REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
norma-normappkn8ekelompok5.blogspot.com
I.
PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiaptiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.1 Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat. Pemberian sumber keuangan kepada daerah harus seimbang dengan beban atau urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Ketika daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai 1
Penjelasan Umum UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
1
urusan pemerintahan dan khususnya urusan pemerintahan yang wajib terkait dengan pelayanan dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrument Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membantu daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.2 Salah satu sumber keuangan daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, menegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 16 (enam belas) jenis pajak, yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Pada dasarnya kecenderungan daerah untuk menciptakan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh pemerintah dengan melakukan pengawasan terhadap setiap Perda yang mengatur pajak dan retribusi tersebut. Undang-undang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk membatalkan setiap Perda yang bertentangan dengan Undang-Undang dan kepentingan umum. Dalam kenyataannya, pengawasan terhadap Perda tersebut tidak berjalan secara efektif. Banyak daerah yang tidak menyampaikan Perda kepada Pemerintah dan beberapa daerah masih tetap memberlakukan Perda yang telah dibatalkan oleh Pemerintah.3 Perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan adanya kewajiban setiap warga negara untuk memberikan kontribusinya berupa pajak atau pungutan daerah sejenis lainnya yang ditetapkan dalam undang-undang. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, maka pengenaan pungutan daerah berupa pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang ditetapkan dengan undang-undang kemudian diformulasikan sebagai komponen pendapatan asli daerah (PAD). Melalui PAD ini pemerintah daerah diharapkan mampu mendanai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah, yang pada akhirnya dapat mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat lokal.
2 3
Penjelasan Umum angka (7) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penjelasan Umum UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
2
Kemampuan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan dan pembangunan daerah secara umum relative terbatas, sehingga diperlukan optimalisasi potensi sumber daya yang ada. Dalam rangka mendukung tujuan optimalisasi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian regulasi dan kebijkan dibidang perpajakan daerah dan retribusi daerah. Sejalan dengan system perpajakan nasional, maka upaya-upaya pembinaan pajak daerah dilakukan secara terpadu. Selain pembinaan, salah satu upaya berupa pengawasan juga diperlukan dalam penetapan atas peraturan daerah (Perda) yang mengatur prosedur pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Pengawasan dalam konteks PDRD disini pada hakekatnya dilakukan dengan mengedepankan aspek evaluasi perda dan raperda, baik terhadap perda-perda dan raperda yang belum maupun yang telah ditetapkan. Hal ini berarti bahwa hasil evaluasi terhadap suatu dokumen legal PDRD menjadi dasar bagi daerah untuk menetapkan raperda menjadi perda PDRD, sebagai dasar untuk melakukan pemungutan.4 Disamping itu, dengan adanya pencabutan Pasal 157, Pasal 158 dan Pasal 159 UU Nomor 28 Tahun 2009 yang mengatur tentang pengawasan dan pembatalan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi, berdasarkan ketentuan Pasal 409 huruf c UU Nomor 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku; Pasal 157, Pasal 158 ayat (2) sampai dengan ayat (9), dan Pasal 159 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, maka untuk dapat mengetahui secara jelas perubahan mekanisme pengawasan Perda PDRD dari waktu ke waktu, dalam penulisan hukum ini penulis mencoba menguraikan lagi mekanisme pengawasan Perda PDRD sebelum UU Nomor 23 Tahun 2014.
II.
PERMASALAHAN Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini yaitu : “Bagaimana mekanisme pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah?”
4
Tim Analisis dan Evaluasi tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Badan Pembinaan Hukum NasionalKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, hal.16.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
3
III.
PEMBAHASAN Mekanisme Pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Penetapan atas Perda yang mengatur prosedur pelaksanaan pemungutan PDRD juga diperlukan pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dilakukan dengan mengedepankan aspek evaluasi perda dan raperda. Pengawasan pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan untuk mencegah, menghindari, dan meminimalisir kesalahan materi muatan yang diatur dalam Perda, baik yang bersifat administratif maupun yang bersifat substantive, serta menguji kesesuaian materi muatan yang diatur dalam raperda/perda PDRD, terutama terkait dengan kriteria objek pungutan (apakah bersifat pajak atau retribusi), dan peraturan perundang-undangan (apakah suatu raperda/perda bertentangan dengan kepentingan umum, dan peraturan yang lebih tinggi).5 Beberapa pendapat ahli terkait definisi pengawasan antara lain : 1. Niti Semito (1984 : 17) mengemukakan definisi pengawasan (controlling) sebagai berikut : “Pengawasan
adalah
usaha
untuk
dapat
mencegah
kemungkinan-kemungkinan
penyimpangan daripada rencana-rencana, instruksi-instruksi, saran-saran dan sebagianya yang telah ditetapkan”. Mencegah kemungkinan timbulnya penyimpangan, akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi suatu organisasi dalam menanggulangi penyimpangan yang sudah terjadi, karena apabila penyimpangan dapat dicegah, maka kerugian yang besar dapat dihindarkan sehingga tujuan organisasi akan dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efisien.
2. Terry (dalam Winardi, 1986 : 395) yang mengatakan sebagai berikut : “Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja yang apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana”. Dengan tindakan pengawasan akan dapat diketahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan para pegawai sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan apabila ternyata ada penyimpangan dari rencana, kebijaksanaan maupun perintah yang telah dikeluarkan, dapat segera diketahui dan selanjutnya diadakan tindakan perbaikan dan penyesuaian agar hasil pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan.6
5
Tim Analisis dan Evaluasi tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Badan Pembinaan Hukum NasionalKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, hal.17. 6 http://bloggerukri.blogspot.com/2012/10/pengawasan-controlling.html, di-update pada tanggal 25 Agustus 2015.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
4
3. Berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir mengemukakan agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (control social) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab. Pada pokoknya tujuan pengawasan adalah membandingkan antara pelaksanaan dan rencana serta instruksi yang telah dibuat, untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja dan untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.7 Pengawasan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai hal, sebagai berikut : 1. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Sedangkan pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporanlaporan yang diterima dari pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapatpendapat masyarakat dan tanpa pengawasan.8 2. Pengawasan Preventif dan Represif Walaupun prinsip pengawasan adalah preventif, namun bila dihubungkan dengan waktu pelaksanaan pekerjaan, dapat dibedakan antara Pengawasan Preventif dan Pengawasan Represif. Pengawasan Preventif berkaitan dengan pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tertentu. Karena tidak semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah memerlukan pengesahan. Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan belum berlaku. Pengawasan ini dilakukan melalui preaudit sebelum pekerjaan dimulai. Misal dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain. Sedangkan Pengawasan Represif dapat berbentuk penangguhan berlaku atau pembatalan. Suatu Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang sudah berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat dapat ditangguhkan atau dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang7
Titik Triwulan T, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, ,2011, hlm 452- 454. 8 BN. Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta: Erlangga, 1993, hlm.77.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
5
undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan pengawasan ini dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat, meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.9 3. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi di dalam praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Sedangkan Pengawasan Ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap Departemen dan Instansi pemerintah lain. Berdasarkan objek pengawasan, pengawasan terhadap pemerintah daerah menjadi tiga jenis pengawasan, yaitu terhadap produk hukum dan kebijakan daerah, pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten serta produk hukum dan kebijakan, serta keuangan daerah.10 Berkaitan dengan pengawasan produk hukum dan kebijakan daerah, mekanisme pengawasan Perda PDRD mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000, UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 28 Tahun 2009. Dengan demikian, sebelum membahas secara umum mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, maka perlu diuraikan mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut undang-undang sebelumnya.
Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut Undang-Undang Sebelumnya a. Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 Mekanisme pengawasan PDRD menurut undang-undang ini diatur secara umum dalam Pasal 5A dan Pasal 25A. Pasal 5A berbunyi sebagai berikut :
9
Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1999, hlm 118-119. 10 Tutik Triwulan Tutik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011, hlm.475.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
6
(1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. (2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud. (3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 25A berbunyi sebagai berikut : (1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 24 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan. (2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan daerah dimaksud. (3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan melalui evaluasi rancangan perda, sebagaimana diatur dalam Pasal 189. Pasal 189 menyebutkan bahwa proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang. Pasal 185 dan Pasal 186 mengatur tentang Evaluasi Rancangan Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD, dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, berbunyi sebagai berikut :
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
7
Pasal 185 : (1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur. (4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pasal 186 : (1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum
dan
peraturan
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi,
8
Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota. (4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan
umum
dan
peraturan
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi,
Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Wlikota dan DPRD, dan Bupati/Wlikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. (6) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri. Secara garis besar, mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut undang-undang ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Rancangan peraturan daerah (ranperda) yang telah disetujui oleh DPRD sebelum ditetapkan oleh kepala daerah, dalam waktu 3 (tiga) hari disampaikan kepada pemerintah untuk dievaluasi. 2. Pemerintah melakukan evaluasi atas Ranperda dimaksud dan hasilnya dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan. 3. Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan disampaikan kepada daerah dalam waktu 15 (lima belas) hari. 4. Apabila hasil evaluasi tersebut menyatakan telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan/atau kepenttingan umum, Raperda ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Perda. 5. Apabila hasil evaluasi tersebut menyatakan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, kepala daerah dan DPRD terlebih dahulu menyempurnakan Ranperda dimaksud sebelum ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Perda sesuai mekanisme yang berlaku.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
9
c. Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 dilakukan melalui evaluasi suatu rancangan Perda (Ranperda) PDRD kabupaten/kota, sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 158. Pasal 157 berbunyi sebagai berikut : (1) Rancangan Peraturan Daerah provinsi tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh gubernur dan DPRD provinsi sebelum ditetapkan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud. (2) Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi yang telah disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota sebelum ditetapkan disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud. (3) Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. (4) Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum, dan/atau peraturan perundangundangan lain yang lebih tinggi. (5) Menteri Dalam Negeri dan gubernur dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. (6) Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa persetujuan atau penolakan. (7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada yat (6) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan oleh gubernur kepada bupati/walikota untuk Rancangan Peraturan Daerah kabupaten/kota dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud. (8) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan dengan disertai alasan penolakan.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
10
(9) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat langsung ditetapkan. (10) Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Rancangan
Peraturan
Daerah
dimaksud
dapat
diperbaiki
oleh
gubernur,
bupati/walikota bersama DPRD yang bersangkutan, untuk kemudian disampaikan kembali kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah provinsi dan kepada gubernur dan Menteri Keuangan untuk Rancangan Peraturan Daerah kebupaten/kota. Pasal 158 berbunyi sebagai berikut : (1) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. (2) Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan
yang
lebih
tinggi,
Menteri
Keuangan
merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (3) Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden. (5) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud. (7) Jika provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
11
(8) Jika keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. (9) Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku.
Mekanisme Pengawasan Perda PDRD Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 Mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, telah mengedepankan aspek evaluasi rancangan perda PDRD, sebagaimana diatur dalam Pasal 245, Pasal 324 dan Pasal 325, adalah sebagai berikut : Pasal 245 berbunyi sebagai berikut : (1) Rancangan Perda Provinsi yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Menteri sebelum ditetapkan oleh Gubernur. (2) Menteri dalam melakukan evaluasi rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. (3) Rancangan Perda Kabupaten/Kota yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah harus mendapat evaluasi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebelum ditetapkan oleh Bupati/ Walikota. (4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam melakukan evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah berkonsultasi dengan Menteri, selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. Pasal 324 berbunyi sebagai berikut : (1) Rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri untuk dievaluasi. (2) Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
12
(3) Hasil evaluasi rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah disampaikan oleh Menteri kepada Gubernur paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda Provinsi dimaksud diterima. (4) Dalam hal Menteri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, Gubernur menetapkan rancangan Perda Provinsi dimaksud menjadi Perda Provinsi. (5) Dalam hal Menteri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda Provinsi tentang pajak daerah dan retribusi daerah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima. (6) Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur menetapkan rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah menjadi Perda, Menteri membatalkan seluruh atau sebagian isi Perda Provinsi dimaksud. Pasal 325 berbunyi sebagai berikut: (1) Rancangan Perda Kabupaten tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota, paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk dievaluasi. (2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (3) Dalam melakukan evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. (4) Hasil evaluasi disampaikan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah diterima. (5) Dalam hal Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
13
(6) Dalam hal Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diterima. (7) Dalam hal hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota menetapkan rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah menjadi Perda Kabupaten/Kota, Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat membatalkan seluruh atau sebagian isi Perda Kabupaten/Kota dimaksud. (8) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya keputusan gubernur tentang hasil evaluasi rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
IV.
PENUTUP Mekanisme pengawasan Perda PDRD menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 lebih mengedepankan aspek evaluasi rancangan perda PDRD sebelum mendapat pengesahan sehingga mekanisme pengawasan perda PDRD bersifat preventif, dimana hasil evaluasi rancangan perda yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum dapat diterima dan ditetapkan sedangkan hasil evaluasi rancangan perda yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum dapat melakukan penyempurnaan. Disamping itu, mekanisme pengawasan perda PDRD juga bersifat represif, dimana hasil evaluasi rancangan perda yang tidak ditindaklanjuti dapat dibatalkan.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
14
DAFTAR PUSTAKA 1. Penjelasan Umum UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Penjelaan Umum angka (7) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Tim Analisis dan Evaluasi tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Badan Pembinaan Hukum Nasional-Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 4. http://bloggerukri.blogspot.com/2012/10/pengawasan-controlling.html, di-update pada tanggal 25 Agustus 2015. 5. Titik Triwulan T, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, ,2011. 6. BN. Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta: Erlangga, 1993. 7. Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1999. 8.
Tutik Triwulan Tutik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011.
Tulisan Hukum/BPK Perwakilan Provinsi Maluku
15