RENCANA AKSI KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA TAHUN 2016-2019
DIREKTORAT KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2016 i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya, Buku Rencana Aksi Nasional Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun 2016-2019 dapat disusun. RAN ini akan menjadi arah bagi perencanan dan pelaksanaan kegiatan di Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, baik dalam pencapaian target dan sasaran Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga maupun dalam mendukung pencapaian indikator program pada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat serta indikator kinerja utama Kementerian Kesehatan. Secara lebih luas tentunya untuk pengembangan dan peningkatan efektivitas kinerja organisasi dalam bersinergi mewujudkan visi misi pemerintah dan program Nawa Cita melalui upaya kesehatan kerja dan olahraga. Dalam Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun 2016-2019 ini tergambar proses pemilihan tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu masyarakat sehat, bugar dan produktif. Penyusunan Rencana Aksi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga juga diselaraskan dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi sehingga selesainya Rencana Aksi Nasional Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2019. Semoga buku ini bermanfaat bagi kemajuan pembangunan kesehatan di Indonesia, khususnya di bidang Kesehatan Kerja dan Olahraga. Selamat bekerja, mari membangun Negara Indonesia tercinta. Salam Sehat, Bugar dan Produktif. Jakarta,
September 2016
Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga
drg. Kartini Rustandi, M.Kes
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR__i DAFTAR ISI__ii DAFTAR TABEL__iii DAFTAR GAMBAR__iv BAB I
PENDAHULUAN__1 A. Latar Belakang__1 B. Tujuan Penyusunan RAN__2 C. Dasar Hukum__2 D. Pengertian__4
BAB II
KONDISI DAN PERMASALAHAN KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA__5 A. Kondisi Kesehatan Kerja dan Olahraga__5 B. Permasalahan Kesehatan Kerja dan Olahraga__8 C. Gambaran Umum Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga__9 D. Harapan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)__11 E. Tantangan Strategis__12 F. Analisis SWOT__13 G. Analisis Posisi Bersaing__14
BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA__ A. Arah Kebijakan__18 B. Sasaran Strategis__18 C. Peta Strategi__19 D. Indikator Kinerja__21 E. Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja__18 BAB IV RENCANA AKSI NASIONAL KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA__23 BAB V KERANGKA REGULASI DAN PEMBIAYAAN__28 A. Kerangka Regulasi__28 B. Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan_28 BAB VI MONITORING DAN EVALUASI__29 C. Monitoring__29 D. Evaluasi__29 BAB VII PENUTUP__30 LAMPIRAN KAMUS INDIKATOR__31 DAFTAR PUSTAKA__35
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Harapan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)__11 Tabel 2. Analisis Posisi Bersaing__14 Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja__21 Tabel 4. Kegiatan Rencana Aksi__26
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Piramida Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 dan Tahun 2025__6 Gambar 2. Distribusi Tenaga Jabatan fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja Per Provinsi Tahun 2015__10 Gambar 3. Posisi Bersaing__17 Gambar 4. Peta Strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga__20
iv
i
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Resolusi World Health Assembly (WHA) 60.26 tahun 2007 tentang Workers health: Global Plan of Action ditekankan bahwa kesehatan pekerja merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas dan perekonomian. Pencegahan primer terhadap bahaya kesehatan di tempat kerja merupakan upaya untuk tercapainya kesehatan pekerja. Oleh karena itu, WHA menghimbau WHO untuk menggalakkan pengelolaan kesehatan kerja melalui The Global Plan Action on Workers’ Health tahun 2008-2017. Di sisi lain, Indonesia menghadapi Globalisasi World Trade Organisation (WTO) dan Asian Free Trade Agreement (AFTA) yang mempunyai konsekuensi persaingan antar negara dalam kuantitas dan kualitas produk, jasa maupun sumberdaya manusia. Penerapan kesehatan kerja merupakan salah satu syarat agar produk suatu industri diterima oleh negara penerima untuk dapat memenangi persaingan diperlukan pekerja yang sehat dan produktif. Tahun 2007-2010 telah ditetapkan Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional. Pada intinya untuk dilakukan peningkatan koordinasi yang sinergis antara pengandil (stakeholders) dengan pemerintah, kemandirian dunia usaha dalam menerapkan K3, peningkatan kompetensi serta daya saing tenaga kerja di bidang K3 guna terwujudnya bidaya Keselamatan dan kesehatan. Strategi Kesehatan Kerja Nasional yang dirumuskan meliputi: 1) Memperkuat dan mengembangkan kebijakan kesehatan kerja, 2) Pengembangan jejaring kesehatan kerja untuk meningkatkan cakupan pelayanan untuk seluruh masyarakat pekerja, 3) Peningkatan upaya kesehatan kerja dan pencegahan penyakit, 4) Melaksanakan sistem informasi kesehatan kerja, 5) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM kesehatan kerja berbasis kompetensi, 6) Peningkatan pemberdayaan sektor terkait dan masyarakat, 7) Peningkatan kegiatan penelitian, dan 8) Membangun komitmen kesehatan kerja dalam pembangunan kesehatan dan pembangunan Indonesia. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 mengarahkan pada prioritas upaya promotif dan preventif, dengan isu strategis RPJMN 2015-2019 adalah peningkatan status kesehatan ibu, bayi, balita, remaja, usia produktif dan lansia, peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, pengembangan JKN, pemenuhan sumber daya manusia kesehatan, peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas. Sejalan hal di atas, Visi Kabinet Indonesia Kerja 2015-2019 adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong, dengan salah satu misi dalam Nawacita adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 terdapat Program Indonesia Sehat, yaitu Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, mampu 1
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya bersifat promotif dan preventif menjadi prioritas Program Indonesia Sehat melalui Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) dan pendekatan keluarga. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahrana melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kesehatan kerja dan olahraga sesuai peraturan perundang-undangan; dengan fungsi di bidang kesehatan okupasi dan surveilans, kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan kesehatan olahraga serta urusan tata usaha dan rumah tangga. Kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga diselenggarakan sebagai upaya peningkatan kesehatan dan kebugaran bagi masyarakat, termasuk pekerja dengan prioritas pendekatan promotif dan preventif sesuai paradigma sehat. Kesehatan Kerja dan Olahraga bermanfaat luas bagi masyarakat, baik pekerja maupun keluarga, termasuk anak. Selaras dengan situasi global dan kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung program pembangunan kesehatan nasional secara efektif dan optimal sesuai Tugas Pokok dan Fungsi, maka perlu disusun suatu Rencana Aksi Kegiatan (RAN) Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga yang akan menjadi panduan bagi berbagai stakeholder terkait, diantaranya: 1. Pengelola Program kesehatan Kerja dan Olahraga 2. Lintas Program dan Lintas Sektor terkait Program Kesehatan Kerja dan Olahraga, termasuk Kementerian Keuangan, Badan Perencana Pembangunan Nasional, Badan Pemeriksa Keuangan, dan lain-lain. 3. Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. 4. Pemangku kepentingan di pusat, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota B. Tujuan Penyusunan RAN 1. Mendukung pencapaian masyarakat sehat, bugar dan produktif 2. Mendukung pencapaian Rencana Strategi Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2015-2019 3. Menentukan arah dan target program Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2016-2020 untuk kesinambungan dan kelanjutan program Kesehatan Kerja dan Olahraga. 4. Panduan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Tahun 2016-2020 C. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4. 2. Undang-Undang RI nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3. Undang-Undang RI nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 4. Undang-Undang RI nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 5. Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2
6. Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). 7. Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional 8. Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. 9. Undang-Undang RI nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. 10. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 11. Undang-Undang RI, nomor 25 tahun 2009 tentang Azas Penyelenggaraan Pelayanan Publik. 12. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; 13. Peraturan Presiden RI nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 14. Peraturan Presiden RI nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019. 15. Keputusan Presiden RI nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. 16. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1075 tahun 2003 tentang Sistem informasi Manajemen Kesehatan Kerja. 17. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1758 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar. 18. Peraturan Menteri Kesehatan RI, nomor 741/Menkes/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota 19. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 635 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1144/Menkes/Per/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; 20. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas; 21. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 473 tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang dan Tanggung jawab Kementerian Kesehatan di Tingkat Kabupaten/Kota; 22. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 474 tahun 2014 tentang Pelimpahan Wewenang dan Tanggung jawab Kementerian Kesehatan di Tingkat Provinsi. 23. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.62/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen. 24. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 127/MENKES/SK/11/2004, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Bandung. 25. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 038 tahun 2007 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas Kawasan Industri. 26. Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota; 27. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kemenkes RI tahun 2015-2019.
3
D. Pengertian Kesehatan Kerja adalah suatu upaya yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kesehatannya serta mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat faktor risiko pekerjaan. Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan, agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pekerja secara minimal dan paripurna meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan Penyakit Akibat Kerja (PAK) oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar. Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Pos Upaya Kesehatan Kerja(UKK) adalah suatu wadah pelayanan kesehatan kerja yang berada di tempat kerja sektor informal dan dikelola oleh pekerja itu sendiri (kader) yang berkoordinasi dengan Puskesmas (sebagai pembina) dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Di pos UKK atau pada unit-unit satuan pelayanan yang terdepan diharapkan ada kelompok kader yang memiliki peran sebagai: Pembina dan penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja, Pelaksana Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama Pada Penyakit (P3P), koordinator penyediaan fasilitas alat keselamatan kerja, koordinator kegiatan pencatatan dan pelaporan.
4
BAB II KONDISI DAN PERMASALAHAN KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA A. Kondisi Kesehatan Kerja dan Olahraga Dalam lebih dari dua dasawarsa terakhir hingga dengan tahun 2015 telah terjadi transisi epidemiologi dan pergesaran beban penyakit terbanyak di Indonesia yang cukup signifikan dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Di era 1990 kasus ISPA, Tuberkolosis dan Diare menempati urutan 3 besar. Pada era 2010 dan 2015 bergeser menjadi Stroke, Kecelakaan Lalu lintas, dan Penyakit Jantung disusul Kanker dan Diabetes. Faktor risiko utama dengan beban yang ditimbulkan dan memiliki DALYs share yang tinggi secara berturutturut diduduki peringkatnya oleh pola makan yang tidak baik/berisiko, tekanan darah tinggi, merokok, pencemaran udara dalam rumah tangga, kadar glukosa darah puasa tinggi, aktifitas fisik yang kurang memadai, pekerjaan yang berisiko, Indeks Massa Tubuh, kekuarangan zat Besi, dan penyalahgunaan obat (Kemenko PMK, 2015). Dengan demikian kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat. Trend ini kemungkinan akan berlanjut seriring dengan perubahan perilaku atau gaya hidup tersebut, khususnya pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktifitas fisik, merokok dan pekerjaan yang berisiko. Data Riskesdas tahun 2007 dan 2013 memperlihatkan kecenderungan peningkatan kasus penyakit tidak menular (DM, Stroke, Obesitas) pada usia > 15 tahun. Data Kementerian Kesehatan tahun 2010-2013 menunjukkan proporsi kumulatif HIV positif pada usia di atas 20 tahun sebesar 92,7%, dan proporsi kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2013 pada kelompok usia yang sama adalah 66%. Berbagai studi mengenai masalah gizi pada pekerja menunjukkan adanya pengaruh timbal balik antara masalah gizi, faktor pekerjaan dan lingkungan kerja. Tiga permasalahan gizi pekerja di Indonesia, yaitu KEP, Anemia Gizi Besi dan Obesitas. Data Riskesdas dari tahun 2007-2013 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan Kurang Energi Kronik pada kelompok umur 15-49 tahun yang termasuk usia kerja. Adapun gambaran besaran berbagai faktor risiko penyakit tidak menular, yaitu sebanyak 26,1% penduduk kurang aktifitas fisik; 36,3% penduduk usia > 15 tahun merokok; 1,9% perempuan usia > 10 tahun merokok; 93,5% penduduk > 10 tahun kurang konsumsi buah dan sayur; dan sebanyak 4,6% penduduk > 10 tahun minumminuman beralkohol. Faktor risiko perilaku tersebut menyebabkan beberapa penyakit tidak menular, berupa Obesitas Sentral (26,6%); Hipertensi (25,8%), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (3,8%), Diabetes Mellitus (2,1%); Penyakit Jantung Koroner (1,5%); Kanker (1,4%), dan Stroke (1,21%). Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Secara spesifik terkait dengan kelompok sasaran Kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga, data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik tahun 2015 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 254,36 juta orang dengan usia kerja sebanyak 184,60 juta dan yang bekerja sebanyak 120,85 juta. Dari total ini, sebanyak 50,83 juta atau 42,06 persen ada di sektor formal (usaha skala menengah dan besar) dan 53,6 persen sisanya sejumlah 70,02 juta bekerja di sektor informal (usaha skala mandiri, mikro, dan kecil), termasuk pekerja pada sektor ekonomi informal. Proyeksi pola kependudukan Indonesia pada tahun 2025 menunjukkan adanya 5
peningkatan di kelompok usia kerja yang juga dikenal sebagai bonus demografi sebagaimana terlihat pada gambar berikut. Gambar 1. Piramida Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 dan Tahun 2025
Pada periode bonus demografi ini jumlah usia produktif lebih banyak dari kelompok usia lainnya. Jumlah angkatan kerja, pekerja laki-laki ataupun perempuan, anak sekolah dan jemaah haji sebagai sasaran kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga juga mengalami peningkatan. Proporsi usia kerja yang terus meningkat merupakan tantangan sekaligus kesempatan yang perlu dikawal agar menjadi tercipta angkatan kerja yang sehat dan produktif. Tantangan proporsi pekerja yang besar adalah potensi dan kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) yang tinggi. Peluang ini harus dimanfaatkan dengan mendorong peningkatan kualitas, derajat kesehatan dan produktivitasnya sehingga bangsa Indonesia menjadi negara maju dan kompetitif. Dalam kehidupannya, baik di usaha individu/mandiri, skala rumah tangga, mikro/kecil, menengah, maupun besar serta lingkungan modern maupun tradisional, pekerja menghadapi potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga kematian akibat penyakit ataupun kecelakaan kerja. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 164 tentang Kesehatan kerja yang merupakan dasar hukum dalam melindungi kesehatan pekerja memerlukan peraturan pemerintah sebagai jabaran panduan aspek legal kebijakan kesehatan kerja yang mencakup semua sektor pekerjaan. Menurut ILO (2004), di seluruh dunia setiap tahun ada 270 juta pekerja mengalami kecelakaan akibat kerja, 160 juta terkena penyakit akibat kerja, 2 juta orang meninggal karena masalah akibat kerja dengan 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$ 1,25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP). Tahun 2012 ILO mencatat lebih dari 2 juta kasus kematian tiap tahunnya dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sebanyak 300.000 orang meninggal dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan kerja. Pada tahun 2013, ILO menyatakan bahwa setiap 15 detik seorang pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja serta sebanyak 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Anak sekolah sebagai sasaran utama kegiatan Kesehatan Olahraga merupakan generasi penerus adalah masa depan bangsa dan pekerja merupakan 6
tulang punggung keluarga. Dengan paradigma sehat dalam pembangunan kesehatan, Gerakan Masyarakat Sehat (Germas) dan pendekatan keluarga sehat, serta melalui penguatan upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga, maka diharapkan berbagai permasalahan di atas dapat diatasi. Harapan mendapatkan pekerja yang sehat, bugar dan produktif serta kelompok masyarakat khususnya anak sekolah dan pekerja perempuan dengan derajat kesehatan tinggi dan berkualitas serta jemaah haji yang bugar dapat tercapai. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi aktivitas fisik tergolong kurang aktif secara umum 26,1%. Terdapat 22 provinsi yang memiliki rerata penduduk aktivitas fisik tergolong kurang aktif lebih tinggi dari rata-rata nasional. Lima provinsi dengan proporsi tertinggi adalah DKI Jakarta (44,2%), Papua (38,9%), Papua Barat (37,8%), Sulawesi Tenggara dan Aceh (masingmasing 37,2%). Kurang melakukan aktivitas fisik ini terjadi terutama di daerah perkotaan. Proporsi perilaku sedentary ≥ 6 jam lebih banyak dilakukan oleh perempuan dengan pendidikan rendah, tidak bekerja dan tinggal di perkotaan. Kebiasaan rutin melakukan aktivitas fisik dengan cara latihan fisik atau olahraga dapat meningkatkan tingkat kebugaran jasmani dan berdampak meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan tingkat kebugaran masyarakat Indonesia masih rendah, sebagai berikut: 1. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 melakukan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia di 17 provinsi pada 12.240 siswa SD, SMP, SMA dan SMK hasil tingkat kebugaran jasmani dengan kategori baik 17%, sedang 38%, dan kurang 45%. 2. Data hasil pengukuran kebugaran jasmani di Kementerian Kesehatan: a. Tahun 2011 hasil pengukuran pada 300 pejabat eselon 1-4 Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan Badan POM, kategori cukup 49,8% (grup 1) dan pada pengukuran 6 bulan kemudian kategori cukup menjadi 74,3% (grup 2 dengan peserta yang sebagian berbeda). b. Tahun 2012 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 327 peserta pejabat eselon 1-4 Kementerian Kesehatan didapatkan kategori kurang 18%, cukup 72%, baik 10%. c. Tahun 2013 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 472 orang pegawai Kementerian Kesehatan dengan kategori kurang sekali 1%, kurang 37%, cukup 54%, baik 8% dan data hipertensi 23%. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) didapat kategori kurus sekali 4%, kurus 10%, cukup 39%, BB lebih 19%, pra obese 16%, obese 13%. d. Tahun 2014 hasil pengukuran kebugaran jasmani pada 468 orang pegawai Kementerian Kesehatan dengan kategori kurang sekali 1,18%, kurang 31,95%, cukup 59,47%, baik 7,10% dan data hipertensi 13,31%. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) didapat kategori kurus sekali 0,89%, kurus 12,24%, cukup 37,91%, BB lebih 22,09%, pra obese 15,52%, obese 11,3%. Kebugaran jasmani yang baik akan mempengaruhi kinerja, prduktivitas kerja, dan prestasi (belajar, bekerja, olahraga) seseorang, karena orang yang bugar tidak mudah sakit dan kalaupun jatuh sakit tidak akan separah orang yang 7
tidak bugar. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 80-81 tentang kesehatan olahraga yang merupakan dasar hukum dalam melindungi penyelenggaraan kesehatan olahraga memerlukan peraturan pemerintah sebagai penjabaran panduan aspek legal kebijakan kesehatan olahraga masyarakat, termasuk kesehatan olahraga prestasi. B. Permasalahan Kesehatan Kerja dan Olahraga Berdasarkan gambaran Kesehatan Kerja dan Olahraga di Indonesia di atas dan dalam penyelenggaraan kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga selama ini, beberapa permasalahan Kesehatan Kerja dan Olahraga yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Kebijakan tentang Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga belum sepenuhnya didukung oleh para pemangku kepentingan terkait (stakeholder). Dalam implementasinya masih dijumpai kendala karena belum mendapatkan informasi dan pemahaman serta munculnya kesadaran secara utuh mengenai Program Kesehatan Kerja dan Olahraga. Dan juga masih adanya ego sektoral pada lembaga/kementerian/pemerintah daerah sehingga kebijakan, program dan kegiatan disusun dan dilaksanakan secara parsial, tidak efektif dan efisien. Untuk itu, upaya koordinasi dan harmonisasi perlu ditingkatkan. 2. Kegiatan Kerja dan Kesehatan Olahraga masih belum dilihat sebagai bentuk promotif dan preventif yang merupakan upaya prioritas dan menjadi arus utama dalam pembangunan kesehatan sehingga tingkat kesadaran dalam penerapannya masih rendah. 3. Konsep health economy, yaitu bidang kesehatan, khususnya Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga sebagai pilar untuk produktivitas dan penopang perekonomian belum terapkan dengan baik. Sinergi dan integrasi program dan kegiatan Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga sebagai komponen yang memiliki daya ungkit terhadap pencapaian indikator pembangunan kesehatan dan bidang ekonomi belum menjadi menjadi mainstream sehingga diperlukan pendekatan terstruktur. 4. Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga dianggap membutuhkan biaya tinggi karena outcome seringkali tidak terlihat atau tidak dapat secara langsung dirasakan. Oleh karenanya, diperlukan advokasi dan sosialisasi secara luas. 5. Terbatasnya SDM untuk melaksanakan kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga di tingkat kabupaten/kota, di perusahaan dan Puskesmas. Untuk itu, perlu peningkatan koordinasi, kolaborasi dan kemitraan di antara lintas program, lintas sektor terkait. 6. Dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan kerja dan olahraga masih belum optimal sehingga perlu ditingkatkan baik dalam bentuk regulasi, pembinaan dan pendampingan maupun dukungan pendanaan. 7. Upaya kesehatan kerja dan olahraga pada sektor informal belum berjalan dengan baik dibandingkan di sektor formal, padahal jumlah masyarakat pekerja di sektor informal lebih besar. Melihat berbagai permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan strategi agar upaya kesehatan kerja dan olahraga dapat seoptimal mungkin dilaksanakan di Indonesia dan menjangkau seluruh pekerja dari berbagai sektor baik sektor 8
formal maupun sektor informal. Kesehatan Kerja dan Olahraga akan berhasil ketika semua pihak bersama dengan pemerintah melakukan bekerjasama, bersinergis untuk mewujudkan masyarakat sehat, bugar dan produktif. C. Gambaran Umum Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2012 tentang Kesehatan, Kesehatan Kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Sedangkan Kesehatan Olahraga ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat melalui peningkatan aktivitas fisik dan latihan fisik yang baik, benar, terukur, teratur sesuai kaidah kesehatan. Awal terbentuknya Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah adanya Subdit Bina Upaya Kesehatan Usia Kerja (BUKUK) pada Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan sejak tahun 1985. Tahun 2000 Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat dilikuidasi dan Subdit ini selanjutnya berada di jajaran Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. Subdit BUKUK berkembang terus sejalan dengan perkembangan di bidang kesehatan kerja. Tahun 2002 berdiri Pusat Kesehatan Kerja Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan dengan SDM sebanyak 25 orang. Tahun 2005 Pusat Kesehatan Kerja berubah menjadi Direktorat Bina Kesehatan Kerja dalam jajaran Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Tahun 2011 Direktorat Bina Kesehatan Kerja berubah menjadi Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. Dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga berubah menjadi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga dalam jajaran Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. Tugas pokok Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, yaitu melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang kesehatan kerja dan olahraga (kesehatan okupasi dan surveilans, kapasitas kerja, lingkungan kerja dan kesehatan olahraga) sesuai peraturan perundang-undangan). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014, pelayanan kesehatan kerja dan kesehatan olahraga merupakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wiayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Namun demikian, upaya kesehatan masyarakat esensial juga dilakukan terhadap sasaran upaya kesehatan kerja dan olahraga, khususnya pekerja, anak sekolah, jemaah haji. Hal ini sesuai dengan pergeseran dari occupational heath menjadi worker health. Sejak terbentuknya struktur organisasi yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang kesehatan kerja dan olahraga, kegiatan kesehatan kerja dan olahrga telah banyak mengalami perkembangan. Lebih dari 100 pedoman dan peraturan di bidang kesehatan kerja dan kesehatan olahraga yang terbit. 9
Beberapa pedoman sudah memiliki payung hukum, antara lain dalam bentuk Peraturan Pemeritah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Peraturan Menteri. Dari sisi sumber daya manusia di bidang kesehatan, sejak tahun 2013 telah terbit Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai dasar adanya Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja. Dengan adanya jabatan fungsionai ini diharapkan impelemntasi program kesehata kerja dapat semakin intensif, luas dan berkesinambungan. Berbagai peraturan perundangan yang mendukung eksistensi jabatan fungsional pembimbing kesehatan kerja masih harus diupayakan, seperti tentang Tunjangan Jabatan fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja. Distribusi tenaga Jabfung pembimbing kesehatan kerja di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Distribusi Tenaga Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja per Provinsi Tahun 2015
Data sampai dengan tahun 2016, jumlah total Pejabat Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja di Indonesia sebanyak 238 orang. Sebagian besar berada di pusat (Kementerian Kesehatan dan BATAN) sebesar 20,7% dan untuk wilayah timur sebagian besar berada di provinsi Sulawesi Selatan sebesar 20,7%. Data persentase jumlah pemegang jabatan fungsional pembimbing kesehatan kerja pada daerah padat industri lainnya digambarkan sebagai berikut: Sumatera Utara (0,84%), Lampung (2,94%), Banten (4,62%), Jawa Barat (6,30%), Jawa Tengah (0,42%), Jawa Timur (6,30%). Secara organisasi dan program telah banyak hal yang dilakukan mulai dengan membangun kultur organisasi sampai pada program dengan pencapaian tujuan yang berbasis data. Namun demikian, masih banyak hal yang belum tercapai, termasuk di antaranya Peraturan Pemerintah tentang Upaya Kesehatan Kerja yang saat ini menjelang finalisasi melalui pertemuan pada tingkat menteri. Berbagai terobosan yang dilakukan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: 1. Regulasi. Penyusunan regulasi dilakukan dengan memantapkan konsep upaya kesehatan kerja komprehensif berdasarkan rencana aksi global kesehatan kerja WHO 2007. Konsep ini dijadikan pedoman dalam penulisan ulang rancangan Peraturan Pemerintah tentang Upaya Kesehatan Kerja, dan 10
penyusunan norma standar pedoman dan kriteria lainnya bidang kesehatan kerja. 2. Pendidikan Masyarakat dan Pembinaan Profesi, di antaranya meliputi: a. Pemanfaatan media televisi dan radio dalam meningkatkan jangkauan penyampaian informasi. b. Pembentukan organisasi profesi baru, yaitu Federasi Organisasi Kesehatan Kerja Indonesia (FOKKI), dengan anggota terdiri dari Perhimpunan Dokter Spesialis Okupasi Indonesia (Perdoki), Perhimpunan Dokter Spesialis Kelautan Indonesia (Perdokla), Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia (Perdospi), Perhimpunan Profesional Manajemen Kesehatan Kerja Indonesia (PPMKKI) yang telah berganti nama dengan Perhimpunan Ahli Kesehatan Kerja Indonesia (PAKKI), Perhimpunan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia (IDKI), Perhimpunan Perawat Kesehatan Kerja Indonesia (Perkesja), serta peningkatan keterlibatan organisasi profesi baik jumlah organisasi maupun frekuensi kegiatan. Di bidang kesehatan olahraga terlibat secara aktif Perhimpunan Dokter Spesialis Olahraga Indonesia (PDSKO). c. Menciptakan salam Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, yaitu Sehat, Bugar, Produktif. 3. Peningkatan kegiatan/aktivitas kesehatan kerja, melalui: a. Reorientasi penyusunan kegiatan untuk pencapaian tujuan serta peningkatan manfaat dan integrasi dengan berbasis data. b. Mendorong keterlibatan daerah dengan meningkatkan peran sebagai narasumber lokal dan membatasi peran narasumber pusat dalam kegiatan-kegiatan orientasi dan bimbingan teknis kesehatan kerja. c. Memperkuat kerja sama dan jaringan international melalui berbagai kegiatan, antara lain The ILO Inetrantional Clasification of Radiograph of Pneumoconiosis, Healthy Economic and Healthy Women. D. Harapan Pemangku Kepentingan Inti Harapan pemangku kepentingan (stakeholder) inti merupakan harapan dari pemerintah melalui pimpinan Kementerian Kesehatan, staf Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, serta pemerintah daerah dan masyarakat terhadap kinerja Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga. Harapan Pemangku kepentingan ini disajikan dalam tabel berikut: Tabel 1. Harapan Pemangku Kepentingan (Stakeholder) No. 1.
Komponen Harapan Stakeholder Inti Kementerian a. Meningkatkan implementasi dan Kesehatan efektifitas program GP2SP dan Pos UKK b. Mendukung implementasi BPJS Ketenagakerjaan (bekerjasama dengan P2JK, PKP, PKR) c. Meningkatkan upaya promotif
Kekhawatiran a. Target tidak tercapai b. Kebijakan yang tidak implementatif c. Konflik kepentingan dalam perencanaan 11
2.
Masyarakat
3.
Lintas sektor
4.
Staf Kesjaor
dan preventif kesehatan kerja dan olahraga untuk mendukung program keluarga sehat d. Meningkatkan kesehatan pada pekerja (sektor formal, sektor informal dan TKI)
d. Dukungan anggaran tidak optimal e. Kuantitas, kualitas dan jenis SDM yang belum memadai
a. Perlindungan dan pembinaan kesehatan pada pekerja (layanan, akses, jaminan dan informasi) b. Pembinaan kesehatan olahraga pada masyarakat sampai tingkat provinsi, Kabupaten/Kota c. Tersedia dana untuk mendukung pelaksanakan program Kesehatan Kerja dan Olahraga d. Adanya dukungan dan asistensi dalam pelaksanaan program Kesjaor a. Sinergi regulasi b. Koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan
a. Kebijakan tidak pro rakyat b. Kualitas pelayanan kesehatan kurang c. Kebutuhan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi d. Sistem informasi tidak sesuai harapan e. Birokrasi pelayanan yang terlalu panjang f. Pembangunan belum berwawasan kesehatan
a. b. c. d. e.
f.
a. Dukungan pusat (baik dana, pembinaan) tidak sesuai kebutuhan b. Kebijakan dan NSPK yang ada tidak implementatif c. Birokrasi yang rumit d. Belum tersedia regulasi yang bersifat strategis Peningkatan kapasitas SDM a. Sumber daya tidak Peningkatan Kesejahteraan cukup Lingkungan kerja yang kondusif b. Target tidak tercapai Tersedianya panduan kerja c. Pembinaan staf yang jelas belum optimal Tersedia dana untuk d. Kurangnya mendukung pelaksanakan koordinasi dengan program Kesehatan Kerja dan lintas program Olahraga e. Adanya efisiensi Adanya dukungan dan asistensi anggaran dalam pelaksanaan program f. Adanya hambatan Kesehatan Kerja dan Olahraga pencairan anggaran
E. Tantangan Strategis Sebagai entitas yang tidak bisa terlepas dari berbagai stakeholder, terwujudnya berbagai harapan dan terantisipasinya berbagai kekhawatiran yang 12
tertuang pada Tabel 1 menjadi tantangan bagi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga. Dari berbagai harapan dan kekhawatiran tersebut, yang menjadi tantangan strategis bagi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah: 1. Meningkatkan implementasi dan efektivitas program Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif dan Pos UKK 2. Mendukung implementasi BPJS Ketenagakerjaan (bekerjasama dengan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan) 3. Meningkatkan kesehatan pada pekerja (sektor formal, sektor informal dan Tenaga Kerja Indonesia) 4. Meningkatkan perlindungan dan pembinaan kesehatan pada pekerja (layanan, akses, jaminan dan informasi) 5. Memperkuat sinergisitas regulasi 6. Meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan 7. Menyediakan dukungan dan asistensi dalam pelaksanaan program Kesjaor F. Analisis SWOT Dalam menyusun Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2016-2019 perlu dilakukan analisis faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pelayanan kesehatan tersebut. Dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) akan terindentifikasi faktor kekuatan dan kelemahan relatif terhadap pencapaian tujuan. a. Faktor Internal 1) Kekuatan (Strength) a) Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. b) Memiliki SDM 17 orang lulusan pasca sarjana, 1 orang Doktor dan 2 orang spesialis di bidang Kesehatan Kerja dan Olahraga c) Memiliki alokasi anggaran dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja dan Olahraga. d) Tersedia NSPK kesehatan kerja dan olahraga (ada lebih dari 100 pedoman) e) Tersedia sistem pencatatan pelaporan LBKP dan LBKO online 2) Kelemahan (Weakness) a) Belum adanya payung hukum turunan Undang-Undang Kesehatan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Kesehatan Kerja dan Peraturan Pemerintah Kesehatan Olahraga b) Belum lengkapnya NSPK tentang Kesehatan Kerja dan Olahraga c) Belum lengkap data terkait capaian Kesehatan Kerja dan Olahraga di Indonesia d) Sistem perencanaan belum berbasis data e) Sistem monitoring dan evaluasi program belum terukur f) Belum optimalnya sistem manajemen kinerja pegawai b. Faktor Eksternal 1) Peluang (Opportunity) 13
a) Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan kerja dan olahraga. b) Pencanangan Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) oleh pemerintah Pusat. c) Adanya jejaring antara lintas sektor terkait, organisasi profesi, universitas, asosiasi di bidang kesehatan, dunia usaha dan industri, LSM baik skala nasional dan internasional). d) Tersedianya SDM kesehatan yang berpotensi untuk melaksanakan kesehatan kerja dan olahraga. e) Penerapan sistem BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. f) Adanya Fasilitas Kesehatan Ttingak Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesejatan Tingkat Lanjut (FKTL) baik pemerintah atau swasta di daerah Industri. g) Adanya event terkait kesehatan kerja dan olahraga tingkat nasional dan internasional di Indonesia. h) Tersedianya berbagai sumber dana kesehatan di daerah untuk pelaksanaan promotif dan preventif 2) Ancaman (Threat) a) Rendahnya kapasitas pelaksana kesehatan kerja dan olahraga di tingkat provinsi. b) Kesehatan Kerja dan Olahraga belum menjadi perhatian Kabupaten/Kota c) Pelayanan kesehatan pekerja sektor informal belum mendapatkan perhatian optimal dari stake holder terkait. d) Sistem rujukan kesehatan kerja dan olahraga belum berfungsi secara optimal e) Masih kurangnya pemahaman pekerja dan pengelola tempat kerja tentang K3 di tempat kerja. f) Kurangnya dukungan dari lintas sektor dan stake holder lain g) Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang risiko-risiko kesehatan kerja dan olahraga.
G. Analisis Posisi Bersaing Setelah dipetakan berbagai faktor internal dan eksternal yang melingkupi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, selanjutnya dilakukan Analisis Posisi Bersaing untuk mendapatkan tema strategi organisasi dalam lima tahun mendatang. Analisis posisi bersaing sebagai berikut: Tabel 2. Analisis Posisi Bersaing Strength No.
Kekuatan
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
1.
Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
15
50
7,5 14
2.
Memiliki SDM 17 orang lulusan pasca sarjana, 1 orang Doktor dan 2 orang spesialis di bidang Kesehatan Kerja dan Olahraga
15
60
9
3.
Memiliki alokasi anggaran Kesehatan Kerja dan Olahraga.
20
50
10
4.
Tersedia lebih dari 100 NSPK Kesehatan Kerja dan Olahraga.
30
50
15
20
50
10
5.
dalam
Tersedia sistem pencatatan pelaporan LBKO online TOTAL
pelaksanaan
LBKP dan
100
51,5
Weakness No.
1.
2. 3. 4. 5.
Kelemahan Belum adanya payung hukum turunan UU Kesehatan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Kerja dan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Olahraga Belum lengkap data terkait capaian kesehatan kerja dan olahraga di Indonesia Sistem perencanaan belum berbasis data Sistem monitoring dan evaluasi program belum terukur Belum optimalnya sistem manajemen kinerja pegawai Total
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
20
70
14
20
80
16
25
80
20
25
80
20
10
50
5
100
75
Opportunity No. 1. 2.
3.
4. 5. 6.
Peluang Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan kerja dan olahraga Pencanangan Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) oleh pemerintah Pusat Adanya jejaring antara lintas sektor terkait, organisasi profesi, universitas, asosiasi di bidang kesehatan, dunia usaha dan industri, LSM baik skala nasional dan internasional) Tersedianya SDM kesehatan yang berpotensi untuk melaksanakan kesehatan kerja dan olahraga (termasuk Jabfung) Penerapan sistem BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan Adanya FKTP dan FKTL baik pemerintah atau swasta di daerah Industri.
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
10
50
5
15
80
12
15
70
10,5
15
60
9
10
80
8
10
80
8 15
7. 8.
Adanya event terkait kesehatan kerja dan olahraga tingkat nasional dan internasional di Indonesia Tersedianya berbagai sumber dana kesehatan di daerah untuk pelaksanaan promotif dan preventif Total
10
60
6
15
50
7,5
100
66
Threat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ancaman Rendahnya kapasitas pelaksana kesehatan kerja dan olahraga di tingkat provinsi Kesehatan Kerja dan Olahraga belum menjadi perhatian Kabupaten/ Kota Pelayanan kesehatan pekerja sektor informal belum mendapatkan perhatian optimal dari stake holder terkait. Sistem rujukan kesehatan kerja dan olahraga belum berfungsi secara optimal Masih kurangnya pemahaman pekerja dan pengelola tempat kerja tentang K3 di tempat kerja Kurangnya dukungan dari lintas sektor dan stake holder lain Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang risikorisiko kesehatan kerja dan olahraga Total
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
15
60
9
15
50
7,5
10
50
5
10
50
5
15
50
7,5
20
40
8
15
40
6
100
48
Berdasarkan bobot dan rating yang telah diperoleh untuk setiap faktor maka dapat dipetakan posisi bersaing Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga berada di kuadran II (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga mempunyai posisi bersaing dengan kondisi kelemahan lebih menonjol dari pada kekuatan organisasi, tetapi mempunyai peluang upaya yang masih lebih tinggi dari ancamannya. Atas dasar itu, tema strategi penguatan internal kelembagaan sekaligus meraih berbagai peluang yang ada merupakan pilihan strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga.
16
Gambar 3 Posisi Bersaing 100 Opportunity 80 60 40 (-23,5; 18) 20 Weakness -100
-80
Strength -60
-40
20
-20
40
60
80
100
-20 -40 -60 -80 Threat -100
17
BAB III KEBIJAKAN DAN STRATEGI KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA A. Arah Kebijakan Sebagaimana dinyatakan pada Bab 1 bahwa Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga mempunyai tujuan untuk mendukung pencapaian masyarakat sehat, bugar dan produktif. Untuk itu, arah kebijakan dan strategi yang ingin dibangun oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah: 1. Membangun masyarakat yang sehat bugar dan produktif dengan menitikberatkan upaya promotif dan preventif. 2. Memperkuat kemitraan dan pemberdayaan masyarakat. 3. Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan olahraga secara bertahap terpadu dan berkesinambungan berdasarkan kebutuhan masyarakat. 4. Pengembangan program kesehatan kerja dan olahraga melibatkan lintas program, lintas sektor, pemerintah daerah, dunia usaha, swasta dan masyarakat. 5. Penyelenggaraan program kesehatan kerja dan olahraga sesuai standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional. B. Sasaran Strategis Dalam mewujudkan tujuan mendukung pencapaian masyarakat sehat, bugar dan produktif, Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga telah menetapkan rincian strategi yang diturunkan dan dipilih dari hasil analisis TOWS sebagai berikut: 1. Strategi S – O (Menggapai O dengan memanfaatkan S) a. Optimalisasi Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif dan Upaya Kesehatan Kerja b. Advokasi kepada BPJS Ketenagakerjaan c. Advokasi dan pendampingan d. Pembentukan kader Kesjaor Indonesia e. Pembentukan etalase kesjaor di setiap provinsi f. Membangun sistem pelayanan Kesehatan Kerja dan Olahraga yang bersinergi dengan BPJS 2. Strategi S – T (Memanfaatkan S untuk mengatasi T) a. Advokasi b. Peningkatan kemampuan SDM pelaksana Kesehatan Kerja dan Olahraga di daerah c. Membangun sistem rujukan Kesehatan Kerja dan Olahraga 3. Strategi W – O (Memanfaatkan O untuk mengatasi W) a. Penguatan kebijakan dan implementasi b. Kemitraan dan advokasi c. Pembinaan d. Optimalisasi Jabatan Fungsional Kesehatan Kerja, BKKM dan BKOM 18
4. Strategi W – T (Mengatasi W dan T sekaligus) a. Kemitraan dengan akademisi, organisasi profesi, praktisi. b. Pelaksanaan K3 di tempat kerja c. Integrasi sistem informasi Kesjaor kedalam SIP d. Membangun nilai K3 pada masyarakat pekerja Dari berbagai strategi yang dihasilkan dari analisis TOWS, dipilih beberapa item yang bersifat strategis yang menjadi sasaran strategis yang ingin diwujudkan dalam lima tahun ke depan, meliputi: 1. Meningkatnya Kesehatan pekerja (formal, informal, TKI), jamaah haji dan anak sekolah 2. Meningkatnya implementasi dan efektivitas program GP2SP, Pos UKK, K3 Faskes, K3 Perkantoran, Gerakan Peduli KESORGA, Klinik TKI, dll 3. Optimalisasi peran fasyankes & dinkes 4. Pemberdayaan masyarakat dalam implementasi Kesjaor (Kader Kesjaor) 5. Kemitraan dengan akademiksi, organisasi profesi, BPJS Naker, LSM 6. Pembentukan etalase Kesjaor di Provinsi 7. Advokasi dan sosialisasi Kesjaor (Pemda, dunia usaha, lintas program, lintas sektor, dll) 8. Integrasi Sistem Informasi Kesjaor dalam SIP 9. Peningkatan kemampuan SDM Pelaksana Kesjaor dan Optimalisasi Jabfung 10. Penguatan kebijakan dan implementasi NSPK C. Peta Strategi Hasil pengerucutan 10 sasaran strategis di atas membentuk suatu peta strategi. Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga merupakan rencana besar/grand design Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2020 yang disusun dalam rangka mencapai masyarakat pekerja sehat, bugar dan produktif. Peta strategi yang disusun mengadopsi model Balanced-Score card, namun hanya menggunakan tiga perspektif yakni: perspektif sumberdaya, perspektif proses strategis dan perspektif output. Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga berisikan jalinan berbagai sasaran strategis dalam kerangka hubungan kausalitas yang mencerminkan pentahapan setiap 5 tahun yang diharapkan menjadi satu rangkaian yang berkesinambungan.
19
Gambar 4 Peta strategi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga
Peta strategi di atas dapat dimaknai sebagai berikut: Tujuan utama yang ingin diwujudkan oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga adalah terwujudnya kelompok masyarakat sehat, bugas dan produktif. Tujuan utama ini hanya bisa terwujud jika meningkatnya kesehatan pada pekerja baik pada sektor formal, sektor informal dan Tenaga Kerja Indonesia, jemaah haji dan anak sekolah yang dapat diwujudkan jika meningkatnya implementasi dan efektifitas program GP2SP, Pos UKK, K3 Fasilitas kesehatan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran, Ergonomi, Gerakan Peduli Kesehatan Olahraga, Fasilitas Kesehatan Pemeriksa Kesehatan CTKI. Dua sasaran strategis dalam perspektif output tersebut dapat diwujudkan jika empat proses strategis pada Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga dibenahi secara luar biasa, meliputi: 1) Optimalisasi peran fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan 20
2) Pemberdayaan masyarakat dalam implementasi Kesehatan Kerja dan Olahraga (kader Kesehatan Kerja, Kader Kesehatan Olahraga dan lainlain. 3) Kemitraan dengan akademisi, organisasi profesi, BPJS Ketenagakerjaan dan LSM 4) Pembentukan etalase kesjaor di setiap provinsi Empat pembenahan proses strategis dapat dilakukan jika mampu diwujudkan advokasi dan sosialisasi Kesehatan Kerja dan Olahraga (Pemda, dunia usaha, lintas program, lintas sektor dan lain-lain) Proses-proses strategis di atas mampu dikelola secara luar bias ajika tiga hal berikut mampu dibenahi sebagai pondasi: 1) Integrasi sistem informasi Kesjaor kedalam SIP 2) Peningkatan kemampuan SDM pelaksana Kesjaor dan optimalisasi Jabfung 3) Penguatan kebijakan dan implementasi NSPK, yang menjadi dasar untuk pencapaian dua sasaran sebelumnya dalam perspekif sumberdaya.
D. Indikator Kinerja Setiap sasaran strategis yang termaktub dalam peta strategi memiliki indikator kinerja untuk menilai hasil pencapaian upaya yang dilakukan dengan didukung oleh tersedianya sumber daya. Sasaran strategis dan Indikator Kinerja Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2016 – 2020, sebagai berikut: Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja (MOHON DILENGKAPI) No. 1.
2.
Sasaran Strategis Meningkatnya kesehatan pada pekerja (sektor formal, sektor informal dan TKI), Jemaah haji dan anak sekolah Meningkatkan implementasi dan efektifitas program GP2SP, Pos UKK , K3 Faskes, K3 Perkantoran, Ergonomi, Gerakan peduli kesehatan olahraga, klinik TKI
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Indikator Hasil survei peningkatan kesehatan pada pekerja Hasil survei peningkatan kesehatan pada Jemaah haji Hasil survei peningkatan Kesehatan pada anak sekolah Jumlah Perusahaan yang melaksanakan GP2SP sesuai standar Jumlah RS yang menerapkan K3 RS sesuai standar Jumlah institusi yang melaksanakan K3 Perkantoran sesuai standar Persentase klinik yang melaksanakan pelayanan kesehatan CTKI sesuai standar Persentase calon jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani
2016
2017
Target 2018 2019
108
120
132
144
156
63
64
64
64
64
100
100
100
100
100
30%
40%
50%
60%
21
2020
No.
Sasaran Strategis
No 9
3.
4.
Optimalisasi peran Fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan dalam Kesehatan Kerja dan Olahraga Pemberdayaan Masyarakat dalam implementasi Kesehatan kerja dan olahraga (kader Kesehatan kerja dan kesehatan olahraga)
10 11
6.
7.
8.
9.
10.
Pembentukan etalase kesjaor di setiap Provinsi Advokasi dan Sosialisasi Kesehatan Kerja dan Olahraga (Pemda, dunia usaha, lintas program, lintas sektor dan lain-lain) Integrasi sistem informasi Kesjaor kedalam SIP Peningkatan kemampuan SDM pelaksana Kesjaor dan optimalisasi Jabfung Penguatan kebijakan dan implementasi NSPK
% Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan kerja % Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan Olahraga % RS yang melaksanakan K3
13
Jumlah Pos UKK terbentuk atau dibina a)
14 15
17 Kemitraan dengan akademisi, organisasi profesi, BPJS Naker, LSM
Persentase puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD
12
16 5.
Indikator
18
19
20
21
22
23
Jumlah Pos UKK terbentuk di non PPI/TPI a) Jumlah sekolah yang melaksanakan tes kebugaran anak sekolah a) Jumlah kader kesehatan kerja
Target 2018 2019
2016
2017
0
75
75
75
50
60
70
80
30
40
50
60
355
480
605
730
816
560
1215
890
2604
Jumlah kader kesehatan olahraga Jumlah kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan akademisi, organisasi profesi, BPJS Naker, LSM Provinsi yang memilki minimal 2 kabupaten/kota percontohan di bidang kesehatan kerja dan olahraga Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki dana APBD untuk program Kesjaor Level integrasi Sistem informasi kesjaor dengan sistem informasi yang ada di Kementerian Kesehatan % SDM Kesjaor dan Jabfung yang meningkat kompetensi dalam kersjaor Jumlah regulasi kesjaor yang tersusun
Keterangan: a) Indikator RPJMN
22
2020 75
BAB IV RENCANA AKSI NASIONAL KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA Untuk mempertahankan kesehatan, maka diperlukan upaya kesehatan kerja dan olahraga yang titik beratnya pada upaya penyerasian, promosi dan pencegahan, peningkatan kebugaran jasmani, misalnya melalui program-program ergonomi, perubahan perilaku, intervensi lingkungan, program gizi pekerja, keselamatan, dengan tidak melupakan upaya kedokteran kerja dengan titik berat pada upaya pengobatan dan pemulihan, seperti diagnosis, terapi, rehabilitasi, kompensasi. Upaya kesehatan kerja promotif dan preventif dilaksanakan mulai dari Pos UKK, Poskesdes, Puskesmas/P2K3, Dinkes Kabupaten/Kota, Laboratorium Kesehatan, Dinkes Propinsi, dan Kementerian Kesehatan. Sedangkan jenis pelayanan kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan mulai dari Poskesdes, Puskesmas/Klinik Perusahaan/ Praktek Dokter, RSUD/Praktek Dokter Spesialis, RSU Propinsi/RSU Pusat. Pelayanan kesehatan bagi pekerja formal adalah tanggung jawab perusahaan/pengusaha. Pelayanan promotif dan preventif pekerja sektor formal dilaksanakan melalui unit penanggung jawab pelaksanaan kesehatan kerja (P2K3) sedangkan kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan oleh klinik perusahaan atau bekerjasama dengan sarana kesehatan yang ada. Pelayanan kesehatan bagi pekerja informal adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat pekerja, pelaksanaannya melalui pemberdayaan masyarakat pekerja. Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rencana aksi kegiatan dalam periode tahun 2016-2020 meliputi: 1. Pemantapan regulasi di bidang kesehatan kerja dan olahraga Kebijakan Kesehatan Kerja yang berbasis bukti, berpihak kepada rakyat dan berdasarkan kemitraan lintas sektoral, perlu dibangun dan dikembangkan untuk mendukung dan mengarahkan upaya kesehatan kerja bagi seluruh masyarakat pekerja. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang bermutu dan efektif perlu adanya regulasi dan perlindungan yang jelas. Regulasi harus mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan globalisasi. Penetapan standar, pedoman dan petunjuk teknis pelayanan kesehatan kerja yang berdayaguna tinggi perlu ditingkatkan sehingga kesehatan kerja dapat dilaksanakan oleh semua fihak. Harmonisasi standar dan regulasi perlu dilaksanakan antar lintas program, lintas sektor dan lintas batas, sehingga standar dan regulasi mempunyai pengakuan nasional dan internasional. 2. Penguatan fasilitas pelayanan kesehatan kerja dan olahraga tingkat primer dan tingkat rujukan. Dalam rangka mengatasi masalah kesehatan, termasuk kesehatan kerja telah dikembangkan upaya kesehatan berjenjang guna mengatasi masalah kesehatan kerja dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling rumit. Jaringan pelayanan kesehatan yang sudah berjalan saat ini adalah jaringan pelayanan 23
mulai dari Puskesmas sampai ke Rumah Sakit kelas A, namun kenyataannya pelayanan kesehatan kerja belum menjangkau seluruh masyarakat pekerja. Selain Puskesmas dan Rumah sakit sat ini juga telah banyak didirikan klinik perusahaan oleh perusahaan besar. Namun, hal ini belum mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan kerja yang ada karena sedikit Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan terdepan baru yang telah dipersiapkan agar mampu menangani perkembangan masalah kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja dasar yang diberikan di Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang berada di lini terdepan masih bersifat kuratif, sedangkan tindakan promotif dan preventif yang seyogyanya penting untuk menurunkan prevalensi penyakit/kecelakaan akibat lingkungan umum maupun lingkungan kerja masih terabaikan. Hal itu disebabkan karena terdapat beberapa permasalahan mendasar menjadi kendala seperti terbatasnya pengetahuan/keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas, terbatasnya peralatan baik medis maupun teknis lingkungan, sistem informasi untuk penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh dampak pencemaran lingkungan, penyakit akibat kerja dan hubungan kerja di kawasan industri belum ada. Disamping itu puskesmas sudah mempunyai beban yang terlalu berat sehingga diperlukan wadah dan jaringan pelayanan kesehatan kerja yang lebih memadai untuk menangani kesehatan tenaga kerja, terutama dalam melayani kebutuhan pelayanan kesehatan kerja untuk wilayah industri. Yang termasuk dalam jaringan pelayanan kesehatan kerja, antara lain: a. Pembinaan dan pengembangan peran serta masyarakat melalui Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK). Suatu Pelayanan kesehatan kerja swakarsa sebagai bentuk operasional dari program “Primary Health Care Based Occupational Health” yang merupakan bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat pekerja yang terorganisir dalam upaya mereka untuk menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah kesehatan kerja. b. Tingkat Pelayanan primer. Suatu pelayanan kesehatan kerja dasar yang diberikan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas atau poliklinik perusahaan, atau untuk kawasan di pelabuhan udara dan laut terdapat suatu Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Salah satu tugas pokok dan fungsi dari KKP ini adalah melaksanakan pelayanan kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja yang ada di wilayah pelabuhan. c. Tingkat Pelayanan Sekunder 1) Balai Kesehatan Kerja Masyarakat (BKKM). BKKM adalah merupakan satuan kerja pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi khusus yaitu berupa pelayanan kesehatan kerja yang bersifat paripurna (promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif) dan rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan kerja. Fungsi BKKM, yaitu sebagai sarana spesifik kesehatan kerja dengan kemampuan di atas kemampuan rata-rata yang diberikan oleh Puskesmas atau klinik perusahaan. Adapun fungsi tersebut adalah: a) Memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 24
b) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan pada dokter puskesmas dan dokter perusahaan dalam upaya kesehatan kerja c) Melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi tepat guna kesehatan kerja. 2) RS kelas C, B dan A Pada jejaring pelayanan kesehatan kerja, peran RS lebih kepada rujukan pelayanan pengobatan dan pemulihan kasus kesehatan kerja. 3. Pemberdayaan masyarakat pekerja, termasuk serikat pekerja Dukungan pelaksanaan upaya kesehatan kerja dapat berasal dari sektor terkait atau masyarakat. Perlu diupayakan kepedulian (awareness) dalam kesehatan kerja dalam rangka meningkatkan produktifitas. Kesehatan kerja harus dapat dikategorikan sebagai modal kerja bukan sebagai biaya. Pemberdayaan masyarakat penting karena merupakan strategi utama dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk memperhatikan kesehatan dirinya sendiri dalam menciptakan budaya kesehatan kerja. Peningkatan pemberdayaan sektor terkait dan masyarakat dimana semua sektor dan masyarakat pekerja serta serikta pekerja seharusnya ikut terlibat. 4. Pengembangan SDM kesehatan kerja dan olahraga Dunia usaha yang efisien dan produktif dengan hasil produksi yang bermutu dan bersaing adalah yang akan memenangkan persaingan. Begitu pula untuk kesempatan kerja termasuk bagi SDM Kesehatan Kerja, persaingan yang ada akan semakin ketat, untuk itu perlu dipersiapkan agar didapatkan SDM Kesehatan Kerja yang kompeten dan profesional sesuai dengan tuntutan IPTEK, dunia usaha dan peraturan perundangan yang berlaku. Jumlah tenaga kesehatan kerja harus proporsional dengan jumlah pekerja sehingga dapat melaksanakan upaya kesehatan kerja yang optimal. Pemenuhan kebutuhan ini dapat tercapai bila komponen pelatihan/pendidikan sesuai dengan kebutuhan pengguna di lapangan serta dapat mendukung penyelenggaraan program kesehatan kerja. Kebutuhan akan pengembangan sumber daya manusia telah diidentifikasi secara lengkap di seluruh skala prioritas. Peningkatan kemampuan bagi para pengelola program di tingkat daerah, kabupaten/kota dan tingkat provinsi harus diprioritaskan. Peningkatan kemampuan SDM kesehatan kerja dilakukan melalui penerapan budaya K3 di tempat kerja. 5. Meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, asosiasi, profesi, pakar, praktisi, akademisi dalam pengembangan kesehatan kerja dan olahraga Mengingat kesehatan kerja menyangkut banyak sektor dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, perlu adanya pembentukan suatu jejaring kerja yang melibatkan pemerintah, pengusaha, pekerja, perguruan tinggi dan LSM. Jejaring ini akan menjadi sarana kerjasama dan koordinasi yang dapat berbentuk forum, untuk bertukar pengalaman ilmiah, penetapan norma, standar, pedoman, pelayanan 25
kesehatan, penelitian, dan lain-lain, dengan tujuan mengatasi berbagai masalah kesehatan pekerja yang ada. Keberhasilan Upaya Kesehatan Kerja tergantung kepada kerjasama antara departemen/instansi terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta, dunia usaha dan masyarakat. Kerjasama tersebut dilaksanakan dengan prinsip kemitraan berdasarkan asas kesetaraan, keterbukaan dan asas manfaat bersama. Hal yang sangat penting dari peran pemerintah adalah menciptakan kepemimpinan yang kuat pada semua pemegang program (stake holders) dan masyarakat luas. Untuk itu maka pelaksanaan upaya peningkatan, pencegahan dan pelayanan kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja perlu dilakukan secara bersama dan sinergis oleh berbagai program dan sektor yang terkait secara sistematis dan dilakukan dengan persiapan yang matang serta dengan langkah-langkah yang tepat. Secara lebih rinci, rencana aksi yang disusun berisikan kegiatan-kegiatan untuk menunjang capaian indikator kinerja Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Kegiatan Rencana Aksi (MOHON DILENGKAPI) No
Indikator
Kegiatan
1
Hasil survei peningkatan kesehatan pada pekerja
Survei Penyakit Akibat Kerja
Hasil survei peningkatan kesehatan pada Jemaah haji Hasil survei peningkatan Kesehatan pada anak sekolah Jumlah Perusahaan yang melaksanakan GP2SP sesuai standar Jumlah RS yang menerapkan K3 RS sesuai standar Jumlah institusi yang melaksanakan K3 Perkantoran sesuai standar Persentase klinik yang melaksanakan pelayanan kesehatan CTKI sesuai standar Persentase calon jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani
Survei Kesehatan Jemaah hati
2 3 4 5
6
7
8
Survei Kesehatan anak sekolah
Stakeholder Terkait Puskesmas, Dinas Kota/Kab
2016 v
2017
v
v
Pelaksanaan 2018 2019 v
v
v
2020 v
v
Dinas Kota/Kab
26
No
9
10 11 12 13 14 15 16 17
18
19
20
21
22 23
Indikator
Kegiatan
Stakeholder Terkait
2016
2017
Pelaksanaan 2018 2019
Persentase puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD % Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan kerja % Puskesmas yang melaksanakan Kesehatan Olahraga % RS yang melaksanakan K3 Jumlah Pos UKK terbentuk atau dibina Jumlah Pos UKK terbentuk di non PPI/TPI Jumlah sekolah yang melaksanakan tes kebugaran anak sekolah Jumlah kader kesehatan kerja Jumlah kader kesehatan olahraga Jumlah kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan akademisi, organisasi profesi, BPJS Naker, LSM Provinsi yang memilki minimal 2 kabupaten/kota percontohan di bidang kesehatan kerja dan olahraga Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki dana APBD untuk program Kesjaor Level integrasi Sistem informasi kesjaor dengan sistem informasi yang ada di Kementerian Kesehatan % SDM Kesjaor dan Jabfung yang meningkat kompetensi dalam kersjaor Jumlah regulasi kesjaor yang tersusun
27
2020
BAB V KERANGKA REGULASI DAN PEMBIAYAAN A. KERANGKA REGULASI Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka perlu didukung dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan regulasi disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional. Kerangka regulasi diarahkan untuk penyediaan regulasi terkait dengan Kesehatan kerja dan olahraga. Kerangka regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri yang terkait, termasuk dalam rangka menciptakan sinkronisasi dan integrasi penyelenggaraan kesehatan kerja dan olahraga antara pusat dan daerah. Dalam tahun 2016-2020 ini, diharapkan regulasi-regulasi berikut mampu disiapkan oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, antara lain: 1. Peraturan Pemerintah tentang Upaya Kesehatan Kerja.? 2. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan, di antaranya terkait Penyakit Akibat Kerja, Pelayanan Kesehatan bagi TKI, Ergonomi Perkantoran, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit, K3 Perkantoran, Kesehatan Olahraga, Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif. ? 3. Berbagai Pedoman dan Petunjuk Teknis, antara lain tentang Perencanaan dan Dana Dekonsentrasi, Pengelolaan Data Kesehatan Kerja dan Olahraga. 4. Buku Panduan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Buku FAQ. ? B. KERANGKA PENDANAAN & PEMBIAYAAN Dana kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga bersumber dari DIPA Direktorat. Dukungan rutin untuk pelaksanaan kegiatan Kesehatan Kerja dan Olahraga di daerah diberikan melalui APBN yang di daerahkan (Dana Dekonsentrasi, dana BOK), dana perimbangan (Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus), APBD, dana Corporate Sosial Responsibility, dan dana hibah. Dukungan yang diberikan kepada daerah dengan memperhatikan: 1. Daerah Prioritas Nasional 2. Daerah Prioritas Sasaran Kesehatan Kerja dan Olahraga 3. Daerah dengan IPKM dan kapasitas fiskal rendah
28
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI Proses monitoring dan evaluasi rencana aksi melalui sistem informasi yang terintegrasi diperlukan untuk memastikan pencapaian target dan sasaran Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga yang telah ditetapkan. Proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya. A. Monitoring Monitoring merupakan proses pengumpulan dan analisis informasi (berdasarkan indicator yang ditetapkan) secara sistematis dan berkesinambungan tentang program dan kegiatan sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan program dan kegiatan selanjutnya. B. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian target kinerja dan pengungkapan masalah kinerja program dan kegiatan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja program. Untuk membantu manajemen dalam melaksanakan kegiatan monitoring, evaluasi dan pengukuran kinerja secara terpadu sesuai dengan kebutuhan organisasi, diperlukan suatu proses penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai. Waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara rutin sesuai kamus masing-masing indikator. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk efisiensi penggunaan sumber daya, kualitas, dan hasil kegiatan dibandingkan dengan output yang diinginkan. Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi dijadikan dasar bagi perencanaan program selanjutnya.
29
BAB VII PENUTUP Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan individu, keluarga, masyarakat atau sosial seseorang. Apabila seorang pekerja menderita kesakitan atau bahkan sampai cacat yang berhubungan dengan pekerjaannya, maka hal tersebut akan menghambat produktivitas baik bagi pekerja maupun bagi perusahaan. Selain itu pelaksanaan kesehatan kerja yang baik akan membawa citra baik bagi tempat kerja dalam persaingan di dunia usaha. Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga terkait dengan kondisi sosial dan ekonomi serta melibatkan berbagai sektor sehingga diperlukan dukungan kerjasama lintas sektor. Oleh karena itu, pencapaian tujuan kesehatan kerja dan olahraga bagi semua dan produktivitas pekerja yang optimal memberlukan kebijakan dan rencana strategi upaya kesehatan kerja dalam rangka mengamankan kondisi kerja yang dapat melindungi dan mempromosikan kesehatan kerja, terutama pada kelompok berisiko seperti pekerja wanita, pekerja anak, pekerja usia lanjut dan pekerja yang terpajan bahan berbahaya. Untuk itu agar pelayanan kesehatan kerja dapat menjangkau dan terjangkau oleh semua pekerja melalui suatu koordinasi yang sinergis di berbagai sektor terkait yang akan tercermin dalam kebijakan dan peraturan perundangan pelaksanaan Program Upaya Kesehatan Kerja yang terpadu, maka perlu adanya Kebijakan dan Strategi Program Kesehatan Kerja. Recana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian upaya Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga dalam kurun waktu lima tahun (2016-2020) sehingga hasil pencapaiannya dapat diukur dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan kinerja tahunan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga. Mudah-mudahan upaya Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga samapai dengan tahun 2020 dapat lebih terarah dan terukur. Dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja dan sebagai masukan bagi perencanaan selanjutnya, Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2019 akan dievaluasi pada pertengahan tahun dan akhir periode 5 tahun (sesuai dengan ketentuan berlaku. Penyusunan Rencana Aksi Kegatan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2016-2019 telah melalui proses internalisasi yang melibatkan seluruh pegawai di lingkup Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga dan masukan dari para pakar. Kami mengharapkan semua unsur yang terlibat dalam program kesehatan kerja dan olahraga dapat secara jelas merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mengacu pada Rencana Aksi Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga 2016-2019 yang pada akhirnya dapat mewujudkan cita-cita kita bersama masyarakat pekerj sehat, bugar dan produktif. Dalam rangka mencapai cita-cita tersebut diharapkan masyarakat Indonesia memiliki kepedulian akan pentingnya kesehatan kerja dan olahraga sebagai bagian dari kesehatan secara utuh. Akhirnya, kepada semua pihak yang berkontribusi dan terlibat dalam penyusunan Rencana Aksi ini diucapkan terima kasih. 30
LAMPIRAN KAMUS INDIKATOR (MOHON DILENGKAPI BERURUTAN DARI INDIKATOR NO 1) SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA PROGRAM (IKP) DEFINISI
FORMULA
TARGET
PIC SUMBER DATA FREKUENSI SAAT PENGUKURAN PROGRAM KERJA STRATEGIS UNTUK MENINGKATKAN CAPAIAN IKP
WAKTU PELAKSANAAN PROGRAM POKOK KEGIATAN
PERATURAN PENDUKUNG
Meningkatnya upaya kesehatan kerja Terbentunya pos UKK di wilayah kerja Puskesmas Pos UKK yang dibentuk oleh Puskesmas pada pekerja sektor informal di wilayah kerja Puskesmas. Pos UKK adalah Pos UKK baru dan Pos UKK lama yang dilakukan pembinaan. Jumlah Puskesmas yang digunakan berdasarkan data tahunan dari Pusat Data dan Infrmasi dan Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer. Tahun 2015: 1669 Tahun 2016: 1020 Tahun 2017: 1500 Tahun 2018: 1600 Tahun 2019: 1700 Subdit Kapasitas Kerja Laporan bulanan Puskesmas Laporan semester Kabupaten/Kota Laporan tahunan Provinsi 1 tahun sekali 1. Pembinaan kesehatan pekerja sektor informal 2. Pemberdayaan masyarakat pekerja sektor informal 3. Peningkatan Kesehatan pada kelompok rentan, seperti nelayan Waktu pelaksanaan kegiatan prrogram Pos UKK disesuaikan dengan Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019 1. Penyusunan kebijakan dan regulasi terkait kesehatan kerja 2. Penguatan fasyankes layanan primer di tempat kerja 3. Peningkatan kapasitas SDM Kesehatan kerja 4. Pembinaan Pelaksanaan K3 di tempat kerja 5. Penguatan profesi kesehatan kerja dan SDM kesehatan kerja 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 31
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 100 Tahun 2015 tentang Pos UKK terintegrasi SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA PROGRAM (IKP) DEFINISI
FORMULA TARGET
PIC SUMBER DATA FREKUENSI SAAT PENGUKURAN PROGRAM KERJA STRATEGIS UNTUK MENINGKATKAN CAPAIAN IKP
WAKTU PELAKSANAAN PROGRAM POKOK KEGIATAN
PERATURAN PENDUKUNG
Meningkatnya upaya kesehatan olahraga Persentase jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani 1. Jemaah haji adalah calon jemaah haji yang telah mendapat nomor porsi. 2. Jemaah haji adalah calon jemaah haji yang telah diperiksa kesehatan dan diukur kebugaran jasmani sebelum berangkat ke tanah suci pada tahun berjalan. 3. Pengukuran kebugaran jasmani tersebut dilakukan minimal 3 bulan sebelum berangkat. Jumlah jemaah haji yang diperiksa kebugaran jasmani dibagi jumlah kuota jemaah haji dikali seratus. 2016 : 2017 : 30% 2018 : 40% 2019 : 50% Subdit Kesehatan Olahraga Laporan bulanan Puskesmas Laporan semester Kab/Kota Laporan tahunan Provinsi 1 tahun sekali 1. Peningkatan kualitas kesehatan olahraga 2. Sistem informasi teritegrasi dengan Siskohaj 3. Pembinaan haji pada saat mendaftar awal Sesuai dengan periode Renstra Kemenkes periode Tahun 2015 – 2019. Pemenuhan sumber daya dalam mendukung pembinaan kebugaran jasmani bagi calon jemaah haji. Penguatan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. UU No. 36 Tahun 2009 tentang 32
Kesehatan SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA PROGRAM (IKP) DEFINISI
FORMULA TARGET
PIC SUMBER DATA FREKUENSI SAAT PENGUKURAN PROGRAM KERJA STRATEGIS UNTUK MENINGKATKAN CAPAIAN IKP
WAKTU PELAKSANAAN PROGRAM POKOK KEGIATAN
Meningkatnya upaya kesehatan olahraga Persentase Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD Anak SD yang dimaksud adalah peserta didik SD/ MI dari kelas 1 -6. Puskesmas yang melakukan penjaringan dini atau pembinaan kebugaran jasmani anak sekolah melalui gerakan peregangan atau bermain pada jam istirahat. Jumlah Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD dibagi jumlah Puskesmas dikali seratus 2016 : 2017 : 75% 2018 : 75% 2019 : 75% Subdit Kesehatan Olahraga Laporan bulanan PKM Laporan semester Kab/Kota Laporan tahunan Provinsi 1 tahun sekali 1. Peningkatan kualitas kesehatan bagi anak sekolah. 2. Pemenuhan sumber daya dalam mendukung pembinaan kebugaran jasmani bagi anak sekolah. 3. Penguatan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. 4. Pemenuhan sumber daya dalam mendukung pembinaan kebugaran jasmani bagi anak sekolah. 5. Penguatan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Sesuai dengan periode Renstra Kemenkes periode Tahun 2015 – 2019. 1. Keselamatan anak sekolah (area bermain, perilaku dan sarana) 2. Hygiene sanitasi anak sekolah 3. Senam kebugaran jasmani anak sekolah 4. Peregangan anak sekolah 33
PERATURAN PENDUKUNG SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA PROGRAM DEFINISI
FORMULA TARGET
PIC SUMBER DATA FREKUENSI SAAT PENGUKURAN PROGRAM KERJA STRATEGIS UNTUK MENINGKATKAN CAPAIAN IKP
WAKTU PELAKSANAAN PROGRAM POKOK KEGIATAN
PERATURAN PENDUKUNG
5. Optimlisasi waktu istirahat bermain 6. Pengukuran kebugaran jasmani 7. Gizi anak sekolah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Meningkatnya upaya kesehatan kerja Terbentunya pos UKK di wilayah kerja PKM Pos UKK yang dibentuk oleh PKM pada pekerja sektor informal di wilayah kerja PKM. Pos UKK adalah Pos UKK baru dan Pos UKK lama yang dilakukan pembinaan. Jumlah Puskesmas yang digunakan berdasarkan data tahunan dari Pusdatin dan Direktorat PKP. Tahun 2015: 1669 Tahun 2016: 1020 Tahun 2017: 1500 Tahun 2018: 1600 Tahun 2019: 1700 Subdit Kapasitas Kerja Laporan bulanan PKM Laporan semester Kab/Kota Laporan tahunan Provinsi 1 tahun sekali 1. Pemenuhan SDM Kesehatan Kerja 2. Membangun koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pembinaan atau pengembangan Pos UKK Waktu pelaksanaan kegiatan prrogram Pos UKK disesuaikan dengan Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019 1. ToT Kesehatan Kerja dan Olahraga 2. Pelaksanaan Pembinaan Kesehatan Kerja dan Olahraga 3. Membangun koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam pembinaan atau pengembangan Pos UKK 1. Undang-Unadang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 34
3. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2011 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2013
35
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan, Direktorat Bina Kesehatan Kerja. Strategi Nasional Kesehatan Kerja di Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Kerja, 2007. Kementerian Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, 2014. ___________, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2015. ___________, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. Indikator Terpilih Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, 2013. ___________, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. Rencana Strategi Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar Tahun 2015-2019. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, 2015. ___________, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: HK.02.02/Menkes/9/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Tahun 2015-2019. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, 2015. ___________, Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Ditjen Bina Gizi dan KIA. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta: Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, 2009. ___________, Direktorat Kesehatan Ibu. Rencana Aksi Nasional Kesehatan Ibu 2016-2030. Jakarta: Direktorat Kesehatan Ibu, 2015. ___________, Direktorat Kesehatan Ibu. Rencana Aksi Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia. Jakarta: Direktorat Kesehatan Ibu, 2013. __________, Biro Hukum dan Organisasi. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, 2015. __________, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kementerian Kesehatan, 2010. __________, Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2014. __________, Riskesdas dalam Angka Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2014. WHO, Global Strategy on Occupational Health for All. Geneva, 1995. WHO, Regional Strategy on Occupational Health and Safety in SEARO Countries. New Delhi, 2013.
36
TIM PENYUSUN Kartini Rustandi, drg., MKes Guntur Argana, dr., MKes Rusmiyati, dr. MQIH Jelsi Natalia Marampa, SKM, MKKK Eny Riangwati Tanzil, dr., SpKO Selamat Riyadi, SKM, MKKK Astuti, dr., MKKK Fitri Maulina, dr Ika Ratnawati, SKM, MKKK Syahrul Efendi, SKM, MKKK Inne Nutfiliana, dr., MKK Nita Mardiah, dr., MKM Andry Harmany, Ir., M.Kes Sunarja, drs., MM RR. Winda Kusumaningrum, S.Si, MKKK Pramutia Haryati Harirama, dr., MKK Murtiah, SKM Yassierli, PhD KONTRIBUTOR Staf Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga
37