Riptek Vol. 8, No. 1, Tahun 2014, Hal. 49 - 56
RESPONSIVITAS DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG TERHADAP PEMENUHAN JAMINAN HAK-HAK DI BIDANG KESEHATAN MENUJU SEMARANG KOTA LAYAK ANAK (KLA) Oleh : Sutopo Patria Jati *, Septo Pawelas Arso*, Hervy Friska** Abstract The District Fit for Children (DFC) policy was developed to protect the children’s right at the district level. There were many obstacles to meet the health needs of the children, that’s why this issues became the top priority of the DFC program in Semarang. According to the implementation of the Major Rule Number 20 at 2010 about DFC program in Semarang, there was a lack of response to conduct this program by the district of health office (DHO). Responsiveness was the one of parameter of good governance to meet the public’s need. The research’s purpose is to evaluate the responsiveness of the district health office to meet the health need of the children in Semarang. This is the qualitative research with the descriptive method. The main informant is the chief of Family Health Division at the District Health Office Semarang, and the triangulation informant is the chief of Woman Empowerment Division at the Bappermas & KB Semarang. The Result of research found that the ability to conduct health need assessment was fairly good, the DHO Semarang was also set up the agenda & priority to meet the health needs of the children. According to improve the health services for the children, the DHO will strengthening the Semarang District Child Forum and with other stakeholders will develop the District Action Planning for the DFC program. There are many obstacles during the implementation of the DFC e.g. limitation of facilities, unadequate coordination between the stakeholders and ignorance about the Semarang District Child Forum. Recommendation is the DHO must be develop the solid coordination by give more opportunity to Semarang District Child Forum to get participate of this process. Keywords:responsiveness, district fit for children Abstrak Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) di Semarang merupakan kebijakan yang dikeluarkan untuk menjamin hak-hak anak. Masih banyaknya masalah anak yang yang ditemukan di bidang kesehatan menjadikan pemenuhan hak anak di bidang kesehatan salah satu prioritas pengembangan KLA di Semarang. Pada kenyataannya, sejak kebijakan KLA diluncurkan melalui Peraturan Walikota Semarang No 20 Tahun 2010, ternyata sampai saat ini belum terlihat jelas respon pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak di bidang kesehatan. Responsivitas merupakan salah satu karakteristik good governance untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat responsivitas Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang dalam pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Informan utama penelitian ini adalah Bidang Kesehatan Keluarga DKK Semarang dan informan triangulasi adalah bidang Pemberdayaan Perempuan pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan& KB Kota Semarang. Dari hasil penelitian dalam mengenal kebutuhan, DKK Semarang sudah responsif untuk mengidentifikasi kebutuhan anak dan telah membuat agenda & prioritas program yang menjadi kebutuhan anak di bidang kesehatan. Dalam upaya pengembangan program pelayanan, DKK Semarang akan memberdayakan Forum Anak Semarang dan menyiapkan Rencana Aksi Daerah KLA bersama-sama dengan stakeholders terkait. Kendala yang dirasakan oleh DKK Semarang adalah kurangnya sarana,
Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang Terhadap Pemenuhan Jaminan Hak-Hak di Bidang Kesehatan Menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA)
(Sutopo Patria Jati, dkk)
koordinasi dengan stakeholders dan kurangnya informasi tentang Forum Anak Semarang. Penulis menyarankan agar DKK Semarang melibatkan Forum Anak dan mengoptimalkan koordinasi dengan stakeholders. Kata Kunci :responsivitas, good governance, pemenuhan hak-hak di bidang kesehatan, Kota Layak Anak (KLA). Pendahuluan Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan,. Model Kota Layak Anak (KLA) ini sebagai prioritas program dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak dengan menetapkan 7 (tujuh) aspek penting dalam pengembangan Kota Layak Anak (KLA) yaitu : kesehatan, pendidikan, sosial, hak sipil dan partisipasi,perlindungan hukum, perlindungan ketenagakerjaan dan infrastruktur. (1) Kota Semarang merupakan salah satu target kota untuk pengembangan kebijakan Kota Layak Anak (KLA). Dalam upaya mewujudkan Semarang Kota Layak, ditemukan permasalahan anak dari berbagai aspek. Aspek sosial, mulai dari eksploitasi anak,dan kekerasan pada anak. Aspek pendidikan yaitu masalah anak putus sekolah, dan yang terpenting pada aspek kesehatan anak. (2)Pada aspek kesehatan, Profil Anak Kota Semarang Tahun 2010 oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang menyebutkan beberapa issue tingkat Kota Semarang mengenai masalah kesehatan anak yang akan menjadi fokus pemerintah dalam menjamin hak-hak kesehatan anak menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA) antara lain angka kematian ibu (AKI) & angka kematian bayi (AKB) yang tinggi, gizi buruk pada anak, penyakit 50
menular pada anak dan masalah pelayanan kesehatan bagi anak.(3) Dinas Kesehatan Kota Semarang merupakan institusi yang memegang peranan penting dalam pemenuhan hakhak anak di bidang kesehatan. Sesuai gugus tugas yang telah dibuat, harus mampu menjalankan tugasnya dalam pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan. Oleh karena itu, penyedia layanan harus bersikap responsif sehingga mampu memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anak. Sehingga, untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan responsivitas pemerintah agar memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. (11) Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dibuat pertanyaan penelitian, sebagai berikut: “Bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang terhadap pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA)?” Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang terhadap pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan menuju Semarang Kota Layak Anak, sedangkan tujan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam kemampuannya untuk mengenal kebutuhan anak di bidang kesehatan, menyusun agenda dan prioritas program pelayanan di bidang kesehatan,dan upaya pengembangan program pelayanan di bidang kesehatan serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Riptek Vol. 8, No. 1, Tahun 2014, Hal. 49 - 56
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data bersifat kualitatif dengan tujuan mengetahui responsivitas pemerintah Kota Semarang terhadap pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan Pengumpulan data pada penelitian ini melalui wawancara mendalam ditunjang dengan studi dokumentasi,arsip-arsip maupun laporan hasil pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan jaminan hak-hak di bidang kesehatan untuk memberikan gambaran responsivitas pemerintah Kota Semarang dalam pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA).(4) Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang dalam pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan yang terdiri dari: (5) (1) Kemampuan mengenali kebutuhan anak di bidang kesehatan termasuk kendala yang dihadapi dalam mengidentifikasi kebutuhan anak di bidang kesehatan dalam program Kota Layak Anak (KLA). (2) Kemampuan menyusun agenda dan prioritas pelayanan di bidang kesehatan,serta kendala yang dihadapi dalam menyusun agenda dan prioritas program di bidang kesehatan dalam program Kota Layak Anak (KLA). (3) Kemampuan untuk mengembangkan program di bidang kesehatan dalam pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatanmaupun kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan program di bidang kesehatan dalam program Kota Layak Anak (KLA). Ketiga variabel tersebut diukur dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan inti yaitu staf Bidang Kesehatan Keluarga (Kesga) Dinas Kesehatan Kota Semarang dan triangulasi sumber data dengan wawancara kepada staf Bidang Pemberdayaan Perempuan
Bapermas, Perempuan dan KB Kota Semarang. Hasil dan Pembahasan a. Kemampuan dalam mengenal kebutuhan anak di bidang kesehatan Dari hasil penelitian diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kota Semarang sudah memiliki data dasar yang mencukupi untuk mengenal kebutuhan anak, seperti pada cuplikan hasil wawancara berikut: Kotak 1 “…Kebutuhan anak itu adala segala sesuatu yang harus dipenuhi, seperti tumbuh kembang, terhindar dari penyakit, mendapatkan pelayanan kesehatan…. Dan DKK sudah punya data masalah anak untuk identifikasi kebutuhan termasuk dengan dibuatnya Profil Anak Kota Semarang…”
Seperti yang diungkapkan Dadang Juliantara (2005) : agar pelayanan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat maka aparatur yang bertugas melayani harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kebutuhan (6) masyarakat yang dilayaninya. Begitu juga dengan Agus Dwiyanto (2005) yang menjelaskan bahwa good governance harus memiliki data mengenai masalah yang ditemukan di masyarakat.(5) Selain itu dari kecukupan sumber daya DKK Semarang merasa cukup dengan sumber daya manusia (SDM) dan dana yang dimilki, namun masih merasa kurang dari sisi sarana. Kotak 2 “….SDM dan dana kita udah cukup, Cuma sarana aja yang masih dirasakan kurang khususnya untuk pemantauan tumbuh kembang anak…”
Dadang Juliantara (2005): sumber daya yang tersedia merupakan satu 51
Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang Terhadap Pemenuhan Jaminan Hak-Hak di Bidang Kesehatan Menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA)
kesatuan kekuatan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, SDM yang tersedia harus ditunjang sumber dana yang mencukupi , dan juga tidak dapat berjalan jika tidak ditunjang dengan peralatan maupun teknologi yang memadai. (6) Untuk keterlibatan Forum anak Semarang (Fase) dalam mengenal kebutuhan anak, belum dilibatkan secara penuh, karena informasi mengani peran, fungsi dan kedudukan Fase belum diketahui secara utuh oleh DKK Semarang.Dalam Pedoman Kebijakan KLA untuk mengenali kebutuhan anak, anak harus dilibatkan untuk mendengarkan keluhan dan aspirasinya, untuk tahapan ini seharusnya kedudukan anak pada tahapan partisipasi anak ke 8 : Keputusan atas inisiatif anak, dilakukan bersama orang dewasa. Namun, kenyataannya Fase hanya sekedar diberi informasi saja, belum dilibatkan secara penuh.(7) Kendala yang masih dirasakan oleh DKK Semarang dalam mengenl kebutuhan anak, terdiri dari kendala internal dan eksternal. Kendala internal antara lain: kurangnya sarana pemantauan tumbuh kembang anak, belum optimalnya koordinasi dengan stakeholder terkait, serta kurangya informasi mengenai Fase. Sedangkan, kendala eksternal yaitu masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk ikut serta dalam mengenal kebutuhan anak di bidang kesehatan. b. Kemampuan dalam menyusun agenda dan prioritas program pelayanan di bidang kesehatan Dari hasil penelitian diketahui bahwa DKK Semarang tidak lagi membuat agenda dan prioritas program yang baru untuk KLA, namun menjalankan agenda dan prioritas program yang telah dibuat sebelumnya yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak di bidang kesehatan dan di sesuaikan dengan tujuan KLA. 52
(Sutopo Patria Jati, dkk) Kotak 3
“…untuk KLA kita gak buat agenda baru, tapi kita jalankan agenda yang sudah ada yang kita sesuaikan dengan tujuan KLA…”
Seperti yang dilakukan oleh DKK Solo, Deklarasi United Nations Children’s Fund (Unicef) Solo Kota Layak Anak : Dinas Kesehatan Solo menjalankan agenda dan prioritas program yang telah dibuat oleh DKK Solo dalam pemenuhan hak anak, yang disesuaikan dengan tujuan KLA, dimana diketahui yang menjadi prioritas yaitu penanganan gizi buruk dan program Pemeliharaan Kesehatan (8) Masyarakat (PKMS). Dalam menyusun agenda dan prioritas program di bidang kesehatan, DKK Semarang telah menjalin koordinasi dengan semua stakeholder terkait. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) : koordinasi dari pihak terkait yang dibutuhkan dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) : pertanggung jawaban untuk membuat kebijakan, menyusun perencanaan yang antara lain adalah menyusun agenda program,pelaksanaan program termasuk monitoring dan evaluasi program.(9)Begitu juga yang dituangkan dalam Review Kota Layak Anak: semua agenda dan program merupakan agenda bersama sehingga koordinasi dari semua stakeholders sangat diperlukan. (10) Keterlibatan Fase juga merupakan hal yang penting dalam penyusunan agenda dan prioritas program pelayanan di bidang kesehatan. Sejauh ini Fase hanya dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh DKK Semarang. Wilcox (1994): untuk tahapan yang lebih teknis (perumusan dan penyusunan) pemberian informasi sudah memadai namun, masyarakat tetap dihadirkan untuk mendengar aspirasinya (11) yang
Riptek Vol. 8, No. 1, Tahun 2014, Hal. 49 - 56
dalam Tahap Partisipasi Anak dalam Pedoman KLA yaitu: tahap kelima : dikonsultasikan, dan diinformasikan, dimana anak/ remaja ada dan dimintai pendapat . (7) Kendala yang dirasakan dalam menyusun agenda dan prioritas program lebih pada kendala internal yaitu kurangnya sarana, koordinasi yang belum optimal antar stakeholder serta kurangnya informasi mengenai Fase yang didapatkan oleh DKK Semarang. c.
Kemampuan dalam upaya pengembangan program pelayanan di bidang kesehatan Untuk upaya pengembangan program pelayanan di bidang kesehatan saat ini adalah lebih diutamakan dalam mempersiapkan kebutuhan untuk menjalankan tahapan tersebut kedepan. Kotak 4 “…Program yang telah dilaksanakan nantinya akan dievaluasi , dan kemudian akan dilakukan pengembangan maupun perbaikan program…”
Koordinasi dengan pihak di luar pemerintah seperti swasta juga menjadi hal yang dipersiapkan. Kotak 5 “..DKK bersama stakeholder lain mempersiapkan sumber daya terlebih dahulu, baik dari SDM, dana maupun koordinasi dengan pihak swasta untuk mendukung dari segi dana agar tidak hanya mengandalkan APBD: saja Agus Dwiyantodana (2005) diperlukan
inovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang akan semakin kompleks. Dalam hal ini pemerintah memerlukan sumber daya yang memadai untuk pengembangan program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (4)Disisi lain dapat dilihat dari keberhasilan yang dicapai Kota Solo sesuai Deklrasi Unicef Solo sebagai KLA karena kemampuannya
dalam menggandeng pihak swasta dalam bentuk corperate social responsibility. (8) Selain kesiapan sumber daya dan koordinasi antar stakeholder, keterlibatan Fase dalam pengembangan program pelayanan di bidang kesehatan merupakan hal yang penting dari hasil penelitian diketahui bahwa Fase akan diberdayakan dalam upaya pengembagan program ke depan. Selain itu juga disebutkan bahwa untuk partisipasi anak akan menjadi wacana ke depan untuk menyiapkan rancangan peraturan daerah (raperda)dan Rencana Aksi daerah (RAD) Kota Layak Anak. Sesuai dengan Unicef, dalam Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibu dan Anak (1999): anak merupakan merupakan potensi yang harus diberdayakan untuk memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan. Model pemberdayaan yang berbasis edukasi memang dipandang lebih efektif untuk memberdayakan anak. (12) Untuk kendala dalam upaya pengembangan program antara lain : kurangnya sarana, koordinasi yang belum optimal dari dalam oemerintahan maupun di luar pemerintahan termasuk dati masyarakat. Kesimpulan 1. Responsitvitas DKK Semarang dalam mengenal kebutuhan anak di bidang kesehatan termasuk cukup, namun dalam hal melibatkan peran Fase masih belum optimal. 2. Dinas Kesehatan Kota Semarang kurang responsif dalam menyusun agenda dan prioritas program kebutuhan anak di bidang kesehatan karena cenderung hanya melanjutkan agenda yang telah ada sebelumnya dan belum sepenuhnya melibatkan peran Fase. 3. Dalam upaya pengembangan program kesehatan, saat ini DKK Semarang menunjukkan respon yang cukup baik dengan upaya pemberdayaan Forum Anak Kota Semarang melalui metode 53
Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Semarang Terhadap Pemenuhan Jaminan Hak-Hak di Bidang Kesehatan Menuju Semarang Kota Layak Anak (KLA)
pendididikan sebaya yang dimaksudkan untuk melibatkan anak dalam tahapan pengembangan program kesehatan. Selain itu mempersiapkan kebutuhan sumber daya yang akan dibutuhkan dalam upaya pengembangan program pelayanan di bidang kesehatan melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Kota Layak Anak (KLA) bersama semua stakeholders terkait. 4. Kendala yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang, terdiri dari kendala internal dan kendala eksternal: a. Kendala Internal : 1) Masih kurangnya sarana penunjang program kesehatan anak khususnya untuk program tumbuh kembang anak. 2) Koordinasi dengan semua stakeholder yang belum optimal oleh karena masih adanya sektor-sektor yang masih berjalan sendiri-sendiri. 3) Kurangnya informasi yang didapat oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang khususnya mengenai peran, fungsi serta kedudukan Forum Anak Kota Semarang, sehingga belum melibatkan Forum Anak Kota Semarang dalam tahapantahapan yang telah dilakukan.. b. Kendala eksternal yang dirasakan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan anak di bidang kesehatan, sehingga partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan masih sangat kurang. Saran 1. Bagi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan & KB (leading sector) a. Mengadakan sosialisasi tentang Forum Anak Kota Semarang 54
2.
3.
(Sutopo Patria Jati, dkk)
yang telah dibentuk guna memberikan informasi mengenai kedudukan, peran dan fungsi dari penyelenggaraan Forum Anak Kota Semarang kepada semua stakeholders dari pemerintahan maupun non pemerintah, dan masyarakat, agar dapat melibatkan anak dalan setiap tahapan yang dillaksanakan. b. Membangun partisipasi bersama antar stakeholders yang terkait dengan mengadakan koordinasi sehingga terbentuk penguatan komitmen bersama disertai dengan penerbitan peraturan perundangan yang mengatur pembentukan peran ,tugas dan batas kewenangan (jobdesk) masing-masing pihak dalam upaya implementasi Kota Layak Anak di Semarang. Bagi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang a. Melakukan upaya advokasi mengenai anggaran program dengan cara melakukan audiensi bersama dengan masing-masing SKPD terkait, untuk menyusun program dan kebutuhan anggaran. b. Mengoptimalkan kerjasama dari pihak swasta untuk menggalang dana guna penyusunan dan pengembangan program dalam bentuk coorporate social responsibility. Sehingga, pembiayaan tidak lagi sepenuhnya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang a. Diharapkan dapat memberdayakan Forum Anak Kota Semarang yang telah
Riptek Vol. 8, No. 1, Tahun 2014, Hal. 49 - 56
4.
dibentuk khususnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan anak di bidang kesehatan. b. Mengoptimalkankoordinasi/kerja sama dengan semua stakeholders terkait dalam upaya pengembangan maupun pembaharuan program kesehatan , sehingga program kesehatan tidak hanya dibuat oleh sektor kesehatan saja. Bagi stakeholders lain diluar Dinas Kesehatan Kota Semarang (SKPD terkait, LSM, swasta dan masyarakat) a. Mampu menjalankan peran, fungsi dan kedudukan masingmasing dalam gugus tugas Kota Layak Anak khususnya dalam memenuhi hak anak di bidang kesehatan. b. Menjalin koordinasi dalam memenuhi kebutuhan anak khususnya kebutuhan di bidang kesehatan,sehingga optimalisasi terhadap penyesuaian peran dari masing-masing stakeholders dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang. 2010. Profil Anak Kota Semarang 2010. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang. 2010. Mainstreaming Hak-Hak Anak Melalui Kabupaten/Kota Layak Anak. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Semarang. 2010. FilosofiKerangka Berpikir-Strategi-Program dan Indikator dalam rangka memenuhi Hak-hak Anak di Kota Semarang. Semarang: Bapermas,Perempuan dan KB.
Departemen Kesehatan RI; Unicef. 1999.Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. A, Dwiyanto. 2005. Mewujudkan Good Governence Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Juliantara, Dadang. 2005.Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik.Yogyakarta: Pembaruan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. 2007. Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. 2008. Review Kota Layak Anak.http://www.kotalayak.anak.org (diakses tangal 29 April 2011). S,
Notoadmojo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wilcox,D. 1994.The Guide to Effectivive Participation. http://www.partnership.org.uk(diaks es tanggal 25 April 2011). YKAI. 2007. Peran Pemerintah dalam Upaya Mewujudkan Kab/Kota Layak Anak (KLA).
55