PELAKSANAAN INTENSIFIKASI RETRIBUSI PARKIR DALAM MENUNJANG OTONOMI DAERAH (Studi Pada Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang)
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Negeri Semarang
Oleh:
Nama : Mustofa Nim
: 3450405515
ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum ( FH ) Universitas Negeri Semarang ( UNNES ) pada : Hari
:
Tanggal
:
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs . Sutrisno P.HM, M.Hum NIP . 130795080
Tri Sulistyono, S.H, M.H. NIP . 132255794
Mengetahui : Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Drs. Suhadi, S.H, M.Si NIP . 132067383
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang pada : Hari
: Rabu
Tanggal
: 22 Juli 2009
Penguji Utama
Dr. Indah Sri Utari, S.H.,M.Hum. NIP. 132350995
Penguji I
Penguji II
Drs. Sutrisno PHM, M.Hum.
Tri Sulistyono, S.H.,M.H
NIP. 130795080
NIP. 132255794
Mengetahui : Dekan Fakultas Hukum
Drs. Sartono Sahlan, M.H NIP. 131125644
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 18 Juni 2009
Mustofa NIM. 3450405515
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : Kesuksesan adalah akulturasi antara perjuangan dan doa. Selesaikan semua tugas atau pekerjaan secara totalitas agar menjadi seseorang yang profesional dalam bidang apapun. Meminta maaf terlebih dahulu dan mengakui kesalahan diri sendiri kepada orang lain adalah perbuatan seorang ksatria dan jauh lebih mulia.
Persembahan : Karya ini kupersembahkan kepada Bapak
dan
Ibu
tercinta
yang
senantiasa memberikan dorongan, kasih sayang, doa dan cinta yang tulus selama ini, kedua kakakku tersayang yang telah mendoakanku, almamaterku
yang
tercinta
dan
sahabat-sahabat sejatiku, serta calon pendampingku tercinta yang selalu setia
dan
memberikan
dalam hidupku.
semangat
PRAKATA
Berkat limpahan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Intensifikasi Retribusi Parkir (Studi Kasus di Kota Semarang)”. Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan usaha penulis semata, namun juga berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat: 1. Drs. Sartono Sahlan, M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang; 2. Drs. Sutrisno PHM, M.Hum., (Dosen Pembimbing I) yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 3. Tri Sulistyono, S.H, M.H., (Dosen Pembimbing II) yang selalu setia memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini; 5. Kepala/Staff Dinas Perhubungan kota Semarang atas bantuannya; 6. Kepala/Staff Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang atas waktu dan kerjasamanya; 7. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, dorongan dan kasih sayangnya kepada penulis; 8. Kakakku tercinta Supandi, S.H dan Nur Amanah, S.E atas dorongan dan kasih sayangnya; 9. Novi Ikasari kasihku yang selalu menemani dan senantiasa memberikan dorongan dengan sabar dan tulus ikhlas, serta atas cinta dan kasih sayangnya hingga terselesainya karya ini;
10. Keluarga Besar Cempaka Square, terima kasih atas kebersamaannya dan senantiasa memberika dorongan yang diberikan kepada penulis. Kalian memang sahabat sejatiku, Pantang Pulang Sebelum Lulus; 11. Sahabat-sahabatku ABC Team, Nunox, Aries, Faldi, Faisal, Abid, Ganish, Wahyu, Yoga, Samsuel terima kasih atas bantuan dan masukan yang diberikan kepada penulis; 12. Teman-teman KKN yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, thanks for all; 13. Teman-teman Ilmu Hukum angkatan 2005, ayo terus berjuang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun, semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak yang terlibat, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Amien. Semarang, 29 Juni 2009
Penulis
SARI Mustofa, 2009. Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Dalam Menunjang Otonomi Daerah (Studi Pada Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang). Skripsi, Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Drs. Sutrisno PHM, M.Hum. Tri Sulistyono S.H, M.H. 85 h. Kata Kunci : Intensifikasi, Retribusi Parkir Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan daerah perlu terus didorong dan ditingkatkan prakarsa dan partisipasi masyarakat serta peranan pemerintah daerah dalam pembangunan. Untuk itu perlu ditingkatkan kemampuan pengelolaan pembangunan dari seluruh, dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab. Sejalan dengan itu perlu terus ditingkatkan kemampuan daerah untuk membangun antara lain dengan menghimpun dana secara wajar dan tertib termasuk penggalian sumber-sumber keuangan baru yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. karena adanya beberapa oknum yang melanggar peraturan daerah tersebut, yaitu berupa penarikan uang parkir yang lebih dari ketentuan yang t e l a h ditetapkan. Baik faktor internal maupun eksternal, sehingga hasil dari retribusi parkir tidak sesuai target yang akan dicapai. Perlu adanya intensifikasi agar pendapatan dari sektor parkir bisa optimal. Parkir merupakan kegiatan memangkalkan atau menempatkan dengan memberhentikan kendaraan angkutan orang atau barang bermotor atau tidak bermotor pada suatu tempat parkir di tepi jalan umum dalam jangka waktu tertentu. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang? (2) Bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir? (3) Bagaimana upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dala mengatasi kendala dalam melaksanakan inetnsifikasi retribusi parkir? Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang. (2) Untuk mengetahui Bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. (3) Untuk mengetahui upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dala mengatasi kendala dalam melaksanakan inetnsifikasi retribusi parkir. Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode penelitian kualitatif. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah (a) Pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang (b) Mencari tahu kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi
parkir (c) Dan bagaimana upaya yang dilakukan dalam menangani kendala yang dihadapi. Sumber data penelitian ini adalah (a) Responden yaitu petugas parkir resmi dan pengguna jasa parkir tepi jalan umum Kota Semarang. (b) Informan yaitu Kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dan Kepala Bagian Hukum Dinas Perhubungan Kota Semarang. (c) Data Sekunder yaitu pelengkap yang terdiri dari literatur-literatur yang terkait dengan masalah hukum pajak dan retribusi daerah antara lain Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Retribusi Daerah dan Peraturan pelaksana perparkiran di Kota Semarang Yaitu PERDA No.1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Untuk menganalisa data penelitian mengunakan tahapan pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data dengan tehnik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perparkiran sudah memenuhi peraturan daerah yang ada, pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Daerah Kota Semarang No.1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Tetapi masih terdapat kendala-kendala dalam masyarakat, misalnya kurangnya optimalnya pengawasan retribusi parkir dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi. Dan masih terdapat kendala-kendala yang terjadi dilapangan seperti adanya pungutan liar dari preman-preman setempat, kurangnya lahan parkir yang tersedia. Pengawasan terhadap pengelolaan perparkiran yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota Semarang dengan melakukan operasi rutin yaitu satu minggu tiga kali agar pengelolaan perparkiran dapat maksimal dalam pelaksanaannya. Dan juga kontrol dari masyarakat secara langsung apabila terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan perparkiran di wilayah Kota Semarang. Kontrol dari masyarakat berupa teguran langsung terhadap petugas parkir atau juru parkir kemudian melaporkannya kepada Dinas Perhubungan yaitu Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran. Kesimpulan dan Saran dari penelitian ini bahwa pelaksana intensifikasi retribusi parkir sudah memenuhi peraturan daerah yang ada, pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Daerah Kota Semarang No.1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Tetapi masih terdapat kendala-kendala dalam masyarakat, misalnya kurangnya optimalnya pengawasan retribusi parkir dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi. Dan masih terdapat kendala-kendala yang terjadi dilapangan seperti adanya pungutan liar dari preman-preman setempat, kurangnya lahan parkir yang tersedia. Pengawasan terhadap pengelolaan perparkiran yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota Semarang dengan melakukan operasi rutin yaitu satu minggu tiga kali agar pengelolaan perparkiran dapat maksimal dalam pelaksanaannya. Dan juga kontrol dari masyarakat secara langsung apabila terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan perparkiran di wilayah Kota Semarang. Kontrol dari masyarakat berupa teguran langsung terhadap petugas parkir atau juru parkir kemudian melaporkannya kepada Dinas Perhubungan yaitu Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran. Masih perlu adanya penanganan yang lebih serius mengenai petugas parkir yang tidak resmi dengan jalan melakukan
pengarahan kepada masyarakat. Perlu adanya peringatan dan penanganan yang lebih serius terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum, bila perlu ditindak secara hukum sesuai peraturan yang berlaku sehingga peraturan daerah lebih bisa berjalan secara efektif untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii PERNYATAAN ................................................................................................. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .....................................................................
v
PRAKATA ......................................................................................................... vi SARI ................................................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 . Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 . Identifikasi dan Pembatasan Masalah ..........................................
5
1.3 . Perumusan Masalah .....................................................................
6
1.4 . Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
1.5 . Manfaat Penelitian .......................................................................
7
1.6 . Sistematika Skripsi ......................................................................
8
BAB II. PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA TEORETIK .......................................................................................
10
2.1 Penelaahan Kepustakaan ............................................................... 10 2.1.1 Otonomi Daerah .................................................................. 10 2.1.2 Pengertian Intensifikasi ....................................................... 13 2.1.3 Keuangan Daerah ................................................................ 13 2.1.4 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah ........................... 16 2.1.5 Pengertian Pajak dan Retribusi Daerah .............................. 17 2.1.5.1 Pajak Daerah ........................................................... 17 2.1.5.2 Retribusi Daerah ..................................................... 21 2.1.6 Macam-Macam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah .......... 23
2.2 Kerangka Teoretik ........................................................................ 28 BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................
30
3.1 Jenis Penelitian ...........................................................................
30
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................
31
3.3 Fokus Penelitian .........................................................................
31
3.4 Sumber Data Penelitian ..............................................................
31
3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................
32
3.6 Metode Analisis Data .................................................................
34
3.7 Keabsahan Data .........................................................................
36
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................
37
4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................
37
4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ...............................
37
4.1.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................
47
4.1.3 Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang ..........................................................................
49
4.1.3.1 Proses Pelaksanaan Retribusi Parkir ...................
49
4.1.3.2 Program Intensifikasi ..........................................
51
4.1.4 Kendala Dalam Mengintensifkan Retribusi Parkir Kota Semarang ..........................................................................
56
4.1.5 Upaya Dalam Melaksanakan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang ......................................................
59
4.2 Pembahasan ................................................................................
61
4.2.1 Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang ..........................................................................
61
4.2.1.1 Pengelolaan Perparkiran ...................................... 61 4.2.1.2 Kesesuaian Antara Pengelolaan Parkir Dengan Peraturan Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang .......................... 69
4.2.2 Hambatan Yang Dihadapi Oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang Dalam Melaksanakan Intensifikasi Retribusi Parkir .................... 70 4.2.2.1 Sistem Pengawasan Terhadap Pengelolaan Perparkiran Belum Optimal ...............................
70
4.2.2.2 Masih Banyaknya Petugas Parkir Yang Tidak Resmi ..................................................................
72
4.2.3 Upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Dalam Melaksanakan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang ..........................................................................
74
4.2.3.1 Meningkatkan Sistem Pengawasan Pengelolaan Perparkiran ......................................................... 74 4.2.3.2 Penanganan Petugas Parkir Yang Tidak Resmi .. 76 BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 81 A. Simpulan ...................................................................................... 81 B. Saran ............................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Target Retribusi Parkir dan Realisasi Yang Tercapai ......................
4
Tabel 2 : Daftar Informan dan Responden ......................................................
47
Tabel 3 : Daftar Informan Dinas Perhubungan, Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang .............................................
48
Tabel 4 : Daftar Responden Petugas Parkir Resmi dan Pengguna Jasa Parkir
48
Tabel 5 : Target Retribusi Parkir dan Realisasi ..............................................
54
Tabel 6 : Jumlah Petugas Parkir Resmi ..........................................................
55
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Kerangka Teoritik Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir .......
28
Bagan 2 : Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Semarang ...............
41
Bagan 3 : Struktur Organisasi Unit Pengelolaan Perparkiran Kota Semarang
46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Informan Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang .......................................................
85
Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan Responden Petugas Parkir Resmi ................
86
Lampiran 3 : Daftar Pertanyaan Responden Pengguna Jasa Parkir ................
87
Lampiran 4 : Surat Ijin Penelitian ...................................................................
88
Lampiran 5 : Surat Keterangan Penelitian .......................................................
91
Lampiran 6 : Kartu Bimbingan Skripsi ...........................................................
92
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa, maka dilaksanakanlah asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi di bidang ketatanegaraan. Sebagai realisasi dua asas tersebut maka di negara kita ada dua macam pemerintahan, yaitu pemerintahan daerah yang bersifat administratif dan pemerintahan daerah yang bersifat otonomi. Pemerintahan yang bersifat otonomi atau daerah otonomi adalah daerah yang berhak dan berkewajiban untuk mengatur rumah tangganya sendiri selain nyata dan bertanggung jawab, yang diatur dan diurus tersebut adalah urusan atas tugas yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah untuk diselenggarakannya sesuai dengan kebijaksanaan, para karsa dan kemampuannya sendiri. (Josef Riwu Kaho, 1998: 14) Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah: 1. Manusia pelaksananya harus baik. 2. Keuangan harus cukup dan baik. 3. Peralatannya harus cukup dan baik. 4. Organisasi manajemennya harus baik. (Josef Riwu Kaho, 1998: 60)
Dalam hal keuangan yang baik, disini keuangan mengandung arti setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, sumber pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan. Kemampuan self supporting dalam 1
2
bidang keuangan adalah merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya dalam bidang keuanganlah yang menjadi peranan penting dalam menjalankan otonomi daerah dan menentukan corak, bentuk serta kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Untuk memperoleh keuangan yang cukup, diperlukan sumber keuangan yang memenuhi, dalam hal i ni daerah dapat memperolehnya melalui beberapa cara yaitu : 1. Mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh pemerintah pusat. 2. Melaksanakan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau bank melalui pemerintah pusat. 3. Mengambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut daerah, misalnya sekian persen dari pendapatan sentral tersebut. 4. Pemerintah daerah dapat menambah tarif pajak sentral tertentu, misalnya pajak kekayaan atau pajak pendapatan. 5. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah
pusat. (Alfian Lains, 1985: 41) Disamping i t u
untuk mendapatkan keuangan daerah yang
memadai, pemerintah daerah diberi kebebasan untuk menggali sumbersumber keuangan daerah i t u sendiri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Seperti yang dilakukan oleh Pemerinlahan Kota Semarang,
berupaya
untuk
menyelenggarakan
pengaturan
dan
3
pengurusan rumah tangganya sendiri, yaitu dengan menggali sumbersumber keuangan daerah, melalui penarikan retribusi dan parkir di wilayah pemerintahan Kota Semarang. Hal i n i tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Diharapkan dengan adanya peraturan daerah i n i dapat meningkatkan efektifitas dari sumber pendapatan asli daerah. Sistem pengelolaan parkir, termasuk tempat-tempatnya sering mengalami kesulitan, di lapangan juga beresiko, karena adanya beberapa oknum yang melanggar peraturan daerah tersebut, yaitu berupa penarikan uang parkir yang lebih dari ketentuan
yang
telah
ditetapkan. sehingga sedikit memberatkan bagi masyarakat yang menggunakan jasa parkir. Disamping i t u juga adanya petugas parkir yang ilegal atau tidak resmi. Resmi yaitu sah, dari pemerintah atau dari yang berwajib dan ditetapkan oleh pemerintah atau instansi yang bersangkutan. Menggunakan seragam dan yang
memakai
kartu
parkir
dikeluarkan oleh pemerintah kota. Masih banyaknya tempat untuk
pejalan kaki atau trotoar yang digunakan untuk tempat parkir, disini Pemerintah Kota Semarang harus jeli melihat dan menindaklanjuti agar penggalian terhadap pendapatan asli daerah Kota Semarang, khususnya retribusi dan parkir dapat dikelola dengan maksimal, agar dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya sendiri. Dengan adanya Peraturan Daerah Kota Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir
4
di Tepi Jalan Umum, dapat dimaksimalkan pengolahan dan penggalian dari retribusi dan parkir khususnya di Wilayah Pemerintahan Kota Semarang. Pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum yang diperoleh selama periode 2006-2008 yang telah disetorkan kepada kas daerah dan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga sendiri adalah sebagai berikut : Daftar Tabel 1 : Target Retribusi Parkir dan Realisasi yang tercapai : No
Tahun
Target
Realisasi
1.
2006
Rp. 4.500.000.000,00
Rp. 1.350.543.669,00
2.
2007
Rp. 4.500.000.000,00
Rp. 1.440.300.000,00
3.
2008
Rp. 2.800.000.000,00
Rp. 1.940.869.900,00
Sumber Data : UPTD Pengelolaan Perparkiran
Dari tabel diatas maka pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum yang diperoleh selama periode 2006-2008 belum optimal, tidak sesuai antara target dengan realisasi yang tercapai sehingga penulis melakukan penelitian di sektor pendapatan parkir dengan judul PELAKSANAAN INTENSIFIKASI
RETRIBUSI
PARKIR
DALAM
MENUNJANG
OTONOMI DAERAH (Studi Pada Unit Pelaksana Daeah Pengelola Perparkiran Kota Semarang). Penulis ingin mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah Daerah Kota Semarang dalam pengelolaan perparkiran sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan dari sektor parkir, antara realisasi yang dicapai dengan target yang akan dicapai bisa seimbang.
5
Mengingat semakin meningkatnya jumlah kendaraan dan meningkat pula adanya penyalahgunaan perparkiran yang mengganggu rencana detail tata ruang kota, dan masih terdapat petugas parkir yang tidak resmi. Serta tempattempat parkir yang tidak ditunjuk digunakan untuk lokasi parkir. Sehingga mengganggu fasilitas pejalan kaki, perlu adanya penanganan lebih lanjut agar pendapatan asli daerah dapat dikaji dengan maksimal, guna mencukupi kebutuhan rumah tangganya sendiri. 1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1.2.1
Identifikasi Masalah Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Diharapkan dengan adanya peraturan daerah i n i dapat meningkatkan efektifitas dari sumber pendapatan asli daerah. Sistem pengelolaan parkir, termasuk
tempat-tempatnya
sering
mengalami
kesulitan,
di
lapangan juga beresiko, karena adanya beberapa oknum yang melanggar peraturan daerah tersebut, yaitu berupa penarikan uang parkir yang lebih dari ketentuan yang t e l a h ditetapkan. Dan adanya faktor penghambat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum antara lain adalah : a. Pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang.
6
b. Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola
Perparkiran
Kota
Semarang
dalam
melaksanakan
intensifikasi retribusi parkir. c. Upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam mengatasi kendala dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. d. Pengawasan terhadap pengelolaan parkir yang belum optimal. e. Masih banyaknya petugas-petugas parkir yang ilegal atau tidak resmi. f. Aspek lokasi dan lahan parkir yang kurang memadai. 1.2.2
Pembatasan Masalah Agar masalah yang akan penulis bahas tidak meluas sehingga dapat
mengakibatkan ketidak jelasan pembahasan masalah maka penulis akan membatasi masalah yang akan di teliti, antara lain : 1. Bagaimana pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang. 2. Bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. 3. Bagaimana upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam mengatasi kendala dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. 1.3 Perumusan Masalah
7
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang? 2. Bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir? 3. Bagaimana upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam mengatasi kendala dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir?
1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui
pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit
Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang. 2. Untuk mengetahui bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. 3. Untuk mengetahui upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota
Semarang
dalam
mengatasi
kendala
dalam
melaksanakan
intensifikasi retribusi parkir. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil oleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini maka dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang baru kepada peneliti mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir. 2. Bagi Masyarakat Manfaat dari penelitian ini bagi masyarakat yaitu dapat memberikan gambaran kepada masyarakat secara umum dan khususnya bagi para pengguna jasa parkir. 3. Bagi Pemerintah Daerah Dari hasil penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan masukan kepada
Pemerintah
Daerah
sebagai
objek
penelitian
terhadap
penyelenggaraan dan retribusi parkir di kota Semarang dapat berbenah diri agar pendapatan dari sektor retribusi parkir se optimal mungkin. 1.6 Sistematika Di dalam penyusunan skripsi yang berjudul Intensifikasi Retribusi Parkir (Studi Kasus di Kota Semarang), mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut : Bagian Awal meliputi Halaman judul Persetujuan pembimbing Halaman pengesahan Pernyataan Motto dan persembahan
9
Prakata dan sari Daftar isi Bagian Isi Bab I merupakan Pendahuluan. Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa hal yang menjadi latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi. Bab II membahas tentang Tinjauan Pustaka Dalam bab ini tinjauan pustaka tersebut meliputi tinjauan umum tentang Otonomi Daerah, Keuangan Daerah, Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, Pengertian Pajak dan Retribusi, Macam-Macam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bab III merupakan bab yang membahas tentang Metodologi Penelitian Dalam bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian yaitu tipe penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, dan teknik pengumpulan data. Bab IV merupakan bahasan mengenai Hasil Penelitian Bab ini akan membahas tentang hasil dari penelitian dan membahas tentang hambatan-hambatan dalam intensifikasi retribusi parkir. Bagian Akhir Bab V merupakan bab terakhir Dalam bab yang terakhir ini berisi tentang Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA TEORETIK
2.1 Penelaahan Kepustakaan 2.1.1 Otonomi Daerah Daerah hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia didasarkan atas Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undangundang”. Dalam ayat (2) ditegaskan bahwa “pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Kemudian, dalam ayat (5) dinyatakan bahwa “pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Dalam penjelasan pasal tersebut dirumuskan bahwa wilayah Negara Indonesia akan dibagi menjadi daerah provinsi, kemudian provinsi akan dibagi pula menjadi daerah kabupaten dan kota. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, dimana semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. 10
11
Secara etimologis, kata otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan. Bahwa otonomi itu salah satu dari asas-asas pemerintahan negara, dimana pemerintah suatu negara melaksanakan suatu kepentingan umum untuk mencapai tujuan. Otonomi nyata merupakan keleluasaan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan kewenagan pemerintahan di bidang tertentu yang hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan maksud otonomi yang bertanggung jawab ialah perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekwensi pemberian hak dan kewenagan kepada pemerintah daerah, dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam bingkai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Adrian Sutendi, 2008: 1). Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut : a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi, dan keanekaragaman. b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas otonomi luas dan bertanggung jawab.
12
c. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas. d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kostitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, juga antar daerah. e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi, karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administratif. f. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan daerah otonomi. g. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. h. Pelaksanaan asas disentralisasi diletak pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi, kewenangan
sebagai
wilayah
administrasi
untuk
melaksanakan
dan
melaksanakan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan.
13
i. Pelaksanaan asas tugas pembantu dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah pusat kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah pusat dan daerah kepada pemerintahan desa yang disetai dengan pembiayaan saran dan prasaran, serta sumber daya manusia, dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan. Desentralisasi diartikan pula sebagai suatu sistem, dimana bagian-bagian dan tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada badan atau organ yang sedikit banyak mandiri. Badan atau organ yang mandiri ini berwenang melakukan tugas atas inisiatif dan kebijakannya sendiri. Dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, desentralisasi kekuasaan ini melahirkan daerah otonom, baik daerah provinsi, kabupaten dan kota.
2.1.2 Pengertian Intensifikasi Secara terminologis pengertian dari istilah Intensifikasi adalah perihal meningkatkan kegiatan yang lebih hebat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988: 335). Intensifikasi adalah usaha untuk meningkatkan pendapatan dan peran dengan cara lebih mendalam, lebih giat dan efisien, juga mengutamakan pengelolaan secara teknis. Ekstensifikasi adalah usaha meningkatkan pendapatan dengan cara memperluas obyek, yang dilakukan dengan cara mengadakan perubahanperubahan, dan melakukan penggalian sumber-sumber pendapatan baru, khususnya di Pemerintahan Daerah Kota Semarang.
14
2.1.3 Keuangan Daerah Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan daerah perlu terus didorong dan ditingkatkan prakarsa dan partisipasi masyarakat serta peranan pemerintah daerah dalam pembangunan. Untuk itu perlu ditingkatkan kemampuan
pengelolaan
pembangunan
dari
seluruh,
dalam
rangka
mewujudkan otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab. Sejalan dengan itu perlu terus ditingkatkan kemampuan daerah untuk membangun antara lain dengan menghimpun dana secara wajar dan tertib termasuk penggalian sumber-sumber keuangan baru yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Faktor keuangan bagi suatu daerah menduduki peran yang penting dalam setiap kegiatan pemerintah. Semakin banyak uang yang tersedia, makin banyak pula kemungkinan kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh M. Manullang : Bagi kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Makin banyak keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negeri itu. Sebaliknya, kalau keuangan negara itu kacau maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian juga bagi pemerintah daerah, keuangan merupakan masalah penting baginya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya. (M. Manullang,1993: 67) Keuangan daerah secara sederhana dapat dirumuskan sebagai : Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan negara atau daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang
15
lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. Rumusan ini mengandung dua unsur penting, yaitu : a. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan daerah. b. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau mengeluarkan uang sehubungan dengan tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh darahyang bersangkutan. (D.J. Mamesah, 1995: 16-17) Sarana atau alat utama dalam menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertangggung jawab adalah dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pendapatan atau income di sini berfungsi untuk membiayai pengeluaran, diperlukan sumber-sumber penerimaan dalam hal ini dikenal dengan pendapatan asli daerah berupa pajak, retribusi, dan lain-lain. Lingkup keuangan daerah meliputi : a. Kekayaan daerah yang secara langsung dikelola oleh pemerintah daerah sesuai tingkat otonominya masing-masing serta hubungan langsung dengan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab
baik
pembangunan.
dalam
bidang
pemerintahan
maupun
bidang
16
b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu seluruh uang dan barang yang pengurusnya tidak dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (D.J. Mamesah, 1995: 21) Pemerintah daerah harus berupaya meningkatkan pendapatan asli daerah baik dari sektor pajak, retribusi maupun penerimaan daerah lainnya. Karena dengan semakin meningkatnya pendapatan asli daerah akan memberikan indikasi yang baik bagi kemampuan keuangan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pembangunan didaerah.
2.1.4 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama dalam bidang pelayanan umum dan pembangunan masyarakat serta meningkatnya pembinaan politik dan kesatuan bangsa. Agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaikbaiknya maka kepala daerah diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepad daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali sumbersumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
17
Disamping itu agar hak dan kewajiban dan wewenang tersebut diatas dapat dilaksanakan dan dicapai, maka Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 telah menetapkan tentang sumberpendapatan daerah yaitu dalam Bab VIII pasal 79, adalah sebagai berikut : Sumber pendapatan daerah terdiri atas : a. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : 1.
Hasil pajak daerah
2.
Hasil retribusi daerah
3.
Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
4.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
b. Dana Perimbangan c. Pinjaman Daerah, dan d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Menurut Sugianto sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari : 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Perusahaan daerah 4. Dinas daerah 5. Pendapatan daerah lainnya (Sugianto,2008: 64).
2.1.5 Pengertian Pajak dan Retribusi Daerah 2.1.5.1 Pajak Daerah
18
Rochmat Sumitro mengatkan bahwa pajak daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam menyelenggarakan pemerintahan yang mandiri dan berlandaskan pendapatan asli daerah otonomi daerah yang luas, diperlukan pembiayaan yang cukup. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini, S. Pamuji menegaskan : Pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. (S. Pamudji,1994: 61-64) Selain i t u Ibnu Syamsi juga menempatkan keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Ibnu Syamsi, 1994: 190) Pentingnya posisi keuangan daerah dalam penyelenggaraan rumah tangga daerah sangat disadari oleh Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah memberi peluang kepada daerah untuk mendapatkan keuangan yang cukup. Agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali segala potensi yang ada di daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
19
Sedang perundang-undangan yang mengatur adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah telah menetapkan sumber pendapatan daerah yaitu dalam Bab VIII Pasal 79 adalah sebagai berikut: Sumber pendapatan daerah terdiri atas : a. Pendapatan asli daerah, yaitu : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. hasil perusahaan untuk daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. b. Dana perimbangan c. Pinjaman daerah, dan d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. (S. Pamudji, 1994: 61-62) Agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaikbaiknya maka kepadanya perlu diberi sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali segala keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal pendapatan asli daerah khususnya mengenai pajak dan retribusi adalah merupakan sumber keuangan yang pokok bagi daerah. Akan
20
tetapi mengingat perbedaan antara pajak dan retribusi sangat tipis, maka umumnya mengenai dua hal tersebut dirasakan perlu, untuk diterangkan lebih lanjut. Menurut Rochmat Sumitro, rumusan pajak adalah sebagai berikut: Pajak adalah istilah rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor pertikelir ke sektor pemerintahan) berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (Legen Prestasie) untuk membiayai pengeluaran umum (public vitgaven) dan yang digunakan sebagai alat pencegah, pengatur, dan pendorong untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan. (Rochmad Sumitro, 1994: 23.)
Pendapat ini kemudian disempurnakan kembali oleh Rochmat Sumitro sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan "surplus" nya digunakan untuk "public saving" yang merupakan sumber utama untuk membiayai "public investment" (Rochmad Sumitro, 1979: 8) Menurut pendapat Soeparman Soemohamidjojo sebagai berikut: Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. (S. Munawair, 1992: 2)
Ciri mendasar pajak berdasar pendapat di atas adalah : 1. Pajak dipungut oleh negara berdasarkan kekuatan Undang-Undang dan diatur peraturan hukum lainnya. 2. Pajak dipungut tanpa adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk. 3. Hasil pungutan pajak digunakan untuk menutup pengeluaran negara dan sisanya apabila masih ada digunakan untuk investasi.
21
4. Pajak disamping sebagai sumber keuangan negara (budgelair) juga
berfungsi sebagai pengatur (regulation). (Josef Riwu Kaho, 1988: 129) Pengertian pajak menurut Rochmat Sumitro adalah pajak lokal atau pendapatan asli daerah, adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah sentra, seperti Propinsi, Kota Praja, Kabupaten dan sebagainya. (Rochmad Sumitro hal.29.)
Sedangkan A. Siagian merumuskan sebagai "pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah dengan Undang-Undang") (A. Siagian, Tanpa Tahun Penerbitan: 64, Seperti dikutip Josef Riwukaho: 129)
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan perundangundangan yang digunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Ciri-ciri pajak daerah adalah : a. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah. b. Penyerahan dilakukan berdasarkan Undang-Undang. c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan UndangUndang. d. Hasil
pungutan
pajak
daerah
dipergunakan
untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah kata untuk
22
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. (Josef Riwu Kaho, hal.130)
Landasan hukum kewenangan pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang mengatakan : Pasal 10 ayat 1 Dengan berwenang mengelola sumber daya negara yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 82 ayat 1 daerah dapat menetapkan pajak dan retribusi dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Pasal 82 ayat 3 penentuan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah termasuk pengendalian dan pembebasan dan atau retribusi daerah yang dilakukan dengan pajak berpedoman pendapatan asli daerah ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.1.5.2 Retribusi Daerah Retribusi diarahkan pada pelayanan pemerintahan yang bersifat final (final good), bukan pada pelayanan yang sifatnya intermediary service. Secara normatif, retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. (Pasal 1 no.26 UU No.34 Tahun 2004). Sedangkan pengertian retribusi secara umum adalah "pembayaran" kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa
23
negara atau merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu. Pengertian retribusi daerah menurut panitia Nasrun adalah : retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung. Menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 1 adalah retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi ialah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oieh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah. Ciri pokok retribusi daerah adalah : a. Retribusi dipungut oleh daerah. b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk.
24
c. Retribusi
dikenakan
kepada
siapa
saja
yang
memanfaatkan,
menggunakan jasa yang disediakan daerah.
2.1.6 Macam-Macam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah maupun retribusi daerah hingga saat ini kedua-duanya masih merupakan penyangga utama dari pendapatan asli daerah. Menentukan besaran tarif yang ditetapkan untuk pajak daerahnya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penyerapan yang pada akhirnya dapat menstimulus kinerja ekonomi pemerintahan daerah untuk dapat memberikan kontribusi penghasilan sebagai masukan bagi pendapatan asli daerah. Sedang yang menjadi ruang lingkup pajak daerah adalah : 1.
Lapangan pajak daerah hanya terbatas pada lapangan pajak yang belum digunakan oleh negara (pusat).
2.
Sebaliknya negara tidak boleh memungut pajak yang telah dipunggut oleh daerah.
3.
Selain itu terdapat ketentuan bahwa pajak dari daerah yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh memasuki lapangan pajak dari daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Dalam Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU
RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 : a. Jenis Pajak Propinsi terdiri dari : 1.
Pajak kendaraan bermotor.
2.
Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
25
3.
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
4.
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b. Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : 1.
Pajak hotel
2.
Pajak restoran
3.
Pajak hiburan
4.
Pajak reklame
5.
Pajak penerangan jalan
6.
Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7.
Pajak parkir
Sedangkan untuk besarnya penerimaan pajak diatur dalam pasal 2 A : a) Hasil penerimaan pajak propinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) sebagian diperuntukkan daerah Kabupaten/Kota di wilayah propinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air dan bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air diserahkan kepada daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen). 2) Hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor diserahkan kepada daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
26
3) Hasil penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan diserahkan kepada daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen). Pasal 3 menyebutkan tarif pajak sebagaiman dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan paling tinggi sebesar : 1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air 5% 2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air 10% 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 5% 4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20% 5. Pajak hotel 10% 6. Pajak restoran 10% 7. Pajak hiburan 35% 8. Pajak reklame 24% 9. Pajak penerangan jalan 10% 10. Pajak pengambilan bahan galian golongan C 20% 11. Pajak parkir 20% Selanjutnya dalam Dalam Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 18 yang mengatur tentang retribusi yaitu : a) Obyek retribusi terdiri dari : 1.
Jasa umum
2.
Jasa usaha
27
3.
Perijinan tertentu
b) Retribusi dibagi atas tiga golonggan : 1.
Retribusi jasa umum
2.
Retribusi jasa usaha
3.
Retribusi perijinan tertentu
c) Jenis-jenis retribusi jasa umum, jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. Retribusi jasa umum : a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perijinan tertentu. b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi oarang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. d. Jasa tersebut layak dikenakan retribusi. e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional menggenai penyelenggaraannya. f. Retribusi dapat dipunggut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial, dan
28
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik. 2. Retribusi jasa usaha : a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum maupun retribusi perizinan tertentu, dan b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seluruhnya disediakan oleh sektor swasta tapi belum memadaia atau terdapatnya harga yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. 3. Retribusi perizinan tertentu : a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi. b. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum, dan c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.
29
2.2 Kerangka Teoretik Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1),(2),(5) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Perda Kota Semarang No. 1 Tahun 2004
Intensifikasi Retribusi Parkir
Proses Intensifikasi 1. Subjek retribusi parkir 2. Objek retribusi parkir
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Hasil Retribusi Parkir Kerangka teori ini menunjukkan bahwa Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di indonesia didasarkan atas pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Dalam ayat (2) ditegaskan bahwa “pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
30
Kemudian, dalam ayat (5) dinyatakan bahwa “pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Di jadikan pedoman bagi pelaksanaan parkir di kota Semarang,dalam pelaksanaan parkir ini tentunya tidak terlepas dari adanya pengelola jasa parkir dan pengguna jasa parkir, dimana kedua subyek ini berhubungan satu sama lain selaku pengelola jasa dan selaku pengguna jasa parkir. Permasalahan dalam bagan ini timbul atas sistem pengelolaan parkir, termasuk tempat-tempatnya sering mengalami kesulitan, di lapangan juga beresiko, karena adanya beberapa oknum yang melanggar peraturan daerah tersebut, yaitu berupa penarikan uang parkir yang lebih dari ketentuan yang t e l a h ditetapkan. Baik faktor internal maupun eksternal, sehingga hasil dari retribusi parkir tidak sesuai target yang akan dicapai. Perlu adanya intensifikasi agar pendapatan dari sektor parkir bisa optimal.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dengan menggunakan jenis penelitian sangat berguna untuk mengumpulkan dan menganalisa data sehingga diperoleh data yang berkualitas dan valid. Definisi mengenai penelitian kualitatif menurut Jane Richie adalah suatu upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan prspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, periaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dalam jenis penelitian ini, penelitian dilakukan secara intensif, terurai, dan mendalam terhadap suatu lembaga, organisasi/gejala tertentu. Metode kualitatif yang di gunakan dengan maksud kontekstualisasi, interpretasi, memahami perspektif “subjek”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Sosiologis, sebab permasalahan yang akan diteliti adalah didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada, yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan retribusi parkir. Segi sosiologisnya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat atau kendala-kendala yang menjadikan target retribusi parkir dengan realisasi yang dicapai belum seimbang, sehingga penulis dapat mengetahui lebih rinci apa yang menyebabkan pendapatan dari sektor parkir belum optimal. 30
31
3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilaksanakan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di wilayah Kota Semarang. 3.3 Fokus Penelitian Sebagaimana yang telah di kemukakan oleh penulis sebelumnya bahwa dalam masalah yang nantinya akan muncul dalam upaya intensifikasi retribusi parkir di Kota Semarang yang menjadi konsentrainya adalah : a. Bagaimana pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang. b. Bagaimana kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. c. Bagaimana upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam mengatasi kendala dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. 3.4 Sumber Data Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, sumber data yang diperlukan antara lain: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dan observasi kepada ahli sekaligus praktisi selaku nara sumber. Data primer ini merupakan hasil wawancara dan hasil dari observasi. b. Data Sekunder
32
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literature yang berupa buku-buku atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. 3.5 Metode Pengumpulan Data Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Metode pengimpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (moleong 2004: 186) Responden adalah orang yang diminta keterangan suatu fakta atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan yaitu ketika mengisi angket, lisan ketika menjawab wawancara (Ari Kunto, 2002: 122). Orang yang memberikan informasi dan merupakan sumber data utama dalam suatu penelitian, yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Kepala/Staff Unit Pengelolaan Perparkiran Kota Semarang, beberapa tukang parkir, dan beberapa pengguna jasa parkir di Kota Semarang.
33
Informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk menggambarkan informasi tentang situasi dan kondisi latarbelakang penelitian. Informan berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim peneliti walaupun hanya bersifat informal. Anggota tim peneliti dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai, sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian (Moleong, 2002: 90). Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bagian Hukum Dinas Perhubungan Kota Semarang, Kepala Unit Pelaksanaan Tehnis Dinas Perparkiran Kota Semarang. b. Metode Pengamatan Pengamatan sebagai suatu metode penelitian menuntut dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang merupakan jaminan bahwa hasil pengamatan memeang sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran perhatian (Burhan 2004:24) c. Studi kepustakaan Studi kepustakaanadalah cara pengumpulan data untuk menjawab masalah yang sedang diteliti dengan cara menelaah sumber atu bahan pustaka yang perlu digunakan antara lain literature, buku-buku maupun dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Metode Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
34
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain (Bogdan&Bilken, 1982) Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana dalam metode kualitatif sebagai prosedur untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati, yang menitikberatkan pada wawancara mendalam, pengamatan serta dokumentasi. Menurut Milles dan Huberman, model pokok proses analisis yang digunakan penulis di lapangan dapat diuraikan sebsgai berikut: a. Pengumpulan Data Pengimpulan
data
dilakukan
dengan
mengadakan
wawancara,
observasi dan dokumentasi. b. Reduksi Data 1) Data yang dikumpul dipilih dan dikelompokkan berdasarkan data yang sama. 2) Data kemudian diorganisasikan untuk mendapat simpulan data sebagai bahan penyajian data c. Penyajian data Setelah data diorganisasikan selanjutnya data disajikan dalam uraianuraian normative yang disesuaikan dengan bahan atau tabel untuk memperjelas data. d. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
35
Setelah data disajikan maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi didnteraksikan dari ketiga komponen di atas. 3.6 Metode Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain (Bogdan&Bilken, 1982) Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dimana dalam metode kualitatif sebagai prosedur untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati, yang menitikberatkan pada wawancara mendalam, pengamatan serta dokumentasi. Menurut Milles dan Huberman, model pokok proses analisis yang digunakan penulis di lapangan dapat diuraikan sebsgai berikut: a. Pengumpulan Data Pengimpulan
data
dilakukan
dengan
mengadakan
wawancara,
observasi dan dokumentasi. b. Reduksi Data 1). Data yang dikumpul dipilih dan dikelompokkan berdasarkan data yang sama. 2). Data kemudian diorganisasikan untuk mendapat simpulan data sebagai bahan penyajian data.
36
c. Penyajian data Setelah data diorganisasikan selanjutnya data disajikan dalam uraianuraian normative yang disesuaikan dengan bahan atau tabel untuk memperjelas data. d. Penarikan kesimpulan/Verifikasi Setelah data disajikan maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi didnteraksikan dari ketiga komponen di atas.
3.7 Keabsahan Data Untuk memperoleh keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987: 331). Metode triangulasi dengan sumber dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi
37
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan. e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian A. Dinas Perhubungan Kota Semarang Dinas Perhubungan kota Semarang beralamat di Jalan Tambak Aji Raya No 5 Semarang. Dinas Perhubungan kota Semarang merupakan salah satu Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah di Pemerintahan Daerah kota Semarang yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang pasal 2 ayat 1 bahwa Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah yang terdiri dari Dinas Perhubungan. Dinas Perhubungan kota Semarang diserahi tugas dan fungsi sesuai dengan pasal 3 dan pasal 4 Keputusan Walikota Semarang No. 061.1/175 tahun 2001 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Perhubungan kota Semarang. Tugas Dinas Perhubungan yaitu melaksanakan Kewenangan Otonomi Daerah dibidang perhubungan darat, perhubungan laut, perhubungan udara, pos dan telekomunikasi. Sedangkan Fungsi Dinas Perhubungan kota Semarang antara : 1. Penyusunan perencanaan program kerja dinas 2. Perumusan kebijakan teknis dibidang perhubungan 3. Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum 37
38
4. Pembinaan terhadap Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) 5. Pengelolaan urusan Ketata Usahaan Dinas Perhubungan 6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan bidang tugasnya. Dinas Perhubungan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas dan dibantu oleh Wakil Kepala Dinas yang mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pasal 3 dan pasal 4 Keputusan Walikota Semarang No. 061.1/175 tahun 2001 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Perhubungan kota Semarang. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dinas Perhubungan terdiri atas beberapa Bagian Kesatuan Kerja yang terdiri dari : 1. Tata Usaha Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Bagian Tata Usaha, bagian Tata Usaha terdiri dari beberapa Sub Bagian yang masing-masing dipimpin oleh seorang kepala Sub Bagian yang berada dibawah dan tanggung jawab kepada Kepala Bagian Tata Usaha. Sub Bagian tersebut antara lain : a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Kepegawaian c. Sub Bagian Hukum d. Sub Bagian Keuangan 2. Sub Dinas Perencanaan dan Program
39
Mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi penyusunan program kerja dinas. Sub Dinas Perencanaan dan Program terdiri dari beberapa seksi dan masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Seksi tersebut antara lain : a. Seksi penyusunan rencana dan program b. Seksi data dan Informasi c. Seksi pemantauan, pengendalian dan pengawasan d. Seksi evaluasi dan pelaporan 3. Sub Dinas Perhubungan Darat Sub Dinas Perhubungan Darat terdiri dari beberapa seksi yang dipimpin oleh seorang kepala. Seksi tersebut antara lain : a. Seksi lalu lintas b. Seksi angkutan c. Seksi prasarana d. Seksi keselamatan dan Teknik Sarana 4. Sub Dinas Perhubungan Laut Sub Dinas Perhubungan Laut terdiri dari beberapa seksi yang dipimpin oleh seorang Kepala Seksi. Seksi tersebut antara lain : a. Seksi lalu lintas angkutan laut b. Seksi kepelabuhan c. Seksi penunjang keselamatan pelayaran 5. Sub Dinas Perhubungan Udara
40
Sub Dinas Perhubungan Udara terdiri dari beberapa seksi, dimana tiap seksi dipimpin oleh seoarang Kepal Seksi yang berada dibawah dan tanggung jawab kepada Sub Dinas Perhubungan Udara. Seksi tersebut antara lain : a. Seksi kebandarudaraan b. Seksi angkutan udara dan keselamtan udara 6. Sub Dinas Pos dan Telekomunikasi Sub Dinas Pos dan Telekomunikasi mempunyai tugas melaksanakan penyelenggarakan, pembinaan, penerbitan dan pengendalian serta evaluasi kegiatan pelayanan usaha jasa pos dan telekomunikasi. 7. Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Unit Pelaksanaan Teknis Dinas merupakan unsur pelaksanaan teknis operasional Dinas Perhubungan, Unit Pelaksanaan Teknis Dinas dipimpin olrh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepal Dinas. Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Perhubungan Kota Semarang terdiri atas unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pengelola Terminal, dan Unit Pelaksanaan Dinas Pengelolaan Perparkiran. 8. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Perhubungan sesuai dengan ahlinya. Kelompok Jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan
41
fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
B. Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang beralamat di Gedung Parkir Lt. 3 Komplek Kanjengan Semarang, Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang Pengelolaan Parkir. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perparkiran. Didalam melaksanakan tugasnya Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran mempunyai fungsi antara lain : 1) Penyusunan rencana dan program kerja Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran. 2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengelolaan perparkiran. 3) Pelaksanaan penataan lokasi perparkiran. 4) Pelaksanaan pengelolaan, pengendalian dan pengemanan teknis lokasi serta pengaturan ketertiban di wilayah perparkiran.
42
5) Pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang pengaturan masuk, keluar dan penataan kendaraan di tempat parkir. 6) Pengadaan sarana perparkiran serta pengadaan dan penggunaan tenaga kerja petugas parkir. 7) Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir dengan mengunakan karcis yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. 8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan sistem penyelenggaraan pemungutan dan atau pengelolaan perparkiran. 9) Pelaksanaan pendataan lahan dan potensi lahan parkir. 10) Pelaksanaan koordinasi dengan lembaga atau instansi terkait dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna pengelolaan perparkiran. 11) Pengelolaan urusan ketatausahaan Unit Pengelola Perparkiran. 12) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas. Susunan organisasi Unit Pengelolaan Perparkiran terdiri dari : a. Kepala Kepala mempunyai tugas memimpin, membina dan mengendalikan serta mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai Unit Pengelolaan Perparkiran. b. Petugas Administrasi Melaksanakan tugas dan fungsi a) Penyusunan rencana dan program Unit Pengelola Perparkiran.
43
b) Pengelolaan
urusan
surat
menyurat,
ekspedisi,
kearsipan,
pengadaan, pengagendaan, kehumasan dokumentasi dan pelaporan. c) Pengelolaan administrasi keuangan yang meliputi penerimaan, pengeluaran,
pembukuan
dan
laporan
pertanggungjawaban
keuangan berpedoman pada sistem informasi management pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d) Pengelolaan administrasi kepegawaian. e) Penyiapan bahan, penyiapan naskah dan peraturan pelaksanaan serta
menghimpun
peraturan
perundang-undangan
dibidang
perparkiran. f) Pelaksanaan
inventarisasi
dan
pemeliharaan
barang-barang
inventaris. g) Pengelolaan urusan rumah tangga dan perlengkapan. h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala. c. Petugas Parkir Umum Petugas
parkir
umum
bertugas
mengkoordinir
pelaksanaan
pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum, memproses perijinan pengelolaan perparkiran di tepi jalan umum, mengatur penyerahan karcis parkir dan menerima pembayaran retribusi parkir, membukukan dan menagih piutang retribusi parkir dan piutang pendapatan lainnya, melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala. d. Petugas Parkir Khusus
44
Petugas parkir khusus mempunyai tugas memproses perijinan penyelenggaraan
parkir
swasta,
membina
tertib
hukum
atas
penyelenggaraan dan potensi lahan parkir khusus, melaksanakan pendataan terhadap juru parkir di lokasi parkir khusus, melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan parkir khusus yang dikelola pihak ketiga dan kontribusinya, serta bertugas melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala.
e. Petugas Pengendalian dan Pengawasan Petugas pengendaliaan dan pengawasan bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem
dan
pemunggutan
prosedur dan
atau
perijinan
penyelenggaraan
pengelolaan
perparkiran,
perparkiran, mengadakan
penelitian atau pengendalian terhadap sistem pengaturan tertib perparkiran dan ketertiban kendaraan yang diparkir, dan melaksanakan pengawasan terhadap ketentuan pemberian karcis parkir dan penerimaan pembayaran retribusi parkir dari masyarakat kepada para petugas parkir. f. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan tugas sesuai jabatan fungsional masing-masing berdasrkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
45
4.1.2
Gambaran Umum Subyek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Informan yang meliputi Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang serta Petugas Parkir di Kota Semarang dan Responden yaitu pengguna jasa layanan parkir resmi di Kota Semarang. Pengambilan subyek penelitian berdasarkan karakteristik tertentu yaitu memilih orang-orang yang memiliki ciri khusus sesuai dengan kebutuhan untuk kelengkapan data dan menjawab permasalahan. Peneliti memilih lokasi penelitian di Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang beralamat di Gedung Parkir Lt. 3 Komplek Kanjengan Semarang dan di tempat parkir tepi jalan umum Kota Semarang. Untuk lebih jelasnya lihat table. Tabel 2 : Informan dan Responden No 1.
Keterangan
Jumlah
Informan Kepala
Unit
Pelaksanaan
Daerah
1
Pengelola Perparkiran Kota Semarang Kepala
Bagian
Hukum
Dinas
1
Perhubungan Kota Semarang 2.
Responden Petugas Parkir
4
Pengguna Jasa Parkir
4
Sumber : data primer yang diolah tanggal 18 maret 2009
46
Tabel 3 : Informan Dinas Perhubungan, Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang. Nama Solchan Hartono
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 47 tahun
Keterangan Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang
Bambang
Laki-laki
46 tahun
Kepala Bagian Hukum Dinas Perhubungan Kota Semarang
Kuntarso
Sumber : data primer yang diolah tanggal 25 maret 2009
Tabel 4 : Responden petugas parkir resmi dan pengguna jasa parkir Nama Poniman
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 45 tahun
Keterangan Petugas parkir di Jl. Pandanaran
Hartono
Laki-laki
35 tahun
Petugas parkir di Jl. Pandanaran
Santoso
Laki-laki
38 tahun
Petugas parkir di Jl. Gajahmada
Sunardi
Laki-laki
46 tahun
Petugas parkir di Jl. Gajahmada
Indra Setiawan
Laki-laki
30 tahun
Pengguna jasa parkir di jl. pandanaran
Dedi Supardi
Laki-laki
40 tahun
Pengguna jasa parkir di jl. Gajahmada
Ida Rosalia
Perempuan
26 tahun
Pengguna jasa parkir di jl. Gajahmada
Dewi Endang
Perempuan
32 tahun
Pengguna jasa parkir di jl. pandanaran
Sumber : data primer yang diolah tanggal 25 maret 2009
47
4.1.3
Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang
4.1.3.1 Proses Pelaksanaan Retribusi Parkir Dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang yang baru ini diharapkan dalam pengelolaan maupun pengawasan terhadap parkir dan retribusi dapat lebih ditingkatkan dan menambah pendapatan asli daerah. Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, proses pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir terbagi menjadi tiga tahapan sebagai berikut : 1. Prosedur menjadi putugas parkir resmi, dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengisi surat permohonan. b. Menyerahkan foto copy identitas diri. c. Pas foto 3 x 4 sebanyak 2 lembar. d. Mengisi surat kesanggupan setor. e. Mengisi surat pernyataan sanggup mentaati kewajiban sebagai juru parkir. 2. Penetapan titik lokasi parkir ditetapkan oleh Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran dengan memperhatikan rencana umum tata ruang kota, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan dan kemudahan bagi pengguna jasa.
48
3. Tata cara pemunggutan sampai dengan penyetoran retribusi parkir Dari penghasilam penarikan retribusi parkir kemudian disetorkan kepada kas negara melalui bank BPD Propinsi Jawa Tengah. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.20.2009). Adanya sistem penyetoran
hasil penarikan retribusi dari petugas parkir dengan cara : 1. Setoran langsung Juru parkir langsung menyetorkan hasil retribusi ke kas daerah atau bendahara Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang. (wawancara dengan Poniman, petugas parkir tepi jalan umum kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2008).
2. Jemput bola Yaitu petugas parkir menarik langsung dari juru parkir setiap selesai melakukan tugasnya. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 Maret. Pukul 11.20.2009).
Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, Penyetoran juga dapat dilaksanakan sesuai perjanjian dengan sistem setoran yang berbeda-beda antara lain : a. Sistem setoran harian
49
Penyetoran dilakukan hari berikutnya. Pendapatan parkir hari ini disetorkan besoknya sekaligus pengambilan karcis parkir dan retribusinya. b. Sistem setoran mingguan Penyetoran dilakukan setiap akhir minggu. c. Sistem setoran bulanan Penyetoran biasanya dilakukan pada awal bulan atau akhir bulan. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.25.2009).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir terbagi menjadi tiga tahapan, bertujuan agar pendapatan dari sektor parkir lebih meningkat. Dengan cara mempermudah cara penyetoran hasil pemungutan retribusi parkir. 4.1.3.2 Program Intensifikasi Parkir merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang diharapkan mampu menjadi sumber pembiayaan, penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, pelaksanaan intensifikasi retribusi parkir terbagi menjadi dua klasifikasi parkir yaitu parkir Tepi Jalan Umum sesuai Perda No. 1 Tahun 2004 tentang
50
Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Yang termasuk parkir di tepi jalan umum adalah seluruh tepi jalan umum Kota Semarang yang sudah dijadikan tempat parkir resmi. Dan Perda No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Parkir Swasta,
Tempat Khusus Parkir dan Retribusi Tempat Khusus Parkir, yang termasuk parkir khusus tempat parkir kawasan plasa simpang lima. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Retribusi parkir di Tepi Jalan Umum adalah pelayanan parkir di Tepi Jalan Umum Perda No. 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Yang termasuk parkir di tepi jalan umum adalah seluruh tepi jalan umum Kota Semarang yang sudah dijadikan tempat parkir resmi. Parkir di tepi jalan umum ini dalam pelaksanaannya masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan responden pengguna jasa parkir di tepi jalan umum yang mengemukakan bahwa : Kendaraan yang diparkir di tepi jalan umum sangat tidak beraturan, karena padatnya parkir yang tidak sesuai dengan lahan untuk parkir sehingga umntuk memarkirkan kendaraan kadang-kadang harus berada jauh dari tempat yang akan dituju. Apalagi kalau hari-hari libur sulit untuk memarkirkan kendaraan. (wawancara dengan Indra Setiawan, warga kencono wungu kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009). Hal serupa juga dikemukakan oleh responden pengguna jasa parkir tepi jalan umum yang menerangkan bahwa :
51
Parkir di tepi jalan umum Kota Semarang ramai pada hari libur bahkan pada jam-jam istirahat kantor, sangat padat oleh pengunjung sehingga area parkir yang tadinya digunakan untuk roda empat sering digunakan untuk parkir kendaraan roda dua karena banyaknya pengunjung yang mengunakan kendaraan roda dua. (wawancara dengan Ida Rosalina, warga Tlogosari kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009). Sedangkan menurut responden dari pengelola parkir tepi jalan umum di jl. Gajahmada mengemukakan bahwa :
Parkir di tepi jalan umum merupakan parkir yang padat khususnya jamjam istirahat siang dan malam bagi para pengguna jasa parkir yang kesulitan untuk mencari tempat parkir di depan tempat yang akan dituju telah penuh bisa memarkirkan kendaraannya ditempat parkir lain yang dekat tempat tujuan. (wawancara dengan Santoso, petugas parkir tepi jalan umum kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009). Sedangkan menurut responden pengelola parkir tepi jalan umum yang lain mengemukakan bahwa : Pelaksanaan parkir di tepi jalan umum padat karena sedikitnya lahan yang diperuntukkan bagi pengguna parkir. Yang sering menimbulkan kemacetan karena pengguna jasa parkir tidak mau memarkirkan kendaraannya yang jauh dengan tempat yang akan dituju dengan alasan tempat parkir yang dekat mempermudah aktivitasnya. (wawancara dengan hartono, petugas parkir tepi jalan umum kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Dalam keterangannya, Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang menjelaskan bahwa : Perparkiran di Tepi Jalan Umum salah satu klasifikasi area parkir yang padat dan rawan akan masalah parkir. Sebab selain karena frekuensi kendaraan yang lewat dijalan padat, juga mengenai lokasi parkir yang kurang luas dan berbatasan langsung dengan jalan raya. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
52
Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, Usaha-usaha Intensifikasi Dengan cara mengintensifkan peraturan daerah tentang dan retribusi parkir yang sudah ada, berupa : a. Meninjau kembali pelaksanaan peraturan daerah tersebut, apakah sudah dilaksanankan secara maksimal atau belum. Dala hal ini dinas atau instansi pengawal peraturan daerah lebih mengatifkan petugaspetugas pemungutan. b. Mencari penyebab dari belum maksimalnya pelaksanaan peraturanperaturan daerah tersebut : 1. Apabila dari segi aparatnya yang belum baik maka diadakan pembinaan-pembinaan atau penataran-penataran kepada petugas pemungut retribusinya. 2. Apabila dari wajib pajak atau retribusinya yang belum sadar untuk membayar retribusi, maka pemerintah daerah perlu mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga akan menumbuhkan kesadaran untuk membayar retribusinya. c. Membuat petunjuk pelaksanaan dari peraturan-peraturan daerah tersebut (bagi yang belum ada petunjuknya), sehingga ada pedoman yang pasti bagi petugas pemungut dalam menjalankan tugasnya memungut pajak dan retribusinya. (wawancara dengan kepala Unit
53
Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum yang diperoleh selama periode 2006-2008 yang telah disetorkan kepada kas daerah dan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga sendiri adalah sebagai berikut : Tabel 5 : Daftar Target Retribusi Parkir dan Realisasi yang tercapai : No
Tahun
Target
Realisasi
1.
2006
Rp. 4.500.000.000,00
Rp. 1.350.543.669,00
2.
2007
Rp. 4.500.000.000,00
Rp. 1.440.300.000,00
3.
2008
Rp. 2.800.000.000,00
Rp. 1.940.869.900,00
Sumber Data : Unit Pelaksana Daerah Pengelolaan Perparkiran
Dari tabel diatas maka pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum yang diperoleh selama periode 2006-2008 belum optimal, tidak sesuai antara target dengan realisasi yang tercapai sehingga perlu adanya intensifikasi dari berbagai aspek guna mengintensifkan retribusi parkir Semakin Perhubungan
meningkatnya sebagai
instansi
jumlah
kendaraan
maka
Dinas
yang
bertanggung
jawab
dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya mengelola perparkiran tepi jalan
54
umum dan Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang sebagai instansi pelaksana dari Dinas Perhubungan khususnya dalam maslah perparkiran. Data jumlah petugas parkir adalah sebagai berikut : Tabel 6 : Daftar Jumlah Petugas Parkir : No.
Tahun
Jumlah Petugas Parkir
1.
2007
1245 orang
2.
2008
1300 orang
Sumber Data : Unit Pelaksana Daerah Pengelolaan Perparkiran
Dari tabel diatas jumlah petugas parkir resmi di Kota semarang mengalami peningkatan, diharapkan dari petugas parkir yang ada dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor parkir tepi jalan umum. Mengingat
semakin
meningkatnya
jumlah
kendaraan
dan
meningkat pula pengguna jasa parkir, dan begitu pula meningkatnya jumlah petugas parkir resmi maka perlu adanya peningkatan pengawasan terhadap pemunggutan retribusi parkir guna meningkatkan pendapatan dari sektor parkir.
Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, pengawasan maupun penanganan tetap dilakukan yang sebelumnya dilakukan satu kali dalam satu minggu sekarang menjadi dua kali dalam satu minggu,
55
dilakukan secara rutin untuk menekan seminimal mungkin pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar. Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa parkir di tepi jalan umum pelaksanaan intensifikasi retribusi parkirnya belum optimal, hal ini dikarenakan lahan parkir yang langsung berhubungan dengan jalan raya. Selain itu juga kurangnya lahan parkir yang tersedia dan perlu adanya sistem pengawasan yang baik guna tercapainya pendapatan dari sektor parkir bisa optimal. 4.1.4
Kendala yang dihadapi oleh Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang dalam melaksanakan intensifikasi retribusi parkir. Parkir di Tepi Jalan Umum Kota Semarang, seringkali dijumpai berbagai kendala yang harus dihadapi oleh Dinas Perhubungan sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mengelola perparkiran tepi jalan umum dan Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang sebagai instansi pelaksana dari Dinas Perhubungan khususnya dalam masalah perparkiran. Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, adapun kendala-kendala tersebut dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek antara lain : a. Sistem pengawasan pengelolaan parkir yang belum optimal
56
Dalam Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang Pengelolaan Parkir fungsi sistem pengendalian dan pengawasan menjadi tugas dari seksi petugas pengendalian dan pengawasan dan dibantu oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Petugas pengendalian
dan
pengawasan
berfungsi
untuk
melaksanakan
pengendalian dan pengawasan pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem dan prosedur perijinan penyelenggaraan, pemungutan atau pengelolaan perparkiran. . (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya peranan pengawasan retribusi parkir antara lain : 1. Dari petugas parkir a. Aspek lokasi atau lahan parkir yang kurang. b. Aspek lalu lintas. c. Aspek keamanan d. Adanya pungutan liar dari preman-preman. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
2. Dari Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran a. Banyaknya petugas parkir yang tidak resmi. b. Lahan parkir yang berbatasan langsung dengan jalan raya.
57
c. Masih kurangnya petugas untuk melakukan pengawasan dan penertiban. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
b. Masih banyak petugas parkir tidak resmi Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi. Sehubungan dengan adanya permasalahan dan keluhan dari beberapa masyarakat pengguna parkir maka perlu adanya penanganan khusus. Dalam hal ini dinas tekait telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi dengan adanya permasalahan tersebut. Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
58
Berdasarkan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan perparkiran di kota Semarang dapat disimpulkan bahwa inti persoalan dalam pelaksanaan perparkiran adalah sistem pengawasan pengelolaan perparkiran yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau petugas parkir liar. Permasalahan ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi polemik. 4.1.5
Upaya Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang
dalam
mengatasi
kendala
dalam
melaksanakan
intensifikasi retribusi parkir. Parkir merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang diharapkan mampu menjadi sumber pembiayaan, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, pengendalian dan pengawasan menjadi tugas dari seksi petugas pengendalian dan pengawasan dan dibantu oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Petugas pengendalian dan pengawasan berfungsi untuk melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem dan prosedur perijinan penyelenggaraan, pemungutan atau pengelolaan perparkiran. . (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
59
Pengawasan maupun penanganan tetap dilakukan yang sebelumnya dilakukan satu kali dalam satu minggu sekarang menjadi dua kali dalam satu minggu, dilakukan secara rutin untuk menekan seminimal mungkin pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar. Sehingga dapat menimbulkan efek jera, permasalahan ini memang sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dilakukan seefisien mungkin dan mengena semaksimal mungkin baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2008).
Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, dinas terkait telah mempermudah prosedur menjadi petugas parkir yang resmi, dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengisi surat permohonan. b. Menyerahkan foto copy identitas diri.
60
c. Pas foto 3 x 4 sebanyak 2 lembar. d. Mengisi surat kesanggupan setor. e. Mengisi surat pernyataan sanggup mentaati kewajiban sebagai juru parkir. Tetapi kesadaran dari masyarakat (petugas parkir yang tidak resmi) sangatlah rendah, untuk itu perlu adanya kontrol dari masyarakat pada umumnya. Petugas parkir resmi yang berada dalam wilayah hukum kota Semarang kurang lebih ada sekitar 1300 petugas parkir (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.15.2009). Yang tersebar dibeberapa wilayah yang terbagi
dalam beberapa tempat, yang operasinya dari pagi hingga malam, dibawah pengawasan Dinas Perhubungan kota Semarang. Dari wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa kendalakendala yang dihadapi oleh Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang adalah sistem pengawasan terhadap pengelolaan parkir yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau ilegal, maka dinas terkait melakukan upayaupaya guna mengatasi masalah yang dihadapi agar pendapatan dari sektor parkir bisa maksimal. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang 4.2.1.1 Pengelolaan Perparkiran
61
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, maka pemerintah kota Semarang melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan cara 1. Usaha-usaha Intensifikasi Dengan cara mengintensifkan peraturan daerah tentang pajak dan retribusinya yang sudah ada, berupa : a. Meninjau kembali pelaksanaan peraturan daerah tersebut, apakah sudah dilaksanankan secara maksimal atau belum. Dalam hal ini dinas atau instansi pengawal peraturan daerah lebih mengatifkan petugas-petugas pemungutan. b. Mencari penyebab dari belum maksimalnya pelaksanaan peraturanperaturan daerah tersebut : 1. Apabila dari segi aparatnya yang belum baik maka diadakan pembinaan-pembinaan
atau
penataran-penataran
kepada
petugas pemungut pajak atau retribusinya. 2. Apabila dari wajib pajak atau retribusinya yang belum sadar untuk membayar pajak atau retribusi, maka pemerintah daerah perlu mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga akan menumbuhkan kesadaran untuk membayar pajak atau retribusinya. c. Membuat petunjuk pelaksanaan dari peraturan-peraturan daerah tersebut (bagi yang belum ada petunjuknya), sehingga ada
62
pedoman yang pasti bagi petugas pemungut dalam menjalankan tugasnya memungut pajak dan retribusinya. 2. Masalah Ekstensifikasi Di sini pemerintah kota perlu meninjau kembali peraturanperaturan daerah yang menyangkut pendapatan daerah baik pajak maupun retribusi atau peraturan daerah yang lain yang mempengaruhi pendapataba asli daerah atau mencari lahan-lahan baru yang sekiranya bisa atau dipungut pajak atau retribusinya ( mengacu pada peraturanperaturan yang ada). a. Meninjau kembali peraturan-peraturan daerah yang sudah ada, mengenai hal ini ada 2 (dua) bentuk yang dapat dilaksanakan, yaitu : 1. Memperluas obyek pajak atau retribusi yang sebelumnya belum dimasukkan dalam peraturan daerah. Misalnya dengan mengusulkan adanya penambahan/perubahan peraturan daerah yang lama atau membuat peraturan daerah yang baru. 2. Meninjau kembali tarif-tarif dari pajak atau retribusi tersebut dengan ketentuan peraturan daerah tersebut telah lebih dari lima tahun dan dengan membuat tarif-tarif baru yang disesuaikan
dengan
perkembangan
masyarakat. b. Penggalian Sumber-sumber Baru
serta
kemampuan
63
Untuk dapat mengali sumber-sumber pendapatan yang baru biasanya pemerintah kota mengadakan pengamatan langsung ke masyarakat serta mencari apa yang sekiranya bisa dijadikan lahan pendapatan untuk pemasukan kas daerah. Bisa juga dengan melakukan studi banding ke daerah-daerah lain yang sekiranya mempunyai wilayah dan karakteristik yang hampir sama dengan wilayah pemerintahan kota Semarang yang telah melaksanakan sistem pengelolaan pajak dan retribusi yang lebih baik. Dengan studi banding ini diharapkan akan ditemukan sumber-sumber baru yang
dapat
dilaksanakan/diterapkan
di
pemerintahan
kota
Semarang. Dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang yang baru ini diharapkan dalam pengelolaan maupun pengawasan terhadap parkir dan retribusi dapat lebih ditingkatkan dan menambah pendapatan asli daerah. Dari penghasilan penarikan retribusi parkir kemudian disetorkan kepada kas negara melalui bank BPD Propinsi Jawa Tengah. Adanya sistem penyetoran hasil penarikan retribusi dari petugas parkir dengan cara : 1. Setoran langsung
64
Juru parkir langsung menyetorkan hasil retribusi ke kas daerah atau bendahara Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang. 2. Jemput bola Yaitu petugas parkir menarik langsung dari juru parkir setiap selesai melakukan tugasnya. Penyetoran dilaksanakan sesuai perjanjian dengan sistem setoran yang berbeda-beda antara lain : a. Sistem setoran harian Penyetoran dilakukan hari berikutnya. Pendapatan parkir hari ini disetorkan besoknya sekaligus pengambilan karcis parkir dan retribusinya. b. Sistem setoran mingguan Penyetoran dilakukan setiap akhir minggu. c. Sistem setoran bulanan Penyetoran biasanya dilakukan pada awalbulan atau akhir bulan. Bagi pengelolaan parkir yang dikelola oleh orang ketiga atau pihak swasta dengan cara sistem borongan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan nominal sesuai dengan kesepakatan perjanjian antara pihak swasta dengan dinas pengelola parkir. Untuk pengelola swasta terhadap obyek parkir, Dinas Perhubungan melakukan penunjukan berdasarkan prosedur yang ada yaitu berupa sistem lelang yang mana dengan pengumuman terlebih dahulu melalui media cetak atau pra kualifikasi. Untuk obyek
65
yang ditawarkan oleh Dinas Perhubungan, kemudian dilanjutkan dengan pengisian blanko oleh para pihak swasta yang ingin mengelola tempat parkir, tentunya diikuti dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan itu sendiri. Setelah mengalami proses atau seleksi siapa pihak swasta yang layak untuk menangani hal tersebut, dilakukan penawaran dalam lelang pihak yang ditunjuk oleh Dinas Perhubungan. Sesuai dengan ketentuan dipilih penawaran yang menguntungkan bagi Dinas Perhubungan maupun Kas Negara Daerah. Sistem pembayaran dilakukan berdasarkan perjanjian yaitu dibayar di depan atau tunai, dibayar di belakang setelah pelaksanaan penarikan parkir tersebut ataupun dibayar secara angsur. Dalam hal ini kenyamanan dan keamanan juga diperhatikan, atas terjadinya kehilangan/kerusakan dan penyimpangan pemungutan retribusi parkir yang terjadi di tempat parkir sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Pasal 31 (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Sepanjang mengenai pengaturan adalah :
66
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya. i. Melakukan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan (3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) sepanjang mengenai retribusi daerah adalah :
67
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebanaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidan di bidang retribusi; c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan
dan
dokumen-dokumen
lain
serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas tindak pidana di bidang retribusi; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlagsung dan memeriksa identitas orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi; i. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
68
j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, melalui penyidik penjabat polisi negara republik indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Karena memungkinkan terjadinya monopoli dalam menentukan tarif sendiri yang akan merugikan baik merugikan pemerintah maupun masyarakat pengguna jasa parkir, untuk iti dinas terkait sedapat mungkin berusaha menekan seminimal mungkin adanya tindak monopoli atas tarif parkir dan retribusi sehingga dapat terwujud sebuah keselarasan dan dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan pengguna jasa parkir pada khususnya. 4.2.1.2 Kesesuaian antara Pengelolaan Parkir dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang Secara keseluruhan dari penarikan retribusi oleh petugas pelaksanaan pengelolaan sampai pengawasan sudah sesuai dengan prosedur yang ada dalam peraturan ini. Sehingga pendapatan dari setoran ini dapat dijadikan primadona atau unggulan bagi pendapatan asli daerah
69
kota Semarang. Walaupun peraturan daerah ini sudah lama dan masih terdapat penyesuaian di sana sini tetapi sudah sesuai dengan prosedur dan tarif yang berlaku. Baik petugas parkir maupun masyarakat pengguna jasa parkir telah menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang baru khususnya tarif parkir yang ditentukan per tempat berbeda-beda. Salah satunya yaitu Jl. Pandanaran yang merupakan kawasan khusus dengan tarif yang relatif, tetapi tidak mengurangi adanya penurunan pengguna jasa parkir yang ada di kawasan tersebut. Sampai saat ini dinas perhubungan dalam hal ini Unit Pengelola Perparkiran belum menerima komplain atau keluhan maupun keberatan atas tarif yang di kenakan. Hal ini berarti masyarakat telah menerima ketentuan tarif parkir berdasarkan kondisi wilayah dan masyarakatnya. Tetapi para petugas parkir merasa keberatan dengan jumlah setoran yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan tarif yang lama. Untuk kondisi sekarang ini dimana kebutuhan serba mahal, para petugas parkir merasa berat untuk memenuhi jumlah setoran, baik itu setoran harian, mingguan, maupun bulanan. 4.2.2 Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola
Perparkiran
Kota
Semarang
dalam
melaksanakan
Intensifikasi Retribusi Parkir. 4.2.2.1 Sistem pengawasan terhadap pengelolaan perparkiran belum optimal. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang Pengelolaan
70
Parkir. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perparkiran, pengendalian dan pengawasan. Petugas pengendaliaan dan pengawasan bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem
dan
prosedur
perijinan
penyelenggaraan
perparkiran,
pemunggutan dan atau pengelolaan perparkiran, mengadakan penelitian atau pengendalian terhadap sistem pengaturan tertib perparkiran dan ketertiban kendaraan yang diparkir,
dan melaksanakan pengawasan
terhadap ketentuan pemberian karcis parkir dan penerimaan pembayaran retribusi parkir dari masyarakat kepada para petugas parkir. Fungsi pengawasan mempunyai peranan yang sangat vital dalam keberlangsungan sebuah instansi pemerintahan, tujuan utama dari sistem pengendalian dan pengawasan yaitu mengendalikan dan mengawasi jalannya roda sebuah instansi pemerintahan apakah sudah sesuai dengan peraturan daerah yang sudah ada. Di samping itu juga dengan adanya sistem pengendalian dan pengawasan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem sebuah instansi agar dapat lebih intensif atau optimal dari sebelumnya. Dalam Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang
71
Pengelolaan Parkir fungsi sistem pengendalian dan pengawasan menjadi tugas dari seksi petugas pengendalian dan pengawasan dan dibantu oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Petugas pengendalian dan pengawasan berfungsi untuk melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem dan prosedur perijinan penyelenggaraan, pemungutan atau pengelolaan perparkiran. Salah satu hambatan dalam pengelolaan perparkiran yang ada di kota Semarang adalah peranan sistem pengawasan retribusi perparkiran yang belum berjalan optimal. Beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya peranan pengawasan retribusi parkir antara lain : 1. Dari petugas parkir a. Aspek lokasi atau lahan parkir yang kurang. b. Aspek lalu lintas. c. Aspek keamanan d. Adanya pungutan liar dari preman-preman. 2. Dari Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran a. Banyaknya petugas parkir yang tidak resmi. b. Lahan parkir yang berbatasan langsung dengan jalan raya. c. Masih kurangnya petugas untuk melakukan pengawasan dan penertiban. 4.2.2.2 Masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau ilegal. Secara umum wilayah pemerintahan Kota Semarang merupakan salah satu bagian dari wilayah yang strategis dalam kawasan Ibukota
72
propinsi Jawa Tengah, karena letaknya dalam jantung kota, pusatnya kota propinsi, yang mempunyai beberapa departemen atau dinas dalam menjalankan pemerintahan sebagai bagian dari pemerintah pusat. Secara geografis pemerintah Kota Semarang berbatasan dengan : a. Di sebelah Barat
: Kabupaten Kendal
b. Di sebelah Utara
: Laut Jawa
c. Di sebelah Timur
: Kabupaten Demak
d. Di sebelah Selatan : Kabupaten Semarang
Secara administratif pemerintah kota Semarang mempunyai tugastugas yang diperbantukan oleh beberapa dinas, salah satunya yaitu Dinas Perhubungan yang menangani tatanan pemerintahan kota Semarang yang mendukung adanya slogan “SEMARANG PESONA ASIA”, agar terciptanya kelancaran dalam berlalu lintas. Seperti halnya pemerintahan kota lainnya, pemerintahan kota Semarang telah dapat melaksanakan dan mengembangkan serta mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin mampu untuk melaksanakan urusan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang semakin mantap. Sehubungan dengan hal ini pemerintah kota Semarang
secara
intensifikasi
melakukan
pengawasan
pendapatan asli daerah, yaitu dalam bidang retribusi dan terutama
dalam
pengelolaannya.
pengawasan
penetuan
tarif
terhadap parkirnya
maupun
dalam
73
Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi. Berdasarkan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan perparkiran di kota Semarang dapat disimpulkan bahwa inti persoalan dalam pelaksanaan perparkiran adalah sistem pengawasan pengelolaan perparkiran yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau petugas parkir liar. Permasalahan ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi polemik yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dan dijalankan secara telaten, sehingga dapat dilakukan seefisien mungkin dan mengena semaksimal mungkin, baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. 4.2.3 Upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran dalam Melaksanakan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang. 4.2.3.1 Meningkatkan sistem pengawasan pengelolaan perparkiran. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di wilayah pemerintah kota Semarang, baik pengelola maupun petugas parkir harus melakukan penarikan retribusi parkir sesuai dengan peraturan yang
74
ditetapkan sehingga tidak melebihi tarif yang telah ditetapkan. Pengawasan terhadap pengelola maupun petugas parkir diatur dalam pasal 2 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum “ Pemerintah Daerah berwenang melakukan perencanaan, pengelolaan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perparkiran ditepi jalan umum”. Adapun pengawasan penyelenggaraan perparkiran diatur dalam pasal-pasal peraturan ini : Pasal 3 (1) Setiap pengelolaan parkir di tepi jalan umum dan atau parkir insidentil wajib memperoleh ijin tertulis dari Walikota. (2) Tata cara dan syarat perijinan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. Pasal 4 (1)
Lokasi parkir meliputi seluruh tepi jalan umum di wilayah Kota
Semarang. (2)
Penetapan titik lokasi parkir sebagaiman dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota dengan memperhatikan rencana umum tata ruang kota, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan dan kemudahan bagi pengguna jasa.
Pasal 5 (1)
Penyelenggaraan parkir menyediakan fasilitas parkir berupa :
75
a. Lahan parkir; b. Rambu-rambu dan marka parkir; c. Papan informasi; d. Juru parkir; e. Karcis parkir. (2) Selain menyediakan fasilitas sebagaimana ayat (1) penyelenggaraan parkir menyediakan jasa pelayanan berupa penataan/penempatan, penertiban, pengawasan dan keamanan. Pasal 6 (1) Setiap kendaraan yang parkir di suatu tempat parkir harus mematuhi semua rambu-rambu parkir. (2) Setiap penggunaan jasa parkir wajib menggunakan karcis yang diporporasi/dokumen lain yang dipermasalahkan. (3) Setiap pengguna jasa parkir wajib memelihara ketertiban dan kebersihan tempat parkir. Pasal 7 (1) Pengguna jasa parkir dilarang melakukan kegiatan selain parkir. (2) Pengelola parkir dilarang : a. Menyelenggarakan perparkiran tanpa ijin dari Walikota; b. Memungut pembayaran parkir diluar tarif yang telah ditetapkan. Pasal 8 (1) Pemerintah
Daerah
dapat
memindahkan
kendaraan
yang
menggunakan tempat parkir yang tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) untuk dibawa ke tempat yang ditetapkan. (2) Kepada
pemilik/pemegang/penanggung
jawab
sebagaimana
dimaksud ayat (1) dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
76
4.2.3.2 Penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Seperti halnya pemerintahan kota lainnya, pemerintahan kota Semarang telah dapat melaksanakan dan mengembangkan serta mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin mampu untuk melaksanakan urusan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang semakin mantap. Sehubungan Semarang
secara
intensifikasi
dengan hal ini pemerintah kota
melakukan
pengawasan
terhadap
pendapatan asli daerah, yaitu dalam bidang retribusi dan parkirnya terutama
dalam
pengawasan
penetuan
tarif
maupun
dalam
pengelolaannya. Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi. Sehubungan dengan adanya permasalahan dan keluhan dari beberapa masyarakat pengguna parkir maka perlu adanya penanganan khusus. Dalam hal ini dinas tekait telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi dengan
adanya
permasalahan tersebut. Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi.
77
Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. Pemasukan atau pendapatan daerah dari retribusi dan parkir merupakan potensi yang sangat besar bagi pemasukan kas daerah yang mempengaruhi APBD. Sehingga perlu pengawasan yang lebih intensif terhadap retribusi dan parkir, melihat tidak sedikit pemasukan yang bocor atautidak masuk ke kas daerah. Dengan adanya hal tersebut dinas terkait telah mempermudah prosedur menjadi petugas parkir yang resmi, dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengisi surat permohonan. b. Menyerahkan foto copy identitas diri. c. Pas foto 3 x 4 sebanyak 2 lembar. d. Mengisi surat kesanggupan setor. e. Mengisi surat pernyataan sanggup mentaati kewajiban sebagai juru parkir. Tetapi kesadaran dari masyarakat (petugas parkir yang tidak resmi) sangatlah rendah, untuk itu perlu adanya kontrol dari masyarakat pada umumnya. Petugas parkir resmi yang berada dalam wilayah hukum kota Semarang kurang lebih ada sekitar 1300 petugas parkir (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.15.2009). Yang tersebar dibeberapa wilayah yang terbagi
78
dalam beberapa tempat, yang
operasinya dari pagi hingga malam,
dibawah pengawasan Dinas Perhubungan kota Semarang. Namun demikian penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi tidak jera sehingga pelanggaran terhadap Peraturan Daerah itu sendiri hanya kepada orang-orang itu saja sehingga petugas menjadi segan untuk menegak maupun memberi sanksi terhadap pelanggaran. Tetapi pengawasan maupun penanganan tetap dilakukan secara rutin untuk menekan seminimal mungkin, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
pelanggar. Sehingga dapat menimbulkan efek jera.
Permasalahan ini memang sudah menjadi polemik yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dan dijalankan secara telaten, sehingga dapat dilakukan seefisien mungkin dan mengena semaksimal mungkin, baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. Dengan adanya polemik yang berlarut-larut ini menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan yang perlu segera diselesaikan agar dapat ditemukan solusi maupun penyelesaian yang dapat dijadikan acuan untuk pelaksanaan peraturan daerah tersebut. Pelanggar hendaknya dapat dijadikan partner bagi Dinas Perhubungan untuk menambah pendapatan asli daerah dan memperluas wilayah retribusi sehingga dapat mengali potensi-potensi yang ada di wilayah kota Semarang. Sehingga dapat membantu penertiban lalu lintas dan penangganan tata ruang kota Semarang, tetapi sejauh ini
79
pelaksanaan peraturan daerah tersebut belum
dilaksanakan secara
maksimal karena secara kepegawaian Dinas Perhubungan belum mampu untuk melaksanakannya, sehingga banyak terjadi pelanggaran tidak hanya dari masyarakat saja tetapi juga keterbatasan petugas serta adanya kesempatan yang mendorong untuk melakukan pelanggaran. Untuk itu perlu penambahan petugas pengawas, dan waktu yang tidak hanya sampai batas waktu yang ditentukan tetapi harus sehari semalam penuh guna menekan tindak penyelewengan perparkiran atau dengan kata lain perlu adanya penambahan jam kerja bagi petugas juru parkir. Sampai sekarang belum dapat sepenuhnya dilaksanakan khususnya terhadap
pelanggaran
peraturan
ini
karena
proses
sosialisasi
pelaksanaannya belum mengena, sehingga perlu adanya sosialisasi yang luas dan menyeluruh baik di media cetak maupun media elektronik maupun penyuluhan terhadap petugas parkir. Namun demikian kesadaran dari petugas parkir itu sendiri kurang sehingga efek yang ditimbulkan Dinas Perhubungan setengah-setengah dalam penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi, sehingga pelanggaran demi pelanggaran terhadap peraturan daerah sewmakin merajalela dan sudah menjadi polemik yang harus segera diselesaikan.
b. Masih banyak petugas parkir tidak resmi Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang
80
secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi. Sehubungan dengan adanya permasalahan dan keluhan dari beberapa masyarakat pengguna parkir maka perlu adanya penanganan khusus. Dalam hal ini dinas tekait telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi dengan adanya permasalahan tersebut. Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Berdasarkan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan perparkiran di kota Semarang dapat disimpulkan bahwa inti persoalan dalam pelaksanaan perparkiran adalah sistem pengawasan pengelolaan perparkiran yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau petugas parkir liar. Permasalahan ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi polemik.
81
4.1.5
Upaya Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang
dalam
mengatasi
kendala
dalam
melaksanakan
intensifikasi retribusi parkir. Parkir merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang diharapkan mampu menjadi sumber pembiayaan, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, pengendalian dan pengawasan menjadi tugas dari seksi petugas pengendalian dan pengawasan dan dibantu oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Petugas pengendalian dan pengawasan berfungsi untuk melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem dan prosedur perijinan penyelenggaraan, pemungutan atau pengelolaan perparkiran. . (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Pengawasan maupun penanganan tetap dilakukan yang sebelumnya dilakukan satu kali dalam satu minggu sekarang menjadi dua kali dalam satu minggu, dilakukan secara rutin untuk menekan seminimal mungkin pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar. Sehingga dapat menimbulkan efek jera, permasalahan ini memang sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dilakukan seefisien mungkin dan
82
mengena semaksimal mungkin baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2009).
Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. (hasil wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 18 Maret. Pukul 11.15.2008).
Menurut Solchan Hartono, SH, M.Hum selaku Kepala Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang, dinas terkait telah mempermudah prosedur menjadi petugas parkir yang resmi, dengan persyaratan sebagai berikut : f. Mengisi surat permohonan. g. Menyerahkan foto copy identitas diri. h. Pas foto 3 x 4 sebanyak 2 lembar. i. Mengisi surat kesanggupan setor. j. Mengisi surat pernyataan sanggup mentaati kewajiban sebagai juru parkir. Tetapi kesadaran dari masyarakat (petugas parkir yang tidak resmi) sangatlah rendah, untuk itu perlu adanya kontrol dari masyarakat pada umumnya.
83
Petugas parkir resmi yang berada dalam wilayah hukum kota Semarang kurang lebih ada sekitar 1300 petugas parkir (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.15.2009). Yang tersebar dibeberapa wilayah yang terbagi dalam
beberapa tempat, yang operasinya dari pagi hingga malam, dibawah pengawasan Dinas Perhubungan kota Semarang. Dari wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa kendalakendala yang dihadapi oleh Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran Kota Semarang adalah sistem pengawasan terhadap pengelolaan parkir yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau ilegal, maka dinas terkait melakukan upayaupaya guna mengatasi masalah yang dihadapi agar pendapatan dari sektor parkir bisa maksimal. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pelaksanaan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang 4.2.1.1 Pengelolaan Perparkiran Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, maka pemerintah kota Semarang melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan cara : 2. Usaha-usaha Intensifikasi
84
Dengan cara mengintensifkan peraturan daerah tentang pajak dan retribusinya yang sudah ada, berupa : a. Meninjau kembali pelaksanaan peraturan daerah tersebut, apakah sudah dilaksanankan secara maksimal atau belum. Dalam hal ini dinas atau instansi pengawal peraturan daerah lebih mengatifkan petugas-petugas pemungutan. b. Mencari penyebab dari belum maksimalnya pelaksanaan peraturanperaturan daerah tersebut : 1. Apabila dari segi aparatnya yang belum baik maka diadakan pembinaan-pembinaan
atau
penataran-penataran
kepada
petugas pemungut pajak atau retribusinya. 2. Apabila dari wajib pajak atau retribusinya yang belum sadar untuk membayar pajak atau retribusi, maka pemerintah daerah perlu mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga akan menumbuhkan kesadaran untuk membayar pajak atau retribusinya. c. Membuat petunjuk pelaksanaan dari peraturan-peraturan daerah tersebut (bagi yang belum ada petunjuknya), sehingga ada pedoman yang pasti bagi petugas pemungut dalam menjalankan tugasnya memungut pajak dan retribusinya. 3. Masalah Ekstensifikasi Di sini pemerintah kota perlu meninjau kembali peraturanperaturan daerah yang menyangkut pendapatan daerah baik pajak
85
maupun retribusi atau peraturan daerah yang lain yang mempengaruhi pendapataba asli daerah atau mencari lahan-lahan baru yang sekiranya bisa atau dipungut pajak atau retribusinya ( mengacu pada peraturanperaturan yang ada). a. Meninjau kembali peraturan-peraturan daerah yang sudah ada, mengenai hal ini ada 2 (dua) bentuk yang dapat dilaksanakan, yaitu : i. Memperluas obyek pajak atau retribusi yang sebelumnya belum dimasukkan
dalam
peraturan
daerah.
Misalnya
dengan
mengusulkan adanya penambahan/perubahan peraturan daerah yang lama atau membuat peraturan daerah yang baru. ii. Meninjau kembali tarif-tarif dari pajak atau retribusi tersebut dengan ketentuan peraturan daerah tersebut telah lebih dari lima tahun dan dengan membuat tarif-tarif baru yang disesuaikan dengan perkembangan serta kemampuan masyarakat. b.
Penggalian Sumber-sumber Baru Untuk dapat mengali sumber-sumber pendapatan yang baru biasanya pemerintah kota mengadakan pengamatan langsung ke masyarakat serta mencari apa yang sekiranya bisa dijadikan lahan pendapatan untuk pemasukan kas daerah. Bisa juga dengan melakukan studi banding ke daerah-daerah lain yang sekiranya mempunyai wilayah dan karakteristik yang hampir sama dengan wilayah pemerintahan kota Semarang yang telah melaksanakan
86
sistem pengelolaan pajak dan retribusi yang lebih baik. Dengan studi banding ini diharapkan akan ditemukan sumber-sumber baru yang
dapat
dilaksanakan/diterapkan
di
pemerintahan
Kota
Semarang. Dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang yang baru ini diharapkan dalam pengelolaan maupun pengawasan terhadap parkir dan retribusi dapat lebih ditingkatkan dan menambah pendapatan asli daerah. Dari penghasilam penarikan retribusi parkir kemudian disetorkan kepada kas negara melalui bank BPD Propinsi Jawa Tengah. Adanya sistem penyetoran hasil penarikan retribusi dari petugas parkir dengan cara : 3. Setoran langsung Juru parkir langsung menyetorkan hasil retribusi ke kas daerah atau bendahara Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang. 4. Jemput bola Yaitu petugas parkir menarik langsung dari juru parkir setiap selesai melakukan tugasnya. Penyetoran dilaksanakan sesuai perjanjian dengan sistem setoran yang berbeda-beda antara lain : d. Sistem setoran harian
87
Penyetoran dilakukan hari berikutnya. Pendapatan parkir hari ini disetorkan besoknya sekaligus pengambilan karcis parkir dan retribusinya. e. Sistem setoran mingguan Penyetoran dilakukan setiap akhir minggu. f. Sistem setoran bulanan Penyetoran biasanya dilakukan pada awalbulan atau akhir bulan. Bagi pengelolaan parkir yang dikelola oleh orang ketiga atau pihak swasta dengan cara sistem borongan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan nominal sesuai dengan kesepakatan perjanjian antara pihak swasta dengan dinas pengelola parkir. Untuk pengelola swasta terhadap obyek parkir, Dinas Perhubungan melakukan penunjukan berdasarkan prosedur yang ada yaitu berupa sistem lelang yang mana dengan pengumuman terlebih dahulu melalui media cetak atau pra kualifikasi. Untuk obyek yang ditawarkan oleh Dinas Perhubungan, kemudian dilanjutkan dengan pengisian blanko oleh para pihak swasta yang ingin mengelola tempat parkir, tentunya diikuti dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan itu sendiri. Setelah mengalami proses atau seleksi siapa pihak swasta yang layak untuk menangani hal tersebut, dilakukan penawaran dalam lelang pihak yang ditunjuk oleh Dinas Perhubungan. Sesuai dengan ketentuan dipilih penawaran yang menguntungkan bagi Dinas Perhubungan maupun
88
Kas Negara Daerah. Sistem pembayaran dilakukan berdasarkan perjanjian yaitu dibayar di depan atau tunai, dibayar di belakang setelah pelaksanaan penarikan parkir tersebut ataupun dibayar secara angsur. Dalam hal ini kenyamanan dan keamanan juga diperhatikan, atas terjadinya kehilangan/kerusakan dan penyimpangan pemungutan retribusi parker yang terjadi di tempat parkir sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Pasal 31 (5) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (6) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Sepanjang mengenai pengaturan adalah : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan surat;
89
e. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya. i. Melakukan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan (7) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) sepanjang mengenai retribusi daerah adalah : l. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; m. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebanaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidan di bidang retribusi; n. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi;
90
o. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi; p. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan
dan
dokumen-dokumen
lain
serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; q. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas tindak pidana di bidang retribusi; r. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlagsung dan memeriksa identitas orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e; s. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi; t. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; u. Menghentikan penyidikan; v. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (8) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, melalui penyidik penjabat polisi negara republik indonesia
91
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Karena memungkinkan terjadinya monopoli dalam menentukan tarif sendiri yang akan merugikan baik merugikan pemerintah maupun masyarakat pengguna jasa parkir, untuk iti dinas terkait sedapat mungkin berusaha menekan seminimal mungkin adanya tindak monopoli atas tarif parkir dan retribusi sehingga dapat terwujud sebuah keselarasan dan dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan pengguna jasa parkir pada khususnya. 4.2.1.2 Kesesuaian antara Pengelolaan Parkir dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di Kota Semarang Secara keseluruhan dari penarikan retribusi oleh petugas pelaksanaan pengelolaan sampai pengawasan sudah sesuai dengan prosedur yang ada dalam peraturan ini. Sehingga pendapatan dari setoran ini dapat dijadikan primadona atau unggulan bagi pendapatan asli daerah kota Semarang. Walaupun peraturan daerah ini sudah lama dan masih terdapat penyesuaian di sana sini tetapi sudah sesuai dengan prosedur dan tarif yang berlaku. Baik petugas parkir maupun masyarakat pengguna jasa parkir telah menerima dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang baru khususnya tarif parkir yang ditentukan per tempat berbeda-beda. Salah satunya yaitu Jl. Pandanaran yang merupakan kawasan khusus dengan tarif yang relatif, tetapi tidak mengurangi adanya penurunan pengguna jasa
92
parkir yang ada di kawasan tersebut. Sampai saat ini dinas perhubungan dalam hal ini Unit Pengelola Perparkiran belum menerima komplain atau keluhan maupun keberatan atas tarif yang di kenakan. Hal ini berarti masyarakat telah menerima ketentuan tarif parkir berdasarkan kondisi wilayah dan masyarakatnya. Tetapi para petugas parkir merasa keberatan dengan jumlah setoran yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan tarif yang lama. Untuk kondisi sekarang ini dimana kebutuhan serba mahal, para petugas parkir merasa berat untuk memenuhi jumlah setoran, baik itu setoran harian, mingguan, maupun bulanan. 4.2.2 Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola
Perparkiran
Kota
Semarang
dalam
melaksanakan
Intensifikasi Retribusi Parkir. 4.2.2.1 Sistem pengawasan terhadap pengelolaan perparkiran belum optimal. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang Pengelolaan Parkir. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran dipimpin oleh seorang Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Semarang. Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perparkiran, pengendalian dan pengawasan. Petugas pengendaliaan dan pengawasan bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian pengelolaan perparkiran yang meliputi
93
sistem
dan
prosedur
perijinan
penyelenggaraan
perparkiran,
pemunggutan dan atau pengelolaan perparkiran, mengadakan penelitian atau pengendalian terhadap sistem pengaturan tertib perparkiran dan ketertiban kendaraan yang diparkir, dan melaksanakan pengawasan terhadap ketentuan pemberian karcis parkir dan penerimaan pembayaran retribusi parkir dari masyarakat kepada para petugas parkir. Fungsi pengawasan mempunyai peranan yang sangat vital dalam keberlangsungan sebuah instansi pemerintahan, tujuan utama dari sistem pengendalian dan pengawasan yaitu mengendalikan dan mengawasi jalannya roda sebuah instansi pemerintahan apakah sudah sesuai dengan peraturan daerah yang sudah ada. Di samping itu juga dengan adanya sistem pengendalian dan pengawasan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem sebuah instansi agar dapat lebih intensif atau optimal dari sebelumnya. Dalam Unit Pelaksanaan Daerah Pengelola Perparkiran merupakan unit pelaksana teknis operasional Dinas Perhubungan dibidang Pengelolaan Parkir fungsi sistem pengendalian dan pengawasan menjadi tugas dari seksi petugas pengendalian dan pengawasan dan dibantu oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Petugas pengendalian dan pengawasan berfungsi untuk melaksanakan pengendalian dan pengawasan pengelolaan perparkiran yang meliputi sistem dan prosedur perijinan penyelenggaraan, pemungutan atau pengelolaan perparkiran.
94
Salah satu hambatan dalam pengelolaan perparkiran yang ada di kota Semarang adalah peranan sistem pengawasan retribusi perparkiran yang belum berjalan optimal. Beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya peranan pengawasan retribusi parkir antara lain :
2. Dari petugas parkir a. Aspek lokasi atau lahan parkir yang kurang. b. Aspek lalu lintas. c. Aspek keamanan d. Adanya pungutan liar dari preman-preman. 2. Dari Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran d. Banyaknya petugas parkir yang tidak resmi. e. Lahan parkir yang berbatasan langsung dengan jalan raya. f. Masih kurangnya petugas untuk melakukan pengawasan dan penertiban. 4.2.2.2 Masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau ilegal. Secara umum wilayah pemerintahan Kota Semarang merupakan salah satu bagian dari wilayah yang strategis dalam kawasan Ibukota propinsi Jawa Tengah, karena letaknya dalam jantung kota, pusatnya kota propinsi, yang mempunyai beberapa departemen atau dinas dalam menjalankan pemerintahan sebagai bagian dari pemerintah pusat. Secara geografis pemerintah Kota Semarang berbatasan dengan : e. Di sebelah Barat
: Kabupaten Kendal
95
f. Di sebelah Utara
: Laut Jawa
g. Di sebelah Timur
: Kabupaten Demak
h. Di sebelah Selatan
: Kabupaten Semarang
Secara administratif pemerintah kota Semarang mempunyai tugastugas yang diperbantukan oleh beberapa dinas, salah satunya yaitu Dinas Perhubungan yang menangani tatanan pemerintahan kota Semarang yang mendukung adanya slogan “SEMARANG PESONA ASIA”, agar terciptanya kelancaran dalam berlalu lintas. Seperti halnya pemerintahan kota lainnya, pemerintahan kota Semarang telah dapat melaksanakan dan mengembangkan serta mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin mampu untuk melaksanakan urusan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang semakin mantap. Sehubungan dengan hal ini pemerintah kota Semarang
secara
intensifikasi
melakukan
pengawasan
pendapatan asli daerah, yaitu dalam bidang retribusi dan terutama
dalam
pengawasan
penetuan
tarif
terhadap parkirnya
maupun
dalam
pengelolaannya. Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi.
96
Berdasarkan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan perparkiran di kota Semarang dapat disimpulkan bahwa inti persoalan dalam pelaksanaan perparkiran adalah sistem pengawasan pengelolaan perparkiran yang belum optimal dan masih banyaknya petugas parkir yang tidak resmi atau petugas parkir liar. Permasalahan ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi polemik yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dan dijalankan secara telaten, sehingga dapat dilakukan seefisien mungkin dan mengena semaksimal mungkin, baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. 4.2.3 Upaya Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran dalam Melaksanakan Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang. 4.2.3.1 Meningkatkan sistem pengawasan pengelolaan perparkiran. Dalam pelaksanaan penyelenggaraan perparkiran di wilayah pemerintah kota Semarang, baik pengelola maupun petugas parkir harus melakukan penarikan retribusi parkir sesuai dengan peraturan yang ditetapkan sehingga tidak melebihi tarif yang telah ditetapkan. Pengawasan terhadap pengelola maupun petugas parkir diatur dalam pasal 2 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum “ Pemerintah Daerah berwenang melakukan perencanaan, pengelolaan, pembinaan,
97
pengendalian, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perparkiran ditepi jalan umum”. Adapun pengawasan penyelenggaraan perparkiran diatur dalam pasal-pasal peraturan ini Pasal 3 (1) Setiap pengelolaan parkir di tepi jalan umum dan atau parkir insidentil wajib memperoleh ijin tertulis dari Walikota. (2) Tata cara dan syarat perijinan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota. Pasal 4 (3)
Lokasi parkir meliputi seluruh tepi jalan umum di wilayah Kota
Semarang. (4)
Penetapan titik lokasi parkir sebagaiman dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Walikota dengan memperhatikan rencana umum tata ruang kota, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kelestarian lingkungan dan kemudahan bagi pengguna jasa.
Pasal 5 (3)
Penyelenggaraan parkir menyediakan fasilitas parkir berupa : a. Lahan parkir; b. Rambu-rambu dan marka parkir; c. Papan informasi; d. Juru parkir; e. Karcis parkir.
98
(4) Selain menyediakan fasilitas sebagaimana ayat (1) penyelenggaraan parkir menyediakan jasa pelayanan berupa penataan/penempatan, penertiban, pengawasan dan keamanan. Pasal 6 (4) Setiap kendaraan yang parkir di suatu tempat parkir harus mematuhi semua rambu-rambu parkir. (5) Setiap penggunaan jasa parkir wajib menggunakan karcis yang diporporasi/dokumen lain yang dipermasalahkan. (6) Setiap pengguna jasa parkir wajib memelihara ketertiban dan kebersihan tempat parkir. Pasal 7 (3) Pengguna jasa parkir dilarang melakukan kegiatan selain parkir. (4) Pengelola parkir dilarang : a. Menyelenggarakan perparkiran tanpa ijin dari Walikota; b. Memungut pembayaran parkir diluar tarif yang telah ditetapkan. Pasal 8 (3) Pemerintah
Daerah
dapat
memindahkan
kendaraan
yang
menggunakan tempat parkir yang tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) untuk dibawa ke tempat yang ditetapkan. (4) Kepada
pemilik/pemegang/penanggung
jawab
sebagaimana
dimaksud ayat (1) dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4.2.3.2 Penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Seperti halnya pemerintahan kota lainnya, pemerintahan kota Semarang telah dapat melaksanakan dan mengembangkan serta mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin mampu untuk melaksanakan urusan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang semakin mantap. Sehubungan dengan hal ini pemerintah kota
99
Semarang
secara
intensifikasi
melakukan
pengawasan
terhadap
pendapatan asli daerah, yaitu dalam bidang retribusi dan parkirnya terutama
dalam
pengawasan
penetuan
tarif
maupun
dalam
pengelolaannya. Dengan adanya Unit Pelaksana Pengelola Perparkiran yang berada di bawah Dinas Perhubungan yang mempunyai tugas khusus untuk mengelola pendapatan asli daerah berupa retribusi dan parkir , yang secara penuh mengelola parkir di wilayah pemerintahan kota Semarang dengan beberapa pertimbangan, salah satunya yaitu berupa penanganan petugas parkir yang tidak resmi. Sehubungan dengan adanya permasalahan dan keluhan dari beberapa masyarakat pengguna parkir maka perlu adanya penanganan khusus. Dalam hal ini dinas tekait telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi dengan
adanya
permasalahan tersebut. Permasalahan mengenai petugas parkir yang tidak resmi harus ditindaklanjuti yaitu dengan dilakukannya sweeping atau operasi secara rutin terhadap petugas parkir yang tidak resmi. Petugas parkir yang tidak resmi biasanya beroperasi pada malam hari dimana petugas dinas sudah tidak melakukan operasi lagi. Pemasukan atau pendapatan daerah dari retribusi dan parkir merupakan potensi yang sangat besar bagi pemasukan kas daerah yang mempengaruhi APBD. Sehingga perlu pengawasan yang lebih intensif terhadap retribusi dan parkir, melihat tidak sedikit pemasukan yang bocor atau tidak masuk ke kas daerah. Dengan adanya hal tersebut dinas
100
terkait telah mempermudah prosedur menjadi petugas parkir yang resmi, dengan persyaratan sebagai berikut : a. Mengisi surat permohonan. b. Menyerahkan foto copy identitas diri. c. Pas foto 3 x 4 sebanyak 2 lembar. d. Mengisi surat kesanggupan setor. e. Mengisi surat pernyataan sanggup mentaati kewajiban sebagai juru parkir. Tetapi kesadaran dari masyarakat (petugas parkir yang tidak resmi) sangatlah rendah, untuk itu perlu adanya kontrol dari masyarakat pada umumnya. Petugas parkir resmi yang berada dalam wilayah hukum kota Semarang kurang lebih ada sekitar 1300 petugas parkir (wawancara dengan kepala Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran kota Semarang, 28 April. Pukul 11.15.2009). Yang tersebar dibeberapa wilayah yang terbagi
dalam beberapa tempat, yang
operasinya dari pagi hingga malam,
dibawah pengawasan Dinas Perhubungan kota Semarang. Namun demikian penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi tidak jera sehingga pelanggaran terhadap Peraturan Daerah itu sendiri hanya kepada orang-orang itu saja sehingga petugas menjadi segan untuk menegak maupun memberi sanksi terhadap pelanggaran. Tetapi pengawasan maupun penanganan tetap dilakukan secara rutin untuk menekan seminimal mungkin, pelanggaran-pelanggaran yang
101
dilakukan oleh pelanggar. Sehingga dapat menimbulkan efek jera. Permasalahan ini memang sudah menjadi polemik yang tidak dapat diselesaikan secara langsung, tetapi perlu penanganan yang serius dan dijalankan secara telaten, sehingga dapat dilakukan seefisien mungkin dan mengena semaksimal mungkin, baik bagi pendapatan asli daerah maupun bagi para pengguna jasa parkir itu sendiri. Dengan adanya polemik yang berlarut-larut ini menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan yang perlu segera diselesaikan agar dapat ditemukan solusi maupun penyelesaian yang dapat dijadikan acuan untuk pelaksanaan peraturan daerah tersebut. Pelanggar hendaknya dapat dijadikan partner bagi Dinas Perhubungan untuk menambah pendapatan asli daerah dan memperluas wilayah retribusi sehingga dapat mengali potensi-potensi yang ada di wilayah kota Semarang. Sehingga dapat membantu penertiban lalu lintas dan penangganan tata ruang kota Semarang, tetapi sejauh ini pelaksanaan peraturan daerah tersebut belum
dilaksanakan secara
maksimal karena secara kepegawaian Dinas Perhubungan belum mampu untuk melaksanakannya, sehingga banyak terjadi pelanggaran tidak hanya dari masyarakat saja tetapi juga keterbatasan petugas serta adanya kesempatan yang mendorong untuk melakukan pelanggaran. Untuk itu perlu penambahan petugas pengawas, dan waktu yang tidak hanya sampai batas waktu yang ditentukan tetapi harus sehari semalam penuh
102
guna menekan tindak penyelewengan perparkiran atau dengan kata lain perlu adanya penambahan jam kerja bagi petugas juru parkir. Sampai sekarang belum dapat sepenuhnya dilaksanakan khususnya terhadap
pelanggaran
peraturan
ini
karena
proses
sosialisasi
pelaksanaannya belum mengena, sehingga perlu adanya sosialisasi yang luas dan menyeluruh baik di media cetak maupun media elektronik maupun penyuluhan terhadap petugas parkir. Namun demikian kesadaran dari petugas parkir itu sendiri kurang sehingga efek yang ditimbulkan Dinas Perhubungan setengah-setengah dalam penanganan terhadap petugas parkir yang tidak resmi, sehingga pelanggaran demi pelanggaran terhadap peraturan daerah sewmakin merajalela dan sudah menjadi polemik yang harus segera diselesaikan.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa proses Intensifikasi Retribusi Parkir Kota Semarang, terbagi menjadi tiga tahapan yaitu persyaratan menjadi petugas parkir resmi dengan persyaratan yang ditentukan oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran, penetapan titik lokasi parkir ditetapkan oleh Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran dengan memperhatikan rencana umum tata ruang kota dan kelancaran lalu lintas, tata cara pemungutan sampai dengan penyetoran retribusi parkir. Penyetoran retribusi parkir dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu setoran langsung ke bendahara Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran atau dengan cara sistem jemput bola dan dapat pula penyetoran yang dilaksanakan sesuai perjanjian dengan sistem setoran harian, sistem setoran mingguan, dan sistem setoran bulanan. 2. Pengawasan terhadap pengelolaan perparkiran yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota Semarang dengan melakukan operasi rutin yaitu satu minggu tiga kali agar pengelolaan perparkiran dapat maksimal dalam pelaksanaannya. Dan juga kontrol dari masyarakat secara langsung apabila terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan perparkiran di wilayah Kota Semarang. Kontrol dari masyarakat berupa teguran langsung terhadap petugas parkir atau juru parkir kemudian melaporkannya kepada Dinas Perhubungan yaitu Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran. 81
82
3. Masih perlu adanya penanganan yang lebih serius mengenai petugas parkir yang tidak resmi dengan jalan melakukan pengarahan kepada masyarakat. Perlu adanya peringatan dan penanganan yang lebih serius terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum, bila perlu ditindak secara hukum sesuai peraturan yang berlaku sehingga peraturan daerah lebih bisa berjalan secara efektif untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
B. Saran Berdasarkan uraian kesimpulan diatas dapat diberikan saran bahwa : 1. Pemerintah Daerah perlu memperhatikan kembali akan pelaksanaan parkir di tepi jalan umum perihal kedisiplinan juru parkir akan pemberian karcis parkir kepada pengguna jasa parkir dengan memberikan sanksi tegas kapada juru parkir yang tidak disiplin, dan menindak tegas para petugas parkir yang tidak resmi secara tegas agar pendapatan dari retribusi parkir lebih optimal. 2. Perlu ditingkatkannya pengawasan terhadap pengelolaan parkir agar pengelolaan perparkiran dapat maksimal dalam pelaksanaannya, dan juga kontrol dari masyarakat secara langsung apabila terjadi penyelewengan terhadap pengelolaan perparkiran dengan cara Penambahan petugas parkir atau petugas Unit Pelaksana Daerah Pengelola Perparkiran agar pelaksanaan perparkiran lebih efektif.
83
3. Pemerintah Daerah perlu merubah konsep dalam menangani petugas parkir yang tidak resmi, dengan cara pembinaan agar bisa menjadi mitra
dalam
pemungutan
retribusi
parkir
sehingga
dapat
mengoptimalkan pendapatan dari sektor retribusi parkir dan adanya peringatan dan penanganan yang lebih serius terhadap pelanggaran Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum, bila perlu ditindak secara hukum sesuai peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiana Lains. 1985. Pendapatan Daerah dalam Ekonomi Orde Baru.dalam Prisma, No.41. Jakarta. A.Siagian, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah. Ilmu Pemerintahan
Jakarta: Institut
Ashofa, Burhan. S. H. 2004. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi dua puluh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ibnu Syamsi.1994. Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan. Jakarta: Rineka Cipta. Josef Riwu Kaho. Cetakan II, 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.Jakarta: Rajawali Pers. Josef Kiwu Kaho.Cetakan II, 1988. Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Jakarta : Rajawali Perss Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan II,1985. Jakarta: Balai Pustaka. Rochmat Sumitro.Cetakan IX,1994.Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan. Jakarta: Ereso. Rochmat Sumitro. Cetakan III, 1979. Pajak-Pajak Pembangunan. Jakarta : Ereso S. Pamudji. 1994. Pembinaan Perkotaan Di Indonesia.Jakarta: Ichtiar. S. Munawir. 1992. Perpajakan. Yogyakarta: Liberty. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum.
85