IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA TOMOHON
Oleh : Andree Rau Abstrak Pemerintah sebagai suatu institusi sebenarnya merupakan perwujudan dari otonomi rakyat,sehingga berarti bahwa pemerintah memiliki otonomi. Dalam konteks ini Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tantang Pemerintahan Daerah, menentukan bidang-bidang yang menjadi otonomi pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah dalam dalam pengertian ini memiliki tugas dan wewenang membuat kebijakan public yang mengikat seluruh warganya, sehingga berdasarkan pola piker ini, pemerintah memiliki peranan melayani dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (Sarundayang, 2011:351). Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah berasal dari retribusi daerah, maka Pemerintah Kota Tomohon telah mengeluarkan Perda Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha, dimana retribusi daerah merupakan pungutan daerah yang potensial guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah. Retribusi daerah dipungut sebagai pembayaran atas jasa tertentu. Dalam penelitian ini membahasa mengenai bagaimana pelaksanaan perda No. 9 tahin 2012 mengenai retribusi jasa usaha. Dari hasil penelitian didapatkan hasil masih ada Hambatanhambatan yang dihadapi dalam melaksanakan Fungsi Retribusi Daerah yaitu masih kurangnya kesadaran wajib retribusi dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar Retribusi Daerah,
Keyword : Retribusi, Jasa
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, yang mana daerah provinsi tersebut terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, termasuk dalam menyelenggarakan fungsinya masing-masing. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan, mulai dari sistem perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaannya. Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan ketentuan Daerah lainnya.Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal.136 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kondisi pembangunan ekonomi suatu daerah yang paling ideal adalah apabila kegiatannya dapat dibiayai sendiri. Disinilah letak keterkaitan antara pendapatan asli daerah dengan pajak daerah untuk pembiayaan pembangunan, olehnya itu yang perlu dicermati secara kritis adalah pendapatan asli daerah yang memang jati diri suatu daerah. Jadi, perlu dipahami betul tatanan konseptualnya, yaitu masalah pembiayaan dimana pajak daerah yang termasuk pendapatan asli daerah (PAD) hanyalah salah satu diantaranya yang sangat mendasar sifatnya (Sallatu, 1997 : 34). Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah inilah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk pembagian kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara dan perimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintahan Daerah.Sama halnya dengan wujud keuangan negara pada pemerintah pusat yang dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), wujud keuangan negara pada pemerintah daerah juga dapat dilihat pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) masing-masing pemerintah daerah baik pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kabupaten/Kota, karena sebagaimana informasi yang terdapat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), dalam LKPD juga memberikan informasi tenteng aset, utang dan ekuitas pemerintah daerah serta pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah. Pada dasarnya wujud keuangan negara pada pemerintah pusat hampir sama dengan wujud keuangan negara pada pemerintah daerah. Hal ini terlihat dari komponen atau klasifikasi aset, utang, ekuitas, belanja dan pembiayaan negara pada pemerintah pusat yang sama dengan komponen atau klasifikasi aset, utang, ekuitas, belanja dan pembiayaan daerah pada pemerintah daerah. Namun, perbedaannya terletak pada struktur pendapatan antara pendapatan negara dan pendapatan daerah. Jika komponen pendapatan negara pada pemerintah pusat yang tergambarkan dalam APBN terdiri dari pendapatan perpajakan, pendapatan negara bukan pajak dan pendapatan hibah, berbeda dengan komponen pendapatan daerah sebagaimana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. 2
Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki peranan yang relatif penting dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah adalah retribusi jasa usaha. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan menganalisis seberapa besar kontribusi retribusi jasa usaha terhadap pendapatan asli daerah di Kota Tomohon pada tahun 2012 dan 2013 serta mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pajak daerah dalam peningkatan pendapatan asli daerah. Dalam pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah, akan dilihat sampai sejauh mana masalah perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan pelaksanaan dan pengawasan. Salah satu sumber pendapatan asli daerah adalah berasal dari retribusi daerah, maka Pemerintah Kota Tomohon telah mengeluarkan Perda Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha, dimana retribusi daerah merupakan pungutan daerah yang potensial guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah. Retribusi daerah dipungut sebagai pembayaran atas jasa tertentu Tahun 2013 ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Tomohon berupaya meningkatkan pencapaian pendapatan asli daerah (PAD), dengan menginstruksikan kepada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menjalankan dan meningkatkan kinerja secara profesional.Oleh karena itu, retribusi jasa usaha juga penting di dalam pengelolaan keuangan daerah. Mengingat besarnya peran retribusi jasa usaha sebagai salah satu sumber utama penerimaan keuangan daerah dalam komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga membuatnya menjadi bagian yang sangat vital. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk karya tulis dengan judul “implementasi peraturan daerah nomor. 09 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha dalam menunjang pendapatan asli daerah di kota tomohon”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berusaha untuk mengemukakan permasalahan secara jelas agar keseluruhan proses penelitian dapat terarah dan terfokus pada pokok masalah yang sebenarnya, adapun permasalahan yang penulis ajukan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Implementasi Perda no. 9 tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha dalam kaitan dengan Peningkatan Sumber Pendapatan Asli Daerah diKota Tomohon ? C. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis kontribusi Retribusi Jasa Usaha terhadap Pendapatan Asli Daerah. b. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui Retribusi Jasa Usaha? D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran-saran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan terutama yang berhubungan dengan pengelolaan pajak daerah yang ada pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tomohon. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu syarat untuk menempuh atau memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Program Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi. Hasil Penelitian ini juga sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Tomohon dalam rangka menggali potensi keuangan daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi jasa usaha
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Implementasi Implementasi dalam kamus besar Webster dalam Widodo (2008) diartikan sebagai “to provide the means for carrying out” (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); “to give practical effect to” (menimbulkan dampak / akibat terhadap sesuatu). Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu.Konsep implementasi diatas memberi pengertian bahwa implementasi adalah perbuatan melakukan sesuatu yang pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap sesuatu yang merupakan objek dari implementasi itu sendiri. Pengertian ini diperkuat oleh pendapat Ripley dan Franklin dalam Winarno (2007) tentang definisi implementasi : Implementasi adalah apa yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). B. Konsep Tentang Peraturan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”. Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota”. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing daerah. C. Konsep Tentang Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah.Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat.Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah.
4
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pemerintahan Kota Tomohon khususnya pada Kantor DPPKAD (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) B. Tipe dan Dasar Penelitian Dasar Penelitian adalah survey. Tipe penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, maksudnya penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap obyek yang menjadi pokok permasalahan. C. Informan Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh instansi yang terlibat langsung dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah.Populasinya adalah Aparat Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Kota Tomohon.Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Random Sampling.Peneliti memilih secara selektif aparat yang terlibat langsung dalam pengelolaan pajak daerah. Informan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepala Seksi Retribusi Dinas PPKA 2. Staf, petugas lapangan 3. Masyarakat 4. Pedagang 5. Pengendara kendaraan bermotor 6. Pengelola parkir 7. Pengelolah tempat rekreasi 8. Kasir (pertokoan) D. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah implementasi peraturan daerah nomor 9 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha, yaitu: 1. Konsistensi pelaksanaan Perda nomor 9 Tahun 2012. 2. Pengawasan dan pelaporan hasil retribusi E. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi b. Studi Kepustakaan c. Wawancara d. Kuesioner F. Analisis Data Dalam penelitian jenis deskriptif ini, peneliti menerjemahkan dan menguraikan data secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran mengenai situasi-situasi atau keadaan yang terjadi di lapangan, dan temuan-temuan data yang terkumpul kemudian di analisa dengan menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif.Teknik deskriptif kualitatif dengan prosentase.
5
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Temuan Penelitian Mengenai Pemungutan Retribusi Retribusi Daerah dapat diukur berdasarkan target capaian pungutan, jika target pencapaian tinggi maka fungsi Retribusi terhadap PAD akan besar pula.Jenis Retribusi Jasa Umum yang dipungut di Kota Tomohon berdasarkan survey banyak kejanggalan dilapangan, terutama Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Pelayanan Pasar. Kejanggalan terjadi adalah sebagian besar pungutan lebih besar dari yang seharusnya dan sebagian tidak menyerahkan karcis kepada penyewa tempat parkir. Hal ini seperti yang terungkap dalam hasil wawancara dengan masyarakat yang memberikan retribusi parkir di kawasan pertokoan Tomohon, mengatakan: “saya membayar retribusi parkir, tapi tidak diberikan karcis, saat ditanya kepada petugas mengapa saya tidak diberikan karcis, katanya habis”. Pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Tomohon terhadap Pelayanan Parkir ditepi jalan umum sangat tidak layak dan janggal, artinya kejanggalan terjadi perbandingan biaya yang dikeluarkan untuk membayar Retribusi tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Tomohon. “adakalanya petugas perparkiran tidak memperhatikan kondisi lahan parkir, mereka hanya tau menagih retribusi dari pengguna parkir”. Berikutnya kejanggalan terjadi pula Retribusi Pelayanan Pasar, retribusi yang ditagihkan kepada para penjual dipasar terkadang tidak memenuhi standar seperti yang diatur dalam peraturan daerah nomor 9 tahun 2012, dimana retribusi yang diberikan untuk penjual pasar terkadang tidak tetap nilai rupiahnya, terkadang pula tidak diberikan karcis, hanya dicatat dalam buku yang ada pada petugas retribusi. Petugas retribusi pelayanan pasar mengatakan: Saat saya menagih retribusi kepada para pedagang, saya selalu taat kepada aturan, tidak pernah saya menaikan harga, dan sesuai dengan prosedur yang ada setiap tagihan bagi penjual tetap dicatat dalam buku retribusi, kecuali pedagang yang musiman atau tidak tetap”. Kepala seksi retribusi Dinas PPKA mengatakan: “semua petugas kami dilapangan sudah diberikan petunjuk untuk melaksanakan tugas sesuai dengan Protap yang telah ditetapkan, setiap bulan kami juga selalu mengevaluasi kinerja dari petugas kami yang ada dilapangan, evaluasi yang dilakukan juga mencakup capaian, perilaku, dan hasil, apabila ditemui kesalahan akan dilakukan tindakan sesuai aturan yang berlaku”. Kewenangan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melakukan pemungutan pendapatan asli Daerah sesuai dengan pasal 10 Undang-undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara. Pasal 7 ayat 2 huruf (e) dan pasal 10 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Daerah. Dan Pasal 7 Ayat (2) huruf (e) dan Pasal 10 huruf (f) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan Daerah menyatakan: Hasil survey menunjukan bahwa perbedaan laporan pemasukan uang kekas Daerah lebih rendah dibandingkan dengan yang semesti. Besarnya Kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Tahun 2013 sebesar Rp.10.866.000.000,00 (sepuluh milyar delapan ratus enam puluh enam juta rupiah) pemasukan ini diperkirakan baru 79 % dari yang seharusnya Dengan demikianlah kontribusi Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah termasuk pemasukan yang cukup besar bagi Kota Tomohon, yaitu jumlah keseluruhannya sebesar Rp. 322.666.000.000,00 (tiga ratus dua puluh dua milyar enem ratus enam puluh enam juta rupiah), atau berkisar 37 % dari Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pajak Retribusi Daerah sebagai Sumber Pendapatan Daerah Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah. Diantaranya dengan menetapkan 6
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daaerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah diharapkan dapat lebih mendorong pemerintahan daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Berbagai macam respon timbul dari daerah-daerah diantaranya ialah bahwa pemberian keleluasaan yang diberikan kepada pemerintahan daerah untuk meningkatkan PAD melalui pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan, yaitu sejumlah daerah berhasil mencapai peningkatan PAD-nya secara signifikan. 2. Prinsip dan Kriteria Perpajakan Daerah Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai) karena hal tersebut akan menimbulakan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan merupakan objek pajak pusat. 3. Ketentuan Pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Di negara-negara yang menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.Dengan demikian, pemungutan pajak kepada rakyat tentunya harus diseratai dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang di sebut dengan hukum pajak. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A mengatur dasar hukum pemungutan pajak oleh negara. Pasal ini menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan negara di atur dengan Undang-Undang. Pengaturan kewenangan pengenaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang mulai berlaku pada tahun 1998 dianggap kurang memberikan peluang kepada daerah untuk mengadakan pungutan baru. Walaupun memberikan kewenangan kepada daerah, undang-undang tersebut harus ditetapkan dengan peraturan pemerintahan ssehingga saat Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 berlaku, belum ada satupun daerah yang mengusulkan pungutan baru kerana menganggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan agar Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah harus mendapat pengesahan dari pusat juga dianggap telah mengurangi otonomi daerah. Dengan di ubahnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 menjadi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, diharapkan pajak daerah dan retribusi daerah akan menjadi salah satu PAD yang penting guna membiayai penyelenggaraan dan pembangunan daerah. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah pendukungnya yaitu PP Nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah dan PP Nomor 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah menjelaskan perbedaan antara jenis pajak daerah yang di pungut oleh provinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh kabupaten/kota. Pajak provinsi ditetapkan sebanyak empat jenis,yaitu: 1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (PKB dan KAA) 2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (BBNKB dan KAA) 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan permukaan (P3ABT dan AP) Jenis pajak provinsi bersifat limitatif yang berarti provinsi tidak dapat memungut pajak lain, selain yang telah di tetapkan, dan hanya dapat menambah jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan undang-undang. Adanya pembatasan jenis pajak yang dapat dipungut oleh provinsi sebagai daerah otonom yang terbatas, yang hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupaten/kota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu.Sekalipun demikian, dalam pelaksanaannya provinsi dapat memutuskan untuk tidak memungut jenis pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai. Berkaitan dengan besarnya tarif, berlaku definitif untuk pajak provinsi yang ditetapkan secara seragam di seluruh indonesia dan diatur dalam PP Nomor 65 tahun 2001 7
Sementara itu, pemerintah daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk memungut tujuh jenis pajak, yaitu: Pajak hotel; pajak restauran;pajak hiburan;pajak reklame;pajak penerangan jalan;pajak pengambilan bahan galian golongan C;pajak parkir. Jenis pajak kabupaten/kota tidak bersifat limitatif, artinya kabupaten/kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya, selain yang ditetapkan secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, dengan menetapkan sendiri pajak yang bersifat spesifik dengan memerhatikan kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut, kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi; 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat diwilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan; 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan/atau objek pajak pusat; 5. Potensinya memadai; 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; 7. Memerhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat;dan 8. Menjaga kelestarian lingkungan. Besarnya tarif yang berlaku definitif untuk pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah, tetap tiddak boleh lebih tinggi daripada tarif maksimum yang telah di tentukan dalam Undang-Undang tersebut.Dengan adanya pemisahan jenis pajak yang dipungut oleh provinsi dan yang dipungut oleh kabupaten/kota diharapkan tidak adanya pengenaan pajak berganda.Dalam rangka pengawasan, perda tentang pajak dan retribusi yang di terbitkan oleh pemerintahan daerah harus disampaikan kepada pemerintah pusat paling lambat lima belas hari sejak ditetapkan. Dalam hal Perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, pemerintah pusat melalui mentri dalam negeri dengan pertimbangan mentri keuangan dapat membatalkan perda tersebut dalam kurun waktu satu bulan sejak diterimanya peraturan tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut di atur dalam pasal 5A dan pasal 25A UndangUndang Nomor 34 tahun 2000 juncto pasal 80 ayat (2) PP Nomor 65 tahun 2001 dan pasal 17 ayat (2) PP Nomor 66 tahun 2001. Sekalipun demikian, walaupun perda-perda tersebut sudah dibatalkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung (MA) segera setelah mengajukannya kepada pemerintah berdasarkan PP Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 4. Peranan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Mendukung Pembiayaan Daerah Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.Pajak daerah dan retribusi daerah ini merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguna daerah.Permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumbersumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen PAD, belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keselruhan. Untuk mengantisifasi desentralisasi dan proses otonomi daerah, pungutan pajak . Tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari sitem tax assignment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial (yang tentunya dilakukan berdaasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu), seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan bea masuk. Kenyataan menunjukan bahwa distribusi kewenangan perpajakan antara daerah dan pusat sangat timpang, yaitu jumlah penerimaan pajak yang dipungut oleh dearah hanya sebesar 3,39% dari total penerimaan pajak (pajak pusat dan pajak daerah). Ketimpangan dalam penguasaan sumber-sumber penerimaan pajak tersebut memberikan petunjuk bahwa pertimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah di Indonesia dari sisi revenue assignment masih terlalu sentralistis. 8
5. Optimalisasi Pungutan Pajak dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah Ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu berotonomi, terletak pada kemampuan keuangan daerah.Artinya, daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.Kebergantungankepada bantuan pusat hasul seminimal mungkin, sehingga PAD, khususnya pajak dan retribusi daerah, menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan pertimbangan keuangan ousat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.
9
BABVI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1…Retribusi Daerah mempunyai Fungsi yang sangat penting terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Tomohon, implementasi Peraturan Daerah Kota Tomohon nomor 9 Tahun 2012, belum efektif dilakasanakan sampai pada tingkat petugas di lapangan. 2 Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan Fungsi Retribusi Daerah yaitu masih kurangnya kesadaran wajib retribusi dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar Retribusi Daerah, adanya penyimpangan dari petugas penarik retribusi yaitu tidak memberikan karcis sebagai bukti pembayaran retribusi yang dipungut, serta hambatan keadaan perekonomian bangasa Indonesia yang tidak stabil dari tahun ke tahun. 3…. Pelayanan Retribusi di tempat rekreasi mulai dari pengelolaan tempat rekreasi yang dimiliki pemerintah yang banyak terbengkalai , dan petugas yang kadang cenderung membiarkan pengunjung tanpa dimintai retribusi 4….Pelayanan Retribusi di Terminal yang masih kurang egektif dan juga pengelolaan fasilitas terminal yang kurang diperhatikan , sehinggah berdampak pada menurunnya jumlah penumpang , juga timbulnya terminal banyangan yang dapat merugikan pemerintah daerah. B. Saran 1. Bagi pembayar Retribusi (pedagang), hendaknya selalu membayar retribusi pelayanan pasar, karena retribusi tersebut pada dasarnya akan dimanfaatkan oleh pembayar Retribusi (pedagang) sendiri, yaitu sebagai dana untuk memperbaiki fasilitas pasar yang rusak. 2. Bagi petugas, hendaknya pungutan dilakukan secara tepat artinya dilakukan dengan prosedur yang benar, sehingga tidak menimbulkan kebocoran pemasukan. Langkah konkrit yang dapat dilakukan adalahdengan meningkatkan kesadaran untuk menarik retribusi dengan selalumemberikan tanda bukti pembayaran, serta melaporkan secara jujur perolehan,retribusinya .
10
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme: Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada: 2002 Agustino Leo, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2006 ArikuntoSuharmis, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Bina Aksara, Jakarta, 1998 Dunn Willian N, Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Effendy, 2003 Edward III, George C (edited), Public Policy Implementing, Jai Press Inc, London-England, 1984 Grindle, Merilee S. Politics and Policy Implementation in The Third World, Princnton University Press, New Jersey 1980 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Grasindo, 2007 Herlina, Rahman, Pendapatan Asli Daerah, Jakarta: Arifgosita, 2005 Mamesah D.J. Sistem Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta: PT. Gramedia, 1995 Mazmanian, Daniel A and Paul A. Sabatier. Implementation and Public Policy, Scott Foresman and Company, USA, 1983 Riwu Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2005 Sallatu Achman, Pemberdayaan Masyarakat, Bumi Aksara Jakarta, 1997 Sabatier, Paul. “Top down and Bottom up Approaches to Implementation Research” Journal of Public Policy 6, 1986 Sarundayang, S.H., Babak Baru sistim Pemerintahan, Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2011 Tjokroaminoto Bintoro, Sistem Penyelenggaraan Pemerintah Negara, Sistem Administrasi Negara RI, LAN, 2005 Tulus Warsito, Pembangunan Politik, Bigraf, Jakarta, 1999 Widodo Supriyono, Psykologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2008 Wahab, Solichin A. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta, 1991 Wibawa, Samodra. Kebijakan Publik, Intermedia Jakarta, 1994 Winarno, Budi.Teori dan Proses Kebijakan Publik,Media Pressindo Yogyakarta, 2002 Sumber-sumber lain : - Undang-Undang Nomor, 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah - Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan - Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah
11