REKAYASA MESIN PENCETAK BULIR BERAS SIMULASI DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG NONPADI
IYUS HENDRAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Rekayasa Mesin Pencetak Bulir Beras Simulasi dengan Bahan Baku Tepung Nonpadi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Iyus Hendrawan NIM F164100041
RINGKASAN IYUS HENDRAWAN. Rekayasa Mesin Pencetak Bulir Beras Simulasi dengan Bahan Baku Tepung Nonpadi. Dibimbing oleh SUTRISNO, PURWIYATNO HARIYADI, Y. ARIS PURWANTO dan ROKHANI HASBULLAH. Kebutuhan bahan makanan pokok beras akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok dapat dilakukan dengan diversifikasi pangan. Usaha diversifikasi produk makanan pokok mempunyai prospek untuk dikembangkan mengingat Indonesia mempunyai potensi yang besar baik dari segi jumlah maupun penyebaran aneka sumber karbohidrat nonpadi. Diversifikasi pangan dari aneka sumber karbohidrat nonpadi perlu diupayakan memiliki kandungan gizi dan bentuk bulir seperti beras. Upaya menghasilkan bulir yang mempunyai sifat fisikokimia seperti beras telah dikembangkan dengan berbagai formula bahan penyusun, teknologi proses maupun mesin yang digunakan. Penentuan formula dalam menyusun bahan pembuatan bulir menyerupai beras selama ini belum dilakukan dengan pendekatan optimasi agar menghasilkan bulir dengan sifat fisikokimia yang diinginkan. Selama ini, proses pencetakan bulir dilakukan dengan proses ekstrusi dan roll-type/twin-roll. Oleh karena itu proses pembentukan bulir dengan mesin pencetak bulir dengan parameter yang terkontrol perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan bulir beras simulasi atau simulated rice grain (SRG) dari bahan baku aneka sumber karbohidrat nonpadi dengan mesin SRG. Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) memperoleh formula bahan penyusunan SRG yang mempunyai sifat fisikokimia seperti beras dengan menggunakan pendekatan Goal Linier Programming(GLP), 2) merekayasa model mesin SRG yang mampu menghasilkan bulir dengan sifat fisikokimia seperti beras, dan 3) melakukan optimasi proses pencetakan bulir dengan mesin pencetak SRG yang dibangun menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Metode penelitian dimulai dengan menganalisis sifat fisikokimia aneka sumber karbohidrat nonpadi, tepung beras Ciherang serta sifat fisik bulir beras Ciherang. Data digunakan sebagai dasar perancangan mesin SRG dan sebagai koefisien dalam optimasi penyusunan formula SRG dengan menggunakan metoda GLP. Pengujian mesin SRG dilakukan pada perlakuan lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan dengan pengukuran respon meliputi massa jenis kamba, kekerasan bulir, water uptake, rasio L/B (The ratio of Length to Breadth) dan derajat kecerahan. Optimasi pencetakan dilakukan menggunakan metode RSM untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap respon. Penelitian ini telah menghasilkan 4 hasil utama. Pertama, sifat fisik beras dan aneka sumber karbohidrat nonpadi digunakan sebagai dasar untuk memenuhi kriteria desain mesin pencetak SRG. Sifat fisik beras varietas Ciherang mempunyai panjang (6.8±0.4) mm, lebar (2.2±0.2) mm, bentuk lonjong, kekerasan bulir (62±12) N, massa jenis bulir beras (780 ± 0.0) kg/m3 dan bobot per 1000 butir (26.3±0.1) g. Sifat fisik tepung beras varietas Ciherang mempunyai sudut luncur (42.85±0.99)° dan massa jenis kamba (467.47±2.09) kg/m3. Sepuluh aneka sumber karbohidrat nonpadi mempunyai rata-rata sudut luncur (39.38±7.80)o dan massa jenis kamba (461.82±57.3) kg/m3. Kandungan gizi yang meliputi kadar air, abu,
lemak, protein, karbohidrat, serat pangan, serat kasar, total gula, pati, amilosa dan amilopektin telah dianalisis baik untuk 10 aneka sumber karbohidrat maupun untuk tepung beras varietas Ciherang. Kedua, prototipe mesin pencetak bulir SRG mempunyai dimensi ruang pencetak 6.8 x 2.2 x 5.06 mm, rasio pemadatan 1.9 sampai 2.3, kekuatan tekan 600 N, sudut pengumpan 70o, lama tekan pencetakan 0-5 detik, kapasitas 900 bulir/jam dan temperatur bantalan ruang cetak 25-80 oC. Pengujian mesin pencetak menghasilkan bulir SRG dengan panjang (7.1±0.4) mm, tebal (2.8±0.4) mm, bentuk agak bulat, kekerasan bulir 0.1-2 N, massa jenis bulir beras 620-770 kg/m3 dan bobot per 1000 butir 17.5-29 g. Ketiga, hasil optimasi GLP dengan 3 fungsi tujuan untuk protein, amilosa dan derajat warna dengan tepung beras variates Ciherang sebagai standar diperoleh hasil optimum untuk formula bahan SRG terdiri dari 30% pati garut, 42% tepung tales beneng dan 28% tepung sorgum. Nilai protein, amilosa dan derajat warna hasil prediksi adalah 6.22%, 22.52% dan 68.59%. Hasil pengujian terhadap bahan SRG diperoleh protein (8.30±0.11)%, amilosa (26.16±0.23)%, derajat warna (59.96±0.04)%, dan pengujian terhadap tepung beras varietas Ciherang adalah protein (8.58±0.01)%, amilosa (23.61±1.21)%, derajat warna (92.13±0.13)%, Keempat, optimasi pencetakan mesin SRG dilakukan pada perlakuan lama tekan 2, 3.5 dan 5 detik, rasio pemadatan 1.9. 2.1 dan 2.3 dengan kadar air bahan SRG pada basis kering 12%, 14% dan 16%. Hasil optimum yang diperoleh adalah rasio pemadatan 2.31, lama tekan 5 detik dan kadar air 15.8%. Pada kondisi tersebut, SRG yang dihasilkan memiliki sifat sebagai berikut: kekerasan bulir 0.947 N, massa jenis kamba 672.9 kg/m3, water uptake 2.31, rasio L/B 3.39 dan derajat kecerahan 75.36%. Kata kunci: diversifikasi pangan, Simulated Rice Grain (SRG), Goal Linier Programming (GLP), Response Surface Methodology (RSM), mesin pencetak SRG
SUMMARY IYUS HENDRAWAN. Development of Simulated Rice Grain Machine Made with Nonrice Material. Supervised by SUTRISNO, PURWIYATNO HARIYADI, Y. ARIS PURWANTO and ROKHANI HASBULLAH. Increasing population leads to increasing needs of rice as staple food for Indonesian people. One of efforts that can be done to meet staple food needs is by carrying out food diversification. Indonesia has abundant source of nonrice carbohydrate in term of its amount and distribution. Therefore, food diversification of staple food has a great prospect to be developed. In addition, food diversification should be designed to produce nonrice food which has close characteristic with rice. Several researches have been conducted in order to produce artificial rice grain in term of physicochemical properties. It includes research in developing the composition formula, technology and machine used during the process. Formula determination of artificial rice grain is still conducted by defining the percentage of each ingredient. However optimization study has not been performed yet. During this time, the production process to form grain has been conducted through extrusion and roll-type/twin roll. A production process under certain criteria should be developed to obtain specific rice grain. The objective of this research was to produce simulated rice grain (SRG) made from nonrice carbohydrate source using SRG molding machine. The specific objective of this research were to: 1) to generate SRG composition formula with close physicochemical characteristic with rice using Goal Linear Programming (GLP), 2) develop SRG molding machine to produce SRG which has close physicochemical characteristic with rice, 3) optimize SRG molding process using Response Surface Methodology (RSM). The research was started by analyzing the physicochemical properties of nonrice carbohydrate source, Ciherang rice flour and physical properties of Ciherang rice. The data was used as the reference to develop SRG machine and optimization of SRG composition formula using GLP. SRG machine test was conducted at compaction length time, compression ratio and moisture content by measuring the response on density, firmness, water uptake, W/W ratio and brightness degree. Molding optimization was conducted by using RSM method to determine the influence of treatments on the response. Four main results had been found in this research. First, the physical properties of rice and nonrice sources in form of grain and flour were used as a reference to develop SRG molding machine. The physical properties of Ciherang rice was: (6.8±0.4) mm of length, (2.2±0.2) mm of width, oval shape, (62±12) N of firmness, (780 ± 0.0) kg/m3 of rice density and (26.3±0.1) g of weight per 1000 grains. The physical properties of Ciherang rice flour was (42.85±0.99)° of angle of repose and (467.47±2.09) kg/m3 of density. The average physical properties of 10 nonrice carbohydrate sources were (39.38±7.80)o of angle of repose and (461.82±57.3) kg/m3 of density. The nutrient content of 10 nonrice carbohydrate source and Ciherang rice flour including the moisture content, ash, fat, protein, carbohydrate, food fiber, crude fiber, total sugar, starch, amylose and amylopectin had been obtained in this research.
Second, the specification of SRG molding machine was 6.8 x 2.2 x 5.06 mm of size, 1.9 up to 2.3 of compaction ratio, 600 N of compressive strength, 70o of feeding angle, 0-5 s of molding length, 900 grain/hour of capacity and 25-80 oC of temperature. Testing result of SRG molding machine produced grain with (7.1±0.4) mm of length, (2.8±0.4) mm of width, slightly rounded shape, 0.1-2 N of firmness, 620-770 kg/m3 of density and 17.5-29 g of weight per 1000 grains. Third, the optimum SRG composition formula was generated from GLP with three objective functions i.e. protein, amylose and color degree based in Ciherang rice. The optimum composition of SRG was 30% of arrowroot starch, 42% of beneng taro flour and 28% of sorghum flour. Testing result of SRG composition formula produced (8.30±0.11)% of protein, (26.16±0.23)% of amylose and (59.96±0.04)% of color degree. Meanwhile, testing result of Ciherang rice flour was (8.58±0.01)% of protein, (23.61±1.21)% of amylose and (92.13±0.13)% of color degree. Fourth, optimization condition of SRG molding machine was conducted at these treatments: 2, 3.5 and 5 s of molding length, 1.9, 2.1 and 2.3 of compaction ratio and 12%, 14% and 16% of moisture content (dry base) of SRG. The optimum condition was found at 2.31 of compaction ratio, 5 s of compaction length time and 15.8% of moisture content. At this condition, the predicted characteristic of SRG was 0.95 N of firmness, 672.9 kg/m3 of density, 2.31 of water uptake 3.39 of L/B ratio and 75.36% of brightness degree. Keywords: food diversification, Simulated Rice Grain (SRG), Goal Linear Programming (GLP), Response Surface Method (RSM), SRG molding machine
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
REKAYASA MESIN PENCETAK BULIR BERAS SIMULASI DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG NONPADI
IYUS HENDRAWAN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji pada Ujian Tertutup: Prof.Dr.Ir. Bambang Hariyanto, MS Dr Ir Wayan Budiastra, M.Agr
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr.Ir. Wayan Budiastra, M.Agr Dr.rer.nat. Abu Amar
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Rekayasa Mesin Pencetak Bulir Beras Simulasi dengan Bahan Baku Nonpadi. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr., Prof.Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc, Dr.Ir.Y.Aris Purwanto, M.Sc., dan Dr.Ir.Rokhani Hasbullah, M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan selama pendidikan, penelitian sampai penulisan disertasi. Kepada Prof.Dr.Ir. Bambang Hariyanto, MS dan Dr.Ir. Wayan Budiastra, M.Agr selaku penguji ujian tertutup doktor atas saran dan koreksi perbaikan disertasi. Kepada Dr.Ir.Wayan Budiastra, M.Agr dan Dr.rer.nat. Abu Amar selaku penguji ujian terbuka doctor Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.Wawan Hermawan selaku Ketua PS Ilmu Keteknikan Pertanian IPB, Ibu Rusmawati dan Bapak Ahmad Mulyatullah atas segala dukungan dan layanan dalam pelaksanaan perkuliahan dan penelitian. Kepada Dekan dan wakil Dekan Fateta, atas dukungan untuk melaksanakan pendidikan di IPB, Kepada Bapak Sulyaden dari Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen TMB yang telah membantu dalam pengumpulan data, rekan-rekan seperjuangan S3 TEP IPB. Terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Rektor Institut Teknologi Indonesia, Dr.Ir.Isnuwardianto atas dukungan untuk melaksanakan pendidikan di IPB. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih pada pihak DIKTI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis melalui Program BPPS selama melaksanakan pendidikan di IPB, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendikbud atas bantuan penelitian melalui Hibah Doktor serta kepada Litbang Pertanian-Kementan melalui program KKP3N-2013. Ungkapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada istri Endang Sri Rejeki,SPd,SPsi, anak-anakku dr Adhitia Nurfitriani, (Hons.)Muhammad Lutfhi Nurfakhri, ayah , ibu, kakak, adik serta keluarga besar atas segala dukungan, doa dan perhatiaannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Iyus Hendrawan
DAFTAR ISI RINGKASAN
ii
SUMMARY
iv
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Manfaat Penelitian 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.5 Novelti Penelitian 1.6 Keterkaitan Antar Bab
1 1 2 2 3 3 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Varietas Ciherang 2.2 Aneka Sumber Karbohidrat Nonpadi 2.3 Karakteristik Tepung 2.4 Rekayasa Bulir Beras Buatan 2.5 Mutu dan Sifat Fisikokimia Beras 2.6 Optimasi 2.7 Response Surface Methodology
5 5 5 8 9 9 12 14
3 OPTIMASI FORMULA BAHAN BAKU CAMPURAN SUMBER KARBOHIDRAT NONPADI UNTUK PRODUKSI BULIR BERAS SIMULASI 3.1 Pendahuluan 3.2 Bahan dan Metode 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.4 Kesimpulan
15 15 16 19 22
4 REKAYASA MESIN PENCETAK BULIR BERAS SIMULASI BERBAHAN BAKU CAMPURAN TEPUNG NONPADI 23 4.1 Pendahuluan 23 4.2 Bahan dan Metode 24 4.3 Hasil dan Pembahasan 29 4.4 Kesimpulan 33 5 OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN BULIR HASIL MESIN PENCETAK SRG 34 5.1 Pendahuluan 34 5.2 Metode Penelitian 36 5.3 Hasil dan Pembahasan 38
5.4 Kesimpulan
46
6 PEMBAHASAN UMUM 6.1 Sifat Fisikokimia Sumber Karbohidrat dalam Perancangan Mesin dan Optimasi Bahan Formula SRG 6.2 Faktor Penentu Keberhasilan Rekayasa Mesin Pencetak SRG 6.3 Formula Simulated Rice Grain (SRG) 6.4 Optimasi Proses Pencetakan Bulir Mesin Pencetak SRG
46
7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 7.2 Saran
50 50 51
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
55
RIWAYAT HIDUP
66
46 47 48 49
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 3.1 Tabel 3.2
Kandungan gizi beras varietas Ciherang Komposisi kimia pati garut Persyaratan mutu beras menurut Bulog Standar mutu beras berdasarkan panjang dan bentuk bulir Sifat fisikokimia beras giling beberapa varietas padi Mutu penerimaan nasi untuk beberapa varietas padi di Indonesia Nilai kandungan gizi dan sifat fisik tepung padi dan nonpadi Kandungan gizi tepung SRG hasil optimasi, analisis dan tepung beras Ciherang Tabel 3.3 Sifat fisik tepung SRG hasil optimasi, analisis dan tepung beras Ciherang Tabel 4.1 Parameter yang diformulasikan Tabel 4.2 Hasil analisis untuk rancang bangun mesin SRG Tabel 4.3 Sudut luncur dan massa jenis kamba aneka sumber karbohidrat Tabel 4.4 Perbandingan fisik bulir SRG dan beras varietas Ciherang Tabel 5.1 Kode level untuk 3 variabel bebas Tabel 5.2 Hasil analisis sifat fisik SRG Tabel 5.3 Prediksi model persamaan dan nilai MAPE Tabel 6.1 Penggunaan analisis sifat fisikokimia dalam penelitian Tabel 6.2 Sifat bulir beras hasil prediksi dan varietas Ciherang
6 7 10 10 12 13 20 21 21 25 26 30 33 37 38 39 47 50
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Diagram alir penelitian ................................................................ 4 Gambar 2.1 Aglomerasi antar partikel: a)Partial melting sinter bridges, (b) Chemical reaction hardening.binders, (c) Liquid bridges hardening binders, (d) Molecular and like-type forces,(e) Interlocing bonds, dan (f) Capillary forces................................................................... 9 Gambar 4.1 Gambar piktorial mesin SRG ..................................................... 29 Gambar 4.2 Hasil rancang bangun mesin pencetak SRG ............................... 30 Gambar 4.3 Bagian utama mesin pencetak SRG (a) lubang pencetak (die), (b) penekan (Punch), (c) pengatur rasio pemadatan, (d) pengatur tekanan, (e) pengatur temperatur ruang cetak dan (f) hopper yang dilengkapi dengan pengaturan sudut pengumpan ..................................... 31 Gambar 4.4 Bulir hasil mesin pencetak SRG dan beras varietas Ciherang ..... 33 Gambar 5.1 Grafik 3D optimasi massa jenis kamba bulir SRG terhadap rasio pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ................................................................................................................ 40 Gambar 5.2 Grafik 3D optimasi massa jenis kamba bulir SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour........... 40 Gambar 5.3 Grafik 3D optimasi kekerasan bulir SRG terhadap rasio pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour .......... 41 Gambar 5.4 Grafik 3D optimasi kekerasan bulir SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ............................ 42 Gambar 5.5 Grafik 3D optimasi water uptake SRG terhadap rasio pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour........... 43 Gambar 5.6 Grafik 3D optimasi water uptake SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ............................ 43 Gambar 5.7 Grafik 3D optimasi rasio L/B SRG terhadap rasio pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ............................ 44 Gambar 5.8 Grafik 3D optimasi ratio L/B SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ................................... 44 Gambar 5.9 Grafik 3D optimasi derajat kecerahan SRG terhadap rasio pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour........... 45 Gambar 5.10 Grafik 3D optimasi derajat kecerahan SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour ................... 45
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG Lampiran 2 Optimasi dengan nilai bobot pinalti Lampiran 3 Anova model yang dihasilkan
56 62 64
1
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata sebesar 1.42 %/tahun (BPS 2014) harus ditopang dengan ketersediaan pangan yang memadai. Dengan perkiraan konsumsi 137 kg/kapita/tahun dan terjadi penurunan laju jumlah penduduk sekitar 0.03 %/tahun, maka akan dibutuhkan konsumsi beras berturut-turut untuk tahun 2010, 2015 dan 2020 sebesar 32.13 juta ton, 34.12 juta ton dan 35.97 juta ton (DEPTAN, 2008). Pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi produk. Intensifikasi adalah suatu kegiatan meningkatkan produksi melalui peningkatan kemampuan kapasitas produksi per satuan luas lahan pertanian. Ekstensifikasi adalah suatu kegiatan meningkatkan produksi melalui peningkatan luas lahan pertanian. Diversifikasi produk adalah suatu kegiatan mencari alternatif bahan pengganti makanan pokok dalam hal ini mengganti beras dengan bahan pangan lain. Usaha diversifikasi produk makanan pokok di Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari segi jumlah maupun penyebaran aneka sumber karbohidrat, seperti singkong, garut, ganyong, sukun, ubi jalar, jagung, talas, gembili, suweg, gadung, huwi sawu, kimpul, kentang jawa dan sagu. Dengan potensi 52 juta ha hutan, maka dapat dihasilkan 1560 juta ton per tahun bahan pangan (Suhardi et al. 1999). Indonesia juga memiliki keanekaragaman 77 jenis pangan sumber karbohidrat dan 26 jenis kacang-kacangan (Kuswiyati et al. 1999 dalam Suhardi et al. 1999). Dari tahun 1998 sampai 2010, sektor kehutanan telah memasok pangan dari areal seluas 16 juta hektar atau 6.3 juta ha per tahun. Dengan pola tumpang sari di sela pohon, sektor kehutanan mampu menghasilkan padi, jagung dan kedelai sebesar 9.4 juta ton per tahun (Hamzirwan 2011). Di samping potensi yang besar, usaha diversifikasi makanan pokok di luar beras juga sudah berjalan yang ditandai dengan adanya kecenderungan menurunnya konsumsi beras per kapita serta meningkatnya konsumsi bahan makanan impor seperti terigu dan konsumsi ubi-ubian (Rangkuti 2009). Sebagai upaya untuk lebih mendorong pemanfaatan sumber aneka karbohidrat nonpadi yang mampu menggantikan beras sebagai makanan pokok, perlu diperhatikan bentuk bulir dan sifat fisikokimianya, sehingga mampu diinterprestasikan sebagai makan nasi yang berasal dari beras (Haryadi 2008). Beberapa penelitian pengembangan bulir yang mendekati sifat fisikokima beras telah dilakukan dengan berbagai formulasi bahan baku, teknologi proses serta mesin yang digunakan. Beras artifisial telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras dengan menggunakan roll-type granular (Kurachi 1995). Pengembangan bulir menyerupai beras yang dikenal dengan simulated rice grain telah dilakukan dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu
,
2
aren, Gliseril Mono Stearat dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Pembentukan granular butiran beras artifisial optimal dilakukan pada penggunaan mesin twin screw dengan pengaturan putaran screw, temperatur screw, penambahan Gliseril Mono Stearat dan kombinasi steaming (Herawati et al. 2013). Beras analog berbahan baku singkong, jagung dan sagu aren dibentuk dengan mesin twin roll pada suhu optimum 77 oC, kadar air 52% serta waktu pemasakan 20 menit (Gultom et al. 2014). Memformulasikan penyusunan bahan baku untuk dijadikan bahan bulir menyerupai beras dilakukan dengan mendekati sifat fisikokimia beras tertentu maupun bulir beras fungsional yang diinginkan, usaha pendekatan sifat fisikokimia memerlukan proses simulasi untuk mendapatkan bulir yang paling optimum. Pendekatan simulasi yang menghasilkan bahan bulir beras simulasi atau Simulated Rice Grain (SRG) adalah upaya untuk menghasilkan formulasi bulir yang menyerupai beras yang selama ini belum dilakukan. Pembentukan bulir menyerupai beras selama ini menggunakan proses ekstrusi, type roll atau twin roll. Upaya untuk mendapatkan hasil bulir yang mendekati sifat fisik seperti beras dengan model mesin pencetak yang dioprasikan dengan parameter terkontrol sebagai alternatif pembentukan bulir perlu dilakukan 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan bulir beras simulasi atau simulated rice grain (SRG) dari bahan baku aneka sumber karbohidrat nonpadi dengan mesin SRG. Tujuan khusus penelitian adalah: 1) memperoleh formula bahan penyusunan SRG yang mempunyai sifat fisikokimia seperti beras dengan menggunakan pendekatan metoda Goal Linier Programming, 2) merekayasa model mesin SRG yang mampu menghasilkan bulir dengan sifat fisikokimia seperti beras, dan 3) melakukan optimasi proses pencetakan bulir dengan mesin pencetak SRG yang dibangun menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
1.3 Manfaat Penelitian Diversifikasi pangan dapat diupayakan melalui ketersedian pangan pengganti beras yang menyerupai kandungan gizi yang diinginkan serta mempunyai sifat fisik seperti beras yang berbahan baku dari tepung aneka sumber karbohidrat nonpadi. Bulir beras simulasi berbahan baku nonpadi dengan sifat fisikokimia seperti beras mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai pengganti atau sebagai bahan subtitusi beras dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia. Penelitan ini bermanfaat untuk: 1. Menyediakan mesin SRG sebagai alternatif pencetak bulir beras simulasi. 2. Memberikan informasi cara menyusun formula bahan baku bulir beras simulasi dari bahan baku aneka sumber karbohidrat baik melalui pendekatan sifat fisikokimia beras tertentu maupun bulir beras yang diperkaya untuk tujuan tertentu.
3
3. Memanfaatkan bulir beras simulasi sebagai pangan yang mampu mensubtitusi beras, sehingga mampu mengurangi kebutuhan pada beras.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian menghasilkan mesin SRG dan bulir beras simulasi dari bahan nonpadi yang optimum dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu: 1. Melakukan analisis kandungan gizi dan sifat fisik pati garut, pati ganyong, tepung tales beneng, tepung ubi jalar putih, tepung tapioka, tepung jagung putih, pati sagu, tepung aren, tepung sorgum, tepung sukun, tepung beras dan beras varietas Ciherang. 2. Menyusun formulasi bahan SRG dengan pendekatan model optimasi. Untuk mendapatkan formulasi bahan SRG digunakan Goal Linier Programming yang dikonversi ke penyelesaian Linier Programming. 3. Rekayasa mesin pencetak bulir SRG. Mesin ini dilengkapi dengan die untuk mencetak sesuai dengan dimensi beras varietas Ciherang, single punch untuk tempat die, pengaturan sudut pengumpan, pengaturan lama tekan dan pengaturan jumlah bahan pada ruang cetak. 4. Menguji mesin pencetak SRG menggunakan bahan hasil fomulasi. Parameter pengujian mesin pencetak SRG meliputi lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan. Parameter pengujian bulir SRG meliputi massa jenis kamba, kekerasan bulir, daya serap air saat dimasak (water uptake), rasio L/B dan derajat kecerahan. Optimasi proses pencetakan mesin SRG menggunakan Response Surface Methodology. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.
1.5 Novelti Penelitian Penelitian yang terkait tentang pembuatan bulir yang menyerupai beras telah dilakukan dengan pemberian nama bulir yang dihasilkan, formula dan bahan, teknologi proses dan mesin pencetak yang digunakan. Kurachi (1995) membuat beras artifisial dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras dengan menggunakan roll-type granular. Simulated rice grain (SRG) dibuat dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996). SRG dengan bahan tepung beras, ferric pyrophosphate dan 25 persen air dengan menggunakan single screw-extruder (Morreti et al. 2005) dan penambahan micronutriens (Bruemmer et al. 2005). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras dan minimum kandungan pati 30 persen (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Pembentukan granular butiran beras artifisial optimal dilakukan dengan menggunakan twin screw dengan pengaturan putaran screw, temperatur screw, penambahan Gliseril Mono Stearat dan kombinasi steaming (Herawati et al. 2013).
4
Dengan mempelajari berbagai penelitian yang telah dilakukan, maka novelti dari penelitian ini adalah: 1. Pengembangan rekayasa model mesin pencetak bulir beras simulasi (SRG) dengan proses pencetakan dengan parameter yang terkontrol. 2. Penyusunan formula bahan bulir SRG belum pernah dilakukan melalui pendekatan optimasi terhadap sifat fisikokimia bahan penyusun.
Gambar 1.1 Diagram alir penelitian
1.6
Keterkaitan Antar Bab
Keterkaitan antar bab ini menjelaskan tentang sistematika penyusunan disertasi. Disertasi terdiri dari 7 bab. Bab 1 memaparkan tentang latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan novelti penelitian. Bab 2 berisikan tentang studi literatur yang terkait dengan topik penelitian. Selanjutnya, bab hasil penelitian dibagi menjadi 3 bab, yaitu Bab 3, 4 dan 5. Proses optimasi dalam penyusunan formulasi bahan SRG menggunakan metode Goal Linier Programming dengan koefisien berdasarkan pada sifat
5
fisikokimia aneka sumber karbohidrat nonpadi dan tepung beras varietas Ciherang dipaparkan pada Bab 3. Bab 4 menjelaskan proses rekayasa mesin SRG dengan memperhatikan sifat fisik aneka sumber karbohidrat nonpadi dan sifat fisik bulir beras varietas Ciherang. Adapun pengujian mesin SRG menggunakan bahan SRG hasil optimasi formulasi. Bab 5 memaparkan hasil optimasi pencetakan mesin SRG dengan menggunakan Response Surface Methodology. Selanjutnya hasil dan pembahasan secara umum disampaikan pada Bab 6, dan Bab 7 berisikan simpulan dan saran.
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Varietas Ciherang
Varietas padi Ciherang mendominasi areal penanaman sentra produksi padi (Indrasari 2011). Varietas Ciherang mendominasi lebih dari 50 persen dari varietas lainnya di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur (Hermanto 2006). Keunggulan varietas ini adalah memiliki rasa enak, bentuk beras ramping dan rendemen beras tinggi (Indrasari 2011). Varietas Ciherang yang merupakan hasil silang dari varietas IR64 dengan varietas lainnya masuk dalam golongan cere dengan tekstur nasi pulen, kadar amilosa 23%, indeks glikemik 54.9 dan bobot 1000 butir gabah 27-28 g (Suprihatno et al. 2011). Mengkonsumsi 300 g beras Ciherang setiap hari akan memenuhi kebutuhan vitamin B1 sebesar 75%, vitamin B6 sebesar 20%, vitamin B2 sebesar 30%, vitamin B3 10%, asam folat 15% dan zat besi 100% (Indrasari 2011). Kandungan gizi beras Ciherang disajikan pada Tabel 2.1. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap rasa nasi beras Ciherang dengan uji hedonic, panelis menyatakan suka dan sangat suka untuk atribut warna, kilap, aroma dan rasa nasinya (Indrasari 2011). Hasil yang sama diperoleh melalui uji peringkat dimana varietas Ciherang menduduki peringkat pertama dengan atribut yang sama (Indrasari 2011).
2.2
Aneka Sumber Karbohidrat Nonpadi
Tanaman garut (Maranta arundinacea Linn.) sangat adaptif terhadap lingkungan berupa tanah marginal atau dibawah tegakan tanaman hutan. Selain itu, tanaman garut juga mampu memproduksi umbi sebesar 9-12 ton/ha atau menghasilkan karbohidrat 1.92-2.56 ton/ha dan mampu mensubtitutsi terigu dan sumber karbohidrat lainnya 50-100% (Djaafar et al. 2010). Dengan cara ektraksi basah, umbi garut menghasilkan rendemen berupa pati garut sebesar 15.69% dengan kadar air 11.48% (Faridah et al. 2014). Menurut Faridah et al. (2014), pati garut mengandung kadar karbohidrat tinggi, kadar protein dan kadar lemak yang rendah serta memiliki sifat mudah dicerna. Komposisi kimia pati garut alami hasil ektraksi basah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Ganyong (Canna edulis KERR) merupakan tanaman herba tahunan berupa umbi-umbian yang tegak dengan ketinggian mencapai 3.5 m. Tanaman
6
ini mampu menghasilkan ubi sebanyak 80 ton/ha atau tepung 4-10 ton setelah usia satu tahun (Sukarsa 2010). Pati tanaman ganyong mengandung kadar air 8.37%, abu 0.2%, lemak 0.75%, protein 0.08%, serat kasar 0.97%, pati 55.32% dan amilosa 10.45% (Richana dan Titi 2004). Karakteristik fisik pati ganyong mempunyai nilai absorbsi air 1.86 g/g, absorbsi minyak 1.92 g/g, derajat putih 77.02%, suhu gelatinisasi awal 70.5oC dan ukuran granula 22 milimikron (Richana dan Titi 2004). Tales beneng (Xantoshma undipes K.Koch) adalah salah satu kultivar talas berukuran besar berukuran 2.5 m dengan ukuran umbi 10-20 kg/batang yang dapat dipanen ketika berumur 6-8 bulan (Riana 2014). Tepung talas beneng mengandung kadar air 4.29%, kadar abu 3.43%, kadar lemak 1.1%, protein 6.29%, serat pangan 7.19%, pati 75.62% dan amilosa 12.26% (Apriani et al. 2011). Derajat warna tepung tales beneng yang diukur menggunakan chromameter sebesar 16.22% (Apriani et al. 2011). Ubi jalar (Ipamoea batatas Poir) yang populer dibudidayakan di Indonesia ada tiga jenis yaitu ubi jalar putih kecoklatan, merah dan ungu. Ubi jalar cocok ditanam di daerah tropis yang panas dan lembab. Umbi yang dipanen di atas umur 4 bulan dapat menghasilkan 30 ton/ha (Rosidah 2010). Kandungan gizi tepung ubi jalar putih adalah kadar air 5.85% bb, abu 2.25% bb, lemak 0.50% bb, protein 5.31% bb, karbohidrat 91.94% bb dan serat total 10.72% bb (Hartoyo dan Sunandar 2006). Karakteristik fisik tepung ubi jalar mempunyai derajat putih 49.77%, sudut repos 30.56o, densitas kamba 0.56 g/ml dan densitas pemadatan 0.63 g/ml (Hartoyo dan Sunandar 2006). Tabel 2.1 Kandungan gizi beras varietas Ciherang Komposisi Protein (basis kering, %) Lemak (basis kering, %) Karbohidrat (basis kering, %) Energi (kal, dalam 100 g) Vit B1 (mg, dalam 100 g) Vit B2 (mg,dalam 100 g) Vit B3 (mg, dalam100 g) Vit B6 (mg, dalam 100 g) Asam folat (mikrogram) Besi (ppm) Zn (ppm) Sumber: Indrasari (2011)
Jumlah kandungan 10.3 0.72 87.6 401 0.30 0.13 0.56 0.12 29.9 4.6 23
7
Tabel 2.2 Komposisi kimia pati garut Komponen Air (%, bb) Abu (%, bk) Protein (%, bk) Lemak (%, bk) Karbohidrat (by difference) (%|bk) Pati (%, bk) Amilosa(%,bk) Amilopektin(%, bk) Sumber: Faridah et al. (2014)
Kadar 11.48 0.34 0.24 0.68 98.74 98.10 24.64 73.46
Ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) dapat ditanam di berbagai jenis tanah, dapat ditanam secara monokultur atau tumpang sari dan dapat dipanen pada umur 10-12 bulan dengan produksi 45-55 ton/ha (Asnawi dan Arief 2008). Rendemen tapioka dari gaplek dapat mencapai 56.92-64.83% (Wijana et al. 2009). Komposisi kimia tepung pati untuk varietas Adira 4 mempunyai kadar air 13.63% bb, abu 0.11% bk, lemak 0.56% bk, protein 0.1% bk, pati 81.19% bk, amilosa 31.13% bk dan amilopektin 50.06% bk (Syamsir et al. 2011). Derajat putih tapioka mempunyai nilai 94.09-99.01% (Wijana et al. 2009). Jagung putih dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, toleran terhadap kekeringan dengan umur panen 105-110 hari dan dapat menghasilkan 4.8-7.9 ton/ha (Atmaja 2014). Kandungan gizi tepung jagung varietas Adira 4 mempunyai kadar air 5.4%, protein 8.78%, lemak 5.48%, kadar abu 1.28%, pati 68.81, viskositas 3.0 cP dan bulk density 0.0678 g/cm3 (Atmaka dan Amanto 2010). Pati jagung putih mengandung amilosa 3.98-48.29%, daya serap air 1.081.69 g/g, daya serap minyak 0.99-1.69 g/g dan derajat putih pati 52.36-91.45% (Suarni et al. 2013). Tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang mampu memproduksi tepung basah 90-700 kg/pohon. Indonesia memiliki potensi tepung sagu sebesar 6.84 juta ton/tahun (Syakir dan Karmawati 2013). Kandungan gizi tepung sagu adalah kadar air 13.42% bb, abu 0.24% bk, lemak 0.52% bk, protein 0.48% bk, karbohidrat 85.35% bk, amilosa 29.88% (Jading et al. 2011). Karakteristik fisik sagu memiliki derajat warna 93.39-97.58% dan suhu gelatinisasi awal 72 oC (Polnaya et al. 2009). Sedangkan menurut Jading et al. (2011), pati sagu memiliki ukuran granula 7.562.5 µm, suhu gelatinisasi 64.5-72 oC dan daya serap pati terhadap air 50.69%. Tanaman aren (Arenga pinnata Merr) adalah tanaman palma yang serba guna yang dapat menghasilkan pati (Lempang 2012) dengan produksi 60-70 kg/pohon (Rumokoi 1990). Komposisi kimia pati aren memiliki kadar air 12.14%, abu 0.31% bk, lemak 0.02% bk, protein 0.12% bk, serat kasar 3.64% bk, amilosa 26.4% bk (Pontoh dan Low 2012). Pati aren mempunyai granular berukuran 15-70 µm. Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) merupakan tanaman serealia cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai adaptasi lingkungan yang cukup luas terutama di daerah marjinal (Sirappa 2003). Komposisi kimia tepung sorgum memiliki kadar air 10.84%, abu 0.68%, lemak
8
1.27%, protein 6.98% dan pati 82.59% (Suarni et al 2002). Sifat fisikokimia tepung sorgum untuk varian numbu mempunyai daya serap air 16.12%, derajat putih 79.91 dan amilosa 25.35% (Suarni dan Firmansyah 2005). Suarni et al (2002) juga menyebutkan bahwa rendemen sorgum menghasilkan tepung sebesar 58.30-70.97%. Sukun (Artocarpus communis Forst) merupakan tanaman tahunan yang mampu menghasilkan buah 600-900 buah/pohon/tahun. Dengan rendemen 30%, maka akan mampu menghasilkan tepung sukun sebanyak 108 kg/pohon/tahun (Supriati 2010). Komposisi kimia tepung sukun adalah kadar air 2-6%, abu 2.03.8%, protein 2.0-3.6%, lemak 0.7-1.3%, karbohidrat 87-91%, gula total 0.210.32% dan amilosa 11-20%. Karakteristik fisik derajat putih mencapai 50-70% (Prabawati dan Suismono 2009).
2.3
Karakteristik Tepung
Kadar air pada tepung merupakan aspek yang sangat penting dan kritis dalam aspek peningkatan ikatan kohesivif antar partikel tepung, khususnya di antara lapisan partikel atau bridge yang mempunyai sifat ikatan agglomerasi secara spontan pada partikel tepung (Canovas 2005). Menurut Pietsch (1991) di dalam Canovas (2005), terdapat 6 cara terjadinya aglomerasi antar partikel yaitu (a) Partial melting sinter bridges (b) Chemical reaction hardening binders, (c) Liquid bridges hardening binders, (d) Molecular and like-type forces, (e) Interlocking bonds dan (f) Capillary forces (Gambar 2.1). Pada tepung jagung diperoleh nilai kohesi sebesar 4-6 g/cm2 untuk kadar air lebih kecil dari 11%, sedangkan untuk kadar air 18.5 persen diperoleh nilai kohesi sebesar 13 g/cm2. Canovas et al. (2005) menambahkan bahwa tepung bahan makanan mempunyai massa jenis antara 1000 sampai 1500 kg/m3, sedangkan pati mempunyai massa jenis 1500 kg/m3. Menurut Carr (1997) di dalam Canovas et al. (2005), angle of repose berhubungan dengan indikator kemampuan meluncur dimana sudut sampai dengan 35o menunjukkan indikator mudah meluncur. Sementara itu, 35-45o agak kohesif, 45-55o sulit meluncur dan di atas 55o mempunyai kohesifitas yang sangat besar sehingga lebih sulit meluncur. Terdapat korelasi antara kadar air dengan poured bulk density, compressiblity dan daya kohesi pada bahan tepung. Untuk starch pada keadaan kering diperoleh poured bulk density sebesar 0.81 kg/m3, nilai compressibility 0.12 dan nilai kohesi sebesar 6 g/cm2, sedangkan pada kadar air 18.5% diperoleh poured bulk density sebesar 0.61 kg/m3, nilai compressibility 0.15 dan nilai kohesi sebesar 13 g/cm2 (Canovas et al. 2005).
9
Gambar 2.1 Aglomerasi antar partikel: a)Partial melting sinter bridges, (b) Chemical reaction hardening.binders, (c) Liquid bridges hardening binders, (d) Molecular and like-type forces,(e) Interlocing bonds, dan (f) Capillary forces 2.4
Rekayasa Bulir Beras Buatan
Penelitian rekayasa bulir buatan yang mendekati sifat fisikokimia beras telah banyak dikembangkan dengan perlakuan pemberian nama bulir, formulasi bahan baku, teknologi proses serta mesin yang digunakan. Beras buatan telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras dengan menggunakan roll-type granular (Kurachi 1995). Bulir menyerupai beras yang dikenal dengan simulated rice grain (SRG) telah dibuat dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat (GMS) dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Selain itu, Noviasari et al. (2013) membuat beras analog dengan komposisi jagung pulut 4.34%, jagung lokal 65.66% dan pati sagu 30% dengan hasil uji sensorik yang baik. Pembentukan granular butiran beras buatan optimal dilakukan dengan menggunakan twin screw dengan pengaturan putaran screw, temperatur screw, penambahan GMS dan kombinasi steaming (Herawati et al. 2013). Kondisi optimum pembuatan beras analog berbahan baku singkong, jagung dan sagu aren yang dibentuk dengan mesin twin roll adalah pada suhu 77 oC, kadar air 52% dan waktu pemasakan 20 menit (Gultom et al. 2014).
2.5
Mutu dan Sifat Fisikokimia Beras
Mutu beras dikelompoklan menjadi empat yaitu (1) mutu giling, (2) mutu rasa dan mutu tanak, (3) mutu gizi dan (4) mutu berdasarkan kenampakan dan kemurnian biji. Kriteria mutu beras meliputi (1) mutu pasar, yang mencakup mutu giling dan mutu kenampakan biji, (2) mutu rasa dan mutu tanak serta faktor-faktor yang menentukannya (Haryadi 2008).
10
Mutu pasar lebih banyak ditentukan secara objektif oleh kenampakan biji dan sifat-sifat fisik seperti ukuran dan bentuk biji, derajat sosoh, persentase beras pecah, menir dan butir kapur. Bulog telah menetapkan persyaratan mutu beras giling seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Persyaratan mutu beras menurut Bulog Komponen Derajat Sosoh (min) Kadar air (maks) Butiran patah Menir (maks) Butir kapur (maks) Butir kuning/rusak (maks) Butir merah (maks) Benda asing per kg (maks) Dedak dan katul Hama dan penyakit Bau apek
Mutu IA 90% 14% 25% 2% 3% 3%
Mutu IB 90% 14% 35% 2% 3% 3%
Mutu IC 90% 14% 40% 2% 3% 3%
Mutu II 90% 14% 35% 2% 3% 3%
3% 10 butir atau 0.5 gr Bersih Bersih Tidak ada
3% 10 butir atau 0.5 gr Bersih Bersih Tidak ada
3% 10 butir atau 0.5 gr Bersih Bersih Tidak ada
3% 10 butir atau 0.5 gr Bersih Bersih Tidak ada
Di pasar internasional, persyaratan mutu masih ditambahkan dengan kenampakan biji, warna dan kejernihan serta bobot jenis biji (Haryadi 2008). Standar mutu beras di pasar internasional yang didasarkan pada panjang biji dikelompokan pada empat jenis ukuran biji yaitu biji sangat panjang, biji panjang, biji sedang dan biji pendek. Sedangkan menurut bentuknya dikelompokan menjadi empat jenis yaitu lonjong, sedang, agak bulat dan bulat. Standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Standar mutu beras berdasarkan panjang dan bentuk bulir
Panjang (mm)
Bentuk (panjang : lebar)
Sangat panjang Panjang Sedang Pendek Lonjong
Skala USDA Beras pecah kulit Beras giling 7.5 7.0 6.61-7.5 6.00-6.99 5.51-6.60 5.50-5.99 5.51 5.00 3.0 3.0
Sedang 2.1-3.0 Agak bulat 2.1 2.0-3.0 Bulat 2.0 Sumber : Webb (1980) dalam Damardjati dan Purwani (1991) dalam Haryadi (2008) Mutu tanak merupakan persyaratan dalam pengolahan beras yang dipengaruhi oleh perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati. Sifat beras yang
11
digunakan sebagai ciri penentu mutu tanak ialah kadar amilosa, uji alkali menduga suhu gelatinisasi, kemampuan pengikatan air pada suhu 70 oC, stabilitas pengalengan nasi parboiling, sifat amilografi dan pemanjangan biji selama pemasakan (Haryadi 2008). Mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaaan konsumen (Juliano 1994 dalam Haryadi 2008). Di dalam menentukan mutu rasa, konsumen mengenal nasi pera dan nasi pulen. Pengujian mutu rasa dilakukan secara subyektif dengan uji indrawi yang meliputi kepulenen, aroma, warna dan rasa nasi serta dengan uji objektif untuk menentukan nilai kekerasan dan kelekatan nasi (Haryadi 2008). Sifat fisikokimia beras giling akan menentukan mutu tanak dan rasa nasi (Haryadi 2008). Beberapa sifat fisikokimia beras meliputi kadar amilosa, kadar protein, suhu gelatinisasi, konsitensi gel dan nisbah pemanjangan biji (Haryadi 2008). Kandungan pati dalam beras (80%) yang tersusun dari amilosa dan amilopektin sangat menentukan mutu tanak dan rasa nasi. Semakin tinggi kandungan amilosa akan semakin kurang lekat dan semakin keras. Jika seluruh patinya terdiri dari amilopektin seperti pada beras ketan (tidak mengandung amilosa) maka apabila ditanak akan bersifat sangat lengket, lunak, basah, mengkilat, padat, kurang menyerap air dan kurang mengambang. Kadar amilosa pada beras tegantung dari varietasnya, namun secara umum terbagi dalam amilosa rendah (<20%), sedang (20-25%), agak tinggi (25-27%) dan tinggi (>27%) (Haryadi 2008). Sebagian terbesar kelompok nasi enak mempunyai kadar amilosa rendah sampai sedang (< 25%), sebaliknya nasi yang kurang enak sebagian besar mempunyai kadar amilosa tinggi (>25%) (Haryadi 2008). Kadar protein di dalam beras (7%) menentukan mutu gizi beras, mutu tanak nasi dan lama waktu tanak. Semakin tinggi kadar protein maka membutuhkan air lebih banyak dan waktu tanak yang lebih lama (Haryadi 2008). Kandungan protein yang makin tinggi juga menyebabkan beras giling dan pati menjadi lebih keras terutama beras yang mengandung protein lebih dari 8% (Haryadi 2008). Sifat fisikokima beras giling beberapa varietas padi disajikan pada Tabel 2.5.
12
Tabel 2.5 Sifat fisikokimia beras giling beberapa varietas padi Varietas padi
Kadar amilosa (%)
Kadar protein (%)
Suhu gelatinisasi (oC )
Konsistensi Nisbah gel ( mm ) pemanjangan biji
Bulu Rojolele 22.0 10.2 69.0 79.3 Cendrawati 24.5 5.0 68.3 66.5 Harawabaru 24.3 6.3 68.0 74.0 Wulung 24.0 7.3 67.5 47.5 Kewal 24.3 6.5 67.5 56.0 Cera lokal Angkong 23.4 9.2 72.0 63.0 Rendah Padan 27.5 6.1 74.3 35.0 Gadis Jambe 19.9 10.5 72.0 70.5 Sarimahi 23.0 9.7 72.0 44.0 Gadis Ciamis 20.3 10.7 72.0 50.0 VUTW Indonesia Serayu 26.1 9.8 78.0 63.8 Citarum 24.5 8.0 68.1 50.5 Cisadane 21.2 8.5 71.3 64.3 Semeru 25.4 8.6 66.0 65.5 B2761MR25732 21.9 8.3 74.4 74.7 Sumber : Damardjati dan Purwani (1991) dalam Haryadi (2008 )
1.5 1.7 1.6 1.6 1.3 1.4 1.4 1.3 1.3 1.3 1.4 1.4 1.5 1.6 1.4
Hasil pengujian perpanjangan biji selama penanakan dari beberapa beras Indonesia menunjukkan kisaran yang tidak begitu mencolok perbedaannya yaitu 1.3-1.7. Nisbah pemanjangan biji bukan merupakan persyaratan yang diminta oleh konsumen di Indonesia, tidak seperti sifat pemekaran nasi yang dipengaruhi oleh kadar amilosa (Haryadi 2008). Mutu penerimaan nasi untuk beberapa varietas padi di Indonesia yang meliputi kekerasan (kg) dan kelekatan (g cm), rasa, kepulenan dan aroma disajikan pada Tabel 2.6. Parameter kekerasan dan kelekatan diuji menggunakan alat Instron. Sedangkan rasa, kepulenan dan aroma menggunakan uji indrawi (Damardjati 1983 dalam Haryadi 2008).
2.6 Optimasi Proses optimasi bertujuan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati sifat fisikokimia seperti beras yang disusun dari aneka sumber karbohidrat nonpadi. Menurut (Siringoringo 2005), pemrograman linier (PL) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan. Bentuk umum pemrograman linier untuk menyusun formula bahan SRG pada persamaan (1) sampai dengan (4). Fungsi tujuan: Meminimumkan z = c1x1 + c2x2 + ... + cnxn (1)
13
dimana: z : nilai minimum untuk terpilihnya formula SRG Sumber daya yang membatasi: a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = b1 (2) a21x1 + a22x2 + … + a2nxn = b2 (3) … am1 x1 + am2x2 + … + amnxn = bm (4) x1, x2, …, xn ≥ 0 dimana: x1, x2, ..., xn : variabel keputusan yang jumlahnya tergantung dari (xi) jumlah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Dalam penelitian ini, variabel tersebut merujuk pada jenis sumber karbohidrat yang digunakan. c1,c2,...,cn : koefisien yang merupakan konstribusi masing-masing variabel keputusan terhadap tujuan. Fungsi tujuan pada model matematik merupakan besarnya konstribusi aneka sumber karbohidrat yang akan ditambahkan. a11, ...,a1n,...,amn : koefisien fungsi kendala pada model matematik yang merupakan penggunaan per unit variabel keputusan akan sumber daya yang membatasi. Pada penelitian ini, koefisien tersebut merujuk pada kandungan gizi dan sifat fisik untuk setiap sumber karbohidrat b1,b2,...,bm : jumlah masing-masing sumber daya. Jumlah fungsi kendala akan tergantung dari banyaknya sumber daya yang terbatas. Tabel 2.6 Mutu penerimaan nasi untuk beberapa varietas padi di Indonesia Varietas padi Bulu Rojolele Cendrawati Harawabaru Wulung Kewal Cera Lokal Angkong Rendah Padan Gadis Jambe Sarimahi Gadis Ciamis VUTW Indonesia Serayu Citarum Cisadane Semeru
Kekerasan (kg )
Kelekatan (g cm)
Rasa Kepulenan
Aroma
5.9 5.6 7.0 8.1 6.7
131 176 141 117 135
4.0 3.9 3.3 3.0 3.7
4.0 3.9 3.3 3.0 3.7
3.5 3.6 3.1 3.5 3.3
7.1 7.3 6.9 7.4 6.9
119 99 126 117 112
3.1 2.5 3.5 3.8 3.1
3.1 3.0 3.4 3.1 2.6
2.8 3.4 3.1 3.6 2.8
7.3 7.2 5.9 7.1
91 126 126 85
2.2 3.4 3.3 2.6
2.6 3.1 4.0 2.5
2.7 3.6 2.7 3.0
14
2.7
Response Surface Methodology
Response Suface Methodology (RSM) adalah sekumpulan metode matematika dan teknik-teknik statistika yang bertujuan membuat model dan melakukan analisis mengenai respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel (Iriawan dan Astuti 2009). RSM merupakan suatu perancangan eksperimental statistika untuk pendekatan guna memperoleh pemahaman terhadap kondisi optimum dari suatu proses tanpa memerlukan data yang terlampau banyak (Nuryanti dan Salimy 2008). RSM menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistik yang digunakan untuk membuat dan menganalisis suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut (Raharjo dan Iman 2006). Hubungan antara respon Y dan variabel bebas dirumuskan pada Persamaan 5. 𝑌 = 𝑓(𝑋1 , 𝑋2, 𝑋3, … . 𝑋𝑘 ) + 𝑑
(5)
dimana: Y : variabel respon Xi : variabel bebas/faktor (i =1,2,3,...k) d : error Hubungan antara Y dan Xi dicari dengan menggunakan model orde pertama dalam mencari daerah optimum dan model orde kedua dalam mencari titik optimum. Hubungan antara Y dan Xi untuk model orde pertama dituliskan dengan Persamaan 6 dan model orde kedua dengan Persamaan 7. 𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + ⋯ + 𝛽𝑘 𝑥𝑘 +∈
(6)
𝑘 𝑌 = 𝑎𝑜 + ∑𝑘1 𝑎1 𝑋1 + ∑𝑘1 𝑎1 𝑋12 ́+ ∑𝑘−1 ̃ 𝑖<𝑗 ∑𝑗=2 𝑎𝑖𝑗 𝑋𝑖 𝑋𝑗 + 𝑎
(7)
dimana: a : koefisien regresi ß : koefisien intersep RSM dilakukan dengan serangkaian proses tahapan yaitu: 1) pengkodean masing-masing level eksperimen, 2) analisis model yang meliputi analisis varian model, uji kesesuaian model regresi, uji parameter secara serentak, analisis residual, indepedensi, keidentikan, kenormalan, penentuan titik stasioner dan analisis karakteristik permukaan respon (Nuryanti dan Salimy 2008). Metoda yang akan digunakan untuk menemukan kondisi proses ideal dan formula yang optimum adalah rancangan percobaan Box-Behnken (2007). Respon yang dipilih tersebut dijadikan input data yang selanjutnya diproses oleh program RSM-Box-Behnken dengan perangkat lunak Minitab 14.
15
3
OPTIMASI FORMULA BAHAN BAKU CAMPURAN SUMBER KARBOHIDRAT NONPADI UNTUK PRODUKSI BULIR BERAS SIMULASI1 3.1 Pendahuluan
Pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu intensifikasi usaha tani, ekstensifikasi lahan dan usaha diversifikasi produk. Intensifikasi adalah upaya untuk memaksimalkan potensi lahan dengan berbagai usaha agar setiap satuan luas menghasilkan produksi semaksimal mungkin. Kondisi ini akan mencapai suatu titik optimum dari suatu kegiatan produksi, baik dari segi benih, optimalisasi pemupukan, pengairan maupun pengolahan lahan. Ekstensifikasi adalah upaya memenuhi kebutuhan pangan dengan cara memperluas lahan pertanian. Usaha ini memerlukan pertimbangan akan ketepatan lahan yang sesuai untuk menghindari tekanan lingkungan yang beresiko kegagalan dan memerlukan biaya tinggi. Sedangkan diversifikasi produk pangan merupakan upaya untuk menggantikan kebutuhan karbohidrat beras dengan aneka sumber karbohidrat nonpadi. Indonesia mempunyai potensi yang besar baik dari segi jumlah penyebaran maupun aneka sumber karbohidrat nonpadi seperti singkong, garut, ganyong, sukun, ubi jalar, jagung, tales, gembili, suweg, gadung, huwi sawu, kimpul, kentang jawa dan sagu. Dengan potensi 52 juta ha hutan yang dikelola untuk menghasilkan kayu diperkirakan dapat diproduksi 1560 juta ton/tahun bahan pangan (Suhardi et al. 1999). Potensi aneka sumber karbohidrat nonpadi mempunyai prospek untuk dikembangkan dalam menyusun pangan alternatif menggantikan makanan pokok mengingat karakteristik fisikokimia yang seperti beras. Saat ini sebenarnya diversifikasi pangan sudah berjalan. Rangkuti (2009) menyebutkan bahwa hal ini ditandai dengan kecenderungan menurunnya konsumsi beras per kapita dan meningkatnya konsumsi bahan makanan impor seperti terigu dan konsumsi ubi-ubian. Namun, pengembangan diversifikasi pangan untuk mengganti beras juga perlu memperhatikan kondisi psikologis masyarakat Indonesia dimana pengertian makan diinterprestasikan sebagai makan nasi yang berasal dari beras (Haryadi 2008). Oleh sebab itu upaya membuat pangan alternatif untuk menggantikan beras berbahan baku aneka sumber kabohidrat nonpadi memerlukan perhatian dari segi kandungan gizi serta dari bentuk fisik bulirnya. Beberapa upaya dalam membuat bulir yang menyerupai beras telah dintroduksikan dengan berbagai penamaan bulir, bahan penyusun dan teknologi pembuatan bulirnya. Beras artifisial telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras dan dicetak dengan menggunakan roll-type granulator (Kurachi 1995). Simulated rice grain (SRG) telah dibuat dengan melakukan fortifikasi pada 1 Bagian tulisan ini telah dipublikasikan pada Internasional Journal of Scientific & Engineering Research Vol 6(3):7-13, ISSN:2229-5581 pada bulan Maret 2015 dengan judul Optimizing the Formula of Composite Non-Rice Carbohydrate Sources for Simulated Rice Grain Production
16
bahan dengan Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996). SRG juga dibuat dengan bahan tepung beras, Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) dan 25% air dengan menggunakan single screwextruder (Morretti et al. 2005) dan penambahan mikronutriens (Bruemmer et al. 2005). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras dan minimum kandungan pati 30% (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Studi penyusunan formula campuran tepung bahan SRG dari bahan aneka sumber karbohidrat nonpadi sangat diperlukan untuk memproduksi bahan bulir beras ataupun bahan bulir beras yang diperkaya. Proses produksi SRG membutuhkan proses optimasi untuk menghasilkan beras simulasi yang mendekati karakteristik beras. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan formula optimum bahan komposit dari aneka sumber karbohidrat nonpadi sebagai bahan untuk produksi SRG. 3.2 Bahan dan Metode Penelitian dilakukan selama 9 bulan terhitung dari bulan Maret sampai November 2013 di Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan; Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Kementerian Pertanian RI. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) menyiapkan 10 bahan aneka karbohidrat nonpadi dan beras varietas Ciherang dalam bentuk tepung, 2) mengevaluasi kandungan gizi dan sifat fisik tepung aneka sumber karbohidrat nonpadi dan tepung beras variaetas Ciherang, 3) mengembangkan model matematika yang akan diolah dengan Goal Linier Programming (GLP), 4) mengevaluasi kandungan gizi dan sifat fisik tepung campuran yang dihasilkan berdasarkan formula optimum yang dihasilkan dari GLP. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari petani lokal yang terdiri dari bahan baku yang akan dijadikan dasar untuk perhitungan optimasi yaitu pati garut (Maranta arundinacea Linn.), pati ganyong (Canna edulis Ker.), tales Beneng (Xantoshma undipes K.Koch), ubi jalar putih (Ipomoea batatas Poir), tepung tapioka (Manihot utilissima Pohl.), jagung putih (Zea mays L.), sagu (Metroxylon sagu Rottb.), pati aren (Arenga pinnata Merr), sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) varietas Numbu dan tepung sukun (Artocarpus communis Forst), beras (Oryza sativa L.). Semua bahan dalam bentuk tepung diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 120 mesh. Analisis kadar air, kadar abu dan serat kasar menggunakan metoda gravimetri; kadar lemak dengan metoda Soxhlet; kadar protein dengan metoda Kjeldahl; karbohidrat dengan metoda By Different, serat pangan dengan metoda enzimatik; gula total dengan metoda titrasi; sedangkan pati, amilosa dan amilopektin dengan metoda spectrophotometer. Perhitungan sudut luncur menggunakan metode AOAC (1984), derajat putih dengan alat whiteness meter
17
dan densitas kamba dicari berdasarkan massa sampel per satuan volume (Hartoyo dan Sunandar 2006). Bahan-bahan sumber aneka karbohidrat dalam bentuk tepung digunakan sebagai bahan untuk menyusun bahan bulir beras simulasi (SRG). Formula tepung SRG dioptimalkan menggunakan Goal Programming Linear (GLP) (Prasetyo 2009, Siringoringgo 2005). Hasil analisa kandungan gizi dan sifat fisik tepung aneka sumber karbohidrat nonpadi merupakan koefisien fungsi kendala, sedangkan hasil analisa kandungan gizi dan sifat fisik tepung beras varietas Ciherang dijadikan kasus sebagia koefisien sumber daya ( koefisien ini dapat menggunakan target bulir fungsional yang diinginkan) Persamaan 8 sampai dengan 10 dikembangkan berdasarkan sifat fisikokimia yang diinginkan. Persamaan 11 merupakan fungsi tujuan yang dikembangkan berdasarkan bobot pinalti yang ditetapkan dan akan diminimalisasi. Mengkonversi fungsi tujuan yang akan diminimalisasi menggunakan program linear (persamaan 12). persamaan fungsi kendala terdiri atas persamaan 13 (protein), persamaan 14 (kadar amilosa), persamaan 15 (indeks warna), persamaan 16 (kadar air), persamaan 17 (kadar abu), persamaan 18 (kandungan lemak), persamaan 19 (serat pangan), persamaan 20 (serat kasar), persamaan 21 (gula total), persamaan 22 (amilopektin), persamaan 23 (sudut luncur), persamaan 24 (densitas kamba) dan persamaan 25 merupakan persyaratan minimum rasio tepung pati 30% (Mishra et al. 2012). 10
a x a 4i
i 1
i
(8)
4 st
10
a x a 8i
i 1
i
(9)
8 st
10
a x a 11i
i 1
i
(10)
11st
Fungsi tujuan: Minimum 10 10 10 z W a4i xi a4st W a8i xi a8st W a11i xi a11st i 1 i 1 i 1
4
8
(11)
11
Konversi menjadi model persamaan linear 10
y a4i xi a4st y 1
i 1
1
1
1
y y y ;y 1
y
3
2
i 1
i 1
1
2
3
3
3
y y ;y
10 dan a8i xi a8st y a11i xi a11st
0; y 0
2
10
y y y ;y 2
2
2
0; y 0 2
0; y 0 3
Minimum
_
1
2
11
z W 4 y W 8 y W 11 y
(12)
18
Fungsi kendala 10
a x i 1
4i
xi
10
a x i 1
8i
1
xi
10
a x i 1
(y
11i
(y 2
xi
(y 3
y )a 1
y )a 2
y )a 3
10
a x a i 1
1i
i
1st
2i
i
i
i 1
5i
i
(19) 5 st
10
a x a i 1
6i
i
6 st
7i
i
7 st
10
a x a i 1
9i
i
9 st
10
a x a i 1
10i
i
10
12i
i
(22) (23)
10st
a x a i 1
(20) (21)
10
a x a i 1
(16)
3 st
10
a x a
(15)
(18)
10
3i
(14)
2 st
a x a i 1
11st
(13)
(17)
10
a x a i 1
8 st
4 st
(24)
12st
7 x1 7 x2 7 x5 7 x7 7 x8 3 x3 3 x4 3 x6 3 x9 3 x10 0 (25)
kendala non-negatif
x 0, i 1...10 i
19
3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Kandungan Gizi dan Sifat Fisik Aneka Sumber Karbohidrat Hasil analisis kandungan gizi dan sifat fisik yaitu pati garut (x1), pati ganyong (x2), tepung tales beneng (x3), tepung ubi jalar putih (x4), tepung tapioka (x5), tepung jagung putih (x6), pati sagu (x7), pati aren (x8), tepung sorgum (x9), tepung sukun (x10) dan tepung beras varietas Ciherang (xst) yang digunakan sebagai koefisien untuk merumuskan kendala dalam GLP ditunjukkan pada Tabel 3.1. Nilai-nilai gizi dan sifat fisik digunakan sebagai koefisien dalam merumuskan kendala di GLP. Persamaan 12 digunakan untuk membuat tepung SRG yang dapat menghasilkan protein, amilosa dan derajat putih mendekati sifat fisiko-kimia tepung beras Ciherang. Kandungan protein yang diinginkan dari tepung SRG adalah 8.58%. Nilai ini sulit untuk diperoleh mengingat kandungan bahan penyusun memiliki kandungan protein berkisar maksimum 8.38%. Oleh karena itu, sumber karbohidrat nonpadi yang memiliki protein yang lebih tinggi perlu ditambahkan dalam proses perhitungan pada penelitian masa datang. Kadar amilosa yang diinginkan dari SRG adalah lebih rendah atau sama dengan 23.61%. Nilai ini berada di kisaran kandungan amilosa dari bahan aneka sumber karobhidrat nonpadi yang berkisar antara 14.92 sampai 37.3%. Derajat warna yang diinginkan dari SRG adalah 92.1%. Nilai ini berada di kisaran tingkat derajat warnanya material dari bahan penyusun yang berkisar antara 52.1 sampai 93.6%. Jadi baik amilosa maupun derajat putih yang diinginkan ada dalam kisaran sifat fisikokimia bahan penyusun. 3.3.2 Proses Eksekusi Model Menggunakan Linear Programming Linear programming digunakan untuk menghasilkan nilai optimum (z) untuk berbagai bobot pinalti menggunakan Persamaan 12 sebagai fungsi tujuan dan Persamaan 18 sampai 30 sebagai fungsi kendala. Bobot pinalti tersebut adalah W4 (bobot pinalti untuk protein), W8 (bobot pinalti untuk amilosa) dan W11 (bobot pinalti untuk derajat warna) (Lampiran 2). Pada W4 ≥ W8 dan W8 ≤ W11, diperoleh (𝑦1+ − 𝑦1− ) = 0, (𝑦2+ − 𝑦2− ) = 25.59, (𝑦3+ − 𝑦3− ) = 57.74, 𝑦1− = 0, 𝑦2− = 0 ,𝑦3− = 0, nilai z minimum hanya ditentukan oleh W8. Mengacu pada Persamaan 13, 14 dan 15, nilai optimum protein adalah 8.58%, amilosa surplus 25.59% dan derajat warna surplus 57.74%. Dengan komposisi x1 = 0.6554, x3 = 0.9224 and x9 = 0.6068, total protein menjadi 6.22%, amilosa 22.52% dan derajat warna 68.59%. Jika W4 ≥ W8 dan W8 ≤ W11 tidak dipenuhi, maka (𝑦1+ − 𝑦1− ) = −4.71, (𝑦2+ − 𝑦2− ) = 23.25(𝑦3+ − 𝑦3− ) = 41.35, 𝑦1− = 4.71, 𝑦2− = 0,𝑦3− = 0, nilai z minimum hanya ditentukan oleh W4 dan W8. Mengacu Persamaan 13, 14 dan 15, maka diperoleh kandungan protein 3.87%, amilosa surplus 23.25% dan derajat warna surplus 41.35%. Dengan komposisi x1 = 0.5054 dan x9=1.1772, maka total protein 2.31%, amilosa 27.86% dan derajat warna 79.35%.
20
Tabel 3.1 Nilai kandungan gizi dan sifat fisik tepung padi dan nonpadi Bahan tepung Kandungan gizi dan sifat fisik tepung/pati
Pati garut (x1)
Pati ganyong (x2)
Tepung tales beneng (x3)
Tepung ubi jalar putih (x4)
Tepung tapioka (x5)
Tepung jagung putih (x6)
Pati sagu (x7)
Pati aren (x8)
Tepung sorgum (x9)
Tepung sukun (x10)
Tepung beras Ciherang (xst)
Kadar air (%,wd) (a1i) Abu(%,db) (a2i) Lemak (%,db)(a3i)
(9.9±0.19)
(16.8± 0.12)
(11.9±0.14)
(7.26±0.01)
(4.62±0.01 )
(3.60±0.10)
(14.59±0.04)
(12.5±0.01)
(11.8±0.10)
(9.03±0.3)
(11.08±0.00)
(0.27±0.03) (0.36±0.00)
0.20±0.01) 0.45±0.15)
4.32±0.06) (0.9±0.03)
(1.96±0.08 ) (0.59± 0.05)
0.06 ± 0.00) (0.29± 0.01)
0.49±0.04) (2.03±0.07 )
(0.23±0.04) (5.58±0.05)
0.22±0.06 ) (0.47±0.01 )
0.54±0.02) (0.96±0.02)
(3.47±0.41) (4.34±0.15)
(0.33±0.08) (0.43±0.03)
Protein(%,db)(a4i)
(0.65±0.09)
(0.69±0.07)
(6.86±0.08)
(5.52±0.23)
(0.46± 0.00)
(8.38±0.13 )
(5.36±0.05 )
(0.66±0.00)
(6.39±0.04)
(5.83±0.03)
(8.58±0.01)
Serat pangan (%,db)(a5i)
(2.67±0.23)
(2.38±0.15)
(2.47±0.10)
(2.34±0.14)
(1.52± 0.07)
(3.16±0.19 )
(1.50±0.06
(1.74±0.15)
(4.65±0.25)
(2.47±0.21)
(6.88±0.17)
Serat kasar (%,db) (a6i)
(0.49±0.01)
(0.57±0.04)
(3.24±0.02)
(2.57±0.01)
(0.37± 0.03)
(0.32±0.09)
(0.41±0.01)
(0.48±0.06)
(0.80±0.02)
(0.54±0.06)
(0.32±0.02)
Total gula (%,db) (a7i)
(1.03± 0.30)
(1.47±0.07)
(2.00±0.05)
(4.32± 0.18)
(1.09± 0.04)
(2.21±0.10)
(0.32±0.11)
(1.33±0.13)
(1.10±0.13)
(1.69±0.09)
(1.16±0.16 )
Amilosa (%,db)(a8i) Amilopektin (%,db)(a9i) Sudut luncur (degree)(a10i)
(28.55±0.93)
(37.3±0.29)
(14.9±0.35)
(25.2±0.20)
(29.5± 0.25)
(24.1±0.52)
(32.99±0.36)
(31.99±0.58)
(27.5±0.19)
(23.2±0.46)
(23.61±1.21)
(65.98±0.79)
(56.6±0.51)
(65.3±0.21)
(57.4±0.42)
(66.6± 0.01)
(59.3±0.66)
(53.60±0.36)
(63.1±0.48)
(58.3±0.32)
(58.3±0.86)
(58.69± 0.99)
(35.1±0.44)
(45.27±3.04)
(34.27±0.05)
(32.5±0.33)
(25.34±4.86)
(49.16±1.14)
(41.47±0.65)
(40.08±0.01)
(50.4±1.00)
(40.1±0.54)
(42.85±0.99)
Derajat warna (%)(a11i)
(83.6±0.05)
(72.67±0.05)
(52.05±0.05)
(70.5± 0.00)
(93.6± 0.05)
(82.5±0.00)
(59.15±0.24)
(70.7±0.12)
(77.53±0.10)
(69.08±0.30)
(92.13±0.13)
Massa jenis kamba (kg/m3) (a12i)
(514±10.5)
(498± 5.26)
(396.3±0.09)
(487.2±3.02)
(467.7±0.47)
(399.1±5.86)
(498.68±4.09)
(540.9±1.21)
(448.5±1.72)
(367.5±3.07)
(467.47±2.09)
,
21
Dengan nilai minimum z = 25.59% maka dihasilkan nilai optimum dalam penyusunan campuran SRG berbahan baku aneka sumber karbohidrat nonpadi. Komposisi untuk produksi SRG tersebut adalah 0.66 bagian atau 30% dari pati garut, 0.92 bagian atau 42% dari tepung tales beneng dan 0.61 bagian atau 28% dari tepung sorgum. 3.3.3 Sumber Karbohidrat Nonpadi untuk Bahan SRG Hasil optimasi menggunakan GLP dapat diperoleh komposisi optimum tepung bahan SRG yang tersusun dari 30% pati garut, 42% tepung talas beneng dan 28% tepung sorgum. Perbandingan kandungan gizi dan sifat fisik tepung SRG hasil optimasi, hasil analisis dan tepung beras Ciherang disajikan pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3. Tabel 3.2 Kandungan gizi tepung SRG hasil optimasi, analisis dan tepung beras Ciherang Komponen
Nilai prediksi Kadar air (%,bb) 11.7 Abu (%,bk) 1.97 Lemak (%,bk) 1.33 Protein (%,bk) 6.22 Karbohidrat (%,bk) 90.48 Serat pangan (%,bk) 1.28 Serat kasar (%,db) 1.74 Total sugar (%,db) 1.46 Pati (% ,db) 86.00 Amilosa (%,db) 22.52 Amilopektin (%,db) 63.48
Nilai analisis
Tepung beras Ciherang (8.65±0.04) (11.08± 0.00) (0.63±0.02) ( 0.33± 0.08) (1.42±0.00) (0.43±0.03) (8.30±0.11) (8.58±0.01) (89.65±0.38) (90.66±0.02) (2.63±0.19) (6.88.±0.12) (0.55±0.01) (0.32±0.02) (0.76±0.11) ( 1.16±0.16) (85.70±0.20) (82.30±0.22) (26.16±0.23) (23.61±1.21) (59.54±0.07) (58.69±0.99)
Tabel 3.3 Sifat fisik tepung SRG hasil optimasi, analisis dan tepung beras Ciherang Sifat fisik Sudut luncur (º) Derajat warna (%) Massa jenis kamba ( kg/m3)
Nilai prediksi 39.01 68.59 446.21
Nilai analisis (32.89±0.61) (59.96±0.04) (455±0.00)
Tepung beras Ciherang (42.85± 0.99) ( 92.13± 0.13) (467.47±2.09)
3.3.4 Kandungan Protein dan Amilosa Dengan menggunakan Persamaan 10 dan nilai z minimum, maka kandungan protein yang diperoleh adalah 6.22%. Nilai ini masih lebih rendah dari hasil yang diinginkan yaitu 8.58%. Hal ini bisa disebabkan oleh karena nilai protein dari bahan penyusun komposit mempunyai rata-rata (3.40±3.09)%
,
22
dengan variasi yang besar. Beberapa bahan baku tepung komposit memiliki kandungan protein mendekati protein beras, namum juga dibatasi oleh fungsi kendala pada Persamaan 22. Hasil optimasi tepung SRG memiliki kandungan amilosa 22.52% sedangkan nilai standar adalah 23.61%. Kandungan amilosa tepung SRG dan beras Ciherang masuk dalam katagori sedang (Haryadi 2008). Kandungan amilosa optimum SRG masih dalam kisaran bahan penyusun komposit dengan rata-rata (28.01±6.05)%. Jika bobot pinalti kandungan amilosa diatur lebih tinggi dari bobot pinalti protein dan lebih tinggi atau sama dengan bobot pinalti derajat warna, maka tepung SRG yang dihasilkan memiliki kadar amilosa 27.86%; kadar protein 2.31% dan derajat warna yang lebih tinggi yaitu 79.35%. Dengan hasil tersebut maka komposisi bahan SRG adalah pati garut 30% dan tepung sorgum 70%. Nilai minimum dan maksimum sudut luncur yang dihasilkan dari 10 bahan aneka sumber karbohidrat nonpadi adalah (25.3±4.86)o dan (50.5±1.00)o dengan nilai rata-rata (39.38±7.80)o. Optimasi sudut luncur dilakukan untuk menentukan nilai optimum dari sudut lucur campuran. Hal ini dimaksudkan agar tepung SRG bisa mengalir dengan baik ketika dimasukkan ke dalam mesin pencetak. Berdasarkan hasil optimasi dan pengujian, diperoleh sudut luncur sebesar 39.01o dan 32.89o. Sementara itu, sudut luncur tepung beras Ciherang yang diperoleh adalah 42.85º. Nilai ini lebih tinggi dari hasil optimasi atau pengujian hasil tepung SRG. Meskipun demikian, bahan campuran dapat meluncur dengan baik menggunakan sudut luncur tepung beras Ciherang. Nilai minimum dan maksimum derajat warna 10 bahan sumber karbohidrat nonpadi adalah (52.05±0.05)o dan (83.60±0.05)o dengan rata-rata (73.13±12.03)o. Derajat warna tepung beras Ciherang adalah (92.10±0.13)%. Standar derajat warna yang diinginkan akan sulit dipenuhi karena diluar rentang dari bahan penyusun. Derajat warna optimum hasil perhitungan dan hasil uji laboratorium tepung SRG adalah 68.59o dan (59.96±0.04)o. Hasil ini masih lebih rendah dari hasil yang diharapkan. Nilai massa jenis kamba minimum dan maksimum sepuluh bahan aneka sumber karbohidrat nonpadi adalah (367.5±3.07) kg/m3 dan (540.86±1.21) kg/m3 dengan nilai rata-rata (461.82±57.38) kg/m3. Massa jenis kamba tepung beras Ciherang adalah (467.47±2.09) kg/m3. Massa jenis kamba hasil optimasi adalah 446.21 kg/m3 dan hasil uji laboratorium adalah (455.0±0.00) kg/m3. Massa jenis kamba tepung SRG mendekati nilai massa jenis kamba tepung beras Ciherang.
3.4 Kesimpulan Metode Linear Programming dapat digunakan dalam proses optimasi produksi SRG dengan mempertimbangkan fungsi tujuan (protein, amilosa dan derajat warna) dan fungsi kendala. Berdasarkan hasil optimasi, diperoleh komposisi tepung SRG yang terdiri dari 30% pati garut, 42% tepung talas beneng dan 28% tepung sorgum yang memiliki sifat fisikokimia mirip dengan tepung beras varietas Ciherang. Penelitian di masa depan masih diperlukan
23
untuk mengeksplorasi berbagai aneka sumber karbohidrat nonberas sebagai upaya untuk memproduksi bulir yang lebih mendekati sifat fisikokimia beras.
4 REKAYASA MESIN PENCETAK BULIR BERAS SIMULASI BERBAHAN BAKU CAMPURAN TEPUNG NONPADI2 4.1 Pendahuluan Indonesia mempunyai potensi yang besar baik dari segi jumlah maupun penyebaran aneka sumber karbohidrat seperti singkong, garut, ganyong, sukun, ubi jalar, jagung, talas, gembili, suweg, gadung, huwi sawu, kimpul, kentang jawa dan sagu. Dengan potensi 52 juta ha hutan, maka dapat dihasilkan 1560 juta ton per tahun bahan pangan (Suhardi et al. 1999). Indonesia juga memiliki keanekaragaman 77 jenis pangan sumber karbohidrat dan 26 jenis kacangkacangan (Kuswiyati et al. 1999). Dari tahun 1998 sampai 2010, sektor kehutanan telah memasok pangan dari areal seluas 16 juta hektar atau 6.3 juta ha per tahun. Dengan pola tumpang sari di sela pohon, sektor kehutanan mampu menghasilkan padi, jagung dan kedelai sebesar 9.4 juta ton/tahun (Hamzirwan 2011). Aneka sumber karbohidrat tersebut di atas mempunyai komponen dasar yang sama dengan beras. Dengan potensi tersebut, maka terdapat prospek yang baik untuk pengembangan alternatif sumber pangan pengganti beras. Di samping itu, kecenderungan menurunnya konsumsi beras per kapita dan meningkatnya konsumsi bahan makanan impor seperti terigu dan ubi-ubian menunjukkan bahwa diversifikasi pangan pada masyarakat sudah berjalan (Rangkuti 2009). Namun demikian perlu dicatat bahwa budaya masyarakat Indonesia menginterpretasikan makan sebagai makan nasi yang berasal dari beras (Haryadi 2008). Oleh sebab itu, program pengembangan substitusi beras dilakukan untuk memperoleh bahan dengan sifat fisikokima dan bentuk yang seperti beras. Beras artifisial yang menyerupai beras telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras (Kurachi 1995). Bulir menyerupai beras yang dikenal dengan simulated rice grain (SRG) telah dilakukan dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996), sementara pendekatan optimasi penyusunan formula untuk bahan bulir beras SRG yang mempunyai sifat fisikokima beras telah dibuat dari pati garut, tepung tales dan tepung sorgum (Hendrawan et al. 2015). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2
Dipublikasikan pada Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33(3). ISSN: 0216-4329 pada September 2015 dengan judul Rekayasa Mesin Pencetak Butir Beras Simulasi dari Materi Tanaman Hutan.
24
2012). Pembentukan granular butiran beras artifisial optimum dilakukan dengan menggunakan twin screw pada pengaturan putaran screw, temperatur screw, penambahan Gliseril Mono Stearat dan kombinasi steaming (Herawati et al. 2013). Menurut Hagenimana et al. (2006), daya serap air granular dipengaruhi oleh kecepatan screw, temperatur screw dan kadar air pada saat pembentukan granular menggunakan double screw. Pembentukan bulir dalam menghasilkan beras artifisial telah dilakukan dengan menggunakan roll-type granulator (Kurachi 1995). Pembentukan bulir beras SRG akan didekati seperti pada proses pencetakan tablet. Besarnya tekanan pengepresan, waktu tekan, penambahan pati terpregelatinisasi akan mempengaruhi kekerasan tablet dan waktu larut (Nariswara et al. 2013). Proses pembentukan bulir didekati dengan parameter dimensi bulir, sifat bahan penyusun, rasio pemadatan dan lama tekan agar dihasilkan bulir yang mendekati sifat-sifat fisik beras. Penelitian ini bertujuan untuk merekayasa mesin SRG yang mampu menghasilkan bulir beras dengan sifat fisikokimia seperti beras. 4.2
Bahan dan Metode
4.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 9 bulan terhitung dari bulan Maret sampai November 2013 di Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan; Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Kementerian Pertanian Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan 1) mengukur sifat fisik bulir beras dan tepung beras varietas Ciherang serta tepung dari aneka sumber karbohidrat nonpadi, 2) merancang bangun mesin pencetak SRG, rancangan fungsional dan struktural serta 3) uji kinerja mesin SRG. 4.2.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam proses perancangan antara lain perlengkapan pengelasan, mesin bubut, bor, gerinda, gergaji, peralatan bengkel dan sistem kontrol yang dilengkapi dengan mikroprosessor AT-Mega 256. Bahan yang digunakan adalah bahan besi baja, stainless steel, besi plat dan kawat las. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pati garut (Maranta arundinacea Linn), pati ganyong (Canna edulis KERR.), pati sagu (Metroxylon sagu Rottb.), pati aren (Arenga pinnata Merr), tepung tales beneng (Xantoshma undipes K.Koch), tepung ubi jalar putih (Ipomoea batatas Poir), tepung tapioka (Manihot utilissima Pohl.), tepung jagung putih (Zea mays L.), tepung sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) varietas Nambu dan tepung sukun (Artocarpus communis Forst). Campuran bahan bulir beras SRG terdiri dari 30% pati garut, 42% tepung tales beneng dan 28% tepung sorgum dan beras (Oryza sativa L.) varietas Ciherang. Semua bahan dalam bentuk tepung diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 120 mesh.
25
Karakteristik/sifat fisik beras dan bulir SRG yang diukur adalah dimensi bulir, massa jenis kamba, kekerasan bulir. Untuk tepung/pati, tepung beras Ciherang dan bahan SRG dilakukan pengukuran sudut luncur dan massa jenis kamba (Hartoyo et al. 2006). 4.2.3 Pendekatan Teknis Rancangan Mesin Pencetak SRG Kriteria Perancangan Kriteria perancangan mesin pencetak SRG antara lain: a) mesin pencetak mampu menghasilkan bulir seperti beras baik dari segi dimensi, massa jenis dan kekuatan, b) campuran bahan berbentuk tepung mampu mensuplai dan mengumpan dengan lancar pada lubang pencetakan, c) bulir mampu bergulir melalui lubang keluaran setelah proses pencetakan bahan selesai, d) mesin pencetak mempunyai pengatur lama tekan dan e) mesin pencetak dilengkapi pemanas pada bantalan ruang cetak dengan temperatur yang dapat diatur. Parameter Model Matematika untuk Analisis Perancangan mesin pencetak SRG dilakukan melalui pendekatan pembuatan tablet dengan memperhatikan parameter-parameter seperti pada Tabel 4.1 dan dengan model matematika Persamaan 26-34. Hasil analisis desain disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.1 Parameter yang diformulasikan No 1 2 3 4 5 6 7 8
K ag
Parameter (Parameter) Massa jenis bahan a,b,c, gabungan Kadar air bahan a,b,c, gabungan Volume gabungan bahan, 1 bahan bulir, 1 granular Massa granular Jumlah granular Perbandingan volume Kapasitas Sudut luncur bahan a,g
K
m K m K m . aa a ab b ac c m m m a b c
m m m . b b c c . g a a m m m a b c
m g ma m mc b
Simbol (unit) ρa, ρb, ρc, ρg Kaa, Kab, Kac, Kag Vg,V1g,V1b Mg Jb Comp Kap Ab,Αg
(26)
(27)
(28)
26
Vg
J b
m 1 l g t
.
(29)
m 1 l . g t . m 1g
(30)
g
V g V1g J b
(31)
4 V (l 2 a).(l b). 1b 3
(32)
V comp 1b V 1g
(33)
kap (rpm) J p J .(60). h
(34)
Tabel 4.2 Hasil analisis untuk rancang bangun mesin SRG No
Yang dianalisis
Hasil analisis
Keterangan perhitungan
Pers.
1
Menghitung kadar air total
12 %
Kaa=Kab=Kac=12 persen, ma=mb=mc= 10 kg
(26)
2
Menghitung massa jenis campuran Menghitung massa gabungan Menghitung volume bahan yang telah dicampur untuk di tekan Menghitung jumlah bulir dari bahan campuran Menghitung volume bahan baku untuk 1 bulir/granular Menghitung volume 1 bulir beras simulasi
1300 kg/m3 30 kg
ρa=1200 kg/m3, ρb=1200 kg/m3, ρc=1200 kg/m3,
(27)
3 4
5
6
7
0.022165 m3
(28) Asumsi tercecer 2 %
1,225,000 mg1=0.024 g Bulir 0.01846 cm3 0.012571 cm3
(29)
(30)
(31)
a=1 mm ( 0.5 x lebar beras) b= 3 mm (0.5 x panjang beras)
(32)
27
Tabel 4.2 Hasil analisis untuk rancang bangun mesin SRG (lanjutan) No
8
Yang dianalisis
11
Menghitung pemadatan antara volume bahan menjadi volume 1 bulir Menghitung kapasitas mesin pencetak bulir beras simulasi Angle of repose bahan campuran dan bulir Diameter bulir
12
Panjang bulir
13 14 15
Frekuensi tekan Jumlah penekan Jumlah hopper
9
10
Hasil analisis
Keterangan perhitungan
1.468
2400 bulir/jam
Pers.
(33)
Jp=1, Jh = 1
(34)
Sudut curah dari bahan yang digunakan 2 mm 6 mm
Tebal beras ukuran sedang Panjang beras ukuran sedang
40/menit 1 1
Rancangan Fungsional dan Struktural Mesin Pencetak SRG Proses rekayasa mesin pencetak SRG didasarkan pada hasil analisis desain yang telah dilakukan (Tabel 4.2). Untuk menghasilkan mesin yang sesuai dengan fungsi dan tujuannya, maka rancangan fungsional dan struktural adalah sebagai berikut Rancangan fungsional mesin SRG terdiri dari bagian bagian yang mempunyai fungsi sebagai berikut 1) frame atau rangka berfungsi sebagai landasan untuk meletakkan unit press dan menahan seluruh komponen mesin, 2) Press unit assy merupakan bagian utama dari mesin pencetak bulir simulasi yang berfungsi dalam proses pencetakan bulir, 3) cylinder berfungsi sebagai tenaga utama untuk mendorong punch pada unit press assy, 4) hopper assy berfungsi untuk meletakkan dan mensuplai campuran tepung pada bagian die pada bushing , 5) control box berfungsi untuk meletakan panel- panel sistem elektrik, pada bagian ini diletakkan saklan power, saklar on/ off, lampu power, lampu on/ off dan saklar darurat. Saklar darurat dipergunakan untuk memutus aliran listrik ke sistem mesin pencetak bulir beras simulasi dengan cepat pada keadaan darurat terjadi saat mesin sedang dioprasikan, 6) air service unit berfungsi untuk mengatur udara sehingga dapat memberikan tekanan yang berbeda-beda pada unit silinder, 8) cover berfungsi untuk menutup bagian frame dan 7) unit kompressor berfungsi untuk menyediakan sumber tenaga fluida yang akan disupplai pada air service unit.
28
Sesuai dengan fungsinya maka rancangan struktural mesin SRG dibuat sebagai berikut: 1. Rangka berdimensi 930 mm x 500 mm x 500 mm terbuat dari SS41 dengan pengelasan antar sambungan menggunakan argon. Ketelitian diperlukan dalam proses pengeboran landasan unit press yang akan dipasang menggunakan baut dan mur. 2. Press unit assy adalah bagian utama yang memerlukan ketelitian tinggi dan harus dipasang pada poros yang tepat. Unit ini terdiri dari 34 bagian yang dibuat menggunakan bahan SS41. Dalam penelitian ini, variasi press unit assy dilakukan pada bagian die pada punch dan die pada bushing dimana dimensinya akan disesuaikan dengan dimensi dan tingkat kepadatan dari bulir yang akan dicetak.Pada bantalan Press unit assy ini dilengkapi dengan pemanas 3. Cylinder bertenaga hidrolik dengan fluida udara yang berkemampuan menyalurkan tenaga satu sampai maksimum 10 MPa. 4. Hopper assy terdiri dari lima bagian utama yaitu hopper holder, hopper guide, hopper, hopper extract dan guide pin. Material yang digunakan untuk membuat unit ini terbuat dari SUS dan SS41. Titik kritis dalam desain ini terletak pada desain hopper dan hopper extract yang harus memperhatikan angle of repose bahan campuran tepung yang akan dicetak menjadi bulir. 5. Control box berdimensi 40 x 60 x 15 cm diletakkan di samping mesin pencetak bulir simulasi dan mudah dijangkau pada saat mesin dioperasikan. Control box dilengkapi penutup sebagai pengaman sistim elektrik termasuk didalamnya sistim kontrol. 6. Air service unit merupakan penyalur tenaga fluida dari unit kompresor ke unit silinder dan mampu memberikan tekanan yang berbeda-beda pada unit silinder. Dengan demikian, perlakuan tekanan yang diberikan pada saat pencetakan dapat diatur berbeda-beda mulai dari 1 bar sampai dengan 10 MPa. 7. Cover mempunyai dimensi 810 x 504 x 502 mm dan terbuat dari material SUS 8. Compressor unit yang digunakan berkekuatan ¾ HP dan mampu dioperasikan pada 180 kg/cm2. Sumber tenaga fluida yang dihasilkan akan disalurkan air service unit. Dengan mendasarkan pada kriteria desain dan desain fungsional dan structural , maka penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan bulir yang sesuai dengan konsep desain mesin pencetak SRG. Adapun konsep desain mesin pencetak SRG adalah bahan tepung campuran dapat meluncur dari hopper menuju ruang pencetak, saat ruang telah terisi bahan maka silinder, bagian pensuplai akan meninggalkan ruang pencetak, untuk selanjutnya proses pencetakan dilakukan. Sebelum proses pencetakan dapat diatur rasio pemadatan yaitu kedalam ruang cetak yang mampu diisi oleh bahan yang nantinya akan dipadatkan sampai mendekati ketebalan bulir yang diinginkan (Lampiran 1.bagian press unit Assy) , lama pencetakan dan besar tekanan yang diberikan. Pada saat proses pencetakan selesai dilakukan, bagian die akan mengeluarkan bulir beras simulasi. Proses pencetakan dapat dilakukan berulang sehingga pensuplai akan mengisi ruang pencetak kembali sambil mendorong bulir yang
29
telah dihasilkan. Gambar piktorial dengan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
2 .
4.1
Keterangan gambar 1.Frame/Rangka 2.Press unit (2.1. Ruang cetak) 3. Silinder 4. Hopper 4.1.Saluran pengumpan (sudut luncur) 5. Control Box 6.Air Service Unit 7. Cover
Gambar 4.1 Gambar piktorial mesin SRG
4.3
Hasil dan Pembahasan
4.3.1 Sifat Fisik Bulir dan Tepung Beras Varietas Ciherang dan Tepung Aneka Sumber Karbohidrat Data fisik bulir beras dan aneka sumber karbohidrat non beras digunakan dalam menentukan panjang dan lebar lubang pencetak, tekanan yang akan diberikan pada bahan tepung yang akan dicetak serta sudut luncur tepung yang harus mampu masuk pada lubang pencetakan. Dari hasil pengukuran sifat fisik bulir beras varietas Ciherang, diperoleh data sebagai berikut: rata-rata panjang (6.8±0.4) mm dan lebar (2.2±0.2) mm sehingga masuk katagori beras panjang dengan ratio lonjong dalam skala USDA (Haryadi 2008). Kekerasan bulir (62±12) N dan massa jenis bulir beras 780 kg/m3. Sifat fisik beras varietas Ciherang dalam bentuk tepung adalah: sudut luncur (42.85±0.99)o, indeks warna (92.13±0.13)% dan massa jenis kamba (467.47±2.09) kg/m3. Sementara itu, sepuluh aneka sumber karbohidrat nonpadi menujukkan rata-rata sudut luncur (39.38±7.80)o, indeks warna (73.13±12.03)%, dan massa jenis kamba (461.82±57.3) kg/m3. Sudut luncur dan massa jenis aneka sumber karbohidarat serta bahan tepung campuran dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa sudut
30
luncur minimum bahan pangan nonpadi terdapat pada tepung tapioka (25.34 o) dan sudut luncur maksimum terdapat pada tepung sorgum (50.46 o). Sementara itu, sudut luncur bahan SRG sebesar (32.89±0.61)o. Tabel 4.3 Sudut luncur dan massa jenis kamba aneka sumber karbohidrat Aneka sumber karbohidrat Pati garut Pati ganyong Pati sagu Pati aren Tepung tales beneng Tepung ubi jalar putih Tepung tapioka Tepung jagung putih Tepung sorgum Tepung sukun Tepung beras ciherang Bahan bulir SRG
Sudut luncur (o) 35.09±0.44 45.27±3.04 41.47±0.65 40.08±0.01 34.27±0.05 32.48±0.33 25.34±4.86 49.16±1.14 50.46±1.00 40.16±0.54 42.85±0.99 33.7±1.27
Massa jenis kamba (kg/m3) 514.21±10.51 497.99±5.26 498.68±4.09 540.86±1.21 396.32±0.09 487.20±3.02 467.70±0.47 399.08±5.86 448.65±1.72 367.50±3.07 467.47±2.09 455± 0.00
4.3.2 Hasil Rancangan Mesin Pencetak SRG Berdasarkan pada kriteria perancangan mesin pencetak SRG, hasil analisis rancang bangun mesin pencetak SRG (Tabel 4.2) dan sifat fisik bahan maka dihasilkan mesin pencetak SRG seperti tersaji pada Gambar 4.2. Bagian utama dan gambar piktorial mesin pencetak SRG disajikan pada Gambar 4.2 dan Lampiran 1.
Gambar 4.2 Hasil rancang bangun mesin pencetak SRG Untuk memenuhi kriteria perancangan mesin pencetak SRG pada dimensi, massa jenis dan kekerasan bulir, maka: 1. Dimensi tempat pencetakan SRG mempunyai panjang 6.8 mm, lebar 2.2 mm dan kedalaman 5.06 mm (Gambar 4.3a). Kedalaman 5.06 mm merupakan perkalian dari hasil pengukuran tebal beras varietas Ciherang sebesar
31
(2.2±0.2) mm dengan faktor rasio pemampatan sebesar 2.3. Rasio pemampatan ini dapat diatur dari 1.9 sampai 2.3 (Gambar 4.3c). 2. Pemenuhan kriteria massa jenis dan kekerasan bulir memperhatikan kedalaman ruang cetak dan alat penekan yang memiliki kemampuan tekan sebesar 600 N (Gambar 4.3b). Sebagai upaya untuk memenuhi kriteria perancangan mesin pencetak SRG, maka sudut luncur diatur sehingga terjadi pengumpanan bahan pembuat SRG dari hopper ke ruang pencetak (Gambar 4.3f). Di dalam penelitian ini, sudut luncur diatur pada nilai minimum sampai dengan maksimum tepung berbahan nonpadi (Tabel 4.3) yaitu pada (25.34±4.86)o sampai dengan (50.46±1.00)o. Pengaturan optimum sudut luncur diperoleh jika menggunakan bahan SRG sebesar (32.89±0.99)o.
Gambar 4.3 Bagian utama mesin pencetak SRG (a) lubang pencetak (die), (b) penekan (Punch), (c) pengatur rasio pemadatan, (d) pengatur tekanan, (e) pengatur temperatur ruang cetak dan (f) hopper yang dilengkapi dengan pengaturan sudut pengumpan Pengaturan sudut pengumpanan bahan dari hopper ke ruang cetak bulir sangatlah penting apabila bahan mempunyai kadar air yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan ikatan kohesifitas antar partikel tepung, khususnya antar lapisan partikel yang mempunyai sifat ikatan agloromerasi secara spontan pada partikel tepung. Untuk mengakomodasi sudut luncur yang berbeda pada setiap bahan campuran, mesin pencetak SRG dilengkapi dengan pengatur sudut luncur sampai 70o (Gambar 4.3f). Pemberian sumber tekanan maksimum 10 MPa (Gambar 4.3d), selain mampu menghasilkan tekanan 600 N pada saat proses pencetakan juga mampu menghasilkan efek balik pengeluaran pada bulir yang dihasilkan pada saat
32
proses pencetakan dilakukan. Mekanisme ini akan mempermudah bulir keluar dari ruang pencetakan setelah proses pembentukan bulir selesai dilakukan. Untuk memberikan waktu pengikatan partikel tepung maka mesin pencetak bulir SRG telah dilengkapi dengan lama tekan yang dapat diatur antara 0-5 detik. Dengan waktu pengaturan lama tekan 2 detik yang secara aktual membutuhkan waktu proses selama 4 detik maka kapasitas mesin hanya mampu mencetak 900 bulir/jam. Mesin SRG dilengkapi pemanas pada bantalan ruang cetak dengan pengaturan temperatur 25-80 oC (Gambar 4.3e). Pengaturan ini dilakukan untuk persiapan proses terjadinya gelatinisasi pada bahan yang akan dicetak. Menurut Haryadi (2008), suhu gelatinisasi pati beras dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu beras bersuhu gelatinisasi rendah (70 oC), sedang (70-74 oC) dan tinggi (74 oC). Prosedur pengoperasian mesin pencetak bulir SRG yang telah dirancang adalah a) menghidupkan power untuk menghidupkan kompresor, sistim mekanik dan sistem kontrol, b) melakukan pengaturan besarnya tekanan, lama tekan serta pilihan manual setiap proses atau sistem pencetakan secara terus menerus, c) masukkan bahan SRG pada hopper, dan d) mesin pencetak bahan SRG siap beroperasi. 4.3.3 Hasil Uji Fungsional Mesin Pencetak SRG Mesin pencetak SRG menghasilkan panjang bulir yang lebih panjang dari pada bulir beras varietas Ciherang. Kondisi serrupa juga diperlihatkan pada pengujian tebal bulir dimana bulir SRG lebih tebal dibandingkan dengan bulir beras varietas Ciherang. Berdasarkan perhitungan, rasio bulir beras SRG adalah 2.5 sedangkan bulir beras varietas Ciherang adalah 3.1. Berdasarkan standar USDA (Haryadi 2008) bulir SRG masuk dalam kategori agak bulat sementara beras varietas Ciherang masuk dalam kategori beras lonjong. Sebagai upaya memenuhi standar USDA, panjang lubang pencetakan dikurangi 3 mm dan kedalaman ruang cetak diatur rasio pemampatannya (Gambar 4.3c). Berdasarkan modifikasi tersebut maka dapat dihasilkan tebal bulir SRG mendekati 2.2 mm dan rasio bulir 3.1. Berdasarkan pengujian, massa jenis bulir SRG lebih rendah daripada bulir beras varietas Ciherang (Tabel 4.4). Massa jenis bulir SRG ditentukan oleh pengaturan rasio pemampatan sebesar 1.9 (ketebalan ruang yang berisi tepung setebal 4.1 mm akan dikompres menjadi 2.2 mm), 2.1 dan 2.3. Pemberian rasio pemampatan 1.9 sampai 2.3 akan menghasilkan kisaran massa jenis sebesar 620 sampai 770 kg/m3. Rasio pemadatan pada proses pencetakan menghasilkan bobot per 1000 butir seperti disajikan pada Tabel 4.4. Dengan rasio pemampatan 1.9 menghasilkan bobot 17.5 g/1000 butir, sedangkan pengoperasian mesin pencetak pada rasio pemampatan 2.3 akan menghasilkan massa jenis seperti beras varietas Ciherang. Hasil pengukuran uji kekerasan terhadap bulir SRG adalah 0.1-2 N. Nilai ini masih jauh dari nilai kekerasan bulir beras varietas Ciherang (Tabel 4.4). Kekerasan bulir SRG yang masih rendah mengakibatkan bulir masih rapuh. Pemberian tekanan lubang pencetakan sebesar 600 N belum mampu
33
meningkatkan tingkat kekerasan terhadap bulir yang dihasilkan. Peningkatan kekerasan SRG dapat dilakukan dengan peningkatan daya ikat antar partikel bahan penyusun dengan cara menambah kadar air bahan atau dengan penambahan pati terpregelatinisasi (Juhaeni et al. 2004) yang dapat meningkatkan capillary forces (Pietsch 1991 dalam Canovas 2005) serta dapat dilakukan pemberian tekanan optimum pada saat proses pencetakan dilakukan. Bulir yang dihasilkan mesin pencetak bulir SRG dan perbandingannya dengan bulir beras Ciherang dapat dilihat pada Gambar 4.4. Tabel 4.4 Perbandingan fisik bulir SRG dan beras varietas Ciherang Sifat fisik Panjang bulir (mm) Tebal bulir (mm) Rasio bulir Massa jenis bulir (kg/m3) Bobot per 1000 butir (g) Kekerasan bulir (N)
Bulir SRG
Bulir beras Ciherang
(7.1±0.4) (2.8±0.4) 2.5 620-770 17.5-29 0.1–2
(6.8±0.4) (2.2±0.2) 3.1 780 (26.3±0.1) (62.6±12.4)
Gambar 4.4 Bulir hasil mesin pencetak SRG dan beras varietas Ciherang
4.4 Kesimpulan Sifat fisik beras dan berbagai sumber karbohidrat nonpadi digunakan sebagai dasar untuk memenuhi kriteria desain mesin pencetak SRG. Sifat fisik beras varietas Ciherang mempunyai panjang (6.8±0.4) mm, lebar (2.2±0.2) mm, bentuk lonjong, kekerasan bulir (62.6±12) N, massa jenis bulir beras (780±0) kg/m3 dan bobot/1000 butir 27-28 g. Sifat fisik tepung beras varietas Ciherang mempunyai sudut luncur (42.85±0.99)° dan massa jenis kamba (467.47±2.09) kg/m3. Pati/tepung dari berbagai aneka sumber karbohidrat nonpadi menunjukkan rata-rata sudut luncur (39.38±7.80)o dan massa jenis kamba
34
(461.82±57.3) kg/m3. Bahan bulir SRG mempunyai sudut luncur (33.70±0.99) dan massa jenis kamba (455±0) kg/m3. Mesin pencetak bulir SRG mempunyai dimensi ruang pencetak 6.8 x 2.2 x 5.06 mm, rasio pemadatan 1.9-2.3, kekuatan tekan 600 N, Sudut pengumpan 70o, lama tekan pencetakan 0-5 detik, kapasitas 900 bulir/jam dan temperatur bantalan ruang cetak 25-80 oC. Pengujian mesin pencetak menghasilkan bulir SRG dengan panjang (7.1±0.4) mm, tebal (2.8±0.4) mm, bentuk agak bulat, kekerasan bulir 0.1-2 N, massa jenis kamba bulir 620-770 kg/m3 dan bobot per 1000 butir 17.5-29 g.
5
OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN BULIR HASIL MESIN PENCETAK SRG 5.1 Pendahuluan
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata sebesar 1.42 %/tahun (BPS 2014) harus ditopang dengan ketersediaan pangan yang memadai. Dengan asumsi terjadi penurunan laju jumlah penduduk sebesar 0.03 %/tahun maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2010, 2015 dan 2020 adalah 235, 249 juta dan 263 juta jiwa. Dengan asumsi perkiraan konsumsi beras sebesar 137 kg/kapita/tahun, maka dapat diproyeksikan konsumsi beras pada 3 tahun tersebut akan mencapai 32.13 juta ton, 34.12 juta ton dan 35.97 juta ton. Tekanan terhadap kebutuhan beras ini akan berkurang apabila diversifikasi konsumsi pangan berhasil dilaksanakan (DEPTAN 2008). Pemenuhan kebutuhan bahan makanan pokok dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi produk. Intensifikasi adalah suatu kegiatan meningkatkan produksi melalui peningkatan kemampuan kapasitas produksi per satuan luas lahan pertanian. Ekstensifikasi adalah suatu kegiatan meningkatkan produksi melalui peningkatan luas lahan pertanian. Diversifikasi produk adalah suatu kegiatan mencari alternatif bahan pengganti makanan pokok dalam hal ini mengganti beras dengan bahan pangan lain. Usaha diversifikasi produk makanan pokok di Indonesia memiliki potensi yang besar baik dari segi jumlah maupun penyebaran aneka sumber karbohidrat, seperti singkong, garut, ganyong, sukun, ubi jalar, jagung, talas, gembili, suweg, gadung, huwi sawu, kimpul, kentang jawa dan sagu. Dengan potensi 52 juta ha hutan, maka dapat dihasilkan 1560 juta ton/tahun bahan pangan (Suhardi et al. 1999). Indonesia juga memiliki keanekaragaman 77 jenis pangan sumber karbohidrat dan 26 jenis kacang-kacangan (Kuswiyati et al. 1999 dalam Suhardi et al. 1999). Dari tahun 1998 sampai 2010, sektor kehutanan telah memasok pangan dari areal seluas 16 juta hektar atau 6.3 juta ha per tahun. Dengan pola tumpang sari di sela pohon, sektor kehutanan mampu menghasilkan padi, jagung dan kedelai sebesar 9.4 juta ton per tahun (Hamzirwan 2011). Di samping potensi yang besar, usaha diversifikasi makanan pokok di luar beras juga sudah berjalan yang ditandai dengan adanya kecenderungan
35
menurunnya konsumsi beras per kapita serta meningkatnya konsumsi bahan makanan impor seperti terigu dan konsumsi ubi-ubian (Rangkuti 2009). Sebagai upaya untuk lebih mendorong pemanfaatan sumber aneka karbohidrat nonpadi yang mampu menggantikan beras sebagai makanan pokok, perlu diperhatikan bentuk bulir dan sifat fisikokimianya, sehingga mampu diinterprestasikan sebagai makan nasi yang berasal dari beras (Haryadi 2008). Beberapa penelitian pengembangan bulir yang mendekati sifat fisikokima beras telah dilakukan dengan berbagai formulasi bahan baku, teknologi proses serta mesin yang digunakan. Beras artifisial telah diproduksi dari berbagai sumber tepung dengan introduksi penambahan nutrien dan flavor yang tidak terdapat pada beras dengan menggunakan roll-type granular (Kurachi 1995). Pengembangan bulir menyerupai beras yang dikenal dengan simulated rice grain telah dilakukan dengan penambahan bahan fortifikasi Ferrous sulfate heptahydrate (FSH) melalui proses ekstrusi (Kapanidis et al. 1996). Teknologi ekstrusi dalam pembentukan bulir menyerupai beras telah dilakukan dengan bahan tepung beras (Mishra et al. 2012). Beras analog dibuat dengan ekstruder ulir ganda dengan komposisi tepung jagung, tepung sorgum, pati jagung, sagu aren, Gliseril Mono Stearat dan air (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Pembentukan granular butiran beras artifisial optimal dilakukan pada penggunaan mesin twin screw dengan pengaturan putaran screw, temperatur screw, penambahan GMS dan kombinasi steaming (Herawati et al. 2013). Beras analog berbahan baku singkong, jagung dan sagu aren dibentuk dengan mesin twin roll pada suhu optimum 77 oC, kadar air 52% serta waktu pemasakan 20 menit (Gultom et al. 2014) Beberapa penelitian untuk mendapatkan sifat bulir yang mendekati sifat fisik beras juga telah dilakukan. Pengujian fisik terhadap beras mutiara menunjukkan bahwa rasio tepung dan pati memberikan pengaruh terhadap daya serap air dan rendemen serta tidak berpengaruh terhadap densitas kamba dan bobot 1000 butir (Herawati dan Widowati 2009). Pengujian fisik nasi beras analog dari campuran tepung jagung pulut, jagung putih lokal dan pati sagu menunjukkan waktu pemasakan dan laju kehilangan air tidak berbeda nyata, sementara derajat putih nasi beras lebih putih dari beras analog (Noviasari et al. 2013). Hasil pengujian terhadap beras analog yang terbuat dari campuran ampas tahu, tepung mocaf, tepung maizena menghasilkan pengembangan volume 142.58 %, waktu pemasakan 12.45 menit dan derajat warna 59.75% (Yuwono dan Zulfiah 2015). Pada pengujian fisik beras analog hasil campuran sorgum, tepung jagung, pati jagung, sagu aren, air dan Gliseril Mono Stearat dengan presentasi campuran yang sama serta tepung varietas sorgum (Pahat dan Numbu) menghasilkan derajat warna, densitas kamba, dan bobot per 1000 butir yang berbeda nyata (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Sementara itu, densitas kamba dan bobot per 1000 butir menghasilkan nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan beras IR 64 (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi karakteristik sifat fisik bulir yang dihasilkan oleh mesin simulated rice grain (SRG) dari bahan campuran aneka sumber karbohidrat nonpadi dengan menggunakan Response Surface Methodology.
36
5.2 Metode Penelitian 5.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan terhitung dari bulan November 2013 sampai dengan Februari 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan; Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Kemeterian Pertanian RI. 5.2.2 Bahan dan Alat SRG dibuat dari campuran 30% pati garut (Maranta arundinacea Linn), 42% tepung tales beneng (Xantoshma undipes K.Koch) dan 28% tepung sorgum (Sorghum bicolor) varietas Numbu. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah mesin pencetak SRG, alat pengering kabinet dan Chromameter CR300 minolta. 5.2.3 Proses Pembuatan SRG Mesin pencetak SRG diuji dengan perlakuan lama tekan 2, 3.5 dan 5 detik. Rasio pemadatan 1.9, 2.1, dan 2.3, dan Bahan baku SRG dengan kadar air 12, 14 dan 16% bk. Bulir SRG yang dihasilkan dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet sampai mencapai kadar air 12% bk. 5.2.4 Analisis Bulir SRG Massa jenis kamba diukur dengan cara memasukkan bulir ke dalam gelas ukur sampai volume tertentu tanpa dipadatkan kemudian bulir ditimbang. Massa jenis kamba dihitung dengan cara membagi berat bulir dengan volume ruang yang ditempati. Massa jenis kamba dinyatakan dengan kg/m3 (Hartoyo dan Sunandar 2006). Rasio resapan air (water uptake) diukur dengan menggunakan 2 g sampel bulir yang dimasukan pada tabung berisi 20 ml air destilasi yang diletakan pada bak air mendidih selama 10 menit. Sampel kemudian ditiriskan dengan cara diletakkan pada kertas filter kemudian berat sampel ditimbang. Water uptake merupakan rasio antara berat bulir setelah dimasak dengan berat sampel sebelum dimasak (Haqim et al. 2013). Rasio L/B merupakan perbandingan antara panjang bulir dengan ketebalan bulir (Haqim et al. 2013). Derajat kecerahan diukur menggunakan Chromameter CR300 minolta dan kekerasan bulir yang dihasilkan diukur menggunakan Rheometer. 5.2.5 Desain Eksperimental dan Uji Model Persamaan Metoda Box-Behnken digunakan dalam melakukan analisis mengenai respon yang dipengaruhi oleh beberapa variabel. Level aktual variabel untuk
37
masing-masing eksperimen serta pengkodean desain eksperimen disajikan pada Tabel 5.1. Proses analisis statistik data hasil eksperimen menggunakan perangkat lunak minitab 17. Perangkat ini juga digunakan dalam melakukan prediksi model persamaan orde-2 untuk mengoptimalisasi variabel tidak bebas (Persamaan 35). Permukaan respon dan plot kontur untuk model ini diplot sebagai fungsi dari dua variabel sambil mempertahankan variabel lain pada tingkat yang optimum. 𝑌 = 𝑏𝑜 + ∑3𝑖=1 𝑏𝑖 𝑋𝑖 + ∑3𝑖=1 𝑏𝑖𝑖́ 𝑋𝑖2 + ∑ ∑3𝑖<𝑗=2 𝑏𝑖𝑗 𝑋𝑖 𝑋𝑗 (35) dimana: bo, bi, bii, bij merupakan koefisien untuk intersep, linier, quadratik dan efek interaksi sedangkan Xi, dan Xj merupakan variabel yang dikodekan.
Tabel 5.1 Kode level untuk 3 variabel bebas Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nilai kode X1a -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0 0 0 0 0 0 0
X2b -1 -1 +1 +1 0 0 0 0 -1 +1 -1 +1 0 0 0
Nilai actual X3c 0 0 0 0 -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0 0 0
Aa 2 5 2 5 2 5 2 5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Bb 1.9 1.9 2.3 2.3 2.1 2.1 2.1 2.1 1.9 2.3 1.9 2.3 2.1 2.1 2.1
Cc 14 14 14 14 12 12 16 16 12 12 16 16 14 14 14
a)
X1 dan A, lama tekan (detik) X2 dan B, rasio pemadatan c) X3 dan C, kadar air bahan (%,bk) b)
5.2.6 Validasi Model Persamaan Orde 2 Validasi merupakan tahap terakhir dalam pengembangan model untuk memeriksa model dengan meninjau keluaran model apakah sesuai dengan sistem nyata melalui konsistensi internal korespondensi dan representasi (Soemantri dan Thahir 2007). Validasi pada pemodelan ini dilakukan dengan membandingkan tingkah laku model dengan sistem nyata dengan uji Mean Absolute Percentage Error (MAPE). MAPE adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan persentase untuk mengetahui kesesuaian data hasil prakiraan dengan data akurat (Persamaan 36). Kriteria ketepatan model dengan
38
uji ini adalah MAPE < 5 % sangat tepat, 5 <MAPE< 10 % tepat dan MAPE > 10 % tidak tepat. 1
𝑛
|Xm −Xd |
𝑀𝐴𝑃𝐸 = n ∑
𝑛=1
Xd
x 100 %
(36)
dimana Xm = data hasil simulasi, X d = data aktual, dan n = periode/banyaknya data
5.3 Hasil dan Pembahasan 5.3.1 Analisis dan Validasi Model Hasil analisa sifat fisik yang dijadikan dasar dalam pengolahan data menggunakan RSM dapat dilihat pada Tabel 5.2. Hasil analisis statistik, koefisien regresi, prediksi model persamaan orde 2 serta nilai validasi terhadap ketepatan model yang dihasilkan untuk massa jenis kamba, kekerasan bulir, water uptake, rasio L/B dan derajat kecerahan bulir dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan 5.3. Detil hasil analysis of variance disajikan pada Lampiran 3. Tabel 5.2 Hasil analisis sifat fisik SRG Run X1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 a
a
2 5 2 5 2 5 2 5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
X2
b
1.9 1.9 2.3 2.3 2.1 2.1 2.1 2.1 1.9 2.3 1.9 2.3 2.1 2.1 2.1
X3
c
14 14 14 14 12 12 16 16 12 12 16 16 14 14 14
Massa Kekerasan jenis, bulir (N) (kg/m3) 770 1.1 750 0.9 685 0.2 640 0.6 685 0.5 680 0.2 670 0.5 620 0.8 620 0.2 680 0.8 700 0.7 725 1.0 615 0.8 620 0.6 600 0.8
Water uptake (g/g) 2.50 2.33 2.40 2.45 2.35 2.60 2.50 2.38 2.85 2.73 2.90 2.53 2.55 2.60 2.75
Rasio L/B 3.78 3.65 3.15 3.25 3.50 3.46 3.59 3.55 3.88 3.58 3.97 3.46 3.32 3.52 3.44
lama tekan (detik), b rasio pemadatan, dan c kadar air (%, bk)
Derajat kecerahan (%) 76.7 77.6 80.5 77.1 78.0 79.5 77.6 77.3 80.7 78.0 79.1 77.3 79.8 79.6 80.7
39
Tabel 5.3 Prediksi model persamaan dan nilai MAPE Respon
R2(%)
Persamaan
F
MAPE (%)
Y1(massa jenis kamba)
6986-41A-5836B– 15C+18.2A2+1464 B2 +2.76 C2 20.8AB-3.75AC -21.9BC
(37)
59.70
0.82
4.16
Y2(kekeras an bulir)
1.5-1.41A-6.7B+1.2C-0.0463A2 +1.77B2-0.0323C2+0.500AB+ 0.0500AC-0.188BC
(38)
48.64 3
0.48
42.61
Y3 (water uptake)
5.46+0.834A-2.92B-0.116C0.1130A2+0.99B2 +0.0193C2+0.187AB-0.0313AC0.156BC
(39)
85.51
3.28
2.37
Y4(rasio L/B)
24.17-0.164A-11.77B-0.994C0.0361A2+2.82B2 +0.0458C2+0.192AB+0.0003AC0.134BC
(40)
95.18
10.98
1.53
Y5 (derajat kecerahan)
-42+13.67A+75.9B+3.14 C-0.600 A2-17.1 B2-0.146 C2-3.59AB0.146AC+0.55BC
(41)
64.19
1.00
0.97
Massa jenis kamba signifikan (P<0.1) untuk kuadratik pada B2. Analisis lack of fit menunjukkan kurang siginfikan dalam keterwakilan data yang diakibatkan oleh menyimpangnya data nomor 9 dan 12. Uji validasi ketepatan model menghasilkan nilai MAPE sebesar 4.16%. Hal ini menunjukkan bahwa Persamaan 37 dapat digunakan untuk memprediksi besarnya massa jenis kamba melalui pendekatan lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan. Kekerasan bulir tidak signifikan terhadap semua respon yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sangat rendah walaupun keterwakilan data signifikan (P>0.05). Akan tetapi, hasil validasi dengan uji MAPE model persamaan yang dihasilkan untuk memprediksi tingkat kekerasan bulir tidak tepat karena nilai MAPE diatas >10%. Water uptake signifikan pada p<0.10 dan nilai regresi mencapai 85% yang menunjukkan bahwa water uptake dipengaruhi oleh lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan dan lebih banyak ditentukan oleh kuadratik baik A2, B2, dan C2. Akan tetapi tidak signifikan untuk interaksi AB, AC dan BC. Keterwakilan data menunjukan signifikan, sementara uji validasi ketepatan model Persamaan 39 menghasilkan model sangat tepat dengan nilai MAPE mencapai 2.59%. Rasio L/B sangat signifikan dengan P<0.05 terhadap model, signifikan untuk linier hanya pada B, dan signifikan untuk model kuadratik hanya pada A2. Keterwakilan data signifikan dan hasil uji validasi sebesar 1.53% sehingga masuk ke dalam kategori sangat tepat. Derajat kecerahan tidak signifikan untuk model Persamaan 40, baik untuk linier, kuadratik maupun interaksi antar respon. Keterwakilan data pada model signifikan, sementara untuk menduga tingkat validasi model diperoleh MAPE
40
sangat tepat (MAPE<5%). Oleh karena itu derajat kecerahan bulir dapat diprediksi menggunakan Persamaan 36. 5.3.2 Massa Jenis Kamba Persamaan 37 (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa Y1 tidak signifikan terhadap respon, koefisien negatif terjadi pada linier (A, B dan C) serta interaksi (AB, AC dan BC) yang dapat mengakibatkan turunnya nilai Y1. Pada kuadratik (A2, B2 dan C2) mempunyai koefisien positif yang mengakibatkan meningkatnya nilai Y1. Massa jenis kamba SRG menghasilkan nilai maksimum pada kadar air Surface Plot of Massa jenis kamba(kg/m3) vs Rasio pemampatan, Kadar ai rendah dengan rasio pemadatan tinggi atau pada kadar air tinggi dengan rasio pemadatan rendah (Gambar 5.1). Selain itu, massa Hold jenis kamba SRG Values Lama tekan(detik) 3.5 menghasilkan nilai maksimum pada kadar air tinggi dengan lama tekan paling rendah (Gambar 5.2). Contour Plot of Massa jenis kamb vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
2.16
1 2 .0
1.98
680 640 600
Rasio pemampatan
2.22
2.22
Rasio pemadatan
720
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.10
2.30 2.04
2 .1 5
2.16
2.04
1.98
1.92
Rasio pemadatan
15.0
1.92
12.5
12.5
13.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
1 6 .5
Kadar air (%,bk)
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.10
2 .0 0
1 3 .5
Massa jenis kamba(kg/m3) < 620 620 – 640 640 – 660 660 – 680 680 – 700 > 700
2.28
Massa jenis kamba(kg/m3) < 620 620 – 640 640 – 660 660 – 680 680 – 700 > 700
2.28
Rasio pemadatan
Massa jenis kamba (kg/m3)
Contour Plot of Massa jenis kamb vs Rasio pemadatan, Kadar air(%,bk)
Kadar air (%,bk)
14.5
15.5
(b)
(a)Kadar air(%,bk)
Surface Plot of Massa jenis kamba(kg/m3) vs Lama tekan(detik), Kadar a Gambar 5.1 Grafik 3D optimasi massa jenis kamba bulir SRG terhadap rasio Hold Values pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Rasio pemampatan 2.1
Contour Plot of Massa jenis kamb vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk) 5.0
4.5
700
650
600 12.0
4.0
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.5
5 4
3.0
3 2.513.5
15.0
Kadar air (%,bk) 2.0 12.5
13.5
14.5
(a) Kadar air(%,bk)
4.0
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.5
3.0
2.5
Lama tekan(detik) 2.0
2
16.5
Massa jenis kamba(kg/m3) < 620 620 – 640 640 – 660 660 – 680 > 680
4.5
Lama tekan(detik)
Massa jenis kamba(kg/m3) < 620 620 – 640 640 – 660 660 – 680 > 680
Lama tekan (detik)
5.0
Lama tekan(detik)
Massa jenis kamba (kg/m3)
Contour Plot of Massa jenis kamb vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk) Kadar air (%,bk) 15.5
(b)
Gambar 5.2 Grafik 3D optimasi massa jenis kamba bulir SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Massa jenis kamba maksimum sebesar 684.4 kg/m3 pada lama tekan 4 detik, rasio pemadatan 1.9 dan pada kadar air 12%. Massa jenis kamba SRG
41
untuk berbagai perlakuan mempunyai nilai sebesar 600-770 kg/m3 dengan massa jenis kamba yang maksimum sebesar 684.4 kg/m3. Nilai ini mendekati massa jenis kamba beras varietas Ciherang (780±0) kg/m3 dan lebih besar dari massa jenis kamba untuk beras analog yang pernah dihasilkan yaitu sebesar 591 kg/m3 (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Dengan respon lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan maka besarnya massa jenis kamba SRG dapat diprediksi dengan menggunakan Persamaan 37 dengan uji validasi sangat tepat menggunakan Persamaan 2 (Soemantri dan Thahir 2007). Dengan diketahuinya Persamaan 37 sebagai model maka massa jenis kamba akan dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan. 5.3.3 Kekerasan Bulir Persamaan 38 (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa Y2 tidak signifikan dengan respon yang diberikan. Koefisien negatif terjadi pada linier (A dan B), kuadratik (A2 dan C2) dan interaksi AC yang dapat mengakibatkan turunnya nilai Y 2, sedangkan pada linier C, kuadratik B2 dan interaksi AB dan AC mempunyai koefisien positif yang dapat meningkatkan nilai Y2. Kekerasan bulir SRG akan semakin meningkat dengan kadar air bahan dan rasio pemadatan yang lebih rendah (Gambar 5.3) dan akan semakin meningkat dengan meningkatnya lama tekan (Gambar 5.4). Kekerasan bulir SRG diperoleh sebesar 0.949 N pada lama tekan 3.36 detik, rasio pemampatan 1.9 dengan kadar air 15.8%. Kekerasan bulir SRG masih jauh dari kekerasan Surface Plot of Kekerasan bulir(N) vs Rasio pemadatan, Kadar air(%,bk) bulir beras varietas Ciherang sebesar (68±3.8) N serta beras analog hasil Hold Values pembentukan bulir dengan twin roll yaitu 21.4 NLama (Gultom tekan(detik) et 3.5 al. 2014). Contour Plot of Kekerasan bulir(N) vs Rasio pemadatan, Kadar air(%,bk)
2.10
2.04
1.98
1.92
1.0 0.8 0 .6
2 .3 0 2.15
0.4 12.0
13.5
2 .0 0 1 5 .0
Kadar air (%,bk)
(a)
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
1 6 .5
Rasio pemadatan
Kekerasan bulir(kg.f) < 0.05 – 0.06 – 0.07 – 0.08 – 0.09 > 0.09
2.28
0.05 0.06 0.07 0.08
2.22
Rasio pemampatan
2.16
Kekerasan bulir ( N )
Rasio pemadatan
2.22
Contour Plot of Kekerasan bulir( vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
Rasio pemadatan
Kekerasan bulir(N) < 0.5 0.5 – 0.6 0.6 – 0.7 0.7 – 0.8 0.8 – 0.9 > 0.9
2.28
2.16
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.10
2.04
1.98
1.92 12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
Kadar air (%,bk)
(b)
Gambar 5.3 Grafik 3D optimasi kekerasan bulir SRG terhadap rasio pemadatan 12.5 13.5 14.5 15.5 dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Kadar air(%,bk)
Surface Plot of Kekerasan bulir(kg.f) vs Lama tekan(detik), Kadar air( Hold Values Rasio pemampatan 2.1
42
Contour Plot of Kekerasan bulir( vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
Kekerasan bulir(kg.f) < 0.03 0.03 – 0.04 0.04 – 0.05 0.05 – 0.06 0.06 – 0.07 0.07 – 0.08 > 0.08
4.5
0.08
Lama tekan(detik)
Kekerasan bulir ( kg..f)
5.0
0 .0 6 0.04
4.0
3.5
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
5
3.0
4
0.02
Lama tekan(detik)
2.5
12.0
12.0 3.5
3 12.5
1 5 .0
Kadar air (%,bk)
13.5
16.5
14.5
Kadar air(%,bk)
2
5.0
Kekerasan bulir(kg.f) < 0.03 – 0.04 – 0.05 – 0.06 – 0.07 – 0.08 > 0.08
4.5
0.03 0.04 0.05 0.06 0.07
Lama tekan(detik) Lama tekan(detik) pemampatana
Contour Plot of Kekerasan bulir( vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
4.0
3.5
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.0
2.5
2.0
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
15.5
Kadar air (%,bk)
(b)
Gambar 5.4 Grafik 3D optimasi kekerasan bulir SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Usaha peningkatan kekerasan bulir dapat dilakukan dengan penggunaan bahan tepung yang terpregelatinisasi sebagai bahan campuran (Nariswara et al. 2013). Dengan pencampuran bahan yang terpregelatinisasi akan mampu memperkuat daya ikat antar partikel tepung (interlocking bonds) sedangkan penambahan kadar air akan mengalami kendala saat proses pengisian bahan campuran pada ruang cetak.. Usaha lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekerasan bulir yaitu dengan meningkatkan tekanan yang diberikan. Pada penelitian ini, tekanan maksimum yang diberikan adalah sebesar 5000 N/cm2. Menurut Nariswara et al. (2013), tekanan sebesar 12500 N/cm2 diberikan untuk lebih meningkatkan kekerasan tablet. Hasil uji validasi antara data aktual untuk berbagai perlakuan dengan data hasil pendugaan yang dihasilkan dari penggunaan Persamaan 38 menunjukkan hasil yang tidak tepat (MAPE>5) walaupun keterwakilan data menunjukan siginfikan untuk semua perlakuan. 5.3.4 Water Uptake Bulir Persamaan 39 (Tabel 5.3) menunjukkan besarnya Y3 tergantung terhadap ketiga respon yaitu lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air. Koefisien negatif terjadi pada linier (B dan C), pada kuadratik B2 dan interaksi AC dan BC yang akan menurunkan nilai Y3. Koefisien positif pada linier A, kuadratik A2 dan C2 serta interaksi AB dapat meningkatkan nilai Y3. Water uptake bernilai maksimum terjadi pada kadar air rendah maupun tinggi dengan rasio pemadatan yang rendah. Water uptake juga akan bernilai maksimum pada kadar air rendah dan rasio pemadatan tinggi (Gambar 5.5). Jika dilihat dari lama tekan, maka water uptake akan maksimum pada kadar air 16 % dengan lama tekan 3.18 detik dan rasio pemadatan 1.9 (Gambar 5.6). Nilai maksimum water uptake sebesar 3.84. Water uptake SRG lebih besar dari beras varietas Ciherang (2.0±0.21) g/g dan masih dibawah beras SRI yang sebesar 3.75 g/g (Haqim et al. 2013).
Surface Plot of water up take vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk) Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
Contour Plot of water up take vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
Contour Plot of water up take vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
Rasio pemampatan
Water uptake
2.22
2.8 2.7 2.6 1 2 .0
2.16
2.10
2 .3 0
2.04
1.92
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.00 1 5 .0
water up take < 2.60 – 2.65 – 2.70 – 2.75 – 2.80 > 2.80
2.28
2.60 2.65 2.70 2.75
2.22
2.16
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.10
2.04
1.98
2 .1 5
1.98
13.5
Rasio pemadatan Rasio pemampatan
water up take < 2.60 2.60 – 2.65 2.65 – 2.70 2.70 – 2.75 2.75 – 2.80 > 2.80
2.28
Rasio pemadatan
1.92 12.5
13.5
14.5
15.5
15.5
Kadar air(%,bk)
(a)
14.5
Kadar air(%,bk) Kadar air (%,bk)
16.5
12.5 13.5 Kadar air (%,bk)
43
(b)
Surface Plot of5.5 water up take vs Lama tekan(detik), air(%,bk) rasio Gambar Grafik 3D optimasi water uptake Kadar SRG terhadap
pemadatan
Values dan kadar air bahan (a) Plot surface,Rasio (b)Hold Plot countour pemampatan 2.1
Water uptake
5.0
water up take(g/g) < 2.4 2.4 – 2.5 2.5 – 2.6 2.6 – 2.7 > 2.7
Lama tekan(detik)
4.5
2 .7
4.0
2 .6
Hold Values Rasio pemadatan 2.1
3.5 2.5
5
2 .4
4
3.0
3
1 2 .0
13.5
2.5
2.0
1 5 .0
1 6 .5
Kadar air (%,bk)
12.5
13.5
(a)
14.5
Kadar air(%,bk)
2
Lama tekan(detik)
Contour Plot of water up take vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk) 5.0
Lama tekan(detik) Lama tekan (detik)
Contour Plot of water up take(g/ vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
water up take < 2.4 2.4 – 2.5 2.5 – 2.6 2.6 – 2.7 > 2.7
4.5
4.0
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.5
3.0
2.5
2.0
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
Kadar air (%,bk)
15.5
(b)
Gambar 5.6 Grafik 3D optimasi water uptake SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Hasil uji validasi antara data aktual untuk berbagai perlakuan dengan data hasil dugaan yang dihasilkan dari penggunaan Persamaan 39 menunjukkan hasil yang sangat tepat dengan nilai MAPE sebesar 2.37 dengan keterwakilan data menunjukkan signifikan untuk semua perlakuan. Peningkatan water uptake lebih ditentukan oleh besarnya rasio pemadatan. Water uptake akan semakin besar dengan semakin padatnya bulir yang dihasilkan karena semakin banyak partikel yang terkandung dalam bulir akibat pemadatan bahan. Water uptake yang besar diharapkan mampu menahan kandungan air pada bulir setelah dimasak sehingga bulir lama terhidrasi. 5.3.5 Rasio L/B Persamaan 40 (Tabel 5.3) menunjukkan besarnya Y4 tergantung terhadap ketiga respon yaitu lama tekan, rasio pemampatan dan kadar air. Koefisien negatif terjadi pada linier (A, B dan C), pada kuadratik A2 dan interaksi BC yang akan menurunkan nilai Y4. Koefisien positif terjadi pada kuadratik B2 dan C2 serta interaksi AB dan AC yang dapat meningkatkan nilai Y3. Rasio L/B semakin besar dengan meningkatnya kadar air bahan untuk rasio pemadatan yang rendah (Gambar 5.7). Untuk rasio pemadatan 2.1 akan menghasilkan rasio L/B maksimum pada kadar air tinggi (Gambar 5.8). Nilai
44
optimum rasio L/B adalah 4.02 yang terjadi pada lama tekan 2.78 detik, rasio Surface Plot of Rasio vs air Ra15.9%. sio pemampatan, Kadar air(%,bk) pemadatan 1.9 danL/B kadar Rasio L/B SRG sebesar 4.02 lebih besar dibandingkan dengan beras varietas Ciherang (3.2±0.31) dan beras Hold ValuesSRI yang Lama tekan(detik) 3.5 sebesar 4.87 (Haqim et al. 2013).
Contour Plot of Rasio L/B vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
Rasio < 3.4 – 3.5 – 3.6 – 3.7 – 3.8 – 3.9 – >
4.0
2.22
Rasio pemampatan
Rasio L/B
2.28
3 .8 3.6 3.4 1 2 .0
2.16
2.10
1.92
Rasio < – – – – – – >
2.28
3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
2.22
2.16
2.10
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.04
1.92
Rasio pemadatan
2 .0 0 15.0
12.5 Kadar air (%,bk)
L/B 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 4.0
1.98
2.15 5
1.98
13.5
L/B 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 4.0
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.30 2.04
Rasio pemadatan Rasio pemampatan
Contour Plot of Rasio L/B vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
Kadar air (%,bk)
1 6 .5 13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk) Surface Plot of Rasio(a) L/B vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
(b)
Hold Valuespemadatan dan Gambar 5.7 Grafik 3D optimasi rasio L/B SRG terhadap rasio Rasio pemampatan 2.1 kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour
Rasio < 3.35 – 3.40 – 3.45 – 3.50 – 3.55 – >
Lama tekan(detik)
Rasio L/B
4.5
3 .6
3.54.0 5
3.43.5
L/B 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.60 3.60
Hold Values Rasio pemadatan 2.1
4
3 .3
3.0
3
1 2 .0
13.5
2.5
15.0
16.5
2
5.0
Lama tekan(detik)
5.0
Contour Plot of Rasio L/B vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
Lama tekan (detik)
Contour Plot of Rasio L/B vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
Rasio < – – – – – >
3.35 3.40 3.45 3.50 3.55
4.5
4.0
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.5
3.0
2.5
Lama tekan(detik) 2.0
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk) Kadar air (%,bk)
Kadar air (%,bk) 2.0
12.5
13.5
(a)
14.5
15.5
L/B 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.60 3.60
(b)
Kadar air(%,bk)
Gambar 5.8 Grafik 3D optimasi ratio L/B SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Hasil uji validasi antara data aktual untuk berbagai perlakuan dengan data hasil dugaan yang dihasilkan dari penggunaan Persamaan 40 menunjukkan hasil yang sangat tepat dengan nilai MAPE sebesar 1.53 dengan keterwakilan data menunjukan siginfikan untuk semua perlakuan. Besarnya rasio L/B lebih banyak ditentukan oleh rasio pemadatan (Lampiran 3). Karena panjang bulir relatif tetap, maka sesungguhnya rasio L/B banyak ditentukan oleh ketebalan bulir (B). Dengan demikian, rasio pemadatan memberikan dampak terhadap ketebalan bulir yang dihasilkan. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa rasio pemadatan belum mampu membentuk padatan menjadi lebih kompak.
45
5.3.6 Derajat Kecerahan Persamaan 41 (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa Y5 tidak signifikan dengan respon yang diberikan. Koefisien negatif terjadi pada kuadratik (A2, B2 dan C2) dan interaksi AB dan AC yang dapat mengakibatkan turunnya nilai Y 5. Koefisien positif terjadi pada linier (A, B dan C) dan interaksi BC yang dapat meningkatkan nilai Y5. Derajat kecerahan mempunyai nilai maksimum pada lama tekan 3.35 dengan kadar air rendah dan rasio pemadatan 2.1 (Gambar 5.9) begitu juga derajat kecerahan akan terjadi pada kadar air rendah pada rasio pemadatan 2.1 dengan lama tekan 3.5 (Gambar 5.10). Nilai maksimum derajat kecerahan Surface Plot of Derajat warna(%) vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk) sebesar 78.36% terjadi pada lama tekan 3.39 detik, rasio pemadatan 1.9 dan Hold Values kadar air 15.7%. Derajat kecerahan SRG mendekati beras Lamaderajat tekan(detik) kecerahan 3.5 varietas Ciherang yaitu sebesar (73.8±0.00)%.
2.16
79
2.30
2.10
2.22
2.16
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
2.10
2.04
1.98
2.15 5
78 12.0 2.04 1.98
Hold Values Lama tekan(detik) 3.5
Derajat warna(%) < 78.5 78.5 – 79.0 79.0 – 79.5 79.5 – 80.0 > 80.0
2.28
Rasio pemampatan
2.22 80
Contour Plot of Derajat warna(%) vs Rasio pemampatan, Kadar air(%,bk)
Rasio pemadatan
Derajat kecerahan(%) < 78.5 78.5 – 79.0 79.0 – 79.5 79.5 – 80.0 > 80.0
2.28
Rasio pemadatan
Derajat kecerahan (%)
Contour Plot of Derajat keceraha vs Rasio pemadatan, Kadar air(%,bk)
13.5
2 .0 0 1 5 .0
Rasio pemadatan
1.92 12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk)
1 6 .5
Kadar air (%,bk)
Kadar air (%,bk)
(a)
Surface Plot of1.92Derajat warna(%) vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
(b)
12.5 13.5 14.5 15.5 Gambar 5.9 Grafik 3D optimasi derajat kecerahan SRG terhadap rasio Hold Values Kadar air(%,bk) Rasio pemampatan 2.1 Plot countour pemadatan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b)
Contour Plot of Derajat keceraha vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk) Contour Plot of Derajat warna(%) vs Lama tekan(detik), Kadar air(%,bk)
4.5
80 79 78
Lama tekan(detik)
Derajat waran (%))
Derajat kecerahan(%) < 77.0 77.0 – 77.5 77.5 – 78.0 78.0 – 78.5 78.5 – 79.0 79.0 – 79.5 79.5 – 80.0 > 80.0
4.0
3.5
5
3.0
4
77 12.0
Hold Values Rasio pemadatan 2.1
13.5 2.0
Lama tekan(detik)
3
2.5
15.0 12.5
13.5
1 6 .5
2 14.5
Lama (detik) Lamatekan tekan(detik)
5.0
5.0
Derajat warna(%) < 77.0 – 77.5 – 78.0 – 78.5 – 79.0 – 79.5 – 80.0 > 80.0
4.5
77.0 77.5 78.0 78.5 79.0 79.5
4.0
3.5
Hold Values Rasio pemampatan 2.1
3.0
2.5
2.0
12.5
13.5
14.5
15.5
Kadar air(%,bk) 15.5
Kadar air (%,bk)
Kadar air (%,bk) Kadar air(%,bk)
(a)
(b)
Gambar 5.10 Grafik 3D optimasi derajat kecerahan SRG terhadap lama tekan dan kadar air bahan (a) Plot surface, (b) Plot countour Hasil uji validasi antara data aktual untuk berbagai perlakuan dengan data hasil dugaan yang dihasilkan dari penggunaan Persamaan 41 menunjukkan hasil yang tepat dengan nilai MAPE 0.97 dan keterwakilan data menunjukan siginfikan untuk semua perlakuan. Derajat kecerahan yang tidak signifikan terhadap respon yang diberikan menunjukkan tidak adanya perubahan warna
46
terhadap bahan baku yang digunakan atau proses pencetakan bulir dengan mesin SRG tidak mengubah warna bahan yang digunakan. Hasil optimum pada perlakuan mesin SRG diperoleh pada lama tekan 5 detik, rasio pemadatan 2.3 dan kadar air bahan 15.8% dengan menghasilkan massa jenis kamba sebesar 672 kg/m3, kekerasan bulir 0.947, derajat kecerahan 75.36 %. rasio L/B 3.39 dan water uptake 2.1.
5.4 Kesimpulan Hasil optimasi terhadap bulir yang dihasilkan mesin SRG menunjukkan model persamaan sangat signifikan untuk rasio L/B, signifikan untuk water uptake dan tidak siginfikan untuk massa jenis kamba, kekerasan bulir dan derajat kecerahan. Model persamaan sangat tepat untuk memprediksi massa jenis kamba, water uptake, rasio L/B dan derajat warna namun tidak tepat untuk kekerasan bulir. Hasil prediksi dengan menggunakan target beras varietas beras Ciherang dengan pembentukan bulir menggunakan mesin pencetak SRG pada rasio pemadatan 2.3, lama tekan 5 detik dan kadar air 15.8% akan menghasilkan kekerasan bulir 0.947 N, massa jenis kamba 672 kg/m3, water uptake 2.31, rasio L/B 3.39 dan derajat kecerahan 75.36%.
6
PEMBAHASAN UMUM
6.1 Sifat Fisikokimia Sumber Karbohidrat dalam Perancangan Mesin dan Optimasi Bahan Formula SRG Analisis sifat fisikokimia terdiri dari analisis kandungan gizi dan sifat fisik bahan yang meliputi bahan berbagai sumber karbohidrat nonpadi, tepung beras vareitas Ciherang dan bulir beras varietas Ciherang. sifat fisikokimia digunakan dalam proses penyusunan formula bahan SRG, pendukung untuk desain perancangan mesin SRG dan pengujian optimasi/evaluasi proses pencetakan seperti tertera pada Tabel 6.1. Data sifat fisikokimia bahan berbagai sumber karbohidrat nonpadi dan tepung beras Ciherang masing-masing akan dijadikan koefisien-koefisien pada fungsi kendala dan koefisien sumber daya yang tersedia dalam penyusunan optimasi formula. Data ini dapat diperluas tidak hanya kadar air, kadar abu, lemak, protein, serat pangan, serat kasar, amilosa, amilopektin, sudut luncur, derajat warna dan massa jenis kamba seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Akan tetapi ke depan dapat diperluas untuk sifaf fisikokimia lainnya. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa analisis sifat fisikokimia bahan penyusun harus sama persis dengan analisis yang dilakukan pada bahan target yang diinginkan. Data sifat fisik kisaran sudut luncur dari tepung/pati berbagai sumber karbohidrat nonpadi maupun tepung beras varietas Ciherang perlu diketahui sehingga dapat diperoleh informasi awal kisaran nilai sudut luncur bahan campuran yang mungkin terjadi. Sifat fisik yang diukur lainnya adalah dimensi beras varietas Ciherang. Dimensi ini diperlukan dalam menyiapkan ruang
47
pencetak SRG dengan tujuan bulir yang dihasilkan mempunyai dimensi seperti beras Ciherang. Tabel 6.1 Penggunaan analisis sifat fisikokimia dalam penelitian Bahan yang dianalisis
Ana- Aplikasi lisis optimasi formula
Aplikasi rancang bangun
Berbagai bahan karbohidrat nonpadi
a, b
Konstanta fungsi kendala (a,b)
Kriteria desain (b)
Tepung beras varietas Ciherang Bulir beras Ciherang
a,b
Kontanta sumber daya (a,b)
Kriteria desain (b)
Bahan SRG
a,b
Bulir SRG
c
C
Kriteria desain (c)
Hasil optimasi
Kriteria desain (b), bahan uji Hasil bulir
Aplikasi optimasi pencetakan
Bahan pembanding dengan bulir SRG
Uji optimasi
a)
Kadar air, abu, lemak, protein,karbohidrat, serat pangan, serat kasar, gula total, pati, amilosa dan amilopektin b) Sudut luncur, derajat warna, massa jenis kamba c) Dimensi bulir, massa jenis kamba, kekerasan bulir, bobot 1000 butir, derajat warna/kecerahan, water uptake, rasio L/B
6.2 Faktor Penentu Keberhasilan Rekayasa Mesin Pencetak SRG Penentuan kriteria rancangan rekayasa mesin pencetak SRG bertujuan untuk menghasilkan bulir yang mendekati sifat fisik varietas beras Ciherang. Bagian-bagian mesin SRG yang memerlukan perhatian khusus agar tercapainya kriteria perancangan meliputi pengaturan sudut penyaluran tepung antara hopper dengan ruang cetak, dimensi ruang cetak, rasio pemadatan dan lama cetak. Bagian-bagian ini akan mempengaruhi berjalannya proses pencetakan dan tercapainya sifat fisik bulir yang diinginkan. Besar sudut penyaluran dari hopper ke ruang pencetakan ditentukan oleh besar sudut luncur bahan SRG sebesar 32.89o. Sudut penyaluran dirancang agar dapat diatur sampai dengan 70o yang bertujuan untuk mengantisipasi jika bahan yang akan digunakan mempunyai sudut luncur yang berbeda. Pengaturan sudut luncur ini cukup memadai karena sudut luncur bahan penyusun mempunyai rentang 25.34o sampai 50.46o dengan rata-rata (39.38±7.80)o dimana sudut luncur SRG berada pada kisaran tersebut. Pengaturan sudut penyaluran juga bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya sudut luncur yang berbeda pada
48
bahan dengan kadar air yang berbeda. Pada rekayasa mesin SRG dengan sudut pengaturan 70o ternyata masih belum mampu mengumpan bahan SRG dengan kadar air lebih dari 16% pada basis kering, hal ini diakibatkan terjadinya kohesi yang semakin besar ( Canovas et al. 2005) Dimensi ruang pencetakan didasarkan pada dimensi bulir beras varietas Ciherang dengan panjang sebesar (6.8±0.4) mm, lebar dan tebal (2.2±0.2) mm. Rata-rata panjang bulir yang dihasilkan lebih panjang dari yang diinginkan karena panjang ruang cetak yang dibuat melebihi ukuran yang ditetapkan. Kondisi ini tidak terjadi pada lebar ruang cetak yang dibuat sama seperti yang diharapkan. Sementara untuk ketebalan bulir yang dihasilkan menjadi beragam karena adanya perbedaan dalam rasio pemadatan bahan saat pencetakan. Dimensi ruang ini tidak harus didasarkan pada dimensi beras tertentu akan tetapi dapat dibuat sesuai dengan dimensi bulir yang diinginkan atau sesuai standar beras USDA. Pembuatan dimensi ruang juga sebagai upaya apabila kedepan akan dilakukan proses pencampuran bulir beras dengan bulir SRG sebagai upaya subtitusi. Rasio pemadatan pada saat pencetakan adalah pengisian bahan pada kedalaman ruang pencetak untuk dijadikan ketebalan sesuai dengan dimensi beras Ciherang sebesar 2.2 mm. Kedalaman ruang cetak dapat diatur 4.18-5.06 mm, dengan demikian pada saat pencetakan dapat dibuat rasio pemadatan sebesar 1.9, 2.1 dan 2.3. Dengan pengaturan ini mesin SRG akan menghasilkan bulir dengan dimensi dan massa jenis kamba seperti beras varietas Ciherang. Pengaturan lama cetak pada mesin pencetak SRG bertujuan untuk menjadikan bulir menjadi lebih kompak. Pengaturan dapat dilakukan dari 0 sampai 5 detik. Lama cetak akan mempengaruhi kapasitas bulir yang dihasilkan dimana peningkatan lama waktu cetak akan menurunkan kapasitas produksi mesin pencetak SRG. Pemberian lama cetak yang berbeda akan berpengaruh terhadap sifat-sifat bulir yang dihasilkan. Pengaturan sudut luncur, rasio pemadatan dan lama cetak pada mesin SRG adalah upaya untuk mengoptimalkan bulir selama proses pencetakan agar menghasilkan sifat seperti beras varietas Ciherang. Upaya untuk meningkatan kekerasan bulir agar mendekati sifat fisik beras dapat dilakukan dengan dua acara yaitu 1) meningkatkan tekanan yang lebih optimal sekitar 12500 N/cm2 dari tekanan yang telah dilakukan dalam penelitian ini sebesar 5000 N/cm2, pemberian tekanan ini tidak dapat ditingkatkan lebih besar lagi mengingat massa jenis bulir yang dihasilkan oleh mesin SRG ini sudah mendekati dengan bulir beras Ciherang yang dijadikan acuan , 2) Cara yang kedua adalah meningkatkan daya ikatan antar partikel baik dengan cara menambahkan bahan pati/tepung yang telah terpragelatinisasi sehingga akan terjadi Interlocing bonds . 6.3 Formula Simulated Rice Grain (SRG) Penggunaan Goal Linear Programming (GLP) yang diolah dengan linear programming (LP) dalam penyusunan formula bahan SRG telah mampu mendekati sifat fisikokimia yang diinginkan. Keunggulan metode ini dapat mengoptimasi lebih dari satu tujuan yang dilengkapi dengan pemberian bobot pinalti sebagai pilihan prioritas. Pada penelitian ini telah divariasikan bobot
49
pinalti dengan fungsi tujuan kadar protein dan derajat warna yang lebih besar serta kadar amilosa yang lebih kecil dari tepung beras varietas Ciherang. Semakin besar pemberian bobot pinalti pada fungsi tujuan akan semakin menjauh dari titik optimum sehingga terjadi perbedaan antara nilai sifat fisikokimia yang diinginkan dengan nilai keputusan yang diambil. Penelitian ini menunjukkan apabila bobot pinalti amilosa dibuat lebih kecil daripada bobot pinalti protein dan derajat warna maka nilai optimum yang diperoleh adalah kadar protein mencapai 6.22%, amilosa 22.52% dan derajat warna 68.59. Jika ketentuan bobot pinalti itu tidak terpenuhi maka akan dihasilkan nilai yang tidak optimum dengan kadar protein 2.31%, amilosa 27.86% dan derajat warna 79.35%. Penentuan bobot pinalti ini telah memperlihatkan prioritas pendekatan protein dan kadar amilosa lebih diutamakan daripada pendekatan derajat warna. Penelitian ini telah memberikan cara penyelesaian optimasi penyusunan formula bahan SRG dengan GLP untuk fungsi tujuan dan prioritas sifat fisikokimia yang diinginkan dalam penelitian ini mengambil contoh varietas Ciherang, kedepan cara penyelesaian ini dapat diaplikasikan untuk menghasilkan bulir fungsional seperti bulir dengan kandungan indeks glikemik tertentu atau bulir yang diperkaya bagi tujuan tertentu , tujuan ini akan mudah untuk dicapai apabila data base sifat fsikokimia bahan penyusun dapat diperluas dari segi target bulir yang ingin dihasilkan atau dari segi ketersediaan aneka sumber karbohidrat nonpadi yang dimiliki pada daerah tertentu. Metode ini dapat digunakan untuk menghasilkan bulir yang berbeda dari suatu daerah ke daerah lainya di tanah air sesuai dengan keanekaragaman sumber karbohidrat yang dimiliki. 6.4 Optimasi Proses Pencetakan Bulir Mesin Pencetak SRG Pengaturan sudut luncur, rasio pemadatan dan lama cetak memungkinkan untuk memvariasikan perlakuan untuk dilihat responnya terhadap massa jenis kamba, kekerasan, water uptake, rasio L/B dan derajat kecerahan bulir. Perlakuan pengoperasian mesin pencetak SRG meliputi kadar air bahan, rasio pemadatan dan lama cetak. Kadar air maksimum bahan sehingga dapat diumpankan dan meluncur dengan baik adalah 16% bk. Berdasarkan nilai tersebut maka eksperimen dilakukan pada 12, 14 dan 16%. Perlakuan rasio pemadatan bahan pada ruang cetak adalah 1.9 (bahan setinggi 4.18 mm dipadatkan menjadi 2.2), 2.1 (bahan setinggi 4.62 mm dipadatkan menjadi 2.2 mm) dan 2.3 (bahan setinggi 5.06 mm dipadatkan menjadi 5.06). Perlakuan yang diberikan berpengaruh signifikan terhadap water uptake (p<0.10) dan rasio L/B (p<0.05) serta tidak berpengaruh signifikan terhadap massa jenis kamba, kekerasan dan derajat kecerahan bulir. Perlakuan yang tidak mempengaruhi massa jenis kamba bulir secara tidak signifikan ini menunjukkan terjadinya perbedaan dimensi bulir pada perlakuan yang mengakibatkan kerapatan bulir berubah sehingga massa per satuan volume bulir menjadi tidak berubah. Kekerasan bulir tidak dipengaruhi oleh perlakuan walaupun keterwakilan data cukup siginfikan. Hal ini menunjukkan perlakuan belum menghasilkan
50
ikatan yang kuat antar partikel, kekerasan bulir yang tidak signifkan dan masih terlalu rendah antar perlakuan persamaan untuk prediksi menjadi tidak tepat. Kondisi dimana derajat kecerahan bulir tidak dipengaruhi oleh perlakuan menunjukkan bahwa tidak terjadi proses perubahan warna pada bulir yang dihasilkan selama proses pencetakan bulir dengan mesin SRG. Water uptake dipengaruhi oleh kadar air bahan saat bahan dicetak, lama tekan dan rasio pemadatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan bulir untuk menyerap air ditentukan oleh kadar air bahan saat dicetak, lama tekan dan rasio pemadatan yang diberikan. Rasio L/B dipengaruhi secara signifikan oleh lama tekan, rasio pemadatan dan kadar air bahan. Hal ini dikarenakan panjang bulir relatif tetap (sesuai ukuran panjang ruang cetak) sehingga ketebalan bulir sangat ditentukan oleh perlakuan. Berdasarkan validasi model menggunakan MAPE dapat diketahui bahwa model mampu menghasilkan nilai yang sangat tepat (MAPE<5%), kecuali pada kekerasan bulir Dengan demikian model dapat digunakan untuk memprediksi sifat-sifat bulir pada beberapa variasi perlakuan. Perbandingan sifat bulir hasil pencetakan dan beras Ciherang dapat dijadikan sebagai acuan (Tabel 6.2). Tabel 6.2 Sifat bulir beras hasil prediksi dan varietas Ciherang Sifat bulir
Hasil prediksi dengan model Beras a Ciherang ) kamba 672.9 780
Massa jenis 3 (kg/m ) Kekerasan bulir (N) 0.947 62.6 Water uptake (g/g) 2.31 2 Rasio L/B 3.39 3.2 Derajat Kecerahan (%) 75.36 73.82 *) Berdasarkan target sifat beras Ciherang pada lama tekan 5 detik, rasio pemadatan 2.3 dan kadar air bahan 15.8 %.
7
SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan
1. Sifat fisik beras dan aneka sumber karbohidrat nonpadi dijadikan sebagai dasar untuk memenuhi kriteria desain mesin pencetak SRG dan koefisien dalam penyusunan formula SRG.. 2. Metode Goal linear programming dapat diaplikasikan dalam proses optimasi penyusunan formula SRG yang dapat memprediksi sifat fisikokimia bulir yang diinginkan dan dijadikan alternatif cara menyusun formula bahan baku untuk dijadikan bulir seperti beras. 3. Formulasi bahan penyusun SRG yang mendekati sifat fisiko-kimia beras Ciherang tersusun dari 30% pati garut, 42% tepung talas beneng dan 28% tepung sorgum.
51
4. Hasil rekayasa mesin SRG mampu `menghasilkan bulir mendekati sifat fisik beras Ciherang kecuali untuk kekerasan bulir. 5. Mesin pencetak bulir SRG mempunyai dimensi ruang pencetak 6.8 x 2.2 x 5.06 mm, rasio pemadatan 1.9-2.3, kekuatan tekan 600 N, Sudut pengumpan 70o, lama tekan pencetakan 0-5 detik, kapasitas 900 bulir/jam dan temperatur bantalan ruang cetak 25-80 oC. Pengujian mesin pencetak menghasilkan bulir SRG dengan panjang (7.1±0.4) mm, tebal (2.8±0.4) mm, bentuk agak bulat, kekerasan bulir 0.1-2 N, massa jenis kamba bulir 620-770 kg/m3 dan bobot per 1000 butir 17.5-29 g. 6. Optimasi karakteristik bulir yang dihasilkan mesin SRG dengan menggunakan Response Surface Methodology pencetakan bulir optimal dilakuka lama tekan 5 detik, rasio pemadatan 2.3 dan kadar air 15.81% dengan prediksi kekerasan bulir 0.947 N, massa jenis kamba 672 kg/m3, water uptake 2.31, rasio L/B 3.39 dan derajat kecerahan 75.36%.
7.2 Saran 1. Perlunya database aneka sumber karbohidrat nonpadi termasuk sifat fisikokimianya agar lebih memudahkan peneliti dalam memperoleh sifat fisikokimia bahan nonpadi dengan menyesuaikan potensi suatu daerah. 2. Perlunya menggunakan Metoda GLP dalam menentukan formula bahan penyusun bulir untuk memperoleh sifat fisiko-kimia beras tertentu maupun bulir beras fungsional 3. Penggunaan bahan tepung/pati terpregelatinasi sebagai salah satu bahan campuran sebagai upaya untuk meningkatkan kekerasan bulir beras simulasi 4. Perlunya peningkatan pemberian tekanan yang optimum pada saat proses pembentukan bulir untuk memperoleh kekerasan yang lebih baik 5. Mesin pencetak SRG perlu dibuat dengan lebih dari satu mata cetak dalam bentuk rotari agar dapat memproduksi bulir secara massal. 6. Perlu dilakukan uji validasi data hasil optimasi karakteristik bulir yang dihasilkan. 7. Perlunya diuji mutu tanak dari bulir beras simulasi yang dihasilkan
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1984. Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemestry. Edisi ke-4. Virginia: Arlington. Apriani RN, Setyadjit, Arpah M. 2011. Karakteristisai empat jenis umbi varian mentega, hijau, semir,dan beneng serta tepung yang dihasilkan dari keempat varian umbi talas. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan. I(1) Asnawi R, Arief RW. 2008. Teknologi Ubi Kayu. BBPTP.
52
Atmaja R. 2014. Jagung putih varietas unggul. [diakses 23 April 2015]. Tersedia pada: http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail /9139/jagung-putih-varietas-unggul. Atmaka W, Amanto BS. 2010. Kajian karakteristik fisikokimia tepung instan beberapa varietas jagung (Zea mays L.).[diakses 23 April 2015]. Tersedia pada: http://www.academia.edu/8323736/A_STUDY_ON_ PHYSICOCHEMICAL_CHARACTERISTICS_OF_INSTANT_FLO UR_IN_SEVERAL_CORN_Zea_mays_L._VARIETIES. Box GEP, Draper NR. 2007. Response Surface, Mixtures, and Ridge Analyses. Wisconsin: John Wiley & Sons. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Indonesia. Bruemmer T, Kleemann N, Meyer M, Schweikert L (Dsm and Buhler a.g). 2005. Rice-based food compositions and processes for their preparation. WO patent application 2005/053433 A1. Budijanto S, Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorghum (Sorghum bicolor L.Moench). Jurnal Teknologi Pangan. 13(3): 177-186. Canovas GVB, Enrique, Juliano OR, Yan PH. 2005. Food Powders: Physical Properties, Processing, and Functionality. New York: Plenum Publisher. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020. Jakarta: Departemen Pertanian, Indonesia. Djaafar TF, Sardjiman, Arlyna BM. 2010. Pengembangan budidaya garut dan teknologi pengolahannya untuk mendukung ketahanan pangan. J.Lit. Pert. 29(1): 25-33. Faridah DN, Dedi F, Nuri A, Titi CS. 2014. Karakteristik sifat fisikokimia pati garut (Maranta arundinaceae). Agritech. 34(1): 14-21. Gultom R, Sutrisno, Budijanto S. 2014. Optimasi proses gelatinisasi berdasarkan respon surface methodology pada pencetakan beras analog dengan mesin twin roll. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 11(3). Hagenimana A, Ding X, Fang T. 2006. Evaluation of rice flour modified by ektrusion cooking. Journal of Cereal Scienc. 43: 36-46. Hamzirwan. 2011. Merawat lumbung pangan dari hutan. [diakses 3 Februari 2015]. Tersedia pada: https://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2011/ 10/21/merawat-lumbung-pangan-dari-hutan/. Haqim IN, Aminah A, Anizan I. 2013. Physicochemical, vitamin B and sensory properties of rice obatained by system of rice intensification (SRI). Sain Malaysiana. 42(11):1641-1646. Hartoyo A, Sunandar FH. 2006. Pemanfaatan tepung komposit tepung ubi jalar putih ( Ipomoea batatas L ) kecambah kedelai (Glicine max, Merr ) dan kecambah kacang hijau (Virginia radiata L.) sebagai subtituen parsial terigu dalam produk pangan alternatif biskuit kaya energi protein. Jur.Teknol. dan Industri Pangan. XVIII(1): 50-57. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hendrawan I, Sutrisno, Hariyadi P, Purwanto YA, Hasbullah R. 2015. Optimizing the formula of composite non-rice carbohydrate sources for simulated rice grain production. IJSER. 6(3): 7-13.
53
Herawati H, Kusnandar F, Adawiyah DR, Budijanto S. 2013. Teknologi proses pembentukan butiran beras artifisial instan dengan metode ekstrusi. Pangan. 22(4): 317-327. Herawati H, Widowati S. 2009.Karakteristik beras mutiara dari ubi jalar (Ipomea batatas). Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 5:37-44. Hermanto. 2006. Padi Ciherang makin popular. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 28(2): 14-15. Indrasari SD, Purwani EY, Wibowo P, Jumali. 2008. Nilai indeks glikemik beras beberapa varietas padi. Jurnal Tanaman Pangan. PP27(03): 127134. Indrasari SD. 2011. Mutu gizi dan mutu rasa beras varietas Ciherang. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 33(2): 8-10. Iriawan N, Astuti SP. 2009. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Penerbit Andi. Jading A, Tethool E, Payung P, Gultom S. 2011. Karakteristik pati sagu hasil pengering secara fluidisasi menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga surya dan biomassa. Reaktor. 13(3): 155-164. Juhaeni, Iskandarsyah, Animar JA, Jenny. 2004. Pengaruh kandungan pati singkong terpregelatinisasi terhadap karakteristik fisik lepas terkontrol teofilin. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(1):21-26. Kapanidis AN, Lee TC. 1996. Novel method for the production of colorcompatible ferrous sulfate-fortified simulated rice through extrusion. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 44(2): 522-525. Kurachi H. 1995. Process of making enriched artifical rice. US Patent No 5.403.606. Kuswiyati B, Djanuardi, Syaefulah A. 1999. Peningkatan Ketahanan Pangan Melalui Pemanfaatan Hutan dan Kebun untuk Pangan. Biro Perencanaan Dephutbun dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura Lempang M. 2012. Pohon aren dan manfaat produksinya. Info Teknis Eboni. 9(1): 37-54 Mishra A, Mishra MN, Rao PS. 2012. Preparation of rice analogues using extrusion technology. International Journal of Food Sci. & Tech. 1- 9. Moretti D, Lee TC, Zimmermann MB, Nuessli J, Hurrel RF. 2005. Development and evaluation of iron-fortified extruded rice grains. Journal of Food Science. 70(5):S330-S336. Nariswara Y, Hidayat N, Effendi M. 2013. Pengaruh waktu dan gaya tekan terhadap kekerasan dan waktu larut tablet effervescent dari serbuk wortel (Daucus Carota L.). Jurnal Industria. 1: 27-35. Noviasari S, Kusnandar F, Budijanto S. 2013. Pengembangan beras analog dengan memanfaatkan jagung putih. J.Teknol dan Industri Pangan. 24(2): 194-200. Nuryanti, Salimy DN. 2008. Metoda permukaan respon. Risalah lokakarya komputasi dalam sain dan teknologi nuklir. 6-7 Agustus 2008, hlm. 373391. Polnaya FJ, Talahatu J, Haryadi, Marseno DW. 2009. Karakteristik tiga jenis sagu (Metroxylon spp.) hidroksipropil. Agritech. 29(2): 87-95. Pontoh J, Low NH. 2012. Partial characterization of the physicochemical properteis of six Indonesia palma starches. Buletin Palma. 13(1): 46-53.
54
Prabawati S, Suismono. 2009. Sukun: bisakah menjadi bahan baku produk pangan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 31(1): 5- 7. Prasetyo A, Prasetyo K. 2009. Panduan Program Aplikasi QM for Windows Versi 3.0. Jakarta: PT Gramedia. Rahardjo J, Imam R. 2002. Optimasi produksi dengan metoda response surface. J. Teknik Industri. 2002(4): 36-44. Rangkuti PA. 2009. Strategi komunikasi membangun kemandirian pangan. J. Lit. Pert. 28(2): 39-45. Riana. 2014. Prospek cerah budidaya tales beneng. [Diakses 7 April 2015]. Tersedia pada: http://www.jitunews.com/read/4843/prospek-cerahbudidaya-talas-beneng. Richana N, Titi CS. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. J.Pascapanen. I(1):29-37. Rosidah. 2010. Potensi ubi jalar sebagai bahan baku industri pangan. Teknubuga. 2(2): 44-52. Rumokoi MMM. 1990. Manfaat tanaman aren (Arenga pinnata MERR). Buletin Balitka. 10:21-28. Siringoringo H. 2005. Seri Teknik Riset Operasional Pemrograman Linear. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri. Jurnal litbang pertanian. 22(4): 133-140. Soemantri AS, Thahir R.. 2007. Analisis sistem dinamik ketersediaan beras di Merauke dalam rangka menuju lumbung padi bagi kawasan timur Indonesia. Buletin Teknologi Pasca Panen Pertanian. 3: 28-36. Suarni, Patong R. 2002. Komposisi kimia tepung beberapa varietas/galur sorgum sebagai bahan subtitusi tepung terigu. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21(1):34-48. Suarni, Firmansyah UI. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan pangan untuk menunjang agroindustri. Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung, hlm 541-546. Suarni, Firmansyah IU, Aqil M. 2013. Keragaman mutu pati beberapa varietas jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 32(1): 50-56 Suhardi S, Sabarnurdi SA, Soedjoko HD, Dwidjono, Minarningsih, Widodo A. 1999. Hutan dan Kebun sebagai Sumber Pangan Nasional. Jakarta: Departemen Kehutanan. Sukarsa E. 2010. Tanaman ganyong. [diakses 8 April 2015]. Tersedia pada: http://bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/502tanaman-ganyong. Supriati Y. 2010. Sukun sebagai sumber pangan alternatif substitusi beras. Iptek tanaman pangan. 5(2): 219-231. Suprihatna B, Darajat AA, Satoto, Suwarno, Lubis E, Boehaki, Sudir, Indrasari D, Wardana IP, Mejaya MJ. 2011. Deskprisi Varietas Padi. Jakarta: Badan Litbang, Kementan. Syakir M, Karmawati E. 2013. Potensi tanaman sagu (Metroxsylon spp.) sebagai bahan baku bioenergi. Prespektif. 12(2): 57-64.
55
Syamsir E, Haryadi P, Fardiaz D, Andarwulan N, Kusnandar F. 2011. Karakteristik tapioka dari lima varietas (Manihot utilisima Crantz) asal Lampung. J.Agrotek. 5(1): 93-105 Wijana S, Nurika I, Habibah E. 2009. Analisis kelayakan kualitas berbahan baku gaplek (pengaruh asal gaplek dan kadar kaporit yang digunakan). Jurnal Teknologi Pertanian. 10(2): 97-105. Yuwono SS, Zulfiah AA. 2015. Formulasi beras analog berbasis tepung mocaf dan maizena dengan penambahan CMC dan tepung ampas tahu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4):1465-1472.
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG
,
57
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG (lanjutan)
58
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG (lanjutan)
59
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG (lanjutan)
60
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG (lanjutan)
61
Lampiran 1 Gambar teknik mesin pencetak SRG (lanjutan)
62
Lampiran 2 Optimasi dengan nilai bobot pinalti Bobot pinalti W4 W8 W11 1 1 1 1 1 5 1 1 9 1 5 1 1 5 5 1 5 9 1 9 1 1 9 5 1 9 9 5 1 1 5 1 5 5 1 9 5 5 1 5 5 5 5 5 9 5 9 1 5 9 5 5 9 9 9 1 1 9 1 5 9 1 9
y1+ 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
y10.00 0.00 0.00 4.71 4.71 4.71 4.71 4.71 4.71 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4.71 4.71 4.71 0.00 0.00 0.00
Optimum y2+ y225.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 23.25 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00
y3+ 57.74 57.74 57.74 41.35 41.35 41.35 41.35 41.35 41.35 57.74 57.74 57.74 57.74 57.74 57.74 41.35 41.35 41.35 57.74 57.74 57.74
y30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Nilai Z 25.59 25.59 25.59 120.96 120.96 120.96 213.55 213.55 213.55 25.59 25.59 25.59 127.96 127.96 127.96 230.32 230.32 230.32 25.59 25.59 25.59
Protein, % 6.22 6.22 6.22 2.31 2.31 2.31 2.31 2.31 2.31 6.22 6.22 6.22 6.22 6.22 6.22 2.31 2.31 2.31 6.22 6.22 6.22
Fisikokima Amilosa, % Derajat warna, (%) 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 27.89 79.35 27.89 79.35 27.89 79.35 27.89 79.35 27.89 79.35 27.89 79.35 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 27.89 79.35 27.89 79.35 27.89 79.35 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59
63
Lampiran 2 Optimasi dengan nilai bobot pinalti (lanjutan) Bobot pinalti W4 W8 W11 9 5 1 9 5 5 9 5 9 9 1 1 9 1 5 9 1 9
y1+ 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
y10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Optimum y2+ y225.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00 25.59 0.00
y3+ 57.74 57.74 57.74 57.74 57.74 57.74
y30.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Nilai Z 127.96 127.96 127.96 238.32 238.32 238.32
Protein, % 6.22 6.22 6.22 6.22 6.22 6.22
Fisikokima Amilosa, % Derajat warna, (%) 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59 22.52 68.59
64
Lampiran 3 Anova model yang dihasilkan Massa jenis kamba ( Y1)_ Sumber
SS
MS
9 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 14
22264.2 3625.0 1800.0 1512.5 312.5 17670.4 6219.4 12654.0 450.2 968.8 156.2 506.3 306.2 14812.5 37293.3
2473.8 1208.3 1800.0 1512.5 312.5 5890.1 6219.4 12654.0 450.2 322.9 156.2 506.3 306.2 4937.5
0.82 0.40 0.60 0.50 0.10 1.96 2.07 4.21 0.15 0.11 0.05 0.17 0.10 45.58
0.624 0.758 0.474 0.510 0.760 0.239 0.210 0.095 0.715 0.952 0.829 0.699 0.762 0.022
Model Linier A B C Kuadratik A2 B2 C2 Interaksi AB AC CB Lack-of-fit Total
9 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 14
0.55317 0.22750 0.000500 0.011250 0.211250 0.12317 0.040064 0.01853 0.061603 0.20250 0.090000 0.090000 0.022500 0.58417 1.13733
0.06143 0.075833 0.000500 0.011250 0.211250 0.041056 0.040064 0.018526 0.061603 0.067500 0.090000 0.090000 0.022500 0.185833
0.53 0.65 0.04 0.10 1.81 0.35 0.34 0.16 0.53 0.58 0.77 0.77 0.19 13.94
0.810 0.617 0.844 0.769 0.237 0.791 0.584 0.707 0.500 0.654 0.420 0.420 0.679 0.068
Water uptake (Y3) Model Linier A B C Kuadratik A2 B2 C2 Interaksi AB AC CB Lack-of-fit Total
9 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 14
0.381365 0.034531 0.000000 0.02820 0.00632 0.28339 0.23852 0.005785 0.02193 0.063438 0.012656 0.035156 0.015625 0.042969 0.446000
0.042374 0.011510 0.000000 0.028203 0.006328 0.094465 0.238526 0.005785 0.021939 0.021146 0.012656 0.035156 0.015625 0.042323
3.28 0.89 0.00 2.18 0.49 7.31 18.45 0.45 1.70 1.64 0.98 2.72 1.21 1.32
0.102 0.507 1.000 0.200 0.515 0.028 0.008 0.533 0.249 0.294 0.368 0.160 0.322 0.458
Model Linier A B C Kuadratik A2 B2 C2 Interaksi AB AC CB Lack-of-fit Total
Db
Nilai F
P
Kekerasan bulir ( Y2)_
,
65
Lampiran 3 Anova model yang dihasilkan (lanjutan) Rasio L/B (Y4) Model Linier A B C Kuadratik A2 B2 C2 Interaksi AB AC CB Lack-of-fit Total Derajat Kecerahan Model Linier A B C Kuadratik A2 B2 C2 Interaksi AB AC CB Lack-of-fit Total
Db
SS
MS
Nilai F
P
9 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 14
0.645037 0.420869 0.001555 0.416540 0.002774 0.199373 0.024418 0.046872 0.124092 0.02479 0.013306 0.000002 0.011486 0.011840 0.677678
0.071671 0.140290 0.001555 0.416540 0.002774 0.066458 0.024418 0.046872 0.124092 0.008265 0.013306 0.00002 0.011486 0.003947
10.98 21.49 0.24 63.81 0.42 10.18 3.74 7.18 19.01 1.27 2.04 0.00 1.76 0.38
0.008 0.003 0.646 0.000 0.543 0.014 0.111 0.044 0.007 0.38 0.213 0.986 0.242 0.782
9 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 14
17.7472 3.4535 0.2278 0.1938 3.0320 8.6926 6.7272 1.7252 1.2573 5.6011 4.6440 0.7656 0.1914 9.1811 27.6463
1.9719 1.1512 0.2278 0.1938 3.0320 2.8975 6.7272 1.7252 1.2573 1.8670 4.6440 0.7656 0.1914 3.0604
1.00 0.58 0.12 0.10 1.53 1.46 3.40 0.87 0.64 0.94 2.35 0.39 0.10 8.52
0.532 0.652 0.748 0.767 0.271 0.330 0.125 0.393 0.462 0.486 0.186 0.561 0.768 0.107
66
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 30 Juni 1961 sebagai anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan H.Muhammad Iyun dan Hj.Hendawati. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN XI Bandung pada tahun 1981 dan tahun yang sama diterima di IPB melalui seleksi Proyek Perintis I. Pada tahun 1982 penulis diterima pada program sarjana di jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 1986 dengan beasiswa dari PPA. Pada tahun 1989 penulis melanjutkan program S2 pada program studi Ilmu Keteknikan Pertanian- FATETA IPB dan lulus pada tahun 1992 dengan sponsor Tim Manajemen Program Doktor (TMPD). Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian dengan sponsor dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS). Penulis bekerja sebagai dosen di Institut Teknologi Indonesia sejak tahun 1992. Selama mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana, penulis menerima penghargaan IPK 4.0 pada semester 3 pada Program Magister dan semester 3 pada Program Doktor. Hasil karya ilmiah yang merupakan bagian dari penelitian S3 dipublikasikan pada Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 33(2). ISSN:0216-4329 pada September 2015 dengan judul Rekayasa mesin pencetak butir beras simulasi dari materi tanaman hutan. Selanjutnya publikasi pada International Journal of Scientific & Engineering Research Vol 6 (3): 7-13, ISSN:2229-5581 pada bulan Maret 2015 dengan Judul Optimizing the Formula of Composite Non-Rice Carbohydrate Sources for Simulated Rice Grain Production.
,