KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG CARABIDAE DAN STAPHYLINIDAE PADA EMPAT TIPE HABITAT MONTANA DI GUNUNG BAWAKARAENG, SULAWESI SELATAN
AGMAL QODRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Agmal Qodri NIM G352120031
RINGKASAN AGMAL QODRI. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan WORO ANGGRAITONINGSIH NOERDJITO. Carabidae dan Staphylinidae adalah dua famili kumbang permukaan tanah yang umum ditemukan beragam dan melimpah di ekosistem hutan. Dua famili kumbang tersebut memiliki peran penting di ekosistem hutan, khususnya sebagai predator generalis. Montana merupakan tipe ekosistem hutan yang memiliki endemisitas tinggi. Belum ada laporan penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae di hutan Montana Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, serta letak Gunung Bawakaraeng di kawasan Wallacea menjadi alasan penting untuk melakukan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae beserta spesies kumbang asli pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae dilakukan sebanyak 1 kali pada bulan September sampai Oktober 2013 di 4 tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, yaitu lahan pertanian, hutan pinus, hutan campuran (hutan Eucalyptus dan hutan alam), dan hutan alam (2165 m dpl). Sampel Carabidae dan Staphylinidae dikoleksi dengan metode perangkap sumuran (PSM). Lima belas PSM disusun secara sistematis pada lahan pertanian dan secara acak pada tiga habitat lainnya dalam luasan petak 2400 m2 dengan jarak 10-20 m antar PSM, dan dipasang selama 2 hari. Sebagian sampel Carabidae dan Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat morfospesies, dan sebagian lainnya diidentifikasi hingga tingkat genus atau spesies. Ordo Coleoptera ditandai dengan adanya sayap depan keras (elitra). Subordo dibedakan atas Adephaga (koksa belakang membagi ruas abdomen pertama) dan Polyphaga (koksa belakang tidak membagi ruas abdomen pertama). Famili Carabidae memiliki karakter berupa elitra menutup abdomen dan terdapat sutura notopleural. Famili Staphylinidae dikarakterisasi dengan elitra tidak menutup abdomen dan tidak memiliki sutura notopleural. Karakter subfamili untuk famili Carabidae yang diamati meliputi panjang klipeus, letak mesepimera terhadap mesokoksa, dan bentuk tungkai depan. Karakter subfamili untuk famili Staphylinidae yang diamati meliputi letak pangkal antena (skapus), ada tidaknya oseli di posterior kepala, ukuran mata, posisi kepala, dan terlihat atau tidaknya skutelum. Verifikasi spesimen dilakukan oleh beberapa ahli Carabidae dan Staphylinidae. Faktor lingkungan yang diamati adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Data Carabidae dan Staphylinidae adalah indeks keanekaragaman dan korelasi antara spesies dengan habitat dan faktor lingkungan. Penelitian ini berhasil mengoleksi kumbang Carabidae sebanyak 42 individu yang terdiri dari 3 subfamili, 6 genus, dan 9 spesies. Subfamili Harpalinae memiliki kekayaan spesies tertinggi yang terdiri dari 4 genus dan 7 spesies. Aephnidius adelioides (Harpalinae) adalah spesies yang paling melimpah. Terdapat 4 spesies asli dari Carabidae pada masing-masing tipe habitat montana, yaitu A. adelioides di lahan pertanian, Hipparidium shinjii (Cicindelinae) di hutan
pinus, Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) di hutan alam (1835 m dpl), dan Platynini sp.1 (Harpalinae) di hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Staphylinidae yang berhasil dikoleksi pada penelitian ini lebih melimpah dan beragam dibandingkan Carabidae, yaitu sebanyak 260 individu yang terdiri dari 8 subfamili, 16 genus, dan 37 spesies. Subfamili Aleocharinae memiliki kekayaan spesies tertinggi yang terdiri dari 7 genus dan 13 spesies. Hanya 2 tipe habitat montana yang memiliki spesies asli Staphylinidae, yaitu Aleochara sp. (Aleocharinae), Paederus sp.1 (Paederinae), dan Xantholinini sp. (Staphylininae) di lahan pertanian dan Mycetoporini sp.2 (Tachyporinae) dan Paederus sp.2 (Staphylininae) di hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Berdasarkan hasil pengamatan morfologi, terdapat beberapa karakter utama di dalam masing-masing subfamili dari Carabidae dan Staphylinidae yang ditemukan. Carabidae terdiri dari subfamili Cicindelinae, Harpalinae, dan Scaritinae. Cicindelinae memiliki ukuran klipeus lebih lebar dari jarak antara perlekatan dua pangkal antena dan mesepimera mencapai mesokoksa. Harpalinae dicirikan dengan ukuran klipeus lebih sempit dari jarak antara perlekatan dua pangkal antena dan mesepimera tidak bersinggungan dengan mesokoksa. Scaritinae memiliki tungkai depan yang teradaptasi untuk menggali (fosorial) dan mesepimera mencapai mesokoksa. Staphylinidae terdiri dari subfamili Aleocharinae, Omaliinae, Osoriinae, Oxytelinae, Paederinae, Staphylininae, Steninae, dan Tachyporinae. Pangkal antena Aleocharinae melekat di depan kepala dekat anterior mata. Omaliinae memiliki dua oseli di posterior kepala. Ruas terakhir maksilari palpi Osoriinae lebih sempit dibandingkan ruas lainnya dan kepala berukuran besar hampir tidak menyempit ke posterior. Oxytelinae memiliki perlekatan antena di bawah sebuah bagian bulat (lobiform) di sisi anterior dekat mata dan prokoksa menonjol. Pangkal antena Paederinae melekat di bawah sudut anterior yang menonjol di depan kepala. Staphylininae dicirikan dengan dengan pangkal antena melekat pada tepi anterior kepala di sekitar pangkal mandibula. Steninae memiliki mata besar dan menonjol. Kepala Tachyporinae masuk ke dalam toraks. Hasil Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan bahwa A. adelioides (Carabidae: Harpalinae), Aleochara sp. (Staphylinidae: Aleocharinae), dan Xantholinini sp. (Staphylinidae: Staphylininae) yang mengelompok di lahan pertanian menunjukkan korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah, diduga menjadi habitat yang sesuai bagi ketiga spesies tersebut. Hipparidium shinjii (Carabidae: Cicindelinae) yang mengelompok di hutan pinus tidak menunjukkan korelasi dengan semua faktor lingkungan. Serasah pinus dan tumbuhan paku diduga menjadi habitat yang sesuai bagi H. shinjii dalam mencari makan dengan cara kamuflase. Athetini sp.1 (Staphylinidae: Aleocharinae) dan Phloeonomus sp. (Staphylinidae: Omaliinae) yang mengelompok di hutan alam (2165 m dpl) menunjukkan korelasi positif terhadap kelembaban udara dan tanah. Kedua spesies tersebut diduga berperan sebagai saproxylic yang didukung dengan nilai kelembaban terendah berada di hutan alam (2165 m dpl). Carabidae dan Staphylinidae ditemukan paling beragam di hutan alam (2165 m dpl). Kelimpahan Carabidae tertinggi berada di lahan pertanian, sementara kelimpahan Staphylinidae tertinggi tetap berada di hutan alam (2165 m dpl). Kata kunci: Carabidae, Staphylinidae, Gunung Bawakaraeng, montana, Sulawesi
SUMMARY AGMAL QODRI. Diversity and Abundance of Carabid and Staphylinid Beetles in Four Montane Habitat Types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi. Supervised by RIKA RAFFIUDIN and WORO ANGGRAITONINGSIH NOERDJITO. Carabidae and Staphylinide are the two soil beetle families which are commonly found abundant and diverse in forest ecosystem. They have important roles in forest ecosystems, especially as generalist predators. Montane is a type of ecosystem forest that has high endemism. No studies were reported about diversity and abundance of Carabidae and Staphylinidae in montane forest on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi, as well as the geographical position of the mountain in Wallacea be an important reason for doing this research. The aim of this study was to analyze the diversity and abundance of Carabidae and Staphylinidae with native species in four montane habitat types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi. Sampling of Carabidae and Staphylinidae was conducted one time from September until October 2013 in 4 montane habitat types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi, i.e. agricultural area (1465 m asl), pine forest (1545 m asl), mixed forest (Eucalyptus forest and natural forest) (1835 m asl), and natural forest (2165 m asl). Carabidae and Staphylinidae were collected by pitfall trap method. Fifteen pitfall traps were systematically set up in agricultural area and randomly in the other three habitats in a plot area of 2400 m2 with a distance of 10-20 m between pitfall traps, and kept for two days. A part of samples of Carabidae and Staphylinidae were identified to morphospecies level, and the others were identified to genus or species level. Order Coleoptera is characterized by elytra. The suborder is distinguished by metacoxae divide the first abdominal sterna (Adephaga) and metacoxae not divide the first abdominal sterna (Polyphaga). Family Carabidae is characterized by elyta cover the abdomen and there are notopleural sutures, whereas Family Staphylinidae is distinguished by elytra not cover the abdomen and has no notopleural sutures. The observed characters of subfamily for Carabidae are the length of clypeus, disposition of mesepimera to mesocoxal cavities, and the form of front legs. The observed characters of subfamily for Staphylinidae are the insertion of base of antenna, have or have no ocelli on the posterior of head, eyes size, disposition of head, and scutellum visible or not. Verification of specimens was performed by coleopterists of Carabidae and Staphylinidae. Environmental variables were recorded including temperature, soil temperature, humidity, soil moisture, and soil pH. The data of Carabidae and Staphylinidae are the diversity index and correlation among species with habitat and environmental variables. This study successfully collected a total of 42 individuals of carabid beetles belonging to 3 subfamilies, 6 genus, and 9 species. Subfamily Harpalinae has the highest species richness, i.e. 4 genus and 7 species. Aephnidius adelioides (Harpalinae) is the most abundant. There are 4 native species of Carabidae in each montane habitat type, i.e. Aephnidius adelioides in agricultural area, Hipparidium shinjii (Cicindelinae) in pine forest, Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) in natural forest (1835 m asl), and Platynini sp.1 (Harpalinae) in natural forests
(1835 and 2165 m asl). Collected Staphylinidae in this study is more abundant and diverse than Carabidae, i.e. a total of 260 individuals belonging to 8 subfamilies, 16 genus, and 37 species. Subfamily Aleocharinae has the highest species richness, i.e. 7 genus and 13 species. Only 2 montane habitat types have native staphylinid species, i.e. Aleochara sp., Paederus sp.1, and Xantholinini sp. were in agricultural area and Mycetoporini sp.2 and Paederus sp.2 were in natural forests (1835 and 2165 m asl). Based on the results of morphological observation, there are several main characters in each subfamily of collected Carabidae and Staphylinidae. Carabidae consists of subfamily Cicindelinae, Harpalinae, and Scaritinae. Cicindelinae has clypeus extending laterally before bases of antennae and the mesepimera reaching the mesocoxae. Harpalinae is characterized by clypeus not extending laterally before bases of antennae and the mesepimera not reaching the mesocoxae. Scaritinae has prolegs is adapted for digging (fossorial) and the mesepimera reaching the mesocoxae. Staphylinidae consists of subfamily Aleocharinae, Omaliinae, Osoriinae, Oxytelinae, Paederinae, Staphylininae, Steninae, and Tachyporinae. The bases of antennae in Aleocharinae insert in front of the head near anterior of the eyes. Omaliinae has two ocelli in the posterior of head. Last segment of maxillary palpi in Osoriinae is narrower than other segments and has large-sized head nearly not constrict posteriorly. Oxytelinae has bases of antennae insert under the lobiform on anterior side near the eyes, and has prominent procoxae. The bases of antennae in Paederinae insert under the prominent anterior corner of the head. Staphylininae is characterized by the bases of antennae insert to the anterior edge of the head around the base of mandible. Steninae has large and prominent eyes. The head of Tachyporinae insert into the thorax. The result of Canonical Correspondence Analysis indicated that Aephnidius adelioides (Carabidae: Harpalinae), Aleochara sp. (Staphylinidae: Aleocharinae), and Xantholinini sp. (Staphylinidae: Staphylininae) are clustered in agricultural area show a positive correlation to temperature and soil temperature, expected to be suitable open habitat for the three species. Hipparidium shinjii (Carabidae: Cicindelinae) shows no correlation with all the environmental variables. The pine litters and ferns are predicted to be a suitable habitat to H. shinjii for foraging by camouflaging. Athetini sp.1 (Staphylinidae: Aleocharinae) and Phloeonomus sp. (Staphylinidae: Omaliinae) are clustered in natural forest (2165 m asl) and show positive correlation to humidity and soil moisture. Both species are suspected to play a role as saproxylic which are supported by low humidity values in natural forest (2165 m asl). Carabidae and Staphylinidae are found the most diverse in natural forest (2165 m asl). The highest abundance of Carabidae is in agricultural area, whereas Staphylinidae is still in natural forest (2165 m asl). Keywords: Carabidae, Staphylinidae, Mt. Bawakaraeng, montane, Sulawesi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUMBANG CARABIDAE DAN STAPHYLINIDAE PADA EMPAT TIPE HABITAT MONTANA DI GUNUNG BAWAKARAENG, SULAWESI SELATAN
AGMAL QODRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Tri Atmowidi, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini adalah keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Kumbang Carabidae dan Staphylinidae pada Empat Tipe Habitat Montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rika Raffiudin, MSi dan Ibu Prof Dr Woro Anggraitoningsih Noerdjito selaku pembimbing, Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi selaku penguji luar komisi ujian tesis, serta Bapak Dr Berry Juliandi selaku perwakilan ketua program studi yang telah banyak memberikan saran dan arahannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan (BU) dalam SK Nomor 71/DIKTI/Kep/2012, Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Selatan yang telah memberikan izin penelitian, Kepala dan seluruh staff Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong yang telah memberikan fasilitas laboratorium dan bantuannya, Temanteman Husni Mubarok, Ellena Yusti, dan Muhammad Rizaldi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih untuk teman seperjuangan Saudia Fitri Susanti, dan kawan-kawan lainnya yang selalu memotivasi. Kepada ayah, ibu, adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2015 Agmal Qodri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2
2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Koleksi Spesimen Pemilahan Spesimen Identifikasi Faktor Lingkungan Prosedur Analisis Data
3 3 6 7 7 9 9
3 HASIL Keanekaragaman dan Kelimpahan Carabidae Keanekaragaman dan Kelimpahan Staphylinidae Faktor Lingkungan pada Empat Tipe Montana Korelasi antara spesies Carabidae terhadap Faktor Lingkungan Korelasi antara spesies Staphylinidae terhadap Faktor Lingkungan Deskripsi Morfologi Spesies Carabidae Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Carabidae Deskripsi Morfologi Spesies Staphylinidae Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Staphylinidae
11 11 13 16 17 18 18 25 25 41
4 PEMBAHASAN Perbedaan Spesies Carabidae pada Masing-masing Tipe Montana Tipe Montana yang Memiliki Spesies Asli Staphylinidae Perbandingan Keanekaragaman dan Kelimpahan antara Kumbang Carabidae dan Staphylinidae
44 44 45
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
48 48 48
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
52
RIWAYAT HIDUP
53
46
DAFTAR TABEL 1 Koordinat dan ketinggian empat tipe habitat montana di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 2 Keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dari tiga subfamili pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng 3 Matriks kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis 4 Keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae dari delapan subfamili pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng 5 Matriks kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis 6 Matriks kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran (hutan Eucalyptus dan hutan alam) (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis 7 Faktor lingkungan pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan
3 11
12 13
15
16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 2 Habitat pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae 3 Skema penyusunan perangkap sumuran pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan 4 Desain perangkap 5 Karakter kumbang 6 Skematis Carabidae 7 Skematis Staphylinidae 8 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 9 Dendogram kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 10 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran (hutan Eucalyptus dan hutan alam) (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group 11 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Carabidae, tipe habitat montana, dan faktor lingkungan
4 5 6 6 8 8 9
12
15
16
17
12 Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Staphylinidae, tipe habitat montana, dan faktor lingkungan 13 Hipparidium shinjii (Cicindelinae) 14 Spesies Carabidae (Harpalinae) 15 Harpaloxenus sp. (Cicindelinae) 16 Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) 17 Spesies Carabidae (Harpalinae: Platynini) 18 Clivina sp. (Scaritinae) 19 Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae) 20 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae) 21 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae: Homalotini) 22 Phloeonomus sp. (Omaliinae) 23 Eleusis sp. (Osoriinae) 24 Anotylus sp.1 (Oxytelinae) 25 Spesies Staphylinidae (Oxytelinae) 26 Medonina sp. (Paederinae) 27 Spesies Staphylinidae (Paederinae) 28 Philonthus sp.1 (Staphylininae) 29 Spesies Staphylinidae (Staphylininae) 30 Stenus sp. (Steninae) 31 Spesies Staphylinidae (Tachyporinae)
18 19 21 22 23 23 24 26 28 30 31 31 32 33 35 35 37 38 39 40
DAFTAR LAMPIRAN 1 Verifikator spesies Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan
52
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sulawesi terletak dalam kelompok pulau biogeografi Wallacea yang menyebabkan pulau tersebut memiliki tingkat endemisitas dan keanekaragaman fauna yang tinggi (Myers 2000). Sejarah geologi Pulau Sulawesi hingga terbentuk empat lengan berbeda (utara, selatan, timur, tenggara) diakibatkan proses tektonik dari batas-batas lempeng aktif (Hamilton 1979). Gunung Bawakaraeng (2830 m dpl) terletak di lengan selatan di kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dan paling terjangkau dari kota Makassar (90 km dari Makassar). Aktivitas vulkanik pada zaman Pleistosen menyebabkan terbentuknya Gunung Bawakaraeng (Hasnawir dan Kubota 2008). Sulawesi memiliki beberapa tipe hutan, yaitu hutan dataran rendah (0-400 m dpl), hutan perbukitan (400-850 m dpl), hutan dataran tinggi (850-1500 m dpl), hutan montana (1500-2500 m dpl), dan hutan tropalpin (> 2500 m dpl) (Cannon et al. 2007). Hutan montana sering dianggap sebagai daerah yang memiliki keanekaragaman lebih rendah dibandingkan hutan dataran rendah. Akan tetapi, hutan montana memiliki endemisitas yang tinggi (Anderson dan Ashe 2000). Pada ekosistem hutan montana, kumbang (Coleoptera) permukaan tanah termasuk salah satu artropoda yang mendominasi selain Araneae (laba-laba), Acari (tungau), Collembola (ekor pegas), dan Diptera (Sabu et al. 2011). Coleoptera memiliki karakteristik utama berupa sayap depan keras (elitra) yang melindungi sayap belakang tipis (Triplehorn dan Johnson 2005). Selain mendominasi, kumbang permukaan tanah memiliki peran penting sebagai predator, dekomposer, dan fitofag (Nitzu et al. 2008). Carabidae merupakan salah satu famili kumbang permukaan tanah yang sebagian besar berperan sebagai predator (Nitzu et al. 2008), terutama predator generalis (memakan berbagai mangsa Arthropoda, seperti Collembola, tungau tanah (Oribatida), dan larva Diptera) (Ribera et al. 1999). Meskipun berperan sebagai predator, beberapa Carabidae dapat juga berperan sebagai pemakan biji tumbuhan (Honek et al. 2003). Carabidae dicirikan dengan elitra striat, memiliki sutura notopleural, dan termasuk ke dalam Subordo Adephaga dengan karakter utama, yaitu metakoksa membagi ruas abdomen pertama (Triplehorn dan Johnson 2005). Kumbang permukaan tanah lain yang sebagian besar juga berperan sebagai predator generalis adalah Staphylinidae (Pohl et al. 2008). Sama halnya seperti Carabidae, selain berperan sebagai predator generalis, beberapa Staphylinidae berperan sebagai pemakan polen (Steel 1970) dan saprofag (Hanski & Hammond 1986). Staphylinidae dicirikan dengan elitra sangat pendek (umumnya lebih dari setengah abdomen tidak terlindungi elitra), tidak memiliki sutura notopleural, dan termasuk ke dalam Subordo Polyphaga dengan karakter utama, yaitu metakoksa tidak membagi ruas abdomen pertama (Triplehorn dan Johnson 2005). Perbedaan ketinggian pada kawasan hutan montana dapat menyebabkan keanekaragaman Carabidae yang berbeda (Maveety et al. 2011). Kekayaan spesies Carabidae menurun dengan peningkatan ketinggian di kawasan hutan montana tropis. Tiga genus dari 3 tribe terbesar dari subfamili Harpalinae (Carabidae), yaitu Pelmatellus (Harpalini), Dyscolus (Platynini), dan Bembidion
2 (Bembidiini) umum 2terdapat di kawasan hutan montana tropis, pegunungan Andes, Peru tenggara (Maveety et al. 2011). Populasi Staphylinidae yang terdapat di kawasan hutan montana juga menunjukkan pola keanekaragaman yang sama terhadap perbedaan ketinggian (Hanski dan Hammond 1986), seperti yang ditunjukkan oleh Maveety et al. (2011) pada spesies Carabidae. Anotylus sp. (Oxytelinae) dan Philonthus sp. (Staphylininae) adalah Staphylinidae yang umum terdapat di kawasan hutan montana di Gunung Mulu National Park, Malaysia (Hanski dan Hammond 1986). Penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae di Gunung Bawakaraeng khususnya terkait dengan habitat montana belum pernah dilaporkan. Selain itu, letak Gunung Bawakaraeng dalam kawasan Wallacea menjadikan penelitian ini menarik dan perlu untuk dilakukan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan dan (2) menganalisis spesies asli Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, sehingga dapat diketahui gambaran kondisi ekologi di masing-masing tipe habitat montana.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah empat tipe habitat montana yang terdiri dari lahan pertanian (1465 m dpl), hutan pinus (1545 m dpl), hutan campuran (hutan Eucalyptus dan hutan alam) (1835 m dpl), dan hutan alam (2165 m dpl); serta spesies asli Carabidae dan Staphylinidae pada masing-masing tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng.
3
2 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae dilakukan satu kali pada musim kemarau dari bulan September hingga Oktober 2013 di empat tipe habitat montana, Gunung Bawakaraeng, yaitu habitat I (lahan pertanian), habitat II (hutan pinus), habitat III (hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam), dan habitat IV (hutan alam) (Gambar 1, Tabel 1). Pemilahan spesimen dan identifikasi dilakukan pada bulan November 2013 hingga Juni 2014 di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi (Puslit Biologi), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Analisis data dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor (IPB). Habitat I: Lahan Pertanian Lahan pertanian terdiri dari: tanaman tomat (Solanaceae), labu (Cucurbitaceae), bawang perai (Alliaceae), dan sawi (Brassicaceae). Tidak ada tutupan kanopi pada habitat ini (Gambar 2). Habitat II: Hutan Pinus Didominasi oleh pohon pinus dan tumbuhan paku. Terdapat pula gulma Ageratum sp. (Bandotan) (Gambar 2). Habitat III: Hutan Campuran (Hutan Eucalyptus dan Hutan Alam) Sebagian adalah hutan Eucalyptus, sebagian adalah hutan alam. Habitat hutan alam didominasi oleh pohon cempaka hutan Magnolia vrieseana (Magnoliaceae) dan pohon-pohon berbatang besar lainnya yang ditumbuhi lumut dan tumbuhan epifit. Selain itu, pada habitat hutan alam banyak ditumbuhi semak Leucosyke capitellata (Urticaceae) (Gambar 2). Tabel 1 Koordinat dan ketinggian empat tipe habitat montana di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan Kode
Koordinat
I
05° 15’ 03.1” LS 119° 53’ 56.7” BT 05° 15’ 29.3” LS 119° 54’ 31.8” BT 05° 16’ 42.5” LS 119° 54’ 58.5” BT
II III
IV
05° 17’ 11.4” LS 119° 55’ 47.6” BT
Tipe Habitat Montana Lahan pertanian (LP)
Ketinggian (m dpl) 1465
Hutan pinus (HP)
1545
Hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA) Hutan alam (HA)
1835
Keterangan: m dpl (meter di atas permukaan laut), ditemukan kotoran sapi.
2165
pada keempat tipe habitat montana
4 Habitat IV: Hutan 4Alam Didominasi oleh pohon Melicope accedens (Rutaceae) dan pohon-pohon berbatang besar lainnya yang ditumbuhi lumut dan tumbuhan epifit. Kanopi pohon pada habitat ini paling padat dibandingkan habitat lainnya (Gambar 2).
Gambar 1
Lokasi penelitian di kawasan Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. (I) lahan pertanian (1465 m dpl), (II) hutan pinus (1545 m dpl), (III) hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (1835 m dpl), (IV) hutan alam (2165 m dpl) (Sumber: Google Maps).
5
Ia
Ib
IIa
IIb
IIIa
IIIb
IVa
IVb
Gambar 2 Habitat pengambilan sampel Carabidae dan Staphylinidae. (I) lahan pertanian (a) labu, (b) bawang perai, sawi, dan tomat; (II) hutan pinus (a) pemandangan umum, (b) tumbuhan paku; (III) hutan campuran (a) hutan Eucalyptus, (b) hutan alam; dan (IV) hutan alam (2165 m dpl) (a) pemandangan umum, (b) lantai hutan.
6 6
Koleksi Spesimen
Carabidae dan Staphylinidae dikoleksi menggunakan perangkap sumuran (PSM) karena Carabidae dan Staphylinidae merupakan kumbang yang aktif merayap di permukaan tanah. Sebanyak 15 PSM disusun secara sistematis pada lahan pertanian dan disusun secara acak pada hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alam. Jarak antar PSM adalah 10-20 m dalam luasan petak 2400 m2 di setiap habitat (Gambar 3). PSM dipasang selama dua hari. Perbedaan model penyusunan PSM pada tiga habitat montana (hutan pinus, hutan campuran, dan hutan alam) dengan lahan pertanian dikarenakan adanya hambatan, seperti letak pohon yang tidak teratur dan kontur permukaan tanah yang miring.
10-20 m
A Sungai B
Sungai I
Gambar 3
II
III
IV
Skema penyusunan perangkap sumuran pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. – – Pitfall trap. (I) lahan pertanian, (II) hutan pinus, (III) hutan campuran: (A) hutan Eucalyptus (B) hutan alam, dan (IV) hutan alam. Atap transparan Kawat penyangga Permukaan tanah Gelas plastik Alkohol 70% a
b
Gambar 4 Desain perangkap. (a) perangkap sumuran (PSM), (b) konstruksi skematis PSM.
7 Perangkap sumuran (PSM) menggunakan gelas plastik (tinggi 10 cm, diameter alas bawah 5.7 cm, dan diameter alas atas 9.2 cm) yang diletakkan di dalam tanah dengan bibir gelas rata terhadap permukaan tanah. Masing-masing PSM diisi dengan alkohol 70% sampai setengah tinggi gelas yang berfungsi sebagai agen pembunuh sekaligus pengawet spesimen. Atap transparan berukuran 20 x 20 cm, modifikasi Obrist dan Duelli (1996) digunakan sebagai pelindung PSM dari hujan dan jatuhan serasah, serta kawat digunakan sebagai penyangga atap. Jarak antara atap dengan permukaan tanah adalah 10 cm (Gambar 4). Setelah dua hari, sampel Carabidae dan Staphylinidae serta larutan alkohol 70% di dalam perangkap sumuran (PSM) dipindahkan ke dalam plastik ½ kilogram yang telah diberi label (nomor PSM, tanggal pengambilan sampel, kolektor, dan habitat). Sampel Carabidae dan Staphylinide diproses lebih lanjut di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.
Pemilahan Spesimen Sampel Carabidae dan Staphylinidae dipindahkan ke dalam cawan petri, lalu diamati di bawah mikroskop stereo untuk dipilah dari fauna lain. Sampel yang berukuran kecil (< 1 cm) dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml berisi alkohol 70%, sedangkan sampel yang berukuran besar (> 1 cm) dibungkus dalam kertas papilot. Sampel Carabidae dan Staphylinidae di-pinning untuk memudahkan dalam identifikasi.
Identifikasi Spesimen Carabidae dan Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat subordo dan famili menurut Triplehorn dan Johson (2005). Carabidae diidentifikasi hingga tingkat genus menggunakan kunci identifikasi dari Andrewes (1929), Darlington (1970), dan Ito (2009). Dua spesimen Carabidae diidentifikasi hingga tingkat morfospesies menurut Fedorenko (2011) dan satu spesimen Carabidae diidentifikasi menurut Sawada dan Wiesner (2000). Staphylinidae diidentifikasi hingga tingkat genus menggunakan kunci identifikasi dari Cameron (1930). Pada genus yang terdiri dari satu spesies, genus dianggap spesies. Pada genus yang terdiri dari lebih dari satu spesies, identifikasi dilakukan hingga tingkat morfospesies berdasarkan perbedaan morfologi eksternal. Tiap individu yang sama secara morfologi dianggap spesies, sehingga masingmasing morfospesies dapat mewakili spesies. Karakter yang diamati pada tingkat subordo adalah metakoksa membagi atau tidak membagi ruas pertama abdomen (Gambar 5). Karakter yang diamati pada tingkat famili, yaitu elitra menutup atau tidak menutup abdomen dan ada tidaknya sutura notopleural (Gambar 6 dan 7). Karakter tingkat subfamili yang diamati pada Carabidae adalah panjang klipeus, letak mesepimera terhadap mesokoksa, dan bentuk tungkai depan (Andrewes 1929). Karakter tingkat subfamili yang diamati pada Staphylinidae adalah letak pangkal antena, ada tidaknya oseli di posterior kepala, ukuran mata, posisi kepala, dan skutelum (Cameron 1930). Pada tingkat genus dan
8 morfospesies, karakter 8 yang diamati meliputi: (a) panjang tubuh yang diukur dari tepi anterior toraks hingga ujung abdomen; (b) bentuk tubuh, pronotum, dan abdomen; (c) panjang dan lebar kepala, toraks, dan elitra; serta (d) pola warna tubuh. Istilah morfologi yang digunakan merujuk Kamus Istilah Entomologi (Sosromarsono et al. 2010).
s1
ks3
ks3
s1 tr3
s2
s2 a
b
Gambar 5 Karakter kumbang. (a) Subordo Adephaga, (b) Subordo Polyphaga. (ks3) metakoksa, (s1-2) sklerit 1-2, (tr3) metatrokanter.
md mksp
kli
sg ant
sef
snpl
m nt1
tor
epm2
sku tb
ks2
el
fm
ab ts
ks3
s1 s2 s3 s4 s5 s6
a
b
Gambar 6 Skematis Carabidae. (a) sisi dorsal, (b) sisi ventral. (ab) abdomen, (ant) antena, (el) elitra, (epm2) mesepimera, (fm) femur, (kli) klipeus, (ks2) mesokoksa, (ks3) metakoksa, (m) mata, (md) mandibula, (mksp) maksilari palpi, (nt1) pronotum, (sef) sefal, (sg) sutura gular, (sku) skutelum, (snpl) sutura notopleural, (tb) tibia, (tor) toraks, (ts) tarsus, (s1-6) sklerit 1-6. Skala bar: 1 mm.
9 md
mksp
ant sg sef nt1
tor
el ks3
ab
s1 s2 s3 s4
s1 s2 s3 s4 s5
s5 s6
s6
a
b
Gambar 7 Skematis Staphylinidae. (a) sisi dorsal, (b) sisi ventral. Keterangan merujuk pada Gambar 6. Skala bar: 1 mm. Spesimen Carabidae dan Staphylinidae diverifikasi oleh ahli-ahli Coleoptera (Lampiran 1) dengan cara mengirimkan foto spesimen melalui email. Semua spesimen dideposit di Museum Zoologicum Bogoriense, LIPI Cibinong.
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang diukur meliputi suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Suhu udara dan kelembaban udara diukur menggunakan termohigrometer digital. Suhu tanah diukur menggunakan termometer tanah. Kelembaban udara dan pH tanah diukur menggunakan soil tester Takemura. Kisaran kelembaban tanah pada soil tester adalah 1% - 8% dan kisaran pH tanah adalah 3-8.
Prosedur Analisis Data Data yang dianalisis meliputi: kekayaan spesies (S), indeks keanekaragaman Shannon (H’), indeks Simpson / dominansi spesies (D), indeks kemerataan spesies (E) (Magurran 1988), indeks kesamaan Bray-Curtis (Somerfield 2008), dan hubungan antara spesies Carabidae dan Staphylinidae terhadap tipe habitat montana dan faktor lingkungan (Hammer dan Harper 2006). 1. Indeks keanekaragaman Shannon (H’) dihitung untuk mengetahui keanekaragaman Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan:
10 10
Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman Shannon pi = proporsi individu yang ditemukan pada spesies ke-i 2. Indeks Simpson (D) dihitung untuk mengetahui dominansi Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan:
Keterangan: D = Indeks dominansi spesies pi = proporsi individu pada spesies ke-i 3. Indeks kemerataan spesies (E) dihitung untuk mengetahui kemerataan Carabidae dan Staphylinidae dengan persamaan: Keterangan: E = indeks kemerataan H’ = indeks keanekaragaman Shannon S = Kekayaan spesies 4. Indeks kesamaan Bray-Curtis (Somerfield 2008) dianalisis untuk mempelajari kemiripan komunitas Carabidae dan Staphylinidae antar tipe habitat montana. Analisis data untuk indeks kesamaan Bray-Curtis dibuat dalam bentuk matriks dan dendogram menggunakan program Paleontological Statistics (PAST) versi 1.93 (Hammer dan Harper 2006). Data yang digunakan adalah data kelimpahan masing-masing spesies pada setiap tipe habitat montana, dan dihitung dengan persamaan:
Keterangan: yij = kelimpahan spesies ke-i pada sampel ke-j yik = kelimpahan spesies ke-i pada sampel ke-k 5. Hubungan antara spesies Carabidae dan Staphylinidae, habitat montana, dan faktor lingkungan dianalisis menggunakan Canonical Correspondence Analysis (CCA) yang diterapkan dalam program Paleontological Statistics (PAST) versi 1.93 (Hammer dan Harper 2006). Korelasi positif ditunjukkan dengan arah vektor mendekati titik objek, sedangkan arah vektor yang menjauhi titik objek mengindikasikan korelasi negatif (Quinn dan Keough 2002).
11
3 HASIL Keanekaragaman dan Kelimpahan Carabidae Dalam satu kali pengambilan sampel dengan metode perangkap sumuran, pada empat tipe habitat montana diperoleh jumlah individu Carabidae lebih sedikit dibandingkan Staphylinidae, yaitu 42 individu, yang terdiri dari 3 subfamili, 6 genus, dan 9 spesies (Tabel 2). Subfamili Harpalinae adalah kumbang Carabidae yang paling banyak dikoleksi di kawasan Gunung Bawakaraeng, terdiri dari 7 spesies, salah satunya Aephinidius adelioides (Gambar 14a). Subfamili Cicindelinae dan Scaritinae masing-masing hanya dikoleksi 1 spesies, yaitu berturut-turut Hipparidium shinjii (Gambar 13c) dan Clivina sp. (Gambar 18e) (Tabel 2). Keanekaragaman Carabidae tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl) (H’ = 1.098, E = 1) yang terdiri dari 3 spesies. Hutan pinus merupakan habitat dengan keanekaragaman dan kemerataan paling rendah (H’ = 0, E = 0) karena hanya ditemukan 1 individu Carabidae (Tabel 2). Lahan pertanian merupakan habitat yang memiliki keanekaragaman lebih rendah dari hutan alam (2165 m dpl), tetapi memiliki kelimpahan Carabidae paling tinggi, sedangkan kelimpahan paling rendah terdapat di hutan pinus. Kelimpahan tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah lahan pertanian (36 individu), hutan alam (2165 m dpl) (3 individu), hutan campuran (2 individu), dan hutan pinus (1 individu) (Tabel 2). Tabel 2 Keanekaragaman dan kelimpahan Carabidae dari tiga subfamili pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng Subfamili Spesies Cicindelinae Hipparidium shinjii Harpalinae Aephnidius adelioides Egadroma sp. Harpaloxenus sp. Pseudotrichotichnus sp. Trigonotomi (Lesticus sp.?) Platynini sp.1 Platynini sp.2 Scaritinae Clivina sp. N (∑ individu) S (kekayaan spesies) H’ (keanekaragaman) E (kemerataan) D (dominansi)
Singk.
Tipe habitat montana LP HP HEHA HA
Total
Hip
0
1
0
0
1
Aep Ega Har Pse Tri Pla.1 Pla.2
30 1 3 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 1 0
0 0 0 1 0 1 1
30 1 3 1 1 2 1
2 36 4 0.619 0.446 0.705
0 1 1 0 0 1
0 2 2 0.693 1 0.5
0 3 3 1.098 1 0.33
2 42 9
Cli
Keterangan tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1; Singk.: singkatan.
12 Setiap habitat 12 memiliki spesies asli kumbang Carabidae. Aephnidius adelioides (Harpalinae) (Gambar 14a) yang paling mendominasi di lahan pertanian. Spesies Carabidae lainnya, yaitu Hipparidium shinjii (Cicindelinae) (Gambar 13c), Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae) (Gambar 16a), dan Platynini sp.1 (Harpalinae) (Gambar 17a) berturut-turut ditemukan di hutan pinus, di hutan alam (1835 m dpl) di bawah kanopi hutan berbatasan dengan daerah terbuka, dan di kedua hutan alam (1835 dan 2165 m dpl) (Tabel 2). Indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesamaan komunitas Carabidae yang paling dekat adalah antara hutan campuran dan hutan alam (2165 m dpl) (0.4) (Tabel 3). Dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan bahwa komunitas Carabidae di lahan pertanian dan hutan pinus mengelompok tersendiri (Gambar 8). Tabel 3 Matriks kesamaan komunitas Carabidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis Habitat LP HP HEHA HA
1.0
Matriks kesamaan komunitas LP
HP
HEHA
0 0 0
0 0
0.4
HEHA
HA
HA
HP
LP
0.9 0.8 0.7
Similarity
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
Gambar 8 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae pada habitat pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode group
lahan hutan (HA) pair-
13 Keanekaragaman dan Kelimpahan Staphylinidae Dalam satu kali pengambilan sampel, sebanyak 260 individu dari 8 subfamili, 16 genus, dan 37 spesies dikoleksi pada empat tipe habitat montana, dan 2 subfamili terbesar adalah Aleocharinae dan Staphylininae (Tabel 4). Subfamili Aleocharinae terdiri dari 13 spesies dan Subfamili Staphylininae terdiri dari 8 spesies. Sebagian besar dari spesies Aleocharinae dan Staphylininae mendominasi 3 tipe habitat montana, yaitu (1) Aleochara sp. (Aleocharinae) (Gambar 20b) dan Xantholinini sp. (Staphylininae) (Gambar 29g) mendominasi di lahan pertanian, (2) Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae) (Gambar 19b) dan Philonthus sp.3 (Staphylininae) (Gambar 29b) mendominasi di hutan pinus, dan (3) Athetini sp.1 (Aleocharinae) (Gambar 20e) mendominasi di hutan alam (2165 m dpl). Spesies Staphylinidae lainnya, yaitu Paederus sp.1 (Paederinae) (Gambar 27b) ditemukan di lahan pertanian, serta Paederus sp.2 (Paederinae) (Gambar 27c) dan Mycetoporini sp.2 (Tachyporinae) (Gambar 31d) dikoleksi di kedua hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Dominansi spesies tidak ditemukan di hutan campuran (Tabel 4). Keanekaragaman Staphylinidae meningkat dari lahan pertanian ke hutan alam (2165 m dpl). Keanekaragaman tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl) (H’ = 2.525, E = 0.842) yang terdiri dari 20 spesies. Lahan pertanian merupakan habitat dengan keanekaragaman dan kemerataan paling rendah (H’ = 1.632, E = 0.68) (Tabel 4). Kelimpahan Staphylinidae tertinggi berada di hutan alam (2165 m dpl), sedangkan kelimpahan terendah berada di hutan campuran. Kelimpahan tertinggi hingga terendah berturut-turut adalah hutan alam (2165 m dpl) (90 individu), lahan pertanian (77 individu), hutan pinus (70 individu), dan hutan campuran (23 individu) (Tabel 4). Tabel 4
Keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae dari delapan subfamili pada empat tipe habitat Montana di Gunung Bawakaraeng Tipe habitat montana Subfamili Singk. Total Spesies LP HP HEHA HA Aleocharinae Aleochara sp. Ale 17 0 0 0 17 Anomognathus sp. Amo 0 1 0 0 1 Atheta sp. Ata 0 0 2 0 2 Athetini sp.1 Ani.1 0 0 0 17 17 Athetini sp.2 Ani.2 5 5 1 1 12 Athetini sp.3 Ani.3 1 8 0 2 11 Athetini sp.4 Ani.4 0 3 0 0 3 Coenonica sp. Coe 0 0 0 1 1 Drusilla sp. Dru 0 0 0 3 3 Homalotini sp. Hom 0 0 1 0 1 Neosilusa sp. Neo 1 0 0 0 1 Tropimenelytron sp.1 Tro.1 0 24 2 11 37 Tropimenelytron sp.2 Tro.2 0 2 3 13 18 Omaliinae Phloeonomus sp. Phl 0 0 0 4 4
14 Lanjutan Tabel 4 14 Subfamili Spesies Osoriinae Eleusis sp. Oxytelinae Anotylus sp.1 Anotylus sp.2 Anotylus sp.3 Anotylus sp.4 Anotylus sp.5 Anotylus sp.6 Paederinae Astenus sp. Paederus sp.1 Paederus sp.2 Medonina sp. Staphylininae Erichsonius sp. Philonthus sp.1 Philonthus sp.2 Philonthus sp.3 Philonthus sp.4 Philonthus sp.5 Philonthus sp.6 Xantholinini sp. Steninae Stenus sp. Tachyporinae Mycetoporini sp.1 Mycetoporini sp.2 Sepedophilus sp. N (∑ individu) S (kekayaan spesies) H’ (keanekaragaman) E (kemerataan) D (dominansi)
Singk.
Tipe habitat montana LP HP HEHA HA
Total
Ele
0
0
0
2
2
Aty.1 Aty.2 Aty.3 Aty.4 Aty.5 Aty.6
0 0 0 0 0 1
0 0 0 0 1 0
0 0 0 1 0 0
13 3 1 0 0 0
13 3 1 1 1 1
Ast Pae.1 Pae.2 Med
0 2 0 1
0 0 0 0
2 0 4 1
0 0 6 0
2 2 10 2
Eri Phi.1 Phi.2 Phi.3 Phi.4 Phi.5 Phi.6 Xan
0 8 4 0 0 0 0 36
0 0 0 16 7 0 3 0
1 0 0 1 1 0 0 0
0 0 0 2 1 1 1 0
1 8 4 19 9 1 4 36
Ste
0
0
0
2
2
0 0 1 77 11 1.632 0.68 0.286
0 0 0 70 10 1.863 0.809 0.202
0 3 0 23 13 2.426 0.945 0.1
1 5 0 90 20 2.525 0.842 0.106
1 8 1 260 37
Myc.1 Myc.2 Sep
Keterangan tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1; Singk.: singkatan.
Sama halnya dengan Carabidae, indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesamaan komunitas Staphylinidae yang paling dekat adalah antara hutan campuran dan hutan alam (2165 m dpl) (0.26549) (Tabel 5). Dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan lahan pertanian memiliki kesamaan komunitas yang paling jauh dengan tipe habitat lainnya (Gambar 9).
15 Tabel 5
Habitat LP HP HEHA HA
Matriks kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis Matriks kesamaan komunitas LP
HP
HEHA
0.081633 0.04 0.023952
0.15054 0.25
0.26549
HP
HEHA
HA
HA
LP
0.96 0.84 0.72
Similarity
0.60 0.48
0.36 0.24 0.12 0.00
Gambar 9 Dendogram kesamaan komunitas Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group Data gabungan sampel Carabidae dan Staphylinidae yang dianalisis dalam bentuk dendogram indeks kesamaan Bray-Curtis menunjukkan kesesuaian antara kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae dengan kesamaan komunitas Staphylinidae (Gambar 10). Indeks tersebut menunjukkan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada hutan campuran paling dekat dengan komunitas Carabidae dan Staphylinidae di hutan alam (2165 m dpl) (0.27119) (Tabel 6).
16 Tabel 6
Habitat LP HP HEHA HA
Matriks16kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan indeks Bray-Curtis Matriks kesamaan komunitas LP
HP
HEHA
0.065217 0.028986 0.019417
0.14583 0.2439
0.27119
HP
HEHA
HA
HA
LP
0.96 0.84 0.72
Similarity
0.60 0.48 0.36 0.24 0.12 0.00
Gambar 10 Dendogram kesamaan komunitas Carabidae dan Staphylinidae pada habitat lahan pertanian (LP), hutan pinus (HP), hutan campuran: hutan Eucalyptus dan hutan alam (HEHA), dan hutan alam (HA) berdasarkan matriks Bray-Curtis menggunakan metode pair-group
Faktor Lingkungan pada Empat Tipe Montana Data lingkungan di Gunung Bawakaraeng menunjukkan bahwa lahan pertanian memiliki suhu udara (33.77 oC) dan suhu tanah (21.63 oC) tertinggi, namun memiliki kelembaban udara (31.67%) dan kelembaban tanah (1.33%) paling rendah dibandingkan habitat lainnya. Sebaliknya, hutan alam tercatat memiliki suhu udara (22.77 oC) dan suhu tanah (18.23 oC) terendah, tetapi memiliki kelembaban udara (66%) dan kelembaban tanah (7%) tertinggi (Tabel 7).
17 Tabel 7
Faktor lingkungan pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan
No
Variabel o
1 2 3 4 5
Suhu udara ( C) Kelembaban udara (%) pH tanah Kelembaban tanah (%) Suhu tanah (oC)
Singk. Tu Tt Ru Rt pHt
Tipe habitat montana LP 33.77 31.67 6.83 1.33 21.63
HP 23.83 56.67 6.83 5.83 18.87
HEHA 24.13 55.16 6 5.75 19.13
HA 22.77 66 4 7 18.23
Keterangan tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1; Singk.: singkatan.
Korelasi antara Spesies Carabidae terhadap Faktor Lingkungan Spesies A. adelioides (Harpalinae) adalah Carabidae yang paling melimpah di lahan pertanian. Spesies Carabidae yang dikoleksi hanya di hutan pinus adalah Hipparidium shinjii (Cicindelinae). Berdasarkan Canonical Correspondence Analysis (CCA), Aephnidius adelioides yang mengelompok bersama Egadroma sp., Harpaloxenus sp. (Harpalinae), dan Clivina sp. (Scaritinae) di lahan pertanian memiliki korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah, sementara H. shinjii tidak berkorelasi terhadap semua faktor lingkungan (Gambar 11).
Pse Pla.2
II Hip
IV
Axis 2
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0
Pla.1 Rhu Rht
Aep, Ega Har, Cli
III Tri -1.6
I pHt Tu Tt -0.8 0.0 0.8
1.6
2.4
3.2
4.0
4.8
Axis 1
Gambar
11
Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Carabidae ( ), tipe habitat montana ( ), dan faktor lingkungan ( ). Nama spesies merujuk pada Tabel 2. Faktor lingkungan merujuk pada Tabel 7. Tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1.
18 18 Spesies Staphylinidae terhadap Faktor Lingkungan Korelasi antara
Axis 2
Staphylinidae yang paling melimpah di lahan pertanian adalah Aleochara sp. (Aleocharinae) dan Xantholinini sp. (Staphylininae). Analisis CCA menunjukkan bahwa Aleochara sp. dan Xantholinini sp. yang mengelompok di lahan pertanian bersama Paederus sp.1 (Paederinae) salah satunya memiliki korelasi positif terhadap suhu udara dan tanah (Gambar 12). Dua spesies Staphylinidae dari keseluruhan yang hanya ditemukan di hutan alam (2165 m dpl) adalah Athetini sp.1 (Aleocharinae) dan Phloeonomus sp. (Omaliinae). Kedua spesies tersebut mengelompok di hutan alam (2165 m dpl) bersama Anotylus sp.1, Anotylus sp.2, dan Anotylus sp.3 (Oxytelinae) diantaranya, dan memiliki korelasi positif terhadap kelembaban udara dan tanah (Gambar 12).
1.5 Pae.2 Myc.2 1.0 Tro.2 IV 0.5 III Rhu 0.0 Rht -0.5 Tro.1 -1.0 Phi.6 II Ani.3 Phi.4 -1.5 Phi.3 -2.0 Amo Ani.4 -2.5 Aty.5 -3.0 -0.9 -0.6 -0.3
Gambar
12
Ani.1, Coe, Dru, Phl Aty.1, Aty.2, Aty.3 Ele, Ste, Phi.5, Myc.1 Med Ani.2
Aty.6, Pae.1 Phi.1, Phi.2 Neo, Sep Ale, Xan I
Tu Tt
pHt Ata, Hom, Aty.4 Ast, Eri
0.0
0.3 0.6 Axis 1
0.9
1.2
1.5
1.8
Diagram Canonical Correspondence Analysis (CCA) menunjukkan hubungan antara spesies Staphylinidae ( ), tipe habitat montana ( ), dan faktor lingkungan ( ). Nama spesies merujuk pada Tabel 4. Faktor lingkungan pada Tabel 7. Tipe habitat montana merujuk pada Tabel 1. Deskripsi Morfologi Spesies Carabidae
Kumbang Carabidae termasuk ke dalam Subordo Adephaga yang dicirikan dengan metakoksa membagi ruas abdomen pertama sehingga sklerit yang terlihat jelas adalah sklerit 2-5. Famili Carabidae memiliki karakteristik berupa elitra striat (bergaris lekuk) yang menutup abdomen dan terdapat sutura notopleural di prosternum. Carabidae yang dikoleksi dalam penelitian ini terdiri dari 3 subfamili, yaitu Cicindelinae (1 spesies), Harpalinae (7 spesies), dan Scaritinae (1 spesies). Deskripsi morfologi spesies Carabidae berdasarkan karakter morfologi yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
19 Subfamili Cicindelinae Karakter subfamili ini adalah klipeus melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Gambar 13a), mesepimera mencapai mesokoksa, tungkai depan ramping dan panjang. Pada subfamili ini ditemukan spesies Hipparidium shinjii (Gambar 13c) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 15 mm. Kepala berwarna coklat tua di bagian dorsal. Labrum, maksilari palpi, dan labial palpi berwarna kekuningan (testaceous), serta mandibula kekuningan berbentuk sabit. Pronotum agak persegi, berwarna tembaga, dengan sisi-sisi membulat. Elitra lebih lebar dari kepala dengan mata, elitron agak berbentuk jajaran genjang, berwarna coklat gelap dengan makulasi berwarna hitam, dan pita marginal lebar. Sisi ventral berwarna hitam dengan pantulan hijau kebiruan. Tungkai panjang dan ramping berwarna hitam, dengan bagian femur berwarna hijau kebiruan, ditutupi seta berwarna putih. Trokanter berwarna jingga. Subfamili Harpalinae Karakter subfamili ini adalah klipeus tidak melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Gambar 16c), mesepimera tidak mencapai mesokoksa (Gambar 15c), dan tungkai depan agak panjang. Pada subfamili ini ditemukan spesies Aephnidius adelioides, Egadroma sp., Harpaloxenus sp., Pseudotrichotichnus sp., Trigonotomi (Lesticus sp.?), dan Platynini sp. 1 2 3 4 5
Gambar 13
a
b
c
d
Hipparidium shinjii (Cicindelinae). (a) kepala, (b) skematis kepala, (c) sisi dorsal, (d) sisi ventral. (1) mata, (2) antena, (3) klipeus, (4) labrum, (5) mandibula. Skala bar: 1 mm.
20 a. Spesies Aephnidius 20 adelioides Panjang tubuh 4.5 mm. Tubuh berwarna hampir keseluruhan hitam. Mandibula lebar berbentuk semisirkuler, serta palpi dan antena berwarna coklat. Toraks membentuk seperti kapak dengan tepi anterior cekung, tepi posterior lurus tetapi membulat di tengah, garis tengah terlihat samar. Tungkai berwarna hitam sedikit kemerahan, dengan trokanter berwarna kemerahan. Sisi ventral hampir keseluruhan berwarna hitam (Gambar 14a). b. Spesies Egadroma sp. Panjang tubuh 5 mm. Tubuh hampir seluruhnya berwarna coklat. Ujung mandibula berwarna hitam, palpi berwarna coklat kekuningan, antena berwarna coklat gelap dengan ruas pertama dan kedua berwarna kekuningan, di depan mata terdapat satu seta. Tepi lateral dari pronotum berwarna kekuningan, tepi protoraks permukaan dorsal dengan satu 1 di bagian anterior, terdapat stria pendek pada masing-masing sisi skutelum atau dekat dengan skutelum (scutellar striole), dan bercak kuning pucat pada elitra (Gambar 14b). c. Spesies Pseudotrichotichnus sp. Panjang tubuh 6 mm. Tubuh memanjang, agak cembung. Palpi, antena, tarsi, tibia, femur berwarna coklat. Kepala agak besar dan cembung. Labrum agak persegi. Maksilari palpi mirip Harpaloxenus sp., tetapi ruas terakhir lebih gemuk berbentuk fusiform (menggelendong). Antena pendek, 11 ruas. Pronotum hampir persegi dengan kedua sisi lateral melengkung (Gambar 14c). d. Spesies Harpaloxenus sp. Panjang tubuh 7 mm. Sisi dorsal tubuh berwarna hitam. Mata menonjol. Labrum berseta dengan ujung membulat. Maksilari palpi dengan ruas 1 pendek, ruas 2 gemuk dan panjang, pangkal ruas 3 ramping lalu melebar dengan teratur hingga ruas 4, ujung ruas 4 seperti terpotong. Antena 11 ruas, pubesen (berseta/berambut). Pronotum agak persegi dengan 1 makroseta di masing-masing tepi anterior protoraks (seta pronotal anterolateral), tepi lateral membulat dan kekuningan, garis tengah terlihat samar. Elitra dengan stria dalam dan scutellar striole. Tungkai berwarna coklat kekuningan, femur gemuk, tibia berduri, formula tarsi 5-5-5 (Gambar 15a). e. Spesies Trigonotomi (Lesticus sp.?) Kumbang Carabidae ini dapat diidentifikasi hingga tingkat Subtribe Trigonotomi dan diduga termasuk ke dalam Genus Lesticus dengan ciri-ciri: panjang tubuh 14 mm. Permukaan dorsal dan ventral tubuh berwarna hitam. Palpi, protrokanter, dan mesotrokanter berwarna kemerahan. Antena 11 ruas; bila dilihat dari dorsal, ruas antena 4-11 berwarna kecoklatan. Mata berukuran besar dan menonjol. Labrum pendek dengan tepi anterior berlekuk. Pronotum dengan tepi lateral sangat berlekuk dekat pangkal, garis tengah terlihat cukup jelas. Elitra dengan stria dalam, tetapi dangkal saat mendekati ujung (±1 mm dari ujung elitra) (Gambar 16a).
21
a
b
c
Gambar 14 Spesies Carabidae (Harpalinae). (a) Aephnidius adelioides, (b) Egadroma sp., (c) Pseudotrichotichnus sp. Skala bar: 1 mm. f. Tribe Platyinini Karakter tribe ini adalah ruas antena 3 dengan beberapa seta atau tidak pubesen. Identifikasi hingga tingkat genus dan spesies belum dapat dilakukan. Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, ditemukan 2 spesies pada tribe ini, yaitu Platynini sp.1 (Gambar 17a) dan Platynini sp.2 (Gambar 17b). Platynini sp.1 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 5 mm. Tubuh berbentuk oval memanjang, sisi dorsal berwarna merah marun dengan pantulan gelap. Antena, alat mulut, dan tungkai berwarna coklat kekuningan, dimana tungkai berwarna lebih gelap. Kepala agak tebal ke posterior, mata agak kecil dan pipih dengan 2 seta supraokuler, klipeus berbentuk trapesium, labrum agak persegi, maksilari palpi panjang. Pronotum sedikit trapesium dengan sisi lateral membulat, tidak ada
22 seta pronotal anterolateral. Elitra agak cembung dengan sisi lateral membulat, 22 stria tidak membentuk ceruk/titik (impunctate). Tungkai panjang. Platynini sp.2 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 6 mm. Tubuh gemuk, berwarna hampir keseluruhan hitam. Alat mulut, antena, dan tungkai berwarna coklat gelap. Kepala agak tebal ke posterior, mata agak kecil dan pipih dengan 2 seta supraokuler, labrum agak persegi, maksilari palpi panjang. Pangkal pronotum dan elitra lebar. Pronotum berbentuk trapesium dengan lebar maksimum lebih dari dua kali lebar kepala, terdapat seta pronotal anterolateral. Sisi lateral dasar pronotum berwarna kecoklatan. Elitra sedikit oval dengan sisi lateral membulat pada bagian ujung, sementara pada pangkal tidak membulat. Tungkai panjang.
a
2
b
1
2
c
Gambar 15 Harpaloxenus sp. (Harpalinae). (a) sisi dorsal, (b) sternum, (c) skematis sternum. (1) mesepimera, (2) mesokoksa. Skala bar pada Gambar 15a: 1 mm.
23
a
1
1 2
b Gambar 16
c
Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae). (a) sisi dorsal, (b) kepala, (c) skematis kepala. (1) klipeus, (2) antena. Skala bar pada Gambar 16a: 1 mm.
a
b
Gambar 17 Spesies Carabidae (Harpalinae: Platynini). (a) Platynini sp.1 (b) Platynini sp.2. Skala bar: 1 mm.
24 Subfamili Scaritinae 24 Karakter subfamili ini adalah klipeus tidak melebar ke lateral sebelum pangkal antena, mesepimera mencapai mesokoksa (Gambar 18b), tungkai depan gemuk dan termodifikasi untuk menggali (Gambar 18d). Pada subfamili ini ditemukan spesies Clivina sp. (Gambar 18e) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 5 mm, bentuk tubuh memanjang, kepala sedikit lebih sempit dari protoraks, mata menonjol, sisi lateral kepala di depan mata membentuk pelat frontal (Gambar 18g) yang membulat, antena filiform. Toraks cembung, sedikit persegi, pangkal melengkung, garis tengah sangat jelas terlihat. Elitra cembung dengan 7 stria membentuk ceruk/titik (punctuate). 1
1
2
2
a
b
c
d 3 e
f
g
Gambar 18 Clivina sp. (Scaritinae). (a) sternum, (b) skematis sternum, (c) tungkai depan tipe menggali (fosorial), (d) skematis tungkai depan, (f) kepala, (g) skematis kepala. (1) mesepimera, (2) mesokoksa, (3) pelat frontal. Skala bar pada Gambar 18e: 1 mm.
25 Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Carabidae 1a Klipeus melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Cicindelinae) (Gambar 13a, b).......................................................... Hipparidium shinjii (Gambar 13c, d) 1b Klipeus tidak melebar ke lateral sebelum pangkal antena (Gambar 16b, c).................. 2 2a Mesepimera mencapai mesokoksa (Scaritinae) (Gambar 18a)........................... Clivina sp. (Gambar 18e) 2b Mesepimera tidak mencapai mesokoksa (Harpalinae) (Gambar 15c).......................... 3 3a Mata tidak menonjol.................................... 4 3b Mata menonjol atau agak menonjol............. 5 4a Memiliki seta pronotal anterolateral............ Platynini sp.2 (Gambar 17b) 4b Tidak ada seta pronotal anterolateral........... Platynini sp.1 (Gambar 17a) 5a Pronotum dengan tepi lateral sangat berlekuk dekat pangkal................................ Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Gambar 16a) 5b Pronotum dengan tepi lateral tidak berlekuk dekat pangkal................................ 6 6a Terdapat bercak kuning pucat pada elitra... Egadroma sp. (Gambar 14b) 6b Tidak ada bercak kuning pucat pada elitra............................................................ 7 7a Skutelum besar............................................. Aephnidius adelioides (Gambar 14a) 7b Skutelum kecil............................................. 8 8a Ruas terakhir maksilari palpi ramping......... Harpaloxenus sp. (Gambar 15a) 8b Ruas terakhir maksilari palpi gemuk........... Pseudotrichotichnus sp. (Gambar 14c)
Deskripsi Morfologi Spesies Staphylinidae Berbeda dengan Carabidae, Staphylinidae termasuk ke dalam Subordo Polyphaga dengan karakteristik metakoksa tidak membagi ruas abdomen pertama sehingga sklerit 1-6 masih terlihat jelas. Famili Staphylinidae dicirikan dengan elitra tidak menutup abdomen atau lebih dari setengah abdomen tidak tertutup elitra dan tidak memiliki sutura notopleural pada prosternum. Staphylinidae yang dikoleksi dalam penelitian ini terdiri dari 8 subfamili, yaitu Aleocharinae (13 spesies), Omaliinae (1 spesies), Osoriinae (1 spesies), Oxytelinae (6 spesies), Paederinae (4 spesies), Staphylininae (8 spesies), Steninae (1 spesies), dan
26 Tachyporinae (3 spesies). Deskripsi morfologi spesies Staphylinidae berdasarkan 26 karakter morfologi yang teridentifikasi adalah sebagai berikut: Subfamili Aleocharinae Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di depan kepala dekat anterior mata (Gambar 19a), tidak ada oseli di posterior mata, mata pipih berukuran kecil hingga sedang, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum terlihat. Pada subfamili ini ditemukan spesies Tropimenelytron sp., Aleochara sp., Drusilla sp., Atheta sp., Athetini sp., Anomognathus sp., Coenonica sp., Homalotini sp., dan Neosilusa sp. a. Genus Tropimenelytron Pada genus ini ditemukan 2 spesies, yaitu Tropimenelytron sp.1 (Gambar 19b) dan Tropimenelytron sp.2 (Gambar 20a). Karakter genus ini adalah panjang tubuh 2.2-3.4 mm. Warna tubuh dari coklat hingga hitam. Kepala bulat. Pronotum agak persegi ditutupi oleh seta, tepi anterior lurus sedangkan pangkal cembung, memiliki beberapa makroseta di lateral. Elitra lebih panjang dari pronotum, berwarna dari kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman. Tungkai berwarna kuning kecoklatan. Perbedaan pada kedua spesies adalah pangkal pronotum Tropimenelytron sp.2 lebih lancip dibandingkan Tropimenelytron sp.1. b. Spesies Aleochara sp. Panjang tubuh 3.5 mm. Tubuh hampir seluruhnya berwarna hitam dan ditutupi oleh seta, sehingga permukaan tubuh terkesan agak kasar. Kepala lebih sempit dari toraks, leher tersembunyi, mata tidak menonjol. Antena pendek dan gemuk, ruas antena 1-3 berwarna kekuningan. Elitra berwarna coklat lebih pendek daripada toraks. Tarsi belakang sepanjang tibia. Cakar sederhana, sedikit melengkung (Gambar 20b).
1 2
3 4 5 a
b
Gambar 19 Tropimenelytron sp.1 (Aleocharinae). (a) skematis kepala, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) mata, (3) sefal, (4) toraks, (5) skutelum. Skala bar: 1 mm.
27 c. Spesies Drusilla sp. Panjang tubuh 6 mm. Tubuh berwarna hitam. Kepala mengilap, leher tidak tersembunyi dari tepi anterior toraks. Antena lebih panjang dari kepala dan toraks, berwarna coklat, ruas 2 paling ramping dibandingkan ruas lainnya. Toraks agak persegi, membentuk ceruk/titik secara kasar, dari anterior ke posterior sedikit menyempit, di bagian tengah pronotum terbentuk lekuk dalam. Elitra lebih pendek dari toraks, membentuk ceruk secara kasar, di tepi posterior sedikit berlekuk. Abdomen mengilap berbentuk fusiform, 3 pangkal tergum abdomen yang terlihat pertama terbentuk cetakan. Tungkai panjang dan ramping, berwarna coklat, tibia bersilia tanpa makroseta. Formula tarsi 4-5-5, ruas metatarsus 1 sama panjang dengan gabungan ruas metatarsus 2 dan 3. Cakar berlekuk dan sederhana (Gambar 20c). d. Spesies Atheta sp. Panjang tubuh 2 mm. Kepala berwarna coklat lebih kecil dari toraks, terlihat sedikit membulat. Toraks berwarna coklat lebih cerah dari kepala; berbentuk agak persegi, ukuran lebar lebih panjang dibandingkan ukuran panjang. Elitra emarjinat (bertakik) di posterior, lebih panjang dari toraks, berwarna coklat gelap. Ruas abdomen 1-2 berwarna coklat kekuningan sedangkan ruas abdomen 3-6 berwarna gelap, 3 ruas abdomen pertama terbentuk cetakan di pangkal. Tungkai memiliki warna dan kecerahan yang hampir sama dengan ruas abdomen 1-2 (Gambar 20d). e. Tribe Athetini Karakter tribe ini adalah cakram toraks pubesen (berambut), elitra sepanjang atau lebih panjang dari toraks. Genus Tropimenelytron dan Atheta juga termasuk ke dalam Tribe Athetini. Terdapat 4 spesies yang belum dapat didentifikasi hingga tingkat genus berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, yaitu Athetini sp.1 (Gambar 20e), Athetini sp.2 (Gambar 20f), Athetini sp.3 (Gambar 20g), dan Athetini sp.4 (Gambar 20h). Athetini sp.1 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 3 mm. Kepala bulat berwarna hitam. Sutura gular tidak menyatu. Antena 11 ruas, dimana ruas 1 berwarna coklat kekuningan. Pronotum agak persegi berwarna coklat kehitaman; tepi anterior lurus sedangkan pangkal cembung; memiliki 3 makroseta di lateral yang terletak di anterior, tengah, dan posterior. Elitra lebih panjang dari pronotum, berwarna kuning, tepi posterior lurus. Abdomen berwarna hitam agak kecoklatan, cenderung melebar dari pangkal hingga ruas sebelum ruas terakhir, ruas terakhir abdomen menyempit dari pangkal ke ujung dengan bagian posterior terpotong datar pada ujung (trunkat), pangkal tergum abdomen 1-3 terbentuk cetakan yang lebih lebar dibandingkan pangkal tergum abdomen 4. Tungkai berwarna coklat kekuningan (Gambar 20e). Athetini sp.2 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 2 mm. Kepala bulat berwarna coklat. Antena berwarna coklat dengan ruas 1 berwarna sedikit kekuningan. Pronotum berwarna coklat berbentuk semisirkuler. Elitra berwarna coklat, tepi posterior lurus. Dari 7 ruas abdomen yang tidak tertutup elitra: ruas 1-3 berwarna coklat, ruas 4-6 berwarna hitam, ruas terakhir berwarna coklat; tepi lateral abdomen berliku. Tungkai berwarna coklat kekuningan (Gambar 20f).
28 28
a
b
c
d
e
f
g
h
Gambar 20 Spesies Staphylinidae (Aleocharinae). (a) Tropimenelytron sp.2, (b) Aleochara sp., (c) Drusilla sp., (d) Atheta sp., (e) Athetini sp.1, (f) Athetini sp.2, (g) Athetini sp.3, (h) Athetini sp.4. Skala bar: 1 mm.
29 Athetini sp.3 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 2 mm. Kepala, antena, dan pronotum memiliki ciri yang sama dengan Athetini sp.1, tetapi Athetini sp.3 memiliki 4 makroseta pada tepi lateral pronotum. Elitra berwarna coklat dengan tepi posterior lurus. Abdomen melebar dari pangkal hingga ujung sebelum ruas terakhir; ruas 1-3, 6 berwarna coklat; ruas 4-5 berwarna hitam. Tungkai berwarna coklat kekuningan (Gambar 20g). Athetini sp.4 memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat gelap. Kepala dan antena berwarna kehitaman. Pronotum agak persegi dengan 3 makroseta lateral, pangkal cembung. Elitra berwarna coklat dengan tepi posterior lurus. Warna abdomen dan tungkai mirip seperti Athetini sp.3 (Gambar 20h). f. Spesies Anomognathus sp. Panjang tubuh 1.2 mm. Tubuh berbentuk pipih. Kepala persegi, lebih panjang dari toraks, sedikit lebih lebar daripada panjang. Antena dengan ruas 1-3 kekuningan dan ruas 4-11 coklat. Toraks agak persegi hampir selebar kepala. Elitra trunkat. Terbentuk cetakan pada pangkal tergum abdomen 1-4, ruas abdomen 4 berwarna gelap. Tungkai agak pendek (Gambar 21a). g. Spesies Coenonica sp. Panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat, permukaan tubuh terlihat kasar. Kepala lebih sempit dari toraks. Ruas antena 1-3, 11 berwarna kekuningan, ruas antena 4-10 berwarna coklat gelap. Elitra lebih panjang dan lebar dari toraks. Tergit abdomen dihiasi ceruk panjang yang tersusun tidak teratur (Gambar 21b). h. Spesies Homalotini sp. Kumbang Staphylinidae ini adalah 1 spesies dari Tribe Homalotini yang belum dapat diidentifikasi hingga tingkat genus (Homalotini sp.). Spesies Anomognathus sp., Coenonica sp., dan Neosilusa sp. juga termasuk ke dalam Tribe Homalotini. Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, Homalotini sp. memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 1.5 mm. Tubuh berwarna coklat. Kepala berwarna hitam, sedikit lebih kecil dari toraks; antena 11 ruas berwarna coklat gelap, tetapi ruas 1 berwarna kekuningan, tampak melebar dari pangkal hingga ke ujung. Pronotum agak trapesium, pangkal pronotum sedikit lebih lebar dari pangkal elitra, tepi lateral cembung. Elitra lebih panjang dari pronotum. Dari kepala hingga ujung elitra terlihat melebar dengan teratur. Lima ruas abdomen yang terlihat pertama terbentuk cetakan pada pangkal tergum, ruas abdomen 5 paling panjang. Tungkai berwarna kuning (Gambar 21c). i. Spesies Neosilusa sp. Panjang tubuh 2.3 mm. Tubuh sedikit kasar, berwarna coklat gelap. Kepala lebih sempit dari toraks; mata berukuran sedang; antena 11 ruas, terlihat melebar dari pangkal hingga ujung, ruas 3-10 berwarna coklat gelap, ruas 1, 2, dan 11 berwarna coklat terang. Panjang pronotum adalah ¾ lebar pronotum, tepi anterior membulat, tepi lateral berlekuk pada setengah dari panjang pronotum. Elitra sedikit berlekuk di tepi posterior dekat dengan sudut posterior. Pada sisi lateral abdomen terdapat beberapa makroseta panjang. Tungkai agak ramping, tibia bersilia, formula tarsi 4-4-5 (Gambar 21d).
30 30
Gambar 21
a
b
c
d
Spesies Staphylinidae (Aleocharinae: Homalotini). (a) Anomognathus sp., (b) Coenonica sp., (c) Homalotini sp., (d) Neosilusa sp. Skala bar: 1 mm.
Subfamili Omaliinae Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform (bagian berbentuk bulat) di sisi anterior dekat mata, terdapat 2 oseli di bagian posterior kepala, mata agak menonjol, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum terlihat (Gambar 22a). Pada subfamili ini ditemukan spesies Phloeonomus sp. (Gambar 22b) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 2.2 mm. Tubuh sedikit pipih, memanjang, berwarna kuning kecoklatan. Kepala sedikit berbentuk segitiga, mata agak menonjol, leher tebal, mandibula tebal, maksilari palpi panjang dan ramping. Toraks lebih lebar daripada panjang, membulat dari sudut anterior hingga 2/3 panjang toraks. Elitra 2 kali panjang toraks, skutelum berbentuk segitiga. Kepala, toraks, dan elitra membentuk ceruk jelas. Abdomen seperti kulit (coriaceous), berbentuk agak oval, menyempit ke ujung.
31
2
1
3
4 5 6 a
b
Gambar 22 Phloeonomus sp. (Omaliinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) lobiform, (3) oseli, (4) mata, (5) toraks, (6) skutelum. Skala bar: 1 mm. Subfamili Osoriinae Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform di sisi anterior dekat mata, tidak ada oseli di posterior kepala, mata berukuran sedang, kepala besar hampir tidak menyempit ke posterior, skutelum terlihat (Gambar 23a). Pada subfamili ini ditemukan spesies Eleusis sp. (Gambar 23b) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 3.2 mm, kepala hitam, lebih lebar daripada panjang; antena berwarna karat (ferruginous); mandibula lancip; sutura gular menyatu, kecuali di posterior. Toraks hitam, lebih lebar daripada panjang; prosternum besar, membulat di anterior dan posterior; metasternum besar, memisahkan mesokoksa dan metakoksa; metakoksa menempel pada pangkal metasternum. Elitra trunkat, berwarna coklat, hampir 2 kali panjang toraks. Tibia berduri secara eksternal. Tubuh pipih dan hampir gundul/halus, tanpa seta (glabrous). 2 1
4
3
5 6 a
b
Gambar 23 Eleusis sp. (Osoriinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) lobiform, (2) pangkal antena, (3) sefal, (4) mata, (5) toraks, (6) skutelum. Skala bar: 1 mm.
32 Subfamili Oxytelinae 32 Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sebuah lobiform (bagian berbentuk bulat) di sisi anterior dekat mata, tidak ada oseli di posterior kepala, mata berukuran kecil sedikit menonjol, kepala tidak masuk ke dalam toraks, skutelum tidak terlihat (Gambar 24a). Pada subfamili ini ditemukan 1 genus Anotylus yang terdiri dari 6 spesies, yaitu Anotylus sp.1, Anotylus sp.2, Anotylus sp.3, Anotylus sp.4, Anotylus sp.5, dan Anotylus sp.6. Karakter genus tersebut adalah tubuh pipih memanjang; kepala hitam membentuk ceruk/titik, secara umum lebih sempit dari toraks, terdapat cekungan dalam di anterior yang melebar di antara pangkal antena; ruas antena 1 tidak menyempit sebelum ujung, agak sama panjang dengan ruas antena terakhir; leher tebal; sutura gular menyatu; mandibula agak ramping dan lancip; maksilari palpi 4 ruas dengan ruas 1-3 gemuk, ruas 4 ramping; tibia berduri; skutelum tersembunyi. a. Spesies Anotylus sp.1 Panjang tubuh 2.2 mm. Pronotum agak persegi panjang lebih pendek dan sempit dari elitra, berwarna coklat lebih terang dibandingkan warna coklat pada elitra dan abdomen, terdapat 1 sulkus dangkal di tengah, tepi anterior sedikit cekung, tepi posterior cembung. Sisi lateral 4 abdomen yang pertama terlihat hampir lurus, kemudian melancip ke ujung (Gambar 24b). b. Spesies Anotylus sp.2 Panjang tubuh 3.2 mm. Pronotum hampir serupa dengan Anotylus sp.1, tetapi tepi anterior hampir lurus, memiliki 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior. Abdomen agak oval, seperti kulit; dari 7 abdomen yang terlihat, terdapat corak hitam di tergit abdomen 3-4 dan 6 (Gambar 25a).
1 2 3 4
a
b
Gambar 24 Anotylus sp.1 (Oxytelinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) lobiform, (3) sefal, (4) toraks. Skala bar: 1 mm
33
a
c
b
d
e
Gambar 25 Spesies Staphylinidae (Oxytelinae). (a) Anotylus sp.2, (b) Anotylus sp.3, (c) Anotylus sp.4, (d) Anotylus sp.5, (e) Anotylus sp.6. Skala bar: 1 mm. c. Spesies Anotylus sp.3 Panjang tubuh 2.2 mm. Pronotum agak persegi, lebih sempit dari elitra, tepi anterior dan posterior cembung, terdapat 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior. Abdomen seperti kulit, sisi membulat dan memanjang, berwarna paling gelap (hitam) dari bagian tubuh lainnya (Gambar 25b). d. Spesies Anotylus sp.4 Panjang tubuh 2 mm. Kepala, pronotum, dan elitra hampir memiliki lebar yang sama. Permukaan pronotum tampak kokoh dengan 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior, tepi anterior sedikit cekung, tepi posterior cembung. Sisi lateral 4 abdomen yang pertama terlihat hampir lurus, kemudian melancip ke ujung (Gambar 25c).
34 e. Spesies Anotylus 34sp.5 Panjang tubuh 1.8 mm. Pronotum agak persegi, 1 sulkus dangkal di tengah hampir tersamarkan dengan ceruk/titik, tepi anterior hampir lurus, tepi posterior cembung. Sisi lateral 4 abdomen yang pertama terlihat hampir lurus, kemudian melancip ke ujung (Gambar 25d). f. Spesies Anotylus sp.6 Panjang tubuh 2 mm. Pronotum bertekstur paling kasar dengan 3 sulkus dalam di tengah dari anterior ke posterior, tepi anterior bagian tengah membulat dibatasi 2 cekungan yang masing-masing dekat dengan sudut anterior, tepi posterior cembung. Abdomen secara teratur melancip ke ujung (Gambar 25e). Subfamili Paederinae Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah sudut anterior kepala yang menonjol, tidak ada oseli di posterior kepala, mata sedikit menonjol berukuran kecil hingga sedang, kepala kurang menyempit ke posterior (Gambar 26a), dan skutelum terlihat. Pada subfamili ini ditemukan spesies Medonina sp., Astenus sp., dan Paederus sp. a. Spesies Medonina sp. Kumbang Staphylinidae ini adalah 1 spesies dari Subtribe Medonina yang belum dapat diidentifikasi hingga tingkat genus (Medonina sp.). Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, Medonina sp. memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 4.5 mm. Kepala agak persegi berwarna hitam, sedikit lebih lebar dari toraks dengan skulptura membujur, makroseta terletak di sudut anterior mata dan sebelum sudut posterior kepala, sutura gular menyatu. Mandibula lancip, agak gelap ke ujung. Leher tebal. Antena 11 ruas berwarna coklat, dengan ruas 2-8 lebih gelap. Toraks cembung dengan garis tengah, berwarna coklat gelap, sisi lateral hampir lurus, menyempit ke anterior dan posterior, sudut anterior membulat. Elitra coklat gelap, lebih lebar dan panjang dari toraks. Abdomen seperti kulit, berwarna kekuningan. Tungkai dan palpi berwarna kekuningan (Gambar 26b). b. Spesies Astenus sp. Panjang tubuh 3.3 mm. Kepala lebih besar dibandingkan toraks, pada kedua sisi lateral di depan mata terdapat lekukan sebagai tempat melekatnya pangkal antena; sutura gular menyatu di sepanjang bagian tengah, kecuali jarak pendek di anterior yang bercabang membatasi submentum triangular. Antena panjang dan ramping, semua ruas lebih panjang daripada lebar. Toraks lebih lebar di anterior dan menyempit ke leher, sisi posterior teratur menyempit ke pangkal. Elitra sedikit lebih sempit dan pendek dari toraks, membentuk ceruk kasar dan rapat. Abdomen sedikit melebar ke posterior. Tubuh keseluruhan hitam, kecuali alat mulut, antena, dan tungkai berwarna kekuningan (Gambar 27a). c. Genus Paederus Karakter genus ini adalah tubuh memanjang, cukup cembung. Kepala menonjol, menyempit ke posterior, membentuk leher yang tebal. Ujung abdomen dengan 2 duri gemuk. Tungkai agak panjang, femur memanjang, tibia berseta,
35 formula tarsi 5-5-5, cakar sederhana. Pada genus ini ditemukan 2 spesies, yaitu Paederus sp.1 (Gambar 27b) dan Paederus sp.2 (Gambar 27c). Paederus sp.1 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 6 mm. Warna tubuh mengilap. Kepala dan 2 ruas abdomen terakhir berwarna hitam. Toraks dan 4 ruas abdomen yang pertama terlihat berwarna jingga, mesosternum dan metasternum berwarna hitam. Elitra berwarna biru gelap, sekilas terlihat berwarna hitam, lebih panjang dan lebar dari toraks. Antena gelap, 4 ruas pertama berwarna kekuningan. Pada tungkai posterior, ujung femur dan pangkal tibia agak gelap. Paederus sp.2 memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 12 mm. Warna tubuh hampir seluruhnya hitam. Alat mulut, antena, dan tungkai berwarna coklat gelap. Kepala lebih lebar dari toraks. Elitra lebih pendek dari toraks berwarna ungu gelap. 1 2 3
4
5 a
b
Gambar 26 Medonina sp. (Paederinae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) mata, (3) sefal, (4) toraks, (5) skutelum. Skala bar: 1 mm
a
b
c
Gambar 27 Spesies Staphylinidae (Paederinae). (a) Astenus sp., (b) Paederus sp.1, (c) Paederus sp.2. Skala bar: 1 mm.
36 Subfamili Staphylininae 36 Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat pada tepi anterior kepala di sekitar pangkal mandibula, tidak ada oseli di posterior kepala, mata pipih berukuran sedang, kepala di belakang mata hampir selalu menyempit, skutelum terlihat (Gambar 28a). Pada subfamili ini ditemukan spesies Philonthus sp., Erichsonius sp., dan Xantholinini sp. a. Genus Philonthus Pada genus ini ditemukan 6 spesies, yaitu Philonthus sp.1, Philonthus sp.2, Philonthus sp.3, Philonthus sp.4, Philonthus sp.5, dan Philonthus sp.6. Karakter genus ini adalah kepala dan toraks berwarna hitam mengilap, sutura gular menyatu di posterior dan bercabang di anterior, leher agak tebal. Maksilari palpi dengan ruas 1 pendek dan ramping; ruas 2 dan 3 memanjang, sedikit tebal ke ujung; ruas 4 menyempit pada pangkal dan ujung. Toraks menyempit di anterior. Elitra hitam dengan skutelum berbentuk segitiga. Tibia berduri. Philonthus sp.1 (Gambar 28b) memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 6.1 mm. Kepala dan elitra berwarna paling gelap. Kepala agak persegi; antena gelap, ruas 1 berwarna coklat, ruas 2 berwarna coklat dari pangkal ke tengah dan berwarna hitam dari tengah ke ujung. Toraks agak persegi, tepi posterior lebih cembung dibandingkan tepi anterior, terdapat 2 baris ceruk/titik yang tersusun lurus dekat dengan tengah toraks. Elitra pubesen (tertutupi seta), berukuran sama panjang dengan toraks. Sisi lateral abdomen hampir lurus, kecuali ruas terakhir; dari 6 ruas abdomen yang terlihat, ruas abdomen 3-5 membentuk ceruk pada pangkal. Philonthus sp.2 (Gambar 29a) memiliki ciri morfologi yang hampir mirip dengan Philonthus sp.1. Karakter yang membedakan adalah panjang tubuh 7 mm. Antena berwarna gelap, ruas 1-3 lebih gelap, ruas 2-3 lebih ramping. Elitra sedikit lebih panjang dari toraks, pada masing-masing sisi anterolateral terdapat 1 makroseta. Abdomen agak oval memanjang, ujung abdomen dengan 2 duri gemuk. Philonthus sp.3 (Gambar 29b) memiliki ciri morfologi yang hampir serupa dengan Philonthus sp.2. Karakter yang membedakan adalah panjang tubuh 5 mm. Elitra berukuran sama panjang dengan toraks. Dari 6 ruas abdomen yang terlihat, ruas 1-2 lebih pendek dibandingkan ruas lainnya; ujung abdomen sedikit lebih lancip dari ujung abdomen Philonthus sp.2. Philonthus sp.4 (Gambar 29c) memiliki ciri-ciri: panjang tubuh 5 mm. Kepala sedikit lebih sempit dari toraks, terdapat makroseta di posterolateral. Antena gelap, kecuali ruas pertama dan terakhir berwarna coklat. Toraks menyempit ke anterior, sama panjang dengan elitra, tepi posterior cembung, terdapat 1 seta pronotal anterolateral pada masing-masing sisi. Ukuran panjang dan lebar kepala dan toraks hampir sama. Elitra memiliki 1 makroseta di anterolateral pada masing-masing sisi. Pada duri di ujung abdomen terdapat 1 makroseta ke arah luar, tepi dan sudut posterior ruas abdomen sebelum ruas terakhir membulat. Philonthus sp.5 (Gambar 29d) memiliki karakter pembeda, yaitu panjang tubuh 3.5 mm. Toraks menyempit ke anterior, dimana lebih sempit dari pangkal kepala. Elitra pubesen lebih panjang dan lebar dari toraks. Abdomen pubesen; 2 duri gemuk di ujung abdomen tidak melancip, hampir lurus. Philonthus sp.6 (Gambar 29e) memiliki ciri morfologi yang hampir mirip dengan Philonthus sp.4. Karakter yang membedakan adalah panjang tubuh 4 mm.
37 kepala dan toraks lebih panjang daripada lebar, tepi dan sudut posterior ruas abdomen sebelum ruas terakhir tidak membulat. b. Spesies Erichsonius sp. Panjang tubuh 3.5 mm. Kepala agak persegi, membentuk ceruk secara tersebar, sedikit lebih sempit dari toraks, terdapat sepasang makroseta di posterolateral, sutura gular menyatu di posterior kemudian bercabang di anterior. Leher tebal, anulat (seperti cincin). Antena berwarna kekuningan, sedikit gelap pada ruas 2-10. Toraks agak persegi, membentuk ceruk secara tersebar, lebih panjang dari kepala dan elitra, sisi lateral hampir lurus, tepi anterior sedikit cembung, tepi posterior cembung, sudut anterior dan posterior membulat, terdapat sepasang makroseta pronotal anterolateral, pronotal epipleura melancip ke anterior. Elitra membentuk ceruk kasar, emarjinat (bertakik) di posterior, sedikit lebih lebar dari toraks, skutelum berbentuk segitiga. Abdomen agak oval memanjang, ditutupi seta. Tubuh hampir seluruhnya berwarna ungu gelap, kecuali alat mulut, antena, dan tungkai berwarna kekuningan (Gambar 29f). c. Spesies Xantholinini sp. Kumbang Staphylinidae ini adalah 1 spesies dari Tribe Xantholinini yang belum dapat diidentifikasi hingga tingkat genus (Xantholinini sp.). Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, Xantholinini sp. memiliki ciri-ciri: Panjang tubuh 6 mm. Kepala bulat memanjang. Antena genikulat, jarak antara perlekatan pangkal antena lebih pendek dari jarak antara perlekatan pangkal antena dan mata. Ruas 4 maksilari palpi gemuk, berbentuk kerucut. Sutura gular menyatu, kecuali di anterior bercabang. Toraks dengan sebaris ceruk/titik dorsal terletak pada masing-masing sisi. Elitra lebih lebar tetapi lebih pendek dari toraks dengan ceruk/titik yang tersusun dalam barisan. Prokoksa dan mesokoksa memanjang, metakoksa pendek. Abdomen halus sepanjang bagian tengah, sisi abdomen pubesen (tertutupi seta). Tubuh mengilap, alat mulut dan tungkai berwarna kekuningan (Gambar 29g).
1 2 3
4
5 6 a
b
Gambar 28 Philonthus sp.1 (Staphylininae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) mandibula, (2) pangkal antena, (3) mata, (4) sefal, (5) toraks, (6) skutelum. Skala bar: 1 mm.
38 38
a
b
c
d
e
f
g
Gambar 29 Spesies Staphylinidae (Staphylininae). (a) Philonthus sp.2, (b) Philonthus sp.3, (c) Philonthus sp.4, (d) Philonthus sp.5, (e) Philonthus sp.6., (f) Erichsonius sp., (g) Xantholinini sp. Skala bar: 1 mm.
39 Subfamili Steninae Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di tepi mata sebelah dalam, tidak ada oseli di posterior mata, mata besar dan menonjol, kepala menyempit ke anterior (Gambar 30a), skutelum kecil. Pada subfamili ini ditemukan spesies Stenus sp. (Gambar 30b) dengan ciri-ciri: panjang tubuh 3.7 mm. Kepala sedikit lebih sempit dari elitra, pangkal kepala selebar pangkal elitra. Mata sangat besar menempati keseluruhan sisi kepala. Pelipis tidak terlihat. Antena 11 ruas berwarna kekuningan, semakin gelap ke ujung, semua ruas antena lebih panjang daripada lebar, 3 ruas terakhir membentuk gada yang ramping. Labrum membulat di anterior, maksilari palpi memanjang, sutura gular memisah, mentum agak persegi. Palpi berwarna kekuningan. Mandibula panjang, ramping, dan melancip. Toraks lebih panjang daripada lebar, hampir silindris, paling lebar di tengah sedikit ke anterior, lebih menyempit ke posterior. Metasternum membulat di ujung anterior bertemu dengan mesosternum, di ujung posterior emarjinat (bertakik). Elitra lebih pendek dari toraks, baik toraks maupun elitra sama-sama membentuk ceruk/titik dalam dan kasar. Skutelum kecil. Abdomen menyempit secara bertahap dari pangkal ke ujung, 4 ruas abdomen yang pertama terlihat dilengkapi dengan lunas, ruas abdomen terakhir dengan 2 duri pendek. Tungkai berwarna kekuningan dengan lutut agak gelap, femur gemuk, tarsi posterior panjang dengan ruas 1 paling panjang.
1 3
2
4
5 a
b
Gambar 30 Stenus sp. (Steninae). (a) skematis kepala dan toraks, (b) sisi dorsal. (1) pangkal antena, (2) sefal, (3) mata, (4) toraks, (5) skutelum. Skala bar: 1 mm.
40 Subfamili Tachyporinae 40 Karakter subfamili ini adalah pangkal antena (skapus) melekat di bawah tepi anterior mata, tidak ada oseli di posterior kepala, mata berukuran kecil hingga sedang, kepala masuk ke dalam toraks (Gambar 31a), skutelum terlihat. Pada subfamili ini ditemukan spesies Sepedophilus sp. dan Mycetoporini sp. a. Sepedophilus sp. Panjang tubuh 1.7 mm. Tubuh cembung berwarna merah keunguan, pubesen (berambut), melebar di anterior dan menyempit di posterior. Kepala pendek, tidak menyempit ke posterior. Antena 11 ruas. Elitra tanpa sutural stria. Maksilari palpi dengan ruas terakhir ramping dan melancip, lebih pendek dan sempit dari ruas 3. Toraks cembung, melebar di posterior, pangkal menyesuaikan dengan elitra. Mesosternum dan metasternum bertemu di antara mesokoksa. Abdomen sangat menyempit dari pangkal ke ujung, dilengkapi dengan seta (Gambar 31b).
1 3
2
4
5 a
b
c
d
Gambar 31 Spesies Staphylinidae (Tachyporinae). (a) skematis kepala dan toraks Sepedophilus sp., (b) Sepedophilus sp., (c) Mycetoporini sp.1, (d) Mycetoporini sp.2. (1) pangkal antena, (2) mata, (3) sefal, (4) toraks, (5) skutelum. Skala bar: 1 mm.
41 b. Tribe Mycetoporini Karakter tribe ini adalah tubuh cukup cembung, mengilap, fusiform (menggelendong). Antena 11 ruas. Elitra dengan sutural stria. Maksilari palpi dengan 3 ruas pertama gemuk, ruas 4 ramping dan melancip. Toraks menyempit di anterior. Identifikasi hingga tingkat genus belum dapat dilakukan. Berdasarkan pengamatan morfologi eksternal, pada tribe ini ditemukan 2 spesies, yaitu Mycetoporini sp.1 (Gambar 31c) dan Mycetoporini sp.2 (Gambar 31d). Perbedaan pada kedua spesies adalah bentuk tubuh Mycetoporini sp.1 lebih memanjang dibandingkan Mycetoporini sp.2. Tujuh ruas abdomen tidak tertutup elitra pada Mycetoporini sp.1, sementara 6 ruas abdomen tidak tertutup elitra pada Mycetoporini sp.2. Abdomen pada Mycetoporini sp.1 lebih menyempit dari pangkal hingga ujung dibandingkan Mycetoporini sp.2.
Kunci Identifikasi untuk Subfamili dan Spesies dari Staphylinidae 1a
Terdapat 2 oseli di posterior kepala (Omaliinae)...
Phloeonomus sp. (Gambar 22b) 1b Tidak ada oseli di posterior kepala......................... 2 2a Mata besar dan menonjol (Steninae)...................... Stenus sp. (Gambar 30b) 2b Mata kecil hingga sedang....................................... 3 3a Kepala masuk ke dalam toraks (Tachyporinae)...... 4 3b Kepala tidak masuk ke dalam toraks...................... 6 4a Elitra tanpa sutural stria......................................... Sepedophilus sp. (Gambar 31b) 4b Elitra dengan sutural stria...................................... 5 5a Tujuh ruas abdomen tidak tertutup elitra............... Mycetoporini sp.1 (Gambar 31c) 5b Enam ruas abdomen tidak tertutup elitra............... Mycetoporini sp.2 (Gambar 31d) 6a Skutelum tersembunyi (Oxytelinae)....................... 7 6b Skutelum terlihat..................................................... 12 7a Pronotum agak persegi panjang.............................. 8 7b Pronotum agak persegi........................................... 9 8a Terdapat 1 sulkus dangkal di tengah pronotum...... Anotylus sp.1 (Gambar 24b) 8b Terdapat 3 sulkus dalam di tengah pronotum......... Anotylus sp.2 (Gambar 25a) 9a Tepi anterior pronotum cembung........................... Anotylus sp.3 (Gambar 25b) 9b Tepi anterior pronotum hampir lurus...................... 10 10a Sisi lateral 4 abdomen pertama terlihat hampir lurus........................................................................ 11 10b Abdomen secara teratur melancip ke ujung............ Anotylus sp.6 (Gambar 25e) 11a Terdapat 3 sulkus dalam di tengah pronotum......... Anotylus sp.4 (Gambar 25c)
42 11b Terdapat 1 sulkus 42 dangkal di tengah pronotum......
Anotylus sp.5 (Gambar 25d)
12a Pangkal antena tidak melekat di sekitar pangkal mandibula................................................................ 13 12b Pangkal antena melekat di sekitar pangkal mandibula (Staphylininae)...................................... 30 13a Pangkal antena melekat di bawah lobiform (Osoriinae).............................................................. Eleusis sp. (Gambar 23b) 13b Pangkal antena tidak melekat di bawah lobiform... 14 14a Pangkal antena melekat tidak di bawah sudut anterior kepala, melainkan di depan kepala dekat anterior mata (Aleocharinae).................................. 15 14b Pangkal antena melekat di bawah sudut anterior kepala yang menonjol (Paederinae)........................ 27 15a Kepala persegi........................................................ Anomognathus sp. (Gambar 21a) 15b Kepala membulat.................................................... 16 16a Leher tidak tersembunyi dari tepi anterior toraks... Drusilla sp. (Gambar 20c) 16b Leher tersembunyi dari tepi anterior toraks............ 17 17a Abdomen membentuk ceruk panjang tidak teratur. Coenonica sp. (Gambar 21b) 17b Abdomen sedikit membentuk ceruk atau tidak....... 18 18a Pronotum agak persegi........................................... 20 18b Pronotum tidak persegi........................................... 19 19a Pronotum cembung, membulat di tepi anterior dan posterior.................................................................. Aleochara sp. (Gambar 20b) 19b Pronotum semisirkuler, membulat di tepi posterior.................................................................. Athetini sp.2 (Gambar 20f) 20a Sisi lateral abdomen dilengkapi makroseta panjang.................................................................... Neosilusa sp. (Gambar 21d) 20b Sisi lateral abdomen tidak dilengkapi atau dilengkapi makroseta sedang.................................. 21 21a Elitra bertakik di tepi posterior.............................. Atheta sp. (Gambar 20d) 21b Elitra lurus atau hampir lurus di tepi posterior...... 22 22a Abdomen cenderung melebar dari pangkal hingga ruas sebelum ruas terakhir dari abdomen............... 23 22b Abdomen cenderung membulat.............................. 24 23a Memiliki 3 makroseta di tepi lateral pronotum...... Athetini sp.1 (Gambar 20e) 23b Memiliki 4 makroseta di tepi lateral pronotum...... Athetini sp.3 (Gambar 20g) 24a Pronotum cenderung trapesium.............................. Homalotini sp.
43 (Gambar 21c) 24b Pronotum tidak trapesium....................................... 25 25a Panjang tubuh < 2 mm............................................ Athetini sp.4 (Gambar 20h) 25b Panjang tubuh > 2 mm............................................ 26 26a Pangkal pronotum membulat.................................. Tropimenelytron sp.1 (Gambar 19b) 26b Pangkal pronotum melancip................................... Tropimenelytron sp.2 (Gambar 20a) 27a Kepala agak persegi................................................ Medonina sp. (Gambar 26b) 27b Kepala membulat.................................................... 28 28a Tubuh membentuk ceruk/titik kasar....................... Astenus sp. (Gambar 27a) 28b Tubuh halus mengilap............................................. 29 29a Toraks dan 4 abdomen yang terlihat pertama hitam....................................................................... Paederus sp.1 (Gambar 27b) 29b Kepala, toraks, dan abdomen hitam........................ Paederus sp.2 (Gambar 27c) 30a Antena genikulat..................................................... Xantholinini sp. (Gambar 29g) 30b Antena tidak genikulat............................................ 31 31a Tubuh ungu gelap, elitra bertakik di tepi posterior.................................................................. Erichsonius sp. (Gambar 29f) 31b Tubuh hitam, elitra tidak bertakik di tepi posterior.................................................................. 32 32a Elitra sama panjang dengan toraks........................ 33 32b Elitra lebih panjang dari toraks.............................. 36 33a Terdapat 2 duri tipis di ujung abdomen.................. Philonthus sp.1 (Gambar 28b) 33b Terdapat 2 duri tebal di ujung abdomen................. 34 34a Ruas terakhir abdomen sangat menyempit............. Philonthus sp.3 (Gambar 29b) 34b Ruas terakhir abdomen kurang menyempit............ 35 35a Sudut posterior dari ruas abdomen sebelum ruas terakhir membulat................................................... Philonthus sp.4 (Gambar 29c) 35b Sudut posterior dari ruas abdomen sebelum ruas terakhir agak menyiku............................................ Philonthus sp.6 (Gambar 29e) 36a Tepi anterior toraks lebih sempit dari lebar kepala...................................................................... Philonthus sp.5 (Gambar 29d) 36b Tepi anterior toraks hampir sama dengan lebar kepala...................................................................... Philonthus sp.2 (Gambar 29a)
44 44
4 PEMBAHASAN
Perbedaan Spesies Carabidae pada Masing-masing Tipe Montana Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman Carabidae lebih rendah daripada Staphylinidae. Masing-masing tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng memiliki spesies Carabidae yang asli dengan kelimpahan dan kekayaan spesies tertinggi di lahan pertanian (tipe montana bawah) (Tabel 2). Hal ini diduga karena di habitat tersebut Carabidae berperan sebagai predator generalis, dan menjadi pengendali hama pertanian yang efektif (Bukejs et al. 2009). Aephnidius adelioides (Harpalinae) (Gambar 14a) memiliki kelimpahan tertinggi di lahan pertanian (Tabel 3), dan merupakan bioindikator bagi habitat terbuka (Fujita et al. 2008). Tingginya kelimpahan A. adelioides diduga karena ketidakmampuannya untuk terbang (Baehr 2007), sehingga penyebarannya terbatas. Selain Aephnidius adelioides, spesies Carabidae lain yang hanya terdapat di lahan pertanian dengan kelimpahan rendah adalah Egadroma sp. (Harpalinae: Acupalpina) (Gambar 14b) dan Clivina sp. (Scaritinae) (Gambar 18) (Tabel 2). Acupalpus (Harpalinae: Acupalpina) dan Clivina (Scaritinae) ditemukan pada beberapa tipe lahan pertanian di Latvia, Eropa, diantaranya tanaman Cruciferous (Brassicaceae) dan tanaman kentang (Solanaceae) (Bukejs et al. 2009). Acupalpus dan Clivina merupakan spesies yang menyukai habitat terbuka (Stancic 2010). Kelimpahan Egadroma sp. dan Clivina sp. yang rendah di lahan pertanian diduga karena Egadroma sp. dan Clivina sp. memiliki kemampuan terbang (Stancic 2010), sehingga persebarannya lebih luas dibandingkan A. adelioides. Hipparidium shinjii (Cicindelinae) merupakan satu-satunya Carabidae yang dikoleksi di hutan pinus (Tabel 3). Banyaknya tumbuhan paku dan serasah pohon pinus diduga menjadi habitat yang sesuai bagi H. shinjii (Gambar 13c). H. shinjii yang dikoleksi pada penelitian ini memiliki pantulan warna hijau di bagian ventral tubuh dan berwarna coklat gelap di bagian dorsal tubuh. Tubuh H. shinjii yang berwarna hijau dan coklat gelap diduga untuk menyamarkan keberadaannya dari mangsa dan predator ketika bersembunyi di antara tumbuhan paku dan serasah pohon pinus. Seperti halnya pada Cicindela patruela consentanea (Cicindelinae) yang masih berkerabat dekat dengan H. shinjii memiliki warna tubuh hitam dan putih untuk menyamarkan kehadirannya saat bersembunyi di antara vegetasi dan serasah (Mawdsley 2007). Trigonotomi (Lesticus sp.?) (Harpalinae: Pteroschini) (Gambar 16a) dikoleksi hanya di hutan alam (1835 m dpl) (Tabel 3) di habitat tertutup kanopi dekat dengan habitat terbuka. Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan Lesticus finisterrae (Harpalinae: Pteroschini) yang dikoleksi di habitat tertutup kanopi, tetapi dekat dengan habitat terbuka di hutan montana, Finisterre Range, Papua New Guinea (Will dan Kavanaugh 2012). Spesies carabidae lainnya, yaitu Platynini sp.1 (Harpalinae) (Gambar 17a) terdapat di kedua hutan alam (1835 dan 2165 m dpl), sementara Platynini sp.2 (Harpalinae) (Gambar 17b) dan Pseudotrichotichnus sp. (Harpalinae: Harpalini) (Gambar 14c) hanya terdapat di hutan alam (2165 m dpl) (Tabel 3). Kelembaban udara dan tanah yang tinggi di hutan alam (Tabel 7) diduga memengaruhi keberadaan mereka, seperti
45 Dalatagonum (Harpalinae: Platynini) yang ditemukan pada serasah daun di hutan berdaun lebar montana subtropis, Vietnam (Fedorenko 2011) dan Tribe Harpalini yang banyak ditemukan hidup pada permukaan tanah di habitat basah dan lembab (Larochelle dan Lariviere 2005). Tidak ditemukannya Carabidae di hutan Eucalyptus diduga karena pengaruh alelopati dari Eucalyptus, dan hampir memiliki kejadian yang serupa terhadap Staphylinidae. Hanya sedikit spesies Staphylinidae yang dikoleksi di hutan Eucalyptus, yaitu Atheta sp. (Aleocharinae) (2 individu) (Gambar 20d), Astenus sp. (Paederinae) (1 individu) (Gambar 27a), dan Philonthus sp.4 (Staphylininae) (1 individu) (Gambar 29d). Minyak esensial Eucalyptus memiliki kegunaan sebagai pestisida atau insektisida alami, yang mengendalikan hama kumbang dan serangga lainnya (Batish et al. 2008). Selain tinggal di habitat permukaan tanah, Carabidae tropis memiliki karakter morfologi arboreal, dan 30-60% dari Carabidae tropis termasuk ke dalam subfamili Harpalinae (Ober 2003). Karakter arboreal memungkinkan Harpalinae tidak hanya hidup di permukaan tanah, tetapi dapat tinggal pada tumbuhan (kulit kayu dan batang) (Ober 2003). Selain karakter morfologi arboreal, Harpalinae juga berperan sebagai pemakan benih tumbuhan (spermofagus), seperti benih tumbuhan herbaseus (Honek et al. 2003). Dengan demikian, kemampuan tersebut memungkinkan tingginya kekayaan spesies Harpalinae di Gunung Bawakaraeng (Tabel 2).
Tipe Montana yang Memiliki Spesies Asli Staphylinidae Meskipun Staphylinidae memiliki kekayaan spesies yang tinggi, tetapi hanya 2 tipe habitat montana yang dikarakterisasi oleh Staphylinidae, yaitu lahan pertanian dan hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Pada tipe montana di ketinggian bawah (1465 m dpl), yaitu lahan pertanian (Tabel 1, Gambar 2), dikarakterisasi oleh spesies Aleochara sp. (Aleocharinae) (Gambar 20b), Xantholinini sp. (Staphylininae) (Gambar 29g), dan Paederus sp.1 (Paederinae) (Gambar 27b) (Tabel 4). Ketiga spesies tersebut diduga memiliki respon yang kuat terhadap vegetasi di habitat tersebut yang menyediakan sumber makanan bagi mereka, seperti ditunjukkan oleh A. bipustulata (Aleocharinae) yang terdapat di lahan pertanian cruciferous (Brassicaceae) memiliki peran sebagai predator pada larva lalat kubis Delia radicum (Diptera) (Balog et al. 2008). Genus Xantholinus (Staphylininae: Xantholinini) umum mendiami dan mendominasi di habitat terganggu dan terbuka (Brunke dan Majka 2010). Paederus sp.1 mirip dengan Paederus fuscipes berdasarkan karakter morfologi eksternal (Cameron 1930). P. fuscipes terdapat hanya di lahan pertanian (dalam jumlah besar dikoleksi pada tanaman labu), tidak ditemukan di habitat hutan (Nasir et al. 2012). Hutan alam di ketinggian 1835 m dpl dan 2165 m dpl dikarakterisasi oleh spesies Paederus sp.2 (Paederinae) (Gambar 27c) dan Mycetoporini sp.2 (Tachyporinae) (Gambar 31d) (Tabel 4). Warna tubuh kedua spesies tersebut yang gelap diduga sesuai dengan habitat yang memiliki intensitas cahaya rendah, sehingga mendukung mereka untuk mencari makan. Rendahnya intensitas cahaya menyebabkan kelembaban tinggi (Tabel 7), yang didukung oleh keberadaan lumut. Genus Ischnosoma dan Mycetoporus (Tachyporinae: Mycetoporini) umum
46 ditemukan pada lumut 46 dan serasah daun yang lembab di hutan primer (Webster et al. 2012).
Perbandingan Keanekaragaman dan Kelimpahan antara Kumbang Carabidae dan Staphylinidae Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae lebih tinggi dibandingkan Carabidae. Ada atau tidaknya kemampuan terbang diduga memengaruhi ekologi dan distribusi Carabidae. Di Australia, Carabidae tidak memiliki kemampuan terbang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, sedangkan di Papua Nugini yang hidup di dataran rendah memiliki kemampuan terbang (Darlington 1961). Tingginya keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae diduga karena mobilitas Staphylinidae yang lebih tinggi dibandingkan Carabidae. Mobilitas Staphylinidae yang tinggi didukung dengan perkembangan sayap yang sempurna (Pohl et al. 2008), ditunjukkan oleh Dolatia coriaria (Aleocharinae) yang memiliki pergerakan cepat saat melintasi permukaan tanah, dan mampu menghindar dengan cepat ketika terdapat gangguan (Meihls dan Hibbard 2009). Distribusi Orsunius (Paederinae) di daerah oriental ditunjang dengan kemampuan sayap belakang untuk terbang (Assing 2011). Meskipun pada umumnya kekayaan spesies dan kelimpahan Staphylinidae lebih tinggi dibandingkan Carabidae (Ferro et al. 2012; Lee et al. 2014), namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kelimpahan Carabidae lebih tinggi dibandingkan Staphylinidae, tetapi berbanding terbalik dengan kekayaan spesiesnya (Nitzu et al. 2008; Yu et al. 2013). Aleocharinae dan Staphylininae dikoleksi lebih beragam dan melimpah dibandingkan subfamili lainnya (Tabel 4) diduga karena kedua subfamili tersebut memiliki kemampuan mencari makan, mendeteksi dan menemukan kotoran dan jamur yang membusuk dari jarak jauh (Pohl et al. 2008). Dengan demikian, kemampuan dalam menemukan makanan membuat spesies dari kedua subfamili tersebut mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan di awal, dan lebih jauh untuk perubahan sementara jangka panjang (Pohl et al. 2008). Tingginya keanekaragaman, kelimpahan, dan kekayaan spesies Staphylinidae di hutan alam (2165 m dpl) diduga karena peran Staphylinidae sebagai saproxylic selain sebagai predator. Saproxylic didefinisikan sebagai organisme yang berperan dalam proses pembusukan jamur di pohon atau yang memakan pohon hidup dan mati (Alexander 2008). Data lingkungan menunjukkan bahwa hutan alam (2165 m dpl) memiliki kelembaban tertinggi (Tabel 7), sehingga sesuai dengan habitat jamur. Sejumlah spesies dari 3 subfamili (Aleocharinae, Omaliinae, dan Staphylininae) (Tabel 4) diduga berperan sebagai kumbang saproxylic. Beberapa spesies Staphylinidae yang berperan sebagai saproxylic, yaitu Phloeonomus pusillus, Phloeonomus sjobergi (Omaliinae), Homalota plana (Aleocharinae), Quedius maurus, Quedius plagiatus, dan Quedius xanthopus (Staphylininae) (Toivanen dan Kotiaho 2010). Selain berperan sebagai saproxylic, tingginya keanekaragaman dan kelimpahan Staphylinidae di hutan alam (2165 m dpl) diduga karena daya dukung lingkungan (seperti, sumber pakan) yang paling menunjang untuk kehidupan Staphylinidae. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies dari subfamili
47 Oxytelinae paling beragam dan melimpah di hutan alam (2165 m dpl) (Tabel 4). Oxytelinae berperan sebagai saprofag (memakan detritus/organisme mati atau bagian dari organisme mati serta feses) (Hanski dan Hammond 1986). Hal ini dapat menandakan bahwa sumber pakan, seperti kotoran hewan paling banyak terdapat di hutan alam (2165 m dpl). Selain Oxytelinae, Aleocharinae juga memiliki keanekaragaman dan kelimpahan tertinggi di hutan alam (2165 m dpl) (Tabel 4). Hal ini memperkuat dugaan bahwa sumber pakan di hutan alam (2165 m dpl) paling melimpah sehingga mendukung kehidupan spesies Staphylinidae.
48 48 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keanekaragaman Carabidae dan Staphylinidae tertinggi yang diamati dalam satu kali pengambilan sampel terdapat di hutan alam (2165 m dpl), sedangkan yang terendah berada di hutan pinus untuk Carabidae dan lahan pertanian untuk Staphylinidae. Carabidae ditemukan paling melimpah pada lahan pertanian, sedangkan Staphylinidae ditemukan paling melimpah di hutan alam (2165 m dpl). Aephnidius adelioides, Hipparidium shinjii, Trigonotomi (Lesticus sp.?), dan Platynini sp.1 (Carabidae) secara berturut-turut adalah spesies Carabidae asli di lahan pertanian, hutan pinus, hutan alam (1835 m dpl), dan hutan alam (1835 dan 2165 m dpl). Spesies asli Staphylinidae ditemukan di dua tipe habitat montana, yaitu (1) Aleochara sp., Paederus sp.1, dan Xantholinini sp. ditemukan di lahan pertanian, serta (2) Mycetoporini sp.2 dan Paederus sp.2 ditemukan di hutan alam (1835 dan 2165 m dpl).
Saran Spesies yang berbeda dalam genus yang sama dapat memiliki habitat dan perilaku yang berbeda, sehingga penting untuk mengidentifikasi Carabidae dan Staphylinidae hingga tingkat spesies untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, perlu adanya penambahan waktu sampling agar kekayaan dan kelimpahan spesies Carabidae dan Staphylinidae dapat mencapai puncak keseluruhan spesies pada masing-masing tipe habitat montana.
49
DAFTAR PUSTAKA Alexander KNA. 2008. Tree biology and saproxylic Coleoptera: issues of definitions and conservation language. Rev Ecol. 63:1-5. Anderson RS, Ashe JS. 2000. Leaf litter inhabiting beetles as surrogates for establishing priorities for conservation of selected tropical montane cloud forests in Honduras, Central America (Coleoptera; Staphylinidae, Curculionidae). Biodivers and Conserv. 9:617-653. Andrewes HE. 1929. The Fauna of British India Including Ceylon and Burma. Coleoptera, Carabidae, Vol. I, II. London (GB): Taylor and Francis, Red Lion Court, Fleet Street. Assing V. 2011. Orsunius gen.nov. from the oriental region (Coleoptera: Staphylinidae: Paederinae: Medonina). Linzer biol Beitr. 43:221-244. Baehr M. 2007. A new genus of cyclosomine carabid beetles from Queensland, Australia (Insecta, Coleoptera, Carabidae, Cyclosominae). Mitt Münch Ent Ges. 9:5-9. Balog A, Marko V, Ferencz. 2008. Patterns in distribution, abundance and prey preferences of parasitoid rove beetles Aleochara bipustulata (L.) (Coleoptera: Staphylinidae, Aleocharinae) in Hungarian agroecosystems. North-West J Zool. 4:6-15. Batish DR, Singh HP, Kohli RK, Kaur S. 2008. Eucalyptus essential oil as a natural pesticide. Forest Ecol Manag. 256:2166-2174. Brunke AJ, Majka CG. 2010. The adventive genus Xantholinus Dejean (Coleoptera, Staphylinidae, Staphylininae) in North America: new records and a synthesis of distributional data. ZooKeys. 50: 51-61. Bukejs A, Petrova V, Jankevica L, Volkov D. 2009. Carabid beetles (Coleoptera: Carabidae) of Latvian agrocenoses: review. Acta Biol Univ Daugavp. 9:7988. Cameron M. 1930. The Fauna of British India Including Ceylon and Burma. Coleoptera, Staphylinidae, Vol. I, II, III, IV. London (GB): Taylor and Francis, Red Lion Court, Fleet Street. Cannon CH, Summers M, Harting JR, Kessler JA. 2007. Developing conservation priorities based on forest type, condition, and threats in a poorly known ecoregion: Sulawesi, Indonesia. Biotropica. 39:747-759. Darlington PJ Jr. 1961. Australian carabid beetles V. Transition of Wet forest faunas from New Guinea to Tasmania. Psyche. 68:1-24. Darlington PJ Jr. 1970. Coleoptera: Carabidae including Cicindelinae. Insects of Micronesia. 15:1-49. Fedorenko DN. 2011. A new ground-beetle genus, Dalatagonum Gen. N. (Coleoptera, Carabidae, Platynini), from Vietnam. Far Eastern Entomologist. 233:1-23. Ferro ML, Gimmel ML, Harms KE, Carlton CE. 2012. Comparison of the Coleoptera communities in leaf litter and rotten wood in Great Smoky Mountains National Park, USA. Insecta Mundi. 0259:1-58. Fujita A, Maeto K, Kagawa Y, Ito N. 2008. Effects of forest fragmentation on species richness and composition of ground beetles (Coleoptera: Carabidae and Brachinidae) in urban landscapes. Entomol Sci. 11:39-48.
50 Hamilton W. 1979.50 Tectonics of the Indonesian region. Washington (US): United States Government Printing Office. Hammer Ø, Harper DAT. 2006. Paleontological Data Analysis. Oxford (GB): Blackwell Publishing. Hanski I, Hammond P. 1986. Assemblages of carrion and dung Staphylinidae in tropical rain forests in Sarawak, Borneo. Ann Entomol Fennici. 52:1-19. Hasnawir, Kubota T. 2008. Analysis of critical value of rainfall to induce landslides and debris-flow in Mt. Bawakaraeng Caldera, South Sulawesi, Indonesia. J Fac Agr. 53:523-527. Honek A, Martinkova Z, Jarosik V. 2003. Ground beetles (Carabidae) as seed predators. Eur J Entomol. 100:531-544. Ito N. 2009. Note on the subgenus Pseudotrichotichnus of the genus Trichotichnus from Southeast Asia (Coleoptera: Carabidae: Harpalini). Acta Ent Mus Nat Pra. 49:599-606. Larochelle A, Lariviere MC. 2005. Harpalini (Insecta: Coleoptera: Carabidae: Harpalinae). Fauna of N Z. 53: 1-160. Lee CM, Kwon TS, Park YK, Kim SS, Sung JH, Lee YG. 2014. Diversity of beetles in Gariwangsan Mountain, South Korea: Influence of forest management and sampling efficiency of collecting method. J Asia Pac Biodivers. 7:319-346. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (GB): Princeton Univ. Pr. Maveety SA, Browne RA, Erwin TL. 2011. Carabidae diversity along an altitudinal gradient in a Peruvian cloud forest (Coleoptera). ZooKeys. 147:651-666. Mawdsley JR. 2007. Ecology, distribution, and conservation biology of the tiger beetle Cicindela patruela consentanea Dejean (Coleoptera: Carabidae: Cicindelinae). Proc Entomol Soc Wash. 109:17-28. Meihls LN, Hibbard BE. 2009. Dolatia coriaria (Kraatz) (Coleoptera: Staphylinidae) as a pest of laboratory and greenhouse colonies of the western corn rootworm (Coleoptera: Chrysomelidae). J Kans Entomol Soc. 82:311-315. Myers N, Mittermeier RA, Mittermeier CG, Fonseca GAB, Kent J. 2000. Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature. 403:853-858. Nasir S, Akram W, Ahmed F. 2012. The population dynamics, ecological and seasonal activity of Paederus fuscipes Curtis (Staphylinidae; Coleoptera) in the Punjab, Pakistan. APCBEE Procedia. 4:36-41. Nitzu E, Nae A, Popa I. 2008. The fauna of soil beetles (edaphic Coleoptera) as a sensitive indicator of evolution and conservation of ecosysems. A study on the altitudinal gradient in the Rodnei Mountains Biosphere Reserve (the Carpathians). Monographs. 12:405-416. Ober KA. 2003. Arboreality and morphological evolution in ground beetles (Carabidae: Harpalinae): Testing the taxon pulse model. Evolution. 57:13431358. Pohl G, Langor D, Klimaszewski J, Work T, Paquin P. 2008. Rove beetles (Coleoptera: Staphylinidae) in northern Nearctic forests. Can Entomol. 140:415-436.
51 Quinn G, Keough M. 2002. Experimental Design and Data Analysis for Biologists. Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr. Ribera I, Foster GN, Downie IS, McCracken, Abernethy VJ. 1999. A comparative study of the morphology and life traits of Scottish ground beetles (Coleoptera, Carabidae). Ann Zool Fennici. 36:21-37. Sabu TK, Shiju RT, Vinod KV, Nithya S. 2011. A comparison of the pitfall trap, Winkler extractor and Berlese funnel for sampling ground-dwelling arthropods in tropical montane cloud forests. J Insect Sci. 11:1-19. Sawada H, Wiesner J. 2000. Tiger beetles of Indonesia collected by Mr. Shinji Nagai (Coleoptera: Cicindelidae). Ent Rev Japan. 55:31-37. Somerfield PJ. 2008. Identification of the Bray-Curtis similarity index: Comment on Yoshioka (2008). Mar Ecol Prog Ser. 372:303-306. Sosromarsono S, Wardojo S, Adisoemarto S, Suhardjono YR, Noerdjito WA. 2010. Kamus Istilah Entomologi. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Stancic Z, Brigic A, Vujcic-Karlo S. 2010. The carabid beetle fauna (Coleoptera, Carabidae) of a traditional garden in the Hrvatsko Zagorje region. Periodicum Biologorum 112:193-199. Steel WO. 1970. The larvae of the genera of Omaliinae with particular reference to the British fauna. Trans R ent Soc Lond. 122:1-47. Toivanen T, Kotiaho JS. 2010. The preferences of saproxylic beetle species for different dead wood types created in forest restoration treatments. Can J For Res. 40:445-464. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insects. Belmont, CA (US): Thomson Brooks/Cole. Webster RP, Sweeney JD, DeMerchant I. 2012. New Staphylinidae (Coleoptera) records with new collection data from New Brunswick and eastern Canada: Tachyporinae. ZooKeys. 186:55-82. Will K, Kavanaugh DH. 2012. A new species of Lesticus Dejean, 1828 (Coleoptera, Carabidae) from the Finisterre Range, Papua New Guinea and a key to the genera of pterostichine-like Harpalinae of New Guinea. ZooKeys. 246:27-37. Yu XD, Lu L, Luo TH, Zhou HZ. 2013. Elevational gradient in species richness pattern of epigaeic beetles and underlying mechanisms at east slope of Balang Mountain in Southwestern China. PLoS One. 8:1-10.
52 52 Lampiran 1 Verifikator spesies Carabidae dan Staphylinidae pada empat tipe habitat montana di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan Famili Spesies Carabidae Hipparidium shinjii
Aephnidius adelioides
Verifikator David L. Pearson Jürgen Wiesner Noboru Ito Kipling Will
Harpaloxenus sp.
Noboru Ito
Pseudotrichotichnus sp. Clivina sp. Trigonotomi (Lesticus sp.?) Platynini sp.
Kipling Will
Staphylinidae Aleochara sp. Anomognathus sp. Tropimenelytron sp. Atheta sp. Athetini sp. Coenonica sp. Drusilla sp. Homalotini sp. Neosilusa sp. Paederus sp. Medonina sp. Erichsonius sp. Philonthus sp. Sepedophilus sp. Xantholinini sp. Mycetoporini sp. Anotylus sp.
Astenus sp. Stenus sp. Phloeonomus sp.
Dmitri N. Fedorenko
Institusi School of Life Sciences, Arizona State University Dresdener Ring 11, 38444, Wolfsburg, Germany Konica Minolta Business Technologies, Toyokawa, Japan Essig Museum of Entomology, University of California, Berkeley Konica Minolta Business Technologies, Toyokawa, Japan
Essig Museum of Entomology, University of California, Berkeley A.N. Severtsov Institute of Ecology and Evolution, Russian Academy of Sciences, Moscow 119071, Russia
Munetoshi Maruyama
Kyushu University Museum, Fukuoka, Japan
Adam J. Brunke
Zoological Museum, Natural History Museum of Denmark
Harald Schillhammer
Natural History Museum Vienna, International Research Institute for Entomology, Burgring 7, A - 1010 WIEN, Austria
Margaret K. Thayer
Field Museum of Natural History, Chicago, USA
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 April 1989 dari ayah Agus Suherman dan ibu Ina Malani. Penulis adalah putra pertama dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman dan lulus pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis pernah menjadi asisten praktikum Taksonomi Hewan dan Struktur Perkembangan Hewan I. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Pascasarjana di Program Studi Biosains Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Selama mengikuti program S-2, penulis pernah berpartisipasi sebagai oral presenter dalam International Conference on Bioscience (ICoBio) 2015 di Bogor pada bulan Agustus 2015. Penulis telah menyusun artikel yang berjudul Diversity and Abundance of Carabidae and Staphylinidae in Four Montane Habitat Types on Mt. Bawakaraeng, South Sulawesi yang masih dalam proses review sebagai bahan terbitan HAYATI Journal of Biosciences.