SKRIPSI
REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
Oleh VIVI RUSVIANI F24102068
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh VIVI RUSVIANI F24102068
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Vivi Rusviani. F24102068. Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber Officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen Di Kota Bogor Terhadap Citarasa. Di bawah bimbingan C.Hanny Wijaya dan Budi Nurtama (2007).
RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe, mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen. Metodologi penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu preferensi MTJ untuk optimasi, optimasi MTJ terpilih dan pengujian MTJ formula optimum. Metode penentuan dan pengambilan responden untuk penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) dengan pembagian responden berdasarkan perbedaan etnis. Metode yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ adalah Mixture Design (MD). Pengolahan data MD menggunakan perangkat lunak Design Expert (DX) 7.0. Metode analisis yang digunakan adalah metode oven (kadar air dan abu), metode ekstraksi soxhlet (kadar lemak), metode mikro-kjeldahl (kadar protein), metode Luff Schoorl (kadar gula), metode Hunter (warna). Uji Fishbein dan Wilcoxon untuk pengolahan data kuesioner. Hasil preferensi MTJ mendapatkan bajigur sebagai MTJ yang paling disukai dan sekaligus akan di optimasi formulasinya. Hasil uji skor Evaluasi (ei) pada tahap ini menunjukkan bahwa rasa pedas (jahe) dengan skor ei 1.17 adalah sebagai atribut terpenting yang dipertimbangkan konsumen dalam memilih bajigur. Oleh karena itu optimasi lebih ditekankan pada rasa pedas (jahe). Hasil Mixture Design didapatkan bahwa penggunaan komponen gula merah, jahe dan kopi berpengaruh nyata (signifikan) terhadap skor kesukaan respon warna, rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan untuk skor kesukaan respon aroma tidak memberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Respon yang signifikan diolah lebih lanjut sehingga didapatkan MTJ formula optimum dengan nilai desirability 0.668. MTJ formula optimum dalam penelitian ini adalah formula A. Hasil analisis kimia MTJ formula optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air rata-rata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1.47%, kadar lemak rata-rata 28.32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5.81%, sedangkan hasil analisis fisik bajigur formula terpilih terhadap warna menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52. Hasil uji penerimaan dan preferensi konsumen menunjukkan bahwa MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal dari berbagai etnis Betawi, Jawa, Sumatra, Kalimantan/Sulawesi, dan Sunda. Namun, konsumen terbesar masih tetap berasal dari etnis Sunda (67%). Secara umum konsumen bajigur adalah perempuan (60%). Pembagian berdasarkan usia didapatkan bahwa konsumen bajigur terbesar adalah diantara usia 36-50 tahun (37%). Pembagian
berdasarkan pekerjaan dan tingkat pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja (56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000 (29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan. Hasil uji Fishbein menunjukkan bahwa MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai dibandingkan bajigur komersil (1.25). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian preferensi MTJ. Tahap preferensi MTJ menunjukkan bahwa responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling penting dalam pemilihan bajigur. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan Kalimantan/Sulawesi tidak ada perbedaan kesukaan pada kedua jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil), baik atribut aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Etnis Jawa, terdapat perbedaan kesukaan pada atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan overall terhadap kedua jenis MTJ, sedangkan etnis Sumatra terdapat perbedaan kesukaan pada atribut rasa pedas (jahe) dan overall terhadap kedua jenis MTJ. Etnis Sunda terdapat perbedaan kesukaan atribut rasa manis, rasa pedas (jahe), warna dan overall pada kedua jenis MTJ. Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis MTJ dari masingmasing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan terhadap etnis yang dimiliki responden.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN REFORMULASI PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BERDASARKAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN DI KOTA BOGOR TERHADAP CITARASA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh VIVI RUSVIANI F24102068 Dilahirkan pada tanggal 23 April 1984 Di Bogor, Jawa Barat Tanggal Lulus: 31 Januari 2007 Menyetujui, Bogor,
Februari 2007
Prof.Dr. C.Hanny Wijaya, M. Agr.
Ir. Budi Nurtama, M.Agr.
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23 April 1984, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayahanda Tony Yusman dan Ibunda Hunaenah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 19891990 di Taman Kanak-kanak (TK) Tirta Sari Bogor. Tahun 1990 sekolah di Sekolah Dasar Negeri Sindang Sari dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999, kemudian tahun 1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti HIMITEPA dan aktif diberbagai kegiatan kepanitiaan. Berbagai kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis adalah BAUR 2004, Lepas Landas Sarjana (LLS) 2003, LCTIP XII, dan Seminar and Training HACCP. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi dan Penyimpanan Pangan pada tahun 2005-2006. Terakhir penulis melaksanakan kegiatan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, dengan judul “Reformulasi Produk Minuman Tradisional Berbasis Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Berdasarkan Kajian Penerimaan dan Preferensi Konsumen di Kota Bogor Terhadap Citarasa”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ir. Budi Nurtama M.Agr.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. . Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada : 1.
Kedua orangtua dan adikku (Sandi) tersayang atas kasih sayang, do’a, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.
2.
Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya M. Agr atas bimbingan dan nasehatnasehatnya yang tidak mungkin dapat penulis lupakan. ....
3.
Ir. Budi Nurtama M. Agr atas bimbingan, pengarahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir.
4.
Dr. Ir. Sukarno, Msc yang telah bersedia menyediakan waktu untuk menguji.
5.
Kheri Farhatan Aziz yang dengan kesabarannya telah memberikan dukungan, semangat dan bantuan serta menemani penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.
6.
Arti Amrah Tari yang telah memberi bantuan, saran dan kritik dari mulai pembuatan proposal sampai penyelesaiaan skripsi ini. Terima kasih atas kerjasamanya.
7.
Maya Kurniawati, Yayah, Astri, Tita, terimakasih untuk semangat dan doa yang selalu kalian berikan kepada penulis.
8.
Teman-teman satu bimbingan, Herold, Eko, Andrea, Astuti dan Betrice.
9.
Semua golongan C khususnya kelompok C-1 (Deddy, Putra, Hanif dan Ary Fahmi).
10.
Temen-temen TPG 39, Woro (makasih bantuan laptop dan konsumsinya), Evrin dan Dora (makasih bantuan konsumsinya), Ulik dan Dadik (makasih bantuan LCDnya), Bobby, Ijal, Didin, Ajeng., Fafa, Rina, Yudhan, Kanyaka, Yoga, Fahrul, Prasna dan teman-teman TPG 39 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11.
Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, dan Mas Edi. Dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.
12.
Sahabat-sahabat baikku Ayu, Siska, Febry, Nisa, Uthie, Rifkoh dan Ury. Terima kasih atas warna indah persahabatan kalian.
13.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi,
khususnya di bidang pangan.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....................................................................................
iii
DAFTAR ISI....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN...................................................................................
1
A.
LATAR BELAKANG.....................................................................
1
B.
TUJUAN..........................................................................................
2
C.
MANFAAT......................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
3
A.
MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) ...............
3
B.
JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) ...............................................
7
C.
GULA MERAH...............................................................................
10
D.
SANTAN.........................................................................................
12
E.
PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN.....................
13
F.
MIXTURE DESIGN (MD).............................................................
16
II.
III. METODOLOGI PENELITIAN...............................................................
18
A.
BAHAN DAN ALAT......................................................................
18
B.
METODE PENELITIAN.................................................................
18
1.
Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)...
19
1. Pembuatan dan Pengujian Kuesioner...................................
19
2. Penentuan Lokasi dan Responden.......................................
20
3. Pengumpulan Data...............................................................
21
4. Analisis Data........................................................................
21
2.
Optimasi Formulasi MTJ.........................................................
21
3.
Pengujian MTJ Formula Optimum..........................................
22
1. Uji Fisiko-Kimia.................................................................
22
2. Uji Organoleptik (Hedonik)...............................................
27
3. Uji Penerimaan dan Preferensi konsumen...........................
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………… A.
PENGUJIAN
VALIDITAS
DAN
RELIABILITAS
KUESIONER.................................................................................. B.
30 30
PENENTUAN JENIS MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ).....................................................................................
31
a. Profil Responden..........................................................................
31
b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ)..........................................................................................
34
C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH (BAJIGUR)...................................
39
D .
OPTIMASI FORMULASI BAJIGUR, METODE MIXTURE DESIGN..........................................................................................
48
E.
UJI FISIKO-KIMIA........................................................................
49
F.
UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN.............
52
a. Profil Responden.........................................................................
52
b, Analisis Multiatribut Fishbein..................................................
59
c. Uji Wilcoxon................................................................................
62
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
65
A.
KESIMPULAN................................................................................
65
B.
SARAN............................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
67
LAMPIRAN.....................................................................................................
72
V.
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per 100 gram (bk).....................................................................................
9
Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995...................
11
Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa........................................................
12
Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner………………………………………....
30
Tabel 5. Skor evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada tahap preferensi MTJ.............................................................………
38
Tabel 6. Hasil pengujian beberapa janis jahe dalam bajigur............................. 40 Tabel 7. Hasil pengujian santan dalam bajigur.................................................
40
Tabel 8. Komposisi bajigur dalam formula optimasi........................................ 41 Tabel 9. Rancangan percobaan dan nilai rata-rata atribut sensori bajigur….
43
Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon……………………………………………………
44
Tabel 11. Analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon………
44
Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon skor warna...........................................
45
Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe)..........................
45
Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis....................................
46
Tabel 15. Tiga formula optimum terbaik hasil DX7………………............…
47
Tabel 16. Hasil analisis fisiko-kimia bajigur formula terpilih......…………….
49
Tabel 17. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut Bajigur pada tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen....................……...
58
Tabel 18. Skor Keyakinan (bi) terhadap masing-masing atribut Bajigur…….. 59 Tabel 19. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur……………
60
Tabel 20. Skala Skor Preferensi…………………………………………….
61
Tabel 21. Hasil uji Wilcoxon untuk bajigur formula terpilih dan komersil pada berbagai etnis dan atribut bajigur............................................
62
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Diagram alir metodologi penelitian...........................................
Gambar 2.
Pie Chart persentase jumlah responden pada masing-masing
19
kelompok etnis…………………………………………….
31
Gambar 3.
Pie Chart persentase responden berdasarkan tingkat usia .…
32
Gambar 4.
Pie Chart persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan..
32
Gambar
5.
Pie Chart Persentase responden berdasarkan tingkat Pengeluaran ...............................................................................
Gambar 6.
Diagram batang jumlah responden berdasarkan frekuensi MTJ yang diminum per masing-masing MTJ………………………
Gambar 7. 8.
34
Diagram batang Jumlah responden berdasarkan jumlah yang diminum per masing-masing MTJ…………..………………..
Gambar
33
35
Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ berdasarkan kelompok etnis…………………………………... 36
Gambar
9.
Diagram batang Jumlah Responden yang menyukai MTJ berdasarkan jenis kelamin….………………………………...
37
Gambar 10.
Pie Chart Persentase preferensi bajigur secara keseluruhan….. 37
Gambar 11.
Diagram alir pembersihan jahe..................................................
41
Gambar 12.
Diagram alir pembuatan MTJ................................................
41
Gambar 13.
Contour plot Tingkat Desirability terhadap Penerimaan warna, rasa pedas dan rasa manis……………………………... 48
Gambar 14.
3D surface tingkat desirability terhadap penerimaan warna, rasa pedas dan rasa manis……………………………………..
Gambar 15. Gambar 16
Bajigur formula optimum........................................................... 51 Diagram batang persentase responden bajigur berdasarkan jenis kelamin..............................................................................
Gambar 17 18
53
Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tingkatan usia…………………………………………………
Gambar
49
Pie Chart Persentase Responden Bajigur Berdasarkan
53
Pekerjaan.................................................................................... Gambar 19
Pie chart persentase responden bajigur yang tidak bekerja berdasarkan jenis kelamin……………………………………..
Gambar
20
54 54
Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan pengeluaran rata-rata per bulan…………………………......... 55
Gambar 21. Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan frekuensi meminum bajigur per minggu…………………....................... Gambar 22.
Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan tempat membeli bajigur………………………………………………
Gambar 23.
56 57
Pie Chart persentase responden bajigur berdasarkan jumlah bajigur yang diminum………………………………………....
57
Gambar 24. Diagram batang persentase penerimaan responden terhadap produk bajigur formula optimum…………………………….
58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Kuesioner sebelum uji validasi dan reliabilitas..........................
72
Lampiran 2. Nilai r tabel untuk uji validitas dan reliabilitas...........................
75
Lampiran 3. Hasil uji validasi kuesioner........................................................
76
Lampiran 4. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk preferensi MTJ
77
Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas Kuesioner...................................................
80
Lampiran 6. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur.......
82
Lampiran 7. Kuesioner uji organoleptik.......................................................
83
Lampiran 8. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk uji penerimaan dan preferensi bajigur.................................................................
84
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7............................................................................
88
Lampiran 10. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur..............
97
Lampiran 11 Skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut..........
98
Lampiran 12. Hasil uji Wilcoxan masing-masing etnis per atribut dua sampel bajigur.........................................................................
99
Lampiran 13. Gambar bajigur formula optimasi dan bajigur komersil.........
106
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu komoditas tanaman obat, yang mempunyai prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan di pasar dalam negeri, regional maupun internasional. Nilai dari tanaman terletak pada rimpangnya yang umum dikonsumsi sebagai minuman penghangat, bumbu dapur dan penambah rasa dan sebagai bahan baku obat tradisional atau yang lebih populer dengan istilah jamu. Jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu digunakan dalam beberapa minuman tradisional Indonesia (Koswara, 1995). Jahe sebagai minuman penghangat sudah sejak lama dikenal di Indonesia. Minumanminuman hangat berbasis jahe ini tersebar diseluruh wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda. Beberapa nama minuman penghangat berbasis jahe yang sudah cukup dikenal masyarakat Indonesia antara lain adalah wedang jahe, bajigur, sekoteng, bandrek, serbat, dan bir pletok. Perbedaan asal daerah minuman hangat tersebut membuat setiap minuman mempunyai keunikan atau ciri khas masing-masing. Minuman tradisional Indonesia berbasis jahe sudah dipercaya dapat memberikan efek antioksidan yang tinggi (Yusuf, 2002). Namun, tidak semua konsumen menyatakan kesukaannya terhadap minuman tersebut. Oleh karena itu, perlu diteliti tingkat penerimaan minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen. Sifat sensori suatu bahan pangan merupakan faktor utama yang menentukan penerimaan bahan pangan oleh konsumen, maka penerimaan minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen ditentukan melalui uji sensori. Pemilihan dan penerimaan suatu bahan pangan oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Stepherd dan Spark, 1994). Hal ini juga berlaku untuk minuman tradisional berbasis jahe. Perbedaan komponen tertentu yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis jahe
sesuai daerah asalnya dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap rasa dan aroma minuman berbasis jahe tersebut. Selain itu, faktor demografi juga berpengaruh terhadap penerimaan sensori oleh konsumen, antara lain status sosial, pengalaman, pengetahuan, jenis kelamin, usia dan keadaan psikologis (Bergier, 1987). Penelitian tentang minuman tradisional berbasis jahe sampai saat ini sudah banyak dilakukan. Penelitian tersebut sebagian besar membahas masalah teknologi pembuatan dan kandungan gizi dalam minuman (Yusuf, 2002). Akan tetapi penelitian mengenai aspek flavor dan penerimaan sensori minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen belum banyak dilakukan. Menurut Widowati (2004), minuman tradisional Indonesia memiliki potensi dan status sebagai pangan fungsional sehingga perlu dikembangkan agar menjadi minuman yang disukai konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji penerimaan sensori dan flavor minuman tradisional berbasis jahe oleh konsumen dengan melihat pengaruh penambahan komponen tertentu yang sering digunakan dalam pembuatan minuman tradisional berbasis jahe khas Indonesia.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
a. Tujuan - Mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap minuman tradisional berbasis jahe, - mengidentifikasi karakteristik aroma, rasa dan warna minuman tradisional berbasis jahe yang diharapkan konsumen, dan - mengembangkan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan preferensi konsumen. b. Manfaat - Memberikan referensi bagi pengolahan minuman tradisional berbasis jahe. - sebagai salah satu upaya pelestarian minuman tradisional Indonesia berbasis jahe.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE Makanan/minuman tradisional adalah makanan atau minuman, termasuk jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Yusuf, 2002). Biasanya makanan/minuman tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan yang diperoleh dari sumber lokal dan memiliki cita rasa yang relatif sesuai dengan masyarakat setempat. Disadari atau tidak, banyak makanan/minuman tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya, yaitu memiliki karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan/minuman tradisonal yang dapat dikategorikan sebagai makanan/minuman fungsional (Fardiaz, 1997). Widowati (2004), mengatakan bahwa minuman tradisional Indonesia memiliki potensi untuk dijadikan minuman fungsional. Berbagai jenis minuman Nusantara yang dapat digolongkan sebagai pangan fungsional antara lain: wedang jahe, wedang secang, wedang jeruk, beras kencur, kunyit asam, bir temulawak, bir plethok, ronde, sekoteng, bandrek, serbat dan dadih. Sebagai minuman fungsional, minuman tradisional Indonesia juga memiliki khasiat yang penting bagi kesehatan, antara lain, dapat menghangatkan tubuh, mencegah masuk angin, batuk, influenza, reumatik, meningkatkan stamina tubuh, melancarkan pencernaan dan anti diare (Widowati, 2004). Di Indonesia, minuman tradisional umumnya terbuat dari rempahrempah. Salah satu rempah yang banyak digunakan adalah jahe. Menurut Koswara (1995), jahe dapat memberikan rasa hangat oleh karena itu digunakan dalam beberapa minuman tradisional Indonesia. Minuman tradisional berbasis jahe adalah minuman khas Indonesia yang menggunakan jahe sebagai bahan utamanya. Minuman ini biasa disajikan dalam keadaan panas atau hangat. Hal ini sangat sesuai dengan fungsinya,
yaitu sebagai minuman penghangat tubuh. Produk-produk minuman tradisional yang terdapat di Indonesia yang dibuat dari jahe antara lain wedang jahe, bir pletok, bandrek, serbat, sarabba, adon-adon coro, sekoteng, dan ronde. Beberapa diantaranya sudah sangat di kenal masyarakat Indonesia umumnya, yaitu wedang jahe dan bandrek. Dua jenis minuman ini sudah banyak dipasarkan dalam bentuk instan. Hal ini adalah sebagai bukti bahwa wedang jahe dan bandrek sudah memasyarakat. Namun, beberapa minuman lainnya, seperti bir pletok, serbat, bajigur, sarabba, adon-adon coro, sekoteng dan ronde lebih dikenal didaerah asal masing-masing. Wedang jahe adalah minuman yang lebih dikenal di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kata wedang berasal dari bahasa Jawa yang artinya air panas atau air mendidih. Kata ini untuk mewakili jenis minuman yang dibuat dari air panas atau air yang dipanaskan dan disajikan dalam keadaan panas (http://cyberman.cbn.net.id/). Minuman ini mampu memberikan rasa hangat mulai dari kerongkongan sampai perut. Selain jahe, bahan lain yang biasa digunakan untuk pembuatan wedang jahe adalah gula merah. Namun, wedang jahe juga sering ditambahkan merica (Untari, 2005). Proses pembuatan wedang jahe adalah jahe dihancurkan/dimemarkan rebus bersama gula merah hingga gulanya larut. Diaduk hingga gula larut seluruhnya baru dimasukkan pandan. Penambahan pandan ini untuk meningkatkan selera melalui keharuman khas pandan. Setelah aroma tercium, diangkat lalu disaring (Untari, 2005). Bandrek adalah minuman semacam wedang jahe. Minuman ini sangat dikenal di wilayah pulau jawa khususnya Jawa Barat. Bahan tambahan pembuatan bandrek sama dengan wedang jahe, yaitu gula merah. Variasi bahan dalam pembuatan bandrek dipengaruhi oleh kebiasaan daerah masingmasing. Bandrek Parahiyangan menambahkan lada halus (merica halus) dan cabe kering yang dimemarkan selain bahan utamanya, yaitu jahe dan gula jawa, sedangkan bandrek Wetan sering digunakan serai untuk bahan tambahannya guna menambah aroma dan rasa pada bandrek (Untari, 2005). Bahan tambahan lain yang biasa digunakan pada bandrek, yaitu kayumanis dan daun pandan.
Proses pembuatan bandrek sama dengan pembuatan wedang jahe. Namun dalam penyajiannya kadang ditambahkan kelapa dalam bentuk serutan (Untari, 2005). Kelapa serut inilah yang menjadi khas bandrek parahiyangan. Minuman tradisional berbasis jahe lainya adalah sarabba dan bajigur. Sarabba merupakan minuman khas yang berasal dari Makasar (Sulawesi Selatan), sedangkan bajigur lebih dikenal di Jawa Barat. Perbedaan dua minuman ini dengan bandrek dan wedang jahe adalah terdapat bahan tambahan santan dalam proses pembuatannya. Sarabba dan bajigur terbuat dari campuran gula jawa, jahe dan santan. Sekilas jika melihat bahan-bahannya, sarabba serupa dengan bajigur. Namun terdapat perbedaan dalam perbandingan jumlah santan dan jahe yang ditambahkan. Jumlah jahe yang ditambahkan pada bajigur umumnya lebih sedikit dibandingkan sarabba. Jika perbandingan jahe dan santan pada bajigur adalah 1 : 3, maka perbandingan jahe dan santan pada sarabba adalah sebaliknya (3 : 1). Bajigur biasanya diberi tambahan kopi bubuk sebagai citarasa khas bajigur lainnya selain santan (Untari, 2005). Perbedaaan perbandingan jumlah komposisi yang ditambahkan pada kedua minuman ini dapat berpengaruh pada rasa dan aroma dari minuman-minuman tersebut. Rasa dan aroma jahe lebih terasa pada sarabba. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari sarabba. Seperti halnya bandrek, sarabba juga sering ditambahkan beberapa bahan lain seperti lada halus, kayu manis, pandan dan putih telur ayam kampung. Rasa minuman ini pedas dan hangat di tubuh. Konon, Sarabba bermanfaat untuk menyegarkan dan menghangatkan badan serta melancarkan peredaran darah (http://www.resto.co.id/). Proses pembuatan sarabba dan bajigur adalah santan dipanaskan, lalu dimasukkan bahan-bahan lainnya, seperti gula jawa, jahe dan pandan, lalu disaring . Didaerah asalnya, sarabba dan bajigur biasa dikonsumsi disore hari pada saat hujan turun. Wilayah Jepara (Jawa Tengah) juga memiliki minuman seperti
sarabba
yang
dikenal
dengan
nama
adon-adon
coro
(http://id.wikipedia.org/). Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia tidak kalah saing dengan wilayah Indonesia lainnya. Suku Betawi yang merupakan penduduk asli
Jakarta juga memiliki minuman tradisional khas yang berbasis jahe, yaitu bir pletok. Walaupun mengandung kata bir, akan tetapi biasanya bir pletok tidak mengandung alkohol. Menurut Widowati (2004), bir pletok bukan minuman fermentasi dan tidak mengandung alkohol. Produk ini terbuat dari rimpang dan rempah alami. Selain jahe, rempah lain yang digunakan adalah kayu manis, sereh, cengkeh, kayu secang, bunga dan biji pala serta cabe jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Bir_pletok). Bir pletok biasanya menggunakan air, garam dan gula pasir sebagai bahan tambahan. Proses pembuatan bir pletok adalah merebus air hingga mendidih, kemudian dimasukkan rempah-rempah yang telah dimemarkan, lalu dimasak sampai beraroma lalu saring. Gula pasir dan garam dimasukkan ke dalam rebusan rempah yang telah disaring. lalu dipanaskan kembali dengan api kecil selama 15 menit,lalu diangkat. Hidangkan panas atau dingin. Inilah yang menjadi keistimewaan bir pletok, yaitu bisa disajikan hangat maupun dingin. Apabila kita meminum bir pletok pertama-tama akan terasa pedas, akan tetapi selanjutnya badan akan terasa hangat pengaruh dari ramuan yang terdapat didalamnya. Selain minuman-minuman yang tersebut diatas, ada juga jenis minuman tradisional berbasis jahe lainnya, yaitu sekoteng, ronde dan serbat. Tiga minuman ini tidak kalah terkenalnya dengan minuman-minuman yang sudah disebutkan sebelumnya. Serbat lebih mirip dengan bandrek dan wedang jahe, hanya saja bahan tambahan yang digunakan adalah gula pasir, kapulaga, adas manis, dan asam Jawa. Sekoteng
dan ronde manggunakan bahan-bahan
seperti yang digunakan pada pembuatan bandrek dan wedang jahe, hanya dalam penyajiannya ditambahkan pengisi. Bahan pengisi yang biasanya digunakan pada sekoteng adalah kacang tanah sangrai, kacang hijau, roti tawar dan pacar cina, sedangkan dalam ronde menggunakan tepung ketan yang dibentuk bulatan kecil sebagai ciri khasnya. Dalam hal ini wedang jahe dan bandrek berfungsi sebagai kuah.
B. JAHE (Zingiber officinalle Roscoe) a) Botani Jahe Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinalle Roscoe) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas monicotyledone, ordo Zingiberales, famili Zingiber dan spesies Officinale (Purseglove et al., 1981). Tanaman jahe terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga. Seluruh batang jahe ditutupi oleh kelopak daun yang melingkari batang dan bunganya berbentuk mayang kuning kehijauan. Jahe merupakan tanaman rumput-rumputan yang hidup merumpun, berbatang semu, tegak atau condong dengan ketinggian antara 30 sampai 100 cm (Purseglove et al., 1981). Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan di panen setelah berumur 9-11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang, berwarna kuning tua pada bagian luar dan kuning muda pada bagian dalam serta berserat. Bentuk rimpang jahe pada umumya tidak beraturan dan kulitnya mudah dikelupas. Waktu pemanenan jahe tergantung dari tujuan penggunaanya. Jahe yang digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat muda agar tidak terlalu keras, umumnya berumur 3-4 bulan (Farrel, 1985). Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8 – 10 bulan (Purseglove et al., 1981). Jahe mengandung zat zingeron, zingiberin, zingiberol, borneo, sineol, felandren, kamfer, karbohidrat, damar, vitamin A, B, C, oleoresin dan asam organik. Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpang dikenal 3 jenis jahe, yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih besar biasanya disebut jahe gajah atau badak. Jenis jahe ini memiliki rimpang yang besar dan gemuk, potongan melintangnya berwarna putih-kekuningan, serat sedikit, aroma kurang tajam dan rasa kurang pedas. Jahe gajah biasanya dikonsumsi saat berumur muda maupun tua sebagai jahe segar atau jahe olahan.
Jahe putih kecil memiliki potongan melintang berwarna putihkekuningan, aroma agak tajam dan rasanya pedas. Jahe merah memiliki ukuran terkecil, warna rimpangnya jingga muda hingga merah, aroma sangat tajam dan rasanya sangat pedas. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah. Kedua jenis jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Santosa, 1994). b) Komposisi kimia jahe Rimpang jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 0,25 - 3,3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin 4,3 – 6,0% yang terdiri dari gingerols serta shogaols yang menimbulkan rasa pedas (Rismunandar,1988). Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, manisan, minuman, obat-obatan tradisional serta sebagai bahan tambahan pada kue, puding, dan lain-lain. Selain itu, rimpang jahe dapat diambil oleoresinnya yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika, farmasi, dan lain-lain. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak. Enzim protease pada rimpang jahe menyebabkan jahe ini dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging sebelum dimasak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rimpang jahe banyak digunakan untuk radang lambung, masuk angin, menambah nafsu makan, muntahmuntah, kholera, perut sakit, rematik, bengkak-bengkak, terkilir, difteri, memperlancar peredaran darah, gangguan syaraf dan penghangat badan. Komposisi rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan rasa pedas jahe. Banyak hal yang mempengaruhi komposisi kimia rimpang jahe, diantaranya adalah jenis jahe, tanah tempat tumbuhnya, umur panen, penanganan dan pemeliharaan tanaman, perlakuan pra panen, pemanenan, dan penanganan pasca panen. Komposisi kimia jahe segar dan jahe kering disajikan pada Tabel 1. Secara garis besar, rimpang jahe mengandung minyak atsiri (0.25-3.30%), oleoresin (4,3-6,0%), lipida (6.00-8.00%), protein
(9.00%), karbohidrat (>50.00%) serta beberapa vitamin dan mineral (Rismunandar, 1988). Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram (bb) dan jahe kering per 100 gram (bk) Komponen
Jumlah Jahe segar
Jahe kering
184.0
1424.0
Protein (gram)
1.5
9.1
Karbohidrat (gram)
1.0
6.0
Lemak (gram)
10.1
70.8
Kalsium (mg)
21
116
Phospor (mg)
39
148
Besi (mg)
4.3
12
Vitamin A (SI)
30
147
Thiamin (mg)
0.02
-
Niasin (mg)
0.8
5
4
-
Serat kasar (gram)
7.53
5.9
Total abu (gram)
3.70
4.8
-
184
Natrium (mg)
6.0
32
Kalium (mg)
57.0
1342
-
5
Energi (KJ)
Vitamin C (mg)
Magnesium (gram)
Seng Sumber : Koswara (1995).
Menurut Grosch (1999) seperti yang dikutip oleh Slamet (2005), jahe memiliki kandungan senyawa aktif yang mampu berfungsi sebagai pemberi rasa pedas dan antioksidan. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam jahe sebagian besar adalah gingerol yang selama penyimpanan dapat terhidrasi menjadi shogaol yang memiliki rasa pedas rendah daripada gingerol. Shogaol dapat mengalami reaksi pemecahan retroaldol dan terbentuk senyawa
zingerone dan hexanal. Pada konsentrasi tertentu, hexanal dapat mengurangi aroma jahe. c) Manfaat Jahe Komponen yang terkandung di dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa makanan dan minuman serta digunakan dalam industri farmasi, industri parfum, industri kosmetika, dan lain sebagainya (Paimin dan Murhananto, 1991). Di Indonesia dikenal tiga produk utama jahe, yaitu : jahe segar, awetan jahe dengan gula, dan jahe kering. Jahe segar dikonsumsi sebagai rempah untuk bumbu, bahan pembuatan jamu, sedangkan rimpang jahe muda dimakan sebagai lalap, acar, dan asinan jahe. Jahe alam bentuk tepung atau oleoresinnya dapat digunakan sebagai pemberi aroma (flavoring agent) dalam industri makanan seperti dalam pembuatan permen, biskuit, kue dan lain-lain (Koswara, 1995). Rasa hangat yang dimiliki jahe sering dimanfaatkan dalam pembuatan minuman. Manfaat jahe dalam bidang pengobatan tradisional antara lain dipercaya sebagai obat pencahar (laxative), penguat lambung, penghangat badan, obat masuk angin, mengobati batuk, bronkhitis, asma, dan penyakit jantung (Darwis et al., 1991), mengatasi influenza, obat cacing, diare, rematik, kembung, luka, dan penambah nafsu makan serta memperbaiki pencernaan (Paimin dan Murhananto, 1991).
C. GULA MERAH (GULA PALMA) Menurut SNI (1995) gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira palma, yaitu aren ( Arenga piñata, merr), kelapa (Cocos nucifera, linn), siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palma lainnya dan berbentuk cetak atau serbuk. Syarat mutu gula merah palma berdasarkan SNI (1995) dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Dachlan (1986), pada dasarnya proses pembuatan gula merah adalah proses penguapan nira dengan cara pemanasan. Nira segera dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara penyaringan dengan menggunakan ijuk,
kemudian dituangkan kedalam wadah dan segera dipanaskan. Nira tersebut akan mendidih dan akan menimbulkan buih yang meluap-luap yang berwarna kuning sampai coklat dan semakin lama akan meluap naik. Nira merupakan larutan gula, tetapi didalamnya terdapat zat yang tidak larut air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin. Pada saat dididihkan butir-butir air akan menempel pada butir-butir emulsi dan mengangkatnya kepermukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira menjadi kental buih akan teraduk kebagian dalam dan karena warnanya lebih muda maka gula yang dihasilkan akan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi, 1984). Tabel 2. Syarat mutu gula palma berdasarkan SNI 01-3743-1995 No.
Kriteria Uji
Persyaratan
Satuan
Cetak
Butiran/granula
1
Keadaan
1.1
Bentuk
Normal
Normal
1.2
Rasa dan Aroma
Normal, khas
Normal, khas
1.3
Warna
Kuning
Kuning
kecoklatan
kecoklatan
sampai coklat
sampai coklat
% b/b
Maks. 1.0
Maks. 0.2
2
Bagian yang tidak larut dalam air
3
Air
% b/b
Maks. 10.0
Maks. 3.0
4
Abu
% b/b
Maks. 2.0
Maks. 2.0
5
Gula pereduksi
% b/b
Maks.10.0
Maks. 6.0
6
Jumlah
% b/b
Maks. 77
Maks. 90.0
gula
sebagai sakarosa 7
Cemaran logam
7.1
Seng
mg/kg
Maks. 40.0
Maks. 40.0
7.2
Timbal
mg/kg
Maks. 2.0
Maks. 2.0
7.3
Tembaga
mg/kg
Maks. 10.0
Maks. 10.0
7.4
Raksa
mg/kg
0.03
0.03
7.5
Timah
mg/kg
40.0
40.0
8
Arsen
mg/kg
1.0
1.0
Menurut Sardjono et al. (1983), pada waktu pemasakan akan berbentuk buih berwarna putih kekuningan sampai kuning. Hal ini dapat dicegah dengan menambahkan 5 gram minyak untuk 5 liter nira atau satu sendok makan untuk 25 liter nira. Nira yang telah kental kemudian diukur kematangannya. Pengukuran kematangan nira pekat dilakukan dengan mengambil sedikit pekatan nira yang sedang dimasak kemudian meneteskannya kedalam air dingin. Apabila terbentuk benang-benang gula yang jika dipegang terasa keras, mudah patah dan tidak lengket berarti pemasakan sudah cukup dan wadah pemasakan harus segera diangkat dari tungku (Sardjono et al., 1983). Menurut Sardjono et al. (1983), pekatan nira diaduk sebentar, diambil sedikit dan dioleskan dipinggir wajan kemudian digosok-gosok dengan pengaduk dan dicampur lagi sambil diaduk. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai pekatan terlihat mulai dingin. Pekatan tersebut dituangkan kedalam cetakan yang telah dibasahi untuk mempermudah pelepasan gula apabila telah kering.
D. SANTAN Santan adalah cairan yang berwarna putih yang diperoleh dengan mengempa buah kelapa segar, dengan atau tanpa penambahan air. Komposisi santan ini berbeda tergantung dari varietas kelapa, umur buah dan keadaan lingkungan (Grimwood, 1975 didalam Djatmiko, 1983). Komposisi kimia santan kelapa dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Santan Kelapa Komposisi
Kandungan (%)
kimia Air
50.00*
54.1*
52.00**
Lemak
39.77*
32.2*
38.00**
Protein
2.78*
4.4*
3.50**
Pati
0.09*
-
-
Gula
2.99*
-
-
Total Padatan
10.38*
-
9.00**
Abu
1.22*
1.0*
1.00**
Karbohidrat
-
8.3*
-
Sumber : * Nathanael dan Proper dkk didalam Woodroof (1979), ** Hagenmaier (1977).
Menurut Kirk dan Othmer (1960), ukuran partikel santan lebih besar dari tiga mikron sehingga santan berwarna putih seperti susu, sedangkan menurut Hagenmaier (1977), diameter globula lemak santan berkisar antara 0,01-0,02 milimeter. Menurut Cheosakul (1967) didalam Herman dan Somaatmadja (1975), penambahan sejumlah air pada santan sangat mempengaruhi komposisi santan dan menyebabkan emulsi santan lebih stabil. Woodroof (1979), melaporkan bahwa emulsi santan distabilkan oleh protein dan mungkin juga oleh beberapa ion yang terserap pada batas permukaan antara minyak dan air. Menurut Hagenmaier (1977), beberapa jenis protein yang tidak larut dalam air juga terdapat di dalam santan. Kelapa yang digunakan untuk ekstraksi santan harus matang sempurna dan yang paling baik adalah kelapa yang jatuh dari pohon secara alamiah dan kecil ukurannya. Jenis kelapa ini memiliki pulp yang mencapai maksimum dan kandungan airnya yang sedikit. Ekstraksi santan dilakukan dengan dua tahap, yaitu 1) persiapan buah meliputi seleksi buah, pemisahan sabut, seasoning, pemisahan tempurung dan 2) pencucian serta tahap ekstraksi (Djatmiko dan Ketaren, 1981). Efektifitas ekstraksi santan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu alat pemarut yang digunakan, bahan baku, perbandingan antara air dan daging buah kelapa serta suhu ekstraksi (Dendi dan Timmins, 1973). Di dalam sentrifugasi, santan terpisah menjadi tiga bagian, yaitu krim, skim, dan endapan. Fraksi lemak dan protein terbesar terdapat pada bagian
krim, masing-masing 91,89% dan 70,56 %, sedangkan pada skim masingmasing 2,26% dan 15,28% (Somatmaja, 1974).
E. PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN Food preference didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap makanan dimana preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kimia yang ditentukan oleh ingredient, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indra manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello, 1994). Preferensi yang dilakukan masyarakat terhadap suatu produk lebih dikenal dengan sebutan preferensi konsumen. Preferensi konsumen adalah derajat kesukaan atau tidak suka seseorang terhadap suatu produk (Sanjur, 1982). Menurut Suhardjo (1989) didalam Ikasanti (2001), preferensi konsumen dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Penerimaan atau preferensi konsumen dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat sensori pada makanan seperti rasa, aroma, tekstur dan penampakan. Sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis, psiko-sosial, learning dan memory, ketahanan tubuh dan lain-lain (Cardello, 1994). Perbedaan psikologi diantara individu seperti personality juga berpengaruh terhadap preferensi makanan, contohnya adalah mood dan sleepness (Shepherd dan Spark, 1994). Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas dan cara penyajian makanan 2. Faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk dan waktu penyajian 3. Faktor biologis, fisik, dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis 4. Faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood dan emosi
5. Faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial dan keamanan 6. Faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi 7. Faktor kultur, agama, dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa tekstur dan flavor lebih banyak menjadi sebab disukai atau tidak disukainya makanan. Pemilihan flavor perlu diperhatikan karena rasa dan aroma makan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dan konsumsi (Cardello, 1994). Perbedaan temperatur dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan penerimaan konsumen, tergantung dari jenis makanan yang disajikan. Penampakan visual seperti warna, bentuk, logo, simbol, dan nama pada pengemasan makanan mempunyai
pengaruh
yang
kuat
terhadap
penerimaannya.
Adanya
kepercayaan terhadap kualitas gizi dan pengaruh kesehatan menjadi lebih penting daripada kenyataan bahwa konsekwensi kualitas gizi dan kesehatan yang ditentukan oleh pilihan individu (Stepherd dan Spark, 1994). Preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan kita sukai bila kita belum pernah mencobanya, tidak disukai setelah dicoba, membosankan dan terlalu biasa dikonsumsi akan menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis yang berhubungan dengan efek penyakit setelah mengkonsumsinya (Lyman, 1989). Kesukaan
pada
sifat-sifat
sensori
makanan
dipelajari
melalui
pengalaman, yaitu seperti pemilihan rasa manis dan rasa pahit. Pengetahuan mempengaruhi
sikap
dan
selanjutnya
berpengaruh
pada
tingkah
laku/preferensi makanan (Stepherd dan Spark, 1994). Menurut Bergier (1987), latar belakang kultur dalam penerimaan makanan tidak dapat dirubah. Adat istiadat dan norma-norma baru tidak dapat menggantikan yang lama, kecuali untuk orang yang berada pada tingkat atas dan sangat kaya. Penerimaan makanan oleh seseorang juga berbeda tergantung keadaan sosial dan asal
masing-masing daerah. Biasanya makanan tradisional akan dipertahankan dan tidak pernah diganti oleh adanya perkembangan makanan baru. Menurut Jaeger et al (1998) didalam Ikasanti (2001), hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa persepsi komensori sebagian besar serupa dengan perbedaan kultur, hal ini juga telah dikonfirmasikan dalam berbagai produk makanan, contohnya kopi, jus jeruk, corn flakes dan es krim. Maskowitz et al (1975), menyatakan bahwa perbedaan cross-culture pada kesukaan konsumen berhubungan erat denga variasi produk yang diujikan diantara populasi kultur yang berbeda. Olfactory preference, didefinisikan dengan baik sesuai dengan pertambahan usia. Preferensi dipengaruhi oleh umur, dimana preferensi anakanak akan sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak lebih menyukai makanan yang kemanisannya tinggi daripada usia yang lain (Zandstra dan Graff, 1998). Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap sensitifitas rasa. Ini telah dipelajari oleh Okoro et al (1998), dimana ia menyatakan bahwa penerimaan rasa asin dipengaruhi oleh sex, sedangkan persepsi terhadap rasa pahit (urea) tidak dipengaruhi oleh genetik. Anak perempuaan memiliki ambang rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Selain itu, wanita kurang menyukai makanan berlemak dibandingkan pria (Bower dan Saadat, 1998). Pengetahuan seseorang tentang kesehatan berpengaruh penting dalam konsumsi suatu produk makanan (Bower dan Saadat, 1998). Latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk. Melalui pendidikan yang cukup tinggi, konsumen lebih mempertimbangkan secara matang sesuai dengan pengetahuan tentang produk yang dimiliki sebelum menurunkan untuk membeli suatu produk.
F. MIXTURE DESIGN (MD) Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori seringkali digunakan untuk menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar.
Metode Mixture Design (MD) seringkali diterapkan dalam mengoptimasi formula suatu produk. MD merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika yang berguna untuk permodelan dan analisa masalah sebuah respon yang
dipengaruhi
oleh
beberapa
variabel
dan
tujuannya
adalah
mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery, 2002). Respon yang digunakan dalam MD adalah fungsi dari proporsi perbedaan komponen atau bahan dalam suatu formula (Cornell,1990). Menurut Cornell (1990), MD terdiri dari enam tahap yaitu menentukan tujuan
percobaan,
memilih
komponen-komponen
dari
campuran,
mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran, mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai. MD digunakan untuk menentukan dan secara simultan menyelesaikan persamaan multivariasi. Persamaan tersebut dapat ditampilkan secara grafik sebagai respon yang dapat digunakan dalam menggambarkan bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Menurut Cornell (1990), metode MD tidak hanya terdiri dari dua orde. Namun yang sering digunakan adalah orde pertama dan kedua. Orde pertama dari MD dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan orde kedua digambarkan pada persamaan (2). Y = b0 + b1X1 + b2X2
(1)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2 (2) Orde pertama seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri permukaan respon yang kurang memadai, oleh karena itu penggunaan orde kedua lebih dianjurkan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe, santan, gula merah (palm), sedangkan bahan tambahan lainnya adalah kopi, garam, dan pandan. Bahan-bahan untuk pembuatan MTJ ini diperoleh dari Pasar Anyar Bogor, kecuali jahe. Jahe yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Tropis) Bogor. Bahan untuk analisa produk, yaitu petroleum eter, H2SO4, alkohol 70%, katalisator CuSO4, NaOH, fenolftalein, larutan KCl, NaCl, MgNO3, BaCl2, asam borat (H3BO3), HCl 0,1 N, aquades, kertas saring, kapas bebas lemak, larutan Luff dan bahanbahan analisis lainnya. Selain bahan-bahan tersebut terdapat bajigur komersil yang digunakan sebagai pembanding dalam tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen. Bajigur komersil ini diperoleh dari penjual bajigur keliling. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman tradisional berbasis jahe adalah pisau, panci, sendok pengaduk kayu, ayakan dan kompor gas. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah alat ekstraksi soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven, timbangan analitik, cawan porselen, desikator, penjepit cawan, tanur, erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, labu Kjeldahl, buret 25 ml, corong, pipet, gelas ukur, alat destilasi, kertas saring, buret, Minolta chromameter CR-310, dan pH-meter Hanna Hi8014.
B. METODE PENELITIAN
Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini diawali dengan preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ), melalui pengumpulan data primer dalam bentuk kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan jenis MTJ yang paling disukai. Tahap selanjutnya adalah optimasi formula jenis MTJ yang
paling disukai dengan menggunakan metode mixture design. Formula MTJ terpilih yang optimum hasil dari metode mixture design tersebut diuji secara fisiko-kimia, organoleptik, dan dilakukan uji penerimaan dan preferensi konsumen.
1. Preferensi Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) 1.1. Pembuatan dan pengujian kuesioner Penentuan jenis MTJ ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Kuesioner berisi informasi umum responden dan informasi tentang produk. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner adalah jenis pertanyaan terbuka dan tertutup. Agar kuesioner bersifat sahih, maka dilakukan beberapa pengujian sebelum kuesioner tersebut digunakan. Pengujian yang dilakukan terhadap kuesioner adalah validitas dan reliabilitas. Pengujian kuesioner dilakukan terhadap 30 responden. Preferensi MTJ dengan penyebaran kuesioner -uji validitas MTJ yang paling di sukai
Optimasi
formulasi
MTJ
(Mixture Design/MD)
- Uji fisiko-kimia (kadar gula,
Formula MTJ t
ilih
warna, pH dan proksimat) - Uji Organoleptik (kesukaan)
Gambar 1. Diagram alir metodologi penelitian
Menurut Singarimbun dan Efendi (1989), validitas menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur apa yang ingin diukur. Validitas kuesioner dihitung dengan menggunakan korelasi antara masing – masing pertanyaan dengan skor total. Indeks korelasi yang diperoleh (r) dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi nilai ”r”, nilai korelasi dihitung dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut : r
= N (Σ XY) – (ΣX ΣY) √(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 -– (Σ Y)2)
Dimana :
X
= skor pada soal yang ingin diukur
Y
= skor dari masing – masing soal
N
= jumlah pengamatan
r
= indeks validitas
Pertanyaan yang diukur dengan rumus product moment adalah pertanyaan pada kuesioner nomor 4, 7, 8, 10.1, 10.2, 10.3, 10.4, 10.5, 10.6, dan 10.7. Pertanyaan selain nomor tersebut dilakukan uji validitas secara subyektif, yaitu dengan cara menanyakan langsung kepada responden dan apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti atau bersifat bias maka akan diperbaiki berdasarkan masukkan dari responden. Reliabilitas kuesioner menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten. Reliabilitas hanya satu kali diuji. Kuesioner pertama yang belum diuji validasi dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. 1.2. Penentuan Lokasi dan Responden Penelitian mengenai penerimaan dan preferensi konsumen produk minuman tradisional berbasis jahe (MTJ) dilaksanakan di kota Bogor dengan pertimbangan bahwa kota Bogor merupakan kota dengan populasi penduduk yang besar dan beragam baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, pertimbangan lain pemilihan kota Bogor adalah untuk kemudahan teknis dilapangan Responden dari penelitian ini adalah langsung dari konsumen dilapangan yang berada di kota Bogor. Penentuan pengambilan responden dilakukan menggunakan dengan cara sengaja atau disebut metode
purposive (Simamora, 2004). Responden yang digunakan dalam penentuan jenis MTJ adalah responden tidak terlatih (untrained panelis) yang pernah mengkonsumsi MTJ minimal satu kali pada dua bulan terakhir. Pemilihan responden didasarkan pada perbedaan etnis dengan jumlah responden untuk masing-masing etnis diusahakan sama. Adapun pembagian etnis yang dimaksud adalah etnis Betawi, Jawa, Sunda, Sumatra dan Kalimantan/Sulawesi. 1.3. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei (Simamora, 2004). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari hasil kuesioner dengan menggunakan metode wawancara tertulis. 1.4. Analisis data Data yang diperoleh dihitung skor masing-masing jenis MTJ yang paling disukai oleh responden. MTJ yang paling banyak dipilih oleh responden dengan frekuensi konsumsi tertinggi akan digunakan sebagai acuan dalam formulasi produk. Pengolahan data juga dilakukan dengan metode Fishbein. Dalam metode Fishbein nilai-nilai bi dan ei berkisar dari -2 sampai +2. Skor dari sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk MTJ ini dihitung berdasarkan atribut-atribut yang digunakan. Adapun secara simbolis, rumus tersebut dapat diekspresikan sebagai : n A0 =
Σ bi ei i=1
Dimana
A0 = sikap terhadap berbagai atribut produk MTJ bi = kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki atribut i ei = evaluasi mengenai atribut i n = jumlah atribut yang menonjol
2. Optimasi Formula MTJ
Tahap ini bertujuan untuk memformulasikan produk minuman tradisional berbasis jahe sesuai dengan hasil kuesioner pada tahap pertama (preferensi MTJ). Produk MTJ yang akan di buat formulasinya adalah produk hasil uji kuesioner pada tahap pertama dengan memfokuskan pada rasa, aroma dan warna yang memiliki skor kesukaan tertinggi. Optimasi formulasi MTJ dilakukan dengan menggunakan metode Mixture Design
(MD). Pengolahan data MD menggunakan program
Design Expert (DX) 7.0. Data yang diperlukan dalam pengolahan dengan DX 7.0 adalah variabel uji yang digunakan beserta kisaran taraf masingmasing variabel. Design Expert akan menghasilkan suatu disain percobaan yang nantinya dilakukan untuk mendapatkan respon. Respon yang digunakan dalam optimasi formulasi MTJ ini adalah respon hasil uji kesukaan. Proses selanjutnya adalah pengolahan data untuk mendapatkan formula optimum yang dapat diketahui melalui suatu persamaan multivariasi. Persamaan multivariasi tersebut dipetakan dalam suatu contour plot baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun tiga dimensi (3-D).
3. Pengujian MTJ Formula Optimum 3.1 Uji Fisiko-Kimia a. Analisa kadar air metode oven (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100 sampai 105oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105oC selama sekitar 6 jam sampai tercapai bobot konstan, cawan kemudian didinginkan dalam desikator sekitar 30
menit dan segera ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar air (%) =
(bobot awal – bobot akhir)
bobot sampel b. Analisa kadar abu, metode oven (AOAC, 1995)
x 100 %
Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar abu (%) =
bobot abu (g) bobot sampel (g)
x 100 %
c. Analisa kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 6 jam dan pelarut heksana yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga bobotnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus :
Kadar lemak (%) =
bobot lemak (g) bobot sampel (g)
x 100 %
d. Analisa kadar protein, metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995) Analisis protein dilakukan dengan menggunakan metode Mikro Kjeldahl. Contoh sebanyak 1 g didestruksi dengan 5 ml asam sulfat pekat dengan katalisator CuSO4 dan Na2SO4 sampai warnanya menjadi hijau jernih. Cairan dibiarkan sampai dingin lalu ditambahkan air suling secara perlahan-lahan. Setelah dingin isi labu dipindahkan ke alat destilasi dengan penambahan NaOH pekat dan tiga tetes indikator fenolftalein. Sebagai penampung digunakan 25 ml asam borat jenuh dan 2 sampai 3 tetes indikator campuran metil biru dan metil merah. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N. Prosedur blanko ditentukan seperti di atas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir tiitrasi. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus : % Nitrogen =
(ml HCl – ml blanko) x N x 14.007 x 100 mg sampel
Kadar protein (%) = % Nitrogen x faktor konversi (6.25) Dimana N = Normalitas HCl e. Analisa kadar gula, Metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992) Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan sebanyak 2.5 – 25 gram dan pindahkan ke dalam labu takar 100 ml, tambahkan 50 ml aquades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb. Asetat. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades sampai tanda dan disaring. Filtrat ditampung dalam labu takar 200 ml. Na2CO3 anhidrat atau K atau Na-oksalat anhidrat atau larutan Na-fosfat 8% ditambahkan secukupnya
untuk
menghilangkan
kelebihan
Pb,
kemudian
ditambahkan K atau Na-oksalat atau Na-fosfat atau Na2CO3 agat tetap jernih. 50 ml filtrat bebas Pb diambil dari larutan, masukan ke dalam erlenmayer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (BJ 1,15). Panaskan di atas penangas air pada suhu 67 – 700C selama 10 menit lalu didinginkan secepatnya sampai suhu 200C. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15 – 60 mg gula pereduksi. Sebanyak 25 ml larutan diambil dan masukkan ke dalam erlenmayer dan ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Percobaan blangko dibuat, yaitu 25 ml Larutan Luff Schoorl ditambah 25 ml aquades Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer dihubungkan dengan pendingin balik kemudian dididihkan (usahakan 2 menit sudah mendidih). Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit, lalu
didinginkan dan tambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml
H2SO4 26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati 2 – 3 ml. Pati ditambahkan untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi. penetapan berat glukusa dilakukan dengan membandingkan volume Na- thiosulfat yang diperlukan dengan suatu daftar (tabel luff schoorl).. Kadar gula (%) = bobot glukosa x faktor pengenceran x 100 % bobot sampel
f. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999) Analisis
warna
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a dan b perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan
pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem Lab. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai + b (positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai – b (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus : o
Hue = tan-1
b a
Jika hasil yang diperoleh : 18º - 54º
maka produk berwarna red (R)
54º - 90º
maka produk berwarna yellow red (YR)
90º - 126º
maka produk berwarna yellow (Y)
126º - 162º
maka produk berwarna yellow green (YG)
162º - 198º
maka produk berwarna green (G)
198º - 234º
maka produk berwarna blue green (BG)
234º - 270º
maka produk berwarna blue (B)
270º - 306º
maka produk berwarna blue purple (BP)
306º - 342º
maka produk berwarna purple (P)
342º - 18º
maka produk berwarna red purple (RP)
h. Analisa Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH dilakukan
dengan menggunakan pH-meter
Hanna Hi8014. Langkah awal pengukuran pH adalah dengan
melakukan standarisasi pH-meter. Buffer yang digunakan dalam standarisasi pH-meter tergantung pH sampel yang akan diukur. Standarisasi dimulai dengan menyalakan pH-meter dan biarkan sampai stabil (15-30 menit). Suhu larutan buffer diukur, lalu set pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. Elektroda dibilas dengan aquades lalu keringkan dengan kertas tissue. Elektroda di celupkan kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sapai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu sesuaikan pengatur standarisasi pH-meter (tombol kalibrasi) sampai diperoleh angka pH yang sesuai dengan pH buffer pada suhu terukur. Pengukuran sampel dimulai dengan mengukur suhu sampel, lalu set pengatur shu pH-meter pada suhu terukur. pH-meter dinyalakan dan biarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda dibilas dengan aquades lalu keringkan dengan kertas tissue. Elektroda di celupkan kedalam larutan sampel, lalu set pengukuran pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sapai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu catat pH sampel. 3.2 Uji Organoleptik, Hedonik (Moskowitz didalam Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik dilakukan dengan skor kesukaan atau hedonik terhadap formula yang dibuat. Uji organoleptik dilakukan didalam tahap optimasi produk MTJ dan didalam tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen. Uji organoleptik di dalam tahap optimasi produk MTJ dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi sampel dan diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi penetral, kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap aroma dan rasa sampel dengan menggunakan skala garis dengan batas terendah 0 (sangat tidak suka) dan batas tertinggi 8 (sangat suka). Responden diminta untuk memberikan penilaian dengan cara memberikan tanda garis vertikal pada skala garis tersebut. Uji organoleptik pada tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen dilakukan dengan meminta responden mengkonsumsi
sampel dan diantara masing-masing sampel diharuskan mengkonsumsi penetral, kemudian diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan
mereka
terhadap
aroma
dan
rasa
sampel
dengan
menggunakan 5 tingkat skala kesukaan dimulai dari sangat tidak suka(=1) sampai sangat suka (=5). Responden diminta menilai produk dengan cara memberikan tanda check (v) pada salah satu tingkat kesukaan. Pada saat pengujian sampel disajikan dalam keadaan panas. Sampel yang disajikan terdiri dari dua macam, yaitu sampel formula MTJ terpilih dan sampel bajigur komersil. Bajigur komersil yang digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi konsumen adalah bajigur yang berasal dari penjual keliling. 3.3 Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen Uji penerimaan dan preferensi konsumen dilakukan dengan metode survei (Simamora, 2004) dan uji organoleptik (hedonik) terhadap produk MTJ yang disediakan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dari hasil kuesioner dengan menggunakan metode wawancara tertulis dan hasil uji organoleptik. Kuesioner yang dipakai adalah kuesioner hasil reliabilitas dan validitas pada tahap pertama dengan beberapa perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah berubahnya istilah MTJ pada kuesioner penentuan jenis MTJ menjadi MTJ terpilih pada kuesioner uji penerimaan dan preferensi konsumen dan ditambahkannya bagian lembar kerja (worksheet) untuk uji organoleptik produk. Kuesioner lengkap uji penerimaan dan preferensi dapat dilihat pada Lampiran 3. Responden yang digunakan dalam uji penerimaan dan preferensi adalah responden tidak terlatih (untrained panelis) yang pernah mengkonsumsi MTJ terpilih minimal satu kali pada dua bulan terakhir. Setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Jumlah responden yang dibutuhkan di hitung dengan rumus Slovin, yaitu : n = N/(1+Ne2)
keterangan :
n = jumlah responden N = jumlah populasi e = % kelonggaran ketidaktelitian karena sampel yang masih ditolelir
Pengolahan data pada uji ini dilakukan dengan metode Fishbein dan Wilcoxon. Uji Wilcoxon biasa digunakan untuk pengolahan data nonparametrik berpasangan. Uji Wilcoxon dalam penelitian ini untuk mengetahui pebedaan kesukaan masing-masing etnis terhadap masingmasing atribut dari dua MTJ (MTJ terpilih dan komersil). Pengolahan uji ini dilakukan dengan program SPSS 13.0.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER Kuesioner yang digunakan dalam penelitian formulasi produk minuman tradisional berbasis jahe (Zingiber officinale Rosc.) berdasarkan kajian penerimaan dan preferensi konsumen terhadap citarasa ini terlebih dahulu di uji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner sebelum uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengujian validitas kuesioner menghasilkan nilai r yang mengukur variabel yang berpengaruh dalam membentuk preferensi, penerimaan dan atribut produk minuman tradisional berbasis jahe. Hasil dari uji kuesioner secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji validitas kuesioner No. Nomor Pertanyaan
Validitas (r>0.361)
1
4
Valid
2
7
Non valid
3
8
Non valid
4
10.1
Valid
5
10.2
Valid
6
10.3
Valid
7
10.4
Non valid
8
10.5
Valid
9
10.6
Valid
10
10.7
Non valid
Berdasarkan hasil uji validasi pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa dengan selang kepercayaan 95% untuk n – 2 terdapat enam pertanyaan valid. Nilai r dari ke enam pertanyaan tersebut lebih besar dari r tabel (0,361), sedangkan empat pertanyaan lainnya lebih kecil dari r tabel sehingga dilakukan perbaikan terhadap empat pertanyaan tersebut. Nilai r tabel dapat
dilihat pada Lampiran 2. Perbaikan dilakukan berdasarkan uji validitas secara subyektif sehingga pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan tidak menimbulkan bias. Data hasil perhitungan untuk validitas dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan kuesioner hasil perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji reliabilitas kuesioner dilakukan terhadap 30 orang responden. Berdasarkan pengujian reliabilitas diperoleh nilai korelasi r Spearman-Brown (r hitung) sebesar 0.503. Nilai korelasi r tabel pada selang kepercayaan 95% untuk n – 2 adalah 0.361. Menurut Simamora (2004), kuesioner dapat dikatakan reliabel jika nilai korelasi r hitung lebih besar dari nilai korelasi r tabel. Nilai
korelasi r hitung yang diperoleh dari pengujian reliabilitas
kuesioner dalam penelitian ini lebih besar dari nilai r tabel, maka kuesioner dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel. Data hasil perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 5.
B. PREFERENSI MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (MTJ) a. Profil Responden Preferensi Minuman Tradisional Berbasis Jahe (MTJ) Survei dilakukan terhadap 40 orang responden yang pernah mengkonsumsi salah satu jenis produk-produk minuman tradisional jahe. Penyebaran lima kelompok entis dalam penelitian ini sudah merata. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 2, dimana masing kelompok etnis memiliki jumlah persentase responden yang sama, yaitu 20%.
Sunda 20%
Betawi 20%
Sumatra 20%
Jawa 20% Kalimanta/Sula wesi 20%
Gambar 2. Pie Chart Persentase jumlah responden pada masingmasing kelompok etnis Berdasarkan hasil survei (Gambar 3) dapat dilihat bahwa usia responden yang mengkonsumsi minuman tradisional berbasis jahe (MTJ) tertinggi adalah responden yang berusia antara 20-35 tahun, yaitu sebanyak 25 orang (62,5%), sedangkan sisanya dalam urutan jumlah yaitu responden yang berusia antara 36-50 tahun sebanyak 9 orang (22,5%), responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 4 orang (10%), dan responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 2 orang (5%).
>50 tahun 10%
<20 tahun 5%
36-50 tahun 23%
20-35 tahun 62%
Gambar 3. Pie chart persentase responden berdasarkan tingkat usia Hasil survei konsumen terhadap MTJ berdasarkan tingkat pekerjaan responden (Gambar 4), dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi MTJ adalah tidak bekerja (mahasiswa dan ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 24 orang (60%). Sisanya adalah pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta yang masing-masing berjumlah 5 orang (12,5%), sedangkan yang terkecil adalah golongan lainnya (pensiunan) dengan jumlah 1 orang (2,5%).
Lainnya (pensiun) 3%
P.Negri 12% P. Sw asta 13%
Tidak Bekerja 59%
Wirasw as ta 13%
Gambar 4. Pie chart persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan Hasil
survei
konsumen
terhadap
MTJ
berdasarkan
tingkat
pengeluaran responden (Gambar 5) dapat diketahui bahwa secara umum responden yang mengkonsumsi MTJ adalah responden dengan tingkat pengeluaran kurang dari Rp. 500.000 (32.5%) dan antara Rp. 500.000 Rp.1000.000 (32.5%). Hal ini dapat terjadi karena persentase responden yang tidak bekerja lebih tinggi dibandingkan persentase responden yang memiliki pekerjaan (Gambar 4). Krisnadi (2003) melakukan penelitian mengenai preferensi terhadap minuman suplemen. Hasil penelitian Krisnadi menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran berkorelasi dengan jenis pekerjaan responden. Kesimpulan ini didapat setelah Krisnadi mendapatkan bahwa responden dengan tingkat pengeluaran kurang dari Rp. 250.000 (terendah) adalah responden dengan persentase tertinggi (54.54%) dan responden yang tidak bekerja memiliki persentase tertinggi (35.45%). Hasil penelitian ini memperkuat pernyataan Krisnadi tersebut, bahwa tingkat pengeluaran berkorelasi dengan jenis pekerjaan responden. Berdasarkan Gambar 5 dapat juga diketahui bahwa responden dengan tingkat pengeluaran antara Rp.1.500.001 – Rp. 2.000.000 perbulan sebanyak enam orang (15%), responden dengan tingkat pengeluaran lebih dari Rp. 2.000.000 per bulan sebanyak lima orang (12,5%), dan responden dengan tingkat pengeluaran antara Rp. 1.000.001 – Rp.1.500.000 per bulan berjumlah tiga orang (7,5%).
> Rp 2.000.000 13% < Rp. 500.000 32%
Rp >1.500.0012.000.000 15% Rp 1.000.0011.500.000 8% Rp. 500.000-
Gambar 5. Pie chart persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran b. Analisis Preferensi Awal Minuman Tradisional Berbasis Jahe (MTJ) Analisis preferensi awal MTJ dilakukan untuk mendapatkan MTJ terpilih. MTJ terpilih adalah MTJ yang memiliki peluang terbesar berdasarkan masing-masing kategori pemilihan. Kategori pemilihan MTJ adalah berdasarkan frekuensi minum MTJ dalam satu minggu, jumlah MTJ yang diminum dalam setiap konsumsi, pmbagian etnis, dan jenis kelamin. Frekuensi responden dalam megkonsumsi bir pletok, bajigur, dan sarabba adalah kurang dari satu kali dalam seminggu, sedangkan frekuensi responden dalam mengkonsumsi bandrek, sekoteng dan wedang jahe adalah kurang dari tiga kali dalam seminggu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden tertinggi yang memilih satu kategori frekuensi untuk masing-masing MTJ (Gambar 6). Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi minum MTJ bajigur, bir pletok dan sarabba masih lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi minum MTJ bandrek, sekoteng dan wedang jahe. Keadaan frekuensi seperti ini membuat MTJ bajigur, bir pletok dan sarabba masih perlu dikembangkan lagi, sehingga diharapkan frekuensi minum MTJ bajigur, bir pletok dan sarabba dapat meninggkat atau setidaknya menyamai frekuensi minum MTJ bandrek, sekoteng dan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
sangat jarang (<satu kali) jarang (< 3 kali) cukup (3 kali) sering (4-6 kali)
ja he
te ng
bb a
et ok
dr ek
sangat sering (>6 kali)
jig ur
Jumlah Responden
wedang jahe.
Gambar 6. Diagram batang jumlah responden berdasarkan frekuensi MTJ yang diminum per masing-masing MTJ Jumlah MTJ yang diminum menggambarkan seberapa banyak MTJ yang dihabiskan responden setiap kali mengkonsumsi MTJ. Berdasarkan hasil survei pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa jumlah bajigur, bandrek, bir pletok, sarabba dan wedang jahe yang diminum responden adalah rata-rata antara 250-300 ml dalam satu kali konsumsi, sedangkan sekoteng rata-rata kurang dari 250 ml dalam satu kali konsumsi. Jumlah responden yang memilih jumlah konsumsi sekoteng masih kurang dari 250
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
< 250 ml 250-300 ml 301-350 ml
a
se ko te ng w ed an g ja he
sa ra bb
bi r
pl et ok
>350 ml
ba nd re k
ba jig ur
Jumlah Responden
ml membuat sekoteng berpeluang menjadi MTJ terpilih.
Jenis MTJ
Gambar 7. Diagram batang jumlah responden berdasarkan jumlah yang diminum per masing-masing MTJ
Survei dilakukan terhadap 40 responden yang pernah mengkonsumsi MTJ yang terbagi dalam jumlah yang sama menjadi lima kelompok etnis, yaitu kelompok etnis Sumatera, Kalimantan/Sulawesi, Jawa, Betawi dan Sunda. Berdasarkan pembagian etnis ini (Gambar 8) dapat diketahui bahwa hampir semua MTJ tidak hanya disukai oleh masing-masing etnis asal MTJ tersebut, kecuali sarabba. Hal ini dapat terjadi karena MTJ sarabba belum banyak dikenal oleh masyarakat umum, kecuali etnis Kalimantan/Sulawesi.
Etnis
Kalimantan/Sulawesi
lebih
sering
mengkonsumsi sarabba (MTJ khas Sulawesi) dibandingkan MTJ lainnya (http://www.resto.co.id/). Berdasarkan Gambar 8 dapat juga diketahui bahwa bajigur dan sekoteng disukai oleh semua etnis. Hal ini dapat terlihat dari sebaran responden yang memilih kedua jenis MTJ tersebut sebagai MTJ yang paling mereka sukai. Total jumlah responden yang menyukai bajigur lebih banyak dibandingkan dengan sekoteng. Berdasarkan sebaran yang merata dan banyaknya jumlah responden yang memilih bajigur, maka bajigur memiliki potensi besar untuk menjadi MTJ terpilih.
Jumlah Responden
6 5 4
Sumatera
3
Kalimantan/ Sulawesi jawa
2
Betawi
1
sunda
0 bajigur
bandrek
bir pletok
sarabba
sekoteng
wedang jahe
Jenis MTJ
Gambar 8. Diagram batang jumlah responden yang menyukai MTJ berdasarkan kelompok etnis
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi preferensi seseorang terhadap pemilihan suatu produk pangan (Stepherd dan Sparks, 1994). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana berdasarkan perhitungan jumlah responden laki-laki dan perempuan yang menyukai MTJ tertentu cenderung berbeda. Namun, hal ini tidak berlaku untuk produk minuman bajigur karena jumlah responden laki-laki dan perempuan yang menyukai MTJ ini adalah sama, yaitu enam untuk masing-masing jenis kelamin (Gambar 9). Oleh karena itu, bajigur berpotensi besar untuk dipilih sebagai MTJ yang akan dioptimasi formulanya. Hal ini dilakukan dengan asumsi laki-laki dan perempuan memiliki nilai kesukaan yang sama terhadap MTJ bajigur. Berdasarkan empat kategori pemilihan MTJ, bajigur merupakan MTJ yang berpeluang besar menjadi MTJ terpilih. Bajigur memenuhi syarat pada tiga kategori pemilihan, sedangkan sekoteng, bir pletok dan sarabba hanya memenuhi masing-masing dua dan satu syarat kategori pemilihan. Oleh karena itulah bajigur merupakan MTJ terpilih.
8
Jumlah Responden
7 6 5 laki-laki
4
Perempuan
3 2 1
e
we d
an g
ja h
en g
a
ko t se
ok
ek
ra bb sa
bi rp le t
nd r ba
ba
jig u
r
0
Jenis MTJ
Gambar 9. Diagram batang jumlah responden yang menyukai MTJ berdasarkan jenis kelamin Gambar 10 menunjukkan persentase preferensi MTJ secara keseluruhan (tanpa pembagian etnis). Berdasarkan Gambar 8, jumlah responden yang menyukai bajigur adalah 12 orang (30%). Sisanya dalam urutan jumlah adalah responden yang menyukai sekoteng dan bandrek
masing-masing delapan orang (20%), responden yang menyukai wedang jahe dan sarabba masing-masing lima orang (12,5%) dan responden yang menyukai bir pletok sebanyak dua orang (5%). Hasil ini mendukung pernyataan bahwa bajigur merupakan MTJ terpilih yang dioptimasi formulanya pada langkah selanjutnya.
w edang jahe, 12.5% bajigur, 30% sekoteng, 20%
sarabba, 12.5% bir pletok, 5%
bandrek, 20%
Gambar 10. Pie chart persentase preferensi MTJ secara keseluruhan Uji skor evaluasi Fishbein (ei) dilakukan pada tahap preferensi MTJ agar optimasi formula lebih terarah. Skor evaluasi (ei) adalah nilai yang mengukur evaluasi kepentingan atribut-atribut yang dimiliki suatu produk. Skor ini menunjukkan nilai atribut yang diinginkan (dianggap penting) oleh responden terhadap suatu produk. Adapun tujuan dilakukan perhitungan skor evaluasi dalam tahap penelitian ini adalah untuk memperjelas arah optimasi formulasi dari segi atribut salah satu jenis MTJ. MTJ yang dihitung skor evaluasinya (ei) adalah MTJ yang paling disukai, yaitu bajigur. Data mengenai skor evaluasi (ei) dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 5. Skor evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur pada tahap preferensi MTJ No.
Atribut Bajigur
Rata-rata skor evaluasi (ei)
1
Aroma
0.92
2
Rasa Gurih
0.5
3
Rasa Manis
0.67
4
Rasa Pedas (jahe)
1.17
5
Warna
0.83
6
Mudah di dapat
0.58
7
Disajikan Panas
1.08
Pada Tabel 5 diketahui bahwa terdapat dua macam atribut, yaitu atribut internal dan eksternal produk. Atribut internal adalah aroma, rasa gurih, rasa manis, rasa pedas (jahe) dan warna, sedangkan atribut eksternal adalah mudah didapat dan disajikan panas. Berdasarkan data skor evaluasi (ei) dapat diketahui bahwa semua skor atribut bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semua atribut tersebut dianggap penting oleh konsumen sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bajigur. Berdasarkan Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa atribut internal rasa pedas (jahe) memperoleh skor tertinggi, kemudian diikuti oleh atribut eksternal disajikan panas. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan mempertimbangkan atribut rasa pedas (jahe) dan disajikan panas sebagai atribut penting dalam memilih minuman bajigur. Hal ini dapat berarti pula bahwa konsumen menganggap penting untuk mempertimbangkan atribut internal maupun eksternal dalam memilih bajigur. Rasa gurih dalam perhitungan skor evaluasi berada pada peringkat terakhir yang diperhatikan konsumen dalam memilih bajigur. Artinya konsumen tidak terlalu mementingkan rasa gurih dari bajigur itu sendiri. Oleh karena itu dalam pengujian selanjutnya (penerimaan konsumen), rasa gurih dihilangkan atau tidak ikut diujikan. Selain karena skor evaluasi yang terendah, rasa gurih dihilangkan dalam uji penerimaan konsumen untuk menghindari bias yang besar. Bias yang besar dapat terjadi karena responden yang digunakan adalah tidak terlatih, sehingga masih sulit membedakan antara rasa gurih dan asin. Tahap preferensi MTJ menghasilkan bajigur sebagai MTJ terpilih yang
paling
disukai
responden.
Bajigur
sebagai
MTJ
terpilih
dikembangkan optimasi formulanya terhadap citarasa. Berdasarkan hasil
uji skor evaluasi Fiehbein (ei) atribut citarasa yang lebih diutamakan dalam tahap optimasi adalah rasa pedas (jahe).
C. MODIFIKASI MTJ TERPILIH Pembuatan MTJ dalam penelitian ini menggunakan cara tradisional dengan beberapa modifikasi dan pendekatan dari MTJ terpilih (bajigur). Pembuatan MTJ terdiri atas beberapa tahap, yaitu penentuan jenis jahe, penentuan jumlah air yang digunakan dalam pembuatan santan (optimasi santan), pembersihan jahe, dan dilanjutkan dengan pemasakan. Penentuan jenis jahe dilakukan berdasarkan literatur (Hasanah et al, 2004) dan pengujian subyektif terhadap rasa secara overall. Penelitian ini menggunakan jahe untuk mengoptimalkan rasa pedas, sehingga yang pertama diperhatikan dalam pemilihan jahe adalah
rasa pedas yang dimiliki dari setiap jenis jahe,
kemudian berdasarkan kemudahan mendapatkan jahe, harga dan pengujian terhadap rasa jahe dalam formula. Persentase penambahan jahe dalam formula sama untuk masing-masing jenis jahe. Hasil pebgujian beberapa jenis jahe dalam MTJ dapat dilihat pada Tabel 6. Jahe yang dipilih adalah masih terasa rasa pedas (jahe) nya ketika diformulakan menjadi MTJ, aroma jahenya tercium, mudah didapat, dan tidak terlalu mahal. Berdasarkan Tabel 6. jahe emprit memenuhi kriteria tersebut. Oleh karena memenuhi keriteria yang diinginkan, jahe emprit dipilih sebagai jahe yang digunakan dalam formula MTJ. Tabel 6. Hasil pengujian beberapa janis jahe dalam bajigur Kriteria
Jenis Jahe Gajah
Emprit
Merah
Rasa pedas*
Kurang pedas
Pedas
Sangat pedas
Aroma jahe*
Kurang tajam
Tajam
Sangat tajam
Mudah didapat
Mudah didapat
Sulit didapat
Rp 4000-Rp.5000
Rp. 7500- Rp. 9000
Rp.14.000-Rp.15000
Kemudahan didapat Harga (per Kg)
Pengujian Rasa Kurang pedas dan Pedas dan aroma Pedas tetapi ada rasa
jahe
aroma tidak ada
kurang tajam
pahit dan aroma tajam
Keterangan : * Hasanah et al., 2004.
Penentuan jumlah air yang digunakan dalam santan dilakukan dengan trial and error. Santan dihasilkan dari ekstraksi daging kelapa menggunakan air dengan perbandingan tertentu. Pengujian optimasi santan dilakukan terhadap viskositas, warna, aroma santan dan rasa santan secara subyektif. Hasil pengujian santan dalam MTJ dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengujian santan dalam MTJ Volume (ml) Kelapa:air
Awal Akhir
Viskositas (mpas) I
II
III
Rata-
Aroma
Rasa
Santan
Santan
Coklat
Sangat
Sangat
muda
tercium
gurih
Tercium
gurih
Warna
rata
1:1
600
500
225 220
250
231.67
1:2
600
500
65
65
70
66.7
!:3
600
540
25
30
24.5
26.5
1:4
600
540
7.5
8
7.5
7.6
Coklat muda Coklat
Agak
muda
tercium
Coklat
Tidak
Agak
tua
tercium
gurih
gurih
Tabel 7 menunjukkan hasil pengujian MTJ dengan menggunakan santan dengan tingkat pengenceran yang berbeda. Formula bajigur akhir yang diharapkan adalah tidak terlalu encer, warna bajigur akhir coklat muda, aroma santan tercium dan rasa santan gurih. Berdasatkan hasil pengujian pada Tabel 7. dapat diketahui bahwa santan yang dipilih adalah dengan perbandingan air dan kelapa 1 : 3. Tahapan selanjutnya adalah pembersihan jahe dan pemasakan MTJ. Tahapan pembersihan jahe selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 11,
sedangkan tahapan pemasakan MTJ selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12. Jahe ↓ Dicuci bersih dan dikupas ↓ Dipotong kecil-kecil dan dimemarkan ↓ Jahe memar Gambar 11. Diagram alir pembersihan jahe Santan dari kelapa pilihan (perbandingan kelapa dan air adalah 1:3) ↓ Ditambahkan jahe memar, gula merah, kopi, garam dan pandan (perbandingan sesuai formulasi) ↓ Dimasak dalam panci dengan api sedang (T 800C, 15 menit) Gambar 12. Diagram alir pembuatan MTJ Tabel 8. Komposisi MTJ dalam formula optimasi Komponen bajigur
Komposisi (% b/b)
Santan
*
Gula merah
*
Jahe emprit
*
Kopi
*
Garam
*
Pandan
*
* keterangan : semua angka disamarkan
Tabel 8 menerangkan komposisi yang digunakan dalam modifikasi MTJ. Komponen yang digunakan terdiri atas komponen tetap dan komponen yang dapat berubah. Komponen tetap adalah komponen-komponen yang tidak berubah komposisinya dalam formula, terdiri atas santan, garam dan pandan, sedangkan komponen yang berubah adalah komponen yang di modifikasi untuk mendapatkan formula yang optimum. Komponen yang dapat berubah terdiri atas gula merah, jahe dan kopi.
D. OPTIMASI FORMULASI MTJ, METODE MIXTURE DESIGN Berbagai formula MTJ untuk optimasi ditetapkan melalui program Design Expert 7.0. (DX7) dengan menggunakan metode mixture design. Komponen bahan MTJ, yaitu gula merah, jahe dan kopi dimasukkan sebagai variabel uji dengan kisaran masing-masing. Variabel uji dimasukkan dengan total tertentu, sedangkan sisanya merupakan total dari variabel tetap. Variabel tetap adalah komponen-komponen yang tidak berubah komposisinya dalam formula, terdiri atas santan, garam dan pandan. Selain untuk mendapatkan respon dengan rasa pedas optimum, tahap optimasi formulasi juga digunakan untuk mendapatkan respon dengan nilai respon warna, rasa manis, dan aroma yang optimum. Oleh karena itu selain jahe, komponen yang diujikan dalam tahap optimasi ini adalah gula merah dan kopi. Disain percobaan yang dihasilkan dengan tanpa pengelompokan dan ulangan dua kali adalah 10 formula. Respon yang diukur untuk 10 formula tersebut adalah skor kesukaan rata-rata empat atribut (variabel respon), yaitu warna, aroma, rasa pedas (jahe) dan rasa manis. Formula dan skor kesukaan rata-rata empat atribut dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan kuesioner uji kesukaan disajikan pada Lampiran 7. Masing-masing variabel respon akan dianalisis oleh DX7 untuk mendapatkan persamaan polinomial dengan ordo yang cocok (linier, kuadratik, spesial kubik dan kubik). Ada tiga proses untuk mendapatkan persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of squares [Type I], lack of fit tests dan model summary statistics.
Proses pemilihan model yang pertama (sequential model sum of squares) dan kedua (lack of fit tests) berdasarkan pada nilai “prob>f”. Proses pertama model ordo yang dipilih adalah yang memiliki nilai “prob>f” dibawah 0,05, sedangkan proses kedua model ordo yang dipilih adalah yang memiliki nilai “prob>f” lebih besar dari 0,05 (Anonim, 2006).
Tabel 9. Rancangan percobaan dan nilai rata-rata atribut sensori MTJ Variabel uji No.
% Gula merah
% Jahe
Variabel respon % Kopi
Rasa Warna
Aroma
pedas (jahe)
Rasa manis
1
*
*
*
2.29
4.89
4.95
2.66
2
*
*
*
5.20
4.81
5.76
4.97
3
*
*
*
3.78
4.04
4.12
4.14
4
*
*
*
4.82
5.2
5.06
4.46
5
*
*
*
4.81
4.34
3.65
3.89
6
*
*
*
1.52
4.18
3.77
1.8
7
*
*
*
3.8
5.09
4.5
4.3
8
*
*
*
3.83
4.34
3.79
3.75
9
*
*
*
4.04
4.24
5.06
3.75
10
*
*
*
3.77
3.83
4.3
4.48
* keterangan : semua angka disamarkan
Proses yang ketiga adalah berdasarkan model summary statistics. Parameter yang digunakan untuk memilih model yang tepat adalah standar deviasi terendah, R-square tertinggi, adjusted R-square tertinggi, predicted Rsquare tertinggi, dan PRESS (Prediction Error Sum of Square) terendah. Berdasarkan ketiga proses tersebut, maka program DX7 akan memberikan saran model polinomial dengan ordo terbaik untuk masingmasing variabel respon. Tabel 10 memberikan ringkasan untuk atribut mengenai ordo dan persamaannya, sedangkan Lampiran 9 memberikan data
selengkapnya mengenai model ordo, persamaan polinomial dan ANOVA untuk setiap variabel respon. Persamaan dengan nilai “prob>f” lebih rendah dari 0,05 akan memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon (Anonim, 2006). Persamaan yang berbeda nyata ini dapat digunakan sebagai model prediksi tahap optimasi. Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa persamaan yang dapat digunakan sebagai model prediksi adalah persamaan dengan respon warna, rasa pedas dan rasa manis. Persamaan yang diperoleh pada respon aroma tidak digunakan sebagai model prediksi karena penggunaan gula merah, jahe dan kopi pada seluruh desain tidak mempengaruhi penerimaan panelis terhadap aroma produk.
Tabel 10. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel respon No.
Variabel respon
Model ordo
1
Warna
Kuadratik
2
Aroma
Linier
Persamaan polinomial Y = (-4.69)X1+75.37X2 -185.73X3 – 67.82X1X2+314.07X1X3 – 91.15X2X3 Y = 3.84X1 + 7.41X2 + 2.36X3 Y = 60.53X1+549.65X2+1246.86X3 –
3
Rasa pedas
Special kubik
956.88X1X2-1896.43X1X35983.52X2X3 + 8096.76X1X2X3
4
Rasa manis
Y = (-5.73)X1 + 52.39X2 – 108.85X3 –
Kuadratik
30.8X1X2 +225.59X1X3–148.72X2X3
Tabel 11. Analisis ragam (ANOVA) model masing-masing variabel respon Variabel
Model
Jumlah
respon
ordo
kuadrat
Warna
Kuadratik 10.56
db
5
Kuadrat F tengah
hitung
2.11
8.49
Prob>F
Keterangan
0.0297
Signifikan
Aroma
Linier
0.65
2
0.33
1.74
0.2436
Tidak signifikan
R.pedas
Sp.kubik
4.13
6
0.69
8.96
0.0499
Signifikan
R.manis
Kuadratik 8.22
5
1.64
22.60
0.0049
Signifikan
Hasil ANOVA untuk respon skor warna pada selang kepercayaan 95% ditunjukkan pada Tabel 12. Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula merah), komponen B (jahe emprit) dan komponen C (kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor warna. Interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) dan BC (jahe emprit dan kopi) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor warna, sedangkan interaksi AC (gula merah dan kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor warna. Tabel 12. Hasil ANOVA untuk respon skor warna Komponen
Nilai prob>f
Linier mixture
0.03
AB
0.41
AC
0.07
BC
0.50
Keterangan : A = gula merah B = jahe emprit C = kopi
Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe) pada selang kepercayaan 95% ditunjukkan pada Tabel 13. Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula merah), komponen B (jahe emprit) dan komponen C (kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe). Interaksi AC (gula merah dan kopi), BC (jahe emprit dan kopi) dan antar semua komponen
(ABC) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe), sedangkan interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa pedas (jahe).
Tabel 13. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa pedas (jahe) Komponen
Nilai prob>f
Linier mixture
0.04
AB
0.29
AC
0.02
BC
0.03
ABC
0.03
Keterangan : A = gula merah B = jahe emprit C = kopi Linier mixture – A atau B atau C
Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis pada selang kepercayaan 95% ditunjukkan pada Tabel 14. Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa secara terpisah (linier mixture) komponen A (gula merah), komponen B (jahe emprit) dan komponen C (kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis. Interaksi AB (gula merah dan jahe emprit) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis, sedangkan interaksi AC (gula merah dan kopi) dan BC (jahe emprit dan kopi) memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis.
Tabel 14. Hasil ANOVA untuk respon skor rasa manis Komponen
Nilai prob>f
Linier mixture
0.01
AB
0.49
AC
0.03
BC
0.09
Keterangan : A = gula merah B = jahe emprit C = kopi Linier mixture – A atau B atau C
Berdasarkan hasil ANOVA dapat diketahui bahwa interaksi komponen jahe emprit dan kopi dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap skor rasa manis dan rasa pedas (jahe), sedangkan terhadap skor warna komponen jahe emprit dan kopi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil yang bertentangan antara skor rasa manis, pedas (jahe) dan warna ini terkait dengan jumlah komponen yang menyusunnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya prioritas penilaian dari ketiga atribut tersebut. Program DX7 memberi nama tingkat kepentingan ini sebagai importance. Tingkat kepentingan dalam program DX7 dimulai dari positif 1 (+) sampai positif 5 (+++++). Semakin tinggi tingkat kepentingan dari atribut atau respon yang diukur terhadap produk, semakin banyak tanda positif (+). Pada penelitian tahap preferensi MTJ didapatkan bahwa hasil skor evaluasi Fishbein menunjukkan rasa pedas (jahe) sebagai atribut/respon yang paling penting dibandingkan atribut/respon lainnya (warna dan rasa manis). Oleh karena itu, respon rasa pedas (jahe) ditetapkan dengan tingkat kepentingan positif 4(++++) , sedangkan rasa manis dan warna ditetapkan dengan tingkat kepentingan positif 3 (+++). Tujuan dari optimasi adalah meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan (Anonim, 2006). Fungsi tujuan optimasi yang digunakan pada program DX7 dikenal dengan nama desirability. Nilai ini besarnya nol sampai dengan satu, dimana semakin mendekati satu artinya semakin tinggi kemungkinan mendapatkan nilai respon yang diinginkan (Montgomery, 2002). Respon yang diinginkan untuk atribut warna, rasa pedas dan rasa manis adalah semakin mendekati delapan yang artinya semakin menyukai produk. Nilai respon delapan diperoleh dari nilai skala garis maksimum pada saat pengujian organoleptik. Oleh karena itu dalam penelitian ini fungsi tujuannya
memaksimumkan skor masing-masing respon sesuai dengan nilai kepentingan masing-masing. Berdasarkan rancangan percobaan dan data hasil pengukuran (skor warna, rasa manis dan pedas) terhadap 10 formula bajigur, program DX7 merekomendasikan beberapa formula baru yang dinilai optimal. Tiga formula terbaik dari program DX7 dapat dilihat pada Tabel 15
Tabel 15. Tiga formula terbaik hasil DX7 Formula % Gula % merah
%
Warna
Jahe
Kopi
Rasa
Rasa
pedas
manis
Desirability
A
*
*
*
5.17165 5.84986
5.04647
0.668
B
*
*
*
4.43185 5.04858
4.45723
0.580
C
*
*
*
4.24455 3.98642
4.26831
0.521
* keterangan : semua angka disamarkan
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa formula 1 adalah formula yang menghasilkan desirability tertinggi, yaitu 0.668. Nilai desirability menunjukkan bahwa nilai total dari ketiga fungsi tujuan (skor warna, rasa manis dan pedas) menunjukkan formula A yang paling optimum (MTJ formula optimum). Nilai desirability yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kompleksitas komponen, kisaran yang digunakan dalam komponen dan target yang ingin dicapai dalam memperoleh formula optimum. Kisaran komponen (range) yang digunakan dalam penelitian ini relatif tidak terlalu lebar dengan target untuk mencapai tujuan yang diinginkan dimaksimumkan mendekati delapan. Oleh karena itulah nilai desirability yang dalam penelitian ini hanya bisa mencapai 66.8% (0.668). Nilai desirability formula optimum yang dihasilkan pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan nilai desirability yang dihasilkan pada penelitian optimasi minuman isotonik madu. Hasil penelitian Hadi (2006), menunjukkan bahwa nilai desirability formula optimum minuman isotonik madu adalah 0.623.
Contour plot disajikan pada Gambar 13 dengan menggunakan model prediksi untuk penerimaan skor warna, rasa pedas dan rasa manis produk. Ukuran-ukuran pada suatu garis contour merupakan kombinasi tiga komponen yang menghasilkan nilai pencapaian desirability yang sama. Misalnya, titik sentral pada Gambar 12 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi gula merah, jahe dan kopi. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai desirability 0.466. A: Gula merah 11.000
Design-Expert® Sof tware
2
Desirability Design Points 1
X1 X2 X3
0
11.880 5.000 1.120
X1 = A: Gula merah X2 = B: Jahe X3 = C: Kopi
0.594
X1 2.000 X2 X3
13.000 4.000 1.000
0.530
5.000
0.466 0.338 0.402 0.338
2
2.000 B: Jahe
14.000
-1.000 C: Kopi
Desirability
Gambar 13. Contour plot tingkat desirability terhadap penerimaan warna, rasa pedas dan rasa manis. Design-Expert® Sof tware Desirability Design points abov e predicted v alue 1 0 X1 = A: Gula merah X2 = B: Jahe X3 = C: Kopi
0.690
Desirability
0.583
0.475
A (11.000) 0.368
B (5.000)
Gambar 14. 3D surface tingkat desirability terhadap penerimaan warna, rasa pedas dan rasa manis.
E. UJI FISIKO-KIMIA Tabel 16. Hasil analisis fisiko-kimia MTJ formula optimum No.
Rata-rata*)
Karakteristik
1
Kadar Air (% bb)
63.05
2
Kadar Abu (% bb)
0.41
3
Protein (%)
1.47
4
Lemak (%)
28.32
5
Kadar gula (%)
5.81
6
pH
5.96
7
Warna : a. b.
0
Hue
48.52
L
46.90
Keterangan: *) hasil rata-rata tiga kali pengukuran
Komposisi kimia tertinggi dalam minuman adalah air. Menurut Woodroof (1987), komposisi air dalam suatu minuman adalah lebih dari 85%. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa air adalah komposisi kimia tertinggi dalam sampel MTJ formula optimum. Namun, nilainya tidak mencapai lebih dari
85%, kemungkinan karena pengaruh komponen-
komponen yang digunakan dalam MTJ formula optimum. Menurut Harjadi (1993), jika retensi air dalam sampel tinggi karena adanya penyerapan atau reaksi kimia dalam sampel, maka kehilangan air dalam penguapan menjadi rendah dan sulit. Masalah seperti ini dapat disebabkan keberadaan glukosa, maltosa, dan laktosa serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer yang terdapat dalam formula. Menurut Sudarmadji (1996), glukosa, maltosa, dan laktosa serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer dapat mengikat air. Rendahnya kadar air yang dimiliki bajigur dapat juga disebabkan formula bajigur optimum tidak ditambahkan air. Air berasal dari masing-masing komponen campurannya, yaitu santan, jahe, kopi, gula merah, pandan, dan garam. Abu adalah zat anorganik sisa dari hasil pembakaran suatu bahan organik (Winarno, 1992). Abu dalam MTJ formula optimum diperoleh dari komponen-komponen utamanya seperti jahe, santan dan gula merah. Kadar abu rata-rata dari sampel MTJ formula optimasi adalah 0.41%. Seperti halnya abu, protein dalam MTJ formula optimum juga diperoleh dari komponenkomponen utamanya. Kadar protein rata-rata MTJ formula optimum adalah 1.47%. Berdasarkan Tabel 16 dapat juga diketahui kadar lemak rata-rata dalam sampel MTJ formula optimum adalah 28.32 %. Kadar lemak ini sebagian besar didapatkan dari santan. Menurut Hagenmaier (1977), kadar lemak santan bisa mencapai 38%. MTJ formula optimum terdiri atas 80% santan, maka bisa dikatakan bahwa lemak dalam MTJ formula optimum sebagian besar berasal dari santan. Kadar lemak dalam MTJ formula optimum adalah komposisi tertinggi setelah air. Tingginya kadar lemak yang dimiliki sampel MTJ formula optimum menyebabkan produk ini sangat rentan terhadap udara. Hal ini karena lemak merupakan senyawa yang sangat mudah teroksidasi dan
terurai menjadi senyawa lain (Ketaren, 1986). Salah satu akibatnya adalah dihasilkannya aroma yang berupa ketengikan pada MTJ formula optimum dan tidak bisa disimpan lama dalam suhu ruang. Gula adalah komponen penting dalam minuman selain air karena dapat mempengaruhi preferensi konsumen terhadap minuman (Woodroof 1981). Berdasarkan uji preferensi diketahui bahwa konsumen lebih menyukai rasa manis sampel MTJ formula optimum. Kadar gula pereduksi rata-rata dalam sampel MTJ formula optimum adalah 5.81%. Derajat keasaman (pH) suatu minuman perlu diketahui karena dapat mempengaruhi umur simpan dan nilai organoleptik dari suatu produk minuman (Woodroof, 1981). Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa pH MTJ formula optimum rata-rata adalah 5.96. Menurut Woodroof (1981), pH yang aman untuk minuman (soft drink) agar tidak ditumbuhi mikroorganisme adalah dibawah 4.0. Artinya nilai pH bajigur ini masih rentan terhadap pertumbuhan
mikroorganisme.
Pertumbuhan
mikroorganisme
dapat
menyebabkan umur simpan yang singkat dan off flavor dari produk bajigur. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 16 dapat diketahui pula bahwa tingkat kecerahan sampel MTJ formula optimum rata-rata adalah 46.90, sedangkan nilai 0Hue rata-ratanya adalah 48.52. Nilai 0Hue MTJ formula optimum ini berada pada rentang 18º - 54º sehingga dapat diketahui bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red). Jika dilihat secara subyektif warna MTJ formula optimum adalah warna coklat seperti yang dapat dilihat dari Gambar 15. Warna coklat ini dipengaruhi oleh komponen penyusunnya. Warna coklat yang terlihat kemungkinan sebagian besar berasal dari gula merah yang ditambahkan kedalam formula.
Gambar 15. MTJ formula optimum
F. UJI PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN a. Profil Responden Uji Penerimaan dan Preferensi Konsumen Pemilihan responden dalam uji penerimaan dan preferensi akhir produk MTJ formula optimum ini adalah secara acak tetapi diarahkan kepada responden yang pernah mengkonsumsi bajigur sebelumnya. Hal ini dikarenakan MTJ formula terpilih adalah hasil modifikasi dari bajigur Tujuan pemilihan responden ini agar kuesioner diisi oleh responden yang yang lebih mengetahui dan memahami karena biasa mengkonsumsi bajigur. Diketahui bahwa jumlah penduduk kotamadya Bogor adalah 831 571 orang (BPS, 2004). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin dan nilai ’e’ sebesar 10% diperoleh jumlah responden sebesar 100 orang. Responden bajigur dalam hasil survei ini terdiri atas laki-laki dan perempuan. Hal ini karena kuesioner ditujukan bagi konsumen bajigur secara umum baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan perbedaan jenis kelamin, responden yang mengkonsumsi bajigur dalam penelitian ini sebagian besar terdiri atas perempuan sebanyak 60 orang (60%), sedangkan sisanya adalah laki-laki yaitu 40 orang (40%). Menurut Stepherd dan Sparks (1994), jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi preferensi seseorang terhadap
pemilihan suatu produk pangan. Hasil survei pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan tersebut, karena jumlah laki-laki yang mengkonsumsi bajigur berbeda dengan jumlah perempuan yang mengkonsumsi bajigur. Persentase antara jumlah responden laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 16. Tingkat usia responden dalam uji penerimaan dan preferensi bajigur ini tidak dibatasi, dengan pertimbangan bahwa konsumen bajigur adalah dari
segala
macam
tingkat
usia
(kecuali
bayi).
Namun,
pada
pelaksanaannya responden yang dipilih adalah responden yang telah memiliki umur cukup (diatas 15 tahun). Alasan dari pemilihan ini adalah diperkirakan pada batasan usia tersebut responden telah mampu mengisi kuesioner yang diedarkan dan dianggap mampu mengemukakan pendapatnya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
100 90 Persentase (%)
80 70
60
60 50 40
40
30 20 10 0 Laki-laki
Perem puan
Gambar 16. Diagram batang persentase responden bajigur berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan hasil survei (Gambar 17) dapat terlihat bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi bajigur adalah responden yang berusia antara 36-50 tahun, yaitu sebanyak 37 orang (37%), sedangkan sisanya dalam urutan jumlah yaitu responden yang berusia antara 20-35 tahun sebanyak 29 orang (29%), responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 26 orang (26%), dan responden yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 8 orang (8%). Selisih jumlah responden yang mengkonsumsi bajigur disetiap kategori rentang usia tidak menunjukkan perbedaan yang
cukup jauh, sehingga dapat dikatakan konsumen bajigur merata disegala kategori rentang usia dalam penelitian ini.
>50 tahun 8%
<20 tahun 26%
36-50 tahun 37%
20-35 tahun 29%
Gambar 17. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan tingkatan usia Hasil survei konsumen terhadap penerimaan dan preferensi bajigur berdasarkan tingkat pekerjaan responden (Gambar 18), dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang mengkonsumsi bajigur adalah tidak bekerja (mahasiswa dan ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 56 orang (56%). Sisanya adalah pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta yang masing-masing berjumlah 16 orang (16%), 14 orang (14%) dan 12 orang (12%), sedangkan yang terkecil adalah golongan lainnya (pensiunan) dengan jumlah 2 orang (2%). Responden yang tidak bekerja dalam penelitian ini adalah responden yang tidak menghasilkan uang tetapi belum tentu tidak memiliki uang. Berdasarkan jumlah responden yang tidak bekerja dapat diketahui bahwa 40 responden (71%) adalah perempuanm sedangkan sisanya sebanyak 16 responden (29%) adalah laki-laki. Hasil persentase ini dapat dilihat pada Gambar 19.
Lainnya 2%
P.Negeri 16%
P.Swasta 14% Tidak bekerja 56%
Wiraswasta 12%
Gambar 18. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan pekerjaan
laki-laki 29%
perempuan 71%
Gambar 19. Pie chart persentase responden bajigur yang tidak bekerja berdasarkan jenis kelamin Hasil
survei konsumen
terhadap
bajigur
berdasarkan
tingkat
pengeluaran responden dapat diketahui bahwa secara umum responden yang mengkonsumsi bajigur adalah responden yang pengeluaran rata-rata perbulannya adalah kurang dari Rp.500000, yaitu sebanyak 29 orang (29%). Selanjutnya adalah sesuai dengan urutan persentase tertinggi, yaitu pengeluaran Rp.1000001-1500000 perbulan sebanyak 23 orang (23%), .pengeluaran Rp. 500001-1000000 perbulan sebanyak 20 orang (20%), pengeluaran Rp. 1500001 - 2000000 perbulan sebanyak 19 orang (19%), dan pengeluaran lebih dari Rp.2000000 perbulan sebanyak 9 orang (9%). Berdasarkan hasil penelitian Krisnadi (2003), tingkat pengeluaran responden berkaitan erat dengan tingkat pekerjaan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian uji penerimaan dan preferensi bajigur. Hasil penelitian uji penerimaan dan preferensi bajigur ini menunjukkan bahwa jumlah responden bajigur yang pengeluarannya kurang dari Rp. 500. 000 berada pada peringkat tertinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya responden bajigur yang tidak bekerja dibandingkan konsumen bajigur yang bekerja.
Hasil survei persentase responden bajigur berdasarkan pengeluaran rata-rata per bulan dapat dilihat pada Gambar 20.
>2000000 19%
<500000 29%
15000012000000 9% 10000011500000 23%
5000011000000 20%
Gambar 20. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan pengeluaran rata-rata per bulan Sebagian besar responden frekuensi minum bajigurnya adalah kurang dari 1 kali dalam seminggu. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei terhadap 100 orang responden yang menjawab kurang dari satu kali dalam seminggu meminum bajigur adalah 64 orang (64%). Sisanya adalah 32 orang (32%) menjawab kurang dari 3 kali dalam seminggu dan 4 orang (4%) menjawab tiga kali dalam seminggu. Jumlah responden yang menyatakan frekuensi kurang dari satu kali dalam satu minggu lebih tinggi dibandingkan kategori frekuensi lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh sulitnya responden menemukan penjual bajigur, sehingga mereka minum bajigur hanya ketika ada penjual bajigur keliling. Hal ini juga didukung oleh hasil survei terhadap tempat membeli bajigur. Hasil survei menunjukkan bahwa 94 responden (94%) menjawab penjual keliling sebagai tempat mereka membeli bajigur. Menurut informasi responden, tidak setiap hari penjual bajigur keliling tersebut ada. Sisanya adalah membeli di swalayan sebanyak 4 responden (4%) dan yang membeli di warung sebanyak 2 responden (2%). Hasil survei konsumen terhadap frekuensi meminum dan tempat membeli bajigur dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. 4-6 kali 0% 3 kali 4%
> 6 kali 0%
< 3 kali 32%
< 1 kali
Gambar 21. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan frekuensi meminum bajigur per minggu Jumlah responden meminum bajigur rata-rata adalah kurang dari 250 ml. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 23, dimana jumlah responden yang meminum bajigur kurang dari 250 ml berjumlah 69 responden (69%). Sisanya meminum bajigur diantara 250-300 ml sebanyak 29 orang (29%) dan diantara 301-350 ml sebanyak 2 orang (2%). Jumlah responden yang menyatakan meminum bajigur kurang dari 250 ml lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah responden yang meminum bajigur antara 250- 300 ml dan 300-350 ml.
tempat lainnya 0%
pasar Warung 0% 2% Swalayan 4%
penjual keliling 94%
Gambar 22. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan tempat membeli bajigur
301-350 ml 2% 250-300 ml 29%
>350 ml 0%
<250 ml 69%
Gambar 23. Pie chart persentase responden bajigur berdasarkan jumlah bajigur yang diminum Berdasarkan hasil survei dapat juga diketahui penerimaan konsumen terhadap produk MTJ formula optimum. Sebanyak 96 responden (96%) dapat menerima MTJ formula optimum, sedangkan sisanya sebanyak 4 responden (4%) tidak dapat menerima. Melalui wawancara langsung, alasan 4 responden tersebut tidak dapat menerima adalah karena faktor rasa. Responden sudah terbiasa
dan menyukai bajigur yang sudah mereka
konsumsi sebelumnya. Persentase penerimaan konsumen terhadap produk MTJ formula optimum dapat dilihat pada Gambar 24.
100
96
90
persentase (%)
80 70 60 50 40 30 20 4
10 0 Ya
Tidak
Gambar 24. Diagram batang persentase penerimaan responden terhadap produk MTJ formula optimum
b. Analisis multiatribut Fishbein
Tabel 17 menerangkan hasil skor evaluasi (ei) terhadap masingmasing atribut bajigur pada tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen. Skor evaluasi dinilai tanpa memperhatikan merek produk. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa terdapat dua macam atribut, yaitu atribut internal dan eksternal produk. Atribut internal adalah aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe) dan warna, sedangkan atribut eksternal adalah mudah didapat dan disajikan panas. Berdasarkan data skor evaluasi (ei) dapat diketahui bahwa semua skor atribut bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semua atribut tersebut dianggap penting oleh konsumen sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bajigur.
Tabel 17. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur pada tahap uji penerimaan dan preferensi konsumen Rata-rata
No.
Atribut Bajigur
1
Aroma
1.07
2
Rasa Manis
1
3
Rasa Pedas (jahe)
0.72
4
Warna
1.06
5
Mudah di dapat
0.64
6
Disajikan Panas
1.3
skor
evaluasi
(ei)
Berdasarkan Tabel 17 dapat juga diketahui bahwa atribut eksternal disajikan panas memperoleh skor tertinggi, kemudian diikuti oleh atribut internal
aroma.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
konsumen
akan
mempertimbangkan atribut disajikan panas dan aroma sebagai atribut penting dalam memilih minuman bajigur. Hasil skor evaluasi ini berbeda dengan hasil skor evaluasi pada tahap penentuan jenis MTJ, dimana atribut penting dalam bajigur adalah rasa pedas (jahe) dan disajikan panas. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan responden yang digunakan dalam tahap preferensi MTJ dan tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur. Pada tahap preferensi MTJ responden yang berpeluang dipilih adalah responden yang pernah mengkonsumsi salah satu MTJ di Indonesia, sedangkan pada
tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur responden yang berpeluang dipilih adalah responden yang pernah mengkonsumsi bajigur. Artinya pada tahap uji penerimaan dan preferensi bajigur, responden sudah lebih khusus, yaitu diarahkan pada salah satu jenis MTJ yang ada di Indonesia (bajigur). Skor keyakinan (bi) adalah nilai yang mengukur kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek produk. Skor ini dihasilkan dari uji organoleptik terhadap atribut internal (terkait langsung dengan produk) bajigur. Pada saat penyajiannya, dua jenis MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil) yang dinilai sama-sama dalam keadaan panas. Hal ini berhubungan dengan hasil uji Fishbein pada Tabel 5. hasil uji Fishbein pada Tabel 5 menunjukkan bahwa atribut panas menjadi atribut yang penting bagi responden dalam memilih bajigur. Tabel 18. Skor keyakinan (bi) terhadap masing-masing atribut MTJ Atribut
Jenis MTJ MTJ formula optimum
Bajigur Komersil
Aroma
0.93
0.54
Rasa manis
0.81
0.34
Rasa pedas (jahe)
0.79
0.13
Warna
1.01
0.23
Berdasarkan skor keyakinan (bi), pada Tabel 18, dapat diketahui bahwa mutu atribut MTJ formula optimum lebih baik dibandingkan bajigur komersil. Hal ini dapat dilihat dari skor keyakinan setiap atribut pada MTJ formula optimum jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skor keyakinan bajigur komersil. Skor untuk sikap responden (A0) terhadap produk MTJ dapat diketahui setelah didapatkan skor evaluasi (ei) dan skor keyakinan (bi) produk bajigur. Skor sikap (A0) dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 9.
Tabel 19. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk MTJ Jenis MTJ Atribut
A
B
(MTJ formula optimum)
(Bajigur komersil)
Aroma
0.99
0.58
Rasa manis
0.81
0.34
Rasa pedas (jahe)
0.57
0.09
Warna
1.07
0.24
Total
3.44
1.25
Tabel 19. menunjukkan hasil analisis skor sikap (A0) multiatribut Fishbein. Jumlah skor sikap masing-masing atribut suatu produk akan menghasilkan skor sikap total. Menurut Schiffman (1994), semakin tinggi skor sikap total dari suatu produk, maka semakin tinggi kesukaan konsumen terhadap produk tersebut. Berdasarkan Tabel 19, skor sikap total MTJ formula optimum (3.44) lebih besar dari bajigur komersil (1.25). Hal ini berarti responden lebih menyukai produk MTJ formula optimum dibandingkan dengan bajigur komersil. Hasil skor sikap total Fishbein tahap ini sesuai dengan prediksi skor atribut (respon) pada tahap optimasi formulasi dengan DX7. Hasil DX7 pada tahap optimasi formulasi menunjukkan
bahwa
MTJ
formula
optimum diprediksikan
akan
menghasilkan skor optimum dalam penilaian responden terhadap masingmasing atribut/respon. Langkah akhir dalam analisis multiatribut Fishbein adalah penentuan skala penilaian produk. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap masing-masing produk berada dalam skala yang mana. Skala yang dimaksudkan adalah skala sangat tidak disukai, tidak disukai, biasa, disukai atau sangat disukai. Pembagian skor skala tersebut berdasarkan skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 20. Skala skor preferensi Skala Penilaian
Ketegori Penilaian Produk
(-7.7) - (-3.85)
Sangat tidak suka
(-3.85) - 0
Tidak suka
0
Biasa
0 - (3.85)
Suka
(3.85) - (7.7)
Sangat suka
Berdasarkan skala skor preferensi pada Tabel 20, dapat diketahui bahwa kedua produk MTJ (MTJ formula optimum dan bajigur komersil) termasuk dalam kategori penilaian yang disukai. Hal ini karena skor sikap (A0) kedua produk bajigur tersebut berada diantara skala penilaian 0 – 3.85. Namun, MTJ formula optimum lebih disukai dibandingkan bajigur komersil karena nilai skor sikap total bajigur formula optimum (3.44) lebih tinggi dibandingkan skor sikap total bajigur komersil (1.25). Hasil penelitian Suparman (2003) menunjukkan bahwa skala skor preferensi disukai untuk produk ikan laut segar berada pada skala penilaian 0 – 1.794, sedangkan pada penelitian ini penilaian disukai bajigur berada pada skala 0 – 3.85. Perbedaan skala penilaian skor preferensi ini menunjukkan bahwa setiap produk memiliki skala penilaian yang berbeda untuk dikatakan disukai atau tidak disukai. Hal ini sangat tergantung kepada skor evaluasi dan skor maksimum yang dimiliki oleh setiap atribut dalam produk bersangkutan.
c. Uji Wilcoxon Penilaian penerimaan dan preferensi dalam penelitian ini dilakukan terhadap sifat sensori seperti aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna dan overall. Sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman akan diproses
dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis (Cardello, 1994). Bajigur adalah salah satu minuman tradisional khas etnis tertentu (Sunda), maka perlu dilakukan uji pengaruh berbagai etnis terhadap penerimaan dan preferensi MTJ, karena pengujian dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan untuk etnis Sunda. Pengaruh etnis dalam penerimaan dan preferensi MTJ dapat diukur dengan analisis Wilcoxon. Analisis Wilcoxon pada selang kepercayaan 95% akan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (Daniel,1989). Ringkasan hasil uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 21, sedangkan hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 21. Hasil uji Wilcoxon untuk bajigur formula optimum dan komersil pada berbagai etnis dan atribut bajigur Atribut Etnis
Aroma
Rasa Manis
Rasa Pedas
Warna Overall
(jahe)
Betawi
-
-
-
-
-
Jawa
+
-
+
+
+
Kalimantan/Sulawesi
-
-
-
-
-
Sumatera
-
-
+
-
+
Sunda
-
+
+
+
+
Keterangan : + = Berbeda nyata, - = tidak berbeda nyata
Tabel 21. menerangkan bahwa pada kelompok etnis Betawi dan Kalimantan/Sulawesi
menyatakan tidak ada perbedaan kesukaan pada
kedua jenis bajigur (bajigur optimasi dan komersil), baik terhadap atribut aroma, rasa manis, rasa pedas (jahe), warna maupun secara overall. Hasil uji Wilcoxon kelompok etnis Jawa menunjukkan bahwa kedua sampel ada perbedaan kesukaan terhadap atribut aroma, rasa pedas (jahe), warna dan secara overall, sedangkan untuk atribut rasa manis diketahui tidak ada perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur.
Hasil uji Wilcoxon kelompok etnis Sumatera menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesukaan rasa pedas (jahe) dan secara overall terhadap kedua jenis bajigur, sedangkan untuk atribut aroma,rasa manis dan warna diketahui tidak terdapat perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur. Kelompok etnis Sunda lebih terbiasa mengkonsumsi bajigur karena bajigur adalah minuman khas daerah etnis ini. Berdasarkan hasil Wilcoxon pada Tabel 21 dapat diketahui bahwa pada kelompok etnis Sunda terdapat perbedaan kesukaan rasa manis, rasa pedas (jahe), dan warna terhadap kedua jenis bajigur, sedangkan untuk atribut aroma tidak terdapat perbedaan kesukaan terhadap kedua jenis bajigur. Perbedaan penilaian kesukaan kedua jenis bajigur dari masingmasing etnis menunjukkan bahwa ada pengaruh antara skor kesukaan terhadap etnis yang dimiliki responden. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cardello (1994), bahwa sifat-sifat sensori pada makanan dan minuman akan diproses dalam otak dengan dilatarbelakangi oleh faktor kultur/etnis. Hasil uji Wilcoxon pada Tabel 21 menunjukkan bahwa hampir semua kelompok etnis menyatakan tidak ada perbedaan kesukaan terhadap atribut aroma, kecuali etnis Jawa. Hal ini sesuai dengan prediksi ANOVA pada tahap optimasi formolasi oleh program DX 7. Prediksi ANOVA program DX7 menunjukkan bahwa perbedaan komponen gula merah, jahe dan kopi dalam formula bajigur tidak akan mempengaruhi kesukaan terhadap skor aroma. Penilaian terhadap skor atribut rasa pedas (jahe) menunjukkan hasil sebaliknya dari hasil terhadap atribut aroma. Sebagian besar kelompok etnis menyatakan bahwa kesukaan rasa pedas (jahe) kedua sampel MTJ berbeda nyata. Hal ini mendukung hasil uji Fishbein pada Tabel 19. Hasil uji Fishbein menyatakan bahwa skor kesukaan konsumen terhadap rasa pedas (jahe) MTJ formula optimum nilainya berbeda jauh dengan nilai skor kesukaan bajigur komersil. Hasil uji Fishbein terhadap atribut rasa pedas (jahe) MTJ formula optimum lebih tinggi (0.57) dibandingkan dengan bajigur komersil (0.09). Hal ini juga menunjukkan bahwa optimasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan responden pada tahap penelitian
preferensi MTJ. Tahap awal preferensi MTJ menunjukkan bahwa responden menyatakan rasa pedas (jahe) sebagai atribut yang paling penting dalam pemilihan bajigur.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
G. KESIMPULAN Bajigur merupakan Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) yang paling disukai konsumen MTJ dibandingkan Bandrek, sekoteng, bir pletok, wedang jahe dan sarabba. Atribut bajigur yang paling penting menurut konsumen adalah rasa pedas (jahe). Optimasi formula MTJ berdasarkan atribut aroma, rasa manis, rasa pedas dan warna menghasilkan MTJ formula optimum dengan nilai desirability 0.668 dari nilai desirability maksimum 1. MTJ formula optimum dalam penelitian ini adalah formula A. Hasil analisis kimia MTJ formula optimum menunjukkan bahwa MTJ formula optimum memiliki kadar air ratarata 63.05%, kadar abu rata-rata 0.41%, kadar protein rata-rata 1,47%, kadar lemak rata-rata 28,32% pH rata-rata 5.96 dan kadar gula rata-rata 5,81%, sedangkan hasil analisis fisik MTJ formula optimum terhadap warna menunjukkan bahwa MTJ formula optimum berada pada kisaran warna merah (red) dengan nilai kecerahan rata-rata 46.90 dengan 0Hue rata-rata 48.52. Hasil survei di kota Bogor menunjukkan konsumen bajigur adalah perempuan (60%). Berdasarkan usia, konsumen bajigur terbesar adalah diantara usia 36-50 tahun (37%), sedangkan berdasarkan pekerjaan dan tingkat pengeluaran, konsumen bajigur terbesar adalah konsumen yang tidak bekerja (56%) dan tingkat pengeluaran rata-rata perbulan kurang dari Rp. 500.000 (29%). 71% konsumen bajigur yang tidak bekerja terdiri atas perempuan. Frekuensi minum bajigur adalah kurang dari satu kali dalam seminggu (64.64%) dengan jumlah bajigur yang diminum kurang dari 250 ml (69.69%) dalam setiap kali konsumsi. MTJ formula optimum dapat diterima oleh konsumen yang berasal dari etnis Betawi, Jawa, Kalimantan/Sulawesi, Sumatera dan Sunda. Kelompok etnis terbesar yang mengkonsumsi bajigur berasal dari Sunda (67%). Perbedaan etnis mempengaruhi kesukaan terhadap masing-masing atribut bajigur. MTJ formula optimum (3.44) lebih disukai konsumen
dibandingkan bajigur komersil (1.25), sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan produk MTJ yang sesuai dengan keinginan responden dalam penelitian ini sudah tercapai.
B. SARAN ¾ Perlu ditambahkan pertanyaan mengenai lamanya waktu tinggal di Bogor dalam kuesioner uji preferensi MTJ. ¾ Uji preferensi MTJ menunjukkan bahwa bandrek dan sekoteng adalah MTJ yang disukai setelah bajigur, maka perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerimaan dan preferensi konsumen terhadap masing-masing MTJ tersebut. ¾ Uji preferensi MTJ menunjukkan bahwa sarabba hanya disukai oleh etnis Kalimantan/Sulawesi. Oleh karena itu, perlu penelitian agar MTJ sarabba lebih dikenal oleh masyarakat secara umum. ¾ Diperlukan
satu
penelitian
lagi
dalam
tahap
optimasi
dengan
menggunakan kisaran (range) komponen yang berbeda. ¾ Uji penerimaan dan preferensi MTJ formula optimum sebaiknya dibandingkan juga dengan beberapa produk bajigur komersil yang lain. ¾ Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan produk MTJ baik dari segi kemasan maupun umur simpan.
DAFTAR PUSTAKA
______, http://cyberman.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Hobby&newsno=509 ______, http://www.resto.co.id/ ______, http://id.wikipedia.org/wiki/Bajigur ______, http://id.wikipedia.org/wiki/Bir_pletok ______, http://www.resto.co.id/g-hidup.php?go=gh%2Fmurahmeriah29.htm ______, http://id.wikipedia.org/wiki/Jepara ______, http://www.sidomuncul.com ______, http://www.statease.com Anonim, 2006. Design Expert 7.0 Tutorial. Stat-Ease, Inc. Ayknoyd, N. F. & J. Doughty. 1964. Legumes in Human Nutrition FAO. Roma. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of The Official Analytical Chemist. Washington D. C., USA. Badan Pusat Statistik. 2004. Kota Bogor Dalam Angka Tahun 2004, Bogor. Bergier, J. F. 1987. Food Acceptance and Cultural Change Some Historical Experiences. Di dalam Solms, J., Booth, D.A. Pangborn R. M. and O Raunhardi. Food Acceptance and Nutition. Academic Press Inc., San Diego.
Bower, J. A. and M.A. Saadat. 1998. Consumer Preference for Retail Fat Spread an Olive Oil Based Product Compare With market Dominant Brands. Food Quality and Preference 9 (5), pp 367-376. Cardello, A. V. 1994. Consumer Expectation and Their Role in Food Acceptance. Di dalam MacFie, H. J. H. and D. M. H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference. pp 253-291. Blackie Academic and Profesional, Glasgow. Cheosakul, U. 1967. Preparation of Stabilized Coconut Milk. Applied Sci. Res. Co., Bangkok. Cornell, J. A. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and the Analysis of Mixture Data. 2th edition. John Wiley & Sons. New York. Dachlan, S. N. 1986. Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Besar Penelitian dan Perkembangan Industri Hasil Pertanian. Bogor. Daniel, W. W. 1989. Statistik Nonparametrik Terapan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Darwis, A. B. D. Indomadjo, dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberacaea. Pusat Penelitian Pengembangan Pertanian. Bogor. Dendy, DAV and W.H. Timmins. 1973. Development of Wet Coconut Process Designed to Extract Protein and Oil from Fresh Coconut. Tropical Product Institut. Foreign and Commonwealth Office. London. Design Expert 7.0. 2006. Stat-Ease, Inc.
Djatmiko, B. 1983. Studi Tentang Serat Daging Buah Beberapa Varietas Kelapa dan Tentang Stabilitas Emulsi Santan Buku II. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB. Bogor. Djatmiko, B. Dan Ketaren. S. 1981. Daya Guna Hasil Kelapa. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, IPB. Bogor. Fardiaz, D. 1997. Makanan Fungsional dan Pengembangannya Melalui Makanan Tradisional. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar, Bali, 16-17 July. 1997. Farrell, K. T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Grimwood, B. E. 1975. Coconut palm Products. Their Processing in Developing Countries. FAO. P168-188. Grosch, W. and H. D. Belizt. 1999. Food Chemistry. Spring-Verlag, Heidelberg. Hagenmaier, R. 1977. Coconut Aqueous Processing, University of San Carlos, Cebu City. Hadi, S. 2006. Optimasi Formulasi Minuman Isotonik Madu. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hasanah, M., Sukarman dan Rusmin, D. 2004. Teknologi Produksi Benih Jahe. Jurnal. Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1 Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd Edition. Aspen Publishing, Inc., Gaitersburg. Maryland.
Ikasanti. A.A. 2001. Mempelajari Preferensi Konsumen Terhadap Flavor Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jaeger, S. R., Zainul A., Wakelling, I. N., Halliday and J. H. Macfie. 1998. Consumer Preferences for Fresh and Aged Apples : A Cross-Cultural Comparison. Food Quality and Preference 9(5), pp 355-366. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. Universitas Indonesia-Press, Jakarta. Kirk. R. E. And D. F. Othmer. 1960. Encyclopedia of Chemical Technology. 12. Interc. New York. Encyclopedia Inc. Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Krisnadi, W. 2003. Perilaku, Preferensi dan Image Konsumen Terhadap Minuman Suplemen Di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lyman, B. 1989. A Psycology af Food More Than a Matter of Taste. Van non Steamend Rein-hold, New York. Moskowitz, H. W., Kumariah, V., Sharma, K. N., Jacobs, H. I. and S. D. Sharma. 1975. Cross Cultural Differences in Simple Taste Preference. Di dalam Prescott, J., Bell, G. A. Gillmare, R., Yoshida, M., O’sullivan, M., Korac, S., and K. Yamasaki. 1998. Cross-cultural Comparisons of Japaness and Australian Responses to manipulation of Sourness, Saltiness and Bitterness in Food. Food Quality and preference 9 (1/2), pp 53-56. Montgomery, D. C. 2002. Design and Analysis of Experiments. 5th edition. John Wiley and Sons, Singapore.
Moskowitz, H. R. 1977. Magnitude Estimation: Notes on What, How and Why to Use It. J. Food Qual. 1, 195-228. Di dalam Meilgaard, M., Civille, G. V., and Carr, B. T. 1999. Sensory Evaluation Tecniiques 3rd Edition. CRC Press, Boca Raton, Florida. Paimin, F. B. dan Murhananto. 1991. Budidaya Pengolahan dan Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta. Okoro, O. E., Gabriel, E. U., Teju, E. J., Olufunke, O. G. and C. O. Onobakhare. 1998. Studies on Taste Tresholds in a Group of Adolesent Children in Rural Nigeria. Food Quality and Preference 9 (4), pp 205-210. Purseglove, J.W., E.G.Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices Vol 2. Longman. London. Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung. Untari, Tri. 2005. Daftar Minuman Indonesia Segar/Dingin dan Hangat/Sehat. Eska Media. Jakarta. Sanjur, D., 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition Practice Hall, new York. Di dalam Ikasanti. A.A. 2001. Mempelajari Preferensi Konsumen Terhadap Flavor Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Santosa, H. H. 1994. Jahe gajah. Kanisius, Jakarta. Schiffman, L. G., and L. L. Kanuk. 1994. Consumer Behavior. 5th Edition New Jersey: Engelwood, Prentice Hall. Di dalam Sumarwan, U. 2000. Analisis Sikap Multiatribut Fishbein Terhadap Produk Biskuit Sandwich Coklat.
Thesis. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Simamora, B. 2004. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Singarimbun, M. Dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. PT. Midas Surya Grafindo, Jakarta. Slamet, Y. 2005. Formulasi Minuman Fungsional Untuk Kelompok Gizi Khusus dari Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus, Linn) dan Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Somaatmadja. D., A. S. Herman dan A. Mardjuki. 1974. Pengolahan Kelapa III. dan Pengawetan Santan Kelapa. Komunikasi No. 162. Balai Penelitian Kimia Bogor. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta Liberty .Yogyakarta. Suparman, L. H. 2003. Analisis Preferensi dan Faktor-Faktor yang Membentuk Preferensi Konsumen Terhadap Produk Ikan Laut Segar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Standar Nasional Indonesia. 1995. Gula Merah SNI 01-3743-1995. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 1992. Analisis Gula SNI 01-2892-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Stepherd, R. and P. Sparks. 1994. Modelling Food Choice. Di dalam Macfie, H. J. H. and D. M. H. Thomson (eds.). Measurement of Food Preference. pp 202-223. Blackie Academic and Profesional, Glasgow. Tjiptahadi, Gh. B. 1984. Peranan Peralatan Proses dalam Pengembangan Industri Gula Kelapa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor. Widowati, S. 2004. Potensi dan Status Minuman Tradisional Sebagai Pangan Fungsional. Makalah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Bogor Instansi Penerbit. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Woodroof. 1979. Coconuts : Production, Processing, Product. The AVI Pub., Corp. Inc., Westport Connecticut. Woodroof J. G. and G. Frank. 1981. Beverages : Carbonated and Noncarbonated. The AVI Pub., Corp. Inc., Westport Connecticut. Yusuf, R. R. 2002. Formulasi Karakteristik Kimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Tradisional Sari Jahe dan Sari Sereh. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Zandstra, E. H. and C. de Graff. 1998. Sensory Perception and Pleasantness of Orange Beverages from Childhood to Old Age. Food Quality and Preference 9 (1/2), pp 5-12.
Lampiran 1. Kuesioner sebelum uji validasi dan reliabilitas
KUESIONER PENELITIAN PENDAHULUAN
KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) Oleh : Vivi Rusviani – F24102068 Mahasiswa Semester 8 Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Hari, Tanggal
:
Nama
:
Jenis kelamin
:
Daerah Asal
: Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/..........
(pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp
:
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda pada bagian yang disediakan. 1. Usia anda pada saat ini : ( ) < 20 tahun
( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun
( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama anda saat ini : ( ) Pegawai Negeri
( ) Pegawai swasta
( ) Tidak Bekerja
( ) Lainnya, sebutkan.......
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan : ( ) < Rp. 500.000
( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000
( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000 4. Dari enam Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) dibawah ini, mana yang paling anda kenal : ( ) Bajigur (MTJ khas Jawa Barat) ( ) Bandrek (MTJ khas jawa Barat) ( ) Bir Pletok (MTJ khas betawi) ( ) Sarabba (MTJ khas Makasar) ( ) Sekoteng (MTJ khas Jawa Barat) ( ) Wedang Jahe (MTJ khas Jawa Tengah) 5. Apakah Anda pernah mengkonsumsi MTJ yang paling anda kenal tersebut : ( ) Ya (tidak perlu menjawab no.6) ( ) Tidak (tidak perlu menjawab no 7 – 9) 6. Jika tidak, apa alasan anda memilih MTJ tersebut (sesuai jawaban no.4) sebagai MTJ yg paling anda kenal : ( ) pernah mendengar tentang MTJ tersebut dari orang lain ( ) pernah mendengar tentang MTJ tersebut dari media (majalah, koran,tv) ( ) Alasan lain, sebutkan...................................................... 7. Jika Ya, berapa kali frekuensi anda dalam meminum MTJ tersebut : ( ) Sangat jarang
(kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang
(kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup
(tiga kali seminggu)
( ) Sering
(empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering
(lebih dari enam kali seminggu)
8. Jika ya, berapa banyak anda mengkonsumsinya : ( ) kurang dari satu gelas
( ) 2 gelas
( ) 1 gelas
( ) Lebih dari 2 gelas
9. Dimana anda biasa membeli produk MTJ yang paling anda kenal tersebut :
( ) Warung
( ) Penjual keliling
( ) Swalayan
( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan........................... 10. Berikan penilaian anda, dengan melingkari pilihan, seberapa penting peubah-peubah berikut untuk produk Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ). Skala penilaian meliputi : 1 = Sangat Tidak Penting (STP)
4 = Penting (P)
2 = Tidak penting (TP)
5 = Sangat penting (SP)
3 = Biasa (B) No.
Peubah
STP
TP
B
P
SP
1
Aroma harum
1
2
3
4
5
2
Mudah didapat
1
2
3
4
5
3
Rasa gurih
1
2
3
4
5
4
Rasa manis
1
2
3
4
5
5
Rasa pedas (jahe)
1
2
3
4
5
6
Disajikan panas
1
2
3
4
5
7
Warna alami
1
2
3
4
5
11. Apa saran anda untuk perbaikan MTJ yang paling anda kenal (sesuai jawaban pada no.4) : .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 2. Nilai r tabel untuk uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 3. Hasil uji validasi kuesioner
No.Pertanyaan
X tot
Y tot
X2 tot
Y2 tot
XY tot
R
4
63
949
165
30152
2038
0.686547
7
40
949
64
30152
1270
0.124383
8
60
949
126
30152
1901
0.106614
10.1
122
949
524
30152
3893
0.556269
10.2
110
949
418
30152
3508
0.644021
10.3
85
949
281
30152
2725
0.496756
10.4
110
949
414
30152
3485
0.142152
10.5
115
949
467
30152
3673
0.598446
10.6
131
949
593
30152
4172
0.53294
10.7
113
949
451
30152
3586
0.19761
Contoh perhitungan validasi untuk pertanyaan nomer 4 : r
= N (Σ XY) – (ΣX ΣY) √(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 - (Σ Y)2)
Dimana :
r
X
= skor pada soal yang ingin diukur
Y
= skor dari masing – masing soal
N
= jumlah pengamatan
r
= indeks validitas
= 30 (2038) – (63 x 949) √(30x165 – (63)2) (30x30152 – (949)2)
r
= 61140 – 59787 √(981) (3959)
r
=
1353 1970.731
r
= 0.686547
Lampiran 4. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk preferensi MTJ
KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP CITARASA PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) Oleh : Vivi Rusviani – F24102068 Mahasiswa Semester 8 Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Hari, Tanggal
:
Nama
:
Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan
Daerah Asal
: Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/..........
(pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp
:
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda pada bagian yang disediakan. Bagian 1 (Informasi Umum) 1. Usia anda pada saat ini : ( ) < 20 tahun
( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun
( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama yang menjadi sumber penghasilan utama anda saat ini : ( ) Pegawai Negeri
( ) Pegawai swasta
( ) Tidak Bekerja
( ) Lainnya, sebutkan.......
( ) Wiraswasta
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan : ( ) < Rp. 500.000
( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000
( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000 4. Dari enam Minuman Tradisional berbasis Jahe (MTJ) dibawah ini, mana yang paling anda sukai : (pilih salah satu) ( ) Bajigur (MTJ khas Jawa Barat)
( ) Sarabba (MTJ khas Makasar)
( ) Bandrek (MTJ khas jawa Barat) ( ) Sekoteng (MTJ khas Jawa Barat) ( ) Bir Pletok (MTJ khas betawi)
( )Wedang Jahe (MTJ khas Jawa Tengah)
5. Berapa kali frekuensi dalam meminum MTJ yang paling anda sukai tersebut : ( ) Sangat jarang
(kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang
(kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup
(tiga kali seminggu)
( ) Sering
(empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering
(lebih dari enam kali seminggu)
6. Berapa banyak mengkonsumsi MTJ yang paling anda sukai tersebut dalam seminggu (keterangan : 1 gelas = + 250 ml, 1 mangkuk = + 300 ml) ( ) kurang dari 250 ml
( ) 301-350 ml
( ) 250-300 ml
( ) Lebih dari 350 ml
7. Dimana anda biasa membeli produk MTJ yang paling anda kenal tersebut : ( ) Warung
( ) Penjual keliling
( ) Swalayan
( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan...........................
Bagian 2 (informasi Produk) Untuk pertanyaan No.8 sampai 14, berilah penilaian dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu kolom yang anda anggap sesuai. 8. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap aroma MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
9. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa gurih MTJ ?
Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
10. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa manis MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
11. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa pedas (jahe) MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
12. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap warna alami MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
13. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap kemudahan cara mendapatkan MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
14. Menurut anda, bagaimana penilaian anda MTJ yang disajikan panas? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
15. Apa saran anda untuk perbaikan MTJ yang paling anda sukai (sesuai jawaban pada no.4) :
.................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 5. Hasil uji reliabilitas Kuesioner Rsp
X
Y
X2
Y2
XY
1
13
15
169
225
195
2
15
17
225
289
255
3
15
16
225
256
240
4
16
16
256
256
256
5
14
15
196
225
210
6
17
14
289
196
238
7
16
14
256
196
224
8
16
13
256
169
208
9
15
16
225
256
240
10
16
17
256
289
272
11
16
19
256
361
304
12
15
19
225
361
285
13
17
15
289
225
255
14
14
17
196
289
238
15
16
15
256
225
240
16
16
13
256
169
208
17
15
16
225
256
240
18
15
14
225
196
210
19
14
16
196
256
224
20
14
15
196
225
210
21
21
20
441
400
420
22
15
16
225
256
240
23
16
14
256
196
224
24
17
14
289
196
238
25
18
16
324
256
288
26
16
15
256
225
240
27
13
15
169
225
195
28
18
17
324
289
306
29
18
19
324
361
342
30
17
17
289
289
289
Total
474
475
7570
7613
7534
Perhitungan reliabilitas dengan Rumus Spearman-Brown berdasarkan korelasi ”product moment” : r
= N (Σ XY) – (ΣX ΣY)
√(N Σ X2 – (Σ X)2) (NΣY2 - (Σ Y)2) Dimana :
X
= skor pada soal yang ingin diukur
Y
= skor dari masing – masing soal
N
= jumlah pengamatan
r
= korelasi ”product moment”
Lampiran 5. (lanjutan) r
= 30 (7534) – (474x475) √(30x7570 – (474)2) (30x7613 – (475)2)
r
= 226020 – 225150 √(870) (2424)
r
=
870 2588.89
r
= 0.3361
Rumus Spearman Brown : rs = 2 x r (1+r) : rs = 2 x 0.3361 ( 1 + 0.3361 ) : rs = 0.6721 1.3361 : rs = 0.5031
Lampiran 6. Skor Evaluasi (ei) terhadap masing-masing atribut bajigur No.
Atribut Bajigur
Skor evaluasi -2
-1
0
1
2
Rata-rata skor evaluasi (ei)
1
Aroma
1
0
1
7
3
0.92
2
Rasa Gurih
1
1
2
7
1
0.50
3
Rasa Manis
0
0
5
6
1
0.67
4
Rasa Pedas
0
0
0
10
2
1.17
5
Warna
0
1
2
7
2
0.83
6
Mudah di dapat
0
2
2
7
1
0.58
7
Disajikan Panas
1
0
1
5
5
1.08
Contoh perhitungan untuk skor evaluasi atribut Aroma : ei = Σ (skor x frekuensi) Σ Responden ei = (-2 x 1) + (-1 x 0) + (0 x 1) + (1 x 7) + (2 x 3) 12 ei = 11 12 ei = 0,92
Lampiran 7. Kuesioner uji organoleptik Nama
:
Produk
: Bajigur
Instruksi
:
Tanggal pengujian :
1. Cicipi sampel satu persatu dari kiri ke kanan dan dan berilah penilaian pada masing-masing atribut dengan cara memberi garis tegak (I) pada garis skalar yang tersedia. 2. Netralkan dengan air mineral sebelum mencicipi sampel yang berbeda. Kode sampel :
Aroma
: Sangat tidak suka
Warna
: Sangat tidak suka
Rasa pedas
Sangat suka
: Sangat tidak suka
Rasa manis
Sangat suka
Sangat suka
: Sangat tidak suka
Sangat suka
Kode sampel :
Aroma
: Sangat tidak suka
Warna
Sangat suka
: Sangat tidak suka
Sangat suka
Rasa pedas
: Sangat tidak suka
Rasa manis
Sangat suka
: Sangat tidak suka
Terima Kasih
Sangat suka
Lampiran 8. Kuesioner hasil validasi dan reliabilitas untuk uji penerimaan dan preferensi bajigur
KUISIONER PENELITIAN KAJIAN PENERIMAAN DAN PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK-PRODUK MINUMAN TRADISIONAL BERBASIS JAHE (Zingiber officinale Rosc) BAJIGUR Oleh : Vivi Rusviani – F24102068 Mahasiswa Semester 8 Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Hari, Tanggal
:
Nama
:
Jenis kelamin
:
Daerah Asal
: Jabar/Jateng/Jakarta/Sulsel/..........
(pilih salah satu atau isikan pada titik-titik yang tersedia)
No. Tlp
:
Instruksi : Pilihlah jawaban pada setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih atau tuliskan jawaban anda pada bagian yang disediakan.
Bagian 1 (Informasi Umum) 1. Usia anda pada saat ini : ( ) < 20 tahun
( ) 36 tahun – 50 tahun
( ) 20 tahun - 35 tahun
( ) > 50 tahun
2. Pekerjaan utama yang menjadi sumber penghasilan utama anda saat ini : ( ) Pegawai Negeri
( ) Pegawai swasta
( ) Wiraswasta
( ) Tidak Bekerja
( ) Lainnya, sebutkan.......
3. Jumlah pengeluaran rata-rata anda per bulan : ( ) < Rp. 500.000
( ) Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
( ) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.500.000
( ) Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000
( ) > Rp. 2.000.000 4. Berapa kali frekuensi dalam meminum bajigur : ( ) Sangat jarang
(kurang dari satu kali seminggu)
( ) Jarang
(kurang dari tiga kali seminggu)
( ) Cukup
(tiga kali seminggu)
( ) Sering
(empat sampai enam kali seminggu)
( ) Sangat Sering
(lebih dari enam kali seminggu)
5. Berapa banyak mengkonsumsi bajigur dalam seminggu (keterangan : 1 gelas = + 250 ml, 1 mangkuk = + 300 ml) ( ) kurang dari 250 ml
( ) 301-350 ml
( ) 250-300 ml
( ) Lebih dari 350 ml
6. Dimana anda biasa membeli produk bajigur : ( ) Warung
( ) Penjual keliling
( ) Swalayan
( ) Pasar
( ) Tempat lainnya, sebutkan........................... 7. Jika dalam waktu dekat akan dikeluarkan produk bajigur baru, apakah anda akan menerimanya : ( ) Ya
( ) Tidak
Bagian 2 (informasi Produk) Untuk pertanyaan No.8 sampai 14, berilah penilaian dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu kolom yang anda anggap sesuai. 8. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap aroma MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
9. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa gurih MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Biasa
Penting
Sangat
Penting
penting
penting
10. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa manis MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
11. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap rasa pedas (jahe) MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
12. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap warna alami MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
13. Menurut anda, bagaimana penilaian anda terhadap kemudahan cara mendapatkan MTJ ? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
14. Menurut anda, bagaimana penilaian anda MTJ yang disajikan panas? Sangat Tidak
Tidak
Penting
penting
Biasa
Penting
Sangat penting
15. Berikan penilaian anda terhadap BAJIGUR yang telah disediakan terhadap masing-masing atribut dibawah ini dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kolom jawaban yang anda pilih :
A. Aroma Sampel
Sangat suka
Suka
Biasa
Suka
Biasa
Suka
Biasa
Suka
Biasa
Tidak
Sangat
suka
tidak suka
Tidak
Sangat
suka
tidak suka
Tidak
Sangat
suka
tidak suka
Tidak
Sangat
suka
tidak suka
Kode A Kode B
B. Rasa Manis Sampel
Sangat suka
Kode A Kode B
C. Rasa Pedas Sampel
Sangat suka
Kode A Kode B
D. Warna Sampel
Sangat suka
Kode A Kode B 16. Bagaimana penilaian anda secara umum terhadap masing-masing produk tersebut : Sampel Kode A
Sangat suka
Suka
Biasa
Tidak
Sangat
suka
tidak suka
Kode B 17. Apa saran anda untuk perbaikan produk bajigur .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ..........
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Final equation in terms of u_pseudo components
Lampiran 9. Hasil analisis modol ordo, persamaan polynomial dan ANOVA DX7 (lanjutan)
Lampiran 10. Skor sikap (A0) Responden terhadap produk Bajigur bi
Atribut
ei
sampel A
bi
A0
sampel B
sampel A
A0 sampel B
Aroma
1,07
0,93
0,54
0,9951
0,5778
Rasa Manis
1
0,81
0,34
0,81
0,34
Rasa Pedas
0,72
0,79
0,13
0,5688
0,0936
Warna
1,06
1,01
0,23
1,0706
0,2438
3,4445
1,2552
A0
Total
n A0 =
Σ bi ei i=1
Dimana
A0 = sikap terhadap berbagai atribut produk MTJ bi = kekuatan kepercayaan bahwa obyek memiliki atribut i ei = evaluasi mengenai atribut i n = jumlah atribut yang menonjol
Lampiran 11 Skor sikap (A0) maksimum dari masing-masing atribut. Atribut
ei
bi maks
A0 maks
Aroma
1,07
2
2.14
1
2
2
0,72
2
1.44
1,06
2
2.12
Rasa Manis Rasa Pedas Warna
Total
7.7
Diketahui total A0 maks = 7.7 maka A0 min = -7.7 Rentang (– 7.7) – 7.7 dibagi 5 pembagian skala, sehingga didapatkan skala penilaian :
Skala Penilaian
Ketegori Penilaian Produk
(-7.7) - (-3.85)
Sangat tidak suka
(-3.85) - 0
Tidak suka
0
Biasa
0 - (3.85)
Suka
(3.85) - (7.7)
Sangat suka
Lampiran 12. Hasil uji Wilcoxan masing-masing etnis per atribut dua sampel bajigur
A. Etnis Betawi a. Aroma Ranks N B-A
1a 3b 2c 6
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 3,50 2,17
Sum of Ranks 3,50 6,50
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -,557a ,577
a. B < A
a. Based on negative ranks.
b. B > A c. B = A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Rasa Manis Test Statisticsb
Ranks N B-A
2a 2b 2c 6
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 2,50 2,50
Sum of Ranks 5,00 5,00
B-A ,000a 1,000
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.
a. B < A b. B > A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
c. B = A
c. Rasa Pedas (jahe) Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A
d. Warna
4a 0b 2c 6
Mean Rank 2,50 ,00
Sum of Ranks 10,00 ,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,890a ,059
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
4a 0b 2c 6
Mean Rank 2,50 ,00
Sum of Ranks 10,00 ,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. B < A
B-A -1,841a ,066
b. B > A
a. Based on positive ranks.
c. B = A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
e. Overall Ranks N B-A
3a 0b 3c 6
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Test Statisticsb Mean Rank 2,00 ,00
Sum of Ranks 6,00 ,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,732a ,083
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
B. Etnis Jawa a. Aroma Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
8a 2b 0c 10
Test Statisticsb Mean Rank 6,00 3,50
Sum of Ranks 48,00 7,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,142a ,032
a. Based on positive ranks.
a. B < A b. B > A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
c. B = A
b. Rasa Manis Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
7a 1b 2c 10
a. B < A b. B > A c. B = A
c. Rasa Pedas (jahe)
Mean Rank 4,14 7,00
Sum of Ranks 29,00 7,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,588a ,112
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
8a 2b 0c 10
Mean Rank 5,75 4,50
Sum of Ranks 46,00 9,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,999a ,046
a. Based on positive ranks.
a. B < A b. B > A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
c. B = A
d. Warna Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
7a 0b 3c 10
Test Statisticsb Mean Rank 4,00 ,00
Sum of Ranks 28,00 ,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,460a ,014
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
e. Overall Test Statisticsb
Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
9a 1b 0c 10
Mean Rank 5,61 4,50
a. B < A b. B > A c. B = A
C. Etnis Kalimantan/Sulawesi
Sum of Ranks 50,50 4,50
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,484a ,013
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. Aroma Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
4a 3b 0c 7
Test Statisticsb Mean Rank 3,00 5,33
Sum of Ranks 12,00 16,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -,351a ,725
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
b. Rasa Manis Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
4a 2b 1c 7
Test Statisticsb Mean Rank 4,00 2,50
Sum of Ranks 16,00 5,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,190a ,234
a. Based on positive ranks.
a. B < A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. B > A c. B = A
c. Rasa Pedas (jahe) Ranks N B-A
4a 1b 2c 7
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Test Statisticsb Mean Rank 2,63 4,50
Sum of Ranks 10,50 4,50
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -,828a ,408
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
d. Warna Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A
3a 3b 1c 7
Mean Rank 2,50 4,50
Sum of Ranks 7,50 13,50
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -,647a ,518
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
e. Overall Ranks N B-A
3a 1b 3c 7
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 2,67 2,00
Sum of Ranks 8,00 2,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,134a ,257
a. Based on positive ranks.
a. B < A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. B > A c. B = A
D. Etnis Sumatra a. Aroma Ranks N B-A
5a
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
1b 4c 10
Mean Rank 3,60 3,00
Sum of Ranks 18,00 3,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,667a ,096
a. Based on positive ranks.
a. B < A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. B > A c. B = A
b. Rasa Manis Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A
c. Rasa Pedas (jahe)
3a 2b 5c 10
Mean Rank 3,33 2,50
Sum of Ranks 10,00 5,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -,707a ,480
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks N B-A
6a 0b 4c 10
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Test Statisticsb Mean Rank 3,50 ,00
Sum of Ranks 21,00 ,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,232a ,026
a. Based on positive ranks.
a. B < A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. B > A c. B = A
d. Warna Ranks N B-A
5a 1b 4c 10
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 3,80 2,00
Sum of Ranks 19,00 2,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,807a ,071
a. B < A
a. Based on positive ranks.
b. B > A
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
c. B = A
e. Overall Ranks N B-A
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A
E. Etnis Sunda a. Aroma
5a 0b 5c 10
Mean Rank 3,00 ,00
Sum of Ranks 15,00 ,00
Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,060a ,039
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
Test Statisticsb
N B-A
33a 22b 12c 67
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 29,05 26,43
Sum of Ranks 958,50 581,50
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -1,625a ,104
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
b. Rasa Manis Ranks
Test Statisticsb
N B-A
36a 14b 17c 67
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 28,31 18,29
Sum of Ranks 1019,00 256,00
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a. B < A b. B > A c. B = A
c. Rasa Pedas (jahe) Ranks N B-A
B-A -3,792a ,000
34a 9b 24c 67
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -3,866a ,000
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Mean Rank 23,01 18,17
Sum of Ranks 782,50 163,50
d. Warna Ranks N B-A
36a 11b 20c 67
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 27,11 13,82
Sum of Ranks 976,00 152,00
Mean Rank 23,22 16,71
Sum of Ranks 627,00 234,00
a. B < A b. B > A c. B = A Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -4,451a ,000
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
e. Overall
Ranks N B-A
27a 14b 26c 67
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
a. B < A b. B > A c. B = A Test Statisticsb Z Asymp. Sig. (2-tailed)
B-A -2,645a ,008
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Lampiran 13. Gambar MTJ formula optimum dan bajigur komersil
Keterangan : A = MTJ formula optimum B = Bajigur Komersil