BAB 4 HASIL DAN PENELITIAN
4.1
Gambaran Subyek Penelitian Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah responden dengan
kisaran usia 18-21 tahun, bekerja sebagai asisten laboratorium di SLC, serta bekerja pada shift pagi dan malam. Jumlah responden
dalam
penelitian ini adalah
sebanyak 60 orang. Berikut beberapa data profil responden penelitian yang diambil (lihat lampiran 7): 4.1.1 Usia Responden Tabel 4.1 Usia responden
Usia
Frekuensi
Persentase
18 tahun
3
5.0
19 tahun
17
28.3
20 tahun
26
43.3
21 tahun
14
23.3
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, responden yang berusia 18 tahun sebanyak 3 orang (5%), 19 tahun sebanyak 17 orang (28,3%), 20 tahun sebanyak 26 orang (43,3%), dan 21 tahun sebanyak 14 orang (23,3%). Melalui penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah responden yang berusia 20 tahun.
39
4.1.2 Jenis Kelamin Responden Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
Pria
55
91.7
Wanita
5
8.3
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, responden yang berjenis kelamin pria sebanyak 55 orang (91,7%), dan wanita sebanyak 5 orang (8,3%). Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa responden pria lebih banyak yang bekerja sebagai aslab di SLC. 4.1.3 Jurusan Responden Tabel 4.3 Jurusan Responden
Jurusan
Frekuensi
Persentase
Teknik Informatika
46
76.7
Sistem Informasi
12
20.0
Komputer Akuntansi
2
3.3
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, responden yang mengambil jurusan Teknik Informatika sebanyak 46 orang (76,7%), jurusan Sistem Informasi sebanyak 12 orang (20%), dan jurusan Komputer Akuntansi sebanyak 2 orang (3,3%). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa responden yang paling banyak bekerja sebagai aslab di SLC merupakan responden yang mengambil jurusan Teknik Informatika.
40
4.1.4
Semester Kuliah Responden Tabel 4.4 Semester Kuliah Responden
Semester Kuliah
Frekuensi
Persentase
Semester 2
8
13.3
Semester 4
28
46.7
Semester 6
24
40.0
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, responden yang berada di semester 2 sebanyak 8 orang (13,3%), semester 4 sebanyak 28 orang (46,7%), dan semester 6 sebanyak 24 orang (40%). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan responden yang paling banyak bekerja sebagai aslab di SLC adalah responden yang berada pada semester 4. 4.1.5 Lama Bekerja Responden Tabel 4.5 Lama Bekerja Responden
Lama Bekerja
Frekuensi
Persentase
1 semester (< 6 bulan)
21
35.0
2 semester (< 12 bulan)
22
36.7
3 semester (< 18 bulan)
7
11.7
4 semester (< 24 bulan)
10
16.7
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, responden yang bekerja selama 1 semester (<6 bulan) sebanyak 21 orang (35%), selama 2 semester (<12 bulan) sebanyak 22 orang (36,7%), selama 3 semester (<18 bulan) sebanyak 7 orang (11,7%), selama 4 semester (<24 bulan), dan sebanyak 10 orang (16,7%). Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan responden yang paling banyak adalah responden yang bekerja selama 2 semester (<12 bulan).
41
4.1.6. Shift Kerja Responden Tabel 4.6 Shift Kerja Responden
Shift Kerja
Frekuensi
Persentase
Malam
30
50.0
Pagi
30
50.0
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang bekerja pada shift malam sebanyak 30 orang (50%), dan Shift pagi sebanyak 30 orang (50%). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa responden yang bekerja di shift malam dan responden yang bekerja di shift pagi memiliki jumlah yang sama. 4.1.7. Nilai IPK Responden Tabel 4.7 Nilai IPK Responden
Nilai IPK
Frekuensi
Persentase
2,50-3,00
5
8.3
3,00-3,50
20
33.3
3,50-4,00
35
58.3
Total
60
100.0
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa responden dengan IPK 2,50-3,00 sebanyak 5 orang (8,3%), IPK 3,00-3,50 sebanyak 20 orang (33,3%), dan IPK 3,50-4,00% sebanyak 35 orang (58,3 %). Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki nilai IPK yang berkisar antara 3,50-4,00.
42
4.2 4.2.1
Gambaran Data Penelitian Uji Normalitas Uji
normalitas
digunakan
untuk
mengetahui
apakah
populasi
data
berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf siginifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05. Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal, karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,283 untuk regulasi diri dan 0,644 untuk motivasi berprestasi (lihat lampiran 8). 4.2.2
Uji Korelasi Antara Regulasi Diri dan Motivasi Berprestasi Pada bagian ini peneliti ingin melihat ada tidaknya hubungan antara regulasi
diri dengan motivasi berprestasi. Untuk mencari hubungan antara kedua variabel maka peneliti menggunakan uji korelasi Pearson. Dari hasil analisis korelasi didapat korelasi antara regulasi diri dan motivasi berprestasi (r) adalah 0,806. Menurut Sugiyono dalam Priyatono (2007), nilai 0,80-1,000 menunjukkan adanya koefisien korelasi yang sangat kuat antara kedua varibel. Hal ini berarti menunjukkan semakin tinggi regulasi diri yang dimiliki oleh para mahasiswa yang bekerja sebagai aslab SLC, maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi yang dimilikinya. Untuk uji signifikansi, Ho diterima jika P > 0,05 dan Ho ditolak jika P < 0,05. Dari uji yang dilakukan diperoleh, nilai P=0,000, yang mana menunjukkan bahwa P < 0,05. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang mana ini berarti terjadi hubungan secara signifikan antara regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada subyek penelitian (lihat lampiran 9).
43
Berdasarkan hasil uji korelasi maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan signifikan antara regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja sebagai aslab di SLC Binus University. Seperti yang dijelaskan oleh Zimmerman dalam Bembenutty & Karabenick (2004), bahwa kemampuan atau usaha yang dilakukan seorang individu dalam mencapai prestasi dapat terlihat melalui kemampuan regulasi diri yang dimilikinya serta motivasi dalam dirinya untuk mencapai suatu bentuk prestasi, termasuk dalam hal ini adalah kemampuannya untuk mempertahanakan prestasi akademiknya. Hal ini menunjukkan, bahwa motivasi berprestasi dan regulasi diri sama-sama berperan penting dalam usaha yang dilakukan oleh mahasiswa yang bekerja sebagai aslab di SLC ini dalam mencapai dan mempertahankan prestasinya. Lebih jauh, berdasarkan hasil diatas juga terdapat hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi antara regulasi diri dan motivasi berprestasi. Ini berarti semakin tinggi regulasi diri pada mahasiswa yang bekerja sebagai aslab SLC, semakin tinggi pula motivasi berprestasi yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah regulasi diri yang dimiliki oleh mahasiswa yang bekerja sebagai aslab, maka semakin rendah pula motivasi berprestasi yang dimilikinya. Ditambahkan juga oleh McClelland dalam O’Neil & Drillings (1994) bahwa, tindakan manusia pada dasarnya dipandu oleh motivasi berprestasi, dimana di dalam motivasi tersebut manusia akan melakukan regulasi diri terhadap tindakannya dalam jangka panjang. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa aslab ini terdapat kemampuan regulasi diri yang berbedabeda pada tiap-tiap individunya dalam usahanya untuk mencapai suatu prestasi atau goal.
44
Berdasarkan dari hasil penelitian diatas, maka dapat dikatakan bahwa memang terdapat hubungan yang kuat dan hubungan yang saling mempengaruhi antara motivasi berprestasi dengan regulasi diri dan sebaliknya pada mahasiswa yang bekerja sebagai aslab di SLC Binus University. Hal ini dapat terlihat melalui motivasi berprestasi yang dimilikiya dan kemampuan regulasi dirinya seperti: mahasiswa dapat mengontrol hasil yang mereka harapkan melalui usaha mereka sendiri, mahasiswa mampu mengambil resiko untuk kuliah sambil bekerja dan menentukan prioritas utama mereka, mereka dapat memperoleh umpan balik yang jelas tentang kemajuan mereka, serta kemampuan mereka dalam mencapai suatu keunggulan. 4.3
Analisa Tambahan
4.3.1
Faktor - Faktor Yang Berkorelasi Dengan Regulasi Diri Tabel 4.8 Korelasi Regulasi Diri dengan Data Kontrol
Faktor-faktor yang
Metode yang
berkorelasi
digunakan
Hasil
Keterangan
dengan regulasi diri Usia Jenis kelamin
One way
F hitung = 0,283 Ho=diterima (tidak ada perbedaan
anova
≤ F tabel = 2,769
antara regulasi diri dengan usia)
Independent
P = 0,660 > 0,05
Ho=diterima (tidak ada perbedaan
sample t test
antara regulasi diri dengan masingmasing jenis kelamin)
Jurusan Semester kuliah
One way
F hitung = 0,411 Ho=diterima (tidak ada perbedaan
anova
≤ F tabel = 3,159
One way
F hitung = 1,748 Ho=diterima (tidak ada perbedaan
anova
≤ F tabel = 3,159
antara regulasi diri dengan jurusan) antara regulasi diri dengan semester kuliah)
45
Lama bekerja
One way
F hitung = 0,188 Ho=diterima (tidak ada perbedaan
anova
≤ F tabel = 2,769
antara regulasi diri dengan lama bekerja)
Shift kerja
Independent
P = 0,471 > 0,05
sample t test
Ho=diterima (tidak ada perbedaan antara regulasi diri dengan shift kerja)
Nilai IPK
One way
F hitung = 0,017
Ho=diterima (tidak ada perbedaan
anova
≤ F tabel = 3,159
antara regulasi diri dengan ratarata nilai IPK)
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan untuk uji perbandingan yang menggunakan metode One Way Anova, nilai F hitung ≤ F tabel, yang berarti Ho diterima atau tidak ada perbedaan antara regulasi diri dengan masing-masing usia, jurusan, semester kuliah, lama bekerja, dan nilai IPK. Untuk uji perbandingan yang menggunakan metode Independent Sample T Test, nilai P > 0,05, yang mana Ho diterima atau tidak ada perbedaan antara regulasi diri dengan jenis kelamin dan shift kerja (lihat lampiran 10). Dari hasil tersebut, dijelaskan bahwa tidak adanya perbedaan antara regulasi diri dengan usia karena pada dasarnya responden berada pada rentang usia yang sama yaitu usia 18-21 tahun, dimana kemampuan regulasi mereka juga masih terbatas. Menurut Powell (1983) mahasiswa sendiri rata-rata berusia 18-21 tahun, dimana pada usia ini mereka berada dalam tahapan remaja akhir menuju dewasa muda, yang mana mereka masih mengembangkan kemampuan mereka dalam menghadapi masalah-masalah di sekitarnya. Hasil di atas juga menjelaskan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi regulasi diri mahasiswa. Hal ini karena pada dasarnya regulasi diri itu adalah hal mendasar yang dimiliki oleh setiap individu tanpa melihat perbedaan
46
jenis kelaminnya, yang mana kemampuan ini dapat berkembang jika terus dilatih baik oleh diri sendiri maupun lingkungan. Hal ini, seturut dengan yang dijelaskan oleh Ormrod (2008), bahwa regulasi diri sendiri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia, yang perlu dikembangkan dan diarahkan secara tepat, karena perilaku yang dihasilkan oleh regulasi diri ini tidak bisa terjadi secara alamiah. Hasil di atas juga menjelaskan bahwa perbedaan jurusan, semester kuliah, dan lama bekerja mahasiswa aslab tidak mempengaruhi regulasi dirinya. Hal ini terjadi, karena pada dasarnya regulasi diri merupakan sesuatu yang dinilai secara internal, dimana tiap-tiap individu adalah berbeda-beda dan tidak bisa dibatasi hanya dari perbedaan jurusan mereka, semester kuliah dan lama bekerja. Faktor-faktor internal tersebut menurut Bandura dalam Hjelle & Ziegler (1981) dan Ormrod (2008) seperti, adanya penetapan standar atau tujuan tertentu, mampu mengatur emosi, melakukan instruksi diri, observasi diri, evaluasi diri atau penilaian terhadap perilakunya, serta mampu menetapkan reward atau punishment oleh individu itu sendiri. Hasil di atas juga menjelaskan bahwa perbedaan shift kerja tidak mempengaruhi regulasi diri seseorang. Hal ini disebabkan, karena shift kerja pada mahasiswa yang bekerja sebagai aslab ini memiliki jumlah waktu yang sama dan untuk pembagian waktu antara jadwal kuliah dan bekerja merekapun juga sama karena sudah diatur oleh SLC. Baik yang bekerja malam ataupun pagi hari, mereka sama-sama mendapatkan jam khusus untuk kuliah setelah bekerja. Hasil di atas menjelaskan bahwa perbedaan nilai IPK tidak mempengaruhi regulasi seseorang. Hal ini dikarenakan dalam regulasi diri, seorang individu menetapkan suatu standar yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga perbedaan nilai IPK disini tidak selalu menunjukkan adanya perbedaan regulasi diri yang tinggi
47
ataupun yang rendah. Hal ini, seperti yang dijelaskan oleh Bandura dalam Hjelle & Ziegler (1981), bahwa di dalam regulasi diri seseorang, penilaian terhadap usahanya dilakukan oleh individu itu sendiri yang didasarkan oleh standar personal individu. 4.3.2
Faktor - Faktor Yang Berkorelasi Dengan Motivasi Berprestasi Tabel 4.9 Korelasi Regulasi Diri dengan Data Kontrol
Faktor-faktor yang berkorelasi
Metode yang
dengan motivasi
digunakan
Hasil
Keterangan
berprestasi Usia
One way anova
F hitung = 0,235
Ho=diterima (tidak ada
≤ F tabel = 2,769
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan usia)
Jenis kelamin
Independent sample t test
Ho=diterima (tidak ada P = 0,619 > 0,05
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan masingmasing jenis kelamin)
Jurusan
One way anova
F hitung = 0,340 Ho=diterima (tidak ada ≤ F tabel = 3,159
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan jurusan)
Semester kuliah
One way anova
F hitung = 0,886 Ho=diterima (tidak ada ≤ F tabel = 3,159
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan semester kuliah)
Lama bekerja
One way anova
F hitung = 1,151
Ho=diterima (tidak ada
≤ F tabel = 2,769
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan lama bekerja)
Shift kerja
Independent sample t test
Ho=diterima (tidak ada P = 0,272 > 0,05
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan shift kerja)
48
Nilai IPK
One way anova
F hitung = 0,279
Ho=diterima (tidak ada
≤ F tabel = 3,159
perbedaan antara motivasi berprestasi dengan rata-rata nilai IPK)
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan untuk uji perbandingan yang menggunakan metode One Way Anova, nilai F hitung ≤ F tabel, yang berarti Ho diterima atau tidak ada perbedaan antara motivasi berprestasi dengan masingmasing usia, jurusan, semester kuliah, lama bekerja, dan nilai IPK. Untuk uji perbandingan yang menggunakan metode Independent Sample T Test, nilai P > 0,05, yang mana Ho diterima atau tidak ada perbedaan antara motivasi berprestasi dengan jenis kelamin dan shift kerja (lihat lampiran 10). Dari uji perbandingan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh antara perbedaan dari masingmasing ketujuh data kontrol tersebut terhadap motivasi berprestasi yang dimiliki oleh setiap mahasiswa yang bekerja sebagai aslab di SLC. Untuk usia, jenis kelamin, jurusan, semester kuliah, shift kerja dan lama bekerja, diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh antara perbedaan dari masing masing kelima hal ini dengan motivasi berprestasi. Hal ini disebabkan, karena motivasi berprestasi sendiri sifatnya lebih internal, yang mana motivasi ini dapat dikembangkan oleh setiap individu termasuk oleh mahasiswa yang bekerja sebagai aslab di SLC tanpa harus selalu dibatasi oleh kelima hal ini. Menurut McClelland sendiri dalam Sobur (2003), dorongan atau kebutuhan untuk mencapai prestasi itu adalah sesuatu yang ada dan dibawa dari lahir, dan di sisi lain dorongan ini merupakan sesuatu yang dapat ditumbuhkan atau dikembangkan. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh dari lingkungan eksternal, baik
49
melalui lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan maupun masyarakat pada umumnya. Untuk nilai IPK, diperoleh juga hasil bahwa tidak ada pengaruh antara perbedaan dari masing-masing nilai IPK dengan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi sendiri pada dasarnya memang merupakan suatu dorongan dalam diri individu yang dapat terlihat melalui kebutuhan prestasinya. Namun, disisi lain kebutuhan akan prestasi ini tidak hanya dilihat dari nilai. Menurut Alshculer (1973), bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mengejar suatu keunggulan dan bukan untuk mendapatkan reward. Ditambahkan juga oleh Atkinson & Raynor dalam Santrock (2003), bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki harapan sukses yang lebih besar daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika menghadapi tugas atau keadaan yang semakin sulit. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa, motivasi berprestasi tidak selalu dilihat dari nilainya saja, tetapi juga bisa pada adanya dorongan atau usaha yang mereka lakukan untuk bisa fokus, bertanggung jawab, mampu mengatasi kendala, serta tidak mudah menyerah dalam mencapai standar atau tujuan yang mereka tetapkan sendiri.
50