RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN
OLEH: SITTI WARDININGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
i
ABSTRAK
SITTI WARDININGSIH. Rencana Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Jakarta Selatan. Dibimbing oleh: NURHAYATI. H.S. ARIFIN dan HADI SUSILO ARIFIN. Kawasan Setu Babakan seluas ± 165 Ha, ditetapkan sebagai salah satu bentuk perkampungan melalui Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 92 Tahun 2000, Raperda No.17 Tahun 2004 dan Perda tanggal 21 Mei 2004, tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan dan sebagai daerah konservasi air bagi Jakarta Selatan. Kawasan ini merupakan kawasan permukiman yang dipergunakan sebagai area wisata dan di dalamnya terdapat danau, rumah dan pekarangan, kebun, vegetasi serta kegiatan berbagai aktivitas kehidupan yang berkaitan dengan tata cara hidup masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola lanskap perkampungan budaya Betawi dan faktor- faktor yang mempengaruhinya untuk menyusun konsep pengelolaan kawasan agar berkelanjutan. Penelitian menggunakan metode survei mencakup aspek kesejarahan biofisik, sosial budaya, wisata dan kebijakan serta pengelolaan. Berdasarkan evaluasi lahan yang dilakukan dengan pendekatan biofisik, menunjukkan kelas kesesuaian lahan Perkampungan Budaya Betawi untuk permukiman dan wisata adalah sedang sampai baik. Diperlukannya drainase dan sedikit upaya rekayasa untuk mengatasi permeabilitas kawasan. Pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi selanjutnya dibagi menjadi tiga zona ruang yaitu (1) konservasi budaya, (2) konservasi ekologis, (3) pengembangan wisata rekreatif. Sedangkan untuk obyekobyek yang mempunyai daya tarik wisata perlu diberi akses yang baik dengan cara menyusun hubungan antar ruang dengan pola jalur sirkulasi yang logis. Sirkulasi secara umum terbagi dua, yaitu sirkulasi permanen dan sirkulasi temporer. Sirkulasi permanen untuk menghubungkan ruang-ruang wisata terbatas yang dapat dikunjungi setiap saat dan temporer, sirkulasi yang menghubungkan ruang-ruang wisata hanya pada waktu tertentu saja Sistim pengelolaan lanskap kawasan Perkampungan Budaya Betawi tersusun atas delapan komponen yang saling berkoordinasi dengan baik yaitu (1) sumberdaya tapak, (2) sumberdaya budaya, (3) pembina, (4) pengarah, (5) pemilik, (6) pengguna, (7) pengelola, (8) investor/jika dimungkinkan. Strategi dan program pengelolaan kawasan meliputi: (1) Pengelolaan diutamakan untuk mendukung pelestarian kawasan perlindungan budaya Betawi dan penyangga sistim ekologis. (2) Pengelolaan untuk menjadikan kawasan sebagai salah satu tujuan daerah tujuan wisata di DKI Jakarta. Dilakukan konsep zonasi ruang dengan tingkat pengelolaan meliputi, zona inti (konservasi budaya), zona penyangga (konservasi ekologis), zona wisata pengembangan (wisata rekreatif) serta beberapa tindakan lainnya. Program pengelolaan untuk pengembangan kawasan berdasarkan, konservasi budaya, konservasi ekologi dan pengembangan pariwisata wisata rekreatif.
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan untuk memperoleh gelar pada program S2. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2005
SITTI WARDININGSIH Nrp : A 165010041
iii
RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN
OLEH: SITTI WARDININGSIH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk mermperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
iv
Judul Tesis
: Rencana Penglolaan Lanskap Perkampungan Budaya Betawi Di Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan JagakarsaJakarta Selatan.
Nama
: Sitti Wardiningsih
NIM
: A. 165010041
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
Tanggal Ujian: 15 September 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kertosono, Jawa Timur pada tanggal 28 Oktober l958 merupakan putri ketujuh dari sembilan bersaudara dari ayah Marwoto Surodiharjo (Alm) dan ibu Suharti Ngali (Almh). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Indonesia, lulus pada tahun l984 di Jakarta. Penulis masuk S2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan memilih Program Studi Arsitektur Lanskap pada tahun 2002. Penulis bekerja di Jakarta International Airport Proyek Pembangunan Airport Cengkareng pada tahun 1984-1990, pada tahun 1990- l995 bekerja pada Konsultan Interior di Jakarta. Tahun l995 penulis bekerja sebagai tenaga edukatif di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur Universitas Borobudur.
vi
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2003 sampai dengan bulan Oktober tahun 2004 ini merupakan penelitian lanskap budaya
dengan judul Rencana Pengelolaan
Lanskap Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan-Serengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Karya ilmiah ini memuat tentang konsep pengelolaan kawasan di Setu Babakan. Kawasan dikelola berdasarkan konsep zonasi ruang, ya ng terbagi menjadi tiga yaitu: zona konservasi budaya, zona konservasi ekologis dan zona pengembangan pariwisata sebagai wisata rekreatif. Kemudian berdasarkan pembagian zonasi tersebut diusulkan strategi dan program pengelolaan yang dapat diterapkan di kawasan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, M.Sc., dan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu BabakanSrengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa dan Lembaga Kebudayaan DKI, Pemda DKI serta teman-teman S1 IPB dan S1 Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia serta Universitas Borobudur Jurusan Arsitektur, Universitas Persada Indonesia UPI YAI Jurusan Arsitektur yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih kepada teman-teman dari Program Studi Arsitektur Lanskap, Pascasarjana IPB angkatan tiga atas bantua n dan dukungannya. Ungkapan terima juga disampaikan kepada suami Bimbo, anakku Anggie, serta kedua orang tua almarhum dan almarhumah, terimakasih kepada seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2005
Sitti Wardiningsih
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xiv
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang .........................................................................................
1
Tujuan Penelitian......................................................................................
3
Manfaat Penelitian ...................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
4
Sejarah Masyarakat Betawi......................................................................
4
Lanskap Budaya .......................................................................................
7
Lanskap Budaya Betawi...........................................................................
7
Pola Permukiman ..............................................................................
8
Pola Pekarangan................................................................................
9
Elemen-Elemen Pekarangan .............................................................
11
Pengelolaan Berkelanjutan ......................................................................
13
Pengembangan ...................................................................................
14
Rencana Tata Ruang...........................................................................
14
Konservasi Ekologis..........................................................................
15
Konservasi Budaya .............................................................................
15
Wisata Budaya ...........................................................................................
16
METODE PENELITIAN ..............................................................................
18
Tempat dan Waktu...................................................................................
18
Metode Penelitian....................................................................................
18
Metode Survei .........................................................................................
18
Pendekatan Analisis dan Sintesis .......................................................
24
viii
Halaman KONDISI UMUM KAWASAN .....................................................................
26
Sejarah dan Upaya Pelestarian Budaya ...................................................
26
Geografi...................................................................................................
27
Aksesibilitas dan Lokasi..........................................................................
28
Kependudukan Sosial dan Budaya ..........................................................
29
Permukiman dan Bangunan ....................................................................
30
Utilitas Lingkungan.................................................................................
30
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................
31
Lanskap Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan.......................
31
Kondisi Biofisik ................................................................................
31
Iklim ..........................................................................................
31
Topografi ...................................................................................
31
Geologi ......................................................................................
33
Hidrologi ...................................................................................
36
Vegetasi .....................................................................................
39
Fauna .........................................................................................
41
Kondisi Fisik .....................................................................................
41
Tata Guna Lahan ........................................................................
43
Fasilitas Sirkulasi .......................................................................
44
Permukiman ...............................................................................
44
Pola Pekarangan.........................................................................
45
Arsitektur Bangunan...................................................................
48
Kualitas Visual ...........................................................................
51
Fasilitas Umum dan Sosial.........................................................
52
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya.................................................
54
Kependudukan.............................................................................
54
Sosial Ekonomi ..........................................................................
55
Sosial Budaya ..............................................................................
58
ix
Halaman
Kebijakan Peraturan dan Rencana Pengembangan................................
61
Status dan Fungsi Kawasan.............................................................
63
Pengelolaan dan Master Plan..........................................................
64
Aspek Wisata..........................................................................................
68
Aktivitas Pengunjung .....................................................................
68
Atraksi dan Obyek Wisata...............................................................
69
Fasilitas Penunjang Wisata................................................................ 70 Sirkulasi pada Kawasan.................................................................... 71 Persepsi Masyarakat................................................................................. 74 Analisis Tata Ruang .....................................................................................
75
Analisis Kesesuaian Lahan.................................................................
75
Analisis Kesesuaian Master Plan 2010 ...............................................
81
Potensi Lanskap Budaya ..............................................................................
86
Potensi Lanskap sebagai Penyangga Sistim Ekologi ...................................
91
Potensi Lanskap Wisata................................................................................
93
Konsep Pengembangan Kawasan.................................................................
99
Konsep Zonasi Ruang .......................................................................... 102 Konsep Sirkulasi ................................................................................. 102 Konsep Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi................................. 105 Zonasi Ruang Tingkat Pengelolaan....................................................... 105 Strategi Pengelolaan.............................................................................. 106 Program dan Tindakan Pengelolaan...................................................... 111 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 115 Simpulan....................................................................................................... 115 Saran............................................................................................................. 115 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 117 LAMPIRAN ..................................................................................................... 122
x
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan Indikator Pengamatan dan Sumber Data. ...................................
23
2. Luas Kemiringan Lahan.............................................................................
33
3. Sifat dan Corak Tanah Setu Babakan ........................................................
34
4. Rencana Penanaman Pohon oleh Pemda DKI Jakarta ..............................
40
5. Penggunaan Lahan di Setu Babakan..........................................................
43
6. Jumlah Penduduk Tahun 2002 di Setu Babakan.....................................
55
7. Prosentase Penduduk Asli dan Pendatang..................................................
55
8. Komposisi Jenis Profesi di Kawasan .........................................................
58
9. Komposisi Tingkat Pendapatan per bulan Masyarakat di Kawasan.........
58
10. Presentasi Masyarakat Betawi dan Non Betawi yang masih melakukan Upacara Adat ..........................................................................
59
11. Jenis Kegiatan Kesenian yang Terdapat di Kawasan.................................
60
12. Jumlah Pengunjung Perkampungan Budaya Betawi..................................
68
13. Jenis Aktivitas Wisata ...............................................................................
69
14. Jenis Atraksi pada Kawasan......................................................................
70
15. Kriteria usia Responden ............................................................................
74
16. Persepsi Penduduk Betawi dalam Kawasan Terhadap Pengembangan Kawasan sebagai Perkampungan Budaya Betawi.....................................
75
17. Persepsi Pengunjung Terhadap Pengembangan Kawasan ........................
75
18. Kesesuaian Lahan Secara Aktual dan Potensial.........................................
76
19. Evaluasi Potensi Obyek Wisata.................................................................
96
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pola Perkampungan di Perkotaan, (a) Kampung Kota, (b) Kampung Pinggiran, (c) Kampung Perdesaan ...........................................................
8
2. Pola Perkampungan Perdesaan Betawi, (a) Kampung Bagian Dalam, (b) Kampung Bagian Pesisir Pantai ...........................................................
9
3. Suasana Perkampungan Betawi, (a) Perkampungan Bagian Dalam di Condet, (b) Perkampungan Bagian Pesisir Pantai di Marunda ..................
9
4. Jenis-Jenis Rumah Betawi, (a) Rumah Bapang/Kabaya, (b) Rumah Joglo, (c) Rumah Gudang...........................................................................
12
5. Rumah Panggung Adat Betawi pada Daerah Pesisir .................................
12
6. Lokasi Penelitian di Kampung Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.......................................................
19
7. Tahapan dan Kerangka Pikir Penelitian .....................................................
20
8. Batas-batas Administrasi Kawasan ............................................................
27
9. Skema Aksesibilitas Menuju Lokasi Studi.................................................
29
10. Peta Topografi dan Kemiringan Lahan .....................................................
32
11. Peta Geologi Perkampungan Budaya Betawi.............................................
35
12. Peta Hidrologi dan Drainase Tapak ...........................................................
37
13. Kondisi Saluran Irigasi pada saat musim kemarau ....................................
38
14. Kondisi Setu Mangga Bolong Ditumbuhi eceng gondok dan sampah ......
38
15. Peta Penyebaran Vegetasi .........................................................................
42
16. Penggunaan Lahan sebagai, (a) Danau, (b) Pekarangan, (c) Empang, (d) Kebun Buah..........................................................................................
43
17. Kondisi Fisik, (a) Jalan Cone Block, (b) Jalan Cor Semen........................
44
18. Sketsa Pola Permukiman secara umum Di Setu Babakan..........................
46
19. Sketsa Pola Permukiman, (a) Bagian Luar, (b) Bagian Dalam..................
46
20. Beberapa Pola Penggunaan Lahan Pekarangan, (a) Ruang Terbuka, (b) Nursery, (c) Tempat Menjemur (d) Kebun Buah ...............................
47
21. Sketsa Beberapa Contoh Pola Pekarangan.................................................
49
22. Keragaman Arsitektur Bangunan di Setu Babakan, (a) Rumah Betawi, (b) Arsitektur bercirikan hanya pada bagian atas, (c) Arsitektur Moderen...............................................................................
50
xii
Halaman
23. Kedudukan Posisi Bangunan Arsitektur Betawi terhadap tanah, (a) Melekat pada tanah, (b) Berada diatas Umpak .....................................
50
24. Detail Arsitektur Betawi, (a) Langkan, (b) Gigi Balang, (c) Jendela Setengah Lingkaran, (d) Jendela Krepyak Empat Persegi Panjang ..........
51
25. Kondisi Visual Kawasan, Good View, (a) Visual Setu, (b) Rumah Adat, (c) Aliran Air dari Out let Danau. Bad View, (d) Lahan Kosong sebagai tempat penimbunan barang bekas, (e) Warung yang kurang tertata, (f) Keramba Jaring Apung (g) Setu Mangga Bolong menjadi tempat Pembuangan Sampah, ..............
53
26. Peta Persebaran Penduduk .........................................................................
56
27. Peta Persebaran Penduduk Asli dan Pendatang .........................................
57
28. Kegiatan Budaya di Setu Babakan (a) Sepasang Pengantin, (b) Ngarak Penganten Sunat, (c) Tari Topeng, (d) Lenong Denes.......................................................................................
60
29. Persebaran Kegiatan Budaya ......................................................................
62
30. Fasilitas Wisata di Kawasan, (a) Fasilitas Loket Pembayaran, (b) Fasilitas Wisata Air ..............................................................................
71
31. Pintu Gerbang (a) Si Pitung, (b) Penghubung............................................
72
32. Peta Sirkulasi di Kawasan Studi.................................................................
73
33. Peta Tata Guna Lahan.................................................................................... 78 34. Peta Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman ..............................................
80
35. Peta Kesesuaian Lahan Untuk Rekreasi.....................................................
82
36. Master Plan Perkampungan Budaya Betawi 2010 ....................................
84
37. Konsep Zonasi Ruang ................................................................................ 104 38. Peta Zonasi Ruang Berdasarkan Fungsi..................................................... 105 39. Skema Sirkulasi Wisata.............................................................................. 106 40. Konsep Struktur Organisasi Pengelolaan................................................... 110
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Jenis Fungsi Tanaman dan Lokasi Tanam.................................... 122 Lampiran 2 Aktivitas Budaya Berkaitan dengan Siklus Hidup manusia ......... 125 Lampiran 3 Aktivitas Budaya Berkaitan dengan Adat Kebiasaan sehari- hari...................................................................................... 126 Lampiran 4 Aktivvitas Budaya Berkaitan dengan Hari Besar Islam ............... 127 Lampiran 5 Susunan Perangkat Organisasi Perkampungan Budaya Betawi . 128 Lampiran 6 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Bangunan (maksimum 3 lantai) ...................................................................... 129 Lampiran 7 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Rekreasi........................ 130 Lampiran 8 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Kemah ........................ 131 Lampiran 9 Hasil Analisis Kegiatan Budaya di Perkampungan Budaya Betawi .............................................................................. 132 Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Kendala .................................................................... 133 Lampiran 11 Usulan Struktur Organisasi Pengelolaan.................................... 139
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Jakarta mempunyai dua fungsi dan kedudukan, yaitu sebagai ibukota negara dan kota metropolitan yang semakin lama semakin berkembang. Perkembangan ini sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pesatnya perkembangan kota memberi dampak terhadap perubahan nilai-nilai sosial ekonomi, seni budaya, pola permukiman, arsitektur pada masyarakat Betawi yang merupakan embrio dari masyarakat Jakarta yang semakin terdesak ke daerah pinggiran dan semakin kehilangan identitasnya. Menurut Surjomiharjo (2000) penduduk Kota Jakarta pada tahun 2005 mencapai 12 juta jiwa. Pertambahan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan ruang, fasilitas permukiman, sarana perekonomian pendidikan, jalur sirkulasi, rekreasi, ruang terbuka dan rumah tinggal. Gejala perkembangan kota dan pertambahan penduduk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat Betawi, khususnya dalam wadah lembaga Badan Masyarakat Betawi dan Lembaga Kebudayaan Betawi dan Yayasan-Yayasan masyarakat Betawi yang memiliki
tanggung
jawab
moral
untuk
memotivasi,
membina
dan
mengembangkan serta sekaligus melestarikan budaya masyarakatnya. Organisasi dan lembaga masyarakat Betawi dalam naungan Departemen Pendidikan Kebudayaan dan Dinas Permuseuman
berusaha
untuk
melindungi
dan
melestarikan masyarakat dan budaya Betawi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan dan perkembangan kota Jakarta. Kawasan Setu Babakan ditetapkan sebagai daerah resapan air untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan DKI Jakarta terutama bagian Selatan Jakarta, berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No. 6 tentang
tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan diperjelas dalam paragraf 12 pasal 74, bahwa Kawasan termasuk dalam Perioritas Pengembangan di tingkat Kotamadya dan diarahkan pada bagian wilayah kota yang memiliki peran dan fungsi strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Kawasan termasuk dalam perioritas pengembangan yang didukung hutan kota yang serasi untuk kawasan wisata budaya dan Setu Mangga Bolong sebagai wisata lingkungan.
2
Kawasan Setu Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 92 Tahun 2000, tentang penataan lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengeng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan. Berdasarkan aspek legal di atas kawasan yang memiliki luas ± 165 ha ini akan dikembangkan sebagai wilayah pelestarian alam, lingkungan ekosistem serta seni budaya tradisi masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan lingkungan maupun penduduk sekitar untuk meningkatkan sosial ekonomi dan kesejahteraan hidupnya. Kawasan Setu Babakan sebagai kawasan perlindungan budaya Betawi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya yang menarik.Pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi sebagai kawasan wisata budaya membutuhkan penyediaan fasilitas untuk menunjang aset wisata budaya dan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada kawasan. Tujuan pengembangan kawasan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi harus mempertimbangkan kepentingan dan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungannya. Penetapan kampung Setu Babakan sebagai kawasan perlindungan budaya Betawi karena kampung ini merupakan kawasan prioritas pada tingkat wilayah kotamadya. Setu Babakan memiliki peranan dan fungsi strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan kota, dengan skala prioritas pembangunannya dalam rangka mendorong pertumbuhan kota sesuai ke arah yang direncanakan. Adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun l999 tentang Otonomi Pemerintah Daerah, berimplikasi pada desentralisasi kewena ngan pemerintah pusat kepada daerah. Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai propinsi, mempunyai otonomi dan kewenangan, untuk mengatur kotanya secara penuh dengan mengembangkan berbagai potensi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salah satu usahanya adalah mengembangkan sektor wisata, terutama yang berkaitan dengan seni budaya asli masrayakat Betawi. Tindakan evaluasi terhadap pengembangan kawasan Setu Babakan perlu dilakukan dalam rangka menyusun sistim pengelolaan dengan memperha tikan
3
aspek ekologis dan sosial budaya yang berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya alam dan pelestarian budaya. Pengembangan kawasan Setu Babakan memerlukan
pengelolaan
yang
terpadu
dan
terencana
untuk
tetap
mempertahankan fungsi kawasan sebagai daerah resapan air (PP No. 6 tahun 1999) dan sebagai kawasan perlindungan budaya Betawi (SK Gubernur DKI Jakarta No. 92 tahun 2000). Pengelolaan lanskap kawasan yang bijaksana berbasis pada pengelolaan sumberdaya lanskap (alam, manusia, budaya) yang tepat, diharapkan dapat mempertahankan fungsi kawasan sebagai cagar budaya dan sistem ekologi, sehingga kehidupan masyarakat Betawi dapat berjalan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola lanskap perkampungan Betawi dan faktor- faktor yang mempengaruhinya untuk menyusun suatu konsep pengelolaan agar upaya pelestarian kawasan dapat terwujud dalam sistem ekologis yang berkelanjutan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dinas-dinas terkait, para investor dan pihak pengembang serta pengelola kawasan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan perkampungan budaya Betawi.
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Masyarakat Betawi Etnis Betawi merupakan hasil sejarah di mana terjadi perpaduan biologis dan unsur budaya antar suku dan antar bangsa, yang kemudian membentuk masyarakat khusus dengan ciri-ciri khusus (Wangrea 1985). Diawali ketika VOC mulai berjaya di Batavia tahun 1610 banyak mendatangkan para pedagang dari penjuru dunia dan menetap di Batavia (Castle, 1967). Pada masa pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku dan dari beberapa daerah lainnya di samping orang Cina, Belanda, Portugis dan Arab. Mereka berdatangan dengan berbagai sebab dan tujuan masing- masing, tetapi secara sengaja dan tidak sengaja mereka membawa serta adat istiadat dan tradisi budaya mereka sehingga terjadi proses akulturasi diantara beberapa kelompok yang ada dan saling menyesuaikan diri Castles (1967) dan Siswantari (2000) menyatakan berdasarkan sejarah demografi etnis Betawi terbentuk antara tahun 1815-1893. Etnis baru tersebut merupakan hasil perkawinan orang-orang dari seluruh penjuru Nusantara dan juga dari luar Bengal, Malabar (India) dan Arakan (Birma) orang-orang tersebut datang sebagai budak. Sedangkan menurut Hanna (l986) orang Betawi berasal dari hasil perkawinan campuran orang Cina perantauan dengan wanita pribumi. Hal tersebut berbeda dengan peryatakan Saidi (l997) bahwa masyarakat Betawi berasal dari migran Melayu Kalimantan Barat yang melakukan perkawinan dengan penduduk asli Jawa yang pada akhirnya, disebut dengan Melayu Jawa dan diyakini sebagai cikal bakal orang Betawi. Kelompok-kelompok etnis tersebut menamakan kelompoknya sebagai “Orang Betawi” yang disatukan dengan penutur yaitu “dialek Betawi”. Menurut Melalatoa (1993) masyarakat Betawi merupakan salah satu etnis yang mempunyai daerah penyebaran di DKI Jakarta Raya dan di wilayah sekitarnya Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Menurut Shahab (l997), bahwa masyarakat Betawi terbagi menjadi empat kelompok besar yaitu: 1) Betawi Tengah, mendiami wilayah Jakarta Pusat yaitu: sekitar Gambir, Menteng, Senen, Kemayoran, Sawah Besar dan Taman Sari. Orang Betawi tengah dibedakan atas 2 bagian:
5
a) Orang gedong (kelas atas dengan tingkat ekonomi tinggi, berpendidikan tinggi, bekerja sebagai pegawai pemerintah). b) Orang kampung (kelas bawah dengan tingkat ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, tinggal dalam perkampungan dan hidup sebagai petani, sopir, tukang sado, tukang cukur, pengrajin, pedagang berskala kecil). 2) Betawi Pinggir memiliki ciri keislaman yang menonjol mendiami sekitar Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Tebet, Pasar Rebo, Jatinegara, Pulo Gadung, Cakung, Kramat Jati, Matraman, Cempaka Putih, dan Grogol Petamburan. 3) Betawi Udik mendiami di pinggiran Jakarta yaitu disekitar, Tanggerang, Cengkareng, Kebon Jeruk, Cileduk, Ciputat, Keboyoran Lama, Cilandak, Sawangan, Cimanggis, Batu Ceper, Keramat Jati, Cakung, Pondok Gede, dan Bekasi. Orang Betawi Udik terbagi menjadi dua tipe yang dipengaruhi oleh: a) kebudayaan Cina, mendiami pada bagian utara dan barat Jakarta serta Tanggerang. b) kebudayaan Sunda, mendiami sebelah timur dan selatan Jakarta, Bekasi serta Bogor, dan mendapat sebutan dengan ”Betawi ora”. 4) Betawi Pesisir mendiami di pinggiran pantai Jakarta, yaitu: Teluk Naga, Mauk, Japad, Tanjung Priok, Marunda Kepulauan Seribu. dipengaruhi oleh kebudayaan Cina. Sebagai catatan, menurut Saidi (l967) kelompok Betawi Pinggiran yang mendiami bagian selatan Jakarta meliputi wilayah Jakarta Timur, sebagian Jakarta Selatan, Bogor dan Bekasi, banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan Sunda. Menurut Shahab (l997) bahwa penduduk asli dan migran yang datang ke ibukota dan menetap secara turun temurun disebut sebagai ”Betawi Baru”. Muntaco menambahkan (l988) bahwa yang disebut dengan orang Betawi adalah masyarakat yang empat sampai lima generasi sudah tinggal di Jakarta, serta mengakui dirinya sebagai orang Betawi. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistim gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat l986). Kebudayaan terdiri dari nilainilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang dunia yang berada di balik
6
perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Menurut Koentjaraningrat (l986), ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia, yaitu: (1) bahasa, (2) sistim pengetahuan (3) organisasi sosial, (4) sistim peralatan hidup dan teknologi, (5) sistim mata pencaharian hidup, (6) sistim religi, (7) kesenian. Tiap unsur kebudayaan tersebut menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu: berupa sistem budaya, berupa sistem sosial, dan berupa beberapa unsur kebudayaan fisik. Lahirnya kebudayaan Betawi melalui proses yang berawal dari kedatangan para pendatang dengan tujuan masing- masing dan secara tidak sengaja membawa adat istiadat budaya masing–masing. Secara perlahan- lahan tetapi pasti terjadi proses alkulturasi di antara kelompok-kelompok yang saling menyesuaikan diri. Keberadaan kebudayaan Betawi dikarenakan adanya kelompok yang masih mendukung secara turun temurun dan masih terus berlangsung hidup sampai sekarang. Menurut Saidi (l997) bahwa komunitas Betawi merupakan suatu kelompok masyarakat etnis yang secara turun temurun menggunakan bahasa Betawi dan patuh terhadap adat istiadat. Keberadaan orang Betawi sebagai etnis tersendiri dapat dilihat dari identifikasi etnis menurut pengakuan dan ciri-ciri budaya yang ditampilkan misalnya bahasa, dialek, kesenian pakaian, makanan, dan sistem keyakinan dalam agama. Kebudayaan Betawi meliputi seluruh kelakukan dan hasil dari kelakukan manusia ya ng diatur oleh tata laku masyarakat pendukungnya dalam tradisi adat istiadat budaya yang bercirikan khas Betawi, dan bahasa dipergunakan sehari- hari sebagai alat pemersatu diantara mereka, adalah bahasa Melayu Betawi. Bukti hasil assimilasi budaya campuran ini masih terlihat dari tipe pakaian yang dikenakan oleh sepasang pengantin saat upacara perkawinan, atau benda-benda lainnya. Keunikan yang dimiliki kebudayaan Betawi adalah kelenturannya dalam menghadapi berbagai pengaruh dari dalam dan dari luar. Karena kelenturannya maka dengan mudah kita dapat mengenali ciri-cirinya seperti pada kesenian, seni drama, seni tari. Saidi (l995) menambahkan karena terlalu banyak unsur-unsur yang menpengaruhi dalam proses pembentukan kebudayaan Betawi sehingga sangat majemuk dan kosmopolit.
7
Lanskap Budaya Lanskap adalah ruang di sekeliling kita di mana manusia sebagai mahluk yang merasakan, dan mencakup segala hal yang bisa dilihat dan dirasakan (Eckbo l964). Sung (1988) mengatakan lanskap sebagai integrasi fenomena budaya dimana hubungan antara budaya satu dengan budaya lainnya saling berinteraksi dengan baik dan membentuk satu kesatuan. Lanskap budaya adalah istilah yang menunjukkan suatu kawasan lanskap yang tersusun oleh budaya manusia, dan dapat dikatakan juga sebagai konfigurasi secara keseluruhan dari topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan terdiri dari pemukiman yang membatasi keterkaitan dari proses budaya, alam serta aktivitasnya. Menurut Bimbaum (2001) lanskap budaya adalah suatu area geografis yang dilengkapi dengan kebudayaan dan sumber daya alam serta kehidupan satwa didalamnya yang terkait dengan suatu peristiwa bersejarah dan aktivitas seseorang yang menunjukkan suatu kebudayaan ataupun nilai keindahan. Lanskap budaya juga dapat dikatakan sebagai cerminan interaksi dari manusia dan lingkungan yang alami melalui ruang dan waktu serta merupakan suatu fenomena yang kompleks dengan identitas, baik yang dapat dilihat ataupun disentuh.
Lanskap Budaya Betawi Lanskap budaya Betawi terjadi karena aktifitas orang Belanda yang melahirkan bagian kota dan mirip dengan kota di Belanda, di pihak lain tumbuh beberapa permukiman kaum asli yang memiliki ciri-ciri pertumbuhannya sendiri. Di daerah pantai, permukiman pribumi tersebut merupakan permukiman nelayan, dan di daerah hinterland (dalam) merupakan permukiman yang bercirikan desa pertanian/perkebunan. Daerah pantai kebanyakan dihuni oleh Jawa, Cina dan pendatang lainnya, sedangkan di daerah bagian dalam, di huni oleh orang Sunda, Jawa dan Betawi. Sejak saat ini dikenal istilah Kampung Melayu, Kampung Bali dan
sebagainya
yang
menandai
latar
belakang
etnis
masing- masing
permukimannya yang berkembang sejak abad ke 17 sampai saat kini. Pada tahun 1840, istilah “kampung” (compound) untuk mengindikasikan “permukiman penduduk asli” yang dibedakan dari istilah “kota” untuk
8
permukiman Belanda. Pertumbuhan kampung pada umumnya pada jalur komunikasi dan pusat perdagangan yang dibangun Belanda saat itu. Bentukan kampung secara tipologi diklasifikasikan menjadi tiga (Harun, et. al. 1999) (Gambar 1) yaitu: 1) Kampung Kota berada di daerah pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya berkepadatan sangat tinggi (Kampung Kebon Sirih l975) 2) Kampung Pinggiran berada pada daerah pinggiran kota tetapi masih dalam batas wilayah dan kegiatan-kegiatan kota, berkepadatan rendah tetapi kadangkadang ada juga yang berkepadatan tinggi (Kampung Budi Kemuliaan l975) 3) Kampung Perdesaan, berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan yang berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan ( Kampung Slipi l975).
(a)
(b)
©
Sumber: Harun, et, al. (1983)
Gambar 1 Pola Perkampungan di Perkotaan, (a) Kampung Kota, (b) Kampung Pinggiran, dan (c) Kampung Perdesaan. Pola Permukiman Permukiman dalam istilah Jawa mempunyai arti panggonan, kedudukan, kediaman, papan atau daerah, area, ruang, habitat, menyangkut keadaan permukaan tanah dibatasi oleh tanda–tanda alamiah atau buatan. Unsur-unsur tanda yang mengambaran visual ruang dibatasi oleh bidang dasar, udara diatasnya, dan lingkungan hidup, menyangkut keserasian, keselarasan visual antara manusia dengan bentuk-bentuk keseimbangannya (Ronald 1997).
9
Keadaan lingkunga n permukiman Betawi secara umum terbagi menjadi dua rona yaitu; lingkungan permukiman di bagian dalam (hinterland) dan lingkungan di bagian pesisir dari Jakarta (Gambar 2 ).
Rumah
.
Kebun
Rumah
(a)
Empang
Muara Sungai
( b)
Sumber: (Harun, et, al l983)
Gambar 2 Pola Perkampungan Perdesaan Betawi, (a) Kampung Bagian Dalam, (b) Kampung Bagian Pesisir.
aa
(a)
(b)
Sumber: Harun, et, al (l983).
Gambar 3 Suasana Perkampungan Betawi, (a) Perkampungan Bagian dalam (hinterland) di Condet, (b) dan Perkampungan Bagian Pesisir Pantai di Marunda.
Pola Pekarangan Pola pekarangan rumah tradisional Betawi biasanya terdapat pada perkampungan bagian dalam. Pada umumnya mempunyai pekarangan yang cukup luas dan ditumbuhi pohon buah-buahan. Menurut Syafwandi et. al (1996) ada kalanya bagi masyarakat yang mampu dijumpai empang/rawa, sumur dan jamban/wc umum, ruang terbuka, tempat menjemur, serta dapat pula dijumpai
10
juga tempat pemakamaan keluarga, yang dibatasi dengan tanaman seperti pandan sebagai batas halaman. Menurut Harun et. al (l999) bahwa pola tata ruang pekarangan secara tradisional, letak rumah pada bagian dalam (hinterland) dibedakan menjadi tiga (3) karakter pola tata ruang yaitu: 1) Pola memusat berada pada lokasi ” bagian dalam” (agak jauh dari jalan besar) perkampungan memiliki pola yang terpencar karena rumah tersebut dibangun di tengah-tengah kebun buah atau lahan- lahan yang kering. 2) Pola di bagian luar (dekat atau langs ung berada dekat pada jalan), rumahrumah lebih bersifat mengelompok padat atau berjajar di sepanjang jalan dan hanya dikelilingi oleh pekarangan yang sempit. Namun hal tersebut bukan berati bahwa pemilik rumah memiliki lahan yang sempit, karena seringkali kebun buah-buahan atau lahan kering yang dimilikinya terdapat pada lokasi lain. 3) Pola menyebar, dalam arti jarak rumah satu ke rumah yang lainnya terletak cukup jauh, hanya dibatasi perkebunan atau persawahan dan dikaitkan dengan pola kehidupan masyarakat setempat pada umumnya bercocok tanam dan berdagang.. 4) Pola permukiman dekat dengan badan air. Pada umumnya rumah tradisional Betawi secara geografis, rumah berada pada tepi sungai atau muara, dan pada bagian belakang rumah menghadap kesungai atau ke muara (Syafwandi et. al l996). Pola ruang pada masyarakat Betawi umumnya mempunyai akses jalan penghubung yang berupa jalan setapak dengan lebar jalan lebih kurang 1.5–2 meter. Menurut Departemen Pendidikan Kebudayaan, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya DKI (l997) bahwa pola pekarangan Betawi pada umumnya terbagi dalam zonasi yaitu: 1) Zona hunian utama (Rumah Utama/ induk) yang dihuni oleh pemilik orang tua 2) Zona hunian pendukung, dihuni oleh anak yang sudah menikah, sanak saudara atau famili. 3) Zona perkebunan (ditanami tanaman khas Betawi seperti pohon buah, sayuran maupun tanaman obat). 4) Zona pelengkap (pemakaman keluarga, empang/ kolam, kandang ayam,
11
tempat pembakaran sampah, lapangan bulu tangkis, sumur, jemur pakaian)..
Elemen-Elemen Pekarangan Elemen pekarangan pada lanskap Betawi adalah rumah yang bercirikan arsitektur Betawi. Pada hakekatnya suatu karya arsitektur adalah hasil upaya manusia menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manuisa bertempat tinggal, berusaha atau bersosial budaya. Budaya bersifat totalitas kompleks dari gagasan dan hal- hal yang dihasilkan oleh manusia. Budaya juga dapat digambarkan sebagai cara manusia untuk beradabtasi dengan lingkunganya dalam mencapai tuj uannya. Secara umum rumah tradisional Betawi dipengaruhi oleh rumah adat Sunda dan Jawa (Sumintardja 1978). Bentuk bangunan arsitektur khas Betawi dilengkapi dengan ornamen-ornamen dan mempunyai beberapa ciri khusus seperti: dinding terbuat dari “Jaro” atau bambu dan jendela terbuat dari papan masif dengan jalusi (krepyak) dari kayu, langkan pada paseban, gigi balang dan lain- lain. Dalam keragaman bentuk atap, rumah Betawi dibedakan menjadi tiga, di mana masing- masing jenis membedakan tingkatan sosial masyarakatnya seperti tersaji pada Gambar 4. Jenis rumah Betawi terdiri atas: 1) Bapang atau Kabaya, berdenah empat persegi panjang dan atap berbentuk seperti kebanyakan atap di daerah Jawa Timur. Bentuk ini biasanya dimiliki oleh masyarakat kelas atas. 2) Rumah Joglo, berdenah bujur sangkar atap atap berbentuk menyerupai atap pelana agak memanjang dengan penutup atap genteng, umumnya dihuni oleh masyarakat kelas menengah. 3) Rumah Gudang, berdenah segi empat panjang, atap berbentuk pelana ditutup bahan alang-alang, umumnya dihuni oleh masyarakat kelas bawah. Saidi (2001), mengatakan pada awalnya rumah tradisional Betawi berbentuk panggung. Konsep tersebut didasari atas kepercayaan bahwa tanah dianggap suci dan terbagi atas: tipe rumah panggung yang berada di atas permukaan air sungai/laut setinggi ± 1.5 – 2 meter dan terdapat pada tepi sungai atau bahkan dipinggir laut (Gambar 5). Dalam mendirikan bangunan tidak ada persyaratan khusus tetapi ketentuan yang bersifat umum dalam mendirikan
12
bangunan, yang harus dihindari adalah di atas tanah yang dikeramatkan. Posisi letak rumah anak yang sudah berkeluarga berada di sebelah kiri dari letak rumah orang tuanya, sedangkan letak rumah anak mantu berada pada sebelah kanannya dan berada pada tapak yang sama.
aa (a)
.
(b)
(c)
Sumber: Harun at, al. (1983)
Gambar 4 Jenis Rumah Betawi, (a) Rumah Bapang/Kabaya, (b) Rumah Joglo, (c) Rumah Gudang.
Gambar 5 Rumah Panggung Adat Betawi pada Daerah Pesisir.
13
Tata ruang pada tapak
biasanya terdapat fungsi ruang lain seperti kuburan,
lapangan ruang terbuka/bulutangkis dan lain sebagainya (Harun, et. al l999). Berdasarkan tata letak dan fungsi ruang rumah Betawi, tata ruang dalamnya cenderung bersifat sumbu simetris. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari tata letak pintu masuk dari halaman sampai keruang depan, ke ruang tengah, dan kemudian menuju ruang belakang, dan membentuk garis sumbu simetris dari depan ke belakang. Pengelolaan Berkelanjutan Pengelolaan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengamankan dan menyelamatkan suatu lanskap secara efisien dan terarah, dalam upaya pelestarian dan keberkelanjutannya, meliputi sumberdaya alam fisik dan biofisik, lingkungan binaan yang sesuai dengan undang- undang yang berlaku. Menurut Harvey dan Buggey (l999), seluruh kegiatan pelestarian bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi suatu kawasan dan isinya. Sedangkan menurut Budiharjo (l999), bahwa konsep pelestarian yang sesuai adalah adanya fungsi- fungsi baru yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi- finansial, dan pengembangannya. Konsep strategi pengelolaan yang berkelanjutan
menurut
Arancibia (l999), menggunakan keterkaitan positif antara efisiensi ekonomi dan perbaikan lingkungan, serta ikut serta menciptakan tanda ekonomi yang baru dan mendorong semua kegiatan produksi dan konsumsi yang mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, apabila kondisi lingkungan tidak dilindungi maka nilai ekonomi dalam pembangunan secara utuh tidak akan tercapai. Pengelolaan adalah salah usaha kebijaksanaan untuk memelihara dan menyelamatkan secara ekosistem. Konsep dasar dari pengelolaan secara ekologi dengan pendekatan ekosistem, seperti: danau, hutan, laut, tanaman pertanian, perkebunan, padang rumput, dan lain- lain. Menurut Jayadinata (1992), bahwa sumberdaya manusia sangat menentukan dalam pengelolaan kawasan. Pengelolaan sumber daya manusia mencakup dari beberapa keadaan yaitu: 1) Keadaan penduduk (jumlah penduduk, kerapatan penduduk, penyebaran penduduk, struktur penduduk). 2) Proses penduduk, merupakan beberapa perubahan tertentu yang berurutan dalam jangka waktu. Proses penduduk dapat berlaku secara alamiah (kelahiran
14
dan kematian) dan secara buatan yang disebabkan oleh imigrasi 3) Lingkungan sosial penduduk, merupakan bagian kebudayaan penduduk yaitu: (a) pola kendali (pattern of control), (b) pola kegiatan (pattern of activieties), (c) pola bina (pattern of construction), (d) pola jalan lingkungan Pengelolaan yang berkelanjutan adalah usaha manusia untuk mengubah, mengatur dan menata ekosistem, agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan mengusahakan kontinunitas keberadaannya yang dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu dan energi.
Pengembangan Pengembangan dengan kata lain adalah memajukan atau memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada dan selanjutnya pengembangan serta pembangunan dapat berupa pembangunan fisik atau pengembangan fisik, dan merupakan pembangunan sosial ekonomi atau pengembangan sosial ekonomi (Jayadinata 1992). Penyesuaian antara kebijakan lingkungan dan ekonomi sebagai pertimbangan pengembangan kawasan dengan strategi rencana pengelolaan yang terdiri dari keterkaitan positif antara ekonomi dan perbaikan lingkungan, serta turut serta menciptakan sinyal ekonomi yang mendorong dan mempertimbangkan semua dampak kegiatan produksi dan konsumsi terhadap lingkungan. Pengembangan kawasan harus dengan perencanaan dan pengelolaan yang merupakan perpaduan dalam artian keterpaduan dalam bidang disiplin ilmu, keterkaitan ekologis dan berbagai sektoral (Sitepu et. al 1996).
Rencana Tata Ruang Ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfier tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia. Ruang merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh geografi, batas keadaan fisik, sosial dan pemerintahan. Ruang menempati sebagian permukaan bumi, lapisan tanah dibawahnya dan lapisan udara diatasnya (Jayadinata 1992). Penggunaan tanah merupakan bagian dari penggunaan ruang. Untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian, dan memperoleh manfaat ruang maka harus dilakukan peningkatan kualitas manusia dan lingkungan hidupnya.
15
Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun l992 tentang peran serta masyarakat dalam penataan ruang, bahwa penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat agar tercapai tujuan penataan ruang, dan dapat terselenggaranya ruang yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun l997, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan masa depan.
Konsevasi Ekologis Sistim ekologis yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam dan penggunaan tanah suatu wilayah secara wajar terbagi menjadi jalur cagar (perlindungan bagi ekosistim alam) atau jalur preservasi (zone of preservation) penggunaan tanah kawasan pada umumnya dibiarkan secara alamiah, tetapi tetap dalam pengawasan, dan jalur lindung atau konservasi (zone of concervation) berkaitan dengan kegiatan perlindungan dan pemeliharaan seluruh elemen pendukungnya guna mempertahankan nilai kulturnya (Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah 1998). Pengelolaan sumberdaya alam hayati adalah usaha untuk melindungi meliputi seluruh proses yang berjalan dalam ekosistem. Sumber daya alam meliputi hal yang abstrak yaitu lokasi, tapak atau posisi (site potition), situasi (keberadaan yang berhubungan dengan wilayah yang lebih luas), bentuk, jarak, waktu dan sumber daya alam yang nyata yaitu daratan (land-form), air, iklim, tubuh tanah, vegetasi, hewan, mineral sebagai sumber dari kegiatan sosial ekonomi (Jayadinata l992). Konservasi Budaya Konservasi budaya adalah tindakan penyelamatan/pemeliharaan satu budaya guna mempertahankan nilai kebudayaan
dari suatu area perkotaan
maupun pedesaan, besar atau kecil yang mempunyai batas tertentu dan memiliki sekumpulan bangunan, tapak, ruang terbuka yang saling berkaitan yang dipersatukan oleh peristiwa masa lalu. Konservasi ini juga menekankan pada memelihara elemen lanskap seperti tanaman-tanaman, jalan raya, jalan setapak,
16
dan hubungan tradisional dengan bangunan konservasi dan kondisi alamnya (Direktorat Perkotaan Wilayah Barat 2000). Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya (UUBCB) Nomor. 5 Tahun l992 sebagai pendukung dari pelestarian kawasan dalam ketentuan sebagai cagar budaya. Menurut Budihardjo (l999) kiranya perlu dipahami konsep dari konservasi saat ini sudah beranjak dari pelestarian bangunan secara individual, meluas menjadi conservation area atau historis districts, histori landscapes, sampai dengan historis towns.
Wisata Budaya Menurut Silberberg (2000), wisata budaya adalah kunjungan berbagai individu dari luar komunitas asli yang termotivasi oleh daya tarik seni, pengetahuan, gaya hidup atau warisan yang ditawarkan oleh suatu komunitas, daerah, kelompok atau institusi. Wisata budaya, merupakan wisata yang berkaitan dengan peninggalan budaya atau tempat-tempat bersejarah dengan penekanan pada aspek pendidikan dan pengalaman spritual. Menurut ICOMOS
(2000), beberapa kreteria dalam wisata budaya dapat
dilihat sebagai aktivitas pariwisata yang dinamis dan sangat terkait dengan pengalaman. Wisata budaya dapat dijadikan sebagai mencari pengalaman yang unik dan indah dari berbagai warisan masyarakat yang mempunyai nilai sangat tinggi terdiri dari: (1) sejarah lokal, (2) bahasa atau dialek, (3) tradisi dan cerita rakyat, (4) metode kerja, produk kerja, (5) kesenian dan musik, (6) gaya busana, (7) arsitektur yang khas, (8) sistim pendidikan, (9) agama dan manifestasinya, (10) aktivitas diwaktu luang, (11) kerajinan tangan, (12) makanan, (13) festival atau perayaan. Snyder dan Catanese (l979) memberikan enam tolok ukur untuk menentukan nilai warisan budaya yang terdiri dari: (1) Kelangkaan, (2) Kesejarahan, (3) Estetika, (4) Superlativitas, (5) Kejamakan, (6) Kualitas pengaruh. Tiga tolok ukur ditambahkan oleh Budiharjo (l983) yaitu: berkaitan dengan nilai sosial, nilai komersial dan nilai ilmiahnya. Warisan budaya merupakan faktor utama untuk menarik pengunjung, apabila tidak dikelola dengan baik dapat merusak fisik, kesatuan dan karakteristik tapak atau lingkungan, yang pada akhirnya tidak akan menarik lagi bagi pengunjung.
17
Menurut Silberberg (2000), bahwa kemampuan untuk menarik atau meningkatkan lama tinggalnya pengunjung berhub ungan erat dengan delapan faktor yang mempengaruhinya yaitu, 1) Kualitas produk yang ada dibenak konsumen, 2) Kesadaran akan kemampuan untuk menarik pengunjung, 3) Pelayanan terhadap konsumen, 4) Daya dukung kawasan, 5) Pengembangan produk kebudayaan yang dianggap unik atau istimewa, 6) Kenyamanan dan keamanan, 7) Dukungan dan keterlibatan masyarakat setempat, 8) Kemampuan dan komitmen pengelolaannya. Untuk membuat wisata budaya bertahan dalam jangka waktu lama, dibutuhkan investasi dalam bentuk waktu, energi dan uang yang tidak sedikit. Dalam hal ini terdapat tiga (3) jenis bentuk kerja sama atau sistem paket dalam memasarkan produk budaya yaitu, 1) Bentuk kerja sama atau paket antar produk budaya, 2) Bentuk kerja sama melibatkan produk budaya dari jenis yang berbeda, 3) Bentuk kerja sama sistem paket antar produk budaya dan non budaya. Bentuk kerja sama tersebut dinilai paling menguntungkan.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi ekosistem daratan (terestrial ± 130 ha) dan ekosistem perairan (akuatik) ± 35 ha terdiri dari luas Setu Babakan 18 ha (± 9.20 %) dan luas danau Setu Mangga Bolong 17 ha (± 10.30 %). Penelitian ini dimulai dari survei lapang sampai dengan analisis dan penyusunan konsep berlangsung selama (tujuh) bulan, yang dimulai pada bulan Agustus 2003 sampai dengan bulan Oktober tahun 2004.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei pengumpulan data dengan cara pengamatan, wawancara dan pembagian kuisioner di lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik, data spasial, keadaan sosial-budaya masyarakat serta latar belakang sejarah masyarakat dan budaya Betawi pada kawasan. Selain itu juga dipergunakan data dari berbagai pustaka, peta rupa bumi, dan peta tata guna lahan sebagai data pendukung. Proses penelitian ini meliputi inventarisasi rona awal (existing condition) analisis data, sintesis data dan penyusunan rencana sistem pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) sebagai hasil akhir dari penelitian ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pikir penelitian ini yang disajikan pada Gambar 7.
Metode Survei Survei bertujuan untuk inventarisasi data kondisi kawasan pada saat ini, baik secara primer maupun sekunder. Data yang diambil meliputi: 1) Aspek kesejarahan meliputi data sejarah kampung Setu Babakan dan data upaya pelestarian diperoleh melalui wawancara dan Dinas Lembaga Kebudayaan Betawi, Pemda, BAMUS serta sumber data lainnya.
19
DKI Jakarta Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
U
Kampung Babakan, Kel. Srengseng Sawah
Tanpa Skala
Gambar 6 Lokasi Penelitian di Kampung Babakan Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
20 PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN
ASPEK KESEJARAHAN & UPAYA PELESTARIAN BUDAYA
ASPEK -BIOFISK
-SEJARAH MASYARAKAT BETAWI -UPAYA PELESTARIAN & PENGELOLAAN -SEJARAH PENETAPAN & ALASAN SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI
-IKLIM -TOPOGRAFI -GEOLOGI -HIDROLOGI -VEGETASI -FAUNA -LANSKAP BUDAYA BETAWI -TATA RUANG -POLA PERMUKIMAN -ELEMEN PEKARANGAN -ARSITEKTUR
ASPEK SOSIAL & BUDAYA PENDUDUK
-KARAKTER DEMOGRAFI -PEKERJAAN -PENDAPATAN -EKONOMI SOSIAL & BUDAYA -AKTIVITAS BUDAYA -KELEMBAGAAN
ASPEK WISATA
-AKTIVITAS WISATA -KARAKTER PENGUNJUNG -SIRKULASI PENGUNJUNG -FASILITAS WISATA -PENGELOLAAN KAWASAN -PERSEPSI MASYARAKAT PADA KAWASAN WISATA BUDAYA
ASPEK KEBIJAKAN RENCANA PENGEMBANGAN -RENCANA TATA RUANG -PENGELOLAAN SAAT INI -RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN -KEBIJAKAN TERKAIT
ANALISIS & SINTENSIS -KESESUAIAN TATA RUANG & SIRKULASI -KONDISI FISIK LANSKAP BUDAYA (POLA PERMUKIMAN, POLA PEKARANGAN) -POTENSI PENGEMBANGAN DAN KENDALA KEBERKELANJUTAN -AKTIVITAS & PENGELOLAAN -FASILITAS WISATA BUDAYA -PARTISIPASI MASYARAKAT
-KONSERVASI BUDAYA -KONSERVASI EKOLOGIS -AKTIVITAS WISATA
KONSEP RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN- SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA - JAKARTA SELATAN
Gambar 7 Tahapan dan Kerangka Pikir Penelitian.
21 2) Aspek biofisik, diambil secara primer, meliputi yaitu data: (a) vegetasi dan satwa untuk
mendapatkan
jenis tanaman dan jenis fauna yang ada, (b)
kondisi visual untuk mendapatkan nilai positif atau negatif terhadap kondisi visual lanskap kawasan, (c) pola ruang untuk mendapatkan pola permukiman dan pola pekarangan rumah, (d) aksesibilitas dan sirkulasi, (e) bangunan dan arsitektur untuk mendapatkan keadaan bangunan dan arsitektur, (f) data jaringan jalan dan jaringan drainase kawasan. Data yang diambil secara sekunder yaitu: (a) geografi untuk mendapatkan data batas administrasi dan letak kawasan, (b) iklim untuk mendapatkan data suhu udara (C°), kelembaban udara (%), penyinaran matahari (%), (c) kecepatan angin (knots) dan curah hujan rata-rata (mm/tahun), (d) topografi dan ketinggian kawasan dari muka laut (dpl), (e) geologi untuk mendapatkan jenis dan struktur tanah, (f) hidrologi untuk mendapatkan kondisi air tanah dan sistem pengairan pada kawasan diperoleh dari Dinas pengairan Pemda Jakarta Selatan, (g) Jaringan jalan dan jaringan drainase kawasan, (h) tata guna lahan. 3) Aspek sosial & ekonomi. Aspek sosial, data kependudukan yang diambil secara sekunder meliputi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, struktur penduduk. Sedangkan aspek ekonomi data meliputi mata pencaharian masyarakat, rata-rata pendapatan penduduk perbulan dan pendidikan yang ada pada masyarakat kawasan diambil secara primer dan sekunder. 4)
Aspek budaya untuk mendapatkan data kegiatan budaya yang berkaitan dengan adat istiadat dan tata cara hidup kesehariannya, kesenian serta acaraacara budaya yang masih atau sudah tidak dilakukan lagi diambil secara primer dan sekunder.
5) Aspek wisata dan persepsi masyarakat diambil secara primer untuk mendapatkan data potensi kawasan sebagai obyek wisata, berdasarkan karakter wisata dan aktivitas pengunjung serta fasilitas kawasan. 6) Aspek legal terdiri dari data kebijakan yang terkait diambil secara sekunder, terdiri dari UU dan Peraturan-peraturan yang ada dan berkaitan dengan kondisi kawasan. Data diperoleh dari Dinas Pariwisata, LKB, BAMUS, dan Pemda DKI.
22 Sedangkan data pengelolaan diperoleh dengan cara survei dan wawancara ke lapang serta data pustaka sebagai data untuk diperbandingkan. Beberapa nara sumber yang meliputi pemuka masyarakat dan para ahli budaya Betawi telah diwawancarai, untuk mendapatkan data khususnya data kesejarahan masyarakat etnis Betawi, kondisi dan status kawasan, tata cara hidup, kesenian yang ada maupun yang pernah ada. Nara sumber tersebut adalah: 1) Bapak Ridwan Saidi sebagai pemuka masyarakat Betawi, untuk mendapatkan data sejarah dan budaya Betawi. 2) Bapak Drs. H.Yoyoh Muchtar Kep. Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata di Jakarta Selatan dan sejarah kawasan serta sejarah kawasan Setu Babakan. 3) Ibu Drs. Isti sebagai Kasubag Suku Dinas Pariwisata Jakarta Selatan untuk mendapatkan data pengembangan kawasan wisata Jakarta Selatan. 4) Ir. Ishak Djohar, MSI dari Badan Perencanaan Kotamadya Jakarta Selatan, untuk mendapatkan proses perencanaan kawasan Setu Babakan. 5) Bapak Asmuni dan bapak Rachmat Mulyadi untuk mendapatkan data dan keadaan penduduk, ekonomi serta sosial budaya di kawasan. Data diperoleh dari Kecamatan Jagakarsa dan Kelurahan Srengseng Sawah. 6) Ir. Farida Pasaribu dan Ir Sri Hartati dari Dinas Pertanian dan Pertamanan Kecamatan Jagakarsa, untuk mendapatkan data tanaman di kawasan. 7) Bapak Drs. H. Sofyan Murtadho selaku Lurah Srengseng Sawah dan narasumber lainnya. 8) Bapak Rojali sebagai RW dan Bapak Samin Jabul pemilik lahan kawasan dan Bapak H. Rokib sebagai tokoh agama untuk mendapatkan data pola pekarangan dan status kawasan. 9) Bapak Indra Sutisna S. Kom sebagai pengelola kawasan untuk mendapatkan data pengelolaan. 10) Bapak Rudi sebagai perwakilan masyarakat di sekitar kawasan untuk mendapatkan persepsi masyarakat. Pembagian kuiseoner dilakukan untuk mendapatkan data persepsi masyarakat di dalam kawasan dan pengunjung kampung Setu Babakan. Pemilihan responden dipilih secara acak terhadap responden masyarakat, Kampung Setu Babakan tiap tiga rumah berselang, sedangkan untuk pengunjung dilakukan acak berselang
23 setiap 5 orang responden satu kuiseoner. Jumlah responden yang terpilih (secara acak) sebanyak 100 responden adalah masyarakat setempat dan 100 responden pengunjung yang datang ke lokasi Perkampungan Budaya Betawi. Secara rinci jenis, indikator pengamatan dan sumber data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan Indikator Pengamatan dan Sumber Data. No Data
1.
Jenis Data Primer
Aspek Fisik Alami -Lokasi -Iklim
-Topografi
-Geologi (Jenis Tanah)
-Hidrologi
2
Indikator Pengamatan
ü
-Letak Geografi -Batas administrasi
ü
-Curah hujan (mm/thn) -Temperatur udara (ºC) -Kelembaban udara (%) -Kecepatan angin (knot), -Arah angin (%) -Kemiringan (%) -Ketinggian (m dpl )
-Data Geologi -Jenis,tekstur, drainase -Kedalam tanah efektif (m) -Permeabilitas -Pola drainase dan pengendalian banjir -Sumber air ü
-Kondisi Visual -Tata Guna Lahan
-Good view dan Bad view -Pola Tata Guna Lahan Kawasan -Master plan Kawasan
ü
-Pola Ruang
-Pola Permukiman -Pola Pekarangan -Rumah Penduduk -Detail & Elemen Arsitektur -Jaringan jalan -Jaringan drainase -Pencapaian -Sirkulasi kendaraan -Sirkulasi manusia -Kondisi fisik jalan
-Bappeda -Kecamatan -BMG DKI & BPS DKI JKT Selatan
ü ü
-DINATOP -BPN&JKT Selatan Dalam Angka -Peta tanah -BPN Bogor -Peta tanah -Peta tanah -Bappeda, DPU, DKI -Dinas Pengairan Bappeda DPU, DKI -Survei lapang & Kecamatan -Dinas Pertamanan/Kect -Survei lapang
ü
-Jenis dan pola penyebaran -Jenis satwa
Sumber Data
ü
ü ü ü ü
-Vegetasi & Satwa
-Aspek Fisik Non Alami -Bangunan & Arsitektur Aksesibilitas & Sirkulasi
Skunder
ü
ü
ü
ü ü
ü
-Tata Kota DKI Jkt -Tata Kota DKI-Jkt -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang -Pustaka
ü ü ü ü
ü ü ü ü ü ü
-DPU DKI-JKT -DPU DKI-JKT -DPU DKI-JKT -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang
ü ü ü
24 Lanjutan Tabel 1 Jenis dan Indikator Pengamatan dan Sumber Data. 3.
Aspek Sosial & Budaya
-Sosial Ekonomi -Jenis Mata Pencaharian
-Budaya
4.
Aspek Sejarah
-Data kependudukan -Jumlah penduduk -Kedatan penduduk -Struktur penduduk (tingkat penduduk, umur, jenis kelamin -Pendidikan -Mata Pencaharian
ü ü ü ü ü ü
-Kec/Kelurahan -Kec/Kelurahan
-Petani, nelayan -Petani -Pegawai -Tingkat pendapatan -Tata cara hidup/ adat istiadat -Kesenian, acara budaya yang masih dan tidak melakukan -Filosofi -Sejarah Perkembangan Jakarta -Sejarah Kampung Setu Babakan -Upaya Pelestarian
ü ü ü ü ü
ü
-Kelurahan $ -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang -wawancara/Pstk
ü
ü
-Pustaka
ü
ü
-Pustaka -Pustaka
ü
ü ü ü
5.
Aspek Legal -Kebijakan Terkait
-UU, Peraturan -Pengelolaan saat ini -Pengembangan kawasan -Kelembagaan
ü ü ü ü
6.
Aspek Wisata -Sistim Wisata
-Karakter pengunjung -Aktivitas pengunjung -Atraksi -Sirkulasi wisata -Fasilitas wisata -Persepsi masyarakat Tentang Perkampungan Budaya Betawi -Keinginan Masyarakat -Persepsi Wisatawan
ü ü ü ü ü ü
-Persepsi
-Kec/Kelurahan -Kec/Kelurahan -Kec/Kelurahan
ü ü
ü ü ü ü
-Wawancara -Wawancara LKB/BAMUS. -Bappeda/Pemda Dinas Pariwisata -Pemda DKI-Jkt -Pemda, Wawancara -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang -Survei lapang -Wawancara & Kuiseoner -Wawancara -Wawancara
Pendekatan Analisis dan Sintensis Analisis awal, memperoleh informasi mengenai potensi sumberdaya alam dilakukan untuk memperoleh potensi sumberdaya fisik dan non fisik kawasan serta permasalahan yang sedang dan akan timbul akibat pengembangan wilayah. Pada tahap berikutnya dilakukan evaluasi tata guma lahan berdasarkan sumberdaya alam yang tersedia dan master plan Perkampungan Budaya Betawi yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Jakarta Selatan. Evaluasi lahan dengan metode evaluasi penggunaan lahan dari Harjowigeno (1999) untuk rekreasi, dan permukiman (Harjowigeno,1999). Evaluasi lahan
25 bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pola permukiman serta pola pekarangan yang ada pada kawasan dengan memperbandingkan pola lanskap dengan pendapat Harun et. al (l983 kampung Condet dan kampung pesisir yang hasilnya akan menunjukkan pola permukiman Betawi kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan peta dasar yaitu: Peta Tata Guna Lahan, Peta Topografi, Peta Hidrologi, Peta Sirkulasi dan Kondisi Jalan. Peta Penyebaran penduduk dan Master plan dengan memperbandingkan antara syarat penggunaan lahan dengan kualitas lahannya. Seluruh kajian peta-peta tersebut dilakukan interpretasi berdasarkan kriteria-kriteria yang merupakan penjabaran konsep kesesuaian lahan untuk permukiman, perkampungan Budaya dengan sarana dan prasananya dalam kawasan. Hasil analisis tersebut merupakan dasar dalam penyusunan konsep sistem pengelolaan kawasan Perkampungan Budaya Betawi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan pertimbangan sumberdaya alam kawasan secara optimal, konservasi budaya, konservasi ekologis, pengembangan pariwisata sebagai wisata rekreatif kemudahan akses, estetika, kenyamanan, aspek sosial ekonomi, serta sistem wisata yang dikembangkan sebagai wisata rekreatif. Konsep wisata dengan pertimbangan kegiatan wisata dan sumberdaya alam di kawasan. Konsep pengelolaan dijabarkan dalam sistem zonasi ruang, dan hubungan antar ruang, organisasi pengelolaan, strategi pengelolaan yang diikuti dengan tindakan pengelolaan (menyusun struktur organisasi) dan program pengelolaan dengan pertimbangan pemberdayaan kawasan secara optimal, sebagai upaya pelestarian budaya Betawi dan perkembangan kawasan sebagai salah satu tujuan wisata.
KEADAAN UMUM KAWASAN Sejarah Upaya Pelestarian Budaya Keberadaan masyarakat Betawi di Srengseng Sawah Jakarta Selatan termasuk dalam persebaran etnis Betawi di Jakarta dan sekitarnya yang mendiami kantongkantong persebarannya sejak ± abad 19. Masyarakat Betawi di Srengseng Sawah merupakan kelompok yang mendukung keberadaan masyarakat Betawi dan budaya Betawi turun temurun. Sejak dilaksanakannya ‘’Festival Sehari Setu Babakan” pada tanggal 13 September l997 oleh masyarakat setempat dan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Selatan, menimbulkan aspirasi baru untuk mewujudkan daerah resapan air dan daerah hijau terbuka Setu Babakan menjadi salah satu alternatif Perkampungan Budaya Betawi selain Condet di wilayah Jakarta Timur. Keinginan menjadikan Kampung Kalibata (Setu babakan) sebagai kawasan budaya tercetus sejak tahun 90-an, berawal dari masyarakat dan para kaum muda yang berpendidikan, kemudian mendapat respon oleh BAMUS (Badan Musyarawarah Mastarakat Betawi) dalam rancangan program kerja “Membangun Pusat Perkampungan Budaya Betawi”. Atas desakan masyarakat Betawi yang amat kuat dengan dukungan tokoh-tokoh Betawi terdidik, cendikiawan, serta 67 organisasi masyarakat Betawi dibawah BAMUS sebagai pengayom seluruh aktifitas organisasi dan yayasan masyarakat Betawi yang merasakan bahwa etnis mereka dirasakan kian hari kian terdesak dan semakin kehilangan identitasnya. Pada akhirnya mereka sepakat mengajukan proposal pada pemerintah tahun l998, bahwa kampung Kalibata dan Setu Babakan dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi dan difungsikan sebagai daerah resapan air bagi wilayah selatan. Pemda DKI merespon keinginan tersebut, bahwa Kampung Kalibata sebagai kawasan budaya, dengan sebutan “Perkampungan Budaya Betawi” dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Gub DKI Jakarta. Pada tanggal 20 Januari 2001 dan diresmikan oleh Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk penggunaan bangunan dan penataan kawasan tahap pertama (0.8 %) dari luas kawasan ±165 ha termasuk luas danau Setu Babakan dan Mangga Bolong, ± 35
27 ha, bertepatan dengan acara halal bihalal yang diselengarakan Bamus Betawi yang diliput oleh masmedia, baik media massa maupun elektronik. Upaya pelestarian kawasan dilakukan dengan meningkatkan karakter lanskap sesuai dengan keinginan dan cara hidup masyarakat Betawi dengan melestarikan budaya Betawi melalui sebuah prespektif kehidupan budaya Betawi, serta melestarikan tata hidup dan kehidupan serta ruang komunitas sosial budaya masyarakat Betawi. Geografi Secara geografis kawasan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa pada 06° 20∀ 07∋ BT - 06° 21∀ 10∋ BT (Bujur Timur) dan 106° 48∀ 30∋ LS - 106° 49∀ 50∋LS (Lintang Selatan). Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan Srengseng Sawah. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) berbatasan langsung dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa, sebelah Selatan adalah Kota Depok-Propinsi Jawa Barat, serta Sebelah Barat Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak (Gambar 8).
UTARA
Gambar 8 Batas Administrasi Kawasan Kawasan dibatasi oleh jalan-jalan penghubung yaitu: Sisi Utara
: Jalan Moch.Kahfi II
Sisi Timur
: Jalan Desa Putra dan Jalan Srengseng Sawah
Sisi Selatan : Jalan Srengseng Sawah Sisi Barat
: Jalan Moh. Kahfi II
28 Tata guna lahan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) tercantum dalam RBWK 1985-2005 termasuk kawasan permukiman dan sekitar ±70 % diperuntukan sebagai ruang terbuka hijau dan sekitar waduk (RTH). Pemanfaatan ruang (space) meliputi, penggunaan tanah di sekitar tapak untuk pertanian buah-buahan seperti, jambu biji (Psidium guajaya L), pepaya (Carica papaya L), pisang (Musa paradisiacca L), mangga (Mangifera odorata), melinjo (Gnetum genmon l), rambutan (Nephelium lappaceum), belimbing (Averhoa carambola L). Tetapi saat ini sebagian dari masyarakat, beralih dari usaha pertanian menjadi usaha jasa seperti sewa rumah (kontrak) dan penyewaan kamar (kost) bagi mahasiswa dan karyawan serta berprofesi sebagai penarik ojek. Secara umum tanah di sekitar tapak dikuasai penduduk dengan status kepemilikan tanah dan pada umumnya sudah bersertifikat/ hak milik, meskipun ada beberapa yang masih berbentuk girik. Aksesibilitas dan Lokasi Aksesibilitas ke lokasi dapat dicapai dari dua jalan utama melalui Pasar Minggu ke arah selatan masuk ke Jalan Raya Lenteng Agung, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Srengseng Sawah hingga sampai kawasan Kampung Kalibata. Untuk pencapaian dari arah selatan dicapai melalui Jalan Tanah Ba ru, Jalan Moch Kahfi 2 dan Jalan Setu Babakan hingga sampai kawasan Kampung Kalibata. Lokasi dikelilingi oleh 2 jalan yaitu, Jalan Moch. Kahfi 2 dan jalan Srengseng Sawah. Kedua jalan tersebut dilintasi oleh angkutan umum dan kendaraan pribadi, sehingga jalan tersebut dapat dikatagorikan dengan frekuensi tinggi. Lokasi kawasan terletak 5 km dari stasiun kereta api Lenteng Agung dan 5.5 km dari obyek wisata Kebun Binatang Ragunan. Jalan Raya Pasar Minggu dan Jalan Raya Lenteng Agung merupakan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta– Bogor dan merupakan jalur akses utama menuju kawasan PBB (Gambar 9). Jalan lokal pada kawasan didominasi oleh jalan lingkungan yang tidak beraturan dan banyak jalan buntu. Secara umum sirkulasi dalam kawasan masih belum memadai dengan kondisi lebar jalan bervariasi antara ± 3 meter dan jalan tanah dengan lebar 1-2 meter. Kondisi permukaan, jalan aspal untuk jalan utama sepanjang ± 5 meter, jalan masuk kawasan menggunakan cone block. Sedangkan
29 jalan pada tepi dana u adalah jalan tanah, berbatu dan rusak bila hujan licin becek sehingga sangat tidak nyaman.
Tol Lingkar Luar Selatan
Jl.Jagakarsa
Utara
Jalan Moh.Kahfi II
Jalan Joe
Lokasi PBB
Rek Kereta Api
Ke arah Ciganjur
JlnJL. Raya JlnJL. Lenteng Raya Lenteng Agung Agung
Tol Lingkar Luar Selatan
Stasiun Kereta Api Lebnteng Agung Stasiun Kereta Api Lebnteng Kearah Agung UI dan Depok Kearah UI dan Depok
Gambar 9 Skema Aksesibilitas Menuju Lokasi Studi. Kependudukan Sosial dan Budaya Keadaan kependudukan sosial ekonomi dan budaya, di dalam kawasan menggambarkan kehidupan masyarakat yang bermukim, terdiri atas penduduk asli dan pendatang dengan berbagai latar belakang etnis dan profesi yang beragam. Pada tahun 2002 jumlah penduduk 15.230 jiwa terbagi dalam 4 RW yaitu, RW 05, RW 06, RW 07, RW 08 dan jumlah rumah 10.879 yang terdiri atas rumah permanen dan semi permanen. Secara struktural sosial budaya masyarakat Betawi dapat diketahui dari keadaan sosial budayanya dan kegiatan utama masyarakat didominasi dengan kegiatan sehari- hari seperti pertanian, pedagang, buruh dan pegawai swasta atau pemerintah. Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi mempunyai sifat terbuka terhadap orang luar/pendatang. Hubungan sosial masyarakat terdekat diawali dengan kekerabatan, keluarga terdekat orang tua, anak-anak dan kerabat dekat. Adanya pelapisan sosial menunjukkan adanya pembedaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat berdasarkan pada potensi seperti, (a) kepandaian, (b) senioritas, (c) keaslian, (d) hubungan kerabat dengan kepala masyarakat, (e) pengaruh dan
30 kekuasaan, (f) pangkat, (g) gaya dan hidup, (h) harta kekayaan. Sedangkan kyai dan orang-orang terpelajar mempunyai peranan penting bagi masyarakat Betawi dalam pengambilan keputusan yang bersifat inovatif, misalnya membantu mensukseskan program pembangunan di daerahnya. Berbagai jenis kesenian yang ada (Lenong, Topeng Blantek dan Gambang Kromong) dan upacara adat (sunatan, nujuh bulan, upacara pengantin) masih dilakukan secara sadar oleh masyarakat setempat.
Permukiman dan Bangunan Secara umum seluruh bangunan perumahan di kawasan merupakan milik pribadi. Menurut data jumlah rumah 10.879 unit dengan komposisi permanen, semi permanen dan sederhana dengan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 10-20 %, bagi bangunan yang akan dibangun Fasilitas peribadatan bangunan masjid dan musholla, serta beberapa fasilitas pendidikan seperti sekolah madrasah. Hal ini menambah kentalnya suasana Islami di kawasan. Kerapatan bangunan, di RW 05 cukup padat, RW 06 kurang padat, RW 07 padat, dan RW 08 kurang padat ditemukan sedikit lahan kosong, kebun dan empang. Meskipun keberadaan rumah sangat berdekatan akibat keterbatasan lahan terutama pada RW 05, RW 06, RW 07, sedangkan pada RW 08, masih dapat ditemukan pekarangan depan sebagai nursery dengan tanaman hias dan berbagai jenis tanaman khas kawasan. Utilitas Lingkungan Penggunaan air bersih dengan sumur artesis karena jaringan air bersih untuk keperluan sehari- hari dari PDAM belum terdistribusi secara merata. Pembuangan air kotor dan limbah rumah tangga dilakukan sederhana, ke saluran setempat kemudian ke kolam yang berada di sekitar halaman rumah dan berakhir pada danau. Pada tepian danau terdapat muara-muara selokan dari rumah–rumah penduduk yang umumnya sudah tercemar dengan limbah domestik Penggunaan listrik sebagai penerangan sudah terdistribusi dengan merata pada seluruh warga masyarakat Setu Babakan khususnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lanskap Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Suatu area perkampungan yang menampung masyarakat Betawi dan terdiri dari beberapa elemen pendukung seperti pola permukiman, pola
pekarangan
ditanami tanaman buah-buahan, dengan rumah tradisonal Betawi serta visual danau yang indah. Dimana masih dapat dijumpai budaya dan tata kehidupan tradisional Betawi secara wajar yang dilakukan secara sadar serta turun termurun.
Kondisi Biofisik Kawasan Setu Babakan secara keseluruhan menggambarkan keadaan biofisik tapak di dalam dan di sekitar kawasan. Keadaan biofisik tapak meliputi kondisi iklim, topografi, hidrologi, vegetasi, fauna yang terdapat pada kawasan.
Iklim Menurut BPS (Badan Meterologi Geofisika Stasiun Klimatologi Pondok Betung Bintaro 2001), suhu udara berkisar 27.2ºC–32.4ºC. Selisih suhu udara dengan suhu air danau ± 2ºC, semakin tinggi debit air, semakin kecil perbedaan suhu air sungai/kanal. Kelembaban udara berkisar 80%-90% dan kelembaban rata-rata 82 %, sedangkan penyinaran matahari rata-rata 54%. Kecepatan angin 270∀ knot dan rata-rata angin dipengaruhi angin muson Barat terutama pada bulan Nopember-April dan angin muson Timur pada bulan Mei sampai dengan Oktober 0.4 knot. Rata-rata curah hujan pada lokasi bersifat unimodal (puncak hujan), curah hujan tertinggi pada bulan Januari 272 mm dan bulan April 271 mm dan terendah sekitar bulan Agustus 111 mm. Kawasan tergolong daerah basah dengan jumlah curah hujan 236 mm per tahun dan curah hujan rata-rata 196 mm per bulan. Jumlah hujan 197 hari hujan/tahun dengan rata-rata hujan 16 hari perbulan.
Topografi
32
Topografi di kawasan Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong tergolong dalam katagori topografi sedikit bergelombang dan agak rata, kemiringan lereng 8-15% dengan ketinggian 25 m dpl. Keadaan topografi tersaji pada Gambar 10.
Gambar 10 Peta Topografi dan Kemiringan Lahan hal 32
33
Kawasan dengan sebagian besar elemen lanskapnya terdiri dari permukiman penduduk, empang, lahan kosong, kebun, makam dan pekarangan di sekitar rumah penduduk. Luas dan kelas kemiringan lereng dengan penggunaan aktivitas terbatas dalam katagori rendah, sedang, tinggi, tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Kemiringan Lahan. No
1. 2. 3.
Kelas Kemiringan Lahan 0-8% 8 -15 % > 15 % Total
Luas Kawasan (%)
Luas Kawasan (%)
129.690 16.615 3.695 150.000
86.04 11.48 2.48 100.00
Tingkat Pembatas Penggunaan untuk Aktivitas Rendah Sedang Tinggi
Sumber: Hasil Pengolahan Data Biro Bina Program DKI (2001). Penggunaan meliputi area piknik, tempat beramin, path and trail, kemah, dan off rod
Berdasarkan kondisi kawasan, maka kawasan tidak menjadi kendala untuk dikembangkan menjadi kawasan terbangun karena sebagian besar terdiri dari tanah datar, kecuali empang/rawa memerlukan pematangan tanah dengan penimbunan sesuai dengan kedalamannya.
Geologi Sifat fisik tanah umumnya berdaya dukung dari sedang hingga baik, yang merupakan dataran hasil sedimentasi dari tekstur sedang, berat kadar liat lebih 60% dengan sikma tanah 0.6–0.8 kg/cm ² dan daya infiltrasinya tergolong lambat sampai sedang. Derajat kemasaman tanah, agak asam (pH,H2 O 6.0 –7.5) dan bahan organik kadar rendah hingga agak sedang (3-1%) di lapisan atas. Untuk daya absorpsi sedang hingga rendah, makin tua
bahan induk, makin merah
warnanya makin rendah dan permeabilitas sedang-tinggi dengan kepekaan tanah terhadap erosi kecil (Direktorat Geologi l969). Jenis tanah latosol berwarna coklat sampai kemerahan, (Podzolid Merah kuning) dan bahan induk tuf volkan intermedier, tekstur sedang sampai berat
34
(kadar liat lebih 60%) dan termasuk dalam katagori tanah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah cukup baik (Tabel 3 dan Gambar 11). Keadaan geologi danau dari endapan Pleistocenae dan geologi daratan adalah endapan alluvium. Kondisi batuan terdiri dari Vulkanik Muda (Kipas Aluvial) yang tersusun oleh lempung tufa, pasir tufa, konglomerat dan endapan lahar, pelapukan dalam makin keselatan butir semakin besar dan lereng- lereng makin stabil, kelulusan makin tinggi dan air tanah semakin dalam. Secara kimiawi air tanah (Laterit air tanah) mempunyai kemasaman tanah agak asam (pH-H2 O 4.5 – 6.0), bahan organik tergolong rendah (± 2%) atau (14%) dan absorpsi tanah menurun ke bawah termasuk sedang (15-30 m) makin ke bawah meningkat. Perbaikan drainase kawasan diperlukan karena sifat fisik tanah kurang sesuai adalah sedang baik dengan kandungan zat organik dan unsur hara yang rendah (3-10 %) dengan kedalaman efektif yang dangkal.
Tabel 3 Sifat dan Corak Tanah Setu Babakan No
Sifat Tanah
1
Latosol
Sifat dan Corak Tanah Sifat -Kemasaman -Zat Organik -Daya Absorpsi
2.
Laterit Air Tanah
-Permebilitas -Kepekaan erosi Sifat -Kemasaman -Zat Organik -Daya Absorpsi
3.
Laterit Air Tanah
-Unsur Hara -Permeabilitas -Kepekaan erosi Sifat corak -Solum dangkal -Horison dengan gley -Warna merah hingga kelabu, chroma maksimum -Tekstur liat, liat maksimum -Struktur remeh di atas, makin kebawah pejal -Konstruksi gambar makin ke bawah teguh
Corak Tanah -Kemasaman hingga agak asam (ph, H2O 6.0-7..5) -Kadar rendah hingga agak sedang (3-10%) di lapisan atas, menurun ke bawah -Sedang hingga rendah, makin tua bahan induk atau makin merah warnanya makin rendah -Sedang-baik -Kecil Corak Tanah -Kemasaman hingga agak asam (pH H 2O4.5 – 6.0) -Rendah (1-4%) menurun ke bawah -Sedang (15-30 m) makin ke bawah meningkat -Buruk -Buruk -Kecil -Kecil
35
-Lapisan akumulasi besi sering memadas, hampir selalu jenuh air. Sumber: Biro Bina Program DKI, (2001)
Gambar 11 Peta Geologi Kawasan Perkampungan Budaya Betawi hal 35
36
Hidrologi Hidrologi di kawasan, setu Babakan dan setu Mangga Bolong sebagai sumber mata air, dengan empat mata air yang berasal dari sungai Pitara, Setu Mangga Bolong, dan Kali Baru Barat serta Kali cabang Tengah. Menurut Bintal DKI Jakarta (2001) inlet Setu Babakan dari Kali Baru Barat banyak mengandung bahan organik, sampah padat dan erosi tanah mengalir masuk ke Setu. Adanya peternakan dan industri kecil yang mempergunakan bahan-bahan kimia, dialirkan ke setu secara langsung tanpa perlakuan terlebih dahulu. Berdasarkan Bapeldalda DKI Jakarta (2001) keadaan air danau relatif tenang dengan kedalaman ± 50 m, sedangkan drainase kawasan dengan sistem stroret, kualitas air permukaan danau di kawasan untuk golongan C di 3 zonasi (inlet, tengah, outlet) termasuk katagori buruk dan tidak diizinkan untuk dipergunakan sebagai usaha tambak perikanan dan peternakan. hidrologi kawasan. Hidrologi kawasan tersaji pada Gambar 12. Kandungan oksigen Biologi BOD (Biochemical Oxygen Demand) untuk golongan B di Mangga Bolong, inlet Setu Babakan dipenuhi limbah domestik dengan nilai Baku Mutu 11.95-15.75 mg/l (Golongan B, Baku Mutu = 10 mgl). Untuk golongan D pada semua titik berada di bawah Baku Mutu. Nilai baku untuk kebutuhan oksigen kimawi COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar untuk golongan B di inlet dan out let Setu Babakan serta seluruh permukaannya, inlet bagian tengah dekat keramba berkisar antara 20.95 – 35.05 mg/l (Baku Mutu Gol B = 20 mg/l). Kondisi tersebut telah melampaui nilai baku mutu. Untuk golongan D untuk inlet bagian (luar) Setu, dalam kondisi telah melampaui baku mutu yang diizinkan sebesar 35.05 mg/l (Baku Mutu Gol D = 30 mg/l). Saluran kanal irigasi mengelilingi kawasan sebagai pengendali banjir. Fisik kanal saluran irigasi berfungsi sebagai in let untuk Setu Babakan maupun Setu Mangga Bolong dengan, lebar profil basah 2.75 m, kedalaman air 1.50 m, kecepatan aliran = 0.35 m, debit sesaat =1.45 m3/detik (Gambar 13). Seluruh
37
permukaan Setu Mangga Bolong dipenuhi oleh tumbuhan eceng gondok (Etchornia crassipes) dan genjer (Limnocharis flava) (Gambar 14). Sempadan danau ditanami singkong (Manihot esculenta Crantz), pepaya (Carica papaya L), pisang (Musa paradisiaca).
Gambar 12 Peta Hidrologi dan Drainase Tapak hal 37
38
Gambar 13 Kondisi Saluran Irigasi pada saat musim kemarau.
Gambar 14 Kondisi Setu Mangga Bolong Ditumbuhi eceng gondok dan sampah. Kebutuhan air bersih menggunakan sumur artesis (sumur dangkal) sebagai sumber air bersih untuk keperluan sehari- hari. menggunakan air dari dalam tanah dengan kreteria kualitas muka air tanah dangkal berkedalaman sekitar 8-10 meter. Disarankan pengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik/rumah tangga menggunakan sumur bor/artesis dan sumur gali pada kedalaman > 40 m dengan debit maksimum 160 m³/detik dan lama pemompaan 18 jam/hari (Direktorat
39
Geologi Tata lingkungan 1997/l999). Menurut standar Peraturan menteri kesehatan No.416/MENKES/PER/IX/1990, sedangkan kualitas air sumur di sekitar Setu Babakan secara umum masih berada di bawah baku mutu. yang diperbolehkan dengan unsur Cadmium (Cn) sedikit berada diatas Baku Mutu (0.007 mg/l. BM= 0.05 mg/l). Vegetasi Vegetasi di Perkampungan Budaya Betawi terbagi menjadi (a) tanaman kebun, (b) tanaman pekarangan, (c) tanaman tepi jalan dan tamanan lainnya. Jenis tanaman tersebut terdiri atas: a) Vegetasi kebun yaitu, belimbing (Averhoa carambola L), rambutan (Nephelium lappaceum L), melinjo (Gnetum gnemon ), pisang (Musa sp), pepaya (Carica papaya), kelapa (Cocos nucifera), singkong (Manihot esculenta Crantz), mengkudu (Morinda citrifolia), bambu (Bambusa sp). b) Vegetasi pekarangan terdiri dari tanaman keras, tanaman hias, tanaman obat obatan dan tanaman bumbu. Tanaman pekarangan, tanaman keras seperti, belimbing (Averhoa carambola L), rambutan (Nephelium lappaceum, L), melinjo (Gnetum gnemon ), kecapi (Sandoricum koetjape), gowok (Syzgiumi polycipallum), bluntas (Pluchea indica Less), kenangga (Canangium odoratum Baill), pandan (Pandanus tectorius Park), daun suji (Pleomele sp), cingcau (Cyelea barbata), daun kelor, nona makan sirih (Clerodendrum thomsona). Tanaman obat dan tanaman bumbu seperti, jahe (Zingiber offcinale Rosc), bangle (Zingiber perpareum), kencur (Kaempferia galanga), secang (Caesalpinia sappan), cingcau (Cyclea barbara Miers) dan daun katuk (Sauropis anchoginus L), jarak (Jatropha multifida), kembang teleng (Clitoria tematea) serta kumis kucing (Orthociphor aristatus), daun dewa (Gynura segetum), dan lain- lainnya. Tanaman hias yang dibudidayakan oleh masyarakat yaitu, palem phoenik (Phoenix robllini), kemuning (Murraya paniculata), palem putri (Vietchia merillii), daun mangkokan (Neth pcscutellarium), soka (Ixora Spp), kembang sepatu (Malvaviseus abarcus), mawar (Rose hybrida), hanjuang (Cordyline robllini), lidah mertua (Sanseviera intrifasciata) dan lain- lain.
40
c) Tanamanan tepi jalan yaitu: angsana (Prerocarpus indicus Wiil), flamboyan (Delonix regia), waru (Hibiscus tiliaceus L), mahoni (Swietenia mahagoni) Pada Lampiran 1 tersaji jenis, fungsi dan frekuensi tumbuhan di Setu Babakan yang dikatagorikan sedikit (1-20 pekarangan), sedang (21-40 pekarangan), banyak 41-100 pekarangan). Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI No. 2359 tentang tanaman yang dilindungi, maka Pemda DKI merencanakan menanam tanaman sebanyak 29 jenis, meliputi tanaman buah, saat ini sudah ditanam sebanyak 16 jenis ditanam sepanjang tepi danau. Jumlah pohon yang direncanakan oleh Dinas Pertamanan dan Dinas Kehutanan DKI berjumlah 250 pohon terbagi 2 (dua): tanaman buah langka (bisbol, buah nona, duku condet, durian sitokong, gandaria) dan tanaman penunjang ekonomi (rambutan, melinjo, kecapi, belimbing). Lokasi tanam tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 15 penyebaran vegetasi di lokasi.
Tabel 4 Rencana Penanaman Pohon oleh Pemda DKI Jakarta
Tepi Danau
Pekarangan
Kebun
Fungsi
Keterangan
v
v
v
Sudah ditanam
v
v
Sudah ditanam
No
Nama Lokal
1
Buni
Antidesma bunius
Tanaman Buah
2
Buah Nona
Annona aquamosa
Tanaman Buah
3
Bisbol
Tananam Buah
4
Duku Condet
Dyospyros philippinensis sp Lansium domesticum
Tanaman Buah
v
v
Sudah ditanam
5
Durio zibetninus
Tanaman Buah
v
v
Belum ditanam
Durio zibetninus
Tanaman Buah
v
v
Belum ditanam
7
Durian Cipaku Durian Sitogkong Gandaria
Bouea macrophylla
Tanaman Buah
v
v
Bulum ditanam
8
Gowok
Syzygium polycephallum
Tananam Buah
v
v
Sudah ditanam
9
Jabu Biji
Psidium guaja ya
Tanaman Buah
v
Belum ditanam
10
Jambu Bol
Syzygium malaccensis
Tanaman Buah
11
Syzgium cumini
Tanaman Buah
12
Jamblang/ Duwet Jabu Biji
Psidium guajaya
13
Kuweni
14
Kepel
15
Kawista Batu
6
Nama Latin
Tepi Jalan
Lokasi
v
v
v
Sudah ditanam
v
v
Sudah ditanam
v
Sudah ditanam
Tanaman Buah
v
Belum ditanam
Mangifera odorata
Tananam Buah
v
Sudah ditanam
Stelechocarpus burahol Hooll. F.& Th Feronia limonia
Tanaman Buah
v
Tanaman Buah
v
v
v
Belum ditanam v
Belum ditanam
41
16
Kecapi
Sandoricum koetjape
Tanaman Buah
v
v
Sudah ditanam
17
Kemang
Mangifera odorata
Tanaman Buah
v
v
Sudah ditanam
18
Matoa
Pometia pinnata
Tananam Buah
v
v
Belum ditanam
19
Maliki
20
Mengkudu
Morinda citrifolia
Tanaman Buah
21
Menteng
Baccauria resemosa
Tanaman Buah
22
Leci
Liechi chinensis
Tanaman Buah
Tanaman Buah
v
v
Belum ditanam v v
Sudah ditanam Sudah ditanam
v
Belum ditanam
41
Lanjutan Tabel 4 Rencana Penanaman Pohon oleh Pemda DKI Jakarta. 23
Lobi-lobi
Flacourtia inermis
Tananam Buah
v
v
24
Nam-nam
Cynometra cauliflora
Tanaman Buah
v
v
25
Rukem
Falcourtia rukam
Tanaman Buah
v
v
26
Manilkara zapota
Tanaman Buah
v
v
v
27
Sawo manila Sawo kecik
Manilkara kauki
Tanaman Buah
v
v
v
28
Salak
Salacca zalacco
Tananam Buah
29
Sirsak
Annona muricata
Tanaman Buah
v v
v
Sudah ditanam Sudah ditanam Sudah ditanam Sudah ditanam Sudah ditanam Sudah ditanam Sudah ditanam
Fauna Satwa yang hidup disekitar PBB merupakan satwa cosmopolitan dalam arti dapat dijumpai di mana- mana, tidak terdapat satwa langka yang dilindungi undang-undang. Jenis burung kutilang (Pyhcnonotus cafer), beo (Gracula religiesa), merpati (Colombia livia), poksai (Grarruax chinesis), gereja (Puser montanus), burung pipit (Nectarinia jagalaris), perkutut (Grarruax chinesis), hantu (Trytonidae/Strigidae), puyuh (Coturnix japanica), kambing (Capra hircus), anjing (Canis familiaris), kucing (Felix domesticus), ayam (Gallus sp), angsa (Anser cygnoides). Ekosistem perairan danau saat ini oleh sebagian besar masyarakat dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan budidaya ikan darat Budidaya ikan meliputi ikan nila (Tilapia nilstica), ikan mas (Cyprus carpio), ikan mujair (Oreochronus mossambtrucs), ikan tawes (Trichogaster sp), gurame (Oshpranemus gourame), dan lele (Clarias batraticus). Budidaya perikanan dilakukan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA), jumlah saat ini ± 40 (KJA) orang, dan area pemancingan umum di sekeliling setu.
Kondisi Fisik Kondisi fisik kawasan menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat yang bermukim di dalam kawasan. Kondisi fisik tapak meliputi, tata guna lahan, fasilitas sirkulasi dan kehidupan masyarakat yang bermukim denga n pola pekarangan yang menliputi bentuk arsitektur bangunan. Keadaan kualitas visual sebagai sumberdaya alam kawasan, serta fasilitas umum dan sosial.
42
Gambar 15 Peta Penyebaran Vegetasi, hal 42
43
Tata Guna Lahan Pola penggunaan lahan dibedakan menjadi dua yaitu, kawasan tidak terbangun ± 53.2% (RTH, kebun campuran, tegalan, tanah kosong, dan rawa, empang) dan kawasan terbangun ± 46.8% (lahan permukiman, jasa industri, perdangan, perkantoran serta fasilitas umum) (Tabel 5 dan Gambar 16). Tabel 5 Penggunaan Lahan di Setu Babakan Terbangun No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Penggunaan Permukiman Jasa Industri/ Perdagangan Jalan Fasilitas Jumlah
Luas (Ha) 46.86 6.6 8.58 15.83 77.87
Tidak Terbangun (%)
Jenis Penggunaann
Luas (Ha)
(%)
27.4 4.0
Permakaman (RTH) Tanah Kosong
20.79 15.83
12.6 10.2
5.2 10.2 46.8
Danau Kebun Campuran Pekarangan Jumlah
7.26 19.14 23.76 86.78
4.4 11.6 14.4 53.2
(a)
(b)
©
(d)
Gambar 16 Penggunaan Lahan, sebagai, (a) Danau, (b), Pekaranga n (c) Empang, (d) Kebun Buah.
44
Fasilitas Sirkulasi Sirkulasi di kawasan terbagi dua, sirkulasi jalan di luar kawasan dan di dalam kawasan. Sirkulasi di luar kawasan meliputi, jalan Srengseng Sawah yang membagi kawasan menjadi dua bagian dan dilintasi oleh angkutan umum Kopaja 605 dan angkot 83, untuk jalan Moh. Kahfi 2 dilintasi oleh Kopaja 616. Sedangkan sirkulasi dalam kawasan, jalan lokal dan jalan lingkungan didominasi oleh jalan lebar 3 meter, dengan lapisan jalan cone block dan cor semen, di lingkungan Setu Babakan dan Mangga Bolong dengan lebar jalan 1.5 m. Jalan tanah sepanjang tepi danau sangat licin dan becek terutama setelah turun hujan. Secara umum jaringan jalan masih sangat menyulitkan bagi kendaraan beroda empat apabila bersimpangan. Finishing fisik jalan dengan cone block dan lebar jalan 5 m dan dapat dilintasi kendaraan untuk dua arah (Gambar 17).
(a)
(b)
Gambar 17 Kondisi Fisik Jalan ,(a) Cone Block (kiri) dan (b) Jalan Cor Semen
Permukiman Secara umum pola permukiman di kawasan terlihat dari tata letak dan orientasi rumah-rumah yang berkembang secara individual. Rumah-rumah berkembang bukan secara komunal (mempunya i aturan tertentu), sehingga terkesan tidak teratur. Menurut Sitepu (l992), pola permukiman yang tidak teratur adalah ciri dari pola permukiman “Betawi Pinggir“. Setu Babakan tergolong dalam kelompok tersebut. Peningkatan densitas permukiman saat ini, harus ditekan untuk menghindari perubahan karakter kawasan. Perubahan tersebut
45
terjadi akibat dari berbagai faktor kebutuhan ekonomi. Kebutuhan untuk kemudahan mencapai jalan utama, sehingga terjadi perubahan orientasi pola permukiman (pola bagian dalam menjadi pola bagian luar). Gambar 18 memperlihatkan sketsa pola permukiman di kawasan Perkampungan Budaya Betawi.secara
umum
sedangkan
Gambar
19
menunjukkan
sketsa pola
permukiman bagian luar dan pola permukiman bagian dalam. Pola permukiman di Setu Babakan terdiri dari dua karakter: 1) Pola permukiman bagian luar dekat dengan jalan utama dengan ciri-ciri: (a) Orentasi rumah-rumah pada umumnya menghadap ke jalan utama serta membelakangi pekarangan, (b) rumah-rumah berjajar sepanjang jalan utama
dengan jarak saling berjauhan, tetapi kadang-kadang ada yang
berdekatan, (c) rumah-rumah dibatasi oleh pagar tanaman, tetapi kadangkadang dibatasi oleh pohon dan memiliki pekarangan yang cukup luas. 2) Pola permukiman bagian dalam menghadap pekarangan/kebun atau jalan lingkungan. Rumah-rumah berjajar sepanjang jalan lingkungan. Kondisi lebar jalan 3 meter. Massa bangunan cenderung berorientasi ke jalan dengan bagian belakang menghadap ke kebun atau ruang terbuka. Tetapi kadang-kadang
rumah-rumah
mengelompok
dengan
letak
saling
berdekatan satu sama lain sehingga terlihat sangat padat. Batas pekarangan dibatasi oleh pagar tanaman atau “pagar jaro” (bambu). Saat ini batas pekarangan sudah mempergunakan pagar permanen seperti pagar besi dan dinding bata.
Pola Pekarangan Pola ruang pekarangan kawasan seharusnya masih dipengaruhi oleh pola pekarangan tradisional yang ada di pulau Jawa (Syafwandi l996). Menurut Arifin et, al (l998 a) pekarangan adalah lahan terbuka bagian dari rumah dengan batas kepemilikan yang jelas. Pola pekarangan di Setu Babakan pada umumnya berada di tengah atau agak ke belakang. Pada bagian belakang rumah terdapat pula sumur dan jamban (kamar mandi, w c serta kandang ternak jika ada.
46
Jl. Moch Kahfi II (Jalan Utama) Saluran Irigasi
Masjid Pekarangan
Pekarangann
Pekarangan
Pekarangan
Masjid Masjid Pekarangan
Danau Danau Pekarangan Masjid Pekarangan
Makam
Pekarangan Masjid Baitul Iman
Keterangan: Masjid Rumah Penduduk UTARA Gambar 19 Sketsa Pola Permukiman di Setu Babakan.
Makam
Gambar 18 Sketsa Pola Permukiman secara umum di Setu Babakan
Jln. Moch.Kahfi 2 Saluran irigasi
Kebun/pe karangan
Pekarangan Rumah Rumah
Rumah
(a)
(b)
Gambar 19 Sketsa Pola Permukiman (a) Bagian Luar, (b) dan Pola Bagian Dalam
47
Tetapi kadang-kadang terdapat pula tanaman sayuran atau tanaman bumbu untuk konsumsi sehari- hari. Sebagian dari warga masih mempunyai pekarangan yang cukup luas berkisar 100-500 m ². Pola penggunaan lahan tersaji pada Gambar 20.
c
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 20 Beberapa Penggunaan Pekaranga n sebagai, (a) Ruang Terbuka, (b) Nursery, (c) Tempat Menjemur, (d) Kebun Buah Pada umumnya rumah berada di tengah atau agak ke belakang dan berorientasi ke jalan. Bagian tengah dan samping serta bagian belakang ditanami tanaman produktif, tanaman obat-obatan atau sebagai area pembibitan tanaman hias. Beberapa penduduk juga mempunyai kebun campuran yang terpisah dari lahan pekarangan yang ditanami tanaman produktif. Jenis tanaman produktif seperti: mangga, jamb u. pisang, nangka, pepaya kelapa dan lain- lain. Karena sistim
pewarisan,
sehingga
terjadi
fragmentasi
lahan
pekarangan
atau
pembangunan rumah tinggal baru bagi keturunannya dan pada umumnya rumahrumah mengelilingi ruang terbuka. Ada perbedaan zonasi pekarangan Betawi dan Jawa Barat, karena menurut Arifin, et. al (1998 b), zona ruang terbuka pekarangan di Jawa Barat, terbagi tiga yaitu: halaman depan (buruan), halaman samping
48
kiri/kanan (pipir), serta halaman belakang (kebon). Semua itu terjadi karena keterbatasan serta desakan ekonomi masyarakat, sehingga menyebabkan permukiman menjadi semakin kian padat dan tidak teratur, pekarangan, kebun menjadi semakin sempit dan berkurang. Secara umum pola pekarangan di kawasan terbagi dua yaitu, pola pekarangan di tepi jalan (luar) dan pola pekarangan pada bagian dalam. 1) Pola pekarangan yang berada di tepi jalan utama (Jln Moh Kahfi 2) terdiri atas Rumah-rumah yang menghadap dan berjajar sepanjang jalan. Pola pekarangan yang terdiri atas, (a) pekarangan pada umumnya ditanami dengan pohon produktif vegetasi buah-buahan seperti belimbing, mangga, rambutan, melinjo erta tanaman nursery dan obat-obatan, (b) pada pekarangan bagian belakang erdapat kebun pembibitan tanaman hias (nursery) dan tanaman buah-buahan. contoh ruma h bapak Sarni luas pekarangan 3.000 m² dan 1.700 m² bapak Bani. 2) Pola pekarangan bagian dalam pada umumnya terdiri dari rumah-rumah bergerombol dan saling berdesakkan menghadap kebun/ruang terbuka. 3) Konsep air di depan rumah sudah di tinggalkan oleh sebagian besar masyarakat kawasan. Sketsa pola pekarangan tersaji pada Gambar 21.
Arsitektur Bangunan Secara umum arsitektur bangunan rumah Betawi bercirikan dengan listplank “gigi balang “ di letakkan pada bagian atas dan “langkan “ diletakkan pada bagian bawah (teras/ paseban) berfungsi sebagai pagar teras. Jumlah rumah di kawasan 10.879 unit (Biro Bina Program 2000), terdiri dari rumah permanen dan semi permanen serta sedang/sederhana dengan kepadatan sedang. Secara umum rumah-rumah di Setu Babakan menghadap ke jalan. Kondisi ini disebabkan oleh karena desakan ekonomi masyarakat, sehingga rumah-rumah terdesak ke daerah yang lebih padat penduduknya. Hasil observasi di tapak dari 879 unit rumah terbag atas: (1) rumah asli 200 rumah (22.75 %) bercirikan arsitektur Betawi, (2) tidak bercirikan arsitektur Betawi sebanyak 679 rumah 77.25 %. Dari kelompok yang tidak berciri arsitektur asli Betawi, sebenarnya termasuk bangunan-bangunan yang mempunyai sebagian ornamen
49
Gambar 21 Sketsa Beberapa Contoh Pola Pekarangan hal. 49
50
Betawi (Gambar 22). Selain itu ada beberapa rumah yang melekat pada tanah dan berada diatas umpak setinggi ± 50 cm (Gambar 23)
(a)
(b)
©
Gambar 22 Keragaman Arsitektur Bangunan Di Setu Babakan, (a) Arsitektur Betawi, (b)Arsitektur bercirikan hanya pada bagian atas, (c) Arsitektur Moderen
(a)
(b)
Gambar 23 Kedudukan Posisi Bangunan Arsitetur Betawi terhadap tanah, (a) Melekat pada Tanah,(b) Berada di atas Umpak Bangunan arsitektur Betawi dicirikan dari bentuk listplank dengan sebutan “gigi balang” yang terletak pada bagian atas bangunan. Sedangkan pada bagian bawah
51
terdapat “langkan”. Langkan terletak pada teras atau dengan kata lain “paseban” yang dipasang memutar. Selain kedua detail arsitektur tersebut ciri lain seperti bentuk jendela dengan bentuk setengah lingkaran pada bagian atas, dan untuk bentuk
daun
jendela
krepyak.
Jendela
segi
empat
pada
bagian
atas
mempergunakan kaca berwarna dengan pola flora diselesaikan dengan sistem patri.Beberapa elemen estetika lainnya sebagai pelengkap bangunan seperti bunga matahari, konsol besi. Elemen estetika bangunan disajikan pada Gambar 24.
(a)
(b)
( c) (d) Gambar 24 Detail Arsitektur Betawi, (a) Langkan, (b) Gigi Balang dan Konsol besi, (c) Jendela Setengah Lingkaran, (d) Jendela Krepyak Empat Persegi Panjang.
Kualitas Visual Kualitas visual lanskap di kawasan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1) Visual yang dapat mendukung kawasan (good view) terdiri dari potensi keadaan khas visual alam yang asri dan berbagai macam jenis tanaman, serta pola permukiman khas Betawi dengan arsitektur tradisionalnya, aktivitas penduduk sehari- hari pada kawasan seperti: tata cara hidup,
52
kesenian. Kegiatan “ngubak empang,” memancing, menjala ikan secara tradisional. 2) Visual yang tidak mendukung kawasan (bad view) terdiri dari: Kondisi danau Setu Babakan jauh lebih baik dari kondisi Setu Mangga Bolong, karena danau dalam keadaan ditimbuni tanah dan banyak rumah-rumah liar berada di atas lahan tersebut, rawa/kolam juga sudah berubah fungsi. 3) Visual danau Setu Babakan yang begitu indah tercemar oleh banyaknya Keramba Jaring Apung tidak beraturan dan semakin bertambah jumlahnya. Sehingga kualitas visual dan air danau terjadi penurunan warna air terjadi perubahan. Dampak terkena langsung terutama pada ikan, karena tidak adanya tanaman semak belukar yang berfungsi untuk menyembunyikan telur. Banyaknya KJA menambah
menurunnya kwalitas visual danau
(Gambar 25).
Fasilitas Umum dan Sosial Sarana fasilitas umum di lokasi Perkampungan Budaya Betawi sebagai kelengkapan sarana dan prasarana suatu kawasan seperti: 1) Sarana fasilitas jalan, merupakan salah satu sarana yang sangat dibutuhan oleh masyarakat. Demi kenyamanan maka penyediaan fasilitas jalan dilakukan pembuatan jalan dan perkerasan seperti pada RT 009, (Jln. Haji Mali lebar
jalan 1.60 meter, sepanjang 1.200 meter) dan pembuatan
saluran drainase sepanjang 900 meter, dengan biaya SUDIN PU Jakarta Selatan. Perkerasan jalan (semen), sepanjang 130 meter (RT 003), 100 meter (RT.008), 30 meter (RT.008), perkerasan Cone Block sepanjang Setu Babakan (500 meter) Pekerjaan jalan tersebut melalui.padat karya DEPNAKER dan DEPSOS serta kepedulian masyarakat terhadap lingkunganya dengan swadaya untuk tercipta lingkungan yang layak. 2) Sarana fasilitas ekonomi sosial, fasilitas Ekonomi, pembangunan sektor bengkel, industri, perusahaan roti, pabrik tahu dan kelompok Koperasi Wanita Tani Ayu Lestari yang memproduksi sari buah belimbing
dan
bier pletok. Selain kegiatan tersebut diatas terdapat sentra ekonomi, seperti PT. Fitnotek Unggul, SPBU.
53
Gambar 15 Kondisi Visual Kawasan, hal 53
54
3) Sarana Fasilitas pendidikan, di era globalisasi ini pendidikan mempunyai peranan penting, agar manusia Indonesia dapat membangun bangsa dan negara. Sarana pendidikan di kawasan terdiri dari Taman Pendidikan AlQur’an, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Kejuran Teladan, Perguruan Tinggi Institut Sekolah Tinggi Nasional dan Yayasan Desa Putra. Kegiatan membaca AlQur’an dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja setiap hari selasa pagi, serta laki- laki pada malam hari. 4) Sarana fasilitas ibadah, karena mayoritas masyarakat kawasan beragama Islam membutuhkan sarana ibadah sebagai interaksi dengan sang pencipta.pada masjid (masjid Nurul Fajri, Al- Taubah, An-Nur, Al-Jariah, Nurul Iman, Al-Ikhlas). Masjid Bailtul Mak’mur sebagai masjid paling besar dibangun dengan mempergunakan dana dari Pemda DKI dan Dinas Pariwasata Jakarta Selatan. 5) Sarana fasilitas olahraga, tesedia untuk membentuk manusia sehat, jasmani dan
rohani
membutuhkan
ruang-ruang
terbuka
seperti
lapangan
bulutangkis, lapangan volly. 6) Sarana budaya, terpenuhi sesuai dengan kawasan fungsi Setu Babakan sebagai kawasan wisata budaya dan permukiman Betawi.Untuk itu Pemda DKI khususnya Dinas Pariwisata, Dinas Seni dan Budaya bekerja sama dengan LKB memberikan bantuan seperangakat alat musik kesenian gambang kromong, disalurkan melalui karang taruna.
Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Kependudukan Jumlah penduduk di kelurahan Srengseng Sawah pada tahun 2000 sebesar 43.580 jiwa, terdiri dari 19 RW dan 156 RT dengan tingkat kepadatan penduduk 6.459 jiwa/Km2. Angka mobilitas penduduk untuk angka kelahiran 384 jiwa, angka kematian 164 jiwa dan kedatangan 1.313 jiwa. Pada tingkat kampung Setu Babakan tahun 2002 terdiri dari 4 RW dengan jumlah penduduk 15.230 orang
55
meliputi RW 05= 2.999 orang, RW= 3.667 orang, RW 07= 4.315 orang dan RW 08= 4.249 jiwa (Tabel 6). Peta persebaran penduduk pada tingkat RW kampung Setu Babakan tersaji pada Gambar 26
Tabel 6 Jumlah Penduduk tahun 2002 di Setu Babakan No
Lokasi
Jumlah Penduduk
1 2 3 4
RW 05 RW 06 RW 07 RW 08 Jumlah
2.999 0rang 3.667 0rang 4.315 0rang 4.249 0rang 15.230 0rang
(%) 19.70 24.08 28.33 27.89 100.00
Jika dilihat dari sebaran etnis Betawi, maka RW 08 merupakan RW dengan penduduk Betawi asli paling besar yaitu: 75 % berdasarkan persebarannya (Tabel 7). Persebaran penduduk asli dan pendatang tersaji pada Gambar 27. Sedangkan RW 05 merupakan RW dengan penduduk Betawi paling kecil sebesar 5 %.
Tabel 7 Prosentase Penduduk Asli dan Pendatang No 1 2 3
Penduduk Pendatang Campuran Asli Betawi Junlah
RW 05 (%) 85 10 5 100
RW 06 (%) 40 40 20 100
RW 07 (%) 55 20 25 100
RW 08 (%) 15 10 75 100
Sosial Ekonomi Mata pencaharian penduduk di kawasan PBB sangat beragam meliputi berbagai profesi seperti petani kebun, pencari ikan di danau, pedagang buahbuahan dan tanaman hias. Mata pencaharian penduduk meliputi, 1.538 orang pegawai negri sipil, 1.940 orang pegawai swasta, 2.069 orang pedagang, 615 orang ABRI dan Polri, 1.826 orang petani/nelayan danau. Sedangkan 4.331 orang buruh dan pesiunan/penganguran 414 orang. Komposisi jenis profesi dikawasan Setu Babakan tersaji pada
(Tabel
8). Berdasarkan hasil survey responden,
penghasilan paling rendah dihasilkan oleh buruh dan pedagang sebesar Rp.600.000,- sampai dengan Rp. 750.000,- per bulan. Sedangkan bagi yang berpendidikan tinggi dan wiraswasta cenderung berpenghasilan diatas Rp. 1.500.000,- per bulan Tabel 9.
56
Gambar 26 Peta Persebaran Penduduk hal.56
57
Gambar 27 Peta Persebaran Penduduk Asli Dan Pendatang hal. 57
58
Tabel 8 Kompisisi Jenis Profesi di Kawasan No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Mata Pencaharian Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Pedagang ABRI dan POLRI Petani/nalayan Buruh Pensiunan/penganguran Jumlah
Jumlah
Prosen (%)
1.538 1.940 2.069 615 1.826 4.331 414 12.733
12.08 15.37 16.00 5.00 15.54 34.01 3.00 100.00
Tabel 9 Komposisi Tingkat Pendapat per bulan Masyarakat di Kawasan. No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat Pendapatan Per bulan (rupiah)
Jumlah Responden (%)
Frekwensi
Prosentase
16 14 10 8 7 5 60
26.55 23.30 17 13.30 11.65 8.30 100.00
<
Rp. 750.000,Rp. 750.000, - Rp. 1.000.000,Rp. 1.000.000, - Rp. 1.250.000,Rp. 1.750.000, - Rp. 1.500.000,> Rp. 1.5.000.000,Tidak menjawab Jumlah
Keterangan: Hasil survey kuisioner (n=60)
Sarana perekonomian ditandai dengan adanya 276 warung 30 toko, 12 toko material, 20 rumah makan, 12 peternakan, 35 ind ustri rumah tangga, termasuk usaha bier pletok sari buah belimbing, kue-kue dan dodol, serta kue bawang, wajik dan akar kelapa. Sosial Budaya Aktivitas sosial budaya dan kesenian Betawi di kawasan secara umum masyarakat Setu Babakan masih melaksanakan kegiatan upacara budaya secara utuh terutama pada RW 08 (mayoritas penduduk Betawi asli). Sedangkan pada RW 05 dan RW 07 sudah jarang melakukannya (penduduk campuran) dan untuk RW 06 sudah tidak melakukan kegiatan (mayoritas penduduk pendatang). Aktivitas budaya yang masih dilakukan meliputi: 1) Aktivitas upacara adat yang berkaitan dengan adat istiadat dan tata cara hidup (mengaji, tamat qur’an, ngubak empang, kerja bakti). 2) Aktivitas upacara adat istiadat yang berkaitan dengan daur kehidupan manusia (upacara pengantin, nujuh bulan, akekah, cukur tambut, sunatan,
59
kerja bakti, ngubak empang). 3) Upacara yang berkaitan dengan keagamaan (mengaji, tamat Qur”an, , Idul Fitri, Idul Adha, Nispu, Maulid Nabi, Kematian). Presentasi masyarakat Betawi dan non Betawi yang masih melakukan upacara adat tersaji pada Tabel 10. Tabel 10 Presentasi Masyarakat Betawi dan Non Betawi yang masih Melakukan Upacara adat. No
Kegiatan Upacara Adat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kelahiran Pemberian nama Khitanan Pertunangan Pesta Perkawinan Tujuh Bulan Kehamilan Peringatan Tiga Hari Wafat Peringatan Empatpuluh Hari Wafat
Melakukan Upacara Adat Istiadat (%) Betawi Non Betawi 36.84 26.32 52.63 26.32 57.89 52.63 57.89 57.89
25.80 22.58 51.61 25.80 51.61 25.80 58.06 32.26
Sumber Bintal DKI, 2002
Aktivitas kesenian Betawi di Setu Babakan, menurut Biro Bina Mental dan Spritual DKI Jakarta (2000) meliputi: (1) Kesenian Tari seperti, tari zapin, topeng, samrah, ondel-ondel, (2) Kesenian Drama seperti, Le nong Betawi, jinong, Umbruk Betawi, (3) Kesenian Musik seperti, keroncong tugu, rebana, gambang kromong, tanjidor (Tabel 11). Kegiatan kesenian dilakukan karena kesadaran umum diantara masyarakat Betawi pada umumnya. Identifikasi kegiatan budaya tersaji pada Lampiran 2, 3, 4. Menurut Yasmin (l997) secara umum jenis kesenian Betawi yang sudah mulai bangkit kembali dan terkelola dengan baik adalah seni tari seperti: Lenong, Jinong, Jipeng, Topeng, dan Blantek Kegiatan seni musik tradisional Betawi, meliputi: (1) Gambang kromong, (2) Tanjidor, (3) Gamelan Topeng dan Rebana. Semua bentuk kesenian musik dan tari tersebut pada umumnya sebagai pengiring/ kelengkapan kegiatan hajatan/keramaian. Aktivitas pentas kesenian saat ini sudah terjadwal cukup baik dengan frekuensi pertunjukan rutin minimal satu kali pertunjukan dalam satu minggu, dengan tampilan yang berbeda-beda dan pemain yang berbeda serta diatur sesuai jadwal pertunjukan. Beberapa contoh kegiatan aktivitas budaya di kawasan tersaji pada Gambar 28.
60
Tabel 11 Jenis Kegiatan Kesenian yang Terdapat Kawasan Tari
Drama/Teater
Tari Topeng
1. Teater peran dengan tutur
Tari Topeng Tanjidor
Lenong (denes, preman)
Gambang Kromong Asli Gambang Kromong Rancak Gambang Kromong Rancang
Tari Topeng Lenggo
Jinong
Gambang Kromong Kombinasi
Tari Zapin Tari Lenggo Tari Belenggo Rebana Tari Belenggo Ajeng Tari Cokek Tari Pencak Silat Tari Samrah Ondel-ondel Permainan Unjulan/tari unjul
Samrah Wayang (golek,kulit Betawi) Demuluk Rancak Buleng Ubruk Betawi Topeng Betawi Sahibulhikayat 2. Teater tanpa Tutur Ondel-ondel Gembokan
Tanjidor Keroncong Tugu Gamelan Ajeng Gamelan Topeng Samrah/samra Rebana Ketimpring Rebana Ngarak Rebana Maulid Rebana Hadroh Rebana Dor Rebana Qosidah Rebana Maukhid Rebana Burdah Rebana Biang
(a)
(c)
Musik
( b)
(d)
Gambar 28 Kegiatan Budaya Di Setu Babakan, (a) Sepasang Pengantin (b) Ngarak Penganten sunat, (c) Tari Topeng, (d) Lenong Denes
61
Kegiatan kesenian saat ini sudah terealisasi dengan baik karena ditunjang oleh fasilitas panggung terbuka dan plasa. Secara umum kegiatan kesenian dilakukan pada siang hari, tetapi kadang-kadang juga dilakukan pada malam hari. Walaupun sedikitnya jumlah penonton yang diduga karena kurangnya promosi dari pihak pengelola maupun Pemda Dinas Pariwisata DKI dan LKB. Disamping kegiatan dan upacara adat, juga terdapat permainan tradisional (rakyat) seperti, main galah asin, tok kadal, blengket, dampu, tak ingglo, monyet -monyetan, jalangkung, congklak. Pada umumnya permainan tersebut dilakukan pada pekarangan. Gambar 29 menunjukan persebaran kegiatan budaya Betawi di kawasan.
Kebijakan Peraturan dan Rencana Pengembangan Dalam Peraturan Daerah No. 6 tahun l999 mengenai Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta pada pasal 74 dijelaskan tentang Pengembangan wilayah Selatan sebagai daerah resapan air. Untuk pengembangan kawasan PBB, merupakan kebijakan Pemda yang berkaitan dengan sektor pertanian, peternakan, pariwisata, dan konservasi lingkungan. Rencana pengembangan Setu Babakan dari 32 ha menjadi 35 ha dan Setu Mangga Bolong 11 ha menjadi 17 ha. Meliputi lahan tidur disekitar ke dua Setu. Perluasan kedua danau tersebut bertujuan menjadikan kawasan Perkampungan Budaya Betawi menjadi wisata yang kegiatannya sesuai dengan ruang lingkung budaya Betawi. Pengembangan kawasan Setu Babakan selain sebagai kawasan wisata budaya juga akan dikembangakan menjadi wisata air dan agro (Kep. Gub DKI Jakarta No. 92 Tahun 2000). Pengembangan tersebut memanfaatkan potensi sumberdaya alam danau dan vegetasi khas kawasan.
Pengembangan juga
disesuaikan dengan pola penggunaan lahan dan ruang lingkup budaya Betawi dengan segala aktivitasnya. Rencana Pengembangan secara umum terbagi menjadi dua (2) kebijakan yaitu: 1) Kebijakan yang menyangkut pengaturan angka kerapatan bangunan, dengan penetapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 10-20 %. Garis Sempadan Bangunan (GSB) 3 meter untuk bangunan bagian dalam dan 10 meter untuk bangunan bagian luar tepi jalan utama.
62
Gambar 29 Peta Persebaran Budaya hal 62
63
2) Kebijakan tata guna lahan di daerah studi diikuti dengan Pola pembangunan yang mengacu pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Tahun 2005 dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK). Pemilihan kampung Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi berdasarkan kemudahan dalam pegembangan ‘land use” secara optimal dan mampu menarik investasi, meminimalkan penggusuran dan kemudahan akses.
Status dan Fungsi Kawasan Status Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong sebagai daerah Perkampungan Budaya Betawi yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 92 Tahun 2000, dan diperkuat oleh Raperda No.17 Tahun dan Perda tanggal 21 Mei 2004 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan. Kampung Setu Babakan (danau/setu) berfungsi sebagai waduk irigasi dan pengendali tata air dan rekreasi lokal (wisata air dan olah raga air). Maka
kedudukan
kampung
Babakan
memerlukan
pengelolaan
meliputi
manajemen lingkungan. Kegiatan yang ada dalam tapak diharapkan dapat : 1) Menciptakan Kawasan Perkampungan Budaya Betawi bernuansakan khas tradisional yang indah, serasi dengan lingkungan yang nyaman serta bersahabat dan mempunyai nilai jual bagi masyarakat turis lokal, nasional dan internasional. 2) Meciptakan sarana penghijauan dalam rangka menunjang program “langit biru” (KDB) 10-20%) dengan penanaman pohon buah kecapi, ceremai, gandaria, bacang, nam-nam, gowok, salak dan lainnya. 3) Menggunakan lahan di sekitar lokasi difungsikan sebagai ruang terbuka hijau sehingga menyerap air hujan dan mempertahankan keberadaannya serta perlindungan sebagai hutan kota Propinsi DKI Jakarta, khususnya di kawasan Barat Universitas Indonesia. 4) Menampung resapan air, bagi Jagakarsa dimusim hujan dan penampungan air bagi Jakarta Selatan serta mengantisipasi banjir dimusim hujan. 5) Memberikan ragam pariwisata untuk tujuan wisata, melalui Pembangunan Budaya Betawi sebagai wisata.
64
6) Menjadikan sarana rekreasi dan hiburan (rekreaif dan edukatif), melalui pemanfatan Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong sebagai rekreasi alam yang segar. 7) Menjadikan kawasan Perkamp ungan Budaya Betawi sebagai pusat informasi, pusat penelitian dan kreatifitas dalam pengembangannya sebagai sarana wisata budaya. 8) Meningkakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Devisa Negara, melalui kerja sama dengan biro-biro perjalanan. 9) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat melalui pembangunan Proyek 10) Mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan potensi alam sekitar kawasan dan pemberdayaan masyarakat Betawi pada umumnya melalui bidang jasa, tontonan/pertunjukan senibudaya secara berkala terencana, berkala, terpadu dan berkesinambungan. Fungsi- fungsi kawasan tersebut diatas bersifat: 1) Sebagai pusat informasi dalam bidang kebudayaan maupun ilmu lainnya, yang dapat menunjang serta berkaitan dengan pembinaan kebudayaan Betawi. 3) Sebagai wadah kreativitas pengembangan dan berfubgsi sebagai pusat penelitian
pengetahuan
seniman
dan
melatih
kreatifitas
dengan
menampilkan secara tetap melalui pertunjukan dan pameran. 4) Sebagai ruang kegiatan rekreatif dan tempat komunikasi antara senimanseniman Betawi, wadah hiburan bagi masyarakat dengan pertunjukan kesenian Betawi. 5) Mendidik masyarakat dan generasi muda untuk mengenal lebih dalam dan dapat mengembangkan kebudayaan Betawi dalam pendidikan non formal
Pengelolaan dan Master Plan Secara umum pengelolaan kawasan dibawah oleh suku Dinas Pariwisata dan Pemda DKI dan pihak Kelurahan Srengseng Sawah serta Kecamatan Jagakarsa. Struktur organisasi pengelolaan kawasan (surat Keputusan Kepala
65
Dinas Kebudayaan dan Permusiuman Propinsi DKI Jakarta no 105/2004) tentang pengangkatan perangkat pengelola Perkampungan Budaya Betawi dan susunan perangkat pengelolaan kawasan. Saat ini kelembagaan belum terstruktur dengan baik, sehingga pihak yang terkait tidak mengetahui dengan pasti posisi hak dan kewajiban masing- masing. Kelembagaan pengelola kawasan meliputi Biro Bina Program dan Dinas-dinas Pariwisata, Perikanan, Pertamanan, Pertanian, Kehutanan, Kebudayaan, serta jajaran Pemerintahan Walikota Jakarta Selatan dan Kelurahan Srengseng Sawah. Pengelolaan kawasan pada daerah yang telah terbangun dan tidak terbangun dilakukan secara individu oleh masyarakat pemilik lahan/bangunan. Sedangkan untuk area rekreasi yang ada saat ini secara oprasional, dikelola dilakukan oleh Satuan Gerakan Sosial Perkampungan Budaya Betawi (SGSPBB). Sedangkan pengelolaan danau dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum, Dirjen Pengairan DKI. Susunan Perangkat Pengelolaan pada Lampiran 5. Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi saat ini terbagi menjadi: (1) Pengelolaan permukiman, dilakukan secara individual oleh masyarakat sebagai pemilik tanah dan bangunan. Sedangkan untuk pengaturan kerapatan bangunan (GSB, KLB dan GSJ). dikelola oleh Pemda Jakarta Selatan, (2) Pengelolaan pengunjung, dikelola oleh pihak pengelola (SGSPBB), Intensitas pengunjung kawasan masih tergolong rendah dan mengusahakan
agar banyak banyak
pengunjung yang datang dengan meningkatkan promosi, (3) Pengelolaan promosi dan informasi, secara oprasional pengelolaan yang berkaitan dengan promosi dan informasi tentang Perkampungan Budaya Betawi dilakukan oleh LKB (Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta) dan pihak pengelola yang ada di lapang (kawasan) saja. Promosi masih terbatas belum berkembang ke media yang ada, kalaupun ada masih sangat minim. Target dari Pemda dan para stake holder adalah pengunjung asing. (4) Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi belum banyak melibatkan peran serta masyarakat, kalaupun ada masih sangat terbatas. Kehidupan sosial budaya masyarakat mempunyai daya tarik dalam wisata budaya ini. Aktivitas keseharian penduduk dalam nuansa sederhana dan terbuka terhadap pendatang. Rencana pengembangan bertolak dari perkembangan sistem otonomi daerah DKI Jakarta dalam meningkatkan PAD maka Pemda merencanakan kawasan
66
sebagai wisata budaya dengan melibatkan masyarakatnya. Berdasarkan tata ruang masterplan Perkampungan Budaya Betawi, yang direncanakan sebagai kawasan yang dapat ditemukan dan dinikmati kehidupan bernuansa Betawi dan berupa komunitas Betawi, keasrian alam Betawi, dan tradisi Betawi, kebudayaan yang merupakan sumber informasi dan dokumentasi tentang kebetawi-an (Biro Bina Program Pemda DKI Jakarta, 20001). Konsep dasar perencanaan Perkampungan Budaya Betawi, secara umum adalah meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat Betawi melalui penataan ruang dalam batas wilayah kehidupan masyarakat berdasarkan nilai- nilai tradisi serta sosial budaya yang berkembang. Penerapan bentuk arsitektur tradisional Betawi dalam usaha memperkuat karakater dan identitas kawasan. (Proposal Pembangunan Perkampungan Budaya Masyarakat Betawi, l998). Master Plan Perkampungan Budaya Betawi 2000-2010 secara umum terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu: Zona Dinamis dan Zona Statis. Masterplan 2010 Perkampungan Budaya Betawi dapat diperjelas sebagai berikut yaitu: A. Zona Dinamis 1) Zona Kampung, sebagai area perkampungan tempat pertumbuhan dinamis dari kebudayaan Betawi yang tetap mempertahankan nilai- nilai budaya Betawi yang paling berharga dari masyarakat itu. Zona tersebar merata diatas lahan- lahan terbuka (kebun dan halaman) milik penduduk. Kebun penduduk/pekarangan sebagai obyek wisata agro juga berfungsi sebagai penunjang ekonomi penduduk melalui pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan kawasan dilakukan mengacu pada daerah resapan air, dan ketentuan luas area yang diizinkan untuk dibangun dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan). 20 % dari luas area Untuk daerah yang memiliki fungsi campuran (mixed use) dapat dinaikan menjadi 25 % 2) Zona fasilitas penunjang (3.15 %), sebagai area yang menunjang kegiatan penduduk (pendidikan, keagamaan, kesehatan). B. Zoning Statis 1)
Zona kesenian (1.21%), yaitu area menampung kegiatan kesenian Betawi (tari, drama, musik)
2)
Zona sejarah (1.33 %), yaitu area yang menampung kegiatan sejarah Betawi
67
dan pengembangannya serta nilai- nilai sejarah dari tempo dulu hingga kini. 3)
Zona keagamaan (0.36%), area yang menampung kegiatan keagamaan .
4) Zona wisata Agro (48.8% dan ruang terbuka), area yang menyajikan dan menampung perjalanan wisata perkebunan (agro) tanaman buah-buahan dan menikmati hasil kebun dan hasil prosessing tanaman khas kawasan . 5)
Zona wisata Air (ruang terbuka hijau), sumberdaya air Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong, adalah area yang menampung kegiatan wisata air (dayung, memancing) sebagai obyek utama rekreasi (Core Destination) yang dapat memberikan nilai ekonomi dan ekologis bagi penduduk PBB.
6)
Zona Industri, areal yang melindungi dan mengembangkan industri yang ada saat ini (home industri). Area ini akan menyebar di dalam kawasan Perkampungan Budaya Betawi.
Penataan fasilitas penunjang di Perkampungan Budaya Betawi terbagi atas: 1) Sistim lalu lintas, jalan (19.70 %), sebagai fasilitas parkir kendaraan yang masuk hanya sampai tempat parkir saja dan terbagi pada beberapa lokasi (gerbang masuk). Pencapaian ke pusat kegiatan dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan sado/delman. Hanya kendaraan penduduk penghuni PBB dapat sampai ke lokasi parkir masing- masing (pribadi atau komunal) dengan sistim identifitas (stiker). 2) Arsitektur Bangunan, di PBB dengan konsep arsitektur tradisional. Konsep tradisional arsitektur Betawi yang mencerminkan arsitektur Betawi yang memiliki ciri dan tipologi tertentu, bentuk bangunan, penataan ruang dalam, maupun ornamen-ornamen lainnya yang didukung oleh penataan ruang luar berupa pekarangan dan kebun yang merupakan obyek wisata agro. 3) Ruang Terbuka (26 .06%). Penataan ruang terbuka hijau alami maupun buatan bersifat aktif, dapat dicapai secara fisik maupun visual. Kriteria perencanaan kawasan Perkampungan Budaya Betawi adalah: (a) Mempertahankan rencana
kerapatan bangunan penduduk wilayah, (b) Sesuai
dengan rencanan tataguna tanah wilayah, (c) Memperhatikan rencana jaringan jalan wilayah, (d) Memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan wilayah.
68
Konsep pembangunan Perkampungan Budaya Betawi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pariwisata, dan penunjang usaha budidaya dilakukan secara bertahap meliputi VI tahap yaitu, (a) Tahap I priode 2000-2002, kelembagaan, traffic management, sarana
dan prasarana, jalan, (b) Tahap II
priode 2002-2004, perluasan danau, peningkatan fasilitas wisata, (c) Tahap III priode 2003-2005, peningkatan sarana failitas sosial dan umum, (d) Tahap IV priode 2003-2005, perluasan RTH, fasilitas jalan, sirkulasi wisata, (e) Tahap V priode 2006-2008, peningkatan sarana dan prasarana fasilitas sosial dan fasilitas umum, fasilitas RTH, fasilitas wisata agro, (f)
Tahap VI priode 2008-2010,
peningkatan sarana dan prasarana pada daerah hijau, jalan.
Aspek Wisata Aktivitas Pengunjung Ada dua tipe kunjungan di Perkampungan Budaya Betawi yaitu, menonton pertunjukan budaya dan menikmati keindahan visual (danau) kawasan Aktivitas menonton pertunjukan meliputi, kegiatan budaya, kesenian tari, musik, drama. Sedangkan menikmati keadaan visual danau seperti, duduk-duduk, memancing, naik perahu. Aktivitas kegiatan pengunjung di kawasan dalam katagori masih sangat terbatas karena belum tersedianya fasilitas wisata. Jumlah pengunjung yang berkunjung kawasan sejak diresmikan tanggal 20 Januari tahun 2001 (untuk umum dibuka pada bulan Juli 2002),.jumlah belum seperti yang diharapkan. Jumlah pengunjung perhari dalam berkisar ±50 sampai ± 75 orang/hari, kecuali pada hari sabtu dan minggu serta hari libur dapat mencapai berkisar ±300 sampai ±500 orang/hari. Untuk itu diharapkan
partisipasi
masyarakat di dalam maupun diluar kawasan untuk melakukan promosi semaksimal mungkin agar kawasan dapat lebih dikenal oleh masyarakat di luar kawasan (Jakarta Selatan dan diluar Jakarta khususnya JABOTABEK) (Tabel 12). Berdasarkan survei terhadap pengunjung (100 responden), aktivitas pengunjung berjalan 21%, duduk-duduk 15%, sepeda air 10 % memancing 10 %, memotret 5%, dan melihat upacara
adat budaya 9 %. Menonton pertunjukan kesenian
Betawi menjadi aktivitas paling utama sebesar 25%, mempelajari/ melakukan penelitian 5%. Tabel 13 memperlihatkan jenis aktivitas wisata.
69
Tabel 12 Jumlah Pengunjung Perkampungan Budaya Betawi No 1 2 3
Jumlah Pengunjung Pertahun Rata-rata/bulan
Tahun Tahun 2001-2002 Tahun 2002-2003 Tahun 2003-2004
30.103 49.375 51.919
2.508 4.115 4.327
Tabel 13 Jenis Aktivitas Wisata No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 9. 10.
Jumlah Responden (%)
Jenis Aktivitas Berjalan-jalan Duduk-duduk Sepeda air Memancing Memotret Menikmati pertunjukan kesenian Mempelajari upacara adat istiadat budaya Melakukan penelitian Jumlah
21
21
15 10 10 5 25 9 5 100
15 10 10 5 25 9 5 100
Atraksi dan Obyek Wisata Atraksi dan obyek wisata merupakan perpaduan kegiatan utama dari wisata dengan cara menikmati keindahan visual pola permukiman dan danau serta aktivitas budaya. Atraksi wisata yang ada dalam katagori sangat terbatas. Tetapi ada
beberapa
atraksi
paling
banyak
mendatangkan
pengunjung
seperti
pertunjukkan seni yang disajikan setiap hari sabtu dan minggu serta hari libur nasional atau keagamaan. (Tabel 14).
Tabel 14 Jenis Atraksi pada Kawasan
A
Tata cara hidup
1. 2. 3. 4. 5. 6.
-Kelahiran -Perkawinan -Sunatan -Kematian -Pengajian -Upacara Adat
♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦
♦ ♦
♦ ♦
♦ ♦
♦ ♦
Keterangan Danau
Arena
Jenis Aktivitas
Pekarangan
No
Rumah
Ruang
Tidak tentu Bulan tertentui Bulan tertentu Tidak tentu Setiap saat Bulan tertentu
70
Tabel 14 Jenis Atraksi pada Kawasan B 1 2 3
1 2
1 2 3 4 5 C 1 2 3 4 5
Kesenian/ Pagelaran seni Musik -Gambang Kronong -Qosidah -Samrah Drama a.Drama dengan Tutur -Lenong -Wayang kulit b.Tanpa Tutur Tari -Japong -Topeng -Silat Beksi -Belajar Kelompok -Shooting film Mata Pencaharian Menyala Ikan Memancing Ngubak Empang Rekreasi Danau Industri Rumah Tangga
♦
♦ ♦ ♦ ♦
♦ ♦ ♦
♦ ♦ ♦
Setiap saat Setiap saat Setiap saat
♦ ♦
♦ ♦
Setiap saat Bulan tertentu Setiap saat
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
♦ ♦ ♦ ♦ ♦
Setiap saat Setiap saat Bulan tertentu Setiap saat Setiap saat ♦ ♦ ♦ ♦
♦
♦
Setiap saat Setiap saat Waktu tertentu Setiap saat Setiap saat
Seluruh atraksi diselengarakan sesuai dengan jadwal pertunjukan yang telah disusun selama satu (1) bulan kedepan. Kegiatan wisata di kawasan dalam kawasan dibuka untuk umum pada 9.00 s/d 22.00 wib. Tetapi karena kegiatan promosi kurang digalakkan, sehingga tidak banyak warga masyarakat DKI yang mengetahuinya. Hal ini berpengaruh pada jumlah dan asal penonton. Penonton yang datang hanya dari dalam dan sekitar kawasan saja.
Fasilitas Penunjang Wisata Fasilitas wisata yang tersedia adalah, (1).Jaringan jalan wisata kawasan (masih belum tertata dengan sempurna), (2) Lahan parkir untuk 15 mobil ± 100 m″, (3) Kantor pengelola luas bangunan ± 1.64 m″, berkaitan dengan adminstrasi kawasan, (4) Wisma dengan luas ± 150 m″, direncanakan untuk menginap bagi para pengunjung, (5) Galeri ± 165 m″, tempat menyimpan segala sesuatu yang berkaitan dengan benda-benda seni atau bersejarah, (6) Rumah adat luas ± 165 m″ (rumah contoh), (7) Panggung terbuka luas bangunan ± 355 m″, sebagai sarana fasilitas pertunjukan, untuk menampung kegiatan seperti kesenian, musik dan tari, (8) Ruang terbuka, plasa sebagai sarana untuk kegiatan latihan menari,
71
pencak silat dan untuk menonton pertunjukan pagelaran dan untuk kegiatan, pengajian bersama, latihan tari atau kegiatan lain. (9) Darmaga pemancingan sebagai sarana wisata air, tarif naik perahu sebesar Rp. 5.000, per/orang, bangkubangku tama n, dan jumlah perahu ± 10 buah perahu. (10) Bangku-bangku, sebagai tempat beristirahat dan menikmati keadaan visual danau, (11) Mussolla, tempat beribadah bagi para pengunjung, (12) Lampu penerangan, sebagai penerangan pada malam hari, (13) Toilet, belum tersedia toilet secara layak, (14) Kios/warung-warung, berada di areal di tepi danau. Gambar 30 tersaji fasilitas penunjang wisata rekreatif.
(a)
(b)
Gambar 30 Fasilitas Wisata di Kawasan, (a) Fasilitas Loket Pembayaran, (b) Fasilitas Wisata Air.
Sirkulasi pada Kawasan Jalur
sirkulasi
dalam
kawasan
menuju
pusat
aktivitas
wisata
mempergunakan jalan aspal dan jalan coneblok. Jalan dalam kawasan saat ini merupakan jalan lingkungan perkampungan setu Babakan dengan panjang jalan aspal 1.500 meter dan lebar jalan 3 meter dan jalan conblok panjang jalan 250 meter. Jalan tanah dengan lebar jalan 1.5–2 meter, panjang jalan 300 meter dan jalan kerikil/krakal/plesteran sebagai jalan lingkungan 210 meter. Proses terjadinya jalan diawali jalan setapak yang tidak beraturan kejalan perkerasan berjalan secara alamiah, sehingga banyak persimpangan dan jalan buntu. Sirkulasi wisata diawali dari pintu gerbang sipitung. menuju lahan parkir langsung masuk area wisata, dimana tempat (plasa) dan akhirnya menyebar kearah danau atau ke daerah permukiman dan kebun penduduk. Area jalan sepanjang tepi danau,
72
kawasan paling aktif dipergunakan untuk duduk-duduk, memancing dan menikmati visual danau. Pada sisi tepi danau terdapat warung-warung sebagai tempat pembibitan tanaman buah-buahan (mangga, belimbing, durian) dan tanaman hias/nursery (palem, balanceng, lidah mertua), serta ditanami dengan tanaman langka (sawo durian, buni). Pintu gerbang kawasan terdiri atas 2 (dua buah) yaitu: 1) Dua buah Pintu Gerbang Utama berada di sebelah barat lokasi. Pertimbang letak pintu gerbang utama karena datangnya pengunjung potensial dari arah timur. Pintu gerbang Si Pitung sudah terbangun di sisi sebelah barat. Posisi ini tampaknya belum terintegrasi dengan rencana pengembangan kawasan dan jalan Moh Kahfi II pada sisi sebelah timur sungai, sehingga kemungkinan akan terkena pelebaran jalan.
Posisi ini tampaknya belum
terintegrasi dengan rencana pengembangan kawasan dan jalan Moh Kahfi II pada sisi sebelah timur sungai, sehingga kemungkinan akan terkena pelebaran jalan. 2) Pintu gerbang kedua terletak di sebelah Timur sebagai pintu alternatif keluar pada jalan Srengseng Sawah. Penempatan pintu
gerbang ini hanya untuk
motor, mobil parkir, serta pangkalan ojek. Letak pintu gerbang cukup jelas, saat ini hanya satu pintu masuk dari arah jalan Moh Kahfi II sehingga menyulitkan bagi pengunjung untuk mencapai lokasi. Untuk keamanan dalam kawasan inti terdapat pintu penghubung, sebagai tindakan keamanan pada saat malam hari (Gambar 31).
(a)
(b)
Gambar 31 Pintu Gerbang, (a) Si Pitung, (b) Penghubung
73
Gambar 32 Peta Sirkulasi di Kawasan hal 73
74
Persepsi Masyarakat Sikap terbuka sebagai filosofi dari masyarakat Betawi pada umumnya hidup untuk akhirat dan bersikap terbuka disertai kesediaan memahami terhadap para pendatang. Kesan bersahabat merupakan kekuatan dan ikut berperan serta bagi kelangsungan sejumlah program yang dikembangkan di kawasan. Persepsi penduduk dalam kawasan terhadap pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi jawaban diambil dari responden penduduk yang terdiri dari Betawi asli, penduduk campuran dan pendatang. Jawaban kuiseoner yang digunakan responden berasal dari ambil dari responden (100 responden terdiri dari 45 laki- laki dan 55 perempuan) dengan berbagai kriteria responden usia 15-> 40 tahun, dari berbagai profesi pekerjaan (Tabel 15). Tabel 15 Kriteria Usia Responden No A. 1 3 3 4 5 6 B 12 13 14 15 C 16 17 18 19 20 21 22
Jenis Responden Usia 15-20 21-25 26-30 31-35 36-40 > 40 Pendidikan SLTP SLTA PT DLL (madrasah, ketrampilan). Pekerjaan Pegawai Negeri ABRI Pegawai Swasta Pedagang Mahasiswa Pelajar Lain-lain
Responden Jumlah
Persen
16 38 15 9 11 11
16 38 15 9 11 11
14 50 15 21
14 50 15 21
13 2 14 8 15 43 5
13 2 14 8 15 43 5
Hasil evaluasi responden terhadap pengembangan kawasan terlihat 95.5 % responden penduduk asli menerima, sedangkan yang bersikap menolak sebanyak 4.5 %. Untuk masyarakat pendatang/campuran yang menerima sebanyak 89.7 %, menolak 10.6 % dan abstain 9.7% (Tabel 16).
75
Tabel 16 Persepsi Penduduk Betawi dalam Kawasan Terhadap Pengembangan Kawasan sebagai Perkampungan Budaya Persepsi Terhadap PBB Tidak menjawab/abstain Setuju Menolak Jumlah
Betawi (%) 0 95.5 4.5 100.0
Non Betawi (%) 0.7 89.7 10.6 100.0
Persepsi pengunjung (100 orang responden pengunjung) terhadap pengembangan kawasan sebagai Perkampungan Budaya Betawi dan sebagai tujuan wisata budaya terlihat dari 75 % responden pengunjung setuju, sedangkan yang bersikap tidak setuju 17 % dan abstain 8% (Tabel 17).
Tabel 17 Persepsi Pengunjung Terhadap Pengembangan Kawasan No
Persepsi Pengunjung
1. 2. 3.
Setuju (lingkungan dijadikan kawasan wisata budaya) Tidak Setuju Abstain/tidak menjawab Jumlah
Jumlah (%) 75 17 8 100
Harapan masyarakat agar kawasan dapat segera berkembang sebagai petensi terbesar bagi pengembangan kawasan. Hal ini dikarenakan komunitas Betawi di kawasan sudah semakin terdesak dan dikhawatirkarn akan kehilangan indentitas komunitasnya.
Analisis Tata Ruang Penggunaan lahan di kawasan Perkamoungan Budaya Betawi, untuk rekreasi dan permukiman sesuai dengan rencana tata ruang. Evaluasi tata guna la han Perkampungan Budaya Betawi khususnya dalam penggunaanya sebagai tempat permukiman (bangunan) dan rekreasi.
Analisis Kesesuaian Lahan Penilaian kesesuain lahan dilakukan untuk menentukan kelas kesesuaian dari tingkat tertinggi (sesuai S1 ), tingkat sedang (kelas kurang sesuai S2 ) sampai dengan yang terrendah (tidak sesuai S3 ) dari tata guna lahan di kawasan. Penilaian
76
kesesuaian meliputi topografi, tekstur tanah, air tanah dalam, sigma tanah, permeabilitas, kepekaan erosi, drainase dan banjir tanpa genangan. Kesesuaain peruntukan lahan tersaji pada Tabel 18, sedangkan peta tata guna lahan tersaji pada Gambar 33.
Tabel 18 Kesesuaian Lahan Secara Aktual dan Potensial No.
Standar
Faktor Penentu
1.
-Altitude m dpl
2.
-Topografi 8-15%
-Altitude 25 m dpl -Topografi 8-15% (1,2 m agak miring/ bergelombang) -Perbedaan kemiringan 1% (± 54 - ± 56 cm) -Tekstur tanah halus (t 1, 1-2 mm) -Tanah liat
-Perbedaan kemiringan 1% 3.
4.
5.
-Tekstur halus (< 1- 2 m) -Tanah Sl, fsl, vfsl, l, sil -Air Tanah Dalam 50 – 75 m
-Sigma tanah 0.6-0.8 kg/cm2 -KLB 0.4
6.
7. 8.
9.
-Permebilitas -Sangat cepat -Sangat lambat -0.5-2.0 cm/jam -Kepekaan erosi Besar -Drainase (d1) -Banjir -Banjir dan tergenang,musiman
-Air tanah dalam > 140 m -Air tanah sedang 40-140 m -Air tanah dangkal 10 m > 40 m musim kemarau -Sigma tanah (0.6 – 0.8 kg/cm²), Untuk 3 – 4 lantai, (KLB 0.3 )
-Permeabilitas lambat (run off) Agak lambat -1-2 0 cm/jam -Kepekaan erosi Kecil (eo) -Drainase kurang memadai -Tanpa -Tergenang, sementara
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual
Kelas Kesesuain Lahan Potensial
-Baik
-Baik
-Perbedaan kemiringan cukup baik
-Baik
-Baik
-Sedikit rekayasa
-Baik
-Baik
-Rekayasa utk sirkulasi -Sedikit rekayasa -Perlu rekayasa -Sumur artesis -8 m, perlu saluran PDAM
-Sedang
-Baik
-Sedang
-Baik
-Buruk
-Baik
-Buruk
-Baik
-Baik
-Baik
-Pondasi bt kali utk 1-2 lt -Pondasi cor /plat utk 3 - 4 lantai -Agak lambat
-Baik
-Baik
-Baik
-Baik
-Sedang
-Sedang
-Perlu resapan -Tanpa erosi
-Buruk
-Sedang
-Baik
-Baik
-Perlu drainase
-Sedang
-Baik
-Baik -Sedang
-Baik -Baik
Jenis Perbaikan (saran) -
-Utilitas lingkungan
77
Kesesuaian lahan secara umum untuk penggunaan lahan termasuk dalam klasifikasi sedang dan cenderung baik dengan permeabilitas buruk-sedang sedikit
77
menggenang sementara sehingga diperlukan sedikit rekayasa agar lebih baik Hasil evaluasi tersebut menunjukkan bahwa kawasan ini memilki kelas kesesuaian lahan secara aktual baik untuk pengembangan wisata maupun permukiman. Rekayasa dilakukan hanya untuk pematangan tanah dan perbaikan sistem drainase dan utilitas lingkungan. Evaluasi tata guna lahan untuk permukiman dengan menggunakan sumber Harjowigeno et, al (1999 a) secara umum adalah sesuai berdasarkan kreteria kesesuaian lahan untuk permukiman, (1) tekstur tanah sesuai untuk katagori kelas alluvial coklat, dan lahan permukiman masih membutuhkan upaya rekayasa terutama untuk infrastuktur jalan, walaupun secara umum kondisi tekstur tanah baik, (2) tapak tanpa bahaya banjir dengan kriteria baik walaupun sedikit menggenang dan permeabilitas tergolong lambat-sedang perlu perbaikan drainase, (3) Kemiringan lereng 8 % dengan katagori baik, sehingga kawasan dalam katagori kurang-cukup untuk dikembangkan, (4) Kedalaman batuan buruk pada kedalaman kurang dari 50-100 cm. Selanjutnya penilaian kesesuaian tata guna lahan untuk area permukiman (bangunan 2 lantai), terbagi dalam 3 katagori yaitu: 1) katagori sesuai meliputi, (a) topografi kawasan dengan kondisi rata, agak bergelombang kelerangan < 8 % (b) latosol coklat kemerahan, tekstur halus dan dataran vulkan datar agak berombak dengan bahan induk tuff vulkan intermedier dengan kelas unifled 50-100 cm, (c) tanpa bahaya banjir, (d) batu di permukaan tanah 5 %. Maka area yang terpetakan sesuai untuk permukiman dan sebagai area konservasi perkampungan budaya Betawi. Terutama pada area yang paling banyak penduduk asli dapat dianggap sebagai inti untuk dikembangkan. 2) katagori kurang sesuai meliputi area rawa/empang (ditumbuhi oleh tanaman air seperti eceng gondok) dan ruang/lahan kosong (ditumbuhi vegetasi khas kawasan melinjo, rambutan, jambu air, kecapi). Jenis tanah terdiri dari latosol coklat kemerahan dengan tekstur halus, dataran vulkan/agak bergelombang dan dataran vulkan bergelombang dengan bahan induk tuff vulkan intermedir dengan drainase baik dengan permeabilitas buruk sampai sedang. Berdasarkan kondisi tapak dan ketentuan standar yang ada (Harjowigeno, at al l983), area
78
Gambar 33 Peta Guna Lahan hal 78
79
dalam katagori kurang sesuai luas dari kemiringan lahan, dan dikarenakan pada area ini terlala banmyak rekayasa yang harus dilakukan. 3) katagori tidak sesuai karena pada area terdapat fasilitas umum sekolah SD, fasilitas sosial, asrama (panti asuhan dan rumah sakit). Ruang Terbuka Hijau (lahan kosong, kebun dan area pekarangan, setu, makam, kebun, danau, empang). Hidrologi kawasan dalam katagori sedang-baik Jenis tanah alluvial coklat dengan tekstur tanah agak halus teras sungai/melandai dan terbuat dari endapan liat dan pasir, banyaknya empang/rawa sebagai ternak ikan..Ditinjau dari fungsi area ini sebagai area konservasi ekologis. Lampiran 6 menyajikan evaluasi kesesuaian lahan permukiman dan selanjutnya terpetakan pada Gambar 34. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk rekreasi menggunakan Harjowigeno et, al (1999 b), secara umum meliputi tiga katagori meliputi, (1) sesuai, (2) kurang sesuai dan (3) tidak sesuai. Ketiga katagori evaluasi lahan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) katagori sesuai untuk rekreasi karena area ini masih dapat dikembangkan untuk rekreasi dan mudah dalam pencapaian. Keberadaan dua setu (Babakan dan Mangga Bolong) dapat diakomodir sebagai area wisata air. Sedangkan drainase kawasan adalah baik, jenis tanah dan
?
(sigma) tanah
cukup mendukung tanpa hambatan. Berkountur dengan dataran vulkan agak bergelombang tekstur tanah halus. Permeabilitas sedang sampai baik, tanpa banjir/genangan. Berkountur dengan dataran vulkan agak bergelombang tekstur tanah halus. Permeabilitas sedang sampai baik, tanpa banjir/genangan. 2) katagori kurang sesuai, karena terdapat ruang terbuka hijau yang tidak dapat dimanfaatkan untuk bangunan rekreasi (makam, empang, out let danau), dan terdapat bangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial (asrama ABRI dan panti asuhan, sekolah) sehingga kurang sesuai untuk rekreasi. Jenis tanah cukup mendukung serta drainase kawasan tanpa hambatan hidrologi, dengan kondisi kountur agak rendah. rekreasi (rekreasi alam maupun rekreasi budaya). Ditunjang oleh ketidak sesuaian dengan kedalaman air tanah kurang dari 100 m, drainase kurang
80
Gambar 34 Peta Kesesuaian Lahan untuk Permukiman
81
baik, bahaya banyir tidak pernah dalam artian tetgenang sesaat dan permeabilitas lambat-sedang, kelerengan (8-15%). 3) Tekstur tanah, maksimum liat gembur, lapisan besi dan jenuh memadas (sel, Sc, ls, c). Untuk tanah permukaan katagori sedang. Kedalaman batuan cenderung sedang, karena kurang dari 50 % dan tekstur tanah permukaan Liat, lempung berpasir, liat (sl, fsl, c). Menurut Simonds (l983), tapak yang paling ideal untuk penggunaan aktivitas tertentu adalah paling sedikit di modifikasi dan paling banyak memenuhi syarat dalam penggunaannya. Hasil evaluasi tersaji pada Lampiran 7 dan 8. Kesesuaian lahan untuk rekreasi disajikan pada Gambar 35.
Analisis Kesesuaian Master Plan 2010 Kesesuaian master plan Perkampungan Budaya Betawi secara umum terhadap peruntukan dan fungsi kawasan adalah sesuai dengan RUTRW kecamatan Jagakarsa dan Kotamadya Jakarta Selatan tahun 2005 (Dinas tata kota DKI Jakarta 2005) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah DKI dan Kep. Gubernur DKI Jakarta dan RUTR Tahun 2005 (Gambar 36). Master plan 2010 kawasan Perkampungan Budaya Betawi dibuat oleh Pemda DKI Jakarta dengan Bintal dan Lamtek Universitas Indonesia dengan luas area ± 165 ha serta pemanfaatan lahan sebagai fasilitas umum, fasilitas sosial, ruang terbuka, prasarana jalan 64.300 ha dan luas danau 35 ha. Penggunaan lahan permukiman masyarakat sebesar ± 101 ha, sebagai ruang terbangun dengan peraturan serta kebijakan yang ada (KDB, KLD dan GSJ). Evaluasi
kesesuaian
lahan
untuk masterplan
dilakukan
berdasarkan
3
pertimbangan: (1) Kesesuiaan lahan, (2) Fungsi kawasan sebagai daerah resapan air (perbandingan Ruang terbangun dan RTH), (3) Fungsi kawasan sebagai kawasan pelestarian budaya Betawi. Ketiga hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kesesuaian lahan dinyatakan dalam tiga katagori tiga (sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai), untuk penataan permukiman maupun rekreasi. Penataan masterplan 2010 secara umum dinyatakan dalam 3 katagori yaitu:
82
Gambar 35 Peta Kesesuaian Lahan untuk Rekreasi hal 82
83
Katagori sesuai, ditinjau dari topografi dengan kelerangan/kemiringan cenderung datar 0-8 % pada sebagian area, sedangkan pada bagian lain dengan perbedaan 1% dengan sedikit rekayasa. Untuk jenis tanah.adalah latosol coklat kemerahan dan tekstur tanah halus pada sebagian area, dengan fisiografi/bentuk wilayah dataran volkan/datar agak berombak, sehingga memerlukan sedikit rekayasa. Kedalaman batuan tanah dalam katagori baik, serta dengan kelas unifled (lapisan paling tebal) sedang sampai baik. Sedangkan tekstur tanah (Sl, fsl, vsfsl, l, sil) halus dan kadang berliat sehingga perlu rekayasa terutama pada fasilitas jalan. Sikma tanah cukup mendukung untuk bangunan sesuai dengan ketentuan standar Ditinjau dari hidrologi, permeabilitas dalam katagori baik, kawasan tanpa banjir (tidak pernah), hanya genangan sementara, karena kondisi tana h yang kurang baik daya absorpsinya. Katagori kurang sesuai, ditinjau dari topografi pada sebagian area terlihat perbedaan luas kemiringan lereng dan fisiografi/ bentuk wilayah sedikit agak cenderung kurang datar/bergelombang dengan perbedaan luas kelerengan pada sebagian area..Sedangkan apabila ditinjau dari jenis tanah latosol coklat kemerahan dengan kondisi tekstur tanah baik, dan kedalaman permukaan air tanah serta hamparan batuan keadaan tanah cukup sampai baik sehingga tanah cukup baik untuk banguna n. Kondisi hidrologi, permeabilitas cukup baik, daya absorpsi cukup pada sebagian area dan pada sebagian lainnya agak kurang cepat, sehingga terjadi sedikit genangan, tetapi tanpa banjir, drainase buruk sampai sedang. Katagori tidak sesuai, karena kond isi topografi dengan luas kemiringan lereng dengan fisiografi/bentuk wilayah datar dan pada sebagian area lainnya terdapat perbedaan tinggi pada sebagian area, sehingga tidak sesuai untuk permukiman/bangunan karena banyak diperlukan rekayasa. Selain luas dan kemiringan lereng sehingga drainase kurang, dan kedalaman hamparan batu < 75 cm. Ditinjau dari kondisi tanah, pada sebagian area kondisi tanah, kedalaman permukaan air tanah dan hamparan batuan keadaan tanah sedangsampai baik sehingga tanah cukup baik untuk bangunan.
84
Gambar 36 Master plan Perkampungan Budaya Betawi hal 84
85
Ditinjau dari kondisi hidrologi, permeabilitas buruk-cukup, daya absorpsi cukup pada sebagian area dan pada sebagian lainnya agak kurang cepat, sehingga terjadi sedikit genangan, tetapi tanpa banjir, sehingga diperlukan sistem drainase untuk perbaikan dari sistem hidrologi kawasan. (2) Fungsi kawasan sebagai daerah resapan air (perbandingan Ruang terbangun dan RTH) Penggunaan lahan terbangun terdiri permukiman dan (46.73 %), kawasan hijau (26.19%), fasilitas umum dan sosial (5.10%), sedangkan yang tidak terbangun tanah kosong, makam, rawa/empang (12.05 %) dan
badan air
(9.93%). Proporsi ruang terbuka hijau (RTH, danau, makam, kebun, pekarangan dan rawa/empang), terpenuhi dengan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan dengan ketentuan areal terbangun sebesar 20 % dari luas tapak yang ada (setiap kapling/pekarangan milik warga). Dengan demikian, perbandngan luas ruang tidak terbangun dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah 63.57 %: 36.43 %. (3) Fungsi kawasan sebagai kawasan pelestarian budaya Betawi, ditinjau dari sumberdaya alam dan sumberdaya budaya. Sumberdaya alam dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sesuai dengan karakter
lanskap
itu
sendiri seperti: pola lanskap, (pola permukiman, pola pekarangan, danau dan vegetasi serta fauna dan arsitektur bangunan). Sedangkan sumber daya budaya (aktivitas budaya berkaitan dengan siklus hidup manusia, aktivitas budaya berkaitan dengan adat kebiasaan hidup sehari- hari, aktivitas budaya berkaitan dengan hari- hari besar Islam). Selain kedua sumberdaya tersebut dapat ditambahkan dengan kegiatan lain sebagai pendukung (aktivitas rekreasi) sehingga tujuan utama dari fungsi kawasan dapat tercapai. Pada peta perencanaan master plan nampak bahwa kekuatan sumberdayasumberdaya alam dan budaya tidak dimunculkan dengan jelas atau dengan kata lain, kurang memanfaatkan sumberdaya yang ada (lanskap permukiman, vegetasi, arsitektur). Sebagai contoh permukiman penduduk yang dapat dijadikan sebagai daerah inti untuk fokus pelestarian budaya tidak muncul secara sepesifik. Seharusnya area permukiman inti ditetapkan (pengembangan terbatas dalam rambu-rambu kebijakan dan peraturan) sehingga tetap terjaga
86
ekosistemnya. Penerapan pola pekaranga n pedesaan yang asri dan ditanami tanaman untuk konsumsi rumah tangga atau dijadikan nursery. Area rekreasi dipusatkan pada area yang mudah untuk dikembangkan dan mengelompok, area dapat dianggap sesuai dengan analisis peruntukan lahan rekreasi. Tetapi keputusan Pemda menjadikan danau (setu) sebagai core (inti dan daya tarik utama) dari kawasan wisata ini, adalah kebijakan yang kurang tepat, karena danau akan tercemar sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air danau (ekosistem ikan danau terganggu). Pembangunan permukiman baru dan area rekreasi serta area bisnis harus dapat mengakomodir dengan keinginan masyarakat. Hal ini untuk menghindari timbulnya konflik dengan masyarakat yang bermukim di permukiman ini, penduduk asli maupun pendatang karena berdasarkan survei, masyarakat yang telah bermukim lama berharap tetap dipertahankan keberadaannya. Sedangkan kaum pendatang yang mendiami/memiliki bangunan semi permanen, mereka menuntut ganti rugi jika diharuskan untuk meninggalkan/ pindah. Untuk itu master plan tersebut perlu ditinjau kembali dengan lebih mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan tujuan utama, dalam upaya konservasi lingkungan dengan fungsi utama sebagai kawasan pelestarian budaya Betawi dan daerah resapan air bagi area sekitarnya Jakarta. Diharapkan seluruh zona kegiatan yang ada dikawasan secara terintregrasi agar fungsi kawasan dapat diterapkan tetap lestari secara berkelanjutan.
Potensi Lanskap Budaya Lanskap budaya adalah lanskap dengan keunikan dan mempunyai karakter khusus yang terbentuk dari hasil interaksi manusia dengan aktivitas budayanya pada lanskap alaminya. Pada kawasan, lanskap budaya yang mempunyai keunikan dan berpotensi untuk pelestarian dan pengembangan budaya Betawi adalah lanskap permukiman dengan dominasi penduduk asli Betawi, yaitu terutama di RW 08. Potensi penduduk pada RW tersebut karena kebiasaan hidupan kesehariannya masih melakukan aktivitas tata cara hidup adat istiadat yang dilakukan masyarakat dengan kesadaran diantara mereka.
87
Pada lanskap permukiman ini terdapat pola permukiman Betawi yang masih khas kawasan Setu Babakan yaitu pola ruang luar dengan rumah-rumah yang berjajar sepanjang jalan, dan pola bagian dalam dengan letak rumah saling berdekatan atau berdesakkan. Kekhasan sebagian bentuk rumah-rumah yang masih dominan dengan arsitektur Betawi merupakan daya tarik, karena pada rumah-rumah tersebut juga masih mempunyai pekarangan dengan pola dan vegetasi khas Betawi (kawasan Setu Babakan). Setu Babakan (danau) juga merupakan bagian integral dari lanskap budaya Betawi di kawasan ini, karena merupakan tempat mata pencaharian selain kebun buah dan nursery bagi sebagian penduduk. Potensi-potensi kawasan terdiri beberapa aktivitas yaitu: (1) aktivitas kehidupan sehari- hari, (2) berkaitan dengan mata pencaharian, (3) berkaitan upacara adat, (4) berkaitan dengan kesenian. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut: 1) Aktivitas berkaitan dengan kehidupan Potensi aktivitas kegiatan sehari- hari, merupakan potensi yang paling menonjol. karena hampir sebagian besar (75 %) masyarakat di kawasan ini adalah enis Betawi dan hidup sebagai petani kebun, pekarangan, danau. Sehingga kegiatan diawali pada pekarangan sebagai bagian dari aktivitas sehari- hari mereka. Karena pekarangan pada umumnya ditanami dengan kebutuhan sehari- hari seperti tanaman bumbu, sayuran dan buah-buahan dan memelihara ternak. Hal ini juga di tambahkan Jayadinata (1992) bahwa pekarangan tradisional yang ada di pulau Jawa ini memiliki beberapa fungsi, seperti makam, kandang ternak, kolam ikan, tempat pembakaran sampah, kamar mandi, sumur, kandang ternak, empang, dan tempat menjemur pakaian serta kegiatan lain. Masyarakat di Setu Babakan (asli, campuran) sebagai pemeluk agama Islam (terutama pada RW 08) sehingga tata cara adat kebiasaan hidup sehari- hari mereka berdasarkan dengan ajaran agama Keberlangsungan budaya Betawi yang didominasi oleh ajaran Islam, sanggup bertahan dan berkembang tidak terbatas pada masyarakat Setu
88
Babakan-Srengseng Sawah, tetapi juga warga masyarakat DKI Jakarta umumnya, serta Bogor, Tanggerang, Bekasi. 2) Aktivitas berkaitan dengan mata pencaharian. Potensi vegetasi yang tumbuh dengan berbagai jenis tanaman khas kawasan terutama buah-buahan seperti; melinjo, rambutan, belimbing, dan rambutan ya ng diproses sebagai hasil industri rumah tangga (home industry). Hasil prosesing industri rumah tangga sirop belimbing, bir pletok dan pembuatan dodol. Kendala yang ada saat ini masyarakat di kawasan sudah beralih dari tanaman buah bermusim (mangga, rambutan, dzn durian) menjadi tanaman buah tanpa musim (belimbing, jambu biji, jambu air, pisang, sawo, nangka). Potensi kerajinan tangan sebagai hasil dari home industry dapat lebih dikembangkan lagi. Pemanfaatan danau yang indah sebagai
tempat
mencari mata pencaharian penduduk dengan memanfaatkannya sebagai area wisata selain sebagai fungsi utama dengan aktivitas wisata penyewaan sepeda air dan, pemancingan, ngubak empang serta kegiatan wisata lainnya dapat dikemas agar lebih menarik . 3) Aktivitas berkaitan de ngan upacara adat Kegiatan yang berkaitan tata cara adat sebagai sesuatu yang sakral dalam masyarakat Betawi meliputi: kelahiran, sunatan, pernikahan dan kematian. Sedangkan yang menyangkut dengan kehidupan sehari-hari pengajian, tamat qur’an, dan nyahi perlu lebih digali lagi sebagai potensi budaya Karena menurut Syafwandi (l996) kebudayaan (adat istiadat, norma dan nilai), harus tetap ada dalam kehidupan suatu masyarakat karena kebudayaan merupakan identitas dan potensi serta bukti bagi keberadaan masyarakat Betawi. Kebudayaan dapat terlihat dari bentukannya: (a) gagasan, (b) perilaku dan (c) benda. Keadaan terburuk adalah hilang dan musnahnya kebudayaan, lebih jauh lagi hanya menjadi dokumentasi saja dalam museum (Muttaqin l996). 4) Aktivitas berkaitan dengan kesenian Berkaitan dengan kesenian (musik dan tari) serta, keseharian dari komunitas Betawi tidak terlepas dari kesenian yang mewarnai setiap
89
kegiatan upacara adat baik sebagai pengiring ataupun sebagai bagian pokok dari acara tersebut. Dapat ditambahkan pula permainan rakyat dianggap pantas untuk dijadikan potensi kawasan. Permainan tradisional yang membutuhan ruang terbuka karena dilakukan di luar ruang kecuali congklak dilakukan dalam ruang. Jenis permainan yang diupayakan untuk disosialisasikan kembali melalui; 1) Berbagai perlombaan, secara berkala misalnya dalam rangka hari- hari besar, ulang tahun kemedekaan atau hari jadi kota Jakarta, 2) Penyediaan ruang-ruang dan fasilitas tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian kawasan serta dapat dipergunakan sebagai tempat atraksi bagi pengunjung kawasan wisata budaya, 3) Keberadaan ruang-ruang sosial diperuntukan bagi para pendukung kebudayaan Betawi, 4) Kesenian musik Betawi dalam atraksinya sebagai hiburan pengiring pada upacara adat. Konsep dasar dalam perencanaan tata ruang yang dilengkapi fasilitas pendukung dengan karakteristik khusus kawasan baik bio fisik maupun fisiknya. Ciri-ciri bentukan fisik bangunan dan fasilitas, serta alami dengan segala kekhasan kawasan yang menggambarkan suasana kehidupan, kesenian, budaya Betawi yang dapat menjembatani masa lalu dengan masa kini (Lampiran 10). Faktor-faktor kendala yang ada pada kawasan, secara umum saat ini adalah pengelolaan. Kawasan belum mempunyai sarana serta prasarana yang memadai dan belum terkelola dengan baik. Selain itu terlalu banyak pihak terkait dalam pengelolaannya, dan kurang adanya koordinasi. Kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya dana serta dinas yang terlibat, belum menjalankan tugasnya dengan baik. Belum terstrukturnya seluruh kegiatan pengelolaan, sehingga mengakibatkan belum optimalnya fungsi kawasan. Re-strukturisasi sebagai merupakan langkah awal dalam mengatasi pengelolaan di kawasan. Sedangkan kendala-kendala yang ada adalah sebagai berikut: 1) Perkembangan penduduk yang sulit dibendung hal ini semua karena desakkan ekonomi masyarakat terutama Betawi khususnya. Sehingga terjadilah jual beli lahan sesuai dengan kebutuhan pembeli dan penjual.
90
2) Perubahan pola permukiman tidak dapat dihindari, terutama rumah-rumah pada bagian luar (rumah-rumah yang berjajar / menghadap ke jalan utama dan jalan lingkungan sekunder). Sedangkan pada bagian dalam hanya sebagian
kecil
saja
rumah-rumah
yang
masih
mempunyai
pola
bergerombol/mengelompok dengan rumah menghadap ruang terbuka/ kebun. 3) Seiring dengan berjalannya waktu terjadi perubahan dari pola permukiman tradisional ke pola tanpa pekarangan yang cenderung tidak memiliki pekarangan yang cukup luas, terutama untuk pola bagian luar, tetapi masih ada beberapa pekarangan terutama pada bagian dalam. Sehingga akibatnya masyarakat (khususnya Betawi) kurang peduli untuk membuat rumah dengan pola pekarangan tradisional Betawi yang memiliki pembagian ruang tertentu. Pada saat ini karakter kawasan yang ditampilkan masih jauh dari yang diharapkan dan sebagian besar rumah penduduk sudah tidak mempunyai pekarangan yang cukup luas. Seharusnya pola pekarangan di Setu Babakan masih dipengaruhi oleh pola pekarangan tradisional yang ada di pulau Jawa dan pekarangan juga memiliki beberapa fungsi, seperti makam, kolam ikan, tempat pembakaran sampah, kamar mandi, sumur, kandang ternak, empang, dan tempat menjemur pakaian serta kegiatan lain. 4) Pergeseran paradigma di bidang pariwisata dan konservasi, sehingga terbuka peluang
lebih besar untuk pengembangan kawasan sebagai
kawasan wisata. Budaya dengan kriteria-kriteria yang harus lebih disesuaikan lagi dengan standar sebagai kawasan wisata budaya. Di dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya. Kawasan Pelestarian Alam selain mempunyai fungsi utama untuk perlindungan dan pengawetan, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan wisata dan rekreasi. Karena saat kini kawasan belum terlindungi sebagai kawasan Perkampungan Budaya Betawi dengan Undang- undang maupun peraturan yang tegas, untuk keberlanjutan kawasan kelak. 5) Kondisi air danau yang tercemar oleh banyaknya Keramba Jaring Apung,
91
walaupun saat ini sudah dibatasi (40 KJA), serta tidak terawatnya danau karena sebagian masyarakat membuang sampah cair maupun padat.
Potensi Lanskap sebagai Penyangga Sistem Ekologi Kawasan Perkampungan Budaya Betawi merupakan lahan daratan dengan sebagian wilayah berupa rawa, ruang terbuka dan dua setu yang besar Potensi lanskap Perkampungan Budaya Betawi sebagai penyangga kawasan mempunyai nilai penting sebagai lahan produktif dengan media aktivitas kehidupan dan budaya serta masyarakatnya. Kualitas alam merupakan sumberdaya alam dan kesimbangan serta keragaman vegetasi, yang ditunjang dengan keberadaan danau sebagai tadah air (konservasi air/resapan air) sehingga memerlukan perlindungan dan dilestarikan agar tetap berkelanjutan. Konservasi
ekologi
adalah
salah
satu
cara
untuk
menyelamatkan
sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan tetap mempertahankan kondisi awal yang memanfaatkan ruang terbuka, empang/rawa pekarangan/kebun, dengan memperhitungkan daur materi, energi dan aspek ruang (space). Potensi
kawasan
sebagai
penyangga
ekologi
identik
dengan
memelihara/mengelola yang berarti pemakaian secara bijak seluruh sumber daya alami maupun buatan dapat memenuhi kebutuhan kita kelak (Soejoko 2000). Sedangkan pengelolaan dalam arti sempit adalah, mengacu pada mempertahankan lingkungan dan bangunan atau kelompok-kelompok disekitarnya. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, kawasan terbagi dalam kawasan lindung (non budidaya) dan kawasan budi daya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumberdaya alam dan buatan. Kawasan Perkampungan Budaya Betawi diusulkan untuk dilindungi kelestariannya, khususnya lanskap permukiman yang mencakup elemen lanskap pekarangan dan vegetasi, setu/danau dengan menjaga kualitas sumber daya alam dan budaya serta memberdayakan potensi yang dimiliki sehingga tercapai pemanfaatan terbaik dan berkelanjutan. Dapat ditambahkan juga bahwa konservasi
kawasan
adalah
proses
pengelolaan
mempertahankan nilai kulturnya (Bappeda l988).
suatu
kawasan
guna
92
Potensi Ruang terbuka hijau adalah area yang memiliki nilai alami tinggi, khas, dan mudah rusak yang berfungsi sebagai penyangga sistem ekologi dapat berbentuk (1) Ruang terbuka pasif yang berupa danau, rawa/empang dan ruang terbuka (kebun, pekarangan dan makam), sepanjang tepi danau, rumah adat, (2) Area resapan air, penghijauan, penghasil oksigen, habitat satwa, (3) Area penunjang dimungkinkan untuk aktivitas pendidikan, penelitian ilmiah, agama (religius) dan wisata pasif seperti sightseeing dengan intensitas pengunjung rendah yang dimungkinkan dengan jumlah sekitar sekitar ± 15 m2/ orang. Terpeliharanya mutu lingkungan hidup dan kelestarian tetap harus dijaga dengan baik dengan cara penataan kawasan dengan berbagai jenis vegetasi sesuai fungsi dan kebutuhan kawasan dengan tanaman khas Betawi (Setu Babakan) dan tanaman dan, dapat ditambahkan dengan tanaman mempunyai nilai spritual seperti pandan wangi, kelor, sirih, hanjuang, kembang sepatu, dan soka besar, pacar. Konsep ekologi yang diusulkan sebagai penyangga ekologi dengan pemanfaatan vegetasi dan pemeliharaan danau demi keberlanjutan lingkungan. Perubahan pola tanam serta usaha lain, sehingga terjadi perubahan dalam interaksi antara masyarakat kawasan dengan lingkungannya. Kawasan budidaya dengan konsep penataan vegetasi dilakukan sebagai salah satu pertimbangan kesesuaian fungsi ekologis kawasan. Untuk itu vegetasi asli daerah sebaiknya lebih dominan dipergunakan. Selain vegetasi kawasan dapat ditambahkan dengan vegetasi lain sebagai menambah estetika lingkungan. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear, (l975) vegetasi dengan bentuk, tekstur dan warna daun atau bunga yang menarik akan memberikan keindahan visual. Selain menambah nilai estetik vegetasi ditempatkan sesuai fungsinya sebagai: 1) Pengontrol pandangan untuk menahan arahan pancaran sinar matahari, lampu dan memantulkan sinar matahari 2) Pembatas fisik, untuk pengendali. menghalangi serta mengarahkan pergerakan sirkulasi manusia. 3) Pengendali iklim serta dapat memberikan, (a) kenyamanan untuk manusia diantarannya mengontrol radiasi dan suhu. Sehingga diperlukan vegetasi yang dapat menyerap panas dari sinar matahari, (b) pengendali angin,
93
diperlukan vegetasi menahan, menyerap dan mengalirkan angin, vegetasi dengan kerapatan tinggi yang mampu mengurangi kecepatan, (c) pengendali suara diperlukan vegetasi yang menyerap suara bising, (d) penyaring polutan, debu dan bau. 4) Pencegah erosi dalam fungsi hidrologi, vegetasi yang menyerap air jatuh pada permukaan tanah dan meneruskannya ke dalam pori-pori tanah. Maka tanah akan menyimpan air, sehingga tidak terjadi genangan air/banjir 5) Pembangkit, mendatangkan satwa, diperlukan vegetasi yang dapat berfungsi sebagai tempat tinggal satwa dan sumber bahan makanan. 6) Penghasil, menciptakan, kesan lingkungan hidup ruang alamiah bagi manusia.
Potensi Lanskap Wisata Secara umum wisata budaya meliputi aktivitas wisata untuk mempelajari, dan mendapatkan pengalaman serta berinteraksi dengan kehidupan masyarakat di dalam dan di luar lingkungan hidupnya, atau aktivitas budaya dan keseniannya. Potensi wisata secara umum ditentukan oleh beberapa aspek seperti: A) Letak dan aksesibilitas Letak kawasan Perkampungan Budaya Betawi ini di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Peningkatan jumlah penduduk dan lalu lintas pada lokasi berpotensi untuk berkembang. Karena kondisi lokasi eksisting saat in masih sangat mungkin untuk dikembangkan. Aksesibilitas ditunjang sistem transportasi dan karakter kawasan di Setu Babakan yang lebih mencakup pelayanan lokal untuk pergerakan internal, namun demikian untuk pergerakan eksternal dari dan ke wilayah Perkampungan Budaya Betawi sangat potensial dikembangkan karena akses yang tersedia cukup baik dari dan ke Jakarta yaitu, jalan arteri (Jl. Raya Pasar Minggu) dan jalan kolektor (Jl. Moch Kahfi II). Hal ini ditunjang dengan tersedianya moda transportasi massal yaitu kereta api dengan stasiun terdekat berjarak 5 km dan tersedianya akses menuju Depok-Bogor.
94
Potensi iklim (suhu udara, kelembaban udara, angin, curah hujan) dengan kondisi cukup nyaman sebagai kawasan wisata. Ada beberapa faktor berkaitan dengan kenyamanan dan keamanan seperti, topografi yang dibedakan dengan kemiringan lerengnya cukup aman dan geologi serta jenis tanah turut menentukan bagi peruntukan sarana dan prasarana infrastruktur jalan maupun bangunan. Secara umum drainase berkaitan dengan hidrologi dinyatakan dalam kondisi cukup-baik tanpa genangan, dan dianggap cukup berpotensi sebagai area wisata. Persyaratan drainase yang sesuai dengan ketentuan terdiri dari saluran terbuka untuk area terbuka dan tertutup untuk area yang tertutup. Air hujan yang masuk kesaluran primer dan sekunder terdiri dari; (a) limpasan air permukaan dan air hujan ya ng turun akan disalurkan sesuai dengan klasifikasinya, (b) air mengalir berdasarkan konsep gravitasi yang timbul akibat dari kemiringan lereng lahan, (c) mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah terhadap badan saluran. Potensi vegetasi khas kawasan cukup beragam sedangkan untuk fauna dalam katagori cosmopolitan dalam artian tidak terdapat fauna yang harus dilindungi. B) Daya tarik obyek wisata Kawasan wisata tidak akan berkembang apabila tidak terdapat daya tarik wisata potensial pada obyek-obyek wisata yang membuat pengunjung tertarik. Untuk itu peningkatan karakter kawasan bercirikan khas Betawi, terdiri dari pola permukiman dan bentuk arsitektur bangunan (rumah, bangunan, fasilitas sosial, fasilitas umum dan tanaman khas kawasan), karena ciri tersebut paling mudah dikenali. Karena kehadiran obyek wisata dengan daya tarik wisata potensial akan menghasilkan pengalaman berkualitas tinggi apabila ditopang pelayanan dan jasa pendukung yang baik. Kawasan Setu Babakan mempunyai daya tarik wisata yang dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Obyek wisata pola perkampungan budaya (wisata budya) harus dengan syarat memiliki jalan lintas masyarakat. Terdapat pembagian ruang melalui proses pemetaan lingkungan alam secara terpadu (integrated environmental mapping) dan memfasilitasi serta memadukan semua kepentingan. Karena kawasan harus memiliki ekosistem yang tidak boleh terganggu oleh kegiatan wisata yang dapat merusak ekosistem yang ada,
95
(area: permukiman, pekarangan, lahan- lahan kosong, empang/rawa). Menurut Biro Bina Program potensi kawasan didukung dengan kegiatan tata kehidupan sehari- hari dan tata cara upacara adat merupakan potensi kawasan. Karena semua kegiatan budaya masih dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang baku dalam kehidupan masyarakat Betawi asli dan masyarakat non Betawi. 2) Obyek wisata agro (wisata ekologi) sebagai obyek wisata berkaitan dengan potensi tanaman buah yang terdapat di kawasan. Dalam hal ini potensi lebih ditekankan pada lingkungannya. Berbagai aktivitas pertanian, kebun, pekarangan, (kebun buah memetik buah, melihat prosesing hasil kebun dan) atau nursery milik masyarakat Betawi. Hasil kerajinan tangan serta melakukan penjualan hasil dari kegiatan tersebut. Evaluasi potensi obyek wisata meliputi kondisi bio fisik, fisik dan akan menghasilkan kawasan cukup kuat untuk dijadikan kawasan wisata terdapat pada Tabel 19.
Tabel 19 Evaluasi Potensi Obyek Wisata Jenis
Parameter Baik
Iklim -Suhu Udara -Kelembaban udara -Angin -Hujan Topografi -Kelerengan Geologi -Jenis tanah -Permeabilitas Hidrologi -Permebilitas -Banjir Vegetasi/Fauna -Keragaman vegetasi -Jenis fauna Wisata Budaya -Permukiman -Pola pekarangan -Kerajinan Tangan -Tata Cara Hidup -Drama -Tari -Musik
b b b b
-27 °- 32.4 °C -80-90 % 270 % (knot) -778/hr, daerah basah -Kemiringan 1-2 m (1%)
b b b
-Latosol merah/Berliat -Kurang/lambat -Lambat -Tanpa banjir/ sedikit menggenang
b
b b b b b
b
b b
-Cukup -Cosmopolitan -Keunikan -Keragaman -Keunikan -Keunikan -Keragaman/keunikan -Keragaman/keunikan -Keragaman/keunikan
Hasil Evaluasi Sedang Buruk
b
b
b
96
Lanjutan Tabel 19 Evaluasi Potensi Obyek Wisata -Pesta rakyat /festifal -Produk-produk lokal -Seni Bangunan Ekologis -Kebun Buah -Memetik Buah -Melihat prosesing -Nursery -Penjulan Hasil Wisata Rekreatif -Mancing -Menjala Ikan -Ngubak Empang -Naik Perahu -Duduk-duduk
b
-Keragaman/keunikan -Keragaman/Keunikan -Keragaman/Keindahan
b
b
-Keragaman jenis buah -Keragaman jenis buah -Keunikan -Keragaman jenis tanaman -Keragaman hasil
b
b
b
b
b
b b
-Rekreasi -Rekreasi -Rekreasi -Rekreasi -Rekreasi
b
b b
3) Obyek wisata aktraktif, berkaitan dengan atraksi yang diinginkan pengunjung. Kegiatan rekreasi seperti naik perahu, memancing, ngubak empang dan kegiatan lainnya yang bersifat rekreatif. Keberadaan fasilitas dan ruang wisata sebagai kelengkapan kawasan wisata disamping itu juga bertujuan sebagai tempat atraksi bagi pengunjung. Kesenian musik berpotensi sebagai obyek wisata, karena kesenian musik, tari dan drama Betawi dalam atraksinya sebagai hiburan, selain dipakai sebagai pengiring jalannya upacara adat dapat. Kesenian dalam katagori sebagai obyek wisata rekreatif, kegiatannya dapat dilakukan di panggung terbuka dan plasa/ruang terbuka. Dapat ditambahkan dengan permainan rakyat yang dikemas dengan baik sehingga menjadi salah satu potensi wisata. Kelengkapan ruang-ruang umum/sosial pada area wisata sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi kawasan wisata.
C) Fasilitas sarana dan prasarana Pertimbangan-pertimbangan ekologis, sosial-budaya serta ekonomi juga dilakukan
sehingga
pemanfaatan
lahan
tetap
lestari
dan
berkelanjutan.
Perkembangan kegiatan di Perkampungan Budaya Betawi sehingga memcu ekonomi wilayah. Pengembagan tersebut perlu ditunjang oleh prasarana/sarana transportasi. Prasarana dan sarana transportasi merupakan pemacu pengembangan pembangunan suatu wilayah kawasan wisata, sehingga keberadaannya perlu
97
mendapat prioritas baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 167 tahun 1994 tentang Sarana dan Prasarana. Sarana jaringan jalan merupakan potensi dari kawasan wisata. Karena sarana jaringan jalan sebagai akomodasi penghubung di dalam dan diluar kawasan meliputi; 1) Potensi jaringan sebagai jalur sirkulasi belum ditunjang dengan infrastruktur jalan. Selain segi geometrisnya, jalan yang tersedia belum memenuhi persyaratan. 2) Fasilitas akomodasi jaringan dengan permukaan jalan telah diperkeras dengan cone blok dan jalan pedestrian, dan terdapat jalan yang masih jalan tanah. Potensi sistem transportasi di kawasan mencakup pelayanan lokal/internal dan regional. Sistem transportasi yang ada terdiri dari jalan, raya, jalan rel, dan sistem angkutan umum. Sirkulasi internal adalah untuk menuju lokasi sekolah, belanja dan bekerja, pada umumnya dengan berjalan kaki atau dengan angkutan umum (ojek). Sirkulasi utama transportasi regional
dari arah Depok–Bogor, dan ke
Jakarta maupun ke Bogor dapat menggunakan transportasi jalan raya maupun kereta api. 3) Potensi fasilitas pelayanan umum dan kantor seperti, fasilitas pelayanan ,informasi, administrasi, rumah adat, wisma dan mushola, toilet, tempat sampah, dapat lebih dikembangkan lagi. 4 ) Potensi wisata budaya, memerlukan sarana agar kegiatan budaya yang ada saat ini dapat berlangsung dengan baik. Potensi aktivitas budaya dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi PBB, karena pada sebagian tertentu (RW 08) masih melakukan aktivitas yang berkaitan dengan adat istiadat dan tata cara hidup (seperti ngubak empang, kerja bakti, upacara pengantin, nujuh bulan, sunatan, tamat qur’an) dan aktivitas kesenian seperti tari (zapin, topeng, cokek, samrah, ondel-ondel), drama (lenong Betawi, jinong, ubruk Betawi) serta seni musik (gambang kromong, tanjidor, kroncong tugu, rebana). Aktivitas kesenian saat ini sudah terjadwal cukup baik dengan frekuensi pertunjukan minimal 1 kali dalam satu minggu. Kegiatan rutin
98
sudah terealisasi dengan baik karena ditunjang oleh fasilitas panggung dan plaza. 5)
Potensi makanan dan minuman (kerak telor, bieer pletok, serta kue-kue dodol, akar kelapa, kembang goyang, dan wajid) kios cinderamata khas kawasan (miniatur ondel-ondel, kain sarung), sebagai potensi utama dapat di tingkatkan lagi dengan memberikan sarana dan prasarana rumah-rumah makan dan kios –kios untuk menjual barang dagangan tersebut.
6)
Potensi area parkir yang ada dikelola lebih profesional.
4) Potensi jaringan utilitas lingkungan dan drainase kawasan yang terdiri dari jaringan listrik, jaringan air minum, sistem pembuangan limbah, memerlukan peryempurnaan lagi agar dapat berfungsi dengan baik. D) Sikap masyarakat Sikap masyarakat yang sebagian besar penduduk asli Betawi (93.5%) dan non Betawi (89.7%) menyatakan mendukung pengembangan kawasan sebagai pekarangan budaya Betawi. Hal ini dapat dipahami karena pengembangan ini terkait dengan saling menguntungkan dengan cara mengkaitkan manfaat ekonomi, sehingga sebagian besar bersikap menerima. Dukungan masyarakat setempat akan lebih meningkat jika dilakukan pendekatan dengan pendidikan (penyuluhan, pelatihan),
bagi
hasil,
partisipasi
dalam
pengambilan
keputusan
dan
perkembamgan yang kompatibel di sekitar kawasan yang dilindungi, serta pendekatan ases ke sumberdaya (Bradon, l995). Ditambahkan pula oleh Brandon (1993) dan Wall (l995) melibatkan unsur masyarakat setempat di dalam pengembangan dan pengelolaan memerlukan kompensasi, waktu serta energi yang banyak dan kemampuan organisasi masyarakat. Salah
satu
strategi
pelestarian
adalah
menekankan
pentingnya
mengkaitkan kawasan yang dilindungi dengan aktivitas ekonomi masyarakat setempat. Untuk itu dengan melibatkan masyarakat setempat dalam perencanaan dan pengelolaan adalah salah satu kebijakan yang akan diterapkan di Perkampungan Budaya Betawi, oleh para ahli konservasi dan pengelola bagi kawasan yang dilindungi.
99
E) Kebijakan dan Peraturan Aspek legal dan peraturan diperlukan bagi pengembangan kawasan PBB didukung oleh kebijakan pemda DKI No. 6..tahun 1999 tentang Tata Ruang Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati maka Gubernur DKI mengeluarkan Surat Keputusan No. 92 Tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Keputusan-keputusan yang diperkuat Undang Undang No 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup agar kawasan tetap berkelanjutan dengan memperhatikan batasan kawasan sebagai kawasan perlindungan. Undang-undang tersebut berlaku setempat, berfungsi untuk melindungi kegiatan dan menjaga ekosistem yang berakibat pada kerusakan fisik kawasan atau kegiatan dapat menggangu kelestarian fungsi kawasan. Kawasan perlindungan setempat meliputi, (a) sekitar danau/waduk minimal ± 500 meter dari tepi danau/waduk kecuali untuk pembangunan fasilitas dermaga, (b) bangunan dengan konstruksi tidak permanen untuk keperluan tempat berteduh atau fasilitas rekreasi danau boleh ditempatkan di dalam kawasan sempadan (warung, bangku, darmaga pemancingan, tiang lamulampu penerangan) (c) jalan lintas bagi penguhuni (sirkulasi penghuni), (d) areal konsentrasi vegetasi khas kawasan. Ketentuan membangun di kawasan adalah sebesar 20% untuk Koefisien Dasar Bangunan ( KDB 20%) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) diizinkan 3-4 lantai, dan pengendalian kepadatan bangunan dilandaskan pada pertimbangan pelestarian lingkungan, proporsi massa bangunan terhadap bentang alam (kenampakan alam secara visual) tapak peruntukan, dan kondisi serta karakteristik lahan dan karakter bangunan. Pengendalian bangunan untuk menghindari kesan “visual pollution” dan mencegah penurunan kualitas lingkungan. Untuk itu arsitektur bangunan wajib mencerminkan ciri/karakter arsitektur lokal agar terlihat menyatu (kontekstual) dengan lingkungan alam dan budaya setempat.
Konsep Pengembangan Kawasan Secara umum konsep dasar pengembangan kawasan sebagai Permukiman Budaya Betawi adalah meningkatkan harkat dan martabat warga Betawi melalui
100
penataan
ruang
luar
dalam
batas
wilayah
kehidupan
masyarakatnya.
Pengembangan kawasan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) kota Jakarta khususnya DKI. Kawasan dengan prioritas sebagai area permukiman dan daerah resapan air. Pembangunan dilakukan dalam 6 tahap dari tahun 2000-2010. Pengembangan kawasan bertujuan sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Sedangkan faktor-faktor potensial untuk dikembangkan secara optimal, baik secara fisik maupun sosial budaya tersaji pada Lampiran 9. Pengembangan kawasan sesuai dengan pola penggunaan lahan dan ruang lingkup budaya Betawi dengan segala aktivitasnya. Upaya meningkatkan karakter Perkampungan Budatya Betawi dilakukan dengan memberikan ciri yang lebih kuat, visual lanskap, vegetasi, rumah penduduk dan fasilitas pendukung yang dipergunakan sesuai ciri khas Betawi, hal ini agar dapat lebih mengakomodasi aktivitas wisata budaya. Berdasarkan ICOMOS (2000), selain kegiatan tersebut dapat ditambahkan potensi lain, sebagai penambah daya tarik pengunjung dengan fasilitas lain yaitu: 1) Membangun wisma domestik yang merupakan suatu alat yang penting dalam pertukaran budaya. Karena itu konservasi budaya harus memberi kesempatan bagi masyarakat lokal dan pengunjung untuk mengalami dan memahami warisan komunitas budayanya. 2) Merencanakan kawasan wisata dan konservasi untuk tempat-tempat wisata budaya
harus
dapat
menjamin
bahwa
pengalaman
yang
didapatkan
pengunjung. akan berharga dan memuaskan serta menggembirakan. 3) Masyarakat asli dan penduduk yang tinggal di permukiman hendaknya dilibatkan dalam segala kegiatan perencanaan maupun pengambilan keputusan 4) Melibatkan penduduk yang ada di lingkungan kawasan untuk semua aktivitas yang menguntungkan ekonomi masyarakat. 5) Menyadarkan akan komunitas yang mempunyai eksotik budaya tinggi dan dapat dijual untuk pariwisata. Sehingga pengunjung ada kecenderungan untuk menghabiskan waktu dan uangnya untuk mendatangi tempat-tempat tersebut. 6) Menarik para wisatawan untuk datang, sehingga konsep wisata yang tepat
harus didukung dengan
101
Pembangunan sarana permukiman dan komersil berlantai satu tidak melampaui daya dukung kawasan (Peraturan No.47 Tahun l977). Garis sempadan daratan sepanjang tepia n setu perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan pada bagian tepi setu/sungai serta tercemarnya air setu/sungai tersebut oleh pembangunan kawasan dan aktivitas kehidupan. Konsep pengembangan lanskap disesuaikan dengan penyebaran vegetasi dan ruang luar yang berkembang, berdasarkan nilai- nilai tradisi serta sosial budaya yang berkembang. Pada masyarakat Betawi bagian dalam mempunyai pola ruang bersifat geometri, karena pola-pola ruang tersebut mengikuti pola pekarangan/ kebun/ empang. Konsep pengembangan kawasan mempertimbangkan sumberdaya untuk wisata budaya, wisata agro dan wisata rekreatif: 1) Konsep wisata budaya secara umum untuk mempelajari, dan mendapatkan pengalaman dan berinteraksi dengan kehidupan masyarakat Betawi baik yang terdapat dalan lngkungan hidupnya aktivitas budaya maupun kesenian. 2) Konsep wisata agro lebih ditekankan pada lingkungan, meliputi aktivitas pertanian pekarangan, nursery atau kebun milik masyarakat Betawi, termasuk pada hasil prosesing dari hasil pertaniannya. 3) Wisata rekreatif ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan rekreasi pengunjung Diharapkan pengembangan aktivitas rekreasi tidak merubah karakter permukiman budaya Betawi yang ada. Ruang umum pada perkampungan Budaya Betawi, me rupakan ruang yang masih mencirikan perkampungan Betawi. Pada kampung terdapat kebun, pekarangan, makan serta empang. Sedangkan ruang umum wisata adalah pelengkap ruang yang bersifat rekreatif, seperti taman-taman terbuka, plaza-plaza. Pada dasarnya ruang umum wisata merupakan ruang terbuka yang digunakan untuk umum yang dicerminkan oleh skala pemanfatannya. Ruang terbuka dapat dibedakan menjadi ruang terbuka pasif dan ruang terbuka aktif berdasarkan kegiatan yang dilakukan di dalamnya (Hakim l993). Kebutuhan ruang umum wisata untuk pelayanan pengunjung meliputi: 1) Ruang terbuka pasif suatu area yang didalamnya tidak mengundang untuk
102
segala kegiatan manusia, ruang ini harus dipertahankan peruntukannya antara lain berupa penghijauan/taman sebagai sumber pengudaraan lingkungan penghijauan (danau, rawa dan terbuka hijau). 2) Ruang terbuka aktif suatu area yang diperuntukkan bagi pembangunan terbatas dan terkendali, area ini termasuk dalam ruang konservasi. Area tersebut yaitu: pintu gerbang, permukiman, sempadan danau, serta area pemancingan, dan ruang terbuka hijau (kebun campuran, makam, dan memiliki fungsi konservasi ekologis untuk mencegah erosi. Penghijauan di sekitar danau akan menambah estetika, peneduh dan pemecah angin (wind breaker). Ruang-ruang tersebut peruntukannya dapat sebagai ruang terbuka dan yang bersifat pasif atau aktif yang memungkinkan adanya kegiatan manusia dan menjamin keselamatannya. Untuk itu dilakukan penataan ruang, sedangkan . manfaat penataan ruang secara umum meliputi: 1) Meningkatkan mutu lingkungan hidup alam dan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat di dalam kawasan 2) Menciptakan keserasian lingkungan alam dan binaan agar berguna untuk kepentingan masyarakat kawasan Sedangkan manfaat penataan ruang secara teknis, danau/empang/kolam/rawarawa berfungsi sebagai: (a) pengendali kualitas lingkungan kawasan, (b) penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual alam, (c) penyangga keberadaan kawasan Perkampungan Budaya Betawi, (d) sebagai sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan pengetahuan.
Konsep Zonasi Ruang Berdasarkan analisis konsep ruang maka jenis ruang yang direncanakan adalah ruang konservasi budaya, konservasi ekologis dan pengembangan wisata rekreatif. Jenis penggunaan lahan/ruang tersebut diterapkan pada tapak sesuai dengan hasil analisis kesesuaian lahan. Konsep zonasi adalah upaya mengembangkan kawasan dengan tetap menjaga fungsi ekologis kawasan serta kelestarian budaya setempat sebagai identitas kawasan, terbagi dalam tiga zonasi berdasarkan fungsi ruang. Penentuan
103
penggunaan fungsi ruang kawasan dilakukan berdasarkan pendekatan biofisik tapak, dan mempertimbangkan faktor lainnya yaitu: (a) kebutuhan akan tempat (b) keindahan sumberdaya alam dan keunikan budaya yang dimiliki, (c) pertimbangan ekologi, (d) pertimbangan ekonomi masyarakat. Berdasarkan fungsi kawasan sebagai lanskap budaya, konservasi ekologis dan sebagai wisata rekreatif, maka zonasi ruangpun mengikuti fungsi- fungsi ruang tersebut. Guna mengakomodasi fungsi tersebut, maka zonasi ruang utama meliputi: Zona Konservasi Budaya (zona inti), Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) dan Zona Pengembangan yang diperuntukan untuk aktivitas wisata rekreatif dan fasilitas-fasilitasnya secara rinci dapat dijelaskan seperti berikut ini: 1) Zona Konservasi Budaya
(zona inti), meliputi permukiman
Betawi
dengan pola pekarangan yang ditumbuhi berbagai jenis vegetasi khas kawasan serta aktivitas hidup dan kehidupannya seperti sosial ekonomi. sosial budaya masyarakat di dalam kawasan. Aktivitas ini ditunjang oleh fasilitas umum dan fasilitas sosial. Zona ini juga termasuk sebagian danau yang digunakan penduduk asli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Zona inti konservasi budaya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata budaya dan wisata agro. 2) Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) Zona ini ditujukan untuk memyangga sistem ekologis kawasan dan sebagai daerah resapan air bagi sekitardan khususnya Jakarta selatan. Zona ini meliputi permukiman, pekarangan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), kebun, makam, empang/danau. Zona ini dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata agro, dan wisata alam. Zona
pengembangan
wisata
rekreatif,
meliputi
area
danau
permukiman dengan segala aktivitasnya serta pengembangan
dan danau
sebagai pusat rekreasi danau. Sistem pengelolaan lanskap Perkampungan Budaya Betawi disusun berdasarkan dengan fungsi kawasan yang tertata dalam konsep zonasi pengelolaan.Diagram ruang tersebut dapat dilihat pada Gambar 37 dan Gambar 38 menunjukkan zonasi ruang berdasarkan fungsi.
104
Kawasan Perkampungan Budaya Betawi
Zona Konservasi Ekologis (zona penyangga) Pekarangan, kebun,danau, makam.
2
Zona Konservasi Budaya (zona inti) Permukiman Betawi & danau
1 Danau
Zona Pengembangan
3
Wisata Rekreatif
Legenda: 1 Zona Konservasi Budaya 2. Zona Konservasi Ekologis 3. Zona Pengembangan/Wisata Rekreatif
Gambar 37 Konsep Zonasi Ruang Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi wisata mempertimbangkan sumberdaya kawasan sebagai wisata budaya, wisata agro dan wisata rekreatif dapat diakomodasikan. Wisata rekreatif ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan rekreasi pengunjung di area danau dan zona yang telah ditentukan (zona pengembangan). Diharapkan aktivitas rekreasi dan pengembangan zonanya tidak menganggu karakter permukiman budaya Betawi. Sumber daya wisata tersebut perlu dieksplorasi dan diekspos agar dapat dikunjungi dengan program-program interpretasi yang baik. Sirkulasi adalah jalur pergerakan pengunjung dan masyarakat. Disarankan lebih banyak menggunakan kendaraan yang bebas polusi atau berjalan kaki dalam pedestrian yang nyaman. Pembenahan jalur-jalur sirkulasi dengan penyediaan lahan parkir sesuai dengan standar parkir yang diizinkan berkisar ± 5 m″/mobil dan fasilitas bagi pejalan kaki sesuai standar minimal lebar 1.20 m untuk 2 orang pejalan kaki agar dapat menikmati suasana. Sirkulasi wisata di kawasan secara umum terbagi dua, yaitu sirkulasi permanen dan sirkulasi temporer. Sirkulasi permanen adalah sirkulasi yang menghubungkan ruang-ruang wisata yang dapat dikunjungi setiap saat, yaitu
105
Gambar 38 Peta Zonasi Berdasarkan Fungsi hal. 105
106
jalur sirkulasi dalam kawasan yang diperuntukkan bagi pengunjung. Setiap zona mempunyai rencana pengelolaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam dalam pembangunan nasional sebaiknya mempergunakan pendekatan multi sektoral. Alur sirkulasi wisata diterima oleh ruang umum (parkir), ruang penerima, ke ruang transisi dan ruang wisata utama dan akhirnya menyebar keseluruh kawasan mengikuti alur yang ada berakhir pada pintu kedua. Sedangkan sirkulasi temporer adalah sirkulasi yang menghubungkan ruang-ruang wisata terbatas yang dapat dikunjungi hanya pada waktu tertentu saja (musim buah, aktivitas budaya Setu Babakan). Sirkulasi diperlukan bagi area-area yang mempunyai daya tarik wisata rendah maupun tinggi perlu diberi akses dengan cara menyusun hubungan antar ruang dengan pola jalur sirkulasi yang logis Obyek-obyek yang mempunyai daya tarik wisata perlu diberi akses yang baik dengan cara menyusun antar ruang dengan jalur sirkulasi yang logis. Hal ini untuk mengakomodir pengunjung ke area-area wisata agar dapat menikmati dan mendapatkan pengalaman wisata. Perkampungan Budaya Betawi. Konsep sirkulasi disajikan pada Gambar 39.
2
3
4
1
1
Danau
2
Legenda : 1.Pintu Gerbang ( Ruang Penerima) 2.Ruang Wisata Budaya 3.Ruang Wisata Agro 4. Ruang Wisata Rekreatif
3
4
Jalur sirkulasi permanen Jalur sirkulasi temporer
Gambar 39 Skema Sirkulasi Wisata
107
Konsep Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi Konsep pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi merupakan salah satu uoaya pengelolaan kawasan konservasi dalam mewujudkan misi pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sesuai dengan pola pengelolaaan kawasan konservasi dengan menerapkan sistem zonasi.
Zonasi Ruang Tingkat Pengelolaan Kegiatan pengelolaan dilakukan secara spasial dengan melakukan pembagian zonasi tingkat pengelolaan. Kegiatan pengelolaan berdasarkan fungsi secara umum akan mengefisienkan biaya, waktu, dan tenaga kerja. Kegiatan pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi terbagi: 1) Zona Konservasi Budaya (zona inti). Zona ini meliputi seluruh kawasan meliputi: area permukiman dan pekarangan, ruang terbuka, jalur sempadan danau, rawa serta lainnya yang dianggap mempunyai nilai penting terutama di RW 08. Sebagian danau sebagai sumber mata air, kebun/pekarangan adalah area daerah resapan air. Jika dilihat dari sudut pandang konservasi fisik kawasan merupakan satu kesatuan sistim saling terkait antara satu dengan lainnya sehingga harus dilindungi dan dipertahankan. Apabila terjadi perubahan struktur fisik, akan mengganggu dan merusak struktur lanskap kawasan mikro maupun makro. Area ini termasuk dalam pengelolaan “tinggi” (intensif) meliputi kegiatan pengelolaan/pengawasan yang dilakukan semaksimal mungkin. Hal ini dilakukan agar karakter kawasan dan
aktivitas masyarakatnya dapat tetap
terjaga dan berkelanjutan.. 2) Zona Konservasi Ekologi (zona penyangga) meliputi perumahan Betawi campuran/pendatang, kebun, makam dan ruang terbuka hijau (RTH) serta sebagian danau yang ditujukan untuk konservasi ekologis dan menyangga keberlanjutan ekosistim khususnya di perkampungan Betawi (di zona inti) Zona konservasi dengan intesitas pengelolaan dikatagorikan “sedang,” harus mendapatkan perhatian namun sejak dini perlu adanya kejelasan penggunaan lahan terutama untuk mempertahankan ruang-ruang terbuka hijau agar sistem ekologis kawasan untuk mempertahankan ruang-ruang terbuka hijau (makam,
108
danau, empang, kebun campuran dan pekarangan) sebagai daerah resapan air tetap dapat berlanjut. 3)
Zona Pengembangan wisata rekreatif, merupakan zona yang diperuntukan bagi aktivitas wisata rekreatif dan fasilitasnya. Zona aktivitas wisata rekreatif dan fasilitas pendukung wisata lainnya dikelola sesuai dengan intensitas penggunaannya. Aktivitas penggunaan oleh pengunjung pada area-area dengan intensitas penggunaan tinggi (welcome area, area rekrasi aktif) perlu dikelola secara intensif. Pada area dengan intensitas sedang atau rendah (camping ground) tingkat pengelolaannya juga sedang atau rendah.
Strategi Pengelolaan Penerapan konsep konservasi ekologi merupakan konsep pilihan bagi pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi, dengan pendekatan multi sektoral dari berbagai institusi dari sektor sosial, ekonomi, masyarakat, akademik dan swasta (jika mungkin) (Arancibia et. al, l999). Secara umum strategi pengelolaan terdiri atas tiga (3) kelompok besar: 1) Pengelolaan untuk mendukung pelestarian kawasan sebagai perlindungan budaya Betawi. 2) Pengelolaan untuk melindungi sistem ekologis kawasan khususnya danau dan alaminya. 3) Pengelolaan kawasan sebagai tujuan wisata Jenis wisata yang diakomodir adalah wisata budaya (difokuskan pada zona konservasi budaya). Wisata agro (berlokasi di zona konservasi budaya dan zona perlindungan ekologis) dan wisata rekratif (berlokasi di zona pengembangan
untuk
wisata
rekreatif,
termasuk
area
pelayanan
pendukung wisata) Guna menunjang program Pemda dalam upaya pengembangan kawasan di Setu Babakan perlu direncanakan sistem pengelolaan. Untuk itu diperlukan struktur organisasi pengelolaan secara terpadu dengan semua dinas terkait, akademisi dan profesional serta partisipasi masyarakat. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan secara terstruktur dalam sistem organisasi. Struktur organisasi pengelolaan direncanakan meliputi delapan komponen yaitu: (1) sumberdaya tapak, (2) sumber
109
daya budaya, (3) Pembina terdiri dari Unsur Pemerintah Daerah Gubernur dari Unsur Pemerintah Daerah Gubernur dan Unsur Masyarakat Betawi (BAMUS) sebagai pendiri, (4) Pengarah (Instansi pemerintah dan swasta, Pemda DKI, kecamatan dan kelurahan, LKB, tokoh masyarakat, LSM, Akdemisi, (5) Pemilik (Pemda DKI, Kecamatan, kelurahan, Warga masyarakat setempat, LKB), sedangkan kebijakan dan peraturan sebagai pengontol dari suatu proyek pemerintah. Pemilik bertanggung jawab terhadap kelangsungan pengelolaan, sedangkan pengarah/pembina sebagai pengontrol/manajemen, (6) Pengguna (masyarakat PBB dan pengunjung), (7) Pengelola berfungsi sebagai penanggung jawab terhadap manajeme n dalam pengembangan kawasan, (8) Investor jika dimungkinkan sebagai pengadaan dana dapat bersumber pada pengguna (pengunjung, masyarakat) sebagai pendukung kegiatan pengelolaan. Untuk itu diharapkan pihak pengelola mampu dan mau memahami pemilik dan pengguna. Konsep struktur pengelolaan tersaji pada Gambar 40 Struktur organisasi yang diusulkan diharapkan sesuai dengan kondisi dan rencana pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi terdiri dari tiga kelompok dan terbagi berdasar kan kelompok fungsinya yaitu; A) Controlling, berfungsi untuk mengontol, mengawasi semua kegiatan yang direncanakan maupun pada saat pelaksanaan. Kelompok ini meliputi pembina, pelindung, Pemda, Bamus dan profesinal yang terkait, sebagai pihak penangung jawab dari pemerintah. B) Procesing Profesionalisme, berfungsi mengolah semua kegiatan yang akan direncanakan dan yang sedang berjalan. Kelompok yang meliputi para profesional, akademisi, yang membawahi bidang-bidang yang sesuai dengan keahliannya masing- masing. C) Operational/Implementasi, berfungsi menjalankan semua kegiatan yang sesuai dengan yang sudah direncanakan secara profesional. Struktur organisasi yang diusulkan seperti pada Lampiran 11. Selanjutnya keinginan dari kedua belah pihak dimasukkan ke dalam program pengelolaan yang akan diterapkan. Disarankan pengelola adalah badan usaha yang berdiri sendiri, memiliki wewenang penuh atas seluruh kegiatan pengelolaan. Untuk meningkatkan sistem pengelolaan dengan struktur organisasi.
110
PEMBINA GUBERNUR dan BAMUS (Bada n Musyawarah Masyarakat Betawi)
PEMILIK
-Pemda DKI Jakarta-Selatan -LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi) -Kecamatan -Kelurahan -Warga setempat
INVESTOR
PENGARAH - Instansi Pemerintah/Swasta
-Lembaga Adat -Pemda DKI Jakarta Betawi -Dinas Pariwista -Tokoh Masyarakat -LKB (Lembaga Kebudayaan -Akademisi Masyarakat Betawi)
Pihak Swasta Penyedia -Dana -SDM (Sumberdaya Manusia) -Fasilitas
PENGELOLA Badan Pengelola Profesional (Melibatkan Unsur Masyarakat)
SUMBERDAYA
PENGUNA
-Lingkungan -Masyarakat dan Budaya khas Betawi -Masyarakat Pendatang
-Masyarakat -Pengunjung
Kawasan Perkampungan Budaya Betawi sebagai Kawasan Pelestarian Budaya Betawi dan Kawasan Wisata yang Berwawasan Lingkungan Gambar 40 Konsep Struktur Organisasai Pengelolaan
111
Divisi pengelolaan harus dapat bekerja sama dengan semua pihak yang memiliki keterkaitan dengan rencana pengembangan kawasan Perkampungan Budaya Betawi sebagai wisata budaya.
Program dan Tindakan Pengelolaan Kebijakan pokok ketentuan pengelolaan yang diatur oleh Undang-undang pokok Nomor 23 tahun l977 tentang pengelolaan lingkungan hidup, pasal 33 ayat 3 telah menegaskan bahwa negara menjamin pemanfaatan sumberdaya alam dan tidak akan mengurangi kemakmuran rakyat. Hal ini merupakan acuan tindakan yang akan dilaksanakan secara terintegrasi untuk kegiatan pengembangan kawasan dalam
pengelolaan yang dilakukan
Pemda DKI Jakarta. Karena dampak negatif pemanfaatan sumberdaya alam terhadap lingkungan merupakan faktor penghambat pengembangan kawasan. Oleh karena itu setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam harus dipantau. Pengelolaan kawasan unt uk mencegah kerusakan lingkungan di Setu Babakan lingkungan di arahkan melalui pembentukan kelembagaan/organisasi. Struktur organisasi yang diusulkan seperti pada Lampiran 11. Program pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi mempunyai empat program terdiri dari (A) Program umum, (B) Program konservasi budaya, (C) Program konservasi sistem ekologis dan (D) Program wisata rekreatif. Keempat program tersebut pengelolaan dapat dijelaskan sebagai berikut; A) Program Umum 1) Pengelolaan kawasan untuk mencegah kerusakan lingkungan di Setu Babakan diarahkan melalui pembentukan kelembagaan/ organisasi. Pelembagaan secara formal yang meliputi masalah struktur.organisasi dan penyediaan tenaga kerja khusus, sumberdaya manusia yang professional. Kelembagaan di kawasan perlu lebih ditingkatkan kemampuannya dalam berperan aktif guna dalam pengelolaan. Kelembagaan yang dapat mengkoordinasikan
penanggulangan
kerusakan
lingkungan
yang
dilakukan secara professional dan mandiri untuk dapat mengambil langkah-langkah koordinasi oprasionalnya
112
2) Pengelolaan kawasan di dalam kawasan dilakukan melalui pengembangan sosial ekonomi masyarakat dengan pemberdayaan/ mengajak masyarakat ikut berperan serta untuk dengan peningkatan dan pengembagan peran serta pria maupun wanita dalam kawasan dari berbagai usia. 3) Promosi diperlukan untuk meningkatkan daya jual kawasan, agar masyarakat luas dapat mengetahui keberadaan Perkampungan Budaya Betawi. Promosi dilakukan melalui dengan berbagai cara (media koran, layar kaca, radio) tidak terbatas dala m wilayah tetapi sampai di luar wilayah Jakarta. 4) Membangun infrastruktur sarana/prasarana/fasilitas yang diperlukan terutama fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai fungsi zona yang ada. B) Program konservasi budaya, 1) Peningkatan karakter budaya Betawi dengan memberikan sprituil (semangat agar masyarakat ikut serta) dan bantuan material berupa dana untuk merenovasi bangunan, penyediaan fasilitas sarana umum dan sosial dengan memberdayakan masyarakat untuk ikut berperan. Pengadaan prasarana untuk meningkatkan karakter kawasan seperti karakter lanskap (alam, visual lingkungan), karakter bangunan arsitektur Betawi, melalui peningkatan besarnya jumlah bantuan dana seperti yang selama ini sudah dilakukan oleh Pemda DKI. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PMK) sedapat mungkin dapat diterima langsung oleh kelurahan dan disalurkan langsung melalui RW, RT, sehingga dapat segera direalisasikan oleh masyarakat setempat. Hal ni dapat menimbulkan semangat masyarakat untuk menerapkan arsitektur khas Betawi. Karena banyak penduduk yang tidak lagi menerapkan arsitektur Betawi karena kurangnya “awareness” (kepedulian) dan mahalnya biaya pembangunan dan perbaikan rumah dengan elemen arsitektur Betawi. Arsitektur bangunan Betawi dicirikan oleh bentuk rumah list plank “gigi balang” dan “langkan” pada paseban, serta elemen lainnya seperti bentuk pintu, jendela dan lubang angin. Pengadaan galeri, berfungsi sebagai ruang pamer dan penyimpanan bendabenda, buku-buku tentang ke-Betawi-an. Karena benda-benda tersebut
113
sebagai bukti kebeadaan etnis Betawi, dan sangat berati sekali bagi kebudayaan Betawi khususnya serta masyarakat Betawi pada umumnya. Penanaman vegetasi khas Betawi (khas kawasan) melinjo, belimbing, kecapi, rambutan, serta tanaman lain, sehingga dapat mendukung fungsi kawasan selain sebagai estetika juga berfungsi sebagai konservasi sistem ekologi, agar kawasan dapat tetap berkelanjutan. Memberikan penyuluhan tentang konservasi tanaman budaya dalam upaya peningkatan karakter kawasan agar tetap berkelanjutan. 2) Peningkatan, pengorganisasian dan penyediaan sarana/fasilitas untuk kegiatan kesenian dalam upaya peningkatan kegiatan budaya, dengan mengangkat dan mengemas dalam satu sistem paket pertunjukan. Untuk sarana (alat-alat) budaya agar penyelenggaraan dapat lebih sempurna. 3) Peningkatan perekonomian masyarakat asli Betawi melalui kegiatankegiatan ekonomi yang menjadi ciri khas Betawi (home industry seperti bir pletok, jus belimbing, dan pembuatan dodol, penganan lainnya). Satu hal
terpenting adalah mendorong kreatifitas pembuatan kerajinan
khas Betawi, dan membuka usaha jasa rumah makan, toko sovenir, nursery, penyewaan sepeda air, pemancingan, dan usaha lain khususnya bidang jasa yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat kawasan. 4) Pencegahan infiltrasi budaya luar, dengan lebih meningkatkan kegiatan budaya terutama bagi kaum muda (anak-anak dan remaja) dengan berbagai kegiatan yang dapat menumbuh kembangkan cinta akan budaya sendiri. Dalam hal ini Pemda DKI memberikan bantuan perangkat alat-alat kesenian dan mengadakan berbagai lomba- lomba sehingga menarik perhatian kaum muda. Pengembangan aktivitas budaya berkaitan dengan adat istiadat dan tata cara hidup, dan aktivitas kesenian seperti tari, drama serta seni musik. Aktivitas kesenian saat ini sud ah terjadual cukup baik dengan frekuensi pertunjukan minimal 1 kali dalam satu minggu. C) Program konservasi sistem ekologis 1) Menerapkan Undang-Undang dan peraturan-peraturan, dengan cara mensosialisikan melalui penyuluhan-penyuluhan. Sistem ekologis dapat dilakukan dengan penanaman dengan berbagai jenis dan fungsi tanaman.
114
Hal ini agar fungsi kawasan tetap terjaga sesuai fungsi utama dan dapat berkelanjutan. 2)
Memberdayakan area-area kosong dengan penamanan berbagai vegetasi khas Betawi dan berbagai tana man lain yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Fungsi tanaman tersebut agar fungsi kawasan sebagai daerah resapan air tetap terjaga dan berkelanjutan.
3) Mengajak masyarakat dan pengunjung untuk peduli lingkungan (menjaga kebersihan,
sosialisasi
aktivitas-aktivitas
daur
ulang)
dengan
mempergunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. 4) Meningkatkan perekonomian masyarakat dengan aktivitas-akitivitas ekonomi (pertanian pekarangan, kebun maupun perikanan darat, industri rumah tangga) yang ramah lingkungan. D) Program tindakan untuk pengembangan wisata meliputi: 1) Menyusun struktur organisasi pengelolaan wisata yang efisien dan efektif dengan dukungan masyarakat. 2) Menjalin koordinasi dengan wilayah sekitar Perkampungan Budaya Betawi. 3) Mengembangkan area-area peruntukan wisata secara detil (detil disain) sesuai kareakter kawasan dan dilengkapi fasilitas-fasilitas penunjang wisata untuk estetika dan kenyamanan pengunjung. 4) Merancang atraksi dan program wisata yang menarik, secara terstruktur dan terjadwal 5) Melakukan promosi semaksimal mungkin dengan berbagai cara, (pembuatan brosur, memasang iklan diberbagai mas media, koran, majalah, tabloid, atau media elektronik radio dan televisi). 6) Memberdayakan masyarakat semaksimal mungkin untuk ikut serta dalam program pengembangan wisata. 7) Memberikan pelatihan pada masyarakat untuk siap menerima kunjungan wisata. 8) Menyusun program pengelolaan dan pemeliharaan sesuai dengan sifat dari area (intensif, semi intensif, non intensif), serta melakukan koordinasi secara komprehensif agar kawasan terpelihara dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Lanskap
Perkampungan
Budaya
Betawi
Setu
Babakan
meliputi
permukiman danau, ruang terbuka, kebun campuran, pekarangan dan fasilitas umum. Karakter Betawi yang paling kuat berada di RW 08, dengan penduduk yang sebagian besar penduduk asli Betawi. Pola permukiman tergolong Betawi Pinggir, sedangkan arsitektur rumah adat di kawasan tergolong Betawi Tengah. Di RW lainnya dengan penduduk Betawi campuran dan pendatang, karakter lanskapnya pun tidak begitu kuat. 2) Berdasarkan analisa tata ruang diketahui telah terjadi perubahan fungsi lahan dan kawasan. Perubahan lahan tersebut berpengaruh pada, pola permukiman, pola pekarangan, bentuk arsitektur. Hal ini terjadi akibat dari kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, dan desakan kebutuhan ekonomi masyarakat dan kebutuhan tempat tinggal meningkat. 3) Diperlukan penyesuaian master plan yang digunakan sebagai acuan dalam pengelolan kawasan. Kawasan disarankan dibagi dalam tiga zona utama yaitu: zona inti (konservasi budaya Betawi), zona penyangga (konservasi sistem ekologis) dan zona pengembangan pariwisata sebagai (kawasan wisata rekreatif). 4) Strategi pengelolaan ditujukan untuk mendukung keberlanjutan fungsi kawasan sebagai kawasan perlindungan budaya Betawi, penyangga sistem ekologis dan sebagai kawasan wisata. Untuk melaksanakan strategi tersebut perlu dilakukan restrukturisasi organisasi pengelolaan agar program/ tindakan pengelolaan berjalan efisien dan efektif.
Saran 1) Dukungan Pemda DKI Jakarta terhadap kawasan dan aktivitas budaya yang pada saat ini diharapkan tetap konsisten agar keberlanjutan progam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan tetap terjamin.
116
2) Perlu digalang program kerja-sama antara Pemda DKI dan para profesional dalam pengelolaan kampung Setu Babakan. 3) Upaya promosi untuk memperkenalkan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ke kalangan masyarakat luas agar apresiasi masyarakat terhadap budaya Betawi ditingkatkan dan jumlah kunjungan juga akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Arancibia AY, Dominguez ALL, Galaviz JLR, Lomeli DJZ, Zapata GJV, Gil PS. 1999. Integrating science and management on costal marine protected area in the Southeren Gulf of Mexico. Ocean and Coastal Management. p. 283-317. Arifin H S, Sakamoto K & Chiba K. l998 (a). Effect of urbanization on the vegetation structure of home gardens in West Java, Indonesia. Japanese. J. Trop Agric, Vol 41 (No: 2): 94-102 Arifin H S, Sakamoto K & Chiba K. l998 (b). Effects of urbanization on the preformance of the home gardens in West Java, Indonesia. Japanese. Inst Landscape Arch J., Vol 61: 325-333 Badan Pusat Statistik. 2003. Jakarta Selatan Dalam Angka . Jakarta. Badan Pusat Statistik. 100 hal. Bimbaun C. 2001. Procecting Cultural Landscapes: planning treatment and management of historic Landscape. URL, http://www.landscapelibrary .com. [12 Oktober 2003]. Biro Bina Program DKI & Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2000 Pengembangan Anjungan DKI-TMII. Penyelesaian Master Plan dan Maket Perkampungan Budaya Betawi di Srengseng Sawah. Jakarta. 100 hal. Biro Bina Mental dan Spritual DKI dan Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2001. Laporan Akhir Desember. Penyempurnan MasterPlan dan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkampungan Budaya Betawi di Srengseng Sawah. Jakarta. 100 hal. Bradon K. l995. Langkah-langkah Dasar untuk Mendorong Partisipasi Lokal Dalam Proyek-proyek Wisata Alam. Ekotourisme; Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola (terjemahan dari Ecotourism: A Guide for Planners and Managers). PACT dan Alami. Jakarta hal. 55-175. Budihardjo E, Sujarto D. l999. Tata Ruang Perkotaan. Bandung. PT. Alumni. 242 hal. Carpenter P L, Walter T D, Lanphear F O. l995. Plants in the Landscape. San Fransisco. WH Freeman Company. 481 hal. Castle L. l967. ”The Ethnic Profile of Djakarta”. Moderen Indonesia Project, Cornell University. 190 p. Catanese A J dan Snyder J C. 1992. Perencanaan Kota (Terjemahan). Jakarta Penerbit Airlangga. 451 hal Chiara J D, Koppelman L E. 1997. Standar Perencnaan Tapak (Terjemahan). Erlangga. Jakarta. 380 hal. Departemen Pekerjaan Umum.1998. Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota. Jakarta.72 hal.
116
Departemen Pekerjaan Umum. 2000. Pengembangan Kawasan Perumahan Bumi Cengkareng Indah. Direktorat Perkotaan Wilayah Barat. Jakarta. 50 hal. Dinas Tata Kota. 2005. Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan Jagakarsa. Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Tata Kota. Jakarta. 46 hal. Douglass R W, 1982. Forest Recreation. New York : Pergamon Press. 336 hal. Eckbo G. l964. Urban Landscape Design McBook Co. New York 284 p Farina A. 1998. Principles and Methods in Landcapes Ecology. London: Chapman and Hall. 235 hal. Goodchild. Peter H. l990. Some Principles For The Conservation of Historic Lansdscapes. ICOMOS (UK) Historic Garden and Landscapes Committee, 24 April. 56 p. Hakim R. 1993. Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lanskap Jakarta: Bumi Aksara. 176 hal. Harun I B. Kartakusuma H, Ruchiat R, dan Soediarso U. l991. Rumah Tradisional Betawi. Dinas Kebudayaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 65 hal. Hanna. 1986. Kedudukan dan Peran ”Bek Betawi” dalam Pemerintahan pada Masyarakat Betawi di Jakarta. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta. 156 hal. Harvey R.R. and Buggey S. 1999. Historis Landscape. C.W. Harris and N.T. Dines (eds). Time Saver Standards for Landscape Architecture. McGrowHill Book Commpany. New York. 630 p. Harjowigeno S, Marsudi DS, Subagyo H, Suharta N, Djaenudin D, Dai J, Bachri S, Jordens E R, Suwandi V, Hakim L. l994 (a). Evaluasi Lahan untuk Permukiman (Land Evaluation for Settlement). Bogor: Centre For Soil And Agroclimate Resarch. 29 hal. Harjowigeno S, Marsudi DS, Subagyo H, Suharta N, Djaenudin D, Dai J, Bachri S, Jordens E R, Suwandi V, Hakim L. l994 (b). Evaluasi Lahan untuk Pariwisata (Land Evaluation for Tourist Development). Bogor: Centre For Soil And Agroclimate Resarch. 83 hal. Jayadinata J T. l992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. Bandung ITB. 444 hal. Kelurahan Srengseng Sawah. 2002. Laporan Tahunan Kelurahan Srengesng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Selatan. 30 hal. Koentjaraningrat. l974. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta . PT Dian Rakyat. 306 hal. Muntaco F.1988. Masalah-masalah Kebudayaan Tradisional: Jayakarta Media Ika No. 12 tahun XV.
117
Perkampungan Budaya Betawi. 1994-2000. Laporan Pertanggung Jawaban Rukun Warga 08. Kelurahan Srengseng Sawah. Jakarta .25 hal. Perkampungan Budaya Betawi. 2004. Laporan Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi. Jakarta. 62 hal. Proposal Pembangunan Perkampungan Budaya Betawi. l998 . Bamus. Badan Musyawarah Masyarakat Betawi. Jakarta 50 hal. Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah (RRTRW) Kecamatan Jagakarsa, Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Tahun 2005. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Selatan. 75 hal. Rizal S S, Ridwan S, Maman S M, Yahya A. S. 2002. Ragam Budaya Betawi. Dinas Kebudayaan DKI .Jakarta.100 hal. Ronald A. 1990. Ciri-ciri karya Budaya Di Balik Tabir Keagungan Rumah Jawa Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 635 hal. Saidi R. l997. Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat Istiadatnya. PT. Gunara Kata. Pasar Minggu–Jakarta. 221 hal Shahab Y Z. l997. Betawi Dalam Mitos dan Kenyataan, Dalam Perspektif Kontemporer Perkembangan, Potensi Dan Tantangannya. Lembaga Kebudayaan Betawi. Jakarta. 145 hal. Siswantari. 2000. Sekilas Tentang Kesenian dan Permasalahannya di Jakarta. Skripsi. Universitas Pakuan Bogor. 48 hal. Simonds J O. 1983. Landscape Architecture. An Ecological Approach to Environmental Planning. New York: ‘Ed rev”. McGraw-Hill Book Company. 331 hal. Sitepu. l992. Strategi Pemerintah DKI Jakarta Mempromosikan Kampung Setu Babakan Betawi Sebagai Daerah Tujuan Wisata Internasional. Jakarta. 30 hal Silberberg T. 2000. Culture Tourism and Business Opportunities for Museum and Heritage Sites. LORD Cultural Resoursces Planning and Management Inc. URL,http://www.lord.cal/culttourim. htm. [12 April 2004]. Soejoko B.T. 2000. Pedoman Penataan Bangunan. Jakarta. Dirjen Pengembangan Kota Direktorat Perkotaan Wilayah Barat. Departemen Permukiman dan Prasarana wilayah Direktorat Jendral Pengembangan Perkotaan Direktorat Wilayah Barat. Jakarta. 30 hal. Sugandhy A. 1998. Evaluasi Pelaksanaan Dasa Karya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Pelita VII. [Diskusi Panel Nasional Evaluasi Kebijakan Tata Ruang dan Lingkungan]. Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti. Sung K K. l988.Winding River Village, Poetics of A Korean Landscape. Unversity of Pennsylvania in Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy. 28-29 p. Surjomiharja A. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta Dinas Museum &
118
Pemugaran Propinsi DKI Jakarta. Jakarta Edisi 10 April. 75 hal. Sumintardja D. 1981. Kompendium Sejarah Arsitektur. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan . Bandung. 217 hal. Syafwandi. 1999. Permukiman Pendidikan Dalam Pembinaan Kebudayaan Nasional di Wilayah Kelurahan Jagakarsa. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. CV. Sejahtera. Jakarta. hal.47. Syafwandi. 1999. ”Permukiman Tradisional Betawi” Makalah dalam Lokarya Perkampungan Budaya Betawi. Jakarta 31 Agustus. Yasmin. l997. Siapa Orang Betawi, Potensi Budaya dan Tantangannya. Lembaga Kebudayaan Betawi. Jakarta. 189 hal. Yuwona P. 1999. ”Membayangkan Model Perkampungan Budaya Betawi (Beberapa pokok Pikiran)”. Makalah dalam Lokarya Perkampungan Budaya Betawi. Jakarta 31 Agustus. Wall G. l995. Introduction to Ecotourism. Dalhousie University. Environmental Studies Center Development in Indonesia Project. Jakarta. 121 p. Wibisono S, Rachmad R, Rachmad S. 2000. Buku Ichtisar Kesenian Betawi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Jakarta. 303 hal. Wrangea. 1985.Upacara yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepentingan DKI Jakarta. Jakarta. 50 hal.
119
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jenis Fungsi, Tanaman dan Lokasi Tanam No
Nama Lokal
Nama Latin
Lokasi
Fungsi
Frekuensi
Keterangan
1 2 3 4 5 6
Anggrek Andong Angsana Buni Buah nona Bisbol
Orchid sp Cordilyn fruticosa linn Pterocarpus indicus Antidesma bunius Annona squamosa Dyospyros sp
Pekarangan Pekarangan/ kebun Kebun/tepi jalan Pekarangan/Tepi danau Pekarangan Tepi danau
Tanaman Hias Tanaman Hias Tanaman Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman
Sedikit Sedang Sedang Sedikit Sedang Sedikit
Nursery Pengembangan Wisata Konservasi ekologis Konservasi ekologis Konservasi ekologis
7 8 9 10 11 13 14 15 16
Belimbing manis Belimbing wuluh Beringin Bambu Bangle Brotowali Cingcau Daun Suji Duku Condet
Averhoe carambola L Averhoe bilimbi Ficus benyamina Bambusa sp Zingiber perpareum Tinos[ora crispa Cylea barbara Miers Pleomele sp Lansium domesticum Var.Condet Erythrina crystagali Souropis anchoginus L
Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan Pekarangan/ Kebun
Tanaman Buah Tanaman Sayur Tanaman Tanaman Industri Tanaman Obat Tanaman Obat Tanaman Obat Tanaman Sayur Tanaman Buah
Banyak Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sadsng Sedikit
Pengembangan wisata Penunjang Ekonomi Konservasi ekologis Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konservasi ekologis
Tanaman Hias Tanaman Sayur Tanaman Obat Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Gulma Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Sayur Tanaman Hias Tamanan Buah Tanaman Hias
Sedikit Sedikit Sedang Sedkit Sedikit Sedang Sedikit Sedikit Sedikit Sedang Sedikit Sedang
Tanaman Budaya Konsumsi rumah tangga Tanaman Budaya Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman Air Tanaman yang dilestarikan Tanaman yangdilestarikan Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga
17 Dadap merah Pekarangan 18 Daun Katuk Pekarangan 19 Daun Kelor Pekarangan/ Kebun 20 Durian Sitongkong Durio zibetinus murr Pekarangan/ Kebun 21 Duwet /Jamblang Euginea cuminii Pekarangan/ Kebun 22 Eceng Gondok Eichornia crassipes Rawa/Empang 23 Gowok Syzigium polycepahalum Pekarangan/ Kebun 24 Gandaria Boucea macrophylla Pekarangan/ Kebun 25 Jengkol Pithecolabium jiringa Pekarangan/ Kebun 26 Jambu Mawar Syzgium jambos Pekarangan 27 Jambu kancing Syzgium jambos Pekarangan/ Kebun 28 Jambu Mawar Syzgium jambos Pekarangan Keterangan: Katagori penilaian 1-10 Sedikit, 11-30 Sedang, 31 – 100 Banyak
120
Lanjutan Lampiran 1 Jenis Fungsi, Tanaman dan Lokasi Tanam No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Nama Lokal Jambu Biji Jarak Jambu Biji Jeruk nipis Kumis kucing Kelapa Kedondong Kecapi Kaca piring Kemuning Kembang Sepatu Kencur Kembang pukul empat Kembang teleng Kawista batu Kweni/limus Kepel Kenanga Kemang Lobi-lobi Leci Lidah mertua Lempuyang Mangga Melati Miana Mengkudu Mnteng
Nama Latin
Lokasi
Fungsi
Frekuensi
Keterangan
Psidium guajaya L Jatropha multifida Psidium guajaya L Citrus aurantifolia Orthociphor aristatus Cocos nucifera L Spondias pinnata Sandoricum koetjape Gardenia augusta Murraya paniculata Hibiscus rosasinensis Kaempfera galanga Mirabilis jalapa
Peakarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Peakarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan Pekarangan/Kebun Pekarangan Pekarangan/Kebun Pekarangan Pekarangan Pekarangan Pekarangan Pekarangan
Tanaman Buah Tanaman Obat Tanaman Buah Tanmanan Sayur Tanaman Obat Tanaman Sayur Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Hias Tanaman Hias Tanaman Obat Tanaman Obat
Sedang Sedang Sedang Sedikit Sedikit Sedang Sedikit Banyak Sedang Sedikit Sedang Sedikit Sedang
Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Penunjang ekonomi
Clitoria tematea Feronia limonia Mangifera odorata Stelechocarpus borahol Cananga odorata Mangifera odorata Flocaurtia inermis Nephelium lichi sinensis Sansiviera trifasciatai Zingiber Americans Mangifera odorata Jasmimum sambac Coleus scutellarioides Morinda citrifolia L Baccauria rasemosa
Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan Kebun / Pekarangan Kebun/ Pekarangan
Tanaman Obat Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Obat Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Obat Tanaman Obat Tanaman Buah
Sedang Sedikit Sedang Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedang Sedikit Sedang Sedang Sedang Sedikit Sedkit
Konsumsi rumah tangga Tanaman dilestarikan Penunjang ekonomi Tanaman yang dilestarikan Konsumsi rumah tinggi Tanaman Budaya Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Nursery Tanaman Bumbu Penunjang Ekonomi Tanaman dilestarikan Tanaman dilestarikan Tanaman dilestarikan Tanaman dilestarikan
NurseryNurseryNursery-
Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga
Keterangan: Katagori penilaian 1-10 Sedikit, 11-30 Sedang, 31 – 100 Banya
121
Lanjutan Lampiran 1 Jenis Fungsi, Tanaman dan Lokasi Tanam No 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Nama Lokal
Nama Latin
Lokasi
Fungsi
Frekuensi
Matoa Melinjo / Tangkil Nam-nam Nangka Pisang Pepaya Puring Pangkas Kuning Pandan Wangi Palem raja Petai Rambutan Rukem Saga Sirsak Seruni Salak Sawo Manila Sawo Duren Sawo Kecik Salam Soka berdaun besar Sengon Tapak Dara Temu kunci Waru
Pometia pinnata Gnetum qnemon L Cynometra caulifelora Ariocarpus anysopphyllius Miq Musa sp Carica papaya L Codieaum variegatum sp Duranta repens Pandanus tectorius Park Oreodexa Parkia speciosa hasak Nephelium lappaceum Flacourtia rukam Abius precatorius Annona murcata Widelia sp Salacca zalacca Manikara zapota Achras zapota L Manilkara kauki Syzgium polyanthum Ixora javanica Albisia chinensis Obs Cantharanthus rosesus Boesenbergia pandurata Hibiscus tiliacecus L
Kebun/ Pekarangan Pekarangan/ Kebun Pekarngan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Kebun/ Pekarangan Kebun/ Pekarangan Pekarangan Pekarangan Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Tepi Jalan Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Kebun Pekarangan/ Kebun Tepi danau Pekarangan/ Kebun Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan/ Kebun Pekarangan Pekarangan Kebun
Tanaman Sayur Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Hias Tanaman Bumbu Tanaman Hias Tanaman Sayur Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Buah Tanaman Hias Tanaman Buah Tanaman Bauh Tanaman Buah Tanaman Buah Tanaman Bumbu Tanaman Hias TanamanKebun/pagar Tanaman Obat Tanaman Bumbu Tanaman Kebun
Banyak Sedikit Sedang Sedang Banyak Banyak Sedikit Sedikit Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedang Sedang Banyak Sedang Sedang Sedikit
Keterangan Penunjang Ekonomi Konsumsi Rumah Tangga Tanaman dilestarikan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Rumah Tangga Tanaman budaya Tanaman pagar Konsumsi rumah tangga Tanaman ekologis Penunjang ekonomi Penunjang ekonomi Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Tanaman yang dilestarikan Konsumsi rumah tangga Tanaman Budaya Tananan pagar/liar Konsumsi rumah tangga Konsumsi rumah tangga Tanaman industri
Keterangan: Katagori penilaian 1-10 Sedikit, 11-30 Sedang, 31 – 100 Banyak
122
Lampiran 2 Aktivitas Budaya Berkaitan dengan Siklus Hidup Manusia AKTIVITAS SOSIAL BUDAYA
PELAKU UPACARA ADAT
1
Kekeban/nuju bulan
2
Puput puser
7, 17 dan 27 bulan Hijarah Tidak tentu
3
Kerik Tangan
Wanita, usia kehamilan ke 7 Selamatan kelahiran bayi usia 40 hari Bagi anak laki-laki
4
Akekah
5
PENUNJANG UPACARA
FREKUENSI
Rumah/Pekarangan
-
Sedang
Rumah
-
Sedang
Tidak tentu
Rumah
-
Sedang
Bagi anak laki-laki/ Perempuan
Tidak tentu
Rumah
-
Sedang
Sunatan
Bagi anak-laki
Tidak tentu
Rumah/Pekarangan
-
Sering
Penganten Tamat
Bagi anak laki-laki/ Perempuan
Mussolah
-
Sering
Perkawinan
Bagi anak laki -laki/ perempuan
Mussolah/Rumah/P ekarangan
6
7
WAKTU
RUANG
Rebana ketimpring Lasirih kuning Tari topeng Syahibul hikayat Qasidah
Sering
KETERANGAN -Pengajian, Mandi/siraman/Makan rujak -Makna kehidupan -Pengajian -Cuci tangan dukun -Makan bersama -Pengajian -Cukur rambut -Makan bersama -Upacara 2 hari -Pengajian Diarak/kuda/delman/gendong/ tandu, Nyawer -Makan bersama -Khatam AL-Quran pertama kali -Diarak naik kuda, delman, jalan kaki, berpakaian penganten Betawi -Pembacaan ayat suci 10 ayat -Tanda terima pada guru ngaji -Hiburan tasi Zapin, rebana biang, tari blengo, samrah, orkers gambus / marawis. -Melamar, pisang raja, roti tawar, hadiah, uang dll. -Bawa tande putus cincin mas kawin,uang dll -Hari pernikahan ngarak penganten, Jalan Buka palang pintu, pemcak silat. -Pelaminan(puade) sembah, pada orang tua -Makan bersama, hiburan tari-tarian
123
Lampiran 3 Aktivitas Budaya Berkaitan dengan Adat Kebiasaan Sehari-hari. AKTIVITAS SOSIAL BUDAYA
PELAKU UPACARA ADAT
WAKTU
1
Pindah Rumah
Keluarga
Hari Libur
2
Kematian
Bagi semua orang
Tidak tentu
3
Nyahi
Bagi/ keluarga/tamu
4
Kerja Bakti
5
RUANG -
PENUNJANG UPACARA Rebana Ketimpring
FREKUENSI
KETERANGAN
Sering
-Sahlawat -Alat-alat rumah tangga -Pengajian di rumah baru, hiburan -Tqahlilan, 3.,7,15, peringatan 100 dan 365 hari -Minum the pada sore hari/ saat ini hanya untuk tamu -Lingkungan antar warga
-
Sedang
Sore hari jam 4
Rumah/mesjid/maka m Rumah/pekarangan
-
Sering
Bagi semua orang
Hari libur
Ruang terbuka
-
Sering
Pengajian
Bagi semua orang
Setiap hari
Mussolah
-
Sering
6
Ngubak Empang
Bagi semua orang
Ruang terbuka
-
Sedang
7
Menjala Ikan
Bagi laki-laki
Setiap 3-6 bulan sekali Setiap saat
Ruang terbuka
-
Sedang
-Pengajian di mussloha/rumah penduduk bergantian -Nguras empang/panen ikan, dilakukan bersama warga -Untuk kebutuhan sendiri Dilakukan pada sore hari
.
124
Lampiran 4 Aktivitas Budaya Berkaitan dengan Hari- hari Besar Islam No
AKTIVITAS SOSIAL BUDAYA
PELAKU UPACARA ADAT
1
Nisfu Sya’ban
Bagi semua orang
2
Idul Fitri
Bagi semua orang
3
Idul Ahda
4
5 4
WAKTU
RUANG
PENUNJANG UPACARA
FREKUENSI
Tanggal 15 bulan Ruwah Tanggal 1Ramadhan, 1 Syawal
Mussolah/ rumah Mesjid, ruang terbuka
-
Sedang
-
Sering
Bagi semua orang
Tanggal 10-12 bulan Zulhijah
Ruang terbuka/ Mussloh
-
Sering
Lebaran Yatim
Tertentu
Tanggal 10 Muharram
Mesjid/ Mussolah
-
Sedang
Maulid Nabi Muhammad SAW Isra Mi”raj
Bagi Semua orang
Tanggal 12- bulan Maulid/Rabiulawal Bulan Silih Maulid
Mesjid/Mussola h/Rumah Mesjid/Mussola h/Rumah
-
Sedang
-
Sedang
Bagi semua orang
KETERANGAN -Dilakukan setelah sholat magrib -Membaca surat Yasin 3 kali -Dilakukan setelah puasa 30 hari -Memukul bedug,takbir, -Sholat,silahturahmi selama 7 hari, ziarah kemakam keluarga -Potong kerbau bagi peserta andilan -Dilakukan setelah puasa 3 hari (tanggal 10, 11,12 bulan Dzulhijah) -Takbir,sholat, potong hewan kurban, -Silahturahmi, berziarah ke makam keluarga -Setelah sholat subuh, mengundang anak yatim, pengajian, membagi hadiah makan bersama -Dilakukan selama satu bulan bulan Maulid -Malam hari, mengundang penceramah dari luar kampung
125
128
Lampiran 5 Susunan Perangkat Organisasi Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi
SUSUNAN PERANGKAT PENGELOLAAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TAHUN 2004-2009
Pengarah
: 1. 2. 3. 4.
Ir. Setiawan Kananil Agung Widodo Ir.H. Agus. A. Senie
Penanggung Jawab
:
H.Kardin Deden Sukardi, Sh.
Ketua
:
Teguh Pertiwi Putra
Wakil Ketua
: Ir. Achmad Arsani, S.Sos.
Sekertaris
:
Anggota
: 1. Drs. H. Sofyan Murthado,M.Sc. 2. Iyam Sutiamah 3. Imron, S.Pd. 4. Indra Sutisna, S.Kom. 5. Romi Rozali 6. Bambang Purwanto 7. Drs. Rahmonohadi 8. Nursyarif Hidayat
Nuk Sri Sawarni
Bendahara
:
Margarahayu, S.E.
Petugas Sekertaris
: 1. Dahlia Khaidir, S.E. 2. Drs. Daniel Tangibali 3. Basuki Iswanto 4. Sri Heny Setyawati 5. Cecep Syaifudin
Petugas Kebersihan
: 1. Miswanih 2. Jahrudin 3. Adih 4. Samin Jabul
Petugas Keamanan
: 1. S.Sumarni 2. Sapi’ih 3. Rahmat
128
129
4. M. Adih
129
Lampiran 6 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Bangunan (maksimum 3 lantai). No
Sifat Tanah Bangunan tanpa ruang bawah tanah (maksimum Lantai)
1
Subsiden total (cm)
2
Bahaya Banjir
3 4 5
Drainase -Tanpa Ruang Bawah Tanah Kedalaman hamparan batuan Permebilitas
6
Lereng
7
Kelas Unified (lapisan paling tebal l25-100 cm) Batuan di permukaan tanah (. 7.5 cm atau rata –rata 100 cm) Kerikil dan krakal (2mm-25 cm) Longsor
8
9 10
Standar Baik
Sedang
Tanpa
Tanpa > 75 Sangat cepat, cepat, sedang < 8
Kelas Kesesuaian Lahan Buruk
-
Hasil
Baik
30
-
Tanpa
Jarangsering
-Tanpa Mengenang
Tanpa Genangan 50-100 Agak lambat. Lambat
Jarangsering < 50 Sangat lambat
Genangan < 100 m > 100 cm Sedangcepat
Sedang
-
-
Tanpa genangan permanen < 1m Genangan < 75 < 150 cm Cepat
Tanpa genangan permanen <1m Genangan < 50 < 100 cm Sedang
Buruk
Keterangan
Tanpa genangan permanen <1m
S1 = Baik S1 = Baik
S1 = Baik < 25 < 75 Sedang
S2 = Sedang S2 = Sedang
S2 = Sedang
8 - 15
> 15
8-15 %
<8%
<8%
< 15 %
< 25
50-100
< 25
50- 100
< 75
< 50
S1 = Baik
< 25 cm
50-100 cm
OL, OH, PT. < 50 cm
100 cm
<5%
< 25 %
50 %
S1 = Baik
< 25
25- 50
> 50
-
25
> 50
-
S1 = Baik
-
-
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
S1 = Baik
Sumber : Harjowigeno et. al 1983,. Keterangan : OL = Kurang Baik, OH = Buruk, PT = Tidak Sesuai .
127
Lampiran 7 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Rekreasi No.
Sifat Tanah
Standar
Kelas Kesesuaian Lahan
A
Rekreasi
Baik
Sedang
Buruk
Hasil
Baik
Sedang
Buruk
Keterangan
1
Drainase
Agak lambat dekat permukaan Lebih dri sekali setahun
Baik cepat,
S1 = Baik
Tanpa
Tanpa
Agak cepat, baik Tanpa genangan permanan > 1m
Agak, lambat
Banjir
Agak cepat, sedang Satu kali setahun
Bak, cepat
2
Baik, cepat > 50 cm Tidak pernah
S1 = Sedang
3
Lereng Permebilitas Testur tanah permukaan
0–8% Cepat Sl, fsl, vfsl, c, sil
8 – 15 % Agak scepat Scl, sicl, ls, s (tidak lepas)
> 15 % Sangat lambat Sc, sic, c, s. (lepas), organik
8- 15 % Buruk Liat, maksi, liat , gembur, Organik, laps akumulasi besi sering memadas
<8% Buruk Liat maksi, liat, gembur, laps akumulasi besi sering memadas.
<8% Agak Buruk Liat , maksimum liat,gembur. laps besi dan jenuh, memadas
5.
6 7
Batu dipermukaan Tanah (25-60) Batuan (60 cm)
0-3%
3 - 15 %
.> 15 %
< 3 – 15 %
3%
< 15 %
Tanpa genangan Permanen > 2m < 15 % Sangat Buruk Liat, maksimum liat, gembur, lapis akumulasi besi seringmemada s, hampr sellu jenuh > 15 %
0 – 0,01 %
0,001 – 0,1 %
> 0,1 %
0 – 0,01 %
< 0 ,001,
0- 0 ,001
> 0 ,001
S1= Baik S3 = Buruk S2 + Sedang
S3 = Buruk S1 + Baik
Sumber: Harjowegeno, et, al .l983. Keterangan : sl = lempung berpasir, fsl = lempung berpasir halus, vfsl = lempung berpasir sangat halus, l = lempung, sil = lempung berdebu, Scl = lempung liat berdebu,, ls = pasir berlempung, Sc= liat berpasir, sic=, liat berdebu c = liat, s.= pasir.
128
Lampiran 8 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Berkemah No.
Sifat Tanah
Standar
B
Rekrasi/Tempat Bermain
1
Kedalaman air tanah
2
Drainase
3
Bahaya Banjur
Tidak pernah
1 kali Setahun
4
Permeabilitas
Agak lambat
5
Lereng
Sangat cepat, cepat, sedang 0-2 %
6
Telstur Tanah permukaan
sl, fsl, vfsl, l, sil
cl, scl, silcl, ls
7
Kedalaman hamparan batuan Kerikil dan Krakal (2 mm-25 cm)
8 c 1
Tempat Berkemah (USDA , l968) Drainase
2
Baik
Sedang
Kelas Kesesuaian Lahan Buruk
Hasil
< 100 cm
50-100 cm
25 – 50 cm
75 cm
> 50 cm
< 50
2- 6 %
> 100 cm
50-100 cm
0%
< 20
Baik
Sedang
Cepat, baik dan agak baik
Agak baik dan agak buruk
Banjir
Tidak pernah
3
Permeabilitas
4 5
Lereng Tekstur tanah
Sangat cepat, cepat, sedang 0–8% Sl, fsl, vfsl, l, sil
6
Batuan (60 cm)
0 – 0,001 %
Baik
< 100
Sedang < 100
S1 = Baik
Agak cepat, baik Kurang dari 2 kali, Sangat Buruk
S1 = Baik
< 15 %
S1 = Baik S1 = Baik
S2 = Sedang
Baik ,cepat,
> 1 kali
Tidak pernah
Sangat lambat
Cepat-sedang
Tanpa banjir Cukup -sedang
Agak cepat, baik Kurang dari 1 kali Sedang- buruk
8-15 %
<8%
<8%
Liat , fsl, l.,
Lia , fsl, l.
sc, sic, c, s, tanah organik < 50 cm
< 100
> 50-75
> 75
Liat , fsl, l, pl. > 50
> 20 %
20-50 %
> 20 %
< 20- 50 %
> 50 %
Buruk
Hasil
Baik
Keterangan
> 50
Baik
>6%
Buruk
> 75
Liat , fsl, l, pl.
Sedang
S1 = Baik S3 = Buruk
S2 = Sedang
Buruk
Cepat,
Cepat, baik
Sedang dan agak baik
Sedang dan agak buruk,
S1 = baik
Sekali setahun
Agak buruk, buruk, sangat buruk Dua kali setahun
Tidak pernah
Tidak pernah
Sangat lambat
Sedang-baik
8 – 15 % Cl, scl, sicl, ls, s(bukan pasir lepas) 0.001 – 0,1 %
> 15 % Sc, sic, Organik
8-15 % fsl, l, c. Organik
Sangat cepat, cepat, sedang <8% fsl, l, c. Organik
< dari 2 kali setahun Sangat lambat
S1 = Baik
Agak lambat
< dari 1 kali setahun Agak lambat <8% fsl, l, c. Organik
< 15 % fsl, l, c. Organik
S1 = Baik S3 = Buruk
< 0,1 %
> 0,1 %
0- 00 0,1 %
< 0,002
> 0,1 %
S2 = Sedang
S2 = Sedang
Sumber: Harjowegeno, et. al l983. Keterangan : sl = lempung berpasir, fsl = lempung berpasir halus, vfsl = lempung berpasir sangat halus, l = lempung, sil = lempung berdebu, Scl = lempung liat berdebu,, ls = pasir berlempung, Sc= liat berpasir, sic=, liat berdebu c = liat, s.= pasir.
129
Lampiran 9 Analisis Kegiatan Budaya di Perkampungan Budaya Betawi
1 2 3 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 17 18 19 20
Berkaitan dengan siklus hidup manusia Kekeban (nujuh bulan) 7, 17, aau 27 bulan Hijriah Puput puser Tidak Tentu Kerik tangan Tidak Tentu Sunatan Bulan Syawal atau Maulid Pengantin tamat Tidak Tentu Perkawinan Tidak Tentu Pindah rumah Tidak Tentu Kematian Tidak Tentu Kebiasaan sehari-hari Pengajian TerTentu Nyahi TerTentu Kerja Bakti Hari libur Hari Raya Keagamaan Menyala ikan TerTentu Nisfu Sya’ban 15 bulan Ruwahan Idul Fitri 1 Ramadhan 1Syawal Idul Adha 10-12 bulan Dzulhijah Lebaran Yatim Piatu 1 Muharram Maulid Nabi Muhammad SAW 10 Muharram Isra’ dan Mi’raj Bulan Sulih
P P P P
P
P P P P P P P P
P P
P P
P P P P
P P P P
P P P
P P P P P P P P
P P P
P P P
P P P
P P P
P P P
P P P
P P P P
P P P P
P P P P
P
P P
P P
P P P
P P P
P
P
P
P P P
P P P
P P
P P
P P
P P
P
P P P P
P P P
P
P P
Panggug
Danau
Ruang Terbuka
Jalan
Masjid
Rumah
RW 08
RW 07
WAKTU
RW 06
JENIS KEGIATAN
RUANG KEGIATAN UPACARA ADAT RW 05
AKTIVITAS SOSIAL BUDAYA
P P P P P P P
P P
P P
P
P
P
130
Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Kendala Aspek Lanskap
Analisis Potensi
Kendala
Alternatif Pengembamgan Pemanfaatan Solusi Pemecahan
-Letak strategis, dapat dicapai dengan kendraan umum. -Aksesibilitas cukup tinggi -Kualitas jalan baik -Sarana transportasi tersedia -Sirkulasi, dengan klasifikasi daya dukung cukup baik.
-Tersedia pintu gerbang hannya 1 -Aksesibilitas masuk kurang baik -Letak, jalan kolektor tidak sesuai -Jalur angkutan umum membagi kawasan menjadi 2 bagian -Alternatif sirkulasi wisata tidak mencapai seluruh obyek kawasan -Jalan internal tidak beraturan -Jalur sirkulasi untuk kendaraan roda dua dan jalan pada areal sempadan
-Dikembangkan dan dipertahankan potensinya untuk wisata budaya
-Menambah pintu gerbang masuk, -Pusat informasi -Memperlebar jalan kolektor menjadi 6 m -Jalur angkutan ke Jln Mangga Bolong perlu diperhatikan (membuat jalur tembus dari dalam kawasan) -Membuat jalur sirkulasi diarea sempadan setu -Memyempurnakan jalur sirkulasi pengunjung dan masyarakat
2. Iklim
-Suhu udara cukup nyaman 27º C- 32º C
-Curah hujan cukup tinggi 2.35 mm/thn -Kelembahan udara 80%-90% rata-rata 82 % -Penyinaran matahari 54 % -Kondisi jalan kawasan licin , run off
-Mengoptimalkan kondisi kawasan -Dimanfaatkan sebagai daya tarik kawasan seperti duduk ditepi danau, berjalan-jalan dll
-Mengoptimalkan penanam pohon penyedian tempat istirahat dan berteduh -Tata letak bangunan harus sesuai dengan master plan -Penanaman pohon pada lingkungn -Menggunakan pohon dan struktur pohon tidak menghambat pergerakan udara
3. Topografi
-Kelerengan lahan 0-8% dan 8-15 % -Bentukan lereng bervariasi perbedaan ± 54 – 56 m (1m -2m) -Kondisi kountur hampir rata
-Lahan hampir datar berkesan monoton -Kemiringan lahan > 15 % menyebabkan erosi
-Memanfaatkan lahan datar untuk pusat pembangunan sarana dan prasana umum serta wisata -Memanfatkan keindahan visual god view dengan menambah fasilitas pendukung
-Menetapkan jalur-jalur sepadam danau sebagai kawasan yang dilindungi -Mengolah lahan -Aktivitas, manusia terbatasmembuat penguat pada sempadan danau -Mengadaan stop area pada lokasi yang dianggap baik -Memperhatikan drainase dan penanaman vegetasi
4. Geologi
-Potensi air cukup baik -Mencukupi sampai tahun 2021 -Fungsi kawasan sebagai daerah resapan air -Cukup subur untuk tanaman -Daya Dukung tanah 0,6 –0,8 kg/m² -Jumlah lantai yang diizinkan 4 lantai -KDB = 20%, KLB =0,4, GSB= 10 m
-Permeabilitas cukup baik -Drainase sedang- baik -Jalan licin pada saat turun hujan -Kandungan zat organic dan unsur hara rendah -Kedalaman effektif dangkal 8-10 m
-Memanfaatkan lahan yang ada dengan sedikit rekayasa -Mengoptimalkan penggunan lahan kosong dengan berbagai jenis tanman khas Betawi dan sesuai dengan kondisi tanah
-Mengadakan penelitian lebih lanjut -Penamanam tanaman tahun khas Betawi -Memperbaiki sistim drainse -Membuat sistim resapan Pemupukan , perbaikan top soil jika diperlukan
1. Lokasi & Aksesibilitas
131
Lanjutan 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Kendala Aspek Lanskap
Analisis Potensi
Kendala
Alternatif Pengembamgan Pemanfaatan Solusi Pemecahan
5. Hidrologi
-Sistim hidrologi, terbuka dan tertutup -Mata air Setu Babakan -Perluasan dua danau
-Bahan organic, sampah padat dan erosi tanah terdapat pada inlet Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong -Kualitas air setu Babakan -KJA, cukup banyak Setu Mangga Bolong tidak berfungsi,dijadikan permukiman illegal
-Danau difungsikan sebagai wisata air (memancing, naik perahu dll)
-Merehabilitasi dua danau -Mengatur inlet dan out let -Mengfungsikan pintu-pintu air -Larangan membuah sampah padat maupun imbah cair -Mengalokasikan keberadaan KJA -Membuat penahan sampah pada Inlet dan out let -Meniadakan jalur sirkulasi pada jalur inlet. -Memperbaiki jaringan drainase -Permukiman dengan pengolahan limbah
6. Vegetasi
-Pola kebun dan pekarangan khas Betawi -Keragaman vegetasi budidaya khas kawasan -Pemanfaatan vegetasi yang ada sebagai wisata -Sumber akustik dan memberi kesan dinamis pada satwa (ikan dan burung)
-Pemanfaatan tanaman khas kawasan (penunjang ekonomi) belum seoptimal mungkin -Kawasan hijau cenderung beralih fungsi
-Menciptakan zona interpretasi obyek dengan fasilitas interpretasi seperti bird watching -Mempertahankan dan melindungi habitat alaminya -Meningkatkan pemanfaatan tanaman penjunag ekonomi -Mempertahankan pola kebun dan pekarangan
-Melakukan binaan penduduk kawasan untuk mengolah dan memanfaatkan tanaman khas Betawi -Meningkatkan areal sempadanan danau dengan tanaman khas Betawi -Menata peruntukan lahan -Menanam lahan tidur dengan tanaman khas kawasan/Betawi. -Memberikan ciri kuat pada pola kebun dan pekarangan pada ruang konservasi
7. Fauna
-Satwa cenderung Cosmopolitan -Pengembangan budidaya ikan darat -Sistem pertanian dengan JKA (Jaring Keramba Apung)
-Berkurangnya satwa burung -Semakin banyak dan tidak terkoordinasi dengan baik -Sistim pengaturan kepemilikan KJA - Kondisi air danau
-Mendatangkan satwa burung -Meningkatkan pertanian perikanan yang ada -Pengaturan cara kemilikan KJA -Pemulihan kondisi air danau
-Mengembangkan pertanian perikanan
8. Fisik Tata Guna Lahan
-Alam dengan pola perkampungan dengan ruang terbangun yang rendah -Kawasan termasuk dalam kawasan lindung
-Struktur penunjang saat ini masih belun tertata -Permukiman mendominasi penggunaan lahan oleh pendatang -Permukiman diareal sempadan (Setu Mangga Bolong) -Fasilitas penunjang diareal wisata di areal sempadan danau
-Mempertahankan penggunaan lahan alami -Pemanfaatan kawasan sebagai wisata budaya -Mengembalikan fungsi lahan -Menerapkan /ketegasan KDB dan KLB, GSB kawasan sesuai ketentuan yang ada.
-Menata kawasan sesuai dengan masterplan yang ada saat ini. -Menata peruntukan Ruang konservasi budaya/ konservasi ekologi/ pengembangan wisata rekreatif. -Menjaga kesatuan kawasan (alami dan non alami)
132
Lanjutan Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Kendala Aspek Lanskap
Analisis Potensi
Kendala
Alternatif Pengembamgan Pemanfaatan Solusi Pemecahan
9. Pola Sirkulasi
-Cukup sesuai dengan karakter kampung Betawi (pola hinterland) -Ruang terbuka sebagai pusat interaksisosial sebgai daya tarik
-Kondisi jalan /tanah -Air tergenang -Permeabilitas buruk
-Sirkulasi ke pusat wisata -Sirkulasi permanen -Sirkulasi temporer
-Menyediakan jalur sirkulasi bagi pejalan kaki yang terpisah dengan kendaraan bermotor atau lainnya (delman)
10. Pola Permukiman
-Cukup sesuai dengan karakter kampung Betawi (pola hinterland) -Ruang terbuka sebagai pusat interaksisosial sebagai daya tarik
-Peningkatan densitas permukiman akibat pendatang -Rumah berada pada areal sempadan -Arsitektur bangunan tidak bernuansa Betawi -Penangan limbah domestik belum sempurna
-Mempertahankan karakter pola permukiman ,khas Betawi yang ada -Mempertahankan pola ruang terbuka sebagai pusat interaksi. -Membatasi proses peningkatan densitas permukiman dan fragmentasi lahan -Lebih menekankan pemakaain elemen pendukung arsitektur Betawi -Meningkatkan struktur sempadan setu
-Penzonasian wilayah bagi pengembangaan pola lanskap permukiman -Mengembangkan pola ruang terbuka untuk pusat atraksi dan interaksi -Mengalokasikan struktur terbangun sesuai dengan masterplan yang ada. -Menempatkan struktur terbangun penunjang wisata bernuansa Betawi -Memperhatikan pengolahan limbah domestik (dengan sumur resapan) sistem tangki septik memperhatikan water table pada tapak -Membangun sauran drainasi untuk seluruh kawasan
11. Pola Pekarangan
-Pola pekarangan cukup sesuai dengan pola pedesaan/ perkampungan Betawi -Pola pekarangan dan kebun
-Terjadi perubahan pola hilangnya makam pada pekarangan -Empang/rawa dari pola awal
-Mempertahankan pola yang ada -Memanfaatkan pola pekarangan dan kebun dengan pola taman vegetasi khas kawasan
-Meningkatkan kesadaran penduduk akan kebutuha kebun
12. Kualitas Visual
-Kondisi yang alami -Kicau burung dan serangga
-Komposisi perletakan KJA tidak beraturan -Pola ruang pada kawasan -Cenderung berubah akibat dari ketidak tegasan pihak teerkait -Belum senua mempergunakan arsitektur bangunan khas Betawi -Kurang tegasnya pihak Pemda dalam menerapkan peraturan -Sampah-sampah berserakan ditepi danau
-Memanfaatkan kualitas visual good view seoptimal mungkin -Mengoptimalkan kualitas bad view menjadi good view.
-Meningkatkan kualitas kawasan sebagai kawasan wisata budaya -M enempatkan tempat sampah ditepi danau
133
Lanjutan Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Kendala Aspek Lanskap
Alternatif Pengembamgan Analisis Potensi
Kendala
Pemanfaatan
Solusi Pemecahan -Penambahan fasilitas -Perencanaan peletakan berdasarkan pada masterplan yang ada.harus ,sesuai dengan kondisi biofisik, fungsi, aktivitas ruang
13. Fasilitas Kawasan
-Fasilitas umum dan sosial -Terdapat beberapa fasilitas penunjang wisata budaya/agro
-Jumlah fasilitas umum dan sosial -Jumlah fasilitas wisata masih terbatas
-Fasilitas yang ada tetap dipertahankan
14. Penduduk
-Penduduk lokal sebagai sumberdaya yang potensial -Penduduk terdiri dari asli, campuran dan pendatang -Penduduk mayoritas etnis Betawi (75%)
-Aktivitas penduduk dalam kawasan belum terarah -Aktivitas pada kawasan belum banyak melibatkan penduduk -Kurangnya sumberdaya manusia yang terdidik sebagai jasa suplai wisata -Keterlibatan penduduk masih dirasakan kurang -Dikhatirkan menjadi broker membujuk pemilik masyarakat untuk menjual tanah kepada pendatang/investor
-Memanfaatkan sumberdaya penduduk lokal untuk jasa layanan wisata seperti menjual cinderamata, memproduksi hasil pertanian secara kreatif -Meningkatkan kerja sama dengan pihak- pihak yang berkompetan (Koperasi“Ayu Lestari bieer pletok, dodol, sari buah belimbing)
-Masterplan sebagai acuan dalam penataan kawasan PBB. -Mengembangkan titik/obyek wisata dengan berbagai alternatif bentuk wisat -Mengadakan latihan ketrampilan tenaga lokal -Meningkatkan kerja sama dengan stake holder perangkat pemerintah Pemda. -Dinas Pariwisata, dari kecamtan samai dengan RT.
15. Sosial Ekonomi
-Tingkat pendidikan sedang dengan kesadaran dan prilaku hidup sehat -Aktivitas pendudu, pegawai negeri, swasta, pedagang, TNI, Polisi, petani,, nelayan danau, buruh dan pengangguran
-Jumlah usia produktif yang tidak bekerja (25.823 jiwa)
-Dikembangkan potensi yang ada untuk wisata budaya
-Menciptakan peluang kerja bagi penduduk melalui perencanaan pengembangan wisata budaya dan agro wisata.
16. Sosial Budaya & Adat Istiadat
-Beragam tata cara hidup dan kehidupan masyarakat sebagai atraksi budaya/kesenian yang menarik
-Sistim kegiatan budaya tidak tentu -Menyulitkan penyusunan jadwal
-Menyusun kalender budaya sesuai dengan aktivitas dan ritual penduduk setiap /bulan/tahun
-Memerlukan manajemen kawasan dengan sistem pengelolaan dengan baik
17. Filosofi
-Berpegang teguh pada ajaran Islam -Tata cara hidup dan kehidupan berdasarkan pada ajaran Islam -Percaya rejeki dari Alloh
-Pada awalnya mengaji adalah paling utama -Agak malas bekerja
-Memanfaatkan tat a cara hidup dan kehidupan baik secara umum serta ritual sebagai potensi wisata budaya.
-Mengembangkan potensi semaksimal mungkin -Menghargai tata cara hidup tersebut
134
Lanjutan Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Budaya Aspek Lanskap
Analisis Potensi
Kendala
Alternatif Pengembamgan Pemanfaatan Solusi Pemecahan
18. Kebijakan
-Kep Gub.DKI Jakarta NO 92 th2000 -Menetapkan KDB 10-20 % -Menetapkan KLB 0, 4 -Menetapkan GSB 10 m -Menetapkan sempadan danau 50m
-Belum terealisasi dengan baik semua ketentuan /ketetapkan
-Mengoptimalkan semua ketentuan keputusan -Mensosialisasikan dengan baik pada warga msyarakat dalam kawasan
-Mengembangkan kawasan sesuai dengan perencanaan masterplan yang ada 20002010 -Membuat/Memberikan sangsi bagi pelanggaran
19. Status & Fungsi kawasan
-Sebagai kawasan perlindungan dalam upaya pelestarian budaya Betawi -Sebagai daerah resapan air bagi Jakarta Selatan
-Kesadaran warga masyarakat belum merata
-Memanfaatkan kawasan seoptimal mungkin dalam upaya pelestarian kawasan sebagai kawasan Perkampungan Budaya Betawi.
-Mensosialisasikan status dan fungsi kawasan seluas-luasnya.
20. Master plan
-Kawasan pelestarian -Perkampungan Budaya Betawi -Vegetasi khas Betawi -Danau yang alami -Keramah tamahan penduduk dan kopratif -Masterpaln sebagai acuan utama -Membagi dalam 6 Tahapan
-Kawasan terlalu luas 165 ha & danau 35 ha - Pengelolaan saat ini hanya pada daerah embrio tahap 1 (0,8%) - Pemandu wisata terbatas dan kurang koopratif
-Melakukan/membagi kawasan dengan zonasi -Konservasi Budaya -Konservasi Ekologis -Pengembangan wisata Rekreatif -Mengoptimalkan penggunan daya dukung dan sirkulasi tracking
-Pengelolaan kawasan -Pengelolaan pengunjung wisata budaya -Pengelolaan danau -Pengelolaan agro wisata -Melakukan/menambah pemandu wisata
21. Pengelolaan
-Sumberdaya alam - Lahan - Vegetasi - Danau - Budaya - Sumberdaya buatan - Permukiman - Rumah adat - Fasilitas wisata
- Kondisi alam - Tekstur tanah/halus - Drainase kurang -sedang - Danau yang berkerambah - Sumberdaya manusia
-Sebagai sumber PAD -Sebagai wisata budaya -Sebagai wisata agro -Sebagai pariwisata -Sebagai resapan air -Sebagai tempat informatif -Sebagai pengembangan kreatifitas -Sebagai tempat komunikatif -Sebagai tempat edukatif -Sebagai tempat rekreatif -Sebagai penghijauan
-Pengelolaan kawasan -Pengelolaan pengunjung wisata budaya -Pengelolaan danau -Pengelolaan agro wisata -Melakukan/menambah pemandu wisata
135
Lanjutan Lampiran 10 Analisis Kawasan Sebagai Lanskap Budaya Berdasarkan Potensi dan Budaya Aspek Lanskap
Analisis Potensi
Kendala
Alternatif Pengembamgan Pemanfaata n Solusi Pemecahan
22. Aspek wisata Karakter Pengunjung
-Jumlah wisatawan domestik cukup beragam.karakter -Wisatawan tracking aktual berkelakuan baik dn sopan serta berminat tinggi pada nilai tradisional
-Jumlah wisatawan tracking rendah dibandingkan dengan daya dukung -Perencanaan baru sebatas pada kawasan inti.
-Mempertahankan potensi karakter kawasan
-Meningkatkan informasi dan promosi serta promosi wisata memperluas pasar pengunjung potensial -Perencanaan wisata disesuaikan dengan Master paln yang ada. -Mengembangkan wisata rekreatif dari wisata aktif sampai kewisata pasif
23. Aktivitas & Atraksi
-Atraksi budaya -Atrasi kesenian -Atraksi danau -Atraksi kebun
-Atraksi /obyek wisata budaya, pertanian perikanan yang potensial belum dimanfaatkan
-Mempertahankan potensi dan karakter kawasan -Mengembangkan adat istiadat dan tradisi Betawi sebagai daya tarik budaya
-Meningkatkan suplai dan mutu obyek/atraksi budaya/kesenian dengan mengembangkan zona interpretasi obyek
24. Sirkulasi & Fasilitas
-Penggunaan delman sebagai transportasi wisata kelak -Terdapat fasilitas penunjang wisata -Pola pekarangan/kebun -Rumah adat -Danau -Tata cara hidup dan kehidupan -Tanaman khas Betawi
-Luas kawasan terlalu 165 ha -Obyek wisata saat ini hanya pada inti kawasan (RW 08) -Sirkulasi wisata belum tertata dengan baik -Jalur sirkulasi wisata pelaksanaan upacara adat dan t radisi yang dilaksanakan tidak tetap -Jumlah fasilitas wisata masih terbatas
-Fasilitas yang ada dipertahankan dan harus dikelola dengan baik
-Penambahan fasilitas wisata -Perencanaan harus berdasarkan masterplan 200-2010 yang sesuai dengan kondisi biofisik, fungsi aktivitas ruang wisata -Mengubah tampilan fasilitas kawasan dengan nuansa Betawi secara utuh
25 .Persepsi
-Dukungan masyarakat terhadap rencana pengembangan kawasan -Pemda sebagai perkampungan budaya Betawi -Masyarakat menerima pengunjung.
-Persepsi pengunjung bahwa tapak belum sepenuhnya mencerminksn kampung Betawi -Areal sempadan danau belum menarik
-Memanfaatkan sumberdaya -Penduduk lokal untuk jasa -Transpotasi
-Meningkatkan karakter kawasan -Mengatasi peningkatan jumlah pengunjung -Pembatasan dengan sistim tiket dan jumlah fasilitas
136
CONTROLING KEBIJAKAN
PEMBINA GUBERNUR SARANA/PRASARANA -PEMDA DKI -BAPEDA -BAPELDALDA -PU/PJU -LKB
HUMAS DINAS PARIWISATA
PEMDA DKI /MASYARAKAT
INVESTOR
KEPALA OPERASIONAL PROCESING PROFESIONALISME
Karakter Frisk
OPRASIONAL/IMPLEMENTASI
Pengelolaan Perkampungan Budaya Betawi
-Bantuan Renovasi -Penyuluhan Peningkatan Karakter Fisik -Fasilitas Umum/ Masyarakat -Pemanfaatan Pekarangan -Perbaikan Pola Permukiman & Pekarangan
SEKRETARIS PROFESIONAL
Konservasi Lingkungan Hidup
Pelestarian Budaya
-Penyuluhan & Peningkatan Aktivitas Ekonomi Khas Betawi -Penyediaan/ Bantuan Sumberdaya utk Peningkatan Ekonomi -Promosi/ Produk Pemasaran
Pengembangan Wisata
Pemberdayaan Masyarakat
Danau/Setu
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Permukiman Berwawasan Lingkungan
Program Wisata -Wst Budaya -Wst Agro -Wst Rekreatif
Fas. Wst pd -Obyek Wst -Pelayanan -Penerima Wst
-Kebesihan -Keindahan -Kaamanan
-Penyelengaraan
-Pemeliharaan Danau/Setu -Pemanfaatan utk Peningkatan Ekonomi -Pengelolaan Danau/Setu utk Wisata
-Penataan RTH -Penanaman Vegetasi khas Betawi/ Tanaman Langka -Peningkatan Ekonomi melalui, Kebun, Pekarangan, Nursery
-KDB/KLB -Pengelolaan Sampah -Penyuluhan Lingkungan & Kesehatan
-Permukiman & aktv pddk Betawi -Upcr Adat &Fasilitas -Kesenian -Makanan khas -Minuman khas/ -Kebun -Memetik Buah -Melihat/ Prosesing -Nursery -Memancing -Ngubak empng -Menjala ikan
-Permukiman -Rumah Adat -Panggung -Mussolah -Toilet -Bangku Tman -Gazebo -Warung Sirkulasi -Jalan -Parkir
-Pemeliharaan Lanskap Rg Wst (ruang penerima, pelayanan & obyek wst)
Latihan Rutin - Penyediaan Fasilitas -Penyelegaraan Atraksi Budaya Promosi/Jadwal
-Pemeliharaan Lanskap Rg Wst -Pemeliharaan fasilitas wisat a -Mengatur Sistem keamanan
Lampiran 11 Usulan Struktur Organisasi Pengelolaan 137
Garis Komando Garis Koordinasi
Aktivitas Budaya & Kesenian
BENDAHARA