RESPON UBIJALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) VARIETAS SHIROYUTAKA TERHADAP PEMUPUKAN FOSFOR DAN PEMANGKASAN DI BAWAH NAUNGAN KELAPA SAWIT PRODUKTIF
Oleh: WIDI ATMOKO A34101038
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN WIDI ATMOKO. Respon Ubijalar (Ipomoea batatas (L) Lam.) Varietas Shiroyutaka terhadap Pemupukan Fosor dan Pemangkasan di Bawah Naungan Kelapa Sawit Produktif. (Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA dan ASEP SETIAWAN) Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kemampuan produksi ubijalar varietas shiroyutaka di bawah naungan kelapa sawit TM 4, dengan perlakuan pemupukan fosfor dan pemangkasan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, laboratorium Umum BDP, dan La b RGCR, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2005 sampai Juni 2005. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Disign) dengan taraf pemupukan fosfor sebagai petak utama, pemangkasan sebagai anak petak dan taraf naungan sebagai anak dari anak petak. Taraf Pemupukan fosfor pada percobaan ini adalah; tanpa pemupukan fosfor , 80 kg/ha P2O5 ,120 kg/ha P2 O5 , dan 160 kg/ha P2 O5. Perlakuan pangkas terdiri dari dengan pemangkasan 10 cm dari pucuk dan tanpa pemangkasan. Taraf naungan yang diperoleh dari pengamatan yaitu (1) 92.44 %, (2) 90.60 %, (3) 89.31 %, (4) 85.63 % dan 0 % sebagai pembanding. Pertumbuhan tanaman ubijalar varietas Shiroyutaka pada naungan kelapa sawit tanaman menghasilkan tahun keempat (TM 4) sangat lemah, tanaman ubijalar varietas Shiroyutaka tidak mampu menghasilkan umbi. Perlakuan fosfor dan pemangkasan tidak mampu mengurangi dampak buruk kekurangan cahaya matahari sebagai faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Pemupukan fosfor berpengaruh pada peubah panjang sulur 8 MST, jumlah daun 8 MST dan 20 MST, konsentrasi nitrat tajuk 10 MST dan 14 MST, jumlah nitrat tajuk pada 6 MST, konsentrasi kalium tajuk pada 6 dan 20 MST, jumlah kalium tajuk pada 6 dan 10 MST, konsentrasi klorofil a dan klorofil b, bobot basah tajuk panen, bobot kering tajuk panen dan bobot basah akar panen. Pemupukan fosfor menurunkan kandungan klorofil a dan klorofil b pada daun. Perlakuan pemangkasan meningkatkan jumlah cabang dan panjang cabang yang dihasilkan tanaman. Taraf penaungan mempengaruhi konsentrasi dan jumlah nitrat kalium tanaman, secara umum semakin tinggi intensitas penaungan semakin rendah konsentrasi dan jumlah nitrat dan kalium baik pada tajuk maupun akar tanaman. Taraf naunga n secara statistik tidak berpengaruh terhadap konsentrasi klorofil a dan klorofil b, namun konsentrasinya semakin meningkat dengan semakin meningkatnya taraf naungan. Kombinasi perlakuan yang saling berkaitan antara pemupukan fosfor dan pemangkasan berpe ngaruh pada diameter batang 4 MST, jumlah nitrat tajuk 14 MST, konsentrasi kalium tajuk pada 10 MST dan 14 MST, serta jumlah kalium tajuk pada 6 MST dan 14 MST. Kombinasi perlakuan saling berkaitan antara pemupukan fosfor dan tingkat penaungan berpengaruh pada panjang sulur 8 MST. Pengaruh kombinasi perlakuan saling berkaitan antara pemupukan fosfor, pemangkasan, dan tingkat penaungan terjadi pada peubah jumlah kalium tajuk 10 MST.
Kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian ini, budidaya tanaman sela tanaman ubijalar varietas Shiroyutaka di bawah penaungan kelapa sawit produktif tidak menguntungkan secara ekonomi karena tanaman tidak mampu menghasilkan umbi, namun panen tajuk tanaman masih dapat dilakukan dan dimanfaatkan sebagai sayuran dan pakan.
RESPON UBIJALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) VARIETAS SHIROYUTAKA TERHADAP PEMUPUKAN FOSFOR DAN PEMANGKASAN DI BAWAH NAUNGAN KELAPA SAWIT PRODUKTIF
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: WIDI ATMOKO A34101038
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN Judul :
RESPON UBIJALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) VARIETAS SHIROYUTAKA TERHADAP PEMUPUKAN FOSFOR DAN PEMANGKASAN DI BAWAH NAUNGAN KELAPA SAWIT PRODUKTIF
Nama
:
Widi Atmoko
NRP
:
A34101038
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Herdhata Agusta
Dr. Ir. Asep Se tiawan, MS
NIP: 131 248 839
NIP: 131 691 468
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP: 130 422 698
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 21 Juni 1983. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Darminto dan Ibu Ratna Supraptiningsih. Tahun 1995 Penulis lulus dari SDN Gandusari II, kemudian pada tahun 1998 penulis menyelesikan studi di SLTPN 1 Gandusari, selanjutnya penulis lulus dari SMU 1 Trenggalek pada tahun 2001. Tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menjadi Mahasiswa di IPB penulis aktif sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Perisai Diri, pada tahun 2003 sampai 2005 penulis menjadi ketua umum UKM Perisai Diri, pada tahun 2003 sampai 2004 penulis menjadi ketua organisasi mahasiswa asal daerah Kabupaten Trenggalek, pada tahun 2002/2003 penulis aktif sebagai anggota DKM Al Fallah. Tahun 2004/2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi Umum, Pengendalian Gulma, Fisiologi Tanaman, dan Nutrisi Tanaman.
KATA PENGANTAR Segala Puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi dengan judul Respon Ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Varietas Shiroyutaka terhadap Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan di bawah Naungan Kelapa Sawit Produktif, bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pemanfaatan ubijalar sebagai tanaman sela pada gawangan perkebunan kelapa sawit. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Dr. Ir Asep Setiawan MS. Selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Almarhum Bapak Darminto, atas amanahnya untuk terus menyelesaikan kuliah. 2. Ibu Ratna Supraptiningsih dan Adikku Dwi Atminarso, atas segala kasih sayang dan dorongan moral maupun dorongan spiritual yang telah diberikan. 3. Triana Aprilizah atas motivasi dan pengertiannya. 4. Staf Laboratorium Umum BDP, Staf laboratorium RGCI dan Pengurus Kebun Percobaan Cikabayan yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 5. CIP-ESEAP dan staf atas bantuannya. 6. Teman – teman seperjuangan Junaidi, Ibnu Rosyid, Malik, Hendra atas dukungan dan kebersamaan yang telah diberikan. 7. Teman – teman Agronomi 38 atas kebersamaannya. 8. Keluarga Bapak Sutanto atas rasa kekeluargan yang diberikan 9. Teman - teman kos Emperor (Bubun, Novan, Andri, Yulius, Eli) 10. Teman – teman kos Budjang (Andika, Indra, Bujun, Koko, Lingga, Danon, Anche, Mas Popon, Ardian, dan Umam) Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ...................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. iv 1. PANDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan.......................................................................................................... 4 1.3. Hipotesis ...................................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Syarat Tumbuh Ubijalar............................................................ 5 2.2. Pemupukan Fosfor....................................................................................... 6 2.3. Pengaruh Sinar Matahari............................................................................. 7 2.4. Pengaruh Naungan...................................................................................... 8 2.5. Pemangkasan............................................................................................... 9 2.6. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Iklim Mikro pada Gawangan Kelapa Sawit ........................................................................................................... 10 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu...................................................................................... 11 3.2. Bahan dan Alat............................................................................................ 11 3.4. Metode Penelitian........................................................................................ 11 3.5. Pelaksanaan Percobaan............................................................................... 13 3.6. Pengamatan ................................................................................................. 14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum ............................................................................................ 17 4.2. Parameter Vegetatif ..................................................................................... 22 4.2.1. Panjang Sulur .................................................................................. 22 4.2.2. Jumlah Cabang ................................................................................ 24 4.2.3. Panjang Cabang............................................................................... 25 4.2.4. Diameter Batang.............................................................................. 27 4.2.5. Jumlah Daun.................................................................................... 28 4.2.6. Indeks Luas Daun............................................................................ 29 4.3. Nitrat pada Tanaman.................................................................................. 31 4.3.1. Konsentrasi Nitrat Tajuk ................................................................. 31 4.3.2. Jumlah Nitrat Tajuk......................................................................... 33 4.3.3. Konsentrasi Nitrat Akar .................................................................. 34 4.3.4. Jumlah Nitrat Akar .......................................................................... 36 4.4. Kalium pada Tanaman.............................................................................. 37 4.4.1. Konsentrasi Kalium Tajuk .............................................................. 37 4.4.2. Jumlah Kalium Tajuk ...................................................................... 39 4.4.3. Konsentrasi Kalium Akar................................................................ 42
4.4.4. Jumlah Kalium Akar ....................................................................... 43 4.5. Kandungan Klorofil Daun ......................................................................... 44 4.6. Intensitas Hama dan Persentase Tanaman Hidup ..................................... 46 4.7. Komponen Akar ........................................................................................ 47 4.7.1. Jumlah Akar Primer ......................................................................... 47 4.7.2. Panjang Akar.................................................................................... 49 4.7.3. Volume Akar dan Umbi................................................................... 51 4.7.4. Kondisi Akar pada Saat Panen....................................................... 53 4.8. Komponen Hasil Panen............................................................................. 54 4.9. Hasil Umbi ................................................................................................ 56 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 58 6. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 59 7. LAMPIRAN............................................................................................................. 62
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1. Luas Panen, Produksi dan Hasil per Hektar Tanaman Ubijalar di Indonesia ...................................................................................................... 3 2. Iklim Mikro pada Gawangan Kelapa Sawit dan Pembanding di Luar Gawangan Kelapa Sawit ............................................................................... 10 3. Parameter, Alat yang digunakan, Metode Pengumpilan data, dan Jadwal Pengamatan Selama Penelitian......................................................................... 15 4. Nilai Iluminasi dan Iradiasi Masing-Masing Zona Cahaya ............................. 17 5. Nilai Iluminasi dan Iradiasi Masing-Masing Zona Cahaya pada Naungan Kelapa Sawit TM 3. ......................................................................................... 18 6. Panjang Sulur per Tanaman ............................................................................. 22 7. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Tingkat Penaungan terhadap Panjang Sulur pada 8 MST.............. 23 8. Jumlah Cabang per Tanaman.......................................................................... 24 9. Panjang Cabang per Tanaman.......................................................................... 26 10. Diameter Batang per Tanaman......................................................................... 27 11. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Diameter Batang pada 4 MST .................. 28 12. Jumlah Daun per Tanaman............................................................................... 29 13. Indeks Luas Daun pada 12 MST dan 18 MST ................................................. 30 14. Konsentrasi Nitrat Tajuk (ppm) ....................................................................... 32 15. Jumlah Nitrat Tajuk (mg/tanaman) .................................................................. 33 16. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Nitrat Tajuk pada 14 MST........... 34 17. Konsentrasi Nitrat Akar (ppm) ......................................................................... 35 18. Jumlah Nitrat Akar (mg/tanaman) .................................................................... 36 19. Konsentrasi Kalium Tajuk per Tanaman (ppm)............................................... 38
20. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhada p Konsentrasi Kalium Tajuk pada 10 MST.................................................................................................................. 39 21. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Konsentrasi Kalium Tajuk pada 14 MST.................................................................................................................. 39 22. Jumlah Kalium Tajuk per Tanaman (mg) ........................................................ 40 23. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Kalium Tajuk pada 6 MST.......... 41 24. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Kalium Tajuk pada 14 MST ........ 41 25. Konsentrasi Kalium Akar Tanaman ................................................................ 42 26. Jumlah Kalium Akar Tanaman (mg)................................................................ 43 27. Kandungan Klorofil Daun (mg/gram daun) ..................................................... 45 28. Pengaruh Intensitas Hama dan Persentase Tanaman Hidup pada 18 MST...... 46 29. Jumlah Akar Primer per Tanaman................................................................... 47 30. Panjang Akar (cm) per Tanaman .................................................................... 49 31. Volume Akar dan Umbi per Tanaman ............................................................. 51 32. Panjang Akar dan Volume Akar pada Saat Panen. .......................................... 53 33. Bobot Basah Tajuk, Bobot Kering Tajuk, Bobot Basah Akar dan Bobot Kering Akar Pada 20 MST per Tanaman. ........................................................ 55 34. Bobot Basah Umbi, Bobot Kering Umbi, dan Jumlah Umbi per Tanaman Tanpa Naungan ................................................................................................ 57 Lampiran 35. Rekapitulasi sidik Ragam................................................................................. 62 36. Analisis Ragam ................................................................................................ 65 37. Hasil Analisis Tekstur dan pH Tanah.............................................................. 66 38. Hasil Analisis Fisik Tanah............................................................................... 67 39. Iklim Makro Bulan Januari sampai Juni 2005 Kecamatan Darmaga Bogor.... 68 40. Deskripsi Varietas Shiroyutaka ........................................................................ 69
DAFTAR GAMBAR Halaman
Nomor
1. Bagan Pemanfaatan Ubijalar Sebagai Pati dan Tepung................................... 2 2. Kondisi Lahan Sebelum Ditanami ................................................................... 17 3. Grafik Fluktuasi Nilai Iradiasi Harian.............................................................. 18 4. Grafik Fluktuasi Nilai Iluminasi Harian........................................................... 19 5. Pertumbuhan Tanaman pada Naungan............................................................. 20 6. Grafik
Pengaruh
Kombinasi
Perlakuan
Saling
Berkaitan
antara
Pemupukan Fosfor, Pemangkasan, dan Tingkat Penaungan terhadap Jumlah Kalium Tajuk pada 10 MST ................................................................ 41 7. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan dan Zona Cahaya terhadap Jumlah Akar Primer Rata – Rata .......................... 48 8. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan dan Zona Cahaya terhadap Panjang Akar Primer Rata – Rata ......................... 50 9. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan dan Zona Cahaya terhadap Volume Akar dan Umbi Rata – Rata .................... 52 10. Persamaan Regresi Taraf Pemupukan Fosfor terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk.......................................................................................... 56 Lampiran Nomor
Halaman Teks
11. Metode Pengukuran Konsentrasi Klorofil........................................................ 71 12. Denah Percobaan.............................................................................................. 72 13. Gambar Kondisi Tanaman............................................................................... 74
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia sebagai penghasil kelapa sawit setelah Malaysia. Sampai akhir tahun 2004 luas total perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 5 067 058 ha. Setiap tahunnya dapat diproduksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 6.5 juta ton. Luas lahan kelapa sawit yang merupakan lahan efektif hanya ± 25 %, sisanya merupakan gawangan yang tidak dimanfaatkan secara optimal, untuk meningkatkan daya guna lahan tersebut sangat memungkinkan dilakukan budidaya tanaman diantara gawangan kelapa sawit, mengingat masih meluasnya pertumbuhan gulma pada gawangan areal perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan tanaman sela yang memiliki nilai ekonomi, nilai gizi, dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dapat membantu petani kelapa sawit memenuhi kebutuhan hidupnya, selain berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi tingkat erosi pada lahan kelapa sawit. Tanaman ubijalar merupakan salah satu alternatif yang mungkin dibudidayakan sebagai tanaman sela pada perkebunan kelapa sawit. Ubijalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan (Yen, 1982). Di Indonesia ubijalar biasa dibudidayakan pada berbagai jenis tanah, tinggi tempat dan tingkat kesuburan tanah yang berbeda. Menurut Wargiono et. al. (1999), peluang peningkatan
produksi
ubijalar
dapat
dilakukan
dengan
mengoptimalkan
pemanfaatan lahan, penggunaan sarana produksi, pengaturan pola tanam, dan penggunaan varietas unggul. Ubijalar merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat dan sumber energi. Pada tahun 2020 diperkirakan lebih dari dua milyar orang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin akan tergantung pada ubijalar sebagai bahan pangan, pakan, dan sumber pendapatan (Scott et al., 2000). Budidaya ubijalar sangat menunjang untuk program deversifikasi pangan mengingat kandungan gizi dan vitamin yang terkandung didalamnya hampir setara dengan beras. Ubijalar dapat diolah menjadi berbagai produk makanan seperti mie instan, saos, tepung granula, keripik, kue, roti, sirup, dan makanan bayi.
Gambar. 1. Bagan Pemanfaatan Ubijalar Sebagai Pati dan Tepung (Hasanuddin dan Wagiono, 1992) Umbi Segar
Pengeringan
Makanan Tradisional
Pakan Umbi Kering Tepung
Pati
Dehidrasi
Makanan ringan Penyedap rasa (MSG) Hidrolisis Asam asetat Maltosa Dekstrosa
Butanol Aseton
Glukosa Fruktosa
Asam laktat Asam sitrat
Fermentasi
Gliserol
Pemanfaatan gawangan perkebunan kelapa sawit sebagai lahan budidaya tanaman sela merupakan salah satu langkah yang rasional guna meningkatkan produksi tanaman pangan dan upaya diversifikasi pangan khususnya ubijalar.
Tabel 1.
Luas panen, Produksi dan Hasil per Hektar Tanaman Ubi jalar di Indonesia Tahun 2000
2001
2002
2003
2004
Luas Panen (juta ha)
0.19
0.18
0.17
0.197
0.183
Produksi (juta ton)
1.83
1.75
1.70
1.99
1.89
Hasil (ton/ha)
9.40
9.70
10.00
10.10
10.30
Sumber : Departemen Pertanian, 2004
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman di bawah naungan adalah jumlah penerimaan iluminasi dan iradiasi cahaya yang rendah sehingga menurunkan laju fotosintesis. Kondisi ternaungi dengan defisiensi cahaya memerlukan perlakuan pemupukan untuk mengurangi dampak negatif kekurangan cahaya salah satunya adalah pemupukan fosfor untuk memperbaiki kemampuan tanaman dalam penyerapan hara serta merangsang produksi tanaman. Pemangkasan pada ubijalar di bawah naungan dimaksudkan untuk mengurangi etiolasi pada sulur ubijalar sehingga hasil fotosintesis lebih banyak ditranslokasikan untuk pembentukan umbi serta mencegah menjalarnya sulur ubijalar ke zona cahaya yang lain, menurut Sugiarto (2004) , sulur tana man pada naungan kelapa sawit mengalami etiolasi dan sulit untuk menjaganya selalu pada zona cahayanya. Ruiz et al. (1980) menyatakan pemangkasan akan meningkatkan hasil dan rata-rata pertumbuhan tajuk tanaman ubijalar. Peningkatan tajuk tanaman akan meningkatkan bidang penyerapan cahaya pada tanaman sehingga diharapkan mampu meningkatkan fotosintesis pada tanaman. Selain pembesaran akar lumbung atau umbi, ubijalar juga biasa diambil daun dan pucuknya sebagai sayuran.
1.2. Tujuan 1. Mempelajari pengaruh pemupukan fosfor dan pemangkasan (prunning) terhadap pertumbuhan dan kemampuan produksi ubijalar varietas Shiroyutaka di bawah na ungan tanaman kelapa sawit TM 4. 2. Menghitung nilai penetrasi iluminasi dan iradiasi cahaya di bawah tegaka n tanaman kelapa sawit TM 4 di Kebun Percobaan Cikabayan yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman ubijalar. 3. Mempelajari pengaruh naungan, pemupukan fosfor dan pemangkasan terhadap konsentrasi klorofil, konsentrasi dan jumlah ion nitrat, serta konsentrasi dan jumlah ion kalium pada tanaman ubijalar.
1.3 Hipotesis 1. Kelapa sawit produktif memiliki tingkat naungan 40-90%, dengan nilai iluminasi 1236.60 - 5963.30 lux, dan nilai iradiasi rata -rata 63.80 - 344.80 W/m2. 2. Pemupukan fosfor 80-160 kg P2O5/ha mampu meningkatkan produktivitas ubijalar lebih dari 16 ton/ha pada penaungan kelapa sawit produktif dengan intensitas 40-90 %. 3. Kombinasi perlakuan pemupukan fosfor dengan dosis 80-160 kg P2O5/ha dan pemangkasan mampu meningkatkan produksi, konsentrasi dan jumlah NO3- , konsentrasi dan jumlah K+, serta konsentrasi klorofil daun ubijalar varietas Shiroyutaka
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Syarat Tumbuh Ubijalar Sebagian besar ahli botani berpendapat bahwa ubijalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tanaman ubijalar dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan dalam kelas dicotiledonae dan famili convolvulaceae (Onwueme, 1978). Ubijalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong tanaman tahunan yang dibudidayakan secara semusim. Tanaman ubijalar tumbuh menjalar diatas permukaan tanah. Tanaman ini memiliki batang yang berbentuk bulat, tidak berkayu, lunak, dan bagian tengah batangnya memiliki gabus. Batang ubijalar beruas-ruas, setiap ruas ditumbuhi daun, aka r, tunas, dan cabang. Bunga ubijalar berbentuk terompet, yang panjangnya 3-5 cm dan lebar ujungnya 3-4 cm. Daun ubijalar memiliki bentuk yang beranekaragam tergantung varietas. Pertulangan daunnya menyirip, kedudukan daun tegak agak mendatar. Umbi (perbe saran akar) merupakan bagian tanaman yang dimanfaatkan untuk bahan makanan. Umbi terbentuk akibat pembelahan sel yang cepat diikuti penimbunan pati pada jaringan parenkima pusat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Umbi tanaman ubijalar sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna, bau, dan kualitas, tergantung varietasnya. Kulit ubijalar ada yang berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Daging umbi ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Ubijalar terutama tumbuh pada curah hujan 1167 mm/tahun atau lebih. Ubijalar dapat tumbuh pada tanah dengan pH 5.4-7.5, dengan kisaran pH optimum untuk pertumbuhan adalah 5.5 - 6.5 (Steinbauer dan Khusman, 1971). Ubijalar tumbuh baik pada lintang 48º LU – 50º LS. Pada suhu 25 ºC ubijalar tumbuh optimum. Ubijalar menyukai tanah liat berpasir remah yang berdrainase baik dengan aerasi yang memadai. Budidaya tanaman ubijalar biasanya dilakukan dengan membuat bedengan untuk memudahkan pembumbunan selama perkembangan umbi dan memperbaiki drainase. Tertutupnya umbi dengan tanah secara memadai sangat penting karena pemaparan terhadap cahaya dapat mencegah inisiasi dan pembesaran umbi.
2.2. Pemupukan Fosfor Fosfor merupakan unsur paling kritikal bagi pertumbuhan tanaman karena kekurangan unsur ini akan menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lain (Soepardi, 1983). Fosfor terutama diserap tanaman dalam bentuk ion hidrogen fosfat (H 2PO4-), ion tersebut merupakan salah satu dari tiga anion yang penting dan diserap dalam jumlah yang banyak dalam bentuk anion komplek. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion monovalen (H2PO4- ) dan ion divalen (HPO42-), sebagian besar fosfor diubah dalam bentuk organik setelah masuk dalam akar kemudian diangkut melalui xilem menuju ke pucuk tanaman. Fungsi utama fosfor antara lain: sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, sebagai aktivator, sebagai kofaktor, dan berperan dalam proses fisiologik. Pengaruh menguntungkan dari unsur fosfor terhadap tanaman adalah: (1) pembagian sel dan pe mbentukan lemak dan albumin, (2) pembentukan bunga, buah, dan biji, (3) kematangan tanaman, melawan pengaruh nitrogen, (4) perkembangan akar halus dan akar rambut, dan (5) ketahanan terhadap penyakit (Soepardi, 1983). Satu masalah yang terpenting terkait dengan unsur ini adalah sebagian besar fosfor berada pada bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman dan bila ditambahkan fosfor larut ke dalam tanah, sebagian diikat oleh partikel tanah meskipun keadaan tanah sangat baik. Ketersediaan fosfor inorganik sangat ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1) pH tanah, (2) besi, aluminium, dan mangan larut, (3) adanya mineral yang mengandung besi, (4) tersedianya kalium, (5) jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik, dan (6) kegiatan jasad mikro (Soepardi, 1983). Serapan fosfor yang normal oleh tanaman akan berlangsung selama keasaman tidak terlalu tinggi. Ubijalar mengambil unsur fosfor relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan unsur nitrogen dan kalium. Pemberian unsur fosfor biasanya untuk tanah lempung yang kandungan bahan organiknya rendah. Peranan fosfor bagi tanaman ubijalar adalah berperan dalam proses biokimia, mendorong perkembangan akar, dan mendorong perkembangan umbi. Kekurangan fosfor mengakibatkan proses fosforilasi karbohidrat untuk pertumbuhan ubijalar terhambat. Gejala defisiensi unsur fosfor pada ubijalar antara lain: (1) daun berwarna hijau tua kebiruan uratnya keunguan, (2) pertumbuhan batang dan daun buruk, (3) umbi biasanya
kecil dan berbentuk tidak rata, dan (4) warna ungu pada umbi muncul dengan jelas. 2.3. Pengaruh Sinar Matahari Sinar matahari adalah sumber energi yang sangat bermanfaat bagi tanaman untuk kelangsungan hidupnya terutama dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis akan dihasilkan karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman dan pembentukan organ penyimpanan cadangan makanan, seperti buah, umbi dan biji. Setiap tanaman memiliki kebutuhan terhadap cahaya yang bervariasi. Menurut Edmond e t al. (1982), beberapa aspek cahaya matahari yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lama penyinaran. Intensitas cahaya adalah konsentrasi atau jumlah gelombang cahaya yang jatuh pada obyek. Kualitas cahaya adalah jumlah spektrum cahaya tampak yang jatuh pada obyek, sedangkan lama penyinaran adalah lama cahaya matahari jatuh pada obyek. Dari ketiga aspek tersebut intensitas cahaya mempunyai peranan paling penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama untuk daerah tropis. Selain pengaruh cahaya langsung melalui fotosintesis, cahaya juga berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap transpirasi. Berdasarkan hasil penelitian Edmonds e t al. (1982) bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari yang tampak maupun cahaya tidak tampak, namun pengaruh cahaya tampak lebih besar. Cahaya biru diperlukan tanaman untuk membentuk formasi klorofil dan untuk pertumbuhan jaringan tanaman. Spektrum cahaya antara warna biru dan warna merah sangat berpengaruh ter hadap proses fotosintesis tanaman. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998) , pengaruh cahaya terhadap tanaman ada beberapa hal, yaitu; 1) meningkatkan aktivitas enzim pereduksi nitrat sehingga akumulasi nitrat dalam tanaman berkurang, 2) cahaya mempengaruhi serapan hara melalui energi metabolik pada serapan aktif, 3) membantu ketahanan tanaman pada kondisi salinitas yang tinggi dengan mengatur konsentrasi ion. Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995) , tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya yang tinggi umumnya menyerap ion lebih cepat daripada tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah, hal ini disebabkan gula yang
dihasilkan dari fotosintesis ditranslokasikan ke akar, direspirasikan, dan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap ion. 2.4. Pengaruh Naungan Menurut Salisbury dan Ross (1995) , daun naungan lebih banyak menggunakan energi untuk menghasilkan pigmen pemanen cahaya yang memungkinkan tanaman mampu menggunakan semua cahaya dalam jumlah terbatas yang mengenainya. Kloroplas pada daun yang sangat ternaungi menjadi tersusun pada fototaksis (di dalam sel) dengan pola yang maksimum dalam penyerapan cahaya. Pertumbuhan tangkai daun dikotil tanggap terhadap intensitas cahaya dengan cara membengkok menuju daerah dengan intensitas naungan yang lebih rendah. Menurut Opena e t al. (1991), penurunan hasil ubijalar lebih dipengaruhi oleh lamanya tanaman ternaungi dari pada waktu pemberian naungan pada tahap pertumbuhan tanaman, penurunan hasil ubijalar secara nyata terjadi apabila penaungan diberikan pada saat pembentukan atau inisiasi umbi, yaitu sekitar 3060 hari setelah tanam sampai setengah dari hasil tanpa naungan. Hasil penelitian Zara et al. (1982) dan Nurhayati (1985) menunjukkan faktor intensitas naungan sangat berpengaruh terhadap hasil umbi, semakin tinggi intensitas naungan semakin rendah bobot umbi yang dihasilkan dan jumlah umbi yang dapat dipasarkan. Menurut Zara et al. (1982) hasil umbi pada musim kering lahan terbuka 229 gram/tanaman, sedangkan pada penaungan kelapa 119 gram/tanaman. Laju pemanjangan batang lebih dipacu bila tanaman ditumbuhkan pada tempat dengan intensitas cahaya yang rendah, hasil penelitian Sugiarto (2004) menunjukkan panjang sulur rata-rata di bawah naungan kelapa sawit TM 3 adalah 142.5 sampai 165.1 cm seda ngkan tanpa naungan 120.6 cm. Panjang batang yang meningkat menguntungkan dalam persaingan memperebutkan cahaya tetapi tidak untuk meningkatkan hasil yang diperoleh (Salisbury dan Ross, 1995). Varietas Ubijalar dengan produktivitas yang tinggi pada lahan tanpa naungan belum tentu memiliki produktivitas yang tinggi pula apabila ditanam pada kondisi ternaungi. Sebagian besar ubijalar di Asia dibudidayakan di bawah pertanaman kelapa (Zara et al., 1982) atau setelah penanaman padi dan jagung.
Menurut Zara et al. (1982) , rata-rata bobot sulur umumnya lebih rendah pada budidaya di bawah naungan kelapa dari pada budidaya di lahan terbuka, ratarata bobot sulur 14 varietas ubijalar pada naungan kelapa 454 gram/tanaman, sedangkan pada lahan terbuka 563 gram/tanama n ditanam pada musim kemarau. Ubijalar merupakan tanaman yang menyukai cahaya, termasuk tanaman C3, meskipun demikian tanaman ini dapat mentolerir pengurangan radiasi matahari 30 - 50 %. Indeks Luas daun optimum adalah 3-4 pada radiasi matahari 380 gcal/c m2 per hari. 2.5. Pemangkasan Pemangkasan diharapkan meningkatkan hasil dan rata -rata pertumbuhan tajuk tanaman ubijalar. Pemangkasan bertujuan untuk membentuk arsitektur daun menjadi lebih kompak dan jarak dari source ke sink menjadi lebih pendek sehingga fotosintesis lebih efektif dan translokasi menjadi lebih cepat, diharapkan asimilat yang tertinggal pada daun akan ditranslokasikan ke bagian apikal yang aktif melakukan pembelahan, diharapkan pula pemangkasan dapat membantu translokasi asimilat dari daun ke umbi. Kays (1985) mengemukakan translokasi tergantung
fotosintesis,
pemuatan
floem,
pembongkaran
muatan
floem,
penampang melintang floem, jarak dari sumber ke penyimpanan, dan viskositas. Menurut Lizaraga (1979), hasil umbi menurun pada pemangkasan mungkin karena penurunan luas daun yang menangkap energi matahari atau regenerasi tajuk memanfaatkan energi yang tersimpan pada umbi. Berdasarkan percobaan Bartolini (1982) waktu pemangkasan terbaik ubijalar pada musim kemarau adalah 4-6 minggu setelah penanaman dengan hasil 21 ton/ha dan tanpa pangkas 19 ton/ha, sedangkan pada musim hujan pemangkasan terbaik 6-10 minggu setelah penanaman dengan hasil 17.1 ton/ha dan tanpa pemangkasan 12 ton/ha. Berdasarkan
ha sil
penelitian
Bartolini
(1982)
dapat
diketahui
pemangkasan yang dilakukan pada buku yang ke tujuh dari pucuk ubijalar varietas BNAS 51 dihitung dari daun yang belum membuka dapat meningkatkan hasil umbi pada musim kemarau bila dilakukan 1.5 dan 2 bulan setelah tanam sebesar 21 ton/ha dan 20 ton/ha , tetapi jika pemangkasan dilakukan setelah tanaman
berumur lebih dari 2 bulan pemangkasan akan menekan hasil umbi menjadi 17.1 – 14 ton/ha. 2.6. Pengaruh Pegolahan Tanah dan Iklim Mikro pada Gawangan Kelapa Sawit Hasil penelitian yang dilaksanakan Sugiarto (2004) dan Rai (2004) menunjukkan kerusakan akar kelapa sawit akibat pengolahan lahan pada gawangan kelapa sawit sekitar 10 %, pengolahan dilakukan pada seluruh lahan pada gawangan kelapa sawit. Pengolahan tanah dan kegiatan budidaya secara penuh pada gawangan kelapa sawit dapat mengganggu kegiatan pemanenan, pengangkutan hasil dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit, oleh karena itu sistem budidaya tanaman sela pada gawangan kelapa sawit yang sesunguhnya di lapangan seharusnya tidak menggunakan seluruh gawangan yang ada pada lahan. Iklim mikro merupakan iklim yang membahas atmosfer mulai dari perakaran hingga puncak tajuk tanaman (Handoko, 1993). Penelitian yang dilaksanakan oleh Rai (2004) dan Sugiarto (2004) menunjukkan nilai iklim mikro di bawah tanaman kelapa sawit tanaman menghasilkan tahun ke tiga (TM 3) pada Tabel.2. Tabel. 2.
Iklim Mikro pada Gawangan Kelapa Sawit dan Pembanding di Luar Gawangan Kelapa Sawit Peubah
% Penaungan 90
79
67
Iluminasi (Lux)
1236.62
2327.29
3079.93
Radiasi (w/m2)
63.80
104.00
114.60
184.40
344.80
Suhu Udara
29.70
29.70
29.70
29.80
32.70
Kelembaban Udara
82.30
82.00
82.00
81.90
32.90
Suhu Tanah
10 cm
29.20
28.00
27.30
27.30
26.90
20 cm
27.10
27.40
27.30
27.20
27.10
10 cm
51.30
50.40
49.20
50.30
40.00
20 cm
51.60
51.30
50.50
50.80
41.00
Kelembaban Tanah
Sumber: Sugiarto (2004) dan Rai (2004)
40
0
5963.27 14878.40
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Darmaga Bogor pada gawangan kelapa sawit TM 4, dengan ketinggian tempa t ± 220 m dpl, Laboratorium Umum BDP, Laboratorium RGCI. Dilaksanakan pada bulan Januari 2005 sampai Juni 2005.
3.2. Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah stek pucuk ubijalar varietas Shiroyutaka, Dithane M-45, Decis, dan Furadan 3-G sebagai insektisida yang digunakan pada saat penanaman. Pupuk yang digunakan adalah 200 kg urea/ha (90 kg N/ha), 500 kg KCl /ha (300 kg K20 /ha) dan SP-36 sesuai dosis perlakuan yang digunakan dalam percobaan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat - alat tanam, gunting pangkas, meteran, lighmeter, ionmeter, gelas ukur, oven, timbangan analitik, spectophotometer, dan sentrifuse.
3.4. Metode penelitian Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi dengan taraf pemupukan fosfor sebagai petak utama, pemangkasan pucuk sebagai anak petak dan taraf penaungan sebagai anak dari anak petak. Terdapat 32 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali serta satu ulangan sebagai bahan destruksi, sehingga terdapat 128 unit satuan percobaan. Perlakuan pemupukan terdiri dari empat taraf : 0 P20 5 kg/ha 80 P2 05 kg/ha 120 P20 5 kg/ha 160 P 20 5 kg/ha Perlakuan pemangkasan terdiri dari dua taraf yaitu dengan pemangkasan (M1) dan tanpa pemangkasan (M0).
Metode statistik yang digunakan sebagai berikut = µ + α i + β j + εij + τ k + (α α τ)ik + δ ijk + γl + (α α γ)il + (τ τγ )kl + (α α τγ )ikl
Yijkl
+σ σijkl i
= 1, 2, 3 (ulangan)
j
= 1, 2, 3, 4 (taraf pemupukan fosfor)
k
= 1, 2 (perlakua n pemangkasan)
l
= 1, 2, 3, 4 (penaungan)
Yijkl
= nilai pengamatan ulangan ke i, taraf pemupukan ke j, perlakuan Pemangkasan ke k dan penaungan ke l
µ
= rataan umum
αi
= faktor petak utama
βj
= pengaruh ulangan
ε ij
= galat petak utama
τk
= faktor anak petak
(ατ)ik
= faktor interaksi antara petak utama dengan anak petak
δ ijk
= galat anak petak
γl
= faktor anak dari anak petak
(αγ)il
= faktor interaksi antara petak utama dengan anak dari anak petak
(τγ) kl
= faktor interaksi antara anak petak dengan anak dari anak petak
(ατγ)ik l
= faktor interaksi antara petak utama dengan anak pe tak dan dengan anak dari anak petak
σijkl
= galat anak dari anak petak
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Apabila dari hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5 % dari perlakuan yang diberikan, maka selanjutnya digunakan uji lanjut Uji Wilayah Berganda Duncan.
3.5. Pelaksanaan percobaan Sebelum penanaman dilakukan pengolahan tanah, lahan merupakan bekas pertanaman ubijalar sebelumnya. Lahan merupakan gawangan kelapa sawit TM-4 seluas 172 m2, kemudian lahan dibagi menjadi empat petak, yang terdiri dari 3 ulangan dan satu petak sebagai bahan destruksi yang akan dianalisis di laboratorium. Masing - masing petak dibagi 8 guludan dan dibagi menjadi empat dengan garis membujur dan melintang, masing-masing petak dalam satu ulanga n mendapat perlakuan pemupukan fosfor yang berbeda, kemudian masing-masing petak kecil dibagi dua de ngan garis diagonal dari tengah-tengah petak ulangan ke pojok petak, satu bagian dilakukan pemangkasan sedangka n yang lain tidak dipangkas. Setiap 4 tanaman dalam satu guludan dipasang satu ajir untuk mengamati nilai iluminasi dan iradiasi cahaya. Penaungan dibagi berdasarkan nilai iluminasi yang diperoleh dari pengamatan. Satu petak di tanam diluar pertanaman kela pa sawit sebagai pembanding. Penanaman dilakukan dengan menggunakan tugal, jarak antar guludan 40 cm, dalam satu guludan ditanam dua baris tanaman secara selang seling dengan jarak antar tanaman dalam satu baris 40 cm, sedangkan jarak antar baris 10 cm. Masing-masing guludan panjangnya 8 m, lebar 40 cm dan tinggi 25 cm. Stek ubijalar varietas shiroyutaka sepanjang 25 cm sebelumnya direndam selama 3 menit dalam dithane M -45. Pada setiap lubang tanam diberikan f uradan 3-G untuk menghindari serangan serangga. Pupuk diberikan dengan membuat alur di tengah guludan, dengan jarak 5 cm dari tanaman. Pemupukan urea dan KCl dilakukan dua kali 1/3 dosis pada saat tanam dan 2/3 dosis diberikan 4 minggu setelah tanam (MST), sedangkan SP-36 langsung diberikan pada saat tanam sesuai dosis perlakuan dalam percobaan. Kegiatan
pemeliharaan
meliputi;
penyiangan,
pembubunan
dan
pembalikan batang. Penyiangan dilakukan secara manual. Pembumbunan dilakukan agar umbi tidak keluar dari guludan, dilakukan saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam (BST) dan 2 BST. Pembalikan batang dilakukan untuk merangsang pertumbuhan umbi dilaksanakan setiap pengamatan.
Pemangkasan sebagai salah satu perlakuan dilaksanakan setelah tanaman berumur 5 MST, pemangkasan dilakukan dengan jarak 5 - 10 cm dari pucuk tanaman. 3.6. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman sampel di setiap perlakuan. Parameter yang diamati antara lain : 1. Parameter vegetatif a. Panjang batang b. Jumlah cabang c. Panjang cabang d. Diameter batang utama e. Jumlah daun f. Luas daun dan indeks luas daun g. Panjang akar. h. Jumlah akar. i.
Volume akar.
j.
Intensitas serangan hama yang menyerang daun dan persentase tanaman hidup
2. Parameter ekologis Iluminasi dan iradiasi, diukur dengan menggunakan light meter tiap 2 jam selama satu hari. 3. Konsentrasi klorofil daun 4. Kandungan NO3- dan K+ 5. Parameter panen a. Bobot basah dan bobot kering tajuk panen b. Bobot basah dan bobot kering akar panen c. Panjang akar panen dan volume akar panen
Tabel. 3. Parameter, Alat yang digunakan, Metode Pengumpulan Data, dan Jadwal Pengamatan No 1.
2.
3.
Parameter Iluminasi dan Iradiasi
Panjang batang
Alat Lightmeter,
Pengumpulan data Pyranometer Pada naungan setiap 4 tanaman diambil satu
Jadwal 2, 12, 16, 20 MST
Sensor, Photometrics Sensor.
titik pengamatan.
Meteran
Dihitung dari permukaan tanah sampai ujung 4, 8, 12, 16, 20
Jumlah cabang
-
batang tertinggi
MST
Seluruh cabang yang tumbuh
4, 8, 12, 16, 20 MST
4.
Panjang cabang
Meteran
Diukur pada cabang terpanjang
4, 8, 12, 16, 20 MST
5.
Diamete r batang
Jangka sorong
Diukur pada batang utama ± 5-10 cm dari 4, 8, 12, 16, 20 permukaan tanah
6.
7.
Jumlah daun
Indeks Luas daun
-
Leaf area indeks
MST
Dihitung seluruh daun yang berkembang 4, 8, 12, 16, 20 sempurna
MST
10 % dari jumlah total daun tanaman contoh
12, 19 MST
digambar 8.
Panjang akar
Meteran
Pada tanaman yang didestruksi, hanya satu 6, 10, 14, 16, 20 MST
27
ulangan
9.
Jumlah akar
-
Pada tanaman yang didestruksi, hanya satu 6, 10, 14, 16, MST ulangan
10.
Volume akar
Gelas ukur 3 ml, 10 ml, dan Pada tanaman yang didestruks i, hanya satu 6, 10, 14, 16, 20 100 ml
11.
Intensitas serangan hama
ulangan -
pada daun
Dibuat skala
MST serangan hama pada daun, 18 MST
diambil 6 daun tiap tanaman contoh untuk diamati
12.
Konsentrasi klorofil daun
Sentrifuse
Diambil daun tengah tiap tanaman contoh
12 MST
Pada tajuk, diambil 3 petiole tanaman contoh
6, 10, 14, 20 MST
Spectophotometer 13
Nitrat dan Kalium
Ionmeter
untuk diambil airnya. Pada akar, bagian akar diperas dan diambil airnya 14.
Bobot basah dan kering Timbangan analitik
Tanaman contoh yang dipanen
20 MST
Tanaman contoh yang dipanen
20 MST
tajuk panen 15.
Bobot basa h dan Bobot Timbangan analitik kering akar panen
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lahan ternaungi oleh pohon kelapa sawit secara penuh tanpa ada ruang yang terkena cahaya matahari secara langsung sepanjang hari. Masing-masing titik tanaman memperoleh intensitas cahaya yang berbeda, nilai iradiasi dan iluminasi yang diperoleh tidak seragam. Dari hasil pengamatan terhadap nilai iluminasi dan iradiasi diperoleh pembagian nilai intensitas cahaya ditampilkan pada Tabel. 4.
Gambar. 2. Kondisi Lahan Sebelum Ditanami Tabel. 4. Nilai Iluminasi dan Iradiasi Masing-Masing Zona Cahaya Zona
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Zona 4
% Naungan Iluminasi (Lux)
92.44 833.05
90.6 1123.41
89.31 1190.81
85.63 1681.93
Tanpa Naungan 0 11472.40
Iradiasi (w/m2)
49.75
57.34
55.29
63.44
335.27
Nilai yang diperoleh pada tabel di atas lebih rendah dari hasil penelitian Sugiarto (2004) dan Rai (2004) pada lahan percobaan yang sama dilaksanakan pada tahun 2004, hasilnya disajikan pada Tabel. 5, perbedaan nilai tersebut disebabkan umur tanaman kelapa sawit pada saat penelitian ini lebih tua sehingga penaungan yang diberikan oleh tajuk tanaman lebih besar, disamping itu kegiatan pemeliharaan kelapa sawit juga mempengaruhi penaungan yang diberikan, misalnya penunasan dan pemanenan buah kelapa sawit. Selain hal tersebut, perbedaan musim tanam juga mempengaruhi penerimaan iluminasi dan iradiasi di
bawah naungan kelapa sawit, penelitian yang dilaksanakan Sugiarto (2004) dan Rai (2004) mulai bulan Agustus sampai Februari, sedangkan penelitian ini mulai bulan Januari hingga Juni 2005. Menurut hasil pengamatan Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (2005) mula i tahun 1982 sampai 2002 menunjukkan nilai radiasi matahari rata -rata pada bulan Januari sampai Juni 260 kal/cm2/bulan, sedangkan pada bulan Agustus sampai Februari
269.85
kal/cm2/bulan. Tabel. 5. Nilai Iluminasi dan Iradiasi Masing-Masing Naungan Kelapa Sawit TM 3.
Iluminasi (Lux) Iradiasi (w/m2)
90 1236.60 63.80
% Penaungan 79 67 2327.30 3079.90 104.00 114.60
Zona Cahaya pada
40 0 5963.30 14878.00 184.40 344.80
Nilai iluminasi dan nilai iradiasi rata-rata di bawah naungan kelapa sawit tersebut jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai iluminasi dan nilai iradiasi tanpa naungan, fluktuasi nilai iluminasi dan iradiasi harian tanpa penaungan dapat dilihat pada Gambar. 3. dan Gambar. 4.
1200 1000
W/m2
800 600 400 200 0 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15.00 16:00 17:00 18:00 6:00 7:00 8:00 9:01 10:01 11:02 12:02 13:03 14:03 15:04 16:04 17:05 18:05 Waktu
Gambar. 3. Grafik Fluktuasi Nilai Iradiasi Harian
50000 45000 40000 35000 Lux
30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 6:00
7:00
10:00 11:02 11:0012:00 17:00 18:00 8:00 9:00 9:01 10:01 12:02 13:00 13:03 14:00 14:03 15:00 15:04 16:00 16:04 17:05 Waktu
Gambar. 4. Grafik Fluktuasi Nilai Iluminasi Harian Dari grafik di atas dapat diketahui nilai iluminasi dan iradiasi pada jam yang sama memiliki nilai yang beragam, hal ini disebabkan oleh variasi penutupan awan pada suatu lokasi. Menurut Handoko (1995), penerimaan intensitas cahaya pada permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer terutama awan. Pada 1 MST sampai 2 MST pertumbuhan awal tanaman sangat baik, dengan persentase bibit hidup 95-98 %, hal ini karena pada awal pertumbuhan tanaman memerlukan kelembaban yang cukup untuk menginduksi pertumbuhan tunas dan akar, naungan kelapa sawit diduga meningkatkan kelembaban udara karena laju evapotranspirasi di bawah naungan kelapa sawit terhambat oleh tajuk kelapa sawit. Pada 4 MST tanaman ubijalar di bawah naungan kelapa sawit banyak terserang hama, hal ini diduga disebabkan curah hujan yang cukup tinggi, curah hujan bulan februari 580.4 mm, sehingga banyak hama yang bermigrasi di bawah naungan kelapa sawit. Hama yang menyerang antara lain; jenis belalang (Valanga nigricornis), ulat api (Lepidopdera: Limacodidae), Ulat Jengkal (Hyposidra talaca), Aspidomorpha miliaris, dan belalang pedang. Pada minggu ini dilakukan pengendalian hama dengan penyemprotan insektisida Decis dan Dethane untuk mengurangi populasi hama.
Sulur tanaman tumbuh sangat panjang dan mengalami etiolasi terutama pada 8 MST dan 12 MST, ruas-ruas tanaman menjadi lebih panjang, sulur sangat mudah patah dan banyak mengandung air.
Gambar. 5. Pertumbuhan Tanaman Pada Naungan Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah termasuk liat dengan komposisi pasir 4.17 %, debu 16.61 % dan liat 79.3 %, hal ini merupakan salah satu faktor yang menekan pembentukan dan pertumbuhan umbi, ubijalar menghendaki tekstur tanah liat berpasir dengan aerasi dan drainase yang baik (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Lahan lokasi penelitian memiliki pH tanah 4.41, nilai ini lebih rendah dari pada pH optimum untuk budidaya tanaman ubijalar yaitu 4.5 – 7.5. Gulma yang tumbuh pada lahan percobaan antara lain: Borreria allata , Melastoma malabatrichum, Clidemia hirta, Cynodon dactylon , Elleusine indica, Tetracera indica, Ipomoea trilloba, kecambah kelapa sawit, Ageratum conyzoides, paku-pakuan, Clibadium surinamense. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh secara manual setiap pengamatan. Pada saat 16 MST banyak tanaman yang mati hingga populasinya menjadi 53 %, hal ini diduga karena stress cahaya, pada Tabel. 4. dapat dilihat nilai iluminasi berkisar antara 833.05 – 1681.93, menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) titik kompensasi cahaya berbagai jenis tanaman sekitar 1000 lux, pada kondisi normal seharusnya pada masa tersebut tanaman mengalami fase pembesaran umbi, namun kondisi stress cahaya sangat menekan pertumbuhan dan inisiasi umbi. Di samping itu kematian tanaman diduga disebabkan oleh
serangan hama dan penyakit pada saat kondisi tanaman sangat lemah dan curah hujan tinggi pada bulan Juni, sebesar 682.0 mm, penyakit ya ng dijumpai adalah busuk pangkal batang, sedangkan hama yang dijumpai adalah penggerek batang (Omphisa anastomosalis), pengendalian dilakukan dengan penyemprotan Dithane dan Decis, namun tidak manpu menurunkan tingkat kematian tanaman pada minggu-minggu se lanjutnya.
4.2. Parameter Vegetatif 4.2.1. Panjang Sulur Tabel. 6. Panjang Sulur per Tanaman. Minggu Pengamatan Perlakuan
4 MST
Fosfor (Kg P2 O5/ha)
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Rataan
.. ………………………......c m.. ……………………………..........
Pada naungan 0
47.59
-
101.32
76.89
44.51
73.52
80
53.49
-
97.46
72.03
47.45
77.97
120
50.59
-
118.15
92.34
58.86
85.97
160
43.57
-
97.47
77.39
59.15
73.58
0
56.35
84.82
84.15
100.65
108.75
86.94
80
54.00
100.00
94.80
84.65
111.98
89.08
120
59.00
110.15
88.84
101.49
99.49
91.79
160
52.99
118.50
116.34
120.50
120.75
105.81
Tanpa pangkas
49.09
124.61a
113.04a
74.81
48.56
82.03
Dengan Pangkas Tanpa naungan (pembanding)
48.53
83.87b
94.15b
84.52
56.43
73.50
Tanpa pangkas
50.32
95.50
108.84
112.65
114.59
96.38
Dengan Pangkas
61.67
133.15
96.34
109.34
105.65
101.23
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan 92.44%
45.81
-
87.21
67.31
50.93
67.39
90.60%
47.38
-
109.27
84.47
49.98
78.67
89.31%
49.62
-
110.87
79.99
51.99
80.86
85.63%
52.44
-
107.03
86.90
57.08
84.13
Pembanding 0% 55.58 103.36 96.03 101.82 110.24 93.41 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Pemupukan fosfor 120 kg/ha P2 O5 menghasilkan panjang sulur rata – rata paling tinggi, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel. 6. Etiolasi tanaman di bawah naungan terjadi pada minggu ke -8 dan minggu ke-12, setelah itu panjang sulur menurun, hal ini kemungkinan disebabkan sulur sangat mudah patah dan
mengalami kematian, sedangkan tanpa naungan panjang sulur terus bertambah sanpai dipanen 20 MST. Perlakuan pemangkasan mempengaruhi panjang sulur pada 8 MST dan 12 MST, hal ini karena pemangkasan dilaksanakan pada 5 MST sehingga
panjang
sulur
sangat
dipengaruhi
oleh
pemangkasan.
Tanpa
pemangkasan memberikan panjang sulur tertinggi, dengan rata – rata 82.03 cm. Taraf penaungan tidak mempengaruhi panjang sulur, hal ini diduga karena perbedaan nilai iluminasi dan iradiasi antara satu tingkat penaungan dengan tingkat penaungan yang lain sangat kecil. Nilai panjang sulur rata – rata semakin meningkat dengan menurunnya intensitas naungan. Kombinasi perlakuan pemupukan fosfor dan penaungan saling terkait mempengaruhi panjang sulur pada 8 MST, masing-masing taraf naungan meghendaki taraf pemupukan fosfor yang berbeda untuk mendapatkan panjang sulur tertinggi, kombinasi pemupukan 80 P2O5 kg/ha dengan tingkat naungan 89.31% menghasilk an panjang sulur paling tinggi (176.48 cm), sedangkan panjang sulur terendah diperoleh pada kombinasi pemupukan fosfor 0 P 2O5 kg/ha dengan taraf naungan 89.31% (73.35 cm), hal ini menunjukan pemupukan fosfor sampai 80 P 2O5 kg/ha mampu meningkatkan panjang sulur tanaman pada kondisi naungan 89.31 %. Tabel. 7.
Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Penaungan terhadap Panjang Sulur pada 8 MST
Perlakuan Taraf Pemupukan Fosfor Taraf Naungan
0 P2O5 kg/ha
80 P2O5 kg/ha
120 P2 O5 kg/ha
160 P2O5 kg/ha
……………………………………cm……………………………………. 92.44%
81.01c
90.60%
108.46bc
89.31%
73.35c
85.63% Keterangan :
88.13c 93.47bc 176.48a
98.60bc
75.16c
113.23bc
93.76bc
109.81bc
87.77c
126.41b 119.64b 118.03b 104.63bc Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.2.2. Jumlah Cabang Tabel. 8. Jumlah Cabang per Tanaman Minggu Pengamatan Perlakuan
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Rataan
0
0
0.52
0.67
0.74
0.25
0.43
80
0
0.72
0.74
0.63
0.34
0.48
120
0
0.70
0.63
0.67
0.51
0.50
160
0
0.51
0.55
0.77
0.54
0.47
0
10.49
37.38
41.85
52.74
55.24
39.54
80
9.92
35.25
33.14
55.41
72.39
41.22
120
15.88
35.34
34.31
62.47
57.78
41.15
160
22.00
81.00
35.94
73.28
80.89
58.62
Tidak dipangkas
0
0.29b
0.74a
0.66
0.32b
0.40
Pangkas
0
0.93a
0.55b
0.75
0.50a
0.55
Tidak dipangkas
14.01
45.53
36.36
61.72
64.64
44.45
Pangkas
15.13
48.96
36.26
60.22
68.51
45.82
92.44%
0
0.46
0.57
0.63
0.49
0.43
90.60%
0
0.59
0.67
0.73
0.37
0.47
89.31%
0
0.69
0.66
0.65
0.41
0.48
85.63%
0
0.72
0.70
0.81
0.35
0.52
Fosfor (kg P2 O5/ha) Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 1.91 3.05 6.93 3.87 3.77 3.90 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Jumlah cabang dipengaruhi oleh pemangkasan pada 8 MST, 12 MST, dan 20 MST,
perlakuan pangkas memberikan jumlah cabang yang lebih banyak
sebesar 45.82, sedangkan tanpa pangkas sebesar 44.5, hal ini disebabkan pemangkasan memutuskan dominasi apikal sehingga terbentuk cabang – cabang samping yang lebih banyak. Perlakuan pupuk fosfor dan penaungan tidak mempengaruhi jumlah cabang. Pemupukan fosfor dengan dosis 120 kg/ha P2O5 memberikan jumlah cabang rata – rata terbanyak. Semakin rendah intensitas naungan jumlah cabang rata - rata semakin meningkat. Jumlah cabang tanaman mengalami fluktuasi dari pengamatan satu ke pengamatan berikutnya, hal tersebut karena tanaman ubijalar termasuk tanaman bercabang yang selalu menghasilkan tunas-tunas baru selama pertumbuhannya, juga termasuk cabang - cabang tua yang mati. 4.2.3. Panjang Cabang Panjang cabang tidak dipengaruhi oleh pemupukan fosfor, namun dipengaruhi oleh pemangkasan pada 8 MST, 12 MST, dan 20 MST. Penaungan tidak mempengaruhi panjang cabang. Secara umum semakin tinggi dosis pupuk fosfor dalam perlakuan yang diberikan semakin panjang rata - rata panjang cabang yang dihasilkan. Pemangkasan menghasilkan panjang cabang rata - rata lebih tinggi (12.90 cm) dari pada tanpa pemangkasan (10.76 cm). Intensitas naungan 89.31 % memberikan panjang cabang rata - rata paling tinggi (13.23 cm) jika dibandingkan dengan tiga taraf penaungan yang lain (9.54 -12.53 cm) , namun secara umum semakin tinggi penetrasi cahaya yang masuk semakin tinggi panjang cabang yang dihasilkan.
Tabel. 9. Panjang Cabang per Tanaman Minggu Pengamatan 4 MST Fosfor (kg P2 O5/ha)
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Rataan
.…………………………cm …………………………
Pada naungan 0
0
6.18
18.45
15.85
9.31
12.45
80
0
8.82
12.58
8.07
7.05
9.13
120
0
9.32
14.48
12.54
14.46
12.70
160
0
4.94
18.78
16.45
12.01
13.04
0
1.48
1.80
4.84
2.83
2.83
2.76
80
2.00
3.00
4.83
3.33
3.67
3.37
120
1.65
3.15
8.00
5.33
4.33
4.49
160
2.49
4.25
10.09
4.00
4.25
5.01
Tidak dipangkas
0
4.85b
19.33a
12.84
5.99b
10.76
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
0
9.77a
12.81b
13.61
15.42a
12.90
Tidak dipangkas
1.99
2.95
7.29
3.42
3.54
3.84
Dipangkas
1.82
3.15
6.59
4.34
4.00
3.98
92.44%
0
6.51
14.08
11.47
6.10
9.54
90.60%
0
6.05
19.48
12.76
8.53
11.82
89.31%
0
8.02
13.65
17.03
14.21
13.23
85.63%
0
8.23
17.08
11.64
13.99
12.73
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Pembanding 0% 14.57 47.24 36.31 60.97 66.57 52.77 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.2.4. Diameter Batang Tabel. 10. Diameter Batang per Tanaman. Minggu Pengamatan Perlakuan
4 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Rataan
.............…………………………cm …………………………...............
Pada Naungan 0
0.49
0.49
0.36
0.39a
0.28
0.40
80
0.48
0.47
0.35
0.34b
0.31
0.39
120
0.47
0.47
0.34
0.34b
0.34
0.39
160
0.46
0.46
0.34
0.36ab
0.33
0.39
0
0.53
0.61
0.85
0.86
0.87
0.74
80
0.52
0.62
0.86
0.89
0.90
0.76
120
0.52
0.70
0.83
0.99
1.10
0.83
160
0.60
0.95
0.98
1.25
1.35
1.03
Tidak dipangkas
0.47
0.47
0.35
0.35
0.29b
0.39
Pangkas
0.48
0.48
0.35
0.36
0.34a
0.40
Tidak dipangkas
0.53
0.68
0.88
0.99
0.97
0.81
Pangkas
0.56
0.76
0.88
1.00
1.14
0.87
92.44%
0.47
0.47
0.34
0.34
0.29
0.38
90.60%
0.48
0.48
0.35
0.37
0.32
0.40
89.31%
0.48
0.49
0.37
0.36
0.32
0.40
85.63%
0.48
0.47
0.35
0.36
0.34
0.40
Tanpa Naungan (pemb anding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 0.54 0.72 0.88 0.99 1.05 0.83 Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Diameter batang dipengaruhi pemupukan fosfor pada 16 MST, tanpa pemupukan memberikan diameter batang rata -rata paling besar (0.40 cm). Perlakuan pangkas memberikan diameter batang rata-rata lebih besar (0.40 cm) dari pada tanpa pemangkasan (0.39 cm). Hal tersebut diduga karena pemutusan
dominasi apikal meningkatkan pertumbuhan sekunder, dalam hal ini pertumbuhan batang ke arah samping. Pemangkasan memberikan pengaruh terhadap diameter batang pada 20 MST. Penaungan tidak mempengaruhi diameter batang, namun secara umum semakin tinggi penetrasi cahaya semakin besar diameter batang ratarata yang dihasilkan, tanpa naungan 0.83 cm, sedangkan pada naungan 0.38 – 40 cm. Pengaruh kombinasi saling berkaitan antara perlakuan pemupukan fosfor dan pemangkasan terjadi pada 4 MST, kombinasi perlakuan tanpa pemangkasan dengan tanpa pemupukan fosfor menghasilkan diameter batang paling besar (0.505), sedangkan diameter batang terkecil pada kombinasi perlakuan pemupukan fosfor 80 kg P2O5/ha dengan tanpa pemangkasan (0.466). Dari Tabel.11.
dapat
dilihat
bahwa
masing-masing
perlakuan
pemangkasan
menghendaki taraf pemupukan berbeda untuk memperoleh diameter batang yang lebih tinggi. Perlakuan yang saling terkait ini tidak peting karena hanya terjadi pada 4 MST. Tabel. 11. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Diameter Batang pada 4 MST Perlakuan Pemangkasan
Taraf Pemupukan Fosfor 0 kg P 2 O5/ha
80 kg P2 O5/ha
120 kg P2O5/ha
160 kg P2O5/ha
…………………………………cm…………………………………… Tanpa Pangkas
0.505a
0.454b
0.489ab
0.467b
Dipangkas 0.488ab 0.504a 0.466b 0.468b Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.2.5. Jumlah Daun Pemupukan fosfor mempengaruhi jumlah daun pada 8 MST dan 20 MST, dosis fosfor 120 kg/ha memberikan jumlah daun rata -rata terbanyak (12.27). Pemangkasan mempengaruhi jumlah daun pada 8 MST dan 20 MST. Perlakuan pangkas memberikan jumlah daun pa ling banyak sebasar 11.55, sedangkan tanpa pangkas rata-rata 11.46, hal ini karena pemangkasan meningkatkan jumlah cabang tanaman sehingga daun yang dihasilkan tanaman juga lebih banyak. Penaungan mempengaruhi jumlah daun pada 8 MST, semakin rendah intensitas naungan semakin banyak jumlah daun rata -rata yang dihasilkan, tanpa naungan rata-rata jumlah daun 77.12, sedangkan pada penaungan 10.18-12.32.
Tabel. 12. Jumlah Daun per Tanaman Minggu Pengamatan Perlakuan
4 MST
8 MST
12 MST
16 MST
20 MST
Rataan
0
9.79
14.92bc
14.17
10.34
5.19b
10.88
80
10.06
17.14a
12.73
9.31
6.59b
11.19
120
9.91
16.38ba
15.55
10.74
8.78a
12.27
160
9.04
14.08c
15.07
11.65
8.66a
11.70
0
29.17
50.80
86.42
60.15
62.75
57.86
80
26.00
60.67
76.50
76.67
79.50
63.87
120
38.50
82.00
106.50
105.17
78.00
82.03
160
46.50
102.84
148.92
132.00
93.25
104.70
Tidak dipangkas
9.83
16.80a
14.82
9.67
6.17b
11.46
Pangkas
9.58
14.46b
13.94
11.35
8.43a
11.55
Tidak dipangkas
35.08
73.41
107.67
91.33
73.92
76.28
Pangkas
35.00
74.74
101.50
95.67
82.83
77.95
92.44%
8.99
13.61b
12.64
9.23
6.42
10.18
90.60%
9.68
15.86a
14.38
10.57
6.56
11.41
89.31%
9.93
16.01a
14.94
11.03
8.64
12.11
85.63%
10.20
17.05a
15.55
11.21
7.58
12.32
0%
35.04
74.08
104.58
93.49
78.37
77.12
Fosfor (kg P2 O5/ha) Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding
Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ber beda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT 4.2.6. Indeks Luas Daun ILD optimum sebesar 3.2 dan memberikan produksi bahan kering 120 g m-2 minggu -1 pada penyinaran rata – rata 430 g kal cm-2 hari-1 (Hahn dan Hozyo, 1984). Indeks luas daun tidak dipenga ruhi oleh perlakuan pemupukan fosfor dan pemangkasan, namun pada 12 MST dipengaruhi oleh penaungan, semakin rendah
intensitas naungan semakin tinggi ILD yang dihasilkan oleh tanaman. ILD tertinggi untuk perlakuan pupuk di bawah naungan terjadi pada taraf pemupukan 120 kg/ha P2O5 , (0.041 dan 0.018) perlakuan pangkas juga menghasilkan ILD yang lebih besar (0.036 dan 0.017) dari pada perlakuan tanpa pemangkasan (0.035 dan 0.012). ILD pada 18 MST lebih rendah (0.11-0.18) dari pada ILD 12 MST (0.033-0.041), hal tersebut karena pada 12 MST tanaman mengalami masa pertumbuhan vegetatif maksimal, menurut Hahn dan Hozyo (1984), penurunan ILD ubijalar merupakan akibat penuaan dan kematian daun individual dalam urutan dari pangkal batang ke atas selama periode pembesaran akar – akar umbi. Tabel. 13. Indeks Luas Daun pada 12 MST dan 18 MST Minggu Pengamatan Perlakuan
12 MST
18 MST
0
0.033
0.011
80
0.033
0.011
120
0.041
0.018
160
0.035
0.017
0
0.138
0.107
80
0.183
0.222
120
0.262
0.289
160
0.344
0.277
Tidak dipangkas
0.035
0.012
Pangkas
0.036
0.017
Tidak dipangkas
0.230
0.200
Pangkas
0.233
0.247
Fosfor (kg P2 O5/ha) Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Minggu Pengamatan Perlakuan
Pembanding
12 MST
18 MST
92.44%
0.027b
0.011
90.60%
0.030ab
0.013
89.31%
0.040a
0.017
85.63%
0.041a
0.017
0.232
0.224
0%
Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT 4.3. Nitrat pada Tanaman 4.3.1. Konsentrasi Nitrat Tajuk (ppm) Konsentrasi nitrat tajuk tanaman di bawah naungan dipengaruhi oleh pemupukan fosfor pada 10 MST dan 14 MST, pemupukan fosfor 120 kg/ha P 2O5 menghasilkan konsentrasi nitrat tajuk rata-rata paling besar, sedangkan pada kondisi tanpa penaungan pemupukan fosfor 160 kg/ha menghasilkan konsentrasi rata-rata paling besar. Pemangkasan mempengaruhi konsentrasi nitrat tajuk pada 14 MST, perlakuan pangkas menghasilkan konsentrasi nitrat tajuk rata - rata paling besar.
Penaungan tidak mempengaruhi konsentrasi nitrat tajuk secara
nyata. Nilai konsentrasi nitrat tajuk yang dihasilkan lebih rendah dari hasil penelitian Sugiarto (2004) yang melaporkan bahwa nilai nitrat tajuk yang dicapai oleh varietas sukuh adalah 3905.76 ppm, hal tersebut kemungkinan karena perlakuan fosfor meningkatkan ketersediaan ion H2PO 4-, ion ini bersaing masuk ke dalam akar dengan nitrat melalui difusi. Menurut Fitter dan Hay (2001), koefisien difusi nitrat lebih tinggi dibanding koefisien difusi fosfor , pada tanah lembab koefisien difusi fosfor 10 -8 cm2s-1 sedangkan nitrat 5 x 10-6 cm2s-1. Lahan percobaan ini memiliki pH asam yaitu 4.41, kondisi tanah asam menghambat reaksi nitrifikasi, sehingga sumber N lebih banyak berasal dari NH4+, hasil penelitian Foster dan Beauchamp (1986) pada tanah humus di hutan Jack Pine menunjukan pada pH 4.56 nilai NH4+ sebesar 2.13 mM kg-1 sedangkan NO3sebesar 0.225 mM kg-1. Pemanfaatan daun ubijalar sebagai sayuran perlu memperhatikan konsentrasi nitrat, menurut Steege et al. (2001) batas maksimum
kadar nitrat sayuran yang berlaku di Eropa antara 2500 sampai 4500 mg kg-1. Nitrat pada pucuk yang telah dipetik mudah mengalami perubahan menjadi nitrit, unsur ini berbahaya bagi pernafasan yang disebut methaemoglobin, pada saat transfor oksigen menjadi terhambat, selain itu nitrit diduga sebagai penyebab kangker. Hasil penelitian ini menunjukkan konsentrasi nitrat di bawah naungan kelapa sawit TM 4 lebih rendah sehingga aman dikonsumsi sebagai sayuran. Tabel. 14. Konsentrasi Nitrat Tajuk (ppm) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fos for (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………ppm……………………………………..
Pada naungan 0
161.61
1079.10ba
1979.70ba
1181.20
671.40
80
173.44
752.20bc
2734.10a
1081.70
627.57
120
205.94
509.10c
1153.10c
1188.80
697.37
160
210.32
1185 .00a
1827.40bc
1006.90
608.61
0
285.00
285.00
4400.00
2410.50
1845.13
80
1335.00
4305.00
3750.00
1671.67
2765.42
120
540.00
525.00
8400.00
2061.65
2881.66
160
4450.00
1250.00
7150.00
832.50
3420.63
Tidak Dipangkas
189.74
694.40
1686.60b
977.00
620.38
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
185.08
1072.50
2170.50a
1252.30
836.62
Tidak Dipangkas
687.50
2412.50
7075.00
1811.25
2996.56
Dipangkas
2617.50
770.00
4775.00
1676.91
2459.85
92.44%
183.75
718.10
1793.10
1225.70
980.16
90.60%
230.94
566.10
2209.10
987.00
998.28
89.31%
166.56
1355.00
2226.30
1122.70
1217.64
85.63%
168.53
882.80
1470.60
1123.20
911.28
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Pembanding 0% 1652.50 1591.25 5925.00 1744.08 2728.20 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.3.2. Jumlah Nitrat Tajuk (mg/tanaman) Tabel. 15. Jumlah Nitrat Tajuk (mg/tanaman) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………mg……………………………………..
Pada naungan 0
1.81c
25.89
27.31
9.36
20.85
80
3.42ba
28.30
51.68
7.63
29.19
120
4.76a
12.43
29.71
11.35
17.83
160
2.98bc
14.25
17.39
12.99
14.88
Tanpa naungan (pembanding) 0
25.16
22.38
665.53
2439.15
788.06
80
71.29
241.63
1001.54
1170.00
621.11
120
71.18
79.96
1333.50
1996.67
870.33
160
562.81
131.36
1574.07
1105.00
843.31
Tidak Dipangkas
3.69
19.61
38.84
6.61b
20.72
Dipangkas
2.77
21.03
24.12
14.05a
15.97
Tidak Dipangkas
80.23
161.20
1534.55
1651.67
856.91
Dipangkas
284.99
76.46
752.77
1703.74
704.49
92.44%
2.55
11.98
21.12b
7.89
7.47
90.60%
4.04
11.22
46.24a
9.05
8.10
89.31%
3.12
31.16
31.95ab
14.08
16.12
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
85.63% 3.26 26.88 27.08a 10.30 13.48 Pembanding 0% 182.61 118.83 1143.66 157.23 400.58 Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Jumlah nitrat tajuk ubijalar di bawah penaungan dipengaruhi oleh pemupukan fosfor pada 6 MST, pada minggu tersebut pemupukan 80 kg/ha P2O5 menghasilkan jumlah nitrat rata - rata terbanyak. Pemangkasan mempengaruhi jumlah nitrat pada 20 MST. Perlakuan tanpa pangkas menghasilkan jumlah nitrat lebih tinggi. Sedangkan penaungan berpengaruh terha dap jumlah nitrat tajuk pada 14 MST, intensitas naungan 89.31 % menghasilkan jumlah nitrat rata - rata lebih tinggi dibanding tingkat penaungan yang lain. Jumlah nitrat tajuk yang dihasilkan dari penelitian ini jauh lebih rendah dari hasil penelitian Sugiarto (2004), yang melaporkan bahwa jumlah nitrat tajuk ubijalar varietas sukuh 384.8 mg/tajuk tanaman, hal ini terjadi karena pertumbuhan tanaman sangat lemah sehingga kadar air yang dimiliki oleh tanaman juga sangat rendah. Selain itu, varietas Shiroyutaka memiliki kandungan bahan kering yang tinggi antara 35 % - 40 %, sehingga kadar airnya juga lebih rendah jika dibandingkan dengan varietas ubijalar yang lain. Pengaruh kombinasi perlakuan yang saling terkait antara pemupukan fosfor dan pemangkasan terjadi pada 14 MST, kombinasi perlakuan pemupukan fosfor 80 kg/ha dengan perlakuan tanpa pemangkasan memberikan jumlah nitrat paling besar, sedangkan kombinasi perlakuan terendah adalah taraf pemupukan 160 kg/ha dengan perlakuan tanpa pemangkasan. Tabel. 16. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Nitrat Tajuk pada 14 MST Perlakuan Pemangkasan
Taraf Pemupukan Fosfor 0 kg P2O5
80 kg P2O5
120 kg P2O5
160 kg P2O5
…….……………………………mg…………………………..……… Tanpa Pangkas
34.55b
67.19a
32.68b
5.36c
Dipangkas 21.51bc 36.32b 26.63bc 28.49bc Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.3.3. Konsentrasi Nitrat Akar (ppm) Konsentrasi nitrat akar tidak dipengaruhi oleh perlakuan fosfor, pemangkasan dan penaungan. Pengamatan hanya dilakukan pada ulangan 2 sebagai bahan destruksi, kecuali pada saat panen 20 MST. Nilai rata-rata nitrat akar pada tanaman di bawah naungan tertinggi terdapat pada perlakuan pemupukan fosfor pada taraf 120 kg/ha (3341.25 ppm). Pada umumnya semakin
rendah intensitas naungan semakin tinggi konsentrasi nitrat akar tanaman. Penimbunan nitrat oleh tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, cahaya dan suhu. Konsentrasi nitrat akar jauh lebih banyak dari pada nitrat tajuk, hal ini karena sebagian nitrat dalam akar diubah menjadi nitrit dan amonium sebelum ditranfor ke daun. Tabel. 17. Konsentrasi Nitrat Akar (ppm) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………ppm……………………………………..
Pada naungan 0
667.50
1196.25
4200.00
1192.90
1814.16
80
912.50
3007.50
5162.50
1066.90
2537.35
120
3132.50
4225.00
4812. 50
1195.00
3341.25
160
1165.00
4037.50
1143.75
1202.90
1887.29
0
3200.00
8150.00
2920.00
1693.34
3990.83
80
4300.00
3850.00
8000.00
2451.64
4650.41
120
3350.00
185.00
7750.00
1763.34
3262.08
160
3350.00
4250.00
7400.00
1410.00
4102.50
Tidak Dipangkas
1332.50
2631.88
3773.75
1012.00
2187.53
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
1606.25
3601.25
3885.63
1316.80
2602.48
Tidak Dipangkas
3733.33
4656.67
5546.67
1855.56
3948.06
Dipangkas
3500.00
3466.67
6900.00
2083.31
3987.50
92.44%
1611.25
3467.50
3200.00
980.90
2314.91
90.60%
1510.00
2908.75
4070.00
1045.60
2383.59
89.31%
1192.50
2588.75
2703.75
1069.40
1888.60
85.63%
1563.75
3501.25
5345.00
1561.70
2992.93
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Pembanding 0% 3550.00 4108.75 6517.50 1829.58 4001.46 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.3.4. Jumlah Nitrat Akar (mg/tanaman) Tabel. 18. Jumlah Nitrat Akar (mg/tanaman) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………mg……………………………………..
Pada naungan 0
0.07
0.16
0.34
0.24
0.20
80
0.24
1.04
1.27
0.22
0.70
120
1.35
0.56
11.02
0.37
3.32
160
0.22
0.39
0.30
0.70
0.34
0
18.68
46.20
199.26
6.00
67.54
80
8.47
49.93
408.35
9.40
119.04
120
29.53
4.72
681.91
6.66
180.70
160
21.93
182.16
510.29
7.26
180.41
Tidak Dipangkas
0.53
0.45
5.93
0.23
1.79
Dipangkas
0.41
0.63
0.40
0.53
0.49
Tidak Dipangkas
15.82
112.48
465.12
6.34
149.94
Dipangkas
23.49
29.02
434.78
8.33
123.90
92.44%
0.37
0.56
0.24
0.21b
0.39
90.60%
0.33
0.41
0.76
0.35ab
0.50
89.31%
0.61
0.36
0.61
0.31b
0.53
85.63%
0.56
0.83
11.05
0.67a
4.15
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 19.65 70.75 449.95 7.33 136.92 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Jumlah nitrat akar dipengaruhi oleh penaungan pada 20 MST, pengamatan dilakukan hanya pada ulangan 2 sebagai bahan destruksi, kecuali pada 20 MST. Pada 20 MST penaungan mempengaruhi jumlah nitrat akar dan pada minggu tersebut semakin tinggi penetrasi cahaya semakin tinggi jumlah nitrat akar. Menurut Kuswandi (1988) Enzim reduktase sangat aktif pada daun muda dan dapat menyesuaikan diri terhadap adanya nitrat dan kerjanya banyak dirangsang oleh adanya cahaya yang tinggi. Menurut Ja niesch (1973), aktivitas nitrat reduktase tidak hanya tergantung pada konsentrasi nitrat, tetapi juga tergantung pada adanya cahaya, untuk mereduksi satu ion nitrat menjadi ammonium diperlukan 8 elektron yang diperoleh dari cahaya matahari, jadi semakin ba nyak cahaya maka aktivitas reduksi nitrat menjadi ammonium lebih cepat. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah nitrat akar pada penaungan lebih rendah dari pada tanpa penaungan, jumlah nitrat rata -rata pada penaungan 0.39-4.15 mg/tanaman sedangkan tanpa penaungan mencapai 136.92 mg/tanaman 4.4. Kalium Pada Tanaman 4.4.1. Konsentrasi Kalium Tajuk (ppm) Kalium diperlukan untuk aktivitas kambium yang cepat dalam akar umbi yang menyimpan pati di dalamnya, kalium mempengaruhi sintetase pati (Hahn dan Hozyo, 1984). Pemupukan fosfor mempengaruhi konsentrasi kalium tajuk pada 6 MST dan 20 MST. Pemupukan fosfor 80 kg/ha di bawah penaungan memiliki konsentrasi kalium rata-rata tertinggi (3871.70 ppm) dibandingkan taraf pemupukan fosfor yang lain. Sedangkan pada kondisi tanpa naungan tanpa pemupukan fosfor memiliki konsentrasi rata-rata paling tinggi (4209.79 ppm), hal ini menunjukan pada kondisi tanpa naungan terjadi persaingan masuknya ion H2PO 4- dengan ion K+ ke dalam akar. Perlakuan pemangkasan tidak mempengaruhi konsentrasi kalium tajuk tanaman. Intensitas naungan juga tidak mempengaruhi konsentrasi kalium tajuk. Pengaruh kombinasi perlakuan yang saling terkait antara pemupuka n fosfor dan pemangkasan terjadi pada parameter konsentrasi kalium tajuk 10 MST dan 14 MST. Pada minggu tersebut masingmasing tingkat pemangkasan menghendaki taraf pemupukan yang berbeda untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi.
Tabel. 19. Konsentrasi Kalium Tajuk per Tanaman (ppm) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………ppm…………………………………….
Pada naungan 0
3947.20b
3195.00
-
1300.80
2247.90
80
4238.80b
5716.00
-
2027.40
3871.70
120
4511.10b
2555.00
-
945.80
1750.40
160
6064.20a
2728.00
-
1518.40
2123.20
0
7800.00
2450.00
4150.00
2439.15
4209.79
80
8800.00
1350.00
800.00
1170.00
3030.00
120
3750.00
4200.00
425.00
1996.67
2592.92
160
4850.00
5100.00
1550.00
1105.00
3151.25
Tidak Dipangkas
4364.80
3073.00
2246.50
1475.00
2789.83
Dipangkas
4992.50
4046.00
1976.80
1421.20
3109.13
Tidak Dipangkas
7600.00
5400.00
2280.00
1651.67
4232.92
Dipangkas
5000.00
1150.00
1182.50
1703.74
2259.06
92.44%
4794.70
2884.00
1749.70
1231.30
2664.30
90.60%
4588.40
5753.00
2169.10
1187.60
3424.53
89.31%
4201.60
2605.00
1975.30
1684.00
2616.45
85.63%
5110.30
2966.00
2560.90
1689.70
3081.73
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 6300.00 3275.00 1731.25 1677.71 3245.99 Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Tabel. 20.
Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Konsentrasi Kalium Tajuk pada 10 MST
Perlakuan
Taraf Pemupukan Fosfor
Pemangkasan
0 kg P 2O5/ha
80 kg P2O5/ha
120 kg P2O5/ha
160 kg P2O5/ha
…..……………………………ppm…………………………………….. Tanpa Pangkas
3073.13bc
3026.25bc
3026.25bc
2784.38c
Dipangkas Keterangan :
3390.63bc 8405.00a 2152.50c 2556.88c Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Tabel. 21.
Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Konsentrasi Kalium Tajuk pada 14 MST
Perlakuan Pemangkasan
Taraf Pemupukan Fosfor 0 kg P 2O5/ha
80 kg P2O5/ha
120 kg P2O5/ha
160 kg P2O5/ha
…..……………………………ppm…………………………………….. Tanpa Pangkas
3047.50a
1175.63bc
2954.38b
1851.88bc
Dipangkas 1047.50c 1105.63c 2146.25b 3581.25a Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.4.2. Jumlah Kalium Tajuk (mg) Jumlah kalium tajuk tanpa penaungan jauh lebih besar jika dibandingkan pada naungan, pada penaungan antara 51.99-125.60 mg, sedangkan tanpa penaungan 424.40 mg, hal ini karena bobot basah dan kering tajuk tanaman tanpa naungan jauh lebih besar sekitar 5-10 kali lipat dibanding tanaman pada naungan. Pengaruh kombinasi perlakuan yang saling berkaitan antara pemupukan fosfor dan pemangkasan terjadi pada 6 MST dan 14 MST, pada minggu tersebut masingmasing perlakuan pemangkasan menghendaki taraf pemupukan yang berbeda untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Kombinasi perlakuan pemupukan fosfor 120 kg/ha P2 O5 dengan perlakuan tanpa pemangkasan menghasilkan jumlah kalium tajuk paling tinggi, nilai terendah diperoleh dari kombinasi tanpa pemupukan fosfor dan tanpa pangkas pada 6 MST, sedangkan pada 14 MST nilai terendah pada kombinasi perlakuan tanpa pemupukan dan perlakuan tanpa pangkas. Pengaruh kombinasi perlakuan yang saling berkaitan antara pemupukan
fosfor, pemangkasan, dan penaungan terjadi pada 10 MST, nilai tertinggi diperoleh dari kombinasi perlakuan pemupukan fosfor 80 kg/ha P 2O5, tanpa pemangkasan dan taraf penaungan 85.63%, sedangkan nilai terendah diperoleh dari kombinasi perlakuan tanpa pemupukan fosfor, tanpa pe mangkasan dan taraf penaungan 90.60 %. Tabel. 22. Jumlah Kalium Tajuk per Tanaman (mg) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………mg……………………………………..
Pada naungan 0
-
-
31.25
8.043
19.65
80
-
-
29.41
13.464
21.44
120
-
-
94.76
11.82
53.29
160
-
-
27.56
19.23
23.395
0
699.92
570.54
765.11
170.05
551.40
80
405.30
217.17
185.25
125.01
233.18
120
520.59
353.70
64.41
281.33
551.40
160
739.38
775.86
339.31
115.62
492.54
Tidak Dipangkas
87.69
252.30
-
11.87
105.51
Dipangkas
71.28
147.50
-
14.40
63.44
Tidak Dipangkas
729.13
789.35
474.27
129.79
530.64
Dipangkas
453.46
399.03
202.77
216.21
317.87
92.44%
65.90
114.20
20.18
7.67
51.99
90.60%
80.20
189.10
50.98
11.72
83.00
89.31%
76.65
187.10
34.29
15.35
78.35
85.63%
95.72
311.20
77.65
17.82
125.60
0%
591.30
594.80
338.52
173.00
424.40
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding
Tabel. 23 .
Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Kalium Tajuk pada 6MST
Perlakuan
Taraf Pemupukan Fosfor
Pemangkasan
0 kg P 2 O5/ha
80 kg P2 O5/ha
120 kg P2O5/ha
160 kg P2O5/ha
…..……………………………mg…………………………………….. Tanpa Pangkas Dipangkas Keterangan :
38.56c
108.39b
143.50a
62.18bc
60.40bc 59.48bc 80.56bc 83.88bc Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % m enurut uji DMRT
Tabel. 24 . Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor dan Pemangkasan terhadap Jumlah Kalium Tajuk pada 14MST Perlakuan
Taraf Pemupukan Fosfor
Pemangkasan
0 kg P 2 O5/ha
80 kg P2 O5/ha
120 kg P2O5/ha
160 kg P2O5/ha
…..……………………………mg…………………………………….. Tanpa Pangkas Dipangkas Keterangan :
55.68bc
44.46bc
161.87a
19.71c
8.38c 11.51c 30.08bc 34.51bc Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Jumlah kalium (mg)
14000 12000 Penaungan 10000 92.44% 8000
90.60%
6000
89.31% 85.63%
4000 2000
Pemangkasan 0 M0
M1
M0
M1
M0
M1
M0
M1
0 kg
80 kg
120 kg
160 kg
P 2O5/ha
P 2O5/ha
P 2O5/ha
P 2O5/ha
M0= Tanpa Pangkas M1= Dengan Pangkas
Gambar. 6. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Saling Berkaitan antara Pemupukan Fosfor, Pemangkasan, dan Penaungan terhadap Jumlah kalium Tajuk pada 10 MST
4.4.3. Konsentrasi Kalium Akar (ppm) Tabel. 25. Konsentrasi Kalium Akar Tanaman (ppm) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………ppm……………………………………..
Pada naungan 0
9100.00
3408.75
3896.25
1603.20
4502.05
80
7475.00
1536.25
1578.75
1517.90
3026.98
120
7575.00
1141.25
665.00
2266.90
2912.04
160
5962.50
2975.00
2597.50
1702.50
3309.38
0
7050.00
3360.00
730.00
2950.00
3522.50
80
7050.00
7050.00
7050.00
7050.00
7050.00
120
4350.00
805.00
340.00
1688.30
1795.83
160
7050.00
7050.00
7050.00
7050.00
7050.00
Tidak Dipangkas
6712.50
2630.63
1954.38
2121.40
3354.73
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
8343.75
1900.00
2414.38
1423.80
3520.48
Tidak Dipangkas
7875.00
2297.50
902.50
1062.91
3034.48
Dipangkas
6625.00
2607.50
1977.50
2462.49
3418.12
92.44%
7887.50
1476.25
2160.00
1202.10b
3841.25
90.60%
7650.00
3447.50
2448.75
1961.00ab
4515.42
89.31%
7775.00
1795.00
1890.00
1343.80b
3820.00
85.63%
6800.00
2342.50
2238.75 2583.50a
3793.75
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Pembanding 0% 7250.00 2452.50 1440.00 1762.70 3226.30 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Konsentrasi kalium pada akar dari 6 MST sampai 14 MST hanya diamati pada satu ulangan yang didistruksi. Pada 20 MST intensitas cahaya mempengaruhi konsentrasi kalium akar tanaman.
4.4.4. Jumlah Kalium Akar (mg) Tabel. 26. Jumlah Kalium Akar Tanaman (mg) Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
20 MST
Rataan
…..……………………………mg……………………………………..
Pada naungan 0
0.98
0.42
0.25
0.25
0.48
80
2.25
0.50
0.45
0.63
0.96
120
3.59
0.19
0.98
1.09
1.46
160
1.08
0.36
0.14
0.89
0.62
0
28.07
12.37
49.27
10.46
25.04
80
20.40
4.58
177.98
4.09
51.76
120
34.87
22.09
28.71
9.71
23.84
160
49.89
104.45
78.40
5.21
59.49
Tidak Dipangkas
2.20
0.45
0.72
0.80
1.04
Dipangkas
1.75
0.29
0.20
0.62
0.71
Tidak Dipangkas
31.06
49.44
71.81
3.88
39.04
Dipangkas
35.56
22.31
95.37
10.86
41.03
92.44%
2.05
0.19
0.15
0.31b
0.80
90.60%
1.39
0.46
0.36
0.58b
0.74
89.31%
2.69
0.17
0.25
0.66b
1.04
85.63%
1.77
0.65
1.07
1.30a
1.16
Tanpa naungan (pemb anding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 33.31 35.87 83.59 7.37 40.03 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Jumlah kalium akar tanaman hanya dipengaruhi oleh penaungan pada 20 MST, pada minggu tersebut semakin tinggi intensitas naungan semakin rendah jumlah kalium akar, tanpa naungan sebesar 7.37 mg, sedangkan pada naungan 1.30-0.31 mg. Jumlah kalium akar rata-rata juga semakin meningkat dengan semakin rendah penaungan kelapa sawit (0.74-1.16 mg), hal ini menunjukan kandungan air pada akar semakin besar dengan rendahnya naungan. Penaungan kelapa sawit menghambat proses transpirasi tanaman sehingga kemampuan menyerap air pada tanaman menjadi lebih rendah.
4.5. Kandungan Klorofil Daun Klorofil diamati pada 12 MST, hal ini dilakukan karena pada 12 MST merupakan puncak masa vegetatif tanaman ubijalar. Pemupukan fosfor mempengaruhi kandungan klorofil a maupun klorofil b, namun tidak berpengaruh pada nisbah klorofil a dan klorofil b. Kandungan klorofil a dan klorofil b secara umum terus menurun dengan peningkatan taraf pemupukan fosfor, hal ini diduga ada kaitannya dengan terhambatnya penyerapan nitrat karena persaingan difusi dengan fosfor. Nitrogen merupakan salah satu komponen penyusun klorofil selain unsur C, H, O, dan Mg. Menurut Salisbury dan Ross (1995) struktur klorofil tersusun atas empat cincin pyrrol, masing-masing cincin disatukan oleh atom nitrogen terhadap magnesium. Penaungan tidak berpengaruh terhadap kandungan klorofil a maupun klorofil b, namun apabila dibandingkan dengan tanpa naungan nilai klorofil a maupun klorofil b pada naungan lebih besar, pada naungan klorofil a dan klorofil b masing-masing sebesar 1.331-1.215 mg/g daun dan 0.583-0.549 mg/g daun, sedangkan tanpa penaungan krorofil a dan klorofil b masing-masing sebesar 1.046 mg/g daun dan 0.472 mg/g daun, hal itu diduga karena adaptasi tanaman ternaungi untuk mendapatkan cahaya lebih banyak dengan menghasilkan lebih banyak pigmen pema nen cahaya. Dari Tabel. 27. dapat diketahui konsentrasi klorofil a dua kali lipat lebih banyak dari pada klorofil b. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa klorofil a dua kali sampai tiga kali lipat lebih banyak dari pada klorofil b.
Tabel. 27. Kandungan Klorofil Daun (mg/gram daun) 12 MST Perlakuan
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil a/b
Fosfor (kg P2 O5/ha) Pada naungan 0
1.455a
0.647a
2.239
80
1.113b
0.504b
2.201
120
1.215b
0.545b
2.223
160
1.235b
0.574ab
2.159
0
1.118
0.500
2.247
80
1.056
0.480
2.203
120
0.942
0.427
2.205
160
1.068
0.484
2.206
Tidak Dipangkas
1.260a
0.572a
2.195
Dipangkas
1.249a
0.563a
2.216
Tidak Dipangkas
1.065
0.464
2.294
Dipangkas
0.983
0.467
2.106
92.44%
1.272a
0.574a
2.200
90.60%
1.220a
0.549a
2.222
89.31%
1.311a
0.586a
2.237
85.63%
1.215a
0.562a
2.162
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 1.046 0.472 2.215 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.6. Intensitas Hama dan Persentase Tanaman Hidup Serangan hama pada 18 MST sangat besar sehingga perlu untuk diketahui apakah ada hubungan antara perlakuan dengan tingkat serangan
hama, dari
Tabel. 28. dapat diketahui bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap intensitas serangan hama maupun persentase tanaman hidup. Intensitas serangan hama dihitung pada kerusakan daun, hal ini karena daun ubijalar sering dimanfaatkan sebagai sayuran. Menurut Wargiono (1980), kandungan protein dan mineral daun ubijalar cukup tinggi dengan demikian baik untuk sayuran, kandungan protein 2.80 gram/100 gram daun, zat besi 10 mg/100 gram daun, kalsium 79 mg/100 gram daun, dan fosfor 66 mg/100 gram daun. Daun yang digunakan untuk sayuran biasanya berbentuk menjari dengan kandungan getah yang sedikit. Menurut Rukmana (1997), daun dan batang dapat digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan daun muda untuk sayur terutama dari varietas ubijalar berdaun kecil dan menjari. Pemanfaatan tajuk ubijalar menjadi sangat penting ketika tanaman tidak mampu menghasilkan umbi pada kondisi penaungan yang tinggi. Tabel. 28.
Intensitas Serangan Hama dan Persentase Tanaman Hidup pada 18 MST Perlakuan
% Intensitas Hama
% Tanaman Hidup
0
51.483
36.725
80
48.183
43.235
120
59.879
44.707
160
49.150
44.080
Tidak dipangkas
48.579
33.636
Dipangkas
55.769
44.738
92.44%
45.813
36.717
90.60%
53.979
46.621
89.31%
53.021
42.192
Fosfor (kg P2 O5/ha)
Pemangkasan
Penaungan
85.63% 55.883 43.217 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
4.7. Komponen Akar 4.7.1. Jumlah Akar Primer Tabel. 29. Jumlah Akar Primer per Tanaman Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
10 MST
14 MST
18 MST
Rataan
0
21.88
31.69
30.13
18.4
25.52
80
34.63
41.25
54.50
33.00
40.84
120
44.75
54.13
26.63
24.43
37.48
160
42.25
45.75
29.63
27.00
36.16
0
64.50
28.00
25.50
56.50
43.63
80
54.50
25.00
31.00
31.50
35.50
120
70.50
49.50
18.00
21.00
39.75
160
46.50
36.50
23.50
33.50
35.00
Tidak dipangkas
37.06
46.53
41.31
26.46
37.84
Dipangkas
34.69
39.88
29.13
26.46
32.54
Tidak dipangkas
54.00
38.00
21.50
37.75
37.81
Dipangkas
64.00
31.50
27.50
33.50
39.13
92.44%
69.00
34.00
39.00
25.00
41.75
90.60%
16.00
32.00
23.00
17.00
22.00
89.31%
66.00
23.00
19.00
11.00
29.75
85.63%
34.00
89.00
17.00
56.00
49.00
0%
59.00
34.75
24.50
35.63
38.47
Fosfor (kg P2 O5/ha) Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding
Jumlah akar hanya diamati pada satu ulangan, perlakuan pemupukan fosfor 80 kg/ha memiliki rata-rata jumlah akar terbanyak pada kondisi ternaungi (40.48), sedangkan pada kondisi terbuka tanpa pemupukan fosfor menghasilkan jumlah akar paling banyak (43.63). Tanpa pemangkasan memiliki jumlah akar rata-rata lebih banyak (37.81) dari pada perlakuan pangkas (32.54). Intensitas naungan 85.31 % memiliki jumlah akar yang lebih banyak (49.0) jika dibanding intensitas naungan yang lain termasuk tanpa naungan (22.00-38.47). Pengaruh kombinasi perlakuan pemupukan fosfor, pemangkasan dan penaungan terhadap
Jumlah Akar Primer
rata-rata jumlah akar disajikan pada Gambar. 7.
70.00 60.00 Penaungan
50.00
92.44%
40.00 90.60% 30.00
89.31%
20.00 85.63% 10.00
0%
0.00 PANG PANG 0 1
PANG PANG 1 0
0 P 2O5
80 P2O5
kg/ha
kg/ha
PANG PANG 1 0
120 P2O5 kg/ha
PANG PANG 0 1
160 P2O5 kg/ha
Pemangkas an 0 = Tanpa pangkas 1= Dengan pangkas
Gambar. 7. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan, dan Penaungan terhadap Jumlah Akar Primer Rata rata
4.7.2. Panjang Akar Tabel. 30. Panjang Akar (cm) per Tanaman Minggu Pengamatan Perlakuan
6 MST
Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
18 MST
Rataan
.…………………………cm …………………………
Pada naungan 0
2.71
7.52
24.58
52.81
21.90
80
6.49
5.47
12.81
13.36
9.53
120
6.50
6.60
9.63
8.86
7.90
160
5.47
5.81
6.44
8.13
6.46
0
19.15
16.75
32.00
20.00
21.98
80
14.00
15.25
41.25
28.25
24.69
120
19.25
22.75
21.50
21.50
21.25
160
13.75
17.75
29.50
19.50
20.12
Tidak dipangkas
6.09
5.57
10.25
9.95
7.97
Pangkas
5.86
5.67
8.39
9.25
7.29
Pada naungan
16.00
19.50
29.25
20.25
21.25
Tidak dipangkas
17.08
16.75
32.875
24.37
22.77
92.44%
5.15
4.81
7.63
7.04
6.16
90.60%
6.67
5.49
10.09
8.25
7.63
89.31%
6.06
5.81
10.00
10.49
8.09
85.63%
6.03
6.36
9.56
12.50
8.61
0%
16.54
18.13
31.06
22.31
22.01
Tanpa naungan
Pemangkasan Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Panjang akar juga hanya diamati pada satu ulangan, dari Tabel. 30. dapat diketahui panjang akar pada naungan dengan seluruh perlakuan yag diberikan tetap lebih rendah (6.16 cm - 8.61 cm) jika dibandingkan dengan tanpa naungan (22.01) , hal ini diduga karena terganggunya proses fotosintesis yang dibatasi oleh kekurangan cahaya karena ternaungi. Pengaruh kombinasi perlakuan pemupukan fosfor, pemangkasan dan penaungan terhadap rata-rata panjang akar dapat dilihat pada Gambar. 8.
Panjang Akar (cm)
30.00 25.00
Penaungan
20.00
92.44%
15.00
9.60% 89.31%
10.00
85.63% 5.00 0% 0.00
PANG PANG PANG 1 0 0
PANG PANG PANG 1 0 1
PANG 0
PANG 1
0 kg
80 kg
120 kg
160 kg
P 2O5/ha
P 2O5/ha
P 2O5/ha
P2O5/ha
Pemangkasan 0 = Tanpa pangkas 1= Dengan pangkas
Gambar. 8. Grafik Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan, dan Penaungan terhadap Panjang Akar Rata -rata
4.7.3. Volume Akar dan Umbi Tabel. 31. Volume Akar dan Umbi per Tanaman Minggu Pengamatan 6 MST Fosfor (kg P2 O5/ha)
10 MST
14 MST
18 MST
Rataan
.…………………………ml …………………………
Pada naungan 0
0.788
0.600
1.000
0.300
0.672
80
0.781
1.038
1.125
1.250
1.048
120
0.875
0.663
2.781
0.414
1.183
160
0.475
0.569
0.306
0.221
0.393
0
5.750
8.130
80.000
4.500
24.590
80
4.880
14.500
88.500
45.750
38.410
120
17.000
32.000
105.500
119.000
68.380
160
7.000
56.500
101.500
42.000
51.750
Tidak dipangkas
1.761
0.769
1.856
0.762
1.287
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
0.628
0.666
0.750
0.369
0.603
Tidak dipangkas
5.940
46.560
97.250
73.750
55.880
Dipangkas
11.380
9.000
90.500
31.880
35.690
92.44%
0.750
0.563
0.781
0.450
0.636
90.60%
0.619
0.813
1.031
0.563
0.756
89.31%
0.756
0.775
0.775
0.571
0.719
85.63%
0.794
0.719
2.625
0.658
1.199
0%
8.656
27.781
93.875
52.813
45.781
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Volume akar da n umbi hanya diamati pada satu ulangan yang didestruksi, taraf pemupukan fosfor 120 kg/ha memiliki volume akar terbesar pada kondisi ternaungi, sebesar 1.183 ml. Pada penaungan perlakuan tanpa pangkas menghasilkan volume akar lebih basar (1.287 ml) dari pa da perlakuan dengan pemangkasan (0.603 ml). Volume akar dan umbi pada naungan jauh lebih kecil (0.636 ml -1.199 ml) jika dibandingkan dengan tanpa naungan (45.781 ml), hal ini karena pada naungan tanaman sama sekali tidak menghasilkan umbi. Pengaruh kombinasi perlakuan pemupukan fosfor, pemangkasan dan penaungan terhadap rata-rata volume akar dan umbi dapat dilihat pada Gambar. 9. 5,00
100,00
4,50
80,00
4,00
70,00
3,50
Volume (ml)
60,00 50,00
Tanpa Pangkas
40,00
Dengan pangkas
Volume Akar (ml)
90,00
3,00 92.44% 90.60%
2,50
89.31% 85.63%
2,00
30,00 1,50
20,00 1,00
10,00
0,50
0,00 0 kgP2O5/ha 80 kgP2O5/ha 120 kgP2O5/ha 160 kgP2O5/ha
0,00
Taraf Pemupukan Fosfor
Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan pangkas pangkas pangkas pangkas pangkas pangkas pangkas pangkas 0 kgP2O5/ha
(a)
80 kgP2O5/ha
120 kgP2O5/ha
160 kgP2O5/ha
(b)
Gambar. 9. Pengaruh Kombinasi Perlakuan Pemupukan Fosfor, Pemangkasan, dan Penaungan terhadap Volume Akar dan Umbi Rata -rata ((a) tanpa naungan dan (b) pada penaungan)
4.7.4. Kondisi Akar Pada Saat Panen Tabel. 32. Panjang akar dan Volume akar pada saat panen. Parameter Perlakuan
Panjang Akar
Fosfor (kg P2 O5/ha)
Volume Akar
cm
ml
0
10.78
0.27b
80
15.56
0.61a
120
14.89
0.56ab
160
18.72
0.66a
0
28.09
4.92
80
31.49
5.08
120
31.67
4.62
160
34.00
8.25
14.39
0.54
15.59
0.52
Pada naungan
29.91
6.35
Tidak dipangkas
32.71
5.08
92.44%
10.34b
0.31
90.60%
16.65a
0.54
89.31%
14.28ab
0.62
85.63%
18.69a
0.64
Pada naungan
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan Tidak dipangkas Pangkas Tanpa naungan (pembanding)
Penaungan
Pembanding 0% 31.31 5.72 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Pemupukan fosfor berpengaruh pada volume akar yang dihasilkan pada kondisi di bawah naungan, semakin tinggi taraf pemupukan fosfor maka semakin tinggi volume akar pada penelitian ini. Perlakuan pemangkasan tidak mempengaruhi panjang akar maupun volume akar tanaman. Penaungan mempengaruhi panjang akar tanaman, tetapi tidak mempengaruhi volume akar, secara umum semakin rendah intensitas naungan semakin panjang akar dan volume akar juga semakin meningkat. 4.8. Komponen Hasil Panen Perlakuan pemupukan berpengaruh terhadap bobot basah tajuk (BBT), bobot kering tajuk (BKT), dan bobot basah akar (BBA). semakin meningkan taraf pemupukan fosfor semakin tinggi nilai BBT, BKT, dan BBA. Perlakuan pemangkasan tidak mempengaruhi seluruh parameter hasil panen, namun perlakuan pemangkasan memiliki nilai yang lebih besar pada semua parameter hasil panen dari pada tanpa dipangkas. Penaungan juga tidak mempengaruhi seluruh parameter hasil panen, tetapi semua parameter hasil panen meningkat dengan menurunnya intensitas naungan. Tanaman pada percobaan ini tidak mampu menghasilkan umbi, sehingga tajuk menjadi penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan pakan. Hasil uji regresi (Gambar 10)menunjukkan tidak berbeda nyata, namun pemupukan fosfor meningkatkan bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk secara linear dilihat dari koefisien determinasi yang paling tinggi, dengan demikian penambahan dosis pemupukan fosfor masih dapat dilakukan untuk meningkatkan bobot basah dan bobot kering tajuk apabila tajuk dipanen pada 20 MST, karena dari hasil percobaan ini belum ditemukan titik maksimum BBT dan BKT dari dosis pemupukan fosfor yang diberikan, hal ini diduga karena kondisi lahan bersifat masam (pH 4.41) sehingga ketersediaan fosfor dalam tanah sangat rendah bagi tanaman meskipun dilakukan penambahan fosfor dengan dosis tinggi.
Tabel. 33. Bobot Basah Tajuk, Bobot Kering Tajuk, Bobot Basah Akar Basah dan Bobot Kering Akar pada 20 MST per Tanaman.
Bobot Basah Tajuk
Perlakuan Fosfor (kg P2 O5/ha)
Parameter Bobot Kering Bobot Basah Tajuk Akar
Bobot Kering Akar
.…………………………….gram ………..…………………………
Pada naungan 0
5.40b
0.84b
0.15b
0.04
80
8.38ab
1.38ab
0.37a
0.09
120
12.80a
1.98a
0.42a
0.08
160
12.83a
2.01a
0.53a
0.10
0
93.29
16.74
4.38
0.85
80
124.86
22.77
4.43
0.68
120
133.07
23.15
5.57
1.11
160
145.31
25.70
6.68
1.59
Tidak dipangkas
7.92
1.27
0.3 6
0.08
Dipangkas Tanpa naungan (pembanding)
11.79
1.84
0.38
0.08
Tidak dipangkas
112.63
20.45
5.05
1.13
Dipangkas
135.63
23.73
5.48
0.99
92.44%
6.47
1.07
0.19
0.05
90.60%
9.48
1.48
0.35
0.08
89.31%
11.29
1.78
0.42
0.09
85.63%
12.17
1.88
0.50
0.10
Tanpa naungan (pembanding)
Pemangkasan Pada naungan
Penaungan
Pembanding 0% 124.13 22.09 5.26 1.06 Keterangan : Angka –angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji DMRT
Bobot per Tanaman (gram)
16
Bobot basah tajuk
y = 0,0509x + 5,2753 R2 = 0,9163
14 12 10 8 6
y = 0,0079x + 0,8447 R2 = 0,941
4 2
Bobot kering tajuk
0 0
50
100
150
Taraf Pemupukan Fosfor (kg P2O5/ha)
200
Ket : Regresi tidak nyata
Gambar. 10. Grafik Persamaan Regresi Taraf Pemupukan Fosfor terhadap Bobot Basah Tajuk dan Bobot Kering Tajuk
4.9. Hasil Umbi Tanaman pada naungan kelapa sawit TM 4 tidak mampu menghasilkan umbi dari pengamatan destruksi mulai 6 MST, 10 MST, 14 MST, 18 MST sampai panen 20 MST, hal ini karena naungan tajuk tanaman kelapa sawit yang sangat tinggi yaitu sekitar 92.44 % - 85.31 %. Menurut Opena, Gerpacio, dan Vande Zaag (1991) penaungan pada saat inisiasi umbi 30-60 hari setelah tanam secara nyata menurunkan hasil umbi tanaman ubijalar sampai setengah dari hasil ta npa naungan. Intensitas cahaya yang rendah menurunkan baik aktivitas kambium umbi maupun pembentukan lignin dan menunda perkembangan tanaman (Hahn dan Hozyo, 1984). Selain faktor cahaya, tekstur tanah liat pada lokasi percobaan juga menghambat pembentukan umbi, hasil penelitian Watanabe dan Kodama (1965) dalam Hahn dan Hozyo (1984) melaporkan bahwa aerasi tanah meningkatkan aktivitas pembelahan dan pembesaran sel umbi, kekurangan oksigen sebagai akibat aerasi tanah yang jelek sering kali dapat menghambat pembelahan dan pembesaran sel dalam akar-akar umbi serta dapat mencegah inisiasi dan perkembangan umbi. Ketersediaan CO2 yang rendah diduga juga mempengaruhi kemampuan tanaman menghasilkan umbi, persaingan tanaman ubijalar dengan tanaman kelapa sawit mengurangi ketersediaan CO2 bagi ubijalar. Besarnya laju fotosintesis dipengaruhi oleh aliran udara, bentuk dan struktur bilik
asimilasi, luas daun, suhu kelembaban nisbi, dan intensitas cahaya, karena faktor tersebut mempengaruhi kadar CO2 dalam bilik asimilas i, tahanan difusi CO2 dan tanggapan stomata. Tabel. 34.
Bobot Basah Umbi, Bobot Kering Umbi, dan Jumlah Umbi per Tanaman Tanpa Penaungan
Perlakuan
Parameter Panen Bobot Kering Bobot Basah Umbi Umbi Jumlah (gram)/tanaman Umbi/tanaman (gram)/tanaman
Fosfor 0 Tanpa Pangkas
126.79
52.02
1
Fosfor 0 Dengan Pangkas
224.99
21.33
2
Fosfor 80 Tanpa Pangkas Fosfor 80 Dengan Pangkas
49.24 185.33
18.68 66.21
1 2
Fosfor 120 Tanpa Pangkas Fosfor 120 Dengan Pangkas
126.85 126.62
45.52 47.17
1 1
Fosfor 160 Tanpa Pangkas
224.95
64.23
3
Fosfor 160 Dengan Pangkas
334.94
130.09
3
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tanaman ubijalar varietas Shiroyutaka tidak mampu menghasilkan umbi pada budidaya tanaman sela di bawah naungan kelapa sawit TM 4. Perla kuan pemupukan fosfor dan pemangkasan tidak mampu megurangi pengaruh buruk kekurangan intensitas cahaya pada tanaman ubijalar. Nilai iluminasi cahaya pada naungan kelapa sawit TM 4
833.05 lux sampai 1681.9 lux, sedangkan nilai
iradiasi antara 49.75 w/m2 sampai 63.44 w/m2 , pada nilai intensitas cahaya tersebut tanaman tidak mampu mengahasilkan umbi. Secara umum perlakuan pemupukan fosfor menurunkan konsentrasi dan jumlah nitrat pada tajuk serta akar tanaman. Pemupukan fosfor tidak mempengaruhi konsentrasi dan jumlah kalium pada tanaman. Pemangkasan tidak mempengaruhi konsentrasi dan jumlah nitrat maupun kalium pada tanaman, namun meningkatkan jumlah cabang dan panjang cabang serta mengurangi etiolasi tanaman. Penaungan berpengaruh pada nitrat dan kalium, semakin tinggi penetrasi cahaya yang masuk pada naungan semakin tinggi nilai nitrat maupun kalium pada tajuk dan akar tanaman ubijalar. Pemupukan fosfor juga mempengaruhi kandungan klorofil daun, semakin tinggi dosis pemupukan fosfor pada percobaan ini sema kin rendah kandungan klorofil pada daun. Intensitas naungan yang tinggi meningkatkan kandungan klorofil pada daun, meskipun secara statistik tidak berpengaruh. Secara keseluruhan budidaya tanaman ubijalar varietas Shiroyutaka pada gawangan kelapa sawit
TM 4 tidak menguntungkan secara ekonomi karena
tanaman tidak mampu menghasilkan umbi. Saran Budidaya tanaman ubijalar varietas shiroyutaka di bawah naungan kelapa sawit TM 4 tidak dapat dilaksanakan karena tanaman tidak mampu menghasilkan umbi. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai varietas ubijalar dengan tajuk yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran maupun pakan untuk dibudidayakan pada gawangan kelapa sawit Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kegiatan budidaya tanaman sela pada gawangan kela pa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA Badan Meteorologi dan Geofisika. 2005. BMG Darmaga. Bogor. Bartolini, P.U. 1982. Timing and frequensy of topping sweet potato at varying levels of nitrogen. Hong Wen Printing, Tainan. 82-172: 209-214 hal. Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Jakarta. 280 hal. Edmond, J. B. et al. 1981. Fundamental of Horticulture. Mc Graw Hill Publ. Co.Inc. London. 245 hal. Fisher, N. M. 1984. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman vegetatif . 157213. In: Goldworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gajah Mada University Press. Yogjakarta. Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemaha n S. Andani dan E. D. Purlayanti. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 421 hal. Foster, N.W. dan E. G. Beauchamp. 1986. Nitrogen release from urea and sulfur coated urea in Jack Pine forest humus. Soil Science Sociaty of America Journal. Vol 50 (1). Hahn, S. K. dan Y. Hozyo. 1984. Ubi manis 725-820. In: Goldworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gajah Mada University Press. Yogjakarta. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Jakarta. 192 hal. Hasanuddin, A. and J. Wargiono. 2002. Research priorities for sweet potato in Indonesia. In: Keith O. Fuglie (ed). Progress in potato and sweet potato research in Indonesia. International Potato Centre, East, Southeast Asia and Pacific Region (CIP-ESEAP). Jakarta, Indonesia. Jeniesch, P. 1973. Beitrag zur Physiologie der Nitrophyten: Nitrat. Speicherung und Nitratasimilation bei Antrischus Sylvestris. Hoffm. 115. In: Fitter, A. H. and R. K. Hay. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 421 hal. Kay, D. E. 1973. TPI. Crop and Product Digesh, No 2 Root Crops. The Tropical Product Institute. Foreign and Commonwealth Office. London. 245. Kuswandi. 1988. Aspek penimbunan nitrat pada hijauan pakan ternak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertania n. Vol VII (4).
Leiwakabessy, F. M. dan Atang Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 233 hal. Lizarraga, N. 1979. Evaluacion del crecimiento del camote (Ipomoea batatas) y su relacion con la radiacion solar en monocultivo y en association con yucca (Manihot esculenta) y maiz (Zea mays ). In: Moreno, R. A. Intercroping with sweet potato ( Ipomoea batatas) in Central America. In: Villareal, R. L. dan T. D. Griggs (ed). 1982. Sweet Potato. Asean Vegetable and Development Center. Shanhua. Tainan. Taiwan. China. Nurhayati. 1985. Pengaruh Intensitas da n Pemberian Naungan terhadap Hasil Ubijala r (Ipomoea batatas (L.) Lam.). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal. Opena, G. B., M. T. L. Gerpacio, dan P. Vander Zaag. 1991. Response of sweet potato to Shading during various growth stage. CIP. Vol VII : 145-153. Onwueme, I. C. 1978. The Tropical Tuber Crops : Yams, Cassava, Swet Potato and Coco Yams. John Wiley and sons. New York. 234 hal. Powles, S. B. Dan C. Critchley. 1980. Effect of light intensity during growth on photoinhibitor of intached bean leaflets. Plant Physiol. 65 (4): 1186-1187. Rai, A. 2004. Pengaruh Naungan Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan dan Produksi Empat Genotipe Ubijalar ( Ipomoea Batatas (L) Lam). Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 78 hal. Ruiz, M. E. 1982. Sweet potatoes (Ipomoea batatas (L.) Lam.) for beef production: agronimic and conservation aspects and animal response. Hong Wen Printing Work. Tainan. 82-172 : 439-451 hal. Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Bandung. 66 hal. Sugiarto, T. S. 2004. Daya Hasil dan Pertumbuhan Empat Genotipe UbiJalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) pada Beberapa Taraf Naungan Tajuk Kelapa Sawit. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB Bogor. 82 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Terjemahan : Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung. 241 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Terjemahan : Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung. 343 hal. Scott, E. L. dan W. L. Ogle. 1952. The mineral uptake by sweet potato. 14. In: Soemarno. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah Aluvial dan Mediteran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubijalar
Varietas Lokal Grombol dan Unggul Daya. Laporan Penelitian Universitas Brawijaya. Malang. 74 hal. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah, Fakultas Perta nian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 415-423 hal. Steege, T. M. W., I. Stulen, dan B. Mary. 2001. Nitrogen in the environment. 179 hal. In: Peter, J. L. at al. Plant nitrogen. Springer. Varlag Berlin Heidenberg. New York. Steinbauer, C. E. dan L. J. Khusman. 1971. Sweet Potato Culture and Desease. Agric. Res. Serv. USDA. Washington D. C. 74 p. Sugiarto, T. S. 2004. Daya Hasil dan Pertumbuhan Empat Genotipe Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L) Lam) pada Beberapa Taraf Naungan Tajuk Kelapa Sawit. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Tisdale, S. L., W. L. Nelson, dan J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th edition. Macmillan Publishing Company. New York. Togari, Y. dan Y. Shirasawa. 1955. Changes of Principle s component the sweet potato plant in the growing period. In: Soemarno. Pengaruh Dosis Pupuk dan Waktu Pemberian Pupuk Urea pada Tanah Aluvial dan Mediteran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar Varietas Lokal Grombol dan Unggul Daya. Universitas Brawijaya. Malang. Tsuno, J. 1972. Sweet Potato Nutrient Physiology and Cultivation. Internasional Potash Institut Berna. Switzerland. 73 P. Wargiono, J. 1980. Ubijalar dan Cara Bercocok Tanamnya. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Yen, D. E. 1982. The Sweet Potato and Ocean. Bernice Bishep Moseum Bull. 233: 189 PP. Zara, D. L., S. E. Cuevas, dan J. R. Caelos Jr . 1982. Performance of sweet potatos varieties grown under coconats. In: Sweet Potato: Proceedings of The First International Symposium. Eds. Villareal, R. L. dan T. B. Griggs. Taiwan, 1982. Taiwan.
LAMPIRAN Lampiran. 1. Tabel Rekapitulasi Sidik Ragam Phosp
Pang
Zona
Phosp*Pang
Phosp*Zona
Pang*Zona
cn * tn tn tn
tn ** * tn tn
tn * tn cn tn
tn tn tn tn tn
tn * tn tn tn
tn tn tn tn cn
tn tn tn cn
** * tn **
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn cn tn
** ** tn **
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn cn tn ** tn
tn tn tn tn *
tn tn tn tn tn
* tn tn tn tn
Phosp*Pang*Zona
Kk
Kk awal
tn tn tn tn tn
33.28 19.15a 24.11a 24.82a 33.47a
43.29 45.98 46.98 61.14
cn tn tn tn
tn tn tn tn
20.30b 23.11b 26.72b 21.48c
73.24 69.24 80.32 130.80
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
50.57c 49.51c 63.75c 89.92c
114.48 92.23 124.53 203.10
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
tn cn tn tn tn
10.64 9.94 13.31 16.71 35.69
74
Peubah Panjang Sulur 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST 20 MST Jumlah Cabang 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST 20 MST Panjang Cabang 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST 20 MST Diameter Batang 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST 20 MST
Peubah Jumlah Daun 4 MST 8 MST 12 MST 16 MST 20 MST Indeks Luas Daun 12 MST 16 MST Nitrat Tajuk (PPM) 6 MST 10 MST 14 MST 20 MST Nitrat Tajuk (mg) 6 MSTc) 10 MST 14 MST 20 MST Kalium Tajuk (PPM) 6 MST 10 MST 14 MST 20 MST Kalium Tajuk (mg) 6 MST 10 MST
Phosp
Pang
Zona
Phosp*Pang
Phosp*Zona
Pang*Zona
Phosp*Pang*Zona
Kk
Kk awal
cn ** tn tn **
tn ** tn tn *
tn ** tn tn tn
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
19.60 24.30 35.07 28.42a 33.70c
54.62 64.29
tn tn
tn tn
* tn
tn tn
tn tn
tn tn
tn tn
26.57a 24.97b
53.16 89.68
tn * ** tn
tn cn ** tn
tn tn tn tn
tn tn tn cn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
25.53c 51.48c 61.03c 67.62c
85.57 150.29 128.29 104.84
** tn cn tn
tn tn tn *
tn tn * tn
tn tn * tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
31.19c 60.66c 69.88c 70.49c
97.39 197.37 145.69 157.38
** tn * cn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn * ** tn
tn tn tn tn
tn tn cn tn
tn tn tn cn
31.67c 48.69c 53.00c 57.11c
63.97 97.29 199.22 92.16
** **
tn tn
tn cn
* tn
tn cn
tn tn
tn **
45.04c 52.12c
57.67 211.49
Peubah Phosp 14 MST cn 20 MST cn Nitrat Akar (PPM) 20 MST tn Nitrat Akar (mg) 20 MST cn Kalium Akar (PPM) 20 MST tn Kalium Akar (mg) 20 MST cn Analisis Klorofil 12 MST Klorofil a * Klorofil b * Klorofil a/b tn Panjang Akar 20 MST cn Volume Akar 20 MST * Intensitas Hama 20 MST tn % Tanaman Hidup 20 MST tn Bobot Basah Tajuk Panen ** Bobot Kering Tajuk Panen * Bobot Basah Akar Panen * Bobot Kering Akar Panen tn Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada ** tn
uji F taraf 0.05 = Berpengaruh nyata pada uji F taraf 0.01 = Tidak Nyata
Pang * tn
Zona tn tn
Phosp*Pang ** tn
Phosp*Zona tn tn
Pang*Zona tn tn
Phosp*Pang*Zona tn tn
Kk 79.79c 64.33c
Kk awal 102.87 126.10
cn
tn
tn
tn
tn
tn
52.24c
74.33
tn
*
tn
tn
tn
tn
41.23c
174.93
tn
*
tn
tn
tn
tn
54.60c
82.92
tn
*
tn
tn
tn
tn
47.93c
220.10
tn tn tn tn tn cn tn cn tn tn tn
tn tn tn * tn tn tn cn cn cn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
27.02 26.64 6.91 46.43c 45.12c 35.84 35.74c 51.52c 41.79c 39.62c 37.00c
cn KK
= Cenderung nyata pada taraf 0.1 = Koefisien Keragaman
a
= Tranformasi
x
b
= Tranformasi
c
= Tranformasi
x + 0.5 x +1
56.20 97.67 60.63 92.34 84.35 123.01 89.74
Lampiran 2. Contoh Analisis Ragam Sumber PHOSP PANG ZONA BLOK PHOSP*BLOK PANG*BLOK PHOSP*PANG PHOSP*ZONA PANG*ZONA PHOSP*PANG*ZONA Galat Total Koreksi
DB 3 1 3 3 9 3 3 9 3 9 81 127 R-Square 0.525267
JK 1726.67412240 10.13794163 796.63829927 5403.18332240 9101.48998095 814.11568802 384.54858115 1563.01678907 139.92627990 3714.69592970 21378.75348788 45033.18042237 K.K. 33.28302
Sumber PHOSP PANG ZONA BLOK PHOSP*BLOK PANG*BLOK PHOSP*PANG PHOSP*ZONA PANG*ZONA PHOSP*PANG*ZONA Galat Total koreksi
DB 3 1 3 3 9 3 3 9 3 9 81 127 R-Square 0.649291
JK 32.10737500 122.85281250 42.75855625 38.56792500 196.75021250 4.08922500 1.72990000 73.01998125 33073125 17.99478125 290.70488750 828.90638750 K.K. 19.15947
Panjang sulur 4 MST KT F Hitung 575.55804080 2.18 10.13794163 0.04 265.54609976 1.01 1801.06110747 6.82 1011.27666455 3.83 271.37189601 1.03 128.18286038 0.49 173.66853212 0.66 46.64209330 0.18 412.74399219 1.56 263.93522825
Pr > F 0.0966 0.8451 0.3945 0.0004 0.0005 0.3846 0.6932 0.7441 0.9119 0.1403
Root MSE Rata an 16.24608347 48.81192969 Panjang Sulur 8 MST KT F Hitung Pr > F 10.70245833 2.98 0.0361 122.85281250 34.23 0.0001 14.25285208 3.97 0.0108 12.85597500 3.58 0.0173 21.86113472 6.09 0.0001 1.36307500 0.38 0.7678 0.57663333 0.16 0.9225 8.11333125 2.26 0.0259 2.77691042 0.77 0.5120 1.99942014 0.56 0.8280 3.58894923 Root MSE 1.89445222
Rataan 9.88781250
Lampiran. 3. Hasil Analisis Tekstur dan pH Tanah Jenis Tanah
Satuan
Nilai
Keterangan
Tekstur
Liat
Pasir
%
4.17
Debu
%
16.61
Liat
%
79.30
pH Sumber: Laboratorium Departemen Tanah 2004
4.41
Asam
Lampiran. 4. Hasil Analisis Fisik Tanah Kedala man (cm)
Porositas (%)
Kadar Air (%Volume) pada pF
Pori Drainasi (% Volume)
Air Tersedia (%volume)
Permeabilitas (cm/jam)
Bobot Isi (g/cm3)
pF1
pF2
pF 2.5
pF 4.2
Sangat Cepat
Cepat
Lambat
0 -15
0.81
69.25
57.93
46.98
43.36
31.57
11.32
10.92
3.62
11.79
0.64
15 -30
0.86
67.59
48.28
47.08
37.77
31.49
19.31
1.20
9.32
6.28
0.09
30 - 45 0.91 65.48 52.49 Sumber: Laboratorium Departemen Tanah 2004
51.27
49.33
33.89
12.99
1.22
1.94
15.44
1.54
Lampiran. 5. Iklim Makro Bulan Januari 2005-Juni 2005 Kecamatan Darmaga, Bogor Bulan Januari
Suhu Udara Rata -Rata (°C) 25.2
Kelembaban Udara (%)
Curah Hujan (mm)
90
536.5
Hari Hujan 27
Februari Maret
25.4 26.0
89 87
580.4 568.0
25 25
April Mei
26.2 26.4
85 85
307.7 428.9
22 16
87
682.0
24
Juni 25.9 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Darmaga Bogor
Lampiran. 6. Deskripsi Varietas Shiroyutaka Kriteria
Ciri
Tahun Keluar
2001 Introduksi dari Jepang
Tipe Pertumbuhan
Merambat
Warna Pucuk Muda
Hijau
Warna Daun
Hijau
Warna Batang Muda
Hijau
Warna Batang Tua
Coklat Keunguan
Tepi Daun
Rata
Bentuk Daun
Jantung
Tulang Daun
Menyirip
Warna Kulit Umbi
Putih
Warna Daging Umbi
Putih
Kadar Bahan Kering
35%
Potensi Produksi
35-40 ton/ha
Sumber : CIP dan Hasil Pengamatan
Lampiran. 7. Metode Pengukuran Ion Nitrat dan Kalium Pengukuran konsentrasi ion nitrat dan kalium pada tujuk baha n yang digunakan adalah tangkai daun (petiole) sebanyak 4 - 5 per tanaman, sedangkan akar diambil 4 - 5 akar. Petiole atau akar diperas hingga me ngeluarkan air, kemudian diteteskan pada sensor yang terdapat pada ionmeter, jika air yang dihasilkan dari perasan akar atau petiole terlalu sedikit maka air diteteskan pada kertas bebas ion kemudian dioleskan pada sensor ionmeter, nilai konsentrasi ion (ppm) dapat dibaca pada layar ionmeter. Jumlah nitrat dan kalium mg/g tanaman dicari dengan rumus : mg nitrat/kalium = konsentrasi ion (ppm) x 1 mg/1000 gram x kadar air (gram)
Lampiran. 8. Metode Pengukuran Intensitas Serangan Hama pada Daun Penghitungan intensitas serangan hama, pertama mengambil sempel 2 tanaman untuk masing-masing satuan percobaan, dari masing-masing tanaman sempel diamati 6 daun, 2 daun atas, 2 daun tengah, dan 2 daun bawah, kemudian masing- masing daun dihitung skor/skala serangan hamanya, skornya sebagai berikut: 0 = tanaman bebas dari serangan hama 1 = bagian tanaman terserang hama 0-25 % 2 = bagian tanaman terserang hama 26-50 % 3 = bagian tanaman terserang hama 51-75 % 4 = bagian tanaman terserang hama > 75 % Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Perkebunan. dari hasil skor/skala dihitung intensitas serangan hama dengan rumus: IH = (Σ v x n) / ZN Keterangan: IH = Intensitas serangan hama V = Skor/Skala serangan setiap daun n
= Jumlah daun yang terserang
Z = Skor/Skala serangan hama terbesar (4) N = Total Jumlah daun yang diamati
Lampiran. 9. Metode Pengukuran Konsentrasi Klorofil
Daun segar dipotong kecil-kecil
Ditimbang seberat 5 mg
Daun dihancurkan sampai halus dengan mortar Tambahkan aseton 80 % secukupnya
Sentrifuse 14.000 rpm (1 menit)
Ulangi sampai tidak ada warna dan endapan Tera dengan aseton sampai 10 ml Ukur dengan spektofotometer
Klorofil a =
(12 .7 xA663 ) − (2 .69 xA645 ) x0.01liter BobotContoh( mg )
Klorofil b =
(12 .7 xA645 ) − ( 2.69 xA663 ) x0.01liter BobotContoh( mg )
Sumber: Metode Yoshida et al, (1976) yang telah dimodifikasi.
Lampiran. 10. Denah Percobaan Jari-jari penaungan ± 4 - 6 m
Jari-jari piringan 1.5 m
P0M0 Ulangan 1
P1M1
P0M1
P1M0
P3M0
P2M1 P3M1
P2M0
P1M1 Ulangan 2
P0M0
P1M0
P0M1
P2M0
P3M1 P2M1
P3MO
P2M0
P1M0
P2M1
P1M1
P0M0
P3M1
Ulangan 3
P0M1 P0M0
P3M0 P1M1
Ulangan 4 Keterangan: P0
= 0 P20 5 kg/ha
P1
= 80 P20 5 kg/ha
P2
= 120 P2 05 kg/ha
P3
= 160 P2 05 kg/ha
M0
= Tanpa pemangkasan
M1
= dengan pema ngkasan = bokoran kelapa sawit
= Penaungan kelapa sawit
P0M1
P1M0 P2M0
P2M1
P3M1
P3M0
Pembanding Ditanam Tanpa Naungan
P0M0
POM1
P1M0
P1M1
P2M0
P2M1
P3M0
P3M1
Contoh Ulangan 1 di Bawah Penaungan Tajuk Kelapa Sawit P0
P3
= Tidak dipangkas = Dipangkas
P1
P2
Lampiran. 11. Gambar Kondisi Tanaman
Kondisi Tanaman pada Naungan 12 MST Tanaman Terserang Hama 18 MST
Kondisi Akar dan Umbi Tanaman Ubijalar di Bawah Penaungan Kelapa Sawit
Perbandingan Umbi dan Tajuk Tanaman pada Naungan dan Tanpa Penaungan
Kondisi Tanaman di Bawah Penaungan
Umbi Hasil Panen pada Kondisi Tanpa Penaungan