V. HASIL PENGAMATAN
5.1 Karakteristik Responden Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.
Responden petani
berjumlah 348 orang, responden pedagang berjumlah 37 orang dan industri pengolahan buah hanya satu. Informasi mengenai industri pengolahan buah sangat sulit diperoleh, karena pihak rnanajemen industri tidak memberi ijin untuk wawancara. Responden pedagang dalam menjalankan usaha jual beli buah-buahan umumnya menggunakan modal sendiri, namun ada pula beberapa yang menggunakan modal pinjaman atau berdasarkan sistem bagi hasil antara pedagang pengurnpul dan pedagang pengecer.
Besarnya modal yang digunakan pedagang berkisar antara
Rp30.000,OO-Rp150.000.000,OO.
bervariasi antara 1-15
Jumlah tenaga kerja yang digunakan pedagang
orang pekerja. Tenaga kerja yang digunakan pedagang
umurnnya merupakan tenaga sewa yang hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja seperti pada saat pemanenan dan pengangkutan buah-buahan. Upah yang digunakan dapat berupa bagi hasil ataupun upah harian dengan besaran upah per hari antara Rp7.000,OO-Rp20.000,OO. Hasil wawancara menunjukkan bahwa umur responden petani berkisar antara 2 1-80
tahun. Tingkat pendidikan petani bervariasi, sebagian besar responden petani
telah menempuh pendidikan formal, walaupun hanya pada tingkat SD. Namun ada
pula sebagian kecil yang sampai pada tingkat SMA, bahkan ada beberapa yang sampai ke jenjang sarjana. Seorang petani responden umumnya memiliki tanggungan keluarga sebanyak 1-14
orang.
Industri pengolahan yang menjadi responden adalah industri knpik pisang CV. Kharisma di J1. Panjaitan No 9 Gotong Royong Bandar Lampung. CV. Kharisma hanya memproduksi kripik pisang. Industri ini berdiri tahun 1995 dengan modal sendiri sebesar Rp30.000.000,OO. Tenaga kerja yang digunakan berjumlah 8 orang dengan upah per hari Rp5.000,OO. Kripik pisang merupakan salah satu makanan khas Daerah Lampung yang cocok dijadikan buah tangan khas Lampung. Sayangnya peluang yang baik ini baru dimanfaatkan oleh beberapa industri saja. Beberapa petani yang memililu keterampilan untuk membuat keripik pisang belum mampu bersaing dengan indusbi karena terhambat oleh masalah pemasaran, petani tidak tahu hams menjual ke mana. 5.2 Lahan dan Kinerja Usahatani
Luas lahan yang dimiliki responden petani berkisar antara 0,08 ha-15,50
ha.
Rata-rata jumlah pohon per jenis per hektar secara berturut-turut adalah pisang (1 19 pohon), rambutan (43 pohon), mangga (32 pohon), durian (24 pohon), duku (48 pohon), dan jeruk (402 pohon). Pendapatan petani per tahun dari hasil penjualan buah-buahan berkisar antara Rp20.000,00--Rp 110.705.000,00. Responden petani urnumnya menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga, kecuali petani yang memiliki kebun yang luas. Responden petani yang memiliki
38
kebun luas, selain menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga juga menggunakan tenaga dari luar keluarga. Pengelolaan buah-buahan ini masih bersifat tradisional. Penggunaan pupuk dan pestisida secara rutin hanya digunakan oleh petani jeruk saja. Selain itu petani masih banyak yang menggunakan bibit asalan. Bibit asalan ini diperoleh petani dan pemberian, memindahkan anakan, menanam dari biji, atau mernelihara tanman yang tumbuh tanpa disengaja. Penggunaan bibit unggul umumnya baru digunakan oleh
petani jeruk dan beberapa petani buah lainnya d~ Desa Sidodadi, Hanura, Sumber Agung, Batu Putu, Pekalongan, dan Metro Pusat. Jenis tanaman buah-buahan yang ditanam oleh responden petani adalah: sawo, jambu, alpulcat, mangga, rambutan, pisang, durian, cempedak, duku, kecapi, salak, jambu bol, pepaya, srikaya, kedondong, cermai, jeruk, sirsak, nenas, manggis, belimbing; langsat, dan cocosan Tanaman buah-buahan umumnya bukan merupakan sumber pendapatan yang utama, terkecuali bagi p u n jeruk di Desa Moris Jaya dan Tanjung Sari. Buah-buahan ditanarn di kebunlladang, pekarangan, dan hutan secara campuran dengan tanaman tahunan atau tanaman semusim lainnya. Alasan petani menanarn buah-buahan, adalah: 1. Untuk konsumsi keluarga sehingga tidak perlu membeli atau meminta dari
tetangga atau orang lain 2. Harga jual yang tinggi 3. Pemeliharaan dan pengelolaannya sederhana dan tidak memerlukan tenaga kerja
yangbanyak
4. Tambahan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari 5. Sebagai tanaman peneduh
6. Pemanfaatan lahan kosong 7. Mencegah longsor
8. Meniru temanltetangga yang sudah menanam 9. Adanya programlanjuran pemerintah khususnya untuk jeruk di Desa Tanjung Sari Responden petani di Desa Pahmongan, Sukanegara, Sumber Agung, dan Batu Putu umumnya menanam buah-buahan di lahan kawasan hutan. Jenis buah yang ditanam di lahan kawasan adalah pisang, durian, dan duku. 5.3 Pola Tanam
Pola tanam yang digunakan responden petani di desa-desa sampel berbedabeda. Petani di Desa Pahmongan dan Sukanegara menggunakan pola tanam secara campuran antara tanaman buah-buahan di dalarn repong darnar. Berbeda dengan petani di Desa Sumber Agung dan Batu Putu, tanaman buah-buahan umurnnya ditanam bersama tanaman sayuran (buncis, terung, cabe, dll), tanaman perkebunan (kopi, coklat, kelapa, karet, dll) atau pohon hutan lainnya (sonokeling, jati, mahoni, rotan, dll). Beberapa Petani di Desa Moris Jaya menggunakan pagar atau batas kebun jeruknya dengan tanaman jengkol. Tanaman jengkol ini ditanam disetiap tepi kebun sekaligus sebagai batang untuk menjalarnya tanaman lada. Sehingga pada satu petak kebun jeruknya terdapat tiga sumber penghasilan yaitu dari jeruk, jengkol, dan lada.
Penanaman jeruk dilakukan secara mandiri oleh petani tanpa bantuan pemerintah atau penyuluhan dari pertanian. Petani di Desa Tanjung Sari menanam jeruk dengan pola tanarn yang berbeda, yaitu secara monokultur di lahan rawa.
Lahan rawa ini dimanfaatkan dengan
membuat gundukan yang cukup tinggi sehingga tanaman jeruk tidak terendam air
rawa. Petani di Desa Tanjung Sari menanam jentk berdasarkan anjuran pemerintah dengan bantuan dari APBD dan OECF. Bantuan yang diterima petam berupa bibit, pupuk, obat-obatan, dan penyuluhan tentang cara penanaman, pemeliharaan tanaman hingga panen. Awalnya sebagian besar masyarakat menolak karena meragukan keberhasilan program ini. Namun setelah banyak petani yang mencoba dan berhasil, akhirnya seluruh masyarakat menerima. Desa-desa lainnya menanam buah-buahan secara campwan di kebun atau pek-gan
rumah dengan campuran tamman berkayu
ataupun tanaman pertanian. 5.4 Status Produk
Tidak semua buah-buahan ditanam dengan tujuan untuk dijual. 5621 persen petani menanarn buah-buahan dengan tujuan untuk dijual atau komersial, 18,35 persen untuk dikonsumsi dan dijual atau semi komersial, dan sisanya sebesar 25,44 persen petani menanam buah hanya untuk konsumsi saja atau trahsional. Kriteria pembagiannya adalah: 1. Komersial:
Pasar sudah terbentuk
Ada hubungan antara petani dan pedagang Seluruh hasil produksi atau >>50% dijual Tanaman buah sudah berproduksi secara kontinyu 2. Semi Komersial
Pasar belum tertentu atau jelas Hasil produksi <<50% dijual Tanaman buah belum berproduksi secara kontinyu 3. Tradisional
Pasar belum terbentuk Hasil produksi hampir dan atau seluruhnya untuk konsumsi sendiri atau dijual di pasar lokal
Pengelolaan kebun secara tradisional. Jenis buah-buahan yang paling banyak ditanam petani untuk tujuan komersial adalah jeruk, durian, duku, pisang, dan mangga (Lampiran 4).
5.5 Penawaran dan Permintaan Harga buah berbeda-beda tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan daerah tersebut. Penawaran dan permintaan buah ini sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat panen raya tejadi penawaran yang berlebihan, dan panen raya ini berlangsung secara bersamaan di hampir seluruh daerah produksi. Mengingat sifat buah yang mudah rusak atau busuk, pedagang pengumpul tidak dapat menampung seluruh panen buah sehingga harga buah turun.
42
Jenis buah yang memiliki penawaran dan permintaan tertinggi adalah jeruk. Permintaan paling banyak berasal dari luar propinsi (77,78%) dan permintaan lokal hanya 22,22 persen. Beberapa daerah di Pulau Jawa yang memiliki permintaan jeruk tinggi adalah Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Saat ini penawaran jeruk masih tergantung pada musim. Diperkirakan bahwa permintaan jeruk dan sawo akan meningkat, ha1 ini terlihat dari tingginya permintaan bibit dari kedua jenis buah tersebut. Akhir-akhir ini beberapa industri clan perkebunan mulai banyak yang menanam tanaman jeruk dalam skala yang cukup besar, tetapi saat ini tanaman-tanaman tersebut banyak yang belum berproduksi. Jeruk yang diproduksi oleh industri dan perkebunan merniliki saluran pemasaran yang berbeda dengan petani kecil sehingga pada pemasaran jeruk petani tidak bersaing dengan industri atau perkebunan. Tanaman saw0 memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Saw0 diproduksi oleh petani kecil.
Penanaman dan pernelilxkaan tanaman sawo tidak
terlalu sulit. Tanaman sawo juga memiliki umur produktif yang relatif lama clan berbuah sepanjang tahun. 25 persen dari jumlah responden petani menganggap jenis tanaman buah yang paling menguntungkan saat ini adalah jeruk dan 22,37 persen petani mengatakan pisang. Jenis buah-buahan yang diimpor dari luar Propinsi Lampung antara lain adalah jeruk dari Padang dan Medan, duku dari baturaja (Palembang), dan mangga dari Kudus (Jawa Tengah), Cirebon (Jawa Barat), dan Bandung (Jawa Barat). 40 persen responden pedagang mengatakan bahwa buah lokal tidak dapat menggantikan pasar
43
buah impor, hanya 8,5 persen yang mengatakan dapat, dan sisanya 5 1,43 persen tidak tahu. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kualitas buah-buahan lokal. Apabila kualitas buah-buahan ini diperbaiki, 75 persen pedagang mengatakan harga yang diterima petani dan share petani akan meningkat dan 25 persen petani mengatakan perbaikan kualitas ini tidak akan berpengaruh terhadap harga. Mengingat bahwa karakteristik produksi buah yang musiman, peningkatan harga biasanya tergantung pada kepastian produksi dan jumlah yang dihasilkan petani. Jumlah pedagang yang terbatas juga mempengaruhi harga, sedikitnya jumlah pedagang yang bersedia membeli membuat kemampuan pedagang untuk menentukan harga menjadi semakin besar.