PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KOTA MAGELANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Margareta Age Prabowo
[email protected] Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract The emphasis on this legal writing are the opportunity provided by Act No. 28 of 2009 to the District / City to other local levy and local taxes where in this Act local tax has increased to 11 (eleven) types of conditions as well as the future development of the regional economy which resulted in the development of tax potentiality, while maintaining the simplicity of taxes and aspirations of the community, and meet the must pay attention to the rules contained in the legislation, the state of the region, the potential point implementation for the residents and businesses. Giving local discretion to local taxes and levies, is expected to improve the ability of the region on to implementing regional autonomy, certainly supported by the consciousness of paying high taxes from the residents. Keywords: Local Tax, Tax Potentiality, Act No. 28 of 2009. Abstrak Peluang yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dalam Undang-Undang ini pajak daerah telah bertambah menjadi 11 (sebelas) macam pajak daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah dimasa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak, dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat, serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.Berdasarkan hasil pembahasan, pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah harus memperhatikan kaidahkaidah yang ada dalam peraturan perundang-undangan, keadaan wilayah, potensi daerah, pendapatan masyarakat.Sebab peraturan daerah tersebut harus berdaya guna dan berhasil guna dalam pelaksanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha.Pemberian keleluasaan daerah untuk memungut pajak daerah, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, tentunya ditunjang oleh kesadaran membayar pajak yang tinggi dari masyarakat. Kata Kunci: Pajak Daerah, Potensi Pajak,Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. A. Pendahuluan Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam kehidupan nasional, yang perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat (Marihot P. Siahaan,2008:57). Bagi Negara Republik Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan untuk menuju masyarakat adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang
penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.Hal ini menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan peran serta dalam pembiayaan dan pembangunan nasional guna tercapainya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada negara. Dari pajak ini, nantinya akan digunakan negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan, da n de nga n pa jak i ni pul a, pem e rint a h menggunakannya sebagai alat untuk mengatur
128 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Pemungutan Pajak Daerah ...
atau melaksanakan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah, sedangkan Pajak daerah terbagi dalam Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang berlaku di Indonesia memberikan perubahan mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintahan, ditandai melalui suatu proses penyerahan sejumlah kekuasaan dan kewenangan, baik secara rinci maupun secara umum, dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk selanjutnya dijalankan oleh Pemerintah Daerah secara mandiri. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tanggal 15 Oktober 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, tentu memberikan pengaruh yang cukup besar pada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangan yang telah diserahkan tersebut. Dan daerah otonom tersebut tentunya harus memiliki dana yang memadai. Kemampuan pembiayaan merupakan salah satu segi atau kriteria penting untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola rumah tangga sendiri. Tanpa adanya pembiayaan yang cukup, maka tidak mungkin suatu daerah secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta segala kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur rumah tangganya sendiri(Achmad Mardiasmo menyebutkan bahwa jejaring informasi dalam suatu organisasi bertujuan untuk mempersatukan berbagai komponen yang membentuk organisasi dan berbagai organisasi dalam jejaring organisasi (organization network) dalam sistem akuntabilitas keuangan daerah adalah sangat penting. Namun belum ada Daerah atau SKPD-nya yang diteliti yang memanfaatkan jejaring teknologi informasi tersebut secara interaktif(Mardiasmo,2002). Formula anggaran daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (selanjutnya digunakan istilah APBD) dicerminkan melalui kemampuan keuangan daerah.Anggaran disusun dengan memperhatikan semua potensi daerah yang ada sehingga formulasi anggaran benarbenar mencerminkan kebutuhan oyektif daerah (Pheni Cahalid, 2005:10).Mabroor menegaskan bahwa APBD merupakan kebijakan politik paling mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah (Mabroor M,2005).Salah satu sumber penerimaan dalam APBD sebagai bentuk
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
partisipasi masyarakat lokal dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dikenakan dengan Pendapatan Asli Daerah (selanjutnya digunakan istilah PAD). Pendapatan Asli Daerah, yang antara lain berupa pajak daerah merupakan salah satu pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah serta untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak telah mengakibatkan pemungutan berbagai jenis pajak daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.Pemungutan ini harus dapat dipahami oleh masyarakat sebagai sumber penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Agar dapat dipu ngut secara ef ekt if, pemahaman masyarakat, petugas pajak dan semua pihak yang berkaitan dengan pemungutannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang serta peraturan daerah yang mengatur tentang pajak daerah. Hal ini memerlukan sosialisasi kepada masyarakat umum sehingga mereka mau dan sadar membayarnya, tetapi disisi lain juga menghendaki adanya kepastian bahwa pemungutan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya (Marihot P. Siahaan, 2008: 1). Pajak Daerah diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dimana undangundang tersebut merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dianggap perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah. Undang-Undang tersebut menetapkan ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan prosedur umum Perpajakan Daerah. Pajak Daerah Kabupaten/Kota dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bertambah menjadi 11 (sebelas) jenis pajak antara lain : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi
Pemungutan Pajak Daerah ...
129
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ko ta Magel an g tel ah men er apkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan mengeluarkan peraturan pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menambah jenis-jenis Pajak Daerah Kabupaten/ Kota yang dulunya merupakan Pajak Pusat, yakni Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Kota Magelang telah memungut BPHTB sejak tahun 2010 dan memungut PBB P2 mulai tahun 2013. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sudah berlaku kurang lebih selama 5 (lima) tahun. Hal ini tentunya menarik untuk dikaji tentang perkembangan Pajak Daerah setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah apakah dalam pelaksanaannya sudah efektif khususnya di Kota Magelang.Dalam pelaksanaan suatu kebijakan tentunya akan ada beberapa faktor yang menghambat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, karena itu perlu dikaji mengenai faktorfaktor yang menghambat pelaksanaan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya dalam pemungutan pajak di Kota Magelang.
B.
Pemungutan Pajak Daerah di Kota Magelang Setelah Berlakunya UndangPajak Daerah dan Retribusi Daerah
Kewenangan untuk mengelola, mengeksploitasi dan mengeksplorasi semua sumber daya ini merupakan peluang besar bagi pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rumah tangga masing-masing (Tjip Ismail, 2007: 194). Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah, yang dalam pengelolaannya di Kota Magelang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan sebagai tindak lanjut dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Belum adanya inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Magelang dalam menarik jenis-jenis pajak daerah yang baru, karena pemerintah daerah hanya menarik pajak-pajak daerah yang telah secara tegas dicantumkan dalam peraturan perundangundangan yng berlaku dan memang merupakan pajak daerah yang diperuntukkan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah Kota Magelang sebagai Kota Jasa belum optimal dalam memungut pajak daerah karena investor lokal dan warga masyarakat yang berinvestasi juga baru dalam tahap berkembang.Sehingga belum dapat dibebani dengan bermacammacam pajak.Karenanya pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian.Baik kegiatan produksi, perdagangan maupun jasa.Pemerintah Kota Magelang beranggapan bahwa penerapan beragam pajak daerah baru belum tentu tepat untuk dikenakan, karena potensi masing-masing daerah berbeda. Namun Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Magelang juga terus berupaya melakukan perbaikan guna mengurangi kekurangan yang ada pada saat pelaksanaan pemungutan pajak, sehingga DPPKD Kota Magelang tidak kehilangan potensi pajak dan penerimaan Negara dari sektor pajak daerah. Potensi Pajak Daerah di Kota Magelang Kota Magelang merupakan Kota perdagangan dan jasa, yang miskin lahan pertanian maupun perkebunan. Penerimaan daerah yang menjadi primadona bagi Kota Magelang adalah hasil pendapatan mengandalkan sektor pajak daerah dan retribusi daerah.Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kekayaan Daerah (DPPKD) Kota Magelang, penerimaan anggaran dari sektor pajak daerah pada tahun 2012 sebesar Rp. 12.546.890.184,sedangkan pada tahun 2013 penerimaan dari sektor pajak daerah sebesar Rp. 18.829.673.340,dan pada tahun 2014 besar penerimaan dari sektor pajak daerah sebesar Rp.22.010.435.949,ini berarti setiap tahunnya pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah mengalami diartikan bahwa potensi pajak daerah cukup besar dan masih harus digali. Sebelum diuraikan sumber-sumber pendapatan dari sektor pajak daerah yang diharapkan akan memperoleh hasil yang meningkat, akan diuraikan jenis-jenis Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota Magelang.
130 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Pemungutan Pajak Daerah ...
Jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kota Magelang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah adalah sebagai berikut : 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Sarang Burung Walet 8. Pajak Air tanah 9. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) 10. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Ke 10 (sepuluh) jenis pajak daerah tesebut dikelola oleh instansi Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Magelang. Dengan pesatnya perkembangan penduduk dan berbagai jenis usaha di Kota Ma g e l a n g , Pe m e ri n t a h K o t a M a g e l a ng mencoba melaksanakan verifikasi tempattempat usaha yang berada di 3 (tiga) wilayah kecamatannya, yang Kecamatan Magelang Utara, Kecamatan Magelang Tengah dan Kecamatan Magelang Selatan. Pemerintah Kota Magelang mengintensifkan verifikasi terhadap Hotel, Restoran, Rumah Makan, Reklame, Hiburan, Perparkiran, Penerangan Jalan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB P2) dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) guna mengoptimalkan Objek Pajak. Magelang sebagai Kota transit, mengundang banyak pelaku usaha yang menanamkan moalnya berupa pembangunan hotel, restoran, hiburan.Hal tersebut diakibatkan karena posisi Kota Magelang berbatasan dengan Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, dimana disana banyak tempat-tempat wisata.Sehingga lalu lintas manusia sangat padat dengan kegiatan perekonomian baikt itu perdagangan maupun jasa. Dengan diimplementasikannya peraturan perundang-undangan Nomor 28 Tahun 2009 pemerintah daerah memiliki keleluasaan ruang gerak yang lebih baik dalam menyusun dan menetapkan pungutan berbentuk pajak daerah. Keleluasaan ini ditandai dengan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk memungut jenis-jenis pajak daerah selain yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pemerintah Kota Magelang terlihat sangat berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan daerah dalam mengeluarkan peraturan daerah
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
dalam merespon kebijakan yang memberi keleluasaan dalam memungut pajak daerah. Karena harus mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat, tingkat perekonomian, kondisi sosiologis lainnya, sehingga pendapatan dari sektor pajak tersebut mengena dan bukan hanya kebijakan yang membabi buta hanya demi menaikkan pendapatan daerah.Semua ini demi tercapainya tujuan ekonomi yang memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Daerah dalam membuat peraturan daerah haruslah memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dalam peraturan perundang-undangan, keadaan wilayah, potensi daerah, pendapatan masyarakat.Sebab peraturan daerah tersebut harus berdaya guna dan berhasil guna bagi masysarakat dan pelaku usaha.
C.
Hambatan dalam Pemungutan Pajak Daerah di Kota Magelang
Pemerintah Kota Magelang menemukan hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaan pemungutan pajak daerah, antara lain : 1. Timbul tenggelamnya usaha tersebut, 2. 3. 4.
usaha dalam rangka pungutan pajak. Masih adanya wilayah yang belum tergali secara optimal. Kurangnya kesadaran masyarakat pelaku usaha untuk membayar pajak. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan pajak daerah.
Namun pemerintah Kota Magelang sebagai Kota berkembang, memiliki banyak potensi yang dapat digali dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah. Pemerintah Kota Magelang, terus berupaya mengatasi keterbatasanketerbatasan dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan pemungutan pajak daerah dengan cara : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mendukung pelayanan ramah, cepat dan transparan Meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pajak merupakan komponen penting pendapatan. Untuk mencapai pendapatan yang maksimal dibutuhkan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban membayar pajak didasari oleh adanya pemahaman akan manfaat membayar pajak. sumber-sumber pendapatan. Pemungutan Pajak Daerah ...
131
Intensifikasi artinya usaha meningkatkan pendapatan terhadap sumber-sumber pendapatan yang sudah ada dengan memberikan pelayanan yang lebih baik. Sedangkan ekstensifikasi adalah usaha meningkatkan pendapatan melalui penggalian sumber-sumber pendapatan baru. Meningkatkan sarana dan prasarana sebagai penunjang penyelenggaraan pajak daerah. K o t a M a g e l a n g s e b a g a i ko t a y a n g berkembang, memiiki banyak potensi yang dapat digali dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah. Banyak investor yang tertarik untuk menyediakan pusat perbelanjaan, perumahan, lembaga pendidikan, sarana hiburan dan lainnya. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan direncanakan kebijakan dari eksekutif dan legislatif yang sesuai dengan potensi yang ada, dengan mempertimbangkan aspek religius masyarakat, rasa aman, membentuk masyarakat mandiri, dan adil bagi seluruh masyarakat Kota Magelang dan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Dari uraian diatas dapat dikatakan, pemberian keleluasaan daerah untuk memungut pajak daerah tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, tentunya ditunjang oleh kesadaran membayar pajak yang tinggi. Setelah Indonesia merdeka lebih dari setengah abad, rakyat Indonesia masih belum sadar makan kewajiban membayar pajak.Hal ini disebabkan falsafah dan penggunaan pajak selama ini tidak memberikan manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh rakyat, sebagaimana yang menyatakan bahwa pembayaran pajak tidak ada kontraprestasi langsung antara pembayar pajak dengan pemerintah.Kalaupun rakyat tidak merasakan manfaat atas pemenuhan kewajiban membayar pajak, hal ini disebabkan oleh rendahnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah mengenai penggunaan uang dari pajak tersebut, jangan-jangan tidak digunakan untuk mendanai pelayanan masyarakat atau banyak kebocoran dalam melaksanakan pembiayaan tersebut (Tjip Ismail, 2007 :40). Dengan adanya kontraprestasi tersebut wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak diharapkan akan melakukan dengan kesadaran, tanpa merasa dipaksa atau ditekan, karena wajib pajak akan memperoleh imbalan/ kontraprestasi dari pemerintah daerah. Peran masyarakat sebagai pembayar pajak, sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan didaerah tempat mereka memperoleh pelayanan
dari pemerintah daerah.Pelayanan pemerintah daerah menjadi tuntutan rakyat di era otonomi daerah ini sehingga penggunaan penerimaan pajak itupun harus diarahkan pada peningkatan pelayanan tersebut.Dan penerimaan dan pemanfaatan pajak yang dapat diakses setiap saat oleh anggota masyarakat (Tjip Ismail, 2007:45). Untuk itu Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Magelang memprioritaskan pada pengembangan pelayanan pemerintahan yang mendukung terwujudnya kepuasan masyarakat, meliputi pelayanan biadng pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana dasar perkotaan, untuk menanggulangi permasalahan transportasi, persampahan, layanan air bersih dan kebutuhan perkotaan lainnya. D. Penutup Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Daerah diberikan peluang untuk menggali jenis-jenis pajak daerah baru selain yang ditetapkan dalam undangundang. Pemerintah Kota Magelang dalam pengelolaannya berpedoman kepada UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 dan sebagai tindak lanjut dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Belum adanya inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Magelang dalam menarik jenisjenis pajak daerah baru, karena pemerintah daerah Kota Magelang hanya menarik pajak-pajak daerah yang telah secara tegas dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memang merupakan pajak daerah yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Kota Magelang belum dapat optimal dalam memungut pajak daerah, karena investor lokal dan warga masyarakat yang berinvestasi juga baru tahap berkembang, sehingga belum dapat dibebani dengan bermacam-macam pajak. Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Magelang antara lain adalah: Timbul tenggelamnya usaha tersebut,
132 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
usaha dalam pemungutan pajak. Masih adanya wilayah yang belum tergali secara optimal. Kurangnya kesadaran masyarakat pelaku usaha untuk membayar pajak. Pemungutan Pajak Daerah ...
Adanya keterbatasan sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan pajak daerah. Kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang sangat tepat saat ini untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam jangka pendek sebaiknya dititikberatkan pada intensifikasi pemungutan pajak, yaitu mengoptimalkan jenisjenis pungutan pajak daerah yang sudah ada. Adanya kontraprestasi dari pemerintah daerah kepada sektor pajak yang bersangkutan,
justru akan dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, sehingga akan lenih mendukung peningkatan penerimaan pemerintah daerah dari sektor pajak daerah. Sehingga timbul jalinan kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dan wajib pajak, sehingga wajib pajak tidak merasakan pajak seperti paksaan.Hal ini memerlukan sosialisasi kepada masyarakat umum sehingga mereka mau dengan sadar membayarnya.
Daftar Pustaka Buku Bohari.1999.Pengantar Hukum Pajak.Jakarta: Raja Grasindo Persada. Mardiasmo. 2006.Perpajakan. Jakarta: ANDI. Marihot P. Siahaan. 2008.Pajak Daerah & Retribusi Daerah Pheni Cahalid. 2005.Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi: Tantangan dan Hambatan. Jakarta: Kemitraan. R. Santoso Brotodihardjo. 1998.Pengantar Ilmu Hukum Pajak Tjip Ismail. 2007.Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia. Jakarta:Yellow Printing. Wirawan B. Ilyas, Rudy Suhartono. 2007.Pajak Penghasilan.Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI. Referensi Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Referensi Jurnal Penyempurnaan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah : suatu upaya dalam optimalisasi penerimaan PAD”, (Volume XIV, Nomor 1, Januari 2006) dalam Jurnal Administrasi dan Organisasi: Bisnis & Birokrasi, Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Kadar Pamuji. 2011. Implikasi Kebijakan “Pendaerahan” Pengelolaan PBB Setelah Berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 1 Januari 2011. Mabroor, M. “Corruption in Civil Administration : Causes and Cures”, Journal of Humanomics, Vol. 21, No. 3-4, 2005. Mardiasmo, “New Public Management (NPM) : Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik”, Jurnal Sinergi, Vol.6, No.1, 2002. Mark E. Warren, M.E. “What Does Corruption Mean in a Democracy”, American Journal of Political Science, Vol.48, No.2, 2004. Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Pemungutan Pajak Daerah ...
133