulu adalah 133.629 ha dengan produksi 516.869 ton, sehingga produktivitasnya hanya 3,87 t/ha. 1
Produktivitas ini masih di bawah produktivitas nasional yang mencapai 4,99 t/ha (BPS, 2011). Percepatan adopsi petani terhadap teknologi budidaya padi di Bengkulu masih lambat. Lambatnya adopsi teknologi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, yang dapat berasal dari internal maupun ekternal petani. Faktor internal diantaranya kurangnya pengetahuan tentang manfaat teknologi, tujuan berusahatani padi belum penuh agribisnis maupun ketersediaan biaya usahatani. Sedangkan faktor eksternal terkait dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Suprapto dan Fahrianoor (2004) menyatakan bahwa Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Adopsi petani terhadap suatu teknologi pertanian sangat ditentukan dengan kebutuhan mereka akan teknologi tersebut dan kesesuaian teknologi dengan kondisi biofisik dan sosial budaya. Oleh karena itu, introduksi suatu inovasi teknologi baru harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. Menurut Soekartawi (2005), terdapat lima tahapan yang dilalui oleh petani dalam mengadopsi suatu inovasi, yakni: (i) tahap kesadaran dengan mengetahui informasi yang masih bersifat umum, (ii) tahap menaruh minat dengan mengumpulkan dan mencari informasi dari berbagai sumber, (iii) tahap evaluasi yaitu dengan mempertimbangan lebih lanjut apakah minatnya diteruskan atau tidak, (iv) tahap mencoba menerapkan dalam skala kecil, dan (v) tahap adopsi dengan menerapkan di lahan dengan skala yang lebih luas. Dengan demikian, jika mengikuti tahapan yang disebutkan di atas, maka memerlukan waktu yang lama sejak waktu suatu inovasi teknologi diketahui sampai pada tahap adopsi petani. Strategi diseminasi yang diterapkan BPTP Bengkulu mengikuti prinsip Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) yang diformulasikan oleh Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian agar teknologi dapat tersebar kepada pengguna secara luas dalam waktu relatif cepat dengan memanfaatkan jalur komunikasi (aktor dan media) secara optimal baik secara formal dan informal. Prosesnya melalui generating agent (penghasil teknologi), delivery agent (penyalur teknologi), dan akhirnya kepada receiving agent (pengguna teknologi) (Badan Litbang Pertanian, 2011). 2
Mengacu pada prinsip SDMC, maka upaya diseminasi yang dilakukan BPTP Bengkulu sebagai UPT Badan Litbang Pertanian dilakukan dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi diantaranya melalui demonstrasi teknologi dan pertemuan untuk mendorong percepatan adopsi teknologi sesuai dengan kebutuhan petani. Pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan unsur hara tanah merupakan salah satu komponen teknologi dasar yang wajib diterapkan petani untuk meningkatkan produktivitas padi. Namun demikian, penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan bukan saja tidak efisien namun juga berdampak negatif terhadap kesuburan lahan sawah. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) efisiensi penggunaan pupuk anorganik di Kelurahan Kemumu, Kecamatan Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara, (2) tingkat keuntungan usahatani padi, dan (3) minat petani terhadap penggunaan dosis pupuk rekomendasi spesifik lokasi. METODOLOGI PENELITIAN Pengkajian dilaksanakan melalui demplot dan sosialisasi teknologi di Kelurahan Kemumu, Kecamatan Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara. Demonstrasi plot (demplot) dilakukan pada MT. I tahun 2012 yaitu dari bulan Januari s/d April 2012 pada lahan sawah irigasi seluas 3,7 ha melibatkan 6 orang petani kooperator. Varietas yang ditanam adalah Inpari 1 dengan legowo 4:1, menggunakan bibit muda (<21 HSS) dengan jumlah tanaman 2-3 batang per lubang tanam. Dosis pupuk yang diintroduksikan adalah dosis rekomendasi spesifik lokasi berdasarkan hasil analisis tanah dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) yaitu 250 kg urea + 100 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha. Paket pupuk tersebut kemudian dibandingkan dengan dosis pemupukan yang biasa digunakan petani (dosis eksisting). Data yang dikumpulkan meliputi keragaan teknologi pemupukan di tingkat petani dan biaya input dan output usahatani padi. Hasil demplot kemudian disosialisasikan kepada petani di Kelurahan Kemumu untuk mengetahui minat petani terhadap dosis pemupukan
yang
diintroduksikan.
Data
menggunakan analisis tabel.
3
dianalisis
secara
desktiptif
dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Kelurahan Kemumu Data kondisi umum Kelurahan Kemumu diambil dari Monografi Kelurahan Kemumu Tahun 2012. Kelurahan Kemumu adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Argamakmumur, Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas wilayah 815 ha dan jumlah penduduk 2.310 jiwa (625 KK). Kelurahan ini merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas lahan sawah 368 ha atau 45,16% dari luas wilayah kelurahan. Jenis irigasi pada lahan sawah adalah irigasi teknis 315 ha dan irigasi setengah teknis 53 ha. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Kemumu tergolong relatif masih rendah. Tercatat 83,86% persen penduduk yang tidak sekolah sampai dengan tamat SMP. 10,62% penduduk tamat SMA, dan 5,53% tamat perguruan tinggi. Sebanyak 82,67% penduduk di Kemumu hidup dari sektor pertanian. Tercatat 706 orang bekerja sebagai petani/peternak, lainnya berprofesi sebagai PNS/TNI/Polri, pedagang, pengumpul hasil hutan, usaha kerajinan, dan usaha jasa. Kelurahan Kemumu dilintasi 3 buah bendungan yang mensuplai air pada lahan sawah irigasi. Sumber air irigasi berasal dari Sungai Nokan, Sungai Kemumu, dan Sungai Telatang. Selain itu terdapat 7 unit penggilingan padi, dan 1 KUD yang menyiapkan sarana produksi pertanian. Akses ke Kemumu cukup baik, karena berada pada jalan lintas antara Ibukota Kabupaten Bengkulu Utara dan Ibukota Provinsi Bengkulu. 2. Demonstrasi Plot Introduksi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi Introduksi suatu teknologi harus sesuai dengan kebutuhan petani. Untuk itu sebelum dilakukan demplot, terlebih dahulu dilaksanakan identifikasi kebutuhan teknologi dengan metode Focus Group Discussion (FGD). Hasil FGD adalah bahwa permasalahan utama usahatani padi di Kelurahan Kemumu adalah peningkatan produktivitas padi yang cenderung melambat yang mengakibatkan petani melakukan pemupukan secara berlebihan untuk mengejar peningkatan produksi. Dalam pelaksanaan demplot, paket pupuk yang diintroduksikan dibandingkan dengan paket eksisting petani sebagaimana pada Tabel 1. 4
Tabel 1. Perbandingan dosis pupuk eksisting petani dengan dosis rekomendasi. Jenis Pupuk Dosis eksisting Dosis rekomendasi Urea 258,7 250 SP-36 269,4 100 KCl 53,3 50 Secara rata-rata kandungan unsur N, P2O5, dan K2O dalam pupuk yang digunakan petani sudah melampaui dosis rekomendasi. Kandungan ketiga unsur tersebut dalam dosis rekomendasi masing-masing adalah N = 115 kg, P2O5 = 36 kg, dan K2O = 15 kg per hektar. Sedangkan kandungan rata-rata ketiganya dalam dosis eksisting adalah N = 119 kg, P2O5 = 97 kg, dan K2O = 16 kg. Apabila dijumlahkan biaya pupuk yang digunakan, maka pemborosan penggunaan pupuk oleh petani senilai Rp. 413.180/ha, sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan nilai biaya pupuk. Dosis pupuk Jumlah pupuk (kg/ha) A. Eksisting Urea SP-36 KCl Jumlah B. Rekomendasi Urea SP-36 KCl Jumlah Pemborosan pupuk Urea SP-36 KCl Jumlah
Biaya satuan (Rp.)
Jumlah biaya (Rp)
258,7 269,4 53,3 -
2.000 2.200 7.000 -
517.400 592.680 373.100 1.483.180
250 100 50 -
2.000 2.200 7.000 -
500.000 220.000 350.000 1.070.000
8,7 169,4 3,3 -
2.000 2.200 7.000 -
17.400 372.680 23.100 413.180
Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai pemborosan pupuk dalam budidaya padi sawah di Kelurahan Kemumu paling banyak disumbangkan dari pemborosan pupuk SP-36 yaitu Rp. 372.680/ha, selanjutnya adalah pupuk KCl (Rp. 23.100/ha) dan Urea (Rp. 17.400/ha). Demplot intoduksi teknologi pemupukan spesifik lokasi dilakukan pada lahan seluas 3,7 ha melibatkan 6 orang petani. Varietas yang digunakan adalah Inpari 1 dengan sistem tanam legowo, menggunakan bibit muda (<21 HSS), 2-3 batang tanaman per lubang tanam. 5
Pemupukan sesuai rekomendasi berdasarkan analisis tanah (Urea 250 kg + SP-36 100 kg + KCl 50 kg/ha). Waktu pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman sebanyak 3 kali yaitu pada saat awal pertanaman (7-14 HST) dengan dosis 33 kg Urea + 100 kg SP-36 + 25 kg KCl, fase vegetatif (21-35 HST) dengan dosis 33 kg Urea + 25 kg KCl untuk mendorong pembentukan anakan, dan fase generatif (35-45 HST) dengan dosis 34 kg Urea untuk pengisian bulir. Hasil rata-rata pada petak introduksi pupuk rekomendasi mencapai 6 ton/ha GKP, dibandingkan dengan hasil pada lahan yang menggunakan dosis pupuk petani yaitu 5,5 ton/ha (Tabel 3). Tabel 3. Perbandingan analisa usahatani budidaya padi sawah pada lahan demplot di Kelurahan Kemumu pada MT I (Januari s/d April 2012) per hektar. No A 1 2
Uraian
Pengeluaran Benih Tenaga kerja - Perbaikan pematang - Pembuatan persemaian - Bajak lahan dan garu - Penanaman - Penyiangan - Pemupukan - Penyemprotan hama/penyakit - Panen - Perontokan gabah - Pengangkutan 3 Pupuk - Urea - SP-36 - KCl 4 Pestisida - Insektisida - Rodentisida 5 Karung Jumlah pengeluaran total B Panen (GKP) C Keuntungan D RC ratio Sumber: Data primer diolah.
Jumlah Paket petani Paket rekomendasi Satuan Biaya (Rp) Satuan Biaya (Rp) 25 kg
175.000
25 kg
175.000
4 HOK 1,5 HOK 2 kl 30 HOK 12 HOK 3 HOK 4 HOK
200.000 75.000 1.200.000 1.050.000 600.000 150.000 200.000
4 HOK 1,5 HOK 2 kl 30 HOK 12 HOK 4,5 HOK 4 HOK
200.000 75.000 1.200.000 1.050.000 1.200.000 225.000 200.000
40 HOK 1 kl 1 kl
1.400.000 825.000 220.000
40 HOK 1 kl 1 kl
1.400.000 900.000 240.000
258,7 kg 269,4 kg 53,3 kg
517.400 592.680 373.100
1 MT 1 MT 110 lbr 5.500 kg
402.000 84.000 275.000 8.339.180 19.250.000 10.910.820 2,31
250 kg 100 kg 50 kg 1 MT 1 MT 120 lbr 6.000 kg
500.000 220.000 350.000 402.000 84.000 300.000 8.121.000 21.000.000 12.879.000 2,59
Tabel 3 memperlihatkan bahwa total pengeluaran usahatani per hektar untuk paket petani adalah sebesar Rp. 10.910.820 lebih tinggi Rp. 218.180 daripada paket rekomendasi yaitu Rp. 8.121.000. Bila dilihat dari nilai RC ratio, maka paket rekomendasi memiliki RC ratio lebih tinggi yaitu 2,59 dibandingkan RC ratio pada paket petani sebesar 2,31. Dengan kata lain, penggunaan paket pupuk sesuai dengan 6
rekomendasi bukan saja lebih efisien, namun juga meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp. 1.750.000 per hektar per musim tanam. Dengan adanya efisiensi dan peningkatan produktivitas melalui demplot teknologi padi, diharapkan petani akan mengadopsi teknologi yang akan diintroduksikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fattah et al. (2000) dan Suriatna (2000) dalam Adam (2009) bahwa kecepatan dan tingkat adopsi teknologi oleh petani ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: (1) teknologi yang diintroduksi membantu menyelesaikan permasalahan petani, (2) sarana yang diperlukan untuk implementasi teknologi tersebut mudah didapat, dan (3) teknologi yang diperkenalkan memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. 3. Minat Petani terhadap Penerapan Pemupukan Spesifik Lokasi Untuk mempercepat adopsi teknologi pemupukan spesifik lokasi di Kelurahan Kemumu, dilakukan sosialisasi teknologi hasil demplot kepada petani. Peserta sosialisasi sebanyak 21 orang yang berasal dari 10 kelompok tani di Kelurahan Kemumu. Pada saat sosialisasi sekaligus diukur minat petani menerapkan pemupukan spesifik lokasi dengan metode before-after. Hasil pengukuran minat ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Minat petani di Kelurahan Kemumu untuk menerapkan dosis pupuk rekomendasi. Minat adopsi
Pemupukan Urea Sebelum Sesudah sosialisasi sosialisasi 19 19 2 2 0%
Berminat Tidak berminat Perbedaan persentase Uji Mc Nemar (χ2 hitung) 0,50 Sumber: Data primer diolah. ** = berbeda sangat nyata χ2 tabel (0.05) = 3,84; χ2 tabel (0.01) = 6,64
Pemupukan SP-36 Sebelum Sesudah sosialisasi sosialisasi 12 20 9 1 43%
Pemupukan KCl Sebelum Sesudah sosialisasi sosialisasi 16 17 5 4 5%
10,13**
0,57
Pada Tabel 4 terlihat bahwa tidak ada perubahan persentase minat petani menggunakan dosis rekomendasi pupuk Urea dan hanya 5% petani yang berminat menerapkan dosis pupuk KCl. Sebanyak 43% petani berminat menggunakan dosis rekomendasi pupuk SP-36. Hal ini dimaklumi karena penggunaan dosis pupuk di tingkat petani yaitu Urea (258,7 kg/ha) dan KCl (53,3 kg/ha) sudah hampir sama dengan 7
dosis rekomendasi (250 kg Urea, 50 kg KCl), sedangkan dosis pupuk SP-36 di tingkat petani masih jauh lebih tinggi (269,4 kg/ha) daripada dosis rekomendasi (100 kg). Berdasarkan perhitungan chi square hubungan antara minat petani menerapkan dosis pupuk rekomendasi sebelum dan setelah sosialisasi teknologi berbeda sangat nyata pada penerapan dosis pupuk SP-36. Nilai χ2 hitung sebesar 10,13 lebih dari nilai χ2 tabel (α = 0,01) yaitu 6,64. Sedangkan untuk penggunaan pupuk Urea dan KCl tidak ada perubahan minat petani secara nyata menggunakan dosis pupuk rekomendasi (χ2 hitung < χ2 tabel). Hal ini berarti bahwa petani di Kelurahan Kemumu sudah mengetahui manfaat dari efisiensi penggunaan pupuk SP-36, sehingga kegiatan sosialisasi teknologi tersebut bermanfaat merubah minat petani untuk menggunakan rekomendasi pemupukan SP-36. Hal ini dimaklumi karena perubahan minat dapat dilakukan melalui proses berpikir dan belajar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal (Ahmadi, 2009). Faktor eksternal diantaranya adalah program diseminasi teknologi, dimana petani dapat mengamati dan mengevaluasi suatu inovasi teknologi sebelum mereka memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsinya. Peran BPTP untuk mempercepat adopsi inovasi teknologi tidak akan terlepas dari proses
diseminasi
teknologi
kepada
pengguna,
khususnya
petani
yang
membutuhkannya. Menurut Syahyuti (2006), harus ada mata rantai (change agent linkage) antara pemerintah sebagai change agency dengan masyarakat petani sebagai client system-nya agar inovasi teknologi dapat sampai ke lahan petani. KESIMPULAN Pengkajian ini menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pupuk anorganik di Kelurahan Kemumu, Kecamatan Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara dapat menurunkan biaya pupuk sebesar Rp. 413.180/ha/musim tanam dan meningkatkan hasil 0,5 ton/ha dengan dengan nilai RC ratio 2,59. Minat petani mengadopsi dosis pupuk rekomendasi berbeda sangat nyata untuk dosis pupuk SP-36, sedangkan minat mengadopsi dosis pupuk Urea dan KCl tidak berbeda nyata.
8
Daftar Pustaka Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Edisi Revisi 2009. Rineka Cipta. Jakarta.Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Spectrum Diseminasi Multi Channel. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Adam, M. 2009. Pengaruh Tingkat Penyerapan Adopsi Teknologi serta Pendapatan Petani Padi Sawah Pasang Surut di Kabupaten Indragiri dan Siak. Jurnal Teroka Vol. IX No. 2, April 2009. Hal. 181-190. BPS. 2011. Tabel Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?adodb_next_page=2&eng=0&pgn=1&prov=99 &thn1=2009&thn2=2011&luas=1&produktivitas=1&produksi=1 BPS Provinsi Bengkulu. 2011a. Berita Resmi Statistik No. 43/11/17/Th.V, 1 November 2011. BPS Provinsi Bengkulu. Suprapto, T. dan Fahrianoor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori dan Praktek. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. PT. Bina Reka Pariwara. Jakarta.
9