RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DIAN SUMARDIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RESPON STAKEHOLDER TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
oleh : DIAN SUMARDIANI E34102067
Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RESPON STAKEHOLDER TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
DIAN SUMARDIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
DIAN
SUMARDIANI.
E34102067.
Respon
Stakeholder
Terhadap
Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat di Wilayah Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dibimbing oleh H. SAMBAS BASUNI
Perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merubah paradigma baru pengelolaan kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat. Pengelola TNGP membentuk suatu kegiatan pengganti PHBM, yaitu Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) yang merubah pola tanam sayuran menjadi penanaman pohon untuk merehabilitasi hutan dan memberikan alternatif pekerjaan bagi masyarakat. Dalam pelaksanaannya, kerja sama antara para pihak yang terkait sangat diperlukan agar kegiatan ini berjalan secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu upaya pengkajian PKBM yang mewakili aspirasi seluruh stakeholder sebagai landasan untuk mengembalikan fungsi kawasan konservasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi respon para stakeholder terhadap PKBM dan mengidentifikasi berbagai permasalahannya, sehingga dapat ditentukan PKBM yang berdasarkan aspirasi seluruh stakeholder. Penelitian dilakukan pada Februari – Maret 2007, November 2007, dan Januari 2008 di Resort Gunung Putri, SKW III TNGP. Pengambilan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu observasi langsung, wawancara pada tokoh kunci setiap stakeholder, dan studi literatur untuk menunjang data-data primer. Respon yang ditunjukkan sebagian besar stakeholder bersifat positif, karena sebagian besar responden setuju dengan adanya kegiatan PKBM (90%), mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah TNGP (95%), dan ikut serta dalam kegiatan RHLP (28%). Para stakeholder sangat mendukung kegiatankegiatan PKBM karena telah memberikan manfaat yang sangat berarti bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Kemandirian dan kemampuan membuka lapangan pekerjaan sendiri akan membantu masyarakat pada saat pengambilalihan lahan oleh TNGP pada Januari 2010. Bentuk PKBM yang berdasarkan aspirasi seluruh stakeholder adalah diselaraskan dengan aspirasi masyarakat. Peran masyarakat sebagai inisiator dan pengelola, sedangkan pihak TNGP sebagai fasilitator. Sanksi terhadap masyarakat yang melanggar aturan dikenakan secara adil dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Selain itu, PKBM lebih ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan keuntungan ekonomis kepada para petani sehingga mereka dapat menjalankan mata pencaharian alternatif selain bertani sayuran.
SUMMARY
DIAN SUMARDIANI. E34102067. Stakeholder’s Response of Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat in Extension Area of Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Under Supervision of H. SAMBAS BASUNI
The extension area of Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) has changed the pattern of forest management which involved the society around national park. The manager of TNGP made a new program which called PKBM (Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat). This program has changed the pattern of vegetable farming to the tree planting for the forest rehabilitation and gave the alternative occupation to the farmers. Cooperation among stakeholders were really needed, so that the program will be going on optimum. According to this, the writer made an efforts to identify PKBM which based on stakeholder’s aspirations as an orientation to returning conservation function and progress the society’s welfare. The research was implemented on February – March 2007, November 2007, and January 2008 in Resort Gunung Putri, SKW III TNGP. This research had goals to identify the response of stakeholders and all of the problems in PKBM. Therefore we can found the appropriate program that based on stakeholder’s aspirations. Those datas was taken by three ways, such as directly observation, in-depth interview for each key person of stakeholders, and literature study to support primery data. Response of stakeholders were positive. It showed by 90% respondents agreed with PKBM, 95% respondents knew the RHLP’s area were part of TNGP, and it also reflected by 28% respondents had joined RHLP. Stakeholders were really supported PKBM because this program gave many advantages to progressed society’s knowledge and skill. The autonomous and ability of make own occupation will be help the society during the hand over of the extension area. The appropriate PKBM model is based on stakeholder’s aspirations. The society as inisiator and manager, otherwise TNGP as fasilitator. Punishment must give for anyone who broke the law. The activities of PKBM must give the economy advantages to the farmers, so they can find the alternative occupation.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Stakeholders Terhadap Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat di Wilayah Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Dian Sumardiani NRP E34102067
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Respon Stakeholders Terhadap Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) di Wilayah Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Nama Mahasiswa
: Dian Sumardiani
NRP
: E34102067
Departemen
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, M.S NIP. 131 411 832
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ”Respon Stakeholders Terhadap Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat di Wilayah Perluasan TNGP” ini dapat terselesaikan dengan baik. Untaian shalawat serta salam selalu senantiasa dipanjatkan kepada Sayyidina wa Habibina Muhammad SAW beserta kerabat dan para sahabatnya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah aspek sosial kehutanan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat sekitar taman nasional dan stakeholder lain yang terkait. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan bagi masyarakat di sekitar TNGP pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa adanya dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari seluruh pihak yang terkait, terutama penyejuk hati dan penyemangat hidupku, Ibunda dan keluargaku tercinta. Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesarnya dan segala kritik maupun saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga karya ilimiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2008 Penulis
ii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Jumlah penduduk Desa Sukatani menurut kelas umur
............
19
2. Jumlah penduduk Desa Sukatani menurut mata pencaharian ........
20
3. Jumlah penduduk Desa Sukatani menurut tingkat pendidikan ....
20
4. Jenis kelamin masyarakat petani
...............................................
27
...........................................................
27
5. Umur masyarakat petani
6. Tingkat pendidikan masyarakat petani
...................................
28
7. Mata pencaharian utama masyarakat petani ..................................
29
8. Pendapatan Perbulan.....................................................................
30
9. Luas lahan garapan petani ……………………………………...
31
10. Pola tanam yang dilakukan oleh petani ……………………….
32
11. Respon masyarakat terhadap PKBM
34
...................................
12. Respon pengelola TNGP terhadap PKBM
.............................
13. Respon Pemerintah Desa Sukatani terhadap PKBM
37
............
40
....................................
43
15. Respon USAID (ESP) terhadap PKBM ....................................
45
16. Respon tokoh masyarakat terhadap PKBM
........................
48
17. Respon seluruh stakeholder terhadap PKBM
........................
50
18. PKBM yang berdasarkan aspirasi stakeholder ............................
55
14. Respon Dinas PKT terhadap PKBM
iii
DAFTAR GAMBAR
No. 1. Bagan alir kerangka pemikiran
Halaman ………....................................
3
2. Konversi kawasan hutan menjadi lahan garapan ..........................
21
3. Perubahan areal hutan dan kebun teh menjadi pemukiman ...........
21
4. Tegakan Pinus yang ditanam pada lahan eks PHBM
............
22
................................................
23
6. Gambar tanaman Puspa yang hidup di areal RHLP........................
25
7. Gambar tanaman Puspa yang mati di areal RHLP..........................
25
8. Pohon alpukat di sekitar kawasan TNGP .....................................
26
9. Areal perluasan yang digarap oleh masyarakat
31
5. Bagan alir kegiatan PKBM
.........................
10. Pola pemasaran bunga anggrek …………………………………..
58
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Peta perluasan kawasan TNGP ……………………………………..
66
2. Daftar kuisioner terhadap KTH Puspa Lestari ...................................
67
3. Daftar wawancara terhadap pengelola TNGP ...................................
78
4. Daftar wawancara terhadap Pemerintah Desa Sukatani
………....
79
5. Daftar wawancara terhadap Dinas PKT dan USAID..........................
70
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR TABEL
.....................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................
2
1.3 Manfaat Penelitian ...........................................................................
2
1.4 Ruang Lingkup penelitian ..............................................................
2
1.5 Kerangka Pemikiran .........................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Taman Nasional ................................................................
4
2.2 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
.................................
4
2.3 Rehabilitasi Lahan ...........................................................................
4
2.4 Prinsip Dasar Pelaksanaan RHLP ...................................................
6
2.5 Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat
............................
7
2.6 Pentingnya Dukungan Stakeholders ...............................................
7
2.7 Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi
8
2.8 Pemanfaatan Hutan oleh Masyarakat .........................................
10
2.9 Definisi Respon ..............................................................................
11
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ...........................................................................
13
3.2 Bahan dan Alat
13
...........................................................................
3.3 Metode Pengambilan Contoh Stakeholder………………………
13
3.4 Metode Pengumpulan Data ..........................................................
14
3.5 Jenis dan Analisa Data
14
...............................................................
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan ............................................................................
15
4.2 Letak dan Luas Kawasan ...............................................................
16
4.3 Kondisi Fisik .................................................................................
17
4.4 Kondisi Flora Fauna ......................................................................
17
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ...........................................
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sejarah Perluasan Kawasan
.................................................
5.2 Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat
.........................
21 22
5.3 Reboisasi Hutan dan Lahan Partisipatif ...................................
23
5.4 Pengembangan Zona Penyangga ................................................
25
5.5 Karakteristik Masyarakat ............................................................
27
5.6 Respon Masing-Masing Stakeholder Terhadap PKBM ...........
32
5.7 Respon Seluruh Stakeholder Terhadap PKBM
........................
50
5.8 Permasalahan Yang Menjadi Kendala PKBM
........................
53
5.9 Bentuk PKBM Berdasarkan Aspirasi Stakeholder .....................
55
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan
........................................................................
60
....................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
62
LAMPIRAN ...................................................................................................
65
6.2 Saran
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Mei 1984 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Dede Sunardi dan Dedeh Mardiati. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata , Fakultas Kehutanan. Selama mengecap pendidikan di IPB, penulis pernah mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai anggota UKM Gentra Kaheman pada tahun 20032004, panitia LKTIK Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional II tahun 2003, pengurus Kelompok Pemerhati Flora (KPF) dalam wadah organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada tahun 2004 – 2005, panitia Pameran dan Workshop Konservasi Rafflesia tahun 2005 dan panitia GEBYAR KSHE tahun 2005. Pengalaman lapangan yang telah dilakukan oleh penulis adalah Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Timur tahun 2005, Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tahun 2006 dan melakukan penelitian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada tahun 2007.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tiada kata yang paling indah selain untuk memuliakan Dia yang Maha mempunyai segala kehidupan, ALLAH SWT. Atas segenap kasih-Nya saya bisa meeruskan langkah kehidupan termasuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Melalui shalawat dan salam untaian rasa terima kasih yang tak terhingga kutujukan pula kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Segala dukungan yang diberikan oleh orang-orang yang telah membantu dalam proses penelitian hingga tersusunnya skripsi ini merupakan berkah yang tak ternilai sebagai pendorong semangat dalam hidup. Ucapan terima kasih yang tak terhingga ingin saya sampaikan kepada : 1. ‘Mamah’ tercinta, yang begitu sabar dan penuh kasih membimbingku “ I Love U Mom...” ‘Bapa’ yang dengan bijak menghadapi segala sikapku, serta kedua saudaraku yang sangat kusayangi Lih n Dika ”We’re belong together…”. 2. Alm. Bapa’ yang telah mengajariku arti kehidupan dan menjadikanku seperti ini “aku ingin mengulang kenangan bersamamu”, dan keluarga besar Maha Meru yang selalu memberikan keceriaan dalam hari-hariku. 3. Pembimbing skripsi Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, M. S. yang bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membantuku menyelesaikan tugas akhir ini serta dengan sabar dan bijaknya membimbingku di sela-sela kesibukannya. 4. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman selaku penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi selaku penguji dari Departemen Hasil Hutan yang dengan kelapangan hatinya menerima semua kekuranganku dan memberiku ilmu yang sangat berharga untuk menjalalani hidupku ke depan. 5. Keluarga besar Gunung Putri, khususnya ‘My second family’ keluarga Bapak Iyep (Bapa’, Ibu, Teh Ani, Ah Iyep, Cyka, Tiara) selaku Kepala Dusun yang dengan baiknya menjadikan saya sebagai bagian dari keluarganya “aku kangen makan dan ngobrol bareng lagi”. Bapak Nurcholis selaku Kepala Resort Gunung Putri yang telah banyak membantu dalam penelitian, kelompok tani yang sering mengajarkanku banyak hal, dan teman-teman volunteer GPO.
6. Sahabat-sahabat conservationist KSH 39 yang sudah memberikan warna-warni dalam hidupku. “It’s such a great time being part of this cool class….!” 7. Sobat yang selalu ada saat aku butuhkan ‘Neneng, Dew, Ndrie dan juga Mba Inggar yang sudah menjadi penolong di saat-saat yang paling menentukan. 8. Terry, Ungu, Dygta, Evanescense, dan Maroon 5 yang memberikan spirit dalam jenuhku. 9. Seseorang yang tak bisa kugapai ‘Mr. B’, Damn I Miss U…! 10. Yang tak tergantikan, tempatku menuangkan rasa suka, sedih, dan sesal. Cinta terdalamku Rakha…
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu kawasan konservasi yang menjadi taman nasional model bagi taman nasional lainnya di Indonesia. Paradigma baru pengelolaan kawasan konservasi yang bersifat partisipatif dan kolaboratif menjadikan peran serta berbagai stakeholders sangat dibutuhkan dalam pengelolaan TNGP ke arah yang lebih baik. Stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan tertentu terhadap TNGP terdiri dari berbagai lembaga, seperti pengelola TNGP itu sendiri; Pemerintah Daerah; masyarakat desa sekitar kawasan; Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah,; dan lembaga lainnya yang memiliki kepentingan terhadap kawasan konservasi. Isu pengelolaan TNGP sejak tahun 2003 adalah perluasan kawasan yang semula memiliki luasan 15.196 ha menjadi 21.717,97 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 174/ Kpts-II/2003 tentang Perluasan Kawasan TNGP yang dikeluarkan pada tanggal 10 Juni 2003. Perluasan kawasan ini merupakan upaya pemerintah untuk memperluas daerah resapan air yang sangat berpengaruh terhadap kota-kota di sekitar TNGP seperti Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Jakarta. Dengan adanya perluasan kawasan ini menyebabkan bertambah pula pekerjaan bagi pengelola untuk memelihara fungsi kawasan konservasi, yaitu perlindungan sistem penyanggga kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman
hayati
beserta
ekosistemnya,
dan
pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya secara lestari dan berkelanjutan. Untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi, pengelola TNGP telah menetapkan areal perluasan tersebut sebagai zona rehabilitasi. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan TNGP sejak dulu menggunakan areal perluasan TNGP untuk menanam sayuran sebagai tanaman tumpang sari. Namun setelah fungsi kawasan hutan produksi berubah menjadi kawasan hutan konservasi, penanaman sayuran yang merupakan tanaman eksotik tersebut di dalam taman nasional sangat bertentangan dengan PP RI No.68/1998 yang menyebutkan bahwa upaya pengawetan kawasan taman nasional dilaksanakan dengan ketentuan dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan.
2 Oleh karena itu, konsep pengelolaan hutan pada areal perluasan TNGP yang sebelumnya diusung oleh Perhutani mengarah pada budidaya tanaman tumpang sari atau biasa disebut dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) berubah menjadi Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) yang dilakukan dengan cara menanam tanaman pokok kehutanan dan tanaman serba guna (Multiple Tree Species) pada zona rehabilitasi. Perubahan ini memerlukan aspirasi dan dukungan dari seluruh stakeholders TNGP, sehingga pencapaian tujuan akan lebih efektif. Program PKBM yang ditetapkan oleh pengelola TNGP dirasakan belum memenuhi aspirasi dari para stakeholders, khususnya masyarakat kelompok tani hutan yang berkepentingan langsung dengan zona rehabilitasi. Oleh karena itu, perlu adanya kajian penelitian mengenai respon stakeholders terhadap PKBM di wilayah perluasan TNGP ini. 1.2 Tujuan 1. Mengidentifikasi respon para stakeholders terhadap pola PKBM yang telah dirancang 2. Mengidentifikasi berbagai permasalahan yang menjadi kendala PKBM 3. Menentukan pola PKBM yang berdasarkan aspirasi seluruh stakeholder 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pengelola TNGP dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan areal kawasan perluasan sebagai zona rehabilitasi dalam rangka mengembalikan fungsi kawasan hutan sebagai kawasan hutan konservasi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan khasanah pengetahuan dalam implementasi PKBM. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini adalah mengkaji respon para stakeholders TNGP terhadap program PKBM. Stakeholders yang dikaji terdiri dari pengelola TNGP; Pemerintah Desa Sukatani; Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Cianjur; Lembaga internasional USAID – Indonesia; Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari; dan
tokoh masyarakat. Ruang lingkup dan kerangka pemikiran
penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.
3
1.5 Kerangka Pemikiran
Kawasan PHBM PERHUTANI
→
Perubahan
Masyarakat bertani sayuran
paradigma
pengelolaan PKBM Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
→
Masyarakat menanam tanaman kehutanan
Respon Stakeholders
Kelompok Tani Hutan
Pengelola TNGP
Pemerintah Desa Sukatani dan Dinas PKT
PKBM Berdasarkan Aspirasi Stakeholders
Gambar 1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran.
USAID (ESP)
Tokoh Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Taman Nasional Secara formal, definisi taman nasional tertuang dalam UU RI No.5/1990 dan PP RI No.68/1998. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sedangkan batasan definisi taman nasional menurut Sumardja (1980) dalam Wiratno et al. (2004) adalah satu atau beberapa ekosistem yang secara fisik belum berubah oleh kegiatan dan okupasi manusia, dimana tumbuhan, spesies hewan, dan habitatnya, juga tempat-tempat yang secara geomorfologis secara khusus memiliki nilai ilmiah, pendidikan, dan daya tarik rekreasi atau yang memiliki lanskap alami yang demikian indah.
2.2 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) merupakan satu dari 5 taman nasional pertama di Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 1980 dengan luas ± 15.000 ha (Sumardja, 1997 dalam Wiratno et al., 2004). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mencakup tiga wilayah pemerintahan daerah, yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Pada tahun 2003, TNGP diperluas menjadi 21.717,97 Ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.174/Kpts-II/2003. Total lahan kritis pada areal perluasan kawasan TNGP 928,50 ha, terdiri dari areal tanah kosong, eks perambahan, eks PHBM, dan eks hutan produksi yang perlu direhabilitasi Adapun areal perluasan yang termasuk dalam program RHLP (Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif) di Resort Gunung Putri seluas 50 Ha (BTNGP, 2004).
2.3 Rehabilitasi Lahan Rehabilitasi lahan perluasan TNGP merupakan upaya yang ditekankan pada usaha yang dapat merangsang partisipasi masyarakat yang bersangkutan dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kewajibannya, dalam melestarikan dan memelihara lahan yang digarap atau dimilikinya. Diharapkan dari kegiatan tersebut dapat dicapai tujuan untuk memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan kondisi
5 lahan sehingga dapat berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, dan perlindungan alam lingkungan (Pamulardi, 1994). Definisi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah segala upaya yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Anonim, 2004). Menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dalam pasal 40 menyebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Selanjutnya dalam pasal 41 dinyatakan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik, pada lahan kritis dan tidak produktif. Prinsip dasar pelaksanaan rehabilitasi harus mengacu pada (Direktorat Konservasi Kawasan, 2001 dalam Purwaningsih, 2006): 1. Pelestarian keanekaragaman jenis Prinsip ini menuntut adanya keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman nasional. 2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat Mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara lestari. Setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula. 3. Melibatkan keikutsertaan para pemangku kepentingan (stakeholders) Setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas dan terstruktur, prosedur dan hasilnya . Tanggung jawab setiap stakeholders dalam pelaksanaan rehabilitasi kawasan harus jelas sehingga masing-masing pihak dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Kejelasan
tanggung
jawab
ini
menyangkut
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat peserta, perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.
6 2.4 Prinsip Dasar Pelaksanaan RHLP dalam Kawasan Konservasi Berbagai prinsip dasar pelaksanaan RHLP terdiri atas (BTNGP, 2006) : 1. Kepastian akses dan hak (dengan berbagai tingkatannya seperti pengelolaan, pemanfaatan, dan lain-lain) terhadap lahan hutan oleh masyarakat dengan pemerintah sebagai prasyarat pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam RHLP. Oleh sebab itu proses tersebut seyogyanya dilakukan secara sungguhsungguh dengan penuh iktikad baik untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam (hutan) yang dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi secara optimal. 2. Membangun kelembagaan RHLP di tingkat internal melalui simpul belajar untuk mengubah ‘mindset’ aparat pemerintah (pusat dan daerah) yang terkait dengan RHLP ini dari paradigma konvensional ke arah pengelolaan hutan berbasis masyarakat, berdasarkan pengalaman lapangan. 3. Membentuk dan memperkuat jaringan pembelajaran dengan berbagai pihak yang bergerak di bidang RHL, terutama kalangan pemerintah, LSM, perguruan tinggi dan lembaga penelitian serta masyarakat lokal. 4. Pengambilan keputusan dalam pengembangan RHLP dilakukan secara transparan, partisipatif dan bertanggung gugat (accountable).Untuk itu perlu dikembangkan sistem informasi dan dokumentasi, serta dibutuhkan komitmen semua pihak yang berkepentingan.
Implikasi dari penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat luas, seperti menyangkut pada terjaminnya akses dan manfaat jangka panjang sumberdaya hutan untuk masyarakat, komitmen seluruh pihak yang terlibat didalamnya dan sebagainya. Untuk itu RHLP mengharuskan adanya kepastian prakondisi dan kolaborasi yang mantap. RHLP harus mendorong proses-proses kolaborasi multipihak, sehingga ada kejelasan hak, peran, tanggung jawab, manfaat, dan hubungan di antara para pihak. Dengan adanya kejelasan tersebut, maka diharapkan proses belajar di antara para inisiator dan pihak lain yang terlibat, dapat menjadi lebih lancar. Kelancaran ini juga menuntut prasyarat rasa saling percaya sehingga dengan adanya kolaborasi, maka RHLP akan menciptakan ruang-ruang partisipasi publik bagi para pihak yang berkepentingan terhadap hutan (BTNGP, 2006).
7 2.5 Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah sebenarnya memiliki konsep konservasi yang sama, yaitu memberikan perlindungan dan pengawetan terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Aspek pemanfaatan Departemen Kehutanan memberikan zona pemanfaatan dalam kawasan konservasi bagi masyarakat secara terbatas. Sedangkan pemerintah daerah memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemanfaatan kawasan konservasi. Berkaitan dengan permasalahan pembagian peran dan koordinasi yang menjadi kendala utama, diperlukan suatu mekanisme yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah mekanisme konsultasi publik, yaitu suatu rangkaian proses yang dijalankan oleh pemerintah atau pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti lembaga internasional, lembaga swadaya masyarakat, kalangan perguruan tinggi, masyarakat dan pihak lain yang memiliki inisiatif yang sama dalam pembuatan kebijakan publik khususnya dalam pengelolaan kawasan konservasi. Kegiatan tersebut direalisasikan dalam Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM). Masyarakat yang dimaksud di sini adalah masyarakat setempat, baik yang peduli terhadap konservasi maupun yang akan terlibat dengan kebijakan yang akan dibuat tersebut. Tujuan dari mekanisme ini adalah agar kebijakan yang dihasilkan berlandaskan pada cita rasa keadilan dan bersandarkan pada aspirasi dan sesuai dengan konteks sosial masyarakat yang ada, serta menjunjung tinggi supremasi dan kepastian hukum (BTNGP, 2006).
2.6 Pentingnya Dukungan dari Stakeholders Masalah pelestarian hutan dan lingkungan hidup bukanlah masalah sekedar menjaga hutan dari gangguan manusia di sekitar hutan, tetapi merupakan suatu masalah lintas sektoral yang rumit dan dinamis yang melibatkan banyak instansi (Partoatmodjo, 1988). Pengelolaan kawasan konservasi mencakup beraneka ragam kegiatan sehingga tidak mungkin bagi otorita pengelola melaksanakan sendiri semua fungsi yang berkaitan
dengan
pelestarian.
Sejumlah
tugas
harus
didelegasikan
dan
dikoordinasikan sebaik-baiknya dengan badan lainnya. Stakeholders yang perlu dilibatkan dalam pengelolaan kawasan konservasi meliputi lembaga/instansi
8 pemerintah, kelompok luar kawasan, pemerintah pusat dan daerah, LSM, serta masyarakat sekitar. Beberapa negara yang kini memiliki taman nasional dan staf yang berkualitas untuk mengelolanya, kadang-kadang mungkin membutuhkan dukungan dan bantuan dalam bidang khusus, misalnya penelitian, program interpretasi, perundang-undangan, penyiapan rencana pengelolaan atau perencanaan taman laut (Mackinnon et al., 1990). Memperoleh bentangan luas hutan yang aman merupakan tantangan kompleks karena ragam perbedaan kepentingan-kepentingan yang besar diantara para stakeholder. Orang yang tinggal dekat hutan perlu akses untuk hasil dan jasa hutan. Badan-badan pemerintah memerlukan peraturan-peraturan baru yang didasarkan pada data ekonomi dan ekologi yang mapan yang mengurangi beban administrasi dan biaya operasional sekaligus meminimumkan dampak lingkungan dari kegiatan produksi. Kelompok-kelompok yang berkepentingan jarang memperoleh kesepakatan mengenai cara mengelola hutan. Bahkan kelompok-kelompok kecil akan berbeda pendapat mengenai apakah mereka memerlukan hutan atau ingin menebangnya. Apabila ada persaingan untuk sumberdaya bernilai yang semakin meningkat maka akan terjadi konflik diantara kelompok-kelompok tersebut. Bagaimanapun juga konflik-konflik ini harus dipecahkan, dan untuk itu diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan harapan semua stakeholder yang terlibat (Anonim, 2006).
2.7 Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Kata stakeholder mengacu pada seseorang dan kelompok yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sebuah keputusan organisasi , kebijakan, dan kegiatan-kegiatan. Adapun kata ’stake’ berarti tertarik atau mengklaim sesuatu (Lawrence et al., 2005). Stakeholders memiliki arti sebagai masyarakat atau kelompok masyarakat, lembaga dan badan hukum baik milik pemerintah maupun masyarakat (swasta) yang berkepentingan baik dalam konteks kepedulian, bertanggungjawab maupun kepatuhan dalam menerima manfaat hasil RHL di daerah maupun kepatutan dalam mencari manfaat RHL (Anonim, 2004). Sedangkan menurut Stolton et al. (1999), stakeholder meliputi komunitas yang tinggal di dalam atau dekat dengan kawasan lindung, lembaga pemerintah yang mengatur berbagai sektor sumberdaya dan memiliki kewenangan secara administratif untuk mengatur sumberdaya alam sebagai bagian
9 dari mandatnya, perusahaan lokal atau swasta, lembaga penelitian, organisasi non pemerintah (LSM), dan perorangan. Dalam Permenhut No.19/2004 disebutkan bahwa para pihak yang terlibat dalam kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi adalah semua pihak yang memiliki minat, kepedulian, atau kepentingan dengan upaya konservasi Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, antara lain Lembaga Pemerintah Pusat, Lembaga Pemerintah Daerah (eksekutif dan legislatif), masyarakat setempat, LSM, BUMN, BUD, swasta nasional, perorangan, maupun masyarakat internasional, Perguruan Tinggi / Universitas / Lembaga Pendidikan / Lembaga Ilmiah. Menurut Tadjudin (2000) stakeholder yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif terdiri atas 2 macam, yaitu : 1. Stakeholder primer, yaitu pelaku yang terlibat (berkepentingan) langsung dalam kegiatan konservasi dan / atau pendayagunaan sumberdaya hutan a. Pemerintah, yaitu instansi yang menangani pengelolaan sumberdaya hutan di daerah maupun di pusat b. Swasta yang mempunyai konsesi pengusahaan hutan di kawasan tersebut c. Masyarakat yang kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial budayanya secara langsung bergantung pada sumberdaya hutan yang bersangkutan. Kelompok ini lazim disebut sebagai masyarakat pengguna 2. Stakeholder sekunder, yaitu pihak yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan konservasi dan atau penggunaan sumberdaya hutan a. Instansi pemerintah yang tidak bertanggung jawab langsung dalam hal pengelolaan
sumberdaya
hutan,
namun
berkepentingan
terhadap
sumberdaya yang bersangkutan, misalnya Pemerintah Daerah b. Swasta yang tidak terlibat dalam pengusahaan hutan, namun memiliki lini bisnis yang terkait dengan sumberdaya hutan / terkait dengan kegiatan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada sumberdaya hutan c. Masyarakat yang dipengaruhi oleh perubaha pengelolaan sumberdaya hutan sesudah manajemen kolaboratif diterapkan. Secara praktikal, kelompok ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar hutan di luar batas yuridiksi kawasan hutan yang akan dikelola secara kolaboratif .
10 2.8 Pemanfaatan Hutan oleh Masyarakat Bagi masyarakat, manfaat hutan untuk kehidupan sehari-hari sangat nyata. Selain menghasilkan barang-barang yang diperlukan untuk berbagai kepentingan seperti kayu bahan bangunan, untuk membuat alat-alat pertanian, hutan juga memberikan lingkungan hidup yang nyaman bagi mereka, dan yang terpenting lagi adalah menyediakan lahan subur untuk bercocok tanam. Oleh karena itu di tempattempat yang bertopografi datar sampai landai, lahan hutan secara berangsur-angsur dirubah menjadi lahan pertanian. Rakyat memerlukan komoditi dan jasa dari hutan, bukan saja mereka yang bertempat tinggal di dekat hutan melainkan juga mereka yang jauh di daerah persawahan dan kota. Oleh karena itu pemerintah masih perlu untuk mengatur pemanfaatan hutan sebagai kepentingan seluruh rankyat. Namun kepentingan yang optimal bagi seluruh rakyat itu terkadang dirasakan kurang optimal bagi sekelompok rakyat. Keadaan ini berubah-ubah menurut perkembangan kondisi tiap kelompok masyarakat sehingga kebijaksanaan pemanfaatan hutan oleh pemerintah harus selalu ditinjau kembali secara periodik untuk disesuaikan dengan perubahan yang terjadi (Simon, 2004). Pernyataan tersebut didukung oleh Partoatmodjo (1988) yang menyatakan bahwa umumnya masyarakat menafsirkan hutan sebagai sumber alam yang menghasilkan bahan baku dan sumber lahan baru untuk perluasan areal pertanian, pemukiman, dan pertambangan. Masyarakat mengharapkan pula agar hutan menghasilkan devisa, lapangan kerja, tambahan income dan memberikan ruangan bagi keperluan manusia untuk meningkatkan produksi pangan dan pemukiman. Anggapan tersebut berlaku bagi masyarakat umum sebagai suatu negara serta masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar hutan. Sementara itu, waktu ini masyarakat telah pula melihat hutan sebagai lingkungan hidup yang mempunyai kemampuan untuk melindungi tata air, mencegah banjir, dan sebagainya. Pandangan dan harapan masyarakat yang demikian menimbulkan kontradiksi yang menyebabkan kerugian bagi kelestarian hutan sebagai penghasil bahan baku dan sebagai pelindung kehidupan. Bagaimanapun juga kelestarian hutan yang dikembangkan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang kontradiktif itu. Ini penting agar usaha pelestarian hutan dan lingkungan hidup dapat berjalan otomatis sebagai pola hidup manusia.
11 2.9 Respon Respon dalam arti umum mengandung pengertian jawaban atau reaksi terhadap sesuatu (Agusta, 1998 dirujuk dalam Rojad, 2001). Respon individu terhadap sesuatu dapat diberikan dalam bentuk ucapan, isyarat, atau tingkah laku yang terobservasi, hal ini tergantung dari kemampuan yang memberikan respon (Newcomb et al., 1981 dalam Rojad, 2001). Respon masyarakat terhadap program yang diberikan dapat dilihat dari perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat tersebut, perubahan ini meliputi perubahan perilaku pada : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practise) ( Siregar, 1994 dirujuk dalam Roza, 2002). Hubungan antara konsep pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam kaitannya dengan suatu kegiatan tidak dapat dipisahkan. Adanya pengetahuan tentang manfaat suatu hal akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yang akan diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan (Fishben dan Ajzen, 1975 dalam Van Den Ban dan Hawkins, 1999). Respon yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap penerimaan suatu proyek/kegiatan berbeda-beda. Perbedaan respon yang ditunjukkan masyarakat terhadap kegiatan tersebut dapat dilihat dari tahapan yang disebut proses adopsi. Proses-proses adopsi tersebut terdiri atas 5 tahap, yaitu (Roger dan Shoemaker, 1971 dalam Mardikanto dan Sutarni, 1982): 1. Tahap sadar (awareness stage) Masyarakat menyadari adanya suatu ide baru, tetapi tidak mempunyai informasi tentang ide baru tersebut. 2. Tahap minat (interest stage) Masyarakat mulai berminat dengan adanya inovasi dan mempunyai informasi tentang ide baru tersebut. 3. Tahap evaluasi (evaluation stage) Masyarakat mengaplikasikan ide baru di dalam kehidupannya dan mengantisipasi situasi yang akan datang dan memutuskan untuk mencoba atau tidak. 4. Tahap percobaan (trial stage) Masyarakat mulai menerapkan ide-ide baru tersebut dalam skala kecil dan menetapkan kegunaannya pada situasi yang ada.
12 5. Tahap adopsi (adoption stage) Masyarakat menggunakan dan menerapkan ide baru secara terus menerus (kontinu) pada skala yang penuh.
Perbedaan respon terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh masyarakat yang terlibat dalam sebuah program ada 3 macam, yaitu (Sajogyo, 1984) : 1. Respon positif Terjadi jika individu dalam masyarakat tersebut terdorong untuk ikut serta mengambil bagian dalam seluruh perencanaan dan pemenuhan program. 2. Respon negatif Terjadi jika unsur pembaharuan tidak berhasil membuat masyarakat tersebut ikut serta, baik dalam perencanaan maupun dalam pemenuhan program. 3. Respon netral Terjadi jika pengikutsertaan masyarakat tidak relevan dengan hasil rencana tersebut.
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Gunung Putri Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur yang termasuk ke dalam wilayah Resort Gunung Putri SKW III TNGP. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – Maret 2007, November 2007, dan Januari 2008.
3.2 Bahan dan Alat Subjek penelitian ini adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan dan pengaruh langsung terhadap program PKBM yang dilakukan pada lahan rehabilitasi di Resort Gunung Putri, yaitu meliputi pihak pengelola TNGP, anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari, Pemda setempat, Dinas PKT, tokoh masyarakat, dan USAID-Indonesia. Sedangkan peralatan yang digunakan selama penelitian berlangsung ialah alat tulis, peta kawasan, komputer, kamera, kuisioner dan panduan wawancara.
3.3 Metode Pengambilan Contoh Stakeholder Metode pengambilan contoh stakeholder dilakukan dengan pemilihan responden sesuai tujuan (purposive sampling), yaitu stakeholder yang terlibat secara langsung dengan PKBM. Responden yang dipilih adalah tokoh kunci dari setiap stakeholder. Responden tersebut terdiri dari 2 orang petugas Resort Gunung Putri dan 2 orang petugas Seksi Konservasi Wilayah III TNGP; 30 orang anggota kelompok tani yang terlibat secara aktif dalam PKBM; 2 orang tokoh agama dan 3 orang tokoh petani Dusun Gunung putri; 2 orang dari Dinas PKT Kab. Cianjur; 2 orang volunteer USAID; Kepala Dusun Gunung Putri dan Kepala Desa Sukatani.
14 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan selama penelitian menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode pengamatan (observation) langsung. Metode ini bertujuan untuk mengamati secara langsung pelaksanaan program PKBM dan mengetahui permasalahan riil yang terjadi di lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi kondisi tanaman RHLP pada zona rehabilitasi, dan pelaksanaan kegiatan PKBM. 2. Metode wawancara dilakukan secara mendalam (in-depth interview). Metode ini diberikan terhadap responden yang mewakili dan atau tokoh kunci (key person) dengan cara melakukan wawancara mendalam secara berulang dari pertanyaan yang bersifat santai, fleksibel, informal, dan efektif. Data yang dikumpulkan adalah informasi dari kelompok tani, tokoh masyarakat, pengelola TNGP, Pemerintah Desa Sukatani, Dinas PKT Kab. Cianjur, dan USAID – Indonesia. 3. Studi pustaka dan literatur Studi ini dilaksanakan untuk menunjang data-data primer dan membantu untuk membandingkan antara ketentuan dengan kondisi di lapangan.
3.5 Analisis Data Metode analisis data yang digunakan yaitu metode deskriptif analitik dengan penelaahan data yang bersifat kualitatif, yaitu cara yang digunakan untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi data sampai kepada kesimpulan yang didasarkan atas penelitian.
KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Sejarah Kawasan TNGP Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) memiliki peran penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. Berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 kawasan ini dideklarasikan sebagai cagar alam pertama di Indonesia. Hingga kini kawasan tersebut telah berubah status menjadi taman nasional, dan bahkan telah menjadi taman nasional model di Indonesia. Landasan hukum status kawasan sejak jaman pemerintah Hindia Belanda sampai kawasan ini menjadi taman nasional yaitu (BTNGP, 2004): 1. Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan merupakan Cagar Alam dengan luas keseluruhan 240 Ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No 33 Staatblad No. 392-15 yang memperluas areal dengan areal hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum. 2. Tahun 1919 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juli 1919 No 83 Staatblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat Desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkat seluas 56 Ha. 3. Sejak tahun 1925 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No 7 Staatblad 15 dan menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah Puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, gunung Pangrango serta DAS Ciwalen, Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas / Gunung Gede denngan luas ± 1.040 Ha. 4. Daerah Situ Gunung, lereng Selatan Gunung Gede Pangrango dan bagian Timur Cimungkat, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 461/Kpts/Um/31/1975 tanggal 27 Nopember 1975 telah ditetapkan sebagai Taman Wisata dengan luas ± 100 Ha. 5. Bagian-bagian lainnya seperti komplek hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango Utara, Gegerbentang, Gunung Gede Timur, Gunung Gede Tengah, Gunung Gede Barat dan Cisarua Selatan telah ditetapkan tahun 1978 sebagai Cagar Alam Gunung Pangrango dengan luas 14.000 Ha.
16 6. Dengan diumumkannya 5 (lima) buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango diumumkan sebagai kawasan TNGP dengan luas 15.196 Ha. 7. Berdasarkan SK Menhut No.174/Kpts-II/Tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.717,97 Ha.
4.2 Letak dan Luas Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dilihat secara geografis terletak antara 106º 51’ - 107º 02’ BT dan 6º 51’ LS. TN Gede Pangrango yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Kab. Cianjur (3.599,29 Ha), Kab. Sukabumi (6.781,98 Ha) dan Kab. Bogor (4.514,73 Ha), saat ini terjadi perluasan kawasan sesuai SK Menhut No.174/Kpts-II/Tanggal 10 Juni 2003 hingga menjadi 21.717,97 Ha (BTNGP, 2004). Resort Gunung Putri yang termasuk ke dalam kawasan TN Gunung Gede Pangrango berada di lereng Gunung Gede sebelah timur, secara administratif termasuk ke dalam wilayah Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Resort ini terletak diantara Resort Cibodas dan Resort Sarongge, dengan batas alam antar wilayah kerja berupa sungai Cihurang dan sungai Ciherang. Adanya perluasan kawasan sebanyak 384,10 Ha yaitu Blok Ciguntur 152,3 Ha dan Blok Gunung Putri 231,8 Ha membuat luas kawasan bertambah hingga menjadi 1165,10 Ha (BTNGP, 2004). Luas Resort Gunung Putri 1165,10 Ha atau ± 1165,10 km², merupakan luasan terkecil di antara 12 resort lainnya (5,14% dari luasan keseluruhan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Batas kawasan Resort Gunung Putri adalah dari pal batas TN 110-173 yaitu dari Blok Gunung Batu sampai Maleber (63 pal batas atau 2,19% dari jumlah keseluruhan pal batas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Luas Dusun Gunung Putri, Desa Sukatani, Kec. Pacet yang merupakan daerah penyangga adalah 34.887 Ha (BTNGP, 2004).
17 4.3. Kondisi Fisik 4.3.1 Iklim Kawasan Resort Gunung Putri memiliki tipe iklim A dengan bulan basah September - April. Curah hujan rata-rata di TNGP 3.320 mm/th. Suhu berkisar antara 10-24 0C dan kelembaban relatif berkisar antara 80-90 % sepanjang tahun (BTNGP, 1995). 4.3.2 Tanah dan Topografi Peta tanah Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa jenis tanah pada lahan kritis Blok Bobojong Resort Gunung Putri yaitu latosol coklat yang mendominasi lereng Gn. Gede bagian bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan sub soil gembur, mudah ditembus air dan lapisan bawahnya melapuk. Tanah sangat gembur dan agak peka terhadap erosi (Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1996 dalam BTNGP, 1995). Kawasan Resort gunung Putri memiliki topografi yang beragam, mulai dari perbukitan hingga pegunungan. Ketinggian tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah 1.350 m di atas permukaan laut.
4.4 Flora dan Fauna 4.4.1 Flora TNGP sangat dikenal sebagai kawasan yang memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Di dalam kawasan ini terdapat lebih dari 1000 jenis flora, yang terdiri atas tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, serta berbagai jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya (BTNGP, 1995). Perbedaan zona dapat terlihat dari jenis tumbuhan yang mendiaminya, sehingga jenis tumbuhan dapat mewakili tipe vegetasi pada masing-masing zona. Keadaan vegetasi pada setiap zona, yaitu (BTNGP, 1995) : a) Zona Sub Montana Zona ini mempunyai keanekaragaman jenis yang cukup tinggi baik pada tingkat pohon besar, pohon kecil, semak belukar maupun tumbuhan bawah. Jenis pohon besar yang paling dominan yaitu Puspa (Schima walichii). Jenis tumbuhan lainnya yang ada adalah Walen (Ficus ribes), Syzygium spp, Saninten (Castanopsis argentea), Pasang (Quercus sp.), Rasamala (Altingia excelsa) dan sebagainya. Jenis perdu yang terdapat pada zona ini adalah Ardisia fuliginbia, Pandanus sp., Pinanga
18 sp. Blune dan Laportea stimulans. Sedangkan jenis tumbuhan bawah pada zona sub montana adalah Begonia spp., Cyrtandra picta dan Curculigo latifolia. b) Zona Montana Keadaan vegetasi di zona montana dalam hal keanekaragaman jenis dan kerapatannya tidak jauh berbeda dengan keadaan zona sub montana.
Jenis-jenis
pohon yang dominan adalah Jamuju (Podocarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp.), Kiputri (Podocarpus neriifolius), Castanopsis spp. dan Rasamala (Altingia excelsa). Sedangkan jenis tumbuhan bawah yang terdapat pada zona montana adalah Strobilanthes cermuis, Begonia spp. dan Melastoma spp. Pada ketinggian antara 2100-2400 mdpl banyak dijumpai jenis paku-pakuan atau kelompok tanaman epifit, yaitu Cythea tomentosa, Paku sarang burung (Asplenium nidus) dan Plagiogria glauca. Sedangkan jenis-jenis anggrek, antara lain adalah Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbiddium sp., Eriates sp., Chynanthus radicans dan Calanthesp. c) Zona Sub Alpin Keadaan vegetasi di zona sub alpin berbeda dengan keadaan zona sub montana dan zona montana. Pada umumnya keadaan pohon di zona ini pendekpendek dan kerdil, semak belukar jarang-jarang, tumbuhan bawah jarang diketemukan dan miskin akan jenis, hanya merupakan satu lapisan tajuk saja. Jenis pohon yang mendominasi zona sub alpin adalah Edelweis (Anaphalis javanica), Jirak (Symplocos javanica), Ki Merak (Eurya acuminata), Cantigi (Vaccinium varingifolium) dan Ki Tanduk (Leptospernium flanescens). Pohon rasamala terbesar dengan diameter batang 150 cm dan tinggi 40 m dapat ditemukan di kawasan ini di sekitar jalur pendidikan wilayah pos Cibodas. Jenis puspa terbesar dengan diameter batang 149 cm dan tinggi 40 m terdapat di jalur pendakian Selabinta – Gunung Gede. Sedangkan pohon jamuju terbesar ditemukan di wilayah Pos Bodogol. Disamping pohon-pohon raksasa, di kawasan ini juga terdapat jenis-jenis yang unik dan menarik, diantaranya kantong semar (Nepenthes gymnamphora), Rafflesia rochusseni dan Strobilanthus cernua. 4.4.2 Fauna TNGP merupakan kawasan yang memiliki potensi keanekaragaman satwa yang sangat tinggi, bahkan menjadi habitat jenis burung terbanyak di pulau jawa. Sekitar 53 % atau 260 jenis dari 460 jenis burung di jawa dapat ditemukan di kawasan
19 ini. Di samping itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di Pulau Jawa hidup di kawasan ini, termasuk jenis-jenis yang langka dan dilindungi undang-undang, salah satunya adalah “elang jawa” (Spizaetus bartelsi) yang ditetapkan sebagai “Satwa Dirgantara” melalui Keputusan Presiden No. 4 tanggal 9 Januari 1993, celepuk gunung (Otus angelinae) dan berecet (Psaltria exilis) (BTNGP, 1995). Kelompok mamalia tercatat sekitar 110 jenis, 5 jenis diantaranya adalah kelompok primata yaitu monyet (Macaca fascicularis), surili (Presbytis commata), owa jawa (Hylobates moloch) lutung (Trachipytecus auratus) dan kukang (Tarsius bancanus). Beberapa jenis mamalia berukuran besar yang hidup di wilayah ini antara lain babi hutan (Sus scrofa linnaeus), mencek (Muntiacus muntjak) dan anjing hutan (Cuon alpinus) serta beberapa jenis mamalia yang berukuran kecil yaitu sigung (Mydaus javanensis), Mustella flavigula, Rattus lepturus dan ajag (Crocidura fuliginosa). Terdapat juga beberapa jenis musang dari genus Herpestes, Viverricula, Paradoxurus dan Megalole. Kawasan ini juga memiliki potensi dalam jenis serangga (insecta) yang berjumlah lebih dari 300 jenis, reptilia sekitar 75 jenis, katak sekitar 20 jenis dan berbagai jenis binatang lunak (molusca) (BTNGP, 1995).
4.5 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 4.5.1 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk total Desa Sukatani ialah 11.083 jiwa, dengan jumlah lakilaki sebanyak 5.692 jiwa dan perempuan 5.391 jiwa. Total kepala keluarga adalah 2.955 kk. Distribusi umur penduduk disajikan dalam Tabel 1 (Monografi Desa Sukatani, 2006). Tabel 1 Jumlah penduduk menurut kelas umur No
Kelas Umur
Jumlah
1
0-9 tahun
2088
2
10-19 tahun
2119
3
20-29 tahun
2066
4
30-39 tahun
1879
5
40-49 tahun
1621
6
> 49 tahun
1310
Total
11083
20 4.5.2 Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk di Desa Sukatani bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini didukung oleh ketersediaan lahan dan budaya bertani masyarakat yang cenderung turun temurun. Rincian mata pencaharian penduduk Desa Sukatani tersaji dalam Tabel 2 berikut (Monografi Desa Sukatani, 2006) : Tabel 2 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian No
Mata pencaharian
Jumlah (orang)
1
Petani
687
2
Buruh tani
1401
3
Swasta
289
4
Pegawai negeri
29
5
Pedagang
565
6
Peternak
1
7
Montir
4
8
Sopir
81
9
Ojek
114
10
TNI/POLRI
3
Total
3174
4.5.3 Pendidikan Pendidikan masyarakat Desa Sukatani tergolong rendah, sebagian besar hanya mengenyam pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar (SD). Faktor yang mendukung hal ini adalah minimnya sarana pendidikan di lingkungan desa. Tingkat pendidikan penduduk disajikan dalam Tabel 3 berikut (Monografi Desa Sukatani, 2006): Tabel 3 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan No
Tingkat pendidikan
Jumlah
1
Belum sekolah (0-6 tahun)
137
2
Tidak pernah sekolah (> 6 tahun)
500
3
Tidak tamat SD
3052
4
Tamat SD/sederajat
3470
5
Tamat SMP/sederajat
868
6
Tamat SMA/sederajat
458
7
D1
134
8
D2
20
9
S1
112
Total
8751
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sejarah Perluasan Kawasan Lahan perluasan di Resort Gunung Putri merupakan eks Perhutani sejak tahun 1972 hingga tahun 2003 dijadikan lahan tumpang sari dalam program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Isu penting yang menjadi faktor utama perubahan status kawasan hutan produksi menjadi hutan konservasi di Resort Gunung Putri adalah adanya penggundulan hutan yang dikonversi menjadi lahan garapan oleh masyarakat setempat (Gambar 2). Selain itu, penambahan jumlah penduduk juga berakibat pada peningkatan kebutuhan akan lahan. Masyarakat menggunakan kawasan hutan untuk bertani karena lahan di luar kawasan hutan sudah dipenuhi oleh pemukiman. Tegakan-tegakan pohon dan kebun teh yang semula masih terjaga, kini telah berubah fungsi menjadi areal pemukiman dan kebun sayuran (Gambar 3). Masyarakat semakin merambah ke dalam kawasan hutan karena tak ada lagi lahan kosong untuk digarap. Perubahan fungsi kawasan juga mempengaruhi habitat satwa-satwa yang berada dalam kawasan. Sebelum adanya penggarapan lahan di dalam kawasan, beberapa satwa terlihat di sekitar areal perluasan ini. Satwa-satwa tersebut diantaranya yaitu elang jawa (Spizaetus bartelsii), surili (Presbytis commata), owa jawa (Hylobates moloch), dan harimau jawa (Panthera tigris). Perubahan habitat dapat mengancam kelestarian satwasatwa tersebut.
Gambar 2 Konversi kawasan hutan menjadi lahan garapan di dalam kawasan TNGP .
Gambar 3 Perubahan areal hutan dan kebun teh menjadi pemukiman dan kebun sayuran di luar kawasan.
22 Tanaman kehutanan yang ditanam di atas lahan tumpang sari pada era Perhutani adalah Pinus (Pinus merkusii), Suren (Toona surenii) dan Afrika (Maeosopsis eminii) (Gambar 4). Menurut aturan dari Perhutani, tanaman tersebut tidak boleh ditebang, namun ada oknum Perhutani sendiri yang melakukan penebangan. Terlebih lagi lahan PHBM yang telah ditebangi tersebut diperjualbelikan oleh oknum Perhutani kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan lahan garapan untuk menanam sayuran. Pembukaan lahan ini terjadi pada tahun 1997 karena pada saat itu terjadi angin topan yang menumbangkan beberapa pohon. Hal ini dijadikan alasan oleh pihak Perhutani untuk melakukan pembukaan lahan PHBM untuk dijadikan kebun sayuran. Hal ini berlangsung secara kontinu dan membudaya pada masyarakat Dusun Gunung Putri (Yeyep Y Februari 2007, perscom).
Gambar 4 Tegakan Pinus yang ditanam pada lahan eks PHBM.
5.2 Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) Perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 6.779 Ha ikut mempengaruhi berbagai sendi kehidupan masyarakat sekitar kawasan dan juga berbagai stakeholder lainnya. Lahan perluasan di Resort Gunung Putri ialah 300 Ha, namun yang termasuk ke dalam RHLP hanya seluas 50 Ha. Pihak TNGP berupaya untuk menemukan langkah yang paling tepat untuk merehabilitasi lahan perluasan yang hingga kini masih menjadi lahan bertani sayuran, salah satunya yaitu dengan mengadakan kegiatan Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) yang merupakan perubahan dari program PHBM. Kegiatan ini merupakan bentuk kompensasi terhadap masyarakat yang kehilangan lahan garapannya. Undang-Undang No.41 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa masyarakat di dalam dan sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sebagai lapangan kerja
23 untuk memebuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKBM mulai dilakukan Oktober 2006 – Desember 2009. Tujuan utama dari PKBM adalah untuk memberikan alternatif mata pencaharian kepada para petani sehingga diharapkan saat pengambilalihan lahan rehabilitasi pada Januari 2010, masyarakat sudah mempunyai pencaharian lain di luar kawasan. Sasaran kegiatan PKBM adalah untuk mengembalikan fungsi hutan di lahan perluasan kawasan TNGP, mengurangi ancaman keamanan, peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Berikut ini gambaran yang menjelaskan kegiatan PKBM : Pengelolaan Taman Nasional oleh Balai T NG P
Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat
Budidaya Budidaya RHLP Jamur Tanaman Hias dan MPTS
Pembuatan Kompos dan Pupuk Organik
Pemetaan PRA
Gambar 5 Bagan alir kegiatan PKBM.
5.3 Reboisasi Hutan dan Lahan Partisipatif Reboisasi hutan dan lahan partisipatif adalah upaya untuk memulihkan kembali kawasan yang rusak, kosong dan kritis serta belum memenuhi fungsi konservasi sehingga perlu dilakukan upaya penanaman. Maksud dan Tujuan RHLP a. Maksud kegiatan RHLP adalah upaya masyarakat secara partisipatif untuk melakukan rehabilitasi di kawasan konservasi secara swadaya sehingga hutan lestari dan kondisi ekonomi masyarakat meningkat (leuweung hejo masyarakat ngejo). b. Tujuan kegiatan RHLP adalah untuk memulihkan kondisi kawasan eks program PHBM sehingga tercapai optimalisasi fungsi konservasi sebagai sistem penyangga kehidupan.
24 Ruang Lingkup a. Penanaman dengan menggunakan bibit tanaman asli/endemik di lahan garapan masyarakat pada kawasan konservasi di Blok Romusa, Blok Eucalyptus, dan Blok Lanbau dengan pola tumpangsari. b. Kegiatan ekowisata seperti interpreter, pemanduan, dan porter. c. Pengembangan budidaya seperti tanaman hias dan jamur. d. Peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan dan pengamanan kawasan.
RHLP dilaksanakan di areal perluasan Resort Gunung Putri TNGP dengan luasan 50 ha yang terbagi kedalam 3 blok, yaitu Blok Ramusa, Blok Eucalyptus, dan Blok Lanbau. Kegiatan ini diikuti oleh petani yang menggarap lahan di areal perluasan, anggota KTH Puspa Lestari, tokoh masyarakat, masyarakat non petani serta didampingi oleh petugas Resort Gunung Putri, tim dari Dinas PKT, dan Pemerintah Desa Sukatani. Pelaksanaan RHLP pada tanggal 20 – 23 Desember 2006. Jumlah total bibit sebanyak 20.000 bibit yang disediakan oleh TNGP terdiri atas 19.589 bibit tanaman kehutanan yang meliputi Rasamala, Puspa, Saninten, Huru, dan Kihujan; serta bibit tanaman MPTS yang meliputi 247 bibit Alpukat dan 137 bibit Pisang (TNGP, 2006). Bibit tanaman tersebut didatangkan dari luar kota, sehingga ketika akan ditanam sudah tidak segar lagi. Total bibit yang ditanam tersebut adalah 19.973 bibit, sedangkan sisanya sebanyak 27 bibit dalam kondisi yang kurang baik untuk ditanam. Untuk menutupi kekurangan tersebut, masyarakat mengambil bibit dari dalam kawasan hutan. Pola tanam bibit dilakukan dengan sistem banjar harian1) dengan jarak tanam 5 x 5 m. Lubang bakal tanaman dibuat dengan sistem cemplongan2). Kedalaman lubang 30 cm dan dilakukan pembersihan gulma sekitar lubang tanaman. Setelah penanaman ini para petani wajib memelihara tanaman RHLP di setiap lahan garapannya.
Ket : 1 sistem penanaman dengan menggunakan banjaran (pengganti sistem blok) untuk mengoptimalkan penanaman 2 suatu teknis penanaman dengan melakukan pembersihan lapangan hanya di sekitar tempat yang akan ditanam
25 Hasil penanaman RHLP pada areal perluasan belum optimal, hal ini disebabkan banyaknya tanaman yang rusak atau mati (Gambar 7). Kemungkinan penyebab dari kematian tanaman meliputi berbagai fakor. Faktor ekologis, yaitu adanya angin kencang yang menumbangkan tanaman karena rapuhnya akar tanaman yang baru ditanam tidak mampu menopang tubuh tanaman yang terlalu tinggi (1 – 3 m). Faktor teknis, yaitu kerusakan bibit karena lamanya waktu pengangkutan dari tempat sumber bibit ke areal RHLP. Faktor manusia, yaitu adanya petani yang memberikan deterjen/bahan kimia berbahaya pada tanaman (Aep A Februari 2007, perscom). Belum ada tindak lanjut terhadap masalah ini. Pihak TNGP masih harus melakukan inventarisasi tanaman yang masih hidup dan tanaman yang rusak/mati.
Gambar 6 Tanaman Puspa yang hidup di areal RHLP.
Gambar 7 Tanaman Puspa yang rusak di areal RHLP.
5.4 Pengembangan Zona Penyangga Penerapan PKBM sebagai bentuk nyata perlindungan kawasan dan pemberdayaan masyarakat adalah dengan penetapan lahan MPTS (tanaman multi guna) seluas 15 m x 700 m di dalam zona rehabilitasi. Areal ini dijadikan zona penyangga yang berfungsi sebagai penyangga sosial. Tanaman MPTS merupakan tanaman multiguna yang memberikan manfaat ekonomis secara langsung terhadap petani penggarap areal perluasan. Pernyataan Mackinnon et al. (1990) yang mendasari pernyataan tersebut di atas adalah zona penyangga sosial harus menyediakan produk yang dapat digunakan atau berharga (tanaman perdagangan) bagi masyarakat setempat, tetapi penggunaannya tidak boleh bertentangan dengan tujuan kawasan yang dilindungi itu sendiri. Pemilihan
26 vegetasi bagi zona penyangga dapat berupa perkebunan buah-buahan yang melindungi tanah,
serta
memberikan
penghasilan
dan
makanan.
Tanaman
MPTS
yang
direkomendasikan oleh TNGP adalah jenis Alpukat dan Pisang. Menurut hasil penelitian tim ahli dari Fakultas Kehutanan IPB, kedua tanaman ini secara ekologis sesuai untuk ditanam di lahan tersebut dan memberikan keuntungan secara ekonomis bagi masyarakat (Hardjanto et al., 2006). Teknis penanamannya ialah tanaman MPTS tersebut ditanam di atas jalur hijau di dalam batas kawasan. Masyarakat menilai luasan lahan MPTS masih kurang untuk memenuhi permintaan dari 300 orang petani. Oleh karena itu masyarakat mengusulkan lahan MPTS diperluas menjadi 50 m x 700 m. Namun hal ini baru menjadi wacana dan masih dipertimbangkan oleh pihak TNGP. Jenis tanaman Alpukat dan Pisang merupakan tanaman yang sudah eksis di dalam dan sekitar kawasan. Pada era Perhutani, tanaman alpukat ditanam secara tumpangsari di atas lahan PHBM. Kenyataannya hingga kini pohon-pohon alpukat yang masih hidup tumbuh subur dan berdaun lebat, hanya saja sangat jarang berbuah. Dengan demikian jenis alpukat kurang berpotensi untuk menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan ini maka perlu dilakukan pengkajian lagi terhadap jenis tanaman MPTS alternatif yang tepat secara ekologis dan bisa memberikan keuntungan terhadap masyarakat.
Gambar 8 Pohon Alpukat di sekitar kawasan TNGP
27 5.5 Karakteristik Masyarakat Masyarakat yang menjadi responden merupakan masyarakat petani yang tergabung kedalam KTH Puspa Lestari yang mempunyai keterlibatan langsung dengan kegiatan PKBM. Responden yang diambil yaitu sebanyak 30 orang anggota KTH yang bertempat tinggal di Dusun Gunung Putri. 5.5.1
Jenis Kelamin Masyarakat tani yang mengikuti kegiatan PKBM sebagian besar adalah laki-laki.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu karena mayoritas penggarap lahan ialah laki-laki, sedangkan perempuan ikut membantu dalam pemeliharaan tanaman dan pengolahan lahan yang tidak memerlukan tenaga besar. Laki-laki dianggap lebih efektif karena memiliki waktu lebih banyak di luar rumah dibandingkan perempuan. Menurut Sunarso (2005), laki-laki menjadi tenaga kerja utama dalam kegiatan tani sayuran. Perempuan diposisikan sebagai tenaga kerja pengelola rumah tangga dan khususnya bagi konsumsi rumah tangga dan pada saat pemungutan hasil sayuran. Tabel 4 Jenis kelamin masyarakat petani No
Jenis kelamin
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Laki-laki
25
83
2
Perempuan
5
17
5.5.2
Umur Kelas umur yang dibuat berdasarkan kisaran umur produktif responden disajikan
dalam Tabel 5. Tabel 5 Umur masyarakat petani No
Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
0 – 20
3
10
2
21 – 30
10
33
3
31 – 40
8
27
4
41 – 50
6
20
5
51 – 60
3
10
6
> 60
-
-
28 Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa kisaran umur terbanyak yang mengikuti PKBM ialah pada usia 21-30 tahun (33%), sedangkan masyarakat pada kisaran umur < 20 tahun dan 51-60 tahun adalah yang paling sedikit mengikuti PKBM (10%). Masyarakat pada umur 60 tahun ke atas tidak mengikuti PKBM, hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik yang menurun pada usia tersebut sehingga sebagian besar masyarakat pada usia ini lebih memilih untuk tidak lagi bertani dan mewariskan lahan garapannya kepada keturunannya.
5.5.3
Pendidikan Pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang. Pendidikan bermanfaat untuk
melihat sejauh mana pengetahuan yang didapatkan oleh masyarakat yang mengikuti PKBM. Tingkat pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi beberapa bagian. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka diasumsikan pengetahuannya pun akan semakin bertambah. Tabel 6 Tingkat pendidikan masyarakat petani No
Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Tidak Sekolah
1
3
2
Sekolah Dasar
26
87
3
SMP
2
7
4
SMA
1
3
5
Perguruan Tinggi
-
-
Tingkat pendidikan yang ditunjukkan oleh Tabel 6 mencakup lima macam, yaitu tidak sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Mayoritas masyarakat tani berpendidikan Sekolah Dasar (87%), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pola pikir masyarakat yang tidak terlalu mementingkan pendidikan dalam kehidupannya, ketidakmampuan secara ekonomi, dan fasilitas pendidikan yang masih minim di sekitar Desa Sukatani. Menurut data Monografi Desa Sukatani Tahun 2006 jumlah prasarana pendidikan hanya meliputi 1 Sekolah Menengah Umum, 2 Sekolah Menengah Pertama, 5 Sekolah Dasar, 1 Taman Kanak-Kanak, dan 2 Taman Pendidikan Al-Quran. Tingkat pendidikan yang rendah tersebut mempengaruhi pemilihan pekerjaan sebagai petani yang dianggap tidak memerlukan pendidikan tinggi dan keterampilan khusus.
29 5.5.4
Mata Pencaharian Utama Mata pencaharian utama adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang pada
sebagian besar waktu dalam kesehariannya. Keadaan lingkungan dan ketersediaan sumberdaya mempengaruhi mata pencaharian suatu masyarakat. Keberadaan hutan di Dusun Gunung Putri menjadikan hutan tersebut sebagai salah satu sumber mata pencaharian masyarakat. Tabel 7 Mata pencaharian utama masyarakat petani No
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Petani
20
67
2
Wiraswasta
7
23
3
PNS
1
3
4
Lain-lain
2
7
Pekerjaan utama sebagian besar anggota kelompok tani yang mengikuti PKBM adalah bertani (67%). Namun tidak semua anggota PKBM tersebut mempunyai pekerjaan utama sebagai petani. Mereka merupakan anggota kelompok tani yang memiliki pengetahuan dan pengalaman bertani serta mempunyai motivasi tinggi dalam menjaga kelestarian hutan. Sedangkan pekerjaan utama lainnya adalah wiraswasta (23%), PNS (3%), dan lain-lain (7%). Sumberdaya alam dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan faktor utama yang menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk bekerja sebagai petani. Umumnya mereka bertani karena meneruskan usaha keluarga, pengaruh lingkungan, dan sulit mencari pekerjaan lain selain bertani. Pernyataan ini didukung oleh Lubis, D.P; dan E. Sutarto (1991) yang menyatakan bahwa kesamaan atau konsistensi mata pencaharian sebagai petani antara orangtua dan anak di Cianjur disebabkan oleh sosialisasi dari keluarga dan kerabat masih nampak sebagai faktor dominan yang mengarahkan pemuda untuk terampil bekerja di sektor pertanian dan bahkan membentuk kepribadian individu untuk berlaku sebagai petani di masa depan.
30 5.5.5
Pendapatan Perbulan Faktor ekonomi seringkali dijadikan acuan dalam penilaian tingkat kesejahteraan
masyarakat. Penilaian secara ekonomi ini diwujudkan dalam pendapatan. Pendapatan perbulan dari hasil bertani sayuran adalah pendapatan rata-rata yang dihasilkan dari mulai penanaman hingga pemanenan. Pendapatan ini merupakan total pendapatan hasil panen dikurangi modal untuk penanaman selanjutnya, dan pendapatan dari pekerjaan lainnya (jika ada). Tidak menentunya hasil panen menjadi penyebab perbedaan pendapatan yang dihasilkan setiap bulannya. Faktor penyebabnya ialah kondisi cuaca, ketersediaan modal, kualitas bibit, permintaan pasar. Tabel 8 Pendapatan perbulan responden No
Pendapatan perbulan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
< Rp500.000
15
50
2
>Rp.500.000-Rp. 1 juta
9
30
3
> Rp.1 juta - Rp.2 juta
4
13
4
> Rp.2 juta
2
7
Lima puluh persen responden memiliki pendapatan perbulan kurang dari 500.000 rupiah. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sunarso (2005) yang menyebutkan bahwa pendapatan petani sayuran perbulan berkisar antara Rp.306.000 – Rp.420.000. Kisaran pendapatan perbulan Rp.500.000 – 1 juta dimiliki oleh 30% responden; 13% responden berpenghasilan >Rp.1 juta - Rp 2 juta; dan 7% responden berpenghasilan lebih dari 2 juta rupiah. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat petani di Dusun Gunung Putri masih rendah. Kondisi ekonomi yang relatif rendah berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah pula. Ketidakmampuan ekonomi menjadi penyebab enggannya para orangtua menyekolahkan anak-anak mereka.
5.5.6
Luas Lahan Garapan Petani di Areal Perluasan TNGP Kebutuhan masyarakat akan lahan pertanian seiring dengan pertambahan populasi
penduduk dari tahun ke tahun semakin tinggi. Nasoetion (1994) menyebutkan bahwa selama tiga dekade terakhir ini telah terjadi degradasi tanah yang disebabkan oleh alih
31 fungsi hutan dan menurunnya kualitas tanah pertanian. Penyebabnya adalah tekanan pertumbuhan penduduk dan transformasi struktur perekonomian dari struktur ekonomi yang bersifat agraris ke arah struktur ekonomi yang lebih industrialistik. Hal ini berdampak pada konversi kawasan hutan di sekitar Dusun Gunung Putri yang dirubah menjadi lahan pertanian (Gambar 9). Banyak lahan pertanian yang awalnya ditanami sayuran kini berubah fungsi menjadi lahan pemukiman, sehingga masyarakat merambah ke dalam kawasan hutan untuk menggarap lahan.
Gambar 9 Lahan garapan petani di areal perluasan TNGP.
Luas lahan garapan setiap petani berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kepemilikan modal dan ketersediaan tenaga kerja. Tabel 9 Luas lahan garapan petani No
Luas Lahan (m2)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
100 – 500
12
40
2
> 500 – 1.000
8
26
3
> 1.000 – 5.000
6
20
4
> 5.000 – 10.000
2
7
5
> 10.000 (1 Ha)
2
7
Dari Tabel 9 dapat terlihat bahwa luasan lahan garapan yang dimiliki oleh sebagian besar petani seluas 100 – 500 m2 (40%). Sedangkan hanya beberapa orang petani saja (7%) yang mepunyai lahan garapan di atas 5.000 m2 – 1 Ha. Besarnya luasan lahan di dalam kawasan perluasan TNGP ini merupakan akibat dari kejahatan oknum Perhutani yang memperjualbelikan lahan PHBM kepada masyarakat.
32 5.5.7
Pola Tanam Sayuran Terdapat dua jenis pola tanam yang biasa diterapkan dalam pertanian, yaitu
monokultur dan heterokultur. Monokultur merupakan pola tanam yang menggunakan satu jenis tanaman dalam satu hamparan lahan, sedangkan heterokultur adalah pola tanam yang menggunakan lebih dari satu jenis tanaman dalam satu luasan lahan. Heterokultur dilakukan dengan cara menempatkan suatu jenis tanaman sela diantara jenis tanaman pokok. Tabel 10 Pola tanam yang dilakukan oleh petani No.
Pola tanam
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
Monokultur
10
33
2
Heterokultur
20
67
Pola tanam heterokultur merupakan pilihan sebagian besar petani (67%). Alasan utama pemilihan teknik ini ialah dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam satu luasan lahan, diharapkan resiko kegagalan suatu jenis tanaman dapat ditutupi oleh jenis lainnya. Pemilihan jenis sayuran yang ditanam secara heterokultur adalah jenis yang memiliki waktu panen yang hampir sama, misalnya wortel dan bawang daun yang memiliki waktu panen selama 2,5-3 bulan. Teknik ini juga memiliki kelemahan yaitu perawatan yang diberikan terhadap berbagai jenis sayuran berbeda satu sama lainnya, sehingga tingkat kerumitannya lebih tinggi. Sedangkan 33% petani memilih bertani secara monokultur dengan pertimbangan bahwa menanam satu jenis tanaman dalam suatu luasan lahan akan lebih mudah dalam perawatannya. Selain itu, permintaan pasar juga menjadi faktor penentu bagi para petani untuk memilih jenis tanaman dan pola tanam yang diterapkan.
5.6 Respon Masing-Masing Stakeholder Terhadap PKBM Respon merupakan reaksi atau jawaban yang diberikan terhadap sesuatu. Respon yang diberikan dapat berbentuk ucapan maupun tindakan. Bentuk respon yang ditunjukkan oleh stakeholder terhadap PKBM di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah meliputi aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practise).
33 5.6.1
Kelompok Tani Hutan Puspa Lestari Kelompok Tani Hutan (KTH) Puspa Lestari merupakan suatu organisasi yang
beranggotakan para petani di Dusun Gunung Putri. Jumlah total anggota KTH Puspa Lestari sebanyak 300 orang. Kelompok besar ini kemudian dibagi lagi kedalam 9 sub kelompok yang terdiri atas Sub Kelompok Rasamala, Cantigi, Walen, Sari Tani, Ki Hujan, Edelweiss, Malasari, Saninten, dan Jamuju. Sub kelompok merupakan kumpulan dari petani yang tinggal dalam satu Rukun Tetangga (RT). Hal ini untuk memudahkan komunikasi dan penyebaran informasi. KTH Puspa Lestari mempunyai struktur organisasi yang meliputi ketua umum, sekretaris, bendahara, seksi kegiatan, seksi humas, seksi rohani, dan perwakilan dari setiap sub kelompok. Dalam pelaksanaan kegiatan KTH umumnya hanya diikuti oleh anggota aktif. Anggota aktif ini yang kini menjadi kader bagi anggota-anggota lainnya. Pengkaderan anggota KTH aktif dilakukan secara acak dan bersifat sukarela. Siapapun yang ingin ikut dan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan KTH serta memiliki motivasi tinggi terhadap kelestarian hutan dapat bergabung dalam anggota aktif tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah arus penyebaran informasi dan dinilai lebih efisien. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh anggota aktif KTH Puspa Lestari adalah pertemuan mingguan setiap hari Jum’at yang membahas segala hal yang berkaitan dengan kelompok itu sendiri. Pertemuan tersebut dijadikan sarana untuk menerapkan PKBM melalui pemberian materi mengenai konservasi dan desa model oleh Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) dan ESP (Environmental Services Program). Pertemuan rutin ini bersifat informal dan menyerupai sekolah alam. Seringkali kegiatan tersebut diselingi dengan mendengarkan jejak pendapat atau curahan hati dari para petani, bahkan diadakan semacam arisan agar suasana akrab diantara petani dengan tim pemberi materi lebih terjaga. Diharapkan dengan metode pembelajaran seperti itu para petani dapat menerapkan dan mengadopsi seluruh materi dalam kehidupannya sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan oleh KTH Puspa Lestari antara lain RHLP (Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif), budidaya jamur dan tanaman hias, pembuatan kompos dan pupuk organik, pelatihan pemetaan, PRA (Participatory Rural Appraisal) / pengkajian desa secara partisipatif, dan pelatihan pemandu wisata.
34 Tabel 11 Respon masyarakat terhadap Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat No 1
2
Aspek Tindakan
Sikap
Pernyataan
Jawaban
Jml
%
Kegiatan PKBM yang
a. pelatihan budidaya tanaman hias
26
26
pernah diikuti
b. pelatihan budidaya jamur
21
21
c. pelatihan pembuatan pupuk organik
12
12
d. pelatihan pemandu wisata
6
6
e. pelatihan pemetaan
3
3
f. teori dan praktek PRA
8
8
g. RHLP
24
24
Adanya kegiatan PKBM
a. setuju
25
83
dan RHLP
b. tidak setuju
5
17
Motivasi menanam
a. kesadaran sendiri
10
33
tanaman pohon di areal
b. ajakan petugas TNGP
7
23
RHLP
c. kesadaran sendiri dan ajakan petugas
13
44
TNGP Pemilihan jenis Puspa dan
a. setuju
28
93
Rasamala sebagai tanaman
b. tidak setuju
2
7
Mengetahui areal RHLP
a. TNGP
28
93
termasuk kedalam wilayah
b. Perhutani
2
7
a. sumber air bersih
21
42
b. pemasok udara bersih
8
16
Mengetahui tentang
c. pencegah banjir dan erosi
7
14
manfaat hutan
d. sumber kayu bakar
6
12
e. lahan untuk bertani
8
16
a. Menambah penghasilan
2
4
b. Memberikan kesempatan berperan aktif
7
15
27
59
10
22
RHLP 3
Pengetahuan
kerja
Mengetahui akan manfaat PKBM
mengelola hutan c. Menambah wawasan (aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
35 Tindakan nyata sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap PKBM adalah dengan berperan serta dalam kegiatan RHLP yang diikuti oleh sebagian besar anggota kelompok tani. Respon yang ditunjukkan sebagian besar masyarakat tersebut bersifat positif, karena hampir seluruh petani terdorong untuk ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan PKBM. Pemberdayaan masyarakat sebagai pelaksana kegiatan di dalam kawasan akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan sebagai bagian dari tanggung jawab masyarakat tersebut. Respon negatif yang diberikan sebagian masyarakat (26%) yang tidak ikut kegiatan RHLP adalah bentuk penolakan dari penyerahan lahan garapannya kepada TNGP (Tabel 11). Golongan petani ini merasa sangat dirugikan dengan pengambilalihan lahan karena investasi yang telah ditanam untuk mengelola lahan tersebut relatif besar. Kerugian ekonomi yang begitu besar menyebabkan mereka berusaha mempertahankan lahannya untuk terus ditanami sayuran hingga Desember 2009. Sikap positif masyarakat terhadap PKBM tercermin dari banyaknya anggota kelompok tani yang setuju dengan adanya kegiatan PKBM (83%). Sebagian besar petani (44%) termotivasi menanam di areal RHLP atas kesadaran pribadi dan adanya ajakan dari petugas. Meskipun demikian, tingkat kesadaran masyarakat akan kelestarian hutan masih rendah. Hal ini tercermin dari 33% petani yang memiliki kesadaran sendiri untuk menanam tanaman kehutanan di areal RHLP. Sikap penduduk pedesaan tersebut ditentukan oleh tingkat ketergantungan mereka terhadap hutan untuk pakan ternak, kayu bakar, bahan bangunan, dan hasil hutan lainnya (Mackinnon et al, 1990). Semakin tinggi tingkat ketergantungannya terhadap hutan, maka semakin besar pula keinginan untuk ikut melestarikan hutan. Secara ekologis, jenis tanaman yang cocok ditanam di atas lahan RHLP adalah puspa dan rasamala. Sebanyak 93% petani setuju bahwa puspa dan rasamala adalah jenis asli yang sesuai untuk merehabilitasi lahan, dan 7% petani mengusulkan tanaman selain kedua jenis tersebut, yaitu kaliandra dan suren (Tabel 11). Petani yang mengusulkan jenis tersebut mempertimbangkan fungsi hutan secara ekonomis harus dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Kaliandra dimanfaatkan untuk kayu bakar, sedangkan suren digunakan sebagai bahan baku bangunan. Pengetahuan masyarakat akan kawasan konservasi dan manfaat TNGP dalam kehidupan sangat besar. Sebanyak 93% responden
36 menyatakan bahwa areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP dan sebagian kecil (7%) menyatakan areal RHLP masih merupakan bagian dari wilayah Perhutani. Ketidaktahuan sebagian kecil masyarakat ini merupakan indikasi dari alur informasi yang belum menyeluruh mengenai perubahan fungsi kawasan dan atau penyangkalan masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan yang akan dihutankan kembali. Adapun penyampaian informasi dan penyuluhan hanya terpusat kepada anggota kelompok tani yang aktif dan intensitas pertemuan petugas TNGP dengan masyarakat tidak bersifat rutin. Umumnya segala macam informasi yang akan diberikan kepada masyarakat disampaikan dahulu kepada ketua kelompok dan ketua sub-sub kelompok tani untuk diberitahukan lagi kepada anggota-anggota lainnya. Dengan cara demikian, efektifitas penyampaian
informasi
rendah.
Penjelasan
individu
kepada
individu
lainnya
menyebabkan beragamnya pemahaman yang diterima oleh masyarakat. Masyarakat memahami akan manfaat hutan dalam kehidupannya. Sebagian besar masyarakat mengetahui manfaat hutan sebagai pemasok air. Manfaat lainnya yang diketahui oleh masyarakat adalah pemasok udara bersih, sumber kayu bakar, lahan bertani, pencegah banjir dan erosi. Pengetahuan ini muncul akibat tingginya interaksi masyarakat dengan kawasan hutan. Interaksi antara masyarakat dengan hutan telah berjalan sangat lama dan berlangsung secara terus menerus. Keberadaan hutan yang berbatasan langsung dengan penduduk menjadikan masyarakat terus bergantung pada sumberdaya alam yang berada di dalam kawasan hutan. Masih adanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui manfaat hutan sebagai lahan bertani dapat menjadi suatu ancaman bagi keberhasilan rehabilitasi hutan. Menurut Mackinnon et al (1990) kawasan yang dilindungi dapat memberikan manfaat yang berharga bagi masyarakat di wilayah tersebut melalui penyediaan fasilitas pendidikan dan menciptakan kesempatan kerja (keuntungan ekonomis). Manfaat PKBM yang dirasakan langsung oleh sebagian besar petani di sekitar TNGP yaitu menambah wawasan (manfaat edukatif) yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat yang mengikuti kegiatan PKBM, sedangkan manfaat secara ekonomis (menambah penghasilan) hanya dirasakan oleh sebagian kecil dari responden (Tabel 11) . Manfaat ekonomis ini berupa penghasilan dari penjualan tanaman hias. Besarnya modal usaha yang dibutuhkan menyebabkan sedikitnya jumlah petani yang melakukan usaha
37 tersebut. Bila kondisi ini terus terjadi, maka kegiatan PKBM yang bertujuan untuk melestarikan hutan dengan upaya memberikan lapangan usaha baru untuk para petani akan terhambat, karena petani tetap memilih untuk bertani sayuran. Pemerintah akan menghadapi kemungkinan kerusakan hutan yang jauh lebih besar di masa depan. Resiko tersebut bisa dihindari apabila pemerintah / pengelola TNGP bersedia meminjamkan modal usaha bagi para petani.
5.6.2
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Pengelola TNGP merupakan pengambil kebijakan bagi pengelolaan kawasan
TNGP, khususnya yang menyangkut daerah perluasan di Resort Gunung Putri. Pihak TNGP yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini meliputi 2 orang pengelola Resort Gunung Putri, dan 2 orang petugas Seksi Konservasi Wilayah III Cianjur. Respon pengelola TNGP terhadap PKBM terlihat dari Tabel 12 berikut : Tabel 12 Respon pengelola TNGP terhadap PKBM No
Aspek
Pernyataan
Jawaban
Pengelola
Pengelola
Rata-
Resort
SKW Cianjur
Gn.Putri Jml
1
Tindakan
Kegiatan PKBM yang pernah diikuti
a. pelatihan budidaya tanaman
rata (%)
%
Jml
%
2
20
1
25
23
b. pelatihan budidaya jamur
1
10
-
-
5
c. pelatihan pembuatan pupuk
-
-
-
-
-
d. pelatihan pemandu wisata
2
20
1
25
22
e. pelatihan pemetaan
2
20
-
-
10
f. teori dan praktek PRA
1
10
-
-
5
g. RHLP
2
20
2
50
35
hias
organik
38 No
Aspek
Pernyataan
Jawaban
Pengelola
Pengelola
Rata-
Resort
SKW Cianjur
rata
Gn.Putri Jml 2
Sikap
(%)
%
Jml
%
Adanya kegiatan
a. setuju
2
100
2
100
100
PKBM dan RHLP
b. tidak setuju
-
-
-
-
-
Motivasi menanam
a. kesadaran sendiri
1
50
1
50
50
tanaman pohon di
b. melaksanakan tugas
-
-
1
50
25
areal RHLP
c. kesadaran sendiri dan
1
50
-
-
25
melaksanakan tugas Pemilihan jenis
a. setuju
2
100
2
100
100
Puspa dan Rasamala
b. tidak setuju
-
-
-
-
-
Mengetahui areal
a. TNGP
2
100
2
100
100
RHLP termasuk
b. Perhutani
-
-
-
-
a. sumber air bersih
2
25
2
25
25
b. pemasok udara bersih
2
25
2
25
25
Mengetahui manfaat
c. pencegah banjir dan erosi
2
25
2
25
25
hutan
d. sumber kayu bakar
2
25
1
12,5
19
e. lahan untuk bertani
-
-
1
12,5
6
a. Menambah penghasilan
1
17
1
20
19
b. Memberikan kesempatan
2
33
2
40
36
sebagai tanaman RHLP 3
Pengetahuan
-
kedalam wilayah kerja
Mengetahui manfaat
berperan aktif mengelola
PKBM bagi
hutan
masyarakat
c. Menambah wawasan (aspek
2
33
2
40
36
pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
1
17
-
-
9
39 Pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai stakeholder yang memiliki pengaruh dan kewenangan terhadap kawasan perluasan secara otomatis sangat mendukung dan memberikan respon positif pada kegiatan PKBM. Respon positif pengelola TNGP terlihat dari peran sertanya dalam berbagai kegiatan PKBM. Kegiatan PKBM yang diikuti oleh petugas Resort Gn.Putri lebih banyak dibandingkan petugas SKW Cianjur, dari 7 kegiatan yang ada, 6 kegiatan diikuti oleh petugas Resort dan 3 kegiatan diikuti oleh petugas SKW. Hal ini terjadi karena adanya pendelegasian tugas dari SKW III Cianjur kepada pihak Resort Gn.Putri (Tabel 12). Meskipun tugas dan fungsi masing-masing pengelola sudah terstruktur, namun akan lebih baik jika perwakilan dari seluruh divisi petugas TNGP yang dimulai dari pihak Balai hingga Resort bisa ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan PKBM dan saling berkoordinasi satu dengan lainnya. Dengan adanya dukungan penuh dari pengelola, maka diharapkan pelaksanaan PKBM selanjutnya akan lebih optimal. Pihak TNGP memberikan fasilitas berupa materi dan non materi kepada kelompok tani peserta PKBM. Sebagian besar pengelola (36%) mengetahui manfaat PKBM adalah untuk memberikan kesempatan berperan aktif mengelola hutan kepada masyarakat dan menambah wawasan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan . Manfaat menambah wawasan mencakup seluruh aspek sikap dan tindakan pengelola TNGP yang mengikuti kegiatan PKBM. Sikap pengelola terhadap PKBM harus ditingkatkan, mengingat motivasi menanam tanaman RHLP atas kesadaran pribadi hanya sebesar 50%, sedangkan lainnya termotivasi karena melaksanakan tugas (25%), serta kombinasi dari kesadaran sendiri dan melaksanakan tugas (25%). Motivasi petugas TNGP untuk merehabilitasi atas kesadaran sendiri dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan rehabilitasi hutan secara intensif dan pemberian sanksi yang tegas terhadap petugas yang tidak serius merehabilitasi hutan.
40 5.6.3
Pemerintahan Daerah (Desa Sukatani)
Pemerintah Daerah yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah aparat Desa Sukatani yang terlibat dalam PKBM, yaitu Kepala Dusun Gn.Putri dan Kepala Desa Sukatani. Respon Pemerintah Desa Sukatani disajikan dalam Tabel 13 berikut : Tabel 13 Respon Pemerintah Desa Sukatani terhadap PKBM No 1
2
3
Aspek Tindakan
Sikap
Pengetahuan
Pernyataan
Jawaban
Jml
%
Kegiatan PKBM yang
a. pelatihan budidaya tanaman hias
1
14
pernah diikuti
b. pelatihan budidaya jamur
1
14
c. pelatihan pembuatan pupuk organik
1
14
d. pelatihan pemandu wisata
1
14
e. pelatihan pemetaan
-
-
f. teori dan praktek PRA
1
14
g. RHLP
2
30
Adanya kegiatan PKBM dan RHLP
a. setuju b. tidak setuju
2 -
100 -
Motivasi menanam tanaman pohon di areal RHLP
a. kesadaran sendiri b. ajakan petugas TNGP c. kesadaran sendiri dan ajakan petugas TNGP
1 1
50 50
Pemilihan jenis Puspa dan Rasamala sebagai tanaman RHLP
a. setuju b. tidak setuju
2 -
100 -
Mengetahui areal RHLP
a. TNGP
2
100
termasuk kedalam wilayah
b. Perhutani
-
-
a. sumber air bersih
2
25
Mengetahui tentang
b. pemasok udara bersih
1
12,5
manfaat hutan
c. pencegah banjir dan erosi
2
25
d. sumber kayu bakar
2
25
e. lahan untuk bertani
1
12,5
a. Menambah penghasilan
1
17
b. Memberikan kesempatan berperan aktif
2
33
2
33
1
17
kerja
Mengetahui manfaat PKBM bagi masyarakat
mengelola hutan c. Menambah wawasan (aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
41 Pemerintah Desa Sukatani adalah stakeholder yang menjadi wakil tertinggi dari kepentingan masyarakat. Pemerintah Desa Sukatani mempunyai kewenangan terhadap program PKBM karena pemerintah pusat tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya secara menyeluruh. Pemerintah Desa memberikan respon positif terhadap PKBM. Fakta menunjukkan 30% responden mengikuti kegiatan RHLP dan 14% mengikuti kegiatan PKBM lainnya. Hal ini didukung oleh sikap 100% responden aparat desa yang setuju terhadap PKBM serta pemilihan puspa dan rasamala sebagai tanaman RHLP. Pengetahuan responden terhadap PKBM sangat tinggi, sebesar 100% mengetahui areal TNGP termasuk kedalam kawasan TNGP, serta 33% responden merasakan manfaat PKBM adalah untuk menambah wawasan dan memberikan kesempatan berperan aktif mengelola hutan
(Tabel 13). Manfaat menambah wawasan meliputi segenap aspek
pengetahuan, sikap dan tindakan responden. Dukungan Pemerintah Desa Sukatani terhadap rehabilitasi hutan tercermin dari penerapan aspek konservasi kedalam Peraturan Desa Sukatani No.04 Tahun 2007 tentang Pengembangan Desa Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif, yang berbunyi sebagai berikut : ¾ Dilarang mengganggu, merusak, mencabuti tanaman kehutanan di areal RHLP ¾ Dilarang menggunakan pupuk kimia ¾ Dilarang memindahtangankan lahan garapan ¾ Dilarang memperluas lahan garapan Peraturan tersebut sangat mendukung kinerja para stakeholder lainnya dalam rangka memberi kesadaran akan kelestarian hutan kepada masyarakat penggarap. Sansi hukum yang tegas harus diberikan kepada pihak manapun yang melanggarnya.
42 5.6.4
Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) Kabupaten Cianjur Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah adalah lembaga pemerintah daerah yang
bergerak dalam bidang kehutanan dan konservasi tanah. Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah ini merupakan lembaga pemerintah di bawah naungan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur yang bergerak secara langsung terhadap kegiatan PKBM. Tugas Pokok Dinas PKT (Anonim, 2007). Melaksanakan sebagian kewenangan otonomi daerah kabupaten di bidang perhutanan dan konservasi tanah. Visi Dinas PKT (Anonim, 2007). Terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, sarana agribisnis dan pariwisata. Misi Dinas PKT (Anonim, 2007). 1.
Meningkatkan sumber daya lahan melalui rehabilitasi hutan dan lahan kritis
2.
Meningkatkan fungsi hutan sebagai salah satu unsur ekosistem dalam lingkungan hidup
3.
Meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana agribisnis dan pariwisata
4.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan teknologi informasi di bidang kehutanan
Fungsi Dinas PKT (Anonim, 2007). 1. Pelaksana sebagian kewenangan Pemerintah Kabupaten di bidang Perhutanan dan Konservasi Tanah; 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan umum Pemerintah Kabupaten di bidang Perhutanan dan Konservasi Tanah; 3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan Pemerintah Kabupaten di bidang Perhutanan dan Konservasi Tanah; 4. Perumusan kebijakan teknis di bidang Perhutanan dan Konservasi Tanah; 5. Penyelenggaraan pelaksanaan pelayanan umum dan perizinan; 6. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana teknis Daerah dan Cabang Dinas di lingkungan Dinas Perhutanan dan konservasi Tanah; 7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati
43 Tabel 14 Respon Dinas PKT Kab. Cianjur terhadap PKBM No 1
2
Aspek Tindakan
Sikap
Pernyataan
Jawaban
Jml
%
Kegiatan PKBM yang
a. pelatihan budidaya tanaman hias
1
20
pernah diikuti
b. pelatihan budidaya jamur
1
20
c. pelatihan pembuatan pupuk organik
1
20
d. pelatihan pemandu wisata
-
-
e. pelatihan pemetaan
-
-
f. teori dan praktek PRA
1
20
g. RHLP
1
20
Adanya kegiatan PKBM
a. setuju
2
100
dan RHLP
b. tidak setuju
-
-
Motivasi menanam
a. kesadaran sendiri
1
50
tanaman pohon di areal
b. ajakan petugas TNGP
-
-
RHLP
c. kesadaran sendiri dan ajakan petugas
1
50
TNGP Pemilihan jenis Puspa dan
a. setuju
2
100
Rasamala sebagai
b. tidak setuju
-
-
Mengetahui areal RHLP
a. TNGP
2
100
termasuk kedalam
b. Perhutani
-
-
a. sumber air bersih
2
29
Mengetahui tentang
b. pemasok udara bersih
2
29
manfaat hutan
c. pencegah banjir dan erosi
2
29
d. sumber kayu bakar
1
13
e. lahan untuk bertani
-
-
a. Menambah penghasilan
2
29
b. Memberikan kesempatan berperan aktif
2
29
2
29
1
13
tanaman RHLP 3
Pengetahuan
wilayah kerja
Mengetahui manfaat PKBM bagi masyarakat
mengelola hutan c. Menambah wawasan (aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
44 Tujuan utama Dinas PKT adalah penguatan kelembagaan KTH Puspa Lestari dan memberikan keterampilan kepada kelompok tani agar mereka dapat melakukan pekerjaan selain bertani sayuran. Respon positif terhadap PKBM ditunjukkan oleh keterlibatan Dinas PKT dalam kegiatan PKBM , yaitu sebanyak 20% responden pernah mengikuti seluruh kegiatan PKBM selain pelatihan pemandu wisata dan pelatihan pemetaan (Tabel 14). Sebanyak 100% responden mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP dan menyetujui adanya kegiatan PKBM. Dinas PKT menerapkan cara persuasif dan mengajak masyarakat untuk aktif
berperan serta dalam rehabilitasi hutan.
Masyarakat diajak untuk memahami fungsi konservasi lingkungan dan menerapkannya dalam kehidupan. Masyarakat tidak merasa digurui namun diberi pengetahuan dan pemahaman sesuai dengan kapasitasnya, serta diberikan kesempatan untuk menyalurkan aspirasinya, sehingga mereka merasa menganggap kegiatan PKBM sebagai suatu kebutuhan. Langkah seperti ini ditempuh agar masyarakat dapat menemukan mata pencaharian alternatif untuk mengantisipasi pengambilalihan zona rehabilitasi pada Januari 2010. Permasalahan yang dihadapi Dinas PKT ialah kurangnya koordinasi dan kerjasama yang baik dengan petugas TNGP, keterbatasan dana, dan kelembagaan KTH yang belum jelas (Nurul N Maret 2007, Perscom). Tindakan yang dilakukan untuk menanggulanginya adalah memperkuat kelembagaan kelompok tani dan berusaha melakukan komunikasi secara intensif dengan pengelola.
5.6.5
Lembaga USAID – Indonesia United States Agency for International Development disingkat USAID atau dalam
bahasa Indonesia Badan Bantuan Pengembangan Internasional Amerika adalah organisasi pemerintahan Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas sebagian besar bantuan luar negeri non-militer dari Amerika Serikat. Misinya adalah mengelola bantuan kemanusiaan dan ekonomi bagi negara-negara asing. Di Indonesia, USAID memberi dukungan untuk berbagai program yang sesuai dengan misi dan tujuan lembaga ini, yaitu upaya perbaikan di bidang ekonomi dan transisi menuju demokrasi. Dalam jangka pendek, programprogram USAID diharapkan dapat mengurangi dampak krisis ekonomi yang yang dialami masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, USAID terlibat dalam upaya perbaikan akibat krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Program-program yang
45 dijalankan antara lain adalah program transisi menuju demokrasi, perbaikan ekonomi dan sistem finansial, perluasan lapangan kerja, pengelolaan lingkungan hidup serta jaminan pangan untuk kelompok masyarakat tertentu. Di bidang lingkungan hidup, badan ini membantu LSM dan pemerintah daerah untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, di samping usaha pelibatan sektor swasta dalam konservasi alam (Anonim, 2007). Lembaga USAID terlibat dalam PKBM melalui program Environmental Services
Program (ESP). Layanan Jasa Lingkungan (ESP) adalah program lima tahun yang dikembangkan oleh USAID/Indonesia sebagai tanggapan dari inisiatif presiden pada 2002 untuk memperbaiki manajemen sumber daya air yang berkelanjutan. Program ESP dicanangkan di Indonesia pada September 2005 hingga akhir tahun 2009. Program ini sendiri dilaksanakan di Gunung Putri sejak tahun 2006. ESP mendukung kegiatan di tiga bidang utama berikut (Anonim, 2007) : •
Akses kepada air bersih dan layanan sanitasi
•
Manajemen Daerah Aliran Sungai yang lebih baik
•
Meningkatkan produktivitas air
Tabel 15 Respon Lembaga USAID (ESP) terhadap PKBM No 1
Aspek Tindakan
Pernyataan
Jawaban
Jml
%
Kegiatan PKBM yang
a. pelatihan budidaya tanaman hias
1
14
pernah diikuti
b. pelatihan budidaya jamur
1
14
c. pelatihan pembuatan pupuk
2
29
d. pelatihan pemandu wisata
1
14
e. pelatihan pemetaan
-
-
f. teori dan praktek PRA
-
-
g. RHLP
2
29
Adanya kegiatan PKBM
a. setuju
2
100
dan RHLP
b. tidak setuju
-
-
Motivasi menanam
a. kesadaran sendiri
tanaman pohon di areal
b. ajakan petugas TNGP
-
-
RHLP
c. kesadaran sendiri dan ajakan
2
100
organik
2
Sikap
petugas TNGP
-
-
46 No
Aspek
Pernyataan
Jawaban
Jml
%
Pemilihan jenis Puspa dan
a. setuju
2
100
Rasamala sebagai
b. tidak setuju
-
-
Mengetahui areal RHLP
a. TNGP
2
100
termasuk kedalam
b. Perhutani
-
-
a. sumber air bersih
2
22
Mengetahui tentang
b. pemasok udara bersih
2
22
manfaat hutan
c. pencegah banjir dan erosi
2
22
d. sumber kayu bakar
2
22
e. lahan untuk bertani
1
12
a. Menambah penghasilan
2
33
b. Memberikan kesempatan berperan
1
17
2
33
1
17
tanaman RHLP 3
Pengetahuan
wilayah kerja
Mengetahui manfaat PKBM bagi masyarakat
aktif mengelola hutan c. Menambah wawasan (aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
USAID (ESP) merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan yang cukup besar dalam kegiatan PKBM. Keterlibatan
ESP dalam kegiatan PKBM terlihat dari 29%
responden pernah mengikuti kegiatan RHLP dan pembuatan pupuk organik; serta 14% responden yang mengikuti pelatihan budidaya tanaman hias, budidaya jamur, dan pemandu wisata (Tabel 15). Individu-individu yang mewakili/tokoh kunci (key person) dari lembaga tersebut terdorong untuk ikut serta mengambil bagian dalam seluruh perencanaan dan pemenuhan program kegiatan. Peran ESP sama halnya dengan Dinas PKT yang berperan sebagai tim pendamping kelompok tani dalam kegiatan PKBM. ESP memberikan materi konservasi lingkungan sebagai upaya penyelamatan daerah tangkapan air yang kini masih ditanami sayuran oleh masyarakat. Menurut Mackinnon et al (1990), untuk kawasan yang dilindungi yang dikelola oleh pemerintah, berbagai lembaga dapat diberi tanggung jawab aspek pengelolaan tertentu seperti penyelenggaraan
47 unit pendidikan, memproduksi materi informasi, kampanye anti sampah, atau membantu pemantauan hayati atau survei lainnya. Respon positif terhadap PKBM ditunjukkan oleh 100% responden yang menyetujui adanya kegiatan PKBM dan mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP. Manfaat PKBM bagi 33% responden ESP adalah untuk menambah wawasan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Motivasi menanam tanaman RHLP 100% responden berasal dari motivasi sendiri dan ajakan petugas TNGP. Hal ini mengindikasikan bahwa petugas TNGP dapat berperan sebagai motivator stakeholder lainnya dalam merehabilitasi hutan.
5.6.6
Tokoh masyarakat Tokoh masyarakat adalah seseorang yang dianggap mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap kehidupan masyarakat dan disegani oleh masyarakat tersebut. Tokoh masyarakat Gunung Putri terdiri atas golongan tokoh petani dan tokoh agama. Sejak dahulu, masyarakat Gunung Putri menaruh kepercayaan yang begitu besar terhadap tokoh dari kedua golongan ini karena pengaruhnya yang sangat tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Petani merupakan salah satu golongan masyarakat yang mempunyai pengaruh besar dari agama (Nottingham, - dalam Kahmad, 2000). Pengaruh agama terhadap golongan petani cukup besar, karena jiwa keagamaan mereka relatif lebih besar karena kedekatannya dengan alam. Selain lembaga keluarga, agama menjadi faktor utama bagi pengintegrasian dan persatuan masyarakat dari masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu kecenderungan agama memasukkan pengaruh yang kuat kedalam nilai-nilai masyarakat sangat mutlak dilakukan. Keterlibatan tokoh masyarakat dalam pengelolaan taman nasional yaitu sebagai komite penasehat (Mackinnon et al, 1990). Tokoh masyarakat dijadikan acuan bagi masyarakat dalam menerapkan PKBM. Tokoh masyarakat yang dijadikan responden terdiri dari 2 orang tokoh agama dan 3 orang tokoh petani. Respon tokoh masyarakat terhadap PKBM disajikan dalam Tabel 16.
48 Tabel 16 Respon tokoh masyarakat Desa Sukatani terhadap PKBM No
1
Aspek
Tindakan
Pernyataan
Kegiatan PKBM yang pernah diikuti
Jawaban
a. pelatihan budidaya
Tokoh agama
Tokoh petani
Jml
Jml
%
Rataan (%)
%
1
20
2
18
19
b. pelatihan budidaya jamur
1
2
2
18
19
c. pelatihan pembuatan
-
-
1
9
4,5
d. pelatihan pemandu wisata
-
-
1
9
4,5
e. pelatihan pemetaan
-
-
1
9
4,5
f. teori dan praktek PRA
1
20
2
19
19,5
g. RHLP
2
40
2
18
29
tanaman hias
pupuk organik
2
Sikap
Adanya kegiatan
a. setuju
1
50
2
67
58,5
PKBM dan RHLP
b. tidak setuju
1
50
1
33
41,5
Motivasi menanam
a. kesadaran sendiri
1
50
1
33
41,5
tanaman pohon di
b. ajakan petugas TNGP
1
50
2
67
58,5
areal RHLP
c. kesadaran sendiri dan
-
-
-
-
-
ajakan petugas Pemilihan jenis
a. setuju
1
50
1
33
41,5
Puspa dan Rasamala
b. tidak setuju
1
50
2
67
58,5
Mengetahui areal
a. TNGP
1
50
3
RHLP termasuk
b. Perhutani
1
50
-
-
25
sebagai tanaman RHLP 3
Pengetahuan
100
75
kedalam wilayah kerja Mengetahui tentang
a. sumber air bersih
2
29
3
21,5
25
manfaat hutan
b. pemasok udara bersih
1
14
3
21,5
18
c. pencegah banjir dan erosi
1
14
2
14
14
d. sumber kayu bakar
1
14
3
21,5
18
e. lahan untuk bertani
2
29
3
21,5
25
49 No
3
Aspek
Pernyataan
Pengetahuan
Jawaban
a. Menambah penghasilan b. Memberikan kesempatan Mengetahui manfaat
berperan aktif mengelola
PKBM bagi
hutan
masyarakat
c. Menambah wawasan
Tokoh agama
Tokoh petani
Jml
Jml
%
%
Rataan (%)
1
20
1
14
17
1
20
2
29
24,5
40
3
43
41,5
20
1
14
17
2
(aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan
1
masyarakat
Tokoh masyarakat berperan penting sebagai trigger (pemicu) masyarakat untuk bertindak seperti apa yang dilakukannya. Secara umum, respon yang diberikan tokoh masyarakat terhadap PKBM positif. Respon positif terhadap PKBM ditunjukkan oleh tindakan menanam tanaman RHLP oleh 29% tokoh masyarakat (Tabel 16). Fakta tersebut menunjukkan kesadaran para tokoh masyarakat terhadap manfaat kegiatan PKBM bagi masa depan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Motivasi menanam tanaman RHLP atas ajakan petugas TNGP ditunjukkan oleh sedangkan 58,5% tokoh. Peran petugas TNGP sebagai motivator tersebut perlu ditingkatkan melalui komunikasi yang lebih intensif dengan tokoh masyarakat. Tingkat pengetahuan tokoh masyarakat terhadap kawasan hutan cukup tinggi, terlihat bahwa 75% tokoh mengetahui bahwa areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP dan 41,5 responden mengetahui menfaat PKBM untuk menambah wawasan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan para responden yang mengikuti berbagai kegiatan PKBM. Pemahaman tokoh masyarakat akan pentingnya kegiatan PKBM perlu lebih ditingkatkan, karena ditinjau dari sikap 41,5% tokoh masyarakat yang tidak setuju terhadap pelaksanaan PKBM di Gunung Putri. Faktor penyebab adanya sikap tersebut adalah dorongan sebagian masyarakat kepada tokoh masyarakat untuk meminta waktu yang tak terbatas menggarap lahan di dalam areal rehabilitasi kepada pihak pengelola TNGP. Masyarakat tersebut tidak mau menerima inovasi/perubahan yang ditawarkan dalam kegiatan PKBM dan tetap memilih bertani di dalam kawasan hutan seperti yang telah mereka lakukan sejak turun - temurun.
50
5.7 Respon Seluruh Stakeholder Terhadap PKBM Tabel 17 Respon seluruh stakeholder terhadap PKBM No
Aspek
Pernyataan
Jawaban
26
Persentase jumlah jawaban setiap stakeholder (%) Pengelola Pemerintah Dinas USAID Tokoh TNGP Desa PKT (ESP) masyarakat Sukatani Cianjur 23 14 20 14 19
19
21
5
14
20
14
19
16
12
-
14
20
29
4,5
13
6
22
14
-
14
4,5
10
e. pelatihan pemetaan
3
10
-
-
-
4,5
3
f. teori dan praktek PRA
8
5
14
20
-
19,5
11
g. RHLP
24
35
30
20
29
29
28
Adanya kegiatan PKBM dan RHLP
a. setuju b. tidak setuju
83 17
100 -
100 -
100 -
100 -
58,5 41,5
90 10
Motivasi menanam tanaman pohon di areal RHLP
a. kesadaran sendiri
33
50
50
50
-
41,5
37
b. ajakan petugas TNGP
23
25
-
-
-
58,5
18
c. kesadaran sendiri dan ajakan petugas TNGP
44
25
50
50
100
-
45
KTH
1
Tindakan
Kegiatan PKBM yang pernah diikuti
a. pelatihan budidaya
Rataan (%)
tanaman hias b. pelatihan budidaya jamur c. pelatihan pembuatan pupuk organik d. pelatihan pemandu wisata
2
Sikap
51
No
3
Aspek
Pengetahuan
Pernyataan
Jawaban
Persentase jumlah jawaban setiap stakeholder (%) KTH
Pengelola TNGP
93 7
Rataan (%)
Dinas PKT Cianjur 100 -
USAID (ESP)
Tokoh masyarakat
100 -
Pemerintah Desa Sukatani 100 -
100 -
41,5 58,5
89 11
Pemilihan jenis Puspa dan Rasamala sebagai tanaman RHLP
a. setuju
Mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja
a. TNGP b. Perhutani
93 7
100 -
100 -
100 -
100 -
75 25
95 5
a. sumber air bersih
42
25
25
29
22
25
28
b. pemasok udara bersih
16
25
12,5
29
22
18
20
c. pencegah banjir dan
14
25
25
29
22
14
22
d. sumber kayu bakar
12
19
25
13
22
18
18
e. lahan untuk bertani
16
6
12,5
-
12
25
12
a. Menambah
4
19
17
29
33
17
20
15
36
33
29
17
24,5
25
59
36
33
29
33
41,5
39
22
9
17
13
17
17
16
Mengetahui tentang manfaat hutan
b. tidak setuju
erosi
Mengetahui manfaat PKBM bagi masyarakat
penghasilan b. Memberikan kesempatan berperan aktif mengelola hutan c. Menambah wawasan (aspek pengetahuan, sikap dan tindakan) d. Mempererat hubungan masyarakat
52 Respon para stakeholder yang terlibat dalam PKBM adalah positif. Respon ini dicirikan oleh adanya individu perwakilan dari setiap stakeholder yang terdorong untuk ikut serta mengambil bagian dalam seluruh perencanaan dan pemenuhan program. Banyaknya stakeholder yang ikut serta merehabilitasi hutan (28%) merupakan bukti nyata respon positif para stakeholder terhadap PKBM. Perwakilan dari masing-masing stakeholder mengikuti kegiatan RHLP secara bersama-sama. Pernyataan tersebut sesuai dengan UU No.41 tentang Kehutanan yang menyatakan “....... dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau pemerintah”. Sebanyak 3% - 28% responden (Tabel 17) mengikuti kegiatan PKBM. Sikap positif stakeholder terhadap PKBM tercermin dari 90% responden yang menyetujui pelaksanaan PKBM dan RHLP, menanam tanaman kehutanan di areal RHLP atas kesadaran sendiri (37%) dan menyetujui jenis Puspa dan Rasamala sebagai jenis yang ditanam di areal RHLP (89%). Responden yang tidak menyetujui PKBM dan RHLP (10%) merupakan golongan masyarakat yang kecewa karena tertutupnya akses untuk menggunakan areal hutan sebagai lahan garapan. Mereka takut menghadapi kerugian besar karena tingginya investasi untuk mengolah hektaran lahan garapan. Pengetahuan stakehoder terhadap kawasan TNGP sangat tinggi. Sebanyak 95% responden mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP, sedangkan sebanyak 5% masih menganggap areal RHLP sebagai wilayah kerja Perhutani. Sebagian kecil responden tidak mengetahui perubahan pengelolaan hutan karena adanya ketidakmerataan informasi dan/atau mereka belum mengetahui perbedaan tugas dan fungsi antara petugas taman nasional dan Perhutani, mereka hanya mengetahui pengelola TNGP dan Perhutani sebagai petugas kehutanan. Manfaat hutan yang telah dirasakan oleh mayoritas responden (28%) adalah sebagai sumber air bersih, sedangkan 12% menyatakan manfaat hutan adalah sebagai lahan bertani. Pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan fungsi taman nasional sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan pertanian yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Masyarakat menggunakan hutan sebagai areal garapan karena semakin terbatasnya lahan akibat perubahan fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman.
53 Manfaat PKBM terbesar bagi masyarakat adalah menambah wawasan (39%) yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tindakan stakeholder terhadap PKBM, sedangkan manfaat ekonomi sebagai bentuk kompensasi atas hilangnya lahan garapan hanya diketahui oleh 20% responden. Keterbatasan modal menjadi kendala utama para petani untuk membuka usaha baru dalam bidang konservasi. Respon yang ditunjukkan terhadap kegiatan PKBM juga dapat dilihat dari tahapan yang disebut proses adopsi. Proses adopsi yang ditunjukkan stakeholder termasuk kedalam tahap evaluasi (evaluation stage) dimana stakeholder mengaplikasikan ide baru di dalam kehidupannya dan mengantisipasi situasi yang akan datang dan memutuskan untuk mencoba atau tidak. Masyarakat mengaplikasikan pelatihan-pelatihan yang telah didapatkan dari PKBM dengan melakukan budidaya tanaman hias di sekitar rumah dan mempertimbangkan apakah akan melakukannya untuk mengantisipasi hilangnya pekerjaan sebagai petani pada situasi yang akan datang, kemudian memutuskan untuk mencoba atau tidak.
5.8 Permasalahan yang Menjadi Kendala PKBM Penanggulangan kerusakan kawasan hutan konservasi merupakan tanggung jawab dari seluruh pihak yang terkait. Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif di areal perluasan TNGP memiliki kelemahan karena tidak menjamin kesinambungan pemeliharaan hutan dan lahan yang telah direhabilitasi. Kegiatan RHLP yang telah dilaksanakan oleh pemerintah (pengelola TNGP) kurang melibatkan masyarakat secara optimal. Masyarakat hanya dijadikan sebagai objek pelaksana seluruh aturan yang telah ditetapkan oleh pihak TNGP. Masyarakat dapat memberikan usulan dan masukan bagi pengambilan kebijakan, namun keputusan tetap dipegang oleh pemerintah (Yeyep Y Februari 2007, perscom). Hal ini tidak sesuai dengan prinsip dasar rehabilitasi yang perlu melibatkan stakeholders secara optimal, dan memberikan kejelasan tanggung jawab para stakeholders tersebut (Direktorat Konservasi Kawasan, 2000 dalam Purwaningsih, 2006). Pelaksanaan rehabilitasi diharapkan agar melibatkan masyarakat setempat dan tidak memposisikan masyarakat tani hanya sebagai objek namun juga sebagai ‘aktor utama’ dimana inisiatif dan partisipasi masyarakat lebih diutamakan. Dengan berperan sebagai aktor utama dalam kegiatan RHLP, maka rasa tanggung jawab masyarakat
54 terhadap rehabilitasi areal perluasan akan semakin tinggi. Kelompok tani yang menjadi pelaksana RHLP harus mempunyai struktur kelembagaan yang kuat sehingga manajemen kegiatan–kegiatan PKBM akan berjalan secara sistematik.
Kendala yang dihadapi
pengelola dalam kegiatan PKBM adalah minimnya dana yang dibutuhkan untuk berbagai kegiatan, jumlah personil petugas yang tidak sebanding dengan jumlah petani dan luasan wilayah kerja, dan kerjasama yang belum terjalin secara baik dengan stakeholder lainnya. Pengelola perlu membangun kerja sama yang lebih baik dengan pihak lain, tidak hanya melakukan komunikasi pada saat pertemuan membahas proyek/kegiatan saja, namun dengan cara mengembangkan sistem kemitraan. Pernyataan tersebut didukung oleh Mackinnon et al. (1990) yang menyebutkan bahwa otorita pengelola kawasan yang dilindungi biasanya mengalami kekurangan dana dan tenaga terlatih, menggalakan orang lain untuk berperan serta dalam aspek pengelolaan kawasan dapat memperkuat posisi pengelola dan meningkatkan hasil pelaksanaan tugasnya. Keterlibatan
pihak luar
meliputi pemberian saran, dana, peralatan, pemantauan, penegakkan hukum, atau bahkan penyerahan tanggung jawab menyeluruh dari seluruh kawasan. Kegagalan bibit-bibit yang ditanam di areal rehabilitasi terjadi karena kondisi bibit yang stress dan ukurannya yang terlalu tinggi (1-3m) menyebabkan akar tanaman tersebut sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Oleh karena itu untuk kegiatan RHLP selanjutnya, bibit yang akan ditanam harus berukuran < 1m dan dalam keadaan segar sebelum ditanam. Selain itu, tindakan pengrusakan juga dilakukan para petani yang dengan sengaja mencabut atau menyiramkan deterjen pada tanaman RHLP. Jenis Alpukat kurang sesuai untuk dijadikan tanaman MPTS karena pohon alpukat yang telah tumbuh tinggi di lahan perluasan menghasilkan buah yang relatif sedikit (Gambar 8). Masyarakat tidak bisa mendapatkan penghasilan secara optimal dari hasil panen yang sedikit itu. Maka pengkajian pemilihan jenis lain perlu dilakukan lebih jauh lagi. Kegiatan-kegiatan PKBM yang telah berjalan kurang mendapatkan dukungan finansial dari stakeholder lainnya. Dana yang dibutuhkan oleh kelompok tani relatif besar dan beresiko tinggi. Misalnya budidaya tanaman hias dilakukan dalam skala kecil saja karena kurangnya dana dan pangsa pasar yang belum jelas (Nurul N Februari 2007, perscom). Bantuan dari pihak luar sangat diperlukan, dan diharapkan bantuan tersebut diberikan melalui sistem kemitraan yang bersifat saling menguntungkan.
55 Segala aspek harus selaras dan mendukung kegiatan PKBM yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi hutan konservasi, dan pada akhirnya pengelolaan areal perluasan berpangkal pada 4 sendi, yaitu (Barber et al., 1999) : 1. Keutuhan dan kelanjutan ekologi 2. Penggunaan produk dan jasa hutan oleh manusia secara adil dan berkelanjutan 3. Pengelolaan terpadu pada skala yang tepat (memperhitungkan pemukiman manusia di sekitar hutan, tanah-tanah pertanian, dan berbagai kegiatan ekonomi) 4. Keikutsertaan yang adil dan bijaksana oleh semua pihak yang berkepentingan.
5.9 Bentuk PKBM yang Berdasarkan Aspirasi Stakeholder Kegiatan Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) yang tepat haruslah berasal dari keinginan dan kemampuan masyarakat. Aspirasi masyarakat perlu diselaraskan dengan nilai-nilai konservasi yang mendukung terciptanya lapangan kerja baru bagi petani yang nantinya akan kehilangan lahan garapannya. Dukungan dari seluruh stakeholder mutlak dibutuhkan demi tercapainya motto masyarakat Desa Sukatani, yaitu “leuweung hejo rakyat ngejo”. Berkaitan dengan hal tersebut, maka PKBM yang berdasarkan aspirasi para stakeholder perlu diketahui untuk mendukung kelestarian hutan yang sejalan dengan kesejahteraan masyarakat. Bentuk PKBM yang berdasarkan aspirasi para stakeholder disajikan dalam Tabel 18 berikut : Tabel 18 Bentuk PKBM yang berdasarkan aspirasi para stakeholder No
Aspirasi
Jumlah
(%)
1
Pengembangan ekowisata Gunung Putri
4
8,2
2
Budidaya jenis anggrek asli dari dalam kawasan
6
12,2
3
Masyarakat sebagai inisiator dan pengelola
6
12,2
4
Pemerintah memberikan pinjaman modal bagi petani untuk membuka
7
14,3
usaha baru 5
Penyulaman tanaman RHLP secara koordinatif dan menyeluruh
2
4,1
6
Aturan PKBM bersifat aspiratif
5
10,2
7
Bibit tanaman RHLP < 1m dan disemaikan oleh masyarakat sekitar
4
8,2
8
Luas lahan MPTS diperluas menjadi 700 m x 50 m
9
18,4
9
Pertemuan rutin PKBM diikuti oleh perwakilan setiap stakeholder
6
12,2
56 5.9.1. Pengembangan Ekowisata Objek wisata yang sudah ada di Gunung Putri masih belum berkembang dengan baik. Kendala yang dihadapi adalah jalur transportasi menuju kawasan yang masih berbatu dan sarana angkutan umum yang masih terbatas menyulitkan para pengunjung untuk berkunjung. Mengingat potensi sumberdaya alam Gunung Putri yang sangat mendukung kegiatan ekowisata, maka perlu adanya perbaikan jalan, penambahan sarana transportasi umum, dan pengembangan objek wisata lainnya yang belum tersentuh. Objek wisata yang terdapat di daerah ini antara lain : Air Terjun Bobojong, Bumi Perkemahan Bobojong, Gunung Gede-Pangrango, koleksi tanaman hias dan jamur kelompok tani, areal RHLP, serta kebun sayuran milik masyarakat. Pengunjung akan ditawarkan berbagai paket wisata; seperti agrowisata, wisata pendidikan, dan wisata alam. Agrowisata Pengunjung diperkenalkan kepada jenis-jenis sayuran yang ditanam oleh petani dan teknis budidayanya, seperti cara menyemai dan menanam bibit, memberi pupuk, hingga pemanenan yang sesuai dengan kaidah konservasi. Wisata pendidikan Paket wisata ini menawarkan pengetahuan dan wawasan tentang rehabilitasi lahan, manfaat hutan, habitat satwa, pelestarian lingkungan, dan kemah konservasi. Paket wisata ini lebih ditujukan untuk para pelajar dan mahasiswa. Wisata alam Wisata alam ditujukan pada pengunjung yang ingin menikmati suasana alam yang indah dan sejuk di Gunung Putri. Pengunjung diajak untuk berkeliling kawasan TNGP dengan berjalan kaki melihat keindahan alam sekitar kawasan hutan. Kegiatan ekowisata ini dapat melibatkan masyarakat sebagai interpreter, pemandu wisata, porter, pengusaha penginapan, penyedia jasa travel, penjual cinderamata khas Gunung Putri, penjual makanan, dan penyewa alat kemah. Dengan banyaknya pengunjung yang datang, maka diharapkan pula dapat meningkatkan penjualan tanaman anggrek yang diusahanakan oleh para petani setempat. Pihak taman nasional dapat memberikan pelatihan-pelatihan pada masyarakat dengan dukungan dan kerja sama dengan stakeholder lainnya, seperti Dinas Pariwisata Kabupaten Cianjur.
57 5.9.2. Budidaya Anggrek khas TNGP Kebutuhan bunga potong dalam negeri dan permintaan akan kebutuhan komoditi ekspor per tahun untuk berbagai jenis anggrek sangat tinggi. Jenis tanaman hias lainnya pun kini sangat diminati dan menjadi tren di kalangan masyarakat luas. Soekartawi (1996) menyatakan bahwa komoditi bunga diyakini mempunyai prospek yang baik, tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga di luar negeri. Jenis tanaman hias yang kini sedang dikembangkan oleh kelompok tani diantaranya yaitu Aglonema sp., Sansivera sp., Asplenium nidus, Papyrus sp., Euphorbia sp, dan sebagainya. Tanaman-tanaman hias yang kini sudah dibudidayakan kelompok tani bukan merupakan jenis asli dari kawasan. Akan lebih baik jika jenis-jenis tanaman yang dijual merupakan jenis asli dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jenis-jenis anggrek asli yang terdapat di TNGP dan berpotensi untuk dijual antara lain : Dendrobium lamellatum, Arundina graminifolia, Cymbiddium lancifolium, Eria sp., dan Calanthe ceciliae. Budidaya tanaman anggrek asli kawasan TNGP dilakukan oleh masyarakat sekitar dengan cara penangkaran anggrek di dalam areal perluasan. Teknik perbanyakan bibit anggrek dapat pula dilakukan di lahan sekitar rumah warga melalui teknik kultur jaringan dengan tujuan untuk memperoleh anakan yang persis sama seperti induknya agar kemurnian jenisnya terjaga. Selain itu, teknik ini mempunyai kelebihan yaitu menghasilkan anakan dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat, serta dapat menghasilkan anakan yang bebas penyakit dan virus yang dapat mengurangi harga jual. Untuk memperoleh kualitas bunga yang baik, usaha budidayanya perlu dirancang dengan baik sejak awal, mulai dari pemilihan bibit, pengolahan lahan, perawatan tanaman, panen hingga pemasaran. Komoditi bunga bersifat menghendaki perlakuan khusus, sehingga pencapaian efisiensi tidaklah mudah. Perlakuan khusus yang diberikan membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus pula. Menurut Widagdo (2006), nilai NPV anggrek di Gunung Putri sebesar
Rp.
24.968.750,- atau lebih besar daripada nol. Hal ini memiliki arti bahwa usahatani budidaya tanaman anggrek adalah layak untuk dilaksanakan karena memberikan keuntungan nilai sekarang (Present value) sebesar Rp. 24.968.750,- selama umur proyek yaitu selama 10 tahun. Nilai Net B/C sebesar 5,9. Nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp. 1,00 akan menghasilkan manfaat sebesar Rp. 5,9.
58 Dapat disebutkan pula bahwa pendapatan bersih yang akan diperoleh adalah sebesar 5,9 kali dari biaya yang dikeluarkan. Nilai Net B/C yang lebih besar dari satu menunjukan bahwa usahatani budidaya tanaman anggrek layak untuk dilaksanakan. Masyarakat Gunung Putri bisa berperan sebagai pembudidaya anggrek, distributor anggrek, ataupun menjual anggrek langsung kepada konsumen. Dari keseluruhan tahap usaha yang dilakukan, pemasaran merupakan kunci utama kesuksesan. Pasar bunga anggrek memang mempunyai segmen beragam. Setiap segmen pasar tertentu menginginkan macam bunga yang tertentu pula. Untuk dapat menghasilkan pasar yang baik, diperlukan data yang rinci tentang calon konsumen, produk apa yang diperlukan konsumen, berapa harga jualnya, ditujukan untuk segmen pasar yang mana, dan data yang diperlukan untuk sasaran antara produsen dan konsumen. Sistem pemasaran bunga anggrek harus dirancang dengan tepat sehingga akan mendukung keberlanjutan usaha dan meningkatkan keuntungan, seperti yang disajikan pada Gambar 10 berikut :
Petani Bunga Anggrek di Gunung Putri
Pedagang Perantara di Cibodas
Pedagang pengecer
Konsumen
Gambar 10 Pola pemasaran bunga anggrek.
59 5.9.3. Pinjaman modal bagi para petani Pemberian modal bagi para petani untuk membuka usaha baru dilakukan melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dengan mekanisme peminjaman uang dari Koperasi Unit Desa Sukatani. Pemilihan koperasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa badan usaha tersebut berlandaskan prinsip kekeluargaan dan mempunyai tujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Ketentuan jangka waktu pengembalian modal dan besaran uang pinjaman ditentukan kemudian oleh Pemerintah Desa Sukatani. Perjanjian pinjaman modal tersebut harus mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga para petani dapat menggunakan kesempatan ini dengan baik. Penyaluran bantuan modal dilakukan kepada petani yang hanya mempunyai syarat tertentu, yaitu petani yang kehilangan lahan garapan di dalam areal perluasan dan telah mengikuti kegiatan PKBM. Petani dapat menggunakan modal tersebut untuk membuka usaha baru seperti budidaya dan penjualan tanaman hias, budidaya jamur merang, restoran/rumah makan sunda, penginapan, penjualan cinderamata khas Gunung Putri, agen perjalanan wisata, transportasi lokal (angkutan pedesaan), dan penyewaan peralatan kemah.
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari penelitian ini maka dapat disimpulkan : 1. Respon seluruh stakeholder terhadap kegiatan Pengelolaan Konservasi Bersama Masyarakat (PKBM) adalah positif. Para stakeholder tersebut berperan serta dalam kegiatan PKBM sesuai dengan kapasitasnya masingmasing. Hal ini dapat terlihat dari 95% responden mengetahui areal RHLP termasuk kedalam wilayah kerja TNGP, 90% responden setuju terhadap PKBM, dan 28% responden mengikuti kegiatan RHLP. 2. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan PKBM umumnya disebabkan oleh kurangnya kerja sama antar stakeholder terutama dalam hal pembagian peran dan dukungan finansial bagi petani untuk membukan usaha tanaman hias, serta keterlibatan masyarakat kurang optimal karena masyarakat tersebut diperlakukan sebagai objek penerima perubahan yang telah ditetapkan oleh TNGP. 3. Bentuk PKBM yang berdasarkan aspirasi seluruh stakeholder adalah diselaraskan dengan aspirasi masyarakat. Dalam hal ini masyarakat sebagai inisiator dan pengelola, sedangkan pihak TNGP sebagai fasilitator. Dukungan seluruh
stakeholder
masyarakat
yang
diperlukan
berpotensi
untuk
keberhasilan
menguntungkan
secara
alternatif
usaha
ekonomi
yaitu
pengembangan ekowisata dan budidaya tanaman anggrek khas TNGP. Masyarakat yang melanggar Peraturan Desa Sukatani No.04 Tahun 2007 dikenakan sanksi secara adil dan diproses sesuai hukum yang berlaku dan harus dihindari berlakunya “aturan orang”.
61
6.2 Saran 1. Kerja sama pengelola TNGP dan masyarakat perlu ditingkatkan, terutama
dalam
hal
pembagian
peran
yang
sesuai
dengan
kepentingannya masing-masing. 2. Dukungan finansial PKBM dari pihak lain dilakukan dengan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, misalnya melakukan kerja sama pengembangan ekowisata Gunung Putri dengan Dinas Pariwisata Cianjur. 3. Pihak TNGP perlu mendukung penelitian-penelitian yang menyangkut budidaya anggrek khas TNGP untuk kemudian dikembangkan sebagai alternatif usaha masyarakat sekitar.
61
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Master Plan (Inisiasi) Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Nunukan tahun 2004 -2008. Yayasan Kaltim Hijau dan CIDA Canada. Samarinda. Anonim. 2007. USAID Indonesia – Environmental Services Program (ESP). http://www.esp.or.id/contents/id_47.php. Diakses Tgl 13 Juli 2007. Anonim. 2007. Latar Belakang, Visi dan Misi. http://www.lp3es.or.id/direktori/fund/usaid.htm. Diakses Tgl 13 Juli 2007. Anonim. 2006. Memahami Hutan – Kemitraan Jangka Panjang. www.cifor.cgiar.org/docs/_ref/publications/areports/indonesian2001/kemit raan .htm - 27k. Diakses tanggal 15 Juni 2006. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Periode 1995-2020 (Buku II). TNGP. Cianjur. Tidak Dipublikasikan. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2004. Rencana Karya Tahunan BTNGP. TNGP. Cianjur. Tidak Dipublikasikan. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2006. Laporan Analisis Ekonomi PKBM. TNGP. Cianjur. Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2006. Laporan Hasil Penanaman Pohon Hutan di Areal RHLP. TNGP. Cianjur. Barber, C. V; Nels C. Johnson; Emmy Hafild. 1999. Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan Amerika Serikat. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang RI No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1998. Peraturan Pemerintah RI No.68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang RI No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
63 Departemen Kehutanan. 2004. Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2004 Tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta. Dinas
Perhutanan dan Konservasi Tanah. 2007. Visi dan Misi. http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Daftar_Dinas_Nomor_11.html. Diakses Pada Tgl 13 Juli 2007.
Hardjanto et al. 2006. Analisis Penentuan Jenis Tanaman RHLP. Prosiding Seminar. BTNGP. Cianjur. Kahmad, D. 2000. Sosiologi Agama. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Lawrence.A,T et al. 2005. Business and Society : Stakeholders, Ethics, Public Policy; Eleventh Edition. McGraw-Hill International. New York. Lubis, D. P, dan E. Sutarto. 1991. Laporan Penelitian Konsistensi Pola Mata Pencahariam Antara Orangtua dan Anak Pada Masyarakat Petani di Pedesaan. Pusat Studi Pembangunan – Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Mackinnon, J; Kathy. M; Graham. C; Jim. T. 1990. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mardikanto, T dan S. Sutarni. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian. HAPSARA. Surakarta. Nasoetion, L.I. 1994. Kebijaksanaan Pertanahan Nasional Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi : Pengalaman Masa Lalu, Tantangan dan Arah ke Masa Depan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Pamulardi, B. 1994. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Partoatmodjo, S. 1988. Kebijaksanaan Pelestarian Hutan Tropika. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Fakultas Kehutanan IPB . Bogor. Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. 2006. Monografi Desa Sukatani 2006. Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Cianjur. Purwaningsih, E. 2006. Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi Dalam Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan Reduksi Gangguan Terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
64 Rojad, A. 2001. Respon Remaja Terhadap Sinetron Televisi. Skripsi. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Roza, F. 2002. Respon Nelayan Binaan Terhadap Kegiatan Proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Karawang. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan. Jurusan Sosek Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Sajogyo. 1984. Sosiologi Pedesaan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Simon, H. 2004. Membangun Desa Hutan : Kasus Dusun Sambiroto. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Stolton, S; Nigel Dudley. 1999. Partnership for Protection : New Strategies for Planning and Management for Protected Areas. Earthscan Ltd – IUCN – WWF. London. Sunarso. 2005. Pembagian Kerja Pada Sistem Usaha Tani Sayuran. Skripsi. Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Tadjudin, J. 2000. Manajemen Kolaboratif. Pustaka Latin. Bogor. Van Den Ban, A. W. dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. KANISIUS. Yogyakarta. Widagdo, A. 2006. Analisis Usahatani Masyarakat Program PKBM. Laporan Magang CPNS . Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cianjur. Wiratno; Daru. I; Ahmad. S; Ani. K. 2004. Berkaca di Cermin Retak : Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelola Taman Nasional; Edisi Kedua. The Gibbon Foundation Indonesia dan PILI - NGO Movement. Jakarta.
66 Lampiran 1. Peta Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
DEPARTEMEN KEHUTANAN
BOGOR
DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Jl. Raya Cibodas-Cipanas Cianjur 6o 40` 00"
Ciawi
Gadog
KETERANGAN Batas Wilayah TNGP Batas Perluasan Kawasan Cisarua
Cisarua
Batas Kabupaten
Citeko
Tapos Ds. Bojong Murni
Jalan Setapak
Gunung Mas
Jalan Raya
Puncak Ciloto
Bojongmurni
Pintu masuk resmi
Cimacan
Cimande
Kantor Balai TNGP
Cipanas
6o 45` 00"
Kantor Seksi Wilayah
Cibodas
Pondok Kerja Resort
Sindang Jaya Sukatani
Gn. Putri Sukamaju
Peta Petunjuk Lokasi Jawa Barat Pandeglang
Sarongge
G.Pangrago
Cicurug
Bodogol
JAKARTA
Serang
Ciputri
Ds. Nangerang
Tangerang Rangkasbitung
G. Gede
G. Masigit
Bekasi Karawang
Indramayu
Bogor PurwakartaSubang Cianjur Sumedang Cirebon Majalengka SukabumiBANDUNG Kuningan
Ds. Benda
Garut Tasikmalaya
TNGP
Ciamis
CIANJUR 6o 50` 00"
PETA
Gedeh
Nagrak Cimungkad Sukamulya
Cipetir
Situgunung
Selabintana Karawang
Goalpara
Tegallega Kebon Peuteuy
Gekbrong
PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Warung kondang
Cibadak
N W
Karang tengah 6o 55` 00"
SUKABUMI
106o 50` 00"
E S
Cisaat
106o 55` 00"
0
Sukaraja
107o 00` 00"
107o 05` 00"
2500
5000
10.000
67 Lampiran 2. Daftar kuisioner terhadap KTH Puspa Lestari
Nama
:
Usia
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
1. Menurut anda areal RHLP termasuk kedalam .....? a. Wilayah kerja Perhutani b. Wilayah kerja TNGP 2. Sebutkan manfaat-manfaat TNGP bagi saudara ! 3. Berapa lamakah anda tinggal di Dusun.Gunung Putri ? ……… tahun 4. Apakah saudara petani ? a. Ya, sudah bertani selama …… tahun b. Tidak 5. Jenis sayuran apa saja yang anda tanam ? 6. Berapakah luasan lahan yang anda garap ? ................. m2 / ................ Ha 7. Berapakah hasil panen yang didapatkan setiap kali anda melakukan panen (dalam satuan kg/kuintal/ton) ? 8. Berapa kali anda melakukan panen dalam setahun ? 9. Berapakah harga hasil panen tersebut per satuan berat/ikat/botol ? 10. Berapakah kira-kira pengeluaran untuk bertanam kembali setelah panen ? 11. Apa saja pekerjaan sampingan anda ? (jika tidak ada langsung ke no.13) 12. Berapakah penghasilan yang anda dapatkan dari masing-masing pekerjaan tersebut per satuan waktu (per hari/minggu/bulan/tahun) ? 13. Apakah anda setuju dengan adanya RHLP dan PKBM ? a. Ya, alasan....... b. Tidak, alasan......... 14. Sudah berapa lama anda mengikuti RHLP dan PKBM ? 15. Apa motivasi anda menanam tanaman pohon di areal RHLP ? a. Mengikuti ajakan petugas TNGP b. Kesadaran sendiri c. Ajakan petugas TNGP dan kesadaran sendiri 16. Kegiatan PKBM apa saja yang anda ikuti ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Pelatihan budidaya tanaman hias d. Pelatihan membuat pupuk organik b. Pelatihan budidaya jamur e. Pelatihan pemetaan c. Pelatihan pemandu wisata f. Teori dan praktek PRA 17. Jenis tanaman pohon apa saja yang anda tanam ? 18. Dari siapa anda mengetahui RHLP&PKBM ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Petugas TNGP b. ESP dan PKT c. Tokoh masyarakat d. Aparat desa e. Lainnya.... 19. Manfaat apa saja yang anda rasakan dengan adanya kegiatan RHLP dan PKBM ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Memperoleh penghasilan tambahan b. Memperoleh kesempatan berperan akif mengelola hutan c. Menambah wawasan dan keterampilan d. Mempererat hubungan antara masyarakat 20. Jenis tanaman yang diberikan pihak TNGP sudah tepat atau tidak ? a. Ya b. Tidak, jenis yang tepat adalah................. 21. Apakah saudara merasa diperlakukan adil oleh aturan-aturan RHLP ? a. Ya b. Tidak, jelaskan…………. 22. Adakah usulan sehubungan dengan pertanyaan no.20 tersebut di atas ? a. Ya, sebutkan..................... b. Tidak 23. Apakah anda yakin bahwa RHLP akan berhasil dan kelestarian hutan akan terjaga? a. Ya, alasan............................ b. Tidak, alasan....................... 24. Apa saja harapan anda terhadap kegiatan PKBM dan lahan rehabilitasi TNGP ?
68 Lampiran 3. Daftar panduan wawancara terhadap pengelola TNGP
Nama Usia Pekerjaan/jabatan
: : :
1. Sebutkan manfaat-manfaat TNGP bagi saudara ! 2. Apakah anda setuju dengan adanya RHLP dan PKBM ? a. Ya, alasan....... b. Tidak, alasan......... 3. Sudah berapa lama anda mengikuti RHLP dan PKBM ? 4. Apa motivasi anda menanam tanaman pohon di areal RHLP ? a. Melaksanakan tugas b. Kesadaran sendiri c. Melaksanakan tugas dan kesadaran sendiri 5. Kegiatan PKBM apa saja yang anda ikuti ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Pelatihan budidaya tanaman hias b. Pelatihan budidaya jamur c. Pelatihan pemandu wisata d. Pelatihan membuat pupuk organik e. Pelatihan pemetaan f. Teori dan praktek PRA (Pengkajian Pedesaan secara Partisipatif) 6. Jenis tanaman pohon apa saja yang anda tanam di areal RHLP ? 7. Dari siapa anda mengetahui RHLP&PKBM ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Petugas TNGP b. ESP dan PKT c. Tokoh masyarakat d. Aparat desa e. Lainnya.... 8. Manfaat apa dengan adanya kegiatan RHLP dan PKBM bagi masyarakat ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Memperoleh penghasilan tambahan b. Memperoleh kesempatan berperan akif dalam pengelolaan hutan c. Menambah wawasan dan keterampilan d. Mempererat hubungan antara masyarakat 9. Jenis tanaman yang ditentukan sudah tepat atau tidak ? a. Ya b. Tidak, jenis yang tepat adalah.................... 10. Apakah saudara merasa diperlakukan adil oleh aturan-aturan RHLP ? a. Ya b. Tidak, jelaskan…………. 11. Adakah usulan sehubungan dengan pertanyaan no.20 tersebut di atas ? a. Ya, sebutkan..................... b. Tidak 12. Apakah anda yakin bahwa RHLP akan berhasil dan kelestarian hutan akan terjaga? a.Ya, alasan............................ b. Tidak, alasan....................... 13. Apa saja harapan anda terhadap kegiatan PKBM dan masa depan lahan rehabilitasi TNGP ?
69 Lampiran 4. Daftar panduan wawancara terhadap Pemerintah Desa Sukatani
Nama Usia Pekerjaan/jabatan
: : :
1. Menurut anda areal RHLP termasuk kedalam .....? a. Wilayah kerja Perhutani b. Wilayah kerja TNGP 2. Sebutkan manfaat-manfaat TNGP bagi saudara ! 3. Apakah anda setuju dengan adanya RHLP dan PKBM ? a. Ya, alasan....... b. Tidak, alasan......... 4. Sudah berapa lama anda mengikuti RHLP dan PKBM ? 5. Apa motivasi anda menanam tanaman pohon di areal RHLP ? a. Ajakan petugas TNGP b. Kesadaran sendiri c. Ajakan petugas TNGP dan kesadaran sendiri 6. Kegiatan PKBM apa saja yang anda ikuti ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Pelatihan budidaya tanaman hias b. Pelatihan budidaya jamur c. Pelatihan pemandu wisata d. Pelatihan membuat pupuk organik e. Pelatihan pemetaan f. Teori dan praktek PRA (Pengkajian Pedesaan secara Partisipatif) 7. Jenis tanaman pohon apa saja yang anda tanam di areal RHLP ? 8. Dari siapa anda mengetahui RHLP&PKBM ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Petugas TNGP b. ESP dan PKT c. Tokoh masyarakat d. Aparat desa e. Lainnya.... 9. Manfaat apa dengan adanya kegiatan RHLP dan PKBM bagi masyarakat ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Memperoleh penghasilan tambahan b. Memperoleh kesempatan berperan akif dalam pengelolaan hutan c. Menambah wawasan dan keterampilan d. Mempererat hubungan antara masyarakat 10. Jenis tanaman yang ditentukan sudah tepat atau tidak ? a. Ya b. Tidak, jenis yang tepat adalah.................... 11. Apakah saudara merasa diperlakukan adil oleh aturan-aturan RHLP ? a. Ya b. Tidak, jelaskan…………. 12. Adakah usulan sehubungan dengan pertanyaan no.20 tersebut di atas ? a. Ya, sebutkan..................... b. Tidak 13. Apakah anda yakin bahwa RHLP akan berhasil dan kelestarian hutan akan terjaga? a. Ya, alasan............................ b. Tidak, alasan....................... 14. Apa saja harapan anda terhadap kegiatan PKBM dan masa depan lahan rehabilitasi TNGP?
70 Lampiran 5. Daftar panduan wawancara terhadap Dinas PKT dan USAID (ESP)
Nama Usia Pekerjaan/jabatan
: : :
1. Menurut anda areal RHLP termasuk kedalam .....? a. Wilayah kerja Perhutani b. Wilayah kerja TNGP 2. Sebutkan manfaat-manfaat TNGP bagi saudara ! 3. Apakah anda setuju dengan adanya RHLP dan PKBM ? a. Ya, alasan....... b. Tidak, alasan......... 4. Sudah berapa lama anda mengikuti RHLP dan PKBM ? 5. Apa motivasi anda menanam tanaman pohon di areal RHLP ? a. Ajakan petugas TNGP b. Kesadaran sendiri c. Ajakan petugas TNGP dan kesadaran sendiri 6. Kegiatan PKBM apa saja yang anda ikuti ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Pelatihan budidaya tanaman hias b. Pelatihan budidaya jamur c. Pelatihan pemandu wisata d. Pelatihan membuat pupuk organik e. Pelatihan pemetaan f. Teori dan praktek PRA (Pengkajian Pedesaan secara Partisipatif) 7. Jenis tanaman pohon apa saja yang anda tanam di areal RHLP ? 8. Dari siapa anda mengetahui RHLP&PKBM ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Petugas TNGP b. ESP dan PKT c. Tokoh masyarakat d. Aparat desa e. Lainnya.... 9. Manfaat apa dengan adanya kegiatan RHLP dan PKBM bagi masyarakat ? (boleh memilih lebih dari 1) a. Memperoleh penghasilan tambahan b. Memperoleh kesempatan berperan akif dalam pengelolaan hutan c. Menambah wawasan dan keterampilan d. Mempererat hubungan antara masyarakat 10. Jenis tanaman yang ditentukan sudah tepat atau tidak ? a. Ya b. Tidak, jenis yang tepat adalah.................... 11. Apakah saudara merasa diperlakukan adil oleh aturan-aturan RHLP ? a. Ya b. Tidak, jelaskan…………. 12. Adakah usulan sehubungan dengan pertanyaan no.20 tersebut di atas ? a. Ya, sebutkan..................... b. Tidak 13. Apakah anda yakin bahwa RHLP akan berhasil dan kelestarian hutan akan terjaga? a. Ya, alasan............................ b. Tidak, alasan....................... 14. Apa saja harapan anda terhadap kegiatan PKBM dan masa depan lahan rehabilitasi TNGP?