eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) 611-624 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
RESPON MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI SUDAN SELATAN PASCA REFERENDUM TAHUN 2011 Hj. Raisa1 Nim. 0902045243 Abstract The conflict in South Sudan began on December 2013 when president Salva Kiir Mauardit sacked his entire cabinet and accused vice president Riek Machar of instigating a failed coup. The conflict resulted in serious human rights violations so that caused a reaction from the international society. Human Right, Human Security concept and English School Theory as conceptual framework are used to answer the reseach question. The results showed that since the conflict between the president and former vice president of South Sudan, about 1.6 million people continued to be displaced from their homes within the country, and some 600,000 sought refuge in neighbouring countries. The conflict also makes Human Rights abuses such as: Attacks against civilians, Rape and sexual harassment, Mass murder, Torture, mutilation and cannibalism, Abduction and recruitment of childrens as armed forces. Human Rights violations in South Sudan makes a response from International Society including the UN Security Council members such as the United States and China. United States sanctioned arms embargo and threatened to revoke its aid funding to the South Sudan, meanwhile China has sent 700 military troops to South Sudan to help the UN peacekeeping force in order to stop Human Rights violations in South Sudan. Keywords : Human Rights, International Society, South Sudan.
Pendahuluan Sudan Selatan merupakan negara yang dinyatakan merdeka dan resmi berpisah dari Republik Sudan sejak 09 Juli 2011 melalui referendum yang diadakan pada Januari 2011 dimana 95% rakyat Sudan Selatan menginginkan berpisah dengan Sudan Utara. Sejak merdeka, Sudan Selatan masih dibayangi dengan berbagai macam masalah salah satunya adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
1
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Soasial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Dua tahun pasca kemerdekaanya terjadi sebuah konflik yang mengakibatkan perang sipil di negara tersebut dan menyebabkan begitu banyak pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM di negara tersebut bermula ketika kedua pemimpinnya yaitu presiden dan wakil presiden Sudan Selatan bertikai untuk memperebutkan kekuasaan. Konflik tersebut bermula pada Juli 2013. Penyebabnya adalah Presiden Sudan Selatan yaitu Salva Kiir Mayardit memecat wakilnya yaitu Riek Machar beserta jajaran kabinetnya secara sepihak karena Presiden Salva Kiir Mayardit beralasan bahwa Riek Machar memiliki rencana untuk mengkudeta dirinya. Tuduhan tersebut dibantah oleh Machar, namun pada kenyataannya di Bulan Desember 2013 mantan Wakil Presinden Sudan Selatan yaitu Riek Machar memimpin aksi kudeta bersama politisi yang anti terhadap pemerintah untuk menggulingkan Presiden Salva Kiir Mayardit. Konflik yang terjadi antara Presiden dan mantan Wakil Presiden Sudan Selatan terus berlanjut tidak hanya di wilayah ibu kota Juba namun konflik tersebut hingga ke kotakota lainnya dan konflik tersebut meluas menjadi konflik antar kelompok etnis/suku yang memicu terjadinya perang saudara karena kedua belah pihak masing-masing memiliki pendukung di wilayah Sudan Selatan dan juga keduanya berasal dari etnis/suku yang berbeda. Presiden Kiir yang berasal dari kelompok etnis/suku mayoritas Dinka dan mantan wakilnya Machar yang berasal dari etnis/suku Nuer. Pihak tentara yang pro terhadap pemerintah akan bertamu ke setiap pemukiman penduduk dan menembaki penduduk yang telah diketahui tergabung dengan salah satu etnis tertentu yaitu etnis yang pro terhadap mantan wakil presiden (etnis/suku Nuer). Selama konflik berlangsung, begitu banyak korban jiwa tidak hanya bagi kedua belah pihak yang sedang bertikai namun warga sipilpun turut menjadi sasaran bagi kedua belah pihak yang sedang bertikai dan mengakibatkan begitu banyak terjadinya pelanggaran HAM yang cukup berat, diantaranya terjadi pembunuhan massal tanpa melalui proses peradilan, pelecehan seksual dan pemerkosaan, penculikan anak lakilaki yang berusia di atas 12 tahun untuk dijadikan sebagai pasukan, penyerangan pemukiman penduduk sipil, rumah sakit dan tempat ibadah serta instalasi PBB. Hal tersebut mengakibatkan ribuan masyarakat yang melarikan diri melakukan pengungsian untuk menyelamatkan diri dari ancaman-ancaman kedua belah pihak yang sedang bertikai. Sejak terjadinya konflik tersebut pada Desember 2013 Sekjen PBB meminta Dewan Keamanan PBB untuk meningkatkan jumlah pasukan di Sudan Selatan. Negara anggota tetap DK PBB sejak konflik berlangsung di Sudan Selatan telah mengirimkan sejumlah pasukannya termasuk Cina dan Amerika Serikat. Sementara itu Uni Afrika beserta negara-negara Afrika lainnya juga berupaya untuk menghentikan konflik yang terjadi di Sudan Selatan agar pelanggaran HAM yang terjadi dapat segera berakhir. Terkait hal tersebut, maka penulis ingin meneliti tentang pelanggaran HAM di Sudan Selatan serta respon masyarakat internasional terkait pelanggaran HAM tersebut.
612
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang. Oleh karena itu, pengingkaran berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Negara, pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindunginya pada setiap manusia tanpa terkecuali. Hak asasi manusia selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. John Locke menjelaskan bahwa HAM ialah hak-hak yang langsung diberikan Tuhan yang esa kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya. HAM ini sifatnya fundamental atau mendasar bagi kehidupan manusia dan pada hakikatnya sangat suci. Sementara menurut Miriam Budiarjo, HAM merupakan hak yang dimiliki setiap orang yang dibawa sejak lahir ke dunia dan menurutnya hak itu sifatnya universal karena dimiliki tanpa adanya perbedaan ras, kelamin, suku, budaya, agama dan lain sebagainya. Pelanggaran HAM merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang harus dituntut dan diadili secara hukum oleh suatu pengadilan internasional karena perlindungan hak asasi manusia itu erat hubungannya dengan perlindungan dunia dan kedamaian seluruh umat manusia dan untuk semua negara yang berdaulat, dan hak asasi manusia harus dijamin sungguh-sungguh dan dilindungi oleh pemerintah negara secara adil dan merata. Konsep Human Secuirty United Nations Commission on Human Security mendefinisikan human security sebagai perlindungan dari inti kehidupan manusia yang meningkatkan kebebasan dan pemenuhan kebutuhan manusia. Human security menyatakan bahwa pemahaman keamanan yang berpusat pada manusia melibatkan berbagai bidang studi yaitu: Studi Pembangunan, Hubungan Internasional, Studi Strategis dan Hak Asasi Manusia. Faktor human security lebih di fokuskan pada tataran individu yang membutuhkan kepastian atas pembangunan yang berkelanjutan, kepastian hukum, good governance dan keadilan sosial pada tingkat makro. Secara ringkas United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan: Human security can be said to have two main aspects. It means, first, safety from such chronic threats as hunger, disease and repression. And second, it means protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life—whether in homes, in jobs or in communities. Jadi, secara umum, definisi human security menurut UNDP mencakup “freedom from fear and freedom from want”.
613
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Teori English School English School pertama kali dicetuskan di Departemen Hubungan Internasional di London School of Economics yang dipimpin oleh CAW Manning dan diikuti oleh Alan James, F. S. Northledge dan Hedley Bull. Mereka merupakan guru dan murid yang sangat mempengaruhi perkembangan dari pemikiran ini. Teori ini memiliki inti yang menentukan kekhasan dari English School yaitu tiga konsep kunci dan pendekatan teoritis pluralisnya. Tiga konsep tersebut adalah internasional system, international society, dan world society. International Society (Grotius/rationalisme) menjelaskan mengenai institusionalisme dimana mereka saling berbagi kepentingan dan identitas diantara bangsa dan menempatkan penciptaan serta pemeliharaan norma-norma, aturan-aturan, dan institusi-institusi bersama sebagai pusat dari teori hubungan internasional bersama latar belakang dan ide mereka melalui satu institusi yang mengacu pada hukum internasional atau pun rezim internasional. Hedley Bull dalam salah satu karyanya menyebutkan bahwa masyarakat internasional (international society) muncul ketika sekelompok negara sadar akan kepentingan dan nilai bersama tertentu, membentuk suatu masyarakat dalam artian bahwa mereka meyakini dirinya sendiri dipersatukan oleh seperangkat aturan bersama dalam hubungannya antara satu dengan yang lain. Disamping itu, mereka juga saling berbagi dalam menjalankan institusi bersama. Menurut Bull, elemen suatu masyarakat itu selalu hadir dalam sistem internasional modern. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif analitik, yaitu berupaya untuk menggambarkan dan menganalisa pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan serta respon masyarakat internasional terhadap pelanggaran HAM tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tinjauan pustaka (library research) dengan mengumpulkan data-data sekunder yang bersumber dari bukubuku, artikel, dan data-data dari internet yang tingkat kapabilitasnya terhadap permasalahan yang dihadapi dan validitasnya dapat dipertanggung jawabkan. Jenis data yang digunakan adalah data Skunder. Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data yang di peroleh dari penelitian, menggunakan metode kualitatif. Dalam menganalisis permasalahan di gambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan kemudian menghubungkan fakta yang satu dengan fakta lainnya dalam hal ini pelanggaran HAM yang terjadi serta respon masyarakat internasional terhadap pelanggaran HAM di Sudan Selatan pasca referendum tahun 2011. Hasil Penelitian pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan adalah pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh pertikaian antara Presiden dan mantan wakilnya merupakan pelanggaran hukum yang harus dituntut dan diadili secara hukum oleh pengadilan internasional. Namun hingga saat ini pertikaian tersebut masih terus berlanjut sehingga menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat internasional.
614
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
Pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan bisa dikatakan sebagai akibat dari konflik dalam negara dan perang sipil di negara tersebut maka dalam hal ini yang dapat berperan untuk membantu rakyat Sudan Selatan dari adanya pelanggaran HAM tersebut adalah masyarakat internasional. Masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk membantu dan melindungi rakyat Sudan Selatan dari ancaman yang sedang dihadapinya. Masyarakat internasional dapat membantu rakyat Sudan Selatan untuk terbebas dari rasa takut dan bebas untuk hidup seperti manusia pada umumnya. Konflik yang terjadi di Sudan Selatan adalah konflik yang bermula dari kedua pemimpin negara itu, sehingga yang dapat melindungi rakyat sipil Sudan Selatan adalah masyarakat internasional dengan demikian aturan dan hukum internasional sangat diperlukan oleh rakyat Sudan Selatan. Dengan adanya hukum internasional maka rakyat Sudan Selatan akan aman dari kekerasan termasuk berbagai macam pelanggaran HAM yang terjadi di negara tersebut. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sudan Selatan Sejak konflik terjadi dilaporkan ada sekitar 1,6 juta orang terus mengungsi dari rumah mereka di dalam negeri, dan sekitar 600.000 orang mencari perlindungan di negaranegara tetangga. Berikut ini bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan sejak terjadinya konflik pada Desember 2013 hingga saat ini: 1. Serangan terhadap Warga Sipil dan Pemukiman Penduduk Pada awal terjadinya konflik yaitu Desember 2013 serangan telah terjadi selama 24 jam terhadap warga sipil. Ribuan warga sipil telah tewas dan sebagian besar kota-kota utama termasuk fasilitas umum seperti klinik, rumah sakit, dan sekolah, telah dijarah , hancur, dan ditinggalkan. Diperkirakan 1,5 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka; 100.000 orang masih berlindung di pangkalan PBB karena mereka takut untuk kembali ke rumah. Pada periode antara pertengahan Desember 2013 hingga pertengahan April 2014, angkatan bersenjata dari kedua belah pihak telah menargetkan dan membunuh ratusan warga sipil, dimana salah satu etnis akan membunuh etnis yang berbeda dengannya baik pihak pemerintah maupun oposisi, dan mereka akan menjarah dan menghancurkan pemukiman penduduk setempat. Menurut laporan Human Right Watch menyebutkan bahwa pasukan pemerintah yaitu tentara dan kelompok etnis Dinka akan menyusuri pemukiman penduduk memasuki rumah-rumah penduduk menangkap, menyiksa dan membunuh kelompok/etnis Nuer yang dianggap pro terhadap mantan wakil presiden Sudan Selatan yaitu Rieck Machar. Sebagai salah satu contohnya Di Masjid Kali-Ballee -tempat berlindung sekitar 500 orang- lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lainnya cedera. Warga sipil, termasuk anak-anak, juga dibunuh di sebuah gereja dan rumah sakit. Selain itu PBB juga melaporkan bahwa pasukan pemberontak pendukung Rieck Machar juga telah melakukan pembantaian. Pada 15 April 2014 telah terjadi serangan di kota minyak Bentiu, Sudan Selatan bagian utara oleh para pemberontak yang mendukung pemimpin pemberontak Sudan Selatan Riek Machar yang membunuh setidaknya 287 warga sipil yang mengungsi di masjid,
615
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
banyak di antara mereka pedagang dan keluarga mereka dari daerah Darfur Sudan. Sehari kemudian, 19 warga sipil di rumah sakit kota itu juga dibunuh. Human Rights Watch mencatat lebih dari 60 kasus yang terpisah dari tempat yang ditargetkan, pembunuhan di luar hukum dari satu atau lebih individu. Dalam salah satu insiden terburuk, pasukan pemerintah menangkap antara 200 hingga 400 orang Nuer pada malam 15 Desember dan hari berikutnya, menahan mereka di sebuah gedung di lingkungan Gudele dan kemudian membunuhnya. Kedua belah pihak baik pasukan oposisi maupun pemerintah dilaporkan telah melakukan penyerangan di rumah sakit dan tempat ibadah seperti gereja, mesjid dan juga termasuk pangkalan PBB.
2. Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual Tragedi di Sudan Selatan telah mendorong para pejuang melakukan tindak pemerkosaan terhadap perempuan sebagai bentuk kompensasi. PBB mengaku memiliki bukti bahwa para pejuang dari milisi pro-pemerintah yang berjuang bersama Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) mendapat kompensasi dari perjanjian untuk melakukan segala yang mereka bisa dan mengambil segala yang mereka bisa. Akibat kompensasi itu, sebagian besar pemuda pun mencuri ternak, mencuri barang-barang pribadi, melakukan pemerkosaan, serta menculik wanita dan anak-anak perempuan sebagai bentuk kompensasi. Menurut laporan PBB, pemerintah Sudan Selatan mengizinkan tentara dan milisi sekutu memerkosa perempuan sebagai pengganti upah mereka. Dari April hingga September 2014, PBB mencatat lebih dari 1.300 laporan kejahatan perkosaan. Ada beberapa contoh kasus pemerkosaan yang terjadi selama konflik berlangsung seperti adanya seorang perempuan diculik sejumlah tentara dan dibawa ke sebuah kamp militer. Di sana, dia diikat dan diperkosa berulang kali selama dua bulan. Seorang perempuan lain diculik bersama adiknya yang berusia 15 tahun, dan diperkosa setiap malam selama lima malam. Seorang perempuan ketiga dibawa ke hutan bersama putrinya yang baru berusia 12 tahun. Di sana juga keduanya diperkosa. Penculikan perempuan dan gadis muda yang kemudian dijadikan sebagai budak seks beberapa di antaranya ditahan tanpa batas waktu, diikat bersama ratusan orang lain di kamp-kamp pemerkosaan rahasia.
3. Pembunuhan Massal Pihak PBB di Sudan Selatan mengatakan pasukan anti pemerintah telah melakukan pembunuhan terhadap ratusan warga sipil yang sedang berlindung di Rumah Sakit, dan tempat ibadah seperti Masjid dan juga Gereja. Pembunuhan massal itu terjadi ketika pasukan anti pemerintah merebut kota minyak di Bentiu dimana pasukan tersebut menyerang sebuah Masjid tempat berlindung sekitar 500 orang, dan dinyatakan lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lainnya cedera. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia di Sudan Selatan mengatakan tim penyelidik menemukan kuburan massal sekitar 75 jenazah terdapat didalamnya. Seorang juru bicara badan PBB mengatakan banyak mayatmayat ditemukan di Bentiu di negara bagian Unity State. Ia juga mengatakan latar belakang etnik mereka yang dibunuh di Bentiu tidak jelas, tetapi sejumlah laporan
616
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
menyebutkan mereka berasal dari etnis Dinka yaitu etnis yang pro terhadap pemerintah. Seperti yang diketahui kota tersebut telah direbut oleh pasukan oposisi sejak konflik berlangsung. Namun tidak hanya pasukan anti pemerintah yang melakukan pembunuhan secara massal, pasukan pro pemerintah pun juga melakukan hal yang demikian, dimana telah dilaporkan di ibu kota juba bahwa lebih 200 orang, sebagian besar dari suku Nuer, dibawa ke kantor polisi dan ditembak oleh tentara pemerintah. Selain itu, orang-orang bersenjata masuk dari rumah ke rumah menembaki warga yang bukan berasal dari suku Dinka.
4. Penyiksaan, Mutilas dan Kanibalisme Tidak hanya pembunuhan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dialami namun juga sebagian warga sipil mengalami penyiksaan yang sangat memprihatinkan. Hasil laporan juga menyebutkan bahwa para penduduk sipil yang diduga mendukung oposisi, termasuk anak-anak, akan dibakar hidup-hidup, digantung di pohon-pohon dan dimutilasi. Temuan PBB itu bertepatan dengan laporan Amnesty International yang menyatakan pasukan pemerintah sengaja membuat lebih dari 60 lelaki dewasa dan anak-anak mati lemas dengan memasukkan mereka ke dalam kontainer pengiriman yang sangat panas karena terpanggang matahari. Sementara itu laporan Amnesty, yang merujuk pada insiden di pusat kota Leer, dari hasil wawancara kepada 23 saksi mata mengisakan mereka melihat pria dewasa dan anak-anak lelaki dipaksa masuk ke dalam kontainer dengan tangan terikat. Mereka kemudian melihat jenazah-jenazah yang diseret keluar dan dibuang. Saksi mata mengaku mendengar tangisan dan jeritan para tawanan yang menderita serta memukul-mukul dinding container. Laporan JMEC menyebutkan bahwa para tawanan yang ditemukan masih dalam keadaan hidup kemudian dibunuh. Satu-satunya korban selamat adalah seorang bocah lelaki berusia 8 tahun. Selain hal tersebut sebuah komisi penyelidikan menemukan bukti-bukti pembunuhan, penyiksaan, mutilasi, dan pemerkosaan dengan sebagian besar korban adalah warga sipil. Selain itu juga ditemukan pemaksaan untuk melakukan kanibalisme. Beberapa saksi mata di ibukota Juba mengatakan kepada komisi bahwa mereka menyaksikan orang-orang dipaksa minum darah dan makan daging orang yang baru dibunuh. Laporan juga menulis para pelaku mengambil darah dari orang yang dibunuh dan memaksa warga dari etnis tertentu untuk minum darah itu dan makan daging manusia yang dibakar.
5. Penculikan dan Perekrutan Anak-Anak sebagai Pasukan Bentuk pelanggaran HAM lainnya yang terjadi pada konflik yang terjadi di Sudan Selatan adalah terjadinya penculikan dan perekrutan anak-anak dibawah umur untuk dipersenjatai dan menjadi pasukan perang. Menurut laporan Amnesty Interational telah diketahui sekitar 1.755 anak dibawah usia telah diculik, hal tersebut terus bertambah sepanjang tahun. UNICEF memperkirakan sekitar 16.000 anak telah tergabung dalam kelompok angkatan bersenjata di negara tersebut.
617
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Respon Masyarakat Internasional Pada awal terjadinya konflik di Sudan Selatan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki – moon, telah menginstruksikan agar Dewan Keamanan PBB mengirim kembali pasukan keamanan sebanyak 5.500 personel ke Sudan Selatan. Perintah itu, ditujukan untuk melindungi warga sipil yang terancam akibat perang sipil di negara itu. Menurut Sekjen PBB, sebelumnya PBB telah mengirim 423 polisi tambahan untuk memperkuat pasukan keamanan yang telah berada di Sudan Selatan, yakni 7.000 tentara, dan 700 polisi. Menurutnya, pengiriman pasukan tambahan ke Sudan Selatan yang sedang mengalami konflik akibat krisis politik itu didukung Dewan Keamana PBB. Selain reaksi dari PBB terhadap pelanggaran HAM di Sudan Selatan, masyarakat internasional pun turut merespon kejadian tersebut diantaranya: 1. Reaksi Amerika Serikat Adanya reaksi yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan merupakan tanggung jawab bagi Amerika Serikat, karena selain anggota tetap Dewan Keamanan PBB Amerika juga merupakan negara yang sangat gencar dalam mengkampanyekan tentang penegakan hak asasi manusia itu sendiri, dan Amerika Serikat sangat menjunjung tinggi tentang kebebasan hak setiap individu dan norma kemanusiaan. Selain itu, Amerika Serikat adalah negara yang mendukung penuh terhadap kemerdekaan Sudan Selatan sebelum memisahkan diri dari Sudan Utara. Namun ketika terjadi konflik antara kedua pemimpin tertinggi negara Sudan Selatan, Amerika Serikat dengan cepat memberikan perhatiannya dengan memberikan sanksinya. Sanksi tersebut dapat dan akan digunakan terhadap mereka yang terlibat konflik yang merusak proses atau institusi demokrasi atau menghalangi proses perdamaian. Sanksi akan diterapkan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Sudan Selatan. Presiden Barack Obama telah menandatangani otorisasi sanksi hukuman pada 3 April 2014. Selain itu Amerika Serikat siap untuk mempertimbangkan pemberian sanksi atau embargo senjata terhadap pemimpin Sudan Selatan jika mereka gagal untuk bekerja sama dalam pemerintah persatuan yang diusulkan untuk mengakhiri konflik di negara itu. Selain sanksi yang akan diberikan oleh Amerika Serikat, Sudan Selatan juga terancam akan kehilangan bantuan dana dari negara yang mendukung kemerdekaannya itu. Kebijakan tersebut dilakukan karena konflik yang tak kunjung usai di negara termuda di dunia ini. Amerika Serikat diketahui, memberikan bantuan sebesar Rp.607 miliar kepada Sudan Selatan selama konflik. Bantuan tersebut ditujukan untuk aksi kemanusiaan di negara pecahan Sudan ini. Selain dana kemanusiaan, setiap tahunnya Amerika Serikat memberikan Sudan Selatan bantuan sebanyak Rp.7,317 triliun. Dana besar ini dipakai untuk membangun negara serta militer Sudan Selatan.
618
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
Sebagai tindakan nyata dalam menegakkan HAM Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi terhadap dua komandan militer Sudan Selatan karena telah mendorong perang sipil di negara. Kementerian Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap komandan militer Sudan Selatan, Jok Riak, dan komandan oposisi Simon Gatwech Dual karena telah mengancam perdamaian, keamanan atau kestabilan Sudan Selatan dan memperluas atau memperpanjang konflik atau menghalangi pembicaraan damai di Sudan Selatan. Sanksi AS itu diberlakukan sehari setelah PBB menjatuhkan sanksi kepada Jok Riak, Gatwech Ganda dan empat komandan lainnya dalam konflik di negara termuda di dunia tersebut. Kementerian Keuangan mencatat bahwa sanksinya itu pertama kali diambil dalam koordinasi dengan daftar sanksi PBB. Langkah hari ini diambil dalam koordinasi dengan mitra internasional AS yang menggarisbawahi bahwa Amerika Serikat mengutuk keras siapa pun, dari kedua pihak, yang memperburuk konflik di Sudan Selatan, dan pihaknya akan menggagalkan siapa pun yang membantu mendorong kekerasan di wilayah tersebut. Sanksi tersebut membekukan aset yang dipegang oleh Jok Riak dan Gatwech Ganda di AS dan melarang warga AS terlibat transaksi dengan mereka. 2. Reaksi cina Seperti halnya Amerika Serikat, rekasi yang diberikan Cina terhadap pelanggaran HAM di Sudan Selatan karena Cina juga merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Selama ini Cina dianggap oleh dunia barat sebagai salah satu negara yang seringkali melakukan pelanggaran HAM di dalam negaranya, namun dengan adanya reaksi Cina ini seakan-akan negara tersebut ingin menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Cina juga peduli terhadap penegakan HAM, namun diluar itu telah kita ketahui bahwa Cina memiliki kepentingan minyak di Sudan Selatan. Cina berkepentingan sebagai negara terbesar yang mengimpor minyak dari Sudan Selatan. Cina adalah mitra dagang tunggal terbesar di Afrika, disusul Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir. Namun, Cina mengaku tetap netral dan tidak ikut campur dalam politik internal negara-negara Afrika. Cina menjadi investor terbesar di ladang minyak Sudan Selatan, melalui grup China National Petroleum Corp (CNPC) dan Sinopec. Konflik di Sudan membuat Cina terpaksa mengevakuasi pekerja-pekerjanya di sana. Sudan Selatan sendiri diperkirakan sebagai sumber cadangan minyak terbesar ketiga di Sub Sahara Afrika. Sejak berdirinya negara itu, Cina telah memberikan pinjaman pada pemerintah Sudan Selatan dan bantuan untuk berbagai proyek pembangunan, termasuk kesepakatan September 2013 untuk memberikan bantuan kepada industri pertambangan Sudan Selatan. Perusahaan minyak Cina juga aktif di negara kaya minyak itu. CNPC adalah pemegang saham utama dalam dua kelompok minyak besar yang beroperasi di Sudan Selatan, Petrodar dan Greater Nile Petroleum Operating Company. Chinadialogue melaporkan bahwa Cina menerima ekspor lebih dari 80 persen dari produksi minyak Sudan Selatan.
619
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Dua tahun setelah merdeka, ketika Sudan Selatan kembali mengalami konflik internal antara pemerintah dan pihak oposisi di Sudan Selan yang mengakibatkan banyak terjadi pelanggaran HAM, Cina kembali memberikan kontribusinya. Selain untuk kepentingan minyaknya yaitu melindungi perusahaan miliknya dari konflik yang terjadi tentunya juga untuk membantu rakyat Sudan Selatan agar terhindar dari kejahatan perang. Pada saat terjadinya konflik di Sudan Selatan, Cina menyerukan semua pihak untuk menghentikan pertempuran dalam konflik Sudan Selatan, setelah Dewan Keamanan PBB menyetujui rencana menggandakan jumlah pasukan penjaga perdamaian di negara tersebut. Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan pada Desmber 2013 menyebutkan Wakil Menteri Luar Negeri Zhang Ming mengatakan Cina memberi perhatian pada konflik dan dampaknya terhadap tetangga Sudan Selatan. Sebagai teman dan mitra Sudan Selatan, Cina menyerukan kepada semua pihak dalam konflik untuk segera menghentikan tindakan-tindakan permusuhan dan negosiasi terbuka sesegera mungkin. Pernyataan itu dibuat pada pertemuan dengan para diplomat dari negara-negara anggota dari East African Intergovernmental Authority on Development (IGAD), organisasi pembangunan tujuh negara yang mencakup Sudan dan Kenya. Zhang juga mengatakan Cina mendukung IGAD mengirimkan tim mediasi untuk Sudan Selatan. Setahun sejak terjadinya konflik di Sudan Selatan yaitu pada Desember 2014 media pemerintah Cina melaporkan, negara itu akan mengirim 700 tentara ke Sudan Selatan sebagai bagian dari batalyon infantri negara itu untuk berpartisipasi dalam sebuah misi pemelihara perdamaian PBB. Kantor berita resmi Xinhua mengungkapkan, 180 tentara dari pasukan itu akan diberangkatkan lebih awal dan sisanya akan menyusul. Xinhua menambahkan, batalyon itu akan dilengkapi dengan pesawat tanpa awak, kendaraan lapis baja infantri, misil anti-tank, peluru mortir dan senjata-senjata lain untuk tujuan pertahanan. Keberaadaan masyarakat internasional seperti Amerika Serikat dan Cina tentunya diharapkan dapat membantu rakyat Sudan Selatan dari tindak-tindak pelanggaran HAM yang telah terjadi di negara tersebut. Dengan adanya respon yang diberikan dapat bermanfaat bagi rakyat Sudan Selatan dan dapat membantu terjadinya kesepakatan damai antara kedua belah pihak yang sedang bertikai. Oleh karena itu, respon masyarakat internasional seperti Amerika Serikat dan China pada pelanggaran HAM yang terjadi di Sudan Selatan dapat berfungsi sebagai penengah dari pihakpihak yang sedang berkonflik. Keberadaan masyarakat internasional juga diharapkan agar dapat menindak pelaku pelanggaran HAM di Sudan Selatan melalui pengadilan internasional. Hanya masyarakat internasional lah yang dapat membantu rakyat Sudan Selatan dari tindak pelanggaran HAM yang terjadi, karena pemimpin negara tersebut tidak dapat memberikan perlindungan kepada rakyatnya.
620
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
Kesimpulan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sudan Selatan dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM terburuk di dunia pada abad ini. Namun dengan adanya pelanggaran HAM tersebut muncul berbagai macam respon dari masyarakat Internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara anggota Dewan Keamanan PBB seperti Amerika Serikat dan Cina. Dengan adanya reaksi masyarakat internasional tersebut seperti Amerika Serikat dan Cina diharapkan agar keberadaan kedua negara ini pada konflik tersebut dapat menghentikan pertikaian antara kedua pemimpin Sudan Selatan sehingga pelanggaran HAM dapat segera di hentikan dan para pelaku tindak pelanggaran HAM dapat diadili. Amerika Serikat dan Cina tentunya telah memberikan kontribusinya selaku masyarakat internasional dan juga pihak ketiga. Namun konflik akan berakhir ketiga kedua belah pihak yang bertikai telah melakukan kesepakatan damai. Oleh karena itu disamping membantu rakyat Sudan Selatan dari ancaman-ancaman tindak kejahatan dengan mengirimkan berbagai macam bantuan, kedua belah pihak yang berkonflikpun harus sesegera mungkin menyetujui kesepakatan untuk berdamai. Daftar Pustaka Buku Bryan A, Garner ed., 1999. Black’s Law Dictionary , Seventh Edition, Book 1, West Group, ST. Paul, Minn Buzan, Barry 1993, “From International System to International Society: Structural Realism and Regime Theory Meet the English School,” International Organization, Vol47, No. 3, p.332 Buzan, Barry.’From International to World Society? English School Theory and The Social Strucyure of Globalisation.Cambridge.2004 Haas, Robert, 1996. “ Human Rights and The Media”, Asian Institute for Development Communication (AIDCOM) and the authors. All Rights Reserved. Prinst, Darwan, 2001. Sosialisasi & Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti Purbopranoto, Kuntjoro, MR. 1976. “Hak-Hak Asasi Manusia dan Pancasila” Jakarta: Pradnya Pramita Robert Jackson dan Georg Sorensen (2005), Pengantar Studi Hubungan Internasional (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura), Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suganami, Hidemi. ‘The English School, History and Theory’. Ritsumeikan International Affairs. Vol 9-2011, p.29-30 United Nations Development Programme (UNDP), Human Development Report 1994, 1994. Oxford University Press, New York
621
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Internet AS Ancam Potong Bantuan Sudan Selatan, dalam http://news.okezone.com/read/2014/01/10/414/924446/as-ancam-potong-bantuansudan-selatan/large, diakses 06 April 2015 AS Kirim Pasukan ke Sudan Selatan, dalam http://sinarharapan.co/index.php/news/read/29857/as-kirim-pasukan-ke-sudanselatan.html, diakses 06 April 2015 AS Siap Sanksi Sudan Selatan, dalam http://news.okezone.com/read/2014/04/11/414/969128/as-siap-sanksi-sudan-selatan, diakses 22 Mei 2015 Chinas South Sudan Dilemma, dalam http://thediplomat.com/2013/12/chinas-southsudan-dilemma/, diakses 22 Juni 2016 Cina ingin akhiri Konflik di Sudan Selatan, dalam http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/01/07/mz13t8-cina-inginakhiri-konflik-di-sudan-selatan, diakses 22 Juni 2016 Cina Kirim 700 Tentara ke Sudan Selatan, http://www.voaindonesia.com/content/Cina-kirim-700-tentara-ke-sudanselatan/2568803.html, diakses 05 April 2015
dalam
Cina Serukan Konflik Sudan Selatan di Hentikan, dalam http://kabar24.bisnis.com/read/20131225/19/194205/Cina-serukan- konflik-sudanselatan-dihentikan, diakses 22 Mei 2015 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Dunia dan Indonesia, dalam http://informasiana.com/contoh-kasus-pelanggaran-ham-di-dunia-dan-indonesia/, diakses 14 Agusutus 2015 Foto: Derita Rakyat Korban Perang Saudara di Sudan Selatan, dalam http://dunia.news.viva.co.id/news/read/473360-foto--derita-rakyat-korban-perangsaudara-di-sudan-selatan, diakses 20 Maret 2015 Human Right Watch - South Sudan, dalam https://www.hrw.org/africa/south-sudan, diakses 20 Mei 2016 Human Right Watch – World Report 2015: South Sudan, dalam https://www.hrw.org/world-report/2015/country-chapters/south-sudan, diakses 20 Mei 2016 Human Security and the Role of National Human Rights Institutions in the Enforcement of Language Rights Policy in Sri Lanka, dalam http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/view/375, diakses 05 April 2015
622
Respon Masyarakat Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Sudan (Hj. Raisa)
Kanibalisme Paksaan Terjadi pada Konflik Sudan Selatan, dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/10/151028_dunia_sudan_selatan, diakses 21 Kumpulan Contoh Kasus Pelanggaran HAM Dunia dan Indonesia, dalam http://www.zakapedia .com/2015/08/kumpulan-contoh-kasus-pelanggaranham.html#_, diakses 14 Agusutus 2015 PBB Kirim Misi Investigasi Pelanggaran HAM di Sudan Selatan, dalam http://www.satuharapan.com/read-detail/read/pbb-kirim-misi-investigasipelanggaran-ham-di-sudan-selatan, diakses 21 Mei 2015 PBB minta tambah pasukan di Sudan Selatan, dalam http://bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/12/131222_southsudan, diakses 05 April 2015 PBB Temukan Kuburan Massal di Sudan Selatan, dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/12/131224_sudan_selatan_kuburan_massa l, diakses 21 Pembunuhan massal di Sudan Selatan, dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/04/140421_sudan_pbb, diakses 21 Mei 2015 Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM), dalam http://www.zonasiswa.com/2014/07/sejarah-hak-asasi- manusia-ham.html, diakses 20 Februari 2016 South Sudan 2015/2016, dalam https://www.amnesty.org/en/countries/africa/southsudan/report-south-sudan/, diakses 21 Mei 2016 Sudan Selatan dituduh Izinkan Pemerkosaan, dalam http://www.republika.co.id/berita/koran/internasional-koran/16/03/ 13/o3ywv71sudan-selatan-dituduh-izinkan-perkosaan, diakses 20 Mei 2016 Sudan Selatan Lakukan Pelanggaran HAM Terburuk di dunia, dalam http://www.beritasatu.com/eropa/354294-sudan-selatan-lakukan-pelanggaran-hamterburuk-di-dunia.html, diakses 21 Mei 2015 Sudan Selatan Resmi Merdeka, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/07/110709_sudanselatan.shtml, diakses 20 Maret 2015 Sudan's Referendum Commission says southern Sudan referendum on Jan. 9, dalam http://en.people.cn/90001/90777/90855/7172411.html, diakses 01 Juni 2016 Uni Afrika Selidiki Pelanggaran HAM Sudan Selatan, dalam http://liputanislam.com/berita/uni-africa-selidiki-pelanggaran-ham-sudan-selatan/ 06 April 2015
623
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: 611-624
Uni Afrika Tengahi Konflik Sudan Selatan, dalam http://news.okezone.com/read/2013/12/20/414/915071/uni-afrika-tengahi-konfliksudan-selatan, diakses 06 April 2015 UNMISS keluarkan laporan pelanggaran HAM Sudan Selatan, dalam http://antaranews.com/berita/433389/unmiss-keluarkan-laporan-pelanggar anham-sudan-selatan, diakses 20 Maret 2015 UNMISS United Nation Mission in the Republic of South Sudan, dalam http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unmiss/, diakses 05 April 2015 Wanita dijadikan Budak Seks di Sejumlah “Kamp Pemerkosaan” di Sudan Selatan, dalam http://internasional.kompas.com/read/2015/09/28/14074921/Wanita.Dijadikan.Budak. Seks.di.Sejumlah.Kamp.Pemerkosaan.di.Sudan.Selatan, diakses 20 Mei 2016
624