i
KAJIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DANAU SITUGUNUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA, DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
RESTU RAHAYU BRATADIREDJA
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa sripsi yang berjudul:
Kajian Pengelolaan Sumberdaya Alam Danau Situgunung untuk Pengembangan Ekowisata, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2010
Restu Rahayu Bratadiredja C24060890
iii
RINGKASAN Restu Rahayu Bratadiredja. C24060890. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Alam Danau Situgunung untuk Pengembangan Ekowisata, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dibawah bimbingan Fredinan Yulianda dan Gatot Yulianto. Danau Situgunung memiliki pesona alam yang dapat menjadi daya tarik wisata. Namun ada beberapa masalah yang timbul akibat dari pemanfaatan danau sebagai daerah wisata dan kurang optimalnya pengelolaan dalam pengembangan wisata perairan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi sumberdaya alam Danau Situgunung; menganalisis kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan dalam pemanfaatan wisata perairan untuk pengelolaan dan pengembangan ekowisata; menganalisis pengelolaan wisata Danau Situgunung; dan menyusun strategi pengelolaan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pemanfaatan. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada analisis faktor-faktor strategi internal dan eksternal serta formulasi strategi pengembangan ekowisata di Danau Situgunung. Penelitian ini dilakukan di Danau Situgunung Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pengambilan data di lapangan dan data sekunder berlangsung dari bulan Januari 2010 hingga Mei 2010. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kesesuaian wisata (IKW), analisis daya dukung kawasan (DDK), IFE (Internal Factor Evaluation), EFE (External Factor Evaluation), IE (Internal-External), SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Kawasan Danau Situgunung memiliki potensi untuk dijadikan sebagai salah satu kawasan ekowisata. Potensi tersebut meliputi kualitas air, keanekaragaman biota perairan (plankton, ikan, tanaman air), pemandangan alam yang indah, suasana pegunungan yang masih terasa kental, lanskap kawasan yang unik, serta daya tarik flora dan fauna di sekitar danau. Status hukum Danau Situgunung sebagai daerah pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan potensi yang kuat untuk pengembangan ekowisata di Danau Situgunung. Berdasarkan IKW dan nilai DDK, kegiatan yang dapat direkomendasikan di Danau Situgunung adalah bersampan, memancing, duduk santai, outbond, flying fox, dan fotografi. Kegiatan pertama yaitu bersampan mengelilingi danau (lokasi 1 dan lokasi 3) memiliki daya dukung 304 orang. Kegiatan kedua yaitu wisata memancing (lokasi 2) memiliki daya dukung 117 orang. Kegiatan ketiga yaitu duduk santai (lokasi 4, lokasi 5, dan lokasi 6) memiliki daya dukung 4104 orang. Kegiatan keempat yaitu outbond (lokasi 7 dan lokasi 8) memiliki daya dukung 1228 orang. Kegiatan kelima yaitu flying fox (lokasi 10) memiliki daya dukung 40 orang. Kegiatan wisata keenam yaitu fotografi (lokasi 9) memiliki daya dukung 500 orang. Total wisatawan yang dapat ditampung di kawasan Danau Situgunung sebanyak 6293 orang/hari. Pengembangan ekowisata di Danau Situgunung dikendalikan dengan mempertahankan potensi sumberdaya dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil SWOT dan analisa prioritas melalui analisis QSPM didapatkan strategi yang menjadi prioritas utama adalah mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk menarik pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi dengan nilai TAS sebesar 1,62.
Kata kunci : Danau Situgunung, Strategi, Pengelolaan, Ekowisata, IKW, DDK, IFE, EFE, IE, SWOT dan QSPM.
iv
KAJIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DANAU SITUGUNUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA, DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
RESTU RAHAYU BRATADIREDJA C24060890
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
v
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Penelitian
: Kajian Pengelolaan Sumberdaya Alam Danau Situgunung
untuk Pengembangan Ekowisata, di Taman Nasional Gunung
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi
Gede Pangrango
: Restu Rahayu Bratadiredja
: C24060890
: Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui:
Pembimbing I,
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc NIP. 19630731 198803 1 002
Pembimbing II,
Ir. Gatot Yulianto, M.Si NIP.19650706 199203 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP.19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 20 Juli 2010
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul "Kajian Pengelolaan Sumberdaya Alam Danau Situgunung untuk
Pengembangan Ekowisata, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango" ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Maret 2010, dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku dosen pembimbing
pertama dan Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku dosen pembimbing kedua serta Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, dukungan, masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Juli 2010
Penulis
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dalam membimbing penulis, dan memberikan banyak masukan, nasehat dan saran untuk penulis.
2. Bapak Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku Komisi Pendidikan S1, Bapak Taryono,
S.Pi, M.Si selaku penguji tamu dalam sidang skripsi dan ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S. selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis.
3. Keluarga tercinta, Ayahanda Rusadi Bratadiredja, S.T, M.Si, Ibunda Rika Supriatin dan adikku tercinta Riza Rakhadian Bratadiredja serta seluruh keluarga besarku
atas doa, waktu, kesabaran, dukungan dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
4. Bapak I Made Artawan S.Hut serta karyawan TNGGP Resort PTN Situgunung dan TNGGP Bidang PTN Wilayah II Sukabumi; Ibu Tri Wahyuni S.Si serta karyawan
Laboratorium Kualitas Air BBPBAT Sukabumi; Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat; Pemerintah Kotamadya Sukabumi; Kecamatan Kadudampit; Desa Gede Pangrango dan Desa Sukamani atas segala bimbingan, bantuan, informasi serta
kerjasamanya.
5. Staf Tata Usaha MSP atas semua bantuan, arahan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Pendamping setiaku Ryan Kusumo Adi Wibowo yang selalu mendengar keluh kesah, memberi dukungan, doa, kesabaran, kasih sayang dan atas segala bantuannya selama penelitian.
7. Sahabat-sahabatku ADC+, Dinzah, Dwi, Luly, Cici, Retha, Gapay, Umam, Bibun, Danang, Denny yang selalu memberi dukungan, atas kesabaran dan bantuannya
selama penelitian di lapangan serta keluarga besar MSP 43 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas motivasi dan bantuannya kepada penulis saat penyusunan Skripsi.
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 19 Desember 1988
dari pasangan Ayahanda Rusadi Bratadiredja dan Ibunda Rika
Supriatin. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis berawal
dari TK Aisyiah II Sukabumi (1993-1994), SDN Cisuda 01
Sukabumi (1994-2000), SMPN 1 Sukabumi (2000-2003), dan
SMAN 1 Sukabumi (2003-2006). Pada tahun 2006 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis
diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Luar
Biasa dalam pelaksanaan kuliah dan praktikum Mata Kuliah Ekologi Perairan
(2008/2009 dan 2009/2010) dan Mata Kuliah Biologi Perikanan (2008/2009).
Untuk menyeselaikan studi dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Kajian Pengelolaan Sumberdaya
Alam Danau Situgunung untuk Pengembangan Ekowisata, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................
Halaman xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................
xiv
1. PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................................... 1.3. Tujuan .............................................................................................................................. 1.4. Manfaat ............................................................................................................................
1 1 2 4 5
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 2.1. Danau ................................................................................................................................. 2.1.1. Definisi danau .................................................................................................... 2.1.2. Karakteristik sumberdaya dan lingkungan danau ........................... 2.1.2.1. Parameter fisika ............................................................................. 2.1.2.2. Parameter kimia ............................................................................ 2.1.2.3. Parameter biologi .......................................................................... 2.1.3. Manfaat danau .................................................................................................. 2.1.3.1. Manfaat ekologis danau .............................................................. 2.1.3.2. Manfaat ekonomis danau ........................................................... 2.1.3.3. Nilai sosial dan budaya danau .................................................. 2.1.4. Ancaman atau permasalahan yang terjadi pada danau ................... 2.1.5. Kebijakan pengelolaan danau .................................................................... 2.2. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam sebagai Kawasan Lindung .... 2.3. Pariwisata dan Rekreasi ............................................................................................ 2.4. Ekologi Pariwisata ....................................................................................................... 2.5. Konsep Ekowisata ........................................................................................................
3. METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................. 3.2. Lokasi Pengambilan Sampel .................................................................................... 3.3. Alat dan Bahan ............................................................................................................... 3.3.1. Kualitas air ......................................................................................................... 3.3.2. Aspek sosial-ekonomi ................................................................................... 3.4. Jenis dan Pengumpulan Data ................................................................................... 3.4.1. Data primer ....................................................................................................... 3.4.1.1. Observasi dan pengambilan sampel air ............................... 3.4.1.2. Wawancara ...................................................................................... 3.4.2. Data sekunder .................................................................................................. 3.5. Analisis Data ................................................................................................................... 3.5.1. Analisis kondisi sumberdaya ..................................................................... 3.5.2. Analisis kesesuaian wisata .......................................................................... 3.5.3. Analisis daya dukung ..................................................................................... 3.5.4. Analisis untuk perumusan strategi pengelolaan ............................... 3.5.4.1. Identifikasi faktor internal dan eksternal ........................... 3.5.4.2. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) ...........................
xvi
6 6 6 7 8 8 10 11 11 14 15 15 18 19 21 22 23
26 26 26 27 27 27 28 29 29 34 35 36 36 36 40 41 42 42
x
3.5.4.3. Matriks Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT) .............................................................................................. 3.5.4.4. Matriks Internal-Eksternal (IE) ............................................... 3.5.4.5. Quantitative Strategic Planning Matriks(QSPM) ................
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 4.1. Keadaan Umum Danau Situgunung ........................................................................ 4.1.1. Luas dan letak .................................................................................................... 4.1.2. Geologi, Tanah, Topografi, dan Iklim ........................................................ 4.1.3. Legenda Danau Situgunung .......................................................................... 4.1.4. Lanskap Danau Situgunung ........................................................................... 4.1.5. Hidrologi dan manfaat Danau Situgunung ............................................. 4.2. Karakteristik Sumberdaya Alam .............................................................................. 4.2.1. Kualitas air ........................................................................................................... 4.2.1.1. Parameter fisika ............................................................................... 4.2.1.2. Parameter kimia .............................................................................. 4.2.2. Sumberdaya alam Danau Situgunung ...................................................... 4.2.2.1. Fitoplankton dan zooplankton ................................................... 4.2.2.2. Tanaman air dan ikan di Danau Situgunung ........................ 4.2.2.3. Vegetasi di sekitar Danau Situgunung .................................... 4.2.2.4. Flora di sekitar Danau Situgunung ........................................... 4.2.2.5. Fauna di sekitar Danau Situgunung ......................................... 4.3. Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk disekitar Danau Situgunung ... 4.3.1. Desa Gede Pangrango ...................................................................................... 4.3.1.1. Kependudukan ................................................................................. 4.3.1.2. Perekonomian ................................................................................... 4.3.1.3. Pendidikan ......................................................................................... 4.3.1.4. Pola penggunaan lahan ................................................................. 4.3.1.5. Aksesibilitas ....................................................................................... 4.3.2. Desa Sukamanis ................................................................................................. 4.3.2.1. Kependudukan ................................................................................. 4.3.2.2. Perekonomian ................................................................................... 4.3.2.3. Pendidikan ......................................................................................... 4.3.2.4. Pola penggunaan lahan ................................................................. 4.3.2.5. Aksesibilitas ....................................................................................... 4.4. Karakteristik Sosial-Ekonomi .................................................................................... 4.4.1. Karakteristik responden masyarakat sekitar ........................................ 4.4.1.1. Profil responden masyarakat sekitar ...................................... 4.4.1.2. Pengetahuan dan aktivitas responden masyarakat sekitar terhadap Danau Situgunung ........................................ 4.4.1.3. Manfaat dan pengaruh wisata terhadap responden masyarakat ......................................................................................... 4.4.2. Karakteristik wisatawan ................................................................................. 4.4.2.1. Profil wisatawan .............................................................................. 4.4.2.2. Motivasi wisatawan berkunjung ke kawasan wisata air Danau Situgunung ..................................................................... 4.4.2.3. Persepsi wisatawan ........................................................................ 4.4.2.4. Aktivitas wisatawan di kawasan wisata air Danau Situgunung ......................................................................................... 4.4.2.5. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung ................................................... 4.4.3. Pihak-pihak terkait (stakeholder) ..............................................................
46 47 48
50 50 50 51 53 54 55 55 55 56 58 59 59 62 64 65 65 67 67 67 68 69 70 71 72 72 73 74 75 75 77 77 77
80
84 88 88
92 94
100
101 105
xi
4.5. Potensi Wisata ................................................................................................................. 4.5.1. Kualitas air ........................................................................................................... 4.5.2. Pemandangan alam dan areal sekitar Danau Situgunung................. 4.5.3. Daya tarik flora yang berada di tepi Danau Situgunung .................... 4.5.4. Daya tarik fauna yang berada di tepi Danau Situgunung ................. 4.6. Hubungan dengan Objek Wisata Lainnya ............................................................ 4.7. Jumlah Kunjungan dan Persyaratan Wisatawan ke Danau Situgunung ......................................................................................................................... 4.8. Analisis Kesesuaian Wisata ........................................................................................ 4.9. Daya Dukung .................................................................................................................... 4.10. Analisis Pengelolaan Danau Situgunung ............................................................ 4.11. Strategi Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata ............................................ 4.11.1. Penentuan kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang kawasan Danau Situgunung untuk ekowisata ................................... 4.11.2. Analisis dan penilaian faktor internal dan eksternal ....................... 4.11.3. Pembuatan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE).................................... 4.11.4. Pembuatan matriks SWOT ......................................................................... 4.11.5. Pembuatan Matriks Internal-Eksternal (IE) ........................................ 4.11.6. Pembuatan Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) ............................... 4.11.7. Strategi pemanfaatan Danau Situgunung untuk Ekowisata ..........................................................................................................
107 107 109 110 111 111
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................................
144
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 5.1. Kesimpulan ....................................................................................................................... 5.2. Saran .................................................................................................................................... LAMPIRAN ......................................................................................................................................
112 114 116 119 120
121 130
133 134 136
137
138
142 142 143 148
xii
DAFTAR TABEL
1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan ...........................................
Halaman 9
2. Lokasi pengambilan sampel .........................................................................................
26
4. Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data .....................................
31
3. Alat ukur dan metode pengukuran terhadap parameter kualitas air .........
28
5. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk flying fox .........................................
37
7. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk berperahu ......................................
38
6. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk memancing .....................................
8. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk outbond ...........................................
37
38
9. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk duduk santai .................................
39
11. Kerangka kerja perumusan strategi ..........................................................................
41
10. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk foto dan shooting .........................
12. Penilaian bobot faktor strategi internal dan eksternal .....................................
13. Skala penilaian peringkat untuk Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) ..............................................................
14. Matriks IFE ( Internal Factor Evaluation) ...............................................................
15. Matriks EFE ( External Factor Evaluation) .............................................................
16. Matriks SWOT .....................................................................................................................
17. Matriks QSPM .....................................................................................................................
39
44
45
45
46
47
49
18. Jarak dan waktu tempuh menuju kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dengan kendaraan tercepat ..................................................................
51
20. Klasifikasi kelas lereng kawasan TNGGP ................................................................
52
19. Data tanah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ...................
21. Keadaan iklim kawasan TNGGP ..................................................................................
22. Kualitas air Danau Situgunung .................................................................................... 23. Kelimpahan fitoplankton di Danau Situgunung ...................................................
52 53
57
60
24. Kelimpahan zooplankton di Danau Situgunung ...................................................
61
26. Mata pencaharian masyarakat Desa Gede Pangrango .......................................
68
25. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia ....................................................
27. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Gede Pangrango ...................................
67
69
28. Prasarana pendidikan di Desa Gede Pangrango ..................................................
70
30. Komoditas hasil pertanian dan perkebunan di Desa Gede Pangrango........
71
29. Pola penggunaan lahan Desa Gede Pangrango .....................................................
70
xiii
31. Jarak dan waktu tempuh dari Desa Gede Pangrango menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat ..........................................................................................
71
33. Mata pencaharian masyarakat Desa Sukamanis ..................................................
73
32. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok Usia ...................................................
34. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukamanis ..............................................
72
74
35. Prasarana pendidikan di Desa Sukamanis .............................................................
74
37. Komoditas hasil pertanian perkebunan dan perikanan di Desa Sukamanis ............................................................................................................................
76
36. Pola penggunaan lahan Desa Sukamanis ................................................................
38. Jarak dan waktu tempuh dari Desa Sukamanis menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat. ..........................................................................................
75
76
39. Kelompok usia responden masyarakat ...................................................................
78
41. Hambatan wisatawan berkunjung ke Danau Situgunung ................................
96
40. Motivasi wisatawan ......................................................................................................... 42. Persepsi wisatawan terhadap kekurangan dalam kawasan ...........................
43. Persepsi wisatawan mengenai kelestarian lingkungan dan aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung ..................................
94 97
99
44. Potensi yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung ................................
107
46. Harga tiket masuk Taman Wisata Alam Situgunung ..........................................
114
48. Daya dukung kawasan Danau Situgunung .............................................................
119
50. Tingkat kepentingan faktor eksternal kawasan Danau Situgunung ............
131
45. Jumlah kunjungan wisatawan ke Situgunung .......................................................
47. Kesesuaian wisata yang dapat dimanfaatkan ....................................................... 49. Tingkat kepentingan faktor internal kawasan Danau Situgunung ...............
112
116
131
51. Bobot faktor strategis internal Danau Situgunung .............................................
132
53. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) Danau Situgunung ........................
133
52. Bobot faktor strategis eksternal Danau Situgunung .......................................... 54. Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE) Danau Situgunung ....................
55. Matrik SWOT pemanfaaatan Danau Situgunung untuk ekowisata ..............
56. Perangkingan alternatif strategi .................................................................................
57. QSPM ekowisata Danau Situgunung .........................................................................
132 134
135
136
138
xiv
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran penelitian .. ................................................................................
Halaman 4
2. Peta lokasi penelitian .. ....................................................................................................
27
4. Komposisi responden masyarakat berdasarkan jenis kelamin ....................
78
6. Jenis pekerjaan responden masyarakat ..................................................................
79
3. Matriks IE . ............................................................................................................................ 5. Tingkat pendidikan responden masyarakat .......................................................... 7. Tingkat pendapatan responden masyarakat per bulan .................................... 8. Komposisi responden masyarakat yang mengetahui Danau Situgunung ..
9. Komposisi responden masyarakat yang mengerti “ekowisata” .................... 10. Intensitas responden masyarakat berkunjung ke Danau Situgunung ........
11. Aktivitas responden masyarakat di Danau Situgunung .................................... 12. Keikutsertaan responden masyarakat dalam menjaga kelestarian .............
48 79
80
81
81 81
82 82
13. Penilaian responden masyarakat terhadap pengelola ......................................
83
15. Perasaan responden masyarakat dengan adanya Danau Situgunung ........
84
14. Pendapat responden masyarakat jika tanah masyarakat dibeli pengelola dan dibangun fasilitas hotel/restoran ..................................................................... 16. Manfaat yang diperoleh responden masyarakat dengan adanya wisata di Danau Situgunung ............................................................................................................
84
85
17. Pendapat responden masyarakat tentang aktivitas wisata ...........................
85
19. Pendapat responden masyarakat tentang adanya pengaruh akibat perilaku wisatawan ..........................................................................................................
86
21. Komposisi wisatawan berdasarkan jenis kelamin ..............................................
88
23. Kelompok asal wisatawan ..............................................................................................
89
18. Bentuk kerjasama/bantuan pengelola kepada responden masyarakat ....
20. Pengaruh negatif yang dirasakan responden masyarakat dengan adanya wisata ......................................................................................................................................
22. Kelompok usia wisatawan ............................................................................................. 24. Tingkat pendidikan wisatawan ....................................................................................
86
87
89
90
25. Jenis pekerjaan wisatawan ............................................................................................
91
27. Biaya yang dikeluarkan wisatawan ............................................................................
92
26. Tingkat pendapatan wisatawan per bulan .............................................................. 28. Persepsi wisatawan mengenai kepuasan berwisata dan harga tiket ...........
91 95
xv
29. Persepsi wisatawan terhadap fasilitas dan lingkungan di kawasan Danau Situgunung..............................................................................................................
30. Aktivitas wisatawan di kawasan wisata air Danau Situgunung .....................
31. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung..............................................................................................................
98
102
104
32. Jumlah kunjungan wisatawan ke Situgunung ........................................................
113
34. Matrik IE ekowisata Danau Situgunung ...................................................................
137
33. Peta kesesuaian wisata dan daya dukung Danau Situgunung.........................
117
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta aksesibilitas menuju Danau Situgunung .......................................................
2. Kondisi kawasan Danau Situgunung ......................................................................... 3. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan kualitas air ..................
4. Kuisioner untuk masyarakat sekitar ........................................................................
5. Kuisioner untuk wisatawan .......................................................................................... 6. Panduan wawancara dengan pihak pengelola .....................................................
7. Panduan wawancara dengan instansi terkait .......................................................
8. Panduan wawancara dengan Kepala Desa Gede Pangrango, Kepala Desa Sukamanis dan Camat Kadudampit ..........................................................................
9. PP No.82 tahun 2001 ....................................................................................................... 10. Contoh perhitungan IKW dan DDK Danau Situgunung .....................................
11. Karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang dari Desa Gede Pangrango dan Desa Sukamanis...............................
12. Karakteristik wisatawan Danau Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang ...................................................................
13. Prosedur mendapatkan SIMAKSI ...............................................................................
14. Surat izin masuk kawasan konservasi .....................................................................
Halaman 149
150
152
154
157
163
164
165
166
169 170
174
181
184
1 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perairan pedalaman (inland waters) terdiri dari perairan sistem terbuka (open
system) dan perairan sistem tertutup (closed system). Perairan dengan sistem terbuka (open system) mendapatkan masukan air dan pengaruh dari lingkungan sekitar badan
perairan. Perairan open system terdiri dari perairan tergenang (lentik) dan perairan
mengalir (lotik). Salah satu bentuk dari perairan tergenang (lentik) yang berair tawar
adalah danau.
Ekosistem danau merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungan. Danau dapat terbentuk secara
alamiah maupun buatan. Danau mendapatkan pasokan air (inlet) baik dari curah hujan, sungai-sungai yang terdapat di sekitarnya, atau bahkan dari mata air. Beberapa danau memiliki saluran keluar (outlet) yang terkadang juga dapat terbentuk secara alamiah. Danau bisa juga merupakan konstruksi buatan yang dibentuk dengan cara membangun bendungan kecil atau tanggul sehingga terjadi genangan air.
Danau memiliki fungsi ekologis sebagai habitat bagi berbagai jenis hewan dan
tumbuhan. Selain itu danau juga merupakan sumber air bagi kehidupan, daerah
resapan air, irigasi bagi pertanian-pertanian, lahan bagi kegiatan perikanan, dan sebagainya. Namun pemanfaatan danau tidak sekedar penting bagi pelestarian plasma
nutfah dan konservasi alam, melainkan dapat dijadikan aset bagi rekreasi dan
pariwisata. Orang-orang dapat memanfaatkan danau dengan cara menikmati potensi
sumber daya alam, misalnya memancing, berperahu, berenang, atau hanya sekedar
menikmati keindahan alam sekitar danau. Pemanfaatan danau sebagai objek wisata
merupakan salah satu potensi ekonomis dari danau tersebut. Pemanfaatan danau sebagai objek wisata harus dilaksanakan dengan pengelolaan yang baik dan
berkelanjutan, karena jika terjadi kerusakan maka akan merusak sistem yang ada di danau tersebut dan otomatis akan menurunkan daya dukungnya. Salah satu danau
yang dimanfaatkan sebagai objek wisata di daerah Sukabumi yaitu Danau Situgunung
yang terletak pada kawasan Taman Wisata Alam Situgunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Danau Situgunung memiliki luas perairan sekitar 10 hektar terletak di
Kawasan Wisata Alam Situgunung yang memiliki luas sekitar 120 hektar di Desa Gedepangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Taman
2 Wisata Alam Situgunung ini berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Status hukum Taman Wisata Alam Situgunung ditunjuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No.461/Kpts/Um/1975 tanggal 27 November 1975. Danau Situgunung ini merupakan danau buatan yang dibuat sekitar 2 abad lalu (1814)
oleh salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia keturunan keraton Mataram, Mbah Jalun (Rangga Jagad Syahdana), yang dipersembahkan untuk anak sulungnya, Rangga
Jaka Lulunta. Sebagai wujud syukur atas kelahiran anak sulungnya, ia membangun danau kecil dalam waktu tujuh hari dengan peralatan sederhana, seperti kulit kerbau
sebagai alat pengangkut tanah. Danau itu diberi nama Danau Situgunung yang artinya danau di gunung (www.liburan.info 2009). Jalanan menuju danau berada diantara tegakan pohon pinus dan damar. Kesejukan udara pegunungan dapat dinikmati pula di
Danau Situgunung ini. Danau ini menawarkan pesona-pesona alam yang dapat dinikmati wisatawan. Selain berjalan-jalan mengintari danau, wisatawan juga dapat
melihat canda ria fauna yang ada seperti lutung, monyet, surili, tupai dan satwa lainnya. Danau Situgunung juga berpotensi untuk tempat memancing dan di danau ini
juga sering diadakan perlombaan memancing. Kawasan ini juga cocok untuk kegiatan pendidikan (Ulfah 2009).
Pengelolaan Danau Situgunung sangat diperlukan dalam pengembangan wisata
perairan danau tersebut. Hal ini dilakukan untuk menekan dampak negatif dari
kegiatan wisata dan untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada. Dalam
pemanfaatan danau diperlukan adanya penjagaan kelestarian alam danau baik oleh pihak pengelola, masyarakat sekitar, maupun wisatawan. Hal ini agar danau tetap bernilai ekologi dan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan. Upaya pengelolaan yang
optimal suatu kawasan wisata memerlukan informasi mengenai karakteristik dan potensi dari perairan itu sendiri. Dengan adanya informasi tersebut dapat mencari
alternatif pengelolaan yang akan dilakukan untuk dapat tetap memanfaatkan
sumberdaya danau secara optimal dengan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya dan fungsi ekosistem perairan tersebut secara berkelanjutan. 1.2. Perumusan Masalah Danau Situgunung merupakan danau buatan yang memiliki pesona alam yang
dapat menjadi daya tarik wisata. Kawasan ini merupakan kawasan wisata alam yang
memiliki potensi lingkungan alam yang asri. Namun ada beberapa masalah yang timbul akibat dari pemanfaatan Danau Situgunung oleh masyarakat sekitar maupun
3 pengelola objek wisata serta kebijakan-kebijakan pengelolaan yang ada bagi perairan danau itu sendiri. Permasalahan ekologis yang timbul seperti terjadinya pendangkalan yang berdampak pada pengurangan luasan danau, pengurangan debit air, perubahan
kualitas air, juga berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
ekosistem perairan, pada akhirnya hal ini dapat menurunkan jumlah wisatawan yang datang dan bahkan menurunkan pendapatan masyarakat. Selain itu juga kurang
optimalnya pengelolaan dalam pengembangan wisata perairan Danau Situgunung di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung. Kurang optimalnya pengelolaan dalam
pengembangan wisata perairan Danau Situgunung dapat dilihat dengan belum jelasnya infrastruktur; belum terdapat peraturan-peraturan yang belum sempurna dan
penegakan hukum yang belum tegas, seperti belum terdapatnya aturan atau kebijakan
yang jelas terhadap kegiatan membuang sampah sembarangan dan memancing yang
berperilaku merusak terhadap keutuhan ekosistem; kurang terawatnya fasilitas-
fasilitas umum yang ada di kawasan Situgunung dapat dilihat dari beberapa fasilitas yang sudah tidak layak pakai lagi seperti MCK yang sudah tidak berpintu, rusaknya bangunan mushola, tempat duduk-duduk yang kotor dan tidak terawat, serta kondisi
perahu sampan yang bocor ; kurangnya rambu-rambu penunjuk jalan menuju kawasan
wisata, serta kurangnya informasi dan publikasi.
Untuk menekan berbagai dampak negatif tersebut di atas dan untuk
mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada, perlu diketahui kesesuaian wisata
serta daya dukung lingkungan perairan Danau Situgunung dan sekitarnya yang akan dikembangkan
sebagai
objek
pariwisata
perairan
berwawasan
lingkungan
(ekowisata). Pengelolaan dalam pengembangan wisata perairan Danau Situgunung di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian
alam dalam memanfaatkan danau tersebut baik oleh masyarakat sekitar dan wisatawan serta pengaruh kebijakan-kebijakan pengelolaan yang sudah ada. Upaya
pengelolaan yang optimal suatu kawasan taman wisata alam memerlukan informasi mengenai karakteristik dan potensi dari perairan itu sendiri. Dengan adanya informasi
tersebut dapat mencari alternatif pengelolaan yang akan dilakukan untuk dapat mempertahankan kelestarian sumberdaya dan fungsi ekosistem perairan tersebut.
Pengelolaan Danau Situgunung di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung salah satunya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang dihadapi, sehingga diperoleh alternatif strategi yang dapat diterapkan
dalam pengelolaan untuk pengembangan wisata perairan Danau Situgunung di
4 kawasan Taman Wisata Alam Situgunung secara berkelanjutan. Secara sistematik kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumberdaya perairan Kawasan Danau Situgunung
Masyarakat dan Pengunjung
Lingkungan Fisik Kesesuaian wisata Daya Dukung
Kebijakan Pengelolaan
Lingkungan Biologi (Hayati) Analisis Permasalahan Pengelolaan
Analisis Strategi Pengelolaan Strategi pengelolaan untuk pengembangan wisata perairan Danau Situgunung di Kawasan Wisata Alam Situgunung
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi potensi sumberdaya alam Danau Situgunung.
2. Menganalisis kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan dalam pemanfaatan wisata perairan untuk pengelolaan dan pengembangan wisata perairan.
3. Menganalisis pengelolaan wisata perairan Danau Situgunung.
4. Menyusun
strategi
pengelolaan
dengan tetap
sumberdaya dan fungsi ekosistem secara berlanjutan.
memperhatikan
kelestarian
5 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
kawasan Taman Wisata Alam Situgunung khususnya Danau Situgunung, daya dukung
kawasan dan kesesuaian wisata perairan di Danau Situgunung, serta analisis dampak
yang timbul maupun strategi pengelolaannya. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi perencanaan penyusunan strategi
dan pengelolaan Danau Situgunung ke arah wisata perairan yang berkelanjutan oleh pihak yang berkepentingan seperti pengelola Taman Wisata Alam Situgunung di bawah pengawasan pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
6 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Danau 2.1.1. Definisi danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water
body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun
ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan (hidrology) dikenal
adanya dua macam perairan pedalaman yaitu perairan mengalir (lotik water) dan
perairan tergenang (lentik water). Danau merupakan salah satu contoh perairan
tergenang selain rawa, situ, waduk, telaga, embung dan lainnya. Danau juga
merupakan bagian dari lahan basah. Definisi ini dicetus dalam Konvensi Ramsar. Lahan basah menurut konvensi ramsar yaitu daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan perairan yang
tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang
kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut (Davies & Claridge 1995). Karakteristik dasar ekosistem perairan tergenang yaitu memiliki arus yang
stagnan (bahkan hampir tidak ada arus), organismenya tidak terlalu membutuhkan adaptasi khusus, ada stratifikasi suhu (khusus perairan tergenang dengan kedalaman
lebih dari 100 meter), ada stratifikasi kolom air (pada perairan dalam), substrat dasar
umumnya berupa lumpur halus, residence time relatif lebih lama. Dalam ilmu lingkungan (ecology), badan air danau termasuk perairan dengan ekosistem terbuka
(open system) yaitu perairan yang sangat terpengaruh oleh keadaan lingkungan sekitarnya (Suwignyo 2003).
Danau, situ, atau lembah topografi merupakan bentukan alam atau buatan
manusia yang dapat berfungsi sebagai daerah penampung atau peresap air, baik dari mata air alami (aliran bawah tanah) maupun langsung dari curah hujan (Johan 1996 in Supriyadi 2008). Sulastri (2003) memperkenalkan bahwa di Jawa Barat danau-danau dikenal dengan istilah setu, sedangkan di daerah Jawa Timur perairan tersebut dikenal dengan nama ranu atau telaga. Luas dan kedalaman danau di Jawa Barat bervariasi
dari mulai kedalaman 1 sampai 10 meter dan luas mulai dari 1 sampai 160 hektar.
Danau mendapatkan pasokan air (inlet) baik dari curah hujan, sungai-sungai
yang terdapat di sekitarnya, atau bahkan dari mata air. Beberapa danau memiliki saluran keluar (outlet) yang terkadang juga dapat terbentuk secara alamiah. Namun bisa juga merupakan konstruksi buatan, yaitu dengan membangun bendungan kecil
7 atau tanggul. Danau buatan yang sengaja dibuat manusia biasanya ditujukan sebagai pengendali banjir dan sumber air (Puspita et al. 2005). Danau dibangun pada sebuah
lembah atau lokasi perpotongan antara permukaan bumi dengan paras air tanah yang terbentuk di musim hujan (atau lokasi tempat air merembes keluar dari dalam tanah
setelah musim hujan). Danau Situgunung yang berada dalam Taman Wisata Alam Situgunung merupakan salah satu contoh danau buatan di Indonesia. Rantai makanan
pada perairan tergenang yang pada umumnya dijumpai adalah rantai makanan
perumputan (Grassing Food Chain). Rantai makanan perumputan atau Grassing Food
Chain merupakan rantai makanan yang diawali dari dasar tumbuh-tumbuhan hijau ke herbivora terus ke karnivora.
2.1.2. Karakteristik sumberdaya dan lingkungan danau Karakteristik sumberdaya danau meliputi parameter fisika, parameter kimia
dan parameter biologi. Ekosistem dan lingkungan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Lingkungan sekitar danau juga mempengaruhi keberadaan sumberdaya
alam danau. Parameter fisika meliputi temperatur atau suhu perairan, kecerahan perairan danau, warna perairan, dan kandungan Total Suspended Solid (TSS).
Parameter kimia yang dapat menjadi faktor pembatas tersebut diantaranya: Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), pH, Nitrogen dan Fosfor total (Effendi 2003). Parameter biologi perairan meliputi seluruh organisme yang seluruh
atau sebagian hidupnya di air. Secara fisik, lingkungan berarti wadah atau tempat
berlangsungnya suatu sistem kehidupan organisme atau suatu komunitas. Lingkungan sekitar danau merupakan kawasan sekitar danau yang masih mempengaruhi keberadaan danau tersebut meliputi vegetasi sekitar danau. Kondisi lingkungan akan
berubah jika terjadi perubahan di dalam ekosistem atau sebaliknya masing-masing
saling mempengaruhi dalam suatu keseimbangan yang dinamis dan merupakan satu kesatuan fungsional. Dengan demikian, ekosistem meliputi seluruh mahluk hidup dan lingkungan fisik yang mengelilinginya, dan merupakan suatu unit yang mencakup
semua mahluk hidup dalam suatu area yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan lingkungannya, baik yang bersifat abiotik meupun biotik. Keseluruhan unsur
tersebut penting untuk diketahui guna menjaga kelestarian dan keberadaaan sumberdaya dan lingkungan danau.
8 2.1.2.1. Parameter fisika Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang
terkandung dalam suatu benda. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses
metabolisme terjadi hanya dalam kisaran tertentu. Suhu berpengaruh secara langsung
pada laju proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan
siklus reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan
pertumbuhannya (Garno 2002). Kisaran temperatur optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton di perairan adalah 20o-30oC (Effendi 2003). Suhu air dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Air yang dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang
tinggi dapat meningkatkan suhu perairan. Kecerahan air tergantung pada warna dan
kekeruhan. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS) adalah
bahan-bahan tersuspensi berdiameter > 1 μm yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi 2003). Kedalaman mempengaruhi jumlah/ debit air dalam suatu luasan perairan yang sama. Dalam luasan perairan yang sama,
jika kedalaman lebih tinggi maka debit air akan lebih banyak daripada yang kedalamannya lebih kecil.
2.1.2.2. Parameter kimia Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) adalah gas oksigen terlarut dalam air.
Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan difusi udara (APHA 1992 in Effendi 2003). Oksigen Terlarut
(Dissolved Oxygen/DO) merupakan parameter penting untuk memenuhi kebutuhan pernafasan dan metabolisme organisme perairan. Disamping itu ketersediaan
distribusi oksigen terlarut juga mempengaruhi ketersediaan nutrien (unsur) hara dalam perairan. Perubahan-perubahan kondisi aerobik dan anaerobik dalam kolom
perairan (Sulastri 2003).
Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu,
salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan
semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer.
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk bernafas serta diperlukan oleh bakteri untuk proses dekomposisi. Dengan adanya proses
9 dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap
tersedia di perairan. Hal ini sangat menunjang pertumbuhan air, plankton dan perifiton. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat
di atmosfer (sekitar 35%) dalam kondisi perairan diam (faktor arus sedikit), difusi karena adanya turbulensi akibat adanya arus atau aliran air melalui air hujan serta
aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand) merupakan gambaran secara tak langsung
kadar bahan organik adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air, dan diukur pada suhu 20o selama 5 hari keadaan tanpa cahaya (Davis & Cornwell 1991 in Effendi 2003).
Derajat keasaman (pH) digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Derajat keasaman yang dimaksud di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Keasaman suatu perairan
mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Kadar pH suatu perairan
dipengaruhi oleh aktivitas biologi dalam air seperti fotosintesis dan respirasi, suhu serta keberadaan ion-ion dalam air. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Perubahan keasaman air baik ke arah asam maupun ke arah alkalis perlu diketahui agar ekosistem perairan yang terdapat di dalamnya tidak terganggu (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan Nilai pH 6,0-6,5
5,5-6,0
5,0-5,5
4,5-5,0
Pengaruh Umum
1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi semakin banyak 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar 2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak 4. Proses nitrifikasi terhambat
10 Pada pH<4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi
terhadap pH redah. Namun, algae Chlamydomonas acidophila masih dapat bertahan
hidup pada pH yang sangat rendah yaitu 1 dan algae Euglena masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Garno 2002).
Nitrogen merupakan faktor pembatas kedua setelah Fosfor. Nitrat merupakan
bentuk utama nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama untuk pertumbuhan tanaman dan alagae. Nitrat-nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.
Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan fitoplankton. Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat)
dan senyawa organik berupa berupa partikulat. Walaupun diperlukan dalam jumlah yang kecil, fosfor merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan dan fitoplankton serta
sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi 2003). Berdasarkan
kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu perairan dengan tingkat
kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki kadar fosfat 0,021-0,05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,1 mg/liter (Liaw 1969 in Effendi 2003). 2.1.2.3. Parameter biologi Unsur utama ketiga struktur danau adalah struktur biologis. Parameter biologi
di danau terdiri dari seluruh mahluk hidup yang terlibat dalam ekosistem. Komponen utama biotik meliputi plankton, nekton, neuston, bentos, perifiton, serta tanaman air.
Parameter biologi yang dianalisis untuk menduga kualitas perairan adalah dengan
melihat kelimpahan plankton, kemudian keberadaan tanaman air, ikan dan vegetasi
yang ada di sekitar kawasan perairan. Gumilar (2005) membagi komponen biotik ini dari segi penyusunannya, yaitu: a) Produsen, yaitu organisme yang autotropik yang yang memiliki kemampuan untuk melakukan sintesa makanan dari bahan anorganik yang sederhana, misalnya fitoplankton, perifiton, dan tanaman air; b) Makro dan mikro
konsumen, yaitu organisme heterotropik, misalnya ikan atau binatang lain yang makan
organisme lainnya; dan c) Pengurai (decomposer), yaitu organisme heterotropik yang
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks) menjadi bahan-bahan sederhana (organik dan anorganik), menyerap
11 sebagain hasil penguraian untuk kelangsungan hidupnya dan melepas bahan-bahan sederhana tersebut untuk digunakan oleh produsen.
Tanaman air merupakan bagian dari vegetasi yang media tumbuhnya adalah
perairan. Tanaman air memiliki kemampuan menjernihkan limbah cair. Hal tersebut
antara lain dikemukakan oleh Stowell (2000) in Yusuf (2008) menyatakan bahwa
tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-
komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair. Selanjutnya Suriawiria (2003) in Yusuf (2008)
mengemukakan bahwa penataan tanaman air di dalam suatu sekatan kecil dalam
kolam pengolahan dapat berfungsi sebagai saringan hidup bagi limbah cair yang dilewatkan pada kolam sekatan. 2.1.3. Manfaat danau Menurut Sudaryono (1998) in Supriyadi (2008), fungsi-fungsi spesifik danau
dan lingkungannya adalah sebagai sumber air bagi kestabilan lapisan-lapisan air di
bawah tanah dan air sungai, pengendali banjir secara alamiah, tempat kehidupan bagi
spesies hewan dan tumbuhan, sumber kehidupan dan penghidupan bagi manusia dan
hewan peliharaannya, pembentuk kondisi udara (iklim) di sekitarnya, penunjang kehidupan lingkungannya dan sarana perhubungan air. Selain itu Sulastri (2003) berpendapat bahwa fungsi danau sebagai penyedia air bersih, irigasi pertanian,
perikanan, pengendali banjir, resapan air tanah, peredam instrusi air laut, estetika dan lainnya, dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perairan danau dangkal seperti situ. Untuk lebih spesifik manfaat danau dibagi menjadi manfaat
ekologis, manfaat ekonomis, dan nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam danau.
2.1.3.1. Manfaat ekologis danau Danau memiliki manfaat bagi ekosistemnya. Manfaat keberadaan danau bagi
ekosistemnya dalam ilmu lingkungan lebih dikenal dengan sebutan manfaat ekologis. Manfaat ekologis keberadaan danau, antara lain:
a. Tempat kehidupan dan berkembang biak bagi spesies hewan dan tumbuhan.
Ekosistem danau merupakan tempat kehidupan dan berkembang biak
berbagai jenis tumbuhan dan hewan air. Bahkan beberapa jenis diantaranya
12 merupakan jenis hewan dan tumbuhan yang endemik dan dilindungi. Di dalamnya
terjadi proses saling interaksi antara komponen biotik dan abiotik serta lingkungannya. Berdasarkan
bentuk kehidupan, cara, dan kebiasaan hidupnya
organisme perairan dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yakni bentos, perifiton (aufwuch), plankton, nekton, dan neuston. Bentos (benthic organism) adalah
organisme yang menempel atau istirahat pada dasar atau yang hidup pada sedimen
dasar perairan. Bentos dapat dibagi menjadi zoo-bentos (hewan) dan fito-bentos (tumbuhan). Perifiton adalah organisme yang menempel pada substrat, seperti kayu, batu, substrat dan tumbuhan air. Plankton adalah organisme yang bergerak tidak
bebas di kolom perairan. Pergerakannya tergantung oleh arus. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Nekton adalah organisme yang mampu bergerak bebas di kolom perairan, seperti ikan. Neuston adalah organisme yang hidup di permukaan
air, seperti laba-laba air. Oleh karena itu manfaat danau sebagai tempat kehidupan dan
berkembang biak bagi spesies hewan dan tumbuhan turut menunjang pelestarian plasma nutfah dan konservasi alam.
b. Penahan dan penyedia unsur hara
Badan air dan vegetasi yang berada disekitar danau dapat menahan dan
mendaur ulang unsur hara. Sifat fisik perairan tergenang cenderung memperlambat
aliran air, yang memungkinkan pengendapan lumpur. Unsur hara sering terikat pada lumpur, sehingga dapat ditambat pada waktu bersamaan (Davies & Claridge 1995).
Pada saat lumpur diendapkan, unsur hara mungkin tersimpan bersama lumpur, diserap oleh tanaman air, atau disintesis melalui proses kimia atau biologi.
c. Penahan dan penawar pencemaran
Debit air dalam badan danau dapat menurunkan daya racun bahan-bahan
pencemar yang masuk kedalamnya. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan
dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di anatara kisi-kisi
molekul partikel tanah liat. Semakin lambat aliran air, semakin cepat proses
pengendapan lumpur. Demikian pula proses penambatan racun yang terikat pada lumpur tersebut. Beberapa spesies tanaman tertentu bahkan secara aktif menyerap racun, contohnya Eceng Gondok (Davies & Claridge 1995).
d. Pengatur iklim mikro suatu kawasan
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan
pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai di
13 sebuah ruang yang sangat terbatas. Menurut Frick H & Suskiyanto B (2007) iklim
mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi setinggi ± 2 meter dari permukaan bumi. Pada lapisan ini gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi
yang kasar dan perbedaan suhu lebih besar. Kondisi hidrologi dan daur ulang materi
dapat menstabilkan iklim mikro, terutama curah hujan dan suhu. Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor-faktor: orientasi bangunan, ventilasi (lubang-lubang
pembukaan di dalam ruang untuk masuknya penghawaan), sun shading (penghalang
cahaya matahari), pengendalian kelembaban udara, penggunaan bahan-bahan
bangunan, bentuk dan ukuran ruang, pengaturan vegetasi.
e. Pengatur fungsi hidrologis
Dari segi kegunaan perairan tergenang yang berupa danau sangat penting bagi
penampung sementara akan limpahan kelebihan air diwaktu musim penghujan
sebagai pengendali banjir dan mempertahankannya diwaktu musim kemarau sehingga mencegah terjadinya kekeringan. Danau juga dapat mencegah meluasnya intrusi air
laut ke daratan karena danau merupakan pemasok air tanah (Sulastri 2003). Selain
pemasok air tanah, danau juga merupakan pemasok air bagi kantung-kantung air lain seperti sungai, rawa dan sawah.
f. Menjaga sistem dan proses-proses alami
Keberadaan ekosistem danau dapat menjaga kelangsungan sistem dan proses-
proses ekologi, geomorfologi dan geologi yang terjadi di alam. Sebagai contoh, dataran banjir di sekitar danau banyak dijadikan lahan pertanian karena tanahnya subur.
Kesuburan ini disebabkan adanya proses penambahan unsur hara dari hasil sedimentasi. Danau juga secara tidak langsung berperan sebagai penghasil oksigen melalui berbagai jenis fitoplankton yang hidup di dalamnya (Puspita et al. 2005).
g. Penunjang kehidupan lingkungannya
Keberadaan danau dapat menunjang kehidupan lingkungan sekitarnyanya.
Kegiatan pertanian yang berada di sekitar danau mempergunakan air danau sebagai pengairannya (irigasi) sehingga dapat membantu ketersediaan sumber airnya. Selain
itu juga kegiatan perikanan di sekitar danau juga sangat bergantung pada keberadaan
danau sebagai sumber air untuk keberlangsungan hidup ikan-ikan.
14
h. Penyerapan karbon.
Proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton, perifiton dan tanaman air
dapat mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi.
2.1.3.2. Manfaat ekonomis danau Selain memiliki manfaat pada ekosistemnya, keberadaan danau juga dapat
memberikan manfaat ekonomis, yaitu:
a. Penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis
Ekosistem danau kaya akan berbagai jenis sumberdaya alam (flora maupun
fauna) yang memiliki nilai ekonomi tinggi, baik yang bersifat liar maupun yang dibudidayakan. Selain itu, danau juga dapat berperan sebagai sumber plasma nutfah. Ikan, udang dan katak merupakan beberapa jenis hewan bernilai ekonomis yang dapat ditemukan di danau. Selain itu sumber daya yang bernilai ekonomis yaitu tumbuhan
air yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan dapat dijadikan bahan
makanan bagi manusia dan ternak, serta tumbuhan kayu yang dapat dijadikan bahan bangunan ataupun arang (Puspita et al. 2005). b. Penghasil energi
Danau yang memiliki volume air cukup besar juga dapat dimanfaatkan sebagai
PLTA. Salah satu contoh danau yang digunakan untuk pembangkit listrik adalah Danau Tondano di Manado. Energi yang dihasilkan dapat dikonversi menjadi energi lain (misalnya: listrik).
c. Sarana wisata dan olahraga
Danau dengan nilai estetika tinggi seperti memiliki pemandangan alam yang
indah menjadi salah satu potensi bagi kegiatan wisata. Potensi alam yang indah merupakan daya tarik kawasan perairan yang menjadikannya sebagai objek wisata.
Dengan memanfaatkan potensi alam yang ada, terutama elemen air, daerah sekitar
danau dapat dioptimalkan fungsinya menjadi kawasan wisata air dengan tetap menjaga dan melindungi kualitas dan kuantitas air danau serta lingkungan sekitar.
Dalam suatu objek wisata harus ada sarana dan prasarana penunjang untuk melayani
pengunjung sehingga menimbulkan rasa senang dan nyaman, aksesibilitas yang tinggi
untuk mengunjunginya, serta adanya ciri khas atau spesifikasi pada objek wisata tersebut. Selain sebagai sarana wisata, orang-orang dapat menikmati potensi
15 sumberdaya alam untuk berolahraga seperti memancing, berperahu dan bahkan berenang.
d. Sumber air bersih
Sumber air menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2008 berarti tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Danau juga merupakan sumber air bagi
kehidupan, sebagai daerah resapan air, irigasi bagi pertanian-pertanian, lahan bagi
kegiataan perikanan, dan sebagainya. Danau yang mendapatkan pasokan air (inlet)
baik dari curah hujan, sungai-sungai yang terdapat di sekitarnya, dari mata air atau
bahkan merupakan daerah resapan air dapat dijadikan dijadikan sumber air bersih
bagi kehidupan. Masalah kesulitan mendapatkan air bersih dapat ditanggulangani dengan keberadaan danau. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pengelolaan agar kelestarian sumberdaya dapat terjaga.
2.1.3.3. Nilai sosial dan budaya danau Faktor sosial mempertimbangkan kegiatan masyarakat dan pengunjung, serta
gangguan yang ditimbulkannya. Sedangkan faktor ekonomi yang dipertimbangkan nilai manfaat ekowisata yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan (Yulianda 2010). Keberadaan danau sangat mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat
sekitar. Kondisi dan sumberdaya hayati danau yang dapat dimanfaatkan, baik melalui kegiatan
penangkapan
maupun
kegiatan
budidaya,
mempengaruhi mata pencaharian masyarakat setempat.
secara
langsung
akan
2.1.4. Ancaman atau permasalahan yang terjadi pada danau Berdasarkan fungsi-fungsi yang disebutkan sebelumnya maka kelestarian dan
keindahan badan air danau perlu dipertahankan dalam pemanfaatan dan
pengembangan danau serta dijaga kelestariaannya agar terjamin keberlanjutan fungsinya bagi kesejahteraan masyarakat.
Perencanaan dan perancangan lanskap sekitar danau dapat menjadi solusi
yang tepat dalam upaya penataan dan perbaikan lingkungan. Dengan memanfaatkan
potensi alam yang ada, terutama elemen air, daerah sekitar danau dapat dioptimalkan fungsinya menjadi kawasan wisata air dengan tetap menjaga dan melindungi kualitas
dan kuantitas air danau serta lingkungan sekitar. Potensi alam yang indah merupakan
16 daya tarik kawasan perairan yang menjadikannya sebagai objek wisata. Dalam suatu objek wisata harus ada sarana dan prasarana penunjang untuk melayani pengunjung
sehingga menimbulkan rasa senang dan nyaman, aksesibilitas yang tinggi untuk mengunjunginya, serta adanya ciri khas atau spesifikasi pada objek wisata tersebut (Suwantoro 1997 in Supriyadi 2008).
Salah satu kegunaan perairan tergenang yang berupa danau yaitu penampung
sementara
akan
limpahan
kelebihan
air
diwaktu
musim
penghujan
dan
mempertahankannya pada waktu musim kemarau. Namun dikhawatirkan ada perubahan fungsi sistem perairan darat tersebut menjadi penampung berbagai macam
polutan dan limbah baik dari pabrik-pabrik/industri maupun limbah rumah tangga
seperti data kasus yang terungkap dari hasil monitoring BAPEDALDA Jakarta (2002) in Wardiatno et al. (2003) tentang pencemaran dan kualitas air danau dan rawa Jakarta.
Danau yang berukuran lebih kecil memiliki tingkat pencemaran yang lebih besar dari pada danau yang lebih besar. Hal itu disebabkan danau yang lebih besar tingkat pengenceran dan pelarutannya limbahnya juga tinggi.
Menurut Wardiatno et al. (2003) permasalahan utama mengenai fisik terjadi
hampir di semua situ, rawa dan danau di wilayah Jabodetabek adalah penyusutan luas
dan pendangkalan danau. Penyusutan bervariasi antara 20 hingga 60 persen dari
danau tersebut. Penyusutan luas ini umumnya terjadi akibat faktor alam dan kegiatan
manusia. Pada saat musim kemarau masukan air ke danau akan minimal sehingga bagian tepi danau menjadi dangkal atau bahkan tidak terairi sama sekali. Di lain pihak,
ada penduduk yang dengan sengaja memanfaatkan kondisi ini dengan mengkonversi bagian danau yang kering atau dangkal menjadi lahan pertanian dan atau perikanan.
Sehingga diperlukan upaya pemeliharaan dan pengelolaan yang terintegrasi antara masyarakat dan pihak pemerintah.
Permasalahan fisik berikutnya adalah pendangkalan. Apabila hal ini dibiarkan
maka fenomena hilangnya danau di Jabodetabek akan semakin sering terjadi.
Wardiatno et al. (2003) menerangkan bahwa penyebab proses pendangkalan selain retention time yang lama, juga keberadaan tanaman seperti eceng gondok (Eicchornia
crassipes) yang sering mendominasi permukaan air danau mempunyai sistem perakaran yang dapat menjadi sediment trap. Penyebab pendangkalan lainnya bisa berupa unsur kesengajaan masyarakat, pemerintah atau pun pihak swasta yang
menginginkan terkonversinya danau menjadi daratan. Permasalahan kualitas air juga merupakan permasalahan yang tengah terjadi di perairan tergenang di wilayah Jabodetabek.
17 Danau merupakan salah satu sumber daya yang potensial dan belum
termanfaatkan secara optimal sesuai dengan fungsinya. Zahid (2003) menyatakan
bahwa dalam perkembangannya, danau-danau menghadapi permasalahan yang sangat
kompleks yang mencakup permasalahan aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek fisik hidrologis, aspek tata ruang dan aspek sosial kemasyarakatan.
a. Permasalahan aspek kelembagaan antara lain meliputi:
1. Belum adanya keberpihakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya konservasi danau
2. Belum adanya pembagian tugas pengelolaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
3. Kurangnya keterpaduan pelaksanaan program pengelolaan danau
4. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan kelembagaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
5. Lemahnya pengawasan dan pengendalian pemanfaatan danau
6. Lemahnya kampanye publik tentang manfaat dan fungsi danau, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
b. Permasalahan aspek hukum antara lain meliputi:
1. Kekosongan hukum sebagai implikasi berlakunya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
2. Belum adanya legalitas penguasaan atas danau 3. Belum adanya jaminan kepastian hukum 4. Lemahnya penegak hukum
c. Permasalahan aspek fisik hidrologis antara lain meliputi: 1. Menurunnya kualitas perairan
2. Pendangkalan
3. Penutupan perairan oleh gulma 4. Longsor lahan
5. Terputusnya saluran suplai air danau
d. Permasalahan aspek tata ruang antara lain meliputi:
1. Tidak terkendalinya perubahan tata guna lahan atau alih fungsi danau 2. Tidak jelasnya batas daerah penguasaan danau
3. Belum adanya rencana detail kawasan dan rencana teknis kawasan
18 e. Permasalahan aspek sosial kemasyarakatan antara lain meliputi:
1. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat danau 2. Rendahnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan danau
3. Pemanfaatan danau oleh masyarakat yang tidak memperhatikan keberlanjutan fungsi
Dari permasalahan-permasalahan di atas, muncul permasalahan kelangkaan
air tawar. Sekarang ini Indonesia mengalami proses penggunaan air yang berlangsung
dengan laju kecepatan yang lebih besar dari proses penyimpanan air. Menurut Salim
(1985) menyatakan bahwa tahun 1976 jumlah potensi air yang tersedia per jiwa per
tahunnya sebesar 560 m3 dan tahun 2000 jumlah potensi air yang tersedia per jiwa
per tahunnya menurun hingga 436 m3. Hal tersebut berbanding terbalik dengan
jumlah kebutuhan air per jiwa per tahun yang semakin bertambah yaitu pada tahun 1976 sebesar 403 m3 dan tahun 2000 sebesar 702 m3. Pada tahun 1976 terjadi
kelebihan air sedangkan pada tahun 2000 terjadi krisis air yang ditandai dengan kebutuhan air per jiwa per tahun lebih besar daripada potensi air yang tersedia per
jiwa per tahunnya. Potensi air yang tersedia turun yang diperkirakan karena
berkurangnya kemampuan alam untuk menyerap air akibat penebangan hutan dan berkurangnya tempat menyimpan air karena alih fungsi lahan basah sebagai penyimpan sumber daya air menjadi pemukiman, industri dan bangunan lain. 2.1.5. Kebijakan pengelolaan danau a. Kebijakan umum
Pengembangan pariwisata alam untuk mewujudkan kelestarian sumberdaya
alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan masyarakat. b. Kebijakan Operasional
Pengembangan pariwisata alam meliputi: pelaksanaan ke pihak ketiga, adanya
pembagian blok pemanfaatan, mempertahankan keaslian sumberdaya alam danau dan
lingkungannya, pengembangan sumberdaya tetap ramah lingkungan sebagai ciri
pembangunan tradisional, dalam pengembangan melibatkan masyarakat, adanya pelaporan meliputi kegiatan monitoring, pengendalian dan pembinaan.
Adapun strategi pelaksanaan kebijakan operasional, yaitu: mendukung
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai pelaku ekonomi berdasarkan
19 strategi konservasi yang akan mendukung pendapatan masyarakat/daerah/negara untuk kesejahteraan masyarakat; membuka lapangan kerja dan kesempatan usaha
bagi semua golongan dan lapisan masyarakat; mendukung dan mendorong kegiatan
kerajinan rumah atu lainnya yang mendukung pariwisata; memanfaatkan potensi kawasan atau sumberdaya alam secara optimal, sehingga keberadaannya dapat
memberi arti dalam proses kesinambungan pembangunan, khususnya sektor
pariwisata; menciptakan kecintaan generasi muda terhadap kelestarian lingkungan dan usaha konservasi, sehingga akhirnya mempunyai keinginan untuk berperan secara
aktif dalam melestarikannya. Kebijakan pengelolaan meliputi unsur konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat, ekonomi, keterpaduan, kemitraan, keseimbangan, kesejahteraan, dan keberlanjutan.
2.2. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam sebagai Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup (ekosistem) yang mencangkup sumberdaya alam alami dan sumberdaya alam buatan (UU No.26 tahun 2007). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi No.6 tahun 1993, Fungsi kawasan lindung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Fungsi utama, yaitu melindungi air dan tanah serta melindungi flora dan fauna, khususnya jenis-jenis langka,
(2) Fungsi tambahan yaitu sebagai tempat penelitian dan tempat rekreasi.
Salah satu penetapan kriteria kawasan lindung dalam Peraturan daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi No.6 tahun 1993 termasuk didalamnya yaitu kawasan suaka alam dan cagar alam yang meliputi taman nasional, taman hutan raya
dan taman wisata alam. Taman wisata alam memiliki definisi sebagai kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang fungsi utama kawasannya dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Berdasarkan pada PPRI No.68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam dalam pasal 1, kawasan taman wisata alam diartikan
sebagai kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pada Pasal 33 PPRI No.68 Tahun 1998 disebutkan bahwa suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut:
20 a. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;
b. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;
c. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Disebutkan juga dalam Peraturan Pemerintah yang sama bahwa pengelolaan
kawasan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, dilakukan oleh
Pemerintah (Pasal 35 PPRI No.68 Tahun 1998). Kawasan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dikelola dengan melakukan upaya pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (Pasal 37 PPRI No.68 Tahun 1998).
Dalam PPRI No.68 Tahun 1998 Pasal 44 dikatakan bahwa dalam upaya
pengawetan kawasan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan
dengan
ketentuan
dilarang
melakukan
kegiatan
yang
dapat
mengakibatkan perubahan fungsi kawasan. Kegiatan tersebut termasuk dalam
pengertian kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional atau taman hutan raya, adalah:
a. merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistemnya; b. merusak keindahan alam dan gejala alam;
c. mengurangi luas kawasan yang telah ditentukan;
d. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Suatu kegiatan, dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan
kegiatan yang dapat merubah fungsi kawasan apabila melakukan perbuatan:
a. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan;
b. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumber daya alam ke dan dari dalam kawasan.
Dalam Pasal 45 PPRI No.68 Tahun 1998 dijelaskan bahwa upaya pengawetan
kawasan taman nasional dan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : a. perlindungan dan pengamanan; b. inventarisasi potensi kawasan;
c. penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi;
21 d. pembinaan habitat dan populasi satwa.
Dijelaskan kembali pada Pasal 46 bahwa yang termasuk dalam pengertian
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional dan taman wisata alam adalah:
a. berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumber daya alam di dalam kawasan;
b. melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;
c. melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Pasal 53 PPRI No.68 Tahun 1998 menerangkan bahwa sesuai dengan
fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. pariwisata alam dan rekreasi;
b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan;
d. kegiatan penunjang budidaya. 2.3. Pariwisata dan Rekreasi Pariwisata merupakan kegiatan perpindahan atau perjalanan orang dari suatu
tempat yang biasanya mereka bekerja dan menetap ke tempat lain yang dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara (temporer) untuk menikmati objek dan daya
tarik wisata dalam perjalanan atau di tempat tujuan serta usaha-usaha yang terkait di
dalamnya. Pengertian pariwisata menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 yaitu
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Wahab (1992) in Aprilian (2009) mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pariwisata yaitu salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan
lapangan
kerja,
peningkatan
penghasilan,
standar
hidup
serta
menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Dari dua pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
wisata yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan
kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor
produktif lainnya.
22 2.4. Ekologi Pariwisata Soemarwoto (2004) mengartikan pariwisata merupakan industri yang
kelangsungannya sangat ditentukan oleh baik-buruknya lingkungan. Oleh karena itu pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah
domestik yang berbau dan terlihat kotor, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan
pemandangan oleh penebangan hutan, gulma air di danau, gedung yang letak dan
arsitekturnya tidak sesuai, serta sikap penduduk yang tidak ramah. Dewasa ini sering kita dengar adanya istilah “ekologi pariwisata” yang mengutamakan unsur kelestarian
lingkungan. Ekologi pariwisata adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
aktivitas pariwisata dan lingkungan hidup (Soemarwoto 2004). Boo (1990) in Tisdale (2001) juga mengemukakan pendapatnya tentang arti wisata alam atau pariwisata ekologis yaitu perjalanan ke tempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu
atau tercemar dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi
budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.
Pengembangan pariwisata ini sangat memperhatikan terjaganya mutu lingkungan
hidup, sebab dalam ekologi pariwisata yang memegang peranan penting untuk nilai jual tinggi adalah lingkungan hidup.
Daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
tujuan wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi. Daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu. Perencanaan
pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan daya dukung lingkungan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dengan cara identifikasi dan
pengembangan pariwisata tersebut dilakukan secara teratur dan sesuai tujuan (Soemarwoto 2004). Daya dukung badan air yang digunakan untuk pariwisata
dipengaruhi oleh luas dan volume badan air serta gerak air tersebut. Perairan yang
luas, dalam, percampuran air yang baik dan pergantian air yang cepat mempunyai daya dukung yang lebih besar daripada perairan yang sempit, dangkal, airnya tenang dan mengalami pergantian air yang lambat.
Faktor lingkungan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan
pariwisata yang berkelanjutan menurut Soemarwoto (2004), yaitu: terpeliharanya
proses ekologi yang esensial; tersedianya sumberdaya yang cukup; dan lingkungan
sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Faktor biofisik yang mempengaruhi kuat atau
rapuhnya suatu ekosistem akan sangat menentukan besar-kecilnya daya dukung
tempat tersebut. Faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan
23 hanya faktor alamiah melainkan juga faktor buatan manusia yang menunjang seperti hotel, rumah makan, perkampungan dan sarana prasarana lain seperti jalan dan
tempat peristirahatan. Daya dukung lingkungan akan semakin besar apabila tujuan dan sikap wisatawan yang berkunjung tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan dalam upaya pengembangan danau menjadi salah satu kawasan
wisata air bertujuan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan baik lokal maupun
asing. Pengelolaan yang diterapkan harus dapat mengatasi semua permasalahan dan
tantangan yang terdapat di danau dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah
pengembangan yang berbasis pada lingkungan sehingga pemanfaatannya dapat terus berkelanjutan.
2.5. Konsep Ekowisata Ekowisata mengandung arti perjalanan beretika yang menekankan unsur
konservasi dan berbagai kebijaksanaan ekonomi (Pedersen 2002). Fandeli and
Mukhlison (2000) in www.ekowisata.info (2001) menyatakan bahwa ekowisata
merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan
dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan
keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. TIES (The International
Ecotourism Society) menyempurnakan definisi ekowisata yang mengandung unsurunsur kepedulian dan tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat setempat. Menurut TIES (The International Ecotourism Society) ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang
alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat (www.ekowisata.info 2001).
Salah satu keuntungan langsung yang dapat diperoleh oleh negara dengan
adanya konservasi sumberdaya alam hayati adalah dari faktor wisata. Kecenderungan
meningkatnya minat berekreasi di alam bebas menjadi faktor utama meningkatnya potensi peluang ekowisata. Alam merupakan aset dalam bidang wisata dan dapat
dipergunakan secara menguntungkan untuk tujuan rekreasi. Pemandangan alam
maupun satwa yang indah, khas atau langka dapat menjadi daya tarik utama suatu kegiatan ekowisata. Hal tersebut merupakan suatu devisa penting meskipun konservasi tidak diarahkan langsung kepada hasil finansial kepariwisataan (Widada et al. 2006).
24 Pengelolaan ekowisata perairan merupakan suatu konsep pengelolaan yang
memprioritaskan kelestarian dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat.
Konsep
pengelolaan
ekowisata
tidak
hanya
berorientasi
pada
keberlanjutan tetapi juga mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar
nilai-nilai tersebut terjaga maka pengelolaan ekowisata tidak dilakukan dengan
mengeksploitasi sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan, dan psikologis pengunjung. Dengan demikian ekowisata bukan menjual tempat (destinasi) atau
kawasan melainkan menjual filosofi. Hal ini membuat ekowisata mempunyai nilai
lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar. Meskipun pasar sangat menentukan pengembangan ekowisata namun konsep pengelolaan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar ekowisata (Yulianda 2010).
Konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi
yang mempunyai tujuan:
(1) Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan,
(2) Melindungi keanekaragaman hayati,
(3) Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan
(4) Memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian menurut Yulianda (2010) suatu konsep pengembangan
ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi:
(1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat;
(2) Pendidikan konservasi lingkungan, yaitu mendidik pengunjung dan masyarakat akan pentingnya konservasi;
(3) Pendapatan langsung untuk kawasan dari restribusi atau pajak konservasi (conservation tax) yang dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan;
(4) Patisipasi masyarakat dalam perencanaan, dapat merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan;
(5) Penghasilan bagi masyarakat, dengan demikian masyarakat dapat memperoleh keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan;
(6) Menjaga keharmonisan dengan alam yang dilakukan dengan kegiatan dan pengembangan fasilitas dengan tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam;
25 (7) Daya dukung sebagai batas pemanfaatan, ditunjukan dengan daya tampung dan pengembangan fasilitas yang sangat mempertimbangkan daya dukung lingkungan;
(8) Kontribusi pendapatan bagi Negara (pemerintah daerah dan pusat).
26 3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Danau Situgunung yang terletak di Taman Wisata
Alam Situgunung, Desa Gedepangrango, Kecamatan Kadudampit,
Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Taman Wisata Alam Situgunung termasuk ke dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juni 2010.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama diawali dengan
membuat perencanaan dan menentukan metode pengumpulan analisa data. Tahap
kedua yaitu pengumpulan data dan informasi-informasi mengenai kawasan berupa studi literatur dan studi lapang. Tahap ketiga yaitu melakukan pengolahan data dan analisis sesuai dengan metode analisis yang telah ditentukan. 3.2. Lokasi Pengambilan Sampel Lokasi penelitian dilakukan di Danau Situgunung yang berada dalam kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung terletak antara 106°55’16.45” - 106°55’28.04” Bujur Timur dan 06°49’47.98” - 06°50’2.35” Lintang Selatan dengan luas sekitar 10 hektar.
Lokasi pengambilan sampel air danau dilakukan pada bagian inlet, bagian tengah, dan bagian outlet. Jumlah stasiun yang menjadi tempat pengambilan contoh yaitu sebanyak 5 stasiun (Tabel 2 dan Gambar 2).
Tabel 2. Lokasi pengambilan sampel Letak stasiun
Titik koordinat
Lokasi pengambilan sampel
Bagian Inlet
Bagian Tengah
Bagian Outlet
1
2, 3, 4
5
(1) 106°55,466’ BT dan 06°49,956’ LS
Permukaan
(2) 106°55,432’ BT dan 06°49,894’ LS
(3) 106°55,391’ BT dan 06°49,913’ LS (4) 106°55,963’ BT dan 06°49,963’ LS Permukaan
Kedalaman Secchi Dekat dasar
(5) 106°55,298’ BT dan 06°49,885’ LS
Permukaan
Kedalaman Secchi Dekat dasar
27
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Kualitas air Alat dan bahan yang digunakan untuk mengidentifikasi kondisi biofisik
kawasan Danau Situgunung adalah kamera digital untuk mengambil foto keadaan
lapang, GPS sebagai alat penentu posisi pengambilan contoh dan penentu posisi
kawasan danau serta alat tulis untuk mencatat data (Tabel 3). Bahan yang digunakan adalah peta lokasi Danau Situgunung, beberapa dokumen yang berkaitan dengan Situgunung dan studi pustaka yang mendukung penelitian. 3.3.2. Aspek sosial-ekonomi Alat yang digunakan untuk mengamati aspek sosial-ekonomi adalah alat tulis
(untuk mencatat data), kamera digital (untuk mengambil foto kawasan wisata Situgunung), dan tape recorder (untuk merekam wawancara). Bahan yang digunakan
dalam penelitian adalah kuesioner, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Danau
Situgunung, peta lokasi kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dan literaturliteratur yang mendukung penelitian.
28 Tabel 3. Alat ukur dan metode pengukuran terhadap parameter kualitas air No
1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Fisika Temperatur (ºC ) Kecerahan (m) Kedalaman (m) Warna perairan TSS (mg/l)
1. 2.
Kimia pH DO (mg/l)
3.
BOD5 (mg/l)
4.
N02
5.
Ptotal
1.
Biologi Plankton
2. 3.
Ikan Tanaman air
Alat/Metode
Termometer / pemuaian Secchi disk / pemantulan cahaya Papan berskala Indera Penglihatan / Visual Kertas filter millipore, vacuum pump, dessikator, timbangan (μmhos/cm) /metode gravimetrik
pH meter. SNI 06-6989.11-2004. botol BOD, pipet mohr, erlenmeyer, buret, Sulfamic Acid, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 pekat, Na-thiosulfat (Na2S2O3), dan amylum./ metode titrasi (winkler). SNI 06-6989.14-2004. botol BOD, pipet mohr, erlenmeyer, buret, Sulfamic Acid, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 pekat, Na-thiosulfat (Na2S2O3), dan amylum./ metode Winkler inkubasi 5 hari. SNI 06-2503-1991. Pipet, Brucine, H2SO4, pengaduk vibrofix, hot plate, akuades, tabung reaksi, dan spektrofotometer. Pipet, PP, asam sulfat, K2S2O8, H2SO4, hot plate, NaOH, labu takar, akuades, erlenmeyer, reagen dan spektrofotometer. Karbon aktif, vanadium molibdate, erlenmeyer, corong, kertas saring, labu takar, dan spektrofotometer./metode Vanadium Molibdate planktonet, botol film, mikroskop dan buku identifikasi./ metode sensus Kamera, alat tulis, buku identifikasi./visual Kamera, alat tulis, buku identifikasi./visual
Lokasi insitu insitu insitu insitu lab lab lab lab lab
lab
lab lab lab
Keterangan : TSS = total suspended solid; DO = dissolved oxygen; BOD5 = 5-day biochemical oxygen demand; NO2 = Nitrat; jumlah nitrogen total; Ptotal = jumlah fosfor total.
3.4. Jenis dan Pengumpulan Data Berdasarkan sumbernya, data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder (Tabel 4). Data primer dikumpulkan langsung dari lapangan yang meliputi karakteristik sumberdaya alam, karakteristik sosial ekonomi,
potensi wisata, data kesesuaian wisata dan data daya dukung kawasan wisata air Danau Situgunung. Sedangkan data sekunder, diperoleh dari kajian pustaka, meliputi
keadaan umum kawasan Taman Wisata Alam Situgunung seperti keadaan fisik Situgunung, visi dan misi pengelola Situgunung, data kunjungan wisatawan kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung dan keadaan sosial-ekonomi penduduk di Desa Gedepangrango dan Desa Sukamanis.
29 3.4.1. Data primer Data
primer
diperoleh
melalui
observasi
lapang
(pengumpulan/
pengukuran/pengamatan langsung di lapangan) dan wawancara. Pengumpulan data primer dilakukan dengan :
3.4.1.1. Observasi dan pengambilan sampel air Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi lapang, yaitu
meninjau langsung kondisi lokasi di lapangan dengan melakukan pengambilan contoh
(sampling) pada beberapa parameter seperti kualitas air, tanaman air, ikan, plankton dan kondisi kawasan. Kemudian ditambahkan dengan pengamatan ruang sekitar kawasan Danau Situgunung. Pengamatan kualitas air dilakukan baik langsung di lapangan maupun di laboratorium. Adapun parameter kualitas air yang diamati terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika
Suhu/temperatur Parameter suhu/temperature (0C) diukur dengan menggunakan termometer
dan pengukuran dilakukan langsung dilapangan (insitu). Termometer dicelupkan ke
dalam air selama kurang lebih 15 menit kemudian skala pemuaian termometer yang
merupakan hasil dari pengukuran suhu/temperatur perairan dicatat dalam satuan celcius.
Kecerahan Pengukuran kecerahan (m) ditentukan dengan menggunakan secchi disk yang
telah diberi pipa berskala, yaitu dengan murunkan secchi disk ke dalam air secara
perlahan-lahan dengan tegak lurus permukaan air sampai bagian secchi disk yang
berwarna putih tidak tampak lagi dan catat kedalamannya (d1). Kemudian turunkan
secchi disk sedikit lagi, dan perlahan-lahan tarik ke atas. Jika sudah mulai terlihat
bagian secchi disk berwarna hitam untuk pertamakalinya, catat kedalamannya (d2).
Selanjutnya menghitung rata-rata dari nilai kedalaman tersebut yang merupakan nilai
dari kecerahan dan dinyatakan dalam meter (m). nilai kecerahan diperoleh dengan menggunakan rumus :
Kecerahan (m) =
(d1 + d2) 2
Keterangan : d1 : Skala saat bagian secchi disk berwarna putih mulai tidak tampak lagi (m) d2 : Skala saat bagian secchi disk berwarna hitam pertama kali tampak (m)
30 Kedalaman Kedalaman perairan (m) ditentukan dengan menggunakan papan berskala.
Papan yang telah diberi skala dimasukan tegak lurus permukaan ke dalam perairan
hingga pertama kali menyentuh substrat. Kemudian skala dicatat sebagai data kedalaman perairan yang dinyatakan dalam meter (m). Warna
Warna perairan diamati dengan cara visual (langsung) berdasarkan indra
penglihatan.
Padatan tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi (TSS) diukur dengan menggunakan metode gravimetri
(APHA 1998). Pertama-tama dilakukan perendaman kertas saring millipore dengan
porosity 0,45 μm dalam akuades selama 15 menit dan dikeringkan dalam oven 1050C
selama 1jam kemudian dimasukan ke dalam desikator lalu ditimbang (B mg). Selanjutnya air sampel perairan danau dipipet sebanyak 100ml dan disaring menggunakan kertas saring yang telah diberi perlakuan awal dengan alat bantu yang
dinamakan vacuum pump. Selanjutnya kertas saring millipore dalam vacuum pump diambil dan dikeringkan dalam oven 1050C selama 30 menit. Setelah dikeringkan dalam oven, kertas saring millipore tersebut dimasukan ke dalam desikator hingga stabil dan ditimbang (A mg). Nilai TSS diperoleh dengan menggunakan rumus : TSS (mg⁄l) = (A mg − B mg) × Keterangan:
1000 ml sampel
A = berat setelah penyaringan air sampel B = berat sebelum penyaringan air sampel
Parameter kimia pH
pH perairan diukur dengan menggunakan pH meter. Metode pengukuran pH
ini berdasarkan pengukuran ion hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan
menggunakan pH meter. Pertama-tama elektroda dalam pH meter dibilas dengan air
suling sebanyak tiga kali lalu dikeringkan dengan tisu. Setelah itu elektoda
direndamkan ke dalam sampel air danau selama 1 menit sampai muncul angka stabil pada display pH meter. Angka tersebut merupakan nilai pH perairan danau.
31 Tabel 4. Komponen, jenis, sumber dan cara pengambilan data Komponen Data
1. Keadaan Umum Danau Situgunung a. Luas dan Letak b. Perbatasan dan aksesiniliti
c. Visi dan Misi Pengembangan Wisata Air Danau Situgunung d. Kunjungan wisatawan ke Kawasan Taman Wisata Alam Situgunung e. Sosial Ekonomi penduduk Desa Gedepangrango dan Sukamanis
Jenis Data
Primer dan Sekunder
Sumber Data
Tekhnik Pengambilan Data
Primer dan Sekunder
Responden dan Laporan
Lapangan dan Laporan
Observasi lapang dan Studi Pustaka
Sekunder
Laporan
Studi Pustaka
Primer dan Sekunder
Responden dan Laporan
Wawancara dan Studi Pustaka Wawancara dan Studi Pustaka
Primer dan Sekunder
Laporan
Wawancara dan Studi Pustaka
Primer dan Sekunder
Lapangan dan Laporan
Observasi lapang dan laboratorium serta studi pustaka
Primer dan Sekunder
Lapangan dan Laporan
Observasi lapang dan laboratorium serta studi pustaka
a. Parameter Fisika - Temperatur (°C)
Primer
Lapangan
Observasi lapang
- Warna Perairan
Primer
Lapangan
Observasi lapang
2. Karakteristik Sumberdaya Alam Situ Gunung a. Flora - Vegetasi sekitar - Tanaman air - Plankton
b. Fauna - Ikan
3. Kualitas Air Situ Gunung
- Kecerahan (m) - Kedalaman (m)
- TSS (mg/l) b. Parameter Kimia - pH - DO (mg/l)
- BOD (mg/l) - NO2
- Ptotal c. Parameter Biologi - Plankton
- Ikan - Tanaman air
4. Data Kesesuaian Wisata 5. Data Daya Dukung Kawasan 6. Karakteristik sosial-ekonomi a. Masyarakat Sekitar Situgunung b. Wisatawan c. Pengelola TWA Situgunung
7. Isu dan Permasalahan Pengelolaan 8. Kelembagaan Pengelolaan 9. Tata Ruang Kawasan a. Analisis Kebijakan Penataan Kawasan Taman Wisata Alam Situgunung b. Hubungan dengan Objek Wisata lainnya
Primer Primer Primer
Lapangan Lapangan Lapangan
Observasi lapang Observasi lapang Observasi lapang
Primer Primer
Lapangan Laboratorium
Observasi lapang Observasi lapang dan laboratorium
Primer
Laboratorium
Observasi lapang dan laboratorium
Primer Primer Primer Primer Primer
Primer dan Sekunder
Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Observasi lapang dan laboratorium Observasi lapang dan laboratorium Observasi lapang dan laboratorium
Observasi lapang dan laboratorium Observasi lapang dan laboratorium
Lapangan
Observasi lapang dan data sekunder
Primer dan Sekunder
Responden dan Laporan
Wawancara
Primer dan Sekunder
Responden dan Laporan
Wawancara
Primer dan Sekunder
Primer dan Sekunder Primer
Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder
Lapangan
Responden dan Laporan Responden
Responden dan Laporan Responden dan Laporan Responden dan Laporan
Observasi lapang dan data sekunder
Wawancara Wawancara
Wawancara Wawancara Wawancara
DO (Dissolve Oxygen) Dissolve Oxygen (DO) di tentukan dengan metode titrasi, prinsip analisis
pengukuran yaitu pengikatan O2 dengan pereduksi MnSO4 menjadi Mn(OH) dalam kondisi asam dan pembebasan I2, I2 yang bebas setara dengan O2 di perairan (SNI 066989.14-2004). Prosedur pengukurannya yaitu pertama pengambilan air sampel
32 diambil dengan botol BOD dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya bubling atau
gelembung udara. Kemudian ditambahkan 0,5 ml Sulfamic Acid dengan menggunakan pipet ke dalam air sampel. Lalu ditambahkan reagen lain yaitu 1 ml Mangan Sulfat
(MnSO4) dan 1 ml NaOH+KI ke dalam air sampel, kemudian botol ditutup dan diaduk
dengan cara membolak-balikkan botol tersebut. Sampel yang sudah ditambahkan reagen dibiarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan coklat di dasar botol BOD
secara sempurna. Selanjutnya tambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan diaduk dengan cara
yang sama hingga semua endapan terlarut. Setelah semua endapan terlarut diambil 25
ml air dari botol BOD tersebut dengan pipet mohr atau gelas ukur, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diusahakan tidak terjadi aerasi. Kemudian dititrasi dengan Na-
thiosulfat (Na2S2O3) hingga terjadi perubahan warna air sampel dari warna kuning tua
ke warna kuning muda, kemudian ditambahkan indikator yaitu amylum 2-3 tetes
sehingga air sampel menjadi warna biru dan titrasi dilanjutkan kembali sampai dengan pertamakalinya warna biru itu tepat tidak berwarna (bening). Dan terakhir dihitunglah nilai DO dengan menggunakan rumus : DO (mg O2 ⁄L) =
ml titran × Normalitas thiosulfat × 8 × 1000 (ml botol BOD − ml reagen terpakai) ml sampel × ml botol BOD
BOD (Biochemical Oxygen Demand) Prinsip analisis pengukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) yaitu
menghitung kadar O2 yang dibutuhkan mikroorganisme untuk medekomposisi bahan organik dengan cara menghitung nilai DO0 (hari 1) dengan DO5 (hari 5) setelah
dilakukan aerasi, inkubasi, pengenceran, selisih DO0 dengan DO5. Pengukuran BOD dilakukan berdasarkan rujukan dari APHA (1985) dan Departemen PU (1989).
Prosedur pengukurannya yaitu air sampel yang diambil sebanyak 1-2 liter dari
kedalaman yang dikehendaki, diencerkan menggunakan akuades 2-100 kali encernya,
tergantung tingkat kepekatan sampel. Pengenceran ini dilakukan untuk menurunkan kadar bahan organik karena dikhawatirkan kandungan O2 habis jika bahan organiknya
terlalu banyak. Selanjutnya kadar oksigen sampel ditingkatkan dengan menggunakan aerator selama kurang lebih lima menit. Kemudian air sampel tersebut dipindahkan ke
dalam botol BOD gelap dan botol terang sampai penuh. Air sampel dalam botol BOD
terang segera dianalisis kadar oksigen terlarutnya (DO1). Air sampel dalam botol BOD
33 gelap diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20oC selama 5 hari. Setelah 5 hari
dianalisis juga kadar oksigennya (DO5). Nilai BOD dapat dihitung dengan rumus: BOD(mg O2 ⁄L) = keterangan : p = faktor pengenceran = ∑
(DO1 − D05 ) − (1 − p) p 1
pengenceran
Nitrat
Nitrat dapat diperoleh nilainya dengan cara menyaring air sampel dengan
menggunakan kertas saring. Kemudian pipet 5 ml air yang telah disaring, dimasukkan ke dalam tabung reaksi. ditambahkan 0,5 ml Brucine dan diaduk. Kemudian
ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat di ruang asam, lalu diaduk dengan menggunakan vibrofix, selanjutnya dipanaskan di hot plate selama 30 menit kemudian diamkan
hingga dingin. Untuk pengukuran blanko, akuades dipipet sebanyak 5 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, perlakukan sama seperti perlakuan sampel di atas. Selanjutnya di ukur nilai absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Fosfor total
Fosfor total (P-total) dapat diperoleh nilainya dengan cara air contoh yang
telah disaring dipipet sebanyak 50 ml kemudian ditambahkan karbon aktif, selanjutnya dihomogenkan selama 5 menit. Kemudian air tersebut disaring kembali
dan diambil 35 ml yang selanjutnya dimasukan ke dalam labu takar 50 ml. Setelah itu ditambahkan 10 ml vanadium molibdate dan ditera hingga 50 ml. Sampel tersebut
dikocok kembali hingga homogen. Diamkan 10 menit sebelum dimasukan ke dalam
spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm. Setelah itu baca absorbance yang
tertera pada display spektrofotometer. Parameter biologi
Parameter biologi yang diukur adalah plankton, tanaman air, ikan dan vegetasi
sekitar lokasi penelitian. Plankton
Pengambilan contoh plankton dilakukan pada titik sampling parameter
kualitas air
dengan menggunakan planktonet. Air sebanyak 50 liter
disaring
menggunakan planktonet, air yang tersaring pada botol film pada plankton net
34 kemudian ditutup dan diberi label (tanda). Setelah itu contoh diidentifikasi di
laboratorium dan dianalisis kelimpahannya dengan menggunakan metode sensus. Kelimpahan individu (jumlah individu plankton per liter air) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
N (ind⁄𝑙𝑙 ) = n(ind) × keterangan :
1 Vt(ml) Acg(mm2 ) × × 2 Vcg(ml) Aa(mm ) Vd(𝑙𝑙)
Acg = Aa N = kelimpahan (individu/liter) n = jumlah individu yang tercacah (individu) Vt = volume air tersaring (30ml) Vcg = volume air di bawah coverglass (0,05 ml) Acg = Luas coverglass (20×20 mm2) Aa = Luas Lapang pandang = Luas coverglass Vd = Volume air yang disaring (50 Liter)
Tanaman air, ikan dan vegetasi sekitar
Pengambilan data tanaman air, ikan dan vegetasi sekitar danau dilakukan
dengan pengamatan langsung di perairan Danau Situgunung, spesimen yang ditemukan langsung diidentifikasi langsung di lapangan dan atau di laboratorium,
selanjutnya dicatat, dan dilakukan juga wawancara terhadap pihak pengelola kawasan danau tentang tanaman air, ikan serta vegetasi sekitar danau. 3.4.1.2. Wawancara Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data terkait
yang dibutuhkan untuk penelitian di Danau Situgunung. Wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu:
a. Masyarakat sekitar kawasan, yaitu dengan menyebarkan kuisioner bersifat semi
terbuka kepada responden untuk mengetahui aktivitas masyarakat di sekitar Situgunung, pendidikan, dan persepsi wisata air. Jumlah responden yang diambil
sebanyak 30 orang. Pemilihan responden kepada masyarakat dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik pengambilan responden yang dilakukan peneliti
dengan pertimbangan tertentu dalam menetapkan atau memilih responden dari
anggota populasi (masyarakat) sesuai dengan tujuan penelitiannya dengan
mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku dan semata-mata
berdasarkan atas judgement peneliti. Masyarakat yang dipilih yaitu masyarakat
35 yang memiliki kepentingan dengan Danau Situgunung, antara lain: masyarakat
yang bertempat tinggal di sekitar kawasan Danau Situgunung, masyarakat yang
memiliki warung di sekitar kawasan Situgunung, masyarakat yang memiliki sawah/kebun/kolam dengan sumber pengairannya dari air Danau Situgunung dan masyarakat yang bekerja di Danau Situgunung.
b. Wisatawan, yaitu dengan menyebarkan kuisioner yang bersifat semi terbuka
kepada responden seperti untuk mengetahui pendapatan, tingkat pendidikan,
motivasi dan persepsi wisatawan terhadap Danau Situgunung. Pemilihan responden dilakukan secara accidental sampling yaitu pengambilan contoh responden dilakukan tanpa perencanaan dan tanpa pertimbangan tertentu, dengan
kata lain siapapun pengunjung (dewasa) yang dijumpai di Taman Wisata Alam Situgunung dapat dijadikan responden. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang selama 2 bulan (Maret hingga April 2010) dengan intensitas 8 kali kunjungan wawancara.
c. Pengelola kawasan wisata dan pihak-pihak terkait. Pemilihan responden kepada pengelola dan pihak terkait juga dilakukan dengan metode purposive sampling.
Pemilihan pihak terkait yaitu pihak/instansi yang berkepentingan dalam pengelolaan wisata Danau Situgunung serta pihak yang turut serta dalam pembuatan kebijakan dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Situgunung. 3.4.2. Data sekunder Data sekunder diperoleh melalui data-data yang telah ada, selanjutnya
dilakukan proses analisis dan interpretasi terhadap data-data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber, yaitu data internal dan data eksternal. Data internal adalah data yang berasal dari dalam organisasi dimana riset sedang dilakukan, sedangkan data eksternal adalah data yang
berasal dari luar organisasi dimana riset sedang dilakukan. Sumber data eksternal
dapat dibagi menjadi sumber-sumber yang secara teratur menerbitkan data-data statistik dan data-data yang diperoleh melalui studi pustaka, seperti dengan
mempelajari buku-buku laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, buku-buku
penunjang, peta, dan sumber lainnya yang dapat dijadikan informasi pendukung yang
diperlukan dalam penelitian. Data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari data-data perusahaan, artikel atau literatur terkait dengan topik penelitian, internet, Balai Besar
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Resort Situgunung Taman Nasional Gunung
36 Gede Pangrango, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi tahun 2009, Balai
Pengelola Sumber Daya Air Kabupaten Sukabumi, Monografi Desa Gede Pangrango dan
Desa Sukamanis, Pengelola Taman Wisata Alam Situgunung, serta Perpustakaan Institut Pertanian Bogor. 3.5. Analisis Data 3.5.1. Analisis kondisi sumberdaya Analisis sumberdaya meliputi sumberdaya danau dan lingkungannya serta
sumberdaya manusia. Analisis sumberdaya danau dan lingkungannya meliputi kualitas air, kondisi kawasan, serta identifikasi flora dan fauna yang terdapat di perairan danau dan juga vegetasi sekitar danau. Kondisi kawasan dan vegetasi sekitar danau diperoleh
melalui data primer yaitu melalui observasi dan wawancara dan juga data sekunder melalui pengumpulan literatur-literatur terkait.
Parameter kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika, kimia dan
biologi, kemudian data kualitas air hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan
baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran dan literatur lain yang mendukung penelitian. Untuk flora
yang hidup di Danau Situgunung seperti tanaman air dilihat banyaknya jenis dan kerapatannya. Untuk fauna seperti ikan dilihat banyaknya jenis ikan dan kelimpahannya.
Analisis sumberdaya manusia dilakukan melalui wawancara dengan beberapa
responden untuk mengetahui tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, dan tingkat pemahaman kelestarian lingkungan. Informasi-informasi mengenai sumberdaya
manusia dianalisis untuk mengetahui potensi sumberdaya manusia sekitar kawasan
Danau Situgunung untuk arahan pengembangan wisata Danau Situgunung. Analisis
sumberdaya manusia ini mencakup masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Situgunung, pengunjung/wisatawan, pengelola dan instansi yang terkait. 3.5.2. Analisis kesesuaian wisata Kegiatan wisata yang telah diadakan atau akan dikembangkan di suatu
kawasan mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang disesuaikan
antara peruntukannya dengan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan analisis kesesuaian wisata.
37 Kesesuaian lahan untuk wisata perairan tawar bagian danau dapat dibagi wisata
kategorinya menjadi berkemah, perahu karet, memancing, duduk santai, outbound dan
berendam di air panas (Yulianda 2010). Berdasarkan Yulianda (2007) persamaan yang
digunakan untuk kesesuaian wisata adalah: n
IKW = � � keterangan :
IKW Ni Nmaks i n
i=0
Ni
Nmaks
� × 100
: Indeks Kesesuaian Wisata : Nilai parameter ke-i (bobot × skor) : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata : parameter kesesuaian : jumlah jenis parameter
Analisis kesesuaian wisata danau diperoleh berdasarkan pertimbangan
masing-masing parameter yang berbeda dalam kategori wisata tersebut (tabel 5. s.d. tabel 10.) dengan cara perkalian skor dan bobot dari setiap parameter. Kemudian dihitung tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari seluruh parameter.
Tabel 5. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk flying fox No
1.
Parameter
Bobot
Pemandangan (object view)
5
Kategori Danau, hutan, pegunungan, sungai
Skor 3
Tidak ada pemandangan
0
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
2 s.d. 3 dari 4 pemandangan satu dari 4 pemandangan
Tabel 6. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk memancing No
1.
2.
3.
Parameter
Kelimpahan ikan
jenis ikan
kedalaman perairan
Bobot
5
3
1
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
2 1
Kategori Sangat banyak
Skor
Tidak ada
0
banyak sedikit
lebih dari 5 3 s.d. 4 1 s.d. 2
Tidak ada 3≤x<5 1< x <3
x>5 ; x<10 x > 10 m
3 2 1 3 2 1 0 3 2 1 0
38 Tabel 7. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk berperahu No
Parameter
Bobot
1.
Kedalaman Perairan (m)
5
2.
Kecepatan arus (m/det)
5
3.
Bau
3
4.
Vegetasi yang hidup di tepi danau
3
5.
Warna perairan
1
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
Kategori 2≤ x < 3 3< x ≤5 1< x ≤ 3; 5 - 10 x ≤ 1; x > 10 0 < x ≤ 0.15 0.15 < x ≤ 0.30 0.30 < x ≤ 0.45 x > 0.45 Tidak berbau Sedikit berbau berbau Sangat berbau Jumlah jenis pohon ≥ 4 Jumlah jenis pohon 2 s.d. 3 Jumlah jenis pohon 1 Semak belukar Hijau jernih Hijau Hijau kecoklatan Hitam
Tabel 8. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk outbond No
Parameter
Bobot
1.
Lebar tepi danau
1
2.
Hamparan dataran
5
3.
Vegetasi yang hidup di tepi danau
5
4.
Biota berbahaya
3
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
Skor 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0
Kategori x≥8
Skor 3
<1
0
4≤x<8 1≤x<4
Rumput/pasir Berbatu Tanah Liat Lumpur Jumlah jenis pohon ≥ 4 Jumlah jenis pohon 2 s.d. 3 Jumlah jenis pohon 1 Semak belukar Tidak ada 1 jenis 1 s.d. 3 jenis > 3 jenis
2 1 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0
39 Tabel 9. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk duduk santai No
1.
2.
3.
4.
5.
Parameter
Lebar tepi danau
Pemandangan
Vegetasi yang hidup di tepi danau
Hamparan dataran
Biota berbahaya
Bobot
Kategori
Skor
x≥8
3
<1
0
4≤x<8
1
1≤x<4
Danau, hutan, pegunungan, sungai 2 s.d. 3 dari 4 pemandangan
5
satu dari 4 pemandangan Tidak ada pemandangan Jumlah jenis pohon ≥ 4
Jumlah jenis pohon 2 s.d. 3
5
Jumlah jenis pohon 1 Semak belukar Rumput/pasir Berbatu
3
Tanah Liat Lumpur
Tidak ada 1 jenis
3
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
1s.d. 3 jenis
Lebih dari 3 jenis
Tabel 10. Parameter kesesuaian sumberdaya untuk foto dan shooting No
1.
2.
3.
Parameter
Pemandangan (object view)
Vegetasi yang hidup di tepi
Fauna
Bobot
5
2 1 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0 3 2 1 0
Kategori
Skor
Danau, hutan, pegunungan, sungai
3
Tidak ada pemandangan
0
4
3
Sumber : Modifikasi Yulianda (2007), Yulianda (2010)
2 s.d. 3 dari 4 pemandangan satu dari 4 pemandangan Jumlah jenis pohon ≥ 4
Jumlah jenis pohon 2 s.d. 3 Jumlah jenis pohon 1 Semak belukar
Jumlah jenis fauna ≥ 4
Jumlah jenis fauna 2 s.d. 3 Jumlah jenis fauna 1 Tidak ada fauna
2 1 3 2 1 0 3 2 1 0
Nilai parameter ke-i (Ni) merupakan hasil perkalian antara bobot dan skor
lokasi penelitian dari suatu parameter yang telah diukur. Nilai maksimum dari suatu
40 kategori wisata (Nmaks) merupakan hasil perkalian antara bobot dan skor maksimum
dari suatu parameter. Parameter tersebut meliputi parameter yang berpengaruh
terhadap kegiatan wisata yang akan dikembangkan. Bobot didasari oleh tingkat kepentingan parameter pada kegiatan yang akan dikembangkan. Skor lokasi penelitian
didasari oleh tingkat kesesuaian masing-masing parameter di setiap lokasi penelitian.
Nilai maksimum adalah skor pada tingkat kesesuaian tertinggi. Nilai maksimum untuk wisata perahu dan duduk santai adalah 51, untuk wisata memancing adalah 27, untuk wisata outbond serta foto dan shooting adalah 36.
Berdasarkan nilai indeks kesesuaian wisata tersebut maka masing-masing
kegiatan wisata yang akan dikembangkan di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dapat dimasukkan ke dalam tiga kategori. Kategori sangat sesuai jika nilai IKW antara 83-100%, kategori sesuai jika nilai IKW antara 50-<83%, kategori sesuai bersyarat jika
nilai IKW 17-<50%, dan tidak sesuai jika nilai IKW<17%. Kegiatan-kegiatan wisata
yang termasuk dalam kategori sangat sesuai dan sesuai merupakan kegiatan yang dapat direkomendasikan kepada pengelola untuk di kembangkan di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung.
3.5.3. Analisis daya dukung Konsep daya dukung mempertimbangkan dua hal, yaitu kemampuan alam
untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan keaslian sumberdaya alam
(Yulianda 2010). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Menurut Yulianda (2007) perhitungan daya dukung dapat menggunakan rumus :
DDK = K × keterangan:
DDK K Lp Lt Wt Wp
Lp Wt × Lt Wp
= Daya dukung kawasan wisata (orang/hari) = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan = Unit area untuk kategori tertentu = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu
41 Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (K) adalah jumlah wisatawan
maksimum yang dapat ditampung oleh suatu sarana atau lokasi wisata dalam waktu yang bersamaan. Kondisi sarana atau lokasi yang digunakan harus dalam kondisi baik sehingga masih dapat menampung wisatawan sesuai dengan nilai K yang telah ditetapkan. Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan (Lp) adalah luas
atau panjang suatu area yang telah disediakan oleh pengelola agar wisatawan dapat melakukan kegiatan wisata yang ditetapkan di area tersebut. Unit area untuk kategori
tertentu (Lt) adalah luas atau panjang suatu area yang dibutuhkan wisatawan agar dapat bergerak bebas melakukan kegiatan wisata yang ditetapkan di area tersebut dan
tidak merasa terganggu oleh keberadaan wisatawan lain. Waktu yang disediakan oleh
kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (Wt) merupakan lamanya waktu
Taman Wisata Alam Situgunung dibuka dalam satu hari. Waktu yang dihabiskan oleh
wisatawan untuk melakukan satu jenis kegiatan (Wp) berbeda-beda bergantung kepada jenis kegiatan wisata.
3.5.4. Analisis untuk perumusan strategi pengelolaan Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kerangka kerja
perumusan strategi yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pemasukan data, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan (Tabel 11). Analisis data dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif yang disajikan dalam bentuk tabel, bagan, dan uraian. Analisis kualitatif diperoleh berdasarkan hasil analisis deskriptif dan penjelasan dari
hasil analisis kuantitatif, sedangkan analisis kuantitatif yang dihasilkan pada penelitian
ini adalah hasil analisis berupa bobot, rating, dan skor. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM. Tabel 11. Kerangka kerja perumusan strategi
TAHAP 1 : TAHAP INPUT (INPUT STAGE)
Matriks Evaluasi Faktor Ekternal (External Factor Evaluation — EFE)
Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation — IFE)
Matriks Kekuatan-Kelemahan-PeluangAncaman (Strength-WeaknessOpportunities-Threats—SWOT)
Matriks Internal-Eksternal (IE)
TAHAP 2 : TAHAP PENCOCOKAN (MATCHING STAGE)
TAHAP 3 : TAHAP KEPUTUSAN (DECISION STAGE) Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matriks—QSPM)
42 3.5.4.1. Identifikasi faktor internal dan eksternal Penilaian faktor internal (IFE) adalah untuk mengetahui seberapa jauh
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua kekuatan
dan kelemahan (David 2006). Kekuatan merupakan suatu kelebihan khusus kawasan
yang memberikan keunggulan komparatif dan dapat membantu pengelola mencapai keberhasilan, sedangkan kelemahan merupakan keterbatasan dan kekurangan internal kawasan dalam hal sumber daya, keahlian, dan kemampuan yang secara nyata dapat menghambat untuk mencapai keberhasilan. Faktor internal ini dianalisis dengan
mengunakan matrik IFE yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut.
Penilaian faktor eksternal (EFE) adalah untuk mengetahui seberapa jauh
ancaman dan peluang yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua ancaman dan peluang. Peluang adalah unsur eksternal kawasan yang berada di luar kendali pengelola yang dapat memberikan keuntungan bagi pengelola. Ancaman adalah unsur
eksternal yang berada di luar kendali pengelola yang tidak menguntungkan dan dapat mengganggu atau menghalangi suatu kegiatan atau usaha di kawasan wisata. Menurut
David (2006), kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori besar, yaitu: (1)
kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi, dan lingkungan; (3)
kekuatan politik, pemerintah, dan hukum; (4) kekuatan teknologi; dan (5) kekuatan
kompetitif. Faktor eksternal dianalisis dengan menggunakan matriks EFE yang merangkum dan mengevaluasi hal-hal yang mempengaruhi yang berasal dari luar.
3.5.4.2. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) Menurut David (2006), matriks IFE (Internal Factor Evaluation) meliputi hasil
analisis faktor-faktor lingkungan internal yang terkait kekuatan dan kelemahan organisasi sehingga dapat menjadi petunjuk dasar dalam menentukan posisi
perusahaan. Matriks IFE merupakan alat formulasi strategi untuk meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis dan memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara areaarea tersebut. Menurut Umar (2008), menyatakan bahwa matriks IFE digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Begitu pula dengan matriks EFE ( External Factor
43 Evaluation) yang merupakan hasil analisis dari ancaman dan peluang yang dihadapi organisasi.
Matriks IFE dan EFE dihasilkan dari lima tahapan, yaitu :
1) Mengidentifikasikan dan mendaftarkan faktor-faktor internal utama (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal utama (peluang dan ancaman) kawasan.
2) Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor
strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen yang menentukan kebijakan pengelolaan dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian tentang bobot terhadap setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penilaian bobot setiap
faktor dengan nilai total mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling penting). Setiap variabel digunakan skala 1, 2, dan 3 untuk menentukan bobot. Skala yang digunakan untuk menentukan bobot adalah:
1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
4 = jika indikator horizontal sangat penting dibandingkan indikator vertikal
Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel baris (indikator
horizontal) dibandingkan dengan variabel kolom (indikator vertikal) dan harus
konsisten (Tabel 12). Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus:
αi = keterangan :
αi xi ∑xi i n
xi n ∑i=1 xi
= bobot faktor = nilai variabel ke-i = total nilai variabel = 1,2,3,...,n = jumlah variabel
44 Tabel 12. Penilaian bobot faktor strategi internal dan eksternal Faktor Strategis Internal/ Eksternal
A
B
C
D
E
F
….
Total
A
Bobot
Xi
B C D E F ….
𝒏𝒏
� 𝒙𝒙𝒊𝒊
TOTAL
1,000
𝒊𝒊=𝟏𝟏
3) Penentuan rating (peringkat) untuk setiap faktor eksternal dan internal kunci. Penentuan
rating
dilakukan
untuk
masing-masing
faktor
berdasarkan
pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan kawasan Taman
Wisata Alam Situgunung (Tabel 13). Dalam mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi pengelolaan digunakan skala 1, 2, 3, dan 4.
Pemberian nilai rating kekuatan pada matriks IFE menggunakan skala :
3 = kekuatan yang kecil
4 = kekuatan yang besar
Pemberian nilai rating kelemahan pada matriks IFE menggunakan skala: 1 = kelemahan yang berarti
2 = kelemahan yang kurang berarti
Pemberian nilai peringkat peluang pada matriks EFE menggunakan skala: 1 = peluang rendah, respon kurang
2 = peluang sedang, respon rata-rata
3 = peluang tinggi, respon diatas rata-rata
4 = peluang sangat tinggi, respon superior:
Pemberian nilai peringkat ancaman pada matriks EFE menggunakan skala: 1 = ancaman sangat besar 2 = ancaman besar
3 = ancaman sedang 4 = ancaman sedikit
45 Tabel 13. Skala penilaian peringkat untuk Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE
Nilai
Matriks EFE
Peringkat
Strengths (S)
Weakness (W)
Opportunities (O)
Threats (T)
1
-
Kelemahan yang berarti
Ancaman sangat besar
2
-
Peluang rendah, respon kurang
3
Kekuatan yang kecil
Ancaman sedang
4
Kekuatan yang besar
Peluang tinggi, respon di atas rata-rata
Kelemahan yang kurang berarti -
Peluang sedang, respon rata-rata
Peluang sangat tinggi, respon superior
Ancaman besar
Ancaman sedikit
4) Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai
tertimbang (skor pembobotan). Dalam langkah 4 ini diperoleh hasil berupa skor
bobot untuk masing-masing faktor.
5) Menjumlahkan nilai tertimbang dari setiap faktor untuk menentukan total nilai
tertimbang. Nilai tertimbang yang diperoleh dari masing-masing faktor kemudian
dijumlahkan secara vertikal untuk mendapatkan total nilai tertimbang. Nilai total ini menunjukkan bagaimana pengelolaan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal. Total nilai tertimbang tertinggi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5.
Nilai tertimbang berkisar antara 1 sampai dengan 4 dengan rata-rata 2,5.
Jika nilai tertimbang pembobotan IFE dibawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahawa kondisi internal lemah, sedangkan jika berada diatas 2,5 maka dapat dinyatakan
bahwa kondisi internal kuat. Matriks IFE terdiri dari kolom nomor, kolom faktor strategi, bobot, rating dan nilai tertimbang atau skor (Tabel 14). Tabel 14. Matriks IFE ( Internal Factor Evaluation) No. 1. 2. 1. 2.
Faktor Strategis Internal
Kekuatan …………………… …………………… Kelemahan …………………… ……………………
Total sumber : David (2006)
Bobot
Rating
………… …………
………… …………
………… ………… 1,0000
………… …………
Nilai tertimbang (Bobot x Rating) ………… ………… ………… …………
Pada matriks EFE (Tabel 15) total nilai tertimbang 4,0 mengindikasikan
bahwa pengelolaan merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman
46 yang ada dalam industrinya. Strategi pengelolaan secara efektif mengambil
keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan dampak yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Jika total pembobotan EFE jika di bawah
2,5 menyatakan bahwa kondisi eksternal lemah dan jika di atas 2,5 menyatakan
bahwa kondisi eksternal kuat. Total nilai tertimbang 1,0 mengindikasikan bahwa strategi pengelolaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal.
Tabel 15. Matriks EFE ( External Factor Evaluation) No. 1. 2. 1. 2.
Faktor Strategis Eksternal
Peluang …………………… …………………… Ancaman …………………… ……………………
Total Sumber: David (2006)
Bobot
Rating
Nilai tertimbang (Bobot x Rating)
………… …………
………… …………
………… …………
………… ………… 1,0000
………… …………
………… …………
3.5.4.3. Matriks Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT) Dari analisis SWOT akan dihasilkan matriks SWOT. Matriks SWOT (Strengths-
Weakness-Opportunities-Threats
Matrix)
merupakan
alat
untuk
mencocokan
terpenting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: SO (kekuatan-peluang; strengths-opportunities), WO (kelemahan-peluang; weakness-
opportunities), ST (kekuatan-ancaman; strengths-threats), dan WT (kelemahan-
ancaman; weakness-threats). Mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci adalah bagian yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik (David 2006).
Strategi SO menggunakan kekuatan internal kawasan untuk memanfaatkan
peluang eksternal. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST menggunakan kekuatan kawasan
untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
Penyajian yang sistematis dari Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel (Tabel
16). Ada empat sel faktor kunci, empat sel strategi dan satu sel yang selalu dibiarkan
47 kosong (sel di kiri atas). Empat sel strategi (SO, WO, ST, dan WT) dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci (S, W, O, dan T). Tabel 16. Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal Peluang (Opportunities-O) 1. 2. … Ancaman (Threats-T) 1. 2. … Sumber : David (2006)
Kekuatan (Strenghts-S) 1. 2. … Strategi SO Strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Strategi dengan menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Kelemahan (Weakness-W) 1. 2. … Strategi WO Strategi dengan mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada Strategi WT Strategi dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
3.5.4.4. Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks IE (Internal-External) merupakan pemetaan skor matriks EFE dan IFE
yang telah dihasilkan dari tahap input (input stage) dan memposisikan dalam tampilan sembilan sel. Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci yaitu total skor pembobotan
IFE pada sumbu horizontal dan total skor pembobotan EFE pada sumbu vertikal. Pada sumbu horizontal dari matriks IE (gambar 3), total skor bobot dari 1,0 hingga 1,99
menunjukkan posisi internal lemah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah rata-rata; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah posisi internal kuat. Pada sumbu vertikal dari matriks IE, total skor bobot dari 1,0 hingga 1,99 menunjukkan posisi eksternal yang lemah;
nilai dari 2,0 hingga 2,99 menunjukkan pengaruh eksternal sedang; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah pengaruh eksternal tinggi.
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi
strategi yang berbeda-beda. Pertama, divisi yang masuk dalam sel I, II, dan IV dapat
digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan (grow and build). Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi
integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal) dapat
menjadi strategi yang paling sesuai untuk divisi dalam sel ini. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan cara terbaik menggunakan
48 strategi jaga dan pertahankan (hold and maintain). Strategi yang tepat untuk tipe ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Ketiga, rekomendasi yang umum
diberikan untuk divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, dan IX adalah panen atau divestasi (harvest or divesture).
Total Rata-rata Tertimbang IFE
Tinggi 3,0 – 4,0 Sedang 2,0 – 2,99 Rendah 1,0 – 1,99
4,0
KUAT 3,0 – 4,0
Rata-rata 2,0 – 2,99
Lemah 1,0 – 1,99
I
II
III
3,0
2,0
3,0
IV
V
VI
2,0
VII
VIII
IX
1,0
1,0
Gambar 3. Matriks IE
3.4.4.5. Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi pengelolaan,
pengelola akan mengevaluasi dan kemudian memilih strategi pengelolaan terbaik yang
paling cocok dengan kondisi internal serta situasi lingkungan eksternal. Untuk itu dapat digunakan QSPM (quantitative Strategic Planning Matrix) sebagai alat analisis untuk memperoleh daftar prioritas. membuat QSPM (David 2006):
Ada 6 langkah yang akan dijalankan untuk
1) Mendaftarkan peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal dari kawasan dalam kolom kiri dari QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari matriks IFE dan EFE.
2) Memberikan bobot untuk masing-masing faktor. Bobot harus identik dengan nilai yang diberikan pada matriks IFE dan EFE.
49 3) mengidentifikasi strategi pengelolaan alternatif yang harus dipertimbangkan pengelola untuk diimplementasikan.
4) menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score) yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif.
Bila faktor yang bersangkutan ada
pengaruhnya terhadap strategi pilihan yang dibuat, diberikan nilai AS
(Attractiveness Score). Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat menarik. Bila tidak ada pengaruhnya terhadap strategi pilihan yang dibuat maka tidak perlu memberikan nilai AS
5) menghitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Score). TAS ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik. Semakin tinggi TAS, semakin menarik alternatif strategi itu.
6) Menghitung jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah Total Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik. Semakin tinggi menunjukkan strategi ini semakin menarik dengan mempertimbangkan semua faktor sukses
kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Ilustrasi QSPM terdiri dari kolom faktor kunci (eksternal dan internal), bobot, dan penilaian alternatif strategi (Tabel 17). Tabel 17. Matriks QSPM Faktor Kunci
Faktor Eksternal 1. …………. 2. ………….
Faktor Internal 1. ………….. 2. ………….
Sumber: David (2006)
Bobot
Alternatif Strategi Strategi 1
Strategi 2
Strategi 3
Strategi…
AS
AS
AS
AS
TAS
TAS
TAS
TAS
50 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Danau Situgunung 4.1.1. Luas dan letak Wisata
Objek wisata alam Situgunung seluas 100 hektar ditetapkan sebagai Taman Alam
(TWA)
berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27 November 1975. Kawasan Taman Wisata Alam Situgunung ini merupakan daerah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003, TWA Situgunung termasuk salah satu bagian areal perluasan yang merupakan zona pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP), sehingga luas TNGGP menjadi 21.975 hektar. Danau Situgunung merupakan
objek utama dalam kawasan Taman Wisata Alam Situgunung yang memiliki panorama
alam indah dan dikelilingi barisan bukit. Taman Wisata Alam Situgunung ini terletak di kaki Gunung Pangrango pada ketinggian 950 – 1.175 mdpl. Secara administratif Taman Wisata Alam Situgunung terletak di Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Danau Situgunung yang berada dalam
kawasan Taman Wisata Alam Situgunung terletak antara 106°55’16.45” 106°55’28.04” Bujur Timur dan 06°49’47.98” - 06°50’2.35” Lintang Selatan dengan luas sekitar 10 hektar. Di sekitar danau Situgunung terdapat rawa, pelataran danau,
serta fasilitas wisata lainnya seperti tempat menginap (cotage), aula (hall), dan lainnya. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Bidang PTN Wilayah I, Puncak Gunung Pangrango,
Sebelah Selatan : Areal perkebunan, areal pertanian dan areal pemukiman Desa Gede Pangrango
Sebelah Barat
Sebelah Timur
dan
Desa
Kabupaten Sukabumi,
Sukamanis,
Kecamatan
Kadudampit,
: Resort PTN Cimungkat, : Resort PTN Cipetir.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1990
tanggal 4 Juni 1990 menerangkan bahwa Perum Perhutani Unit III Jawa Barat ditunjuk sebagai pengelola pariwisata alam atas Taman Wisata Alam Situgunung. Namun
administrasi pemangku atau pengelolaan hutan atau pengelola kawasan dipegang oleh
Resort PTN Situgunung, Seksi PTN Wilayah IV Situgunung, Bidang PTN Wilayah II
51 Sukabumi, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sehubungan telah ditetapkan dan ditunjuk kawasan Taman Wisata Alam Situgunung sebagai Zona Pemanfaatan.
Aksesibilitas menuju kawasan Taman Wisata Alam Situgunung cukup baik
sehingga lokasinya dapat dicapai dengan mudah (Lampiran 1). Jalan menuju kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung sudah jalan aspal. Perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor beroda dua ataupun beroda empat. Selain dengan kendaraan pribadi juga dapat menggunakan kendaraan umum (angkot dan ojek) dari
alun-alun Cisaat menuju arah utara hingga ke kawasan Taman Wisata Alam
Situgunung. Letak lokasi Taman Wisata Alam Situgunung pada umumnya tidak terlalu
jauh dan terjangkau dalam periode waktu yang tidak terlalu lama (Tabel 18). Jarak dan waktu tempuh menuju kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dengan kendaraan
tercepat dapat menjadi informasi bagi wisatawan yang berasal dari luar Kota Sukabumi untuk dapat memilih tempat/pondokan untuk meraka menginap. Tempat/pondokan tersebut disesuaikan dengan jarak dan waktu tempuh yang mereka inginkan.
Tabel 18. Jarak dan waktu tempuh menuju kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dengan kendaraan tercepat. No.
Daerah asal
1. Ibukota Kecamatan Kadudampit 2. Ibukota Kabupaten Sukabumi 3. Ibukota Kotamadya Sukabumi 4. Kota Jakarta 5. Kota Bogor 6. Kota Bandung 7. Cianjur Sumber : Modifikasi BPS Kabupaten Sukabumi (2009)
Jarak (Km) 5 70 13 123 70 108 60
Waktu tempuh (menit) 15 180 40 210 150 210 90
4.1.2. Geologi, Tanah, Topografi, dan Iklim Secara geomorfologis maka geofisik wilayah Situgunung memiliki formasi
sebagai kuarter volkanik Pangrango tua (Qvpo) yang tersusun dari satuan batuan
mineral endapan tua, lahar dan lava, basal andesit dengan oligloklas-andesin, labradorit, olivin, piroksin, dan horenblenda. Merujuk Peta Tanah Tinjau Provinsi Jawa Barat Skala 1:250.000 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1966 in Balai Besar
TNGGP 2009), jenis-jenis tanah yang mendominasi kawasan TNGGP adalah latosol
52 coklat, asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuf, dan batuan vulkan intermedier sampai dengan basin (Tabel 19). Tabel 19. Data tanah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango No Jenis Tanah 1 Latosol coklat tuf volkan intermedier
2
Lokasi Lereng paling bawah Gunung Gede Pangrango (Dataran rendah)
Deskripsi Jenis Mengandung tanah liat dan tidak lekat serta lapisal sub soilnya gembur yang mudah ditembus akar dan lapisan dibawahnya tidak lapuk, juga merupakan tanah subur dan dominan. Tanah latosol mempunyai perkembang-an profil dengan solum tebal (2 m), coklat hingga merah dengan perbedaan antara horizon A dan B tidak jelas, tingkat keasamannya sekitar 5,5 s.d. 6,5. Tanahnya mengalami pelapukan lebih lanjut
Asosiasi andosol Lereng-lereng coklat dan regosol gunung lebih tinggi coklat 3 Kompleks regosol Kawasan Gunung Warna gelap, porositas tinggi, struktur kelabu dan litosol, Gede dan Gunung lepas-lepas dan kapasitas menyimpan air abu pasir, tuf, dan Pangrango berasal tinggi. Di kawah G. Gede ditemukan jenis batuan volkan dari hasil kegiatan litosol yang belum lapuk, juga dipunggung G. Gemuruh Bagian Tenggara tempat intermedier gunung api sampai dengan pencucian pada permukaan tanah telah basis menghasilkan tanah rgosol berpasir Sumber : Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2009)
Topografi kawasan Danau Situgunung bervariasi mulai dari berombak hingga
bergunung, dengan kisaran ketinggian antara 950 mdpl sampai dengan 1.175mdpl.
Wilayah Situgunung memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukitbukit (seperti bukit masigit) dengan kelerengan 20-80% (Tabel 20). Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai di wilayah ini. Tabel 20. Klasifikasi kelas lereng kawasan TNGGP Simbol
Kelas Lereng Luas Persentase (%) (ha) (%) A 0–3% 227,94 1.5 B 3–8% 531,86 3.5 C 8 – 15 % 759,80 5.0 D 15 – 25 % 2.127,44 14.0 E 25 - 40 % 4.102,92 27.0 F > 40 % 7.446,04 49.0 Sumber : Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2009)
Keterangan Datar Landai Berombak Bergelombang Berbukit Bergunung
53 Iklim di kawasan Danau Situgunung tidak jauh berbeda dengan iklim wilayah
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada umumnya. Berdasarkan
klasifikasi iklim Schmid-Ferguson, TNGGP termasuk kedalam tipe iklim A dengan
curah hujan yang tinggi (Tabel 21). Oleh karena itu TNGGP merupakan salah satu daerah terbasah di pulau Jawa.
Tabel 21. Keadaan iklim kawasan TNGGP Iklim (Klasifikasi Schmidt – Ferguson) Curah hujan Suhu
Tipe A Nilai Q = 5 – 9 %
Tinggi Rata-rata 3000 – 4000 mm
10 º C (Siang hari) dan 5 º C (Malam hari)
Kelembaban udara
80 – 90 % Kelembaban tinggi menyebabkan terbentuk tanah yang khas ”peaty soil”
Angin
Muson Musim Penghujan (Desember – Maret), angin bertiup dari arah Barat Daya dengan kecepatan tinggi. Musim Kemarau, angin bertiup dari arah Timur Laut dengan kecepatan rendah. Sumber : Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2009)
4.1.3. Legenda Danau Situgunung Danau Situgunung berada di kaki sebelah selatan Gunung Pangrango. Danau
Situgunung yang memiliki luas perairan 10 hektar merupakan danau buatan seorang
bangsawan keturunan Kerajaan Mataram pada tahun 1817 yang bernama Rangga
Jagad Syahdana. Cerita berawal dari adanya pertempuran antara kerajaan Mataram (Jawa Tengah) melawan Belanda yang terjadi pada abad ke-19. Kejadian tersebut
menyebabkan Rangga Jagad Syahdana pergi meninggalkan kerajaan sehingga beliau menjadi buronan Belanda. Beliau melarikan diri menuju barat untuk menghindari pengejaran tentara Belanda. Beliau menemukan jodoh dalam perjalanannya dan
sesampainya di Kuningan dan beliau menikah dengan gadis Kuningan. Setelah itu
mereka melanjutkan perjalanannya. Untuk menuju Banten beliau menelusuri hutan di
Gunung Gede Pangrango supaya terhindar dari pengejaran Belanda. Menurut cerita masyarakat,
kelahiran
anak
laki-lakinya
pada
tahun
1814
menghentikan
pengembaraan panjang beliau dan memutuskan untuk menetap di lereng sebelah
54 selatan Gunung Gede Pangrango. Anak laki-laki itu diberi nama Rangga Jagad Lulunta
(artinya anak yang lahir di perjalanan) yang disingkat dengan sebutan Jalun, sehingga
ayahnya Jalun (Rangga Jagad Syahdana) dipanggil Mbah Jalun. Sebagai ungkapan
kebahagiaan pada tahun 1817 Mbah Jalun membangun sebuah danau yang diberi
nama Situgunung yang berarti danau di gunung. Pada tahun 1840 Belanda akhirnya
mengetahui tempat persembunyian itu dan Mbah Jalun ditangkap. Menjelang pelaksanaan hukuman gantung di Alun-alun Cisaat Mbah Jalun mampu meloloskan diri
lagi dan lari ke barat. Petualangan Mbah Jalun akhirnya berhenti ketika beliau meninggal dunia pada usia 71 tahun dan dikebumikan di Kampung Baru Bogor. Danau Situgunung sampai sekarang masih ada dan dijadikan kawasan wisata. 4.1.4. Lanskap Danau Situgunung Akses dari pintu gerbang utama kawasan Taman Wisata Alam Situgunung
(Welcome Area) menuju Danau Situgunung dihubungkan dengan jalan berbatu yang
berjarak 1,3 km. Jalan tersebut dapat dilalui dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Di sepanjang jalan dapat dijumpai hutan tanaman damar (Agathis lorantifolia) yang cukup rapat dengan diameter > 60 cm. Memasuki jalan ini dapat dilakukan
kegiatan pemanduan / interpretasi kepada pengunjung karena mulai dapat dirasakan kesan berada di dalam hutan dengan barisan tanaman damar serta satwa liarnya sebagai ekosistem hutan tanaman.
Lanskap danau Situgunung merupakan satu hamparan dengan luas yang
dibentuk oleh perairan danau, rawa danau, tepian danau, dan pelataran danau. Tepian
danau diantaranya berupa tanggul danau yang biasa dipakai untuk aktivitas berjalan
mengelilingi danau, memancing, dan bersantai menikmati keindahan alam. Latar depan danau terdapat hutan tanaman damar dan latar belakang danau terdapat hutan
alam pegunungan (Gunung Masigit dan Gunung Pangrango). Latar seperti ini sangat dinikmati keindahan alamnya oleh para pengunjung. Di bagian selatan terdapat
pelataran danau yang merupakan daerah daratan sekitar danau memiliki lanskap yang cukup datar. Lokasi ini sangat menunjang untuk kegiatan piknik/bersantai, permainan skala kecil/terbatas dan umumnya permainan klasik/tradisional seperti balap karung,
balap bakiak, tarik tambang, main bola, dll. Di bagian barat danau terdapat ekosistem hutan damar eks tanaman Perum Perhutani. Ekosistem di hutan damar ini sangat menarik untuk dijadikan objek interpretasi khususnya mengenal kehidupan liar pada
55 ekosistem hutan tanaman (buatan). Di sini dapat dilakukan aktivitas bermalam dengan tenda dalam jumlah tertentu dan dibatasi.
4.1.5. Hidrologi dan manfaat Danau Situgunung Danau Situgunung yang memiliki luas perairan 10 hektar berfungsi sebagai
daerah resapan dan merupakan danau terbesar di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Sumber air Danau Situgunung berasal dari resapan air tanah karena letaknya berada pada daerah cekungan pegunungan yang dikelilingi hutan. Danau Situgunung sendiri menampung aliran-aliran sungai kecil yang berasal dari bagian
kecil punggungan Gunung Masigit. Selain itu Curug Cimanaracun yang terletak di
sebelah utara danau, juga merupakan sumber air yang mengalir ke danau Situgunung.
Keberadaan danau Situgunung sangat menonjol sebagai kantong air bagi daerah dibawahnya. Perairan Danau Situgunung memiliki air danau yang sangat jernih serta
gelombang air yang kecil, sehingga cukup aman dilakukan kegiatan bersampan menggunakan perahu dengan lantai tembus pandang untuk melihat kehidupan di
dalam air danau. Debit air dari Danau Situgunung yang cukup tinggi dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan untuk keperluan pertanian, perikanan dan
kebutuhan rumah tangga sehari-hari lainnya. Bahkan dengan kualitas air yang masih
sangat baik (pencemaran sedikit), air danau dimanfaatkan sebagai sumber air bersih masyarakat sekitar.
4.2. Karakteristik Sumberdaya Alam 4.2.1. Kualitas air Danau Situgunung merupakan salah satu sumberdaya perairan daratan. Danau
Situgunung memiliki potensi perairan yang cukup luas, salah satunya dapat dikembangkannya menjadi kawasan wisata dengan konsep ekowisata. Selain strategis
dari segi lingkungan hidup, wisata Danau Situgunung ini juga menyimpan potensi dalam bidang pariwisata berskala internasional. Hal tersebut memberikan dampak positif, yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar dengan terbukanya lapangan pekerjaan. Namun pada kenyataannya, kegiatan wisata dapat
juga memberikan dampak negatif bagi perairan danau, antara lain perubahan kualitas air.
56 Pengambilan contoh air dilakukan di musim kemarau pada tanggal 17 April
2010 pada pukul 09.00 hingga pukul 12.00 pada 5 stasiun dan diambil secara vertikal
berdasarkan kedalaman perairan. Pengkajian kualitas perairan (fisika dan kimia perairan) dilakukan dengan tujuan untuk melihat karakteristik perairan Danau Situgunung, keseimbangan ekosistem perairan Danau Situgunung dan menentukan
kondisi perairan yang terkait dengan kelayakan habitat bagi perikanan dan pariwisata.
Parameter-parameter kualitas air tersebut dapat berpengaruh atau dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas wisata di Danau Situgunung seperti bersampan mengelilingi danau, memancing di danau dan duduk santai di tepian danau. 4.2.1.1. Parameter fisika Warna perairan Danau Situgunung yang diamati secara visual berdasarkan
indera penglihatan pada umumnya berwarna hijau bening. Warna air dapat mempengaruhi estetika dari suatu perairan dan menunjukkan keberadaan plankton di perairan. Berdasarkan hasil pengukuran, warna hijau di perairan Danau Situgunung
diduga karena tingginya kelimpahan fitoplankton yang didominasi oleh kelas Cyanophycae (551.733 ind/l). Selain itu warna hijau pada badan air Danau Situgunung juga dapat disebabkan oleh banyaknya tanaman air yang tumbuh dari dasar perairan.
Seperti kondisi perairan alami di daerah tropis pada umumnya, kisaran
temperatur air rata-rata pada badan air Danau Situgunung masih berada dalam
kisaran normal (27 oC ± 3 oC), yaitu sekitar 25 oC sampai dengan 26 oC dengan catatan
bahwa pengukuran dilakukan pada siang hari. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut,
Danau Situgunung dapat digolongkan sebagai badan perairan yang layak untuk kegiatan wisata air dan perikanan berdasarkan baku mutu air kelas II dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Kecerahan menggambarkan tingkat transparansi atau visibilitas air bila dilihat
dari permukaan. Nilai kecerahan air rata-rata yang terukur pada pengamatan kualitas
air di Danau Situgunung adalah sebesar 1,27 m. Nilai tersebut didapat dengan asumsi bahwa nilai kecerahan air pada stasiun 1 tidak disertakan dalam perhitungan karena
tidak mewakili kecerahan air sebenarnya dari Danau Situgunung. Perairan disekitar stasiun 1 memiliki kedalaman air yang relatif rendah, sehingga secchi disk masih dapat terlihat jelas sampai dasar perairan ketika pengukuran kecerahan dilakukan. Nilai
kecerahan rata-rata dari perairan Danau Situgunung mengambarkan bahwa perairan
57 tersebut merupakan tipe perairan eutrofik karena kecerahan secchi disk <3,0 m (Henderson-Seller & Markland 1987 in Surya 1998).
Danau Situgunung memiliki kedalaman air yang bervariasi antara 0,44 meter
sampai dengan 3 meter (Tabel 22). Perairan disekitar inlet danau memiliki
karakteristik batimetri yang dangkal, disertai dengan rawa dan pulau-pulau kecil. Pada
bagian tengah danau merupakan daerah yang lebih terbuka dengan kedalaman rata-
rata sedalam 2,13 meter. Pada perairan outlet danau yang diwakili oleh stasiun 5 merupakan daerah danau yang paling dalam dengan kedalaman sekitar 3 meter. Tabel 22. Kualitas air Danau Situgunung Parameter
Baku mutu
Bagian Inlet P
Bagian Tengah P
S
Bagian Outlet D
P
S
D
Fisika Warna Perairan
tidak tercantum
Kecerahan (m)
tidak tercantum
Temperatur (°C) Kedalaman (m) TSS (mg/l)
±3
tidak tercantum
Hijau bening
Hijau bening
Hijau bening
0.44
1.18-1.405 2.12-2.17
1.31
26
0.44
Kimia
50*
pH
6-9
6.46
3*
0.32
DO (mg/l)
BOD (mg/l)
Nitrat (mg/l)
Ptotal (mg/l)
4**
10*
0,2*
25-26
18
3 6.6
25
46
120
1
10
395
6.53
6.6
6.61
6.61
6.56
1.26-2.84
0.79
2.37
2.53
3.32
3.32-5.21
3.79-4.42
3.32-3.79
5.65
5.65
5.65
5.65
15.85
0.63-0.79 16.52
3
1.11-2.21 16.79
18.64
5.21 5.65
18.66
4.90 5.65
18.33
Sumber : data primer 2010 (diolah) Keterangan : P : permukaan S : kedalaman secchi D : dekat dasar * : batas maksimum yang diperbolehkan pada baku mutu berdasarkan PP No.82 tahun 2001 klas 2 ** : batas minimum yang diperbolehkan pada baku mutu berdasarkan PP No.82 tahun 2001 klas 2
4.27 5.65
17.73
Kisaran nilai TSS perairan Danau Situgunung adalah 1-395 mg/l (Tabel 22).
Secara vertikal, nilai TSS cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
Pada bagian dekat permukaan, nilai TSS berkisar antara 1 mg/l hingga 18 mg/l. Nilai TSS di dekat dasar berkisar antara 120 mg/l s/d 395 mg/l. Nilai TSS tertinggi dijumpai pada daerah outlet di dekat dasar perairan yaitu 395 mg/l. Hal ini menunjukkan
terjadinya proses pengendapan partikel-partikel tersuspensi ke dasar perairan.
Kisaran nilai TSS bagian permukaaan dan kedalaman secchi Danau Situgunung masih berada di bawah ambang batas baku mutu perairan menurut PP No. 82 tahun 2001
58 klas 2 yaitu sebesar 50 mg/l sehingga masih sesuai bagi peruntukan sarana rekreasi air dan perikanan. Nilai TSS musim kemarau di perairan pada umumnya lebih rendah
dibanding nilai TSS pada musim hujan dikarenakan pada musim hujan masukan materi organik dan anorganik yang terdiri dari lumpur, protein, bakteri, sampah dan
limbah domestik yang masuk ke perairan lebih banyak, sehingga pada bagian hulu
debit air dan kecepatan arus sungai meningkat dan terjadi pengadukan dari dasar perairan sehingga mengangkat senyawa-senyawa beracun kepermukaan. 4.2.1.2. Parameter kimia Kisaran pH air Danau Situgunung yaitu 6,46-6,6 (Tabel 22). Kisaran ini, masih
berada dalam kisaran baku mutu bagi sarana rekreasi air dan perikanan menurut PP No.82 tahun 2001 yaitu antara 6-9. Nilai pH cenderung menurun seiring meningkatnya kedalaman. Hal ini diduga akibat tingginya proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan ion hidrogen penyebab kemasaman pada bagian dasar perairan.
Oksigen terlarut adalah salah satu parameter paling mendasar di perairan
karena mempengaruhi kehidupan organisme akuatik. Oksigen terlarut di Danau
Situgunung berkisar antara 3,32-5,21 mg/l (Tabel 22). Populasi hewan dan tanaman di badan air akan mengkonsumsi oksigen selama proses respirasi. Hal ini menghasilkan
CO2, yang akan digunakan untuk fotosintesis. Fotosintesis terjadi di zona fotik, tetapi respirasi terjadi dimana saja di dalam perairan (diseluruh kolom air bahkan sampai ke
dasar perairan), sehingga hasil bersihnya adalah permukaan air cenderung kaya akan oksigen terlarut, dan berkurang dengan bertambahnya kedalaman (Effendi 2003).
Tingginya konsentrasi oksigen terlarut di dekat permukaan air diduga oleh adanya
suplai oksigen dari udara (difusi) dan aktivitas fotosintesis fitoplankton yang lebih tinggi dibandingkan dengan dekat dasar. Oksigen terlarut di dekat dasar lebih banyak
digunakan (dikonsumsi) dalam proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba
aerobik dan pengaruh fotosintesis yang telah berkurang. Bila dibandingkan dengan batas minimum kadar oksigen terlarut menurut PP No.82 tahun 2001 klas 2 yaitu 4 mg/l maka kisaran tersebut masih sesuai bagi pengelolaan Danau Situgunung sebagai objek wisata air dan perikanan.
Perairan Danau Situgunung memiliki nilai BOD berkisar antara 0,32-2,84 mg/l
(Tabel 22). Pada umumnya, BOD secara vertikal di Danau Situgunung cenderung meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Nilai BOD tertinggi dijumpai pada
bagian dekat dasar perairan yaitu berkisar antara 1,26 mg/l hingga 2,84 mg/l. Nilai
59 BOD terendah diperoleh pada bagian dekat permukaan berkisar 0,32 mg/l hingga 0,79
mg/l. Tingginya nilai BOD di dekat dasar diduga karena banyaknya jumlah bahan organik dari limpasan tanah tepi maupun hasil pembusukan tumbuhan dan hewan
yang terakumulasi di dasar. Kandungan BOD di perairan Danau Situgunung berada di
bawah ambang batas PP No.82 tahun 2001 klas 2 yaitu maksimum 3 mg/l. Hal ini berarti, Danau Situgunung masih sesuai peruntukkannya bagi sarana rekreasi air dan perikanan.
Konsentrasi Nitrat (NO3) perairan Danau Situgunung adalah 5,65 mg/l (Tabel
24). Volenweider (1969) in Wetzel (1975) in Effendi (2003) menyatakan bahwa
dengan nilai konsentrasi Nitrat 5,65 mg/l menggambarkan karakteristik danau yang mesotrofik. Fosfor total (P-total) menunjukkan kandungan P (Fosfor) baik yang berupa senyawa organik maupun anorganik (Effendi 2003). Sumber utama fosfor perairan
Danau Situgunung berasal dari tanah yang subur akibat letusan gunung. Nilai P-total perairan Danau Situgunung berkisar antara 15,85-18,66 mg/l (Tabel 22). Kandungan
P-total di perairan Danau Situgunung berada jauh di atas ambang batas PP No.82 tahun 2001 klas 2 yaitu maksimum 0,2 mg/l. Hal ini diduga kesuburan perairan yang
tinggi akibat letusan gunung. Novotny and Olem (1994) in Effendi (2003) menyatakan
jika kandungan P-total di perairan berkisar antara 10-20 mg/l menunjukan bahwa tingkat kesuburan perairan tersebut berada pada tingkat mesotrofik. Nilai kandungan
P-total Danau Situgunung yang berkisar antara 15,85-18,66 mg/l menggambarkan bahwa karakteristik kesuburan danau tersebut yaitu berada pada tingkat mesotrofik. 4.2.2. Sumberdaya alam Danau Situgunung 4.2.2.1. Fitoplankton dan zooplankton Keberadaan fitoplankton dan zooplankton sangatlah penting karena masing-
masing merupakan primary producer (fitoplankton) dan primary consumer (zooplankton) dalam rantai makanan di ekosistem perairan Danau Situgunung.
Komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan di perairan Danau Situgunung terdiri dari tiga kelas dengan 13 genus fitoplankton. Ketiga kelas tersebut adalah kelas
Cyanophyceae (3ordo, 4 famili, dan 7genus), kelas Chlorophyceae (2 ordo, 4 famili, dan 4 genus) dan kelas Bacillariophyceae (2 ordo, 2 famili, dan 2 genus). Dari ketiga kelas
(13 genus) yang dijumpai, ternyata perairan Danau Situgunung didominasi oleh kelas Cyanophyceae dengan kelimpahan 551.733 ind/l. Kisaran kelimpahan fitoplankton di
perairan Danau Situgunung tiap genusnya berkisar antara 267 ind/l hingga 213.867
60 ind/l (Tabel 23). Kelimpahan fitoplankton terbesar yaitu dari genus Anabaena yaitu 213.867 ind/l.
Danau Situgunung termasuk perairan yang eutrofik sesuai pernyataan Wetzel
(1975) in Sari (2009), bahwa danau eutrofik memiliki struktur komunitas fitoplankton didominasi
oleh
kelas
Chlorophyceae,
Cyanophyceae,
Euglenophyceae
dan
Bacillariophyceae. Perairan Danau Situgunung mendapatkan masukan bahan organik secara alami, seperti pengayaan nutrien akibat pencucian mineral tanah oleh air hujan.
Tanah di TNGGP memiliki kesuburan tinggi akibat letusan Gunung Gede dan Gunung Pangrango.
Tabel 23. Kelimpahan fitoplankton di Danau Situgunung No
Kelas
1 2 3 4 5
Cyanophyceae
3 4 1 2
Chroococcales
Chroococcaceae
Coelosphaerium
Nostocaceae
Anabaena Calothrix
Oscillatoriaceae
Oscillatoria
Nostocales Oscillatiriales
7 2
Famili
Genus Aphanothece
6 1
Ordo
Chlorophyceae
Bacillariophyceae
Chlorococcales Zygnematales Centrales Pennales
Vivulariaceae
Microcystis
Lyngbya
Jumlah
Schroederia
Scenedesmaceae
Scenedesmus
Treubaria
Zygnemataceae
Spirigyra
Coscinodiscaceae
Melosira
Jumlah
Fragilariaceae
(ind/L) 182933
3200
80533
213867
37867
267
33067
551733
Chlorococcaceae Oocystaceae
Kelimpahan
8533 7467
533
1600
18133 Navicula
533
12000
Jumlah
12533
Jumlah total
582400
Sumber : Data primer 2010 (diolah)
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H), Indeks keseragaman (E), dan
Indeks dominansi (C) digunakan untuk menilai kestabilan komunitas biota perairan
terutama dalam hubungannya dengan kondisi suatu perairan. Indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh pada pengamatan yaitu 1,5075. Nilai indeks keseragaman (E)
yaitu sebesar 0,5877 serta indeks dominansi (C) dengan nilai 0,1917. Hasil analisis keragaman (H’) fitoplankton memperlihatkan bahwa kondisi perairan Danau
61 Situgunung termasuk stabil moderat. Kondisi komunitas yang moderat (sedang) adalah kondisi komunitas yang mudah berubah hanya dengan terjadinya pengaruh
lingkungan yang relatif kecil (Stirn 1981). Menurut Stirn (1981) apabila H’< 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar antara 1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas
komunitas biota berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H’
menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik.
Ketersediaan fitoplankton di Danau Situgunung yang berlimpah, diharapkan
pengelola dapat menebarkan jenis-jenis ikan pemakan plankton (plankton feeder). Dengan memanfaatkan pakan alami tersebut, maka pengelola tidak memerlukan pemberian pakan khusus yang dapat meningkatkan biaya produksi. Selain itu, jika tidak menggunakan pakan buatan maka dapat mengurangi laju pendangkalan akibat sisa-sisa pakan yang terakumulasi di dasar.
Tabel 24. Kelimpahan zooplankton di Danau Situgunung No
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
1
Protozoa
Ciliata
Peniculida
Parameciidae
Paramecia
Rotifera
Monogononta
Ploimida
Branchionidae
Branchiopoda
Cladocera
1 2 1 2 3 4
Arthropoda
Maxillopoda
Cyclopoida Calanoida
Jumlah
Keratella Schizocerca
533
70933
6933
77867
Daphniidae
Ceriodaphnia
Cyclopidae
Cyclops
Diaptomidae
(ind/L) 533
Jumlah
Moinidae
Kelimpahan
Moina Diaptomus
1867
267
14933
1600
Jumlah
18667
Jumlah total
97066
Sumber : Data primer 2010 (diolah)
Jumlah kelas pada zooplankton yang dijumpai di Danau Situgunung lebih
sedikit sedikit, yaitu terdiri dari empat kelas (7 genus). Kelimpahan zooplankton berkisar antara 267-70.933 ind/l (Tabel 24). Kelimpahan terbesar dari zooplankton
yang ditemukan di perairan Danau Situgunung yaitu oleh genus Keratella dan genus
Schizocerca dari famili Branchionidae dengan kelimpahan 77.867 ind/l. Indeks
keanekaragaman (H’) zooplankton berdasarkan indeks Shannon-Wienner pada
62 perairan Danau Situgunung memiliki nilai H’<1, yaitu sebesar 0,4103 sebagai indikator
bahwa stabilitas komunitas di stasiun tersebut adalah tidak stabil. Nilai indeks keseragaman (E) yang diperoleh yaitu sebesar 0,1973 serta indeks dominansi (C) dengan nilai 0,0113.
Ketersediaan zooplankton di Danau Situgunung dapat dimanfaatkan sebagai
pakan alami bagi ikan. Keberadaan zooplankton ini diharapkan kepada pengelola agar
dapat menebarkan jenis-jenis ikan pemakan plankton (plankton feeder). Dengan
memanfaatkan pakan alami tersebut, maka pengelola tidak memerlukan pemberian
pakan khusus yang dapat meningkatkan biaya produksi. Selain itu, jika tidak menggunakan pakan buatan maka dapat mengurangi laju pendangkalan akibat sisasisa pakan yang terakumulasi di dasar.
4.2.2.2. Tanaman air dan ikan di Danau Situgunung Tanaman air (hydrophyta) yang berada di perairan Danau Situgunung antara
lain: Eichhornia crassipes (eceng gondok), Nymphaea sp. (teratai), Cabomba caroliniana
(Small waterlily flower), dan Cyperus javanicus (padian). Eichhornia crassipes (eceng
gondok) hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk
oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk,
berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna
hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar
serabut. Manfaat dari Eichhornia crassipes (eceng gondok) ini diantaranya sebagai pembersih polutan logam berat, sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan, dan sebagai bahan alat tangkap ikan.
Nymphaea sp. (teratai) tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun
terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di
dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai terdapat di tengah-tengah daun. Daun berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong pada jari-
jari menuju ke tangkai. Permukaan daun tidak mengandung lapisan lilin sehingga air
yang jatuh ke permukaan daun tidak membentuk butiran air. Manfaat dari Nymphaea sp. (teratai) ini diantaranya menambah nilai keindahan (estetika) perairan danau, sebagai obat diare, dan sebagai tempat melekatkan telur ikan pada danau.
63 Cabomba caroliniana (Small waterlily flower) bentuknya bercabang, tanaman
Cabomba caroliniana (Small waterlily flower) terendam seluruhnya kecuali beberapa
kecil (1 / 2 – 1 1 / 4 inci panjang) diatur secara bergantian panjang daun mengambang. Daun yang terendam sebaliknya, terikat oleh satu tangkai daun, tetapi di atas
membentuk tangkai daun halus yang terpisah “kipas berbentuk” daun Cabomba caroliniana (Small waterlily flower) memiliki ukuran (1 / 2 untuk 3 / 4 inci diameter)
putih menjadi merah muda, bunga yang timbul dari ujung batang dan berdiri sedikit di atas permukaan air. Manfaat dari Cabomba caroliniana ini dapat digunakan sebagai penghias aquarium.
Cyperus javanicus (padian) merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk
vegetasi riparian atau tumbuhan tepian danau yang masih tergenang air (Sulastri
2003). Tumbuhan ini memberikan peran yang penting dalam ekosistem perairan yaitu merupakan sumber pakan organisme perairan baik yang berasal dari bahan tumbuhan ataupun organisme yang hidup pada tumbuhan tersebut seperti serangga. Tumbuhan
ini juga merupakan tempat perlindungan dan habitat anakan ikan karena banyak organisme yang tinggal pada tumbuhan tersebut yang merupakan sumber pakan
anakan ikan. Disamping itu berperan juga untuk menahan erosi, pengendalian
masuknya nutrien dan bahan-bahan toksik yang masuk ke perairan serta menyimpan air tanah.
Tanaman-tanaman air ini secara umum memiliki banyak fungsi, diantaranya
yaitu fungsi ekologis bagi ekosistem perairan, fungsi ekonomis, dan fungsi estetika (keindahan). Tanaman-tanaman air ini dapat menjadikan potensi wisata karena dapat menjadikan pemandangan di tengah danau menjadi menarik. Adanya ketertarikan
wisatawan menjadikan nilai tambah kawasan untuk pengembangan ekowisata karena keragaman jenis tanaman air di danau. Selain itu agar dapat menarik minat wisatawan untuk kembali berwisata ke Danau Situgunung.
Berdasarkan wawancara terhadap pemancing di Danau Situgunung, jenis-jenis
ikan yang terdapat di Danau Situgunung antara lain gabus (Channa striata), betok
(Anabas testudineus), mujair (Oreochromis mossambicus) dan sepat (Trichogaster trichopterus). Keberadaan ikan di Danau Situgunung ini berpotensi untuk
dikembangkannya wisata memancing yang berwawasan lingkungan sehingga tidak
merusak ekosistem. Selain itu keanekaragaman jenis ikan di danau menjadikan kekayaan sumberdaya yang menjadikan nilai tambah untuk pengembangan ekowisata di Danau Situgunung.
64 4.2.2.3. Vegetasi di sekitar Danau Situgunung Berdasarkan data dari Resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Situgunung,
tipe vegetasi hutan di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung secara umum terdiri
dari dua macam vegetasi yaitu vegetasi hutan alam dan hutan tanaman. Pada hutan alam terdiri dari beranekaragam jenis tumbuhan dari mulai tingkat semai, pancang,
tiang, hingga pohon serta tumbuhan herba yang membentuk asosiasi vegetasi hutan alam dengan stratifikasi tajuk sesuai tingkatannya. Sedangkan pada hutan tanaman secara umum terdiri dari tegakan murni jenis damar (Agathis lorantifolia) yang telah
berumur tua dan sebagian besar mempunyai diameter batang lebih dari 60 cm. Bentuk pohon damar cukup khas, yakni berbatang lurus, bentuk tajuk kerucut, seragam,
berdaun jarum, berbuah sepanjang tahun, dan selalu hijau. Pada lantai vegetasi hutan tanaman ini relatif bersih dari pepohonan lainnya, dan hanya dijumpai beberapa jenis
tumbuhan bawah dengan dominasi rumput pahit (Axonopus compresus) dan harendong (Melastoma malabarthricum).
Kedua macam tipe vegetasi tersebut, bersama-sama dengan bentang lahan
pegunungan yang memiliki topografi bergelombang sampai berbukit serta satwa liar
yang ada akan menciptakan ekosistem yang khas sesuai tipe vegetasi hutannya yaitu
ekosistem hutan alam asli khas pegunungan dan ekosistem hutan tanaman pegunungan. Hal tersebuat akan memberikan keunikan tersendiri di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung.
Selain kedua vegetasi hutan di atas, pada bagian timur danau juga terdapat
rawa. Daerah rawa danau ini memiliki vegetasi yang sangat berbeda dengan vegetasi
hutan umumnya yang ada di sekitar danau. Vegetasi di daerah rawa ini secara umum
berupa semak belukar dengan dominasi jenis pandan (Pandanus sp.) yang tersebar secara acak membentuk canopy vegetasi rawa. Vegetasi ini juga memberikan keunikan tersendiri di Danau Situgunung.
Vegetasi yang ada di sekitar Danau Situgunung berfungsi sebagai sumber
plasma nutfah dan keanekaragaman jenis flora dan fauna sekaligus untuk mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati asli. Keberadaan vegetasi ini juga berfungsi
mencegah terjadinya longsor karena dengan kelerengan sekitar 20-80% menyebabkan rentan terhadap bencana alam tanah longsor serta dapat mencegah aliran permukaan
yang berlebihan akibat air hujan. Berdasarkan data statistik Desa Sukamanis pada
tahun 2009 tercatat telah terjadi bencana alam tanah longsor sebanyak 3 kali dengan kerugian materi Rp.100.000.000,- dan 3 kali terjadi banjir bandang dengan kerugian
materi sebesar Rp.1.000.000,-. Keberadaan vegetasi di sekitar danau selain sebagai
65 peneduh juga sebagai sabuk hijau kawasan yang dapat mencegah hingga 50%
terjadinya pengikisan tanah. Selain fungsi di atas, vegetasi ini juga berfungsi sebagai
pengatur tata air dan iklim mikro serta sumber mata air bagi masyarakat di sekitar kawasan. Kedua vegetasi ini memiliki nilai estetika yang tinggi yang menjadikan kawasan ini memiliki keindahan alam yang luar biasa. 4.2.2.4. Flora di sekitar Danau Situgunung Kawasan Taman Wisata Alam Situgunung memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan. Berdasarkan data dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, jenis-jenis
flora yang terdapat di hutan alam diataranya adalah rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima walichii), pasang (Querqus platycorpa), saninten (Castanopsis argentea), gelam
(Euginia fastigiata), lemo (Litsea cubeba), hamirung (Vemonea arborea), kisireum
(Cleistocalyx operculata), karembi (Homolanthus populnea), suren (Toona sureni), riung anak (Castanopsis javanica), beleketebe (Litsea sp.), damar (Agathis lorantifolia), walen
(Ficus Ribes), merang (Hibiscus surattensis), kipanggung (Trevesia sondaica), ki-putat
(Placchomia valida), Manggong (Macarangar rizoides). Selain itu terdapat juga jenis anggrek yang dilindungi yaitu : anggrek tanah bunga merah, anggrek tanah bunga
putih, dan anggrek bajing bunga kuning. Jenis anggrek tersebut dapat dijumpai di tepi
jalan setapak yang dahulunya merupakan perbatasan antara Taman Wisata Alam Situ Gunung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Masyarakat yang berada pada desa-desa sekitar Danau Situgunung juga banyak
yang memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk ditanam beberapa jenis tanaman
seperti singkong, pisang, durian, rambutan, mangga, sawo, jambu, pepaya serta tanaman sayur dan buah lainnya.
4.2.2.5. Fauna di sekitar Danau Situgunung Di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung hidup beragam satwa liar,
terdapat 62 jenis satwa liar yang terdiri dari 41 jenis burung ( 11 jenis burung dilindungi) dan 10 jenis mamalia dilindungi, satu diantaranya jenis endemik Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Keanekaragaman fauna di kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung ini merupakan kekayaan alam yang memiliki nilai ekologi, ekonomi dan estetika (keindahan).
66 Dari segi ekologi, keanekaragaman fauna dapat mendukung keseimbangan
ekosistem. Dari segi ekonomi, keanekaragaman fauna dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini yang menyebabkan kenaikan jumlah penghasilan bagi
kawasan pertahunnya. Dari segi estetika (keindahan), keanekaragaman fauna dapat
dinikmati wisatawan baik keindahan warna, bentuk, suara dan tingkah laku alamiah satwa di habitat aslinya.
Jenis burung yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Situgunung sebagian
diantaranya adalah elang bondol (Haliastur indus), alap-alap (Accipiter virgatus),
burung sesep madu (Aethopyga eximia), burung kipas (Riphidura javanica), cekaka
(Halcyon chloris), burung madu kuning (Nectarinia jugularis), burung madu pipi merah
(Anthreptes singalensis), burung Madu merah (Aethipiga siparaja), burung cabe (Dicaeum trochileum). Jenis burung tersebut merupakan jenis burung yang dilindungi.
Selanjutnya jenis burung yang mudah dijumpai adalah kutilang, betet ekor panjang, prenjak Tuwu, emprit, cipoh, kepodang, tulung tumpuk dan ayam hutan.
Selain burung ada beberapa jenis mamalia yang dilindungi diantaranya adalah
owa (Hylobates molloch) merupakan jenis endemik TNGGP, surili (Presbytis comata,),
lutung (Hylobates molloch), macan tutul (Panthera pardus), kucing hutan (Felis
bengalensis), anjing hutan (Cuon alpinus), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix
branchura), kijang (Munticus muntjak), dan kancil (Tragulus javanicus).
Jenis-jenis satwa liar di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung beberapa
diantaranya mudah dijumpai dan dikenali. Jenis yang mudah dijumpai dan dikenali
secara langsung untuk diamati keindahan warna, bentuk, dan tingkah lakunya antara
lain seperti sesep madu, kutilang, kepodang, dan bajing. Sedangkan sebagian diantaranya dapat dikenali secara tidak langsung misalkan dari suaranya yang khas
antara lain owa dengan lengkingan suaranya yang dapat terdengar cukup jauh, burung
cipoh, dan burung cekakak. Terdapat juga beberapa jenis satwa liar yang bersuara
hanya pada waktu tertentu saja misalnya biasanya berbunyi sekitar jam 4.30 WIB
seperti burung kipasan (Rhipidura javanica), burung kucica (Copsychus saularis),
burung srigunting (Dicrurus macrocercus), atau yang biasanya berbunyi di malam hari
seperti burung hantu (Bubo sumatranus, Otus bakkamoena), burung tuwu (Eudynamis
scolopaea), dan burung emprit gantil (Cacomantis merulinus).
67 4.3. Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk disekitar Danau Situgunung 4.3.1. Desa Gede Pangrango 4.3.1.1. Kependudukan Desa
Gede
Pangrango
memiliki
luas
220
hektar,
terdiri
dari
2
dusun/lingkungan, 8 Rukun Warga dan 33 Rukun Tetangga. Berdasarkan data dari
Kecamatan Kadudampit tahun 2009, jumlah penduduk Desa Gede Pangrango yaitu sebanyak 6525 orang yang terdiri dari 3443 orang laki-laki dan 3082 orang perempuan, terbagi kedalam 1857 Kepala Keluarga (KK). Dengan luas desa 220 ha
maka kepadatan penduduk adalah 29,65 org/ha atau dalam luasan satu hektar rata-
rata ditempati oleh dua puluh sembilan sampai dengan tiga puluh orang. Tingkat kematian penduduk pada tahun 2009 yaitu 0,26% dari jumlah penduduk atau
sebanyak 17 orang yang meninggal dunia. Tingkat kelahiran penduduk pada tahun 2009 yaitu 0,23% dari jumlah penduduk atau sebanyak 15 orang lahir.
Komposisi usia penduduk di Desa Gede Pangrango didominasi dengan
kelompok usia dewasa s.d. tua yaitu sekitar 40% dari jumlah penduduk desa (Tabel
25). Jumlah penduduk pada kelompok usia balita dan anak-anak yaitu sebanyak 1497 orang, usia remaja sampai muda sejumlah 1096 orang, usia dewasa sampai tua yaitu sejumlah 1693 orang dan belum ada penduduk sampai dengan usia manula. Penduduk
desa didominasi pada kelompok usia dewasa s.d. tua, hal ini menunjukkan bahwa
beban tanggungan usia produktif terhadap non produktif relatif tidak terlalu berat. Usia masyarakat yang produktif dan tidak produktif tersebut adalah kategori yang pada umumnya digunakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal
demikian menunjukkan bahwa jumlah penduduk berusia produktif yang tinggal di
Desa Gede Pangrango berpotensi untuk berperan dalam mengembangkan kawasan Taman Wisata Alam Situgunung.
Tabel 25. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia No. 1. 2. 3. 4.
Kelompok Usia
Balita s.d. Anak-anak Remaja s.d. Muda Dewasa s.d. Tua Manula Jumlah Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
2279 1669 2577 6525
35 25 40 0 100
68 4.3.1.2. Perekonomian Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta informasi dari masyarakat,
kepala desa dan para petugas desa, perekonomian masyarakat Desa Gede Pangrango sebagian besar berada pada tingkat ekonomi menengah dan menengah kebawah. Hal
ini disebabkan karena orientasi masyarakat dalam mencari pekerjaan masih belum
berkembang dan juga karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Jumlah penduduk
yang bekerja yaitu sekitar 46% dari jumlah penduduk desa, sisanya penduduk yang masih menyelesaikan pendidikan, Ibu Rumah Tangga, dan penduduk yang tidak
bekerja. Sektor perekonomian utama desa ini yaitu pertanian dengan komoditi pertanian utama tanaman holtikultura. Hampir 95% penduduk pada usia kerja
bermata pencaharian petani dan buruh tani (Tabel 26), sehingga pendapatan masyarakat hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan penduduk
Desa Gede Pangrango per bulan berkisar antara Rp.300.000,- s.d. Rp.400.000,-. Kondisi
ini menyebabkan pemikiran dan alokasi pendapatan mereka lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar jangka pendek, yaitu sandang dan pangan. Tabel 26. Mata pencaharian masyarakat Desa Gede Pangrango No.
Mata Pencaharian
Jumlah (orang)
Persentase (%)
998 1855 48 52 15 40 6 2 3016
33.1 61.5 1.6 1.7 0.5 1.3 0.2 0.1 100
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Petani Buruh Tani Buruh / Swasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Montir Dokter Jumlah Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
Fasilitas perekonomian yang terdapat di Desa Gede Pangrango antara lain
terdiri dari 1 buah toko, 2 buah rumah makan atau restoran, 12 buah warung atau
kedai makanan, 1 buah hotel dan 16 buah penginapan. Selain itu juga terdapat industri kecil atau kerajinan rumah tangga antara lain terdiri dari 5 buah industri
kecil/kerajinan kayu, 20 buah industri kecil/kerajinan anyaman dan 35 buah industri kecil makanan. Semua fasilitas perekonomian ini berguna untuk menunjang kehidupan dan roda perekonomian masyarakat desa.
69 4.3.1.3. Pendidikan Perkembangan suatu desa dipengaruhi oleh tingkat perekonomian yang
didukung oleh tingkat pendidikan masyarakat ditunjang dengan sarana dan prasarananya. Tingkat pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia di desa Gede Pangrango. Tingkat
pendidikan rata-rata masyarakat di Desa Gede Pangrango masih tergolong rendah
karena 66,87% masyarakat hanya menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang Sekolah Dasar (SD) atau sederajatnya (Tabel 27).
Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat belum menyadari akan
pentingnya pendidikan. Persentase masyarakat yang telah menyelesaikan studi sampai dengan SMP/Sederajat adalah sebanyak 5,14%, sebanyak 12,35% masyarakat yang
tamat SMA/Sederajat, sebanyak 0,46% masyarakat hingga jenjang D-1, sebanyak
1,29% masyarakat hingga jenjang D-2, sebanyak 1,67% masyarakat hingga jenjang D3, sebanyak 1,03% masyarakat hingga jenjang S-1, sebanyak 0,64% masyarakat hingga
jenjang S-2 dan sebanyak 0,05% masyarakat menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang pendidikan S-3. Masyarakat yang belum sekolah yaitu penduduk desa pada
usia nol hingga 4 tahun yaitu 10,49% masyarakat (Tabel 27).
Tabel 27. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Gede Pangrango No.
Tingkat Pendidikan
Jenjang Pendidikan
1.
Belum sekolah
4.
SMA/Sederajat
2. 3. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
SD/Sederajat
SMP/ Sederajat D-1 D-2 D-3 S-1 S-2 S-3
Jumlah Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
408
10,49
480
12,35
2600 200 18 50 65 40 25
2
3888
66,87 5,14 0,46 1,29 1,67 1,03 0,64 0,05
100,00
Pengaruh lingkungan dan informasi seperti akses ke pusat-pusat pendidikan,
perkantoran dan informasi sangat mempengaruhi tingkat pendidikan penduduk. Prasarana pendidikan yang ada di wilayah Desa Gede Pangrango hanya tersedia hingga
70 jenjang pendidikan SMP. Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat Desa Gede Pangrango. Terdapat 14 prasarana pendidikan berupa sekolah yang tersebar di Desa Gede Pangrango (Tabel 28).
Tabel 28. Prasarana pendidikan di Desa Gede Pangrango
Prasarana Pendidikan
No. 1.
Jenis
Jumlah (buah)
SD Negeri
2
SD Swasta
1
2.
SMA Negeri
5.
SMP Swasta
3.
1
TK Swasta
4. 6.
2 2
TPA
2
7. Pondok Pesantren Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
4
4.3.1.4. Pola penggunaan lahan Lahan di Desa Gede Pangrango sebagian besar diperuntukan sebagai tanah
sawah irigasi 40% teknis seluas 89 hektar, tanah peruntukan lahan bukan persawahan
83 hektar dan tanah peruntukan lahan bukan pertanian 22 hektar (Tabel 29). Tanah
peruntukan lahan bukan pertanian digunakan sebagai tanah fasilitas umum untuk kas desa 0,62 hektar, lapangan 1,2 hektar dan perkantoran Pemerintah 1,7 hektar. Tabel 29. Pola penggunaan lahan Desa Gede Pangrango No. 1. 2. 3.
Peruntukan Lahan
Persawahan Bukan Persawahan Bukan Pertanian Jumlah Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
Luas (Ha) 89 83 48 220
Persentase (%) 40 38 22 100
Lahan di desa ini sangat cocok untuk kegiatan pertanian dan perkebunan
dengan komuditas yang dihasilkan berupa tanaman pangan dan tanaman kehutanan (Tabel 30). Sebanyak 93% kehidupan masyarakat di desa ini dipengaruhi dengan keberadaan lahan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan ini.
71 Tabel 30. Komoditas hasil pertanian dan perkebunan di Desa Gede Pangrango Komoditas
Nama Jenis
Tanaman Pangan
Tanaman Kehutanan
Jagung Kacang Panjang Singkong Cabe Tomat Sawi Kubis Alpukat Pisang Bambu
Sumber : Desa Gede Pangrango (2009)
Luas (Ha)
Hasil/Produksi
1 0,5 2 0,75 5 2 2 5 12
4 Ton/Ha 2 Ton/Ha 4 Ton/Ha 1 Ton/Ha 4,5 Ton/Ha 3 Ton/Ha 3,5 Ton/Ha 3,5 Ton/Ha 5 Ton/Ha
-
10.000 Batang/Tahun
4.3.1.5. Aksesibilitas Kantor Desa Gede Pangrango dan Kantor Resort Situgunung berjarak ± 3 Km
dihubungkan oleh jalan aspal yang kondisinya cukup baik. Jalan aspal tersebut
merupakan satu jalan yang menghubungkan Kota Cisaat dan Obyek Wisata situgunung dan dapat dilalui oleh semua jenis kendaraan. Tersedia sarana transportasi umum
berupa Angkutan Perkotaan (Angkot) dan Ojek. Letak Desa Gede Pangrango secara
umum tidak terlalu jauh dan dapat ditempuh dengan waktu yang singkat (Tabel 31).
Jarak dan waktu tempuh dari Desa Gede Pangrango menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat
dapat menjadi informasi bagi wisatawan Danau Situgunung yang berasal dari luar Kota
Sukabumi untuk dapat memilih tempat/pondokan untuk meraka menginap. Tempat/pondokan tersebut disesuaikan dengan jarak dan waktu tempuh yang mereka inginkan.
Tabel 31.
No. 1. 2. 3.
Jarak dan waktu tempuh dari Desa Gede Pangrango menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat. Daerah tujuan
Ibukota Kecamatan Kadudampit Ibukota Kabupaten Sukabumi
Kabupaten/Kotamadya lain terdekat
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi (2009)
Jarak (Km) 2
70 10
Waktu tempuh (menit) 5
180 60
72 4.3.2. Desa Sukamanis 4.3.2.1. Kependudukan Desa Sukamanis memiliki luas 455 hektar, terdiri dari 3 dusun/lingkungan, 8
Rukun Warga dan 35 Rukun Tetangga. Berdasarkan data dari Kecamatan Kadudampit
tahun 2009, jumlah penduduk Desa Sukamanis yaitu sebanyak 5646 orang yang terdiri
dari 2882 orang laki-laki dan 2764 orang perempuan, terbagi kedalam 1712 Kepala
Keluarga (KK). Dengan luas desa 455 ha maka kepadatan penduduk adalah 12,41
org/ha atau dalam luasan satu hektar rata-rata ditempati oleh dua belas sampai dengan tiga belas orang. Tingkat kematian penduduk pada tahun 2009 yaitu 0,16%
dari jumlah penduduk atau sebanyak 9 orang yang meninggal dunia. Tingkat kelahiran penduduk pada tahun 2009 yaitu 0,55% dari jumlah penduduk atau sebanyak 31 orang lahir.
Komposisi usia Penduduk di Desa Sukamanis didominasi dengan kelompok
usia dewasa s.d. tua yaitu sekitar 46% dari jumlah penduduk desa (Tabel 32). Jumlah penduduk pada kelompok usia balita dan anak-anak yaitu sebanyak 1809 orang
(32%), usia remaja sampai muda sejumlah 858 orang (15%), usia dewasa sampai tua
yaitu sejumlah 2572 orang (46%) dan usia manula 407 orang (7%). Penduduk desa didominasi pada kelompok usia dewasa s.d. tua, hal ini menunjukkan bahwa beban tanggungan usia produktif terhadap non produktif relatif tidak terlalu berat. Usia masyarakat yang produktif dan tidak produktif tersebut adalah kategori yang pada umumnya digunakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Hal demikian
menunjukkan bahwa jumlah penduduk berusia produktif yang tinggal di Desa Sukamanis berpotensi untuk dimanfaatkan baik ilmu, tenaga dan pikirannya untuk mengembangkan kawasan Taman Wisata Alam Situgunung. Tabel 32. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia No. 1. 2. 3. 4.
Kelompok Usia
Balita s.d. Anak-anak Remaja s.d. Muda Dewasa s.d. Tua Manula Jumlah Sumber : Desa Sukamanis (2009)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1809 858 2572 407 5646
32 15 46 7 100
73 4.3.2.2. Perekonomian Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, serta informasi dari masyarakat,
kepala desa dan para petugas desa, perekonomian masyarakat Desa Sukamanis sebagian besar berada pada tingkat ekonomi menengah dan menengah kebawah. Hal
ini disebabkan karena orientasi masyarakat dalam mencari pekerjaan masih belum
berkembang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang masih rendah. Jumlah penduduk yang bekerja yaitu sekitar 77% dari jumlah penduduk desa, sisanya
penduduk yang masih menyelesaikan pendidikan dan penduduk yang tidak bekerja. Sektor perekonomian utama desa ini yaitu pertanian dengan komoditi pertanian utama tanaman padi. Sebanyak 34% penduduk pada usia kerja bermata pencaharian
petani dan buruh tani, sehingga pendapatan masyarakat hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Selain petani dan buruh tani, mata pencaharian sebagai
buruh (swasta) dan pedagang juga memiliki persentase yang cukup besar yaitu berturut-turut 11% dan 22% (Tabel 33). Penduduk yang berusia manula mengandalkan penghasilan dari pensiunan. Pendapatan penduduk Desa Sukamanis rata-rata perbulannya Rp.300.000,- s.d. Rp.400.000,-.
Tabel 33. Mata pencaharian masyarakat Desa Sukamanis No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Petani penggarap Buruh / Swasta Pegawai Negeri Pensiunan Pengrajin Pedagang Sopir Angkutan Jumlah Sumber : Desa Sukamanis (2009)
Jumlah (orang) 535 950 299 490 69 815 194 974 5 4331
Persentase (%) 12 22 7 11 2 19 4 22 1 100
Fasilitas perekonomian yang terdapat di Desa Sukamanis adalah 12 buah
warung atau kedai makanan. Selain itu juga terdapat industri kecil atau kerajinan rumah tangga antara lain terdiri dari 292 buah industri kecil/kerajinan anyaman dan 145 buah industri kecil makanan. Semua fasilitas perekonomian ini berguna untuk menunjang kehidupan dan roda perekonomian masyarakat kelurahan.
74 4.3.2.3. Pendidikan Perkembangan suatu desa dipengaruhi oleh tingkat perekonomian yang
didukung oleh tingkat pendidikan masyarakat ditunjang dengan sarana dan
prasarananya. Tingkat pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Desa Sukamanis. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk di Desa Sukamanis masih tergolong rendah karena 39% penduduk
hanya menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang Sekolah Dasar (SD) atau
sederajatnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat belum menyadari akan
pentingnya pendidikan. Jumlah penduduk yang telah menyelesaikan studi sampai dengan SMP/Sederajat adalah 1572 orang (37%), 219 orang (5%) yang tamat SMA/Sederajat, 70 orang (2%) tamat hingga jenjang diploma dan sarjana. Penduduk yang belum sekolah yaitu penduduk desa pada usia nol hingga empat tahun terdapat 700 orang atau 17% (Tabel 34).
Tabel 34. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukamanis No.
Tingkat Pendidikan
Jenjang Pendidikan
1.
Belum sekolah
4.
SMA/Sederajat
2.
Jumlah (orang)
SD/Sederajat
3.
700
17
219
5
1600
SMP/ Sederajat
5.
Persentase (%) 39
1572
Diploma & Sarjana
37
70
Jumlah Sumber : Desa Sukamanis (2009)
2
4161
100
Tabel 35. Prasarana pendidikan di Desa Sukamanis No. 1. 2. 3. 4. 5.
Prasarana Pendidikan
Jenis
Jumlah (buah)
SD Negeri
2
SMP Swasta
1
TK Swasta SD Swasta Diniyah
6. Pondok Pesantren Sumber : Desa Sukamanis (2009)
2 3 5 2
75 Pengaruh lingkungan dan informasi seperti akses ke pusat-pusat pendidikan,
perkantoran dan informasi sangat mempengaruhi tingkat pendidikan penduduk. Terdapat 15 prasarana pendidikan yang ada di wilayah Desa Sukamanis dan itu hanya
tersedia hingga jenjang pendidikan SMP (Tabel 35). Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukamanis. 4.3.2.4. Pola penggunaan lahan Pola penggunaan lahan di Desa Sukamanis diperuntukan sebagai tanah sawah
irigasi 49% teknis seluas 224 hektar, tanah peruntukan lahan bukan persawahan 37%
dan tanah peruntukan lahan bukan pertanian 14% (Tabel 36). Tanah peruntukan
lahan bukan pertanian diperuntukan sebagai pemukiman 1,5 hektar, tanah fasilitas umum untuk kuburan 3,8 hektar, untuk perikanan/empang 4,5 hektar, kolam 7,3 hektar dan peruntukan lainnya seperti jalan dan selokan. Tabel 36. Pola penggunaan lahan Desa Sukamanis No.
1. 2. 3.
Peruntukan Lahan
Persawahan
Bukan Persawahan Bukan Pertanian Jumlah
Sumber : Desa Sukamanis 2009
Luas (Ha)
Persentase (%)
224
49
455
100
169 62
37 14
Lahan di desa ini sangat cocok untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan
perikanan dengan komuditas yang dihasilkan yaitu tanaman pangan, tanaman kehutanan, perkebunan dan ikan (Tabel 37). 4.3.2.5. Aksesibilitas Kantor Desa Sukamanis dan Kantor Resort Situgunung berjarak ± 8 Km
dihubungkan oleh jalan aspal yang kondisinya cukup baik dapat dilalui oleh berbagai
jenis kendaraan (kecuali Bis atau Roda lebih dari 6). Tersedia sarana transportasi
umum berupa Angkutan Perkotaan (Angkot) dan Ojek. Letak Desa Sukamanis secara umum tidak terlalu jauh dan dapat ditempuh dengan waktu yang singkat (Tabel 38).
76 Tabel 37. Komoditas hasil pertanian perkebunan dan perikanan di Desa Sukamanis Komoditas
Tanaman Pangan
Tanaman Kehutanan Perkebunan Perikanan
Sumber : Desa Sukamanis (2009)
Nama Jenis Jagung Padi / beras Labu Singkong Cabe Bawang Sawi Buncis Sampo Pisang Kol Mangga Jeruk Jambu Rambutan Pete Bambu Kayu Bakar Dammar Kelapa Kopi Cengkeh Teh Aren/Gula Merah Ikan Kolam Mina padi/sawah
Hasil/Produksi 500 Ton/Thn 2714,5 Kg/Thn 3 Ton/Thn 7 Ton/Thn 3 Ton/Thn 50 Ton/Thn 450 Ton/Thn 30 Ton/Thn 15 Ton/Thn 600 Bt/Thn 6 Ton/Thn 50.000 Kg/Thn 500 Kg/Thn 1000 Kg/Thn 80 Pohon 350 Ikat/Th 10000 batang/Tahun 9400 M3/Thn 50 M3/Thn 7562 Butir/Thn 800 Kg/Thn 6500 Kg/Thn 8000 Kg/Thn 53000 Kg/Thn 8400 Kg/Thn 8500 Kg/Thn
Jarak dan waktu tempuh dari Desa Sukamanis menuju ibukota kecamatan,
ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat
dapat menjadi informasi bagi wisatawan Danau Situgunung yang berasal dari luar Kota
Sukabumi untuk dapat memilih tempat/pondokan untuk meraka menginap. Tempat/pondokan tersebut disesuaikan dengan jarak dan waktu tempuh yang mereka
inginkan.
Tabel 38.
No.
Jarak dan Waktu tempuh dari Desa Sukamanis menuju ibukota kecamatan, ibukota kabupaten, kabupaten/kotamadya lain terdekat dengan kendaraan tercepat. Daerah tujuan
1. Ibukota Kecamatan Kadudampit 2. Ibukota Kabupaten Sukabumi 3. Kabupaten/Kotamadya lain terdekat Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi (2009)
Jarak (Km) 5 70 10
Waktu tempuh (menit) 15 180 60
77 4.4. Karakteristik Sosial-Ekonomi Karakteristik sosial-ekonomi meliputi karakteristik responden masyarakat
sekitar (Lampiran 13), karakteristik wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata (Lampiran 14) dan instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan kawasan Danau
Situgunung.
4.4.1. Karakteristik responden masyarakat sekitar Masyarakat yang diwawancara sebagai responden adalah masyarakat yang
tinggal di sekitar kawasan Danau Situgunung. Desa yang berbatasan dengan kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung yaitu Desa Gede Pangrango dan Desa Sukamanis.
Masyarakat sekitar dapat mempengaruhi dan dipengaruhi dengan keberadaan wisata
di kawasan Danau Situgunung. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang dengan cakupan karakteristik masyarakat di sekitarnya yang meliputi:
(a) Data pribadi responden masyarakat sekitar yang terdiri dari komposisi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan per bulan.
(b) Pengetahuan dan aktivitas responden masyarakat sekitar terhadap Danau Situgunung.
(c) Manfaat dan pengaruh wisata terhadap responden masyarakat.
Karakteristik responden masyarakat sekitar yang disebutkan di atas sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan Danau Situgunung dan oleh karena
itu masyarakat sekitar harus lebih dilibatkan (baik langsung maupun tak langsung) dalam aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan wisata. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kesenjangan dan permasalahan yang terjadi antara masyarakat dengan
pihak pengelola serta agar masyarakat dapat ikut serta dalam menjaga kelestarian Danau Situgunung.
4.4.1.1. Profil responden masyarakat sekitar Komposisi responden masyarakat sekitar berdasarkan jenis kelamin terdiri
atas 53% laki-laki dan 47% perempuan (Gambar 4). Responden masyarakat laki-laki
lebih banyak ditemui dibandingkan dengan perempuan, hal ini karena masyarakat
laki-laki lebih banyak yang melakukan kegiatan di sekitar Danau Situgunung
khususnya untuk outbond dan menikmati pemandangan alam Danau Situgunung. Selain itu hal ini terjadi karena saat penelitian berlangsung, masyarakat yang lebih
78 banyak ditemui, lebih mudah berkomunikasi, lebih mudah berinteraksi dan mengetahui Danau Situgunung adalah laki-laki. Perempuan lebih banyak yang diam
saja di dalam rumahnya, dan laki-laki banyak beraktivitas termasuk aktivitasnya dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
Perempuan 47% Laki-laki 53%
Gambar 4. Komposisi responden masyarakat berdasarkan jenis kelamin Kisaran usia responden masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Danau
Situgunung bervariatif. Selang kelas usia 29-34 tahun memiliki peresentasi terbesar
yaitu sebanyak 47% masyarakat berada pada selang kelas tersebut (Tabel 39). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Danau Situgunung merupakan masyarakat yang berada pada usia produktif. Tabel 39. Kelompok usia responden masyarakat Kelompok usia
Persentase (%)
23- 28 tahun
20
35-40 tahun
13
29-34 tahun 41-46 tahun 47-52 tahun 53-58 tahun Total
Sumber : Data primer 2010 (diolah)
47 0 0
20
100
Tingkat pendidikan responden masyarakat ditentukan berdasarkan ijazah atau
tamatan pendidikan formal terakhir. Tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh terhadap kelestarian objek wisata. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat
maka cenderung semakin tinggi pula pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya
turut serta menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan vandalisme seperti mencoret-coret sarana, membuang sampah
79 sembarangan, bertindak hanya dengan alasan mendapatkan uang daripada kelestarian
lingkungan tidak akan terjadi di kawasan wisata Danau Situgunung. Tingkat pendidikan responden masyarakat desa penyangga ini masih sangat rendah. Sebagian
besar responden masyarakat penyangga ini hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) dengan
persentase 67% (Gambar 6). Tingkat pendidikan yang rendah ini menyulitkan pengelola dalam hal mengikutsertakan dalam pengelolaan, karena dengan tingkat
pendidikan yang rendah mereka sulit untuk memahami konsep-konsep konservasi
dalam pengelolaan wisata, rendahnya tingkat kelestarian, rendahnya tingkat kesadaran dan pengelolaan yang tepat bagi kawasan. Dari hasil wawancara secara
tidak langsung masyarakat terlihat lebih ingin mendapatkan keuntungan berupa finansial tanpa memperhitungkan kelestarian lingkungan. SMA 20%
SMP 13% SD 67%
Gambar 5. Tingkat pendidikan responden masyarakat Berdasarkan jenis pekerjaan, responden masyarakat sekitar Danau Situgunung
ada dari 3 golongan pekerjaan, antara lain Wiraswasta, Petani dan Ibu Rumah Tangga (IRT). Persentase tertinggi yaitu masyarakat bekerja sebagai pedagang sebanyak 67%. Selanjutnya 13 % masyarakat yang memiliki pekerjaan bertani dan 20% masyarakat
sebagai Ibu Rumah Tangga (Gambar 6). Pekerjaan yang tidak beragam ini disebabkan
karena orientasi masyarakat dalam mencari pekerjaan masih belum berkembang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun masyarakat memiliki
jiwa wiraswasta yang ditandai dengan banyaknya masyarakat yang bekerja dalam bidang wiraswasta.
IRT 20% Petani 13%
Wiraswasta 67%
Gambar 6. Jenis pekerjaan responden masyarakat
80 Perekonomian masyarakat sekitar kawasan sebagian besar berada pada
tingkat ekonomi menengah dan menengah kebawah. Persentase terbesar yaitu masyarakat yang memiliki pendapatan per bulan antara Rp.100.000,- s.d. Rp.250.000,-
yaitu sebanyak 47%. Artinya sebagian besar responden masyarakat memiliki pendapatan sebesar Rp.100.000,- s.d. Rp.250.000,-. Selanjutnya sebanyak 13%
responden masyarakat memiliki pendapatan per bulannya antara Rp. 250.000,- s.d.
Rp.500.000,- dan sebanyak 33% responden masyarakat memiliki pendapatan per
bulannya di bawah antara Rp. 500.000,- s.d. Rp.1.000.000,-. Sisanya sebanyak 7%
responden masyarakat masih ada yang berpendapatan kurang dari Rp.100.000,- setiap
bulannya (Gambar 7). Namun dengan pendapatan per bulan yang sangat minim,
mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini karena masyarakat sekitar kawasan memiliki gaya hidup yang sederhana sehingga dengan pendapatan
yang minim mereka tetap dapat hidup. Dilihat dari pendapatan rata-rata per bulannya, responden masyarakat tergolong ekonomi rendah. 500rb-1jt 33%
250rb-500rb 13%
< 100 rb 7%
100rb-250rb 47%
Gambar 7. Tingkat pendapatan responden masyarakat per bulan 4.4.1.2. Pengetahuan dan aktivitas responden masyarakat sekitar terhadap Danau Situgunung Masyarakat yang diwawancara adalah masyarakat yang bertempat tinggal di
sekitar kawasan wisata Situgunung sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dengan baik. Pengetahuan masyarakat sekitar terhadap Danau
Situgunung dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang tahu adanya kawasan Danau Situgunung. Responden masyarakat mengakui mengetahui keberadaan kawasan Danau Situgunung (Gambar 8).
81 mengetahui 100%
Gambar 8. Komposisi responden masyarakat yang mengetahui Danau Situgunung Dari data wawancara terhadap responden masyarakat, sebanyak 100%
responden masyarakat tersebut tidak mengerti ekowisata (Gambar 9). Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan masyarakat yang sebagian besar masih rendah,
hanya sampai tingkat sekolah dasar. Pengetahuan ekowisata yang banyak tidak diketahui responden masyarakat menjadikan sulit berkembangnya kawasan Danau Situgunung.
tidak mengerti "ekowisata" 100%
Gambar 9. Komposisi responden masyarakat yang mengerti “ekowisata” Masyarakat sekitar Danau Situgunung tidak hanya sekedar mengetahui
keberadaan Danau Situgunung. Mereka juga sudah pernah mengunjungi kawasan
Danau Situgunung. Intensitas responden masyarakat yang berkunjung ke Danau Situgunung sebanyak lebih dari 2 kali seminggu (sering) sebanyak 67%, dan 33% responden masyarakat mengunjungi kawasan Danau Situgunung setiap hari (Gambar 10). Hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan masyarakat terhadap wisata Danau Situgunung.
Sering (lebih dari 2kali) 67%
Setiap hari 33%
Gambar 10. Intensitas responden masyarakat berkunjung ke Danau Situgunung
82 Aktivitas-aktivitas responden masyarakat sekitar Danau Situgunung yang
berkunjung ke Danau Situgunung sebagian besar melakukan aktivitas berwisata (50%). Responden masyarakat yang setiap hari berkunjung ke Danau yaitu pedagang-
pedagang yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan yang melakukan aktivitas berdagang
sebanyak 47% dan sebanyak 3% responden masyarakat melakukan
aktivitas bekerja (Gambar 11). Pedagang-pedagang yang berdagang di dalam kawasan Taman Wisata Alam Situgunung dikenakan biaya awal sebesar Rp.300.000,- setiap
kavlingnya. Setelah itu ada biaya tagihan per bulan Rp.9000,- dan biaya listrik perbulannya berkisar antara Rp.25.000,- s.d. Rp.45.000,- untuk setiap kavlingnya. Bekerja 3% Berwisata 50%
Berdagang 47%
Gambar 11. Aktivitas responden masyarakat di Danau Situgunung Peran serta masyarakat terhadap kelestarian lingkungan Danau Situgunung
sangatlah diperlukan. Responden masyarakat sekitar Danau Situgunung sebanyak 77% pernah ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung. Sebanyak 23% responden masyarakat belum pernah ikut serta dalam menjaga
kelestarian Danau Situgunung (Gambar 12). Hal ini disebabkan oleh kurangnya
informasi mengenai kegiatan aksi bersih kawasan, dan sebagian masyarakat ada yang disibukan dengan pekerjaannya. Setiap satu bulan sekali atau pada saat banyak
wisatawan yang datang, masyarakat diikutsertakan dalam aksi bersih-bersih kawasan.
Dari peran serta tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat peduli terhadap
kelestarian alam Danau Situgunung, karena pada dasarnya konsep ekowisata adalah
mengajak seluruh pelaku pariwisata untuk harus ikut bertanggung jawab dalam melestarikan lingkungan alam dan kebudayaan sebagai aset utama dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal untuk pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
83 Belum pernah 23%
Pernah 77%
Gambar 12. Keikutsertaan responden masyarakat dalam menjaga kelestarian Pendapat masyarakat terhadap pengelola wisata di Danau Situgunung pada
saat ini yaitu bahwa pengelola sudah menjaga kelestarian alam. Sebanyak 83%
responden berpendapat seperti itu (Gambar 13). Tujuh belas persen responden
lainnya menilai bahwa pengelola belum optimal dalam menjaga kelestarian alam Danau Situgunung. Hal
ini perlu diperhatikan pihak pengelola karena penilaian
sebagian kecil masyarakat menilai bahwa pengelola belum optimal dalam menjaga kelestarian alam, sehingga dibutuhkan kinerja yang lebih bagi pengelolaan wisata. Tidak 17%
ya, Sudah 83%
Gambar 13. Penilaian responden masyarakat terhadap pengelola Sebanyak 53% responden masyarakat setuju jika tanah masyarakat dibeli
pengelola dan dibangun fasilitas hotel dan sebanyak 47% responden masyarakat tidak setuju jika tanahnya dibeli pengelola dan dibangun fasilitas hotel/restoran (Gambar
14). Sebagian besar masyarakat berada pada tingkat ekonomi rendah, sehingga
menyebabkan adanya motivasi peningkatan keadaan ekonomi dengan menjual tanahnya kepada pengelola.
84 Tidak 47%
Ya 53%
Gambar 14.
Pendapat responden masyarakat jika tanah masyarakat dibeli pengelola dan dibangun fasilitas hotel/restoran
Keberadaan Danau Situgunung bagi responden masyarakat memberikan
suasana dan kondisi yang baik yang ditunjukan dengan perasaan senang (Gambar 15). Banyak manfaat yang dapat mereka rasakan dengan adanya Danau Situgunung.
Adanya perasaan senang maka akan timbul perasaan memiliki terhadap sumberdaya alam Danau Situgunung.
Merasa senang 100%
Gambar 15. Perasaan responden masyarakat dengan adanya Danau Situgunung 4.4.1.3. Manfaat dan pengaruh wisata terhadap responden masyarakat Kebanyakan responden masyarakat yang berpendapat bahwa dengan adanya
wisata di Danau Situgunung dapat membuka lapangan pekerjaan bagi mereka.
Pedagang-pedagang yang berjualaan di kawasan mengaku bahwa sumber penghasilan utamanya hanya dari berdagang di kawasan, sasaran mereka yaitu para wisatawan.
Jika wisatawan banyak berkunjung maka pendapatan mereka pun banyak, begitu pula
sebaliknya. Sebanyak 83% responden masyarakat merasakan manfaat adanya wisata di Danau Situgunung yaitu membuka lapangan pekerjaan bagi mereka (Gambar 16). Namun ada 17% responden masyarakat yang menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang dapat mereka rasakan dengan keberadaan wisata di Danau Situgunung.
85 tidak ada manfaat yang dirasakan 17%
membuka lapangan pekerjaan 83%
Gambar 16. Manfaat yang diperoleh responden masyarakat dengan adanya wisata di Danau Situgunung Aktivitas wisatawan juga mempengaruhi kelestarian lingkungan. Sebanyak
45% responden masyarakat berpendapat mengenai aktivitas wisatawan dapat
menyebabkan kotornya kawasan karena sampah. Selanjutnya 21% responden
masyarakat mengatakan bahwa wisatawan membuat tercemarnya perairan (Gambar
17). Hal tersebut dikarenakan aktivitas-aktivitas wisatawan yang tidak peduli
lingkungan. Namun sebanyak 34% responden masyarakat mengaku tidak ada
kekhawatiran apa-apa tentang aktivitas wisatawan di Danau Situgunung. tidak ada kekhawatiran apa-apa 34%
kotor kawasan 45%
tercemar perairan 21%
Gambar 17. Pendapat responden masyarakat tentang aktivitas wisata Sebanyak 57% responden masyarakat sekitar berpendapat bahwa pengelola
Danau Situgunung memberikan bantuan berupa terbukanya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar, sedangkan 43% responden masyarakat berpendapat bahwa pengelola tidak memberikan bantuan apapun termasuk bantuan modal usaha (Gambar
18). Hal ini perlu diperhatikan oleh pengelola untuk dapat melibatkan masyarakat
dalam pengembangan ekowisata, sehingga masyarakat dapat merasakan adanya kepedulian dari pihak pengelola.
86
tidak ada bantuan apa-apa 43%
terbukanya lapangan kerja 57%
Gambar 18. Bentuk kerjasama/bantuan pengelola kepada responden masyarakat Salah satu hal yang dikhawatirkan dengan adanya wisatawan yang berkunjung
ke Danau Situgunung yaitu terpengaruhnya perilaku masyarakat sekitar oleh perilaku negatif wisatawan. Sampai saat ini, sebesar 63% responden masyarakat sekitar tidak merasakan adanya pengaruh apapun yang ditimbulkan oleh wisatawan terhadap
masyarakat (Gambar 19). Pendapat responden masyarakat sekitar terhadap adanya
aktivitas wisatawan yang mempengaruhi perilaku wisatawan diungkapkan oleh 37% wisatawan.
Ya 37%
Tidak 63%
Gambar 19.
Pendapat responden masyarakat tentang adanya pengaruh akibat perilaku wisatawan
Pengaruh negatif yang ada pada masyarakat akibat perilaku wisatawan
diantaranya pengaruh perilaku cara berpakaian, perilaku berbicara dan pengaruh tingkah laku. Dari hasil wawancara kepada masyarakat, semua responden masyarakat
merasakan tidak adanya pengaruh perilaku negatif cara berpakaian yang diakibatkan
oleh wisatawan. Responden masyarakat sekitar Danau Situgunung yang masih menjunjung tinggi nilai kesopanan dalam berpakaian, tidak terpengaruh dengan cara
berpakaian wisatawan yang berpakaian kurang sopan. Namun responden masyarakat
merasakan adanya pengaruh negatif yang diakibatkan oleh wisatawan seperti cara berbicara. Sebanyak 30% responden masyarakat merasakan cenderung ada pengaruh
negatif cara berbicara dan sebanyak 70% responden masyarakat tidak merasakan
adanya pengaruh negatif cara berbicara. Selain itu responden masyarakat merasakan
adanya pengaruh negatif yang diakibatkan oleh tingkah laku wisatawan. Sebanyak 7%
87 responden masyarakat merasakan ada pengaruh negatif tingkah laku wisatawan,
sebanyak 33% responden masyarakat merasakan cenderung ada pengaruh negatif
tingkah laku wisatawan dan sebanyak 60% responden masyarakat sekitar tidak
merasakan adanya pengaruh negatif tingkah laku wisatawan (Gambar 20). Responden masyarakat sekitar Danau Situgunung masih mengadopsi Budaya Sunda yang kental.
Dalam hal perilaku berbicara dan tingkah laku pun diatur dalam budayanya. Sopan santun dalam bertutur kata dan bertingkah laku masih sangat dijaga. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari pun ada tingkatan-tingkatannya. Bertutur
dengan orang yang lebih tua, dengan orang sebaya dan dengan orang yang lebih muda menggunakan memilihan bahasa yang berbeda. Bertingkah laku dengan orang yang lebih tua, dengan orang sebaya dan dengan orang yang lebih muda juga berbeda caranya. Semua itu diatur dalam Budaya Sunda. Wisatawan Danau Situgunung yang
datang dari berbagai daerah otomatis akan berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Wisatawan tersebut tidak semuanya memiliki budaya kesopanan dalam bertutur kata
dan bertingkah laku seperti yang biasa dilakukan masyarakat sekitar. Oleh karena adanya interaksi yang terjadi antara masyarakat sekitar danau dengan wisatawan menyebabkan masyarakat sekitar terpengaruh gaya bahasa dan tingkah laku sebagian wisatawan yang dinilai kurang pantas oleh masyarakat sekitar. tidak ada pengaruh perilaku berpakaian 100%
tidak ada pengaruh perilaku berbicara 70%
cenderung ada pengaruh perilaku berbicara 30%
ada pengaruh tingkah laku 7%
tidak ada pengaruh tingkah laku 60%
cenderung ada pengaruh tingkah laku 33%
Gambar 20. Pengaruh negatif yang dirasakan responden masyarakat dengan adanya wisata
88 4.4.2. Karakteristik wisatawan Karakteristik wisatawan meliputi data pribadi seperti rasio umur, jenis
kelamin, asal, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan biaya wisata; motivasi; persepsi, aktivitas dan keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung.
4.4.2.1. Profil wisatawan Komposisi wisatawan Danau Situgunung berdasarkan jenis kelamin terdiri
atas 77% laki-laki dan 23% perempuan (Gambar 21). Wisatawan laki-laki lebih banyak
ditemui dibandingkan dengan perempuan, hal ini karena wisatawan laki-laki lebih
banyak yang tertarik untuk melakukan kegiatan wisata di Danau Situgunung khususnya untuk outbond dan menikmati pemandangan alam Danau Situgunung yang masih alami. Selain itu Danau Situgunung yang letaknya berada pada ketinggian 1500 mdpl sehingga membuat tantangan tersendiri bagi para laki-laki. Perempuan 23%
Laki-laki 77%
Gambar 21. Komposisi wisatawan berdasarkan jenis kelamin Kisaran usia wisatawan yang ada di Danau Situgunung bervariatif.
Pada
gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa selang kelas usia 22-28 tahun memiliki peresentasi terbesar yaitu sebanyak 40% wisatawan berada pada selang kelas tersebut (Gambar 24). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar wisatawan yang
datang merupakan wisatawan yang berada pada usia dewasa yang masih memiliki fisik sehat dan kuat. Danau Situgunung berada pada 1500 mdpl sehingga
membutuhkan kesehatan fisik wisatawan untuk mencapai tujuannya. Namun sekarang ini sudah ada pembangunan jalan dari batuan kali sehingga mempermudah wisatawan
untuk sampai ke tujuan wisatanya. Persentase selanjutnya sebanyak 30% berada pada selang kelas usia 15-21 tahun yang masih memiliki jiwa petualang yang cukup tinggi,
kemudian pada selang kelas usia 29-35 tahun sebanyak 14% dan wisatawan yang
berkunjung paling sedikit yaitu pada usia ≥ 36 tahun (9%) yaitu usia pada selang kelas
89 36-42 tahun, 43-49 tahun dan 50-56 tahun dengan presentasi masing-masing sebanyak 3%.
36-42 tahun 43-49 tahun 3% 3% 29-35 tahun 14%
50-56 tahun 3%
15-21 tahun 37%
22-28 tahun 40%
Gambar 22. Kelompok usia wisatawan Asal daerah wisatawan dibuat berdasarkan tempat tinggal wisatawan.
Sebagian besar wisatawan yang ditemui berasal dari luar Sukabumi (Gambar 23).
Wisatawan dari luar Sukabumi dengan presentasi sekitar 73% sengaja memilih Danau Situgunung sebagai tujuan wisatanya karena mereka menginginkan suasana alam yang
jauh dari aktifitas perkotaan. Wisatawan yang berasal dari Luar Sukabumi antara lain warga Jakarta sebanyak 36%, Jawa Barat selain Sukabumi (Bandung, Tanggerang, dan
Depok) sebanyak 37%. Wisatawan pribumi sekitar 27% antara lain berasal dari Cisaat,
Cibadak dan Kota Sukabumi. Wisatawan berpendapat bahwa Danau Situgunung
merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di daerah pegunungan yang jauh dari perkotaan sehingga suasana di sana masih sangat alami dan indah. Wisatawan
yang mengunjungi Danau Situgunung yaitu orang-orang yang bosan dengan keramaian kota dan ingin menghilangkan stres dari segala aktivitas keseharian di kota-kota besar. Jawa Barat selain Sukabumi 37%
Sukabumi 27%
Jakarta 36%
Gambar 23. Kelompok asal wisatawan Tingkat pendidikan wisatawan ditentukan berdasarkan ijazah atau tamatan
pendidikan formal terakhir. Tingkat pendidikan wisatawan berpengaruh terhadap
kelestarian objek wisata. Semakin tinggi tingkat pendidikan wisatawan maka
90 cenderung semakin tinggi pula pengetahuan wisatawan akan arti pentingnya menjaga
kelestarian lingkungan Danau Situgunung. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan
vandalisme seperti mencoret-coret sarana, membuang sampah sembarangan dan berbuat keributan yang meresahkan masyarakat setempat tidak akan terjadi di
kawasan wisata air Danau Situgunung. Wisatawan dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki persentase terbanyak yaitu sebanyak 60%
(Gambar 24). Wisatawan Danau Situgunung dengan tingkat pendidikan terakhir
sarjana (S1) memiliki presentase sebanyak 23%, wisatawan dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 10%, wisatawan
dengan tingkat pendidikan terakhir ahli madya (D3) sebanyak 4% dan 3% wisatawan dengan tingkat pendidikan terakhir magister (S2). S1 23%
S2 3%
SMP 10%
D3 4% SMA 60%
Gambar 24. Tingkat pendidikan wisatawan Berdasarkan jenis pekerjaan, wisatawan yang datang ke Danau Situgunung ada
dari 10 golongan pekerjaan, antara lain pegawai pemerintahan, pegawai swasta, pegawai wiraswasta, TNI AU, konsultan, laboran/analis, security, Ibu Rumah Tangga (IRT), mahasiswa serta pelajar. Dari semua jenis pekerjaan tersebut dikelompokan menjadi 5 golongan, yaitu PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, Ibu Rumah Tangga dan
Pelajar (Gambar 25). Wisatawan yang datang ke Danau Situgunung paling banyak adalah wisatawan dari golongan mahasiswa. Bervariasinya wisatawan yang datang ke
Danau Situgunung berdasarkan jenis pekerjaan ini, menunjukan bahwa siapa saja
menyukai wisata alam yang memiliki nilai keindahan alam yang sangat tinggi dan mereka ingin menghilangkan stres dari segala aktifitas keseharian mereka dengan pekerjaannya masing-masing.
91 Wiraswata 6%
Pelajar 37%
Pegawai Swasta 42% Ibu Rumah Tangga 7%
PNS 10%
Gambar 25. Jenis pekerjaan wisatawan Wisatawan Danau Situgunung umumnya telah bekerja yaitu sebanyak 63% dan
sisanya tidak bekerja (pelajar, IRT dan pengangguran). Wisatawan yang telah bekerja
memiliki pendapatan yang berbeda karena pekerjaan mereka pun berbeda-beda.
Persentase terbesar yaitu wisatawan memiliki pendapatan per bulan antara
Rp.1.000.000,- s.d. Rp 2.000.000,- yaitu sebanyak 47%. Tidak jauh berbeda sebanyak
42% wisatawan memiliki penghasilan per bulannya di atas Rp. 2.000.000,- dan sisanya
sebanyak 11% wisatawan memiliki pendapatan per bulan di bawah Rp. 500.000,(Gambar 26). Pendapatan yang bervariatif ini menunjukan bahwa berwisata ke Danau Situgunung terjangkau oleh seluruh kalangan. > Rp. 2juta 42%
< Rp. 500ribu 11%
Rp. 1juta s.d. Rp. 2juta 47%
Gambar 26. Tingkat pendapatan wisatawan per bulan Biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk berwisata ke Danau Situgunung
bervariasi tergantung pada asal/tempat tinggal, jenis kendaraan yang digunakan dan
jenis atraksi wisata yang dituju. Sebagian besar wisatawan yaitu sebanyak 43%
wisatawan mengeluarkan biaya untuk berwisata ke Danau Situgunung Rp.50.000,- s.d.
Rp.100.000,- (Gambar 27). Pada umumnya wisatawan harus mengeluarkan biaya
untuk tiket masuk kawasan, biaya transportasi, tiket parkir bagi yang membawa kendaraan, biaya atraksi wisata flying fox, biaya sarana wisata perahu (rakit) dan biaya
untuk membeli makanan. Wisatawan yang datang ke Danau Situgunung sebagian besar
92 dari luar Sukabumi, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan cukup besar karena jarak yang jauh. Bahkan sekitar 18% wisatawan mengeluarkan biaya lebih dari
Rp.100.000,- yaitu wisatawan yang berasal dari Bandung, Tanggerang dan Jakarta. Mereka mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk transportasi, tiket masuk, biaya
parkir, membeli makanan, dan biaya untuk menikmati suguhan wisata yang ditawarkan seperti flying fox dan mengelilingi danau dengan perahu (rakit). Sebanyak
28% wisatawan mengeluarkan biaya Rp.20.000,- s.d. Rp.50.000,- dan sebanyak 11% wisatawan hanya mengeluarkan biaya kurang dari Rp.20.000,- yaitu wisatawan
setempat (wisatawan lokal) yang hanya duduk-duduk santai di tepi danau menikmati
keindahan alam di Danau Situgunung. > Rp. 100ribu 18%
< Rp. 20ribu 11%
Rp. 20ribu s.d. Rp. 50ribu 28%
Rp. 50ribu s.d. Rp. 100ribu 43%
Gambar 27. Biaya yang dikeluarkan wisatawan 4.4.2.2. Motivasi wisatawan berkunjung ke kawasan Danau Situgunung Sebagian besar wisatawan yang mengunjungi Danau Situgunung (73%)
mengetahui informasi mengenai Danau Situgunung dari temannya. Sebanyak 27% wisatawan mengetahui informasi mengenai Danau Situgunung dari internet (Tabel
40a). Banyaknya wisatawan yang mendapat informasi dari internet mengharuskan kepada
pengelola
agar
dapat
menyiapkan
informasi
yang
menarik
untuk
mempromosikan ekowisata di Danau Situgunung karena internet memiliki daya jangkau yang luas.
Meskipun pengelola Taman Wisata Alam Situgunung telah membuat leaflet
atau brosur tentang wisata alam di Wilayah Sukabumi, namun tidak ada satupun
wisatawan yang mengetahui keberadaan Danau Situgunung dari sumber tersebut. Demikian juga wisatawan tidak mengetahui siaran di televisi dan radio mengenai wisata alam Situgunung. Kejadian ini perlu dipertimbangkan oleh pihak pengelola
maupun instansi-instansi terkait agar dapat mempromosikan Taman Wisata Alam
Situgunung lebih baik lagi melalui siaran-siaran publik yang lebih intensif seperti
93 radio, televisi, internet dan juga melalui penyebaran brosur. Namun pengelola juga
mengakui bahwa promosi melalui mulut ke mulut lebih efektif. Pihak pengelola
berpendapat bahwa jika promosi dari mulut ke mulut akan terkesan tidak dilebihlebihkan sehingga wisatawan lebih percaya kepada informasi dari teman, saudara dan atau kerabatnya.
Sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Danau Situgunung, sebelumnya
belum pernah mengunjungi Danau Situgunung yaitu sebanyak 63%, sedangkan wisatawan yang sebelumnya sudah pernah mengunjungi Danau Situgunung yaitu
sebanyak 37% (Tabel 40b). Sebanyak 33% wisatawan yang mengunjungi Danau Situgunung diajak oleh temannya dan sebanyak 23% wisatawan ingin datang ke Danau
Situgunung karena ingin tahu Danau Situgunung yang sebelumnya belum pernah mereka kunjungi. Sebanyak 27% wisatawan berpendapat bahwa pemandangan di
sekitar Danau Situgunung yang masih alami membuatnya ingin mengunjungi Danau Situgunung dan sebanyak 7% wisatawan berpendapat bahwa kawasan Danau
Situgunung mudah dijangkau. Selain itu dorongan wisatawan mengunjungi Danau Situgunung karena ada acara dari sekolah/kantor, hiking dan foto-foto yaitu sebanyak
10% wisatawan (Tabel 40c).
Tujuan wisatawan mengunjungi Danau Situgunung bervariasi yaitu menikmati
pemandangan alam Danau Situgunung yang indah (30%), mengisi waktu luang (23%),
sekedar menghilangkan stress (33%) dengan menikmati suasana alami pegunungan yang masih terasa di sekitar Danau, menikmati sarana wisata yang ditawarkan (3%),
acara kantor/sekolah dan foto-foto yang diadakan di tepi Danau Situgunung (7%). Selanjutnya sebanyak 3% wisatawan mengunjungi Danau Situgunung dengan tujuan ingin mengisi waktu luangnya dengan menikmati keindahan alam Danau Situgunung
dan hiking, sebanyak 7% wisatawan mengunjungi Danau Situgunung dengan tujuan
mengisi waktu luangnya untuk menghilangkan stress dengan menikmati keindahan alam Danau Situgunung, dan sebanyak 3% wisatawan mengunjungi Danau Situgunung
dengan tujuan menghilangkan stress dengan melakukan hiking dan menikmati keindahan alam Danau Situgunung (Tabel 40d).
94 Tabel 40. Motivasi wisatawan
Motivasi Wisatawan a. Sumber informasi yang diperoleh • Teman • Radio/televisi • Leaflet/brosur • Internet Total b. Intensitas berkunjung • Pernah • Belum pernah Total c. Motivasi wisatawan mengunjungi kawasan wisata Danau Situgunung • Belum pernah berkunjung sehingga ingin tahu • Mudah dijangkau • Diajak teman • Pemandangan indah • Lainnya (acara, hiking, fotografi) Total d. Tujuan mengunjungi kawasan wisata Danau Situgunung • Menikmati keindahan • Mengisi waktu luang • Penghilang stress • Menikmati sarana wisata • Acara kantor/sekolah • Menikmati keindahan, mengisi waktu luang, hiking • Menikmati keindahan, mengisi waktu luang, penghilang stress • Menikmati keindahan, penghilang stress Total
Persentase (%) 73 0 0 27
100 37 63
100 23 7 33 27 10
100 30 23 23 3 7 3 7 3
100
4.4.2.3. Persepsi wisatawan Sebanyak 53% wisatawan mengungkapkan cukup puas berwisata ke Danau
Situgunung, 30% wisatawan mengungkapkan puas berwisata ke Danau Situgunung dan 7% wisatawan mengungkapkan sangat puas berwisata ke Danau Situgunung
(Gambar 28a). Hal tersebut dikarenakan keindahan pemandangan Danau Situgunung yang masih alami. Wisatawan yang berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Tanggerang yang mendominasi kawasan Danau Situgunung sekitar 73%
wisatawan menyatakan kepuasannya tersebut karena kawasan Danau Situgunung yang masih alami. Mereka tidak menemukan kawasan wisata perairan danau yang masih kental dengan suasana pengunungan di kota mereka, sehingga mereka
mengagumi Danau Situgunung. Ada sebanyak 10% wisatawan merasakan tidak puas setelah mengunjungi kawasan Danau Situgunung. Ada beberapa hambatan dan
kekurangan kawasan yang menyebabkan mereka tidak puas dengan kegiatan wisatanya. Hambatan tersebut antara lain kondisi jalanan menuju kawasan yang rusak,
95 lalu lintas yang sering macet, tiket masuk yang mahal, kesulitan menemukan lokasi, dan tidak adanya waktu luang (Tabel 41).
Sebanyak 7% wisatawan berpendapat bahwa harga tiket masuk kawasan
murah dan sebanyak 73% wisatawan berpendapat bahwa harga tiket masuk kawasan
sedang. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar (63%) wisatawan sudah bekerja dan memiliki penghasilan yang cukup. Sehingga wisatawan mampu membayar harga tiket
yang ditawarkan pengelola wisata. Selanjutnya sebanyak 20% wisatawan berpendapat bahwa harga tiket masuk kawasan mahal. Mereka adalah wisatawan yang berstatus
pelajar dan mahasiswa yang belum memiliki penghasilan sendiri, jadi mereka menyatakan bahwa harga tiket masuknya mahal (Gambar 28b). Tidak puas 10%
Sangat puas 7%
Cukup puas 53%
Puas 30%
Murah 7%
Mahal 20%
Sedang 73%
a. Kepuasan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata di Danau Situgunung
b. Pendapat wisatawan mengenai harga tiket
Gambar 28. Persepsi wisatawan mengenai kepuasan berwisata dan harga tiket Hambatan untuk berkunjung ke Danau Situgunung yang dialami oleh 40%
wisatawan, yaitu kondisi jalan menuju kawasan, dimana lebar jalan yang relatif kecil
dan melalui pasar, pabrik-pabrik serta pemukiman penduduk. Sebanyak 4%
wisatawan menyatakan hambatan mengunjungi Danau Situgunung adalah karena lalulintas yang macet, terutama yang datang dari arah Jakarta. Kemacetan sering terjadi
pada lokasi-lokasi tertentu, seperti pasar, pabrik, dan jalanan dekat pemukiman penduduk. Sebanyak 7% wisatawan mengungkapkan bahwa mereka merasakan tiket masuk kawasan mahal dan itu menjadi hambatannya. Sebanyak 23% wisatawan merasa kesulitan dalam menemukan lokasi, terutama mereka para wisatawan yang
belum pernah mengunjungi Danau Situgunung. Hal ini disebabkan karena letak Taman Wisata Alam Situgunung yang cukup jauh dari jalan utama dan terletak pada daerah
pengunungan serta kurangnya petunjuk jalan menuju kawasan. Sebanyak 10%
wisatawan mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki waktu luang untuk sering
96 berkunjung ke Danau Situgunung, karena wisatawan umumnya berwisata pada hari
libur kerja. Selanjutnya sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan bahwa mereka sulit menemukan lokasi dan kondisi jalan menuju kawasan yang kecil menjadi hambatan, sebanyak 7% wisatawan merasakan hambatan pada kondisi jalan menuju kawasan yang kecil dan lalu lintas yang macet, sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan bahwa tiket masuk mahal dan jalan menuju kawasan yang kecil menjadi hambatan mereka, dan sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan bahwa hambatannya adalah kesulitan dalam menemukan lokasi dan harga tiket masuk yang mahal (Tabel 41). Tabel 41. Hambatan wisatawan berkunjung ke Danau Situgunung • • • • • • • • •
Hambatan Wisatawan Kondisi jalan menuju kawasan yang relatif kecil Lalu lintas macet Tiket masuk mahal Sulit menemukan lokasi Tidak ada waktu luang Kondisi jalan menuju kawasan, sulit menemukan lokasi Kondisi jalan menuju kawasan, lalu lintas macet Kondisi jalan menuju kawasan, tiket masuk mahal Lalu lintas macet, tiket masuk mahal, sulit menemukan lokasi Total
Persentase (%) 40 4 7 23 10 3 7 3 3 100
Persepsi wisatawan terhadap kekurangan yang ada di dalam kawasan Danau
Situgunung bervariatif. Sebanyak 14% wisatawan berpendapat bahwa kebersihan kawasan yang kurang karena banyak sampah. Sampah merupakan bagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi
bukan yang biologis (Soewedo in Barus dan Hidayat 2004). Dampak negatif yang
ditimbulkan dari sampah bagi kawasan wisata antara lain gangguan kesehatan,
menurunnya
kualitas
lingkungan,
menurunnya
estetika
lingkungan,
serta
terhambatnya pembangunan akibat pendapatan dari pengunjung yang berkurang
karena pengunjung tidak mau kembali mengunjungi kawasan wisata tersebut. Tentu saja hal ini perlu diperhatikan oleh pihak pengelola agar sampah tidak mendominasi
kawasan wisata dan dampak negatif yang timbul dari sampah tersebut dapat diatasi. Selanjutnya persepsi 3% wisatawan mengenai kekurangan dalam kawasan Danau Situgunung yaitu pelayanan yang kurang ramah. Sebanyak 27% wisatawan
mengungkapkan bahwa aktivitas wisata yang ada di Danau Situgunung kurang
97 beragam. Hal ini merupakan masukan untuk pengelola agar lebih kreatif dalam
memberikan suguhan-suguhan aktivitas wisata yang lebih beragam. Kemudian
mengenai fasilitas yang ada di Danau Situgunung, sebanyak 30% wisatawan mengungkapkan bahwa kurangnya fasilitas yang disediakan pengelola di danau. Sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan bahwa kekurangan yang ada dalam kawasan yaitu rusaknya jalan dalam kawasan Taman Wisata Alam Situgunung yang menuju Danau Situgunung. Sebanyak 3% wisatawan berpendapat bahwa danau
terlihat kotor akibat banyaknya lumpur. Sebanyak 3% wisatawan menyatakan bahwa kekurangan
yang
ada
dalam
kawasan
yaitu
banyaknya
sampah,
kurang
wisata
kurang
beranekaragamnya aktivitas wisata, dan kurangnya fasilitas yang layak. Kemudian sebanyak
10%
wisatawan
mengungkapkan
bahwa
aktivitas
beranekaragam dan fasilitas dalam kawasan kurang (Tabel 42).
Tabel 42. Persepsi wisatawan terhadap kekurangan dalam kawasan • • • • • • • • •
Penilaian Wisatawan Banyak sampah Pelayanan kurang ramah Aktivitas wisata kurang beragam Fasilitas kurang Jalanan dalam kawasn rusak Danau terlihat kotor (banyak lumpur) Banyak sampah, fasilitas kurang Banyak sampah, aktivitas kurang beragam, fasilitas kurang Aktivitas wisata kurang beragam, fasilitas kurang Total
Persentase (%) 14 3 27 30 3 3 7 3 10 100
Fasilitas dalam kawasan Danau Situgunung yang dirasa baik yaitu dalam hal
keindahan kawasan wisata dan keaslian lingkungan. Selanjutnya persepsi wisatawan
yang dirasa cukup yaitu keamanan kawasan wisata, kenyamanan dalam kawasan, kebersihan lingkungan, dan kebersihan air (Gambar 29).
Danau Situgunung memiliki banyak kekurangan dalam hal aksesibilitas,
pelayanan pengelola, peraturan yang ada dalam kawasan, sistem penataan ruang dan
tata letak fasilitas, tempat sampah, toilet, tempat ibadah, taman duduk, tempat bermain anak, warung penjualan makanan, toko souvenir, dan perahu (Gambar 29).
Meskipun fasilitas tempat sampah tergolong kurang namun kebersihan
kawasan Danau Situgunung tetap terjaga, dikarenakan adanya aksi bersih-bersih kawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola dan masyarakat sekitar. Kegiatan yang
98 dilakukan satu minggu sekali itu bertujuan untuk tetap menjaga kelestarian
sumberdaya alam. Sebanyak 60% wisatawan berpendapat bahwa kelestarian lingkungan di Danau Situgunung baik (Tabel 43a). Sebanyak 40% wisatawan masih berpendapat bahwa kelestarian lingkungan di Danau Situgunung masih kurang. 30
Persentase (%)
25 20 15
Baik
Cukup
10
Kurang
5
Tidak Tahu
0
Aspek penilaian/parameter
Gambar 29. Persepsi Wisatawan terhadap fasilitas dan lingkungan di kawasan Danau Situgunung Selain itu wisatawan juga berpendapat bahwa jenis aktivitas wisata yang
ditawarkan masih kurang beragam. Sebanyak 27% wisatawan mengungkapkan bahwa
aktivitas wisata tidak beragam. Adapun aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung diantaranya adalah outbond, memancing, bersampan mengelilingi danau, permainan air, bermalam di tenda di tepian danau (berkemah), duduk santai dan fotografi.
Adanya pemanfaatan kawasan Danau Situgunung sebagai tempat wisata
menyebabkan pengelola harus lebih menjaga kelestarian danau. Hal ini dikarenakan
pengembangan ekowisata di Danau Situgunung tidak akan terlepas dari dampak yang timbul sebagai akibat dari pengembangan yang dilakukan. Bagian yang potensial
menimbulkan dampak penting antara lain hal-hal yang terkait dengan penggunaan
ruang/tapak secara langsung baik akibat aktivitas pengunjung, aktivitas rekreasi, maupun pembangunan sarana prasarana.
Untuk itu hal-hal yang potensial
99 menimbulkan dampak penting seharusnya sudah dapat diprediksi sehingga dalam pengembangannya dikendalikan).
dampak
tersebut
dapat
diantisipasi
(diminimalisir
dan
Pada saat ini orang yang memancing di Danau Situgunung adalah pemancing-
pemancing ilegal. Sebenarnya pihak pengelola melarang ada aktivitas memancing di Danau Situgunung karena pihak pengelola menganggap bahwa aktivitas memancing dapat merusak tepian danau sehingga mengganggu ekosistem perairan. Dengan
melihat keadaan Danau Situgunung, sebenarnya aktivitas memancing dapat
dikembangkan. Untuk lebih menjaga kelestarian ekosistem Danau Situgunung maka aktivitas wisata memancing tersebut harus lebih diatur dan disediakan tempat khusus memancing.
Persepsi wisatawan mengenai aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di
Danau Situgunung yaitu sebagian besar wisatawan (54%) mengungkapkan bahwa
outbond dapat dikembangkan di Danau Situgunung. Selanjutnya 3% wisatawan mengungkapkan
bahwa
bersampan/berperahu
mengelilingi
perairan
danau
merupakan aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung. Sebanyak 7% wisatawan mengungkapkan bahwa wisata bermalam di tenda di tepian danau
(berkemah) dapat dikembangkan di tepian danau. Sebanyak 10% wisatawan mengungkapkan bahwa memancing dapat dikembangkan di danau.
Tabel 43. Persepsi wisatawan mengenai kelestarian lingkungan dan aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung Motivasi Wisatawan a. Pendapat wisatawan mengenai kelestarian lingkungan wisata • Baik • Kurang baik • Buruk Total b. Aktivitas yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung • Bersampan/berperahu • Berkemah • Outbond • Memancing • Perahu, berkemah, outbond, memancing • Perahu, berkemah, memancing • Perahu, outbond, memancing • Berkemah, outbond, memancing • Outbond, memancing • Memancing, fotografi Total
Persentase (%) 60 40 0
100 3 7 54 10 7 3 3 7 3 3
100
100 Kemudian sebanyak 7% wisatawan mengungkapkan bahwa wisata yang dapat
dikembangkan yaitu mengelilingi danau dengan bersampan, berkemah di tepian
danau, outbond dan memancing. Sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan persepsinya bahwa wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung adalah
bersampan mengelilingi danau, berkemah dan memancing. Sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan
bahwa
berperahu/bersampan,
wisata
outbond
dan
yang
dapat
memancing.
dikembangkan
Sebanyak
7%
yaitu
wisatawan
mengungkapkan bahwa wisata yang dapat dikembangkan yaitu berkemah, memancing
dan outbond. Sebanyak 3% wisatawan mengungkapkan bahwa wisata yang dapat dikembangkan
yaitu
outbond
dan
memancing.
Sebanyak
3%
wisatawan
mengungkapkan bahwa wisata yang dapat dikembangkan yaitu memancing dan fotografi (Tabel 43b).
4.4.2.4. Aktivitas wisatawan di kawasan Danau Situgunung Wisatawan yang datang berwisata ke Danau Situgunung tidak ada satupun
yang datang sendirian. Minimal wisatawan yang mengunjungi kawasan Danau Situgunung datang berdua dengan teman (10%), atau datang bersama keluarga (10%).
Sebagian besar wisatawan (80%) mengunjungi kawasan Danau Situgunung rombongan bersama teman-teman (Gambar 30a).
Kendaraan yang digunakan untuk mencapai kawasan Danau Situgunung
sebagian besar adalah kendaraan pribadinya yaitu sebanyak 77% wisatawan.
Sebanyak 10% wisatawan menggunakan kendaraan sewaan/carter, 6% wisatawan
menggunakan kendaraan umum dan 7% wisatawan berjalan kaki untuk mencapai
kawasan Danau Situgunung. Banyaknya wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi dikarenakan akses menuju kawasan lebih mudah dan cepat dibandingkan naik kendaraan umum, meskipun sarana transportasi menuju kawasan tersedia dengan mudah. Wisatawan yang rumahnya berdekatan dengan kawasan Danau Situgunung lebih memilih untuk berjalan kaki (Gambar 30b).
Perlengkapan yang dibawa oleh wisatawan ke Danau Situgunung paling
banyak adalah kamera (77%), baik handphone berkamera ataupun kamera digital.
Adapun perlengkapan lain yang dibawa 27% wisatawan lainnya adalah handphone, jas
hujan dan peralatan kemah dan tidak ada wisatawan yang membawa handycam dan membawa tape recorder saat berwisata ke Danau Situgunung (Gambar 30c).
101 Aktivitas yang dilakukan wisatawan di Danau Situgunung bervariasi. Sebanyak
48% wisatawan melakukan aktivitas menikmati keindahan alam danau yang masih
alami dengan suguhan udara yang segar (Gambar 30d). Selain itu sebanyak 10% wisatawan melakukan aktivitas outbond di Danau Situgunung. Sebanyak 12%
wisatawan melakukan piknik bersama keluarga atau kerabat dekatnya. Selanjutnya
sebanyak 2% wisatawan melakukan aktivitas memancing di Danau Situgunung. Wisatawan yang melakukan aktivitas memancing sebagian besar wisatawan setempat.
Sebanyak 13% wisatawan yang datang ke Danau Situgunung melakukan aktivitas
fotografi karena keindahan kawasan Danau Situgunung. Keindahan Danau Situgunung membuat wisatawan ingin mendokumentasikannya dalam bentuk foto.
Dari seluruh aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan, persentase terbesar
(40%) menunjukan bahwa wisatawan menikmati keindahan alam yang dimiliki Danau
Situgunung sehingga wisatawan lebih banyak yang melakukan aktivitas menikmati
keindahan alam, sebanyak 33% wisatawan menyukai aktivitas fotografi untuk
mendokumentasikan keindahan alam Danau Situgunung, dan sebanyak 10% wisatawan menyukai aktivitas outbond yang ditawarkan. Selanjutnya sebanyak 3%
wisatawan menyukai piknik bersama keluarga atau kerabat dekatnya, dan sebanyak
3% wisatawan menyukai aktivitas memancing di Danau Situgunung (Gambar 30e).
Sebagian besar wisatawan (97%) ingin kembali mengunjungi Danau Situgunung
karena memiliki pemandangan alam danau yang indah dengan suasana pegunungan yang masih kental dan wisatawan menyukai aktivitas wisata yang ditawarkan pengelola (Gambar 30f).
4.4.2.5. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau
Situgunung sangat mempengaruhi kelestarian dan juga kebersihan kawasan wisata tersebut. Sebagian besar wisatawan membuang sampah di tempat sampah yang telah
disediakan (94%). Namun sebanyak 3% wisatawan membuang sampah begitu saja di sembarang tempat. Selain itu sebanyak 3% wisatawan membawa sampah bekas
makanannya di saku bajunya karena mereka mengakui kesulitan untuk mencari tempat sampah (Gambar 31a).
Sebanyak 67% wisatawan tidak mengerti tentang konsep ekowisata yaitu
wisata yang berwawasan lingkungan dengan turut menjaga kelestarian sumberdaya
102 alam yang ada di Danau Situgunung dan sebanyak 33% wisatawan mengerti arti
ekowisata dikarenakan kurangnya informasi dan wawasan mereka dibidang ekologi
(Gambar 31b). Sebagian besar wisatawan (90%) setuju dengan menjadikan Danau
Situgunung menjadi kawasan ekowisata, dikarenakan dampak positif yang akan diterima nantinya yaitu menjadi kawasan yang lestari dan fungsi ekologinya pun tidak terganggu (Gambar 31c). Sendiri 0%
Berdua 10%
Kendaraan umum 6%
Keluarga 10%
Jalan kaki 7%
Sewa/ carter 10%
Kelompok /Rombongan 80%
a. Pendamping wisatawan berkunjung ke Danau Situgunung
Kendaraan pribadi 77%
b. Kendaraan yang digunakan untuk mencapai kawasan
Hp, jas hujan, peralatan kemah 27%
outbound
piknik
10%
12%
Tape recorder 0%
memancing 2% menikmati
Handy cam 0%
Kamera 73%
keindahan
fotografi
alam
28%
48%
c. Perlengkapan yang dibawa wisatawan ke kawasan wisata
outbound 10%
piknik 3%
d. Aktivitas yang dilakukan di Danau Situgunnung
Tidak 3%
memancing 3% fotografi 37%
menikmati keindahan alam 47%
e. Aktivitas yang disukai di Danau Situgunnung
Ya 97%
f. Keinginan wisatawan untuk kembali berkunjung ke Danau Situgunung
Gambar 30. Aktivitas wisatawan di kawasan wisata air Danau Situgunung
103 Sebanyak 46% wisatawan mengungkapkan bahwa mereka kurang nyaman jika
kawasan dipadati pengunjung bahkan sebanyak 17% wisatawan menyatakan tidak nyaman jika berwisata saat kawasan dipadati pengunjung. Selanjutnya sebanyak 20%
wisatawan merasa biasa saja jika berwisata dengan kondisi kawasan dipadati
pengunjung. Sebanyak 17% wisatawan merasa nyaman jika kawasan dipadati pengunjung (Gambar 31d).
Pendapat wisatawan mengenai pembatasan jumlah pengunjung pada hari-hari
tertentu yaitu sebanyak 70% wisatawan setuju dengan adanya pembatasan jumlah
pengunjung agar tercipta kenyamanan saat berwisata dan sebanyak 30% wisatawan tidak setuju dengan pembatasan jumlah (Gambar 31e). Pembatasan jumlah pengunjung ini berpengaruh terhadap kenyamanan pangunjung dalam berwisata.
Namun pada kenyataannya saat ini jumlah pengunjung yang berwisata ke Danau
Situgunung belum melebihi daya dukung kawasan Danau Situgung, sehingga belum dilakukan pembatasan jumlah pengunjung.
Sebanyak (57%) wisatawan mengakui adanya kegiatan yang dapat merusak
lingkungan di kawasan Danau Situgunung. Kegiatan-kegiatan tersebut baik akibat aktivitas pengunjung dan atau aktivitas rekreasi. Sehingga pengelola harus
meminimalisir dampak dari kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Sebanyak 43%
menyatakan tidak melihat adanya kegiatan yang merusak lingkungan Danau Situgunung (Gambar 31f).
Sebagian besar responden wisatawan (77%) menyatakan setuju diberikan
sanksi membayar denda apabila terdapat wisatawan yang merusak lingkungan (Gambar 31g). Hal ini dibutuhkan untuk memberikan efek jera bagi pelakunya agar tidak melakukan hal yang sama di kawasan Danau Situgunung maupun di tempat lain. Walaupun sudah terdapat papan peraturan di sekitar kawasan Danau Situgunung,
masih banyak wisatawan yang sengaja merusak lingkungan. Perilaku buruk yang sering dilakukan wisatawan yaitu membuang sampah, membuang limbah dan
mencoret-coret fasilitas. Untuk itu, diharapkan agar pengelola dapat melakukan pengawasan yang lebih baik.
Sebagian besar wisatawan (77%) berharap agar pengembangan fasilitas wisata
yang bernuansa alami, yaitu adanya bangunan-bangunan dari bambu dan bilik. Sebanyak 17% wisatawan menginginkan pengembangan fasilitas bernuansa modern.
Namun ada sebagian kecil wisatawan (6%) menginginkan pengembangan fasilitas berupa perpaduan nuansa modern dan alami (Gambar 31h).
104 Dibuang begitu saja 3%
lainnya (saku baju) 3%
Mengerti 33%
tempat sampah 94%
Tidak mengerti 67%
b. Pengetahuan wisatawan tentang arti "ekowisata"
a. tempat wisatawan membuang sampah
Tidak Setuju 10%
tidak nyaman 17%
Setuju 90%
c. Pendapat wisatawan mengenai dijadikannya kawasan Danau Situgunung sebagai kawasan ekowisata
tidak setuju 30%
nyaman 17%
biasa saja 20%
kurang nyaman 46%
d. Kenyamanan berwisata saat kawasan dipadati pengunjung
Tidak 43%
Ada 57% setuju 70%
e. Pendapat wisatawan mengenai pembatas-an jumlah pengunjung
f. Pendapat tentang ada tidaknya kegiatan yang merusak lingkungan di kawasan Danau Situgunung
perpaduan antara alami dan modern 6%
Tidak Setuju 23%
Modern 17%
Setuju 77%
g. Pendapat wisatawan atas pemberian sanksi terhadap wisatawan yang merusak lingkungan.
Alami 77%
h. Pendapat wisatawan terhadap bentuk pengembangan fasilitas bangunan di Danau Situgunung
Gambar 31. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung
105 4.4.3. Pihak-pihak terkait (stakeholder) Pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Situgunung melibatkan beberapa
pihak terkait. Pihak-pihak terkait tersebut diharapkan dapat bekerjasama dan
berkoordinasi dalam mengembangkan dan menjadikan kawasan Danau Situgunung
sebagai salah satu kawasan ekowisata yang ada di Taman Wisata Alam Situgunung.
Berikut adalah pihak-pihak yang terkait dengan pengelolaan Danau Situgunung yang berada dalam kawasan Taman Wisata Alam Situgunung: 1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Administrasi pemangku atau pengelolaan hutan atau pengelola kawasan
dipegang oleh Resort PTN Situgunung, Seksi PTN Wilayah IV Situgunung, Bidang PTN Wilayah II Sukabumi, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), sehubungan
telah ditetapkan dan ditunjuk kawasan Taman Wisata Alam Situgunung sebagai Zona
Pemanfaatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.174/Kpts-II/2003
tanggal 10 Juni 2003, TWA Situgunung termasuk salah satu bagian areal perluasan
yang merupakan zona pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), sehingga luas TNGGP menjadi 21.975 hektar.
Personil Resort PTN Situgunung saat ini berjumlah 4 orang yang dipimpin oleh
seorang Kepala Resort. Secara umum tupoksi Resort mencakup aspek pengelolaan kawasan,
pengamanan
dan
perlindungan,
pengendalian
kebakaran
hutan,
pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, penyuluhan, bina cinta alam, dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini mencerminkan bahwa SDM di Resort PTN
Situgunung tidak secara khusus melakukan pelayanan wisata semata, melainkan juga mengemban tugas-tugas yang lainnya.
2. Perum Perhutani
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1990
tanggal 4 Juni 1990 menerangkan bahwa Perum Perhutani Unit III Jawa Barat ditunjuk
sebagai pemegang izin prinsip pengusahaan wisata (pengelola pariwisata alam) atas
Taman Wisata Alam Situgunung. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat sebagai
pemegang izin pengusahaan wisata alam di Situgunung seluas 120 ha, yang dalam hal
ini khusus berkaitan dengan wisata alam di danau situgunung. Penyelenggaraan usaha wisata di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dilakukan oleh Kesatuan Bisnis Mandiri Wisata Benih dan Usaha lain (KBMWBU) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, dimana
untuk di Situgunung mencakup areal konsesi 100 ha (termasuk kawasan Danau
Situgunung) dan areal pintu gerbang / camping ground di sekitar pintu gerbang (eks Wana Wisata Perum Perhutani) yang merupakan areal perluasan kawasan TNGGP.
106 Memperhatikan kelembagaan yang ada saat ini di Situgunung maka
penyelenggaraan wisata di Situgunung dapat dibentuk konsorsium yang terdiri dari TNGGP, Perum Perhutani, dan institusi penggiat wisata setempat. Dalam hal penyelenggaraan pegusahaan wisata tetap oleh Perum Perhutani akan tetapi
pelaksanaan program/aktivitas wisata di Situgunung dapat dilakukan kemitraan
dengan institusi penggiat wisata disektarnya. Pola kemitraan dilakukan langsung oleh Perum Perhutani sebagai pelaku usaha wisata di Situgunung, namun tetap melalui mekanisme persetujuan dari TNGGP sebagai pengelola kawasan TNGGP.
Dalam penyelenggaraan usaha wisata Situgunung dalam hal ini Perum
Perhutani saat ini memiliki 6 orang personil yang dipimpin oleh seorang Site Manager.
Secara umum ruang lingkup pekerjaannya terkonsentrasi dalam hal administrasi
umum (pengelolaan), penjualan karcis masuk, pelayanan akomodasi, pengamanan (security).
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi
Dari harga tiket yang telah ditetapkan, sebesar 25% dari harga tersebut
merupakan pendapatan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi. Peran serta dalam hal promosi juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi.
4. Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Cisadea Cimandiri
Sebagian tepian Danau Situgunung dibangun tanggul oleh BPSDA Cisadea
Cimandiri. Pembangunan tanggul ini agar luasan perairan danau tidak berkurang
karena longsor tepian-tepian danau yang menyebabkan daerah perairan semakin dangkal dan sempit.
5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi masyarakat.
Sampai saat ini terdapat beberapa LSM lokal diantaranya : BWS, RAKATA,
LPPMM, Riam Jeram, Kybaw dan YANRO yang sering mengadakan kegiatan-kegiatan dan penyewaan peralatan out bond atau sejenisnya di kawasan wisata Situgunung.
LSM ini memiliki komitmen yang cukup tinggi terhadap konservasi serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan aktivitas wisata (outdoor activities / outbond)
secara profesional. Dengan mengedepankan konservasi dalam setiap kemasan paket
aktifitas internal / di-rumah-nya, maka keberadaan kawasan TNGGP (Situgunung dan
curug Sawer) dipandang sebagai halaman rumah-nya dan menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan sehingga perlu diangkat dan disajikan menjadi bagian dari jamuan perhelatan wisata yang berwawasan lingkungan.
107 6. Masyarakat sekitar.
Sebagian besar sebagai penyedia jasa dan barang seperti warung, pedagang
asongan, jasa angkutan (ojek/angkot) dan pemandu. 4.5. Potensi Wisata
Danau Situgunung dengan luas 10 hektar merupakan danau terbesar di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Danau ini merupakan inti kawasan dari Taman Wisata Alam Situgunung yang merupakan danau buatan dengan akses mudah ditunjang adanya berbagai fasilitas yang cukup refresentatif.
Di sekitar danau
Situgunung terdapat rawa, tepi danau, pelataran danau, serta fasilitas wisata lainnya
seperti dermaga yang menjorok ke dalam danau, aula, wisma atau tempat menginap (cotage), dan aula (hall) (Tabel 44). Potensi wisata yang dimiliki kawasan Danau
Situgunung mencakup kualitas air, daya tarik pemandangan alam, daya tarik flora dan fauna yang berada di sekitar Danau Situgunung.
Tabel 44. Potensi yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung 1.
Bagian Danau Situgung Perairan danau
2.
Rawa danau
3.
Tepi Danau
4.
Pesanggrahan
No.
Sumber : Widada (2009)
Aktivitas Wisata
Mengarungi danau, menangkap ikan, bermain air dan lumpur, dll. Menjelajahi rawa, mengenal, menangkap dan melepas kembali hidupan rawa, menginap di daerah rawa, dll.
Duduk santai, Fotografi, Jalan-jalan mengelilingi danau, bermalam di tenda di tepian danau, bermain di tepian danau, dll. Rapat, pertemuan / meeting, menginap di tepian danau, dll.
Fasilitas yang harus ada
bersampan, mancing, permainan air, dll.
floating path way, identifikasi ekosistem rawa, release potensi endemik rawa, swamp camp, dll. tracking, floating lodge, play ground, dll. Hall / aula, cotage, dll.
4.5.1. Kualitas air Kualitas air Danau Situgunung dapat dimanfaatkan sebagai potensi wisata.
Perairan danau Situgunung memiliki air danau yang sangat jernih serta gelombang air yang kecil, sehingga cukup aman dilakukan kegiatan bersampan mengelilingi danau
menggunakan perahu untuk melihat kehidupan di dalam air danau. Bersampan
108 merupakan salah satu aktivitas yang dapat dilakukan di danau ini selain airnya jernih juga memiliki tepian danau yang berliku dan udaranya yang relatif dingin serta teduh menambah kenyamanan. Sampan yang digunakan sebaiknya terbuat dari kayu
bercadik, tidak menggunakan cat yang mencolok dan tidak menggunakan mesin sehingga hanya diperkenankan menggunakan dayung. Selain itu sebaiknya pada
bagian lantai/dasar sampan terdapat bagian yang tembus pandang untuk melihat kehidupan di dalam danau. Untuk kemanan dan kenyamanan pada danau sebaiknya di
lengkapi juga dengan dermaga kayu model pontoon (terapung) sehingga dapat
menyesuaikan tinggi rendahnya dengan permukaan air. Warna perairan yang
kehijauan memberi kesan nyaman dan tenang bagi setiap wisatawan yang memandangnya. Nilai kecerahan yang tinggi menunjukkan cahaya matahari masih
dapat menembus permukaan perairan sehingga membuat perairan terlihat indah.
Kualitas yang tergolong baik menjadi salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme perairan. Perairan Danau Situgunung cukup bersih dilihat dari nilai kualitas
air yang masih berada di bawah batas baku mutu menurut PP. RI No. 82 tahun 2001 sehingga layak untuk rekreasi dan kegiatan perikanan. Kualitas air yang tergolong baik
menjadi salah satu faktor penting bagi kehidupan organisme perairan. Suhu yang
optimal merupakan salah satu syarat pertumbuhan ikan yang baik disamping kondisi lingkungan lainnya dan ketersediaan makanan di perairan. Nilai kecerahan,
temperatur, TSS, DO, BOD dan pH perairan Danau Situgunung sesuai bagi pertumbuhan
ikan.
Parameter-parameter
tersebut
dapat
menjadi
potensi
pengembangan kegiatan pemancingan di kawasan Danau Situgunung dimana kegiatan
memancing dapat menyenangkan apabila ikan di perairan berjumlah banyak. Memancing dapat dilakukan di tepi danau sebelah selatan diantara rimbunnya daun-
daun pohon damar (Agathis lorantifolia) dan sebaiknya secara khusus disediakan tempat untuk memancing. Dengan demikian aktivitas memancing lebih tertib dan nyaman. Tempat memancing sebaiknya terbuat dari dek kayu yang menjorok ke arah tengah perairan danau.
Tanaman air (hydrophyta) yang berada di perairan Danan Situgunung antara
lain : Eichhornia crassipes (eceng gondok), Nymphaea sp. (teratai), Cabomba caroliniana (Small waterlily flower), dan Cyperus javanicus (padian). Tanaman air ini
memiliki banyak fungsi, diantaranya yaitu fungsi ekologis bagi ekosistem perairan, fungsi ekonomis, dan fungsi estetika (keindahan). Tanaman-tanaman air ini dapat menjadikan potensi wisata karena dapat menjadikan pemandangan di tengah danau menjadi menarik.
109 4.5.2. Pemandangan alam dan areal sekitar danau situgunung Danau Situgunung memiliki luas 10 ha dengan panorama alam indah dikelilingi
barisan bukit. Pemandangan alam yang sangat indah ini dapat dimanfaatkan sebagai
potensi wisata. Alam sekitar Danau Situgunung dapat membuat para pengunjung
(wisatawan) merasakan sedang berada di dalam hutan dengan barisan tanaman damar serta satwa liarnya sebagai ekosistem hutan tanaman. Lanskap danau
Situgunung yang sangat indah dibentuk oleh perairan danau, rawa danau, tepian danau, pelataran danau yang di latar depan terdapat hutan tanaman damar (Agathis
lorantifolia) yang cukup rapat dengan diameter > 60 cm dan di latar belakang hutan
alam pegunungan (Gunung Masigit dan Gunung Pangrango).
Keindahan pemandangan alam Danau Situgunung ini menjadikan tujuan
wisatawan untuk mengunjungi kawasan Danau Situgunung. Berdasarkan data wawancara terhadap wisatawan, ternyata sebanyak 30% wisatawan yang berkunjung ke Danau Situgunung dengan tujuan ingin menikmati pemandangan alam yang indah.
Berarti dari awal wisatawan tersebut telah mengetahui keindahan alam Danau Situgunung. Selanjutnya sebanyak 50% wisatawan yang datang ke Danau Situgunung
tanpa mengetahui keadaan alam Danau Situgunung sebelumnya, mengatakan bahwa
mereka sangat menikmati pemandangan alam Danau Situgunung yang sangat indah. Dan dari 97% wisatawan berniat akan kembali mengunjungi Danau Situgunung karena keindahan alam Danau Situgunung yang berkesan bagi mereka.
Selanjutnya pada bagian timur Danau Situgunung terdapat rawa. Daerah rawa
danau ini memiliki vegetasi yang sangat berbeda dengan vegetasi hutan umumnya yang ada di sekitar danau. Vegetasi di daerah rawa ini secara umum berupa semak
belukar dengan dominasi jenis pandan (Pandanus sp.) yang tersebar secara acak membentuk canopy vegetasi rawa. Vegetasi ini juga memberikan keunikan tersendiri di Danau Situgunung. Di rawa ini dapat dilakukan kegiatan antara lain menjelajahi
rawa melalui jalur khusus dengan teknik pontoon (terapung) dimana setiap pijakan
kaki dapat merasakan adanya kesan goyangan seperti di rawa serta kaki masih dapat menyentuh air rawa. Selain itu dapat ciptakan tempat bermalam (tenda khusus)
dengan bantalan (deck) permanen ataupun teknik pontoon. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan antara lain jalan-jalan di rawa; menginap sambil menikmati segala nyanyian malam rawa; serta kegiatan mengenal, menangkap, mengidentifikasi, dan melepas kembali hidupan rawa.
Daerah tepi Danau Situgunung yaitu berupa tanggul danau biasa dipakai untuk
aktivitas berjalan mengelilingi danau, memancing, dan bersantai menikmati keindahan
110 alam. Tepi danau yang dapat dieksploitasi dengan aman adalah sebelah Selatan dan
Timur dari Danau Situgunung yang lebih datar dan mempunyai pelataran lebih luas. Dibagian Selatan terdapat pelataran danau yang merupakan daerah daratan sekitar
danau memiliki lanskap yang cukup datar. Lokasi ini sangat menunjang untuk kegiatan
piknik/duduk santai, permainan skala kecil/terbatas dan umumnya permainan klasik/tradisional seperti balap karung, balap bakiak, tarik tambang, dan main bola.
Dibagian Barat danau terdapat ekosistem hutan damar eks tanaman Perum Perhutani. Ekosistem di hutan damar ini sangat menarik untuk dijadikan objek interpretasi
khususnya mengenal hidupan liar pada ekosistem hutan tanaman (buatan). Disini dapat dilakukan aktifitas bermalam dengan tenda dalam jumlah tertentu dan dibatasi. 4.5.3. Daya tarik flora yang berada di tepi Danau Situgunung Kawasan Taman Wisata Alam Situgunung memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan. Berdasarkan data dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, jenis-jenis flora yang terdapat di hutan alam diataranya adalah Rasamala (Altingia excelsa), Puspa
(Schima walichii), pasang (Querqus platycorpa),
Saninten (Castanopsis argentea),
Gelam (Euginia fastigiata), Lemo (Litsea cubeba), Hamirung (Vemonea arborea),
Kisireum (Cleistocalyx operculata), Karembi (Homolanthus populnea), Suren (Toona
sureni), Riung Anak (Castanopsis javanica), Beleketebe (Litsea sp.), Damar (Agathis lorantifolia), Walen (Ficus Ribes), Merang (Hibiscus surattensis), Kipanggung (Trevesia
sondaica), Ki-putat (Placchomia valida), Manggong (Macarangar rizoides). Selain itu
terdapat juga jenis anggrek yang dilindungi yaitu : anggrek tanah bunga merah, anggrek tanah bunga putih, dan anggrek bajing bunga kuning. Jenis anggrek tersebut
dapat dijumpai di tepi jalan setapak yang dahulunya merupakan perbatasan antara Taman Wisata Alam Situ Gunung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Tanaman yang hidup di tepi Danau Situgunung memiliki nilai estetika, bernilai
ekonomis tinggi, rindang, besar-besar dan memiliki perakaran yang kuat sehingga selain dapat menahan longsor, mencegah terjadinya erosi ke perairan dan terpaan angin kencang, juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Tanaman-tanaman tersebut membuat kawasan Danau Situgunung menjadi lebih indah dan sejuk.
Masyarakat yang berada pada desa-desa sekitar Danau Situgunung juga banyak
yang memanfaatkan lahan pekarangan rumahnya untuk ditanam beberapa jenis tanaman seperti singkong, pisang, durian, rambutan, mangga, sawo, jambu, pepaya serta tanaman sayur dan buah lainnya.
111 4.5.4. Daya tarik fauna yang berada di tepi Danau Situgunung Di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung hidup beragam satwa liar,
terdapat 62 jenis satwa liar yang terdiri dari 41 jenis burung ( 11 jenis burung dilindungi) dan 10 jenis mamalia dilindungi, satu diantaranya jenis endemik Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Keanekaragaman fauna di kawasan
Taman Wisata Alam Situgunung ini merupakan kekayaan alam yang memiliki nilai ekologi, ekonomi dan estetika (keindahan). Dari segi ekologi, keanekaragaman fauna dapat mendukung keseimbangan ekosistem. Dari segi ekonomi, keanekaragaman fauna dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini yang menyebabkan
kenaikan jumlah penghasilan bagi kawasan pertahunnya. Dari segi estetika (keindahan), keanekaragaman fauna dapat dinikmati wisatawan baik keindahan
warna, bentuk, suara dan tingkah laku alamiah satwa di habitat aslinya. Semua ini merupakan potensi yang dimiliki kawasan Danau Situgunung yang dapat menambah daya tarik bagi pengembangan ekowisata Danau Situgunung.
Jenis-jenis satwa liar di kawasan Taman Wisata Alam Situgunung beberapa
diantaranya mudah dijumpai dan dikenali. Jenis yang mudah dijumpai dan dikenali secara langsung untuk diamati keindahan warna, bentuk, dan tingkah lakunya antara
lain seperti sesep madu, kutilang, kepodang, dan bajing. Sedangkan sebagian diantaranya dapat dikenali secara tidak langsung misalkan dari suaranya yang khas
antara lain owa dengan lengkingan suaranya yang dapat terdengar cukup jauh, burung
cipoh, dan burung cekakak. Terdapat juga beberapa jenis satwa liar yang bersuara
hanya pada waktu tertentu saja misalnya biasanya berbunyi sekitar jam 4.30 WIB
seperti burung kipasan (Rhipidura javanica), burung kucica (Copsychus saularis),
burung srigunting (Dicrurus macrocercus), atau yang biasanya berbunyi di malam hari
seperti burung hantu (Bubo sumatranus, Otus bakkamoena), burung tuwu (Eudynamis
scolopaea), dan burung emprit gantil (Cacomantis merulinus). 4.6. Hubungan dengan Objek Wisata Lainnya
Hubungan dengan objek wisata lain perlu diperhatikan dalam pengembangan
suatu objek wisata, guna mengetahui adanya ancaman atau dukungan yang diakibatkan oleh keberadaan objek wisata lain bagi pengembangan wisata kedepannya. Unsur-unsur yang termasuk dalam penilaian hubungan dengan objek lain yaitu jumlah dan jarak objek-objek wisata lain baik yang sejenis maupun tidak sejenis di kota objek berada.
112 Terdapat beberapa kegiatan wisata yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dan swasta di sekitar kawasan wisata Situgunung. Kegiatan wisata yang dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu Bumi Perkemahan Cinumpang dengan kapasitas + 1.500
orang. Letak Bumi Perkemahan Cinumpang yaitu
+ 1,5 km dari pintu gerbang
kawasan wisata Situgunung. Sedangkan kegiatan wisata yang dilakukan oleh swasta antara lain seperti penginapan/villa, kolam renang (Yawitra), kebun bunga (anggrek,
dll), outbond, dll. Beberapa kegiatan di lingkungan masyarakat lokal yang telah
berlangsung lama dan cukup khas adalah bertanam sayur mayur seperti wortel, kol, bawang daun, bawang kucai, tomat, cabe, sawi, serta beternak sapi perah.
Jenis-jenis kegiatan yang dapat dijadikan faktor pendorong ekowisata di
Situgunung antara lain seperti pengusahaan tempat penginapan, kolam renang, kebun
bunga, pertanian khas penduduk setempat. Sedangkan jenis kegiatan yang menjadi pesaing adalah Bumi Perkemahan Cinumpang yang dilakukan Pemerintah daerah dan outbond yang dilakukan swasta.
4.7. Jumlah Kunjungan dan Persyaratan wisatawan ke Danau Situgunung Kunjungan wisatawan ke kawasan wisata Situgunung dikelompokkan kedalam
lima kategori kunjungan yaitu rekreasi, penelitian, pendidikan, berkemah, dan lainnya
(ziarah, shooting, hiking, dll). Wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini meliputi
wisatawan dalam negeri (DN) dan wisatawan luar negeri (LN). TWA Situgunung ratarata dikunjungi ± 20419 orang tiap tahun, terdiri dari berbagai tujuan kunjungan.
Jumlah wisatawan setiap tahunnya cendrung meningkat, dengan pengunjung paling banyak ada di tahun 2009 dengan jumlah 24.480 wisatawan (Tabel 45). Gambaran
jumlah pengunjung di kawasan ekowisata Situgunung berdasarkan kunjungan tahun
2009 sebanyak 24.480 orang, perincian rekreasi (ke danau dan curug Sawer) sebanyak 90,94% wisatawan, berkemah 9,06%, dan penelitian 0,008%. Tabel 45. Jumlah kunjungan wisatawan ke Situgunung Jenis Kunjungan
Tahun
Rekreasi DN
2006 2007 2008
Penelitian Pendidikan
LN
DN
LN
18065
16
0
0
0
0
18278
0
0
0
0
0
20329
0
0
2009 22262 0 2 Sumber : PTN Situgunung 2010
0 0
DN
0 0
LN
0 0
Berkemah DN
Jumlah Lain-lain
LN
DN
LN
480
0
0
0
18545
16
18561
0
0
0
0
18278
0
18278
31
2218
0 0
0 0
0 0
DN
20360 24480
LN
0 0
TOTAL
20360 24480
113 Kawasan Danau Situgunung biasanya ramai dikunjungi pada hari sabtu dan
minggu atau hari libur nasional, karena wisatawan memiliki waktu luang pada saat itu. Pada tahun 2006 hingga tahun 2008, jumlah kunjungan wisatawan terbanyak ada pada
bulan Oktober yaitu dengan rata-rata kunjungan bulan Oktober setiap tahunnya sebanyak 5.023 wisatawan (Gambar 32). Bulan Oktober pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2008 merupakan hari libur panjang saat Hari Raya Idul Fitri. Pada bulan
ini sering kali terjadi lonjakan jumlah wisatawan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Selain bulan Oktober, saat liburan semester anak sekolah pada bulan Juni dan Juli juga dipadati wisatawan yaitu dengan rata-rata sebanyak 2072 wisatawan. 16000
14000 12000 10000 8000 6000
2008
4000
2007
2000
0
Jan
Feb Mar Apr Mei Juni
Juli Agus Sept Okt Nov Des
2006
Gambar 32. Jumlah kunjungan wisatawan ke Situgunung Harga tiket masuk kawasan wisata Situgunung tergolong murah karena masih
terjangkau oleh wisatawan ekonomi rendah. Harga tiket masuk dibagi ke dalam 3 golongan yaitu untuk weekday, weekend, dan hari libur nasional (Tabel 46). Harga tiket
masuk sudah termasuk 25% masukan untuk Pemerintah Daerah, Rp.2.500,- untuk
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan asuransi sebesar Rp.250,-. Untuk yang
membawa kendaraan ada tiket masuk kendaraan. Khusus untuk pengunjung yang
akan berkemah biaya karcis ditambah dengan biaya kemah (Rp. 5000,- per malamnya).
114 Tabel 46. Harga tiket masuk Taman Wisata Alam Situgunung Jenis Tiket
Wisatawan nusantara
Wisatawan mancanegara
Tiket kendaraan
Kelompok
anak < 10 tahun
dewasa 10-60 tahun manula > 60 tahun anak < 10 tahun
dewasa 10-60 tahun manula > 60 tahun roda dua
roda empat roda enam
Camping (berkemah) Sumber : Pengelola Wisata TWA Situgunung 2010
Harga Tiket (Rp/orang) libur weekday weekend nasional 6.500 6.500 7.500 8.500
10.000
10.000
35.000
35.000
35.000
6.500
30.000 35.000 2.000 5.000
20.000 5.000
6.500
30.000 35.000 2.000 5.000
20.000 5.000
7.500
30.000 35.000 2.000 5.000
20.000 5.000
Pengunjung yang berminat untuk melakukan kegiatan khusus seperti
penelitian dan pendakian diwajibkan memiliki Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang dikeluarkan oleh Balai Besar TNGGP (Lampiran 15). Isi di dalam SIMAKSI ini terdapat ketentuan-ketentuan yang merupakan aturan bagi pemegang SIMAKSI (Lampiran 16).
4.8. Analisis Kesesuaian Wisata Kegiatan wisata air yang sudah ada di kawasan Danau Situgunung baru
bersampan, duduk santai, outbond dan flying fox . Sampan yang ada di kawasan Danau Situgunung jumlahnya hanya satu, sangat sedikit dibandingkan luas area lokasi yang di
peruntukan untuk kegiatan wisata ini. Fasilitas duduk santai yang sudah ada umumnya
kurang terawat dengan jumlah yang tidak banyak. Kegiatan duduk santai di Danau Situgunung masih belum dikelola oleh pengelola kawasan Taman Wisata Alam Situgunung. Pengelola juga melarang adanya kegiatan memancing, tetapi sebagian
besar pemancing ilegal merupakan penduduk sekitar danau. Pelarangan ini didasarkan
bahwa banyak pemancing yang tidak ramah lingkungan dan memancing dimana saja
sehingga merusak tepian danau dan mengganggu kegiatan lainnya. Sehingga
dibutuhkan adanya areal khusus untuk memancing agar kegiatan memancing tidak merusak ekosistem dan tidak mengganggu kegiatan lain.
Analisis kesesuaian wisata dilakukan pada masing-masing kegiatan yang akan
dikembangkan di delapan lokasi dalam kawasan Danau Situgunung. Adapun kegiatan
115 yang akan dikembangkan adalah bersampan mengelilingi danau, memancing, duduk
santai, fotografi dan shooting, outbond, dan flying fox (sebuah permainan tantangan individu yang diadaptasi dari pelatihan militer dan permainan ini dilakukan dengan
cara meluncur dari ketinggian tertentu). Analisis kesesuaian wisata dimaksudkan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian wisata yang akan dikembangkan dari ke delapan lokasi di kawasan Danau Situgunung.
Lokasi satu dan lokasi tiga sangat sesuai untuk dilakukan kegiatan bersampan
dengan IKW di lokasi tersebut berturut-turut sebesar 100% dan 68,63% (Tabel 47).
Hal ini disebabkan karena masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap kegiatan bersampan di lokasi satu sangat mendukung kegiatan tersebut. Kegiatan yang
sangat sesuai dilakukan di lokasi dua adalah adalah memancing. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap kegiatan memancing adalah kelimpahan dan jumlah jenis
ikan serta kedalaman perairan. Lokasi yang sangat sesuai untuk kegiatan memancing adalah lokasi yang memiliki kelimpahan ikan dalam kategori banyak, jumlah jenis ikan
≥4 dan kedalaman perairan antara 2-6 meter. Lokasi empat, lokasi lima, dan lokasi 6
sesuai dan sangat sesuai untuk kegiatan duduk santai dengan IKW berturut-turut
sebesar 76,47%, 78,43% dan 98,04% (Tabel 47). Lokasi tujuh dan lokasi delapan sangat sesuai untuk kegiatan outbond dengan IKW sebesar 98,04%. Lokasi sepuluh sangat sesuai untuk kegiatan wisata flying fox dengan IKW sebesar 100% (Tabel 47).
Kegiatan fotografi termasuk kategori sangat sesuai dengan IKW sebesar 91,67% yang berada pada lokasi sembilan (Tabel 47).
Berdasarkan analisis kesesuaian wisata tersebut diperoleh delapan kegiatan
wisata (Gambar 33) yang dapat direkomendasikan untuk dikembangkan di kawasan Danau Situgunung, yaitu:
1. Kegiatan bersampan di Danau Situgunung dapat dilakukan di lokasi satu dan tiga yang memiliki luas total 50.631 m2.
2. Kegiatan memancing di Danau Situgunung dapat dilakukan di lokasi dua yang memiliki luas 16.875 m2.
3. Kegiatan duduk santai di Danau Situgunung dapat dilakukan di lokasi empat, lima dan enam yang memiliki luas 9.849,75 m2.
4. Kegiatan outbond di Danau Situgunung dapat dilakukan di lokasi tujuh dan delapan yang memiliki luas 8.593,5 m2.
5. Kegiatan fotografi di Danau Situgunung dapat dilakukan di lokasi sembilan yang memiliki luas 3125 m2.
116 6. Kegiatan flying fox di Danau Situgunung dapat dilakukan di bagian lokasi sepuluh yang memiliki panjang 30 m2.
Tabel 47. Kesesuaian wisata yang dapat dimanfaatkan Lokasi 1
Indeks Kesesuaian Wisata (%)
Bersampan Memancing
66.67
0
0
68.63
44.44
0
66.67
0
0
0
7 8 9
Fotografi
0
4 6
Outbond
70.37
94.12
5
Flying fox
100
2 3
Duduk santai
kategori
0 0 0 0 0
88.89
0
0
76.47
0
98.04
0 0 0 0
10 54.9 47.37 Sumber : Data primer 2010 (diolah) Keterangan : SS = Sangat sesuai S = Sesuai
78.43 98.04 98.04 80.39 0
66.67
0
tingkat
yang dipilih kategori bersampan
SS
bersampan
S
0
memancing
SS
33.33
66.67
52.78
duduk santai
33.33
97.62
44.44
duduk santai
SS
outbond
SS
33.33 33.33 33.33 33.33 100
69.05 97.62 97.62 54.76 0
52.78 44.44 52.78 91.67 0
duduk santai outbond
fotografi
flying fox
S S
SS SS SS
4.9. Daya Dukung Daya dukung kawasan pada kawasan Danau Situgunung adalah jumlah
maksimum wisatawan yang secara fisik dapat ditampung di setiap lokasi sesuai
peruntukannya dalam satu hari agar tidak menimbulkan kerusakan alam dan wisatawan dapat bergerak bebas serta tidak merasa terganggu oleh keberadaan
wisatawan lain di lokasi tersebut (Yulianda 2010). Analisis daya dukung kawasan di Danau Situgunung diperlukan agar kegiatan wisata yang akan dikembangkan dapat terus berkelanjutan. Daya dukung setiap kawasan berbeda antara satu lokasi dengan
lokasi lainnya dan terkait dengan jenis kegiatan wisata yang akan dikembangkan.
Untuk mengantisipasi wisatawan yang melebihi daya dukung maka perlu adanya pembatasan terhadap fasilitas wisata yang ada dikawasan dengan menyesuaikan jumlah fasilitas seperti perahu kayu/sampan, tempat duduk santai dan lahan
memancing dengan jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung di kawasan Danau Situgunung.
Kegiatan bersampan mengelilingi danau dilakukan di lokasi satu dan lokasi tiga
dengan luas 50.631 m2. Satu sampan digunakan oleh enam orang selama setengah jam.
Lokasi yang dibutuhkan untuk bersepeda air agar dapat bergerak bebas selama
setengah jam sebesar 20.000 m2. Adapun waktu yang disediakan oleh pengelola untuk
117 wisatawan adalah 10 jam/hari. Oleh karena itu, daya dukung kawasan untuk bersepeda air di Danau Situgunung sekitar 304 orang/hari (Tabel 48 dan Gambar 33).
Gambar 33. Peta kesesuaian wisata dan daya dukung Danau Situgunung Kegiatan memancing dapat dilakukan di lokasi dua yang luasnya 16.875 m2.
Lokasi dua terletak jauh dari keramaian kegiatan wisata, sehingga wisatawan dapat
merasa nyaman untuk memancing. Selain itu parameter-parameter lain seperti kelimpahan ikan, jumlah jenis ikan dan kedalaman perairan yang mendukung untuk
wisata memancing. Wisatawan membutuhkan lokasi agar dapat bergerak bebas untuk
memancing dan tidak merasa terganggu oleh pemancing lainnya seluas 240 m2. Waktu yang disediakan oleh pengelola untuk wisatawan yang memancing adalah 10 jam/hari,
namun maksimum wisatawan memancing selama 6 jam. Oleh karena itu, maka daya dukung kawasan untuk memancing di lokasi tersebut adalah 117 orang/hari (Tabel 48
dan Gambar 33). Diperlukan pembangunan khusus untuk areal memancing agar kegiatan memancing tidak berdampak negatif terhadap ekosistem.
118 Kegiatan duduk santai yang diprioritaskan untuk lokasi empat, lima, dan enam
yang memiliki daya tampung sebesar 4104 orang/hari (Tabel 48 dan Gambar 33).
Luas seluruh lokasi duduk santai adalah 9.849,75 m2. Lokasi tersebut terletak di sepanjang tepi Danau Situgunung dan di bawah pohon-pohon yang berada di kawasan
penghijauan, sehingga wisatawan dapat duduk sambil menikmati pemandangan alam dengan nyaman. Satu tempat duduk dapat menampung dua orang. Luas lokasi agar
wisatawan dapat duduk dengan nyaman tanpa terganggu oleh wisatawan lainnya
adalah 16 m2. Wisatawan duduk santai maksimum selama 3 jam. Adapun waktu yang
disediakan pengelola bagi wisatawan yang duduk santai adalah 10 jam/hari.
Wisatawan dapat duduk santai di atas tikar, di tempat duduk yang terbuat dari bambu atau di saung-saung.
Kegiatan flying fox di Danau Situgunung dapat dilakukan oleh 40 orang/hari
(Tabel 48 dan Gambar 33). Wisatawan meluncur melintasi Danau Situgunung dari atas
pohon tinggi sampai daratan yang terletak di lokasi seberang pohon. Satu orang membutuhkan waktu untuk meluncur selama 0,25 jam. Waktu yang disediakan pengelola untuk wisatawan adalah 10 jam/hari.
Kegiatan outbond di Danau Situgunung dapat dilakukan oleh 1228 orang/hari
(Tabel 48 dan Gambar 33). Luas lokasi tujuh dan delapan adalah 8593,5 m2. Lokasi
yang dibutuhkan agar wisatawan dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu
oleh keberadaan wisatawan lainnya adalah 700 m2. Waktu yang disediakan pengelola
untuk wisatawan adalah 10 jam/hari. Wisatawan melakukan kegiatan outbond maksimum selama 1 jam.
Kegiatan fotografi dapat dilakukan di lokasi sembilan dengan luas 3.125 m2.
Kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh 1 orang. Lokasi yang dibutuhkan agar
wisatawan dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan
wisatawan lainnya adalah 250 m2. Waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk
menyelesaikan kegiatan fotografi adalah delapan jam, sama dengan waktu yang disediakan pengelola. Oleh karena itu, daya dukung kawasan yang digunakan untuk kegiatan fotografi ini adalah 500 orang/hari (Tabel 48 dan Gambar 33).
Jumlah total wisatawan yang dapat ditampung di kawasan Danau Situgunung
sebanyak 6.293 orang/hari, tetapi dalam keadaan menyebar dalam kisaran waktu
selama 10 jam/hari atau tidak terakumulasi pada jam-jam kunjungan yang sama (karena akan menimbulkan kesan over crawded). Jumlah kunjungan wisatawan
perharinya saat ini masih di bawah nilai DDK yaitu sekitar 65 orang, nilai yang masih jauh dari daya tampung kawasan. Maka perlu adanya promosi yang lebih baik dari
119 sebelumnya dalam hal kualitas dan kuantitas. Setelah itu perlu adanya kebijakan pengelola kawasan yang memperhatikan daya dukung seperti menutup pintu masuk kawasan ketika wisatawan sudah dalam jumlah yang maksimum dan juga pembatasan fasilitas di masing-masing lokasi wisata sesuai dengan daya dukung kawasan. Tabel 48. Daya dukung kawasan Danau Situgunung Potensi
No Lokasi
Luas area
Waktu yang
Waktu yang
Daya
Jenis
ekologis
Unit area
yang dapat
dihabiskan
disediakan
Dukung
Kegiatan
pengunjung
(Lt)
dimanfaatkan
pengunung
pengelola
Kawasan
(Lp)
(Wp)
(Wt)
(DDK) 304
(k) 1 2 3 4 5 6
1,3 2
4,5,6 7,8 10 9
TOTAL
bersampan
memancing
duduk santai outbond
flying fox fotografi
Sumber : Data primer 2010 (diolah)
6
20000
50631
0.5
10
2
16
9849.75
3
10
30
30
1
240
10
700
1
250
1
16875
8593.5 3125
6 1
0.25 0.25
10 10 10 10
117
4104 1228 40
500
6293
4.10. Analisis Pengelolaan Danau Situgunung Saat ini wisata di Danau Situgunung dikelola oleh Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat sebagai pemegang ijin pengusahaan wisata alam di Situgunung seluas 120 ha, yang dalam hal ini khusus berkaitan dengan wisata alam di danau situgunung. Penyelenggaraan usaha wisata di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dilakukan oleh
Kesatuan Bisnis Mandiri Wisata Benih dan Usaha lain (KBMWBU) Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat. Analisis pengelolaan Danau Situgunung meliputi peraturan kawasan, perawatan fasilitas dan manajemen pengelolaan. Untuk kesinambungan pengelolaan kawasan dan lancarnya pengusahaan wisata diperlukan penanganan intensif terhadap permasalahan yang timbul.
Masalah pengelolaan akibat belum terdapat peraturan-peraturan yang belum
sempurna dan penegakan hukum yang belum tegas, seperti belum terdapatnya aturan atau kebijakan yang jelas terhadap kegiatan membuang sampah sembarangan dan
memancing yang berperilaku merusak terhadap keutuhan ekosistem. Upaya penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat papan larangan dan papan petunjuk, mengadakan penyuluhan konservasi kepada pemancing yang sebagian besar
masyarakat sekitar dan pengunjung kawasan danau Situgunung, serta melakukan
120 pengamanan dan pemantauan yang berkelanjutan yang disertai pemberian sanksi kepada si pelanggar.
Masalah perawatan yang kurang terhadap fasilitas dapat dilihat dari beberapa
fasilitas yang sudah tidak layak pakai lagi seperti MCK yang sudah tidak berpintu,
rusaknya bangunan mushola, tempat duduk-duduk yang kotor dan tidak terawat, serta
kondisi perahu sampan yang bocor. Walaupun kewajiban pengelolaan kawasan
dibebankan kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, namun seharusnya
Perum Perhutani sebagai pihak yang disetujui pengusahaan atas TWA ikut membantu
dalam melakukan pemeliharaan fasilitas, supaya tidak timbul kesan hanya menerima hasil dari pemanfaatan fasilitas yang ada tanpa upaya pemeliharaan yang optimal. Upaya penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara meningkatkan koordinasi
antara TNGGP dan Perum Perhutani, serta meningkatkan kerjasama dalam memelihara fasilitas di lapangan.
Masalah manajemen pengelolaan yaitu seperti pengelola yang kurang
komunikatif kepada pengunjung sehingga hal yang ingin disampaikan pengelola tidak
dapat diterima langsung oleh pengunjung. Namun dalam hal informasi kawasan pengelola sangat informatif. Ketika pengunjung membutuhkan informasi mengenai
kawasan ataupun lokasi fasilitas yang ada, pengelola dapat memberitahu hal tersebut
kepada pengunjung. Pelayanan yang diberikan pihak pengelola kurang baik. Hal ini juga ditunjukan bahwa 50% pengunjung menyatakan bahwa pelayanan oleh pengelola kurang baik.
4.11. Strategi Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata Pemanfaatan potensi Danau Situgunung untuk pengembangan ekowisata
memerlukan strategi pengelolaan yang tepat agar tidak menimbulkan kerusakan ekosistem Danau Situgunung. Danau Situgunung dapat dimanfaatkan secara optimum
dengan memperhatikan beberapa aspek. Aspek-aspek yang diperlukan untuk mengembangkan pembangunan
ekowisata
ekowisata,
Danau
Situgunung
kelembagaan,
sarana
adalah
dan
aspek
prasarana,
perencanaan pengelolaan,
pengusahaan, pemasaran, kolaborasi atau kemitraan, profesionalisme SDM, peran serta masyarakat, penelitian dan pengembangan, monitoring dan dampak lingkungan.
Penentuan strategi pengembangan kawasan ekowisata Danau Situgunung
dilakukan melalui 3 tahap, yaitu tahap input (input stage), tahap pencocokan (matching stage) dan tahap keputusan (decision stage). Dalam tahap pencocokan
121 penentuan strategi pengelolaan menggunakan matriks IE dan matriks SWOT dengan
pertimbangan faktor internal dan eksternal dalam tahap input. Caranya adalah menganalisa faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh kawasan Danau
Situgunung. Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan objek wisata yang berasal dari dalam objek wisata Danau
Situgunung sendiri, sedangkan faktor-faktor eksternal adalah hal-hal yang dapat
mempengaruhi keberadaan objek wisata yang berasal dari luar objek wisata Danau
Situgunung. Faktor-faktor internal terdiri atas kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) objek wisata Danau Situgunung. Faktor eksternal terdiri atas peluang
(Opportunity) dan ancaman (Threat). Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan serta dampak negatif yang berasal dari
kelemahan dan ancaman. Selanjutnya penentuan prioritas strategi pengembangan
kawasan ekowisata Danau Situgunung dilakukan dengan menggunakan matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM).
4.11.1. Penentuan kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang kawasan Danau Situgunung untuk ekowisata. 1. Kekuatan (Strength)
a. Ekosistem alami, keanekaragaman hayati tinggi dan keindahan alam
Danau Situgunung terletak di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Danau Situgunung meliputi kualitas
air, pemandangan alam, beberapa jenis flora dan fauna yang menarik di sekitarnya sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Sumberdaya
alam di kawasan Danau Situgunung masih alami. Nuansa hutan alam dan hutan
tanaman menambah daya tarik kawasan Danau Situgunung untuk kawasan ekowisata.
Keadaan ekosistem Danau Situgunung relatif masih asli dan memiliki unsur-unsur
biotik, fisik dan interaksinya masih mampu memberikan fungsi ekologis.
Sebagian besar wisatawan yang mengunjungi Danau Situgunung mengakui
bahwa Danau Situgunung memiliki alam yang indah. Hal ini menjadi motivasi bagi wisatawan untuk mengunjungi Danau Situgunung. Kawasan Danau Situgunung
terletak pada daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Di dalam hutan sekitar Danau Situgunung terdapat berbagai jenis tumbuhan (flora) dan fauna. Beberapa jenis flora yang tumbuh di tepi Danau Situgunung juga menambah
keindahan alam kawasan Danau Situgunung. Wisatawan dapat duduk-duduk di tepian
122 danau menikmati pemandangan alam di bawah pohon-pohon yang rindang. Beberapa jenis fauna yang terdapat di sekitar kawasan Danau Situgunung juga dapat menambah daya tarik bagi pengunjung.
Perairan Danau Situgunung yang memiliki warna tampak hijau bening
memberikan nilai estetika bagi perairan danau. Wisatawan yang menikmati aktivitas
wisata bersampan dapat melihat kehidupan di dalam air karena warna air yang jernih dan nilai kecerahan yang rata-rata berada di atas 50% dari kedalaman. Tanaman air
yang tumbuh di perairan Danau Situgunung seperti Eichhornia crassipes (eceng
gondok), Nymphaea sp. (teratai), Cabomba caroliniana (Small waterlily flower), dan
Cyperus javanicus (padian) secara umum memiliki banyak fungsi, diantaranya yaitu
fungsi ekologis bagi ekosistem perairan, fungsi ekonomis, dan fungsi estetika (keindahan). Tanaman-tanaman air ini menjadikan kekuatan wisata karena dapat menjadikan pemandangan di tengah danau menjadi menarik. Adanya ketertarikan
wisatawan menjadikan nilai tambah kawasan untuk pengembangan ekowisata karena keragaman jenis tanaman air di danau, sehingga membuat wistawan betah berada di
sekitar Danau Situgunung dan dapat menarik minat wisatawan untuk kembali
berwisata ke Danau Situgunung. Selain itu keberadaan ikan seperti gabus (Channa
striata), betok (Anabas testudineus), mujair (Oreochromis mossambicus) dan sepat
(Trichogaster trichopterus) berpotensi untuk dikembangkannya wisata memancing
yang berwawasan lingkungan sehingga tidak merusak ekosistem. Selain itu keanekaragaman jenis ikan di danau menjadikan kekayaan sumberdaya yang menjadikan nilai tambah untuk pengembangan ekowisata di Danau Situgunung.
Berbagai macam potensi inilah, maka pengelola dapat meningkatkan usaha
pengelolaan sumberdaya alam Danau Situgunung melalui ekowisata. Namun untuk menjaga kelestarian sumberdaya yang dimiliki Danau Situgunung yang selanjutnya dapat mempengaruhi keberlanjutan pengembangan wisata, maka pengelola dan
instansi-instansi terkait perlu melakukan upaya pemberdayaan masyarakat sekitar dalam menjaga potensi sumberdaya alam dengan menjaga kelestarian sumberdaya
alam di Danau Situgunung. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan gotong-
royong untuk membersihkan sampah dan menanam pohon di sekitar kawasan wisata air Danau Situgunung, serta membangun tempat sampah di luar kawasan wisata yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar. Selain itu, untuk meningkatkan rasa cinta
masyarakat sekitar terhadap kelestarian sumberdaya alam di Danau Situgunung,
pengelola dan instansi terkait juga dapat mengadakan lomba kreatifitas pengelolaan sampah. Kegiatan-kegiatan tersebut, selain dapat menjaga kelestarian Danau
123 Situgunung juga dapat meningkatkan potensi/keunggulan wisata di Danau Situgunung yang tidak dimiliki oleh kawasan wisata lainnya. b. Kesejukan udara sekitar Danau Situgunung
Ekosistem Danau Situgunung menyuguhi para pengunjungnya dengan
kesejukan udara di sekitar danau. Melupakan kesibukan dan rutinitas sehari-hari untuk sejenak melebur diri dengan alam yang asri, inilah tujuan utama wisatawan yang mengunjungi Danau Situgunung. Dengan suhu udara di sekitar danau sekitar
10°C s.d. 18°C pada siang hari dan sekitar 5°C pada malam hari, memberikan kesejukan bagi wilayah sekitar. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmid-Ferguson, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk dalam iklim A dengan curah hujan yang
tinggi (TNGGP 2009). Oleh karena itu kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi yaitu sekitar 3000 s.d. 4000 mm per tahun yang membuat kawasan ini daerah terbasah di pulau Jawa. Udara dan suasana yang sejuk menjadikan kondisi yang
nyaman dan tenang bagi wisatawan yang ingin menikmati pemandangan alam setelah
melewati aktivitas sehari-hari yang melelahkan. Kesejukan udara di Danau Situgunung dapat terus dilestarikan salah satunya dengan cara penanaman pohon di sekitar kawasan danau sehingga menjadi potensi/keunggulan yang dimiliki oleh kawasan Danau Situgunung dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya. Hal ini dapat meningkatkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Danau Situgunung. c. Tersedianya paket-paket program wisata
Pengelola wisata Danau Situgunung memiliki beberapa paket wisata alam,
diantaranya paket OHLE 1, paket OHLE 2, paket OHLE 3, paket camp ground, paket
jogging track keliling danau, dan paket Situgunung trip. Adanya paket-paket program wisata menjadikan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Danau Situgunung. d. Status hukum kawasan sebagai zona pemanfaatan taman nasional
Status hukum kawasan Situgunung sebagai zona pemanfaatan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu kekuatan untuk pengembangan
ekowisata. Dalam pengembangan ekowisata harus memenuhi 7 prinsip mencangkup
ekologi (konservasi), pendidikan konservasi, ekonomi, sosial, budaya, partisipasi masyarakat, serta kenyamanan dan keselamatan pengunjung. Ketujuh prinsip ekowisata tersebut ada dalam taman nasional. Bila ekowisata didefinisikan sebagai perjalanan wisata yang dilandasi pemahaman tentang konservasi dan lingkungan,
dengan tujuan ke wilayah-wilayah alami yang memiliki keanekaragaman tinggi
(Widada 2008), maka dapat dikatakan taman nasional memiliki kekuatan ekowisata
124 yang sangat tinggi karena taman nasional memiliki keanekaragaman tinggi dan berbagai daya tarik obyek ekowisata yang sangat menarik. e. Dukungan masyarakat
Pengelolaan sumberdaya alam Danau Situgunung untuk pengembangan
ekowisata membutuhkan dukungan dari masyarakat agar mempermudah pengelola dalam proses pengembangan ekowisata. Terbukanya lapangan pekerjaan dan meningkatnya pendapatan masyarakat menjadi salah satu tujuan pengembangan
ekowisata Danau Situgunung. Sebanyak 47% masyarakat yang berdagang di dalam dan
di sekitar danau menunjukan bentuk dukungan masyarakat terhadap keberadaan
wisata Danau Situgunung. Jasa penginapan dan transportasi yang disediakan oleh masyarakat sekitar danau juga merupakan salah satu bentuk dukungan masyarakat terhadap keberadaan wisata. Selain itu peran serta masyarakat dalam mendukung
kelestarian Danau Situgunung terlihat saat keikutsertaannya dalam aksi bersih-bersih yang diadakan oleh pihak pengelola. Sebanyak 77% masyarakat mengakui bahwa mereka selalu mengikuti aksi bersih-bersih kawasan danau yang diadakan pengelola.
Aksi bersih-bersih ini dilakukan pada saat-saat tertentu ketika danau banyak
dikunjungi oleh wisatawan yaitu waktu-waktu liburan hari raya, liburan sekolah, libur tahun baru dan libur nasional lainnya. Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat
dalam pengelolaan ekowisata juga menjadi isu kunci. Pentingnya dukungan yang profesional dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan ekowisata.
Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah stakeholder
utama
dan
akan
mendapatkan
pengembangan dan pengelolaan ekowisata.
manfaat
secara
langsung
dari
f. Tersedianya fasilitas atau sarana-prasarana ekowisata
Aktivitas dalam ekowisata membutuhkan fasilitas atau sarana-prasarana.
Danau Situgunung menawarkan beberapa fasilitas, seperti: alat outbond, perahu kayu, sampan dan saung-saung (gazebo). Semua ini sangatlah menunjang bagi wisata yang ditawarkan pihak pengelola Danau Situgunung.
g. Adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
Sampai saat ini terdapat beberapa LSM lokal diantaranya : BWS, RAKATA,
LPPMM, Riam Jeram, Kybaw dan YANRO yang sering mengadakan kegiatan-kegiatan
dan penyewaan peralatan outbond atau sejenisnya di kawasan wisata Situgunung. LSM ini memiliki komitmen yang cukup tinggi terhadap konservasi serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan aktivitas wisata secara profesional.
125 2. Kelemahan (Weakness)
a. Promosi dan publikasi belum optimal
Berbagai upaya telah dilaksanakan pengelola Danau Situgunung guna
mengembangkan kegiatan ekowisata, diantaranya dengan meningkatkan kegiatan promosi. Media periklanan ada beberapa macam, yaitu iklan cetak dan penyiaran,
brosur, leaflet, buku kecil, billboard dan materi audio visual. Namun dalam
kenyataannya, berdasarkan survei yang dilakukan terhadap wisatawan menyimpulkan bahwa tidak ada satupun wisatawan yang datang dengan mendapatkan informasi
awal mengenai Danau Situgunung dari media cetak (leaflet dan brosur) dan atau media
penyiaran (televisi dan radio). Pemasangan iklan di media baik media cetak maupun
elektronik masih jarang dilakukan karena biaya pemasangannya yang cukup mahal. Ada beberapa acara di televisi yang berkaitan dengan wisata alam yang bisa
dimanfaatkan untuk mempromosikan ekowisata di Danau Situgung antara lain Jejak
Petualang (TV 7), Panji si petualang (Global TV), Horizon (Indosiar), Potret (SCTV),
Jelajah (Trans TV) dan Expedition (Metro TV). Pemasangan billboard mengenai Danau Situgunung di tempat-tempat strategis sepanjang jalan menuju kawasan Danau
Situgunung belum dilakukan. Keberadaan billboard ini sebenarnya cukup penting untuk memperluas promosi.
b. Pengelolaan sarana dan prasarana di Danau Situgunung belum optimal
Sarana dan prasarana wisata merupakan salah satu faktor pendukung dalam
pengembangan ekowisata di Danau Situgunung. Sebagaimana layaknya lokasi wisata, tersedia berbagai sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan dan kenyamanan pengunjung di Danau Situgunung. Beberapa sarana dan prasarana yang ada di Danau
Situgunung adalah mushola, MCK, shelter, areal parkir, wisma tamu, gazebo, jalan trail dan sarana-prasarana lainnya. Namun kenyataannya pada saat ini tidak semua
kondisinya dalam keadaan baik, banyak fasilitas yang mengalami kerusakan dimakan
usia dan terbatasnya anggaran pemeliharaan seperti MCK, Shelter, Gazebo dan papan informasi/penunjuk/ larangan. Sebanyak 74% wisatawan berpendapat bahwa fasilitas yang ada masih kurang baik. Hal ini diakui juga oleh pengelola wisata karena dana
untuk pemeliharaan sarana dan prasarana sangat sulit sekali didapat. Anggaran dana baru akan didapat setelah lama mengajukan dana pemeliharaan sarana dan prasarana. c. Informasi objek dalam kawasan kurang Kurangnya
informasi objek dalam kawasan menyebabkan sedikitnya
informasi mengenai kondisi umum kawasan yang dapat diterima konsumen. Papanpapan informasi yang menggambarkan asal-usul danau dan atau data terkait Danau
126 Situgunung serta papan-papan peraturan atau kebijakan masih kurang dalam kawasan.
d. Kebersihan di kawasan kurang
Kebersihan kawasan sangat berpengaruh terhadap nilai estetika kawasan.
Sebanyak 7% wisatawan mengungkapkan bahwa kebersihan kawasan Danau Situgunung kurang. Hal ini perlu diperhatikan pengelola karena ini berdampak pada
banyak kunjungan wisatawan yang dapat menurun. Masyarakat perlu dilibatkan secara
langsung dalam melakukan upaya mengurangi, memanfaatkan kembali serta melakukan daur ulang terhadap sampah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara yang sangat
sederhana, menarik dan konsisten. Untuk itu program sosialisasi perlu mendapat
perhatian serius secara khusus sebagai upaya merangkul masyarakat. Dalam
memerdayakan masyarakat, sangat diperlukan keterlibatan tokoh masyarakat dan intelektual, agar mendukung terlaksananya konsep tersebut dengan baik. e. Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia rendah
Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang
berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis,
sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Kekayaan sumber daya alam bukan merupakan jaminan bagi kesejahteraan masyarakat, tetapi justru kualitas sumber daya manusia merupakan faktor yang paling
menentukan. Kualitas sumber daya manusia pada dasarnya merupakan hasil proses regenerasi yang diwariskan secara turun temurun dan hasilnya tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan (genetik) tetapi juga oleh faktor-faktor
lingkungan seperti: lingkungan geografis, lingkungan budaya, lingkungan peradaban
dan sebagainya. Inilah yang menimbulkan adanya perbedaan yang nyata antara kualitas sumber daya manusia dari lingkungan yang satu dan lingkungan lainnya.
Dengan pendapatan perkapita yang masih rendah berakibat penduduk tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, sehingga sulit mencapai manusia yang
sejahtera. Hal ini akan mengakibatkan kawasan Danau Situgunung sulit berkembang dan mutu hasil industri sulit ditingkatkan. 3. Peluang (Opportunity)
a. Kecenderungan meningkatnya masyarakat perkotaan back to nature
Menurut Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (World Travel and Tourism
Council / WTTC) in Kurniawan 2008, saat ini pariwisata merupakan industri terbesar di dunia yang menghasilkan pendapatan dunia lebih dari USD 3,5 triliun pada tahun
127 1993 atau 6 % dari pendapatan kotor dunia. Bahkan, pariwisata merupakan industri
yang lebih besar daripada industri kendaraan, baja, elektronik maupun pertanian.
Produk pariwisata yang banyak diminati dan berkembang di masa mendatang salah
satunya adalah ekowisata (I Gede Ardika 2006 in Zohan 2009). Istilah kembali ke alam
(back to nature) yang merebak di akhir dekade abad ke dua, telah mendorong
banyaknya masyarakat di seluruh dunia tertarik untuk menikmati kekayaan alam di negara-negara lain, sehingga kegiatan ekowisata menjadi tren dunia. Tren ekowisata saat ini semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya manusia yang ingin
kembali ke alam (back to nature). Potensi Wisata Danau Situgunung merupakan salah
satu daerah wisata di Kabupaten Sukabumi yang memiliki keanekagaraman hayati yang sangat tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, peninggalan sejarah, bentang alam yang indah, dan berpeluang besar bagi pengembangan ekowisata (ecotourism) sebagai sumber devisa. Danau Situgunung ini juga merupakaan zona pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
b. Pertumbuhan wisatawan asing ke Indonesia cenderung meningkat
Negara-negara di Asia termasuk Indonesia memiliki kekayaan yang sangat
tinggi akan sumberdaya alam perairan yang dapat dijadikan objek wisata pariwisata. Indonesia dapat memberikan keunikan tersendiri bagi wisatawan dan
dalam
memasarkan produk mereka sehingga dapat bersaing dengan destinasi lainnya, tidak hanya di Asia, tapi juga di dunia. Pertumbuhan wisatawan asing ke Indonesia
cenderung meningkat. Tahun 2010 ini ada kenaikan 36,7% wisatawan mancanegara
ke Indonesia. Hal ini berdampak baik terhadap jumlah pengunjung Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango dan Situgunung khususnya. Kawasan yang menawarkan pesona alam yang masih alami menjadi buruan wisatawan mancanegara di Indonesia. c. Promosi dan publikasi ekowisata Situgunung secara berkolaborasi Promosi
dan
publikasi
ekowisata
Situgunung
adalah
upaya
untuk
memberitahukan atau menawarkan produk atau jasa pada orang banyak dengan
tujuan menarik calon konsumen (wisatawan) untuk berkunjung ke Danau Situgunung.
Promosi secara berkolaborasi ini diharapkan dapat menaikan angka kunjungan
wisatawan. Tujuan promosi secara kolaborasi diantaranya adalah menyebarkan informasi kawasan Danau Situgunung kepada target pasar potensial, mendapatkan kenaikan penjualan dan profit, mendapatkan wisatawan baru dan menjaga kesetiaan
wisatawan, menjaga kestabilan penjualan jasa wisata ketika terjadi lesu pasar, membedakan serta mengunggulkan kawasan Danau Situgunung dibanding tempat
128 wisata lain, serta membentuk citra kawasan Danau Situgunung sesuai dengan yang diinginkan oleh wisatawan.
d. Dukungan lembaga di tingkat nasional dan internasional
Dukungan lembaga di tingkat nasional dan atau internasional sangatlah
dibutuhkan. Berjalannya pengelolaan membutuhkan dukungan dari lembaga lain. Dukungan ini menjadikan peluang bagi pengembangan ekowisata di Danau
Situgunung. Dengan adanya dukungan maka dapat mempercepat pegembangan ekowisata di Danau Situgunung.
e. Meningkatnya permintaan konsumen yang tertarik dengan Agrowisata
Potensi pertanian dan perkebunan yang ada di sekitar danau dapat
memberikan peluang dikembangkannya agrowisata. Pola penggunaan lahan desa-desa
penyangga yang sebagian besar (40% s.d. 49%) adalah sebagai lahan pertanian
merupakan peluang untuk dijadikannya agrowisata. Bentuk agrowisata yang dapat
dikembangkan di kawasan sekitar Danau Situgunung adalah menanam berbagai tanaman buah seperti strawberi. Sehingga ada nilai tambah lanskap wisata agro yang
dapat mendukung wisata Danau Situgunung. Jika usaha agrowisata di sekitar Danau Situgunung dapat berkembang pesat maka dapat menjadi wisata pendukung bagi
ekowisata Danau Situgunung, sekaligus dapat menambah tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar danau.
f. Ekowisata Taman Wisata Alam Situgunung dikenal secara nasional & internasional.
Ekowisata Taman Wisata Alam Situgunung dikenal secara nasional dan
internasional. Hal ini ditandai dengan adanya wisatawan nusantara dan wisatawan
mancanegara yang berwisata ke Danau Situgunung. Dengan dikenalnya secara internasional maka menjadikan nilai positif bagi pengembangan ekowisata di Danau Situgunung.
4. Ancaman (Threat)
a. Pencemaran dan degradasi keanekaragaman hayati dan ekosistem di kawasan
Komponen biotik dan abiotik secara fungsional berhubungan satu sama lain
dan saling berinteraksi membentuk sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu
dari kedua komponen komponen tersebut, maka akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam
keseimbangannya. Aktivitas wisata yang tidak bertanggung jawab dapat berdampak pada pencemaran dan degradasi ekosistem kawasan Danau Situgunung. Semakin
meningkatnya wisata di kawasan Danau Situgunung meningkatkan pula ancaman
129 terhadap degradasi ekosistem dan sumberdaya alam danau, seperti eksploitasi lebih,
degradasi habitat, penurunan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu untuk mempertahankan dan melindungi keberadaan dan kualitas ekosistem Danau
Situgunung serta sumberdaya danau yang bernilai ekologis dan ekonomis penting, diperlukan suatu perencanaan, pengelolaan yang berkelanjutan. b. Sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga yang rendah
Sosial ekonomi masyarakat daerah penyangga yang rendah ditandai dengan
pendapatan rata-rata penduduk per bulannya rendah yaitu 47% masyarakat sekitar memiliki pendapatan per bulannya Rp100.000,- s.d. Rp250.000,-. Selain itu tingkat pendidikan masyarakat yang rendah yaitu 67% masyarakat hanya menyelesaikan
pendidikannya hingga tingkat sekolah dasar. Kurangnya tingkat pendidikan masyarakat juga membuat mereka sulit untuk memahami arti pembangunan yang
berkelanjutan. Selanjutnya jenis pekerjaan yang tidak bervariatif yaitu petani dan
pedagang. Karakteristik masyarakat yang merupakan masyarakat ekonomi rendah menjadi ancaman bagi pengembangan ekowisata Danau Situgunung, karena
masyarakat sekitar sulit untuk mengerti dan memahami konsep ekowisata dan manfaatnya bagi perekonomian masyarakat. Selain itu karena tingkat ekonomi yang
rendah dan seiring meningkatnya harga BBM menyebabkan masyarakat sekitar kembali menggunakan kayu bakar dalam memasak. Kayu bakar tersebut sebagian
besar diambil dari dalam kawasan TWA Situgunung. Hal ini dapat merusak ekosistem hutan alam yang selanjutnya dapat mempengaruhi ekosistem Danau Situgunung. c. Image yang komersil
Pengembangan kawasan Danau Situgunung menjadi objek wisata akan dapat
menambah dan meningkatkan nilai-nilai ekonomi daerah tersebut. Hal ini harus diantisipasi agar daya dukung alam dan penyangga kebudayaan tidak dimanfaatkan
hanya dengan memperhitungkan keuntungan. Jika hanya mempertimbangkan dari segi
ekonomi besar kemungkinannya terjadi eksploitasi dan pengembangan kawasan wisata tanpa memperhitungkan daya dukung kawasan. Padahal konsep ekowisata
adalah pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk
mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya. Pengelolaan ekowisata didasarkan pada kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan, yang
mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
130 d. Objek wisata lain sudah berkembang
Berkembangnya objek-objek wisata lain merupakan ancaman bagi Danau
Situgunung. Agar konsumen (wisatawan) Danau Situgunung tetap setia mengunjungi
kawasan ini, diperlukan pengelolaan yang lebih baik. Adanya inovasi-inovasi wisata
yang ramah lingkungan dan menarik diharapkan dapat membuat kenaikan angka kunjungan wisatawan ke Danau Situgunung.
e. Rendahnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan
Kepentingan wisata terkadang berbenturan dan tidak sejalan dengan upaya
Konservasi. Contoh: pengunjung sebagian besar menginginkan adanya perahu
bermotor yang bisa disewa/digunakan untuk mengelilingi danau. Dari sudut pandang konservasi hal tersebut tidak dapat diwujudkan karena dapat menimbulkan pencemaran air oleh bahan bakar, pencemaran udara dan kebisingan dari knalpot
motorboat, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi ekosistem beserta komponen
didalamnya. Rendahnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan Danau Situgunung juga dapat dilihat dari banyaknya sampah ketika kawasan dipadati
pengunjung, vandalisme, dan adanya tindakan perusakan/pengambilan tumbuhan di
sekitar Danau Situgunung. Hal tersebut berdampak pada keseimbangan ekologi
kawasan dan penurunan nilai ekonomi dan estetika kawasan Danau Situgunung. Sehingga hal ini merupakan salah satu ancaman bagi kesinambungan aktivitas wisata di Danau Situgunung.
4.11.2. Analisis dan penilaian faktor internal dan eksternal Faktor
internal
dan
eksternal
terlebih
dahulu
ditentukan
tingkat
kepentingannya sebelum dilakukan pembobotan pada faktor-faktor tersebut. Tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal pada kawasan Danau Situgunung terdiri dari
kekuatan yang besar, kekuatan yang kecil, kelemahan yang berarti, kelemahan yang kurang berarti, peluang yang sangat tinggi, peluang sedang, ancaman sangat besar,
ancaman besar, ancaman sedang dan ancaman sedikit (Tabel 49 dan Tabel 50). Setelah
memperoleh tingkat kepentingan dari setiap faktor strategis internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan pembobotan (Tabel 51 dan Tabel 52).
131 Tabel 49. Tingkat kepentingan faktor internal kawasan Danau Situgunung Simbol
Faktor kekuatan (Strengths)
Tingkat Kepentingan
S1
Ekosistem alami, keanekaragaman hayati tinggi dan keindahan alam.
Kekuatan yang besar
S3
Tersedianya paket-paket program wisata
Kekuatan yang kecil
S2 S4 S5 S6 S7
Simbol
Kesejukan udara sekitar Danau Situgunung
Kekuatan yang besar
Status hukum kawasan sebagai zona pemanfaatan Taman Nasional
Kekuatan yang besar
Tersedianya fasilitas atau sarana-prasarana ekowisata
Kekuatan yang besar
Dukungan masyarakat
Adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
Kekuatan yang kecil Kekuatan yang kecil
Faktor kelemahan (Weaknesses)
Tingkat Kepentingan
W1
Promosi/publikasi dan pemasaran ekowisata belum optimal
Kelemahan yang berarti
W3
Informasi objek dalam kawasan kurang
W2 W4 W5
Pengelolaan sarana dan prasarana belum optimal Kebersihan di kawasan kurang
Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia rendah
Kelemahan yang berarti
Kelemahan yang kurang berarti Kelemahan yang kurang berarti Kelemahan yang berarti
Tabel 50. Tingkat kepentingan faktor eksternal kawasan Danau Situgunung Simbol
Faktor peluang (Opportunities)
Tingkat Kepentingan
O1
Kecenderungan meningkatnya masyarakat perkotaan back to nature
Peluang sangat tinggi, respon superior
O3
Promosi dan publikasi ekowisata Situgunung secara berkolaborasi
Peluang tinggi, respon di atas rata-rata
Agrowisata
Peluang tinggi, respon di atas rata-rata
O2 O4 O5 O6
Simbol T1 T2 T3 T4 T5
Pertumbuhan wisatawan asing ke Indonesia cenderung meningkat Dukungan lembaga di tingkat nasional dan internasional
Ekowisata Taman Wisata Alam Situgunung dikenal secara nasional dan internasional Faktor ancaman (Threats)
Pencemaran dan Degradasi keanekaragaman hayati dan ekosistem di kawasan Sosial ekonomi masyarakat yang rendah Image yang komersil
Objek wisata lain sudah berkembang
Rendahnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan
Peluang sedang, respon rata-rata Peluang sangat tinggi
Peluang tinggi, respon di atas rata-rata Tingkat Kepentingan Ancaman sangat besar Ancaman besar
Ancaman sedikit
Ancaman sedang Ancaman besar
132 Tabel 51. Bobot faktor strategis internal Danau Situgunung Simbol faktor
internal
S1
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 W1 W2 W3 W4 W5 Total
2
W3
W4
W5
2
3
3
2
2
3
2
2
4
3
4
3
2
3
2
1
2
2
2
2
3
1
2
4
1
3
3
3
1 2
1 2
4
2
3
1
2 1
3
2
2
3
3
2
1
2
0.08
W2
1
1
22
W1
1
1
1
S7
3
1
0.10
S6
2
2
28
S5
2 3
2
S4
1
1
Bobot
S3
1 2
Total
S2
3
2 2 3
2
2
1
2
1 1 2
3 2 2 2
1
3
1
2
2 2
1 2
3
2
3
1
2
3
2
1
2
1
3
2
2 2
1
1
3
2
2
2 3 3 2 2 2 3 3 3
2 3 2 2 2 2 3 2 3
1 3 2 2 3 1 1 1 1
Simbol faktor
O1
O1 O2 O3 O4 O5 O6 T1 T2 T3 T4 T5 Total
2
1 1 3
21 20 16 19 26
Total
0.07 0.10 0.08 0.07 0.06 0.07 0.09 1.00
Bobot
O5
O6
T1
T2
T3
T4
T5
2
2
1
2
3
3
2
3
3
3
24
0.11
2
2
2
1
2
3
3
2
23
0.10
2
2
28
0.09
O4
2 3
19
0.10
O3
3
3
25
0.08
O2
3 2
27
274
Tabel 52. Bobot faktor strategis eksternal Danau Situgunung eksternal
23
2
2
2
2
2
3 2 1 2 2
2
2
2
2
3
2 1 1 2
2 3
2
2
2
2
1 1 2
2 2 2
2
2
1
2
2 2
3 1 1 2
3
2
1
1
1
2 2 2 3 2
1
2
1
2
1
3 3 3 2 3 3 2 1
2 3 2 1 3 3 1 2
2 2 2 1 2 2 2 1
22 22 20 20 25 23 13 13 18
223
0.10 0.10 0.09 0.09 0.11 0.10 0.06 0.06 0.08
1.00
133 4.11.3. Pembuatan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE) Kondisi internal kawasan Danau Situgunung meliputi kondisi ekosistem;
Kesejukan udara; Tersedianya paket wisata; Status kawasan; Dukungan masyarakat; Tersedianya
fasilitas
ekowisata;
Adanya
kemitraan;
Promosi/publikasi
dan
pemasaran; Pengelolaan sarana dan prasarana; Informasi objek dalam kawasan;
Kebersihan kawasan; dan Sumberdaya manusia. Kondisi internal kawasan Danau
Situgunung kuat karena memiliki total nilai tertimbang sebesar 2,74 (Tabel 53). Hal ini diungkapkan oleh David (2006) bahwa total nilai tertimbang IFE > 2,5 menunjukkan kondisi internal kuat.
Tabel 53. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) Danau Situgunung Bobot
Rating
Nilai Tertimbang
1. Ekosistem alami, keanekaragaman hayati tinggi dan keindahan
0.10
4
0.41
3. Tersedianya paket-paket program ekowisata
0.08
3
0.24
Faktor Strategi Internal
Faktor kekuatan (Strengths) alam.
2. Kesejukan udara sekitar Danau Situgunung
4. Status hukum kawasan sebagai zona pemanfaatan Taman
Nasional
5. Dukungan masyarakat
6. Tersedianya fasilitas atau sarana-prasarana ekowisata
7. Adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
0.08 0.10 0.09 0.07
4 4 3 4
0.39 0.27 0.28
Faktor kelemahan (Weaknesses)
0.10
1. Promosi/publikasi dan pemasaran ekowisata belum optimal
0.08
1
0.08
3. Informasi objek dalam kawasan kurang
0.06
2
0.12
2. Pengelolaan sarana dan prasarana belum optimal 4. Kebersihan di kawasan kurang
5. Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia rendah Total
0.07 0.07 0.09 1.00
3
0.34
1 2 1
32
0.31 0.07 0.14 0.09 2.74
Kondisi ekternal kawasan Danau Situgunung meliputi peluang pengembangan
ekowisata dan ancaman bagi ekowisata. Total nilai tertimbang EFE yaitu sebesar 2,67 (Tabel 55) sehingga menunjukkan bahwa kondisi eksternal kawasan Danau
Situgunung kuat. Hal ini diungkapkan oleh David (2006) bahwa nilai total skor EFE > 2,5 menunjukkan kondisi eksternal kuat.
134 Tabel 54. Matriks Eksternal Faktor Evaluation (EFE) Danau Situgunung Bobot
Rating
Nilai Tertimbang
1. Kecenderungan meningkatnya masyarakat perkotaan back to nature
0.11
4
0.43
3. Promosi dan publikasi ekowisata Situgunung secara berkolaborasi
0.10
3
0.31
Faktor Strategi Eksternal
Faktor peluang (Opportunities)
2. Pertumbuhan wisatawan asing ke Indonesia cenderung meningkat
4. Dukungan lembaga di tingkat nasional dan internasional 5. Agrowisata
6. Ekowisata Taman Wisata Alam Situgunung dikenal secara nasional dan internasional Faktor ancaman (Threats)
0.10
0.10 0.09 0.09
2
4 3 2
0.20
0.39 0.27 0.18
1. Pencemaran dan Degradasi keanekaragaman hayati dan ekosistem di kawasan
0.11
1
0.11
3. Image yang komersil
0.06
4
0.23
2. Sosial ekonomi masyarakat yang rendah 4. Objek wisata lain sudah berkembang
5. Rendahnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan Total
0.10 0.06 0.08 1.00
2 3 2
30
0.21 0.17 0.16 2.67
4.11.4. Pembuatan matriks SWOT Matriks SWOT menghubungkan empat kemungkinan strategi (Tabel 55), yaitu
menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada (strategi S-
O), menggunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi (strategi S-T), mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi kelemahan (strategi W-O), meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman (strategi W-T).
135 Tabel 55. Matrik SWOT pemanfaaatan Danau Situgunung untuk ekowisata Faktor kekuatan (Strengths)
Faktor kelemahan (Weaknesses)
1. Ekosistem alami, keanekaragaman hayati tinggi dan keindahan alam. 2. Kesejukan udara sekitar Danau Situgunung 3. Tersedianya paket-paket program ekowisata 4. Status hukum kawasan sebagai zona pemanfaatan Taman Nasional 5. Dukungan masyarakat 6. Tersedianya fasilitas atau saranaprasarana ekowisata 7. Adanya kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
1. Promosi/publikasi dan pemasaran ekowisata belum optimal 2. Pengelolaan sarana dan prasarana belum optimal 3. Informasi objek dalam kawasan kurang 4. Kebersihan di kawasan kurang 5. Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia rendah
Strategi SO
Strategi WO
1. Kecenderungan meningkatnya masyarakat perkotaan back to nature 2. Pertumbuhan wisatawan asing ke Indonesia cenderung meningkat 3. Promosi dan publikasi ekowisata Danau Situgunung secara berkolaborasi 4. Dukungan lembaga di tingkat nasional dan internasional 5. Agrowisata 6. Ekowisata Taman Wisata Alam Situgunung dikenal secara nasional dan internasional
1. Mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk menarik pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi 2. Merintis paket ekowisata yang dipadukan dengan agrowisata bersama-sama dengan masyarakat sekitar danau untuk menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar danau 3. Menjalin kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional serta internasional untuk pengembangan ekowisata
1. Promosi dan publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain bersama-sama dengan masyarakat serta melakukan pengembangan strategi pemasaran ekowisata 2. Mengefektifkan program interpretasi kawasan, fasilitas, dan paket ekowisata kepada pengunjung 3. Peningkatan pemeliharaan sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung dalam kegiatan ekowisata.
1. Pencemaran dan degradasi
1. Melakukan pengawasan kawasan dan tindakan represif untuk mempertahankan ekosistem 2. Mengatur penataan ruang dengan tetap berorientasi pada kawasan sebagai zona pemanfaatan intensif sehingga mendukung terhadap kelestarian lingkungan 3. Memaksimalkan fungsi kawasan sebagai objek wisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta mencegah terjadinya eksploitasi kawasan yang tidak memperhatikan daya dukung
1. Mensosialisasikan mengenai prinsip
Faktor peluang (Opportunities)
Faktor ancaman (Threats)
2. 3. 4. 5.
keanekaragaman hayati dan ekosistem di kawasan Sosial ekonomi masyarakat yang rendah Image yang komersil Objek wisata lain sudah berkembang Rendahnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan
Strategi ST
Strategi WT ekowisata kepada masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait (stakeholders) 2. Menjaga kealamian dan ciri khas kawasan agar ekosistem tetap alami dan daya tarik potensi sumberdaya alam dapat menarik wisatawan perkotaan untuk berwisata ke Danau Situgunung
Sebelas strategi alternatif diperoleh dari analisi SWOT (Tabel 55). Penentuan
prioritas strategi pengelolaan ekowisata Danau Situgunung dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan akan menentukan rangking prioritas strategi. Jumlah skor (nilai) ini diperoleh dari
penjumlahan semua skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai terkecil dari semua strategi (Tabel 56).
136 Tabel 56. Perangkingan alternatif strategi
Keterkaitan dengan
Skor
Rangking
S1, S2, S3, S6, O2, O3, O6
1.95
1
S3, S4, S5, O1, 05
1.61
2
S7, 04
0.70
7
W1, O3, O4
0.78
5
Mengefektifkan program interpretasi kawasan, fasilitas,
W1, W2, W3, W4, O3
0.71
6
Peningkatan pemeliharaan sarana dan prasarana sebagai
W2, O6
0.25
11
Melakukan pengawasan kawasan dan tindakan represif
T1, T5, S1, S2, S4
1.41
3
Mengatur penataan ruang dengan tetap berorientasi pada
S4, T4
0.57
8
S4, T1
0.51
9
10. Mensosialisasikan mengenai prinsip ekowisata kepada
T2, T3, T4, T5, W1, W4
0.99
4
11. Menjaga kealamian dan ciri khas kawasan agar ekosistem
T4, W1
0.25
10
Alternatif Strategi
1.
unsur SWOT
Mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk
2.
menarik pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi Merintis
paket
ekowisata
yang
dipadukan
dengan
agrowisata bersama-sama dengan masyarakat sekitar danau untuk menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat 3.
sekitar danau
Menjalin kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional
4.
serta internasional untuk pengembangan ekowisata
5.
pengembangan strategi pemasaran ekowisata
6.
dan paket ekowisata kepada pengunjung
7.
faktor pendukung dalam kegiatan ekowisata
8.
untuk mempertahankan ekosistem
Promosi dan publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain bersama-sama
dengan
masyarakat
serta
melakukan
kawasan sebagai zona pemanfaatan intensif sehingga 9.
mendukung terhadap kelestarian lingkungan
Memaksimalkan fungsi kawasan sebagai objek wisata yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta mencegah terjadinya eksploitasi kawasan yang tidak memperhatikan daya dukung
masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait (stakeholders)
tetap alami dan daya tarik potensi sumberdaya alam dapat menarik wisatawan perkotaan untuk berwisata ke Danau
Situgunung
4.11.5. Pembuatan Matriks Internal-Eksternal (IE) Dari hasil analisis faktor internal dan eksternal, diperoleh total nilai tertimbang
untuk faktor internal 2,74 dan total nilai tertimbang faktor eksternal 2,67. Total nilai
tertimbang tersebut kemudian dipetakan dalam matriks Internal-Eksternal dan diperoleh posisi pengembangan ekowisata di Danau Situgunung pada sel V (Gambar 34).
Posisi
tersebut
menurut
David
(2006)
baik
dikendalikan
dengan
137 mempertahankan potensi sumberdaya melalui strategi penetrasi pasar dan pengembangan
produk.
Strategi
yang
cocok
adalah
penetrasi
pasar
dan
pengembangan produk. Upaya strategi penetrasi pasar yaitu berusaha meningkatkan
pasar untuk produk atau jasa yang sudah ada di pasar melalui usaha pemasaran yang
gencar. Untuk pengembangan ekowisata Danau Situgunung ini upaya penetrasi pasar dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan promosi dan pemasaran produk/paket
program ekowisata yang sudah ada agar dicapai peningkatan jumlah pengunjung.
Upaya strategi pengembangan produk yaitu strategi yang berupa meningkatkan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Pengembangan
ekowisata
Danau
Situgunung
ini
upaya
dilakukan
dengan
pengembangan bisnis ekowisata yang menghindari pembangunan kawasan yang bersifat merusak.
Total Rata-rata Tertimbang IFE
Tinggi 3,0 – 4,0 Sedang 2,0 – 2,99 Rendah 1,0 – 1,99
4,0 3,0 2,0
KUAT 3,0 – 4,0
Rata-rata 2,0 – 2,99
Lemah 1,0 – 1,99
I
II
III
IV
3,0
2,0
V
1,0
VI
(2,74;2,67)
VII
VIII
IX
1,0
Gambar 34. Matrik IE ekowisata Danau Situgunung 4.11.6.
Pembuatan Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) Setelah berhasil mengembangkan sejumlah alternatif strategi pengelolaan,
pengelola akan mengevaluasi dan kemudian memilih strategi pengelolaan terbaik yang
paling cocok dengan kondisi internal serta situasi lingkungan eksternal. Sebelas
138 strategi yang diperoleh dari analisis SWOT akan dipilih prioritas strategi untuk ekowisata Danau Situgunung dengan memilih 5 peringkat utama dalam tahap keputusan ini (Tabel 57).
Tabel 57. QSPM ekowisata Danau Situgunung
Alternatif Strategi 1. Mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk menarik pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi 2. Merintis paket ekowisata yang dipadukan dengan agrowisata bersamasama dengan masyarakat sekitar danau untuk menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar danau 3. Menjalin kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional serta internasional untuk pengembangan ekowisata 4. Promosi dan publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain bersamasama dengan masyarakat serta melakukan pengembangan strategi pemasaran ekowisata 5. Mengefektifkan program interpretasi kawasan, fasilitas, dan paket ekowisata kepada pengunjung 6. Peningkatan pemeliharaan sarana dan prasarana sebagai faktor pendukung dalam kegiatan ekowisata 7. Melakukan pengawasan kawasan dan tindakan represif untuk mempertahankan ekosistem 8. Mengatur penataan ruang dengan tetap berorientasi pada kawasan sebagai zona pemanfaatan intensif sehingga mendukung terhadap kelestarian lingkungan 9. Memaksimalkan fungsi kawasan sebagai objek wisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta mencegah terjadinya eksploitasi kawasan yang tidak memperhatikan daya dukung 10. Mensosialisasikan mengenai prinsip ekowisata kepada masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait (stakeholders) 11. Menjaga kealamian dan ciri khas kawasan agar ekosistem tetap alami dan daya tarik potensi sumberdaya alam dapat menarik wisatawan perkotaan untuk berwisata ke Danau Situgunung
TAS 1.62
Rangking 1
1.60
2
0.70
7
1.02
5
1.01
6
1.59
3
0.39
9
0.38
10
0.63
8
1.16
4
0.36
11
4.11.7. Strategi pemanfaatan Danau Situgunung untuk ekowisata Berdasarkan hasil SWOT dan analisa prioritas melalui analisis QSPM dihasilkan
beberapa alternatif strategi. Prioritas I adalah mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk menarik pengunjung melalui
promosi secara berkolaborasi. Prioritas II adalah merintis paket ekowisata yang
dipadukan dengan agrowisata bersama-sama dengan masyarakat sekitar danau untuk
menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar danau. Prioritas strategi III yakni
139 melakukan pengawasan kawasan dan tindakan represif untuk mempertahankan
ekosistem. Strategi prioritas IV adalah mensosialisasikan mengenai prinsip ekowisata
kepada masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait (stakeholders). Strategi prioritas V
adalah promosi dan publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain bersama-sama dengan masyarakat serta melakukan pengembangan strategi pemasaran ekowisata.
Strategi pertama, Mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam
dan lingkungan kawasan danau di dalam taman nasional, pengembangan kegiatan dan
aktivitas wisata, untuk menarik pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi. Alternatif strategi ini merupakan strategi strength-opportunities (SO), yang menggunakan kekuatan internal kawasan untuk mengambil peluang yang ada. Strategi
ini bisa dilakukan dengan arahan program sebagai berikut:
a. Perlunya penyesuaian kegiatan yang ada maupun yang akan dikembangkan
berdasarkan hasil analisis kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan (Gambar
33).
b. Pengadaan dan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana-prasarana ekowisata. Pengadaan sarana dengan cara menambah sarana dan prasarana untuk aktivitas
memancing. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana-prasarana dengan cara:
memperbaiki toilet yang sebagian sudah tidak berpintu; memperbaiki bangunan tempat ibadah (mushola) yang sudah rusak bangunannya; lebih menjaga
kebersihan tempat duduk (gazebo) yang tampak kotor dan sudah dipenuhi lumut-
lumut; menyediakan tempat bermain anak; menyediakan warung penjual makanan; menyediakan toko-toko souvenir khas daerah; menambah jumlah perahu/sampan
yang saat ini hanya ada 1 perahu/sampan serta memperbaiki kualitas perahu/sampan agar tidak bocor-bocor lagi ketika dipergunakan.
c. Promosi berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah dan promosi wisata Danau
Situgunung melalui media informasi serta ikut serta dalam forum pecinta travelling.
Pemerintah daerah Kota dan Kabupaten Sukabumi setiap tahunnya selalu
mengadakan pameran. Pameran ini diikuti oleh seluruh dinas dan kantor yang
berada dalam pemerintahan Kota dan Kabupaten Sukabumi. Pameran ini menjadikan salah satu ajang promosi bagi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
untuk membuka stand “Konservasi Lahan dan Keanekaragaman Hayati di
dalamnya“. Pameran ini sekaligus dapat mempromosikan wisata yang ada di Kota
dan Kabupaten Sukabumi salah satunya dapat mempromosikan wisata Danau Situgunung yang berbasis ekowisata.
140 Strategi kedua, Merintis paket ekowisata yang dipadukan dengan agrowisata
bersama-sama
dengan
masyarakat
sekitar
danau
untuk
menaikan
tingkat
kesejahteraan masyarakat sekitar danau. Alternatif strategi ini merupakan strategi strength-opportunities (SO) yang menggunakan kekuatan internal kawasan untuk
mengambil peluang yang ada. Strategi ini bisa dilakukan dengan arahan program: Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bisnis agrowisata dan potensinya untuk meningkatkan kesejahteraan dengan membuka lapangan usaha bagi masyarakat. Lahan masyarakat yang sebagian besar dipergunakan untuk perkebunan
cabe, bawang, sawi, buncis, sampo, kubis, kacang panjang, tomat, jagung, dan strawberi
berpotensi untuk dijadikan bisnis agrowisata. Sepanjang 5 kilometer jalanan menuju kawasan Situgunung, kanan-kiri jalan aspal merupakan perkebunan milik masyarakat
setempat. Jika hal tersebut dijadikan wisata berbasis agrowisata, dapat mendukung kegiatan ekowisata di Danau Situgunung. Dengan dijadikannya lahan tersebut sebagai
bisnis agrowisata maka dapat menambah masukan pendapatan untuk masyarakat
sekitar, secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Strategi ketiga, Melakukan pengawasan kawasan dan tindakan represif untuk
mempertahankan ekosistem. Alternatif strategi ini merupakan strategi WO yang
mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi kelemahan. Strategi ini bisa
dilakukan dengan arahan program sebagai berikut:
a. Mengintensifkan kinerja polisi hutan. Perambahan hutan yang marak terjadi pada
sebagian besar wilayah TNGGP mengharuskan polisi-polisi hutan mengontrol
hutan alam dan hutan tanaman secara intensif. Tingkat ekonomi yang rendah dan seiring meningkatnya harga BBM menyebabkan masyarakat sekitar kembali menggunakan kayu bakar dalam memasak. Kayu bakar tersebut sebagian besar
diambil dari dalam kawasan hutan alam dan hutan tanaman TNGGP. Hal ini dapat merusak ekosistem hutan alam yang selanjutnya dapat mempengaruhi ekosistem Danau Situgunung. Oleh karena itu diperlukan tindakan pengawasan yang lebih intensif dan tindakan represif untuk menjaga keutuhan ekosistem.
b. Mengadakan kegiatan bersih-bersih kawasan bersama-sama masyarakat.
c. Mengadakan program pengelolaan sampah, seperti pelatihan pemilahan sampah dan pelatihan mendaur ulang sampah.
d. Penambahan fasilitas kebersihan seperti tong sampah di kawasan.
e. Menjalin komunikasi antara pengelola dan masyarakat sekitar untuk menciptakan keamanan dan kelestarian lingkungan.
141 Sebagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan dan terpeliharanya
kelestarian lingkungan dari timbunan sampah, dapat dilakukan dengan melaksanakan konsep
3R
terhadap
sisa-sisa
yang
tidak
berguna
secara
konsisten
dan
berkesinambungan. Konsep 3R tersebut yakni: Reduce (mengurangi), Reuse (memanfaatkan kembali), dan Recycling (daur ulang).
Strategi keempat, Mensosialisasikan mengenai prinsip ekowisata kepada
masyarakat sekitar dan pihak-pihak terkait (stakeholders). Alternatif strategi ini merupakan strategi ST yang menggunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi
ancaman yang dihadapi. Strategi ini bisa dilakukan dengan arahan program: Mengadakan sosialisasi kepada mayarakat dan pihak terkait lainnya secara rutin dan bertahap tentang prinsip ekowisata dan manfaatnya bagi semua pihak.
Strategi kelima, Promosi dan publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain
bersama-sama
dengan
masyarakat
serta
melakukan
pengembangan
strategi
pemasaran ekowisata. Alternatif strategi ini merupakan strategi WT meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Strategi ini dapat dilakukan dengan arahan program sebagai berikut:
a. Menjalin kerjasama dengan pihak biro perjalanan ekowisata (ecotourism travel) untuk turut serta mempromosikan ekowisata di Danau Situgunung.
b. Pengembangan kemitraan dengan beberapa institusi penggiat wisata .
Penggiat wisata (outbond) di sekitar Situgunung yang aktif memanfaatkan
kawasan TNGGP (Danau Situgunung) sebagai tempat penyelenggaraan aktivitas wisata
yaitu BWS, RAKATA, LPPMM, Riam Jeram, Kybaw dan YANRO. Institusi ini memiliki komitmen yang cukup tinggi terhadap konservasi serta memiliki kemampuan dalam
penyelenggaraan aktivitas wisata secara profesional. Kemitraan yang dapat
dikembangkan dapat diwujudkan dalam bentuk pelayanan operasional dari salah satu atau beberapa atau bahkan semua bentuk kemasan paket wisata sesuai dengan konsep ekowisata pengembangan Danau Situgunung.
142 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Potensi yang dimiliki kawasan Danau Situgunung untuk dijadikan kawasan ekowisata, yaitu potensi kualitas air, keanekaragaman biota perairan (plankton,
ikan, tanaman air), pemandangan alam yang indah, suasana pegunungan yang masih terasa kental, lanskap kawasan yang unik, daya tarik flora di sekitar danau,
dan daya tarik fauna di sekitar danau. Selain itu status hukum sebagai daerah
pemanfaatan intensif Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan potensi yang kuat untuk pengembangan ekowisata di Danau Situgunung.
2. Kegiatan-kegiatan yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung berdasarkan Indeks Kesesuaian Wisata adalah bersampan/berperahu mengelilingi danau
(lokasi 1 dan lokasi 3), wisata memancing (lokasi 2), duduk santai (lokasi 4, lokasi 5, dan lokasi 6), outbond (lokasi 7 dan lokasi 8), flying fox (lokasi 10), dan fotografi (lokasi 9). Total wisatawan yang dapat ditampung di kawasan Danau Situgunung berdasarkan perhitungan DDK yaitu sebanyak 6.293 orang/hari, tetapi harus
menyebar dalam kisaran waktu selama 10 jam/hari atau tidak terakumulasi pada jam-jam kunjungan yang sama (karena akan menimbulkan kesan over crawded).
3. Masalah pengelolaan Danau Situgunung meliputi masalah peraturan kawasan yang belum sempurna dan penegakan hukum yang belum tegas, masalah kurangnya
perawatan fasilitas wisata serta masalah dalam manajemen pengelolaan yang kurang baik.
4. Pengembangan
ekowisata
di
Danau
Situgunung
dikendalikan
dengan
mempertahankan potensi sumberdaya dengan strategi penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Alternatif strategi perairan Danau Situgunung untuk ekowisata terdiri dari lima prioritas utama. Prioritas I adalah mengoptimalkan pengembangan potensi sumberdaya alam dan lingkungan kawasan danau di dalam Taman Nasional, pengembangan kegiatan dan aktivitas wisata, untuk menarik
pengunjung melalui promosi secara berkolaborasi. Prioritas II adalah merintis paket ekowisata yang dipadukan dengan agrowisata bersama-sama dengan masyarakat sekitar danau untuk menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar danau. Prioritas strategi III yakni melakukan pengawasan kawasan dan
tindakan represif untuk mempertahankan ekosistem. Strategi prioritas IV adalah mensosialisasikan mengenai prinsip ekowisata kepada masyarakat sekitar dan
143 pihak-pihak terkait (stakeholders). Strategi prioritas V adalah promosi dan
publikasi secara kolaborasi dengan pihak lain bersama-sama dengan masyarakat serta melakukan pengembangan strategi pemasaran ekowisata.
5.2. Saran Agar dapat mengoptimalkan pengembangan ekowisata Danau Situgunung,
maka diperlukan dukungan penelitian pengembangan ekowisata di zona pemanfaatan
Situgunung lainnya, seperti : Curug Cimanaracun, Curug Sawer, Bumi Perkemahan dan Hutan Damar. Selain itu diperlukan penelitian untuk pengembangan agrowisata di
bagian Selatan Situgunung guna menarik wisatawan agar menambah daya tarik wisata ke Situgunung.
Strategi pengelolaan yang direkomendasikan dalam kajian ini diharapkan
dapat diakomodir dengan baik oleh pihak pengelola sehingga perkembangan ekowisata dapat berjalan lancar dan berkelanjutan.
144 DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association, American Water Works Association, Water Pollution Control Federation. 1985. Standar Methods for the Examination of Water and Wastewater. 16th Edition. APHA. Washington DC.
American Public Health Association, American Water Works Association, Water Envoronment Federation. 1998. Standar Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th Edition. APHA. Washington DC. Aprilian R. 2009. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Wisata Alam Situgunung dengan Metode Biaya Perjalanan [skripsi]. Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. 2009. Kecamatan Kadudampit dalam Angka. BPS Kabupaten Sukabumi. Sukabumi. 67 hlm. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2009. Profil Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cipanas-Cianjur. vi+80hlm. Barus MU & Hidayat S. 2008. SAMPAH Ancaman bagi Kawasan Wisata Alam!. Buletin Edelweiss TNGGP: 16.
David, F. R. 2006. Manajemen Strategis. Konsep. Ed ke-10. Paulyn Sulistio, Mcomm dan Harryadin Mahardika. Penerjemah. PT Prenhallindo. Jakarta. 488 hlm.
Davies J & Claridge C,F. 1995. Manfaat Lahan Basah, Potensi Lahan Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. [Terjemahan dari Wetland Benefit : The Potential for Wetlands to Support and Maintain Development]. Nirarita E & Baehaqie A (penerjemah). Asian Wetland Bureau Publication No.87. Bogor. xiii + 52 hlm.
Departemen Pekerjaan Umum. 1989. Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air. Nomor SK SNI M-02-1989-F. Yayasan LPMB. Bandung.
Desa Gede Pangrango. 2009. Data Demogarafi Desa Gede Pangrango 2009. Kabupaten Sukabumi. Desa Sukamanis. 2009. Data Demografi Desa Sukamanis tahun 2009. Kabupaten Sukabumi. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.
Frick H & Suskiyanto B. 2007. Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis, Konsep Pembangunan Berkelanjutanan dan Ramah Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta. 242 hlm.
145 Garno Y S. 2002. Penerapan Metode Pengendapan Pada Penentuan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Pesisir dan Laut (Studi Status Kualitas Perairan Pulau Harapan- Kepulauan Seribu). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Volume.4 (No.5), (Agustus 2002), hal. 53-60 Humas-BPPT/ANY.
Gumilar I. 2005. Pengelolaan Ekosistem Air Tawar di Danau. Makalah Seminar Sains. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 14 hlm. [terhubung berkala]. http://rudyct.com/PPS702-ipb/10245/iwang_gumilar.pdf [Tuesday, 201002-23, 08:10 AM].
Keputusan Menteri Kehutanan No.174/Kpts-II/2003 tahun 2003. Tentang: Penunjukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada Kelompok Hutan Gunung Gede Pangrango Seluas ± 21.975 (Dua Puluh Satu Ribu Sembilan Ratus Tujuh Puluh Lima) Hektar di Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kurniawan H. 2008. Green Tourism, Solusi Pelestarian Hutan Berbasis “BACK TO NATURE. [terhubung berkala]. http://www.kabarindonesia.com/berita.php? pil=4&jd=Lomba+Tulis+YPHL+%3A+Green+Tourism%2C+Solusi+Pelestaria n+Hutan+Berbasis+%93BACK+TO+NATURE%94&dn=20081031094448 [Monday, 2010-06-07, 5:05 PM]
Pedersen, Arthur. 2002. Managing Tourism at World Heritage Sites: A Practical manual for World Heritage Sites Managers. UNESCO World Heritage Centre. 23 p.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukabumi Nomor 6 tahun 1993. Tentang : Rencana Umum Tata Ruang Kota Kecamatan Cisaat, tanggal 21 Desember 1993. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008. Tentang : Pengelolaan Sumber Daya Air.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998. Tentang : Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang : Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Jakarta
Puspita, L., Ratnawati, E., Suryadiputra, I. N. N. dan Meutia, A. A. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International. Bogor. xxiii + 261 hlm. Sari E. 2009. Kajian Pengelolaan Wisata Air Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor [skripsi]. Departemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. xiii + 188 hlm. Salim E. 1985. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Cetakan ke-5. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Ed ke- 10. Djambatan. Jakarta. xiii + 381 hlm. p.309-332.
146 Stirn, J. 1981. Manual Methods in Aquatic Environment Research. Part 8. Rome: Ecological Assesment of Pollution Effect, FAO. SNI 06-6989.9-2004. Air dan Air Limbah-Bagian 9 : Cara Uji Oksigen yang Digunakan dalam Proses Dekomposisi Bahan Organik secara Winkler Metode Inkubasi 5 Hari.
SNI 06-6989.11-2004. Air dan Air Limbah-Bagian 11 : Cara Uji Derajat Keasaman (pH) dengan Menggunakan Alat pH Meter.
SNI 06-6989.14-2004, Air dan Air Limbah-Bagian 14 : Cara Uji Oksigen Terlarut secara Iodometri (modifikasi azida).
Sulastri. 2003. Karakteristik Ekosistem Perairan Danau Dangkal. In: Ubaidillah R, & Maryanto, I (Editor). Manajemen Bioregional JABODETABEK: Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor. xxvi + 404 hlm. p. 47-58. Supriyadi Y. 2008. Perancangan Lanskap Kawasan Rekreasi Situ Rawa Besar, Depok [skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Surya G. 1998. Tingkat Kesuburan Perairan Situ Lengkong Panjalu, Ciamis, Jawa Barat Berdasarkan Kandungan Unsur P dan N. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 57 hlm.
Suwignyo P. 2003. Ekosistem Perairan Pedalaman, Tipologi dan Permasalahan. In: Ubaidillah R, & Maryanto, I (Editor). Manajemen Bioregional JABODETABEK: Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor. xxvi + 404 hlm. p. 17-30. Tisdale, C. A. 2001. Tourism Economics, The Invironment and Development: Analysis and Policy. Massachusetts. Edward Elgar Publishing. x+371 hlm. p. 132. Ulfah
Silmina. 2009. Danau di Gunung. [terhubung http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/danau-di-gunung [Wednesday, 2009-12-23, 12:30 pm].
berkala]
Umar H. 2008, Stategic Management in Action. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. x+401 hlm.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007. Tentang : Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9. 1990. Kepariwisataan. Jakarta.
Wardiatno Y, Anggraeni I, Ubaidillah R, & Maryanto I. 2003. Profil dan Permasalahan Perairan Tergenang (Situ, Rawa dan Danau). In: Ubaidillah R, & Maryanto, I (Editor). Manajemen Bioregional JABODETABEK: Profil dan Strategi Pengelolaan Situ, Rawa dan Danau. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor. xxvi + 404 hlm. p. 101-105.
147 Widada, Mulyati S, & Kobayashi H. 2006. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta. Ditjen PHK-JICA. ix+135hlmn.
Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional Yang Efektif Melalui Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi Yang Sejahtera. Jakarta. Ditjen PHK-JICA. X+136.
Widada. 2009. Master Plan Ekowisata Situgunung. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
www.ekowisata.info. 2001. Definisi Ekowisata. [terhubung berkala] http://www. ekowisata.info/definisi_ekowisata.html [Wednesday, 2010-03-16, 12:13 am].
www.liburan.info. 2009. Wisata Alam Situgunung. [terhubung berkala] http://liburan. info/content/view/418/43/lang,indonesian [Wednesday, 2009-12-23, 12:15 pm].
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah. Departemen Manajemen Sumberdaya perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Instut Pertanian Bogor. Yulianda F. 2010. Konsep Ekowisata Perairan Suatu Pendekatan Ekologis. Makalah. Departemen Manajemen Sumberdaya perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Instut Pertanian Bogor. 59 hlm.
Yusuf G. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari. Volume 8 (No.2): hal.136-144. [terhubung berkala]. http://ejournal.unud.ac.id/17%20%20bioremediasi%20limbah%20rumah % 20tangga.pdf [Tuesday, 2010-02-23, 09:07 AM]. Zahid A. 2003. Revitalisasi Pengelolaan Situ-Situ Secara Terpadu. In: Ubaidillah R, Maryanto I, Amir M, Noerdjito M, Prasetyo E B, & Polosakan (Editor). Manajemen Bioregional JABODETABEK: Tantangan dan Harapan. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Bogor. xvii + 288 hlm. p. 229-242.
148
Lampiran
149 Lampiran 1. Peta aksesibilitas menuju Danau Situgunung
Keterangan : • Jarak dari Ibukota Kecamatan Kadudampit ke Danau Situgunung = 5 Km • Jarak dari Ibukota Kabupaten Sukabumi ke Danau Situgunung = 70 Km • Jarak dari Ibukota Sukabumi ke Danau Situgunung = 13 Km • Jarak dari Jakarta ke Danau Situgunung = 123 Km • Jarak dari Bogor ke Danau Situgunung = 70 Km
• Jarak dari Bandung ke Danau Situgunung = 108 Km
• Waktu tempuh dari Ibukota Kecamatan Kadudampit ke Danau Situgunung = 15 menit • Waktu tempuh dari Ibukota Kabupaten Sukabumi ke Danau Situgunung = 180 menit • Waktu tempuh dari Ibukota Sukabumi ke Danau Situgunung = 40 menit • Waktu tempuh dari Jakarta ke Danau Situgunung = 210 menit • Waktu tempuh dari Bogor ke Danau Situgunung = 150 menit
• Waktu tempuh dari Bandung ke Danau Situgunung = 210 menit
150 Lampiran 2. Kondisi kawasan Danau Situgunung
Keterangan:
• Latar depan danau
: Hutan damar
• Bagian selatan
: Pelataran danau (daratan sekitar danau)
• Latar belakang danau • Bagian barat danau
• Bagian timur danau • Bagian barat laut
: Hutan alam pegunungan : Ekosistem hutan damar : Rawa
: Pintu air (outlet)
• Akses dari pintu gerbang TWA Situgunung menuju Danau Situgunung dihubungkan dengan jalan berbatu.
151 Lampiran 2. (lanjutan)
Jalan menuju Danau Situgunung
Pemandangan di salah satu sisi Danau Situgunung
Aktivitas pengunjung di pinggir Danau Situgunung
Aktivitas wisata bersampan
Aktivitas memancing di danau
Aktivitas duduk santai
Aktivitas outbond
Aktivitas wisata flying fox
152 Lampiran 3. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan kualitas air
a. Di Lapangan
Kemmerer water sampler
Secchi disk
GPS
Botol sampel (polyetilen)
Lugol
Kamera digital
1 set winkler
Alat tulis
Planktonet
Botol BOD
meteran
Termometer alkohol
153 Lampiran 3. (lanjutan)
b. Di Laboratorium
Spektrofotometer
Mikroskop
Desikator
pH meter
inkubator
Bahan-bahan kimia
Vacuum pump
Timbangan digital
oven
Alat Gelas
154 Lampiran 4. Kuisioner untuk masyarakat sekitar
A. Data Pribadi Masyarakat Sekitar 1. Nama : 2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA/S1/S2/S3 5. Status dalam keluarga :
6. Pekerjaan : Petani/ Pembudidaya ikan/ Pedagang/ Buruh/ Wiraswasta/ Pegawai Negeri Sipil/ Ibu rumah tangga/ lainnya sebutkan………….
Jika pedagang:
* Apakah pedagang membayar retribusi kepada pihak pengelola?
* Jika ya, berapa rupiah retribusi yang harus dibayar oleh pedagang?
* Jika dilakukan pengembangan fasilitas untuk warung, bentuk yang diinginkan bersifat alami (dari bambu-bambu) atau modern (dari beton)?
Jika petani dan pembudidaya ikan:
* Apakah anda mempergunakan air situ sebagai sumber pengairan kolam/lahan anda?
* Apakah ada perubahan kualitas air situ sebagai sumber pengairan kolam/lahan anda?
Tidak/Ya, seperti……………………………………………………
* Apakah ada perubahan kuantitas (jumlah atau debit) air situ sebagai sumber pengairan kolam/lahan anda?
Tidak/Ya, seperti……………………………………………………
* Apakah perubahan kualitas dan kuantitas tersebut mempengaruhi kondisi kolam/lahan anda?
Tidak/Ya, seperti……………………………………………………
7. Pendapatan per bulan :
a. Kurang dari Rp.500.000,-
b. Rp.500.000,- sampai Rp. 1000.000,-
c. Rp. 1000.000,- sampai Rp. 2000.000,d. Lebih dari Rp. 2000.000,-
B. Manfaat dan Pengaruh Wisata 1. Manfaat yang diperoleh :
a. Kondisi jalan menjadi baik
b. Membuka lapangna kerja / ada kesempatan berusaha
155 Lampiran 4. (lanjutan) c. Bisa berinteraksi dengan wisatawan
d. Tidak ada manfaat yang dirasakan e. Lainnya………..
2. Pengaruh negatif yang saudara/i lihat atau rasakan dengan adanya kegiatan wisata :
a. Terpengaruhnya kehidupan masyarakar oleh perilaku wisatawan
b. Kotornya kawasan
c. Tercemarnya perairan
d. Tingkat keamanan masyarakat terganggu e. Tidak ada kekhawatiran apa-apa f.
Lainnya………..
3. Bentuk kerjasama / bantuan yang dilakukan pengelola dengan masyarakat yang saudara/i tahu atau rasakan :
a. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar b. Tidak ada bantuan apa-apa
c. Bantuan modal untuk usaha di sekitar kawasan wisata. d. Lainnya……….
4. Pengaruh yang sudah ada pada masyarakat akibat perilaku wisatawan : a. Perilaku berpakaian (ada / cenderung / tidak ada) b. Perilaku berbicara (ada / cenderung / tidak ada)
c. Tingkah laku (ada / cemderung / tidak ada) d. Lainnya……….
C. Aktivitas Masyarakat di kawasan Situ Gunung 1. Sudah berapa kali saudara/i masuk ke kawasan Danau Situgunung? a. Satu kali
b. Dua kali
c. Lebih dari dua kali
d. Lainnya………..
2. Aktivitas yang dilakukan dalam kawasan wisata Danau Situgunung? a. Bekerja
b. Berdagang
c. Lainnya………..
3. Pernahkah saudara/i melakukan kegiatan untuk menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung? a. Belum pernah
156 Lampiran 4. (lanjutan) b. Pernah, yaitu………..
4. Apakah menurut saudara/i pengelolaan kawasan wisata Situgunung ini sudah menjaga kelestarian alamnya? a. Ya, karena………..
b. Tidak
5. Apakah saudara/i senang dengan adanya kawasan wisata ini? a. Ya, karena………..
b. Tidak
6. Setujukah saudara/i apabila tanah milik masyarat dibeli oleh pengelola dan dibangun fasilitas hotel/restoran di kawasan wisata? a. Ya, karena………..
b. Tidak, karena……….
7. Apakah menurut saudara/i ada aktivitas wisata yang mengganggu kenyaman masyarakat sekitar?
a. Ya, yaitu………… b. Tidak ada
D. Persepsi ekowisata dan sumberdaya alam situ 1. Apakah saudara/i mengerti apa yang dimaksud dengan ekowisata?
2. Apakah saudara/i setuju kawasan wisata Situgunung dikelola oleh pihak pengelola saat ini (dalam hal ini Perum-Perhutani)?
3. Harapan-harapan yang diinginkan terhadap pengelola kawasan wisata.
4. Potensi sumberdaya alam danau apa saja yang saudara/i ketahui yang dapat dijadikan untuk pengembangan wisata?
5. Menurut saudara/i apakah sumberdaya alam Danau Situgunung sudah terjadi kerusakan/pencemaran?
6. Apa tanggapan saudara/i bila kawasan ini sudah terjadi kerusakan/ pencemaran?
7. Harapan-harapan saudara/i terhadap pengelola mengenai kerusakan/pencemaran yang terjadi.
8. Apa yang dilakukan saudara/i dalam mengurangi kerusakan/ pencemaran di kawasan wisata?
157 Lampiran 5. Kuisioner untuk wisatawan
A. Data Pribadi Wisatawan 1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Asal/ Tempat Tinggal :
5. Pendidikan terakhir : SD / SMP / SMA / S1 / S2 / S3 6. Pekerjaan :
7. Pendapatan :
a. Kurang dari Rp.500.000,-
b. Rp.500.000,- sampai Rp. 1000.000,-
c. Rp. 1000.000,- sampai Rp. 2000.000,-
d. Lebih dari Rp. 2000.000,-
8. Biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke Taman Wisata Alam Situgunung: a. Kurang dari Rp.20.000,-
b. Rp. 20.000,- sampai Rp. 50.000,-
c. Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,-
d. Lebih dari Rp. 100.000,B. Motivasi Wisatawan
1. Dari manakah saudara/i mendapat informasi mengenai Danau Situgunung? a. Teman
b. Radio / Televisi c. Leaflet / brosur d. Lainnya...........
2. Apakah sebelumnya saudara/i pernah berkunjung ke Danau Situgunung ? a. Belum pernah
b. Pernah, berapa kali?...........
3. Apa yang mendorong saudara/i berkunjung ke tempat ini ? a. Belum pernah berkunjung ke tempat ini b. Mudah dijangkau c. Diajak teman
d. Pemandangan indah e. Lainnya...........
4. Apakah tujuan saudara/i mengunjungi tempat ini?
158 Lampiran 5. (lanjutan) a. Menikmati keindahan alam b. Mengisi waktu luang
c. Menghilangkan stres dari aktivitas-aktivitas keseharian d. Menikmati aktivitas wisata yang ditawarkan
e. Lainnya……….
5. Mengapa saudara/i memilih tempat ini? a. Aksesibilitasnya yang mudah b. Biaya murah
c. Fasilitas Lengkap d. Lainnya………..
C. Persepsi Wisatawan 1. Apakah saudara/i merasa puas melakukan kegiatan di Danau Situgunung? a. Sangat puas, karena……….. b. Puas, karena………..
c. Cukup puas, karena……….
d. Tidak puas, karena………..
e. Sangat tidak puas, karena………..
2. Apakah saudara/i setuju jika kawasan wisata Danau Situgunung dijadikan sebagai kawasan wisata air? a. Ya, karena ...........
b. Tidak, karena. ..........
3. Apakah saudara/i setuju dengan adanya pembatasan jumlah pengunjung ke kawasan wisata Danau Situgunung? a. Ya, karena ...........
b. Tidak, karena. ..........
4. Apa menurut saudara/i yang menjadi hambatan untuk datang ke kawasan wisata Danau Situgunung?
a. Kondisi jalan yang menuju ke kawasan Danau Situgunung b. Lalu lintas yang sering macet
c. Tiket masuk yang terlalu mahal d. Susah menemukan lokasi e. Tidak ada waktu luang f. Lainnya..........
5. Apakah menurut saudara/i fasilitas di kawasan wisata sudah cukup atau tidak?
159 Lampiran 5. (lanjutan) a. Cukup, karena............ b. Tidak, karena ............
6. Kekurangan di kawasan wisata Danau Situgunung? a. Kenyamanan kurang karena sampah b. Pelayanan kurang ramah
c. Jenis-jenis aktivitas wisata kurang beranekaragaman d. Fasilitas kurang 7.
e. Kenyamanan kurang karena terlalu ramai f. Lainnya...........
Menurut saudara/i harga tiket masuk sekarang ke Taman Wisata Alam Situ
Gunung? a. Mahal
b. Sedang c. Murah
8. Bagaimana pendapat saudara/i terhadap kelestarian lingkungan Situ Gunung? a. Baik, karena...........
b. Kurang baik, karena........... c. Buruk, karena..........
9. Menurut saudara/i, kegiatan wisata apakah yang masih dapat dikembangkan di Danau Situgunung?
a. Motor boat b. Berkemah c. Outbound
d. Memancing
e. Lainnya ............
10. Persepsi wisatawan terhadap kondisi, jumlah, fasilitas dan lingkungan yang ada di No
kawasan wisata Danau Situgunung Aspek Penilaian/Parameter
1.
Aksesibilitas
3.
Keamanan kawasan wisata
2. 4. 5. 6. 7. 8.
Pelayanan oleh pengelola
Kenyamanan dalam kawasan Keindahan Kawasan Wisata Kebersihan lingkungan Kebersihan air
Keaslian lingkungan
Kriteria / Persepsi
Baik
Cukup
Kurang
Tidak Tahu
160 Lampiran 5. (lanjutan) 9.
Peraturan yang ada dalam kawasan
11.
Fasilitas rekreasi:
10.
Sistem tata ruang dan tata letak fasilitas
Tempat sampah Toilet
Tempat ibadah Taman duduk
Tempat bermain anak
Warung penjualan makanan Toko souvenir
Fasilitas perahu
D. Aktivitas Wisatawan 1. Dengan siapa saudara/i datang ke tempat ini? a. Sendiri
b. Berdua
c. Keluarga
d. Kelompok/Rombongan
2. Jenis kendaraan apa yang saudara/i gunakan untuk mencapai lokasi ini? a. Kendaraan pribadi
b. Sewa / carter
c. Kendaraan umum (angkot/ojek) d. Jalan kaki
3. Perlengkapan apa yang saudara/i bawa ke kawasan wisata? a. Kamera
b. Handycam
c. Tape Recorder d. Lainnya……….
4. Kegiatan apa yang saudara/i lakukan di tempat ini? a. Piknik
b. Mancing
c. Fotografi
d. Menikmati keindahan alam e. Outbond f.
Lainnya………..
161 Lampiran 5. (lanjutan) 5. Kegiatan apa yang paling disukai di Danau Situgunung? a. Piknik
b. Mancing
c. Fotografi
d. Menikmati keindahan alam e. Outbond f.
Lainnya………..
6. Apakah saudara/i berkeinginan untuk kembali berkunjung atau melakukan rekreasi di Danau Situgunung kembali ke depannya? a. Ya, karena………..
b. Tidak, karena………..
E. Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Situgunung 1. Dimanakah saudara/i membuang sampah? a. Tempat sampah b. Ke Situ Gunung
c. Dibuang begitu saja
2. Apakah anda mengetahui pengertian ekowisata? a. Ya
b. Tidak
3. Apakah saudara/i merasa nyaman apabila kawasan wisata dipadati oleh pengunjung lain pada saat anda berwisata ke kawasan ini? a. Nyaman
b. Biasa aja
c. Kurang nyaman d. Tidak nyaman
4. Apakah saudara/i setuju adanya pembatasan pengunjung dalam kurun waktu tertentu di kawasan wisata?
a. Setuju, karena………..
b. Tidak setuju, karena………..
5. Selama kunjungan saudara/i di kawasan ini, apakah ada aktivitas wisata yang menurut anda berpotensi untuk dikembangkan? a. Ya, yaitu………..
b. Tidak tahu/ada
6. Sebaiknya aktivitas wisata apa yang perlu penambahan atau perbaikan?
162 Lampiran 5. (lanjutan) a. Memancing
b. Berkemah c. Perahu
d. Duduk Santai e. Outbond f.
Lainnya………..
7. Menurut saudara/i apakah ada kegiatan yang merusak lingkungan di kawasan ini?
a. Ada, yaitu……….. b. Tidak ada
8. Apakah saudara/i setuju apabila terdapat kegiatan yang merusak lingkungan sebaiknya diberi sanksi?
a. Ya, karena ....................
b. Tidak, karena .................
9. Bentuk pengembangan fasilitas bangunan yang diinginkan, bahan apa yang anda usulkan?
a. Alami (dari bambu-bambu)
b. Modern (dari beton)
163 Lampiran 6. Panduan wawancara dengan pihak pengelola
1. Riwayat singkat kawasan wisata Situgunung
2. Potensi yang dimiliki oleh kawasan wisata Danau Situgunung
3. Pemanfaatan yang telah dilakukan pengelola terhadap kawasan wisata
4. Pengelolaan objek wisata yang sudah berjalan hingga saat ini, konsep wisata yang dijalankan dan pembatasan mengenai daya dukung kawasan
5. Kebijakan-kebijakan yang berlaku dalam pengelolaan kawasan wisata
6. Aliran kebijakan wewenang/peraturan pengelolaan kawasan wisata dari pusat hingga sampai ke lapangan
7. Rencana pengembangan yang sudah ada dan akan dilakukan 8. Kegiatan-kegiatan promosi yang telah dilakukan
9. Permasalahan atau kendala yang terjadi dalam pengelolaan kawasan wisata termasuk saat di lapangan.
10. Solusi atau tindakan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kawasan
11. Kerjasama yang sudah dilakukan untuk pengembangan pengelolaan wisata
12. Pengelola setuju atau tidak untuk melibatkan masyarakat dalam mengelola kawasan wisata? (Jika ya, dalam bentuk apa saja?)
13. Anggaran/ biaya yang dikeluarkan/dibutuhkan utnuk pengelolaan wisata
14. Pendapatan yang diperoleh
15. Jumlah karyawan/ pegawai, tingkat pendidikan dan pendapatan 16. Jumlah wisatawan dalam satu tahun terakhir
17. Objek-objek wisata yang mengelilingi atau berdekatan dengan kawasan objek wisata Situgunung
18. Pengaruh objek wisata lain yang berdekatan dengan Situgunung
19. Peta-peta kawasan
20. Sumberdaya alam danau yang belum dimanfaatkan secara optimal
21. Apakah setuju dengan konsep ekowisata dan pembatasan jumlah pengunjung?
164 Lampiran 7. Panduan wawancara dengan instansi terkait
1. Pendapat tentang keberadaan Kawasan wisata Situgunung
2. Pendapat tentang kondisi Kawasan wisata Danau Situgunung saat ini
3. Kondisi sarana dan prasarana ekonomi, kesehatan, transportasi, komunikasi, dan keamanan, serta budaya masyarakat setempat
4. Permasalah yang ada dalam masyarakat dan tingkat pengangguran
5. Tindakan/usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
6. Potensi yang dimilki masyarakat seputar budaya atau keterampilan khas dan unik yang dapat dikembangkan
7. Pendapat mengenai kelestarian lingkungan sekitar dikaitkan dengan adanya pengelolaan kawasan wisata Danau Situgunung
8. Pendapat mengenai dampak positif dari adanya kawasan wisata Danau Situgunung 9. Pendapat mengenai dampak negatif dari adanya kawasan wisata Danau Situgunung
10. Setuju atau tidak Danau Situgunung dijadikan kawasan wisata
11. Harapan/keinginan bagi pengelolaan kawasan wisata air yang berkelanjutan
12. Apakah mau mendukung pengembangan wisata sesuai dengan kompetensi dari instansi yang terkait?
165 Lampiran 8. Panduan wawancara dengan Kepala Desa Gede Pangrango, Kepala Desa Sukamanis dan Camat Kadudampit
1. Pendapat kades Gede Pangrango dan camat Kadudampit mengenai dampak positif dan negatif adanya kawasan wisata air Danau Situgunung!
2. Rencana kades Gede Pangrango dan camat Kadudampit dalam ikut serta mengembangkan kawasan wisata air Danau Situgunung!
3. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Gede Pangrango, Desa Sukamanis dan Kecamatan Kadudampit!
4. Permasalahan/konflik yang pernah terjadi pada masyarakat Desa Gede Pangrango dan Desa Sukamanis!
5. Tindakan/usaha yang telah dilakukan kades Gede Pangrango dan Sukamanis untuk mengatasi permasalahan tersebut!
6. Karakteristik masyarakat yang berpotensi dalam pengembangan kawasan wisata air Danau Situgunung!
7. Pendapat kades Gede Pangrango, kades Sukamanis dan camat Kadudampit
mengenai kelestarian lingkungan Danau Situgunung dan sekitarnya dikaitkan
dengan adanya pengelolaan Danau Situgunung sebagai kawasan wisata air!
8. Harapan/keinginan kades Gede Pangrango, kades Sukamanis dan camat Kadudampit terhadap pengelolaan kawasan wisata air secara berkelanjutan!
166 Lampiran 9. PP Nomor 82 tahun 2001
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas PARAMETER
SATUAN
KLAS
KETERANGAN
I
II
III
IV
Residu Terlarut
C
mg/ L
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 3
deviasi 5
Residu Tersuspensi
mg/L
50
50
400
400
Bagi pengolahan air minum secara konvesional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/ L
6-9
6-9
6-9
5-9
Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
2 10 6
3 25 4
6 50 3
12 100 0
FISIKA Tempelatur
o
1000
1000
1000
2000
Deviasi temperatur dari keadaan almiahnya
KIMIA ANORGANIK
pH BOD COD DO Total Fosfat sbg P NO 3 sebagai N
mg/L mg/L mg/L mg/L
0,2
0,2 10
20
20
NH3-N
mg/L
0,5
(-)
(-)
(-)
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom (VI)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,01
Tembaga
mg/L
0,02
0,02
0,02
0,2
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/L
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe ≤ 5 mg/L
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Mangan
mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb ≤ 0,1 mg/L
Air Raksa
mg/L
mg/L
10
0,1
0,001
(-)
0,002
1
(-)
0,002
5
(-)
0,005
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3
167 Lampiran 9. (lanjutan) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn ≤ 5 mg/L
Seng
mg/L
0,05
0,05
0,05
2
Khlorida Sianida Fluorida
mg/l mg/L mg/L
600 0,02 0,5
(-) 0,02 1,5
(-) 0,02 1,5
(-) (-) (-)
Nitrit sebagai N
mg/L
0,06
0,06
0,06
(-)
Sulfat
mg/L mg/L
400
0,03
(-)
0,03
(-)
0,03
(-) (-)
Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belereng sebagai H2S
mg/L
0,002
0,002
0,002
(-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional,ÿÿ sbl H2S <0,1 mg/L
Fecal coliform
jml/100 ml
100
1000
2000
2000
-Total coliform
jml/100 ml
1000
5000
10000
10000
Bq /L Bq /L
0,1 1
0,1 1
0,1 1
0,1 1
ug /L
1000
1000
1000
(-)
ug /L
1
1
1
(-)
Khlorin bebas
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N ≤ 1 mg/L
MIKROBIOLOGI
-RADIOAKTIVITAS - Gross-A - Gross-B KIMIA ORGANIK Minyak dan Lemak Detergen sebagai MBAS Senyawa Fenol sebagai Fenol BHC Aldrin / Dieldrin Chlordane DDT Heptachlor dan heptachlor epoxide Lindane Methoxyclor Endrin Toxaphan
ug /L
200
200
200
ug /L
210
210
210
ug /L ug /L ug /L
3 2 18
(-) 2 (-)
(-) 2 (-)
ug /L
ug /L ug /L ug /L ug /L
17
56 35 1 5
(-)
(-) (-) 4 (-)
(-)
(-) (-) 4 (-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml / 100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml
(-) (-) (-) (-) 2 (-) (-) (-) (-) (-)
Keterangan : mg = miligram ; ug = mikrogram ; ml = militer ; L = liter ; Bq= Bequerel ; MBAS = Methylene Blue Active Substance ; ABAM = Air Baku untuk Air Minum . • Logam berat merupakan logam terlarut • Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. • Nilai DO merupakan batas minimum. • Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan • Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan • Tanda < adalah lebih kecil
168 Lampiran 9. (lanjutan) • Klas 1 = air dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan • Klas 2 = air yang dapat dipergunakan dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut • Klas 3 = air yang dapat dipergunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut • Klas 4 = air yang dapat dipergunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
169 Lampiran 10. Contoh perhitungan IKW dan DDK Danau Situgunung
a. Perhitungan IKW Misalnya untuk wisata duduk santai Bobot
Bobot*skor maks
N maks
Lebar tepi danau
1
3
3
Vegetasi yang hidup di tepi danau
5
3
Pemandangan
5
Hamparan dataran
3
Biota berbahaya
3
3
15
3
9
15
3
9
51
Lokasi 6 Bobot
skor
Ni=bobot x skor
Lebar tepi danau
1
2
2
Vegetasi yang hidup di tepi danau
5
3
Pemandangan
Hamparan dataran Biota berbahaya
5 3 3
3
15
3
9
3
Ni � × 100% IKW = � � N maks IKW =
50 × 100% = 98.04 51
IKW = 98.04 = kategori sangat sesuai b. Perhitungan DDK Misalnya lokasi 6 untuk duduk santai
Diketahui = k Lp Lt Wt Wp DDK = k ×
:2 : 1875 m2 : 16 m2 : 10 :3
Lp Wt 1875 10 × =2× × = 781,25 ≈ 781 orang Lt Wp 16 3
15 9
50
170 Lampiran 11. Karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang dari Desa Gede Pangrango dan Desa Sukamanis A. Data pribadi masyarakat 1. Komposisi masyarakat berdasarkan jenis kelamin No. 1. 2.
2. Usia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Selang Kelas Usia 23-28 tahun 29-34 tahun 35-40 tahun 41-46 tahun 47-52 tahun 53-58 tahun Jumlah
3. Tingkat pendidikan No. 1. 2. 3.
SD SMP SMA
4. Pekerjaan No.
Tingkat pendidikan Jumlah Jenis Pekerjaan
1.
Pedagang
4.
Ibu Rumah Tangga
2. 3.
Petani
Wiraswasta
Jumlah
5. Pendapatan per bulan No. 1. 2. 3. 4.
Pendapatan per bulan < Rp. 100ribu Rp. 100ribu s.d. Rp. 250ribu Rp. 250ribu s.d. Rp. 500ribu Rp. 500ribu s.d. Rp. 1juta Jumlah
Jumlah contoh (orang) 16 14 30 Jumlah contoh (orang) 6 14 4 0 0 6 30
Presentase (%) 53 47
100 Presentase (%) 20 47 13 0 0 20 100
Jumlah contoh (orang) 20 4 6 30
Presentase (%) 67 13 20 100
Jumlah contoh (orang)
Presentase (%)
14
4 6 6
30
Jumlah contoh (orang) 2 14 4 10 30
47 13 20 20
100 Presentase (%) 7 47 13 33 100
171 Lampiran 11. (lanjutan) B.
Pengetahuan dan aktivitas masyarakat terhadap Danau Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang
1. Komposisi masyarakat yang mengetahui dan belum mengetahui adanya Danau Situgunung No. 1. 2.
Pengetahuan Danau Situgunung Tahu Tidak tahu Jumlah
Jumlah contoh (orang) 30 0 30
2. Intensitas masyarakat berkunjung ke Danau Situgunung No. 1. 2.
Intensitas berkunjung
Setiap hari
Lebih dari 2kali seminggu
Jumlah contoh (orang) 10 20
Jumlah
30
3. Aktivitas masyarakat di Danau Situgunung No. 1. 2. 3.
Aktivitas Bekerja Berdagang Berwisata Jumlah
Jumlah contoh (orang) 1 14 15 30
Presentase (%) 100 0 100
Presentase (%) 33 67
100 Presentase (%) 3 47 50 100
4. Keikutsertaan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung No. 1. 2.
Keikutsertaan masyarakat Belum pernah Pernah Jumlah
Jumlah contoh (orang) 9 7 30
Presentase (%) 30 23 100
5. Penilaian masyarakat terhadap pengelolaan wisata saat ini Danau Situgunung apakah sudah menjaga kelestarian alam atau tidak menjaga kelestarian alam. No. 1. 2.
Pendapat
Ya, sudah Tidak Jumlah
Jumlah contoh (orang) 25 5 30
Presentase (%) 83 17 100
6. Pendapat masyarakat jika tanah masyarakat dibeli pengelola dan dibangun fasilitas hotel/restoran No. 1. 2.
Pendapat masyarakat
Setuju
Tidak setuju
Jumlah
Jumlah contoh (orang) 16 14 30
Presentase (%) 53 47
100
172 Lampiran 11. (lanjutan) 7. Perasaan masyarakat dengan adanya Danau Situgunung No. 1. 2.
Ya
Tidak
Perasaan senang Jumlah
Jumlah contoh (orang) 30
0
30
Presentase (%) 100
0
100
C. Manfaat dan pengaruh wisata terhadap masyarakat berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang 1. Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya wisata di Danau Situgunung No. 1. 2.
Manfaat
membuka lapangan pekerjaan
tidak ada manfaat yang dirasakan
Jumlah
Jumlah contoh (orang) 25
5
30
Presentase (%) 83 17
100
2. Pengaruh/dampak negatif yang dirasakan masyarakat dengan adanya kegiatan wisata di Danau Situgunung No.
Pengaruh/dampak negatif
1.
kotornya kawasan
3.
tidak ada kekhawatiran apa-apa
2.
tercemar perairan Jumlah
Jumlah contoh (orang) 17
8
13 30
Presentase (%) 45 21 34
100
3. Bentuk kerjasama/bantuan yang dilakukan pengelola dengan masyarakat No. 1. 2.
Bentuk kerjasama/bantuan
terbukanya lapangan kerja tidak ada bantuan apa-apa Jumlah
Jumlah contoh (orang) 17 13 30
Presentase (%) 57 43
100
4. Pendapat masyarakat tentang aktivitas wisata yang mengganggu kenyaman masyarakat sekitar No. 1. 2.
Ada
Pendapat masyarakat
Tidak ada
Jumlah
Jumlah contoh (orang) 11 19 30
Presentase (%) 63 37
100
173 Lampiran 11. (lanjutan) 5. Pengaruh yang sudah ada pada masyarakat akibat perilaku wisatawan No.
Pengaruh wisatawan
1.
tidak ada pengaruh perilaku berpakaian
2.
cenderung ada pengaruh tingkah laku
1. 3. 1. 2.
Jumlah
ada pengaruh tingkah laku
tidak ada pengaruh tingkah laku Jumlah
cenderung ada pengaruh perilaku berbicara
tidak ada pengaruh perilaku berbicara Jumlah
Jumlah contoh (orang) 30 30
2
10 18
Presentase (%) 100 100
7
33 60
30
100
21
70
9
30
30
100
174 Lampiran 12. Karakteristik wisatawan Danau Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang A. Profil wisatawan 1. Komposisi jenis kelamin No. 1. 2.
2. Usia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
3. Asal No. 1. 2. 3.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah contoh (orang) 23 7 30
Presentase (%) 77 23 100
Selang Kelas Usia 15-21 tahun 22-28 tahun 29-35 tahun 36-42 tahun 43-49 tahun 50-56 tahun Jumlah
Jumlah contoh (orang) 11 12 4 1 1 1 30
Presentase (%) 37 40 14 3 3 3 100
Asal/Tempat Tinggal Sukabumi Jakarta Jawa Barat selain Sukabumi Jumlah
4. Tingkat pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Presentase (%) 27 36 37 100
Tingkat pendidikan SMP SMA D3 S1 S2 Jumlah
Jumlah contoh (orang) 3 18 1 7 1 30
Presentase (%) 10 60 4 23 3 100
Jenis Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Pelajar Jumlah
Jumlah contoh (orang) 3 13 2 2 10 30
Presentase (%) 10 42 6 7 37 100
5. Pekerjaan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah contoh (orang) 8 11 11 30
175 Lampiran 12. (lanjutan) 6. Pendapatan per bulan No. 1. 2. 3. 4.
Pendapatan per bulan < Rp. 500ribu Rp. 500ribu s.d. Rp. 1juta Rp. 1juta s.d. Rp. 2juta > Rp. 2juta Jumlah
Jumlah contoh (orang) 2 0 9 8 19
7. Biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4.
Biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke Danau Situgunung < Rp. 20ribu Rp. 20ribu s.d. Rp. 50ribu Rp. 50ribu s.d. Rp. 100ribu > Rp. 100ribu Jumlah
Jumlah contoh (orang) 3 10 12 5 30
Presentase (%) 11 0 47 42 100 Presentase (%) 10 33 40 17 100
B. Motivasi wisatawan berkunjung ke kawasan Danau Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang 1. Sumber informasi yang diperoleh wisatawan No. 1. 2. 3. 4.
Sumber informasi Teman Radio/televisi Leaflet/brosur Lainnya (internet) Jumlah
Jumlah contoh (orang) 22 0 0 8 30
Presentase (%) 73 0 0 27 100
Intensitas berkunjung Belum pernah Pernah Jumlah
Jumlah contoh (orang) 19 11 30
Presentase (%) 63 37 100
2. Intensitas berkunjung wisatawan No. 1. 2.
3. Motivasi wisatawan mengunjungi kawasan Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5.
Dorongan wisatawan untuk datang ke Danau Situgunung belum pernah berkunjung sehingga ingin tahu mudah dijangkau diajak teman pemandangan indah lainnya (acara, hiking, fotografi) Jumlah
Jumlah contoh (orang) 7
2 10 8 3 30
Presentase (%) 23
7 33 27 10 100
176 Lampiran 12. (lanjutan) 4. Tujuan wisatawan mengunjungi kawasan wisata Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tujuan wisatawan mengunjungi Danau Situgunung menikmati keindahan mengisi waktu penghilang stress menikmati wisata Acara kantor/sekolah menikmati keindahan, mengisi waktu luang, hiking menikmati keindahan, mengisi waktu luang, penghilang stres menikmati keindahan, penghilang stres, hiking Jumlah
C. Persepsi wisatawan sebanyak 30 orang
Jumlah contoh (orang)
Presentase (%)
9 7 7 1 2
30 23 23 3 7
1
3
2
berdasarkan
jumlah
7
1 30
contoh
yang
3 100
diwawancarai
1. Kepuasan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata di Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat kepuasan wisatawan Sangat puas Puas Cukup puas Tidak puas Jumlah
Jumlah contoh (orang) 2 9 16 3 30
Presentase (%) 7 30 53 10 100
Pendapat Wisatawan Mahal Sedang Murah Jumlah
Jumlah contoh (orang) 6 22 2 30
Presentase (%) 20 73 7 100
2. Pendapat wisatawan mengenai harga tiket No. 1. 2. 3.
3. Hambatan wisatawan berkunjung ke Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Hambatan Kondisi jalan menuju kawasan Lalu lintas macet Tiket masuk mahal Sulit menemukan lokasi Tidak ada waktu luang Kondisi jalan menuju kawasan, Sulit menemukan lokasi Kondisi jalan menuju kawasan, Lalu lintas macet Kondisi jalan menuju kawasan, Tiket masuk mahal Lalu lintas macet, Tiket masuk mahal, Sulit menemukan lokasi Jumlah
Jumlah contoh (orang) 12 1 2 7 3 1 2 1
1 30
Presentase (%) 40 4 7 23 10 3 7 3
3 100
177 Lampiran 12. (lanjutan) 4. Kekurangan yang ada dalam kawasan wisata No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kekurangan kawasan Banyak sampah Pelayanan kurang ramah Aktivitas wisata kurang beragam Fasilitas kurang terlalu ramai Jalanan di dalam kawasan rusak Danau terlihat kotor (banyak lumpur) Banyak sampah, fasilitas kurang Banyak sampah, aktivitas wisata kurang beranekaragam, fasilitas kurang aktivitas wisata kurang beranekaragam, fasilitas kurang Jumlah
Jumlah contoh (orang) 4 1 8 9 0 1 1 2
Presentase (%) 14 3 27 30 0 3 3 7
1
3
3 30
10 100
5. Persepsi wisatawan terhadap kondisi, jumlah, fasilitas dan lingkungan yang ada di kawasan wisata Danau Situgunung No
Aspek Penilaian/Parameter
1
Aksesibilitas
4
Kenyamanan dalam kawasan
2 3 5 6 7 8 9
10
11
Pelayanan oleh pengelola
Keamanan kawasan wisata
Baik 2 4 5 9
Keindahan Kawasan Wisata
22
Keaslian lingkungan
22
Kebersihan lingkungan Kebersihan air
Peraturan yang ada dalam kawasan
Sistem tata ruang dan tata letak fasilitas Fasilitas rekreasi: Tempat sampah Toilet
Tempat ibadah Taman duduk
Tempat bermain anak
Warung penjualan makanan Toko souvenir
Fasilitas perahu
2 4 1
Kriteria / Persepsi Cukup
Kurang
10
15
11 16 16 8
9
18
6
23
20 8
1
4
2 1 3 1
5
12
10
2
7
16
2 1
17
8 5 4 4 5
10
6
15
Tidak Tahu 1 2
2 3
25 20 23 25 22 23 17
1 2 2
178 Lampiran 12. (lanjutan) 6. Pendapat wisatawan mengenai kelestarian lingkungan di kawasan wisata No. 1. 2. 3.
Pendapat Wisatawan Baik Kurang baik Buruk Jumlah
Jumlah contoh (orang) 18 12 0 30
Presentase (%) 60 40 0 100
7. Aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kegiatan wisata Sepeda air/ perahu Berkemah Outbond Memancing Perahu, berkemah, outbond, memancing Perahu, berkemah, memancing Perahu, outbond, memancing Berkemah, outbond, memancing Outbond, memancing memancing, photografi Jumlah
Jumlah contoh (orang) 1 2 16 3 2 1 1 2 1 1 30
Presentase (%) 3 7 54 10 7 3 3 7 3 3 100
D. Aktivitas wisatawan di kawasan Danau Situgunung 1. Pendamping wisatawan berkunjung ke Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4.
Pendamping wisatawan Sendiri Berdua Keluarga Kelompok/Rombongan Jumlah
Jumlah contoh (orang) 0 3 3 24 30
Presentase (%) 0 10 10 80 100
transportasi Kendaraan pribadi Sewa/carter Kendaraan umum Jalan kaki Jumlah
Jumlah contoh (orang) 23 3 2 2 30
Presentase (%) 77 10 6 7 100
Jumlah contoh (orang) 22 0 0 8
Presentase (%) 73 0 0 27
2. Kendaraan yang digunakan untuk mencapai kawasan Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4.
3. Perlengkapan yang dibawa untuk berwisata ke Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4.
Perlengkapan
Kamera Handycam Tape recorder Hp, jas hujan, peralatan kemah Jumlah
30
100
179 Lampiran 12. (lanjutan) 4. Aktivitas yang dilakukan di Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5.
aktivitas Fotografi Menikmati keindahan alam Outbond Menikmati keindahan alam, fotografi Piknik, Fotografi Jumlah
Jumlah contoh (orang) 2 15 4 4
transportasi Fotografi Menikmati keindahan alam Outbond Menikmati keindahan alam, fotografi Menikmati keindahan alam, outbond Piknik, memancing, menikmati keindahan alam, outbond Jumlah
Jumlah contoh (orang) 10 12 2
5. Aktivitas yang disukai di Danau Situgunung No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
5 30
4
Presentase (%) 7 50 13 13 17 100
Presentase (%) 34 40 7 7
1 1 30
3
6. Keinginan wisatawan untuk kembali berkunjung ke Danau Situgunung No. 1. 2.
E.
Ya Tidak
aktivitas
Jumlah
Jumlah contoh (orang) 29 1 30
transportasi Tempat sampah ke Danau Situgunung Dibuang begitu saja lainnya (saku baju) Jumlah
Jumlah contoh (orang) 28 0 1 1 30
Presentase (%) 94 0 3 3 100
transportasi
Jumlah contoh (orang) 10 20 30
Presentase (%) 33 67 100
2. Pengetahuan wisatawan tentang arti ekowisata No. 1. 2.
Presentase (%) 97 3 100
Keterlibatan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan Danau Situgunung berdasarkan jumlah contoh yang diwawancarai sebanyak 30 orang
1. Tempat wisatawan membuang sampah No. 1. 2. 3. 4.
3 100
Mengerti Tidak mengerti Jumlah
180 Lampiran 12. (lanjutan) 3. Pendapat wisatawan mengenai dijadikannya kawasan Danau Situgunung sebagai kawasan ekowisata No. 1. 2.
Pendapat wisatawan Setuju Tidak Setuju Jumlah
Jumlah contoh (orang) 27 3 30
Presentase (%) 90 10 100
nyaman biasa saja kurang nyaman tidak nyaman Jumlah
Jumlah contoh (orang) 5 6 14 5 30
Presentase (%) 17 20 46 17 100
transportasi setuju tidak setuju Jumlah
Jumlah contoh (orang) 21 9 30
Presentase (%) 70 30 100
transportasi
Jumlah contoh (orang) 17 13 30
Presentase (%) 57 43 100
Jumlah contoh (orang) 23 7 30
Presentase (%) 77 23 100
Jumlah contoh (orang) 23 5 2
Presentase (%) 77 17 6
4. Kenyamanan berwisata saat kawasan dipadati pengunjung No. 1. 2. 3. 4.
transportasi
5. Pendapat wisatawan mengenai pembatasan jumlah pengunjung di kawasan Danau Situgunung No. 1. 2.
6. Pendapat tentang ada tidaknya kegiatan yang merusak lingkungan di kawasan Danau Situgunung. No. 1. 2.
Ada Tidak
Jumlah
7. Pendapat wisatawan atas pemberian sangsi terhadap wisatawan yang merusak lingkungan No. 1. 2.
transportasi
Setuju Tidak Setuju Jumlah
8. Bentuk pengembangan fasilitas bangunan di Danau Situgunung No. 1. 2. 3.
transportasi Alami Modern Perpaduan antara alami dan modern Jumlah
30
100
181 Lampiran 13. Prosedur mendapatkan SIMAKSI
Pengunjung yang berminat untuk melakukan kegiatan khusus seperti penelitian dan pendakian diwajibkan memiliki Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) yang dikeluarkan oleh Balai Besar TNGGP.
Berikut prosedur pembuatan SIMAKSI untuk penelitian :
a. Setiap calon peneliti yang telah mengajukan izin penelitian secara langsung dan menyerahkan surat resmi dari instansi resmi tempat peneliti bernaung serta harus mengurus SIMAKSI penelitian sebelum penelitian berlangsung;
b. Setiap calon peneliti juga diwajibkan membawa proposal penelitian yang telah disetujui oleh dosen pembimbing dan komisi pendidikan/ketua departemen yang diberi stampel resmi dari instansi bersangkutan;
c. Setiap calom peneliti diwajibkan membawa 2 buah materai;
d. Jika proposal penelitian sudah disetujui oleh pihak Balai Besar TNGGP maka perizinan akan segera diproses, jika belum disetujui dan ada perubahan (revisi) proposal penelitian oleh pihak Balai Besar TNGGP maka harus direvisi terlebih dahulu sebelum proses pembuatan perizinan penelitian dilakukan;
e. Waktu pengurusan SIMAKSI penelitian pada jam kantor 08.00 s.d. 15.00 WIB di f.
loket perizinan di Kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas;
Penyelesaian dan pengambilan SIMAKSI penelitian dilakukan di loket perizinan kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas setiap hari pada jam kerja;
g. Setelah mendapatkan SIMAKSI, selanjutnya melakukan validasi ke kantor wilayah TNGGP dan resort TNGGP terdekat;
h. Validasi SIMAKSI pendakian dilakukan oleh Kepala Balai Besar atau pejabat yang i. j.
ditunjuk dengan tanda tangan asli / basah;
Segala bentuk perizinan yang dilakukan tidak di loket resmi TNGGP dianggap illegal dan pihak Balai Besar TNGGP tidak menanggung akibat yang terjadi;
SIMAKSI penelitian berlaku pada waktu yang ditentukan dalam SIMAKSI;
k. Ketentuan lainnya tertera dalam SIMAKSI yang telah diperoleh.
182 Lampiran 13. (lanjutan) Berikut prosedur pembuatan SIMAKSI untuk pendakian :
a. Setiap calon pendaki yang telah mengajukan ijin pendakian (booking) baik yang melalui telepon/faks maupun yang langsung, harus mengurus SIMAKSI pendakian
maksimal 1 hari sebelum hari H pendakian (H-1) setelah melakukan pelunasan pembayaran perizinan;
b. Waktu pengurusan SIMAKSI pendakian pada jam kantor 08.00 s/d 15.00 WIB di loket perijinan di Kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas;
c. Penyelesaian dan pengambilan SIMAKSI pendakian dilakukan di loket perijinan kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas setiap hari pada jam kerja;
d. Bila SIMAKSI pendakian belum diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan
yaitu H-7, maka booking yang bersangkutan dinyatakan batal dan jatah kuota akan
diberikan kepada pendaki yang mendaftar untuk tanggal tersebut dan menyelesaikan administrasi SIMAKSI pendakian pada tanggal tersebut;
e. Validasi SIMAKSI pendakian dilakukan oleh Kepala Balai Besar atau pejabat yang f.
ditunjuk dengan tanda tangan asli / basah;
Pembayaran tiket/karcis masuk dan asuransi dilakukan di loket perijinan resmi dan diselesaikan pada saat pengambilan SIMAKSI pendakian;
g. Segala bentuk perijinan yang dilakukan tidak di loket resmi TNGGP dianggap illegal dan pihak Balai Besar TNGGP tidak menanggung akibat yang terjadi;
h. SIMAKSI pendakian hanya berlaku untuk satu (1) kali masuk.
183 Lampiran 13. (lanjutan) Untuk dapat memperoleh SIMAKSI pendakian di TNGGP, maka setiap calon pendaki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi identitas resmi (KTP/Kartu Pelajar/KTM/SIM/Pasport) yang masih berlaku untuk semua peserta pendakian;
b. Bagi calon pendaki yang berusia kurang dari 17 tahun, di samping identitas diri bersangkutan harus pula menyertakan Surat Ijin Orang Tua/Wali yang
ditandatangani di atas materai senilai Rp. 6000, serta dilengkapi fotocopy KTP dari
orang tua/wali;
c. Jumlah anggota pendaki dalam 1 kelompok minimal 3 (tiga) orang;
d. Satu kelompok harus memiliki 1 (satu) orang ketua kelompok yang berperan sebagai penanggungjawab kelengkapan administrasi dan keselamatan anggotanya;
e. Pendakian di kawasan TNGGP wajib didampingi oleh pemandu yang disertifikasi oleh Balai Besar TNGGP;
184 Lampiran 14. Surat izin masuk kawasan konservasi