REGISTER BAHASA PETANI MASYARAKAT BOLAANG MONGONDOW
ARTIKEL Oleh
STEVANI PAPUTUNGAN NIM 311 410 011
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA GORONTALO 2014
1
2
REGISTER BAHASA PETANI MASYARAKAT BOLAANG MONGONDOW Oleh Stevani Paputungan (Ketua) Prof. Dr. H Moh. Karmin Baruadi, M.Hum (Anggota) Dr. H. Dakia N. Djou, M.Hum (Anggota) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Abstrak Register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penggunaan register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow?, dan (2) Bagaimana bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow?, Tujuan penelitian adalah (1) Mendeskripsikan penggunaan register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow, dan (2) Mendeskripsikan bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yakni observasi, teknik simak libat cakap, teknik bebas libat cakap, dan teknik rekaman. Teknik analisis data , yaitu (1) Mentranskripsi data dari hasil rekaman, (2) Menerjemahkan data dari bahasa mongondow ke dalam bahasa Indonesia, (3) Mendeskripsikan penggunaan register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow, (4) Mengklasifiksi bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow, (5) Menyimpulkan hasil analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa register bahasa petani bagi masyarakat Bolaang Mongondow terbagi atas (1) Penggunaan Register Bahasa Petani Masyarakat Bolaang Mongondow dan (2) Bentuk Register Bahasa Petani Masyarakat Bolaang Mongondow. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Penggunaan register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow terbagi atas tiga ranah petani yaitu petani sawah, petani kebun dan petani ladang, serta (2) Bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow ditinjau sebelum mereka bertani, sementara bertani dan setelah bertani.
Kata Kunci: Register, bahasa petani dan masyarakat Bolaang Mongondow
3
Pendahuluan Bahasa merupakan alat komunikasi yang menghubungkan antara satu orang dengan orang lain. Melalui bahasa manusia dapat berinteraksi dan menyampaikan pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Bahasa biasanya berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau perasaan yang ada pada diri si pembicara. Alisjahbana (dalam Pateda dan Pulubuhu, 2009:3), mengatakan bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia dengan teratur dengan memakai alat bunyi. Jadi, bahasa adalah ucapan pikiran, perasaan dan kemauan manusia yang bersistem, yang dihasilkan oleh alat bicara dan digunakan untuk berkomunikasi . Bahasa juga dapat bersifat individual yang mengandung isi dan amanat. Hal senada disampaikan oleh Chaer (2010:14), bahwa bahasa merupakan sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Di Indonesia ada berbagai macam suku dan ras, pada suku dan ras ini terdapat berbagai macam ragam bahasa daerah. Bahasa daerah merupakan bagian dari budaya daerah itu sendiri dan setiap daerah itu tentu memiliki inisiatif untuk melestarikan dan mempertahankan bahasa daerahnya sendiri. Menurut Keraf (1980:19) bahasa daerah adalah bahasa yang mengikat dan mempersatukan semua warga negara Republik Indonesia. Daerah yang masih mempertahankan bahasa daerah salah satunya Bolaang Mongondow. Setiap masyarakat itu memiliki bahasanya tersendiri dan berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Dari perbedaan inilah lahir berbagai variasi bahasa yang dituturkan oleh masyarakat. Menurut (Chaer dan Agustina, 2010:61), terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Keragaman bahasa yang disebabkan oleh penutur dan interaksi sosial, dapat melahirkan bahasa yang berhubungan dengan pekerjaan masyarakat yang disebut register. Register merupakan bahasa yang diungkapkan dan dituturkan oleh masyarakat yang berhubungan dengan profesi pekerjaan mereka. Hal ini
4
dikarenakan adanya perbedaan profesi pekerjaan yang menyebabkan masyarakat biasa kurang mengerti bahasa yang mereka gunakan. Profesi pekerjaan sangatlah banyak, salah satunya adalah profesi yang digeluti oleh masyarakat biasa yang ada di Bolaang Mongondow khususnya di kelurahan Motoboi Kecil yaitu sebagai petani. Petani di kelurahan Motoboi Kecil terbagi atas tiga ranah yaitu petani sawah, petani kebun dan petani ladang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Mongondow yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Bahasa Mongondow yang digunakan oleh petani di kelurahan Motoboi Kecil memiliki penggunaan serta bentuk register yang khas. Salah satu contoh kata moyangkit, yang artinya mengiris. Kata ini digunakan petani sawah untuk mengiris padi meskipun masyarakat pada umumnya juga menggunakan kata tersebut, akan tetapi penggunaannya yang berbeda. Perbedaannya, pada masyarakat petani kata moyangkit ini digunakan untuk mengiris padi, tidak perlu lagi mengatakan moyangkit kon payoi yang artinya mengiris padi karena kata moyangkit sudah biasa digunakan oleh petani sawah untuk mengiris padi, sedangkan pada masyarakat umumnya, kata moyangkit biasa juga digunakan, tetapi kata moyangkit tersebut digunakan untuk mengiris berbagai macam tumbuhan dan masih ada lagi contoh penggunaan dan bentuk register yang ada pada petani kebun dan petani ladang. Dari hasil pemaparan kasus di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang difokuskan pada “register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow” serta berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan dan bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow. Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yakni (1) Register. Register merupakan penggunaan bahasa berdasarkan pekerjaannya. Alwasilah (1990:64) juga mengatakan bahwa pada arah lain, register sebagai ragam bahasa yang didasarkan pada pemakaiannya dari bahasa itu. Seseorang bisa mengungkapkan gagasan yang lebih kurang sama dalam suasana yang berbeda-beda dengan menggunakan butir-
5
butir linguistik (bahasa) yang sangat berbeda.Variasi bahasa ini tidak bisa dicakup oleh dialek, tapi dicakup oleh register. (2) Bentuk Register. Menurut Halliday dan Ruqaiya Hasan (1994:53), bahwa register beragam dari sesuatu yang erat dan terbatas sampai sesuatu yang bisa dikatakan bebas dan terbuka. Dengan kata lain, ada register terntentu yang jumlah maknanya secara keseluruhan tetap dan tertentu sedangkan register lain, macam wacananya agak dibuat-buat. Register terbagi atas register selingkung terbatas dan register yang lebih terbuka. Register selingkung terbatas salah satu contoh register yang jumlah maknanya kecil, sedangkan register yang lebih terbuka termasuk register yang bahasanya lebih terbuka, yakni register dalam cerita yang tidak resmi dan percakapan spontan. Menurut pendapat Halliday dan Ruqaiya Hasan di atas, peneliti tertarik pada bentuk register yang terbatas dan terbuka, karena yang diteliti ini merupakan penelitian tentang bahasa petani secara khusus dan petani secara umum. Bahasa petani secara khusus merupakan bentuk register terbatas, sedangkan bahasa petani secara umum merupakan bentuk register terbuka karena digunakan oleh petani secara umum. Ada pun bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow ditemukan pada proses pekerjaan mereka yaitu awal bertani, sementara bertani dan sesudah bertani. Petani di Bolaang Mongondow terbagi atas tiga ranah yaitu petani sawah, petani kebun dan petani ladang. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2010:3) penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian tentang register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow.
6
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan, penggunaan serta bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow terbagi atas tiga ranah yaitu petani sawah, petani kebun dan petani ladang. Penggunaan dan bentuk register bahasa Mongondow ditemukan dalam bentuk kata dan dilihat sebelum mereka bertani, sementara bertani dan setelah mereka bertani. Data tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Penggunaan dan bentuk register petani sawah “Mogaid kon petak aidan in terektor”. (Dt 2, tt 8) “Aidan in terektor lamgsungnya pajeko’on dongka sisiron baru agoman pa totolu mai nosinggai dongka bunduran”. (Dt 2, tt 10) “De’eman. Inako’ sabel sin aka mesin paras yo dia’ bi’ modaitnya modungkul”. (Dt 2, tt 74). “Ka dia’ anda pupukan kan mopolok bi’ in ambor”. (Dt 2, tt 24) Pada kalimat di atas terdapat kata yang digunakan oleh petani sawah sebelum mereka bertani. Kata petak adalah lahan yang digunakan oleh petani sawah untuk penaburan benih padi, kata terektor merupakan alat yang disiapkan oleh petani untuk membajak sawah sebelum menabur benih padi dengan menggunakan mesin, sedangkan pajeko dan sisir adalah alat yang dibajak menggunakan bantuan hewan berupa sapi. Sabel merupakan alat yang digunakan untuk memangkas rumput pada tiap pembatas sawah dan ambor adalah bibit padi yang akan ditanam. “Sedangpa tua in bunduran mako momake’ pa rasum”. (Dt 2, tt 43) “Munapa aidan in pogamboran poki pajeko bo dongka agoman pa totolu mai nosinggai bo dongka bakkon, bakkon tua in policinan”. (Dt 2, tt 93) “Sebenarnya mogambor bo monaban waktu bi’ doman a”. (Dt 1, tt 19) “Bo langsung iko momupuk iko in urea bo pelangi in langsung bidon sampuran bongo’?” (Dt 2, tt 55)
7
“Pupukan, dongka pupukan bo olaton to’onu don in moyangkit”. (Dt 2, tt 60) “Tantu ki Opan morontok kon na’a?” (Dt 1, tt 12) “Bo ibanya in mogakut”. (Dt 1, tt 29) Kalimat di atas adalah bentuk register bahasa petani sawah yang ditinjau pada saat mereka sementara bertani. Pada kalimat di atas terdapat kata bunduran adalah proses pelicinan, sedangkan kata bakkon adalah proses pembagian untuk penanaman bibit padi. Sebelum bertani, pertama-tama petani sawah menyediakan bibit padi atau ambor yang akan ditanam nanti, setelah bibit padi sudah ada, mereka melakukan proses pembersihan atau disebut dengan bunduran, proses pembersihan ini dilakukan agar tidak ada rumput yang ada pada saat menabur bibit padi, setelah proses pembersihan, kemudian petani sawah melakuka proses pelicinan atau dikenal dengan istilah bakkon. Bakkon ini dilakukan agar saat penaburan bibit padi, padi tidak akan menyebar ke segala arah dan terkesan rapi pada saat pencabutan bibit mogambor artinya menabur benih padi, kata monaban arrtinya menanam bibit padi dan kata momupuk artinya memberi pupuk atau semacam racun dan obat-obatan. Saat sementara bertani, petani sawah melakukan proses penaburan benih padi dengan menggunakan istilah mogambor, bibit padi yang telah ditabur itu ditunggu selama dua puluh lima hari, setelah bibit berumur dua puluh lima hari, bibit sudah bisa dicabut kemudian bibit ditanam dengan menggunakan istilah monaban, setelah ditanam beberapa hari kemudian bibit padi itu akan dipupuk dengan menggunakan racun atau obat-obatan agar bibit padi tumbuh dengan subur. Proses pemupukan ini sering dikenal oleh petani sawah dengan istilah momupuk. Kata moyangkit yang artinya mengiris padi, moyangkit ini dilakukan setelah proses pemupukan padi dan jika padi sudah masak, padi sudah boleh diris atau petani sawah menggunakan istilah moyangkit. Setelah padi diiris selanjutnya petani sawah menggunakan istilah morontok yang artinya merontokkan padi dengan menggunakan mesin rontok. Butiran-butiran padi yang dihasilkan oleh mesin rontok tersebut diisi di dalam karung dan diangkat sampai dipinggiran jalan dengan menggunakan istilah mogakut.
8
Tumpukan padi yang sudah diangkat, tinggal menunggu mobil jemputan dari gilingan untuk proses selanjutnya. “Dia’pa. Iladon pa pokosibatuon, bo dongka gilingon”. (Dt 2, tt 95) “Biasanya mogiling iko in konga dalamnya”. (Dt 2, tt 96) “Yo potongan ule tatua in bogat kon gilingan tua na’anda in perhitungannya?”. (Dt 2, tt 97) Kalimat di atas merupakan bentuk register bahasa petani sawah yang dilihat setelah mereka bertani. Terdapat kata iladon yang artinya menjemur padi, kata mogiling artinya menggiling padi dan kata bogat yang artinya beras. Iladon adalah proses penjemuran padi, penjemuran padi ini dilakukan setelah padi sudah ada di tempat penggilingan. Padi dijemur, setelah dijemur padi akan digiling di tempat penggilingan padi, setelah melewati proses penggilingan padi akan menjadi beras. 2) Penggunaan dan bentuk register bahasa petani kebun “Binibit pamuna bo dongka pinomula. Munapa kinalian, kinalian mako in bubu’ bo dongka pinomula. Modaitdon kinolabuan kon bonu in bubu’ in tatua bango’ binibit tua kemudian totaong don sia da’ mongisi’ don”. (Dt 6, tt 3) “Bo ponikon mako tatua akuton in roda”. (Dt 6, tt 38) “Lewang tua pake’an momanut”? (Dt 6, tt 51) “Molosi pakean pitow tua, mota’aw bi’ doman pake’an in lewang”. (Dt 6, tt 56) “Momake’ in tosisi”. (Dt 6, tt 57) Kalimat di atas merupakan register bahasa petani kebun yang digunakan sebelum mereka bertani, ada pun persiapan yang harus dilakukan dan diadakan seperti kata bubu’ atau lubang, bango’ artinya bibit kelapa, roda artinya gerobak,
9
lewang alat untuk mengupas kelapa, pitow alat untuk membelah kelapa dan tosisi adalah alat untuk mengeluarkan isi kelapa dari tempurungnya. “Momula bidon kon bango’ omonag”. (Dt 6, tt 1) “U’um mongisi’ don sia”. (Dt 6, tt 9) “Mongabit pa doman”. (Dt 6, tt 15) “Oh aka mopoya don mota’aw don panenon”? (Dt 6, tt 59) “Na’anda kon totaboyan don, nodait don kinoakutan momulai momanut”. (Dt 6, tt 50) “Molosi pakean pitow tua, mota’aw bi’ doman pake’an in lewang”. (Dt 6, tt 56) “Koligai don in monisi”. (Dt 5, tt 2) “O’o ki Titi’ in monotad”. (Dt 5, tt 24) Kalimat di atas adalah bentuk register yang ada pada petani kebun. Bentuk register ini ditinjau sementara mereka bertani. Pada kalimat di atas terdapat kata momula yang artinya menanam bibit kelapa, mongisi’ yang artinya daun kelapa sudah mulai tumbuh, kata mongabit yang artinya kelapa akan mulai berbuah dan kata mopoya yang artinya kelapa siap dipanen. Totaboyan artinya tempat pengsapan kelapa, momanut artinya mengupas kulit kelapa, molosi atinya membelah kelapa, monisi mengeluarkan kelapa dari tempurungnya dan monotad artinya memotongmotong kelapa. “Bonuon don kon karong”. (Dt 6, tt 67) “Potu’otan, poluaian don datogon don roda bo poluaiaon bo maya’ don poki datog kon oto bo maya’ poki simbang”. (Dt 6, tt 68) “Oh, o’o bo akuoy ogoyan in uka’o”.(Dt 5, tt 3) Kalimat di atas adalah register yang digunakan petani kebun setelah mereka bertani. Karong artinya tempat pengisian kelapa, simbang artinya menimbang kelapa untuk dijual dan uka’ artinya tempurung.
10
3) Penggunaan dan bentuk register bahasa petani lading “Yo toigu onu in binunakmu tua?” (Dt 3, tt 4) “Momongkal momake’ in pasol”. (Dt 3, tt 7) “Yo sinemprot tua in pertama pinake’an rasum ba’ morangsang kon bungainya”. (Dt 3, tt 27) “Bo tatua oyuon doman undam ba’ mosubur doman sia”. (Dt 3, tt 29) “Sinemprot pinake’an doman in teng”. (Dt 3, tt 31) “Biasa kan momake’ bi’ tatua sosipu’an in kita”. (Dt 3, tt 39) Kalimat di atas terdapat register bahasa petani dalam bentuk kata. Kata tersebut digunakan oleh petani ladang sebelum bertani. Kata toigu artinya jagung dan jagung ini sendiri yang akan dibuat bibit untuk ditanam, pasol artinya cangkul yang digunakan untuk membersihkan lahan untuk ditanami jagung, rasum artinya racun yang digunakan untuk merangsang buah jagung agar buahnya bagus, undam artinya obat, yang digunakan untuk disemprotkan pada jagung agar jagung terlihat subur, teng artinya tengki, sedangkan kata sosipu’an memiliki arti sebagai alat tradisional. Alat tradisional ini yang dipakai untuk mengeluarkan butiran jagung dari tongkolnya. Kata momongkal memiliki arti membersihkan lahan yang akan dipakai untuk persiapan penanaman jagung, setelah jagung dibibit kemudian dibersihkan lahannya. “Dia’pa momongkal kon bonoknya?” (Dt 3, tt 6) “O’o momunak bidon, sudah todiminggu don na’a”. (Dt 3, tt 3) “Moajar bi’ doman mogaid bo momarat kon sabel kita ka moajar bidon doman selain doman parat mesin”. (Dt 3, tt 24) “Kotongonu iko nosemprot?” (Dt 3, tt 26) “Oh kaka nomahal bi’ tua ponondan, jadi bambi’ singgai na’a moyopit ma?” (Dt 4, tt 1) “Adoh rontokkon ambea, mosipu’ ule da’ moajar doman a”. (Dt 3, tt 38)
11
Pada kalimat di atas adalah bentuk register ditinjau saat mereka sementara bertani. Terdapat kata momongkal yang artinya membersihkan lahan. kata momarat artinya memangkas rumput, nosemprot artinya menyemprot tanaman, moyopit artinya memetik jagung dan rontokkon artinya merontokkan jagung dari tongkolnya. “Mosipu’ tua in tradisional, yo tana aya mako oyuon bidon alatnya”. (Dt 3, tt 38) “Wali’ kamako ta’ talu mai no koli”. (Dt 4, tt 21) Kalimat di atas, merupakan register bahasa yang ditemukan pada petani ladang setelah mereka bertani. Kata mosipu’ memiliki arti mengeluarkan butiran jagung dari tongkolnya dengan menggunakan alat tradisonal. Mosipu’ ini dilakukan setelah panen. Setelah sudah siap dijual, butiran jagung itu dimasukkan ke dalam koli artinya karung dan siap untuk pasarkan. Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Penggunaan register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow terbagi atas tiga ranah petani yaitu petani sawah, petani kebun dan petani ladang serta bentuk Bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow ditemukan dalam bentuk kata ditinjau sebelum mereka bertani, sementara mereka bertani dan setelah mereka bertani. Saran Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan dan bentuk register bahasa petani masyarakat Bolaang Mongondow, peneliti dapat memberikan saran agar petani di Bolaang Mongondow khususnya di kelurahan Motoboi Kecil masih tetap menggunakan bahasa Mongondow pada aktivitas mereka, karena bahasa Mongondow ini merupakan jati diri para petani. Dengan adanya bahasa Mongondow ini, petani 12
lebih leluasa mengungkapkan keinginan mereka. Petani yang bergelut pada pekerjaan mereka hampir semua menggunakan bahasa Mongondow untuk berkomunikasi. Bahasa Mongondow ini dapat mempermudah aktivitas mereka. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Alwasilah, Chaedar. 1990 . Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: PT Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguitik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta. Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah. Halliday, dan Ruqaiya Hasan. 1994. Bahasa, Konteks, dan Teks (Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pateda, Mansoer dan Pulubuhu. 2009. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Gorontalo: Viladan.
13