ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
Anita Andriany
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M / 1429 H
ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
Anita Andriany
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M / 1429 H
ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)
OLEH :
Anita Andriany 103092029628
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agribisnis
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN /AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009 M / 1430 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN
Jakarta, Februari 2009
Anita Andriany 103092029628
RINGKASAN ANITA ANDRIANY, Analisis Pendapatan Usaha Minuman Tradisional Betawi (Bir Pletok) (Studi Kasus : Skala Rumah TAngga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan). (Di bawah bimbingan MUDATSIR NAJAMUDDIN dan LILIS IMAMAH ICHDAYATI)
Indonesia telah lama dikenal sebagai negara terkaya kedua dalam keanekaragaman hayati. Manfaat keanekragaman hayati bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna dan beberapa manfaat lainnya. Indonesia memiliki beragam tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat-obatan. Salah satu jenis tanaman obat adalah jahe. Produk ini juga memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman. Banyak sekali minuman yang terbuat dari jahe yaitu bandrek, sekoteng, dan bir pletok. Bir pletok merupakan salah satu minuman trasdisional yang berasal dari Jakarta. Salah satu usaha kecil yang membuat minuman sari jahe (bir pletok) adalah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Industri Rumah Tangga Ayu Lestari memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi usaha minuman tradisional yang besar dikarenakan Industri Rumah Tangga Ayu Lestari merupakan salah satu industri kecil yang ada di Jakarta yang tetap melestarikan minuman tradisional dari Betawi (Jakarta). Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui pendapatan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, (2) Menganalisis keberlanjutan usaha usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dengan menggunakan R/C rasio, B/C rasio, BEP (Break Even Point), dan PP (Payback Periode). Penelitian dilakukan di Industri Rumah Tangga Ayu Lestari Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Skala Rumah Tangga Ayu Lestari merupakan salah satu usaha rumah tangga yang tetap melestarikan minuman tradisional dari Betawi (Jakarta). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui data pendapatan usaha pada skala rumah tangga dilakukan dengan teknik wawancara kepada pemilik usaha tersebut. Total produksi minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu bulan yang diproduksi oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 3.300 botol dengan harga jual Rp 8.000,- per botol. Pendapatan yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi untuk pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah sebesar Rp 5.726.625,-. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 1,27 dengan memiliki nilai rasio tersebut, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 127.000,-, dengan demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Industri Rumah
Tangga Ayu Lestari secara keseluruhan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Nilai B/C rasio atas biaya total yang diperoleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 0,27, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan sebesar RP. 27.000,- dengan demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Industri Rumah Tangga Ayu Lestari secara keseluruhan menguntungkan untuk dijalankan. Break Even Point (BEP) produksi pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 2.584 botol. Break Even Point (BEP) harga per botol pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari dalam pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah Rp. 6.264,- Industri Rumah Tangga Ayu Lestari akan mengalami payback periode (PP) selama 9 bulan 13 hari (dengan bangunan) dan 21 hari (tanpa bangunan).
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan begitu banyak nikmat-Nya, terutama nikmat Iman dan Islam serta nikmat sehat wal afiat,sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Sholawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada baginda besar kita Nabi Muhammad SAW ”sang pemimpin umat” yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang ini. Akhirnya tidak terasa selesai juga penulisan skripsi ini yang berjudul “ANALISIS PENDAPATAN USAHA MINUMAN TRADISIONAL BETAWI SARI JAHE (BIR PLETOK) (Studi Kasus: Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan)” sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana pertanian. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya dan penghargaan setinggi-tinggi kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam keberhasilan penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, ayah (Alm.) Haryadi dan Mama Mari Iriani, yang telah mendidik dan membesarkan serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi hingga tingkat perguruan tinggi. Seiring doa penulis panjatkan kepada kedua orang tua tercinta. “Rabbighfirli wa liwaa lidayya warham huma kama robbayani shoghiro” 2. Pakde, Bude dan kakak-kakak sepupu di tajur Bogor yang telah mendoakan dan mensupport penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. I 3. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi di Fakultas Sains dan Teknologi dan telah mengesahkan karya tulis ini sebagai skripsi. 4. Ibu Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
dan dosen
pembimbing II yang
meluangkan waktunya serta begitu sabar dan ikhlas membimbing penulis.
telah
5. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MMA selaku dosen pembimbing I yang telah begitu banyak merelakan waktu dan pikirannya untuk dapat memberikan bimbingannya kepada penulis. 6. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan waktu dan pemikirannya demi kesempurnaan skripsi ini. 7. Ibu Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si, selaku dosen penguji II yang telah memberikan kritik dan sarannya demi tercapai hasil yang lebih baik lagi dalam skripsi ini. 8. Terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan baik perizinan, waktu, tenaga dan data-data yang diperlukan serta fasilitas-fasilitas yang diberikan selama penelitian. 9. Dosen-dosen di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu selama penulis menuntut ilmu dan untuk segala kritik, saran serta motivasi kepada penulis. 10. Staf-staf bagian administrasi UIN Jakarta baik pihak Universitas maupun pihak Fakultas dan Jurusan yang telah membantu kelancaran administrasi yang diperlukan. 11. Pimpinan dan Pengelola perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan kemudahan fasilitas buku-buku dan skripsi yang dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini. 12. “The Special One” Syauqie Muharrom (kiki), yang telah banyak menemani dalam suka dan duka serta memberikan motivasi untuk selesainya skripsi ini. 13. Sahabat-sahabatku Agribisnis angkatan 2003 yang telah menemani perjalanan studiku di kampus tercinta. Akhirnya penulis menyadari penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pembaca.
Jakarta, Februari 2009 Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................
4
1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ........................................................................
5
2.1.1. Definisi Tanaman Obat ............................................... 2.1.2. Minuman Tradisional Betawi ...................................... 2.1.3. Agribisnis Jahe .............................................................
5 6 6
2.1.3.1. Agribisnis Hulu (up strean-off agribusiness).. 2.1.3.2. Usahatani (on farm agribusiness) ................... 2.1.3.3. Agribisnis Hilir (down stream-off farm agribusiness)................................................... 2.1.3.4. Sarana Pendukung (Supporting Institution) .... 2.1.3.5. Tata Niaga Jahe ...............................................
8 9 13 13 14
2.1.4. Usaha Kecil ..................................................................
15
2.1.4.1. Pengertian Usaha Kecil ................................... 2.1.4.2. Karakteristik Usaha Kecil ...............................
15 16
2.1.5. Biaya ............................................................................ 2.1.6. Pendapatan .................................................................. 2.1.7. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) .................................................................... 2.1.8. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C rasio) ............... 2.1.9. Titik Pulang Pokok (Break Even Point) ....................... 2.1.10. Payback Periode ...........................................................
17 18
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ..............................................
21
19 20 20 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
23
3.2. Data dan Sumber Data ............................................................
23
3.3. Metode Pengumpulan Data .....................................................
23
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data …………………….... 3.4.1. Pendapatan Usaha ..........................................................
24
3.4.1.1. Penyusutan ........................................................
26
3.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio) .. 3.4.3. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C rasio) .................. 3.4.4. Break Even Point (BEP) ................................................ 3.4.5. Payback Periode ............................................................
27 27 28 28
3.5. Definisi Operasional ................................................................
29
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1. Sejarah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari .............................
31
4.2. Lokasi dan Keadaan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari..........
32
4.3. Struktur Organisasi Skala Rumah Tangga Ayu Lestari .........
33
4.4. Kegiatan Produksi Perusahaan ................................................
33
4.5. Saluran Pemasaran Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari ...
38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Biaya ..........................................................................
39
5.1.1. Biaya Investasi ............................................................. 5.1.2. Biaya Produksi ............................................................
39 40
5.1.2.1. 5.1.2.2. 5.1.2.3. 5.1.2.4.
Biaya Variabel............................................... Produksi ....................................................... Biaya Tetap .................................................. Biaya Total ...................................................
41 45 46 48
5.2. Penerimaan Usaha ....................................................................
48
5.3. Pendapatan ..............................................................................
49
5.4. Analisis R/C rasio ....................................................................
50
5.5. Analisis B/C rasio ....................................................................
51
5.6. Break Even Point (BEP) ..........................................................
52
5.7. Payback Periode .......................................................................
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ..............................................................................
55
6.2. Saran..........................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
57
LAMPIRAN....................................................................................................
60
DAFTAR GAMBAR
Hal 1.
Sistem Agribisnis .....................................................................................
7
2.
Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal ..............................................
14
3.
Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor ............................................
15
4.
Kerangka Pemikiran Konseptual..............................................................
22
5.
Saluran Pemasaran Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari ...............
38
DAFTAR GAMBAR
1. Sistem Agribisnis .................................................................................... 23 2. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal ............................................. 25 3. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor ........................................... 26 4. Kerangka Pemikiran Konseptual............................................................. 33 5. Saluran Pemasaran Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari .............. 50
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terkenal sebagai negara tropis yang kaya flora dan fauna. Negara ini memiliki 30.000 jenis flora dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di dunia, Indonesia sebagai negara terkaya kedua dalam hal keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini tak hanya digunakan sebagai bahan pangan ataupun untuk dinikmati keindahannya saja, tetapi juga bermanfaat sebagai bahan untuk mengobati berbagai penyakit. Manfaat keanekaragaman hayati bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna dan beberapa manfaat lainnya. Selanjutnya dikatakan Indonesia memiliki banyak ragam tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat-obatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IPTEKnet yang bekerja sama dengan CODATA ICSUD pada tahun 2002 tercatat terdapat 263 jenis tanaman yang berfungsi sebagai tanaman obat (IPTEKNET, 2007: 1). Didukung besarnya manfaat dan khasiat dari tanaman obat tersebut sehingga jumlah permintaan akan produk jamu dan minuman kesehatan berkembang secara pesat. Pasar jamu dan minuman kesehatan di Indonesia sangat besar dengan omzet diperkirakan sekitar Rp 7,2 triliun per tahun yang diisi oleh sekitar 129 industri besar dan sekitar 1.037 anggota berupa Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) yang terdaftar dalam Gabungan Pengusaha Jamu (GP-Jamu), termasuk industri rumah tangga dan pengecer. Untuk memperluas pasar dari
produk jamu dan minuman kesehatan maka dilakukan ekspor ke berbagai negara. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu), negara tujuan ekspor yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam, Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur Tengah, Rusia dan Cili (Bank Indonesia, 2007: 1). Salah satu jenis tanaman obat adalah jahe (Zingiber offincanale) yang mengandung zat aktif zingeron. Jahe merupakan komoditas pertanian yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai kalangan dan salah satu komoditi ekspor yang handal menambah devissa negara. Pemasaran jahe Indonesia ke luar negeri dalam bentuk segar, kering maupun olahan. Produk ini juga memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman (Harmono dan Andoko, 2005: 1). Jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan dan minuman, sebagai bahan campuran pada industri obat dan jamu tradisional. Banyak sekali minuman yang terbuat dari jahe yaitu bandrek, sekoteng, dan bir pletok. Bir pletok merupakan salah satu minuman tradisional yang berasal dari Jakarta. Birpletok adalah minuman alami yang terbuat dari jahe merah, kapulaga, pandan, dan aneka rempah lainnya. Rasanya pedas, hangat dan melegakan tenggorokan. Sangat bermanfaat untuk mengatasi asma, batuk pilek, masuk angin, pegal-pegal. Kontra indikasi:penderita darah tinggi dan gangguan maag kronis (BPTP, 2005 :1). Orang Betawi memanfaatkan jahe sebagai salah satu bahan untuk pembuatan bir pletok. Meskipun dinamakan bir, namun bir pletok ini tidak
2
mengandung alkohol. Jaman dahulu orang Betawi menghidangkan bir pletok sebagai cara menandingi kolonial Belanda yang gemar memanfaatkan bir dalam perjamuan (BPTP, 2005: 1). Salah satu usaha industri yang membuat minuman sari jahe (bir pletok) adalah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Skala Rumah Tangga Ayu Lestari memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi industri minuman tradisional yang besar dikarenakan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari merupakan satu-satunya skala usaha kecil yang ada di Jakarta yang tetap melestarikan minuman tradisional dari Betawi (Jakarta). Pendapatan bagi dunia usaha sangat penting untuk melanjutkan usaha yang dijalankan terutama bagi industri rumah tangga dan khususnya bagi Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Oleh karena itu diperlukan penelitian di perusahaan tersebut untuk membantu pemilik usaha dalam membuat analisa pendapatan, penerimaan dan pengeluaran usaha minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu bulan.
1.2. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Berapa pendapatan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari?
2.
Sejauh mana prospek keberlanjutan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari?
3
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara umum bertujuan : 1.
Mengetahui pendapatan usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
2.
Menganalisis keberlanjutan usaha usaha minuman tradisional Betawi sari jahe (bir pletok) di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dengan menggunakan R/C rasio, B/C rasio, BEP (Break Even Point), dan PP (Payback Periode).
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1.
Perusahaan, hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada pemilik usaha dalam melakukan perencanaan dan pengaturan keuangan usaha.
2.
Peneliti, hasil penelitian ini merupakan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta.
3.
Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan serta sebagai bahan informasi atau rujukan untuk penelitian berikutnya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Tanaman Obat Menurut Siswanto (2004: 7), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan
yang
diketahui
atau
dipercaya
berkhasiat
obat,
dan
dapat
dikelompokkan menjadi : 1. Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang dapat diketahui dan dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern yaitu spesies tumbuhan yang secara alamiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial yaitu tumbuhan yang digunakan mengandung senyawa dan bioaktif yang berkhasiat obat tapi belum dapat dibuktikan secara alamiah, medis atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. Menurut BPS (2000: 1), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang bermanfaat sebagai obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa daun, bunga, buah umbi (rimpang) atau akar. Sementara itu definisi tanaman obat Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI dalam Siswanto (2004: 8), tercantum dalam SK Menkes N0. 149/Menkes/IV/1978 sebagai berikut :
a. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. b. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku. c. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak
tanaman
tersebut digunakan sebagai obat.
2.1.2. Minuman Tradisional Betawi Minuman dan Makanan Tradisional Betawi adalah minuman dan makanan yang terbuat dari bahan yang berasal dari sumber lokal dan memiliki citra rasa yang relatif yang sesuai dengan selera masyarakat setempat yang berasal dari Jakarta. Minuman sehat diartikan sebagai minuman yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis tubuh seperti menghilangkan stress, menurunkan kandungan kolesterol, menigkatkan sistem pertahanan tubuh mencegah kanker, membantu meningkat fungsi otak dan sebagainya disamping memiliki rasa dan aroma yang enak serta kandungan gizi yang sesuai dengan peruntukkannya (BPTP, 2005: 5)
2.1.3. Agribisnis Jahe
Menurut Arsyad dalam Firdaus (2008: 7) menyatakan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Rahim dan Hastuti (2007: 89) menjelaskan bahwa agribisnis (agribusiness) berasal dari kata agri (agriculture) dan bisnis (usaha komersial). Downey dan Erickson (1987: 5) membagi agribisnis menjadi tiga 6
sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya. Sektor usahatani memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran. Menurut Krisnamurthi (2000: 2), agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan sarana produksi pertanian; (2) subsistem produksi usahatani; (3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri); (4) subsistem pemasaran hasil pertanian; dan (5) subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian. Subsistem kedua dan sebagian dari subsistem pertama dan ketiga di atas merupakan on-farm agribusiness, sedangkan subsistem lainnya merupakan off-farm agribusiness seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Agribisnis hulu (up stream-off farm agribusiness)
Usahatani (on farm agribusiness)
Agribisnis hilir (down stream-off farm agribusiness)
Saprodi pertanian
Budidaya
Pemasaran
Supporting Institution (pendukung)
Gambar 1. Sistem Agribisnis (Sumber: Krisnamurthi, 2000; 3)
7
Agribisnis mencakup banyak sektor, seperti sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Klasifikasi botani tanaman jahe sebagai berikut (Harmono, 2005: 3): Divisi Sub divisi Kelas Ordo Keluarga Genus Spesies
: Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae : Zingiber : Zingiber officinale.
Menurut Rahim dan Hastuti (2007: 193), tahap dalam sistem agribisnis terdiri dari empat tahap yaitu agribisnis hulu, usahatani, agribisnis hilir dan sarana pendukung. Tahap dalam sistem agribisnis secara lebih rinci dijabarkan dalam sub-bab di bawah ini.
2.1.3.1.Agribisnis Subsistem Hulu (up stream-off farm agribusiness)
Menurut Rahim dan Hastuti (2007: 193), agribisnis subsistem hulu merupakan bagian pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian seperti benih/bibit, pupuk, pestisida, peralatan, dan sarana lain. Secara umum, sarana produksi yang digunakan dalam agribisnis jahe untuk menunjang kegiatan usahataninya (budidaya) terdiri dari benih/bibit jahe, pupuk, pestisida, dan peralatan seperti cangkul, polibag, sprayer, dan plastik sungkup.
8
2.1.3.2.Usahatani (on farm agribusiness)
Menurut Harmono (2005: 18), proses dalam budidaya jahe harus melalui beberapa tahap, yaitu tahap pembibitan, pengolahan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman (penjarangan dan penyulaman, pemangkasan, pemupukan), dan panen. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan budidaya jahe yaitu kesesuaian syarat tumbuh yang dikehendaki seperti tanah, suhu udara, curah hujan, intensitas cahaya matahari, kelembaban, dan ketinggian tempat. Tanah yang serasi atau memenuhi syarat untuk tanaman jahe ialah tanah yang subur, banyak mengandung humus, serta mempunyai derajat keasaman tanah (pH) berkisar antara 4,3-7,4. Umumnya tanah yang baik untuk pertumbuhan jahe adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik. Suhu udara yang baik bagi tanaman jahe adalah suhu harian yang berkisar antara 20-35ºC yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70%. Tanaman jahe tidak tahan terhadap kekeringan, sehingga curah hujan sebaiknya tidak kurang dari 2.000 mm/tahun. Jahe dapat tumbuh di dataran rendah pada 100 m dpl sampai di ketinggian lebih dari 1.000m dpl Benih yang digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak tercampur dengan varietas lain. Rimpang yang akan digunakan untuk benih harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisasisa tanaman yang sukar lapuk. Jarak tanam 60 cm x 40 cm. Pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali pemupukan susulan. Pemupukan 30 HST (hari setelah tanam), 60 HST, 90 HST, dan 120 HST. Pemeliharaan terdiri dari penyiangan 9
gulma, penyulaman dan pembumbunan. Penyiangan setelah umur 4 bulan. Penyulaman dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah tanam. Pembumbunan dilakukan pada saat telah terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan. Panen untuk konsumsi dimulai pada umur 6 sampai 10 bulan. Tetapi, rimpang untuk benih dipanen pada umur 10 - 12 bulan. Cara panen dilakukan dengan membongkar seluruh rimpangnya menggunakan garpu, cangkul, kemudian tanah yang menempel dibersihkan. Menurut Harmono (2005: 3), Secara umum jahe dipasarkan dalam dua bentuk, yaitu jahe segar dan olahan. Jahe segar adalah jahe yang dipanen, dibersihan dari akar dan tanah yang melekat kemudian dijual. Sementara itu, jahe olahan bisa berupa jahe kering, bubuk jahe, minyak jahe dan oeloresin jahe. Dalam proses pengolahan jahe, pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi termasuk kandungan senyawa yang berperan dalam performansinya, harus tetap diperhatikan karena berkaitan dengan hasil akhir olahan. Setelah panen, rimpang harus segera dicuci dan dibersihkan dari tanah yang melekat. Pencucian disarankan menggunakan air yang bertekanan, atau dapat juga dengan merendam jahe dalam air, kemudian disikat secara hati-hati. Setelah pencucian jahe ditiriskan dan diangin-anginkan dalam ruangan yang berventilasi udara yang baik, sehingga air yang melekat akan teruapkan. Kemudian jahe dapat diolah menjadi berbagai produk atau langsung dikemas dalam karung plastik yang berongga dan siap untuk diekspor. Dari jahe dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan makanan/minuman.
10
Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa simplisia, oleoresin, minyak atsiri dan serbuk. Berikut ini salah satu pengolahan jahe yaitu sari jahe (bir pletok). Menurut BPPT (2005: 13), cara pembuatan bir pletok harus mempunyai standar prosedur operasional (SPO). Standar prosedur operasional (SPO) terdiri dari SPO bir pletok cair, SPO sterilisasi, SPO pembotolan bir pletok. a. SPO bir pletok cair 1. Rempah-rempah dicuci dari kotoran. 2. Bagian yang busuk dibuang. 3. Rempah-rempah dikecilkan ukurannya. Khususnya jahe diiris tipis. 4. Semua bahan ditimbang sesuai formula 5. Didihkan air sampai suhu mencapai 95-105° C 6.
Masukkan semua bahan-bahan tersebut kecuali kayu secang dan gula. Panci harus ditutup.
7. Biarkan rebusan selama 30 menit. 8.
Masukkan kayu secang. Biarkan sampai warna air rebusan menjadi merah selama 3-5 menit.
9. Angkat semua bahan dari air rebusan. 10. Air rebusan disaring dengan menggunakan kain saring (sebaiknya digunakan dengan ukuran 150 mesh 11. Tambahkan gula kedalam air rebusan yang telah disaring, 12. Rebus kembali sampai mendidih selama 3-5 menit. Air rebusan disaring lagi dengan menggunakan saring (150 mesh)
11
13. Bir pletok siap disajikan atau dilakukan pembotolan. b. SPO sterilisasi 1. Bagian luar dan bagian dalam botol dicuci dengan sabun dan sikat sampai bersih dari semua kotoran. 2. Bersihkan tutup botol dari kotoran yang menempel. 3. Tutup botol diperiksa apakah berkarat atau tidak 4. Apabila berkarat jangan digunakan. 5. Botol diisi dengan iar sampai penuh 6. Botol tersebut bersama dengan tutup botol yang akan digunakan direbus pada air mendidih (95-105° C) selama 45-60 menit 7. Angkat botol dan tutup botol dari air rebusan. Buang air yang ada didalam botol. Kemudian tiriskan botol dengan posisi terbalik. Botol yang telah kering siap untuk digunakan. c. SPO pembotolan bir pletok 1. Tuang bir pletok kedalam bool tetapi jangan samapi penuh. Sisakan kirakira 10% dari volume botol. 2. Botol ditutup dengan menggunakan alat pengepres (alat penutup botol) 3. Balikkan botol untuk memeriksa apakah penutupan sudah baik atau belum. Apabila masih terjadi perembesan berarti penutupan belum benar. Buka kembali tutup botol dan lakukan penutupan ulang dengan menggunakan tutup botol yang baru. Periksa kembali apakah penuutupan sudah baik atau belum.
12
4. Lakukan proses sterilisasi dengan cara merebus botol tadi pada suhu minimal 80° C selama 30 menit. Air dalam panci harus memnuhi stengah sampai tiga perempat botol. 5. Angkat dan tiriskan botol dengan posisi terbalik. Apabila terjadi perembesan, maka proses 3 dan 4 harus diiulang kembali 6. Biarkan sampai dingin. 7. Lakukan pelabelan dan penyegelan botol. 8. Simpan bir pletok dengan posisi normal (tidak terbalik). 9. Bir pletok siap dipasarkan.
2.1.3.3.Agribisnis Subsistem Hilir (down stream-off farm agribusiness)
Rahim dan Hastuti (2007: 194), agribisnis subsistem hilir merupakan kegiatan yang terdiri dari atas agroindustri (pengolahan hasil-hasil pertanian) dan pemasaran agribisnis. Pada agribisnis jahe, secara umum jahe dapat diolah menjadi jahe segar dan jahe olahan.
2.1.3.4. Sarana Pendukung (Supporting Institution)
Menurut Harmono (2005: 90), sarana pendukung dalam agribisnis jahe di Indonesia belum dimiliki sehingga perlu dibentuk Organisasi Jahe Indonesia untuk memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan industri jahe Indonesia dalam mewujudkan sistem dan usaha agribisnis jahe yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan.
13
2.1.3.5. Tata Niaga Jahe
Menurut Harmono (2005: 20) Tata niaga jahe terdiri atas tiga pihak yang terlibat didalamnya, yaitu produsen, perantara, dan konsumen. Produsen adalah petani yang menanam jahe; perantara adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportitr; serta konsumen adalah masyarakat pengguna dan industri yang memerlukan jahe, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Secara umum tata niaga jahe dibagi menjadi dua, yaitu tata niaga jahe untuk pasar lokal dan tata niaga jahe untuk pasar ekspor.
a. Tata Niaga untuk Pasar Lokal Menurut Harmono (2005: 20) Rantai tata niaga untuk jahe yang dijual di pasar lokal terdiri atas petani, pedagang pengumpul, pedagang antar kecamatan, pedagang besar, pedagang eceran dan konsumen.
Petani
Pedagang pengumpul
Pedagang antar kecamatan
Pedagang besar
Konsumen
Pedagang eceran
Gambar 2. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Lokal. b. Tata Niaga untuk Pasar Ekspor
14
Rantai tata niaga jahe untuk pasar ekspor terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang antar kecamatan, eksportir dan konsumen. Petani
Pedagang pengumpul
Konsumen
Pedagang antar kecamatan
Eksportir
Gambar 3. Rantai Tata Niaga Jahe untuk Pasar Ekspor.
2.1.4. Industri Kecil atau Usaha Kecil (UK) 2.1.4.1. Pengertian Usaha Kecil Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 dalam Anoraga dan Sudantoko (2002: 330) pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan atau kepemilkan sebagaimana diatur dalam undangundang. Kriteria usaha kecil dalam undang-undang tersebut tercantum dalam paada pasal 5 ayat 1, sebagai berikut: 1. Memliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau; 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia
15
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perushaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; 5. Berbentuk usaha orang-perorangan, badan usha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang pertama dan kedua, nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan peraturan pemerintah. Menurut BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM dalam Guk Seta (2007: 1) menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
2.1.4.2. Karakteristik Usaha Kecil Menurut Anoraga dan Sudantoko (2002: 225-226) secara umum sektor usaha kecil memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaedah administrasi pembukuan standar. Kadang kala pembukuan tidak diperbarui, sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya. 2. Marjin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi. 3. Modal terbatas. 4. Pengalaman manjerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas. 5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan untuk mampu menekan biaya mencapai titik efisien jangka panjang. 16
6. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta deversifikasi pasar sangat terbatas. 7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan haarus mengikuti sistem administrasi standar dan harus transparan. Menurut BPS dalam Adiningsih (2008: 5), BPS juga membagi jenis IKM (Industri Kecil Menengah) berdasarkan besarnya jumlah pekerja, yaitu: (a) kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja di bawah 3 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar, (b) usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 - 9 orang, (c) usaha menengah, sebanyak 20-99 orang.
2.1.5. Biaya
Menurut Mulyadi (2002: 8), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Adapun biaya menurut Niswonger (1992: 732) adalah jumlah yang terpakai atau jasa yang digunakan dalam proses menghasilkan pendapatan. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang harus dibayar oleh penjual sederhananya karena mereka ada dalam usaha tersebut. (Revino, 2006: 66). Biaya tetap adalah biaya yang nilainya tetap tidak tergantung volume usaha serta tidak mempengaruhi hasil akhir yang ingin diperoleh dari usaha ini (Mulyono, 2002: 147). Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang dalam batas-batas tertentu tidak berubah apabila tingkat kegiatan produksi berubah (Rasyaf, 1993: 256).
17
Biaya tidak tetap (variabel) merupakan biaya yang berubah secara langsung dan berbanding lurus terhadap jumlah produksi suatu produk (Revino, 2006: 65). Biaya variabel adalah biaya yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan dengan input variabel yang dipakai, seperti penyiangan, pupuk, tenaga kerja tidak tetap, bibit, dan sebagainya (Mahekam dan Malcolm, 1991: 93). Biaya variabel merupakan besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada kapasitas produksi yang bersangkutan (Rasyaf, 2000: 18), sedang menurut Usry (2004: 59) biaya variabel sebagai biaya yang secara total menigkat terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun terhadap penurunan dalam aktivitas. Menurut
Usry
(2004:
61)
untuk
merencanakan,
menganalisis,
mengendalikan, atau mengevaluasi biaya pada tingkat aktivitas yang berbeda, biaya tetap dan biaya variabel harus dipisahkan.
2.1.6. Pendapatan
Menurut Soemarso (2002: 274), pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan baang atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode. Menurut Niswonger (1992: 197), pendapatan dari penjualan adalah seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun secara kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan(untuk perusahaan dagang
18
penjualan), sedangkan pendapatan diluar usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan (diluar poko usaha). Jadi pendapatan merupakan seluruh total tagihan kepada pelanggan atau barang yang dijual, baik secara tunai maupun secara kredit yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan (untuk perusahaan dagang penjualan) yang mengakibatkan peningkatan jumlah aktiva atau pertambahan harta diluar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan baranga atau jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode.
2.1.7. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Rasio penerimaan atas biaya (R/C ratio) menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha. Dengan kata lain analisis rasio atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha. Artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usaha menguntungkan atau tidak (Harmono,2005: 67). Tingkat pendapatan usaha dapat diukur menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usaha yang akan diperoleh pengusaha untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha. Jika R/C ratio meningkat menunjukkan peningkatan penerimaan. Usaha dikatakan layak jika R/C ratio bernilai lebih besar dari satu (R/C > 1) yang artinya
19
setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usaha menguntungkan. Bila R/C ratio bernilai lebih kecil dari satu (R/C < 1) yang artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usaha mengalami kerugian.
2.1.8. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C Ratio)
Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (0), semakin besar nilai B/C maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003: 69) Menurut Rasyaf (1991: 155) bahwa hasil penjualan yang mampu menutupi biaya-biaya dan pajak maka keuntungan atau pendapatan yang diperoleh merupakan keuntungan bersih, maka usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan 2.1.9. Titik Pulang Pokok (Break Even Point)
Analisis pulang pokok adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan seperti jumlah produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya
(Umar, 1997:202).
20
BEP (break even point) modal merupakan titik impas usaha. Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian (Wiryanta, 2002:79). Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi.
2.1.10. Payback Periode
Payback Periode adalah masa pengembalian modal, artinya lama periode waktu untuk mengembalikan modal investasi. Cepat atau lambatnya sangat tergantung pada sifat aliran kas masuknya jika aliran kas masuknya besar atau lancar maka proses pengembalian modal akan lebih cepat dengan asumsi modal yang digunakan tetap atau tidak ada penambahan modal selama umur proyek (Sofyan, 2002:18).
2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Industri Rumah Tangga Ayu Lestari melakukan usaha pembuatan minuman berupa sari jahe. Dalam melakukan proses produksi minuman tersebut mengeluarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dari produk yang dihasilkan, produk tersebut dijual dan akan menghasilkan penerimaan. Kemudian hasil penjualan produk minuman sari jahe tersebut merupakan penerimaan yang didapat maka akan dianalisis usaha minuman tersebut. Indikator dari usaha tersebut berupa Pendapatan Usaha, R/C rasio, R/C Rasio, Payback Period (PP), dan Break Even Point (BEP). Berdasarkan uraian di
21
atas maka gambaran kerangka pemikiran konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
Bir Pletok
Biaya Produksi : - Biaya Tetap - Biaya Variabel
Penerimaan
Pendapatan Usaha R/C Rasio B/C Rasio BEP (Break Even Point) PP (Payback Period)
Kelanjutan Usaha Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Jalan Setu Babakan Rt 09 Rw 08 Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Ciganjur Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi dari BPTP (Badan Pengolahan dan Teknologi Pangan) dan merupakan salah satu usaha rumah tangga minuman sari jahe (bir pletok).
Penelitian
dilakukan
dalam
waktu
dua
bulan
yaitu
bulan
Oktober - November 2008.
3.2.
Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber datanya berasal dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan pemilik usaha Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Data Sekunder diperoleh dari Departemen Pertanian, dan lembaga-lembaga terkait atau dari pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.3.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu pengamatan/teknik
observasi,
wawancara/interview.
Pengamatan/teknik
observasi yaitu dengan mengamati secara langsung objek penelitian sehingga dapat diperoleh gambaran yang nyata tentang segala aktivitas pembuatan minuman sari jahe (bir pletok). Wawancara atau interview yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan pemilik Industri Rumah Tangga Ayu Lestari. Pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner.
3. 4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitaf. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat kegiatan pembuatan minuman sari jahe dan hal yang terkait akan diuraikan secara deskriptif. Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dalam penelitian ini analisis data meliputi Pendapatan Usaha, R/C Ratio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP). Data
yang
telah
terkumpul
melalui
tahapan-tahapan
pengeditan,
pengolahan dan penyusunan dalam bentuk tabulasi sehingga data tersebut siap untuk dianalisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu kalkulator dan program Microsoft Excel.
3. 4. 1. Analisis Pendapatan
Menurut Soeharjo dan Patong (1973:45), pendapatan dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang benar-benar
24
dikeluarkan, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan dikurangi dengan total biaya. Analisis pendapatan usaha dilakukan terhadap biaya kegiatan produksi dari awal pembuatan hingga pengemasan yang dilakukan dalam satu bulan. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui nilai pendapatan yang diperoleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari. Metode perhitungan pendapatan usaha minuman sari jahe (bir pletok) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode Perhitungan Pendapatan Usaha Minuman Sari Jahe (Bir Pletok)
Uraian A. Arus Penerimaan 1. Produk yang dihasilkan (Qy) 2. Harga satuan produksi (Py) 3. Total Penerimaan (Y) B. Arus Pengeluaran 1. Biaya Tetap • Upah tenaga kerja (b1) • PBB (b2) • Penyusutan Peralatan dan bangunan (b3) Total Biaya Tetap (BT) 2. Biaya Variabel • Listrik • Air • Telepon • .............. Total Biaya Variabel (BV) TOTAL SELURUH PENGELUARAN (TC) PENDAPATAN (∏) R/C RATIO
Jumlah Fisik
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
(1) (2) (1x2)=(3)
(4) (7) (10)
(5) (8) (11)
(4x5)=( (6) (7x8)=( (9) (10x11)=( (12) (6)+(9)+(12)=(13)
(14) (17) (20)
(15) (18) (21)
(14x15)=(16) (17x18)=( (19) (20x21)=( (22) (16)+(19)+(22)=(23) (13+23)=(24) (3-24) (3)/(24)
Sumber : Hernanto, 1989 (dimodifikasi)
25
Berdasarkan Tabel di atas maka dapat dibuatkan rumus matematika sebagai berikut ini: Perhitungan penerimaan sebagai berkut: Y = Qy . Py dimana : Y Qy Py
= penerimaan usaha = produk yang dihasilkan = harga jual produk yang dihasilkan
Perhitungan pengeluaran sebagai berikut: TC = BT + BV dimana : TC BT BV
= biaya total = biaya tetap = biaya variabel
Perhitungan pendapatan adalah sebagai berikut: ∏ = TC – Y dimana : ∏ TC Y
= pendapatan = biaya total = penerimaan usaha
3.4.1.1. Penyusutan Menurut Suratiyah (2006: 35), untuk memperhitungkan penyusutan pada dasarnya bertitik tolak pada harga perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat bagi suatu usaha. Salah satu cara yang dapat
26
digunakan untuk memperhitungkan nilai penyusutan sekaligus digunakan dalam penelitian ini adalah metode garis lurus. Formula yang biasa digunakan adalah: Harga beli – Nilai sisa Umur Ekonomis 3.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Penyusutan =
Menurut Soeharjo dan Patong (1986:79), R/C (Revenue Cost Ratio) adalah pembagian antara penerimaan usaha dengan biaya dari usaha tersebut. Analisa ini digunakan untuk melihat perbandingan total penerimaan dengan total biaya usaha. Jika nilai R/C ratio di atas satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan lebih dari satu rupiah. . Secara sistemastis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C ratio =
Total Penerimaan Penjualan Produk Total Biaya
Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari usahatani. Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), hal ini menunjukkan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh.
3.4.3. Analisis Keuntungan dan Biaya (B/C Ratio) Analisis keuntungan dan biaya (B/C Ratio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol, semakin besar nilai B/C maka semakin besar nilai manfaat yang akan 27
diperolehh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003: 69). Secara matematis ditulis : B/C ratio =
Total Keuntungan / Laba Total Biaya
3.4.4. Break Even Point (BEP)
Menurut Wiryanta (2002:79), BEP (break even point) merupakan titik impas usaha. Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi. Dirumuskan sebagai berikut : BEP volume produksi (botol) =
BEP harga produksi (Rp/botol) =
Total Biaya Harga Penjualan
Total Biaya Total Produksi
3. 4. 5. Payback Periode
Menurut Sofyan (2002:19), teknik payback periode digunakan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha akan kembali jika alternatif aliran kas yang didapat dari usaha yang diusulkan akan kembali, maka alternatif usulan usaha yang memberikan masa yang terpendek adalah yang terbaik. Menurut Lukman (2004:444), payback periode adalah perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup nilai investasi suatu
28
proyek dengan menggunakan aliran kas yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Perhitungan payback periode untuk suatu proyek yang mempunyai pola aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Payback Periode =
Nilai Investasi Aliran Kas
x
1 tahun
3. 5. DEFINISI OPERASIONAL 1. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha. 2. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 3. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari selama proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan. 4. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan. 5. Biaya total merupakan penjumlahan total biaya tetap dan total biaya variabel. 6. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual. 7. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total. 8. R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi selama satu bulan. 9. B/C Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi
29
selama satu bulan. 10. BEP (break even point) adalah titik pertemuan antara biaya dan penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung. 11. PP (Payback Periode) adalah perbandingan antara investasi yang dikeluarkan dengan pendapatan usaha yang diperoleh. 12. Penyusutan adalah pengurangan harga beli dengan nilai sisa kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan umur ekonomis dimana nilai sisa diasumsikan sama dengan nol.
30
BAB IV GAMBARAN UMUM USAHA SKALA RUMAH TANGGA AYU LESTARI
4.1. Sejarah Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Pada awalnya Ayu Lestari merupakan kelompok usaha wanita. Kelompok tersebut terdiri para ibu-ibu yang tinggal di Setu Babakan. Tujuan terbentuknya kelompok ini untuk membantu keuangan keluarga dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan. Ketua kelompok tersebut adalah Ibu Rosmayanti. Kelompok usaha wanita terbentuk pada tahun 1997. Menurut Ibu Rosmayanti, nama Ayu Lestari mempunyai arti yaitu Ayu artinya cantik dan Lestari arti berkesinambungan. Sehingga dari nama tersebut tersirat harapan bahwa usaha yang dijalankan oleh sekelompok wanita cantik ini dapat berkesinambungan. Kelompok usaha Ayu Lestari telah melakukan kerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat Ekonomi Universitas Pancasila. Bentuk kerjasama tersebut berupa pelatihan manajemen, pelatihan administrasi usaha dan kesediaan lembaga ini sebagai fasilitator dalam peminjaman modal berbentuk kredit tanpa agunan kepada pihak lain. Kerjasama lain juga dilakukan dengan pihak Dinas Pertanian DKI Jakarta dalam bentuk penyuluhan usaha pertanian. Penyuluhan usaha pertanian tersebut berbentuk pelatihan cara pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) yang merupakan minuman tradisional Betawi pada tahun 1998. Tetapi pada tahun 2000 kelompok Ayu Lestari bubar dikarenakan anggota kelompok tersebut mempunyai kesibukan masing-masing. Tetapi Ibu Rosmayanti tetap menjalankan usaha ini sendiri sebagai bentuk kepedulian dalam melestarikan kebudayaan Betawi
Menurut Ibu Rosmayanti, sejarah minuman tradisional Betawi yaitu bir pletok berawal pada masa penjajahan Belanda. Pada waktu itu, banyak tentara Belanda yang gemar minum-minuman keras yang beralkohol yaitu bir. Menurut tentara tersebut minuman bir bermanfaat untuk menghangatkan tubuh pada waktu malam hari yang dingin. Masyarakat Betawi pada waktu itu ingin juga ikut minum-minuman tersebut tetapi takut dosa karena mengandung alkohol. Kemudian untuk menandingi tentara Belanda tersebut, masyarakat Betawi membuat minuman sejenis yang terbuat dari berbagai jenis rempah-rempah yang bermanfaat dapat menghangatkan tubuh. Minuman ini berkhasiat menurunkan gejala masuk angin, kelelahan, mengatasi sariawan bahkan reumatik Harapan pemilik dari usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah semoga usaha yang dijalankan lebih maju pada masa yang akan datang dan menjadikan minuman sari jahe (bir pletok) menjadi minuman yang sangat bermanfaat dan dikenal masyarkat luas.
4.2. Lokasi Usaha dan Keadaan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Sejak tahun 1998 dan sampai saat ini Industri Rumah Tangga Ayu Lestari terletak di Jalan Setu Babakan Rt 09 Rw 08 Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Ciganjur Jakarta Selatan. Batas wilayah lokasi penelitian ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kebagusan, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Ciganjur, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Jati Baru, Desa Krukut dan Jawa Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Serengseng Sawah.
32
Perusahaan ini berupa skala rumah tangga yang memiliki luas banguan 40 m² yang terdiri dua ruangan yaitu ruangan kantor yang berukuran 2 m x 4 m yang berfungsi sebagai ruang kerja pengelola dan ruangan produksi sekaligus gudang yang berukuran 8 m x 4 m.
4.3. Struktur Organisasi Usaha Skala Rumah Tangga Ayu Lestari
Dalam Skala Rumah Tangga Ayu Lestari tidak mempunyai struktur organisasi. Dalam struktur organisasi ini, pemilik merangkap sebagai pengelola. Semua keputusan dalam kegiatan usaha merupakan wewenang pemilik mulai dari belanja bahan baku, meramu bahan baku, pengemasan dan pemasaran hasil produk. Pemilik dalam menjalankan kegiatan usaha minuman sari jahe (bir pletok) dibantu oleh dua orang tenaga kerja. Pimpinan merupakan pemilik
sekaligus sebagai
pengelola
adalah
Rosmayanti pemegang posisi puncak, yang memiliki tugas untuk mengevaluasi pemasukan dan pengeluaran keuangan serta sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan usaha. Pada tenaga kerja pertama dipegang oleh Endang yang memiliki tugas belanja bahan baku, produksi, dan pengemasan. Pada tenaga kerja kedua dipegang oleh Imas yang memiliki tugas belanja bahan baku, produksi, dan pengemasan.
4.5. Kegiatan Produksi Perusahaan
Kegiatan yang dilakukan pada usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) diantaranya:
33
1. Persiapan bahan Tujuan persiapan bahan adalah agar proses pembuatan minuman sari jahe berjalan dengan lancar. Bahan yang disiapkan adalah rempah-rempah, jahe, gula pasir dan botol. Rempah-rempah terdiri dari kayu secang, kayu manis, kapulaga, lada hitam, cabe jawa, biji pala, daun pandan, daun jeruk purut, cengkeh, kayu mesoyi dan serai. Perlakuan persiapan pada masing-masing bahan berbeda-beda yaitu: a. Rempah-rempah Rempah-rempah yang digunakan adalah adalah kayu secang sebanyak 2,7 persen, kayu manis sebanyak 1,1 persen, kapulaga sebanyak 1,6 persen, lada hitam sebanyak 1,1 persen, cabe jawa sebanyak 1,1 persen, biji pala sebanyak 1,1 persen, daun pandan sebanyak 1,4 persen, cengkeh sebanyak 0,5 persen, kayu mesoyi sebanyak 0,5 persen, daun jeruk sebanyak 0,5 persen dan serai sebanyak1,4 persen. Rempah-rempah yang sudah tersedia dicuci dan dibersihkan. Tujuan dari pencucian adalah menghilangkan kotoran yang menempel dengan air yang mengalir. Setelah rempah-rempah dicuci kemudian dilakukan penyortiran. Tujuan penyortiran rempah-rempah yang sudah dibersihkan adalah untuk memisahkan bahan baku yang berkualitas bagus dengan kualitas jelek. Cara penyortiran dengan cara manual yaitu memisahkan rempah-rempah yang baik dengan yang jelek. Setelah rempah-rempah selesai disortir, selanjutnya dilakukan proses penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan tujuan agar kualitas sari jahe sesuai yang telah ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan kue
34
yang sering digunakan ibu rumah tangga. Rempah-rempah yang telah selesai ditimbang kemudian siap untuk digunakan. b. Jahe Jahe yang sudah tersedia dicuci dan dibersihkan. Tujuan dari pencucian adalah menghilangkan kotoran yang menempel dengan air yang mengalir. Setelah jahe dicuci kemudian dilakukan penyortiran. Tujuan penyortiran jahe yang sudah dibersihkan adalah untuk memisahkan bahan baku yang berkualitas bagus dengan kualitas jelek. Cara penyortiran dengan cara manual yaitu memisahkan jahe yang baik dengan yang jelek Setelah jahe selesai disortir, selanjutnya dilakukan proses penimbangan. Penimbangan dilakukan dengan tujuan agar kualitas sari jahe sesuai dosis yang telah ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan kue yang sering digunakan ibu rumah tangga. Jahe yang ditimbang sebanyak 32,6 persen. Jahe yang telah selesai ditimbang kemudian dilakukan pengirisan. Tujuan pengirisan adalah agar sari-sari yang terdapat dalam jahe dapat keluar secara maksimal. Jahe yang telah diiris siap untuk digunakan untuk membuat minuman sari jahe. c. Gula Pasir Gula pasir yang digunakan terlebih dahulu ditimbang. Penimbangan dilakukan dengan tujuan agar memperoleh kadar gula yang tepat untuk memberikan rasa manis yang ditentukan. Penimbangan menggunakan timbangan kue. Jahe yang ditimbang sebanyak 54,3 persen.
35
d. Botol Botol-botol yang digunakan adalah botol bekas. Botol tersebut direndam selama 30 menit dalam ember berisi air bersih. Tujuan perendaman adalah supaya kotoran-kotoran yang menempel di dalam dan di luar botol dapat dengan mudah dibersihkan. Setelah itu botol tersebut dicuci dengan menggunakan spons, sikat botol dan sabun yang telah dicairkan dengan air. Tujuan pencucian adalah menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel di dalam dan di luar botol. Cara pencucian adalah spons direndam dalam sabun yang telah dicairkan kemudian spons tersebut digosok-gosokkan di luar badan botol dan sikat botol dimasukkan ke dalam botol untuk membersihkan bagian dalam botol dengan cara sikat tersebut dinaikkan diturunkan. Setelah botol tersebut sudah bersih kemudian botol dicuci bersih dengan air yang mengalir. Botol yang sudah bersih kemudian botol tersebut dilakukan perebusan. Tujuan perebusan adalah mensterilisasikan botol dari kuman dan virus agar botol tersebut aman digunakan. Botol yang sudah bersih kemudian botol tersebut diisi air sampai penuh. Setelah itu, botol dimasukkan ke dalam panci yang berisi air setinggi setengah dari tinggi botol. Dalam satu panci berisi 15 botol. Perebusan dilakukan selama 30 menit dengan menggunakan kompor gas. Setelah 30 menit, botol tersebut dikeluarkan dari dalam panic dengan menggunakan lap bersih dan air yang ada dalam botol tersebut dituang ke dalam ember. Air tersebut dapat digunakan untuk mensterilisasi botol yang berikutnya. Botol yang telah disterilisasikan kemudiankan ditiriskan agar botol benar-benar kering dari sisasisa air yang berada di dalam botol. Dan botol siap untuk digunakan.
36
2. Perebusan Setelah persiapan bahan selesai, selanjutnya dilakukan proses perebusan. Perebusan dilakukan dengan tujuan agar sari-sari bahan baku dapat keluar secara maksimal. Jahe direbus di dalam panci berisi air sebanyak 63 liter pada suhu 100° C selama 30 menit. Setelah 30 menit, masukkan rempah-rempah lain ke dalam rebusan jahe tersebut. Rempah-rempah tersebut direbus selma 30 menit. Kemudian gula pasir dimasukkan sebanyak 54,34 persen, larutkan gula tersebut dalam rebusan air yang berisi jahe dan rempah-rempah. 3. Penyaringan Setelah dilakukan perebusan, air rebusan jahe tersebut dilakukan penyaringan. Tujuan dari penyaringan adalah menyaring ampas dari rebusan jahe dan rempah. Penyaringan menggunakan saringan kotak berukuran 40 cm x 60 cm dan lubang kain saringan dengan ukuran 150 mesh 4. Pengisian Ke Dalam Botol dan Penutupan Pengisian dilakukan setelah air rebusan sari jahe tersebut disaring. Air sari jahe diisi ke dalam botol berukuran 630 ml. Kemudian botol berisi sari jahe di tutup dengan tutup botol lalu
botol tersebut dilakukan sterilisasi. Sterilisasi
dilakukan selama 30 menit. 5. Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan dilakukan setalah sterilisasi botol yang berisi air sari jahe diangkat dari dalam botol dan kemudian botol tersebut tidak panas lagi. Pengemasan yang dilakukan adalah penempelan label dan penyegelan tutup botol.
37
Setelah pengemasan selesai, botol tersebut ditaruh ke dalam krat yang telah disediakan.
4.6. Saluran Pemasaran
Pemasaran sebagai kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan hasil produksi dari perusahaan ke konsumen. Industri Rumah Tangga Ayu Lestari dalam menjalani usaha produksi minuman tradisional betawi sari jahe (bir pletok) dikelola Ibu Rosmayanti memiliki dua jalur pemasaran. Jalur pemasarannya meliputi beberapa pelanggan yang berada di Setu Babakan dan konsumen yang membeli langsung datang ke perusahaan. Berikut ini saluran pemasaran pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Gambar 6. Pengecer
Konsumen
Industri Rumah Tangga Ayu Lestari Konsumen
Gambar 5. Saluran Pemasaran pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari Berdasarkan Gambar 5 di atas, diketahui Industri Rumah Tangga Ayu Lestari hanya memiliki dua jalur pemasaran. Jalur pertama, Ayu Lestari memasarkan produknya ke pengecer lalu dari pengecer dijual lagi kepada konsumen. Jalur kedua, Ayu Lestari langsung memasarkan produknya kepada konsumen. Pemasaran yang dilakukan di Industri Rumah Tangga Ayu Lestari
38
tidak mengenal waktu artinya pada waktu libur produksi tetap melakukan penjualan produk ke konsumen.
39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Biaya Produksi Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe
Biaya produksi pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari menggambarkan besarnya penggunaan input-input produksi dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama proses berlangsung. Input produksi meliputi bahan baku, kemasan, tenaga kerja, peralatan dan bahan bakar gas dan kompor gas.
5.1.1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha. Biaya investasi yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah bangunan dan pengadaan peralatan usaha berupa timbangan, panci, alat pres tutup botol, kompor gas, saringan bulat dan kotak, ember besar, krat besar dan kecil, meja dan kursi kantor, dan kipas angin. Berikut ini komponen biaya investasi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komponen dan Biaya Investasi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Pada Tahun 2008
No. Komponen Biaya Investasi 1. Bangunan 2. Mesin press tutup botol 3. Kompor gas 4. Ember bulat 5. Saringan bulat 6. Saringan kotak 7. Krat besar 8. Krat kecil 9. Panci 10. Timbangan 11. Meja dan kursi kantor 12. Kipas angin Total biaya investasi
Jumlah (Rp) 50.000.000 375.000 450.000 240.000 11.000 170.000 1.000.000 500.000 600.000 150.000 500.000 200.000 54.196.000
Prosentase (%) 92,25 0,69 0,83 0,44 0,02 0,26 1,84 0,92 1,10 0,27 0,92 0,36
Sumber: Data Primer Industri Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan Tabel 2 di atas, total biaya investasi yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari yaitu sebesar Rp 54.196.000,-. Biaya investasi terbesar adalah biaya bangunan sebesar Rp 50.000.000,- (92,25 %). Hal ini dikarenakan bangunan tersebut merupakan bangunan permanen dan digunakan sebagai tempat produksi dan ruangan kantor. Biaya bangunan merupakan modal sendiri. Biaya terbesar kedua adalah biaya peralatan usaha sebesar Rp 3.121.000,(7,75 %). Biaya peralatan digunakan untuk membeli semua peralatan yang digunakan untuk menjalankan usaha.
5.1.2. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses jahe menjadi sari jahe. Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam proses produksi mengeluarkan biaya-biaya yang diperlukan dalam satu tahun produksi 40
yang berasal modal sendiri. Biaya produksi usaha pembuatan Sari Jahe (Bir Pletok) terdiri dari biaya variabel (variable cost), dan biaya tetap (fixed cost).
5.1.2.1. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya sangat tergantung pada jumlah produksi. Tergolong biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari meliputi biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya kemasan, biaya bahan bakar kompor, biaya listrik dan biaya transportasi.
a. Biaya Tenaga Kerja
Usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) yang terdapat pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari menggunakan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita luar keluarga. Hari kerja Senin sampai dengan Minggu selama tujuh jam per hari, yaitu pukul 07.00 – 14.00. Tenaga kerja pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari berjumlah dua orang dengan sistem upah harian. Upah tenaga kerja yang berlaku pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebesar Rp 50.000,- per hari atau sekitar Rp 1.500.000,- per bulan. Sedangkan biaya yang dibutuhkan untuk semua tenaga kerja adalah sebesar Rp 3.000.000,- per bulan. Tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan yaitu Rosmayanti yang merupakan pemilik dan tenaga kerja tetap sekaligus pimpinan industri tersebut. Biaya tenaga kerja tetap per bulan sebesar Rp 2.000.000,-. b.
Biaya Bahan Baku
41
Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan baku untuk pembuatan minuman sari jahe (bir pletok). Jenis bahan baku untuk pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Bahan Baku untuk Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Dalam Satu Bulan Produksi Pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kebutuhan/ bulan (kg) Jahe 180 Kayu secang 15 Gula pasir 300 Kayu manis 6 Kapulaga 9 Lada hitam 6 Cabe jawa 6 Biji pala 6 Daun pandan 7,5 Daun jeruk purut 3 Cengkeh 3 Kayu Mesoyi 3 Serai 7,5 TOTAL Jenis Bahan Baku
Harga (Rp/kg) 6.500 25.000 6.300 35.000 190.000 120.000 95.000 110.000 4.000 170.000 160.000 2.500 6.000
Jumlah (Rp) 1.170.000 375.000 1.890.000 210.000 1.710.000 720.000 570.000 660.000 30.000 510.000 480.000 7.500 45.000 8.362.500
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Bahan baku minuman sari jahe (bir pletok) ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan penunjang. Bahan baku yang paling banyak digunakan yaitu jahe dan gula pasir. Hal ini dikarenakan bahan baku tersebut merupakan bahan baku utama. Bahan baku penunjang adalah kayu secang, kayu manis, kapulaga, lada hitam, cabe jawa, biji pala, daun pandan, cengkeh, kayu mesoyi, daun jeruk dan serai. Bahan baku tersebut dibeli di pasar tradisional di daerah Pasar Minggu. Pembelian bahan baku tersebut, ada yang dibeli mingguan dan bulanan. Bahan
42
baku yang dibeli mingguan adalah jahe, daun jeruk purut, serai, dan daun pandan. Bahan baku yang dibeli bulanan adalah kayu secang, kayu manis, kapulaga, lada hitam, cabe jawa, biji pala, cengkeh, dan kayu mesoyi. Total biaya bahan dalam satu bulan produksi sejumlah Rp. 8.362.500,-.
c. Biaya Kemasan
Biaya kemasan terdiri dari botol, tutup botol, segel dan label. Total Biaya kemasan keseluruhan sebesar Rp. 6.105.000,-. Harga kemasan tersebut masingmasing adalah Rp. 700,- per botol, Rp. 350,- per tutup botol, Rp. 100,- per segel, dan Rp. 700,- per label. Botol yang digunakan diperoleh dari penadah barang bekas (botol) yang mengantarkan langsung ke Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Tutup botol dan segel dibeli di toko kimia di daerah Jatinegara. Label yang digunakan dipesan di percetakan setiap bulan. Tutup botol, segel dan label dibeli setiap bulan sebanyak 2000 buah
d. Biaya Transportasi
Biaya transportasi digunakan untuk biaya ongkos naik kendaraan umum untuk membeli bahan baku dan biaya kemasan sebesar Rp 25.000,- per minggu. Bahan baku yang dibeli per bulan yaitu kayu secang, kayu manis, kayu mesoyi, lada hitam, cengkeh, kapulaga, biji pala dan cabe jawa. Hal ini dikarenakan bahan tersebut awet dan tahan lama karena dalam bentuk kering. Sedangkan bahan baku yang dibeli per minggu yaitu jahe, daun jeruk purut, daun pandan dan gula pasir.
43
e. Biaya Bahan Bakar
Bahan bakar kompor yang digunakan adalah gas. Dalam sebulan menggunakan 10 buah tabung gas ukuran besar. Harga gas per tabung adalah Rp. 75.000,-. Jadi biaya bahan bakar setiap bulan sebesar Rp 750.000,-. Bahan bakar ini digunakan untuk memasak sari jahe (bir pletok) dan mensterilisasi botol yang akan digunakan.
f. Biaya Listrik
Biaya yang harus dibayarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari untuk membayar listrik adalah Rp 30.000,- per bulan. Hal ini dikarenakan hanya menggunakan dua buah lampu untuk diruangan produksi dan kantor dan satu buah kipas angin yang digunakan dari jam 07.00 sampai 14.00 (jam kerja).
g. Total Biaya Variabel
Total biaya variabel merupakan penjumlahan dari komponen-komponen dari biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. Berikut ini Tabel 4 merupakan komponen biaya variabel pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi pada tahun 2008.
44
Tabel 4. Komponen dan Biaya Variabel Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Biaya (Rp) 8.362.500 5.000.000 6.105.000 100.000 750.000 30,000 20.347.500
Komponen Biaya Variabel Bahan Baku Tenaga kerja Kemasan Transportasi Bahan Bakar Kompor Listrik Total Biaya Variabel
Prosentase (%) 40,65 24,31 29,68 0,6 4,55 0,18 100
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 4 menunjukan bahwa total biaya variabel yang harus dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp. 20.347.500,-. Biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan oleh Industri Rumah
Tangga
Ayu
Lestari
adalah
biaya
bahan
baku
sebesar
Rp. 8.362.500,- (54,48%).
5.1.2.2. Produksi
Produksi yang dihasilkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari bervariasi tergantung dari permintaan konsumen. Berikut ini produksi dan penjualan selama satu bulan produksi.
45
Tabel 5. Jumlah Produksi, Penjualan dan Persediaan Selama Satu Bulan Produksi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Tanggal 19 Nopember 2008 20 Nopember 2008 21 Nopember 2008 22 Nopember 2008 23 Nopember 2008 24 Nopember 2008 25 Nopember 2008 TOTAL RATA-RATA/ HARI RATA-RATA/ BULAN
Produksi (botol) 110 107 115 105 112 107 114 770
Penjualan (botol) 35 60 10 56 90 0 62 313
Sisa (botol) 75 47 105 49 32 107 52 457
Stok (botol) 75 122 227 276 298 405 457
110
45
65
65
3300
1350
1950
1950
Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan Tabel diatas diketahui total produksi selama satu minggu sebanyak 770 botol atau rata-rata per hari sebanyak 110 botol atau dalam satu bulan produksi sebanyak 3300 botol. Total
penjualan selama satu minggu
sebanyak 313 botol atau rata-rata per hari sebanyak 45 botol atau dalam satu bulan produksi sebanyak 1350 botol. Stok produksi pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari diperlukan dikarenakan minuman sari jahe (bir pletok) mempunyai daya tahan lama selama tujuh bulan, saat libur poduksi industri tersebut tetap melakukan penjualan dan mengalami fluktuasi penjualan.
5.1.2.3. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan. Tergolong
46
biaya tetap pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari meliputi biaya PBB, biaya penyusutan bangunan, dan biaya penyusutan peralatan. Nilai sisa diasumsikan sama dengan nol. Gambaran mengenai biaya tetap disajikan pada Tabel 6
Tabel 6. Komponen dan Biaya Tetap Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008 No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13
Harga Nilai Penyusutan Satuan (Rupiah) (bulan) (Rupiah) PBB 125.000 125.000 10.417 Bangunan 20 tahun 1 buah 50.000.000 50.000.000 208.333 Mesin Press Tutup Botol 2 tahun 3 buah 125.000 375.000 10.417 2 tahun 2 buah 225.000 18.750 - Kompor Gas 450.000 - Ember Bulat 2 tahun 2 buah 120.000 240.000 10.000 - Saringan Bulat 2 tahun 1 buah 11.000 11.000 458 - Saringan Kotak 2 tahun 1 buah 170.000 170.000 7.083 - Krat Besar 2 tahun 10 buah 100.000 1.000.000 8.333 - Krat Kecil 2 tahun 10 buah 50.000 500.000 4.167 - Panci 2 tahun 4 buah 150.000 600.000 12.500 - Timbangan 2 tahun 1 buah 150.000 150.000 6.250 - Meja dan Kursi Kantor 2 tahun 1 buah 500.000 500.000 20.833 - Kipas Angin 2 tahun 1 buah 200.000 200.000 8.333 TOTAL Rp. 325.875 Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008 Uraian
Umur Jumlah Ekonomis (Unit)
Persentase (%) 1,95 77,99 1,95 3,51 1,87 0,09 1,33 1,56 0,78 2,34 1,17 3,89 1,56 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa biaya yang terbesar dari biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah biaya untuk penyusutan bangunan adalah sebesar Rp. 208.333,- (77,99 %). Biaya penyusutan bangunan diperlukan untuk digunakan perbaikan sarana bangunan yang rusak. Biaya yang harus dikeluarkan untuk PBB(Pajak Bumi dan Bangunan) adalah Rp. 10.417,- (1,95 %). Biaya yang harus dikeluarkan untuk penyusutan peralatan adalah sebesar dan Rp. 107.124,-. Dalam Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, peralatan yang mengalami penyusutan antara lain timbangan, panci, alat pres tutup botol, kompor gas, saringan bulat dan kotak, ember besar, krat besar dan
47
kecil, meja kantor, dan kipas angin. Berdasarkan hasil analisa biaya tetap, maka biaya tetap harus yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah sebesar Rp. 325.875,-.
5.1.2.4. Biaya Total
Biaya total merupakan penjumlahan total biaya tetap dan total biaya variabel. Gambaran mengenai total biaya produksi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komponen Total Biaya Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008 No. 1. 2.
Komponen Biaya
Biaya (Rp) 20.347.500 325.875 20.673.375
Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya Produksi
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 7 menunjukan bahwa total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp.
20.673.375,-.
Biaya
ini
meliputi
biaya
tetap,
yaitu
sebesar
Rp. 325.875,- dan biaya variabel sebesar Rp. 20.347.500,-. Biaya yang paling besar proporsinya adalah biaya variabel yaitu sebesar Rp. 20.347.500. Hal ini dikarenakan biaya bahan baku merupakan komponen utama dari pembuatan minuman sari jahe (bir pletok).
5.2. Penerimaan Usaha
48
Penerimaan usaha merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual. Besarnya penerimaan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) dalam satu tahun produksi. Harga jual minuman sari jahe (bir pletok) per botol adalah Rp 8.000. Berikut ini Tabel 8 mengenai penerimaan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari.
Tabel 8. Penerimaan Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Tahun 2008 Uraian Produksi (botol): - Penjualan : 45 botol x 30 hari = 1.350 - Stok : 65 botol x 30 hari = 1.950 Harga (Rp/botol)
Nilai (Rp)
Penerimaan (Rp/bulan)
3.300 8.000 26.400.000
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 8 menunjukkan hasil produksi minuman sari jahe (bir pletok) yang dihasilkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebanyak 3.300 botol. Harga jual bir pletok per botol adalah Rp 8.000,-. Hasil penerimaan yang diterima oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah Rp. 26.400.000,-.
5.3. Pendapatan
Pendapatan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) merupakan selisih antara nilai produksi (penerimaan) dengan biaya total yang dikeluarkan. Gambaran mengenai pendapatan usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari disajikan pada Tabel 9. 49
Tabel 9. Pendapatan Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Tahun 2008 Uraian Penerimaan : Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A) Total Biaya Variabel
Jumlah Rp.
26.400.000
Rp
20.347.500
Total Biaya Tetap
Rp.
325.875
Total Biaya Produksi (B)
Rp.
20.673.375
Jumlah Pendapatan (A-B)
Rp.
5.726.625
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Tabel 9 menunjukkan bahwa penerimaan pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Ayu Lestari dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp. 26.400.000,-. Total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh Industri Rumah Tangga Ayu Lestari untuk pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) adalah sebesar Rp. 20.673.375,-. Pendapatan yang diterima dari hasil penjualan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) pada Industri Rumah Tangga Ayu Lestari adalah sebesar Rp. 5.726.625,-.
5.4. Analisis R/C
Nilai R/C rasio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi selama satu bulan. Berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah sebesar 1,27. Hal ini menunjukkan bahwa dengan R/C rasio sebesar 1,27, berarti untuk setiap Rp 100.000,- biaya yang dikeluarkan, maka Skala Rumah 50
Tangga Ayu Lestari telah memberikan penerimaan sebesar Rp 127.000,-. Dengan R/C rasio sebesar 1,27, maka kondisi usaha minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari layak untuk dijalankan. Hasil analisis R/C rasio dalam satu bulan produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Analisis R/C Rasio Dalam Satu Bulan Produksi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Uraian Penerimaan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A) Total Biaya Produksi (B) R/C rasio (A/B)
Nilai Rp 26.400.000 Rp 20.673.375 1,27
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
5.5. Analisis B/C
Nilai B/C rasio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi selama satu bulan. Berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, nilai B/C rasio atas biaya total yang diperoleh adalah sebesar 0,27. Hal ini menunjukkan bahwa dengan B/C rasio sebesar 0,27, berarti untuk setiap Rp 100.000 biaya yang dikeluarkan, maka Industri Rumah Tangga Ayu Lestari akan memperoleh keuntungan atau pendapatan sebesar Rp. 27.000,-. Dengan B/C rasio sebesar 0,27, maka kondisi usaha minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari menguntungkan untuk dijalankan. Hasil analisis B/C rasio dalam satu bulan produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 11.
51
Tabel 11. Hasil Analisis B/C Rasio Dalam Satu Bulan Produksi Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Uraian Pendapatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) (A) Total Biaya Produksi (B) B/C rasio (A/B)
Nilai Rp
5.726.625
Rp 20.673.375 0,27
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
5.6. Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas dari usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari. BEP adalah titik pertemuan antara biaya dan penerimaan dimana usahatani tidak mengalami rugi atau untung. BEP dibagi menjadi dua yaitu BEP produksi dan BEP harga. BEP produksi adalah membagi total biaya yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) dengan harga jual sari jahe (bir pletok), sedangkan BEP harga adalah membagi total biaya yang dikeluarkan oleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dengan total minuman sari yang diproduksi. Analisis BEP usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) Skala Rumah Tangga Ayu Lestari terdapat pada Tabel 12.
52
Tabel 12. Hasil Analisis BEP Usaha Pembuatan Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008 Uraian Total Biaya (Rp) (A) Harga Jual (Rp/botol) (B) Total Minuman Sari Jahe (Bir Pletok) yang diproduksi (botol) (C) BEP Produksi (A/B) (botol) . BEP Harga (A/C) (Rp/botol)
Nilai (Rp) 20.673.375 8.000 3.300 2.584 6.264
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan hasil analisis Tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa nilai BEP produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebesar 2.584 botol artinya usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada perusahaan tersebut tidak untung dan tidak rugi pada level output 2.584 botol perusahaan baru akan mulai mendapat keuntungan jika output lebih besar 2.584 botol. Skala Rumah Tangga Ayu Lestari mendapat keuntungan dari selisih produksi yang dihasilkan sejumlah 716 botol. BEP harga sebesar Rp. 6.264,- artinya usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada perusahaan tersebut tidak untung dan tidak rugi pada harga Rp. 6.264,- dan baru akan mulai mendapat keuntungan jika harga jual lebih besar dari itu sehingga Skala Rumah Tangga Ayu Lestari mendapat keuntungan dari selisih harga jual per botol yang dijual adalah Rp 1.736 per botol. Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam berusaha satu bulan sudah mendapatkan keuntungan BEP produksi sejumlah 716 botol dan BEP harga sebesar Rp. 1.736 per botol.
5.7. Payback Periode (PP)
53
Analisis PP pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dimaksudkan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam usaha akan kembali. PP adalah perbandingan antara investasi yang dikeluarkan dengan pendapatan usaha yang diperoleh. Analisis payback periode usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Payback Periode Pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari Dalam Satu Bulan Produksi Pada Tahun 2008 Uraian Biaya Investasi (Rp) (A) Pendapatan (Rp) (B) Payback Periode (bulan) (A/B)
Jumlah (Rp) Tanpa Bangunan Dengan Bangunan 4.196.000 54.196.000 . 5.726.625 5.726.625 0,73
9,46
Sumber : Data Primer, Skala Rumah Tangga Ayu Lestari, 2008
Berdasarkan hasil payback periode pada Tabel di atas, dapat diketahui bahwa usaha pembuatan minuman Sari Jahe (Bir Pletok) akan mengalami payback periode pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari yaitu selama 9 bulan 13 hari (dengan bangunan) artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari akan kembali modal pada bulan ke-9 setelah usaha tersebut berjalan dan selama 21 hari (tanpa bangunan) artinya modal yang dikeluarkan untuk investasi peralatan pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari akan kembali modal pada hari ke-21 setelah usaha tersebut berjalan.
54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa: 1.
Pendapatan yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah sebesar Rp. 5.726.625 dalam satu bulan produksi.
2.
Nilai R/C ratio atas biaya total yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 1,27 dengan memiliki nilai Ratio tersebut, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 127.00,-, dengan demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Skala Rumah Tangga Ayu Lestari secara keseluruhan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Nilai B/C ratio atas biaya total yang diperoleh Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 0,27 dengan memiliki nilai Ratio tersebut, maka setiap Rp. 100.000,- yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 27.000, dengan demikian usaha pembuatan minuman sari jahe yang dilakukan Skala
Rumah
Tangga
Ayu Lestari
secara
keseluruhan
menguntungkan untuk dijalankan. Break Even Point (BEP) produksi pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari adalah 2.584 botol. Break Even Point (BEP) harga per botol pada Skala Rumah Tangga Ayu Lestari dalam usaha pembuatan minuman sari jahe (bir pletok) adalah Rp 6.264. Skala Rumah
Tangga Ayu Lestari akan mengalami payback periode (PP) selama 9 bulan 13 hari (dengan bangunan) dan 21 hari (tanpa bangunan).
6.2.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis dapat menyarankan : Skala Rumah Tangga Ayu Lestari sebaiknya dikembangkan dengan
melalui pemasaran ditingkatkan. Pemasaran dilakukan kerjasama dengan toko swalayan, warung jamu, supermarket, dsb. Hal ini dikarenakan perusahaan mempunyai prospek yang bagus karena dalam satu bulan produksi sudah mengalami keuntungan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. Regulasi Dalam Revitalisassi Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia. 2007: 1halaman. http://www.news.org, 28 Februari 2009, pk. 18.30 WIB. Adilwilaga, A. Ilmu Usahatani di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1975) Anoraga, P. & J. Sudantoko. Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) Ashari, S. Hortikultura : Aspek Budidaya. .(Jakarta: UI Press, 1995). Bank Indonesia. Jamu. 2007: 1 halaman. http://www.bi.go.id, 20 Oktober 2008, pk. 19.30 WIB. Badan Pengolahan dan Teknologi Pertanian. Teknologi Pengolahan Bir Pletok. (Jakarta: Deptan, 2005) Downey dan Erickson. Akuntansi Biaya. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) Firdaus. Manajemen Agribisnis. (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2008) Guk Seta. Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), 2008: 1halaman. http://www.news.org, 28 Februari 2009, pk. 18.35 WIB. Harmono & Agus Andoko. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. (Jakarta: Agromedia Pustaka, 2005). Hernanto, F. Ilmu Usahatani.. (Jakarta: Penebar Swadaya,1989). IPTEK. Jamu. 2007: 1halaman. http://www.iptek.net.id, 20 Oktober 2008, pk. 18.30 WIB. IPTEK. Jahe. 2007: 1halaman. http://www.iptek.net.id, 20 Oktober 2008, pk. 18.35 WIB. Krisnamurthi, Bayu. Pengertian dan Ruang Lingkup Agribisnis. (Bogor: Laboratorium Ekonomi dan Manajemen Agribisnis IPB,2000). Lipsey, Richard G. et. all. Pengantar Mikro Ekonomi. Diterjemahkan oleh A. Jaka Wasana Kirbrandoko (Jakarta: Binapura Aksara, 1995).
Lukman, Syamsudin. Manajemen Keuangan Perusahaan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) Makeham, J. P. dan R. L. Malcom. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. Diterjemahkan oleh Basilius B. Teku (Jakarta: LP3ES, 1991). Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1995) Mulyadi. Akuntansi Biaya. Ed. Ke-5. (Yogyakarta: Aditya Media, 2002) Mulyono, Subangkit. Memelihara ayam Buras Berorientasi Agribisnis (Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 2002) Niswonger, Rollin dkk. Prinsip-prinsip Akuntansi (Jakarta: Erlangga, 1992) Paimin. Budidaya, Pengolahan dan Perdagangan Jahe. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2008) Rahardi, F. & Rudi Hartono. Agribisnis Peternakan. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2003). Rahim, Astuti dan Diah Retno Dwi Hastuti. Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian. (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2007) Rasyaf, Muhammad. Memasarkan Hasil Peternakan. (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2000) Revino. Purchasing Suatu Pengantar. (Jakarta: Djambatan, 2006) Siswanto, Yuli Widiyastuti. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2004). Soeharjo, A dan Dahlan Patong. Sendi-sendi Pokok Usahatani. (Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, 1973). Soekartawi, A. Soeharjo, J.L., Dillon and J.B., Hardaker. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Cetakan Kedua. (Jakarta: UI Press, 1986). Sofyan, Hanafi. Perdagangan Berjangka Ekonomi. (Jakarta: Gramedia, 2002). Soemarso. Akuntansi Suatu Pengantar. Ed. Ke-4. (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002).
Sutrisno, Koswara. Jahe dan Hasil Olahan. (Jakarta: Pustaka Sinar 1994)
Harapan,
Suratiyah, Ken. Ilmu Usahatani. Cet. 1. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006). Tim Lentera. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah. (Jakarta: Agromedia Pustaka, 2002) Tjakrawilaksana, A. Usahatani. (Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983). Umar, Husein. Metodetologi Penelitian. (Jakarta: Gramedia, 1997) Usry, Carter. Akuntansi Biaya. Ed. Ke-13.(Jakarta: PT Penebar Swadaya, 2004) Wiryanta, Bernadinus T. Wahyu. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Cet. 1. (Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2002).
23