PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI DALAM MENUNJANG PELAKSANAN OTONOMI DAERAH DI KOTA KENDARI “The Formation Of Regional Regulation About Tax and Retribution in Supporting Exesecution the Regional Autonomy of Kendari City” Muhammad Akram, Abdul Razak dan Aminuddin Ilmar
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah peraturan daerah khususnya pajak dan retribusi daerah yang berkaitan dengan pendapatan asli daerah kota Kendari telah memenuhi kriteria pembuatan peraturan daerah yang baik. Dengan melihat asas-asas pembuatan peraturan daerah mulai dari tahap persiapan penyusunan draf rancangan peraturan daerah sampai dengan pengesahan dan pengundangan dalam lembaran daerah kota Kendari. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah kajian normatif dengan penekanan pada pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan metode penelitian analisis kwalitatif. Hasil penelitian (pengkajian) menunjukkan bahwa peraturan daerah kota Kendari pada umumnya disusun berdasarkan visi misi pemerintah daerah tanpa didahului penyusunan naskah akademik dan masyrakat tidak terlibat secara langsung dalam penyusunan draf rancangan peraturan daerah. Khusunya yang berkaitan dengan Pajak atau Reribusi dimana yang menjadi subjek/objek pungutan adalah masyarakat , sehingga peraturan daerah yang disusun belum sepenuhnya mengacu pada asas-asa pembuatan peraturan daerahyang baik . Oleh sebab itu maka ada beberapa peraturan daerah Kota Kendari yang telah dibatalkan oleh pemerintah pusat. Kata Kunci : Pembentukan, Peraturan daerah ABSTRACT This research aimend at finding out if regional regulations, especially tax and original contribution related to original real income have fulfilled the criteria for creating proper regional regulation. By looking at the requirements of creating a regional regulation starting from the preparation of regional regulation up to the legitimating and regulating the regional paper of Kendari City. Method used in thus thesis writing was normative study with the stressing on normative juridical approsch, that was an approach based on the regulations and method research of qualitative analysis. The result of this research shaw that the regional regulations of Kendari City was regenerally arranged based on the community vision and mission without preceded by the arrangement of academic text and the community did not involve directly in the making of the draft of regional regulations, especially those related to tax or retribution in which the community became the subject/object of it. As the result, the arranged regional regulations have not reffered fully to requirements of making Kendari City that have been cancelled by the central government. Key word : Formation, Regional Regulation
Pendahuluan Kehadiran Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak hanya bermaksud mengatasi permasalahan keuangan daerah melalui pemberian kewenangan yang luas kepada daerah untuk menggali sejumlah potensi ekonomi yang ada di daerah, melainkan juga menekankan pada upaya peningkatan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber-sumber keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 10 Ayat 3 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: adanya kewenangan daerah yang mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan daerah otonom secara jelas disebutkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu: “diatur pada Pasal 10 yakni (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah, (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Menurut Syaukani HR (2005:10), pada Seminar Otonomi Daerah Starategi Pemberdayaan Daya saing Daerah menyatakan bahwa kebijkan otonomi daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan revormasi dan demokratisasi hubungan pusat dan daerah serta upaya pemberdayaan daerah. Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan. Otonomi daerah. Sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat, sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola kepentingan dan aspirasi masyarakat sendiri. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar inilah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan
potensi daerahnya. Kewenangan otonomi luas adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah”. Pendapatan daerah mengandung arti luas jika dibandingkan dengan pengertian Pendapatan Asli Daerah, sebab pendapatan Daerah selain yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah juga bersumber dan penerimaan pemerintah yang dalam realisasi anggaran dapat berupa dana perimbangan terdiri dan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi khusus (DAK) serta pinjaman daerah. Pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pengembangan daerah (Purnomosidi, 1998)”. Pada saat ini, dasar hukum yang dipakai dalam pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 joncto Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Retribusi daerah adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan ( Pemerintah RI, 1997, ) Prinsip utama pembentukan perundang-undangan berkaitan dengan hierarkirnya adalah peraturan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Oleh karena itu dalam pembentukan suatu peraturan perundangundangan termasuk peraturan daerah dikenal adanya asas pembentukan sehingga peraturan perundang-undangan tersebut harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu sehingga terjaga keabsahan penerbitannya dan diakui secara formal oleh masyarakat. Dalam pasal 137 Undang - Undang 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi : Kejelasan tujuan, Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, Dapat dilaksanakan, Kedayagunaan dan kehasilgunaan, Kejelasan rumusan dan Keterbukaan. Berkenaan dengan pembentukan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang berorientasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di kota Kendari, maka masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah : 1. Sejauh mana asas-asas pembentukan peraturan daerah pajak dan retribusi yang baik dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah di kota Kendari ? 2. Faktor-faktor apakah yang menghambat penerapan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah dikota Kendari ? Bentuk penelitian yang digunakan adalah kajian normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, adapun data yang diketemukan dilapangan hanya merupakan data pendukung .
Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode yaitu : 1. Metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data melalui bahanbahan tertulis, laporan-laporan dan dokumen resmi lainnya yang relevan dengan masalah penelitian ini. 2. Penelitian lapangan (field research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui penelitian secara langsung dilapangan dengan mengunakan beberapa teknik yaitu observasi, penelitian dengan mengunakan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian, mengadakan wawancara secara langsung dengan para informan dan responden. Pembahasan dan Analisis A.
Penerapan Asas-asas Pembuatan Peraturan Daerah Tentang Pajak dan Retribusi Dalam menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota Kendari.
Pusat perhatian yang pertama-tama dalam penelitian ini adalah mengenai penerapan asas-asas perundang-undangan yang baik dalam pembuatan peraturan daerah di kota Kendari. Untuk mengungkap bagaimana implementasinya penulis telah melakukan penelitian terhadap proses pembuatan peraturan daerah kota Kendari mulai dari proses pembuatan rancangan peraturan daerah, pengajuan rancangan peraturan daerah, pembahasan rancangan peraturan daerah sampai persetujuan dan ditetapkannya sebagai peraturan daerah pada masa persidangan priode tahun 2009. Pada masa persidangan triwulan I tahun 2010, pihak eksekutif (pemerintah daerah kota Kendari) telah mengajukan 4 buah rancangan peraturan daerah kepada pihak legislative (DPRD Kota Kendari) untuk dibahas bersama-sama, kemudian akan ditetapkan sebagai peraturan daerah. Adapaun rancangan peraturan daerah kota Kendari tersebut adalah, sebagai berikut: NO
Rancangan Peraturan Daerah Rancangan peraturan daerah Kota Kendari tentang Pembentukan 1 dan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Rancangan peraturan daerah Kota Kendari tentang Rumah Potong 2 Hewan. Rancangan peraturan daerah Kota Kendari tentang Perusahaan 3 Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anoa. Rancangan peraturan daerah Kota Kendari tentang Pelayanan 4 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anoa Sumber data Bagian Hukum Sekot Kendari (2010:06) Peraturan daerah merupakan salah satu bentuk produk hukum peraturan perundang-undangan tertinggi di daerah, oleh karena itu dalam proses pembuatan peraturan daerah harus sesuai dengan asas-asas perundang-undangan yang baik, agar sempurna teknik penyusunannya, terjaga keabsahan penerbitannya, diakui secara formal dan dapat berlaku efektif serta diterima oleh masyarakat. Jika kita konsisten berpedoman pada asas-asas perundang-undangan yang baik maka ada beberapa ciri atau syarat-syarat yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembuatan peraturan daerah, yaitu Asas kejelasan tujuan, Asas manfaat, Asas kewenangan, Asas kesesuaian, Asas dapat dilaksanakan, Asas kejelasan rumusan, Asas keterbukaan, Asas efisiensi, dan asas-asas
Materi Muatan. Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas untuk apa peraturan perundang-undangan tersebut dikeluarkan. Salah satu tujuan pembentukan peraturan daerah adalah untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus di daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah sebagai penjabaran atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bertujuan untuk memberi pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaannya di daerah. Substansi materinya telah diatur dalam perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan daerah sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan otonomi daerah bertujuan untuk mengatur substansi materi muatan yang sesuai dengan kondisi daerah. Jadi tidak harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi (tingkat pusat), Bilamana dilihat dari aspek penerapan “asas kejelasan tujuan” di dalam pembentukan perundangundangan, maka pembuatan keempat peraturan daerah tersebut di atas, memperlihatkan bahwa tujuan yang hendak dicapai itu sangat beragam. Setelah dikaji nampaknya perancang peraturan daerah tersebut hendak mengakumulasi berbagai tujuan secara bersamaan, akan tetapii dibalik itu semua dalam pelaksanaannya yang paling menonjol tujuannya adalah dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah. Ketententuan-ketentuan tersebut di atas membawa implikasi bahwa selama ini rancangan peraturan daerah selalu berasal dari pemerintah daerah Kota Kendari. Ditinjau dari sisi prosedural tentunya telah sesuai aturan yang berlaku, akan tetapi kalau konsisten dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga pemerintahan maka seharusnya yang berwenang membentuk peraturan daerah sesuai dengan Pasal 42 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena salah satu fungsinya adalah fungsi legislasi daerah disamping fungsi pengawasan dan anggaran. Materi muatan harus sesuai dengan urutan peraturan perundang-undangan dan kewenangan yang telah diberikan, untuk menghindari tumpang tindihnya materi muatan suatu produk hukum yang diatur dalam peraturan daerah. Dalam penelitian terungkap bahwa masih terjadi materi muatan peraturan tentang retribusi yang seharusnya merupakan kewenangan pemerintah pusat tetapi telah diatur juga oleh pemerintah Kota Kendari dalam peraturan daerahnya. Hal ini terungkap setelah dilakukan pengkajian antar departemen oleh Menteri Dalam Negeri terhadap peraturan daerah kota Kendari, telah membatalkan 3 (tiga) buah peraturan daerah yang di bahas pada masa persidangan DPRD Kota Kendari Tahun 2002 dan Tahun 2003 dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri masing-masing:
NO 1
KEPMENDAGRI NOMOR 155 Tahun 2008
TENTANG
Pembatalan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor : 5 Tahun 2002 tentang Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koprasi 2 218 Tahun 2004 Pembatalan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor : 2 Tahun 2002 tentang Surat Izin Usaha Perdaganagan. 3 228 Tahun 2004 Pembatalan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor : 11 Tahun 2003 tentang Retribusi Jasa Pelayanan Syarat-syarat Kerja. Sumber data : Kementerian Dalam Negeri
KET
Alasan pembatalan ke 3 peraturan daerah tersebut karena : a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. b. Pajak Daerah acapkali tumpang tidih dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang merupakan pajak pusat dan retribusi acapkali tumpang tindih dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang merupakan pungutan pusat. Dengan melihat kenyataan di atas dimana Menteri Dalam Negeri telah membatalkan Peraturan Daerah kota Kendari, seyogianya hal ini menjadi perhatian bagi pemerintah daerah kota Kendari agar setiap pembuatan peraturan daerah mengikuti asasasas pembuatan peraturan perundang-undangan khususnya asas materi muatan peraturan perundang-undangan, sehingga materi muatan peraturan daerah tidak tumpang tindih dengan peraturan yang lebih tinggi dan sesusai dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, dan apabila bermaksud membentuk suatu peraturan perundangundangan harus benar-benar diperhitungkan apakah efektif artinya hasil yang diperoleh lebih besar dari biaya operasional yang digunakan dan apakah dampaknya jika diberlakukan pada masyarakat. Secara umum tujuan pembentukan perundang-undangan adalah mengatur dan menata kehidupan dalam suatu negara supaya masyarakat yang diatur oleh hukum itu memperoleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan didalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Untuk mewujudkan maksud tersebut akan dimulai dari suatu pekerjaan yang namanya perancangan penulisan draf rancangan perundang-undangan yang baik. B.
Faktor Penghambat Dalam Penerapan Perda Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Kendari
Peraturan Daerah (Perda) adalah produk hukum yang penting dan strategis berkenaan dengan penerapan otonomi daerah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Daerah. Perda menjadi instrumen hukum bagi pemerintah daerah dalam mengelola jalannya pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan. Sebagai instrumen hukum utama di tingkat daerah, Perda mengatur berbagai hal berkaitan dengan berbagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang didasarkan atas dinamika dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, Perda tidak sematamata hanya menjustifikasi kekuasaan pemerintah daerah untuk bertindak dan mengatur warganya, tetapi juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan masyarakat luas. Asumsi ini tidak berlebihan. Ada beberapa fakta yang menunjukkan pembuktian terkait persoalan Perda. Pertama, Berdasarkan identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan Pemerintah Pusat ditemukan sejumlah Perda yang dianggap “bermasalah”. Perda bermasalah ini selain karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, juga bertentangan dengan kepentingan umum. Pada umumnya, perda bermasalah ini adalah perda-perda mengenai pungutan, baik pajak daerah maupun retribusi daerah. Seperti Perda di kota Kendari yang dibatalkan Menteri Dalam Negeri yang dikeluarkan melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 228 Tahun 2009, Pembatalan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor : 11 Tahun 2003 tentang Retribusi Jasa Pelayanan Syaratsyarat Kerja. Dengan ditemukan adanya Perda yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, nyata bahwa pembentuk Perda mengabaikan asas lex superior derogat lex interior. “Hukum yang lebih tinggi kedudukannya mengalahkan hukum yang
derajatnya lebih rendah. Artinya, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.” Mengapa hal ini bisa terjadi? Faktor utamanya adalah karena pembentukan Perda belum dilakukan secara baik dan terencana. Mekanisme Penyusunan Naskah Akademik sebagai dasar bagi penyusunan Rancangan Perda belum banyak dilakukan. Banyak fakta menunjukkan bahwa Perda yang ada adalah salinan (copy) dari Perda daerah lain, yang kemudian diubah seperlunya untuk selanjutnya diproses dan dibahas. Padahal semua tahu bahwa kondisi geografis dan budaya masyarakat masing-masing daerah berbeda-beda, dan Perda harus disesuaikan dengan kondisi dan kultur masyarakat daerah setempat. Jadi tidak bisa sekedar copy paste saja. Bukan merupakan kesalahan apalagi dosa besar apabila pejabat yang bertanggungjawab mempersiapkan rancangan Perda, atau SKPD yang menjadi prakarsa pembentukan Perda melakukan studi banding dan mengcopy perda daerah lain sepanjang hal tersebut adalah dimaksudkan sebagai bahan pembandingan dalam maksud membuat Perda yang sama. Kedua, Perda belum mampu menjadi “tuan” di negeri sendiri. Era otonomi daerah yang memberikan ruang bagi daerah untuk mengatur daerahnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat ternyata belum mendudukkan Perda sebagai instrumen hukum utama di tingkat daerah dalam mengatur dan mengendalikan prilaku kehidupan masyarakat daerah. 1.
Eksistensi Peraturan Daerah Perda merupakan instrumen penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kewenangan membuat Perda, merupakan wujud nyata pelaksanaan hak otonomi yang dimiliki oleh daerah. Perda memiliki fungsi ganda, yaitu memberikan dasar kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak sehingga kewenangannya tidak digugat oleh masyarakat dan pada aspek lain perda juga harus memberikan perlindungan terhadap hakhak warga negara. Dalam kaitan itu, harus dipahami tentang kedudukan Perda dalam tata perundangundangan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan memperhatikan ciri khas daerah masing-masing daerah. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum adalah yang berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggu pelayanan umum dan ketenteraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif. Materi yang diatur dalam Perda tidak menampung semua kepentingan yang terkait atau “menunjukkan arah” pada perwujudan tujuan sebagaimana dimaksud dalam konsideran Perda. Yang selalu dikedepankan adalah apa saja kewenangan pemerintah daerah, dan apa sanksi yang bisa diancamkan kepada siapa saja yang melanggar Perda. 2.
Efektifitas Peraturan Daerah Pada akhirnya, eksistensi membawa konsekuensi pada efektivitas Perda. Ajaran Hukum Administrasi menyatakan bahwa ketetapan atau keputusan tata usaha negara harus berdaya guna (efektif) dan berhasil guna. Berdaya guna diarahkan pada adanya kepatuhan dari pihak yang dituju dan berhasil guna menunjukkan bahwa tujuan yang ditentukan dalam keputusan tersebut dapat tercapai.
Perda juga harus efektif dan efisien. Perda harus mendapatkan kepatuhan warga secara sukarela tanpa harus ada perlawanan atau pembangkangan, yang dengan demikian tujuan dari pengaturan Perda dapat terwujud. Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas Perda? Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian: Pertama: Berkaitan Dengan Substansi Atau Materi Perda. Materi Perda harus bersifat komprehensif dan tidak parsial. Kedua, Mengenai Daya Penegakan. Hal ini berkaitan dengan sanksi hukum. Umum diketahui bahwa kecenderungan pembentukan Perda menaruh sanksi pidana sebagai sarana sanksi penegakan Perda di samping sanksi administrasi (yang perumusannya kurang jelas). Ketiga, Berkaitan dengan sosialisasi Perda. Mahasiswa Fakultas Hukum seringkali berceloteh bahwa lebih baik ditugaskan menganalisis Undang-undang atau Peraturan Pemerintah daripada disuruh menganalisis Perda. Selain tidak ditemukan di Toko Buku juga tidak bisa diakses di internet. Sulit. Satu-satunya ke kantor pemerintah daerah. Kenyataan ini (lagi-lagi) menunjukkan Perda seolah “barang mahal” yang tidak mudah mendapatkannya. Kedepan, harus dilakukan terobosan agar sosialisasi Perda ini lebih baik dan mampu mendekatkan ke masyarakat. Pemerintah Daerah lah sesungguhnya yang “diuntungkan” apabila Perda banyak diketahui masyarakat. Caranya bagaimana? Bisa berupa pencetakan Perda dalam format buku saku dan disebarluaskan kepada masyarakat, bisa juga dengan mendistribusikan perda-perda ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, LSM, dan kelompok masyarakat lainnya, serta ke perpustakaan-perpustakaan. Akhirnya, masalah perda ini harus menjadi perhatian yang lebih serius untuk benar-benar menjadi sarana pelaksanaan otonomi daerah, dan tidak terulang terjadinya perda bermasalah atau timbulnya aneka permasalahan Perda sebagaimana telah diuraikan di atas.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002. ____________, 1998, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta. Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan dasar, jenis dan teknik membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Anonim, Himpunan Peraturan Otonomi Daerah serta Peraturan Pelaksanaannya, Pustaka Antara Utama, Jakarta Pusat, 2001. Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999. Andi Mallarangeng,Dkk, Otonomi Daerah Prospektif Teoritis dan Praktis,Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2001. Arifin.P.Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, Gramedia, Jakarta. 1986. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Rajawali Press, Jakarta, 1993.
Divey.K.J.dalam Sopratman, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Universitas Indonesia, Press, Jakarta, 1988. Jimly Asshiddigie, Konsulidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Kedua, Pustaka Negara, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 2002. Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah DIRJEN PerundangUndangan Dep. Hukum dan HAM. R.I bekerja sama dengan United Nation Development Programme (UNDP) Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Sinar Harapan, Jakarta, 2000. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, BPFE, Yogyakarta, 1992. Syarifuddin Tayeb, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri dan UGM, Jogyakarta, 2001. Widjaja,.A.W,Titik Berat Otonomi Daerah , Raja Srafindo Persada, Jakarta, 1998. _____, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1998. Josef.R.K, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Rajawali Pers Jakarta, 1988 B. Undang-undang. _____, Undang Undang Otonomi Daerah,Sinar Grafika, Jakarta, 1999. _____, Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 2004, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 2004. _____, Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, 2004. _____, Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemrintahan Pusat dan Pemerintah Daerah,Jakarta, 2004. A. Makalah. Andi Pangerang Moentha. 1999. Hubungan Kewenangan Pemerintah Daerah dengan DPRD. Makalah pada Seminar Nasional bertema : Otoda dalam Perspektif Indonesia Baru. Pemda Sul-sel- Fak.Hukum Unhas, Makassar Laica Marzuki, Otonomi Daerah yang Seluas-luasnya, Taruhan Terakhir Negara Kesatuan RI, Makalah Diklat PMPPL-UNHAS, kerjasama PSKMP-LPPM, UNHAS, Makassar, 1999. Nopyandri, Menyoal Eksistensi dan Efektivitas Perda, Pusat Kajian Konstitusi dan Kebijakan Publik (PK3P) FH UNJA, Jambi 2009 Syamsul Bachri, Otonomi Daerah dalam Prospektif Struktur dan Fungsi Struktur dan Fungsi Birokrasi Daerah, Makalah Seminar Nasional Otonomi Daerah, Makassar, 1999. B. Website http://www.mediakendari.com http://www.jambiekspres.co.id