SIMULASI ALIRAN TATA UDARA PADA RUANG PENIMBANGAN BAHAN BAKU OBAT Komarudin Staf Pengajar Program Studi Teknik Mesin, FTI-ISTN Jl.Moch. Kahfi II, Jagakarsa,Jakarta Selatan 12640 E-mail :
[email protected]
Abstract : The use of clean room system in the operating system weighing raw materials for medicine is needed to avoid mixture of dust or other microorganism such as fungiand bacteria. It is necessary to produce quality of medicine for public healt. The research aim to model the clean room use as a raw materials weighing drugs with the simulation of air flow with standard classification of class 100.000 for the pharmaceutical industry. Result of the model used as the basic design of clean room standard air worthiness. The analysis focused on airflow pattern, the distribution of temperature – pressure – velocity, amd particle flow pattern of contaminations in the clean room. Modeling result verified against field measurement data to determine the final validation, this method is an alternative to the smoke test method commonly used now. The final result shows the requirement of clean room PT. X is still fit for use, although the clean room air pressure needs to the improved. Kata kunci : pola aliran, simulasi sirkulasi udara 1. PENDAHULUAN Sistem ruang bersih atau clean room pada proses pembuatan obat diperlukan untuk memastikan bahwa obat yang akan diproduksi mempunyai kualitas yang baik dan dapat digunakan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu diperhatikan proses pembuatannya, apakah telah dilakukan dengan prosedur dan standar kebersihan yang tepat atau tidak. ISO 14644-1 : 1999 adalah standar internasional kebersihan yang digunakan pada suatu ruangan yang mana akan dibahas lebih lanjut. Pada proses penimbangan bahan baku obat ada kemungkinan terkontaminasi oleh partikel debu dan mikroorganisme, sistem ruang bersih inilah yang digunakan untuk mengurangi kemungkinan tersebut dengan mengatur distribusi laju aliran udara dan distribusi tekanan udara didalam ruangan. Untuk memudahkan analisa distribusi laju aliran udara dan tekanan udara didalam ruangan, maka digunakan software CFD (Computational Fluid Dynamics)
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Maksud dan tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi berdasarkan ketentuan standar ruang bersih (clean room) pada industri pembuat obat khususnya pada ruang penimbangan bahan baku melalui simulasi software Analisis masalah yang dibahas yaitu hanya pada aplikasi ruang bersih penimbangan obat terhadap variabel-variabel yang berpenga ruh pada sirkulasi aliran udara, antara lain : 1. Distribusi Laju aliran udara masuk ruang penimbangan 2. Distribusi Tekanan udara didalam ruang penimbangan Udara didalam ruang 3. Temperatur penimbangan 4. Kecepatan sirkulasi aliran udara 5. Pola Laju aliran udara 6. Simulasi numerik menggunakan software CFD EFD dan Flow vent
ISSN 1411‐4143
bersih harus melewati airlocks (kadang berupa semburan udara) dan menggunakan pakaian pelindung seperti hairnet, masker, sarung tangan, dan sepatu.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Bersih ISO 14644-1 : 1999 mendefinisikan ruang bersih sebagai sebuah ruangan dengan konsentrasi partikel yang terkontrol dan dibangun serta digunakan untuk meminimalisir masuknya, berkembangnya dan menetapnya partikel di dalam ruangan sedangkan parameter penting lain yang juga dikontrol adalah temperatur, kelembaban dan tekanan udara. Di ruang bersih (cleanroom), yang menjadi prioritas utama adalah pengontrolan kontaminan yang mana dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Penggunaan filter, 2) Pemakaian pakaian khusus pada pekerja, 3) Pengontrolan Temperatur. 4) Kelembaban relatif (RH). 5) Tekanan dan kecepatan 2.2. Aplikasi Ruang Bersih Penggunaan dari ruang bersih adalah untuk manufaktur, pemaketan, dan penyelidikan berkelanjutan untuk menumbuhkan teknologi terkini dan dibutuhkan untuk meningkatkan kebersihan kerja. Berikut adalah industri utama yang menggunakan ruang bersih : a) Pharmaceutical b) Elektronik c) Aerospace d) Berbagai aplikasi lainnya. Beberapa syarat yang harus dimiliki oleh ruang bersih adalah : 1. Spesifikasi dari partikel yang ada pada ruang bersih seperti debu ditentukan menurut batas diameter dan batas maksimum partikel yang diperbolehkan persatuan unit volume (biasanya dalam meter kubik). Untuk kontaminan yang bukan merupakan partikel, ditentukan batas density yang diperbolehkan dalam mikroba per kubik meter atau molekul per kubik meter. 2. Udara yang masuk ke dalam ruang bersih yang berasal dari luar disaring oleh pre-filter dan udara yang ada didalam ruangan secara konstan disirkulasikan berulang ulang dengan menggunakan HEPA atau ULPA filter, guna menghilangkan kontaminan yang berkembang didalam ruangan. 3. Karyawan yang masuk dan keluar dari ruang
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
2.3 Konsep Dasar Ruang Bersih Pada dasarnya ruang bersih merupakan suatu hasil sistem pengaturan terhadap aliran udara dalam ruangan dan pengaturan tekanan. 2.3.1. Pertukaran udara melalui ventilasi Udara memasuki ruangan secara umum dengan mengalir melalui lubang ventilasi udara, adapun jenis-jenisnya adalah Ventilasi natural, Ventilasi aliran keluar yang diperoleh dari Local exhaust ventilation dan Dilution exhaust ventilation. 2.3.2
Kontaminasi Udara Sumber-sumber kontaminasi adalah bermacam-macam industri, sisa pembakaran, proses mineral dan karena faktor alam. Jenis kontaminasi tersebut digolongkan dalam beberapa kelas yaitu Gas organik, Gas anorganik dan Aerosol. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi kontaminan tersebut adalah Faktor Eksternal, Faktor internal. 2.3.3
Pengaturan Aliran Udara Pengaturan aliran udara untuk menciptakan suatu ruang bersih pada umumnya dilakukan dengan penggunaan aliran turbulen (non-unidirectional airflow), aliran laminar (unidirectional airflow) dan pengaturan tekanan udara didalam dan diluar ruangan.
Gambar 1. Prinsip-prinsip aliran udara
ISSN 1411‐4143
2.3.4. Konsep Ruang Bersih Dengan Aliran Turbulen Pada ruang bersih, udara yang berasal dari AHU (Air Handling Unit) disemprotkan melalui lubang pada atap ruangan yang diatur secara manual/ mekanis. Udara tersebut melewati filter dan diubah tekanannya menjadi lebih tinggi terhadap tekanan didalam ruangan serta diatur kecepatannya sedemikian rupa agar aliran menjadi turbulen. Kemudian sebagian udara disedot kembali menuju AHU dan sebagian lagi diatur menuju ventilasi keluaran (exhaust).
ruangan yang diatur secara manual/ mekanis. Udara tersebut melewati filter dan diubah tekanannya menjadi lebih tinggi terhadap tekanan didalam ruangan, kemudian aliran tersebut dilewatkan ke dalam laminary agar pada saat masuk ruangan menjadi aliran udara laminar dengan tekanan yang lebih tinggi, sebagian disedot kembali menuju AHU dan sebagian lagi diatur menuju ventilasi keluaran . Sistem aliran laminar dibedakan menjadi 2 macam yaitu Aliran Laminar vertikal dan Aliran Laminar horisontal.
(a) (a)
(b) Gambar 3.
a. Aliran Laminar Vertikal b. Aliran Laminar Horizontal
(b) Gambar 2.
a. Aliran Konvensional b. Aliran Campuran
2.3.5. Konsep Ruang Bersih Dengan Aliran Laminar Pada ruang bersih, udara yang berasal dari AHU disemprotkan melalui lubang pada atap
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
2.4. Klasifikasi Ruang Bersih Klasifikasi dari ruang bersih didasarkan menurut jumlah dan ukuran partikel yang diperbolehkan per volume udara. Klasifikasi berupa kelas 100 atau kelas 1000 adalah contoh klasifikasi berdasarkan US FED STD 209E, yang menunjukkan jumlah dari partikel berukuran 0.5µm atau lebih besar yang diperbolehkan per kaki kubik dari udara.
ISSN 1411‐4143
Klasifikasi berdasarkan standar ISO 14644-1, dengan logaritma desimal jumlah partikel udara yang diperbolehkan dengan ukuran 0.1µm atau lebih besar per meter kubik dari udara, contohnya ruangan ruang bersih dengan kelas ISO 5 memiliki paling banyak 105 = 100.000 partikel per meter kubik. Tabel 1. Standar ruang bersih berdasarkan US FED 209E Class
≥0.1 µm 35 350
1 10 100 1,000 10,000 100,000
Sumber :
Maximum particles/ft³ ≥0.2 ≥0.3 ≥0.5 µm µm µm 7 3 1 75 30 10 750 300 100 1,000 10,000 100,000
≥5 µm
7 70 700
ISO equivalent ISO 3 ISO 4 ISO 5 ISO 6 ISO 7 ISO 8
Zhang, Jhon, 2004, Understanding Pharmaceutical Cleanroom Design
Tabel 2. Standar ruang bersih ISO 14644-1 : 1999 Class
Maximum particles/m³ ≥0.1 µm
≥0.2 µm
ISO 1
10
2
ISO 2
100
24
≥0.3 µm
≥0.5 µm
10
4
≥1 µm
≥5 µm
FED STD 209E equivalent
ISO 3
1,000
237
102
35
8
Class 1
ISO 4
10,000
2,370
1,020
352
83
Class 10
ISO 5
100,000
23,700
12,200
3,520
832
29
Class 100
ISO 6
1,000,000
237,000
102,000
35,200
8,320
293
Class 1,000
352,000
83,200
2,930
Class 10,000
ISO 7 ISO 8
3,520,000
832,000
29,300
Class 100,000
ISO 9
35,200,000
8,320,000
293,000
Room air
Sumber :
ISO 146441-1 : 1999 Cleanrooms and associated controlled environments, Part 1 : Classification of Air Cleanliness, Page 1
Gambar 2.4. Kelas Partikel berdasarkan standar ISO Sumber : ISO 146441-1 : 1999 Cleanrooms and associated controlled environments, Part 1 : Classification of Air Cleanliness, Page 1 2.5. Partikel-Partikel Kontaminan Hal lainnya yang harus diperhatikan adalah masuknya partikel kontaminan ke dalam ruangan ruang bersih yang mana berasal dari udara yang ada didalam ruangan ruang bersih yang bersumber dari mikro-organisme berasal dari manusia, dan sumber dari partikel kontaminan berasal dari manusia dan proses kerja, Mikroba yang disebarkan oleh sel kulit terkelupas dari bagian tubuh manusia setiap 24 jam, jumlah sel kulit yang terkelupas itu mencapai 1 miliar setiap harinya, sel kulit berukuran 33 ~ 44 mikron, dapat membawa bakteri yang ukurannya 12 mikron hingga 14 mikron dam Inert Particles yang disebarkan melalui kulit & pakaian saat berada di dalam ruang bersih. Operator adalah sesuatu yang paling dekat dengan barang yang ingin kita jaga dari kontaminan. 2.6. Kinerja Dari Ruangan Ruang Bersih Ruang Bersih Kritis, ruangan disekitar titik utama produksi dimana kontaminasi partikel tidak boleh ada, didaerah tersebut dialirkan aliran udara laminar lokal agar tidak terjadi penyebaran partikel kontaminan Ruang Bersih Umum, partikel kontaminannya tidak terkena langsung dengan
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
ISSN 1411‐4143
proses produksi, namun harus selalu dijaga bersih agar tidak menyebar ke area Ruang Bersih Kritis 2.7. Kontrol ruang bersih Meskipun ruang bersih kelas ISO 1 hingga ISO 5 menggunakan desain sistem aliran unidirectional, tetapi kebanyakan ruang bersih bergantung pada prinsip dasar dilution untuk mengontrol partikel-partikel. Udara yang telah tercampur dengan sempurna, pada saat kapan pun, konsentrasi partikel x dapat diekspresikan pada persamaan berikut ini, dengan asumsi tidak ada tekanan udara yang masuk kedalam ruangan. 2.8. Persamaan Pemodelan Pada pemodelan CFD, persamaan yang dipakai untuk permasalahan aliran flluida, perpindahan panas dan proses lain yang berkaitan, secara umum menggunakan persamaan Navier Stokes Pemodelan aliran udara menyelesaikan persamaan Navier Stokes dengan membentuk grid dari ratusan atau ribuan sel yang menggambarkan model geometrical dari heat dan udara. Persamaan yang terbentuk tersebut kemudian diselesaikan secara iteratif di setiap sel-nya, untuk menghasilkan solusi hukum kekekalan massa, momentum, dan energi. Sebagai hasilnya kita dapat mem-plot aliran udara di bagian manapun dari geometri. 4. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada perusahaan obat PT. X dengan metodologi yang digunakan adalah pengambilan data di lapangan untuk melihat laju aliran udara, temperatur udara, serta kelembaban udara secara aktual pada ruang bersih tersebut dengan menggunakan alat ukur, yang nantinya akan dilakukan tahap lebih lanjut yaitu pensimulasian keadaan ruangan tersebut dengan menggunakan program EFD. Tujuan pensimulasian ini adalah untuk mengetahui bagaimana arah dan laju aliran udara, distribusi temperatur, kelembaban udara dalam ruangan tersebut serta sebagai validasi dari data yang telah diambil.
adalah data aktual yang pengukurannya dilakukan pada saat sistem ruang bersih tersebut beroperasi, bertujuan mengetahui efektifitas serta kebersihan dari sistem ruang bersih. Tabel 3. Data-data pengukuran NO
DATA YANG DIUKUR
1
Data laju kecepatan udara / temperatur pada masukan/inlet critical area
2
Data laju kecepatan udara pada keluaran/outlet critical area.
3
Data laju kecepatan udara pada corong sebagai keluaran/outlet tambahan didalam critical area.
4
Data laju kecepatan udara / temperatur pada masukan/inlet ruangan luar.
5
Data laju kecepatan udara pada keluaran/outlet ruangan luar.
6
Data kelembaban udara dalam critical area.
7
Data laju kecepatan udara / temperatur untuk validasi pada titik tertentu.
8
Data geometri sistem ruang bersih (critical area).
9
Data geometri ruangan luar
10
Data geometri peralatan dan perlengkapan didalam sistem ruang bersih
11
Data geometri grill
12
Data HEPA filter differential pressure.
13
Data partikel kontaminan ukuran 0.5 µm.
14
Data partikel kontaminan ukuran 5 µm.
5
3.1. PENGAMBILAN DATA 3.1.1. Data Eksperimen Pengambilan data untuk ekperimen
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 5. Ruang Penimbangan (Dispensing Booth)
ISSN 1411‐4143
Gambar 6.a. Inlet Critical area
Gambar 7a. Corong Outlet
Gambar 6.b. Outlet Critical area
Gambar 7b. Inlet Luar
Tabel 4. Data Laju Kecepatan Udara & Temperatur pada Masukan/Inlet Critical Area Inlet 1 (m/s) 0,70 0,80 0,90 0,50 0,80 0,74
No 1 2 3 4 5 Av
Inlet 2 (m/s) 0,6 0,7 0,9 0,7 0,6 0,7
Inlet 3 (m/s) 0,7 0,7 0,9 0,7 0,9 0,78
Temperatur o C 27,0 27,0 27,0 27,1 27,1 27,04
Tabel 5. Data Laju Kecepatan Udara pada Keluaran/Outlet Critical Area No 1 2 3 4 5 avg
Outlet 1 (m/s) 1,2 0,9 1,1 0,9 1,1 1,04
Outlet 2 (m/s) 0,9 1,1 1 1,1 1 1,02
Outlet 3 (m/s) 0,9 1,1 1 0,7 1 0,94
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Tabel 6. Data Laju Kecepatan Udara pada Corong No Corong (d=30 ) (m/s) 1 4,6 2 4,4 3 4 4 4,6 5 4,4 avg 4,4 Tabel 7. Data Laju Kecepatan Udara dan Temperatur Pada Masukan/Inlet Ruangan Luar Inlet luar Temperatur No o (m/s) C 1 1,1 23,0 2 0,9 23,1 3 1 23,1 4 1,1 23,0 5 0,9 23,0 avg 1 23,0
ISSN 1411‐4143
Table 8. Data Laju Kecepatan Udara pada Keluaran/Outlet Ruangan Luar Outlet luar No (m/s) 1 1,6 2 1,7 3 1,5 4 1,5 5 1,6 avg 1,58
3.3 Pengukuran Geometri Ruangan Sebagai masukan pada program EFD. Agar simulasi yang dilakukan oleh kedua program tersebut dapat berjalan sesuai dengan keadaan aktualnya, maka hal yang harus dilakukan adalah membangun geometri untuk simulasi persis dengan geometri aktualnya. 1. Geometri dari critical area 2. Geometri ruangan 3. Geometri dari peralatan dan perlengkapan Tabel 9. Data Geometri Perlengkapan
Gambar 8. Titik - Titik Outlet 3.2.
Pengukuran Kelembaban Udara Dilakukan dengan alat ukur Logger Humidity/Temperature. Pada critical area ini kelembaban menjadi faktor penting menjaga kebersihan dari kontaminan yang berkembang lebih cepat pada kelembaban lebih dari 50%. Pengukuran kelembaban udara ini dilakukan di dalam critical area, pengambilan data dilakukan berkali kali dengan selang waktu 15 menit.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Ruang
serta
Nama bagian
Ukuran (cm)
Ruangan Luar
450 x 314 x 273
Tebal Dinding
10
Critical area
250 x 141 x 210
Ducting inlet pada ruang bersih
250 x 141 x 60
Inlet
60 x 60
Ducting outlet pada ruang bersih
185.8 x 31 x 72.25
Outlet ( 3 buah )
60 x 60
Meja untuk meletakkan alat penimbang
127 x 60 x 78
Tebal Meja untuk meletakkan alat penimbang
2
Keramik 1 pada meja
40 x 35 x 2.5
Keramik 2 pada meja
50 x 47.5 x 2
Timbangan 1
21 x 31 x 10
Timbangan 2
40 x 30 x 9
Timbangan 3
50 x 40 x 10
Indikator Timbangan 3
2.5 x 5 x 86
Geometri Grill 1 dan 3
128,5 x 34
Geometri Grill 2
128,5 x 147
3.4. Simulasi 3.4.1. Proses Pembuatan Geometri Program EFD adalah program tambahan yang ada didalam program solidworks, yang dapat dipakai untuk menganalisa segala jenis permasalahan fluida dan komponennya. Hal pertama yang diperlukan adalah membangun geometri ruang dengan menggunakan program solidworks dan diteruskan dengan menganalisa aliran fluida serta komponen-komponennya.
ISSN 1411‐4143
Gambar 9. Geometri Cleanroom
2.4.2. Proses Simulasi Geometri
Gambar 10. Dinding Depan dan Dinding Acuan
Pembuatan Model Geometri
Penentuan Kondisi Operasi Aliran
Penentuan Kondisi Batas Aliran (
Pembentukan Mesh/Grid
Gambar 11. Titik Validasi Solving
4.1.1.
Validasi Data Kecepatan & Nilai Penyimpangan 4.1.1.1. Validasi Data Kecepatan Horizontal
Validasi dan ifik
i
Solving
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. VALIDASI DATA Validasi dilakukan dalam keadaan tidak ada operator. Jumlah titik validasi yang diambil berjumlah 8 titik, masing - masing 4 titik pada garis horizontal dan 4 titik pada garis vertikal.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Grafik 12. Validasi Data Kecepatan Horizontal a. Data Aktual : nilai maksimum 0,42 m/s, minimum 0,22 m/s. b. Simulasi EFD : nilai maksimum 0,47 m/s, minimum 0,19 m/s. c. Simulasi FloVent : nilai maksimum 0.52 m/s, minimum 0.25 m/s
ISSN 1411‐4143
Tabel 10. Penyimpangan Kecepatan Horizontal Data Data Penyimpangan Pengujian Simulasi 0.22 m/s 0.19 m/s 11.87 % 0.34 m/s 0.40 m/s 16.85 % 0.42 m/s 0.47 m/s 12.31 % 0.38 m/s 0.35 m/s 7.36 %
4.1.2 Validasi Data Temperatur 4.1.2.1 Validasi Data Temperatur Horizontal
4.1.1.2 Validasi Data Kecepatan Vertikal
Gambar 14 Validasi Data Temperatur Horizontal
Gambar 13. Validasi Data Kecepatan Vertikal a. Data Aktual : nilai maksimum 0,62 m/s, minimum 0,15 m/s b. Simulasi EFD : nilai maksimum 0,61 m/s, minimum 0,19 m/s c. Simulasi FloVent : nilai maksimum 0.55 m/s, minimum 0.23 m/s Tabel 11. Penyimpangan Kecepatan Vertikal Data Data Simulasi Penyimpangan Pengujian EFD 0.30 m/s 0.42 m/s 40.49 % 0.16 m/s 0.19 m/s 21.18 % 0.58 m/s 0.51 m/s 11.70 % 0.60 m/s 0.61 m/s 1.03 % Dari data hasil validasi diatas, dapat diketahui : a. Penyimpangan maksimum data kecepatan : 40.49 %, b. Penyimpangan minimum data kecepatan : 1.03 % c. Simulasi dengan menggunakan program EFD lebih mendekati nilai Data Aktual Pengujian
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
a. Data Aktual : nilai maksimum 27.05 0 C, minimum 26.3 0C : nilai maksimum b. Simulasi EFD 0 0 26.8 C , minimum 26.3 C c. Simulasi FloVent : nilai maksimum 26 0C, minimum 25.3 0C Tabel 12. Penyimpangan Temperatur Horizontal Data Data Simulasi Penyimpangan Pengujian EFD o 26.68 oC 27.66 C 0.33 % 0.36 %
27.88 oC
26.79 oC
0.33 %
27.26 oC
26.28 oC
0.15 %
27.2 oC
26.76 oC
4.1.2.2 Validasi Data Temperatur Vertikal
Gambar 15. Validasi Data Temperatur Vertikal a. Data Aktual : nilai maksimum 27.8 0C, minimum 25.1 0C b. Simulasi EFD : nilai maksimum 27.1 0C , minimum 24.5 0C 0 c. Simulasi FloVent : nilai maksimum 27.4 C, minimum 24 0C
ISSN 1411‐4143
Tabel 13. Penyimpangan Temperatur Vertikal Data Simulasi Data Pengujian Penyimpangan EFD o o 25.06 C 24.47 C 0.20 % 27.6 oC 26.68 oC 0.31 % o o 27.53 C 27.04 C 0.16 % o o 27.56 C 27.05 C 0.17 %
antara 0.1 - 0.2 m/s dengan ketelitian alat ukur sampai 1 desimal di belakang koma. Hal ini tentunya harus dihindari, karena udara yang masuk dari luar critical area bisa menjadi sumber kontaminan. Walaupun dari plot pola aliran, udara luar yang masuk ke critical area hanya mengalir di daerah lantai menuju outlet critical area.
Dari data hasil validasi diatas, dapat diketahui : a. Penyimpangan maksimum data temperatur 0.36 % b. Penyimpangan minimum data temperatur 0.15 % Penyimpangan data kemungkinan disebabkan tingkat keakuratan alat ukur yang dipakai pada saat eksperimen dan proses pengambilan data, kondisi clean room yang memiliki beberapa losses akibat bentuk dan dimensinya. 4.2.
Hasil Dan Analisa Pemodelan Dengan Operator 4.2.1. Hasil dan Analisa Pola Aliran Udara
Gambar 16, Pola Aliran Udara Dari plot pola aliran, udara yang masuk dari inlet critical area menuju ke outlet critical area. Terdapat sebagian udara yang keluar dari critical area menuju outlet luar. Sedangkan udara dari inlet luar, sebagian besar menuju outlet luar. Akan tetapi, terdapat sebagian kecil udara dari luar yang masuk ke dalam critical area. Dalam pengukuran di lapangan pun terdapat udara luar yang masuk ke critical area. Kecepatan aliran udara yang masuk dari luar menuju critical area berkisar
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 17. Pola Aliran Udara di Critical Area Dari gambar pola aliran udara di critical area, pola aliran tersebut masih cukup berbahaya karena adanya aliran yang masuk ke drum yang berisi bahan baku obat. Selain itu, terdapat sedikit turbulensi di daerah dekat pekerja dikarenakan aliran menumbuk pekerja. Pengendalian aliran udara perlu dilakukan agar udara mengalir dari critical area menuju ke luar. Hal ini dapat dicapai dengan memperbesar inflow critical area sehingga critical area bertekanan lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan luar. 4.2.2 Hasil dan Analisa Distribusi Kecepatan 4.2.2.1 Hasil dan Analisa Grafik Kecepatan Aliran
Gambar 18. Garis Kecepatan Aliran
ISSN 1411‐4143
Gambar 21. Distribusi Kec. Bidang XZ Y = 0.1 m Gambar 19. Grafik Kecepatan Aliran a. Warna Biru : kecepatan rendah, Warna b. c.
d.
e.
Merah : kecepatan tinggi Kecepatan inflow critical area sebesar 0.74 m/s Kecepatan relatif menurun sampai di grill, Kecepatan aliran meningkat di grill, disebabkan adanya penyempitan tiba - tiba pada grill Setelah melewati grill, kecepatan aliran terus menurun hingga mencapai 0.1 m/s pada titik 1 Setelah melewati titik 1, kecepatan aliran kembali naik. Hal ini disebabkan outlet critical area menghisap udara keluaran
4.2.2.2 Hasil dan Analisa Distribusi Kecepatan
Dari distribusi kecepatan bidang XZ Y = 1 m dapat dilihat : a. Warna Biru : kecepatan rendah, Warna Merah : kecepatan tinggi b. Rata -rata kecepatan di critical area sebesar 0.5 - 0.6 m/s c. Kecepatan tertinggi terdapat di daerah bawah dari inlet non-critical area dan outlet corong. Dari ketinggian Y 0.1 m, rata - rata kecepatan tertinggi terdapat di daerah nomor 1 (warna kuning) d. Di daerah nomor 2 (warna tosca), dapat dilihat bahwa kecepatan di daerah perbatasan antara crtical area dan noncritical area hampir sama, yaitu sebesar 0.4 m/s, hal ini diakibatkan adanya udara dari non-critical area yang masuk ke dalam critical area Dari distribusi kecepatan bidang XY, a. Kecepatan tertinggi di critical area terdapat di inlet-nya. b. Setelah melewati grill, kecepatan relatif menurun dari 0.7 m/s ke 0.6 - 0.3 m/s, dan terus menurun seiring turunnya ketinggian. c. Di daerah 1, kecepatan relatif tinggi dibanding sekitarnya, disebabkan adanya udara masuk dari non-critical area ke critical area.
Gambar 20. Distribusi Kec. Bidang XZ Y = 1 m
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
ISSN 1411‐4143
Gambar 22. Distribusi Kecepatan Bidang XY Z = -0.35 m Dari pola aliran dan distribusi kecepatan dapat dilihat bahwa : a. Aliran yang mengalir di dalam critical area adalah laminar. b. Terdapat turbulensi akibat aliran menumbuk obyek pekerja. c. Aliran akan laminar apabila udara yang masuk dari bukaan, misal HEPA filter, kecepatannya berkisar 0.25 - 0.75 m/s. Dan aliran masukan pada objek ini sebesar 0.74 m/s. 4.2.3. Analisa Distribusi Temperatur dan Kenaikan Temperatur 4.2.3.1. Analisa Distribusi Temperatur
Gambar 24 Distribusi Temp. Bidang XZY = 0.1 m Dari distribusi temperatur Bidang XZ Y = 1 m, temperatur di dalam critical area 27 oC, lebih tinggi dibandingkan non-critical area bersuhu sekitar 23.50 - 24.5 oC. a. Warna Biru : temperatur rendah, Warna Merah : temperatur tinggi b. Di daerah sekitar pekerja, suhu sedikit lebih tinggi diakibatkan adanya heat yang dipancarkan oleh pekerja sebesar 80 W. c. Namun di ketinggian Y = 0.1 m, suhu critical area lebih rendah, yaitu bersuhu 24.3 - 26.5 oC. Hal ini diakibatkan adanya udara dingin yang berasal dari non-critical area. Dari distribusi temperatur bidang XY Z = 0.35 m pun dapat dilihat temperatur rata - rata sebesar 27 oC. a. Di daerah nomor 1, suhu lebih rendah berkisar 24 - 26.3 oC, diakibatkan adanya udara dingin yang masuk ke dalam critical area. b. Dari grafik, terlihat temperatur di dalam critical area terus meningkat seiring bertambahnya ketinggian. c. Temperatur tertinggi terdapat di daerah sekitar pekerja yang memberikan panas sebesar 80 W.
Gambar 23. Distribusi Temp Bidang XZ Y = 1 m
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
ISSN 1411‐4143
Gambar 2.5 Distrib. Temp Bidang XYZ =-0.35 m
Simulasi kenaikan temperatur hanya menggunakan perangkat lunak FloVent. Hasil pada saat pengujian adalah sebagai berikut : a. Rata - rata kenaikan temperatur sebesar 0.115 °C/min. b. Rata - rata kenaikan temperatur simulasi sebesar 0.137 °C/min. c. Saat simulasi dengan inlet luar ditambah 0.45 m3/s, rata-rata kenaikan temperatur menjadi 0.12 OC/min, hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya fresh air yang digunakan, selain itu, udara yang mengalir di critical area “dipanaskan” oleh heat yang dipancarkan oleh pekerja dan lampu. Dari plot distribusi temperatur, temperatur rata-rata di critical area, pada saat Tmasukan = 27 oC, sebesar 27.1 oC. a. Acceptance criteria PT. X, temperatur maksimal adalah sebesar 30 oC, kondisi ini masih memenuhi kriteria tersebut. Dari grafik kenaikan temperatur, terlihat rata -rata kenaikan 0.137 OC/min, sehingga jika Tmasukan awal sebesar 27 oC, hanya dalam waktu 20.9 menit temperatur critical area akan mencapai 30 oC. b. Apabila inlet luar dinaikan sebesar 0.45 m3/s, maka berdasarkan simulasi, temperatur critical area akan mencapai 30 oC dalam waktu 25 menit. 4.2.3
Analisa Distribusi Tekanan
Gambar 26 Distribusi Temperatur 4.2.3.2 Analisa Kenaikan Temperatur
Grafik 27 Kenaikan Temperatur
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 28 Distrib. Tekanan Bidang XZY = 1 m Di ketinggian Y = 1 m, perbedaan tekanan antara critical area dengan noncritical area sangat kecil, perbedaannya hanya sebesar 1 Pa
ISSN 1411‐4143
Grafik 32 Distribusi Tekanan Bawah Gambar 29 Garis Plot Distribusi Tekanan
Dari distribusi tekanan bidang XY Z = -0.35 m, terlihat tekanan terus meningkat seiring menurunnya ketinggian, disebabkan oleh udara dari atas menekan udara yang ada di bawahnya sehingga tekanan di daerah bawah relatif besar daripada tekanan di atasnya.
Gambar 30 Distribusi Tekanan Atas Di ketinggian Y = 0.1 m, perbedaan tekanan hampir tidak ada. Tekanan dari critical area hanya menurun 1 Pa ke non-critical area.
Gambar 31 Distribusi Tek. Bidang XZ Y = 0.1 m
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 33 Distribusi Tek. Bidang XYZ = -0.35 m
Grafik 34 Distribusi Tekanan Horizontal
ISSN 1411‐4143
Di daerah atas antara critical area dan ruangan luar, perbedaan tekanan sangat kecil. Apabila tirai terbuka walaupun untuk sesaat, akan menyebabkan perbedaan tekanan antara kedua ruangan menjadi sama sehingga udara luar bisa mengalir ke dalam critical area. Apabila ini terjadi, tentunya obat yang sedang ditimbang dapat terkontaminasi oleh kontaminan yang berasal dari ruangan luar. Sebagai antisipasi, tekanan critical area haruslah lebih tinggi dari ruangan luar. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan air flow inlet critical area. 4.2.5
Hasil dan Kontaminan
Analisa
Pola
Hasil Dan Analisa Pemodelan Tanpa Operator
Secara umum, tidak ada perbedaan yang besar antara hasil pemodelan dengan adanya operator dengan hasil pemodelan tanpa operator. Perbedaan terdapat pada distribusi temperatur dimana dengan adanya operator, terdapat sumber panas sebesar masing-masing 80 W. 4.3.1
Hasil dan Analisa Pola Aliran Udara
Aliran
Operator adalah sumber perkembangan kontaminan utama. Masalah tersebut dapat diminimalisasi dengan menggunakan pakaian khusus yang menutupi tubuh operator. Akan tetapi, masih terdapat bagian wajah operator yang tidak tertutup sehingga diasumsikan sebagai sumber kontaminan.
Gambar 35 Pola Aliran Kontaminan Dari gambar pola aliran kontaminan, dapat dilihat bahwa kontaminan partikel berukuran 0.3 – 5 µm mengalir ke bawah sampai ke ketinggian sekitar 80 cm. Ini disebabkan adanya udara yang mengalir ke bawah. Setelah itu kontaminan mengalir menuju ke outlet critical area. Dari gambar dapat dilihat juga bahwa, kontaminan tidak mengalir masuk ke dalam drum - drum yang berisi bahan baku untuk pembuatan obat, sehingga disimpulkan pola aliran kontaminan tersebut tidaklah berbahaya.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
4.3
Gambar 36 Pola Aliran Udara Dari plot pola aliran, udara yang masuk dari inlet dispensing booth akan menuju ke outlet dispensing booth. Terdapat sebagian udara yang keluar dari dispensing booth menuju outlet luar. Sedangkan udara dari inlet luar, sebagian besar menuju outlet luar. Akan tetapi, terdapat sebagian kecil udara dari luar yang masuk ke dalam dispensing booth. Saat pengukuran di lapangan pun terdapat udara luar yang masuk ke dispensing booth. Kecepatan aliran udara yang masuk dari luar menuju dispensing booth berkisar antara 0.1 - 0.2 m/s dengan ketelitian alat ukur sampai 1 desimal di belakang koma. Hal ini tentunya harus dihindari, karena udara yang masuk dari luar dispensing booth bisa menjadi sumber kontaminan. Walaupun dari plot pola aliran, udara luar yang masuk ke dispensing booth hanya mengalir di daerah lantai menuju outlet dispensing booth. Oleh karena itu, pengendalian aliran udara perlu dilakukan agar udara mengalir dari dispensing booth menuju ke luar. Hal ini dapat dicapai dengan memperbesar inflow dispensing booth sehingga dispensing booth bertekanan lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan luar.
ISSN 1411‐4143
4.3.2
Hasil dan Analisa Distribusi Kecepatan
Gambar 37 Distribusi kec. bidang XZ Y = 1 m
Gambar 39 Distribusi Kecepatan Bidang XY Z = 0.35 m 4.3.3 Analisa Distribusi Temperatur Secara umum, temperatur di dalam dispensing booth, yaitu sekitar 27 oC, lebih tinggi dibandingkan dengan udara di luar dispensing booth.
Gambar 38 Distribusi kec. bidang XZ Y = 0.1 m Distribusi kecepatan tertinggi pada bidang XZ terdapat di daerah bagian bawah dari inflow luar. a. Di dispensing booth, kecepatan rata-rata sebesar 0.4 m/s. b. Distribusi kecepatan yang relatif tinggi terdapat di daerah bawah inflow luar dan juga di daerah outflow dispensing booth. Di daerah sekitar tirai (nomor 1 bidang X 0.07 m), relatif lebih tinggi dari daerah bawah dispensing booth, disebabkan adanya aliran udara yang masuk dari luar tirai. Dari Gambar 37 dan 39 : Distribusi kecepatan di dispensing booth, ratarata sebesar 0.4 m/s, kecepatan inflow dalam 0.73 m/s. Di daerah nomor 1, kecepatan 0.6 m/s relatif tinggi dibanding daerah sekitarnya ,disebabkan udara dari luar dispensing booth masuk ke dalam.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 40 Distrib. Temp. bidang XZY = 1 m
Gambar 41 Distribusi temp bidang XZ Y = 0.1 m
ISSN 1411‐4143
Temperatur dari bidang XZ dengan Y = 1 m, a. Warna Biru : temperatur rendah, Warna Merah : temperatur tinggi b. Suhu di dalam dispensing booth rata-rata 27 o C. c. Ketinggian Y 0.1 m, terdapat 3 daerah temperatur, di daerah luar booth dan daerah di bawah tirai (daerah nomor 1), bertemperatur 24 - 25 oC. d. Daerah #1 dipengaruhi oleh suhu inlet luar yang bersuhu 23 oC. Udara luar masuk ke dalam dispensing booth melalui daerah yang tidak tertutup tirai. e. Daerah #2 bersuhu 25.3 oC, disebabkan udara inlet dispensing booth bersuhu 27 oC bercampur dengan udara dari luar yang bersuhu 23 oC. f. Daerah #3 bersuhu sekitar 26.4 oC.
4.3.3
Analisa Distribusi Tekanan
Gambar 43 Distribusi Tek. Bidang XZY = 1 m a. Hampir tidak perbedaan tekanan antara critcal area dengan non-critical area, sehingga menyebabkan udara dari noncritical area mengalir ke dalam critical area. Hal ini dapat diatasi dengan cara menaikkan selisih volume flow antara inlet critical area dengan outlet critical area. Di bidang XY, semakin ke bawah tekanan semakin besar (Warna Biru : tekanan rendah, Warna Merah : tekanan tinggi)
Gambar 42 Distribusi Temperatur Bidang XYZ = -0.35 m Dari plot distribusi temperatur bidang XY Z = -0.35 m, a. Temperatur di dalam dispensing booth ratarata bersuhu 27.1 oC. b. Di daerah # 1, suhu sedikit lebih tinggi dikarenakan adanya heat yang dipancarkan oleh lampu, masing-masing sebesar 36 W. c. Temperatur terendah terdapat di bagian bawah dispensing booth, disebabkan udara dari luar yang bersuhu sekitar 24 oC masuk ke dalam.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
Gambar 44 Distribusi temperatur bidang XZY = 0.1 m
ISSN 1411‐4143
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 45 Distribusi temp bidang XYZ = -0.35 m 5. SIMPULAN 1. Terdapat aliran udara ruangan luar masuk ke dalam critical area disebabkan tidak adanya perbedaan tekanan antara critical area dan ruangan luar. 2. Rata - rata kecepatan udara di critical area sebesar 0.45 m/s. Di bagian bawah, kecepatan lebih tinggi dikarenakan adanya udara luar yang mengalir ke dalam critical area. 3. Temperatur rata - rata di critical area sebesar 27.1 oC sedangkan temperatur rata - rata di ruangan luar sebesar 24 oC. Perbedaan ini dikarenakan tidak adanya alat pengkondisian udara pada inlet critical area. 4. Hampir tidak ada perbedaan tekanan antara ruangan luar dengan critical area, menyebabkan mengalirnya udara ruangan luar ke dalam critical area. 5. Pola aliran kontaminan tidak membahaya kan karena kontaminan dari muka pekerja ke outlet critical area tidak masuk ke dalam drum maupun timbangan.
PRESISI, Vol. 11 No. 2, Juli 2010
1. ASHRAE Handbook, 1995, HVAC Applications Handbook, Chapter 15, USA 2. BPOM, 2001, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta-Indonesia 3. C. Cole, Graham, 1998, Pharmaceutical Production Facilities, Design & Applications, Second edition, Taylor & Francis, USA 4. Federal Standard 209E: Clean Room and Work Station Requirements: Controlled Environment, USA 5. ISO 14644-1 : 1999, Cleanrooms an Assosiated Controlled Environments, Part 1 : Classification of Air Cleanliness, ISO publisher, Switzerland 6. ISPE, 1996, Pharmaceutical Engineering Guide for New & Renovated Facilities, Vol 1 Bulk Pharmaceutical Chemicals, First Edition, USA 7. Price, E.H., 2007, Engineering Guide Critical Environments, Price, USA 8. R. Austin, Philip, Dr, 2000, Encylopedia of Cleanrooms, Bio-cleanrooms and Aseptic Areas, Quality Books, Inc, USA 9. Whyte, W., 1999, An Introduction to the Design of Clean and Containment Areas, John Wiley & Sons Ltd, USA 10. Whyte, W., 1991, Cleanroom Design, John Wiley & Sons Ltd, USA 11. Zhang, John., Sep 2004, Understanding Pharmaceutical Cleanroom Design, ASHRAE Journal, USA
ISSN 1411‐4143