Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana Badan Geologi Jln. Diponegoro 57 Bandung 40122
SARI Aliran bahan rombakan (debris flow) adalah fenomena di mana percampuran air, lumpur, dan kerikil me ngalir dengan kecepatan tinggi. Karena aliran debris flow memiliki viskositas dan kecepatan yang tinggi, maka bersifat sangat merusak karena mengangkut material yang dilalui di sepanjang sungai sehingga volume dan energinya semakin meningkat dan dapat merusak rumah, jembatan, dan infrastruktur, dan mengakibatkan korban jiwa. Simulasi numerik penting untuk memastikan bahwa bangunan penahan be kerja secara efisien sebelum dilaksanakan pekerjaan konstruksi seperti dam sabo. Makalah ini menyajikan simulasi numerik dua dimensi dengan menggunakan Kanako, GUI dilengkapi simulator aliran debris, yang memungkinkan visualisasi dengan baik dan mudah. Kanako (ver. 2.0) diterapkan pada studi kasus di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, Indonesia. Simulasi diuji dalam berbagai kondisi termasuk kasus tanpa dam sabo dan dengan dam sabo seri. Hasil simulasi menunjukkan jika tidak ada dam sabo di Kampung Paragang, Lengkese, dan Raulo berpotensi terlanda debris flow. Over flow dan debris flow dapat ditanggulangi dengan 4 seri dam sabo tipe celah. Kata kunci: aliran bahan rombakan, pencegahan efektif, simulasi numerik, dam sabo ABSTRACT Debris flow is a phenomenon in which a mixture of large quantities of water, mud, and gravel flows down stream in high speed. Due to its high density and velocity, debris flow is very devastating, it carries along every things on its path that increases its volume and energy, hence it can destroy settlements, bridges, infrastructures as well as loss of lives. Numerical simulation is important to ensure that retaining construction works efficiently before sabo dam is built. This paper presents two-dimensional numerical simulations of a debris flow using Kanako, a user-friendly GUI-equipped with debris flow simulator that allows good visualization and easy explanation. Kanako (Ver. 2.0) was applied as to a case study at Bawakaraeng Mountain, south Sulawesi, Indonesia. Simulations were tested in various conditions with and without sabo dams including sabo dam series. The simulation results showed that without sabo dams, Paragang, Lengkese and Raulo are potentially affected by debris flow. Slit sabo dam of 4 series type is the most appropriate construction from being affected by over flow and debris flow. Keywords: debris flow, effective countermeasure, numerical simulation, sabo dam Naskah diterima 9 September 2011, selesai direvisi 18 November 2011 Korespondensi, email:
[email protected] 191
192
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
PENDAHULUAN Kipas aluvial adalah kerucut yang berbentuk kipas dengan lereng landai terbentuk mulai dari ribuan sampai jutaan tahun yang lalu oleh pengendapan sedimen terkikis di pegunungan. Kipas aluvial mempunyai kondisi yang sangat aktif terutama terhadap banjir dan debris flow yang dapat terjadi secara episodik. Bencana alam yang utama di daerah kipas aluvial adalah banjir dan debris flow yang disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama. Banjir dan debris flow di kipas aluvial umumnya terjadi tanpa peringatan dini karena memiliki kecepatan dan kemampuan mengangkut sedimen yang tinggi. Debris flow juga dapat terjadi karena penumpukan sedimen di hulu sungai atau terjadinya bendungan alam di hulu su ngai. Gunung Bawakaraeng di Sulawesi Selatan pernah terjadi keruntuhan dinding Gunung Bawakaraeng yang mengakibatkan 33 orang meninggal, 10 rumah dan 1 sekolah hancur tertimbun, puluhan hektar sawah ter timbun, puluhan rumah terancam, dan ribuan orang mengungsi. Material runtuhan banyak terakumulasi di hulu sungai Jeneberang se hingga mengakibatkan sering terjadi debris flow atau mud flow di daerah ini. Oleh karena itu diperlukan usaha mengurangi potensi bahaya aliran debris yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Simulasi 2-Dimensi Kanako, dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pencegahan sebelum perencanaan konstruksi dan mudah memperoleh visualisasi maupun penjelasan yang baik dan mudah dipahami tentang efek debris flow.
Lokasi Penelitian Gunung Bawakaraeng memiliki ketinggian sekitar 2.830 m di atas permukaan laut terle tak sekitar 75 km dari Kota Makasar. Secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, (Gambar 1). Daerah lereng barat Gunung Bawakaraeng ini hulu Sungai Jeneberang yang bagian hilirnya terdapat waduk Bili-Bili yang meru pakan daerah tangkapan air untuk Kabupaten Gowa dan Makasar. Pemodelan Debris Flow Model simulasi ini menggunakan model integrasi antara simulasi numerik 1-Dimensi dan 2-Dimensi. Simulasi 1-Dimensi digu nakan pada sungai/selokan dengan masukan riverbed material dan akumulasi material di hulu Sungai Bawakaraeng dengan variasi be berapa tipe dam, antara lain adalah dam ter tutup dan dam celah atau grid (Satofuka dan Mizuyama, 2005). Perhitungan pada daerah landaan seperti kipas aluvial menggunakan simulasi 2-Dimensi. Perhitungan atau ru mus debris flow untuk 2-Dimensi berdasar kan pada persamaan momentum, persamaan kontinu (continuation equation), persamaan riverbed deformation, persamaan erosi/depo sisi, dan riverbed shearing stress (Takahashi and Nakagawa, 1991). persamaan kontinu (continuation equation) untuk volume total debris flow adalah:
∂h ∂uh uh ∂vhvh + + = iziz ∂x ∂y ∂t
(1)
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
193
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi penyelidikan gerakan tanah di Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
persamaan kontinu (continuation equation) untuk menentukan partikel k adalah:
∂C k h ∂C k huhu ∂C k hvhv + + = ik C∗ ∂t ∂x ∂y
(2)
Dalam penentuan partikel digunakan rata-rata ukuran butir material sedimen. Fenomena arah aliran dalam sumbu-x menggunakan per samaan momentum, sebagai berikut:
τ ∂u ∂u ∂u +u +v = g sin θ − x ∂t
∂x
∂y
w x wx
ρh
(3)
Fenomena arah aliran sumbu-y (arah aliran memotong) menggunakan persamaan momentum, sebagai berikut:
∂v ∂t
∂v ∂x
∂v ∂y
τy ρh
+u +v = g sin θwy w y −
(4)
Persamaan untuk menentukan perubahan elevasi permukaan dasar sungai sebagai berikut:
∂z +i = 0 ∂t
(5)
Untuk persamaan (1) sampai persamaan (5), h adalah kedalaman aliran, u adalah kecepat an aliran arah sumbu-x, v adalah kecepatan aliran arah sumbu y, Ck adalah konsentrasi sedimen di dalam volume aliran debris flow, z adalah ketinggian dasar sungai, t adalah wak tu, i adalah kecepatan erosi/deposisi, ik adalah kecepatan erosi/deposisi sedimen/partikel k, g adalah percepatan gravitasi, ρ adalah den sitas cairan, θwx dan θwy adalah gradien aliran permukaan pada sumbu x dan sumbu y, C* adalah konsentrasi sedimen dengan volume pada lapisan dasar yang bergerak (moveable bed layer), τx y adalah tegangan geser dasar sungai pada arah sumbu x dan sumbu y.
194
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
Dalam pemodelan ini digunakan dua ske nario, skenario pertama kondisi sungai tanpa dam sabo, sedangkan skenario ke dua kondisi dengan dam sabo. Supply material dari debris
flow diperkirakan lebih kurang 30 sampai 60 menit. Masing-masing kasus disimulasi kan dengan kondisi nyata Sungai Jeneberang (Gambar 2).
Start
Input; -
Model variabel yang disimulasikan
-
parameter bentuk sungai
-
Supply Hydrograph dari upstream
Running Simulasi
Output; Display dan hasil dari proses simulasi
End
Gambar 2. Prosedur simulasi debris flow.
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
195
Variabel yang dimasukan Parameter yang digunakan dalam simulasi ini ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Variabel Pemodelan Debris Flow Parameter/Variabel
Nilai
Satuan
Waktu simulasi
1800
detik
Interval perhitungan
0,01
detik
Diameter butir
0,1
m
Densitas bed material
2550
kg/m3
Densitas fluida (water and mud, silt)
1180
kg/m3
Konsentrasi material yang bergerak
0,6
Gravity
9,8
Koefisien rata-rata erosi
0,0007
Koefisien rata-rata akumulasi
0,05
Koefisien akumulasi rata-rata berkaitan inertial force
0,9
Kedalaman minimum muka of debris flow
0,05
m
Minimum flow depth
0,01
m
Koefisien Manning's roughness
0,03
Pai
3,14159265358
Parameter - parameter yang digunakan di area 2D;
Nilai
Arah inflow
0
Sumbu pusat inflow pada area 2D [jc]
10
Interval 2D-x titik perhitungan
5
m
Interval 2D-y titik perhitungan
5
m
Kedalaman minimum muka debris flow di 2D
0,01
m
Jumlah titik perhitungan pada arah sumbu x
60
Jumlah titik perhitungan pada arah sumbu y
60
m/s2
Satuan
Parameter-parameter yang digunakan di area 1D;
Nilai
Satuan
Jumlah titik perhitungan di area 1D
49
Interval titik perhitungan di area 1D
20
m
Kedalaman minimum muka debris flow di area 1D
0,05
m
196
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Keairan
Morfologi dan tingkat erosi
Daerah penyelidikan banyak terdapat alur sungai salah satunya Sungai Jeneberang yang mempunyai tingkat erosi yang tinggi. Be berapa kolam kecil muncul akibat longsoran/ slope collapse pada tahun 2004 (Gambar 3 dan 4). Curah Hujan di daerah Sulawesi Se latan umumnya untuk bulan Januari - Maret berada di atas normal, sifat hujan seperti ini kadang-kadang akan berlangsung sampai bu lan April, sedangkan curah hujan rata-rata ta hunan daerah ini cukup tinggi, yaitu di kisar an curah hujan antara 2500 - 3500 mm/tahun. Sedangkan curah hujan dipuncak Gunung Ba wakaraeng berkisar antara 3500 – 4500 mm/ tahun
Daerah penyelidikan merupakan lereng ba ratlaut dan selatan Gunung Bawakaraeng dengan relief yang terjal mempunyai kemi ringan lereng antara 30° hingga hampir tegak, dan ketinggian tempat antara 1000 – 2830 m di atas permukaan laut. Material longsoran ta hun 2004 yang menutupi lembah sungai yang merupakan salah satu hulu Sungai Jeneberang berpotensi terjadi debris flow atau mud flow. Morfologi sungai akibat longsoran memben tuk Sungai yang sangat curam dan mempu nyai tingkat erosi samping yang tinggi. Kondisi Geologi Geologi di sekitar Gunung Bawakaraeng dibangun oleh Endapan Vulkanik Gunung Lompobatang yang terdiri dari lava, tufa la har dan breksi vulkanik yang telah mengalami pelapukan pada bagian permukaannya men jadi lempung lanauan hingga pasir lanauan berwarna kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman, bersifat gembur, dengan ketebal an antara 0,5 – 3 m. Batuan lainnya yang ter dapat di sekitar lokasi penelitian antara lain Endapan Aluvium, Endapan Sumbat, Endap an Erupsi Parasitik, Anggota Breksi, Endapan Vulkanik Baturepe, dan Formasi Camba. Pe nyebaran struktur geologi di puncak Gunung Bawakaraeng sangat intensif berupa sesar normal dengan arah sesar utara – selatan dan baratlaut – tenggara. Dengan keberadaan struktur geologi ini menyebabkan kekuatan batuan menjadi berkurang dan cenderung mu dah runtuh jika dipicu curah hujan yang tinggi atau getaran yang intensif.
Kondisi Kebencanaan Geologi Di sekitar Gunung Bawakaraeng sering ter jadi bencana terutama debris flow atau mud flow karena masih banyak volume material longsoran di atas Gunung Bawakaraeng. Ber dasarkan citra landsat material longsoran me nyebar sejauh 7 km dari gawir longsoran de ngan lebar antara 100 – 300 m. Pada kejadian pertama, Maret 2004, ada yang menyebutkan bahwa peristiwa ini disebut runtuhnya lereng (Slope Collapse), yaitu longsornya sebagian atau seluruh lereng suatu bukit atau dinding bukit runtuh ke bawah akibat jenuh air hu jan. Runtuhnya/guguran lereng termasuk ke dalam gerakan tanah berbeda dengan guguran material gunung api karena guguran lerengini tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunung api. Bencana debris flow atau mud flow di Gunung Bawakaraeng ini bisa kembali me ngancam
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
197
Banyak retakan-retakan di tebing G. Bawakaraeng
Gawir longsoran lama
Collapse Area Caldera Wall CRACK
Endapan longsoran lama
En dap an d ebr is flo w
Terbentuknya erosi gully Dengan tinggi 70 – 120 m
Endapan runtuhan dinding G. Bawakaraeng yang berkembang dari kerakal sampai bongkah
Erosi samping tebing sungai yang intensif sehingga berpengaruh pada kelangsungan sedimentasi di Bili-Bili Dam.
Gambar 3. Kondisi endapan debris flow Gunung Bawakaraeng di aliran Sungai Jeneberang (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
wilayah yang berada di sekitarnya pada masa yang akan datang. Ancaman itu bertambah besar dengan volume air yang tertampung di sejumlah gawir longsoran lama Gunung Bawakaraeng dan banyaknya material long soran di Sungai Jeneberang. Data menun jukkan banyak retakan di beberapa tempat di Gunung Bawakaraeng (Tabel 2). Retakan itu makin lebar akibat pengikisan oleh aliran anak-anak Sungai Jeneberang dan curah hu jan yang tinggi.
Potensi Debris Flow di Lereng Timurlaut Gunung Bawakaraeng Berdasarkan simulasi numerik 2-D di sungai Jeneberang tanpa seri dam sabo dengan debit tertinggi 530 m3/detik dan volume endapan sebanyak 530.000 m3 di daerah ini masih ber potensi terjadi debris flow ke area perkam pungan. Daerah yang berpotensi terlanda debris flow, yaitu Kampung Paragang dan Raulo (Gambar 5). Potensi limpasan aliran akan ter jadi di Lengkese bagian bawah.
198
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
Gawir longsoran lama
a b
Gambar 4. a. Penyebaran endapan longsoran di bagian barat daya Gunung Bawakaraeng (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). dan b. endapan Sungai Jeneberang yang telah menghanyutkan Jembatan Daraha (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007).
Pembuatan dam sabo yang ada di Gunung Bawakaraeng sangat efektif untuk menam pung material longsoran dan mencegah dan atau memperlambat potensi debris flow. Pem buatan dam sabo ini menyebabkan lereng sungai menjadi lebih landai sehingga akan memperlambat aliran sungai. Dam sabo tipe slit atau celah sangat cocok didaerah ini di
banding dengan Screen dam sabo. Hasil Si mulasi dengan 4 seri sabo dam tipe slit de ngan tinggi 15 m (Gambar 6) menunjukkan tidak terjadi over flow dan debris flow (Gam bar 7). Dam sabo dapat mengatasi masalah sedimentasi di Dam Bili-Bili karena mate rial longsoran dapat ditampung di dam sabo tersebut, tetapi perlu di analisis lebih lanjut
S
H H H H H
H
Crack 7-2
Crack S-1 Crack S-2 Crack S-3 Crack S-4-1 Crack S-4-2
H
Crack 7-1
H
Crack 6-2
7
H
Crack 6-1
6
H H H H H H H H
H
Crack 4-6
Crack 5-1 Crack 5-2 Crack 5-3 Crack 5-4 Crack 5-5 Crack 5-6 Crack 5-7 Crack 5-8
H H H H H
H
Crack 3-3
Crack 4-1 Crack 4-2 Crack 4-3 Crack 4-4 Crack 4-5
H H V
Crack 3-1 Crack 3-2
V
V
H
Crack 2-4
H
Crack 2-3
V2
Crack 2-2
51,0
V1
H H H H H V
76,2
H
Crack 1-5
Crack 1-6 Crack 1-7 Crack 1-8 Crack 1-9 Crack 2-1
104,1
H
Crack 1-4
82.5 67.5
77,0
420,2
64,0 198,0 265,0 179,0 119,5 61,6
91,5
140,0
253,0
322,0 116,9 286,2
103,5
132,0 133,7 35,5
445,0
L
1.168,0 1.184,0 1.353,0 101,0 99,6
265,0
230,3
159,5
184,6
296,0 526,0 1.928,6 169,0 187,8 125,0 151,5 164,5
253,0
322,0 116,9 286,2
41,0
245,7
Collapse out -56,0 268,0 70,7 78,0 -69,0
-106,5
103,5
132,0 133,7 35,5
445,5
253,0
325,0 117,0 286,2
-
103,5
132,0 133,7 35,5
271,0
239,0
159,5
185,0
255,3
325,0 117,0 287,2
105,0
134,0 133,7 40,0
271,0
252,0
161,0
185,0
In this period, crack displacement and collapse has occurred in cracks 2-4 step by step.
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
271,0
252,0
161,0
185,0
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 152,0 164,5
255,3
Collapse out Collapse out 325,0 117,0 287,2
-108,0
21,0 98,2 -57,2
- Collapse out
1.168,0 1.168,0 1.184,0 1.184,0 1.353,0 1.354,0 101,0 101,0 99,6 99,6
271,0
239,0
159,5
185,0
Collapse out
Collapse out -56,0 272,5 72,4 92,0 -51,0
-94,5
46,0
68,8
159,9
- Collapse out
-
198,0 272,5 181,0 134,0 80,0
79,0
97,0
145,0
264,0
15,9 -186,5
-3,5
Displacement
82,5 67,5
78,5
L
18.02.2009
31th
Measuring date
296,0 296,0 526,0 526,0 1.928,6 1.930,0 169,0 170,0 188,0 188,0 125,0 125,0 152,0 152,0 164,5 164,5
253,0
Collapse out Collapse out 325,0 117,0 286,2
-109,5
19,0 98,2 -61,7
2372,3
Collapse out
Collapse out
Collapse out -56,0 268,0 70,7 86,0 -69,0
-94,5
46,0
68,8
154,9
In this period, crack displacement and collapse has occurred in cracks 2-2 and 2-3.
1.168,0 1.168,0 1.184,0 1.184,0 1.353,0 1.353,0 101,0 101,0 99,6 99,6
268,0
230,6
159,5
185,0
296,0 296,0 526,0 526,0 1.928,6 1.928,6 169,0 169,0 187,8 188,0 125,0 125,0 152,0 152,0 164,5 164,5
253,0
323,2 116,9 286,2
In this period, small and large(cracks (2-2,2-3,2-4) displacement has occurred.
1.168,0 1.184,0 1.353,0 101,0 99,6
268,0
230,6
159,5
185,0
296,0 526,0 1.928,6 169,0 187,8 125,0 152,0 164,5
253,0
323,2 116,9 286,2
Collapse out
-109,5
19,0 98,2 -61,7
317,8 2500,0
-
-
198,0 268,0 179,3 128,0 62,0
79,0
97,0
145,0
259,0
65,8
154,9
more than wide 5 m displacement
446,0
198,0 268,0 179,3 120,0 62,0
67,0
92,0
142,0
259,0
15,9 -186,5
-3,5
Displacement
82,5 67,5
78,5
L
30th 18.01.2009
15,9 -186,5
-5,0
Displacement 77 82,5 67,5
Collapse out Collapse out
-109,5
19,0 98,2 -61,7
317,3
In this period, small and large(cracks (2-2,2-3,2-4) displacement has occurred.
1.168,0 1.184,0 1.353,0 101,0 99,6
265,0
230,3
159,5
184,6
296,0 526,0 1.928,6 169,0 187,8 125,0 151,5 164,5
1st mesurement some crack already have wide dispalcement.
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0
0,0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0
213,0 240,0 83,7 0,0 0,0
97,2
127,7 113,0 35,5
0,0
wide displacement
219,9
Collapse out -56,0 265,0 70,4 77,5 -69,4
-109,5
40,5
63,8
152,9
0,5 0,9
-5,0
Displacement
18.12.2008
19.11.2008
257,0
L
29th
28th
200,3 more than 5m 60,0
131,0
173,5 189,5 254,0 0,0 108,6 42,0
254,0
82,0 66,6
H H
66,7
H
Crack 1-2 Crack 1-3
L
Horizontal/ Ist Vertical Displace-ment 17.11.2006 (cm)
Crack 1-1
Name of Crack
5
4
3
2
1
Zone
46,0
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
292,0
260,0
161,0
185,0
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 153,0 164,5
255,5
Collapse out Collapse out 327,0 117,0 288,0
-106,0
21,0 98,2 -57,2
Collapse out
Collapse out
Collapse out
Collapse out -56,0 272,5 73,9 93,0 -42,0
-85,0
37,5
21,4
67,9
13,0
3,0 0,9
11,8
Displacement
9,8
6,9 20,7 4,5
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
295,5
265,5
161,0
186,0
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 153,5 164,5
256,0
In this period, crack displacement has occurred in zone1, 2, 3. 4, an zone 7.
1168 1184 1354 101 99,6
295,5
265,5
161
186
296 526 1930 170 188 125 153,5 164,5
256
- Collapse out - Collapse out 327 243,3 117 117,0 288 288,0
107
134,6 133,7 40
- Collapse out
- Collapse out
- Collapse out
- Collapse out 198 8,5 276 22,0 184 184,0 135,5 26,9 89 47,0
88,5
97,6
172
267
82,0
184,0
In this period, crack displacement and small collapse has occurred in outer of cracks 3-1.
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
292,0
260,0
161,0
185,0
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 153,0 164,5
255,5
327,0 117,0 288,0
107,0
134,0 133,7 40,0
-
-
-
198,0 272,5 182,5 135,0 89,0
88,5
97,0
164,0
85 67,5
78,5
L
33th 24.04.209
3,0 -14,5
-3,5
Displacement 85 67,5
78,5
266,0
L
17.03.2009
32th
38,0
79,1
132,9
13,0
3,0 0,9
11,8
Displacement
9,8
7,3 20,7 5,5
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
297,0
265,5
161,0
186,0
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 153,5 165,0
256,0
13,0
256,0
327,0 117,0 288,0
107,0
135,0 133,7 41,0
Since August 2007, many cracks has occured, and some of them occured with a big displacement . Nothing collapsed has occurred in this month. Crack 7-2, 1-3 have a big possibility for collapse
1.168,0 Range displacement: 99.6 - 1,353.0 cm. In 1.184,0 this zone, crack S1, S2 and S3, have a big 1.354,0 possibility for collapse. 101,0 99,6
267,0 Range of displacement: 267.0~315.0 cm. Displacement of crack 7-1 and 7-2 are progressing. Crack 7-2 have a big possibility 315,0 for collapse
186,0 No displacement from previous monitoring 161,0 point
In this period, crack displacement has occurred in zone1 and zone 7.
1.168,0 1.184,0 1.354,0 101,0 99,6
315,0
267,0
161,0
186,0
296,0 526,0 1.930,0 Range of displacement: 125.0~1,930.0 170,0 188,0 cm. No displacement from previous 125,0 monitoring point. 153,5 165,0
256,0
7,3 Range of displacement: Horizontal: 7.3~20.7 20,7 cm. Vertical: 5.5 cm. No displacement from 5,5 previous monitoring point. Small collapsed 9,8 has occurred in outer of crack 3-1 (March 14, 2009, 09.30)) collapse out Collapse out 243,3 Range of displacement: 117.0~288.0 117,0 cm. No displacement from previous monitoring point. 288,0
184,3 26,4 47,0 Range of displacement: Horizontal: - Collapse out 26.9cm. Vertical: 47 cm. In this crack zone, destabilization of slope has observed, especially crack 2-1. Displacement of - Collapse out cracks No 2-1aren't progressing from previous monitoring point and new crack development has obs - Collapse out
184,3 135,0 89,0
198,0 277,0
101,2
157,0
Judgement
128,9 Range of displacement: Horizontal: 3.0~184.3 cm. Vertical :50.2~80.8 cm. 80,8 Displacement of cracks No. ,1-3, 1-8 are progressing. In this zone, crack 1-3 50,2 have a big possibility for collapse Collapse out 8,5 23,0
267,0 233,0
11,8 3,0 20,9
Displacement
78,5 85,0 87,5
L
35th 19.06.210
296,0 526,0 1.930,0 170,0 188,0 125,0 153,5 165,0
In this period, crack displacement has occurred in zone1, 3. 5, and zone 7.
1168 1184 1354 101 99,6
297
265,5
161
186
296 526 1930 170 188 125 153,5 165
256
- Collapse out - Collapse out 327 243,3 117 117,0 288 288,0
107
135 133,7 41
- Collapse out
- Collapse out
- Collapse out
- Collapse out 198 8,5 276 22,0 184,3 184,3 135,5 26,9 89 47,0
89
155,3
237
267
85 67,5
78,5
L
18.05.209
34th
Tabel 1. Monitoring retakan di Puncak Gunung Bawakaraeng (sumber: Departemen Pekerjaan Umum)
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana 199
200
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
h: flow depthlmj Shift 2D display(flow depth/sedimentation thickness)
:0<=h<=0.01 :0.01
Lengkese Bagian bawah Borongpulo Paragang
Raulo
Gambar 5. Simulasi Numerik 2-D Sungai Jeneberang tanpa dam sabo, terjadi debris flow pada volume endapan 530.000 m3 dan debit tertinggi 530 m3/detik terjadi setelah 730 detik.
450m 400m 350m 300m 250m 200m 150m 100m 50m 0m m
Altitude scale
Distance scale
debris flow
Sabo Dam
:movable bed during simulation
Save result
:initial movable bed No. 3 80m
Switch plain figure (h/zzs)
160m
240m
320m
h: flow depth(m) :0<=h<=0.01
400m
480m
560m
:0.01
:0.16<=h<=0.19
:0.04<=h<=0.07
:0.19<=h<=0.22
:0.07<=h<=0.10 :0.10<=h<=0.13
640m
720m
800m
880m
960m
1040m
1120m
1200m
:0.13<=h<=0.16
:0.22<=h<=0.25 :0.25<=h
150 120 90 60 30 0 -30 -60 -90 -120
-150 960
990
1020 1050 1080 1110 1140 1170 1200 1230 1260 distance from 1D upstream end(m)
Gambar 6. Simulasi Numerik 2-D Sungai Jeneberang dengan 4 seri dam Sabo tipe Slit dengan volume endapan 530.000 m3 dan debit tertinggi 530 m3/detik.
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
201
h: flow depth(m)
:0<=h<=0.01 Shift 2D display(flow depth/sedimentation thickness)
:0.01
Gambar 7. Simulasi numerik 2-D menunjukan efektivitas 4 seri dam Sabo tipe Slit dan tidak terjadi over flow ataupun debris flow.
jika dam sabo tersebut jika diaplikasikan ke tempat/sungai lain karena efek sedimentasi di bagian bawah sungai atau downstream jadi berkurang sehingga berpotensi memicu erosi samping dan mengganggu stabilitas tebing kanan dan kiri sungai. Dari identifikasi dan simulasi menunjukan bahwa tanah longsor dan debris flow atau mud flow skala kecil berpotensi terjadi di lereng Timur laut Gunung Bawakaraeng dan masih mengancam beberapa pemukiman. KESIMPULAN Material longsoran tahun 2004 yang menu tupi hulu Sungai Jeneberang masih berpotensi
terjadi debris flow atau mud flow. Morfologi sungai akibat longsoran membentuk Sungai yang sangat curam dan mempunyai tingkat erosi samping yang tinggi. Penyebaran struktur geologi di puncak Gu nung Bawakaraeng sangat intensif berupa sesar normal dengan arah sesar utara – selatan dan baratlaut – tenggara Keberadaan struktur geologi ini menyebabkan kekuatan batuan menjadi berkurang dan cenderung mudah runtuh jika dipicu curah hujan yang tinggi atau getaran yang intensif. Berdasarkan simulasi numerik 2-D di sungai Jeneberang tanpa seri dam sabo dengan debit tertinggi 530 m3/det dan volume endapan 530.000 m3 di daerah ini masih berpotensi
202
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
terjadi debris flow ke area perkampungan. Potensi over flow terjadi di Lengkese bagian bawah. Daerah yang berpotensi terlanda debris flow, yaitu Kampung Paragang, Lengkese bagian bawah, dan Raulo. Pembuatan dam sabo yang ada di Gunung Bawakaraeng sangat efektif menampung material longsoran untuk mencegah dan memperlambat potensi debris flow. Pembuatan dam sabo ini menyebabkan lereng sungai menjadi lebih landai sehingga memperlambat aliran sungai atau debris flow atau mud flow. Dam sabo tipe slit atau celah sangat cocok didaerah ini di banding dengan Screen dam sabo. Hasil simulasi dengan 4 seri dam sabo tipe celah dengan tinggi 15 m, menunjukan tidak terjadi over flow dan debris flow. Dam sabo tersebut juga dapat meng atasi masalah sedimentasi di Dam Bili-Bili karena material longsoran dapat ditampung di dam sabo, tetapi perlu di analisis lebih lanjut jika dam sabo tersebut mau diaplikasikan ke tempat/sungai lain karena efek sedimentasi di bagian bawah sungai atau downstream jadi berkurang sehingga berpotensi memicu erosi
samping dan mengganggu stabilitas tebing kanan dan kiri sungai.
ACUAN Departemen Pekerjaan Umum, 2008, Urgent Dis aster Reduction Project For Mt. Bawakaraeng, (ti dak dipublikasikan). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geolo gi, 2007, Laporan Pemeriksaan Gerakan Tanah di Gunung Bawakaraeng, (tidak dipublikasikan). Satofuka, Y. and Mizuyama, T., 2005, Numerical simulation on debris flow control by a grid dam, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 57, No. 6. Satofuka, Y. and Mizuyama, T., 2005, Numerical simulation on a debris flow in a mountainous river with a sabo dam, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 58, No. 1. Takahashi, T. and Nakagawa, H., 1991, Prediction of stony debris flow induced by severe rainfall, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 44, No. 3, pp.12–19.